Anda di halaman 1dari 8

A.

Pengertian Budi Pekerti


Budi Pekerti adalah kesadaran perbuatan atau perilaku seseorang. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, arti budi pekerti adalah tingkah laku, akhlak, perangai, watak.
Sedangkan dalam bahasa Arab budi pekerti disebut dengan akhlak dan ethics dalam
bahasa Inggris. Untuk itu, budi pekerti juga dikenal dengan istilah etika. Secara
etimologi, istilah budi pekerti ini merupakan gabungan 2 kata yaitu budi dan pekerti.
Kata budi sendiri memiliki arti sadar, nalar, pikiran atau watak. Sedangkan pekerti
memiliki arti perilaku, perbuatan, perangai, tabiat, watak. Kedua kata ini memiliki kaitan
yang sangat erat karena pada dasarnya budi seseorang itu ada dalam batin manusia dan
tidak akan tampak sebelum dilakukan dalam bentuk pekerti (perbuatan).

B. Penanaman Budi Pekerti

Pentingnya nilai akhlak, moral serta budi luhur bagi semua warga negara kiranya tidak
perlu diingkari. Negara atau suatu bangsa bisa runtuh karena pejabat dan sebagian rakyatnya
berperilaku tidak bermoral. Perilaku amoral akan memunculkan kerusuhan, keonaran,
penyimpangan dan lain-lain yang menyebabkan kehancuran suatu bangsa. Mereka tidak
memiliki pegangan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Oleh karena itu, nilai perlu
diajarkan agar generasi sekarang dan yang akan datang mampu berperilaku sesuai dengan moral
yang diharapkan. Terwujudnya manusia Indonesia yang bermoral, berkarakter, berakhlak mulia
dan berbudi pekerti luhur merupakan tujuan dari pembangunan manusia Indonesia yang
kemudian diimplementasikan ke dalam tujuan pendidikan nasional. Penanaman budi pekerti
bertujuan untuk mengembangkan nilai, sikap dan prilaku siswa yang memancarkan akhlak
mulia/budi pekerti luhur (Haidar, 2004). Hal ini mengandung arti bahwa dalam Penanaman budi
pekerti, nilai-nilai yang ingin dibentuk adalah nilai-nilai akhlak yang mulia, yaitu tertanamnya
nilai-nilai akhlak yang mulia ke dalam diri anak yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya.

C. Pentingnya Penanaman Budi Pekerti Sejak Dini

Secara umum Budi Pekerti berarti moral dan kelakuan yang baik dalam menjalani
kehidupan ini. Ini adalah tuntunan moral yang paling penting untuk orang Jawa tradisional. Budi
Pekerti adalah induk dari segala etika ,tatakrama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan ,
pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Pertama-tama budi pekerti ditanamkan oleh orang tua dan
keluarga dirumah, kemudian disekolah dan tentu saja oleh masyarakat secara langsung maupun
tidak langsung. Pada saat ini dimana sendi-sendi kehidupan banyak yang goyah karena
terjadinya erosi moral, budi pekerti masih relevan dan perlu direvitalisasi.Budi Pekerti yang
mempunyai arti yang sangat jelas dan sederhana, yaitu : Perbuatan( Pekerti) yang dilandasi atau
dilahirkan oleh Pikiran yang jernih dan baik ( Budi). Dengan definisi yang teramat gamblang
dan sederhana dan tidak muluk-muluk, kita semua dalam menjalani kehidupan ini semestinya
dengan mudah dan arif dapat menerima tuntunan budi pekerti. Budi pekerti untuk melakukan
hal-hal yang patut, baik dan benar.Kalau kita berbudi pekerti, maka jalan kehidupan kita paling
tidak tentu selamat, sehingga kita bisa berkiprah menuju ke kesuksesan hidup, kerukunan antar
sesama dan berada dalam koridor perilaku yang baik. Sebaliknya, kalau kita melanggar prinsip-
prinsip budi pekerti, maka kita akan mengalami hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya
ringan, seperti tidak disenangi/ dihormati orang lain, sampai yang berat seperti : melakukan
pelanggaran hukum sehingga bisa dipidana.

D. Penanaman Budi Pekerti di Lingkungan Keluarga


Keluarga merupakan institusi pendidikan pertama yang diberikan pada anak dalam
pembentukan pribadinya. Keluarga merupakan peletak dasar pembentukan kepribadian anak. Di
lingkungan keluarga proses sosialisasi, pengenalan terhadap lingkungan serta kesadaran diri anak
pertama kali terbentuk. Bagaimana proses Penanaman budi pekerti berlangsung di lingkungan
keluarga? Pada dasarnya keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak, akan tetapi sanak kelurga lain
pun dapat termasuk didalamnya. Kondisi ini bila dilihat dari segi Penanaman budi pekerti
mempunyai segi positif, yakni anak dapat belajar memperoleh pengalaman lebih banyak dalam
pembentukan pribadinya. Anak dapat belajar bagaimana ia harus berperilaku terhadap orang
tuanya, neneknya, sepupu dan saudara-saudara yang lainnya. Di lingkungan keluarga terdapat
norma-norma tertentu yang harus ditaati oleh anggota kelurga. Oleh karena itu anak dididik
untuk berlaku disiplin dalam mentaati aturan-aturan tersebut. Dengan hal itu anak diharapkan
bisa mendisiplinkan dirinya, mengatur dirinya dan berbuat kebiasaan-kebiasaan yang baik.
Namun mendidik anak untuk berdisiplin bukanlah satu-satunya bentuk dari Penanaman budi
pekerti. Apalagi di era globalisasi ini telah terjadi pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan
masyarakat termasuk di dalam kelurga, maka kiranya orang tua perlu mengatur strategi dalam
memberi Penanaman budi pekerti bagi anak-anaknya. Dalam pemberian Penanaman budi pekerti
janganlah melalui cara pemaksaan, menakut-nakuti anak bahkan sampai mengancam agar anak
bisa mentaati apa yang diperintahkan oleh orang tua. Tetapi orang tua dalam memberikan
Penanaman budi pekerti kepada anak-anaknya seharusnya dengan cara membuka pemahaman
berfikir anak sehingga anak dapat memahami mana yang sepatutnya ia lakukan dan mana yang
harus ia hindari selain itu anak pun mampu untuk memahami keuntungan dan kerugian atas suatu
perbuatan yang akan dilakukannya.

E. Strategi Penanaman Budi Pekerti dalam Keluarga


Penanaman budi pekerti tentulah mengarah pada pembentukan budi pekerti luhur pada anak,
remaja, dan sekaligus orang tua sehingga budi pekerti merupakan bagian dari budaya hidup yang
dilakukan manusia untuk mencapai kebahagiaan. Dalam penanaman budi pekerti luhur
Sedyawati (1997: 10-29) menyatakan ada 18 sifat-sifat budi pekerti luhur yang harus dimiliki
seseorang yang bertujuan mengembangkan kemampuan anak untuk memberikan keputusan baik-
buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari
dengan sepenuh hati.

Berikut ini 18 Nilai Karakter Bangsa dan bentuk pelaksanaannya


1. Religius : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
2. Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi: Sikap dan  tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat,
sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
4. Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan
dan peraturan.
5. Kerja keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya
6. Kreatif: Berpikir dan melakukan sesuatu yang  menghasilkan cara atau hasil baru
berdasarkan  apa yang telah dimiliki
7. Mandiri: Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas
8. Demokratis: cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama  hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain
9. Rasa ingin tahu: sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar
10. Semangat kebangsaan: cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta tanah air: Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
12. Menghargai prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan
orang lain
13. Bersahabat/komunikatif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.
14. Cinta damai: Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa
senang dan aman atas kehadiran dirinya
15. Senang membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli sosial: sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada orang lain
dan masyarakat yang membutuhkan.
17. Peduli lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
18. Tanggungjawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME.
Pelaksanaan penanaman budi pekerti dapat dilakukan melalui dua prinsip dasar yaitu:
1. Pembiasaan
Budi pekerti bukanlah hafalan, bukan indoktrinasi, bukan petuah atau nasehat melainkan
bentuk pelatihan pembiasaan hidup sehari-hari, yang dibutuhkan adanya kerjasama,
saling peduli antara pembimbing dengan orang tua untuk mendidik anak secara mendasar
masalah perilaku dan pembiasaan dalam tata krama.
2. Memberikan Teladan
Memberikan teladan atau menjadi saksi nilai hidup yang dapat dilihat dan dirasakan,
yang akhirnya akan menjadi suatu tindakan. Keteladanan pembimbing dan orang tua akan
menjadi penyegar dan terang bagi anak dalam menjalani kehidupannya (Adkhi, 2001:4).
Penanaman Budi Pekerti, mulai ditanamkan sejak usia dini, baik dirumah maupun
disekolah, kemudian berlanjut dalam kehidupan dimasyarakat antara lain melalui:
a. Di rumah dan keluarga
Sejak masa kecil dalam bimbingan orang tua, mulai ditanamkan pengertian baik
dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng, dolanan/permainan anak-anak yang
merupakan cerminan hidup bekerjasama dan berinteraksi dengan keluarga dan
lingkungan. Berperilaku yang baik dalam keluarga amat penting bagi pertumbuhan
sikap anak selanjutnya. Dari kecil sudah terbiasa menghormat orang tua atau orang
yang lebih tua, misalnya : jalan sedikit membungkuk jika berjalan didepan orang tua
dan dengan sopan mengucap : nuwun sewu ( permisi), nderek langkung
( perkenankan lewat sini). Selain berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang
baik untuk menghormati sesama, apakah itu bahasa halus ( kromo) atau ngoko
( bahasa biasa). Bahasa Jawa yang bertingkat bukanlah hal yang rumit, karena unggah
ungguh basa (penggunaan bahasa menurut tingkatnya) adalah sopan santun untuk
menghormat orang lain

b. Penggunaan bahasa kromo dan ngoko


Pada dasarnya ada dua tingkatan dalam bahasa Jawa,yaitu : Kromo, bahasa halus
dan ngoko, bahasa biasa. Bahasa kromo dipakai untuk menghormat orang tua atau
orang yang perlu dihormat, sedangkan ngoko biasanya dipakai antar teman. Semua
kata yang dipakai dalam dua tingkat bahasa tersebut berbeda, Dalam percakapan
sehari-hari, orang tua kepada anak memakai ngoko, sedang anaknya
menggunakan kromo. Dalam pergaulan dipakai pula bahasa campuran yang memakai
kata-kata dari kromo dan ngoko dan ini lebih mudah dipelajari dalam praktek dan sulit
dipelajari secara teori.

c. Penggunaan kata Ora ilok, suatu kearifan


Orang tua zaman dulu sering bilang : ora ilok,artinya tidak baik, untuk melarang
anaknya.Jadi anak tidak secara langsung dilarang, apalagi dimarahi.Ungkapan tersebut
dimaksudkan , agar si anak tidak melakukan perbuatan yang tidak sopan atau
mengganggu keharmonisan alam. Misalnya ungkapan : Ora ilok ngglungguhi bantal,
mengko wudhunen (Tidak baik menduduki bantal , nanti bisulan). Maksudnya supaya
tidak menduduki bantal, karena bantal itu alas kepala. Meludah sembarang tempat atau
membuang sampah tidak pada tempatnya, juga dibilang ora ilok, tidak baik. Tempo
dulu, orang tua enggan menjelaskan, tetapi sebenarnya itu merupakan kearifan. Lebih
baik melarang dengan arif, dari pada dengan cara keras.
d. Tembang yang bermakna
Pada dasarnya, pendidikan informal dirumah, dikalangan keluarga adalah
ditujukan kepada harapan terbaik bagi anak asuh. Coba perhatikan ayah atau ibu yang
meninabobokkan anak dengan kasih sayang melantunkan tembang untuk menidurkan
anak , isinya penuh permohonan kepada Sang Pencipta, seperti tembang : Tak lelo-lelo
ledung, mbesuk gede pinter sekolahe, dadi mister, dokter, insinyur. ( Sayang, nanti sudah
besar pintar sekolahnya, jadi sarjana hukum, dokter atau insinyur).
Atau doa dan permohonan yang lain : Mbesuk gede, luhur bebudhene,jumuring ing
Gusti, angrungkubi nagari ( Bila sudah dewasa terpuji budi pekertinya, mengagungkan
Tuhan dan berbakti kepada negara).
Pendidikan tradisional zaman dulu mengandung kesabaran, nerimo ing pandhum,
pasrah, ayem tentrem, tansah eling marang Pangeran ( selalu dengan sabar menerima dan
mensyukuri pemberian Tuhan, pasrah. Pengertian pasrah adalah tekun berusaha dan
menyerahkan keputusan kepada Tuhan.Hati tenang tentram, selalu ingat kepada
Tuhan).Perlu digaris bawahi bahwa kepercayaan orang Jawa tradisional kepada Tuhan itu
sudah mendarah daging sejak masa kuno, sehingga anak-anak Jawa sejak kecil sudah
sering mendengar kata-kata orang tua : Kabeh sing neng alam donya iku ana margo
kersaning Gusti. ( Semua yang ada didunia ini ada karena kehendak Tuhan).Sehingga
bagi orang Jawa tradisional, apapun yang terjadi, akan selalu pasrah dan
mengagungkan Gusti/Tuhan. Itu sudah menjadi watak bawaan yang mendarah daging.
Biasanya ketika anak mulai berumur lima tahunan, secara naluri mulai diterapkan ajaran
unggah-ungguh, sopan santun, etika, menghormati orang tua dan orang lain. Inkulturisasi,
penanaman etika ini sangat penting karena menjadi dasar supaya si anak hingga dewasa
dapat membawa diri dan diterima dalam pergaulan dimasyarakat, mampu bersosialisasi
dan punya budaya malu. Punya sikap mendahulukan kepentingan orang lain, peka dan
peduli kepada sekeliling dan lingkungan. Punya kebiasaan hidup rukun dan damai, penuh
kasih sayang dan hormat dilingkungan keluarga dan masyarakat. Penanaman sikap sejak
dini ini penting karena akan merasuk dalam rasa, sehingga kepekaannya tidak mudah
hilang.

e. Peduli dengan lingkungan

Pendidikan yang mengarah kepada peduli dan kasih terhadap lingkungan dan
alam, juga sudah dimulai sejak usia belia. Anak-anak diberi pengertian untuk tidak
bersikap sewenang-wenang kepada binatang dan tanaman dan juga menjaga kebersihan
alam. Anak kecil yang dirumahnya punya binatang peliharaan seperti anjing, kucing,
burung, selalu diberitahu oleh orang tuanya untuk merawat nya dengan baik, memberi
makan yang teratur, dijaga kebersihannya, kandang juga dibersihkan dan tidak boleh
diperlakukan dengan sewenang-wenang serta justru harus dilindungi dan dikasihi.
Tanaman dan pepohonan juga harus dirawat dengan baik, disiram setiap sore, kadang-
kadang diberi pupuk, dijaga supaya tumbuh subur dan sehat dan cantik penampilannya
,sehingga enak dipandang.Tanaman yang dirawat akan membalas kebaikan kita, daunnya,
, bunganya, buahnya, kayunya, akarnya, bisa memberi faedah yang berguna.
Bumi tempat kita berpijak, juga harus dilindungi, diurus yang baik, jangan asal saja
menggali-gali tanah ,kalau memang tidak ada tujuan yang bermanfaat.Sumber air juga
harus dijaga, tidak boleh dikotori. Prinsipnya, kita harus dengan sadar dan sebaik-baiknya
merawat, menggunakan dan mensyukuri semua pemberian alam dan Sang Pencipta.

f. Tatakrama dan Tata Susila


Tatakrama dan Tata Susila juga tak terlepas dari budi pekerti. Berlaku sopan,
bertatakrama yang meliputi sikap badan, cara duduk, berbicara dll. Misalnya dengan
orang tua berbahasa halus/kromo, dengan teman berbahasa ngoko. Bahasa Jawa memang
unik, dengan mudah bisa menunjukkan sifat tatakrama seseorang.

F. Tips Orang tua dalam Menanamkan Budi Pekerti pada Anak


1. Penanaman Budi Pekerti dilakukan dengan penuh kasih sayang dan kepedulian.
Keteladanan dari orang tua secara konsisten akan memudahkan dalam menanamkan nilai-
nilai dasar berbudi pekerti pada anak.
2. Dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.
3. Menggunakan pendekatan pengembangan, mencakup dan tercermin dalam kegiatan
sehari-hari, saat bermain, berkumpul bersama keluarga. Nilai budi pekerti menjadi “ruh”
yang tertanam pada diri anak.
4. Kegiatan bermain bersama dan teladan dari orang tua yang dilakukan dengan bermakna
dan menantang membuat anak untuk dihargai dan membantu anak untuk meraih
keberhasilan.
5. Menyediakan kesempatan kesempatan bagi anak untuk melakukan tindakan-tindaan
moral
6. Menumbuhkan motivasi dalam diri anak untuk mengembangkan budi pekerti yang baik.
7. Melibatkan anggota keluarga lainnya seperti kakek, nenek, tante, om dan orang dewasa
lainnya, turut berpartisipasi dalam menerapkan nilai-nilai dasar dalam perilaku mereka.
8. Menjaga konsistensi penerapan nilai-nilai budi pekerti dalam semua aspek.
TUGAS BUDI PEKERTI

Pedoman untuk membimbing anak dalam sebuah keluarga dengan


harapan anak mempunyai budi pekerti yang baik
Disususn Oleh:

Nama : Yeni Saraswati

NIM : P07125319021

SARJANA TERAPAN TERAPI GIGI ALIH JENJANG


JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2019

Anda mungkin juga menyukai