Anda di halaman 1dari 80

DESAIN II Doc.

No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 1 of 80

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Filosofi Desain
Pada semester sebelumnya, telah digambarkan bentuk utama kapal seperti
Body Plan, Sheer Plan dan Half Breath Plan. Berdasarkan data dan gambar yang
diperoleh dari desain I, dapat digambarkan Tugas Rancang II (Desain II) yang
berfokus pada sistem propulsi dan sistem perporosan. Ada tiga komponen sistem
propulsi yang ada pada kapal yakni mesin penggerak utama (main engine),
propulsor, dan sistem transmisi. Main engine inilah yang menghasilkan daya yang
akan disalurkan ke propeller melalui sistem perporosan, sehingga propeller mampu
memberikan gaya dorong atau thrust ke badan kapal dan kapal bisa melaju susuai
dengan kecepatan dinas kapal yang diinginkan. Jadi pemilihan sistem propulsi yang
tepat sangat penting dilakukan dalam merancang sebuah kapal.
Dalam tugas perencanaan ini, tahapan yang pertama kali dilakukan adalah
menghitung tahanan yang diakibatkan oleh gerakan kapal yang melaju di
permukaan air berupa gaya dorong yang dihasilkan oleh putaran baling-baling.
Perhitungan tahanan dapat diperoleh dari ukuran utama kapal. Perhitungan
tahanan ini digunakan untuk mengetahui daya yang dibutuhkan kapal pada
pemilihan main engine yang sesuai dengan kecepatan kapal agar dapat
menghasilkan gaya dorong untuk melawan tahanan kapal tersebut.
Dalam perhitungan tahanan kapal tentu dibutuhkan data ukuran utama kapal.
Metode perhitungan tahanan pada perencanaan kapal ini menggunakan metode
Harvald. Setelah mengetahui berapa besarnya tahanan kapal maka proses
selanjutnya ialah menghitung daya engine yang nantinya akan ditransmisikan ke
propeller. Langkah selanjutnya adalah memilih main engine. Selanjutnya kita
memilih propeller dengan cara menentukan ratio reduction gear agar dapat
menentukan propeller yang sesuai dengan kecepatan putaran reduction gear.
Langkah selanjutnya adalah mencocokkan antara propeller dengan engine
yang telah dipilih tadi atau istilahnya disebut dengan Engine Propeller Matching
(EPM). Dalam laporan ini juga akan dihitung mengenai perencanaan boss propeller,
kopling, tebal bantalan, pasak, tebal bantalan, intermediate shaft serta kopling
penghubung antara poros propeller dan poros intermediate.
Untuk langkah-langkah pengerjaan tugas gambar desain 2 ini memiliki
beberapa tahapan sebagai berikut.
1. Pemilihan motor penggerak utama
- Perhitungan tahanan kapal.
- Perhitungan daya motor penggerak utama kapal.
- Pemilihan motor penggerak utama kapal.
2. Perhitungan dan penentuan type propeler.
- Perhitungan type propeller.
- Perhitungan kavitasi.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 2 of 80

- Perhitungan dimensi gambar propeler.


3. Perhitungan dan penentuan sistem perporosan
- Perhitungan diameter poros propeller.
- Perhitungan perlengkapan propeller.
Sebelum mulai mengerjakan desain dua ini maka perlu diingat kembali istilah-
istilah dasar seperti yang ada pada desain satu sebelumnya.

Gambar 1. 1 Istilah-istilah dalam Kapal


Istilah-istilah yang dipakai dalam penggambaran rencana garis adalah sebagai
berikut:
• Lpp (Length Perpendicular)
Adalah panjang antara 2 garis tegak yaitu jarak horisontal antara garis
tegak depan (haluan/FP) dengan garis tegak belakang (buritan/AP).After
Perpendicular (AP) adalah garis tegak buritan yaitu garis yang terletak
pada linggi kemudi bagian belakang atau terletak pada sumbu kemudi.
Sedangkan Fore Perpendicular (FP) adalah garis tegak haluan yaitu garis
yang terletak pada titik potong antara linggi haluan dengan garis air pada
sarat air.

• Lwl (Length of Water Line )


Adalah garis panjang kapal yang dihitung dari haluan hingga buritan pada
saat kapal muatan penuh.

• Ldisp (Length of Displacement)


Adalah panjang kapal imajiner yang terjadi karena adanya perpindahan
fluida sebagai akibat dari tercelupnya badan kapal.
Panjang displacement dirumuskan sebagai panjang rata – rata antara Lpp
dan Lwl, yaitu:
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 3 of 80

Ldisp = ½ . (LPP + LWL )

Gambar 1. 2 Potongan Melintang


• B (Breadth)
Adalah lebar kapal yang diukur pada sisi terlebar kapal dari dan hingga
garis gading terluar atau garis dalam kulit kapal.

• H (Depth/Hight)
Adalah tinggi kapal yang diukur dari dasar hingga geladak utama, bagian
yang diukur adalah di bagian amidship.

• T (Draught/Draft)
Adalah tinggi yang diukur dari garis dasar hingga garis air muat.

• Vs/√Ldisp (Speed length ratio)


Adalah nilai awal yang digunakan untuk mengetahui nilai - nilai lain yang
ada didalam diagram NSP (satuan panjang feet).

• Cb (Block Coefficient)
Adalah perbandingan antara isi karena (volume badan kapal yang
tercelup dalam air) dengan volume balok dengan panjang L, lebar B dan
tinggi T.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 4 of 80


𝐶𝐵 =
𝐿∙𝐵∙𝑇

Gambar1. 3 koefisien blok

• WL (Coeffisien Block of Waterline)


Adalah koefisien blok pada saat muatan penuh rumusnya adalah :

WL = ( Ldis x dis ) / LWL

• Cp (Coeffisien Prismatik)
Adalah perbandingan antara volume badan kapal yang ada di bawah
permukaan air (isi karene) dengan volume sebuah prisma dengan luas
penampang AM dan panjang L.


𝐶𝑃 =
𝐴𝑀 ∙ 𝐿
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 5 of 80

Gambar 1. 4 koefisien prismatic

• Cm (Coeffisien Midship)
Adalah perbandingan antara luas penampang gading besar yang
terendam air dengan luas suatu penampang yang memiliki lebar B dan
tinggi T.
𝐴𝑀
𝐶𝑀 =
𝐵∙𝑇

Gambar 1. 5 koefisien midship

• Am (Luas Midship)
Adalah luasan bagian tengah kapal yang dipotong secara melintang yang
memiliki lebar B dan tinggi T.
Am = B x T x Cm
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 6 of 80

•  (Volume Displacement )

Adalah volume air yang dipindahkan oleh badan kapal, termasuk:kulit


lambung (hull skin),lunas sayap (bilge keel),daun kemudi (rudder),baling-
baling (propeller) dan perlengkapan lainnya.

Vdisp = Ldisp x B x T x displ

• Radius Bilga (R)


Adalah jari – jari lengkung bagian yang menghubungkan antara bagian
samping dan bagian dasar kapal, adapun rumusnya adalah sebagai
berikut :

• Midship
Bagian melintang pada bagian tengah kapal.

• Center Line
Bagian memanjang pada bagian tengah kapal.

• Base Line
Garis dasar kapal / Wl 0.

• Station
Pembagian panjang kapal menjadi beberapa bagian dengan jarak
yang sama.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 7 of 80

• Body Plan
Bentuk kurva dari station/section yang merupakan perpotongan antara
permukaan lambung kapal dengan bidang yang tegak lurus dengan
bidang tegak/buttockplane dan bidang garis air/waterline plane.

• Buttock Line
Proyeksi bentuk potongan – potongan badan kapal secara memanjang
vertikal.

• Water Line
Proyeksi bentuk potongan – potongan badan kapal secara memanjang
horisontal.

• Upper Deck
Garis geladak utama kapal dari ujung haluan sampai ujung buritan
kapal.

• Poop Deck
Geladak tambahan yang terletak diatas geladak utama kapal pada
bagian buritan kapal.

• Forecastle Deck
Geladak tambahan yang terletak diatas geladak utama kapal pada
bagian haluan kapal.

• Bulwark
Pagar kapal yang terletak pada bagian tepi kapal untuk melindungi
awak kapal.

• Sent
Garis yang ditarik pada salah satu atau beberpa titik yang terletak
digaris tengah (centre line) dan membuat sudut dengan garis tengah.

• Sheer
Lengkungan kemiringan geladak kearah memanjang kapal.

• Chamber
Lengkungan kemiringan geladak kearah melintang kapal.

• Base Line
Garis dasar ( base line ) adalah garis air yang paling bawah. Dalam
hal ini adalah garis air 0 atau WL 0. Atau kalau dilihat dari bidang
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 8 of 80

garis air, maka proyeksi base line adalah bidang garis air 0. Garis air
ini ( WL 0 ) / garis dasar ini letaknya harus selalu datar. Pada kapal –
kapal yang direncanakan dalam keadaan datar ( even keel ).

• Station
Pembagian panjang kapal menjadi bagian bagian dengan jarak yang
sama.
(pada NSP di bagi menjadi 20 bagian).

• Buttock Line (Garis Tegak Potongan Memanjang)


Proyeksi bentuk potongan – potongan badan kapal secara tegak
memanjang kapal.

• Water Line
Diumpamakan suatu kapal dipotong secara memanjang (mendatar).
Garis – garis potong yang mendatar ini disebut garis air ( water line )
dan mulai dari bawah diberi nama WL 0, WL 1, WL 2, WL 3 dan
seterusnya. Dengan adanya potongan mendatar ini terjadilah
beberapa penampang. Tiap – tiap penampang ini disebut bidang
garis air.

• Upper Deck
Garis geladak utama kapal dari ujung haluan sampai ujung buritan
kapal.

• Poop Deck
Geladak tambahan yang terletak diatas geladak utama kapal pada
bagian buritan kapal.

