Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KIMIA BAHAN ALAM LAUT (KIMBAL)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan teknologi, para ahli berlomba- lomba melakukan berbagai macam
penelitian dalam bidang teknologi. Sekarang sangat banyak hal- hal yang menarik yang membuat para
ilmuan penasaran untuk mengetahui berbagai macam hal tentang teknologi, dan khususnya tentang
bahan- bahan kimia, reaksi maupun manfaatnya.

Pada kesempatan ini kami akan membahas mengenai kimia bahan alam organik baik yang berasal dari
laut maupun darat. Pada perkembangannya bahan yang digunakan dapat berupa tumbuhan yang
berasal dari alam ataupun mikroorganisme yang dianggap memiliki potensi untuk menghasilkan
senyawa baru ataupun yang sudah ada.

Pada dasar nya perkembangan teknologi mendorong para praktisi untuk melakukan penelitian-
penelitian khususnya menyangkut bidang kesehatan (Kefarmasian), dengan mengeksploitasi berbagai
sumberdaya amlam baik berupa biota darat maupun biota laut.

Pada 2 dekade terakhir ini telah banyak dikembangkan penelitian-penelitian mengenai biota darat dan
biota laut. Khususnya pada biota laut, dimana banyak praktisi tertarik melakukan penelitian karena
didalam laut terdapat lebih 1 juta mikroorganisme, memiliki potensi besar sebagai penghasil senyawa
metabolit sekunder yang baru. Dimana seperti yang diketahui bahwa didalam laut sangat sedikit atau
hampir tidak ada terdapat unsur hara yang bisa memjamin kelangsungan hidup suatu mikroorganisme.
Untuk itu hampir keseluruhan biota laut melakukan simbiosis terhadap sesamanya dan sekaligus
melakukan biosistesi sediri untuk dapat mempertahankan hidup dari predator lain.

Saat ini telah banyak dilakukan penelitian mengenai biota darat seperti pada buah, daun, rimpang,
batang, akar dan lainnya. Sedangkan pada biota laut seperti rumput laut atau mikroorganisme lain yang
dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang baru atau yang sudah ada. Senyawa-senyawa
tersebut seperti alkaloid, saponin, Flavoniod, Polifenol, Alginat, mangostin, azahdirihtin, zingberin,
curcumin, dan lain-lain yang dapat bermanfaat untuk kelangsungan hidup.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara mensitesis senyawa organik mejadi senyawa muni


2. Bagaimana cara mengetahui karakteristik senyawa organik

C. Tujuan

1. Untuk mengetahiu senyawa apa saja yang dihasilkan dari biota alam darat dan biota alam laut.

2. Untuk mengetahui sistesis senyawa tersebut untuk menjadi senya metabolit sekunder baru atau
yang sudah ada.

3. Mengetahui karakteristik dari senyawa-senyawa yang dihasilkan dari biota alam darat dan biota
alam laut

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Potensi Senyawa Organik

Senyawa organik merapak senyawa yang diperoleh dari hasil pemurnian atau isolasi dari organisme-
organisme baik tumbuhan atau hewan, baik yang berasal dari darat maupun dari laut. Baik di daratan
atau di lautan sangat banyak terdapat mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan senyawa-senyawa
metabolit sekunder. Seperti yang kita ketahui bahwa senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa
oraganik yang dihasil dari suatu organisme untuk mempertahan kelangsungan hidup.

Saat ini sudah banyak dilakukan eksploitasi bahan alam oleh para arsitek biokimia baik yang berasal dari
tumbuhan maupun organisme lainnya. Pada 1 dekade terakhir perkembangan aktivitas antioksidan yang
dihasilkan dari bahan alam mulai mengalami peningkatan. Dimana pada dekade sebelumnya pula telah
banyak ditemukan aktivitas antioksidan dan senyawa bioaktif lain yang dapat digunakan dalam
pengobatan seperti alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steriod dan beberapa senyawa metabolit lain
yang diperoleh dari organisme baik laut ataupun darat seperti alginat, karoten dan lain-lain. Sumberdaya
hayati laut intangibile mencakup kandungan senyawa metabolit primer dan sekunder dari mikro-makro
organisme dan tumbuhan laut. Agar-agar, karraginan, sun-chlorella, ekstrak spirulina, adalah beberapa
contoh ekstrak produk laut yang cukup populer dipendengaran kita sebagai bahan makanan tambahan.
Belakangan tim peneliti Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan
memperkenalkan penggunaan Natrium alginat yang diekstrak dari rumput laut Sargassum untuk
keperluan pembatikan. Senyawa metabolit primer dijabarkan sebagai senyawa kimia organik, biasanya
terdapat dalam kuantitas yang relatif besar dan keberadaan senyawa ini berperan dalam proses
metabolisme.Sebaliknya metabolit sekunder diartikan sebagai senyawa kimia organik yang terkandung
dengan kuantitas yang sedikit atau malah renik (trace) dan tak terlibat langsung dalam proses
metabolisme tapi sangat berperan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup.
Mempertahankan kelangsungan hidup di sini tidak semata-mata penghindaran dari gangguan predator,
juga dalam rangka mengatasi fluktuasi lingkungan yang relatif ekstrim. Terpena, alkaloida, polypenol,
dsb. adalah beberapa contoh kelompok metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder dari laut
inilah yang dua dekade belakangan ini diminati secara luar biasa ekstensif, sebagai sumber farmasi baru
selain sumber terrestrial dan senyawa-senyawa sintetik yang merupakan produk dari kimia rekombinan.
Kuantitas senyawa baru yang diekstraksi dan diisolasi dari mikro-makro flora dan fauna laut
memperlihatkan angka yang cukup fantastis. Dari relatif belum dieksplorasi sebelum tahun 1980,
menjadi 6.500 senyawa berhasil diisolasi pada tahun 1995. Kemudian dalam kurun waktu 4 tahun,
jumlahnya berlipat hampir dua kali menjadi 10.000 senyawa pada tahun 1999 (Whitehead, 1999 dalam
Hefni Effendi, 2012).

