DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. TUJUAN UMUM
Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu membuat pakan buatan
dan membuat laporan hasil pembuatan pakan.
B. TUJUAN KHUSUS
Adapun tujuan mempelajari unit kompetensi melalui buku informasi Membuat Pakan
Buatan ini guna memfasilitasi peserta sehingga pada akhir diklat diharapkan memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. Menyiapkan bahan dan alat
2. Menentukan metode pembuatan pakan buatan
3. Meramu pakan buatan
4. Mencetak pakan buatan
5. Mengemas pakan buatan
BAB II
MENYIAPKAN BAHAN DAN ALAT
Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dari berbagai macam bahan baku pakan
baik nabati maupun hewani dengan memperhatikan kandungan gizi, sifat dan
ukuran ikan. Komposisi nutrisi dalam pakan buatan yang disusun berdasarkan
kebutuhan zat gizi setiap jenis ikan disebut dengan formulasi pakan. Formulasi
yang baik berarti mengandung semua zat gizi yang diperlukan ikan dan secara
ekonomis murah serta mudah diperoleh sehingga memberikan keuntungan.
Sementara itu, untuk menyusun formulasi pakan dibutuhkan pengetahuan
tentang bahan baku pakan. Oleh karenanya, dalam modul ini akan disajikan
pengetahuan tentang bahan baku pakan terlebih dahulu sebelum membahas
penyusunan formulasi pakan.
Komposisi nutrisi bahan baku yang terkandung dalam pakan akan berbeda-beda
tergantung pada kebutuhan nutrisi pada masing – masing biota air. Oleh karena
itu, pemilihan bahan baku pakan merupakan langkah awal dalam penyusunan
formulasi pakan. Selain memilih bahan baku apa saja yang akan digunakan
sebagai bahan pembuatan pakan, kandungan atau komposisi nutrisi dari setiap
bahan baku tersebut juga harus diketahui.
Salah satu nutrisi yang harus tersedia dalam bahan baku pakan adalah protein,
karena zat ini merupakan komponen utama untuk pertumbuhan ikan. Akan tetapi
untuk menghitung kebutuhan energi yang terkandung dalam pakan, perlu juga
diketahui komponen nutrisi yang lain, seperti karbohidrat dan lemak. Oleh karena
itu, kandungan nutrisi dari setiap bahan baku harus diketahui, diantaranya adalah:
Bahan baku sumber protein, misalnya tepung ikan, tepung kepala udang,
tepung bekicot, limbah peternakan, dll.
Bahan baku sumber karbohidrat, misalnya tepung jagung, tepung dedak,
tepung bungkil kedelai, tepung sagu, dll.
Judul Modul: Membuat Pakan Buatan
Buku Informasi - Versi 2019 Halaman: 3 dari 154
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan Budidaya Ikan Air Tawar PRK.CF02.013.01
Bahan baku sumber lemak, contohnya minyak ikan, Crude Palm Oil (CPO), dll.
Bahan baku sumber vitamin, meliputi tepung jagung, tepung ikan, dll.
Bahan baku sumber mineral, contohnya tepung tulang, tepung kulit kerang,
dll.
Bahan baku suplemen, misalnya vitamin mix, mineral mix, premix, dll.
a) Bahan baku hewani adalah bahan baku pembuatan pakan yang berasal dari
hewan darat maupun air, misalnya tepung ikan, tepung bekicot, tepung rebon,
tepung kepala udang, tepung tulang, tepung darah, dll. Bahan baku hewani ini
selain merupakan sumber protein yang mudah dicerna, juga mengandung
asam amino yang lebih lengkap dibandingkan dengan bahan baku nabati.
1) Tepung ikan
Selain sebagai salah satu bahan pakan yang mengandung protein cukup
tinggi dan sebagai sumber mineral terutama kalsium dan fosfor, tepung
ikan juga memiliki kualitas yang baik karena mengandung asam amino
esensial (methionon dan lisin) yang sangat dibutuhkan ikan.
Sumber tepung ikan dapat berasal dari lokal dan impor. Harga tepung ikan
impor lebih mahal dibandingkan dengan tepung ikan lokal. Hal ini
disebabkan karena tepung ikan impor mengandung protein lebih tinggi,
yaitu sekitar 56% dan terbuat dari ikan segar anchovy yang bermutu baik
2) Tepung Bekicot
Tepung bekicot dapat menggantikan tepung ikan karena mengandung
protein yang tinggi, yaitu 54 – 64%, lemak 4%, serat kasar 2-3%, dan
mengandung mineral (khususnya Ca, P). Selain itu, bekicot terdapat di
alam atau dibudidaya, sehingga cenderung mudah didapatkan dan
harganya murah.
4) Tepung tulang
Tepung tulang berasal dari sapi, kerbau, atau kambing yang dihaluskan
sehingga menjadi tepung. Tepung tulang ini kaya akan mineral, sehingga
penggunaannya sebagai bahan baku pembuatan pakan ikan hanya 5%
dalam komposisi pakan ikan komersial.
b) Bahan baku nabati merupakan bahan baku pembuatan pakan ikan yang
diperoleh dan berasal dari tumbuhan, contohnya adalah tepung kedelai,
tepung jagung, dedak, tepung terigu, dll. Pada umumnya, bahan nabati
menjadi sumber karbohidrat, protein dan vitamin.
1) Tepung Bungkil Kedelai
Kedelai merupakan sumber protein nabati yang sangat baik dipakai dalam
formulasi pakan, karena mudah dicerna dan mengandung asam amino
esensial. Sebaiknya tepung kedelai diambil dari bungkil kedelai, karena
memiliki kandungan lemak yang rendah atau bebas lemak, dibandingkan
dengan tepung kedelai yang diapatkan dari biji kedelai utuh.
2) Tepung jagung
Tepung jagung dapat berasal dari jenis jagung putih, jagung kuning,
maupun jagung agak merah yang digiling halus. Dari ketiga jenis jagung
tersebut, jagung kuning mengandung protein dan energi yang lebih besar
dibandingkan dengan jagung putih. Selain itu, jagung kuning banyak
mengandung karotin pro vitamin A yang tidak terdapat pada jagung putih.
Penggunaan jagung dalam komposisi pakan diperbolehkan dengan jumlah
10 – 30%, karena penggunaan jagung yang terlalu banyak akan
menyebabkan kandungan protein dalam pakan rendah, dan sebaliknya
kandungan karbohidratnya tinggi.
Tabel 3. Komposisi Kimia Jagung
Komponen Satuan Komposisi
Bahan Kering % 86,46
Protein Kasar % 10,56
Abu % 2,09
Serat kasar % 2,84
Lemak % 4,93
BETN % 66,99
Kalsium (Ca) % 0,06
Fosfor (P) % 0,36
Energi Bruto Kal/g 4.084,35
Sumber: Laboratorium Makanan Ternak, Balai Besar
Industri Agro (2003) dan Laboratorium Kimia Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan IPB (1998)
3) Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan olahan dari biji gandum yang umumnya
digunakan sebagai bahan baku pakan ikan karena mengandung protein
yang cukup tinggi. Selain itu, dalam proses pengolahan pakan, tepung
terigu juga berfungsi sebagai perekat. Kandungan nutrisi yang terkandung
dalam tepung terigu adalah protein (9%); karbohidrat (77%); lemak (1 –
1,5%); dan air (12%).
5) Dedak
Dedak berasal dari dalam negeri, yaitu dari hasil ikutan penggilingan padi
yang banyak dipakai sebagai bahan formulasi pakan ikan. Bahan yang
terkandung dalam dedak adalah:
- Kulit padi atau gabah yang banyak mengandung serat kasar dan mineral
- Selaput putih yang mengandung protein, vitamin B1, lemak dan mineral
- Bahan karbohidrat yang mudah dicerna
Salah satu kelemahan dari dedak adalah mengandung lemak yang tinggi
dan mudah tengik, sehingga diperlukan teknologi pengolahan dan
penyimpanan yang tidak murah.
6) Ampas tahu
Ampas tahu merupakan sisa hasil pembuatan tahu yang memiliki
kandungan gizi yang cukup baik. Energi yang terkandung dalam ampas
tahu sebesar 414 kilokalori. Selain itu, ampas tahu juga mengandung
protein 26,6%, karbohidrat 41,3%, lemak 18,3%, kalsium 19%, fosfor
29%, dan zat besi 4%. Dari penelitian yang dilakukan terhadap 100 gram
ampas tahu, diketahui ampas tahu juga mengandung vitamin A sebanyak 0
IU, vitamin B 12 0,2 miligram dan vitamin C 0 miligram.
Menurut Sudigdo (1983), ampas tahu dapat diawetkan dengan
mengubahnya menjadi tepung.
Berikut ini disajikan berbagai macam bahan baku hewani, nabati, limbah
pertanian dan bahan baku yang berasal dari sumber lainnya, disertai
dengan komposisi nutrisi yang terkandung dalam setiap bahan baku pakan
tersebut.
Tabel 5. Kandungan Nutrisi dalam Bahan Baku Pakan
PROTEIN KARBOHIDRA LEMAK
JENIS BAHAN BAKU
(%) T (%) (%)
Nabati
Tepung dedak padi 11,35 28,62 12,15
Tepung dedak gandum 11,99 64,78 1,48
Tepung cantel 13,00 47,85 2,05
Tepung terigu 8,90 77,30 1,30
Tepung kedelai 39,6 29,50 14,30
Tepung sagu 7,25 77,45 0,55
Tepung bungkil kelapa 17,09 23,77 9,44
Tepung biji kapok randu 27,40 18,60 5,60
Tepung biji kapas 19,40 - 19,50
Tepung biji gandum 27,8 59,6 4,3
Tepung daun turi 27,54 21,30 4,73
Tepung daun lamtoro 36,82 16,08 5,40
Tepung daun singkong 34,21 14,69 4,60
Tepung jagung 7,63 74,23 4,43
Tepung kanji 0,41 86,40 0,54
Tepung daung akasia 25,7 41,7 5,6
Tepung daun kangkung 28,5 43,6 5,4
Tepung daun pepaya 20,7 42,6 11,6
Tepung kopra 22,0 44,3 6,7
Tepung maizena 62,6 25,9 7,7
Hewani
Tepung ikan import 62,65 5,81 15,38
Tepung rebon 59,40 3,20 3,60
Tepung benawa/kepiting 23,38 0,06 25,33
Tepung ikan mujair 55,6 7,36 11,2
Tepung ikan teri 63,76 4,1 3,7
Tepung ikan petek 60,0 2,08 15,12
Tepung kepiting 53,62 13,15 3,66
Tepung cumi 62,21 - -
Tepung ikan kembung 40,63 1,26 5,25
Tepung rebon 13,37 1,67 1,52
Tepung bekicot 54,29 30,45 4,18
Tepung cacing tanah 72,00 - -
Telur ayam/itik 12,80 0,70 11,50
Tepung tongkol 55,72 6,62 4,11
Limbah Pertanian
Isi perut hewan mamalia 8,39 5,54 53,51
Tepung anak ayam 61,65 - 27,3
Bungkil kelapa sawit 18,7 64 4,5
Tepung kepala udang 53,74 0 6,65
Tepung anak ayam 61,56 - 27,30
Tepung kepompong ulat sutera 46,74 - 29,75
Bungkil kacang tanah 49,5 28,3 11,4
Tepung darah 71,45 13,32 0,42
Tepung kerang 66,56 - -
Judul Modul: Membuat Pakan Buatan
Buku Informasi - Versi 2019 Halaman: 10 dari 154
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan Budidaya Ikan Air Tawar PRK.CF02.013.01
d) Bahan Tambahan
Selain ketiga bahan baku diatas, masih ada bahan lain yang digunakan dalam
pembuatan pakan, yaitu bahan tambahan. Bahan tambahan ini merupakan
bahan yang berfungsi untuk melengkapi kebutuhan nutrisi yang tidak terdapat
dalam bahan baku untuk pembuatan pakan, seperti vitamin mineral,
antioksidan, bahan perekat. Bahan tambahan juga berfungsi untuk
merangsang nafsu makan atau memberi aroma pakan, memperbaiki tekstur
pakan, membantu memperbaiki proses metabolisme ikan dan proses
pencernaan.
1) Vitamin
Vitamin merupakan senyawa organik yang esensial bagi pertumbuhan ikan
dan harus didatangkan melalui pakan, sebab ikan tidak mampu mensistesis
vitamin dalam tubuhnya. Kebutuhan ikan akan vitamin sebenarnya tidak
terlalu besar, namun tetap harus tersedia karena vitamin berperan untuk
menjaga agar proses-proses yang terjadi di dalam tubuh ikan tetap
berlangsung dengan baik. Vitamin yang ditambahkan ke dalam pakan
buatan biasanya adalah vitamin-mix (premix), yang merupakan campuran
berbagai macam vitamin yang diperlukan oleh ikan, seperti vitamin A, D, E,
K, B1, B2, B12, dan C.
Tabel 6. Sumber Vitamin dalam Bahan Baku Pakan
Jenis Vitamin Sumber
Tiamin Kedelai, kulit ari biji-bijian, ragi kering dan daging segar
Riboflavin Daging segar, biji-bijian, dan protein minyak biji-bijian
Piridoksin Biji-bijian dan limbahnya, ragi, dan daging segar
Asam pantotenat Kulit ari, ragi, jaringan daging, dan daging ikan
Niasin Ragi, kacang-kacangan, dan daging
Asam folat Ragi, daging ikan, dan jaringan glandular (hati dan ginjal)
Vitamin B-12 Daging dan limbah ternak lainnya serta tepung ikan
Asam askorbat Hati dan ginjal sapi serta ikan segar
Biotin Tepung ikan, tepung kacang, tepung kedelai, susu, dan
ragi
Inositol Terdapat dalam jumlah banyak dalam pakan ikan
Kolin Benih gandum, kedelai, tepung sayuran, jantung, dan hati
Vitamin A Minyak ikan dan tepung ikan
Vitamin D Minyak Ikan
Vitamin E Benih gandum, kedelai, dan jagung
Vitamin K Daun alfalafa, kedelai dan hati hewan ternak
Sumber: Modifikasi dari Watanabe, 1988
Keterangan : kolin dan inositol bukan vitamin dalam arti yang sebenarnya tetapi,
merupakan senyawa kimia yang memiliki sifat seperti vitamin.
2) Mineral
Mineral adalah bahan anorganik yang dibutuhkan oleh ikan untuk
pembentukan jaringan tubuh, proses metabolisme dan mempertahankan
keseimbangan osmosis. Zat-zat mineral dalam tubuh ikan banyak memiliki
fungsi antara lain:
Membentuk bagian dari kerangka, gigi, kulit dan hemoglobin
Mempertahankan sistem celloid (tekanan osmosis, vicisity, difusi)
Sebagai sumber buffer untuk mempertahankan keasaman pada level
tertentu.
Ikan membutuhkan mineral dalam jumlah yang sedikit. Oleh karena itu,
kebutuhan optimal mineral yang terkandung dalam pakan hanya sekitar 1 –
2 %.
Tabel 9. Penggunaan Mineral Pada Pakan Ikan Untuk Ikan Tropis
Kandungan dalam Pakan
Bahan Baku
(mg/kg pakan kering)
Fe 50
Cu 3
Mn 20
Zn 30
I 0,1
Co 0,01
Se 0,1
Sumber: Chow, 1982 FI: DP/IND/75/031 FAO, Rome dalam Fish Nutrition Third
Edition.
3) Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa atau zat antitengik yang dapat menghambat,
menunda, memperlambat atau mencegah reaksi oksidasi pakan/bahan
pakan meskipun dalam konsentrasi yang kecil, sehingga tidak mudah
tengik. Oleh karena itu, senyawa antioksidan memiliki peran penting dalam
mempertahankan mutu produk pangan dan menghambat berbagai jenis
kerusakan seperti perubahan warna dan aroma, ketengikan, perubahan
tekstur dan bahan perubahan nilai gizi. Sumber antioksidan dapat diperoleh
secara alami dan sintetis.
asam lemak yang terdapat dalam membran sel agar tidak teroksidasi.
Contoh lain dari antioksidan alami adalah vitamin A, E, C, polyphenol,
glutation, asam ellagic, dll.
Dikenal 2 (dua) jenis bahan perekat, yaitu alami dan sintetis. Contoh bahan
perekat alami yang sering digunakan adalah tepung tapioca, tepung gaplek,
tepung terigu, tepung jagung, tepung beras, onggol, molasses, bungkil inti
sawit, dan rumput laut. Sedangkan bahan perekat sintetis yang biasa
digunakan adalah CMC (Carboksil Metil Cellulosa). Akan tetapi, CMC kurang
ekonomis dan efektif apabila digunakan sebagai bahan perekat karena
harganya cukup mahal. Oleh karena itu, dalam pembuatan pakan skala
tradisional atau kecil, banyak menggunakan bahan perekat alami dari
bahan baku nabati atau hewani. Selain sebagai bahan perekat, penggunaan
Judul Modul: Membuat Pakan Buatan
Buku Informasi - Versi 2019 Halaman: 15 dari 154
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan Budidaya Ikan Air Tawar PRK.CF02.013.01
bahan baku nabati dan hewani ini juga akan meningkatkan kandungan
protein dalam pakan.
5) Atraktan
Atraktan adalah bahan yang dicampurkan dalam pakan dengan jumlah
sedikit untuk meningkatkan asupan pakan (feed intake). Adanya atraktan
dalam pakan akan memungkinkan ikan mengenali pakan tersebut sebagai
sumber makanannya. Penambahan atraktan pada pakan dapat
mempercepat waktu produksi dan penambahan atraktan yang sesuai dapat
mengurangi sisa pakan, sehingga kualitas media pemeliharaan dan
lingkungan menjadi lebih baik.
Komposisi nutrisi dalam pakan buatan disusun berdasarkan kebutuhan zat gizi
setiap jenis ikan. Untuk dapat menentukan jumlah dan kandungan nutrisi pakan
yang akan dibuat berdasarkan kebutuhan zat gizi setiap jenis ikan, diperlukan
pengetahuan tentang formulasi pakan. Formulasi yang baik berarti mengandung
semua nutrisi yang diperlukan ikan, secara ekonomis murah dan mudah diperoleh
sehingga memberikan keuntungan.
Terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun formulasi
pakan, yaitu:
Salah satu nutrisi yang harus tersedia dalam pakan adalah protein, karena zat ini
merupakan komponen utama untuk pertumbuhan ikan. Oleh karena itu, dalam
Langkah 1
Langkah 2 Hitung kadar protein pada setiap bahan baku dengan cara
mengalikan jumlah bahan baku yang akan digunakan
dengan kadar protein bahan baku.
Kadar protein bahan baku dihitung dengan cara mengalikan jumlah bahan
baku yang akan digunakan dengan kadar protein bahan baku, misalnya pada
dedak padi diperoleh nilai = (11,35 x 20)/100 = 2,27. Lakukan perhitungan
tersebut untuk semua jenis bahan baku, sehingga akan diperoleh hasil seperti
berikut.
Langkah 2
Langkah 3
Dari hasil tersebut diperoleh kadar protein semua bahan baku adalah 38,70%.
Sementara itu, kadar protein yang diinginkan adalah 35%, sehingga terdapat
kelebihan sebanyak 3,70%.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengurangan jumlah bahan baku berprotein
tinggi dan penambahan jumlah bahan baku berprotein rendah hingga benar –
benar diperoleh nilai kadar protein dalam pakan 35%.
Maka, komposisi pakan yang telah diperbaiki menjadi seperti berikut:
Kadar Jumlah Kadar Protein
Jenis bahan
Protein bahan baku bahan baku Keterangan
baku
(%) (%) (%)
Dedak padi 11,35 23 2,61 Penambahan
Tepung kedelai 39,6 22 8,71 Penambahan
Tepung ikan 62,65 20 12,53 Pengurangan
Ampas tahu 23,55 25 5,89 Penambahan
Tepung bekicot 54,29 10 5,43 Pengurangan
TOTAL 100 35,17
Untuk menyelesaikan contoh soal yang diberikan, terlebih dahulu Anda harus
membuka program excell. Pada layar program excell akan muncul kolom –
kolom dan setiap kolom akan terlihat deretan abjad mulai dari A, B, C, dan
seterusnya. Sementara pada barisannya akan terdapat angka 1, 2, 3, dan
seterusnya, seperti tampak pada gambar di bawah ini:
Gambar 1
Printscreen contoh Program Excell
Setelah Anda mengetahui perbedaan kolom dan baris pada program excel
tersebut, selanjutnya contoh soal di atas dapat diselesaikan dengan mengikuti
beberapa langkah berikut ini.
Langkah 1
Masukkan data pada kolom A, B, C dan seterusnya serta pada baris 1, 2,
3 dan seterusnya.
Data – data yang akan dimasukkan dan dihitung meliputi jenis dan jumlah
bahan baku, harga bahan baku, serta kandungan nutrisi yang terkandung
dalam pakan dan bahan baku yang digunakan. Namun begitu, Anda dapat
memasukkan data – data lainnya yang berhubungan dengan penghitungan
formulasi sesuai dengan kebutuhan. Misalnya saja, Anda dapat melengkapi
dengan menambahkan informasi terkait kandungan nutrisi lainnya yang
terkandung dalam bahan baku pakan, seperti kadar air, kadar abu atau BETN.
Data lain yang perlu dicatat pada kolom excell adalah kandungan protein
pakan yang akan dibuat, sesuai dengan kebutuhan nutrisi makanan yang
dibutuhkan oleh ikan. Jangan lupa, sajikan pula batas minimal dan maksimal
Langkah 2
Masukkan informasi terkait harga bahan (Rp) dan kandungan nutrisi
dalam bahan (%).
Gambar 3
Contoh Hasil Langkah 2
Kandungan protein pakan yang diinginkan adalah 30%, sehingga batasan minimal
dan maksimal ditentukan masih dalam batas antara 30%.
Harga bahan baku ditentukan melalui survei harga pasar pada setiap bahan
baku. Pengetahuan tentang harga bahan ini berguna untuk mengetahui biaya
bahan yang dikeluarkan dalam pembuatan pakan, sehingga dapat membantu
dalam menentukan harga jual pakan yang telah dibuat.
Batasan minimum dan maksimum setiap nutrisi ditentukan berdasarkan
kebutuhan nutrisi yang harus terkandung dalam pakan. Misalnya, pakan untuk
ikan lele yang akan dibuat harus mengandung nutrisi, seperti protein sebesar
30%, karbohidrat sekitar 32% dan lemak 6%. Sehingga, batasan minimum
protein yang terkandung dalam pakan adalah 29,5% dan batasan
maksimumnya 30,4%. Lemak dengan batasan minimum sebesar 5% dan
batasan maksimum sebesar 10%, sedangkan karbohidrat dengan batasan
minimum dan maksimum masing – masing sebesar 30% dan 35%. Batasan –
batasan tersebut mengandung makna bahwa nilai nutrisi yang diperoleh dari
jumlah bahan baku yang ditentukan tidak boleh melebihi atau kurang dari nilai
nutrisi yang diinginkan terkandung di dalam pakan.
Langkah 3
Tentukan jumlah yang diinginkan untuk setiap bahan baku (%).
Untuk melengkapi data jumlah bahan baku di dalam tabel excel, maka
dilakukan perkiraan jumlah bahan seperti yang telah dipelajari dalam metode
trial and error. Jumlah seluruh bahan baku tersebut haruslah 100%.
Catatan: Pada kolom jumlah bahan baku, Anda harus merubah bentuk sel menjadi
format PERCENTAGE (%).
Caranya :
Letakkan kursor pada cell JUMLAH BAHAN BAKU (C1 sampai C15)
Pada tab Beranda (Home), klik tanda “%” yang terdapat pada kolom dialog “Number”
Gambar 4
Hasil Tampilan Penghitungan Jumlah Bahan Baku
Langkah 4
Menghitung kesesuaian kadar nutrisi yang diinginkan dengan jumlah
bahan yang digunakan.
Protein dalam
setiap bahan baku = Jumlah bahan baku (%) x Kadar protein bahan baku
(%)
Kandungan
Hasil dari penjumlahan kandungan protein dalam
protein pakan =
setiap bahan baku (%)
(%)
Gambar 5
Hasil Penyelesaian Langkah 4
Perhatikan hasil penyelesaian berikut ini.
Sekarang coba Anda lihat angka-angka yang terdapat di dalam kotak berwarna
merah. Angka-angka tersebut adalah hasil perhitungan dari kandungan protein
dalam setiap bahan baku sesuai dengan rumus yang telah dijelaskan di atas.
Jika menggunakan program excel, angka-angka tersebut diperoleh dengan
rumus (=F5*C5), seperti gambar di bawah.
Gambar 6
Contoh rumus tepung ikan dan kedelai
Dari Gambar 6, diketahui bahwa kandungan protein bahan baku tepung ikan
berada pada kolom F dan baris 5, sehingga dituliskan menjadi F5. Sedangkan
jumlah bahan baku (%) tepung ikan, berada pada kolom C dan baris 5,
sehingga dituliskan menjadi C5. Sesuai dengan rumus yang telah dijelaskan di
atas, maka untuk mendapatkan kandungan protein tepung ikan adalah
kandungan protein bahan baku dikalikan dengan jumlah bahan baku, maka
dengan menggunakan aplikasi excel, rumus tersebut menjadi F5*C5.
Bagaimana dengan hasil untuk tepung kedelai? Maka lakukan hal yang sama
seperti pada tepung ikan. Perhatikan jumlah bahan tepung kedelai tersebut
berada pada kolom dan baris yang mana, dan begitu juga dengan kandungan
protein tepung kedelai berada pada baris dan kolom berapa, sehingga
diperoleh hasil F6*C6.
Dengan meggunakan cara yang sama, kini Anda dapat memperoleh hasilnya
untuk setiap bahan baku dengan mudah.
Anda perlu memperhatikan baris dan kolom kandungan nutrisi dan jumlah bahan
baku. Misalnya untuk mencari kandungan lemak tepung ikan, maka I5*C5 atau
kandungan karbohidrat pada K5*C5
Sekarang perhatikan angka 26,74 yang terdapat dalam kotak warna biru pada
Gambar 5. Angka tersebut adalah “Nutrien Pakan”, yang diperoleh dari jumlah
total protein yang terkandung dalam masing-masing bahan baku pakan, yaitu
1253% + 990% + 76% + 89% + 4% + 170% + 91% +0% + 0% = 26,74.
Dalam program excel, angka tersebut diperoleh dengan rumus =
SUM(G5:G13).
Dari hasil perhitungan tersebut, terlihat bahwa nilai protein yang terkandung
dalam pakan hanya sekitar 26,74% dari nilai 30% yang diinginkan. Sementara
nilai yang terdapat pada kandungan lemak masih berada pada batasan
minimum – maksimum, yaitu sekitar 9,16%. Dan nilai karbohidrat dalam
Judul Modul: Membuat Pakan Buatan
Buku Informasi - Versi 2019 Halaman: 30 dari 154
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan Budidaya Ikan Air Tawar PRK.CF02.013.01
pakan yang diperoleh melebihi batas maksimum, yaitu sebesar 36,62%. Oleh
karena nilai protein dan karbohidrat belum sesuai dengan nilai nutrisi yang
diinginkan pada awalnya, sehingga harus dilakukan perhitungan ulang sampai
diperoleh nilai yang sesuai dengan rencana. Oleh karena itu harus dibuat
kembali worksheet selanjutnya seperti gambar berikut.
Gambar 8
Hasil Perhitungan Ulang Kandungan Nutrisi pada Pakan
Perhatikan nutrisi pakan yang terdapat dalam tabel pada Gambar 8 di atas.
Diketahui bahwa nilai kadar protein, lemak dan karbohidrat telah sesuai
dengan yang diinginkan, dimana nilainya berada antara batas minimum –
maksimum. Dan dengan komposisi tersebut, diperoleh bahwa biaya bahan
baku yang dikeluarkan untuk membuat 1 kg pakan ikan sebesar Rp.
16.220,00.
Protein Basal adalah semua bahan baku pakan, baik nabati, hewani dan
limbah industri, yang memiliki kandungan protein kurang dari 20%.
Sedangkan protein suplemen adalah semua bahan baku pakan, baik nabati,
hewani dan limbah industri, yang memiliki kandungan protein lebih dari
20%.
Tabel 13
Berbagai Macam Bahan Baku dan Tingkatan Proteinnya
TINGKATAN
PROTEIN KARBH LEMAK
JENIS BAHAN BAKU PROTEIN
(%) (%) (%)
BASAL SUPLEMEN
Tepung terigu 8,90 77,30 1,30 √
Tepung kedelai 39,6 29,50 14,30 √
Tepung daun turi 27,54 21,30 4,73 √
Tepung jagung 7,63 74,23 4,43 √
Tepung ikan import 62,65 5,81 15,38 √
Tepung rebon 59,40 3,20 3,60 √
Dedak padi 11,35 28,62 12,15 √
Tepung bekicot 54,29 30,45 4,18 √
Bungkil kelapa sawit 18,7 64 4,5 √
Tepung kepala udang 53,74 0 6,65 √
Tepung darah 71,45 13,32 0,42 √
Silase ikan 18,20 - 1,20 √
Ampas tahu 23,55 43,45 5,54 √
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam menggunakan metode ini
adalah :
Nilai protein yang diletakkan di tengah kotak harus memiliki nilai di antara
rata – rata protein basal dan suplemen yang diletakkan di sisi kiri kotak.
30 %
ii. Cantumkan jumlah protein yang diinginkan di tengah – tengah kotak segi
empat yang telah dibuat
35 %
iii. Letakkan nilai protein pada masing – masing bahan baku yang telah
ditentukan di sudut kiri atas dan bawah kotak segi empat
35 %
Dedak 12%
iv. Kurangkan jumlah protein yang terdapat dalam bahan baku dengan protein
yang diinginkan dalam kotak dan letakkan hasilnya secara diagonal di sudut
kanan kotak (tanda positif maupun negatif tidak perlu dicantumkan).
35%
Dedak 12% 30 %
Nilai 30 % pada sudut kanan bawah kotak segi empat diperoleh dari 65% -
35% = 30%; sedangkan nilai 23% pada sudut kanan atas kotak segi
empat diperoleh dari 12% - 35% = - 23% (abaikan tanda negatifnya),
sehingga menjadi 23%.
35%
Dedak 12% 30 %
+
53 %
Judul Modul: Membuat Pakan Buatan
Buku Informasi - Versi 2019 Halaman: 34 dari 154
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan Budidaya Ikan Air Tawar PRK.CF02.013.01
30%
Dedak = x 100% = 56,60%
53%
Contoh Soal 1:
Akan dibuat pakan ikan lele sebanyak 50 kg dengan kandungan protein
40%, menggunakan bahan baku sebagai berikut:
ii. Jumlah dan rata – ratakan kelompok protein suplemen dan basal :
Protein suplemen : Protein basal :
Tepung ikan 62,65 % Dedak halus 11,35 %
Tepung kedelai 39,60 % Tepung terigu 8,90 %
Tepung jagung 7,63 %
Jumlah 102,25 % Jumlah 27,88 %
Rata – rata 51,13 % Rata – rata 9,29 %
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa rata – rata protein basal sebesar
9,29% (diperoleh dari 27,88% : 3) dan rata – rata protein suplemen
sebesar 51,13% (diperoleh dari 102,25% : 2).
iii. Buat kotak segi empat dan cantumkan jumlah protein yang diinginkan di
tengah – tengah kotak segi empat yang telah dibuat.
40%
iv. Letakkan rata – rata protein hewani dan nabati pada sudut kiri atas dan
bawah kotak segi empat.
40 %
v. Kurangkan jumlah protein yang terdapat dalam bahan baku dengan protein
yang diinginkan dalam kotak dan letakkan hasilnya secara diagonal di sudut
kanan kotak (tanda positif maupun negatif tidak perlu dicantumkan).
40 %
Nilai 30,71 % pada sisi kanan atas kotak segi empat diperoleh dari : 9,29
% - 40 % = 30,71% (tanda negatif diabaikan); dan nilai 11,13 % pada
sisi kanan bawah kotak segi empat diperoleh dari : 51,1,3 % - 40 % =
11,13 %.
vi. Jumlahkan kedua hasil pengurangan tersebut.
40 %
11,13%
Protein basal = X 100% = 26,60%
41,84%
Contoh Soal 2:
Akan dibuat pakan ikan lele sebanyak 50 kg dengan kandungan protein
40%, menggunakan bahan baku sebagai berikut:
ii. Jumlah dan rata – ratakan kelompok protein suplemen dan basal.
Hasilnya seperti yang telah dijelaskan pada Contoh Soal 1:
Langkah ii
iii. Jumlahkan total bahan tambahan yang digunakan untuk membuat pakan.
Bahan Tambahan Kebutuhan
Tepung kanji 10 %
Vitamin 5%
Mineral 5%
Jumlah 20 %
50%
vi. Letakkan rata – rata protein hewani dan nabati pada sudut kiri atas dan
bawah kotak segi empat.
50 %
vii. Kurangkan jumlah protein yang terdapat dalam bahan baku dengan protein
yang diinginkan dalam kotak dan letakkan hasilnya secara diagonal di sudut
kanan kotak (tanda positif maupun negatif tidak perlu dicantumkan).
50 %
Nilai 40,71 % pada sisi kanan atas kotak segi empat diperoleh dari : 9,29
% - 50 % = 40,71% (tanda negatif diabaikan); dan nilai 1,13 % pada
sisi kanan bawah kotak segi empat diperoleh dari : 51,1,3 % - 50 % =
1,13 %.
viii. Jumlahkan kedua hasil pengurangan tersebut.
50 %
1,13%
Protein basal = X 80% = 2,16%
41,84%
xiii. Jadi, untuk membuat pakan berprotein 40% sebanyak 10 kg (10.000 gram)
diperlukan bahan baku dengan komposisi sebagai berikut :
Tepung ikan = 38,92% X 10.000 gram = 3.892 gram
Tepung kedelai = 38,92% X 10.000 gram = 3.892 gram
Dedak halus = 0,72% X 10.000 gram = 72 gram
Tepung jagung = 0,72% X 10.000 gram = 72 gram
Tepung terigu = 0,72% X 10.000 gram = 72 gram
Tepung kanji = 10% X 10.000 gram = 1000 gram
Vitamin = 5% X 10.000 gram = 500 gram
Mineral = 5% X 10.000 gram = 500 gram
Total = 10.000 gram
= 10 kg
Contoh soal:
Akan dibuat pakan yang mengandung protein 35% dengan menggunakan
bahan baku tepung ikan (65% protein) dan dedak (12% protein),
sebanyak 5 kg. Hitunglah kebutuhan bahannya!
Jumlah bahan baku pada protein suplemen dan bahan baku pada protein
basal adalah 100, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
X+Y = 100.................. (persamaan 1)
Sedangkan jumlah protein yang diinginkan adalah 35%, terdiri dari 65%
(65/100 = 0,65) tepung ikan (protein suplemen) dan 12% (12/100 = 0,12)
dedak (protein basal). Sehingga didapatkan persamaan 2, sebagai berikut :
0,65X + 0,12Y = 35................... (persamaan 2)
Secara Substitusi
Pada langkah ini kita akan menyatakan variabel X pada persamaan 1 ke
dalam variabel Y. Atau bisa saja menyatakan variabel Y pada persamaan 1
ke dalam variabel X, yang selanjutnya disebut dengan persamaan 3,
sebagai berikut :
X+Y = 100
Y = 100 – X ……………………………… (persamaan 3)
Secara Eliminasi
Berbeda dengan substitusi, maka cara eliminasi dilakukan dengan
mengeliminasi/menghilangkan salah satu variabel melalui penjumlahan
ataupun pengurangan.
Misalnya akan mengeliminasi variabel X, maka harus disamakan koefisien
X dari kedua persamaan tersebut. Koefisien X pada persamaan 1 dan 2
secara berturut-turut adalah 1 dan 0,65. Sehingga kita harus menyamakan
koefisien X dari kedua persamaan tersebut dengan mengalikan persamaan
1 dengan 0,65 dan persamaan 2 dengan 1. Maka akan diperoleh
perhitungan seperti berikut ini :
X + Y = 100 X 0,65 0,65 X + 0,65 Y = 65
0,65 X + 0,12 Y = 35 X1 0,65 X + 0,12 Y = 35
0,53 Y = 30
30
Y=
0,53
= 56,60
Selanjutnya hitung nilai pada variabel X dengan menstubtitusi nilai Y yang
diperoleh ke persamaan 3, sehingga diperoleh nilai sebagai berikut :
X = 100 – Y
⇔ X = 100 – 56,60
= 43,40
4 Pembuktian
Untuk membuktikan bahwa kadar protein pakan dari hasil perhitungan ini
adalah 35%, maka dilakukan pengecekan sebagai berikut.
Kandungan protein Jumlah bahan
Nama bahan dalam bahan baku yang dibutuhkan Hasil kali
(a) (b) (axb)
Tepung ikan 65% 43,40% 28,21%
Dedak 12% 56,60% 6,79%
Jumlah 35,00%
Contoh soal 1:
Akan dibuat pakan yang mengandung protein 30% sebanyak 5 kg,
dengan menggunakan bahan baku sebagai berikut:
Tepung ikan (60% protein)
Tepung kepiting (40% protein)
Tepung jagung (9% protein)
Dedak halus (15% protein)
Proporsi tepung ikan : tepung kepiting adalah 3:1, sedangkan tepung
jagung : dedak halus adalah 2:1.
Hitunglah kebutuhan bobot kering masing-masing bahan baku!
Protein basal
Tepung jagung = 2 bagian x 9% = 18%
Dedak halus = 1 bagian x 15% = 15%
+
Jumlah = 3 bagian = 33%
Rata – rata protein basal = 33% : 3 = 11% = 0,11
Jumlah bahan baku pada protein suplemen dan bahan baku pada protein
basal adalah 100, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
X+Y = 100.................. (persamaan 1)
Judul Modul: Membuat Pakan Buatan
Buku Informasi - Versi 2019 Halaman: 47 dari 154
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan Budidaya Ikan Air Tawar PRK.CF02.013.01
Sedangkan jumlah protein yang diinginkan adalah 30%, terdiri dari 0,55
protein suplemen dan 0,11 protein basal. Sehingga didapatkan persamaan 2,
sebagai berikut :
0,55X + 0,11Y = 30................... (persamaan 2)
Secara Substitusi
Pada langkah ini kita akan menyatakan variabel X pada persamaan 1 ke
dalam variabel Y. Atau bisa saja menyatakan variabel Y pada persamaan 1
ke dalam variabel X, yang selanjutnya disebut dengan persamaan 3,
sebagai berikut :
X+Y = 100
Y = 100 – X ……………………………… (persamaan 3)
Secara Eliminasi
Berbeda dengan substitusi, maka cara eliminasi dilakukan dengan
mengeliminasi/menghilangkan salah satu variabel melalui penjumlahan
ataupun pengurangan.
Jadi, jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat pakan yang
mengandung protein 30% adalah:
5 Pembuktian
Untuk membuktikan bahwa kadar protein pakan dari hasil perhitungan ini
adalah 30%, maka dilakukan pengecekan dengan menggunakan rumus
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada metode segi empat Pearson.
Kandungan protein Jumlah bahan
Hasil kali
Nama bahan dalam bahan baku yang dibutuhkan
(axb)
(a) (b)
Tepung ikan 60% 32,39% 19,43%
Tepung kepiting 40% 10,80% 4,32%
Tepung jagung 9% 37,88% 3,41%
Dedak 15% 18,94% 2,84%
Jumlah 30,00%
Sehingga, jumlah bahan baku kering yang dibutuhkan untuk membuat pakan
ikan sebanyak 5 kg adalah:
Tepung ikan = 32,39% X 5000 g = 1.620 gram
Tepung kepiting = 10,80% X 5000 g = 540 gram
Tepung jagung = 37,88% X 5000 g = 1.894 gram
Dedak = 18,94% X 5000 g = 947 gram
Contoh soal 2:
Akan dibuat pakan yang mengandung protein 30% sebanyak 5 kg,
dengan menggunakan bahan baku sebagai berikut:
Tepung ikan (60% protein)
Tepung kepiting (40% protein)
Tepung jagung (9% protein)
Dedak halus (15% protein)
Vitamin, sebanyak 5%
Mineral, sebanyak 5%
CMC, sebanyak 10%
Proporsi tepung ikan : tepung kepiting adalah 3:1, sedangkan tepung
jagung
Berikut ini : dedak
adalah halus adalah
langkah – 2:1.
langkah yang dilakukan untuk menyusun
Hitunglah kebutuhan bobot kering masing-masing bahan baku!
formulasinya:
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa rata – rata protein suplemen sebesar
50% (diperoleh dari 100% : 2) dan rata – rata protein basal sebesar 12%
(diperoleh dari 24% : 2).
Jumlah bahan baku pada protein suplemen dan bahan baku pada protein
basal adalah 80, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
X+Y = 80.................. (persamaan 1)
Sedangkan jumlah protein setelah diberikan bahan tambahan adalah 37,50%,
terdiri dari 0,50 (50%) protein suplemen dan 0,12 (12%) protein basal.
Sehingga didapatkan persamaan 2, sebagai berikut :
0,50X + 0,12Y = 37,50................... (persamaan 2)
Secara Substitusi
Pada langkah ini kita akan menyatakan variabel X pada persamaan 1 ke
dalam variabel Y. Atau bisa saja menyatakan variabel Y pada persamaan 1
ke dalam variabel X, yang selanjutnya disebut dengan persamaan 3,
sebagai berikut :
X+Y = 80
Y = 80 – X ……………………………… (persamaan 3)
Secara Eliminasi
Berbeda dengan substitusi, maka cara eliminasi dilakukan dengan
mengeliminasi/menghilangkan salah satu variabel melalui penjumlahan
ataupun pengurangan.
Jadi, jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat pakan yang
mengandung protein 30% adalah:
Tepung ikan = 73,42% : 2 = 36,71%
Tepung kepiting = 73,42% : 2 = 36,71%
5 Pembuktian
Untuk membuktikan bahwa kadar protein pakan dari hasil perhitungan ini
adalah 30%, maka dilakukan pengecekan dengan menggunakan rumus
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada metode segi empat
Pearson.
Kandungan protein Jumlah bahan
Hasil kali
Nama bahan dalam bahan baku yang dibutuhkan
(axb)
(a) (b)
Tepung ikan 60% 36,71% 22,03%
Tepung kepiting 40% 36,71% 14,68%
Tepung jagung 9% 3,29% 0,30%
Dedak 15% 3,29% 0,50%
Jumlah 37,50%
pakan ini tidak terbatas hanya pada jenis peralatannya saja, akan tetapi juga
bagaimana peralatan tersebut digunakan. Secara umum, peralatan pembuatan
pakan terbagi menjadi peralatan skala rumah tangga dan skala industri.
2) Alat Pengayak
Berfungsi untuk memisahkan bahan yang kasar dengan yang halus, yang
berupa tepung. Untuk mendapatkan berbagai ukuran butir tepung yang
berbeda – beda digunakan ayakan dengan ukuran mata ayakan yang
berbeda – beda. Ayakan yang biasa dipakai dalam pembuatan kue juga
dapat digunakan dalam pembuatan pakan.
Gambar 10
Ayakan
3) Timbangan
Timbangan digunakan untuk mengetahui jumlah tiap – tiap bagian dalam
suatu komposisi pakan. Apabila bahan baku pakan yang akan ditimbang
jumlahnya agak banyak, dapat digunakan timbangan kue. Namun apabila
akan menggunakan timbangan yang lebih teliti lagi, dapat menggunakan
neraca analitis. Untuk menakar bahan – bahan yang berbentuk cair, maka
dapat digunakan alat seperti jarum suntik, pipet atau gelas ukur.
Gambar 11
Berbagai jenis timbangan
Gambar 13
Pengadukan menggunakan tangan
Gambar 15.
Alat Pengering
Tabel 14
Alat produksi pakan lokal dan impor beserta kapasitasnya
Kapasitas Tenaga
No Nama Alat
Lokal Impor Lokal Impor
2.000-20.000
1 Silo - - Disesuaikan
ton/jam
2 Disk mill 200–300 kg/jam 500 kg/jam 5,5 hp 15 hp
3–70 18,5-350
3 Hammer mill 400–500 kg/jam 6,5 hp
ton/jam kw
4 Shifter/ ayakan 300–500 kg/jam - 1 hp -
500 kg/10 100-4.000 kg
5 Mixer horizontal 1 hp 2,2-4,5 kw
menit batch
6 Mixer vertikal 2 ton/jam > 2 ton/jam 10 hp >10 hp
7 Mesin pelet 200-250 kg/jam 1-20 ton/jam 15 hp 22-160 kw
0,75-5,55
8 Pendingin 500 kg input 5-10 ton/jam 1 hp
kw
9 Mesin crumble 400-500 kg/jam 3-30 ton/jam 1 hp 1,1-30 kw
10 Steam 100 liter - 2 hp -
11 Dryer - 1-3 ton/jam - 1-5,7 kw
0,75-5,55
12 Conditioner - 5-10 ton/jam -
kw
13 Sortasi - 2 ton/jam - 0,5 hp
14 Vibrator screener - 300 kg/jam - 0,5 hp
Berikut ini adalah beberapa peralatan skala industri yang digunakan untuk
membuat pakan, beserta dengan prinsip kerja penggunaan peralatannya.
1) Silo
Silo adalah struktur yang digunakan untuk menyimpan bahan baku pakan
berbentuk curah. Pada umumnya, silo digunakan di bidang pertanian
sebagai penyimpan biji – bijian hasil pertanian dan pakan ternak. Istilah
silo merupakan turunan dari bahasa Yunani, yaitu siros, yang berarti
"lubang penyimpan biji-bijian”. Oleh karena itu, silo berfungsi untuk
menyimpan bahan baku pakan agar tidak mudah rusak dan mutunya tetap
terjaga.
Berdasarkan jenis strukturnya, silo terdiri dari silo menara, silo bunker, silo
karung, dan silo kotak. Sedangkan berdasarkan bahan yang disimpan, silo
terdiri dari silo biji-bijian, silo semen, dan silo penyimpan garam dan pasir.
Biasanya silo digunakan untuk produksi pakan dengan kapasitas yang
besar atau > 10.000 ton/bulan. Oleh karena itu, dalam memuat bahan
Selain itu, untuk tetap menjaga kualitas bahan curah, maka perlu
dilakukan pengendalian lingkungan/ruangan di dalam silo. Pengendalian
lingkungan ini tergantung pada bahan yang dimuat, sehingga
pengendalian lingkungan di dalam silo bervariasi. Misalnya, untuk
mempertahankan waktu penyimpanan dalam jangka panjang, maka
diperlukan pengendalian kadar air di udara dan disesuaikan dengan kadar
air kesetimbangan bahan. Jika bahan mudah bereaksi dengan gas tertentu
seperti oksigen, maka pengendalian jenis dan kadar gas di dalam silo
diperlukan. Pengendalian kadar gas juga diperlukan jika silo digunakan
untuk proses fermentasi, aerob maupun anaerob.
Gambar 16
Silo
Sumber: http://www.desainmesin.com/silo
Sistem kerja mesin silo adalah mengambil bahan dengan cara bahan
dihisap oleh blower dari mesin penepung untuk dimasukkan kedalam silo
(tempat penampungan sementara) dan diproses ke selanjutnya.
3) Grinder
Keberadaan mesin grinder mutlak diperlukan bagi pabrik pakan, baik skala
kecil, menengah atau tinggi. Grinder atau alat penepung ini merupakan
alat yang digunakan sebagai penggiling sekaligus penghancur bahan
pakan. Dilihat dari keadaan bahan selama penepungan, terdapat 2 jenis
alat penepung, yaitu penepung tipe batch dan penepung tipe terusan
(continue). Disebut penepung tipe batch apabila selama proses
penepungan bahan tetap berada dalam bak dan dikeluarkan bila
penepungan telah selesai. Namun apabila selama proses penepungan
melewati penepungan selama sekali lintasan, maka penepungan seperti ini
disebut dengan tipe terusan (continue). Bahan yang ditepung
menggunakan penepungan tipe ini mempunyai ukuran yang tidak merata,
karena itu alat harus diatur sedemikian rupa sehingga ukuran bahan
Gambar 18
Bagian – bagian hammer mill
(sumber: domas09.blogspot.com)
(sumber: www.directindustry.com)
Prinsip kerja hammer mill adalah memukul bahan secara terus menerus
dengan kecepatan tinggi menggunakan palu yang tersusun dan
berputar pada porosnya, sehingga secara bolak – balik palu bergerak
memberikan pukulan pada bahan. Akibatnya akan terjadi pemecahan
(sumber: www.teritek.in)
Disk mill merupakan alat penggiling, penghalus dan penepung. Alat ini
lebih banyak digunakan untuk menepungkan bahan yang sedikit
mengandung serat atau menggiling bahan serelia menjadi bahan pakan
sehalus mungkin (tepung) sehingga mudah dicerna dengan baik oleh
biota air. Namun begitu, alat ini lebih banyak digunakan untuk
menepungkan bahan yang sedikit mengandung serat dan memperkecil
bahan dengan tekanan dan gesekan antara dua piringan dimana yang
satu berputar dan yang lainnya tetap.
Disk mill tersebut ada yang menggunakan motor diesel dan motor
listrik dengan berbagai kapasitas. Alat ini bekerja dengan prinsip
memukul bahan yang akan ditepung.
Gambar 21
Disk mill
(sumber: www.teritek.in)
Mesin disk mill memiliki dua piringan yang dipasangkan pada sebuah
shaft. Kedua piringan tersebut akan berputar secara bersamaan
dengan arah berlawanan sehingga dapat menghancurkan bahan yang
digiling. Pada bagian piringan ini terdapat tonjolan-tonjolan yang
berfungsi untuk menjepit bahan. Mesin ini merupakan mesin yang
memiliki tipe gaya dengan penekanan. Selama proses, bahan akan
mengalami gesekan diantara kedua piringan sehingga ukurannya
menjadi lebih kecil dan halus sampai dapat keluar melalui mesh atau
saringan.
Hasil gilingan dipengaruhi oleh kecepatan putar, kadar air bahan baku,
jenis bahan baku yang digiling, laju pemasukan bahan serta kondisi dan
jenis piringan penggiling. Laju pemasukan yang berlebihan akan
memperkecil keefektifan dari alat dan akan menyebabkan panas yang
berlebihan. Sedangkan tenaga yang diperlukan untuk menggiling akan
berkurang bila kecepatan penepungan bertambah. Untuk memperoleh
hasil yang baik, umumnya kecepatan putar penepung bergerigi di bawah
1200 rpm.
Mesin tipe ini sudah banyak digunakan oleh industri tepung. Biasanya
alat yang dipakai terdiri dari satu silinder yang memiliki kecepatan putar
sebanyak dua atau tiga kali dari silinder lain. Ukuran penepung silinder
didasarkan pada ukuran diameter dan panjang silinder.
Alat ini bekerja dengan prinsip penggilasan bahan diantara celah – celah
silinder. Sebelum bahan yang akan digiling dimasukkan, silinder harus
dalam keadaan berputar dengan kecepatan tertentu, bila tidak maka
akan terjadi slip pada belt atau motor menjadi mati. Celah antara silinder
dapat diatur jaraknya untuk memperoleh derajat kehalusan yang
diinginkan. Bila jarak antara silinder terlalu dekat maka tenaga yang
diperlukan akan menjadi lebih besar, kapasitas penepungan berkurang
serta debu banyak terjadi. Pada satu silinder berputar lebih cepat
dibandingkan dengan yang lain untuk mendapatkan aksi gilingan yang
lebih ringan ketika bahan melalui celah silinder bergerigi sejajar dengan
as silinder.
Bentuk umum dari alat penggiling ini adalah rotor dengan pisau
pemotong yang berputar pada ruang pemotongan dan memotong
bahan. Bahan yang digiling akan keluar melalui saringan dengan ukuran
tergantung pada ukuran saringan yang digunakan. Utamanya, penepung
tipe pisau digunakan untuk bahan yang liat atau berserat. Proses
pengguntingan akan lebih efektif dibandingkan dengan tekanan maupun
pukulan/impak. Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka laju
pemasukan bahan pada ruang pemotong hendaknya tidak melebihi
panjang dari pisau pemotong dengan ketebalan bahan pengumpan tidak
lebih dari satu inchi.
Sumber: https://www.indotrading.com/product/mesin-sortasi-p240493.aspx
5) Ayakan (sifter)
Alat ini berfungsi untuk menyaring bahan yang digiling pada alat disk mill
sehingga ukuran bahan menjadi seragam dan akan memudahkan dalam
pengolahan selanjutnya. Alangkah baiknya apabila mesin ini menggunakan
ukuran saringan dengan mash yang kecil, dan bila perlu dilakukan dua
tahap penyaringan dengan dua ukuran saringan, misalnya 90 dan 100.
Dengan demikian, bahan yang tidak tersaring pada saringan pertama akan
digiling kembali pada disk mill.
6) Timbangan
Timbangan yang digunakan adalah timbangan analitik dan kasar.
Timbangan analitik digunakan untuk menimbang bahan dalam jumlah
mikro (kecil), sedangkan timbangan kasar digunakan untuk menimbang
bahan dalam jumlah besar (makro). Untuk skala produksi kecil, timbangan
kasar yang digunakan cukup berskala 100 kg dan untuk timbangan analitis
berskala 1 kg.
7) Mixer
Mixer berfungsi dalam proses pencampuran bahan baku saat pembuatan
pakan berupa pellet. Mekanisme kerja mesin mixer adalah menggerakkan
pengaduk untuk menghancurkan material padat hingga memiliki ukuran
yang sesuai kemudian dicampur dengan bahan pendukung produksi. Kerja
mesin berdasarkan putaran motor yang ditransmisikan ke belt yang
kemudian menggerakan pengaduk. Hasil rekayasa teknologi tepat guna
mesin pengaduk pada pakan ternak dengan daya motor listrik 0,5 hp,
mampu mengaduk bekatul secara merata dengan volume kurang dari
0,068 m3 dalam waktu 1 menit 16 detik (Arrizqi, 2011).
Alat ini dibagi menjadi mixer horizontal, mixer vertical dan mixer tabung.
Mixer vertical
Digunakan untuk menggiling bahan pakan yang kasar. Mixer tipe ini
mencampur bahan pakan dengan arah kebawah dan keatas.
Mixer horizontal
Digunakan untuk menggiling bahan pakan yang cair dan halus. Mixer
tipe ini mencampur bahan pakan dengan arah samping.
Judul Modul: Membuat Pakan Buatan
Buku Informasi - Versi 2019 Halaman: 71 dari 154
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan Budidaya Ikan Air Tawar PRK.CF02.013.01
Mixer tabung
Digunakan untuk menggiling campuran bahan pakan kasar, halus dan
cair. Mixer ini mencampur bahan dengan arah rotasi
(sumber: ty-machine.com)
Gambar 24
Horizontal mixer
(sumber: ty-machine.com)
(sumber: id.fdsp-cn.com)
9) Mesin pelet
Digunakan untuk mencetak adonan bahan pakan. Mesin ini terdiri dari 2
tipe, yaitu horizontal dan vertikal. Jenis pelet yang dihasilkan dari mesin
horizontal adalah jenis pelet tenggelam. Kedua mesin ini mempunyai kerja
yang sama, yaitu bahan pakan mengalami proses pengepresan,
pemanasan dan pengeringan, akibat tekanan yang ditimbulkan oleh roll
yang berputar dan berinteraksi dengan die tempat bahan pakan
dimampatkan.
Die adalah alat yang terdapat dalam mesin pellet dan berfungsi untuk
membentuk makanan menjadi butiran pellet dengan bantuan dari roller.
Tiap mesin pellet memakai die dengan tipe dan spesifikasi berbeda-beda,
baik dari ketebalan lubang dies, diameter dies dan jumlah lubang dies
yang berkisar antara 14.000 sampai 17.000 lubang. Die diputar oleh poros
motor penggerak dengan daya yang besar, sedangkan roller berputar
menekan makanan masuk die karena permukaan luarnya berhimpitan
dengan makanan masuk kedalam lubang die.
Gambar 26
Mesin Pellet
http://www.greenbusinesscentre.com/energyawards/enepresent/General_897_Raymond_
UCO_Denim_0.pdf)
Gambar 27
Die pada mesin pellet
(sumber: http://ticiz.com/p871608-amandus-kahl-pelet.html)
Gambar 28
Alat Pemotong
(sumber: https://energy-xprt.com/products/kahl-wood-pelleting-plants-108183)
Gambar 29
Bagian – bagian mesin pelet
(sumber: http://www.fao.org/3/x5738e/x5738e0j.htm)
10) Extruder
Extruder merupakan alat yang digunakan untuk melakukan proses
extruksi, yaitu proses dimana bahan dipaksa mengalir di bawah
pengaruh satu atau lebih kondisi operasi seperti pencampuran (mixing),
pemanasan dan pemotongan (shear), melalui suatu cekatan (die) yang
dirancang untuk membentuk hasil ekstrusi yang bergelembung kering
(puff-dry). Fungsi pengekstrusi ini adalah untuk gelatinisasi
(pemasakan), pemotongan molekuler, pencampuran, sterilisasi,
pembentukan, penggelembungan atau pengeringan (puff-dry).
Dalam industri pakan, alat ini digunakan untuk membuat pakan ikan
menjadi terapung (pelet apung). Salah satu keuntungan melakukan
proses ekstrusi pada pembuatan pelet apung adalah mengurangi adanya
kerusakan nutrisi, daya cerna tinggi, gelatinisasi & denaturasi, serta
rusaknya antinutrisi yang terdapat dalam bahan pakan.
Gambar 30
Extruder
(sumber: https://www.indiamart.com/rakesh-engineeringworks/plastic-machine.html)
Gambar 31
Single screw extruder
(www.plastic.com)
Gambar 32
Single screw extruder
(sumber: http://www.uea.ac.uk/~h007/extruder/)
Pada ekstruder berulir tunggal, desain gerak maju ulir/kerapatan ulir dan
ketinggian sayap dapat berubah sepanjang masuk hingga keluarnya bahan.
Pada umumya, keduanya mengalami penurunan dari ujung masuk hingga
ujung keluarnya bahan lewat die. Berikut ini adalah berbagai variasi screw
dan barrel :
Pada bagian pangkal (feeder) ulir, sudut ulir terhadap poros dibuat relatif
miring ke kanan untuk memudahkan perpindahan ekstrudat yang
densitasnya masih rendah. Sejalan dengan meningkatnya densitas, sudut
muka ulir dibuat mendatar untuk meningkatkan pencampuran dan
menurunkan kecepatan perpindahan ekstrudat. Sudut muka ulir yang relatif
pipih juga berfungsi untuk meremas bahan ekstrudat.
Gambar 33
Ulir pada twin screw extruder
(sumber : www.hb-fein)
Dua ulir tersebut secara pararel ditempatkan dalam barrel dengan jarak ulir
yang diatur rapat, sehingga mengakibatkan bahan bergerak di antara ulir
dan barrel. Hal ini menyebabkan bahan digerakkan pada arah positif yaitu
menuju die tempat bahan keluar, dan terhindar dari aliran balik (negatif) ke
arah bahan masuk tanpa harus dilengkapi dengan mekanisme
antirotasional di dinding barrel, seperti pada ekstruder ulir tunggal.
Gambar 34
Beberapa Tipe Ulir Ganda
Pada ekstruder tipe ini, bentuk geometris ulir sangatlah penting untuk
diperhatikan karena bentuk ulir ini dapat menyebabkan peningkatan
tekanan pada ruang ekstruder yang akan menyebabkan aliran bahan dari
satu ruang ke ruang yang lain, baik ke arah negatif maupun ke positif.
Gambar 35
Ulir ganda pada ekstruder
(Sumber : www.exapro.com)
Ekstruder memiliki empat bagian utama, yaitu: ulir (screw), abung/laras
(stator/barrel), lubang berukuran relatif kecil (die), dan pisau (knife). Rasio
antara panjang dan diamater dari tabung (L/D) adalah sekitar 2 – 4.
Pisau potong
Pisau potong berfungsi untuk memotong bahan yang telah dibentuk oleh
dies panjang atau pendek ukuran potongan ini bisa diatur..Pelet yang
telah dipotong ini langsung kering hanya perlu diangin anginkan saja.
Gambar 36
Prinsip kerja extruder
(sumber: http://pemulatempatuntukbelajar-widiyanto.blogspot.com/2011/04/prinsip-
prinsip-extrusion.html)
Gambar 37
Dies dan pisau pemotong
(sumber: https://bit.ly/2WTtbGk)
(sumber: http://www.namdhariindustrialworks.com/pellet-cooler.html)
Dengan mesin pengemas dan mesin jahit, bahan pakan dalam kemasan
akan tertutup dan terlindung dengan baik.
