Anda di halaman 1dari 485

MATRA MEDIS

EMERGENCY

1
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

INITIAL ASSESSMENT
1. Scene survey
Langkah pertama dalam prinsip penatalaksanaan kegawatdaruratan adalah
dengan meninjau kondisi medan penyelamatan atau lokasi kejadian.
Keselamatan diri, partner kerja, dan orang lain di sekitar lokasi kejadian
selalu menjadi prioritas utama. Sebelum menjangkau korban, periksa
kemungkingan adanya bahaya bagi penolong. Jangan memaksakan jika
kondisi tidak memungkinkan. Tahapan scene survey, antara lain:
A. Memastikan keadaan lingkungan
 Consider
Mempertimbangkan segala informasi mengenai medan
penyelamatan dari orang-orang sekitar. Misalnya informasi
dari saksi mata kejadian yang terpercaya.
 Observe
Mengamati secara langsung kondisi medan seperti binatang
buas, orang-orang mencurigakan, jalan keluar penyelamatan,
dan lain-lain.
 Think
Selalu memikirkan rencana cadangan jika terjadi perubahan
situasi. Misalnya keadaan cuaca yang memburuk atau terjadi
bencana susulan.
B. Memastikan kesadaran dari korban
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak
penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran
korban/pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan
bahu korban/pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah
pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak
!!! / Bu!!! / Mas!!!/Mbak !!!.
C. Meminta pertolongan.
Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap
panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak "Tolong !!!"
untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.
D. Memperbaiki posisi korban/pasien.
Untuk melakukan tindakan bantuan hidup dasar (BHD) yang
efektif, korban/pasien harus dalam posisi terlentang dan berada
pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban ditemukan dalam
posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi
terlentang. Ingat! penolong harus membalikkan korban sebagai
satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara
bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus

2
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

dipertahankan pada posisi horizontal dengan alas tidur yang keras


dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.
2. Triase
2.1 Definisi
Sistem triase adalah upaya pemilahan prioritas pasien berdasarkan
urgensi dilakukannya tatalaksana dan pertimbangan sumber daya
yang tersedia untuk tatalaksana tersebut. Hal ini didasarkan pada
prioritas ABC (Airway dengan proteksi cervical spine, Breathing,
Circulation dengan kontrol perdarahan). Dalam triase perlu
dilakukan pencatatan usia, tanda vital, mekanisme cedera, urutan
kejadian, dan perjalanan penyakit pada fase pra Rumah Sakit.
Peningkatan pelayanan kesehatan diperlukan pada kasus
ketidakstabilan tanda vital, kelainan jantung paru, cedera multiple,
usia lanjut, dan cedera neurologis berat yang diderita sebelumnya.
Apabila terjadi peningkatan atau perburukan, dilakukan retriase.
2.2 Klasifikasi insiden sistem triase
Sistem triase juga meliputi pemilahan pasien di lapangan untuk
penentuan mobilisasi ke fasilitas kesehatan. Sistem ini menjadi
tanggung jawab dari personal di fase pra rumah sakit. Situasi triase
terklasifikasi menjadi:
Multiple Casualties
Insiden meliputi lebih dari satu pasien yang jumlah dan
keparahannya tidak melebihi kepabilitas penyedia
tatalaksana kesehatan. Pada kondisi ini, pasien dengan
masalah kesehatan yang mengancam jiwa dan gangguan
multi sistem organ menjadi prioritas utama
Mass Casualties
Pada insiden masal ini, jumlah pasien dan keparahan masalah
kesehatan melebihi kapabilitas penyedia tatalaksana
kesehatan. Dalam situasi ini, pasien dengan kemungkinan
bertahan hidup (survival rate) terbesar dan memerlukan
sumber daya (waktu, peralatan, sumber daya manusia, dan
suplai lain) terkecil menjadi prioritas utama.
2.3 Prinsip triase
Berikut adalah prinsip -prinsip sistem triase,
antara lain:
Derajat keparahan/ancaman jiwa
Prioritas lebih diberikan kepada pasien dengan gangguan
sirkulasi dan neurologis ketimbang pasien dengan ancaman
gangguan jalan napas jika dilihat dari perspektif tingkat
kemungkinan hidup.
Derajat keparahan cedera
3
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Sebagai contoh, prioritas lebih diberikan kepada pasien


dengan fraktur terbuka disertai perdarahan ketimbang
pasien dengan fraktur tertutup salah satu tulang.
Kemungkinan bertahan hidup
Prioritas utama tidak selalu diberikan kepada pasien dengan
cedera hebat, namun juga memerlukan pertimbangan
kemungkinan bertahan hidup pasien tersebut.
Sumber daya
Pasien dengan kebutuhan yang melebihi kapabilitas
tersedianya sumber daya mendapatkan prioritas lebih rendah
hingga terpenuhinya kebutuhan sumber daya.
Faktor waktu, jarak, dan lingkungan
Prioritas lebih diberikan kepada cedera yang dapat ditangani
dalam waktu singkat walaupun cedera tersebut tergolong
ringan dan memiliki ancaman jiwa minimal. Faktor jarak
dan lingkungan menuju fasilitas kesehatan definitif menjadi
bahan pertimbangan untuk efisiensi waktu.
2.4 Tag triase
Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh
petugas triase untuk mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan
tindakan medik terhadap korban.

Gambar 1. Triase dan pengelompokan berdasar tagging

Prioritas Nol (Hitam) :


Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusitasi.
Prioritas Pertama (Merah) :
Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan
medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas,

4
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

cedera torako- abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat,


syok atau perdarahan berat, luka bakar berat).
Prioritas Kedua (Kuning) :
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang
berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam
waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis
cakupan yang luas (misal : cedera abdomen tanpa syok, cedera
dada tanpa gangguan respirasi, fraktur mayor tanpa syok, cedera
kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar
ringan).
Prioritas Ketiga (Hijau) :
Pasien dengan cedera minor yang tidak membutuhkan
stabilisasi segera,
memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan
penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktur dan dislokasi
ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta
gawat darurat psikologis).

3. Primary survey
Primary survey adalah penilaian awal terhadap pasien bertujuan untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupannya. Sebelum melakukan pertolongan, seorang
penolong wajib mengetahui keadaan yang terjadi terhadap pasien. Untuk
itu, penolong harus melakukan berbagai penilaian awal yang terdiri dari
DR-ABCDE.
D (Danger rescue).
Memastikan bahwa situasi aman dalam melakukan pertolongan
pertama. Komponen dalam danger rescue ada 3A, yaitu:
- Amankan diri sendiri
- Amankan lingkungan
- Amankan pasien
Sebelum melakukan pertolongan penolong wajib mengamankan diri
sendiri dan orang sekitar, jika sudah memungkinkan dan aman baru
dapat melakukan pertolongan. Dalam mengamankan diri sendiri,
ada beberapa alat perlindungan diri (APD), seperti:
a. Helm, untuk melindungi kepala.
b. Masker, untuk mengurangi paparan polusi udara terhadap
kesehatan serta untuk menghindari penyakit yang bersifat
menular.
c. Masker RJP, berguna pada saat memberikan napas bantuan
ketika melakukan RJP
d. Kacamata pelindung, berfungsi melindungi mata dari

5
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

percikan darah atau partikel lainnya saat menolong pasien.


e. Baju pelindung.
f. Sarung tangan lateks, karena tangan merupakan bagian
tubuh pertama yang langsung melakukan kontak dengan
pasien, sarung tangan lateks efektif untuk mengurangi risiko
terjadinya penularan infeksi.
Penggunaan APD harus disesuaikan dengan keadaan dan
kebutuhan saat
menolong korban.
R (Response).
Kemudian penolong memeriksa respon korban. Respon korban
dibagi menjadi 4 tingkat (AVPU), yaitu :
a. Alert : korban sadar dan bisa diajak berkomunikasi
b. Responsive to verbal: korban membuka mata setelah diberi
rangsangan suara
c. Responsive to pain: korban membuka mata setelah diberi
rangsangan
nyeri, misal dengan ditekan taju pedang
d. Unresponsive: korban tidak membuka mata meskipun
diberi rangsangan suara maupun nyeri
A (Airway)
a. Membuka jalan napas
Pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka
lidah dan epiglotis akan menutup faring dan laring, inilah
salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan
jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara
tengadah kepala topang dagu (head tild - chin lift) dan
manuver pendorongan mandibula (jaw thrust). Teknik
membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang
awam dan petugas kesehatan adalah tengadah kepala topang
dagu, namun demikian petugas kesehatan harus dapat
melakukan manuver lainnya.

Gambar 2. Head tild-chin lift

6
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 3. Jaw thrust pada pasien kecurigaan cedera servikal

b. Pemeriksaan jalan napas


Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
sumbatan jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat
sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan
berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau
jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan
sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat
dibuka dengan teknik cross finger, dimana ibu jari
diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut
korban.

Gambar 4. Bentuk jari seperti kait dan keluarkan bendanya

7
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

INGAT!

Selama membuka dan memeriksa airway, harus diperhatikan bahwa


tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi pada leher bila
dicurigai adanya kelainan vertebra servikalis. Jika ada, maka harus
dipakai alat imobilisasi

B (Breathing)
Terdiri dari 2 tahap :
a. Memastikan korban/pasien tidak bernapas.
Dengan cara melihat (look) pergerakan naik turunnya dada,
mendengar (listen) bunyi napas dan merasakan (feel)
hembusan napas korban/pasien. Untuk itu penolong harus
mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung
korban/pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas
terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10
detik.
b. Memberikan bantuan napas
Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat
dilakukkan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau
mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan)
dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali
hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan
adalah 1,5-2 detik dan volume udara yang dihembuskan
adalah 700-1000 ml (10ml/kg) atau sampai dada
korban/pasien terlihat mengembang serta mendengar dan
merasakan udara yang keluar pada ekspirasi. Penolong harus
menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas
agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi
oksigen yang dapat diberikan hanya 16 - 17%. Penolong
juga harus memperhatikan respon dari korban/pasien setelah
diberikan bantuan napas. Cara memberikan bantuan
pernapasan :
1. Mulut ke mulut
Pemakaian alat pelindung dan masker tetap
merupakan pilihan utama. Keputusan untuk
melakukan pernapasan buatan dari mulut ke mulut
bersifat personal. Bantuan pernapasan dengan
menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat
dan efektif untuk memberikan udara ke paru-paru

8
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

korban/pasien. Pada saat dilakukan hembusan napas


dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil
napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong
harus dapat menutup seluruhnya mulut korban
dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat
menghembuskan napas dan juga penolong harus
menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu
jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar
kembali dari hidung. Volume udara yang berlebihan
dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat
menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga
terjadi distensi lambung. Selain itu terdapat bahaya
bagi penolong yaitu penyebaran penyakit,
kontaminasi bahan kimia dan muntah penderita.

Gambar 5. Pemberian napas bantuan dengan cara mulut ke mulut


2. Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi
dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya
pada trismus atau dimana mulut korban mengalami
luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut
ke hidung, penolong harus menutup mulut
korban/pasien.
3. Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai
lubang (stoma) yang menghubungkan trakea
langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan

9
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari


mulut ke stoma.

Frekuensi Laju Pernapasan (Dewasa)

Normal : 12 – 20 kali per menit

Bradypneu : <12 kali per menit

Tachypneu : >20 kali per menit

Gambar 6. Pemberian napas bantuan menggunakan masker

C (Circulation)
Terdiri atas 3 penemuan klinis
a. Tingkat kesadaran. Bila volume darah menurun, perfusi
otak dapat berkurang yang akan mengakibatkan penurunan
kesadaran.
b. Warna kulit. Warna kulit dapat memberikan diagnosis
hipovolemia.Pasien trauma dengan warna kulit kemerahan
terutama pada wajah dan ekstrimitas jarang dalam keadaan
hipovolemia. Sebaliknya, jika wajah pucat keabu-abuan dan
kulit ekstrimitas pucat merupakan tanda hipovolemia.
c. Nadi. Periksalah pada nadi yang besar seperti a. femoralis
atau a. karotis. Nadi yang tidak cepat, teratur dan kuat
menandakan normovolemia biasanya nadi yang tidak teratur
merupakan tanda gangguan jantung dan tidak ditemukan
pulsasi pada arteri besar yang merupakan pertanda
10
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

diperlukannya resusitasi segera untuk memperbaiki volume


dan cardiac output.
Cara pemeriksaan a. carotis dapat ditentukan dengan meraba
a. karotis di daerah leher korban/pasien, dengan dua jari
tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba
pertengahan leher sehingga teraba trakea, kemudian kedua
jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira- kira 1-2 cm,
raba dengan lembut selama 5-10 detik. Jika teraba denyutan
nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban
dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu
untuk menilai pernapasan korban/pasien. Jika tidak bernapas
lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan
jalan napas. Jika tidak teraba nadi dalam 10 detik, mulai
lakukan kompresi dada (RJP).

Gambar 7. Pemeriksaan arteri carotis

D (Disability)
Penilaian meliputi tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil,
tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal. Penurunan
kesadaran dapat disebabkan oleh trauma langsung pada otak atau
penurunan oksigenasi ke otak, jika terjadi penurunan harus
dilakukan reevaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan
perfusi. Penolong menentukan nilai prioritas kesadaran korban
dengan :
a. Metode AVPU. Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian
Response (R).
b. Pemeriksaan GCS
GCS (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang

11
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

sederhana dan dapat menilai derajat/tingkat kesadaran


penderita dengan kriteria yang secara kuantitatif dan
terpisah yaitu respon membuka mata (E), respon motorik
terbaik (M), dan respon verbal terbaik (V). Penilaian GCS
dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Skor penilaian GCS

KONDISI PASIEN SKOR


Eye
Membuka mata spontan 4
Respon membuka mata dengan rangsang 3
Respon membuka mata dengan rangsang 2
tekanan
Tidak ada respon 1
Verbal
Bicara spontan (orientasi baik) 5
Bicara membingungkan (disorientasi) 4
Kata-kata tidak teratur (tidak membentuk 3
kalimat)
Suara tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
Motorik
Menuruti perintah 6
Melokalisir nyeri 5
Menarik diri dari nyeri (withdrawal) 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
Tidak ada respon 1

Derajat kesadaran adalah sebagai berikut :


Compos mentis (sadar). Kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab pertanyaan tentang keadaan
sekeliling.
Apatis. Keadaan segan untuk berhubungan dengan
lingkungan sekitar, acuh tak acuh.
Somnolen (obtundasi, letargi). kesadaran menurun,
respon psikomotor lambat, mudah tertidur tetapi mudah
dibangunkan jika dirangsang dan mudah jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.
Delirium. Keadaan gelisah, disorientasi, memberontak,
berteriak- teriak, berhalusinasi, kadang berkhayal.

12
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Stupor (soporo coma). Keadaan seperti tidur terlelap, tetapi


ada respon terhadap nyeri.
Coma (comatose). Tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsang apapun, tidak ada respon kornea,
reflek muntah, dan reflek pupil (bisa ada bisa tidak ada).

Interpretasi penilaian GCS terhadap derajat cedera kepala dapat dilihat


pada tabel 2.

Tabel 2. Interpretasi nilai GCS

Cedera Kepala Nilai GCS


Ringan 14-15
Sedang 9-13
Berat 3-8
c. Respon Pupil
Penolong menilai pupil korban dengan menggunakan pen
light yang digerakan dari lateral ke medial pada kedua
mata. Hal yang harus diamati:
Ukuran pupil (dalam millimeter)
Respon terhadap cahaya ada/tidak,
cepat/lambat,isokor/anisokor.
E (Exposure)
Seluruh pakaian pasien dibuka dengan cara mengguntingnya untuk
memfasilitasi pemeriksaan dan evaluasi keseluruhan pasien. Setelah
dibukanya pakaian pasien, perlu penghangatan tubuh pasien untuk
menghindari terjadinya hipotermia. Penghangatan dicapai dengan
cara menyelimuti tubuh pasien dengan selimut hangat, administrasi
cairan intravena yang telah dihangatkan, dan menjaga suhu
lingkungan (contohnya ruangan tatalaksana) tetap cukup hangat.

4. Secondary survey
Survey sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik lanjutan yang
dilakukan setelah survey primer (ABCDE), dimana masalah yang
berbahaya dan mengancam kehidupan pasien telah teratasi. Survey
sekunder dilakukan dengan mengevaluasi pasien dari ujung kepala hingga
ujung kaki, serta meninjau ulang tanda vital pasien.
4.1 Anamnesis
Anamnesis yang lengkap penting dalam mengecek mekanisme
kecelakaan pada pasien. Anamnesis dilakukan terhadap pasien
langsung (bila memungkinkan) atau terhadap personil lain yang
mengantarkan pasien. Singkatan SAMPLE menjadi pedoman untuk

13
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

anamnesis, yaitu: Sign and Symptoms, Allergies, Medications


currently used, Past illnesses/pregnancy, Past meal,
Events/environment related to the injury.
4.2 Pemeriksaan fisik kepala
Survey sekunder dimulai dengan mengevaluasi dan mengidentifikasi
adanya trauma pada sistem saraf atau trauma signifikan lainnya,
yaitu dengan menelusuri laserasi, kontusio, atau tanda fraktur.
Trauma kepala sering kali disertai edema di sekitar mata. Hal lain
yang perlu diperiksa pada mata yaitu: tajam pengelihatan, ukuran
pupil, perdarahan pada konjungtiva atau fundus, luka tusuk, lensa
kontak (harus dilepas), dislokasi lensa, atau malposisi okular.
Pemeriksaan wajah meliputi palpasi struktur tulang, mencari tanda
oklusi, menilai rongga mulut dan jaringan lunak.
4.3 Pemeriksaan fisik leher
Pasien dengan trauma kepala atau wajah dianggap mengalami
cedera servikal juga, sehingga pada kondisi demikian dilakukan
fiksasi leher. Sebagai catatan, cedera servikal tidak selalu disertai
defisit neurologis. Cedera servikal dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan radiologi (CT scan) dan dapat pula ditemukan secara
klinis. Pemeriksaan leher lengkap meliputi inspeksi, palpasi, dan
auskultasi a. carotis. Kelainan yang mungkin ditemukan, yaitu nyeri
pada servikal, emfisema subkutis, deviasi trakea, dan fraktur laring.
4.4 Pemeriksaan fisik toraks
Pemeriksaan toraks depan dan belakang dilakukan dengan inspeksi,
palpasi, dan auskultasi. Kelainan yang dapat ditemukan seperti
pneumothorax, flail chest, dan fraktur pada struktur toraks.
Manifestasi klinis pada cedera toraks di antaranya adalah nyeri,
dyspnea, dan hipoksia. Tanda lain seperti kontusio, hematoma, nyeri
tekan, dan peningkatan JVP juga perlu dievaluasi.
Pada pasien dengan tension pneumothorax perlu dilakukan
dekompresi jarum (needle decompression) segera. Tension
pneumothorax ditandai dengan berkurangnya suara napas, perkusi
hipersonor, dan syok.
4.5 Pemeriksaan Fisik Abdomen
Pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi,
dapat ditemukan memar, penetrasi, atau benda asing. Pemeriksaan
palpasi dilakukan untuk menemukan tanda inflamasi (bengkak,
nyeri) atau tanda pemadatan. Kelainan tersebut dapat terjadi secara
lokal pada satu atau lebih region abdomen.
4.6 Pemeriksaan Fisik Regio Genital, Perineum dan Rektum
Cedera pada struktur ini dapat ditandai dengan inkontinensia urin,
hematoma, laserasi, dan perdarahan uretra. Khususnya pada pria,

14
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

dapat ditemukan priapismus akibat cedera spinal. Pemeriksaan


vagina dilakukan pada pasien perempuan dengan risiko tinggi
cedera vagina, misalnya pada wanita yang mengalami fraktur pelvis.
4.7 Pemeriksaan Fisik Sistem Muskuloskeletal
Pemeriksaan dilakukan dengan look, feel, move pada ekstremitas
atau struktur terkait untuk menemukan tanda deformitas, bengkak,
perdarahan, dan timbulnya perubahan warna. Fungsi motorik dan
sensorik juga menjadi poin penting untuk dinilai
4.8 Pemeriksaan Fisik Sistem Saraf
Pemeriksaan neurologis bertujuan untuk menentukan status mental
pasien, atau ada tanda kelainan seperti pusing, sakit kepala, sinkop,
fasikulasi atau kelumpuhan pada otot.

5. Evakuasi dan transportasi


5.1 Prinsip
Evakuasi merupakan perpindahan korban ke tempat yang lebih
aman dan memiliki fasilitas yang memadai, untuk menghindari cedera
lebih lanjut, menyelamatkan jiwa, dan membantu proses penyembuhan.
Tiga aspek yang perlu diperhatikan pada evakuasi, yaitu: safety, mobility,
dan medical condition.
Safety
Dalam melakukan transportasi keamanan lingkungan, korban,
dan diri sendiri selalu jadi perhatian pertama. Keamanan
didapatkan dengan mempersiapkan alat pelindung diri yang
memadai, peralatan yang akan digunakan, hingga kekuatan
kita sendiri. Jangan lupa juga tentang keselamatan korban dan
orang-orang sekitar.
Mobility
Pada saat melakukan evakuasi, penolong harus mengetahui
jarak, waktu, rute, hingga rintangan menuju lokasi yang dituju.
Penolong dan alat yang digunakan harus memadai untuk
melakukan perpindahan.
Medical Condition
Ketika akan mengevakuasi, pastikan ABC korban sudah dalam
keadaan baik, perdarahan sudah ditangani, fraktur sudah
diimobilisasi. Singkat kata, lakukan evakuasi ketika keadaan
pasien sudah stabil. Akan tetapi, poin ini juga dipertimbangkan
dengan apa yang terjadi pada lingkungan. Evakuasi segera pada
pasien dapat dilakukan pada kondisi khusus seperti gempa
bumi, kebakaran, mobil terbakar, ledakan, gedung runtuh,
paparan bahan kimia berbahaya, dll, yang mungkin
menimbulkan bencana susulan.

15
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Prinsip pengangkatan korban pada saat evakuasi, yakni: memahami


kemampuan diri sendiri dan teknik, meminta bantuan orang lain jika
memungkinkan, mengangkat dengan kekuatan terutama berasal dari paha,
dan tahapan perpindahan serta reposisi dalam kondisi terkontrol dan di
bawah satu komando.

5.2 Klasifikasi
Teknik evakuasi dan transportasi korban
dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah
penolong
Teknik Evakuasi dengan Penolong 1 Orang
1. Ankle Drag
Metode ini sebenarnya yang paling dihindari
karena memiliki risiko cukup besar. Boleh
dilakukan jika permukaan rata dan tidak ada
barang-barang di sekitar daerah transpor.
Perhatikan posisi tangan dan kepala korban,
jangan sampai keduanya rawan menabrak
sesuatu.

2. Shoulder Drag
- Lebih dipilih daripada ankle drag karena
pada tekniknya sekaligus dengan memfiksasi
kepala korban
- Membawa pasien dengan metode ini akan
lebih menguras energi karena terjadi
perubahan posisi penolong (jongkok,
bungkuk, setengah berdiri) terus menerus.

3. Blanket Pull
- Dilakukan dengan cara menyeret korban.
Tidak harus menggunakan selimut, bisa
dengan barang lain yang menutupi bagian
tepi (bagian yang terkena permukaan dasar
alas) tubuh korban.
- Punggung penolong harus tetap lurus

4. Fireman Drag
- Teknik ini menjadi preferensi ketika
mengevakuasi pada daerah sempit,

16
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

pendek, kecil, dan kebakaran.


- Dilakukan dengan memfiksasi lengan
korban

5. Craddle Lift
- Kekuatan penolong mutlak harus
lebih dari kekuatan korban.
- Teknik: tangan penolong berada di
punggung dan bawah lutut

6. Pack-strap Carry
- Teknik: penolong berjalan agak bunguk.
Tangan korban disilang, lengan korban sedekat
mungkin dengan dada penolong
- Metode ini dapat digunakan untuk mengangkat
korban jarak jauh, tetapi harus melihat proposi
tubuh dimana penolong harus lebih tinggi dari
korban.

7. Firefighter Carry
- Dapat dilakukan jika korban tidak memiliki
cedera vertikal
- Teknik yang paling dipilih untuk evakuasi
jarak ja tangan yang bebas dapat lebih
leluasa sehingga bisa di untuk membuka
pintu, menggeser
barang, meminta jalan, dll.
- Teknik: Tangan penolong mengikat
tungkai korban, korban ditumpu di satu
bahu

Teknik Evakuasi dengan Penolong 2 Orang


1. Person drag/human crutch
- Bisa dilakukan pada korban yang
sadar atau tidak sadar.
- Perpindahannya dilakukan dalam satu
komando, misal: ―luar, dalam, luar,
dalam, dst‖
- Teknik: memegang pinggang korban

17
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

untuk membantu mengangkat, kemudian


kaki korban ditempatkan di atas kaki
penolong
2. Two Handed Seat
- Metode ini bisa digunakan baik oleh
pasien yang sadar maupun tidak, dan
untuk menempuh jarak yang jauh
- Teknik: posisi tangan
menggenggam pergelangan tangan
penolong lainnya, memfiksasi korban
di ikat pinggangnya/bagian pinggang
3. Four Handed Seat
- Metode ini hanya bisa digunakan oleh
pasien sadar karena dia harus berpegangan
pada penolong agar stabil. Biasanya,
digunakan pada jarak dekat.
- Teknik: posisi tangan menggenggam
pergelangan tangan penolong lainnya.
Punggung korban dan penolong diusahakan
tetap lurus

4. Chair Carry
- Berbeda dengan sebelumnya, metode ini
menggunakan kursi yang kokoh. Dapat
dilakukan ketika mengevakuasi naik-turun
tangga, dan dalam jarak jauh
- Pastikan korban tidak mengalami cedera
servikal atau cedera punggung

5. Extremity Lift
- Pastikan korban tidak mengalami cedera servikal atau tungkai.
- Teknik: posisikan tubuh korban sedekat mungkin dengan tubuh kita,
fiksasi tangan korban dengan cara menyilangkan
- Teknik ini biasanya digunakan untuk transportasi jarak dekat.

Teknik Evakuasi dengan Penolong 3 Orang


1. Hammock Carry

18
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

- Pada metode ini, penolong berada di kedua sisi korban (bisa lebih dari 3
orang).
- Penolong terkuat berada di sisi yang paling sedikit jumlah penolongnya
atau pada abdomen korban (beban tubuh terbanyak)
- ada yang melakukan fiksasi kepala pada korban, serta komando ada di
penolong bagian kepala.
- Tangan penolong di celah anatomis korban dan saling bersilangan

2. Log roll (ke tandu dan perpindahan biasa)


Semua penolong berada di satu sisi yang sama. Masukkan tangan ke
bawah tubuh korban melalui celah anatomis dengan keadaan saling
menyilang. Pengangkatan korban dilakukan bertahap, biasanya angkat
dulu ke paha, lalu miringkan 90o dengan posisi seperti dipeluk
penolong. Baru penolong berdiri dan bisa berpindah

19
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

DAFTAR PUSTAKA

American College of Emergency Physicians. 2014. First Aid Manual


5ed. New
York : Dorling Kindersley Limited.

American College of Surgeons. 2012. Advanced Trauma Life


Support (ATLS) : Student Course Manual 9ed. Chicago:
American College of Surgeons.
Amirjamshidi A, Abouzari M, Rashidi A. 2007. Glasgow Coma Scale
on admission is correlated with postoperative Glasgow
Outcome Scale in chronic subdural hematoma. Journal
of Clinical Neuroscience.
2007;14(12):1240-1241.
Guidelines 2015 for cardiopulmonary resuscitation and
emergency cardiovascular care. 1st ed. Dallas, TX:
American Heart Association;
2015.
PTBMMKI.Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan PTBMMKI
2015/2016. PTBMMKI. Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan
PTBMMKI 2016/2017.
Tim Bantuan Medis Janar Dūta.2017. Buku Panduan Medis Tim Bantuan
Medis
Janar Dūta. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

20
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

BASIC LIFE SUPPORT


Telah ditinjau oleh :

dr. Hitaputra Agung Wardhana, Sp.B.,FINACS.

1. BLS

1.1. Definisi BLS

Basic Life Support adalah perawatan kegawatdaruratan medis yang


diberikan kepada korban dengan keadaan atau cedera yang mengancam
nyawa sebelum korban mendapatkan perawatan komprehensif di rumah
sakit. Perawatan yang dimaksud dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
seperti resusitasi jantung paru, kontrol perdarahan, asidosis dan
keracunan, stabilisasi cedera dan luka, serta dasar pertolongan pertama. 1
Basic Life Support yang dibahas pada bab ini dilakukan pada korban
yang mengalami henti jantung atau henti napas dan membutuhkan
resusitasi jantung paru (RJP) atau Cardio-Pulmonary Resuscitation
(CPR).

Henti napas adalah berhentinya pernapasan spontan disebabkan


gangguan jalan napas, baik parsial maupun total atau karena gangguan di
pusat pernapasan, hal ini bisa menimbulkan henti jantung mendadak
karena berhentinya suplai oksigen baik ke otak maupun ke otot jantung.
Henti jantung adalah berhentinya sirkulasi peredaran darah karena
kegagalan jantung untuk melakukan kontraksi secara efektif. Keadaan
tersebut bisa disebabkan oleh penyakit primer dari jantung atau penyakit
sekunder non- jantung. Henti napas dan henti jantung merupakan dua
keadaan yang sering berkaitan, sehingga penatalaksanaannya tidak bisa
terpisahkan. Tujuan utama pertolongan gawat darurat kardiovaskular
adalah untuk mempertahankan, memelihara dan mengembalikan pasokan
oksigen secara normal ke organ tubuh yang sangat membutuhkan
oksigen seperti sel saraf, jantung, paru-paru, dan otak.2

1.2. Langkah-Langkah BLS 3


Ketika seorang penolong (melalui inspeksi) sudah mencurigai
seseorang mengalami henti jantung di luar rumah sakit maka langkah-
langkah pertolongan yang harus dilakukan secara sistematis adalah 3A,
periksa kesadaran, panggil bantuan, lakukan Resusitasi Jantung Paru
(RJP), gunakan Automatic External Debifrilator (AED), setelah stabil

21
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

rujuk ke rumah sakit terdekat.

3A: Amankan Diri, Amankan Lokasi, Amankan Pasien

Sebelum masuk ke algoritma chain of survival, sebagai penolong


terlatih harus memperhatikan keselamatan diri sendiri dengan
menerapkan prinsip 3A, yakni anamankan diri, amankan lokasi, dan
amankan korban. Amankan diri maksudnya adalah ketika melakukan
pertolongan diharapkan penolong juga dalam keadaan aman, seperti
memperthitungkan situasi tertentu yang dapat mengancam keselamatan
penolong seperti pada kebakaran gedung, gempa bumi,tanah longsor,
atau keadaan lain yang berbahaya jika penolong masuk ke area kejadian.
Penolong juga wajib memakai alat pengaman diri untuk melindungi diri
dari cairan tubuh pasien, seperti sarung tangan medis (hanscoen),
masker, face shield, kaca mata, dan sepatu. Jika tidak tersedia alat
pengaman diri di lokasi kejadian, penolong dapat menggunakan barang-
barang sekitar sebagai alat pengaman diri seperti plastik sebagai sarung
tangan. Prinsinya adalah penolong harus berupaya semaksimal mungkin
agar tidak terkena cairan tubuh korban, yang mungkin saja bersifat
infeksius bagi penolong. Memperkenalkan diri pada keluarga atau orang
sekitar korban juga menjadi salah satu tindakan pengamanan diri dari
tuduhan mencelakai korban sekaligus tindakan inform consent kepada
keluarga untuk pertolongan yang akan diberikan. Memperkenalkan diri
juga harus dilakukan dengan cepat dan efektif. Contohnya,

― selamat siang Ibu/Bapak saya Mawar, mahasiswa FK X, mohon izin


untuk menolong korban‖, atau ― selamat siang Ibu/Bapak, saya Melati,
awam terlatih, mohon izin untuk melakukan pertolongan‖.

Selanjutnya adalah amankan lokasi. Amankan lokasi berarti


penolong harus mendapatkan ruang yang sekondusif mungkin untuk
memberikan pertolongan. Mengamankan lokasi adalah mengatur situasi
tempat pertolongan agar penolong dapat memberikan pertolongan
dengan leluasa dan aman. Seperti meminta orang-orang yang
berkerumun untuk mundur, meminta orang lain untuk membantu
mengatur lalu lintas dan lain sebagainya. Mencari lokasi yang aman
harus memerhatikan alas tempat korban akan dibaringkan. Dalam BLS
dibutuhkan alas yang datar dan padat agar RJP yang diberikan dapat
efektif.

Yang ketiga adalah amankan korban dengan menilai resiko bahaya


yang akan terjadi pada area kejadian. Seperti misalnya pada area

22
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

kebakaran (red zone) penolong diharuskan untuk memindahkan pasien


terlebih dahulu ke area kuning atau hijau lalu boleh memberikan
pertolongan. Memberikan pertolongan di daerah merah akan sangat
membahayakan korban dan juga penolong. Amankan korban juga dapat
berarti memindahkan korban dari tempat kejadian yang kurang aman ke
tempat pertolongan yang lebih aman. Seperti memindahkan dari jalan
raya ke tepian jalan, dari lapangan olahraga ke luar lapangan, atau dari
dalam gedung ke luar gedung yang sedang gempa. Melakukan
transportasi korban sedapat mungkin dilakukan dalam kondisi korban

Periksa Kesadaran
Bagi awam, periksa kesadarah hanya dilakukan secara subjektif
menentukan pasien ini sadar atau tidak sadar. Penilaian awam ini dapat
melihat apakah mata korban terbuka atau tidak. Jika korban tidak
membuka mata setelah dipanggil atau digoyangkan badannya maka dapat
dikatakan korban tidak sadar. Berbeda dengan awam, tenaga kesehatan
setidaknya dapat menggunakan pemeriksaan level kesadar AVPU.

 A: Alert (Awas)
Voice (Respon terhadap suara)
 Pain (Respon terhadap nyeri)
 Unresponsive (tidak memberikan respon)
A atau Alert artinya level kesadaran pasien masih baik, yakni dapat
berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Korban yang alert dapat
mengetahui keberadaan orang-orang sekitarnya. Seperti misalnya, ketika
enolong datang korban dapat menoleh kearah penolong. Level kesadaran
Voice artinya pasien memberikan respon ketika dirangsang dengan suara.
Contohnya seorang korban yang bangaun ketika dipanggil,‖ Pak, Pak
bangun, pak‖. Level kesadaran Pain adalah korban tidak sadar dengan
respon suara namun sadar dengan respon nyeri. Nyeri yang diberikan
pada pasien dapat dilakukan dengna cara menekan kuku dengan pensil,
menekan daerah sternum dengan keras di satu titik, atau menekan fossa
supra orbita. Jika dengan meberikan rangsangan suara dan nyeri korban
masih tidak dapat bangun maka level kesadaran korban adalah
unresponsive. Walapun dengan cara yang berbeda memeriksa kesadaran
harus dilakukan dengan cepat untuk mempercepat pertolongan yang
didapatkan korban.

Panggil Bantuan

Pertolongan dalam BLS hanya bersifat life saving yang sementara


sehingga dibutuhkan fasilitas medis yang cukup untuk memberikan
pertolongan lanjutan kepada korban. Setelah yakin bahwa pasien tidak
sadar atau unresponsive maka selanjutnya yang dilakukan adalah

23
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

memanggil bantuan. Memanggil bantuan yang dimaksud adalah


meminta pertolongan kepada orang sekitar dan juga meminta
pertolongan untuk tim medis yang lebih ahli. Tujuan dari panggil
bantuan adalah memberikan pertolongan lebih lanjut sehingga diperlukan
ambulan untuk membawa korban ke rumah sakit. Pihak yang bisa dimintai
bantuan ambulan adalah AGD 118, Ambulan Dinas kesehatan Jakarta
119, atau Rumah Sakit terdekat. Sering kali penolong sulit untuk
mendapatkan bantuan ambulan. Hal yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masala tersebut adalah dengan mentraspor korban
menggunakan taksi atau mobil pribadi miliki orang sekitar. Agar
pertolongan yang diberikan sesuai maka penolong saat menelpon harus
menyampaikan hal-hal yang penting seperti jenis kejadian, lokasi
kejadian, jumlah korban, kondisi korban, dan jenis bantuan yang
dibutuhkan. Contoh,‖selamat siang, ambulan 118, saya Mawar,
mahasiswa FK X. Saya ingin menlaporkan terjadi kecelakaan motor di
depan kampus FK X jumlah korban 1 orang laki-laki, keadaan
unresponsive, saat ini akan dilakukan bantuan hidup dasar. Tolong
kirimkan ambulan dengan peralatan lengkap. Terima kasih‖.

 Algoritma BLS

Untuk memberikan bantuan hidup dasar (basic life support-BLS)


yang efektif, penolong harus menerapkan step-step berikut dengan
sistematis.

Step 1 : Periksa CAB secara simultan


Step 2: Tangani C, jika aman lanjut ke step 3
Step 3: Tangani A, jika aman lanjut ke step 4
Step 4: Tangani B, jika sudah aman lakukan recovery position

Tiga komponen vital yang harus diperhatikan dalam BLS adalah


Airway (A), Breathing (B), dan Circulation (C). Hal pertama yang harus
dilakukan seorang penolong ketika mencurigai korban henti jantung tak
sadarkan diri adalah melakukan assessment ketiga komponen tersebut.
Dalam memeriksa tidak ada komponen yang diprioritaskan sehingga
pemeriksaan ABC dapat dilakukan secara simultan (sekaligus). Dari hasil
pemeriksaan tersebut barulah diprioritaskan komponen yang akan
ditatalaksana berdasarkan C>A>B. Jika hasil dari asessmen hanya
terdapat satu komponan saja yang bermasalah maka segera tanganani
komponen tersebut. Misalnya, ketika melakukan assesmen awal secara
simultan didapatkan C teraba, B ada napas, namun Airway terdapat
sumbatan maka tanganilah Airway pasien segera. Begitu pula jika yang

24
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

bermasalah hanya Cirkulasi saja atau Breathing saja. Namun jika yang
masalah masalah lebih dari satu komponen maka penolong
harus memprioritaskan C>A>B

Gambar 2. Bagan pemeriksaan CAB secara simultan 3


2. PENATALAKSANAAN AIRWAY
Penilaian keadaan pasien dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan
jenis perlukaan, tanda vital dan mekanisme trauma. Pada pasien yang
terluka parah, terapi diberikan berdasarkan prioritas. Gangguan airway
dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan ataupun
sebagian, progresif maupun berulang. Airway merupakan prioritas utama
pada critical care karena jika airway tersumbat, artinya aliran udara
nafas tidak ada dan tidak beredarnya oksigen dalam sirkulasi darah,
sehingga organ-organ vital mengalami penurunan fungsi. Pemeriksaan
jalan nafas dilakukan untuk memastikan jalan nafas bebas dari sumbatan
karena benda asing. Kelancaran jalan nafas dinilai meliputi obstruksi
yang disebabkan oleh: benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur
maksila/mandibula, fraktur laring dan fraktur trakhea. Usaha untuk
membebaskan airway harus melindungi vertebrae cervical.4

Proteksi vertebrae cervicalis merupakan hal yang penting. ingat:


anggaplah ada fraktur cervical pada setiap pasien multi trauma, terlebih
bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan di atas klavikula. patokan
urutan umum penanganan primary survey adalah:4

Penilaian (mendeteksi patensi airway dan penilaian cepat


adanya obstruksi)
 Trauma maksilofasial (fraktur nasofaring & orofaring)
 Trauma leher (luka tembus, kerusakan laring,
kerusakan trachea, sumbatan jaringan lunak oleh
darah)
 Trauma laring (suara parau, emfisema subkutan, teraba

25
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

fraktur)

Pengelolaan

 Melakukan head tilt chin lift maneuver

Pada pasien non-trauma cervical injury, teknik yang dapat


dilakukan untuk membuka jalan nafas pada pasien ini adalah dengan
teknik angkat kepala-angkat dagu (head tilt chin lift). Cara melakukan
teknik head tilt chin lift :
o Letakan tangan kiri pada dahi pasien
o Tekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak
tangan penolong
o Letakan ujung jari tangan lainnya dibawah bagian ujung
tulang rahang pasien
o Tengadahkan kepala dan tahan/tekan dahi pasien
secara bersamaan sampai kepala pasien pada posisi ekstensi

Gambar 3. Chin-lift Maneuver (Advance Trauma Life Support 9thEdition)

 Melakukan jaw thrust maneuver


o Letakan kedua siku penolong sejajar dengan posisi pasien
o Kedua tangan memegang sisi kepala pasien
o Penolong memegang kedua sisi rahang
o Kedua tangan penolong menggerakan rahang ke
posisi depan secara perlahan
o Pertahankan posisi mulut pasien tetap terbuka

th
Gambar 4. Jaw-thrust Maneuver (Advance Trauma Life Support 9 Edition)

26
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

 Membersihkan airway dari benda asing


Hal yang dapat dilakukan selanjutnya adalah melakukan
pemeriksaan pada mulut pasien apakah terdapat muntahan atau benda
asing lainnya yang menyumbat jalan nafas. Apabila terdapat cairan
atau terdengar suara gurgling maka cairan tersebut harus dihisap
dengan kateter penghisap atau kepala pasien dimiringkan agar cairan
tersebut dapat mengalir keluar dari mulut pasien. Apabila pasien
dicurigai cedera cervical maka teknik yang digunakan adalah log roll.
Teknik ini membutuhkan kerjasama tim penolong sebanyak 3 orang
dengan satu pemimpin atau pemberi aba-aba. Teknik ini juga dapat
digunakan apabila penolong akan memasang papan pada bagian
bawah pasien yang dicurigai cedera cervical untuk menghindari
manipulasi pada leher yang berakibat fatal. Teknik ini yaitu:

Penolong pertama sebagai pemimpin bertugas untuk


memfiksasi leher dengan posisi berlutut berada di sisi kranial pasien.
Penolong memegang kedua pundak pasien dengan ibu jari berada di
bagian depan dan keempat jari lainnya berada di bagian belakang
pundak sambil mendekatkan kedua lengan bawah di samping kepala
pasien sehingga kepala dan leher pasien terfiksasi.

Penolong kedua bertugas untuk memfiksasi tubuh bagian


atas pasien dengan posisi berlutut berada di samping kanan tubuh
bagian atas pasien. Kedua lengan penolong dilebarkan dengan
tangan kiri memegang lutut kiri dan tangan kanan memegang bahu
kiri pasien

Penolong ketiga bertugas untuk memfiksasi tubuh bagian


bawah pasien dengan posisi berlutut berada di samping kanan
tungkai pasien. Kedua lengan penolong dilebarkan dengan tangan kiri
memegang persendian kaki kiri dan tangan kanan memegang panggul
kiri pasien

Pemimpin memberikan aba-aba untuk bersiap secara


bersama- sama memiringkan tubuh pasien ke kanan pada satu
poros longitudinal
Teknik ini dapat dilakukan pada sisi kiri pasien
untuk memiringkan tubuh pasien ke kiri atau sebaliknya.

Apabila dengan teknik menghisap cairan dengan kateter penghisap


maupun teknik log roll tidak dapat berhasil mengeluarkan cairan dalam
mulut pasien akibat cairan berupa lender yang kental maka dapat
dilakukan teknik lain. Teknik ini yaitu cross finger (ibu jari diletakan
berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban). Cara melakukan

27
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

teknik cross finger :

 Silangkan ibu jari dan telunjuk penolong


 Letakan ibu jari pada gigi seri bawah korban/pasien dan jari
telunjuk pada gigi seri atas
 Lakukan gerakan seperti menggunting untuk membuka mulut
pasien
 Periksa mulut setelah terbuka apakah ada cairan atau benda
asing yang menyumbat jalan nafas

Gambar 6. Teknik Cross Finger

3. PENATALAKSANAAN BREATHING
Memastikan pasien bernafas taua tidak dilakukan dengan cara:
Look Lihat apakah ada tanda jejas, gerakan dada (gerakan
bernafas), apakah gerakan tersebut simetris, penggunaan
otot bantu nafas, frekuensi nafas, retraksi sela iga,
sianosis pada kuku atau bibir.

Listen Dengarkan apakah suara nafas normal, apakah ada


suara nafas tambahan yang abnormal (bisa timbul
karena ada hambatan sebagian)
Feel Merasakan hembusan hawa ekspirasi dari lubang
hidung atau mulut, apakah ada suara tambahan yang
abnormal.

Gambar 7. Memeriksa pernapasan pasien


Dalam pelaksanaannya, kadang kita mendapat suara tambahan. Jenis-

28
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas antara
lain:
Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya
kebuntuan jalan nafas bagian atas oleh benda padat, jika
terdengar suara ini maka lakukan pengecekan langsung
dengan cara cross finger untuk membuka mulut. Lihatlah
apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan
korban
(contoh: gig palsu dll).
Gargling: suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada
kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (darah,dll)
Crowing: suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan
karena pembengkakan (edema) pada trachea.
Tujuan primer pemberian bantuan nafas adalah untuk mempertahankan
oksigenasi adekuat untuk membuang CO2. Hal yang perlu diperhatikan
saat memberi nafas bantuan antara lain:4
 Berikan nafas bantuan sesegera mungkin
 Berikan nafas bantuan sesuai dengan kompresi dengan
perbandingan 2kali bantuan nafas setelah 30 kali kompresi pada
kasus henti nafas dan henti sirkulasi
 Bantuan nafas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke
hidung maupun mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada
tenggorokan) atau mulut ke masker.
3.1. Tanpa Alat
A. Bantuan Nafas Mulut ke Mulut
Teknik ini merupakan cara yang cepat dan mudah. Cara
melakukan pertolongan adalah sebagai berikut:
Posisikan diri di samping kanan pasien
Mempertahankan posisi head tilt chin lift
Jepit hidung pasien menggunakan ibu jari dan telunjuk
tangan yang melakukan head tilt chin lift
Buka sedikit mulut pasien
Tarik nafas panjang dan tempelkan rapat bibir anda melingkari
mulut pasien dengan menggunakan kain sebagai pembatas
antara mulut anda dan pasien untuk mencegah penularan
penyakit.
Tiupkan udara secara lambat (setiap tiupan selama 1 detik
pastikan sampai dada terangkat)
Mata memperhatikan gerakan pernapasan pada dada pasien.

29
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 8. Pemberian bantuan nafas dari mulut ke mulut

b. Bantuan Nafas Mulut ke Hidung


Teknik ini dilakukan jika pernapasan mulut ke hidung tidak
memungkinkan, misalnya pasien mengalami trismus. Cara
melakukannya adalah sebagai berikut
Katupkan mulut pasien disertai dengan teknik chin lift
Buka mulut pasien saat ekshalasi

Gambar 9. Pemberian bantuan nafas dari mulut ke hidung

c. Bantuan nafas dari mulut ke masker


Cara melakukannya adalah sebagai berikut:
1. Posisikan diri di samping kanan atau sisi atas (kranial) pasien
2. Mempertahankan posisi head tilt chin lift
3. Meletakan sungkup menutupi muka dengan teknik E-C
clamp (bila sendiri) yaitu ibu jari dan jari telunjuk
penolongmembentuk huruf ―C‖ dan mempertahankan
sungkup di muka pasien
4. Jari-jari ketiga, keempat dan kelima membentuk hufur ―E‖
dengan meletakanya di bawah rahang untuk mengangkat
dagu dan rahang bawah (ini akan mengangkat lidah dari
belakang faring dan membuka jalan nafas)
5. Tarik nafas panjang dan tiupkan udara secara lambat (setiap
tiupan selama 1 detik, pastikan sampai dada terangkat)
6. Mata penolong memperhatikan dada pasien.

30
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 10. Pemberian bantuan nafas dari mulut ke masker

3.2. Dengan Alat

a. Ventilasi dengan alat bag-valve-mask

Gambar 11. Bag valve mask


Alat ini terdiri dari kantung yang berbentuk balon dan katup
satu arah yang menempel pada sungkup muka. Volume kantung nafas ini
1600 ml. Alat ini bisa digunakan untuk pemberian nafas buatan dengan
disambungkan pada sumber O2. Bila alat tersebut disambungkan dengan
O2, maka kecepatan aliran O2 bisa sampai 15 L/ menit.

Cara melakukannya adalah sebagai berikut :


a. Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah pasien
b. Meletakan sungkup menutupi muka dengan teknik E-C clamp
(bila sendiri)
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tindakan ini adalah :
- Bila dengan 2 penolong, satu penolong pada posisi di atas kepala
pasien menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan kanan
untuk mencegah agar tidak terjadi kebocoran di sekitar sungkup
dan mulut, jari-jari yang lain mengangkat rahang bawah dengan
mengekstensikan kepala sembari melihat pergerakan dada.
Penolong kedua secara perlahan memompa kantung sampai dada
terangkat.
- Bila 1 penolong, dengan ibu jari dan jari telunjuk melingkari
pinggir sungkup dan jari-jari lainnya mengangkat rahang bawah
(E-C clamp), tangan yang lain memompa kantung nafas.

31
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

- Dapat juga dengan menghubungkan selang O2 dengan alat bag-


valve- mask
- Atur aliran O2 12-15 L/menit
- Kecukupan ventilasi diamati dengan memperhatikan pergerakan
dada pasien

Gambar 12. Bag-valve-mask

a. PENATALAKSANAAN CIRCULATION
4.1. Pada Neonatus
Ketentuan untuk melakukan CPR pada neonatus menggunakan
prinsip :

a. Langkah Circulation-Airway-Breating (CAB)

Langkah dalam kasus henti jantung neonatus dan anak sama


dengan dewasa dikarenakan masih minimnya bukti untuk
pemberian CPR pada neonatus dan anak.

b. Laju dari Kompresi 100x – 120x/menit

Pemberian laju kompresi sama dengan dewasa dikarenakan


masih minimnya bukti untuk pemberian CPR pada neonatus dan
anak.

c. Pemberian Kompresi saja tetap dapat dibenarkan

Pemberian CPR dengan memberikan kompresi dan juga nafas


merupakan tindakan paling efektif. Akan tetapi, pemberian
kompresi saja tanpa pemberian nafas dapat dibenarkan karena
sudah terbukti bahwa dengan pemberian kompresi saja sudah
cukup efektif.

32
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 13. (University of Washington School of Medicine)

33
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

4.2. Pada Anak8,9


Ketentuan untuk melakukan CPR pada anak dapat disamakan
dengan neonates yaitu dengan ketentuan :

a. Langkah Circulation-Airway-Breating (CAB)


Langkah dalam kasus henti jantung neonatus dan anak sama
dengan dewasa dikarenakan masih minimnya bukti untuk
pemberian CPR pada neonatus dan anak.

a. Laju dari Kompresi 100x – 120x/menit


Pemberian laju kompresi sama dengan dewasa dikarenakan
masih minimnya bukti untuk pemberian CPR pada neonatus dan
anak.

Pemberian Kompresi saja tetap dapat dibenarkan


Pemberian CPR dengan memberikan kompresi dan juga nafas
merupakan tindakan paling efektif. Akan tetapi, pemberian
kompresi saja tanpa pemberian nafas dapat dibenarkan karena
sudah terbukti bahwa dengan pemberian kompresi saja sudah
cukup efektif.

Letak perbedaan CPR pada anak, neonatus dan dewasa berada


pada cara kompresi. Pada neonatus dan anak berusia kurang dari
1 tahun menggunakan 2 jari. Bagi anak dengan usia lebih dari 1
tahun menggunakan 1 tangan. Pada Dewasa menggunakan 2
tangan

Berikut merupakan algoritma CPR pada anak berdasarkan AHA 2015

34
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 14. CPR pada anak dengan 1 penolong (2015 AHA


Guidline Highlights)9

35
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 15. CPR pacla anak dengon 2 atau 1ebih penolong (2015
AHA Guideline Highlights)

36
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

4.3. Pada Dewasa


a. Baringkan korban di atas alas yang keras dan datar
b. Penolong memosisikan tubuh di samping kanan korban
c. Telusuri costae hingga menemukan titik tengah procc. Syphoid.
Letakkan tangan pada 2 jari di atas procc. Syphoid, di tengah
sternum.

Gambar 16. Posisi tangan untuk mengkompresi


d. Letakkan kedua tangan di atas di atas procc. Syphoid, di tengah
sternum.Gunakan kedua tangan untuk memberikan kompresi
pada korban tanpa menekuk kedua siku.

Gambar 17. Posisi tubuh penolong


e. Lakukan 30x kompresi
1. Kompresi dengan ritme yang adekuat dan teratur,
kecepatan 100-120x / menit
2. Kompresi dengan kedalaman 11/2 -2 inci (3.4 – 5.0
cm) pada orang dewasa.
3. Berikan kesempatan pada jantung untuk melakukan
full chest recoil

f. Lakukan 2x napas buatan dalam jeda waktu 10 detik (1 detik @


napas) dengan melakukan head tilt, chin lift. Hindar ventilasi
napas yang berlebihan
g. Kembali lakukan step 3 -5 hingga 5 siklus CPR. Berikut

37
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

merupakan algoritma CPR pada dewasa:

Gambar 18. Algoritma CPR pada dewasa(2015 AHA Guideline Highlights)

38
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

4.4. Pada Lanjut Usia 12

Pemberian CPR pada pasien lanjut usia pada umumnya


disamakan dengan pasien dewasa. Akan tetapi, terdapat beberapa
kesulitan dalam resusitasi pasien geriatri.

Kesulitan yang dialami bukanlah dalam prosedur pemberian


CPR melainkan kesulitan dalam mendapatkan hasil yang diinginkan
dari CPR tersebut. Hal-hal ini disebabkan oleh perubahan
patofisiologi akibat penuaan, khususnya sistem kardiovaskular.
Seiring dengan berjalannya waktu, terdapat penurunan progresif dari
kolagen, jaringan penyambung, dan lemak. Hal ini mengakibatkan
penurunan compliance ventrikel, meningkatkan insidens sick sinus
syndrome, atrium arrythmia, dan bundle branch block. Selain itu,
juga terdapat pengerasan substansi pembuluh darah, mengakibatkan
peningkatan tekanan darah sistolik, peningkatan tahanan untuk
pengosongan ventrikel, dan hipertrofi ventrikel. Perubahan-
perubahan ini menuju kepada penurunan dalam laju jantung
maksimal, kapasitas aerobik maksimal, puncak curah jantung saat
latihan, dan puncak ejeksi fraksi

4.5. Prinsip Penggunaan AED


a. Sebelum menggunakan AED, pastikan pasien berada di tempat
yang kering atau bebas dari genangan air apapun karena air
mengalirkan listrik
b. Nyalakan AED dengan menekan tombol power on dan
dengan mengangkat layar monitor ke atas. Langkat ini akan
mengaktifkan dua fungsi, yaitu fungsi suara yang akan
memberikan perintah darioperator serta fungsi perekaman ECG
(Electrocardiogram).
c. AED memiliki lembaran lengket yang memiliki sensor
disebut elektroda.
d. Buka bagian dada pasien. Keringkan dadanya jika basah. Jika
pasien memiliki bulu dada yang tebal, anda mungkin perlu
mencukurnya. Jika pada bagian dada pasien terdapat tempelan
obat, lepaskan dan bersihkan obatnya sebelum memasang
elektroda. Singkirkan kalung berbahan logam maupun
logam pada bra. Logam juga dapat mengalirkan
listrik dan menyebabkan luka bakar
e. Periksa tubuh pasien apakah terdapat alat medis yang terimplan
seperti pacemaker dan implantable cardioverter defibrillator
atau tidak. Periksa juga apakah pasien memiliki gelang
peringatan medis atau tidak. Pada pasien dengan
defibrillator terimplan, penolong masih dapat melakukan CPR

39
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

dengan aman. Pada saat defibrillator tersebut mengalirkan


listrik, penolong dapat merasakan rasa menggelitik pada pasien.
Perlu ditekankan bahwa pemberian arus listrik tersebut tidak
akan membahayakan penolong. AHA merekomendasikan
untuk memberikan waktu selama 30-60 detik kepada alat
terimplan tersebut untuk menyelesaikan siklus terapinya sebelum
melakukan defiribilasi secara eksternal
f. Pasang 1 lembaran pada bagian tengah kanan dada di atas puting.
Pasang 1 lembaran lainnya sedikit di bawah puting satunya lagi
dan di sebelah kiri dinding dada.
g. Bila tubuh terutama dada korban basah atau berkeringat,
keringkan dengan kain atau handuk kering. Bila pad melekat
pada rambut-rambut halus, lakukan penanganan yang dapat
meminimalisir pelekatan pada rambut halus. Bila hal ini tidak
ditangani, dan terdengar suara “check electrodes”, AED tidak
akan berfungsi hingga masalah ini ditangani.
h. Jika pasien memiliki alat yang terimplan, pasang elektroda
dengan jarak minimal 1 inch dari alat terimplan atau tindikan
sehingga arus listrik dapat mengalir dengan bebas antar 2
elektroda. Hal ini ditujukan untuk mencegah kerusakan pada
pacemaker pada saat defibrilasi secara eksternal
i. Periksa kembali apakah kabel terpasang dengan baik
pada AED. Pastikan tidak ada yang menyentuh pasien
kemudian tekan tombol ―Analyze‖ dan dilanjutkan dengan
menghindari segala pergerakan korban selama proses analisis.
Kebanyakan AED membutuhkan waktu selama 5-15 detik
untuk menganalisis ritme. AED akan mengeluarkan perintah
―Stop CPR, do not touch patient, analyzing.‖
j. Sebelum penolong menekan tombol syok, pastikan tidak ada
orang yang menyentuh tubuh korban. Selalu teriakan kalimat
―Clear! Jauhi korban‖. Semua orang yang ada di sekitar korban
harus segera menjauh (cleared) pada step 3. Selalu periksa
dengan seksama dan pastikan tidak ada orang yang melakukan
kontak dengan korban. Bantuan oxygen harus segera dilepaskan
karena dapat memicu terbakarnya AED.
k. Ketika AED menampilkan signal “press to shock”, harus
mengikuti perintah. Namun, penolong harus selalu memastikan
bila tidak orang yang menyentuh tubuh korban dan tidak ada
aliran oksigen yang mengalir. Syok akan membuat kontraksi
pada tubuh korban secara tiba- tiba.
l. AED akan melakukan syok sebanyak tiga kali dengan
pengulangan analysis dan shock. Setelah itu, AED akan
melakukan pengisian untuk pemberian CPR selama 2 menit.
Setelah pemberian tiga kali syok telah selesai, periksa tanda-
tanda sirkulasi. Bila belum ada, lakukan kompresi dan

40
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

selamatkan ventilasi napas selama 2 menit.


m. Jangan pernah melepaskan pad AED selama melakukan CPR

Setelah 2 menit, AED akan mengintruksikan ―Stop CPR, analysing‖. AED


akan menganalisis korban untuk mengetahui apakah korban dapat
diberikan syok atau tidak. Bila iya, lakukan kembali langkah-langkah
pemberian syok pada korban.

Bila AED memberikan instruksi ―no shock advised‖, cek denyut nadi dan
laju pernapasan korban. Bila ada, monitor jalan napas korban dan
posisikan korban dalam posisi aman stabil.

Gambar 19. Letak Pad AED pada pria (National Heart Lung and Blood
Institute13)

Gambar 20. Letak Pad AED pada wanita (National Heart Lung and Blood
Institute13)

4.6. Rangkuman CPR

Berikut merupakan tabel mengenai rangkuman Hig, Quality


CPR untuk penolongbaik I penolongmaupun2 penolong

41
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 21. (2015 AHA Guidelines Highlights)9

42
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

5. RECOVERY POSITION15,16,17
Posisi ini membantu korban semiconcscious atau unconscious untuk
bernapas dan memungkinkan cairan mengalir dari hidung dan
tenggorokan sehingga mereka tidak menghirupnya. Jangan gunakan
posisi ini jika orang tersebut memiliki cedera utama, seperti cedera
punggung atau cedera leher. Jika memungkinkan, tempatkan korban di
sisi kiri nya untuk mengurangi risiko muntah.

Dewasa
Langkah-langkahnya :
a. Posisikan tangan kiri korban menjauhi ke kiri
b. Posisikan tangan kanan korban dengan punggung kanan
tangan korban menyentuh pipi kiri korban.
c. Tekuk lutut kanan korban
d. Miringkan seluruh tubuh korban ke kiri dengan mendorong
lutut korban yang tertekuk dan sambil menjaga stabilisasi
kepala dan leher korban. Telapak kanan korban yang ada di
pipi kiri menyentuh lantai, menyangga kepala korban, tetapi
tetap jaga supaya kepala lebih rendah dari tubuh agar cairan
dapat keluar dari mulut.

Gambar 22. Recovery Position (The Recovery Position - St John Ambulance)

43
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Sangat penting untuk memeriksa napas korban terbuka, sehingga


korban bisa bernapas dan darah atau muntah dari mulut mereka dapat
keluar. Untuk melakukan hal ini, memiringkan kepala mereka
kembali, dengan lembut memiringkan dagu mereka maju dan
memastikan bahwa saluran napas mereka akan tetap terbuka dan jelas.

Sampai bantuan tiba, tetap periksa bahwa korban bernapas. Jika


korban berhenti bernapas, bersiap-siap untuk melakukan CPR
(cardiopulmonary resuscitation).

Spinal Injury
Jika korban dicurigai memiliki cedera tulang belakang, jangan
mencoba untuk memindahkan mereka sampai layanan darurat
datang.
Jangan gunakan head-tilt, namun gunakan jaw-thrust, dengan cara
meletakkan tangan Anda di kedua sisi wajah mereka dan dengan
ujung jari
Anda dengan lembut mengangkat rahang untuk membuka jalan
napas. Jaga jangan sampai leher korban bergerak.
Apabila ingin memiringkan mereka ke kiri, lakukan supaya
punggung sampai kepala mereka selurus mungkin. Bila
memungkinkan, cari 4 orang penolong, 2 di masing-masing sisi,
supaya dapat menjaga kepala, tubuh dan kaki dalam sat ugaris lurus
untuk korban dimiringkan.

Gambar 24. Recovery Position dengan kasus Spinal Injury (The Recovery
Position - St John Ambulance)

Anak

Tempatkan wajah bayi ke bawah lengan


Anda dengan kepala sedikit lebih rendah dari
tubuh. Posisikan kepala dan leher dengan
tangan Anda, menjaga mulut dan hidung
yang jelas. Menahan bayi di posisi ini akan
menjaga jalan napas bayi tetap terbuka dan
menghentikan bayi tersedak di lidah mereka
atau menghirup muntah apapun.

44
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

6. RINGKASAN BLS
Anak-anak < 1

Komponen Dewasa dan Anak-anak 1-8 tahun, tidak

remaja tahun termasuk bayi baru


lahir
Safety Pastikan penolong dan korban berada di kondisi aman
Identifikasi henti
jantung Periksa respon, tidak napas atau hanya terengah-engah,
tidak ditemukan nadi definitif selama 10
detik(Pemeriksaan napas dan nadi bisa dilakukan
bersama-sama dalam waktu kurang dari 10 detik)

45
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Panggil bantuan medis Jika penolong Jika penolong menyaksikan


sendirian dan kejadian henti jantung,
tidak ada HP, lakukan seperti pada orang
tinggalkan dewasa. Jika penolong tidak
korban untuk menyaksikan, lakukan CPR
memanggil selama 2 menit, tinggalkan
bantuan dan AED korban untuk memanggil
sebelum datang bantuan dan AED, kemudian
mulai CPR lanjutkan kembali CPR
hingga AED datang

Kompresi ventilasi 1-2 penolong , 1 penolong, 30 : 2


30:2 2 atau lebih penolong, 15:2
Kompresi ventilasi dengan Lanjutkan kompresi dengan kecepatan 100-
Advanced airway 120x/menit Beri napas bantuan setiap 6 detik
(10x/menit)
Kecepatan kompresi 100-120x/menit
Kedalaman kompresi 5cm – 6 cm 1/3 diameter
AP (5cm) 1/3 diameter
AP (4cm)
Posisi tangan 2 tangan pada 2 atau 1 1 penolong: 2
setengah tangan jari di tengah
bawah tulang (opsional) dada, tepat di
dada pada setengah bawah nipple
bawah tulang line 2 atau
dada lebih
penolong: 2
jempol di
tengah dada,
tepat di bawah
nipple line

Chest recoil Pastikan chest recoil penuh di setiap kompresi

46
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Minimal interupsi Batasi interupsi saat kompresi hingga kurang dari 10 detik
Recovery position 1.Gendong bayi di lengan penolong sambil
menyangga perut dan dada bayi dengan kepala
bayi terletak lebih rendah
2.Usahakan tidak menutupi mulut dan
hidung bayi

47
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

DAFTAR PUSTAKA

http://medicaldictionary.thefreedictionary.com/basic+life+support

Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Dasar


Edisi 2015.Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia(PPPERKI).

European Rescusitation Council. Section 2: Adult basic life


support and automated external defibrillation. ERC 201

Shah K, Mason C. 2013. Prosedur Penting Dalam Kedaruratan.


Jakarta: EGc

5. ., , , & Tchorz, K. M. (2013). Advanced Trauma Life Support


(ATLS®): The
Ninth Edition. The Journal Of Trauma And Acute Care Surgery

a. Bambang Setyohadi dkk. 2011. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam.


Edisi 4.
Jakarta Pusat: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

b. John A Boswick. 2012. Perawatan Gawat Darurat: EGC

c. National Safety Coucil. The recovery position - adult or child.


National
Safety Coucil; 2014.

d. American Heart Association. CPR and ECC Guideline. AHA 2015

e. CPR in Adults: Positioning Your Hands for Chest Compressions


[Internet]. WebMD. 2014. Available from:
http://www.webmd.com/first-aid/cpr-in-adults- positioning-your-
hands-for-chest-compressions

48
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT


TBM Baswara Prada, TBMM Panacea

PENDAHULUAN
Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan sebagai suatu keadaan
yang dinilai sebagai ketergantungan seseorang dalam menerima tindakan medis
atau evaluasi tindakam operasi dengan segera. Berdasarkan definisi tersebut,
dalam melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan memiliki prinsip awal,
dalam mengevaluasi, melaksanakan, dan menyediakan terapi pada pasien-pasien
dengan trauma yang tidak dapat di duga sebelumnya serta penyakit lainnya.1
ATLS atau Advance Trauma Life Support (Bantuan Hidup Tingkat Lanjut)
merupakan bagian dari ilmu medis yang khusus membahas tentang masalah
trauma yang bersifat gawat darurat. Trauma yang bersifat gawat darurat disini,
secara khusus dikerucutkan pada kondisi - kondisi kecelakaan atau disaster
(bencana).1

1. INTUBASI ENDOTRAKHEAL
1.1.Prinsip Dasar
Ventilasi melalui pipa endotracheal (ET) merupakan cara yang sangan
efektif untuk menjaga jalan nafas. Pemasangan intubasi endotrakheal,
pemberian ventilasi dan oksigenasi lebih terjamin dan kemungkinan
aspirasi cairan lambung lebih kecil. 1
Merupakan prosedur medis di mana sebuah tabung dimasukkan ke dalam
tenggorokan (trakea) melalui mulut atau hidung. Bila keadaan darurat akan
dimasukkan melalui mulut. Walaupun pasien sadar atau tidak, pemberian
obat untuk mempermudah prosedur ini akan tetap dilakukan. Setelah
prosedur ini dilakukan, bila pasien sadar dokter akan memberi obat untuk
mengurangi kecemasan atau ketidaknyamanan. 9

1.2.Langkah Kerja
Prosedur dalam pemasangan intubasi endotrakeal adalah:1

49
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

1. Memeriksa alat yang diperlukan, pastikan semua berfungsi dengan baik


dan pilih pipa endotrakheal (ET) yang sesuai ukuran. Siapkan dua tube
endotracheal, 7,5 atau 8 dan 7,0. Tube yang lebih besar sesuai untuk
sebagian besar laki-laki, tube yang lebih kecil untuk sebagian besar
perempuan dewasa. Masukan stilet ke dalam pipa ET. Jangan sampai ada
penonjolan keluar pada ujung balon, buat lengkungan pada pipa dan
stiler dan cek fungsi balon dengan mengembangkan dengan udara 10ml.
jika fungsi baik, kempiskan balon. Beri pelumas pada ujung pipa ET
sampai daerah cuff.
2. Meletakan bantal kecil atau penyangga handuk setinggi 10 cm di oksiput
dan pertahankan kepala sedikit ekstensi (jika kemungkinan fraktur
servikal dapat disingkirkan)
3. Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan faring dan
berikan semprotan benzokain atau tetrakain jika pasien sadar atau tidak
dalam keadaan anastesi dalam.
4. Melakukan hiperventilasi minimal 30 detik melalui bag masker dengan
FiO2 100%
5. Membuka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang
laringoskop
6. Memasukan bilah laringoskop dengan lembut menelusuri mulut sebelah
kanan, sisihkan lidah ke kiri. Masukan bila sedikit demi sedikit sampai
ujung laringoskop mencapai dasar lidah, perhatikan agar lidah atau bibir
tidak terjepit antara bilah dan gigi pasien

7. Mengangkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30-40


sejajar aksis pengangan. Jangan sampai menggunakan gigi sebagai titik
tumpu
8. Bila pita suara sudah terlihat, tahan tarikan/posisi laringoskop dengan
menggunakan kekuatan siku dan pergelangan tangan. Masukan pipa ET dari
sebelah kanan mulut ke faring sampai bagian proksimal dari cuff pipa ET
melewati pita suara ±1-2 cm atau pada orang dewasa atau kedalaman pipa
ET ±19-23 cm

50
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

9. Mengangkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon dengan udara
menggunakan spuit 10 ml. Waktu intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik.
10. Menghubungkan pipa ET dengan ambubag dan lakukan ventilasi
sambil melakukan auskultasi, pertama pada lambung, kemudian pada
paru kanan dan kiri sambil memperhatikan pengembangan dada
11. Melakukan fiksasi pipa dan plester agar tidak terdorong atau tercabut
12. Melakukan ventilasi terus dengan oksigen 100% (aliran 12-15L/menit)
13. Merapikan alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan.
14. Mencuci tangan sesuai standar 7 langkah.

1.3.Indikasi
Indikasi pemasangan intubasi endotrakeal antara lain:1,9
1. Hilangnya refleks pernapasan (cedera serebrovaskuler, kelebihan dosis
obat)
2. Obstruksi jalan napas besar (epiglotis, korpus alienum, paralisis
pita suara) baik secara anatomis maupun fungsional
3. Perdarahan faring (luka tusuk, luka tembak pada leher)
4. Tindakan profilaksis (pasien yang tidak sadar untuk pemindahan
ke rumah sakit lain atau pada keadaan dimana potensial terjadi
kegawatan napas dalam proses transportasi pasien)

51
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

5. Membuka jalan napas untuk memberikan oksigen, obat – obatan atau


anastesi
6. Bantuan pernapasan karena penyakit tertentu (pneumonia, emfisema, gagal
jantung, kolaps paru – paru)
7. Menghilangkan sumbatan pada jalan napas
8. Melindungi paru – paru pada pasien yang tidak bisa melindungi jalan
napas (overdosis, stroke, perdarahan masif dari esofagus atau perut)

1.4.Kontraindikasi
Kontraindikasi pemasangan intubasi endotrakeal antara lain:1
1. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak
memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus
dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.
2. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang
vertebra servikal, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

1.5.Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:1
1. Pemasangan tube yang tidak tepat.
Intubasi salah satu cabang utama paru, atasi dengan tarik kembali tube
endotrakeal untuk mengembangkan kedua paru. Intubasi esophageal
atasi dengan keluarkan tube endotrakeal
2. Gigi patah, perdarahan sekunder yang berlebihan akibat kerusakan mukosa
3. Pneumotoraks dan pneumomediastinum
4. Disritmia jantung

1.6.Alat-alat Utama
Alat dan bahan untuk melakukan tindakan pemasangan intubasi
endotrakeal adalah:1
1. Laringoskop lengkap dengan handle dan blade
2. Pipa endotrakheal (orotrakheal) dengan ukuran perempuan no. 7; 7,5 ; 8.
Laki-laki no. 8; 8,5.
3. Spuit 10 ml atau 20 ml
4. Stetoskop, ambubag dan masker oksigen
5. Alat penghisap lendir
6. Plester, gunting
7. Stilet

Gambar 1. Laringoskop

52
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 2. Endotracheal tube

2. PEMASANGAN ORO-PHARYNGEAL AIRWAY (GUEDEL)


2.1.Prinsip Dasar
Oropharyngeal tube adalah sebuah tabung / pipa yang dipasang
antara mulut dan pharynx pada orang yang tidak sadar yang berfungsi
untuk membebaskan jalan nafas. Pembebasan jalan nafas dengan
oropharyngeal tube adalah cara yang ideal untuk mengembalikan sebuah
kepatenan jalan nafas yang menjadi terhambat oleh lidah pasien yang tidak
sadar atau untuk membantu ventilasi. Pada pasien tidak sadar, lidah
biasanya jatuh ke bagian pharynx posterior sehingga menghalangi jalan
nafas, sehingga pemasangan oropharyngeal tube yang bentuknya telah
disesuaikan dengan palatum / langit-langit mulut mampu membebaskan
dan mengedarkan jalan nafas melalui tabung
/ lubang pipa. Dapat juga berfungsi untuk memfasilitasi pelaksanaan
suction.2

2.2.Langkah Kerja
Teknik pemasangan guedel yakni:1,2
1. Cuci tangan, memakai handscoon
2. Memposisikan pasien berbaring
3. Mengukur jarak dari sudut mulut pasien sampai ke kanalis auditivus
eksterna
4. Memilih ukuran yang pas dengan pasien (ukuran yang cocok sesuai
dengan jarak dari sudut mulut pasien ke kanalis auditivus eksterna)
5. Membuka mulut pasien dengan teknik chin lift atau cross finger
6. Guedel disisipkan ke dalam mulut pasien secara terbalik (upside
down), sehingga bagian yag cekung mengarah ke kranial, sampai di daerah
palatum molle
7. Pada titik ini, alat kemudian di putar 180 derajat
8. Memastikan alat telah terpasang dengan benar
9. Evaluasi status pernapasan pasien

53
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 6. Pemasangan oro-pharyngeal tube

2.3.Indikasi
Indikasi pemasangan oro-pharyngeal airway antara lain:2
1. Pasien tidak sadar (GCS ≤ 8), untuk mencegah agar lidah tidak jatuh ke
belakang faring dan menutupi jalan intubasi.
2. Pada keadaan yang memerlukan kontrol definitif jalan napas (pada
yang sedang mendapat anastesi umum) .9
3. Pasien sakit kritis dengan penyakit multisistem/ cedera. 9
4. Keadaan darurat (masalah pada jantung/pernapasan, gagal melindungi
jalan napas dari aspirasi, oksigenasi tidak memadai, dan berkemungkinan
obstruksi saluran napas. 9

2.4.Kontraindikasi
Kontraindikasi pemasangan guedel atau oro-faringeal tube adalah:1,2
1. Pasien sadar atau semi sadar, karena dapat merangsang muntah, spasme
laring
2. Hati-hati pada pasien dengan trauma oral
3. Transeksi parsial trakea.9

2.5.Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi saat pemasangan guedel meliputi:1
1. Trauma mulut, gigi, lidah dan mukosa mulut
2. Muntah atau aspirasi
3. Obstruksi jalan napas.9
4. Laringospasme (bila pemilihan ukuran OPA tidak tepat) .9
5. Muntah.9
6. Aspirasi.9

2.6.Alat-alat Utama
Alat dan bahan yang diperlukan antara lain:2
1. Guedel atau oropharyngeal tube
2. Sarung tangan

54
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

3. Suction bila diperlukan


4. Jelly.9

Gambar 5. Oro-pharyngeal tube

3. SUCTIONING

3.1.Prinsip Dasar
Suatu metode untuk mengeluarkan secret jalan nafas dengan
menggunakan alat via mulut, nasofaring atau trakeal.1
Saluran napas bagian atas menghangatkan, membersihkan, dan
melembabkan udara yang kita hirup. Dengan pemasangan tabung, udara
yang bergerak melalui tabung lebih dingin, lebih kering, dan tidak bersih.
Dalam menghadapi perubahan ini, tubuh memproduksi lendir lebih
banyak. Penyedotan yang bisa dilakukan membersihkan lebidr dari
tabung trakeostomi dan sangat penting untuk pernapasan yang tepa. Serta
sekresi yang tersisa ditabung bisa jadi terkontaminasi dan infeksi
dinding dada bisa terjadi. Hindari penyedotan yang terlalu sering karena
bisa menyebabkan sekresi lebih banyak menumpuk. .9

3.2.Langkah Kerja
Prosedur untuk melakukan tindakan suction antara lain:1
1. Jelaskan pada pasien tentang prosedur dan tujuan tindakan
2. Posisikan klien dengan tepat. Bila sadar dengan reflek gag berfungsi,
baringkan pasien dengan posisi semi Fowler‘s dengan kepala miring ke
satu sisi untuk penghisapan oral. Baringkan pasien dengan posisi Fowler‘s
dengan leher ekstensi untuk penghisapan nasal.
3. Tempatkan handuk dibawah bantal atau di bawah dagu pasien, Tujuannya
untuk mecegah tempat tidur atau baju tidur basah akibat sekret, Handuk
dapat dibuang untuk mecegah penyebaran bakteri
4. Pilih tekanan dan tipe unit penghisap yang tepat. Untuk semua unit
penghisap adalah 120-150mm Hg pada orang dewasa, 100-120mm Hg.
Pada anak-anak, atau 60-100mm Hg pada bayi. Tujuannya menjamin
tekanan negatif yang aman sesuai dengan usia klien. Tekanan negatif yang
berlebihan dapat mencetuskan cedera muklosa
55
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

5. Tuangkan air steril atau normal salin kedalam wadah yang steril.
Diperlukan untuk melumasi kateter guna mengurangi friksi dan
meningkatkan pasase lembut.
6. Gunakan handcoon
7. Gunakan tangan yang telah menggunakan sarung tangan, sambungkan
katerter ke mesin penghisap.
8. Basahi ujung kateter dengan larutan steril.
9. Pada penghisapan orofaringeal, dengan perlahan masukan kateter ke dalam
satu sisi mulut klaen dan arahkan ke orofaring. Jangan lakukan penghisapan
selama pemasangan. Pada penghisapan sekret nasofaringeal, dengan
perlahan masukan kateter kesalah satu lubang hidung. Arahkan kearah
medial sepanjang dasar rongga hidung. Jangan dorong paksa kateter. Bila
lubang hidung yang satu tidak paten, coba hidung yang lain. Jangan
lakukan penghisapan selama pemasangan.
10. Sumbat port penghisap dengan ibujari anda. Dengan perlahan rotasi
kateter saat anda menariknya. Keseluruhan proses prosedur tidak boleh
dari 15 detik. Sumbatan pada port pnghisap mengaktifkan tekanan
penghisap. Penghisap dilakukan secara intermiten saat kateter di tarik.
Rotasi mngangkat sekret dari permukaan jalan nafas dan mncegah trauma
dari tekanan penghisap pada satu area. CATATAN: penghisapan juga
mumbuang udara. Suplay oksigen klien dapat sangat berkurang bila
prosedur berlangsung lebih dari 15 detik.
11. Memastikan patensi jalan napas
12. Mematikan mesin penghisap
13.Buang kateter dengan membungkusnya dalam tangan anda yang
menggunakan sarung dan lepaskan sarung untuk membungkus kateter.
14. Cuci tangan

Gambar 8. Tindakan penghisapan lendir dengan kateter penghisap

3.3.Indikasi
Indikasi tindakan suction antara lain:1
1. Pasien tidak mampu membersihkan secret dan mengeluarkan atau menelan
2. Pasien kurang responsif atau koma yang memerlukan
pembuangan sekret oral

56
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

3. Pasien tidak bisa batuk karena kelumpuhan otot pernapasan

Waktu untuk melakukan suction pada pasien: .9


1. Penghisapan penting dilakukan bila lendir memblikir tabung dan
menyebabkan pasien sulit bernapas.
2. Setiap kali pasien merasa atau mendengar derak lendir dari tabung/saluran
napas.
3. Pagi hari saat pasien bangun.
4. Ketika pasien mengalami kesulitan bernapas.
5. Sebelum makan.
6. Sebelum pergi ke luar ruangan.
7. Sebelum tidur
Sekret harus bening atau putih. Jika berubah warna menunjukkan tanda
infeksi. Jika perubahan warna bertahan hingga lebih dari tiga hari segera
hubungi rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut. Jika ada darah pada
sekret, tingkatkan kelembaban atau hisap dengan lembut. .9

3.4.Kontraindikasi
Kontraindikasi dari tindakan suctioning antara lain:1,2
1. Pasien dengan stridor
2. Pulmonary edema
3. Post pneumonectomy

3.5.Komplikasi
Komplikasi dari tindakan suctioning diantaranya:1
1. Kerusakan mukosa oral atau tracheal
2. Infeksi (pasien/petugas)
3. Perdarahan

3.6.Alat-alat Utama
Alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan suctioning yaitu:1
1. Penghisap portabel atau yang terpasang di dinding dengan selang
penghubung
2. Kateter steril 12-16 Fr  Kateter penghisap yang bersih (pastikan
memiliki ukuran yang tepat)7
3. Air steril atau normal saline
4. Sarung tangan steril
5. Pelumas larut air
6. Handuk mandi atau selimut yang melindungi klien atau baju klien
7. Masker wajah dan kasa steril
8. Pinset anatomis
9. Cairan desenfektan untuk mencuci kateter steril

57
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

10. Spatel.9
11. Penghubung tabung dan penghisap.9
12. Wadah untuk merendam kanula bagian dalam (bila ada) . 9
13. Kuas trakeostomi (untuk membersihkan tabung trakeostomi) . 9
14. Tabung trakeostomi tambahan.9

Gambar 7. Mesin suction

4. KRIKOTIROIDOTOMI
4.1.Prinsip Dasar
Merupakan protokol manajemen terakhir yang perlu dilakukan tenaga
medis ketika pasien tidak memungkinkan untuk diintubasi atau
diventilasi di mana situasi akan fatal jika tidak segera dibuat jalan napas
yang aman. 10
Tindakan ini dilakukan dengan prinsip membuat insisi melewati
membran krikotiroid lalu diinsersi tabung trakeostomi. Pada anak perlu
pengawasan lebih lanjut karena berisiko merusak kartilago krikotiroid
yang mana merupakan satu-satunya penunjang sirkumferensia untuk
trakea bagian atas sehingga tidak direkomendasikan untuk anak di
bawah 12 tahun.11
4.2.Langkah Kerja
1. Teknik Krikotiroidotomi Jarum:
Teknik needle cricothyroidotomy adalah sebagai berikut:3
 Rakit dan siapkan selang oksigen dengan cara membuat sebuah
lubang pada salah satu ujungnya, hubungkan ujung satunya dengan
sumber oksigen dan pastikan oksigen mengalir dengan lancar.
 Baringkan pasien dengan posisi supine
 Letakan jarum berdiameter besar ukuran 12G atau 14G yang
dihubungkan pada semprit 6-12ml
 Oleskan larutan antiseptic pada leher
 Palpasi membrane krikotiroidea, sebelah anterior antara kartilago tiroid

58
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

dan krikoid. Pegang trakea dengan ibu jari dan telunjuk salah satu
tangan untuk mencega h pergerakan trakea ke lateral pada waktu
prosedur.
 Tusuk kulit pada garis tengah midline dengan jarum ukuran 12G
sampai 14G yang telah dipasang pada semprit, langsung di atas
membran krikoidea (yaitu midsagittal). Insisi kecil dengan pisau
ukuran 11 untuk mempermudah masuknya jarum melewati kulit
 Arahkan jarum dengan sudut 45 derajat, kea rah kaudal, sambil
mengisap semprit (memberikan tekanan negatif)
 Dengan hati-hati, tusukan jarum melewati setengah bawah membrane
krikoidea sambil melakukan aspirasi waktu mendorong. Aspirasi
udara menandakan masuknya jarum ke dalam lumen trakea.
 Lepas semprit dan Tarik stilet sambil dengan lembut mendorong
kateter kearah bawah ke posisinya dengan hati-hati untuk tidak
melubangi dinding belakang trakea
 Sambungkan selang oksigen pada ujung kateter yang diluar, dan plester
kateter pada leher pasien.
 Perhatikan pengembangan paru dan lakukan auskultasi untuk
mengetahui ventilasi cukup.

Gambar 9. needle cricothyroidotomy


2. Surgical Cricothyroidotomy :
Teknik surgical crycothyroidotomy adalah sebagai berikut:3
 Baringkan pasien dalam posisi supine dengan leher pada posisi netral
 Palpasi cekungan tiroid (thyroid notch), sela krikotiroid, dan
cekungan sternal
(sternal notch) untuk orientasi
 Siapkan alat yang diperlukan
 Persiapan lapangan bedah dan beri anestesi okal apabila pasien sadar
 Stabilisasi kartilago tiroidea dengan tangan kiri dan
pertahankan sampai trakea diintubasi
 Buat insisi kulit melintang (transversal) di atas membrane
krikotiroidea, dan dengan hati-hati iris melintang menembus
membrane
 Gunakan hemostat atau trakeal spander dan putar 90 derajat untuk
membuka airway
 Sisipkan pipa endotrakheal atau pipa trakeostomi dengan cuff

59
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

dengan ukuran yang sesuai (biasanya 5 atau 6) masuk ke


irisan membrana, dengan mengarahkan pipa ke dalam trakea
sebelah distal
 Kembangkan cuff dan ventilasi pasien
 Perhatikan pengembangan paru dan auskultasi dada untuk
mengetahui ventilasi yang cukup
 Plester pipa endotrakeal atau ikat pipa trakeostomi pada
pasien untuk mencegah tercabut.

Gambar 10. Surgical crycothyroidotomy

4.3.Indikasi
Indikasi dilakukanya tindakan krikotiroidotomi diantaranya: 1,2
1. Krikotiroidotomi digunakan untuk memberi akses jalan napas darurat
jika tindakan yang lebih aman kurang invasive (intubasi oral atau
nasotrakea) tidak dapat dilakukan atau jika merupakan kontraindikasi
2. Untuk anak dibawah usia 12 tahun, krikotiroidotomi dengan jarum adalah
pilihan bedah jalan napas

4.4.Kontraindikasi
Terdapat beberapa kontraindikasi pada tindakan krikotiroidotomi, yaitu:3
1. Absolut :
 Jalan napas oral atau nasal dapat dilakukan
 Cedera atau fraktur pada kartilago atau laring yang signifikan
(trakeostomi merupakan prosedur piliha)
 Transeksi jalan napas parsial atau komplit
2. Relatif :
 Massa, pembengkakan atau selulitis di leher
 Hematoma leher
 Koagulopati

60
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

4.5.Komplikasi
Komplikasi dari tindakan krikotiroidotomi antara lain: gagal napas,
perdarahan local dan hematoma, emfisema subkutis, infeksi, perforasi
esophageal, mediastinitis, pneumotoraks, pneumomediastinum, trauma
pita suara, trauma laring, trauma kelenjar tiroid, trauma arteri karotis,
vena jugularis, dan nervus vagus, stoma persisten, stenosis subglotik.3

4.6.Alat-alat Utama

Alat yang digunakan:


1. Jarum 12 atau 14 G, 8,5 cm
2. Kateter jarum
3. Syringe 6-12 mL
4. Tabung oksigen
5. Cathether needle hub
6. Gloves

Gambar 14. Beberapa peralatan krikotiroidotomi12

5. NEEDLE THORACENTESIS
5.1.Prinsip Dasar
Needle thoracocentesis merupakan intervensi awal yang dilakukan
terhadap pasien dengan pneumothorax spontan primer. Intervensi ini
merupakan intervensi langsung yang diterima dalam kasus – kasus
tension pneumothorax. Intervensi ini akan dilanjutkan dengan
pemeriksaan X- ray pada dada dan drainase pada bagian yang diberi
intervensi. .9

5.2.Langkah Kerja
Langkah-langkah melakukan torakosentesis antara lain :3
1. Persiapan dengan memberi oksigen tambahan pada pasien dan posisikan
pasien pada posisi tegak (paling sering), lateral decubitus, atau terlentang.
Kemudian susun peralatan pada kain steril di atas Mayo stand (atau
sejenis)

61
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 11. Posisi-posisi torakosentesis


2. Identifikasi tempat torakosentesis. Pada pemeriksaan fisik, perkusi yang
redup, bunyi napas yang menurun, dan fremitus taktil berkurang
mengidentifikasi batas superior efusi. Pencitraan USG lebih akurat
disbanding pemeriksaan fisik untuk menemukan efusi. Beri tanda pada
tempat insersi jarum 1 sampai 2 ruang kosta dibawah batas superior perfusi
3. Sterilisasi dan anestesi area. Sterilisasi area yang luas mengelilingi
tempat insersi, kemudian tutup area tersebut dengan kain steril. Lakukan
teknik steril dari titik ini sampai langkah berikutnya. Untuk mencapai
anestesi local gunakan lidokain dengan epinefrin (lidokain 1% adalah 10
mg/dl larutan). Biasanya, hanya diperlukan 5-10ml, suntik jaringan subkutan
dengan jarum berdiameter kecil (ukuran 25) dan buat benjolan kecil pada
batas superior kosta yang dipilih pada garis aksilaris posterior atau
midskapular.
4. Masukan terus jarum secara perlahan pada baguan superior kosta sambil
menginfiltrasi lidokain
5. Masukan terus jarum secara perlahan sampai cairan pleura teraspirasi. Tarik
kembali jarum 1-2 mm dan suntik2-4 ml lidokain untuk mengastesi pleura
parietalis. Meski pleura viseralis tidak diinervasi oleh serabut saraf nyeri,
pleura parietalis sangat sensitif.
6. Insersi jarum. Buat insisi tusuk sejajar dengan kosta pada tempat yang
ditandai untuk mempermudah insersi jarum torakosentesis, lalu letakan
semprit 60 ml pada jarum berbungkus kateter. Masukan jarum torakosentesis,
bevel diarahkan ke inferior, melalui kulit pada kosta yang dipilih sambil
mempertahankan tekanan negatif. Masukan terus jarum melalui bagian
superior kosta posterior, gunakan tekanan yang konstan dan aspirasi
ditemukan cairan pleura. Pada saat kateter masuk ruang pleura, sudut jarrum
arahkan ke kaudal dan dorong maju kateter melewati jarum ke dalam ruang
pleura, dan oklusi lumen kateter.

62
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 12. Insersi jarum


7. Mengeluarkan cairan pleura. Pasang stopcock tiga jalur pada pusat
kateter. Atur katup stopcock untuk menyumbat sambungan kateter, letakkan
semprit 60 ml pada satu sambungan stopcock tiga jalur, lalu putar katup
stopcock untuk menghubungkan smeprit dengan kateter dan Tarik cairan dari
ruang pleura. Putar katup stopcock untuk menghubungkan semprit ke selang
intravena dan kosongkan semprit ke dalam kantong atau botol pengumpul.

Gambar 13. Stopcock pada torakosentesis


8. Pasca prosedur. Bila tidak ada lagi cairan yang dapat dikeluarkan, minta

63
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

pasien untuk mengeluarkan napas sambil penolong menarik keluar kateter.


Tutup tempat insersi dengan kasa steril atau perban adhesif plastik, kemudian
kirim tabung spesimen dengan tutup merah (untuk kultur dan pewarnaan
Gram) dan tabung spesimen dengan tutup ungu (untuk hitung jumlah sel) ke
laboratorium.
9. Indikasi untuk foto rontgen dada adalah jika terdapat aspirasi udara, terapi
radiasi dada sebelumnya, torakosentesis sebelumnya, instabilitas
hemodinamik, napas pendek selama prosedur, banyak jarum yang telah
disuntikan, atau untuk menilai parenkim paru (yaitu mengevaluasi pneumonia
atau keganasan).
10. Memantau pernapasan dan hemodinamik selama 1-2 jam sangat dianjurkan.
Petunjuk :
Pendekatan posterior paling sering dilakukan, caranya dengan identifikasi
garis midskapular dan tandai tempat torakosentesis satu sampai dua ruang
kosta dibawah bagian superior efusi. Pleksus neurovaskular interkosta brada
di sepanjang bagian inferior kosta. Oleh karena itum jarum harus dimasukan
di sebelah superior. Tinggi hemidiafragma berubah bersamaan dengan
respirasi. Anda tidak boleh melakukan torakosentesis dibawah ruang
interkosta VIII, karena akan menimbulkan risiko cederapada limpa atau
hepar1

5.3.Indikasi
Pengambilan cairan pleura pada torakosentesis berguna untuk analisis
diagnostik, selain itu torakosentesis juga diindikasikan sebagai terapeutik
untuk meringankan distress pernapasan yang disebabkan akumulasi cairan
dalam ruang pleura.1 Penyakit yang mengindikasikan dilakukan prosedur
ini adalah pneumotoraks spontan primer dan tension
pneumothorax7Tension pneumothorax merupakan keadaan dimana
meningkatnya pasokan udara dalam rongga pleura yang biasanya
disebabkan karena laserasi pada paru yang menyebabkan udara masuk ke
dalam paru namun tidak bisa keluar kembali. Tekanan positif ventilasi bisa
berkemungkinan menyebabkan buruknya efek ‗satu-jalur-katup‘. 7
Peningkatan tekanan pada rongga pleura mendorong mediastiunum
ke arah yang berlawanan dengan hemithorax, dan obstruksi vena kembali
ke jantung. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan sirkulasi dan
menyebabkan bertahannya trauma yang didapat. Tanda – tanda klasik pada
tension pneumothorax adalah deviasi pada jalur trakea dari samping
dengan ketegangan, perluasan (hyper expanded) area dada, peningkatan
perkusi dada dan perluasan bidang dada yang sedikit bergerak saat
respirasi.7 Tekanan vena sentral biasanya meningkat, tapi akan normal
atau rendah pada keadaan hipovolemik. Akan tetapi tanda – tanda tersebut
biasanya tidak muncul dan biasanya yang terjadi pada pasien adalah
takikardi, takipnea, dan hipoksia. Tanda – tanda ini diikuti oleh kolaps
sirkulasi dengan hipotensi dan trauma lanjutan dengan pulseless electrical
activity (PEA). Suara nafas dan perkusi suara thorax mungkin akan sulit
diindentifikasi pada bagian yang trauma. 7

64
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

5.4.Kontraindikasi
1. Kontraindikasi absolut dari pelaksanaan torakosentesis adalah :
 pasien dengan pneumothorax
 hemotoraks (torakostomi tube lebih tepat).

2. Kontraindikasi relatifnya antara lain :


 Jumlah trombosit <50000
 Waktu prothrombin (PT) atau waktu tromboplastin parsial (PTT)
lebih dari dua kali nilai normal
 Infeksi kulit (missal herpes zozter)
 Ventilasi mekanik (dapat mengubah pneumotoraks kecil
menjadi tension pneumotoraks)
 Pasien yang tidak kooperatif atau agitatif
 Efusi yang terletak kontralateral terhadap sisi pneumotoraks
sebelumnya. 1,2

5.5.Komplikasi
Komplikasi torakosentesis antara lain pneumotoraks, laserasi paru,
hemopneumotoraks, cedera intra-abdominal, robekan diafragmatik,
hipotensi karena pengambilan cairan dalam jumlah besar, perdarahan
dinding dada dari arteria intercostalis yang mengalami laserasi, edema
paru re-ekspansi, terjadinya empiema.1

5.6.Alat-alat Utama13
Alat yang digunakan:
1. Luer-Lok
2. Over-the-needle catheter 5 cm
3. Dressing equipment
4. Underwater-seal device

Gambar 15 Beberapa peralatan needle thoracocentesis 13

65
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

6. TUBE THORACOTOMY
6.1.Prinsip Dasar
Tube Thoracotomy merupakan suatu tindakan/prosedur dalam
menangani kondisi patologis dalam rongga pleura (pneumonia atau
kanker, yang menyebabkan cairan ekstra untuk didalam rongga di sekitar
paru – paru(efusi pleura). Tabung pada dada yang mungkin bisa
menyebabkn pendarahan di sekitar paru – paru (haematothoraks). Tube
thoracotomy yaitu menempatkan sebuah tabung plastik berongga antara
tulang rusuk dan dada untuk mengalirkan cairan atau udara dari sekitar
paru – paru. Tabung ini juga sering dihubungkan dengan mesin untuk
membantu drainase. Tabung tetap di
dada sampai semua atau sebagian besar cairan/udara keluar,
biasanya beberapa hari. Kadang obat – obatan khusus juga
diberikan melalui tabung ini. . 9

6.2.Langkah Kerja
Langkah-langkah pemasangan torakostomi tube adalah:4
1. Oksigen nasal dan pemantauan pulse oximetry kontinu harus dilakukan
2. Jika pasien stabil, analgetik parenteral atau sedasi sadar harus diberikan
3. Tinggikan kepala tempat tidur sampai 30-60 derajat
4. Lengan pasien pada sisi yang terkena ditempatkan di atas kepala pasien
5. Sterilisasi area tempat tube akan dimasukan dengan povidone-iodin atau
larutan klorheksidin

Gambar 13. Posisi pasien saat pemasangan torakostomi tube

6. Tutup area dengan duk steril


7. Lakukan anastesi lokal menggunakan sampai 5mg/kg lidokain 1%
dengan epinefrin (1:100.000)
8. Suntik area subkutan dengan jarum berdiameter kecil (ukuran 25)

66
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 14. Tindakan anastesi pada pemasangan torakostomi tube

9. Lakukan infiltrasi otot, periosteum dan pleura parietalis di tempat


jalannya tube menggunakan jarum berdiameter lebih besar
10. Dengan menggunakan pisau scalpel no.10, lakukan insisi transversa
minimal 3-4 cm melalui kulit dan jaringan subkutan
11. Satu metode untuk membuat insisi pada ruang interkosta yang lebih
bawah daripada tempat masuk dinding toraks, sehingga tube dapat
―menembus‖ ke atas sampai ke kosta berikutnya.

Gambar 15. Insisi pada ruang interkosta

12. Gunakan klem Kelly besar atau gunting (sering memerlukan kekuatan)
13. Jalur dibuat pada kosta dengan mendorong alat ke depan dalam
keadaan tertutup kemudian melebarkannya dan menutup kembali
sehingga akan membuat titik yang lebih lebar
14. Dorong melalui otot dan pleura parietalis dalam keadaan tertutup
pada klem sampai masuk rongga pleura
15. Letupan yang dapat diraba terasa bila pleura ditembus, dan dorongan
udara atau cairan seharusnya terjadi pada langkah ini.
67
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 16. Klem Kelly dimasukan hingga mencapai pleura

16. Pada saat menembus pleura, masukan jari yang memakai sarung
tangan ke dalam jalur dinding dada untuk memastikan bahwa pleura
telah ditembus dan tidak ada organ pada atau massa di tempat
tersebut
17. Jari tetap pada tempatnya untuk membantu sebagai penuntun insersi tube

Gambar 18. Finger sweep

18. Dianjurkan agar tube dipegang pada klem berlengkung besar dengan
ujung tube menonjol dari genggaman
19. Masukan tube ke dibawah atau disamping jari ke dalam ruang pleura
20. Tube dimasukan ke superior, medial dan posterior sampai terasa nyeri atau
mengalami hambatan, kemudian ditarik kembali 2-3 cm
21. Pastikan bahwa semua lubang pada tube dada berada dalam ruang pleura
22. Tutup saja insisi menggunakan benang nylon atau silk 0 atau 1,
pertahankan agar ujungnya panjang
23. Ujung-ujung jahitan disimpul dan diikat berulang-ulang di sekitar tube
dada, kemudian pastikan simpul kuat, jahitan diikat cukup kuat untuk
melekukkan sedikit tube torakostomi agar tidak lepas
24. Jahitan matras horizontal (atau Pure-string) dibuat kira-kira 1 cm
menyilang insisi pada setiap sisi tube , pada dasarnya mengelilingi tube.

68
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Jahitan ini membantu memfiksasi tube dan bahkan membantu


penutupan insisi ketika tube torakostomi diangkat.
25. Pasang pembalut oklusif dengan kassa petroleum di tempat tube
masuk ke kulit, kemudian tutup dengan dua atau lebih bantalan kassa.
Perekat adhesif kain lebar dapat digunakan untuk menahan tube agar
lebih kencang dan tetap berada di tempatnya.

Petunjuk khusus :
Pemasangan torakostomi tube lebih sering dilakukan pada ruang interkosta
IV atau V di garis mid-aksilaris sampai anterior aksilaris tetapi mungkin saja
di tempat-tempat lain. Pembuluh darah dan saraf interkosta terletak di
sepanjang tepi inferior setiap kosta sehingga tube harus segera melewati
permukaan superior kosta bawah.4

Gambar 13. Tempat pemasangan torakostomi

Konfirmasi
Indikator untuk pemasangan yang tepat antara lain kondensasi di dalam
tube, gerakan udara yang dapat di dengar bersamaan dengan respirasi, aliran
bebas darah atau cairan, kemampuan memutar tube secara bebas setelah
insersi. Lekatkan tube pada water seal yang telah dibuat sebelumnya lalu
observasi gelembung dalam ruang water seal ketika pasien batuk adalah
cara yang baik untuk memeriksa patensi sistem. Selain itu bisa dilakukan
dengan foto rontgen dada.4

6.3 Indikasi
Torakostomi tube digunakan untuk mengevakuasi pengumpulan
abnormal udara atau cairan dan ruang pleura pada keadaan :
1. Pneumotoraks spontan dan atau tension,
2. Hematotoraks
3. Kilotoraks
4. Empiema
5. Drainase efusi pleura yang berulang

69
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

6. Pencegahan hidrotoraks setelah bedah kardiotoksik.4


7. Kondisi lain yaitu trauma dada dalam bentuk : penetrasi, efusi
parapneumonia (jika sudah kompleks), efusi pleura maligna,
pleurodiesis recurrent malignant, pleurodiesis effusion, fistula
9
bronkopleural, dan kondisi hemodinamik yang tidak stabil. .

6.4. Kontraindikasi
1. Torakostomi tube tidak boleh dilakukan pada pasien cedera yang tidak
stabil.
2. Kontraindikasi relatifnya jika terdapat kelainan anatomi seperti adhesi
pleura, bleb emfisematosa, atau pembentukan jaringan parut serta
koagulopati. 4

6.5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan torakostomi antara lain :
1. Hemotoraks
2. Edema paru,
3. Fistula bronkopleura,
4. Empiema,
5. Emfisema subkutan,
6. Infeksi,
7. Pneumotoraks kontralateral
8. Pemasangan tube subdiafragmatik
9. Perdarahan lokal.

Kesalahan yang sering terjadi pada pemasangan torakostomi adalah saat


menggunakan anastesi lokal tidak adekuat, membuat insisi kulit awal yang
terlalu kecil, gagal memasukan tube cukup jauh ke dalam ruang pleura,
mengarahkan tube kearah mediastinum dapat menyebabkan pneumotoraks
kontralateral. 4
6.6. Alat-alat Utama

Terdapat beberapa perlengkapan standar untuk melakukan torakostomi,


meliputi: 4
1. Larutan antiseptik, kain, dan penjepit kain
2. Lidokain 1% sebanyak 20 ml
3. Jarum ukuran 25, jarum ukuran 22, semprit 10 ml
4. Pisau scalpel no10 dengan pegangan, klem Kelly (dua buah), dan
forceps
5. Pemilihan tube torakostomi: Trauma (No 36-40 French), non traumatic
(No, 20-32 French), anak-anak (No.20-24 French), bayi (No.18
French).
6. Pleurivac (botol pengumpul, underwater seal, control penghisap)

70
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

7. Tabung penghubung

Gambar 13. Beberapa peralatan torakostomi tube

7. TRANSFUSI DARAH
7.1.Prinsip Dasar
Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam
peredarah darah resipien. Darah dan berbagai komponen darah dapat
ditransfusikan secara terpisah sesuai kebutuhan. Darah tersusun dari
berbagai komponen, antara lain eritrosit (red blood cells), trombosit
pekat (thrombocyte concentrate), kriopresipitat dan plasma segar beku
(fresh frozen plasma). Komponen darah yang ditransfusikan sesuai
dengan yang diperlukan akan mengurangi kemungkinan reaksi transfusi,
circulatory overload, dan penularan infeksi yang terjadi dibandingkan
dengan transfusi darah lengkap. 5
Komponen-Komponen:
1. Eritrosit.
Eritrosit tersedia dalam bentuk sel darah merah atau darah lengkap.
Satu-satunya indikasi pemberian eritrosit adalah untuk meningkatkan
daya angkut oksigen pada pasien-pasien anemia dan hipotensi
ortostatik sekunder karena kehilangan darah. Kemampuan daya
angkut oksigen yang memadai dijumpai pada kebanyakan
perempuan dengan hemoglobin (Hb) 7g/dl, hematokrit (Ht) ±21%

tetapi bila isi intravascular menghasilkan perfusi yang cukup


darah
merah tetap dilakukan ketika tingat Hb adalah 7-10g/dl pada kondisi
terjadi perdarahan terus menerus, terdapat tanda-tanda penurunan
daya angkut oksigen selama pembedahan, menurunnya eritropoiesis
atau kerika transfuse autologous akan digunakan.6

71
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 15. Whole blood9

Setiap unit sel darah merah (500ml) yang ditransfusi akan meningkatkan Hb
± 1g/dl (dan meningkatkan Ht 1-3% pada seorang perempuan dengan berat
badan 70kg. Volume RBC yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus
(HCT yang diinginkan – HCT sekarang) x EBV
HCT RBC
 Berisi 250 – 350 cc. 9

 Kadar Hb 12 g/dL, hematokrit 35% - 45%.9


 Trombosit tak berfungsi, F V dan F VIII nihil.9
 Suhu simpan 2oC – 6oC, 30 menit keluar dari penyimpanan harus
ditransfusikan.9
 Tidak steril, bisa menularkan hepatitis B dan C, HIV, Sifilis, dan
malaria. .9
 Indikasi : perdarahan akut+hipovolemia, transfusi tukar. 9
 Kontraindikasi : anemia kronik, gagal jantung insipien. 9
 Dilarang memasukkan apapun kecuali saline.9
 Batas waktu transfusi 4 jam.9

2. Packed Red Cell (PRC) .9


 Volume 150 – 250 ml
 Kadar Hb 20 g/dL, hematokrit 55% - 75%
 Penyimpanan dan resiko infeksi = darah penuh
 Indikasi : Menambah eritrosit pada anemia kronik dan perdrahan
akut setelah resusitasi dengan cairan kristaloid atau koloid.

3. Trombosit Pekat.
Transfusi trombosit yang bersifat profilaksis bisa diberikan untuk
perempuan dengan trombosit kurang daro 20.000/mm3, transfuse juga
diberikan untuk trombosit 10.000-50.000 mm3 dengan kondisi; tindakan
bedah berencana, terjadi perdarahan aktif atau untuk mengantisipasi

72
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

transfuse massif, ketika jumlah trombosit lebih besar dari 50.000 mm 3


dan tindakan bedah berencana,, transfuse profilaksis menjadi tidak
bermanfaat, kecuali jika ada perdarahan sistemik atau perdarahan karena
gangguan pembekuan darah, sepsis atau kelainan fungsi trombosit yang
berhubungan dengan obat atau penyakit. Satu unit trombosit pekat
biasanya akan meningkatkan jumlah trombosit sekitar 10.000 mm 3.
Peningkatan akan lebih kecil jika pasien disseminated intravascular
coagulation, penyakit kulit thrombocytopenic thrombotic, sepsis,
hypersplenism, atau adanya antibody anti- platelet.6

Gambar 15. Trombosit pekat9

4. Plasma Segar Beku.


Hanya dapat diberikan ketika pasien sudah menunjukan kekurangan
faktor pembekuan atau ketika suatu konsentrat faktor yang spesifik tidak
tersedia. Plasma segar beku disiapkan dalam volume 200-250ml, tiap unit

73
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

akan meningkatkan setiap faktor pembekuan sebanyak 2-3%.6

 Plasma berusia ≤ 6 jam dari penyadapan darah, dibekukan pada ≤ - 25oC


sampai 1 tahun, volume 150 ml.9
 Faktor pembekuan, albumin dan imunoglobulin stabil. Sekali mencair
tidak bisa disimpan lagi, disuhu kamar > 6 jam rusak. .9
 Indikasi : perdarahan karena kurang faktor pembekuan multipel (penyakit
liver/sirosis, overdosis warfarin, transfusi warfarin, DIC, dan TTP) .9
 Dosis 15ml/kgBB, golongan darah FFP dan resipien harus sama, tidak
perlu crossmatch.9
 Setelah mencair dalam 30 menit harus sudah diinfuskan.9
 Infus 1 kantong FFP selesai dalam 20 menit. 9

5. Kriopresipitat.
Kriopresipitat didapat dari plasma segar beku yang dikonsentrasikan ke
dalam suatu volume 10-15ml. presipitat tersebut terdiri atas faktor-faktor
VIII, von Willebrand, fibrinogen, XIII dan fibronektin, digunakan
untuk mengobati kekurangan akan salah satu faktor tersebut. Satu unit
akan dapat menaikan fibrinogen 8 mg/dl.6

Gambar 15. Kriopresipitat9

74
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

 Volume 10 – 20 ml/unit.9
 Isi F VIII : 80 – 100 IU dan fibrinogen 150 – 300 mg.9
 Suhu ≤ - 250C sampai 1 tahun.9
 Indikasi pada perdarahan karena defisiensi F VIII: Von Willebrand
disease, Hemofilia A, dan DIC. 9
 Golongan darah donor dan resipien harus sama, tidak perlu crossmatch.
9
 Dosis 1 kantong/ 1 – 6 kgBB tergantung berat perdarahan. 9
 Setelah mencair segera infuskan dengan transfusion set baru, selesai 20
menit/kantong. 9
 Bila kantong kosong, bilas dengan aline 10 – 20 cc, kocok dan
infuskan lagi. . 9

Gambar 15. Tempat penyimpanan darah

Merupakan prosedur umum dimana darah akan diberikan ke resipien


melalui intravena (IV) pada salah satu pembuluh darah pasien. Transfusi darah
dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang selama operasi atau karena
cedera serius. Tranfusi juga dilakukan bila tubuh tidak dapat memproduksi darah
dengan baik karena suatu penyakit tertentu. Selama tranfusi darah, jarum
kecil yang di gunakan untuk memasukkan infus ke dalam pembuluh darah.
Melalui jalur ini, pasien akan menerima darah yang sehat. Prosedur ini biasanya
memakan waktu sekita 1 – 4 jam, tergantung jumlah darah yang dibutuhkan. .9

Setiap orang memiliki salah satu jenis darah (A, B, AB, atau O). Serta
darah setiap orang memiliki rhesus positif atau negatif. Darah yang digunakan
dalam transfusi harus bisa bekerja sama dengan golongan darah pasien/resipien.
Bila tidak, antibodi (protein) dalam darah yang baru ditransfusikan akan membuat
resipien sakit.9

75
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

7.2.Langkah Kerja
Prosedur tindakan transfuse darah antara lain:8
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Cuci tangan
3. Gantungkan larutan NaCl 0,9% dalam botol untuk digunakan setelah
transfusi darah
4. Gunakan slang infus yang mempunyai filter (slang 'Y' atau tunggal).
5. Lakukan pemberian infus NaCl 0,9% terlebih dahulu sebelum
pemberian transfusi darah
6. Memeriksa identifikasi kebenaran produk darah: periksa kompatibilitas
dalam kantong darah, periksa kesesuaian dengan identifikasi
pasien,periksa kadaluwarsanya, dan periksa adanya bekuan

7. Buka set pemberian darah


1. Untuk slang 'Y', atur ketiga klem
2. Untuk slang tunggal, klem pengatur pada posisi off
8. Cara transfusi darah dengan slang 'Y' :
 Tusuk kantong NaCl 0,9%
 Isi slang dengan NaCl 0,9%
 Buka klem pengatur pada slang 'Y', dan hubungkan ke kantong
NaCl 0,9%
 Tutup/klem pada slang yang tidak di gunakan
 Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan
ruang filter terisi sebagian)
 Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan slang terisi NaCl
0,9%
 Kantong darah perlahan di balik-balik 1 - 2 kali agar sel-
selnya tercampur.Kemudian tusuk kantong darah pada tempat
penusukan yang tersedia dan buka klem pada slang dan filter
terisi darah
9. Cara transfusi darah dengan slang tunggal :
 Tusuk kantong darah
 Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk sehingga filter
terisi sebagian
 Buka klem pengatur, biarkan slang infus terisi darah
10. Hubungkan slang transfusi ke kateter IV dengan membuka klem
pengatur bawah
11. Setelah darah masuk, pantau tanda vital tiap 5 menit selama 15 menit
pertama, dan tiap 15 menit selama 1 jam berikutnya
12. Setelah darah di infuskan, bersihkan slang dengan NaCl 0,9%
13. Catat type, jumlah dan komponen darah yang di berikan
14. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

76
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

7.3.Indikasi
Indikasi dilakukan tranfusi darah jika terdapat kondisi anemia pada
perdarahan akut setelah didahului penggantian volume cairan, atau anemia
kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain, gangguan
pembekuan darah karena defisiensi komponen, plasma loss atau
hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberkan plasma substitute atau
larutan albumin. 5
Tabel 1. Petunjuk Pemberian Berbagai Produk Darah. 6
Produk Kandungan Indikasi yang Indikasi yang
tepat tidak tepat
Sel darah Sel darah merah Meningkatkan daya Meningkatkan
merah angkut oksigen pada penyembuhan
perempuan dengan luka
anemia Memperbaiki
Untuk hipotensi kesehatan
ortostatik sekunder umum
karena kehilangan
darah

Trombosit Trombosit Untuk mengontrol - Pada pasien


pekat atau mencegah dengan immune
perdarahan yang thrombocytopenic
terkait dengan purpura (kecuali
perdarahan yang
penurunan jumlah
mengancam jiwa)
atau fungsi
trombosit
- Profilaksis
pada transfusi
masif

Plasma segar Plasma,faktor- Untuk meningkatkan Untuk


beku faktor jumlah faktor menambah
pembekuan pembekuan pada volume
pasien yang intravascular
menunjukan
kekurangan Sebagai nutrisi
tambahan

Profilaksis
pada transfusi
masif
77
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Kriopresipitat Faktor I, V, Untuk meningkatkan Profilaksis pada


VIII, jumlah faktor transfusi masif
XIII, factor pembekuan pasien
von kekurangan
Willebrand, fibrinogen, faktor
fibronectin VIII, XIII, fibronectin
atau von Willebrand

Syarat Menjadi Pendonor:


Syarat untuk menjadi pendonor yakni berusia 18-65 tahun, berat badan
minimal 50kg, suhu badan tidak >370C, denyut nadi regular, jantung
normal, frekuensi 50-100x/menit, tekanan darah sistolik tidak >180mmHg,
diastolic >100mmHg, Hb minimal untuk pria 13,5gr/dl, wanita 12,5 gr/dl,
frekuensi pendonor 2-3 kali setahun, volume pendonor tidak melebihi
13% dari volume darah untuk mencegah reaksi vasovagal. 8

7.4.Kontraindikasi
Transfusi darah sebaiknya jangan dilakukan jika pendonor mengidap
suatu infeksi, atau transfuse darah dengan golongan darah yang berbeda. 6

7.5.Komplikasi 15
1. Hipotermia
2. Koagulopati dilusi
3. Trombositopenia
4. Abnormalitas elektrolit (pada transfusi darah masif)
a. Hipokalsemia
b. Hipomagnesemi
c. Hiperkalemia
d. Asidosis metabolik
e. Alkalosis metabolik

7.6.Alat-alat Utama
Alat dan bahan-bahan yang diperlukan saat melakukan transfuse darah
adalah:7
1. Standar Infus
2. Set Transfusi (Tranfusi Set)
3. Botol berisi NaCl 0,9%

78
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

4. Produk darah yang benar sesuai program medis


5. Pengalas
6. Torniket
7. Kapas alkohol
8. Plester
9. Gunting
10. Kassa steril
11. Betadine
12. Sarung tangan

Gambar 15 Transfusion set16

79
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

DAFTAR PUSTAKA

1. Shah K, Mason C. 2013. Prosedur Penting Dalam Kedaruratan. Jakarta: EGC


2. John A Boswick. 2012. Perawatan Gawat Darurat: EGC
3. Walls RM, Murphy MF, Luten RC, et al. 2004. Manual of Emergency
AirwayManagement.2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Willkins
4. Kirsch TD, Mulligan JP. 2004 Tube Thoracostomy. In: Roberts JR, Hedges JR.
Clinical Procedures in Emergency Medicine. 4th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Willkins
5. Bermawi H. 2010. Transfusi Darah dan Komponen Darah. In: MS Kosim, et al.
Buku Ajar Neonatologi: Ikatan Dokter Anak Indonesial, p.285
6. Chandra S. 2011. Transfusi Darah dan Infus Cairan. In: LT. Rachimhadhi,
G.H Wiknjosastro & A.B Saifuddin. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, p.420
7. American College of Surgeons Committee on Trauma. 2008. Advanced
Trauma Life Support for Doctors. 88th ed. United States of America
8. Kusmiati, Yuni, SST. 2009. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan.
Yogyakarta: Fitramaya
9. PTBMMKI Diklat Kurikulum. 2015. Buku Diklat Kurikulum.
10. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3704966/ diakses pada
Jumat, 23 Desember 2016 pukul 23.43 WIB.
11. Garden O James, dkk. 2012. Principle and Practice of Surgery. Elsevier
Health Sciences.
12. https://calsprogram.org/manual/volume2/Section5_AirwaySkills/14 -
AirSk13Cricothyrotomy13.html diakses pada Jumat, 23 Desember 2016 pukul
23.59 WIB.
13. American College of Surgeons. 2012. Advances Trauma Life Support:
Student Course Manual 9ed. USA: Bern Convention and The Uniform
Copyright Convention.
14. https://calsprogram.org/manual/volume2/Section6_BreathingSkills/BrSkGrap
hics/6_bs_5B.jpg diakses pada Sabtu, 24 Desember 2016 pukul 00.14 WIB.
15. Tisherman, Samuel A, dkk. 2013. Trauma Intensive Care. USA: OUP USA.
16. http://www.chinookmed.com/mas_assets/zoom/01370.jpg diakses pada
Sabtu, 24 Desember 2016

80
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

TRAUMA MUSKULOSKELETAL
Telah ditinjau oleh :
dr. Hitaputra Agung Wardhana, Sp.B.,FINACS.

1. PERDARAHAN
Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah yang
menyebabkan hilangnya sejumlah darah akibat robeknya pembuluh darah baik
oleh luka terbuka maupun luka tertutup. Kehilangan ≥20% darah dapat
menyebabkan perfusi menurun yang mengakibatkan kerusakan jaringan, organ,
syok hipovolemik, dan dapat berlanjut pada kematian.

1.1. Jenis-Jenis Perdarahan


a. Berdasarkan jenis vaskuler yang rusak:

1. Perdarahan Arteri
Warna darah merah terang (kaya akan oksigen).
Mengalir cepat, banyak, dan memancar seiring denyut jantung.
Sulit dikontrol karena tekanan yang tinggi.
Paling bahaya.
2. Perdarahan Vena
Warna darah merah gelap (sedikit oksigen).
Mengalir lambat, tetap, hanya menetes.
Emboli dapat menyebabkan gangguan irama jantung yang
irreguler, sehingga dapat membahayakan organ yang tersumbat.
Lebih mudah dikontrol karena tekanan lebih rendah.
Berbahaya jika tidak segera ditutup.
3. Perdarahan Kapiler
Warna darah lebih sulit diidentifikasi karena ukurannya yang
sangat kecil.
Alirannya lambat karena ukuran kapiler yang kecil dan tekanan
yang rendah, hanya merembes dari jaringan luka.
Mudah ditangani, biasanya berhenti sendiri atau dengan
penanganan minimum.
Tidak terlalu berbahaya.

b. Berdasarkan lokasinya:

1. Perdarahan Luar
Perdarahan yang biasa terjadi akibat luka terbuka.
Kulit korban sudah tidak utuh, dan ada kontak dengan dunia luar.
Penyebab utamanya adalah trauma benda tajam.

81
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Kondisi ini membutuhkan pertolongan segera sebab


mempunyai risiko yang tinggi mengalami infeksi sistemik jika
dibiarkan terpapar udara dalam waktu yang lama dan mungkin
terjadi syok.
2. Perdarahan Dalam
Perdarahan yang biasa terjadi akibat luka tertutup.
Kulit korban masih utuh dan tidak ada kontak dengan dunia luar.
Penyebab utamanya adalah trauma benda tumpul.
Kondisi ini bisa berbahaya karena sering dilewatkan dan bisa
menyebabakan kehilangan darah yang banyak tanpa diketahui.

Tanda-tanda perdarahan dalam :


1. Pucat, badan terasa dingin, kulit terasa basah, bisa juga terjadi
sianosis/ kulit kebiruan.
2. Denyut nadi cepat dan lemah.
3. Muncul rasa haus.
4. Pernapasan cepat dan dangkal.
5. Kebingungan, gelisah dan mudah marah.
6. Terdapat kemungkinan untuk tidak sadarkan diri.
7. Perdarahan dari lubang-lubang dalam tubuh seperti telinga, mulut,
hidung (epistaksis), vagina, dan bisa juga ditemukan di urin,
sputum, atau feses.
8. Nyeri.

Epistaksis
Epistaksis adalah perdarahan akut akibat pecahnya anyaman
pembuluh darah di hidung. Terdapat 2 anyaman pembuluh darah di
hidung yang disebut plexus Kiesselbach (anterior) dan plexus
Woodruff (posterior). Epistaksis dibedakan menjadi 2 jenis
berdasarkan lokasi yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior.
Penanganan epistaksis tergantung pada jenis epistaksis tersebut.

1.2. Penanganan Awal Pada Perdarahan


a. Penanganan perdarahan luar

1. Prinsip: 3T+1
 Tekan langsung pada daerah luka dengan kasa atau kain.
 Tinggikan area perdarahan, lebih tinggi dari jantung pasien
 Tekan tidak langsung, yaitu lakukan penekanan pada
daerah proksimal luka, dengan harapan mengurangi laju
darah.

82
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Tourniquet, hanya dilakukan pada kondisi yang mengancam nyawa


serta dilakukan oleh orang yang berpengalaman dan terlatih. Pemasangan
tourniquet dapat menyebabkan nekrosis jaringan akibat tidak teralirinya
jaringan teresebut oleh darah. Yang perlu diperhatikan saat melakukan tourniquet:
a. Tourniquet harus dipasang dengan kuat hanya pada
ekstremitas diantara area perdarahan dan jantung sehingga perdarahan
dapat terkontrol.
b. Gunakan perban dengan lebar 2-4 inci dan pasang 2 inci di atas
luka beberapa kali. Ikat setengah/seperempat simpul, biarkan longgar
pada ujungnya untuk mengikat simpul yang lain
c. Letakkan stik atau batang kaku diantara 2 simpul.
d. Putar batang/stik tersebut hingga perban cukup kuat untuk menghentikan
perdarahan.
e. Periksa setiap 10-15 menit. Jika perdarahan terkontrol, longgarkan
tourniquet dan tekan langsung dengan kasa steril

83
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

2. Alur tatalaksana:
 Perkenalan diri
 Primary assesstment
 Segera ekspos area luka dengan merobek atau membuka
pakaian yang masih menutupi luka.
 Lakukan penekanan langsung pada luka dengan
menggunakan kasa steril atau kain bersih. Jika tidak
memungkinkan, minta korban untuk menekan sendiri
lukanya.
 Tinggikan dan tahan area perdarahan di atas tinggi jantung
korban untuk mengurangi hilangnya darah dan pertahankan
tekanan pada area perdarahan
 Bantulah korban berbaring, gunakan selimut atau alas apapun
untuk mencegah korban kedinginan karena saat perdarahan,
darah yang keluar juga ikut membawa panas tubuh sehingga
korban rentan mengalami hipotermia. Hindari syok dengan
mengangkat dan menahan kaki korban di atas tinggi jantung
korban.
 Balutlah luka untuk mempertahankan tekanan jika perdarahan
mulai terkontrol, namun jangan terlalu rapat karena dapat
mengganggu sirkulasi. Tambahkan kain bersih diatas balutan
yang pertama, jika perdarahan masih berlanjut.
 Selalu cek sirkulasi korban setiap 10 menit sekali, jika
sirkulasi melemah, longgarkan balutan dan ulangi kembali.
 Segera hubungi bantuan, jika perdarahan tidak terkontrol dan
muncul tanda- tanda syok, hipotermi berat, ataupun tanda-
tanda infeksi.
 Selalu monitor dan cek tanda vital korban-tingkat
response, nafas, dan denyut nadi- sambil menunggu bantuan
datang

Jika terdapat objek atau benda pada luka seperti pecahan kaca, atau objek
lain :
 Kontrol perdarahan dengan menekan kuat pada sisi di
sekitar
 objek tersebut. Jangan menekan langsung pada benda atau
mengeluarkan benda dari dalam luka karena dapat memicu
perdarahan yang lebih hebat lagi.
 Untuk melindungi luka, berilah bantalan pada kedua sisi
objek tersebut dan lakukan pembalutan dengan melingkari
objek tanpa memberikan penekanan objek terhadap luka.
 Cek sirkulasi setiap 10 menit, ulangi jika sirkulasi melemah.
 Segera panggil bantuan
84
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

85
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

b. Penanganan Perdarahan Dalam :


1. Prinsip: PRICE, untuk yang berkaitan dengan sprain dan strain.
2. Alur tatalaksana
 Initial assestment (DR ABCDE)
 Baringkan korban dalam keadaan istirahat total
a. Bantu korban berbaring dalam posisi paling nyaman
b. Tutup tubuh korban dengan selimut agar panas tubuh
korban tetap terjaga
c. Letakkan kain pelindung sebagai alas jika permukaan
terlalu panas, dingin atau kasar.
 Segera hubungi bantuan medis.
 Selama menunggu bantuan datang:
a. Lakukan tindakan terhadap luka lain yang mungkin
ditemukan
b. Longgarkan pakaian seperti di area leher dan pinggang
c. Jangan biarkan korban dikerumuni orang banyak agar
korban tidak merasa sesak akibat pasokan oksigen
berkurang
d. Yakinkan dan tenangkan korban
e. Jangan biarkan korban untuk makan, minum, atau
merokok
f. Selalu monitor tanda vital korban-ABC .

PERHATIAN !!
1. Jangan biarkan korban makan atau minum, karena
mungkin diperlukan tindakan anastesi pada penanganan
rumah sakit.
2. Jika korban mulai hilang kesadaran dan nafas mulai tidak
normal, segera lakukan CPR.

c. Penanganan kasuistik
1. Perdarahan hidung
Epistaksis Anterior
Metode Trotter :
1. Posisikan korban dalam keadaan duduk dan tengadahkan kepala
korban ke depan agar darah dari hidung dapat keluar. Minta
korban bernapas dengan mulut dan tidak batuk apalagi bersin.
2. Jepit cuping hidung korban dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk
memberikan tekanan dan tahan selama 10 menit.
3. Setelah 10 menit, minta korban untuk melepas tekanan. Jika
belum berhenti, ulangi kembali selama 10 menit.
`4. Jika perdarahan berhenti, jangan ubah posisi pasien. Bila perlu

86
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

berikan cold pack untuk membantu vasokonstriksi pada


perdarahan.
5. Jika perdarahan berlangsung lebih dari 30 menit, segera hubungi
bantuan

Epistaksis posterior
1. Menggunakan Tampon Bellocq
2. Dilakukan pada perawatan di rumah sakit oleh dokter spesialis.

2. Perdarahan kuku
 Kompres jari yang cedera dengan es atau air dingin untuk
mengurangi rasa sakit.
 Kuku yang luka dilubangi atau dicukil untuk
mengeluarkan darah.
 Perhatikan prinsip aseptik
 Jika sudah keluar, kuku diberi salep antibiotik dan
diplester.
 Jika perdarahan berlanjut atau banyak, hubungi bantuan.

87
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

3. Perdarahan telinga
 Posisikan korban duduk dan miringkan kepala ke arah yang
sakit.
 Tutup telinga dengan perban steril lalu diplester atau
dipegangi. Bawa ke PPK dalam keadaan seperti ini

4. Perdarahan dari mulut


 Posisikan korban duduk menunduk.
 Tekan kasa di atas luka.
 Ganti kasa jika sudah penuh menyerap darah.
 Jangan menelan darah karena akan merangsang muntah.
 Hindari minum air panas selama 12 jam.
 Jika perdarahan berlanjut atau banyak, hubungi bantuan

1.3. Pengobatan Simptomatik Awal Pada


Perdarahan
Klasifikasi perdarahan akut berdasarkan American College of Surgeon

Berdasarkan klasifikasi di atas, pemberian cairan kristaloid dan/atau darah


disesuaikan dengan jumlah darah yang hilang.

a. Resusitasi cairan
1. Pasang IV line
2. Dosis anak: bolus NaCL 0.9% 20 ml/KgBB Dosis dewasa: bolus RL
2-4 L dalam 20-30 menit

88
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

b. Transfusi darah: dengan golongan yang sama atau PRC golongan O


sebanyak 10 ml/KgBB (sebaiknya RH(-)).
c. Antibiotik dapat diberikan pada perdarahan luar untuk mencegah
terjadinya infeksi.

2. LUKA
Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan yang dapat
mengganggu proses selular normal.
2.1. Jenis-Jenis Luka
a. Berdasarkan bentuknya
1. Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek)
 Pendarahan yang lebih sedikit dibandingkan luka tusuk.
 Memungkinkan adanya kerusakan pada jaringan di dalamnya.
 Laserasi ini sering terkontaminasi oleh kuman sehingga risiko
infeksinya tinggi
2. Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)
 sering disertai partikel benda asing yang dapat menyebabkan
infeksi.
3. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)
 Bisa terjadi pendarahan yang banyak.
 Struktur seperti tendon atau saraf bisa saja ikut terpotong.
4. Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat)
5. Vulnus Schlopetorum (Luka Tembak)
 Luka Tembak Masuk (LTM)
 Luka Tembak Keluar (LTK)
6. Vulnus Morsum (Luka Gigitan)
7. Vulnus Perforatum (Luka Tembus)
8. Vulnus Amputatum (Luka Potong)
9. Vulnus Combustio (Luka Bakar)
10. Vulnus Contussum (Luka Memar)

b. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar


1. Luka tertutup
o Disebabkan oleh benda tumpul.
o Kontinuitas jaringan di bawah kulit terputus
o Kulit masih tertutup
2. Luka terbuka
o Disebabkan oleh benda tajam
o Kontinuitas jaringan kulit terputus sehingga kulit
terbuka
o Cedera jaringan dan pembuluh darah.

89
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

c. Berdasarkan tingkat sterilisasi


1. Clean Wounds
2. Clean-contamined Wounds
3. Contamined Wound
4. Dirty or Infected Wounds

d. Berdasarkan waktu penyembuhan luka


1. Luka akut, masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
2. Luka kronis, mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan
yang disebabkan oleh faktor eksogen dan/atau endogen.

e. Berdasarkan struktur lapisan kulit


1. Superfisial : luka di lapisan epidermis.
2. Partial thickness : luka di lapisan epidermis dan dermis.
3. Full thickness : luka di lapisan epidermis, dermis, lapisan
lemak, fascia dan bahkan sampai tulang.

2.2. Penanganan Awal Pada Luka


Penanganan luka secara umum:
1. Periksa dan identifikasi lokasi luka
2. Hentikan pendarahan dengan 2 T (tekan dan tinggikan). Luka minor
atau luka gesekan biasanya akan berhenti sendiri. Jika tidak, tekan
dengan kasa steril atau kain bersih dan tinggikan area luka.
3. Jaga luka tetap bersih dan cegah infeksi.
o Pastikan tangan penolong dalam keadaan bersih.
o Jika luka bersih, luka dibasuh dengan air bersih/ cairan
fisiologis (NaCL0.9%).
o Jika luka kotor, berikan povidone iodine atau H2O2
kemudian bilas dengan NaCL/ air bersih.
o Povidone iodine atau hydrogen peroksida (H2O2) dapat
diberikan disekitar luka.
o Segera aplikasikan jahitan setelah perdarahan berhenti jika
luka menembus hingga jaringan yang dalam. Namun hal ini
memerlukan keterampilan khusus.
4. Berikan antibiotik topikal bila perlu.
Luka minor, aplikasikan selapis tipis krim atau salep antibiotik
topikal (Neosporin: neomycin sulfate, bacitracin zinc dan polymyxin
B; Polysporin: gramicidin, bacitracin zinc dan polymyxin B) pada
luka agar permukaan luka tidak kering dan menghindari infeksi.
Antibiotik topikal ini juga mengandung pain-relieving seperti

90
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

lidocaine hydrocloride (Polysporin) dan pramoxine (Neosporin)


sehingga membantu mengurangi nyeri.

5. Tutuplah luka dengan kasa steril atau kain bersih. Balut luka sehingga
menjaga luka tetap bersih dan jauh dari bakteri.
6. Gantilah balutan secara berkala. Lakukan satu kali sehari atau saat
bandage sudah kotor atau basah. Jika luka sudah cukup sembuh,
lepaskan bandage dan biarkan terpapar udara untuk mempercepat proses
penyembuhan.
7. Perhatikan selalu tanda-tanda infeksi seperti kemerahan, nyeri yang
bertambah, pus atau drainase, bengkak, demam, dan bisa terjadi
pembengkakkan kelenjar getah bening regional.
8. Segera hubungi bantuan jika luka mengalami pendarahan berat, luka
terkontaminasi seperti terkontaminasi benda asing atau cairan berbahaya
dan terdapat luka bergerigi serta panjang luka lebih dari 5 cm.

2.3. Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Pada Luka


1. Jangan menganggap luka minor itu bersih. Selalu bersihkan luka
sekecil apapun.
2. Jangan meniup luka terbuka
3. Jangan mencoba untuk membersihkan luka mayor khususnya setelah
pendarahan teratasi karena dapat menimbulkan perdarahan berulang
4. Jangan mengeluarkan benda yang tersangkut dalam atau panjang.
5. Dont push body parts back in.

3. FRAKTUR
Fraktur adalah hilang atau rusaknya kontinuitas tulang (diskontinuitas)
akibat gaya kerja yang melebihi elastisitas tulang.

3.1. PENYEBAB FRAKTUR


a. Benturan
1. Langsung: fraktur di tempat benturan
o Biasanya ada kerusakan di jaringan sekitarnya
o Garis fraktur sesuai dengan mekkanisme benturan
91
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

2. Tidak langsung: fraktur bukan di tempat benturan


o Biasanya kerusakan jaringan lunak disekitarnya minimal
o Garis fraktur tidak sesuai dengan mekanisme benturan
b. Tekanan/ stress berulang yang berlangsung lama
c. Abnormalias tulang
o Kelamahan akibat proses patologi (misal, keganasan)
o Degenerasi

3.2. KLASIFIKASI FRAKTUR


a. Berdasarkan hubungan dengan sendi
1. Ekstraartikular : A, H, J, K
2. Intraartikular : L, M, R

b. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar


1. Terbuka : B → fragmen tulang menembus keluar kulit, kulit
tidak intak.
Menurut Gustillo, fraktur terbuka dapat dibagi menjadi 3 derajat
yaitu:
Tipe 1: luka kecil <1 cm dengan sedikit kerusakan jaringan, dan
tidak terdapat tanda trauma/cedera yang hebat
pada jaringan lunak
Tipe 2: laserasi >1 cm, tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan
yang hebat atau avulsi kulit, dan terdapat tigkat
kerusakan yang sedang pada jaringan lunak
Tipe 3: terapat kerusakan hebat pada jaringan lunak seperti otot,
kulit, dan struktur neurovaskuler.
Tipe 3A: jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah.
Tipe 3B: kerusakan jaringan lunak disertai kehilangan jaringan
lunak.
Tipe 3C: kerusakan jaringan lunak disertai cedera pada arteri
sehingga memerlukan tindakan segera.

2. Tertutup : A, B, R → tanpa merobek kulit, kulit masih intak

c. Berdasarkan kekomplitan
1. Inkomlit : H
2. Komplit : A, D, I, K
3. Hair line : retak, garis patahannya sangat kecil

92
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

d. Berdasarkan bentuk garis patahan


1. Transversal :A
2. Oblique : B, E
3. Spiral :F
4. Greenstick :H
5. Torus : mirip greenstick, hanya penyembuhan lebih
cepat
6. Impacted : G, J → akibat tekanan besar yang sejajar
tulang
7. Avulsi : I → akibat tarikan tendon yang sangat kuat
8. Crush/kompresi : akibat jatuh dari ketinggian tertentu, tidak
ada fragmen

e. Berdasarkan jumlah garis patahan


1. Single : A, B, D, I, J, M → satu patahan pada satu tulang

2 Kominutif : C → patahan >1 dan berhubungan


.
3 Segmental : K → patahan >1, tapi tidak berhubungan
.
4 Multiple : L → patahan >1, tapi pada tulang yang berbeda
.

f. Berdasarkan pergeseran
1. Undisplaced : A, E, F, H → segmen tetap di tempat
2. Displaced
Ad longitudinam cum contractionum : D, G → segmen tulang
saling mendekat
Ad axim : B, L → segmen tulang membuat sudut
Ad latus : segmen tulang saling menjauh, jarang terjadi.

93
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

94
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

3.3. Gejala Dan Tanda


1. Krepitasi.
2. Nyeri dan deformitas.
3. Pembengkakan.
4. Hilangnya sensasi dan fungsi.
5. Pada kondisi serius, denyut atau pulse bagian distal hilang.
6. Mati rasa, bila terjadi kerusakan vasa dan/atau nervus.