Pada senyawa metabolit sekunder dari laut, sering ditemukan struktur molekul baru yang belum pernah
sama sekali ditemukan pada senyawa metabolit sekunder terrestrial. Kekhasan lain dari struktur
senyawa metabolit sekunder laut adalah kandungan unsur halogen. Kekhasan struktur metabolit
sekunder dari laut ini sangat dipengaruhi atau merupakan konsekuensi dari kondisi lingkungan laut yang
sangat bervariasi. Faktor abiotik sebagai contoh: suhu air laut bervariasi dari –1,5 derajad Celcius di
wilayah Antartika, hingga mencapai 350 derajat Celcius pada hidrotermal. Kandungan hara laut secara
umum relatif sedikit sehingga mendorong mikroorganisme untuk hidup berasosiasi (bersimbiose)
dengan flora dan fauna laut lainnya untuk saling bertukar nutrisi. Pada tataran mikroorganisme laut,
simbiose ini sangat umum dijumpai, dan kompetisi untuk mendapatkan unsur hara atau sumber nutrisi
lainnya sangatlah intensif (Hefni Effendi, 2012).

B. Potensi Senyawa Bioaktif Bahan Alam

Ilmu Kimia secara sederhananya adalah ilmu berkaitan dengan struktur dan sifat (fisika dan kimia) dari
berbagai zat, baik zat anorganik ataupun organik. Unit terkecil zat atau senyawa organik adalah molekul
organik, sehingga struktur senyawa organik diwakili oleh struktur molekulnya. Struktur molekul bukan
saja berkaitan dengan komposisi dan perbandingan atom-atom yang menyusun suatu molekul,
melainkan juga susunan atau posisi atom-atom tersebut dalam ruang melalui ikatan kimia.

sebagaimana dicontohkan pada Gambar 1. Pada gambar tersebut diberikan tiga contoh struktur molekul
senyawa alam, yaitu aspirin, asam giberelat (GA3) dan yesetoksin. Apabila melihat struktur aspirin,
tampak struktur molekulnya relatif sederhana, yaitu hanya dibentuk oleh satu cincin benzena dan dua
gugus fungsi (asam karboksilat, –CO2H, dan asetiloksi –OC(O)CH3). Struktur molekul asam giberelat
tampak jauh lebih rumit dengan adanya tiga kerangka karbon melingkar dan lebih dari dua gugus fungsi,
sementara struktur yesetoksin jauh lebih rumit lagi (sebelas kerangka karbon melingkar dan banyak
gugus fungsi).
Contoh di atas baru sebahagian kecil dari keragaman struktur molekul alam dengan berbagai tingkat
kerumitan strukturnya. Dari objek tumbuh-tumbuhan saja jumlah senyawa alam yang diproduksinya
dapat mencapai bilangan yang tidak terbayangkan. Karena besarnya cakupan yang dihadapi, maka kajian
senyawa-senyawa alam mengkristal dalam satu disiplin, yang disebut kimia organik bahan alam, untuk
membedakan dari kajian sejenis dalam ruang lingkup disiplin biokimia. Istilah kimia bahan seringkali
disinonimkan dengan “fitokimia”, yaitu kajian kimia organik tumbuh-tumbuhan, walaupun dalam
kenyataannya juga meliputi kajian kimiawi dari organisme-organisme lain, seperti mikroorganisme dan
hewan. Selanjutnya, senyawa-senyawa alam seringkali disinonimkan dengan istilah “metabolit
sekunder” untuk membedakan dari kajian biokimia yang berurusan dengan proses kimiawi metabolisme
primer.

Kajian fitokimia berawal dari isolasi senyawa alam, yaitu memisahkan-misahkan campuran senyawa
alam menjadi sekelompok satu jenis senyawa, yang dilanjutkan dengan penentuan struktur molekul
senyawa hasil isolasi tersebut. Kegiatan ini, dari awal kelahirannya sampai dewasa sekarang ini, selalu
mendapat penghargaan dari masyarakat ilmiah atau masyarakat pada umumnya. Dari sisi keilmuan,
kajian fitokimia telah berperan dalam mendewasakan keilmuan lainnya, antara lain ilmu kimia sintesis
organik, farmakognosi, farmakologi, biokimia, dan spektroskopi, yang merupakan bagian dari wilayah
ilmu fisika. Masyarakat luas menghargai kajian fitokimia karena berbagai terapan yang ditimbulkannya,
terutama pada bidang kesehatan dan pertanian. Contoh yang paling umum adalah penemuan dan
penentuan struktur molekul aspirin yang memiliki khasiat penghilang rasa nyeri dan merupakan salah
satu obat yang banyak dikonsumsi di dunia, penemuan obat antibiotik penisilin yang mampu
menyelamatkan banyak manusia dari serangan bakteri, dan penemuan asam giberelat (GA3) yang telah
mengubah “wajah” cara-cara pertanian dalam peningkatan produksi pangan dunia. Serta masih sangat
banyak lagi senyawa alam yang memiliki khasiat yang bermanfaat dalam bidang kesehatan baik sebagai
anti kanker, antibiotik, anti inflamasi, anti tumor, diabetis, kardiovaskular, dan lain-lain.

C. Karakteristik dan Identifikasi Senyawa Bioaktif Bahan Alam

1. Senyawa Alkaloid

Alkaloid merupakan suatu senyawa alam organik yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan juga
biota laut yang memiliki manfaat luat bagi kesehatan. Alakaloid adalah sebuah golongan senyawa basa
nitrogen heterosiklik yang banyak terdapat pada tumbuhan.

Dari sifat fisika-kimianya umumnya alkaloid mempunyai 1 atom Nitrogen meskipun ada beberapa
senyawa yang memiliki lebih dari 1 atom Nitrogen seperti pada ergotamine yang memiliki 5 atom N.
atom N dapat berupa amin primer, sekunder ataupun tersier yang semuanya bersifat basa (tingkat
kebasahannya tergantung pada struktur molekul dan gugus fungsionalnya). Kebanyakan alkaloid yang
telah diisolasi berupa padatan Kristal yang tidak larut dengan titik lebur tertentu. Kebanyakan alkaloid
yang bersifat basa dapat dilihat pada pasangan elektron nitrogennya. Jika gugus fungsional berdekatan
dengan Unsur Nitrogen bersifat melepaskan elektron.
Pada identifikasi senyawa bioaktif alam alkaloid dari beberapa tumbuhan dilakukan dengan berbagai
cara tergantung pada jenis senyawa yang akan di ektraksi atau di fraksinasi dan jenis sampel yang
digunakan. Pemilihan pelarut organik juga selalu menjadi pertimbangan penting guna mendapatkan
hasil ekstraksi yang sempurna. Dalam identifikasi alkaloid pada tumbuhan dapat dilakukan dengan
berbagai cara, setelah mendapatkan hasil ekstrak yang cukup berulah dilakukan identifikasi lebih
mendalam terhadap hasil ekstrak tersebut, dilakukan dengan cara uji fitokimia untuk mengetahui
golongan senyawa kimia yang terdapat dalam bahan tersebut salah satunya dengan cara mengambil 1
gram bagian hasil ekstraksi kemudian diektraksi kembali dengan 10 mL Kloroform amoniakal dikocok
selama 1 menit dan hasilnya dibagi ke dalam 2 bagian tabung reaksi. Pada tabung yang pertama di
tambahkan 0,5 mL asam sulfat 2 N. dengan perbandingan yang sama larutan tabung reaksi dibagi ke
dalam 2 tabung reaksi kemuadian di uji masing-masing dengan menggunakan preaksi mayer dan
wagner. Pada tabung reaksi yang kedua dilakukan pengujian dengan menggunakan preaksi hager.
Kemudian secara bersamaan dilakukan pengamatan pada semua tabung reaksi jika terbentuk endapat
maka dinyatakan positif mengandung alkaloid.

