Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

OPTIKA GEOMETRI

Dalam kehidupan sehari-hari panjang gelombang dianggap sangat kecil bila


dibandingkan dengan besar penghalang atau lubang, sehingga difraksi atau
pembelokan cahaya di sekitar penghalang sering diabaikan. Dalam optika geometri
gelombang cahaya dianggap merambat dalam garis lurus, seperti tampak dalam
percobaan-percobaan sederhana dan dalam kehidupan nsehari-hari.
Dalam bab ini akan kita pelajari tentang fenomena-fenomena dengan
pendekatan sinar (gelombang merambat dalam garis lurus), yaitu tentang hukum-
hukum pembiasan dan pemantulan dan penerapannya dalam cermin dan lensa. Selain
itu akan kita pelajari juga tentang fenomena dispersi.

1.1.SIFAT-SIFAT CAHAYA
Sifat sifat cahaya dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari dan dapat pula
ditunjukkan dengan beberapa percobaan. Berdasarkan percobaan dan pengamatan
tersebut, kita dapat membagi sifat-sifat cahaya menjadi tiga golongan, yaitu optika
geometri: sifat cahaya dengan anggapan bahwa cahaya merambat lurus, optika fisis:
sifat cahaya dengan anggapan bahwa cahaya mempunyai bentuk gelombang dan
optika kuantum: yaitu sifat cahaya ditinjau dari energinya.
Dalam bab ini akan kita bahas lebih dulu sifat yang pertama, yaitu cahaya
merambat lurus.

1.1.1. Laju Cahaya

Pengukuran laju cahaya secara nonastronomis mula-mula dilakukan oleh


fisikawan Perancis Fizeau tahun 1849, di atas sebuah bukit di Paris. Fizeau
menempatkan sebuah sumber cahaya dan sebuah system lensa yang diatur sedmikian
rupa sehingga cahaya yang dipantulkan oleh sebuah cermin semitransparan
difokuskan pada sebuah celah di dalam sebuah roda bergerigi. Di atas sebuah bukit
yang berjarak 8,63 km dari bukit pertama, ia menempatkan sebuah cermin untuk

1
memantulkan kembali cahaya, supaya dapat dilihat oleh pengamat, seperti
ditunjukkan pada Gambar 1.1.

L1 L2 L3 M
G
E
8,67 km

Roda
bergerigi

Gambar 1.1. Percobaan Fizeau dalam pengukuran laju cahaya

Roda bergerigi tersebut diputar dengan laju putaran yang diubah-ubah. Misal
mula-mula roda dalam keadaan diam, dan pada saat itu cahaya dapat melewati salah
satu celah diantara gigi sehingga membentuk bayangan di cermin M. Oleh cermin M
cahaya dipantulkan kembali melalui jalan semula, sebagian dipantulkan oleh pelat G,
dan sebagian diteruskan melalui L1 selanjutnya diterima oleh pengamat E.

Jika roda dalam keadaan berputar, maka cahaya dari sumber S dibagi menjadi
bagian-bagian rentetan gelombang yang panjangnya tertentu. Jika kecepatan rotasi
roda sedemikian sehingga sesuai dengan waktu yang digunakan muka gelombang
untuk berjalan bolak-balik, sementara itu bagian roda yang tak tembus cahaya telah
bergerak ke kedudukan awal, maka cahaya yang dipantulkan oleh cermin M tidak
sampai kepada pengamat.

Jika kecepatan sudut dikalikan dua, cahaya yang melewati salah satu celah telah
kembali melalui celah berikutnya, dan cahaya dari S akan tampak lagi. Pada saat itu
frekuensi roda adalah 25 putaran/sekon, dan roda berisi 720 gigi. Sehingga waktu
yang dibutukhan oleh tiap pulsa gelombang untuk pulang pergi adalah

2
1 1 1
´ = s
720 25 18000

Dengan demikian cepat rambat cahaya adalah

d 2 ´ 8,67 km
v= = = 312.000 km s
t 1 18000 s

Hasil percobaan dengan alat Fizeau memang kurang teliti, ini kemudian diperbaiki
oleh Foucault. Kira-kira tahun 1850, Foucault mengukur laju cahaya di udara dan di
air. Hasil percobaan menunjukkan bahwa laju cahaya di air lebih kecil dari pada laju
cahaya di udara. Dengan metode yang pada intinya sama, fisikawan Amerika A A
Michelson melakukan pengukuran yang tepat untuk laju cahaya dari tahun 1880
sampai tahun 1930.

Metode lain dalam penentuan laju cahaya melibatkan pengukuran konstanta


e 0 (permitivitas vakum) dan µ 0 (permeabilitas vakum) dengan persamaan

1
c= (1.1)
e 0 µ0

Dengan e 0 = permitivitas vakum = kapasitansi vakum tiap satuan panjang

= 8,85 x 10-12 C2/m2.N (farad / m)

µ 0 = permeabilitas vakum = induktansi vakum tiap satuan panjang

= 4 p x 10-7 N / A2 (henry / m)

Dari berbagai metode pengukuran laju cahaya, pada dasarnya terdapat


kesamaan hasil yang diperoleh. Saat ini laju cahaya dalam vakum didefinisikan secara
tepat,

C = 299.792.457 m / sekon

1.1.2. Indeks Bias

Laju cahaya di dalam medium seperti kaca, air atau udara ditentukan oleh indeks
bias n, yang didefinisikan sebagaiperbandingan laju cahaya dalam ruang hampa c
terhadap laju tersebut dalam medium

c
n= (1.2)
v

3
1
e 0 µ0 eµ
n= = (1.3)
1 e 0 µ0

nudara (00C, 76 cm Hg) = 1,000292


Rapat optis medium transparan (bening) merupakan ukuran dari indeks biasnya,
artinya jika indeks bias tinggi, maka rapat optis juga tinggi dan sebaliknya.

Contoh 1.1

Jika indeks bias dari suatu keeping gelas adalah 1,5250 berapakah cepat rambat
cahaya di dalam gelas tersebut?

Penyelesaian

Indeks bias gelas dapat dinyatakan sebagai


c
n gelas = 1,5250 =
v gelas
Maka cepat rambat cahaya di dalam gelas adalah

c 3 ´ 10 8 m
v gelas = = s = 1,9672 ´ 10 8 m
n gelas 1,5250 s

1.1.3. Lintasan Optis (Optical Path)


Salah satu besaran yang sangat penting didalam optika geometri adalah
lintasan optis. Jika lintasan cahaya di dalam suatu medium adalah d, maka dapat
dinyatakan
d = vt (1.4)
Dengan v adalah kecepatan cahaya di dalam medium dan t adalah waktu. Sudah kita
ketahui bahwa
c c
n= sehingga v =
v n
ct
Maka d = atau dn = ct
n
Perkalian dn inilah yang dinamakan lintasan optis D
D = nd (1.5)

4
Lintasan optis = nd, menyatakan jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam hampa
dengan waktu yang sama jika cahaya tersebut melewati medium dalam jarak d. Jika
cahaya melewati suatu susunan medium optis dengan ketebalan d, d’, d’’,……………
dan dengan indeks bias n, n’, n’’,……………………, maka lintasan optis totalnya
adalah
D = nd + n' d '+ n' ' d ' '+..................... (1.6)

n n’ n”

d d’ d”

Gambar 1.2. lintasan optis yang melewati susunan medium optis

Contoh 1.2
Seberkas cahaya melewati keping gelas setebal 10,0 cm, kemudian melewati air
dengan jarak 30,5 cm dan terakhir melalui keeping gelas dengan tebal 5,0 cm.
Jika indeks bias kedua keeping gelas adalah 1,5250 dan indeks bias air adalah
1,3330, berapakah panjang lintasan optis yang ditempuh oleh cahaya tersebut ?