• Forecastle Deck
Geladak tambahan yang terletak diatas geladak utama kapal pada
bagian haluan kapal.
1.2 Data Ukuran Utama Kapal
Length Between Perpendicular (LPP) : 135,044 m
Breadth Moulded (B) : 22,086 m
Depth Moulded (H) : 11,754 m
Design Draft (T) : 9,0765 m
Service speeds : 13 knot
Tipe kapal : Tanker

a. Length of Water Line (Lwl )


LWL = (1+4%)Lpp
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 9 of 80

= Lpp + 4% Lpp
= 135,044+ 4%. 135,044
= 140,44576 m

b. Length of Displacement (Ldisp)


Ldisp = ½ . (LPP + LWL )
= ½ Lpp + ½ Lwl
= ½ . 135,044+ ½ 140,44576
= 137,74488 m

c. Coeffisien Prismatik of Displacement (φ)


Diperoleh dari pembacaan diagram NSP sebesar = 0,7728

d. Coeffisien Block of Displacement (displ)


Diperoleh dari pembacaan diagram Nsp sebesar = 0,7688

e. Coeffisien of Midship (β)


Diperoleh dari pembacaan diagram NSP sebesar = 0,9856

1.3 Data Gambar Lines Plan


Acuan untuk menentukan gambar propeller dan poros adalah lines plan
dan perencanaan kapal yang ada di data ukuran utama kapal. Berikut
merupakan data lines plan yang sudah dibuat.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 10 of 80
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 11 of 80

BAB II
PERHITUNGAN PROPELLER
2.1 Perhitungan Tahanan Kapal
Untuk mendesain propeller, harus terlebih dahulu mengetahui ukuran
utama kapal. Kemudian dari data tersebut, dapat diketahui tahanan total dari
kapal. Dalam laporan ini metode yang digunakan untuk menghitung tahanan
total kapal adalah metode Harvald.
Tahanan kapal adalah gaya fluida yang bekerja pada kapal sedemikian
rupa sehingga melawan gerakan kapal tersebut. Pada perhitungan tahanan,
pertama ditentukan dulu koefisien masing-masing tahanan yang diperoleh dari
diagram dan tabel. Pedoman dalam perhitungan merujuk pada buku tahanan
dan propulsi kapal (Sa. Harvald) . Ada bebepa jenis tahanan pada kapal.
Tahanan total kapal merupakan jumlah dari tahanan di air yakni tahanan gesek
(Rf) dan tahanan sisa (Rr) dengan tahanan udara (Ra). Tahanan gesek atau
yang disebut friction resistance (Rf) adalah gaya hambat pada kapal yang
disebabkan adanya gesekan antara badan kapal yang tercelup di air dengan
fluida.

Gambar 2.1 Tahanan berlawanan dengan arah gerak kapal

Dalam menentukan tahanan kapal total bisa dicari dengan mengetahui


terlebih dahulu koefisien-koefisien tahanan. Untuk dapat memperoleh nilai
tahanan gesek terlebih dahulu harus dicari berapa nilai dari reynold
numbernya. Langkah selanjutnya yakni mencari nilai koefisien Tahanan sisa
(Cr) yang didalamnya terdapat nilai volume displacement. Setelah diketahui
koefisien tahanan kapal, perlu adanya koreksi tambahan terhadap tahanan
sisa kapal seperti koreksi B/T, koreksi terhadap ada tau tidaknya
penyimpangan Lcb terbadap Lcb standart kapal, dan koreksi anggota badan
kapal. Kemudian mencari nilai tahanan udara, tahanan kemudi, dan setelah
itu baru bisa diketahui tahanan total kapal. Berikut merupakan skema alur
penentuan tahanan total (Total Resistance) dari sebuah kapal.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 12 of 80

1. Koefisien Tahanan
Gesek (Cf)
Koefisien Tahanan Air
2. Koefisien Tahanan (Ct air =
Sisa (Cr) Cf+Cr+Ca+Cas)
3. Koefisien Tahanan
Tambahan (Ca)
4. Koefisien Tahanan
Kemudi (Cas)
Tahanan Air (Rt air)
Rt air = Ct air x ρ airlaut
2
x Vs x S/2
Tahanan Total
(RT = Rt air + Rt udara)
Tahanan Udara(Rt udara)

Keterangan :
= Merupakan Perhitungan Matematis
= Konstanta
Berikut merupakan detail perhitungannya.
Untuk data kapal yang digunakan untuk mengihtung tahanan total kapal
yakni sebagai berikut :

2.2. Perhitungan tahanan kapal dengan menggunakan metode


Guldhammer dan Harvald
2.2.1. Menghitung Froude Number atau Speed Length Ratio
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 13 of 80

V
Fn =
gL
Didapat tabel perhitungan seperti dibawah ini

Vs (Knot) Vs(m/s) Fn
10 5,14 0,1384759
11 5,654 0,1523235
12 6,168 0,1661711
13 6,682 0,1800187
14 7,196 0,1938663
15 7,71 0,2077139

2.2.2. Menghitung Reynold Number


Reynold number yaitu angka yang dapat menunjukkan sifat aliran fluida apakah itu
laminar (aliran teratur) atau turbulence (aliran acak), Angka reynold berkorelasi
dengan tahanan gesek yang terjadi pada kapal,
Rumus
viskositas pada suhu 27°C adalah 8,9 x 10-7

didapat table perhitungan seperti di bawah ini

Vs (Knot) Vs (m/s) Rn Rn x 10^8


10 5,14 811113715,1 8,111137151
11 5,654 892225086,6 8,922250866
12 6,168 973336458,1 9,733364581
13 6,682 1054447830 10,5444783
14 7,196 1135559201 11,35559201
15 7,71 1216670573 12,16670573

2.2.3. Menghitung Koefisien Tahanan Gesek


Merupakan koefisien dari tahanan yang terjadi pada kapal yang diakibatkan oleh
badan kapal yang tercelup yang bergesekan langsung dengan air laut.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 14 of 80

Rumus
Dari formula diatas didapat hasil perhtingan sebagai berikut

Vs (Knot) Rn Cf
10 811113715,1 0,000944921
11 892225086,6 0,000936201
12 973336458,1 0,000928346
13 1054447830 0,000921206
14 1135559201 0,00091467
15 1216670573 0,000908646

2.2.4 Menghitung Koefisien Tahanan Sisa (Cr)


Cr adalah koefisien dari tahanan yang terjadi akibat gaya-gaya luar yang terjadi pada
kapal. Tahapan dalam mencari Cr adalah .
1. Pembacaan grafik
2. Koreksi Rasio B/T
3. Koreksi lcb
4. Koreksi anggota badan kapal

Cr yang telah dikoreksi adalah Cr final yang nantinya digunakan untuk menghitung
tahanan total.
• Menentukan Nilai L / 1/3
• Tentukan Cp dari Nsp = 0.7728
• Cr dapat diketahui dengan melihat diagram Guldhammer
a. Menentukan Jenis Grafik L/▽1/3
Rumus
= 5,072248543
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 15 of 80
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 16 of 80

b. Menghitung Koreksi LCB dan B/T


Koreksi LCB
LCB/LPP %
Nilai e =
2,295551 %
LCB dengan LCB Simpson

Koreksi B/T
B/T 2,433316807
0,16 x((B/T)-
Koreksi 10³Cr2 2,5)
-0,010669311

Selanjutnya adalah menentukan nilai %LCB standar pada grafik %LCB standar
dengan mengetahui nilai froude number dari masing-masing kecepatan.
Mencari nilai %LCB standar
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 17 of 80

Dari grafik diatas diperoleh data sebagai berikut


DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 18 of 80

Menentukan nilai akhir CR

Terakhir, Koreksi Anggota Badan Kapal, yaitu koreksi yang berkaitan dengan Bos
baling-baling, sehingga untuk kapal penuh Cr dinaikan sebesar 3-5% (HARVALD
hal. 132) saya mengambil data 4%
v v
Cr
knot m/s
10 5,14 -1,11E-05
11 5,654 0,0007466
12 6,168 0,0008814
13 6,682 0,0010822
14 7,196 0,0014596
15 7,71 0,0019729

Perhitungan Koefisien Tahanan Tambahan

Perhitungan Koefisien Tahanan Udara


Tahanan udara adalah hambatan yang diterima oleh kapal akibat adanya tahanan
atau gaya terhadap badan kapal yang berada di atas permukaan basah. Nilai
tahanan udara ditentukan sebesar.

Caa
= 0,00007

Perhitungan Tahanan Kemudi


DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 19 of 80

Cas
= 0,00004

Perhitungan Koefisien Tahanan Total

Perhitungan Tahanan Total


𝟏
𝑹𝒕 = 𝒙 𝝆 𝒙 𝑪𝒕 𝒙 𝑺 𝒙 𝑽𝟐
𝟐

Perhitungan Tahanan Total (Sea Margin)


Dari "Tahanan dan Propopulsi Kapal" Sv. Aa. Harvald rumus 5.5.28, Sea Margin
pada jalur pelayaran east asia antara 15-20% dan yang digunakan adalah 16%
𝑹𝒕𝒔𝒎 = (𝟏 + 𝟏𝟔%)% 𝑹𝒕
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 20 of 80

2.3 Menghitung Besarnya Kebutuhan Daya Motor Penggerak Utama


Kapal
Setelah dilakukan perhitungan diatas, dapat diketahui berapa besar tahanan atau
gaya hambat yang terjadi di kapal. Selanjutnya menghitung daya atau gaya dorong
yang dibutuhkan oleh kapal untuk mengatasi gaya hambat itu agar kapal dapat tetap
melaju. Gaya dorong kapal (thrust) ini dihasilkan oleh alat gerak kapal (propulsor).
Gaya dorong yang disalurkan ke alat gerak kapal adalah berasal dari daya poros,
sedangkan daya poros sendiri bersumber dari daya rem yang merupakan luaran
daya motor penggerak kapal.
Daya yang disalurkan ke alat gerak kapal adalah berasal dari Daya Poros,
sedangkan Daya Poros sendiri bersumber dari Daya Rem yang merupakan daya
luaran motor penggerak kapal.

Ada beberapa pengertian mengenai daya yang sering digunakan didalam


melakukan estimasi terhadap kebutuhan daya pada sistem penggerak kapal, antara
lain :
(i) Daya Efektif (Effective Power-PE);
(ii) Daya Dorong (Thrust Power-PT);
(iii) Daya yang disalurkan (Delivered Power-PD);
(iv) Daya Poros (Shaft Power-PS);
(v) Daya Rem (Brake Power-PB);
(vi) Daya yang diindikasi (Indicated Power-PI).

