Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus

EFUSI PLEURA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Program Internsip Dokter Indonesia
Wahana RSUD Teungku Peukan Aceh Barat Daya

Oleh:

dr. Aqil Yuniawan Tasrif

Dokter Pendamping:

dr. Dinda Feraliana

PESERTA INTERNSIP DOKTER INDONESIA


WAHANA RSU TEUNGKU PEUKAN
ACEH BARAT DAYA
PERIODE 1/2021
BAB I
PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah suatu kedaan terjadinya penumpukan cairan melebihi


batas normal di dalam rongga pleura, dapat berupa cairan transudat atau cairan
eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak
10-20 ml. Akibat adanya cairan yang berlebihan dalam rongga pleura, maka
kapasitas paru berkurang dan juga menyebabkan pendorongan organ-organ
mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi pernafasan
dan mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi darah1.
Pada keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 mL/kg/jam) cairan secara
konstan memasuki rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Hampir semua
cairan ini dikeluarkan oleh limfatik pada pleura parietal yang mempunyai
kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2 ml/kg/jam. Akumulasi berlebih cairan pleura
disebut sebagai efusi pleura, terjadi akibat pembentukan cairan pleura melebihi
kemampuan absorpsinya. Keadaan ini dapat mengancam jiwa karena cairan yang
menumpuk tersebut dapat menghambat pengembangan paru-paru sehingga
pertukaran udara terganggu2.
Penyebab efusi, penyakit ganas menyumbang 41% dan tuberkulosis untuk
33% dari 100 kasus efusi pleura eksudatif, 2 pasien (2%) memiliki koeksistensi
tuberkulosis dan keganasan yang dianalisis dengan kelompok ganas.
Parapneumoni efusi ditemukan hanya 6% kasus, penyebab lain gagal jantung
kongestif 3%, komplikasi dari operasi by pass koroner 2%, rheumatoid atritis 2%,
erythematous lupus sistemik 1%, gagal ginjal kronis 1%, kolesistitis akut 1%,
etiologi tidak diketahui 8%3. Kasus efusi pleura mencapai 2,7% dari penyakit
infeksi saluran napas lainnya3. Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan
keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini. Faktor risiko
terjadinya efusi pleura diakibatkan karena lingkungan yang tidak bersih,sanitasi
yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang
menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya
masyarakat tentang pengetahuan kesehatan4.
Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, dipsneu. Nyeri bisa timbul
akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul.
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal,
thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis5.
Oleh karena keadaannya yang dapat mengancam jiwa dan perlunya
penanganan yang segera pada beberapa kasus, kami mengangkat kasus efusi
pleura malignansi dalam laporan kasus ini. Tujuannya adalah untuk mempelajari
bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan kasus efusi pelura yang umumnya
merupakan keadaan akut dari penyakit paru.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 79 tahun
Alamat : Tangan-Tangan
Pekerjaan : Pensiunan
Tanggal Masuk : 13 Oktober 2021
Tanggal Pemeriksaan : 13 Oktober 2021

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak nafas
Keluhan Tambahan : Nyeri dada kiri dan batuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke IGD RS dengan keluhan sesak
napas. Pasien mengeluh sesak napas sejak 4 hari terakhir dan memberat sejak 1
hari SMRS. Sesak napas dirasakan terus menerus, terasa paling berat pada dada
sebelah kiri. Sesak napas dirasakan semakin berat jika pasien tidur terlentang dan
pasien merasa sedikit lebih nyaman jika beristirahat dengan cara duduk
membungkuk ke depan atau berbaring ke sebelah kiri. Sesak tidak dipengaruhi
oleh debu maupun cuaca. Batuk dirasakan sudah sejak lama kurang lebih 2 bulan
namun hilang timbul dan tidak berdahak. Nyeri dada sebelah kiri dirasakan sejak
1 minggu terakhir bersamaan dengan demam. Nyeri dada seperti ditusuk-tusuk
dan tidak menjalar, dirasakan tiap kali batuk. Penurunan berat badan tidak ada,
berkeringat malam tidak ada. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
Riwayat Penggunaan Obat
Salbutamol, piroxicam, dan antasida.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal yang sama dengan pasien. TB Paru (-),
Asma (-), Kanker (-), DM (-), Hipertensi (-) disangkal.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang pensiunan. Riwayat merokok di usia muda.

2.3 Pemeriksaan Tanda Vital


Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 113/70
Frekuensi nadi : 121 kali/menit, regular, kuat angkat, isi penuh
Frekuensi nafas : 28 kali/menit, regular
Suhu : 36,8 °C
SpO2 : 93-94% via NC dengan O2 3-4 lpm

2.4 Pemeriksaan Fisik


 Kulit : Kuning langsat, ikterik (-), sianosis (-), edema (-),
 Kepala : Rambut hitam, distribusi merata, sukar dicabut
 Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)
 Mata : Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil isokor
(3 mm/3 mm)
 Telinga : Normotia, sekret(-/-)
 Hidung : sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
 Mulut : mukosa kering (-), sianosis (-), tremor (-), hiperemis (-), tonsil
hiperemis (-/-), T1 – T1.
 Leher : Retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-),
peningkatan TVJ (+/+).

 Thorak Anterior
Inspeksi : asimetris statis dinamis
Palpasi : Fremitus taktil kiri lebih rendah dari fremitus taktil kanan,
nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-).
Perkusi : Sonor / Redup
Auskultasi : Vesikuler (N/↓), rhonki (-/+), wheezing(-/-)

 Thoraks Posterior
Inspeksi : asimetris statis dinamis
Palpasi : Fremitus taktil kiri lebih rendah dari fremitus taktil kanan,
nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-).
Perkusi : Sonor / Redup
Auskultasi : Vesikuler (N/↓), rhonki (-/+), wheezing(-/-)

 Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : ICS III línea midclavicula sinistra
Kiri : Satu jari lateral linea mid-clavicula sinistra
Kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)

 Abdomen
Inspeksi : Simetris, soepel, distensi (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Palpasi : organomegali (-), nyeri tekan (-), defans muskular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)

 Ekstremitas
Superior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral hangat,
clubbing finger (-)
Inferior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral hangat
2.5 Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium Darah (13 Oktober 2021)

HEMATOLOGI

Rapid Antigen Covid-19

Negatif

Darah Rutin

Hemoglobin 13,2 12-15 gr/dl


Hematokrit 40,6 37-47 %
Eritrosit 4,53 4,2- 5,4 x 106/mm3
Leukosit 17,1 4,5-10,5 x 103/mm3
Trombosit 286 150-450 xr 103/mm3
MCV 89,5 80-100 fL
MCH 29,1 27-31 pg
MCHC 32,5 32-36 %
Hitung Jenis
Eosinofil 0 1-3 %
Basofil 0 0-1%
Netrofil 81,3 50-70%
Limfosit 9,4 20-40%
Monosit 9 2-8%
Kimia Klinik
Gula Darah
Glukosa Darah Sewaktu 212 <200 mg/dl
Fungsi Ginjal
Ureum 63 10-38 mg/dl
Kreatinin 1,23 0,7-1,2 mg/dl
Asam Urat 5,2 4,5-8,1 mg/dl
Profile Lemak
Kolesterol Total 175 <200 mg/dl
Trigliserida 136 <200 mg/dl
b) Foto Thoraks (13 Oktober 2021)

Kesimpulan:
Cor: batas bawah kanan kiri jantung
tertutup perselubungan

Pulmo: Tampak konsolidasi di


paracardial kanan, tampak
perselubungan homogen di
hemithorax kiri bawah hingga
c) Elektrokardiogram (13 Oktober 2021) tengah. Sinus phrenicocostalis kanan
tajam, kiri tertutup perselubungan.
Kesimpulan:
Sinus ritme
Kesan : Efusi pleura kiri
HR 120 x/i
NormoaxisKeradangan paru

Kesan : Sinus takikardia

2.6 Diagnosa
Efusi pleura kiri

2.7 Tatalaksana
 O2 3-4 L/menit nasal kanul
 IVFD Asering 20 gtt/i  Threeway
 Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
 Drips. Omeprazole 40 mg/24 jam
 Inj. Dexketoprofen 1 amp/8 jam
 Azitromisin 1x500 mg
 Alpentin 2x100 mg
 Kaltropen supp I

2.8 Planning
 Pro Chest Tube oleh dokter spesialis paru.
 Pantau TTV dan keadaan klinis.

2.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan pleura yang abnormal yang
disebabkan oleh karena pembentukan cairan pleura lebih cepat dari proses
absorpsinya. Sebagian besar efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan
pembentukan cairan pleura dan penurunan kecepatan absorpsi cairan pleura
tersebut5.

3.2 Anatomi dan Fisiologi Pleura


Paru-paru dibungkus oleh lapisan yang disebut dengan pleura. Kata pleura
berasal dari bahasa latin pleuron yang berarti sisi. Pleura merupakan selapis
membran jaringan fibrosa yang halus, basah dan semitransparan serta terdiri dari
selapis epitel skuamosa yang disebut mesotelium. Rongga pleura dalam keadaan
normal mengandung cairan dengan kadar protein yang rendah (<1,5 g/dl) yang
dibentuk oleh pleura viseral dan parietal. Pleura viseral adalah pleura yang
menempel erat pada dinding paru sedangkan pleura parietal adalah pleura yang
tidak menempel langsung pada paru. Pleura parietal lebih tebal dibanding pleura
viseral. Di antara pleura visceral dan pleura parietal terdapat rongga yang disebut
kavum pleura.6 Pada orang normal kavum pleura mengandung 7-14 ml cairan
yang bekerja sebagai pelumas antara kedua permukaan pleura. Pada keadaan
normal, sejumlah kecil (0,01 ml/kg/jam) cairan secara konstan memasuki rongga
pleura dari kapiler di pleura parietal. Cairan pleura berasal dari kapiler (terutama
pleura parietalis), limfatik, pembuluh darah intratoraks, ruangan interstisial paru,
dan rongga peritoneum. Cairan pleura direabsorbsi melalui saluran limfatik pleura
parietalis yang mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2 ml/kg/jam6.
Cairan pleura diserap oleh pleura parietal melalui pembuluh limfe dan
pleura viseral melalui pembuluh darah mikro. Produksinya sekitar 0,01
ml/kgBB/jam yang hampir sama dengan kecepatan penyerapan dan dalam rongga
pleura. Volume cairan pleura lebih kurang 1020 ml. Mekanisme ini mengikuti
Hukum Starling yaitu jumlah produksi dan pengeluaran cairan pleura dalam
kondisi yang seimbang sehingga volume cairan pleura relatif tetap. Cairan pleura
berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat bergerak leluasa saat bernapas. Fungsi
utama pleura dan rongga pleura adalah memfasilitasi pengembangan dan
pengempisan paru di dalam dada. Tekanan subatmosfer intrapleura dalam keadaan
normal menjaga pleura viseral dan pleura parietal tetap berhubungan secara

mekanik dan mempertahankan posisi mediastinum6.


Gambaran Efusi Pleura6
3.3 Etiologi dan Klasifikasi
Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura.
Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura dan
umumnya menyebabkan efusi pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan
apakah pasien menderita efusi pleura jenis transudat atau eksudat7.

Efusi pleura transudatif terjadi jika faktor sistemik yang mempengaruhi


pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan dimana
umumnya dikarenakan penyakit lain bukan primer paru seperti gagal jantung
kongestif, sirosis hepatis, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia,
perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru, dan pneumototaks.7 Efusi
pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Proses peradangan yang
menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga
sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboid dan terjadi pengeluaran cairan
ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudatif yang paling sering adalah
karena infeksi seperti parapneumonia, mikobakterium tuberkulosis, parasit, jamur,
pneumonia atipik, dan sebagainya7.

Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran


kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan pleura. Efusi
pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini8:

1.   Protein cairan pleura / protein serum > 0,5

2.   LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6

3.   LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang
normal di dalam serum.

Tabel 1. Perbedaan Cairan Transudat-Eksudat Pada Efusi Pleura8

Efusi Pleura dibagi menjadi:

A. Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan
protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membrane adalah karena
terdapat peradangan pada pleura. Protein yang terdapat dalam cairan pleura
kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah
bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Efusi pleura
eksudat dapat disebabkan oleh8:

1.   Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia,


Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-
6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise,
mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis.

2.   Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh


bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun
anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,
Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-
lain).

3.   Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus,


Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat
terhadap organisme fungi.

4.   Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi


melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat
juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Efusi yang
disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks dan jarang yang
masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan
berat badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik8.

5.   Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar. Keluhan yang paling banyak ditemukan
adalah sesak dan nyeri dada. Gejala lain adalah akumulasi cairannya kembali
dengan cepat walaupun dilakukan torakosintesis berkali-kali. Patofisiologi
terjadinya efusi ini diduga karena:

 Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi


kebocoran kapiler.
 Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,
bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan
aliran balik sirkulasi.
 Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif
intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang
ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura
tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup
tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura
dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle
biopsy)11,12.
6.   Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri,
abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai
predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna
purulen (empiema).

7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma

8.   Penyakit AIDS pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik8.

B. Transudat
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik
dan koloid osmotic menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu
sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi
pada: (1). Meningkatnya tekanan kapiler sistemik, (2). Meningkatnya tekanan
kapiler pulmoner, (3) Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura, (4)
Menurunnya tekanan intra pleura. Efusi plura transudat dapat terjadi pada8:

1.   Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab


lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik
dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada
pleura parietalis. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga
dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Terapi ditujukan
pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan istirahat,
digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang
torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak7,8.

2.   Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura


dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan
bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan
diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah
dengan memberikan infus albumin7,8.

3.   Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang
kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura7.

4.   Meig’s Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa: tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul
karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya
terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma.
Klinisnya merupakan penyakit kronis8.

5.   Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Perpindahan cairan
dialisa dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah
diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura
dengan cairan dialisa8.
C. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb
pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin
karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh
permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah
tersebut berasal dari trauma dinding dada7,8.

3.4 Patogenesis
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga
pleura berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis
yang saling bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu
terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan
diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe pleura parietalis dengan kecepatan yang
seimbang dengan kecepatan pembentukannya9.

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara


cairan dan protein dalam rongga pleura. Gangguan yang menyangkut proses
penyerapan dan bertambahnya kecepatan proses pembentukan cairan pleura akan
menimbulkan penimbunan cairan secara patologik di dalam rongga pleura. Proses
penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan.
Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura yaitu10:

1. Peningkatan tekanan hidrostatik dalam sirkulasi pembuluh darah kecil.


Data klinis menunjukkan bahwa peningkatan tekanan intra kapiler
merupakan faktor yang paling sering menyebabkan efusi pleura pada gagal
jantung kongestif.
2. Penurunan tekanan onkotik di sirkulasi pembuluh darah kecil disebabkan
oleh hipoalbuminemia yang cenderung meningkatkan cairan di dalam
rongga pleura.
3. Peningkatan tekanan negatif di rongga pleura juga menyebabkan
peningkatan jumlah cairan pleura. Hal ini biasanya disebabkan oleh
atelektasis.
4. Pemisahan kedua permukaan pleura dapat menurunkan pergerakan cairan
dalam rongga pleura dan dapat menghambat drainase limfatik pleura. Hal
ini bisa disebabkan oleh trapped lung.
5. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler yang disebabkan oleh
mediator inflamasi sangat memungkinkan terjadinya kebocoran cairan dan
protein melewati paru dan pleura visceral ke rongga pleura. Hal ini telah
dibuktikan dengan adanya infeksi seperti pneumonia.
6. Gangguan drainase limfatik permukaan pleura karena penyumbatan oleh
tumor atau fibrosis
7. Perembesan cairan ascites dari rongga peritoneal melalui limfatik
diafragma atau dari defek diafragma.
Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemothoraks(6). Proses terjadinya pneumothoraks
karena pecahnya alveoli dekat parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam
rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada
daerah tersebut yang kurang elastik lagi seperti pada pasien emfisema paru9.

Hubungan antara carcinoma paru dan efusi pleura berpengaruh kepada


kinerja paru itu sendiri. Pengembangan paru akan menjadi berkurang sehingga
mengalami hipoventilasi(6). Sel-sel tumor bermetastase ke pleura terutama melalui
pembuluh darah dan awalnya menyerang pleura visceral. Sebagian besar sel
menyebar melalui pembuluh darah pulmonal. Setelah itu terjadi penyebaran ke
pleura parietal. Oleh karena itu saat ini diyakini bahwa kombinasi dari
peningkatan produksi cairan pleura dikarenakan ekstravasasi hiperpermeabilitas
pleura parietal dan visceral yang mendasari pengembangan efusi pleura malignan
(MPE) 9,10.

3.5 Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis efusi pleura, dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik dahulu, kemudian dilanjutkan pemeriksaan penunjang.

a.   Anamnesis
Gejala yang biasanya muncul pada efusi pleura yang jumlahnya cukup
besar yakni :

1. Nafas terasa pendek hingga sesak napas yang nyata dan progresif
2. Nyeri khas pleuritic pada area yang terlibat, khususnya jika
penyebabnya adalah keganasan. Nyeri dada meningkatkan
kemungkinan suatu efusi eksudat misalnya infeksi, mesothelioma atau
infark pulmoner.
3. Batuk kering berulang juga sering muncul, khususnya jika cairan
terakumulasi dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba.
4. Riwayat penyakit pasien juga perlu ditanyakan misalnya apakah pada
pasien terdapat hepatitis kronis, sirosis hepatis, pangkreatitis, riwayat
pembedahan tulang belakang, riwayat keganasan, dan lain sebagainya9.
b. Pemeriksaan fisik
1. Biasanya ada gejala dari penyakit dasarnya.
2. Bila sesak napasnya yang menonjol, kemungkinan besar karena proses
keganasan.
3. Efusi berbentuk kantong (pocketed) pada fisura interlobaris tidak
memberi gejala-gejala. Begitu pula bila efusinya berada di atas
diafragma.
4. Pada perkusi, suara ketok terdengar redup sesuai dengan luasnya efusi
pada auskultasi suara napas berkurang atau menghilang.
5. Resonansi vocal berkurang >> Egofoni
6. Jika jumlah cairan pleura < 300 ml, cairan ini belum menimbulkan
gejala pada pemeriksaan fisik

7. Jika jumlah cairan pleura telah mencapai 500 ml, baru dapat ditemukan
gejala berupa gerak dada yang melambat atau terbatas saat inspirasi
pada sisi yang mengandung akumulasi cairan. Fremitus taktil juga
berkurang pada dasar paru posterior. Suara perkusi menjadi pekak dan
suara napas pada auskultasi terdengar melemah walaupun sifatnya
masih vesikuler.
8. Jika akumulasi cairan melebihi 1000 ml, sering terjadi atelektasis pada
paru bagian bawah. Ekspansi dada saat inspirasi pada bagian yang
mengandung timbunan cairan menjadi terbatas sedangkan sela iga
melebar dan menggembung. Pada auskultasi di atas batas cairan, sering
didapatkan suara bronkovesikuler yang dalam, sebab suara ini
ditransmisiskan oleh jaringan paru yang menagalami atelektasis. Pada
daerah ini juga dapat ditemukan fremitus vokal dan egofoni yang
bertambah jelas.
9. Jika akumulasi cairan melebihi 2000 mL, cairan ini dapat menyebabkan
seluruh paru menjadi kolaps kecuali bagian apeks. Sela iga semakin
melebar, gerak dada pada inspirasi sangat terbatas, suara napas,
fremitus taktil maupun fremitus vocal sulit didengar karena sangat
lemah. Selain itu terjadi pergeseran mediastinum ke arah kontralateral
dan penurunan letak diafragma11.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiografi
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat dalam
rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan
daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus
menumpul. Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus, cairan bebas
akan mengikuti posisi gravitasi12.

Efusi pleura yang masif meningkatkan kemungkinan terbentuknya


meniscus sign dengan cairan yang terlihat memanjat pada dinding dada lateral,
pergeseran mediastinum ke sisi kontralateral, dan inverse dari diafragma. Tanda
radiografi dari suatu EPM termasuk penebalan pleura terlobulasi yang
sirkumferensial, penuhnya iga (crowded ribs), dan peninggian hemidiafragma
atau pergeseran mediastinu ipsilateral konsisten dengan atelektasis karena
obstruksi oleh tumor12.
Pemeriksaan USG dada dapat bermanfaat karena kemampuannya untuk
mendeteksi cairan dengan volume yang sedikit (5cc), mengidentifkasi
gambaran sugestif dari EPM, dan menuntun thoracentesis dan pemasangan
kateter thoraks. CT scan dada dengan kontras memberikan informasi imaging
yang paling bermanfaat untuk mengevaluasi pasien dengan kecurigaan EPM.
Temuan CT scan thorax yang mengarah pada diagnosis EPM antara lain
penebalan pleura sirkumferensial, penebalan pleura nodular, penebalan pleura
parietal yang lebih dari 1 cm, dan keterlibatan pleura mediastinal atau bukti
adanya tumor primer. Semua temuan sugestif tersebut memiliki sensitivitas
antara 88% sampai 100% dengan spesifisitas 22% hingga 56 %12.

2. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan
pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath
nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500
cc pada setiap aspirasi. Untuk diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan13:

a. Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-


santrokom). Bila agak kemerahan, dapat terjadi akibat trauma, infark paru,
keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kunig kehijauan dan
agak purulen, ini menunjukkan empiema. Bila merah coklat menunjukkan
abses karena amuba.
b. Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat13.

3. Sitologi
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
 Sel neutrofil: pada infeksi akut
 Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau
limfoma maligna)
 Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
 Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
 Sel giant: pada arthritis rheumatoid
 Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
 Sel maligna: pada paru/metastase14.
4. Bakteriologis
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung
mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering
Pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter14.
5. Biopsi Pleura
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura14.

3.6 Tatalaksana
Prinsip terapi pasien dengan efusi pleura adalah mengeluarkan isi
abnormal di dalam cavum pleura dan berusaha mengembalikan fungsi tekanan
negatif yang terdapat di dalam cavum pleura. Beberapa pilihan untuk terapi pada
efusi pleura adalah sebagai berikut:
A. Water Seal Drainage (tube thoracostomy)
Modalitas terapi yang bekerja dengan menghubungkan cavum pleura
berisi cairan abnormal dengan botol sebagai perangkat WSD yang nantinya akan
menarik keluar isi cairan abnormal yang ada di dalam cavum pleura dan
mengembalikan cavum pleura seperti semula, menyebabkan berkurangnya
kompresi terhadap paru yang tertekan dan paru akan kembali mengembang 21.
Water Sealed Drainage atau juga dikenal sebagi tube thoracostomy adalah salah
satu modalitas terapi yang paling efektif untuk kedua kelainan kompresi dari
cavum pleura yakni pneumothoraks dan efusi pleura. WSD memungkinkan
drainase dari udara, darah, pus, cairan serous dan cairan – cairan abnormal lain
yang berasal dari cavum pleura dengan hanya satu arah, yakni dari cavum pleura
menuju ke botol WSD yang akan menariknya10.
Prosedur dilakukan melalui beberapa tahapan dan membutuhkan beberapa
peralatan, alat dan bahan yang dibutuhkan dalam prosedur pemasangan water
sealed draingae adalah10:
1.) Sarung tangan steril
2.) Alkohol 80%
3.) Alat jahit
4.) Skalpel
5.) Selang WSD
6.) Collector bottle
7.) Antiseptik
Setelah alat – alat dan bahan – bahan telah tersedia, maka tahapan –
tahapan yang dilakukan selama prosedur water sealed drainage:
1.) Melakukan informed consent dengan pasien dan keluarga
2.) Menandai lokasi pemasangan selang WSD, lokasi yang biasanya di gunakan
adalah pada spatium intercostal V/VI pada linea mid-aksilar atau pada “safety
triangle” yakni bangunan yang dibatasi oleh margo anterior m. Latissimus dorsi,
margo lateral m. Pectoralis major dan garis antara papilla mamae dengan apeks
fossa aksilaris.
3.) Mengusapkan alkohol dan memberikan injeksi anestesi lokal pada lokasi
pemasangan
4.) Mengusapkan antiseptik pada lokasi pemasangan selang WSD
5.) Melakukan incisi pada daerah yang sudah ditentukan
6.) Memasukkan selang WSD ke dalam cavum pleura yakni dengan metode
trocar.
7.) Menjahit selang WSD dengan dinding dada pasien.
8.) Melakukan drainase sebanyak 200 ml pada penarikan pertama
9.) Melakukan drainase sebanyak 100 ml tiap jam selanjutnya
10.) Mengintruksikan perawat jaga untuk terus mengawasi jumlah cairan yang
terdrainase tiap jamnya.
11.) Memastikan selang terpasang dengan tepat melalui x – foto thoraks

B. Thoracocentesis
Modalitas terapi yang bekerja dengan cara melakukan aspirasi
menggunakan jarum yang ditusukkan biasanya pada linea axillaris media spatium
intercostalis 6. Aspirasi dilakukan dengan menggunakan jarum dan spuit, atau
dapat juga menggunakan kateter. Aspirasi dilakukan dengan batas maksimal 1000
– 1500 cc untuk menghindari komplikasi reekspansi edema pulmonum dan
pneumothoraks akibat terapi13.

C. Pleurodesis
Modalitas terapi yang bekerja dengan cara memasukkan substansi kimiawi
pada dinding bagian dalam pleura parietal, dengan tujuan merekatkan hubungan
antara pleura visceral dan pleura parietal. Dengan harapan celah pada cavum
pleura akan sangat sempit dan tidak bisa terisi oleh substansi abnormal. Dan
dengan harapan supaya paru yang kolaps bisa segera mengembang dengan
mengikuti gerakan dinding dada13.
BAB IV
KESIMPULAN

Efusi pleura adalah akumulasi abnormal cairan dalam rongga pleura. Pada
keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 ml/kg/jam) cairan secara konstan memasuki
rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Efusi pleura dapat menunjukkan
terdapat penyakit paru, pleura, maupun ekstra paru. Efusi pleura dibedakan
menjadi transudat dan eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi akibat peningkatan
tekanan hidrostatik atau penurunan tekanan onkotik dalam rongga pleura. Efusi
pleura eksudatif terjadi akibat abnormalitas permeabilitas kapiler, obstruksi aliran
limfatik, infeksi, atau pendarahan. Efusi pleura eksudatif dan transudatif dapat
dibedakan dengan menggunakan kriteria Light. Efusi digolongkan sebagai
eksudat jika memenuhi satu atau lebih kriteria Light, seperti salah satu yang
sering digunakan adalah rasio protein cairan pleura terhadap protein serum >0,5.
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal,
thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison. Buku Saku Harrison Pulmonologi. Tangerang: Karisma Publishing


Group; 2013.

2. Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI; hal. 1056-60.

3. Marel M. Epidemiology of pleural effusion. Eur Respir Mon. 2002;22:146-


56.

4. Light RW. Pleural diseases. 5 ed. Baltimore: Williams and Wilkins; 2007.
p.412 .

5. Alsagaff Hood & Mukty Abdul. 2006. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya. Airlangga University Press.

6. Pratomo IP, Yunus F. Anatomi dan Fisiologi Pleura. Continuing Medical


Education. 2014;40(6):407–12.

7. Terler K, Semra B, Berna K. Diagnostic value of pleural light’s criteria, the


protein gradient and the albumin gradient alone or in combination in
differentiation of exudates and transudates. J Int Clin Exp.
Pathol.2012;26(1):105–15.

8. Porcel JM, Light RW. Pleural effusions. Dis Mon [Internet]. 2013 Feb [cited
2014 Feb 7];59(2):29–57.
Available from:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23374395

9. Garrido VV, Sancho JF, Blasco H, Gafas AP, Rodríguez EP, Panadero FR, et
al. Diagnosis and treatment of pleural effusion. Arch Bronconeumol.
2006;42(7):349-72.

10. Galal IH, Mohammad YM, Nada AA, Mohran YE. Prevalence, Causes, and
Clinical Implications of Pleural Effusion in Pulmonary ICU and Correlation
with Patient Outcomes. Egyptian Journal of Bronchology [Internet].
2018;12(33):33–40. Available from: http://www.ejbronchology.eg.net

11. McGrath E. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic Approach. American


Journal of Critical Care 2011; 20: 119-128.

12. Rasad S. Radiologi diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FK Universitas


Indonesia; 2015
13. Havelock T, Teoh R, Laws D, Gleeson F. BTS Pleural Disease Guideline
Group. Pleural procedures and thoracic ultrasound: British Thoracic Society
pleural disease guideline 2010. Thorax. 2010;65(Suppl 2):61–76

14. Kosasih A, Susanto AD, Pakki TR, Martini T. Diagnosis dan Tatalaksana
Kegawatdaruratan Paru. Jakarta: Sagung Seto; 2008.

Anda mungkin juga menyukai