Anda di halaman 1dari 7

TTIIN

NJJA
AUUA
ANN PPU
USSTTA
AKKA
A

GIZI, IMUNITAS, DAN PENYAKIT INFEKSI

Albiner Siagian

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM USU


Jl. Universitas No. 21 Kampus USU Medan, 20155

ABSTRACT
Nutrition is a critical determinant of immune responses and malnutrition is the
most common cause of infectious disease. The relationship between nutritional
status and the immune system has been a topic of study for much of the 20th
century. Dramatic increases in our understanding of the organization of the
immune system an the factors that regulate immune function has been
demonstrated a remarkable and close concordance between host nutritional
status and immunity. Nowdays, the research was focussed on the role of
nutrition (macro- and micronutrients) in prevention of infectioud diseases. This
paper reviews the the studies regarding the relationships among nutritional
status, immunity, and the immunodeficiency.

Keywords: Nutritional status, Immunity, Infectious diseases

PENDAHULUAN Berbagai penelitian pada bayi di Asia


dan Amerika Latin telah secara meyakinkan
Secara umum diterima bahwa gizi membuktikan intervensi gizi dapat
merupakan salah satu determinan penting menurunkan angka kematian bayi dan anak-
respons imunitas. Penelitian epidemiologis anak akibat penyakit infeksi. Pada kurun
dan klinis menunjukkan bahwa kekurangan waktu April 1968 – Mei 1973, para peneliti
gizi menghambat respons imunitas dan dari Departemen Kesehatan Internasional,
meningkatkan risiko penyakit infeksi. Sanitasi The John Hopkins University melakukan
dan higiene perorangan yang buruk, kepadatan penelitian di negara bagian Punjab India (The
penduduk yang tinggi, kontaminasi pangan dan Narangwal Nutrition Study), yang meneliti
air, dan pengetahuan gizi yang tidak memadai kaitan antara kekurangan gizi dan infeksi dan
berkontribusi terhadap kerentanan terhadap dampaknya pada morbiditas, mortalitas, dan
penyakit infeksi. Berbagai penelitian yang pertumbuhan anak prasekolah. Melalui
dilakukan selama kurun waktu 35 tahun yang penelitian tersebut, Kielmann dan kawan-kawan
lalu membuktikan bahwa gangguan imunitas menunjukkan bahwa mortalitas menurun
adalah suatu faktor antara (intermediate dengan suplementasi gizi. Penurunan ini
factor) kaitan gizi dengan penyakit infeksi berkaitan dengan meningkatnya daya tahan
(Chandra, 1997). tubuh terhadap penyakit infeksi (Kielmann et
Sebagai contoh, kekurangan energi- al., 1978).
protein (KEP) berkaitan dengan gangguan Scrimshaw, selama bertugas di Gorgas
imunitas berperantara sel (cell-mediated Hospital, Panama pada kurun waktu 1945-
immunity), fungsi fagosit, sistem komplemen, 1946, mengamati bahwa tuberkulosa adalah
sekresi antibodi imunoglobulin A, dan produksi penyakit yang lebih banyak diderita anak-
sitokin (cytokines). Kekurangan zat gizi tunggal, anak atau dewasa yang menderita kurang gizi
seperti seng, selenium, besi, tembaga, vitamin daripada anak-anak atau dewasa yang status
A, vitamin C, vitamin E, vitamin B6, dan asam gizinya lebih baik. Scrimshaw dan koleganya
folat juga dapat memperburuk respons imunitas. juga mengamati bahwa cacar air lebih parah
Selain itu, kelebihan zat gizi atau obesitas pada anak-anak yang menderita kekurangan
juga menurunkan imunitas (Chandra, 1997). gizi yang buruk dibandingkan dengan

188
Universitas Sumatera Utara
rekannya yang berstatus gizi lebih baik. mukosal, imunitas berperantara sel,
Sementara itu, terdapat kaitan antara pembentukan komplemen, T-lymphocytes,
kekurangan gizi tingkat sedang dan buruk dan T-cells (Scrimshaw and SanGiovanni,
pada awal episode penyakit infeksi 1997).
(Scrimshaw, 2003). Tulisan ini membahas kaitan gizi-
Pada tahun 1968, World Health imunitas-penyakit infeksi. Pembahasan dimulai
Organization (WHO) menerbitkan WHO dengan pendahuluan yang mengenalkan kaitan
Monograph on Nutrition-infection Interactions. antara zat gizi dan penyakit infeksi secara
Publikasi ini merupakan hasil kerjasama umum. Topik selanjutnya adalah sejarah
Nevin S. Scrimshaw, Carl Taylor, dan John penelitian mengenai kaitan gizi dan penyakit
Gordon (Scrimshaw et al. 1968). Pada infeksi. Selanjutnya dilakukan kajian literatur
publikasi ini, Scrimshaw dan koleganya kaitan antara gizi dan penyakit infeski.
untuk pertama kali mengemukakan bahwa Pandangan tradisional (Gambar 2a)
kaitan antara malagizi dan infeksi adalah mengenai kaitan gizi dan infeksi mulai
sinergistis. Artinya, malagizi memperparah berubah. Ada bukti bahwa status gizi inang
penyakit infeksi, demikian juga halnya memiliki efek langsung pada patogen
infeksi memperburuk malagizi. Sebaliknya, (Gambar 2b). Sebagai contoh, ketika strain
status gizi yang makin baik akan coxsackievirus B3 yang tidak berbahaya
meringankan diare, dan selanjutnya, diare diinokulasikan ke dalam tikus yang
yang makin ringan akan memperbaiki status mengalami kekurangan baik selenium
gizi. Contoh klasik untuk ini adalah kaitan maupun vitamin E, ditemukan bahwa virus
antara malagizi dengan diare (Gambar 1). berubah menjadi strain yang sangat
berbahaya yang memiliki komposisi
nukleotida yang berbeda (pada berbagai sisi)
dari komposisi nukleotida tikus asal
(Levander, 1997).
Malagizi Diare
GIZI DAN IMUNITAS

Gangguan pada berbagai aspek


imunitas, termasuk fagositosis, respons
proliferasi sel ke mitogen, serta produksi T-
lymphocyte dan sitokin telah ditemukan pada
Gambar 1. Kaitan sinergistis antara malagizi
kondisi kekurangan gizi (Chandra and
dan diare
Kumari, 1994; Chandra, 1990; Kulkarni et
al. 1994). Sampai saat ini, mekanisme yang
Mekanisme yang melaluinya zat gizi
melaluinya kekurangan gizi mengakibatkan
mencegah atau mengurangi beban penyakit
gangguan fungsi imunitas masih terus
infeksi adalah peningkatan daya tahan tubuh.
mendapat perhatian serius para ahli gizi,
Peningkatan daya tahan tubuh ini tidak hanya
imunolog, ahli biologi, dan ahli di bidang
melalui produksi antibodi humoral dan
lain yang terkait.
kapasitas fagosit terhadap bakteri, tetapi
juga, antara lain, melalui sekresi antibodi

DIET DIET

AGEN INANG AGEN INANG


(a) (b)

Gambar 2. Interkasi gizi-infeksi: (a) paradigma lama (b) paradigma baru


(Sumber: Beck et al. 1995)

Gizi, Imunitas, dan Penyakit Infeksi (188 – 194) 189


Albiner Siagian
Universitas Sumatera Utara
Karena begitu eratnya kaitan antara tetapi juga imunitas nonspesifik
status gizi dan fungsi imunitas, Chandra dan (polymorphonuclear dan monosit). Orang
Scrimshaw (1980) menawarkan indeks usia lanjut penderita KEP melepaskan lebih
imunitas sebagai ukuran status gizi. Fungsi sedikit monokin yang menyebabkan
imunitas yang dinilai adalah komponen menurunnya rangsangan limposit (Lesourd,
komplemen, delayed-hypersensitivity, thymus- 1997). Sebagai konsekuensinya, untuk
dependent lymphocytes, secretory IgA, merangsang respons imunitas spesifik pada
microbicidal capacity of neutrophils, dan taraf yang memadai, tubuh mengekspresikan
leukocyte terminal transferase. respons fase-akut jangka panjang. Efek ini
Beberapa penelitian baik pada tikus lebih berat pada orang usia lanjut karena
maupun manusia telah menghasilkan mobilisasi simpanan zat gizi dalam tubuh
informasi penting berkenan hubungan antara kurang efektif pada usia ini (Klasing, 1988).
susu terfermentasi dengan imunitas.
Pemberian susu terfermentasi dapat VITAMIN
mendorong pembentukan antiobodi dan
respons imunitas seluler pada orang sehat. Vitamin A
Fungsi imunitas yang paling dipengaruhi Dalam kaitannya dengan fungsi
adalah imunitas berperantara sel dan aktivitas imunitas vitamin yang menarik perhatian dan
sitokin (Solis-Pereira et al., 1997). yang sering menjadi fokus penelitian adalah
Walaupun ada bukti bahwa kekurangan vitamin A, vitamin E, vitamin C, dan
gizi dapat mempengaruhi patogen (Levander, kelompok vitamin B. Di antara vitamin
1997), akan tetapi, pada umumnya dampak tersebut, vitamin A adalah yang paling luas
kekurangan gizi pada penyakit infeksi diteliti.
dikaitkan dengan menurunnya fungsi Pengamatan yang mengaitkan vitamin
imunitas tubuh. Kekurangan energi-protein, A dengan imunitas sudah dilakukan bahkan
misalnya, antara lain, menyebabkan sebelum struktur vitamin A diketahui dengan
penurunan pada proliferasi limposit, produksi tepat pada tahun 1931 (Karrer et al., 1931
sitokin, dan respons antibodi terhadap vaksin dalam Villamor and Fawzi, 2005). Beberapa
(Lesourd, 1997). fakta ilmiah yang mengawali pemahaman
mengenai kaitan vitamin A dan penyakit
ENERGI DAN PROTEIN infeksi antara lain adalah temuan Green dan
Mellanby yang menunjukkan bahwa tikus
Dampak KEP (zat gizi makro) pada yang kekurangan vitamin A lebih rentan
timbulnya penyakit infeksi, terutama pada terhadap infeksi (Green and Mellanby, 1928
bayi dan anak-anak telah diteliti secara luas. dalam Semba, 1999).
Intervensi gizi (energi dan protein) pada bayi Setelah antibodi ditemukan, penelitian
dan anak-anak dapat menurunkan angka mengenai mekanisme yang melaluinya vitamin
kesakitan dan kematian di Asia dan Amerika A memperbaiki fungsi imunitas telah digiatkan
Latin. Berbagai penelitian juga telah secara kembali pada tahun 1960-an (Scrimshaw et al.,
meyakinkan menunjukkan bahwa peranan 1968), dan kemudian pada tahun 1980-an
gizi pada penurunan angka kematian dan dengan ditemukannya efek pelindungan dari
kematian ini adalah melalui perbaikan pada suplementasi vitamin A pada kematian anak
fungsi imunitas. di Indonesia (Sommer et al., 1986). Penelitian
Kekurangan energi-protein, misalnya, mutakhir juga menunjukkan bahwa metabolit
berkaitan dengan gangguan imunitas aktif vitamin A (asam retionat) berperan pada
berperantara sel (cell-mediated immunity), pengaturan transkripsi gen. Informasi ini
fungsi fagosit, sistem komplemen, sekresi menyediakan fakta mendasar pada pemahaman
antibodi imunoglobulin A, dan produksi mekanisme bagaimana vitamin A
sitokin (Chandra, 1997). mempengaruhi imunitas.
Penelitian pada orang usia lanjut juga Vitamin A secara luas beperan pada
menunjukkan fenomena yang sama. fungsi imunitas. Vitamin A sangat penting
Kekurangan energi-protein dapat mengarah untuk memelihara integritas epitel, termasuk
pada imunodefisiensi yang parah pada orang epitel usus. Hal ini berkaitan dengan
usia lanjut, yang mempengaruhi tidak hanya hambatan fisik terhadap patogen dan
imunitas spesifik (B- dan T-lymphocytes) imunitas mukosal.

190 Gizi, Imunitas, dan Penyakit Infeksi (188 – 194)


Albiner Siagian
Universitas Sumatera Utara
Penelitian in vitro dan pada hewan perannya untuk menangkal radikal bebas.
coba menunjukkan bahwa retinoid Karena kemampuannya menahan tekanan
merupakan pengatur penting pada radikal oksidatif ini pula vitamin E disebut
diferensiasi dan fungsi monosit, serta sebagai vitamin antipenuaan.
mempengaruhi sekresi sitokin, termasuk Selain sebagai antioksidan, vitamin E
TNF-α, IL-1β, IL-6, dan IL-12 (Breitman et. juga dikenal sebagai zat gizi penting untuk
al., 1980 dalam Villamor and Fawzi, 2005). pencegahan penyakit infeksi. Penelitian pada
Natural killer-cells sangat penting pada berbagai jenis hewan coba mengindikasikan
pertahanan awal terhadap tumor dan infeksi bahwa vitamin antioksidan berkaitan dengan
virus. Penelitian pada hewan coba peningkatan fungsi imunitas (Bendich, 1990
menunjukkan bahwa jumlah NK-cell yang dalam Pallast et al., 1999). Lebih spesifik
bersirkulasi menurun pada hewan yang lagi, suplementasi vitamin E megadosis
kekurangan vitamin A (Zhao et al., 1994). (melebihi angka kecukupan gizi) memiliki
Senada dengan itu, pada penelitian efek status efek perangsangan pada imunitas humoral
zat gizimikro pada fungsi imunitas NK-cell, dan berperantara sel (Tangerdy et al., 1989
Ravaglia dan kawan-kawan menujukkan dalam Pallast et al., 1999).
bahwa status zat gizi mikro individual Mekanisme peningkatan fungsi imunitas
(termasuk vitamin A) dapat mempengaruhi oleh vitamin E masih belum seluruhnya
jumlah dan fungsi NK cell pada subyek usia dipahami. Dugaan mekanisme tersebut
lanjut (Ravaglia et al., 2000). Selain itu, diduga melalui efek langsung dan tidak
imunokompeten T cell dapat dipengaruhi oleh langsung (melalui makrofag) vitamin E pada
kekurangan vitamin A pada berbagai tingkatan, fungsi T-cell. Efek langsung vitamin E
termasuk limpopoiesis, distribusi, ekspresi, dan mungkin diperantarai oleh perubahan
produksi sitokin (Villamor and Fawzi, 2005). molekul reseptor membran T-cell yang
Penelitian suplementasi vitamin pada anak- diinduksi oleh vitamin E.
anak di Indonesia menunjukkan terjadi Melalui perannya sebagai antioksidan,
peningkatan proporsi CD4 setelah 5 minggu vitamin E juga dapat menurunkan produksi
dibandingkan dengan kontrol (tidak faktor penekan imunitas (immunosuppressive
mendapatkan suplemen vitamin A) (Semba, factors) seperti prostaglandin E2 dan hidrogen
et al., 1992). Penelitian pada anak-anak di peroksida dengan mengaktifkan makrofag
Afrika yang positif terinfeksi HIV (Beharka et al., 1997 dalam Pallast et al., 1999).
menujukkan bahwa pemberian vitamin A Pada penelitian efek suplementasi
meningkatkan jumlah limposit total dan juga vitamin E pada orang dewasa Amerika,
jumlah subpopulasi T-cell setelah 4 minggu Meydani et al. (1990) memperoleh efek
pasca-pemberian vitamin A (Hussey et al., perangsangan pada variabel yang berkaitan
1996). Sementara itu, suplemetasi vitamin A dengan kepekaan imunitas T-cell-dependent
dosis tinggi (75.000RE/kg diet) menunjukkan 4,5 minggu setelah pemberian vitamin E
bahwa vitamin A dapat meningkatkan produksi sebanyak 800 mg. Sementara itu, Pallast et
T-helper type 2 cytokine dan respons IgA al. (1999), menunjukkan bahwa suplementasi
terhadap infeksi virus influensa A pada tikus vitamin E sebanyak 100 mg pada orang usia
coba (Cui et al., 2000). lanjut meningkatkan produksi IL-4. Atas
Pemberian vitamin A juga dapat dasar temuan tersebut, Pallast dan kawan-
menurunkan episode dan kejadian diare pada kawan menyimpulkan bahwa suplementasi
anak-anak ketika dikombinasikan dengan vitamin E sebanyak 100 mg dapat
mineral seng (Rahman et al., 2001). Efek bermanfaat pada fungsi imunitas seluler pada
suplementasi vitamin A pada morbiditas orang usia lanjut.
anak meliputi penurunan keparahan cacar air
yang dapat berkorelasi dengan peningkatan Vitamin C
produksi antibodi T-cell-dependent Seperti halnya vitamin E, vitamin C
(Coutsoudis et al., 1991). Oleh karena itu, juga temasuk vitamin antioksidan. Sebagai
suplementasi vitamin A dianjurkan untuk antioksidan, efek vitamin C pada respons
penanganan infeksi cacar air (Beck, 2001). imunitas juga sudah banyak diteliti. Vitamin
C berakumulasi (dengan konsentrasi
Vitamin E milimol/l) dalam neutrofil, limposit, dan
Vitamin E sering disebut sebagai monosit (Evans et al., 1982), yang
vitamin antioksidan. Hal ini dikarenakan mengindikasikan bahwa vitamin C berperan
penting pada fungsi imunitas. Penelitian

Gizi, Imunitas, dan Penyakit Infeksi (188 – 194) 191


Albiner Siagian
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan fungsi pagosit, proliferasi T- Penelitian pada Keshan disesae ⎯
cell, dan produksi sitokin dipengaruhi oleh penyakit cardiomyophaty ⎯ di Cina
status vitamin C. menunjukkan bahwa penyakit ini disebabkan
Pada masa infeksi, pagosit teraktivasi oleh infeksi coxsackievirus dan kekurangan
menghasilkan agen pengoksidasi yang Se. Karena peradangan adalah ciri dari
memiliki efek antimikrobial. Akan tetapi, itu myocarditis yang diinduksi coxsackievirus,
dilepaskan ke media ektraselular sehingga para ahli meneliti ekspresi mRNA untuk
membahayakan inang. Untuk menetralisir beberapa peradangan chemokine (Beck,
efek peningkatan oksigen radikal ini, sel 2001), untuk mengetahui bagaimana
memanfaatkan berbagai mekanisme kekurangan Se berkaitan dengan Keshan
antikoksidatif, termasuk vitamin antioksidan
disease. Monocyte chemotactic protein-1
seperti vitamin C (Li et al., 2006).
mRNA (MCP-1 mRNA) diekspresiskan secara
jelas pada hari kesepuluh pada tikus yang
MINERAL
kekurangan Se dibandingkan dengan yang
Berbagai penelitian telah mengungkapkan cukup Se. Peningkatan ekspresi MCP-1
peran mineral dalam kehidupan manusia. mRNA ini bertanggung jawab pada
Berapa mineral yang sebelumnya belum peradangan yang terjadi pada tikus yang
diketahui manfaatnya, sekarang diketahui kekurangan Se.
berperan dalam proses metabolisme tubuh, Selain perubahan pada ekspresi MCP-1
termasuk dalam fungsi imunitas. Ada tujuh mRNA, ekspresi mRNA untuk γ-interferon
mineral mikro yang secara jelas diketahui (γ-IFN) juga menurun pada tikus yang
memiliki peran gizi. Juga, kekurangannya keurangan Se. γ-interferon berperan
berdampak merugikan kesehatan, yaitu besi, melindungi sel dari infeksi virus, dan
iodium, seng, tembaga, selenium, molibdenum, menurunnya γ-IFN berkaitan dengan
kromium (Diplock, 1987). Sementara itu, meningkatnya infeksi virus pada tikus yang
mineral mikro yang banyak dikaitkan dengan kekurangan Se (Beck, 2001). Para peneliti
fungsi imunitas, antara lain adalah selenium
juga menemukan terjadi mutasi virus pada
dan seng.
inang yang kekurangan Se (Beck, 2001).
Mutasi virus influenza juga terjadi
Selenium
Selenium (Se) adalah suatu zat gizi pada keadaan kekurangan Se. Ketika terjadi
mikro (trace element) yang sangat esensial perubahan genom virus, inang yang tidak
pada sejumlah protein yang berkaitan dengan kekurangan Se pun akan rentan terhadap
fungsi enzim, termasuk glutation peroksidase, strain baru virus ini (Beck, 2001). Strain
glutation reduktase, dan tioredoksin virus influenza, influenza A/Bangkok/1/79,
reduktase. Selenoprotein (ikatan antara Se yang memiliki patogenitas menengah,
dan protein) dipercaya memainkan peran berubah menjadi virus yang lebih patogen
penting sebagai enzim antioksidan pada tikus yang kekurangan Se (Beck et al.,
(selenosistein) (Beck, 2001). Lebih dari 20 2003).
jenis selenoprotein telah cirikan melalui
pemurnian, kloning, ekspresi rekombinan, Seng
dan perkiraan fungsinya menggunakan teknik Mikromineral lain yang tak kalah
bioinformatika (Arthur et al., 2003). pentingnya pada fungsi imunitas adalah seng
Selenium berperan penting dalam (Zn). Asupan seng merupakan faktor penting
fungsi imunitas. Selenium mempengaruhi pada modulasi respons imunitas berperantara
baik sistem imunitas bawaan (innate), sel. Kekurangan seng berdampak pada
nonadaptif, dan buatan (aquired). Selain itu, penurunan respons pembentukan antibodi
Se mempengaruhi fungsi neutrofil (Arthur, dalam limfa (Chandra and Au, 1980).
2003). Kekurangan seng juga berkaitan dengan
Selain peran Se dalam fungsi imunitas, respons imunitas yang diindikasikan oleh
kekurangan Se diketahui mempengaruhi virus kuantitas limposit dalam darah perifer,
patogen. Salah satu contohnya adalah efek proliferasi T-lymphocyte, pelepasan IL-2,
kekurangan Se pada patogenitas coxsackievirus, atau citotoksik limposit (Keen and Gerswhin,
suatu jenis virus mRNA (Levander, 1997; Beck, 1990).
2001, Beck et al., 2003).

192 Gizi, Imunitas, dan Penyakit Infeksi (188 – 194)


Albiner Siagian
Universitas Sumatera Utara
Suplemetasi seng pada orang usia Chandra RK and Kumari S. 1994. Nutrition
lanjut yang kekurangan seng dapat and immunity: An overview. J Nutr
memperbaiki respons imunitas (Lesourd, 124: 1433S-1435S.
1997). Suplementasi seng bersama-sama Chandra RK. 1997. Nutrition and immune
dengan mikromineral lain (selenium dan system: An introduction. Am J Clin
kuprum) juga menurunkan infeksi Nutr 66: 460S-463S.
bronchopneumonia dan mempersingkat Coutsoudis A, Broughton M, and Coovadia
waktu rawat pasien yang menderita luka HM. 1991. Vitamin A supplementation
bakar (Berger et al., 1998). reduces measles morbidity in young
African children: a randomized,
PENUTUP placebo-controlled, doubble-blind trial.
Am J Clin Nutr 54: 890-895.
Status gizi merupakan determinan Cu D, Moldoveanu Z, and Stepehensen CB.
penting bagi respons imunitas. Perbaikan 2000. High level dietary vitamin A
pada fungsi imunitas merupakan faktor enhances T-helper type 2 cytokine
antara peran gizi pada pencegahan penyakit production and secretory immunoglobulin
infeksi. Gizi dan penyakti infeksi berkaitan A response to influenza A virus
secara sinergistis. Penelitian mutakhir infection in BALB/c mice. J Nutr 130:
menghasilkan paradigma baru kaitan antara 1132-1139.
gizi (diet) dan patogen (agen), yaitu diet Diplock AT. 1987. Trace element in human
diketahui mempengaruhi agen (misalnya health with special reference to
terjadi mutasi virus). selenium. Am J Clin Nutr 45: 1313-
1322.
DAFTAR PUSTAKA Evans RM, Currie L, Campbell A. 1982. The
distribution of ascorbic acid between
Arthur JR, McKenzie RC, and Beckett GJ. various cellular component of blood, in
2003. Selenium in the immune system. normal individual, and its relation to
J Nutr 133: 1457S-1459S. the plasma concentration. Br J Nutr 47:
Beck MA. 2001. Antioxidants and viral 473-482.
infections: host immune response and Green HN and Mellanby E. 1928. Vitamin A
viral pathogenicity. J Am Coll Nutr 20: as an anti-infective agent. Br Med J 2:
384S-388S. 691-696.
Beck MA, Levande OA, and Handy J. 2003. Hussey G, Hughes J, Potgieter S, Kossew G,
Selenium deficiency and viral Burgess J, Beatty D, Keraan M, and
infection. J Nutr 133: 1463S-1467S. Carelse. 1996. Vitamin A status and
Berger MM, Spertini F, Shenkin A, Wardle supplementation and its effect on
C, Wiesner L, Schindler C, and immunity in children with AIDS. Report
Chiolerp L. 1998. Trace element of the XVII International Vitamin A
supplementation modulates pulmonary Consultative Group Meeting, Guatemala
infection rates after major burns: a City, Guatemala. International Life
doubble-blind, placebo-controlled trial. Science Institute, Washington DC.
Am J Clin Nutr 68: 365-371. Keen CL and Gerswhin ME. 1990. Zinc
Chandra RK and Scrimshaw NS. 1980. deficiency and immune function. Annu
Immunocompetence in nutritional Rev Nutr 10: 415-431.
assessment. Am J Clin Nutr 33: 2694- Kielmann AA, Taylor CE, and Parker RL.
2697. 1978. The Narangwal nutrition study:
Chandra RK and Au B. 1980. Single nutrient A summary review. Am J Clin Nutr 31:
deficiency and cell-mediated immune 2040-2052.
responses. Am J Clin Nutr 33: 736-738. Klasing KC. 1988. Nutritional aspect of
Chandra RK. 1990. McCollum Award leukocytic cytokines: Critical review. J
Lecture. Nutrition and immunity: Nutr 118: 1436-1446.
lesson from the past and new insight Kulkarni, AD, Rudolph FB, and van Buren
into the future. Am J Clin Nutr 53: CHT. 1994. The role of dietary sources
1087-1101. of nucleotides in immune function: A
review. J Nutr 124:1442S-1446S.

Gizi, Imunitas, dan Penyakit Infeksi (188 – 194) 193


Albiner Siagian
Universitas Sumatera Utara
Lesourd BM. 1997. Nutrition and immunity Scrimshaw NS, Taylor CE, and Gordon JE.
in elderly: modification of immune 1968. Interaction of Nutrition and
responses with nutritional treatments. Infection. Monograph. Geneva: WHO.
Am J Clin Nutr 66: 478S-484S. Scrimshaw NS and SanGiovanni JP. 1997.
Levander OA. 1997. Nutrition and newly Synergism of nutrition, infection, and
emerging viral diseases: An overview. immunity: An overview. Am J Clin
J Nutr 127: 948S-950S. Nutr 66: 464S-477S.
Li W, Maeda N, and Beck MA. 2006. Scrimshaw NS. 2003. Historical concepts of
Vitamin C deficiency increases the interactions, synergism and antagonism
lung pathology of influenza virus- between nutrition and infection. J Nutr
infected gulo-/- mice. J Nutr 136: 133: 316S-321S.
2611-2616. Semba RD, Muhilal, Ward BJ, Griffin DE,
Meydani, M. 2000. Effect of functional Scott AL, Natadisastra G, West, Jr KP,
ingredients: Vitamin E modulation of and Sommer A. 1993. Abnormal T-cell
cardiovascular diseases and immune subset proportion in vitamin-A-
status in elderly. Am J. Clin Nutr, deficient children. Lancet 341: 5-8.
2000; Vol 71, No 6: 1665S-1668S. Semba RD. 1999. Vitamin A as “anti-
Pallast EG, Schouten EG, de Waart FG, Fonk infective” therapy, 1920-1940. J Nutr
HC, Doekes G, von Blomberg BM, 129: 783-791.
and Kok FJ. 1999. Effect of 50- and Solis-Pereyra B, Attouri N, and Lemonnier
100-mg vitamin E supplements on D. 1997. Role of food in stimulation of
cellular immune function in cytokine production. Am J Clin Nutr
noninstituionalized elderly persons. Am 66: 521S-525S.
J Clin Nutr 69: 1273-1281. Villamor E and Fawzy WW. 2005. Effects of
Rahman MM, Vermund SH, Wahed MA, vitamin A supplementation on immune
Fuchs GJ, Baqui AH, and Alvarez JO. responses and correlation with clinical
2001. Simultaneous zinc and vitamin A outcomes. Clin Microbiol Rev 18: 446-
supplementation in Bangladeshi 464.
children: randomized doubble-blind Zhao Z, Murasko DM, and Ross AC. 1994.
controlled trial. Br Med J 323:314-318. The role of vitamin A in natural killer
Ravaglia G, Forti P, Maioli F, Bastagli L, cell cytotoxicity, number and
Facchini A, Savarion L, Sassi S, activation in the rat. Nat Immun 13: 29-
Cucinotta, D, and Lenaz G. 2000. 41.
Effect of micronutrient status on
natural killer cell immune function in
healthy free-living subjects aged ≥90 y.
Am J Clin Nutr 71: 590-598.

194 Gizi, Imunitas, dan Penyakit Infeksi (188 – 194)


Albiner Siagian
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai