No 01/D2/III/2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Filosofi Desain
Pada semester sebelumnya, telah digambarkan bentuk utama kapal seperti
Body Plan, Sheer Plan dan Half Breath Plan. Berdasarkan data dan gambar yang
diperoleh dari desain I, dapat digambarkan Tugas Rancang II (Desain II) yang
berfokus pada sistem propulsi dan sistem perporosan. Ada tiga komponen sistem
propulsi yang ada pada kapal yakni mesin penggerak utama (main engine),
propulsor, dan sistem transmisi. Main engine inilah yang menghasilkan daya yang
akan disalurkan ke propeller melalui sistem perporosan, sehingga propeller mampu
memberikan gaya dorong atau thrust ke badan kapal dan kapal bisa melaju susuai
dengan kecepatan dinas kapal yang diinginkan. Jadi pemilihan sistem propulsi yang
tepat sangat penting dilakukan dalam merancang sebuah kapal.
Dalam tugas perencanaan ini, tahapan yang pertama kali dilakukan adalah
menghitung tahanan yang diakibatkan oleh gerakan kapal yang melaju di
permukaan air berupa gaya dorong yang dihasilkan oleh putaran baling-baling.
Perhitungan tahanan dapat diperoleh dari ukuran utama kapal. Perhitungan
tahanan ini digunakan untuk mengetahui daya yang dibutuhkan kapal pada
pemilihan main engine yang sesuai dengan kecepatan kapal agar dapat
menghasilkan gaya dorong untuk melawan tahanan kapal tersebut.
Dalam perhitungan tahanan kapal tentu dibutuhkan data ukuran utama kapal.
Metode perhitungan tahanan pada perencanaan kapal ini menggunakan metode
Harvald. Setelah mengetahui berapa besarnya tahanan kapal maka proses
selanjutnya ialah menghitung daya engine yang nantinya akan ditransmisikan ke
propeller. Langkah selanjutnya adalah memilih main engine. Selanjutnya kita
memilih propeller dengan cara menentukan ratio reduction gear agar dapat
menentukan propeller yang sesuai dengan kecepatan putaran reduction gear.
Langkah selanjutnya adalah mencocokkan antara propeller dengan engine
yang telah dipilih tadi atau istilahnya disebut dengan Engine Propeller Matching
(EPM). Dalam laporan ini juga akan dihitung mengenai perencanaan boss propeller,
kopling, tebal bantalan, pasak, tebal bantalan, intermediate shaft serta kopling
penghubung antara poros propeller dan poros intermediate.
Untuk langkah-langkah pengerjaan tugas gambar desain 2 ini memiliki
beberapa tahapan sebagai berikut.
1. Pemilihan motor penggerak utama
- Perhitungan tahanan kapal.
- Perhitungan daya motor penggerak utama kapal.
- Pemilihan motor penggerak utama kapal.
2. Perhitungan dan penentuan type propeler.
- Perhitungan type propeller.
- Perhitungan kavitasi.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
• H (Depth/Hight)
Adalah tinggi kapal yang diukur dari dasar hingga geladak utama, bagian
yang diukur adalah di bagian amidship.
• T (Draught/Draft)
Adalah tinggi yang diukur dari garis dasar hingga garis air muat.
• Cb (Block Coefficient)
Adalah perbandingan antara isi karena (volume badan kapal yang
tercelup dalam air) dengan volume balok dengan panjang L, lebar B dan
tinggi T.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
𝐶𝐵 =
𝐿∙𝐵∙𝑇
• Cp (Coeffisien Prismatik)
Adalah perbandingan antara volume badan kapal yang ada di bawah
permukaan air (isi karene) dengan volume sebuah prisma dengan luas
penampang AM dan panjang L.
𝐶𝑃 =
𝐴𝑀 ∙ 𝐿
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
• Cm (Coeffisien Midship)
Adalah perbandingan antara luas penampang gading besar yang
terendam air dengan luas suatu penampang yang memiliki lebar B dan
tinggi T.
𝐴𝑀
𝐶𝑀 =
𝐵∙𝑇
• Am (Luas Midship)
Adalah luasan bagian tengah kapal yang dipotong secara melintang yang
memiliki lebar B dan tinggi T.
Am = B x T x Cm
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
• (Volume Displacement )
• Midship
Bagian melintang pada bagian tengah kapal.
