Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur
Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur
Oleh:
Dr. Budi Rahayu Tanama Putri,S.Pt.,MM
I Wayan Sukanata,S.Pt.,M.Si
Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama,M.S
2017
i
KELAYAKAN USAHA
PETERNAKAN AYAM RAS
PETELUR
Oleh:
Dr. Budi Rahayu Tanama Putri,S.Pt.,MM
I Wayan Sukanata,S.Pt.,M.Si
Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama,M.S
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
ii
PRAKATA
Analsiis kelayakan usaha memiliki peranan yang sangat penting untuk menentukan
apakah suatu rencana usaha layak atau tidak untuk diwujudkan. Dalam menyusun analisis
kelayakan usaha, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan kajian terhadap
aspek teknis meliputi: lingkungan, kandang, dan areal perkandangan; aspek finansial meliputi:
biaya investasi, biaya operasi, penerimaan, pendapatan, BEP, cash flow, NPV, PBP, dan
switching value; aspek manajemen meliputi: manajemen pakan, kesehatan dan pencegahan
penyakit; aspek sumber daya manusia; dan aspek pasar.
Pembangunan usaha peternakan ayam ras petelor di Kecamatan Petang Kabupaten
Badung diharapkan dapat memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan perekonomian di
Kecamatan Petang pada khususnya dan Kabupaten Badung pada umumnya. Oleh karena itu,
kajian ini memeiliki arti yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dan pedoman dalam
pengembangan usaha peternakan ayam ras petelor.
Semoga Buku Laporan ini berguna untuk menambah pengetahuan dan menjadi rujukan
dalam pengembangan agrobisnis ayam ras petelor di Kecamatan Petang pada khususnya,
dengan memperhitungkan prinsip-prinsip ekonomi, sehingga usaha peternakan dapat berjalan
secara efektif, efisen dan berkelanjutan.
Melalui kesempatan ini, kami dari pihak lembaga Perguruan Tinggi mengucapkan
banyak terimakasih atas kerjasamanya dengan Badan Penelitian dan Pengembangan
Pemerintah Kabupaten Badung. Semoga kerjasama ini dapat berlanjut dan berkesinambungan.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................78
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Perbandingan produktivitas ayam ras petelor dengan ayam buras.......... 10
Tabel 2.2 Performa beberapa strain ayam petelor.................................................... 10
Tabel 2.3 Kandungan Gizi Telur Ayam.. ................................................................ 23
Tabel 2.4 Tingkatan Mutu Fisik Telur Konsumsi................................................... 24
Tabel 2.5 Persyaratan Mutu Biologis Telur Konsumsi............................................ 25
Tabel 4.1 Suhu dan kelembaban udara yang nyaman bagi ayam petelor................ 40
Tabel 4.2 Pengaruh Kelembaban Terhadap Suhu Yang Dirasakan Ayam 42
Tabel 4.3 Biaya Investasi......................................................................................... 51
Tabel 4.4 Rata-rata Biaya Variabel Usaha Ayam Petelor....................................... 52
Tabel 4.5 Rata-rata Biaya Tetap Usaha Ayam Petelor............................................ 52
Tabel 4.6 Rata-rata Penerimaan Peternak Ayam Petelor........................................ 53
Tabel 4.7 Rata-Rata Pendapatan Peternak Ayam Petelor....................................... 54
Tabel 4.8 56
Hasil Analisis Kriteria Investasi.............................................................
Tabel 4.9 Kebutuhan Energi dan Protein untuk Ayam Ras Petelor........................ 61
v
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 White Leghorn...................................................................................... 11
Gambar 2.2 Lohmann Brown, Hisex brown, dan Bovans brown............................ 12
Gambar 2.3 Kandang postal ayam petelor pada fase starter.................................... 17
Gambar 2.4 Kandang postal bentuk panggung. ...................................................... 18
Gambar 2.5 Kandang baterai................................................................................... 19
Gambar 2.6 Kandang tipe V empat lajur ................................................................ 20
Gambar 2.7 Kandang tipe V 6 lajur......................................................................... 20
Gambar 2.8 Kandang tipe AA 8 lajur...................................................................... 21
Gambar 2.9 Kandang tipe W 8 lajur........................................................................ 21
Gambar 2.10 Bagian-bagian Telur. .......................................................................... 23
Gambar 2.11 Berbagai Mutu Telur Diukur Dari Tingginya Kantung Udara di
Dalam Telur. ....................................................................................... 25
Gambar 2.12 Telur Segar........................................................................................... 26
Gambar 2.13 Telur Kurang Segar.............................................................................. 27
Gambar 4.1 Survey Lokasi Kandang....................................................................... 35
Gambar 4.2 Lokasi Peternakan Jauh dari Jalan Raya.............................................. 36
Gambar 4.3 Jalan Setapak di Areal Kandang.......................................................... 36
Gambar 4.4 Pengukuran Intensitas Cahaya di Dalam Kandang………………….. 39
Gambar 4.5 Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Lingkungan Peteranakan…… 40
Gambar 4.6 Pengukuran Suhu dan Kelembaban Di Dalam Kandang……………. 41
Gambar 4.7 Lokasi Peternakan................................................................................ 43
Gambar 4.8 Pembagian zona di areal peternakan.................................................... 45
Gambar 4.9 Tempat desinfeksi ............................................................................... 46
Gambar 4.10 Design Kandang Ayam Petelor Tipe V............................................... 48
Gambar 4.11 Kandang Individu Untuk Ayam Petelor.............................................. 48
Gambar 4.12 Kandang ayam..................................................................................... 49
Gambar 4.13 Jumlah Penduduk di Kabupaten Badung Tahun 2011-2015………… 74
Gambar 4.14 Jumlah Wisatawan Nusantara dan Mancanegara Yang Berkunjung
ke Kabupaten Badung Tahun 2012 – 2016.......................................... 75
vi
BAB I.
PENDAHULUAN
1
Populasi penduduk di Provinsi Bali terus menerus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun.Berdasarkan angka proyeksi, jumlah populasi penduduk di Provinsi Bali pada tahun
2016 sebanyak 4.200,1 naik sebesar 1,14% dari jumlah penduduk tahun sebelumnya. Dengan
pertumbuhan ekonomi sebesar 6,04%, diatas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,02%.
Pengeluaran rata-rata penduduk di Provinsi Bali sebesarRp. 1.045.145,-/bulansebanyak 5,68%
dari pengeluaran tersebut digunakan untuk membeli protein hewani (Badan Pusat Statistik
Provinsi Bali, 2016).
Salah satu sumber protein hewani untuk kebutuhan konsumsi adalah telur. Bahan
makanan ini mengandung gizi yang baik untuk kehidupan manusia. Fakta yang ada
menunjukkan bahwa konsumsi telur lebih besar daripada konsumsi hasil ternak lain, karena
telur mudah diperoleh dengan harga relatif murah dan terjangkau bagi anggota masyarakat
yang mempunyai daya beli rendah (Saliem et al., 2001).
Prospek pengembangan agribisnis ayam ras petelor di masa yang akan datang bisa dilihat
dari sisi penawaran (supplay side) dan sisi permintaan (demand side) telur di Bali. Dilihat dari
sisi permintaan telur ayam ras, dalam struktur konsumsi telur dan sifat permintaan yang sangat
sesuai dengan perkembangan masa depan. Semakin pentingnya peranan telur ayam ras dalam
struktur konsumsi telur, telur ayam ras memiliki sifat permintaan yang income elastic demand.
Bila pendapatan meningkat, maka konsumsi telur juga akan mengalami peningkatan.
Berdasarkan data konsumsi telur di Indonesia, konsumsi telur ayam ras pada tahun 1990-2014
rata-rata mengalami peningkatan sebesar 6,28% per tahun (Kementerian Pertanian,2015).
Pendapatan per kapita penduduk yang terus mengalami peningkatan, membuat usaha
peternakan ayam ras petelor potensial untuk dikembangkan.
Populasi ayam ras petelor di Kabupaten Badung pada tahun 2009-2015 berfluktuasi yaitu
sebanyak 112.500 (2009), 110.555 (2010), 124.900 (2011), 69.500 (2012), 75.500 (2013),
94.500 (2014), dan 97.500 (2015). Dengan produksi telur berturut-turut sebanyak 2.175,96
(2009), 2.113,81 (2010), 2.322,66 (2011), 1.489,11 (2012), 1.991,12 (2013), 1848,23 (2014),
dan 1.975,38 (2015)ton/tahun.Peternakan ayam petelor di Kabupaten Bagung terkonsentrasi di
tiga wilayah kecamatan, yaitu: Kecamatan Mengwi sebanyak 52.500 ekor, Kecamatan
Abiansemal sebanyak 20.000 ekor, dan Kecamatan Petang Sebanyak 25.000 ekor (BPS
Kabupaten Badung, 2015).
Pengelolaan dan pemeliharaan ayam petelor membutuhkan penanganan khusus dan
sangat penting untuk diperhatikan karena dengan pemeliharaan yang baik akan menghasilkan
pertumbuhan ayam yang baik, kondisi ayam yang sehat, tingkat mortalitas yang rendah dan
2
pada akhirnya akan menghasilkan ayam petelor dengan produksi telur yang tinggi. Dalam
mengelola usaha peternakan ayam ras petelor, tiap peternak harus memahami unsur penting
dalam usaha peternakan, yaitu:manajemen perkandangan, manajemen pemilihan bibit,
manajemen pemberian pakan, manajemen kesehatan dan pencegahan penyakit, serta
manajemen pemasaran. Kelima unsur ini sangat berperanan dalammenentukan tingkat efisiensi
dan tingkat pendapatan usaha peternakan, sehingga animo masyarakat untuk menjalankan
usahanya semakin besar dan usaha peternakan ayam petelor dapat tumbuh dan berkembang
secara berkelanjutan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan Feasibility Studi pada usaha
peternakan ayam ras petelor untuk memberikan panduan yang terkait dengan pengembangan
peternakan ayam ras petelor di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Dengan adanya kegiatan
ini maka akan diperoleh informasi mengenai aspek teknis produksi; aspek sumberdaya
manusia; aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi; aspek pasar;serta aspek finansial.
1.3.Dasar Hukum
1. Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat
II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur;
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;
3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301)
3
4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355).
8. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja
Sama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Meneteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Meneteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah;
4
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata
Cara Kerja sama Daerah;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata
Cara Pembinaan dan Pengawasan Kerja sama Antar Daerah;
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pedoman Penelitian
dan Pengembangan di Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah;
14. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2014 tentang
Kerjasama Perguruan Tinggi;
16. Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 030/Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Universitas Udayana;
18. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3 tahun 2015 tentang Kerja sama Daerah;
19. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 20 Tahun 2016 tentang Pembentukandan
Susunan Perangkat Daerah;
20. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 22 Tahun 2016 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2017 sebagaimaan telah
diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 tahun 2017 tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 22 tahun 2016 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017;
21. Peraturan udpati Badung Nomor 78 tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan
Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Perangkat Daerah;
5
23. Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Kabupaten Badung dan Universitas Udayana
Nomor 134.4/4187/KB/TKKSD-Bdg/2017 dan Nomor 6678A/UN14/KS/2017 tentang
Kerja sama di Bidang Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat.
1.4.Definisi Operasional
1. Peternakan ayam ras petelor adalah pemeliharaan dari pullet hingga layer untuk
menghasilkan telur konsumsi.
2. Peternak ayam ras petelor adalah pelaku usaha peternakan ayam ras petelor.
3. Kelayakan teknis adalah kelayakan usaha yang dinilai dari lokasi usaha;proses
pelaksanaan usaha: pemilihan bibit, perkandangan, pemberian pakan dan manajemen
kesehatan dan pencegahan penyakit; ketersediaan pullet, pakan ternak, serta obat-
obatan; serta penerapan teknologi tepat guna.
4. Kelayakan sumber daya manusia adalah kelayakan usaha yang dinilai dari kemampuan
calon peternak yang akan mengelola usaha peternakan, bentuk struktur organisasi
kelompok ternak, deskripsi masing-masing jabatan, dan AD/ARTkelompok.
5. Kelayakan lingkungan, sosial, dan ekonomi, dan adalah kelayakan usaha yang dinilai
dari dampak didirikannya usaha peternakan terhadap lingkungan, kehidupan social,
serta perekonomian masyarakat sekitar.
6. Kelayakan pasar adalah kelayakan usaha yang dinilai dari seberapa besar potensi pasar,
yaitu: pengamatan tentang supplay-demand, perilaku konsumen, serta jumlah pesaing
di dalam industry.
7. Kelayakan finansial adalah analisis finansial yang menentukan layak tidaknya usaha
peternakan ayam ras petelor berdasarkan beberapa kriteria investasi (BEP, NPV, PBP,
IRR, dan Switching value).
6
BAB II.
LANDASAN TEORI
7
Agribisnis komoditas ternak unggas diarahkan untuk menghasilkan pangan protein
hewani sebagai salah satu upaya dalam mempertahankan ketahanan pangan nasional,
meningkatkan kemandirian usaha, melestarikan dan memanfaatkan secara sinergis
keanekaragaman sumberdaya lokal, untuk menjadi usaha peternak yang berkelanjutan dan
mendorong serta menciptakan produk yang berdaya saing dalam upaya meraih perluasan
ekspor (Saragih, 2010).
Menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
31/Permentan/OT.140/2/2014, ayam ras petelor merupakan salah satu komoditas unggas yang
mempunyai peran penting dalam menghasilkan telur dan daging untuk mendukung
ketersediaan protein hewani, bulu, dan kotoran yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan industri
dan pupuk organik. Telur ayam telah mendominasi produk telur sebagai konsumsi masyarakat,
sehingga permintaan telur ayam terus meningkat.
Budi daya ayam petelor mempunyai keunggulan antara lain: 1) telah menjadi salah satu
bidang usaha yang diterima dan dikembangkan oleh masyarakat; 2) teknologi budi daya telah
dikuasai; 3) mendukung usaha pertanian dan perikanan; 4) merupakan komoditas andalan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan gizi; 5) perputaran modal relatif cepat; dan 6) dapat
menampung tenaga kerja yang cukup besar terutama di kawasan pedesaan.
Dengan berbagai keunggulan tersebut, budi daya ayam petelor perlu lebih dikembangkan
untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak, perusahaan peternakan, dan
masyarakat.
8
Ayam ras petelor memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki sifat mudah terkejut (nervous)
2. Bentuk tubuh ramping
3. Cuping telinga berwarna putih
4. Kerabang kulit telur berwarna putih
5. Efisien dalam penggunaan ransum untuk membentuk telur
6. Tidak memiliki sifat mengeram
7. Produksi telur yang tinggi yaitu 200 butir per ekor per tahun, bahkan bisa
mencapai
250 – 280 butir per ekor per tahun.
Ayam ras petelor akan pertama bertelur kira-kira pada saat berumur 16-18 minggu dan
akan terus bertelur sampai umurnya mencapai umur 90-100minggu. Pada umumnya, produksi
telur terbaik terjadi pada tahun pertama. Menurut Sudarmono (2003) ayam ras petelor
mempunyai sifat-sifat unggul yaitu sebagai berikut :
1. Laju pertumbuhan ayam ras petelor sangat pesat pada umur 18 sampai dengan 20 minggu
telah mencapai kedewasaan kelamin, pada waktu itu sebagian dari kelompok ayam
tersebut telah berproduksi. Adapun ayam kampung pada umur yang sama, bobot
badannya baru mencpai sekitar 0,8 kg kedewasaan kelamin ayam kampung baru dicapai
pada umur 7 sampai 8 bulan.
2. Kemampuan berproduksi ayam ras petelor cukup tinggi yaitu antara 250 sampai 280 butir
per tahun, dengan bobot telur antara 50 sampai 60 g per butir. Sedangkan produksi ayam
kampung hanya berkisar antara 30 sampai 40 g per butir.
3. Kemampuan ayam ras petelor dalam memanfaatkan ransum pakan sangat baik dan
berkorelasi positif. Konversi terhadap penggunaan ransum cukup bagus yaitu setiap 2.2
sampai 2.5 kg ransum dapat menghasilkan 1 kg telur. Dalam hal ini, ayam kampung tidak
memiliki korelasi positif dalam memanfatkan ransum yang baik dan mahal. Oleh karena
itu, ayam kampung lebih ekonomis bila diberi pakan yang murah.
4. Periode bertelur ayam ras petelor lebih panjang, hingga ayam berumur 80 sampai 100
minggu, walaupun ayam ras hanya mengalami satu periode bertelur, akan tetapi periode
bertelurnya tersebut berlangsung sangat panjang dan produktif. Hal ini disebabkan
karena tidak adanya periode mengeram pada ayam ras petelor tersebut. Sedangkan ayam
kampung mengalami periode bertelur berkali-kali, namun satu periode bertelurnya
berlangsung sangat pendek, yaitu sekitar 15 hari .periode bertelur ayam kampung
9
terputus-putus. Perbedaan antara ayam kampung (ayam buras) dengan ayam dwiguna
petelor (ayam ras) dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Perbandingan produktivitas ayam ras petelor dengan ayam buras
Keterangan Ayam Ras Ayam Buras
Produksi telur (butir per tahun) 200 - 250 40 - 60
Berat telur (gram/butir) 50 - 60 30 - 40
Sifat mengeram Tidak ada ada
Kemampuan berproduksi Tinggi Rendah
Sumber: PT. Japfa Comfeed, 2010
Pada Tabel 2.1 tampak bahwa ayam ras petelor memiliki keunggulan produksi yang
sangat tinggi jika dibandingkan dengan ayam buras. Hal ini disebabkan karena ayam ras petelor
merupakan hasil rekayasa genetis dengan cara seleksi dan persilangan sehingga diperoleh sifat-
sifat unggul yang diinginkan.
Ayam ras petelor juga biasa diklasifikasikan dengan strain yang berbeda, perbedaan
Strain ini mempunyai keunggulan dan kelemahan, dapat dibedakan menurut umur produksi,
umur puncak produksi, Food Convertion Rate (FCR) atau kemampuan ayam menghasilkan
telur dan FCR. Keputusan penggunaan strain ayam ditentukan oleh peternak, pada dasarnya
teknik pemeliharaan yang baik serta manajemen yang baik adalah hal yang penting dalam
melakukan usaha peternakan ini. Nilai yang ada pada setiap strain ini adalah perkiraan yang
tidak menjadi acuan bagi peternak hanya untuk membandingkan kelebihan dan kekurangan
yang dimiliki masing sampai masing strain ayam. Performa setiap ayam dapat dilihat pada
Tabel 2.2
Tabel 2.2 Performa beberapa strain ayam petelor
Strain Umur Awal Umur pada Puncak FCR Kematian
Produksi Produksi Produksi (%)
(minggu) 50% (%)
(minggu)
Lohman Brown 19 - 20 22 92 - 93 2,3 – 2,4 2-6
MF 402
Hisex Brown 20 - 22 22 91 - 92 2,36 0,4 - 3
Bovans White 20 - 22 21 -22 93 - 94 2,2 5-6
Hubbard Golden 19 - 20 23 -24 90 - 94 2,2 – 2,5 2-4
Dekalb Warren 20 - 21 22,5 -24 90 - 95 2,2 – 2,4 2-4
Bovans Goldline 20 - 21 21,5 -22 93 - 95 1,9 6-7
10
Brown Nick 19 - 20 21,5 -23 92 - 94 2,2 – 2,3 4-7
Bovans Nera 21 - 22 21,5 -22 92 - 94 2,3 – 2,45 2 - 5
Bovans Brown 21 - 22 21 -23 93 - 95 2,25 – 2,35 2 - 7
Sumber: PT. Japfa Comfeed, 2010
Terdapat dua macam tipe ayam petelor, yaitu :
1. Tipe ayam petelor ringan
Tipe ayam ini sering disebut dengan ayam petelor putih yang mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
- Bentuk badan ramping atau kecil mungil
- Warna bulu putih bersih
- Warna jengger merah
- Warna telinga putih
- Mata menonjol dan berwarna mata merah
- Warna kaki kuning
White Leghorn adalah jenis ayam asal dari Tuscany , Italia tengah. Ayam ini merupakan
salah satu strain komersial yang paling populer dari ayam petelor di seluruh dunia. Ayam
tipe ini umumnya berasal dari galur murni White leghorn yang mampu bertelur lebih dari
260 butir/tahun. Ayam tipe petelor ringan ini sensitif terhadap cuaca panas dan keributan.
Ayam jenis Leghorn adalah salah satu ras yang digunakan untuk membuat persilangan
hibrida modern. Leghorn adalah penghasil telur yang sangat baik yang berwarna putih,
11
dengan jumlah produksi sekitar 280 butir per tahun. Akan tetapi, leghorn biasanya
menghindari kontak dengan manusia dan cenderung gelisah serta bertingkah.
Secara umum masyarakat Indonesia lebih banyak memelihara ayam ras petelor tipe medium
daripada tipe ringan karena tipe medium lebih menguntungkan jika dipelihara (Abidin, 2003).
Kelemahan dari ayam ras petelor yaitu sangat peka terhadap lingkungan sehingga lebih mudah
mengalami stress, memiliki sifat kanibalisme yang tinggi, dan selama pemeliharaan
membutuhkan pakan dengan kualitas yang baik serta air minum yang cukup.
12
Ayam ras petelor tua pada akhir produksi memiliki produksi telur dan kesehatan yang mulai
turun karena umur yang semakin tua.Usia unggas adalah hal yang paling penting untuk
mengetahui produktivitasnya (Samli et al., 2005). Produksi telur ayam semakin menurun
seiring dengan pertambahan usia ayam sehingga produktivitas telur menurun (Amiruddin et
al., 2014). Kesehatan ayam dan produksi yang mulai menurun ditandai dengan tanda ayam
mudah terserang penyakit dan respon terhadap vaksin menurun akibat produksi sel limfosit
menurun yang dapat dideteksi melalui titer darah. Pada saatayam berumur tua jumlah
produksinya di bawah angka 50% dan pada kondisi tersebut bisa dikatakan ayam siap diafkir.
Ayam setelah mencapai puncak produksi, sedikit demi sedikit jumlah produksi mulai
mengalami penurunan secara konstan dalam jangka waktu cukup lama yaitu selama 52-62
minggu sejak pertama kali bertelur (Salang et al., 2015).Ayam ras petelor tua yang siap diafkir
atau sudah tidak layak pelihara biasanya dijual dan diganti dengan bibit ayam yang baru. Ayam
ras petelor afkir biasanya dijual untuk dikonsumsi masyarakat. Karakteristik daging ayam yang
menggunakan ayam petelor tua atau afkir yaitu dagingnya keras dan alot karena ikatan-ikatan
silang serabut secara individual meningkat sesuai dengan peningkatan umur (Soeparno, 2005).
Penggantian bibit ayam baru dilakukan secara serentak dan menggunakan bibit yang umurnya
seragam. Perbedaan umur yang jauh akan memudahkan penularan penyakit dari ayam yang
lebih tua keayam yang lebih muda (Setyono et al., 2013).
13
1. Periode Starter
Periode starter adalah adalah periode pemeliharaan dari DOC (day old chick) sampai
umur enam minggu. Tingkat pertumbuhan ayam pada fase ini relatif cepat dan
merupakan masa yang menentukan bagi kehidupan selanjutnya. Pertumbuhan periode
starter dipengaruhi seleksi ketat yang meliputi keaktifan gerak, nafsu makan, bobot badan
seragam, tingkat kematian rendah, kaki kuat dan mata cerah.
2. Periode Grower
Fase grower pada ayam petelor, terbagi kedalam fase awal grower (umur 6 -10 minggu),
dan fase developer (umur 10 - 18 minggu). Pada fase awal grower terjadi pertumbuhan
anatomi dan sistem hormonal, pada fase developer perkembangan ditandai dengan
dominansi pertumbuhan anatomi kerangka ayam dan otot (daging). Pada fase ini kontrol
pertumbuhan dan keseragaman perlu dilakukan, karena berkaitan dengan sistem
reproduksi dan produksi ayam tersebut. Periode grower secara fisik tidak mengalami
perubahan yang berarti, perubahan hanya dari ukuran tubuhnya yang semakin bertambah
dan bulu yang semakin lengkap serta kelamin sekunder yang mulai nampak. Selama
periode ini terjadi perkembangan ukuran dan terbentuknya rangka, perkembangan organ
tubuh, perkembangan hormonal, dan perkembangan organ reproduksi (Rasyaf, 1995).
3. Periode Layer
Fase layer pada ayam ras petelor dimulai sejak umur 18 minggu sampai afkir. Pada fase
ini keberhasilan produksi dinilai dari persentase jumlah telur yang dihasilkan. Semakin
banyak telur yang dihasilkan maka akan semakin menguntungkan bagi peternak. Pakan
yang diberikan pada fase layer ini harus sesuai dengan standar baik dari segi kuantitas
maupun kualitas pakannya. Jika jumlah pakan yang diberikan kurang, maka akan
berdampak pada menurunnya jumlah telur yang dihasilkan.
14
sintesis dalam tubuh (Wahju, 2004). Kualitas dan kuantitas ransum yang diberikan dapat
berpengaruh terhadap produksi telur. Produksi dan kualitas telur akan tercapai secara maksimal
apabila kualitas pakan yang diberikan mencukupi sesuai umur dan tatalaksana pemeliharaan
(Tugiyanti dan Iriyanti, 2012).
Ransum yang berkualitas baik dan cukup untuk memenuhi kebutuhan pembentukan
kuning dan putih telur selain faktor hormonal (Rasyaf, 1991). Ransum ayam petelor periode
layer harus memenuhi standar kebutuhan kadar air 14 %, protein kasar 15-18 %, lemak kasar
2,5-7 %, kalsium 3,25-4 %, fosfor 0,6-0,9 %, lysine 0,78 %, metionin 0,38 % dan aflatoksin
60 ppb (Anggorodi, 1995). Energi metabolisme yang dibutuhkan ayam petelor periode layer
sekitar 2.750 - 2.800 kkal/kg (Yuwanta, 2004). Energi metabolismerupakan energi makanan
yang digunakan ternak untuk metabolisme pokok hidup, pertumbuhan dan produksi telur bagi
ayam petelor.Energi metabolis saling berhubungan dan dipengaruhi oleh kandungan serat kasar
dalam ransum. Energi metabolis dalam proses penyusunan ransum, nilainya dipengaruhi oleh
kandungan dan keseimbangan nutrisi bahan pakan, dan kandungan serat kasar yang merupakan
faktor utama dalam yang menentukan besarnya energi metabolis karena serat kasar dapat
menurunkan kecernaan pakan.
Mineral adalah gizi yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit akan tetapi perannya sangat
penting untuk pertumbuhan tulang, pembentukan kerabang telur, keseimbangan dalam sel
tubuh, membantu pencernaan dan sistem transportasi gizi dalam tubuh, fertilitas dan daya tetas
telur. Mineral Ca dan P dibutuhkan ayam untuk pembentukan tulang dan kerabang telur.
Kandungan protein dan asam amino dalam ransum dapat mempengaruhi ukuran telur, karena
sekitar50% bahan kering telur mengandung protein (Wahju, 2004).Produksi telur meningkat
seiring dengan meningkatnya penambahan protein dalam ransum yang diberikan beberapa saat
(2 minggu) sebelum bertelur serta ketika saat periode bertelur.
Asam amino dibagi menjadi 2 jenis asam amino esensial dan non esensial. Asam amino
dibutuhkan untuk pembentukan jaringan tubuh, pembentukan sel, dan mengganti sel mati.
Lisin merupakan salah satu asam amino yangmempunyai banyak kegunaan di dalam tubuhdan
tidak dapat disintesis oleh tubuh ayam, sehingga digolongkan pada asam amino esensial yang
kritis karena kadarnya dalam pakan sangat rendah. Tidak hanya ransum pokok, feed
supplement juga penting diberikan untuk ayam petelor. Feed supplement perlu diberikan pada
ayam untuk mempercepat pertumbuhan, mempertahankan atau meningkatkan produksi dan
menjaga kesehatan ayam.
15
2.3.2 Kandang Ayam Ras Petelor
Kandang merupakan tempat yang berfungsi untuk melindungi ternak ayam dari pengaruh
buruk iklim, seperti hujan, panas matahari, atau gangguan-gangguan lainnya. Secara makro
kandang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi unggas agar terlindung dari pengaruh-pengaruh
buruk iklim (hujan, panas, dan angin) serta gangguan lainnya (hewan liar atau buas dan
pencurian). Secara mikro kandang berfungsi menyediakan lingkungan yang nyaman agar
ternak terhindar dari cekaman. Kenyamanan kandang berkaitan erat dengan tingkat produksi.
Jika ternak merasa nyaman dalam suatu kandang maka tingkat produksinya dapat meningkat
(Suprijatna dkk., 2005).
Kandang ayam petelor dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu kandang yaitu kandang
postal, dan kandang baterai.
1. Kandang Postal
Kandang Postal merupakan kandang tanpa halaman (umbaran). jadi aktivitas ayam lebih
banyak dihabiskan di dalam kandang(Gambar 2.3). Kandang postal mempunyai 2 tipe yaitu
kandang litter dan kandang cage/ kandang panggung. Kandang Litter yang mempunyai
lantai yang beralaskan lantai plester atau tanah yang diberi alas sekam padi. Kandang jenis
ini bisa untuk membesarkan ayam pedaging maupun petelor. Pada umumnya kandang litter
ditutup dengan plastik di bagian luar dinding kandang agar menghalangi udara kencang
masuk kandang. edangkan Kandang Postal panggung mempunyai lantai yang berlubang dan
pada bagian bawah kandang terdapat tempat untuk menampung kotoran ayam sehingga
ayam tidak bersentuhan langsung dengan kotoran ayam. Lantai panggung terbuat dari kawat
ram atau bambu. Saat ini kandang postal lebih diperuntukkan dalam pemeliharaan periode
starter (0 – 5 minggu).
Kepadatan kandang untuk masa starter – developer yang menggunakan lantai litter (kandang
postal) adalah:
1. Umur 0-7 hari = 40 ekor/m2
2. Umur 8-14 hari =30 ekor/m2
3. Umur 15-28 hari =20 ekor/m2
4. Umur 29-112 hari atau lebih = sebaiknya 6-8 ekor/m2
16
Gambar 2.3 Kandang postal ayam petelor pada fase starter
Kandang postal bentuk panggung adalah kandang dengan lantai renggang dan ada jarak dengan
tanah serta terbuat dari bilah-bilah bambu atau kayu. Suprijatna, dkk. (2005) menyatakan
bahwa kandang panggung merupakan kandang yang lantainya mengunakan bahan berupa
bilah-bilah yang disusun memanjang sehingga lantai kandang bercelah-celah. Kandang
panggung mempunyai sirkulasi udara yang baik karena ada jarak antara lantai dengan tanah
sehingga kandang panggung memiliki kelebihan seperti laju pertumbuhan ayam tinggi,
efisiensi dalam pengunaan ransum, dan kotoran mudah dibersihkan. Kandang panggung
mempunyai ventilasi yang berfungsi lebih baik karena udara bisa masuk dari bawah dan
samping kandang (Gambar 2.4).
17
Gambar 2.4 Kandang postal bentuk panggung
Menurut Rasyaf (2005), kepadatan kandang yang terlalu tinggi akan menyebabkan suhu
dan kelembaban yang tinggi, sehingga akan mengganggu fungsi fisiologis tubuh ayam dan
menyebabkan mortalitas pada ternak akibat adanya kompetisi dalam mendapatkan ransum, air
minum, maupun oksigen. Selain itu, tingkat kepadatan kandang yang tinggi dapat menurunkan
konsumsi ransum dan nilai konversi ransum yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
ternak (Rasyaf, 2001). Kepadatan kandang yang optimal untuk ternak dipengaruhi oleh suhu
dalam kandang. Semakin tinggi suhu dalam kandang, kepadatan kandang yang optimal
semakin rendah, sebaliknya apabila suhu di dalam kandang semakin rendah, kepadatan
kandang yang optimal semakin tinggi. Ukuran luas kandang yang disediakan tergantung dari
beberapa faktor seperti macam kandang, ukuran ayam, suhu lingkungan serta keadaan
ventilasi. Kepadatan kandang berpengaruh terhadap kenyamanan ternak dalam kandang. Hal
ini disebabkan oleh kepadatan kandang mempengaruhi suhu dan kelembaban udara dalam
kandang, sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan ternak. Kepadatan optimal untuk ternak
ayam dipengaruhi oleh suhu kandang. Semakin tinggi suhu udara dalam kandang, maka
kepadatan kandang optimal semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah suhu udara dalam
kandang, maka kepadatan kandang optimal semakin tinggi. Kepadatan kandang untuk ayam
18
petelor fase grower adalah 6 - 8 ekor/m2. Kepadatan yang berlebih akan menyebabkan
pertumbuhan ayam terhambat (kerdil) karena terjadi persaingan untuk mendapatkan ransum,
air minum maupun oksigen.
2. Kandang Baterai
Kandang baterai merupakan kandang yang berbentuk sangkar empat persegi panjang
yang disusun berderet-deret memanjang bertingkat dua ataupun bertingkat tiga, dan setiap
ruangan pada kandang baterai hanya menampung 1 - 2 ekor ayam(Gambar 2.5). Lantai kandang
merupakan bilah-bilah bambu ataupun kawat yang disusun tidak rapat agar kotoran ayam dapat
langsung jatuh ke tanah. Model kandang ini paling sesuai dengan dan efektif untuk daerah
tropis yang panas dan lembab seperti di Indonesia, serta cocok untuk lahan yang sempit.
Berdasarkan tipe/bentuk kandang, kandang baterai dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:
kandang tipe V, tipe A, dan tipe W. Kandang type V biasanya berisi 4 atau 6 lajur / kandang
(Gambar 2.6 dan 2.7). Type AA berisi 8 lajur/kandang (Gambar 2.8) dan type W berisi 8 lajur/
kandang (Gambar 2.9).
19
Gambar 2.6 Kandang tipe V empat lajur
20
Gambar 2.8 Kandang tipe AA 8 lajur
Kandang tipe W juga bisa memuat populasi lebih banyak tetapi sirkulasi udara di lajur bagian
tengah kurang baik. Karena itu, kotoran ayam lebih lama mongering dibandingkan dengan
kandang ayam tipe V, sehingga kandungan amoniak cukup tinggi akibatnya pernafasan ayam
terganggu dan mempengaruhi produksi telur.
21
- Penggunaan kandang baterai mampu meningkatkan produktifias ayam petelor
- Kandang yang dibuat bersekat sekat dimaksudkan untuk membagi ruang agar merata,
dimana satu kotak bisa diisi satu atau lebih ayam petelor
- Kotoran ayam tidak akan mengotori lantai karena akan langsung jatuh ke bawah
kandang
- Telur yang keluar akan menggelinding keluar karena lantai yang dibuat miring, ini
memudahkan saat pengambilan telur
- Tidak ada perebutan makanan karena ayam ayam telah dijatah dengan tempat makan
yang berada di depan kandang dan tidak bisa dijangkau oleh ayam dari kandang
sebelahnya.
- Efesiensi tempat adalah salah satu keunggulan kandang baterai dimana di temapt yang
terbatas bisa memulai lebih banyak ayam (kandang tingkat).
22
Gambar 2.10 Bagian-bagian Telur
Telur ayam ras mempunyai kandungan protein yang tinggi dan susunan protein yang
lengkap, akan tetapi lemak yang terkandung di dalamnya juga tinggi (Tabel 2.3).
23
2. Kualitas telur bagian luar
Kualitas telur sebelah luar ditentukan oleh kondisi kulit telurnya. Berikut ini beberapa
parameter yang dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas telur sebelah luar,
yaitu: kebersihan kulit, tekstur dan kehalusan kulit, warna kulit, bentuk, dan berat telur.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (2008), tingkatan mutu fisik telur dapat dibagi
menjadi mutu I, mutu II, dan Mutu III (Tabel 2.4).
24
Menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia (2008), telur konsumsi juga memiliki
persyaratan mutu mikrobiologis telur yangdapat dilihat pada Tabel 2.5
Gambar 2.11 Berbagai Mutu Telur Diukur Dari Tingginya Kantung Udara di
Dalam Telur
25
2. Metode Pemecahan Telur
Pemeriksaan mutu telur dengan metode pemecahan telur dilakukan dengan melihat
indeks kuning telur, dan indeks albumin. Semakin tua umur telur maka semakin lebar ukuran
kuning telur, dan semakin kecil indeksnya. Telur yang baru memiliki indeks kuning telur
antara 0,33 – 0,52 dengan nilai rata-rata 0,42. Demikin juga dengan puth telur (albumin),
semakin tua umur telur maka semakin lebar diameter putih telur, sehingga semakin kecil
indeksnya. Telur baru memiliki indeks putih telur anatar 0,05 – 0,174 dengan angka normal
antara 0,009 hingga 0,120. Telur segar dapat dilihat pada Gambar 2.12 dan telur kurang
segar dapat dilihat pada Gambar 2.13.
26
Gambar 2.13 Telur Kurang Segar
27
BAB III.
METODOLOGI PENELITIAN
28
Penjelasan-penjelasan tambahan tertentu yang bersifat kualitatif dan mendalam yang belum
tercakup dalam kuesioner tetapi berkaitan erat dengan masalah penelitian, ditanyakan dengan
menggunakan daftar pertanyaan terbuka sebagai pedoman wawancara, dan hasilnya dicatat
dalam lampiran tersendiri (slip).
29
3.5. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan empat cara yaitu: 1)
wawancara langsung menggunakan kuesioner terstruktur yang telah dipersiapkan, 2)
wawancara yang mendalam (indepth interview) menggunakan daftar pertanyaan terbuka
sebagai pedoman wawancara, 3) observasi yang mengamati kondisi lingkungan setempat, 4)
penelusuran literatur ataupun dokumentasi yang berhubungan dengan penelitian.
30
𝑛
𝐵𝑡 − 𝐶𝑡
𝑁𝑃𝑉 = ∑
(1 + 𝑖)𝑡
𝑡=0
Dimana:
Bt = Benefit pada tahun ke t (Rp)
Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke t (Rp)
i = Discont Rate (%)
t = Jumlah waktu (tahun)
Dari hasil perhitungan NPV terdapat tiga kriteria kelayakan investasi,yaitu:
a. NPV> 0, maka usaha tersebut layak untuk dilakukan
b. NPV< 0, maka usaha tersebut tidak layak untuk dilakukan
c. NPV = 0, maka usaha tersebut berada pada titik impas.
2. Internal Rate Return (IRR)
IRR adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan NPV = 0. Dari hasil perhitungan
IRR terdapat tiga kriteria kelayakan investasi,yaitu:
a. IRR>SOCC, maka usaha tersebut layak untuk dilakukan
b. IRR<SOCC, maka usaha tersebut tidak layak untuk dilakukan
c. IRR = SOCC, maka usaha tersebut berada pada titik impas.
Menurut Ibrahim (2003), formula yang digunakan untuk menilai IRR adalah:
𝑁𝑃𝑉1
IRR = i1 + ∙ (𝑖1 − 𝑖2 )
𝑁𝑃𝑉1 −𝑁𝑃𝑉2
Dimana:
i1 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV 1
i2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV 2
NPV1 = NPV Positif (Rp)
NPV2 = NPV Negatif (Rp)
3. Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Net B/C ratiomerupakan perbandingan antara jumlah PV net benefit positif dengan jumlah
PV net benefit negatif. Nilai Net B/C ratiomenunjukkan besarnya benefit yang diperoleh
dari cost yang dikeluarkan. Menurut Ibrahim (2003), Net B/C ratiodihitung menggunakan
formula sebagai berikut:
31
𝐵𝑡 − 𝐶𝑡
∑𝑛
𝑡=0 𝑡
(1+𝑖) (𝐵𝑡−𝐶𝑡 )>0
Net B/C ratio= 𝐵𝑡 − 𝐶𝑡 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 (𝐵𝑡−𝐶𝑡 )<0
∑𝑛
𝑡=0 (1+𝑖)𝑡
Dimana :
Bt = Benefit pada tahun ke t
Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke t
i = Discount Rate (%)
t = Umur ekonomis (tahun)
Dari hasil perhitungan Net B/C ratio terdapat tiga kriteria kelayakan investasi,yaitu:
a. Net B/C ratio> 1, maka usaha tersebut layak untuk dilakukan
b. Net B/C ratio< 1, maka usaha tersebut tidak layak untuk dilakukan
c. Net B/C ratio= 1, maka usaha tersebut berada pada titik impas.
4. Pay Back Period (PBP)
Analisis PBP menunjukkan jangka waktu tertentu dimana present value komulatif benefit
sama dengan preset value komulatif investasi. Analisis PBP perlu dilakukan untuk
mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh suatu usaha untuk mengembalikan
seluruh biaya investasi yang telah dikeluarkan. Menurut Ibrahim (2003), PBP dihitung
menggunakan formula sebagai berikut:
n n
I Bi icp1
PBP Tp 1 i 1 i 1
Bp
dimana:
Tp-1 = tahun sebelum terdapat PBP
32
n n
TCi Bicp1
BEP T p1 i 1 i 1
Bp
dimana:
Tp-1 = tahun sebelum terdapat BEP
= jumlah total cost yang telah di-discount
TC i
Bicp1 = jumlah benefit yg telah didiscount sebelum BEP
Bp = jumlah benefit pd BEP berada
6. Uji Sensitivitas
Uji sensitivitas diperlukan karena dalam kegiatan usaha ada kemungkinan terjadinya suatu
perubahan yang mempengaruhi unsur-unsur harga pada saat usaha tersebut sedang berjalan.
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kelayakan finansial usaha peternakan ayam
ras petelor di Kecamatan Petang, apabila terjadi perubahan pada harga output produksi
(harga telur), harga input (harga pakan) dan jumlah pemeliharaan ayam.
Perhitungan analisis sensitivitas dengan menggunakan metode Switching Value yaitu
metode untuk mengetahui sampai titik berapa perubahan suatu komponen yang dapat
mengakibatkan perubahandalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak
ataupunsebaliknya.
33
BAB IV
34
Gambar 4.1 Survey Lokasi Kandang
Lahan yang disiapkan untuk pembangunan kandang ayam ras petelor terletak 500
meter dari jalan raya (Gambar 4.2). Lokasi ini bagus untuk dikembangkan sebagai
usaha peternakan ayam ras petelor karena terhindar dari polusi udara dan suara dari lalu
lintas kendaraan. Kondisi ini merupakan zona nyaman bagi ternak ayam ras petelor,
sehingga diharapkan ayam dapat berproduksi dengan maksimal.Lahan kandang ini juga
jauh dari permukiman, dimana permukiman terdekat berada 200meter dari lokasi
peternakan, dan permukiman di lingkungan sekitar tidak terlalu padat. Pemilihan lokasi
yang jauh dari permukiman merupakan strtaegi yang bagus untuk menghindari keluhan
masyarakat akan dampak negatif dari usaha peternakan usaha ini seperti bau dan limbah
yang dihasilkan.
35
Jalan Umum
b. Akses Jalan
Akses jalan dari areal kandang sampai jalan raya besar sudah cukup baik, namun
perlu dibuatkan jalan baru yang menghubungkan antar kandang di dalam areal
perkandangan (Gambar 4.3). Akses transportasi yang baik dan jalan yang dapat dilalui
oleh kendaran penting agar proses pengiriman dapat berjalan dengan baik kondisi jalan
yang baik pula akan menentukan kualitas telur seperti persentase telur yang pecah yang
diakibatkan jalan yang kurang baik.
36
c. Ketinggian tempat
Ketinggian tempat yang ideal digunakan untuk peternakan ayam ras petelor adalah
pada ketingian 100-400 meter diatas permukaan laut. Lahan dengan ketinggian kurang
dari ketinggian 100 meter dari permukaan laut maka ayam mudah stress karena
pengaruh panas. Kasus-kasus yang sering terjadi didaerah dataran rendah adalah ayam
mudah mengalami panting (ayam bernafas dengan mulut) karena panas yang
berlebihan, bobot telur lebih ringan, dan tingkat kematian lebih tinggi. Sementara
ketinggian diatas 400 meter akan berpengaruh buruk karena curah oksigen semakin
rendah, sehingga ayam akan rentan terhadap penyakit pernafasan maupun penyakit
metabolisme lainnya. Kasus-kasus yang muncul di dataran tinggi adalah ascites (perut
kembung berisi cairan) dan penyakit pencernaan lainnya akibat bakteri gram negative.
Namun demikian, kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa daerah dataran tinggi
dengan curah oksigen yang tinggi sangat bagus untuk produktifitas ayam petelor. Misal:
daerah Penebel, dan Kintamani. Kecamatan Petang, berada pada ketinggian tempat 750
– 900m dpl dengan curah oksigen yang tinggi, sehingga dinyatakan layak untuk
peternakan ayam ras petelor.
d. Cahaya
Setiap makhluk hidup selalu hampir pasti memberikan respon reaksi terhadap
perubahan gelap terang cahaya/sinar matahari atau cahaya tiruan. Periode gelap terang
merangsang proses pematangan organ reproduksi dan oviposisi atau peletakan telur.
Dengan melihat sifat alami tersebut, maka intensitas penyinaran pada peternakan ayam
petelor dapat mempengaruhi produktifitas. Intensitas cahaya merangsang pelepasan dan
peningkatan suplai FSH (follicle stimulating hormone) yang pada gilirannya nanti,
melalui aktivitas ovarium mengakibatkan terjadinya ovulasi atau pengeluaran sel telur
dan oviposisi peletakkan telur sebelum keluar. Paparan cahaya yang terlalu berlebih,
dapat merangsang ayam untuk bertelur lebih awal, sehingga akan berakibat pada
rendahnya bobot telur sehingga telur yang dihasilkan berukuran kecil dan lama
produksi telur akan berjalan singkat. Jika sebaliknya maka bentuk dan bobot telur akan
berukuran besar. Oleh karenanya, penting untuk dapat mengatur cahaya sehingga ayam
tersebut memulai peneluran pada periode perkembangannya yang sesuai, dengan
demikian ukuran telur yang di hasilkan sesuai dengan permintaan pasar.
Berdasarkan pengukuran, intensitas sinar matahari yang masuk ke dalam kandang
ayam petelor di Desa Petang berkisar 24 -35 lux. Sinar matahari diperlukan oleh ternak
37
sebagai penerangan dalam melakukan aktivitas biologi, proses pembentukan vitamin
D dan stimulasi hipofisa dalam proses produksi telur. Menurut Esmay (1978)
intensitas sinar matahari yang baik di dalam kandang adalah minimal 10 Lux.
Berdasarkan observasi pada kandang ayam petelor yang telah ada di lokasi
peternakan, dapat dinyatakan bahwa bangunan kandang yang ada di lokasi tersebut,
dinyatakan layak jika dilihat dari sisi intensitas cahaya di dalam kandang. Namun
demikian, jika ingin menciptakan kondisi optimal bagi ayam ras petelor, maka bisa
dibantu dengan teknologi pencahayaan menggunakan lampu dan tirai penutup
kandang.
Intensitas cahaya yang masuk kedalam kandang selainmengandalkan sinar
matahari, dapat pula diberikan bantuan cahaya buatan, sehingga intensitas dan lamanya
penyinaran yang diperoleh ayam petelor tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan
optimalnya. Kebutuhan penyinaran ayam petelor berbeda pada masing-masing fasenya.
a. Ayam dara umur 6 – 16 minggumembutuhkan penyinaran selama 10-12 jam sehari.
Peternak bisa menggunakan tirai penutup kandang untuk mengurangi lamanya
penyinaran.
b. Ayam yang mulai memasuki umur produksi (mulai minggu ke 17) memerlukan
penyinaran yang lebih panjang yaitu selama 14 – 16 jam sehari. Lama siang hari
rata-rata di Indonesia adalah 12 jam, sehinga diperlukan penyinaran tambahan di
pagi dan malam hari.Tambah penyinaran dapat diberikan di pagi hari selama 2 jam,
dari jam 4 – 6 pagi hari dan penambahan penyinaran pada malam hari selama 2 jam
mulai pukul 6 – 8 malam
Kurangnya intensitas cahaya yang masuk kedalam kandang induk ayam sedang
yang bertelur dapat berakibat pada penurunan produksi telur. Penurunan intensitas
cahaya ini terutama berpengaruh terhadap kelenjar endokrin (hipotalamus
pituitary/hipofisa, gonad) untuk mengeluarkan hormon yang dibutuhkan untuk
produksi telur.
38
Gambar 4.4 Pengukuran Intensitas Cahaya di Dalam Kandang
39
Gambar 4.5 Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Lingkungan Peteranakan
Temperatur kandang yang sesuai untuk ayam ras petelor adalah 23 - 33°C, sedangkan
untuk kelembaban berkisar antara 55 - 65% sesuai dengan umur ayam (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Suhu dan kelembaban udara yang nyaman bagi ayam petelor
Umur (hari) Suhu (°C) Kelembaban (%)
0–3 33 – 31 55 – 60
4–7 32 – 31 55 – 60
8 – 14 30 – 28 55 – 60
15 – 21 28 – 26 55 – 60
22 – 24 25 – 23 55 – 65
≥ 25 25 - 23 55 – 65
Sumber: Medion, 2010
40
suhu optimal untuk ayam ras petelor. Untuk menurunkan suhu di dalam kandang, bisa
dibantu dengan penggunaan atap monitor sehingga sirkulasi udara menjadi lebih baik
dan suhu di dalam kandang menjadi lebih sejuk.
Ditinjau dari data temperatur udara, Desa Petang feasible untuk pengembangan
ayam ras petelor. Secara umum ternak merasa nyaman atau berada pada Thermo
Neutral Zone (TNZ) atau comfort pada temperature udara berkisar 15 – 25 oC (Esmay,
1978). Petang termasuk daerah dataran tinggi, sehingga pada waktu terjadi suhu
minimum yaitu pada jam 02.00 wita, bukan tidak mungkin temperatur udara sampai
pada 15 oC atau lebih rendah. Pada kondisi ini, sesaat ternak ayam petelor akan
mengalami cekaman dingin. Pada kondisi cekaman dingin (hypothermia) ternak akan
memerlukan energi untuk memanaskan panas (maintenance) lebih tinggi dibandingkan
pada kondisi nyaman. Nuriyasa et al. (2015) menyatakan bahwa penggunaan energi
untuk maintenance (hidup pokok) lebih tinggi, menyebabkan energi yang dapat
dipergunakan untuk pertumbuhan menjadi lebih rendah. Berdasarkan hal tersebut,
maka peternak perlu melakukan penyesuaian komposisi bahan pakan penyusun ransum
sehingga menghasilkan ransum dengan kandungan energy dan protein sedikit lebih
tinggi. Rekomendasi tersebut bertujuan agar tidak terjadi penurunan produksi ternak
ayam petelor.
41
Selain suhu, kelembaban udara (kadar air terikat di dalam udara) juga perlu
diperhatikan karena kelembaban akan mempengaruhi suhu yang dirasakan ayam. Hal
ini disebabkan pengeluaran panas tubuh ayam dilakukan melalui panting. Keterkaitan
antara keduanya terhadap suhu yang dirasakan ayam tampak dalam Tabel 4.2. Dimana
semakin tinggi kelembaban, suhu efektif yang dirasakan ayam juga semakin tinggi.
Sebaliknya, ayam akan merasakan suhu yang lebih dingin dibanding suhu lingkungan
ketika kelembaban rendah.
Tabel 4.2. Pengaruh Kelembaban Terhadap Suhu Yang Dirasakan Ayam
Kelembaban kandang (%)
Suhu efektif yang dirasakan ayam (°C) 40% 50% 60% 70% 80%
Suhu kandang (°C)
30 36,0 33,2 30,8 29,2 27,0
28 33,7 31,2 28,9 27,3 26,0
27 32,5 29,9 27,7 26,0 24,0
26 31,3 28,6 26,7 25,0 23,0
25 30,2 27,8 25,7 24,0 23,0
24 29,0 26,8 24,8 23,0 22,0
Kelembaban udara di lokasi peternakan adalah 62%. Kelembaban ideal untuk ayam
sekitar 50-70%. Kelembaban ini akan membantu perkembangan bulu agar semakin
baik. Lingkungan dengan kelembaban rendah akan menyebabkan perkembangan dan
bentuk bulu menjadi jelek. Sebaliknya kelembaban tinggi akan menyebabkan masalah
seperti kadar amoniak yang tinggi diikuti masalah gangguan pernafasan. Berdasarkan
observasi terhadap temperatur dan kelembaban udara dinyatakan bahwa lokasi
peternakan ini layak untuk pengembangan usaha peternakan ayam ras petelor.
f. Tipe Tanah
Tipe tanah yang dipilih dalam pembangunan kandang adalah yang mudah
menyerap air seperti tanah berpasir. Tanah yang sulit menyerap air seperti tanah
lempung/ tanah liat sebaiknya dihindari untuk lokasi kandang.
Lokasi peternakan ayam petelor di Desa Petang mempunyai tanah dengan tekstur
lempung berpasir. Tekstur tanah seperti ini akan menghasilkan infiltrasi air yang
optimum sehingga tidak berpotensi menyebabkan genangan air. Berdasarkan fakta
42
tersebut, tanah lempung berpasir tidak akan menambah kelembaban udara di dalam
kandang. Aliran permukaan pada tanah ini juga menyebabkan run off yang tidak deras
sehingga tidak berpotensi menyebabkan terjadi erosi yang berlebihan. Berdasarkan
pengamatan terhadap tipe tanah, dinyatakan bahwa lokasi peternakan ini layak untuk
pengembangan usaha peternakan ayam ras petelor.
g. Sirkulasi Udara
Sirkulasi udara yang lancar menjadi salah satu syarat dalam menentukan
layak/tidaknya lokasi tersebut dimanfaatkan sebagai tempat pengembangan usaha
peternakan ayam ras petelor. Hindari memilih lokasi yang berada di lembah atau lebih
rendah dari daerah sekitarnya, sebab dapat menghambat sirkulasi udara. Daerah sekitar
kandang dan lokasi peternakan pada keseluruhannya sebaiknya merupakan daerah
lapang dan tidak terhalang banyak bangunan ataupun pepohonan sehingga tidak
menghalangi sirkulasi udara yang masuk kedalam kandang (Gambar 4.7).
43
h. Ketersediaan air bersih dan listrik
Sumber air dan listrik belum tersedia di areal kandang, sehinga perlu ditambahkan
instalasi listrik dan air. Listrik memiliki peranan penting dalam kegiatan operasional di
kandang, yaitu sebagai penerangan, mengalirkan air, serta kegiatan teknis lainnya.
Untuk antisipasi pemadaman listrik dari PLN, maka perlu disiapkan genset.
Ketersediaan sumber air di areal kandang memiliki peranan yang vital untuk
pertumbuhan ayam dan operasional kandang. Ketersediaan air dapat difasilitasi dengan
memasang instalasi air dari PDAM dan atau menggunakan sumur bor. Masing-masing
unit kandang dilengkapi dengan tempat penampungan air.
2. Kandang
a. Tata Letak Bangunan
Idealnya, dalam suatu peternakan, calon peternak tidak hanya mendirikan kandang
saja. Namun perlu dilengkapi dengan pos jaga, tempat parkir, kantor, gudang ransum,
mess pegawai, dan bangunan pendukung lainnya. Penentuan letak atau posisi kandang
maupun bangunan pendukung tersebut harus ditata dengan baik, sehingga alur
distribusi ayam, telur, personal (manusia), ransum maupun peralatan lainnya dapat
berjalan efektif.Tata letak ini juga merupakan bagian
dari biosecurity (biosecurity konseptual), karena bisa berperan menekan rantai
penularan penyakit. Untuk hal tersebut layout lokasi peternakan dapat dibagi menjadi
3 zona seperti tampak pada Gambar 4.8.
Tata letak bangunan dibagi menjadi 3 zona, yaitu:
1. Zona merah merupakan zona umum, dimana para tamu, konsumen dan supplier
bebas masuk sampai di zona ini. Pada zona merah ini terdapat pos satpam, lahan
parkir dan gedung perkantoran. Pintu masuk ke zona merah (P1) dilengkapi dengan
tempat desinfeksi dengan metode dipping dan spraying (Gambar 4.9).
2. Zona kuning merupakan zona transit atau zona bebas terbatas. Pada zona kuning ini
terdapat gudang pakan, gudang peralatan, gudang telur, mess karyawan, dan tempat
pembakaran/mengubur ayam mati. Hanya karyawan dan tamu yang memiliki
kepentingan khusus yang bisa memasuki areal ini. Pintu masuk ke zona kuning
dilengkapi dengan tempat desinfeksi dengan metode dipping dan spraying.
44
P
5 1 1
6 6 6 6 6
4 P
2
ç ç ç ç ç
P
1
P
3
3 P
ç ç ç ç ç 4
6 6 6 6 6 2
3a 3b 3c
Keterangan:
Zona merah (zona kotor) 1. Areal parkir
Zona kuning (zona transit) 2. Kantor
Zona hijau (zona bersih) 3. Gudang
Pintu masuk dan terdapat tempat desinfeksi 3a. Gudang Telur
3b. Gudang pakan
Pintu loading barang
3c. Gudang Peralatan
Sumur 4. Mess karyawan
Tempat penampungan air 5. Toilet dan tempat penguburan/pembakaran ayam mati
6. Kandang sebanyak 32 buah, masing-masing dilengkapi dengan gudang pakan dan gudang telur
46
Konstruksi kandang yang baik rata-rata bisa bertahan 10-20 tahun. Pada
prinsipnya, kandang harus dibuat dari bahan yang kuat dan tahan lama.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat kandang
ayam petelor, yaitu:
- Kandang dibangun dengan arah kandang Timur-Barat, untuk
menghindari ayam terkena sinar matahari sepanjang hari.
- Lebar kandang terbuka sebaiknya tidak lebih dari 7 meter agar sirkulasi
udara di dalam kandang optimal. Jarak antar kandang minimal 1x lebar
kandang dan usahakan diantara kandang tidak terdapat tanaman yang
bisa menggangu sirkulasi udara.
- Atap kandang dibuat melebar dengan kemiringan 30-35° dan dilengkapi
dengan monitor untuk meningkatkan sirkulasi udara di dalam kandang.
Pemilihan jenis bahan atap kandang harus disesuaikan dengan kondisi
lingkungan, agar suhu kandang optimal (tidak terlalu panas) untuk
menghindari heat stress yang dapat berdampak pada rendahnya
produksi telur.
- Tiang bangunan kandang dibuat dari balok beton, dengan tinggi tiang 3
m jika atap terbuat dari asbes/seng dengan lapisan peredam panas.
- Kandang bateri dibangun dengan tipe V tiga tingkat, untuk
mempermudah perlakuan pada ayam dan pembersihan kotoran (Gambar
4.11)
- Jarak lantai baterai ke lantai minimal 80 cm untuk menghindari cemaran
amoniak, sirkulasi udara baik, dan mempermudah proses pembersihan
serta desinfeksi kandang.
- Lantai kandang dibuat dari semen (pese)
- Lebar gang minimal 80 cm sehingga sirkulasi udara baik, dan
memudahkan dalam pemberian pakan dan pemungutan telur.
- Jarak atap dengan kandang individu minimal 1 meter.
- Disekeliling areal kandang dibangun pagar tembok setinggi ± 1,5 meter.
Dengan jarak minimal 5 meter dari sisi kandang terluar, agar sirkulasi
udara tidak terganggu.
- Disekeliling tembok dutambahkan dengan tanaman/pohon yang
berfungsi sebagai wind break.
47
Gambar 4.10 Design Kandang Ayam Petelor Tipe V
48
3. Peralatan Kandang
Selain kandang, peralatan kandang juga menjadi bagian yang tidak bisa
dipisahkan dari konstruksi kandang. Peralatan ini akan mendukung terwujudnya
kandang yang nyaman. Secara umum peralatan kandang terdiri dari tempat
ransum, tempat minum, lampu untuk pencahayaan, sprayer untuk pembersihan
dan desinfeksi kandang serta peralatan, keranjang ayam, timbangan, egg tray,
dan spuite.
49
terhadap berbagai alternatif usaha/proyek sehingga dapat dipilih usaha/proyek yang
paling menguntungkan, dan (4) untuk menentukan prioritas investasi.
Analisis kelayakan finansial pada usaha peternakan ayam petelor berkaitan
dengan analisa mengenai jumlah kebutuhan dana investasi maupun operasional,
proyeksi arus kas, rugi-laba, dan analisa kriteria investasi. Ada beberapa kriteria
investasi yang dapat digunakan sebagai suatu ukuran untuk menilai layak tidaknya
suatu kegiatan usaha atau investasi secara finansial. Beberapa kriteria tersebut
antara lain: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit
Cost ratio (Net B/C).Payback Period (PBP) dan Break even point (BEP). Untuk
kepentingan analisis kelayakan finansial maka beberapa koefisien teknis atau data-
data terkait dengan teknis produksi telah dikumpulkan melalui survei lapangan
yang telah dipadukan dengan pendekatan teoritik, seperti yang dapat dilihat pada
Lampiran 1. Kelayakan finansial ini dibuat berdasarkan skala produksi sebanyak
48.000 ekor dengan jangka waktu 15 tahun.Biaya-biaya yang dicantumkan
dalam analisis ini adalah biaya dengan acuan penggunaan alat dan bahan
berstandar minimal dan efisien dalam pengembangan usaha peternakan ayam
ras petelor.
50
Tabel 4.3. Biaya Investasi
Proporsi Biaya
No Komponen Biaya Biaya (Rp)
Investasi (%)
1 Sewa Lahan 720.000.000 17,51
2 Bangunan
a. Kandang dan Gudang 2.840.000.000 69,07
b. Mes Karyawan 184.000.000 4,48
c. Kantor 50.000.000 1,22
3 Kendaraan 120.000.000 2,92
4 Peralatan Kandang 120.140.000 2,92
Instalasi Listrik, air, dan telepon 37.500.000 0,91
6 Instalasi Biosekuriti 40.000.000 0,97
Jumlah 4.111.640.000
51
Tabel 4.4 Rata-rata Biaya Variabel Usaha Ayam Petelor
No Komponen Satuan Biaya Rata-Rata Rata-Rata Proporsi
Biaya per Jumlah Biaya (%)
satuan Fisik per (Rp/tahun)
(Rp) tahun
1 Bibit ayam ekor 57.600 42.200 2.430.720.000 20,65
dara
2 Pakan Rp/kg 5.061 1.812.630 9.174.072.134 77,94
3 Obat obatan ekor 3.700 39.247 147.802.667 1,26
4 Biaya Rp/kg 10 1.812.630 18.126.300 0,15
bongkar muat
pakan
Total Biaya Variabel 11.770.721.101
52
ini mencapai 53,78% dari total biaya tetap. Untuk mengusahakan ayam petelor
dengan skala 48.000 ekor maka paling tidak diperlukan seorang manajer, 12 orang
tenaga kerja pemelihara, 2 orang pencampur pakan, dan 1 orang sopir. Untuk
memasarkan hasil maka paling tidak diperlukan juga 1 tenaga pemasaran dan 1
tenaga administrasi.
53
didukung oleh profit/cost sebesar 6,94% yang artinya keuntungan bersih yang
diperoleh peternak yaitu sebesar 6,94% dari biaya yang dikeluarkan.
54
4.2.5. Analisis Break Even Point (BEP)
Titik impas (Break even) merupakan kondisi perusahaan tidak untung
namun juga tidak rugi. Dalam Kajian ini, analisis BEP dilakukan untuk mengetahui
harga telur dan produksi dalam kondisi impas (break even). Berdasarkan biaya total,
usaha peternakan ayam petelor dengan skala 48.000 ekor mengalami titik impas
ketika rata-rata harga telur Rp. 981,83/butir atau ketika rata-rata jumlah produksi
73,64%. Agar menguntungkan bagi peternak, maka harga telur harus lebih dari
angka tersebut. Jika lebih rendah maka akan merugikan peternak. Penurunan harga
telur sekitar 7,95% dari harga saat ini (Rp. 1.066,67/butir) cateris paribus
menyebabkan usaha ini mengalami impas (tidak untung tetapi juga tidak rugi).
Penurunan harga lebih tinggi dari angka tersebut baru akan menyebabkan usaha ini
rugi.
Sedangkan berdasarkan analisis biaya tunai (tanpa memperhitungkan biaya
tenaga pemelihara, tenaga pencampur pakan, dan sewa lahan) maka usaha ini
mengalami titik impas ketika harga telur Rp. 944,77/butir atau ketika rata-rata
jumlah produksi telur 72,86%. Ketika harga telur lebih dari angka tersebut diatas
maka akan menguntungkan bagi peternak dan sebaliknya ketika harga lebih rendah
dari angka tersebut artinya peternak akan menderita kerugian. Penurunan harga
telur sekitar 11,43% dari harga saat ini (Rp. 1.066,67/butir) cateris paribus
menyebabkan usaha ini mengalami impas (tidak untung tetapi juga tidak rugi).
Penurunan harga lebih tinggi dari angka tersebut baru akan menyebabkan usaha ini
rugi.
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa manajemen produksi dan manajemen
pemasaran hasil harus dikelola dengan baik sehingga produksi telur maupun harga
telur dapat terus dijaga di atas angka BEP tersebut di atas sehingga akan
menguntungkan bagi peternak. Untuk menjamin hal tersebut maka pelatihan-
pelatihan atau pendampingan-pendampingan pada peternak baik dalam hal
produksi maupun pemasaran harus dilakukan secara berkelanjutan.
55
kegiatan investasi peternakan ayam petelor yang dihitung berdasarkan penerimaan
selama proyek berjalan. Penerimaan bersumber dari penjualan hasil, bantuan
pemerintah, nilai sisa (salvage value), dan penyusutan. Nilai sisa tersebut
merupakan nilai bangunan peralatan, kendaraan, ayam dan lain-lainya pada akhir
masa proyek yaitu pada akhir tahun ke-15. Aliran kas keluar dari suatu proyek
adalah merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan selama masa proyek tersebut yang
dapat digolongkan menjadi biaya investasi, biaya reinvestasi, biaya operasi (biaya
variabel dan biaya tetap), dan pajak penghasilan. Secara rinci arus kas dari usaha
peternakan ayam petelor dengan skala 48.000 ekor berdasarkan biaya total dan
biaya tunai dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Nilai net cash flow pada
setiap tahun menunjukkan angka yang positif yang artinya usaha ini
menguntungkan, sehingga layak dilaksanakan.
56
Net B/C, BEP waktu dan pay back period memenuhi kriteria kelayakan. Usaha ini
menghasilkan nilai NPV yang positif yaitu sebesar Rp.
2.700.565.191,91(berdasarkan biaya total) atau Rp. 5.742.964.855,96 (berdasarkan
biaya tunai). Hal ini menunjukkan bahwa selama 15 tahun (selama umur proyek),
kegiatan investasi usaha peternakan ayam ras petelor menghasilkan akumulasi
present value net benefit sebesar angka tersebut. Suatu rencana kegiatan investasi
layak untuk dijalankan jika memiliki NPV ≥ 0, oleh karena itu dilihat dari kriteria
ini kegiatan investasi usaha peternakan ayam ras petelor layak untuk dilaksanakan.
Kegiatan investasi usaha peternakan ayam ras petelor juga mempunyai IRR
yang lebih besar dari tingkat discount rate (12%). Hal ini berarti bahwa tingkat
pengembalian investasi yang dihasilkan oleh kegiatan usaha peternakan ayam ras
petelor adalah sebesar 19,63% (berdasarkan biaya total) dan jauh lebih besar dari
itu berdasarkan biaya tunai yaitu 30%, sehingga investasi ini layak untuk
dilaksanakan. Berdasarkan biaya total, hal ini juga berarti bahwa modal yang
dimiliki lebih baik digunakan untuk investasi usaha ayam ras petelor dari pada
didepositokan di bank jika tingkat bunga deposito dibawah 19,63%, karena
investasi tersebut memberikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
Net B/C dari rencana investasi usaha peternakan ayam ras petelor lebih
besar dari 1 yaitu sebesar 1.98. Artinya, setiap Rp. 1 biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan investasi tersebut, akan menghasilkan present value net benefitsebesar Rp.
1.98. Oleh karenaNet B/C dari rencana usaha ini lebih besar dari 1 maka rencana
usaha ini layak untuk dilaksanakan.
Berdasarkan perhitungan Pay Back Period(PBP) dapat diketahui kecepatan
usaha ini dalam mengembalikan biaya investasi. Nilai PBP dari rencana usaha ini
yaitu 0,51 tahun (berdasarkan biaya total). Hal ini berarti bahwa rencana usaha ini
mampu mengembalikan biaya investasi yang diperlukan dalam waktu 0,51 tahun.
Artinya, dalam waktu 0,51 tahun benefit yang diperoleh telah mampu menutup
biaya investasi yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa rencana usaha ini
mampu mengembalikan biaya investasi dalam waktu yang relatif cepat sehingga
layak dilaksanakan.
Break Even Point (BEP) waktu dari rencana usaha ini yaitu 7,97 tahun
(berdasarkan biaya total). Hal ini berarti bahwa rencana usaha ini mampu
mengembalikan semua biaya yang diperlukan dalam waktu 7,97 tahun. Artinya,
dalam waktu 7,97 tahun benefit yang diperoleh telah mampu menutup semua biaya
57
yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa rencana usaha ini mampu
mengembalikan biaya investasi dalam waktu yang relatif cepat yaitu lebih cepat
dari umur proyek (15 tahun) sehingga layak dilaksanakan.
Harga telur, produksi telur, dan harga pakan merupakan tiga faktor yang
sangat berpengaruh terhadap kelayakan usaha. Perubahan terhadap faktor-faktor
tersebut dapat merubah kelayakan finansial dari usaha peternakan ayam ras petelor.
Berdasarkan hasil analisis terhadap switching value ketiga faktor tersebut dapat
diketahui seberapa sensitif kelayakan finansial usaha peternakan ayam ras petelor
terhadap penurunan harga telur maupun produksi telur, serta peningkatan harga
pakan. switching value harga telur yaitu sebesar Rp. 1.027,90/butir. Artinya jika
harga telur turun sehingga menjadi 1.027,90/butir maka NPV akan bernilai nol
artinya impas. Jika rata-rata harga telur dibawah angka tersebut maka usaha ini
tidak layak dilaksanakan. Sedangkan switching value produksi telur yaitu sebesar
77,09%. Artinya jika rata-rata produksi telur turun sehingga menjadi 77,09% maka
NPV akan bernilai nol artinya impas. Jika rata-rata produksi telur dibawah angka
tersebut maka usaha ini tidak layak dilaksanakan. Sementara itu switching value
harga pakan yaitu sebesar Rp. 5.306,19/kg. Artinya jika rata-rata harga pakan naik
sehingga menjadi Rp. 5.306,19/kg maka NPV akan bernilai nol artinya impas. Jika
rata-rata harga pakan di atas angka tersebut maka usaha ini tidak layak
dilaksanakan.
58
Suprijatna, 2006). Pemberian ransum untuk ayam petelor berdasarkan pada periode
pemeliharaannya, ransum ayam petelor dibedakan menjadi ransum untuk ayam
starter, grower I, grower II, pre-layer, dan layer. Sedangkan pemeliharaan ayam
petelor secara umum lebih ringkas terbagi menjadi 3 periode yaitu starter, grower,
dan layer. Pada setiap periode pemeliharaan ini, kebutuhan akan nutrisi pada ayam
petelor pastinya berbeda-beda, terutama jika dilihat dari tingkat kebutuhan energi,
protein, kalsium, serta fosfor. Ransum yang diberikan kandungan nutrisi harus
sesuai dengan kebutuhan ayam.
59
Konsentrat adalah campuran dari beberapa bahan pakan yang banyak
mengandung zat-zat makanan yang mudah dicerna, biasanya mengandung serat
kasar kurang dari 18%. Konsentrat ada dua macam yaitu konsentrat sumber energi
dan konsentrat sumber protein. Konsentrat sumber energy dapat didefinisikan
sebagai campuran bahan pakan mengandung serat kasar kurang dari 18 % dan
mengandung protein kurang dari 20%, sedangkan konsentrat sumber protein adalah
campuran bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18% dan protein
lebih dari 20%. Bahan pakan yang umumnya digunakan sebagai pakan konsentrat
sumber energy adalah : jagung, pollard, dedak padi, onggok,ubi kayu,
sorgum,molasis dll, sedangkan bahan pakan yang umumnya digunakan sebagai
pakan konsentrat sumber protein adalah: bungkil kelapa, bungkil kacang kedelai,
kacang kedelai tepung ikan dll.
Pada prakteknya pemberian ransum pada ayam petelor ada yang
mencampur 1) menggunakan pakan komplit dengan mencampur sendiri 2)
menggunakan konsentrat pabrikan dengan mencampur jagung dan dedak padi
sebagai sumber energy,sedangkan konsentrat sebagai sumber protein. Ada 3 pola
dasar yang sering digunakan dalam mencampur konsentrat dengan dedak dan
jagung kuning 1) 40% konsentrat : 40% jagung :20% dedak padi 2) 30% konsentrat
: 50% jagung : 20% dedak padi 3) 35% konsentrat : 50% jagung : 15% dedak padi.
60
Peranan zat gizi dalam tubuh unggas
Untuk menunjang hidup hidup pokok dan produksi ternak unggas
membutuhkan protein,energy,vitamin dan mineral. Kesemuanya itu dibutuhkan
dalam jumlah yang seimbang dan tepat.
• Protein
Protein merupakan komponen yang komplek yang merupakan komponen
makro yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang lebih banyak.Protein tidak
hanya dilihat dari jumlah yang dibutuhkan tetapi juga dilihat dari kualitasnya
dan kualitas protein dilihat dari keseimbangan asam amino yang terkandung
dalam bahan pakan. Kebutuhan akan protein ini berbeda sesuai dengan umur,tipe
dan macam ternak,tingkat pertumbuhan dan produksi.Unggas yang sedang
bertelur membutuhkan protein yang lebih tinggi dari unggas fase grower,karena
protein tidak hanya dibutuhkan untuk tubuhnya saja tapi protein juga dibutuhkan
untuk pembentukan telur. Protein pakan sebagian besar digunakan untuk
produksi telur, hanya sebagian kecil untuk hidup pokok. Semakin tinggi tingkat
produksi maka kebutuhan protein juga semakin tinggi (Suprijatna et al., 2005).
• Energi
Energi merupakan unsur yang penting bagi ternak. Ternak tidak dapat berbuat
apa apa tanpa adanya energy,bahkan bila energy kurang protein justru akan
dirubah menjadi energy.Energi berkaitan erat dengan konsumsi dan protein,
karena semakin tinggi energy dalam ransum akan semakin rendah pula konsumsi
ransum ayam tersebut dan bila tingkat protein tidak disesuaikan maka kebutuhan
protein ayam tersebut tidak terpenuhi.Oleh karena itu imbangan antar energy dan
protein dalam ransum harus diperhitungkan.
Tabel 4.9 Kebutuhan Energi dan Protein untuk Ayam Ras Petelor
Energi Metabolis Kebutuhan Protein Ransum
(Kcal/kg) (%) (gr/ekor/hari)
2600 16,5 105
2750 17,0 100
2900 18,0 95
3050 19,0 90
3200 20,0 86
3350 21,0 82
Sumber: Nesheim et al., 1978
61
• Vitamin dan Mineral
Tidak seperti protein dan energy, vitamin dan mineral dibutuhkan dalam
jumlah kecil, tetapi peranan vitamin dan mineral tetap penting, sebab tanpa vitamin
dan mineral kelainan kelainan produksi pasti ada. Kalsium dan fosfor merupakan
mineral utama yang diperlukan untuk pembentukan cangkang telur. Pakan ayam
petelor fase layer harus mengandung kalsium sebanyak 3 – 4% (Harms et al., 1996).
Defisiensi kalsium akan menyebabkan cangkang telur menjadi tipis dan mudah
retak. Jika absorbsi kalsium pakan tidak memenuhi kebutuhan pembentukan
cangkang, kalsium diambil dari tulang medulair (Riczu dan Korver, 2009).
Imbangan Ca : P yang terlalu luas dapat menimbulkan ricketsia, yaitu tiap unsur
yang berlebihan menyebabkan mengendapnya unsur lain di dalam usus sehingga
tidak bisa dimanfaatkan tubuh. Imbangan Ca : P sebaiknya sebesar 9 : 1 saat puncak
produksi, 11 : 1 saat produksi sebesar 89 – 93%, selanjutnya 13 : 1 hingga ayam
diafkir (Hy- Line International, 2010).
62
diabsorbsi oleh saluran pencernaan (Riczu dan Korver, 2009). Midnight
feeding terbukti dapat meningkatkan kualitas cangkang telur dari segi ketebalan,
kekuatan, persentase cangkang dari telur yang keluar pada pagi hari, yaitu sekitar
jam 09.00 (Harms et al., 1996).
Manajemen layer diperlukan untuk meningkatkan produktivitas layer dalam
menghasilkan telur. Semakin tinggi persentase jumlah telur yang dihasilkan per
ayam layer yang dipelihara akan semakin baik dan semakin menguntungkan bagi
peternak.
63
dipelihara dalam jumlah yang banyak, sehingga ayam rentan terhadap ancaman
berbagai macam penyakit baik yang menular maupun tidak menular. Oleh karena
itu perhatian yang lebih, sangat diperlukan dalam pelaksanaannya, juga perlakuan
terhadap ayam mati, kehadiran lalat, dan bau yang kerap kali menimbulkan
gangguan bagi penduduk sekitarnya.
Pintu gerbang peternakan merupakan tempat pertama bagi orang-orang
yang mau masuk ke areal peternakan, dan merupakan titik awal keberhasilan suatu
peternakan terbebas dari berbagai macam penyakit. Mengkondisikan setiap orang
yang masuk maupun kendaraan tidak sembarangan keluar masuk farm, dan pintu
selalu dijaga ketat oleh petugas keamanan, karena hal ini berkaitan dengan
penyebaran agen-agen penyakit yang dapat masuk kedalam areal usaha peternakan
ayam.
Agen penyakit bisa masuk ke dalam lingkungan peternakan ayam melalui
berbagai macam cara seperti berikut ini:
1. Terbawa masuk ketika anak ayam (DOC) datang (transmisi vertikal)
2. Masuknya ayam sehat yang baru sembuh dari penyakit tetapi sekarang
berperan sebagai pembawa (carrier),
3. Masuknya ayam dari luar flok (transmisi horizontal)
4. Tertular melalui telur-telur dari flok-flok pembibit yang terinfeksi. Contoh
agen penyakit yang ditularkan dari induk ke anak ayam adalah virus Egg Drop
Syndrome dan virus Leukosis, bakteri Samonella pullorum, S. enteritidis, dan
Mycoplasma serta Aspergillus.
5. Terbawa masuk melalui kaki (sepatu), tangan dan pakaian pengunjung atau
karyawan yang bergerak dari flok ke flok, misalnya berbagai penyakit virus
dan bakteri (Salmonella, Campylobacter)
6. Terbawa melalui debu, bulu-bulu atau sayap, dan kotoran (manure) pada
peralatan dan sarana lain seperti truk, kandang ayam, tempat telur dll.
7. Terbawa oleh burung-burung liar, predator (kumbang), rodensia (tikus), lalat,
caplak, tungau dan serangga lain. Burung liar merupakan reservoar bagi
penyakit ND, IB, Psitakosis, influensa unggas dan Pasteurella spp. Kumbang
merupakan reservoar sejumlah besar infeksi termasuk penyakit Marek,
Gumboro, salmonellosis, pasteurellosis dan koksidiosis. Rodensia dapat
menyebarkan berbagai ragam penyakit termasuk pasteurellosis dan
salmonellosis. Lalat dapat menularkan berbagai bakteri penyebab penyakit
64
pencernaan ayam dan virus cacar ayam (fowl pox). Caplak Argas dapat menjadi
vektor pembawa spirokhetosis. Tungau Ornitonyssus bursa dapat
menimbulkan gangguan produksi ayam dan kegatalan bagi karyawan,
sedangkan Culicoides (agas atau mrutu) dapat menjadi vektor
leucocytozoonosis yang cukup merugikan.
8. Terbawa melalui makanan yang tercemar mikroorganisme di pabriknya.
Kontaminasi bahan baku pakan atau pakan jadi dengan beberapa jenis patogen
seperti Salmonella spp atau IBD/Gumboro dan paramyxovirus, Egg Drop
Syndrom, Aflatoksin dapat menginfeksi kawanan unggas yang peka terhadap
penyakit ini.
9. Menular lewat air seperti berbagai jenis bakteri (Salmonella, Escherichia coli)
dan fungi (Aspergillus)
10. Menular lewat udara seperti virus velogenik ND dan ILT.
11. Tertular melalui vaksin hidup atau kontaminasi vaksin. Vaksin unggas
terkontaminasi yang dibuat pada telur yang diperoleh dari peternakan yang
tidak bebas patogen spesifik (non-SPF) dapat mengandung patogen antara lain
adenovirus, reovirus, atau agen lain yang bertanggung jawab terhadap anemia
dan retikuloendoteliosis. Patogen juga dapat ditularkan diantara ternak akibat
peralatan vaksinasi yang digunakan dalam pemberian vaksin atau petugas yang
terkontaminasi.
Beberapa tahapan dalam pelaksanaan program biosekuritas yaitu:
1. Kontrol lalu lintas
Biosekuritas ini secara umum memberlakukan kontrol tehadap lalu lintas
orang, seperti mengunci pintu dan melarang semua pengunjung, atau mengizinkan
masuk orang tertentu dan personil yang dibutuhkan (profesional) setelah mereka
didesinfeksi, mandi semprot, lalu memakai sepatu khusus, baju penutup, dan topi
khusus yang telah didesinfeksi. Tangan orang bisa juga menyebabkan infeksi dan
harus didesinfeksi sebelum masuk bangunan kandang atau meninggalkannya. Pada
peternakan yang harus menjalankan biosekuritas dengan ketat (Grand parent stock)
akan menerapkan prosedur dengan sangat ketat misalnya tamu yang akan masuk
sebelumnya tidak boleh mengunjungi farm pada level dibawahnya (Parent stock,
komersial, prosesing dll) paling sedikit tiga hari setelah kunjungan tersebut.
Kontrol lalu lintas tidak hanya berlaku untuk orang tetapi juga untuk hewan seperti
burung-burung liar, tikus, kumbang predator, serangga dan lainnya. Kucing dan
65
anjing seringkali dianggap sebagai pembawa penyakit yang potensial, tetapi bukti-
bukti kurang mendukung, dan manfaatnya dalam mengendalikan tikus cukup nyata
dibandingkan kerugian yang ditimbulkannya. Konstruksi bangunan yang terbuka
sebaiknya diberi kawat pelindung untuk mencegah masuknya serangga terbang atau
predator, meskipun tidak efektif paling tidak dapat mengurangi resiko.
Kebersihan halaman dan teras dinding serta pemotongan rumput harus
teratur. Konstruksi kandang dan ruang penyimpan pakan dibuat yang tidak
memungkinkan binatang-binatang seperti tikus, burung, kumbang dan lainnya
secara leluasa dapat memasukinya (rodent proof). Program pengendalian tikus
dapat dibuat secara berkesinambungan, dengan menempatkan kotak pengumpan di
pinggir kandang dengan selang 15-20 meter. Umpan tikus perlu dimonitor dalam
jangka waktu tetrtentu misalnya setiap 5 hari sekali dengan umpan yang disukai
tikus. Limbah kotoran ayam dan sekam basah, harus segera disingkirkan agar tidak
mengundang lalat berkembang biak . Pada saat musim lalat dilakukan pengendalian
baik dengan insektisida untuk membunuh lalat dewasa atau larva.
Lalu lintas kendaraan yang memasuki areal peternakan juga harus dimonitor
secara ketat. Kendaraan yang memasuki farm harus melewati kolam desinfeksi
yang terdapat di belakang gerbang, yang bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme patogen yang mungkin terbawa. Biosekuriti yang dilakukan
berupa penyemprotan kendaraan, karyawan, dengan desinfektan long life dengan
dosis 1 cc/liter air di depan pos satpam. Sebelum masuk ke area kandang, karyawan
dan pengunjung harus mengganti pakaian dengan pakaian kerja yang bersih
sebelum disemprot lagi dengan desinfektan long life. Selain itu, dibagian kandang
disediakan tempat untuk mencelup kaki (dipping foot) dan tangan (dipping hand)
sebelum masuk ke dalam kandang dan menangani ternak.
Pada breeding farm hatchery dilakukan penanganan sebagai berikut,
mengumpulkan ayam-ayam mati dari setiap kandang, melakukan usaha
pembakaran ayam mati yang disebabkan penyakit berbahaya atau terinfeksi,
melakukan penguburan ayam-ayam mati ke dalam lubang khusus yang disediakan
atau bila perlu dilakukan pencelupan dengan desinfektan. Sedangkan sanitasi pada
hatchery adalah membersihkan kendaraan dan peralatan yang dipakai pada saat
membawa telur tetas dengan desinfektan agar dalam kondisi bebas dari organisme
patogen pembawa penyakit. Telur tetas yang ada di hatchery terlebih dulu di
fumigasi dengan formalin 40% sebanyak 240 cc dengan 96 g forcen/PK untuk 8 m3
66
ruangan. Hal itu bertujuan agar telur baru yang diperoleh dari kandang bebas
penyakit atau bakteri sebelum masuk ruang penyimpanan telur. Setelah kegiatan
full chick, semua peralatan dan bagian ruangan disemprot dengan air bertekanan
tinggi. Setelah itu dilakukan desinfeksi ruangan hatchery menggunakan desinfektan
long live dengan dosis 5cc/liter air. Hal ini bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme patogen yang ada di lingkungan dan sekitar bagian ruangan
hatchery.
Kendaraan yang bisa masuk ke areal peternakan adalah kendaraan
pengangkut makanan, doc, ataupun peralatan kandang lainnya. Pada peternakan
pembibitan yang memerlukan biosekuritas lebih ketat, begitu masuk kolam
desinfeksi kendaraan harus berhenti, lalu seluruh bagian mobil bagian bawah,
sekitar ban disemprot desinfektan dengan sprayer tekanan tinggi. Sementara itu
penumpangnya harus berjalan kaki lewat pintu khusus untuk lalu lintas orang. Di
tempat ini ia harus mandi semprot untuk didesinfeksi. Di peternakan yang
memerlukan biosekuritas sangat ketat terdapat pemisahan dan batas yang jelas
mengenai daerah sanitasi kotor dengan atau daerah sanitasi semi bersih atau bersih.
Dengan demikian akan selalu ada kontrol lalu lintas baik barang, bahan ataupun
manusia.
2. Vaksinasi
Aspek lain dari biosekuritas adalah mencegah penyakit melalui vaksinasi.
Antibiotika digunakan untuk memberantas infeksi bakteri. Karena tidak ada obat
yang dapat melawan infeksi virus, maka vaksinasi sebelum infeksi terjadi di dalam
flok ayam menjadi pilihan utama untuk melindungi ayam. Vaksin virus yang ideal
terbuat dari suatu virus yang tidak menimbulkan penyakit, tetapi virus yang sangat
tinggi imunogenesitasnya. Kombinasi ini agak jarang oleh karena itu virus-virus
terpilih harus memberikan reaksi yang kecil sekali dan menyebabkan kekebalan
yang tinggi. Perusahaan vaksin mempunyai kombinasi faktor-faktor yang terbaik
terhadap virus yang ada sesuai dengan yang diharapkan.
Tidak semua vaksin efektifitasnya sama. Beberapa vaksin memberikan
kekebalan yang baik tetapi menimbulkan reaksi setelah diberikan yang lebih
berbahaya dari penyakit itu sendiri. Vaksin yang lain, reaksinya tidak terlihat tetapi
tingkat perlindungannya sangat rendah. Tetapi, kehebatan reaksi biasanya tidak
berhubungan dengan tingkat kekebalan. Virus yang ideal untuk vaksin adalah yang
67
tidak memberikan reaksi dan mempunyai kekebalan yang tinggi. Beberapa vaksin
untuk infeksi bakteri tertentu biasanya kurang efektif dari pada kebanyakan vaksin
virus, karena vaksin virus dapat merangsang bagian-bagian kunci dari sistem
kekebalan dengan lebih baik. Vaksin bisa dalam bentuk hidup atau mati. Keduanya
memberikan reaksi. Vaksin hidup terdiri atas mikroorganisme hidup. Vaksin ini
dapat diberikan pada umur lebih muda daripada vaksin mati, dan diberikan melalui
injeksi, air minum, inhalasi, atau tetes mata. Kontaminasi vaksin harus dicegah
karena dapat menimbulkan gangguan yang serius. Mikroagen yang terdapat dalam
vaksin hidup akan berkembang di dalam tubuh unggas, dan bila terdapat infeksi
sekunder pada saat itu, dapat terjadi reaksi yang hebat. Ketika menggunakan vaksin
hidup, peternak harus menyadari bahwa peternakannya mengandung agen penyakit
yang berasal dari vaksin. Semua vaksin mati, yang pemberiannya harus
disuntikkan, dapat juga menimbulkan reaksi yang berasal dari zat pembawanya.
Reaksi yang paling umum adalah terjadinya pembentukan jendolan pada tempat
penyuntikan (granuloma).
Usia unggas pada saat vaksinasi terhadap penyakit tertentu dan kapan perlu
diulang merupakan faktor penting yang mempengaruhi tingkat, kualitas dan
lamanya kekebalan. Program-program vaksinasi bervariasi pada ayam broiler,
ayam petelor komersial, ayam bibit, ayam nenek, ayam kalkun, dan burung. Yang
penting diingat adalah vaksinlah sesuai dengan keperluan.
68
disikat dan disemprot air. Peralatan seperti penggaruk, sekop, truk pengangkut,
wadah-wadah pengankut kotoran (manure), dan lain-lain semuanya harus
dibersihkan dan didesinfeksi setelah dipakai. Berikut ini cara-cara pencucian
kandang untuk kandang ayam ayam petelor.
Pencucian kandang dan desinfeksi secara menyeluruh dilakukan diantara setiap
kelompok umur remaja sangat dianjurkan. Kandang petelor dan peralatan harus
dibersihkan secara menyeluruh dari atas sampai bawah dan didesinfeksi setelah
setiap flok dipindahkan dari kandang semula dan sebelum flok baru dimulai.
Pencucian kandang secara parsial hanya dilakukan pada kandang petelor dan
peralatannya setelah flok dipindahkan dari tempat awalnya ke tempat yang baru.
Cara-cara yang dianjurkan dalam pencucian kandang petelor secara menyeluruh
adalah sebagai berikut:
a. Angkat liter keluar dari kandang sejauh mungkin, atau paling tidak 100 yard.
Usahakan liter tidak berceceran, tidak terkena air, tidak mencemari jalan atau
pintu masuk kandang, dan tutuplah rapat-rapat.
b. Sapulah dengan bersih dari atas sampai dasar kandang atau lantai, termasuk
seluruh rangkaian kabel listrik, kipas angin, dan kisi-kisi jendela. Lepas lampu-
lampu bohlam bersihkan dan ganti yang sudah putus dengan yang baru.
c. Seluruh atap, korden, dinding, partisi, tempat makan dan minum, dan peralatan
lainnya, setelah dibersihkan debunya, dibersihkan dengan air (air sabun),
dibilas dengan air bersih, lalu didesinfeksi dengan menggunakan desinfektan
yang kuat dan larut dalam air seperti senyawa fenol dengan konsentrasi sesuai
aturan yang terdapat pada label. Penyemprotan dilakukan pada tekanan
minimum 200 psi (pounds per square inch) agar penetrasi bahan kimia
berlangsung baik. Hati-hati jangan sampai semprotan mengenai bagian dalam
motor listrik, oleh karena itu harus diselubungi dahulu sebelum disemprot,
setelah selesai buka kembali atau motor dilepas dahulu. Seluruh korden atau
penutup pada kedua sisi harus disemprot dengan air sabun, dibilas dengan air
bersih, dan didesinfeksi. Ketika kering, korden harus digulung dan biarkan
udara mengalir dengan sempurna.
d. Bila terdapat kerusakan kandang maka perbaikan dilakukan pada saat ini.
Setelah selesai perbaikan, maka persiapan datangnya flok baru bisa dilakukan.
Masa kosong kandang sekitar dua minggu (minimal 14 hari).
69
e. Sediakan bak dekontaminasi sepatu di depan pintu masuk kandang. Sediakan
pula baskom dekontaminasi untuk mencuci kandang.
6. Kontrol Air
Air merupakan sumber penularan penyakit yang utama selain melaui pakan
dan udara. Berbagai penyakit yang ditularkan melalui air antara lain Salmonellosis,
Kolibasilosis, Aspergillosis dan Egg Drop Syndrome. Oleh karena itu monitoring
untuk program biosekuritas air adalah:
a. Melakukan pemeriksaan kualitas air minimal sekali dalam satu tahun yang
meliputi pemeriksaan kimiawi (kesadahan, metal, mineral) dan bakteriologis.
70
b. Melakukan pemeriksaan air secara kultur paling tidak sebulan sekali untuk
menguji tingkat higienitas air minum ayam (kwalitatif dan kwantitatif).
Pengujian dilakukan secara berurutan dari hulu ke hilir, mulai dari sumber air
sampai ketempat minum ayam (drinker).
c. Perlakuan sanitasi air minum ayam diperlukan tergantung dari tingkat
pencemarannya. Umumnya sanitasi dilakukan dengan cara klorinasi, tetapi saat
ini sudah banyak produk komersial lain seperti pemberian asam organik.
d. Secara teratur melakukan flushing (penggelontoran) air di instalasi air di dalam
kandang minimal seminggu sekali. Perlakuan ini dilakukan mengingat
seringnya peternak memberikan vitamin, mineral ataupun antibiotik melalui air
minum. Munculnya jonjot (semacam lendir) organik pada pipa-pipa air minum
dapat mengakibatkan tersumbatnya pipa-pipa saluran tersebut.
Tata laksana usaha peternakan ayam dalam skala besar juga merupakan
surga bagi perkembangan berbagai agen penyakit, meskipun jumlah dan
virulensinya rendah tetapi dapat menimbulkan efek yang serius. Bila setiap orang
menjalankan berbagai upaya isolasi secara ketat, maka tindakan karantina tidak
perlu dilakukan. Sebagian orang pasti merasa heran atau risih dengan tulisan atau
71
berbagai peraturan yang terpampang di pintu yang mengisyaratkan bahwa tamu
dapat membahayakan peternakan. Bagaimanapun tamu harus mengerti tujuan dari
prosedur perlakuan demikian, tidak lain adalah untuk menghentikan penyebaran
berbagai agen penyakit menular, yang sekaligus berarti mencegah kerugian bagi
orang lain.
Biosekuritas tidak lain menyerupai etiket untuk berbuat baik. Bila
dipraktekkan, ia akan membantu pemilik peternakan dan lingkungan tetangganya
keluar dari berbagai permasalahan. Pengendalian penyakit merupakan bagian dari
rasa tanggung jawab terhadap yang lain. Penyakit tidak dapat dikendalikan dan
diberantas dengan cara berdiam diri atau memberikan informasi yang salah. Ketika
upaya untuk memberantas dan mengendalikan agen penyakit dilakukan, pemilik
peternakan harus memanfaatkan peristiwa alam sekitar seperti sinar matahari,
panas, kering, hujan, angin dan waktu atau musim. Seringkali pemilik hanya
memikirkan kerugian pendapatan ketika kandangnya kosong, padahal mortalitas
yang tinggi dan penampilan yang buruk biasanya lebih merugikan lagi bila terburu-
buru untuk memasukkan flok ayam baru. Oleh karena itu lebih baik menunggu
sedikit lebih lama (sekitar dua minggu lebih) kandang dibiarkan dalam keaadaan
istirahat dulu sebelum flok berikutnya masuk.
72
4.5 Analisis Kelayakan Aspek Pasar
Telur ayam merupakan sumber makan yang bernilai gizi baik. Hampir semua
jenis lapisan masyarakat dapat mengkonsumsi telur ayam sebagai sumber protein
hewani. Hal ini disebabkan telur merupakan salah satu bentuk makanan yang
mudah diperoleh, mudah pula cara pengolahannya dan harganya relatif terjangkau.
Hal ini menjadikan telur merupakan jenis bahan makanan yang selalu dibutuhkan
dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat. Pada gilirannya kebutuhan telur juga
akan terus meningkat.
Telur konsumsi yang paling mudah diperoleh dan tersedia dalam jumlah yang
cukup adalah telur ayam ras. Berdasarkan survey pasar yang telah dilakukan pada
konsumen rumah tangga, dan industry (restaurant dan hotel) ditemukan bahwa telur
ayam ras memiliki peringkat tertinggi paling diminati dibandingkan dengan telur-
telur unggas lainnya.
Responden rumah tangga di Kabupaten Badung rata-rata membeli telur ayam
ras sejumlah 100 butir setiap bulannya, dengan rata-rata jumlah anggota keluarga 5
orang. Jumlah konsumsi telur masyarakat di Kabupaten Badung adalah sebanyak
0,67 butir/kapita/hari. Sebanyak 35,50% wisatawan yang menginap di hotel
membeli breakfast dengan konsumsi telur sebanyak rata-rata 2 butir/orang/hari.
Jumlah penduduk kabupaten Badung dari tahun ke tahun mengalami
pertumbuhan sebanyak 2,4% per tahun (BPS Kabupaten Badung, 2016). Jumlah
penduduk di Kabupaten Badung tahun 2011-2015 dapat dilihat pada Gambar
4.14.Jumlah konsumsi telur masyarakat di Kabupaten Badung rata-rata sebanyak
0,66 butir/kapita/hari, sehingga dapat diramalkan kebutuhan telur konsumsi
masyarakat di Kabupaten Badung pada tahun 2016 sebanyak 416.588 butir/hari.
73
616,400
602,700
589,000
575,000
560,900
Jumlah Penduduk
74
Nusantara Mancanegara
5000000
4729254
4500000
4000000 4001835
3766638
3500000
3278598
3000000 2949332
2500000
2000000
1500000
1234843
1000000
877660
500000 590178 482147
437778
0
2012 2013 2014 2015 2016
75
BAB V.
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut ini.
1. Ditinjau dari aspek teknis lokasi peternakan di Kecamatan
Petangtersebut layak untuk dimanfaatkan sebagai lokasi pengembangan
peternakan ayam ras petelor. Lokasi peternakan terletak jauh dari
lingkungan pemukiman, dengan suhu udara 27,10C dan kelembaban 57%,
sirkulasi udara sangat baik, serta tekstur tanah yang mudah menyerap air,
namun diperlukan perbaikan akses jalan dilingkungan kandang, serta
pengadaan sumber air bersih dan listrik.
2. Ditinjau dari aspek finansial, usaha peternakan ayam ras petelor di
Kecamatan Petang layak untuk dilakukan, ditunjukkan dengan nilai NPV
Rp 5.742.964.855,96, IRR 30%, Net B/C 2,99, BEP 4,96 tahun, dan PBP
0,42 tahun.
3. Nilai switching value : harga telur Rp 984,23/bt, produksi telur 73,82%,
harga pakan Rp 5.582,21/kg.
4. Ditinjau dari aspek Sumber Daya Manusia, calon peternak belum
memiliki pengalaman yang memadai dalam memelihara ayam ras petelor.
5. Ditinjau dari aspek pasar, pengembangan usaha peternakan ayam ras
petelor di Kecamatan Petang layak untuk dilakukan. Kebutuhan telur di
Kabupaten Badung (2016) untuk kebutuhan harian masyarakat dan
konsumsi wisatawan sebanyak438.402 butir/hari, sedangkan produksi
telur yang telah dihasilkan di Kabupaten Badung sebanyak 71.272
butir/hari, sehingga terjadi kesenjangan antara jumlah produksi dengan
permintaan sebesar 367.918 butir/hari.
5.2 Rekomendasi
76
2. Perlu adanya tambahan anggaran untuk kajian lanjutan mengenai detail
perencanaan bisnis (business plan), tentang hal-hal teknis dan manajemen
untuk tumbuh dan berkembangnya usaha peternakan ayam petelor yang
berkelanjutan (tahun 2018)
3. Perlu adanya penganggaran untuk kegiatan pendampingan oleh Fakultas
Peternakan Universitas Udayana dalam teknis kegiatan usaha peternakan
ayam petelor onfarm dan on class ( tahun 2018)
4. Perlu disusun strategi pemasaran telur yang tepat untuk diterapkan pada
usaha peternakan ayam ras petelor di Kecamatan Petang, sehingga mampu
merebut peluang pasar yang ada. (2019)
5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menyusun konsep pengembangan
agribisnis peternakan ayam ras petelor yang berkelanjutan, sehingga dapat
meningaktkan pendapatan peternak pada khsuusnya serta meningkatkan
multiplier effect bagi masyarakat di Kecamatan Petang (2019).
77
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2016. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi September.
Downey, W.D. dan S.P. Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis Edisi Kedua.
Erlangga. Jakarta.
Halim, A. 2012. Analisis Kelayakan Investasi Bisnis: Kajian dari Aspek Keuangan.
Graha Ilmu. Yogyakarta.
Harms, R.H., C.R. Douglas, dan D.R. Sloan. 1996. Midnight feeding of commercial
laying hens can improve eggshell quality. Journal of Poultry Applied
Science Research 5 :1 -5.
Harms, R.H., G.B. Russel, dan D.R. Sloan. 2000. Performance of four strains pf
commercial layers with major changes in dietary energy. Journal of
Applied Poultry Research 9: 535 – 541.
Herjanto, E. 2007. Manajemen Operasi. Edisi Ketiga. Grasindo. Jakarta.
78
Kurniawan, M. F. 2013. Strategi Pengembangan Agribisnis Peternakan Ayam
Petelor di Kabupaten Tabanan. Jurnal Manajemen Agribisnis. Volume 1 No
2.
Rangkuti, F., 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia
Pustaka Utama Jakarta.
Riczu, C. dan D. Korver. 2008. Effects of midnight feeding on the bone density and
egg quality
of brown and white table egg layers. Canadian Poultry Magazine (7): 35 –
38.
Saragih, B. 2010. Pengembangan Agribisnis Ayam dalam MEA. Penerbit Permata
Wancana Lestari. Jakarta.
Sari, R. P. 2014. Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Ayam Ras Petelor. Jurnal
Zootek. Volume 4 No 1: 59-86. Diakses pada Tanggal 2 Oktober 2016.
Sari, T.Y., Hudoyo, A., dan Nugraha, A. 2015. Analisis Finansial dan Strategi
Pengembangan Usaha Perdagangan Telur Eceran: Studi Kasus di Pasar
Tradisional Kota Bandar Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis. Volume 3
No 3. Diakses pada Tanggal 2 Oktober 2016.
79
Suci, B., Abidin, Z., dan Kalsum, U. 2016. Analisis Finansial Usaha Ternak Ayam
Probiotik: Studi Kasus KPA Berkat Usaha Bersama Kota Metro. Jurnal Ilmu-
Ilmu Agribisnis. Volume 4 No 1. Diakses pada tanggal 01 November 2016.
Sutojo, S. 2002. Studi Kelayakan Proyek: Konsep, Teknik, dan Kasus. Damar
Mulia Pustaka. Jakarta.
Tugiyanti, E dan N. Iriyanti. 2012. Kualitas eksternal telur ayam petelor yang
mendapatkan ransum dengan penambahan tepung ikan fermentasi
menggunakan isolat produser antihistamin. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan. Vol. 1 No. 2.
Umar, H. 2007. Studi Kelayakan Bisnis Edisi 3 Revisi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wahju. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.
80
Lampiran 1.
81
Biaya Operasional dan perawatan kendaraan
33 6.275.000
sepeda motor Rp/tahun
34 Biaya telepon Rp/bulan 300.000
35 Biaya listrik Rp/bulan 5.000.000
36 Biaya air Rp/bulan 500.000
37 Rata-rata biaya ATK Rp/tahun 200.000
38 Rata-rata biaya perawatan kandang Rp/tahun 10.000.000
39 Rata-rata bongkar muat truk/tahun 134
40 Rata-rata biaya bongkar muatan Rp/ton 10.000
41 Kapasitas angkut truk ton/truk 15
42 Rata-rata biaya bongkar muatan Rp/kg 10
43 Rata-rata biaya penanganan limbah Rp/tahun 5.000.000
44 Pajak Penghasilan %/tahun 10
45 Discount rate %/th 12
46 Penyusutan dihitung dengan metode garis lurus
Kandang dibagi dalam 5 kelompok umur, (klp 1 dan 2 masing masing 7 peternak @ 1500
47 dan klp 3,4,5 masing masing 6 peternak @1500 ekor) 1 peternak 1 kandang kapasitas 1500
ekor)
82
Lampiran 2. Biaya Investasi
2 Bangunan
3 Kendaraan
7 Peralatan
83
Lampiran 3. Biaya Variabel
84
Tahun Ketigabelas Tahun Keempatbelas Tahun Kelimabelas
Biaya per satuan Jumlah Jumlah
No Komponen Biaya Satuan (Rp) Jumlah Fisik Nilai (Rp) Fisik Nilai (Rp) Fisik Nilai (Rp)
1 Bibit ayam dara ekor 57.600 37.500 2.160.000.000 37.500 2.160.000.000 48.000 2.764.800.000
2 Pakan Rp/kg 5.061 1.852.650 9.376.621.119 1.857.825 9.402.812.799 1.857.825 9.402.812.799
3 Obat, Vaksin dan Vitamin ekor 3.700 37.500 138.750.000 37.500 138.750.000 48.000 177.600.000
4 Biaya Bongkar muat Pakan Rp/kg 10 1.852.650 18.526.500 1.857.825 18.578.250 1.857.825 18.578.250
Total Biaya Variabel 11.693.897.619 11.720.141.049 12.363.791.049
85
Lampiran4. Biaya Tetap
7 Biaya Penyusutan
No Komponen Biaya Rp/tahun
1 Penyusutan sewa lahan 48.000.000
2 Bangunan
Kandang 96.000.000
Gudang pakan 70.000.000
Mes karyawan 9.200.000
Kantor 2.500.000
3 Kendaraan
Pick up 4.000.000
Sepeda motor 1.250.000
4 Instalasi Listrik 500.000
5 Instalasi air 800.000
6 Instalasi telepon 83.333
7 Peralatan
Timbangan Besar 100.000
Tray plastik 4.608.000
Troli pakan 3.200.000
Mixer pakan 1.500.000
Selang air 400.000
Alat suntik 400.000
Ember 533.333
Komputer 500.000
Printer 150.000
Sprayer 1.120.000
8 Istalasi Biosekuriti 2.666.667
Total Biaya Penyusutan 247.511.333
86
8. Biaya Pemasaran
87
Lampiran 5. Proyeksi Rugi Laba Usaha Ternak Ayam Petelor dengan Skala 48.000 ekor Berdasarkan Biaya Total
Tahun ke
No Uraian 1 2 3 4 5 6 7
A Penerimaan
I Profit cost rasio -18,19 4,42 8,99 7,57 7,57 8,56 8,02
Rata-rata keuntungan
J peternak Rp/bulan) (162.061.230) 47.422.997 93.614.447 79.877.104 79.877.104 89.624.554 84.421.246
Rata-rata keuntungan
K peternak Rp/orang/bulan) (5.064.413) 1.481.969 2.925.451 2.496.159 2.496.159 2.800.767 2.638.164
88
Tahun ke Rata-rata
8 9 10 11 12 13 14 15
89
Lampiran 6. Proyeksi Rugi Laba Usaha Ternak Ayam Petelor dengan Skala 48.000 ekor Berdasarkan Biaya Tunai
Tahun 1 2 3 4 5 6 7
A Penerimaan
Penjualan Telur 8.743.680.000 12.165.120.000 12.393.216.000 12.621.312.000 12.621.312.000 12.659.328.000 12.697.344.000
Penjualan Ayam Afkir 0 1.353.600.000 1.353.600.000 1.099.800.000 1.099.800.000 1.099.800.000 1.057.500.000
Penjualan Limbah 203377500 273240000 273240000 277897500 277897500 277897500 278673750
Total Penerimaan 8.743.680.000 13.518.720.000 13.746.816.000 13.721.112.000 13.721.112.000 13.759.128.000 13.754.844.000
B Pengeluaran
a. Biaya Variabel 9.818.178.425 12.016.177.045 11.628.387.045 11.785.847.619 11.785.847.619 11.693.897.619 11.758.991.049
I Profit cost rasio -14,80 7,64 12,48 10,97 10,97 12,02 11,44
Rata-rata keuntungan
J peternak (Rp/bulan) (126.561.230) 79.372.997 125.564.447 111.827.104 111.827.104 121.574.554 116.371.246
Rata-rata keuntungan
peternak
K (Rp/orang/bulan) (3.955.038) 2.480.406 3.923.889 3.494.597 3.494.597 3.799.205 3.636.601
90
8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-rata
12.363.791.049
12.180.087.045 12.180.087.045 11.785.847.619 11.785.847.619 11.693.897.619 11.720.141.049 12.363.791.049 11.770.721.101
91
Lampiran 7. Proyeksi Arus Kas Berdasarkan Biaya Total (Rp)
Tahun
No Uraian
0 1 2 3 4 5 6 7
A Cash Inflow(Rp)
1. Penjualan Telur 0 8.743.680.000 12.165.120.000 12.393.216.000 12.621.312.000 12.621.312.000 12.659.328.000 12.697.344.000
2. Penjualan ayam
afkir 0 0 1.353.600.000 1.353.600.000 1.099.800.000 1.099.800.000 1.099.800.000 1.057.500.000
3. Penjualan limbah 0 203.377.500 273.240.000 273.240.000 277.897.500 277.897.500 277.897.500 278.673.750
4. Modal 0 0 0 0 0 0 0 0
a. Investasi 4.111.640.000
b. Modal Kerja 0 1.600.000.000 0 0 0 0 0 0
5. Salvage Value 0 0 0 0 0 0 0 0
6. Penyusutan 0 247.511.333,3 247.511.333,3 247.511.333,3 247.511.333,3 247.511.333,3 247.511.333,3 247.511.333,3
Total Cash Inflow 4.111.640.000 10.794.568.833 14.039.471.333 14.267.567.333 14.246.520.833 14.246.520.833 14.284.536.833 14.281.029.083
B Cash Out Flow(Rp)
1. Biaya Investasi 4.111.640.000
2. Reinvestasi 0 - - 1.600.000 - 41.040.000 1.600.000 -
3. Biaya Variabel 0 9.818.178.425 12.016.177.045 11.628.387.045 11.785.847.619 11.785.847.619 11.693.897.619 11.758.991.049
4. Biaya Tetap 0 870.236.333 870.236.333 870.236.333 870.236.333 870.236.333 870.236.333 870.236.333
5. Pajak Penghasilan 0 - 63.230.662 124.819.262 106.502.805 106.502.805 119.499.405 112.561.662
Total Cash Out Flow 4.111.640.000 10.688.414.759 12.949.644.040 12.625.042.640 12.762.586.757 12.803.626.757 12.685.233.357 12.741.789.044
C Net Cash Flow(Rp) - 106.154.075 1.089.827.293 1.642.524.693 1.483.934.076 1.442.894.076 1.599.303.476 1.539.240.040
92
Tahun
No Uraian
8 9 10 11 12 13 14 15
A Cash Inflow(Rp)
1. Penjualan Telur 12.431.232.000 12.165.120.000 12.393.216.000 12.621.312.000 12.621.312.000 12.659.328.000 12.697.344.000 12.431.232.000
2. Penjualan ayam afkir 1.057.500.000 1.353.600.000 1.353.600.000 1.099.800.000 1.099.800.000 1.099.800.000 1.057.500.000 1.057.500.000
3. Penjualan limbah 278.673.750 273.240.000 273.240.000 277.897.500 277.897.500 277.897.500 278.673.750 278.673.750
4. Modal 0 0 0 0 0 0 0 0
a. Investasi
b. Modal Kerja 0 - 0 0 - 0 0 0
5. Salvage Value 0 0 0 0 0 0 0 1.147.465.385
6. Penyusutan 247.511.333,3 247.511.333,3 247.511.333,3 247.511.333,3 247.511.333,3 247.511.333,3 247.511.333,3 247.511.333,3
Total Cash Inflow 14.014.917.083 14.039.471.333 14.267.567.333 14.246.520.833 14.246.520.833 14.284.536.833 14.281.029.083 15.162.382.468
B Cash Out Flow(Rp)
1. Biaya Investasi
2. Reinvestasi - 1.600.000 47.540.000 - 1.600.000 - - -
3. Biaya Variabel 12.363.791.049 12.180.087.045 12.180.087.045 11.785.847.619 11.785.847.619 11.693.897.619 11.720.141.049 12.363.791.049
4. Biaya Tetap 870.236.333 870.236.333 870.236.333 870.236.333 870.236.333 870.236.333 870.236.333 870.236.333
5. Pajak Penghasilan 25.470.462 46.839.662 69.649.262 106.502.805 106.502.805 119.499.405 116.446.662 25.470.462
Total Cash Out Flow 13.259.497.844 13.098.763.040 13.167.512.640 12.762.586.757 12.764.186.757 12.683.633.357 12.706.824.044 13.259.497.844
C Net Cash Flow (Rp) 755.419.240 940.708.293 1.100.054.693 1.483.934.076 1.482.334.076 1.600.903.476 1.574.205.040 1.902.884.624
93
Lampiran 8. Proyeksi Arus Kas Berdasarkan Biaya Tunai (Rp)
Tahun
No Uraian
0 1 2 3 4 5 6 7
A Cash Inflow(Rp)
1. Penjualan Telur 0 8.743.680.000 12.165.120.000 12.393.216.000 12.621.312.000 12.621.312.000 12.659.328.000 12.697.344.000
2. Penjualan ayam afkir 0 0 1.353.600.000 1.353.600.000 1.099.800.000 1.099.800.000 1.099.800.000 1.057.500.000
3. Penjualan limbah 0 203.377.500 273.240.000 273.240.000 277.897.500 277.897.500 277897500 278673750
4. Modal 0 0 0 0 0 0 0 0
a. Investasi 3.394.140.000
b. Modal Kerja 0 1.600.000.000 0 0 0 0 0 0
5. Salvage Value 0 0 0 0 0 0 0 0
6. Penyusutan 0 199.511.333 199.511.333 199.511.333 199.511.333 199.511.333 199.511.333 199.511.333
Total Cash Inflow 3.394.140.000 10.746.568.833 13.991.471.333 14.219.567.333 14.198.520.833 14.198.520.833 14.236.536.833 14.233.029.083
B Cash Out Flow(Rp)
1. Biaya Investasi 3.391.640.000
2. Reinvestasi 0 - - 1.600.000 - 41.040.000 1.600.000 -
3. Biaya Variabel 0 9.818.178.425 12.016.177.045 11.628.387.045 11.785.847.619 11.785.847.619 11.693.897.619 11.758.991.049
4. Biaya Tetap 0 444.236.333 444.236.333 444.236.333 444.236.333 444.236.333 444.236.333 444.236.333
5. Pajak Penghasilan 0 - 105.830.662 167.419.262 149.102.805 149.102.805 162.099.405 155.161.662
Total Cash Out Flow 3.391.640.000 10.262.414.759 12.566.244.040 12.241.642.640 12.379.186.757 12.420.226.757 12.301.833.357 12.358.389.044
C Net Cash Flow(Rp) - 484.154.075 1.425.227.293 1.977.924.693 1.819.334.076 1.778.294.076 1.934.703.476 1.874.640.040
94
Tahun
No Uraian
8 9 10 11 12 13 14 15
A Cash Inflow(Rp)
1. Penjualan Telur 12.431.232.000 12.165.120.000 12.393.216.000 12.621.312.000 12.621.312.000 12.659.328.000 12.697.344.000 12.431.232.000
2. Penjualan ayam
afkir 1.057.500.000 1.353.600.000 1.353.600.000 1.099.800.000 1.099.800.000 1.099.800.000 1.057.500.000 1.057.500.000
3. Penjualan limbah 278.673.750 273.240.000 273.240.000 277.897.500 277.897.500 277.897.500 278.673.750 278.673.750
4. Modal 0 0 0 0 0 0 0 0
a. Investasi
b. Modal Kerja 0 - 0 0 - 0 0 0
5. Salvage Value 0 0 0 0 0 0 0 1.147.465.385
6. Penyusutan 199.511.333 199.511.333 199.511.333 199.511.333 199.511.333 199.511.333 199.511.333 199.511.333
Total Cash Inflow 13.966.917.083 13.991.471.333 14.219.567.333 14.198.520.833 14.198.520.833 14.236.536.833 14.233.029.083 15.114.382.468
B Cash Out Flow(Rp)
1. Biaya Investasi
2. Reinvestasi - 1.600.000 47.540.000 - 1.600.000 - - -
3. Biaya Variabel 12.363.791.049 12.180.087.045 12.180.087.045 11.785.847.619 11.785.847.619 11.693.897.619 11.720.141.049 12.363.791.049
4. Biaya Tetap 444.236.333 444.236.333 444.236.333 444.236.333 444.236.333 444.236.333 444.236.333 444.236.333
5. Pajak Penghasilan 68.070.462 89.439.662 112.249.262 149.102.805 149.102.805 162.099.405 159.046.662 68.070.462
Total Cash Out Flow 12.876.097.844 12.715.363.040 12.784.112.640 12.379.186.757 12.380.786.757 12.300.233.357 12.323.424.044 12.876.097.844
C Net Cash Flow (Rp) 1.090.819.240 1.276.108.293 1.435.454.693 1.819.334.076 1.817.734.076 1.936.303.476 1.909.605.040 2.238.284.624
95
27