Penyelesaian

Lintasan optis total adalah


D = nd + n' d '+ n" d " = 1,5250 ´ 10 + 1,3330 ´ 30,5 + 1,5250 ´ 5 = 63,5315cm

1.1.4. Hukum Pemantulan dan Pembiasan


Pada Gambar 1.3 seberkas cahaya jatuh pada permukaan batas dua medium 1
dan medium 2, maka sebagian dipantulkan oleh permukaan dan sebagian lagi
dibelokkan (dibiaskan, direfraksikan) masuk ke dalam medium 2. Berkas gelombang
datang digambarkan dengan garis lurus, sinar dating, sejajar dengan arah perambatan.
Kita anggap berkas datang pada Gambar 1.4 adalah gelombang datar dengan muka
gelombangnya tegak lurus sinar dating. Sudut dating ( q 1), sudut refleksi ( q 1’) dan
sudut refraksi ( q 2) diukur dari normal bidang batas ke sinar yang bersangkutan.

5
udara

air

Gambar 1.3. Pemantulan dan pembiasan pada permukaan batas udara air

Berdasarkan eksperimen, diperoleh hukum-hukum mengenai pemantulan dan


pembiasan sebagai berikut :
1. Sinar yang dipantulkan dan dibiaskan terletak pada satu bidang yang dibentuk
oleh sinar datang dan normal bidang batas di titik datang.
2. Untuk pemantulan berlaku: sudut dating =sudut pantul,
q1 ' = q1 (1.7)
3. Untuk pembiasan berlaku: perbandingan sinus sudut dating dengan sinus sudut
bias berharga konstan.
sin q1 n2
= = n21 (1.8)
sin q 2 n1

n21 adalah konstanta yang disebut indeks refraksi dari medium 2 terhadap medium 1.
Pernyataan 1 dan 2 dinamakan hukum pemantulan Snellius, sedangkan
pernyataan 1 dan 3, dinamakan hukum pembiasan Snellius. Hukum pembiasan dapat
ditulis
n1 sin q1 = n2 sin q 2 (1.9)
Jika sudut datang dan sudut bias kecil, persamaan (1.8) dapat dinyatakan sebagai
q1 n2
= (1.10)
q 2 n1
Tabel 1.1 menunjukkan indeks refraksi beberapa bahan terhadap vakum untuk
panjang gelombang (cahaya natrium) 589 nm.

6
Tabel 1.1. Beberapa indeks bias untuk l = 589 nm
Medium Indeks bias
Air 1,33
Etil alcohol 1,36
Karbon bisulfida 1,63
Udara 1,0003
Natrium khlorida 1,53

Melukis sinar bias dengan metode grafik


Cara sederhana untuk melukiskan jalannya cahaya yang melewati dua medium
transparan adalah dengan cara grafik. Misal kita akan melukis jalannya sinar yang
berasal dari medium 1 dengan indeks bias n1 yang memasuki medium 2 dengan
indeks bias n2 dengan sudut datang q1 . Pertama kali kita lukiskan lebih dulu bidang
batas AB dan garis normal N. Kita lukiskan sinar datang PO dengan sudut datang q1,
kemudian kita buat dua buah lingkaran dengan jari-jari OQ dan OR yang memiliki
perbandingan
OQ n1
= (1.11)
OR n2
O”R adalah proyeksi O’Q pada lingkaran kedua, dengan demikian OR adalah sinar
bias.

7
N
P

n1
O
A B
0’ Q
n2
0” R

Gambar 1.4. Lukisan sinar bias dengan metode grafik

Pada Gambar 1.4 ditunjukkan bahwa


O' Q
sin q1 = sehingga O' Q = OQ sin q1 (1.12)
OQ
O" R
sin q 2 = sehingga O" R = OR sin q 2 (1.13)
OR
Pada Gambar 1.4 tampak bahwa O’Q = O”R, maka
OQ sin q1 = OR sin q 2
n1 sin q1 = n2 sin q 2
sin q1 n1
Atau = (1.14)
sin q 2 n2

Prinsip Fermat
Telah kita fahami bersama bahwa rambatan cahaya dan gelombang-
gelombang lain dapat dijelaskan dengan prinsip Huygens. Rambatan gelombang jaga
dapat dijelaskan dengan prinsip Fermat, yang pertama kali dinyatakan oleh
matematikawan Perancis Pierre de Fermat pada abad ke 17. Secara umum prinsip
Fermat dinyatakan sebagai berikut :
Lintasan yang dilalui oleh cahaya untuk merambat dari satu titik ke titik lain
adalah sedemikian rupa, sehingga waktu perjalanan itu tidak berubah
sehubungan dengan variasi-variasi dalam lintasan tersebut.

8
Jika waktu t diungkapkan sebagai beberapa parameter x, lintasan yang dilalui cahaya
akan sedemikian rupa sehingga dt dx = 0; artinya t mungkin minimum, maksimum
atau konstan. Ciri-ciri penting dari lintasan yang tidak berubah adalah bahwa waktu
yang diperlukan sepanjang lintasan-lintasan terdekat akan kira-kira sama seperti
sepanjang lintasan yang sebenarnya. Lebih khusus lagi prinsip Fermat dinyatakan
sebagai :
Lintasan yang dilalui oleh cahaya untuk merambat dari satu titik ke titik lain
adalah sedemikian rupa, sehingga waktu perjalanannya minimum.
Pada bagian ini kita akan menggunakan prinsip Fermat sebagai alternative lain
dalam menurunkan hukum-hukum pemantulan dan pembiasan.

Pemantulan

A B

a b

x P d-x

Gambar 1.5. Geometri untuk menurunkan hukum pemantulan dari prinsip Fermat

Dalam Gambar 1.5 kita berasumsi bahwa cahaya berasal dari titik A,
mengenai permukaan datar dan dipantulkan menuju titik B. Kita ingin mengetahui
lintasan yang dilalui oleh cahaya tersebut. Permasalahan yang akan dipecahkan
dengan prinsip Fermat adalah : di titik manakah P pada Gambar 1.5, sehingga cahaya
akan berjalan dari A ke B?
Misal kita pilih lintasan dengan waktu tersingkat adalah AP-PB, maka lintasan
optisnya adalah
D = n1 AP + n2 PB (1.15)

Karena disini n1 = n2 = n , maka lintasan optisnya dapat ditulis sebagai

D = n( AP + PB ) (1.16)

9
Waktu yang dibutuhkan oleh cahaya melalui lintasan total adalah

D n( AP + PB ) n a + x + n b + (d - x )
2 2 2 2

t= = = (1.17)
c c c
Menurut prinsip Fermat, lintasan yang benar haruslah memenuhi syarat dt dx = 0;
sehingga

{ }
1
( )
1
dt 1 n 2
(2 x ) + 1 n b 2 + (d - x )2 (2)(- 1)(d - x ) = 0
- -
= a + x2 2 2
dx 2 c 2c
x d-x
Atau = (1.18)
a2 + x2 b 2 + (d - x )
2

sin q1 = sin q 2 atau q1 = q 2 (1.19)


Persamaan (1.19) menunjukkan bahwa besarnya sudut datang sama dengan sudut
pantul, pernyataan ini pula yang merupakan bunyi hukum pemantulan.

Pembiasan

n1 a

P
n2
b

x d-x
B
d

Gambar 1.6. Geometri untuk menurunkan hukum pembiasan dari prinsip Fermat

Dalam Gambar 1.6 kita berasumsi bahwa cahaya berasal dari titik A,
mengenai permukaan datar dan diteruskan menuju titik B. Kita ingin mengetahui
lintasan yang dilalui oleh cahaya tersebut. Permasalahan yang akan dipecahkan

10
dengan prinsip Fermat adalah : di titik manakah P pada Gambar 1.6, sehingga cahaya
akan berjalan dari A ke B?
Misal kita pilih lintasan dengan waktu tersingkat adalah AP-PB, maka lintasan
optisnya adalah
D = n1 AP + n2 PB (1.20)

D = n1 a 2 + x 2 + n2 b 2 + (d - x )
2
(1.21)
Waktu yang dibutuhkan oleh cahaya untuk melewati lintasan tersebut adala

D n1 a + x + n2 b + (d - x )
2 2 2 2

t= = (1.22)
c c
Menurut prinsip Fermat, lintasan yang benar haruslah memenuhi syarat
dt dx = 0; sehingga

{ }
1
( )
1
dt 1 n1 2
(2 x ) + 1 n2 b 2 + (d - x )2 (2)(- 1)(d - x ) = 0
- -
= a + x2 2 2
dx 2 c 2 c
x d-x
Atau n1 = n2 (1.23)
a2 + x2 b 2 + (d - x )
2

n1 sin q1 = n2 sin q 2 (1.24)


Persamaan (1.24) menunjukkan bahwa lintasan cahaya yang benar adalah lintasan
yang melalui P, sehingga n1 sin q1 = n2 sin q 2 , pernyataan ini pula yang merupakan
bunyi hukum pembiasan.

1.1.5. Dispersi Warna


Cahaya putih terdiri dari beberapa warna. Di ruang hampa semua warna
mempunyai cepat rambat yang sama, yaitu sama dengan c. Ketika berkas cahaya
masuk kedalam medium lain, maka cepat rambat untuk masing-masing warna
berbeda. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perbedaan indeks bias masing-masing
warna, sehingga sinar putih yang dating dengan sudut datang f akan dibiaskan

menjadi berbagai warna dengan sudut bias f ' yang besarnya malar (kontinu).

11
n

n’

C merah

D kuning
F biru

Gambar 1.7. Peristiwa dipersi, cahaya putih terurai menjadi spectrum

Harga indeks bias dalam medium berbeda untuk tiap warna (lihat Tabel 1.2), sehingga
besarnya susdut bias juga berbeda, hal ini akan menyebabkan terjadinya deviasi tiap
sinar dan dispersi antar sinar .
Jika sudut datang dan sudut bias kecil, dapat dituliskan
f n'
=
f' n
Dispersi antara sinar F dan C = fC' - f F' yang besarnya sebanding dengan n F - nC

Deviasi sinar D = f - f D' yang besarnya sebanding dengan n D - 1


Daya dispersi yang didefinisikan sebagai perbandingan antara dispersi antara biru-
merah dengan deviasi sinar kuning.
n F - nC
V = (1.25)
nD - 1
Indeks dispersi adalah kebalikan dari daya dispersi
nD - 1
v= (1.26)
n F - nC
Tabel 1.2. Harga indeks bias di dalam empat jenis gelas
(Jenkins and White, 2001)
Kode Elemen Panjang Spectacle Light flint Denise Extra
sumber gelombang crown flint denise
(0A) flint
C H 6563 1,52042 1,57208 1,66650 1,71303
D Na 5892 1,52300 1,57600 1,67050 1,72000
F H 4861 1,52933 1,58606 1,68059 1,73780
G’ H 4340 1,53435 1,59441 1,68882 1,75324
12
Contoh 1.3
Seberkas cahaya putih datang pada permukaan halus plat gelas dengan sudut
datang 550 , jika indeks bias untuk sinar biru F, kuning D dan merah C adalah nF
= 1,66270; nD = 1,64900 dan nC = 1,64357, a. Tentukan sudut dispersi antara
sinar biru dan merah ! b. Jika gelas tersebut akan dibuat lensa, berapakah daya
dispersi dan konstanta dispersinya ?

Penyelasaian

a. Untuk sinar biru F berlaku persamaan hukum Snellius


n sin f = n F sin f F'

1sin 55 0 = 1,66270 sin f F'


0,81915
sin f F' = = 0,49266 ; f F' = 29,52 0
1,66270
Untuk sinar merah C berlaku persamaan hukum Snellius
n sin f = nC sin fC'

1sin 55 0 = 1,64357 sin fC'

0,81915
sin fC' = = 0,49840 ; fC' = 29,89 0
1,64357
Sudut dispersi antara sinar biru dan merah adalah
D = fC' - f F' = 29,89 0 - 29,52 0 = 0,37 0

b. Daya dispersinya adalah


n F - nC 1,66270 - 1,64357
V = = = 0,02948
nD - 1 1,64900 - 1

nD - 1
Konstanta dispersinya adalah v = = 33,92577
n F - nC

1.2. PEMBIASAN OLEH PERMUKAAN DATAR DAN PRISMA


Sudah kita ketahui bahwa jika seberkas cahaya dating dari medium pertama
jatuh pada permukaan batas dua medium pertama dan medium kedua, maka sebagian
dipantulkan oleh permukaan kembali ke medium pertama, dan sebagian lagi masuk ke
dalam medium kedua dengan dibelokkan atau dibiaskan.

13
1.2.1. Pemantulan Sempurna

n n n

n’ n’ n’

a b c

Gambar 1.8.a. Cahaya datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat.
b. Cahaya datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat dengan sudut
datang lebih kecil dari sudut kritis. c. Cahaya datang dari medium lebih rapat ke
medium kurang rapat dengan sudut datang lebih besar dari sudut kritis, terjadi
pemantulan sempurna

Jika cahaya datang dari medium kurang rapat ke medium yang lebih rapat,
missal dari udara ke gelas, maka akan terjadi sudut bias lebih kecil dari pada sudut
datang. Apabila sudut datang terus diperkecil maka sudut bias akan selalu ada
(Gambar 1.8a).
Jika cahaya datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat, missal dari
gelas ke udara, akan terjadi sudut bias lebih besar dari pada sudut datang. Jika sudut
datang diperbesar sampai sudut tertentu sehingga sudut bias sama dengan 900, sudut
dating tersebut disebut sudut kritis (fC )(Gambar 1.8b). Besarnya sudut kritis dapat

ditentukan sebagai berikut :


Sesuai dengan hukum Snellius
n ' sin fC = n sin 90 0

n ' sin fC = n

n
sin fC = (1.27)
n'
Gambar 1.8c menunjukkan bahwa jika cahaya datang dengan sudut datang lebih
besar dari sudut kritis, maka tidak ada cahaya yang dibiaskan, atau semua cahaya
dating akan dipantulkan. Peristiwa ini disebut pemantulan total atau pemantulan
sempurna. Jadi sudut kritis antara dua medium optis didefinisikan sebagai “sudut
14
datang yang terbesar dalam medium yang mempunyai indeks bias lebih besar, dan
apabila cahaya datang dengan sudut datang yang melebihi sudut kritis, cahaya
tersebut akan dipantulka sempurna”.

Contoh 1.4

Lapisan minyak setebal 1 mm dengan n = 1,63 terapung di atas permukaan air


dengan n = 1,33. Ada seberkas cahaya yang melalui air dan datang ke bidang
batas air-miyak dengan sudut datang 600. Dapatkah cahaya tersebut menembus
minyak ?

Penyelesaian

udara

minyak

air 600

Menentukan sudut bias di dalam minyak


nair sin 60 0 = nmin yak sin f m

1,33(0,8660 ) = 1,63 sin f m

1,1518
sin f m = = 0,7066 ; f m = 44,96 0
1,63
Dengan demikian sudut datang minyak-udara adalah 44,960
Menetukan sudut kritis minyak-udara
nudara 1
sin f cm = = = 0,61350
nmin yak 1,63

f cm = 37,84 0

15
Karena sudut datang minyak-udara lebih besar dari sudut kritis minyak-udara, maka
cahaya akan dipantulkan sempurna, atau cahaya tidak dapat menembus lapisan
minyak.

1.2.2. Pembiasan oleh Prisma


Dalam suatu prisma dua permukaan mengapit satu sudut yang sama, sehingga
deviasi yang dakibatkan oleh permukaan pertama tidak dihilangkan oleh permukaan
kedua, tetapi justeru diberbesar. Pada Gambar 1.9 kita perhatikan jalannya cahaya
monokhromatis yang memalui sebuah prisma.

N
M
C

A B

N’

n n’ n

Gambar 1.9. Pembiasan pada prisma

Pembiasan pada permukaan pertama, berlaku


n sin f1 = n ' sin f1' (1.28)

sin f1 n '
= (1.29)
sin f1' n
Pembiasan pada permukaan kedua berlaku
n ' sin f 2' = n sin f 2 (1.30)

sin f 2 n '
= (1.31)
sin f 2' n
Sudut deviasi d , adalah sudut yang dibentuk oleh sinar dating dan sinar yang
dibiaskan oleh prisma. Kita akan menetukan besarnya sudut deviasi tersebut dengan
memperhatikan geometri jalannya sinar monokhromatik pada Gambar 1.9.
b = f1 - f1' (1.32)

16
g = f 2 - f 2' (1.33)

d = b +g (1.34)
a adalah sudut pembias prisma yang besarnya
a = f1' + f 2' (1.35)
Dengan menyulihkan persaman (1.32),(1.33) dan (1.35) ke persamaan (1.34), maka
akan kita dapatkan besarnya sudut deviasi sebagai berikut
d = (f1 - f1' ) + (f 2 - f 2' )
d = f1 + f 2 - (f1' + f 2' )
d = f1 + f 2 - a (1.36)

Contoh 1.5

Sebuah prisma yang terbuat dari gelas crown dengan sudut pembias 500
mempunyai indeks bias nD = 1,5230 untuk cahaya kuning sodium, datang pada
salah satu permukaan dengan sudut datang 450. Tentukan (a). sudut deviasi pada
permukaan pertama b . (b).sudut deviasi pada permukaan kedua g . Dan
(c).sudut deviasi pada total oleh prisma.

Penyelesaian

Perhatikan Gambar 1.9


(a). Pembiasan pada permukaan pertama berlaku
n sin f1 = n ' sin f1'

1,00 sin 45 0 = 1,5230 sin f1'

sin f1' = 0,4643 ® f1' = 27,66 0


Deviasi pada permukaan pertama adalah
b = f1 - f1' = 45 0 - 27,66 0 = 17,34 0
(b). Sudut datang pada permukaan kedua adalah
f 2' = a - f1' = 50 0 - 27,66 0 = 22,34 0
Pembiasan pada permukaan kedua berlaku
n ' sin f 2' = n sin f 2

1,5230 sin 22,34 0 = 1,00 sin f 2

sin f 2 = 0,5789 ® f 2 = 35,530


Sudut deviasi pada permukaan kedua adalah
17
g = f 2 - f 2' = 35,530 - 22,34 0 = 13,19 0
©. Deviasi total prisma adalah d = b + g = 17,34 0 + 13,19 0 = 30,530

Deviasi minimum
Besarnya sudut deviasi yang terjadi ternyata bervariasi, jika sudut datang
diperbesar, maka besarnya sudut deviasi akan berkurang, akhirnya akan mencapai
minimum, kemudian membesar lagi. Jika digambarkan dalam grafik antara sudut
datang dengan sudut deviasi adalah seperti Gambar 1.10.

60

50

d 40

30

20

20 30 40 50 60 70 80 90

Gambar 1.10. Grafik sudut deviasi yang dihasilkan oleh prisma dengan sudut pembias
600 dan indeks bias = 1,50, diperoleh deviasi minimum d m = 37,20

Sudut deviasi mencapai minimum, jika cahaya memotong prisma secara


simetri seperti dilukiskan pada Gambar 1.11, sehingga dalam hal ini berlaku
f1 = f 2 , f1' = f 2' dan b = g (1.37)

N
M
C

A B

N’

n n’ n

Gambar 1.11. Geometri cahaya yang melewati prisma dan membentuk deviasi
minimum
18
Dalam D ABC, tampak bahwa
Pelurus d m = 180 0 - d m = 180 0 - (b + g ) (1.38)

Dalam D ABN’, tampak bahwa


Pelurus a = 180 0 - a = 180 0 - (f1' + f 2' ) (1.39)
Sehingga
1
a = 2f1' , f1' = a
2
1
d m = 2b , b = d m
2

f1 = (f1' + b ), atau f1 =
1
(a + d m ) (1.40)
2
Menurut hukum Snellius, pada permukaan pertama berlaku persamaan (1.19)
sin f1 n '
=
sin f1' n
1
n'
sin (a + d m )
Sehingga = 2 (1.41)
n 1
sin a
2
Dengan a = sudut pembias prisma
d m = sudut deviasi minimum
Untuk prisma dengan sudut pembias kecil (prisma tipis), persamaan (1.41) dapat
dituliskan sebagai
n ' (a + d m )
= (1.42)
n a
Dan untuk prisma tipis di udara (nudara = 1)
d m = (n ' - 1)a
Dengan n’ indekd bias prisma (1.43)

Contoh 1.6

Pada suatu prisma gelas flinta dengan sudut pembias 500 dan mempunyai indeks
bias 1,6705 untuk cahaya kuning sodium terbentuk deviasi minimum. Tentukan
(a). sudut deviasi minimum dan (b). sudut datangnya

Penyelesaian

(a). Ketika terjadi deviasi minimum berlaku persamaan (1.41)


19
1
n'
sin (a + d m )
= 2
n 1
sin a
2

1,6705
sin
1
2
(
50 0 + d m )
=
1 1
( )
sin 50 0
2

sin
2
(
1 0
50 + d m )
1,6705 =
0,4226

0,70598 = sin æç 25 0 + d m ö÷
1
è 2 ø

æ 1 ö
sin ç 25 0 + d m ÷ = sin 44,910
è 2 ø
1
d m = 19,910 , sehingga d m = 39,82 0
2
(b). Sedangkan besarnya sudut datang sama dengan
æ 0 1 ö=
ç 25 + d m ÷ 44,91
0

è 2 ø

Contoh 1.7

Pada suatu prisma gelas flinta dengan sudut pembias 100 dan mempunyai indeks
bias 1,6705 untuk cahaya kuning sodium terbentuk deviasi minimum. Tentukan
sudut deviasi minimumnya.

Penyelesaian

Sudut pembias prisma pada soal ini adalah 100, jadi termasuk prisma tipis,
sehingga unuk menentukan deviasi minimum kita gunakan persamaan (1.43)
d m = (n ' - 1)a

d m = (1,6705 - 1)10 0 = 6,705 0

Daya Prisma
Daya prisma adalah kekuatan prisma membelokkan sinar (dalam cm) dalam
jarak 1 meter. Satuan daya prisma adalah dioptri prisma (D, prism diopter). Suatu

20
prisma mempunyai daya 1 dioptri prisma, jika prisma tersebut menyimpangkan
cahaya pada layer yang berjarak 1 meter, sejauh 1 centimeter.

(a) (b) (c)

100 cm δ2 δ1
x β γ

δ δ

Gambar 1.12. Prisma tipis. (a). Penyimpangan x dalam centimeter pada jarak 1 meter
menyatakan daya prisma dalam dioptri prisma. (b). Kombinasi prisma untuk
mendapatkan daya prisma yang bervariasi. (c). Penjumlahan vektor daya deviasi
prisma

Untuk mendapatkan daya prisma yang bervariasi, dapat kita lakukan dengan
mengkombinasikan beberapa prisma tipis. Penjumlahan deviasi adalah penjumlahan
vektorial.

d = d 12 + d 22 + 2d 1d 2 cos b (1.44)

Dengan b adalah sudut antara dua prisma, d 1 dan d 2 adalah daya masing-masing
prisma.

Contoh 1.8

Dua buah prisma, masing-masing mempunyai daya 5 dan 7 dioptri prisma.


Tentukan besarnya daya kombinasi prisma, jika kedua prisma tersebut disusun
secara (a). sejajar, (b). berlawanan dan (c). membuat sudut 600.

Penyelesaian

a. Dua prisma sejajar, berarti b = 0

Daya kombinasi prisma d = 5 2 + 7 2 + 2 ´ 5 ´ 7 cos 0 = 12 D

b.Dua prisma disusun berlawanan, berarti b = 180 0

Daya kombinasi prisma d = 5 2 + 7 2 + 2 ´ 5 ´ 7 cos180 0 = 2 D

c. Dua prisma saling membuat sudut 600, berarti b = 60 0

21
Daya kombinasi prisma d = 5 2 + 7 2 + 2 ´ 5 ´ 7 cos 60 0 = 10,4 D
1.3. PEMBIASAN OLEH PERMUKAAN SFERIS

1.3.1. Titik Fokus dan Panjang Fokus pada Pembiasan oleh Permukaan Sferis
tunggal
Pada Gambar 1.13 tampak bahwa dua medium yang berbeda dibatasi dengan
bidang lengkung sferis. Sudah kita ketahui bahwa setiap cahaya yang datang pada
permukaan cembung atau cekung akan dibiaskan sesuai dengan hukum Snellius
n1 sin q1 = n2 sin q 2
Dengan q1 adalah sudut datang dan q 2 adalah sudut bias.

Gambar 1.13. F dan F’adalah titik focus, f dan f ‘ adalah panjang focus dari
permukaan bias tunggal sferis dengan jari-jari r, dalam hal ini n < n’

Gambar 1.13a. menunjukkan bahwa berkas cahaya yang datang menyebar dari
titik F (F terletak pada sumbu) ke permukaan cembung akan dibiaskan sejajar sumbu.
Gambar 1.13b menunjukkan bahwa berkas cahaya yang datang pada permukaan
cekung dan seolah mengumpul di titik F (F terletak pada sumbu) akan dibiaskan
sejajar sumbu utama. Dalam hal ini F dinamakan titik focus pertama dan f adalah
jarak focus pertama.
Gambar 1.13c menunjukkan bahwa berkas cahaya sejajar sumbu utama yang
datang pada permukaan cembung, akan dibiaskan menuju titik F’. Sedangkan Gambar
1.13d menunjukkan bahwa berkas cahaya sejajar sumbu utama yang datang pada

C
22
permukaan cekung akan dibiaskan seolah berasal dari sutu titik pada sumbu F’. Dalam
hal ini F’ dinamakan titik focus kedua dan f ’adalah jarak focus kedua.
Jadi titik focus pertama F adalah titik yang terletak pada sumbu, dan cahaya
yang dating dari titik tersebut atau menuju ke titik tersebut akan dibiaskan sejajar
sumbu utama. Titik focus kedua F’ adalah titik yang terletak pada sumbu, dan cahaya
yang datang sejajar sumbu utama akan dibiaskan menuju ke titik tersebut atau seolah
berasal dari titik tersebut.

1.3.2. Pembentukan Bayangan oleh Pembiasan pada Permukaan Lengkung


Tunggal

n n’
Q

F’ M’
M F C

Q’

Gambar 1.14. Pembentukan bayangan dengan sinar-sinar istimewa pada permukaan


cembung

Dengan syarat bahwa semua sinar adalah paraksial, maka pembentukan


bayangan dengan menggunakan sifat-sifat sinar istimewa.
- Cahaya yang datang sejajar sumbu utama akan dibiaskan menuju atau seolah
berasal dari titik focus kedua.
- Cahaya yang datang melalui atau seolah menuju titik focus pertama, akan
dibiaskan sejajar sumbu utama.
- Cahaya yang dating melalui atau menuju titik pusat kelengkungan tidak
dibelokkan.
Pada Gambar 1.14 M’Q’ adalah bayangan nyata, yaitu bayangan yang dibentuk oleh
perpotongan sinar-sinar bias. Bayangn nyata tersebut dapat ditangkap dengan layar.

23
n n’
Q
Q’
M
M F’ M’ C F

Gambar 1.15. Pembentukan bayangan dengan sinar-sinar istimewa pada permukaan


cekung

Pada Gambar 1.15 M’Q’ adalah bayangan maya, yaitu bayangan yang dibentuk oleh
perpotongan perpanjangan sinar-sinar bias. Bayangan maya tersebut tidak dapat
ditangkap dengan layar.

n n’
T

F A F’ M’
M C

f f’

s s’

Gambar 1.16. Geometri yang menghubungkan antara jarak benda dan jarak bayangan

Pembentukan sebuah bayangan oleh pembiasan pada sebuah permukaan


lengkung yang memisahkan dua medium dengan indeks bias n dan n’ dilukiskan pada
Gambar 1.16. Menurut hukum Snellius untuk pembiasan dapat dituliskan
n sin q1 = n ' sin q 2
Dengan anggapan bahwa semua sinar-sinar adalah paraksial, maka dapat digunakan
pendekatan untuk sudut-sudut kecil sin q » q , sehingga kita dapatkan
nq1 = n 'q 2 (1.45)

24
Dalam segitiga TCM’, kita dapatkan
n
b = q2 + g = q1 + g (1.46)
n'
Dari segitiga TMC, kita dapatkan hubungan
q1 = a + b (1.47)
Dengan menghilangkan q1 dari persamaan (1.46) dan (1.47) , persamaan (1.45) dapat

kita tuliskan sebagai


n(a + b ) = n ' (b - g ) (1.48)

(
na + n 'g = n ' - n b ) (1.49)

TA TA TA
Dengan menggunakan pendekatan sudut kecil a = ,b = , g = ' , maka
s r s
persamaan (1.49) dapat ditulis

n n' n' - n
+ = (1.50)
s s' r
Persamaan (1.50) dinamakan persamaan Gaussian.
Kita dapat memeroleh pernyataan untuk perbesaran sebuah bayangan yang
dibentuk oleh permukaan pembias lengkung tunggal, dengan memperhatikan Gambar
1.17 yang enunjukkan sebuah sinar dari puncak obyek ke puncak bayangan. Sinar
tersebut dibelokkan mendekati garis normal saat melewati permukaan lengung
tersebut., sehingga sudut q 2 lebih kecil dari sudut q1

n n’

h
h’

s s’

Gambar 1.17. Geometri untuk menetukan perbesaran lateral dari sebuah bayangan
yang dibentuk oleh pembiasan dari sebuah perukaan lengkung tunggal

Menurut hukum Snellius


n sin q1 = n' sin q 2

25
Untuk sinar-sinar paraksial berlaku
h
sin q1 = tan q1 =
s
h'
sin q 2 = tan q 2 =
s'
Dengan pendekatan ini hukum Snellius menjadi
h - h'
n = n'
s s'
Tanda minus muncul, karena h’ negatif, sehingga perbesaran bayangannya menjadi
h' ns '
m= =- (1.51)
h n' s

1.3.3. Panjang Fokus pada Permukaan Lengkung Tunggal


Pada Gambar 1.13 tampak bahwa jika obyek terletak pada titik focus pertama
F, maka cahaya yang dibiaskan adalah sejajar sumbu dan bayangan terbentuk di tak
hingga. Dengan demikian persamaan (1.50) dapat dituliskan sebagai
n n' n'-n
+ =
f ¥ r
Sehingga
n n'-n
= (1.52)
f r
Jika obyek diletakkan di tak hingga, maka cahaya yang datang seakan sejajar sumbu
dan bayangan terletak di titik focus kedua F’. Persamaan (1.50) dapat dituliskan
sebagai
n n' n'-n
+ =
¥ f' r
Sehingga
n' n'-n
= (1.53)
f' r
Dari persamaan (1.52) dan (1.53) kita peroleh
n n' n' f '
= atau = (1.54)
f f' n f

26
n'-n n
Jika dari persamaan (1.50) digantikan dengan dari persamaan (1.52) atau
r f
n'
dengan dari persamaan (1.53) maka kita peroleh
f'
n n' n n n' n'
+ = atau + = (1.55)
s s' f s s' f '
Kedua persamaan ini memberikan jarak yang conjuget untuk permukaan sferis
tunggal.

1.3.4. Kesepakatan Tanda

Berikut ini adalah kesepakatan tanda yang perlu kita fahami jika kita akan
bekerja dalam bab optika geometri.

1. Semua gambar dilukiskan dengan cahaya dari arah kiri kekanan.

2. Jarak obyek (s) disebut positip, jika dia diukur kearah kiri dari vertex dan
negatip jika diukur kearah kanan dari vertex.

3. Semua jarak bayangan (s’) adalah positip, jika dia diukur ke arah kanan dari
vertex, dan negatip jika diukur kekiri dari vertex.

4. Kedua jarak focus dinyatakan positip untuk system cembung dan negatip
untuk system cekung.

5. dimensi obyek dan bayangan adalah positip, jika menghadap keatas (dilihat
dari sumbu) dan negatip jika menghadap kebawah.

6. Semua permukaan cembung dinyatakan mempunyai jari-jari positip dan


semua permukaan cekung dinyakan mempunyai jari-jari negatip.

Contoh 1.9

Suatu permukaan cekung yang mempunyai jari-jari 4 cm memisahkan dua


medium dengan indeks bias n = 1,00 dan n’ = 1,50. Obyek setinggi 2 mm
diletakkan di medium pertama dengan jarak 10 cm dari vertex. Tentukan a)
jarak focus pertama, b) jarak focus kedua, c) jarak bayangan dan d) tinggi
bayangan.
Penyelesaian

27
n n’

a. Jarak focus pertama diperoleh, jika cahaya yang dibiaskan oleh permukaan
lengkung adalah sejajar sumbu, maka diterapkan persamaan (1.52)
n n'-n
=
f r
1 1,5 - 1 1
= = - ® f = -8,0cm
f -4 8
b. Jarak fokus kedua diperoleh, jika cahaya datang sejajar sumbu, untuk itu
diterapkan persamaan (1.53)
n' n'-n
=
f' r
1,5 1,5 - 1 1
= = - ® f ' = -12cm
f' -4 8
c. Jarak bayangan dapat ditentukan dengan persamaan Gaussian

n n' n' - n
+ =
s s' r
1 1,5 1,5 - 1
+ = ® s ' = -6,66cm
10 s ' -4
d. Untuk menentukan tinggi bayangan
h' ns '
Perbesaran bayangan : m = =-
h n' s
h' 1 ´ (- 6,66 )
m= =- ® h' = 2mm ´ 0,44 = 0,88 mm
2mm 1,5 ´ 10

28
1.4. LENSA TIPIS
Lensa adalah benda transparan (bening) yang dibatasi dengan dua permukaan
lengkung. Suatu lensa dengan ketebalan yang diangap kecil bila dibandingkan dengan
jarak-jarak yang berhubungan dengan sifat-sifat lensa (contoh : jari-jari
kelengkungan, jarak focus 1 dan jarak focus 2, jarak benda dan jarak bayangan),
maka lensa tersebut dinamakan lensa tipis. Ketebalan lensa tipis dapat diabaikan.
Gambar 1.18 menunjukkan sebuah lensa yang dibatasi dengan dua permukaan
lengkung yang berjari-jari r1 dan r2, Indeks bias bahan lensa n’. Medium di sebelah
kiri lensa berindeks bias n dan disebelah kanan lensa n”. Bayangan yang dibentuk
oleh lensa, terjadi oleh pembiasan masing-masing permukaan lengkung.
2
N1
N2

r2
r1
r
M C2 C1 M” M’
n n’ n”
s2”
s1 s1’

t s2

Gambar 1.18. Geometri terjadinya bayangan pada lensa

Cahaya yang berasal dari titik sumber M dibiaskan oleh permukaan lengkung
pertama dan bayangan berada di M’, berlaku persamaan
n n' n'-n
+ = (1.56)
s1 s1' r1
Oleh permukaan lengkung kedua, bayangan M’ dianggap sebagai benda, sehingga
jarak benda dari permukaan kedua adalah
s 2 = -(s1 '-t ), t adalah ketebalan lensa, yang dalam pembahasan lensa tipis t
dianggap berharga nol, maka s 2 = - s1 '
Pembiasan oleh permukaan lengkung kedua berlaku persamaan
n' n" n"-n'
+ = (1.57)
s2 s2 " r2

29
n' n" n"-n'
atau + = (1.58)
- s1 ' s 2 " r2
Pembiasan oleh dua permukaan lengkung berlaku
n n' n' n" n'-n n"-n'
+ + + = +
s1 s1 ' - s1 ' s 2 " r1 r2
n n" n'-n n"-n'
Atau + = + (1.59)
s1 s 2 " r1 r2
Jika jarak benda s1 dinyatakan dengan s, dan jarak bayangan akhir s2” dinyatakan
dengan s’, maka persamaan (1.59) dapat dituliskan
n n" n'-n n"-n'
+ = + (1.60)
s s' r1 r2
Jika medium di sekitar lensa adalah sama sehingga n = n”, maka persamaan (1.60)
dapat dituliskan
n n n'-n n - n'
+ = + , atau
s s' r1 r2

n n æ1 1 ö
+ = (n'-n )çç - ÷÷ (1.61)
s s' è r1 r2 ø
Jika medium lensa adalah udara, maka n = 1, maka persamaan (1.61) dapat
dinyatakan dengan

1 1 æ1 1ö
+ = (n'-1)çç - ÷÷ (1.62)
s s' è r1 r2 ø
Jika benda terletak di tak hingga, maka bayangan akan terletak di titik focus atau jarak
bayangan adalah f, dan persamaan (1.62) dapat ditulis

1 æ1 1ö
= (n'-1)çç - ÷÷ (1.63)
f è r1 r2 ø
Jika ruas kanan persamaan (1.62) digantikan dengan ruas kiri persamaan (1.63), maka
persamaan (1.62) dapat dituliskan sebagai
1 1 1
+ = (1.64)
s s' f

Contoh 1.10

Sebuah lensa bikonveks mempunyai jari-jari kelengkungan 40 cm dan 30 cm,


dan terbuat dari kaca dengan indeks bias 1,65. Jika lensa tersebut terletak di

30
udara, berapakah jarak fokusnya ? Dan berapakah jarak focus lensa tersebut
jika dibenamkan kedalam air (indeks bias air = 1, 33) ?

Penyelesaian

Jarak focus lensa di udara

1 æ1 1 ö
= (n'-1)çç - ÷÷
f è r1 r2 ø
1 æ 1 1 ö
= (1,65 - 1)ç - ÷
f è 40 - 30 ø
1 æ3+ 4ö 4,55
= (0,65)ç ÷ / cm = ® f = 26,37cm
f è 120 ø 120cm
Jarak focus lensa di dalam air

n air æ1 1ö
= (n'- n air )çç - ÷÷
f è r1 r2 ø
1,33 æ 1 1 ö
= (1,65 - 1,33)ç - ÷
f air è 40 - 30 ø
1,33 æ 7 ö
= 0,32ç ÷ ® f air = 71,25cm
f air è 120 ø

Contoh 1.11

Sebuah lensa cembung tipis ganda memiliki indeks bias n = 1,6 dan jari-jari
kelengkungannya sama besar. Jika panjang fokusnya 15 cm, berapa besarnya
jari-jari masing-masing permukaan ?

Penyelesaian

Jari-jari masing-masing permukaan sama, maka r1 = r dan r2 = -r


1 æ1 1 ö
= (1,6 - 1)ç - ÷
15 èr -rø
1 æ2ö
= 0,6ç ÷ ® r = 18cm
15 èrø

Diagram-diagram Sinar untuk Lensa


Untuk menentukan letak bayangan yang dibentuk oleh lensa dengan metode
grafik, kita gunakan tiga sinar utama. Untuk kesederhanan, dapat kita anggap bahwa

31
sinar berbelok pada bidang yang melalui pusat lensa. Untuk lensa positip, sinar-sinar
utamanya adalah :
1. Sinar Sejajar, yang digambarkan sejajar dengan sumbu utama, sinar ini
dibelokkan melalui titik focus kedua dari lensa tersebut.
2. Sinar Pusat, yang diganbar melalui pusat lensa. Sinar ini tidak dibelokkan.
3. Sinar Fokus, yang digambar melalui titik focus pertama. Sinar ini memancar
sejajar dengan sumbu utama.
Ketiga sinar ini mengumpul pada titik bayangan, seperti Gambar 1.19.

P’
P F F’

Q’

Gambar 1.19. Sinar-sinar utama untuk lensa positip

Untuk lensa negatif (penyebar), sinar-sinar utamanya adalah


1. Sinar Sejajar, yang digambar sejajar sumbu utama. Sinar ini menyebar dari
lensa seolah-olah berasal dari titik focus kedua.
2. Sinar pusat, yang diganbar melalui pusat lensa. Sinar ini tidak dibelokkan.
3. Sinar Fokus, yang digambar menuju titik focus pertama. Sinar ini memancar
sejajar dengan sumbu utama.
Perpotongan perpanjangan ketiga sinar ini membentuk bayangan maya, seperti
ditunjukkan pada Gambar 1.20

32
(-)

Q
Q’

P F’ P’ F

Gambar 1.20. Sinar-sinar utama untuk lensa negative

Contoh 1.12
Sebuah benda bercahaya berada pada jarak 50 cm dari lensa cembung A,
bayangan sejati yang terjadi berada 50 cm dari lensa itu. Kemudian di
belakang lensa A diletakkan lensa cekung B pada jarak 20 cm. Ternyata
bayangan terakhir ini sejati dan berada 80 cm dari A. a) Hitung jarak titik api
masing-masing lensa dan b). Lukiskan jalannya sinar pada pembentukan
bayangan !

Penyelesaian

a). Pembiasan oleh lensa A


1 1 1
+ =
sA sA ' f A

1 1 1 2
= + = ® f A = 25cm
f A 50 50 50
Pembiasan oleh lensa B
1 1 1
+ =
sB sB ' f B

s B = -(s A '- AB ) = -(50 - 20 ) = -30cm

33
s B ' = 80 - 20 = 60cm
1 1 1 1
= + = - ® f B = -60cm
f B - 30 60 60

b). Lukisan pembentukan bayangan

1.5. LENSA TEBAL


Lensa tebal adalah lensa dengan ketebalan yang tidak dapat diabaikan,
sehingga dalam semua perhitungan t tidak dianggap sama dengan nol.

Contoh 1.13

Suatu lensa bikonvek dengan ketebalan 2 cm, mempunyai radius


kelengkungan 2 cm, diletakkan pada ujung tabung yang berisi air. a) Sebuah
benda diletakkan 5 cm dari verteks, tentukan letak bayangan akhir ?. Indeks
bias udara, kaca dan air adalah 1,00, 1,50 dan 1,33. b) Tentukan jarak focus
lensa dalam air tersebut . c) Jika lensa diangkat dari air, tentukan jarak
fokusnya.

Penyelesaian

r2 r1

C2 C1
n n’ n”

t
a. Pembiasan oleh permukaan I
n n' n'-n
+ =
s1 s1' r1

1 1,5 1,5 - 1
+ = ® s1 ' = 30cm
5 s1 ' 2
34
Pembiasan oleh permukaan II
n' n" n"-n'
+ =
s2 s2 " r2

s2 ' = -(s1 '-t ) = -(30 - 2 )cm = -28cm


1,5 1,33 1,33 - 1,5
+ = ® s 2 " = 9,6cm
- 28 s 2 " -2
Bayangan akhir terletak pada jarak 9,6 cm dari verteks kedua
b. Lensa tebal memiliki dua titik focus yaitu titik focus pertama dan titik focus kedua.
Jika benda berada di titik focus pertama, maka bayangan akan berada di jauh tak
hingga, maka jarak focus pertama dapat kita tentukan sebagai berikut :
Pembiasan oleh permukaan I
n n' n'-n
+ =
f s1 ' r1

1 1,5 1,5 - 1 6f
+ = ® s1 ' =
f s1 ' 2 ( f - 4)
Pembiasan oleh permukaan II
n' n" n"-n'
+ =
s2 s2 " r2

æ 6f ö 4 f +8
s 2 ' = -(s1 '-t ) = -çç - 2 ÷÷ = -
è f -4 ø f -4
1,5( f - 4 ) 1,33 1,33 - 1,50
- + = ® f = 2,89cm
4 f +8 ¥ -2
Titik focus kedua diperoleh jika cahaya datang dari tak hingga
Pembiasan oleh permukaan I
n n' n'-n
+ =
s1 s1' r1

1 1,5 1,5 - 1
+ = ® s1 ' = 6cm
¥ s1 ' 2
Pembiasan oleh permukaan II, dalam air dengan indeks bias n” = 1,33
n' n" n"-n'
+ =
s2 s2 " r2

s 2 ' = -(s1 '-t ) = -(6 - 2 ) = -4cm


1,50 1,33 1,33 - 1,50
+ = ® f " = 2,89cm
-4 f" -2
35
c. Jika medium disekitar lensa adalah udara, maka untuk menentukan jarak focus
pertama dan kedua adalah sama.
Pembiasan oleh permukaan I
n n' n'-n
+ =
s1 s1' r1

1 1,5 1,5 - 1
+ = ® s1 ' = 6cm
¥ s1 ' 2
Pembiasan oleh permukaan II
n' n" n"-n'
+ =
s2 s2 " r2

s 2 ' = -(s1 '-t ) = -(6 - 2 ) = -4cm


1,5 1 1 - 1,5
+ = ® f " = 1,6cm
-4 f" -2

1.5.1. Titik Fokus dan Titik Utama

n n¢ n¢¢ n n¢ n¢¢

F A1 H A2 A1 H² A2
F¢¢

f f¢¢

Gambar 1.21. Diagram sinar yang menunjukkan bidang utama pertama (bidang H)
dan bidang utama kedua (bidang H²) pada lensa tebal

Dua titik focus pada lensa tebal ditunjukkan pada Gambar 1.21. Gambar 1.21a
menunjukkan cahaya datang menyebar dari titik focus pertama F dan dibiaskan sejajar
sumbu utama, dan f adalah panjang focus pertama yang diukur dari titik focus
pertama ke titik utama pertama H. Gambar 1.21b menunjukkan cahaya datang sejajar
sumbu utama akan dibiaskan mengumpul di titik focus kedua F”, sedangkan f” adalah
panjang focus kedua, yang diukur dari titik utama kedua H” ke titik focus kedua.
36
Pada Gambar 1.21 tampak bahwa perpotongan perpanjangan sinar dating dan
sinar bias membentuk suatu bidang yang disebut bidang utama pertama dan didang
utama kedua. Titik H adalah perpotongan bidang utama pertama dengan sumbu
utama, yang disebut titik utama pertama. H” adalah perpotongan bidang utama kedua
dengan sumbu utama, yang disebut titik utama kedua. Jadi pada lensa tebal, panjang
focus dan jarak-jarak yang lain diukur dari titik-titik utama, tidak dari verteks A1 dan
¹
A2. Jika medium pada kedua sisi lensa sama (n” = n) maka f” = f, tetapi jika n” n,
maka

f " n"
= (1.65)
f n

Buktikan persamaan (1.65)


Pada umumnya titik-titikfokus dan titik-titik utama tidak terletak simetri
terhadap lensa, walaupun medium pada kedua sisi sama dan panjang focus pertama
dan kedua sama, seperti dilukiskan pada Gambar 1.22.

H H² H H² H H² H H² H H²

Gambar 1.22. Beberapa macam posisi bidang utama pertama dan kedua dari lensa
tebal

37
4 T1 N² T2
n n²
h j 8 5
1
F1 C2 A1 H ² C1 F² F1¢ F2²
n¢ 6
2 3 7

f1 ¢
d f2² B

Gambar 1.23 Lukisan jalannya sinar paraksial yang melalui lensa tebal

Secara geometri dapat kita peroleh hubungan antara jarak-jarak pada lensa tebal. Pada
Gambar 1.23 dapat dilihat bahwa dari segitiga T1A1F1’ dan segitiga T2A2F1’ yang
sebangun, dapat dituliskan
A1 F1 ' A2 F1 ' f ' f '-d
= atau 1 = 1
A1T1 A2T2 h j
Dari segitiga N”H”F” sebangun dengan segitiga T2A2F”, sehingga dapat kita tuliskan
H " F " A2 F " f " f "- H " A2
= atau =
H " N " A2T2 h j
Selanjutnya kita selesaikan dua persamaan di atas untuk j/h, sehingga kita peroleh
f1 '-d f "- H " A2 d
= atau H " A2 = f "
f1 ' f" f1 '
Jika kita merubah H”A2 menjadi A2H” , maka kita merubah tanda positip (+) menjadi
negatip (-), sehinga dapat kita tulis
d
A2 H " = - f "
f1 '
Dengan cara geometri pula dapat kita peroleh persamaan-persamaan yang berlaku
dalam lensa tebal, seperti berikut ini (Formula Gaussian):
n n' n" dn" n"
= + - = (1.66)
f f1 ' f 2 " f1 ' f 2 " f "

æ d ö
A1 F = - f çç1 - ÷ (1.67)
è f 2 ' ÷ø

d
A1 H = + f (1.68)
f2 '

38
æ d ö
A2 F " = + f "çç1 - ÷÷ (1.69)
è f1 ' ø

d
A2 H " = - f " (1.70)
f1 '
Contoh 1.14
Sebuah lensa memiliki ciri-ciri sebagai berikut, r1 = +1,5 cm, r2 = +1,5 cm, d =
2,0 cm, n = 1,00, n¢ = 1,60, dan n² = 1,30. Tentukan a) panjang fokus pertama
dan kedua dari masing-masing permukaan, b) panjang fokus pertama dan
kedua sistem, dan titik utama pertama dan kedua.
Penyelesaian
a) panjang fokus pertama dan kedua masing-masing permukaan adalah
n n ¢ - n 1,60 - 1,00 n ¢ n ¢¢ - n ¢ 1,30 - 1,60
= = = 0,40 = = = - 0,20
f1 r1 1,5 ¢ r2 1,5
f2
1,00 ¢ 1,60
f1 = = + 2,5 cm f2 = = - 8,0 cm
0,40 - 0,20
¢ 1,60 ² 1,30
f1 = = + 4,0 cm f2 = = - 6,5 cm
0,40 - 0,20

b) panjang fokus pertama dan kedua sistem adalah


n n¢ n ¢¢ d n ¢¢ 1,60 1,30 2,0 1,30
= + - = + - = 0,4 - 0,2 + 0,1 = 0,3
f ¢ ² ¢ ² 4,0 - 6,5 4,0 - 6,5
f1 f1 f1 f1
1,00 1,30
f = = + 3,333 cm dan f ¢¢ = = + 4,333 cm
0,3 0,3
c) titik utama pertama dan kedua adalah

39
æ d ö÷ æ 2,0 ö
A1 F = - f ç1 - = - 3,333ç1 - ÷ = - 4,166 cm
ç ¢÷ è - 8, 0 ø
è f2 ø
æ d ö÷ æ 2,0 ö
A2 F ¢¢ = + f ¢¢ ç1 - = + 4,333ç1 - ÷ = + 2,167 cm
ç ¢÷ è 4,0 ø
è f 1 ø

d 2,0
A1 H = + f = + 3,333 = - 0,833 cm
¢ - 8,0
f 2

d 2,0
A2 H ¢¢ = - f ¢¢ = - 4,333 = - 2,167 cm
¢ 4,0
f1
Tanda positif melambangkan jarak yang diukur ke kenan terhadap acuan
verteks dan tanda negatif diukur ke kiri. Dengan mengurangkan besar dua
nterval, A1F dan A1H, diperoleh panjang fokus pertama FH = 4,166 – 0,833 =
3,333 cm dan dapat digunakan untuk memverifikasi jawaban b). Demikian
pula pada penjumlahan dua interval yaitu A2F² dan A2H² akan menghasilkan
panjang fokus kedua, yaitu H² F² = 2,167 + 2,167 = 4,334 cm.
Untuk solusi secara grafik coba Anda lakukan sendiri!.

SOAL-SOAL

1.1. Seorang mahasiswa Fisika akan melakukan percobaan Fizeau untuk menentukan
cepat rambat cahaya. Jika dia menggunakan roda bergigi dengan 1440 gigi, dan
jarak antara dua cermin yang berhadapan adalah 412,60 m. berapakah kecepatan
putar roda, supaya pulsa cahaya yang kembali pertama menyebabkan intensitas
maksimum ?.

1.2. Jika jarak bumi – bulan adalah 3,840 x 105 km berapa waktu yang dibutuhkan
oleh gelombang mikro untuk menempuh jarak bumi – bulan pulang balik?

1.3. Sebuah bak gelas berisi air, mempunyai dinding tepi setebal 2,5 cm, panjang
bagian dalam bak 62,00 cm, indeks bias gelas adalah 1,5258 dan indeks bias air
1,3330. Berapakah lintasan optic seluruhnya ?

1.4. Seberkas cahaya datang dari udara ke kaca dengan sudut datang 67 0 . Jika indeks
bias kaca adalah 1,65 . (a) hitunglah sudut biasnya dengan menerapkan hukum
Snellius, (b) Lukiskan sudut biasnya dengan metode grafik !

40
1.5. Seberkas cahaya putih datang pada permukaan kaca dengan sudut datang 55,00 .
Indeks bias untuk cahaya merah dan biru masing-masing adalah nc = 1,52042
dan nF = 1,52933. (a) Tentukan sudut bias masing-masing warna, dan (b)
Tentukan sudut dispersi antara kedua warna tersebut.

1.6. Cahaya jatuh tegak lurus pada permukaan yang terpendek dari prisma 300-600-900
mempunyai indeks bias 1,5218. Selapis cairan dituangkan pada hipotenusa
prisma tersebut. Tentukan indeks bias maksimum cairan jika cahaya dipantulkan
seluruhnya !

1.7. Suatu refraktometer Pulfrich digunakan untuk menentukan indeks bias suatu
minyak yang transparan. Prisma yang terbuat dari gelas mempunyai indeks bias
1,5218 dan sudut pembias a = 80,00 . Jika batas antara daerah gelap membuat
sudut 29,360 dengan normal permukaan prisma kedua. Tentukan indeks bias
minyak tersebut (Pelajari dahulu tentang kerja refraktometer Pulfrich).

1.8. Sinar datang normal pada sisi pendek dari prisma 300- 600- 900 . Pada
hipotenusanya kita teteskan cairan di atasnya. Bila indeks bias prisma 1,50
Hitung indeks bias maksimum pada cairan tersebut bila sinar tersebut mengalami
pemantulan sempurna pada bidang batas gelas-cairan !

1.9. Sebuah prisma sama sudut dari silikat flint dengan indeks bias seperti pada daftar.
Cari deviasi minimum dari sinar-sinar dengan panjang gelombang 400 nm dan
700 nm

DAFTAR PUSTAKA
1. Alonso Marcelo & Finn Edward. J. 1980. Fundamental University Physics, Field
and Wave. Tokyo : Addison Wesley Publishing Company
2. Ajoy Ghatak. 2005. Optics. New Delhi : Tata Mc Graw-Hill College
3. Fancon. M. 1974. Holografy. New York and London : Academic Press
4. Halliday & Resnick. 1989. Fisika, Terjemahan oleh Pantur Silaban Ph D dan Drs.
Erwin Sucipto. Jakarta : Penerbit Erlangga
5. Jenkins, F.A & White, H.E. 2001. Fundamentals of Optics (fourth edition). Tokyo :
McGraw-Hill International Book Company
6. John Crisp & Barry Elliot. 2005. Serat Optik, Terjemahan oleh Soni Astranto, SSi.
Jakarta : Penerbit Erlangga
7. Klein & Furtak. 1986. Optics. Singapore : Wiley

41
8.Paul A. Tipler. 1996. Fisika untuk Sains dan Teknik, Terjemahan oleh Dr.Bambang
Sugijono. Jakarta : Penerbit Erlangga

42

Anda mungkin juga menyukai