1. Perhitungan Effective Horse Power (EHP)


EHP adalah daya yang diperlukan untuk menggerakkan kapal tanpa adanya
propulsor. Perhitungan daya efektif kapal (EHP) menurut buku Harvald
Tahanan dan Propulsi , 6.2.1 hal. 135 sebagai berikut :

EHP = Rtdinas x Vs
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 21 of 80

EHP Rtdinas x Vs
Rtdinas 291,2295984 KN
Vs 6,682 m/s
EHP 1945,996176 KW
2645,815321 HP

(Harvald 5.5.27, Tahanan dan Propulsi Kapal, hal 135)

2. Menghitung Delivery Horse Power (DHP)


Daya yang diserap oleh propeller dari sistem perporosan atau daya yang
dihantarkan oleh sistem perporosan ke propeller untuk diubah menjadi daya
dorong (thrust ), dengan rumus :
𝐸𝐻𝑃
𝐷𝐻𝑃 = , 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑐 = 𝜂𝐻𝑥𝜂𝑟𝑟𝑥𝜂𝑜
𝑃𝑐
➢ Effisiensi Lambung (ηH)
1−𝑡
𝜂𝐻 =
1−𝑤
a. Menghitung nilai Effisiensi lambung (ηH)
Nilai Effisiensi lambung dapat ditentukan dengan menggunakan
rumus
ηH = (1-t)/(1-w)

• Menentukan nilai Wake Friction (w)


Wake friction atau arus ikut merupakan perbandingan
antara kecepatan kapal dengan kecepatan air yang menuju
ke propeller. Nilai Wake afriction dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus yang diberikan oleh Taylor.
Diketahui : Cb = 0.689

w = 0.5Cb-0.05
= 0.5(0.689)-0.05
= 0.02945
• Menentukan nilai Thrust Deduction Factor (t)
Nilai t dapat ditentukan dengan rumus
t=kxw
Dalam buku Principal of Naval Architecture hal 158, Nilai K
berkisar antara 0.7 sampai 0.9 dan dalam perhitungan ini
kita asumsikan nilai k adalah 0.7

Diketahui : w= 0.2945
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 22 of 80

k = 0.7

t = k.w
= 0.7 X 0.2945
= 0.20615

Sehingga nilai Effisiensi lambung dapat ditentukan

Ηh = (1-t)/(1-w)
= (1-0.20615)/(1-0.2945)
=1.12523

(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Persamaan 47 Hal 159)


➢ Pehitungan Efisiensi Propulsif
a. Efisiensi Relatif Rotatif (ηrr)
Nilai dari ηrr untuk single screw ship antara 1,0 – 1,1. Diambil : 1,06
(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 152)
b. Efisiensi Propulsi (ηo)
adalah open water efficiency yaitu efficiency dari propeller pada saat
dilakukan open water test.nilainya antara 40-70%, dan diambil : 54%
(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 152)

c. Perhitungan Koefisien Propulsi (Pc)


Koefisien propulsif adalah perkalian antara efisiensi lambung kapal,
efisiensi propeller dan efisiensi Relatif-rotatif.

Pc = ηH x ηrr x ηo

Diketahui : ηH = 1.12523
ηrr = 1.06
ηo = 54%

Pc = ηH x ηrr x ηo
= 1.12523 x 1.06 x 54%
= 0.6441

(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 152)


3. Perhitungan Delivered Horse Power (DHP)
DHP = EHP/Pc
= 5073.82 HP 3731.79 KW
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 23 of 80

(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 120)

4. Perhitungan Thrust Horse Power (THP)


Ketika kapal bergerak maju, propeller akan berakselerasi dengan
air.Akselerasi tersebut akan meningkatkan momentum air. Berdasarkan
hukum kedua newton, gaya ekuivalen dengan peningkatan akselerasi
momentum air, disebut thrust. Intinya, THP adalah daya yang dikirimkan
propeller ke air.
THP = EHP/ηH
= 430.561 HP
(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 120)

5. Perhitungan Shaft Horse Power (SHP)


Untuk kapal dengan perletakan kamar mesin yang berada di belakang kapal,
kerugian mekanisnya sebesar 2%. Akan tetapi apabila perletakan kamar
mesin tersebut berada di tengah kapal maka kerugian mekanis yang
ditimbulkan adalah 3%. Dalam perencanaan ini, kamar mesin kapal akan
diletakkan di belakang kamar mesin, sehingga menggunakan nilai kerugian
mekanis sebesar 2%.
Diketahui : DHP = 5177.94
ηsηb = 0.98 ( bekerja 98% (losses 2%) )

SHP = DHP/ηsηb
= 5177.37 HP bekerja 98% (losses 2%)
3807.95 kw

6. Perhitungan Power Main Engine


a. BHP Scr
Adanya pengaruh effisiensi roda sistem gigi transmisi (ηG), pada tugas ini
memakai sistem roda gigi dengan loss 2%, sehingga ηG = 0,98
SHP / Effisiensi
BHPscr = Gearbox
= 5283.03 HP 3885.67 KW
(Surjo Widodo Adjie, Daya motor yang diinstal,Engine Propeller Matching)
b. BHP mcr
BHP-SCR adalah daya output dari motor penggerak pada kondisi
Continues Service Rating (CSR), yaitu daya motor pada kondisi 80 - 85%
dari Maximum Continues Rating (MCR)-nya. Artinya, daya yang
dibutuhkan oleh kapal agar mampu beroperasi dengan kecepatan servis
VS adalah cukup diatasi oleh 80 - 85% daya motor (engine rated power)
dan pada kisaran 100% putaran motor (engine rated speed). Namun
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 24 of 80

secara real dalam percobaan kapal hanya mampu menerima margin


dengan total adalah 15% saja. Oleh karena itu dalam perhitungan ini
hanya menggunakan sea margin saja sebesar 15% dan tidak
menggunakan engine margin.
Daya BHPscr diambil tanpa engine margin
BHPmcr =BHPscr/1
=5283.03 HP
=3885.67 KW
(Surjo Widodo Adjie, Daya motor yang diinstal,Engine Propeller
Matching)
Dari data mengenai karakteristik putaran kerja dan daya pada kondisi MCR dapat
ditentukan spesifikasi motor penggerak utama atau main engine dari kapal ini.
Adapun data-data utama motor induk ini antara lain :
Dari perhitungan daya diatas, maka dipilihkan motor penggerak dengan daya
yang sama atau lebih besar dari BHPmcr. Maka dipilihlah motor dengan
spesisifikasi sebagai berikut :
Merk Warstila 32
Type 7L32
Daya 3500 KW
Lubang Silinder 320 mm
Piston Stroke 400 mm
Jumlah Silinder 8
Berat 45 ton
SFOC 180 g/Kwh
RPM 750

Data Gear Box


Merk ZF
Type W33100NC2
Daya Max 2217,8
Ratio 4,957
Rpm max 750
Berat 4500
151,301190
Rpm Out 2
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 25 of 80
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 26 of 80

2.4 Menghitung Sarat Kapal Pada Saat Muatan Kosong

Dalam menghitung sarat kosong maka akan dihitung LWT dan DWT
terlebih dahulu, berikut langkah-langkah menghitung sarat kosong kapal :
A. Perhitungan DWT
1. Berat Bahan Bakar Mesin Induk
Menurut buku “Tentang Rencana Umum" Gaguk Suhardjito 2006 hal
16, berat bahan bakar mesin induk didefinisikan sebagai :
𝑆
𝑊𝐹𝑂 = 𝐵𝐻𝑃𝑀𝐸 . 𝑏𝑀𝐸 . 10−6 𝐶
𝑉𝑠
Dimana :
BHPME = BHP mesin utama dari katalog (kW)
bME = 174 g/kwh (spesifik konsumsi bahan bakar mesin induk)
S = Rute pelayaran (Nautical Mile)
Vs = Kecepatan Kapal (knot)
C = Koreksi Cadangan (1,3-1,5) diambil 1,5
WFO = 400,8703608 Ton

2. Volume Bahan Bakar Mesin Induk


Volume Bahan Bakar Mesin Indukdidefinisikan sebagai :
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 27 of 80

𝑊𝐹𝑂
(𝑉𝑊𝐹𝑂 ) =
𝜌
Menurut buku “Tentang Rencana Umum" Gaguk Suhardjito 2006
hal 16

Dimana : WFO = Berat bahan bakar mesin induk


ρ = massa jenis bahan bakar =0.95 Ton/m3
V(WFO) = 421,9688008 m3
= 421968,8008 Liter
3. Koreksi Volume Tambahan Bahan Bakar Mesin Induk
Koreksi Volume Tambahan Bahan Bakar Mesin Induk didefinisikan
sebagai:

Untuk Koreki Double Bottom :


𝑉2 (𝑊𝐹𝑂 ) = 102%. 𝑥𝑉(𝑊𝐹𝑜 )
V2 (WFO) = 102% . V (WFO) m3
= 430,4081769 m3
= 430408,1769 Liter
Koreksi untuk Ekspansi karena Panas
V3 (WFO) = 102% . V2 (WFO) m3
= 439,0163404 m3
= 439016,3404 Liter
Maka V(WFO) = 439,0163404 m3
= 439016,3404 Liter
4. Berat Bahan Bakar Mesin Bantu
Berat Bahan Bakar Mesin Bantu didefinisikan sebagai :

𝑊𝐹𝐵 = (0.1~0.2)𝑊𝐹𝑜
Dimana : WFO = berat bahan bakar mesin induk
WFB = (0,1~0,2) WFO (Ton)
= 0,15WFO
= 60,13055412 Ton
5. Volume Bahan Bakar Mesin Bantu
Volume Bahan Bakar Mesin Bantu didefinisikan sebagai :
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 28 of 80

𝑊𝐹𝐵
𝑉(𝑊𝐹𝐵 ) =
𝜌
Dimana : WFB = Berat bahan bakar mesin bantu (Ton)
ρ = massa jenis bahan bakar
V (WFB) = WFB / ρ (m3)
Dimana ρ diesel = 0,95 Ton/m3

V (WFB) = 63,29532013 (m3)


= 63295,32013 Liter
6. Penambahan Volume Tangki Bahan Bakar Mesin Bantu
Penambahan Volume Tangki Bahan Bakar Mesin Bantu
didefinisikan sebagai :

𝑉𝑇𝑎𝑛𝑘 (𝑊𝐹𝐵 ) = 104%. 𝑥𝑉(𝑊𝐹𝐵 )

Dimana : VTank (WFB) = penambahan volume bahan bakar mesin


bantu
V (WFB) = volume bahan bakar mesin bantu
VTank (WFB) = 104% . V (WFB)
= 65,82713293 (m3)
= 65827,13293 Liter
7. Berat Minyak Pelumas
Berat minyak pelumas didefinisikan sebagai :

