November 2023
BAB I
PENDAHULUAN
Kemajuan ilmu kedokteran gigi dan evolusi teknik anestesi umum meningkatkan
potensi pasien dengan disabilitas untuk mendapatkan perawatan kesehatan gigi yang baik.
Anestesi umum merupakan alat bantu yang berguna untuk mengontrol pasien dengan
disabilitas yang tidak dapat dirawat dengan menggunakan teknik pendekatan psikologis,
sedasi atau dengan tindakan lainnya dan juga menyediakan lingkungan yang lebih aman untuk
pasien yang tidak kooperatif.1
Banyaknya teknik manajemen tingkah laku memungkinkan dokter gigi untuk
menangani berbagai tipe tingkah laku anak, termasuk anak berkebutuhan khusus. Namun,
teknik mana yang terbaik yang dapat digunakan dapat bervariasi tergantung dari kondisi
pasien dan pengalaman operator. Teknik manajemen tingkah laku yang dipilih hendaknya
merupakan teknik yang paling efektif dan optimal, dengan mempertimbangkan manfaat dari
risiko yang mungkin ditimbulkan dari masing-masing teknik.2
Dari 50 juta pasien berkebutuhan khusus di Amerika Serikat, 10 juta pasien
memerlukan bantuan dalam aktivitas sehari-hari, sehingga fasilitas yang dibutuhkan oleh
pasien berkebutuhan khusus akan terus meningkat.3 Undang-undang di Amerika Serikat
mewajibkan setiap institusi menangani pasien berkebutuhan khusus untuk menyelenggarakan
perawatan kesehatan gigi secara reguler dan terdapat dokter gigi konsultan sebagai staf.2,3
Beberapa artikel telah diterbitkan mengenai penggunaan anestesi umum dalam ruang
praktik dokter gigi, baik itu untuk tindakan bedah maupun perawatan restorasi umum.
Beberapa dokter gigi yang terlatih dalam anestesiologi dan menggunakannya dalam tempat
praktik yang peralatannya sama dengan rumah sakit, telah terbukti bermanfaat bagi dokter
gigi dan pasien. Bagaimanapun, bagi sebagian besar dokter gigi, perawatan di rumah sakit
lebih memberikan keuntungan, khususnya terkait keamanan pasien.1,4
Pada saat proses penerimaan pasien di rumah sakit, pasien dan keluarganya
mendapatkan penjelasan yang cukup untuk membuat keputusan saat akan dilakukan anestesi.
Penjelasan mencakup tentang pelayanan yang dianjurkan, hasil pelayanan yang diharapkan dan
perkiraan biaya dari pelayanan tersebut. Penjelasan diberikan kepada pasien dan keluarganya atau
pembuat keputusan baik untuk pasien atas jaminan atau biaya pribadi. Apabila ada kendala
finansial untuk biaya pelayanan, rumah sakit mencari jalan keluar untuk mengatasinya,
penjelasan tersebut dapat dalam bentuk tertulis atau lisan dan dicatat di rekam medis pasien.4
Beberapa kerugian utama rawat inap di rumah sakit sudah di eliminasi pada rumah sakit
yang modern, seperti penempatan kamar bagi penjaga, dan persiapan psikologis pasien untuk
perawatan dalam rumah sakit yang dapat mengurangi trauma fisik. Banyak rumah sakit yang
menyediakan rawat jalan atau anestesi umum satu hari yang dapat mengurangi biaya perawatan
dan juga agar pasien tidak terpisah dari penjaganya. Oleh karena itu, tujuan dari makalah ini
adalah untuk membahas manajemen perioperatif anestesi pasien geriatrik dengan komorbid yang
menjalani pembedahan pada rongga mulut.2,4
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
mereka dapat melampaui lingkup pelatihan pediatrik dokter gigi. Hal ini penting untuk mendidik
dan mempersiapkan pasien dan orang tua pada nilai transisi ke dokter gigi yang berpengetahuan
luas dalam kebutuhan kesehatan mulut orang dewasa. Sekaligus disepakati oleh pasien, orang
tua, dan dokter gigi anak, pasien harus dialihkan ke dokter gigi berpengetahuan dan nyaman
dengan mengelola kebutuhan perawatan kesehatan khusus pasien. Dalam kasus di mana hal ini
tidak mungkin atau diinginkan, dental home dapat tetap dengan dokter gigi anak dan sesuai
rujukan untuk perawatan gigi khusus harus direkomendasikan ketika dibutuhkan.2,4
5
