Anda di halaman 1dari 9

Nama : Rika Yolanda Putri Windiarti

Kelas : 6 EGA
Kelompok 2 - Biopelet

I. Dasar Teori Biopelet


Secara umum teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu pembakaran langsung, konversi termokimiawi dan konversi
biokimiawi. Pembakaran langsung merupakan teknologi yang paling sederhana
karena pada umumnya biomassa telah langsung dibakar. Konversi termokimia
merupakan teknologi yang memerlukan perlakuan termal untuk memicu reaksi kimia
dalam menghasilkan bahan bakar. Sedangkan konversi biokimiawi merupakan
teknologi konversi yang menggunakan bantuan mikroba dalam menghasilkan bahan
bakar (Susanto, 2008). Salah satu contoh teknologi biomassa yaitu Biopelet.

Tabel 1. Komposisi Unsur Biomassa

Unsur Simbol Persen bobot (basis kering dan bebas abu)

Karbon C 44-51
Hidrogen H 5,5 - 6,7
Oksigen O 41 - 50
Nitrogen N 0,12 - 0,60
Sulfur S 0,0 - 0,2
Sumber : Palz, 1985

Biopelet adalah bahan bakar biomassa berbentuk pelet yang memiliki


keseragaman ukuran, bentuk, kelembaban, densitas dan kandungan energi
(Abelloncleanenergi, 2009). Penggunaan biopelet telah dikenal luas oleh masyarakat
di negara – negara Eropa dan Amerika. Pada umumnya biopelet digunakan sebagai
bahan bakar boiler pada industri dan pemanas ruangan di musim dingin.
Pemeletan adalah proses untuk menekan bahan baku menjadi bentuk pelet. Ada
berbagai jenis bahan baku seperti bahan bakar padat, obat – obatan, bahan pengisi,
bijih dan sebagainya telah dipeletkan. Untuk bahan bakar padat, ia disebut sebagai
pelet kayu, ogalite (briket kayu), briket batubara atau bahan bakar komposit.
a. Terbuat dari limbah biomassa seperti serbuk gergaji dan limbah pertanian.
Diameter pelet adalah 6 – 12 mm dan panjangnya 10 – 25 mm.
b. Menunjukkan pelet ukuran besar (briket kayu dan briket jerami padi).
Diameter briket adalah 50 – 80 mm dan panjangnya 300 mm.
c. Menunjukkan CCB yang merupakan sejenis bahan bakar komposit campuran
biomassa dan batubara yang disebut dengan biobriket.

Diperkirakan faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kondisi pemeletan


termasuk tekanan, suhu, ukuran partikel bahan baku, kadar air, dan komposisi kimia
biomassa. Belum ada penjelasan hingga kini mengenai kondisi yang membatasi
proses pemeletan. Hal ini dikarenakan pelet yang dihasilkan mungkin berbeda
berdasarkan operator. Disamping itu, pelet juga berbeda untuk bahan biomassa yang
berbeda, akan tetapi berdasarkan nilai rata – rata membutuhkan tekanan dan suhu
pemeletan setinggi 70 MPa dan 100 – 200 ⁰ C. Akan tetapi, dipastikan bahwa lignin,
glusida dan pektin berperan sebagai agen pengikat.

3.1. Proses Pembuatan Biopelet


Pelet dengan bahan baku biomassa dan briket campuran biomassa dapat
diproduksi dari proses pembuatan sebagai berikut :
1. Proses Pengeringan
Secara umum, kadar air awal biomassa adalah sekitar 50 – 90 %. Perlu untuk
mengeringkan bahan baku hingga kadar air mencapai 10 – 20 % untuk mendapatkan
kondisi optimum untuk proses penggilingan dan pemeletan. Bahan baku dengan
ukuran partikel yang besar seharusnya dikeringkan dengan tanur putar, dan bahan
baku dengan ukuran partikel yang kecil harus dikeringkan dengan menggunakan
pengering kilat.
2. Proses penggilingan
Bahan baku seharusnya digiling berdasarkan ukuran pelet. Untuk keseluruhan
kayu atau limbah ukuran besar, bahan baku harus dihancurkan terlebih dahulu
sebelum proses pengeringan supaya kadar air seragam.
3. Proses pencetakan pelet
Pembuatan biopelet dilakukan dengan menggunakan pellet mill, dengan
komposisi dan ukuran bahan baku yang divariasikan.
4. Proses Pendinginan
Karena pelet yang telah dibuat memiliki suhu yang tinggi dan mengandung kadar
air yang tinggi pula, maka diperlukan proses pendinginan.