• Center Line
Bagian memanjang pada bagian tengah kapal.
• Base Line
Garis dasar kapal / Wl 0.
• Station
Pembagian panjang kapal menjadi beberapa bagian dengan jarak
yang sama.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
• Body Plan
Bentuk kurva dari station/section yang merupakan perpotongan antara
permukaan lambung kapal dengan bidang yang tegak lurus dengan
bidang tegak/buttockplane dan bidang garis air/waterline plane.
• Buttock Line
Proyeksi bentuk potongan – potongan badan kapal secara memanjang
vertikal.
• Water Line
Proyeksi bentuk potongan – potongan badan kapal secara memanjang
horisontal.
• Upper Deck
Garis geladak utama kapal dari ujung haluan sampai ujung buritan
kapal.
• Poop Deck
Geladak tambahan yang terletak diatas geladak utama kapal pada
bagian buritan kapal.
• Forecastle Deck
Geladak tambahan yang terletak diatas geladak utama kapal pada
bagian haluan kapal.
• Bulwark
Pagar kapal yang terletak pada bagian tepi kapal untuk melindungi
awak kapal.
• Sent
Garis yang ditarik pada salah satu atau beberpa titik yang terletak
digaris tengah (centre line) dan membuat sudut dengan garis tengah.
• Sheer
Lengkungan kemiringan geladak kearah memanjang kapal.
• Chamber
Lengkungan kemiringan geladak kearah melintang kapal.
• Base Line
Garis dasar ( base line ) adalah garis air yang paling bawah. Dalam
hal ini adalah garis air 0 atau WL 0. Atau kalau dilihat dari bidang
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
garis air, maka proyeksi base line adalah bidang garis air 0. Garis air
ini ( WL 0 ) / garis dasar ini letaknya harus selalu datar. Pada kapal –
kapal yang direncanakan dalam keadaan datar ( even keel ).
• Station
Pembagian panjang kapal menjadi bagian bagian dengan jarak yang
sama.
(pada NSP di bagi menjadi 20 bagian).
• Water Line
Diumpamakan suatu kapal dipotong secara memanjang (mendatar).
Garis – garis potong yang mendatar ini disebut garis air ( water line )
dan mulai dari bawah diberi nama WL 0, WL 1, WL 2, WL 3 dan
seterusnya. Dengan adanya potongan mendatar ini terjadilah
beberapa penampang. Tiap – tiap penampang ini disebut bidang
garis air.
• Upper Deck
Garis geladak utama kapal dari ujung haluan sampai ujung buritan
kapal.
• Poop Deck
Geladak tambahan yang terletak diatas geladak utama kapal pada
bagian buritan kapal.
• Forecastle Deck
Geladak tambahan yang terletak diatas geladak utama kapal pada
bagian haluan kapal.
1.2 Data Ukuran Utama Kapal
Length Between Perpendicular (LPP) : 135,044 m
Breadth Moulded (B) : 22,086 m
Depth Moulded (H) : 11,754 m
Design Draft (T) : 9,0765 m
Service speeds : 13 knot
Tipe kapal : Tanker
= Lpp + 4% Lpp
= 135,044+ 4%. 135,044
= 140,44576 m
BAB II
PERHITUNGAN PROPELLER
2.1 Perhitungan Tahanan Kapal
Untuk mendesain propeller, harus terlebih dahulu mengetahui ukuran
utama kapal. Kemudian dari data tersebut, dapat diketahui tahanan total dari
kapal. Dalam laporan ini metode yang digunakan untuk menghitung tahanan
total kapal adalah metode Harvald.
Tahanan kapal adalah gaya fluida yang bekerja pada kapal sedemikian
rupa sehingga melawan gerakan kapal tersebut. Pada perhitungan tahanan,
pertama ditentukan dulu koefisien masing-masing tahanan yang diperoleh dari
diagram dan tabel. Pedoman dalam perhitungan merujuk pada buku tahanan
dan propulsi kapal (Sa. Harvald) . Ada bebepa jenis tahanan pada kapal.
Tahanan total kapal merupakan jumlah dari tahanan di air yakni tahanan gesek
(Rf) dan tahanan sisa (Rr) dengan tahanan udara (Ra). Tahanan gesek atau
yang disebut friction resistance (Rf) adalah gaya hambat pada kapal yang
disebabkan adanya gesekan antara badan kapal yang tercelup di air dengan
fluida.