Selanjut nya dalam proses pemisahan dan pemurnian dilakukan dengan menggunakan kromatografi
kolom dengan menggunakan eluen yang berbeda. Hasil dari kromatografi kolom dilanjutkan dengan
pemurnian dengan menggunakan kromatografi lapis tipis. Jika isolat menunjukkan pola bercak tunggal
pada kromatografi lapis tipis maka dapat dikatakan isolat tersebut telah murni.

Isolat dari hasil pemisahan dan pemurnian di identifikasi menggunakan spertrofotometri UV-VIS dan
spektrofotometri Infra merah untuk mengetahui struktur kimia dari senyawa yang terdapat pada bahan
tersebut. (Brahmono Idrus, 2012)

Senyawa Flavonoid

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam.
Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagai zat warna kuning yang
ditemukan dalam tumbuhan. Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi
(Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan O-glikosida,
flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida, dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan
antosianin, auron O-glikosida, dan dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon, flavonol, flavanon,
isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya (Markham, 1988 dalam Ary
Hidayah, 2012).

flovonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene
(C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6 .

Kerangka flavonoid :
Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur senyawa flavonoid yaitu:

1. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana

2. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana

3. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana

Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon, yaitu nama
salah satu jenis flavonoida yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini
mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada
B dari cincin 1,3-diarilpropanan dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin
heterosiklik yang baru (cincin C) Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan
cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan.
Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida. Golongan terbesar flavonoid berciri mempunyai piran yang
menghubungkan rantai tiga-karbon dengan salah satu dari cincin benzene. Sistem penomoran untuk
turunan flavonoid diberikan dibawah:

Di antara flavonoid khas yang mempunyai kerangka seperti diatas berbagai jenis dibedakan tahanan
oksidasi dan keragaman pada rantai C3 (Markham, 1988 dalam Ary Hidayah, 2012).

Pada prinsipnya pemisahan (isolasi) adalah adanya perbedaan sifat fisik dan kimia dari senyawa yitu
kecenderungan dari molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan), kecenderungan molekul untuk
menguap (keatsirian), kecenderunga molekul untuk melekat pada permukan serbuk labus (adsorpsi dan
penserapan) (Harborne, 1987 dalam Rizky Rithong, 2013)

Isolasi flavonoid umumnya dilakukan dengan metode ekstraksi, yakni dengan cara maserasi atau
sekletasi menggunakan pelarut yang dapat melarutkan flavonoid. Flavonoid pada umumnya larut dalam
pelarut polar, kecuali flavonoid bebas seperti isoflavon, flavon, flavanon, dan flavonol.lebih mudah larut
dalam pelarut semi polar. Oleh karena itu pada proses ekstraksinya, untuk tujuanskrining maupun
isolasi, umumnya menggunakan pelarut methanol atauetanol. Hal ini disebabkan karena pelarut ini
bersifat melarutkan senyawa–senyawa mulai dari yang kurang polar sampai dengan polar. Ekstrak
methanol atau etanol yang kental, selanjutnya dipisahkankandungan senyawanya dengan tekhnik
fraksinasi, yang biasanyaberdasarkan kenaikan polaritas pelarut (Monache, 1996 dalam Rizky Rithong,
2013).

Senyawa flavonoid diisolasi dengan tekhnik maserasi,mempergunakan poelarut methanol teknis.


Ekstraksi methanol kental kemudian dilarutkan dalam air. Ekstrak methanol–air kemudian difraksinasi
dengan n-heksan dan etil asetat. Masing–masing fraksiyang diperoleh diuapkan, kemudian diuji
flavonoid. Untuk mendeteksiadanya flavonoid dalam tiap fraksi, dilakukan dengan melarutkansejumlah
kecil ekstrak kental setiap fraksi kedalam etanol.Selanjutnya ditambahkan pereaksi flavonoid seperti :
natriumhidroksida, asam sulfat pekat, bubuk magnesium–asam klorida pekat,atau natrium amalgam–
asam klorida pekat. Uji positif flavonoidditandai dengan berbagai perubahan warna yang khas setiap
jenis flavonoid (Geissman, 1962 dalam Rizky Rithong, 2013).

Cara lain yang dapat dipakai untuk pemisahan adalah ekstraksi cair-cair, kromatografi kolom,
kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas. Isolasi dan pemurnian dapat dilakukan dengan
kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas preparatif dengan pengembangan yang dapat
memisahkan komponen paling baik (Harborne, 1987). Flavonoid (terutama glikosida) mudah mengalami
degradasi enzimatik ketika dikoleksi dalam bentuk segar. Oleh karena itu disarankan koleksi yang
dikeringkan atau dibekukan. Ekstraksi menggunakan solven yang sesuai dengan tipe flavonoid yg
dikehendaki. Polaritas menjadi pertimbangan utama. Flavonoid kurang polar (seperti isoflavones,
flavanones, flavones termetilasi, dan flavonol) terekstraksi dengan chloroform, dichloromethane, diethyl
ether, atau ethyl acetate, sedangkan flavonoid glycosides dan aglikon yang lebih polar terekstraksi
dengan alcohols atau campuran alcohol air. Glikosida meningkatkan kelarutan ke air dan alkohol-air.
Flavonoid dapat dideteksi dengan berbagai pereaksi, antara lain:

a. Sitroborat

b. AlCl3

c. NH3

Sebelum melakukan suatu isolasi senyawa, maka yang dilakukan adalah ekstraksi terlebih dahulu.

Sebagian besar senyawa flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosidanya, dimana unit flavonoid
terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara gula dan suatu alcohol yang saling berikatan
melalui ikatan glikosida. Pada prinsipnya, ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari alcohol
beradisi kepada gugus karbonil dari gula, sama seperti adisi alcohol kepada aldehid yang dikatalis oleh
asam menghasilkan suatu asetal. Pada hidrolisis oleh asam, suatu glikosida terurai kembali atas
komponen-komponennya menghasilkan gula dan alcohol yang sebanding dan alcohol yang dihasilkan ini
disebut aglokin. Residu gula dari glikosida flavonoid alam adalah glukosa tersebut masinbg-masing
disebut glukosida, ramnosida, galaktosida dan gentiobiosida. Flavonoida dapat ditemukan sebagai
mono-, di- atau triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat
oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan sedikit larut dalam pelarut organic seperti eter, benzene,
kloroform dan aseton (Rizky Rithong, 2013).

Flavonoid merupakan metabolit sekunder dalam tumbuhan yang mempunyai variasi struktur yang
beraneka ragam, namun saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama. Jalur biosintesis flavonoid
dimulai dari pertemuan alur asetat malonat dan alur sikimat membentuk khalkon, dari bentuk khalkon
ini diturunkan menjadi bentuk lanjut menjadi berbagai bentuk lewat alur antar ubah posisi,
dehidrogenasi, denetilasi dan lain-lain. Kenudian daripada itu menghasilkan bentuk sekunder
dihidrokalkon, flavon, auron, isoflavon (penurunan selanjutnya membentuk peterokarpon dan rotenoid)
dan dehidroflavonol (penurunan selanjutnya antosianidin, flavonol, epikatekin ) . Dari bentuk-bentuk
sekunder tersebut akan terjadi modifikasi lebih lanjut pada berbagai tahap dan menghasilkan
penambahan / pengurangan hidroksilasi, metilenasi, ortodihidroksil, metilasi gugus hidroksil atau inti
flavonoid, dimerisasi, pembentukan bisulfat, dan yang terpenting glikolisasi gugus hidroksil (Rizky
Rithong, 2013).

Spektrum khas jenis flavonoid utama dengan pola oksigenasi yang setara (5,7,4‟) adalah kekuatan nisbi
yang rendah pada pita Idalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon. Ciri nisbi ini tidak
berubah,bahkan bila pola oksigenasi berubah, sekalipun rentang maksimal serapan pada jenis flavonoid
(tabel 2) yang berlainan tumpang tindih sebagai keseragaman polaoksigenasi. Keseragaman dalam
rentang maksimal ini akan bergantung pada polahidroksilasi dan pada derajat substitusi gugus hidroksil
(Markham, 1988 : 39 dalam Rizky Rithong, 2013).

3. Senyawa Bahan Alam laut

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki garis pantai terppanjang ke dua di dunia setelah
kanada. Dengan keragaman sumberdaya alam yang dapat hasilkan dari alam laut indonesia menarik
minat pada para praktisi kimia untuk melakukan penelitian dan ekploitasi terhadapa biota laut indonesia
yang sangat beragam. Dalam 1 dekade terakhir telah banyak di hasilkan senyawa metabolit sekunder
dari biota laut indonesia baik senyawa yang sudah ada maupun senyawa baru. Yang menjadi menariknya
bahwa pada saat ini pra praktirsi biokimia di indonesia sangat tertaring dengan senyawa alganit yang
sangat banyak dihasilkan oleh ekosistem laut di indonesia seperti rumput laut, tripang, jenis-jenis alga,
spongs, dan lain-lain. Dari beberapa biota laiut tersebut alginat yang diperoleh memiliki kareakteristik
yang berbeda-beda tergantung dari spesiesnya. Alginat merupakan suatu polisakarida hasil ekstraksi
rumput laut coklat seperti Sargassum sp. dan Turbinaria sp. yang banyak ditemukan di perairan
Indonesia (Basmal dkk.,2002 dalam Amir Husni dkk, 2012).

Alginat dalam pemanfaatannya berupa garam alginat dan garam ini larut dalam air (). Alginat dalam
pasarannya sebagian besar berupa natrium alginat, yaitu suatu garam alginat yang larut dalam air. Jenis
alginat lain yang larut dalam air ialah kalium atau ammonium alginat. Sedang, alginat yang tidak larut
dalam air adalah kalsium alginat dan asam alginat dan derivat atau produk turunan yang terpenting
adalah propylene glycol alginat (Reen, 1986 dalam Amir Husni dkk, 2012).

Rumput laut memiliki banyak peranan penting bagi manusia. Ilalqisny dan Widyartini (2000) melaporkan
bahwa sejak tahun 2700 SM, rumput laut telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan manusia. Perancis,
Normandia, dan Inggris pada abad 17 mulai merintis pemanfaatan rumput laut untuk pembuatan gelas.
Namun, pemanfaatan rumput laut secara ekonomis baru dimulai tahun 1670 di Cina dan Jepang, yaitu
sebagai bahan obat-obatan, makanan tambahan, kosmetika, pakan ternak, dan pupuk organik. Pada
tahun 2005 dilaporkan bahwa konsumsi rumput laut bagi masyarakat Cina, Jepang, dan Korea mencapai
2 milyar US$. Setiap hari sekitar 168 spesies alga telah dikomersilkan, di Jepang, Cina, Taiwan, dan
Korea, diantaranya porphyra (nori), laminaria (kombu), undaria (wakame). Porphyra atau nori
merupakan rumput laut yang adalah yang paling populer di Jepang. Contoh makanan yang terbuat dari
rumput laut terkenal di Jepang adalah Kombu. Kombu terbuat dari rumput laut jenis Laminaria sp yang
termasuk golongan kelp (Achmad Sahri dkk, 2009 ).

Salah satu contoh kelp di Indonesia adalah Sargassum sp. Di berbagai belahan dunia, Sargassum sp
merupakan jenis rumput laut di perairan tropis yang terkenal sebagai alginofit (penghasil alginat).
Filipina, India dan Vietnam merupakan negara-negara yang mulai memanfaatkan rumput laut jenis ini.
Menurut Atmadja et al., (1996) pada awal 1980 perkembangan permintaan rumput laut di dunia
meningkat seiring dengan peningkatan pemakaian rumput laut untuk berbagai keperluan antara lain di
bidang industri, makanan, tekstil, kertas, cat, kosmetika, dan farmasi (obat-obatan). Di Indonesia,
pemanfaatan rumput laut untuk industri dimulai untuk industri agar-agar (Gelidium dan Gracilaria)
kemudian untuk industri kerajinan (Eucheuma) serta untuk industri alginat (Sargassum).

