Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur  saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas persentasi kasus ini.

Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena
itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya . Dari sanalah semua kesuksesan
ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada
langkah yang lebih baik lagi.

Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata kami berharap agar tugas
persentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Madiun, Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i
KATA PENGANTAR .............................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................
1.1.   Latar Belakang ...................................................................................................
1.2.   Rumusan Masalah .............................................................................................
1.3.   Tujuan Penulisan ...............................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN...........................................................................................
2.1 Anatomi ...............................................................................................................
2.2 Pengertian CVA atau Stroke...............................................................................
2.3 Klasifikasi CVA atau Stroke................................................................................
2.4 Etilogi CVA atau Stroke......................................................................................
2.5 Patofisiologi CVA atau Stroke...........................................................................…
2.6 Manifestasi Klinis CVA atau Stroke..................................................................…
2.7 Pemeriksaan Penunjang CVA atau Stroke.........................................................…
2.8 Penatalaksanaan CVA atau Stroke.....................................................................…
2.9 Komplikasi CVA atau Stroke.............................................................................…
2.10 Pengkajian asuhan keperawatan dari penyakit CVA atau stroke.....................…
2.11 Pengumpulan data asuhan keperawatan dari penyakit CVA atau stroke.........…
2.12 Diagnosa keperawatan asuhan keperawatan dari penyakit CVA atau stroke. .…
2.13 Intervensi asuhan keperawatan dari penyakit CVA atau stroke.......................…
2.14 Implementasi asuhan keperawatan dari penyakit CVA atau stroke................…
2.15 Evaluasi asuhan keperawatan dari penyakit CVA atau stroke........................…

BAB 3 PENUTUP.....................................................................................................
3.1 Kesimpulan .........................................................................................................
3.2 Saran ....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

CVA (Cerebro Vaskular Accident) adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab
kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia
dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di Negara-negara yang
sedang berkembang. Secara global, pada saat tertentu sekitar 80 juta orang menderita akibat
stroke. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta
diantaranya meninggal dalam 12 bulan. Terdapat sekitar 250 juta anggota keluarga yang
berkaitan dengan para penderita stroke yang bertahan hidup. Selama perjalanan hidup
mereka, sekitar empat dari lima keluarga akan memiliki salah seorang anggota mereka yang
terkena stroke. Stroke adalah masalah neorologik primer di AS dan dunia. Meskipun upaya
pencegahan telah menimbulkan penurunan pada insiden beberapa tahun terakhir, stroke
adalah peringkat ketiga penyebab kematian, dengan laju mortalitas 18% sampai 37% untuk
stroke pertama dan sebesar 62% untuk stroke selanjutnya, terdapat kira-kira 2 juta orang
bertahan hidup dari stroke yang mempunyai beberapa kecacatan, dari angka ini 40%
memerlukan bantuan dalam akativitas kehidupan sehari-hari. (Brunner & Suddarth, 2002).
CVA atau Cerebro Vaskuler Accident biasa di kenal oleh masyarakat dengan istilah
Stroke.Istilah ini lebih populer di banding CVA. Kelainan ini  terjadi pada organ otak.Lebih
tepatnya adalah Gangguan Pembuluh Darah Otak.Berupa penurunan kualitas pembuluh darah
otak.Stroke menyebabkan angka kematian yang tinggi.Kejadian sebagian besar dialami oleh
kaum lai-laki daripada wanita (selisih 19 %  lebih tinggi)dan usia umumnya di atas 55 tahun.
Stroke adalah penyakit otak yang paling desdruktif dengan konsekuensi berat, termasuk
beban psikologis, fisik dan keuangan yang besar pada pasien, keluarga mereka dan
masyarakat. Pada kenyataannya banyak orang yang lebih takut akan menjadi cacat oleh
stroke dibandingkan dengan kematian itu sendiri. Jika tidak ada perbaikan dalam metode-
metode pencegahan yang ada sekarang jumlah stroke dan korban stroke akan tumbuh pesat
dalam beberapa decade mendatang. Stroke dahulu dianggap sebagai penyakit yang tidak
dapat diduga yang dapat terjadi pada siapa saja, dan sekali terjadi tidak ada lagi tindakan
efektif yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Namun, data-data ilmiah terakhir secara
meyakinkan telah membuktikan hal yang sebaliknya. Selama decade terakhir telah terjadi
kemajuan besar dalam pemahaman mengenai factor resiko, pencegahan, pengobatan, dan
rehabilitasi stroke. Kita sekarang mengetahui bahwa stroke dapat diperkirakan dan dapat
dicegah pada hampir 85% orang. Juga terdapat terapiefektif yang dapat secara substansional
memperbaiki hasil akhir stroke. Pada kenyataannya, sekitar sepertiga pasien stroke sekarang
dapat pulih sempurna dan proporsi ini dapat meningkat jika pasien selalu mendapat terapi
darurat dan rehabilitasi yang memadai. (dr. Valery Feigin,Ph.D. ,2004)

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana anatomi dasar otak dan aliran darah ?
2. Apakah pengertian dari CVA atau stroke ?
3. Apakah klasifikasi dari CVA atau stroke ?
4. Bagaimana etiologi dari CVA atau stroke ?
5. Bagaimana patofisiologi dari CVA atau stroke ?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari klien yang menderita CVA atau stroke?
7. Bagaimana pemeriksaan penujang dari CVA atau stroke ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari CVA atau stroke ?
9. Apakah komplikasi dari CVA atau stroke ?
10. Bagaimana pengkajian asuhan keperawatan dari penyakit CVA atau stroke ?
11. Bagaimana pengumpulan data asuhan keperawatan dari penyakit CVA atau stroke ?
12. Bagaimana diagnosa keperawatan asuhan keperawatan dari penyakit CVA atau stroke ?
13. Bagaimana intervensi asuhan keperawatan dari penyakit CVA atau stroke ?
14. Bagaimana implementasi asuhan keperawatan dari penyakit CVA atau stroke ?
15. Bagaimana evaluasi asuhan keperawatan dari penyakit CVA atau stroke ?

1.3 TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui anatoni dasar otak dan aliran darah
2.  Mahasiswa mampu mengetahui pengertian dari CVA atau stroke
3. Mahasiswa mampu memahami klasifikasi dari CVA atau stroke
4. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari CVA atau stroke
5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari CVA atau stroke
6. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis dari klien yang menderita CVA atau
stroke
7. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penujang dari CVA atau stroke
8. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari CVA atau stroke
9. Mahasiswa mampu memahami komplikasi dari CVA atau stroke
10. Mahasiswa mampu memahami pengkajian asuhan keperawatan dari penyakit CVA atau
stroke
11. Mahasiswa mampu memahami pengumpulan data asuhan keperawatan dari penyakit
CVA atau stroke
12. Mahasiswa mampu memahami diagnosa keperawatan asuhan keperawatan dari penyakit
CVA atau stroke
13. Mahasiswa mampu memahami intervensi asuhan keperawatan dari penyakit CVA atau
stroke
14. Mahasiswa mampu memahami implementasi asuhan keperawatan dari penyakit CVA
atau stroke
15. Mahasiswa mampu memahami evaluasi asuhan keperawatan dari penyakit CVA atau
stroke
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi

1.      Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron.
Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil),
brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-
masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang
bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada
kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya,
lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus
oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan
dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum.
Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus
gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk
jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan
muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis
yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek
dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan
desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan
yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan
emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem
susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price,
1995)

2.      Sirkulasi darah otak


Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen total tubuh
manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri
karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling
berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-
kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri
anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen
basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus
frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri
serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan
medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus
berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk
sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang
mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang
terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan
sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke
jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal
bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior, kedua
arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini
memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagain
anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi kolateral jika
satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo, 2005: 254)

2.2   Pengertian
Cerebrovascular Accident atau Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering
dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO Cerebrovascular Accident atau Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin,
2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah  kehilangan fungsi otak yang diakibatkan 
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).

2.3    Klasifikasi
Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis :
1.      Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi
Widjaja et. al, 1994).
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a)      Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan
serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf
Indonesia, Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19).

b)      Perdarahan Subarachnoid


Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat
di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub
arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll).
(Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti
Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri
kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada
retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme
pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah
dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-
lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya
cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila
kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

2.      Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umummnya baik. Perbedaan CVA infark dan haemoragie :
Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak
Waktu (saat “serangan”) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas
Peringatan + 50% TIA -
Nyeri Kepala +/- +++
Kejang - +
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++

Koma/kesadaran menurun +/- +++


Kaku kuduk - ++
Kernig - +
pupil edema - +
Perdarahan Retina - +
Bradikardia hari ke-4 sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya Hampir selalu hypertensi,
aterosklerosis di retina, aterosklerosis, HHD
koroner, perifer. Emboli
pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan:
Darah pada LP - +
X foto Skedel + Kemungkinan pergeseran
glandula pineal
Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma. AVM. massa
intra hemisfer/ vaso-
spasme.
CT Scan Densitas berkurang Massa intrakranial
(lesi hypodensi) densitas bertambah.
(lesi hyperdensi)
Opthalmoscope Crossing phenomena Perdarahan retina atau
Silver wire art corpus vitreum
Lumbal pungsi :
·      Tekanan Normal Meningkat
·      Warna Jernih Merah
·      Eritrosit < 250/mm3 >1000/mm3
Arteriografi oklusi ada shift
EEG di tengah shift midline echo

Berdasarkan perjalanan penyakit atau stadiumnya:

1.  TIA (Trans Iskemik Attack)


Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja.
Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24
jam.
2.  Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin
berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3.  Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya
stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang
2.4    Etiologi

Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):


1.      Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam
setelah trombosis.

Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:


a.       Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan
pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka
(Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis
bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
(embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b.      Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c.       Arteritis( radang pada arteri )
d.      Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
2)    Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-
gumpalan pada endocardium.
2.      Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid
atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam
parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan
otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.

3.      Hipoksia Umum


Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a.       Hipertensi yang parah.
b.      Cardiac Pulmonary Arrest
c.       Cardiac output turun akibat aritmia

4.      Hipoksia Setempat


Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a.       Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b.      Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

2.5    Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang  tersumbat. Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting
terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya
tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh 
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan
meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa
infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau
ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi
otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah
yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc
maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar.
Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
Path Way

2.6    Manifestasi Klinis


Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (2000: 258-260), yaitu:

1. Lobus Frontal
a. Defisit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung, memberi
alasan atau berpikir abstrak.
b. Defisit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),
disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c.  Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional, kehilangan
kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan,
permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri,
isolasi, depresi.

2. Lobus Parietal
a. Dominan :
1) Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar pada
hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri,
tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan
tentang posisi bagian tubuh).
2) Defisit bahasa/komunikasi
a) Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang
dapat dipahami)
b) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
c) Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
d)   Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)\
e)   Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).

b. Non Dominan
Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi
diri/lingkungan) antara lain:
1) Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang
mengalami paralise)
2)   Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
3)  Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak dengan tepat)
4)   Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra)
5) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
6)    Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
7)   Disorientasi kanan kiri

3.      Lobus Occipital


Deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia(penglihatan ganda),
buta.
4.      Lobus Temporal
Defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh

2.7    Pemeriksaan Penunjang

1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a) Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c) Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d) Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur
turun kembali.
e) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
2.8    Penatalaksanaan

a) Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan


tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan.
b) Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis
atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
c) Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka


arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

2.9   KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini dapat
dikelompokan berdasarkan:

1. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,


konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis   nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.
4.   Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

ASUHAN KEPERAWATAN

2.10      Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
b. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi.
c.   Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain.
d.    Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.

2.11      Pengumpulan Data

a. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis,
hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b.   Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia. Dan
hipertensi arterial.
c.   Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi
kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.

e. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
f. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial. Kelemahan
dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang
menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas
dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
g.  Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas, whezing, ronchi.
i.   Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi dan
orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi.
Tidak mampu mengambil keputusan.
j.    Interaksi social
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.

2.12      Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak


terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
4.  Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran
8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran

2.13     Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan tindakan NIC :
jaringan serebral  b.d keperawatan selama 3 x 24 jam, Intrakranial Pressure (ICP)
aliran darah ke otak diharapkan suplai aliran darah keotak Monitoring (Monitor tekanan
terhambat. lancar dengan kriteria hasil: intrakranial)
NOC :   Berikan informasi kepada keluarga
Circulation status   Set alarm
Tissue Prefusion : cerebral   Monitor tekanan perfusi serebral
Kriteria Hasil :   Catat respon pasien terhadap stimuli
1.      mendemonstrasikan status sirkulasi   Monitor tekanan intrakranial pasien
yang ditandai dengan : dan respon neurology terhadap
  Tekanan systole dandiastole dalam aktivitas
rentang yang diharapkan   Monitor jumlah drainage cairan
  Tidak ada ortostatikhipertensi serebrospinal
  Tidk ada tanda tanda peningkatan   Monitor intake dan output cairan
tekanan intrakranial (tidak lebih dari   Restrain pasien jika perlu
15 mmHg)   Monitor suhu dan angka WBC
2.      mendemonstrasikan kemampuan   Kolaborasi pemberian antibiotik
kognitif yang ditandai dengan:   Posisikan pasien pada posisi
  berkomunikasi dengan jelas dan sesuai semifowler
dengan kemampuan   Minimalkan stimuli dari lingkungan
  menunjukkan perhatian, konsentrasi Terapi oksigen
dan orientasi 1.    Bersihkan jalan nafas dari sekret
  memproses informasi 2.    Pertahankan jalan nafas tetap efektif
  membuat keputusan dengan benar 3.    Berikan oksigen sesuai intruksi
3.      menunjukkan fungsi sensori motori 4.    Monitor aliran oksigen, kanul oksigen
cranial yang utuh : tingkat kesadaran dan sistem humidifier
mambaik, tidak ada gerakan gerakan 5.    Beri penjelasan kepada klien tentang
involunter pentingnya pemberian oksigen
6.    Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
7.    Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8.    Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktifitas dan tidur
2 Kerusakan komunikasi Setelah dilakukan tindakan 1.      Libatkan keluarga untuk membantu
verbal b.d penurunan keperawatan selama  3 x 24 jam, memahami / memahamkan informasi
sirkulasi ke otak diharapkan klien mampu untuk dari / ke klien
berkomunikasi lagi dengan kriteria 2.      Dengarkan setiap ucapan klien dengan
hasil: penuh perhatian
dapat menjawab pertanyaan yang 3.      Gunakan kata-kata sederhana dan
       
diajukan perawat pendek dalam komunikasi dengan
        dapat mengerti dan memahami pesan- klien
pesan melalui gambar 4.      Dorong klien untuk mengulang kata-
        dapat mengekspresikan perasaannya kata
secara verbal maupun nonverbal 5.      Berikan arahan / perintah yang
sederhana setiap interaksi dengan
klien
6.      Programkan speech-language teraphy
7.      Lakukan speech-language teraphy
setiap interaksi dengan klien
3 Defisit perawatan diri; Setelah dilakukan tindakan NIC :
mandi,berpakaian, keperawatan selama 3x 24 jam, Self Care assistance : ADLs
makan, toileting b.d diharapkan kebutuhan mandiri klien Monitor kemempuan klien untuk
kerusakan neurovaskuler terpenuhi, dengan kriteria hasil: perawatan diri yang mandiri.
NOC : Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat
  Self care : Activity of Daily Living bantu untuk kebersihan diri,
(ADLs) berpakaian, berhias, toileting dan
Kriteria Hasil : makan.
  Klien terbebas dari bau badan Sediakan bantuan sampai klien mampu
  Menyatakan kenyamanan terhadap secara utuh untuk melakukan self-care.
kemampuan untuk melakukan ADLs Dorong klien untuk melakukan aktivitas
  Dapat melakukan ADLS dengan sehari-hari yang normal sesuai
bantuan kemampuan yang dimiliki.
          Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien
tidak mampu untuk melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari. 
4 Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan tindakan NIC :
fisik b.d kerusakan keperawatan selama 3x24 jam, Exercise therapy : ambulation
neurovaskuler diharapkan klien dapat melakukan Monitoring vital sign sebelm/sesudah
pergerakan fisik dengan kriteria hasil : latihan dan lihat respon pasien saat
  Joint Movement : Active latihan
  Mobility Level Konsultasikan dengan terapi fisik
  Self care : ADLs tentang rencana ambulasi sesuai
  Transfer performance dengan kebutuhan
Kriteria Hasil : Bantu klien untuk menggunakan tongkat
  Klien meningkat dalam aktivitas fisik saat berjalan dan cegah terhadap
  Mengerti tujuan dari peningkatan cedera
mobilitas Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
  Memverbalisasikan perasaan dalam lain tentang teknik ambulasi
meningkatkan kekuatan dan Kaji kemampuan pasien dalam
kemampuan berpindah mobilisasi
  Memperagakan penggunaan alat Bantu Latih pasien dalam pemenuhan
untuk mobilisasi (walker) kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
1        Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
5 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC :
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, diharapkan pola Airway Management
penurunan kesadaran nafas pasien efektif dengan kriteria          Buka jalan nafas, guanakan teknik
hasil : chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Menujukkan jalan nafas paten ( tidak
         Posisikan pasien untuk
merasa tercekik, irama nafas normal,
memaksimalkan ventilasi
frekuensi nafas normal,tidak ada suara
         Identifikasi pasien perlunya
nafas tambahan
pemasangan alat jalan nafas buatan
- NOC :
  Respiratory status : Ventilation          Pasang mayo bila perlu
  Respiratory status : Airway patency          Lakukan fisioterapi dada jika perlu
  Vital sign Status          Keluarkan sekret dengan batuk atau
Kriteria Hasil : suction

  Mendemonstrasikan batuk efektif dan Auskultasi suara nafas, catat adanya
        

suara nafas yang bersih, tidak ada suara tambahan


sianosis dan dyspneu (mampu          Lakukan suction pada mayo
mengeluarkan sputum,          Berikan bronkodilator bila perlu
mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada          Berikan pelembab udara Kassa basah
pursed lips) NaCl Lembab
  Menunjukkan jalan nafas yang paten          Atur intake untuk cairan
(klien tidak merasa tercekik, irama mengoptimalkan keseimbangan.
nafas, frekuensi pernafasan dalam          Monitor respirasi dan status O2
rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal) Oxygen Therapy
Tanda Tanda vital dalam rentang   Bersihkan mulut, hidung dan secret
normal (tekanan darah, nadi, trakea
pernafasan   Pertahankan jalan nafas yang paten
  Atur peralatan oksigenasi
  Monitor aliran oksigen
  Pertahankan posisi pasien
  Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
  Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
6 Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC : Pressure Management
integritas kulit b.d selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien Anjurkan pasien untuk menggunakan
immobilisasi fisik mampu mengetahui dan  mengontrol pakaian yang longgar
resiko dengan kriteria hasil : Hindari kerutan padaa tempat tidur
NOC : Tissue Integrity : Skin and Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
Mucous Membranes dan kering
Kriteria Hasil : Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
  Integritas kulit yang baik bisa setiap dua jam sekali
dipertahankan (sensasi, elastisitas, Monitor kulit akan adanya kemerahan
temperatur, hidrasi, pigmentasi) Oleskan lotion atau minyak/baby oil
  Tidak ada luka/lesi pada kulit pada derah yang tertekan
  Perfusi jaringan baik Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
  Menunjukkan pemahaman dalam Monitor status nutrisi pasien
proses perbaikan kulit dan mencegah         Memandikan pasien dengan sabun
terjadinya sedera berulang dan air hangat
  Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami
7 Resiko Aspirasi Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC:
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak Aspiration precaution
penurunan tingkat terjadi aspirasi pada pasien dengan   Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk
kesadaran kriteria hasil : dan kemampuan menelan
NOC :   Monitor status paru
  Respiratory Status : Ventilation   Pelihara jalan nafas
  Aspiration control   Lakukan suction jika diperlukan
  Swallowing Status   Cek nasogastrik sebelum makan
Kriteria Hasil :   Hindari makan kalau residu masih
  Klien dapat bernafas dengan mudah, banyak
tidak irama, frekuensi pernafasan   Potong makanan kecil kecil
normal   Haluskan obat sebelumpemberian
  Pasien mampu menelan, mengunyah   Naikkan kepala 30-45 derajat setelah
tanpa terjadi aspirasi, dan makan
mampumelakukan oral hygiene
Jalan nafas paten, mudah bernafas,
tidak merasa tercekik dan tidak ada
suara nafas abnormal
8 Resiko Injury Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC : Environment Management
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak (Manajemen lingkungan)
penurunan tingkat terjadi trauma pada pasien dengan Sediakan lingkungan yang aman untuk
kesadaran kriteria hasil: pasien
NOC : Risk Kontrol Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
Kriteria Hasil : sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
 Klien terbebas dari cedera kognitif  pasien dan riwayat penyakit
 Klien mampu menjelaskan terdahulu pasien
cara/metode untukmencegah Menghindarkan lingkungan yang
injury/cedera berbahaya (misalnya memindahkan
 Klien mampu menjelaskan factor perabotan)
resiko dari lingkungan/perilaku Memasang side rail tempat tidur
personal Menyediakan tempat tidur yang nyaman
 Mampumemodifikasi gaya hidup dan bersih
untukmencegah injury Menempatkan saklar lampu ditempat
 Menggunakan fasilitas kesehatan yang yang mudah dijangkau pasien.
ada Membatasi pengunjung
        Mampu mengenali perubahan status Memberikan penerangan yang cukup
kesehatan Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
Mengontrol lingkungan dari kebisingan
Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.

2.14      Implementasi
Adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai
hasil yang efektif. Dalam pelaksanaanya pengawasan keterampilan dan pengetahuan harus
dimiliki oleh setiap perawat.

2.15     Evaluasi
Adalah suatu penilaian terhadap pelaksanaan rencana keperawatan dan juga dilakukan
guna mengetahui tingkat kompetensi yang telah dicapai selama proses implementasi.
BAB IV
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan
sirkulasi serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder
dari suatu proses patologis pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus,
ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis,
trauma, aneurisme dan kelainan perkembangan.
Gejala umum stroke atau CVA :
1. Lemas mendadak di wajah, lengan atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh.
2. Gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda, atau kesulitan melihat pada satu atau
kedua mata.
3. Bingung mendadak.
4.  Pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan atau koordinasi.
5.   Nyeri kepala mendadak tanpa sebab yang jelas.
6. Bicara tidak jelas (pelo)
Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan
pengobatan maksimal).

B. Saran
Sebagai perawat gawat darurat tentunya kita harus memiliki keterampilan yang
komprehensif dalam menangani pasien. Perawat juga dituntut untuk memiliki critical
thinking yang tinggi dalam menangani pasien yang sangat kompleks permasalahannya. Selain
itu, tindakan yang diberikan dalam penatalaksanaan pun harus sesuai dengan Evidence Based
Practice yang terbaru.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC


Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
        Jakarta: Salemba Medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih
bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.
Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan Keperawatan Penyakit Saraf.
Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo

Anda mungkin juga menyukai