Diajukan tanggal :
LAPORAN KASUS
Oleh :
dr. Audrianto
Pembimbing :
SEMARANG
2020
Laporan Kasus
ABSTRAK
Pendahuluan
Carotid Cavernous Fistula (CCF) adalah hubungan abnormal antara sistem carotis
dan snus cavernosus. Beberapa klasifikasi telah mendeskripsikan CCF berdasarkan etiologi,
gambaran hemodinamik atau pola arsitektur angiografi arterial. Peningkatan tekanan pada
sinus cavernous nampaknya merupakan faktor utama pada patofisiologinya. Gambaran klinis
nya berhubungan dengan ukuran, lokasi dan durasi fistula, kecukupan dan rute drainase vena
serta adanya adanya kolateral arteri/vena.
Laporan Kasus
Identitas
Nama : Tn AB
No CM : C620554
Usia : 24 tahun
Pekerjaan : Serabutan
Agama : Islam
Alamat : Kendal
Ruangan : R2A
Anamnesis
RPS
Mata kiri menonjol (+), merah (+), bengkak (+) dan nyeri (+) sejak 2 tahun yang lalu.
Riwayat terbentur aspal pada mata kiri saat jatuh dari kendaraan bermotor (+)
RPD
2 tahun yang lalu pasien pernah mengalami trauma pada mata kiri saat jatuh dari kendaraan
bermotor. Pasca trauma pasien mengeluhkan mata kiri merah (+), nyeri (+), mual (-), muntah
(-) dan pandangan ganda disangkal. Saat itu pasien direncanakan untuk rawat inap dan
dijadwalkan pemeriksaan arteriografi namun pasien menolak
Pemeriksaan Fisik
Pernapasan : 20 kali/mnt
Suhu : 36,5 oC
Status Generalis
Status Lokalis
Mata kanan : visus 6/6, TIO 19.4 mmHg, segmen anterior tenang, pupil bulat sentral,
refleks pupil (+)
Mata kiri : visus 6/12, TIO 27.6 mmHg, proptosis (+), bruit (+), konjungtiva mixed
injeksi (+), sekret (-)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
Tanggal 11 April 2019 (Pasca Tindakan di Cathlab)
Tanggal 12 April 2019 (H+1 s/d H+3 Pasca Tindakan di Ruangan)
TINJAUAN PUSTAKA
Sinus cavernosus berlokasi pada fossa cranii media, pada sisi lateral dari sella turcica
dari os sphenoid (yang berisi glandula pituitary). Mereka dilapisi oleh lapisan endosteal dan
meningeal dari duramater. Batas dari sinus cavernosus adalah sebagai berikut (Gambar 1)1 :
Beberapa struktur penting melintasi sinus cavernosus untuk memasuki orbita. Mereka
diklasifikasikan baik melewati sinus cavernosus itu sendiri maupun melewati dinding lateral
(gambar 2). Terdapat jembatan keledai dalam mengingat isi dari sinus cavernosus dan
hubungannya satu sama lain yaitu O TOM CAT, dimana OTOM (n.occulomotor,
n.trochlear, cabang oftalmika, cabang maxilaris) mengacu pada isi dinding lateral dari arah
superior hingga inferior dan CAT (a.carotis interna, n.abduscens dan n.trochlear) mengacu
pada isi horizontalnya, dari medial hingga lateral 2.
Tabel 1. Isi Sinus Cavernosus (diambil dari Troconis V, et al)
Melintasi melalui sinus cavernosus Melintasi melalui dinding lateral sinus cavernosus
• Nervus abduscens (N VI) • Nervus occulomotor (N III)
• Plexus carotis (serabut saraf • Nervus trohlear (N IV)
simpatis post ganglionik) • Cabang oftalmika (V1) dan maxillaris (V2)
• Arteri carotis interna (pars dari nervus trigeminal
cavernosus)
Sinus cavernosus sendiri merupakan satu-satunya lokasi pada tubuh dimana arteri
(carotis interna) dapat memasuki secara komplit struktur vena. Mungkin hal ini yang
menyebabkan terjadinya pertukaran panas antara darah arterial yang hangat dengan darah
dari sirkulasi vena yang lebih dingin1,2.
Gambar 2. Isi struktur sinus cavernosus (diambil dari Troconis V et al)
Arteri carotis interna (ACI/ICA) pada sinus cavernosus terbentang dan membentuk
huruf S yang terlihat baik pada potongan coronal maupun sagital. ACI terbagi menjadi lima
segmen pada basis dari rute perjalanannya yakni: posterior vertikal, posterior genu,
horizontal, anterior genu dan anterior vertikal (Gambar 3). Segmen ACI intracavernosum
memberikan cabang kepada 2 trunkus yakni trunkus meningohipofiseal dan trunkus
inferolateral. ACI membagi sinus cavernosum menjadi empat venous space yakni: (a) medial
(antara ACI dan dinding medial sinus cavernosus, (b) anteroinferior (relatif terhadap genu
posterior), (c) posterosuperior (antara ACI dan pars posterior atap sinus cavernosus) dan (d)
lateral (antara ACI dan nervus oftalmikus)1.
Gambar 3. Diagram segmen dan cabang utama segmen cavernosum ACI. Struktur warna biru
menunjukkan cavernosus sinus (CS). Segmen cavernosus ACI mulai dari proksimal hingga distal
adalah posterior vertical (PV), posterior genu (PG), horizontal (HORZ), anterior genu (AG), anterior
vertical (AV). ACP = anterior clinoid process, DDR = distal dural ring, OA = ophtalmic artery, PDR
= proximal dural ring, PLL = petrolingual ligament (diambil dari Mahalingam HV, et al)
Dural Venous Sinus System (Gambar 4)
Tiap sinus cavernosus menerima aliran vena dari :
• Vena oftamika (superior dan inferior) : ke sinus cavernosus melalui fissura orbita superior
• Vena centralis retina : mengalir ke v.oftalmika superior/ langsung ke sinus cavernosus
• Sinus sphenoparietal : ke aspek anterior sinus cavernosus
• Vena cerebri media superfisial : berkontribusi dalam drainase vena pada cerebrum
• Plexus pterygoid : berlokas diantara fossa infratemporal
Perlu dicatat bahwa vena oftalmika superior membentuk anastomosis dengan vena
fascialis sehingga vena oftalmika mewakili rute potensial dimana infeksi dapat menyebar dari
lokasi ekstrakranial ke intrakranial. Sinus cavernosus mengosongkan isinya ke sinus petrosus
inferior dan superior dan akhirnya ke vena jugularis interna. Sinus cavernosus kanan kiri
dihubungkan pada garis tengah oleh sinus intercavernosus anterior dan posterior. Mereka
berjalan ke sella turcica os sphenoid2.
Tabel 2. Tipe CCF Berdasarkan Klasifikasi Barlow (diambil dari Chandra J, et al)
Patofisiologi
• Setelah terjadinya trauma kepala, arteri carotis dapat langsung mengalami robekan
disebabkan oleh patahan tulang atau oleh kekuatan gesekan selama proses traumatis.
Proses ini juga dapat disebabkan karena peningkatan tiba-tiba tekanan intraluminal ACI
dengan kompresi arteri distal secara bersamaan, yang mendorong terjadinya ruptur
dinding pembuluh darah selanjutnya menyebabkan CCF.
• Tiap cedera iatrogenik yang menyebabkan laserasi pada arteri carotis cavernosum dapat
menyebabkan hubungan hemodinamika yang high flow dengan sinus cavernosum,
• Pada orang-orang tanpa riwayat trauma, aneurisma atau sindrom predisposisi, trombosis
vena mikroskopis, atau peningkatan tekanan sinus vena dapat mendorong pembentukan
fistula dengan menyebabkan pecahnya pembuluh darah dural secara mikroskopis.
Fistula dapat menyebabkan peningkatan tekanan venosa yang diteruskan ke seluruh
sintem vena terdekat, hal ini membuat adanya gangguan pada drainase vena normal dan
berperan pada gambaran klinisnya. Gambaran klinis dan gejala bergantung pada flow rate,
inflamasi, tekanan pada sinus venosa, dan pola drainase vena. Baik pada CCF direk maupun
indirek, pola aliran drainase vena dapat seperti berikut :
• Anterior (89%): ke sistem vena oftalmika (vena oftalmika, khususnya cabang superior).
Aliran darah mengalir ke depan sistem vena fascialis dan vena jugularis interna.
• Posterior: ke sinus petrosus, inferior (83%) atau superior (49%) dan ke pleksus basilaris
• Lateral: Sinus sphenoparietal
• Contralateral: melalui sinus intercavernosum anterior dan posterior
• Inferior: ke pleksus pterygoid lewat vena pada foramen rotundum dan ke vena pada
foramen ovale
• Multi arah4
Gambar 9. Pola Aliran Drainase Vena pada CCF (diambil dari Chandra, et al)
Pola aliran drainase vena dapat berubah seiring berkembangnya atau proses resolusi dari
tombosis yang menyebabkan pola inkonsistesi pada gejalanya 2,3,4,5.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari CCF dapat bervariasi mulai dari asimtomatis hingga gejala penglihatan
yang memburuk antara lain :
• Eksoftalmous pulsatil, kemosis, dan bruit pada regio orbita (Trias Dandy), disebabkan
drainase anterior vena ke vena oftalmika superior atau inferior
• Proptosis dan pelebaran otot ekstraokuler disebabkan kongesti vena
• Gangguan penglihatan, papil edema dan glaukoma disebabkan peningkatan tekanan
intraokuler dan iskemia
• Diplopia mungkin disebabkan palsy pada N III,IV atau VI karena kompresi pada SC.
Yang paling sering adalah palsy pada N.Abduscen (VI), karena ia berjalan di dalam
sinus cavernosus itu sendiri.
• Sakit kepala berat (25-84%), mungkin disebabkan karena beberapa faktor seperti
teregangnya struktur dura pada SC, trombosis, perdarahan veba atau keterlibatan NV
karena peningkatan tekanan pada SC.
• Gejala neurologis biasanya disebabkan karena fistula yang high flow dan dapat
disebabkan karena peningkatan tekanan pada vena kortikal cerebri (menyebabkan
edema atau perdarahan intrakranial) atau fistula steal phenomena yang menyebabkan
gangguan perfusi pada beberapa area parenkim otak,
• Jika terdapat kongesti vena pada batang otak dengan keterlibatan pada saraf cranial,
hemiplegia, oftalmoparesis dan bahkan henti jantung nafas dapat terjadi 2,3,7.
Walaupun dampak klinis dapat tumpang tindih, CCF yang indirek/ tidak langsung
sering tidak menunjukkan trias klinis. Gejala dan tanda pada CCF indirek muncul secara
perlahan dan mayoritas kasus muncul dengan glaukoma progresif, proptosis maupun injeksi
konjungtiva (mata merah)2,3,7.
Gambar 10. Proptosis, kemosis, prolaps konjungtiva dan oftalmoplegia muncul pada wanita usia 67
tahun ini setelah mengalami nyeri kepala berat selama 12 minggu. Ia mengalami CCF tipe
indirek/dural (diambil dari Barry RC, et al)
Gambaran Imaging dan Prosedur
Pasien secara khusus menjalani pemeriksaan imaging kepala non invasif dengan CT
scan, MRI atau dengan CT/MRI angiografi untuk diagnosis dini dari kelainan ini. CT
angiografi membantu dalam menentukan draining vein tertentu dengan sangat jelas (VOS)
dan drainase vena lainnya dapat juga dikenali.
Gambar 11. CT Scan Axial dengan Kontras Fase Arterial pada Pasien Wanita Usia 73 tahun
dengan Dural CCF. a: Proptosis ringan (garis putus-putus) dan penebalan otot ekstraokuler (garis
lurus). b: Enhancement dini kontras pada VOS kanan, yang mengalami ektasia ringan (panah tebal)
(diambil dari dos Santos, et al)
Gambar 12. Pasien dengan nyeri kepala frontal dan rasa tak nyaman pada periokuler. CT angio
potongan axial menunjukkan: (A) Enhancement asimetris pada SC kiri. (B) Early enhancement pada
vena jugularis interna (diambil dari Troconis V, et al)
Gambar 13. CT Scan Axial Bone Window pada a: Wanita 73 tahun dengan diagnosis Dural CCF
menunjukkan proptosis ringan (garis putus-putus), b: Laki-laki usia 8 tahun dengan diagnosis post
traumatic CCF. Proptosis ringan pada kanan (garis putus-putus) dan fraktur os sphenoid (panah tebal).
Adanya fraktur pada tulang tengkorak menunjukkan penyebab asal traumanya (dambil dari dos
Santos, et al)
MRI dan MRI angografi dengan 3D TOF atau SPGR dan kontras Gadolinium adalah
prosedur diagnostik yang baik dan berguna untuk mengevaluasi aliran CCF. Temuan yang di
dapat antara lain :
• Enhancement dan dilatasi pada SC di fase arterial awal (Gambar 14a,16)
• Pelebaran dan early enhancement pada vena oftalmika superior (Gambar 14a, 15c,16)
• Peningkatan vaskularisasi pada dinding SC (Gambar 14a)
• Penebalan otot ekstraokuler dan edema pada orbital fat (Gambar 14b. 15a)
• Pelebaran glandula pituitari (karena kongesti vena)
• Abnormal flow void pada SC terkait dengan darah yang mengalami shunting (Gambar
15b)
Semua temuan di atas dapat terlihat pada CT scan atau MRI dan mengarah pada diagnosis
CCF. Namun ketiadaan dari abnormalitas ini pada pemeriksaan imaging non invasif tidak
menyingkirkan diagnosis CCF2,6.
Gambar 14. MRI Kepala Potongan Axial (a). T1WI dengan contras menunjukkan dilatasi sinus
cavernosus dan vena oftalmika superior kanan. (b) MRI T2WI menunjukkan adanya proptosis kiri
disertai edema otot ekstrinsik bola mata (diambil dari Troconis V, et al)
Gambar 15. MRI Kepala pada Wanita 21 tahun dengan diagnosa Dural CCF. a,b. T2WI
potongan axial, c: T1WI axial dengan kontras. Terdapat penebalan otot ekstraokuler dan edema
periorbita (panah tipis). Proptosis mata kiri (garis putus-putus). Flow void pada VOS (panah putus-
putus sesuai dengan peningkatan blood flow. Enhancement kontras dini dan dilatasi VOS (panah
tebal, diambil dari dos Santos, et al)
Gambar 16. MR Angiografi pada Wanita 73 tahun dengan Dural CCF. a: Enhancement dini pada
VOS (panah tipis) dan vena fascial (panah putus-putus). Keduanya mengalami ektasia. b:
Enhancement dini ringan pada SC kanan (panah tebal, diambil dari dos Santos, et al)
Ultrasonografi memiliki sedikit peranan pada diagnosis CCF, meskipun begitu terdapat
beberapa temuan yang mengarah pada diagnosis ini (gambar 17) :
Gambar 17. USG color Doppler. a,b. wanita 73 tahun dengan diagnosis dural CCF. Exuberant blood
flow terlihat pada USG Doppler (a) dan arterialisasi terlihat dengan spektral pada vena oftalmika
superior (b); c. wanita 58 tahun dengan diagnosis dural CCF. Absennya flow pada color Doppler
menunjukkan adanya trombosis pada vena oftalmika superior (diambil dari dos Santos, et al)
Walaupun teknik pemeriksaan imaging kepala non invasif dapat menentukan draining
veinnya, mereka jarang dapat memastikan feeding arteri yang kecil pada CCF dural atau
lokasi tepat hubungan fistula pada CCF direk. Lebih lanjut lagi teknik ini tidak dapat
menyediakan informasi mengenai karakteristik blood flow di antara fistula. Oleh karena itu
pemeriksaan Digital Substraction Angiography (DSA) merupakan standar utama untuk
mengkonfirmasi diagnosis, klasifikasi, pola drainase dan tata laksana.
Sangat penting untuk dilakukan angiografi pada Arteri Carotis Communis (ACC)
bilateral, Arteri Carotis Interna (ACI) dan Arteri Carotis Externa (ACE). Begitu pula pada
ateri vertebralis dan sirkulus Wilisi dan mengevaluasi : lokasi tepat dan ukuran fistula,
adanya feeding arteri, drainase vena, membedakan tipe direk atau indirek, adanya gambaran
complete atau partial steal phenomena, flow kolateral melalui sirkulus wilisi, rute terapeutik
dan gambaran radiologis terkait prognosis buruk, yaitu : adanya pseudoanesurisma, varises
sinus cavernosus, drainase venosa kortikal (peningkatan resiko perdarahan) serta adanya
diseksi
Gambar 18. DSA proyeksi Lateral. Adanya opasitas dini yang cepat pada sinus cavernosus kanan
(panah hitam) dan vena oftalmika superior (VOS/ panah putih) sesuai dengan gambaran direct carotid
cavernous fistula. Terdapat juga dilatasi fusiform arteri carotis interna kanan yang menunjukkan
adanya aneurisma (diambil dari Castro, dkk)
Gambar 20. CCF Tipe B. Angiografi Selektif Pada ACI kanan dengan proyeksi lateral: CCF dengan
suplai arterial oleh cabang meningohipofisis dan drainase vena ke vena oftalmika superior (diambil
dari Troconis, dkk)
Gambar 21. CCF Tipe C. Angiografi Selektif Arteri Carotis Eksterna pada 2 pasien yang berbeda
menunjukkan aliran vena ke (a) Vena oftalmika superior dan (b) sinus petrosus inferior (diambil dari
Troconis, dkk)
Pada proses perjalanannya, penutupan CCF secara spontan dapat terjadi. Hal ini lebih
sering terjadi pada CCF tipe low flow (25-50%), karena pada CCF tipe langsung atau
traumatis robekan pada dinding arterial mungkin merupakan ukuran yang penting. Meskipun
begitu obliterasi spontan pada CCF direk pernah dilaporkan, beberapa diantaranya setelah
menjalani prosedur DSA.2
Gambar 22. (a) DSA menunjukkan CCF disertai aneurisma pada ACI, (b) DSA 26 hari kemudian
menunjukkan oklusi spontan pada CCF dengan aneurisma ACI yang persisten (diambil dari Troconis,
dkk)
Tata Laksana
Terkadang dipilih untuk menunggu 1 hingga 2 minggu pasca trauma atau pada onset
CCF tipe spontan, karena penundaan tata laksana membuat fistula (baik morfologi dan flow)
untuk menjadi stabil dan membuat terjadinya kolateral pada blood flow cerebri. Namun,
beberapa fistula memiliki gambaran klinis dan angiografi yang memerlukan tata laksana pada
fase akut seperti gangguan neurologis, hipertensi intrakranial, gangguan penglihatan,
perdarahan intracranial atau dugaan "steal phenomenon" pada flow cerebri oleh fistula.
Tata laksana pada CCF direk bertujuan untuk menutup robekan di antara ACI dan SC
sedangkan patensi dari ACI tetap terjaga. Sedangkan pada CCF indirek, tujuannnya adalah
untuk menginterupsi hubungan fistula dan mengurangi tekanan pada SC.2,3,4,5,6,7
Metode Konservatif
Pasien resiko rendah dengan gejala ringan mungkin tidak memerlukan intervensi aktif
dan dapat dilakukan tata laksana secara konservatif. Pasien dengan resiko rendah memiliki
potensi untuk terjadinya penutupan spontan dari fistula. Resolusi spontan dari fistula indirek
dapat terjadi dalam beberapa hari hingga bulan setelah munculnya gejala.
Lebih lanjut lagi, kompresi manual carotis eksterna-jugular dapat dimulai sebagai
metode noninvasif untuk CCF indirek. Pasien diinstruksikan untuk menekan arteri karotis dan
vena jugularis selama periode 10 detik sambil duduk atau berbaring selama 4-6 x tiap
jamnya. Tujuan terapi kompresi ini adalah reduksi transien shunting aretrioveosa dengan
menurunkan inflow arterial sekaligus secara simultan meningkatkan output tekanan vena
sehingga dapat menimbulkan trombosis spontan pada fistula (Gambar 23). Namun, metode
ini tidak efektif pada pada CCF yang high flow yang biasanya memerlukan intervensi
endovaskuler.2,3,4
Gambar 23. Penempatan Ujung Jari pada Kompresi Karotis (diambil dari Hoffmann, dkk)
Gambar 24. Balon yang akan dihantarkan oleh kateter penghantar (diambil dari Karanam, dkk)
Balon ini memiliki keunggulan karena dapat didorong dan diposisikan menuju ke
fistula dan sinus cavernosus. Balon lalu dikembangkan dengan volume yang lebih besar
dibandingkan dengan lubang pada fistula untuk mencegah terjadinya prolaps ke arteri carotis
interna dan balon lalu dilepaskan. Setelah balon ditempatkan, dilakukan angiografi untuk
meyakinkan tertutupnya fistula dan patensi dari arteri carotis interna (Gambar 25 a dan
b).3,11
A B
Gambar 25 (a). Gambaran angiografi pretindakan menunjukkan hubungan fistula dan dilatasi vena
oftalmika superior yang mengisi fase arterial, (b) Balon lalu dimasukkan dan dikembangkan melalui
fistula dengan berkurangnya fistula (diambil dari Karanam, dkk)
Keuntungan dari oklusi balon untuk CCF adalah kemampuannya untuk mengoklusi
fistula secara cepat dengan patensi arteri carotis interna tetap terjaga. Namun, kesulitan teknis
dapat pula ditemukan. Ukuran sinus cavernosus dan fistula dapat berdampak pada
keberhasilan metode ini. Sinus cavernosus harus cukup lebar untuk dapat dimasuki balon
yang akan dilepaskan nanti. Ukuran fistula harus lebih kecil dibandingkan balon yang
dikembangkan nanti, namun cukup lebar untuk dapat diakses saat balon belum
dikembangkan. Ukuran fistula juga tidak boleh terlalu besar karena embolisasi balon dapat
membuat balon terdorong kembali ke arteri carotis interna pada saat dikembangkan. Untuk
memberi kemudahan saat memandu balon ke sinus cavernosus dan mencegah protrusi balon
yang dikembangkan ke lokasi fistula dekat dengan lumen arteri carotis interna, Teng dkk
mengembangkan teknik double balloon.3,11
Gambar 26. Angiografi pada carotis interna kiri menunjukkan metode transarterial pada CCF tipe
direk dengan coil dimasukkan di sinus cavernosus (diambil dari Menso, dkk)
Keuntungan oklusi dengan coil adalah aksesibilitas dan avalaibillitas alat emboli
dengan berbagai ukuran. Salah satu kelemahannya adalah oklusi fistula lebih lambat sehingga
memperpanjang durasi prosedur dan resiko oklusi fistula inkomplit dengan hilangnya akses
transarterial yang selanjutnya dibutuhkan pendekatan transvena. Komplikasi embolisasi coil
transarterial adalah migrasi coil ke lumen arteri. Untuk mencegah hal ini dibutuhkan balon
non detachable atau stent terutama pada kondisi terdapat robekan besar pada ICA. Stent juga
membantu rekonstruksi pada segmen ICA yang robek hingga dapat sukses menangani fistula
tanpa mengorbankan patensi arteri daerah asal.2,3,4,5,11,12
Metode transvena digunakan pada saat metode transarterial gagal dan pada pasien
dengan penyakit kolagen seperti sindrom Ehler Danlos disebabkan resiko tinggi untuk
dilakukaan arteriografi konvensional. Bahan material yang digunakan pada metode ini adalah
coil (Gambar 27).2,3,4,5,11,12
Gambar 27. Angiografi pada carotis interna kiri proyeksi PA menunjukkan mikrokateterisasi sinus
cavernosus kiri dengan metode transvenosa lewat sinus petrosus inferior kontralateral dan sinus
sircular (diambil dari Menso, dkk)
Kemungkinan metode embolisasi lain adalah dengan bahan embolan densitas tinggi
yaitu Onyx (Gambar 28). Embolisasi sinus cavernosus dengan bahan cair seperti Onyx
dapat dibantu dengan remodelling balon di dalam arteri untuk mencegah migrasi materi
embolan menuju sistem carotis. Metode transvenosa pada CCF dapat dilakukan pada :
• Kateterisasi sinus petrosus ipsilateral
• Kateterisasi sinus petrosus kontralateral
• Kateterisasi vena oftalmika superior dari vena jugularis eksterna dan vena fascial
• Kateterisasi sinus cavernosus kontralateral melalui sinus sirkular 2,3,4,5,11,12
Gambar 28. Angiografi pada carotis interna kiri proyeksi PA dan lateral menunjukkan penutupan
komplit fistula pasca penggunaan coil dan onix (diambil dari Menso,dkk)
Penempatan Covered stent graft
Perkembangan terkini adalah penempatan polyfluorotetraethylene-covered stents
sebagai metode alternatif pada kerusakan arterial terutama pada kondisi kondisi penempatan
balon yang gagal. Penempatan covered stent grafts berguna untuk obliterasi cepat CCF direk
sekaligus mempertahankan patensi ICA (Gambar 29).3,4,5,7,11
Sebagai tambahan, metode ini dapat menurunkan resiko stroke iskemik dengan
mempertahankan arteri yang terlibat sekaligus melapisi lokasi fistula. Metode ini memiliki
kelemahan kurangnya fleksibilitas longitudinal yang membuatnya sulit untuk diarahkan pada
kondisi tortuosity dari vaskularisasi intracranial. Lebih lanjut lagi, iritasi yang disebabkan
kekakuan pada lapisan pembungkus stent dapat berdampak pada vasospasme periprosedur
terutama pada ujung stent. 3,4,5,7,11
Komplikasi prosedur ini termasuk endoleak, tersumbatnya arteri perforator vital,
diseksi dan ruptur. Walaupun metode ini cukup menjanjikan, namun penggunaannya secara
luas pada CCF traumatik terbatas disebabkan tidak sesuainya dalam penggunaan intracranial
dan kurangnya data dalam hal keamanan prosedur ini. 3,4,5,7,11
Gambar 29. Seorang wanita 42 tahun dengan adenoma hipofisis yang menjalani operasi
transsphenoid. Selama proses operasi terjadi laserasi arteri carotis interna dan perdarahan arterial
masif. A: MRI T1WI dengan kontras menunjukkan hipointensitas pada regio hipofisis kiri yang sesuai
dengan adenoma hipofisis; B. Analisa menunjukkan defek pada dinding anteromedial ICA dan adanya
CCF; C. Posisi dari stent graft yang menutupi orifisium fistula; D. Pasca prosedur injeksi pada ICA
kanan menunjukkan obliterasi komplit fistula dan stenosis luminal konsentris pada segmen petrosa
terkait dengan vasospasme mekanik sekunder karena panduan wire dan manipulasi stent; E.
Angiografi evaluasi 3 bulan kemudian menunjukkan kontur parenting artery yang reguler, absennya
fistula rekuren dan hiperplasia intima diantara stent (diambil dari Korkmazer, dkk)
Oklusi Parenting Artery
Mengorbankan pembuluh darah parenting artery mungkin adalah hal yang diperlukan
sebagai tindakan untuk menyelamatkan nyawa. Hal ini dilakukan saat oklusi endovaskuler
dari CCF tipe direk dengan menyelamatkan ACI tidak mungkin lagi dapat dilakukan
disebabkan kerusakan dinding pembuluh darah yang ekstensif, perdarahan aktif atau
hematoma jaringan lunak yang meluas. Jika terdapat keputusan untuk dilakukan terapi
endovaskuler dengan mengorbankan arteri, penilaian terhadap flow kontralateral dan
kemampuan pasien untuk mentolerir oklusi ICA harus dikerjakan. 3,4,5,7,11
Oklusi ICA dapat dilakukan dengan berbagai variasi teknik endovaskuler seperti coil,
balon (gambar 30) dan embolisasi dengan plug vaskuler. Oklusi dari ICA ipsilateral
dilakukan dengan embolisasi coil dengan pendekatan distal-proksimal untuk mencegah
terjadinya retrograde arterial filling fistula dari ICA supraclinoid. 3,4,5,7,11
Gambar 30. Seorang pria 31 tahun dengan oftalmoplegia kanan pasca trauma kepala dengan
fistula carotis cavernosum direk. (A,B): Proyeksi frontal (A) dan lateral (B) Pada pemeriksaan DSA
di ICA (arteri carotis interna) menunjukkan laserasi ICA, pseudoaneurisma di ICA cavernosum dan
CCF direk; C: Setelah mempertimbangkan adanya pseudoaneurisma, dua balon detachable
ditempatkan untuk mengoklusi parent artery; D: DSA pada CCA (arteri carotis communis) setelah
oklusi balon pada ICA menunjukkan obliterasi komplit pada fistula; E,F: Pasca penanganan pada ICA
kiri (E) dan arteri vertebralis kiri (F) menunjukkan rekonstruksi area ICA kanan (diambil dari
Korkmazer, dkk)
Gambar 31. Seorang wanita 71 tahun dengan nyeri dan bengkak di sekitar mata kanan dengan
peningkatan tekanan intraokuler sekitar 42 mmHg (batas normal 20 mmHg). (a) Angiografi
proyeksi AP menunjukkan filling pada SC kanan dari cabang meningeal ACI kiri. (b) Disamping itu
pada proyeksi AP menunjukkan filling SC kanan dari cabang meningeal ACE kiri sehingga pasien ini
merupakan CCF tipe D. Dengan pendekatan transvena (lewat IPS), platinum coil dimasukkan pada
VOS kanan dan SC kanan anterolateral. Hal ini berdampak pada oklusi komplit CCF. (c) Angiografi
proyeksi AP pada ACI kiri pasca prosedur transvena menunjukkan oklusi pada SC kanan. (d)
Angiografi proyeksi lateral pada ACI kiri menunjukkan coil pada SC dan VOS kanan (diambil dari
Chandra, dkk)
Di samping itu dapat dilakukan dengan beberapa jalur alternatif antara lain :
• Anterior lewat vena fascialis dan VOS
• Trans lewat kontralateral sinus cavernosus
• Superior lewat vena cerebri media media dan sinus sphenoparietal
• Inferior melalui pleksus pterygoid
• Puncture transorbita langsung via fissura orbita superior
Metode transarterial merupakan sebuah pilihan bila metode transvena gagal. Ia dapat
dilakukan pada fistula yang high flow dengan suplai arteri multipel dan lebar dan jika mereka
memiliki keterlibatan vena kortikal. 2,3,4,5,6,12,13
Gambar 32. Trombosis Sinus Cavernosus. (A) CT Scan dengan kontras menunjukkan opasitas pada
sinus sphenoid kiri, filling defek pada vena oftalmika superior kiri dan sinus cavernosus (panah), (B)
MRI sekuens DWI menunjukkan intensitas sinyal tinggi pada sinus cavernosus (panah) (diambil dari
Plewa, dkk)
Orbital Cavernous Venous Malformation/Orbital Cavernous Hemangioma
Hemangioma cavernosus merupakan lesi vaskular pada orbita yang paling sering
terjadi pada usia dewasa yang muncul pada usia pertengahan (30-50 th) dengan predileksi
pada wanita, sekitar 5-7% dari seluruh tumor orbita. Gambaran klinisnya berupa massa orbita
yang tumbuh lambat dan menyebabkan proptosis. Diplopia dan defek pada lapang pandang
(disebabkan kompresi nervus opticus) dapat juga terjadi. Hemangioma cavernosum sendiri
merupakan massa berbatas tegas yang dilingkupi oleh pseudocapsul fibrosa tanpa adanya
suplai arterial prominen (menyebabkan enhancement yang relatif rendah). Mereka terdiri dari
ruang vaskular besar yang mengalami dilatasi dilingkupi oleh sel endotelial yang datar. Tidak
seperti namanya, hemangioma sendiri mungkin bukan merupakan tumor karena tidak ada
proliferasi selular namun lebih ke arah malformasi vaskular yang secara gradual bertambah
besar dan oleh karena itu dinamakan malformasi cavernosa.
Walaupun hemangioma cavernosum dapat berlokasi dimana saja di orbita. Namun
lebih dari 80% berlokasi di intraconal dan kebanyakan di aspek lateral. Mereka biasanya
bentuknya bulat atau oval pada potongan cross sectional. Pada pemeriksaan USG
menunjukkan lesi retrobulbar batas tegas dengan ekogenesitas moderate hingga tinggi. Tidak
ada flow yang ditunjukkan oleh pemeriksaan Doppler.
Pada pemeriksaan CT scan, hemangioma cavernosum menunjukkan massa soft tissue
bentuk bulat atau oval batas tegas saat berukuran kecil dan berubah bentuk saat ukurannya
bertambah karena sifatnya yang lunak. Jika dibandingkan dengan otot sekitarnya tampak
hipodens dan akan enhance secara bertahap pasca injeksi kontras (Gambar 33).
Gambar 33. Hemangioma Cavernosum. CT scan sagital kontras fase arterial (A), delayed (B) dan
axial (C) menunjukkan massa pada retrobulbar yang enhance di fase delayed berbatas tegas yang
menyebabkan proptosis kanan (diambil dari Lin, dkk)
Pada pemeriksaan dengan MRI, T1WI akan tampak isointens jika dibandingan
dengan otot dan akan hiperintens bila terdapat area trombosis. Pada T2WI akan tampak
hiperintens dan mungkin akan terdapat septasi yang hipointens. Pasca injeksi kontras akan
tampak enhancement ireguler secara bertahap dengan delayed washout (Gambar 34).3,16
Gambar 34. Orbital Hemangioma Cavernosum. (A) T1WI, (B) T2WI, (C) T1WI+C dan (D)
T1FS+C. MRI menunjukkan massa bulat berbatas tegas pada retrobulbar yang tampak isointens pada
T1WI dan hiperintens pada T2WI serta enhance secara gradual pasca injeksi kontras (diambil dari
Lin, dkk)
Untuk pemeriksaan MRI sendiri, intensitas sinyal bervariasi dan bergantung pada
proporsi air, mukus dan protein (Gambar 36). Pada T1WI, mukus dengan kandungan kaya
air akan hipointens dan yang tinggi protein akan hiperintens. Pada T2WI berlaku sebaliknya,
mukus dengan kandungan kaya air akan hiperintens dan yang tinggi protein akan hipointens.
Pasca pemberian kontras terdapat enhancement di perifer. Pada pemeriksaan dengan DWI
intensitas sinyal bervariasi.17,18
Gambar 36. MRI Tulang Wajah (A. Axial T1, B. Axial T1 gadolinium, C. Axial T2, D. Coronal
T2). Mucocele (seperti gambar 35) memiliki intensitas sinyal tinggi pada T1 dan intensitas sinyal
tinggi dan homogen pada T2 (diambil dari du Mayne, dkk)
Gambar 37. CT Scan Pasien dengan Orbital Thyroidopathy. (a) Potongan Coronal, (b,c)
Potongan axial. Tampak penebalan m.rectus medial kanan kiri yang membentuk gambaran coca cola
bottle sign (diambil dari Parmar, dkk)
Pada pemeriksaan MRI gambaran yang dapat ditemukan yakni otot ekstaokular yang
terlibat akan tampak isointensi dibandingkan dengan otot wajah lain atau adanya infiltrasi
lemak, peningkatan intensitas sinyal pada T2 karena proses inflamasi dan enhancement pasca
injeksi kontras (Gambar 38).19,20
Gambar 38. MRI Coronal Orbital Thyroidopathy menunjukkan pelebaran otot extraokular dan
hiperintens pada sekuens T2WI (diambil dari Parmar,dkk)
Pembahasan
Diagnosis CCF pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat trauma pada mata
kiri pasca kecelakaan lalu lintas 2 tahun yang lalu. Pasca kecelakaan mata kiri pasien nampak
merah dan dikatakan nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kemerahan pada mata
kiri disertai adanya proptosis mata kiri, peningkatan tekanan intra okuler dan adanya
penurunan visus serta adanya bruit.
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis CCF pada pasien ini adalah
dilakukan CT scan kepala dengan kontras serta dilakukan CT angiografi kepala dengan hasil
adanya pelebaran v.oftalmika superior kiri, sinus cavernosus kiri, dan arteri carotis interna
kiri disertai hubungan antara sinus cavernosus kiri dan arteri carotis interna kiri dengan
adanya kecenderungan gambaran carotid cavernous fistula. Di samping itu ditemukan juga
pelebaran fokal pada arteri carotis interna kiri dengan kecenderungan gambaran aneurisma.
Untuk penatalaksaan pada pasien ini dilakukan tindakan arteriografi dan embolisasi.
Untuk tindakan arteriografi pada arteri carotis interna kiri didapatkan adanya fistula besar ke
sinus cavernosus dengan bagian distal ICA/MCA tidak terisi. Saat itu dilakukan tindakan
embolisasi menggunakan ballon Goldbalt sebanyak 2 buah dan Goldbalt 4 sebanyak 1 buah
sehingga fistula tertutupi
Kesimpulan
CCF adalah kondisi vaskular dimana terdapat kondisi klinis seperti proptosis, mata
kemerahan, kemosis, diplopia dan berkurangnya tajam penglihatan. Gejala pada CCF direk
lebih terlihat jelas dibandingkan dengan tipe yang indirek yang relatif lebih samar.
Walaupun temuan CCF pada pemeriksaan USG mirip, namun analisis pada CT scan
dan MRI dapat membedakan antara CCF tipe direk dan indirek. Pemeriksaan yang menjadi
gold standard adalah arteriografi. Prosedur ini dapat menjadi tindakan diagnostik sekaligus
terapi bagi pasien CCF. Tata laksana endovaskuler pada CCF merupakan metode yang efektif
dan memberikan hasil klinis yang baik pada mayoritas kasus.
Daftar Pustaka
1. Mahalingam HV, et al. Imaging Spectrum of Cavernous Sinus Lesions with
Histopathologic Correlation. RadioGraphics 2019; 39:795–819.
2. Troconis V, V. Schröer V, Górriz AL, and Gomez Valencia DPG. What radiologists need
to know about carotid-cavernous fistulas (CCF´s). European Society Of
Radiology.ecr2017/C-1328: 1-30.
3. Korkmazer B, Kocak B, Tureci E, Islak C, Kocer N, and Kizilkilic Osman. Endovascular
treatment of carotid cavernous sinus fistula:A systematic review. World J Radiol 2013
April 28; 5(4): 143-155.
4. Chandra J, Kuker W, Byrne J, Cellerini M, Corkill R, Grunwald IQ. Carotid-cavernous
fistulas: Imaging and endovascular treatment. European Society Of Radiology.
ecr2010/C-2548.
5. Menso MM, Lorenzo SA, Weitz AT, Auñón JV, Roman LS, C. Junyent CG.
Endovascular treatment of carotid-cavernous fistulas. European Society Of
Radiology.ecr2010/C-2078: 1-25.
6. Santos D, Monsignore LM, Nakiri GS, Cruz AAV, Colli BO, Abud DG. Imaging
diagnosis of dural and direct cavernous carotid fistulae. Radiol Bras. 2014
Jul/Ago;47(4):251–255.
7. Barry RC, Wilkinson M, Ahmed RM, Lim CSM, Parker GD,
McCluskey PJ, Halmagyi GM. Interventional treatment of carotid cavernous fistula.
Journal of Clinical Neuroscience 18 (2011) 1072–1079.
8. Cohen AW, Allen R. Carotid Cavernous Fistula. EyeRounds.org. May 14, 2010;Available
from:http://www.EyeRounds.org/cases/111-Carotid-Cavernous-Fistula.htm
9. Aralasmak A, et al. Venous Drainage Patterns in Carotid Cavernous Fistulas. ISRN
Radiology.2014: 1-7
10. Castro LNG, Colorado RA, Botelho AA, Freitag SK, Rabinov JD and Silverman SB.
Carotid-Cavernous Fistula: A Rare but Treatable Cause of Rapidly Progressive Vision
Loss. American Heart Association Journals.2016: e207-e209.
11. Karanam LSP, Baddam SR, Dev B And Joseph S. Carotid Cavernous Fistulae: Various
Presentations And Treatment Approaches: Results in 25 Cases. Journal of Clinical and
Diagnostic Research. 2010 August ;(4): 2790-2796.
12. Young B and Bojeng A. Endovascular treatment with transvenous approach for
embolization of carotid cavernous fistula. Med J Indones. 2014;23:169-73.
13. Szkup P, Kelly M, Meguro. Indirect Carotid Cavernous Fistula Embolisation Using The
Superior Ophthalmic Vein Approach. SA Journal Of Radiology. Februay 2005: 23-26.
14. Razek AA, Castilo M. Imaging Lesions Of The Cavernosus Sinus. AJNR AM J
Neuroradiol. 2009; 30 (3):444-52.
15. Plewa MC, Tadi P and Gupta M. Cavernosus Sinus Thrombosis.[Updated 2019 Mar 24].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.
16. Lin E, Garg K, Escott E, et al, Practical differential diagnosis for CT and MRI. Thieme
Medical Pub. (2008) ISBN:1588906558
17. Mayne MDD, Plana AM, Malinvaud D, Laccourreye O and Bonfils P. Sinus mucocele:
Natural history and long-term recurrence rate. European Annals of Otorhinolaryngology,
Head and Neck diseases (2012) 129, 125—130.
18. Salam J, Kujur S, Sachdeo S and Garg ML. Sudden Onset Proptosis: Frontal Sinus
Mucocele Could Be a Cause. Delhi J Ophthalmol 2018;28;74-6
19. Parmar H, Ibrahim M. Extrathyroidal manifestations of thyroid disease: thyroid
ophtalmopathy. Neuroimaging Clin.N.Am.2008;18(3):527-36,viii-ix
20. Haaga JR,Boll D.CT and MRI of the whole body.Mosby.(2009)