4. Pasien yang dapat dilatih (trainable) pada institusi besar tanpa staf dokter gigi
Institusi ini biasanya merupakan institusi swasta yang merawat 50 -1000 pasien. Institusi
besar ini sudah mempunyai perawat dan ahli gizi yang bekerja full time dengan waktu kerja
selama 8 jam dalam sehari. Topik konsultasi meliputi:5
1. Riwayat perawatan gigi pasien
2. Kebutuhan untuk institusi sebagaimana ditafsirkan oleh administrator dan perawat
kesehatan
3. Keperluan riwayat kesehatan dan riwayat gigi setiap pasien
4. Keperluan informasi tentang kesejahteraan, bantuan medis, atau bantuan asuransi
5. Keperluan untuk nama dan alamat orang tua atau wali dari setiap pasien
6. Peran lembaga dalam perawatan kesehatan mulut
7. Peran dokter gigi dan kliniknya dalam perawatan kesehatan mulut
8. Perlu untuk melatih staf lembaga dalam teknik kebersihan mulut
9. Peranan diet dan sarana pengobatan
10. Langkah-langkah dalam pelatihan staf
Pada saat kunjungan pertama pasien ke klinik gigi pasien biasanya diantar oleh orang
yang beranggung jawab pada perawatan giginya setiap hari disuatu lembaga, dan bukan oleh
seorang relawan ataupun supirnya. Pasien harus segera didudukan di kursi gigi secepat mungkin
sejak kedatangannya ke klinik gigi, sehingga mengurangi rasa takutnya duduk diruang tunggu
gigi. Jika semua informasi pendahuluan telah diberitahukan sebelum kunjungan perjanjian, plak
score dan staining telah dinilai oleh orang yang membawanya. Dan perawat tersebut telah
membersihkan plak yang ada. Jika pasien dan perawatnya belum mengetahui cara pembersihan
plak dan stain ini, maka perawat gigi di klinik akan memperlihatkan cara pembersihan plak dan
stain dengan benar. Pasien kemudian diperiksa oleh dokter gigi, setelah diagnosa lengkap, maka
perawatan restoratif dapat dilakukan sesuai kebutuhan pasien.6
Pemanggilan kembali pasien di suatu intitusi dapat dilakukan satu sampai dua kali
pemanggilan. Perawat gigi atau terapist gigi beserta orang yang menjaga pasien ini dapat
melakukan pemanggilan sebelumnya pada saat perawatan gigi di rumah. Pemeriksaan ini berupa,
staining, plak skor, mengulang pemakaian fluor sejak kunjungan terakhir, dan melakukan test
adminstrasi yang mungkin diperlukan. Setelah dilakukan pemeriksaan pendahuluan kemudian
6
pasien dibawa ke klinik gigi kemudian, gigi mereka akan dibersihkan, aplikasi topikal fluor
diberikan dan pengambilan foto radiografi jika diperlukan, sisanya akan dilakukan pemeriksaan
oleh dokter gigi. Dokter gigi akan memberikan tambahan perawatan untuk perawatan gigi jika
diperlukan.6
Pemanggilan kembali pasien sangat efektif jika pasien dibawa ke klinik gigi oleh orang
yang bertanggung jawab dengan kesehatan gigi pasien. Orang ini akan membersihkan stain dan
gigi pasien dibawah arahan terapist atau perawat gigi. Kemudian dokter gigi akan memeriksa dan
membuat rekomendasi; jadwal perjanjian perawatan gigi jika diperlukan.6
7
Gambar 2.1 Peralatan Portable Dental6
Gambar 2.2 Penggunaan papose board pada pasien berdasarkan berbagai kelompok usia5
8
6. Institusi besar dengan staf dokter gigi
Institusi ini biasanya memiliki banyak perawat gigi dan dokter gigi baik full time atau
part time yang dapat melayani beberapa ribu pasien. Institusi besar seperti ini memerlukan
perencanaan program preventif serta kerjasama yang baik antara dokter gigi, dokter gigi, dan
staff institusi.5
Pengawasan yang memadai serupa dengan pengawasan yang dilakukan pada pasien
dalam anestesia umum harus dilakukan. Midazolam sulit digunakan pada pasien geriatrik
karena dapat memicu kebingungan pada pasien sehingga menimbulkan kesulitan dalam
mengontrol pasien. Obat pilihan yang saat ini digunakan adalah propofol dan paling baik
diberikan melalui target controlled infusion (TCl). Sedasi biasanya diberikan dengan target
sekitar 1-2 uglmL, kemudian dilakukan titrasi untuk menimbulkan efek.
Di negara maju perhatian yang besar saat ini tertuju pada remifentanil yang dapat
9
meringankan nyeri tanpa menimbulkan kebingungan pada pasien. Beberapa hal yang wajib
untuk diperhatikan antara lain pengawasan ketat frekuensi nafas dan saturasi O, intraoperatif,
profilaksis nausea dan muntah pascabedah dan pemberian analgetika untuk mencegah nyeri
pascabedah pada saat induksi sedasi atau bahkan sebagai premedikasi.
Pada prosedur bedah yang pendek, teknik anestesi umum menggunakan obat-obatan
hipnotik dan analgesik terbaru memberikan titrabilitas intraoperatif dan waktu pulih yang cepat. Obat
pilihan yang dapat digunakan antara lain propofol, desfluran atau sevofluran, alfentanil atau
remifentanil. Penggunaan laryngeal mask (LMA) dapat digunakan untuk kontrol jalan napas. Jika
pembedahan yang dilakukan tidak membutuhkan relaksasi otot, metode yang baik untuk menilai
anestesia yang diberikan sudah adekuat atau belum adalah dengan menggunakan pressure support
untuk memastikan ventilasi yang adekuat dan pengawasan frekuensi respirasi secara bersamaan.
10
kognitif, motorik, dan sensorik pasien dapat diatasi di bawah anestesi umum/ general anesthesia
(GA). Sehingga dapat menyelesaikan diagnosis dan melakukan perawatan gigi dengan lebih
sedikit kesulitan dan kualitas yang lebih tinggi. Selain itu, bukti terbaru menunjukkan bahwa
kepuasan orang tua dengan perawatan gigi di bawah GA telah terus meningkat selama beberapa
tahun terakhir dan sekarang diterima lebih baik daripada teknik manajemen perilaku aktif atau
pasif lainnya. Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar yang terkontrol disertai dengan
hilangnya refleks protektif, termasuk kemampuan untuk mempertahankan jalan napas secara
mandiri dan merespon secara sengaja terhadap rangsangan fisik atau perintah verbal.7,8
Tabel 2.1 Keuntungan dan kerugian utama dari perawatan gigi yang diberikan di bawah anestesi
umum di rumah sakit4
Keuntungan GA Kerugian GA
Kontrol jalan napas yang aman Biaya tinggi, kira-kira sepuluh
Pemantauan konstan, termasuk kali lebih tinggi dari anestesi
EKG lokal
Fasilitas perawatan kritis dan Lebih 'berbahaya' daripada
pemulihan yang sesuai pilihan lain untuk pasien
Staf yang terlatih dengan baik dengan komorbiditas medis,
risiko komplikasi kesehatan
11
Memfasilitasi program perawatan umum yang serius lebih tinggi
gigi yang direncanakan dalam Fasilitas khusus dan dukungan
kondisi yang relatif terkendali klinis termasuk supervise
selama pascaoperasi
satu sesi Pasien dewasa dapat diminta
Sangat cocok untuk pasien yang untuk tidak bekerja selama 24
tidak kooperatif dengan jam setelah GA, anak-anak
kebutuhan khusus yang tidak boleh bersekolah sehari
membutuhkan sedasi/anestesi setelahnya.
Umum Pengalaman ini mungkin
Seringkali, satu-satunya pilihan berpotensi traumatis bagi
yang tersedia untuk membuat gigi pasien yang sangat muda
pasien sehat dan mencegah
komplikasi odontogenik lebih
lanjut dan
konsekuensi kesehatan
12
Tabel 2.2 Indikasi dan justifikasi klinis untuk perawatan gigi dengan anestesi umum (Panduan
Royal College of Surgeons UK, dimodifikasi)8
Menurut pedoman saat ini, GA hanya boleh dilakukan di lingkungan rumah sakit dan
memerlukan ahli anestesi terlatih yang didukung oleh asisten khusus. Intercollegiate Advisory
Committee for Sedation in Dentistry (IACSD, UK) mengusulkan bahwa semua anak di bawah
usia 8 tahun yang tidak dapat kooperatif sedasi inhalasi/anestesi lokal harus ditangani di rumah
sakit dengan konsultan anestesi dan tim yang dipimpin oleh dokter gigi anak.6,8
13
Tabel 2.3 Pertimbangan utama untuk untuk perawatan gigi dengan anestesi (Panduan Royal
College of Surgeons UK, dimodifikasi)8
1. Pasien harus selalu dianggap mempunyai risiko tinggi menderita penyakit yang berhubungan
dengan penuaan. Penyakit-penyakit biasa pada pasien dengan usia lanjut mempunyai pengaruh yang
besar terhadap penanganan anestesi dan memerlukan perawatan khusus serta diagnosis. Penyakit
kardiovaskular dan diabetes umumnya sering ditemukan pada populasi ini. Komplikasi pulmoner
mempunyai insidens sebesar 5.5% dan merupakan penyebab morbiditas ketiga tertinggi pada pasien
usia lanjut yang akan menjalai pembedahan non cardiac. 4
2. Harus dilakukan pemeriksaan derajat fungsional sistem organ yang spesifik dan pasien secara
keseluruhan sebelum pembedahan. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, riwayat, pemeriksaan
fisik, dan determinasi kapasitas fungsional harus dilakukan untuk mengevaluasi fisiologis pasien.
14
Pemeriksaan laboratorium harus disesuaikan dengan riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan prosedur
pembedahan yang akan dilakukan, dan bukan hanya berdasarkan atas usia pasien saja. 4
Pada pasien geriatrik riwayat penyakit penyerta (hipertensi, penyakit jantung iskemik,
riwayat stroke, gangguan fungsi kognitif, diabetes melitus) dan terapi jangka panjang yang
diterima merupakan hal yang penting untuk diketahui. Anamnesis dan pemeriksaan fisis akan
memberikan informasi penting mengenai kondisi pasien prabedah. Pemeriksaan laboratorium
rutin tidak memberikan kontribusi yang penting sementara pemeriksaan laboratorium yang
berorientasi pada anamnesis dan pemeriksaan fisis akan memberikan informasi penting
mengenai keadaan pasien prabedah. Walaupun demikian, pemeriksaan konsentrasi hemoglobin
dan kreatinin penting dilakukan bahkan pada pasien yang terlihat sehat mengingat tingginya
angka kejadian anemia dan gagal ginjal.
Saat ini pemeriksaan radiografi toraks masih dipertanyakan kepentingannya terutama pada
prosedur-prosedur minor, sementara pemeriksaan elektrokardiografi harus tetap dilakukan
sebagai pemeriksaan dasar mengingat tingginya angka abnormalitas EKG pada populasi.
Penilaian prabedah seyogyanya dilakukan sedini mungkin oleh seorang anestesiologis agar
seluruh persiapan dan adaptasi terapijangka panjang yang sebelumnya sudah diterima pasien
dapat dilakukan. Penilaian prabedah ini dapat menjawab berbagai pertanyaan mengenai kondisi
pasien sehingga dapat menenangkan pasien dan menurunkan kebutuhan obat-obat premedikasi.
Evaluasi Preoperatif
Penilaian pra operasi memainkan bagian penting dalam mengurangi komplikasi pasca
operasi. Pemahanan tentang status fisik pasien akan memberikan panduan terhadap penilaian
jenis penyakit komorbid dan tingkat keparahannya, jenis monitoring yang diperlukan, optimasi
pra operasi dan prediksi akan timbulkanya komplikasi pasca operasi. Pemahanan riwayat
penyakit yang mendetail, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan penilaian risiko
Tindakan pembedahan harus difokuskan selama evaluasi pra operasi.
1. Informed consent
15
Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi bedah dan
kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas putusan merupakan prasyarat untuk suatu
informed consent yang sesuai dengan hukum dan moral. Pasien usia lanjut mungkin tidak
sepenuhnya memahami intervensi yang direncanakan, sehingga kerabat terdekat harus terlibat
untuk memperoleh informed consent yang terperinci. Status mental dan kognitif pasien harus
dipertimbangkan dan didokumentasikan.6
3. Pemeriksaan Fisik
Mesikpun pasien usia lanjut memiliki Riwayat medis yang panjang, mereka biasanya
tidak memberikan rincian penyakit mereka, ini merupakan konsekuensi yang tidak dapat
dihindari akibat usia tua. Pemeriksaan fisik harus mencakup informasi yang mendetail tentang
status hidrasi, gizi, tekanan darah, nadi dan kondisi sitemik.5
Penilaian status mental pra operasi sangat penting karena biasanya mencerminkan status
kognitif pasca operasi. Demensia pra operasi merupakan prediktor yang penting dari outcome
bedah yang buruk.
Pasien usia lanjut harus menjalani berbagai tes yang akan membantu menentukan
parameter kesehatan pasien, bahkan pada mereka yang sehat dan termasuk diantaranya:
Gula darah dan kolesterol harus diperiksa karena tingginya insiden diabetes mellitus dan
aterosklerorsis
Pemeriksaan EKG harus dilakukan pada semua pasien yang berusia di atas 60 tahun, terlepas
dari ada riwayat penyakit jantung atau tidak.
Rontgen dada dan tes fungsi paru pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis
Pemeriksaan jantung
17
5. Puasa Sebelum Anestesi
Panduan puasa sebelum tindakan anestesi dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Manajemen perioperative
Tidak ada istilah “terlalu tua” untuk tindakan operasi. Pada umumnya hal yang harus dipikirkan adalah bahwa
komorbiditas meningkat dengan pertambahan usia lebih penting dari usia pasien itu sendiri. Penelitian Forrest
terhadap 17.201 pasien menunjukkan bahwa, risiko outcome yang berat menurun dari 3% menjadi 2% dari
umur 20-an ke umur 40-an, namun meningkat secara linear setelahnya dari (2% pada umur 40-an sampai 6%
pada umur 80-an). 10
Penyakit yang umumnya ditemukan pada usia lanjut memiliki dampak yang signifikan terhadap Tindakan
anestesi dan memerlukan perawatan khusus, sehingga penting untuk menentukan status fisik pasien dan
memperkirakan cadangan fisiologis dalam evaluasi preanestesi. Jika kondisi dapat dioptimalkan sebelum
operasi, maka operasi dapat dilakukan tanpa penundaan. Penundaan operasi yang lama dapat meningkatkan
morbiditas. Diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskular adalah penyakit yang paling sering dialami oleh
pasien geriatric. Komplikasi paru setelah salah satu penyebab utama morbiditas pasca bedah pada pasien usia
lanjut. Untuk pasien ini diperlukan optimasi paru-paru. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan laboratorium dan diagnostic sangat penting. Masalah yang harus selalu dipikirkan pada pasien
geriatric adalah kemungkinan terjadinya depresi, malnutrisi, imobilitas dan dehidrasi. Sehingga penting untuk
menentukan status kognitif seorang pasien usia lanjut. Defisit kognitif berkaitan dengan outcome yang buruk
dan morbiditas perioperative yang lebih tinggi. Namun masih kontroversial apakah anestesi umum dapat
mempercepat perkembangan demensia senilis. 6,10
Walaupun masih terdapat banyak pertanyaan, bukti-bukti iyang ada menunjukkan bahwa risko kardiovaskuler
dapat dicegah dengan mencari ada tidaknya B-blockade perioperative pada pasien dengan penyakit arteri
kornoer yang diketahui, terutama bila muncul beberapa minggu terakhir sebelum operasi. Pada pasien usia
18
lanjut yang menggunakan terapi b-blocker jangka panjang, tampaknya B-blocker long-acting akan lebih efektif
dibandingkan denggan B-blocker short-acting dalam mengurangi resiko infark mikorad perioperative. Protocol
yang mnyertakan pemberian B-blokcer pada pagi hari sebelum operasi dilakukan dan diteruskan selama operasi
berhubungan denggan peningkatkan insidens stroke dan semua penyebab mortalitas.
19
saturasi oksigen (SpO2) harus dilakukan selama emergence dan pemulihan.14,15
2. Fungsi Kardiovaskular
Konsultan dan anggota ASA menyetujui rutinitas pemeriksaan denyut nadi, tekanan
darah, dan pemantauan elektrokardiografi mendeteksi komplikasi kardiovaskular,
mengurangi hasil yang merugikan, dan harus dilakukan selama emergence dan
pemulihan.14
3. Fungsi Neuromuskular
Penilaian fungsi neuromuskuler utamanya meliputi pemeriksaan fisik dan, kadang-
kadang, mungkin termasuk pemantauan blokade neuromuskuler. Pemantauan blokade
neuromuskuler efektif dalam mendeteksi disfungsi neuromuskuler disfungsi. Para
konsultan dan anggota ASA menyetujui penilaian itu fungsi neuromuskuler
mengidentifikasi potensi komplikasi, mengurangi hasil yang merugikan, dan harus
dilakukan selam emergence dan pemulihan.15
4. Status Mental
Mengevaluasi dampak penilaian status mental dan perilaku untuk mengurangi
komplikasi pasca operasi. Para konsultan dan anggota ASA menyetujui penilaian status
mental mendeteksi komplikasi, mengurangi hasil yang merugikan. Beberapa sistem
penilaian tersedia untuk penilaian semacam itu.14,15
5. Suhu
Para konsultan dan anggota ASA menyetujui rutinitas penilaian suhu pasien mendeteksi
komplikasi, mengurangi hasil yang merugikan.14
6. Rasa sakit
Para konsultan dan anggota ASA menyetujui rutinitas itu penilaian dan pemantauan nyeri
mendeteksi komplikasi, mengurangi hasil yang merugikan.15
7. Mual dan muntah
Para konsultan ragu-ragu, tapi anggota ASA setuju bahwa penilaian rutin dan
pemantauan mual dan muntah mendeteksi komplikasi dan mengurangi hasil yang
merugikan. Obat untuk profilaksis mual dan muntah meliputi: (1) antihistamin, (2)
antiemetik 5-HT3, (3) obat penenang / neuroleptik, (4) metoclopramide, (5) skopolamin,
dan (6) deksametason.15
8. Cairan
20
Para konsultan dan anggota ASA menyetujui rutinitas penilaian perioperatif status hidrasi
pasien dan manajemen cairan mengurangi hasil yang merugikan dan meningkatkan
kenyamanan dan kepuasan pasien.14,15
9. Output Urine dan Buang Air Kecil
Penilaian output urin efektif dalam mengidentifikasi pasien dengan retensi urin.15
10. Drainase dan Perdarahan
Penilaian drainase dan perdarahan dikaitkan dengan komplikasi pasca operasi. Para
konsultan dan anggota ASA menyetujui penilaian dan pemantauan drainase dan
perdarahan mendeteksi komplikasi, mengurangi hasil yang merugikan.15
Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri akut sangat penting pada pasien bedah berusia lanjut, dimana nyeri pasca operasi dapat
menghasilkan efek yang berbahaya. Kontrol nyeri yang kurang optimal dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas pada usia lanjut karena komorbiditas terkait seperti penyakit jantung iskemik, penurun cadangan
ventilasi, perubahan metabolism.
Pertimbangkan pemberian analgetic sederhana seperti paracetamol, dan NSAID dengan hati hati. Titrasi morfin
IV menggunakan protocol usia lanjut (>70 tahun) yang sama dengan pasien yang lebih muda tampaknya aman.
