Anda di halaman 1dari 44

i

Pentingnya Pendidikan Bagi Pelajar Masa Kini

Smpit Insan Harapan

Pembimbing :

Antoni Widodo

Disusun Oleh

Haikal Pranadya / 0043055154

Miftahuddin Labib A / 0043055099


i

LEMBAR PENGESAHAN
Judul karya tulis : Pentingnya Pendidikan Bagi Pelajar Masa Kini

Nama penulis : Miftahuddin Labib Al-anshari

NISN : 0043055099

Kelas : IX-I

(karya tulis diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan)

SMP IT Insan Harapan

Tangerang Selatan, 2019


Mengesahkan

Kepala SMP IT Insan Harapan Guru bahasa indonesia Guru pembimbing

Wahyu Setiadi Putra, S.T.P Tika Susmayanti, S.P Antoni Widodo, S.E
ii

LEMBAR PENGESAHAN
Judul karya tulis : Pentingnya Pendidikan Bagi Pelajar Masa Kini

Nama penulis : Haikal Pranadya

NISN :0043055154

Kelas : IX-I

(karya tulis diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan)

SMP IT Insan Harapan

Tangerang Selatan, 2019


Mengesahkan

Kepala SMP IT Insan Harapan Guru bahasa indonesia Guru pembimbing

Wahyu Setiadi Putra, S.T.P Tika Susmayanti, S.P Antoni Widodo, S.E
iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH

Saya bertandatangan di bawah ini :

Nama : Miftahuddin Labib Al-anshari

NISN : 0043055099

Kelas : IX-I

Judul karya tulis : Pentingnya Pendidikan Bagi Pelajar Masa Kini

Menyatakan bahwa :

1. Karya tulis ini adalah murni karya kami sendiri. Jika saya mengutip dari orang lain,
maka kami akan mencantumkan sumbernya.

2. Jika di kemudian hari terbukti karya tulis ini hasil plagiat, maka kami bersedia
menerima sanksi atas apa yang telah kami lakukan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan di
SMP IT Insan Harapan dan peraturan perundang undangan yang berlaku

………..………..,...................2019
Yang membuat pernyataan

……...…………………...
iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH

Saya bertandatangan di bawah ini :

Nama : Haikal Pranadya

NISN : 0043055154

Kelas : IX-I

Judul karya tulis : Pentingnya Pendidikan Bagi Pelajar Masa Kini

Menyatakan bahwa :

1. Karya tulis ini adalah murni karya kami sendiri. Jika saya mengutip dari orang lain,
maka kami akan mencantumkan sumbernya.

2. jika di kemudian hari terbukti karya tulis ini hasil plagiat, maka kami bersedia
menerima sanksi atas apa yang telah kami lakukan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan di
SMP IT Insan Harapan dan peraturan perundang undangan yang berlaku

………..………..,...................2019
Yang membuat pernyataan

……...…………………...
v

Form Bimbingan Karya Tulis

konsultasi ke tanggal materi paraf

………..………..,...................2019
Pembimbing

KATA PENGANTAR
vi

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan banyak nikmat,
rahmat, dan hidayah kepada kita semua karena-nya, tugas akhir yang berjudul “ Penyebab
kegaduhan di dalam masjid SMP IT Insan Harapan” dapat diselesaikan.
Shalawat serta salam tidak bosan-bosannya kita sampaikan kepada junjungan kita,
suri teladan kita, nabi kita tercinta, Rasulullah Muhammad shallaluhu ‘alaihi Wa salam
beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang senantiasa setia hingga akhir zaman.
atas jasa perjuangan peluh keringat, hati dan pikirannya, kita dapat merasakan keislaman di
hati kita masing - masing.
Penulis menyadari di dalam pengerjaan tugas akhir ini, masih terdapat banyak
kekurangan. Namun berkat bantuan dan bimbingan dari banyak pihak, dengan izin Allah,
karya tulis ini dapat diselesaikan.
Penulis akan membuat karya tulis ilmiah ini berjudul “Pentingnya Pendidikan Bagi
Pelajar Masa Kini”. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-
besarnya kepada:
1. Allah SWT
2. Drs H.Sholihin selaku ketua yayasan Insan Harapan Umat.
3. Bapak Wahyu Setiadi putra, S.T.P selaku kepala SMP IT Insan Harapan
4. Ibu Tika Susmayanti, S.P selaku Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia.
5. Bpk. Antoni widodo, S.E selaku Guru Pembimbing yang telah membantu penulis
dalam pembuatan karya tulis ini.
6. Kepala Perpustakaan SMP IT Insan Harapan.
7. Seluruh guru SMP IT Insan Harapan yang telah berbagi ilmu, pengetahuan,
wawasan, pengalaman dan memberi motivasi dalam menggali dan
mengembangkan ilmu pengetahuan bagi kemaslahatan umat manusia dengan terus
membaca, meneliti, menulis, dan menyebarkan kepada masyarakat.
vii

8. Seluruh civitas akademia SMP IT Insan Harapan yang telah memberikan fasilitas
kemudahan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
\
Hanya harapan dan doa, semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda
kepada semua pihak yang telah berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini. kepada Allah SWT. Penulis menyerahkan segalanya dalam mengharapkan
keridhaan - Nya.

Dengan menyadari akan segala kekurangan dan ketidaksempurnaan karya tulis ini, penulis
berharap, semoga karya tulis ini tetap diterima dan memberikan manfaat di hari - hari
selanjutnya. khususnya bagi penulis dan umumnya kepada masyarakat. Aamiin.

Tangerang, selatan, 2019


Penulis Penulis

Miftahuddin Labib Al-anshari Haikal Pranadya

DAFTAR ISI………………………………………………………………………i
viii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………....
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………......
1.2 PERUMUSAN MASALAH…………………………………….……...
1.3 TUJUAN PENELITIAN…………………………………………….....
1.4 MANFAAT PENELITIAN…………………………………………......
1.5 HIPOTESIS PENELITIAN…………………………………………….
1.6 CARA PENGAMBILAN DATA…………………………………….....

BAB II LANDASAN TEORI…………………………………………………………


2.1 PEMBAHASAN …………………………………………………….........

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………………..


3.1 HASIL PENELITIAN………………………………………………………………….
3.2 PEMBAHASAN……………………………………………………………………….

BAB IV PENUTUP………………………………………………………………………..…
4.1 KESIMPULAN………………………………………………………...………….
4.2 SARAN………………………………………………………………………...….
ix
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan zaman saat ini sangat dipengaruhi oleh teknologi yang canggih dan

pendidikan yang tinggi. Di zaman sekarang, segala sesuatu dapat diselesaikan dengan cara

yang praktis. Hal ini merupakan dampak yang timbul dari hadirnya teknologi.

Teknologi adalah sesuatu yang bermanfaat untuk mempermudah semua aspek kehidupan

manusia. Seseorang sangat berguna dan bermanfaat di masa kini jika memiliki pendidikan

yang berkualitas. Pendidikan berfungsi untuk meningkatkan mutu hidup manusia, baik

sebagai individu, maupun sebagai kelompok dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan

merupakan suatu sistem yang teratur dan mengemban misi yang cukup luas yaitu segala

sesuatu yang bertalian dengan perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran,

perasaan, sosial sampai pada masalah kepercayaan atau keimanan. Secara singkat pendidikan

juga dapat diartikan sebagai pengembangan individu-individu atau kelompok-kelompok

kehidupan, baik masyarakat besar, maupun kecil.

Jika kita tidak memiliki pendidikan yang tinggi dan moral yang baik, kita tidak akan

berguna bagi bangsa dan negara, serta akan merugikan diri sendiri. Saat ini Indonesia

mengalami krisis moral, generasi penerus bangsa tidak lagi seperti orang jaman dahulu yang

rela berkorban memperjuangkan bangsa Indonesia, tetapi sebalik nya mereka menghancurkan

Indonesia dengan moral, yaitu tindakan dan tingkah laku yang tercela. Hal ini menunjukan
2

bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang memiliki muatan beban yang cukup

berat dalam melaksanakan misi pendidikan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam merumuskan masalah-masalah, kami membahas pokok masalah dengan

mengidentifikasinya sebagai berikut :

1. Apa itu pendidikan ?

2. Mengapa kita harus memiliki pendidikan yang tinggi ?

3. Apa manfaat dan fungsi dari pendidikan ?

4. Di zaman sekarang apakah pendidikan berpengaruh besar bagi masa depan?

5. Apakah pendidikan di zaman sekarang sangat diperlukan? mengapa?

6. Apakah pendidikan di Indonesia sekarang sudah maju?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

Tujuan Khusus :

1. Sebagai syarat kelulusan

2. Untuk mendapatkan nilai tugas Bahasa Indonesia

Tujuan Umum :

1. Untuk mengetahui apa itu pendidikan yang sebenarnya

2. Untuk mengetahui betapa pentingnya pendidikan bagi kita

3. Untuk mengetahui manfaat dan fungsi pendidikan

4. Untuk mengetahui perkembangan pendidikan di Indonesia


3

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang kami lakukan adalah :

1. Untuk memberikan pengetahuan bagi pelajar dini

2. Memperluas wawasan bagi pelajar

3. Memberitahu apa itu pelajar sebenarnya

1.5. Hipotesis Penelitian

Menurut kami, pendidikan di Indonesia masih rendah dan sumber daya manusia belum
berkualitas

1.6. Metode Penelitian

Cara / metode yang kami gunakan untuk mengumpulkan data dengan cara online form /

kuesioner.
4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pembahasan

2.1.1. Sejarah Pendidikan di Indonesia

Pendidikan merupakan hal yang penting bagi manusia. sarana yang digunakan untuk

mendapatkan pendidikan biasanya sekolah, namun tidak hanya dari sekolah saja kita bisa

mendapatkan pendidikan, tapi dari buku, Video , internet, pengalaman, dan masih banyak

lagi. Jika kita hidup tanpa pendidikan, kita tak akan mengenal ilmu pengetahuan.

Vloemans mengatakan bahwa pendidikan itu berarti “pemberian pengertian dan contoh”.

Berdasarkan pemikiran tersebut teranglah bagi kita bahwa dalam masa prasejarah bangsa kita

telah mengenal “pendidikan “. Pendidikan pada masa ini dipengaruhi oleh pola dan tingkat

berpikir masyarakat yang masih sangat di dominasi atau tergantung kepada alam. Sehingga

tidak heran kalau Joned dan Notosusanto (1990) berusaha menggambarkan betapa kentalnya

pengaruh sistem kepercayaan dan sistem mata pencaharian terhadap pendidikan zaman itu.

Tujuan, materi, metode, media dan evaluasi pembelajaran, berdasarkan studi banding

terhadap masyarakat yang masih dalam tahap hidup sangat sederhana, kemungkinan besar

masyarakat zaman prasejarah di Indonesia, bersifat langsung, praktis, serbaguna dan efisien
5

melalui proses pembelajaran dengan contoh – contoh dalam kehidupan sehari – hari ( Said

dan Affan,1987).

Pada abad ke-5 sebagian masyarakat Tarumanegara telah dapat membaca dan menulis.

Dengan kemampuannya tersebut mereka menerima pengajaran membaca dan menulis. Bukti

yang memperkuat adalah ditemukannya prasasti di dekat Desa Batutulis Bogor, prasasti Tugu

di Jakarta maupun prasasti – prasasti yang lain . Prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa

(pallawa script) yang berasal dari India (tanah Hindu). Kalau kita juga tambahkan

bahwasanya Tarumanagara telah memiliki hubungan luar negeri juga dengan kekaisaran Cina

pada waktu itu, maka tidak diragukan lagi para utusan yang dikirim pasti pernah mendapat

pendidikan mengenai keahliannya. Hanya yang jelas sistem pendidikannya belum

menggunakan sistem klasikal atau sekolah formal.

Kemungkinan kemampuan membaca dan menulis bangsa Indonesia lebih diperkuat lagi

manakala para ahli menemukan dan membaca prasasti yang berasal dari kepulauan Nusantara

abad 7 M. Sebut saja kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan kerajaan Mataram Hindu di Jawa

Tengah. Keberadaan prasasti – prasasti yang ditemukan di kerajaan Sriwijaya membuktikan

bahwa keterampilan membaca-menulis dan berhitung sudah berkembang dibanding zaman

sebelumnya. Betapa tidak Sriwijaya sebagai kerajaan maritim pada jamannya dikunjungi oleh

berbagai saudagar terutama dari India dan Cina. Untuk menjadi kota niaga di jalur

perdagangan internasional tentu dibutuhkan tenaga – tenaga terampil dalam kebahasaan dan

tenaga pembukuan( hitung – menghitung), dan untuk kepentingan itulah Wolters ( 1970)

berpendapat bahwa di kerajaan Sriwijaya telah ada lembaga pendidikan keterampilan yang

dibutuhkan tersebut. Demikian pula di kerajaan yang telah meninggalkan monumen –


6

monumen mengagumkan seperti Borobudur, Prambanan dan candi – candi lainnya serta

peninggalan berupa karya sastra yang besar, tidak mungkin tidak ada lembaga yang mendidik

tenaga – tenaga ahli maupun tenaga pelaksana. Untuk menganalisa kemungkinan tersebut

maka pendapat Joned dan Notosusanto ( 1990) bisa dipertimbangkan. Dalam bukunya

dipaparkan bahwa kemungkinan besar di kerajaan – kerajaan seperti Mataram Kuno, Kediri,

Singasari dan Majapahit ada multi sistem pendidikan yakni pertama pendidikan yang

dilakukan di Istana yang difokuskan mendidik para siswa yang berasal dari keluarga

bangsawan dan yang dipelajari adalah materi utama tentang politik pemerintahan yang

dilengkapi dengan ilmu – ilmu lainnya kecuali agama; alur kedua dilaksanakan di biara –

biara yang mendidik para calon pendeta atau rahib yang berasal dari golongan masyarakat

atau kasta brahmana ( untuk kalangan Hindu) yang tentu saja materi yang dipelajari adalah

kitab – kitab agama di tambah cila pasatra; alur ketiga pendidikan di padepokan milik para

empu yang mengajarkan keterampilan seperti membuat keris, pedang, mengukir dan

memahat serta kerja tangan lainnya yang dibutuhkan pada jamannya ( Depdikbud,1992).

Sekalipun demikian apapun alur pendidikan pada masa itu, apakah di lingkungan istana, biara

maupun di bengkel-bengkel, sistem pembelajaran dilakukan secara langsung dengan metode

penyampaiannya teknik magang dan tidak menggunakan sistem klasikal. Pembelajaran

bersifat individual sehingga hubungan siswa dengan guru sangat dekat dan hubungan

psikologis di bangun di atas pola “Guru- Kula.”

Pola Guru – Kula ini pula yang disinyalir oleh beberapa pakar sejarah kemudian berlanjut

hingga masuk dan berkembangnya pengaruh budaya Islam. Pola bisa bersifat kontinyuiti

tetapi substansi materi pembelajaran tentu mengalami perubahan yakni yang tadinya yang

diajarkan substansi agama Hindu dan Budha, maka pada masa perkembangan pengaruh

budaya Islam maka materinya adalah agama Islam. Pada masa ini pelajaran mulai dengan
7

membaca Al Qur`an, menghafal Hadis dan komentar – komentar yang telah disusun oleh

imam – imam besar yang terkemuka. Lembaga pendidikan Islam di wilayah Timur tengah

pada masa klasik sebelum adanya madrasah, menurut Makdisi dalam Nata (2004) antara lain

adalah shuffah, kuttab/maktab, halaqah, majlis, masjid, rumah – rumah ulama, dan

perpustakaan . Setiap lembaga pendidikan tersebut memiliki karakteristik masing – masing.

Dari sekian institusi yang pernah ada tersebut, yang berkembang di Indonesia cenderung

merupakan percampuran antara pola maktab, halaqah, masjid dan rumah – rumah ulama. Dan

lembaga pendidikan di maksud adalah pesantren. Ada pendidikan yang levelnya di bawah

pesantren yakni Langgar, Rangkang atau Surau yang pembentukannya lebih kepada inisiatif

sekelompok orang yang ingin anak – anaknya belajar membaca Al Qur`an. Sedangkan di

Pesantren anak – anak mendapat pelajaran agama yang lebih mendalam. Menurut Steeinbrink

( 1987) perkembangan Pesantren pada bentuk awalnya, seperti halnya penyebaran agama

Islam, tidak bisa lepas dari peranan para tokoh ulama yang dikenal dengan sebutan Wali

Songo dan tokoh – tokoh lainnya. Pendapat itu di diperkuat oleh Azra ( 1999) yang

menyatakan bahwa perkembangan agama Islam dan dinamikanya di Nusantara tidak bisa

dilepaskan dari peranan para tokoh intelektual keagamaan atau ulama yang memang sudah

memiliki jejaring dengan para tokoh ulama di Timur Tengah, baik dari aliran Sunni maupun

Syiah.

Sebagai contoh Pesantren yang diperkirakan tertua di Indonesia mula – mula didirikan oleh

Sunan Ampel atau Raden Rahmat di daerah Kembang Kuning Surabaya. Pola pendirian

pesantren yang sedikit berbeda bisa kita lihat dari sejarah berdirinya pesantren Tegalsari

Ponorogo yang pada tahun 1742. Pesantren tersebut tidak didirikan oleh mualim atau ulama

besar sebagaimana umumnya, melainkan oleh Pakubuwono II sebagai anugerah kepada

penduduk setempat ( Poesponegoro dan Notosusanto,1990). Model yang hampir sama


8

ditemukan di daerah Priangan, dimana pesantren ada di setiap ibu kota kabupaten dan

pendiriannya menjadi bagian dari kebijakan para Regent atau Bupati . Berdasarkan temuan –

temuan tersebut, keberadaan Pesantren erat kaitannya dengan keberadaan tokoh pemuka

masyarakat, baik dari kalangan ulama, priyayi maupun menak yang menjadi bagian dari

struktur pemerintahan kolonial. Seiring dengan waktu kemudian banyak pesantren –

pesantren didirikan hingga bentuk Pesantren modern dewasa ini. Pada umumnya di pesantren

tradisional dikembangkan metode belajar yang disebut bandungan dan sorogan yang

diberikan secara individu atau paling tidak semi klasikal.

Satu lagi lembaga pendidikan Islam yang juga mempengaruhi perkembangan pendidikan

Islam di Indonesia yakni Madrasah. Lembaga ini sifatnya lebih terbuka dimana yang

dipelajari tidak melulu pelajaran agama tetapi ditambah pelajaran tentang ilmu pengetahuan

lain. Menurut Bulliet dalam Maksum ( 1999) pola madrasah pertama didirikan sekitar abad

ke-11 di daerah Persia. Namun kemudian menurut Akmansyah dalam buku yang sama, yang

paling terkenal adalah madrasah Nizhamiyah di sekitar Baghdad yang didirikan oleh Nizam-

el Mulk pada awal abad ke-12. Bahkan Yunus ( 1992) menuliskan karena terkenalnya

madrasah tersebut pernah dikunjungi oleh Ibnu Batutah pada abad ke-14 M. Gaung madrasah

akhirnya sampai juga ke Indonesia, sekalipun yang sampai bukan aliran yang dari Baghdad

maupun Persia, tetapi dari Mesir dalam waktu yang lebih kemudian. Muhammad Abduh

sebagai pemikir pendidikan Islam modern melakukan transformasi dari pendidikan Islam

tradisional menuju pendidikan Islam modern. Salah satu gagasannya adalah mengubah

madrasah sebagai institusi pendidikan yang masih didominasi oleh pendidikan tentang agama

Islam, menjadi institusi pendidikan yang memberi peluang yang seluas- luasnya terhadap

pengembangan ilmu pengetahuan ke dunia an. Dan pola inilah kemudian yang dikembangkan

di Indonesia sehingga tidak jarang disebut sebagai ”Pesantren Modern”. Dan pada masa
9

kemerdekaan dijadikan sebagai institusi pendidikan formal dimana kurikulum dan tenaga

pengajarnya di rancang oleh dua departemen terkait yakni Departemen Agama dan

Departemen Pendidikan.

Dari fakta – fakta perkembangan pendidikan baik pada masa pengaruh Hindu Budha

maupun masa Islam, dapat diperoleh sebuah generalisasi bahwa sebagian besar

perkembangan pendidikan masyarakat pada tersebut tidak bisa dilepaskan dengan proses dan

upaya penyebaran agama. Adapun pendidikan lain yang tidak menonjolkan dimensi

keagamaan lebih bersifat pendidikan terapan atau keterampilan yang dibutuhkan oleh

masyarakat. Sifat pendidikan bergerak antara tataran informal dan nonformal, kecuali

Madrasah di era pasca kemerdekaan. Demikian pula di era pengaruh Portugis. Pendidikan

zaman Portugis tidak bisa lepas dari institusi keagamaan dalam hal ini gereja.

Misi pengembangan agama Katolik tidak dapat dipungkiri pengaruhnya sangat dominan

dalam pengembangan pendidikan pada masa Portugis. Kenyataan tersebut seperti

diungkapkan oleh Said dan Affan ( 1987) bahwasanya pendirian sekolah – sekolah oleh

Portugis tidak lain merupakan bentuk dari pola penyebaran agama Katolik. Sehingga tidak

mengherankan jika sekolah guru yang pertama di Indonesia ( Maluku-Ternate) didirikan oleh

Gereja Katolik. Demikian pula lulusan yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih

tinggi mereka dikirim ke Goa ( India) untuk mengikuti perkuliahan di universitas keagamaan.

Jika memang pendidikan adalah bagian dari misi gereja , maka peranan tokoh dari Ordo

Yesuit bernama Franciscus Xaverius harus diakui sebagai pelopor pendidikan Barat ( kristen)

di Indonesia.
10

Perkembangan pendidikan mengalami perubahan manakala Belanda mulai

mengembangkan sayap kekuasaannya di Indonesia, sekalipun awalnya melalui kongsi dagang

mereka (VOC). Perbedaannya tampak jelas dari sekolah – sekolah yang pertama didirikan

banyak yang berorientasi pendidikan non agama. Hal tersebut dapat dimaklumi , karena VOC

adalah kongsi dagang jadi orientasinya adalah aspek – aspek kehidupan masyarakat yang

berkaitan dengan ekonomi (perdagangan). Memang ada sekolah – sekolah yang didirikan

oleh para Zending tetapi sifatnya lebih kepada untuk membendung pengaruh Portugis dengan

Katoliknya, sehingga sekolah – sekolah yang didirikan oleh VOC awalnya terkonsentrasi di

daerah yang dimana pengaruh Portugis kuat. Sehingga pada tahun 1695 di Maluku sudah ada

1057 murid dan 13 tahun kemudian di Ambon saja sudah ada 3966 murid. Sedangkan di

daerah yang dipengaruhi Portugis lainnya , yaitu pulau Timor juga di buka sekolah – sekolah

yang intinya untuk membersihkan pengaruh Portugis. Keadaan mulai berubah ketika VOC

membutuhkan tenaga kerja untuk pengembangan administrasi dan pengamanan. Untuk

kepentingan itu baik di Ambon , Batavia maupun Jawa Tengah didirikan sekolah – sekolah

ketrampilan mulai dari sekolah dagang, sekolah pelayaran hingga sekolah militer , yang

berdampingan dengan sekolah Zending yang telah lebih dulu ada.

Abad 19, setelah Indonesia langsung dibawah kekuasaan pemerintah kerajaan Belanda,

perkembangan pendidikan tidak serta merta berubah, karena hingga tahun 1830- an keadaan

tidak terlalu berbeda dengan jaman VOC. Sekolah bagi anak – anak Eropa dibedakan dengan

sekolah untuk kaum Pribumi. Sekolah Dasar yang pertama didirikan adalah untuk

kepentingan anak - anak Belanda yakni ELS, walaupun ada juga anak – anak pribumi yang

masuk di sekolah tersebut tetapi jumlahnya sangat sedikit. Dibukanya kesempatan yang lebih

luas bagi anak Pribumi bersekolah bersekolah , di lakukan pada masa Van Den Bosch

menjadi Komisaris Jenderal. Itupun karena bukan karena ingin memajukan anak – anak
11

pribumi melainkan karena pelaksanaan Sistem Tanam Paksa membutuhkan pegawai

rendahan yang pandai tulis baca dalam jumlah banyak. Kemudian berdirilah sekolah yang

berbahasa pengantar bahwa Belanda untuk anak pribumi dari kalangan priyayi atau menak di

Ambon, Menado, Magelang dan Bandung. Adanya prioritas pendidikan bagi kaum priyayi

atau menak dari pemerintah kolonial, menurut Dannys Lombard ( 1996) menjadi sangat jelas

manakala kita melihatnya dari aspek sosial budaya, dimana kaum elit pribumi secara perlahan

menjadi golongan pribumi yang memiliki etos budaya yang ingin semakin dekat dengan

budayanya orang – orang Belanda. Dan ini dianggap sebagai potensi yang harus

dimanfaatkan dalam memperkokoh sistem budaya pengabdian yang akan digunakan di dalam

sistem kepegawaian kolonial . Dan pemerintah berhasil dalam hal ini, terbukti jika pada tahun

1870 ada 266 anak pribumi sekolah di sekolah Untuk anak Eropa, maka pada tahun 1900

menjadi 2000 orang ( Furnivall,1944).

Pendidikan tingkat dasar hingga tahun 1892 yang dibiayai oleh pemerintah ada tiga jenis

sekolah yakni ELS, Sekolah Kelas Dua ( untuk anak dari kalangan rakyat biasa dengan

pengantar bahasa Melayu dan pelajaran CALISTUNG) dan Sekolah kelas Satu ( untuk anak –

anak pegawai Hindia Belanda dengan bahasa pengantar bahasa Belanda dan Melayu,

pelajaran selain CALISTUNG juga ilmu bumi, sejarah dan ilmu hayat). Dan seiring dengan

semakin meningkatnya gerakan Humanisme di negeri Belanda maka kesadaran akan perlunya

mendidik orang – orang pribumi sebagai balas budi muncul di kalangan intelektual Belanda.

Demikian pula di kalangan para Bupati muncul kesadaran yang ditindaklanjuti oleh pendirian

Sekolah Desa (Volgschool) swadana. Derasnya tuntutan perubahan dan juga kebutuhan akan

tenaga kerja yang lebih baik untuk mengisi keperluan tenaga kerja di kantor- kantor

pemerintahan ( karena ada perluasan sistem administrasi Barat) maka didirikan sekolah atau

meningkatkan status sekolah untuk keperluan tersebut. Misalnya Sekolah Kelas Satu diubah
12

statusnya menjadi HIS ( sekolah dasar pribumi dengan bahasa pengantar bahasa Belanda dan

kurikulumnya sama sama dengan SD di negeri Belanda), sementara Sekolah Kelas Dua

dihapuskan karena dianggap beban dalam pembiayaannya), Sekolah Desa di naikan statusnya

menjadi sekolah dasar yang mendapat subsidi pemerintah, dan di kemudian hari lulusannya

bisa melanjutkan ke sekolah menengah dengan terlebih dahulu menempuh Sekolah

Sambungan selama 2 tahun; sedangkan untuk anak – anak keturunan Tionghoa disediakan

HCS yang bersifat swadana tapi dengan pengawasan pemerintah.

Sekolah tingkat menengah baru didirikan sekitar tahun 1912-an kemudian mengikuti

sekolah menengah tingkat atas. MULO setingkat SMP dan AMS, HBS setingkat SMA. Bagi

anak – anak pribumi sekalipun lulusan HIS pada awalnya sangat sulit untuk masuk ke MULO

maupun AMS apalagi HBS. Selain itu sekolah kejuruan tingkat menengah pun mulai

dikembangkan secara serius, baik sekolah teknik, pertanian maupun perdagangan. Sedangkan

sekolah tinggi lebih kemudian lagi didirikannya, seperti Technische Hooge School ( sekarang

ITB), Geneeskundige Hooge School ( Sekolah Dokter Tinggi ) , Rechts Hoge School

( Sekolah Hukum Tinggi) dll.

Jika dihitung secara umum sistem pendidikan Indonesia pada masa penjajahan Belanda

perlu 110 tahun untuk menjadi suatu sistem pendidikan yang lengkap dan utuh. Dengan kata

lain jika sekolah dasar sudah dibangun tahun 1808 (ELS) maka sekolah tingginya baru ada

tahun 1917 ( THS), meminjam istilah Nasution (1985) perkembangannya sangat lambat

( gradualis). Dan oleh karena itu gradualis merupakan salah satu sifat pendidikan zaman

kolonial Belanda. Sedangkan sifat lainnya menurut Nasution dalam buku yang sama adalah
13

dualistis, konkordanis dan pengawasan yang sangat ketat. Dualistis di maknai bahwasanya

ada dua jenis pendidikan yakni yang berbahasa Belanda dan tidak, dan juga diartikan

pendidikan yang rasialis untuk kaum bumiputra dibedakan dengan untuk orang Belanda dan

Cina. Sementara sifat konkordansi dianggap menyulitkan bagi anak – anak bumiputra untuk

lulus dengan nilai tinggi karena materi ujiannya disamakan dengan sekolah – sekolah di

Belanda dimana fasilitas belajar sangat memadai dibanding dengan di Hindia Belanda.

Sedangkan pengawasan yang ketat dikaitkan dengan aspek supervisi sekolah dan

kepegawaiannya.

Selain sekolah – sekolah yang didirikan oleh pemerintah, berkembang pula sekolah –

sekolah yang didirikan oleh kaum pribumi yang sifatnya ingin mengisi kelemahan –

kelemahan pendidikan bagi kaum pribumi, yang didirikan oleh pemerintah. Bagi mereka

pendidikan bukan membuat pemuda Indonesia menjadi orang Belanda berkulit coklat, tetapi

pendidikan harus dimaknai sebagai upaya agar anak – anak pribumi menjadi anak – anak

Indonesia yang berbudaya Indonesia, beragama dan terampil. Untuk itulah dengan semangat

pendidikan yang progresif , Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) mendirikan Sekolah

Taman Siswa, Mohd Syafei mendirikan sekolah Kayutanam (INS), Kyai H. Ahmad Dahlan

mendirikan sekolah Muhammadiyah dan lain sebagainya. Sekolah – sekolah swasta tersebut

ternyata diminati oleh kalangan pribumi. Manakala sekolah – sekolah tersebut semakin besar

maka mulai diawasi dengan ketat karena ditakutkan akan menjadi suatu kelompok yang anti

pemerintah dan dianggap membahayakan posisi pemerintah kolonial. Untuk itulah

dikeluarkan Undang – Undang Sekolah Liar ( sekolah – sekolah swasta tersebut dianggap

sebagai sekolah liar), dan banyak korban dari penerapan kebijakan tersebut. Sikap pemerintah

tersebut sesungguhnya akibat dari sistem pengawasan yang ketat dari aspek administrasi .
14

Berdasarkan pemaparan tentang perkembangan pendidikan pada masa kolonial Belanda,

maka ada empat sifat yang menonjol yakni (1) dualistis, sekolah dibedakan antara untuk anak

pribumi dengan anak Belanda dan Tionghoa, juga dibedakan berdasarkan bahasa

pengantarnya, ada yang berbahasa Belanda dan yang berbahasa Melayu dan daerah. Sangat

diskriminatif; (2) gradualis, sistem sekolah dikembangkan sangat lambat dari level ke level

lainnya, sehingga perlu seratus tahun lebih Indonesia memiliki sistem pendidikan yang

lengkap; (3) konkordansi, kurikulum dan sistem ujian disamakan dengan sekolah di negeri

Belanda; dan (4) pengawasan yang sangat ketat. Dan semua sifat- sifat tersebut lebih banyak

merugikan bagi pendidikan kaum pribumi daripada menguntungkan. Sekalipun demikian kita

juga tidak dapat menafikan bahwa pendidikan Barat telah memberi peluang kepada orang –

orang pribumi untuk mengisi jabatan yang dahulunya khusus dicadangkan bagi ”kasta”

Eropa.

Sifat – sifat tersebut baru dihilangkan pada zaman pendudukan Jepang. Sistem pendidikan

berlaku untuk semua orang tidak ada pembedaan. Kemudian institusi persekolahan di

sederhana kan demikian pula bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di samping

bahasa Jepang. Kebijakan – kebijakan yang populis tersebut tidak semata – mata di dasari

ketulusan demi kemajuan bangsa Indonesia , melainkan untuk kepentingan Jepang dalam

memenangkan hati bangsa Indonesia agar berani dan setia kepada Jepang dalam

memenangkan peperangan pada Perang Pasifik. Propaganda tersebut diselubungkan dengan

sifat kebijakan yang seolah – olah membebaskan bangsa Indonesia. Namun demikian

kebijakan tersebut juga harus diakui, bahwa pola perlakuan yang sama memberi semangat
15

dan tumbuhnya kebersamaan di kalangan pemuda – pemuda Indonesia yang akhirnya

mengantarkan bangsa ini pintu kemerdekaan.

Perkembangan pendidikan dalam rangka membangun bangsa semenjak kemerdekaan

memberikan gambaran yang penuh kesulitan tetapi memberikan secercah harapan. Kesulitan

yang pertama adalah banyaknya gedung – gedung dan perlengkapan sekolah yang rusak dan

bahkan dibumihanguskan sebagai akibat dari perang, dan dilanjutkan dengan adanya upaya –

upaya Belanda untuk masuk kembali ke Indonesia. Guru – guru dan murid –murid banyak

yang telah ikut bergerilya menentang Belanda. Dalam pada itu usaha penting dari pemerintah

Indonesia dalam bidang pendidikan adalah mengangkat tokoh – tokoh pendidikan yang telah

berjasa. Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pengajaran yang pertama, Demikian

juga Moch Syafei dan Mr Suwandi pernah menduduki jabatan penting di kementerian

pendidikan.

Setelah 5 tahun masa revolusi, dalam rangka membangun landasan hukum bagi

pengembangan bidang pendidikan, sebuah panitia yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara

pada tahun 1950 berhasil merancang dan kemudian ditetapkan sebagai Undang - Undang

Pokok Pendidikan, dan pada tahun 1954 diberlakukan di seluruh NKRI. Perkembangan

pembangunan pendidikan setelah tahun 1955 tidak bisa dilepaskan dengan kondisi politik

bangsa. Bidang pendidikan kurang diprioritaskan mengingat masyarakat dan pemerintah

lebih disibukkan dengan masalah – masalah perpolitikan mulai dari konflik pemerintah dan

DPR hingga pemberontakan di daerah – daerah ( PERMESTA, DI/TII , Kahar Muzakar dll) .

Usaha pembangunan pendidikan hanya sampai pada tataran konsep dan belum direalisasikan

secara layak. Misalnya Prof Dr.Priyono menyusun rencana pengajaran yang dikenal dengan
16

Sapta Usaha Tama, kemudian dirubah menjadi Panca Wardana, dan akhirnya menjadi

program Panca Cinta. Program – program tersebut ternyata tidak memperbaiki bidang

pendidikan, justru melahirkan konflik internal di kalangan tokoh- tokoh pendidikan yang

pada waktu itu memang sudah ada perpecahan cara pandang. Program – program tersebut

dilihat dan dicurigai sebagai upaya sadar untuk menghilangkan pendidikan agama. Tentu saja

keadaan itu menjadi kontra produktif bagi pembangunan pendidikan. Memang ada upaya –

upaya untuk meningkatkan pendidikan , terutama pada sarana dan prasarana pendidikan,

tetapi kebijakan politik tetap menjadi panglima di dalam penentuan kebijakan pendidikan.

Orientasi pembangunan pendidikan mengalami perubahan ketika Soeharto sebagai Presiden

RI menetapkan pola pembangunan dengan sistem Pelita . Sebelum sistem tersebut digunakan,

pembangunan pendidikan Indonesia merujuk kepada Tap MPRS tahun 1966 yang antara lain

menyebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah ”membentuk manusia Pancasilais Sejati ”

dengan isi pendidikannya adalah (1) mempertinggi mental moral budi pekerti dan

memperkuat keyakinan beragama;(2) mempertinggi kecerdasan dan keterampilan; serta (3)

membina /memperkembangkan fisik yang kuat dan sehat. Dari rumusan tersebut tampak jelas

ada perubahan yang sifatnya mencoba memperbaiki dan menambah yang dianggap kurang

dalam tujuan program pendidikan pada era sebelumnya, dimana pendidikan Agama dimuat

secara eksplisit pada Tap MPRS 1966. Pada periode selanjutnya pembangunan pendidikan

nasional diarahkan untuk mencapai tujuan ”pembentukan” manusia Indonesia yang ideal

dengan kriteria antara lain (a) sehat jasmani dan rohani;(b) memiliki pengetahuan dan

ketrampilan; (c) mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab; (d) menyuburkan sikap

demokrasi, (e) mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur;

(f) memperkuat kepribadian yang cinta bangsa dan manusia serta mempertebal semangat
17

kebangsaan agar dapat membangun dirinya sendiri serta bersama bertanggung jawab atas

pembangunan bangsa berdasarkan atas Pancasila.

Mengingat stabilitas keamanan nasional relatif lebih baik setelah tahun 1966, maka

pembangunan sektor pendidikan bisa berjalan lebih baik lagi dibanding periode sebelumnya ,

dengan berdasarkan kepada nilai – nilai karakter dari tujuan pendidikan nasional tersebut.

Sistem pendidikan mulai dari Tingkat kanak- kanak sampai perguruan tinggi dapat dijalankan

dengan lancar dimana prioritas – prioritas pengembangannya disesuaikan dengan tuntutan

zaman. Pergantian kurikulum dilakukan untuk menyesuaikan dengan tuntutan perubahan

zaman ( sekalipun kebijakan tersebut seringkali di reaksi negatif terutama oleh masyarakat,

karena ganti kurikulum identik dengan meningkatnya social cost para para orang tua ).

Pendidikan keterampilan juga mendapat perhatian, dimana sekolah - sekolah kejuruan baik

tingkat SLTP maupun SLTA dibangun di banyak tempat, meskipun sejak kurikulum 1984

keberadaan sekolah kejuruan tingkat SLTP dihilangkan. Dan ketika negara memperoleh

pendapatan yang melimpah dikembangkan proyek SD Inpres untuk mempercepat

pembangunan pendidikan dasar; selain itu dilaksanakan juga proyek pengiriman siswa, guru,

mahasiswa dan dosen untuk mengikuti program pertukaran maupun beasiswa luar negeri.

Wajib belajar ditetapkan untuk anak usia SD.

Berbagai keberhasilan pembangunan sektor pendidikan menjadi catatan khusus terhadap

pemerintahan Orde Baru, disamping tentu saja kelemahan dan bahkan kegagalan nya pun

menjadi bagiannya.
18

2.1.2. Pengertian Pendidikan

Pengertian pendidikan menurut para ahli :

● Ki Hajar Dewantara :

Proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak peserta didik, agar

mereka sebagai manusia mencapai keselamatan dan kebahagiaan .

● Martinus Jan Langeveld :

Pendidikan adalah upaya menolong anak untuk dapat melakukan tugas hidupnya secara

mandiri supaya dapat bertanggung jawab secara susila. Pendidikan merupakan usaha manusia

dewasa dalam membimbing manusia yang belum dewasa menuju kedewasaan.

● Undang-Undang Republik Indonesia :

Menurut UU No. 20 Tahun 2003, pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan negara.


19

2.1.3. Tujuan Pendidikan

Secara umum, tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan dan mengembangkan potensi

di dalam diri para peserta didik.

Tujuan pendidikan juga disebutkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia :

● UU No. 2 Tahun 1985

Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya, yaitu

bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki pengetahuan, sehat jasmani dan rohani,

memiliki budi pekerti luhur, mandiri, kepribadian yang mantap, dan bertanggung jawab

terhadap bangsa.

● UU. No. 20 Tahun 2003

Mengembang kan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

● MPRS No. 2 Tahun 1960

Menurut MPRS No. 2 Tahun 1960, tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang

berjiwa Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh

pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945.

2.1.4. Fungsi Pendidikan


20

Secara umum, fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan, membentuk


watak, kepribadian, agar peserta didik menjadi pribadi yang bermartabat.

Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan dan kaitannya dengan fungsi pendidikan
adalah sebagai berikut:

● Mempersiapkan setiap anggota masyarakat agar dapat mencari nafkah sendiri.


● Membangun mengembangkan minat dan bakat seseorang demi kepuasan pribadi
dan kepentingan masyarakat umum.
● Membantu melestarikan kebudayaan yang ada di masyarakat.
● Menanamkan keterampilan yang dibutuhkan dalam keikutsertaan dalam
demokrasi.

Sedangkan menurut David Popenoe, fungsi pendidikan adalah:

● Untuk mentransfer atau pemindahan kebudayaan dari satu generasi ke generasi


berikutnya.
● Memilih dan mendidik manusia tentang peranan sosial.
● Memastikan terjadinya integrasi sosial di masyarakat.
● Lembaga pendidikan mengajarkan corak kepribadian.
● Menjadi sumber-sumber inovasi sosial di masyarakat.

2.1.5. Jenis-jenis Pendidikan

Mengacu pada pengertian pendidikan di atas, terdapat tiga jenis pendidikan yang ada di
Indonesia, yaitu Pendidikan Formal, Pendidikan Non Formal, dan Pendidikan Informal.
21

1. Pendidikan Formal

Pendidikan formal adalah jenis pendidikan yang terstruktur dan memiliki jenjang, mulai dari
pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar (SD), pendidikan menengah (SMP),
pendidikan atas (SMA), dan pendidikan tinggi (Universitas).

Berikut ini adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan formal:

● Taman Kanak-kanak (TK)


● Raudhatul Athfal (RA)
● Sekolah Dasar (SD)
● Madrasah Ibtidaiyah (MI)
● Sekolah Menengah Pertama (SMP)
● Madrasah Tsanawiyah (MTs)
● Sekolah Menengah Atas (SMA)
● Madrasah Aliyah (MA)
● Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
● Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)
● Perguruan Tinggi
● Akademi
● Politeknik
● Sekolah Tinggi
● Institut
● Universitas

2. Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang bisa
dilaksanakan secara berjenjang dan terstruktur. Jenis pendidikan ini bisa disetarakan dengan
hasil program pendidikan formal melalui proses penilaian dari pihak yang berwenang.

Berikut ini adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan non formal:


22

● Kelompok bermain (KB)


● Taman penitipan anak (TPA)
● Lembaga kursus
● Sanggar
● Lembaga pelatihan
● Kelompok belajar
● Pusat kegiatan belajar masyarakat
● Majelis taklim

3. Pendidikan Informal

Pendidikan informal adalah jenis pendidikan yang berasal dari keluarga dan
lingkungan dimana peserta didiknya dapat belajar secara mandiri.

Beberapa yang termasuk di dalam pendidikan informal adalah;

● Agama
● Budi pekerti
● Etika
● Sopan santun
● Moral
● Sosialisasi

2.1.6. Perkembangan Pendidikan di Indonesia

Bangkitnya dunia pendidikan yang dirintis oleh Pahlawan kita Ki Hajar Dewantara untuk
menentang penjajah pada masa lalu, sungguh sangat berarti apabila kita cermati dengan
saksama. Untuk itu tidak terlalu berlebihan apabila bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
23

besar memperingati hari Pendidikan Nasional yang jatuh setiap tanggal 2 Mei ini, sebagai
bentuk refleksi penghargaan sekaligus bentuk penghormatan yang tiada terhingga kepada
para Perintis Kemerdekaan dan Pahlawan Nasional.

Krisis moneter yang berlanjut dalam krisis ekonomi yang terjadi hingga puncaknya ditandai
dengan jatuhnya rezim Soeharto dari kekuasaannya pada Mei 1998 yang lalu, telah
mendorong reformasi bukan hanya dalam bidang politik dan ekonomi saja, melainkan juga
terimbas dalam dunia pendidikan juga. Reformasi dalam bidang pendidikan, pada dasarnya
merupakan reposisi dan bahkan rekonstruksi pendidikan secara keseluruhan atau secara
komprehensif integral. Reformasi, reposisi dan rekonstruksi pendidikan jelas harus
melibatkan penilaian kembali secara kritis pencapaian dan masalah-masalah yang dihadapi
dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.

Apabila kita amati secara garis besar, pencapaian pendidikan nasional kita masih jauh dan
harapan, apalagi untuk mampu bersaing secara kompetitif dengan perkembangan pendidikan
pada tingkat global. Baik secara kuantitatif maupun kualitatif, pendidikan nasional masih
memiliki banyak kelemahan mendasar. Bahkan pendidikan nasional, menurut banyak
kalangan, bukan hanya belum berhasil meningkatkan kecerdasan dan keterampilan anak
didik, melainkan gagal dalam membentuk karakter dan watak kepribadian (nation and
character building), bahkan terjadi adanya degradasi moral.

2.1.7. Pengaruh Terhambatnya Pendidikan

Setelah rezim Orde Baru jatuh pada tahun 1998, semakin banyak kita lihat pemerintah
Indonesia mencoba untuk melakukan perubahan sistem hampir di semua bidang seperti pada
contohnya ekonomi, pendidikan, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan masih banyak
lagi yang mungkin tidak bisa disebutkan satu persatu.
24

Disini kita akan lebih memfokuskan pada perkembangan sistem pendidikan di Indonesia.
Negara kita Indonesia apabila kita analisa lebih rinci sebenarnya mempunyai banyak sekali
tantangan terhadap perkembangan pendidikan, salah satunya yang sangat penting adalah
minat siswa yang kurang dan berbagai kebijakan-kebijakan baru dan selalu berubah seakan-
akan menjadikan siswa sebagai kelinci percobaan, dan juga korupsi yang bukanlah hanya
dapat mencuri anggaran negara untuk masa kini, tetapi juga untuk generasi di masa yang
akan datang yang dapat mengurangi anggaran negara untuk memfasilitasi perkembangan
pendidikan yang sedang berjalan.

Di tanah air kita Indonesia ini, yang terdiri dari 17,000 pulau lebih, memang harus kita akui
bahwa jalur komunikasi yang efektif dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan
pendidikan masih sangatlah sulit. Pengembangannya pun tidak bisa kita pungkiri bahwa
masih belum dapat dikatakan adil dan merata, contohnya adalah kota-kota besar biasanya
mendapatkan dana yang jauh lebih banyak dan perhatian yang lebih dari pemerintah
ketimbang daerah-daerah pedalaman yang seharusnya mendapatkan “special attentions” dari
pemerintah tetapi masih belum juga dapat terlaksana.

Kualitas pendidikan di Indonesia pun akan dapat ditingkatkan dengan cepat dan secara
signifikan bilamana sumber daya manusia (guru yang berkualitas dan memiliki
profesionalisme yang tinggi) dan sumber daya lainnya yang sudah terdapat di Indonesia dapat
dimanfaatkan merata. Akan tetapi, semua ini hanya bisa efektif jika suara masyarakat
pendidikan secara luas didengarkan dan kemandirian ataupun kepercayaan masyarakat secara
luas dapat dicapai.
25

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitiaan

Berdasarkan hasil dari grafik diatas. Terdapat 43 responden yang telah menjawab

pertanyaan atau kuesioner dari online form yang kami buat. Disertai dengan nama lengkap
26

Berdasarkan dari hasil grafik tersebut. Terdapat 43 responden tersebut, terdapat

responden yang berasal dari kelas 7, kelas 8, dan kelas 9. Yang anggotanya dari murid SMP

IT Insan Harapan. Kelas 7 terdapat 3 responden (7%), Kelas 8 terdapat 7 responden (16,3%),

dan Kelas 9 terdapat 33 responden (76,7%). Rata-rata anggota terbanyak dari hasil

tanggapan tersebut adalah Kelas 9 ( berjumlah 33 responden / 76,7%)


27

3.2 Pembahasan

A. Pertanyaan No. 1

A. Pembahasan

Pada diagram diatas, para responden menjawab sesuai pilihan, yaitu ( Ya atau Tidak). Para

responden yang menjawab TIDAK mengenai pendidikan di indonesia, sebanyak 34

responden (79,1%) dan responden yang menjawab YA, sebanyak 9 responden (20,9%).
28

B. Pertanyaan No. 2

B. Pembahasan

Pada diagram diatas, para responden menjawab apa yang dimaksud dengan pendidikan.

Responden yang menjawab belajar sebanyak 3 responden (7%). Responden yang menjawab

belajar dan pembelajaran masing-masing 2 responden (4,7%). Dan sisanya 1 responden

( 2%).
29

C. Pertanyaan No. 3

C. Pembahasan

Pada diagram di atas, jawaban para responden mengenai mengapa kita harus memiliki

pendidikan yang tinggi. Sebanyak 2 responden (4,7%) yang menjawab biar sukses. Dan

yang lain nya menjawab untuk mewujudkan cita-cita, agar memajukan bangsa, agar dapat

hidup dengan baik, dan lainnya sebanyak 1 responden (2%).


30

D. Pertanyaan No. 4

D. Pembahasan

Berdasarkan diagram diatas, jawaban para responden mengenai besarnya pengaruh

pendidikan terhadap masa depan. Sebanyak 1 responden (2,3%) yang menjawab 1 / tidak

penting. Sebanyak 3 responden (7%) yang menjawab 3 / penting. Sebanyak 14 responden

(32,6%) yang menjawab 4 / sangat penting. Dan sebanyak 25 (58,1) responden yang

menjawab 5 / sangat penting.


31

E. Pertanyaan No. 5

E. Pembahasan

Pada diagram diatas, saya membuat pertanyaan dengan menggunakan jawaban pilihan ganda

dengan pilihan lebih dari satu. Sebanyak 14 responden (32,6%) menjawab, biasanya belajar

setiap hari. Sebanyak 6 responden (14%) menjawab, belajar pada waktu jam 6. Sebanyak 13

responden (30,2%) menjawab, belajar pada waktu jam 7. Sebanyak 14 responden (32,6%)
32

menjawab, belajar pada waktu jam 8. Dan responden terbanyak dengan jumlah 27 (62,8%)

menjawab, belajar jika ada ulangan atau ujian.

F. Pertanyaan No. 6

F. Pembahasan

Pada diagram diatas, saya membuat pertanyaan dengan menggunakan jawaban pilihan ganda

dengan pilihan lebih dari satu. Jawaban para responden terhadap pembelajaran selain di

kelas, bisa belajar diluar kelas. Sebanyak 5 responden (11,6%) menjawab, belajar selain di

kelas bisa belajar di perpustakaan. Sebanyak 21 responden (48,8%) menjawab, belajar selain

di kelas bisa belajar di tempat les. Sebanyak 8 responden (18,6%) menjawab, belajar selain

di kelas bisa belajar di kafe atau sejenisnya. Sebanyak 9 responden (20,9%) menjawab,
33

belajar selain di kelas bisa belajar bareng bersama rumah teman. Sebanyak 37 responden

(86%) menjawab, belajar selain di kelas bisa belajar di kamar sendiri. Dan sisanya

menjawab, belajar selain di kelas bisa dimana saja, depan tv, di kamar teman, dan lainnya.

BAB IV

SARAN & KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Jadi, kesimpulan dari karya tulis kami berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di bab 4

mengenai “ Pentingnya Pendidikan Bagi Pelajar Masa Kini “ yaitu :

1. Pendidikan sangat mempengaruhi dan sangat penting bagi pelajar masa kini

2. Sebagai pelajar kita harus memiliki pendidikan yang tinggi

3. Pendidikan di Indonesia masih rendah dan sumber daya manusia belum berkualitas

4. Pendidikan sangat berpengaruh untuk masa depan dan untuk mencapai cita-cita

5. Pendidikan yang tinggi dapat mengangkat derajat seseorang dan meningkatkan

bangsa dan negara ini dengan pendidikan yang berkualitas

4.2 Saran

Perkembangan di era global ini banyak dan tumbuh pesat pelajar-pelajar yang berkualitas.

Dan sebenarnya Indonesia juga bisa menciptakan pelajar yang berkualitas tersebut. Tetapi,

masalah utama nya adalah pendidikan di negeri ini kurang diperhatikan sehingga kualitas

pendidikan nya pun masih rendah. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah

dengan meningkatkan kualitas pendidikan terlebih dahulu, dibandingkan dengan bidang


34

yang lain. Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia terlahir

akan semakin baik mutunya dan bisa bersaing di dunia internasional.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.maxmanroe.com › Beranda › Umum

file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR...SEJARAH/.../HAND_BOOK_SEJ_PEN
D.pdf

https://yuliloveblog.wordpress.com/2017/06/13/artikel-perkembangan-pend

www.davishare.com/p/bab-iii-penutup-a_8.html

Anda mungkin juga menyukai