1. Koefisien Tahanan
Gesek (Cf)
Koefisien Tahanan Air
2. Koefisien Tahanan (Ct air =
Sisa (Cr) Cf+Cr+Ca+Cas)
3. Koefisien Tahanan
Tambahan (Ca)
4. Koefisien Tahanan
Kemudi (Cas)
Tahanan Air (Rt air)
Rt air = Ct air x ρ airlaut
2
x Vs x S/2
Tahanan Total
(RT = Rt air + Rt udara)
Tahanan Udara(Rt udara)
Keterangan :
= Merupakan Perhitungan Matematis
= Konstanta
Berikut merupakan detail perhitungannya.
Untuk data kapal yang digunakan untuk mengihtung tahanan total kapal
yakni sebagai berikut :
V
Fn =
gL
Didapat tabel perhitungan seperti dibawah ini
Vs (Knot) Vs(m/s) Fn
10 5,14 0,1384759
11 5,654 0,1523235
12 6,168 0,1661711
13 6,682 0,1800187
14 7,196 0,1938663
15 7,71 0,2077139
Rumus
Dari formula diatas didapat hasil perhtingan sebagai berikut
Vs (Knot) Rn Cf
10 811113715,1 0,000944921
11 892225086,6 0,000936201
12 973336458,1 0,000928346
13 1054447830 0,000921206
14 1135559201 0,00091467
15 1216670573 0,000908646
Cr yang telah dikoreksi adalah Cr final yang nantinya digunakan untuk menghitung
tahanan total.
• Menentukan Nilai L / 1/3
• Tentukan Cp dari Nsp = 0.7728
• Cr dapat diketahui dengan melihat diagram Guldhammer
a. Menentukan Jenis Grafik L/▽1/3
Rumus
= 5,072248543
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
Koreksi B/T
B/T 2,433316807
0,16 x((B/T)-
Koreksi 10³Cr2 2,5)
-0,010669311
Selanjutnya adalah menentukan nilai %LCB standar pada grafik %LCB standar
dengan mengetahui nilai froude number dari masing-masing kecepatan.
Mencari nilai %LCB standar
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
Terakhir, Koreksi Anggota Badan Kapal, yaitu koreksi yang berkaitan dengan Bos
baling-baling, sehingga untuk kapal penuh Cr dinaikan sebesar 3-5% (HARVALD
hal. 132) saya mengambil data 4%
v v
Cr
knot m/s
10 5,14 -1,11E-05
11 5,654 0,0007466
12 6,168 0,0008814
13 6,682 0,0010822
14 7,196 0,0014596
15 7,71 0,0019729
Caa
= 0,00007
Cas
= 0,00004
EHP = Rtdinas x Vs
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
EHP Rtdinas x Vs
Rtdinas 291,2295984 KN
Vs 6,682 m/s
EHP 1945,996176 KW
2645,815321 HP
w = 0.5Cb-0.05
= 0.5(0.689)-0.05
= 0.02945
• Menentukan nilai Thrust Deduction Factor (t)
Nilai t dapat ditentukan dengan rumus
t=kxw
Dalam buku Principal of Naval Architecture hal 158, Nilai K
berkisar antara 0.7 sampai 0.9 dan dalam perhitungan ini
kita asumsikan nilai k adalah 0.7
Diketahui : w= 0.2945
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
k = 0.7
t = k.w
= 0.7 X 0.2945
= 0.20615
Ηh = (1-t)/(1-w)
= (1-0.20615)/(1-0.2945)
=1.12523
Pc = ηH x ηrr x ηo
Diketahui : ηH = 1.12523
ηrr = 1.06
ηo = 54%
Pc = ηH x ηrr x ηo
= 1.12523 x 1.06 x 54%
= 0.6441
SHP = DHP/ηsηb
= 5177.37 HP bekerja 98% (losses 2%)
3807.95 kw
Dalam menghitung sarat kosong maka akan dihitung LWT dan DWT
terlebih dahulu, berikut langkah-langkah menghitung sarat kosong kapal :
A. Perhitungan DWT
