Anda di halaman 1dari 26

A.

Uraian Materi
Secara umum, prinsip dasar pengontrolan berbasis management system pada engine baik
pada motor Bensin maupun pada Motor Diesel adalah sama. Tujuan pengontrolan
mengacu pada optimalisasi tenaga yang dihasilkan engine, peningkatan efisiensi
penggunaan bahan bakar dan mengurangi polutan pada gas buang hasil produksi
pembakaran pada ruang bakar.
Bekerjanya engine dilayani oleh tiga system utama yaitu system bahan bakar, system
induksi udara dan system pengapian.

B. Sistem bahan bakar (Fuel System):


1. Aliran Bahan Bakar
Sistem bahan bakar berfungsi untuk mensuplay bahan bakar tekanan tinggi pada pipa
akumulator pada tekanan konstan sehingga siap diinjeksikan. Komponen sistem bahan
bakar antara lain: Tangki bahan bakar (fuel tank), pompa bahan bakar (fuel pump), pipa
bahan bakar fuel pipe), saringan bahan bakar (fuel filter), damper pulsa (pulsation
damper), pipa deliveri (delivery pipa), regulator tekanan (pressure regulator), pipa
pengembali (return pipe).

Gambar 3.1. Aliran bakar pada kendaraan

Bahan bakar dari tangki disuplai oleh pompa bahan bakar dengan tekanan 2 – 3 bar.
Dengan melalui saringan bahan bakar terlebih dahulu, bahan bakar bertekanan ini ke pipa
pembagi (accumulator / fuel gallery) untuk didistribusikan ke masing – masing injector
sesuai dengan urutan penginjeksian. Pada saat penginjeksian diperlukan, ECU memberi
signal ke injector untuk membuka sehingga bahan bakar pada accumulator dapat
tersalurkan menuju ruang bakar dalam bentuk kabut sehingga mudah untuk terbakar.
Lamanya pembukaan injektor akan menentukan jumlah bahan bakar yang diinjeksikan,
disamping itu juga dipengaruhi oleh tekanan bahan bakar.

Agar perhitungan jumlah bahan bakar lebih akurat maka tekanan bahan bakar harus dapat
dipertahankan konstan. Sistem bahan bakar harus dapat menyediakan jumlah bahan bakar
yang cukup untuk semua kondisi pembebanan mesin. Terdapat dua model aliran bahan
bakar yaitu Model dengan pengembali (Return flow) dimana tersedia jalur pengembalian
bahan bakar dari regulator ke tangki Model berikutnya adalah model tanpa pengembali
(Return-less) dengan model regulator terpasang melekat pada pompa bahan bakar.

Pada model Return flow terdapat regulator bahan bakar (pressure regulator) yang
terpasang pada accumulator (Fuel rail). Regulator bekerja berdasarkan perubahan
kevakuman pada intake manifold. Dengan demikian pada saat putaran engine idle, akan
terjadi kelebihan bahan bakar dan regulator akan menyalurkannya kembali ke tangki
melalui saluran overflow. Sebaliknya pada saat putaran tinggi, kebutuhan bahan bakar
akan meningkat sehingga tekanan didalam akumulator menurun. Pada saat ini regulator
akan menutup saluran overflow sehingga jumlah bahan bakar yang diinjeksikan akan
dapat dipertahankan sesuai dengan kalkulasi ECU atau kebutuhan engine.

Bahan bakar dari tangki disuplai oleh pompa bahan bakar dengan tekanan 2 – 3 bar ( 2,04
- 3,06 kg/cm2). Dengan melalui saringan bahan bakar terlebih dahulu, bahan bakar
bertekanan ini disalurkan ke pembagi (accumulator / fuel gallery) untuk didistribusikan
ke masing – masing injector sesuai dengan urutan penginjeksian. Pada saat penginjeksian
diperlukan, ECU memberi signal ke injector untuk membuka sehingga bahan bakar pada
accumulator dapat tersalurkan menuju ruang bakar dalam bentuk kabut sehingga mudah
untuk terbakar. Lamanya pembukaan injektor (Durasi injeksi) akan menentukan jumlah
bahan bakar yang diinjeksikan, disamping itu juga dipengaruhi oleh tekanan bahan bakar
dan besarnya diameter lubang injektor.
1 2