3.4. Penanganan Awal Pada Fraktur


a. Tujuan utama penanganan awal pada fraktur:
1. Imobilisasi (bidai)
2. Mencegah perdarahan berlebihan dan infeksi
3. Memberikan kondisi yang aman dan nyaman bagi pasien ketika
dibawa ke rumah sakit
.
b. Prioritas dalam penanganan fraktur:
1. Fraktur spinal
2. Farktur tulang kepala dan tulang rusuk
3. Fraktur ekstremitas

c. Bidai
Tujuan :
1. Immobilisasi fraktur dan dislokasi
2. Mengistirahatkan badan yang
cidera
3. Mengurangi rasa sakit SELALU !!!
4. Mempercepat penyembuhan

Prinsip:
1. Immobilisasi
2. Melewati minimal 2 sendi.

Penanganan:
1. Bidai harus meliputi 2 sendi, diukur pada anggota badan yang
sakit.
2. Ikatan jangan terlalu kuat ataupun terlalu kendor.
3. Ikat bidai dari distal ke proksimal dan ikatan harus cukup
jumlahnya. Lewatkan ikatan pada bagian lekuk tubuh seperti
leher, lutut, dan pergelangan kaki.
4. Pengikatan selalu dilakukan di atas bidai atau pada sisi yang tidak
95
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

cedera.
5. Periksa denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan
sesudah pembidaian, dan perhatikan warna kulit distalnya.
6. Periksa setiap 15 menit untuk menjamin ikatan tidak
terlalu kencang akibat pembengkakan jaringon yang
cedera.

d. Bolu1

9 •

96
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

97
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

98
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

e. Penanganan umum pada fraktur tertutup:


1. Minta pasien untuk tetap tenang dan tidak bergerak.
2. Topanglah sendi di atas dan di bawah area fraktur dengan
tangan sampai area fraktur telah diimobilisasi.
3. Letakkan bantalan di sekitar area fraktur sebagai penyangga.
4. Untuk penyanggaan yang lebih kuat, lakukan imobilisasi
area fraktur ke bagian tubuh yang tidak terluka (bidai
anatomis). Buat ikatan simpul di bagian tubuh yang tidak
terluka.
5. Monitor tanda-tanda syok karena pasien fraktur sangat
mungkin untuk terjadi syok hipovolemik. Jangan
mengangkat/meninggikan area fraktur karena pergerakan
akan membuat fragmen tulang mencederai jaringan sekitar
sehingga perdarahan bisa bertambah. Oleh karena itu,
tinggikan bagian tubuh yang tidak mengalami fraktur. awasi
dan catat tanda vital pasien sambil menunggu bantuan datang.
Periksa sirkulasi pasien tiap 10 menit. Jika sirkulasi
terganggu, ikatan pada bidai dan mitella dapat dilonggarkan.

f. Penanganan umum pada fraktur terbuka:


1. Tutup luka dengan mitella steril/bersih. Berikan tekanan di
sekitar area fraktur untuk menghentikan perdarahan. Jangan
menekan tulang yang mencuat keluar.
2. Letakkan mitella lagi di atas dan di sekitar luka.
3. Jika ujung tulang mencuat keluar, gunakan mitella
donut dan pasang di sekitar tulang tersebut.
4. Imobilisasi area fraktur sama seperti yang telah dijelaskan
pada kasus fraktur tertutup.
5. Monitor tanda-tanda syok. jangan mengangkat area fraktur
karena bisa mencederai jaringan sekitar. Monitor dan catat
tanda vital pasien (tingkat kesadaran, pernapasan, dan
sirkulasi), ketika menunggu datangnya bantuan. Periksa
sirkulasi pasien tiap 10 menit. jika sirkulasi terganggu,
ikatan pada bidai dan mitella dapat dilonggarkan.

g. Penanganan pada kasus


1. Fraktur Tengkorak dan Cedera Otak
Penanganan:
o Baringkan korban dengan nyaman
o Kontrol perdarahan : tekan dengan kasa di sekitar
luka, jangan pada luka.

99
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

o Immobilisasi : stabilkan kepala dan leher.


o Recovery position jika muntah

Faktur Rahang Penanganan:

o Posisikan Korban duduk menunduk.


o Meminta korban memegangi bantalan lunak untuk
menopang rahang. Pembalutan

Gegar Otak Tanda dan gejala:


o Muntah
o Awalnya nadi lambat dan kuat kemudian berubah
menjadi cepat dan lemah
o Korban terlihat linglung
o Pola respirasi berubah, korban tampak sesak napas
Penanganannya:
Recovery Position

Fraktur Tulang Belakang Tanda dan Gejala:

o Nyeri tulang belakang.


o Bila medula spinalis juga cedera mungkin terjadi
tungkai tidak dapat digerakkan dan lemas,
kehilangan/menurunnya fungsi sensoris, sensasi
abnormal (terbakar, dll), napas sesak (cedera
cervical menyebabkan jejas jaras eferen tempat
asal n. Frenicus), henti napas.
Penanganan:
o Pasang Cooler Neck atau benda keras
penggantinya.
o Pasang Spinal board atau Scoop atau benda keras
penggantinya

100
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Fraktur coasta tanda dan gejala :

o Nafas cepat , dangkal, dan tersendat.


o Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah
saat bernafas dan batuk.
o Gejala perdarahan dalam dan syok.

Penanganan :
 Lindungi daerah fraktur dengan benda lebar,
misal kardus atau telapak tangan korban.
 Balut dengan kencang, tapi jangan sampai
kesulitan bernafas.
 Siap-siap dengan Pneumothoraks.

2. Fraktur Klavikula

101
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

3. Fraktur Ekstrernitas

102
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

103
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

4. DISLOKASI
4.1. Definisi Dan Jenis-Jenis Dislokasi
Dislokasi adalah berpindahnya permukaan sendi total sehingga
kontak normal dengan struktur sekitar tidak lagi terjadi. Penting
untuk membedakan dislokasi pertama kali atau berulang.
Dislokasi merupakan kasus emergency. Apabila penanganan lebih dari
6 jam, maka kecil kemungkinan sendi dapat berfungsi 100% kembali.
Subluksasi adalah berpindahnya permukaan sendi sebagian, biasanya
terjadi sementara secara alami. Penting untuk membedakan subluksasi
pertama kali atau berulang

4.2. Penanganan Awal Pada Dislokasi


a. Penanganan umum:
1. Periksa dan identifikasi lokasi dislokasi
2. Berikan Pereda nyeri bila perlu
3. Lakukan reposisi (hanya dilakukan oleh dokter atau orang yang
berpengalaman dan terlatih).

b. Penanganan pada kasus:


1. Rahang

Setelah direposisi, jangan buka mulut lebar-lebar selama 1-2


minggu.

104
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

2. Siku

Langkah pertama Langkah kedua

3. Jari

Teknik reposisi

Teknik Pemeriksaan Instabilitas Jari


setelah di posisi

4. Pangkal Paha
o Dislokasi paling parah.
o Reposisi harus kurang dari 4 jam untuk menghindari
nekrosis.
o Lakukan posisi anatomis setelah reposis
105
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

5. Lutut

Dislokasi Anterior
(Tersering)

Dislokasi Posterior
6.Pergelangan kaki

Normal

Dislokasi Anterior

106
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Dislokasi Lateral
Dislokasi Posterior
(Tersering )

5. SPORT INJURIES
5.1. Klasifikasi Umum Sports Injuries
a. Trauma injuries
Merupakan cedera karena beberapa episode trauma baik akut, subakut, maupun kronik.
Macam-macam trauma injuries beserta penjelasannya, yaitu :
1. Pada tulang : fraktur, hematoma subperiosteal
2. Pada sendi : dislokasi, subluksasi, kontusio sendi, hemarthtosis
3. Pada Ligamen :
1. Sprain derajat 1 adalah kondisi di mana beberapa serabut ligamen robek dengan tanda-
tanda bengkak ringan, nyeri, sulit digerakkan, dan tidak ada instabilitas pada sendi
2. Sprain derajat 2 adalah kondisi di mana lebih banyak lagi serabut ligamen robek, tetapi
fungsi ligamen masih intak meskipun sedikit teregang, dengan tanda-tanda bengkak
sedang, nyeri, sulit digerakkan, dan sedikit ada instabilitas pada sendi
3. Sprain derajat 3 adalah kondisi di mana seluruh serabut ligamen ruptur, dengan tanda-
tanda bengkak hebat, nyeri, tidak mampu digerakkan, serta instabilitas total pada sendi
yang bisa diklasifikasikan menjadi :
1+ :permukaan sendi terstabilisasi normal oleh ligamen dan mengalami perpindahan
posisi 3-5 mm dari posisi awal
2+ :permukaan sendi terpisah 6-10 mm
3+ :permukaan sendi terpisah lebih dari 10 mm
4. Pada tendon :
1. Strain derajat 1 : robekan pada jaringan sedikit, mild tenderness, nyeri
dengan rentang gerak normal.
2. Strain dejarat 2 : robekan pada otot atau tendon, nyeri,gerak
terbatas, mungkin terjadi bengkak dan depresi pada daerah cidera.
3. Strain derajat 3 : gerak terbatas atau tidak dapat bergerak, nyeri hebat.
107
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
2. Pada otot : kram
Kram terjadi karena adanya spasme dan kontraksi otot yang tidak terkontrol,
menghasilnya rasa nyeri dan restriksi.

1. Letih, biasanya pada malam hari ketika tidur


2. Dingin, biasanya saat berenang
3. Panas (heat cramp), biasanya saat olahraga terutama tanpa pemanasan
3. Lain-lain

b. Overuse injuries
Macam-macam overuse injuries, yaitu :
1. Pada tulang : Stress fracture, Apophysitis
2. Pada sendi : arthritis, sinovitis
3. Pada ligamen : medial elbow injury, breastroker’s, plantar fascitis
4. Jaringan lunak lain : bursitis

5.2. Penanganan Awal Pada Sport Injuries


a. Kram
1. Menggerakkan ke arah antagonis
2. Longgarkan pakaian yang ketat.
3. Pijat dengan lembut
4. Berikan obat pereda nyeri
5. Kompres air hangat

b. Sprain & strain


1. RICE:
Rest. Bantu korban mencapai posisi yang nyaman seperti duduk bersandar atau berbaring.
Istirahatkan tubuh korban terutama daerah yang terkilir. Longgarkan pakaian pada daerah
yang cedera, misalnya melepaskan sepatu ketika terkilir di daerah pergelangan kaki.
Ice. Pada 48-72 jam pertama, kompres daerah yang terkilir dengan icepack/coldpack/es
batu delama 20 menit setiap 2 jam. Gunakan kain untuk membungkus icepack/coldpack/es
batu terlebih dahulu sebelum mengompres daerah yang terkilir agar dingin tersebut tidak
merusak kulit. Jika pada bagian yang dikompres menjadi berwarna keputih-putihan,
hentikan penggunaan icepack. Ini mungkin mengindikasikan terjadi frostbite. Jangan
berikan bahan/benda yang hangat/panas ke daerah yang terkilir karena bisa meningkatkan
perdarahan dan pembengkakan.
Compression. Lakukan pembalutan dengan elastic bandage untuk mencegah
pembengkakan yang lebih parah dan untuk menyokong sendi agar tidak bergerak. Mulai
pembalutan dari bagian distal. Jangan membalut terlalu kencang karena dapat mengganggu
sirkulasi darah. Longgarkan balutan jika rasa nyeri bertambah, menjadi mati rasa, atau
pembengkakan tidak mereda. Lakukan pengecekan PSM (pulse, sensoric, motoric) sebelum
dan sesudah pembalutan.
Elevation. Jika memungkinkan, tinggikan bagian yang terkilir hingga lebih tinggi dari
jantung, terutama pada malam hari, agar darah tidak menumpuk di bagian yang terkilir
108
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
sehingga pembengkakan bisa berkurang.
2. MSA:
Movement. Gerakan sendi/ otot sesuai ROM setelah istirahat 24-48 jam, hentikan bila
gerakan menyebabkan nyeri.
Strength. Bila pembengkakan berkurang dan ROM dapat dilakukan dengan baik,
maka mulai latih kekuatan sendi dan otot.
Alternate activity. Selama fase penyembuhan dapat dilakukan
latihan dengan tidak membenbani bagian yang cidera.
3. Berikan pereda nyeri seperti piroxicam, meloxicam, dan ibuprofen jika perlu.
4. Gunakan brace atau alat penunjang lainnya jika perlu.

5.3. Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan


Hindari ―HARM‖ (Heat, Alcohol, Running, Massage) pada 72 jam pertama;
Heat: seperti mandi air panas, sauna, heat pack. Panas akan meningkatkan
aliran darah ke daerah cedera sehingga bisa meningkatkan
pembengkakan.
Alcohol: karena menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan laju aliran darah
kemudian memperparah perdarahan, pembengkakan, dan memperlambat
penyembuhan.
Running: karena dapat menyebabkan cedera yang lebih parah dan meningkatkan aliran
darah pada area cidera sehingga menambah pembengkakan
Massage: karena dapat meningkatkan perdarahan dan pembengkakan. 5

109
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Orhopedic Surgeons. 2011. Sport Medicine Media Guide.


2. California Interscholastic Federation Sports Medicine Commoottee. 2011. Sport Medicine
Handbook 4ed.
3. Madden, Christoper C, dkk. 2010. Netter‘s Sport Medicine. Philaldelphia: Saunders.
4. Minigh, Jennifer L. 2007. Health & Medical Issue Today: Sport Medicine. London: Greenwood
Press.
5. The National Collegiate Athletic Association. 2013. 2013-2014 NCAA Sports Medicine
Handbook. USA: NCAA.
6. https://www.drugs.com/cdi/ethyl-chloride-spray.html Ditinjau pada Minggu, 13 November 2016
pada pukul 11.11 WIB.
7. http://osmc.net/services-specialties/hwview.php?DOCHWID=d00683a1 ditinjau pada Minggu,
13 November 2016 pada pukul 11.11 WIB.
8. https://www.drugs.com/drp/gebauer-s-ethyl-chloride.html ditinjau pada Minggu, 13 November
2016 pada pukul 11.19 WIB.
9. Buku diklatsar 2015
10. https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000030.htm
11. FIRST AID MANUAL BY AMERICAN COLLEGE OF EMERGENCY PHYSICIAN 5 TH
EDITION
12. American College of Surgeons Committees on trauma. Advanced trauma life support for
doctors: student course manual. 7th ed. Chicago: American College of Surgeons;\2004
13. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC449823/
14. Atkinson, P., Kendall, R., Rensberg, L.V., 2010. Emergency
Medicine. Elsevier.
15. Bresler, M. J., Sternbach, G.L., 2007. Kedokteran Darurat. Jakarta: EGC.
16. Don, H.,1997. Perawatan Penderita Dalam Keadaan Kritis. Jakarta : Bina Rupa Aksara.
17. Thygerson, A., 2009. Pertolongan Pertama. Jakarta : Erlangga.
18. Thygerson, A., 2011. Pertolongan Pertama. Jakarta : Erlangga Medical Series.
19. Prosedur Kegawatdaruratan. Jastremski M.S. Dumas, M., Penalver, L., Jakarta : EGC.
20. Penanganan Kegawatan Medis. Simposium Clinical Updates 2015.

110
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
RESUSITASI CAIRAN
1. JENIS-JENIS CAIRAN
1.1. Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid merupakan larutan dengan air (aqueous) yang terdiri dari molekul-molekul
kecil yang dapat menembus membran kapiler dengan mudah. Biasanya volume pemberian lebih
besar, onset lebih cepat, durasinya singkat, efek samping lebih sedikit dan harga lebih murah.

Yang termasuk cairan kristaloid antara lain salin (salin 0,9%, ringer laktat, ringer asetat),
glukosa (D5%, D10%, D20%), serta sodium bikarbonat. Masing-masing jenis memiliki
kegunaan tersendiri :

a. salin  biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh sehari-hari dan saat
kegawat daruratan
b. glukosa  biasa digunakan pada penanganan kasus hipoglikemia,
c. sodium bikarbonat  yang merupakan terapi pilihan pada kasus asidosis metabolik dan
alkalinisasi urin.
Mekanisme secara umum larutan kristaloid menembus membran kapiler dari kompartemen
intravaskuler ke kompartemen interstisial, kemudian didistribusikan ke semua kompartemen
ekstra vaskuler. Hanya 25% dari jumlah pemberian awal yang tetap berada intravaskuler,
sehingga penggunaannya membutuhkan volume 3-4 kali dari volume plasma yang hilang.
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah cairan kedalam pembuluh darah dengan
segera dan efektif untuk pasien yang membutuhkan cairan segera.

Cairan kristaloid bersifat mudah keluar dari intravaskuler, terutama pada kasus dimana
terjadi peningkatan resistensi kapiler seperti pada sepsis, penting untuk dipikirkan penggantian
cairan yang memiliki molekul lebih besar, yaitu jenis koloid. Berikut ini beberapa jenis dari
cairan kristaloid :

a. Normal Saline
Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154. Kemasan : 100, 250, 500,
1000 ml.

Indikasi :

 Resusitasi
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor, diikuti oleh keluarnya molekul
protein besar ke kompartemen interstisial, diikuti air dan elektrolit yang bergerak ke intertisial
karena gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk mengganti cairan dan elektrolit yang
hilang pada intravaskuler.

 Diare
Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah banyak, cairan NaCl digunakan
untuk mengganti cairan yang hilang tersebut.

 Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi kehilangan protein plasma atau
cairan ekstraseluler dalam jumlah besar dari permukaan tubuh yang terbakar. Untuk
111
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
mempertahankan cairan dan elektrolit dapat digunakan cairan NaCl, ringer laktat, atau dekstrosa.

 Gagal Ginjal Akut


Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal menjaga homeostasis tubuh.
Keadaan ini juga meningkatkan metabolit nitrogen yaitu ureum dan kreatinin serta gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemberian normal saline dan glukosa menjaga cairan ekstra
seluler dan elektrolit.

Kontraindikasi :

Hipertonik uterus

Hiponatremia

Retensi cairan.

CHF

Insufisiensi renal

Hipertensi

Edema perifer

Edema paru.
Adverse Reaction edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya paru-paru),
penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi natrium.

b. Ringer Laktat
Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109- 110, basa =
28-30 mEq/l.

Kemasan: 500, 1000 ml.

Cara Kerja cairan: keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi elektrolit
dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluler. Natrium
merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida
merupakan anion utama di plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan
berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit- elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan
kehilangan cairan pada dehidrasi dan Syok hipovolemik termasuk syok perdarahan. Ringer laktat
menjadi kurang disukai karena menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan
menyebabkan penumpekan asam laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.

Indikasi:

Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok hipovolemik.

Kontraindikasi:

Hipernatremia

Kelainan ginjal

Kerusakan sel hati

Asidosis laktat.
Adverse Reaction edema jaringan pada penggunaan volume yang

besar,biasanya paru-paru.
112
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Peringatan dan Perhatian”Not for use in the treatment of lactic acidosis”. Hati-hati pemberian
pada penderita edema perifer pulmoner, heart failure/impaired renal function & pre-eklamsia.

c. Dextrosa
Komposisi: glukosa = 50gr/l (5%), 100gr/l (10%), 200gr/l (20%)

Kemasan: 100, 250, 500 ml.

Indikasi:

Cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi selama dan sesudah
operasi

Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25
mg/100ml).

Hiperglikemia.
Adverse Reaction Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat menyebabkan iritasi pada
pembuluh darah dan tromboflebitis.

1.2. Cairan Koloid

Merupakan larutan yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit menembus membran
kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler. Umumnya pemberian lebih kecil,
onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek samping lebih banyak, dan lebih mahal.

Mekanisme secara umum memiliki sifat seperti protein plasma sehingga cenderung tidak
keluar dari membran kapiler dan tetap berada dalam pembuluh darah, bersifat hipertonik dan
dapat menarik cairan dari pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaannya membutuhkan
volume yang sama dengan jumlah volume plasma yang hilang. Digunakan untuk menjaga dan
meningkatkan tekanan osmose plasma.

a. Albumin

113
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Komposisi: Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-kDa
yang dimurnikan dari plasma manusia (contoh: albumin 5%).

Albumin merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena volume yang dibutuhkan
lebih kecil, efek koagulopati lebih rendah, resiko akumulasi di dalam jaringan pada penggunaan

jangka lama yang lebih kecil dibandingkan starches dan resiko terjadinya anafilaksis lebih kecil.

Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok hipovolemia, hipoalbuminemia,
atau hipoproteinemia, operasi, trauma, cardiopulmonary bypass, hiperbilirubinemia, gagal ginjal

akut, pancretitis, mediasinitis, selulitis luas dan luka bakar.

Pengganti volume plasma pada ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Pasien dengan
hipoproteinemia dan ARDS diterapi dengan albumin dan furosemid yang dapat memberikan efek

diuresis yang signifikan serta penurunan berat badan secara bersamaan.

Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan malnutrisi, kebakaran, operasi



besar, infeksi (sepsis syok), berbagai macam kondisi inflamasi, dan ekskresi renal berlebih.

Pada spontaneus bacterial peritonitis (SBP) yang merupakan komplikasi dari sirosis. Sirosis
memacu terjadinya asites/penumpukan cairan yang merupakan media pertumbuhan yang baik
bagi bakteri. Terapi antibiotik adalah pilihan utama, sedangkan penggunaan albumin pada terapi
tersebut dapat mengurangi resiko renal impairment dan kematian. Kontraindikasi : gagal

jantung, anemia berat.

b. HES (Hydroxyetyl Starches)

Komposisi: Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin.

Indikasi:

Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga dapat menurunkan resiko kebocoran kapiler.

Kontraindikasi:

Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan resiko perdarahan setelah operasi, hal ini terjadi
karena HES berefek antikoagulan pada dosis moderat (>20 ml/kg).

Sepsis, karena dapat meningkatkan resiko acute renal failure (ARF). Penggunaan HES pada sepsis
masih terdapat perdebatan.

NB : Muncul spekulasi tentang penggunaan HES pada kasus sepsis, dimana suatu
penelitian menyatakan bahwa HES dapat digunakan pada pasien sepsis karena :

 Tingkat efikasi koloid lebih tinggi dibandingkan kristaloid, disamping itu HES tetap
bisa digunakan untuk menambah volume plasma meskipun terjadi kenaikan permeabilitas.
 Pada syok hipovolemia diperoleh innvestigasi bahwa HES dan albumin menunjukkan
manifestasi edema paru yang lebih kecil dibandingkan kristaloid.
 Dengan menjaga COP, dapat mencegah komplikasi lebih lanjut seperti asidosis refraktori.
 HES juga mempunyai kemampuan farmakologi yang sangat menguntungkan pada kondisi
sepsis yaitu menekan laju sirkulasi dengan menghambat adesi molekuler.
114
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Sementara itu pada penelitian yang lain, disimpulkan HES tidak boleh digunakan pada
sepsis karena :

 Edema paru tetap terjadi baik setelah penggunaan kristaloid maupun koloid (HES), yang
manifestasinya menyebabkan kerusakan alveoli.
 HES tidak dapat meningkatkan sirkulasi splanchnic dibandingkan dengan gelatin pada
pasien sepsis dengan hipovolemia.
 HES mempunyai resiko lebih tinggi menimbulkan gangguan koagulasi, ARF, pruritus, dan
liver failure. Hal ini terutama terjadi pada pasien dengan kondisi iskemik reperfusi (contoh:
transplantasi ginjal).
 Resiko nefrotoksik pada HES dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan gelatin pada pasien
dengan sepsis.
Adverse reaction HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika digunakan dalam
jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan pruritus

2. ALAT DAN BAHAN

Perlengkapan dan peralatan yang umum diperlukan untuk terapi intravena meliputi :

a. Sarung tangan non steril


b. Spuit 2ml
c. Jarum 25g
d. Lidocain 1% 5ml 1 ampul
e. Kapas alcohol
f. Tourniquet
g. Kassa steril
h. Plester
i. Abocath
j. Infuse set
k. Betadin
l. Botol infuse
m. Bak spuit

Setiap campuran intravena memerlukan label yang memuat informasi berikut :

a. Nama pasien dan nomor identifikasi

b. Bahan tambahan, kekuatan dan jumlah

c. Larutan utama dan jumlah total

d. Kecepatan aliran, tanggal persiapan dan kadaluwarsa

e. Nama orang yang menyiapkan dan menggantung infuse

Setiap selang juga harus diberi label dengan informasi mengenai :

a. Tanggal dan waktu penggantungan


115
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
b. Nama inisial orang yang menggantung selang.

3. INDIKASI PEMBERIAN CAIRAN

Keadaan – keadaan yang umumnya memerlukan pemasangan infus adalah

a. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
b. Trauma abdomen berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah).
c. Fraktur khusus di pelvis dan femur (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
d. Heat stroke (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi).
e. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi).
f. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
g. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangancairan tubuh dan komponen
darah).
h. Dehidrasi
4. PROSEDUR PEMASANGAN INFUS

Tahap-tahap pelaksanaan pemasangan infuse adalah sebagai berikut :

a. Letakkan pasien pada posisi yang nyaman, sebaiknya lengan pasien disangga dengan
bantal kecil.
b. Identifikasi vena yang akan dikanulasi, vena daerah ante-cubital (punggung tangan)
kiri ( vena basilica atau vena cephalica).
c. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan non-steril (non-sterile gloves, DC 2002)
d. Pasang torniket pada lengan bagian proximal dari daerah vena yang akan dikanulasi,
nadi arteri radialis harus tetap teraba.
e. Minta pasien untuk buka tutup genggaman tangan ( memperbesar pengisian vena).
f. Bersihkan bagian kulit dengan larutan chlorhexidine atau alcohol 70%, biarkan sampai
kering dan jangan raba atau sentuh lagi bagian tersebut.
g. Buka iv-catheter yang sudah dipilih ukurannya, pegang dengan posisi bevel stylet
menghadap keatas.
h. Pegang tangan pasien dengan tangan kiri, gunakan ibu jari menekan dan fiksasi (untuk
stabilisasi) distal vena yang akan dikanulasi
i. Pegang iv-catheter sejajar vena, dan membentuk sudut 100 -300 dengan permukaan kulit,
lakukan insersi (tusukan). Bila iv-catheter sudah masuk yang ditandai dengan adanya
darah yang masuk kedalam chamber (flash back), kemudian datarkan iv-catheter untuk
mencegah tertusuknya dinding posterior dari vena, sorong masuk ± 1 mm.
j. Tarik stylet perlahan dan darah harus terlihat masuk kedalam iv-catheter, hal ini
memberi konfirmasi bahwa kanula berada dalam vena.
k. Sorong masuk iv-catheter kedalam vena dengan perlahan, bebaskan torniket,
masukkan stylet kedalam kantong sampah benda tajam.
l. Flush iv-catheter untuk memastikan patensi dan mudahnya penyuntikan tanpa adanya
rasa sakit, resistensi, dan timbulnya pembengkakan.
m. Fixasi iv-catheter dengan moisture-permeable transparent dressing ( supaya bila ada
phlebitis atau dislodge dapat terlihat)

116
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
n. Catat seluruh prosedur ini, termasuk alat-alat, tempat atau lokasi kanulasi, operator,
dan jumlah tusukan yang dilakukan.

5. MAINTENENCE CAIRAN

Kebutuhan cairan harinya seperti berikut :

a. 100 ml/kg pada 10 kg pertama berat badan


b. 50 ml/kg pada 10 kg kedua berat badan
c. 20 ml/kg pada sisa berat badan selanjutnya

Untuk kemudahan, pada 24 jam dibagi perjamnya menjadi :

a. 100 ml/kg/24 jam = 4 ml/kg/jam pada 10 kg pertama berat badan


b. 50 ml/kg/24 jam = 2 ml/kg/jam pada 10 kg kedua berat badan
c. 20 ml/kg/24 jam = 1 ml/kg/jam pada sisa berat badan selanjutnya

Contoh : pada orang berat badan 40 kg, cairan maintenance menjadi : 40 ml/jam + 20
ml/jam + 20 ml/jam = 80 ml/jam

6. KOMPLIKASI PEMASANGAN INFUS

Komplikasi yang paling umum yang timbul dari kanulasi intravena :

a. Nyeri
b. Memar
c. Infeksi bakteri
d. Ekstravasasi
e. Flebitis
f. Trombosis
g. Emboli, dan kerusakan saraf.

117
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Ed.Kedua.
Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.
2. Bongard F.S., Sue D.Y., Vintch J.R., 2008. Current Diagnosis and Treatment
3. Sue, D.Y., 2005. Current Essentials of Critical Care. McGraw Hill.
4. Powel, jeremy. 2011. British Consensus Guidelines on Intravenous Fluid Therapy for Adult
Surgical Patients. BAPEN

118
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
SYOK
Ditinjau kembali oleh :

dr. Nizar D. Rahmatullah


dr. Muthi‘ah Ramdhani Agus
dr. Hitaputra Agung Wardhana, Sp.B.,FINACS

1. DEFINISI
Syok atau renjatan dapat diartikan sebagai keadaan terdapatnya pengurangan yang sangat besar
dan tersebar luas pada kemampuan pengangkutan oksigen serta unsur-unsur gizi lainnya secara efektif
ke berbagai jaringan sehingga timbul cidera seluler yang mula-mula reversible dan kemudian bila
1
keadaan syok berlangsung lama menjadi irreversible. Selain itu syok merupakan suatu kelainan
progresif yang menyebabkan kematian bila masalah-masalh yang mendasarinya tidak dikoreksi. Yang
menjadi masalah yang mendasari bisa seperti kehilangan banyak darah/exsanguinations, trauma atau
luka bakar yang luas, infark miokard, emboli paru, dan sepsis. Tanpa memandang sebabnya, syok
ditandai oleh hipoperfusi sistemik jaringan; yang bisa disebabkan oleh curah jantung yang berkurang
atau oleh berkurangnya volume darah efektif yang beredar. Akibatnya adalah menjadi gangguan perfusi
3
jaringan dan hipoksia.

Syok adalah salah satu keadaan darurat medik yang perlu mendapat pertolongan medis segera.
Namun pertolongan prehospital yang benar dapat membantu meningkatkan kualitas hidup korban
4
karena dapat mencegah perburukan kondisi.
3
Patogenesis Syok

Beberapa karakteristik pathogenesis syok sama tanpa memperhatikan penyebab yang


mendasari. Jalur akhir dari syok adalah kematian sel. Begitu sejumlah besar sel dari organ vital telah
mencapai stadium ini, syok menjadi irreversible, dan kematian terjadi meskipun telah dilakukan
koreksi terhadap penyebab/masalah yang mendasarinya. Mekanisme pathogenesis yang
menyebabkan kematian sel tidak sepenuhnya dipahami.

Syok umumnya cenderung berkembang melalui tiga tahap umum, kecuali bila kelainan
yang ada sangat masif dan mematikan dengan cepat (misalnya, hilangnya darah/exsanguinations
dari suatu aneurisme aorta yang ruptur). Tahap tahap ini telah diketahi dengan lebih jelas pada
syok hipovolemik namun juga dapat dipakai secara umum pada syok bentuk lain :

a. Tahap awal non-progresif,


Saat mekanisme kompensasi refleks diaktifkan dan perfusi organ vital dipertahankan. Pada tahap
ini berbagai mekanisme neurohumoral bekerja membantu mempertahankan curah jantung dan
tekanan darah. Mekanisme ini meliputi refleks baroreseptor, pelepasan katekolamin dan hormon
antidiuretik, pengaktifan jalur rennin-angiostensin-aldosteron, dan rangsangan simpatis umum.

b. Tahap progresif,
Ditandai dengan hipoperfusi jaringan dan mulainya sirkulasi yang memburuk dan gangguan
metabolisme, termasuk asidosis. Tahap ini terjadi karna penyebab yang mendasari timbulnya
119
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
syok tidak dikoreksi. Sejalan dengan hipoksia jaringan yang meluas, organ-organ vital
terpengaruh dan mulai mengalami kegagalan organ.

c. Tahap irreversible,
Jejas sel dan jaringan sangat berat sehingga walaupun defek hemodinamik diperbaiki , tidak
memungkinkan pasien selamat. Jejas sel yang meluas tergambarkan dari kebocoran enzim
lisosomal, yang memperburuk keadaan syok. Fungsi kontraktil otot jantung memburuk, antara
lain oleh karena meningkatnya pembentukan nitrat oksida. Pada tahap ini di mana kegagalan
organ yang terjadi walaupun diberikan pengobatan yang terbaik, biasanya proses akan terus
berlanjut hingga berakhir pada kematian.

2. KLASIFIKASI SYOK
Berdasarkan penyebabnya

1
a. Syok Hipovolemik atau oligemic
Perdarahan dan kehilangan cairan yang banyak akibat sekunder dari muntah, diare, luka bakar, atau
dehidrasi menyebabkan pengisian ventrikel tidak adekuat, seperti penurunan preload berat,
direfleksikan pada penurunan volume, dan tekanan end diastolic ventrikel kanan dan kiri. Perubahan
ini yang menyebabkan syok dengan menimbulkan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung
yang tidak adekuat
1
b. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ini akibat depresi berat kerja jantung sistolik. Tekanan arteri sistolik < 80
2
mmHg, indeks jantung berkurang di bawah 1,8 L/menit/m , dan tekanan pengisian ventrikel kiri
meningkat. Pasien sering tampak tidak berdaya, pengeluaran urin kurang dari 20 ml/jam,
ekstremitas dingin dan sianotik.

Penyebab paling sering adalah infark miokard ventrikel kiri, miokarditis akut dan depresi
kontraktilitas miokard.
1
c. Syok Obstruktif Ekstra Kardiak
Syok ini merupakan ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastole, sehingga secara
nyata menurunkan volume sekuncup (stroke volume) dan berakhirnya curah jantung. Penyebab
lain bisa karena emboli paru masif.
120
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
1
d. Syok Distributif
Bentuk syok septik, syok neurogenik, syok anafilaktik yang menyebabkan penurunan tajam
pada resistensi vaskuler perifer.

Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :

a. Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh
reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa,
saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh makrofag. Makrofag segera mempresentasikan
antigen tersebut kepada limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang
menginduksi limfosit B berproliferasi menjadi sel plasma (plasmosit). Sel plasma memproduksi
Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor
permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.

b. Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit
dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang.
Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat
oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain
histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang disebut dengan
istilah preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari
membran sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa
waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators.

c. Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator
yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin
memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan
edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronkospasme
dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor
kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan
bronchokonstriksi, demikian juga dengan leukotrien.

121
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
4
Penjelasan di atas dapat dirangkum dalam tabel di bawah ini:

Jenis Syok Penyebab Contoh

Kehilangan darah
(perdarahan)
Kehilangan darah dan/atau Kehilangan
cairan tubuh dalam jumlah plasma darah
Syok Hipovolemik besar tubuh mengalami (luka bakar)
kekurangan volume darah Kehilangan cairan
untuk mengangkut oksigen tubuh
(muntah, diare,
dehidrasi)
Trauma multipel
Kegagalan jantung memompa
darah
Gagal jantung,
Serangan jantung,
Kematian otot
jantung (infark
Syok Kardiogenik
miokard),
Hilangnya
elastisitas otot
Jantung,
Aritmia/disritmia
jantung

Obstruksi yang menghambat Perdarahan


darah untuk masuk atau keluar pericardium
dari jantung (cardiac
tamponade)
Syok Obstruktif
Aneurisma aorta
Emboli paru
Tension
pneumothorax
Gangguan pada pembuluh Infeksi (septic
darah, biasanya berupa shock),
vasodilatasi/pelebaran Reaksi alergi
Syok berlebih sehingga perfusi (anafilaksis),
Distributif/Anafilaktik jaringan buruk meskipun Gangguan saraf
jantung dapat memompa yang
dengan baik. Pelebaran mengganggu
pembuluh darah perifer fungsi
122
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Berlebih juga dapat pembuluh darah
menyebabkan syok karena ,(neurogenik)
bagian sentral dapat Cedera spinal
kekurangan darah.

123
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
4
Syok perdarahan berdasarkan jumlah darah yang hilang

Klasifikasi
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Syok

Kehilangan
Hingga
darah (ml) 750 750–1500 1500–2000 >2000

Kehilangan
Hingga
darah (%) 15% 15–30% 30–40% >40%

Denyut nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan
Normal Normal Menurun Menurun

Normal
Tekanan nadi
atau Menurun Menurun Menurun

Frekuensi

pernapasan 14–20 20–30 30–40 >40

Produksi
urine

(cc/jam) >30 20–30 5–15 Tdk berarti

Sedikit Sedikit
Status Mental cemas cemas Cemas Bingung,

Penggantian Kristaloid Kristaloid Kristaloid


Kristaloid dan
Cairan dan
darah
darah

124
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

3. DERAJAT SYOK
1
Berat dan ringannya syok:

Syok Ringan

Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan prgan non-vital seperti kulit, lemak, otot
rangka, dan tulang. Jaringan ini relative dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa
adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi
urin normal atau anya sedikit menurun, asidosis metabolic tidak ada atau ringan.

Syok Sedang

Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal, dan lainnya).
Organ- organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti lemak, kulit, dan otot.
Oligouria bisa terjadi dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.

Syok Berat

Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokonstriksi di semua
pembuluh darah lain. Terjadi oligouria dan asidosis berat, ganguan kesadaran dan tanda- tanda
hipoksia jantung.

4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis syok secara umum4

a. Nadi cepat namun lemah/dangkal, ketika sudah parah, nadi menjadi sangat lambat
dan lemah
b. Kulit pucat, dingin, dan lembab
c. Wajah pucat atau terlihat sianosis/kebiruan pada bibir, lidah, dan cuping telinga
d. Merasa haus, dingin, mual, dan ingin muntah
e. Merasa lemah dan lesu
f. Kehilangan kesadaran, kebingungan, atau merasa pusing
g. Mata terlihat sayu dan pupil melebar
h. WPK (Waktu Pengisian Kapiler) >2 detik

Manifestasi klinis syok secara khusus


1,2
a. Syok Hipovolemik
Manifestasi klinik dari syok adalah hipotensi, pucat, berkeringat dingin, sianosis, kencing
berkurang, oligouria, ganggua kesadaran, sesak nafas.
125
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
1
b. Syok Septik/ Syok Bakteremik
Fase hiperdinamik (syok panas) Fase hipodinamik

Hiperventilasi Tekanan vena sentral menurun

Tekanan vena sentral meninggi Hipotensi

Indeks jantung naik Curah jantung berkurang

Alkalosis Vasokonstriksi perifer

Oligouria Daerah akral dingin

Hipotensi Asam laktat meninggi

Daerah akral hangat Keluaran urin berkurang

Tekanan perifer rendah

Laktikasidosis

c. Syok Neurogenik1

Tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bradikardi, sesudah pasien menjadi tidak
sadar, barulah nadi bertambah cepat. Pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler, dan vena,
maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.

d. Syok Kardiogenik1
o Pasien tidak sadar atau hilangnya kesadaran secara tiba- tiba.
o Sianosis akibat dari aliran perifer berhenti
o Akral dingin

5. LANGKAH- LANGKAH PERTAMA MENANGANI SYOK Langkah pertolongan pertama


dalam menangani syok untuk awam terlatih2,4

a. Bawa korban ke tempat teduh dan aman4


b. Minta orang-orang yang tidak berkepentingan untuk tidak mengerumuni korban4
c. Posisi Tubuh

o Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita
dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
o Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan
sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang
126
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk
membebaskan jalan napas.
o Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak
sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan
cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah
atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas
tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
o Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak
ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.
o Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan
posisi telentang datar.
o Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki
ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah
menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita
menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.

d. Pertahankan Respirasi

o Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
o Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(guedel/oropharingeal airway).
o Berikan oksigen 6 liter/menit
o Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (ambu
bag) atau ETT.
o Jika denyut nadi tidak ada lakukan BLS4
o
Jika nadi ada namun tidak bernapas lakukan rescue breathing4 Jika napas dan nadi ada
pertahankan jalan napas dan lanjut ke penanganan selanjutnya4

e. Pertahankan Sirkulasi

o Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah,
warna kulit, isi vena, produksi urin, dan Central Venous Pressure (CVP) untuk tim
medis ahli. Kontrol perdarahan dan rawat cedera lain bila ada4 Tinggikan tungkai korban
15-30 cm agar lebih tinggi dari kepala (jika tidak dicurigai adanya cedera spinal) agar
aliran darah dari tungkai dapat mengalir ke organ vital (jantung dan otak) dengan lancar4
o
Pastikan bahwa kepala korban lebih rendah dari jantung, otak adalah salah satu organ
paling vital yang cepat mengalami kematian sel bila tidak tersuplai oksigen4
o
Longgarkan pakaian korban yang terlalu ketat untuk memperlancar sirkulasi4
o
Pertahankan suhu tubuh korban dan cegah kehilangan panas dengan menyelimuti dan
memberi tutup kepala4
o
Pertahankan kadar oksigenasi korban dengan memberikan oksigen jika memungkinkan4
o
Pantau dan reassessment kondisi korban4

Langkah pertolongan pertama dalam menangani syok untuk paramedis: 3


127
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
a. Letakkan pasien pada posisi telentang kaki lebih tinggi agar aliran darah otak
maksimal. Gunakan selimut untuk mengurangi pengeluaran panas tubuh.
b. Periksa adanya gangguan respirasi. Dagu ditarik kebelakang supaya posisi
kepala menengadah dan jalan nafas bebas, beri O2, kalau perlu diberi nafas
bantuan.
c. Pasang segera infus cairan kristaloid dengan kanul yang besar (18, 16)
d. Lakukan pemeriksaan fisik yang lengkap termasuk kepala dan punggung. Bila
tekanan darah dan kesadaran relatif normal pada posis telentang, coba periksa
dengan posisi duduk atau berdiri.
e. Keluarkan darah dari kanul intravena untuk pemeriksaan laboratorium : darah lengkap,
penentuan golongan darah, analisis gas darah elektrolit. Sampel darah sebaiknya diambil
sebelum terapi cairan dilakukan.
f. Pada syok hipovolemik, kanulasi dilakukan pada v. safena magna atau v. basilika dengan
kateter nomor 16 perkutaneus atau vena seksi. Dengan memakai kateter yang panjang untuk
kanulasi v. basilika dapat sekaligus untuk mengukur Tekanan Vena Sentral (TVS).
g. Pada kecurigaan syok kardiogenik, kanulasi vena perkutan pada salah satu vena ekstrimitas
atas atau vena besar leher dilakukan dengan kateter nomor 18- 20. Peubahan nilai PaCO2,
PaO2, HCO3, dan pH pada analisis gas darah dapat dipakai sebagai indikator beratnya
gangguan fungsi kardiorespirasi, derajat asidosis metabolik, dan hipoperfusi jaringan.
h. Beri oksigen sebanyak 5-10 L/menit dengan kanul nasal atau sungkup muka dan sesuaikan
kebutuhan oksigen PaO2. Pertahankan PaO2 tetap di atas 70 mmHg.
i. Beri natrium bikarbonat 1 atau 2 ampul bersama cairan infus elektrolit untuk
mempertahankan nilai pH tetap di atas 7,1, walaupun koreksi asidosis metabolik yang terbaik
pada syok adalah memulihkan sirkulasi dan perfusi jaringan.
j. Terapi medikamentosa segera
o Adrenalin dapat diberikan jika terdapat kolaps kardivaskuler berat (tensi/nadi hampir
tidak teraba) dengan dosis 0,5-1 mg larutan 1 : 1000 intra muskuler atau 0,1-0,2 mg
larutan 1 : 1000 dalam pengenceran dengan 9 ml NaCl 0,9 % intravena. Adrenalin
jangan dicampur dengan natrium bikarbonat karena adrenalin dapat menyebabkan
inaktivasi larutan basa.
o Infus cepat dengan Ringer‘s laktat (50 ml/menit) terutama pada syok hipovolemik.
Dapat dikombinasi dengan cairan koloid (dextran L).
o Vasopresor diberikan pada syok kardiogenik yang tidak menunjukkan perbaikan
dengan terapi cairan. Dopamin dapat diberikan dengan dosis 2,5 Ug/kg/menit
(larutkan dopamin 200 mg dalam 500 ml cairan dekstrosa 5%. Setiap ml larutan
mengandung 400 Ug dopamin). Dosis dopamin secara bertahap dapat ditingkatkan
hingga 10-20 Ug/kg/menit. Pemberian vasopresor pada hipovolemia sedang sampai
berat tidak bermanfaat.
l. Pantau irama jantung dan buat rekaman EKG (terutama syok kardiogenik). Syok adalah
salah satu predisposisi aritmia karena sering disertai gangguan keseimbangan elektrolit, asam
dan basa.
m. Pantau diuresis dan pemeriksaan analisis urin.
n. Pemeriksaan foto toraks umumnya bergantung pada penyebab dan tingkat kegawatan syok.
Semua pasien syok harus dirujuk ke rumah sakit, terutama untuk perawatan intensif

128
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
6. PENATALAKSANAAN SYOK BERDASARKAN JENISNYA

Penatalaksanaan Syok Anafilaktik2,5

a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi
dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
b. Penilaian A-B-C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu: Airway
(membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan
leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu
dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut
(jaw thrust)

Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas,
baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai edem
laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang
mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat- obatan, juga harus
diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera
ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.

Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis),
segera lakukan kompresi jantung luar.
129
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
c. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1: 1.000 untuk penderita dewasa
atau 0.01 mg/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini
dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis
menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4 ug/menit.
d. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang
memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena
dosis awal yang diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
e. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi
efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
f. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai
tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat.
Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan
perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya
peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila
memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari
perkiraan kekurangan volume plasma.
g. Dalam keadaan gawat, pada penderita syok anafilaktik jangan dikirim ke
rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Bila terpaksa
dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus
semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi
penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam
posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
h. Kalau syok sudah teratasi, lakukan evaluasi selama kurang lebih 4 jam.
Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali
suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk evaluasi.

130
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Algoritma Penanganan Syok Anafilaktik

131
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
2,5
Penatalaksanaan Syok Hipovolemik

a. Mempertahankan Suhu Tubuh


Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah
kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita
karena akan sangat berbahaya.

b. Pemberian Cairan
o Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah,
atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
o Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang
mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
o Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra.
Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah.
o Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.

Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah cairan
yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah
pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik.
Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian
volume intravaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan
yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan
jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang
dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap. Pemantauan
tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan.

c. Mempertahankan Suhu Tubuh


Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah
kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita
karena akan sangat berbahaya.

d. Pemberian Cairan
 Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah,
atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
 Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang
mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
 Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra.
Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah.
 Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume

132
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.

Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah cairan
yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah
pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik.
Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian
volume intravaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan
yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan
jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang
dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap. Pemantauan
tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan.

133
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Algoritma Penanganan Syok Hipovolemik

134
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
1,5
Penatalaksanaan Syok Kardiogenik

Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang
akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk
menghilangkan nyeri.

Algoritma Penanganan Syok Kardiogenik

135
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
5
Penatalaksanaan Syok Septik

Algoritma Penanganan Syok Septik

136
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
1,2,5
Penatalaksanaan Syok Neurogenik

Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan
sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong jalannya darah.
Penatalaksanaannya:

a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
trendelenburg).
b. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya
dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi
dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator
mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari
pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi
yang berulang.
Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per
infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap
tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urine output untuk menilai respon
terhadap terapi.

Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-
obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang merupakan indikasi, sedangkan
kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien):

a. Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10


mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi
takikardi.
b. Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan
tekanan darah. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan
pengaruhnya terhadap jantung. Sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik.
Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak
boleh diberikan pada pasien syok neurogenic.
c. Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan
darah melalui vasodilatasi perifer.

137
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Algoritma Penanganan Syok Neurogenik

7. HAL YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN4

a. JANGAN meninggikan kepala. Jaga posisi kepala lebih rendah dari tungkai dan
jantung
138
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

b. JANGAN memindahkan korban jika dicurigai adanya cedera spinal

c. JANGAN memberikan cairan atau makanan melalui mulut apabila korban


belum benar-benar sadar, untuk menghindari tersedak atau masuknya cairan ke
paru-paru

139
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:EGC.2013.

2. Rifki,Az. Simposium Emergency in Field Activities.Padang:RSI Siti


Rahmah.2013.

3. Buku Diklat PTBMMKI 2015.

4. Buku Panduan Pendidikan dan Latihan Dasar TBMM Panacea FK


UGM. 1st ed. Yogyakarta: TBMM Panacea FK UGM; 2016.

5. Buku Materi Diklat Medis, KAT dan Pengabdian masyarakat


Hippocrates Emergency Team Angkatan XXV

140
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
TRAUMA LINGKUNGAN

1. MOUNTAIN SICKNESS
Acute Mountain Sickness (AMS) merupakan penyakit yang dapat mengenai
seseorang pada 6-12 jam setelah mencapai daerah dataran tinggi atau ketinggian,
1,14.
umumnya diatas 2.400m dpl.

1.1.Penyebab

Kejadian dari AMS ini bergantung pada ketinggian, faktor risiko yang dimiliki
2
oleh orang tersebut, dan kecepatan pendakian.

1.2.Gejala

Tanda dan gejala yang tergolong ringan ini umumnya cenderung memburuk pada
malam hari ketika laju pernafasan berkurang, yakni meliputi:

a. Sakit kepala
b. Pusing atau kepala terasa ringan
c. Lemah
d. Nadi cepat
e. Sesak nafas
f. Kehilangan nafsu makan
g. Mual atau muntah
h. Gangguan tidur
i. Malaise
Tanda dan gejala yang termasuk gejala sedang atau berat, antara lain:

a. Adanya suara gelembung pada dada


b. Batuk dengan keluarnya cairan berbusa
c. Pasien canggung dan mengalami kesulitan saat berjalan
d. Adanya gangguan kesadaran hingga hilangnya kesadaran
e. Sianosis
1,2,3,4
f. Sesak nafas pada saat beristirahat
1.3. Tatalaksana Awal

a. Segera evakuasi pasien ke ketinggian yang lebih rendah sesegera mungkin dengan
cara seaman mungkin, terutama bila gejala semakin memburuk

b. Pemberian oksigen dapat diberikan bila terdapat oksigen


c. Pemberian antidiuretik seperti acetazolamide 250 mg oral 2 kali
sehari pada orang dewasa dan 2,5mg/kgBB setiap 12 jam pada anak-anak

d. Dexamethasone oral 4mg setiap 6 jam untuk AMS pada orang

dewasa dan 0,15mg/kgBB/dosis setiap 6 jam pada anak-anak


141
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
e. Untuk pencegahan sebaiknya proses pendakian dilakukan secara

perlahan untuk membantu proses aklimatisasi pada tubuh1,5,6

13,15
2. HIPOTERMIA
Merupakan kedaan saat suhu tubuh berada di bawah normal sementara
tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi keadaan tersebut (tidak bisa
o o
menghangatkan tubuh). Suhu tubuh normal yakni 37 C +/-5 C. Seseorang
o
mengalami hipotermia apabila suhu tubuh < 35 C.
13
2.1. Penyebab

Berada pada udara atau air yang dingin dalam waktu yang cukup lama.
Hipotermia juga bergantung kepada usia, massa tubuh, lemak tubuh, keadaan
kesehatan dan durasi terpapar paparan dari tiap-tiap individu.

Mekanisme :

Tubuh terpapar udara atau lingkungan dingin tubuh kehilangan panas dari kulit
kehilangan panas dipercepat bila hembusan angin juga cukup kuat

termoregulasi bekerja vasokonstriksi, produksi panas dari otot dsb

organ lain menurunkan fungsinya supaya panas tetap terjaga dan darah tetap

terpasok ke otak sebagai pusat pengatur temperature suhu bila suhu terus

menurun maka fungsi otak akan semakin menurun juga kemudian diikuti

dengan penurunan pernafasan dan denyut jantung.

13,15
2.2. Gejala

Gejala umum yang sering ditimbulkan ialah :

a. Gemetaran atau mengggigil


b. Nafas pelan dan dangkal
c. Denyut nadi lambat dan lemah
d. Ceroboh, kehilangan keseimbangan
e. Mati rasa pada akral (ujung tangan dan kaki)
f. Bicaranya kacau dan meracau
g. Kebingungan
h. Kehilangan/ gangguan ingatan jangka pendek
i. Pusing, lelah dan lemah
j. Kulit pucat dan dingin

Gejala Berdasarkan Derajat Hipotermia :


142
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Temperatur Derajat Tanda dan Gejala

Hipotermia

0 0
36.1 C – 37.5 C Suhu tubuh -

normal

0 0
32 C – 35 C Hipotermia ringan gemetaran, menggigil,

merinding, kulit

kebiruan,

kebingungan,

gangguan bicara,

gangguan daya ingat,

hiperventilasi,

takipnea, takikardi,

tekanan darah normal.

0 0
28 C – 32 C Hipotermia mengantuk (penurunan

sedang kesadaran), tidak

menggigil lagi,

berhalusinasi,

hipoventilasi, pupil

berdilatasi,

hyporeflexia,denyut

jantung menurun.

0
<28 C Hipotermia berat kekakuan, kehilangan

143
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
kesadaran, nafas

berhenti, denyut

jantung berhenti

(ventricular aritmia),

refleks kornea hilang,

edema pulmonal.

hipotensi.

2.3. Tatalaksana Awal

a. Pindahkan korban ke tempat yang hangat dan kering


b. Keringkan seluruh pakaian korban sesegera mungkin, ganti kalau
perlu
c. Lindungi korban dari angin dan cegah supaya tidak mengalami
kehilangan panas tubuh dengan selimut, baju kering dan hangat
d. Mulai hangatkan korban dengan menyelimuti, menambahkan pakaian
hangat. Dipeluk dengan para penolong dapat mentransfer panas tubuh
dari penolong ke korban untuk membantu menghangatkan.
e. Beri minum hangat bila orang tersebut mampu untuk minum
(HINDARI memberi kafein dan alkohol karena dapat mempercepat
diuresis)
f. Jangan menggosok dengan cepat atau memijat bagian ekstremitas
terutama pada hipotermia berat, aktivitas otot seperti ini dapat
menghentikan kerja jantung
g. Segera RJP jika terdapat indikasi tidak ada napas dan denyut nadi.
h. Jangan tergesa-gesa menghangatkan korban yang hipotermia berat.
Segera rujuk!

3. FROSTNIP DAN FROSTBITE


Frostnip merupakan bentuk yang paling ringan dari trauma dingin dengan ciri-
ciri adanya rasa nyeri pada bagian tubuh yang mengalami trauma, pucat, anestesi, dan
reversibel dengan pemanasan.

Kondisi frostnip akan pulih jika dilakukan pemanasan dan tidak kehilangan
jaringan, kecuali bila keadaan berulang dalam beberapa tahun karena hilangnya
bantalan jaringan lemak dan atropi.

Frostbite adalah adanya pembekuan jaringan yang terjadi karena pembentukan


kristal intraseluler dan oklusi mikrovaskuler sehingga terjadi anoksia jaringan yang

144
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
16
menyebabkan hilangnya warna dan rasa pada area yang terkena . Biasanya frostbite
16
mengenai hidung, telinga, pipi, dagu, jari tangan atau kaki .

• Derajat I :hiperemia dan edema tanpa nekrosis kulit


• Derajat II :pembentukkan vesikel dan bulla serta hiperemia dan edema
dengan nekrosis sebagian lapisan kulit.
• Derajat III:terjadi nekrosis seluruh
lapisan kulit dan jaringan biasanya disertai
dengan
• Derajat IV :nekrosis seluruh lapisan kulit termasuk gangren dari
otot dan tulang

3.1. Tatalaksana Awal

1. Segera hindari pajanan lebih lanjut terhadap dingin, pindahlah ke

area yang lebih hangat.

2. Baju-baju sempit dan lembab harus dilepaskan dan diganti dengan selimut hangat

3. Berikan minuman hangat


4. Rendam bagian tubuh yang kedinginan dengan air hangat (bukan air panas)
yang akan nyaman disentuh oleh (20-30 menit)
5. Berikan analgetik
6. Apabila ada jaringan yang rusak (nekrosis, gangrene) segera bersihkan.
7. Usahakan tidak berjalan menggunakan kaki yang terkena frostbite16.
8. Jangan lakukan pemijatan pada area yang terkena frostbite16.
9. Korban dapat diberikan antibiotik oral.
10. Rujuk.

4. HIPERTEMIA
4.1. Heat stroke

Heat stroke adalah terjadinya gangguan pada susunan saraf pusat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran tiba-tiba. Terjadi akibat temperatur internal
tubuh meningkat mencapai level yang membahayakan (>39,5°C). Mekanisme
normal tubuh untuk menurunkan suhu terganggu, biasanya setelah melakukan
aktivitas fisik yang berat pada lingkungan dengan suhu yang sangat panas tanpa
asupan cairan yang cukup. Untuk evaluasi, pengukuran suhu tubuh secara oral
kurang akurat bila dibandingkan dengan pengukuran secara rectal17.

a. Gejala

TRIAS HEAT STROKE

145
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
1. Gangguan susunan saraf pusat penurunan kesadaran,
bahkan bisa sampai terjadi koma.
2. Hiperpireksia temperatur rektal 41-43oC, temperatur
axila 42oC.
3. Kulit panas, kering, tidak ada keringat, penurunan turgor
kulit.
1. Temperatur tubuh sangat tinggi (hiperpireksia)
2. Kulit kemerahan, panas, dan kering tidak ada keringat
3. Korban kebingungan dan gelisah.
4. Korban mungkin kehilangan kesadaran
5. Pupil dilatasi
6. Mulut kering
7. Diawali dengan nafas cepat dan dalam kemudian dangkal dan lemah
8. Nadi cepat dan kuat, biasanya >130x/menit.
9. Mual muntah disertai hilang nafsu makan
10. Kadang disertai kejang
11. Penurunan tekanan darah
b. Tatalaksana

1. Turunkan panas badan dengan segera, tapi jangan menurunkan


panas seketika  pindahkan ke tempat sejuk, buka baju, kipas angin, atau
kompres dingin, tempatkan ice packs di bagian aksila17
2. Jika memungkinkan, beri korban minum
3. Mempertahankan fungsi vital tubuh
4. Tidur dengan posisi miring, kaki sedikit lebih tinggi
5. Terus monitor suhu tubuh
6. Jangan berikan obat-obatan apapun
7. Beri O2 100 %
8. Massage kulit untuk mencegah efek vasokonstriksi dari air dingin
9. Rujuk ke RS < 2 jam

4.2. Heat exhaustion

Heat exhaustion terjadi akibat aktivitas fisik yang cukup berat pada lingkungan
dengan suhu panas, tanpa asupan cairan dan garam yang cukup. Mekanisme terjadinya
adalah akibat kehilangan cairan dan elektrolit karena keringat yang berlebihandisertai
perubahan kardiovaskular.

a. Gejala
1. Sakit kepala
2. Pusing
3. Lemas (malaise)
4. Nyeri otot (mialgia)
5. Agitasi
6. Mual (nausea) muntah (vomitting)
7. Kulit dingin dan pucat
146
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
8. Berkeringat
9. Temperatur tubuh 38,3-40,6 ºC
10. Takikardia
b. Tatalaksana
1. Istirahatkan korban di tempat yang teduh/ sejuk
2. Pendinginan secara aktif dengan meningkatkan evaporasi korban.
3. Kompres dengan handuk basah.
4. Longgarkan pakaian korban. Kipasi korban.
5. Taruh ice packs pada bagian-bagian lipatan tubuh seperti ketiak.
Bila kesadaran baik, dapat diberikan air dingin.
6. Segera rehidrasi korban dengan memberikan larutan saline per oral
jika memungkinkan. Cairan fisiologis atau glukosa isotonic dapat
diberikan secara intravena.
7. Istirahatkan dari kegiatan sementara waktu‘

4.3. Heat cramps

Heat cramps adalah terjadinya kram otot yang terasa sangat nyeri, terjadi pada
otot yang digunakan untuk melakukan aktivitas fisik yang cukup berat. Kram otot
yang sangat nyeri dan mendadak lebih kurang 1-3 menit.Otot pada kaki dan perut
adalah yang tersering.

a. Penyebab

Pengeluaran cairan dan garam/elektrolit tubuh yang berlebihan. Dapat ditemukan


sendiri atau bersama-sama dengan heat exhaustion.

b. Gejala
1. Nyeri kepala
2. Pusing
3. Kulit dingin dan lembab
4. Temperatur tubuh mungkin normal atau sedikit meningkat
c. Tatalaksana
1. Istirahatkan korban di tempat yang teduh/ sejuk
2. Rehidrasi, terutama berikan larutan garam (larutan saline) per oral. Jangan
berikan tablet garam!
3. Pada bagian yang kram, kita dapat melakukan pelemasan dengan merelaksasikan
otot tersebut. Bila kram telah hilang, kita dapat memberikan pijatan lembut pada bagian
yang kram tersebut.
4. Minta korban untuk tidak melanjutkan aktivitas fisiknya.

5. LUKA BAKAR
Combustio adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak
dengan sumber panas, sehingga dapat menyebabkan kematian Patofisiologi luka
bakar adalah sebagai berikut12 :

147
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
a. Adanya kontak dengan sumber panas, terjadi kerusakan pembuluh kapiler,
permeabilitas meningkat, edema, bulla (membawa elektrolit), volume cairan
intravaskuler menurun
b. Sel darah rusak, anemia
c. Fase luka bakar. Dapat dibagi menjadi tiga, yaitu fase akut, fase sub akut,
dan fase lanjut.

Tingkat keparahan luka bakar bergantung pada :

a. Temperatur sumber panas


b. Durasi paparan terhadap panas
c. Bagian tubuh yang terpapar (luka bakar pada wajah dapat menggagu jalan
napas)
d. Usia dan status kesehatan korban ketika terpapar (anak-anak <5th dan orang tua
>65th dengan riwayat penyakit kronis seperti DM, malnutrisi, sakit/gagal jantung
dan/atau sakit/gagal ginjal)

5.1. Penyebab

a. Paparan suhu tinggi (api, air panas)


b. Listrik
c. Petir
d. Zat kimia (asam atau basa kuat)
e. Radiasi

5.2. Klasifikasi

a. Pembagian zona kerusakan 10

1. Zona koagulasi/ nekrosis

Daerah yang mengalami kontak dengan sumber panas paling

parah. Pada zona ini terjadi kerusakan jaringan yang bersifat ireversibel akibat
koagulasi protein pada jaringan tersebut.

2. Zona statis

Terjadi kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit dan leukosit, gangguan


perfusi (no flow phenomena). Zona ini harus segera diresusitasi untuk
mencegah

kerusakan ireversible.

3. Zona Hiperemis

Zona terluar yang mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak


melibatkan reaksi seluler.
148
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

b. Kedalaman luka bakar:

1. Derajat I
 Hanya mengenai lapisan epidermis
 Kulit tampak eritema (kemerahan), kering tanpa terbentuk
bulla.
 Terasa nyeri/ hipersensitif
2. Derajat II dangkal :
 Mengenai epidermis dan superficial dermis
 Kulit tampak hiperemis, lembab, nyeri dan terbentuk bulla
3. Derajat II dalam :
 Mengenai epidermis dan sebagian besar dermis
4. Derajat III :
 Mengenai epidermis dan dermis serta lapisan di
bawahnya.
 Kulit tampak pucat, abu-abu dan permukaan lebih rendah
dari sekitarnya.
 Tidak ada bulla dan tidak nyeri

149
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

18
Tabel 1. Karakteistik Luka Bakar sesuai derajatnya

Kedalaman Warna Bula Capilarry Sensasi Penyembuhan

(derajat) refill

I Merah Tidak Ada Ada Ya

IIA Pink Pucat Kecil Ada Nyeri Ya

IIB MerahGelap +/- Tidak Tidak Tidak

Ada ada

III Putih Tidak Tidak Tidak Tidak

Ada ada

10
Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan kedalaman luka bakar

Komponen Tipe luka bakar (Derajat)

penilaian
Epidermis Dermis Dermis Full thickness

(superfisial) (profunda)

Perdarahan Cepat Cepat Lambat -

setelah di

tusuk

Sensasi Nyeri Nyeri Nyeri tumpul -

Tampilan Merah, Kering, lebih Merah ceri Kering, putih,

berkilau putih berkulit

150
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Capillary refill Ada, cepat Ada, kembali - -

kembali lambat

c. Luas luka bakar

1. Palmar surface
luas permukaan telapak tangan korban (termasuk jari) kira-kira
0,8-1% total luas permukaan tubuh. Digunakan untuk luas
pemukaan <15% atau >85%.

2. Wallace’s Rule of Nines


metode ini banyak digunakan karena mudah dan cepat.
Digunakan untuk luas luka bakar sedang hingga lebar dan tidak
akurat untuk anak-anak.

3. Lund and Brower chart


metode ini paling akurat dapat digunakan untuk semua usia.

5.3.

G
e
j
a
l
151
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
a yang timbul dapat disesuaikan dengan keadaan atau klasifikasi berdasarkan
derajat luka bakar.Dapat dibaca pada poin sebelumnya.

1. Fase Akut
a.Cedera inhalasi (gangguan saluran pernapasan)

Obstruksi saluran napas bagian atas :mengalami nekrosis dengan sekret kental terjadi
peningkatan fibrin

Obstruksi saluran napas bagian bawah : Fibrin yang menumpuk pada mukosa
alveoli membentuk membran hialin terjadi gangguan difusi dan perfusi O2
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrom)

b. Gangguan mekanisme bernapas


Adanya jaringan parut (eskar) yang melingkar di permukaan rongga toraks
gangguan ekspansi rongga thoraks pada saat inspirasi

c. Gangguan sirkulasi
elektrolit ke ruang intersisial cairan di jaringan intersisial meningkat gangguan
keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik gangguan perfusi metabolisme
seluler syok hipovolemik

2. Fase Sub Akut


a. Systemic imflammatory response syndrome (SIRS)
b. Multy-system organ disfunction syndrome (MODS)
c. Sepsis

3. Fase Lanjut
Berlangsung sejak penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan.
Masalah/penyulit :

a. Parut hipertrofik
b. Kontraktur
c. Deformitas lainnya

5.4. Tatalaksana

Penatalaksanaan luka bakar harus memperhatikan hal-hal berikut :

a. Anamnesis Mode of Injury (MoI)


b. Prosedur ABCDE
c. Resusitasi cairan (formula Baxter)
d. Monitor vital sign
e. Urine output
f. Bila perlu rujuk ke burn center
152
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
g. Fase luka bakar (early – intermediate – late/ akut – sub akut –lanjut)

Pertolongan pertama pada korban trauma panas :

a. Hentikan proses trauma bakar (lihat penjelasan sebelumnya) dan sebelum memberi
pertolongan pastikan tempat korban berada telah aman.

b. Amankan ABC korban. Pastikan tidak ada trauma inhalasi (lihat penjelasan
sebelumnya)

c. Dinginkan bagian yang terbakar selama 10 – 20menit. Terapi ini efektif untuk 20
menit pertama pasca trauma. Tujuannya untuk mengurangi proses edema dan
mengurangi nyeri. Jangan menggunakan air es!

d. Pada luka bakar derajat 1, penolong dapat menggunakan kasa basah untuk
mengkompres luka bakar.

e. Tangani nyeri.
Dapat digunakan bebat atau berikan analgesic (opioid) atau NSAID
(ibuprofen).

f. Tangani luka bakar


Segera tutup luka bakar dan jaga agar pasien tetap merasa hangat. Syarat
dressing : steril, lay on wound rather than wrap it, tidak

lengket, transparan (mempermudah evaluasi). Contoh : Hypafix

Penatalaksanaan luka bakar berdasarkan derajatnya :

Derajat I

Untuk mengatasi rasa nyeri :


o
a. Kompres air dingin (15 C)
b. Pemberian preparat yang mengandung vehikulum gel (mis :
bioplacenton) untuk memberikan rasa nyaman dan memacu proses epitelisasi

c. Pemberian analgetik

Untuk penatalaksanaan luka, luka bakar derajat I cukup dirawat dengan


vaselin atau krim pelembab dan bersihkan kulit untuk mempercepat proses
penyembuhan.Sembuh dalam 5 –10 hari.

Derajat II

153
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
a. Bila bulla kecil akan sembuh spontan
b. Bila mengganggu, lakukan aspirasi tanpa melakukan pembuangan lapisan
c. Bila bulla besar, lakukan insisi dan aspirasi kemudian tutup dengan tulle dan kasa
absorben atau hidrofilik
d. Immobilisasi bagian tubuh yang terkena dalam tenggang waktu tertentu

e. Sembuh + 3 minggu dapat meninggalkan parut.

Derajat III

Stabilisasi luka bakar untuk derajat yang cukup berat :

a. Airway nilai dan lapangkan jalan napas sambil menunggu bantuan


b. Breathing menjaga pernapasan dan ventilasi
c. Circulation kontrol perdarahan

Untuk luka bakar derajat III harus dirujuk ke burn center untuk mendapat
penanganan lebih lanjut seperti skin graft.

Escharotomies :prosedur bedah yang biasa digunakan pada kasus luka bakar derajat III
(full thickness) dengan tujuan mencegah terjadinya compartment syndrome akibat
komplikasi full thickness burn.

SPECIAL CASES
1.
Luka bakar akibat zat kimia : Gunakan air mengalir saja, segera rujuk.