1. Berat Bahan Bakar Mesin Induk
Menurut buku “Tentang Rencana Umum" Gaguk Suhardjito 2006 hal
16, berat bahan bakar mesin induk didefinisikan sebagai :
𝑆
𝑊𝐹𝑂 = 𝐵𝐻𝑃𝑀𝐸 . 𝑏𝑀𝐸 . 10−6 𝐶
𝑉𝑠
Dimana :
BHPME = BHP mesin utama dari katalog (kW)
bME = 174 g/kwh (spesifik konsumsi bahan bakar mesin induk)
S = Rute pelayaran (Nautical Mile)
Vs = Kecepatan Kapal (knot)
C = Koreksi Cadangan (1,3-1,5) diambil 1,5
WFO = 400,8703608 Ton
𝑊𝐹𝑂
(𝑉𝑊𝐹𝑂 ) =
𝜌
Menurut buku “Tentang Rencana Umum" Gaguk Suhardjito 2006
hal 16
𝑊𝐹𝐵 = (0.1~0.2)𝑊𝐹𝑜
Dimana : WFO = berat bahan bakar mesin induk
WFB = (0,1~0,2) WFO (Ton)
= 0,15WFO
= 60,13055412 Ton
5. Volume Bahan Bakar Mesin Bantu
Volume Bahan Bakar Mesin Bantu didefinisikan sebagai :
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
𝑊𝐹𝐵
𝑉(𝑊𝐹𝐵 ) =
𝜌
Dimana : WFB = Berat bahan bakar mesin bantu (Ton)
ρ = massa jenis bahan bakar
V (WFB) = WFB / ρ (m3)
Dimana ρ diesel = 0,95 Ton/m3
𝑆
𝑊𝐿𝑂 = 𝐵𝐻𝑃𝑀𝐸 . 𝑏𝐿𝑂 . 10−6 𝐶
𝑉𝑠
Dimana :
BHPME = BHP mesin utama dari katalog (kW)
bLO = (1,2~1,6) diambil 1,5
S = Rute pelayaran (Nautical Mile)
Vs = Kecepatan Kapal (knot)
C = Koreksi Cadangan (1,3-1,5) diambil 1,5
𝑊𝐿𝑂
𝑉(𝑊𝐿𝑂 ) =
𝜌
Dimana : V(WLO) = Volume minyak Pelumas (m3)
WLO = Berat minyak pelumas (Ton)
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
ρ
= massa jens minyak pelumas (Ton/m3)
V(WLO) = WLO / ρ (m3)
Dimana ρ AIR = 1 Ton/m3
V(WLO) = 2,457 (m3)
9. Penambahan Volume Tangki Minyak Pelumas
Penambahan volume tangki minyak pelumas didefinisikan sebagai
:
𝑆
𝑐 = 𝐵𝐻𝑃𝑀𝐸 . 4. ( ) 10−6
𝑉𝑠
WFW = a+b+c
WFW = 63,13882016 Ton
= 63138,82016 Kg
11. Berat Bahan Makanan
Berat bahan makanan didefinisikan sebagai :
5. 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑟𝑒𝑤. 𝑆
𝑊𝑝 =
24. 𝑉𝑠
𝑊𝑅 = (0,5~1,5)%𝑥𝑉𝑑𝑖𝑠𝑝
= 848,3279095 Ton
B. Perhitungan LWT
Perhitungan berat baja kapal berdasarkan formula dari Watson, RINA (Practical Ship
Design, DGM Watson) :
E = Lpp(B+T)+ 0.85 Lpp(H-T)+0.85{(L1.h1)+0.75(L2.h2)}
L1 = panjang forcastle deck
= 12,5262 m
h1 = tinggi forcastle =
= 2,5 m
L2 = panjang poopdeck
= 30,402 m
h2 = tinggi bangunan atas
= 11 m
E = Lpp(B+T)+ 0.85 Lpp(H-T)+0.85{(L1.h1)+0.75(L2.h2)}
= 4755,464114 m2
B. Berat Baja Kapal
Wst = K x E1,36
Dimana nilai K didapat dari Tabel yang terdapat pada buku practical ship design hal
85.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
Wst = K x E1,36
K = 0,032 ± 0,003
K = 0,035
Wst = 3507,925813 ton
C. Berat outfit dan akomodasi (Woa)
WOA = 0,4 x Lpp x B
= 1193,032714 Ton
(Practical Ship Design Page. 100 DGM Watson)
D. Berat instalasi permesinan
Wmt = 0,72 x MCR 0,78
= 418,51 Ton
E. Berat Cadangan (Wres)
Untuk menghindari kesalahan pada perencanaan akibat perkiraan
yang kurang tepat dalam hal perhitungan serta hal-hal yang
sebelumnya belum dimasukkan dalam perhitungan, maka perlu
faktor penambahan berat (2 - 3) % LWT, diambil angka
penambahan sebesar 3%.
