Anda di halaman 1dari 9

STABILISASI DAN TRANSPORTASI

1.1. Definisi
Stabilisasi adalah proses untuk menjaga kondisi dan posisi penderita/ pasien agar
tetap stabil selama pertolongan pertama
Transportasi adalah proses usaha untuk memindahkan dari tempat satu ke tempat lain
tanpa atau mempergunakan alat. Tergantung situasi dan kondisi di lapangan.
Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh yang
mengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel
sebagai fixator/imobilisator.

1.2. Jenis Pembidaian


a. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan sementara
- Dilakukan di tempat cedera sebelum penderita dibawa ke rumah sakit
- Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya
- Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan kerusakan yang
lebih berat
- Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan teknik dasar
pembidaian
b. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitif
- Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (klinik atau rumah sakit)
- Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur/dislokasi
- Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai standar pelayanan (gips, dll)
- Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih

1.3. Beberapa macam jenis bidai :


a. Bidai keras
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang
kuat dan ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan
sempurna dalam keadaan darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan
yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh : bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.
b. Bidai traksi.
Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya
dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah
tulang paha.
Contoh : bidai traksi tulang paha
c. Bidai improvisasi.
Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk penopang.
Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan
improvisasi si penolong.
Contoh : majalah, koran, karton dan lain-lain.
d. Gendongan/Belat dan bebat.
Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela (kain
segitiga) dan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk
menghentikan pergerakan daerah cedera.
Contoh : gendongan lengan.

1.4. Tujuan Pembidaian


a) Mencegah gerakan bagian yang sakit sehingga mengurangi nyeri dan mencegah
kerusakan lebih lanjut
b) Mempertahankan posisi yang nyaman
c) Mempermudah transportasi korban
d) Mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera
e) Mempercepat penyembuhan

1.5. Indikasi Pembidaian


Pembidaian sebaiknya dilakukan jika didapatkan :
- Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup
- Adanya kecurigaan terjadinya fraktur
- Dislokasi persendian
Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah satu bagian tubuh
ditemukan :
a) Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi “krek”.
b) Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau mengalami angulasi
abnormal
c) Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera
d) Posisi ekstremitas yang abnormal
e) Memar
f) Bengkak
g) Perubahan bentuk
h) Nyeri gerak aktif dan pasif
i) Nyeri sumbu
j) Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitas yang
mengalami cedera (Krepitasi)
k) Fungsiolesa
l) Perdarahan bisa ada atau tidak
m) Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
n) Kram otot di sekitar lokasi cedera
Jika mengalami keraguan apakah terjadi fraktur atau tidak, maka perlakukanlah
pasien seperti orang yang mengalami fraktur.

1.6. Kontra Indikasi Pembidaian


Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan
sirkulasi penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau
gangguan persyarafan yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko
memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak
perlu dilakukan.

1.7. Komplikasi Pembidaian


Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa
ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :
a. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh ujung
fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada
bagian tubuh yang mengalami fraktur saat memasang bidai.
b. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat
c. Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita menunggu
terlalu lama selama proses pembidaian.

2. Prosedur Dasar Pembidaian


2.1. Mempersiapkan penderita
a. Penanganan kegawatan (Basic Life Support)
b. Menenangkan penderita. Jelaskanlah bahwa akan memberikan pertolongan kepada
penderita.
c. Pemeriksaan untuk mencari tanda fraktur atau dislokasi.
d. Menjelaskan secara singkat dan jelas kepada penderita tentang prosedur tindakan
yang akan dilakukan.
a. Meminimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan atau
memindahkan korban sampai daerah yang patah tulang distabilkan kecuali
jika keadaan mendesak (korban berada pada lokasi yang berbahaya, bagi
korban dan atau penolong)
b. Sebaiknya guntinglah bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika diperlukan,
kainnya dapat dimanfaatkan untuk proses pembidaian.
c. Jika ada luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahan. Bersihkan
luka dengan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril. Jika
luka tersebut mendekati lokasi fraktur, maka sebaiknya dianggap bahwa
telah terjadi patah tulang terbuka. Balutlah luka terbuka atau fragmen tulang
yang menyembul dengan bahan yang se-steril mungkin
d. Pasang Collar Brace maupun sejenisnya yang dapat digunakan untuk
menopang leher jika dicurigai terjadi trauma servikal
e. Tindakan meluruskan ekstremitas yang mengalami deformitas yang berat
sebaiknya hanya dilakukan jika ditemukan adanya gangguan denyut nadi
atau sensasi raba sebelum dilakukannya pembidaian. Proses pelurusan ini
harus hati-hati agar tidak makin memperberat cedera.
f. Periksalah sirkulasi distal dari lokasi fraktur
g. Periksa nadi di daerah distal dari fraktur, normal, melemah, ataukah bahkan
mungkin menghilang?
h. Periksa kecepatan pengisian kapiler. Tekanlah kuku jari pada ekstremitas
yang cedera dan ekstremitas kontralateral secara bersamaan. Lepaskan
tekanan secara bersamaan.
i. Periksalah apakah pengembalian warna kemerahan terjadi bersamaan
ataukah terjadi keterlambatan pada ekstremitas yang mengalami fraktur
j. Jika ditemukan gangguan sirkulasi, maka penderita harus langsung dibawa
ke rumah sakit secepatnya.
k. Jika pada bagian ekstremitas yang cedera mengalami edema, maka
sebaiknya perhiasan yang dipakai pada lokasi itu dilepaskan, setalah anda
menjelaskan pada penderita.
l. Pada fraktur terbuka, kecepatan penanganan merupakan hal yang esensial.
Jangan pernah menyentuh tulang yang tampak keluar, jangan pernah pula
mencoba untuk membersihkannya. Manipulasi terhadap fraktur terbuka
tanpa sterilitas hanya akan menambah masalah.

2.2. Persiapan alat

a. Bidai dapat menggunakan alat bidai standar telah dipersiapkan, namun juga
bisa dibuat sendiri dari berbagai bahan sederhana, misalnya ranting pohon,
papan kayu, dll. Panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang
akan dibidai.

b. Bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya dibungkus/dibalut


terlebih dahulu dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dll)

c. Bahan yang digunakan sebagai pembalut pengikat untuk pembidaian bisa


berasal dari pakaian atau bahan lainnya. Bahan yang digunakan untuk
membalut ini harus bisa membalut dengan sempurna mengelilingi extremitas
yang dibidai untuk mengamankan bidai yang digunakan, namun tidak boleh
terlalu ketat yang bisa menghambat sirkulasi.

2.3. Pelaksanaan pembidaian


2.3.1. Prinsip umum dalam tindakan pembidaian

 Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah fraktur).


Sendi

 yang masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan di atas patah tulang.
Sebagai

 contoh, jika tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa
mengimobilisasi pergelangan kaki maupun lutut.

 Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur
maupun dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai
memaksakan gerakan. Jika terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka
pembidaian dilakukan apa adanya.
Pada trauma sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang di bagian
proksimal dan distal.

 Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu dengan
traksi atau tarikan ringan ketika pembidaian. Jika saat dilakukan tarikan
terdapat tahanan yang kuat, krepitasi, atau pasien merasakan peningkatan rasa
nyeri, jangan mencoba untuk melakukan traksi. Jika anda telah berhasil
melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan sebelum ekstremitas yang
mengalami fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua ujung tulang yang
terpisah dapat menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk
mencederai saraf atau pembuluh darah.

 Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama
pada daerah tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk
mengisi sela antara ekstremitas dengan bidai.

 Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di bagian
yang luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni pada
beberapa titik yang berada pada posisi :

 superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur

 diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama

 inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur

 diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga

 Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga
mengganggu sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa
pemasangan bidai telah mampu mencegah pergerakan atau peregangan pada
bagian yang cedera.

 Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat

 Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan


pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk
membidai, cedera pada tungkai bawah seringkali dapat dilindungi dengan
merekatkan tungkai yang cedera pada tungkai yang tidak terluka. Demikian pula
bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan merekatkan pada jari disebelahnya
sebagai perlindungan sementara.

 Kantong es dapat dipasang dalam bidai dengan terlebih dahulu dibungkus


dengan perban elastis. Harus diberikan perhatian khusus untuk melepaskan
kantong es secara berkala untuk mencegah “cold injury” pada jaringan lunak.
Secara umum, es tidak boleh ditempelkan secara terus menerus lebih dari 10
menit. Ekstremitas yang mengalami cedera sebaiknya sedikit ditinggikan
posisinya untuk meminimalisasi pembengkakan.
2.3.2. Teknik Pembidaian pada berbagai lokasi cedera
a. Fraktur cranium dan tulang wajah
Pada fraktur cranium dan tulang wajah, hindarilah melakukan penekanan pada
tempat yang dicurigai mengalami fraktur. Pada fraktur ini harus dicurigai adanya
fraktur tulang belakang, sehingga seharusnya dilakukan imobilisasi tulang
belakang.

b. Pembidaian leher
Dalam kondisi darurat, bisa dilakukan pembidaian dengan pembalutan. Pembalutan
dilakukan dengan hati-hati tanpa menggerakkan bagian leher dan kepala.
Pembalutan dianggap efektif jika mampu meminimalisasi pergerakan daerah leher.
Jika tersedia, fixasi leher paling baik dilakukan menggunakan cervical Collar

c. Tulang klavikula
Terapi definitif untuk fraktur klavikula biasanya dilakukan secara konservatif yaitu
dengan “ransel bandage” Pembebatan yang efektif akan berfungsi untuk traksi dan
fiksasi, sehingga kedua ujung fragmen fraktur bisa bertemu kembali pada posisi
yang seanatomis mungkin, sehingga memungkinkan penyembuhan fraktur dengan
hasil yang cukup baik.

d. Tulang iga
Perhatian utama pada kondisi suspect fraktur costae adalah upaya untuk mencegah
bagian patahan tulang agar tidak melukai paru. Upaya terbaik yang bisa dilakukan
sebagai pertolongan pertama di lapangan sebelum pasien dibawa dalam perjalanan
ke rumah sakit adalah memasang bantalan dan balutan lembut pada dinding dada,
memasang sling untuk merekatkan lengan pada sisi dada yang mengalami cedera
sedemikian sehingga menempel secara nyaman pada dada.

e. Lengan atas
- Pasanglah sling untuk gendongan lengan bawah, sedemikian sehingga sendi siku
membentuk sudut 90%, dengan cara :
Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada siku, dan puncak
dari sling berada pada bahu sisi lengan yang tidak cedera. posisikan lengan bawah
sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-kira membentuk sudut
10°). ikatlah dua ujung sling pada bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling, dan
sisipkan di sisi siku.
- Posisikan lengan atas yang mengalami fraktur agar menempel rapat pada bagian sisi
lateral dinding thoraks.
- Pasanglah bidai yang telah di balut kain/kassa pada sisi lateral lengan atas yang
mengalami fraktur.
- Bebatlah lengan atas diantara papan bidai (di sisi lateral) dan dinding thorax (pada sisi
medial).
- Jika tidak tersedia papan bidai, fiksasi bisa dilakukan dengan pembebatan
menggunakan kain yang lebar

f. Lengan bawah
- Imobilisasi lengan yang mengalami cedera
- Carilah bahan yang kaku yang cukup panjang sehingga mencapai jarak antara siku
sampai ujung telapak tangan
- Carilah tali untuk mengikat bidai pada lengan yang cedera
- Flexi-kan lengan yang cedera, sehingga lengan bawah dalam posisi membuat sudut 90°
terhadap lengan atas. Lakukan penekukan lengan secara perlahan dan hati-hati.
- Letakkan gulungan kain atau benda lembut lainnya pada telapak tangan agar berada
dalam posisi fungsional
- Pasanglah bidai pada lengan bawah sedemikian sehingga bidai menempel antara siku
sampai ujung jari
- Ikatlah bidai pada lokasi diatas dan dibawah posisi fraktur. Pastikan bahwa
pergelangan tangan sudah terimobilisasi
- Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan lengan yang dibidai
- Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region distal dari lokasi pembidaian,
untuk memastikan bahwa pemasangan bidai tidak terlalu ketat
- Pasanglah sling untuk menahan bagian lengan yang dibidai, dengan cara :
Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada siku, dan puncak
dari sling berada pada bahu sisi lengan yang tidak cedera. posisikan lengan bawah
sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-kira membentuk sudut
10°). ikatlah dua ujung sling pada bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling, dan
sisipkan di sisi siku.

g. Fraktur Tangan dan Pergelangan Tangan


Ekstremitas ini seharusnya dibidai dalam “posisi dari fungsi mekanik”, yakni posisi yang
senatural mungkin. Posisi natural tangan adalah pada posisi seperti sedang
menggenggam sebuah bola softball. Gulungan pakaian atau bahan bantalan yang
lain dapat diletakkan pada telapak tangan sebelum tangan dibalut.

h. Tulang jari
Fraktur jari bisa dibidai dengan potongan kayu kecil atau difiksasi dengan merekatkan
pada jari di sebelahnya yang tidak terkena injury (buddy splinting)

i. tulang punggung
Pasien yang dicurigai menderita fraktur tulang belakang/punggung, harus dibidai
menggunakan spine board atau bahan yang semirip mungkin dengan spine board.

j. Fraktur Panggul
Fraktur panggul lebih sering terjadi pada orang tua. Jika seseorang yang berusia tua
terjatuh dan mengeluhkan nyeri daerah panggul, maka sebaiknya dianggap
mengalami fraktur. Apalagi jika pasien tidak bisa menggerakkan tungkai, atau
ditemukan pemendekan dan atau rotasi pada tungkai (biasanya kearah lateral).
Pemindahan pasien yang dicurigai menderita fraktur panggul harus menggunakan
tandu. Tungkai yang mengalami cedera diamankan dengan merapatkan pada
tungkai yang tidak cedera sebagai bidai. Anda bisa melakukan penarikan/traksi
untuk mengurangi rasa nyeri, jika perjalanan menuju rumah sakit cukup jauh, dan
terdapat orang yang bisa menggantikan anda saat anda sudah kelelahan.

k. Tungkai atas
Pada fraktur femur, bidai harus memanjang antara punggung bawah sampai dengan di
bawah lutut pada tungkai yang cedera. Traksi pada cedera tungkai lebih sulit, dan
resiko untuk terjadinya cedera tambahan akibat kegagalan traksi seringkali lebih
besar. Sebaiknya jangan mencoba untuk melakukan traksi pada cedera tungkai
kecuali jika orang yang membantu pembidaian telah siap untuk memasang bidai.

l. Fraktur/dislokasi sendi lutut


Cedera lutut membutuhkan bidai yang memanjang antara pinggul sampai dengan
pergelangan kaki. Bidai ini dipasang pada sisi belakang tungkai dan pantat.
m. Tungkai bawah
1. Imobilisasikan tungkai yang mengalami cedera untuk mengurangi nyeri dan
mencegah timbulnya kerusakan yang lebih berat
2. Carilah bahan kaku yang cukup panjang sehingga mencapai jarak antara telapak
tangan sampai dengan diatas lutut.
3. Carilah bahan yang bisa digunakan sebagai tali untuk mengikat bidai
4. Pastikan bahwa tungkai berada dalam posisi lurus
5. Letakkan bidai di sepanjang sisi bawah tungkai, sehingga bidai dalam posisi
memanjang antara sisi bawah lutut sampai dengan dibawah telapak kaki
6. Pasanglah bidai pasangan di sisi atas tungkai bawah sejajar dengan bidai yang
dipasang di sisi bawah tungkai
7. Ikatlah bidai pada posisi diatas dan di bawah lokasi fraktur. Pastikan bahwa lutut dan
pergelangan kaki sudah terimobilisasi dengan baik
8. Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan lengan yang dibidai
9. Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region distal dari lokasi
pembidaian, untuk memastikan bahwa pemasangan bidai tidak terlalu ketat
n. Fraktur/dislokasi pergelangan kaki
1. Cedera pergelangan kaki terkadang bisa diimobilisasi cukup dengan menggunakan
pembalutan. Gunakan pola “figure of eight”: Dimulai dari sisi bawah kaki, melalui
sisi atas kaki, mengelilingi pergelangan kaki, ke belakang melalui sisi atas kaki,
kesisi bawah kaki, dan demikian seterusnya.
2. Bidai penahan juga bisa dipasang sepanjang sisi belakang dan sisi lateral pergelangan
kaki untuk mencegah pergerakan yang berlebihan. Saat melalukan tindakan
imobilisasi pergelangan kaki, posisi kaki harus selalu dijaga pada sudut yang benar.

o. Telapak kaki
Fraktur/dislokasi jari kaki
Sebagai tindakan pertama, cedera pada jari kaki sebaiknya dibantu dengan merekatkan
jari yang cedera pada jari di sebelahnya.

2.4. Evaluasi pasca pembidaian


Periksa sirkulasi daerah ujung pembidaian. Misalnya jika membidai lengan maka
periksa sirkulasi dengan memencet kuku ibu jari selama kurang lebih 5 detik. Kuku
akan berwarna putih kemudian kembali merah dalam waktu kurang dari 2 detik
setelah dilepaskan.
Pemeriksaan denyut nadi dan rasa raba seharusnya diperiksa di bagian bawah bidai
paling tidak satu jam sekali. Jika pasien mengeluh terlalu ketat, atau kesemutan,
maka pembalut harus dilepas seluruhnya. Dan kemudian bidai di pasang kembali
dengan lebih longgar.
( Dengan cara menekan sebagian kuku hingga putih, kemudian lepaskan. Kalo 1-2 detik
berubah menjadi merah, berarti balutan bagus. Kalau lebih dari 1-2 detik tidak
berubah warna menjadi merah, maka longgarkan lagi balutan, itu artinya terlalu
keras )
( Meraba denyut arteri ‘dorsalis pedis’ pada kaki [ untuk kasus di kaki ]. Gambaran
tanda hitam itu adalah tempat kita meraba arteri dorsalis pedis. Bila tidak teraba,
maka balutan kita buka dan longgarkan )
( Meraba denyut arteri ‘radialis’ pada tangan [ untuk kasus di tangan ]. Gambaran tanda
hitam itu adalah tempat kita meraba arteri redialis. Bila tidak teraba, maka balutan
kita buka dan longgarkan ).

Anda mungkin juga menyukai