EFUSI PLEURA
Oleh:
Dokter Pendamping:
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak nafas
Keluhan Tambahan : Nyeri dada kiri dan batuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke IGD RS dengan keluhan sesak
napas. Pasien mengeluh sesak napas sejak 4 hari terakhir dan memberat sejak 1
hari SMRS. Sesak napas dirasakan terus menerus, terasa paling berat pada dada
sebelah kiri. Sesak napas dirasakan semakin berat jika pasien tidur terlentang dan
pasien merasa sedikit lebih nyaman jika beristirahat dengan cara duduk
membungkuk ke depan atau berbaring ke sebelah kiri. Sesak tidak dipengaruhi
oleh debu maupun cuaca. Batuk dirasakan sudah sejak lama kurang lebih 2 bulan
namun hilang timbul dan tidak berdahak. Nyeri dada sebelah kiri dirasakan sejak
1 minggu terakhir bersamaan dengan demam. Nyeri dada seperti ditusuk-tusuk
dan tidak menjalar, dirasakan tiap kali batuk. Penurunan berat badan tidak ada,
berkeringat malam tidak ada. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
Riwayat Penggunaan Obat
Salbutamol, piroxicam, dan antasida.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal yang sama dengan pasien. TB Paru (-),
Asma (-), Kanker (-), DM (-), Hipertensi (-) disangkal.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang pensiunan. Riwayat merokok di usia muda.
Thoraks Posterior
Inspeksi : asimetris statis dinamis
Palpasi : Fremitus taktil kiri lebih rendah dari fremitus taktil kanan,
nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-).
Perkusi : Sonor / Redup
Auskultasi : Vesikuler (N/↓), rhonki (-/+), wheezing(-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : ICS III línea midclavicula sinistra
Kiri : Satu jari lateral linea mid-clavicula sinistra
Kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, soepel, distensi (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Palpasi : organomegali (-), nyeri tekan (-), defans muskular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Ekstremitas
Superior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral hangat,
clubbing finger (-)
Inferior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral hangat
2.5 Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium Darah (13 Oktober 2021)
HEMATOLOGI
Negatif
Darah Rutin
Kesimpulan:
Cor: batas bawah kanan kiri jantung
tertutup perselubungan
2.6 Diagnosa
Efusi pleura kiri
2.7 Tatalaksana
O2 3-4 L/menit nasal kanul
IVFD Asering 20 gtt/i Threeway
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
Drips. Omeprazole 40 mg/24 jam
Inj. Dexketoprofen 1 amp/8 jam
Azitromisin 1x500 mg
Alpentin 2x100 mg
Kaltropen supp I
2.8 Planning
Pro Chest Tube oleh dokter spesialis paru.
Pantau TTV dan keadaan klinis.
2.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan pleura yang abnormal yang
disebabkan oleh karena pembentukan cairan pleura lebih cepat dari proses
absorpsinya. Sebagian besar efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan
pembentukan cairan pleura dan penurunan kecepatan absorpsi cairan pleura
tersebut5.
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang
normal di dalam serum.
A. Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan
protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membrane adalah karena
terdapat peradangan pada pleura. Protein yang terdapat dalam cairan pleura
kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah
bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Efusi pleura
eksudat dapat disebabkan oleh8:
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar. Keluhan yang paling banyak ditemukan
adalah sesak dan nyeri dada. Gejala lain adalah akumulasi cairannya kembali
dengan cepat walaupun dilakukan torakosintesis berkali-kali. Patofisiologi
terjadinya efusi ini diduga karena:
8. Penyakit AIDS pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik8.
B. Transudat
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik
dan koloid osmotic menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu
sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi
pada: (1). Meningkatnya tekanan kapiler sistemik, (2). Meningkatnya tekanan
kapiler pulmoner, (3) Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura, (4)
Menurunnya tekanan intra pleura. Efusi plura transudat dapat terjadi pada8:
1. Gangguan kardiovaskular
2. Hipoalbuminemia
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang
kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura7.
4. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa: tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul
karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya
terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma.
Klinisnya merupakan penyakit kronis8.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Perpindahan cairan
dialisa dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah
diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura
dengan cairan dialisa8.
C. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb
pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin
karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh
permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah
tersebut berasal dari trauma dinding dada7,8.
3.4 Patogenesis
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga
pleura berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis
yang saling bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu
terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan
diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe pleura parietalis dengan kecepatan yang
seimbang dengan kecepatan pembentukannya9.
3.5 Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis efusi pleura, dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik dahulu, kemudian dilanjutkan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Gejala yang biasanya muncul pada efusi pleura yang jumlahnya cukup
besar yakni :
1. Nafas terasa pendek hingga sesak napas yang nyata dan progresif
2. Nyeri khas pleuritic pada area yang terlibat, khususnya jika
penyebabnya adalah keganasan. Nyeri dada meningkatkan
kemungkinan suatu efusi eksudat misalnya infeksi, mesothelioma atau
infark pulmoner.
3. Batuk kering berulang juga sering muncul, khususnya jika cairan
terakumulasi dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba.
4. Riwayat penyakit pasien juga perlu ditanyakan misalnya apakah pada
pasien terdapat hepatitis kronis, sirosis hepatis, pangkreatitis, riwayat
pembedahan tulang belakang, riwayat keganasan, dan lain sebagainya9.
b. Pemeriksaan fisik
1. Biasanya ada gejala dari penyakit dasarnya.
2. Bila sesak napasnya yang menonjol, kemungkinan besar karena proses
keganasan.
3. Efusi berbentuk kantong (pocketed) pada fisura interlobaris tidak
memberi gejala-gejala. Begitu pula bila efusinya berada di atas
diafragma.
4. Pada perkusi, suara ketok terdengar redup sesuai dengan luasnya efusi
pada auskultasi suara napas berkurang atau menghilang.
5. Resonansi vocal berkurang >> Egofoni
6. Jika jumlah cairan pleura < 300 ml, cairan ini belum menimbulkan
gejala pada pemeriksaan fisik
7. Jika jumlah cairan pleura telah mencapai 500 ml, baru dapat ditemukan
gejala berupa gerak dada yang melambat atau terbatas saat inspirasi
pada sisi yang mengandung akumulasi cairan. Fremitus taktil juga
berkurang pada dasar paru posterior. Suara perkusi menjadi pekak dan
suara napas pada auskultasi terdengar melemah walaupun sifatnya
masih vesikuler.
8. Jika akumulasi cairan melebihi 1000 ml, sering terjadi atelektasis pada
paru bagian bawah. Ekspansi dada saat inspirasi pada bagian yang
mengandung timbunan cairan menjadi terbatas sedangkan sela iga
melebar dan menggembung. Pada auskultasi di atas batas cairan, sering
didapatkan suara bronkovesikuler yang dalam, sebab suara ini
ditransmisiskan oleh jaringan paru yang menagalami atelektasis. Pada
daerah ini juga dapat ditemukan fremitus vokal dan egofoni yang
bertambah jelas.
9. Jika akumulasi cairan melebihi 2000 mL, cairan ini dapat menyebabkan
seluruh paru menjadi kolaps kecuali bagian apeks. Sela iga semakin
melebar, gerak dada pada inspirasi sangat terbatas, suara napas,
fremitus taktil maupun fremitus vocal sulit didengar karena sangat
lemah. Selain itu terjadi pergeseran mediastinum ke arah kontralateral
dan penurunan letak diafragma11.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiografi
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat dalam
rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan
daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus
menumpul. Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus, cairan bebas
akan mengikuti posisi gravitasi12.
2. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan
pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath
nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500
cc pada setiap aspirasi. Untuk diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan13:
3. Sitologi
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
Sel neutrofil: pada infeksi akut
Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau
limfoma maligna)
Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
Sel giant: pada arthritis rheumatoid
Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
Sel maligna: pada paru/metastase14.
4. Bakteriologis
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung
mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering
Pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter14.
5. Biopsi Pleura
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura14.
3.6 Tatalaksana
Prinsip terapi pasien dengan efusi pleura adalah mengeluarkan isi
abnormal di dalam cavum pleura dan berusaha mengembalikan fungsi tekanan
negatif yang terdapat di dalam cavum pleura. Beberapa pilihan untuk terapi pada
efusi pleura adalah sebagai berikut:
A. Water Seal Drainage (tube thoracostomy)
Modalitas terapi yang bekerja dengan menghubungkan cavum pleura
berisi cairan abnormal dengan botol sebagai perangkat WSD yang nantinya akan
menarik keluar isi cairan abnormal yang ada di dalam cavum pleura dan
mengembalikan cavum pleura seperti semula, menyebabkan berkurangnya
kompresi terhadap paru yang tertekan dan paru akan kembali mengembang 21.
Water Sealed Drainage atau juga dikenal sebagi tube thoracostomy adalah salah
satu modalitas terapi yang paling efektif untuk kedua kelainan kompresi dari
cavum pleura yakni pneumothoraks dan efusi pleura. WSD memungkinkan
drainase dari udara, darah, pus, cairan serous dan cairan – cairan abnormal lain
yang berasal dari cavum pleura dengan hanya satu arah, yakni dari cavum pleura
menuju ke botol WSD yang akan menariknya10.
Prosedur dilakukan melalui beberapa tahapan dan membutuhkan beberapa
peralatan, alat dan bahan yang dibutuhkan dalam prosedur pemasangan water
sealed draingae adalah10:
1.) Sarung tangan steril
2.) Alkohol 80%
3.) Alat jahit
4.) Skalpel
5.) Selang WSD
6.) Collector bottle
7.) Antiseptik
Setelah alat – alat dan bahan – bahan telah tersedia, maka tahapan –
tahapan yang dilakukan selama prosedur water sealed drainage:
1.) Melakukan informed consent dengan pasien dan keluarga
2.) Menandai lokasi pemasangan selang WSD, lokasi yang biasanya di gunakan
adalah pada spatium intercostal V/VI pada linea mid-aksilar atau pada “safety
triangle” yakni bangunan yang dibatasi oleh margo anterior m. Latissimus dorsi,
margo lateral m. Pectoralis major dan garis antara papilla mamae dengan apeks
fossa aksilaris.
3.) Mengusapkan alkohol dan memberikan injeksi anestesi lokal pada lokasi
pemasangan
4.) Mengusapkan antiseptik pada lokasi pemasangan selang WSD
5.) Melakukan incisi pada daerah yang sudah ditentukan
6.) Memasukkan selang WSD ke dalam cavum pleura yakni dengan metode
trocar.
7.) Menjahit selang WSD dengan dinding dada pasien.
8.) Melakukan drainase sebanyak 200 ml pada penarikan pertama
9.) Melakukan drainase sebanyak 100 ml tiap jam selanjutnya
10.) Mengintruksikan perawat jaga untuk terus mengawasi jumlah cairan yang
terdrainase tiap jamnya.
11.) Memastikan selang terpasang dengan tepat melalui x – foto thoraks
B. Thoracocentesis
Modalitas terapi yang bekerja dengan cara melakukan aspirasi
menggunakan jarum yang ditusukkan biasanya pada linea axillaris media spatium
intercostalis 6. Aspirasi dilakukan dengan menggunakan jarum dan spuit, atau
dapat juga menggunakan kateter. Aspirasi dilakukan dengan batas maksimal 1000
– 1500 cc untuk menghindari komplikasi reekspansi edema pulmonum dan
pneumothoraks akibat terapi13.
C. Pleurodesis
Modalitas terapi yang bekerja dengan cara memasukkan substansi kimiawi
pada dinding bagian dalam pleura parietal, dengan tujuan merekatkan hubungan
antara pleura visceral dan pleura parietal. Dengan harapan celah pada cavum
pleura akan sangat sempit dan tidak bisa terisi oleh substansi abnormal. Dan
dengan harapan supaya paru yang kolaps bisa segera mengembang dengan
mengikuti gerakan dinding dada13.
BAB IV
KESIMPULAN
Efusi pleura adalah akumulasi abnormal cairan dalam rongga pleura. Pada
keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 ml/kg/jam) cairan secara konstan memasuki
rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Efusi pleura dapat menunjukkan
terdapat penyakit paru, pleura, maupun ekstra paru. Efusi pleura dibedakan
menjadi transudat dan eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi akibat peningkatan
tekanan hidrostatik atau penurunan tekanan onkotik dalam rongga pleura. Efusi
pleura eksudatif terjadi akibat abnormalitas permeabilitas kapiler, obstruksi aliran
limfatik, infeksi, atau pendarahan. Efusi pleura eksudatif dan transudatif dapat
dibedakan dengan menggunakan kriteria Light. Efusi digolongkan sebagai
eksudat jika memenuhi satu atau lebih kriteria Light, seperti salah satu yang
sering digunakan adalah rasio protein cairan pleura terhadap protein serum >0,5.
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal,
thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis.
DAFTAR PUSTAKA
4. Light RW. Pleural diseases. 5 ed. Baltimore: Williams and Wilkins; 2007.
p.412 .
5. Alsagaff Hood & Mukty Abdul. 2006. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya. Airlangga University Press.
8. Porcel JM, Light RW. Pleural effusions. Dis Mon [Internet]. 2013 Feb [cited
2014 Feb 7];59(2):29–57.
Available from:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23374395
9. Garrido VV, Sancho JF, Blasco H, Gafas AP, Rodríguez EP, Panadero FR, et
al. Diagnosis and treatment of pleural effusion. Arch Bronconeumol.
2006;42(7):349-72.
10. Galal IH, Mohammad YM, Nada AA, Mohran YE. Prevalence, Causes, and
Clinical Implications of Pleural Effusion in Pulmonary ICU and Correlation
with Patient Outcomes. Egyptian Journal of Bronchology [Internet].
2018;12(33):33–40. Available from: http://www.ejbronchology.eg.net
14. Kosasih A, Susanto AD, Pakki TR, Martini T. Diagnosis dan Tatalaksana
Kegawatdaruratan Paru. Jakarta: Sagung Seto; 2008.