WRes = 3% (Wst+WOA+Wmt)
= 153,584048 Ton
Perhitungan LWT
Maka LWT :
LWT = Wst+Woa+Wmt+Wres
= 5273,05 Ton
Perhitungan DWT
DWT = Berat Displacement (Δ) - LWT
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
= 16486,41 Ton
Perhitungan PayLoad
Payload = DWT-WT
= 15638,08 Ton
Perhitungan Ballast
Berat air Ballast diestimasikan 10-20% dari berat displacement kapal, pada desain
ini diambil 20% dari berat displacement Kapal.
Δ = 21759,46358
Wballast = 20% x Δ
= 4351,892717 Ton
V(Wballast) = 4245,748992 m3
Koreksi c untuk penambahan volume air ballast karena konstruksi tangki pada
double bottom dan pemanasan sebesar 4% V(Wballast)
V(Wballast) = V(Wballast) + (4% V(Wballast))
= 4415,578952 m3
= 4525,968425 Ton
Berat Kapal Kosong
Kapal Kosong = LWT+Wt+Ballast
= 10647,35 Ton
Menghitung Sarat Kosong
Sarat
(Tm) Volume (m3) Berat (Ton)
1 1860,924326 1907,447434
2 4030,950863 4131,724635
3 6324,676805 6482,793725
4 8671,45163 8888,237921
5 11052,39349 11328,70333
6 13462,72407 13799,29217
7 15903,92526 16301,52339
8 21091,56265 21618,85171
Sarat 21228,74496 21759,46358
Volume sarat kosong terletak pada 4-5 m, sehingga akan dilakukan interpolasi.
tepat digunkan dalam kapal yang kita rancang, maka ada yang harus
diperhatikan, yang pertama adalah ukuran dari propeller tersebut apakah sesuai
dengan bentuk buritan kapal yang telah dirancang pada desain 1 yang lalu.
Pemilihan tipe propeller adalah menentukan karakteristik propeller yang sesuai
dengan karakteristik badan kapal(badan kapal yang tercelup ke air) dan besarnya
daya yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan misi kapal. Dengan
diperolehnya karakteristik tipe propeller maka dapat ditentukan efisiensi daya
yang ditransmisikan oleh motor induk ke propeller.
Langkah – langkah dalam pemilihan type propeller :
1. Perhitungan dan pemilihan tipe propeller (Engine Propeller
Matching)
2. Perhitungan syarat kavitasi
3. Design dan gambar tipe propeller.
8,6528 Knot
Dmax Db(m
Tipe P/Do 1/Jo δo Do(ft) Db(ft) Db < Dmax
(ft) )
270,27 15,45 14,83 Accepte
B3-35 0,643 2,669 15,49 4,523
8 7 9 d
268,35 15,34 14,73 Accepte
B3-50 0,645 2,650 15,49 4,491
4 7 3 d
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
Menentukan nilai δb dan 1/Jb yang selanjutnya digunakan untuk mencari nilai P/Db
dan Effisiensi Propeller (ηb).
Rumusnya :
δb = (Db.Npropeller)/Va
1/Jb = 0,009875 x δb
Keterangan :
Jb = Ratio advance
δb = Koefisien advance behind the ship
Va = Kecepatan advance (knots)
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
a. Perhitungan Kavitasi
Dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
AO = π ( D/2 )2 AO = Disk Area / Area of tip
circle
T = Rt / (1-t)
tC = T / ( Ap 0,5 ρ Vr2) tC = Thrust coefficient
τC = 0,1079 x ln ( σ 0.7R ) + 0,2708
Ap = Ad x ( 1,067 – 0,229 x P/D) Ap = Projected Area of blade
Vr2 = Va2 + (0,7πN D)2
188,2 + 19,62 h
σ0.7R = 2
Va + 4,836n2 D2
Sumber : Resistance,Propulsion and Steering of Ships, Van
Lammeren hal. 181, HARVALD, Tahanan dan Propulsi Kapal hal
140, 183, 199
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
Type τc σ
Vr2 T (kN) τC Kavitasi
Propeller hitungan 0.7R
Type Dmax
P/Do P/Db 1/Jo 1/Jb ηb Db(m) Kavitasi
Propeller (m)
Tipe B5-75
Db 4,236 m
P/Db 0,749
ηb 0,456
n 151 rpm
2,5217 rps
Clean Hull
1.4
1.2
1
0.8
KT
0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
J
Rough Hull
KT Pada VS
J
10 11 12 13 14 15
0 0 0 0 0 0 0
0,1 0,0057 0,00903 0,00959 0,01045 0,0121 0,01435
0,2 0,02279 0,0361 0,03836 0,0418 0,04839 0,05741
0,3 0,05127 0,08123 0,0863 0,09405 0,10888 0,12917
0,4 0,09115 0,1444 0,15343 0,1672 0,19357 0,22964
0,5 0,14243 0,22563 0,23973 0,26125 0,30245 0,35881
0,6 0,2051 0,32491 0,34522 0,3762 0,43553 0,51669
0,7 0,27916 0,44224 0,46988 0,51205 0,59281 0,70327
0,8 0,36462 0,57761 0,61372 0,6688 0,77428 0,91856
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
Rough Hull
1.6
1.4
1.2
1
KT
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
J
J 10KQ KT ηo
0
0,1 0,365475668 0,310716492 0,135254337
0,2 0,333198284 0,276714238 0,264243375
0,3 0,29642769 0,238435225 0,383900135
0,4 0,255439378 0,196371576 0,489210909
0,5 0,210508843 0,151015412 0,570645367
0,6 0,161911579 0,102858856 0,606401676
0,7 0,109923081 0,052394028 0,530806581
0,8 0,054818843 0,000113052 0,002624717
0,9
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
KQ KT J
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
1. Putaran Propeller
n = Va / J . D
2. Putaran Mesin
N = n . Ratio G/B
3. Torsi (Q)
Q = K Q . ρ. n2 . D5
4. Thrust (T)
T = K Q . ρ. n2 . D4
5. DHP
DHP = 2 . . Q . n
6. SHP
SHP = DHP/ηsηb ηsηb = 98%
7. BHP
BHP = SHP / Effisiensi Gearbox
Effisiensi Gearbox = 98%
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
-0.2
-0.4
-0.6
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Clean Hull
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
Rough Hull
500
400
DAYA/CYL (kW)
300
200
100
0
250 350 450 550 650 750
RPM
1. Geometri Propeller
Untuk menggambar propeller maka dapat digunakan tabel Wageningen B-
Screw Series untuk menentukkan dimensi, bentuk blade section; thickness;
panjang chord dari masing - masing blade section.
Data Propeller :
N
Tipe Diameter (RPM) P/Db ηb Ae/Ao Z R
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
B5-
75 4,2362934 750 0,655 0,456156 0,75 5 2,118147
Digunakan dimensions of 5-bladed Propellers Wageningen B-series:
cr x Z t/D = Ar - Br.Z
r/R D a/c b/c
Ar Br
(AE/Ao)
0,2 1,662 0,617 0,35 0,053 0,004
0,3 1,882 0,613 0,35 0,046 0,0035
0,4 2,05 0,601 0,351 0,04 0,003
0,5 2,152 0,586 0,355 0,034 0,0025
0,6 2,187 0,561 0,389 0,028 0,002
0,7 2,144 0,524 0,443 0,022 0,0015
0,8 1,97 0,463 0,479 0,015 0,001
0,9 1,582 0,351 0,5 0,009 0,0005
1 0 0 0 0,003 0
Keterangan :
R : Radius Propeller
r/R : Rasio jarak tebal blade (pitch)
Z : Jumlah blade
cr : Panjang antara trailling edge ke leading edge pada r/R
D : Diameter propeller
Ae/Ao : Perbandingan luasan daun propeller dengan seluruh lingkaran
propeller
ar : Jarak antara genertor line ke leading edge
br : Jarak maksimum tebal ke leading edge
Sr : Tebal maksimum
Untuk menghasilkan dimensi propeller yang akan digambar, maka harus
didapatkan nilai cr, ar, br, t. Dimana :
➢ Cr = {[D.(AE/A0).X]/Z} dengan X : {(c/D) x [Z/(AE/A0)]}
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
➢ ar = a/c x cr
➢ br = b/c x cr
➢ t = Ar – (Br-Z) x D
For P < 0
Yback= V1(tmax – tte)
Yface = (V1 + V2) (tmax – tte)
Dimana Yface dan Yback merupakan vertical ordinat dari titik-titik
tersebut pada blade section (bagian face dan bagian back) terhadap pitch line.
Tmax merupakan maximum blade thicknes, te:tle merupakan ketebalan blade
section pada bagian trailing edge serta leading edge. V1;V2 merupakan
angka-angka yang ditabulasikan sebagai fungsi dari r/R dan P, dimana P
sendiri merupakan koordinat non dimensional sepanjang pitch line dari posisi
ketebalan maksimum ke trailing edge (P=-1).
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
Dari tabel di atas tahap selanjutnya yakni perhitungan Yface dan Yback untuk P>0
dan P<0.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
2. Penggambaran Propeller
a) Penggambaran Trailing Edge dan Leading edge
Sebelum menggambar Trailing Edge dan Leading edge, langkah
pertama yakni membuat garis vertical sepanjang jari-jari propeller,
kemudian membaginya menjadi 10 bagian, yakni 0,1-0,9R. Kemudian
membuat garis generator sebagai pusat titik acuan dalam penggambaran
propeller. Leading edge merupakan jarak dari generator line ke kanan
sepanjang Ar. Kemudian, dari ujung Leading edge ini ditarik garis ke kiri
sejauh Cr. Panjang ini merupakan panjang dari trailing edge. Kemudian
ujung-ujungnya disambungkan dan terbentuklah expanded area.
Gambar Projected
f) Penggambaran lengkung developed pada gambar projected dan developed
Lengkung projected adalah lengkung yang didapat dari proyeksi dari A
dan proyeksi dari B dari expanded area, cara menggambarnya adalah
yang pertama membuat lingkaran dengan pusat pitch propeller ke 0,2R
misalnya, kemudian dari pusat R ini dibuat lagi lingkaran ke kedua ujung
dari foil baik yang dekat trailing maupun leading edge lalu ditrim
perpotongan dari lingkaran tersebut kemudian disambungkan.
Sehingga terbentuklan gambar enpanded area, projected dan
developed area
BAB III
PERHITUNGAN POROS DAN BANTALAN POROS
Karena berdasarkan BKI Vol 3 Section 4 B.1 , Material yang diijinkan adalah
material yang memiliki kekuatan tegangan tarik antara 600 N/mm2 - 800 N/mm2.
2. Minimum Diameter Shaft
Diameter minimum poros yang di tetapkan dalam BKI Vol. III Section 4,
dirumuskan dengan
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
560/ Rm +
Cw = 160
Cw = 0,60545862
Ds = 335,202 mm
Dteknis
10% = 368,722 mm
diambil = 369 mm
0.03Ds +
S = 7.5 mm
S = 18,57 mm
= 15,5 mm
4. Torsi pada poros
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
BKI Vol III Section 16 c.1 Ketika λ (perbandingan antara putaran propeller
dengan putaran engine) lebih kecil dari 0.9 maka rumus perhitungan torsi yang
digunakan adalah
𝑅𝑚 +160
Cw √ 18
Cw = 7,168289351
Faktor
Cd = Ukuran
0,35 + 0,93 d-
= 0,2
= 0,635152823
CK = 0,8
karena 0.9-
λ = 1.05 maka
T1 = 5,02647
T2 = 21,4097
Dbf = 929,88 mm
4. Panjang Boss Propeller (Lb)
Lb/Ds = 2,4
Lb = 2.4 Ds
Lb = 885,6 mm
5. Panjang Lubang Dalam Boss Propeller (Ln)
Ln/Lb = 0,3 tb/tr = 0,75
ln = 0.3 x Lb tb = 0.75 x tr
ln = 265,68 mm tb = 142,975 mm
x = 1/20 x Lb
= 44,28 mm
Da = Ds - 2x
Da = 280,44 mm
H = 177,12 mm
2. Panjang Pasak
(L)
L (0.75 - 1.5) x Ds
Dimana, nilai yang diambil
0.75 x Ds
L 276,75 mm
3. Lebar
Pasak (B)
(25%-35%) x
B Ds
Dimana, nilai yang diambil
30% x Ds
B 110,7 mm
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
79 mm
4. Tebal
Pasak (t)
1/6 x Ds
t 61,5 mm
5. Radius Ujung
Pasak (R)
0.125 x Ds
R 46,125 mm
7. Kedalaman Alur
Pasak
0,5 x t
t1 30,75 mm
8. Detail
Pasak
"Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin" Sularso dan Kiyokatsu Suga,
hal. 27
5. Perencanaan Bentuk Ujung Kopling
5. Panjang Konis
1. Panjang Konis (Lk) nilainya berkisar 1.25 - 2.5 Diameter Poros
Lk = 1.82 x Ds
= 671,58 mm
2. Kekonisan yang Disarankan
Harga konis ujung poros kopling adalah sebesar 1/10 - 1/20 Lk
x = 1/10 x Lk
= 67,158 mm
6. Panjang Kopling
(2.5 - 5.5) x 0.5 x
L Ds
Dimana, nilai yang diambil
5x 0.5 x Ds
L 922,5 mm
7. Tebal
Flens
Tebal flens tanpa konstruksi poros menurut BKI
paling sedikit 20% Ds
25% x Ds
Sfl 92,25 mm
8. Diameter Minimum Baut Pengikat Kopling
SHP 3430,001749 kW
Putaran Poros (N) 151,3011902 RPM
Jumlah Daun (Z) 5
Diameter Lingkaran
kopling 922,5 mm
Kekuatan Tarik Material
(Rm) 764,9187 N/mm²
16 x ((106 x P)/(N x Db x Z
x Rm)) x 0.5
Df 40,55740433 mm
2 x Df
Diameter Luar Mur (Do) 81,11480867 mm
Tinggi Mur (H) (0.8-1) x Df
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
BAB IV
PERHITUNGAN STERN TUBE
4.1 Stern Tube
Stern tube merupakan tabung poros yang digunakan sebagai media pelumasan
poros propeller dengan bearing juga dapat berfungsi sebagai penyekat jika terjadi
kebocoran. Pada perencanaan ini, sebagai pelumas poros digunakan minyak.
Perencanaan stern tube adalah sebagai berikut :
4.1.2 Panjang Stern Tube
Panjang Stern Tube disesuaikan dengan jarak antar gading. Berdasarkan data
Desain I, perencanaan jarak antar gading bernilai 600 mm sehingga diperoleh
panjang tabung poros propeller sejumlah
5 x Jarak Gading
Ls 3 M
T =
= 37,5 mm
2 x Dshaft
Lsf 738 mm
0,8 x Dshaft
Lsa 295,2 mm
Ds/30 x 3,175
B 39,0525 mm
4.2.5 Jarak Maksimum yang Diizinkan Antara Bantalan atau Bearing (Lmax)
Menurut BKI Vol III sec. 4.D.5.1, jarak maksimal antar bearing tidak boleh lebih dari
:
k1 x (Ds)^1/2
0,18 x Ds
tb 66,42 mm
1,6x((0,12xDs)+12,7)/(N^0.5)
dB 32,23275551 mm
2 x Ds
D1 738 mm
0,1 x Ds + 15
ta 51,9 mm
0,1 x Ds + 3,3
tb 40,2 mm
4. Clearance (s)
0,04 x Ds + 0,2
s 14,96 mm
tpac 38,41874542 mm
diambil 40 mm
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
3 x tpac
h 120 mm
(0,4 x Ds) + 1
l1 148,6 mm
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019
BAB V
perencanaan yang dipasang lewat luar lambung karena akan lebih mudah
dilakukan.
2. Setelah itu dilakukan clearance antara boss propeller dengan shaft propeller
untuk memastikan bahwa antara keduanya benar-benar terpasang dengan
sempurna.
4. Kemudian memasang glad packing, baik after seal maupun fwd seal dengan
benar, dengan dibautkan pada bush bearing.
5. Setelah itu dipasang stern tube, dengan dibautkan pada bush bearing.
7. Lalu dipasang stern postnya dan juga pada sekat stern tube dengan cara
dilas.
c. Kemudian pelepasan hub cup propeller dengan dibongkar pada cor atau
cementing.
LAMPIRAN-LAMPIRAN