𝑆
𝑊𝐿𝑂 = 𝐵𝐻𝑃𝑀𝐸 . 𝑏𝐿𝑂 . 10−6 𝐶
𝑉𝑠

Dimana :
BHPME = BHP mesin utama dari katalog (kW)
bLO = (1,2~1,6) diambil 1,5
S = Rute pelayaran (Nautical Mile)
Vs = Kecepatan Kapal (knot)
C = Koreksi Cadangan (1,3-1,5) diambil 1,5

WLO = BHPME . bLO . (S/Vs) . 10-6 . C


WLO = 2,457 Ton
8. Volume Minyak Pelumas
Volume minyak pelumas didefinisikan sebagai :

𝑊𝐿𝑂
𝑉(𝑊𝐿𝑂 ) =
𝜌
Dimana : V(WLO) = Volume minyak Pelumas (m3)
WLO = Berat minyak pelumas (Ton)
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 29 of 80

ρ
= massa jens minyak pelumas (Ton/m3)
V(WLO) = WLO / ρ (m3)
Dimana ρ AIR = 1 Ton/m3
V(WLO) = 2,457 (m3)
9. Penambahan Volume Tangki Minyak Pelumas
Penambahan volume tangki minyak pelumas didefinisikan sebagai
:

𝑉𝑇𝑎𝑛𝑘 (𝑊𝐿𝑂 ) = 104%. 𝑥𝑉(𝑊𝐿𝑂 )

Dimana : VTank (WFB) = penambahan volume bahan bakar mesin


bantu
V (WLO) = volume bahan bakar mesin bantu
VTank (WLO) = 104% . V(WLO) (m3)
= 2,555 (m3)
= 2555 Liter
10. Berat Fresh Water
Dalam menentukan nilai berat fresh water (WFW) dapat dilakukan
dengan beberapa langkah berikut :

a. Berat Air Minum


Berat air minum didefinisikan sebagai :

(10~20). 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑟𝑒𝑤. 𝑆


𝑎=
24. 𝑉𝑠

Dimana : a = Berat air minum (kg)


S(KM) = jarak tempuh (KM)
Vs(KM/h) = kecepatan kapal (KM/h)
a = ((10~20) . Total Crew . S(km)) / 24 . Vs (km/h)
dimana nilai yang diambil = 20
a = 5200 Kg
a = 5,2 Ton

b. Berat Air Cuci


Berat air cuci didefinisikan sebagai :
(80~200). 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑟𝑒𝑤. 𝑆
𝑏=
24. 𝑉𝑠

Dimana : b = Berat air cuci (kg)


S(KM) = jarak tempuh (KM)
Vs(KM/h) = kecepatan kapal KM/h)
b = ((80-200) . Total Crew . S(km)) / 24 . Vs (km/h)
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 30 of 80

Dimana nilai yang diambil = 200


b = 52000 Kg
= 52 Ton
c. Berat Air Pendingin Mesin
Berat air pendingin mesin didefinisikan sebagai :

𝑆
𝑐 = 𝐵𝐻𝑃𝑀𝐸 . 4. ( ) 10−6
𝑉𝑠

Dimana BHPME = BHP Mesin utama dari catalog (kW)


S = Rute Pelayaran (Nautical Miles)
Vs = Kecepatan Kapal (Knots)

c = BHPME . 4 . (S/Vs) . 10-6 (ton)


c = 5,93882016 Ton
= 5938,82016 Kg
Untuk menghitung total dari berat fresh water adalah menjumlah
semua berat dari berat air minum, berat air cuci, berat air pendingin
mesin.
Sehingga Berat total Fresh Water dapat didefinisikan sebagai :

WFW = a+b+c
WFW = 63,13882016 Ton
= 63138,82016 Kg
11. Berat Bahan Makanan
Berat bahan makanan didefinisikan sebagai :

5. 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑟𝑒𝑤. 𝑆
𝑊𝑝 =
24. 𝑉𝑠

Dimana : Wp = Berat bahan makanan (kg)


S(KM) = jarak tempuh (KM)
Vs(KM/h) = kecepatan kapal (KM/h)
WP = (5 . Total Crew . S(km)) / 24 . Vs (km/h) Kg
WP = 1300 Kg
= 1,3 Ton
1. Berat Crew dan Barang Bawaan
Berat crew dan barang bawaan didefinisikan sebagai :

𝑊𝑐𝑝 = (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑟𝑒𝑤 + 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑤𝑎𝑎𝑛)𝑥𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑟𝑒𝑤


DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 31 of 80

Diasumsikan rata-rata masing-masing crew memiliki berat badan 75


kg dan rata-rata masing-masing bawaan per crew adalah 25 kg.
WCP = (Crew + Bawaan) . Total Crew
= 2000 Kg
= 2 Ton
12. Berat Cadangan
Berat cadangan didefinisikan sebagai :

𝑊𝑅 = (0,5~1,5)%𝑥𝑉𝑑𝑖𝑠𝑝

Dimana : WR = Berat Cadangan


Vdisp = Volume Displacement
WR = (0.5~1.5)% . Vdisp (Ton)
= 1,5% . Vdisp
= 318,4311744 Ton
13. Berat Total Kebutuhan
Wt = WFO + WFB + WLO + WFW + WP + WCP + WR

= 848,3279095 Ton

B. Perhitungan LWT
Perhitungan berat baja kapal berdasarkan formula dari Watson, RINA (Practical Ship
Design, DGM Watson) :
E = Lpp(B+T)+ 0.85 Lpp(H-T)+0.85{(L1.h1)+0.75(L2.h2)}
L1 = panjang forcastle deck
= 12,5262 m
h1 = tinggi forcastle =
= 2,5 m
L2 = panjang poopdeck
= 30,402 m
h2 = tinggi bangunan atas
= 11 m
E = Lpp(B+T)+ 0.85 Lpp(H-T)+0.85{(L1.h1)+0.75(L2.h2)}
= 4755,464114 m2
B. Berat Baja Kapal
Wst = K x E1,36
Dimana nilai K didapat dari Tabel yang terdapat pada buku practical ship design hal
85.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 32 of 80

Wst = K x E1,36
K = 0,032 ± 0,003
K = 0,035
Wst = 3507,925813 ton
C. Berat outfit dan akomodasi (Woa)
WOA = 0,4 x Lpp x B
= 1193,032714 Ton
(Practical Ship Design Page. 100 DGM Watson)
D. Berat instalasi permesinan
Wmt = 0,72 x MCR 0,78
= 418,51 Ton
E. Berat Cadangan (Wres)
Untuk menghindari kesalahan pada perencanaan akibat perkiraan
yang kurang tepat dalam hal perhitungan serta hal-hal yang
sebelumnya belum dimasukkan dalam perhitungan, maka perlu
faktor penambahan berat (2 - 3) % LWT, diambil angka
penambahan sebesar 3%.
WRes = 3% (Wst+WOA+Wmt)
= 153,584048 Ton
Perhitungan LWT
Maka LWT :
LWT = Wst+Woa+Wmt+Wres
= 5273,05 Ton
Perhitungan DWT
DWT = Berat Displacement (Δ) - LWT
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 33 of 80

= 16486,41 Ton
Perhitungan PayLoad
Payload = DWT-WT
= 15638,08 Ton
Perhitungan Ballast
Berat air Ballast diestimasikan 10-20% dari berat displacement kapal, pada desain
ini diambil 20% dari berat displacement Kapal.
Δ = 21759,46358

Wballast = 20% x Δ
= 4351,892717 Ton

V(Wballast) = 4245,748992 m3
Koreksi c untuk penambahan volume air ballast karena konstruksi tangki pada
double bottom dan pemanasan sebesar 4% V(Wballast)
V(Wballast) = V(Wballast) + (4% V(Wballast))
= 4415,578952 m3
= 4525,968425 Ton
Berat Kapal Kosong
Kapal Kosong = LWT+Wt+Ballast
= 10647,35 Ton
Menghitung Sarat Kosong
Sarat
(Tm) Volume (m3) Berat (Ton)
1 1860,924326 1907,447434
2 4030,950863 4131,724635
3 6324,676805 6482,793725
4 8671,45163 8888,237921
5 11052,39349 11328,70333
6 13462,72407 13799,29217
7 15903,92526 16301,52339
8 21091,56265 21618,85171
Sarat 21228,74496 21759,46358

Volume sarat kosong terletak pada 4-5 m, sehingga akan dilakukan interpolasi.

Sarat Kosong = 4,720809534 m

2.5 Menentukan Jenis Propeller yang Digunakan


Propeller merupakan propulsor yang memberikan thrust ke badan kapal
yang telah disalurkan oleh shaft dari main engine. Dalam memilih propeller yang
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 34 of 80

tepat digunkan dalam kapal yang kita rancang, maka ada yang harus
diperhatikan, yang pertama adalah ukuran dari propeller tersebut apakah sesuai
dengan bentuk buritan kapal yang telah dirancang pada desain 1 yang lalu.
Pemilihan tipe propeller adalah menentukan karakteristik propeller yang sesuai
dengan karakteristik badan kapal(badan kapal yang tercelup ke air) dan besarnya
daya yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan misi kapal. Dengan
diperolehnya karakteristik tipe propeller maka dapat ditentukan efisiensi daya
yang ditransmisikan oleh motor induk ke propeller.
Langkah – langkah dalam pemilihan type propeller :
1. Perhitungan dan pemilihan tipe propeller (Engine Propeller
Matching)
2. Perhitungan syarat kavitasi
3. Design dan gambar tipe propeller.

Cara pembacaan dari propeller b-series ini adalah


• Huruf pertama B menunjukkan propeller ini adalah propeller b-series
• Angka pertama setelah huruf B menunjukkan jumlah daun propeller
• Dua angka trakhir setelah tanda strip menunujkkan rasio luasan propeller,
perbandingan luasan daun balng-baling(Ad) dengan luasan lingkaran
yang mengelilinginya (Ae).
Contoh B5-75 berarti propeller ini adalah propeller type Bseries dengan
jumlah daun propeller berjumlah tiga buah dan perbandingan luas baling-
baling dan luasan lingkaran yang mengelilinginya (AD/AE) adalah 0,75
atau AD=75%AE.
2.5.1 Menghitung Diameter Maksimum Propeller
Diameter propeller yang akan dihitung harus di bawah sarat kosong dari
kapal agar propeller tidak muncul ke permukaan air saat muatan kosong.
Diameter 4,720809534 Meter
Maksimum 15,48822075 Feet

2.5.2 Menghitung Putaran Propeller


N propeller = Speed Engine / Rasio Gearbox
N propeller = 750 rpm / 4,957
N propeller = 151.3 rpm = 2.5 rps
2.5.3 Menghitung Advance Speed (Va)
Speed of Advance (Va) adalah kecepatan air fluida saat pada disk
propeller. Akibat dari friction effects dan flow displacement effects dari
fluida yang bekerja sepanjang lambung maka harga Va lebih rendah dari
Vs (Kecepatan Service kapal).
Va = (1-w).Vs
Va 4,4475392 m/s
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 35 of 80

8,6528 Knot

2.5.4 Menghitung BP1 untuk membaca BP – δ diagram


Sebelum memilih propeller, kita harus mengetahui semua effisiensi
seluruh tipe propeller. Dihitung BP1 terlebih dahulu me 0,1739√𝐵𝑃1 ,
nantinya digunakan untuk pembacaan diagram BP-δ, dan dari
pembacaan diagram tersebut akan menghasilkan P/Do dan 1/Jo.
Berikut adalah contoh diagram BP-δ untuk tipe propeller B5-75.
BP1 = Nprop x SHP0,5 / Va2,5
=
= 46,8260
0,1739√BP1 = 1,18999

Gambar II. 2 BP – δ diagram B5-75


Setelah P/Do dan 1/Jo didapatkan dari hasil pemcaan grafik BP delta maka dicari
diameter propeller dan dicek apakah diameter propeller (Db) melebihi sarat kosong
atau tidak. Propeller yang digunakan adalah propeller yang diameternya kurang dari
sarat kosong.
Db single
δo = (1/Jo)/0,009875 = 0,96Do
screw
Do = δo (Va/Nprop) Db twin screw = 0,98Do

Dmax Db(m
Tipe P/Do 1/Jo δo Do(ft) Db(ft) Db < Dmax
(ft) )
270,27 15,45 14,83 Accepte
B3-35 0,643 2,669 15,49 4,523
8 7 9 d
268,35 15,34 14,73 Accepte
B3-50 0,645 2,650 15,49 4,491
4 7 3 d
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 36 of 80

260,75 14,91 14,31 Accepte


B3-65 0,671 2,575 15,49 4,364
9 3 6 d
249,41 14,26 13,69 Accepte
B3-80 0,737 2,463 15,49 4,174
8 4 3 d
258,53 14,78 14,19 Accepte
B4-40 0,675 2,553 15,49 4,326
2 5 4 d
258,22 14,76 14,17 Accepte
B4-55 0,649 2,550 15,49 4,321
8 8 7 d
256,00 14,64 14,05 Accepte
B4-70 0,704 2,528 15,49 4,284
0 0 5 d
247,39 14,14 13,58 Accepte
B4-85 0,738 2,443 15,49 4,140
2 8 2 d
B4- 237,87 13,60 13,06 Accepte
0,804 2,349 15,49 3,981
100 3 4 0 d
248,10 14,18 13,62 Accepte
B5-45 0,719 2,450 15,49 4,152
1 9 1 d
251,03 14,35 13,78 Accepte
B5-60 0,708 2,479 15,49 4,201
8 7 2 d
253,15 14,47 13,89 Accepte
B5-75 0,719 2,500 15,49 4,236
4 8 9 d
243,03 13,89 13,34 Accepte
B5-90 0,756 2,400 15,49 4,067
8 9 3 d
B5- 235,64 13,47 12,93 Accepte
0,801 2,327 15,49 3,943
105 6 6 7 d
253,16 14,47 13,89 Accepte
B6-50 0,750 2,500 15,49 4,236
5 8 9 d
256,40 14,66 14,07 Accepte
B6-65 0,725 2,532 15,49 4,291
5 4 7 d
255,79 14,62 14,04 Accepte
B6-80 0,738 2,526 15,49 4,281
7 9 4 d
252,45 14,43 13,86 Accepte
B6-95 0,750 2,493 15,49 4,225
6 8 0 d

Menentukan nilai δb dan 1/Jb yang selanjutnya digunakan untuk mencari nilai P/Db
dan Effisiensi Propeller (ηb).
Rumusnya :
δb = (Db.Npropeller)/Va
1/Jb = 0,009875 x δb
Keterangan :
Jb = Ratio advance
δb = Koefisien advance behind the ship
Va = Kecepatan advance (knots)
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 37 of 80

N = Putaran propeller (rpm)


Db = diameter propeller behind the ship (feet)
Tipe δb 1/Jb P/Db ηo ηb
B3-35 259,47 2,562 0,670 0,546 0,484
B3-50 257,62 2,544 0,672 0,531 0,470
B3-65 250,33 2,472 0,699 0,510 0,452
B3-80 239,44 2,364 0,768 0,487 0,431
B4-40 248,19 2,451 0,703 0,526 0,466
B4-55 247,90 2,448 0,676 0,523 0,463
B4-70 245,76 2,427 0,733 0,515 0,456
B4-85 237,50 2,345 0,769 0,501 0,443
B4-
228,36 2,255 0,838 0,488 0,432
100
B5-45 238,18 2,352 0,749 0,518 0,458
B5-60 241,00 2,380 0,738 0,509 0,451
B5-75 243,03 2,400 0,749 0,515 0,456
B5-90 233,32 2,304 0,788 0,504 0,447
B5-
226,22 2,234 0,834 0,491 0,435
105
B6-50 243,04 2,400 0,781 0,492 0,436
B6-65 246,15 2,431 0,755 0,495 0,438
B6-80 245,57 2,425 0,769 0,492 0,436
B6-95 242,36 2,393 0,781 0,483 0,428

2.5.5 Mencari kavitasi propeller


Perhitungan kavitasi perlu dilakukan dengan tujuan untuk memastikan
suatu propeller bebas dari kavitasi yang menyebabkan kerusakan fatal
terhadap propeller. Perhitungan kavitasi ini dihitung dengan
menggunakan Diagram Burril’s :
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 38 of 80

Gambar II. 3 Diagram Burril


1. Menentukan nilai σ0,7R
σ0,7R = (188,2+19,62(h))/Va2+4,836n2D2
(Principles naval architecture, hal 182, pers 61)

h = jarak antara Center poros dengan sarat


= 6,716095233 m

a. Perhitungan Kavitasi
Dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
AO = π ( D/2 )2 AO = Disk Area / Area of tip
circle
T = Rt / (1-t)
tC = T / ( Ap 0,5 ρ Vr2) tC = Thrust coefficient
τC = 0,1079 x ln ( σ 0.7R ) + 0,2708
Ap = Ad x ( 1,067 – 0,229 x P/D) Ap = Projected Area of blade
Vr2 = Va2 + (0,7πN D)2
188,2 + 19,62 h
σ0.7R = 2
Va + 4,836n2 D2
Sumber : Resistance,Propulsion and Steering of Ships, Van
Lammeren hal. 181, HARVALD, Tahanan dan Propulsi Kapal hal
140, 183, 199
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 39 of 80

Type τc σ
Vr2 T (kN) τC Kavitasi
Propeller hitungan 0.7R

B3-35 649,361 380,235 0,222 0,493 0,195 Ya


B3-50 640,430 380,235 0,160 0,500 0,196 Tidak
B3-65 605,796 380,235 0,139 0,529 0,202 Tidak
B3-80 555,927 380,235 0,137 0,576 0,211 Tidak
B4-40 595,825 380,235 0,234 0,537 0,204 Ya
B4-55 594,472 380,235 0,170 0,539 0,204 Tidak
B4-70 584,599 380,235 0,140 0,548 0,206 Tidak
B4-85 547,255 380,235 0,133 0,585 0,213 Tidak
B4-100 507,444 380,235 0,134 0,631 0,221 Tidak
B5-45 550,282 380,235 0,247 0,582 0,212 Ya
B5-60 562,915 380,235 0,176 0,569 0,210 Tidak
B5-75 572,112 380,235 0,137 0,560 0,208 Tidak
B5-90 528,850 380,235 0,135 0,606 0,217 Tidak
B5-105 498,352 380,235 0,132 0,643 0,223 Tidak
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 40 of 80

B6-50 572,156 380,235 0,207 0,560 0,208 Tidak


B6-65 586,387 380,235 0,151 0,546 0,206 Tidak
B6-80 583,705 380,235 0,124 0,549 0,206 Tidak
B6-95 569,067 380,235 0,110 0,563 0,209 Tidak

Hasil Perhitungan Propeller

Type Dmax
P/Do P/Db 1/Jo 1/Jb ηb Db(m) Kavitasi
Propeller (m)

B3-35 0,643 0,670 2,669 2,562 0,484 4,523 4,721 Ya


B3-50 0,645 0,672 2,650 2,544 0,470 4,491 4,721 Tidak
B3-65 0,671 0,699 2,575 2,472 0,452 4,364 4,721 Tidak
B3-80 0,737 0,768 2,463 2,364 0,431 4,174 4,721 Tidak
B4-40 0,675 0,703 2,553 2,451 0,466 4,326 4,721 Ya
B4-55 0,649 0,676 2,550 2,448 0,463 4,321 4,721 Tidak
B4-70 0,704 0,733 2,528 2,427 0,456 4,284 4,721 Tidak
B4-85 0,738 0,769 2,443 2,345 0,443 4,140 4,721 Tidak
B4-100 0,804 0,838 2,349 2,255 0,432 3,981 4,721 Tidak
B5-45 0,719 0,749 2,450 2,352 0,458 4,152 4,721 Ya
B5-60 0,708 0,738 2,479 2,380 0,451 4,201 4,721 Tidak
B5-75 0,719 0,749 2,500 2,400 0,456 4,236 4,721 Tidak
B5-90 0,756 0,788 2,400 2,304 0,447 4,067 4,721 Tidak
B5-105 0,801 0,834 2,327 2,234 0,435 3,943 4,721 Tidak
B6-50 0,750 0,781 2,500 2,400 0,436 4,236 4,721 Tidak
B6-65 0,725 0,755 2,532 2,431 0,438 4,291 4,721 Tidak
B6-80 0,738 0,769 2,526 2,425 0,436 4,281 4,721 Tidak
B6-95 0,750 0,781 2,493 2,393 0,428 4,225 4,721 Tidak

2.5.6 Pemilihan Propeller


Pemilihan propeller berdasarkan 3 hal yang harus diperhatikan,
yang pertama adalah pemenuhan syarat ketinggian maksimum
propeller, yang kedua propeller dengan efisiensi tertinggi, dan yang
terakhir adalah propeller yang tidak menimbulkan kavitasi atau
yang kavitasinya masih diperbolehkan.