4
3

Keterangan : 1. Pompa 4. Accumulator / fuel gallery


2. Injektor 5. Pressure regulator
3. Filter bahan bakar 6. Vacuum regulator

Gambar 3.2. Komponen system aliran bahan bakar


Gambar 3.3. Aliran bahan bakar model Return flow

Pada gambar menunjukkan aliran bahan bakar jenis return-less, dimana regulator tekanan
bahan bakar melekat dengan pompa. Tekanan bahan bakar yang dialirkan menuju rail
dikontrol sesuai dengan kebutuhan. Dalam jenis ini tidak ada pipa pengembali bahan
bakar.
FUEL TANK

FUEL FILTER
PUMP RAIL
REGULATOR

INJECTOR

Gambar 3.4. Aliran bahan bakar model Return-less

1. Sirkuit Sistem Bahan Bakar


ECU mengontrol jumlah bagan bakar yang diinjeksikan (durasi injeksi) melalui
penggontrolan waktu pembukaan bukaan injektor. Berikut contoh rangkaian kontrol
bahan bakar dengan mode sequential.
Main Relay mensuplai arus positip ke injektor sebesar tegangan bateray. Positip relay
diperoleh dari rangkaian ignition switch (kunci kontak) dan massa diperoleh dari ECU.
Dengan demikian dari rangkaian di atas, pada saat kunci kontak ON pertama kali, relay
akan aktif dalam waktu tiga sampai lima detik. Relay akan bekerja terus menerus apabila
ECU memberi sinyal terutama pada saat mesin sedang berputar atau data sinyal putaran
mesin masuk ke ECU.
Gambar 3.5. Sirkuit pengendali system bahan bakar
Selanjutnya ECU akan membuka injektor (sesuai silinder yang membutuhkan) dengan
durasi yang sudah dikalkulasi sesuai kebutuhan mesin.
Rangkaian kontrol pompa bahan bakar pada salah satu kendaraan dapat dilihat seperti
pada gambar berikut:

Gambar 3.6. Sirkuit pengendali pompa bahan bakar


Pada rangkaian diatas, terdapat dua relay yang dipasang secara seri. Apabila Kunci kontak
(IG Switch) pada posisi ON pertama kali, maka Main Relay akan bekerja. Secara
bersamaan, ECU akan mengaktifkan Fuel Pump Relay antara 3 – 5 detik sehingga Fuel
Pump bekerja. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan jalur bahan bakar terisi dengan
bahan bakar dengan tekanan yang sesuai sehingga mendukung untuk melakukan starting
dengan waktu yang singkat. Selanjutnya apabila Crank Position sensor memberi sinyal ke
ECU maka Fuel Pump akan diaktifkan secara terus selama sinyal sensor ini diterima ECU.
Dengan demikian, apabila crankshaft berputar, maka sinyal dari crankshaft akan terus
diterima ECU dan pompa bahan bakar akan bekerja terus.

2. Pemeliharaan Sistem Bahan Bakar.


Pemeliharaan sistem bahan bakar terdiri atas perawatan dan pemeriksaan komponen
mekanis dan komponen elektrik, Pemeriksaan elektrik terdiri atas

 Pemerksaan tegangan sumber / batteray


 Pemeriksaan Fungsi Relay
 Pemeriksaan komponen pengaman atau Fuse/sekering
 Pemeriksaaan tegangan pada konektor atau sambungan
 Pemeriksaan rangkaian.

Pemeriksaan komponen mekanis terdiri dari pemeriksaan :

a. Pemeriksaan filter
Pemeriksaan dan perawatan filter dilakukan seperti pada filter bahan bakar kendaraan
karburator.
b. Pemerksaan Pompa bahan bakar
Pemeriksaan pompa bahan bakar dilakukan dengan memastikan bekerjanya pompa
dengan cara mendengarkan suara desin
pompa saat bekerja ataupun dengan meraba
pipa aliran bahan bakar dimana getaran
bahan bakar yang mengalir dapat dirasakan.
Selain itu juga perlu dilakukan pemeriksaan
tekanan bahan bakar yang dihasilkan oleh
pompa seperti gambar di samping.

Pengukuran dilakukan dengan memasang secara seri pressure gauge pada saluran
bahan bakar dan pompa bekerja. Tekanan bahan bakar berkisar antara 2 sampai
dengan 3 bar. Agar lebih tepat, dapat dilihat pada spesifikasi di servis manual sesuai
kendaraan yang dirawat.
Bila tekanan bahan bakar lebih besar dari nilai standar, ganti fuel pump dan lakukan
pemeriksaan pada saluran pengembali. Bila tekanan kurang dari nilai standar, periksa
fuel hose, sambungan fuel hose, fuel pump, fuel filter dan fuel pressure regulator.
c. Pemeriksaan Injektor
Pemeriksaan injektor meliputi tiga bagian yaitu pemeriksaan tahanan, pemeriksaan
bentuk pengabutan, kapasitas atau volume injeksi dan pemeriksaan kebocoran. Besar
tahanan injektor berkisar antara 11 Ω – 15 Ω. Agar lebih tepat, spesifikasi dapat dilihat
pada servis manual.

Gambar 3.7. Pemeriksaan tahanan injektor.

Selanjutnya perlu diperiksa pola pengabutan injektor. Pengabutan yang baik adalah
membentuk piramida terbalik dan menghasilkan butiran bahan bakar yang halus.

Gambar 3.8. Pemeriksaan pola penyemprotan injektor.

Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan kapasitas penyemprotan injektor.


Pemeriksaan dilakukan dengan memberikan energil istrik pada injektor dengan
tegangan sebesar tegangan bateray. Injektor terpasang pada saluran bahan bakar dan
pada saat pompa dihidupkan, bahan bakar yang diinjeksikan oleh injektor ditampung
dalam kurun waktu tertentu, misalnya dalam waktu 15 detik, kapasitas bahan bakar
yang diinjeksikan mencapai 39 - 49 cc dengan selisih antar injektor maksimal 10 cc.
Untuk lebih tepatnya spesifikasi volume injeksi dapat dilihat pada service manual.

Gambar 3.9. Pengukuran kuantitas penyemprotan injektor

Untuk pemeriksaan kebocoran injektor, dapat dilakukan


dengan cara memperhatikan ujung injektor pada saat posisi
OFF dan saluran bahan bakar masih bertekanan. Selama
satu menit, tetesan bahan bakar pada ujung injektor tidak
boleh lebih dari satu tetes.

d. Pemeriksaan Pipa Saluran bahan bakar


Pipa penyalur perlu diperiksa terhadap kebocoran yang mungkin terjadi. Kebocoran
pada pipa dapat berdampak pada terbuangnya bahan bakar dan penurunan tekanan
bahan bakar.
Disamping itu, hambartan-hambatan pada pipa terutama akibat deformasi juga perlu
dilakukan. Perubahan bentuk pipa penyalur (seperti bengkok, penyempitan dan lain-
lain) dapat mengurangi tekanan bahan bakar pada fuel rail, yang berdampak pada
pengurangan durasi injeksi yang akhirnya berakibat pada penurunan tenaga mesin.
Pada model Return flow, apabila terjadi penyempitan pada pipa pengembali, akan
meningkatkan tekanan bahan bakar pada fuel rail dan mengakibatkan peningkatan
konsumsi bahan bakar.
e. Pemeriksaan Crankshaft Sensor
Pemeriksaan Crankshaft Position (CKP) sensor dilakukan dengan memperhatikan
jenis sensor yang dipergunakan pada kendaraan. Pada model CKP induktif,
pemeriksaan dengan mengukur tahanan dan dapat juga dengan mengukur tegangan
output pada saat crankshaft berputar.

Gambar 3.10. Posisi CKP model induktif dan pemeriksaan tahanan.

Pemeriksaan tahanan dilakukan dengan melepas konektor, dan mengukur


menggunakan Ohm meter. Besar tahanan pada terminal hasil pengukuran selanjutnya
dibandingkan dengan spesifikasi seperti yang tercantum pada service manual.Apabila
tidak memenuhi spesifikasi, CKP harus diganti.

A. Sistem Kontrol Udara


Sistem kontrol udara atau system induksi udara bertugas untuk mengatur suplay udara ke
dalam silinder melalui intake manifold. Menurut kontrol udara masuk, terdapat dua jenis
system control yaitu model L-Jetronik dan D-Jetronik. Model L-Jetronik ditandai dengan
penggunaan pengukur massa udara, yaitu Mass Air Flow Sensor (MAF) pada jalur induksi
udaranya, sedangkan jenis D-Jetronik menggunakan sensor vakum (Manifold Absolute
Pressure /MAP) yaitu sensor pengukur tekanan absolut pada intake manifold.

1. Aliran Udara Masuk


Pada system induksi udara, komponen sistemnya dapat dilihat pada gambar 3.11
.
Gambar 3.11. System induksi udara

Sistem aliran udara dimulai dari filter udara untuk menyaring dari kotoran, air metering
(berupa air flow meter dan sensor temperature) menuju throttle body, intake manifold
dan ke ruang bakar.

Air Flow Intake air Throttle Air Intake Air Intake


Air Filter
meter connector pipe Body chamber chamber

Idle Speed
Control Valve Cylinders

Gambar 3.12. aliran udara pada model L-Jetronik

Air Filter Intake air Throttle Air Intake Air Intake


connector pipe Body chamber chamber

Intake Air Idle Speed


Temp. Sensor Cylinders
Control Valve
MAP
Sensor

Gambar 3.13. aliran udara pada model D-Jetronik

Pada kedua model di atas, perbedaan model aliran udara hanya terletak pada teknik
pengukuran udara. Model L mengukur massa udara yang masuk ke dalam silinder
sedangkan teknik pengukuran udara masuk pada model D adalah dengan pengukuran
temperature dan perubahan tekanan.
Salah satu tugas penting dalam system control udara adalah untuk mengendalikan udara
masuk pada saat putaran idle sehingga diperoleh putaran mesin yang sesuai, meskipun
terjadi perubahan pembebanan mesin. Tujuan yang diharapkan dari sistem control engine
pada saat engine bekerja pada putaran idle adalah:
 Untuk menyeimbangkan torsi yang dihasilkan dengan perubahan beban engine,
sehingga mesin dapat tetap berputar secara stabil meskipun ada penambahan
beban-beban asesories (seperti AC, power steering, beban-beban listrik lain) dan
proses terhubungnya transmisi otomatis.
 Untuk mengontrol udara masuk saat idle pada kondisi mesin sesaat setelah start
dan kondisi mesin dingin. Pada saat ini, mesin memerlukan kompensasi pengisian
baterai setelah starter dan percepatan pencapaian temperature kerja. Hal ini
diperoleh melalui peningkatan putaran idle sesaat setelah start dan pada saat idle
dengan kondisi mesin masih dingin. Melalui penambahan kompensasi udara
masuk, penambahan durasi injeksi dan penyesuaian timing pengapian, maka akan
diperoleh putaran idle yang lebih tinggi dari standarnya,
 Untuk menyajikan putaran rendah yang halus dengan emisi gas buang dan
konsumsi bahan bakar yang rendah mengingat lebih dari 30% pemakaian bahan
bakar didalam kota digunakan pada putaran idle.
Untuk mengontrol putaran idle, ECU menggunakan input dari water temperature
sensor, throtle position sensor, air conditioner /AC, transmisi otomatis, power
steering, sistem pengisian (charging system), putaran mesin dan kecepatan mesin.
Adapun aktuator utama yang digunakan terutama terkait dengan control putaran idle
adalah dikenal dengan Idle Speed Control valve, Idle Air Control Valve (IAC Valve)
Air Regulator valve maupun Fast Idle Device (FICD)
Berikut adalah contoh piranti pengontrol udara yang digunakan dan bekerja saat
putaran idle.
Idle Speed Control (ISC) dipasangkan pada throttle body. Selama idling, valve tersebut
mengontrol putaran mesin dengan menambah atau mengurangi volume udara yang di-
bypass oleh throttle valve, sesuai dengan sinyal yang diterima dari ECM. Rotor dibuat
menyatu di dalam katup ISC berputar searah jarum jam atau berlawanan jarum jam
dengan sudut tetap, disesuaikan dengan sinyal dari ECM. Sebagai pengayaan, cara kerja
ISC valve dapat dilihat pada video dengan link:
https://www.youtube.com/watch?v=3tLtbI9OfYc.

Gambar 3.14. Actuator Idle Speed Control


Skema di bawah ini menunjukkan sensor-sensor yang memberikan data bagi ECU untuk
menjalankan putaran idle. Data data tersebut diolah oleh ECU dan memberikan output
berupa perintah bagi Actuator untuk membuka system udara

Gambar 3.15. Konsep kontrol Actuator Idle Speed Control


Sensor-sensor masukan bagi ECU terkait dengan control ISC adalah:
 Crankshaft Position (CKP) Sensor sebagai input sinyal putaran mesin
 Throttle Position Sensor (TPS); informasi beban mesin atau throttle menutup
 Manifold Absolute Pressure (MAP) Sensor atau Mass Air Flow (MAF) Sensor;
informasi udara masuk di intake manifold.
 Water Temperature Sensor (WTS); informasi tentang temperature keja engine
 Switch posisi netral; untuk informasi posisi transmisi pada transmisi otomatis
 Air Conditioner Switch; informasi beban tambahan AC
 Battery: informasi tegangan baterai.
Data-data dari beberapa sensor di atas, sebagai masukan bagi ECU untuk diolah dan
menghasilkan sinyal bukaan ISC yang sesuai dengan putaran idle yang dibutuhkan.
2. Pemeriksaan komponen
Pemerisaan komponen sensor ataupun actuator pada engine management system dapat
dilakukan secara langsung melalui pengukuran. Alat ukur yang digunakan dapat berupa
alat ukur multi tester (AVO meter), osiloskop ataupun menggunakan scanner.
a. Pemeriksaan CKP sensor meliputi pemeriksaan tahanan dan tegangan kerja, seperti
yang digambarkan pada gambar 3.10.
Apabila pemeriksaan menggunakan osiloskop, maka contoh pola/signal yang
dihasilkan dari CKP jenis induktif adalah seperti pada gambar 3.17. Apabila terjadi
gangguan lebih lanjut, sirkuit juga perlu diperiksa, seperti pada gambar 3.16.

Gambar 3.16. Sirkuit Crankshaft Position Sensor


Gambar 3.17. Bentuk tegangan output CKP model induktif.

b. Pemeriksaan TPS
Pemeriksaan TPS meliputi pemeriksaan tahanan pada sensor dan pemeriksaan
pada sirkuitnya. Pemeriksaan tahanan TPS dapat mengacu pada standar yang
diberikan oleh pabrik, atau seperti yang tercantum pada buku pedoman servis.
Secara sederhana, dapat diperiksa dengan menggunakan ohm meter, lalu poros
sensor diputar halus. Kondisi ini akan diikuti oleh perubahan tahanan secara linier
atau tanpa fluktuasi.

Gambar 3.18. Rangkaian dan Pemeriksaan tahanan TPS.


Pada pemeriksaan rangkaian, tegangan pada pin VC harus dipastikan sebesar 5
volt. Sedangkan pada pin PSW, tegangan akan berubah sesuai pergerakan posisi
throotle.
c. Pemeriksaan MAP Sensor
Pemeriksaan MAP sensor pada rangkaian meliputi:
 Pemeriksaan tegangan VC dan E dengan spesifikasi sebesar sebesar 5 volt.
 Pemeriksaan tegangan PIM dan E dengan spesifikasi sebesar sebesar 3
sampai dengan 4 volt. Sebagai referensi, grafik berikut dapat dijadikan
sebagai acuan.

Gambar 3.19. Grafik hubungan tekanan dan tegangan MAP Sensor

 Untuk lebih jelas, lihat spesifikasi pada buku servis kendaraan

Gambar 3.20. Skema dan rangkaian MAP sensor.


d. Pemeriksaan Water Temperatur Sensor
Sensor temperature mesin merupakan sensor yang bersifat variable resistan
dengan karakteritik NTC. Pemeriksaan dapat dilkukan dengan memberikan
perubahan temperature dengan cara direndam pada air dengan temperature
tertentu, selanjutnya nilai tahanan yang didapat dibandingkan dengan grafik
seperti pada gambar 3.21.

Gambar 3.21. Pengukuran tahanan WTS dan grafik tahanan –Temperatur mesin
K3 Toyota Avanza.

Dengan mengukur temperature air, lalu diperoleh nilai tahanan WTS pada
terminal 1 dan 2 (lihat gambar 3.21.). Apabila hubungan antara temperature dan
tahanan bertemu pada garis abu-abu, maka sensor dinyatakan masih memenuhi
spesifikasi.
e. Pemeriksaan Intake Air TemperaturSensor Sensor
Intake Air Temperatur (IAT) memiliki cara kerja dan karakteristik yang sama.
Perbedaannya terletak pada pengukuran temperature dari media yang berbeda
dimana IATS digunakan untuk mengukur temperature udara masuk.
Prosedur dalam pemeriksaannya pun dapat dilakukan dengan cara yang sama,
kecuali temperature pengukurannya harus disesuaikan dengan skala kerja
temperaturenya, yaitu temperature udara disekitar mesin.
f. Pemeriksaan Idle Speed Control
Pengontrol putaran idle perlu mendapatkan pemeriksaan rutin, terutama pada saat
terjadi gangguan pada putaran idle, baik pada kondisi idle normal maupun putaran
idle dengan beban tambahan seperti pada saat AC bekerja, tambahan beban listrik
seperti lampu kepala, Power steering dan lain-lain.

Gambar 3.22. Skema aliran udara pada saat idle.


Berikut contoh pemeriksaan tahanan pada ISC valve untuk mesin seri K3-Toyota
Avanza.

Gambar 3.23. Pengukuran tahanan ISC.

Adapun spesifikasi untuk ISC pada mesin tersebut adalah :


Hubungan Temperatur Spesifikasi
Terminal
1-3 270C (810F) 45,6 – 50,4 Ω
2–4 270C (810F) 45,6 – 50,4 Ω
Apabila hasil pengukuran tidak memenuhi spesifikasi, perlu dilakukan
penggantian ISC valve.
Beberapa gangguan yang juga sering timbul pada komponen ini adalah munculnya
kotoran-kotoran yang dapat menghambat jalur udara atau bahkan dapat membuat
pergerakan katup menjadi terhambat. Untuk itu perlu dilakukan pembersihan pada
bagian throotle valve dan jalur ISC secara rutin, menggunakan cleaner yang
direkomendasikan. Hal penting lainnya yang perlu menjadi perhatian adalah harus
diperiksa bahwa tidak ada kebocoran udara pada saluran intake ataupun piranti
yang terkait dengan kevakuman pada intake manifold. Apabila udara luar masuk
ke dalam sistem pemasukan udara tanpa melewati Throttle valve ataupun ISC
valve, maka akan menyebabkan putaran idle mesin yang terlalu tinggi. Lihat video
pada link berikut: https://www.youtube.com/watch?v=VOUB1UiDkKc.

B. Sistem Kontrol Pengapian


Sistem pengapian merupakan bagian utama yang juga menjadi ciri pada motor bensin.
Fungsi utama system pengapian adalah menyediakan sumber pemicu pembakaran
didalam ruang baker motor bensin dengan tegangan yang cukup serta waktu yang
sesuai agar dapat menghasilkan proses pembakaran yang optimal sehingga dihasilkan
tenaga mesin dalam kapasitas maksimum.
Secara umum, terdapat dua persyaratan utama dalam pengapian yaitu kualitas api pada
busi dan waktu pengapian (timing ignition). Dari kualitas, tegangan pada busi harus
tinggi untuk dapat meloncatkan listrik pada elektrodenya sehingga menimbulkan
bunga api. Besarnya tegangan pada busi adalah berkisar pada 10.000 – 30.000 volt.
Tegangan ini diperhitungkan cukup untuk melawan resistansi tambahan akibat proses
kompresi pada mesin.
Sementara itu ketepatan waktu pengapian dibutuhkan agar waktu yang diperlukan
untuk membakar campuran bahan bakar dan udara cukup sehingga semua campuran
dapat terbakar dengan baik dalam periode yang diharapkan. Hal yang paling penting
adalah dari proses pembakaran akan dapat menghasilkan tekanan maksimal didalam
silinder tercapai pada titik yang ditetapkan yaitu berkisar antara 100 – 200 setelah
TMA bergantung pada desain dan konstruksi mesin (misal : besarnya offset mesin).
Titik terjadinya tekanan maksimum ini harus selalu dipertahankan agar tenaga dorong
pada torak yang dihasilkan oleh proses pembakaran dapat dimanfaatkan secara
maksimal menjadi tenaga.
Tujuan pengontrolan mesin pada sistem pengapiannya adalah untuk dapat
memberikan sistem pengapian yang optimal hingga dapat tercapai torsi yang
optimum, emisi gas buang yang rendah, irit bahan bakar dan
pengendaraan/pengendalian yang baik serta meminimalkan engine knock. Data dasar
untuk timing pengapian (Base Engine Timing Value) yang mengacu pada beban dan
putaran mesin tersimpan dalam ROM pada Electronic Control Unit (ECU). Data-data
yang diterima ECU diolah untuk mencapai tujuan yang diharapkan seperti diatas.
Koreksi terhadap waktu pengapian juga dibutuhkan guna mengakomodir efek
temperatur, EGR, start pada saat panas, tekanan udara dan engine knock. Pada
kendaraan yang menggunakan transmisi otomatis, timing ignition digunakan untuk
memvariasikan torsi mesin agar memudahkan dalam pemindahan kecepatan ataupun
pengontrolan putaran idle.
Lamanya kumparan primer coil igniton mendapatkan pengaliran arus mempengaruhi
kwalitas tegangan yang dihasilkan sehingga membutuhkan pengontrolan waktu dan
besarnya arus yang mengalir. Data waktu pengaliran arus listrik kepada koil tersimpan
dalam ECU dan penyalurannya berdasarkan sinyal putaran mesin (RPM) dan
tegangan baterai.
1. Rangkaian Sistem Pengapian
Untuk memaksimalkan pengapian pada engine, perkembangan system pengapian
untuk engine multi silinder sampai pada model Pengapian Distributor-less (DLI)
hingga model Direct Ignition (DI). Pada model DLI, penggunaan distributor sudah
ditinggalkan dan digantikan dengan pemasangan satu buah ignition coil untuk dua
buah silinder. Pada model DI, system pengapian langsung dimana setiap silinder
memiliki ignition coil secara individu. Dengan model ini, output pengapian yang
dihasilkan menjadi labih baik sehingga memberi sumbangan bagi efektifitas
pembakaran didalam silinder.
Gambar 3.24. Rangkaian pengapian model DLI.

Gambar 3.25. Rangkaian pengapian model Langsung (Direct Ignition System).


Kontrol sistem pengapian bekerja menjadi dibawah ECU. Masukan dari berbagai
sensor terutama CKP/CMP, dioleh oleh control unit untuk menghasilkan timing
pengapian dan arus primer untuk ignition coil. Pada saat ignition coil menerima
sinyal dari ECU, akan terjadi proses induksi dan menghasilkan tegangan tinggi.
Untuk selanjutnya, tegangan tinggi dialirkan ke busi untuk dipercikkan di dalam
silinder guna memicu proses pembakaran.

2. Pemeriksaan Sistem Pengapian


Dalam EMS, pemeriksaan system pengapian meliputi beberapa komponen utama
yaitu Ignition Coil, Busi dan Rangkaian pengapian.
Pemeriksaan Ignition coil meliputi pemeriksaan kumparan primer, kumparan
sekunder dan sirkuitnya. Pada perkembangan teknologi maju, ignition coil
didesain menyatu dengan modul pengapian (igniter) sehingga pengukuran tahanan
kumparan tidak dapat dilakukan lagi. Untuk model DI, tidak menggunakan kabel
tegangan tinggi sehingga pemeriksaan kabel tegangan tinggi sudah tidak
diperlukan. Dengan demikian, pemeriksaan ignition coil dapat dilakukan dengan
test percikan bunga api secara langsung.

Gambar 3.26. Pemeriksaan ignition coil


Untuk melakukan pemeriksaan ini, langkah-langkah yang perlu diperhatikan
adalah:
 Memasang busi pada ignition coil
 Melepas konektor di seluruh injektor
 Meng-groround-kan busi dengan baik
 Memeriksa adanya percikan bunga api selama mesin sedang diputar.

Apabila tidak terjadi percikan bunga api, lakukan pemeriksaan dan pastikan busi
masih normal serta rangkaian tegangan rendah bekerja, sebelum mengganti unit
ignition coil.
Langkah berikutnya adalah pemeriksaan pada rangkaian tegangan rendah. Seperti
pada gambar 3.25, selama kunci kontak ON, harus terdapat listrik bertegangan
sama dengan bateray (11 – 14 volt) pada pin terminal 1 dan 4 di konektor ignition
coil.

Gambar 3.27. Pin konektor ignition coil.

Pemeriksaan selanjutnya adalah pengecekan busi yang meliputi pemeriksaan


warna busi hasil pembakaran dan gap busi. Besarnya gap busi diukur
menggunakan feeler gauge dengan gap/jarak yang diizinkan adalah 0,8 - 0,9 mm,
maksimum 1,1 mm.

Gambar 3.28. Pin konektor ignition coil.


Berikut adalah warna busi hasil pembakaran dan penjelasannya.
Normal
Berwarna coklat ke abu-abuan dan ada sedikit aus
pada elektrodanya. Nilai panas busi ini sesuai
dengan mesin dan kondisi kerjanya. Jika busi ini
akan diganti, maka gantilah dengan busi dengan
tingkat panas yang sama.
Aus
Elektroda berbentuk membulat dengan sedikit kerak
pada ujungnya. Warnanya normal. Kondisi ini
dapat menyebabkan susah start pada cuaca dingin
dan menyebabkan bahan bakar boros. Busi ini
sudahterlalu lama dipakai pada mesin. Sebaiknya
diganti dengan busi dengan tingkat panas yang
sama dan rawat sesuai jadwal yang
direkomendasikan.

