Anda di halaman 1dari 30

DERET BALMER

(Laporan Praktikum Fisika Eksperimen)

Oleh

Kelompok VIII

LABORATORIUM EKSPERIMEN FISIKA


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
Judul Percobaan : Deret Balmer

Tanggal Percobaan : 22 Apri 2019

Tempat Percobaan : Laboratorium Eksperimen Fisika

Jurusan : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Kelompok : VIII (Delapan)

Anggota : 1. Elfrina Situmorang 1717041028


2. Guntur Muhammad Rafly 1717041040
3. Galang Haedi Wijaya 1717041053
4. Imas Sindi Pramesti 1717041060

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menganugrahkan banyak
nikmat dan kesempatan sehingga kami dapat menyusun laporan praktikum fisika eksperimen ini
dengan baik. Laporan ini berisi tentang uraian deret balmer. Laporan ini kami susun secara cepat
dan kami ucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, terutama teman-
teman yang telah berkontribusi secara maksimal dan memberikan banyak masukan serta saran
untuk kelompok kami. Oleh karena itu, kami sampaikan terima kasih atas waktu, tenaga dan
fikirannya yang telah diberikan. Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa hasil
laporan praktikum ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak yang perlu diperbaiki.
Sehingga kami selaku penyusun memohon maaf atas kekurangan kami dan sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata semoga laporan praktikum
ini dapat memberikan manfaat untuk kelompok kami khususnya, dan masyarakat Indonesia
umumnya.

Bandar Lampung, 22 April 2019

Penyusun

ii
DERET BALMER

Oleh

Kelompok VIII

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan deret Balmer yang bertujuan untuk menentukan panjang gelombang
Hα, Hβ dan Hγ dari deret Balmer hydrogen dan membandingkan dengan data teoritis. Adapun alat
dan bahan yang digunakan antara laian lampu balmer, catu daya, jepitan meja, bangku optik kecil
kemudian jepitan leybold, celah variable, jepitan penunjang per, copy terali rouland, lensa f 50
mm, lensa f 100 mm, layar tembus cahaya, pita ukur dan pensil. Dari praktikum yang telah
dilakukan didapatkan data pengamatan pada jarak 5 cm didapatkan H α sebesar 1,5 cm, Hβ sebesar
4 cm dan Hγ sebesar 7 cm. Pada jarak 10 cm didapatkn Hα sebesar 4 cm, Hβ sebesar 8,5 cm dan Hγ
sebesar 10 cm. Untuk jarak 15 cm didapatkan H α sebesar 6 cm, Hβ sebesar 12 cm dan Hγ sebesar
14,5 cm. Dan pada jarak 20 cm didapat Hα sebesar 7 cm, Hβ sebesar 10,5 cm

iii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
ABSTRAK..................................................................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................................v
DAFTAR TABEL.......................................................................................................................vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................1
B. Tujuan Percobaan........................................................................................................1

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Spektrum Gas..............................................................................................................2
B. Energi Total Keadaan Eksitasi Atom Litium dengan Metode Variasi........................3
C. Model Bohr.................................................................................................................3
D. Garis Balmer...............................................................................................................4

III. PROSEDUR PERCOBAAN


A. Alat dan Bahan............................................................................................................6
B. Prosedur Percobaan.....................................................................................................7
C. Skema Percobaan........................................................................................................8

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


A. Data Pengamatan.........................................................................................................9
B. Hasil Perhitungan........................................................................................................9
C. Pembahasan.................................................................................................................11

V. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Alat dan bahan. (a) lampu balmer, (b) catu daya, (c) jepitan meja, (d) bangku optik
kecil (e) jepitan leybold............................................................................................6
Gambar 2. Alat dan bahan. (f) celah variable, (g) jepitan penunjang per, (h) copy terali rouland
(i) lensa f 50 mm, (j) lensa f 100 mm......................................................................6
Gambar 3. Alat dan bahan. (k) layar tembus cahaya, (l) pita ukur, (m) pensil...........................6
Gambar 4. Skema percobaan.......................................................................................................7
Gambar 5. Spektrum warna pada jarak 5 cm..............................................................................14
Gambar 6. Spektrum warna pada jarak 10 cm............................................................................14
Gambar 7. Spektrum warna pada jarak 15 cm............................................................................14
Gambar 8. Spektrum warna pada jarak 20 cm............................................................................15

v
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Data pengamatan Hα.....................................................................................................9

Tabel 2. Data pengamatan Hβ.....................................................................................................9

Tabel 3. Data pengamatan Hγ.....................................................................................................9

Tabel 4. Hasil pehitungan Hα....................................................................................................10

Tabel 5. Hasil perhitungan Hβ..................................................................................................10

Tabel 6. Hasil perhitungan Hγ..................................................................................................11

vi
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terdapat berbagai komponen yang menyusun alam semesta diantaranya zat padat, zat
cair dan gas. Dan zat-zat tersebut tersususn dari beberapa atom atom penyusun. Jika
sebuah gas diletakkan di dalam tabung kemudian arus listrik dialirkan ke dalam tabung,
gas akan memancarkan cahaya. Cahaya yang dipancarakan oleh setiap gas berbeda-beda
bergantung karakteristik gas tersebut. Cahaya yang di pancarkan dalam bentuk spektrum
garis dan bukan spektrum yang kontinu. Gas memancarkan cahaya dalam bentuk
spektrum garis yang mana erat hubungannya dengan spektrum garis atomik. Spektrum
garis atomik dapat digunakan untuk menguji kebenaran dari sebuah model atom.
Spektrum garis membentuk suatu deretan warna cahaya dengan panjang gelombang yang
berbeda. Untuk gas Hydrogen merupakan atom yang paling sederhana. Atom Hydrogen
terdiri dari sebuah elektron yang bergerak mengelilingi inti atom. deret panjang
gelombang ini ternyata mempunyai pola tertentu yang dapat dinyatakan dalam bentuk
matematis. Salah satu jenis deret diantaranya deret balmer, yang mana deret balmer
sebutan dari enam deret bernama yang menggambarkan garis pektrum emisi atom
hydrogen. Persamaan balmer digunakan untuk mencari panjang gelombang penyerapan
atau garis emisi. Deret balmer dihitung menggunakan rumus balmer, persamaan empiris
ditentukan oleh Johann Balmer pada tahun 1885. Oleh karena itu diperlukan praktikum
akan deret balmer dengan tujuan agar mahasiswa mengerti akan deret balmer lebih
mendalam.

B. Tujuan percobaan

Adapun tujuan percobaan pada praktikum ini diantaranya :


1. Dapat menentukan panjang gelombang Hα, Hβ dan Hγ dari deret balmer hidrogen.
2. Membandingkan dengan data teoritis.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Spektrum Gas

Spektrum Hidrogen adalah susunan pancaran dari atom hidrogen saat elektronnya
melompat atau bertransisi dari tingkat energi tinggi ke rendah. Susunan pancaran dari
atom hidrogen dibagi menjadi beberapa rangkaian spektral, dengan panjang gelombang
yang dihitung dengan formula Rydberg. Garis-gari spektral yang diamati ini terbentuk
karena elektron yang bertransisi antara dua tingkat energi yang berbeda di dalam
atomnya. Klasifikasi rangkaian oleh formula Rydberg sangatlah penting dalam
pengembangan mekanika kuantum. Rangkaian spektral sangat penting dalam astronomi
untuk mendeteksi keberadaan dari hidrogen dan menghitung pergeseran merah. Pada
akhir abad ke 21, tentang menganalisis spektrum radiasi diskret yang dipancarkan apabila
lucutan muatan-muatan listrik yang dihasilkan dalam gas. Atom yang paling ringan dan
paling sederhana merupakan atom hidrogen yang tersusun dari sebuah inti dan sebuah
elektron. Maka, pengukuran spektroskopis menunjukan bahwa hidrogen memiliki
spektrum yang sederhana dibandingkan unsur-unsur lain. Didapatkan bahwa garis dalam
daerah optis dan bukan optis terletak sitematis dalam berbagai deretan. Semua panjang
gelombang atom hidrogen diberikan oleh sebuah hubungan empiris tunggal. Spektrum
hidrogen adalah spektrum panjang gelombang yang kontinu yang tersusun dari sebuah
inti dan sebuah elektron (hidrogen). Spektrum pancar merupakan spektrum kontinu
maupun spektrum garis dan radiasi yang dipancarkan oleh zat. Spektrum pancar zat dapat
dihasilkan dengan cara memberi energi pada sampel materi baik dengan energi termal
maupun dengan bentuk energi lainnya (misalnya loncatan listrik dengan tegangan tinggi
bila zatnya berupa gas. Spektrum garis (line sprekta) yaitu spektrum pancar atom yang
terjadi dalam frasa gas, tidak menunjukan spektrum panjang gelombang kontinu yang
merentang dari merah sampai violet, namun atom hanya memancarkan cahaya yang khas
(Chang,2004)
3

B. Energi Total Keadaan Eksitasi Atom Litium dengan Metode Variasi

Atom Litium adalah suatu atom yang mempunyai 3 buah elektron pada kulitnya. Pada
keadaan eksitasi, satu elektron menduduki orbital 1s dan dua elektron lainnya menduduki
orbital 2s. Fungsi gelombang total keadaan eksitasi ditentukan melalui ekspansi
determinan Slater. Hamiltonian total merupakan gabungan dari Hamiltonian masing-
masing elektron dan suku interaksi di antara ketiga elektron bersangkutan. Dengan
diperolehnya fungsi gelombang total dan Hamiltonian total, maka energi total keadaan
eksitasi atom Litium dapat ditentukan. Perhitungan dilakukan dengan metode variasi dan
diperoleh E = -135,5007 eV. Dalam teori kuantum atom Hidrogen yaitu suatu atom yang
hanya mempunyai satu elektron pada kulitnya, melalui persamaan Schrodinger diperoleh
fungsifungsi gelombang (orbital-orbital) elektron dan energi-energi yang bersangkutan .
Hasil-hasil ini selanjutnya dipergunakan sebagai basis untuk menggambarkan atom-atom
dengan sejumlah elektron, khususnya berkaitan dengan energi total keadaan dasar dan
energi total keadaan eksitasi. Untuk energi total keadaan dasar, penentuan telah dilakukan
pada atom Litium dan atom Berilium. Agar penyelesaian cukup sederhana dan lebih
memadai, perhitungan energi total keadaan eksitasi dilakukan pada atom Litium dan
menggunakan metode variasi. Teori kuantum atom Litium tidak diturunkan secara
langsung melalui persamaan Schrodinger. Tingkat-tingkat energi dan fungsi-fungsi
gelombangnya didasarkan pada atom Hidrogen. Litium adalah suatu contoh dari atom-
atom dengan banyak elektron. Telah dilakukan perhitungan energi total keadaan eksitasi
atom Litium dengan metode variasi dan diperoleh. Suku interaksi antar elektron
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi energi total (Liu,Setianto,2017).

C. Model Bohr

Di dalam fisika atom, model Bohr adalah model atom yang diperkenalkan oleh Niels
Bohr pada 1913. Model ini menggambarkan atom sebagai sebuah inti kecil bermuatan
positif yang dikelilingi oleh elektron yang bergerak dalam orbit sirkuler mengelilingi inti
mirip sistem tata surya, tetapi peran gaya gravitasi digantikan oleh gaya elektrostatik.
Model ini adalah pengembangan dari model puding prem (1904), model Saturnian
(1904), dan model Rutherford (1911). Karena model Bohr adalah pengembangan dari
model Rutherford, banyak sumber mengkombinasikan kedua nama dalam penyebutannya
menjadi model Rutherford-Bohr. Seperti sudah diketahui sebelumnya, Rutherford
4

mengemukakan teori atom Rutherford berdasarkan percobaan hamburan sinar alfa oleh
partikel emas yang dilakukannya. Kunci sukses model ini adalah dalam menjelaskan
formula Rydberg mengenai garis-garis emisi spektral atom hidrogen; walaupun formula
Rydberg sudah dikenal secara eksperimental, tetapi tidak pernah mendapatkan landasan
teoretis sebelum model Bohr diperkenalkan. Tidak hanya karena model Bohr
menjelaskan alasan untuk struktur formula Rydberg, ia juga memberikan justifikasi hasil
empirisnya dalam hal suku-suku konstanta fisika fundamental. Model Bohr adalah sebuah
model primitif mengenai atom hidrogen. Sebagai sebuah teori, model Bohr dapat
dianggap sebagai sebuah pendekatan orde pertama dari atom hidrogen menggunakan
mekanika kuantum yang lebih umum dan akurat, dan dengan demikian dapat dianggap
sebagai model yang telah usang. Namun, karena kesederhanaannya, dan hasil yang tepat
untuk sebuah sistem tertentu, model Bohr tetap diajarkan sebagai pengenalan pada
mekanika kuantum. Di awal abad 20, percobaan oleh Ernest Rutherford telah dapat
menunjukkan bahwa atom terdiri dari sebentuk awan difus elektron bermuatan negatif
mengelilingi inti yang kecil, padat, dan bermuatan positif. Berdasarkan data percobaan
ini, sangat wajar jika fisikawan kemudian membayangkan sebuah model sistem
keplanetan yang diterapkan pada atom, model Rutherford tahun 1911, dengan elektron-
elektron mengorbit inti seperti layaknya planet mengorbit matahari. Namun, model
sistem keplanetan untuk atom menemui beberapa kesulitan. Sebagai contoh, hukum
mekanika klasik (Newtonian) memprediksi bahwa elektron akan melepas radiasi
elektromagnetik ketika sedang mengorbit inti. Karena dalam pelepasan tersebut elektron
kehilangan energi, maka lama-kelamaan akan jatuh secara spiral menuju ke inti. Ketika
ini terjadi, frekuensi radiasi elektromagnetik yang dipancarkan akan berubah. Namun
percobaan pada akhir abad 19 menunjukkan bahwa loncatan bunga api listrik yang
dilalukan dalam suatu gas bertekanan rendah di dalam sebuah tabung hampa akan
membuat atom-atom gas memancarkan cahaya (yang berarti radiasi elektromagnetik)
dalam frekuensi-frekuensi tetap yang diskret (Graw,1987).

D. Garis Balmer

Deret Balmer atau garis Balmer dalam fisika atom, adalah sebutan dari salah satu dari
enam deret bernama yang menggambarkan garis spektrum emisi atom hidrogen. Deret
Balmer dihitung dengan menggunakan rumus Balmer, persamaan empiris ditemukan oleh
5

Johann Balmer pada tahun 1885. Spektrum kasat mata cahaya dari hidrogen
menunjukkan empat panjang gelombang, 410 nm, 434 nm, 486 nm, dan 656 nm, yang
sesuai dengan emisi foton oleh elektron dalam keadaan tereksitasi dalam proses transisi
ke tingkat kuantum dijelaskan dengan bilangan kuantum utama n sama dengan 2.
Terdapat juga sejumlah garis Balmer ultraviolet dengan panjang gelombang yang lebih
pendek dari 400 nm. Deret Balmer hanya berisi panjang gelombang pada bagian tampak
dari spektrum hidrogen. Meskipun fisikawan menyadari adanya emisi atom sebelum
tahun 1885, mereka tidak memiliki alat untuk memprediksi secara akurat di mana garis
spektrum akan muncul. Persamaan Balmer memprediksi empat garis penyerapan/emisi
kasat mata dari hidrogen dengan akurasi yang tinggi. Persamaan Balmer terinspirasi
persamaan Rydberg sebagai generalisasi hal tersebut, dan persamaan ini pada gilirannya
menyebabkan fisikawan menemukan deret Lyman, Paschen, dan Brackett yang
memprediksi garis penyerapan/emisi lainnya dari hidrogen yang ditemukan di luar
spektrum kasat mata. H-alfa merah familiar dengan garis spektrum gas hidrogen, yang
merupakan transisi dari kulit n = 3 ke kulit deret Balmer n = 2, adalah salah satu warna
mencolok dari alam semesta. Hal ini memberikan kontribusi garis merah terang untuk
spektrum emisi atau ionisasi nebula, seperti Nebula Orion, yang seringkali daerah H II
ditemukan di wilayah pembentukan bintang. Dalam gambar warna nyata, nebula ini
memiliki warna merah muda jelas dari kombinasi garis Balmer kasat mata yang bahwa
hidrogen memancarkan emisi. Deret Balmer ditandai oleh transisi elektron dari n ≥ 3 ke n
= 2, di mana n mengacu pada bilangan kuantum radial atau bilangan kuantum utama
elektron. Transisi ini diberi nama secara berurutan oleh huruf Yunani: n = 3 ke n = 2
dinamakan H-α, 4 ke 2 adalah H-β, 5 ke 2 adalah H-γ, dan 6 ke 2 adalah H-δ. Sebagai
garis spektrum pertama terkait dengan deret ini terletak di bagian kasat mata dari
spektrum elektromagnetik, garis-garis ini secara historis disebut sebagai "H-alfa", "H-
beta", "H-gama" dan sebagainya, di mana H adalah unsur hidrogen.Garis spektral
hidrogen dalam daerah ultra ungu (ultra violet) dari infra merah jatuh pada beberapa deret
lain (Halliday,1990).
III. PROSEDUR PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b) (c) (d) (e)


Gambar 1. Alat dan bahan. (a) lampu balmer, (b) catu daya, (c) jepitan meja, (d) bangku
optik kecil.

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.

(f) (g) (h) (i) (j)


Gambar 2. Alat dan bahan. (f) celah variable, (g) jepitan penunjang per, (h) copy terali
rouland, (g) lensa f 50 mm, (h) lensa f 100 mm
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 3.

(k) (l) (m)


Gambar 3. Alat dan bahan. (k) layar tembus cahaya, (l) pita ukur, (m) pensil
7

B. Prosedur Percobaan

Adapun prosedur melakukan percobaan deret Balmer ini adalah sebagai berikut :
1. Menyusun alat seperti pada Gambar 4, ketika menyusun lampu Balmer jangan
menghubungkan sumber ke jaringan
2. Memasang penunjang lampu Balmer pada ujung bangku optik.
3. Melepaskan penahan di atas bingkai lampu, kemudian cincin tersebut tarik ke bawah.
Lalu bingkai atas dari lampu tarik ke atas
4. Memasang lampu Balmer pada bingkai bawahnya dan tekan ke bawah
5. Memasukkan lubang kotak per ke pin logam atas dari lampu
6. Memasang bingkai atas lampu kemudian kunci dengan cincin penahan
7. Menghubungkan dengan sumber daya jaringan dan nyalakan
8. Memasang lensa f sebesar ± 50 mm dan f sebesar ± 100 mm, celah variable dan layar
tembus cahaya pada bangku optik seperti pada Gambar 4
9. Memasukkan lampu Balmer ke dalam jepitan a dengan memutar penunjangnya dan
dengan menggeser ke atas letakkan pada sumbu optik.
10. Celah pada lampu Balmer digambarkan dengan memakai lensa f sebesar 50 mm,
gambar celah dengan jelas pada layar tembus cahaya dengan menggeser lensa f
sebesar 100 mm.
11. Memasukkan terali rouland ke penunjang dengan jepitan per dan pasang pada bangku
optik diantara lensa f sebesar ± 100 mm
12. Menutup celah sampai garis-garis terpisah tampak di layar tembus cahaya
13. Mengukur jarak a antara terali dan layar
14. Member tanda orde ke-0 garis spektrum dari pembengkokan orde ke-1 pada keadaan
sedang mengukur.

C. Skema Percobaan

Adapun skema percobaan pada praktikum ini seperti pada Gambar 4.

A B G
C D E F

Gambar 4. Skema percoban


8

Keterangan :
A. Trafo
B. Lambu balmer
C. Kisi
D. Celah variable
E. Lensa f 100 mm
F. Lensa f 50 mm
G. Layar penangkap cahaya
H. Bangku optik
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Data pengamatan

Adapun data pengamatan yang diperoleh pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Data pengamatan Hα
a (cm) l ( cm)
5 1,5
10 4
15 6
20 7

Adapun data pengamatan yang diperoleh pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Data pengamatan Hβ
a (cm) l ( cm)
5 4
10 8,5
15 12
20 10,5

Adapun data pengamatan yang diperoleh pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Data pengamatan Hγ
a (cm) l ( cm)
5 7
10 10
15 14,5
20 -

B. Hasil Perhitungan

Dari data pengamatan yang telah didapatkan dari percobaan deret Balmer. Di dapatkan
hasil perhitungan secara teoritis seperti pada Tabel 4.
10

Tabel 4. Hasil perhitungan Hα


Perhitungan Hasil

Φα1 16,69

Φα2 21,80

Φα3 21,80

Φα4 19,29

φ́ 19,29

Σ φ α2 1601,13

∆φα 1,24 cm

KR 6,23 %

NT 18,65 sampai 21,13

λ1 4,6 x 10-7 cm

λ2 6,1 x 10-7 cm

λ3 6,1 x 10-7 cm

λ4 5,5 x 10-7 cm

λ́ 5,57 x 10-7 cm

Σ λα 2 125,83 x 10-14 cm

∆λα 3,8 x 10-8 cm

KR 6,28 %

NT 5,19 x 10 sampai 5,95 x 10-7


-7

Adapun hasil perhitungan untuk Hβ seperti pada Tabel 5


Tabel 5. Hasil perhitungan Hβ
Perhitungan Hasil
Φβ1 38,65
Φβ2 40,36
Φβ3 38,65
Φβ4 27,69
β́ 36,33

Σ φ β2 5383,29
∆φβ 2,94
KR 8,09
NT 33,39 sampai 39,27
λ1 1,035 x 10-6 cm

λ2 1,06 x 10-6 cm

λ3 1,03 x 10-6 cm

λ4 7,6 x 10-7 cm

λ́ 9,7 x 10-7 cm

Σ λ β2 3,824 x 10-12 cm

∆λβ 7,3 x 10-8 cm

KR 7,52 %
-14
NT 6,33 x 10 sampai 8,27 x 10-14
11

Adapun hasil perhitungan untuk Hβ seperti pada Tabel 5


Tabel 6. Hasil perhitungan Hγ
Perhitunga
Hasil
n
Φγ1 54,46
Φγ2 45
Φγ3 44,02
Φγ4 -
γ́ 47,82
Σ φγ2 6928,65
∆φγ 3,37
KR 7,04 %
NT 44,45 sampai 51,19
λ1 1,3 x 10-6 cm
λ2 1,1 x 10-6 cm
λ3 1,1 x 10-6 cm
λ4 -
λ́ 1,16 x 10-6 cm
Σ λγ2 4,11 x 10-12 cm
∆λγ 1,1 x 10-7 cm
KR 9,48 %
NT 1,27 x 10-6 sampai 1,05

C. Pembahasan

Pada akhir abad ke 19 ditemukan bahwa panjang gelombang yang terdapat pada
spektrum atomik jatuh pada kumpulan tertentu yang disebut deret spektral. Deret spektral
pertama didapatkan oleh J.J. Balmer pada tahun 1885 ketka ia mempelajari bagian
tampak dari spektrum Hydrogen. Balmer melakukan ekperimen ini untuk mengukur
spektrum yang dipancarkan oleh gas hydrogen dengan menempatkan gas hydrogen dalam
tabung yang sudah dilengkapi dengan elektroda elektroda. Elektroda lampu balmer
disambungkan dengan sumber tegangan DC dan mengakibatkan lampu balmer menyala
dengan warna cahaya berwarna pink dari lampu balmer itu yang kemudian diamati
dengan menggunakan spektrometer dan tampak berupa spektrum garis. Fakta eksperimen
tersebut bertentangan dengan model atom Rutherford, yaitu bahwa spektrum atom
kontinu. Hal inilah yang menjadi kelemahan dari model atom Rutherford. Baik
Rutherford maupun Balmer tidak dapat menjelaskan secara teoritis mengapa spektrum
atom itu berupa spectrum garis atau spekrum diskrit. Deret Balmer atau garis balmer
12

adalah sebutan dari sebuah satu dari enam deret bernama yang menggambarkan garis
pektrum emisi atom hidrogen. Balmer memperlihatkan bahwa satu bilangan memiliki
hubungan dengan setiap garis dalam spektrum hidrogen yang berada di wilayah cahaya
tampak. Bilangan tersebut adalah 364,50682 nm. Deret Balmer dihitung menggunakan
rumus Balmer, persamaan empiris ditentukan oleh Johann Balmer pada tahun 1885
(Halliday,1990). Persamaan Balmer memprediksi empat garis penyerapan atau emisi
kasat mata dari hydrogen dengan akurasi yang tinggi. Persamaan Balmer terinspirasi
persamaan Rydberg sebagai generalisasi hal tersebut, dan menyebabkan fisikawan
menemukan deret Lyman, Paschen, dan Brackett yang memprediksi garis penyerapan
atau emisi lainnya dari hidrogen yang ditemukan di luar spektrum kasat mata. Deret
Balmer ditandai oleh transisi elekttron dari n ≥ 3 ke n = 2 dimana n mengacu pada
bilangan kuantum radial atau bilangan kuantum utama elektron. Dengan rumus balmer
mampu menunjukkkan bahwa beberapa pengukuran garis yang dibuat pada masanya
dengan spektroskopi sedikit tidak akurat dan rumus memprediksi garis yang kemudian
ditemukan meskipun belum diamati. Persamaan Balmer dapat digunakan untuk mencari
panjang gelombang penyerapan atau garis emisi. Dalam deret Balmer, garis dengan
panjang gelombang terbesar 656,3 nm diberi lambang Hα, sedangkan pada bagian
sebelahnya dengan panjang gelombang 486,3 nm diberi lambang Hβ dan seterusnya.
Terdapat juga sejumlah garis balmer ultaviolet dengan panjang gelombang yang lebih
pendek yaitu 400 nm. Deret Balmer sangat berguna dalam astronomi karena garis balmer
muncul di berbagai objek bintang karena banyaknya hidrogen di alam semesta dan oleh
karena itu sering dan relatif kuat dibandingkan dengan garis dari unsur-unsur lain. Garis
balmer dapat muncul sebagai garis penyerapan atau emsi dalam spektrum, tergantung
pada sifat dari objek yang diamati karena garis balmer yang biasa terlihat si spektrum
berbagai objek, mereka siling digunakan untuk menentukan kecepatan radial berkat
pergeseran doppler dari garis balmer. Hal ini memiliki kegunaan penting diseluruh
astronomi, dari mendeteksi binang biner, planet luar surya, objek kompak seperti bintang
neutron dan lubang hitam, menentukan jarak galaksi atau kausar dan mengindentifikasi
objek asing oleh analisis spektrumnya.
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh data pengamatan untuk panjang
gelombang Hα diantaranya pada jarak 5 cm didapat l sebesar 1,5 cm, jarak 10 cm didapat
l sebesar 4 cm, pada jarak 15 cm didapat l sebesar 6 cm dan pada jarak 20 cm didapat l
sebesar 7 cm. Kemudian pada panjang gelombang Hβ didapat pada pada jarak 5 cm
13

didapat l sebesar 4 cm, pada jarak 10 cm didapat l sebesar 8,5 cm, pada jarak 15 cm
didapat l sebesar 12 cm dan pada jarak 20 cm didapat l sebesar 10,5 cm. Dan pada
panjang gelombang Hγ diapat data pengamatan pada pada jarak 5 cm didapat l sebesar 7
cm, pada jarak 10 cm didapat l sebesar 10 cm, dan pada jarak 15 cm didapat l sebesar
14,5 cm dan untuk jarak 20 cm tidak ditemukan panjang gelombang Hγ.

Dari data pengamatan yang diperoleh didapat hasil perhitungan untuk panjang gelombang
Hα diantaranya φα1 sebesar 16,690, φα2 sebesar 21,800, φα3 sebesar 21,800,dan φα4
sebesar 19,290. Sehingga didapat φ́ α sebesar 19,890, Σ φα 2 sebesar 1601,130, ∆φα sebesar
1,240 dengan nilai KR sebesar 6,23 % dan NT sebesar 18,65 sampai 21,13. Diperoleh
panjang gelombang untuk Hα diantaranya λ1 sebesar 4,6 x 107 cm, λ2 sebesar 6,1 x 10-7
cm, λ3 sebesar 6,1 x 10-7 cm dan λ4 sebesar 5,5 x 10-7 cm sehingga diperoleh λ́ sebesar
5,57 x 10-7 cm, Σ λ2 sebesar 125,83 x 10-14 cm, ∆λ sebesar 3,8 x 10-7 dengan KR sebesar
6,82 % dan NT sebesar 5,19 x 10-7 sampai 5,95 x 10-7. Kemudian dari data pengamatan
yang diperoleh pada Hβ. Didapat hasil perhitungan untuk panjang gelombang Hβ
diantaranya φβ1 sebesar 38,650, φβ2 sebesar 40,360, φβ3 sebesar 38,650,dan φβ4 sebesar
27,690. Sehingga didapat φ́ β sebesar 36,330, Σ φ β2 sebesar 5383,290, ∆φβ sebesar 2,940
dengan nilai KR sebesar 8.09 % dan NT sebesar 33,39 sampai 39,27 Diperoleh panjang
gelombang untuk Hβ diantaranya λ1 sebesar 1,035 x 106 cm, λ2 sebesar 1,06 x 10-6 cm, λ3
sebesar 1,03 x 10-6 cm dan λ4 sebesar 7,6 x 10-7 cm sehingga diperoleh λ́ sebesar 9,7 x 10-
7
cm, Σ λ2 sebesar 3,824 x 10-12 cm, ∆λ sebesar 7,3 x 10-8 dengan KR sebesar 7,52 % dan
NT sebesar 6,33 x 10-14 sampai 8,27 x 10-14. Dan dari data pengamatan yang diperoleh
pada Hγ. Didapat hasil perhitungan untuk panjang gelombang Hγ diantaranya φγ 1 sebesar
54,460, φγ2 sebesar 450, dan φγ3 sebesar 44,020. Sehingga didapat φ́ γ sebesar 47,820,
Σ φ β2 sebesar 6928,650, ∆φβ sebesar 3,370 dengan nilai KR sebesar 7,04 % dan NT
sebesar 44,45 sampai 51,19 Diperoleh panjang gelombang untuk Hγ diantaranya λ 1
sebesar 1,3 x 106 cm, λ2 sebesar 1,1 x 10-6 cm, dan λ3 sebesar 1,1 x 10-6 cm. sehingga
diperoleh λ́ sebesar 1,16 x 10-6 cm, Σ λ2 sebesar 4,11 x 10-12 cm, ∆λ sebesar 1,1 x 10-7 cm
dengan KR sebesar 9,48 % dan NT sebesar 1,27 x 10-6 sampai 8,27 x 1,05.
Dari percobaan yang telah dilakukan didaptkan pola spektrum yang dihasilkan
diantaranya
Hγ 7 cm

Hβ 4 cm
14

Hα 1,5 cm

Gambar 5. Spektrum warna pada jarak 5 cm


Dari Gambar 5, terlihat spektrum warna yang dihasilkan dari lampu balmer pada jarak 5
cm. Dari jarak 5 cmdiperoleh jarak dari biru sampai orange sebagai Hα sebesar 1,5 cm.
Dari warna biru sampai hijau sebagai Hβ sebesar 4 cm dan jarak antara warna biru
sampai merah sebagai Hγ sebesar 7 cm.

Hγ 10 cm

Hβ 8,5 cm

Hα 4 cm

Gambar 6. Spektrum warna pada jarak 10 cm

Dari Gambar 6, terlihat spektrum warna yang dihasilkan dari lampu balmer pada jarak 10
cm. Dari jarak 10 cmdiperoleh jarak dari biru sampai orange sebagai Hα sebesar 4 cm.
Dari warna biru sampai hijau sebagai Hβ sebesar 8,5 cm dan jarak antara warna biru
sampai merah sebagai Hγ sebesar 10 cm.

Hγ 14,5 cm

Hβ 12 cm

Hα 6 cm

Gambar 7. Spektrum warna pada jarak 15 cm

Dari Gambar 7, terlihat spektrum warna yang dihasilkan dari lampu balmer pada jarak 15
cm. Dari jarak 15 cm diperoleh jarak dari biru sampai orange sebagai Hα sebesar 6 cm.
Dari warna biru sampai hijau sebagai Hβ sebesar 12 cm dan jarak antara warna biru
sampai merah sebagai Hγ sebesar 14,5 cm.

Hβ 10,5
cm
15

Hα 7 cm

Gambar 8. Spektrum warna pada jarak 20 cm

Dari Gambar 8, terlihat spektrum warna yang dihasilkan dari lampu balmer pada jarak 20
cm. Dari jarak 20 cm diperoleh jarak dari biru sampai orange sebagai Hα sebesar 7 cm.
Dari warna biru sampai hijau sebagai Hβ sebesar 10,5 cm.

Kendala yang ditemui pada praktikum ini adalah dalam menentukan berkas spektrum
warna yang dihasilkan sebab warna yang dihasilkan tidak terlalu jelas terpantul pada
papan layar kemudian tidak ditemukan panjang gelombang Hγ pada jarak 20 cm.
V. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh pada praktikum ini diantaranya:


1. Untuk gelombang Hα didapatkan λ́ sebesar 5,57 x 10-7 cm.
2. Untuk gelombang Hβ didapatkan λ́ sebesar 9,7 x 10-7 cm.
3. Untuk gelombang Hγ didapatkan λ́ sebesar 1,16 x 10-6 cm.
4. Diperoleh untuk panjang gelombang Hα a pada jarak 5 cm didapat l sebesar 1,5 cm, jarak 10
cm didapat l sebesar 4 cm, pada jarak 15 cm didapat l sebesar 6 cm dan pada jarak 20 cm
didapat l sebesar 7 cm.
5. Pada panjang gelombang Hβ didapat pada pada jarak 5 cm didapat l sebesar 4 cm, pada jarak
10 cm didapat l sebesar 8,5 cm, pada jarak 15 cm didapat l sebesar 12 cm dan pada jarak 20
cm didapat l sebesar 10,5 cm

DAFTAR PUSTAKA
Chang,Raymond.2004.Kimia Dasar.Jakarta:Erlangga.

Graw,Hill.1987.Fisika Moderen.Erlangg.Bandung.

Halliday, David dan Robert Resnick.1996. Fisika Jilid 1.Erlangga.Jakarta.

Liu, Kin Men Dan Setianto. 2017. Energi Total Keadaan Eksitasi Atom Litium dengan Metode
Variasi. Jurnal Ilmu dan Inovasi Fisika Departemen Fisika Fakultas MIPA Universitas
Padjadjaran. Vol. 01, No. 01 (2017) 6 – 10.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN

H

U α 1=tan−1 ( 1,55 )=16,69


U α 2=tan−1 ( 104 )=21,80
U α 3=tan−1 ( 156 )=21,80
U α 4 =tan −1 ( 207 )=19,29
16,69+ 21,80+21,80+19,29 79,58
Ú α = = =19,89
4 4

∑ U 2α =( 16,69 )2+ ( 21,80 )2+ ( 21,80 )2+ ( 19,29 )2=278,55+475,24 +475,24 +372,10=1601,13
2

∆ Uα =
√ ∑ Uα −n(Ú α )2 =
n(n−1) √ 1601,13−4 (19,89)2
4 ( 4−1 )
=√ 1,5575=1,24

∆ Uα 1,24
KR= × 100 %= × 100 %=6,23 %
Ú α 19,89

NT =|Ú α ± ∆ Uα|→|19,89+1,24|=21,13↔|19,89−1,24|=18,65

λ 1=g sinU 1=1,67 ×10−6 . sin 16,69=1,67 ×10−6 .0,28=4,6 × 10−7

λ 2=1,67 ×10−6 . sin 21,80=1,67 × 10−6 .0,37=6,1 ×10−7

λ 3=1,67 ×10−6 . sin 21,80=1,67 × 10−6 .0,37=6,1 ×10−7

λ 4=1,67 × 10−6 .sin 19,29=1,67 ×10−6 .0,33=5,5× 10−7

λ́=¿ ¿

∑ λ2=¿
2

∆ λ=
√ ∑ λ −n( λ́)2 =
n (n−1) √ 125,83 ×10−14−4 (5,57 ×10−7)2
4 ( 4−1 )
=√ 0,145 ×10−14 =0,38 ×10−7

∆λ 0,38 ×10−7
KR= ×100 %= ×100 %=6,82 %
λ́ 5,57 ×10−7

NT =|ά ± ∆ α |→|5,57. 10−7 +0,38. 10−7|=3,95.10−7 ↔∨5,57.10−7−0,38. 10−7=5,19. 10−7

H

U 1=tan −1 ( 45 )=38,65
U 2=tan −1 ( 8,510 )=40,36
U 3=tan −1 ( 1215 )=38,65
U 4 =tan−1 ( 10,5
20 )
=27,69

18,65+ 40,36+38,65+27,69 145,35


Ú = = =36,33
4 4

∑ U ❑2 =( 38,65 )2 +( 40,36 )2 + ( 38,65 )2 + ( 27,69 )2=1493,82+1628,92+1493,82+766,73=5383,29


2


2
∑U −n( Ú ) 5383,29−4 (36,33)2
∆U=
n(n−1)
=

4 ( 4−1 )
= √ 8,65=2,94

∆U 2,94
KR= ×100 %= ×100 %=8,09 %
Ú 36,33

NT =|Ú ± ∆U |→|36,33+2,94|=39,27↔|36,33−2,94|=33,39

λ 1=g sinU 1=1,67 ×10−6 . sin 38,65=1,67 ×10−6 .0,62=1,035× 10−6

λ 2=1,67 ×10−6 . sin 40,36 ¿ 1,67 ×10−6 .0,64=1,06 ×10−6

λ 3=1,67 ×10−6 . sin 38,65=1,67 × 10−6 .0,62=1,03 ×10−6

λ 4=1,67 × 10−6 .sin 27,69=1,67 ×10−6 .0,46=0,76 ×10−6


(1,035 ×10−6)+ ( 1,06 ×10−6 ) + ( 1,03 ×10−6 ) + ( 0,76 ×10−6 )
λ́= =0,97 ×10−6
4

∑ λ2=¿
2

∆ λ=
√ ∑ λ −n( λ́)2 =
n (n−1) √ 3,824 × 10−12−4 (0,97 × 10−6 )2
4 ( 4−1 )
= √ 0,533 ×10−14=7,3 ×10−8

KR=|Ú ± ∆ U |→|0,97. 10−6 +7,3. 10−8|=8,27.10−6 ↔|0,97. 10−6 −7,3.10−8|=6,33 ×10−14

H

U 1=tan −1 ( 75 )=54,46
U 2=tan −1 ( 1010 )=45
U 3=tan −1 ( 14,5
15 )
=44,02

54,46+ 45+ 44,02 143,48


Ú = = =47,82
3 3

∑ U ❑2 =( 54,46 )2 + ( 45 )2 + ( 44,02 )2=6928,65


2


2
∑U −n( Ú ) 6928,65−3( 47,82)2
∆U=
n(n−1)
=

3 ( 3−1 )
=√ 11,4=3,37

∆U 3,37
KR= ×100 %= ×100 %=7,04 %
Ú 47,82

NT =|Ú ± ∆U |→|47,82+ 3,37|=51,19↔|47,82−3,37|=44,45

λ 1=g sinU 1=1,67 ×10−6 . sin 54,46=1,67 × 10−6 .0,81=1,3 ×10−6

λ 2=1,67 ×10−6 . sin 45=1,67 ×10−6 .0,70=1,1×10−6

λ 3=1,67 ×10−6 . sin 44,02=1,67× 10−6 .0,69=1,1 ×10−6

(1,3 ×10−6)+ ( 1,1 ×10−6 ) + ( 1,1× 10−6 ) 3,5 ×10−6


λ́= = =1,16 × 10−6
3 3
2 2
∑ λ2=(1,3× 10−6 )2+ ( 1,1× 10−6 ) + ( 1,1 ×10−6 ) =4,11 × 10−12
2

∆ λ=
√ ∑ λ −n( λ́)2 =
n (n−1) √ 4,11× 10−12−3(1,16× 10−6 )2
3 (3−1 )
=√ 0,013× 10−12=0,11 ×10−6

∆λ 0,11 × 10−6
KR= ×100 %= ×100 %=9,48 %
λ́ 1,16 ×10−6
23

NT =|γ́ ± ∆ γ|→|1,16.10−6 +0,11. 10−6|=1,27.10−6 ↔∨1,16.10−6−0,11. 10−6 =1,05.10−6

Anda mungkin juga menyukai