SONI SADONO
Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bisnis Universitas Telkom
Jl. Telekomunikasi No 01, Terusan Buah Batu Bandung, Jawa Barat.
Email:sonisadono66@gmail.com
ABSTRACT
The weak of public awareness of traffic regulation seen from low level of the discipline in
driving, that produce undisciplined culture to the society. Lacking awareness from people in
traffic rules can be seen in behavior like an increased by offense traffic motorists. This was
found in many offense of the traffic signs in Bandung in 2014 by the number of 39.205 offense
(Source : Polwiltabes Bandung, 2015). Undisciplined behaviour of people in traffic as driving
exceeds the speed limit determined, passing traffic lights, passing marka roadblock, no complete
safety equipment as well not use helmet, informer to, vehicles lights, incompleteness motor
vehicles letter, disobedient pay taxes, and could not be used vehicles. A traffic violation often
happens also involved in “a rider breaking the traffic congestion, driving zigzag at high speed,
and even had breaking the traffic lights, and breaking the banned curvy” (Hendratno, 2009 :
499). This journal trying to elaborate on literature and field research of the problems of culture
orderly traffic, with a qualitative approach.
58
Soni Sadono, Budaya Tertib Berlalu Lintas 59
dalam berlalu-lintas seperti mengendarai menimbulkan keadaan yang tidak stabil, dan
kendaraan melebihi batas kecepatan yang keadaan tanpa kaidah. Perilaku menyimpang
ditentukan, menerobos lampu lalu lintas, (deviant behavior) terjadi apabila manusia
melewati marka pembatas jalan, tidak mempunyai kecenderungan untuk lebih
melengkapi alat keselamatan seperti halnya mementingkan suatu nilai sosial budaya,
tidak menggunakan helmet, spion, lampu- daripada kaidah-kaidah yang ada untuk
lampu kendaraan, ketidaklengkapan surat- mencapai cita-cita atau kepentingan.
surat kendaraan bermotor, tidak taat Banyak permasalahan yang timbul
membayar pajak, menggunakan kendaraan dengan lemahnya budaya disiplin pada
tidak layak pakai. masyarakat, yang pelanggarannya dalam
Pelanggaran lalu lintas yang sering berlalu-lintas kerap terjadi, pertikaian
terjadi juga melibatkan cara pengendara sesama pengguna jalan, saling adu mulut,
yang “menerabas antrian kendaraan, dan yang paling fatal munculnya korban
berkendara zigzag dengan kecepatan tinggi, jiwa akibat ketidaksiapan para pengguna
beberapa kali pernah menerabas lampu lalu jalan dalam memahami peraturan lalu lintas.
lintas, dan melanggar rambu yang dilarang Terjadinya pelanggaran lalu lintas
menikung” (Hendratno, 2009: 499). salah satunya didasari oleh keberanian untuk
Permasalahan tersebut sampai saat ini melanggar karena adanya mentalitas bahwa
selalu dihadapi oleh para penegak hukum. setiap masalah dapat diselesaikan secara
Hal itu sudah dianggap biasa dan menjadi “damai” dengan Polantas, adanya budaya
kebiasaan masyarakat. Tatkala para menerabas dan pudarnya budaya malu
pengguna kendaraan di Indonesia bahkan bagi sebagian orang menjadi
dibandingkan dengan negara-negara maju kebanggan tersendiri apabila dapat
yang secara keseluruhan sudah mampu mengelabui Polantas atau melanggar rambu-
menciptakan budaya disiplin dalam tatanan rambu lalu lintas (Hendratno, 2009: 501).
kehidupan. Hal tersebut yang menjadikan Pernyataan tersebut dibenarkan
titik tolak pentingnya menciptakan budaya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
disiplin sebagai penunjang dalam Hadiluwih (2006: 141) yaitu sikap mental
meningkatkan kebermaknaan kehidupan dan disiplin pengguna jalan raya serta
sosial. petugas lalu lintas kurang terpuji sehingga
Keadaan masyarakat yang seperti itu muncul ketidakpatuhan yang diyakini dapat
dijelaskan sesuai dengan yang digambarkan diselesaikan dengan uang. Berdasarkan hasil
Chapin (1974: 9). penelitian yang dilakukan Akbarto di
Malang tahun 2009, dari 50 responden
What individuals actually do in terdapat 28 responden (56%) menyatakan
their daily routine is the result of a pernah melakukan suap pada Polantas guna
complex and variable mix of damai di tempat. Suap dilakukan dengan
incentives and constraints serving to terang-terangan (67,9%), dan sembunyi-
mediate choice, often functioning in sembunyi (32,1%).
differentially lagged combination, Alasan untuk menyuap petugas sebab
with some activities directly traceable mudah (25%), cepat (71,4%), dan murah
to positive choice, and some (3,6%). Mayoritas alasan melakukan suap
attributable to negative choice in the terhadap Polantas karena cepat
sense that constraints over shadow dibandingkan penyelesaiannya dengan
opportunities for choice. perundang-undangan. Hal tersebut tentu saja
menjadi indikasi bahwa masih banyak
Kondisi lain digambarkan Emile penyimpangan dan tindakan oknum polisi
Durkheim (Hendratno, 2009; Merton, 1967), yang terjadi akibat budaya kerja belum
perilaku kendaraan seperti di atas, berjalan sebagaimana mestinya (Zam, 2013:
diistilahkan sebagai anomie, berpudarnya 89).
pegangan pada kaidah-kaidah yang ada Pasal 106 ayat (1) menyebutkan
Soni Sadono, Budaya Tertib Berlalu Lintas 60
Homan (dalam Ritzer, 1985) melalui teori penilaian, seperti tidak melihat
exchange, bahwa terjadinya proses interaksi rambu/kendaraan lain, gagal belok, di mana
sosial timbul fenomena baru yang dapat tingkah laku ini lebih berbahaya dan semua
diterangkan melalui pendekatan perilaku pengendara mengalaminya, (3) violations
(behavioral), bahwa satu fakta sosial mewakili tingkah laku berkendara yang
menjadi penyebab dari fakta sosial yang beresiko dan dilakukan dengan sengaja,
lain. seperti mengebut dan menerabas lampu
Menurut Ali (1993:302) “kepatuhan merah, di mana anak muda dan laki-laki
hukum atau ketaatan hukum adalah cenderung lebih terlibat dalam tingkah laku.
kesadaran hukum yang positif. Sementara
itu ketidaktaatan hukum padahal yang C. HASIL DAN KAJIAN
bersangkutan memiliki kesadaran hukum, FENOMENOLOGIS
berarti kesadaran hukum yang dipunyainya Faktor yang Mempengaruhi
adalah kesadaran hukum yang negatif”. Pembentukan Budaya Disiplin Bekendara
Kesadaran hukum masyarakat tidak identik Dalam publikasi resmi UN WHO “Data
dengan kepatuhan atau ketaatan hukum systems: a road safety manual for decision-
masyarakat itu sendiri. Hal tersebut makers and practitioners”, mengutip Zero
dikarenakan kesadaran hukum yang dimiliki (2008), “Ambitious road safety targets and
oleh masyarakat belum menjamin the safe systemapproach” dijelaskan bahwa
masyarakat tersebut akan mentaati suatu sebuah sistem keselamatan (safe System)
aturan hukum atau perundang-undangan lalu lintas merupakan sebuah strategi dan
(Ali: 1993:300). pendekatan yang sangat efektif dalam
Berkaitan dengan hal tersebut, menciptakan lalu lintas yang lebih selamat
Rahardjo (2006: 81), mendefinisikan sebab bagi seluruh pengguna jalan.
ketidakpedulian masyarakat terhadap hukum Mobilitas manusia dan barang dengan
menjadi 3 (tiga), yaitu: “(1) kurangnya kendaraan bermotor berkembang begitu
sosialisasi dari pemerintah mengenai pesatnya, hal ini antara lain akibat
peraturan yang ada, baik peraturan lama peningkatan kesejahteraan dan kemajuan
maupun yang telah disempurnakan (baru). teknologi dibidang transportasi. Hal ini
Minimnya pengetahuan masyarakat akan berdampak pada munculnya berbagai
hukum, juga merupakan salah satu penyebab permasalahan lalu lintas berupa
pelanggaran hukum, (2) hukum yang saat ini pelanggaran, kemacetan dan kecelakaan lalu
dirasakan terlalu bersifat kaku sehingga lintas yang semakin meningkat dan
masyarakat seolah-olah diperlakukan kompleks dari waktu kewaktu apabila tidak
sebagai robot yang didikte dalam melakukan segera ditangani dan diantisipasi.
berbagai kegiatan. Upaya yang dapat dilakukan
Perilaku pelanggaran aturan lalu lintas memecahkan masalah disiplin dalam lalu
didorong oleh sikap terhadap pelanggaran lintas yaitu diperlukan pengendalian sosial
itu sendiri, sikap terhadap hukum/aturan lalu (mechanism of social control), yang
lintas, sikap terhadap polantas, yang tentu merupakan segala proses yang direncanakan
memiliki implikasi di tiga level individual, maupun tidak direncanakan untuk mendidik,
interpersonal, dan societal. Menurut mengajak atau bahkan memaksa para warga
Reason, Manstead, Stradling, Baxter, & masyarakat agar menyesuaikan diri dengan
Campbell (dalam Junef, 2014: 54) bahwa kaidah-kaidah dan nilai-nilai kehidupan
tingkah laku berkendara yang tidak biasa masyarakat yang bersangkutan (Soekanto,
(aberrant driving behavior) dapat dibedakan 2007: 179).
menjadi tiga jenis: (1) lapses; mewakili Pengendalian sosial tersebut dapat
problem perhatian dan memori, umumnya dilakukan melalui pembudayaan disiplin
dialami orang tua dan perempuan, kadang sebagai sikap dan perilaku dapat
tidak berbahaya namun memalukan, (2) dilaksanakan melalui pembinaan baik lewat
error; mewakili kegagalan observasi dan jalur pendidikan formal, in-fomal maupun
Soni Sadono, Budaya Tertib Berlalu Lintas 65