Dua sampai tiga milligram morfin IV setiap 15 menit untuk skor analog visual lebih dari 30 dilaporkan dapat
memberikan control nyeri yang memadai. Opioid kerja singkat seperti fentanyl atau sufentanil dan strategi
manajemen nyeri intensif dengan bolus intermiten atau patient controlled analgesia (PCA) secara parenteral
atau dengan blok neuraxial dilaporkan paling bermanfaat untuk pasien usia lanjut beresiko tinggi atau pasien
usia lanjut dengan risiko rendah yang menjalani operasi berisiko tinggi dengan mengurangi respon stress
terhadap pembedahan dan ambulasi dini. 10,12
Perubahan jangka pendek dalam kinerja tes kognitif selama hari pertama sampai beberapa minggu setelah
operasi telah dicatat dengan baik dan biasanya mencakup beberapa kognitif seperti, perhatian, memori, dan
keepatan psikomotorik. Penurunan kognitif awal setelah embedahan sebagian besar akan membaik dalam
waktu 3 bulan. Pembedahan jantung berhubungan dnegan 36% insidens terjadinya penurunan kognitif dalam
waktu 6 minggu setelah operasi. Insidens disfungsi kognitif setelah pembedahan non-jantung pada pasien
21
dengan usia lebih dari 65 tahun adalah 26% pada minggu pertama dan 10% pada bulan ketiga. Risiko-risiko
terjadinya penurunan kognitif postoperatif adalah usia, tingkat pendidikan yang rendah, gangguan kognitif
preoperatif, depresi, dan prosedur pembedahan. Disfungsi kognitif jangka pendek setelah pembedahan dapat
disebabkan karena berbagai etiologi, termasuk milfsemboli (terutama pada pembedahan jantung), hipoperfusi,
respons inflamasi sisterik (bypass kardiopulmoner), anestesia, depresi, dan faktor- faktor genetik (alel E4),7
Ada tidaknya kontribusi anestesi terhadap disfungsi kognitif postoperatif jangka panjang mash kontroversi dan
memerlukan penelitian yang intensif. Pada prosedur non-cardiac, anestesia mempunyai pengaruh yang paling
ringan terhadap terjadinya penurunan kognitif jangka panjang, walaupun efck ini mungkin akan meningkat
sejalan dengan bertambahnya usia. Penurunan Kognitif post-operatif setelah pembedahan non-cardiac akan
kembali normal pada kebanyakan kasus, tetapi bisa juga menetap pada kurang lebih 1% pasien. 2
22
BAB III
SIMPULAN
Anestesi pada geriatri atau pasien tua berbeda dengan anestesi pada dewasa muda pada
umumnya. Penurunan faal tubuh dan perubahan degeneratif yang mempengaruhi banyak sistem
organ membuat respon pasien tua terhadap agen-agen anestesi menjadi berbeda. Perubahan
fisiologis seperti
1. Sistem kardiovaskular
o Elastisitas pembuluh darah berkurang Compliance arteri menurun &
menyebabkan tekanan darah sistolik meningkat. Tekanan darah diastolik tidak
mengalami perubahan bahkan bisa menurun
o CO menurun
o Tonus vagal meningkat
2. Sistem respirasi
Pada paru dan sistem pernafasan elastisitas jaringan paru berkurang. Kontraktilitas
dinding dada menurun, meningkatnya ketidakserasian antara ventilasi dan perfusi, sehingga
mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat menurunnya kapasitas vital dan cadangan paru,
meningkatnya pernafasan diafragma, jalan nafas menyempit dan terjadilah hipoksemia. Proteksi
jalan nafas yaitu batuk, pembersihan mucociliary berkurang, refleks laring dan faring juga
menurun sehingga berisiko terjadi infeksi dan kemungkinan aspirasi isi lambung lebih besar
4. Sistem renalis
o GFR dan creatinin clerance menurun 1% mulai umur 40 th
23
o BUN meningkat 0,2 mg/ tahun
o Serum kreatinin tidak berubah karena massa otot juga ikut berkurang
o Homeostasis terhadap cairan menurun
Usia lanjut bukan merupakan kontraindikasi untuk anestesi umum maupun regional.
Pasien usia lanjut sangat rentan dan sangat sensitif terhadap stres akibat trauma, operasi,
hospitalisasi, dan anestesi dengan mekanisme yang hanya sebagian dipahami.
Penyakit yang umumnya ditemukan pada usia lanjut memiliki dampak yang signifikan
terhadap tindakan anestesi dan memerlukan perawatan khusus, sehingga penting untuk
24
menentukan status fisik pasien dan memperkirakan cadangan fisiologis dalam evaluasi
preanestesi. Oleh karena itu, meminimalkan risiko perioperatif pada pasien geriatri memerlukan
suatu penilaian preoperatif yang bijaksana terhadap fungsi organ, manajemen intraoperatif yang
teliti untuk gangguan yang menyertai, dan kontrol nyeri pasca operasi yang optimal.
Dosis kebutuhan obat-obatan anestesi lokal (minimum anesthetic concentration) dan sum
(minimum alveolar concentration) berkurang pada usia lanjut. Administrasi suatu agen anestesi
epidural pada volume tertentu cenderung menghasilkan penyebaran cephalad yang lebih luas pada
pasien usia lanjut, tetapi dengan durasi analgesia dan blok motorik yang lebih singkat.
Terdapat sejumlah pasien usia lanjut yang mengalami berbagai tingkat keadaan
konfusional akut, delirium, atau disfungsi kognitif pasca operasi.
Penuaan menghasilkan perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Penyakit yang
berhubungan dengan perubahan dan variasi antar individu yang luas bahkan pada populasi yang
sama menyebabkan generalisasi yang tidak konsisten. Pasien usia lanjut menunjukkan Lebutuhan
dosis yang rendah rendah untuk propofol, etomidate, barbiturat, opioid, dan benzodiazepin.
Dalam beberapa aspek, anestesi regional dapat menunjukkan manfaat yang
mengutungkan bagi pasien usia lanjut. Teknik ini kurang menyebabkan tromboemboli, gangguan
kesadaran dan pernafasan pasca-bedah. Pada pasien dengan penyakit jantung berat yang
memerlukan kontrol tekanan darah ketat, anestesi umum mungkin lebih baik. Pada tcknik anestesi
umum, sangat penting untuk titrasi dosis obat dan lebih bijaksana untuk menggunakan obat-
obatan kerja pendek.
Anestesi umum dapat menjadi pilihan manajemen perilaku secara farmakologi yang
dapat digunakan untuk anak yang tidak kooperatif dengan tujuan memberikan perawatan gigi
yang aman, efisien, dan efektif, menghilangkan kecemasan, dan meminimalkan respon terhadap
rasa nyeri sehingga kualitas hidup anak dapat meningkat.
Perawatan gigi dan mulut pada anak yang tidak kooperatif dengan orang normal pada
dasarnya sama, hanya pendekatan dan teknik yang dilakukan operator lebih lama dan tergantung
dari manifestasi atau karekteristiknya. Pendekatan untuk membentuk tingkah laku anak dapat
dilakukan secara pendekatan psikologis dan jika diperlukan maka alat bantu untuk mendukung
perawatan gigi dapat digunakan. Di samping itu perlu dipertimbangkan aspek etis terhadap anak
dalam melakukan perawatan gigi, agar tujuan perawatan yang optimal dapat diperoleh.
Kerja sama Team dalam kamar operasi terdiri dari dokter gigi, satu atau dua asisten,
25
perawat, dan anestesiologis atau ahli anestesi. Keseluruhan team yang terlibat dalam perawatan
pasien bisa terdiri dari beberapa anggota profesional dan paraprofesional. Semuanya harus
mempunyai input dan konsultasi yang tepat agar secara efektif dapat memberikan perawatan gigi
pada geriatri sehingga memberikan hasil perawatan yang baik.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Nowak, A.J. 1976. Dentistry for the Handicapped Patient. Michigan: Mosby.
3. S Noerdin. Masalah penanganan perawatan gigi pada penderita cacat. Jurnal Kedokteran
Gigi Universitas Indonesia. 1999; 6 (1):36-41.
5. Chadwik BL, Hosey MT. Child taming: how to manage child in dental practice. London:
Quintessence publishing; 2003. p.16-20.
6. Griffen and Schneiderman. Ethical issues in managing the noncompliant child. Journal of
pediatric dentistry. Vol 14 : p 178-183. 1992.
7. Miller LJ, Anzalone ME, Lane SJ, Cermak SA, Osten ET. Concept evolution in sensory
integration: A proposed nosology for diagnosis. Am J Occup Ther 2007;61:135-40.
8. Ahn, RR, Miller LJ, Milberger S, McIntosh DN. Prevalence of parent’s perceptions of
sensory processing disorders among kindergarten children. Am J OccupTher.
2007;58:287-293.
12. Primasari A, Octiara E, Yanti N. Risk factor of secretory immunoglobulin A and salivary
lysozyme level in children aged under 3 years to severe early childhood caries. IOP Conf
Ser Earth Environ Sci. 2019;305:1–6.
14. Ettinger, R. L. and Pinkham, J. R. (1977), Dental care for the homebound—assessment
and hygiene. Australian Dental Journal, 22: 77–82. doi:10.1111/j.1834-7819.19
15. Saklad M et al. Grading of patients for surgical procedures. Anesthesiology; 2:281-284
27
28