Ayla Fianti Syawalia, Elsa Rahma Izzati, Masayu Aviandini, Novalia Agung W. Ardhoyo,
Email : masayuaviandini024@gmail.com
ABSTRAK
Fenomena gaya hidup milenial menjadi salah satu bagian dari lanskap kehidupan
masyarakat dewasa saat ini. Terdapat tata-tata cara, kebiasaan dan elemen-elemen dalam gaya
hidup milenial yang dianggap positif maupun negatif, baik bagi orang tua maupun sang anak
yang berasal dari generasi Y atau Millennials. Maka dari itu, penelitian ini akan membahas
mengenai bagaimana fenomena perbedaan pendapat antara orang tua dengan anak yang berasal
dari generasi milennial terhadap gaya hidup milennial yang dipraktikan oleh anak-anak tersebut
dan bagaimana hal tersebut dapat mengarah kepada konflik dan atau diskusi yang terjadi
diantara kedua golongan usia dan/atau generasi tersebut. Penelitian ini akan dilakukan dengan
pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik pengambilan data secara wawancara, observasi
serta studi dokumentasi untuk memperoleh temuan serta mendukung temuan yang diperoleh
peneliti. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa antara orang tua dan anak mempunyai
pandangan yang berbeda tentang gaya hidup yang milenial. Perbedaan tersebut mengarah
kepada hal yang dianggap positif maupun yang dianggap negatif oleh orang tua dari anak yang
berasal dari generasi millennial terhadap gaya hidup millennial itu sendiri yang pada akhirnya
dapat mengarah kepada konflik maupun diskusi.
Kata kunci : Perbedaan pendapat orang tua dan anak, Millennial, konflik orang tua dan
anak
PENDAHULUAN
Milenial dan generasi Z dinilai perlu menerapkan gaya hidup minimalis. Permasalahan
generasi muda saat ini adalah gaya hidup yang cenderung boros dan tidak mempedulikan
investasi. Di Indonesia, generasi milenial dan gen Z memiliki kemampuan manajemen
keuangan yang payah akibat gaya hidup yang cenderung lebih boros, sulit menabung, serta
tidak terlalu mempedulikan investasi untuk kebutuhan mendatang. (Tjiasaka, 2022). Ada
beberapa faktor yang membuat generasi milenial dan gen Z boros dan sulit menabung. Faktor
tersebut yaitu akses internet yang luas dan kehadiran e-commerce. Dengan dua kemudahan ini,
milenial dan gen Z cenderung lebih banyak mau dan kemudian boros, (Tjiasaka, 2022)
Masalah yang sering menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja antara lain
masalah waktu bermain, pulang larut dan tidak langsung mengikuti perintah orang tua. Perilaku
anak yang melakukan kesalahan lebih dari satu kali membuat orang tua merasa marah, frustasi
dan kecewa. Perilaku orang tua saat marah adalah membentak anak dengan suara keras, kesal
dan hukuman fisik. Orang tua menenangkan diri setelah konflik dengan anak mereka dengan
tetap diam. Orang tua menyesal menghukum anak-anak mereka dan anak-anak merasa
menyesal telah melakukan kesalahan. Orang tua dan anak siap untuk menyelesaikan konflik,
dan hubungan orang tua-anak akan membaik kembali. Manajemen konflik yang dilakukan
dalam keluarga Jawa termasuk dalam tipe manajemen konflik konstruktif. Ada tiga jenis
manajemen konflik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yaitu; (1) pemecahan
masalah yang positif melalui diskusi, (2) konfrontasi yang melibatkan kata-kata kasar dan
hukuman, dan (3) penarikan diri yang ditandai dengan penghindaran masalah, penghindaran
diskusi, dan menjaga jarak. Remaja merindukan kebebasan untuk membuat keputusan mandiri
dan membuat pilihan hidup. Keinginan orang tua untuk mengontrol dan mengetahui segala
sesuatu yang dilakukan anak remajanya terkadang membuat remaja tidak nyaman. Dari masa
kanak-kanak hingga remaja, remaja mengambil lebih banyak tanggung jawab untuk diri
mereka sendiri dan menjadi kurang bergantung pada orang tua mereka. Pada masa ini, remaja
mulai menyembunyikan dan menyimpan rahasia dari orang tuanya. Rahasia perkembangan
remaja bisa menjadi salah satu cara untuk mencapai tugas perkembangan saat ini. Karena
tentunya ketika remaja memiliki rahasia, membedakan siapa yang berhak tahu dan siapa yang
tidak berhak tahu. Perbedaan pendapat dan keinginan antara orang tua dan remaja yang tidak
mau menceritakan semuanya kepada orang tua merupakan salah satu alasan yang dapat
menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja. Tidak semua konflik sebenarnya memiliki
makna negatif. Konflik dapat berdampak positif atau negatif tergantung bagaimana konflik
tersebut ditangani. Konflik yang diselesaikan dengan benar dapat membangun hubungan
orang tua-remaja ke arah yang positif yang ditandai dengan penyesuaian diri remaja, dan
resolusi konflik yang merusak hubungan orang tua-remaja dapat dikaitkan dengan perilaku
remaja yang bermasalah.
Dalam contoh konflik ini terjadi perbedaan pendapat tentang waktu main anak yang
dianggap terlalu larut oleh orang tua. Waktu main anak yang sering melebihi waktu malam
yang orang tua sudah kasih untuk mereka menyebabkan orang tua mereka khawatir dengan
keadaan anaknya di luar sana. Di waktu yang senggang antara orang tua dan anak, mereka
dapat membicarakan konflik ini dengan cara musyawarah bersama dan dibicarakan dengan
kepala dingin alasan mengapa anak melakukan hal negatif tersebut, agar orang tua jaga tahu
alasan anak melakukan hal itu, sehingga dapat menentukan jalan keluarnya dan tidak ada lagi
terjadi konflik seperti itu ke depannya. Setelah dibicarakan dengan baik, anak akan mulai
pulang tepat waktu saat keluar rumah dan mulai mengontrol diri mereka agar tidak pulang larut
malam. Setiap manusia berhak memiliki privasi masing-masing, walaupun hubungan mereka
sangat dekat seperti layaknya orang tua dan anak, tetapi mereka berhak memiliki privasi
terhadap diri mereka sendiri. Kejadian ini tentu menimbulkan banyak perdebatan dan menjadi
hal yang sangat rumit untuk diperbincangkan, tetapi juga penting untuk komunikasi antara
orang tua dan anak. Untuk itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan jalan keluar
dari perdebatan tersebut, sehingga tidak menimbulkan perdebatan yang lebih panjang antara
permasalahan ini.
METODOLOGI
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian kepada suatu keluarga, yaitu orang
tua dan anak. Yang dimana terjadi konflik nyata yang disebabkan oleh perbedaan pendapat
antara orang tua dan anak dalam menanggapi waktu main. Peneliti melakukan wawancara dan
observasi kepada orang tua dan anak sebagai objek penelitian. Peneliti menggunakan model
Lasswell sebagai petunjuk proses komunikasi yang terjadi antara komunikator dan komunikan.
Orang tua dan anak pada umumnya merupakan manifestasi dari perbedaan antar
generasi. Tantangan yang paling berat bagi orang tua adalah masalah komunikasi akibat
kesenjangan antara nilai-nilai ideal yang diajarkan generasi sebelumnya dengan kenyataan
yang dihadapi generasi sekarang. Tanpa komunikasi yang efektif dan intensif antara orang tua
dan anak, akan timbul kesalahpahaman karena cara berpikir yang berbeda dan dapat
menimbulkan konflik. Mengingat kemudahan akses informasi yang diperoleh melalui
perkembangan teknologi, tidak heran jika anak-anak menemukan atau bahkan meniru hal-hal
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diberikan oleh orang tuanya. . Apalagi jika orang tua
tidak menjelaskan dengan baik nilai-nilai positif yang harus diikuti oleh anak. Jika anak tidak
mendapat tanggapan positif dari orang-orang terdekatnya, mereka akan mencarinya di tempat
lain, seperti di sekolah, di lingkungan sekitar, di internet, di televisi, atau bahkan di jalanan
kota. Komunikasi yang tidak efektif antara orang tua dan anak dapat menimbulkan
kecenderungan pembentukan karakter yang kurang baik pada anak. Selain itu, ada
kekhawatiran bahwa anak tersebut memiliki kondisi mental dan sikap yang menyimpang.
Karakteristik buruk para milenial yang erat dengan kemudahan teknologi, seperti
individualis, apatis terhadap lingkungan, mengharapkan kebutuhan atau keinginannya dapat
segera tercapai, lebih fokus terhadap materialistis, konsumeris dan eksistensi diri di media
sosial, kurang peduli terhadap sesama, mungkin akan terjadi pada anak-anak mereka.
Bagaimana para orang tua milenial ini membangun karakter dan konsep diri yang positif
kepada anak-anak mereka. Sedangkan kasu-kasus yang terjadi pada anak akibat perkembangan
teknologi ini semakin marak terjadi. Faktor-faktor keluarga yang mempengaruhi
perkembangan anak adalah Keberfungsian keluarga dan pola Hubungan Orang tua terhadap
anak.
Fitzpatrick (1994) mengidentifikasi empat tipe keluarga, yaitu (a) tipe konsensus. Jenis
nilai keluarga ini komunikasi terbuka, tetapi otoritas dalam keluarga adalah orang tua. (b) Tipe
Pluralis, tipe keluarga ini adalah tipe keluarga yang cerewet tetapi kurang penurut. (c) Tipe
keluarga protektif, tipe keluarga ini adalah tipe keluarga yang jarang berbicara tetapi sangat
penurut. (d) Tipe “laissez-faire”, tipe keluarga ini adalah tipe keluarga yang jarang berbicara,
sedikit tunduk, dan jarang terlibat. Hubungan keluarga memiliki pengaruh yang besar terhadap
pembentukan konsep diri seorang anak. Dalam bukunya The Psychology of Communication,
Jalaludin Rakhmat menjelaskan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi konsep diri: orang
lain dan kelompok afinitas. Orang lain yang dirujuk oleh George Herbert Meade adalah orang
penting lainnya, yaitu orang yang sangat penting seperti anggota keluarga, kerabat, orang lain
yang tinggal di rumah yang sama. Richard Dewey dan W.J. Humber menyebutnya sebagai
orang lain yang emosional, yaitu orang lain yang memiliki keterikatan emosional dengan kita,
adalah kelompok yang menghubungkan kita secara emosional dan memengaruhi pembentukan
konsep diri kita.
Remaja berusia 16-20an yang menginjak bangku SMA hingga kuliah sering mengalami
konflik nyata dengan orang tua. Konflik tersebut bisa terjadi karena pendewasaan remaja yang
menanggap dirinya sudah cukup usia untuk bisa memilih hidupnya sendiri. Dari sudut pandang
orang tua, orang tua melarang anaknya karena adanya "cinta buta". Cinta buta yang dimaksud
adalah orang tua pernah mengalami hal serupa di masa lalu, sehingga ia tidak mau anaknya
menjadi seperti dirinya karena ada hal yang kurang baik terjadi. Orang tua takut anaknya
mengalami hal buruk. Jadi cinta buta merupakan cinta yang alasannya tidak dapat dicari, suka
maupun tidak suka orang tersebut harus nurut terhadap orang yang cinta buta. Masa anak
remaja adalah masa orang tua kehilangan "bayi kecil" mereka, orang tua masih mengganggap
anak mereka adalah bayi kecilnya karena orang tua telah mengurus anaknya dari semenjak
didalam perut hingga lahir dan tumbuh besar. Pengorbanan orang tua untuk anaknya dalam
berbagai hal membuat orang tua selalu ingat bahwa anak mereka adalah bayi kecil mereka
padahal anaknya sudah berumur remaja. Cinta buta yaitu kekhawatiran orang tua yang tidak
bisa diterima secara logika oleh anak.
Anak yang terlalu dilarang oleh orang tua akan memiliki sifat pembohong karena
apapun hal yang akan dilakukan si anak dengan alasan yang jujur pasti orang tuanya melarang,
sehingga anak perlu berbohong memberikan alasan lain agar orang tuanya mengizinkan mereka
untuk melakukan kegiatan diluar. Dengan berbohong, anak akan terus berbohong untuk
menutupi kebohongan lainnya agar tidak ketahuan oleh orang tua.
Masalah yang sering menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja antara lain
masalah waktu berrmain, pulang larut dan tidak langsung mengikuti perintah orang tua.
Perilaku anak yang melakukan kesalahan lebih dari satu kali membuat orang tua merasa marah,
frustasi dan kecewa. Perilaku orang tua saat marah adalah membentak anak dengan suara keras,
kesal dan hukuman fisik. Orang tua menenangkan diri setelah konflik dengan anak mereka
dengan tetap diam. Orang tua menyesal menghukum anak-anak mereka dan anak-anak merasa
menyesal telah melakukan kesalahan. Orang tua dan anak siap untuk menyelesaikan konflik,
dan hubungan orang tua-anak akan membaik kembali. Manajemen konflik yang dilakukan
dalam keluarga Jawa termasuk dalam tipe manajemen konflik konstruktif. Ada tiga jenis
manajemen konflik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yaitu; (1) pemecahan
masalah yang positif melalui diskusi, (2) konfrontasi yang melibatkan kata-kata kasar dan
hukuman, dan (3) penarikan diri yang ditandai dengan penghindaran masalah, penghindaran
diskusi, dan menjaga jarak. Remaja merindukan kebebasan untuk membuat keputusan mandiri
dan membuat pilihan hidup. Keinginan orang tua untuk mengontrol dan mengetahui segala
sesuatu yang dilakukan anak remajanya terkadang membuat remaja tidak nyaman. Dari masa
kanak-kanak hingga remaja, remaja mengambil lebih banyak tanggung jawab untuk diri
mereka sendiri dan menjadi kurang bergantung pada orang tua mereka. Pada masa ini, remaja
mulai menyembunyikan dan menyimpan rahasia dari orang tuanya. Rahasia perkembangan
remaja bisa menjadi salah satu cara untuk mencapai tugas perkembangan saat ini. Karena
tentunya ketika remaja memiliki rahasia, membedakan siapa yang berhak tahu dan siapa yang
tidak berhak tahu. Perbedaan pendapat dan keinginan antara orang tua dan remaja yang tidak
mau menceritakan semuanya kepada orang tua merupakan salah satu alasan yang dapat
menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja. Tidak semua konflik sebenarnya memiliki
makna negatif. Konflik dapat berdampak positif atau negatif tergantung bagaimana konflik
tersebut ditangani. Konflik yang diselesaikan dengan benar dapat membangun hubungan
orang tua-remaja ke arah yang positif yang ditandai dengan penyesuaian diri remaja, dan
resolusi konflik yang merusak hubungan orang tua-remaja dapat dikaitkan dengan perilaku
remaja yang bermasalah.
Dalam konflik yang terjadi orang tua merupakan seorang komunikator dan anak
merupakan komunikan. Konflik yang terjadi disini adalah karena anak yang pulang larut
malam setelah beraktivitas diluar dan tidak mengikuti perintah orang tua. Sebelum kejadian
anak pulang larut malam, orang tua sudah memberikan batasan waktu untuk anak pulang. Pada
wawancara yang dilakukan, orang tua memberikan batasan waktu pulang pada anak hingga
pukul 22.00 WIB, tetapi ternyata anaknya baru pulang pukul 23.00 WIB atau bahkan sering
kali tidak pulang kerumah karena menginap di rumah temannya. Pada diwaktu tertentu, anak
tidak memberikan kabar kepada orang tua bila akan pulang ke rumah atau tidak pulang. Hal
tersebut membuat orang tua marah dan khawatir terhadap anak. Alasan orang tua melarang
anak pulang malam sebenarnya beragam, tetapi pada konflik ini orang tua memberikan dua
alasan. Alasan pertama yaitu malam hari adalah waktu yang sangat berbahaya untuk berada
diluar rumah. Dan alasan yang kedua yaitu karena kurangnya rasa percaya keluarga terhadap
anak yang disebabkan oleh tidak terbukanya anak kepada orang tua. Di waktu yang senggang
antara orang tua dan anak, mereka dapat membicarakan konflik ini dengan cara musyawarah
bersama dan dibicarakan dengan kepala dingin alasan anak melakukan hal tersebut. Ternyata
hal tersebut terjadi karena orang tua kurang memberikan waktu untuk bermain seperti teman-
temannya yang lain. Karena sejatinya yang dibutuhkan oleh anak-anak remaja itu hanyalah
ingin bermain bersama dengan teman-temannya. Anak merasa tidak diberika kebebasan untuk
bersenang-senang dengan teman sebayanya menjadi penyebab mengapa anak sering nekat
keluar malam. Setelah orang tua mengetahui penyebab anak mereka selalu pulang malam,
orang tua mulai melakukan diskusi singkat diwaktu-waktu terntentu sehingga anak merasa
dekat dengan orang tua dan percaya kepada orang tuanya. Setelah dibicarakan dengan baik,
anak akan mulai pulang tepat waktu saat keluar rumah dan mulai mengontrol diri mereka agar
tidak pulang larut malam. Setiap manusia berhak memiliki privasi masing-masing, walaupun
hubungan mereka sangat dekat seperti layaknya orang tua dan anak, tetapi mereka berhak
memiliki privasi terhadap diri mereka sendiri.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat dilihat bahwa antara anak dengan orang
tua memiliki perbedaan pandangan mengenai gaya hidup yang millennial. Seperti yang telah
disebutkan bahwa pada umumnya orang tua dari generasi millennial adalah orang-orang yang
berasal dari generasi X. Antara generasi X dengan generasi Millennial atau Y tersebut tentunya
memiliki pandangan yang berbeda terhadap gaya hidup millennial. Perbedaan tersebut
mengarah kepada hal yang dianggap positif maupun yang dianggap negatif oleh orang tua dari
anak yang berasal dari generasi millennial terhadap gaya hidup millennial itu sendiri yang pada
akhirnya dapat mengarah kepada konflik maupun diskusi. Sehingga jalan keluar yang tepat
untuk mengakhiri konflik diskusi perbedaan usia adalah dengan saling mengerti keadaan satu
sama lain dan saling terbuka agar terjalin keharmonisan antara oranng tua dan anak.
Maka dari itu, bersangkutan dengan tujuan penelitian ini, untuk sementara diperoleh
pengetahuan bahwa perbedaan pendapat yang terjadi antara orang tua dengan anak dalam
diskursus gaya hidup millennial adalah karena adanya perbedaan pandangan antara kelompok
orang tua dengan kelompok anak mengenai gaya hidup yang sepatutnya dijalankan, yang mana
anak-anak terutama yang berada dalam kelompok millennial merasa bahwa gaya hidup
millennial merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari sedangkan bagi orang tua gaya
hidup millennial tidak dapat dipungkiri sudah menjadi bagian dari gaya hidup manusia pada
era ini namun masih menganggap bahwa gaya hidup yang dijalankan masih mengacu dengan
generasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Karman. (2015). Konstruksi Realitas Sosial Sebagai Gerakan Pemikiran. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Komunikasi dan Informatika. 5(3).
Kountur. (2003). Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: PPM).
Ningsih (2012). Pengelolaan konflik orang tua-remaja dalam keluarga Jawa. Naskah Publkasi.
Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/20315/15/Naskah_Publikasi.pdf
Rizki (2021). Interaksi komunikasi generasi milenial terhadap orang tua. Repository. Diakses
dari https://repository.ar-
raniry.ac.id/id/eprint/16630/1/Ayu%20Darani%20Rizki%2C%20160401009%2C%20
FDK%2C%20KPI%2C%20082277400564.pdf
Safitri (2022). Milenial dan Gen Z Dinilai Perlu Menerapkan Gaya Hidup Minimalis. Kompas.
Diakses dari https://amp.kompas.com/money/read/2022/01/27/182126126/milenial-
dan-gen-z-dinilai-perlu-menerapkan-gaya-hidup-minimalis
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Tamburaka, Apriadi (2012). Agenda Setting Media Massa. Jakarta: Rajawali Pers.