Kerak karbon
Kerak yang menempel kering dan berjelaga yang
menunjukkan bahwa campuran terlalu kaya atau
pengapian lemah. Hal ini dapat menyebabkan
kegagalan pengapian (misfiring) dan mesin susah di
start.
Kerak abu
Berwarna coklat muda yang bertumpuk pada bagian
pinggir atau tengah elektroda. Hal ini terjadi karena
penggunaan bahan tambah atau aditif untuk
pelumas atau bahan bakar. Jumlah kotoran yang
berlebihan ini akan menghalangi percikan api
sehingga dapat menyebabkan misfiring dan
gangguan saat akselerasi.
Kerak minyak
Lapisan minyak yang disebabkan oleh minyak
pelumas yang bocor karena aus pada dudukan
katupatau ring piston yang masuk ke dalam ruang
bakar. Ini dapat menyebabkan mesin susah di start
atau terjadinya misfiring. Sebaiknya kondisi
mekanik mesin diperiksa dan diperbaiki dan ganti
busi dengan yang baru.
Celah yang terhubung
Kerak pembakaran menyebabkan elektoda tengah
dan elektroda negatif terhubung. Kerak yang
menumpuk ini menyebabkan kedua elektroda
bersatu pada bagian celahnya. Ini menyebabkan
tidak terjadi pembakaran pada silinder. Cari
penyebab gangguannya dan bersihkan kotoran pada
celah busi tersebut.
Terlalu panas
Elektroda dan insulator busi berwarna putih,
elektroda terkikis, dan tidak terdapat kerak. Hal ini
dapat menyebabkan umur busi pendek. Jika hal ini
terjadi sebaiknya diperiksa kesesuaikan tingkat
panas busi, pengapian yang terlalu maju, campuran
bahan baker yang kurus, kebocoran vakum intake
manifold, dan pendinginan mesin yang kurang
efisien.
Preignition (Pembakaran awal)
Elektroda meleleh, insulator berwarna putih tapi
kemungkinan kotor karena terjadinya misfiring dan
butiran logam lelehan yang berada di ruang baker
yang dapat merusak mesin. Sebaiknya diperiksa
kesesuaian tingkat panas busi yang dipakai, timing
pengapian yang terlalu awal, campuran miskin,
pendinginan mesin yang kurang efisien, dan
kurangnya pelumasan.
High speed glazing
Insulator berwarna kekuning-kuningan dan tampak
mengkilat. Hal ini menunjukkan bahwa temperature
ruang bakar naik secara tiba-tiba selama akselerasi
yang menghentak. Kerak yang normal meleleh dan
membentuk lapisan konduktif yang dapat
menyebabkan misfiring pada kecepatan tinggi.
Sebaiknya busi diganti busi baru dengan tingkat
panas yang lebih dingin jika kebiasaan mengemudi
dengan akselerasi menghentak tetap dilakukan.
Detonasi
Insulator retak atau pecah. Cara penyetelan celah
yang tidak sesuai dapat juga menyebabkan
pecahnya ujung insulator dan pecahannya dapat
menyebabkan kerusakan piston. Periksa dan
yakinkan bahwa nilai oktan (anti knock) bahan
bakar sesuai dengan yang dibutuhkan mesin. Hati-
hati saat menyetel celah pada busi baru.
Referensi

Anonim, (2011), Service manual AVANZA, Technical Service Division-Training


Dept. PT Toyota Astra Motor

Anonim, (2000), ELECTRICAL N STEP ENGINE II, Tokyo, Nissan Motor CO.,
LTD,

Anonim, (1995). Automotive Electric/Electronic Systems, 2nd Edition, Stuttgart.


Robert Bosch GmbH.

Anonim, (1986). Emission Control for Spark – Ignition Engine, Bosch Technical
Instruction, Stuttgart. Robert Bosch GmbH.

Anonim, (1985). Engine Electronic, Bosch Technical Instruction, Stuttgart. Robert


Bosch GmbH.

David S. Boehmer, (1999),. Automotive Electronic Handbook. (editor Ronald K.


Jurgen), New York, McGraw-Hill, Inc
Sutiman, (2004). Modul Sistem Kontrol Elektronik, Yogyakarta, UNY.

Anonim, (TTh) Step 2 Engine, CVVT System. Hyunday Service Training Jakarta

Anda mungkin juga menyukai