Anda di halaman 1dari 4

INFO-IPTEK-DIKTI 9 JAN 2019

Pertama di Indonesia, BPPT Luncurkan Lab Uji Modul Photovoltaic

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, melalui Balai Besar Teknologi


Konversi Energi (B2TKE) – BPPT secara resmi membuka pelayanan teknis
pengujian kualitas modul Photovoltaic (PV) atau panel tenaga surya, dengan
merujuk pada standar SNI IEC 61215:2016.

Dikatakan oleh Kepala B2TKE-BPPT, MM Sarinanto, Laboratorium Uji Kualitas


Modul PV ini, adalah yang pertama di Indonesia. Peresmian inipun imbuhnya,
menjadi penanda beroperasinya fasilitas yang diperuntukkan bagi seluruh
pemangku kepentingan terkait.

“Untuk menjamin kualitas PLTS yang terpasang di Indonesia, perlu dilakukan


pengujian terhadap komponen sistem PLTS, utamanya adalah modul surya atau
PV. Pengujian modul PV ini sudah merupakan kewajiban standar di pasar
internasional,” paparnya saat Acara Peresmian Lab Uji Kualitas Modul Surya PV, di
Gedung B2TKE-BPPT, Kawasan PUSPIPTEK, Tangsel, Rabu, (09/01/2019).

Lebih lanjut diungkapnya bahwa potensi pemanfaatan photo voltaic atau tenaga
surya sebagai sumber energi terbarukan, cukup signifikan. Sebagaimana yang
ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional,menargetkan adanya peningkatan
bauran Energi Terbarukan dari 5% pada 2015 menjadi 23% pada 2025. Dari target
Energi Terbarukan 23% bauran energi nasional ini, proyeksi Pembangkit Listrik
Tenaga Surya adalah sebesar 5000 MWp di 2019 dan 6400 MWp pada tahun
2025.

Untuk mendukung kebijakan tersebut jualah, keberadaan fasilitas Laboratorium Uji


Kualitas Modul PV BPPT ini, jelas diperlukan. Selama ini pun diakuinya, belum
adanya laboratorium pengujian PV ini di Indonesia, menjadi tantangan bagi
produsen modul PV nasional. Dari sejumlah produsen modul surya di Indonesia
baru dua pabrikan yang produknya sudah mendapat sertifikat IEC 61215.

image: https://ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2019/01/20180109-PLTS1.jpg
“Dengan adanya laboratorium pengujian modul PV BPPT ini, akan memberikan
nilai tambah bukan hanya untuk BPPT tetapi juga akan berdampak secara nasional
bagi seluruh pemangku kepentingan yang bergerak di bidang PLTS, terutama
industri, khususnya produsen modul PV,” ujarnya.

Kepala B2TKE BPPT kemudian menyebut pemanfaatan teknologi energi surya di


Indonesia saat ini kian marak. Hingga tahun 2018, pemanfaatan energi surya
melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tercatat sebesar 94,42 MWp.
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero),
menargetkan penggunaan energi surya di Indonesia adalah hingga 1047
MegaWattpeak (MWp) sampai dengan tahun 2025.

“Untuk itulah, Laboratorium pengujian modul PV dapat dijadikan rujukan oleh


Pemerintah dalam menetapkan kebijakan pemberlakukan SNI wajib untuk SNI
61215. Laboratorium ini juga dapat dijadikan laboratorium acuan nasional bagi
industri modul surya, sehingga akan berdampak positif terhadap peningkatan
kualitas modul surya dalam negeri, serta mengefisienkan biaya produksi,”
harapnya.

SNI 61215:2016

Perlu diketahui bahwa SNI IEC 61215:2016 merupakan hasil adopsi identik dari
standar internasional IEC 61215:2016 berjudul Modul fotovoltaik terestrial (PV) –
Kualifikasi desain dan pengesahan jenis yang terdiri dari dua bagian.

Bagian pertama berjudul Persyaratan Pengujian dan bagian kedua berjudul


Prosedur pengujian. Standar Internasional ini menetapkan persyaratan untuk
kualifikasi desain dan pengesahan jenis modul PV terestrial yang cocok untuk
operasi jangka panjang pada cuaca luar yang terbuka. Bagian standar ini
dimaksudkan untuk diterapkan pada semua bahan modul pelat datar terestrial
seperti jenis modul silikon kristal serta modul film tipis (thin film).

Tujuan dari urutan pengujian ini adalah untuk menentukan karakteristik termal dan
listrik dari modul surya serta untuk menunjukkan, bahwa modul tersebut mampu
menahan terhadap paparan matahari yang cukup lama pada cuaca luar yang
terbuka. Umur modul surya yang sangat berkualitas akan tergantung pada desain,
lingkungan dan kondisi di mana modul surya dioperasikan. Pengujian terdiri dari 19
tahapan uji kualitas modul (module quality test, MQT), dimulai dengan visual
inspection Module Qualification Test (MQT 1) sampai dengan pengujian stabilisasi
akhir MQT 19.

Untuk melakukan ke-19 tahapan MQT di atas, maka fasilitas laboratorium


pengujian modul PV merujuk pada standar SNI IEC 61215 ini dilengkapi dengan 13
(tiga belas) unit peralatan utama. meliputi:

1. Visual inspection and Electro luminance – berfungsi untuk mendeteksi cacat visual
pada modul/sampel uji yang dapat menimbulkan risiko hilangnya keandalan,
termasuk output daya (MQT01).
2. Sun simulator PASAN class A+A+A+ – untuk menentukan daya maksimum modul
setelah stabilisasi serta sebelum dan sesudah berbagai uji stres lingkungan. Untuk
menentukan kehilangan daya akibat uji stres, uji reproduktivitas merupakan faktor
yang sangat penting. Peralatan ini juga digunakan untuk menentukan performance
at STC (MQT 06.1) dan NMOT, performance pada radiasi rendah (MQT07), dann
memnentukan koefisien temperature (MQT04).
3. Electrical Safety testing – untuk menentukan insulasi listrik antara komponen yang
dialiri arus & bingkai modul / lingkungan di luar modul surya. Pengujian dilakukan
untuk seluruh sampel modul di awal dan akhir seri pengujian IEC 61215 (MQT 03,
15).
4. Outdoor testing – untuk temperatur operasi modul yang dapat membantu
perancangan sistem PLTS untuk sebagai acuan terhadap suhu dimana modul
surya bekerja di kondisi luar ruangan dan beberapa parameter penting ketika
dibandingkan terhadap performa dari beberapa desain modul surya. Akan tetapi,
suhu yang beroperasi pada aktualnya berpengaruh pada waktu tertentu oleh
karena struktur penyangga modul surya, jarak modul surya terhadap tanah, radiasi,
kecepatan angin dan suhu sekitar (MQT 05, 08).
5. Hotspot and stabilization test – untuk mengetahui kemampuan modul surya
terhadap efek panas karena hot spot dengan menentukan resistensi panas pada
komponen-komponen modul PV. Pemanasan hot-spot terjadi pada modul surya
saat arus operasi melebihi pengurangan arus hubung singkat (Isc) dari sebuah atau
sekelompok sel surya yang terkena bayangan atau grup sel yang gelap atau rusak.
(MQT 09, 19).
6. UV Precondition test – untuk prekondisi modul dengan radiasi ultra-violet (UV)
sebelum pengujian siklus termal untuk mengidentifikasi material dan rekatan yang
rentan terhadap degradasi akibat UV (MQT 10).
7. Climatic chambers for thermal cycling test – Untuk mengetahui kemampuan modul
untuk menahan ketidaksesuaian termal, kelelahan dan tekanan lainnya yang
disebabkan oleh perubahan temperatur berulang (MQT-11).
8. Climatic chambers for humidity freeze test – untuk menahan efek temperatur tinggi
dan kelembaban yang diikuti dengan temperatur dibawah nol derajat (MQT-12).
9. Climatic chambers for damp heat test – untuk bertahan dari dampak penetrasi
jangka panjang kelembaban (MQT 13).
10. Robustness and termination test – untuk menentukan bahwa terminasi, pelekatan
terminasi, dan pelekatan kabel ke badan modul akan dapat menahan tekanan
mekanis yang mungkin diterapkan selama operasi perakitan, pemasangan ataupun
penanganan modul secara normal modul (MQT 14).
11. Mechanical load test – untuk mengetahui / memverifikasi kemampuan modul untuk
menahan beban statis minimum yang ditentukan oleh manufaktur (MQT 16).
12. Hail test – untuk memverifikasi bahwa modul mampu menahan dampak hujan es.
(MQT 17).
13. Bypass Diode Test – untuk menilai kelayakan dari desain termal dan keandalan
jangka panjang dari bypass diode. Bypass diode sendiri digunakan untuk
membatasi efek buruk dari kerentanan modul hot-spot (MQT 18). (HUMAS/HMP)

h5b4sX4A56D.99

Anda mungkin juga menyukai