Beberapa metabolit sekunder yang memiliki bioaktifitas telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari
spons Indonesia antara lain β-sitosterol; Cholest-5-en-3_-ol; Cholestan-3_-ol; Ergosta-5,22-dien-3_-ol;
9,19-Siklocholest-24-en-3_-ol; dan Ergost-5-en-3_-ol, senyawa tersebut menunjukkan toksisitas
terhadap A.salina (Sapar, 2004). Barangamide, brianthein, aptamin, lembehyne, dan bitungolides
(Rachmaniar, 2003 dalam Anonim, 2012).

Senyawa-senyawa lain masih banyak diteliti dan dilaporkan mempunyai aktivitas farmakologis seperti
caminoside A dan swinhoeiamide A (Astuti, 2003). Analisis yang dilakukan terhadap spons Xestospongia
aschmorica menghasilkan empat senyawa manzamine baru dengan aktivitas antibakteri (Endrada et al.,
1996). Manzamin A yang sebelumnya banyak diteliti karena potensinya sebagai senyawa antikanker
mampu menghambat parasit malaria. Peptida pendek dan siklo peptide dari Theonella sp. Dan
Microscleroderma sp. (Schmidt and Fusetani et al., 1999) yang dapat dimanfaatkan dalam bidang
farmasi dan pengobatan penyakit pada manusia dan hewan (Schmidt and Faulkner,1998; Fusetani et al.,
1999; dalam Sapar, 2004). Bunga karang yang aktif sebagai bakterisida pada komoditas perikanan antara
lain Callyspongia sp, Halicondria sp, dan Auletta sp (Rosmiati & Suryati, 2001). Namun sejauh ini belum
banyak data penelitian yang mengeksplorasi senyawa metabolit sekunder dari spons Callyspongia sp
sebagai bahan baku obat pada penyakit manusia dan hewan yang bersifat sebagai anti kanker. Oleh
Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 13 karena itu perlu dilakukan
penelusuran senyawa metabolit sekunder dari spons Callyspongia sp serta uji toksisitas sebagai anti
kanker dengan menggunakan uji BST dan antimitotik masing-masing menggunakan benur udang A.
Salina dan telur bulubabi (Anonim, 2012).

D. Mekanisme dan Efek Farmakologi

Alkoloid merupakan salah satu snyawa metabolit sekunder yang memiliki banyak manfaat bagi
kesehatan diantaranya antispasmodik, didapatkan dari senyawa propil-piperidin, sedatif dari senyawa
propil-piperidin atau hiosiamin & skopolamin, anthelmintik dari senyawa as. nikotinat (tumb. Areca
catechu), analgetik narkotik dari senyawa kokain, antimalaria dari senyawa kinina (tumb. Cinchona
succirubra), antibiotik dari senyawa viridicatin, analgetik untuk nyeri hebat, dari senyawa morfin, emetik
ekspektorn dari senyawa amatina, antipiretik dari senyawa beberin, relaksan otot dri senyawa
vinblastina, antihipertensi dari senyawa germidina, stimulan SSP dari senyawa d-norpseudo efedrin,
theobromin yang juga berfungsi sbg diuretik, bronkodilator dari senyawa theofilina, simpatomimetik
dari senyawa efedrin, insektisida dari senyawa seradina, serta adstringen pada radang selaput lendir,
dari senyawa hidrastina Pada Flavonoid juga memiliki beberapa sifat seperti hepatoprotektif,
antitrombotik, antiinflamasi, dan antivirus (Stavric dan Matula, 1992). Sifat antiradikal flavonoid
terutama terhadap radikal hidroksil, anionsuperoksida, radikal peroksil, dan alkoksil (Huguet, et al.,
1990; Sichel,et al.,1991). Senyawa flavonoid ini memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap ion Fe (Fe
diketahui dapat mengkatalisis beberapa proses yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas).
Aktivitas antiperoksidatif flavonoid ditunjukkan melalui potensinya sebagai pengkelat Fe (Afanas‟av,et
al., 1989 ; Morel,et al.,1993 dalam Rizky Rithong, 2013).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Metabolit sekunder merupakan suatu senyawa yang sangat berguna dalam kelangsungan hidup
manusia. Dari 1.000 spesies tumbuhan atau hewan yang terdapat didarat dan dilat merupakan penghasil
metabolit sekunder. Dengan karakteristik senywa yang berbeda-beda, dan efek farmakologi serta
mekanisme dan metabolisme yang berbeda pula dari masing-masing senyawa.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap biota laut yang berpotensi menghasilkan metabolit
sekunder.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sahri dkk, 2009. MENGENAL POTENSI RUMPUT LAUT. Available at : SULTAN AGUNG VOL XLIV
NO. 118 JUNI – AGUSTUS 2009

Amir Husni dkk, 2012. PENGEMBANGAN METODE EKSTRAKSI ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum
sp. SEBAGAI BAHAN PENGENTAL. Available at : AGRITECH, Vol. 32, No. 1, FEBRUARI 2012

Anonim, 2012. Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Sekunder dari Spons Callyspongia sp.
Available at : Marina Chimica Acta, April 2012, hal 2-7 Program Buginesia, Universitas Hasanuddin (Vol.
12 No. 1 ISSN 1411-2132
Ary Hidayah, 2012. SENYAWA FLAVONOID. Available at : http://intermediary-
blog.blogspot.com/2011/11/senyawa-flavonoid.htmlPdf

Hefni Efendi, 2012. MENGUAK POTENSI SUMBER DAYA KIMIA BAHAN ALAM DARI LAUT. Jakarta :
Departemen Menagemen Sumber Daya Perairan FPIK-IPB.

Rizky Rithong, 2013. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID. Available at : KIMIA%20BAHAN
%20ALAM/E%20L%20_%20FAHRYBIMANTARA%20%20ISOLASI%20DAN%20IDENTIFIKASI%20SENYAWA
%20FLAVONOID%20DARI%20ALGA%20COKLAT%20Sargassum%20cristaefolium.htm (diakses pada
tanggal 27 september 2013)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan tropik Indonesia terdapat tumbuh-tumbuhan yang peranannya dalam era teknologi tidak kalah
pentingnya dengan sumber daya alam lainnya seperti gas, batu bara, mineral, dan lain-lain. Dari segi
kimia, sumber daya alam hayati ini merupakan sumber-sumber senyawa kimia yang tak terbatas jenis
maupun jumlahnya. Dengan demikian keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman
kimiawi yang mampu menghasilkan bahan-bahan kimia baik untuk kebutuhan manusia maupun
organisme lain seperti untuk obat-obatan, insektisida, kosmetika, dan sebagai bahan dasar sintesa
senyawa organik yang lebih bermanfaat.

Keanekaragaman sumber daya alam hayati di Indonesia ini merupakan sumber senyawa kimia, baik
berupa senyawa metabolit primer seperti protein, karbohidrat, lemak yang digunakan sendiri oleh
tumbuhan untuk pertumbuhannya maupun senyawa metabolit sekunderseperti terpenoid, steroid,
kurmarin, flavonoid dan alkaloidyang umumnya mempunyai kemampuan bioaktifitas dan berfungsi
sebagai pelindung tumbuhan dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau
lingkungannya.

Secara evolusi, tumbuhan telah mengembangkan bahan kimia yang merupakan produk metabolit
sekunder sebagai alat pertahanan terhadap serangan organisme pengganggu.Tumbuhan sebenarnya
kaya akan bahan bioaktif. Walaupun hanya sekitar 10.000 jenis produksi metabolit sekunder yang telah
teridentifikasi, tetapi sesungguhnya jumlah bahan kimia pada tumbuhan dapat melampui 400.000 jenis
senyawa.

Akhir-akhir ini senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder pada berbagai jenis tumbuhan telah
banyak dimanfaatkan sebagai zat warna, racun, aroma makanan, obat-obatan dan lain sebagainya.Oleh
karena itu, mengingat betapa bermanfaatnya senyawa-senyawa hasil metabolit sekunder tersebut bagi
umat manusia untuk memenuhiberbagai kebutuhan hidupnya, maka dirasa perlu untuk mempelajari
lebih lanjut mengenai senyawa-senyawa metabolit sekunder seperti steroid, alkaloid, terpenoid, fenolik,
flavoinoid, saponin, dan sebagainya. Di mana pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
senyawa fenolik khususnya golongan poliketida.

Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan senyawa poliketida?

Bagaimanakah struktur dan tata nama senyawa poliketida?

Bagaimanakah reaksi- reaksi yang terjadi pada senyawa poliketida secara umum?

Bagaimanakah biosintesis senyawa poliketida?

Bagaimanakah teknik isolasi senyawa poliketida?

Apa kegunaan dari senyawa poliketida?

Tujuan

Untuk mengetahui tentang senyawa poliketida.

Untuk mengetahui tentang struktur dan tata nama senyawa poliketida.

Untuk mengetahui tentang reaksi- reaksi yang terjadi pada senyawa poliketida secara umum.

Untuk mengetahui tentang biosintesis senyawa poliketida.

Untuk mengetahui tentang teknik isolasi senyawa poliketida.

Untuk mengetahui tentang kegunaan dari senyawa poliketida.

BAB II
PEMBAHASAN

Senyawa Poliketida

Poliketida berasal dari kata “poli” yang berarti banyak dan “ketida” yang menunjukkan adanya ketida (-
CH2COCOOH). Hal ini dikarenakan suatu poliketida ditandai dengan dimilikinya pola berulang suatu
ketida –[CH2CO]n dalam rangkaian strukturnya. Poliketida alami digolongkan berdasarkan pada
biosintesisnya, yang membedakannya adalah urutan rantai poli-β-keto, yang terbentuk oleh coupling
unit-unit asam asetat (C2) melalui reaksi kondensasi, yaitu:

nCH3CO2H [CH2CO]n

Poliketida termasuk dalam kelas produk alami yang diisolasi dari mikroba, tanaman dan invertebrata
yang mencakup jumlah yang mengesankan klinis obat yang efektif dengan kegiatan beragam. Beberapa
contoh diantaranya: erythromycin (antibiotik), rapamycin (imunosupresif), amfoterycin (antijamur),
avermectin (antiparasit), dan doxorubycin (antikanker). Seperti pada produk alam lainnya, poliketida
memainkan peran yang berbeda dalam memproduksi organisme, dari pertahanan diri (menghambat
pertumbuhan dan melawan organisme yang merugikan) sampai mengsignal molekul (sebagai pembawa
pesan antar organisme).

Poliketida diproduksi melalui kondensasi bertahap yang sederhana dari prekursor asam karboksilat,
menyerupai biosintesis asam lemak. Biosintesis tersebut dilakukan oleh enzim yang dikenal sebagai
synthases poliketida (PKSs). Ada beberapa jenis PKSs, mulai dari protein yang relatif sederhana sampai
kompleks multienzimatik besar yang memiliki puluhan situs katalitik. Protein tersebut menggunakan
salah satu dari dua mekanisme umum, yaitu :

Modular – di mana setiap rangkaian situs katalitik ini hanya digunakan sekali selama proses biosintesis,
dan

Iteratif – di mana set yang sama dari situs aktif digunakan berulang kali.
Poliketida terdiri dari beberapa senyawa antara lain aflatoxin, diskodermolida, antibiotik poliena,
makrolida, tetrasiklin, dan masih banyak yang lainnya. Akan tetapi dalam kesempatan ini kami akan
menguraikan penjelasan mengenai diskodermolida

Struktur dan Tata Nama

Struktur, Ciri Umum Dan Tata Nama

Struktur senyawa poliketida

Secara umum senyawa poliketida memiliki struktur CH3[CH2CO]nCOOH yang disebut ketida atau poli
-keto. Berdasarkan struktur poliketida tersebut, secara trivial poliketida memiliki nama poliketida atau
alkan poli-on. Secara IUPAC diberi nama polialkanon. Senyawa poliketida dapat dibedakan berdasarkan
struktur tertentu dari jalur biosintesisnya yaitu:

Turunan asilfloroglusinol

FLOROASETOFENON

Turunan kromon

PUCENIN

Turunan benzokuinon
SPINULOSIN

FUMIGATIN

Turunan naftakuinon

JAVANISIN

PLUMBAGIN

Antrakuinon

EMODIN

ENDOKROSIN

Ciri umum

Menurut Saifudin Azis (2014), ciri-ciri senyawa poliketida adalah:

Strukturnya tersusun dari rantai karbon dengan kelipatan 2 sehingga disebut C2, karena berasal dari
starting material asetat: nCH3COOH , -[CH2CO]n.

Kadang membentuk cincin benzene aromatis

Jika cincin benzene biasanya mengandung lebih dari satu gugus hidroksil atau alkoksi maka gugus-gugus
tersebut akan berposisi meta satu sama lain
Rantai panjangnya kadang mengalami siklisasi

Ciri sekunder:

Semakin panjang rantai karbon maka semakin larut dalam pelarut nonpolar, namum semakin banyak
gugus hidroksil maka kelarutan makin tinggi pada pelarut polar.

Diproduksi oleh hampir semua makhluk hidup dari makhluk tingkat rendah bakteri, alga, jamur,
tumbuhan, dan mamalia hingga manusia.

Tata nama senyawa poliketida

Menurut Richard B herbert (1981) Hal yang umum untuk poliketida, adalah n=4 sampai 10 dalam
formulasi umum [CH2-CO]n akan tetapi dapat sampai 19 atau 20 dalam antibiotic makrolida. Telah
diketahui adanya banyak contoh dimana n= 4, 5, 7 dan 8 sedangkan yang n= 3, 6, 9, dan 10 kurang
umum atau jarang ada. Berikut digambarkan struktur polketida beserta penamaannya:

Reaksi-reaksinya
Reaksi-reaksi yang terjadi pada senyawa poliketida merupakan reaksi pembentukan suatu metabolit
sekunder. Sebagian besar reaksi dari poliketida menunjukkan reaksi keseluruhan dalam proses
biosintesis poliketida. Secara umum, reaksi yang dialami oleh berbagai senyawa poliketida mencakup:

Kondensasi intramolekuler

Kondensasi intramolekuler dapat terjadi baik dari jenis aldol maupun dari jenis Claisen menghasilkan
kerangka polifenol, hal ini dijelaskan melalui gambar berikut:

(a)

(a)

(b)

R= CH3(COOCH2)n, n=0, 1, 2…

Dari mekanisme reaksi diatas, asam poli -ketokarboksilat apabila bereaksi kondensasi aldol (a) maka
menghasilkan asam orselinat dan apabila asam poli -ketokarboksilat melakukan kondensasi Claisen (b)
dihasilkan turunan asilfloroglusinol, seperti asetilfloroglusinol. Kondensasi aldol (a) seringpula terjadi
antara gugus metilen dan gugus karbonil yang terletak dibagian tengah dari rantai poliasetil
menghasilkan senyawa-senyawa polisiklik seperti emodin dan endokrosin. Dijelaskan dalam gambar
dibawah ini:

Siklisasi intramolekuler

Siklisasi intramolekuler menghasilkan jembatan oksigen. Siklisasi ini terjadi melalui reaksi antara gugus
hidroksil dan gugus karboksilat (laktonisasi) menghasilkan turunan α-piron dam reaksi antara 2 gugus
hidroksil (esterifikasi) menghasilkan turunan γ-piron. Reaksi tersebut dijelaskan dalam mekanisme reaksi
dibawah ini:
Reaksi sekunder

Struktur dari senyawa poliketida seringkali menunjukkan adanya modifikasi terhadap rantai poliasetil.
Modifikasi ini disebabkan karena reaksi-reaksi sekunder seperti oksidasi, reduksi, dan alkilasi yang
terjadi sebelum atau sesudah berlangsungnya siklisasi dari rantai poliasetil. Terjadinya modifikasi ini
belum dapat ditetapkan namun, modifikasi ini biasanya terjadi sebelum stabilisasi terakhir dari senyawa
yang dihasilkan yang dapat diketahui dengan percobaan dari senyawa bertanda.

Contohnya adalah pada pembentukan senyawa klavatol oleh Aspergilus fumigatus. Mikroorganisme ini
menggunakan metil-14C-metionin yang ditemukan pada kedua gugus metil yang terikat pada cincin
aromatic dari klavatol. Akan tetapi senyawa klavatol yang dihasilkan oleh mikroorganisme ini tidak
menggunakan senyawa bertanda 1-14C-2,4-dihidroksiasetofenon atau 1-14C-2,4-dihidroksi-3-
metilasetofenon. Seperti reaksi dibawah ini:

Jadi, dari hasil percobaan ini dapat diketahui bahwa alkilasi pada cincin benzene dari klavatol terjadi
sebelum terbentuknya cincin aromatic. Dengan kata lain, metilasi terjadi sebelum poliasetil bersiklisasi
dan bukannya terjadi setelah cincin tersebut terbentuk. Adapun reaksi sekunder yang dapat
menyebabkan reaksi modifikasi terhadap struktur poliketida ditunjukkan secara umum sbb:

Reduksi :

Oksidasi :

Metilasi :
Isoprenilasi :

Biosintesis

Penelitian bidang biosintesis dimulai pada tahun 1953, ketika Birch dan Donovan menyarankan jalur
biosintesis baru untuk poliketida yang menunjukkanmekanismenya mirip dengan mekanisme biosintesis
asam lemak. Hipotesis inidikenal sebagai hipotesis poliasetat yang menyatakan bahwa, “Poliketida
dibentuk oleh hubungan kepala-ke-ekor unit asetat, diikuti oleh siklisasi dengan reaksi aldol atau dengan
asilasi fenol” (Birch & Donovan, 1953). Pembentukan rantai poli-β-keto dapat digambarkan sebagai
sederet reaksi Claisen.

ATURAN BIOGENETIK ASETAT BIRCH

Adisi dari unit C2 (pembuatan rantai)

Oksidasi, reduksi dan alkilasi rantai poliketida

Stabilasasi rantai dengan siklisasi intra-molelkuler

Modifikasi sekunder gugus fungsional atau kerangka mono / polisiklik dari langkah 3

Aturan biogenetik Birch tidak harus berurutan

Langkah (2) dan (4) tidak selalu berlangsung

Langkah (2) dapat terjadi bersa-ma langkah (1)

Langkah (1), setelah terjadi lang-kah (3) dan (4) atau langkah (3) berlangsung

selama siklisasi intramolekuler


Poliketida tersebut diproduksi melalui kondensasi bertahap yang sederhana dari prekursor asam
karboksilat yang menyerupai biosintesis asam lemak.Biosintesis tersebut dilakukan oleh enzim yang
dikenal sebagai polyketidesynthases (PKSs). Selain senyawa diatas contoh poliketida lainnya antara lain
aflatoxin, diskodermolida, antibiotik poliena, makrolida, tetrasiklin, dan masih banyak yang lainnya.
Proses perpanjangan biosintesis poliketida terjadi pada C2 poliketida danberlangsung secara kondensasi
Claisen. Bentuk aktif dari unit C2 ini adalah AsetilKoA dan Malonil KoA (dari karboksilasi asetil KoA). Jadi,
2 molekul asetil-KoA dapat ikut serta dalam reaksi Claisen membentuk asetoasetil-KoA, kemudian reaksi
dapat berlanjut sampai dihasilkan rantai poli-β-keto.

Biosistesis poliketida

Reaksi Claisen yang terdapat pada biosintesis poliketida

Derivat Poliketida

SENYAWA KUINON

Sebagai produk akhir proses oksidasi mono dan polisiklik dengan struktur akhir 1,4 kuinon

Atom karbon bersumber dari asetat dan mevalonat atau jalur shikimat asam amino aromatik

Interkonversi kuinon (Q) dengan air (H2O) membantu membawa elektron

H2Q Q + 2e– + 2H+

Bersifat nukleofil

Terbentuk dalam jumlah besar dari m.o tanah atau oksidasi turunan pirogalol

Benzokuinon

Fumigatin dan hidroksimetil p-benzo-kuinin (juga p-benzokuimon lain) telah banyak diisolasi dari fungi

Shanorelin, pigmen kuning Shanorella spirotricha (Ascpmycetes)

Sitrinin metabolit jamur berkhasiat anti biotik, juga dapat diisolasi dari tumbuh an tinggi Crotolaria
uripata

Fuscin diisolasi Oidiodendron fuscum, atom c5 dari asam mevalonat

p-Benzokuinon dan turunannya terda-pat arthropoda, milliapoda dan insekta


(mungkin sebagai subtansi pertahanan)

Naftokuinon

Jalur poliketida membentukan inti naftokuinon dan benzokuinon banyak terdapat dalam m.o dan kurang
pada tumbuhan tinggi (lewat jalur lain)

Binaftil dan 3,9-dhidroksiperilena-3,10-kui-non dalam Daldinia concentrica lewat jalur 1,8-


dihidronaftalena secara oksidatif

Plumbagin dan metiljuglon berasal dari hek-saketida dalam Drosera dan Plumbago

Naftokuinon lain dalam fungi; heptaketidan (mavanisin), oktaketida (eritrostaminon)

Ekinokrom dan spinokrom terdapat dalam organ seksual dan duri bintang laut (Paracen-trotus lividus),
berasal dari asam asetat

Antrakuinon dan Antron

Antrasen (utama tingkat oksidasi kuinon) terda-pat dalam m.o, tumbuhan dan binatang rendah

Kerangka trisiklik kehilangan gugus 3-karboksi-lat, menghasilkan turunan antrasena (15 atom C), dikenal
dan ditemukan banyak dalam fungi bersa-ma antron dan antron dimer Penicillium islandi-cum

Rutilantinon (glikosida antibiotik) merupakan antrakuinon dari Strptomyces sp.

Emodin banyak dalam fungi imperfektif dan tum-buhan tinggi sebagai glikosida (Rhamnus frangu-la)

BENZOFENON – XANTON

DEPSIDA – DEPSIDON

AFLATOKSIN

TETRASIKLIN

ANTIBIOTIKA MAKROLIDA

Isolasi suatu poliketida dari suatu spesies


Salah satu contoh proses isolasi suatu poliketida dari suatu sampel atau spesies adalah isolasi dari
elusidasi dari satosporin A dan B dari bakteri kitasatospora griseola.

Proses isolasi dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

Persiapan sampel

Sampel yang digunakan adalah bakteri, maka untuk mendapatkan hasil ekstrak yang cukup dibutuhkan
bakteri dengan jumlah yang cukup banyak. Sebelum mengekstraksi sampel terlebih dahulu dilakukan
kultur jaringan, agar mendapatkan bakteri dengan jumlah yang cukup banyak sehingga hasil ekstraksi
yang dihasilkan juga banyak. Kultur jaringan dari bakteri dilakukan pada medium yang sempit dengan
volume 12 liter.

Proses ekstraksi sampel

Sampel yang telah didiamkan selama dua hari, yang telah difermentasi selanjutna diekstraksi
menggunakan HP-20. Kemudian di partisi menggunakan air dan etilasetat yang kemudian diikuti dengan
heksana asetonitril. Dari hasil tersebut dipilih asetonitril sebagai eluen yang paling banyak untuk
memisahkan ekstrak dari sampel.

Proses pemurnian

Pemurnian sampel dilakukan menggunakan alat HPLC dengan eluen asetonitril dan silica gel orthogonal.
Dan akan diperoleh satosporin A dan satosporin B.

Kegunaan, Manfaat, dan Potensi

Kegunaan senyawa-senyawa poliketida yaitu:

Sebagai antibiotik. Golongan yang sering dimanfaatkan di antaranya golonganmakrolida (eritromisin,


azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), golonganketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin
(doksisiklin, oksitetrasiklin,klortetrasiklin).

Sebagai obat kolesterol (anti kolesterol), misalnya senyawa lovastatin.

Sebagai anti jamur, misalnya senyawa amfoterisin.

Sebagai anti kanker, misalnya senyawa epotilon.Sedangkan potensi senyawa-senyawa poliketida yaitu:
Sebagai terapi berbagai penyakit di usia lanjut

Sebagai pencegah penyakit jantung

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan yang telah dijabarkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:

Poliketida memiliki pola berulang yaitu –[CH2CO]n dalam rangkaian strukturnya.

Poliketida disintesis dari polimerisasi sub unit asetil dan propionil dalamproses yang mirip dengan
sintesis asam lemak, yaitu melalui kondensasiClaisen dan pada umumnya menggunakan enzim
poliketida sintase.

Perbedaan pembentukan asam lemak dan senyawa poliketida aromatikterletak pada peristiwa reduksi
sebelum penambahan asetil KoA lebihlanjut.

Reaksi-reaksi yang terjadi pada senyawa poliketida merupakan reaksipembentukan suatu metabolit
sekunder yang salah satunya meliputi reaksikondensasi aldol atau reaksi kondensasi Claisen.

Poliketida bermanfaat sebagai antibiotic, antikanker, antijamur, danantikolesterol. Poliketida juga


berpotensi sebagai terapi berbagai penyakit diusia lanjut dan pencegah penyakit jantung.

Saran

Semoga makalah ini bisa bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai