Anda di halaman 1dari 14

Studi Kasus Tradisi Kawin Colong Terhadap Masyarakat Suku Osing Di Banyuwangi.

UNTUK MEMENUHI TUGAS UTS


METODE PENELITIAN SOSIOLOGI KUALITATIF
Dosen Pengampu Drs. Nur Hadi, M.Pd, M.Si

Oleh :
Novita Kusuma Wardani
160751615404

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SOSIOLOGI
Oktober 2018
BAB II
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beraneka ragam corak penampilan kebudayaan bangsa Indonesia, yang akan


memberikan kesempatan kepada siapapun untuk menggali segala kekayaan
budayanya serta merupakan sumber yang tak akan habis. Endraswara (2006: 1)
menyatakan bahwa budaya adalah sesuatu yang hidup atau nyata, berkembang, dan
berwujud. Termasuk juga tradisi- tradisi budaya yang masih ada di daerah- daerah
yang sekaligus sebagai ciri khas tradisi dari budaya daerah itu sendiri. Kebudayaan
dan tradisi adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar
(koentjaraningrat, 2009: 144).
Tradisi merupakan unsur kebudayaan yang hidup dalam lingkungan kita.
Dalam sebuah tradisi terkandung makna-makna yang memiliki nilai-nilai yang
diwariskan oleh para leluhur kepada generasi muda yang sangat berguna dan
bermanfaat dalam kehidupan. Makna-makna yang dimaksud terdapat dalam istilah-
istilah yang menjadi bagian dari unsur-unsur tradisi yang diselenggarakan. Setiap
tradisi yang ada mempunyai arti dan makna sendiri-sendiri (Sumarlam, 2010:17).
Masyarakat Jawa memiliki kebudayaan yang khas, sistem budayanya
menggunakan simbol-simbol sebagai sarana atau media untuk menciptakan pesan.
Hal ini juga diperkuat bahwa budaya itu sendiri sebagai hasil tingkah laku atau kreasi
manusia, yang memerlukan bahan materi atau alat penghantar untuk menyampaikan
maksud dan tujuannya. Medium budaya itu dapat berupa bahasa, benda, warna, suara,
bahkan tindakan yang merupakan simbol-simbol budaya (Herusatoto, 2001:78).
Banyaknya sebuah tradisi yang ada di Indonesia ini, seperti contoh dalam pernikahan,
pernikahan menjadi salah satu tradisi yang ada di Indonesia.
Pernikahan merupakan sesuatu yang didampakan dalam keidupan manusia.
Dasar yang digunakan sebagai acuan untuk memasuki pernikahan sangatlah subyektif,
seperti ingin memiliki teman yang selalu ada untuk mencyurahkan segala hatinya.
Menurut Kartono (1992) seseorang menikah karena dipengaruhi beberapa hal, yaitu
perasaan cinta, keinginan untuk meningkatkan status sosial, mendapatkan kepuasan
seks, mendapatkan jaminan hidup dimasa tua, melepaskan diri dari kungkungan
keluarga atau orangtua, dororngan cinta terhadap anak, ingin memiliki keturunan,
tuntutan norma sosial dan motif-motif tradisional lainnya.
Kebudayaan suku Osing merupakan khasanah budaya warisan Kerajaan
Blambangan yang dimiliki kelompok suku Osing yang tinggal di desa-desa wilayah
Banyuwangi (Saputra, 2001). Saputra (2001) juga berpendapat secara sosiologis
budaya Osing erat kaitannya dengan kontak budaya antarvariasi regional budaya di
Jawa Timur. Dalam perkembangannya budaya Osing telah mewarnai tradisi pencarian
jodoh hingga tradisi pernikahan. Pernikahan dalam hukum adat Osing menurut Rato
(2011) terbagi menjadi tiga, antara lain pernikahan angkatangkatan, pernikahan
colongan dan pernikahan ngleboni. Perkawinan colong berarti mencuri, colok berarti
utusan atau duta. Bentuk perkawinan ini adalah sebuah perkawinan yang didahului
dengan proses pencurian seorang gadis oleh seorang pemuda. Pernikahan colong
dilakukan melalui proses dan prosedur tertentu yang telah menjadi hukum adat
masyarakat Osing.

Kawin Colong merupakan adat pernikahan Suku Osing, salah satu suku yang
ada di beberapa kecamatan di Banyuwangi Jawa Timur. Tradisi ini terjadi karena saat
ada ketidaksetujuan orang tua calon mempelai perempuan terhadap rencana
pernikahan kedua calon memepelai. Karena tidak mendapat persetujuan dari orang
tua, maka kedua mempelai yang saling mencintai tersebut sepakat untuk melakukan
Kawin Colong yang diartikan sebagai bentuk kesiapan sang laki-laki. Tradisi Kawin
Colong diawali dengan si perempuan dicolong atau diambil tanpa izin orang tua ke
rumah laki-laki. Sebelum waktu yang sudah ditentukan, pihak laki-laki mengutus
orang untuk menjadi Colok, orang yang dituakan dan dihormati yang bertugas
membujuk orang tua perempuan agar memberikan restu untuk menikahkan keduanya.
Sudah bisa dipastikan orang tua perempuan akan menyetujui pernikahan keduanya
saat Colok datang menemui orang tua perempuan(

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses terjadinya tradisi kawin colong yang dilakukan oleh
masyarakat Suku Osing di Banyuwangi?
2. Bagaimana eksitensi yang dapat melatarbelakangi tradisi kawin colong pada
masyarakat Suku Osing di Banyuwangi?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dalam penelitian dan penulis ini sebagai
berikut.
1. Mengetahui bagaimana bisa terjadinya proses tradisi kawin colong yang dilakukan
oleh masyarakat Suku Osing di Banyuwangi.
2. Mengetahui apa yang melatarbelakangi kawin colong yang untuk saat ini masih
eksis dan dilakukan oleh masyarakat Suku Osing di Banyuwangi.

D. Manfaat
Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain adalah sebagai berikut::
1. Manfaat Bagi akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan refrensi bagi penelitian dan
penulisan karya ilmiah sejenis untuk mengkaji studi kasus tradisi kawin colong
terhadap masyarakat Suku Osing di Banyuwangi.
2. Bagi masyarakat
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai tradisi kawin colong yang masih saja dilakukan oleh
masyarakat suku osing di Banyuwangi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Studi Pendahuluan

1. Penelitian terdahulu di tulis Imam Ashari oleh berjudul “Makna Mahar Adat Dan
Status Sosial Perempuan Dalam Perkawinan Adat Bugis Di Desa Penengahan
Kabupaten Lampung Selatan”.
Dalam penelitian terdahulu menggunakan metode kualititatif dengan teknik
pengumpulan data wawancara mendalam, pengamatan dan dokumentasi. Teknik
analisa data dalam penelitian ini adalah dengan cara reduksi data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahar adat
adalah sebuah inti kebudayaan, dimana sesuatu yang sulit berubah. Hal ini
dibuktikan dengan tidak bisanya digantikan tanah dengan benda lainnya. Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa tanah merupakan simbol yang memiliki
makna, dimana maknanya adalah berupa status sosial bagi kedudukan seorang
perempuan Bugis dan keluarga besarnya. Semakin luas tanah maka semakin tinggi
nilai dari status sosial perempuan tersebut. Analisis ini mengikut kepada Geertz
tentang teori kebudayaan khususnya mengenai simbol dan makna dalam
masyarakat.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah samasama
menggunakan metode penelitian kuliatatif metode kualititatif dengan teknik
pengumpulan data wawancara mendalam, pengamatan dan dokumentasi. Teknik
analisa data dalam penelitian ini adalah dengan cara reduksi data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan. Kemudian juga memiliki persamaan dalam menggali
pernikahan adat. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah
penelitian terdahulu meneliti makna mahar dan juga status sosial perempuan
dalam pernikahan adat yang ada di Bandar Lampung, sedangkan penelitian ini
meneliti tentang bagaimana proses terjadinya kawin colong dan apa yang
melatarbelakangi eksitensi terhadap tradisi kawin colong yang dilakukan oleh
masyarakat Suku Osing di Banyuwangi. Perbedaan selanjutnya adalah teori yang
digunakan dalam penelitian terdahulu adalah teori kebudayaan khususnya
mengenai simbol dan makna dalam masyarakat Geertz, sedangkan penelitian ini
menggunakan teori fungsionalisme structural Talcolt Parsons.
2.

B. Kajian Teori Fungsional Struktural Talcott Persons

Teori Fungsionalisme Struktural yang dibangun Talcott Parsons dan


dipengaruhi oleh para sosiolog Eropa menyebabkan teorinya itu bersifat empiris,
positivistis dan ideal. Pandangannya tentang tindakan manusia itu bersifat
voluntaristik, artinya karena tindakan itu didasarkan pada dorongan kemauan, dengan
mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati. Tindakan individu manusia
memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan tujuan yang akan dicapai itu
dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa yang dipilih tersebut
dikendalikan oleh nilai dan norma. Prinsip-prinsip pemikiran menurut Talcott
Parsons, “tindakan individu manusia itu diarahkan pada tujuan. Di samping itu,
tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur
lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan landasan teori fungsionalisme
struktural. Dalam kehidupan sehari-hari nilai budaya adalah perwujudan dari adat-
istiat, aturan dan norma. Nilai budaya berfungsi sebagai tingkah laku, sedangkan
perbuatan manusia dalam kehidupan mayarakat adalah sebagai bentuk arahan untuk
melakukan sebuah interaksi sosial. Adat istiadat sendiri berfungsi sebagai
pengendalian sosial terhadap tingkah laku masyarakat. Teori ini menekankan kepada
keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan perubahan dalam
masyarakat. Konsep-konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi
manisfest dan keseimbangan (equilibrium)
Menganalisis dari teori fungsional struktural sangat cocok dengan masyarakat
suku Osing karena yang masih sangat memegang teguh adat-istiadat yang
dimilikinya. Meskipun banyak tantangan seperti modernisasi tidak mengahalangi
mereka untuk melestarikan adat istiadatnya demi mancapai sebuah keseimbangan
sebuah sistem sosial . Hal ini nampak sangat jelas pada masyarakat suku Osing yang
tidak ingin melanggar adat istiadat yang mereka miliki demi melangsungkan
kesejahteraan bagi masyarakat sendiri. Karena adat-istiadat tersebut memiliki nilai
fungsi dan bernilai sebagai fungsi keseimbangan masyarakat.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelittian
Penelitian ini menggunakan pendekatan berparadigma Deskriptif-Kualitatif,
Bogdan dan Taylor dalam (lexy J Moelong, 2006:4) mendefinisikan “Metodologi
Kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Menurut mereka, pendekatan ini, diarahkan pada latar dan individu tersebut secara
holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau
oraganisasi ke dalam variabel atau hipotetis, tetapi perlu memandangnya sebagai
bagian dari sesuatu keutuhan.Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata,
gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode
kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci
terhadap apa yang diteliti.
Menurut Dr. Mardalis (2008:26) metode deskriptif adalah upaya
pendiskripsian kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan realitas empiris sesuai fenomena secara rinci dan
tuntas, serta untuk mengungkapkan gejala secara holistis kontekstual melalui
pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai
instrumen kunci.
Jenis penelitan dalam penelitian ini adalah penelitian studi kasus, menurut
Suharsimi Arikunto (2002:120) penelitian studi kasus adalah suatu penelitan yang di
lakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau
gejala tertentu. Studi kasus atau penelitian kasus adalah penelitian tentang status
subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari
keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga
maupun masyarakat. Peneliti ingin mempelajari secara intensif latar belakang serta
interaksi lingkungan dari unit-unit sosial yang menjadi subyek. Tujuan studi kasus
adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-
sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang
kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.
B. Desain Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan kualitatif deskripsif. Peneliti melakukan penelitian dengan
terjun langsung kelapangan, melihat langsung kondisi yang ada dilapangan, kemudian
peneliti tidak hanya sekedar melakukan penelitian yang menjadikan informan hanya
sebagai objek saja, tetapi juga sebagai subjek. Desain penelitian disebut juga sebagai
rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti, sebagai ancar-ancar kegiatan yang
akan dilaksanakan Sehingga peneliti tidak hanya sekedar melakukan wawancara
kepada informan, tetapi juga turun langsung kepada masyarakat.

C. Kehadiran Penelitian
Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus
merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisitor, penafsir data, dan
pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitian (Moleong, 2010). Kehadiran dalam
penelitian ini bertujuan untuk pengumpulan data-data dalam penemuan, kehadiran
sendiri sangat diperlukan, sebab hanya manusialah yang menjadi alat untuk
berhubungan dengan informan atau subjek penelitian. Oleh karena itu peneliti sangat
berperan dalam penelitian di lapangan secara aktif saat proses pengumpulan data yang
berada di lapangan.

D. Situs Penelitian
Situs penelitian atau lokasi penelitian merupakan tempat dimana diadakannya
penelitian. Lokasi penelitian ini disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat
dalam penelitian. Lokasi penelitian yang dipilih adalah masyarakat Suku Osing di
Banyuwangi

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Lexy Moelong (2006:222) dalam penelitian kualitatif, pengumpulan


data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan
teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta, wawancara
mendalam, dan dokumentas. Adanya teknik pengumpulan data penelitian, yaitu:
1. Observasi
Marshall (dalam Sugiyono, 2010: 64) menyatakan bahwa melalui observasi,
peneliti belajar tentang perilaku dan maksa perilaku. Observasi atau pengamatan
merupakan sebuah metode pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan
cara terjun lamhsung ke lokasi penelitian dengan melakukan pengamatan secar
mendalam terhadap objek penelitian. Dengan metode observasi peneliti akan
memperoleh pengalaman juga secara langsung dengan melihat objek yang diteliti
tersebut. Observasi yang dilakukan penelitian ini dilakukan pada masyarakat Suku
Osing di Banyuwangi.
2. Wawancara
Menurut Lexy Moelong (2006: 184) wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Metode wawancara digunakan oleh
seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu, dengan menci\oba mendapatkan
keterangan secara lisan dari seorang responden. Metode wawancara bertujuan untuk
memproleh data yang berkaitan dengan bagaimana tradisi kawi colong itu dilakukan
pada masyarakat Suku Osing di Banyuwangi.
3. Dokumentasi
Menurut Moleong (2005: 216) dokumentasi adalah setiap bahan tertulis
ataupun film lain dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan
seorang penyidik. Dokumentasi berguna untuk memperkuat hasil penelitian dan
melengkapi hasil penelitian dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Data
diperoleh melaluidokumentasi pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam data
sekunder.

Menurut Sugiyono (2010: 82) menjelaskan dokumen bisa berbentuk tulisan,


gambar, atau kaya-karya monumental dari seseorang. Dokumentasi yang berbentuk
tulisan misalnya catatanharian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi,
peraturan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup,
sketsa, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, dokumen yang dikumpulkan yaitu berupa
hasil wawancara, foto-foto, dan hasil observasi di lapangan mengenai bagaimana
tradisi kawin colong itu dilakukan pada masyarakat Suku Osing di Banyuwang.

F. Penentuan Responden
Penentuan informan pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive
sampling, yakni pemilihan informan yang dilakukan secara sengaja berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan dan ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Kriteriain
forman dalam penelitian in antaralain :
1. Orang yang telah melakukan Kawin Colong
2. Ketua Adat di masyarakat Suku
3. Masyarakat sekitar lokasi penelitan yang dapat memberikan informasi pendukung
mengenai tradis kawin colong.

G. Analisis Data
Suharsimi Arikunto (2002:225) menjelaskan Kegiatan dalam analisis data
dalam penelitaian ini, yakni: pertama, kegiatan reduksi data (data reduction), pada
tahap ini peneliti memilih hal-hal yang pokok dari data yang di dapat dari lapangan,
merangkum, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan dicari tema dan polanya.
Proses reduksi ini dilakukan secara bertahap, selama dan setelah pengumpulan data
sampai laporan hasil. Penulis memilah-milah data yang penting yang berkaitan
dengan fokus penelitan dan membuat kerangka penyajiannya. Kedua, penyajian data
(data display), setelah mereduksi data, maka langkah selanjunya adalah mendisplay
data.
Dalam kegiatan ini, penulis menyusun kembali data berdasarkan klasifikasi
dan masing-masing topik kemudian dipisahkan, kemudian topik yang sama disimpan
dalam satu tempat, masing-masing tempat dan diberi tanda, hal ini untuk
memudahkan dalam penggunaan data agar tidak terjadi kekeliruan. Ketiga, data yang
dikelompokan pada kegiatan kedua kemudian diteliti kembali dengan cermat, dilihat
mana data yang telah lengkap dan data yang belum lengkap yang masih memerlukan
data tambahan, dan kegiatan ini dilakuakan pada saat kegiatan berlangsung. Keempat,
setelah data dianggap cukup dan telah sampai pada titik jenuh atau telah memperoleh
kesesuaian, maka kegiatan yang selanjutnya yaitu menyusun laporan hingga pada
akhir pembuatan simpulan.
Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara siostematis
transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang telah dihimpun oleh
peneliti. Kegiatan analisis dilakukan dengan menelaah data, menata dan membagi
menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensintesis, mencari pola, menemukan
apa yang bermakna, dan apa yang diteliti dan dilaporkan secara sistematis (Bogdan
dan Biklen, 1982 dalam Moleong, 1994). Data dalam penelitian ini terdiri dari
deskripsi-deskripsi yang rinci mengenai situasi, peristiwa, orang, interaksi, dan
perilaku dalam bagaimana tradisi kawi colong itu dilakukan pada masyarakat Suku
Osing di Banyuwani.
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak peril, dan mengorganisasi data
sedemikian rupa sehingga diperoleh kesimpulan akhir dan diverifikasi. Peneliti
melakukan pemilihan, peemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakkan,
dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung, bahkan
sebelum data benar-benar tekumpul sudah mengantisipasi akan adanya reduksi data
sudah tampak sewaktu memutuskan kerangka konseptual, wilayah penelitian,
permasalahan penelitian, dan penentuan metosde pengumpulan data. Proses ini
belanjut sampai pasca pengumpulan data di lapangan, bahkan sampai pada akhir
pembuatan laporan sehingga tersusun lengkap.
2. Penyajian Data
Penyajian data dlakuakan untuk menenukakan pola-pola yang bermakna serta
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Maka disajikan data-data yang diiperoleh selama penelitian untuk selanjutnya disusun
laporan.
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Kegiatan analisis data pada tahap ketiga adalah menarik kesimpulan dan
verifikasi. Analisis yang dilakukan selama pengumpulan data dan sesudah
pengumpulan data digunakan untuk menarik kesimpulan sehingga dapat menemukan
pola tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sejak pengumpulan data peneliti
berusaha mencari makna atau arti dari symbol-simbol, mencatat keteraturan pola,
penjelasan-penjelasan, dan alur sebab akibat yang terjadi. Dari kegiatan ini dibuat
simpulan-simpulan yang sifatnya masih terbuka, umum, kemudian menuju ke spesifik
atau rinci. Kesimpulan final diharapkan dapay diperoleh setelah pengumpulan data
selesai.

H. Keabsahan Data

Keabsahan data pada dasarnya merupakan bagian yang sangat penting dan
tidak terpisahkan dari penelitian kualitatif. Pada pelaksanaan pengecekan keabsahan
data, peneliti mendasarkan pada empat kriteria yaitu derajat kepercayaan (credibility),
keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian
(confirmaability) (Moleong, 1994: 173).
1. Kredibilitas
Sebagai instrument penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti
sendiri, sehingga sangat dimungkinkan dalam pelaksanaan di lapangan terjadi
kecondongan purbasangka (bias). Untuk menghindari hal tersebut, data yang
diperoleh perlu diuji kredibilitasnya (derajat kepercayaannya) (Lincoln & Guba, 1985,
dalam Moleong, 1994). Pengecekan kredibilitas data dilakukan untuk membuktikan
apakah yang diamati oleh peneliti benar-benar telah sesuai dengan apa yang
sesungguhnya terjadi secara wajar di lapangan. Derajat kepercayaan data dalam
penelitian kualitataf digunakan untuk memenuhi kriteria kebenaran yang bersifat
emic, baik bagi pembaca maupun bagi subjek yang diteliti. Penguji terhadap
kredibilitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi sumber data dan
pemanfaatan metode. Triangulasi sumbner data dilakukan dengan cara
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informan lainnya.
Misalnya dari satu masyarakat ke masyarakat lain yang sama-sama ikut berpartisipasi
dalam pengelolaahan sampah berbasis kewirausahaan sosial. Triangulasi metode
dilaksanakan dengan cara memanfaatkan penggunaan beberapa metode yang berbeda
untuk mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang dipeoleh. Misalnya
hasil observasi dibandingkan atau dicek dengan interviu, kemudian dicek lagi melalui
dokumen yang relevan.
2. Transferabilitas
Transferabilitas atau keteralihan dalam penelitian kualitataif dapat dicapai
dengan cara “uraian rinci”. Untuk kepentingan ini peneliti berusaha melaporkan hasil
penelitiannya secara rinci. Uraian laporan diusahakan dapat mengungkap secara
khusus segala sesuatu yang diperlukan oleh pembaca agar pembaca dapat memahami
temuan-temuan yang diperoleh. Penemuan itu sendiri bukan bagian dari uraian rinci
melainkan penafsirannya yang diuraikan secara rinci dengan penuh tanggungjawab
berdasarkan kejadian-kejadian nyata.
3. Dependabilitas
Dependabilitas atau ketergantungan dilakukan untuk mananggulangi
kesalahan-kesalahan dalam konseptualisasi rencana penelitian. Untuk itu diperlukan
dependent auditor.Sebagai dependent auditor dalam penelitian ini adalah para dosen.
4. Konfirmabilitas
Konfirmabilitas atau kepastian diperlukan untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh objektif atau tidak. Hal ini bergantung pada persetujuan beberapa orang
terhadap pandangan, pendapat dan temuan seseorang. Jika telah disepakati oleh
beberapa orang atau banyak orang dapat dikatakan objektif, namun penekanannya
tetap pada datanya. Untuk menentukan kepastian dalta dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara mengkonfirmasikan data dengan para informan atau para ahli. Kegiatan
ini dilakukan secara bersama-sama dengan pengauditan dependabilitas. Perbedaannya
jika pengauditan dependabilitas ditujukan pada penilaian proses yang dilalui selama
penelitian, sedangkan pengauditan konfirmabilitas adalah untuk menjamin keterkaitan
antara data, infomasi, dan interpretasi yang dituangkan dalam laporan secara serta
didukung oleh bahan-bahan yang tersedia.
DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rieneka cipta.

Ashari, Imam. 2016 “Makna Mahar Adat dan Status Sosial Perempuan Dalam
Perkawinan Adat Bugis Di Desa Penengahan Kebupaten Lampung Selatan”,
Skripsi Universitas Lampung, Bandar Lampung

Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta:


GAJAH MADA UNIVERSITAS PRESS
Herusatoto, Budiono. 2008. Simbolisme Jawa.Jogyakarta:ombak

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: RenikaCipta.

Moelong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Rosdakarya.

Mardalis. 2008. MetodePenelitianProposal. Jakarta:BumiAksara.

Saputra, H.S.P. (2001). Tradisi mantra kelompok etnik Using di Banyuwangi. Jurnal
Humonaria Vol.1

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataif dan P&D Bandung: CV.
Alfabeta

Ritzer,George, 2014 “Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda”, Jakarta :


Rajawali Press.

Tradisi Pernikahan Yang Unik Di Indonesia. {Online}


http://www.memeflorist.com/tradisi-pernikahan-yang-unik-di-indonesia/.
diakses pada 6 Oktober 2018 21:55.

Anda mungkin juga menyukai