Anda di halaman 1dari 30

Tugas Divisi Bedah Toraks Kardiovaskular

HEMOTORAKS

Oleh:
Elsani Rapar 210141010047
Frenky Awuy 210141010051
Nurlana Ali 18014101071

Periode Divisi: 6 Maret 2023 – 12 Maret 2023

Supervisor Pembimbing:
dr. Wega Sukanto, Sp. BTKV

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023

3
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas divisi Bedah Toraks Kardiovaskular dengan judul:

“HEMOTORAKS”

Oleh:
Elsani Rapar 210141010047
Frenky Awuy 210141010051
Nurlana Ali 18014101071

Periode Divisi: 6 Maret 2023 – 12 Maret 2023

Telah dibacakan, dikoreksi dan disetujui pada Maret 2023 untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado

Supervisor Pembimbing

dr. Wega Sukanto, Sp. BTKV

3
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. VYR
Jenis Kelamin : Laki - laki
Tanggal lahir/Usia : 6 Februari 2002 / 21 tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Waleo 2, Kema
Suku/Bangsa : Indonesia
Ruangan : A Bawah
MRS : 3 Maret 2023
No. RM : 00782057

B. Anamnesis
Pasien laki-laki berusia 21 tahun datang ke RSUP Kandou Manado dengan
keluhan luka dan nyeri pada daerah dada, lengan kiri, dan lutut kiri akibat ditikam
oleh orang tidak dikenal dialami 6 jam SMRS, awalnya pasien sedang menghadiri
pesta tiba-tiba datang beberapa orang yang tidak dikenal menyerang pasien dengan
pisau, ukuran pisau tidak diketahui. Pasien diserang dari arah depan, postur orang
yang menyerang pasien lebih tinggi dari pasien. Pasien kemudian dibawa ke RS
Hermana, setelah dilakukan penanganan awal pasien dirujuk ke RSUP Kandou
untuk mendapat penanganan lanjut.

C. Pemeriksaan Fisik
KU : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 93/52 mmHg
HR : 96 kali per menit
RR : 24 kali per menit

3
SB : 36,2 oC
Saturasi O : 98% via NC 4 lpm
VAS :4
Kepala : Konjungtiva anemis (+)
Leher : tidak ditemukan kelainan
Thorax:
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri=kanan, tampak luka
terjahit
dengan ukuran 2 cm, perdarahan aktif (-)
Palpasi : Stem fremitus kiri normal, kanan menurun
Perkusi : sonor kiri, redup kanan
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/menurun, Rh-/-, Wh-/-
Abdomen :
Inspeksi : Datar lemas
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-) defans muskular (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat, CRT<2 detik
 Regio lengan kiri 10 cm ke distal dari bahu: luka
terjahit dengan ukuran 2 cm, perdarahan aktif (-)
 Regio elbow sinistra: luka terjahit ukuran 2 cm,
perdarahan aktif
 Regio antebrachii 9 cm ke distal dari lipat siku: luka
terjahit ukuran 1,5 cm, perdarahan aktif (-)
 Regio genu anterior: luka terjahit ukuran 1 cm,
perdarahan aktif (-)
 Regio cruris 7 cm ke arah distal dari genu: luka terjahit
ukuran 1.5 cm, perdarahan aktif (-)

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (3/3/2022)
Hb : 9.7 gr/dl
Leukosit : 19.300/uL
Hematokrit : 27.1 %
Trombosit : 254.000 /uL
GDS : 169 mg/dL
Ur / Cr : 23 / 0.9 mg/dL
Na / K / Cl : 135 / 4.7 / 105 mmol/L

2. X-Ray Thorax AP-Tegak (3/3/23)


Kesan : Suspek Hematothorax kanan

E. Diagnosis
Suspek hemothorax dextra ec vulnus ictum regio hemithoraks dextra

F. Tatalaksana
Care plan:
 Oksigenasi
 IVFD Nacl 0.9%
 Pasang kateter urine
Farmakologis:
 Analgetik
 Antibiotik
 Antitetanus

ii
 Pemasangan chest tube dengan system WSD dextra sampai kemungkinan
torakotomi
 Evaluasi cairan initial
 Evaluasi produksi per jam

Primary Survey
A : Clear
B : 24kpm + O2 4 lpm via nasal kanul
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri=kanan, tampak luka terjahit
dengan ukuran 2 cm, perdarahan aktif (-)
Palpasi : Stem fremitus kiri normal, kanan menurun
Perkusi : sonor kiri, redup kanan
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/menurun, Rh-/-, Wh-/-
Assesment : Hematothorax ec vulnus ictum regio parasternal
Sikap : Oksigenasi + Pro WSD sampai kemungkinan torakotomi
eksplorasi
C : 96x/m, regular, kuat angkat, akral hangat, CRT<2”
D : Alert
E : Dada

Laporan Operasi WSD


 Pasien diposisikan 1/2 duduk
 A dan antisepsis lapangan operasi
 Dilakukan anestesi lokal menggunakan lidokain 2% secara infiltrasi pada
daerah kulit sampai pleura berbantalkan kosta 6
 Dilakukan insisi kulit pada ICS VI linea mid axilaris sepanjang 2cm.
 Jaringan subcutis dibuka secara tumpul hingga costae 6
 Klem diarahkan ke superior costae 6 dan ditusuk menembus pleura keluar
carian warna serohemoragik inisial 1000 cc warna hemoragik
 Chest tube dimasukkan ke arah cranial lateral
 Chest tube disambungkan dengan sistem WSD
 Diamati terdapat undulasi (+), force expiratory bubble (+)
 Dilakukan jahit secara horizontal matras dengan simpul hidup

iii
 Luka di tutup
 Operasi selesai

Foto Intra Operasi

Re-Assesment
A : Clear
B : 18kpm + O2 4 lpm via nasal kanul
Thorax :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri=kanan, terpasang chest tube
dengan undulasi (+), buble (-), produksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kiri normal, kanan menurun
Perkusi : sonor kiri, redup kanan
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/menurun, Rh-/-, Wh-/-
C : 80x/m, regular, kuat angkat, akral hangat, CRT<2”
D : Alert
E : Dada

Secondary Survey
A : tidak ada
M : tidak ada
P : tidak ada
L : 9 jam SMRS
E : halaman rumah

iv
PENDAHULUAN

Trauma toraks terus menjadi penyebab substansial morbiditas dan

mortalitas. Cedera dada terjadi pada sekitar 60% dari pasien dengan

multitrauma dan bertanggung jawab untuk 20% sampai 25% dari

mortalitas terkait trauma. Hemotoraks harus dicurigai pada setiap pasien

yang tiba di instalasi gawat darurat dengan trauma tumpul atau penetrasi

toraks. Indeks kecurigaan dan ketelitian yang tinggi melalui pemeriksaan

fisik dapat memberikan intervensi yang tepat sebelum mendapatkan

pemeriksaan penunjang radiologi.1

Terjadinya hemotoraks biasanya merupakan konsekuensi dari

trauma tumpul, tajam dan kemungkinan komplikasi dari beberapa

penyakit.2 Trauma dada tumpul dapat mengakibatkan hematoraks oleh

karena terjadinya laserasi pembuluh darah internal. 3 Hematoraks juga

dapat terjadi, ketika adanya trauma pada dinding dada yang awalnya

berakibat terjadinya hematom pada dinding dada kemudian terjadi ruptur

masuk kedalam cavitas pleura, atau ketika terjadinya laserasi pembuluh

darah akibat fraktur costae, yang diakibatkan karena adanya pergerakan

atau pada saat pasien batuk.4

Penegakkan diagnosis hemotoraks berdasarkan pada data yang

diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

yang tepat dapat membantu dalam menentukan tatalaksana hemotoraks.

Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik

namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien

1
dengan hemotoraks yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien

akan menunjukan simptom, diantaranya: Nyeri dada yang berkaitan

dengan trauma dinding dada, tanda-tanda shok seperti hipotensi, dan nadi

cepat, pucat, akral dingin, tachycardia, dyspnea, hypoxemia, anxiety

(gelisah), cyanosis, anemia, deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena, gerak

dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical), penurunan suara

napas atau menghilang pada sisi yang terkena, dullness pada perkusi,

adanya krepitasi saat palpasi.5,6

Trauma toraks atau dada yang terjadi, menyebabkan gagal ventilasi

(keluar masuknya udara), kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar

(organ kecil pada paru yang mirip kantong), kegagalan sirkulasi karena

perubahan hemodinamik (sirkulasi darah). Ketiga faktor ini dapat

menyebabkan hipoksia (kekurangan suplai O2) seluler yang berkelanjutan

pada hipoksia jaringan. Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan

ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya Adult

Respiratory Distress Syndrome (ARDS), Systemic Inflamation Response

Syndrome (SIRS) dan sepsis.7

Apabila penanganan pada kasus hemotoraks tidak dilakukan segera

maka kondisi pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi

darah di rongga thoraks yang menyebabkan paru-paru kolaps dan

mendorong mediastinum serta trakea ke sisi yang sehat, sehingga terjadi

gagal napas dan meninggal, fibrosis atau skar pada membrane pleura,

Ateletaksis, Shok, Pneumothoraks, Pneumonia, Septisemia.8,9

Pada trauma thoraks perlu dipikirkan juga syok berasal dari trauma

2
di organ intrathorakal. Pemasangan intubasi diperlukan untuk mengontrol

airway. Dilihat juga peningkatan JVP guna membedakan dengan tension

pneumothoraks dan tamponade jantung. Lihat retraksi interkostal dan

supraklavikular dapat menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. Evaluasi

banyak dan persebaran luka (abrasi, emfisema subkutis, krepitasi, dan

adanya fraktur costae). Jangan lupa juga untuk melakukan penilaian

terhadap daerah thoraks posterior.10

3
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Toraks

1. Anatomi Toraks

Rongga thorax dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian

belakang pada vertebra thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka

rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri

dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di

anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang.

Kartilago dari 6 iga memisahkan articulatio dari sternum, kartilago

ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum

menyambung pada tepi bawah sternum.11,12

Gambar 1. Anterior view dinding toraks11

Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama

4
dinding anterior thorax. Musculus latissimus dorsi, trapezius,

rhomboideus, dan musculus gelang bahu lainnya membentuk lapisan

musculus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah musculus

pectoralis mayor membentuk lipatan/plika axillaris posterior. Dada berisi

organ vital yaitu paru dan jantung. Pernafasan berlangsung dengan

bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot

pernafasan yaitu musculus interkostalis dan diafragma, yang

menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap

melalui trakea dan bronkus. 11,12

Gambar 2. Otot dinding toraks11

Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah

dan limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris,

menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru

dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan

5
mediastinum bersama ± sama dengan pleura parietalis, yang melapisi

dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru

pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru ± paru

normal, hanya ruang potensial yang ada.11,12

Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga

keenam kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung

lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk tendo sentral.

Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah

mempersarafi sensorik.11,12

Gambar 3. Skematik anatomi dinding dada12

2. Fisiologi Pernapasan

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih

tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik

otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai

penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena

diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu

6
sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus,

skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.13,14

Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif

akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot

interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung

diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume

toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan

intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran

udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari

paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada

akhir ekspirasi.13,14

Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-

gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari

0,5 μm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih

tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam

atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu

oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan

mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan

parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur

dengan udara dalam ruangan sepi anatomik saluran udara dan dengan uap

air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang

jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam

alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir. 13,14

Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan

7
oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira

0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini

menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan

waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat

menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak

lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total

berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia,

tetapi tidak diakui sebagai faktor utama. 13,14

Adapun fungsi dari pernapasan adalah :13,14


a. Ventilasi: memasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan napas ke
dalam/dari paru dengan cara inspirasi dan ekspirasi. Untuk
melakukan fungsi ventilasi, paru-paru mempunyai beberapa
komponen penting, antara lain :
1) Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf perifer.
2) Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli, dan
pembuluh darah.
3) Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang membungkus
erat jaringan parenkim paru, dan pleura parietalis yang
menempel erat ke dinding toraks bagian dalam. Di antara kedua
lapisan pleura terdapat rongga tipis yang normalnya tidak berisi
apapun.
4) Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri utama.
b. Distribusi: menyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata ke
seluruh sistem jalan napas sampai alveoli .
c. Difusi: oksigen dan CO2 bertukar melalui membran semipermeabel
pada dinding alveoli (pertukaran gas) .
d. Perfusi: Darah arterial di kapiler-kapiler meratakan pembagian
muatan oksigennya dan darah venous cukup tersedia untuk
digantikan isinya dengan muatan oksigen yang cukup untuk

8
menghidupi jaringan tubuh.

B. Definisi

Hemotoraks adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang antara

dinding dada dan paru-paru (rongga pleura). Sumber darah mungkin dari

dinding dada, parenkim paru–paru, jantung atau pembuluh darah besar.

Kondisi ini biasanya merupakan akibat dari trauma tumpul atau tajam. Hal

ini juga mungkin merupakan komplikasi dari beberapa penyakit. Penyebab

lainnya adalah pecahnya sebuah pembuluh darah atau kebocoran aneurisma

aorta yang kemudian mengalirkan darahnya ke rongga pleura.15,16

C. Etiologi

Penyebab utama berdasarkan jenis dapat dibedakan menjadi

hemothorax yang disebabkan oleh trauma benda tumpul maupun tajam,

hemothorax iatrogenik, dan hemothorax spontan. Hemothorax yang

disebabkan oleh trauma benda tumpul maupun tajam merupakan penyebab

tersering dari hemothorax di mana diperkirakan terjadi pada 60% pasien

dengan multi-trauma.17,18,19

Hemothorax iatrogenik dan hemothorax spontan lebih jarang terjadi

dibandingkan hemothorax akibat trauma. Hemothorax iatrogenik dapat

disebabkan oleh komplikasi dari pembedahan kardiopulmonal, pemasangan

kateter jugular atau subklavia, dan biopsi paru. Sedangkan hemotorax

spontan umumnya disebabkan oleh ruptur dari adhesi pleura, neoplasma,

metastasis paru, ataupun komplikasi dari terapi antikoagulan untuk emboli

paru.17,19

9
Penyebab lain yang jarang dilaporkan yang mengakibatkan

hemothorax spontan adalah aneurisma arteri thoracic seperti aorta,

mammarian arteri, dan arteri interkostal, ruptur dari malformasi pembuluh

darah pulmonal, endometriosis, dan eksostoses.19

D. Faktor Risiko

Faktor risiko hemothorax dapat dibagi menjadi traumatik dan nontraumatik.

1. Traumatik

Pasien dengan trauma bagian dada erat kaitannya dengan hemothorax, di

mana diperkirakan terjadi pada 60% pasien dengan multitrauma.

Hemothorax yang disebabkan oleh trauma dapat dibedakan menjadi 2,

yaitu trauma tumpul dan trauma tajam.20,21

2. Non Traumatik

Faktor risiko nontraumatik dari hemothorax dapat digolongkan menjadi

empat, yaitu:22

a. Pneumothorax: Pneumothorax merupakan faktor risiko paling sering

terjadinya hemothorax, dengan angka kejadian 5% pasien

pneumothorax akan mengalami hemothorax

b. Koagulopati: Masalah koagulopati yang dapat menyebabkan

hemothorax adalah konsumsi obat antikoagulan dan penyakit

kongenital seperti Glanzmann thromboastenia, hemofilia, dan

thromboastenia

c. Vaskular: Hemothorax yang disebabkan oleh gangguan vaskular

umumnya berasal dari rupturnya descending thoracic

10
aorta. Hipertensi dan kelainan kongenital pada aorta juga dapat

menjadi faktor risiko terjadinya hemothorax karena dapat

menyebabkan diseksi aorta atau aneurisma

d. Neoplasia: Keganasan dapat menyebabkan terjadinya hemothorax

karena pengaruh lokasi neoplasia serta metastasisnya. Beberapa

contoh keganasan yang dapat menyebabkan hemothorax antara

lain angiosarcoma, schwannoma, thymoma, dan hepatocarcinoma.

E. Klasifikasi

Hemotoraks dibagi dalam 3 golongan, yaitu:23


1. Hemotoraks ringan
 Jumlah darah kurang dari 400 cc
 Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IX
2. Hemotoraks sedang
 Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga VI
3. Hemotoraks berat
 Jumlah darah lebih dari 2000 cc
 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IV

11
Gambar 4. Klasifikasi Hemotoraks23

F. Patofisiologi24

Cedera intrapleural atau ekstrapleural dapat menyebabkan hemotoraks.

Respons fisiologis terhadap hemotoraks terdiri dari respons awal dan akhir.

Respons awal diwujudkan dalam dua aspek utama: hemodinamik dan

respiratorik. Respons akhir dimanifestasikan dalam dua bentuk: empiema

dan fibrothorax. Tingkat keparahan respons patofisiologis bergantung pada

lokasi cedera, cadangan fungsional pasien dan jumlah kehilangan darah.

1. Respons Hemodinamik

Respon hemodinamik merupakan respons multifaktorial yang

bergantung pada tingkat keparahan hemotoraks menurut klasifikasinya.

Hemotoraks diklasifikasikan menurut jumlah kehilangan darah: minimal,

sedang, atau masif. Hemotoraks minimal didefinisikan sebagai

kehilangan darah tanpa perubahan hemodinamik yang signifikan.

Kehilangan darah pada pasien 75 kg tanpa penyakit yang mendasari

12
hingga 750 ml biasanya tanpa respon hemodinamik yang signifikan dan

diklasifikasikan sebagai hemothorax minimal. Jika pasien memiliki

ikatan pleura yang sudah ada sebelumnya, adhesi mungkin terjadi untuk

membatasi jumlah kehilangan darah, terutama dari sumber tekanan yang

rendah dan mungkin menyelamatkan nyawa. Kehilangan darah lebih dari

30% volume darah (1500-2000 ml). biasanya berhubungan dengan syok

hemoragik (hemotoraks masif)

2. Respons Respiratorik

Banyak faktor yang mempengaruhi respon pernapasan. Trauma

yang berhubungan dengan kegagalan pernapasan dapat terjadi secara

langsung atau tidak langsung. Gagal napas yang terjadi secara tidak

langsung disebabkan oleh karena infeksi paru, fibrothorax sebagai

komplikasi akhir dan trauma pada pasien dengan penyakit yang

mendasari. Gagal napas terkait trauma langsung terjadi sebagai akibat

dari respons paru itu sendiri. Dinding dada dan cedera jantung atau

respon sistemik dalam bentuk ARDS merupakan akibat dari kerusakan

difusi alveolar dengan peningkatan permeabilitas kapiler.

3. Resolusi Fisiologis dari Hemotoraks

Defibrinasi hemotoraks dimulai beberapa jam kemudian

pembentukan hemotoraks. Beberapa derajat dalam defibrinasi

hemotoraks menunjukkan pembekuan tidak lengkap. Setelah lisis

hemotoraks oleh enzim pleura, akan terjadi peningkatan konsentrasi

protein. Tekanan hiperosmotik intrapleural menghasilkan gradien

osmotik positif dan meningkatkan pembentukan efusi pleura. Dengan ini,

13
jumlah darah yang relatif kecil di rongga pleura mungkin memiliki efek

yang serupa dengan hematoma subdural kronis, yang menarik cairan dari

waktu ke waktu dan menyebabkan efusi besar dengan sedikit kandungan

darah.

4. Reaksi Sistemik Fisiologis Akhir

Reaksi fisiologis akhir dari hemotoraks terdiri dari empiema dan

fibrotoraks. Kontaminasi primer atau sekunder dari hemotoraks

menyebabkan empiema. Lesi bronkio-trakea, cedera esofagus, cedera

diafragma dan subdiafragma, akumulasi cairan di daerah

subdiafragmatika dan kontaminasi postsurgical berkontribusi untuk

pengembangan empiema pasca trauma.

Fibrothorax dihasilkan dari deposisi fibrin pada permukaan pleura.

Cairan pleura yang tidak terkuras bersumber dari asalnya menyebabkan

inflmasi pada lapisan pleura visceral dan parietalis. Dinding dada dan

diafragma terpengaruh pada proses serupa, yang secara total mengarah

pada penyempitan paru. Penyempitan paru yang terjadi membatasi fungsi

ventilasi dan biasanya mengurangi volume paru.

14
Gambar 4. Skema Patofisiologi Trauma Toraks25

G. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis hemotoraks luas dan dapat tumpang tindih dengan

pneumotoraks; hal ini termasuk gangguan pernapasan, takipnea, suara napas

menurun atau tidak ada, redup pada perkusi, asimetri dinding dada, deviasi

trakea, hipoksia, tekanan nadi sempit, dan hipotensi. Inspeksi dinding dada

untuk tanda-tanda memar, lecet, "tanda sabuk pengaman", cedera tembus,

gerakan paradoks ("flail chest"), ekimosis, kelainan bentuk, krepitus, dan

nyeri tekan. Distensi vena leher mengkhawatirkan pneumotoraks atau

tamponade perikardial tetapi mungkin tidak ada dalam pengaturan

hipovolemia. Peningkatan laju pernapasan, upaya, dan penggunaan otot

aksesori mungkin merupakan tanda kegagalan pernapasan yang akan

datang.26

H. Diagnosis

Deteksi hemotoraks sebagian besar didasarkan pada tingkat kecurigaan

15
yang tinggi, pemeriksaan fisik, dan pencitraan toraks. Hemotoraks harus

dicurigai pada setiap pasien dengan trauma dada, apakah tembus atau

tumpul, prosedur toraks invasif baru-baru ini, atau efusi pleura yang tidak

terdiagnosis pada pasien hipotensi. Pemeriksaan pasien dengan hemotoraks

dapat mengungkapkan tanda-tanda yang konsisten dengan setiap efusi

pleura, seperti ekspansi dada asimetris, berkurangnya suara napas, dan

redupnya perkusi. Sensitivitas temuan pemeriksaan meningkat dengan

ukuran efusi.27

Foto toraks seringkali merupakan modalitas pencitraan awal pilihan

untuk mengidentifikasi efusi pleura ketika diduga hemotoraks. Dekubitus

lateral, anteroposterior, dan pandangan lateral tegak dapat secara akurat

menunjukkan adanya cairan pleura. Film terlentang mungkin gagal untuk

menampilkan cairan pleura dalam jumlah besar, di mana ia hanya dapat

muncul sebagai kekaburan ringan dan seragam. Radiografi dada dekubitus

lateral yang dilakukan dengan hati-hati adalah radiografi polos yang paling

sensitif dan dilaporkan dapat mendeteksi sesedikit 10 mL. Setelah trauma,

pneumotoraks dapat menyertai hemotoraks.27

Sensitivitas radiografi dada tegak antero-posterior yang lebih umum

dilakukan secara signifikan lebih rendah daripada pandangan lain dan

biasanya membutuhkan penumpulan sudut kostofrenikus dengan sekitar 200

mL cairan di dada. Temuan lain termasuk penumpulan sudut cardiophrenic

dan pergeseran mediastinum dari efusi.27

Hemotoraks yang besar dapat mengaburkan seluruh hemitoraks atau

menyebabkan pergeseran mediastinum dan fisiologi ketegangan. Temuan

16
ini membutuhkan intervensi segera.Computed tomography (CT) telah

menjadi hal yang biasa dalam evaluasi pasien yang terluka, dan

memungkinkan untuk mendeteksi jumlah cairan yang jauh lebih kecil

daripada radiografi dada. Cairan dalam rongga pleura dianggap sebagai

darah sampai terbukti sebaliknya. Jika sifat cairan dalam ruang pleura

dipertanyakan (yaitu, dalam kasus efusi pleura kronis), pengukuran unit

Hounsfield mungkin berguna. Perona pipi arteri yang teridentifikasi pada

CT menunjukkan perdarahan yang sedang berlangsung dan merupakan

indikasi untuk intervensi segera. Abnormalitas yang persisten pada

radiografi dada harus dievaluasi lebih lanjut dengan CT, terutama pada

pasien yang gagal berkembang.1

I. Tatalaksana

Tube thoracostomy adalah pengobatan lini pertama dari kebanyakan

hemothoraks. Penempatan tabung yang tepat sangat penting untuk drainase

ruang pleura yang efektif. Penempatan harus diarahkan posterior untuk

memungkinkan drainase tergantung pada pasien terlentang. Tabung

torakostomi dapat ditempatkan dengan aman di ruang interkostal keenam

atau ketujuh di garis mid-axillary pada sebagian besar pasien oleh operator

yang berpengalaman. Secara historis, selang dada berdiameter lebih besar

telah digunakan untuk dugaan hemotoraks untuk mencegah penggumpalan

darah yang menyumbat drainase. Protokol Advanced Trauma Life Support

meminta penggunaan chest tube 36F dalam materi pendidikan. Namun,

analisis prospektif baru-baru ini dari tabung ukuran 28F hingga 32F

17
dibandingkan dengan tabung 36F hingga 40F pada 293 pasien di pusat

trauma tingkat I menunjukkan tidak ada perbedaan hasil berdasarkan ukuran

pemasangan selang dada. Kebanyakan ahli bedah menempatkan tabung 32F

atau 36F untuk dugaan hemotoraks. Bila memungkinkan, pasien harus

menerima profilaksis antimikroba dengan cefazolin sebelum torakostomi

tabung. Rekomendasi ini merupakan saran dari kelompok kerja Asosiasi

Bedah Timur untuk Trauma.27

Kebutuhan intervensi bedah pada pasien dengan hemotoraks sebagian

besar didasarkan pada pengalaman yang diperoleh selama Perang Vietnam.

Pendapat ahli telah mengarah pada rekomendasi untuk intervensi bedah

pada pasien dengan kehilangan darah akut 1500 mL atau lebih setelah

penempatan selang dada atau 500 mL hemothorax yang dipertahankan pada

radiografi dada setelah torakostomi tabung. Pemeriksaan ini juga mengarah

pada saran bahwa pasien dengan drainase persisten 250 mL atau lebih

selama 3 sampai 4 jam menjalani intervensi bedah.1

18
Gambar 5. Algoritma pendekatan terapi hemotoraks traumatik dan hemotoraks

spontan19

J. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah paru-paru yang kolaps, atau

pneumotoraks, menyebabkan gagal napas (ketidakmampuan untuk bernapas

dengan benar), fibrosis atau jaringan parut pada selaput pleura dan jaringan

paru di bawahnya, infeksi cairan pleura (empiema), syok dan kematian

dalam keadaan parah.28

K. Prognosis

Prognosis tergantung pada penyebab hemotoraks, jumlah kehilangan

darah dan seberapa cepat pengobatan diberikan. Dalam kasus trauma besar,

hasilnya juga akan bergantung pada tingkat keparahan cedera dan tingkat

perdarahan.28

19
20
KESIMPULAN

Hemotoraks adalah masalah yang relatif umum, paling sering akibat cedera

struktur intrathoracic dari dinding dada. Hemothorax non-trauma dapat menjadi

komplikasi karena berbagai penyebab. Identifikasi cepat penyebab dan memulai

pengobatan sangat penting. Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil drainase

tabung dan pembedahan diindikasikan. Pada pasien dengan hemodinamik stabil,

evakuasi darah dari rongga pleura dengan chest tube dengan atau tanpa

intrapleural fibrinolytic therapy harus dilakukan. Jika pengobatan ini tidak

berhasil, pembedahan diindikasikan untuk mencegah komplikasi jangka panjang

dan gangguan fungsi paru. Prognosis tergantung pada penyebab hemotoraks,

jumlah kehilangan darah dan seberapa cepat pengobatan diberikan. Dalam kasus

trauma besar, hasilnya juga akan bergantung pada tingkat keparahan cedera dan

tingkat perdarahan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Broderick, Stephen R. Hemothorax. Thoracic Surgery Clinics. 2013; 23(1):


89–96. doi:10.1016/j.thorsurg.2012.10.003 

2. May J, Ades A. Porous diaphragm syndrome: haemothorax secondary to


haemoperitoneum following laparoscopic hysterectomy. BMJ Case Rep
[internet]. 2013 [diakses tanggal 12 Mei 2017];2013(5):1-5. Tersedia dari:
http://casereports.bmj.com

3. Ota H, Kawai H, Matsuo T. Video-Assisted minithoracotomy for blunt


diaphragmatic rupture presenting as a delayed hematotoraks. Ann Thorac
Cardiovasc Surg. 2014;20(1):911-4.

4. Parry GW, Morgan WE, Salama FD. Management of haemothorax. Ann R


CollSurg Engl. 1996;78(4):325-6.

5. Huybrechts S, Wojciechowski M, Poot S, Van Reempts P, Ramet J.


Hematotoraks as presentation of late vitamin-K-deficient bleeding in a 1-
month-old infant with homozygous alpha-1-antitrypsin deficiency. J Eur
Pediatr. 2007;166(10):1081-2.

6. Chardoli M, Hasan-Ghaliaee T, Akbari H, Rahimi-Movaghar V. Accuracy of


chest radiography versus chest computed tomography in hemodynamically
stable patients with blunt chest trauma. J Chin Traumatol. 2016;16(6):351-4.

7. Pusponegoro A D. Ilmu bedah. Jakarta: FK UI; 1995

8. Inci I, Ozçelik C, Ulkü R, Tuna A, Eren N. Intrapleural fibrinolytic treatment


of traumatic clotted hematotoraks. J Chest. 2006;114(1):160-5.

9. Department of Surgical Education. Tissue plasminogen activator in traumatic


hematotoraks [internet]. Orlando: Orlando Regional Medical Center; 2014.

10. Broderick SR. Hematotoraks: etiology, diagnosis, and management. Thorac


SurgClin. 2013;23(1):89-96.

11. Putz R, Pabst R. (2006). Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 1,2, 22nd, ed.
alih bahasa, Y. Joko Suyono; editor edisi bahasa Indonesia, Liliana Sugiharto.
Jakarta: EGC.

12. Snell R. Clinical Anatomy by Regions. 9th ed. New York: Lippincott
Williams & Wilkins; 2012

13. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. 2nd ed. (Pendit BU, ed.).
Jakarta: EGC; 2001.

14. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.
Pennsylvania: Elsevier Saunders; 2006.

22
15. ACS Commite on Trauma. Advanced Trauma Life Support (ATLS) Student
Course Manual. 9th ed. Chicago: American College of Surgeon.

16. ACS Commite on Trauma. Advanced Trauma Life Support (ATLS) Student
Course Manual. 10th ed. Chicago: American College of Surgeon.

17. Mahoozi HR, Volmerig J, Hecker E. Modern Management of Traumatic


Hemothorax. J Trauma Treat. 2016;5(3).

18. Broderick SR. Hemothorax Etiology, Diagnosis ,and Management.


2013;23:89–96.

19. Boersma WG, Stigt JA, Smit HJM. Treatment of haemothorax. Respir Med.
2010;104(11):1583–7. http://dx.doi.org/10.1016/j.rmed.2010.08.006

20. Mancini M. Hemothorax. In: Medscape. Medscape; 2022.


https://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview#a5

21. Karmy-Jones R, Jurkovich G, Nathens A. Timing of Urgent Thoracotomy for


Hemorrhage After Trauma. 2012;136(May 2001).

22. Patrini D, Pana giotopoulos N, Pararajasingham J, Gvinianidze L, Iqbal Y,


Lawrence DR. Etiology and management of spontaneous haemothorax.
7(3):520–6.

23. Mary C. Hemothorax [internet]. USA: Medscape; 2011 [diakses tanggal 12


mei 2017]. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/20 47916-
overview#a0156

24. Mahoozi, Hamid Reza; Volmerig, Jan; Hecker, Erich. Modern Management
of Traumatic Hemothorax. Journal of Trauma & Treatment. 2016; 5(3).
doi:10.4172/2167-1222.1000326

25. Mostafa, Ezzeldin & El Midany, Ashraf & Elnahas, Yasser & Elsayed, Hany
& Mansour. Perspectives in Cardiovascular & Thoracic Surgery Volume IV:
General Thoracic Surgery (GTS). 2017.

26. Gomez LP, Tran VH. Hemothorax. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL) : StatPearls Publishing; 2022

27. Friedberg J, Stewart SJ. Hemothorax. In: Murray &amp; Nadel's textbook of
Respiratory Medicine. 7th ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2022. p. 1570–4.

28. Borke J. Hemothorax: Medlineplus medical encyclopedia [Internet].


MedlinePlus. U.S. National Library of Medicine; 2022 [cited 2023Feb10].
Available from: https://medlineplus.gov/ency/article/000126.htm

23

Anda mungkin juga menyukai