6. SYOK ELEKTRIK (KESETRUM)


6.1.Penyebab

Electrical injury atau luka akibat arus listrik adalah kerusakan


jaringan tubuh yang disebabkan oleh arus listrik yang melintasi tubuh.
Dapat berupa kulit yang terbakar, kerusakan organ internal dan jaringan.
10
Mempengaruhi jantung berupa aritma dan berhentinya pernapasan.
Luka akibat sengatan listrik biasanya menyebabkan luka laserasi minor
dan luka bakar. Menurut beberapa laporan kasus sengatan listrik juga
dapat menyebabkan perforasi mata, pneumotoraks, kelaianan retina.
11
Evaluasi klinis harus dilakukan apabila ada tada-tanda agitasi.

154
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
6.2. Gejala
12
a. Electrical mark
Merupakan kelainan yang dapat dijumpai pada tempat di mana arus
listrik masuk kedalam tubuh, dengan tegangan listriknya rendah sampai
sedang. Electrical mark berbentuk bundar atau oval, dengan bagian
yang datar dan rendah di tengah, yang dikelilingi oleh kulit yang
menimbul. Bagian tengah tersebut biasanya pucat dan kulit di luar
electric mark akan menunjukkan pelebaran pembuluh darah. Bentuk serta
ukuran electric mark tergantung bentuk dan ukuran benda berarus listrik
yang mengenai tubuh.

12
b. Joule Burn

Joule burn atau endogenous burn dapat terjadi bilamana kontak antara
tubuh dengan benda yang mengandung arus listrik cukup lama,
dengan demikian bagian tengah yang dangkal dan pucat pada electrical
mark dapat menjadi hitam hangus terbakar.

10
c. Extragenous Burn

Luka akibat arus listrik yang disebut exogenous burn dapat terjadi bila
tubuh mausia terkena benda yang berarus listrik dengan tegangan
tinggi, yang memang sudah mengandung panas. Tubuh korban akan
hangus terbakar dengan kerusakan yang sangat berat, yang tidak jarang
disertai dengan patahnya tulang-tulang.

6.3. Tatalaksana Awal

a. Jika memugkinkan untuk melepas kawat atau memindahkan sumbu


sekring tersebut, memadamkan atau mematikan stop kontak terkadang
hanya akan memadamkan alat listrik tanpa memutuskan aliran listrik
tersebut.
b. Segera memanggil bantuan seperti ambulans
c. Jika tidak dapt dipadamkan, segera gunakan objek yang tidak
menghantarkan listrik seperti sapu, kursi, permadani untuk mendorong
korban menjauhi sumber listrik. Jangan mencoba menolong korban
dengan menyentuh langsung atau terlalu dekat dengan korban.
d. Setelah korban terlepas dari sumber arus listrik segera periksa jalan napas,
pernapasan dan sirkulasi. Jika sangat lemah, bermasalah atau berhenti
segera perbaiki dan lakukan RJP.

155
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
e. Jika terdapat luka bakar, segera lepaskan pakaian yang dapat dilepas dari
permukaan luka tersebut dan diinginkan pada air mengalir sehingga nyeri
berkurang, lakukan pertolongan pertama pada luka
bakar. Jangan paksa lepas benda di pusat luka bakar.

f. Bila korban tidak sadar, pucat dan menunjukkan tanda-tanda shock,


posisikan korban dengan posisi kepala sedikit rendah dari badan dan kaki
diangkat

g. Electrical shock sering disertai trauma lain seperti, jatuh atau terlempar
yang menyebabkan cedera internal maupun eksternal. Hindari
menggerakkan korban dengan gerakan yang tidak perlu seperti memeluk
atau menggerakkan kepala korban, karna bisa saja korban kemungkinan
mengalami cedera cervical.

7. SINDROMA DEKOMPRESI
20
7.1.Pengertian Sindroma Dekompresi

Sindroma dekompresi/Decompresion sickness (DCS) merupakan


penyakit yang disebabkan oleh adanya gelembung pada darah atau
jaringan saat atau setelah mengalami penurunan tekanan lingkungan
(decompression). Emboli pada arteri dapat terjadi karena gelembung
udara yang mengembang dan menyebabkan kapiler alveolar ruptur
sehingga gas alveolus dapat memasuki sirkulasi arteri. Sindrom ini dapat
terjadi setelah naik dari kedalaman 1-1,5 m apabila volume paru saat
memulai penyelaman mendekati kapasitas paru total.
21
7.2.Klasifikasi Sindroma Dekompresi

Klasifikasi Golding untuk sindroma dekompresi dibagi menjadi


dua tipe, yakni sindroma dekompresi tipe 1 (simple bends) dan tipe 2
(serious).

Sindroma dekompresi tipe 1 (simple bends) didefinisikan sebagai


nyeri, biasanya di sekitar sendi, dengan onset rata-rata 3 jam (0-12
jam)setelah mencapai tekanan atmosfer. Seseorang dengan Sindroma
dekompresi tipe 1 (simple bends) dapat kembali bekerja keesokan
harinya, kecuali kondisinya mengharuskan untuk dirawat lebih lama.

Sindroma dekompresi tipe 2 (serious) didefinisikan sebagai gejala


selain nyeri atau tanda fisik yang meliputi vertigo, shock, abnormalitas
visual, paralisis, seizure bahkan tidak sadar. Manifestasinya dapat berasal
dari paru-paru, neurologi atau kardiovaskuler. Onset dari sindroma
dekompresi tipe 2 (serious) cepat, sekitar 50 menit setelah berada di
tekanan atmosfer. Gejala-gejala tersebut bertahan dari dimulainya
156
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
dekompresi hingga 6 jam setelah dekompresi.

22
7.3.Tanda dan Gejala Sindroma Dekompresi Gejala yang dapat
muncul pada pasien diantaranya:

 Gejala umum seperti merasa sangat lelah, lemah,


berkeringat, malaise atau anoreksia
 Nyeri sendi, nyeri punggung, atau gejala muskoloskeletal lain
 Bingung, tidak sadarkan diri.
 Kemerahan pada kulit
 Dyspnea, hemoptysis, batuk non-produktif
 Nyeri dada seperti terbakar
 Nyeri perut, mual, muntah.
 Retensi urin
 Parastesia, paresis, paralysis, migren, vertigo, atau ataxia
 Edema
 lemah, syok.
 disorientasi
 perubahan pada pupil, gelembung airpada pembuluh darah retina
atau nystagmus
 liebermeister sign (area pucat pada lidah)
 takipneu, respiratory distress, hemoptysis
 takikardi, hipotensi.
 muntah
 distensi vesika urinaria, penurunan urinary output
 hyperesthesia, hypoesthesia, paresis, kelemahan spincter anal,
kehilangan refleks bulbokavernosa, ataxia
 nyeri sendi subjektif atau penurunan range of movement
 lymphedema
 pruritus, pucat atau sianosis.

20
7.4. Prinsip Penatalaksanaan pada Sindroma Dekompresi

Penatalaksanaan utama dan terbaik pada sindroma dekompresi adalah


pemberian oksigen 100% selama beberapa jam, bahkan setelah manifestasi klinisnya
hilang. Oksigen 100% dapat membersihkan inert gas dari jaringan ke paru-paru
dengan perfusi dan membersihkan gelembung-gelembung yang ada. Kelebihan lain
dari pemberian oksigen 100% adalah memperbaiki jaringan yang hipoksia yang
disebabkan oleh iskemia karena gelembung udara, cedera mekanik atau kerusakan
biokimia.

Selama pemberian oksigen bertekanan tinggi, pemantauan cairan cukup


penting. Pemberian cairan IV dapat bermanfaat, terutama pada kasus yang cukup
157
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
serius. Hindari penggunaan cairan dengan glukosa karena dapat menimbulkan
hiperglikemia serta hindari cairan hipotonis karena dapat menyebabkan edema
intrasel.

158
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

DAFTAR PUSTAKA

1. Medline Plus Acute Mountain Sickness (internet) diupdate 13 Januari 2013. Tersedia pada
URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000133.htm Diakses pada tanggal
25 November 2016.

2. MedicineNet Definition ofAcute Mountain Sickness (internet) diupdate 14

Juni 2012. Tersedia pada URL:


http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=8576 Diakses pada
tanggal 25 November 2016.

3. WebMD Altitude Sickness: Topic Overview (internet) diupdate 4 Oktober

2012. Tersedia pada URL: http://www.webmd.com/a-to-z-guides/altitude-


sickness-topic-overview Diakses pada tanggal 25 November 2016.

4. NHS Choices Altitude Sickness: Overview (internet) diupdate 4 Februari

2013. Tersedia pada URL: http://www.nhs.uk/Conditions/Altitude-


sickness/Pages/Introduction.aspx Diakses pada tanggal 25 November 2016.

5. Andrew M. Luks, MD., Scott E. McIntosh, MD, MPH., et al. Wilderness


Medical Society Consensus Guidelines for the Prevention and Treatment of
Acute Altitude Illness. Wilderness and Environmental Medicine2010. 21.146-
155

6. NHS Choices Altitude Sickness:Treatment(internet) diupdate 4 Februari 2013.


Tersedia pada URL: http://www.nhs.uk/Conditions/Altitude-
sickness/Pages/Treatment.aspx Diakses pada tanggal 25 November 2016.
7. Hettiaratchy, S dkk. 2005. BURNS. Blackwell publishing : BMJ.
2004;328:1487–9

8. Kartohatmaojo, Sunarso. 2011. Luka Bakar (Combustio). www.scribd.com [25


November 2016]

9. MCphee SJ, Papadakis MA. 2009. Current Medical Diagnosis and Treatment.
USA: The McGraw-Hill Companies. Chapter 37

10. Anonymous Electrical Injuries (online) available at Electrical ang Lightning


Injuries. http://Merck.Manual.Professional.htm Diakses pada tanggal 27
November 2016.

159
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
11. Tintinalli, Judith E..2016. Tintinalli‘s Emergency Medecine
th
Comprehensive Study Guide 8 Edition.American College of Emergency
Physician. Section 16.

12. Electrical Injuries from Southern Medical Journal (on line) available at
http://medscape/CME/discussion/410681_3.htm Diakses pada tanggal 27
November 2016.

13. Dakota N. Health and Safety Guidelines Hypothermia and Cold Related
Injuries 1. 2015;1–6.

14. Naeije R and Swenson, ER. Inhaled Budesonide for Acute Mountain
Sickness. Eur Respir J 2017; 50; 1701355
[http://doi.org/10.1183/13993003.01355-2017]

15. DO AS. EM Basic - Hypothermia. EM Basic LLC; 2016.

16. CDC. Frostbite (intenet). diupdate 20 Desember 2016. Tersedia pada URL:
www.cdc.gov. Diakses pada 26 Desember 2017.

17. Helman, RS. Heat Stroke Treatment & Mnagement. (internet). diupdate 18 Mei
2017. Diakses pada 26 Desember 2017.

18. Lumbuun RFM, Wardhana A. Peranan Eksisi Dini dan Skin Graft pada Luka
Bakar Dalam. CDK-251. [online]. 2017. [cited in 2017 Dec 26] 44(4).
Available From <kalbemed.com>

19. Waldmann V. Electrical Injury. BMJ. [online]. 2017. [cited in 2017 Dec 26]
357;j1418. available from <www.bmj.com>

20. Vann RD, Butler FK, Mitchell SJ, Moon RE. Decompression Illness. The
Lancet [serial online]. 2011 [cited in 2017 Dec 26];377. available from
<www.ncbi.nlm.nih.gov>

21. Vann RD, Denoble PJ, Howle LE, Weber PW, Freiberger JJ, Pieper CF.
Resolution and Severity in Decompression Illness. Aviation, Space, and
Envirotmental Medicine [serial online]. 2009. [cited in 2017 Dec 26];
80(5):466-471. available from <www.uhms.org>

22. Pulley, SA. Decompression Sickness Clinical Presentation [serial on the


internet]. 2016. [cited in 2017 Dec 26]. available from
<emedicine.medscape.com>

160
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

ENVENOMASI DAN ANIMAL BITE


Telah di Tinjau oleh :

dr. I Gusti Ngurah Pramesemara, M. Biomed, Sp.And

(TBM Janar Dūta)

1. DEFINISI

a. Envenomasi adalah keracunan yang disebabkan oleh gigitan, sengatan, atau


sekret dari serangga atau anthropoda lainnya, dan atau gigitan ular berbisa.
Kebanyakan racun ditransmisikan melalui gigitan pada kulit, tetapi
beberapa racun ada yang diterapkan secara eksternal, terutama untuk bagian
jaringan yang sensitif seperti jaringan yang mengelilingi mata. Kasus
envenomasi merupakan kasus kegawatdaruratan yang perlu penanganan
secara cepat dan tepat.
b. Animal Bite adalah gigitan hewan yang menyebabkan luka, biasanya
tusukan atau laserasi, yang disebabkan oleh gigi. Gigitan hewan biasanya
menyebabkan luka pada kulit tetapi juga termasuk luka memar akibat
tekanan berlebihan pada jaringan tubuh akibat gigitan. Menggigit adalah
tindakan fisik yang tidak hanya menggambarkan serangan tetapi juga
merupakan respons normal pada hewan saat memakan, membawa benda,
melembutkan, dan menyiapkan makanan untuk anak-anaknya,
menghilangkan ektoparasit dari permukaan tubuhnya, menghilangkan biji
tanaman yang menempel pada bulu atau rambutnya. Gigitan hewan sering
mengakibatkan infeksi serius dan kematian.

2. KLASIFIKASI
Serangan Hewan Tersangka Rabies

a. Definisi
Rabies merupakan penyakit endemik yang terdapat di negara Afrika dan
Asia. Rabies merupakan penyakit infeksi virus akut pada sistem saraf pusat
mamalia (manusia) yang biasanya bersifat fatal dan menginfeksi manusia
melalui sekret, cakaran, atau gigitan hewan yang terinfeksi.
Infeksi didapat dengan masuknya virus lewat luka pada kulit atau mukosa.
Paling sering disebabkan oleh anjing, tapi bisa juga melalui kucing, rubah,
kera, rakun, serigala, kelelawar atau binatang menyusui lainnya yang
terinfeksi.
b. Cara penyebaran
Virus rabies ditemukan dalam jumlah banyak pada saliva hewan
yang menderita rabies. Virus ini akan ditularkan ke hewan lain atau
ke manusia terutama melalui :
1. Lewat luka gigitan pada kulit atau membran mukosa
2. Jilatan pada luka / kulit yang tidak utuh
161
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
3. Jilatan pada selaput mukosa yang utuh
4. Menghirup udara yang tercemar virus rabies (inhalasi), seperti goa kelelawar
5. Dari donor kornea penderita rabies

6. Kecelakaan kerja di laboratorium / akibat vaksinasi rabies yang masih

hidup Masa inkubasi dari virus rabies ini selama 1 minggu atau lebih,
pada umumnya 1 bulan.
c. Tanda-tanda penyakit rabies pada hewan :
1. Bertingkah laku aneh, kadang-kadang muram, sedih, gelisah, atau mudah marah
2. Mulutnya berbusa, tidak dapat makan atau minum
3. Kadang-kadang binatang jadi liar (gila) dan dapat menggigit setiap
manusia/binatang lain disekitarnya (agresif)
4. 2-4 hari setelah gejala pertama terjadi kelumpuhan, dan mati dalam waktu
5-7 hari

d. Gambaran klinis rabies

Fase Lamanya Gejala dan tanda


Prodromal 2-10 hari Demam, nyeri kepala,
letargi, anoreksia, mual,
muntah, malaise,
parestesia, agitasi,
ansietas, depresi

Neurologik akut 2-7 hari Halusinasi, bingung,


delirium, tingkah laku
aneh, disfagia, afasia,
hiperaktif, hiperventilasi,
aerofobia, hipoksia,
respon berlebihan
terhadap rangsangan suara
dan cahaya yang
mendadak, hidrofobia,
hipersalivasi, serangan
konvulsi, sindroma
abnormalitas ADH

162
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Kelumpuhan 0-14 hari Hipoventilasi, apnea, henti


nafas, hipotensi, aritmia
jantung, henti jantung

d. Penatalaksanaan
1. Di lapangan
Luka gigitan harus segera dicuci dengan sabun atau detergen dengan
air mengalir selama 5-10 menit
Debridement luka
Berikan desinfektan seperti alcohol 40-70%, tinktura yodii, atau
larutan ephiran 0,1%

2. Di Rumah Sakit
 Vaksinasi

Pada luka gigitan yang ringan pemberian vaksin saja sudah cukup tetapi
pada semua kasus gigitan yang parah dan semua gigitan binatang liar yang
biasanya menjadi vektor rabies, kombinasi vaksin dan serum anti rabies
(SAR) adalah yang paling ideal dan memberikan proteksi yang jauh lebih
baik dibandingkan dengan vaksin saja.
VAR (Vaksin Anti Rabies)
Vaksinasi pre-exposure
Untuk menghindari infeksi virus rabies, disamping pemberian
VAR setelah mendapatkan gigitan hewan tersangka rabies.
Vaksinasi post-exposure
Neutralizing antibody terhadap virus rabies dapat segera terbentuk
dalam serum setelah masuknya virus ke dalam tubuh dan sebaiknya
terdapat dalam titer yang cukup tinggi selama setahun sehubungan
dengan panjangnya masa inkubasi penyakit. Ada dua tipe vaksin anti
rabies (VAR) yaitu : Nerve Tissue Vaksin (NTV) yang berasal dari
otak hewan dewasa, Non Nerve Tissue Vaccine yang berasal dari telur
itik bertunas (Duck embryo Vaccine = DEV) dan vaksin yang

163
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

berasal dari jaringan Human Diploid Cell Vaccine (HDCV) dan

Purified Vero Cell Rabies Vaccine (PVRV).

Pada luka gigitan yang ringan pemberian vaksin saja sudah cukup
tetapi pada semua kasus gigitan yang parah dan semua gigitan binatang
liar yang biasanya menjadi vector rabies, kombinasi vaksin dan serum
anti rabies (SAR) adalah yang paling ideal dan memberikan proteksi
yang jauh lebih baik dibandingkan dengan vaksin saja.

SAR (Serum Anti Rabies)


SAR dapat digolongkan dalam golongan serum homolog yang berasal
dari manusia (Human Rabies Immune Globulin = HRIG) dan serum
heterolog yang berasal dari hewan. Pada luka gigitan yang parah,
gigitan di daerah leher ke atas, pada jari tangan dan genitalia diberikan
SAR 20 IU/ KgBB dosis tunggal, setengahnya diinjeksi ke dalam dan
sekitar luka, sisanya diberikan secara IM

Alur penatalaksanaan kasus gigitan hewan tersangka rabies

3. P e
r
a
w
a
t

170
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Perawatan Rabies
a. Infiltrasi serum anti rabies dengan dosis 40 IV/kg BB yaitu 5 ml di sekitar luka
b. ½ dosis suntikan antibodi pada luka dan ½ dosis lagi disuntikkan pada
otot, biasanya pada paha
c. Jenis Vaksin Rabies :

171
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Vaksin SMBV, dosisnya 2cc, Sc 7x sebagai dasar dan 2 x 0,25 ml sebagai booster.
Vaksin HDCV atau RVA dengan dosis pertama 1cc IM dan selanjutnya hari
ke 3,7,14, dan 28, pada orang dewasa diberikan pada otot deltoid dan pada
anak-anak pada paha anterolateral.
iv. Anti Tetanus Serum

Penanganan pada hewan

Diserahkan pada dinas peternakan/dokter hewan


untuk diobservasi lebih kurang 10 hari
Pemeriksaan air liur
Pemeriksaan patologi jaringan otak (badan negeri)
Bila dalam 10 hari menunjukkan tanda-tanda menderita
rabies maka hewan tersebut dibunuh, kemudian
jaringan otaknya dikirim ke laboratorium untuk
memeriksa antigen rabies.

Gigitan Ular

i. a. Klasifikasi ular
Ular Berbisa Ular Tidak Berbisa

1. Bentuk kepala segitiga 1. Bentuk kepala segiempat panjang

2. Dua gigi taring besar di rahang atas 2. Gigi kecil

172
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
3. Dua luka gigitan utama akibat gigi
taring yang berbisa
3. Luka halus di sepanjang lengkungan bekas
4. Ada lekukan (lubang) di antara mata
gigitan (bentuk U)
dan lubang hidungnya
5. Mata sipit (bentuk elips)
6. Mengeluarkan bunyi gemeretak
dengan menggetarkan cincin pada
ujung ekornya
7. Memiliki lapisan bewarna keputihan
di dalam mulutnya
8. Memiliki cincin merah, kuning, dan
hitam sepanjang tubuhnya

Famili Contoh Spesies di Indonesia Keterangan

173
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Elapidae cobra, king Bungarus candidus Kepala kecil dan


cobra, kraits, ular (Sumatra dan bulat, dengan pupil
batu karang, ular Jawa), Naja bulat dan taring
australia, serta ular sputarix (Jawa dan lebih kecil (1-
laut Kepulauan Sunda), 3mm). Beberapa
Naja sumatrana jenis cobra dapat
(Sumatra dan menyemburkan
Kalimantan), bisa dari jarak 1
Acanthrophis laevis meter atau lebih ke
(Papua dan arah mata sang
Maluku) target

Viperidae Terdiri dari 2 sub Calloselasma Kepala berbentuk


familia : rhodostoma triangular, pupil
a. Viperinae (Jawa), mata elips, serta
b. Pit vipers Cryptelytrops terdapat lubang di
(crotaline) albolabris, Daboia antara hidung dan
siamensis mata. Ular pit
vipers memiliki
taring yang cukup
panjang (3-4mm),
serta mampu
mendeteksi mangsa
berdarah panas.

174
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

b. Jenis – jenis ular


1. King Cobra

Nama latin : Ophiopagus hannah

Penyebaran : Sumatra, Jawa,


Kalimantan, Sulawesi Ukuran
dewasa : 200 - 550 cm
Habitat : Hutan tropis, padang rumput, dataran rendah, sampai
pada Ketinggian 1800mdpl
Jenis bisa : Postsynaptic Neurotoxin
Efek klinis : Terkena bisa 80% (20% dry bite) berpotensi
mematikan. Tingkat kematian sekitar 70% - 85%.

2. Cobra

Nama latin : Naja sputatrix

175
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Penyebaran : Jawa
Ukuran dewasa : 130 - 185 cm
Habitat : Hutan tropis, sawah, sungai, padang
rumput terbuka. Jenis bisa : Postsynaptic
neurotoxin
Efek klinis : Terkena bisa 80% (20% dry bite) berpotensi
mematikan. Tingkat kematian sekitar 40% - 60%.

3. Weling

Nama latin : Bungarus candidus


Penyebaran : Jawa, Sumatra,
Bali, Sulawesi.
Ukuran
dewasa : 80 - 160 cm

Habitat : Dataran rendah, sawah, perbukitan sampai


pd ketinggian 1600m dpl. Jenis bisa : Neurotoxin

176
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

4. Welang

Nama latin : Bungarus fasciatus

Penyebaran : Sumatra, Jawa


dan Kalimantan. Ukuran
dewasa : 110 - 213 cm
Habitat : Hutan bakau, persawahan, perkebunan karet,atau di sekitar
permukiaman penduduk.
Jenis bisa : Neurotoxin
Efek klinis : Kemungkinan terkena bisa sangat besar dan
berpotensi mematikan. Tingkat kematian sekitar 60% - 80%.

5. Malayan Pit Viper

Nama latin : Calloselasma rhodostoma

Penyebaran : Pulau jawa

177
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Ukuran dewasa : 50 - 110 cm


Habitat : Hutan bambu, hutan karet, lahan perkebunan, dan
sekitar persawahan. Jenis bisa : Hemotoxin
Efek klinis : Terkena bisa 60% - 80% berpotensi mematikan.
Tingkat kematian sekitar 45% - 70%.

6. Vipera Russelii

bebatuan, atau
padang

Nama latin : Daboia russelii siamensis

Penyebaran : Jawa Timur, dan NTT (P. Ende, P. Flores, P. Komodo,


P. Lomblen) Ukuran dewasa : 100 - 150 cm. Jantan lebih besar
dari betina.

Habitat : Arboreal. Ladang pertanian, persawahan, daerah

178
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

7. White Lipped Pit Viper

Nama latin : Trimeresurus albolabris

Penyebaran : P.Sumatra, P.Kalimantan, P. Sulawesi, P.Jawa,P.


Madura, P.Lombok, P. Sumbawa, P. Komodo, Flores, Sumba, P.
Roti, Timor, Kisar, Wetar.
Ukuran dewasa : 40 - 100 cm
Habitat : Arboreal. Hutan bambu, semak belukar dengan pepohonan
kecil tidak jauh dari sungai atau kali kecil.
Jenis bisa : Hemotoxin
Efek klinis : Jika terkena bisa tidak di ketahui namun berpotensi
mematikan. Tingkat kematian sekitar 40% - 70%.

8. Wagler's Pit Viper

Nama latin : Tropidolaemus wagleri

179
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Penyebaran : Sumatra, Mentawi, Nias, Kepulauan Riau , Billiton,


Bangka, Natuna, Kalimantan, Karimata, Buton, Sulawesi.
Ukuran dewasa : 80 - 135 cm
Habitat : Arboreal. Dapat di temukan di hutan hujan pd ketinggian
sampai 1200 dpl. Jenis bisa : Hemotoxin
Efek klinis : Jika terkena bisa tidak diketahui namun berpotensi
mematikan. Tingkat kematian sekitar 40% - 70%.

9. Flat Nosed Pit Viper

Nama latin : Trimeresurus puniceus

Penyebaran
Kepulauan : Jawa, Ukuran
Sumatra, Simalur, Mentawai,
dewasa : 50 - 90 cm
Natuna.

Habitat : Arboreal. Dataran rendah hutan hujan

180
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

10. Insularis

Nama latin : Trimeresurus insularis

Penyebaran : Adonara, Alor, Bali, Flores, Komodo, Lombok, Padar,


Rinca, Romang, Roti, Sumba, Sumbawa, Timor, Wetar.
Ukuran dewasa :
40 - 70 cm
Habitat :
Arboreal, Hutan
hujan. Jenis bisa :
Hemotoxin
Efek klinis : Belum diketahui. Tingkat kematian karena tdk tertangani
sekitar 40% - 75%.
c. Gejala klinis

Gejala dan tanda gigitan ular berbisa dapat dibagi menjadi beberapa kategori:

1. Efek lokal
Rasa sakit dan pelunakan di daerah gigitan luka dapat membengkak
hebat dan dapat berdarah serta melepuh
2. Perdarahan

Korban dapat berdarah dari luka gigtan atau berdarah spontan dari luka
yang lama. Perdarahan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan syok
atau bahkan kematian
3. Efek sistem syaraf

Bisa ular dapat bereaksi menghentikan otot-otot pernafasan. Gejala


awalnya korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara,

181
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
bernafas, dan kesemutan.
4. Kematian otot
Jaringan parut dapat menyebabkan penyumbatan ginjal, yang mencoba
menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.
5. Mata
Semburan bisa ular kobra dapat secara tepat mengenai mata korban,
menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada
mata.
d. Klasifikasi gigitan ular berbisa
1. Derajat 0
Bekas gigitan satu/ banyak dan datar
Tidak nyeri
Eritema minimal
Tanpa gejala sistemik 12 jam pertama

2. Derajat 1
Didapatkan bekas taring
Nyeri dan eritema sampai 12 jam pertama
Oedema 1-5 cm sekitar gigitan

3. Derajat 2
Tampak bekas taring
Nyeri berat
Edema dan eritema 6-12 jam pertama dan meluas ± gejala
sistemik mual, neurotosik, dan syok

4. Derajat 3
Derajat 2 + gejala sistemik hipotensi, petekiae, ekimosis, dan syok

5. Derajat 4
Derajat 3 dengan multiple organ failure seperti gagal ginjal,
koma, sputum berdarah, edema distal dari gigitan.

182
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Derajat Venerasi Luka gigit Nyeri Edema/eritema Tanda sistemik


0 0 + +/- <3cm/12jam 0
I +/- + + 3-12cm/12jam 0
II + + +++ >12- +
25cm/12jam Neurotoksik,mual,
pusing,syok

III + + +++ >25cm/12jam ++


Syok,petekia,
Ekimosis

IV + + +++ >ekstremitas ++
GG(gagal ginjal),
Koma,perdarahan

e. Penatalaksanaan
1. Di lapangan

Cek ABC
Tenangkan korban yang cemas rendahkan dari jantung
Inspeksi area gigitan : cari tanda gigitan taring (fang marks), edema,
eritema, nyeri lokal, perdarahan, memar, dan nekrosis jaringan
(terutama akibat ggitan ular dari familia vipiridae)
Buka semua perhiasan atau aksesoris yang dapat menimbulkan
terjadinya hambatan pada aliran pembuluh darah
Lakukan PBI (pressure bandage immobilitation)
i. Tujuan: mencegah pergerakan dan kontraksi otot yang
dapat meningkatkan penyebaran bisa ke dalam aliran
darah dan getah bening.
ii. Teknik :

Bersihkan area gigitan dengan air steril

Gunakan perban kasar elastis (lebar ±10-15 cm), lakukan


pembebata di area gigitan mulai dari distal (jari kaki) ke bagian
proksimal sampai meutupi seluruh tungkai

183
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Periksa neurovaskularisasi pada bagian yang di bebat


untuk menghindari hambatan aliran darah
Posisikan daerah yang tergigit tetap berada di bawah jantung
untuk mengurangi aliran darah
Jangan lepas perban sebelum ke tempat
pelayanan medis Jaga stabilisasi jalan
nafas, fungsi pernafasan, sirkulasi
Lakukan resusitasi bila ditemukan hipotensi berat dan shock, shock
perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, nekrosis lokal, dan kondisi
buruk lainnya
Segera bawa korban ke rumah sakit
Yang harus dihindari
i. NO suction and NO incisions
ii. NO ice directly on wound
iii. NO tourniquet
iv. NO alcohol on wound
v. NO electric shock or folk remedies
vi. NO antihistamin and corticosteroid
2. Di rumah sakit

Pemberian obat-obat untuk gigitan ular berbisa

Infus, NaCl, plasma/darah


Penyuntikan serum Anti Bisa Ular (ABU) IV/ intra arteri, dapat
diulangi sesuai keparahan gigitan dan gejala klinis, contoh: 3-5 vial
diberikan IV drips dalam 500cc NaCl 0,9%/ Dextrose 5% dapat
ditambahkan menjadi 6-8 ampul
Pemberian fibrinogen
Pemberian kortikosteroid
Pemberian adrenalin 0,5 IM dan hidrokortison 100 mg IV, bila ada
tanda-tanda laringospasme, urtikaria, hipotensi
Pemberian antibiotik spektrum luas dan vaksinasi tetanus

184
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

f. Algoritma

185
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Gigitan Serangga

Korban oleh gigitan serangga biasanya ringan dan tak banyak bahayanya.
Dasar timbul reaksi dari penderita adalah suatu reaksi alergi. Reaksi ini
bermacam-macam dan sangat tergantung kepada individu. Bukan saja
bisanya tetapi komponen serangga itu sendiri bersifat alergen. Kematian
disebabkan reaksi anafilaktis dan timbulnya akibat sengatan.
a. Gejala Klinik

Reaksi hebat yang terjadi bukan karena bisanya tetapi reaksi


hipersensitivitas terhadap protein asing. Dari bentuk urtikaria sampai reaksi
alergi kronik yang muncul hebat dengan reaksi anafiaksis dan didahului oleh
reaksi setempat berupa kemerahan, bengkak, rasa terbakar, nyeri, mual,
muntah, trismus, laringospasme, konvulsi, dan kesadaran menurun.
Sifat bisa dari serangga : Warna jernih seperti air, larut dalam air dan
asam, tak dapat larut dalam alkohol, rasa tajam, neurotoksik, hemoragia dan
hemolitik, mengandung unsur-unsur hiphonidhae, fosfolifase A dan
histamin
b. Penatalaksanaan
1. Berantas anafilaksis dengan epinefrin IM/SC
2. Lanjutkan simpatomimetik
3. Infus
4. Antihistamin dan kortikosteroid
5. Imunisasi dengan antigen (desesitisasi)

c. Sengatan Tawon

186
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Pada orang yang tak sensitif hanya mengeluh sakit setempat, bengkak, kemerahan.

Pertolongan pertama:

1. Kompres es
2. Berikan krem yang mengandung soda disekitar sengatan

Gejala Klinik
Berupa gatal-gatal dan kemerahan yang berat berupa syok sebagai reaksi histamin

Penatalaksanaan

1. Atasi anafilaksis dengan epinefrin IM/SC


2. Lanjutkan simpatomimetik
3. Infus NaCl 0,5%
4. Antihistamin/kortikosteroid/beta adregenik untuk urtikaria
5. Imunisasi dengan antigen (desentisasi)

187
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Algoritma

Gigitan Kalajengking
a. Gejala klinis
1. Nyeri lokal meluas dengan cepat
2. Hiperestesia berlanjut menjadi hipostesia
3. Timbul rasa gatal pada hidung, mulut dan kerongkongan, lidah
terasa tebal, trismus, inkontinensia, berbuih, salivasi, hipersalivasi,
laringospasme, kejang.
4. Bila korban mampu melewati masa kritis yaitu 3 jam pertama maka
prognosis baik
b. Penatalaksanaan
1. Pemasangan tormiquet diproksimal sengatan
2. Eksisi tempat sengatan
3. Kompres es
4. Injeksi emetin HCl 1 gram dalam 1 ml larutan NaCl 0,9% didekat
sengatan sebagai antagonis terhadap racun kalajengking sebagai anti
bisa

188
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
c. Algoritma

189
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Gigitan Laba-Laba
a. Gejala klinis

1. Gigitan pada ektremitas inferior menyebabkan nyeri abdomen


dan rigiditas mirip peritonitis
2. Gigitan pada ekstremitas superior menyebabkan nyeri dada, retensi
urin, mual, muntah, keringat dingin, vertigo, insomnis, priapisme (ereksi
penis yang terus-menerus)
b. Tatalaksana
1. Suntikan 10% calcium gluconat, 10 ml yang disuntikkan IV dengan perlahan-
lahan
2. Diazepam untuk serangan
kejang dewasa : mulai dari
5-10 mg
anak-anak : mulai lebih sedikit dari 5 mg

190
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

c. Algoritma

191
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Gigitan Binatang Laut


a. Ubur-ubur dan Jelatang

Gejala:

Bisa biasanya hanya menyebabkan gatal dan edema lokal,


hiperemis. Reaksi anafilaksis terjadi bila jumlah serangan banyak. Gejala
dapat berupa oksilasi tekanan darah, kegagalan pernafasan dan
kardiovaskuler.
Pengobatan

1. Resusitasi
2. Torniquet
3. Lokal: air panas, alkohol
4. Obat-obatan: narkotik, anestesi lokal, kortison
cream Prognosa

Baik bila masa 10 menit dilewati setelah keracunan

Algoritma penatalaksanaan luka akibat gigitan ubur-ubur dan jelatang

192
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

b. Gurita
Bisa dari gurita berasal dari sekret ludah yang mengandung
hyaluronidase dan neurotoksin yang bersifat blokade pada
neuromuskular.
Gejala Klinis

Bekas gigitan tidak sakit, hanya bengkak dengan cairan


serohemoragis
Beberapa menit kemudian muncul gejala keracunan dengan bentuk
paralisis otot- otot termasuk otot pernafasan kadang-kadang diikuti
dengan mual, muntah, hipotensi, dan bradikardi. Gejala ini biasanya
berakhir setelah beberapa jam.

Tatalaksana

1. Luka gigitan dicuci

Algoritma pada gigitan gurita

193
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

c. Ikan Pari Dan Ikan Singa

Ikan pari berbahaya karena sabetan ekornya yang bergerigi 2 baris pada sisi
dorsal, racun dihasilkan oleh sel sekretoris integumen yang menutup alur
ventrolateral yang biasanya rusak pada waktu duri menancap pada korban.
Ikan singa yang terdiri dari beberapa jenis mengeluarkan racun dari 12-13
sirip dorsal, 3 sirip anal, dan sepasang sirip panggul.
Gejala dan tanda

Umumnya menunjukkan tanda keracunan hebat yang timbul bila


tusukan mencapai 5 atau 6 tempat. Dapat berupa sinkop, rasa lemah, mual,
muntah, berkeringat, fasikulasi, kejang-kejang otot. Syok primer dan
sekunder sampai koma fatal dapat terjadi pada sengatan ikan pari.
Umumnya sengatan ikan beracun berakibat sama dengan gigitan ular
berbisa, yaitu nyeri hebat yang tak sebanding dengan berat lukanya.
Nyeri menjalar mencapai puncak dalam 90 menit jika tidak ditolong
dapat langsung dapat berlangsung sampai 10 jam, gigitan ikan singa
berbentuk berbentuk luka tusuk dengan tepi membengkak berwarna
kemerahan.
Tatalaksana

1. Lokal
Luka dicuci dengan air garam dan kulit yang teracun dibersihkan
Luka direndam dengan air panas hangat kuku karena toksin rusak
dengan suhu tinggi
Dapat ditambahkan dengan asam encer, amonia, atau MgSO4
2. Sistemik
ATS/ toksoid
Diazepam
Atropin
Antibiotik

194
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Algoritma pada gigitan ikan pari dan ikan singa

d. Bulu Babi

Bulu babi berbahaya karena duri primer dan sekunder yang panjang dan
mudah patah jika disentuh kaki dan terinjak. Duri sekunder berakhir pada
kelenjar racun yang memuntahkan produknya lewat lubang pada ujung
duri. Bulu babi juga punya organ penjepit (pedicelariae) di antara duri.
Tertusuk pedicelariae agak lebih berat sampai menyebabkan nyeri,
bengkak, mual dan sinkop.
Tatalaksana

Ujung duri yang tertinggal harus dikeluarkan secepat mungkin.


Pengeluaran duri dicoba dengan merendam luka dengan cairan cuka
selama 1 jam. Kemudian selama 30 menit 4 kali sehari untuk 3 hari
berturut-turut.

195
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Algoritma pada luka gigitan bulu babi

196
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Materi Diklat Medis, KAT dan Pengabdian masyarakat


Hippocrates Emergency Team Angkatan XXV
2. Depkes. Flow Chart Penatalaksanaan Kasus Gigitan
Hewan Tersangka Rabies. http://www.Depkes.go.id .
Diunduh tanggal 25 november 2016 pukul 22.10
3. Kapita selekta kedokteran edisi 4 jilid 2 Bab Kegawat Daruratan
Penyakit Dalam hal 848 disusun oleh chris Tanto
4. Tim Bantuan Medis Janar Dūta. 2019. Buku Panduan Medis Tim
Bantuan Medis Janar Dūta. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.

197
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

INTOKSIKASI
Telah di tinjau kembali oleh :
dr. I Gusti Ngurah Pramesemara, M. Biomed, Sp.And

(TBM Janar Dūta)

1. PENDAHULUAN
Intoksikasi adalah masuknya zat toksik (racun) ke dalam tubuh baik melalui
saluran cerna, kulit, inhalasi, atau dengan cara lainnya yang menimbulkan tanda dan
gejala klinis. Pada keadaan keracunan makanan, gejala timbul karena racun ikut tertelan
bersama dengan makanan. Umumnya pada keracunan makanan, gejala timbul tak lama
setelah menelan bahan beracun tersebut, bahkan dapat segera timbul tidak melebihi 24
jam setelah tertelannya racun. Seseorang yang terkena gejala keracunan harus segera
ditangani karena reaksi keracunan dapat terjadi saat itu juga, beberapa waktu kemudian,
atau terasa saat sudah lama. Penanganan yang kurang tepat 198hlo memperparah
keadaan penderita.

2. GEJALA UMUM
a. Mengantuk hingga koma (narkotika)
b. Nyeri perut, mual, muntah, dan diare
c. Produksi liur berlebih, atau tampak mulut seperti berbusa
d. Pupil mata abnormal (miosis ataupun midriasis berlebih)
e. Rasa terbakar di sekitar bibir dan mulut (racun korosif, 198hlord bahan pemutih)
f. Kejang otot (strychnine)
g. Bingung dan mengalami penurunan kesadaran
h. Keringat berlebih
i. Nafas abnormal (cepat dan dangkal atau terlalu lambat)
j. Hipotermia
k. Kulit menjadi merah muda/cherry red
l. Kulit melepuh
m. Kulit kebiruan/sianosis
n. Napas berbau
o. Detak jantung abnormal (takikardia atau bradikardia)
p. Kelemahan otot

3. PRINSIP PENATALAKSANAAN
a. Safety first, pastikan bahwa penolong tidak terkena racun
b. Selalu lakukan primary assessment dan diikuti secondary assessment
c. Dekontaminasi racun dari tubuh korban
d. Lakukan manajemen spesifik sesuai dengan jenis racun
198
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
e. Pastikan sudah memanggil ambulans atau bantuan medis professional
4. JENIS INTOKSIKASI
Ingested poison
Keracunan melalui saluran cerna ini banyak disebabkan karena bahan-bahan
dalam rumah tangga seperti obat-obatan terutama obat tidur atau penenang (luminal,
valium, mogadon) dengan dosis yang tinggi atau jumlah banyak; makanan yang
mengandung racun misalnya jengkol, singkong, tempe bongkrek, jamur, makanan
kaleng kadaluarsa; obat nyamuk, minyak tanah, bensin, pretoleum; makanan atau
minuman yang mengandung 199hlorda. Penilaian korban: penolong harus
mengumpulkan informasi dengan cepat terkait jumlah dan jenis racun yang tertelan.

Jangan !:

 Merangsang muntah jika korban tertelan bensin atau bahan lain yang bersifat
korosif (misalnya karena bahan pemutih, pembersih toilet, asam kuat, atau basa
kuat). Hal ini juga dapat diamati apabila mulut atau tenggorokan mengalami luka
bakar atau iritasi setalah menelan racun. Tidak boleh merangsang muntah karena
hal ini dapat melukai permukaan dalam organ pencernaan. Beri korban minum
yang banyak dan segera bawa ke rumah sakit karena harus segera ditangani
dengan bilas lambung.
 Melakukan breathing rescue secara langsung dari mulut ke mulut karena masih
ada kemungkinan kontak dengan racun yang tersisa di mulut korban. Gunakan
pocket face mask dengan katup satu arah, bag valve mask dengan supplemental oxygen,
atau ventilasi tekanan positif untuk menolong korban.
Penanganan korban keracunan yang tertelan akan dibahas kemudian

Inhaled Poisons
Racun yang terhirup dapat berbentuk gas, uap air, dan spray. Substansi yang
menjadi penyebab antara lain karbon monoksida, 199hlorda, klorin, spray
pembunuh serangga, dan gas dari senyawa 199hlordan (mudah menguap). Efek
toksiknya sepenuhnya disebabkan oleh hipoksia.

 Penanganan:
Dalam penanganan korban, prinsip utamanya adalah menjaga jalan napas dan
berikan bantuan respirasi (oksigen) dengan menggunakan masker yang ketat (tight-
fitting).

 Langkah-langkah penanganan:
a. Perkenalan diri dan tenangkan keadaan
b. Primary assessment, evaluasi apakah dibutuhkan transportasi segera
terkait kondisi kritis pasien
c. Lakukan secondary assessment dan cek tanda vital
d. Berikan oksigen konsentrasi tinggi
e. Transportasikan korban dan bawa kaleng, botol, atau label dari substansi
199
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
yang menyebabkan keracunan ke layanan medis
f. Lakukan reassessment di perjalanan
g. Smoke Inhalation
Masalah serius pada kasus kebakaran adalah menghirup asap. Hal ini
berhubungan dengan luka bakar dan keracunan bahan kimia pada asap. Asap hasil
pembakaran memiliki substansi berbahaya, selain itu dapat menyebabkan kulit yang
terbakar, iritasi mata, menyebabkan respiratory arrest, dan efek berbahaya lainnya.

 Ciri-ciri keracunan ini antara lain:


a. Sulit bernapas
b. Batuk dan hoarseness
c. Napas yang memiliki smokey smell atau bau substansi kimia pada lokasi
d. Residu berwarna hitam pada mulut dan hidung korban, serta dahak
e. Rambut hidung yang terbakar karena udara yang sangat panas

Informasi: Yakinkan semua korban keracunan asap untuk berkunjung ke


dokter, bahkan ketika mereka tidak merasakan sesuatu yang buruk setelah keracunan
gas. Hal ini karena efek yang ditimbulkan dapat tertunda (tidak terjadi beberapa lama
setelah keracunan).

Absorbed Poisons
Keracunan ini dapat menyebabkan kontaminasi pada kulit dan mata. Bagian
terpenting dari penanganan racun yang terserap adalah menghilangkan racun dari
kulit atau mata. Cara terbaik untuk menghilangkan racun adalah dengan mangairi
kulit atau mata dengan air bersih yang mengalir atau larutan saline. Dalam melakukan
irigasi jangan menggunakan air bertekanan tinggi karena dapat melukai kulit. Jangan
menetralkan racun dengan menggunakan asam atau basa. Ketika asam bertemu
dengan basa memang benar akan menjadi netral, tetapi reaksi ini menghasilkan panas
sehingga dapat menambah kerusakan kulit.

 Penanganan Korban:
a. Perkenalan dan tenangkan keadaan
b. Primary assessment, evaluasi apakah dibutuhkan transportasi segera
terkait kondisi kritis pasien
c. Lakukan secondary assessment, cek tanda vital, dan lepas pakaian
yang terkontaminasi
d. Hilangkan racun dengan:
Jika berupa serbuk, sikat serbuk yang menempel pada kulit korban
menggunakan sikat yang halus (agar tidak terjadi iritasi pada kulit) lalu
lanjutkan seperti penanganan absorbed poisons

200
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Jika berupa cairan, irigasi dengan air bersih selama paling tidak 20 menit dan
lanjutkan selama di perjalanan jika memungkinkan
Jika pada mata, irigasi dengan air bersih selama paling tidak 20 menit dan
lanjutkan selama di perjalanan jika memungkinkan
e. Antar pasien dan bawa substansi yang menyebabkan keracunan ke layanan medis
f. Lakukan reassessment di perjalanan

Informasi: Gunakan alat perlindungan diri untuk mencegah terabsorpsinya


racun pada penolong. Lakukan dekontaminasi korban sebelum menyentuhnya.

 Kontaminasi kulit
a. Lepaskan semua pakaian dan barang pribadi dan cuci menyeluruh seluruh
daerah yang terkontaminasi dengan air hangat yang banyak. Gunakan sabun
dan air untuk bahan berminyak.
b. Petugas kesehatan yang menolong harus melindungi dirinya terhadap
kontaminasi sekunder dengan menggunakan sarung tangan dan
celemek.
c. Pakaian dan barang pribadi yang telah dilepas harus diamankan dalam
kantung plastik transparan yang dapat disegel, untuk dibersihkan lebih lanjut
atau dibuang.
d. Setelah penanganan awal, bawa pasien ke unit kesehatan terdekat
untuk pemeriksaan dan penanganan lanjut.

 Kontaminasi Mata
a. Bilas mata selama 20 menit dengan air bersih yang mengalir atau larutan
saline, pastikan bahwa mata yang terkontaminasi berada di bawah.
b. Balikkan kelopak mata bagian atas dan bawah dan pastikan
semua permukaannya terbilas.

201
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

c. Pada kasus asam atau alkali irigasi mata hingga Ph mata kembali dan tetap
normal (periksa kembali Ph mata 15-20 menit setelah irigasi dihentikan).
d. Jika memungkinkan, mata harus diperiksa secara seksama dengan pengecatan
fluorescein untuk mencari tanda kerusakan kornea. Jika ada kerusakan pada
permukaan mata (konjungtiva atau kornea), korban harus diperiksa segera
oleh dokter mata.
e. Salah satu kasus kontaminasi racun yang sering terjadi adalah
terciprat/terpercik pembersih toilet saat membukanya. Karena itu kita dapat
mencegahnya dengan cara mengarahkan mulut botol menjauhi muka saat
membuka suatu produk agar jika memercik tidak mengenai mata.
f. Setelah penanganan awal, bawa pasien ke unit kesehatan terdekat untuk
pemeriksaan dan penanganan lanjut.

5. PENANGANAN SPESIFIK INGESTED POISONS


Keracunan Botulisme
Botulisme adalah suatu bentuk keracunan yang spesifik, akibat penyerapan
toksin/racun yang dikeluarkan oleh kuman Clostridium botulinum. Toksin
botulinum mempunyai efek yang sangat spesifik, yaitu menghambat hantaran pada
serabut saraf kolinergik dan mengadakan sparing dengan serabut adrenergic, toksin
mengganggu hantaran saraf di dekat percabangan akhir dan di ujung serabut saraf.
Kuman Clostridium botulinum masuk ke dalam tubuh melalui saluran cerna melalui
makanan yang tercemar oleh kuman clostridium. Biasanya terdapat juga makanan
kaleng yang sudah habis masa berlakunya. Angka kematian akibat keracunan
botulisme ini sangat tinggi.
 Gejala Klinis
Botulisme dapat bervariasi sebagai penyakit yang ringan sampai dengan penyakit
yang berat dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu 24 jam. Bila gejala timbul
lebih cepat, maka keadaannya lebih serius dan berat.
Gejala klinis tersebut dapat berupa:
a. Mual dan muntah
b. Rasa lemah, pusing dan vertigo (perasaan berputar-putar)
c. Rasa kering pada mulut dan tenggorokan, kadang-kadang disertai rasa nyeri
d. Gejala neurologis berupa gangguan penglihatan (mata kabur), disfagia,
kelelahan dan diikuti dengan gangguan otot-otot pernafasan.
 Penatalaksanaan
Pasien dengan botulisme dapat meninggal karena kegagalan pernafasan.
Tindakan segera yang kita lakukan adalah:
a. Menjaga jalan nafas tetap terbuka dan mengontrol vital sign
b. Muntahkan korban, 202hlo dilakukan dengan cara mekanik (menekan
reflek muntah di tenggorokan), atau pemberian air garam.

202
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

(Kontraindikasi : cara ini tidak boleh dilakukan pada keracunan zat korosif
(asam/basa kuat, minyak tanah, bensin), kesadaran menurun dan penderita
kejang.
c. Bilas Lambung
d. Pemberian susu dan air kelapa dapat dipertimbangkan
e. Segera rujuk ke RS

Keracunan Jengkol (Pithecolobium lobatum)

Jengkol sering menimbulkan gejala keracunan. Zat yang menyebabkan


keracunan tersebut ialah asam jengkol, yaitu suatu asam amino yang mengadung
belerang yang dapat diisolasi dari biji jengkol (Pithecolobium lobatum). Timbulnya
keracunan tidak bergantung dari jumlah biji jengkol yang dimakan dan apakah
jengkol itu dimakan mentah atau dimasak lebih dahulu. Demikian juga tidak ada
hubungan dengan muda atau tuanya biji jengkol yang dimakan. Van Veen dan
Hyman berkesimpulan bahwa timbulnya gejala keracunan tergantung dari
kerentanan seseorang terhadap asam jengkol.
Asam jengkolat terdapat dalam keadaan stabil di dalam plasma darah karena
terikat dengan albumin dan dapat melalui filtrasi glomerulus. Pada saat filtrasi
tersebut sampai di tubulus, terjadi proses pemekatan dan penurunan Ph. Bila pada
suatu saat Ph mencapai titik isoelektrolit 5,5 maka dapat terjadi pembentukan
203hlorda asam jengkolat. Pembentukan 203hlorda asam jengkolat erat
hubungannya dengan kepekatan urin serta konsentrasi asam jengkolat yang
dikandungnya dan derajat keasamaan (Ph) urin apakah mencapai titik Ph isoelektrik
asam jengkolat atau tidak.
 Gejala Klinis
Gejala yang timbul disebabkan oleh hablur (203hlorda) asam jengkol yang
menyumbat traktus urinarius. Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 4-12 jam
setelah memakan jengkol. Keluhan yang tercepat 2 jam dan yang terlambat 36 jam
sesudah makan biji jengkol.
Secara klinis intoksikasi jengkol dapat dibagi dalam tiga tingkatan sebagai berikut:
a. Ringan, bila terdapat keluhan ringan seperti sakit pinggang, kencing
berwarna merah.
b. Berat, bila disertai oligouria.
c. Sangat berat, bila terdapat anuria atau tanda-tanda gagal ginjal akut yang nyata.
Pada umumnya gejala dimulai dengan sakit perut, muntah-muntah, sakit
pinggang atau sakit waktu kencing, dan adanya serangan kolik pada waktu
berkemih. Mulut, napas serta urin yang berbau jengkol merupakan gejala yang khas
pada intoksikasi jengkol. Gejala lainnya berupa hematuria, keluar 203hlorda/hablur
berwarna putih. Pada kasus yang berat dapat terjadi oligouria maupun anuria serta
peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah, dapat pula berlanjut dengan
komplikasi kejang dan kesadaran menurun.
 Penatalaksanaan
a. Lapangan
209
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Penanganan penderita pada umunya disesuaikan dengan beratnya gejala yang
ditemukan. Usaha pengobatan ditujukan untuk melarutkan 204hlorda asam
jengkol yang menyumbat saluran kemih.
Cara sederhana yang dapat dilakukan ialah menaikkan volume urin dan
membuatnya menjadi lebih alkalis. Pada kasus ringan seperti nyeri pinggang,
nyeri kolik, sampai hematuria ringan cukup diberikan :
Minum yang banyak dengan penambahan air soda dan
Pemberian natrium bikarbonat.
Jika kondisi tidak membaik atau bertambah buruk penderita dibawa ke rumah
sakit.
b. Rumah Sakit
Pada kasus berat yang ditandai dengan oligouria/anuria atau komplikasi lain,
penderita harus dirawat dan ditangani sebagai kasus gagal ginjal akut. Bila terjadi
retensi urin segera dilakukan kateterisasi urin, kemudian buli-buli dibilas dengan
larutan sodium bikarbonat 1,5%. Tindakan ini perlu segera dilakukan sebelum
atau bersamaan dengan pemberian infus cairan.
Pada penderita oligouria diberikan campuran larutan glukosa 5% dengan garam
fisiologis (NaCl 0,9%) dengan perbandingan 3 : 1, tetapi pada kasus anuria
sebaiknya diberikan lautan glukosa 5-10 % dengan jumlah cairan seperti pada
penatalaksanaan penderita gagal ginjal akut. Sodium bikarbonat diberikan 2-5
mEq/kgBB tetapi sebaiknya disesuaikan dengan hasil analisis gas darah. Diuretik
dapat diberikan misalnya dengan 204hlordane204 1-2 mg/kgBB/hari. Dengan
penanganan seperti di atas, sebagian besar kasus dapat ditangani dengan baik.
Bila cara tersebut belum berhasil atau terdapat tanda-tanda perburukan klinis
maka tindakan 204hlordan perlu segera dilakukan. Biasanya dipilih 204hlordan
peritoneal karena lebih mudah dan praktis pada anak. Indikasi dilakukannya
204hlordan peritoneal adalah:
Gagal ginjal akut (Indikasi biokimiawi: Ureum darah >200 mg%, Kalium >6
mEq/L, HCO3 <10 – 15 mEq/L, Ph < 7,1)
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit atau asam basa
Intoksikasi obat atau bahan lain
Gagal ginjal kronik
Keadaan klinis lain di mana 204hlordan peritoneal telah terbukti manfaatnya
Penanganan tambahan 204hlo diberikan 204hlordane204 jika ditemui infeksi
sekunder dan anjuran untuk tidak memakan jengkol.
Keracunan Singkong (Manihot utilissima)

Bagian yang dimakan dari tumbuhan singkong atau cassava ialah umbi, akar
dan daunnya. Baik daun maupun umbinya, mengandung suatu glikosida
sianogenik, artinya suatu ikatan 205hlorda yang dapat menghasilkan racun biru
atau HCN (205hlorda) yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida ini diberi nama
linamarin.
Penyebab keracunan singkong adalah asam sianida yang terkandung
didalamnya. Bergantung pada jenis singkong kadar asam sianida berbeda-beda.
Namun tidak semua orang yang makan singkong menderita keracunan. Hal ini
209
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
disebabkan selain kadar asam 205hlorda yang terdapat dalam singkong itu sendiri,
juga dipengaruhi oleh cara pengolahannya sampai di makan. Diketahui bahwa
dengan merendam singkong terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu
tertentu, kadar asam sianida (HCN) dalam singkong akan berkurang oleh karena
HCN akan larut dalam air.
HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan
mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzim
sitokrom oksidasi. Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan oleh
jaringan sehingga organ yang 205hlordane terhadap kekurangan O2 akan sangat
menderita terutama jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu
tingkat stimulasi daripada susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi
dan akhirnya timbul kejang oleh hypoxia dan kematian oleh kegagalan pernafasan.
Kadang-kadang dapat timbul detak jantung yang ireguler. Dosis letal (mematikan)
dari HCN adalah 60-90 mg. Waktu kerja HCN akan semakin cepat jika HCN
ditelan pada saat lambung kosong dimana kadar asam lambung sangat tinggi.
 Gejala Klinis
Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah makan singkong. Gejala
keracunan singkong ini antara lain:
a. Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.
b. Sesak nafas, takikardi, cyanosis dan hipotensi
c. Perasaan pusing, lemah, kesadaran menurun dari apatis sampai koma.
d. Renjatan (kejang)
e. Syok.
 Penatalaksanaan
Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Penatalaksanaannya antara lain:
a. Bila makanan diperkirakan masih ada di dalam lambung (kurang dari 4 jam
setelah makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau membuat
penderita muntah.
b. Natrium 205hlordane205205 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara
intravena perlahan. Sebelumnya dapat diberikan amil nitrit secara
inhalasi.
c. Bila timbul sianosis dapat diberikan oksigen.
d. Beri 10 cc Na Nitrit 5 % iv dalam 3 menit
Beri 50 cc Na Thiosulfat 25 % iv dalam 10 menit.
e. Bila gejala sangat berat, bawa ke Rumah Sakit.

Keracunan Minyak Tanah


Minyak tanah (kerosin) merupakan cairan bahan bakar yang jernih, tidak
berwarna, tidak larut dalam air, berbau, dan mudah terbakar. Termasuk dalam
golongan 206hlordane terdistilasi hidrokarbon. Memiliki berat jenis 0,79. Titik
didih 163oC – 204oC, titik beku –54oC.
 Efek Toksik Minyak Tanah
a. Efek pada paparan akut minyak tanah :
Kontak kulit : kering, dapat iritasi, menyebabkan rash
209
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Absorbsi kulit : jarang
Kontak mata : iritasi, dapat menyebabkan kerusakan permanen
Inhalasi : iritasi, sakit kepala, pusing, mengantuk, intoksikasi
Ingesti : sakit kepala, pusing, mengantuk, intoksikasi
b. Efek pada paparan kronis minyak tanah :
Secara umum: kulit pecah-pecah, dermatitis, kerusakan
hepar/kelenjar adrenal/ginjal, dan abnormalitas eritrosit
 Insiden Intoksikasi Minyak Tanah :
a. Terutama pada anak-anak <6 tahun. Khususnya pada 206hlord-
negara berkembang.
b. Daerah perkotaan > daerah pedesaan
c. Pria > wanita
d. Umumnya terjadi karena kelalaian orang tua
 Tanda / Gejala Klinis :
Gejala dan tanda klinis utamanya berhubungan dengan saluran napas,
pencernaan, dan CNS. Awalnya penderita akan segera batuk, tersedak, dan mungkin
muntah, meskipun jumlah yang tertelan hanya sedikit. Sianosis, distress pernapasan,
panas badan, dan batuk persisten dapat terjadi kemudian. Pada anak yang lebih besar
mungkin mengeluh rasa panas pada lambung dan muntah secara spontan. Gejala CNS
termasuk letargi, koma, dan konvulsi.
Pada kasus yang gawat, pembesaran jantung, atrial fibrilasi, dan fatal
206hlordane206206 fibrilasi dapat terjadi. Kerusakan ginjal dan sumsum tulang juga
pernah dilaporkan. Gejala lain seperti bronkopneumonia, efusi pleura, pneumatokel,
pneumomediastinum, pneumotoraks, dan 206hlordane206206s emphysema.
Tanda lain seperti rash pada kulit dan dermatitis bila terjadi paparan pada kulit.
Sedangkan pada mata akan terjadi tanda-tanda iritasi pada mata hingga kerusakan
permanen mata.
 Penatalaksanaan
a. Monitor 206hlord respirasi
b. Inhalasi oksigen
c. Jangan muntahkan korban
d. Nebulisasi dengan salbutamol : bila mulai timbul gangguan napas
e. Antibiotika : bila telah timbul infeksi, tidak dianjurkan sebagai profilaksis
f. Hidrokortison : dulu direkomendasikan, sekarang jarang dilakukan
g. Bilas lambung dan charcoal aktif (arang): beberapa 206hlordane206 menolak
penatalaksanaan dengan bilas lambung, dengan 207hlorda dapat menyebabkan
aspirasi dan kerusakan paru.
Sedangkan 207hlordane207 lain memperbolehkannya, utamanya bila jumlah
yang ditelan cukup banyak, karena dikhawatirkan terjadi penguapan dari
lambung ke paru.
h. Antasida : untuk mencegah iritasi mukosa lambung
i. Pemberian susu atau bahan dilusi lain
j. Anus dan perineum harus dibersihkan secepatnya untuk mencegah iritasi
(skin burn) sekunder
209
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
k. Bila terjadi gagal napas, dapat dilakukan ventilasi mekanik (Positive End –
Expiratory Pressure – PEEP)
Keracunan Bongkrek
Bongkrek ialah sejenis tempe yang dalam proses pembuatannya di campur
dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Sering pada proses pembuatan ini terjadi
kontaminasi dengan Clostridium botulinum, suatu kuman anaerob yang membentuk
spora, dan Bacterium cocovenenans yang mengubah gliserinum menjadi racun
toksoflavin.
 Gejala Klinis
Gejala timbul setelah 12-48 jam. Biasanya sekaligus beberapa anggota suatu
keluarga terkena. Kematian 207hlo timbul dari 1 -8 hari. Gejala intoksikasi yaitu :
a. Pusing, diplopia, anoreksia
b. Merasa lemah, ptosis, strabismus
c. Kesukaran bernafas, menelan atau berbicara.
 Penatalaksanaan
a. Kontrol tanda vital
b. Bilas lambung atau buat pasien muntah
c. Antitoxin yang disertai dengan pemberian glukosa intravena. Pemberian
glukosa intravena ini sebaiknya disertai dengan larutan garam fisiologis dan
plasma. Cairan ini harus diberikan secepatnya bila ada persangkaan.
Keracunan Jamur
Jamur merupakan tumbuhan yang dapat dimanfaatkan dalam melakukan
survival.
Rasanya enak dan bentuknya yang khas sangat mudah untuk dikenali.
Jamur biasanya hidup di alam bebas terutama muncul pada waktu musim
penghujan atau tempat lembab lainnya. Walaupun banyak diantaranya yang sudah
dikenal sebagai jenis jamur yang tidak berbahaya dan dapat dimakan atau digunakan
sebagai bahan ramuan obat, tetapi pada umumnya masih tetap merupakan jenis
jamur liar.
Kalau sesekali kita berjalan-jalan di alam bebas dan menemukan jamur, maka
amatilah bentuk dan sifat timbulnya. Bentuk tubuh buah jamur pada umumnya
tersusun oleh bagian bagian yang dinamakan tudung (pileus), bilah (lamellae),
cincin (annulus), batang/tangkai (stipe), cawan (volva), dan akar semu (rhizoids).
Sampai saat ini masih belum diketahui, berapa jenis jamur yang dapat dimakan serta
berapa jenis yang dapat dimakan dan tidak membahayakan.
 Gejala Klinis
Gejala klinis keracunan jamur antara lain:
Keracunan yang diakibatkan makan jamur, yang mengandung racun
muskarin mempunyai gejala-gejala:
a. Setelah 5-10 menit si penderita akan mengeluarkan air mata, peluh atau ludah.
b. Penyempitan pupil mata, sesak nafas, buang air, pusing,
c. Lemah, kollaps, koma, diikuti kejang-kejang, apabila tidak segera
ditolong dapat menimbulkan kematian.
Keracunan akibat racun yang lain, mempunyai gejala-gejala :
209
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
a. Setelah 4-6 jam si penderita akan menjadi haus.
b. Sakit perut, muntah-muntah dan berak encer, syok, apabila tidak
segera ditolong dapat menimbulkan kematian
 Penatalaksanaan
a. Muntahkan korban
b. Bilas lambung
c. Jika berat, kirim ke Rumah Sakit dan diberi antidotum atopin.
6. PENANGANAN SPESIFIK INJECTED POISONS
Keracunan Insektisida

Insektisida digunakan untuk membasmi bermacam-macam hama (tumbuhan


maupun binatang) khususnya hama serangga yang dijumpai dalam kehidupan manusia.
Insektisida digunakan 208 negara di dunia ini untuk melindungi tanaman dari
kerusakan. Walaupun dalam jumlah dan ukuran kecil tetapi insektisida jelas
menimbulkan keracunan pada manusia. Insektisida yang sering menyebabkan keracunan
antara lain:
Insektisida Golongan Organofosfat (Cholinesterase Inhibitor Insecticides)

Insektisida golongan penghambat kolinesterase sangat toksis dan insiden


keracunan oleh bahan ini cenderung meningkat karena senyawa organofosfat banyak
digunakan sebagai bahan pengganti untuk DDT, setelah pelarangan DDT di beberapa
208hlord.
Yang termasuk senyawa organofosfat misalnya 208hlordane, malation, systox,
TEPP, HEPP, OMPA, sedangkan yang lain adalah golongan carbonates misalnya
dimethan dan matacil. Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan
mengaktivasikan enzim asetilkolinesterase. Enzim secara normal menghancurkan
asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, ganglion otonom, ujung-ujung
saraf parasimpatis dan ujung-ujung saraf 208hlorda hambatan asetilkolinesterase
menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.
 Gejala Klinis
Gejala klinis biasanya muncul dalam 2 jam setelah kontak. Gejalanya antara lain:
a. Nyeri kepala, mata miosis, kekacauan mental, bronkokonstriksi, hipotensi,
b. Kejang yang diikuti dengan penurunan kesadaran dan depresi pernafasan
c. Penglihatan kabur, kejang perut,mual, muntah dan diare
d. Perangsangan kelenjar sekretoris menyebabkan rinorea, hipersalivasi,
banyak keringat
e. ada kulit menimbulkan gatal-gatal atau dapat menimbulkan eksema
 Penatalaksanaan
a. Cegah kontak selanjutnya 209hlord melepaskan pakaian, cuci kulit yang
terkontaminasi
b. Bilas lambung bila racun tertelan
c. Beri 209hlordan
d. Kontrol vital sign
e. Segera rujuk ke rumah sakit terdekat
209
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Insektisida Golongan Chlorinated


Organokhlorin atau disebut ―Chlorinated hydrocarbon‖ terdiri dari beberapa
kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling 209hlorda dan
pertama kali disintesis adalah ―Dichloro-diphenyl-trichloroethan‖ atau disebut DDT.
Insektisida golongan Chlorinated ini dibagi menjadi 3 golongan antara lain:
a. Cyclodienes: aldrin, 209hlordane, dieldrin, heptachlor, endrin, toxaphen,
kepon, mirex.
b. Hexachlorocyclohexan: lindane
c. Derivat Chlorinated-ethan: DDT

 Gejala Klinis
Gejala permulaan keracunan akut adalah
a. Rasa mual dan muntah,
b. Sakit kepala, pusing, gelisah, tremor dan kelemahan.
Gejala ini berkembang dengan cepat dan terjadi hipereksitabilitas susunan saraf
pusat secara umum dengan delirium dan kejang klonik atau tonik. Fase ini kemudian
diikuti oleh depresi yang progresif, paralysis, koma dan kematian

 Penatalaksanaan
a. Control vital sign
b. Bilas lambung
c. Muntahkan bila perlu
d. Rujuk ke rumah sakit

7. PENANGANAN SPESIFIK MINUMAN BERALKOHOL

Menurut Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013, Minuman Beralkohol


adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) yang diproses
dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi
dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi.

 Gejala Klinis
Gejala klinis ketika seseorang mengalami intoksikasi minuman beralkohol ialah:
a. Sering menguap dan mengantuk
b. Kondisi delirium
c. Penglihatan kabur, kejang perut, mual dan muntah
d. Kehilangan kontrol diri
e. Pasien berbicara tanpa arti
f. Disertai delusi, ilusi, dan halusinasi

209
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
 Penatalaksanaan
a. Pastikan ABC aman
b. Control vital sign
c. Biarkan korban muntah hingga mualnya berkurang
d. Bilas lambung, induksi muntah, dialisis
e. Kontrol

209
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Materi Diklat Medis, KAT dan Pengabdian masyarakat Hippocrates


Emergency Team Angkatan XXV
2. Irmayanti, A., 2015. Penyalahgunaan Alkohol di Kalangan Mahasiswa
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

209
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

WOUND MANAGEMENT AND


BASIC SURGICAL SKILL
Telah di review oleh :
dr. I Gusti Ngurah Pramesemara, M. Biomed, Sp.And
(TBM Janar Dūta)

DEFINISI
a. Wound Management
Manajemen luka adalah teknik untuk menghentikan pendarahan, mencegah
infeksi, menilai kerusakan yang terjadi pada struktur yang terkena, dan
menyembuhkan luka.

b. Basic Surgical Skill


Keterampilan dasar bedah adalah keterampilan dasar yang diperlukan di dalam
melakukan prosedur bedah dan wajib dimiliki oleh seorang tenaga medis terutama
general practisioner sebagai ujung tombak pelayanan medis.

INSTRUMEN DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN


Alat alat dasar yang digunakan meliputi pisau bedah, gunting, pinset, klem, needle
holder, jarum jahit, dan benang jahit. Instrumen dasar dalam ilmu bedah
dikelompokkan menjadi instrument pemotong, instrument penjepit, instrumen
hemostatik, dan instrumen pemegang jarum.

Alat
Instrumen Pemotong
Pisau bedah

211
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Pisau bedah terdiri dari dua bagian yaitu gagang (skalpel) dan mata
pisau (mess/bistouri/blade). Kegunaanya adalah untuk menyayat
berbagai organ atau bagian tubuh manusia. Mata pisau disesuaikan
dengan bagian tubuh yang akan disayat.

Gambar 3. Memasang skalpel pada knife holder

cara memegang skalpel :


 Pegangan telapak tangan atau juga disebut pegangan pisau makan.
Skalpel dipegang dengan jari kedua sampai jari keempat, gagang
diletakkan sepanjang pangkal ibu jari dengan jari telunjuk terletak
sepanjang atas belakang dari pisau dan ibu jari di sepanjang sisi
skalpel. Pegangan ini paling baik untuk permulaan insisi dan
potongan yang besar.

Gambar 4. Memegang skalpel cara pegangan telapak tangan.


 Pegangan pensil paling baik digunakan untuk memotong dengan teliti
dengan bilah yang lebih kecil. Skalpel dipegang dengan ujung jari
pertama dan jari kedua dan ujung ibu jari. Gagang diletakkan di atas
pada pangkal jari telunjuk dan ibu jari yang gemuk. Perhatikan
peletakan gagang tidak boleh terlalu jauh sepanjang jari telunjuk
212
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
karena akan menyebabkan pegangan tidak stabil dan jari menjadi
kram.

Gambar 5. Memegang skalpel cara pegangan pensil

2. Gunting
Bentuk dan besarnya gunting bermacam-macam tergantung
penggunaannya, oleh karena itu gunting dibedakan menjadi 4
macam, yaitu:
 Gunting Jaringan (bedah)

Gunting jaringan (bedah) terdiri atas dua bentuk, yaitu ujung


tumpul dan ujung bengkok. Gunting dengan ujung tumpul
digunakan untuk membentuk bidang jaringan atau jaringan yang
lembut, yang juga dapat dipotong secara tajam. Gunting dengan
ujung bengkok digunakan pada kasus lipoma atau kista.
Biasanya dilakukan dengan cara mengusuri garis batas lesi
dengan gunting.

 Gunting Benang (dressing scissors)

213
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Gunting benang didesain untuk menggunting benang.


Gunting ini berbentuk lurus dan berujung tajam. Gunakan hanya
untuk menggunting benang, tidak untuk jaringan.

 Gunting Perban

Gunting perban merupakan gunting berujung sudut dengan


ujung yang tumpul. Bagian kepala gunting berukuran kecil
sehingga memudahkan dalam memotong perban.

 Gunting Iris

Gunting iris merupakan gunting yang kedua ujungnya tajam


dan berukuran kecil sekitar 3-4 inchi. Biasanya digunakan dalam
pembedahan ophtalmicus khususnya iris. Dalam bedah minor,
gunting iris digunakan untuk memotong benang oleh karena
ujungnya yang cukup kecil untuk menyelip saat membuang
benang dilakukan.

Cara memegang gunting :


 Masukkan ibu jari dan jari manis ke dalam lubang gunting.
 Apabila dipegang dengan tangan kanan jari-jarinya tidak
dimasukkan lebih jauh dari sendi distal, tetapi jika dipegang dengan
tangan kiri maka harus dimasukkan lebih jauh dari sendi distal
karena gerakan menekan dilakukan oleh ibu jari.
 Menggunting paling baik dilakukan dengan bagian ujung gunting,
sehingga tidak akan melukai struktur jaringan di sekitarnya.

214
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Gambar 10. Cara memegang gunting dengan menggunakan


tangan kanan dan kiri
b. Instrumen Penjepit
1. Pinset Anatomi

Pinset Anatomi memiliki ujung tumpul halus. Alat ini dapat


menggenggam objek atau jaringan kecil dengan cepat dan mudah,
serta memindahkan dan mengeluarkan jaringan dengan tekanan
yang beragam. Pinset anatomi ini juga digunakan saat jahitan
dilakukan, berupa eksplorasi jaringan dan membentuk pola jahitan
tanpa melibatkan jari.

2. Pinset Chirurgis

Pinset Chirurgis biasanya memiliki dua gigi pada satu bidang. Pinset
bergigi ini digunakan untuk memegang jaringan yang hanya
memerlukan tekanan minimal, misalnya subkutis, otot, fascia, tetapi
tidak untuk memegang struktur yang mudah berlubang (peritoneum,
pleura).
Cara memegang pinset :
 Pegang pinset seperti memegang pensil.

215
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

 Jaringan yang dijepit sebaiknya adalah dermis atau subkutis,


bukan kulit bagian luar.
 Jangan menjepit kulit terlalu keras, karena dapat melukai kulit dan
menyebabkan pembentukan parut.

3. Klem Jaringan

Klem jaringan berbentuk seperti penjepit dengan dua pegas yang


saling berhubungan pada ujung kakinya. Berdasarkan bentuknya
klem jaringan dibagi dua, yaitu ujung bergigi (Klem Kocher) dan
ujung tidak bergigi (Klem Allis). Klem Allis digunakan untuk
memegang kulit atau fascia. Sedangkan Klem Kocher digunakan
untuk menarik jaringan yang sangat kuat.

216
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

4. Cunam

Alat penjepit dengan ujung berbentuk cincin yang bisa dipakai untuk
menjepit kasa pembersih luka.

c. Instrumen Hemostatik
1. Klem Arteri
Pada prinsipnya, klem arteri bermanfaat untuk menghentikan
perdarahan pembuluh darah kecil dan menggenggam jaringan
lainnya dengan tepat tanpa menimmenimbulkan kerusakan yang

tidak dibutuhkan. Struktur jepitan pada klem arteri berupa galur


paralel pada permukaannya dan ukuran panjang pola jepitannya
sampai handle agak lebih panjang dibanding needle-holder. Alat ini
juga tersedia dalam dua bentuk yakni bentuk lurus dan bengkok
(mosquito). Namun, bentuk bengkok (mosquito) lebih cocok
digunakan pada bedah minor.

d. Instrumen Pemegang Jarum


1. Needle Holder

Needle holder bermanfaat untuk memegang needle saat insersi


jahitan dilakukan. Struktur jepitan needle holder berbentuk criss-
cross di permukaannya dan memiliki ukuran handled yang lebih
panjang dari jepitannya, untuk tahanan yang kuat dalam

217
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

menggenggam needle. Tidak digunakan untuk menggenggam


jaringan karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan.

Cara penggunaan:
Needle digenggam pada jarak 2/3 dari ujung berlubang needle, dan
berada pada ujung jepitan needle-holder. Hal ini akan memudahkan
tusukan jaringan pada saat jahitan dilakukan.

e. Jarum Jahit

218
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Gambar 23. Jenis-jenis ujung jarum


Jarum jahit terdiri dari tiga bagian, ujung belakang untuk
mengaitkan benang, bagian tubuh pemegang jarum (needle holder), dan
ujung depan jarum. Jarum jahit terbagi menjadi 4 jenis, yaitu :
1. Jarum traumatis
Jarum yang mempunyai ―mata‖ untuk memasukkan benang di
bagian ujung tumpulnya sehingga benangnya bisa diganti. Pada
bagian yang bermata ukurannya lebih besar dari bagian ujung yang
tajam.
2. Jarum atraumatis
Jarum yang tidak memiliki mata sehingga ujung jarumnya langsung
dihubungkan dengan benang dan memiliki ukuran penampang yang
sama.
3. Jarum cutting
Jarum yang penampangnya berbentuk segitiga atau pipih dan tajam.
Jarum ini biasa dipakai untuk menjahit kulit dan tendon.
4. Jarum non-cutting (tappered)

219
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Jarum yang penampangnya bulat dan hanya ujungnya saja yang


tampak tajam. Biasanya dipakai untuk menjahit jaringan yang lunak.

2.2 Bahan
a. Benang Jahit
Benang bedah dapat bersifat absorbable dan non-absorbable. Benang
yang absorbable biasanya digunakan untuk jaringan lapisan dalam,
mengikat pembuluh darah dan kadang digunakan pada bedah minor.
Benang non-absorbable biasanya digunakan untuk jaringan tertentu
dan harus diremove.

Benang absorbable

1. Alami
 Plain Cat Gut

Benang yang dibuat dari kolagen sapi dan domba. Benang ini
memiliki daya serap pengikat 1-2 minggu dan diabsobsi
sempurna oleh tubuh melalui enzim proteolitik jaringan dalam
waktu 70 hari. Warnanya putih kekuningan. Digunakan untuk
mengikat sumber perdarahan kecil, menjahit sub kutis, dan
dapat digunakan untuk menjahit daerah longgar seperti perut
maupun wajah dan luas luka yang sempit.

 Chromic Cat Gut

Mirip dengan plain cat gut, namun diberi lapisan tambahan larutan
garam Chromium untuk memperpanjang waktu absorbsi sampai 90
hari, dengan daya serap pengikat selama 2-3 minggu. Warnanya
coklat kebiruan. Biasanya benang ini digunakan untuk menjahit
tendon atau subkutan intradermal, dan jaringan yang waktu
penyembuhannya cukup lama.

220
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

2. Buatan (synthetic)

Benang yang dibuat dari bahan sintesis seperti polyglactin (merk


dagang Vicryl atau Safil), polydioxanone (merek dagang PDS II), dan
polyglercarpon (merk dagang Monocryl atau Monosyn). Benang ini
memiliki daya ikat lebih lama, yaitu 2-3 minggu dan dapat diserap
sempurna dalam waktu 90-120 hari. Benang berbahan polyglactin dan
polydioxanone biasa digunakan untuk penjahitan usus intradermal dan
anastomosis. Benang berbahan polydioxanone juga digunakan pada
daerah yang berpotensi infeksi.

Benang non-absorbable

1. Alami

Benang silk dibuat dari 70% protein organik yang disebut fibroin.
Warnanya hitam dan putih. Bersifat tidak licin seperti sutera biasa,
karena sudah dikombinasikan dengan bahan perekat 30% nya.
Digunakan untuk menjahit kulit, perbaikan tendon, dan mengikat
pembuluh darah besar.

221
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

2. Buatan

Umumnya bahan dasar nylon (merk dagang Ethilon dan Dermalon),


bahan polyester (merk dagang Mersiline), dan bahan polypropylene
(merk dagang Prolene). Benang ini biasanya digunakan untuk
mengikat pembuluh darah besar dan perbaikan hernia.
 Jenis ukuran benang yang dipergunakan
: Sirkumsisi : 2.0/3.0
Palpebra mata : 6.0/7.0
Kulit ekstremitas : 3.0
b. Cairan Antiseptik
Cairan antiseptik digunakan untuk mensterilkan tepi dan sekitar luka,
bertujuan untuk mencegah infeksi. Cairan yang dapat digunakan:
1. Ethyl alcohol. Larutan alkohol yang dipakai sebaiknya 65-85%
karena daya kerjanya akan menurun bila dipakai konsentrasi yang
lebih rendah atau lebih tinggi.
2. Iodium Tinctura (Povidone Iodine). Larutan 2% iodium dalam
alkohol 70% adalah suatu desinfeksi yang sangat kuat. Larutan ini
dipakai untuk mendisinfeksi kulit dengan membasmi kuman-
kuman yang ada pada permukaan kulit.

c. Cairan Steril
Cairan digunakan untuk irigasi luka dengan cara menyemprotkan cairan
tersebut ke bagian dalam luka. Untuk menyemprotkan cairan, dapat

222
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

menggunakan spuit 50cc atau dengan melubangi kolf (flask) cairan.


Cairan yang umum digunakan untuk irigasi adalah NaCl 0,9% steril.

d. Kasa Steril
Kasa steril digunakan untuk debridement, menghentikan perdarahan,
menutup luka setelah dijahit, menyerap eksudat, membatasi penguapan,
melindungi luka dan lain-lain.

e. Plester Perekat (Micropore)


Digunakan untuk merekatkan kasa penutup luka atau untuk penekanan
ringan pada keadaan tertentu.

f. Cairan Anastesi Lokal


Umumnya pada penjahitan luka digunakan anestesi lokal dengan kerja
cepat seperti lidokain. Perlu diingat bila lidokain digunakan bersama
adrenalin maka durasi kerja dan dosis maksimal akan bertambah dan
perdarahan akan berkurang, namun tidak boleh dipakai pada daerah
seperti jari-jari dan penis.

g. Sarung Tangan Steril


Digunakan selama penjahitan untuk menjaga alat-alat dan luka tetap
steril, selain itu fungsi yang tidak kalah penting adalah mencegah
penularan penyakit dari tenaga medis ke pasien begitupun sebaliknya.
Teknik ketika menggunakan sarung tangan steril adalah ―no touch‖.

h. Doek Steril

3. TEKNIK ASEPTIK DAN ANTISEPTIK


3.1 Asepsis
Asepsis adalah usaha untuk mencegah bakteri atau mikroorganisme lain
seperti jamur dan virus menginvasi tubuh.
Asepsis ada 2 macam:

223
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

a. Asepsis medis
Teknik bersih, termasuk prosedur yang digunakan untuk mencegah
penyebaran mikroorganisme. Misalnya: mencuci tangan, memakai
handshcoen, mengganti linen tempat tidur, dan menggunakan cangkir
untuk obat.
1. Cuci tangan
Mencuci tangan merupakan proses asepsis yang paling penting
untuk mencegah infeksi. Pada tindakan bedah minor dimana tidak
dibutuhkan teknik scrubbing, cuci tangan dilakukan selama 40-60
detik dengan langkah-langkah sebagai berikut:

2. Menggunakan handschoen
Mengenakan handschoen atau gloving dapat dilakukan dengan dua
cara, terbuka dan tertutup. Pada teknik tertutup, handschoen
digunakan dengan tangan tetap berada di dalam gown, sedangkan
pada teknik terbuka, handschoen digunakan dengan tangan yang
sudah berada di luar gown seperti yang terlihat pada gambar di
bawah.

224
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

b. Asepsis bedah
Teknik steril, termasuk prosedur yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme dari suatu daerah. 3 prinsip-prinsip tindakan asepsis yang
umum, yaitu sebagai berikut.
1. Semua benda yang menyentuh atau dimasukkan ke dalam tubuh
haruslah steril.
2. Jangan sekali-kali menjauhi atau membelakangi tempat yang steril
3. Peganglah objek-objek yang steril, setinggi atas pinggang agar objek
tersebut selalu terlihat jelas dan ini mencegah terjadinya
kontaminasi di luar pengawasan.
4. Hindari berbicara, batuk, bersin atau menjangkau suatu objek
yang steril.
5. Jangan sampai menumpahkan larutan apapun pada kain atau
kertas yang sudah steril.
6. Bukalah bungkusan yang steril sedemikian rupa, sehingga ujung
pembungkusnya tidak mengarah pada si petugas.
7. Objek yang steril menjadi tercemar, jika bersentuhan dengan
objek yang tidak steril.
8. Cairan mengalir menurut arah daya tarik bumi, jika forcep
dipegang sehingga cairan desinfektan menyentuh bagian yang
steril, maka forcep itu sudah tercemar.

225
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

3.2 Antisepsis
Antisepsis adalah tindakan mengurangi mikroorganisme, baik yang
berupa flora normal maupun transient menggunakan teknik sterilisasi
dan/atau disinfeksi. Pada prinsipnya, tindakan antisepsis merupakan
usaha untuk menjaga kondisi asepsis yang dibutuhkan dalam proses
operasi.
a. Skin preparation
Sebelum melakukan tindakan bedah, kulit dibersihkan menggunakan
cairan antiseptik dimulai dari tengah ke perifer (secara sentrifugal).
Area yang dibersihkan harus mencakup seluruh insisi yang akan
dilakukan beserta area di sekitarnya. Selain itu, jika operasi akan
dilakukan pada lokasi tertentu yang membutuhkan penanganan
khusus, pencukuran perlu dilakukan agar rambut-rambut tidak
mengganggu jalannya operasi. Penggunaan duk (pada operasi minor)
atau draping pada operasi yang lebih besar perlu dilakukan untuk
membatasi area operasi.
Beberapa cairan antisepsis yang dapat digunakan antara lain povidone
iodine 10%, alkohol 10%, dan klorheksidin.

Gambar36..(Kiri) Draping3, (Kanan) melakukan antisepsis


lapangan operasi secara sentrifugal

4. TEKNIK ANESTESI LOKAL


Anestesi secara umum adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat yang digunakan dalam anastesi
lokal mampu menghambat konduksi saraf (terutama nyeri) secara
reversibel pada bagian tubuh yang spesifik.
Terdapat dua jenis obat yang digunakan untuk anestesi lokal yakni
golongan ester seperti prokain, kloroprokain, tetrakain dan kokain, serta
golongan amida seperti lidokain, mepivakain, prilokain dan bupivakain.
Yang perlu diperhatikan yaitu golongan ester yang lebih sering

226
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

menyebabkan reaksi alergi. Beberapa jenis obat anestesi yang dapat


digunakan antara lain:

Gambar 37. Jenis obat anestesi lokal


Obat anestesi lokal yang paling sering digunakan adalah Lidocain HCl 2%
yang juga memiliki efek antiaritmia dengan dosis 3-5 mg/kg berat badan.
Durasi anestesi dengan Lidokain dapat mencapai 60-90 menit. Lidocaine
HCl digunakan untuk perdarahan yang cukup banyak. Lidokain dengan
epinefrin jika perdarahan minim atau tidak ada.
Obat lainnya yaitu Bupivakain dengan potensi empat kali lebih kuat dari
Lidokain, durasi yang lebih lama akan tetapi onset lebih lambat. Selain itu,
Bupivakain juga memiliki toksisitas yang lebih tinggi pada sistem
kardiovaskular dan cukup sering menyebabkan aritmia ventrikel. Jenis
obat anestesi lainnya relatif jarang digunakan di Indonesia.
Teknik anestesi yang dilakukan dapat berupa topikal pada area mukosa
(mulut, uretra, konjungtiva maupun di luka), infiltrasi dan blok nervus.
Pada teknik infiltrasi, injeksi dilakukan pada area sekitar lapangan operasi
dengan penyuntikan obat secara perlahan untuk mengurangi nyeri.
Aspirasi perlu dilakukan setiap penyuntikan
dimulai untuk mencegah obat masuk ke dalam
pembuluh darah. Pemberian obat anestesi
kadang perlu dibagi beberapa kali selama
tindakan berlangsung dibandingkan langsung
diinjeksikan seluruhnya pada awal tindakan.
Sebelum memulai tindakan, diperlukan waktu
untuk menunggu onset obat bekerja (5-10 menit
pada Lidokain) serta jelaskan kepada pasien

227
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

bahwa sensasi sentuhan akan tetap terasa setelah dilakukannya anestesi,


akan tetapi sensasi nyeri akan menghilang.
Teknik anestesi berikutnya yang dapat dilakukan adalah blok nervus yang
dapat dilakukan cukup jauh dari area tindakan. Salah satu contohnya
adalah blok nervus digital yang dapat dilakukan pada permukaan dorsal
jari tangan dan kaki ketika melakukan repair pada kasus fingertip injury.
4.1 Prosedur
a. Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik
b. Lakukan injeksi menggunakan jarum ukuran kecil (ukuran 25-30).
c. Injeksikan secara perlahan ke dalam atau ke bawah kulit di sekeliling
luka untuk mencegah material kontaminan terdorong ke area yang
bersih.
d. Jika anestetikum telah masuk secara benar, akan terlihat edema
kulit sesaat setelah disuntikkan.
e. Jika laserasi terjadi di area di mana dapat dilakukan blokade
syaraf (misalnya diujung-ujung jari), lakukan anestesi blok, karena
efek anestesi lebih baik.
f. Tunggu 5-10 menit sampai anestesi bekerja.
g. Sebelum dan selama melakukan tindakan eksplorasi luka dan
pencucian, cek apakah anestesi masih efektif. Sensasi tekan tidak
ditumpulkan oleh anestesi lokal. Dengan anestesi yang adekuat
pasien masih merasakan tekanan, tapi tidak menyakitkan. Jepit
ujung kulit dengan pinset atau sentuh menggunakan ujung jarum.
Bila pasien masih merasakan nyeri, tambahkan anestesi.

Gambar 39. blok nervus digitalis


4.2 Indikasi Anastesi
a. Jika nyawa penderita dalam bahaya karena kehilangan
kesadarannya, sebagai contoh sumbatan pernafasan atau infeksi
paru
228
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

b. Kedaruratan karena tidak ada waktu untuk mengurangi bahaya


anestesi umum. Hal ini dapat terjadi pada kasus seperti partus
obstetik operatif, diabetes, penyakit sel bulan sabit, usia yang
sangat lanjut, dan pembedahan yang lama
c. Menghindari bahaya pemberian obat anestesi umum, seperti pada
anestesi halotan berulang, miotonia, gagal ginjal atau hepar dan
porfiria intermiten akut.
d. Prosedur yang membutuhkan kerjasama dengan penderita, seperti
pada perbaikan tendo, pembedahan mata, serta pemeriksaan
gerakan faring.
e. Lesi superfisial minor dan permukaan tubuh, seperti ekstraksi gigi
tanpa penyulit, lesi kulit, laserasi minor, dan revisi jaringan parut.
f. Pemberian analgesik paska bedah, contohnya sirkumsisi,
torakotomi, herniorafi, tempat donor cangkok kulit, serta
pembedahan abdomen.
g. Untuk menimbulkan hambatan simpatik, seperti pada free flap atau
pembedahan reimplantasi, atau iskemia ekstremitas.

4.3 Kontra Indikasi Anastesi


a. Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah
diketahui. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau
suntikan intravaskular.
b. Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau
mendukung teknik tertentu.
c. Kurangnya prasarana resusitasi.
d. Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
e. Infeksi lokal atau iskemik pada tempat suntikan.
f. Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
g. Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
h. Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
i. Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.
j. Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi
anestesi lokal untuk bekerja dengan sempurna.
k. Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak
penderita.

229
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

5. MACAM MACAM TEKNIK PENJAHITAN


SEDERHANA
5.1 Prinsip Penjahitan
a. Tidak terlalu dekat dari tepi luka (0,5 – 1
cm)
b. Jarak sama antar jahitan (1 – 1,5 cm)
c. Simpul tidak di garis luka
d. Ikuti kurvatura jarum
e. Tepi luka tidak boleh terinversi  eversi
f. No dead space Gambar 40. Jarak antar jahitan
g. Ikatan jangan terlalu kencang  iskemia
h. Ikatan satu sisi  estetika
i. Luka dalam ditutup oleh beberapa
lapis jahitan

5.2 Teknik Penjahitan

Gambar 41. Teknik forehand dengan needle holder memegang jarum pada 1/3
proksimal
5.3 Jenis-Jenis Jahitan
a. Jahitan Terputus (Simple Inerrupted Suture)
Teknik ini dapat digunakan untuk menjahit kulit, fascia, dan otot. Cara
jahitan terputus dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan.
Keuntungan jahitan ini adalah bila benang putus, hanya satu tempat
yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan di
tempat yang terinfeksi. Akan tetapi, dibutuhkan waktu lebih lama
untuk mengerjakannya.

230
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Gambar 42. Interrupted over and over suture.

b. . Jahitan Matras
1. Jahitan Matras Horizontal
Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul. Sebelum
disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari
tusukan pertama. Jahitan ini memberikan hasil jahitan yang
kuat.Teknik ini akan menimbulkan lebih banyak trackmarks
dibanding teknik penjahitan lainnya. Akan tetapi kelebihan dari
teknik ini adalah sifat hemostasisnya serta kemampuannya
memudahkan bentuk eversi dari luka.

Gambar 43. Interrupted horizontal mattress suture

2. Jahitan Matras Vertikal


Jahitan dengan menjahit secara mendalam di bawah luka kemudian
dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan
penyembuhan luka yang cepat karena didekatkannya tepi-tepi luka
oleh jahitan ini. Prinsip melakukan teknik ini adalah ―far-far, near-

231
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
near‖. Teknik ini memudahkan terbentuknya eversi dan dan
digunakan pada luka dengan permukaan jaringan yang tidak sama
tinggi. Hasil akhir dari teknik ini adalah garis vertikal terhadap
garis luka.

Gambar 44. Interrupted vertical mattress suture

3. Jahitan Matras Modifikasi


Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka
seberangnya pada daerah subkutannya.

Gambar 45. Interrupted semi-mattress suture

c. Jahitan Kontinu (continuous suture)


Teknik penjahitan ini relatif sama dengan teknik interrupted, hanya saja
jahitan tidak berhenti setelah satu loop, melainkan diteruskan hingga
jahitan menutup seluruh garis luka. Simpul hanya pada ujung-ujung
jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah satu simpul terbuka, maka
jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini jarang dipakai untuk
menjahit kulit.

232
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

1. Jahitan Jelujur Sederhana (Continous Over and Over)


Tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat
yang longgar.

Gambar 46. Continuous over and over sutures

2. Jahitan Jelujur Feston (Interlocking Suture)


Jahitan kontinu dnegan mengaitkan benang pada jahitan
sebelumnya, biasa digunakan pada jahitan peritoneum.

Gambar 47. Ford suture pattern

5.4 Teknik Menjahit Berdasarkan Lapisannya


a. Menjahit kulit
1. Gunakan pinset diseksi bergerigi halus, untuk sedikit mengangkat
tepi luka.
2. Jarum lengkung jenis taper cut dengan benang nilon
monofilamen nomor 3/0 dipasang pada needle holder.
Pemasangan itu diletakkan antara 2/3 depan dan 1/3 belakang,
lalu gagang needle holder dikunci.

233
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Gambar 48. Memegang jarum menggunakan needle holder

3. Jahitan dimulai dari sisi luka yang letaknya paling jauh dari tubuh
operator, menuju ke arah operator.
4. Dengan pergelangan tangan pronasi penuh, siku membentuk
sudut 90˚ dan bahu abduksi, jarum ditusukkan di kulit secara
tegak lurus.
5. Tusukan jarum dilakukan 3 – 4 mm dari tepi luka, di dekat
tempat yang dijepit pinset. Jarak antar tusukan kurang lebih 0.5 –
1 cm. Untuk jahitan di wajah, tusukan jarum dilakukan 2 – 3 mm
dari tepi luka dengan jarak antar tusukan 3 – 5 mm.
6. Kulit ditegakkan, dan dengan gerakan supinasi pergelangan serta
adduksi bahu yang serentak, jarum didorong maju dalam arah
melengkung sesuai dengan lengkungan jarum, tetapi jangan
terlalu dangkal (akan terbentuk dead space )
7. Setelah jarum muncul kembali di balik kulit, jarum dijepit
dengan klem pemegang jarum dan ditarik keluar (penjepitan ini
tidak boleh pada ujungnya, karena jarum dapat patah atau
bengkok).
8. Benang ditarik terus sampai ujungnya tersisa 3-4 cm dari kulit.
9. Tusukkan lagi jarum di tepi luka yang lain dengan cara dan
kedalaman yang sama.
10. Setelah jarum muncul di kulit, ditarik lalu dibuat simpul ikatan 2
x1x2
11. Luka dibersihkan dan dinilai ketatnya ikatan
12. Simpul ditarik ke tepi ke arah pada ujung benang yang lebih pendek.

234
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Gambar 49. Menjahit kulit


b. Menjahit Subkutis
Untuk menjahit lemak subkutis dilakukan jahitan terputus sederhana
dengan simpul terkubur.
1. Pada jahitan ini lintasan jarum dimulai dan diakhiri di dalam luka.
2. Mengangkat tepi luka dengan pinset bergigi sehingga
pertemuan antara lemak dandermis jelas.
3. Jahitan dimulai dan sisi yang jauh dari operator
4. Jarum lengkung berujung tapen dengan benang absorben
ditusukkan jauh ke jaringan lemak sampai keluar di dekat
permukaan.

Gambar 50. Menjahit subkutis

5. Posisi tangan pemegang jarum pronasi maksimal lalu jarum


ditembuskan dengan gerak supinasi.
6. Setelah nomor 4, klem pemegang jarum dipindah untuk
menjepit kembali dan dengan gerakan pronasi serta supinasi
jarum ditusukkan dari arah permukaan ke lapisan dalam sisi
yang lain.
7. Kemudian dibuat simpul dan benang dipotong.
235
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

6. MENGANGKAT/ MEMBUKA JAHITAN


Jahitan dan luka diolesi terlebih dahulu dengan antiseptik. Hidrogen
peroksida baik untuk membersihkan darah dan eksudat yang kering.
Kemudian salah satu ujung simpul dipegang dengan pinset dan ditarik ke atas
sehingga salah satu bilah gunting benang dapat masuk, kemudian benang
digunting dan seluruh benang ditarik keluar menggunakan pinset anatomis.
Pengguntingan sebaiknya dilakukan dekat dengan permukaan kulit, agar
bagian benang yang ada diluar kulit (terkontaminasi) melalui kulit sesedikit
mungkin.

7. TAHAP PENYIMPULAN
Beberapa jenis simpul yang perlu diketahui antara lain reef knot dan
surgeon’s knot. Berikut ini adalah tahapan menyimpul dengan menggunakan
instrumen.

236
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Instrumen
(biasanya
needle holder) diletakkan diantara sisi panjang dan pendek kedua benang.
Buat dua kali loop pada benang yang panjang, kemudian ambil ujung dari
benang pendek menggunakan instrumen tersebut, tarik. Lakukan langkah
yang sama dengan hanya satu kali loop menggunakan benang yang panjang,
ambil ujung dari benang pendek dengan menggunakan instrumen tersebut,
tarik, dan simpul selesai dibuat.
Selain menggunakan instrumen, simpul juga dapat dibuat dengan tangan
kosong. Simpul tersebut antara lain, reef knot, surgeon’s knot dan slip knot.
Karena relatif jarang digunakan dalam setting di luar kamar operasi, maka
akan ditunjukkan ilustrasi gambarnya. Detil langkahnya dapat dipelajari di
Textbook Surgical Techniques oleh Mihaly Boros.

Gambar 13. (kiri) reef knot, (kanan) surgeon‘s knot

237
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

8. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI BEDAH MINOR


Indikasi dan kontraindikasi dari tindakan bersifat spesifik terkait tindakan
tersebut. Yang perlu diperhatikan, terutama dalam kasus kegawatdaruratan,
segala tindakan dapat ditunda jika terjadi kegawatan dalam komponen
airway, breathing atau circulation. Pada kondisi ini tatalaksana komponen
tersebut harus didahulukan dibanding tindakan lainnya.

9. KOMPLIKASI
Komplikasi post-operasi adalah segala luaran negatif yang terjadi selama atau
paska tindakan dan dapat memengaruhi proses penyemuhan dari pasien.
Beberapa komplikasi yang mungkin muncul paska tindakan bedah sederhana
antara lain reaksi obat akibat anestesi lokal, perdarahan, kerusakan organ, infeksi
luka operasi, hematoma dan lepasnya jahitan.1 Segala bentuk komplikasi yang
mungkin terjadi harus dijelaskan kepada pasien sebelum tindakan dilakukan
ketika meminta inform consent sehingga pasien atau keluarganya memahami
kemungkinan komplikasi yang terjadi atas tindakan yang dilakukan
terhadapnya.

10. CARA STERILISASI ALAT


Sterilisasi adalah suatu tindakan menghilangkan mikroorganisme (termasuk
bentuk dormannya seperti spora) dengan berbagai metode baik fisik maupun
mekanik atau kombinasi keduanya. Beberapa metode yang dapat digunakan
antara lain adalah dengan autoklaf, gas etilen oksida, zat sporisidal dan iradiasi.
Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara :
a. Tanpa tekanan berupa pemanasan basah, pemanasan kering dan
‘flamber’.
b. Dengan tekanan yaitu dengan menggunakan system otoklaf.
c. Secara kimiawi : cara sterilisasi kimiawi dilakukan dengan
menggunakan tablet formalin, gas etilen oksida, larutan aniseptik.
d. Radiasi yaitu dengan menggunakan sinar X dan sinar UV. Radiasi,
digunakan unuk mensterilkan tabung suntik plastik, sarung
tangan, kateter, infus set, selang sonde dan kamar operasi.
e. Pemanasan basah dengan temperature > 100 C selama 15-30
menit. Alat-alat yang direbus harus dalam keadaan bersih dan
seluruh alat harus terendam dalam air. Cara ini digunakan untuk
mensterilkan: instrumen operasi terutama yang terbuat dari
logam, kateter karet dan logam, alat –alat dari plastik atau kaca
tahan panas, kain kasa dan tuffer yang akan digunakan.
f. Pemanasan kering, pemanasan kering dilakukan tanpa pengaturan
tekanan udara secara khusus. Disini digunakan oven, temperature
170oC (160-180oC) dalam waktu 12 jam. Cara ini dignakan untuk
mensterilkan alat bedah (pisau dan gunting dibungkus kain agar

238
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

tidak tumpul), kaca tahan panas (pyrex), kasa, doek, laken, jas
operasi.
g. Flamber berarti membakar dengan spritus atau alkohol 96%.
Bahan bakar harus cukup untuk member nyala minimum selama 5
menit. Cara ini mudah dikerjakan, cepat dan cocok dalam keadaan
darurat, dan sterilitasnya terjamin. Alat yang dibakar harus dalam
keadaan bersih dan kering dan tempat membakar sebaiknya
alumunium atau wadah yang terbuat dari logam tahan karat. Cara
ini jangan sering digunakan pada alat dari logam karena alat akan
berubah warna dan rusak, gunting dan pisau juga akan mudah
tumpul.
h. Autoclave (otoklaf) dilakukan dengan memasak dengan uap
bertekanan 750 mmHg dan temperature 120oC. Waktu dapat
dipersingkat dengan menaikkan tekanan atau suhu. Dengan cara
ini dalam tempo 13 menit spora dan bakteri akan mati. Digunakan
unuk mensterilkan kain kasa, doek, laken operasi dan jas operasi.
Dipakai untuk mensterilkan sarung tangan operasi, kateter balon,
kasa dan pembalut
i. Gas etilen oksida , cairan ini dapat membunuh spora, bakteri serta
virus dan jamur patogen. Sifatnya toksik dan mudah terbakar. Cara
ini baik untuk alat tak tahan panas. Dipakai untuk mensterilkan
alat endoskopi, alat yang terbuat dari karet, gunting dan mata
pisau operasi.
j. Larutan antiseptik dilakukan dengan cara membilas atau
merendam alat-alat dengan larutan tersebut. Larutan antiseptik
digunakan untuk mensterilkan alat bedah, alat-alat yang tajam,
kateter dan korentang.

239
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, dkk.2012.Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 3. Jakarta : EGC


2. Bedah Minor dan Managemen Luka. Solo : UNS
3. Sudjatmiko, dkk.2009. Menjahit luka supaya bekasnya susah dicari.
Jakarta : Sagung seto.
4. Brunikardi, dkk. 2010. Schwartz’s principle of surgery, 9th Edition.
USA : The McGraw-Hill Companies, inc.
5. Surgical techniques. Boros M, editor. Szeged: Medicina; 2006.
6. Kingsnorth AN, Majid AA. Fundamental of surgery practice 2ed.
Cambridge: Cambridge University Press; 2006.
7. WHO. Basic surgical skills: Emergency and Essential Surgical Care
(EESC) programme. Available from: who.int/surgery.
8. Thorne CH, Beasley RW, Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL.
Grabb and smith's plastic surgery. 6 ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2007.
9. Vojvodic M, Young A. Toronto notes. 30 ed. Toronto: Toronto Notes
for Medical Students, Inc; 2014.
10. WHO. WHO guidelines on hand hygiene in health care. Geneva: WHO; 2009.
11. Kirk RM. Basic surgical techniques. 5 ed. United Kingdom: Churchill
Livingstone; 2002.
12. Basic surgical skill. [Slides]. In press 2015.
13. Benang bedah dan jarum bedah. [Slides]. In press 2015.
14. Karakata S, Bachsinar B. Bedah Minor. Jakarta: Hipokrates; 1996
15. Sjamsuhidajat R, Wim de jong (editor). Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi
ke-4. Jakarta: EGC;2010
16. Oswari E. Bedah dan perawatannya. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2000.
17. Kolegium Ilmu Bedah Indonesia, 2016
18. Buku diklat RESCUE TBMM Humerus FK UII (2016)
19. Tim Bantuan Medis Janar Dūta. 2019. Buku Panduan Medis Tim
Bantuan Medis Janar Dūta. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

240
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
ANAMNESIS

Telah ditinjau oleh :

dr. Decky Aditya Zulkarnaen (TBM Bumi Gora)


dr. Vina Nadiyah Hajjah (TBM Vertex)

Dr.dr. Sharul Rahman, Sp.PD-FINASIM (TBM FK UMSU)

1. Definisi

Anamnesis merupakan percakapan untuk menggali informasi mengenai riwayat


penyakit pasien. Anamnesis merupakan langkah awal dalam tata cara kerja yang harus
ditempuh untuk membuat diagnosis. Anamnesis digunakan untuk mengarahkan
pemeriksaan fisik dan menentukan pemeriksaan tambahan yang tepat bagi pasien
sehingga dapat memperkuat dugaan dalam anamnesis.

Pada tingkat yang paling dasar, percakapan dengan pasien ini memiliki tiga tujuan,
yaitu membangun hubungan yang saling percaya dan mendukung (sambung rasa dokter-
pasien), mengumpulkan informasi, dan menyampaikan informasi. Proses anamnesis
tersusun meliputi sebuah kerangka terstruktur untuk memperoleh informasi dari pasien
dalam bentuk tertulis maupun lisan. Kerangka tersebut berfokus pada informasi penting
yang dibutuhkan, memfasilitasi clinical reasoning, diagnosis, dan mencakup perawatan
pasien.

2. Jenis anamnesis

Pada umumnya, terdapat 2 jenis anamnesis yaitu autoanamnesis dan alloanamnesis.


Autoanamnesis merupakan anamnesis langsung kepada pasien.. Namun pada beberapa
kondisi, metode autoanamnesis ini tidak dapat menghimpun informasi yang dibutuhkan.
Sehingga anamnesis dilakukan melalui bantuan orang lain misalnya keluarga/relasi
terdekat atau yang membawa pasien tersebut ke rumah sakit. Anamnesis yang diperoleh
dari informasi orang lain disebut alloanamnesis.

Alloanamnesis dapat dikerjakan pada keadaan sebagai berikut:

a. Pasien dengan penurunan atau perubahan kesadaran.


b. Pasien bayi, anak-anak atau orang sangat tua
c. Untuk konfirmasi autoanamnesis
d. Pasien dengan gangguan mental psikis

3. Teknik Anamnesis

a. Kondisikan lingkungannya:

 Duduk di kursi, jangan duduk di bed atau berdiri di hadapan pasien.


 Pertimbangkan keributan yang dapat mengganggu proses anamnesis dan privasi
pasien.

241
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
b. Ciptakan suasana yang kondusif:

 Jadilah terbuka dan ramah. Hal ini dapat dibangun dengan senyuman yang tulus dan
pembahasan ringan tentang non-medis
 Menyapa pasien dengan nama panggilan.
“Baik Bapak Eko, ada yang bisa saya bantu?”
 Perkenalkan diri, dengan nama lengkap dan peran.
“Perkenalkan saya dr. Erin yang bertugas di Puskesmas Patrang ini”
 Jelaskan maksud dari anamnesis atau wawancara yang akan dilakukan
 Jelaskan harapan agar pasien memberi informasi secara detail

c. Dengarkan secara aktif :

 Penuh perhatian saat mendengarkan keluhan pasien


 Gunakan keterampilan verbal dan nonverbal untuk mendorong pasien
mengembangkan pembicaraannya

d. Ajukan pertanyaan yang adaptif:

 Arahkan pertanyaan dari hal yang umum ke khusus


 Ajukan pertanyaan satu demi satu

e.Komunikasi Non Verbal:

 Respons yang empati dengan mengenali perasaannya terlebih dahulu


 Pengesahan dengan mempercayai dan mengakui pengalaman emosionalnya

4. Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien datang menemui dokter atau
petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama dapat berupa kata atau kalimat singkat dengan
lama waktu keluhan, contohnya nyeri sudah 2 minggu. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mengetahui keluhan utama pasien diantaranya:

 Gunakan pertanyaan terbuka untuk mengetahui alasan pasien datang


 Dengarkan dengan penuh perhatian apa yang disampaikan pasien tanpa memotong,
terutama kalimat pertama pasien, walaupun sering kali kalimat utama pasien bukan
merupakan keluhan utamanya
 Berikan feedback (tanyakan kembali masalah yang disampaikan pasien)
 Tanyakan kembali apakah ada masalah lain yang mengganggu pasien
 Catat apa saja yang disebutkan pasien
 Jelaskan harapan agar pasien member informasi secara detil.

5. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

Riwayat perlajanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum sakit hingga pasien datang berobat. Untuk
menggali RPS dalam anamnesis, diperlukan data tentang tujuh butir mutiara anamnesis (The
Sacred Seven), yaitu :

242
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
 Lokasi dan penjalaran (lokasi secara tepat, dalam atau superfisial, terlokalisir atau
difus)
 Onset / awitan dan kronologis (onset, durasi,perioditas, frekuensi)
 Kuantitas keluhan (intensitas/keparahan menggunakan skala tertentu)
 Kualitas keluhan/ sifat sakit
 Faktor-faktor yang memperberat
 Faktor-faktor yang memperingan
 Gejala klinik yang menyertai

6. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Tujuan dalam menanyakan riwayat ini dalam anamnesis yakni untuk mengetahui
apakah ada hubungan antara penyakitnya saat ini dengan penyakitnya dahulu. Yang perlu
ditanyakan diantaranya:

 Pernah mengalami sakit yang sama atau tidak


 Apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, operasi, mendapat perawatan tertentu
di rumah sakit.dan riwayat alergi obat atau makanan tertentu.
 Pemeriksaan apa saja yang pernah dilakukan pasien di rumah sakit sebelumnya.

7. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tujuan dalam menanyakan riwayat ini dalam anamnesis yakni untuk mengetahui
apakah ada hubungan antara penyakitnya saat ini dengan riwayat penyakit yang berpotensi
diturunkan dari keluarga seperti, DM, hipertensi, jantung, dll.

8.Riwayat Penggunaan Obat

Tujuan dalam menanyakan riwayat penggunaan obat dalam anamnesis yakni untuk
mengetahui apakah ada alergi penggunaan obat tertentu pada pasien sehingga dapat
membantu dalam pemberian obat kepada pasien.

9. Riwayat Sosial dan Ekonomi

Anamnesis riwayat pribadi meliputi data-data ekonomi dan sosial. Perlu ditanyakan
mengenai keadaan kehidupan pasien, kondisi lingkungan terutama kebersihan yang berkaitan
dengan sampah, air, ventilasi dan sebagainya, kebiasaan merokok atau konsumsi minuman
keras bahkan penggunaan narkoba

Tabel 1. Komponene Anamnesis

Komponen dari anamnesis

Identifikasi  Waktu pengambilan data pasien


 Identitas : nama,usia, jenis kelamin, pekerjaan, alamat. Status
perkawinan
Keluhan utama Suatu masalah, kekawatiran dan gejala yang menyebabkan pasien
243
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
mencari bantuan tenaga medis
Riwayat penyakit  Menjelaskan keluhan utama dan gejala lain yang menyertai
sekarang  Masukkan bagian-bagian yang relevan dari anamnesis sistem
 Menanyakan riwayat terapi, alergi obat atau makanan,
kebiasaan merokok, minum minuman keras, atau penggunaan
narkoba. Hal ini sangat berhubungan dengan penyakit yang
diderita.
Riwayat penyakit dahulu  Penyakit yang diderita beberapa waktu yang lalu, termasuk
pada saat kanak kanak
 Penyakit yang dialami saat dewasa, lengkap dengan waktu
terjadinya yang setidaknya mencakup kategori medis,
pembedahan, obstetric/ginekologi dan psikiatrik
Riwayat Penyakit  Gambaran mengenai sakit yang diderita saat ini dengan
Keluarga riwayat penyakit keluarga
 Ada atau tidaknya penyakit khusus dalam keluarga, seperti
hipertensi, diabetes mellitus, atau penyakit jantung koroner
Riwayat Pribadi, Jelaskan tentang keadaan rumah tangga saat ini, ketertarikan individu,
Psikologis, Sosial, gaya hidup, hobi dan keadaan lingkungan beserta hubungannya
Ekonomi dan Budaya dengan lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

1. Talley, NJ. Clinical Examination : a systemic guide to physical diagnosis. 7th edition.
Elsevier: Australia; 2014.
2. Ball, J, et al. Seidel’s guide to physical examination. 8th edition. Elsevier: USA; 2015.
3. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Kedokteran Indonesia. Jakarta:
Katalog Dalam Terbitan (KDT); 2012. Available from :
http://www.kki.go.id.assets/data/arsip/SKDI_Perkonsil,_11_maret_13.pdf (diakses
tanggal 23 November 2018).
4. Chatten K, Howe M,Marks G, Smith T, Noble L. Guide To History Taking and
Examination. London: UCL Medical School University College; 2012. Available from :
http://www.ucl.ac.uk>pcph>cbt>year4 . [Accessed 25th November 2016].
5. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi VI. Jakarta:
InternaPublishing; 2015.
6. Wiley-Blackwell In Davey P. At a Glance Medicine 3rd Edition.Chichester:
2011.Available at http://www.oxfordjournals.org
7. Backley, LS. Bate’s Guide to Physical Examination and History Taking. Eleventh Edition.
Lippincott Williams and Wilkins; Philadelpia; 2013.

244
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

PEMERIKSAAN FISIK

Telah ditinjau oleh :

dr. Decky Aditya Zulkarnaen (TBM Bumi Gora)


dr. Vina Nadiyah Hajjah (TBM Vertex)

Dr.dr. Sharul Rahman, Sp.PD-FINASIM (TBM FK UMSU)

1. DEFINISI
Pemeriksaan fisik umum merupakan pemeriksaan awal yang dilakukan dokter
saat pertama kali melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien.

2. KEADAAN UMUM

2.1. Keadaan Umum

General assessment/general survey atau penilaian umum adalah penilaian


245
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
terhadap pasien secara utuh dan cepat, mencakup fisik pasien, sikap, mobilitas dan
beberapa parameter fisik (misalnya tinggi, berat badan dan tanda-tanda vital).
Penilaian umum memberikan gambaran/kesan mengenai status kesehatan pasien.

Hal- hal yang dapat di nilai pada keadaan umum :

a. Akut atau tidaknya penyakit

b. Status gizi dan habitus (habitus atletikus : pasien dengan berat badan dan bentuk
badan yang ideal, habitus astenikus : pasien yang kurus, dan habitus piknikus : pasien
yang gemuk). Keadaan gizi pasien juga harus dinilai, apakah kurang, cukup, atau
obesitas.

c. Deformitas dan lesi pada inspeksi umum (warna kulit, deformitas yang mencolok
atau luka-luka dan memar).

d. Respon mimik wajah terhadap berat penyakit (tampak kesakitan atau


menyeringai).

Gambar 1. Skala nyeri. Jelaskan pada pasien bahwa gambar tersebut merupakan
gambar wajah pasien tanpa rasa sakit dan wajah pasien yang merasakan sakit. Wajah
0 merupakan wajah bahagia karena pasien tidak merasakan sakit sama sekali. Wajah 2
menunjukan wajah pasien dengan sangat sedikit rasa sakit. Wajah 4 menunjukan
wajah pasien dengan rasa sakit yang lebih dibandingkan wajah 2. Wajah 6 merupakan
wajah pasien yang merasa lebih kesakitan lagi. Wajah 8 menunjukan wajah pasien
dengan rasa sangat sakit. Wajah 10 menunjukan wajah pasien yang sakit sebanyak
yang dapat dibayangkan .13

e. Mobilitas penderita secara umum dan posisi tubuh (apakah penderita terbaring
lemas atau berlarian kesana kemari di tempat periksa).

f. Kesan dari keadaan hidrasi (kulit kering atau bibir kering juga bisa menandakan
adanya kekurangan cairan).

g. Aspek khusus dari keadaan umum (adanya bau-bauan dan penilaian terhadap
produk dan cairan tubuh yang mungkin bisa terlihat).

h. Struktur tubuh. Kedua sisi tubuh pasien harus terlihat dan bergerak sama.

246
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Gamabar 2. Abnormal spinal curvatures: kyphosis, lordosis, and scoliosis

Tingkat kesadaran Pasien

harus waspada dan sadar akan waktu, tempat dan orang.

a. Penilaian Kualitas Tingkat Kesadaran


 Compos mentis :baik/sempurna
 Apatis :perhatian berkurang
 Somnolens :mudah tertidur walaupun sedang diajak berbicara
 Sopor/Delirium :dengan rangsangan kuat masih memberi respon gerakan
 Sopor comatous :hanya tinggal reflek kornea
 Coma :tidak memberi respon sama sekali
b. Penilaian Kuantitatif Tingkat Kesadaran
Tabel 1. Kriteria penilaian kuantitatif tingkat kesadaran berdasarkan skala koma glasgow

Aspek Keterangan Nilai


Eye / Mata - Spontan membuka mata 4
- Membuka mata dengan perintah (suara) 3
- Membuka mata dengan rangsang nyeri 2
- Tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1
Verbal - Berorientasi baik 5
- Bingung (bisa membentuk kalimat tapi arti keseluruhan kacau) 4
- Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat 3
- Bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki arti 2
- Tidak bersuara/ unrespon 1
Motorik - Menurut perintah 6
- Dapat melokalisir rangsang nyeri 5
- Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak (withdrawal) 4
- Menjauhi rangsang nyeri 3
- Ekstensi spontan 2
- Tak ada gerakan 1

c. Kriteria :
 Compos Mentis : 15
 Cedera kepala ringan : SKG skore 13-14
 Cedera kepala sedang : SKG skore 9-12
 Cedera kepala berat : SKG skore 3-8

247
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Tanda-tanda vital
Pengukuran tanda-tanda vital memberikan informasi yang berharga terutama mengenai
status kesehatn pasien secara umum. Tanda-tanda vital meliputi : temperatur/suhu tubuh,
denyut nadi, laju pernafasan/respirasi, dan tekanan darah.

a. Temperatur/Suhu Tubuh
Pengukuran suhu tubuh dapat menggambarkan tingkat keparahan penyakit
(misalnya, infeksi). Rentang suhu tubuh normal untuk dewasa adalah 36,5-37,5°C (97,6 –
99,6 °F) 12. Hiperpireksia adalah peningkatan suhu yang ekstrim di atas 41,1°C. Sedangkan
hipotermia adalah suhu rendah di bawah normal. Suhu tubuh normal dapat dipengaruhi
oleh ritme biologis, hormon-hormon, olahraga dan usia.

Suhu tubuh dapat diperiksa melalui beberapa cara, antara lain:

 Rute Oral
Rute ini merupakan rute pengukuran suhu tubuh yang akurat dan mudah dilakukan
pada pasien yang sadar. Temperatur tubuh pada dewasa yang diukur melalui rute
oral adalah 37°C (98,6 °F). Rute oral ini lebih rendah 0,4 °C – 0,5 °C dibanding
suhu tubuh sebenarnya dan lebih tinggi 1°C dibandingkan dengan rute axilla13.
Namun, pengukuran suhu oral tidak dianjurkan pada kondisi pasien tidak sadar,
gelisah, atau tidak dapat menutup mulutnya. Untuk mengukur suhu oral
menggunakan termometer kaca :
Guncangkan termometer sampai air raksa turun hingga 35°C (96°F) atau kurang.
Letakkan ujung termometer di bawah lidah, dan minta pasien untuk
merapatkan kedua bibirnya.
Tunggu selama 3-5 menit, kemudian baca hasilnya pada termometer

Gambar 3. Pengukuran suhu tubuh rute oral12.


 Rute Rektal
Rute rektal merupakan cara paling akurat untuk mengukur temperatur tubuh.
Dengan cara ini, suhu tubuh dewasa yang terukur normalnya adalah 37,5°C (99,5
248
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
°F) ; 0,5°C (1°F) lebih tinggi daripada rute oral. Rute rektal merupakan rute pilihan
untuk pasien bayi, pasien yang bingung, koma, atau tidak dapat menutup mulut
karena intubasi, mandibulanya dikawat, bedah facial, dan sebagainya. Untuk
mengukur suhu rektal :
Minta pasien berbaring miring dengan sendi paha difleksikan
Lumasi ujung termometer dan masukkan sedalam 3-4 cm ke dalam saluran anus
dengan arah menuju umbilikus .
Cabut ujung termometer setelah didiamkan selama 3 menit, kemudian baca hasil
pengukuran.

Gambar 4. Pengukuran suhu tubuh rute rectal12.


 Rute Axilla
Rute axilla digunakan hanya jika rute oral dan rectal tidak dapat dilakukan. Suhu
tubuh dewasa yang diukur melalui rute axilla adalah 36,5°C (97,7°F), yang berarti
0,5°C lebih rendah daripada rute oral.
Untuk mengukur suhu axilla :
Letakkan termometer di tengah axilla.
Termometer dijepit di bawah lengan pasien.
Lipat lengan pasien ke dadanya agar termometer tetap di tempatnya.
Biarkan termometer selama 5 menit pada anak-anak dan 10 menit pada pasien
dewasa.

Gambar 5. Pengukuran suhu tubuh rute Axilla12.


249
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

 Rute Timpani
Termometer untuk rute timpani mempunyai ujung probe yang diletakkan ke dalam
telinga. Termometer ini memiliki sensor inframerah yang mendeteksi suhu darah
yang mengalir melalui gendang telinga. Metode ini tidak invasif, cepat dan efisien.
Untuk mengukur suhu tubuh melalui rute timpani ini:
Pasang penutup disposable yang baru pada ujung probe
Letakkan probe ke dalam kanal telinga pasien
Hati-hati jangan memaksa probe dan jangan menutup kanal.
Hidupkan alat dengan memencet tombol.

Baca angka yang muncul dalam 2-3 detik.

Gambar 6. Pengukuran suhu tubuh rute timpani6

 Rute Dahi
Termometer untuk rute dahi mempunhyai ujung probe yang diletakan di dahi yaitu di
tengah-tengah alis dengan jarak 5 cm (1/2 inchi) di atas alis atau atau hanya
mendekati dahi tanpa kontak langsung ke kulit tergantung jenih dari thermometer
yang dimiliki, Termometer ini memiliki sensor inframerah yang mendeteksi suhu darah
yang mengalir melalu ateri temporal di dahi. Metode ini tidak invasif ,cepat dan
efisien.
Untuk mengukur suhu tubuh melalui rute dahi ini:
Tekan tombol power terlebih dahulu
Letakan di dahi atau mendekati dahi dan tekan tombol start/on
Thermometer akan bunyi dan hasil dapat di diliat

250
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

b. Denyut Nadi
Denyut nadi dapat diraba/palpasi untuk menilai kecepatan jantung, ritme dan
fungsinya. Denyut nadi a. radialis paling sering digunakan untuk menilai denyut jantung karena
mudah diakses. Hitung denyut nadi dalam 1 menit lalu nilai kecepatan dan ritme denyut nadi.
Jika kecepatan denyut nadi melebihi normal maka disebut takikardi sedangkan kurang dari
normal disebut bradikardi. Ritme denyut nadi yang tetap dan rata (normal) adalah teratur, jika
tidak teratur disebut aritmia.

Selain menggunakan a. radialis dalam mengukur denyut nadi, dapat pula


menggunakan arteri-arteri lain dengan beberapa pertimbangan12. Lokasi dan pertimbangan
penggunaan dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2. Lokasi Pengkuran Denyut Nadi

Lokasi Arteri Pertimbangan penggunaan

Temporalis Digunakan saat nadi radialis tidak dapat diakses


Karotis Digunakan saat serangan jantung atau syok pada dewasa
Digunakan untuk memastikan adanya sirkulasi darah ke otak

Apikal Biasanya digunakan untuk bayi dan anak usia ≤ 3 tahun


Digunakan untuk mendeteksi ketidaksesuaian dengan nadi radialis
Digunakan dengan alasan pengobatan tertentu

Brakialis Digunakan untuk mengukur tekanan darah


Digunakan saat serangan jantung pada bayi
Digunakan saat terjadi serangan jantung atau syok
Femoralis Digunakan saat terjadi serangan jantung atau syok

Popliteal Digunakan untuk memastikan sirkulasi ke kaki


Digunakan untuk menentukan sirkulasi ke kaki bagian bawah
Tibialis Posterior Digunakan untuk menentukan sirkulasi ke telapak kaki
Dorsal Pedis Digunakan untuk menentukan sirkulasi ke telapak kaki

251
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Tabel 3. Kecepatan jantung normal untuk berbagai kelompok usia

Usia Kecepaatan jantung (BPM)


Bayi baru lahir 70‐170
1‐6 tahun 75‐160
6‐12 tahun 80‐120
Dewasa 60‐100
Usia Lanjut 60‐100
Atlet yang terkondisi baik 50‐100

c. Frekuensi Pernapasan (Respiratory Rate/ RR)


Penilaian terhadap frekuensi pernafasan dilakukan dengan menginspeksi pergerakan dada selama
1 menit. Rasio frekuensi nafas terhadap frekuensi jantung adalah 1:4. Frekuensi pernafasan di atas
normal disebut takipneu sedangkan di bawah normal disebut bradipneu1,3. Inspeksi dilakukan untuk
mengevaluasi kecepatan pernafasan pasien. Untuk mengukur kecepatan pernafasan:
 Jaga agar posisi pasien tetap selama melakukan pengukuran kecepatan pernafasan
 Amati dada atau abdomen pasien selama respirasi
 Hitung jumlah pernafasan (inhalasi dan ekshalasi dihitung sebagai satu pernafasan) dalam 30
detik, dan jika ritme teratur, jumlah yang dihitung dikalikan 2.
 Jika ritme tidak teratur, hitung jumlah nafas dalam 1 menit.
 Catat nilai sebagai respirasi per menit (rpm).

Tabel 4. Kecepatan pernafasan normal untuk berbagai kelompok usia


Usia Pernapasan (rpm)
2‐6 tahun 21‐30
6‐10 tahun 20‐26
12‐14 tahun 18‐22
Dewasa 16-24
Lanjut usia 16-24

Tabel 5. Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa usia >18 tahun

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120‐139 80‐89

Hipertensi
Stage 1 140‐159 90‐99
Stage 2 >160 >100

d. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan darah ketika mendorong dinding arteri. Tekanan darah
mempunyai dua komponen: sitolik dan diastolik. Pengukuran tekanan darah paling sering
dilakukan pada lengan saat pasien duduk, lengan yang umum digunakan adalah lengan
kanan. Tekanan darah yang diukur saat supinasi cenderung lebih rendah dibanding saat
duduk. Tekanan darah sistolik menggambarkan tekanan maksimum pada arteri ketika

252
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
kontraksi ventrikel kiri (atau sistol), dan diatur oleh volume sekunvup(atau volume darah
yang dipompa keluar pada setiap denyut jantung). Tekanan darah diastolik adalah tekanan
saat istirahat yaitu tekanan dari darah antar kontraksi ventrikel.

Cara pemeriksaan tekanan darah :

a. Mintalah pasien duduk atau berbaring


b. Periksa lengan pasien yang akan dipasang bladder cuff (manset)
c. Usahakan agar pakaian pasien tidak terlalu ketat dan tidak menghalangi tempat
pengukuran
d. Periksalah pulsasi arteri brakialis dengan mempalpasi arteri brakialis pada daerah fossa
antecubiti
e. Letakkan lengan yang akan diperiksa tekanan darahnya sedemikian rupa sehingga daerah
fossa antecubiti tingginya sejajar dengan posisi jantung penderita ( sejajar dengan sela
iga ke-4)
f. Bila pasien dalam posisi duduk, posisikanlah lengan pasien di atas meja yang tingginya
sedikit di atas pinggang pasien. Bila pasien dalam posisi berbaring, posisikanlah pasien
sehingga sejajar dengan dadanya
g. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien
h. Pasanglah bladder cuff pada pertengahan lengan atas pasien sebelah medial, tepat di atas
arteri brakialis. Bagian bawah cuff berada 2,5 cm di atas fossa antecubiti
i. Posisikanlah lengan pasien sedikit fleksi pada sikunya
j. Sebelum cuff dipompa, bukalah kunci tekanan manometer, kemudian kuncilah katup
pompa dengan cara memutar katup dengan searah jarum jam
k. Hadapkanlah manometer kea rah pemeriksa
l. Terlebih dahulu tentukan tinggi tekanan darah sistolik secara palpasi dengan cara sebagai
berikut :
- Palpasi arteri radialis pasien dengan jari kedua,ketiga dan keempat tangan kanan
pemeriksa serta ibu jari pemeriksa memegang pergelangan tangan pasien dari arah
bawah dan rasakan pulsasinya.
- Pompa cuff dengan perlahan sehingga rabaan pulsasi arteri radialis menghilang.
- Padad saat yang bersamaan.bacalah skala yang ditunjukkan manometer, nilai yang
didapat ditambahkan dengan 30 mmHg.
m. Bukalah kunci katup pompa dengan cara memutar katup dengan arah berlawanan dengan
arah jarum jam dan kempiskanlah cuff secara cepat dan sempurna kemudian tunggulah
selama 15-30 detik
n. Pakailah stetoskop dan letakkanlah permukaan diafragma stetoskop di atas arteri
brakialis. Pastikan seluruh permukaan diafragma stetoskop menempel pada permukaan
lengan
o. Kuncilah katup pompa kemudian pompa cuff sampai mencapai nilai jumlah tekanan
yang telah ditetapkan sebelumnya
p. Bukalah kunci katup pompa kemudian turunkanlah tekanan secara perlahan-lahan kira-
kira 2-3 mmHg perdetik
q. Dengarkanlah secara seksama catatlah angka skala pada manometer dimana suara
kotrokoff terdengar pertama kali, yang dinyatakan sebagai tekanan sistolik
r. Turunkan terus tekanan cuff perlahan sampai suara korotkoff semakin melemah hingga
hilang sama sekali. Catatlah angka skala pada manometer dimana suara kotrokoff
terdengar terakhir kali sebelum menghilang yang dinyatakan sebagai tekanan diastolic.
s. Kemudian turunkan tekanan cuff hingga angka skala pada manometer menunjukkan
angka 0

253
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
t. Catatlah kedua angka tekanan tadi. Tekanan darah dinyatakan dengan nilai tekanan
sistolik per diastolic

Pemeriksaan Regional
a. Kulit
Inspeksi
 Warna kulit (pallor/pucat, sianosis/kebiruan, hiperemis/kemerahan, ikterik/kekuningan).
 Lesi & trauma : perhatikan lokasi, distribusi, susunan, tipe, dan warnanya

Palpasi
 Turgor (hidrasi)
 Kelembaban
 Suhu (hangat/dingin)
 Tekstur (kasar/halus)
 Ketebalan (tebal/tipis)
 Mobilitas dan edema

b. Kepala
Lakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi pada :
 Rambut (kuantitas, penyebaran, tekstur)
 Kulit kepala (benjolan/lesi)
 Tulang tengkorak (ukuran) : hidrosefalus, normosefalus, dan lain – lain. Pada hidrosefalus,
fontanel (pelat lunak di antara pelat tengkorak kepala bagian atas dan belakang kepala bayi)
menonjol dan mata dapat menyimpang ke bawah memperlihatkan sklera bagian atas dan
membentuk setting sun sign 13.

Gambar 7. Anak dengan hidrosefalus13. Tampak setting sun sign pada mata.

254
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

 Wajah (simetris & ekspresi wajah): paralisis wajah, emosi, edema dsb

c. Mata
 Inspeksi alis mata, perhatikan ketebalan, distribusi rambut dan apakah terdapat sisik 13. Sisik
terdapat pada seboroik dermatitis, sedangkan rambut alis yang tipis di tepi terjadi pada pasien
hipotiroid13.
 Uji ketajaman penglihatan (visus) dan skrining lapang pandang. Lakukan pemeriksaan pada mata
kiri dan kanan satu persatu menggunakan optotype snellen yang dipasang pada jarak 6 meter dari
penderita.
 Posisi dan kesejajaran mata: simetris kanan & kiri. Nilai adanya strabismus (juling) atau tidak.
 Observasi kelopak mata: lagophtalmus (tidak mampu menutup mata dengan sempurna), ptosis
(tidak bisa membuka kelopak mata).
 Inspeksi sklera, konjungtiva, kornea, iris, dan lensa.
 Bandingkan kedua pupil dan lakukan tes reaksi terhadap cahaya (langsung dan tidak langsung).
 Dengan oftalmoskop, lakukan inspeksi fundus okuli

d. Telinga
Inspeksi: aurikel, kanalis auditorius, dan membran timpani. Periksa ketajaman pendengaran:
Jika ketajaman berkurang, periksa lateralisasi (tes Weber) dan bandingkan hantaran udara dengan
hantaran tulang (tes Rinne). Gunakan garpu tala dengan frekuensi 512 Hz13.
Pada tes Weber, letakkan dasar dari garpu tala pada puncak kepala pasien atau di tengah dahi
pasien. Pada unilateral conductive hearing loss, suara terdengar atau terlateralisasi ke telinga yang
lemah atau terganggu. Pada tes Rinne, letakkan garpu tala pada tulang mastoid, di belakang telinga.
Saat pasien sudah tidak lagi mendengar suara, letakkan garpu tala segera pada lubang telinga dengan
bagian “U” dari garpu tala menghadap ke depan, dan tanya apakah pasien mendengar getaran. Pada
keadaan normal, suara didengar lebih panjang melalui udara dibandingkan tulang. Pada unilateral
hearing loss, suara terdengar pada telinga yang normal. Pada conductive hearing loss, suara yang
didengar melalui tulang sama panjangnya atau lebih panjang dibandingkan suara yang didengar melalui
udara.13

Gambar 8. Tes Weber13.

255
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Gambar 9. Tes Rinne13 .

e. Hidung dan Sinus


Lakukan pemeriksaan pada hidung bagian luar
Inspeksi
 Mukosa nasalis, septum nasalis, dan konka nasalis menggunakan senter dan spekulum nasal

Palpasi
 Memeriksa nyeri tekan pada sinus frontalis dan maksilaris

f. Tenggorokan (mulut dan faring)


Inspeksi
 Bibir, mukosa oral, gusi, gigi, lidah, palatum, tonsil, dan faring

g. Leher
Inspeksi
 massa atau pulsasi abnormal pada leher.

Palpasi
 kelenjar limfa servikal dan kelenjar tiroid: adanya deviasi trakea/tidak. Nyeri tekan/tidak, massa
atau pulsasi abnormal pada leher.

Observasi untuk mengamati suara dan usaha pasien dalam bernafas

h. Punggung
Inspeksi dan palpasi tulang belakang dan otot punggung

i. Toraks anterior dan posterior serta paru


Inspeksi dan palpasi tulang belakang serta otot punggung sebelah atas.

j. Dada
Inspeksi

 Inspeksi secara umum dengan melihat bentuk, ukuran, simetrisitas, frekuensi pernapasan selama
15 detik, tipe pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan14.
 Inspeksi dada dari arah depan, melihat permukaan dada apakah ada pelebaran vena, ginekomasti,
melihat fossa jugularis (deviasi trakea), fossa supra dan infra klavikularis, iga dan sela iga
(menyempit/melebar), simetrisitas dan keterlambatan gerak dinding dada 14.
 Inspeksi dari arah belakang, melihat bentuk (kifosis/ lordosis/ skoliosis) dan simetrisitas gerakan
pernafasan14.
Palpasi

256
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
 Palpasi permukaan dinding dada, apakah terdapat massa, deformitas, krepitasi, nyeri tekan,
getaran, thrill, atau edema14.
 Palpasi untuk mengetahui posisi mediastinum, yakni palpasi pada trakea dan iktus kordis14.
 Palpasi untuk menilai gerakan napas pada thoraks bagian atas, tengah dan bawah, bagian depan
dan belakang14.
 Melakukan pemeriksaan vocal fremitus pada thoraks bagian depan dan belakang14.
Perkusi
 Perkusi orientasi pada dinding dada14.
 Perkusi untuk menetukan batas paru-paru dan hepar14.
 Melakukan ekskursi paru untuk menilai pengembangan paru (dilakukan pada saat inspirasi di
ICS 4 dan ekspirasi pada ICS 6; peranjakan paru normal senilai 2 ICS) 14.
 Perkusi orientasi pada dinding toraks bagian belakang14.
Auskultasi
 Auskultasi pada dinding toraks bagian depan secara sistematis untuk mendengar suara
pernapasan dan suara tambahan seperti wheezing atau ronkhi14.
 Auskultasi pada dinding toraks bagian belakang untuk mendengar suara pernapasan dan suara
tambahan seperti wheezing atau ronkhi14.
 Auskultasi tes bisik (pasien diminta untuk bedesis, misalnya berkata ―ss-ss-sss-ss-ss‖ lalu
auskultasi pada seluruh lapang paru) dan tes percakapan (pasien diminta berbicara apa saja,
misalkan berhitung lalu auskultasi pada seluruh lapang paru) 14.

k. Payudara, Aksila, dan Nodus Epitroklearis


Pada wanita
 Inspeksi payudara dengan kedua lengan dilemaskan, kemudian diangkat dan selanjutnya dengan
kedua tangan ditaruh di pinggang.
 Palpasi payudara : benjolan, nyeri tekan, tekstur massa

Pada laki-laki atau wanita,


 Inspeksi aksila dan palpasi kelenjar limfe (nodus) aksilaris serta nodus epitroklearis

l. Sistem kardiovaskular
Inspeksi
 Keadaan umum; adakah sesak, kesakitan, pucat dan ikterik16.
 Tangan: adakah edema, clubbing finger, sianosis, nail spoonserta perdarahan pada ujung kuku 16.

Gambar 10. Clubbing finger13.


257
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

 Wajah: memeriksa apakah ada exopthalmus, sclera ikterik, konjungtiva pucat, xanthelasma,
mitral facies, dan bibir sianosis16.

Gambar 11. Xanthelasma13

 Dada: memeriksa adanya scar atau bekas operasi, kelainan bentuk tulang dada (pigeon chest,
barrel chest, funnel chest ) serta melihat lokasi iktus kordis, terlihat atau tidak (normalnya tidak
terlihat) 16.

Gambar 12. Dada Normal dan Funnel Chest13.

Gambar 13. Barrel chest dan pigeon chest13.

Palpasi
 Tangan: memeriksa frekuensi, amplitudo, simetris dan irama dari a. radialis dan a. brakhialis.
 Leher: memeriksa apakah adanya struma serta palpasi arteri karotis ( meraba simetrisitas, irama
dan kuat angkat).
 Pengukuran JVP
Tinggikan kepala pasien hingga 30o untuk melakukan observasi pulsasi vena jugularis dan ukur
tekanan vena jugularis terhadap angulus sterni. Cari puncak pulsasi vena jugularis. Setelah itu,
mencari posisi angel of louis/angulus sternalis sebagai titik pengukuran. JVP >3 cm diatas

258
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
angulus sternalis atau total > 8 cm jaraknya dengan atrium kanan dinyatakan abnormal atau
meningkat13.

Gambar 16. Pengukuran JVP13.

 Letak iktus kordis pada 3 posisi (terlentang/supinasi, left lateral decubitus, duduk condong ke
depan). Palpasi dilakukan dengan menggunakan telapak tangan. Kemudian laporkan lokasi,
diameter, amplitudo, apakah terdapat thrill dan durasi pulsasi iktus kordis.Lalu, tentukan lokasi
denyut iktus kordis dengan jari telunjuk. Normalnya, iktus kordis teraba di ICS 5 midclavicular
line sinistra.
Perkusi
 Menentukan batas redam kiri jantung dan kanan jantung

Auskultasi

 Dengarkan bunyi jantung pada daerah apeks kordis (ICS 5 midclavicular line sinistra.) dan
margo sternalis inferior dengan mengunakan stetoskop bell.
 Auskultasi daerah katup jantung: area mital di apeks jantung, ICS 5 midclavicular line sinistra,
area katup trikuspid di ICS 4 parasternal line sinistra, area katup pulmonal di ICS 2 dan ICS3
parasternal line sinistra dan area katup aorta di iCS 2 parasternal line dextra.
 Dengarkan : bunyi jantung pertama dan kedua (S1 dan S2, bunyi jantung tambahan, bising
jantung, dan splitting). Murmur atau bising jantung disebabkan karena adanya turbulensi aliran
darah. Murmur sistolik terdengar saat adanya aliran darah dari ruangan yang bertekanan lebih
tinggi ke ruang dengan tekanan yang lebih rendah, melalui katup atau suatu struktur yang
seharusnya tertutup13. Saat murmur sistolik terdengar, kelainan yang terjadi dapat berupa
regurgitasi katup mitral, regurgitasi katup trikuspid, stenosis katup aorta atau stenosis katup
pulmonal. Kelainan tersebut dapat diketahui dengan lokasi terdengarnya murmur. Murmur
diastolik lebih sullit terdengar dan lebih jarang terjadi. Murmur diastolik dapat menandakan
adanya stenosis dari katup mitral, stenosis katup trikuspid, regurgitasi katup aorta ataupun
regurgitasi katup mitral.

m. Abdomen17.
Inspeksi (Pasien dalam posisi terlentang dan menekuk lutut):
 bentuk (datar, scaphoid atau distended), permukaan (apakah ada lesi, pelebaran vena, tanda-
tanda inflamasi, bekas operasi atau benjolan), pergerakan (apakah terlihat gerak peristaltik usus
259
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
atau pulsasi aorta dan arteri), umbilicus (konsistensi, lokasi, apakah ada hernia) serta daerah
inguinal (hernia atau tanda-tanda inflamasi).

Auskultasi
 Auskultasi orientasi di keempat kuadran abdomen (mendeteksi apakah peristaltik ususnya
normal, hiperperistaltik atau tidak terdengar sama sekali serta apakah terdapat metalic-sound).
 Auskultasi jumlah bising usus permenit (5-34 kali permenit).
 Auskultasi bising aorta abdominalis, a. renalis serta a. iliaca.
Perkusi
 Perkusi orientasi di keempat kuadran abdomen (normalnya terdengar suara timpani).
 Perkusi hepar: menentukan liver span, normalnya 6-12 cm. Lakukan perkusi dari ICS 2 ke
bawah, sampai ditemukan suara redup lalu berikan tanda/minta bantuan kepada pasien untuk
meletakkan jari diatasnya. Lalu lakukan perkusi dari bawah ke atas pada linea midclavicularis
dextra sampai ditemukan suara redup. Lalu ukur jaraknya.
 Perkusi lien: apabila tidak terdapat pembesaran, traube space ditemukan positif. Lakukan perkusi
di ICS 6 ke garis aksilaris anterior dextra, normalnya ditemukan suara sonor. Lalu, minta pasien
menarik nafas, lalu perkusi sekali lagi di lokasi yang sama. Apabila masih terdengar sonor, maka
traube space positif.
Palpasi
 Palpasi ringan: menilai lesi pada permukaan atau dalam otot, membuat pasien relaks sebelum
melakukan palpasi medium dan dalam.
 Palpasi medium : menilai lesi medieval pada peritoneum, massa, nyeri tekan.
 Palpasi dalam : menilai apakah adanya massa dan dapat dilakukan dengan satu atau dua tangan.
 Palpasi hepar :
Hepar Lobus Kanan
 Mintalah pasien untuk menekuk kedua tungkainya pada pangkal paha dan lutut agar
dinding perut lemas
 tentukan titik pedoman pemeriksaan, yaitu titik arkus kosta kanan yang dilalui oleh garis
midklavikula kanan
 letakkan tangan kiri pada posisi supinasi dibagian posterior diantara iga ke dua belas
kanan dan krista iliaka, disebelah lateral muskulus paraspinosus
 tangan kanan diletakkan pada posisi pronasi di kuadran kanan bawah abdomen
 lakukan palpasi dari region iliaka kanan menuju ke arkus kosta kanan yang dilalui oleh
midklavikula kanan
 palpasi hati dilakukan dengan penekanan dinding perut dengan menggunakan sisi lateral
telunjuk jari tangan kanan
 pasien disuruh menarik napas dalam ketika pemeriksa menekan kearah dalam dan ke
arah atas dengan tangan kanannya, serta menarik ke atas dengan tangan kirinya
 lakukan gerakan ini berulang-ulang, dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga
Hepar lobus kiri
 Mintalah pasien untuk menekuk kedua tungkainya pada pangkal paha dan lutut agar
dinding perut lemas
 Tentukan titik pedoman pemeriksaan, yaitu processus xyphoideus yang dilalui oleh garis
midsternalis
 Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dalam posisi supinasi pada bagian posterior
tulang iga yang terbawah sebelah kanan (iga ke 12)
 Tangan kanan diletakkan pada posisi pronasi di region hypogastrium pasien
 Lakukan palpasi dari region hypogastrium menuju ke processus xyphoideus yang dilalui
oleh garis midsternalis
 Palpasi hati dilakukan dengan melakukan penekanan dinding perut dengan menggunakan
sisi lateral telunjuk jari tangan kanan
 Pasien disuruh menarik nafas dalam ketika pemeriksa menekan kea rah dalam dank e
arah atas dengan tangan kananya,serta menarik ke atas dengan tangan kirinya
260
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
 Lakukan gerakan ini berulang-ulang dan posisinya digeser 1-2 jari kea rah processus
xyphoideus

 Palpasi lien: telapak tangan kiri diletakkan di belakang pasien, mengangkat dada bawah dan
pinggang kiri sedangkan tangan kanan tepat berada di bawah arkus aorta kiri, lalu minta pasien
menarik nafas dalam sembari menekan dengan lembut. Lien normal tidak teraba.
 Palpasi ginjal: letakkan telapak kiri di belakang pasien, menyangga kosta 12 dengan ujung jari
menyentuh sudut kostovertebra, lalu dorong ginjal dengan lembut ke depan. Tangan kanan
diletakkan di kuadran kanan atas di sebelah lateral. Minta pasien untuk bernafas dalam, lalu
tekan tangan kanan dalam-dalam ke bawah arkus kostalis pada keadaan normal, ginjal tidak
teraba.

n. Ekstremitas Bawah
Pasien berbaring
 Sistem vaskuler perifer
Inspeksi : edema, perubahan warna kulit atau ulkus

Palpasi : denyut nadi femoralis, nadi poplitea, kelenjar limfe inguinalis, gejala pitting edema
 Sistem Muskuloskeletal
Inspeksi : deformitas atau pembengkakan sendi
Palpasi sendi dan tindakan manuver, periksa range of movement (ROM) : keterbatasan gerak
 Sistem saraf
Periksa untuk menilai massa, tonus, dan kekuatan otot Pemeriksaan sensorik dan refleks
(fisiologis dan patologis)
Pasien berdiri
 Sistem vaskular perifer
Inspeksi vena varikosa
 Sistem muskuloskeletal
Pemeriksaan untuk menilai kelurusan tulang belakang dan ROM, kelurusan tungkai dan kedua
kaki.
 Genitalia dan hernia pada laki-laki
Periksa penis serta isi skrotum untuk mencari hernia.
 Sistem saraf
Amati cara pasien berjalan dan kemampuan berjalan dengan telapak kaki, berjinjit pada ujung
jari kaki, berjalan dengan tumit, melompat di tempat, dan menekuk lutut
Lakukan tes Romberg
o. Ekstremitasatas
 Posisi tubuh: observasi posisi tubuh pasien pada saat istirahat dan bergerak.
 Gerakan involunter: perhatikan gerakan involunter seperti tremor atau fasikulasi, catat kualitas,
frekuensi dan iramanya serta hubungannya dengan postur, aktivitas dan emosi.
 Muscle Bulk: bandingkan kontur dan ukuran otot, apakah datar atau cekung, unilateral atau
bilateral, proksimal atau distal.
Kekuatan otot terbagi menjadi 5 tingkatan:
0 Tidak ada kontraksi otot yang terdeteksi
1 Ada sedikit sekali kontraksi otot yang dapat
terdeteksi
2 Gerakan aktif tanpa melawan gaya gravitasi
3 Gerakan aktif maupun melawan gaya gravitasi
4 Gerakan aktif maupun melawan gaya gravitasi dan
sedikit ditahan
5 Gerakan aktif maupun melawan tahanan penuh
261
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
(normal).

Cara pemeriksaanya adalah dengan cara meminta pasien untuk melawan tahanan aktif yang dilakukan
oleh pemeriksa. Apabila otot terlalu lemah untuk melawan tahanan, coba dengan menghilangkan tahanan
gravitasi atau coba dengan melawan gaya gravitasi, kemudian bila pasien masih belum mampu untuk
menggerakkan bagian tubuh coba deteksi adanya kontraksi otot. Gangguan kelemahan otot disebut
paresis, sedangkan tidak adanya kekuatan otot sama sekali disebut paralisis (plegia). Pasien diminta
untuk memfleksikan dan ekstensikan sendi siku dan catat adanya keterbatasan gerak.

p. Sistem saraf
Status Mental
 Tingkat Kesadaran: Lihat apakah pasien sadar dan waspada terhadap lingkungan sekitar serta
menjawab pertanyaan dengan cepat, tidak nyambung, diam atau bahkan tertidur. Apabila pasien
tidak merespon, keraskan volume suara atau guncangkan bahu pasien seperti membangunkan
orang yang tidur. Bila pasien tidak merespon, pasien dalam keadaan penurunan kesadaran yang
berat.
 Perhatian: kemampuan untuk memusatkan perhatian atau berkonsentrasi pada suatu tugas
tertentu dalam suatu periode waktu tertentu (orang yang kurang memperhatikan atau yang
perhatiannya mudah teralih dengan disertai gangguan kesadaran akan mengalami kesulitan
menceritakan riwayat medisnya atau menjawab pertanyaan).
 Daya ingat (memori): dapat diperiksa dengan meminta pasien untuk mengulangi materi
pembicaraan yang baru saja didiskusikan bersama. Daya ingat jangka pendek diukur dengan
satuan menit, jam atau hari, sedangkan daya ingat jangka panjang diukur berdasarkan masa
selang atau interval beberapa tahun.
 Orientasi: kemampuan untuk mengenali seseorang, tempat atau waktu. Kemampuan ini
memerlukan daya ingat dan juga perhatian. 
 Persepsi: Kemampuan sensorik untuk menyadari keberadaan benda-benda di sekitarnya. Persepsi
juga berhubungan dengan stimulus internal seperti mimpi atau halusinasi.
 Proses berpikir: pola berpikir logis, koheren dan relevan ketika pikiran pasien menuju
kesadadaran tertentu.
 Isi pikiran: apa yang dipikirkan oleh pasien, termasuk kemampuan insight dan judgement.
 Wawasan: kemampuan untuk menyadari bahwa perilaku atau gejala yang menyimpang itu
normal atau abnormal, misalnya kemampuan untuk membedakan lamunan dan halusinasi yang
seolah-olah menjadi nyata.
 Judgement: proses membandingkan dan mengevaluasi semua alternatif yang tersedia pada saat
memutuskan suatu tindakan. 
 Afek: alam perasaan yang dapat diamati dan biasanya bersifat episodik yang diungkapkan melalui
suara, ekspresi wajah dan tindakan.
 Mood: perasaan yang berlangsung lebih lama dan dapat mempengaruhi pandangan pasien
terhadap lingkungan sekitar.
 Bahasa: sesuatu yang digunakan untuk mengekspresikan, menerima dan memahami kata-kata.
Bahasa merupakan komponen esensial untuk menilai komponen lainnya.
 Fungsi luhur: dinilai berdasarkan perbendaharaan kata, keinginan untuk memperoleh informasi,
kemampuan berpikir abstrak, menghitung dan membangun benda-benda berbentuk dua atau tiga
dimensi.

Nervus kranialis
 Olfaktorius: lakukan tes sensitasi bau dengan meminta pasien mencium bau yang tidak
menyengat dan akrab baginya. Pertama, pastikan kedua hidung pasien paten. Lalu minta pasien
untuk menutup matanya. Tutup salah satu lubang hidung pasien lalu minta pasien membaui
bahan-bahan seperti kopi, cengkeh, sabun atau vanili. Tanyakan apakah pasien dapat mencium
bau, jika pasien menjawab ‗ya‘, tanyakanlah bau apa. Lakukan hal yang sama pada lubang

262
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
hidung berlawanan. Normalnya, kedua sisi hadung harus dapat mempersepsikan bau dan dapat
mengenalinya.
 Optikus: lakukan inspeksi fundus okuli memakai oftalmoskop dengan memberikan perhatian
khusus pada diskus optikus. Lakukan skrining lapang pandang dengan tes konfrontasi.
 Optikus dan okulomotorius: inpeksi ukuran serta bentuk kedua pupil, bandingkan kedua pupil.
Lakukan tes reaksi pupil terhadap cahaya, bila abnormal, lakukan tes reaksi dekat.
 Okulomotorius, troklearis dan abdusen: lakukan tes gerakan ekstraokular pada enam arah
pandang utama, dan cari gangguan gerakan konjugasi pada salah satu dari keenam arah pandang
tersebut. Periksa pula konvergensi kedua mata.
 Trigeminus:
 Motorik: palpasi pada muskulus temporalis dan masseter secara bergantian sembari
meminta pasien menggertakkan giginya. Perhatikan kekuatan kontraksi kedua otot
tersebut. Kelemahan otot-otot tersebut secara unilateral menunjukan adanya lesi pada NK
V.
 Sensorik: lakukan tes nyeri pada dahi, pipi dan rahang di setiap sisi wajah dengan mata
pasien tertutup serta menggunakan peniti, jarum atau benda tajam lain yang tepat. Minta
pasien mengatakan sensasi rangsangan tersebut, apakah ditunjuk benda tajam atau
tumpul. Kemudian bandingkan antara kedua sisi wajah tersebut. Bila terdpat
abnormalitas, lakukan tes sensasi suhu (menggunakan garpu tala yang normalnya terasa
dingin, dapat pula didekatkan ke air panas sehingga garpu tala menjadi panas. Keringkan
sebelum digunakan dan minta pasien menyebutkan sensasinya panas atau dingin). Lalu,
lakukan tes sentuhan ringan dengan menggunakan kapas dipilin yang menghasilkan
ujung lancip. Minta pasien bereaksi saat pasien merasakan ujung kapas menyentuh kulit.
Lakukan tes refleks kornea. Minta pasien menoleh ke atas dengan pandangan menjauhi
pemeriksa. Pemeriksa mendekati pasien di sisi yang lain dan diluar jarak pandang pasien
serta menjaga agar tidak menyentuh bulu mata pasien, lalu sentuh kornea pasien dengan
ujung kapas yang dipilin secara ringan.

Gambar 15. Refleks Kornea13

 Fasialis: inspeksi ekspresi wajah pasien baik saat berbicara maupun istirahat. Mintalah
pasien untuk mengangkat kedua alis matanya, mengernyitkan keningnya, menutup kedua
matanya dengan erat (lakukan tes kekuatan otot dengan mencoba membuka mata pasien),
memperlihatkan gigi sebelah atas dan bawah, tersenyum dan menggembungkan kedua
pipi. Perhatikan apakah ada ketidaksimetrisan.
 Akustikus: lakukan pemeriksaan pendengaran, bila terdapat gangguan, lakukan tes
lateralisasi dan bandingkan hantaran udara dan tulang.
 Glosofaringeus dan Vagus: dengarkan suara pasien apakah ada suara parau atau sengau,
apakah ada kesulitan menelan, minta pasien mengatakan ‗ah‘ atau menguap saat
pemeriksa mengamati palatum mole dan faring (palatum mole normalnya bergerak
simetris, uvula tetap berada di tengah, serta setiap sisi faring posterior bergerak menuju
263
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
medial), tes refleks muntah (setelah menginformasikan kepada pasien terlebih dahulu)
dengan memberikan stimulasi ringan pada bagian belakang kerongkongan pada setiap
sisi secara bergantian dan perhatikan refleks muntahnya.
 Asesorius spinalis: dari belakang pasien, cari gejala atrofi atau fasikulasi pada m.
Trapezius dan bandingkan antarsisi. Minta pasien mengangkat bahunya untuk melawan
tahanan yang diberikan. Minta pasien untuk memalingkan wajahnya ke setiap sisi
melawan tahanan yang diberikan oleh tangan pemeriksa. Perhatikan kontraksi m.
sternokleidomastoideus.
 Hipoglosus: dengarkan pengucapan kata pasien. Inspeksi lidah pasien, cari tanda atrofi
atau fasikulasi. Ketika lidah pasien dijulurkan, cari tanda asimetrisitas, atrofi atau deviasi
dari garis tengah. Minta pasien menggerakkan lidah dari satu sisi ke sisi yang lainnya,
perhatikan simetrisitas gerakan.
Sistem motorik
 Massa otot, tonus, dan kekuatan otot
 Fungsi serebellum: gerakan silih berganti yang cepat, point-to-point movements, finger-to-nose,
dan lain – lain.
 Sistem sensorik: tes nyeri, suhu, sentuhan lembut, vibrasi, dan diskriminasi. Bandingkan sisi
kanan dan kiri serta proksimal dengan distal pada tungkai.
 Refleks: refleks fisiologis dan patologis
q. Pemeriksaan tambahan
 Rectal toucher pada pria18.
 Inspeksi daerah sakrokoksigeal dan perianal
 Memberi lubrikan secukupnya pada jari telunjuk
 Memasukkan jari telunjuk secara lembut dan perlahan ke dalam anus, tangan yang bebas
melakukan fiksasi.
 Melakukan palpasi dan penilaian pada rektum.
 Melakukan palpasi dan penilaian pada prostat (konsistensi, permukaan, lobus). 
 Mengeluarkan jari secara perlahan sembari meminta pasien menarik nafas.
 Melakukan penilaian pada sarung tangan.
Genitalia dan rektum pada wanita
 Periksa genitalia eksterna, vagina, dan serviks
 Lakukan pap smear, rektovagina, dan rektum
 Palpasi uterus dan adneksa

3. REKAM MEDIS
Menurut Permenkes RI No: 269/Menkes/PER/III/2008, medical record atau rekam medis
kesehatan adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

3.1. Manfaat:
a. Pengobatan Pasien
Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan menganalisis
penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang harus diberikan
kepada pasien.
b. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Membuat rekam medis bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan jelas dan lengkap akan
meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan untuk pencapaian kesehatan
masyarakat yang optimal.
c. Pendidikan dan Penelitian

264
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Rekam medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis penyakit, pelayanan medis,
pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi bagi perkembangan pengajaran
dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi.
d. Pembiayaan
Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan pembiayaan dalam
pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan
kepada pasien.
e. Statistik Kesehatan
Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya untuk mempelajari
perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan jumlah penderita pada penyakit-
penyakit tertentu.
f. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik
Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam penyelesaian masalah
hukum, disiplin dan etik

3.2. Isi rekam medis


a. Rekam Medis Pasien Rawat Jalan
Isi rekam medis sekurang-kurangnya memuat catatan/dokumen tentang :
Identitas pasien
Pemeriksaan fisik
Diagnosis/masalah
Tindakan/pengobatan
Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
b. Rekam Medis Pasien Rawat Inap
Rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya memuat
Identitas pasien
Pemeriksaan
Diagnosis/masalah
Persetujuan tindakan medis (bila ada)
Tindakan/pengobatan
Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

3.3. Jenis rekam medis


a. Rekam medis konvensional
b. Rekam medis elektronik
3.4. Pengisian rekam medis secara umum
Pengisian rekam medis pasien harus lengkap dan akurat.

a. Pada identitas harus diisi lengkap meliputi :


Nama
Jenis kelamin
Tempat tanggal lahir
Umur
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan
Golongan darah
Status pernikahan
Nama orang tua
265
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Pekerjaan orang tua
Nama suami/istri

b. Pada anamnesis dituliskan :


Keluhan utama
RPS
RPD
Pada pasien bayi/anak ditambah :
 Riwayat kehamilan ibu dan persalinan
 Status imunisasi
 Pohon keluarga
 Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien
 Riwayat pemberian makanan
c. Pada pemeriksaan fisik dituliskan :
Kesan umum
Tanda vital
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Untuk pasien anak ditambah status gizi

d. Diagnosis/masalah
e. Rencana penatalaksanaan atas masalah pasien, pengobatan, atau tindakan
f. Pemeriksaan laboratorium
Penulisan rekam medis harus sesuai dengan tata cara penulisan rekam medis yaitu :
Ditulis secara lengkap dan menyeluruh
Ada nama, waktu, dan tanda tangan dokter atau tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan
kesehatan, PIN (pada rekam medis elektronik).
Tidak boleh diganti/ dihapus.
Bila keliru harus dicoret dan kemudian dibenarkan dan diberi paraf

266
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

DAFTAR PUSTAKA
1. Asmara GY, Priyambodo S, Karuniawaty TP. Keterampilan Medik Pemeriksaan Fisik Umum.
Edisi 1. Mataram: Laboratorium Keterampilan Medik Fakultas Kedokteran Universitas Mataram;
2015.
2. Lestari IA, Wardoyo EH. Keterampilan Medik Pemeriksaan Fisik Tanda Vital Dan Rumple
Leede. Edisi 1. Mataram : Laboratorium Keterampilan Medik Fakultas Kedokteran Universitas
Mataram ; 2015.
3. Craven RF, Hirnle C. Fundamentals of Nursing: Human Health and Function. 2007. 5th
Edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins ; 2007.
4. Bickley, LS. Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking Twelfth Editon.China:
Wolters Kluwer; 2017.
5. Thalib, SS. Keterampilan Medik Pemeriksaan Fisik Paru. Edisi 2. Mataram: Laboratorium
Keterampilan Medik Fakultas Kedokteran Universitas Mataram ; 2016.
6. Infrared Thermometer ,Health Technology Assesment section Medical Development Division
Ministry of Health Malaysia.2012
7. https://sentralalkes.com/blog/cara-menggunakan-termometer/ (Hanya gambar)
8. Hanum H. Diagnosa Fisik . Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.2012.
9. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi VI.Fakultas Kedokteran Universtias Indonesia

267
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

FARMAKOLOGI PRAKTIS
Telah ditinjau oleh :
dr. Decky Aditya Zulkarnaen (TBM Bumi Gora)
dr. Vina Nadiyah Hajjah (TBM Vertex)
Dr.dr. Sharul Rahman, Sp.PD-FINASIM (TBM FK UMSU)

1. Definisi
Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat menyakit, membebaskan
gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat dapat berefek lokal maupun sistemik. Efek lokal
adalah obat yang efeknya hanya berada pada lokasi di tempat obat tersebut digunakan, contohnya adalah
rute inhalasi (obat yang disemprotkan dalam mulut atau hidung dengan alat tertentu seperti inhaler), rute
mukosa (melalui mukosa telinga, hidung, atau vagina), dan topikal (penggunaan obat pada kulit, telinga,
dan lain lain). Efek sistemik adalah obat yang efeknya terjadi pada seluruh tubuh karena obat tersebut
dapat bersikulasi dalam darah

2. Golongan Obat
 Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda
khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna
hitam. Contoh : parasetamol

 Obat Bebas Terbatas


Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual
atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada
kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh : CTM

 Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus
pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna
hitam. Contoh : asam mefenamat.

 Psikotropika
Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh : diazepam, phenobarbital.
 Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun
semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Contoh :
Morfin, Petidin

268
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
3. AINS (Anti Inflamasi Non Steroid)
Inflamasi adalah nama lain dari radang, dimana ditandai dengan tanda: merah, panas, bengkak,
nyeri, dan gagalnya fungsi. Obat ini diberikan untuk mengatasi radang dengan ciri-ciri di atas. Obat
AINS menghambat suatu enzim bernama siklooksigenase (COX 1 dan COX2), yang nantinya mengubah
asam arakidonat menjadi Prostaglandin E2. COX 1 mempunyai fungsi yang baik yaitu proteksi lambung,
namun COX 2 untuk peradangan. AINS ada yang menghambat COX 2 saja dan ada yang sekaligus,
sehingga obat AINS ini mempunyai efek samping terhadap lambung (iritasi lambung)

 Meloxicam 7,5 mg
Meloxicam merupakan AINS derivate asam enolat yang bekerja dengan cara menghambat
biosintesis prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi melalui penghambatan COX-2
sehingga proses inflamasi dapat dihambat tanpa efek samping terhadap ginjal dan GIT. Indikasi :
OA dan RA
Kontraindikasi dari meloxicam adalah hipersensitivitas terhadap zat aktif atau salah satu
komponen produk NSAIDs yang dapat memberikan efek berupa serangan asma, urtikaria atau
angioedema, tidak untuk kehamilan dan menyusui, juga tidak untuk pasien dengan ulkus
peptikum atau gangguan berat pada ginjal dan renal
Efek samping : gangguan GI,edema,nyeri pada tubuh,pusing,sakit kepala,batuk,infeksi saluran
napas,back pain.anemia,insomnia.
Dosis :
1. Pada OA: 7,5 mg 1x1 hari, jika diperlukan dapat ditingkatkan 15mg 1 hari
2. Pada RA: 15 mg 1x 1 hari, dapat dikurangi menjadi 7,5 mg/hari tergantung respon klinis.
3. Untuk pasien resiko tinggi dan gagal ginjal diberi dosis awal 7,5 mg 1x1 hari

 Natrium Diklofenak 25 mg
Mempunyai efek analgesik dan antipiretik. Menghambat aktivitas siklooksigenase melalui
pengurangan produksi prostaglandin oleh jaringan.

Indikasi : Pengobatan akut dan kronis gejala rheumatoid artiritis, osteoarthritis, dan ankilosing
spondylitis

Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap sodium diclofenac, riwayat alergi akibat aspirin atau
NSAIDs lain, kehamilan trimester ketiga, perdarahan gaster atau ulserasi duodenum atau gaster
aktif, gangguan inflamatori usus, NYHA III/IV, pasca operasi coronary artery bypass graft,
insufisiensi hepar berat, insufisiensi renal berat (creatinine clearance <30 mL/menit), riwayat
porfiria hepatik dengan diklofenak sebagai pemicu, perdarahan aktif, demam dengue, retensi
cairan atau gagal jantung, bisa memicu onset baru hipertensi atau memperparah hipertensi yang
sudah ada, sebabkan gangguan kulit parah yaitu Steven-Johnson Syndrome dan Toxic Epidermal
Necrolysis yang fatal.

Dosis : 75-150 mg sehari 2-3 kali dosis terbagi sebelum makan

Efek samping :

1. GIT : perdarahan, tukak lambung, usus, perforasi pasien tukak lambung dan usus
2. SSP : pusing, sakit kepala, mycolonix, encephalopathy, mual, muntah, kejang
3. Lokal : rasa nyeri, terbakar pada tempat injeksi, pada kejadian yang terbatas abses dan
nekrosis local
4. Kejadian terbatas : reaksi kulit yang parah (erythema multiforme, steve
Johnson syndrome, lyell.s syndrome, reaksi bolus), dan fotosensitivitas

269
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

 Piroxicam
Antiinflamasi, analgetik dan antipiretik. Diperkirakan dapat menghambat biosintesis
prostaglandin melalui penghambatan yang reversible terhadap enzim siklooksigenase.

Indikasi : terapi simptomatik RA,OA,ankylosing spondylitis,gangguan muskuloskletal akut dan


gout akut.

Kontraindikasi : Perokok tembakau, gangguan pengelihatan, berisiko gangguan


kardiovaskular, pasca tindakan coronary bypass surgerycoronary bypass surgery, metabolisme
CYP2C9 buruk, tekanan darah tinggi, serangan jantung, gagal jantug kronis, stroke, ulkus
intestinal atau gaster, gangguan renal, retensi air yang nampak, gangguan hepar, kehamilan,
mastositis sistemik, ruptur dinding gaster atau usus, anemia, gangguan penjendalan darah,
peningkatan resiko perdarahan, kebiasaan minum minuman beralkohol 7

Dosis Sediaan :10 mg dan 20 mg

Efek Samping :
Gangguan GIT: stomatitis, anoreksia, distress epigastricum, mual, konstipasi, stomach
discomfort, nyeri abdomen, edema, pusing ,sakit kepala, ruam kulit, pruritis, penurunan
hemoglobin dan hematokrit.

 Asam Mefenamat
Merupakan senyawa turunan asam antranilat dengan efek analgesi, antiinflamasi yang bekerja
menghambat aktivitas enzim siklooksigenase, sehingga menurunkan pembentukan prekursos
prostaglandin dan tromboksan dan asam arakhidonat, secara kompetitif menghambat ikatan
prostaglandin dengan reseptornya.

Dosis : Sediaan 500 mg.


Dewasa dan anak >14 thn: dosis awal 500 mg, selanjutnya 250 mg tiap 6 jam. Sesuai kebutuhan,
setelah makan.

Indikasi :
Menurunkan rasa nyeri ringan sampai sedang, pengobatan tidak lebih dari 1 minggu.

Kontraindikasi :
Inflammatory bowel disease, ulkus peptikum aktif, hipersensitif terhadap aspirin (asam
asetilsalisilat) atau NSAIDs lain, gagal ginjal8

Efek Samping :
Permasalahan GIT (diare,mual,muntah,nyeri perut,konstipasi), hemolitis, sakit kepala, vertigo,
pusing. Perhatian untuk penderita tukak saluran cerna, anak di bawah 14 tahun, wanita hamil,
gangguan fungsi ginjal.

 Paracetamol
Analgetik antipiretik yang cepat diabsorbsi tanpa menimbulkan iritasi lambung, konstipasi.

Dosis : Sediaan Paracetamol 500 mg


Dewasa: 3dd1 1-2 kaplet
Anak-anak: 3dd1 1/2-1 kaplet

Indikasi :

270
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Untuk menyembuhkan demam dan berbagai nyeri pada: sakit kepala, otot, sendi, gigi, influenza,
nyeri haid, demam, nyeri karena peradangan.

Kontraindikasi :
Hipersensitif terhadap paracetamol, gagal hepar akut, gangguan hepar, kerusakan renal berat,
syok, overdosis asetaminofen, inflamasi hepar akut akibat virus Hepatitis C, nutrisi buruk, reaksi
alergi berupa urtikaria/eritem, mual, muntah.9,10 hepar akut akibat virus Hepatitis C, nutrisi
buruk, reaksi alergi berupa urtikaria/eritem, mual, muntah.

Efek samping :
Reaksi alergi yang memunculkan ruam dan bengkak, flushing, tekanan darah rendah dan denyut
jantung cepat jika diberikan secara intravena, gangguan darah (misal, trombsitopenia dan
leukopenia), kerusakan hepar dan renal jika digunakan dengan dosis berlebih atau bahkan bisa
memberikan efek fatal pada kasus berat.11Sangat jarang seperti anemia hemolitik,
methemoglobinemia, mual, muntah, ikterik.

4. Obat Maag
 Antasida
Merupakan basa lemah untuk menetralkan asam lambung, sehingg dapat meningkatkan pH.
Indikasi : tukak lambung usus dengan rasa terbakar pada hati, maag, dan refluks
gastroesofageal (kondisi dimana HCl dapat naik ke atas lambung).

kontraindikasi :pada hipofosfatemia dan insufisiensi ginjal.

Dosis :
Dewasa: maag diminum saat perut kosong dapat mengurangi nyeri 20-60 menit

 AH2 (Cimetidine,Ramotidine,Famotidine)
Cimetidin
Reseptor Histamin 2 yang diisi oleh histamin dapat menyebabkan peningkatan asam lambung
dan pepsin naik karena dapat memperbanyak pengeluaran HCl melalui protein kinase. Obat
digunakan untuk menghambat reseptor histamine H2 di lambung yang memicu produksi asam
klorida, sehingga pH lambung meningkat menjadi 6-7.
Indikasi : sebagai obat maag, tukak lambung dan usus.
Kontraindikasi: pada alergi terhadap antihistami 2 dan ibu menyusui.
Dosis sediaan : 400 mg (dewasa maag =1 kali sehari setelah makan malam)

Efek Samping : Diare (sementara), nyeri otot, pusing-pusing, reaksi kulit, nyeri sendi, nyeri
otot, kebotakan, lelah, sakit kepala, ruam kulit

2.Ranitidine
Ranitidine termasuk ke dalam kelompok obat histamine-2 blocker. Obat ini bekerja dengan cara
mengurangi jumlah produksi asam lambung.
Indikasi : digunakan untuk kondisi ulkus gastrika dan intestinal, bisa juga digunakan untuk
menangani kasus produksi asam berlebih pada gaster khususnya pada kasus Zollinger-Ellison
Syndrome. Juga bisa digunakan untuk kasus Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) atau
kasus lain yang mirip kemudian memberikan efek heartburn akibat naiknya asam lambung ke
kerongkongan.
Kontraindikasi : pada alergi terhadap ranitidine dan porfiria.
Dosis:
271
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Ulkus duodenal dewasa : peroral 150mg 2x1 atau 300mgx1 bisa juga diberikan via IV dengan
kecepatan 6,25mg/jam selama 24 jam
Gastroesophageal Reflux Disease dewasa : peroral 150mg 2x1 atau via IV atau IM 50mg tiap 6-8
jam

Efek samping :
Pusing, sakit kepala, mengantuk, diare, trombositopenia, leukopenia, impoten, insomnia 12

 PPI (Omeprazole,Lansoprazole,pantoprazole,esomeprazole)
1.Omeprazole
Menyebabkan penghambatan asam lambung, dipakai pada maag yang tidak mempan obat AH-2
(cimetidine) atau maag kronis.
Indikasi :
Dapat menyembuhkan ulkus duodenal lebih cepat daripada H2-blocker yaitu cimetidine atau
ranitidine, bahkan dalam 2 minggu bias memberikan efek dramatis kesembuhan secara
endoskopi sebanyak 50-70%

Kontraindikasi : pada Gastritis atrofik, metabolisme buruk untuk CYP2C19, gangguan hepar,
nefritis interstitial, clostridium difficile collitis, osteoporosis, kerusakan tulang, vitamin B12
inadekuat, kadar magnesium rendah dalam darah, alergi terhadap proton pump inhibitors
Dosis sediaan : 20 mg,30 mg

Efek Samping :
Jangka panjang perlu diperhatikan pertumbuhan bakteri berlebihan di sel cerna (karena fungsi
asam lambung/HCl untuk membunuh bakteri)

5. Obat Diare
 Loperamide
Mengurangi gerak peristaltic usus sehingga mengurangi motilitas/pergerakan dan
menormalisasikan sel-sel yang hipersekresi.
Dosis sediaan : 2 mg
Dewasa 4 mg (2 tablet pertama) kemudiaan diikuti 2 mg berikutnya setelah BAB.maksimal 8
tablet 1 hari

Indikasi : Pasien dengan diare, termasuk juga Traveller’s diarrhea16

Kontraindikasi : Memiliki alergi terhadap bahan aktif pada loperamide, nyeri perut tanpa diare,
konstipasi, kembung perut, berak darah16

Efek Samping : Mual,muntah, pusing, mulut kering, kemerahan kulit

 Attapulgite
Berguna untuk mengabsorbsi kuman, racun yang menyebabkan diare, mengurangi kehilangan
cairan tubuh
Dosis dewasa ; 1,2-1,5 gram setiap BAB.maksimal 9 gram perhari
Indikasi : Diare bakterial, kram perut
Kontraindikasi :
Alergi terhadap bahan aktif attapulgite, demam, berak darah atau mukus pada berak, pasien
konsumsi garam sitrat (misal suplemen kalsium, antasida, dan laksatif)
Efek Samping :
Sembelit, efek berat berupa reaksi alergi berat (ruam, urtikaria, susah napas, rasa tertekan pada
dada, bengkak sekitar mulut, wajah, bibir atau lidah)
272
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
6. Obat Mual Muntah
 Metoklopramid
Berguna untuk memperkuat pergerakan dan pengosongan lambung (berdasarkan stimulasi saraf
kolinergis, khasiat dopamine di pusat dan perifer), serta kerja langsung otot polos. Antiemetis/anti
mual muntah karena blockade dopamine di CTZ .
Dosis : 1 tablet 10 mg (dewasa 3 kali sehari 5-10 mg)

Indikasi : Dipakai pada semua jenis mual/muntah, kecuali oleh mabok jalan/mabuk darat

Kontraindikasi : Depresi, tanda-tanda Parkinson, gerakkan abnormal pada otot wajah dan lidah,
Neuroleptic Malignant Syndrome, aldosteronism, tekanan darah tinggi, gagal jantung kronik,
obstruksi intestinal mekanis, operasi menyambungkan dua bagian usus, pengerasan hepar,
perdarahan gaster atau intestinal, kejang, pheochromocytoma, retensi air, ruptur dinding gaster atau
intestinal, porfiria, defisiensi enzim sitokrom B5 reduktase dalam darah, kerusakan renal moderate
sampai berat

Efek samping : Mengantuk, gelisah, diare, nyeri abdomen, berak dempul, urin warna gelap, susah
napas dan berbicara dan menelan, demam, denyut jantung cepat

 Domperidone
Berguna memperkuat pergerakan dan pengosongan lambung. Antiemetis/anti mual muntah karena
blockade dopamine di CTZ.
Dosis : 1 tablet 10 mg (dewasa 3 kali sehari 10-20 mg)

Indikasi : Dipakai untuk mual muntah selain mabuk darat, misal pada kemoterapi dan migraine, dan
kondisi di mana asam lambung dapat kembali ke esophagus.

Kontraindikasi : Pasien degan konduksi jantung buruk atau rusak, gangguan jantung misal gagal
jantung kongestif, menerima obat yang memperpanjang inter QT atau inhibitor CYP3A4, gagal
hepar berat21

Efek samping : Alergi, kaku otot usus

 Dimenhidrinat
Sering dikenal dengan nama antimo. Merupakan jenis anti histamine 1.
Dosis : dewasa sebelum perjalanan 50-100 mg satu kali
Indikasi : Mabuk jalan dan muntah karena kehamilan
Kontraindikasi : Alergi terhadap bahan dimenhidrinat, pasien konsumsi sodium oxybate,
monoamine oxidase inhibitor dalam 14 hari terakhir, menyusui
Efek samping : Mengantuk berat

 Ondansetron
Ondansetron digunakan untuk mencegah mula dan muntah,biasa digunakan pada keaadaan mual
muntah yang dikarnakan pembedahan,pengobatan kemoterapi atau radiasi.
Dosis : dewasa 8 mg 1-2 jam sebelum terapi atau injeksi intravena lambat ,kemudian 8 mg tiap 12
jam

Indikasi : mual dan muntah akibat kemoterapi dan radioterapi,pencegahan mual dan muntah pasca
operasi.

Kontraindikasi : Hipersensitivitas ,sindroma perpanjangan interval QT bawaan,

273
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Efek samping : sakit kepala,kemerahan atau sensasi hangat tubuh ,konstipasi, gangguan gerakan
,aritmia ,nyeri dada ,bradikardi.

7. Anti Alergi
Anti Histamin I: Mengantagonis histamin dengan memblok reseptor H1 yang terdapat di otot
pembuluh, bronkus, saluran cerna, kandung kemih, rahim, dan kapiler. Efek histamin adalah: kontraksi
otot polos bronkus, usus rahim; memperlebar pembuluh darah (dapat menyebabkan penurunan tekanan
darah); permeabilitas kapiler meningkat (akibatnya udem/bengkak/bentol pada kulit); pengeluaran
berlebihan ingus, air mata, ludah; stimulasi ujung saraf sehingga merah dan gatal-gatal.
 CTM AH1 generasi 1 (ada efek sedasi)
Obat ini digunakan untuk mengobati reaksi alergi, urtikaria, tanda-tanda demam, rhinitis alergi
dan ia sendiri merupakan kelompok kelas anti-histamin. Selama ini tidak ada bukti adanya resiko
pada kehamilan.
Indikasi : Reaksi alergi misalnya rhinitis allergic (bersin karena alergi), dapat menjadi tambahan
pada obat batuk
Kontraindikasi : Adanya alergi degan asam askorbat (vitamin C) atau obat yang mengandung
asam folat
Efek samping : Mengantuk, diare, konstipasi, rasa tidak nyaman pada perut, reaksi alergi jika
memilliki alergi
Dosis sediaan : 4 mg (dewasa 3 kali sehari )
 Loratadine, Cetrizine AH1 generasi 2 (tidak ada efek sedasi)
-Loratadine
Dosis : Sediaan 10 mg
Dewasa: 1 x 10 mg per hari
Indikasi : Penggunaan pada reaksi alergi, rhinitis (bersin karena alergi), gatal-gatal/biduran
(urtikaria)
Kontraindikasi : Gangguan hepar, kerusakan renal sedang sampai berat
Efek samping : Sakit kepala, bibir kering

-Cetirizine
Dosis : Sediaan 10 mg
Dewasa: 1 x 10 mg per hari
Indikasi : Penggunaan pada reaksi alergi, rhinitis (bersin karena alergi), gatal-gatal/biduran
(urtikaria)
Kontraindikasi : Peningkatan tekanan bola mata, gangguan hepar, penyakit renal,
ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih
Efek samping : Sakit kepala, bibir kering

8. Obat Asma
Pada asma terjadi hal-hal berikut:
1. Inflamasi/radang saluran pernafasan kronis : terjadinya pengeluaran berlebihan lendir,
penebalan otot polos
2. Obstruksi/terhalangnya pengeluaran nafas: terjadi karena bengkaknya saluran pernafasan,
konstriksi otot saluran pernafasan, pembentukan lendir. Hal ini menyebabkan kesulitan
mengeluarkan nafas (ekspirasi)
3. Hyperresponsive/reaksi berlebihan bronkus sehingga terjadi bronkokontriksi

QUICK RELIEVER :

 Salbutamol (Beta 2 Agonis)


Bekerja pada reseptor B2 (banyak di trakea dan bronkus) yang menyebabkan pengubahan ATP
menjadi cAMP sehingga menyebabkan bronkodilatasi atau pelebaran otot bronkus yang baik untuk
asma .
Dosis : sediaan 2 dan 4 mg.
274
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Indikasi :Penggunaan pada reaksi asma. Dapat berupa inhaler dan berfungsi untuk Pereda asma
yang mempunyai efek cepat
Kontraindikasi :
Asma berat, gangguan jantung, hipertensi, diabetes, hipertiroidisme, infeksi paru-paru, aritmia,
intoleransi gula dengan kadar potasium rendah dalam darah, alergi pada bagian dari komposisi obat
Efek samping : Merasa terguncang, sakit kepala, detak jantung cepat atau tidak teratur, kemerahan
pada wajah, kram otot (jarang pada salbutamol inhalasi), iritasi atau kekeringan mulut dan
tenggorokkan (pada salbutamol inhalasi saja), hipokalemia yang bisa memicu kram otot dan
kelemahan serta kematian jika pasien alami henti napas, bronkospasme (pada salbutamol inhalasi),
asidosis laktat.

 Aminofilin (metilxantin)
Bekerja dengan merelaksasi otot paru dan bronkus dan menyebabkan paru kurang sensitif terhadap
alergen. Tujuan penggunaan obat untuk mengurangi mengi dan kesulitan bernapas karena gangguan
napas, misal pada kasus asma, emfisema, bronkitis kronis.
Dosis :
Dewasa normal, bukan perokok: 0,5 mg/ KgBB/jam IV
Anak <12 th dan dewasa perokok: 0,8-0,9 mg/ KgBB/ jam IV
Indikasi : Penggunaan pada reaksi emfisema, bronkitis kronis dan asma bukan dalam kondisi sudden
attack29
Kontraindikasi :
Alergi teofilin, teobromine, kafein, atau etilenediamin, riwayat sakit fibrosis kistik, diabetes,
glukoma, gagal jantung kongestif, aritmia, hipertensi, penyakit renal, sirosis, kejang, ulkus gaster
atau intestinal, penyakit tiroid
Efek samping : Pusing, kram perut, mual, muntah, diare, hilang nafsu makan, sakit kepala,
gangguan tidur, iritabilitas (rewel), perasaan nervous, tremor, peningkatan urinasi.

9. Kortikosteroid
 Dexametason
Merupakan kortikosteroid yang mirip dengan hormon alami yang dihasilkan glandula adrenal
sehingga biasa digunakan ketika tubuh dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Kinerja
obat dengan memperbaiki efek inflamasi (bengkak, hangat, kemerahan, dan nyeri) juga bisa
digunakan untuk berbagai bentuk arthritis, gangguan kulit, darah, renal, mata, tiroid, gangguan
intestinal, alergi parah, dan asma, juga bisa untuk beberapa tipe kanker.
Dosis sediaan : 0,5 mg (dosis tergantung kebutuhan/berat ringannya penyakit)

Indikasi : Obat anti inflamasi (radang) yang kuat dan anti alergi (asma bronkial, dermatitis atopik,
alergi obat, rinitis alergi), gangguan kulit, darah, renal, mata, tiroid, gangguan intestinal, juga bisa
untuk beberapa tipe kanker

Kontraindikasi : Alergi deksametason, aspirin, tartrazine, warfarin, obat arthritis, aspirin, anti-
jamur, gangguan hepar, renal, intestinal, gangguan mental, diabetes,, hipotiroidisme, myasthenia
gravis, osteoporosis, infeksi herpes di mata, kejang, tuberkulosis, dan ulkus.
Efek Samping : Bila berkepanjangan dapat mengakibatkan efek katabolik steroid seperti kehabisan
protein, osteoporosis dan penghambatan pertumbuhan anak dll.

 Metilprednisolon
Glukokrtikoid turunan prednisolone dengan efek kerja dan penggunaan yang sama seperti senyawa
induknya. Tidak mempunyai aktifitas retensi natrium.
Dosis sediaan : 4 mg (dosis tergantung berat ringannya penyakit)

Indikasi : Peradangan kulit dan saluran nafas tertentu, penyakit hematologik, hiperkalsemia terkait
kanker, abnormalitas fungsi adrenokortikal, penyakit kolagen, alergi.

275
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Kontraindikasi : Alergi deksametason, aspirin, tartrazine, warfarin, obat arthritis, aspirin, anti-
jamur, gangguan hepar, renal, intestinal, gangguan mental, diabetes,, hipotiroidisme, myasthenia
gravis, osteoporosis, infeksi herpes di mata, kejang, tuberkulosis, dan ulkus.

Efek Samping : Pemberian jangka panjang/dosis besar pada gangguan elektrolit dan cairan tubuh,
lemah otot, resistensi terhadap infeksi menurun, gangguan penyembuhan luka, meningkatnya
tekanan darah, katarak, gangguan pertumbuhan pada anak.

 Prednisolon
Merupakan obat glukokortikoid yang digunakan untuk menekan sistem kekebalan tubuh dan
mengurangi peradangan .
Dosis :
Indikasi : penyakit autoimun dan kondisi perandangan seperti asma,copd,kelainan rematik
,kelainan alergi,colitis ulserative, dan penyakit crohn,insufisiensi adrenokortikal,dll.
Kontraindikasi : infeksi sistemik (kecuali kalua diberikan pengobatan microbial spesifik)
,hindari pemberian vaksin virus hidup pada pemberian dosis imunosupresif.
Efek samping : kadar gula darah meningkat,dyspepsia,tukak lambung,abdominal
distention,pada jangka panjang dapat menimbulkan sindrom cushing,osteoporosis,dll.

10. Antibiotik
 Amoxicilin 500 mg
Turunan penisilin semi sintetik dan stabil dalam suasana asam lambung. Amoxicillin diabsorbsi
cepat dan baik pada saluran pencernaan tidak bergantung ada/tidaknya makanan. Amoxicillin aktif
terhadap organisme gram positif dan negative.
Dosis :
Dewasa dan anak BB >20kg: 250-500 mg tiap 8 jam
Indikasi :
1. Infeksi kulit dan jaringan lunak: Stafilokokus bukan penghasil penisilinase, Streptokokus, E coli.
2. Infeksi saluran nafas: H Influenza, Streptokokus pneumoni, Stafilokokus bukan penghasil
penisilinase, E. Coli.
3. Infeksi saluran genitourinary: E coli, P mirabilis, Streptokokus faecalis.

Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap komponen penisilin dan agen beta laktam, kejang,
gangguan renal, reaksi kulit, reaksi Jarisch-Herxheimer, kristaluria, konsumsi antikoagulan35
Efek samping :
1. Reaksi kepekaan: Erythema maculopapular rashes, urtikaria, serum sickness
2. Reaksi kepekaan seperti anafilaksis
3. Gangguan sal pencernaan: mual, muntah, diare
4. Reaksi hematologi

 Cefadroxil 500 mg
Merupakan antibiotik semisintetik golongan cephalosporin yang bersifat bakterisida terhadap
mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Bekerja menghambat pembentukan dinding sel
mikroorganisme.
Dosis :
Dewasa : sehari 1-2 g
Anak-anak : sehari 25-50 mg/kg berat badan, dibagi dalam 2 dosis.
Pengobatan 2-3 hari sampai setelah gejala infeksi hilang
Indikasi :
Infeksi sedang dan berat:
276
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
1. Infeksi saluran nafas atas dan bawah
2. Infeksi kulit dan jaringan lunak
3. Infeksi traktus genitourinaria
4. Osteomielitis dan artritis septik
Kontraindikasi : Gangguan gaster atau intestinal terutama kolitis, gangguan renal
Efek samping : Diare, mual, muntah, gatal, angioedema, pseudomembran colitis

11. Obat Anti Hipertensi


 Captopril
Merupakan obat kelas angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEi) yang bekerja dengan
menurunkan zat kimia tertentu sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang akan menyebabkan aliran
darah lebih lancar dan jantung mampu memompa darah lebih efisien.
Indikasi : Penghambat ACE efektif untuk hipertensi ringan, sedang, berat, hipertensi, gagal jantung
kongestif, nefropati, retinopati,
Dosis : 25-100mg/2x pemberian/hari
Kontraindikasi : Hamil trimester 2 dan 3, diabetes, gangguan renal atau jantung, menyusui 37
Efek Samping : Batuk kering, ruam

 HCT (Hydrochlorothiazide)
Merupakan water pill (diuretik) sehingga dapat memicu produksi urin pengguna yang dapat
bermanfaat untuk mengurangi tingginya kadar air dan garam dalam tubuh, selain itu bisa juga untuk
membuang kelebihan cairan berlebih misal pada edema yang disebabkan gagal jantung, penyakit
hepar, penyakit renal serta dapat mengurangi gejala napas pendek-pendek atau bengkak pada ankle
atau kaki
Indikasi : Hipertensi dengan fungsi ginjal normal
Dosis : 12,5-25mg/1x pemberian/hari
Kontraindikasi : Alergi thiazide, anuria, gangguan asam basa tubuh dengan klorida rendah dan pH
darah basa, turunnya fungsi sel hepar sehingga pasien tidak sadar, pankreatitis akut, systemic lupus
erythematosus, neonataljaundice, azotemia, diabetes, glukoma sudut tertutup sekunder, hipovolemik,
hipertiroidisme, simpatektomi, kolesterol tinggi, gout, hipomagnesemia, hiperkalsemia,
hiponatremia, dehidrasi, hipokalemia39
Efek Samping : Hipokalemi meningkatkan efek toksin, obat digitalis, hiperkalsemia, hiperglikemia,
urisemia, hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia.

 Nifedipine
Merupakan obat kelas calcium-channel blocker untuk vasodilatasi sehingga jantung tidak bekerja
terlalu keras dalam memompa darah ke seluruh tubuh

Dosis : 15-30 mg/3x pemberian/hari


Indikasi : Angina pectoris, hipertensi1
Kontraindikasi : Infark miokard akut, syok kardiogenik, acute unstable angina1
Efek samping : Hipotensi, reflek simpatis kuat, ex: takikardia, palpitasi, edema perifer, hipotensi,
palpitasi, pusing, takikardi, mual, gangguan penglihatan, demam, depresi

 Furosemid
Merupakan water pill (diuretik) sehingga dapat memicu produksi urin pengguna yang dapat
bermanfaat untuk mengurangi tingginya kadar air dan garam dalam tubuh, selain itu bisa juga untuk
membuang kelebihan cairan berlebih misal pada edema yang disebabkan gagal jantung, penyakit
hepar, penyakit renal, serta dapat mengurangi gejala napas pendek-pendek atau bengkak pada
lengan, kaki dan abdomen
Dosis : 80mg/2x pemberian/hari
277
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Indikasi : Lebih efektif daripada Tiazid (HCT) untuk hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal atau
gagal jantung
Kontraindikasi : Kehilangan kalium dalam jumlah banyak misal akibat muntah, diare, juga pada
pasien hiperplasia prostat yang berisiko alami retensi urin
Efek Samping :Hipokalemi meningkatkan efek toksin, obat digitalis, hiperkalsemia, hiperglikemia,
urisemia, hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia

 Valsartan
Merupakan obat golongan Angiotensin Receptor Blocker (ARB) yang bekerja dengan menghambat
reseptor angiotensin II yang menyebabkan penurunan tekanan darah pada hipertensi.
Dosis : 80 mg 1 X 1 per hari
Indikasi : Hipertensi,gagal jantung
Kontraindikasi : gangguan fungsi hati berat,sirosis,obtruksi empedu,menyusui
Efeksamping : hipotensi ortostatik,ruam,hiperkalemia,gangguan saluran napa,mual,muntah
kelelahan,sakit kepala,mimisan,trombositopenia,nueutropenia

 Bisoprol
Merupakan obat golongan beta-Blocker yang bekerja dengan cara menghambat reseptor beta-1
adrenergik reseptor
Dosis : 5 mg 1 kali sehari
Indikasi : Hipertensi,angina,gagal jantung kronik
Kontraindikasi:keadaan akut atau gagal jantung dekompensasi yang menghendaki pemberian
inotropic intravenal,blok sino-atrial
Efek samping : sakit kepala,rasa lelah,diare dan edem di kaki

12. Obat Adrenalin


 Epinefrin
Merupakan obat dan hormnon yang juga dikenal sebagai adrenali.Epinefrin adalah katekolamin
endogen yang merupakan prinsip aktif dari medulla adrenal.

Dosis Dewasa : solusio injeksi 1 mg (epinefrin 1 mg/10 ml )

Indikasi : reaksi sensitivitas,aritmia jantung , vasokontriksi local,bronkospasma,perdarahan GI


bagian atas ,syok anafilaksis

Kontraindikasi : syok non anafilaksis,glaucoma sudut tertutup,insufisiensi pembuluh coroner


jantung

Efek samping : gelisah,gatal-gatal,mati rasa,nyeri dada,keringat,denyut jantung yang cepat dan


tekanan darah tinggi,mual,muntah,

4. CARA PENULISAN RESEP OBAT


Berikut beberapa singkatan dalam resep :

SINGKATAN ARTI
a.c. ante cibum sebelum makan
amp. ampule ampul
aq. aqua air
a.d. auris dexter telinga kanan
a.s. auris sinister telinga kiri
278
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
a.u. auris utro tiap telinga
aurist auristillae tetes telinga
caps. capsula kapsul
c.c. cum cibus dengan makan atau
makanan
dil. dilutus dilusi
Emuls emulsum emulsi
e.m.p. ex modo prescripto sesuai yang diperintahkan
resep
fl. fluid cairan
Gtt. guttae tetes
H hora pada jam
h.s. hora somni pada jam tidur
i.m. intramuscular intramuscular
Inj. injectio injeksi
i.v. / IV Intravenosa
liq. liquor Larutan
lot. Lotio
n. nocte di malam hari
neb. nebule spray
non.rep. non repetatur jangan diulang
occulent. occulentum eye ointment
o. oculus mata
o.d. oculus dexter mata kanan
o.l. / o.s. oculus leavus/sinister mata kiri
o.u. oculus utro kedua mata
o.m. omni mane tiap pagi
p.a.a. parti affectae applicandus digunakan pada area yang
sakit
p.o. per os melalui mulut
p.c. post cibum setelah makan
p.r. Perectum
p.r.n. pro re nata jika dibutuhkan
pulv. pulvis bubuk
q.i.d. quater in die empat kali sehari
q.d. quaqua die setiap hari
q.h. quaqua hora setiap jam
S.C./subc/subq Subkutan
Sig. signa Label
sol. Solusio
stat. statim secepatnya
supp. suppositorium supositori
syr. syrupus sirup
tab. tabella tablet
t.i.d. ter in die tiga kali sehari
troche trochiscus lozenges
tuss. tussis batuk
ung. ungentum ointment

Contoh Cara Penulisan dan Baca Resep


Kasus : ―pasien dengan keluhan panas batuk berdahak, pilek, sudah 3 hari‖
Dx/Diagnosis : common cold
279
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
R/ Amoxicillin tab No X
ʃ3 dd tab I
R/ GG tab No X
ʃ3 dd tab I
R/ CTM tab No X
ʃ3 dd tab I
R/ Vit C tab No X
ʃ3 dd tab I

Cara baca :
Ambil amoxicillin, GG, CTM, Vit C masing-masing 10 tablet, diberikan 3x1/hari
Ket : R/ = recipe (ambillah)
Tab = tablet
Dd = de die (sehari)
Catatan : setiap menulis resep obat digarisbawahi dan diberi paraf.

Cara baca resep yang lain :


R/ Allopurinol tab 100 mg No X
ʃ1-1-1
Artinya : Allopurinol bentuk : tablet, dosis : 100 mg. Jumlah : 10 tablet, diminum 3x sehari masing-
masing 1 tablet.
R/ Hct 25 mg tab No X
ʃ 1-0-0
Artinya :Hidrocloritiazid dosis 25 mg, jumlah 10 tablet, diminum 1x pada pagi hari.
R/ Paracetamol syrup 60ml fls No I
ʃ 3 dd Cth 1
Kalau kodenya C :Cochlear (cobarium) = sendok makan
Ket : Cth : Cochlear thease = sendok teh
Fls : flash (botol)
R/ Amox 1/2
1
Pct /2
1
GG /2
½
Vit C

Saccarom lastic QS
Mfl pulv dtd No IX
ʃ 3 dd pulv I
Ket :kita buat puyernya masing-masing sejumlah ¨ö x 9 = 3 tablet. Saccarom lactis adalah suatu pemanis.
mfla : misce fag lege artis : campur dan buat menurut cara semestinya
dtd : de tales doses : berikan sebanyak dosis tersebut

Obat Tetes
R/ erlamycetin ED flac No I
ʃ 3 dd gtt 1-2 ODS
Cara baca :1 flacon erlamycetin 1-2 tetes, 3x sehari pada mata/ telinga kanan-kiri tergantung
bagian mana yang sakit.

Obat Luar
R/ 2-4 zalf tube I
ʃ Ue
R/ Hidrocortison 1% cream tube I
ʃ Ue
Ket :Ue = Usus Externus

280
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
Obat Diare
R/ medocair/ Diatab tab X
ʃ 2-1-1
Catatan :untuk obat diare 2-1-1 bukan dibaca 2 pagi, siang dan malam 1
Maksud dari resep ini adalah setelah pasien menerima obat, diare pertama setelah itu diberi minum obat
sebanyak 2 tablet. Kemudian untuk diare berikutnya cukup 1 tablet dan kalau diare sudah berhenti
dihentikan penggunaannya untuk menghindari sembelit.
Resep Injeksi
R/ ectacobalamin inj 1 cc
ʃ Imm
Ket :
Imm : in monum medici : berikan ke tangan dokter
Inj : injection : suntik

Daftar Pustaka

1. http://binfar.depkes.go.id/dat/lama/1276164586_MODUL%20_I.pdf diakses pada 24 november


2016
2. Whalen, K. 2015. Lippincott Ilustrated Reviews: Pharmacology Sixth Edition. Philadellphia:
Wolters Kluwer.
3. http://www.facmed.unam.mx/bmnd/gi_2k8/prods/PRODS/Meloxicam.htm ,diakses pada 12
Desember 2016
4. https://www.webmd.com/drugs/2/drug-10942/piroxicam-oral/details/list-contraindications
diakses pada Senin, 12 Desember 2016
5. https://www.drugs.com/dosage/ranitidine.html diakses pada 13 Desember 2016
6. ^ a b "Ondansetron Hydrochloride". The American Society of Health-System Pharmacists. Diakses
tanggal Jan 2016 https://www.drugs.com/monograph/ondansetron-hydrochloride.html
7. Prednisolon | PIO NAS . http://pionas.pom.go.id/monografi/prednisolon
8. VALSARTAN | PIO Nas". pionas.pom.go.id. Diakses tanggal 2019-11-14
9. a b c d e "Bisoprolol Fumarate". The American Society of Health-System Pharmacists. Diakses
tanggal 8 December 2016.
10. "Epinefrin" . Perhimpunan Apoteker Sistem Kesehatan Amerika . Diakses pada 15 Agustus
2015 .
11. Gunawan, Sulistia G, Rianto Setiabudy N, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Ed.5. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2012

281
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
KASUS MEDIS NON EMERGENCY
Telah ditinjau oleh :
dr. Vina Nadiyah Hajjah (TBM Vertex)

1. INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA)


1.1 Definisi
Merupakan Infeksi pada bagian saluran pernafasan atas; yaitu hidung,
sinus dan faring. Sehingga ISPA ini terdiri dari rinitis, sinusitis, epiglotitis,
laringitis, faringitis dan juga common cold. Infeksi ini dapat diakibatkan
oleh virus, mikroba maupun fungi.

1.2 Gejala Dan Tanda


Pada infeksi yang disebabkan virus, umumnya ditemukan keadaan sebagai
berikut (contoh viral nasopharyngitis):
a. Eritema mukosa hidung dan edema
b. Nasal discharge: discharge yang banyak lebih khas pada infeksi
virus, sekresi yang pada awalnya jernih biasanya menjadi putih
berawan, kuning, atau hijau selama beberapa hari.
c. Napas berbau busuk
d. Demam: jarang pada orang dewasa, tetapi mungkin ada pada anak-
anak dengan infeksi rhinoviral.
Sedangkan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri, ciri-cirinya sebagai
berikut (contoh Group A streptococcal pharyngitis):
a. Eritema, pembengkakan, atau eksudat tonsil atau faring
b. Suhu 38,3 ° C (100,9 ° F) atau lebih tinggi
c. Pembesaran nodus cervicalis anterior (≥ 1 cm)
d. Tidak adanya konjungtivitis, batuk, dan rhinorrhea; yang merupakan
gejala dari ISPA yang disebabkan virus

1.3 Penyakit
a. Sinusitis
Dalam wajah kita terdapat suatu rongga yang disebut dengan para-
nasal sinus. Terdapat 4 pasang sinus; sinus maxillary, ethmoid,
sphenoid, frontal. Sinus ini memiliki lapisan mukosa, jika lapisan
ini terinfeksi maka produksi mukosa akan meningkat, sehingga sinus
ini akan dipenuhi oleh mukosa. Pengeluaran mukosa berlebihan ini
melalui nasal cavity. Terkadang inflamasi karena infeksi tersebut
akan mengakibatkan obstruksi saluran menuju nasal cavity,
sehingga mukosa akan menumpuk di sinus, sehingga akan
mengakibatkan sakit kepal.
Sinus juga berfungsi untuk resonansi suara. Sehingga, jika sinus
terpenuhi oleh mukosa maka resonansi suara ketika orang berbicara

282
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

akan berbeda. Maka orang yang terkena sinusitis akan memiliki


suara yang berbeda dengan biasanya.
b. Epiglotitis
Epiglotis merupakan suatu tulang rawan yang tertutup lapisan epitel,
dimana epiglotis ini tertempel di bagian anterior tulang rawan tiroid.
Epiglotis ini berfungsi untuk menghindari makanan masuk ke dalam
saluran nafas. Ketika makanan masuk maka faring dan laring akan
naik dan epiglotis menutupi saluran nafas sementara.
Ketika epiglotis terinfeksi maka akan ada bahaya obstruksi
saluran nafas. Infeksi sebagian besar diakibatkan oleh bakteri
Haemophilus influenzae. Biasanya terjadi pada anak-anak karena
ukuran saluran nafasnya lebih kecil, sehingga lebih mudah
mengalami obstruksi. Pada kasus ini sangat dihindari untuk
menekan lidah untuk melihat obstruksi, karena akan memperparah
obstruksi. Bunyi yang diakibatkan oleh obstruksi ini adalah stridor.
c. Laringitis
Merupakan kondisi inflamasi dari laring, dimana paling sering
terjadi karena suatu infeksi atau pun akibat dari suatu iritan seperti
asap rokok. Inflamasi dari laring dapat mengakibatkan perubahan
suara pada pasien, karena inflamasi ini dapat menghambat pita suara
dalam bergetar secara bebas.

1.4 Prinsip Penatalaksanaan Awal


Kebanyakan infeksi saluran pernapasan atas dapat didiagnosis dan diobati
sendiri di rumah oleh kebanyakan orang pada umumnya. Terapi
simtomatis merupakan andalan pengobatan ISPA pada orang dewasa
dengan sistem imun yang baik, meskipun terapi antimikroba atau antiviral
yang tepat dibutuhkan pada pasien tertentu.