3.2. Sifat biopelet yang baik


Adapun sifat biopelet yang baik antara lain
a. Tidak berasap dan todak berbau pada saat pembakaran
b. Mempunyai kekuatan tertentu sehingga tidak mudah pecah waktu diangkat
dan dipindahkan.
c. Mempunyai suhu pembakaran yang tetap( 350tC) dalam jangka waktu yang
cukup panjang ( 40 menit).
d. Setelah pembakaran masih mempunyai kekuatan tertentu sehingga mudah
untuk dikeluarkan dari dalam tungku masak.
3.3. Sifat Fisik dan Sifat Kimia Biopelet
3.3.1. Sifat Fisik Biopelet
a. Nilai Kalor
Nilai kalor biopelet sangat berpengaruh terhadap efisiensi pembakaran
biopelet. Semakin tinggi nilai kalor biopelet, semakin bagus kualitas
biopelet tersebut karena efisiensi pembakarannya tinggi. Syarat biopelet
yang baik menurut Standar Industri Nasional yaitu memiliki kadar kalori
diatas 4000 kal/gr.
b. Kadar Air
Kandungan air yang tinggi menyulitkan penyalaan sehingga biopelet
sulit terbakar. Biopelet memiliki kadar air maksimal menurut Standar
Industri Nasional untuk tidak boleh lebih dari 12%.
c. Kerapatan
Dilakukan dengan mendeterminasi berapa rapat massa briket melalui
perbandingan antara massa briket dengan besarnya dimensi volumetric
briket. Besarnya kerapatan (ρ) pada suatu bahan dipengaruhi oleh
kepadatan bahan tersebut.
d. Drop Test(Shatter Index)
Pengujian shatter index adalah pengujian daya tahan pelet terhadap
benturan yang dijatuhkan pada ketinggian 30 cm. pengujian ini dilakukan
untuk menguji seberapa kuatnya biopelet dari proses pengepresan yang
dikompaksi pada putaran screw yang bervariatif dan juga proses perekatan
dengan menggunakan pemanasan terhadap benturan yang disebabkan
ketinggian dan berapa % bahan yang hilang atau yang lepas dari pelet
akibat dijatuhkan pada ketinggian 30 cm.

3.3.2. Sifat Kimia Biopelet


a. Kadar Abu (Ash)
Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan mempengaruhi tingkat
pengotoran, keausan dan korosi peralatan yang dilalui. Briopelet dengan
kandungan abu yang terlalu tinggi sangat tindak menguntungkan karena
akan membentuk kerak.
b. Kadar Karbon Terikat
Kadar karbon terikat didefinisikan sebagai fraksi karbon dalam
biomassa selain fraksi air, zat terbang, dan abu. Besar kecilnya kadar
karbon terikat dapat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kadar zat terbang.
c. Kandungan Zat Terbang (Volatile Matter)
Zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti Hidrogen,
Karbon Monoksida (CO), dan Metana (CH4), tetapi kadang-kadang terdapat
juga gas-gas yang tidak terbakar seperti 2dan 2 . Volatile matter adalah
bagian dari biopelet dimana akan berubah menjadi volatile matter (produk)
bila biopelet tersebut dipanaskan tanpa udara pada suhu 90℃.
Selain itu biopelet yang dihasilkan juga harus memenuhi standar mutu pelet
menurut SNI No. 1/6235/2000 standar nilai pelet menurut Jurnal Teknik Kimia No. 1
vol.18, Januari 2012 pada tabel 5 dan nilai standar kualitas dari berbagai negara dapat
dilihat pada Tabel 6.

II. Prosedur Pembuatan Biopelet


Pembuatan Biopelet dari Biji Kapuk (Ceiba Pentandra) dengan Screw Oil Press
Machine adalah sebagai berikut:
2.1. Prosedur Persiapan Sampel
1. Menyiapkan biji kapuk sebanyak 1 kg
2. Mencuci biji kapuk dengan air hingga bersih dan merendamnya selama 2 jam
3. Merebus biji kapuk selama 2 jam
4. Menjemur biji kapuk selama 1 hari dan mengeringkan biji kapuk dalam oven
selama 1 jam
2.2. Persiapan Start-Up Screw Oil Press Machine
a. Memastikan komponen mesin terpasang dengan baik dan benar
b. Memasang Heater Residence dengan menggunakan 4 key switcth.
c. Memutar sakelar main switch pada panel control.
d. Mengatur thermostat pada 2500C, biarkan lubang pada baris pertama dan
kedua mulai memanas untuk merespon alat tersebut.
e. Setelah temperatur mulai naik, set temperatur pada kondisi operasi yang
diinginkan. (Heater tidak boleh terlalu panas dan terlalu dingin).
f. Memasukkan bahan baku biji karet yang telah di perkecil ukurannya ke
dalam funnel.
g. Menekan tombol Start pada ABB Driver
h. Mengatur jumlah putaran Shaft dengan memutar tombol berwarna putih pada
ABB Driver.
i. Peralatan mulai beroperasi, bahan baku yang telah mengalami pengepresan
akan keluar di bagian ujung mesin.
j. Setelah ampas bungkil biji karet keluar, minyak yang diekstraksi akan
mengalir melalui lubang pengeluaran.
k. Menampung minyak keluar hasil pengepresan.
l. Mematikan mesin dan melepaskan pad, kemudian memasang nozzle dengan
ukuran yang diinginkan agar ampas bungkil biji karet tercetak menjadi
biopelet.
m. Menghidupkan kembali mesin.
n. Menampung biopelet yang keluar dari nozzle.
o. Mengeringkan biopelet yang terbentuk untuk menghilangkan uap panas
biopelet pada saat keluar dari mesin.
p. Mengulangi percobaan tersebut sesuai dengan variasi yang ingin dilakukan.

III. Analisa Produk Biopelet


Untuk pengamatan hasil karakterisasi biopelet yang dihasilkan dianalisa berupa
kadar air (SNI 8021:2014), kadar abu (SNI 8021:2014), kadar zat terbang (SNI
8021:2014), nilai kalor (SNI 8021:2014), kerapatan (SNI 8021:2014), drop test atau
shatter index, analisa laju pembakaran dan uji organoleptik.

1. Pengukuran Kadar Air (SNI 8021:2014)


Penetapan kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam biopelet.
Penetapan nilai kadar air dilakukan dengan 1 gram sampel diletakkan pada cawan
porselin yang bobotnya sudah diketahui. Kemudian dimasukkan ke dalam oven
dengan temperatur 110 20C selama 1 jam sampai kadar air konstan. Kemudian
didinginkan dalam desikator sampai kondisi stabil dan ditimbang. Kadar air dapat
dihitung dengan persamaan :
ulim
Kadar Air (%) = ul m
㌳㌳

Keterangan :
a : berat cawan + tutup (gr)
b : berat cawan + tutup +sampel (gr) sebelum pemanasan
c : berat cawan + tutup +sampel (gr) setelah pemanasan
2. Pengukuran Kadar Abu (SNI 8021:2014)
Prinsip penetapan kadar abu adalah menentukan jumlah abu yang tertinggal
setelah pembakaran menggunakan energi panas. Penetapan kadar abu dilakukan
dengan memasukan cawan porselin, yang sudah berisi sampel dan diketahui
bobotnya, kedalam tanur pada suhu 650ºC selama 4 jam. Kemudian didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan persamaan :
il m
Kadar Abu (%) = ul m
㌳㌳

Keterangan:
a : berat cawan kosong (gr)
b : berat cawan + sampel (gr)
c : berat cawan + abu (gr)

3. Pengukuran Kadar Zat Terbang (SNI 8021:2014)


Prinsip penetapan kadar zat terbang adalah menguapkan bahan tanpa oksigen
pada suhu 950ºC. Selisih berat dihitung sebagai zat yang hilang. Penetapan kadar
kadar terbang dilakukan dengan meletakan satu buah sampel biopelet dalam
cawan porselin bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Cawan porselin
dimasukan kedalam tanur pada suhu 950ºC selama 7 menit. Setelah penguapan
selesai, cawan didingikan di dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Kadar
zat terbang dihitung menggunakan persamaan :
Kadar Zat Terbang (%) = kehilangan berat - kadar air
blcm
Kadar Zat Terbang (%) = ul m
㌳㌳

Keterangan:
a : berat cawan + tutup (gr)
b : berat cawan + tutup + sampel (gr) sebelum pemanasan
c : berat cawan + tutup + sampel (gr) setelah pemanasan

4. Pengukuran Karbon Terikat (SNI 8021:2014)


Prinsip penentuan kadar karbon terikat adalah menghitung fraksi karbon dalam
bahan, tidak termasuk zat menguap dan abu . Kadar karbon terikat dihitung
menggunakan persamaan:
Kadar Karbon Tetap (%) = 100 - (IM + Ash + VM)
Keterangan:
IM : kadar air
Ash : kadar abu
VM : kadar zat terbang

5. Pengukuran Nilai Kalor (SNI 8021:2014)


Prinsip penetapan nilai kalor yaitu dengan membakar sejumlah contoh uji dengan
pengendalian kondisi dalam Oxygen Bomb Calorimeter. Contoh uji sebanyak 1
gr diletakkan pada cawan silika dan diikat dengan kawat nikel. Contoh uji ini
dimasukkan ke dalam tabung dan ditutup rapat. Tabung yang berisi contoh uji
dialiri oksigen selama 30 detik. Tabung dimasukkan ke dalam Oxygen Bomb
Calorimeter. Pembakaran dimulai pada saat suhu air sudah konstan. Kenaikan
suhu diamati setiap satu menit hingga mencapai suhu yang optimal. Nilai kalor
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
∆tlB
NK = uu
㌳㌳

Keterangan :
NK : Nilai Kalor (kal/g)
∆t : Perbedaan temperature sesudah dan sebelum pembakaran (0C)
MBb : Massa bahan bakar (gr)
B : Koreksi panas pada kawat (kal/g)

6. Kerapatan (SNI 8021:2014)


Penentuan kerapatan dinyatakan dalam hasil perbandingan antara berat dan
volume biopelet. Kerapatan dihitung menggunakan persamaan:
m
Kerapatan =

Keterangan :
m : massa (gr)
v : volume (cm3)

7. Analisa Laju Pembakaran


1. Menyiapkan sampel biopelet dengan menimbang massa biopelet
2. Menyiapkan penyangga biopelet untuk dibakar
3. Meletakkan sampel biopelet diatas penyangga tersebut
4. Melakukan penyulutan api dengan menggunakan Gas Torch sampai biopelet
menyala
5. Mengamati waktu nyala api pada biopelet, kemudian mencatat waktunya
6. Ulangi langkah tersebut pada sampel berikutnya.
Untuk menghitung laju pembakaran biopelet diperlukan berat biopelet dan
lama waktu nyala api pada pembakaran biopelet. Berikut merupakan rumus untuk
menghitung laju pembakaran biopelet :
Laju pembakaran biopelet (gr/s) = m (gr)
t (s)
Dimana:
m = massa sample (gr)
t = Waktu pembakaran (s)

8. Drop Test (Shatter Index)


Analisis fisik biopelet yang dilakukan berupa pengujian drop test ( shatter index)
dan stabilily. Pengujian shatter index adalah pengujian daya tahan pelet terhadap
benturan yang dijatuhkan pada ketinggian 30 cm. Pengujian ini dilakukan untuk
menguji seberapa kuatnya pelet eceng gondok terhadap benturan yang disebabkan
ketinggian dan berapa % bahan yang hilang dari pelet akibat dijatuhkan pada
ketinggian 30 cm dimana landasannya harus benar-benar halus dan rata. Adapun
prosedurnya sebagai berikut:
a) Ambil dan timbang pelet sesuai variabel
b) Catatlah berat pelet awal sebelum dijatuhkan
c) Ambil mistar dengan tinggi 30 cm untuk media penguji drop test dengan alasnya
meja datar dan rata yang dapat dlihat pada Gambar 3.1.
d) Jatuhkan pelet dari ketinggian 30 cm
e) Lakukan pengamatan terhadap pelet
f) Ambil dan timbang kembali setelah dijatuhkan
g) Catat berat pelet akhir dan lakukan perhitungan
alb
Partikel yang hilang % = a
㌳㌳

Dimana :
a : berat pelet sebelum dijatuhkan (gram)
b : berat pelet setelah dijatuhkan (gram)
h) Lakukan percobaan berulang pada sampel berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai