Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2023


UNIVERSITAS HALU OLEO

FRAKTUR CLAVICULA DEXTRA

Disusun Oleh:
Wa Ode Dzayumrih, S.Ked.
K1B1 22 021

Pembimbing:

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


Nama : Wa Ode Dzayumrih, S.Ked.

Stambuk : K1B1 22 023

Judul Lapsus : frakture clavicula dextra

Telah menyelesaikan tugas Laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari,26 mei 2023


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Edwin Ardiansyah Mappalyle, Sp.B.


BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 23 tahun
Tanggal Lahir : 29 November 1999
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Raha
Agama : Islam
Pekerjaan : supir truk
Status Pernikahan : Belum menikah
Tanggal Masuk : 22-05-2023
No. RM : 1068xx
DPJP : dr. Mario pollo

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama: Nyeri bahu kanan
2. Riwayat penyakit sekarang:
nyeri bahu sebelah kanan di rasakan sejak 3 bulan yang lalu dari
bulan februari 2023, keluhan di rasakan setelah terjatuh dari tangga
setinggi 2 meter saat hendak membersihkan sarang laba laba di kamar
mandi, saat hendak turun. Pasien terpeset dan terjatuh bahu pasien
mengenai bak di kamar mandi, posisi pasien saat terjatuh sisi tubuh kanan
pasien.
Nyeri pada bahu (+) di rasakan sempat membaik saat di urut
namun tidka lama nyeri nya muncul lagi. Nyeri pada bahu menjala
hinggan lengan pasien. Riwayat kehiangan kesadaran (-),Riwayat muntah
(-) keluar darah dari hindung, mulut dan telinga (-) keluhan nyeri di
tempat lain (-) riwayat alergi (-) riwayat pengobatan (-) riwayat penyakit
penyerta (-)
PRIMARY SURVEY
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
1. Airway and cervical control
 Jalan napas bebas
 Tampak pengembangan dinding dada, terasa hembusan napas, tidak
terdengar suara napas tambahan
 Tampak tonjolan pada bahu kanan
2. Breathing
 Frekuensi pernapasan: 20x/menit
 Saturasi Oksigen : 98% udara ruang
 Inspeksi: Pengembangan dinding dada asimetris, tampak tonjolan pada
bahu kanan, tak tampak jejas pada thorax, distensi vena jungular (-)
 Palpasi: Vocal fremitus normal, nyeri tekan (+), krepitasi (-), defiasi
trachea (-)
 Perkusi: sonor
 Auskultasi:
Bunyi pernapasan dasar  vesikuler (+/+)
Bunyi pernapasan tambahan  Wheezing (-/-), ronchi (-/-)
3. Circulation
 Tekanan darah: 100/70 mmHg
 Nadi: 95x/menit, reguler, kuat angkat
 Perdarahan aktif (-)
 Akral teraba hangat
 Konjungtiva anemis (-)
 CRT < 2 detik
4. Disability
 Kesadaran: Compos mentis (GCS: E4V5M6)
 Diameter pupil ± 2mm, isokor
N ∨N
 Fungsi motorik:
N ∨N
5. Exposure
 Suhu: 36.6º C
 Tak tampak jejas di area lain

C. SECONDARY SURVEI
Pemeriksaan Head to Toe
Kepala Normocephal, deformitas (-), hematom (-)

Wajah Simetris kanan=kiri, nyeri tekan (-), floating maxilla (-)

Leher distensi vena jungular (-), pembesaran KGB (-)

Thorax Pulmo :
Inspeksi : Pengembangan dinding dada simetris,
Palpasi : Vocal fremitus normal, nyeri tekan (-), krepitasi
(-)
Perkusi : sonor
Auskultasi :
 Bunyi pernapasan dasar  vesikuler (+/+)
 Bunyi pernapasan tambahan  Wheezing (-/-),
ronchi (-/-)

Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi :Ictus cordis teraba di linea midcalicularis sinistra-
ICS V, thrill (-)
Perkusi : Batas batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, mur-mur (-)
Abdomen Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, jejas (-)
Auskultasi: Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Tympani (+)
Ekstremitas Inspeksi : Jejas (-), deformitas (-)
Palpasi : akral teraba hangat, CRT <2 detik, motorik dbn,
NVD dbn
ROM: dbn

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah rutin (07/03/2023)
Item Hasil Satuan Nilai rujukan
WBC 25.24 (H) 10^3/µL 4.0-10.0
RBC 5.35 10^6/µL 4.0-6.0
PLT 176 10^3/µL 150400
Hb 15.6 g/dl 12.0-16.0
Hct 44.1 % 37.0-48.0
MCV 82.4 fL 80.0-97.0
MCH 29.2 pg 26.5-33.5
MCHC 35.4 (H) d/dl 31.5-35.0

2. Pemeriksaan X-Ray Skull AP/Lat (07/03/2023)


Kesan: Tampak fraktur clavicula 1/3 media

E. RESUME
Pasien laki-laki berusia 26 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak
yang dirasakan sejak ± 2 jam SMRS setelah mengalami kecelakaan lalulintas.
pasien sedang mengendarai motor dengan kecepatan sedang, menggunakan
helem, kemudian mobil di depannya tiba tiba melambat dan berbelok sehingga
pasien menabrak mobil dari arah belakang, dada pasien membentur stang
motor dan kepala pasien membentur bagian belakang mobil, kemudian pasien
terjatuh ke arah kiri dengan bahu kiri mendarat terlebih dahulu. Sesak
dirasakan terus menerus, tidak dipengaruhi posisi, nyeri dirasakan pada dada
sebelah kiri menjalar hingga ke leher dan bahu kiri, ada riwayat kehilangan
kesadaran selama ± 10 menit, ada riwayat muntah, frekuensi 1 kali, berisi
makanan
pada pemeriksaan fisis didapatkan, frekuensi napas 26x/menit, saturasi
oksigen 92% dengan udara ruang, pengembangan dinding dada asimetris,
hemithorax kiri tertinggal, vocal fremitus menurun pada hemithorax kiri,
perkusi hipersonor pada hemithorax kiri, auskultasi bunyi pernapasan
menghilang pada hemithorax kiri
Pada pemeriksaan darah rutin di dapatkan leukositosis (25.24 x 10^3/µL),
pada pemeriksaan x-ray thorax tampak AP didapatkan kesan pneumothorax
kiri

F. DIAGNOSIS
Fraktur clavicula dextra

G. TERAPI
 Non-farmakologi
o IVFD RL 18 tpm
 Farmakologi
o Ceftriaxone vial 1g/ 12jam/ IV
o Ketorolac amp 30mg/ 8jam/ IV
o Ranitidin amp 50mg/ 12jam/ IV
 Operatif
o Orif

H. FOLLOW UP
Hari / Tgl Perjalanan Penyakit Rencana
Rabu S :. Nyeri bahu kanan 1. Non Farmakologi
O: - Terapi O2 via nasal kanul 4 lpm
23/05/2023
KU: sakit sedang - IVFD RL 20 tpm

GCS : E4V5M6 2. Farmakologi

TD :110/70 mmHg - Ceftriaxone vial 1g/ 12jam/ IV

N : 93 x/ menit - Ketorolac amp 30mg/ 8jam/ IV

P : 26 x/ menit - Ranitidin amp 50mg/ 12jam/ IV


3.Operatif
S : 36.6ºC
- Pro WSD cito
SpO2 : 100%
Thorax: Jejas (-),
deformitas (-),
pengembangan dinding
dada asimetris,
hemithorax kiri
tertinggal, vocal
fremitus menurun pada
hemithorax kiri, perkusi
hipersonor pada
hemithorax kiri,
auskultasi bunyi
pernapasan menghilang
pada hemithorax kiri
x-ray thorax AP, kesan
pneumo thorax
A: Dyspneu e.c.
pneumothorax sinistra

Rabu S :. Sesak berkurang, 1. Non Farmakologi


nyeri daerah - Terapi O2 via nasal kanul 4 lpm
8/03/2023 pemasangan WSD,
- Latihan pernapasan dengan
POH1
O: maniup balon

KU: lemah - AFF infus


2. Farmakologi
GCS : E4V5M6
- Ciprofloxacin 200mg/ 12 jam/
TD :100/60 mmHg
PO
N : 60 x/ menit
- Na-Diclofenac 50mg/ 12 jam/ PO
P : 24 x/ menit
- Becom-C 1 tab/ 24 jam/ PO
S : 36.4ºC
SpO2 : 100%
Thorax: Perkusi
hipersonor pada
hemithorax kiri,
auskultasi bunyi
pernapasan menurun
pada hemithorax kiri,
WSD undulasi (+)

A : Pneumothorax
sinistra on WSD, POH
0
Kamis S :. Sesak berkurang, 1. Non Farmakologi
9/03/2023 nyeri daerah - Terapi O2 via nasal kanul 4 lpm
pemasangan WSD
- Latihan pernapasan dengan
O:
meniup balon
KU: lemah
2. Farmakologi
GCS : E4V5M6
- Ciprofloxacin 200mg/ 12 jam/
TD :110/70 mmHg
PO
N : 85 x/ menit - Na-Diclofenac 50mg/ 12 jam/ PO
P : 20 x/ menit - Becom-C 1 tab/ 24 jam/ PO
S : 36.1ºC
SpO2: 100%
Thorax: Perkusi
hipersonor pada
hemithorax kiri,
auskultasi bunyi
pernapasan menurun
pada hemithorax kiri,
WSD undulasi (+)

A : Pneumothorax
sinistra on WSD, POH2

Jumat S :. Sesak (-), nyeri 1. Non Farmakologi


10/03/2023 daerah pemasangan - Terapi O2 via nasal kanul 4 lpm
WSD
- Latihan pernapasan dengan
O:
meniup balon
KU: lemah
- Konsul Spesialis Paru
GCS : E4V5M6
2. Farmakologi
TD :108/65 mmHg
- Ciprofloxacin 200mg/ 12 jam/
N : 87 x/ menit
PO
P : 20 x/ menit - Na-Diclofenac 50mg/ 12 jam/ PO
S : 36.1ºC
SpO2: 100% - Becom-C 1 tab/ 24 jam/ PO
Thorax: Perkusi
hipersonor pada
hemithorax kiri,
auskultasi bunyi
pernapasan menurun
pada hemithorax kiri,
WSD undulasi (+)

A : Pneumothorax
sinistra on WSD, POH3

Sabtu S :. Sesak (-), nyeri 1. Non Farmakologi


11/03/2023 daerah pemasangan - Terapi O2 via NRM 10 lpm
WSD
- Latihan pernapasan dengan
O:
meniup balon
KU: lemah
2. Farmakologi
GCS : E4V5M6
- Ciprofloxacin 200mg/ 12 jam/
TD :110/67 mmHg
PO
N : 65 x/ menit - Codein 10mg/ 8jam/ PO
P : 20 x/ menit - Becom-C 1 tab/ 24 jam/ PO
S : 36.4ºC
SpO2: 100%
Thorax: Perkusi
hipersonor pada
hemithorax kiri,
auskultasi bunyi
pernapasan menurun
pada hemithorax kiri,
WSD undulasi (+)
A : Pneumothorax
sinistra on WSD, POH4

Senin S :. Sesak (-), nyeri 1. Non Farmakologi


13/03/2023 daerah pemasangan - Terapi O2 via NRM 8-10 lpm
WSD
- Latihan pernapasan dengan
O:
meniup balon
KU: lemah
- AFF WSD
GCS : E4V5M6
2. Farmakologi
TD :106/66 mmHg
- Ciprofloxacin 200mg/ 12 jam/
N : 60 x/ menit
PO
P : 20 x/ menit - Codein 10mg/ 8jam/ PO
S : 36.2ºC - Becom-C 1 tab/ 24 jam/ PO
SpO2: 100%
Thorax: Perkusi sonor
(+/+), auskultasi bunyi
pernapasan vesikuler
(+/+)

A : Pneumothorax
sinistra on WSD, POH6

Senin S :. Tidak ada keluhan 1. Non Farmakologi


13/03/2023 O : - Rawat jalan/ Boleh pulang
KU: lemah - Kontrol poli paru
GCS : E4V5M6 2. Farmakologi
TD :108/65 mmHg - Ciprofloxacin 200mg/ 12 jam/
N : 60 x/ menit PO
P : 20 x/ menit - Codein 10mg/ 8jam/ PO

S : 36.4ºC - Becom-C 1 tab/ 24 jam/ PO

SpO2: 99%
Thorax: Perkusi sonor
(+/+), auskultasi bunyi
pernapasan vesikuler
(+/+)

A : post WSD,
Pneumothorax sinistra
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan
Trauma toraks menyumbang sekitar 25% kematian terkait trauma,
dengan persntase sebesar 40-50% dari pasien ini cenderung memiliki
pneumothorax (PTX). Mengingat komplikasi dan risiko morbiditas dan
mortalitas yang terkait dengan PTX, kecurigaan klinis dini, diagnosis, dan
penatalaksanaan yang cepat dan tepat merupakan hal yang krusial (1).
Istilah 'Pneumothorax' merupakan istilah yang menjelaskan kondisi
adanya udara di dalam cavum pleura. Etiologinya beragam, dan spektrum
keparahannya dapat berkisar dari kondisi self-limiitng hingga kondisi yang
mengancam nyawa. Diagnosis PTX umumnya ditegakkan dengan
pemeriksaan radiologis (2).
Pneumothorax dapat diklasifikasikan menjadi spontan dan
traumatik. Pneumothorax spontan terjadi tanpa riwayat trauma, pada orang
dengan atau tanpa penyakit pernapasan yang mendasarinya, dan
selanjutnya diklasifikasikan sebagai primer atau sekunder. Pneumothorax
spontan primer terjadi pada orang muda, bugar, dan sehat tanpa penyakit
paru-paru yang diketahui, sedangkan pneumothorax spontan sekunder
adalah komplikasi dari kondisi patologis pada paru-paru yang
mendasarinya (misalnya, penyakit paru obstruktif kronik, fibrosis kistik,
penyakit paru interstisial, dll.). Morbiditas dari pneumothorax secara
signifikan lebih besar pada pasien dengan penyakit paru yang sudah ada
sebelumnya, dan penanganannya berpotensi lebih sulit (2).
Pneumothorax traumatik terjadi akibat cedera langsung atau tidak
langsung pada dada, dan selanjutnya disubklasifikasikan sebagai
iatrogenik atau noniatrogenik. Dapat pula diklasifikasikan menjadi
pneumothoras traumatik akibat trauma tajam atau trauma tumpul (dari
kecelakaan lalu lintas, tembakan, patah tulang rusuk yang menusuk paru-
paru, dll.). Pneumothorax dapat bermanifestasi asimtomatik, dan dapat
ditemukan hanya secara kebetulan pada pemeriksaan radiologi thorax.
Seringkali PTX bermanifestasi sebagai kondisi kombinasi nyeri dada,
dispnea, batuk dan/atau gejala lainnya, tergantung pada penyebab dan
keadaan umum masing-masing kasus. Bentuk ekstrim dari PTX adalah
tension pneumothorax, di mana tekanan intrapleural melebihi tekanan
atmosfer selama siklus pernapasan. Tekanan yang terus meningkat di
cavum pleura mengganggu fungsi pernapasan dan sirkulasi yang
menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik progresif yang bahkan dapat
menyebabkan kematian jika tidak segera didiagnosis dan ditatalaksanai
(2).

B. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah gangguan atau terputusnya
kontinuitas dari struktur tulang. Fraktur tertutup adalah bila tidak ada
hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen
tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi
infeksi7. Fraktur clavicula adalah terputusnya hubungan tulang clavicula
yang disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung pada posisi
lengan terputus atau tertarik keluar (outstretched hand) karena trauma
berlanjut dari pergelangan tangan sampai clavicula. Close fraktur clavicula
adalah gangguan atau terputusnya hubungan tulang clavicula yang
disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung pada posisi lengan
terputus atau tertarik keluar (outstretched hand) yang tidak ada hubungan
patah tulang dengan dunia luar7.
C. Anatomi dan Fisiologi
Sistem musculoskeletal tersusun dari tulang, kartilago, sendi,
bursa, ligamen dan tendon. Tulang adalah jaringan hidup yang strukturnya
dapat berubah sebagai akibat tekanan yang dialaminya. Tulang selalu
diperbaharui dengan pembentukan tulang baru dan resorpsi. Tulang
bersifat keras karena matriks ekstraselulernya mengalami kalsifikasi, dan
mempunyai derajat elastisitas tertentu akibat adanya serabut-serabut
organik. Tulang terdiri atas dua bentuk tulang kompakta dan tulang
spongiosa. Tulang kompakta tampak sebagai massa yang padat; tulang
spongiosa terdiri atas anyaman trabekula.1 Kartilago normal ditemukan
pada sendi, tulang rusuk, telinga, hidung, diskus intervertebra dan
tenggorokan. Kartilago tersusun darisel (kondrosit dan kondroblast) dan
matriks. Kondroblas dan kondrosit memproduksi dan mempertahankan
matriks. Matriks terdiri dari elemen fibrous dan substansi dasar. Matriks
ini kuat dan solid tetapi lentur. Kartilago merupakan bentuk jaringan ikat
yang sel-sel dan serabut-serabutnya tertanam di dalam matriks yang
berbentuk seperti agar. Matriks bertanggung jawab atas kekuatan dan 10
kekenyalan tulang rawan.
Proses pembentukan tulang disebut osifikasi (ossi = tulang, fikasi =
pembuatan) atau disebut juga osteogenesis. Semua tulang berasal dari
mesenkim, tetapi dibentuk melalui dua cara yang berbeda. Tulang
berkembang melalui dua cara, baik dengan mengganti mesenkim atau
dengan mengganti tulang rawan. Susunan histologist tulang selalu bersifat
sama, baik tulang itu berasal dari selaput atau dari tulang rawan.
a) Osifikasi Membranosa
Osifikasi membranosa adalah osifikasi yang lebih sederhana
diantara dua cara pembentukan tulang. Tulang pipih pada tulang
tengkorak, sebagian tulang wajah, mandibula, dan bagian medial
dari klavikula dibentuk dengan cara ini. Juga bagian lembut yang
membantu tengkorak bayi dapat melewati jalan lahirnya yang
kemudian mengeras dengan cara osifikasi membranosa.
b) Osifikasi Endokondral
Pembentukan tulang ini adalah bentuk kartilago yang terjadi pada
masa fetal dari mesenkim lalu diganti dengan tulang pada sebagian
besar jenis tulang. Pusat pembentukan tulang yang ditemukan pada
corpus disebut diafisis, sedangkan pusat pada ujung-ujung tulang
disebut epifisis. Lempeng rawan pada masing-masing ujung, yang
terletak di antara epifisis dan diafisis pada tulang yang sedang
tumbuh disebut lempeng epifisis. Metafisis merupakan bagian
diafisis yang berbatasan dengan lempeng epifisis. Penutupan dari
ujung-ujung tulang atau dikenal dengan epifise line rerata sampai
usia 21 tahun, hal tersebut karena pusat kalsifikasi pada epifise line
akan berakhir seiring dengan pertambahan usia, dan pada setiap
tulang.

Massa tulang bertambah sampai mencapai puncak pada


usia 30-35 tahun setelah itu akan menurun karena disebabkan
berkurangnya aktivitas osteoblas sedangkan aktivitas osteoklas
tetap normal. Secara teratur tulang mengalami turn over yang
dilaksanakan melalui 2 proses yaitu modeling dan remodeling.
Pada keadaan normal jumlah tulang yang dibentuk remodeling
sebanding dengan tulang yang dirusak. Ini disebut positively
coupled jadi masa tulang yang hilang nol. Apabila tulang yang
dirusak lebih banyak terjadi kehilangan masa tulang ini disebut
negatively coupled yang terjadi pada usia lanjut. Dengan
bertambahnya usia terdapat penurunan masa tulang secara linier
yang disebabkan kenaikan turn over pada tulang sehingga tulang
lebih rapuh. Pengurangan ini lebih nyata pada wanita, tulang yang
hilang kurang lebih 0,5 sampai 1% per tahun dari berat tulang pada
wanita pasca menopouse dan pada pria diatas 70 tahun,
pengurangan tulang lebih mengenai bagian trabekula disbanding
dengan korteks.2
Terdapat dua tipe jaringan tulang yang terdapat dalam
konstruksi tulang rangka yaitu diaphysis dan epiphysis. Saat
pertumbuhan tulang tercapai, diaphysis atau batang tulang panjang
yang padat dan keras akan bergabung dengan epiphysis - ujung
tulang mirip spon (Reeves 2001).8
Ada empat jenis tulang, yaitu tulang panjang, tulang
pendek, tulang pipih, dan tulang yang tidak beraturan (Ester2008).

a. Tulang Panjang
Tulang panjang (misalanya femur, humerus) bentuknya
silindris dan berukuran panjang, seperti batang (diafisis) tersusun
atas tulang kompakta, dengan kedua ujungnya berbentuk bulat
(epifisis) tersusun atas tulang kanselus. Bagian luar tulang panjang
dilapisi jaringan fiberosa kuat yang disebut dengan periosteum.
Lapisan ini kaya dengan pembuluh darah yang menembus tulang.
b. Tulang pendek
Tulang pendek (misalnya falang, karpal) bentuknya hampir
sama dengan tulang panjang, tetapi bagian distal lebih kecil
daripada bagian proksimal, serta berukuran pendek dan kecil.
c. Tulang pipih
Tulang pipih (misalanya sternum, kepala, skapula,
panggul) bentuknya gepeng, berisi sel-sel pembentuk darah, dan
melindungi organ vital dan lunak dibawahnya. Tulang pipih terdiri
atas dua lapisan tulang kompakta dan bagian tengahnya terdapat
lapisan spongiosa. Tulang ini dilapisi oleh periosteum yang
dilewati oleh dua kelompok pembuluh darah menembus tulang
untuk menyuplai tulang kompakta dan tulang spongiosa.8

Sel-sel penyusun tulang terdiri dari sebagai berikut:


a. Osteoblas berfungsi menghasilkan jaringan osteosid dan
menyekresi sejumlah besar fosfatase alkali yang berperan penting
dalam pengendapan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang.
b. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Sel-sel ini
menghasilkan enzim proteolitik yang memecah matriks dan
beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium
dan fosfat terlepas kedalam darah.8
Stuktur tulang terdiri dari tulang rangka appendikular dan
aksial. Tulang rangka aksial dibentuk oleh tempurung kepala,
tulang belakang, tulang rusuk, dansternum. Proses pemindahan
beban dari struktur aksial kekaki-kaki (limbs) yang kurang ikatan
dan kaki-kaki mereka itu sendiri menyempurnakan tulang rangka
appendikular. Tulang klavikula terletak persis dibawah kulit dan
mudah diraba sepanjang strukturnya. Dari ujung sternum, tulang
mula-mula melengkung kedepan, kemudian kebelakang. Ia
mempertahankan posisi scapula dan bila tulang ini patah, bahu
jatuh kedepan dan kebawah. Klavikula merupakan satu-satunya
tulang yang menghubungkan tulang-tulang ekstremitas atas dengan
rangka aksila karena scapula tidak berartikulasi dengan iga maupun
kolumna vertebralis. Klavikula tidak ditemukan pada rangka
kebanyakan hewan berkaki empat, karena klavikula hanya
diperlukan untuk memfiksasi scapula bila ekstremitas digerakkan
keluar menjauhi batang badan. Rangka apendikular terdiri dari
girdle untuk pectoral (bahu) girdle pelvis, dan tulang lengan serta
tungkai. Setiap girdle pectoral memiliki dua tulang klavikula dan
scapula yang berfungsi untuk melekatkan tulang lengan kerangka
aksial.8
a. Skapula
Skapula adalah tulang pipih triangular dengan tiga tepi; tepi
vertebra (medial) yang panjang terletak parallel dengan
kolumna vertebra; tepi superior yang pendek melandai ke arah
ujung bahu; dan tepi lateral (merupakan tepi ketiga pelengkap
segitiga) mengarah ke lengan. Skapula adalah tulang pipih
berbentuk segitiga yang membentuk sebagian gelang bahu.
Tulang ini mempunyai dua permukaan yaitu anterior dan
posterior, dan tiga patas yang meliputi superior, lateral dan
medial. Permukaan anteriornya agak konkaf dan terletak pada
dinding toraks posterior. Permukaan posterior dibagi menjadi
dua daerah oleh spina scapulae, rigi tulang, yang teraba melalui
kulit, berjalan melintasi lebar scapula berujung disebelah lateral
sebagai acromnion, bagian tulang yang terletak tepat diatas
sendi bahu. Acromnion berartikulasi dengan ujung lateral
clavicula. Scapula dihubungkan dengan kepala, badan dan
lengan oleh sejumlah otot. Gerakan sendi bahu meluncur
melalui permukaan posterior dinding dada.8
b. Klavikula
Klavikula adalah tulang berbentuk S, yang secara lateral
berartikulasi dengan prosesus akromion pada scapula dan
secara medial dengan manubrium pada takik klavikular untuk
sendi sternoklavikular.8
1. Dua pertiga bagian medial dari tulang klavikula berbentuk
konveks, atau melengkung kedepan.
2. Sepertiga bagian lateral tulang klavikula berbentuk konkaf,
atau melengkung kebelakang.
3. Klavikula berfungsi sebagai tempat pelekatan sebagian otot
leher, toraks, punggung dan lengan.

Gambar klavicula
Tulang klavikula terletak persis dibawah kulit dan
mudah diraba sepanjang strukturnya. Dari ujung sternum,
tulang mula- mula melengkung kedepan, kemudian
kebelakang. Tulang tersebut mempertahankan posisi
scapula dan bila tulang ini patah, bahu jatuh kedepan dan
kebawah. Klavikula merupakan satu- satunya tulang yang
menghubungkan tulang-tulang ekstremitas atas dengan
rangka aksila karena scapula tidak berartikulasi dengan iga
maupun kolumna vertebralis. Klavikula tidak ditemukan
pada rangka kebanyakan hewan berkaki empat, karena
klavikula hanya diperlukan untuk memfiksasi scapula bila
ekstremitas digerakkan keluar menjauhi batang badan
D. Epidemiologi
Pneumotoraks spontan primer terutama terjadi pada usia 20-30
tahun. Insiden PSP di Amerika Serikat adalah 7 per 100.000 pria dan 1 per
100.000 wanita per tahun. Kebanyakan kekambuhan terjadi dalam tahun
pertama, dan kejadian berkisar dari 25% sampai 50%. Tingkat
kekambuhan tertinggi selama 30 hari pertama (3).
Pneumotoraks spontan sekunder lebih banyak terlihat pada pasien
usia lanjut 60-65 tahun. Insiden SSP masing-masing adalah 6,3 dan 2
kasus untuk pria dan wanita per 100.000 pasien. Rasio laki-perempuan
adalah 3:1. PPOK memiliki insidensi 26 pneumotoraks per 100.000
pasien. Risiko pneumotoraks spontan pada perokok berat adalah 102 kali
lebih tinggi daripada bukan perokok (3).
Penyebab utama pneumotoraks iatrogenik adalah aspirasi jarum
transthoracic (biasanya untuk biopsi), dan penyebab utama kedua adalah
kateterisasi vena sentral. Ini terjadi lebih sering daripada pneumotoraks
spontan, dan jumlahnya meningkat seiring kemajuan modalitas perawatan
intensif. Insiden pneumotoraks iatrogenik adalah 5 per 10.000 rawat inap
di rumah sakit (3).
Insiden tension pneumotoraks sulit ditentukan karena sepertiga
kasus di pusat trauma menjalani torakostomi jarum dekompresi sebelum
mencapai rumah sakit, dan tidak semuanya mengalami tension
pneumotoraks (3).

E. Etiologi
Istilah 'Pneumothorax' merupakan istilah yang menjelaskan kondisi
adanya udara di dalam cavum pleura. Etiologi pneumothorax beragam,
dan spektrum keparahannya dapat berkisar dari kondisi self-limiitng
hingga kondisi yang mengancam nyawa (2,3).
 Faktor risiko pneumotoraks spontan primer
o Merokok
o Habitus tubuh kurus tinggi pada orang yang sehat
o Kehamilan
o Sindrom Marfan
o Pneumotoraks familial
 Etiologi yang berhubungan dengan pneumotoraks spontan sekunder
o COPD
o Asma
o HIV dengan pneumonia pneumocystik
o Pneumonia nekrotikan
o TBC
o Sarkoidosis
o Fibrosis kistik
o Karsinoma bronkogenik
o Fibrosis paru idiopatik
o ARDS parah
o Limfangioleiomiomatosis
o Penyakit pembuluh darah kolagen
o Penggunaan narkotika hirup seperti kokain atau mariyuana
o Endometriosis toraks
 Etiologi pneumotoraks iatrogenik
o Biopsi pleura
o Biopsi paru transbronkial
o Biopsi nodul paru transthoracic
o Pemasangan kateter vena sentral
o Trakeostomi
o Blok saraf interkostal
o Ventilasi tekanan positif
 Etiologi pneumotoraks traumatik
o Trauma tembus atau tumpul
o Fraktur tulang rusuk
o Menyelam atau terbang
 Etiologi tension pneumotoraks
o Trauma tembus atau tumpul
o Barotrauma akibat ventilasi tekanan positif
o Trakeostomi perkutan
o Open pneumotoraks

F. Patofisiologi
Secara fisiologis, tekanan dalam ruang pleura adalah negatif
dibandingkan dengan tekanan alveolar selama seluruh siklus pernapasan,
karena daya rekoil elastis paru yang melekat. Tekanan pleura juga negatif
dibanding dengan tekanan atmosfer. Terjadinya hubungan antara alveolus
atau atmosfer dengan rongga pleura memungkinkan udara mengalir ke
dalam rongga pleura sampai tidak ada lagi perbedaan tekanan antara
alveolus atau atmosfer tersebut ditutup (8).
Tension pneumotoraks adalah suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan secara terus menerus udara yang terperangkap dalam rongga
pleura, akibat pembentukan katup satu arah oleh jaringan yang cedera.
Udara yang terperangkap ini meningkatkan tekanan pada sisi yang terkena,
menyebabkan kolaps paru ipsilateral dan pergeseran mediastinum ke
hemitoraks kontralateral. Kondisi ini menyebabkan gangguan pernapasan,
serta menyebabkan penurunan aliran balik vena sehingga menyebabkan
penurunan curah jantung. Selanjutnya, hipoksia menyebabkan peningkatan
resistensi pembuluh darah paru melalui vasokonstriksi. Henti jantung paru
dapat terjadi. Tension pneumotoraks, dengan demikian, berujung pada
kondisi yang mengancam jiwa (8).
Pecahnya blebs secara spontan dapat menyebabkan pneumotoraks.
Pecahnya blebs disebabkan oleh kondisi perubahan tekanan, seperti yang
terjadi pada awak pesawat atau penyelam scuba. Volume massa tertentu
gas pada suhu konstan berbanding terbalik dengan tekanannya. Volume
udara tertentu pada ketinggian 3050 m, jenuh pada suhu tubuh,
mengembang hingga 1,5 kali volume di permukaan laut. Penyelam scuba
menghirup udara terkompresi yang dialirkan oleh pengatur dan selama
pendakian, karena tekanan sekitar turun dengan cepat, gas di paru-paru
mengembang dan dapat menyebabkan pecahnya blebs (8).
Pneumotoraks spontan sekunder dapat disebabkan oleh pecahnya
blebs yang sudah ada sebelumnya atau karena area dengan porositas yang
meningkat. Misalnya pada kondisi gangguan pada sel mesothelial, area
yang terganggu pada pleura visceral, digantikan oleh lapisan inflamasi
elastofibrotik dengan peningkatan porositas, memungkinkan kebocoran
udara ke dalam rongga pleura (8).
Pneumotoraks catamenial didefinisikan sebagai dua episode
pneumotoraks yang berhubungan dengan onset menstruasi, biasanya
dalam 72 jam. Pneumotoraks catamenial adalah presentasi dari
endometriosis toraks dan toraks adalah tempat yang paling umum dari
endometriosis ekstra panggul. Tiga puluh sembilan persen pasien memiliki
lesi diafragma terkait. Berbagai hipotesis telah diajukan untuk menjelaskan
patogenesis pneumotoraks terkait endometriosis: ruptur blebs spontan,
pelepasan implan endometrium dari pleura visceral, dan penyeberangan
udara transdiaphragmatic dari saluran genital selama menstruasi. Faktor
risiko yang diketahui terkait dengan endometriosis toraks termasuk operasi
ginekologi sebelumnya (seperti kuretase untuk keguguran, histeroskopi
untuk biopsi endometrium, atau revisi rongga rahim setelah operasi
caesar), infertilitas primer atau sekunder, dan riwayat endometriosis
panggul (8).
Pneumotoraks iatrogenik dapat disebabkan selama aspirasi atau
biopsi jarum transthoracic, kateterisasi vena subklavia atau jugularis,
thoracocentesis, ventilasi mekanis, resusitasi kardiopulmoner, biopsi
trakeobronkial, di antara penyebab yang sering dilaporkan. Penyebab yang
jarang dilaporkan adalah sedot lemak lemak aksila, biopsi hati,
kolonoskopi dan gastroskopi. Pneumotoraks iatrogenik yang berhubungan
dengan ventilasi mekanik telah dilaporkan pada 15% pasien yang
menggunakan ventilasi (8).
Komunikasi antara bronkus dan rongga pleura, yang disebut fistula
bronkopleural, biasanya merupakan komplikasi dari operasi reseksi paru.
Insidensi fistula bronkopleural mencapai 1% setelah lobektomi dan sekitar
4-20% setelah pneumonektomi (8).

G. Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada pneumotoraks spontan primer, pasien memiliki gejala
minimal, karena seringkali individu yang sehat dapat mentolerir
manifestasi klinis yang ditimbulkan. Gejala yang paling umum adalah
nyeri dada dan sesak napas. Nyeri dada bersifat pleuritik, tajam, berat,
dan menjalar ke bahu ipsilateral. Pada SSP, dispnea lebih kuat karena
penurunan cadangan paru yang mendasarinya (3).
Riwayat pneumotoraks di masa lalu sangat penting karena
kekambuhan terjadi pada 15-40% kasus. Kekambuhan pada sisi
kontralateral juga dapat terjadi (3).
Pada pemeriksaan fisis, beberapa hal yang perlu diperhatikan:
 Ketidaknyamanan pernapasan
 Peningkatan laju pernapasan
 Ekspansi paru asimetris
 Mengurangi fremitus taktil
 Catatan perkusi hyperresonant
 Penurunan intensitas bunyi nafas atau tidak ada bunyi nafas
Pada tension pneumotoraks, berikut beberpa tanda yang dapat
ditemukan (3):
 Takikardia lebih dari 134 denyut per menit
 Hipotensi
 Distensi vena jugularis
 Sianosis
 Kegagalan pernapasan
 Gagal jantung
Beberapa pneumotoraks traumatik berhubungan dengan emfisema
subkutan. Pneumotoraks mungkin sulit didiagnosis dari pemeriksaan
fisik, terutama di ruang trauma yang bising (3).

2. Pemeriksaan Penunjang
Radiografi dada, ultrasonografi, atau CT scan dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosis, pemeriksaan rontgen dada lebih sering
dipakai. Pneumotoraks samar dapat didiagnosis dengan CT scan tetapi
biasanya secara klinis tidak signifikan. Extended focused abdominal
sonography for trauma (E-FAST), atau pemeriksaan USG dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis pneumothorax namun,
sensitivitasnya dan spesifisitasnya dapat bervariasi, metode diagnostik
ini sangat bergantung pada operator. Di tangan ahli, ultrasonografi
memiliki sensitivitas hingga 94% dan spesifisitas 100% (lebih baik
daripada rontgen dada). Jika seorang pasien dengan hemodinamik
tidak stabil dengan dugaan tension pneumotoraks, tatalksana dapat
segera dilakukan tanpa menunggu hasil pemeriksaan penunjang.
Dekompresi jarum dapat dilakukan jika pasien secara hemodinamik
tidak stabil berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
menunjang diagnosis tension pneumothorax (3).

H. Penatalaksanaan
Manajemen tergantung pada kondisi klinis pada berbagai kasus.
Untuk pasien dengan gejala dan tanda yang menunjukkan ketidakstabilan
hemodinamik, dekompresi jarum merupakan pilihan tatalaksana. Tindakan
ini biasanya dilakukan dengan angiocatheter 14-16-gauge dan panjang 4,5
cm, tepat di atas tulang rusuk di ruang interkostal kedua di garis
midklavikula. Setelah dekompresi jarum atau pneumotoraks stabil,
perawatannya selanjutnya adalah pemasangan chest tube. Tindakan ini
biasanya ditempatkan di atas tulang rusuk di ruang interkostal kelima
anterior garis midaxillary (3).
American College of Chest Physicians merekomendasikan
observasi atau pemasangan chest tube kecil untuk pneumothorax kecil dan
chest tube besar untuk pnaumothorax besar atau bergejala. ATLS edisi ke-
10: menyatakan bahwa "Pneumothorax traumatik apa pun paling baik
ditatalksanai dengan tindakan pemasangan cheest tube." Namun, dikatakan
bahwa seorang dokter dapat memutuskan untuk melakukan observasi
terlebih dahulu. Meskipun efektif, chest tube adalah prosedur invasif yang
berhubungan dengan peningkatan morbiditas, lama tinggal di rumah sakit,
dan komplikasi mulai dari malposisi dan infeksi hingga re-expansion
pulmonary edema (1).
Open pneumothorax mulanya dialkukan tindakan pemasangan
pembalut oklusif tiga sisi. Perawatan lebih lanjut mungkin memerlukan
chest tube dan repair defect dinding dada (3).
Pada pneumotoraks spontan primer kecil tanpa gejala, pasien
biasanya dipulangkan dengan tindak lanjut rawat jalan setelah 2-4 minggu.
Jika pasien menunjukkan gejala atau kedalaman/ukuran lebih dari 2 cm,
dilakukan aspirasi jarum; setelah aspirasi, jika pasien membaik dan
kedalaman sisa kurang dari 2 cm, maka pasien dipulangkan; jika tidak,
pemsangan chest tube dapat dilakukan (3).
Pada pneumotoraks spontan sekunder, jika ukuran/kedalaman
pneumotoraks kurang dari 1 cm dan tidak ada dispnea, pasien dirawat
inap, diberikan oksigen aliran tinggi, dan observasi dilakukan selama 24
jam. Jika ukuran/kedalaman antara 1-2 cm, aspirasi jarum dilakukan, jika
kedalaman setelah aspirasi jarum kurang dari 1 cm, penatalaksanaan
dilakukan dengan inhalasi oksigen dan observasi, dan bila lebih dari 2 cm,
dilakukan pemasangan chest tube (3).
Udara dapat diserap kembali dari rongga pleura dengan laju
1,5%/hari. Pembarian terapi oksigen dapat meningkatkan tingkat
reabsorpsi ini. Dengan meningkatkan fraksi konsentrasi oksigen inspirasi,
nitrogen udara atmosfer dipindahkan, mengubah gradien tekanan antara
udara di rongga pleura dan kapiler. Pneumotoraks pada radiografi dada
sekitar 25% atau lebih besar biasanya membutuhkan pengobatan dengan
aspirasi jarum jika simtomatik, dan jika gagal, maka dilakukan
pemasangan chest tube (3).
Indikasi untuk intervensi bedah (VATS atau torakotomi) (3):
 Kebocoran udara terus menerus selama lebih dari tujuh hari
 Pneumotoraks bilateral
 Episode pertama pada pasien profesi berisiko tinggi, yaitu
Penyelam, pilot
 Pneumotoraks ipsilateral berulang
 Pneumotoraks kontralateral
 Pasien yang mengidap AIDS

Pasien yang menjalani tindakan Video-assisted thoracoscopic


surgery (VATS) akan dilakukan pleurodesis untuk menutup cavum pleura.
Pleurodesis mekanik dengan bleb/bulektomi menurunkan angka
kekambuhan pneumotoraks hingga <5% (3).

I. Komplikasi
Misdiagnosis adalah komplikasi yang sering terjadi pada
pneumotoraks. Berbagai faktor, seperti anamnesis atau pemeriksaan fisik
yang tidak lengkap atau tidak adekuat, indeks kecurigaan klinis yang
rendah, kegagalan untuk mendapatkan rontgen dada, atau kegagalan untuk
mengenali pneumotoraks pada rontgen dada, dapat menyebabkan
kesalahan diagnosis. Kesalahan diagnosis menyebabkan kegagalan untuk
mengobati pneumotoraks, dan dalam beberapa kasus dapat menyebabkan
konsekuensi yang mengancam seperti (9):
 Konversi menjadi tension pneumotoraks
 Gagal Nafas Hipoksemik
 Syok
 Henti napas
 Gagal jantung
 Empiema
 Edema paru reekspansi
 Komplikasi iatrogenik dari dekompresi jarum atau prosedur
torakostomi (pemasangan chest tube) - kegagalan paru untuk
mengembang kembali, laserasi paru, infeksi tempat penyisipan dan
rongga pleura, laserasi pembuluh interkostal atau arteri mammaria
interna, hemotoraks, kebocoran udara persisten, kerusakan pada
bundel neurovaskular interkostal, dll
 Aritmia yang diinduksi chest tube
 Pneumomediastinum - udara dari pneumotoraks dapat masuk ke
mediastinum. Hal ini dapat divisualisasikan pada rontgen dada
sebagai aliran udara di sekitar jantung. Selain itu, suara berderak
mungkin terdengar selama pemeriksaan jantung. Kondisi ini
disebut Hamman's crunch dan paling baik didengar pada posisi
dekubitus lateral kiri.

J. Prognosis
Penumothorax spontan primer biasanya tidak mengancam nyawa
dan sebagian besar dapat sembuh sendiri tanpa intervensi yang berarti.
Kekambuhan dapat terjadi hingga periode tiga tahun. Tingkat kekambuhan
dalam lima tahun berikutnya adalah 30% untuk PSP dan 43% untuk SSP.
Risiko kekambuhan meningkat dengan setiap pneumotoraks berikutnya.
PSP tidak dianggap sebagai ancaman kesehatan yang signifikan, namun
kematian telah dilaporkan. SSP lebih mematikan tergantung pada penyakit
paru yang mendasari dan ukuran pneumotoraks yang terjadi. Pasien
dengan PPOK dan HIV memiliki angka kematian yang tinggi akibat
pneumotoraks. Mortalitas SSP adalah 10%. Tension pneumotoraks
memiliki dapat mgakibatkan mortalitas tinggi jika tindakan yang tepat
tidak dilakukan. Prognosis pneumotoraks traumatik sangat baik jika tidak
ada cedera lain yang mengancam jiwa.
BAB IV
ANALISIS KASUS

KASUS TEORI

Anamnesis Anamnesis
Pasien laki-laki berusia 26 tahun Mekanisme trauma menjadi dasar awal
datang ke IGD dengan keluhan sesak untuk mendiagnosis penumothorax.
yang dirasakan sejak ± 2 jam SMRS pneumothorax noniatrogenik dan traumatik

setelah mengalami kecelakaan disebabkan oleh trauma tumpul atau tajam


pada regio thorax. Pada trauma tumpul,
lalulintas. pasien sedang mengendarai
pneumothorax sering disebabkan oleh
motor dengan kecepatan sedang,
fraktur costa yang mengakibatkan laserasi
menggunakan helem, kemudian mobil
pleura visceral, atau akibat kompresi paru
di depannya tiba tiba melambat dan
mendadak yang menyebabkan ruptur
berbelok sehingga pasien menabrak alveolar. Trauma tajam/ trauma penetrasi
mobil dari arah belakang, dada pasien dapat menyebabkan pneumothorax akibat
membentur stang motor dan kepala adanya udara dari atmosfer yang masuk ke
pasien membentur bagian belakang rongga pleura. 80% persen dari trauma
mobil, kemudian pasien terjatuh ke tajam/ trauma penetrasi pada regio thorax
arah kiri dengan bahu kiri mendarat menyebabkan pneumothorax. Pada trauma

terlebih dahulu. Sesak dirasakan terus tumpul, kejadian pneumothorax


berhubungan langsung dengan derajat
menerus, tidak dipengaruhi posisi,
keparahan fraktur costa yang terjadi; sebuah
nyeri dirasakan pada dada sebelah kiri
studi pada tahun 2003 terhadap 1490 pasien
menjalar hingga ke leher dan bahu
dengan trauma tumpul thorax menunjukkan
kiri, ada riwayat kehilangan kesadaran
bahwa pneumothorax terjadi pada 6,7%
selama ± 10 menit, ada riwayat pasien tanpa fraktur costa, 24,9% dengan
muntah, frekuensi 1 kali, berisi satu atau dua fraktur costa, dan 81,4%
makanan pasien dengan lebih dari dua fraktur costa
(1).

Pemeriksaa Fisik Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisis didapatkan, Nyeri dada pleuritik akut yang menjalar ke
frekuensi napas 26x/menit, saturasi lengan dan bahu ipsilateral, dan dispnea saat
oksigen 92% dengan udara ruang, istirahat merupakan gejala khas yang
pengembangan dinding dada asimetris, ditemukan pada 64-85% pasien dengan
hemithorax kiri tertinggal, vocal fremitus pnaumothorax. Tanda-tanda klasik termasuk
menurun pada hemithorax kiri, perkusi penurunan suara napas, vocal fremitus, dan
hipersonor pada hemithorax kiri, hipoksia. Namun, penting untuk
auskultasi bunyi pernapasan menghilang diperhatikan bahwa pemeriksaan fisik dan
pada hemithorax kiri tanda vital dapat normal jika pneumothorax
kecil (1).

Pemeriksaa Penunjang Pemeriksaa Penunjang


Pada pemeriksaan darah rutin di X-ray thorax merupakan modalitas lini
dapatkan leukositosis (25.24 x
pertama untuk mendiagnosis penumothorax.
10^3/µL), pada pemeriksaan x-ray
thorax tampak AP didapatkan kesan Advanced Trauma Life Support
pneumothorax kiri merekomendasikan pemeriksaan x-ray
thorax dilakukan segera sebagai tambahan
dalam primary survey dan secondary survey
pada pasien trauma untuk mengidentifikasi
panumothorax atau hemothoraces signifikan
yang mungkin perlu ditangani di ruang
trauma sebelum dipindahkan ke fasilitas
dengan pemeriksaan CT scan, kamar operasi,
atau unit perawatan intensif (1).
Pada pemeriksaan x-ray thorax dapat
ditemukan gambaran udara bebas di sekitar
pinggiran bidang paru-paru dan penurunan
volume paru-paru. Pemeriksaan ini dapat
mula menunjukkan etiologi pneumotoraks,
seperti faraktur costa atau adanya paru-paru
emfisematous. Film harus diambil dalam
posisi tegak, karena dalam posisi terlentang,
udara menyebar ke seluruh rongga pleura,
dan film mungkin tampak normal, Pada
pasien yang tidak dapat diposisikan tegak
dan harus terlentang, tanda deep sulcus sign
(sudut costophrenic lateral yang dalam)
harus dicari (8).
Metode untuk menentukan ukuran
pneumotoraks pada x-ray thorax hanya
memberikan gambaran perkiraan. Jika tepi
lateral paru > 2 cm dari dinding thorax
toraks, berarti udara menempati setidaknya
50% volume toraks dan karenanya,
pneumotoraks berukuran besar (9).

Terapi Terapi

 Non-farmakologi Manajemen awal pasien pneumotoraks,


o Terapi O2 via nasal kanul 4 yaitu memastikan jalan napas yang
lpm memadai, memberikan terapi oksigen,
o IVFD RL 20 tpm mengamankan jalur intravena, mencari

 Farmakologi tanda-tanda gangguan pernapasan dan

o Ceftriaxone vial 1g/ memutuskan perlunya tindakan

12jam/ IV pemasangan chest tube. Tension

o Ketorolac amp 30mg/ pneumotoraks harus segera didiagnosis


dengan penilaian klinis dan tindakan
8jam/ IV
pemasangan chest tube/ tindakan needle
o Ranitidin amp 50mg/
thoracocentesis harus segera dilakukan
12jam/ IV
(9).
 Operatif
Chest tube adalah prosedur darurat dan
o Pro WSD cito
harus segera dilakukan pada kasus
pneumotoraks besar, atau pasien yang
menunjukkan tanda dan gejala gangguan
pernapasan. Beberapa center
merekomendasikan tindakan pemasangan
chest tube pada semua kasus
pneumotoraks traumatik baik simtomatik
maupun asimtomatik, sebain center
lainnya menganggap tindakan
pemasangan chest tube pada kasus
simple pneumothorax merupakan
tindakan yang invasif dan
merekomendasikan observasi dan
suplementasi oksigen saja pada kasus
kasus pneumotoraks kecil (9).
Nyeri dapat mengganggu kemampuan
untuk bernapas, yang selanjutnya
membahayakan mekanisme kerja paru-
paru. Selain itu, dapat menyebabkan
retensi sekresi paru yang kemudian
menekan refleks batuk pasien, sehingga
dapt menyebabkan atelektasis dan
meningkatkan morbiditas. Obat
antiinflamasi nonsteroid, opioid sistemik
atau metode analgesia regional seperti
analgesia epidural, analgesia intrapleural,
blok saraf interkostal, dan blok
paravertebral toraks direkomendasikan
digunakan untuk mengontrol nyeri (9).
Terapi oksigen dapat mempercepat
penyerapan udara di cavum pleura
sebanyak empat kali lipat. Dengan
menghirup oksigen 100%, tekanan
nitrogen alveolar turun, dan nitrogen
secara bertahap dikeluarkan dari jaringan
dan oksigen diserap oleh sistem vaskular.
Kondisi ini menciptakan gradien nitrogen
yang substansial antara kapiler jaringan
dan ruang pneumotoraks sehingga
menghasilkan peningkatan penyerapan
berlipat ganda dari ruang pleura. Sekitar
1,25% volume udara pleura diserap
dalam 1 hari; karenanya 25% dari
volume diserap dalam 20 hari.
Pneumotoraks kecil sering ditangani
dengan pemberian oksigen dan
pemantauan melalui x-ray thorax saja
(9).
DAFTAR PUSTAKA

Karmakar, S. (2022). Pneumothorax: A Concise Review and Surgical


Perspective. Pleura - a Surgical Perspective [Working Title].
https://doi.org/10.5772/intechopen.101049

McKnight, C. L., & Burns, B. (2019). Pneumothorax. Nih.gov; StatPearls


Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441885/

Netter, F. H. (2022). Netter Atlas of Human Anatomy: A Systems Approach.


Elsevier Health Sciences.

‌Papagiannis, A., Lazaridis, G., Zarogoulidis, K., Papaiwannou, A., Karavergou,


A., Lampaki, S., Baka, S., Mpoukovinas, I., Karavasilis, V., Kioumis, I.,
Pitsiou, G., Katsikogiannis, N., Tsakiridis, K., Rapti, A., Trakada, G.,
Karapantzos, I., Karapantzou, C., Zissimopoulos, A., & Zarogoulidis, P.
(2015). Pneumothorax: an up to date "introduction". Annals of
translational medicine, 3(4), 53. https://doi.org/10.3978/j.issn.2305-
5839.2015.03.23

Sajadi-Ernazarova, K., Martin, J., & Gupta, N. (2022). Acute Pneumothorax


Evaluation and Treatment. StatPearls.
https://www.statpearls.com/ArticleLibrary/viewarticle/27372

Scanlon, V. C., & Sanders, T. (2019). Essentials of anatomy and physiology (8th
ed.). F. A. Davis Company.

Sherwood, L. (2016). Human Physiology : from Cells to Systems (9th ed.).


Brooks/Cole.

Tran, J., Haussner, W., & Shah, K. (2021). Traumatic Pneumothorax: A Review
of Current Diagnostic Practices And Evolving Management. The Journal
of Emergency Medicine, 61(5), 517–528.
https://doi.org/10.1016/j.jemermed.2021.07.006

Wineski, L. E., & Snell, R. S. (2021). Snell’s clinical anatomy by regions.


Wolters Kluwer.

Anda mungkin juga menyukai