14) Peralatan Pendukung Lainnya
Peralatan lain yang mendukung proses pembuatan pakan adalah:
Gerobak / Troley, digunakan untuk memudahkan dan mempercepat
membawa bahan pakan.
Kaitan (gaco), digunakan terutama pada saat menaikkan atau
menurunkan karung bahan pakan atau mengangkut pelet yang sudah
dikemas dalam karung.
Wadah atau bak penampung dan skop, diperlukan untuk menampung
bahan pakan yang akan ditimbang dan hasil pengolahan, terutama
untuk pengolahan pakan kapasitas kecil.
Peralatan bengkel, terdiri dari kunci, palu, obeng, tang, gergaji dan
digunakan apabila terdapat masalah pada peralatan.
a. Silo
Menurut Dwi (2001), bagian utama dari silo yaitu atap, barel, dan hopper,
dimana:
Bagian atap silo merupakan tempat masuknya biji-bijinan ke dalam silo.
Barel adalah tempat yang berukuran besar untuk penampungan biji-bijian.
Hopper adalah tempat penampungan sementara atau jalan keluarnya biji-
bijian.
Dalam memuat bahan curah ke dalam silo, diperlukan mekanisme elevator
tergantung pada jenis bahan curah yang dimuat.
Pengisian dilakukan dari tingkat paling atas yaitu dari atap sehingga yang
masuk lebih dulu akan berada di bawah. Sedangkan pengambilan bahan curah
dilakukan dari bawah atau melalui hopper dengan prinsip gravitasi (Anonim,
2012).
Prinsip pengujian kerja tower silo pada biji-bijian misalnya jagung yaitu
mulanya hopper disambungkan pada analog digital converter. Setelah alat
yang terpasang pada hopper telah siap, bijian jagung dimasukan pada tempat
penampungan pada hopper bagian atas dan tempat penampung tersebut di isi
sampai penuh. Setelah penuh dan alat yang terpasang telah konstan maka
lakukan penutupan tempat penampungan, sedangkan bagian bawah
penampung dibuka sambil ditambah dengan biji jagung. Penambahan ini
diusahakan dilakukan secara konstan, namun sedikit lebih cepat. Hal itu
dilakukan secara terus menerus sampai kapasitas hopper maksimum. Setelah
itu, penambahan bijian dihentikan. Kemudian pada tutup hopper bagian
bawah dibuka utuk mendapatkan data mengenai tekanan normal lateral dan
saat tutup bagian bawah dibuka, alat yang terhubung dengan hopper juga
mulai dijalankan. Hal yang perlu diperhatikan adalah diusahakan terjadi sedikit
goncangan sebab alat yang terpasang pada hopper sangat sensitif
terhadap goncangan (Anonim 1, 2014).
Gambar 39
Cara Kerja Silo
(sumber: sitibarrirotunn.wordpress.com)
2) Rotor
Bagian ini berfungsi sebagai penggerak utama kinerja mesin. Terdiri dari
poros utama, piringan bingkai, piringan penghancur, dan landasan. Bagian
ini juga bekerja dengan kecepatan yang sangat tinggi. Oleh karena itu,
diperlukan pemeriksaan keseimbangan setiap bagian sebelum mesin
dijalankan.
3) Operating door
Bagian ini berfungsi sebagai pintu untuk melihat dan memeriksa
komponen-komponen yang berada di dalam mesin. Hal ini memungkinkan
kita untuk membersihkan saringan dan mengganti pisau penghancur
dengan lebih mudah.
4) Casing bagian atas
Bagian ini berfungsi sebagai penghubung antara bagian atas mesin dengan
bagian bawahnya. Selain itu, casing ini juga berfungsi sebagai pengapit
saringan dan memberikan ruangan produksi yang cukup bersama-sama
dengan rotor.
5) Feeding guide structure
Bagian ini berfungsi sebagai pintu masuk bahan baku produksi.
Sedangkan cara kerja mesin hammer mill dan disk mill adalah sebagai berikut:
Cara kerja mesin hammer mill sebenarnya tidak terlalu rumit. Secara
umum, mesin ini berbentuk sebuah tabung besi yang memiliki poros di
bagian vertikal atau horizontal. Rotor berputar di bagian dalam mesin akan
c. Mixer
Cara kerja mixer, baik horizontal mixer maupun vertical mixer pada prinsipnya
adalah sama, yaitu sebagai berikut:
1) Hidupkan mesin mixer
2) Masukkan bahan yang akan dicampur ke dalam input mesin mixer
(sumber: https://medium.com/@mixmachinery/what-is-horizontal-dry-ingredient-feed-mixer-
design-e807aea4a6ea)
(sumber: http://maskarizakariah.blogspot.com/2013_04_11_archive.html)
BAB III
Proses pengolahan dalam produksi pakan merupakan salah satu faktor yang
sangat berpengaruh terhadap mutu pakan, disamping faktor lain, seperti bahan
pakan, bahan tambahan, peralatan pengolahan, serta perhitungan formulasi.
Secara umum, proses pembuatan pakan dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan utama,
yaitu:
1) Proses persiapan bahan baku
Proses persiapan bahan baku meliputi penerimanaan bahan baku,
pembersihan bahan baku, penimbangan bahan baku, sampai bahan baku
tersebut siap untuk dicetak menjadi pellet.
2) Pembuatan pellet
Pembuatan pellet terdiri dari pencetakan, pendinginan dan pengeringan.
Proses penting dalam pembuatan pelet adalah pencampuran ( mixing),
Pembuatan Pengemasan
Persiapan bahan baku
pelet pakan
Pengadukan/
Pembentukan
Sortasi pencampuran
crumble
(mixing)
Pembersihan/ Pendinginan/
Penimbangan Penyimpanan
penyaringan penganginan
(weighing) (storage)
(screening) (cooling)
Pengecilan
ukuran Penjahitan
Pengemasan
(grading) & Formulasi kemasan
(packaging)
pengayakan (sewing)
(sieving)
dengan bahan yang jumlahnya besar diikuti dengan bahan yang jumlahnya
kecil dan terkecil.
8) Pemberian uap panas (steaming)
Pemberian uap panas bertujuan untuk menimbulkan aroma pada pakan jadi
dan juga bertujuan mensterilkan bahan. Pemberian uap panas ini berlangsung
selama beberapa menit (2 – 3 menit) sebelum pakan memasuki mesin pelet.
Pada beberapa mesin pelet modern, biasanya unit pemberi uap tersebut
bersatu dengan mesin pelet.
9) Pembentukan pelet (pelletizing)
Bertujuan untuk membentuk suatu kesatuan pakan, atau pemadatan sehingga
pakan tidak mudah tercecer. Disamping itu, pakan dalam bentuk pelet akan
mengurangi susut nutrisi karena seluruh bahan akan terwakili dalam pelet.
10)Pembentukan Crumble (crumbling)
Tujuan crumbling adalah untuk memotong atau memecah pelet hasil
pengolahan pelletizer menjadi beberapa bagian.
11)Pendinginan atau Penganginan (cooling)
Dilakukan untuk menghilangkan uap air yang terdapat pada permukaan luar
pelet hasil pelletizing. Pendinginan dapat dilakukan dengan cara pengaliran
udara sekeliling dengan blower tanpa pemanasan. Proses ini membutuhkan
waktu sekitar 5 – 15 menit.
12)Pengemasan (Packaging)
Agar pengangkutan hasil produk lebih mudah dan untuk menjaga agar pakan
tidak cepat mengalami penurunan mutu, maka dilakukan pengemasan.
13)Penjahitan kemasan (sewing)
Penjahitan kemasan dilakukan agar produk pakan terlindungi dan untuk
mencegah kontaminasi atau tercampurnya bahan dengan benda asing.
14)Penyimpanan (storage)
Pakan sebaiknya ditempatkan pada tempat yang tidak terlalu gelap. Hal ini
bertujuan untuk mencegah timbulnya proses enzimatis pada pakan yang
berakibat pada penurunan mutu produk.
a) Prosedur Pembuatan Pakan Menggunakan Mesin (Skala Industri)
Mesin yang digunakan dan proses dalam pembentukan pakan berbentuk pelet
adalah:
Judul Modul: Membuat Pakan Buatan
Buku Informasi - Versi 2019 Halaman: 98 dari 154
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan Budidaya Ikan Air Tawar PRK.CF02.013.01
digunakan adalah tipe counterflow dimana pellet dengan suhu yang masih
panas akan bertemu dengan aliran udara dengan suhu yang lebih hangat,
sehingga penurunan suhu pellet berlangsung secara gradual untuk
menghindari pellet menjadi retak-retak dan gampang hancur. Penurunan
suhu dilakukan dengan menggunakan blower untuk menarik dan
mengalirkan aliran udara didalam mesin cooler, udara panas yang disedot
lalu dilepaskan keudara luar diatas tower feedmill. Pada saat penarikan dari
mesin cooler, makanan yang berbentuk serbuk atau mash (tepung) akan
ditarik kembali dan dilewatkan melalui cyclone dan djatuhkan kembali ke
mesin pellet melalui corong. Hal tersebut untuk membantu menurunkan
kehilangan atau lost bahan baku selama proses pelleting.
Gambar 46
Proses pembuatan pakan skala industri secara kontinyu
Prosedur yang dilakukan dalam pembuatan pakan skala rumah tangga secara
manual adalah:
1. Penggilingan bahan baku pakan menjadi tepung
Agar bahan baku dapat tercampur dalam pakan secara merata, maka harus
dihancurkan terlebih dahulu sehingga menjadi halus. Penggilingan dapat
menggunakan alat penggilingan yang memakai saringan untuk pengayakan
ataupun dilakukan secara tradisional seperti ditumbuk. Apabila dilakukan
secara tradisional, masih dilanjutkan lagi dengan pengayakan supaya
partikel bahan pakan menjadi ukuran yang sangat kecil atau halus. Apabila
bahan pakan tersebut kurang halus, dikhawatirkan bahan pakan tidak
tercampur merata dan komposisi zat-zat makanannya tidak dapat tersusun
secara baik.
2. Penimbangan bahan baku
Bahan baku yang sudah tersedia dalam bentuk tepung kemudian diayak
untuk dipisahkan butiran kasar dan halus. Selanjutnya dilakukan
penimbangan sesuai dengan komposisi/formulasi yang sudah dibuat.
3. Pencampuran bahan baku pakan menjadi adonan
Pencampuran dilakukan dengan mengaduk bahan – bahan yang jumlahnya
sedikit terlebih dahulu untuk mendapatkan volume atau jumlah campuran
yang lebih berat dan agar pencampuran bahan dapat terjadi secara
homogen. Pencampuran bahan dilakukan hingga semua bahan
teraduk/tercampur dengan sempurna dan merata. Apabila bahan pakan
yang dicampur terlalu banyak, sebaiknya menggunakan mixer agar dapat
tercampur secara merata. Sementara apabila bahan–bahan pakan yang
dicampur hanya sedikit dapat dilakukan secara manual dibantu dengan
peralatan sekop dan atau cangkul. Apabila terdapat bahan baku berupa
minyak atau cairan, maka pencampuran dilakukan setelah semua bahan
padat tercampur. Bahan baku kering yang telah tercampur selanjutnya
diberikan air sedikit demi sedikit dan hindari penambahan air yang terlalu
banyak.
4. Pencetakan Adonan
Proses paling akhir dalam pembuatan pakan adalah pencetakan adonan.
Proses pencentakan dapat dilakukan menurut tujuan pembuatan pakan.
Judul Modul: Membuat Pakan Buatan
Buku Informasi - Versi 2019 Halaman: 103 dari 154
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan Budidaya Ikan Air Tawar PRK.CF02.013.01
Bentuk emulsi adalah bentuk yang paling tidak dapat disimpan lama,
karena pakan tersebut harus dicampur dengan air, dipanaskan dan diaduk
sampai terjadi emulsi atau cairan kental. Sebaiknya pakan emulsi ini tidak
terlalu lama disimpan karena mudah membusuk. Setelah membuat pakan
sebaiknya langsung diberikan pada ikan. Pakan berbentuk tepung sangat
mudah membuatnya. Campuran bahan pakan yang ada diaduk sampai
merata dan kemudian dimasukkan kedalam tempat pakan. Pakan ini dapat
disimpan relatif lebih lama dibanding dengan emulsi.
Pakan berbentuk pellet dapat dibuat dengan memberi air ataupun bahan
perekat pada campuran bahan pakan tersebut. Setelah diaduk secara
merata, campuran tersebut kemudian dimasukkan pada alat cetak pellet
sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Setelah berbentuk pellet, pakan
dapat dipanaskan dan dikeringkan sinar matahari atau alat pengering
lainnya. Bagian pellet yang sudah kering dan pecah merupakan bentuk
crumble.
5. Pengeringan
Pelet yang berhasil diproduksi harus segera dikeringkan melalui
penjemuran langsung dengan sinar matahari atau menggunakan oven.
Penjemuran ini harus segera dilakukan agar pakan tidak mudah berjamur.
Pengeringan dilakukan sampai kelembaban pelet tidak lebih dari 12 %.
6. Sortasi
Pelet yang sudah kering kemudian disortasi dengan menggunakan ayakan.
Pelet yang besar akan tertinggal diayakan, sedangkan pelet yang kecil akan
lolos ke bawah ayakan. Pelet yang dihasilkan harus memiliki bentuk yang
utuh dengan ukuran yang seragam, yaitu sekitar 2- 3 cm. Pelet yang lolos
dari ayakan dengan ukuran < 2 cm adalah pelet yang remah dan hancur
berupa tepung atau crumble.
Judul Modul: Membuat Pakan Buatan
Buku Informasi - Versi 2019 Halaman: 104 dari 154
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan Budidaya Ikan Air Tawar PRK.CF02.013.01
Gambar 47
Alur Proses Pembuatan Pakan secara Rumah Tangga
BAB IV
Misalnya saja, pemotongan lebih cocok diterapkan pada sayuran dan buah–
buahan, penggerusan sesuai untuk bahan butiran seperti biji–bijian, sedangkan
pengguntingan cocok untuk bahan yang berserat.
Penepungan yang dilakukan dalam proses mempersiapkan bahan baku pakan
dapat dilakukan pada bahan – bahan hewani dan nabati. Bahan dasar yang
memiliki sifat fisik lunak, seperti ikan, darah, singkong, dedak, dll dapat dengan
mudah dihaluskan menggunakan penggiling. Sementara itu, untuk bahan – bahan
yang memiliki sifat fisik keras, misalnya saja kepiting, tulang atau hasil pertanian
(biji – bijian), perlu dilakukan perlakuan khusus sebelum ditepung. Perlakuan
tersebut bisa melalui perebusan atau pengukusan, yang dilakukan dengan tujuan
untuk melunakkan bahan.
Secara umum, penepungan dapat dilakukan menggunakan 2 cara, yaitu cara
basah dan cara kering. Prinsip kedua cara tersebut adalah berusaha memisahkan
lembaga dari bagian tepungnya. Tepung yang dihasilkan pun dapat dikategorikan
menjadi dua yaitu tepung yang mengandung lemak dan tidak mengandung
lemak, tergantung dari jenis bahan dasarnya. Penepungan cara kering (dry
prosess) biasanya hanya melibatkan perlakuan fisik dan mekanik untuk
membebaskan komponen – komponennya dari sifat aslinya. Sedangkan
penepungan cara basah (wet prosess) melibatkan perlakuan fisiko–kimia dan
mekanik untuk memisahkan fraksi–fraksi yang diinginkan.
PEMBERSIHAN BAHAN
Bahan dibersihkan dari benda asing yang masih menempel seperti batu kecil,
kotoran, kulit gabah yang belum terkelupas, dan lain-lain
PENGERINGAN I
Pengeringan dilakukan untuk mendapatkan kadar air sekitar 14%, bisa
dilakukan dengan menggunakan mesin pengering (oven), atau melakukan
penjemuran bahan
PENEPUNGAN KASAR
Setelah mencapai kadar air yang diinginkan, bahan digiling menggunakan mesin
penepung. Penepungan bisa dilakukan lebih dari 2 kali hingga diperoleh bahan
baku dengan kehalusan yang merata dan sesuai dengan yang diinginkan. Bahan
sebaiknya dikeringkan kembali sebelum dilakukan penepungan ulang.
PENGAYAKAN
Bahan baku yang telah digiling kemudian diayak untuk mendapatkan partikel
yang sesuai dengan kebutuhan ikan, dengan cara memisahkan butiran halus
dengan butiran kasar yang tercampur di dalam bahan. Semakin kecil stadia ikan
maka partikel pakan harus semakin halus. Pengayakan dilakukan menggunakan
pengayakan bertingkat
PENGERINGAN II
Pengeringan dapat dilakukan dijemur dibawah sinar matahari atau di oven pada
suhu 500 C. Tanda bentuk bahan telah kering yaitu antara butir tepung atau
bubuk halus satu dengan yang lainnya tidak saling lengkap (menempel), tetapi
saling lepas. Tepung yang masih basah biasanya butiran halusnya saling
berlekatan sehingga membentuk agregat (gumpalan) yang lebih besar dan
mengelompok.
PEMBERSIHAN BAHAN
Bahan dibersihkan dari benda asing yang masih menempel seperti batu kecil,
kotoran, kulit gabah yang belum terkelupas, dan lain-lain
PERENDAMAN
Perendaman dapat dilakukan dalam waktu 12 – 24 jam
PENEPUNGAN KASAR
Setelah mencapai kadar air yang diinginkan, bahan digiling menggunakan mesin
penepung. Penepungan bisa dilakukan lebih dari 2 kali hingga diperoleh bahan
baku dengan kehalusan yang merata dan sesuai dengan yang diinginkan. Bahan
sebaiknya dikeringkan kembali sebelum dilakukan penepungan ulang.
PENGAYAKAN
Pengayakan dilakukan untuk memisahkan butiran halus dengan butriran kasar
yang tercampur di dalam bahan. Pengayakan dilakukan menggunakan
pengayakan bertingkat.
PENGERINGAN
Pengeringan dapat dilakukan dijemur dibawah sinar matahari atau di oven pada
suhu 500 C. Tanda bentuk bahan telah kering yaitu antara butir tepung atau
bubuk halus satu dengan yang lainnya tidak saling lengkap (menempel), tetapi
saling lepas. Tepung yang masih basah biasanya butiran halusnya saling
berlekatan sehingga membentuk agregat (gumpalan) yang lebih besar dan
mengelompok.
Penepungan secara kering relatif lebih baik dibandingkan dengan cara basah
karena hasilnya dapat langsung disimpan tanpa harus mengalami proses
pengeringan terlebih dahulu. Dalam penepungan secara kering harus diperhatikan
kemungkinan kerusakan produk karena panas yang terlalu tinggi serta kerusakan
karena oksidasi. Pada saat berlangsung proses penepungan, sering kali laju
oksidasi bahan baku meningkat karena permukaan partikel semakin luas,
sehingga memudahkan kontak dengan oksigen di udara. Oleh karena itu, zat
antioksidan sering kali ditambahkan pada saat proses ini berlangsung.
Penambahan zat antioksidan pada proses ini dapat memberikan keuntungan,
yaitu :
Meningkatkan stabilitas bahan terhadap oksidasi udara sehingga
mengurangi tingkat oskidasi selama proses berlangsung
Memperbesar tingkat pencampuran zat antioksidan yang jumlahnya tidak
terlalu besar secara merata sehingga stabilitas produk akhir dari ancaman
proses oksidasi menjadi lebih terjamin
Gambar 48
Penepungan secara tradisional
(sumber : www.integratedfarming.blogspot.com)
Gambar 49
Penepungan menggunakan diskmill
(sumber: www.ibagro.blogspot.com)
bahan, densitas dan muatan statis bahan, urutan pemasukan bahan, jumlah
bahan yang dicampur, desain mesin, dan waktu pencampuran.
Bahan baku yang telah ditimbang sesuai dengan jumlah bahan baku yang akan
digunakan kemudian dicampur sampai homogen, agar seluruh bagian pakan yang
dihasilkan mempunyai komposisi zat gizi yang merata dan sesuai dengan
formulasi. Pencampuran bahan baku secara manual dalam jumlah kecil dapat
dilakukan pada wadah dan pengadukannya dilakukan dengan tangan atau alat
seperti centong nasi. Sedangkan pencampuran bahan baku dalam jumlah besar
dapat menggunakan alat bantu, misalnya serok sebagai pengganti mesin
pencampur (mixer) atau menggunakan mesin mixer.
Terdapat dua jenis pencampuran (mixing), yaitu:
1. Dry mix, yaitu pencampuran bahan-bahan yang bersifat kering seperti
jagung, fullfat (kacang kedelai yang telah dimasak), dll
2. Wet mix, yaitu pencampuran bahan-bahan yang bersifat basah berupa
CPO, dll
Yang perlu diperhatikan dalam tahap mixing adalah untuk bahan-bahan yang
penggunaannya dalam jumlah yang kecil harus dilakukan pre-mixing atau
pencampuran awal terlebih dahulu. Pencampuran bahan baku dilakukan secara
bertahap dengan mengaduk bahan – bahan yang jumlahnya sedikit terlebih
dahulu untuk mendapatkan volume atau jumlah campuran yang lebih berat
hingga bahan dengan volume yang besar. Namun begitu, untuk mendapatkan
hasil yang sempurna dan homogen dan apabila biaya tersedia, dianjurkan
menggunakan mesin pencampur (mixer). Pencampuran bahan dilakukan hingga
semua bahan teraduk/tercampur dengan sempurna dan merata. Apabila terdapat
bahan baku berupa minyak atau cairan, maka pencampuran dilakukan setelah
semua bahan padat tercampur.
3. Pembuatan Adonan
dihasilkan tidak stabil, tetapi jika kadar air terlalu rendah proses produksi akan
berjalan sangat lambat.
Untuk menghindari kegagalan proses conditioning, maka diperlukan penambahan
steam ke dalam kondisioner untuk menghasilkan uap air panas. Penguapan
dalam proses pembuatan pakan berbentuk pellet bertujuan untuk:
Mensterilkan pakan dari bakteri dan kuman
menjadikan pati dari bahan baku yang ada sebagai perekat
meningkatkan kecernaan nutrisi pakan karena pakan menjadi lunak
sehingga menghasilkan efisiensi pakan yang baik
memunculkan aroma pakan untuk merangsang nafsu makan ikan
memperbaiki higienitas pakan
bahan organik. Oleh karena itu, proses kondisioning akan optimal bila kadar air
bahan berkisar 15 – 18%.
Pada beberapa mesin cetak pellet berkapasitas sedang dan besar mempunyai
fasilitas penguapan sendiri, sehingga penguapan atau steaming tidak dilakukan
pada saat pencampuran, namun pada saat pencetakan.
BAB V
1. Pencetakan pakan
Pencetakan pakan dapat dilakukan dengan mesin sederhana hingga mesin yang
biasa digunakan pada industri pakan. Perbedaan mendasar antara mesin
pencetak pellet sederhana dan mesin pencetak pellet yang digunakan di industri
pakan terletak pada sistem kerja mesin tersebut. Sistem kerja mesin cetak
sederhana adalah dengan mendorong bahan pakan campuran didalam sebuah
tabung besi atau baja dengan menggunakan ulir (screw) menuju cetakan (die)
berupa pelat berbentuk lingkaran dengan lubang-lubang berdiameter 2-3 mm,
sehingga pakan akan keluar dari cetakan tersebut dalam bentuk pellet. Mesin
pencetak pakan sederhana bisa dihasilkan dari modifikasi gillingan daging yang
diberi penggerak berupa motor listrik atau motor bakar.
Kelemahan sistem ini adalah diperlukan tambahan air sebanyak 10-20% kedalam
campuran pakan, sehingga diperlukan pengeringan setelah pencetakan tersebut.
Penambahan air dimaksudkan untuk membuat campuran atau adonan pakan
menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui cetakan. Jika dipaksakan tanpa
menambahkan air ke dalam campuran, mesin akan macet. Disamping itu, pellet
yang keluar dari mesin pencetak biasanya kurang padat.
Berbeda dengan mesin sederhana, sistem kerja mesin yang biasa digunakan di
industri pakan adalah dengan cara menekan atau menggiling bahan baku pakan
dengan menggunakan roda baja (roller) pada cetakan (die). Pakan akan ditekan
oleh roller masuk ke dalam cetakan (die) dan kemudian masuk masuk kedalam
lubang die (cetakan). Pada saat pellet keluar dari lubang die, pellet akan dipotong
oleh pisau potong dengan ukuran yang telah diatur panjang pemotongannya
sesuai standar ukuran pellet dengan panjang 0,5 – 0,6 cm.
Pellet yang keluar dari mesin pellet memiliki panas > 80 O C. Hal ini sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa suhu yang diperlukan untuk dapat terjadinya
gelatinisasi adalah antara 80O C sampai 90O C, sehingga dapat kita perkiraan
bahwa pellet yang terbentuk telah mengalami gelatinisasi dan pellet yang keluar
dari cetakan tersebut memiliki kepadatan yang sangat baik dan bersifat
mengapung.
Selain dalam bentuk pelet, terdapat pakan bentuk tepung dan crumble. Mesin
untuk mengubah pakan berbentuk pelet menjadi bentuk tepung disebut mesin
mikro pulverizer, sedangkan alat untuk mengubah menjadi remah disebut mesin
crumble.
2. Pengeringan Pakan
Bahan baku yang telah tercetak menjadi pelet kemudian dikeringkan.
Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam pakan.
Tujuan dari pengeringan sendiri adalah untuk menurunkan kadar air yang
terkandung di dalam pakan atau pelet sehingga menjadi minimal dan stabil
(sekitar 12%). Pengeringan juga dilakukan agar pakan yang telah tercetak tidak
mudah ditumbuhi jamur atau mikroba.
Jika pencetakan dilakukan dengan mesin pellet sistem kering, maka pellet akan
melewati mesin pendingin (cooler) yang berfungsi sebagai pendingin dengan
menggunakan aliran udara sehingga pellet menjadi kering, kuat dan tidak mudah
pecah. Mesin pendingin (cooler) adalah mesin yang berfungsi mengekstraksi
panas dan kelebihan kadar air yang terjadi pada proses pelleting.
Didalam mesin cooler, pellet mengalami perlakukan penambahan udara yang
lebih dingin, hal ini dilakukan agar makanan menjadi dingin, cepat kering tetapi
tidak pecah-pecah.
Pada saat pellet keluar dari mesin cooler, suhunya diharapkan tidak lebih dari 4-
5O C dari suhu kamar/ruangan atau berkisar 29-30O C. Dengan menggunakan
mesin cooler maka pellet dengan suhu yang masih panas akan bertemu dengan
aliran udara dengan suhu yang lebih hangat, sehingga akan terjadi penurunan
suhu pellet secara gradual. Hal ini disebabkan karena penurunan suhu secara
mendadak dapat menyebabkan pellet menjadi retak-retak dan gampang hancur.
Penurunan suhu dilakukan dengan menggunakan blower untuk menarik dan
mengalirkan aliran udara didalam mesin cooler. Udara panas yang disedot lalu
dilepaskan keudara luar diatas tower feedmill. Pada saat penarikan dari mesin
cooler, makanan yang berbentuk serbuk atau mash akan ditarik kembali dan
dilewatkan melalui cyclone dan djatuhkan kembali ke mesin pellet melalui corong.
Pengeringan dan pendinginan yang dilakukan pada tahap ini bertujuan untuk
menghindarkan pellet dari serangan jamur selama penyimpanan.
3. Pengujian pakan
Pakan yang akan diberikan pada ikan harus diuji dulu dengan beberapa uji pakan,
yaitu uji fisik, kimiawi, biologi dan ekonomis. Uji-uji tersebut bertujuan untuk
Pengujian fisik yang selanjutnya adalah tingkat kekerasan pellet. Uji kekerasan
pellet dilakukan untuk memperoleh pellet yang dapat bertahan lama di dalam
air. Semakin keras pellet, akan semakin lama pellet tersebut bertahan di dalam
air. Pengujian ini dapat dilakukan dengan memberikan beban pada pelet
sebanyak 5 kali berat pelet yang akan diuji. Pelet yang baik harus memiliki
kekerasan yang tinggi, ditandai dengan lamanya waktu pelet tersebut menjadi
hancur. Semakin tahan dalam menahan beban maka pellet tersebut semakin
baik. Pelet yang baik biasanya memiliki bahan baku yang cukup halus,
sehingga tidak mudah hancur.
Pengujian daya tahan di dalam air dilakukan dengan jalan merendam pelet di
dalam air yang sebelumnya telah diberi aerasi kuat. Waktu yang diperlukan
sampai saat pelet yang bersangkutan itu hancur merupakan ukuran daya
tahannya. Semakin lama pellet tersebut hancur, semakin baik dan berkualitas
pellet tersebut. Pelet ikan yang baik harus memiliki daya tahan sekitar 1 jam.
Pengujian yang terakhir adalah pengujian terhadap daya apung pellet (water
stability). Pengujian ini dilakukan dengan menjatuhkan pelet ke dalam air di
dalam akuarium atau wadah lain yang berisi air dengan kedalaman sekitar 20
cm. Waktu yang diperlukan mulai saat pelet menyentuh permukaan air sampai
tenggelam di dasar adalah ukuran daya apungnya. Pelet yang baik memiliki
daya apung > 5 menit. Semakin lama jatuh dalam dasar perairan, semakin
baik pellet tersebut karena ikan akan mempunyai kesempatan untuk
mengkonsumsi pakan saat pakan sedang melayang dalam air.
Berikut adalah prosedur yang dilakukan untuk melakukan uji fisik pakan:
A. Alat dan Bahan:
1. Toples
2. Aerasi dan batu aerasi
3. Stop watch
4. Timbangan
5. Batu/pemberat
6. Pelet buatan pabrik
7. Pelet buatan sendiri
B. Langkah Kerja:
1. Uji fisik warna dan bau pakan:
Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
Ambil pakan yang telah dibuat dan bandingkan warna pakan
dengan pakan buatan pabrik
Ambil segenggam pakan buatan sendiri lalu ciumlah bau pakan
tersebut dan bandingkan dengan bau pakan buatan pabrik
2. Dessiccator/Eksikator
3. Oven
4. Neraca analitik
5. Pelet
Langkah Kerja :
1. Timbang dengan seksama 1 – 2 g cuplikan pada sebuah botol
timbang bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Untuk contoh
berupa cairan, botol timbang dilengkapi dengan pengaduk dan pasir
kwarsa/kertas saring berlipat
2. Keringkan pada oven suhu 105o C selama 3 jam
3. Dinginkan dalam eksikator
4. Timbang, ulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetap
W1
Kadar air = x 100%
W
Gambar 50
Alat Uji Protein
a b c
(a). Pendidihan (destruksi) bahan dalam labu Kjeldahl;
(b). Alat destilasi; (c). Alat destilasi mikro Kjeldahl
Keterangan :
W = Bobot cuplikan
V1 = Volume HCl 0,01 N yang digunakan penitaran contoh
V2 = Volume HCL yang dipergunakan penitaran blanko
N = Normalitas HCl
f.k = Faktor konversi untuk protein dari makanan, secara umum:
6,25 susu dan hasil olahnya: 6,38 mentega kacang: 5,46
fp = Faktor pengenceran
Cara lain yang digunakan untuk menguji kadar protein dalam pakan
menggunakan metode Kjeldhal adalah melalui tahapan – tahapan
oksidasi, destruksi, dan titrasi.
Tahap Oksidasi
1. Masukkan 0,5 – 1 gram bahan/contoh (a), 3 gram katalis ( K2SO4 +
CuSO4) dan 10 ml H2SO4 kedalam tabung Kjeldahl.
2. Tabung dipanaskan hingga larutan di dalam tabung berubah warna
menjadi hijau bening, kemudian di dinginkan.
3. Encerkan dengan akuades sampai larutan menjadi 100 ml.
Tahap Destruksi
1. Masukkan 5 ml larutan hasil oksidasi ke dalam cawan labu kjeldahl.
2. Tambahkan NaOH 0,05 N sebanyak 10 ml.
3. Siapkan Erlenmeyer, masukkan H2SO4 0,05 N sebanyak 10 ml dan
tambahkan 2 – 3 tetes larutan indikator (metyl red/methylen blue),
kemudian didestruksi selama 10 menit.
Tahap Titrasi
1. Hasil destruksi dititrasi dengan NaOH 0,05 N
Judul Modul: Membuat Pakan Buatan
Buku Informasi - Versi 2019 Halaman: 125 dari 154
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan Budidaya Ikan Air Tawar PRK.CF02.013.01
(sumber: www.chemistryland)
Uji kadar lemak dapat dilakukan menggunakan metode Soxhlet dan Metode
Weibull sesuai SNI 01-2891-1992 butir 8.2 adalah:
Uji kadar Lemak metode Soxhlet
Alat dan bahan :
1. Kertas saring
2. Labu lemak
3. Alat soxhlet
4. Pemanas listrik
5. Oven
6. Neraca analitik
7. Kapas bebas lemak
8. Pereaksi : hexane atau pelarut lemak lainnya
9. Pellet
Langkah Kerja :
1. Panaskan cawan labu dalam oven pada suhu 105–110o C selama satu
jam, dinginkan dalam eksikator selama 10 menit dan timbang (X1).
2. Timbang bahan/contoh sebanyak 2 – 5 gram (bahan sebaiknya dalam
bentuk halus dan kering), dan dibungkus dengan kertas saring/kertas
filter dalam bentuk silinder (a).
3. Masukkan selongsong kertas filter kedalam tabung ekstraksi dan
diberi pemberat serta dihubungkan dengan kondensor/pendingin .
4. Pasanglah tabung ekstraksi pada alat destilasi Soxhlet dengan pelarut
petroleum ether/ petroleum benzena/hexana sebanyak 150 ml yang
dimasukkan kedalam soxhlet sampai kertas saring tersebut terendam
dan sisa larutan dimasukkan kedalam labu.
5. Panaskan cawan labu yang dihubungkan dengan soxhlet di atas water
bath sampai cairan dalam soxhlet terlihat bening. Pemanasan ini
berlangsung selama 2 – 4 jam, apabila setelah 4 jam ekstraksi belum
sempurna pemanasan dapat dilanjutkan selama 2 jam lagi.
6. Lepaskan labu dari soxhlet dan tetap dipanaskan di atas water bath
untuk menguapkan semua petroleum ether dari cawan labu.
7. Cawan labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105–110oC selama
15–60 menit, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 10 menit
dan ditimbang. Ulangi prosedur ini sampai diperoleh berat yang stabil
(X2).
Persentase kadar lemak bahan/contoh dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
X2 – X1
Kadar lemak (%) = x 100%
a
W1 – W2
Kadar lemak = x 100%
W
Keterangan :
W = Bobot contoh, dalam gram
W1= Bobot labu lemak sesudah ekstraksi, dalam gram
W2= Bobot labu lemak sebelum ekstraksi, dalam gram
Judul Modul: Membuat Pakan Buatan
Buku Informasi - Versi 2019 Halaman: 128 dari 154
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan Budidaya Ikan Air Tawar PRK.CF02.013.01
W – W1
; jika serat kasar > 1%
% Serat kasar = x 100%
W2
W
% Serat kasar = x 100% ; jika serat kasar < 1%
W1
2. Arangkan di atas nyala api pembakar, lalu abukan dalam tanur listrik
pada suhu maksimum 550o C sampai pengabuan sempurna (sekali –
kali pintu tanur dibuka sedikit, agar oksigen bisa masuk)
3. Dinginkan dalam eksikator, lalu timbang sampai bobot tetap
Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus:
W1 – W2
Kadar abu = x 100%
W
20. Bagian dalam bom dan kapsul dicuci dengan aquades dan air cucian
ditampung dalam beaker glass kapasitas 100 ml. Jumlah larutan
cucian lebih kurang 60 ml.
21. Ditambahkan indikator methyl red 3 tetes.
22. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N.
23. Jumlah ml NaOH 0,1 N yang diperlukan dicatat sampai terjadi
perubahan warna.
Perhitungan :
Energi bruto = (oF) (W) - 13,8 (ml NaOH) (N) - Kawat (1400)
Berat sampel (gram)
= kal/gram
Keterangan :
t = kenaikan suhu (oF)
W = Nilai kesetaraan panas air bom
N = Normalitas NaOH
Kawat = Berat sisa kawat yang digunakan
1400 = Nilai energi kawat (kal/gram)
3) Uji Biologis
Uji biologis dilakukan untuk mengetahui pengaruh pakan tersebut langsung
pada ikan. Ada kemungkinan pakan yang mempunyai kandungan nutrisi tinggi
kurang memberikan efek bagi pertumbuhan ikan. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan penelitian langsung di laboratorium untuk menguji suatu pakan.
Ikan yang dicobakan diperlakukan dengan pemberian pakan selama periode
waktu tertentu, umumnya berkisar antara 1, 5 – 2 bulan. Pada selang waktu
tertentu dilakukan pengukuran pertumbuhan pada ikan. Pada pengamatan uji
biologis tersebut akan didapatkan beberapa variabel pengukuran seperti
pertambahan bobot badan, kesintasan (survival rate), laju pertumbuhan, dan
konversi pakan.
Beberapa parameter biologis yang diukur adalah laju pertumbuhan, efisiensi
makanan dan nilai konversi pakan.
G = Wt - Wo
BM = Nt X Wt
Menentukan populasi (Nt) ikan dengan cara menghitung ikan yang mati,
yaitu:
Nt = No - D
𝑁𝑡
S= X 100%
𝑁𝑜
Keterangan :
S = kesintasan/tingkat kelangsungan hidup (%)
No = jumlah ikan awal (ekor)
Nt = jumlah ikan akhir (ekor)
c) Laju Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran baik panjang, bobot atau volume
tubuh ikan dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan terjadi apabila ada
kelebihan energi bebas setelah energi yang tersedia dipakai untuk
metabolisme standar, energi untuk proses pencernaan dan energi untuk
aktivitas. Metode yang dipakai untuk menghitung pertumbuhan adalah
dengan pengukuran laju pertumbuhan harian. Rumus yang digunakan
untuk mengukur laju pertumbuhan adalah :
Laju pertumbuhan (Growth Rate/GR)
Penghitungan laju pertumbuhan harian menggunakan rumus yang
dikemukakan oleh Hariati (1989), sebagai berikut:
𝑊𝑡−𝑊𝑜
GR = X 100%
𝑡
Keterangan :
GR = Laju pertumbuhan harian (%)
Wt = Bobot rata-rata ikan di akhir pemeliharaan (ekor)
Wo = Bobot rata-rata ikan di awal pemeliharaan (ekor)
t = Lama waktu pemeliharaan (hari)
𝑙𝑛 𝑊𝑡−𝑙𝑛 𝑊𝑜
SGR = X 100%
𝑡
Keterangan :
SGR= Laju pertumbuhan spesifik (%)
Wt = Bobot rata-rata ikan di akhir pemeliharaan (ekor)
Wo = Bobot rata-rata ikan di awal pemeliharaan (ekor)
t = Lama waktu pemeliharaan (hari)
(𝐵+𝐵𝑡)−𝐵𝑜
Em = X 100%
𝑇𝑚
Keterangan:
Em = Efisiensi makanan ikan
B = Bobot tubuh akhir (gr)
Bt = Bobot ikan mati (gr)
Bo = Bobot tubuh awal (gr)
Tm = Total makanan yang habis selama
Nilai FCR yang semakin kecil menunjukkan pakan yang dikonsumsi oleh
ikan lebih efisien digunakan untuk pertumbuhan, sebaliknya nilai FCR yang
semakin besar menunjukkan pakan yang dikonsumsi kurang efisien
(pemanfaatan pertumbuhan rendah).
1. Mencetak adonan
2. Mengeringkan pakan
3. Menguji Pakan
BAB VI
Pengemasan dan penyimpanan pakan merupakan tahap akhir dari proses pembuatan
pakan. Pengemasan yang baik akan meningkatkan daya simpan pakan buatan
semakin lama dan tetap mempertahankan kualitas pakan. Oleh karena itu, agar
pakan yang sudah kering tetap terjaga kadar airnya di dalam kemasan, sehingga
dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dengan kualitas tetap terjaga, maka
pakan ikan harus dikemas dengan rapi dan terisolasi dengan udara bebas, sehingga
tidak mudah terkontaminasi.
Kemasan adalah wadah atau media yang digunakan untuk membungkus bahan
atau komoditi sebelum disimpan untuk memudahkan pengaturan, pengangkutan,
penempatan pada tempat penyimpanan, serta memberikan perlindungan pada
bahan atau komoditi (Imdad dan Nawangsih, 1999). Pengemasan terhadap pakan
bertujuan untuk melindungi pakan dari pengaruh oksidasi dan mencegah
terjadinya kontaminasi dengan udara luar. Hasil pengolahan dapat dikendalikan
dengan pengemasan, termasuk pengendalian cahaya, konsentrasi oksigen, kadar
air, perpindahan panas, kontaminasi dan serangan makhluk hayati (Harris dan
Karnas, 1989). Wadah untuk mengemas pakan sangat bervariasi, mulai dari
karung plastik, kertas semen, plastik tebal untuk kapasitas besar, atau alumunium
foil untuk kapasitas kecil.
a) Karung Goni
Karung merupakan alat pembungkus yang banyak digunakan untuk
menyimpan hasil-hasil pertanian, yang akan disimpan dalam jangka waktu
lama maupun sementara, akan tetapi tidak semua komoditi pertanian
memerlukan karung baru untuk pengemasannya, ada yang menggunakan
karung bekas dan ada pula yang menggunakan karung sintesis. Apabila
dibandingkan dengan karung serat sintesis, karung goni mempunyai kualitas
yang lebih baik, karena sifat-sifat yang dimiliki karung goni tidak sepenuhnya
dimiliki oleh karung serat sintesis (Soekartawi, 1989). Karung goni terbuat dari
yute atau rami.
Kelebihan karung goni dibandingkan dengan karung plastik ialah:
dapat dipindah-pindahkan dengan menggunakan alat ganco,
dapat ditumpuk sampai tinggi,
contoh dapat dengan mudah diambil dengan cara memasukkan alat
pengambil contoh ke dalam karung,
mudah disimpan dan jika karung goni dibuang, dapat membusuk
dengan mudah (Soekartawi, 1989).
Kelemahan karung goni yaitu mempunyai lubang-lubang yang relatif lebih
besar meskipun lubang-lubang ini berguna memudahkan penetrasi gas yang
digunakan pada saat fumigasi (Hasjmy, 1991).
b) Karung Plastik
Karung plastik telah banyak digunakan untuk mengganti karung goni,
meskipun masih banyak kekurangan yaitu daya tahannya kurang, sehingga
karung lebih mudah pecah serta mudah meluncur kebawah pada tumpukan-
tumpukan di gudang. Karung plastik diganco maka akan bocor, karena tidak
dapat tertutup kembali seperti halnya karung goni (Winarno dan Laksmi,
1974). Karung plastik umumnya terbuat dari polyolefin film yaitu polyethylene.
Keuntungan dari Polyethylene yaitu permeabilitas uap air dan air rendah,
mudah dikelim panas, fleksibel, dapat digunakan untuk penyimpanan beku (-
50O C), transparan sampai buram, dapat digunakan sebagai bahan laminasi
dengan bahan lain. Kerugian dari Polyethylene yaitu permeabilitas oksigen
agak tinggi, dan tidak tahan terhadap minyak (Syarief dan Irawati, 1988).
Karung plastik mulai pesat dipakai karena mempunyai sifat kuat, tahan air,
lembam, transparan, dapat dibentuk, diisi dan disegel dengan mesin.
c) Kemasan Kertas
Kertas adalah bahan kemasan buatan yang dibuat dari pulp (bubur kayu).
Kertas biasa digunakan untuk mengemas bahan atau produk pangan kering
atau untuk kemasan sekunder (tidak langsung kontak dengan bahan pangan
yang dikemas) dalam bentuk dus atau boks karton. Kelemahan kertas adalah
mudah robek dan terbakar, tidak dapat untuk mengemas cairan, dan tidak
dapat dipanaskan, akan tetapi sampah kertas dapat didegradasi secara alami
(Junaedi, 2003). Kertas dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar,
yaitu kertas kultural atau kertas halus, dan kertas industri atau kertas kasar
(Junaedi, 2003). Kertas yang biasa digunakan untuk mengemas seperti kertas
kraft, kertas kraft karung, kertas manila, yang termasuk dalam kertas industri
(Junaedi, 2003).
Bahan yang digunakan untuk mengemas pakan ikan antara lain adalah karung
plastik anyaman untuk bagian luar sedangkan untuk bagian dalam dilapisi kantong
plastik tipis dan transparan. Bagian kantong plastik itulah yang membuat
pellet/pakan ikan terisolasi dari udara bebas, sedangkan karung plastik anyaman
merupakan pelindung agar kantong plastik tidak mudah bocor serta memudahkan
dalam pengangkutan. Jenis bahan kemasan yang lainnya adalah dari kertas semen
yang dibuat seperti kantong dan biasanya digunakan untuk mengemas pakan yang
mempunyai berat antara 5 – 10 kg. Kantong kertas semen ini merupakan bagian
luar dari kantong kemasan, sedangkan pada bagian dalamnya merupakan kantong
plastik tipis dan transparan.
Secara manual, pakan dikemas dengan prosedur sebagai berikut:
A. Alat dan Bahan:
1. Pakan buatan sendiri
2. Kantong plastik 2 buah
3. Lilin
4. Korek api
5. Timbangan
6. Lembar informasi pakan
B. Langkah Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Timbang berat pakan yang akan dikemas
cara penyimpanan;
cara penggunaan;
bentuk (crumble, remah, pelet) dan sifat-sifat fisik (tenggelam);
kestabilan dalam air;
tanggal kadaluarsa;
kode produksi.
3. Penyimpanan pakan
Gambar 52
Contoh Penyimpanan Pakan Yang Tepat dan Tidak Tepat
Sebaiknya pakan atau bahan pakan yang paling sering digunakan ditempatkan
pada lokasi yang mudah dijangkau oleh pembudidaya dan begitu sebaliknya.
Misalnya, jika kolam produksi sedang banyak memelihara ikan dewasa, pakan
ikan ini tentu paling banyak dibutuhkan maka pakan tersebut harus diletakkan
pada posisi yang dekat dengan pintu keluar agar mudah dijangkau. Untuk pakan
tambahan dan obat pelengkap pakan dapat disimpan dalam lemari agar tidak
rusak karena umumnya digunakan dalam jumlah yang sedikit.
Untuk mencegah kemunduran mutu pakan, pakan yang telah dikemas harus
disimpan dengan benar pada ruang penyimpanan yang memenuhi syarat. Apabila
ruangan tidak memenuhi syarat, maka dapat menyebabkan serangan jamur atau
serangga pada pakan, mengakibatkan proses peroksidasi lemak dan pakan akan
tengik serta berbau busuk.
Terdapat 3 (tiga) faktor yang berpengaruh terhadap kualitas pakan, yaitu
serangga, organisma mikroskopis dan perubahan iklim yang semuanya akan
menyebabkan perubahan kualitas, kerusakan fisik, bau tengik, dan berjamur,
kehilangan bobot, resiko kesehatan ikan dan ekonomis. Kontaminasi mikro
organisme seperti bakteri dan jamur tidak dapat hidup pada kelembaban di
bawah 20%. Efek kerusakan pada pakan akibat jamur antara lain:
Produksi racun mycotoxin,
Timbulnya panas,
Keberhasilan dalam membuat pakan buatan diketahui dari hasil uji pakan yang
menunjukkan kualitas pakan itu sendiri, baik secara fisis, kimia maupun biologi.
Apabila dari hasil uji pakan ternyata pakan yang diproduksi tidak sesuai dengan
persyaratan dan perencanaan pembuatan pakan, maka perlu dilakukan evaluasi
untuk memperbaiki kualitas pakan tersebut. Oleh karena itu, untuk mengetahui
dan menelusuri faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan, hambatan dan
kendala yang mungkin saja terjadi selama proses pembuatan pakan, perlu dibuat
suatu catatan/rekaman sebagai bukti hasil kegiatan dan bahan perbaikan. Catatan
tersebut akan sangat memberikan manfaat bagi pihak yang berkepentingan,
seperti teknisi pembuat pakan dan penanam modal usaha, untuk melakukan
telusur kualitas pakan yang diproduksi. Dalam catatan tersebut, perlu dituliskan
beberapa parameter terkait pembuatan pakan, seperti:
Jenis dan kualitas bahan baku yang digunakan
Hasil penyusunan formulasi pakan/kandungan nutrisi pakan
Komposisi bahan pakan
Prosedur dalam pembuatan pakan dan hambatan serta kendala yang ditemui
selama membuat pakan
Jumlah pakan yang diproduksi dalam 1 batch dan tanggal produksinya
Hasil uji pakan, baik secara fisik, kimia dan biologi
Kegiatan pengemasan dan penyimpanan
Tanggal kadaluarsa pakan
Operator dan penanggungjawab pembuatan pakan
Catatan/rekaman hasil pembuatan pakan dibuat dengan mengikuti format yang
ditentukan oleh perusahaan pembuat pakan.
1. Mengemas pakan
2. Menyimpan pakan
3. Membuat catatan/rekaman hasil pembuatan pakan
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Referensi
a. Afrianto, E. & Liviawaty, E., Pakan Ikan, Kanisius, Yogyakarta, 2005.
b. Akbar, Syamsul, Meramu Pakan Ikan Kerapu: bebek, lumpur, macam, Malabar,
Penebar Swadaya, Jakarta, 2000.
c. Alamsyah, Rizal, Pengolahan Pakan Ayam dan Ikan secara modern, Penebar
Swadaya, Jakarta, 2005.
d. Amri, Ir. Khairul dan Khairuman, A.Md, Membuat Pakan Ikan Konsumsi, Agro
Media Pustaka, Jakarta, 2002.
e. Brown, E. E., and J. B. Gratzek, Fish Farming Handbook: Food, Bait, Tropicals and
Goldfish, AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut, 391 pp, 1983.
f. Khairuman dan Khairul Amri, Membuat Pakan Ikan Konsumsi, AgroMedia Pustaka.
Jakarta, 2002.
g. Mujiman, Ahmad, Makanan Ikan, Penebar Swadaya, Jakarta, 2006.
h. Sary, I.R, Produksi Pakan Buatan, Buku Teks Bahan Ajar Siswa Program Keahlian
Teknologi Budidaya Perairan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan,
Jakarta, 2013.
i. Tacon (1988) dalam Millamena et al., dalam Gusrina, Buku Budidaya Ikan,
Departemen Pendidikan Nasional, 2000.
B. Referensi Lainnya
a. Adegboye, JD, Calcium Homeostatis in The Crayfish, In: Goldmann RC (editor),
Paper from the 5th International Symposium on Freshwater Crayfish, Davis,
California, U.S.A., hlm 115 – 123, 1981.
b. Agung, S., Hoxey, M., Kailis, S.G., Evans, L.H., Investigation of alternative protein
sources in practical diets for juvenile shrimp, Penaeus monodon, Aquaculture 134,
313–323, 1995.
c. Akand, A. M., Hasan, M. R., & Habib, M. A. B, Utilization of carbohydrate and lipid
as dietary energy sources by stinging catfish, H. fossilis (Bloch), In: De Silva, S.
(Ed.), Fish nutrition, Research in Asia, Proceedings of the Fourth Asian Fish
Nutrition Workshop, Asian Fish, Soc. Spec, Publ. 5. (pp. 93–100), Manila,
Phillipines, Asian Fisheries Society, 1991.
d. Akiyama, D. M & Norman L. M. C, Shrimp feed requirement. Technical Buletin,
American Soybean Association, Singapore, 1989.
e. Akiyama, D.M., Dominy, W.G., Penaeid Shrimp Nutrition for The Commercial Feed
Industry, American Soybean Association and Oceanic Institute, Waimanalo, USA,
50 pp, 1991.
f. Akiyama, D.M., Dominy, W.G., Lawrence, A.L., Penaeid Shrimp Nutrition, In:
Lester, L.J., Fast, A.W. (Eds), Marine Shrimp Principles and Practices , Elsevier,
Amsterdam, The Netherlands, pp. 535 – 568, 1992.
g. Arockiaraj, A. J., Muruganandam, M., Marimuthu, K., & Haniffa, M. A, Utilization of
carbohydrates as a dietary energy source by striped murrel Channa striatus
(Bloch) fingerlings, Acta Zoologica Taiwanica, 10 (2), 103–111, (1999).
h. Brett JR, Groves TDD, Physiological Energetics, Fish Physiology Vol. 1, New York:
Academic Press, 1979.
Judul Modul: Membuat Pakan Buatan
Buku Informasi - Versi 2019 Halaman: 149 dari 154
Modul Diklat Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Golongan Budidaya Ikan Air Tawar PRK.CF02.013.01
i. Cowey, C. B., & Sargent, J. R, Nutrition. In W. S. Hoar & J. Randall (Eds.), Fish
physiology (Vol. III, pp. 1–69), New York, NY: Academic Press, 1979.
j. D’Abramo, L.R., Sheen, S.-S., Nutritional Requirements, Feed Formulations and
Feeding Practices of The Freshwater Prawn, Macrobrachium rosenbergii, Rev.
Fish. Sci. 2, 1 – 21, 1991.
k. Furuichi, M., & Yone, Y, Availability of carbohydrate in nutrition of carp and red
sea bream, Bulletin of the Japanese Society of Scientific Fisheries, 48, 945–948,
1981.
l. Halver, J. E, Fish Nutritio,. Academic Press, New York, 1972.
m. Handayani, D, Optimasi Pakan Buatan Yang Efisien dan Ekonomis Untuk Budidaya
Ikan Nila (Oreochnomis niloticus L.), Skripsi Sarjana Biologi, Institut Teknologi
Bandung, 2003.
n. Hasan, M. R., Moniruzzaman, M., & Farooque, A. M. O, Evaluation of leucaena
and water hyacinth leaf meal as dietary protein sources for the fry of Indian major
carp, Labeo rohita (Hamilton), In R. Hirano & I. Hanyu (Eds.), Second asian
fisheries forum (pp. 275–278), Manila, Phillipines: Asian Fisheries Society, (1990).
o. Jacinto, E.C., Colmenares, H.V., Cerecedo, R.C., Cordova, R.M., Effect of Dietary
Protein Level on Growth and Survival of Juvenile Freshwater Crayfish Cherax
quadricarinatus (Decapoda: Parastacidae), Aquacult, Nutr. 9, 207 – 213, 2003.
p. Kalita, Pallabi., Mukhopadhyay K, Pratap., Mukherjee K, Ashis., Evaluation of the
Nutritional Quality of Four Unexplored Aquatic weeds from Northeast India for the
Formulation of Cost-Effective Fish Feeds, Food Chemistry 103 (2007) 204 – 209,
2006.
q. Kanazawa, A., Utilization of soybean meal and other marine protein sources in
diets for penaeid prawns, In: Allan, G. (Ed.), Aquaculture Nutrition Workshop,
Programs and Abstracts, Fisheries Research and Development, Salamander Bay,
NSW, Australia, pp. 122– 124, 1991.
r. Kompiang, I.P. & Sofyan I. Nutrisi Ikan/ Udang Relevansi untuk Larva / Induk ,
Prosiding Seminar Nasional Pembenihan Ikan dan Udang , Badan Penelitian dan
Perkembangan Perikanan, Bandung, 1988.
s. Lim, C., Replacement of marine animal protein with peanut meal in diets for
juvenile white shrimp, Penaeus vannamei . J, Appl. Aquacult. 7, 67– 78, 1997.
t. Linder, M.C, Biokimia Nutrisi dan Metabolisme, UI – Press, Jakarta, 1992.
u. McGoogan, B.B., Gatlin III, D.M., Effects of replacing fish meal with soybean meal
in diets for red drum Sciaenops ocellatus and potential for palatability
enhancement, J. World Aquac. Soc. 28, 374– 385, 1997.
v. Mitra, G., & Mukhopadhyay, P. K, Dietary essentiality of ascorbic acid in rohu
larvae: quantification with ascorbic acid enriched zooplankton, Aquaculture
International, II(1–2), 81–93, 2003.
w. Muzinic, L.A., Thompson, K.R., Morris, A., Webster, C.D., Rouse,D.B., Manomaitis,
L., Partial and total replacement of fish meal with soybean meal and brewer’s
grains with yeast in Naylor, R.L., Goldburg, R., Primavera, J., Kautsky, N.,
Beveridge, M.C.M., Clay, J., Folke, C., Lubchenco, J., Mooney, H., Troell, M.,
2000, Effect of aquaculture on world fish supplies, Nature 405, 1017– 1024, 2004.
x. New, M.B., A Review of Dietary Materials into Aquaculture Systems: Emphasis on
Feeding in Semi-intensive Systems. Aquac. Eng. 5, 123 – 133, practical diets for
Australian red claw crayfish Cherax quadricarinatus, Aquaculture 230, 359 – 376,
1976
y. Palloheimo JE, Dickie LM, Food Growth of Fishes, Relation among Food, Body Size
and Growth Efficiencies, J. Fish. Res. Board, Canada, 1966.
z. Rifa’I, Pengaruh Berbagai Jumlah Pakan Buatan terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Tokolan Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii), Skripsi Jurusan
Perikanan, Fakultas Pertanian, Unpad, 1993.
aa. Sarac, H.Z., Thaggard, H., Gravel, M., Saunders, J., Naill, A., Cowan, R.T.,
Observations on The Chemical Composition of Some Commercial Prawn Feeds
And Associated Growth Responses in Penaeus monodon, Aquaculture 115, 97 –
110, 1993.
bb. Sari, Y. P, Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai Pakan Ikan Nila (Oreochnomis
niloticus L.) dari Sentra Produksi Ikan Asin dan Pengepakan Ikan Kota Cirebon,
Skripsi Sarjana Biologi, Institut Teknologi Bandung, 2004.
cc. Shiemeno, S., Hosakawa, H., & Takeda, M, The importance of carbohydrate in the
diet of a carnivorous fish. In: Halver, J., Tiews, K., (Eds.), Proceedings of a World
Symposium on Fin fish Nutrition and Fish food Technology (Vol I, pp. 127–143),
Hamburg, 20–23 June 1978, Heeneman, Berlin, 1979.
dd. Sukarman, Steam Dalam Pembuatan Pakan Untuk Komoditas Akuakultur, Media
Akuakultur Volume 5 No 2, Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Depok, 2010.
ee. Sumaryadi, H, Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Udang Galah
(Macrobrachium rosenbergii) yang Diberi Pakan yang Mengandung Silase
Tembelang, Skripsi Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Unpad, 1993.
ff. Susanti, K. I, Pengaruh Pencampuran Ampas Kelapa dalam Pakan terhadap
Konsumsi Oksigen dan Laju Tumbuh Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.), Skripsi
Sarjana Biologi, Institut Teknologi Bandung, 2001.
gg. Teshima, S., Phospholipids and sterols. In: D’Abramo, L.R. (Ed.), Crustacean
Nutrition, Advances in World Aquaculture, vol. 6. World Aquaculture Society,
Baton Rouse, Louisiana, pp. 85– 107, 1997.
hh. Thompson, K.R., Muzinic, L.A., Christian, T.D., Webster, C.D., Manomaitis, L.,
Rouse, D.B., Lecithin Requirements of Juvenile Australian Red Claw Crafish Cherax
quadricarinatus. Aquacult. Nutr. 9, 223 – 230, 2003a.
ii. Thompson, K.R., Muzinic, L.A., Christian, T.D., Webster, C.D., Manomaitis, L.,
Rouse, D.B., Effect on Growth, Survival, and Fatty Acid Composition of Australian
Red Claw Crayfish Cherax quadricarinatus Fed Practical Diets with and without
Supplemental Lecithin and/or Cholesterol, J. World Aquacult. Soc. 34, 1 – 10,
2003b.
jj. Thompson, K.R., Muzinic, L.A., Engler, L.S., Morton, S., Webster, C.D., Effects of
Feeding Practcal Diets Containing Various Protein Levels on Growth, Survival,
Body Composition, and Processing Traits of Australian Red Claw Crayfish Cherax
quadricarinatus, and on Pond Water Quality, Aquacult. Res. 35, 659 – 668, 2004.
kk. Webster, C.D., L.S. Goodgame-Tiu, J.H Tidwell, and D.B Rouse, Evaluation of
Practical Feed Formulations with Different Protein Levels for Juvenile Red Claw
Crayfish (Cherax quadricarinatus), Transaction of the Kentucky Academy of
Science 55(3/4): 108 – 112, 1994.
ll. Webster, C.D., Tidwell, J.H., Goodgame, L.S., Yancey, D.H., Mackey, L., Use of
soybean meal and distillers grains with solubles as partial or total replacement of
fish meal in diets for channel catfish, Ictalurus punctatus , Aquaculture 106, 301–
309, 1992.
A. Daftar Peralatan/Mesin
B. Daftar Bahan
DAFTAR PENYUSUN