Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Fisioterapi


Fisioterapi sebagai salah satu profesi kesehatan dituntut untuk melaksanakan tugas
dan fungsinya secara profesional, efektif dan efisien. Hal ini disebabkan oleh karena
pasien/klien fisioterapi secara penuh mempercayakan problematik atau permasalahan
gangguan gerak dan fungsi yang dialaminya untuk mendapatkan pelayanan fisioterapi yang
bermutu dan bertanggung jawab. Fisioterapi sebagai profesi mempunyai wewenang dan
tanggung jawab untuk menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan lingkup kegiatan profesi
fisioterapi.
Guna meningkatkan kinerja profesi fisioterapi salah satunya diperlukan standar
profesi sebagai dasar setiap fisioterapis dalam menjalankan profesinya. Dengan demikian
sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara profesional perlu disusun suatu pedoman
yang disebut “Standar Profesi Fisioterapi“, hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 23
tentang Kesehatan. Dimana dinyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan termasuk fisioterapi
berkewajiban untuk mematuhi standar profesinya.
Standar Kompetensi Fisioterapi digambarkan dalam bentuk out put:
a) Apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh seorang fisioterapis?
b) Tingkat kesempurnaan pelaksanaan kerja seorang fisioterapis yang di harapkan.
c) Bagaimana menilai bahwa kemampuan seorang fisioterapis telah berada pada tingkat
yang diharapkan
2.1.1. Dasar Pendoman Pelayanan
Pelayanan fisioterapi ditata sesuai kebutuhan pasien/klien masyarakat,
berdasar pada ilmu pengetahuan dan teknologi maju, dituntun oleh moral etis,
memperhatikan aspek biopsiko social-kultural-spiritual, mengacu pada perundangan
peraturan. Berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang menjujung tinggi harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk individu dan sebagai titik sentral pembangunan
menuju masyarakat adil makmur.
2.1.2. KEPMENKES 1363
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan
gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan
secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis),
pelatihan fungsi, komunikasi.
2.1.3. KEPMENKES 1363 Pasal 12
Fisioterapis dalam melaksanakan praktik fisioterapi berwenang untuk melakukan ;
a. .Asesmen fisioterapi yang meliputi pemeriksaan dan evaluasi
b. Diagnosa fisioterapi
c. Perencanaan fisioterapi
d. Intervensi fisioterapi
e. Evaluasi/re-evaluasi/re-asesmen.
2.1.4. Proses Fisioterapi
 ASESSMENT
 DIAGNOSE
 PLANNING
 INTERVENTION
 COORDINATION, COMMUNICATION, DOCUMENTATION
2.1.4.1.Assessment (Penilaian)
Penilaian meliputi pemeriksaan individu atau kelompok dengan
gangguan aktual atau potensial, keterbatasan fungsional, kecacatan, atau
kondisi kesehatan lainnya melalui pengambilan riwayat, penyaringan dan
penggunaan tes dan tindakan spesifik serta evaluasi hasil pemeriksaan melalui
analisis dan sintesis dalam proses penalaran klinis
2.1.4.2.Diagnose
Timbul dari pemeriksaan dan evaluasi dan merupakan hasil dari proses
penalaran klinis. Hal ini dapat dinyatakan dalam disfungsi gerakan atau dapat
mencakup kategori gangguan, keterbatasan fungsional, kemampuan / cacat
atau sindrom.

2.1.4.3.Isi diagnose Fisioterapi


 Pernyataan masalah pasien
misalnya : Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja
otot, dan ROM, gait, locomotion, balance, sensory integration,
ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance
 hubungan dengan sistem, terkait
misalnya : connective tissue, inflamasi lokal, kerusakan spinal,
fraktur, Arthroplasti sendi. Contoh : Gangguan Mobilitas sendi, ROM,
Gait akibat adanya Fracture Collum Femuris
2.1.4.4.Planing (Perencanaan)
Perencanaan dimulai dengan pertimbangan kebutuhan
intervensi dan biasanya menuntun kepada pengembangan rencana
intervensi, termasuk hasil sesuai dengan tujuan yang terukur yang
disetujui pasien/klien, famili atau pelayan kesehatan lainnya. Dapat
menjadi pemikiran perencanaan alternatif untuk dirujuk kepada pihak
lain bila dipandang kasusnya tidak tepat untuk fisioterapi
2.1.4.5.Intervention
Pembaruan diimplementasikan dan dimodifikasi untuk
mencapai tujuan yang disepakati dan dapat mencakup penanganan
manual; peningkatan gerakan; agen fisik, elektro-terapi dan mekanik;
pelatihan fungsional; penyediaan bantuan dan peralatan; instruksi dan
konseling terkait pasien; dokumentasi dan koordinasi, dan komunikasi.
Intervensi juga dapat ditujukan untuk pencegahan gangguan,
keterbatasan fungsional, kecacatan dan cedera termasuk promosi dan
pemeliharaan kesehatan, kualitas hidup, dan kebugaran di semua usia
dan populasi
2.1.4.6.Coordination, Communication, Documentation
 Dokumentasi adalah sistem administrasi yang menjamin
pasien/klien menerima kualitas pelayanan yang tepat,
komprehensif, efisien dan efektif mulai dari kedatangan sampai
selesai
 Dokumentasi adalah pencatatan yang dibuat selama pasien/klien
mendapat asuhan Fisioterapi
 Koordinasi adalah kerja sama semua bagian yang tersangkut
dengan pasien/klien
 Komunikasi adalah adanya pertukaran informasi baik dngan
pasien/klien maupun sesama pemberi pelayanan
2.1.5. Criteria for termination.
 Discharge
Proses pengakhiran pelayanan FT yang telah diberikan selama satu episode,
bila tujuan telah tercapai. Bersasarkan analysis fisioterapis tujuan telah tercapai.
 Discontinuation
Proses pengakhiran pelayanan FT yang telah diberikan dalam suatu episode,
oleh kehendak pasien/klien Pasien/klien tak dapat melanjutkan karena komplikasi,
keuangan dll Fisioterapis berpendapat bahwa PT sudah tak beguna lagi
2.1.6. Diagnosa Musculoskeletal
 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system muskulo skeletal
 Gangguan Sikap
 Gangguan Kinerja otot
 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan connective tissue.
 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan inflamasi lokal.
 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan kerusakan spinal.
 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan fraktur.
 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan Arthroplasti sendi.
 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan bedah tulang atau jaringan lunak.
 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, ROM, gait, locomotion,
balance yang berkaitan dengan amputasi
2.1.7. Diagnosa Neuromuskular
 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system neuromuskuler
 Gangguan Perkembangan Neuromoto
 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder CNS – congenital atau pada bayi dan masa anak.
 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder CNS – pada usia dewasa
 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
progressive disorder CNS
 Gangguan Peripheral nerve integrity dan motor function yang berkaitan dengan
Peripheral Nerve Injury
 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Acute
atau Chronic Polyneuropathies.
 Gangguan motor function dan Peripheral nerve integration yang berkaitan dengan
Non progressive disorder Spinal Cord.
 Gangguan kesadaran , ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma, Near
coma, atau status vegetative.
2.1.8. Diagnosa Cardiovascular /Pulmonary
 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system cardiovascular-pulmonary
 Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan deconditioning
syndrome
 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Airways clearance dysfunction.
 Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan Cardiovascular
Pump Dysfuntion or failure
 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Ventilatory Pump Dysfunction or Failure.
 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Respiratory Failure.
 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Respiratory Failure pada neonates
 Ganguan sirkulasi darah, anthropometric dimensions berkaitan dengan
Lymphatetic System disorders.
2.1.9. Diagnose Integumentary
 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system integument
 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Superficial skin involvement
 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan partial thickness skin
involvement
 Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan Cardiovascular
Pump Dysfuntion or failure
 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Ventilatory Pump Dysfunction or Failure.
2.1.10. Dasar Pendoman Pelayanan
Pelayanan fisioterapi ditata sesuai kebutuhan pasien/klien masyarakat,
berdasar pada ilmu pengetahuan dan teknologi maju, dituntun oleh moral etis,
memperhatikan aspek biopsiko social-kultural-spiritual, mengacu pada perundangan
peraturan.Berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang menjujung tinggi harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk individu dan sebagai titik sentral pembangunan
menuju masyarakat adil makmur
2.1.11. Prinsip-prinsip Kode Etik Fisioterapi
 Menghargai hak dan martabat individu.
 Tidak bersikap diskriminatif dan memberikan pelayanan kepada siapapun yang
membutuhkan.
 Memberikan pelayanan prifesional secara jujur, berkompeten dan bertanggung
jawab.
 Mengakui batasan dan kewenangnan profesi dan hanya memberikan pelayanan
dalam lingkup fisioterapi.
 Menjaga rahasia pasien/klien yang dipercayakan kepadanya, kecuali untuk
kepentingan hukum/pengadilan.
 Selalu memelihara standar kompetensi profesi fisioterapi dan selalu meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan.
 Memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pengembangan pelayanan untuk
meningkatkan derajad individu dan masyarakat.
2.1.12. Pengorganisasian Pelayanan Fisioterapi di RS.
Dalam PMK No. 65 Tahun 2015, tentang Standar Pelayanan Fisioterapi, Ps. 5,
tertulis : Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: a. Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 378/Menkes/SK/IV/2008 tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi
Medik di Rumah Sakit, sepanjang mengatur pelayanan fisioterapi; dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pelayanan fisioterapi di rumah sakit diatur diluar struktur rehabilitasi medik,
baik prosedur dan organisasi diatur tersendiri, mengacu pada peraturan perundangan
yang berlaku, antara lain. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 tentang Organisasi Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1045/MENKES/PER/IX/2006.
2.1.13. Etika Fisioterapi Indonesia
 Garis Besar Kode Etik Fisioterapi Indonesia adalah sebagai berikut:
 Menghargai hak dan martabat individu.
 Tidak bersikap diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada siapa pun yang
membutuhkan.
 Memberikan pelayanan professional secara jujur, berkompeten dan bertanggung
jawab.
 Mengakui batasan dan kewenangan profesi dan hanya memberikan pelayanan
dalam lingkup profesi fisioterapi.
 Menghargai hubungan multidisipliner dengan profesi pelayanan kesehatan lain
dalam merawat pasien atau klien.
 Menjaga rahasia pasien atau klien yang dipercayakan kepadanya kecuali untuk
kepentingan hukum atu pengadilan
 Selalu memelihara standar kompetensi profesi fisioterapi dan selalu meningkatkan
pengetahuan atau ketrampilan.
2.1.14. PROSEDUR PELAYANAN FISIOTERAPI
Tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan harus memenuhi kode etik,
standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional. (UU.36/2009, Ps.5, 24). Fasilitas pelayanan kesehatan
khususnya rumah sakit, dalam menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan
pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. Setiap tenaga
kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika
profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien, (UU.
44/2009, Ps.5,.13).
Standar pelayanan fisioterapi terdiri dari assesmen, diagnosis, perencanaan,
intervensi, evaluasi / re-evaluasi dan dokumentasi / komunikasi / koordinasi. ( Tap.
KONAS IX IFI Tahun 2004, Referensi WCPT, 1996 ) Pengendalian mutu suatu
pekerjaan dirumuskan siklus kegiatan : kerjakan yang kau tulis, tulis yang kau
kerjakan, tinjau dan tingkatkan ; suatu kegiatan jasa dan/atau produk akan terjamin
mutu bila ditulis dulu prosesnya, dijalankan, didokumentasi, dibakukan
sebagaistandar prosedur operasional, dievaluasi dan diperbaiki secara terus-menerus
berkesinambungan
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesmpulan
Dalam melaksanakan intervensi profesi fisioterapi, tenaga fisioterapi
Indonesia diharapkan dapat menjalankan profesinya sesuai dengan standar profesi
fisioterapi yang telah ditetapkan. Standar profesi fisioterapi tersebut diharapkan dapat
dijadikan sebagai acuan dalam menjalankan profesi sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan oleh lembaga yang berwenang. Daftar Kepustakaan
1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah
Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 104/Menkes/Per/II/1999 tentang
Rehabilitasi Medik;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang
Registrasi dan Ijin Praktek Fisioterapis;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang Kebijakan
dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan;
11. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
04/KEP/M.PAN/1/2004 Tentang Jabatan Fungsional Fisioterapis dan Angka
Kreditnya; Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 376/
Menkes/SK/III/2007Tentang Standar Profesi Fisioterapi;
12. Standar internasional yang dikeluarkan oleh World Confederation For Physical
Therapy (WCPT)
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Ilmu Dasar
Fisioterapi dengan judul “Fisioterapi Sebagai Profesi yang Profesional Menerapkan
Pendekatan Sistem Dalam Layanan Fisioterapi”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membimbing kami dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jakarta, 25 November 2019

Penyusun
MAKALAH
FISIOTERAPI SEBAGAI PROFESI YANG PROFESIONAL
MENERAPKAN PENDEKATAN SISTEM DALAM
LAYANAN FISIOTERAPI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
Amalina Erfarani
Farah Chairatun
Widia Kartika Sari
Deby Tri Wahyuni
Doni Traeser

FISIOTERAPI
UNIVERSITAS BINAWAN
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Pelayanan Fisioterapi yang merupakan bagian integrasi pelayanan kesehatan yang


dilakukan oleh seorang Fisioterapis yang memiliki pengetahuan dasar dari keterampian
melalui pendidikan formal di bidang Fisioterapi dan kepadanya diberikan kewenangan
tertulis untuk melakukan upaya Fisioterapi. Fisioterapi sebagai salah sati profesi kesehatan
dituntut untuk melaksanakan tugas dan fungsi secara profesional, efektif dan efisien. Hal ini
disebabkan oleh karena pasien/klien Fisioterapi secara penuh mempercayakan problematik
atau permasalahan gangguan gerakdan fungsi yang dialaminya untuk mendapatkan pelayanan
Fisioterapi yang bermulu dan bertanggung jawab.

Fisioterapi sebagai profesi mempunyai weweang dan bertanggung jawab untuk


menetapkan hal-hal yang berkaitkan dengan lingkup kegiatan Fisioterapi. Meningkatkan
kinerja profesi Fisioterapi salah satu nya diperlukan standar profesi sebagai dasar setiap
Fisioterapis dalam menjalankan profesi nya. Dengan demikian sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi secara profesional perlu disusun suatu pendoman yang disebut ‘’standar
profesi Fisioterapi’’. Hal ini berkaitkan, bahwa setiap tenaga kesehatan termasuk Fisioterapi
berkewajiban untuk mematuhi standar profesi nya.

1.2. TUJUAN

Standar profesi Fisioterapi digunakan sebagai pendoman yang berlaku secara profesional
yang bertujuan
1. Melindungi masyarakat dan pelayanan Fisioterapi yang tidak berkualitas dan
absah serta tidak secara dengan standar/ketentuan yang berlaku
2. Sebagai pendoman bagi para Fisioterapis untuk menilai da mengkaji segala
bentuk tuntutan dari masyarakat pengguna jasa Fisioterapi atas pelayanan
Fisioterapi yang diberikan
3. Sebagai pendoman bagi para Fisioterapi dalam menjalankan profesi nya
berdasarkan dalam ketentuan yang telah diharapkan

Anda mungkin juga menyukai