DISUSUN OLEH:
1411308250077
SAMARINDA
TAHUN 2015
Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Post Tracheostomy atas
Indikasi Cedera Kepala Sedang Contusio Cerebri dengan Pemberian Oral
Hygine
dengan Penilaian Brushed di Intensive Care Unit RSUD Abdul Wahab
Sjahranie
Samarinda Tahun 2015
ABSTRAK
Cedera kepala atau trauma kepala adalah cedera yang terjadi pada tulang tengkorak,
otak atau keduanya disertai atau tanpa disertai adanya kerusakan struktur otak.
Kontusio cerebri merupakan cedera kepala barat, dimana otak mengalami memar,
dengan kemungkinan adanya hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan
diri.Karya Ilmiah Akhir Ners ini bertujuan untuk menganalisis intervensi
selamapemberian oral higiene menggunakan cairan clorhexidine 2% dinilai dengan
pengkajian BRUSHED. Hasil analisa menunjukkan bahwa pemberian oral hygiene
menggunakan larutan clorhexidine 2% dapat mencegah kerusakan membran
mukosa oral pada pasien yang dirawat di ruang Intensive Care Unit.
ABSTRACT
Head injury or head trauma is an injury that occurs in the skull, brain or both with
or without any damage to the structure of the brain. A cerebral contusion injury to
head west, where the brain is bruised, with the possibility of hemorrhage. Patients
are in a period of unconsciousness. Final nurses Scientific aims to analyze the
intervention during the administration of oral hygiene using liquid clorhexidine
2% assessed by the assessment BRUSHED. The analysis shows that
administration of oral hygiene using a solution of 2% clorhexidine can prevent
oral mucous membrane damage in patients hospitalized in the Intensive Care Unit.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor eksternal (diluar diri
manusia). Faktor internal ini terdiri dari berbagai faktor fisik dan psikis.
Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor, antara lain sosial, budaya
sebagainya. Kesehatan adalah suatu hal yang kontinum, yang berada dari
titik ujung sehat walafiat sampai dengan titik pangkal sakit serius. Tiga
keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
ekonomi(Notoatmodjo, 2012).
kompleks bila dibandingkan dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal
ini disebabkan karena struktur anatomik dan fisiologik dari isi ruang
tengkorak yang majemuk, dengan konsistensi cair, lunak dan padat yaitu
cairan otak, selaput otak, jaringan saraf, pembuluh darah dan tulang
(Retnaningsih, 2008).
ruang ICU mengalami penurunan kesadaran dan setiap pasien kritis erat
tindakan yang mutlak dilakukan oleh perawat (Wolf, 1992). Klien ini
lebih rentan terkena kekeringan sekresi air liur pada mukosa yang tebal
karena mereka tidak mampu untuk makan atau minum, sering bernafas
melalui mulut, dan sering kali memperoleh terapi oksigen. Klien yang
tidak sadar juga tidak dapat menelan sekresi air liur yang mengumpul
dalam mulut. Sekresi ini sering terdiri dari bakteri gram-negatif yang
Pneumonia bakteri karena infeksi nosokomial yang terjadi setelah dua hari
mulut dan bibir. Sedangkan menurut Clark (2005), oral hygiene bertujuan
pasien dengan post tracheostomy atas indikasi cidera kepala sedang dan
B. RUMUSAN MASALAH
tahun 2015 ?
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2015.
2. Tujuan Khusus
D. MANFAAT
1. Aspek Aplikatif
a. Bagi Pasien
berlangsung.
2. Aspek Keilmuan
a. Bagi Penulis
tracheostomy.
c. Bagi Pendidikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Otak
nafsu, perencanaan dan ingatan merupakan hasil akhir dari aktivitas otak.
Otak manusia berisi hampir 98% jaringan saraf tubuh atau sekitar
Kisaran berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai volume sekitar 1200 cc
(71 in). Ada pertimbangan variasi akan besarnya ukuran otak, yaitu otak
laki-laki lebih besar 10% dari perempuan dan tidak ada korelasi yang
ukuran otak kecil (750 cc) dan ukuran otak besar (2100 cc) secara
fungsional adalah sama (simon dan Scuster, 1998 dalam Muttaqin, Arif.
2008).
merupakan 2% dari berat badan orang dewasa. Otak menerima 15% dari
Metabolisme otak merupakan proses tetap dan kontinu, tanpa ada masa
istirahat. Bila aliran darah terhenti selama 10 detik saja, maka kesdaran
juga merusak jaringan otak. Aktivitas otak yang tidak pernah berhenti ini
yang keluar dan tingkah laku (Price, 1995 dalam Mutaqin, Arif. 2008).
Secara ringkas fisiologis dari otak dapat dilihat pada gambar 2-1.
Gambar 2-1. Ringkasan fisiologis dari bagian-bagian sistem saraf pusat (sumber;
Simon dan Schuster, Fundamental of Anatomy dan Physiology, 4th ed, New Jersey;
Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, Arif.2008)
b. Pelindung otak
mater.
disebut leptomening.
Gambar 2-2. Ringkasan fisiologis dari bagian-bagian sistem saraf pusat (sumber;
Simon dan Schuster, Fundamental of Anatomy dan Physiology, 4th ed, New Jersey;
Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, Arif.2008).
c. Pia mater
d. Arakhnoid
e. Dura mater
mirip kulit sapi, yang terdiri atas dua lapisan bagian luar yang
subaraknoid (antar arakhnoid dan pia mater), atau dibawah pia mater
f. Cairan serebrospinal
Muttaqin, 2008).
cairan ini mengandung kadar natrium dan klorida yang lebih tinggi,
villi arakhnoids. Tekanan CSS sering diukur pada saat lumbal pungsi
g. Suplai darah
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
interna. Arteri medula spinalis dan sistem vena paralel satu sama lain
tiroid, lidah dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu
h. Serebrum
Srebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dibagi oleh suatu
serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer kiri
pengendalian kontralateral.
i. Korteks Serebri
Korteks serebri atau subtansia grisea dari serebrum
1) Lobus frontalis
terletak disepan sulkus sentralis (suatu fisura atau alur) dan didasar
sulkus lateralis.
sistem piramidalis.
2) Lobus parietalis
3) Lobus oksipitalis
serebellum. Lobus ini adalah pusat asosiasi visual utama. Lobus ini
4) Lobus temporalis
j. Serebellum
oleh dura mater yang menyerupai atap tenda, yaitu tentorium yang
keseimbangan tubuh.
k. Batang otak
l. Pons
m. Medula oblongata
n. Diensefalon
Fossa bagian tengah atau diensefalon berisi talamus,
sensasi dan
an nyeri melalui bagian ini.
Cedera kepala atau trauma kepala adalah cedera yang terjadi pada
tulang tengkorak, otak atau keduanya disertai atau tanpa disertai adanya
dura) dan fraktur tertutup bila dura tidak rusak (Smetlzer & Bare,
2006).
a) Coup
2009).
b) Countercouop
c) Hemato epidural
2006).
d) Hemato subdural
e) Hemato intraserebral
3) Cedera difus yang berupa konkusi ringan atau klasik atau berupa
peluru.
intraserebral
6) Disorientasi sementara
b. Kontusio cerebri
berada pada periode tidak sadarkan diri. Gejala akan muncul dan
lebih khas. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah,
c. Hemoragi intrakranial
terganggu pada otak atau perubahan yang otak dasar (Smeltzer &
Bare, 2006).
d. Hematoma epidural
e. Hematoma subdural
Hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan
dasar otak, suatu ruang ini pada keadaan normal diisi oleh cairan.
(2006), yaitu:
Kriteria cedera kepala ini adalah nilai GCS 15, tidak ada penurunan
kesadaran, tidak ada amnesia post trauma dan tidak ada defisit
neurologi.
Pada cedera kepala ini nilai GCS antara 9–12, atau GCS lebih dari
Kategori cedera kepala ini adalah nilai GCS antara 3-8, hilang
adanya hematom, edema serebral dan amnesia post trauma lebih dari
7 hari.
efektif terlindungi dari trauma atau cedera. Cedera kepala terjadi karena
adanya benturan atau daya yang mengenai kepala secara tiba-tiba (Black
& Hawks, 2009). Cedera kepala dapat terjadi melalui 2 mekanisme, yaitu
ketika kepala secara langsung kontak dengan benda atau obyek dan
meningen, sedangkan sisa energi yang ada akan hilang pada bagian atas
otak (Dollan, et al. 1996). Namun demikian jika energi atau daya yang
suplay oksigen otak (LeJeune & Tamara, 2002). Lebih lanjut keadaan ini
dan nyeri kepala. Masalah utama yang sering terjadi pada cedera kepala
intrakranial.
otak tidak dapat membesar karena tidak ada aliran cairan otak dan
sirkulasi pada otak, sehingga lesi yang terjadi menggeser dan mendorong
pada ruang cranium terus menerus meningkat. Maka aliran darah dalam
otak menurun dan terjadilah perfusi yang tidak adekuat, sehingga terjadi
yang berdampak adanya vasodilatasi dan edema otak Edema akan terus
a. Pola pernapasan
b. Mobilitas fisik
tubuh, sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain
(Price, 2006).
c. Keseimbangan cairan
d. Aktivitas menelan
Adanya trauma menyebabkan gangguan area motorik dan sensorik
e. Kemampuan komunikasi
f. Gastrointestinal
kejang dan lainnya. Karena cedera sistem saraf pusat (SSP) sendiri tidak
jumlah dan distribusi cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat,
dan karena alasan ini diagnosis yang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa
tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering
ketika cairan cerebrospinal (CSS) keluar dari telinga (otorea) dan hidung
masuk kedalam isi kranial melalui hidung, telinga atau sinus melalui
robekan pada dura. Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh cairan
setelah cedera.
cemas.
tingkah laku
minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma
ringan.
area tersebut.
a. Fraktur cranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat
a) Linier
b) Diastase
c) Comminuted
d) Depressed
a) Terbuka
b) Tertutup
manifestasi klinisnya.
2) Perdarahan epidural
Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga
3) Perdarahan subdural
perdarahan epidural.
a. Peningkatan TIK,
b. Iskemia,
c. Infark,
e. Kematian,
Teasdale dan Jannet sebagai cara praktis untuk menilai “dalam dan
yang tanpa pelatihan khusus. Skor GCS dicatat pada skor sub-skor bebas
(motoric, verbal, dan eye). Kesedarhanaan yang lebih jauh adalah hanya
diambil oleh Teasdale dan Jannet pada tahun 1977 (Healey, 2002 dalam
Supriyono, 2015).
kesadaran penderita.
reflek:
Nilai 3
mulai dari volume suara yang normal dan naikkan volume suara
Nilai 2
Nilai 1
o Cubitan trapezium
dan diputar).
o Tekanan suborbital
kulit.
evaluasi terhadap area yang berfungsi pada pusat yang lebih tinggi
berikut:
Nilai 5
mereka, diaman mereka, dan hari, tahun, serta bulan saat ini
tanggal.
Nilai 4
Nilai 3
Nilai 2
Nilai 1
Nilai 6
Pasien mematuhi perintah,minta pasien untuk menjulurkan
Nilai 5
Nilai 4
Nilai 3
Ini ditandai oleh rotasi internal dan aduksi bahu dan fleksi pada
siku dan jauh lebih lambat dari pada fleksi normal (Fairley, 2005
Nilai 2
Ekstensi terhadap nyeri pasien mengekstensiakn lengan dengan
Nilai 1
status epilepticus.
a. Pemeriksaan kesadaran
b. Pemeriksaan pupil
Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap
cahaya. Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1
c. Pemeriksaan neurologis
a. X-ray tengkorak
b. CT-Scan
Penemuan awal computed tomography scanner (CT Scan) penting
peningkata TIK dan dapat berkembang lesi baru pada 40% dari
otak karena kecilnya struktur area yang cedera dan dekatnya struktur
Sastrodiningrat, 2007 ).
diciptakan oleh Jennet dkk pada tahun 1975 dan extended version
mengalokasikan pasien yang menderita cedera otak akut dari cedera otak
pada kehidupan dibanding hanya defisit dan gejala yang ditimbulkan oleh
trauma (Leon-Carrion, 2006). Skala yang asli terdiri dari 5 tingkatan
a. Meninggal
b. Vegetative state
bahwa korteks serebri tidak berfungsi lagi. Tidak seperti pada pasien
c. Disabilitas berat
beberapa pasien, fungsi kognitif dan fisik masih relatif utuh, tetapi
d. Disabilitas sedang
Pasien yang tidak membutuhkan pertolongan tetapi tidak mampu
tetapi pasien ini memiliki tingkat kecacatan fisik dan kognitif yang
e. Perbaikan baik
masuk dalam kategori ini. Pasien ini dapat memiliki defisit neurologi
atau kognitif yang menetap sampai tingkat ringan, tetapi defisit ini
cerebral blood flow (CBF) dan edema serebri. Keadaan CBF ditentukan
pembuluh darah otak hal ini akan menghambat oksigenasi otak (Denise,
Collaborators (2008), Umur yang tua, Glasgow Coma Scale yang rendah,
D. Konsep Tracheostomi
1. Anatomi trakea
darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan
biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren
menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat
2. Pengertian Trakeostomi
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding
masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas (Soepardi, 2004).
3. Indikasi trakeostomi
b. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas bagian atas
seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya
dalam paru, tidak ada yang tertinggal di ruang rugi itu. Hal ini berguna
koma.
d. Silver Negus Tubes; Terdiri dari dua bagian pipa yang digunakan untuk
menyumbat dan menimbulkan asfiksia. Oleh karena itu, sekret di trakea dan
kanul harus sering diisap ke luar, dan kanul dalam dicuci sekurang-
kurangnya dua kali sehari lalu segera dimasukkan lagi ke dalam kanul luar.
Bila kanul harus dipasang dalam jangka waktu lama, maka kanul harus
dibersihkan dua minggu sekali. Kain basah di bawah kanul harus diganti
mengurangi rasa nyeri pada daerah insisi. Pasien dapat dirawat di ruang
menilai posisi tuba dan melihat timbul atau tidaknya komplikasi. Antibiotik
2004).
dengan pemasangan kasa steril sekitar kanul. Apabila tidak berhasil maka
daerah muka dan dada, hal ini terjadi karena terlalu rapatnya jahitan luka
dan terbentuknya kerak pada gigi dan bibir dikenal sebagai sordes. Jika
secara alamiah yang seharusnya dilakukan oleh lidah dan air liur, bila tidak
mulut, misalnya penderita dengan sakit parah dan penderita yang tidak
Klien yang tidak sadar lebih rentan terkena kekeringan sekresi Klien
yang tidak sadar lebih rentan terkena kekeringan sekresi air liur pada
mukosanya karena mereka tidak mampu untuk makan, minum, bernapas
melalui mulut dan seringkali memperoleh terapi oksigen. Klien yang tidak
sadar juga tidak bisa menelan sekresi air liur yang mengumpul dalam mulut.
Sekresi ini terdiri dari bakteri gram negatif yang bisa menyebabkan
a. Membran mukosa.
penetrasi microbial.
b. Nodus Limfatik
ekstra oral dan agregasi limfoid intra oral. Kapiler limfatik yang
dan bibir, mirip yang berasal dari ginggiva dan pulpa gigi. Kapiler
dengan pembuluh limfatik yang berasal dari bagian dalam otot lidah
c. Saliva
memelihara jaringan keras dan lunak rongga mulut agar tetap dalam
keadaan fisiologis. Saliva yang disekresikan oleh kalenjar parotis,
d. Celah Ginggiva
dari daerah dalam bentuk cairan celah ginggiva (CCG). Aliran CCG
inflamasi.
3. Faktor resiko untuk masalah oral hygiene (Perry dan Potter, 2005)
Masalah umum:
a. Karries gigi
b. Penyakit periodontal
periodontal
c. Plak
d. Halitosis
Merupakan bau napas, hal ini merupakan masalah umum rongga
proses infeksi.
e. Keilosis
a. Stomatitis
c. Gingivitis
defisiensi vitamin.
1. Definisi chlorhexidine
postif dan negatif, bakteri ragi, jamur, protozoa, alga dan virus.
bakterisidal dan bakteriostatik terhadap bakteri Gram (+) dan Gram (-).
akumulasi plak, dan plak kontrol pada perawatan radang gingiva (Haveles,
2000).
2. Konsentrasi chlorhexidine
dapat menurunkan skor plak sebesar 85% dan skor perdarahan sebesar 77%
pada hari ke-7 (Prijantojo dan Lelyati 1992 cit. Rosmelita 2003), sedangkan
efektif menekan jumlah bakteri aerob dan an-aerob fakultatif dalam mulut
sampai 97%.
3. Peranan Chlorhexidine
yang diserap oleh hidroksiapatit pada permukaan gigi dan mucin pada
sebagai berikut:
chlorhexidine dan dinding sel yang bermuatan negatif. Interaksi ini akan
4. Farmakokinetik Chlorhexidine
absorbsi ke permukaan gigi atau mukosa oral, dental plak untuk kemudian
5. Farmakodinamik Chlorhexidine
pada lapisan luar sel bakteri, namun kerusakan ini tidak cukup untuk
membran dalam sel bakteri. Kerusakan pada membran semi permiabel ini
Ikatan yang baik dengan jaringan lunak maupun keras pada mulut
tetap bertahan selama 7 hingga 12 jam (Addy dan Wright, 1978). Produk
mata dan telinga, karena berbahaya bagi organ tersebut. Pada konsentrasi
waktu menyikat gigi dan berkumur (Kolahi dan Soolari, 2006 dalam
Puspita, 2014).
antara 432 ug/ ml. Konsentrasi yang lebih tinggi akan menyebabkan efek
gigi. Ikatan tersebut terjadi 1530 detik setelah kumur dan lebih dari 1/3
perlekatan akan terjadi sampai 24 jam, yang berarti sebanding dengan efek
72% pada hari ke 3 dan 85% pada hari ke 7, dan terjadi penurunan indeks
radang gingiva sebanyak 32% pada hari ke 3 dan 77% pada hari ke 7
chlorexidine, adalah :
a. Gingivitis
c. Denture stomatitis
e. Periodontitis
f. Menghambat pembentukan plak
g. Mencegah karies
yang impaksi
8. Efek samping
skor plaque index dibandingkan dengan yang berbentuk pasta gigi. Oleh
sebab itu, chlorhexidine bukanlah bahan alternatif yang baik untuk pasta
kumur untuk mengurangi bakteri pada gigi dan rongga mulut. Salah satu
surfaktan anionik yang biasa digunakan pada pasta gigi dan obat kumur.
minimal satu jam setelah penggunaan obat kumur (Denton, 2001). Efek
adalah munculnya noda pada gigi, mulut dan mukosa pipi setelah 2 minggu
pada kulit, yaitu urtikaria. Reaksi ini muncul pada pasien setelah berkumur
dengan chlorhexidine (Sharma dan Chopra, 2009 dalam Pusita, 2014). Efek
a) Taste alteration
c) Iritasi mukosa
d) Deskuamasi mukosa
e) Contact dermatitis
f) Photosensitivity
9. Interaksi obat
muntah, pusing, muka merah, napas pendek, sakit kepala hebat, gangguan
antiplak yang digunakan pada umumnya adalah berupa cairan atau jel. Cara
gigi.
b) Disemprotkan
pertimbangan agar bahan anti plak lebih mudah mencapai semua daerah
di rongga mulut, terutama bagi mereka yang karena keadaan fisiknya
oleh pabrik. Irigasi subgingival tidak saja dilakukan oleh dokter gigi di
namun ada kesan sementara bahwa irigasi subgingival ini akan sangat
1. Bleeding (perdarahan)
koagulasi?
2. Redness
Adakah kemerahan pada gusi (gingivitis), lidah (glostitis), dan penggunaan
antibiotik stomatitis?
3. Ulceration
4. Saliva
5. Halitosis
6. External factors
Adakah ulser pada sudut mulut dikarenakan infeksi yang ditandai dengan
rasa terbakar, nyeri dan rasa kering pada sudut mulut. Endotracheal tapes
7. Debris
Plak yang tampak transparan dan melekat pada gigi, khususnya dekat dasar
atau lemah
Klien tidak sadar lebih rentan terkena kekeringan sekresi air liur pada
mukosa yang tebal karena mereka tidak mampu untuk makan atau minum,
mengumpul dalam mulut. Sekresi ini sering terdiri dari bakteri gram-negatif
Tabel 2.3 Prosedur perawatan mulut untuk pasien tidak sadar atau lemah
MUHAMMADIYAH KALIMANTANTIMUR
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
mukosa oral dengan faktor risiko Faktor mekanik (Naso Gastro Tube ,
Tracheostomy).
muncul pada klien dengan cedera kepala dengan gangguan pada sistem
mukosa pink, tidak ada halitosis, tidak ada perdarahan (bleeding), tidak
kemerahan pada bibir, tidak ada stomatitis. U: tidak ada ulkus di mukosa
pipi dalam dan gusi. S: mukosa bibir kering, H: haitosis (+). E: sudut
gusi, maupun membran mukosa mulut. R: bibir berwarna pink, tidak ada
pipi dalam dan gusi. S: mukosa bibir lembab, H: tidak haitosis. E: tidak
ada sudut mulut yang pecah-pecah, permukaan lidah bersih. D: terdapat
B. Saran
Black, J.M., & Hawks, J.H. (2009). Medical Surgical Nursing, Eight
Cunning, S., & Houdek, D.L. (1998). Preventing Secondary Brain Injuries.
Greaves, I., and Johnson, G. (2002). Head and Neck Trauma. Dalam
Sumbatan Laring dalam Soepardi E.A, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Ilmu Populer.
Kenneth, J. (2004). Buku Ajar Ilmu Bahan Kedoketran Gigi Ed. 10. Jakarta:
EGC.
Sussex University.
LeJueune, M., & Tamara, H. (2002). Caring for Patients With Increased
Mayer, S.A., Rowland, L.P. (2000). Head Injury. In: Rowland, L.P. (ed).
Philadelphia.
Cipta.
Universitas Indonesia.
Sastrodiningrat, A.G. (2007). Pemahaman Indikator-indikator dini dalam
Sumatera Utara.
Utama
Randa, F.A. (2007). The Journal of Contemporary Debtal Practice Vol. 8th.
28 Agustus 2015.
dkk.Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan
EGC