berdasarkan syarat diatas maka propeller yang dipilih


DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 41 of 80

Tipe B5-75
Db 4,236 m
P/Db 0,749
ηb 0,456
n 151 rpm
2,5217 rps

2.6 Engine Propeller Matching


EPM adalah mematchingkan antara kebutuhan daya yang dapat di
terima oleh propeller (karakteristik beban propeller dengan operating range
dari engine sehingga bertemu pada titik dimana karakteristik beban propeller
masuk pada engine operation range tersebut dengan efisiensi daya yang
dikeluarkan propeller harus lebih dari 98% daya yang dikeluarkan engine pada
saat perencanaan
Dikutip dari modul buku Ir suryo adji widodo maka dalam EPM
direncanakan dalam kondisi rpm 100% putaran motor. Dan BHP SCR berkisar
85% dari BHP MCR.
2.6.1 Data Engine dan Propeller
Engine
Merk : Warstilla
Daya : 3500 kW
Tipe : 7 L 32
Piston Stoke : 400 mm
Jumlah Silinder :7
SFOC : 180 g/kWh
RPM : 750
Berat : 45 ton
Gear Box
Merk : ZF
Tipe : W33100NC2
Ratio : 4.957
Daya Max : 2217 kW
RPM Max : 750 rpm
Berat : 4500 kg
Propeller
Tipe : B5-75
Diameter : 4.2363 m
Npropeller (rpm) : 151.3 rpm
P/Db : 0.6552
ηb : 0.4562
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 42 of 80

2.6.2 Menghiutung nilai β dari berbagai variasi kecepatan


β = (0,5 Ct S) / ((1-t) (1-w)2 D2)
β
Knot Vs Rt Rtsm Ct Ctsm Va β trial service
80,989 93,948 0,0012 0,0014 3,4211 0,4911 0,5697
10 5,14 9 2 8 9 8 3 1
155,24 180,08 0,0020 0,0023 0,7780 0,9025
11 5,654 5 4 3 6 3,7633 4 2
196,30 227,71 0,0021 4,1054 0,8266 0,9589
12 6,168 3 1 6 0,0025 2 7 4
0,0023 0,0027 4,4475 0,9008
13 6,682 251,06 291,23 5 3 4 6 1,045
337,09 391,02 0,0027 0,0031 4,7896 1,0429 1,2098
14 7,196 3 8 2 6 6 5 2
459,07 532,52 0,0032 0,0037 5,1317 1,2372 1,4352
15 7,71 4 6 3 5 8 8 5

2.6.3 Mencari nilai KT


Untuk mengetahui perpotongan pada diagram perlu dilakukan
perhitungan KT pada tiap-tiap kecepatan dengan J antara 0-1 pada
keadaan trial dan service.
𝑉
𝐾𝑇 = 𝛽. 𝐽2 𝐽= 𝑎
𝑛𝐷
Vs Va J KT trial KTservice
5,14 3,421184 0,320257495 0,050372908 0,058432574
5,654 3,7633024 0,352283245 0,096557147 0,112006291
6,168 4,1054208 0,384308995 0,122093525 0,141628489
6,682 4,4475392 0,416334744 0,156150694 0,181134805
7,196 4,7896576 0,448360494 0,209660244 0,243205883
7,71 5,131776 0,480386243 0,285528457 0,33121301

Untuk mengetahui perpotongan pada diagram perlu dilakukan Perhitungan KT pada


tiap-tiap kecepatan dengan J antara 0-1 pada keadaan trial dan service
Clean Hull
KT Pada VS
J
10 11 12 13 14 15
0 0 0 0 0 0 0
0,1 0,00491 0,00778 0,00827 0,00901 0,01043 0,01237
0,2 0,01965 0,03112 0,03307 0,03603 0,04172 0,04949
0,3 0,0442 0,07002 0,0744 0,08108 0,09387 0,11136
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 43 of 80

0,4 0,07858 0,12449 0,13227 0,14414 0,16687 0,19796


0,5 0,12278 0,19451 0,20667 0,22522 0,26074 0,30932
0,6 0,17681 0,28009 0,2976 0,32431 0,37546 0,44542
0,7 0,24065 0,38124 0,40507 0,44142 0,51104 0,60627
0,8 0,31432 0,49794 0,52907 0,57655 0,66748 0,79186
0,9 0,39782 0,63021 0,6696 0,7297 0,84479 1,0022
1 0,49113 0,77804 0,82667 0,90086 1,04295 1,23728

Clean Hull
1.4
1.2
1
0.8
KT

0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
J

Rough Hull

KT Pada VS
J
10 11 12 13 14 15
0 0 0 0 0 0 0
0,1 0,0057 0,00903 0,00959 0,01045 0,0121 0,01435
0,2 0,02279 0,0361 0,03836 0,0418 0,04839 0,05741
0,3 0,05127 0,08123 0,0863 0,09405 0,10888 0,12917
0,4 0,09115 0,1444 0,15343 0,1672 0,19357 0,22964
0,5 0,14243 0,22563 0,23973 0,26125 0,30245 0,35881
0,6 0,2051 0,32491 0,34522 0,3762 0,43553 0,51669
0,7 0,27916 0,44224 0,46988 0,51205 0,59281 0,70327
0,8 0,36462 0,57761 0,61372 0,6688 0,77428 0,91856
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 44 of 80

0,9 0,46147 0,73104 0,77674 0,84645 0,97995 1,16255


1 0,56971 0,90252 0,95894 1,045 1,20982 1,43525

Rough Hull
1.6
1.4
1.2
1
KT

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
J

2.6.4 Pembuatan Diagram KQ KT J


Pembuatan diagram dilakukan dengan cara interpolasi pada diagram
openwater test tipe propeler B5-105 dengan P/D = 1.055 ehingga
didapatkan data KT, KQ, J, dan η sebagai berikut:

J 10KQ KT ηo
0
0,1 0,365475668 0,310716492 0,135254337
0,2 0,333198284 0,276714238 0,264243375
0,3 0,29642769 0,238435225 0,383900135
0,4 0,255439378 0,196371576 0,489210909
0,5 0,210508843 0,151015412 0,570645367
0,6 0,161911579 0,102858856 0,606401676
0,7 0,109923081 0,052394028 0,530806581
0,8 0,054818843 0,000113052 0,002624717
0,9
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 45 of 80

KQ KT J
0.7

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

2.6.5 Pembacaan Kurva Propeller Load dan KQ KT J


Pembacaan Kurva Propeller load dan KQ KT J untuk mematchingkan
propeller dengan hull. Dilakukan dengan cara mencari titik potong antara
kurva KT propeller load dengan kurva KT open water test. Dari
perpotongan garis itu ditarik garis lurus keatas dan kebawah sampai
memotong kurva KQ ,η dan garis J dibawah. Sehingga diperoleh
besarnya J, KT, 10KQ dan η.
Dilakukan perhitungan di bawah ini setalah mencari nilai J, KT, 10KQ dan
η:
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 46 of 80

1. Putaran Propeller
n = Va / J . D
2. Putaran Mesin
N = n . Ratio G/B
3. Torsi (Q)
Q = K Q . ρ. n2 . D5
4. Thrust (T)
T = K Q . ρ. n2 . D4
5. DHP
DHP = 2 . . Q . n
6. SHP
SHP = DHP/ηsηb ηsηb = 98%
7. BHP
BHP = SHP / Effisiensi Gearbox
Effisiensi Gearbox = 98%
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 47 of 80

Diagram KT-KQ-J B3-35 (10 Knot)


0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
-0.2

-0.4

-0.6

10KQ KT ηo clean hull rough hull

Diagram KT-KQ-J B3-35 (11 Knot)


1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

10KQ KT ηo Clean Hull Rough Hull


DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 48 of 80

Diagram KT-KQ-J B3-35 (12 Knot)


1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

10KQ KT ηo Clean Hull Rough Hull

Diagram KT-KQ-J B3-35 (13 Knot)


1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

10KQ KT ηo Clean Hull Rough Hull


DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 49 of 80

Diagram KT-KQ-J B3-35 (14 Knot)


1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

10KQ KT ηo Clean Hull Rough Hull

Diagram KT-KQ-J B3-35 (15 Knot)


1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

10KQ KT ηo Clean Hull Rough Hull

Clean Hull
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 50 of 80

Rough Hull

2.6.6 Pematchingan motor, hull dan propeller


Untuk mematchingkan motor,hull dan propeller maka dilakukan dengan
cara memproyeksikan grafik Vs BHP terhadap RPM BHP mesin.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 51 of 80

Dihasilkan perpotongan antara putaran yang dibutuhkan dengan BHP


engine yang dibutuhkan pada tiap kecepatan servis maupun trial.
Perpotongan tersebut diusahakan pada daya dan rpm tertinggi dari
mesin yang digunakan, namun tidak diperpolehkan jika perpotongan
menghasilkan daya dan putaran yang melebihi batas kemampuan
mesin.

EPM Wartstila VS B5-75

500

400
DAYA/CYL (kW)

300

200

100

0
250 350 450 550 650 750
RPM

CSR MCR MAX Series5


Series6 clean hull ROUGH HULL

2.7 Menggambar Propeller (Expanded Area)

1. Geometri Propeller
Untuk menggambar propeller maka dapat digunakan tabel Wageningen B-
Screw Series untuk menentukkan dimensi, bentuk blade section; thickness;
panjang chord dari masing - masing blade section.
Data Propeller :
N
Tipe Diameter (RPM) P/Db ηb Ae/Ao Z R
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 52 of 80

B5-
75 4,2362934 750 0,655 0,456156 0,75 5 2,118147
Digunakan dimensions of 5-bladed Propellers Wageningen B-series:

cr x Z t/D = Ar - Br.Z
r/R D a/c b/c
Ar Br
(AE/Ao)
0,2 1,662 0,617 0,35 0,053 0,004
0,3 1,882 0,613 0,35 0,046 0,0035
0,4 2,05 0,601 0,351 0,04 0,003
0,5 2,152 0,586 0,355 0,034 0,0025
0,6 2,187 0,561 0,389 0,028 0,002
0,7 2,144 0,524 0,443 0,022 0,0015
0,8 1,97 0,463 0,479 0,015 0,001
0,9 1,582 0,351 0,5 0,009 0,0005
1 0 0 0 0,003 0

Keterangan :
R : Radius Propeller
r/R : Rasio jarak tebal blade (pitch)
Z : Jumlah blade
cr : Panjang antara trailling edge ke leading edge pada r/R
D : Diameter propeller
Ae/Ao : Perbandingan luasan daun propeller dengan seluruh lingkaran
propeller
ar : Jarak antara genertor line ke leading edge
br : Jarak maksimum tebal ke leading edge
Sr : Tebal maksimum
Untuk menghasilkan dimensi propeller yang akan digambar, maka harus
didapatkan nilai cr, ar, br, t. Dimana :
➢ Cr = {[D.(AE/A0).X]/Z} dengan X : {(c/D) x [Z/(AE/A0)]}
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 53 of 80

➢ ar = a/c x cr
➢ br = b/c x cr
➢ t = Ar – (Br-Z) x D

Maka didapatkan hasil sesuai perhitungan di atas sebagai berikut:


r/R cr x Z
cr ar br Sr
D (m) (m) (m) (m)
0,2 (AE/Ao)
0,2 1,662 1,056 0,652 0,37 0,138
0,3 1,882 1,196 0,733 0,419 0,122
0,4 2,05 1,303 0,783 0,457 0,107
0,5 2,152 1,367 0,801 0,485 0,091
0,6 2,187 1,39 0,78 0,541 0,075
0,7 2,144 1,362 0,714 0,604 0,06
0,8 1,97 1,252 0,58 0,6 0,044
0,9 1,582 1,005 0,353 0,503 0,028
1 0 0 0 0 0,013

Sebelum melakukan perhitungan geometri propeller, agar


mempermudah maka perlu adanya pemahaman dan penjelasan umum
terlebih dahulu mengenai geometri propeller sebagai berikut :
➢ Face : Permukaan daun baling-baling yang menghadap ke belakang
disebut sisi muka, atau paras, atau sisi tekanan tinggi. Pada bagian face,
yaitu sisi yang bertekanan tinggi memiliki permukaan berbentuk spiral
(helidoical surface). Permukaan ini dapat didefinisikan sebagi permukaan
yang dibentuk oleh sebuah garis lurus, disebut generatriks atau garis
generator (generatrix, atau generator line), yang berkisar mengelilingi
suatu sumbu yang melalui salah satu ujungnya dan sekaligus bergerak ke
sepanjang sumbu tersebut.
➢ Back : Sisi sebaliknya face disebut punggung, atau sisi belakang, atau
sisi tekanan rendah. Sisi back yang bertekanan rendah tidak memiliki
bentuk yang benar-benar spiral. Jika suatu daun baling-baling dipotong
dengan sejumlah silinder yang mempunyai titik pusat yang sama
(konsentris) dan mempunyai sumbu yang sama dengan sumbu baling-
baling tersebut maka akan didapat sejumlah penampang (elemen) daun
tersebut.
Untuk mencari jarak Yface dan Yback dari r/R dengan formula berikut :
For P > 0
Yback= V1(tmax – tle)
Yface = (V1 + V2) (tmax – tle)
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 54 of 80

For P < 0
Yback= V1(tmax – tte)
Yface = (V1 + V2) (tmax – tte)
Dimana Yface dan Yback merupakan vertical ordinat dari titik-titik
tersebut pada blade section (bagian face dan bagian back) terhadap pitch line.
Tmax merupakan maximum blade thicknes, te:tle merupakan ketebalan blade
section pada bagian trailing edge serta leading edge. V1;V2 merupakan
angka-angka yang ditabulasikan sebagai fungsi dari r/R dan P, dimana P
sendiri merupakan koordinat non dimensional sepanjang pitch line dari posisi
ketebalan maksimum ke trailing edge (P=-1).
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 55 of 80

Dari tabel di atas tahap selanjutnya yakni perhitungan Yface dan Yback untuk P>0
dan P<0.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 56 of 80
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 57 of 80

2. Penggambaran Propeller
a) Penggambaran Trailing Edge dan Leading edge
Sebelum menggambar Trailing Edge dan Leading edge, langkah
pertama yakni membuat garis vertical sepanjang jari-jari propeller,
kemudian membaginya menjadi 10 bagian, yakni 0,1-0,9R. Kemudian
membuat garis generator sebagai pusat titik acuan dalam penggambaran
propeller. Leading edge merupakan jarak dari generator line ke kanan
sepanjang Ar. Kemudian, dari ujung Leading edge ini ditarik garis ke kiri
sejauh Cr. Panjang ini merupakan panjang dari trailing edge. Kemudian
ujung-ujungnya disambungkan dan terbentuklah expanded area.

b) Penggambaran Maximum Thickness


DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 58 of 80

Penggambaran Maximum Thickness ini dimulai dari ujung leading


edge sejauh Br ke arah generator line kemudian disambungkan ujung-
ujungnya seperti gambar dibawah ini.
c) Penggambaran tebal maksimum masing-masing ordinat pada gambar
expanded area
Sebelumnya, trailing edge dan leading edge dibagi menjadi
masing-masing sepuluh bagian. Kemudian dari data telah diketahui tebal
dari masing-masing ordinat untuk ke leading edge dan trailing edge.
Pada masing-masing bagian yang sudah dibagi sepuluh tadi, dijadikan
titik acuan dalam penggambar Yback dan Yface yakni dengan cara
ditarik garis vertical sepanjang Y back dan Yface kemudian
disambungkan dan terbentuklah bentuk potongan membujur melintang
dari gambar propeller expanded
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 59 of 80

d) Penggambaran Nose propeller


Penggambaran nose propeller disesuaikan dengan radius dari nose
yang kemudian diaplikasikan untuk tiap foil yang terbentuk dari 0,2R –
0,9R baik pada leading edge maupun pada trailing edge.

e) Penggambaran pitch propeller pada gambar expanded area


Pada perhitungan telah diketahui pitch ditribusion. Dalam
penggambarannya pertama menarik garis dari generator line ke arah
trailing edge, kemudian merotasikannya ke bawah sebesar 90 derajat.
Dari ujung pitch ditribusion yang horizontal tadi ditarik garis ke pusat
generator line pada masing-masing R, seperti gambar dibawah ini.
r/R %Ho/2n ordinat Gambar
0,2 100% 441,5814 0,441581
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 60 of 80

0,3 100% 441,5814 0,441581


0,4 100% 441,5814 0,441581
0,5 100% 441,5814 0,441581
0,6 100% 441,5814 0,441581
0,7 100% 441,5814 0,441581
0,8 100% 441,5814 0,441581
0,9 100% 441,5814 0,441581
1 100% 441,5814 0,441581

Kemudian pitch propeller ini digambar pada di expanded area, yakni


pertama panjang (A) di copy ke ujung dari foil sebelah trailing edge, dan
juga dicopykan ke ujung foil dekat leading edge, sedangkan untuk
panjang (B) dicopy ke tengah atau pusat dari generator line lalu di
extend.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 61 of 80

Gambar Projected
f) Penggambaran lengkung developed pada gambar projected dan developed
Lengkung projected adalah lengkung yang didapat dari proyeksi dari A
dan proyeksi dari B dari expanded area, cara menggambarnya adalah
yang pertama membuat lingkaran dengan pusat pitch propeller ke 0,2R
misalnya, kemudian dari pusat R ini dibuat lagi lingkaran ke kedua ujung
dari foil baik yang dekat trailing maupun leading edge lalu ditrim
perpotongan dari lingkaran tersebut kemudian disambungkan.
Sehingga terbentuklan gambar enpanded area, projected dan
developed area

g) Penggambaran back dan face side pada gambar side view


Untuk penggambaran back dan face pada gambar side view ini pertama
memproyeksikan panjang garis A dan B gambar expanded area yang
kemudian di proyeksikan ke side view.
Kemudian memproyeksikan ujung dari projected ke side view dan dari
panjang A dan B tadi ditarik garis ke bawah hingga berpotongan dengan
proyeksi garis ujung projected. Kemudian titik perpotongan keduanya ini
disambungkan hingga terbentuk side view propeller
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 62 of 80
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 63 of 80

BAB III
PERHITUNGAN POROS DAN BANTALAN POROS

3.1 Perhitungan Diameter Minimal


1. Pemilihan Material
Material yang dipilih adalah baja karbon dengan tipe = S55C-D
Kekuatan tarik = 78 kg/mm2
Rm = 764,9187 N/mm2

Karena berdasarkan BKI Vol 3 Section 4 B.1 , Material yang diijinkan adalah
material yang memiliki kekuatan tegangan tarik antara 600 N/mm2 - 800 N/mm2.
2. Minimum Diameter Shaft
Diameter minimum poros yang di tetapkan dalam BKI Vol. III Section 4,
dirumuskan dengan
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 64 of 80

Faktor untuk tipe Propulsion


F = Installation
Faktor untuk Tipe Poros yang
k = digunakan
Pw = Daya Poros (SHP)
n = Putaran Poros
1 - (di/da)^4 = 1

560/ Rm +
Cw = 160
Cw = 0,60545862

Dari Faktor-Faktor pendukung perhitungan Diameter Poros Propeller, maka


digunakan

f = 100 untuk semua type instalasi


k = 1,4 untuk shaf propeller
Cw = 0,60546
SHP = 3430 kW
n = 151,301 rpm

maka diamater minimum =

Ds = 335,202 mm
Dteknis
10% = 368,722 mm
diambil = 369 mm

3. Tebal minimum diameter shaft liner


BKI Vol III Section 4 .D.3.2 Sleve atau seelubung poros berfungsi untuk
melindungi poros

0.03Ds +
S = 7.5 mm
S = 18,57 mm
= 15,5 mm
4. Torsi pada poros
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 65 of 80

BKI Vol III Section 16 c.1 Ketika λ (perbandingan antara putaran propeller
dengan putaran engine) lebih kecil dari 0.9 maka rumus perhitungan torsi yang
digunakan adalah

𝑅𝑚 +160
Cw √ 18

Cw = 7,168289351
Faktor
Cd = Ukuran
0,35 + 0,93 d-
= 0,2
= 0,635152823
CK = 0,8

karena 0.9-
λ = 1.05 maka
T1 = 5,02647

T2 = 21,4097

3.3 Perencanaan Perlengkapan Propeller


1. Perhitungan Boss Propeller

Gambar Boss Propeller


DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 66 of 80

Tabel Range dimensi boss propeller

Data yang dipiliih cast iron


1. Diameter Boss
Propeller
Db/Ds = 2,4
Db = 885,6 mm
tr = 0.045 x Dpropeller
tr = 190,6332048 mm

2. Diameter Boss Propeller Terkecil (Dba)


Dba/Db = 0,85
Dba = 0.85*Db
Dba = 752,76 mm
3. Diameter Boss Propeller Terbesar (Dbf)
Dbf/Db = 1,05
Dbf = 1.05 Db
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 67 of 80

Dbf = 929,88 mm
4. Panjang Boss Propeller (Lb)
Lb/Ds = 2,4
Lb = 2.4 Ds
Lb = 885,6 mm
5. Panjang Lubang Dalam Boss Propeller (Ln)
Ln/Lb = 0,3 tb/tr = 0,75
ln = 0.3 x Lb tb = 0.75 x tr
ln = 265,68 mm tb = 142,975 mm

rb/tr = 1 rf/tr = 0,75


rb = 1 x tr rf = 0.75 x tr
rb = 190,633 mm rf = 142,975 mm

2. Kronis Poros Propeller


1. Kemiringan Konis
Kemiringan konis menurut Biro Klasifikasi Indonesia bernilai kisaran 1/10 -
1/20 Panjang Konis.
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 68 of 80

x = 1/20 x Lb
= 44,28 mm

2. Diameter Terkecil Ujung Konis

Da = Ds - 2x
Da = 280,44 mm

3. MUR Pengikat Propeller

1. Diameter luar ulir (d)


D ≥ 0,6 x Ds
D ≥ 221,4 mm

2. diameter inti (di)


Di = 0,8 x D
Di = 177,12 mm

3. Diameter luar mur (Do)


Do = 2xD
Do = 442,8 mm

4. Tinggi Mur (H)


H (0.8 - 1.0) x d
H = 0.8 x D
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 69 of 80

H = 177,12 mm

4. Perencanaan Pasak Propeller

1. Torsi (Mt) pada


Pasak
DHP dalam kW
(DHP x 75 x 60)/(2π x N)
Mt 15905,08338 Kg.m

2. Panjang Pasak
(L)
L (0.75 - 1.5) x Ds
Dimana, nilai yang diambil
0.75 x Ds
L 276,75 mm

3. Lebar
Pasak (B)
(25%-35%) x
B Ds
Dimana, nilai yang diambil
30% x Ds
B 110,7 mm
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 70 of 80

79 mm

4. Tebal
Pasak (t)
1/6 x Ds
t 61,5 mm

5. Radius Ujung
Pasak (R)
0.125 x Ds
R 46,125 mm

6. Luas Bidang Geser


(A)
0.25 x Ds2
A 34040,25 mm2

7. Kedalaman Alur
Pasak
0,5 x t
t1 30,75 mm

8. Detail
Pasak

Menurut BKI Vol 3 section 4


tahun 2014
r5 5 mm
Dimana, r4 > r3 > r2 > r1
r4 4 mm
r3 3 mm
r2 2 mm
r1 1 mm
0.5 x B
r6 39,5 mm
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 71 of 80

"Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin" Sularso dan Kiyokatsu Suga,
hal. 27
5. Perencanaan Bentuk Ujung Kopling

5. Panjang Konis
1. Panjang Konis (Lk) nilainya berkisar 1.25 - 2.5 Diameter Poros

Lk = 1.82 x Ds
= 671,58 mm
2. Kekonisan yang Disarankan
Harga konis ujung poros kopling adalah sebesar 1/10 - 1/20 Lk

x = 1/10 x Lk
= 67,158 mm

3. Diameter Terkecil Ujung Poros


Ds - 2x
Da 234,684 mm
4. Diameter Lingakaran Kopling yang Direncanakan
2.5 x Ds
Db 922,5 mm
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 72 of 80

5. Diameter Luar Kopling


Dout (3.0 - 5.8) x Ds
Dimana, nilai yang
diambil
3.1 x Ds
Dout 1143,9 mm

6. Panjang Kopling
(2.5 - 5.5) x 0.5 x
L Ds
Dimana, nilai yang diambil
5x 0.5 x Ds
L 922,5 mm

7. Tebal
Flens
Tebal flens tanpa konstruksi poros menurut BKI
paling sedikit 20% Ds
25% x Ds
Sfl 92,25 mm
8. Diameter Minimum Baut Pengikat Kopling

SHP 3430,001749 kW
Putaran Poros (N) 151,3011902 RPM
Jumlah Daun (Z) 5
Diameter Lingkaran
kopling 922,5 mm
Kekuatan Tarik Material
(Rm) 764,9187 N/mm²

16 x ((106 x P)/(N x Db x Z
x Rm)) x 0.5
Df 40,55740433 mm
2 x Df
Diameter Luar Mur (Do) 81,11480867 mm
Tinggi Mur (H) (0.8-1) x Df
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 73 of 80

Dimana, nilai yang diambil


0.8 x Df
32,44592347 mm
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 74 of 80

BAB IV
PERHITUNGAN STERN TUBE
4.1 Stern Tube
Stern tube merupakan tabung poros yang digunakan sebagai media pelumasan
poros propeller dengan bearing juga dapat berfungsi sebagai penyekat jika terjadi
kebocoran. Pada perencanaan ini, sebagai pelumas poros digunakan minyak.
Perencanaan stern tube adalah sebagai berikut :
4.1.2 Panjang Stern Tube
Panjang Stern Tube disesuaikan dengan jarak antar gading. Berdasarkan data
Desain I, perencanaan jarak antar gading bernilai 600 mm sehingga diperoleh
panjang tabung poros propeller sejumlah

5 x Jarak Gading
Ls 3 M

4.1.3 Tebal Stern Tube (T)

T =

= 37,5 mm

4.1.4 Stern Post


1,4 L +
A Lebar = 90
= 279,0616 mm
1,6 L +
B Tebal = 15
= 231,0704 mm

Berdasarkan BKI Vol III hal 96

4.2 Perencanaan Bearing


DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 75 of 80

4.2.1 Bahan Bantalan


Bahan Bantalan yang digunakan adalah babit dengan celah 20 mm
4.2.2 Panjang Bantalan depan (Lsf)

2 x Dshaft
Lsf 738 mm

4.2.3 Panjang Bantalan Belakang

0,8 x Dshaft
Lsa 295,2 mm

4.2.4 Tebal Bantalan (B) sleeve

Ds/30 x 3,175
B 39,0525 mm

4.2.5 Jarak Maksimum yang Diizinkan Antara Bantalan atau Bearing (Lmax)
Menurut BKI Vol III sec. 4.D.5.1, jarak maksimal antar bearing tidak boleh lebih dari
:

k1 x (Ds)^1/2

Lmax dimana untuk pelumasan


dengan minyak
Nilai K1 = 450
Lmax 8644,217721 mm

4.2.6 Rumah Bantalan (Bearing Bushing)


A. Rumah Bantalan menggunakan bahan Nickel Aluminium Bronze
B Tebal Rumah Bantalan (tb)
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 76 of 80

0,18 x Ds
tb 66,42 mm

4.3 Perlengkapan Packing


Ds = 369 mm
Jumlah
N = 8 Baut

1. Diameter Baut Penekan Packing (dB)

1,6x((0,12xDs)+12,7)/(N^0.5)
dB 32,23275551 mm

2. Diameter Lingkaran Baut

2 x Ds
D1 738 mm

3. Diameter Packing (t)

0,1 x Ds + 15
ta 51,9 mm

0,1 x Ds + 3,3
tb 40,2 mm

4. Clearance (s)

0,04 x Ds + 0,2
s 14,96 mm

5. Tebal Packing (tpac)


Tebal Packing yang disyaratkan adalah 1-2(D^0,5) , direncanakan tebal
rumah packing adalah 20 sampai dengan 40 mm, diambil

tpac 38,41874542 mm
diambil 40 mm
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 77 of 80

6. Panjang Packing (h)

3 x tpac
h 120 mm

7. Panjang Tempat Packing (l1)

(0,4 x Ds) + 1
l1 148,6 mm
DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 78 of 80

BAB V

PEMASANGAN DAN PELEPASAN SYSTEM PROPULSI KAPAL

5.1 Langkah Pemasangan Sistem Propulsi Kapal

a. Memasang dan memposisikan shaft propeller dengan benar sesuai dengan


tinggi pada

perencanaan yang dipasang lewat luar lambung karena akan lebih mudah
dilakukan.

b. Memasang kopling fleksible pada tail shaft dan intermediat shaft

c. Memasang semua property pada boss propeller, seperti :

1. Menghubungkan antara boss propeller dengan shaft propeller, dengan cara


memasak

antara keduanya dengan pasak propeller.

2. Setelah itu dilakukan clearance antara boss propeller dengan shaft propeller
untuk memastikan bahwa antara keduanya benar-benar terpasang dengan
sempurna.

3. Apabila keduanya sudah benar-benar terpasang dengan baik, langkah


selanjutnya memasang propeller ring bolt, lalu selanjutnya propeller bolt dan nut
dengan sempurna.

4. Kemudian dipasang propeller cup pada boss propeller

d. Setelah propeller terpasang dengan baik, langkah selanjutnya yaitu memasang


aksesoris

pada shaft propeller, berikut urutan pemasangannya :


DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 79 of 80

1. Memasang aftr dan fwd sleeve pada shaft propeller.

2. Memasang aftr bearing dan fwd bearing.

3. Memasang aftr dan fwd bush bearing.

4. Kemudian memasang glad packing, baik after seal maupun fwd seal dengan
benar, dengan dibautkan pada bush bearing.

5. Setelah itu dipasang stern tube, dengan dibautkan pada bush bearing.

6. Kemudian dipasangkan rope guard yang fungsinya menjaga kekedapan


awal yang dibautkan pada stern post.

7. Lalu dipasang stern postnya dan juga pada sekat stern tube dengan cara
dilas.

5.2 Langkah Pembongkaran System Propulsi Kapal

a. Melepaskan kopling fleksible dengan melepas baut-baut yang ada.

b. Melakukan pembongkaran pada rudder.

c. Kemudian pelepasan hub cup propeller dengan dibongkar pada cor atau
cementing.

d. Pelepasan nut dan ring propeller.

e. Pencabutan boss propeller pada rumah pasaknya.

f. Pelepasan flange shaft dan flange gearbox mesin, pada bautnya.

g. Lalu shaft didorong keluar dari lambung

h. Semua proses pembongkaran dilakukan diatas dok kapal.


DESAIN II Doc.No 01/D2/III/2019

PROPELLER dan SISTEM Rev 1

PEROPOROSAN Date 28 Mei 2019


Page Page 80 of 80

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai