7. Perencanaan kebutuhan
a. Pelaksana perencanaan kebutuhan obat dan alkes: bagian logistik
b. Metode yang digunakan: metode konsumsi
Rumus :
Kebutuhan = (rata-rata penggunaan obat periode lalu + buffer stock) – sisa
Keuntungan metode konsumsi: sederhana dan mudah dilakukan
Kelemahan metode konsumsi: sulit memprediksi penggunaan obat ke depan
secara tepat
c. Usulan kebutuhan
1) Pengadaan non tender: setiap bulan
2) Pengadaan melalui tender: periode tertentu
a) Tiap 3 bulan: obat-obat formularium nasional
b) Tiap 6 bulan: reagen lab
c) Tiap tahun: alat-alat jantung, obat jalur khusus melalui special access
scheme atau pengadaan jalur khusus untuk obat yang tidak teregistrasi
(misalnya dantrolene)
d. Penentuan besaran buffer stock
1) Buffer stock di RSDK rata-rata 20%, artinya ada obat yang buffer
stocknya kurang dari 20%, ada yang lebih dari 20%.
2) Dasar penentuan besaran buffer stock:
a) Lead time / waktu tunggu: makin lama lead time, maka buffer stock
dibuat makin besar
b) Fluktuasi obat (fast moving atau slow moving): kalau fast moving
buffer stocknya dibuat besar, kalau slow moving buffer stocknya kecil
c) Inflasi: inflasi tinggi buffer stock besar, inflasi rendah buffer stock
kecil
3) Buffer stock besar akan mengakibatkan boros anggaran, namun aman
karena persediaan obat banyak. Sewaktu-waktu terjadi kejadian luar biasa
(wabah, bencana alam) persediaan obat aman
4) Buffer stock kecil akan menghemat anggaran, namun bila terjadi kejadian
luar biasa, persediaan obat tidak aman karena persediaan obat hanya
sedikit
5) Terdapat obat yang tidak ada buffer stocknya misalnya obat sitostatik yang
mahal harganya. Obat tersebut habis, baru dipesankan lagi
e. Evaluasi perencanaan
1) Urutan kegiatan secara teori: perencanaan, diketahui banyaknya dana yang
dibutuhkan untuk merealisasikan perencanaan, kemudian anggaran turun.
Bila anggaran yang turun lebih kecil dari dana yang dibutuhkan, maka
perlu dilakukan evaluasi perencanaan
2) Evaluasi perencanaan dapat dilakukan dengan analisa pareto (A, B, C) dan
VEN, atau kombinasi keduanya
3) Evaluasi perencanaan secara pareto tidak dilakukan di RSDK karena
urutan kegiatan tidak sesuai dengan teori. Di RSDK, diketahui anggaran
yang tersedia dulu, baru dilakukan perencanaan
4) Evaluasi perencanaan dengan metode VEN juga tidak dilakukan karena
mengkategorikan obat ke dalam kategori V, E, dan N sangat sulit
dilakukan dan tidak ada manfaatnya. Tiap depo farmasi mempunyai
kategori V, E, dan N yang berbeda-beda.
5) Obat dan alkes yang masuk kategori vital adalah obat dan alkes yang ada
di trolly emergency. Tiap bangsal isi trolly emergencynya akan berbeda
satu sama lain tergantung kebutuhannya
8. Pengadaan
a. Obat yang diprioritaskan untuk diadakan adalah obat kategori C (analisa
pareto), karena obat kategori C tidak menyerap banyak anggaran, sehingga
dengan anggaran sedikit dapat membeli banyak obat, pasien lebih banyak
terlayani
b. Obat yang diprioritaskan untuk diadakan adalah obat kategori V, karena obat
tersebut berfungsi untuk menyelamatkan kehidupan pasien
c. Pemilihan supplier:
1) Aspek legalitas: PBF yang berbadan hukum, mempunyai NPWP,
perusahaan kena pajak
2) Aspek integritas: ketepatan waktu pengiriman, mutu barang yang dikirim
d. Pengadaan dapat dilakukan melalui: pembelian, produksi sediaan farmasi,
sumbangan
e. Metode pengadaan melalui pembelian:
1) Non SPSE (sistem pengadaan secara elektronik)
a) Pengadaan langsung (< 200 juta): satu distributor ditunjuk langsung
b) Penunjukan langsung (< 200 juta): beberapa distributor ditunjuk, lalu
diadakan lelang (lelang terbatas hanya pada distributor yang ditunjuk)
2) SPSE
a) E-purchasing atau e-catalog
b) Tender cepat (kepastian ketersediaan, pengiriman, proses lelang cepat)
(> 200 juta)
c) Tender (lelang) (> 200 juta) misal pembangunan gedung parkir
3) Sayembara: pengadaan barang dengan spek sederhana (lelang sederhana).
Misalnya logo RSDK, motif batik RSDK
4) Swakelola: perbaikan minor yang dilakukan oleh IPS
f. Metode pengadaan melalui produksi sediaan farmasi: solutio lugol karena
solutio lugol tidak ada yang menjualnya di pasaran
g. Metode pengadaan melalui sumbangan: vaksin dasar, kontrasepsi, OAT, obat
HIV, obat hepatitis, metadon
9. Penerimaan
a. Bagian yang menerima obat atau barang: panitia penerimaan hasil pengadaan
b. Penerimaan obat, dilakukan pengecekan terhadap:
1) Barang dan faktur dipastikan unruk IFRS RSDK
2) Kesesuaian SP dengan barang dan faktur
3) Kesesuaian jenis
4) Kesesuaian spesifikasi
5) Kesesuaian jumlah
6) Kesesuaian mutu
Bila obat diharuskan disimpan pada suhu dingin (2 – 8 0C) maka dilakukan
pengecekan cool box, apakah suhunya benar pada suhu dingin. Bila
ditemukan ketidaksesuian, maka barang diberi tanda (diberi titik) agar
tidak dikirimkan kembali ke IFRS RSDK
c. Proses penerimaan barang: barang diterima oleh panitia penerimaan hasil
pengadaan, dilakukan pengecekan, dibuatkan berita acara penerimaan barang,
barang dibawa ke ruang transit, faktur dibawa ke ruang administrasi
d. Di ruang transit, obat diberi label LASA, HAM, suhu penyimpanan
e. Beberapa barang diterima di bagian logistik, namun kemudian langsung
didistribusikan ke depo yang membutuhkan. Contohnya reagen lab
f. Barang yang langsung diterima di depo adalah gas medik
10. Penyimpanan
a. Metode penyimpanan
1) Obat
a) Stabilitas suhu: disimpan di suhu beku (< 0 0C), dingin (2 – 80C), suhu
kamar (16 – 250C). Penyimpanan obat di suhu dingin, dipisahkan
antara obat sitostatik dan non sitostatik
b) Narkotika
c) Psikotropika
d) HAM (elektrolit konsentrasi tinggi (NaCl 3%, KCl 7,46%, dekstrosa
40%, MgSO4 50%), insulin, sitostatika (disimpan di ruang tersendiri)
e) B3 (povidon iod solution 10%, H2O2 3%, alkohol 96%, alkohol 70%)
f) Sitostatatika
g) Infus
h) Nutrisi parenteral
i) Obat sumbangan dan bukan sumbangan
Tiap kategori penyimpanan, dilakukan penataan obat lagi berdasarkan
alfabetis, LASA, FIFO, dan FEFO
2) Alat kesehatan
a) Alkes radiologi
b) Alkes untuk jantung
c) Benang bedah
d) Alkes disposible
e) Alkes non disposible
b. Kriteria gudang tempat penyimpanan obat:
1) Luasnya memadai
2) Kering, tidak lembab
3) Ventilasi cukup
4) Pencahayaan baik
5) Lantai dan dinding mudah dibersihkan
6) Ada palet
7) Terlindung dari serangga dan hewan pengerat
11. Pendistribusian
a. Metode distribusi obat berdasarkan tempat pelayanan: desentralisasi dan
sentralisasi RSDK desentralisasi
b. Cara pelayanan: individual prescription, sistem unit dosis (one day dose
dispensing dan unit dose dispensing), floor stock. Di RSDK:
1) Individual prescription: depo rawat jalan, IGD, IBS
2) One day unit dose dispensing: merupakan gabungan dari one day dose
dispensing dan unit dose dispensing. Obat diberikan untuk kebutuhan
sehari pada perawat, namun perawat memberikan obat kepada pasien per
unit obat yang akan digunakan. Dilakukan di depo rawat inap dan ICU
3) Floor stock terbatas: trolly emergency dan ruang persalinan
c. Isi trolly emergency di ICU
1) Obat:
a) Adrenalin injeksi
b) Amiodaron inkesi
c) Dekstrosa 40% injeksi
d) Deksametason injeski
e) Difenhidramin injeksi
f) Digoksin injeksi
g) Dobutamin injeksi
h) Dopamin injeksi
i) Efedrin injeksi
j) Furosemid injeksi
k) ISDN injeksi
l) Lidokain injeksi
m) Nalokson injeksi
n) Norepinefrin injeksi
o) Atropin sulfat injeksi
2) Alkes:
a) Endotracheal tube
b) Guedel
c) Infus set
d) IV cateter
e) Masker
f) Spuit 5 cc
g) Suction cath
3) Infus:
a) Gelofusin
b) HES (what is this?)
c) Ringer laktat
d. Isi trolly emergency yang hanya ada di trolly emergency IBS:
1) Dantrolene: menangani hipertermia akibat penggunaan anestetik
2) Protamin: antidot heparin. Bedah jantung menggunakan banyak heparin,
sehingga ada kemungkinan pendarahan akibat berlebihnya penggunaan
heparin
e. Penggantian obat di trolly emergency: maksimal 2 jam setelah penggunaan
13. Pengendalian
a. PENGENDALIAN DILAKUKAN PADA SEMUA TAHAP
PENGELOLAAN
b. Cara pengendalian berdasarkan tahap pengelolaan obat, alkes, BMHP:
1) Seleksi: melakukan seleksi obat yang ada di formularium rumah sakit
2) Perencanaan: obat yang direncanakan hanya obat yang ada di formularium
rumah sakit
3) Pengadaan: memilih distributor yang terpercaya, memprioritaskan
pengadaan berdasarkan kategori C dan V
4) Penerimaan: pemeriksaan kesesuaian barang yang diterima dengan faktur
dan SSP, obat yang diterima adalah obat dengan ED panjang
5) Penyimpanan:
a) Suhu penyimpanan obat disesuaikan dengan stabilitas obat
b) Kelembaban tempat penyimpanan obat 44 – 45 %
c) Pengontrolan suhu dan kelembaban tempat penyimpanan obat setiap 8
jam dan didokumentasikan
d) Finger lock
e) Terpasangnya CCTV
f) Ada palet
g) Kartu stok manual maupun komputerisasi
h) Dilakukan stock opname (1 bulan sekali)
6) Pendistribusian: distribusi obat yang harus disimpan pada suhu dingin dari
gudang ke depo atau dari depo 1 ke depo yang lain dengan cool box,
verifikasi permintaan dari depo ke gudang
7) Pemusnahan: pemerian label NEAR ED, pemusnahan obat bukan
narkotika dan psikotropika hanya dilakukan oleh pihak ke tiga yang
direkomendasikan oleh BLH
8) Pelayanan: dilakukan pengkajian resep, memastikan obat diberikan
(diminumkan) pada pasien atau tidak
14. Administrasi
a. Pencatatan dilakukan pada semua tahap pengelolaan
b. Pelaporan:
1) Pelaporan narkotika
2) Pelaporan psikotropika
3) Pelaporan penggunaan obat sumbangan
c. Administrasi keuangan
d. Administrasi penghapusan
18. Visite
a. Kegiatan yang dilakukan apoteker saat visite:
1) Penelusuran riwayat penggunaan obat
2) Rekonsiliasi obat
3) PIO
4) Konseling
5) PTO
6) MESO
7) Pemeriksaan obat di lemari obat. Bila ada yang tidak digunakan, diretur
saja
8) Pemeriksaan obat di trolly emergency meliputi kelengkapan, ED, suhu dan
kelembaban tempat diletakkannya trolly emergency
9) Menuliskan hasil PTO (berupa SOAP) lembar terintegrasi di rekam medik
(bila diperlukan)
b. Jenis visite:
1) Visite terintegrasi: apoteker visite bersama dokter, perawat, tenaga medis
lain
2) Visite mandiri: apoteker visite sendiri
19. PTO
Pasien yang diprioritaskan untuk dilakukannya PTO adalah:
a. Pasein dengan riwayat alergi, karena bila pasien sudah mempunyai riwayat
alergi terhadap satu obat, kecenderungan alergi terhadap obat lain menjadi
besar
b. Pasien dengan gangguan ginjal, karena diperlukan penyesuaian dosis
c. Pasien yang mendapatkan terapi dengan elektrolit konsentrasi tinggi
20. MESO
Alur kegiatan MESO:
a. Dokter atau perawat atau apoteker menemukan kejadian yang dicurigai
sebagai ESO
b. Bila penemu kejadian yang dicurigai sebagai ESO adalah apoteker atau
perawat, maka kejadian dilaporkan pada dokter. Dokterlah yang menentukan
apakah kejadian tersebut ESO atau bukan
c. Bila kejadian tersebut merupakan ESO, maka dituliskan di lembar kuning
Naranjo assessment, salinannnya (lembar putih) digunakan untuk arsip
(ditaruh di rekam medik pasien)
d. Kejadian ESO dilaporkan ke PFT
e. PFT melaporkan ke pusat MESO nasional
21. EPO: kumpulan dari PTO dan MESO dapat dijadikan EPO
23. PKOD
a. Tidak ada PKOD di RSDK
b. Mengapa tidak ada PKOD?
1) Alatnya tidak ada
2) Reagennya mahal
3) Petugasnya tidak ada
c. PKOD dilakukan untuk memonitor kadar obat dalam darah. Obat yang
dimonitor adalah obat dengan indeks terapi sempit
d. Kalau tidak ada PKOD, bagaimana cara memonitor penggunaan obat dengan
indeks terapi sempit? Dilakukan secara tidak langsung dengan mengamati
tanda-tanda ketoksikan dan data laboratorium
24. Anggaran
Sumber anggaran di RSDK:
a. APBN untuk pembayaran gaji pegawai yang berstatus PNS
b. Pembiayaan selain gaji pegawai yang berstatus PNS bersumber dari BLU
31. CSSD
a. Mengapa CSSD menjadi tanggung jawab apoteker?
Karena apoteker bertugas mengelola alkes. Kegiatan utama di CSSD adalah
menyeterilkan alkes. Penyeterilan alkes merupakan bagian dari pengelolaan
alkes
b. Ruangan di CSSD ada 3 yaitu: ruang kotor, ruang bersih, ruang steril.
Dilakukan serangkaian usaha untuk mempertahankan jumlah koloni tidak
melebihi jumlah yang dipersyaratkan pada ruang bersih dan ruang steril.
Usaha tersebut antara lain: pembatasan petugas yang keluar masuk di ruang
bersih dan steril, penggunaan APD untuk meminimalkan penambahan
kontaminan. Ruang steril bertekanan positif, suhu 18 – 220C, dan kelembaban
35 – 75%
c. Alur kegiatan di CSSD:
1) Barang diterima di ruang kotor
2) Barang direndam dengan larutan yang mengandung deterjen, desinfektan,
dan enzim
3) Barang dicuci dengan cara:
a) Manual: tidak disarankan dilakukan, dilakukan untuk barang berukuran
besar, tidak banyak lekukan
b) Mesin otomatis: cara ini yang disarankan karena efektivitas pencucian
tinggi
c) Gelombang ultrasonik: cara ini digunakan untuk barang yang
ukurannya kecil dan banyak lekukan
4) Barang dikeringkan dengan alat otomatis yang menghembuskan udara
panas
a) Pengeringan suhu rendah (60 – 700C) digunakan untuk barang
berbahan plastik
b) Pengeringan suhu tinggi (90 – 950C) digunakan untuk barang berbahan
logam
5) Barang diberi indikator internal, lalu dikemas. Pada bahan pengemas
terdapat indikator luar
6) Barang disterilisasi
7) Barang yang sudah steril disimpan di ruang steril, kemudian
didistribusikan ke depo yang membutuhkan
d. Jenis indikator yang digunakah di CSSD:
1) Indikator mekanik: berupa print out performa mesin sterilisasi ketika
dijalankan untuk menyeterilkan barang. Performa yang diperhatikan
adalah suhu dan tekanan
2) Indikator kimia:
a) Indikator internal dan eksternal: sterilitas ditunjukkan dengan
perubahan warna pada indikator
b) Indikator Bowie-Dick: untuk menilai efisiensi pompa vakum pada alat
sterilisasi dan mengetahui adanya kebocoran udara dalam ruang
sterilisasi. Indikator ini hanya digunakan pada metode sterilisasi uap
panas yang menggunakan sistem vakum
3) Indikator biologi: menggunakan bakteri
a) Sterilisasi uap panas menggunakah Bacillus stearothermophyllus
b) Sterilisasi gas etilen oksida dan panas kering: Bacillus subtilis
e. Ruang lingkup CSSD:
1) Pembilasan
2) Pembersihan
3) Pengeringan
4) Inspeksi dan pengemasan
5) Pemberian label
6) Pembuatan atau penyiapan bahan yang disterilisasi
7) Sterilisasi
8) Penyimpanan
9) Distribusi
f. Pelajari jenis-jenis sterilisasi