Anda di halaman 1dari 30

PRIMARY SURVEY

AIRWAY
Pengertian : Tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas.
Tujuan : Membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal
sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh.
Pertama kali yang harus kita lakukan adalah :
Pemeriksaan Jalan Napas dengan metode (Look, Listen, Feel)
Look : Lihat gerakan nafas ada atau tidak
Listen : Dengarkan ada atau tidak suara nafas tambahan yang keluar
Feel : Rasakan adanya aliran udara atau nafas yang keluar melalui mulut atau hidung.
Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel Cara ini dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan
pernafasan.

Jenis-jenis suara nafas tambahan disebabkan karena hambatan sebagian jalan nafas :
A. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas bagian
atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan
cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk
tangan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk
menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan
korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut

Tindakan Cross-Finger
B. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan
oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-
sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu”
rongga mulut dari cairan-cairan).
Tindakan Finger Sweep
C.Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema) pada
trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust
saja.
Bila pemeriksaan yang sudah kita lakukan seperti keterangan di atas dan kita menemukan adanya
sumbatan pada jalan nafas langkah atau tindakan selanjutnya yang harus kita lakukan adalah
membuka jalan nafas tersebut dengan berbagai macam metode di antaranya adalah :
1. Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)
2. Chin Lift maneuver (tindakan mengangkat dagu)
3. Jaw thrust maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)
perlu di ingat!! Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan
maneuver jaw thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher yang berlebihan yang
memungkinkan terjadinya cidera servikal yang lebih berat.
1. Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)
Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien
dugaan fraktur servikal.

Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala
menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.
2. Chin Lift Manuver (Tindakan mengangkat dagu)
Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan
Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian
angkat.
3. Jaw thrust maneuver (Tindakan mengangkat sudut rahang bawah)
Tindakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada tulang belakang
bagian leher pasien.

Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada
di depan barisan gigi atas

Sumber Referensi : Hand Out Pelatihan Basic Life Support RS. Husada Utama Surabaya,
http://junirahmat.blogspot.com, http://dokter-medis.blogspot.com,

KegawatanBreathing(Pernapasan)
Tujuan :
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan untuk
menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas CO2.
Penilaian : Tentukan bernafas atau tidak
Untuk menilai apakah ada nafas spontan atau tidak : Look Listen Feel.
· Dekatkan telinga anda diatas mulut dan hidung korban sambil terus mempertahankan
terbukanya jalan nafas
· Perhatikan dada pasien sambil :
- Melihat turun naiknya dada
- Mendengarkan udara yang keluar saat ekspirasi.
- Merasakan aliran darah.
Jika gerakan turun naiknya dada tidak didapatkan dan aliran udara keluar waktu ekspirasi
tidak ada, maka pasien dipastikan mengalami gagal nafas. Evaluasi ini sebaiknya dilakukan
dalam waktu 3 – 5 detik. Perlu diperhatikan bahwa meskipun pasien tampak berusaha bernafas
tetapi saat itu jalan nafas masih tertutup maka pembebasan jalan nafas perlu dilakukan.

Cara Memeriksa Tanda – Tanda Gangguan Pernafasan


1. Look ( Lihat ) :
· Ada tidak pernafasan, status mental, warna,
· Distensi vena leher, jejas thorak
· Bila ada nafas, hitung frekwensi pernafasan & Keteraturannya besar kecil volume /
pengembangan
· Dada / Simetris ?Adakah gerak cuping hidung,
· Tegangnya otot-otot bantu nafas serta tarikan / napas dengan cuping hidung
· Cekungan antar iga ?
2. Listen ( Dengar ) :
· Keluhan dan suara pernafasan, adakah stridor, wheezing, ronchi, gurgling, choking.
3. Feel ( Raba ) :
· Adakah hawa ekshalasi dari lubang hidung/mulut/trakheostomi atau
· pipa endotrakheal
· Adakah empisema subkutis
· Adakah krepitasi / nyeri tekan pada thorak
· Adakah deviasi trakhea
Pelaksanaan Pernafasan Buatan
Tindakan :
1. Tanpa alat
Teknik mulut ke mulut (mouth to mouth) ini adalah teknik yang cepat dan efektif untuk
memberikan oksigen pada seorang korban
a. Mulut ke mulut :
· Pasien terlentang
· Bebaskan jalan nafasnya
· Buka mulut penolong lebar-lebar, tarik nafas dalam-dalam
· Katupkan mulutke mulut pasien, tutup hidung pasien, tiupkan hawake mulut pasien.
· Perhatikan dada pasien mengembang.
· Bila pasien hanya perlu nafas buatan saja, lakukan nafas buatan
tersebut dengan frekwensi 10 – 20 x / menit.
b. Mulut ke hidung :
· Pada saat meniupkan hawa ke lubang hidung tutup mulut pasien rapat – rapat
2. Dengan Menggunakan Alat
Memberikan pernafasan buatan dengan alat “ambu bag” (self inflating bag). Pada alat
tersebut dapat pula ditambahkan oksigen.
Pernapasan buatan dapat pula di berikan dengan menggunakan ventilator mekanik
( ventilator/ respirator).
a. Mulut ke sungkup :
Hembuskan udara ekshalasi penolong melalui sungkupyang cocok menutup lubang hidung
dan mulut pasienmemberikan konsentrasi O2, 16%
b. Menggunakan bag valve mask ( BVM )
Hanya digunakan untuk membantu atau membuatkan pernafasan artinya oksigen berada
dalam balonnya harus ditekan akan, masuk ke paru-paru pasien
Cek BVM lengkap, ada sungkup yang sesuai :
· Katup pengatur kelebihan tekanan
· Balon tidak bocor
· Katup masuk oksigen atau udara yang umumnya berada dibagian belakang balon
· Pipa atau balon cadangan oksigen yang dihubungkan dibelakang
· balon ambu bag
3. Menggunakan jackson rees
Perlu oksigen flow ≥ 10 L / menit memberikan konsentrasi O2 100%. Bila ada perlengkapan
yang mendukung boleh digunakan ventilator

Terapi Oksigen
Definisi :
Pemberian tambahan oksigen pada pasien agar kebutuhan oksigennya. (Untuk kehidupan sel –
sel yang mempertanggungjawabkan sempurnanya fungsi organ) dapat terpenuhi
.
Terapi oksigen adalah : Suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada
inspirasi, yang dapat d lakukan dengan cara:
1. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi ( FiO2 )
2. Meningkatkan tekanan oksigen ( hiperbarik )
Secara umum indikasi terapi oksigen adalah :
1. Mencegah terjadinya hipoksia
2. Terapi terhadap hipoksia
Kondisi yang memerlukan oksigen antara lain :
- Sumbatan jalan nafas
- Distres nafas
- Henti nafas
- Hiperthermia
- Henti Jantung
- Shock
- Nyeri Dada
- Stroke (CVA)
- Trauma Thorax
- Keracunan gas, asap, CO
- Tenggelam
- Pasien Tidak Sadar
- Hypoventilasi (<>

Konsentrasi oksigen tergantung dari jenis alat dan flowrate (liter permenit) yang diberikan.
Kondisi pasien menentukan keperluan alat dan konsentrasi oksigen yang diperlukan.
KONSENTRASI ALIRAN
JENIS ALAT
OKSIGEN OKSIGEN
Nasal prong - nasal kateter 24% - 40% 2 – 4 LPM
Simple Mask / masker sederhana 40% - 60% 6 – 8 LPM
Masker dengan reservoir Rebreathing 40% - 80% 6 – 10 LPM
Masker dengan reservoir Non 40% - 90% 10 – 15 LPM
-Rebreathing ( ada valve nya ) 24% - 60% 4 – 10 LPM
Sistem Venturi 100 % 10 LPM
Jackson rees ( 21- 100% )
Respirator
Bag. Valve Mask : 21% (Udara) 8 – 10 LPM
Tanpa Oksigen 40% - 60% 8 – 10 LPM
Dengan Oksigen 100%
Dengan Resevoir
PERHATIAN :
· Pemberian oksigen atas indikasi tepat.
· Awas pasien muntah, siapkan penghisap
· Pantau pernafasan dan aliran oksigen (LPM)
CATATAN :
· Oksigen menyebabkan mukosa kering
· Pergunakan humidifier pada pemberian O2 > 30 menit
· Terangkan pada pasien apa yang diterapkan
Efek samping terapi oksigen
A. Langsung :
1. Keracunan oksigen, penggunakan oksigen konsentrasi tinggi dalam waktu lama, tidak berati
tidak boleh menggunakan konsentrasi oksigen 100%, kalau memang masih di perlukan.
Setelah hipoksia teratasi secara bertahap konsentrasi oksigen harus di turunkan serendah
mungkin selama saturasi > 96 %.
2. C02 narkosis, pada pasien COPD, yang mengalami hipoksia, bila di berikan oksigen
konsentrasi tinggi akan kehilangan rangsangan untuk bernapas, sehingga terjadi
penumpukan C02, pada batas tertentu pasien menjadi tak sadar.
3. Atelektasis, di karenakan masuknya ETT sebelah
4. Retrolenthal fibroplasis, kebutaan, terutama pada bayi premature yang di berikan oksigen
konsentrasi tinggi dalam waktu lama.
5. Gangguan neurologis
6. Gangguan gerakan cilia dan selaput lendir ( mukus blanket )
B. Tak langsung :
1. Nosokomial infeksi
2. Mucus plug
3. Kembung
4. Barotrauma
5. meledak

Gangguan fungsi pernapasan (gangguan ventilasi) dapat berupa hipoventilasi sampai henti napas
yang disebabkan oleh bermacam-macam faktor. Apapun penyebabnya bila tidak dilakukan
penanganan dengan baik akan menyebabkan hipoksia dan hiperkarbia. Jalan napas yang
tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah yang pertama yang harus
dilakukan pada pasien dengan gangguan adalah meyakinkan bahwa jalan napas bebas dan
pertahankan agar tetap bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi tetap ada gangguan
ventilasimakaharusdicari penyebablain.

1. Pengelolaan
a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit)
b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c. Menghilangkan tension pneumothorax
d. Menutup open pneumothorax
e. Memasang pulse oxymeter
2. Evaluasi

Kesimpulan kondisi Fungsi pernapasan :


• Fungsi pernafasan ada dan adekuat lakukan monitoring ketat, jaga jangan sampai
mengalami gangguan.
• Fungsi pernafasan ada namun tidak adekuat , penderita masih bernafas maka pengelolaan
dapat berupa bantuan oksigenasi menggunakan alat – alat bantu untuk terapi oksigen.
• Fungsi pernafasan berhenti :
v Tambah oksigen, nafas spontan, dibantu
v Tambah oksigen, tidak bernafas, dikendalikan

CIRCULATION
(PENGELOLAAN SIRKULASI)
Tujuan :
Mengembalikan fungsi sirkulasi darah
Diagnosa :
Gangguan sirkulasi yang mengancam jiwa terutama bila terjadi henti jantung dan shock.
v Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis dalam 10 – 15
detik.
Henti jantung dapat disebabkan karena kelainan jantung (primer) dan kelainan jantung di luar
jantung (sekunder) yang harus segera dikoreksi.
v Diagnosis shock secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau melemahnya nadi
radialis/nadi karotis, pasien tampak pucat, perabaan pada ekstremitas mungkin teraba dingin,
basah dan memanjangnya waktu pengisian kapiler (capillary refill time > 2 detik).
TINDAKAN :
1. Pada henti jantung lakukan pijat jantung luar minimal 100 kali/menit.
2. Pada pasien shock, letakkan pasien dalam ”posisi shock” yaitu mengangkat kedua tungkai
lebih tinggi dari jantung.
- Bila pasien shock karena perdarhan, lakukan penghentian sumber perdarahan yang tampak
dari luar dengan melakukan penekanan, diatas sumber perdarahan kemudian dilakukan
pemasangan jalur intra vena (iv access). Dan pemberian cairan infus kristaloid berupa
ringer lactat atau larutan garam faali (NaCl 0,9 %).
- Pada pasien dewasa pemasangan jalur intra vena dilakukan dengan pilihan menggunakan
jarum besar (>16 G) di daerah lengan atas – ante cubiti (lokasi lebih proximal).
Sebaiknya dipasang 2 jalur intra vena bila terdapat perdarahan masif.
Catatan :
- Pada pasien – pasien trauma dengan fraktur tulang extremitas, maka pemasangan jalur intra
vena tak dilakukan pada bagian distal trauma tersebut.
- Bagi petugas medis terlatih dan terampil dapat dilakukan pemasangan jalur intravena pada
vena subclavia / vena jugularis untuk itu harus diketahui komplikasinya.
- Pada pasien anak dengan kesulitan melakukan pemasangan jalur intravena dapat dilakukan
segara pemasangan jalur intraosseus pada tuberositas tibia.( di RS soebandi belum di
lakukan )
a. Karakteristik dari jenis – jenis shock.
b. Pada shock hipovolemik terutama karena perdarahan (terdapat klasifikasi berat –
ringannya) dan karena dehidrasi (muntah, diare).

JENIS – JENIS SHOCK


1. Shock Hipovolemik
Penyebab :
- Muntah, diare yang sering (frekuensi).
- Dehidrasi karena berbagai sebab.
- Luka bakar grade II – III yang luas.
- Trauma dengan perdarahan.
- Perdarahan masif karena sebab lain.
Diagnosa :
- Perubahan pada perfusi exstremitas : dingin, basah dan pucat.
- Takikardia.
- Pada keadaan lanjut :
§ Takipnue.
§ Penurunan tekanan darah.
§ Penurunan produksi urine.
§ Tampak pucat, lemah, apatis.
Tindakan :
Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan diberikan infus cairan kristaloid
(jumlah lebih dari yang hilang).
Catatan :
Untuk perdarahan dengan shock kelas III – IV selain diberikan infus kristaloid sebaiknya
disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber perdarahan dihentikan.
Klasifikasi shock dan cara-cara penanganan
a. Syok hipovolemik karena dehidrasi ( muntah, diare )
Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolahan
Dehidrasi ringan : Selaput lender kering, nadi Penggantian Volume cairan
Kehilangan cairan tubuh normal atau nadi sedikit yang hilang dengan cairan
sekitar 5% BB meningkat kristaloid ( NaCl 0,9% atau
RL )
Dehidrasi sedang : Selaput lender sangat Penggantian volume cairan
Kehilangan cairan tubuh kering, status mental yang hilang dengan cairan
sekitar 8% BB tampak lesu, nadi cepat, kristaloid ( NaCl 0,9% atau
tekanan darah mulai RL )
menurun, oligoria.
Dehidrasi Berat : Selaput lender pecah-pecah, Penggantian volume cairan
Kehilangan cairan tubuh pasien mungkin tidak sadar, yang hilang dengan cairan
>10% BB tekanan darah turun, anuria kristaloid ( NaCl 0,9% atau
RL )
b. Syok hipovolemik karena perdarahan
Prinsip : Penggantian volume yang hilang untuk mempertahankan kecukupan oksigenasi jaringan
. Trauma status ( menurut advanced Trauma Live Support )
Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolahan
Kelas I : Hanya takhikardi minimal Tak perlu penggantian
Kehilangan volume <100> volume
darah <>
Kelas II : Takhikardia ( 100 – 120 X / Penggantian volume darah
Kehilangan volume darah menit ), Takipnea ( 20-30 yang hilang dengan
15-30% EBV X/ menit ), penurunan pulse cairan kritaloid ( sejumlah 3
pressure, penurunan kali volume darah yang
produksi urine ( 20 – 30 hilang )
cc/jam ).
Kelas III : Takikardia ( > 120 X / Penggantian volume darah
Kehilangan volume darah menit), yang hilang dengan cairan
30 - .40% EBV takipnea (30 - 40X/menit), kristaloid dan darah
perubahan status mental
(confused), penurunan
produksi urine (5-15
cc/jam)
Kelas IV : Takikardia ( > 140 X / Penggantian volume darah
Kehilangan darah > 40% menit), yang hilang dengan cairan
EBV takipnea (30 - 40X/menit), kristaloid dan darah.
perfusi pucat, dingin, basah. Estimated Blood Volume
perubahan status mental EBV=70 cc/kg.BB
(confused, dan lethargic),
bila kehilangan volume
>50% pasien tidak sadar,
tekanan sistolik sama
dengan diastolic, produksi
urine minimal atau tidak
keluar.
Catatan :
a. Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respons minimal kemungkinan
adanya sumber perdrahan aktif harus dihentikan, segera lakukan pemeriksaan golomgam
darah dan cross matched, konsultasi dengan ahli bedah, hentikan perdarahan luar yang
tampak ( misalnya pada ekstremitas ).
b. Pemasangan monitor CVP di anjurkan ( bila memungkinkan , mampu melakukan ) pada
perdarahan hebat.
c. Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (whole blood) atau komponen darah
(packed red cell), yang harus diingat jangan berikan transfusi darah yang dingin karena akan
memperburuk keadaan (hipotermi), bahkan bila mungkin untuk mencegah hipotermi berikan
kristaloid yang dihangatkan. Dan pada penggantian darah ini tidak diperlukan penambahan
kalsium (penambahan kalsium akan membahayakan)
2. Shock Kardiogenik
Penyebab :
Dapat terjadi pada keadaan – keadaan antara lain :
- Kontusio jantung.
- Tamponade jantung.
- Tension pneumothoraks.
Diagnosa :
- Hipotensi disertai gangguan irama jantung.
- Mungkin terdapat peninggihan tekanan vena jugularis (JVP).
- Lakukan pemeriksaan fisik pendukung pada tamponade jantung (bunyi jantung menjauh /
redup), pada tension pneumotoraks (hipersonor dan pergeseran trakea).
Tindakan :
- Pemasangan jalur intravena dan pemberian infus kristaloid (hati – hatia dengtan jumlah
cairan).
- Pada aritmia mungkin diperlukan obat – obat inotropik.
- Perikardiosentesis untuk tamponade jantung dengan monitoring EKG.
- Pemasangan jarum torakostomi pada ICS II untuk mengurangi udara dalam rongga pleura.
Catatan :
Pada pembagian jenis shock ada pula yang membagi bahwa shosk kardiogenik hanya karena
gangguan pada fungsi myokard (misal : karena kontusio jantung) sedangkan tamponade
jantung dan tension pneumothoraks dikelompokkan dalam shock obstruktif (shock karena
obstruksi mekanik).
3. Shock Septik
Penyebab :
Karena proses infeksi berlanjut.
Diagnosa :
a. Fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi.
b. Fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi.
Tindakan :
Ditujukan agar tekanan sistolik > 90 – 100 mmHg (Mean Arterial Presssure 60 mmHg).
- Tindakan awal.
Infus cairan kristaloid, pemberian antibiotik, membuang sumber infeksi (pembedahan).
- Tindakan lanjut.
Penggunaan cairan koloidlebih baik dengan diberikan vasopresor (Dopamine atai
kombinasi dengan Noradrenalin).
4. Shock Anafilaktik
Penyebab :
- Reaksi anafilaktik berat.
Diagnosa :
- Tanda – tanda shock (penurunan tekanan darah yang tiba – tiba) dengan riwayat adanya
alergi (makanan atau hal – hal lain) atau setelah pemberian obat – obatan.
Tindakan :
- Resusitasi cairan dan pemberian epinefrin subcutan.
Catatan :
Tak semua kasus hipotensi adalah tanda – tanda shock.
Tetapi denyut nadi abnormal, irama jantung abnormal dan bradikardia biasanya merupakan
tanda hipotensi.
TERAPI CAIRAN
Pada saat resusitasi sering diperlukan terapi cairan. Pemilihan jenis cairan dapat dilakukan bila
diketahui isi cairan yang digunakan.
Untuk kasus – kasus gawat darurat dapat dipilih :
1. Cairan kristaloid (Ringer Laktat, NaCl 0,9 %).
a. Cairan ini baik untuk tujuan mengganti kehilangan volume terutama kehilangan cairan
intertital.
b. Harganya murah, tak memberikan reaksi anafilaktik tetapi tidak dapat bertahan lama di
intravaskuler.
c. Pemberian berlebih dapat menyebabkan edema paru dan edema perifer.
2. Cairan koloid (darah, albumin, fresh frozen plasma, dextran, HES, Hemacel, dll).
a. Cairan ini baik untuk mengganti volume intravaskuler.
b. Harganya mahal, dapat menyebabkan reaksi anafilaktik mempunyai molekul besar dan
menimbulkan tekanan onkotik.
c. Pemberian berlebih juga dapat menyebabkan edema paru tetapi tak akan menyebabkan
edema perifer.

ABC (Airway-Breathing-Circulation). Airway ditempatkan pada urutan pertama karena masalah


airway akan mematikan paling cepat. Komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah
hidung dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru.

Anatomi sistem pernapasan


Hidung dan mulut
Normalnya, manusia akan berusaha bernapas melalui hidung, dan pada keadaan tertentu akan
bernapas melalui mulut. Udara yang masuk akan mengalami proses penghangatan dan
pelembapan. Pada korban yang tidak sadar, lidah akan terjatuh kebelakang rongga mulut. hal ini
dapat menyebabkan gangguan pada airway. Lidah pada bayi lebih besar secara relatif sehingga
lebih mudah menyumbat airway.

Faring
Kalau kita membuka mulut lebar-lebar, maka akan terlihat suatu ruangan pada dinding belakang,
yang dikenal sebagai faring. Udara dari hidung dan mulut, serta makanan dari mulut harus
melalui faring ini.

Udara dari mulut masuk melalui lubang mulut ke faring yang dikenal sebagai orofaring. Udara
yang masuk melalui hidung akan ke bagian faring yang dinamakan nasofaring. Pada bagian
bawah, faring terbagi menjadi dua saluran. Saluran pertama disebut sebagai esofagus
(kerongkongan) yang merupakan jalur masuk makanan ke lambung. Saluran kedua disebut
sebagai laring (tenggorokan), yang merupakan jalur pernapasan dan akan bersambungan dengan
paru.

Epiglotis
Trakea dilindungi oleh sebuah flap berbentuk daun yang berukuran kecil yang dinamakan
epiglotis. Normalnya, epiglotis menutup laring pada saat makanan atau minuman masuk melalui
mulut, sehingga akan diteruskan ke esofagus. Tetapi, pada keadaan tertentu seperti trauma atau
penyakit, refleks ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, sehingga dapat terjadi masuknya
benda padat atau cair ke laring yang dapat mengakibatkan tersedak.

Laring dan trakea


Laring adalah bagian paling pertama dari saluran pernapasan. Pada bagian ini terletak pita suara.
Setelah melalui laring, udara kana melalui trakea. Pada bayi, trakea berukuran lebih kecil,
sehingga tindakan mendongakan kepala secara berlebihan (hiperekstensi) akan menyebabkan
sumbatan pada airway.

Bronkus dan paru


Ujung bawah trakea akan bercabang menjadi dua, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Setiap
bronkus akan terbagi-bagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil yang disebut bronkiolus. Dapat
dibayangkan seperti ranting-ranting dan cabang-cabangnya pada sebuah pohon. Pada ujung
terakhir, ada yang disebut alveolus. Pada alveolus akan terjadi pertukaran oksigen dengan
karbondioksida.

VERSI 2
Manajemen Airway, Breathing dan Circulation
A. PENGELOLAAN JALAN NAFAS (AIRWAY MANAGEMENT)

1.TUJUAN

Membebaskan jalan napas untuk menjamin pertukaran udara secara normal

2. PENGKAJIAN
Pengkajian airway dilakukan bersama-sama dengan breathing menggunakan teknik L (look), L
(listen) dan F (feel) yang dilakukan dalam satu gerakan dalam tempo waktu yang singkat (lihat
materi pengkajian ABC).

3. TINDAKAN

a. Tanpa Alat

1) Membuka jalan nafas dengan metode :

- Head Tilt (dorong kepala ke belakang)


- Chin Lift Manuver (perasat angkat dahu)
- Jaw Thrust Manuver (perasat tolak rahang)
Pada pasien yang diduga mengalami cedera leher dan kepala hanya dilakukan Jaw Thrust dengan
hati-hati dan mencegah gerakan leher.

2) Membersihkan jalan nafas

- Finger Sweep (sapuan jari)

Dilakukan bila jalan napas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut belakang
atau hipofaring (gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya) dan hembusan napas hilang.

- Abdominal Thrust (Gentakan Abdomen)


- Chest Thrust (Pijatan Dada)
- Back Blow (Tepukan Pada Punggung)

b. Dengan Alat

1) Pemasangan Pipa (Tube)

- Dipasang jalan napas buatan (pipa orofaring, pipa nasofaring). Pipa orofaring digunakan untuk
mempertahankan jalan nafas dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat
menutup jalan napas terutama pada pasien-pasien tidak sadar.

- Bila dengan pemasangan jalan napas tersebut pernapasan belum juga baik, dilakukan
pemasangan pipa endotrakhea (ETT/endotracheal tube). Pemasangan pipa endotrakhea akan
menjamin jalan napas tetap terbuka, menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan
pernapasan.

2) Penghisapan Benda Cair (Suctioning)

- Bila terdapat sumbatan jalan napas karena benda cair maka dilakukan penghisapan(suctioning).
Penghisapan dilakukan dengan menggunakan alat bantu pengisap (penghisap manual portabel,
pengisap dengan sumber listrik).

- Membersihkan benda asing padat dalam jalan napas: Bila pasien tidak sadar dan terdapat
sumbatan benda padat di daerah hipofaring yang tidak mungkin diambil dengan sapuan jari,
maka digunakan alat bantuan berupa laringoskop, alat penghisap (suction) dan alat
penjepit(forceps).

3) Membuka Jalan Nafas Dengan Krikotirotomi


Bila pemasangan pipa endotrakhea tidak mungkin dilakukan, maka dipilih tindakan
krikotirotomi dengan jarum. Untuk petugas medis yang terlatih dan trampil, dapat dilakukan
krikotirotomi dengan pisau .

B. PENGELOLAAN FUNGSI PERNAFASAN (BREATHING MANAGEMENT)

1. TUJUAN

Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara membersihkan pernafasan buatan untuk menjamin
kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbondioksida.

2. PENGKAJIAN

Gangguan fungsi pernafasan dikaji dengan melihat tanda-tanda gangguan pernafasan dengan
metode LLF dan telah dilakukan pengelolaan jalan nafas tetapi tetap tidak ada pernafasan.

3. TINDAKAN

a. Tanpa Alat

Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke hidung sebanyak 2 (dua)
kali tiupan dan diselingi ekshalasi.

b. Dengan Alat

- Memberikan pernafasan buatan dengan alat “Ambu Bag” (self inflating bag). Pada alat tersebut
dapat pula ditambahkan oksigen. Pernapasan buatan dapat pula diberikan dengan menggunakan
ventilator mekanik.
- Memberikan bantuan nafas dan terapi oksigen dengan menggunakan masker, pipa bersayap,
balon otomatis (self inflating bag dan valve device) atau ventilator mekanik.

C. PENGELOLAAN SIRKULASI (CIRCULATION MANAGEMENT)

1. TUJUAN

Mengembalikan fungsi sirkulasi darah.

2. PENGKAJIAN

Gangguan sirkulasi dikaji dengan meraba arteri besar seperti arteri femoralis dan arteri karotis.
Perabaan arteri karotis sering dipakai untuk mengkaji secara cepat. Juga melihat tanda-tanda lain
seperti kulit pucat, dingin dan CRT (capillary refill time) > 2 detik.

Gangguan sirkulasi dapat disebabkan oleh syok atau henti jantung. Henti jantung mengakibatkan
suplai oksigen ke jaringan terhenti dan menyebabkan kematian dengan segera.

Henti jantung ditandai dengan :

- Hilang kesadaran
- Apneu atau gasping
- Sianosis dan pucat
- Tidak ada pulse (pada karotis atau femoralis)
- Dilatasi pupil (bila henti sirkulasi > 1 menit

3. TINDAKAN

Tindakan untuk mengembalikan sirkulasi darah dilakukan dengan eksternal chest


compression(pijat jantung) untuk mengadakan sirkulasi sistemik dan paru. Sirkulasi
buatan (artificial circulation) dapat dihasilkan dengan intermitten chest compression.
Eksternal chest compression menekan sternum ke bawah sehingga jantung tertekan antara
sternum dan vertebrae menimbulkan “heart pump mechanism”, dampaknya jantung memompa
darah ke sirkulasi dan pada saat tekanan dilepas jantung melebar sehingga darah masuk ke
jantung

VERSI 3
KMB GAWAT DARURAT
KMB GAWAT DARURAT

Latar Belakang
Pelayanan gawat darurat bertujuan untuk
• Menyelamatkan hidup penderita
• mencegah kerusakan sebelum perawatan lanjutan
• menyembuhkan penderita

Karena sifat pelayanan yang cepat dan tepat maka juga dimanfaatkan untuk
• memperoleh pertolongan pertama
• pelayanan rawat jalan bagi yang menginginkan pelayanan secara cepat

diperlukan perawat yang berkemampuan baik untuk mengatasi permasalahan kesehatan baik aktual atau
potensial mengancam kehidupan

Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan gawat darurat yang
diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten di ruang gawat darurat.

Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi


• Biologis
• Psikologis
• dan sosial

faktor yang mempengaruhi askep gawat darurat :


• kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi, baik kondisi klien maupun jumlah klien yang datang
• keterbatasan sumber daya dan waktu
• ketergantungan antara profesi kesehatan yang bekerja
• keperawatan diberikan untuk semua usia
• harus cepat dan tepat

Mengingat sangat pentingnya pengumpulan data atau informasi yang mendasar pada kasus gawat
darurat,
> maka setiap perawat gawat darurat harus berkompeten dalam melakukan pengkajian gawat darurat.

Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat


- sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal
- yang akan menentukan bentuk pertolongan yang akan diberikan kepada pasien

Semakin cepat pasien ditemukan


> maka semakin cepat pula dapat dilakukan pengkajian awal
> sehingga pasien tersebut dapat segera mendapat pertolongan
> sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian

Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu :


• pengkajian primer
• pengkajian sekunder

Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien,
barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.
Tahapan pengkajian primer meliputi :
A: Airway,
mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol servikal;

B: Breathing,
mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat

C: Circulation,
mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan

D: Disability,
mengecek status neurologis

E: Exposure,
enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia

Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam nyawa pasien
dilakukan dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari 10 detik), difokuskan pada Airway Breathing
Circulation (ABC)

Kekurangan oksigen > penyebab kematian yang cepat


diakibatkan karena masalah sistem pernafasan

Pasien kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga
memerlukan pertolongan segera

kekurangan oksigen
6-8 menit menyebabkan kerusakan otak permanen
lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian

Perawatan pasien injuri berbeda dengan pengobatan tradisional


harus melihat keseluruhan mengenai penatalaksanaan terhadap pasien yang mengalami injuri, yang
meliputi
• Primary survey
• Resuscitation
• History
• Secondary survey
• Definitive care

Primary Survey
evaluasi sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang
mengancam kehidupan.
Tujuan untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan.

Prioritas dilakukan pada primary survey :


• Airway maintenance, dengan cervical spine protection
• Breathing dan oksigenasi
• Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
• Disability, pemeriksaan neurologis singkat
• Exposure dengan kontrol lingkungan
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain
a. General Impressions
• Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum
• Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
• Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)

b. Pengkajian Airway
Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak
pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas.
Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka

c. Pengkajian Breathing (Pernafasan)


menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien
Jika pernafasan tidak memadai, langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:
- dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax,
- ventilasi buatan

d. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma.

Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis:


- hipotensi
- takikardia
- takipnea
- hipotermia
- pucat
- ekstremitas dingin
- penurunan capillary refill
- penurunan produksi urin

adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan
telah terjadi perdarahan
> lakukan upaya menghentikan pendarahan

e. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities


Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang diberikan
V - vocalises, tidak sesuai, atau mengeluarkan suara yang tidak bisa dimengerti

P - responds to pain only

U - unresponsive to pain,
pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun stimulus verbal

f. Expose, Examine dan Evaluate


Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien.
Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi penting untuk dilakukan.
Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to toe/ kepala sd
kaki, dari depan hingga belakang.
Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami
syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.

1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan bagian penting
dari pengkajian pasien.
Riwayat pasien meliputi
- keluhan utama
- riwayat masalah kesehatan sekarang
- riwayat medis
- riwayat keluarga

Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari pasien,
jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu,
konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian.

Anamnesis harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan keluarga

A : Alergi
adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan

M: Medikasi/obat-obatan
obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani pengobatan
- hipertensi,
- kencing manis,
- jantung

P : Pertinent medical history


riwayat medis pasien seperti
- penyakit yang pernah diderita,
- obatnya apa,
- berapa dosisnya,
- penggunaan obat-obatan herbal

L : Last meal
- obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi
- dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian
- periode menstruasi termasuk dalam komponen ini

E : Events
- hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
- kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama

Akronim PQRST digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :

Provokes/palliates :
- apa yang menyebabkan nyeri?
- Apa yang membuat nyerinya lebih baik?
- apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk?
- apa yang anda lakukan saat nyeri?
- apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?

Quality :
- bisakah anda menggambarkan rasa nyeri? (biarkan pasien mengatakan dengan kata2 sendiri)
- apakah seperti
- diiris
- tajam
- ditekan
- ditusuk tusuk
- rasa terbakar
- kram
- kolik
- diremas

Radiates:
- apakah nyerinya menyebar?
- Menyebar kemana?
- Apakah nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?

Severity :
- seberapa parah nyerinya?
- Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat

Time :
- kapan nyeri itu timbul?
- apakah onsetnya cepat atau lambat?
- Berapa lama nyeri itu timbul?
- Apakah terus menerus atau hilang timbul?
- apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?
- apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?

Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan tanda-tanda vital.
Tanda tanda vital meliputi
- Suhu
- Nadi
- frekuensi nafas
- tekanan darah
- saturasi oksigen
- berat badan
- skala nyeri

2. Pemeriksaan fisik
Kulit kepala
• Sering terjadi pada penderita yang datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang
berasal dari bagian belakang kepala penderita.
• inspeksi dan palpasi adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam,
perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala
Wajah
• Inspeksi kesimterisan kanan dan kiri.
• Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata,
karena pembengkakan mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit

Mata :
• periksa kornea ada cedera atau tidak,
• ukuran pupil apakah isokor atau anisokor
• bagaimana reflex cahaya
• apakah pupil miosis atau midriasis
• adanya ikterus

• ketajaman mata
• konjungtivanya anemis
• rasa nyeri
• gatal-gatal
• Ptosis
• Exophthalmos
• subconjunctival perdarahan

Hidung :
• perdarahan
• nyeri
• penyumbatan penciuman
• apabila ada deformitas (pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.

Telinga :
• periksa adanya nyeri
• tinitus
• pembengkakan
• Penurunan / hilangnya pendengaran
• periksa dengan senter keutuhan membrane timpani / adanya hemotimpanum

• Rahang atas: periksa stabilitas rahang atas


• Rahang bawah: periksa akan adanya fraktur

Mulut dan faring :


• inspeksi mucosa
– tekstur
– warna
– Kelembaban
– lesi

• amati lidah

• pegang dan tekan daerah pipi, rasakan apa ada massa/ tumor pembengkakkan dan nyeri
• amati adanya tonsil meradang atau tidak (tonsillitis)
• Palpasi adanya respon nyeri

Vertebra servikalis dan leher


• periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa ,
• kaji keluhan disfagia (kesulitan menelan), suara serak, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea

Toraks
Inspeksi:
• Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang
• adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan
kedalaman pernafasan, kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan
ekspansi toraks bilateral,
• frekuensi dan irama denyut jantung,

Palpasi:
• adanya trauma tajam/tumpul
• emfisema subkutan
• nyeri tekan
• krepitasi

• Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan

• Auskultasi:
– suara nafas tambahan (ronki, wheezing)
– bunyi jantung (desah, gallop)

Abdomen
• Cedera intra-abdomen kadang luput terdiagnosis misalnya
– pada keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran,
– fraktur vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot
dan nyeri tekan/lepas tidak ada).

• Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang,


– adanya trauma tajam, tumpul
– adanya perdarahan internal
• adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, ecchymosis, bekas luka

• Auskultasi bising usus


• perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan)
• Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegali,splenomegali,defans muskuler, nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil.

• Bila ragu perdarahan intra abdominal > USG


• perforasi organ berlumen mis usus halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera >
memerlukan re-evaluasi berulang kali
– transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan

Pelvis (perineum/rectum/vagina)
• diperiksa adanya luka, laserasi , ruam, lesi, edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra.
• Colok dubur dilakukan sebelum memasang kateter uretra.
• diteliti kemungkinan adanya darah dari rectum, prostat, fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus
musculo sfinkter ani.

• Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam vagina atau laserasi,
– jika terdapat perdarahan vagina dicatat
– karakter dan jumlah kehilangan darah dilaporkan

• lakukan tes kehamilan pada semua wanita usia subur


• Pasien dengan keluhan kemih ditanya
– rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil
– Frekuensi
– Hematuria
– kencing berkurang
• sampel urin dianalisis

Ektremitas
• Pemeriksaan look-feel-move
• inspeksi, memeriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuka)
• Pelapasi, memeriksa denyut nadi distal dari fraktur

punggung
- Perdarahan
- Lecet
- Luka
- Hematoma
- Ecchymosis
- edema
- nyeri
- pada kolumna vertebra periksa adanya deformitas.

Neurologis
• pemeriksaan tingkat kesadaran
• ukuran dan reaksi pupil
• pemeriksaan motorik dan sendorik
• GCS

• paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer
• Imobilisasi penderita dgn kolar servikal
• imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur servikal

• inspeksi adanya kejang, twitching, parese, hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan)
• distaksia ( kesukaran mengkoordinasi otot)
• vertigo dan respon sensori

Anda mungkin juga menyukai