2. COMMON COLD
Umumnya sama dengan prinsip pada ISPA.

3. CEPHALGIA
Rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang
dari orbital sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian
daerah tengkuk).
Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu nyeri
kepala primer dan nyeri kepala sekunder.
Nyeri kepala primer kemudian dibagi menjadi empat kategori yaitu:
a. Migraine
b. Nyeri kepala tipe tegang
c. Nyeri kepala cluster – trigerminal
d. Nyeri kepala primer lainnya.
Nyeri kepala sekunder

283
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

a. Nyeri kepala pasca trauma


b. Nyeri kepala organik
c. Perdarahan subaracnoid, neuralgia trigeminus.
d. Penyakit sistemik
e. Sesudah pungsi lumbal

3.1 Gejala Dan Tanda


a. Migren
Migren adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada
waktu tertentu dan serangan sakit kepala berat yang terjadi berulang-
ulang. Penyebab migren tidak diketahui jelas, tetapi ini dapat
disebabkan oleh gangguan vaskuler primer yang biasanya banyak
terjadi pada wanita dan mempunyai kecenderungan kuat dalam
keluarga.
Tanda dan gejala adanya migren pada serebral merupakan hasil dari
derajat iskhemia kortikal yang bervariasi. Serangan dimulai dengan
vasokonstriksi arteri kulit kepala dam pembuluh darah retina dan
serebral. Pembuluh darah intra dan ekstrakranial mengalami dilatasi,
yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.

b. Cluster Headache
Cluster Headache adalah bentuk sakit kepal vaskuler lainnya yang
sering terjadi pada pria. Serangan datang dalam bentuk yang
menumpuk atau berkelompok, dengan nyeri yang menyiksa
didaerah mata dan menyebar kedaerah wajah dan temporal. Nyeri
diikuti mata berair dan sumbatan hidung. Serangan berakhir dari 15
menit sampai 2 jam yang menguat dan menurun kekuatannya.
Tipe sakit kepala ini dikaitkan dengan dilatasi didaerah dan sekitar
arteri ekstrakranualis, yang ditimbulkan oleh alkohol, nitrit,
vasodilator dan histamin. Sakit kepala ini berespon terhadap
klorpromazin.

c. Tension Headache
Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan kontraksi pada otot-
otot leher dan kulit kepala, yang menyebabkan sakit kepala karena
tegang. Karakteristik dari sakit kepala ini perasaan ada tekanan pada
dahi, pelipis, atau belakang leher. Hal ini sering tergambar sebagai
―beban berat yang menutupi kepala‖. Sakit kepala ini cenderung
kronik daripada berat. Pasien membutuhkan ketenangan hati, dan
biasanya keadaan ini merupakan ketakutan yang tidak terucapkan.
Bantuan simtomatik mungkin diberikan untuk memanaskan pada
lokasi, memijat, analgetik, antidepresan dan obat relaksan otot.

284
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

3.2 Prinsip Penatalaksanaan Awal


a. Analgetikum, misalnya :
1. Asam salisilat 500 mg tablet, dosis 150 mg/hari.
2. Metampiron 500 mg tablet, dosis 1500 mg/hari.
3. Asam mefenamat 250 – 500 mg tablet, dosis 750 – 1500
mg/hari.
b. Penenang / ansiolitik, misalnya :
1. Klordiasepoksid 5 mg tablet, dosis 15-30 mg/hari.
2. Klobazepam 10 mg tablet, dosis 20 – 30 mg/hari.
3. Lorazepam 1-2 mg tablet, dosis 3 – 6 mg/hari.
c. Antidepresan, misalnya :
1.Maprotiline 25, 50, 70 mg tablet, dosis 25 – 75 mg/hari.
2. Amineptine 100 mg tablet, dosis 200 mg/hari.
3. Anestesia / analgetik lokal misalnya injeksi prokain.

4. EPIGASTRIC PAIN SYNDROME


Nyeri epigastrik mengacu pada reaksi abdominal tertentu yang berhubungan
dengan beberapa gangguan pada epigastrium. Nyeri timbul secara teratur
ketika regio epigastrik mengalami kerusakan. Kerusakan ini dapat terlihat dari
aktivitas diaphragma. Rektus abdominus menimbulkan penonjolan pada
dinding abdomen bagian atas. Rasa sakit tersebut dapat bervariasi dari mulai
yang ringan sampai yang berat.

4.1 Gejala Dan Tanda


Nyeri epigastrik bervariasi tergantung penyebabnya. Berikut beberapa
contoh penyebab yang dapat menjadi manifestasi dari nyeri epigastrik.
a. Oesophageal Diseases: Kelainan ini merupakan yang umum ditemui
namum memerlukan saran medis bila terdapat gejala regurgitasi,
rasa tidak nyaman pada daerah retro-sternal, dan rasa mulas muncul.
Pada refluks terdapat nyeri dada, sakit tenggorokan, suara serak,
batuk kronis, sensasi membengkak di tenggorokan dan asma.

285
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

b. Ulcer Gastric dan Duodenal: Peptic ulcer ditandai dengan adanya


pembentukan ulcer pada dinding duodenal.
c. Hepatobiliary Disorder : Pada kasus ini, terbentuk kristal solid di
kandung empedu yang mempengaruhi cairan empedu, hati dan
empedu.
d. Pancreatitis : Inflamasi pankreas yang menyebabkan nyeri pada
epigastrium.

4.2 Prinsip Penatalaksaan Awal


Berikut ini adalah obat yang umumnya dipakai untuk nyeri epigastrium
yang normal:
a. Cimetidine: dipakai pada ulkus peptikum dengan menghambat
produksi asam lambung. Cimetidine adalah antagonis histamin H2-
reseptor yang dipakai oleh pasien untuk rasa nyeri yang seperti
terbakar.
b. Antasida: zat untuk menyeimbangkan keasaman lambung. Natrium
bikarbonat pada obat ini terutama digunakan untuk mencegah maag
atau refluks asam.
c. Ranitidin: Ini adalah salah satu pesaing H2-reseptor histamin yang
menghambat produksi asam lambung. Hal ini biasanya digunakan
untuk ulkus peptikum paten dan penyakit gastro-esofagus-refleks
(GERD).
d. Ibuprofen: Ini termasuk dalam obat anti-inflamasi non-steroid yang
biasanya memainkan peran penting dalam mengobati demam,
pembengkakan dan nyeri. Obat ini memiliki efek anti-platelet ringan
dan juga bertindak sebagai vasokonstriktor.

5. DIARE
Diare adalah peningkatan massa tinja, bertambahnya frekuensi buang air besar
atau fluiditas (tingkat keenceran) tinja yang lebih tinggi. Diare dapat
disebabkan oleh beberapa hal yaitu karena adanya infeksi enteral dan
parenteral, imuninodefisiensi, terapi, maupun karena tindakan tertentu lainnya.
Infeksi enteral dapat disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, dan cacing.
Sedangkan infeksi parenteral dapat disebabkan oleh karena intoksisitas
makanan, alergi dan malabsorbsi.

5.1 Gejala Dan Tanda Menurut Guandallini (2013):


a. Dehidrasi : lesu, kesadaran menurun, membran mukosa kering, mata
cekung, berkurangnya air mata, turgor kulit buruk, perlambatan
pengisian kapiler
b. Gagal tumbuh dan kekurangan gizi : berkurangnya massa otot/lemak
atau edema perifer

286
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

c. Nyeri perut / kram


d. Borborygmi
e. Eritema perianal

5.2 Prinsip Penatalaksaan Awal


Untuk penatalaksanaan diare akut pada orang dewasa karena infeksi terdiri
atas:
a. Rehidrasi, terdapat empat hal penting yang perlu diperhatikan yaitu:
jenis, jumlah, jalan masuk atau cara dan jadwal pemberian cairan.
b. Identifikasi penyebab diare akut karena infeksi, tentukan jenis diare
koleriform atau disentriform dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan
penunjang yang terarah.
c. Terapi simtomatis, dengan pemberian obat antidiare diberikan
sangat hati-hati atas pertimbangan rasional.
d. Terapi definitif, edukasi yang jelas sangat penting sebagai langkah
pencegahan; higiene perorangan, sanitasi lingkungan dan imunisasi
melalui vaksinasi sangat berarti selain terapi farmakologi.
Sedangkan pada diare kronis penatalaksanaan terdiri dari penatalaksanaan
simtomatis dan kausal. Sebenarnya sebagian besar sama dengan
penatalaksanaan pada diare akut, namun diperlukan bebrapa tambahan
yang bersifat simtomatis. Penatalaksanaan simtomatis terdiri dari
rehidrasi, pemberian antispasmodik, antikolinergik, obat antidiare,
antiemetik, vitamin dan mineral, obat ekstrak enzim pankreas, alumunium
hidroksida, fenotiazin dan asam nikotinat. Sedangkan untuk pengobatan
kausal diberikan pada infeksi maupun noninfeksi. Pada diare yang
disebabkan karena infeksi, obat diberikan berdasarkan etiologinya.

6. DISENTRI
Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit
perut dan
buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang bercampur
lendir dan darah. Berdasarkan penyebabnya disentri dapat dibedakan menjadi
dua yaitu disentri amuba dan disentri basiler. Penyebab yang paling umum
yaitu adanya infeksi parasit Entamoeba histolytica yang menyebabkan
disentri amuba dan infeksi bakteri golongan Shigella yang menjadi penyebab
disentri basiler.

6.1 Gejala Dan Tanda


a. Parasit Entamoeba hystolytica hidup dalam usus besar, parasit
tersebut mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk yang bergerak dan
bentuk yang tidak bergerak. Parasit yang berbentuk tidak bergerak
tidak menimbulkan gejala, sedangkan bentuk yang bergerak bila

287
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

menyerang dinding usus penderita dapat menyebabkan mulas, perut


kembung, suhu tubuh meningkat, serta diare yang mengandung
darah dan bercampur lendir, namun diarenya tidak terlalu sering.
b. Disentri basiler biasanya menyerang secara tiba – tiba sekitar dua
hari setelah kemasukan kuman/bakteri Shigella. Gejalanya yaitu
demam, mual dan muntah-muntah, diare dan tidak napsu makan.
Bila tidak segera diatasi, dua atau tiga hari kemudian keluar darah,
lendir atau nanah dalam feses penderita. Pada disentri basiler,
penderita mengalami diare yang hebat yaitu mengeluarkan feses
yang encer hingga 20-30 kali sehari sehingga menjadi lemas, kurus
dan mata cekung karena kekurangan cairan tubuh (dehidrasi). Hal
tersebut tidak bisa dianggap remeh, karena bila tidak segera diatasi
dehidrasi dapat mengakibatkan kematian. Gejala lainnya yaitu perut
terasa nyeri dan mengejang.

6.2 Prinsip Penatalaksanaan Awal


a. Rehidrasi
Dalam keadaan darurat, dehidrasi yang ringan dapat diatasi dengan
pemberian cairan elektrolit (oralit) untuk mengganti cairan yang
hilang akibat diare dan muntah-muntah. Apabila dehidrasi cukup
berat, setelah diberi oralit atau larutan campuran gula dan garam
sebagai pertolongan pertama, sebaiknya penderita di bawa ke rumah
sakit untuk diberikan perawatan.
Obat yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi disentri dan
diare diantaranya mempunyai efek sebagai adstringent (pengelat)
yaitu dapat
mengerutkan selaput lendir usus sehingga mengurangi pengeluaran
cairan diare dan disentri, selain itu juga mempunyai efek sebagai
antiradang, dan antibakteri.

7. KONJUNGTIVITIS
Konjunctivitis (konjungtivitis, pink eye) merupakan peradangan pada
konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang
disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi,
iritasi bahan-bahan kimia.

7.1 Klasifikasi Dan Etiologi


a. Konjungtivitis Bakteri
b. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
c. Konjungtivitis Viral
d. Konjungtivitis Alergi

288
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

e. Konjungtivitis blenore, konjungtivitis purulen (bernanah pada bayi


dan konjungtivitis gonore)

7.2 Gejala Dan Tanda


a. Konjungtivitis Bakteri
Gejalanya, dilatasi pembuluh darah, edema konjungtiva ringan,
epifora dan rabas pada awalnya encer akibat epifora tetapi secara
bertahap menjadi lebih tebal atau mukus dan berkembang menjadi
purulen yang menyebabkan kelopak mata menyatu dalam posisi
tertutup terutama saat bangun tidur pagi hari. Eksudasi lebih
berlimpah pada konjungtivitis jenis ini. Dapat ditemukan kerusakan
kecil pada epitel kornea.
b. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Sering disertai urethritis. Infeksi mata menunjukkan sekret purulen
yang masif. Gejala lain meliputi mata merah, iritasi, dan nyeri
palpasi. Biasanya terdapat kemosis, kelopak mata bengkak, dan
adenopati preaurikuler yang nyeri. Diplokokus gram negatif dapat
diidentifikasi dengan pewarnaan Gram pada sekret. Pasien biasanya
memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi topikal dan
sistemik.
c. Konjungtivitis Alergi
Mata gatal, panas, mata berair, mata merah, kelopak mata bengkak,
pada anak biasanya disertai riwayat atopi lainnya seperti rhinitis
alergi, eksema, atau asma. Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit dan basofil.
d. Konjungtivitis Viral
Gejalanya : Pembesaran kelenjar limfe preaurikular, fotofobia
,sensasi adanya benda asing pada mata. Epifora , kemerahan dan bisa
terjadi nyeri periorbital. Konjungtivitis dapat disertai adenopati,
demam, faringitis, ISPA
e. Konjungtivitis gonore
Tanda –tanda gonore adalah sebagai berikut:
1. Ditularkan dari ibu yang menderita penyakit GO
2. Merupakan penyebab utama oftalmia neonatorum
3. Memberikan sekret purulen padat sekret yang kental
4. Terlihat setelah lahir atau masa inkubasi antara 12 jam hingga
5 hari
5. Perdarahan subkonjungtiva dan kemot

289
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

7.3 Prinsip Penatalaksanaan Awal


a. Konjungtivitis Bakteri
Sebelum ada hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan
antibiotik tunggal, selama 3-5 hari. Kemudian bila tidak
memberikan hasil yang baik, dihentikan dan menunggu hasil
pemeriksaan. Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung,
diberikan tetes mata disertai antibiotik spektrum obat salep luas tiap
jam mata untuk tidur atau salep mata 4–5x/sehari.
b. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi
topikal dan sistemik. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi
air bersih atau dengan garam fisiologik setiap ¼ jam. Kemudian
diberi salep penisilin setiap ¼ jam. Penisilin tetes mata dapat
diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000 – 20.000 unit /ml
setiap 1 menit sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5
menit selama 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1
jam selama 3 hari. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan
pengobatan gonokokus. Pengobatan diberhentikan bila pada
pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3
kali berturut – turut negatif.
c. Konjungtivitis alergi
Penatalaksanaan berupa kompres dingin dan menghindarkan
penyebab pencetus penyakit. Biasanya diberikan obat Antihistamin
atau bahan vasokonstriktor dan pemberian astringen, sodium
kromolin, steroid topikal dosis rendah. Rasa sakit dapat dikurangi
dengan membuang kerak-kerak dikelopak mata dengan mengusap
pelan-pelan dengan salin (garam fisiologis). Pemakaian pelindung
seluloid pada mata yang sakit tidak dianjurkan karena akan
memberikan lingkungan yang baik bagi mikroorganisme.
d. Konjungtivitis viral
Pemberian antihistamin/dekongestan topikal. Kompres hangat atau
dingin dapat membantu memperbaiki gejala.
e. Konjungtivitis gonore
Penatalaksanaan pada konjungtivitis gonore berupa pemberian
penisilin topikal mata dibersihkan dari sekret. Pencegahan merupakan
cara yang lebih aman yaitu dengan membersihkan mata bayi segera
setelah lahir dengan memberikan salep kloramfenikol.

8. MALARIA
Malaria adalah penyakit yang berpotensi mengancam nyawa yang
disebabkan oleh infeksi protozoa Plasmodium yang ditransmisikan oleh
nyamuk Anopheles betina infektif. Infeksi Plasmodium falciparum membawa

290
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

prognosis yang buruk dengan angka kematian yang tinggi jika tidak diobati,
tetapi memiliki prognosis yang sangat baik jika didiagnosis dini dan diobati
dengan tepat.

8.1 Gejala Dan Tanda


Pasien dengan malaria biasanya menunjukkan gejala beberapa minggu
setelah infeksi, meskipun simtomatologi dan masa inkubasinya dapat
bervariasi, tergantung pada faktor-faktor host dan spesies penyebab.
Gejala klinis meliputi:
a. Sakit kepala (tercantum dalam hampir semua pasien dengan
malaria)
b. Batuk
c. Kelelahan
d. Rasa tidak enak
e. Menggigil
f. Arthralgia
g. Mialgia
h. Paroxysm fever, menggigil, dan berkeringat (setiap 48 atau 72 jam,
tergantung pada spesies)
Gejala yang kurang umum adalah sebagai berikut:
a. Anorexia dan lesu
b. Mual dan muntah
c. Diare
d. Penyakit kuning
Kebanyakan pasien dengan malaria tidak memiliki temuan fisik spesifik,
tetapi splenomegali dapat terjadi.

8.2 Prinsip Penatalaksanaan Awal


Terapi bergantung dari spesies penyebab infeksi seperti berikut:
Plasmodium falciparum, P vivax, P ovale, P malariae, P knowlesi.
Rekomendasi umum untuk pengobatan farmakologis malaria adalah sebagai
berikut :
a. Malaria P falciparum: terapi Kinin berbasis adalah dengan kinin
sulfat ditambah doxycycline atau klindamisin atau pirimetamin -
sulfadoksin, terapi alternatif adalah artemeter - lumefantrine,
atovakuon - proguanil, atau mefloquine.
b. Malaria P vivax, P ovale: Chloroquine ditambah primaquine
c. Malaria P malariae: Chloroquine
d. Malaria P knowlesi: sama seperti malaria P. falciparum

291
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

9. DEMAM BERDARAH DENGUE


Demam berdarah dengue adalah infeksi yang berat dan berpotensi
mematikan, yang disebarkan melalui nyamuk, terutama spesies Aedes
aegypti.

9.1 Gejala Dan Tanda


Gejala awal dari DBD mirip dengan demam dengue. Namun setelah
beberapa hari, pasien menjadi lebih lemas, berkeringat, dan dapat diikuti
dengan keadaan seperti shock. Perdarahan tampak seperti titik kecil darah
di kulit (petechiae).
Gejala awal meliputi:
a. Penurunan nafsu makan
b. Demam
c. Sakit kepala
d. Nyeri sendi atau otot
e. Malaise
f. Muntah
Gejala fase akut meliputi
a. Lemas yang diikuti dengan ekimosis, petechiae, ruam,
memburuknya gejala awal.
b. Keadaan seperti shock: berkeringat, akral-akral dingin

9.2 Prinsip Penatalaksanaan Awal


Karena DBD disebabkan oleh virus yang belum diketahui pasti vaksin
ataupun obatnya, maka penatalaksanaannya berdasarkan gejala, seperti
sebagai berikut:
a. Transfusi darah segar atau platelet bisa mengatasi masalah
perdarahan
b. Pemberian cairan dan elektrolit secara intravena dapat mengatasi
ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh.
c. Terapi rehidrasi secara intravena juga untuk mengatasi dehidrasi.
d. Terapi oksigen mungkin dibutuhkan untuk mengatasi rendahnya
oksigen darah.
e. Perawatan suportif di sarana kesehatan yang menunjang

292
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

DAFTAR PUSTAKA

1. Bourke, et al. 2009. Guidelines For The Management of Contact Dermatitis:


an update. Tersedia dalam :
http://www.bad.org.uk/portals/_bad/guidelines/clinical%20guidelines/conta
ct%20dermatitis%20bjd%20guidelines%20may%202009.pdf. Diakses pada
tanggal 10 Februari 2014
2. Chaitanya, G. 2013. Epigastric Pain - Location, Causes and Treatment.
http://emedicalhub.hubpages.com/hub/Epigastric-Pain. (diakses pada 15
Februari 2014)
3. Djuanda, Adhi. 2011. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
4. Dorland, W. 2002. Kamus Kedokteran DORLAND. Edisi 29. Jakarta: EGC.
5. Guandallini, S. 2013. Diarrhea.
http://emedicine.medscape.com/article/928598-overview. (diakses pada 8
Februari 2014)
6. Harsono, 2009. Kapita Selekta Neurologi. Edisi II. Yogyakarta: Gadjahmada
University Press.
7. Harsono, 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi V. Yogyakarta:
Gadjahmada University Press.
8. Ilyas, S, Yulianti, SR. 2012. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
9. Mansjoer, et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius.
10. Meneghetti, A. 2013. Upper Respiratory Tract Infection.
http://emedicine.medscape.com/article/302460-overview. (diakses pada 31
Januari 2014)
11. PAPDI. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
12. Perez-Jorge, E. 2013. Malaria.
http://emedicine.medscape.com/article/221134-overview. (diakses pada 8
Februari 2014)
13. Ramaiah, S. 2007. All You Wanted To Know About Diare. Jakarta: PT.
Bhuana Ilmu Popular
14. Riordan-Eva, P., Whitcher, J.P., 2009. Oftalmologi Umum Vaughan &
Asbury. Edisi 17. Jakarta: EGC.
15. Suryadi, et al. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Percetakan
Penebar Swadaya
16. Vyas, J. 2012. Dengue Hemorrhagic Fever.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001373.htm. (diakses pada
8 Februari 2014)

293
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

17. Widjaja. 2007. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan


Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga
18. Widodo, djoko. 2006. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

292
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020
SIRKUMSISI
Telah ditinjau oleh :
dr. Vina Nadiyah Hajjah (TBM Vertex)

1. Definisi
Sirkumsisi berasal dari bahasa latin circum:around, caedere: to cut. Khitanan
disebut juga sirkumsis yang berarti sayatan melingkar, yang diidentikkan pada
pemotongan prepusium yang melingkar terhadap batang penis. Dalam prosesnya
khitanan adalah tindakan pembuangan kulup penis dengan tujuan menjalankan
syari‘at agama ataupun indikasi medis.
Sirkumsisi adalah tindakan membuang sebagian atau seluruh preputium
termasuk membebaskan glans penis dan sulcus coronarius dari perlengketan dengan
mukosa preputium untuk tujuan tertentu. Sirkumsisi dapat mengurangi risiko infeksi
saluran kemih (ISK) 3-10x karena smegma dapat memicu infeksi

2. Indikasi dan kontraindikasi


A. INDIKASI
Indikasi terbagi menjadi dua yakni indikasi Agama dan indikasi medis/indikasi
absolut
a. Agama, bagi umat muslim khitanan wajib bagi laki-laki yang akil balig.
b. Medis, Khitan diindikasikan untuk pencegahan penyakit ataupun
penanggulangan kelaianan yang berkaitan dengan preputium/kulup, antara lain:
1) Fimosis
Fimosis adalah suatu keadaan dimana prepusium tidak dapat di tarik
sampai kebelakang glans penis. Pada anak laki-laki yang lebih dari 4 tahun,
keadaan ini normal; pada anak laki-laki yang lebih tua dan dewasa preputium
dapat dengan mudah ditarik sampai korona. Fimosis biasanya tidak terasa
nyeri tetapi dapat mengakibatkan sumbatan dari keluarnya urindengan
menggelembungkan prepusium dan dapat mengakibatkan inflamasi kronis.
Preputium yang tidak dapat ditarik kebelakang ini dapat mengakibatkan
peradangan dan fibrosis. Peradangan dan fibrosis yang berulang dapat
mengakibatkan lubang prepusium yang makin menyempit sehingga dapat
menyebabkan obstruksi.
2) Parafimosis
Parafimosis adalah suatu keadaan dimana prepusium tertarik dan
tertinggal di belakang glans penis, menjepit glans penis dan menyebabkan
pembengkakan pembuluh darah yang terasa nyeri dan edema (bengkak).
Parafimosis seringkali iatrogenik dan seringkali terjadi setelah tenaga medis
memeriksa penis atau memasukkan kateter urethra dan lupa mengembalikan
prepusium keposisi semula. Parafimosis dapat menyebabkan pembengkakan
yang membekas pada glans penis sehingga kulit bagian depan tidak lagi di
depan, membutuhkan slit dorsal darurat atau sirkumsisi.

293
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

3) Pencegahan tumor ganas


Walaupun masih ada pertentangan akanmanfaat khitan terhadap
pencegahan tumor ganas tetapi pada penelitian didapatkan bahwa khitan dapat
mencegah terjadinya akumulasi smegma yang mempunyai hubungan dengan
terjadinya tumor ganas penis. Jenis tumor ganas terbanyak adalah karsinoma
sel squamosa. Menurut hasil statistik didapatkan bahwa karsinoma penis lebih
banyak didaptkan pada penduduk yang tidak dikhitan dibandingkan dengan
mereka yang dikhitan
4) Condyloma Accuminata [veneral warts]
Adalah suatu kelainan kulit berupa vegetasi oleh human papiloma
virus [HPV]. Khitan diperlukan untuk membuang kelainan kulit tersebut.

5) Lichen sclerosus (balanitis Xerotica Obliterans)


Liken sklerosis merupakan istilah yang digunakan pada yang
sebelumnya dikenal sebagai balanitis xerotika obliterans. Pada pemeriksaan
histologi, penyakit ini ditandai dengan hiperkeratosis, homogenasi kolagen
pada papila dermis yang berhubungan dengan edema stroma, dan infiltrasi
limfositik. Jika hanya kulit bagian luar yang terkena, sirkumsisi mungkin
dapat menyembuhkan.
6) Zoon‘s balanitis
Zoon balanitis juga disebut plasma sel balanitis terjadi pada laki-laki
yang tidak disirkumsisi yang berusia mulai dari dekade ketiga. Plak yang
halus, lembab, eritem, berbatas tegas pada glas penis penyakit ini. Karsinoma

294
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

sel skuamosa dan penyakit paget ekstra mamae harus disingkirkan biasanya
dengan biopsi. Sirkumsisi terbukti mencegah perkembangan penyakit ini dan
dapat menyembuhkan pada sebagaian besar kasus.
7) Kalkulasi prepusium
Kalkulasi prepusium terjadi kebanyakan pada negara yang belum
berkembang. Insidensinya berbanding terbalik dengan standar kehidupan,
sehingga penyakit ini jarang di dunia barat. Kalkuli prepusium terjadi terutama
pada dewasa dan berhubungan dengan fimosis, higeene genital yang buruk
dan status sosial ekonomi yang rendah. Jika tidak diobati, kalkuli prepusium
dapat mengakibatkan angka kesakitan yang signifikan dengan inflamasi
kronis dan pembentukan fistula urinarius. Infeksi akut diatasi sementara
dengan pembuatan celah pada preputium bagian dorsal untuk drainase.
B. KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi sirkumsisi dibagi menjadi 2 yakni absolut dan relatif
a. Absolut
1) Hipospadia
Hipospadia adalah kelaianan kongenital dimana meatus urethra eksterna tidak
terletak di ujung glans penis melainkan terletak di sepanjang sisi ventral penis
atau pada skrotum atau pada perineum. Frekuensinya sekitar 1 dari 300
kelahiran bayi laki-laki. Pada keadaan yang lebih sering, jenis hipospadia yang
lebih ringan berupa urethra yang terletak pada atau distal dari korona penis .

2) Epispadia
Epispadai adalah kelainan kongenital dimana meatus urethra eksterna
terdapat pada bagian dorsal batang penis. Keadaan ini lebih jarang
dibandingkan dengan hypospadia.

295
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

3) Webbed penis, yaitu adanya jaringan antara penis dan scrotum.

b. Relatif
1) Hemofilia : Yakni kelainan darah yang sukar membeku
2) Infeksi lokal
3. Alat dan bahan
A. Alat
Alat- alat yang diperlukan dalam operasi khitan tidan jauh berbeda dengan operasi
kecil lainnya. Jenis alat dan bahan tergantung pada metoda sirkumsis mana yang
digunakan. Berikut adalah alat yang digunakan untuk tekhnik dorsumsisi dan
guelotin.
1) Gunting diseksi sebanyak 1 buah dengan permukaan ujung tumpul dan tajam.
2) Klem mosquio sebanyak 1 buah, digunakan untuk menjepit
perdarahan (hemostasis) terutama pada jaringan yang tipis dan lembut.
1) Klem pean lurus sebanyak 2 buah, digunakan untuk hemostasis dan menjempit
jaringan lunak.
2) Klem Halstead, untuk memegang jaringan yang lunak, misalnya untuk membuka
luka dengan jalan menjepit tepi dalam luka. Klem ini sama besar dengan klem
mosquito, hanya bedanya klem ini bergigi pada ujungnya. Biasanya pada
sirkumsisi dibutuhkan dua buah
3) Pinset anatomi dan pinset sirurgis sebanyak 1 buah

296
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

4) Needle holder (naald voeder) sebanyak 1 buah, digunakan untuk menjepit


jarum jahit dan sebagai penyimpul benang
5) Jarum jahit sebanyak 1 buah jika tidak menggunakan benang yang bersatu
dengan jarumnya.
6) Klem koher senyak 1 buah, digunakan untuk menjepit jaringan yang keras dan
agak kenyal. Klem ini bergigi pada ujungnya.
7) Koorntang (korentang) dan wadahnya
8) Kom kecil sebanyak 2 buah (untuk tempat larutan antiseptik)
9) Tempat instrumen
10) Neerbeken/bengkok
Instrumen penunjang antara
lain:
1) Tromol untuk menyimpan kasa dan duk steril
2) Autoklaf untuk sterilisasi alat
3) Meja instrumen

B. Bahan habis pakai


Berikut adalah bahan habis pakai untuk tekhnik dorsumsisi dan guelotin:
1) Benang
Benang yang dipakai dalam ligasi ataupun hekting adalah absorable atau
yang dapat diserap. Yang sering dipakai adalah benang cat gut (plan cat gut).
Cat gut dapat bertahan sampai absorbsi sekitar 10 hari. Penjahitan dengan
cut gut ini secara mikroskpis banyak sekali menimbulkan reaksi radang di
sekitar tempat jahitan. Terdapat juga cat gut yang telah diolah dengan asam
kromat, yang disebut chromic cat gut. Reaksi radang yang ditimbulkan jauh
lebih rendah. Absorbsi hasil olahan ini lebih lama jika dibandingkan plain
cat gut, yaitu sekitar 21 hari. Ukuran yang digunakan adalah 5.0, 4.0, 3.0
tergantung besar dan kecilnya penis. Benang ini dikemas berupa gulungan
dalam kotak sepanjang 100 m dan dipotong seperlunya. Ada juga benang
yang langsung dengan jarumnya, dengan panjang sekitar 30 cm. q
2) Kasa steril
Kasa yang digunakan adalah kasa steril yang bisa dibeli di apotek dalam
kemasan kotak. Kita dapat pula membeli kasa gulung. Kasa gulung ini
kemudia di potong dan dilipat dengan ukuran seperlunya kemudian di
sterilkan dengan autoclaf atau menggunakan tablet formalin yang disimpan
secara campur dengan kasa dalam wadah tertutup sekurang-kurangnya 24
jam.
3) Duk bolong
Duk ini berukuran sekitar 40 x 40 cm dengan lubang ditengahnya
berdiameter 6 sampi 8 cm untuk masuknya penis. Duk ini berguna untuk
memperluas zona steril. Duk dapat dibuat dari bahan katun atau kertas serap
di sterilkan
4) Tulle
Tulle merukan benang-benang yang tersusun seperti jala dengan ukuran 10

297
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

x 10 cm yang di lumuri salep antibiotik framycetin sulfat BP 1 %


(soframisin). Tulle dipakai sebagai balutan tepat pada daerah insisi secara
melingkar sebelum dibalut dengan kasa. Selain berfungsi sebagai antibiotik,
tulle juga berguna merangsang proses granulasi dan memudahkan saat
melepas balutan.
5) Plester
Plester digunakan untuk fiksasi balutan dan mengatur kedudukan penis agar
bila anak kencung aliran urin memancar ke depan.
6) Obat anastesi
Obat anastesi yang banyak digunakan adalah lidokain HCL 2%. Sediaan
terdapat dalam ampul 2 cc atau vial 50 cc. Untuk anastesi infiltrasi dapat
diencerkan sampai 0,5% dengan aquades.
7) Larutan antiseptik
Dipilih salah satu dari antiseptik misalnya povidon iodin 10%, alkohol 70%,
chlorhexidine gluconate (savlon) atau triklosan.
8) Surgical gloves
Sarung tangan steril digunakan agar lapangan operasi tetap steril.
Penggunaan sarung tangan steril juga ditujukan untuk melindungi operator
dari penyakit yang ditularkan melalui darah yang mungkin diderita.
9) Spuit (disposable syringe)
Ukuran yang dipakai sebaiknya 2,5 cc, 3 cc atau 1 cc dengan jarum 23 G
atau yang lebih kecil lagi, yaitu 27 G agar lebih panjang sehingga dapat
mencapai fasia buck‘s.
a. kelengkapan ruangan
kelengkapan ruangan yang diperlukan untuk tindakan sirkumsisi antara lain
1) tempat tidur atau bed yang nyaman
2) lampu penerangan yang cukup
3) tempat sampah diletakkan dipinggir bawah meja operasi
4) bantal sebagai ganjal untuk pantat anak yang gemuk
4. Prosedur

Persiapan Tim:
a. Intrumen (non steril): memegang alat non-steril
b. Co-operator (steril): memberikan alat steril kepada operator
c. Operator (steril): melakukan setiap prosedur pembedahan

Tekhnik sterilisasi
Aseptik adalah keadaan bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit. Oleh
karena itu, perlu dilakukan upaya melalui tekhnik aseptik. Tekhnik
aseptik/asepsis/sterilisasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan infeksi. Tindakan ini meliputi antisepsis, desinfeksi dan sterilisasi.
Antisepsis adalah upaya pencegahan infeksi atau menghambat pertumbuhan

298
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya. Bahan yang digunakan
disebut antiseptik. Antiseptik harus dibedakan dengan obat seperti antibiotik yang
dapat membunuh mikroorganisme di dalam tubuh atau dengan disinfektan yang
digunakan untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada benda mati. Perlu
diperhatikan bahwa adanya reaksi atau riwayat alergi terhadap iodium. Jenis
antiseptik yang sering digunakan adalah alkohol 70%, povidone iodine,
chlorhexidine gluconate dan triclosan.
Tindakan yang dilakukan adalah dengan mengusapkan cairan antiseptik pada
lapangan operasi dan sekitarnya. Untuk memperluas permukaan steril maka
dilakukan drapping, yaitu pemakaian duk bolong steril.
Tekhnik tindakan aseptik:
1) Lipat dan jepit kasa dengan ring klem
2) Celupkan kasa tadi kedalam larutan antiseptik yang telah dituangkan dalam
kom
3) Usapkan mulai dari distal ke pangkal penis sampai seluruh batang penis
terlumuri. Usapkan kasa lainnya dari pangkal penis memutar kebagian luar
sampai daerah supra pubis, lipatan inguinal, skrotum dan terakhir femoral
media. Pengusapan secara melingkar mengarah keluar seperti pola obat
nyamuk (setrifugal).
4) Ulangi tindakan di atas jika ada bagian yang tidak terusap
5) Tutuplah lapangan operasi dengan duk bolong steril.

Tekhnik anastesi

Tindakan anastesi sangat besar peranannya pada keberhasilan sirkumsisi. Pada


anastesi lokal, dengan anastesi yang baik dapat dicapai hasil memuaskan baik secara
prosedural medis ataupun kosmetik. Kegagalan pada tindakan ini akan memberikan
kesulitan dan kompilkasi. Anastesi dapat dilakukan dalam lokal ataupun general
(narkose umum). Hal ini tergantung dari berbagai kondisi setiap individu. Anak yang
diperkirakan gelisa yang sulit untuk dilakukan khitanan pada lokal anastesi maka
narkose umum menjadi pilihan, atau dapat juga dilakukan anastesi lokal ditambah
dengan pemberian sedatif.
Ada dua tekhnik anastesi lokal yang memberikan hasil yang baik, yaitu ring

299
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

block dan penile nerve blok. Kedua cara ini masing-masing mempunyai keuntungan
dan kerugian.
1) Ring blok
Dilakukan dengan menyuntikkan obat anastesi di sekitar atau proksimal daerah
insisi dekat pangkal penis dengan maksud memblok impuls saraf-saraf yang
mempersarafi daerah di sekitar inisisi. Daerah penyuntikan disesuaikan dengan
lokasi persarafan. Secara anatomis, cabang-cabang saraf yang mempersarafi
penis berada disekitar jam 11 dan jam 1, cabang – cabangnya jugaterdapat di jam
5 dan jam 7, serta daerah frenulum. Dinamakan ring blok karena anastesi
dilakukan melingkari seluruh lingkaran penis.
Tekhnik :
a. tarik ujung preputium dan regangkan batang penis
b. identifikasi gambaran pembuluh darah superfisial ( agar pembuluh darah
tidak tertusuk yang dapat menyebabkan hematom).
c. suntikkan jarum di jam 12 miringkan terhadap batang penis. Setelah itu,
masukkan jarum sambil sudut miring diperkecil (lebih datar) sampai hampir
seluruh panjang jarum masuk. Lokasinya adalah sekitar 1/3-2/3 proksimal
batang penis dan kedalamannya sampai subkutis.
d. aspirasi, jika tidak ada darah, masukkan obat sekitar 0,2 cc sambil mencabut
jarum menelusuri jam 11,10,9 atau bisa sampai ke jam 8.
e. tanpa jarum keluar dari kulit, arahkan kembali jarum ke jam 1,2,3,4. Tusukan,
aspirasi, lalu keluarkan obat 0,2 cc sambil menarik jarum perlahan-lahan
jarum dicabut.
f. tusukkan jarum di jam 6 sambil sudut miring diperkecil (lebih datar)
g. aspirasi,jika tidak ada darah, masukkan obat sekitar 0,2 cc sambil mencabut
jarum perlahan-lahan tetapi jarum tidak sampai tercabut dari kulit.
h. miringkan jarum kearah jam 9
i. kembali tusukkan jarum menelusuri jam 7,8,9
j. aspirasi, jika tidak ada darah, masukkan obat sekitar 0,2 cc sambil mencabut
jarum perlahan-lahan tetapi jarum tidak sampai tercabut dari kulit
k. miringkan jarum ke arah jam 3
l. kembali tusukkan jarum menelusuri jam 5,4,3
m. aspirasi, jika tidak ada darah masukkan obat sekitar 0,2 cc sambil mencabut
jarum secara perlahan-lahan
n. lakukan masase
o. beberapa saat kemudian ujilah dengan cara menjepit kulit di jam 11,9,3 dan
6 dengan pinset sirurgis
p. perhatikan respon pasien
2) Penile nerve block
Bertujuan memblok semua impuls sensorik dari batang penis melalui pemblokan
nervus pudendus yang terletak di bawah fasia buch‘s dan ligamentum
suspensorium.
Tekhnik:
a. Gunakan spuit 3 cc

300
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

b. Identifikasi pangkal penis, simpisis osis pubis


c. Suntikkan jarum tegak lurus sedikit di atas pangkal penis, di bawah simpisis
osis pubis sampai menembus fasia buck‘s
Tanda – tanda jarum telah menembus fasia buck‘s:
1. Sesnsasi seperti menembus kertas
2. Jika jarum ditarik keatas, batang penis sedikit terangkat
3. Bila obat isuntikkan tidak terjadi edema
d. Aspirasi, jika tidak ada darah masukkan obat anastesi sekitar 0,5 cc
e. Jarum dicabut sedikit, miringkan sekitar 30 derajat ke arah kanan tusukkan
lagi sedikit, aspirasi, masukkkan obat sekitar 0,5 cc.
f. Jarum dicabut sedikit, miringkan sekitar 30 derajat ke arah kiri, tusukkan
lagi sedikit, aspirasi, masukkan obat sekitar 0,5 cc.
g. Masase daerah pangkal penis
h. Ujilah dengan menjepit kulit prepusium sambil memperhatikan respon anak

3) Komplikasi tindakan anastesi


Syok anafilaksis disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas type I. Terjadi
vasodilatasi perifer sehingga terjadi pengumpulan darah di perifer. Akibatnya
terjadi penurunan venous return sehungga cardiac output pun menurun.
Tanda dan gejalanya:
a. nadi cepat dan kecil,
b. penurunan tekanan darah,
c. keringat dingin,
d. lemas,
e. badan terasa melayang,
f. mual.
Penatalaksana
an :
a. letakkan pasien dalam posisi trendelenburg
b. berikan oksigen lembab 2 – 3 L/menit
c. suntikkan segera adrenalin 1:1000 sebanyak 0,3 – 0,4 ml im (sebaiknya otot
deltoid) atau subkutan (sc) dan segera dimasase, ulangi pemberian 0,3-0,4
ml adrenalin tiap 5-10 menit sampai tekanan sistolik mencapai 90 – 100
mmHg dan denyut jantung.nadi tidak melebihi 120x/menit.

301
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

d. Suntikkan :
i. Antihistamin difenhidramin 10-20 mg
j. Kortikosteroid-deksametason 4-8 mg iv (1-2 ampul)
k. Bila ada spasme bronchial, aminofilin 200-500 mg i.v perlahan-lahan.
e. Bila terjadi henti nafas, berikan nafas buatan, bila disertai henti jantung
lakukan resusitasi jantung paru (RJP).
f. Bersamaan dengan pemberian adrenalin, lakukan pernafasan buatan dan
kompresi jantung, pemasangan infus dengan kristaloid (NaCl, ringer laktat)
dengan tetesan secepat mungkin (diguyur) sampai nadi teraba.
g. Observasi dengan seksama sampai tanda-tanda vital stabil. Pasien kemudia
dirujuk untuk perawatan.

Tekhnik sirkumsisi
B. Insisi
Tekhnik insisi yang sering digunakan adalah dirsumsisi dan guillotine. Sebelum
diinsisi, dilakukan dulu penandaan sampai mana insisi akan dilakukan. Penandaan
dilakukan dengan maksud agar kulit yang dipotong tidak terlalu panjang atau
kependekan. Jika kulit dan mukosa yang dipotong terlalu panjang, maka sesudah di
hekting penis seakan tertanam, dan akan menimbulkan rasa tidak nyaman jika ereksi.
Sebaliknya jika sisanya terlalu panjang maka korona glandis atau bahkan dari glans
akan tertutup ole prepusium. Hal ini mengakibatkan penumpukan kotoran masih
terjadi. Idealnya, penandaan dilakukan saat penis ereksi, jika tidak maka tekanlah
pangkal penis sehingga batang penis berdiri. Jepitkan pinset atau klem seikitar 2 – 5
mm proksimal dari proyeksi sulkus korona glandis. Setelah itu, lepaskan kembali
tekanan pada pangkal penis.
Tekhnik insisi di antaranya:
1) Dorsumsisi
Dinakaman dorsumsisi karena insisi prepusium dimulai dengan insisi
memanjang di dorsum penis (jam 12). Tahapan tekhnik ini adalah:
a. Pasang klem di arah jam 6, 11 dan jam 1 tarik ke arah distal.

b. Masukkan ujung tumpul ke dalam dengan ujung mengarah ke atas


(menjauhi glans penis).

302
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

c. Gunting memanjang di jam 12 sampai tanda batas insisi, mukosa harus


tergunting.

d. Pindahkan kedua klem (dari jam 11 dan jam 1) ke ujung distal sayatan (jam
2 dan jam 12)
e. Dari ujung insisi jam 6 guntinglah ke kanan dan ke kiri secara melingkar
dengan arah serong menuju jam 12
f. Menggunting dapat juga dimulai dari distal sayatan jam 12 mengarah jam 6
ke kiri dan ke kanan
g. Gunting dan rapikan kelebihan mukosa
h. Pada teknik ini bisa juga memakai pinset anatomis sebagai landasan
masuknya gunting. Setelah klem dipasang di jam 11 dan jam 1, masukkan
pinset dengan arah sedikit ke atas meregang preputium sampai ujung pinset
berada di bawah tanda batas insisi yang telah di buat. Kemudia pinset dibuka
sedikit agar gunting masuk dengan mudah dan terarah.
2) Klasik (guillotine)
Disebut tekhnik klasik karena tekhnik inilah yang paling lama digunakan.
Tekhnik ini juga paling sering dipakai namun risiko terpotongnya/tersayatnya
glans lebih besar, terutama bila sayatan di bawah koher.
Tahapan tekhnik ini adalah:
a. Tandai batas insisi
b. Pasang klem di jam 6 dan jam 12 dan tarik ke distal sampai teregang
c. Urutlah glans seproksimal mungkin, dan fiksasi glans dengan tangan kiri
d. Jepitkan koher pada batas insisi yang telah dibuat dengan arah melintang
miring sejajar dengan kemiringan korona glans (sekitar 40 derajat) antara jam
12 dan jam 6 dengan posisi di jam 6 lebih distal.
e. Yakinkan glans tidak terjepit dengan cara ,engurutnya ke proksimal dan
coba digoyangkan
f. Sayat dengan bisturi, gunting atau elektrokauter cutting di bagian atas koder
g. Lepaskan koher dan kunculkan kembali glans
h. Rapikan sayatan dengan gunting, terutama jika sisa mukosa masih panjang.
C. SUTURING
Suturing atau penjahitan bertujuan untuk mendekatkan/aproksimasi tepi epitel
kulit dan sisa mukosa agar penyembuhan primer dapat terjadi. Penjahitan antara
bagian ujung sisa mukosa dan tepi kulit dilakukan setelah benar-benar yakin tidak
ada lagi perdarahan aktif. Penjahitan ini dimulai dari bagian luar sisa mukosa

303
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

mengarah ke pangkal penis untuk menembus tepi kulit dari dalam. Perlu diingat
bahwa arah penjahitan selalu menjauhi glans penis untuk menghindari trauma pada
glans. Sebelum dilakukan penjahitan, pastikan tidak ada lagi perdarahan aktif.
Lakukan pengecekan dengan balit tekan yang dilingkarkan, kemudian buka dan
perhatikan apakah masih ada perdarahan. Sebelum dilakukan penjahitan dapat juga
dibuat tali kendali di jam 12 dengan maksud agar jahitan lebih rapi dan simetris.
Tali kendali dibuat dengan menyatukan mukosa dan kulit sepanjang sekitar 6 cm
disimpulkan dan dipegang oleh klem. Sesudah hekting selesai tali kendali ini dapat
digunting dengan sisa 2 mm.
Banyaknya penjahitan tergantung pada keperluan dan dikaitkan dengan
kebutuhan kosmetik. Penjahitan ini ada beberapa macam, yaitu:
1. Penjahitan satu-satu (interrupted surture)
Adalah menghubungkan mukosa dan kulit di satu tempat saja, kemudian
pindah ke tempat lain tanpa berhubungan dengan jahitan sebelumnya.
Keuntungannya adalah lebih mudah dan tidak menimbulkan pencekikan atau
penekanan pada batang penis bila terjadi edema. Keuntungan lainnadalah jika
terjadi penyulit seperti perdarahan, hanya jahitan di daerah perdarahan saja
yang dibuka untuk mencari sumber perdarahan.
Penjahitan jenis inilah yang umumnya dilakukan. Penjahitan biasanya
dilakukan di jam 3,6,9 dan 12.
Tekhnik jahitan sebagai berikut:
a. Jahitan dilakukan dimulai dari mukosa ke arah kulit, arah gerakan jarum
sedapat mungkin selalu menjauhi glans penis
b. Tarik dan perhatikan apakah posisi kulit tetap simetris terhadap batang
penis
c. Simpulkan ujung jahitan secara reef knot.
d. Ulangi jahitan serupa dengan tekhnik yang sama di tempat yang lain.
e. Potong benang sekitar 1-2 mm
f. Dengan tekhnik yang sama jahit di jam 5
g. Jahitan dilakukan di jam 3 dan 9. Tali kendali di jam 12 dan 6 masih
dipertahankan
h. Hasil akhir dilakukan penjahitan di jam 12,4,6,8 dan 10.
2. Ligasi hekting
Lain halnya dengan di daerah lain, hemostasis di jam 6 memiliki tekhnik
yang berbeda mengingat adanya arteri yang cukup besar. Perdarahan paksa
khitan terbanyak karena kesalahan hemostasis di sini. Arteri yang terpotong
terbagi menjadi dua bagian pertama di sisa mukosa frenulum dekat glans dan
kedua di bawah kulit di jam 6 yang terpotong. Kedua bagian ini harus diligasi,
hekting karena jika hanya diligasi kemungkinan akan terlepas. Dapat juga
dilakukan koagulasi dengan elektrokauter atau laser dengan memperhatikan
jangan sampai uretrha terbakar karena di bagian frenulum letak urethra lebih
superfisial.
Jika dilakukan hemostasis dengan ligasi hekting, ada beberapa cara yang
dapat dilakukan. Dengan tekhnik ligasi ini diharapkan pembuluh darah yang

304
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

terpotong di kedua sisi yaitu sisi sisa mukosa dekat frenulum dan sisi lainnya
di bawah tepi kulit yang disayat diharapkan akan terligasi.
a. Tekhnik Matras
1) Pertama kali jarum di tusukkan dari arah luar kulit sebelah kanan dari
frenulum kemudian menyebrangi bagian dalam luka
2) Jarum masuk ke sisa mukosa dari bagian dalam dan keluar
3) Jahitan menyebrangi garis tengah untuk masuk kembali ke bawah luka
dan masuk ke kulit diseberangnya dari dalam keluar.
4) Tarik kedau ujung benang sampai tepi sayatan kulit dan tepi sayatan
mukosa bertemu. Simpul secara reef knot.
b. Tekhnik Figur of Eight
Ikatan seperti matras, tetapi disilangkan, menyerupai
angka 8. Tekhniknya adalah:
1) Tusukkan jarum pada kulit sedikit sebelah kiri rafe penis, lalu masukkan
menyilang dan keluar di sisa mukosa disisi yang berseberangan (sebelah
kanan frenulum).
2) Tusukkan kembali jarum ke sisa mukosa sebelah kiri terus masuk
menyilang keluar di kulit berseberangan (sebelah kanan rafe penis).
3) Simpulkan dengan reef knot.

MATRAS FIGURE OF 8

D. DRESSING
Dressing atau pembalutan luka praoperasi bertujuan untuk melindungi luka
operasi dari kontaminasi. Bagi sebagian pengkhitan, ada yang tidak membalut luka
paska khitan dengan tujuan agar evaporasi berlangsung lebih baik sehingga luka
cepat kering.
Luka pasca khitan adalah salah satu luka yang rawan infeksi, sebab umumnya
yang dikhitan adalah anak-anak yang biasanya belum mampu menjaga kebersihan
dengan baik dan luka khitan sering tersiram air setelah buang air kecil yang
menyebabkan terbawanya kuman oleh air dan sukar keringnya luka. Oleh karena
itu jika diperkirakan yang dikhitan tersebut sulit memelihara kebersihan, maka luka
paska khitan sebaiknya dibalut. Keuntungan dan kerugian ini benar-benar
dipertimbangkan karena infeksi dapat terjadi.

305
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

Secara umum, balutan yang digunakan terdiri dari beberapa lapisan tergantung
pada kebutuhan.
1) Lapisan antibiotik atau antiseptik
Lapisan ini bisa menggunakan tulle (sofra tulle, daryantu tulle) dipotong sesuai
luka insisi, kira-kira 1x5 cm, dibalutkan melingkari luka insisi. Lapisan ini bisa
juga diganti dengan mengolesi luka insisi dengan salep betadin, salep
tetrasiklin, salep gentamisin 0,1% atau salep kloramfenikol.
2) Lapisan kasa steril
Berupa lipatan tipis kasa steril dengan ukuran sekitar 1,5 x 8 cm atau 2x 5 cm
untuk tipe balutan cincin
3) Plester/hypafix/microfor 3 M
Gunanya untuk memfiksasi balutan yang telah dipasang, ada juga balutan yang
sudah mengandung beberapa lapisan sekaligus sehingga kita hanya tinggal
mengolesi dengan salep antibiotik/antiseptik saja. Misalnya hypafix dressing
strip. Penggunaannya sangat praktis tinggal menggunting disesuaikan dengan
ukuran penis.

E. Paska Khitan/sirkumsisi.
Seperti pada perawatan pasca operatif lainnya, perawatan paskakhitanpun tidak
berbeda. Yang membedakan adalah luka khitan relatif kecil dan pada umumnya yang
dikhitan adalah anak-anak, yang pada masa ini anak sering bermain dengan tanah atau
benda kotor lainnya. Maka perlu adanya pengawasan orang tua dalam memelihara
kebersihan lukanya.
1) Perawatan
Luka operasi sebaiknya tetap kering, minimal selama tiga hari untuk menghindari
kontaminasi. Perawatan untuk mencegah infeksi dengan penetesan iodin povidone
10% atau pembersihan luka secara rutin dengan NaCl 0,9% pada luka. Atau dapat
juga memakai salep iodin povidone yang lebih bisa bertahan lama.
Perwatan selanjutnya adalah pelepasan kasa pembalut (jika luka pascakhitan
dibalut). Pelepasan balutan ini dapat dilakukan pada hari ketiga karena pada
umumnya luka pada hari tersebut sudah kering.
2) Monitoring tanda – tanda komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan infeksi. Komplikasi
lainnya jarang ditemukan.
3) Medikamentosa
a. Antibiotik Profilaksis
Dapat diberikan antibiotik golongan penisilin, misalnya amoksisilin dengan
dosis 30-50 mg/kg BB/hari dibagi untuk 3 kali pemberian. Jika timbul infeksi
dan tidak berespon terhadap golongan penisilin dapat diberikan golongan
sefalosporin misalnya cefixime dengan dosis 8-10 mg/KgBB/Hari yang
diberikan 2 kali sehari. Golongan quonololn seperti cifrofloxacine tidak
dianjurkan diberikan pada anak karena menghambat pertumbuhan epifise.
b. Analgetik
Dapat diberikan analgetik mulai dari parasetamol dengan dosis 10-15 mg/Kg

306
BUKU KURIKULUM PTBMMKI STAF
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PTBMMKI
2019/2020

BB/pemberian (maksimal 1.200 mg/hari) tiap kali pemberian sehari 3 x, atau


golongan asam mefenamat demgan dosis 125-250 mg. Dapat juga diberikan
metampiron (antalgin) dengan dosis 3 x 125 – 250.
c. Sedatif
Dapat digunakan diazepam oral dengan dosis 0,1 – 1 mg/kg BB/hari dibagi
dalam 3-4 dosis. Dapat juga diberikan lorazepam dengan dosis pada dewasa 2
sampai 3 mg sehari dibagi dalam 3 pemberian. Tetapi ada juga beberapa
penelitian yang mengatakan lorazepam tidak dianjurkan untuk anak.

307
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Daftar Pustaka

BPP Diklat. Buku Kurikulum Pendidikan dan Latihan PTBMMKI Edisi


4.2017/2018.

308
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

MATRA
MANAJEMEN

309
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

DISASTER MANAGEMENT
TBM Bumi Gora

1. PENGERTIAN BENCANA
Bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan
oleh alam, manusia dan/atau oleh keduanya yang mengakibatkan korban
penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan
sarana prasarana dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap
tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.

2. PRINSIP
Prinsip penanggulangan bencana :
a. Cepat dan tepat
b. Prioritas
c. Koordinasi dan keterpaduan
d. Berdaya guna dan berhasil guna
e. Transparansi dan akuntabilitas
f. Kemitraan
g. Pemberdayaan
h. Nondiskriminatif

3. ORGANISASI PENANGGULANGAN BENCANA


Kelembagaan dapat ditinjau dari sisi formal dan non formal. Secara formal,
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan focal point
lembaga pemerintah di tingkat pusat. Sementara itu, focal point
penanggulangan bencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota adalah Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Dari sisi non formal, forum-forum
baik di tingkat nasional dan lokal dibentuk untuk memperkuat penyelenggaran
penanggulangan bencana di Indonesia. Di tingkat nasional, terbentuk Platform
Nasional (Planas) yang terdiri unsur masyarakat sipil, dunia usaha, perguruan
tinggi, media dan lembaga internasional.

4. MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN
Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas
yang menentang dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan
Tanggap Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini karena trauma yang
bisa terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera (kematian
segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis, intensif,

310
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

ditujuan untuk menghambat kematian kemudian, late, karena trauma yang


terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah trauma).

Menunjuk
petugas
RHA
(Rapid
Health

Assessment) merupakan pertugas yang menilai keadaan secara cepat dengan


mengumpulkan data medis, epidmiologis, dan kesling, mengnalisisnya seta
menyimpulkannya, Gunanya untuk mengajukan permintaan jumlah dan jenis
bantuan ke instansi terkait. Menunjuk petugas pelaksanan kegiatan di lapangan
dengan lokasi kerja masing – masing :
a. Komando/komunikasi/logistik: biasanya pada satu lokasi
b. Ekstrikasi
c. Triase
d. Tindakan
e. Transportasi
Dalam situasi bencana sudah pasti akan timbul korban, dari yang ringan sampai
yang berat bahkan meninggal dunia. Kondisi tersebut masih ditambah dengan
jumlah korban yang seringkali melebihi kondisi sehari-hari. Keadaan tersebut
akan mudah menimbulkan kepanikan dan kekacauan dalam penanganan
korban di rumah sakit. Pimpinan bertanggung jawab untuk mengelola sumber
daya yang dimilikinya untuk diatur dan dikoordinasikan. Disinilah diperlukan
pengorganisasian yang tepat dari semua unsur yang ada di dinas kesehatan.

311
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Dengan pengorganisasian yang efektif dan efisien maka penanganan korban


dapat dilakukan dengan lebih tertata. Inilah yang sering disebut ―order with in
chaos‖. Prinsip-prinsip pengorganisasian adalah kekacauan tidak dapat
dihindarkan untuk selalu terjadi dalam fase awal setiap kejadian bencana atau
kecelakaan. Setiap rencana operasional penanganan bencana harus berusaha
untuk memendekkan fase awal yang ―chaotic‖ atau kacau ini. Dasar Pemikiran
yaitu :
a. Rencana pengorganisasian untuk penanganan bencana harus berdasarkan
pada struktur organisasi yang sudah ada.
b. Kemungkinan kegagalan akan besar apabila dibuat struktur organisasi baru
yang berbeda.
c. Buatlah rencana yang sesederhana mungkin tapi tetap komprehensif.
d. Selalu tanamkan didalam benak kita bahwa: “Catatan perencanaan yang
menyeluruh bagus untuk persiapan dan training/pelatihan, namun
dalam kasus kegawatdaruratan hanya checklist yang akan
bermanfaat/membantu”

5. ALUR KOMUNIKASI DAN KOORDINASI


PENANGGULANGAN BENCANA
5.1. Informasi saat bencana
a. Bagan alur penyampaian informasi langsung
Infromasi awal tentang krisis pada saat kejadian bencana dar lokasi
bencana langsung dikirim ke dinkes kab/kota atau provinsi, maupun
PPK Setjen Depkes dengan menggunakan saranan komunikasi yang
paling memungkinkan pada saat itu. Informasi dapat disampaikan
oleh masyarakat, unit pelayanan kesehatan dan lain – lain. Unit
penerimaan informasi harus melakukan konfirmasi.

312
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

313
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

b. Alur penyampaian informasi penilaian kebutuhan cepat secara


berjenjang
Informasi penilaian kebutuhan cepat disampaikan secara berjenjang
mulai dari institusi kesehatan di lokasi bencana ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, kemudian diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi,
dari Provinsi ke Depkes melalui PPK dan di laporkan ke Menteri
Kesehatan. Alur informasi bisa dilihat pada bagan berikut :

c. Alur penyampaian informasi perkembangan PK-AB


Informasi perkembangn disampaikan secara berjenjangan mulai dari
institusi kesehatan di lokasi bencana ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, kemudian diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi,
dari Provinsi ke Depkes melalui PPK dan dilaporkan ke Menteri
Kesehatan. Alur informasi bisa dilihat pada bagan berikut :

314
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Tingkat Puskesmas
 Menyampaikan infromasi pra bencana ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
 Menyampaikan informasi rujuka ke RS Kabupaten/Kota bila
perlu.
 Menyampaikan informasi perkembangan bencana ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota
Tingkat Kabupaten/Kota
 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan informasi
awal bencana ke Dinas Kesehatan Provinsi.
 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan penilaian
kebutuhan pelayanan di lokasi bencana.
 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan laporan
hasil penilaian kebutuhan pelayanan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan
memberi respon ke Puskesmas dan RS Kabupaten/Kota.
 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan informasi
perkembangan bencana ke Dinas Kesehatan Provinsi.
 RS Kabupaten/Kota menyampaikan informasi rujukan dan
perkembangannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan RS Provinsi
bila diperlukan.

315
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Tingkat Provinsi
 Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan bahwa informasi
awal kejadian dan perkembangannya ke Depkes melalui PPK.
 Dinas Kesehatan Provinsi melakukan kajian terhadap laporan
hasil penilaian kebutuhan pelayanan yang dilakukan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
 Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan laporan hasil kajian
ke PPK dan memberi respon ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan RS Provinsi.
 RS Provinsi menyampaikan informasi rujukan da
perkembangannya ke Dinas Kesehatan Provinsi dan RS
Rujukan Nasional bila diperlukan.
Tingkat Pusat
 PPK menyampaikan informasi awal kejadian, hasil kajian
penilaian kebutuhan pelayanan dan perkembangannya ke
Sekretari Jendral Depkes, Pejabat Eselon I dan Eselon II
terkait serta tembusan ke Mentei Kesehatan.
 PPK melakukan kajian terhadap laporan hasil penilaian
kebtuhan pelayanan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi.
 Rumah Sakit Umum Pusat Nasional menyampaikan
informasi rujukan dan perkembangannya ke PPK bila
dipelrukan.
 PPK berserta unit terkait di lingkungan Depkes merespons
kebutuha
 Pelayanan kesehatan yang diperlukan.

5.2. Penyampaian
Informasi yang diperoleh dapat disampaikan dengan menggunakan :
a. Kurir
b. Radio Komunikasi
c. Telepon
d. Faksimili
e. E-mail
f. SMS

316
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

6. RESPON BENCANA
6.1. Pre penanganan bencana
a. Preventif
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana
maupun kerentanan pihak yang terancam bencana (UU no. 24/2007). Upaya tidak
mempertemukan bahaya dengan kerentanan/kapasitas. Upaya yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya).
Misalnya :
 Melarang pembakaran hutan dalam perladangan
 Melarang penambangan batu di daerah yang curam.
Contoh kegiatan :
 Membuat Peta Daerah Bencana
 Mengadakan dan mengaktifkan isyarat-isyarat tanda bahaya
 Menyusun Rencana Umum Tata Ruang
 Menyusun Perda mengenai syarat keamanan, bangunan,
pengendalian limbah dsb.
 Mengadakan peralatan/perlengkapan Ops. PB
 Membuat Protap, Juklak, Juknis PB.
 Perbaikan kerusakan lingkungan.
b. Kesiapsiagaan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna
(UU 24/2007). Ada 9 kegiatan dalam komponen kesiapsiagaan:
 Penilaian Risiko (risk assessment)
 Perencanaan siaga (contingency planning)
 Mobilisasi sumberdaya (resource mobilization)
 Pendidikan dan Pelatihan (training & education)
 Koordinasi (coordination)
 Manajemen Darurat (response mechanism)
 Peringatan Dini (early warning)
 Manajemen Informasi (information systems)
 Gladi / Simulasi (drilling/simulation)
Misalnya:
 Penyiapan sarana komunikasi
 Pos komando
 Penyiapan lokasi evakuasi
 Rencana Kontinjensi dan sosialisasi peraturan / pedoman
penanggulangan bencana.

317
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

6.2. Penanganan lapangan


a. Manajemen Koordinasi Lapangan
Penanggulangan masalah kesehatan di lapangan yaitu penanggulangan di
lokasi mulai dari tingkat kecamatan sampai pada tingkat kabupaten/kota
dengan memperhatikan aspek koordinasi dan kepemimpinan yang didukung
oleh sumberdaya internal dan bantuan dari luar. Koordinasi adalah upaya
menyatupadukan berbagai sumber daya dan kegiatan organisasi menjadi
suatu kekuatan sinergis, agar dapat melakukan penanggulangan masalah
kesehatan masyarakat akibat kedaruratan dan bencana secara menyeluruh
dan terpadu sehingga dapat tercapai sasaran yang direncanakan secara
efektif serta harmonis. Upaya menciptakan koordinasi yang baik merupakan
salah satu aspek kesiapsiagaan Penanggulangan Masalah Kesehatan.
Koordinasi penanggulangan masalah kesehatan ini meliputi koordinasi
internal berupa kerja sama lintas program dari sumber daya yang berbeda
(Pemerintah,Ornop, LSM, Swasta dan masyarakat) di daerah rawan
bencana. Program tersebut antara lain mengintregasikan upaya penilaian
kebutuhan kesehatan akibat bencana; pelayanan kesehatan dasar dan
spesialistik; perbaikan gizi darurat; imunisasi, pengedalian vektor, sanitasai
dan dampak lingkungan; penyuluhan kesehatan; bantuan logistik kesehatan
dan lain-lain. Koordinasi internal ini mengoptimalkan kegiatan organisasi
pemerintah, non pemerintah, LSM, dan lain lain yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab yang sama.
Kerangka Konsep Koordinasi

Koordinasi memerlukan :
 Manajemen penanggulangan masalah kesehatan yang baik.
 Adanya tujuan, peran dan tanggung jawab yang jelas dari
organisasi.
 Sumber daya dan waktu yang akan membuat koordinasi
berjalan.
 Jalannya koordinasi berdasarkan adanya informasi dari
berbagai tingkatan sumber informasi yang berbeda.

318
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Untuk memperoleh efektifitas dan optimalisasi sumber daya PMK


diperlukan persyaratan tertentu antara lain:
 Komunikasi berbagai arah dari berbagai pihak yang
dikoordinasikan.
 Kepemimpinan dan motivasi yang kuat disaat krisis.
 Kerjasama dan kemitraaan antara berbagai pihak.
 Koordinasi yang harmonis.
Keempat syarat tersebut dipadukan untuk menyusun :
 Perencanaan
 Pengorganisasian
 Pengendalian
 Evaluasi Penanggulangan Masalah Kesehatan.
 Sistem Koordinasi Penanggulangan Masalah Kesehatan

Sistem Koordinasi Penanggulangan Masalah Kesehatan


Komponen
 Badan atau media untuk berkoordinasi
 Unit atau pihak yang dikoordinasikan
 Pertemuan reguler
 Tugas pokok dan tanggung jawab yang jelas
 Informasi dan laporan
 Kerjasama pelayanan dan sarana
 Aturan (Code of conduct) organisasi yang jelas

Koordinasi Pada Saat Kedaruratan Bencana

319
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Manajemen Penanggulangan Bencana di Lapangan (Tingkat


Kabupaten/Kota)
Penanggulangan korban bencana di lapangan pada prinsipnya harus
tetap memperhatikan factor safety/ keselamatan bagi penolongnya,
setelah itu baru prosedur dilapangan yang memerlukan kecepatan
dan ketepatan penanganan, secara umum pada tahap tanggap darurat
dikelompokkan menjadi kegiatan sebagai berikut :
 Pencarian korban (Search)
 Penyelamatan korban (Rescue)
 Pertolongan pertama (Live saving)
 Stabilisasi korban
 Evakuasi dan rujukan
Upaya ini ditujukan untuk menyelamatkan korban semaksimal
mungkin guna menekan angka morbiditas dan mortalitas. Hal
dipengaruhi oleh jumlah korban, keadaan korban, geografi, lokasi,
fasilitas yang tersedia di lokasi dan sumberdaya yang ada. Faktor

320
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

lain yang juga mempengaruhi adalah : organisasi dilapangan,


komunikasi, dokumen dan tata kerja.

Koordinasi Pasca Kedaruratan/Bencana


Koordinasi dan pengendalian di lapangan pasca kerawanan bencana.
Koordinasi dan pengendalian merupakan hal yang sangat diperlukan
dalam penanggulangan dilapangan, karena dengan koordinasi yang
baik diharapkan menghasilkan output/ keluaran yang maksimal
sesuai sumber daya yang ada meminimalkan kesenjangan dan
kekurangan dalam pelayanan, adanya kesesuaian pembagian
tanggung jawab demi keseragaman langkah dan tercapainya
standard penanggulangan bencana dilapangan yang diharapkan.
Koordinasi yang baik akan menghasilkan keselarasan dan kerjasama
yang efektif dari organisasi-organisasi yang terlibat penanggulangan
bencana di lapangan. Dalam hal ini perlu diperhatikan penempatan
struktur organisasi yang tepat sesuai dengan tingkat
penanggulanganbencana yang berbeda, serta adanya kejelasan tugas,
tanggung jawab dan otoritas dari masing-masing komponen
organisasi yang terus menerus dilakukan secara lintas program dan
lintas sektor mulai saat persiapan, saat terjadinya bencana dan pasca
bencana. Kegiatan pemantauan dan mobilisasi sumber daya dalam
penanggulangan bencana di lapangan pada prinsipnya adalah :
 Melaksanakan penilaian kebutuhan dan dampak keselamatan
secara cepat (Rapid Health Assesment) sebagai dasar untuk
pemantauan dan penyusunan program mobilisasi bantuan.
 Melaksanakan skalasi pelayanan dan mobilisasi organisasi
yang terkait dalam penanggulangan masalah akibat bencana
dilapangan, mempersiapkan sarana pendukung guna
memaksimalkan pelayanan.
 Melakukan mobilisasi tim pelayanan ke lokasi bencana (On
site) beserta tim surveilas yang terus mengamati keadaan
lingkungan dan kecenderungan perubahan-perubahan yang
terjadi.
Kendala koordinasi :
 Gangguan aksesibilitas
 Gangguan keamanan
 Pertimbangan politik
 Keengganan untuk mengamati tujuan
Masalah khusus koordinasi :
 Penundaan inisiatif
 Keikutsertaan pemerintah sangat minim dengan
pertimbangan :

321
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

tidak prioritas, adanya konflik pemerintah dengan pihak lain,


badan internasional tidak sepaham dengan pemerintah, dan
perbedaan tujuan karena adanya konflik internal dalam sector
pemerintah.
 Pembagian tugas tidak berjalan
 Kerangka waktu tidak disepakati
 Pengalihan tugas
b. Pembuatan Posko, RS Lapangan, dan Ambulance Protokol
Pembuatan Posko
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian
upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tangap
darurat, dan rehabilitasi, serta rekonstruksi. Tanggap darurat
bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera
pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, serta pemulihan prasarana dan sarana. Masa
tanggap darurat bencana adalah jangka waktu tertentu yang
ditetapkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Pos Komando
Kedaruratan adalah pos komando yang dibentuk pada saat keadaan
darurat yang meliputi tahap siaga darurat, tahap tanggap darurat dan
transisi dari tahap tanggap darurat ke tahap pemulihan yang dapat
berupa pos komando tanggap darurat dan atau pos komando
lapangan dan pos pendukung yang merupakan satu kesatuan sistem
penanganan darurat. Pos Komando Tanggap Darurat Bencana
adalah institusi yang berfungsi sebagai pusat komando operasi
tanggap darurat bencana, untuk mengkoordinasikan,
mengendalikan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tanggap
darurat bencana. Pos Komando Lapangan Tanggap Darurat Bencana
merupakan institusi yang bertugas melakukan penanganan tanggap
darurat bencana secara langsung di lokasi bencana. Pos Komando
Tanggap Darurat Bencana Nasional berkedudukan di ibu kota
negara, Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Provinsi
berkedudukan di ibu kota provinsi, Pos Komando Tanggap Darurat
Bencana Kabupaten/Kota berkedudukan di ibukota kabupaten/kota
atau di tempat lain sesuai kondisi yang ada. Pada bencana skala
nasional dapat dibentuk Pos Komando Tanggap Darurat Aju di
provinsi dan pada bencana skala provinsi dapat dibentuk Pos
Komando Tanggap Darurat Aju di kabupaten/kota yang terkena
bencana. Jangka waktu keberadaan pos komando tanggap darurat
bencana bersifat sementara selama masa tanggap darurat dan

322
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

beroperasi selama 24 (dua puluh empat) jam setiap hari serta dapat
diperpanjang atau diperpendek waktunya sesuai dengan pelaksanaan
tanggap darurat.
 Persyaratan Lokasi
1. Pos Komando Tanggap Darurat Bencana dapat
menempati bangunan atau tenda.
2. Bangunan atau tenda pos komando tanggap darurat
bencana menempati lokasi yang strategis dengan
kriteria:
i. Mudah diakses oleh berbagai pihak yang terlibat dalam
kegiatan
tanggap darurat bencana.
ii. Aman dan terbebas dari ancaman bencana.
iii. Memiliki lahan parkir yang memadai.
iv. Luas lahan sekurangkurangnya 500 m2.

 Pembentukan Pos Komando (Posko)


 Informasi Kejadian Awal Bencana Informasi
Pembentukan Pos Komando Tanggap Darurat
Bencana, dapat dilakukan pada tahap siaga darurat
untuk jenis bencana yang terjadi secara berangsur-
angsur, seperti banjir dan gunung meletus, atau
segera setelah dinyatakan status bencana untuk jenis
bencana yang terjadi secara tiba-tiba, seperti tanah
longsor, gempa dan tsunami. Untuk jenis bencana
yang terjadi secara berangsur-angsur, pembentukan
Pos Komando Tanggap Darurat Bencana dengan cara
meningkatkan status Pusat Pengendali Operasi
Wilayah Provinsi/ Kabupaten/Kota. Sedangkan untuk
jenis bencana yang terjadi secara tiba tiba, proses
pembentukan pos komando tanggap darurat bencana,
dilakukan melalui 4 (empat) tahapan yang harus
dilaksanakan secara keseluruhan menjadi satu
rangkaian sistem komando yang terpadu, yaitu:

1. Informasi Kejadian Awal Bencana Informasi


Kebenaran informasi perlu dikonfirmasi dengan
pertanyaan apa, kapan, dimana, bagaimana, berapa,
penyebab, akibat yang ditimbulkan dan upaya yang
telah dilakukan serta kebutuhan yang mendesak.

323
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

2. Penugasan Tim Reaksi Cepat Penanggulangan


Bencana
i. Dari informasi kejadian awal yang diperoleh,
BPBD/SATLAK PB dan atau BNPB menugaskan
Tim Reaksi Cepat (TRC BNPB/BPBD/SATLAK
PB) tanggap darurat bencana, untuk melaksanakan
tugas pengkajian secara cepat dan tepat, serta
memberikan dukungan pendampingan dalam rangka
kegiatan tanggap darurat.
ii. Hasil pelaksanaan tugas TRC
BNPB/BPBD/SATLAK PB tanggap darurat dan
masukan dari berbagai instansi/lembaga terkait
merupakan bahan pertimbangan bagi:
Kepala BPBD/SATLAK PB Kabupaten/Kota 
status/tingkat bencana skala kabupaten/kota.

Kepala BPBD Provinsi  status/tingkat bencana


skala provinsi.

Kepala BNPB  status/tingkat bencana skala


nasional.

3. Penetapan Status/Tingkat Bencana


i. Bupati/Walikota menetapkan status/tingkat bencana
skala kabupaten/kota.
ii. Gubernur menetapkan status/tingkat bencana skala
provinsi.
iii. Presiden RI menetapkan status/tingkat bencana
skala nasional.
Tindak lanjut dari penetapan status/tingkat bencana
tersebut, maka Kepala BNPB/BPBD
Provinsi/BPBD/SATLAK PB Kabupaten/Kota sesuai
dengan kewenangannya dapat menunjuk seorang
pejabat sebagai komandan tanggap darurat bencana
sesuai status/tingkat bencana skala nasional/daerah.

4. Pembentukan Pos Komando Tanggap Darurat


Bencana Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota atas
usul Kepala BNPB/ BPBD
Provinsi/BPBD/SATLAK PB Kabupaten/Kota
sesuai status/tingkat bencana dan tingkat
kewenangannya :

324
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

i.Mengeluarkan Surat Keputusan pembentukan Pos


Komando Tanggap Darurat Bencana.
ii. Melaksanakan mobilisasi sumberdaya
manusia, peralatan dan logistic serta dana dari
instansi/lembaga terkait dan/atau masyarakat.
iii. Meresmikan pembentukan Pos Komando
Tanggap Darurat Bencana.
iv. Bilamana pemerintah kabupaten/kota atau
provinsi tidak ada BPBD, maka yang
melaksanakan pembentukan Pos Komando Tanggap
Darurat adalah instansi/ Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) yang menangani bencana.

Rumah Sakit Lapangan


 Persiapan Pendirian Rumas Sakit Lapang
Sebelum menggerakkan RS lapangan kita perlu
mengirimkan tim aju yang mempunyai pengalaman dan
kemampuan dalam pengelolaan RS lapangan. Jumlah tim aju
yang dikirim minimal 3 (tiga) orang terdiri dari tenaga teknis
yang mempunyai pengalaman dalam membangun RS
lapangan, tenaga medis dan sanitarian. Tim aju bertugas
untuk melakukan penilaian mengenai lokasi pendirian tenda
dan peralatannya. Penilaian oleh tim aju tersebut penting
untuk memastikan bahwa RS lapangan yang akan didirikan
memang didasarkan pada kebutuhan, berada di tempat yang
aman, memiliki akses yang mudah dijangkau, dan sumber air
dan listrik yang masih dimiliki paska terjadinya bencana.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan
penilaian untuk pendirian RS lapangan di lokasi bencana,
antara lain:

1. Keamanan.
Lokasi pendirian RS lapangan harus berada di wilayah
yang aman dari bencana susulan.
2. Akses.
Kemudahan akses bagi petugas dan pasien, juga untuk
mobilisasi logistik.
3. Infrastruktur.
Apakah terdapat bangunan yang masih layak dan
aman dipergunakan sebagai bagian dari RS lapangan.
Jika tidak, apakah ada lahan dengan permukaan datar
dan keras yang dapat digunakan untuk pendirian RS

325
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

lapangan. Apakah tersedia prasarana seperti sumber


air bersih dan listrik yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan operasional RSlapangan. Selain itu, perlu
pula dipertimbangkan ketersediaan bahan bakar untuk
menghidupkan genset dan kebutuhan operasional lain.
4. Sistem komunikasi.
Apakah tersedia sistem komunikasi di lokasi pendirian
RS lapangan atau apakah diperlukan sistem
komunikasi yang independen bagi RS lapangan.
Faktor komunikasi memegang peranan penting baik
untuk keperluan internal rumah sakit maupun untuk
hubungan eksternal terkait dengan pelaporan,
koordinasi dan mobilisasi tenaga dan logistik, dsb.

NB :

Contoh tenaga medis yang terlibat, antara lain:

dokter umum, dokter spesialis bedah, dokter spesialis bedah tulang, dokter
anestesi, dokter penyakit dalam, dokter spesialis kandungan, dokter spesialis
anak, dokter spesialis jiwa, perawat mahir (gawat darurat, kamar bedah,
intensif, rawat bedah), perawat anestesi, perawat umum, radiographer, tenaga
analisis laboratorium, apoteker dan asisten apoteker, ahli gizi/dietisien, tenaga

326
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Tenaga non-medis yang terlibat, antara lain:

pengemudi/supir, juru masak, tenaga administrasi, tenaga laundry, tenaga teknisi listrik dan
mesin, tenaga pembantu umum (untuk tenaga gudang, kebersihan, dll.), tenaga keamanan

Beberapa pendekatan yang dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan perhitungan


kebutuhan obat dalam situasi bencana, yaitu:

1. Melihat jenis bencana yang terjadi, misalnya bencana banjir, bencana gunung meletus,
bencana kebakaran hutan, bencana kebakaran, bencana akibat konflik (huruhara).
Berdasarkan data tersebut, kita dapat melakukan perhitungan yang relatif sesuai dengan
kebutuhan selain jenis obat yang disediakan juga dapat mendekati kebutuhan nyata.

2. Mendata jumlah pengungsi, berikut usia dan jenis kelaminnya

3. Pedoman pengobatan yang umum digunakan. Dalam hal ini sebaiknya merujuk pada
Pedoman Pengobatan yang diterbitkan oleh Depkes.

Agar penyediaan obat dan perbekalan kesehatan dapat membantu pelaksanaan pelayanan
kesehatan pada saat kejadian bencana, jenis obat dan perbekalan kesehatan harus sesuai
dengan jenis penyakit dan pedoman pengobatan yang berlaku.

Perlengkapan RS lapangan harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan,


keselamatan, kemanfaatan, dan layak pakai. Perlengkapan tersebut dapat mencakup alat medis,

327
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

 Pendirian Rumah Sakit Lapangan


Pendirian Rumah Sakit Lapangan (RS lapangan) di daerah
bencana dapat dilakukan dengan memperhatikan sarana dan
fasilitas pendukung yang dapat dimanfaatkan untuk
mendukung operasionalisasi RS lapangan seperti bangunan,
listrik, air, dan MCK atau dengan mendirikan tenda di ruang
terbuka. Tahapan dalam pendirian RS lapangan, antara lain:
1. Menetapkan tata letak (site plan) RS lapangan
berdasarkan prioritas.
2. Menyiapkan lokasi atau lahan untuk pendirian tenda
serta sarana dan fasilitas pendukung yang akan
digunakan.
3. Mempersiapkan sistem drainase untuk menghindari
genanga air.
4. Membersihkan permukaan lokasi pendirian tenda
dari benda tajam yang dapat merusak tenda, dan
apabila permukaan tanah tidak datar harus diratakan
dahulu.
5. Menyiapkan pembatas (pagar) sebagai pengaman
dan menetapkan satu pintu masuk dan satu pintu
keluar untuk membatasi keluar masuk orang yang
tidak berkepentingan.

328
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

6. Mendirikan tenda berikut secara berurutan sesuai


prioritas.
Berikut merupakan macam – macam tenda yang didirikan
pada rumah sakit lapangan :
1. Tenda Gudang
2. Tenda Unit Gawat Darurat (UGD)
3. Tenda Bedah
4. Tenda Perawatan
5. Tenda Intensive Care Unit (ICU)
6. Tenda Farmasi
7. Tenda Personel dan Administrasi
8. Tenda Laundry dan Sterilisasi
9. Tenda X-Ray
10. Tenda Processing Film
Berikut merupakan macam – macam prasarana yang
diperlukan di rumah sakit lapangan sebagai penunjang :
1. Alat – alat Kesehatan
2. Prasarana Radio Komunikas
3. Pengbangkit Daya Listrik (Generator Set)
4. Prasarana Penerangan
5. Prasarana Air Bersih
6. Prasarana Pembuangan Limbah
7. Prasarana Laundry dan Sterilisasi
8. Prasarana Pelayanan Gizi (Dapur Umum)
9. Prasarana Toilet dan Kamar Mandi
 Ambulance Protocol
1. Macam Lampu Rotator
Mobil ambulans boleh memakai lampu rotti bulat dan
light bar merah-biru atau biru-biru.
2. Bunyi Sirine dan Artinya
i. Wail  berjalan di jalur yang lurus,
ii. Yelp  berada di persimpangan,
iii. Hi-lo  kombinasi untuk mendapatkan perhatian
yang lebih efektif,
iv. Horn  memberikan peringatan lebih jika suara-
suara lainnya tidak mendapat perhatian pengguna
jalan lain.
 Tenaga Medis di Ambulans
Petugas atau tenaga medis yang dibutuhkan disesuaikan
dengan jenis ambulans.
1. Ambulans Transport

329
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Tujuan Penggunaan :
Pengangkutan penderita yang tidak memerlukan perawatan
khusus/tindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa dan
diperkirakan tidak akan timbul kegawatan selama
perjalanan.
Petugas :
Satu orang supir dengan kemampuan BHD (Bantuan Hidup
Dasar) dan berkomunikasi serta satu orang perawat dengan
kemampuan PPGD (pertolongan Pertama Gawat Darurat)
2. Ambulans Gawat Darurat
Tujuan Penggunaan :
Pertolongan penderita gawat darurat pra rumah sakit,
pengangkutan penderita gawat darurat yang sudah
distabilkan dari lokasi kejadian ke tempat tindakan definitif
atau ke rumah sakit, sebagai kendaraan transport rujukan.
Petugas :
Satu orang pengemudi dengan kemampuan PPGD dan
komuniasi, satu orang perawat berkemampuan PPGD, dan
satu orang dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS.
3. Ambulans Rumah Sakit Lapangan
Tujuan Penggunaan :
Merupakan gabungan ebebrapa ambulans gawat darurat dan
ambulans pelayanan medik beregrak. Sehari – hari berfungsi
sebagai ambulans gawat darurat.
Petugas :
Seorang pengemudi berkemampuan PPGD dan komunikasi,
seorang perawat berkemampuan PPGD atau BTLS/BCLS,
dan seorang dokter berkemampuan ATLS/ACLS.

 Peraturan Lain Khusus Ambulans


1. Memarkir kendaraannya di manapun, selama tidak
merusak hak milik atau membahayakan nyawa orang
lain.
2. Melewati lampu merah dan tanda berhenti.
3. Mendahului kendaraan lain di daerah larangan
mendahului setelah memberi sinyal yang tepat,
memastikan jalurnya aman, dan menghindari hal-hal
yang membahayakan nyawa dan harta benda.
4. Mengabaikan peraturan yang mengatur arah jalur dan
aturan berbelok ke arah tertentu, setelah memberi sinyal
dan peringatan yang tepat.

330
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

5. Batasan kecepatan yang diperbolehkan dalam


mengemudi ambulans, yaitu 60 km/jam ketika berangkat
mengambil penderita dan maksimum 40 km/jam ketika
membawa pasien di dalamnya.
6. Dan perlu digaris bawahi, jika ambulans membawa
pasien dengan penyakit jantung, sirine TIDAK BOLEH
dibunyikan. Jadi, ambulans hanya diperbolehkan
menyalakan lampu rotator saja, karena dikhawatirkan
stress akibat bunyi sirine akan berakibat fatal pada pasien
penyakit jantung.

c. Triage
Triage adalah proses khusus memilah dan memilih pasien berdasarkan
beratnya penyakit menentukan prioritas perawatan gawat medik serta
prioritas transportasi, artinya memilih berdasarkan prioritas dan penyebab
ancaman hidup. Triage merupakan suatu sistem yang digunakan dalam
mengidentifikasi korban dengan cedera yang mengancam jiwa untuk
kemudian diberikan prioritas untuk dirawat atau dievakuasi ke fasilitas
kesehatan.
Tujuan Triage
 Identifikasi cepat korban yang memerlukan stabilisasi
segera (lebih ke perawatan yang dilakukan di lapangan).
 Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan
dengan pembedahan.
 Untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa dan kecacatan.
Prinsip Triage dan Tata Cara Melakukan Triage Triage
dilakukan berdasarkan observasi terhadap 3 hal, yaitu :
 Pernapasan (respiratory)
 Sirkulasi (perfusion)
 Status mental (mental state)
Pengelompokan Triage Berdasarkan Tag Label
 Prioritas 0 (hitam)
Pasien meninggal atau cedera parah yang jelas tidak
mungkin untuk diselamatkan
 Prioritas 1 (merah)
Penderita cedera berat dan memerlukan penilaian cepat dan
tindakan medik atau transport segera untuk meyelamatkan
hidupnya.
 Prioritas 2 (kuning)
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera dan
tingkat yang kurang berat dan dipastikan tidak akan
mengancam jiwa dalam waktu dekat.

331
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

 Prioritas 3 (hijau)
Pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak
membutuhkan pertolongan segera serta tidak mengancam
nyawa dan tidak menimbulkan kecacatan.
Klasifikasi Triage
 Triage di tempat
Dilakukan ditempat korban ditemukan atau pada tempat
penampungan, triage ini dilakukan oleh tim pertolongan
pertama sebelum korban dirujuk ke tempat pelayanan medik
lanjutan.

 Triage Medic
Dilakukan pada saat korban memasuki pos pelayanan medik
lanjutan yang bertujuan untuk menentukan tingkat perawatan
dan tindakan pertolongan yang dibutuhkan oleh korban.
 Triage evakuasi
Triage ini ditunjukkan pada korban yang dapat dipindahkan
pada rumah sakit yang telah siap menerima korban, seperti
bencana massal.
6.3. Pasca Penanganan Bencana
a. Kegiatan Pelayanan Kesehatan
Bencana yang disertai dengan pengungsian sering menimbulkan berbagai
masalah, terumata masalah kesehatan masyarakat yang besar. Dalam sitausi
bencana selalu terjadi kedaruratan semua aspek kehidupan. Terjadinya
kelumpuhan pemerintahan, rusaknya fasilitas umum, terganggunya system
komunikasi dan transportasi, lumpuhnya pelayanan umum yang
mengakibatkan terganggunya tatanan kehidupan masyarakat. Jatuhnya
korban jiwa, hilangnya harta benda, meningkatnya angka kesakitan
merupakan dampak dari adanya bencana. Kebutuhan pelayanan kesehatan
tiap – tiap penduduk rentan adalah tidak sama karena mereka mempunyai
karakteristik kebutuhan pelayanan kesehatan yang berbeda. Pelayanan
kesehatan pada bayi berbeda dengan kebutuhan pelayanan kesehatan pada
penduduk lansia. Sehingga perlu kiranya untuk menggali informasi dari
masyarakat mengenai kebutuhan pelayanan kesehatan yang dharapkan oleh
para penduduk rentan atau penduduk yang beresiko tersebut berkenaan
dengan dampak kesehatan pasca bencana. Penggalian informasi, keinginan
da saran dari kelompok penduduk rentan adalah suatu proses pencarian
informasi dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang
menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia khusunya pada
kelompok penduduk yang rentan dan beresiko terkena penyakit dengan
adanya bencana tersebut. Tindakan penting yang dapat menolong

332
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

mengurangi penderitaan korban bencana adalah dengan memberikan


perlindungan, keamanan, maupun stabilisasi. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan cara memenuhi kebutuhan pengungsi dan melibatkan mereka dalam
mengatur semua aspek kehidupannya yang baru.

Mortalitas
Fasilitas kesehatan harus memiliki catatan kematian pasien termasuk
sebab kematiannya dan informasi demografi lain yang relevan.
Morbiditas
Fasilitas kesehatan yang menyediakan pelayanan kesehatan,
termasuk klinik untuk balita dan program pemberian makanan yang
selektif, haruslah memiliki catatan harian medis pasien yang
menginformasikan nama, umur, jenis kelamin, diagnosa klinis, hasil
laboratorium, dan pengobatan.
Program Kesehatan Utama
Prioritas yang seharusnya dimasukkan dalam program tanggapan
darurat adalah :
 Harus ada upaya untuk meringankan (mitigasi) dari efek
bencana yang mungkin dapat melibatkan kisaran strategi
kedokteran dan kesehatan pencegahan, termasuk
imunisasi untuk penyakit menular, perbaikan sanitasi,
personal hiegene, bahaya pembuangan limbah, kontrol
vektor dan cacing, kontrol imigrasi dan bea cukai,
pendidikan dan peringatan dini masyarakat.
 Kesehatan reproduksi perihal keselamatan ibu yang
meliputi persalinan dan antenatal care (ANC).
 Meningkatkan kapasitas yang meliputi :
1. Pendidikan kesehatan
2. Pengelolaan logistik obat – obatan
3. Pelayanan laboratorium
4. Informasi sektor vital seperti : Persediaan air minum,
persediaan kakus per orang, jumlah populasi dengan
penampungan yan memadai, jumlah sabun yang
disediakan untuk setiap orang perbulannya,melaksanakan
kontrol vector
5. Makanan dan Gizi
Respon cepat yang diambil adalah :
i. Memperkirakan keadaan kesehatan dan
gizi secepat mungkin
ii. Menjamin tersedianya makanan, transportasi,
penyimpanan, minyak goreng, dan peralatan
memasak.

333
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

iii. Mengatur program pemberian makanan bagi


pengungsi
iv. Mengawasi jalannya program dan buat perubahan
jika diperlukan.
6. Air
Respon cepat yang diambil adalah :
i. Menghitung kebutuhan dan kemungkinana suplai air
ii. Menilai kualitas dan kuantitas sumber air
iii. Menjaga sumber – sumber air yang ada dari polusi
iv. Membangun sumber – sumber air dan sistem
penyimpanan serta distribusi untuk menjamin air bersih
yang cukup
v. Menguji kualitas air
vi. Membentuk infrastruktur untuk operasi dan
pemeliharaan air
vii. Jika sumber air lokal tidak bisa menyediakan air
dalam jumlah tertentu (minimum) dalam waktu
cepat, para pengungsi sebaiknya dipindahkan.

7. Kesehatan Lingkungan
Respon cepat yang diambil adalah :
i. Mengumpulkan tinja pada satu tempat dan mencegah
pencemaran terhadap sumber – sumber air.
ii. Menentukan tempat – tempat yang berpotensi untuk
pembutan sarana sanitasi
iii. Menentukan metode pembuangan tinja, sampah dan
air limbah.
iv. Mengendalikan vektor yang mengancam kesehatan,
seperti nyamuk, lalat, kutu, binatang kecil, tikus, dan hama
lainnya.
v. Merencanakan tim sanitasi untuk membangun dan
memelihara prasarana.
vi. Mendirikan pelayanan pengendalian ancaman hama
vii. Membentuk sistem pemantauan untuk smeua
pelayanan kesehatan lingkungan
viii. Memasukkan kebersihan lingkungan sebagai
bagian pendidikan kesehatan
ix. Mengendalikan debu dengan cara menyiram jalan
dan membatasi lalu lintas
x. Mengendalikan air limbah dan menyediakan salutan
pembuangannya.
b. Trauma Healing

334
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Pemulihan dari trauma membutuhkan waktu, berusaha meluangkan waktu


untuk diri anda, jangan terlalu memaksa proses penyembuhan dan
bersabarlah dalam melewati langkah – langkah pemulihan. Terkait dengan
penanganan trauma (trauma healing) terdapat metode sederhana antara lain:
 Jangan mengisolasi diri. Usahakan untuk menjalani
hubungan dengan orang lain dan hindari mengabiskan waktu
sendiri.
 Mintalah bantuan kepada anggota keluarga, teman,
konselor, atau pemuka agaman yang bisa anda percaya.
 Kesehatan, banyaklah istirahat, berolah raga teratur, dan
makan teratur. Hindari alkohol dan obat terlarang. Alkohol dan
obat terlarang dapat memperburuk symptom trauma dan
memperburuk perasaan – perasaan depresi, kecemasan, dan isolasi.
 Lakukan pelepasan emosi, jangan tahan tangisan,
mengangislah sampai puas. Pelepasan emosi secara fisik dapat
membantu mengurangi beban.
 Apabila masalah tidak juga menghilang dan korban
merasa terbebani, itu pertanda bahwa korban memerlukan
bantuan profesional untuk membantu menangani masalahnya

335
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

DAFTAR PUSTAKA

BNPB. 2010. Pedoman Pembentukan Pos Komando Tanggap Darurat Bencana.


http://www.gitews.org/tsunamikit/en/E6/further_resources/national_
level/peraturan_kepala_BNPB/Perka%20BNPB%2014
2010_%20Pedoman%20Pembentukan%20Pos%20Komando%20Tanggap
%20 Darurat%20Bencana.pdf diakses pada 2 Januari 2015
BNPB. 2016. Sistem Penanggulangan Bencana.
http://www.bnpb.go.id/pengetahuan bencana/sistem-penanggulangan-bencana
diakses pada 2 Januari 2016
Depkes RI. Pedoman Koordinasi Penanggulangan Bencana Di Lapangan.
http://www.depkes.go.id/resources/download/penanganan
krisis/pedoman_koordinasi_penanggulangan_bencana_di_lapangan.pdf
Depkes RI. 2008. Pedoman Pengelolaan Rumah Sakit Lapangan Untuk Bencana.
http://www.depkes.go.id/resources/download/penanganan-krisis/
pedoman_rumah_sakit_lapangan_untuk_bencana.pdf diakses pada 2
Januari 2016
ID Medis. 2014. Triase Gawat Darurat Lengkap PPGD.
http://www.idmedis.com/2014/03/triase-gawat-darurat-lengkap-ppgd.html diakses
pada 2 Januari 2016
FK UNAND. 2013. Manajemen Bencana Alam.
http://fk.unand.ac.id/images/SL_Blok_4.3_A.pdf diakses pada 2 Jnuari
2016
Khazanah. 2010. Trauma Healing. http://kepri.kemenag.go.id/file/
file/Prospek06/vzht1386575650.pdf diakses pada 2 Januari 2016
Menkes RI. 2006. Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisi Akibat
Bencana. http://dinkes.surabaya.go.id/portal/files/kepmenkes/
Kepmenkes%20064.pdf diakses pada 3 Januari 2016
Pusat Studi Kebijakan dan Sosial. Pengelolaan Kesehatan Masyarakat Dalam
Kondisi Bencana. http://johana.staff.ugm.ac.id/wp
content/uploads/chpss_3.pdf diakses pada 2 Januari 2016

PUSDIKLAT. Manajemen Bencana Jejaring Untuk Penanggulangan Bencana.


http://www.pusdiklat
aparaturkes.net/Downloads/Diklat%20Kepemimpinan/Pelatihan%20PKP
%20
Kepala%20Dinkes/MODUL.4%20PKP%20KADINKES/B.%20Manajeme
n%
20Bencana/Pokok%20Bahasan%204%20Jejaring%20untuk%20Penanggul
ang an%20Bencana/File%20Materi/PB44B1.PDF diakses pada 2 Januari 2016

336
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Siswantobp. Peran SOP Dalam Mitigasi dan Penanganan Bencana.


http://wiki.openstreetmap.org/w/images/7/73/Mitigasi-bencana.pdf diakses
pada 2 Januari 2016
Wihayanti, Punik M, et al. 2010. Analisis Kebutuhan Pelayanan Kesehatan
Penduduk Rentan Pasca Bencana Erupsi Merapi di Desa Mranggen Kecamatan
Srumbing Kabupaten Magelang Jawa Tengah.
http://dppm.uii.ac.id/dokumen/proposal/merapi/RE_PUNIK_MUMPUNI.
pdf diakses pada 2 Januari 2016

337
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

MANAJEMEN OPERASIONAL LAPANGAN


TBM Bumi Gora

1. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan kita sehari-hari baik itu dijalani secara individu/personal
maupun secara berkelompok/berorganisasi membutuhkan rencana-rencana
dalam mencapai tujuan. Rencana telah disusun secara umum atau detail tanpa
didukung kemampuan menajemen (kemampuan menajerial
seseorang/sekelompok orang) sulit untuk dilaksanakan dalam perwujudan
tujuan rencana tersebut, begitupun sebaliknya. Berorganisasi membutuhkan
menajemen yang jauh lebih kompleks agar tercapai tujuan mereka.
Kemampuan memanage dalam pelaksanaan, pengontrolan dan evaluasi sebuah
rencana yang telah disusun dengan baik menentukan hidup matinya organisasi.
Meskipun demikian langkah awal senantiasa dimulai dari bagaimana
organisasi mampu menyusun perencanaan.

2. PERENCANAAN
Perencanaan bisa didefinisikan sebagai melaksanakan proses penilaian
keadaan, menentukan tujuan jangka pendek, dan tujuan jangka panjang dan
tindakan – tindakan yang harus dilaksanakan untuk mencapainya.Sehingga
perencanaan penting dilakukan baik sebelum maupun sesudah keadaan yang
tak terkendali. Dan perencanaan operasi harus didasarkan pada kebutuhan yang
terinci dan penilaian akan sumber daya. Adapun klasifikasi Rencana, yaitu :
a. Rencana Operasi (Operation Planning)
b. Rencana Cadangan (Alternative Planning)
Kedua tipe rencana tersebut jika digabung maka disebut sebagai master
planning, sehingga dapat menciptakan kondisi terkendali dan mengantisipasi
kondisi yang tak terkendali. Kesimpulannya rencana operasi tanpa rencana
cadangan akan terjebak dalam keadaan yang tak terkendali, begitupun dengan
rencana cadangan tanpa rencana opersi akan menjadi jasad sebuah ide.

3. UNSUR-UNSUR RENCANA OPERASI


3.1 Nama Instansi
3.2 Nama Kegiatan
3.3 Waktu Pelaksanaan
3.4 Jenis Kegiatan
3.5 Tempat Kegiatan
3.6 Tujuan
a. Tujuan Khusus

338
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

b. Tujuan Umum
3.7 Identifikasi dan Penetapan Sumber Daya
a. Man Power
1. Jumlah
2. Job description
b. Method
1. Internal
2. Eksternal
c. Material
1. Sarana transport
2. Peralatan medis dan obat – obatan
3. Perlengkapan medis tim dan pribadi

d. Money
1. Dana BPP
2. Dana pribadi
e. Rule
1. Etika tim medis (khusus RO tim medis)
2. Surat kesepakatan
f. Information
1. Keadaan medan
2. Iklim dan cuaca
3. Keadaan sosial budaya masyarakat
g. Time
1. Waktu (time schedule)
2. Tempat
3.8 Objek Sasaran
a. Panitia
b. Peserta
c. Masyarakat
3.9 Target Kegiatan
Prinsip : SMART (Spesific, Measureable, Achieveable, Reality, Time Based)
3.10 Standar Keberhasilan
Prinsip : 4EP (Ekonomis, Etis, Efektif, Efisien, Produktif)
3.11 Skenario Lapangan
a. Time schedule tim
b. Rencana operasi lapangan
3.12 Alternative Planning
a. Sistematis
b. Realistis

339
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

4. AKSI DAN KONTROL


4.1 Rencana Operasi (Operating Planning)
Rencana operasi merupakan sebuah alat manajemen yang vital yang
pembuatannya haru didasarkan pada berbagai masalah, kebutuhan –
kebutuhan, dan penilaian ketersediaan sumber daya.
a. Membuat Rencana Operasi
Hal yang pertama dilakukan ialang ‗kenali masalah dengan pertanyaan‘ lalu
diikuti dengan :
1. Menentukan prioritas program
2. Menentukan tujuan
3. Mengidentifikasi sumber daya yang tersedia
 Men power (manusia: kemampuan, jumlah, dan psikologis)
 Material (sarana : peralatan dan perlengkapan)
 Method (metode/tata kerja)
 Money (pendanaan)
 Rules (aturan, etika)
 Information (keadaan medan, iklim, cuaca, dll)
 Time (waktu)
4. Merinci tindakan – tindakan yang perlu diambil oleh mereka yang
bertanggung jawab atas berbagai sektor dalam operasi tersebut
b. Tugas Rencana Operasi
1. Mengevaluasi rencana – rencana yang sudah ada dan keterangan dalam
rencana cadangan.
2. Melakukan penilaian atas masalah – masalah, berbagai kebutuhan,
mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan mendesak yang belum
terpenuhi.
3. Tentukan tujuan keseluruhan.
4. Perjelas asumsi – asumsi rencana operasi.
5. Tentukan langkah – langkah kerja untuk mencapai tujuan keseluruhan.
6. Menentukan tujuan dan langkah – langkah tindakan untuk mencapai
tujuan pada tingkat sektoral.
7. Mengalokasikan tanggung jawab.
8. Menentukan mekanisme – mekanisme kerja sama.
9. Menentukan mekanisme pengaturan.
10. Mencatat dan mensosialisasikan rencana, memantau kemajuan,
melakukan koreksi tindakan dan mengatur serta merevisi rencana.
c. Melaksanakan Tugas Rencana Operasi
1. Senantiasa mempersiapkan diri atau tim bahwa ada kecenderungan untuk
menunda perencanaan operasi oleh karena ketiadaan informasi (masih
lebih baik keterbatasan informasi) dan karena kebutuhan akan sumber
daya yang mendesak yang dapat dipenuhi tanpa sebuah rencana.

340
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

2. Rencana cadangan harus menggunakan hasil rencana cadangan untuk


menghadapi keadaan yang kurang terkendali, dan menyiapkan rencana
operasinya. Pertimbangkan bahwa beberapa hal dalam rencana
cadangan akan dijelaskan seiring dengan perjalanan waktu.
3. INGAT ! RENCANA OPERASI YANG PALING EFEKTIF ADALAH
YANG DIKEMBANGKAN OLEH ATAU DENGAN MEREKA
YANG AKAN MELAKSANAKAN RENCANA TERSEBUT.
Maksudnya adalah semua faktor yang mempengaruhi rencana operasi
harus diseimbangkan (mengutamakan isu-isu yang penting) agar mudah
menyusun rencana operasi dalam waktu singkat sehingga tidak menjadi
kadaluwarsa sebelum dilaksanakan dan tidak bertele-tele agar mudah
diperbaharui.
4. INGAT ! RENCANA OPERASI MERUPAKAN SEBUAH PROSES.
Maksudnya adalah rencana operasi harus terus menerus diperbaharui
seiring perkembangan keadaan, pelaksanaan rencana harus dipantau dan
mengambil tindakan untuk mengoreksi hal-hal yang salah, disesuaikan
dan direvisi.
4.2 Rencana Cadangan (Alternative Planning)
Rencana cadangan merupakan proses perencanaan ke depan, dalam keadaan
yang penuh dengan ketidakpastian, keadaan dimana sudah disepakati berbagai
skenario dan tujuan, tindakan – tindakan menajerial dan teknis sudah
terdefinisikan, dan sistem – sistem tanggapan potensial sudah diatur
pelaksanannya guna mencegah, atau menanggapi keadaan tidak atau kurang
terkendali. Berdasarkan definisi diatas, maka hal yang penting untuk
menganggap rencana cadangan merupakan sebuah proses perencanaan seperti
halnya rencana operasi, dimana sekelompok orang atau organisasi untuk selalu
bekerjasama terus menerus agar dapat merumuskan tujuan – tujuan dan
mendefinisikan tanggung jawab dan tindakan – tindakan baik bersifat
manajerial ataupun teknis sehingga dapat membentuk sebuh sistem tanggapan
potensial. Rencana cadangan membangun kapasitas organisasi dan harus
menjadi dasar bagi perencanaan operasi dan tanggapan terdahap kedaan yang
tidak atau kurang terkendali. Karena tanpa rencana cadangan sebelumnya,
banyak waktu yang terbuang untuk membuat rencana guna menanggapi
keadaan yang tak terkendali.
a. Waktu untuk merencankan sebuah rencana cadangan
Tidak ada aturan waktu untuk kapan memulai, kecuali bila tidka ada
informasi Langkah awal menyusun rencana cadangan 1. LAKUKAN!
Penilaian Awal sebagai tanggapan terhadap ,peringatan dini‟ yaitu langkah
pengumpulan, analisa dan penggunaan informasi untuk lebih mendalami
pemahaman mengenai keadaan terkini dan kemungkinan kemungkinan
yang akan terjadi, seperti angket, inspeksi visual, agenda acara, pengalaman,
dan lain – lain. Meskipun penilaian awal telah dilaksanakan, JANGAN

341
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

HENTIKAN PENILAIAN sebab penilaian susulan sangat erat kaitannya


dengan penilaian awal yang akan menjadi dasar untuk menyusun rencana
operasi.
b. Prinsipnya : PENILAIAN YANG LEBIH RINCI AKAN MENYUSUL
SEIRING PERKEMBANGAN KEADAAN DAN KEBUTUHAN AKAN
SUMBER DAYA; PENILAIAN TIDAK PERNAH BERHENTI.
c. JANGAN!
Tunda dalam menyusun rencana cadangan, karena tidak ada peraturan
kapan persisnya rencana cadangan dimulai di susun, kecuali dalam kondisi
―kegamangan‖ atau kebingungan akibat ketiadaan informasi. Makanya,
―AMATLAH BAIK UNTUK MERENCANAKAN YANG TIDAK
PERLU DARIPADA TIDAK MERENCANAKAN HAL YANG PERLU‖
d. LAKUKAN!
Pertemuan-pertemuan sesering mungkin baik itu pertemuan besar ataupun
kecil (bedasarkan peserta pertemuan) agar dapat mencegah rencana
cadangan yang statis yang cenderung akan kadaluwarsa dan menciptakan
rasa aman yang semua. Dengan terus menerus menelaah dan
memperbaharui tolok ukur kesiapan perencanaan secara berkala, maka
tolok ukur kesiapan yang sudah dilaksanakan dapat terus dipertahankan.

342
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Kepala Badan Sar Nasional Nomor Pk. 6 Tahun 2015 Tentang
Rencana Strategis Badan Sar Nasional Tahun 2015 – 2019
Http://Basarnas.Go.Id/Repository/Documents/Regulasi/5b74d411b555594
0c4c45236be3f8f41.Pdf
Rencana Strategis Badan Sar Nasional Tahun 2010-2014
Http://Basarnas.Go.Id/Repository/Documents/Regulasi/0ddf0be2081a29fd8e6dac
1a310f65c2.Pdf

343
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

MATRA
PENUNJANG

344
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

NAVIGASI DARAT
1. DEFINISI
Navigasi adalah pengetahuan untuk mengetahui tentang keadaan medan
yang akan dihadapi, posisi kita di alam bebas dan menentukan arah serta
tujuan perjalanan di alam bebas. Navigasi dibagi menjadi tiga, yaitu :
• Navigasi udara
Navigasi yang digunakan oleh petugas yang berkecimpung dan
berkaitan dengan kedirgantaraan.
• Navigasi laut
Navigasi yang digunakan oleh petugas yang
kegiatannya berkecimpung dibidang kelautan.
• Navigasi darat
Navigasi yang digunakan untuk kegiatan di darat. Navigasi darat
merupakan teknik menentukan posisi dan arah lintasan di peta
maupun pada medan sebenarnya (khususnya di daratan).

2. PERLENGKAPAN NAVIGASI DARAT


A. Alat tulis, terdiri dari :
 Buku tulis
 Pensil, rautan dan penghapus
 Pena
 Penggaris (segitiga dan busur derajat)
B. Peta Topografi
C. Kompas
Kompas adalah alat penunjuk arah. Karena sifat kemagnetikannya,
jarum kompas akan selalu menunjukkan arah utara-selatan, tapi arah
utara yang ditunjukkan oleh jarum kompas tersebut adalah arah
utara magnetis bumi.

D. Busur Derajat
Pada pemakaiannya, busur derajat sudah jarang digunakan karena
sekarang ada alat yang namanya protactor, rumer yang fungsinya
sama dan di dalamnya ada pembagian karvak dalam beberapa skala
peta.

E. Curvimeter
Curvimeter adalah alat untuk menghitung jarak horizontal pada rute
lintasan yang berkelok-kelok di peta.

F. Altimeter

345
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Altimeter adalah alat pengukur ketinggian yang bisa membantu


pengguna menunjukkan posisi dengan melihat garis ketinggian
(kontur) pada peta topografi yang sedang kita gunakan. Pada medan
gunung yang tinggi, kompas sering tidak digunakan, dan altimeter
akan lebih bermanfaat. Dengan melewati pegunungan yang sudah
kita kenal maka kita dapat mengetahui posisi (ketinggian) di peta.
Namun yang harus kita lakukan sebelum altimeter kita gunakan
harus di kalibrasi dengan benar.

G. Pedometer
Pedometer adalah alat untuk mengukur langkah kaki, namun alat
yang letaknya di pinggang ini jarang digunakan atau sebatas
pelengkap saja.

H. Protaktor dan rumerator. Alat untuk membatu menunjukan satuan


koordinat dipeta berbagai skala, baik Co Gride maupun Co
Geografis, dan juga bisa pengganyi busur derajat.

3. PETA TOPOGRAFI
Peta adalah gambaran seluruh atau sebagian dari permukaan bumi yang
diproyeksikan pada bidang datar dengan perbandingan atau perkecilan
tertentu yang disebut skala. Menggunakan warna, simbol, dan label untuk
mewakili fitur yang ditemukan pada permukaan bumi. Representasi yang
ideal akan terwujud jika setiap fitur dari daerah yang dipetakan dapat
ditunjukkan dalam bentuk yang benar. Untuk dapat dimengerti, peta harus
diwakili dengan tanda konvensional dan simbol. Pada navigasi darat
menggunakan jenis peta topografi (skala 1:10.000/1:5.000) karena
mempunyai banyak keistimewaan yaitu relief permukaan bumi, hutan,
pemukiman, jaringan jalan, sungai, sawah dan lainnya.

346
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 1. Peta topografi

Peta Topografi berasal dari bahasa yunani, “topos” berarti tempat atau
lapangan, “graphos” berarti gambaran atau catatan. Peta topografi yaitu
peta yang menggambarkan suatu tempat di permukaan fisik bumi yang
dinyatakan dengan garis-garis ketinggian atau garis kontur dan disertai
berbagai keterangan secara rinci mengenai daerah yang terpetakan.
Karakteristik unik yang membedakan peta topografi dari jenis peta lainnya
adalah peta ini menunjukkan kontur topografi atau bentuk tanah di samping
fitur lainnya seperti jalan, sungai, danau, dll. Karena peta topografi
menunjukkan kontur bentuk tanah, maka peta jenis ini merupakan jenis peta
yang paling cocok untuk kegiatan outdoor dari peta kebanyakan. Isinya
terdiri dari 4 ciri, yakni : relief (ketinggian), perairan (seperti sungai
danau), tumbuhan (hutan, semak, kelapa) dan hasil budaya manusia
(jalan raya, bangunan, jembatan). Peta topografi memiliki beberapa bagian
yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

347
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

• Judul Peta
Identitas yang tergambar pada peta, judul peta menyatakan lokasi
yang bersangkutan, sehingga lokasi yang berbeda akan mempunyai
judul yang berbeda pula. Judul peta biasanya ada di bagian tengan
atas.

Keterangan Pembuatan
Informasi mengenai pembuatan peta, tahun pembuatan, dan instansi
pembuat. Dicantumkan di bagian kiri bawah peta. Setiap peta
terutama peta topografi selalu mencamtumkan data tahun
pembuatannya karena sangat diperlukan untuk menghitung sudut
variasi magnetisnya. Kutub magnetis selalu berubah setiap
tahunnya. Ini disebabkan oleh rotasi bumi. Di Indonesia biasanya
kutub magnetis peta topografinya selalu bergeser ke arah timur,
variasi ini dinamakan ‗deklinasi‘ dan sangat berpengaruh terhadap
perhitungan dalam menggunakan peta dan kompas.
• Nomor Peta
Nomor peta biasanya dicantumkan di sebelah kanan atas peta. Selain
sebagai nomor registrasi dari badan pembuat, nomor peta juga
berguna sebagai petunjuk jika kita memerlukan peta daerah lain di
sekitar suatu daerah yang terpetakan. Biasanya di bagian bawah
disertakan pula lembar derajat yang mencantumkan nomornomor
peta yang ada di sekeliling peta tersebut.
• Pembagian Lembar Peta
Merupakan penjelasan nomor-nomor peta lain yang tergambar di
sekitar peta yang digunakan, bertujuan untuk memudahkan
penggolongan peta bila memerlukan interpretasi suatu daerah lebih
luas.

• Sistem Koordinat
Koordinat adalah kedudukan sesuatu titik pada peta, yang
merupakan pertemuan garis tegak dan mendatar dari suatu lembaran
peta topografi. Sistem koordinat yang resmi ada dua macam :

a. Sistem koordinat Geografis. Sumbu yang di gunakan adalah


garis bujur (bujur barat dan bujur timur) yang tegak lurus
terhadap katulistiwa, dan garis lintang (lintang utara dan lintang
selatan) yang sejajar dengan katulistiwa. Koordinat geografis
dinyatakan dalam satuan derajat (◦), menit (‗), dan detik (―).
b. Sistem koordinat Grid, dinyatakan terhadap sumbu X (absis) dan
sumbu Y (ordinat). Dalam koordinat grid, kedudukan suatu titik
dinyatakan dalam ukuran jarak terhadap suatu titik acuan
(datum). Koordinat grid yang lazim di peta adalah koordinat grid

348
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

UTM (Universal Transverse Mercator) sumbu yang di gunakan


adalah sumbu X dan Y. Garis horizontal diberi nomor urut dari
barat ke timur/kiri ke kanan (sumbu X). Garis vertikal diberi
nomor urut dari selatan ke utara / bawah ke atas (sumbu Y).
Sistem koordinat grid mengenal penomoran 4,6,8 dan 14 angka.
Untuk daerah yang luas dipakai penomoran 4 atau 6 angka, dan
untuk daerah yang lebih sempit/detail dengan penomoran 8 atau
14 angka. Koordinat grid 14 angka, terdiri dari 7 angka absis (X)
dan 7 angka ordinat (y).
Di dalam navigasi darat sistem yang sering digunakan adalah sistem
koordinat grid, karena dapat dicapai ketelitian titik koordinat yang
lebih tinggi dibanding sistem koordinat gartikule/geografis. Cara
pembacaanya selalu dari barat ke timur (kiri ke kanan) kemudian
dari Selatan ke Utara (bawah ke atas) sehingga dikenal dengan
istilah KIKA-BATAS. Sistem ini dapat dibagi beberapa cara
pembacaan yaitu 4 angka, 6 angka, 8 angka, dan seterusnya.
Karvak
Garis khayal vertikal dan horizontal pada peta yang membagi area dengan
luas yang sama yaitu 1 km2 pada medan sebenarnya. Langkah untuk
menetukan karvak adalah sebagai berikut :
➢ Judul Peta dan Lembar Peta
➢ 2 angka terakhir dari paling kiri dari Absis (X)
➢ 2 angka terakhir dari paling bawah dari ordinat (Y)

Apabila daerah yang dimaksud lebih dari 2 karvak maka cara


penyebutannya : Nomor Peta, KV Garis Tegak 52 sampai dengan 54, Garis
Datar 25 sampai dengan 27 atau KV GT 52-54 GD 25-27.

Gambar 2. Karvak

349
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

• Skala
Skala atau kedar peta merupakan perbandingan antara jarak dua titik
di peta dengan jarak dua titik di lapangan dalam satuan yang sama.
Ini untuk menentukan jarak antara obyek atau lokasi pada peta,
ukuran area tertutup, dan dapat mempengaruhi jumlah detail yang
ditampilkan. Menurut kategorinya, skala peta dibagi ke dalam tiga
kategori (skala kecil, menengah dan besar). Penjabarannya adalah
sebagai berikut :

 Skala kecil. Peta dengan skala 1:1.000.000 dan lebih kecil


digunakan untuk perencanaan umum dan untuk studi
strategis. Peta skala kecil standar memiliki skala
1:1.000.000. Peta ini meliputi area yang sangat besar dengan
mengorbankan detail.
 Skala menengah. Peta dengan skala lebih besar dari
1:1.000.000 tetapi lebih kecil dari 1:75.000 digunakan untuk
perencanaan operasional. Peta ini mengandung detail dengan
jumlah sedang. Peta skala menengah standar memiliki skala
1:250.000. Ada juga peta dengan skala 1:100.000.
 Skala besar. Peta dengan skala 1:75.000 dan lebih besar
digunakan untuk perencanaan taktis, administrasi, dan
logistik (peta atas pada Gambar 2-1). Peta jenis inilah yang
sering ditemukan dan digunakan pihak militer. Peta skala
besar standar 1:50.000, namun banyak daerah telah
dipetakan dengan skala 1:25.000.
Berdasarkan penulisannya, skala dapat dibedakan menjadi skala
angka dan skala garis.

 Skala angka. Contohnya penulisan skala 1:10.000 berarti 1


cm di peta, mewakili 10.000 cm (100 meter) pada jarak
sebenarnya.
 Skala garis. Skala garis adalah adalah garis yang dibagi
dalam sejumlah perbandingan satuan pengukuran. Misalnya,
Tiap bagian sepanjang balok mewakili 1 km jarak horizontal
sebenarnya.

Gambar 3. Skala garis

• Arah peta
Arah peta adalah arah utara pada peta. Arah peta yang perlu
diperhatikan adalah arah utara peta dengan cara memperhatikan arah

350
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

huruf-huruf tulisan pada peta yang juga berarti arah utara peta.
Terdapat 3 macam arah utara yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

 Utara peta atau grid north (UP atau GN). Utara peta adalah
arah utara yang ditunjukan garis koordinat tegak peta ke
arah atas.
 Utara sebenarnya atau true north (US atau TN), merupakan
arah yang menunjukkan kutub utara bumi (utara geografis)
dilambangkan dengan simbol bintang karena segaris
dengan bintang (kutub) utara, dikenal pula sebagai utara
astronomis.
 Utara magnetik atau magnetic north. Utara magnetik (UM)
adalah arah yang menunjukkan kutub utara magnetik
bumi, dilambangkan dengan jarum atau mata panah. Kutub
utara magnetik bumi letaknya tidak bertepatan dengan
kutub utara bumi. Utara magnetik ditunjukkan oleh jarum
magneti kompas, biasanya disebut juga dengan utara
kompas (UK). Untuk keperluan yang lebih menuntut
ketelitian, perlu di perhitungkan adanya iktilaf peta, iktilaf
magnetis, deviasi. Penjabarannya adalah sebagai berikut :
 Iktilaf peta atau konvergensi meridian, merupakan sudut
yang dibentuk utara sebenarnya dengan utara peta.
 Iktilaf magnetik atau deklinasi, merupakan sudut yang
dibentuk utara sebenarnya dengan utara magnetik
 Iktilaf utara peta-utara magnetik atau deviasi, merupakan
sudut yang dibentuk utara peta dengan utara magnetik.
• Garis kontur
Garis kontur adalah garis khayal yang berkelok-kelok tak beraturan
dan tertutup, menghubungkan beberapa titik yang mempunyai
ketinggian sama dari permukaan laut. Pada medan sebenarnya,
permukaan bumi merupakan suatu bidang yang tidak rata. Hal
tersebut disebabakan karena terdapat gunung, lembah, jurang,
sungai, laut, tebing dan lainnya (disebut relief). Tidak ratanya relief
tersebut, menyebabkan perlunya kontur yang dapat memberikan
gambaran tentang tidak ratanya suatu medan di atas peta dan
sekaligus kita dapat membayangkan bentuk medan yang
sebenarnya. Adapun sifat garis kontur adalah sebagai berikut :

 Tidak pernah terputus (selalu tertutup)


 Tidak bercabang
 Tidak pernah berpotongan, kecuali bila menggambarkan
lereng terjal yang vertical atau menonjol (over hang).

351
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

 Garis kontur dengan ketinggian yang lebih rendah selalu


mengelilingi garis kontur dengan ketinggian yang lebih
tinggi,kecuali pada kawah atau danau.
Beda ketinggian antara dua garis kontur adalah tetap walaupun
kerapatan kedua garis kontur itu berubah-ubah.

 Daerah datar mempunyai garis kontur jarang-jarang,


sedangkan daerah terjal atau curam mempunyai garis kontur
yang rapat.
 Punggungan gunung atau bukit terlihat di peta sebagai
rangkaian kontur berbentuk huruf ―U‖ yang ujungnya
melengkung menjauhi puncak C. Lembah terlihat di peta
sebagi rangkaian kontur berbentuk huruf ―V‖ yang ujungnya
tajam dan menjorok ke arah puncak.
 Angka (harga kontur / kontur tebal) yang tertera pada garis
kontur selalu mengarah ke daerah yang lebih tinggi.
 Garis ketinggian yang menyatakan setengah ketinggian dari
dua garis kontur yang berurutan, digambarkan dengan garis
putus-putus.
 Garis putus-putus tegak menyatakan daerah kawah atau
danau.
• Legenda
Legenda merupakan informasi tambahan dalam melakukan
interpretasi beberapa simbol atau unsur pada peta. Legenda peta
biasanya disertakan pada bagian bawah peta. Pada legenda pada
umumnya terkandung titik ketinggian, jalan setapak, garis batas
wilayah, jalan raya, pemukiman, perairan, ladang, sawah, hutan dan
hal lainnya.
• Warna pada peta
 Hitam. Menunjukkan fitur buatan manusia, seperti bangunan
dan jalan
 Biru. Mengidentifikasi fitur hidrografi atau air, seperti
danau, rawa, sungai, dan drainase
 Hijau. Mengidentifikasi vegetasi dengan signifikansi militer,
seperti kayu dan kebun.
 Coklat kemerahan. Pada peta baru, merah dan coklat telah
digabungkan untuk mengidentifikasi semua fitur budaya
dan ketinggian. Warna ini lebih mudah untuk dilihat saat
menggunakan lensa senter merah.

 Coklat. Mengidentifikasi semua fitur relief dan ketinggian,


seperti kontur baris.

352
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

 Merah. Mengklasifikasikan fitur budaya, seperti


daerahdaerah berpenduduk, jalan utama, dan batas-batas.
 Lainnya. Kadang warna lain dapat digunakan untuk
menunjukkan ciri khusus suatu informasi. Ini ditunjukkan
dalam informasi yang kecil sebagai sebuah aturan.

4. TEKNIK PENGGUNAAN PETA


Kemampuan menginterpretasikan peta adalah kemampuan membaca peta
dan membayangkan keadaan medan yang sebenarnya. Kemampuan ini
penting dalam navigasi darat. Kemampuan ini meliputi :

• Menentukan ketinggian tempat


Menentukan ketinggian suatu tempat dapat di lakukan dengan dua
cara :

1. Lihat interval kontur peta, lalu hitung ketinggian tempat yang


ingin diketahui.
2. Bila ketinggian kontur tidak dicantumkan, maka kita harus
menghitung ketinggian suatu tempat dengan mencari 2 titik
berdekatan yang harga ketinggiannya tercantum.
a. Hitung selisih ketinggian antara kedua titik tersebut.
Hitung berapa kontur yang terdapat antarkeduanya
(jangan menghitung kontur yang sama harganya bila
kedua titik terpisah oleh lembah).
b. Dengan mengetahui selisih ketinggian dua titik tersebut
dan mengetahui juga jumlah kontur yang terdapat, dapat
dihitung berapa interval konturnya (harus merupakan
bilangan bulat).
c. Lihat kontur terdekat dengan salah satu titk ketinggian
(bila kontur terdekat itu berada di atas titik, maka harga
kontur itu lebih besar dari titik ketinggian. Bila kontur
berada di bagian bawah, harganya lebih kecil). Hitung
harga kontur terdekat itu yang harus merupakan
kelipatan dari harga interval kontur yang telah diketahui
di atas. Lakukan perhitungan di atas beberapa kali
sampai yakin harga yang di dapat untuk setiap kontur
benar. Cantumkan harga beberapa kontur pada peta
Anda agar mudah mengingatnya.
• Titik Triangulasi
Titik triangulasi merupakan suatu titik atau benda berupa
pilar/tonggak/patok yang menyatakan tinggi relatif suatu tempat
dari permukaan laut, dilambangkan dengan segitiga (Δ). Macam
titik triangulasi, yaitu primer (P), sekunder (s), tertier (T), kuartier

353
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

(Q), dan titik antara (TP). Contoh titk triangulasi : Δp.140/78,


Artinya : pilar tipe primer (P), pilar ke-140, pada ketinggian 78
meter di atas permukaan laut (dpl). Dengan mengetahui ketinggian
tugu tersebut di lapangan. Pilar triangulasi dapat dijadikan patokan
untuk mengalibrasi altimeter.
• Tanda medan
Di samping tanda pengenal yang terdapat pada legenda peta
topografi kita bisa menggunakan bentuk-bentuk atau bentang alam
yang menyolok di lapangan dan mudah dikenali di peta, yang akan
kita sebut sebagai tanda medan. beberapa tanda medan dapat Anda

―baca‖ dari peta sebelum Anda berangkat ke lokasi, tetapi kemudian


harus Anda cari di lokasi.

 Puncak gunung atau bukit, punggungan gunung, lembah


antara dua puncak dan bentuk-bentuk tonjolan lain yang
menyolok.
 Lembah yang curam, sungai, pertemuan anak sungai,
kelokan sungai, tebing-tebing di tepi sungai.
 Belokan jalan, jembatan (potongan sungai dengan jalan),
ujung desa, simpang jalan.
 Bila berada di pantai, muara sungai dapat menjadi tanda
medan yang sangat jelas. Begitu juga tanjung yang menjorok
ke laut, teluk-teluk yang menyolok, pulau-pulau kecil, delta,
dan sebagainya.
 Di daerah dataran atau rawa-rawa biasanya sukar mendapat
tonjolan permukaan bumi atau bukit-bukit yang dapat di
pakai sebagai tanda medan. Pergunakan belokan-belokan
sungai, cabang-cabang sungai, muara-muara sungai kecil.
 Dalam penyusuran di sungai, kelokan tajam, cabang sungai,
tebing-tebing, delta, dan sebagainya, dapat dijadikan sebagai
tanda medan.
• Teknik Contouring
Contouring dapat diartikan dengan salah satu penerapan ilmu medan
peta yaitu menempuh perjalanan tanpa menggunakan kompas.
Dalam melakukan teknik contouring dituntut untuk lebih teliti
dalam pengamatan medan. Karena jika kita sudah salah menentukan
posisi dengan contouring maka akan mempersulit perjalanan kita
dan mungkin akan tersesat. Jika kita di lapangan dengan membawa
peta maka teknik contouring dapat dilakukan, dengan mengamati
bentukan dengan acuan arah KAKI-BATAS (kanan, kiri, bawah,
atas). Tanda-tanda medan yang dapat digunakan adalah:

354
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

 Puncak-puncak bukit ➢ Bentukan sungai


dengan membawa peta maka teknik contouring dapat dilakukan, dengan
mengamati bentukan dengan acuan arah KAKI-BATAS (kanan, kiri,
bawah, atas). Tanda-tanda medan yang dapat digunakan adalah:
➢ Puncak-puncak bukit
➢ Bentukan sungai
➢ Punggungan bukit dan terjal atau landainya bukit

5. KOMPAS
Kompas merupakan salah satu peralatan navigasi utama untuk digunakan
bersamaan dengan peta. Sebuah peta tidak akan memiliki nilai lebih jika tidak ada
kompas. Dengan adanya kompas kita dapat mengetahui arah gerakan, azimuth
magnetik suatu point dll. Kompas berguna sebagai alat penunjuk arah yang untuk
mengetahui arah utara magnetis. Karena sifat kemagnetannya, jarum kompas akan
menunjukan arah utara-selatan (jika tidak dipengaruhi oleh adanya gaya-gaya
magnetis lainnya selain arah magnetis bumi). Tapi perlu diingat bahwa arah yang
ditunjuk oleh jarum kompas tersebut adalah arah utara magnet bumi, jadi bukan
arah utara sebenarnya.
• • Jenis kompas
• a. Kompas Orientasi
Untuk tujuan praktis karena sudah dilengkapi dengan busur derajat dan penggaris
akan tetapi mempunyai akurasi yang kurang baik. Sering disebut sebagai kompas
Silva (nama merk) atau Sunto.
• b. Kompas Bidik
Dapat dibedakan berdasar kaca pembacanya : kompas lensa, kompas prismatik,
kompas optik.

Gambar 4. Kompas lensatik

355
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Gambar 5. Kompas prisma

Gamber 6. Kompas silva

Bagian kompas
Secara garis besar, kompas terdiri dari :
➢ Badan, tempat komponen lain berada dan terlindungi
➢ Jarum, yang selalu menunjukan arah utara magnetis bumi
➢ Skala penunjuk, menunjukan pembagian derajat/mil sebagai sistem
satuan arah mata angin
Pada kompas lensatik, bagian-bagian kompasnya dapat dijabarkan sebagai
berikut :
 Cover atau penutup kompas berguna untuk melindungi
jarum magnetik dan piringan azimuth saat tidak

356
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

digunakan. Di bagian tengahnya terdapat kawat bidik


untuk membidik point atau titik.
 Base atau tubuh kompas memiliki bagian sebagai berikut:
a. Cakra angka atau piringan azimuth / floating dial
bertumpu pada suatu poros, sehingga dapat berputar
bebas saat berotasi.
b. Pelindung piringan azimuth adalah kaca atau plastik
bening yang memiliki garis indek tetap berwana hitam.
c. Cincin gerigi pada saat diputar akan berbunyi klik, dan
tiap klik menandakan rotasi sebanyak 3°, total ada 120
klik dalam satu lingkaran penuh.
➢ Lensa digunakan untuk membaca azimuth dan memiliki celah
bidik yang digunakan bersamaan dengan kawat bidik pada
cover. Celah bidik ini juga digunakan untu mengunci
piringan azimuth agar tidak bergerak saat ditutup. Celah
bidik harus dibuka lebih dari 45° agar piringan azimuth
bergerak bebas.

• Penggunaan kompas
1. Teknik Centerhold. Pertama, kompas dibuka secara penuh
hingga tutup membentuk suatu bidang datar dengan base.
Kemudian buka lensa (rear-sight) secara maksimal, biarkan
link mengapung dengan bebas. Berikutnya, tempatkan ibu
jari pada cincin, membentuk suatu dasar yang baik beserta
jari kelingking dan manis, sedangkan jari telunjuk diletakkan
sepanjang sisi kompas. Tempatkan ibu jari dari tangan lain
antara lensa dan bezel-ring, jari telunjuk sepanjang sisi lain
dari kompas, dan jari yang sisanya di sekitar jari dari tangan
lain. Tarik siku ke arah badan, ini akan memposisikan
kompas di antara dagu dan pinggang. Untuk mengukur
azimuth, secara sederhana, putar seluruh badan ke arah
obyek, tutup kompas akan menunjuk langsung ke obyek
tersebut. Ketika sedang menunjuk obyek, perhatikan dan
baca azimuth, sesuaikan garis indeks. Teknik ini lebih
disukai karena lebih mudah, cocok pada semua kondisi jarak
penglihatan, dan dapat digunakan tanpa harus melepas
kacamata.
2. Teknik Compass-To-Cheek. Buka tutup kompas hingga
posisi vertikal, kemudian buka rear-sight agak condong ke
depan (45o). sejajarkan rear-sight slot dan front-sight dengan
obyek yang diinginkan. Kemudian mengerling dan
perhatikan skala yang ditunjukkan oleh link untuk membaca

357
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

azimuth. Teknik ini sangat baik digunakan dalam membidik


obyek, dan merupakan teknik terbaik untuk tujuan ini.
3. Teknik Passing Kompas (point to point). Teknik ini sering
digunakan dalam melakukan sebuah operasi SAR. Teknik
ini lebih mudah dilakukan pada medan yang landai dan luas,
digunakan pula untuk mengatasi rintangan yang
menghalangi perjalan kita, misal sungai atau jarang. Cara
melakukan passing kompas adalah:
 Tentukan titik (lokasi) yang menjadi tujuan kita pada
peta
 Hitung sudut peta dengan kompas dari titik awal kita
menuju titik tujuan dan tentukan back azimuth
 Kunci arah kompas
 Perintahkan satu atau dua orang rekan kita untuk menuju
arah bidikan kompas sebatas pandangan mata
 Kemudian Anda bergerak ke depan rekan Anda dan
melakukan hal yang sama dengan point ketiga.
 Posisi jarum kompas harus selalu berimpit dengan N dan
S (Utara dan Selatan) dalam keadaan terkunci. Teknik ini
sering digunakan untuk mengatasi rintangan yang
menghalangi perjalanan kita, misal jurang, sungai, dll.
Hal utama adalah menentukan arah bidikan dan
mengirimkan rekan sebagai pionir pencari jalan, dengan
catatan tidak terlepas dari jangkauan mata dan segera
menempati arah bidikan kompas.
Selain itu, kadang lintasan yang akan kita lalui terhalang
oleh rintangan, seperti tebing, rawa, atau danau, dsb,
sehingga kita tidak dapat melewatinya, maka cara
mengatasinya adalah:

 Pada awal rintangan, misal titik A, perjalanan dibelokkan


ke kanan atau ke kiri dengan sudut kompas baru yaitu
sudut kompas awal ditambah atau dikurangi 90o.
 Ikuti arah lintasan yang baru hingga melewati lebarnya
rintangan, misalnya pada titik B, jarak yang dilalui
haruslah dihitung, misal dalam X langkah.
 Dari titik B, arah lintasan dikembalikan kearah sudut
kompas awal dan berjalan sampai rintangan terlewati,
misalnya titik C, D. Dari titik C, sudut awal kompas
dikurangi ± 90o dan berjalan dengan X langkah sampai
ke titik misalnya D.
 Dari titik D, arah lintasan dikembalikan ke sudut semula,
maka kita sudah kembali pada jalur kita semula.

358
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

4. Teknik mengunci kompas


• Kompas Siang Hari
a. Kompas diletakkan pada telapak tangan
b. Putar hingga azimuth obyek yang diinginkan
didapatkan, sesuaikan dengan garis index.
Pertahankan posisi azimuth

c. Putar bezel-ring sampai garis pengunci


disejajarkan dengan panah (arah utara)
d. Ketika semuanya telah segaris, berarti kompas
telah dikunci
e. Untuk mengikuti suatu azimuth, gunakan teknik
centerhold kemudian putar badan hingga arah
utara segaris dengan garis pengunci. Kemudian
buat bidang segaris antara obyek dengan kawat
bidik, lalu kunci kompas pada azimuth yang
diinginkan
• Jarak penglihatan terbatas (kompas malam hari)
a. Putar bezel-ring hingga mencapai garis pengunci,
sesuaikan dengan garis index.
b. Azimuth yang diinginkan dibagi dengan angka
tiga, hasil bagi merupakan jumlah klik yang
digunakan pada saat memutar bezel-ring.
c. Putar bezel-ring berdasarkan klik. Jika azimuth
yang diinginkan lebih kecil dari 180 o, maka
bezel-ring diputar berlawanan dengan arah jarum
jam. Sebagai contoh, azimuth yang diinginkan
51o, maka 51o:3=17o klik berlawanan arah jarum
jam. Jika azimuth yang diinginkan lebih besar
dari 180o, maka diperkurangkan dengan 360o
kemudian dibagi dengan 3 untuk memperoleh
banyaknya klik. Bezel-ring diputar searah dengan
jarum jam. Sebagai contoh, azimuth yang
diinginkan adalah 330o, maka 360o–330o=30o,
30o:3=10o klik searah jarum jam.
d. Kunci kompas dan gunakan teknik centerhold.
e. Ketika kompas akan digunakan pada malam hari,
jika memungkinkan azimuth awal haruslah diset
selagi masih tersedia cahaya. Dengan azimuth
awal sebagai dasar, azimuth lain dapat ditentukan
dengan mengalikan jumlah klik bezel-ring
dengan angka tiga.

359
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

6. ARAH DAN SUDUT


• Azimuth
Azimuth adalah sudut yang terbentuk karena penyimpangan dari arah
utara peta, besarnya sudut azimuth dinyatakan dengan derajat (o) dan
sudut dihitung sesuai arah jarum jam. Cara mengukur sudut peta adalah
sebagai berikut :

a. Tempatkan 0 o selalu di utara


b. Tempatkan gromet (bagian tengah busur) pada titik yang
akan diukur besaran sudutnya
c. Yakinkan garis dapat dibaca berada pada angka yang tertera
di busur derajat
d. Besarnya sudut adalah sesuai nilai angka yang dilalui garis.
• Back azimuth
Back azimuth adalah sudut balik dari suatu arah, dimana nilai sudutnya
diperoleh jika :

a. Arah kurang dari 180 o maka back azimuth adalah (arah +


180o = Back azimuth).
b. Arah lebih dari 180o maka back azimuthnya adalah (arah –
180o = Back azimuth).

7. ORIENTASI MEDAN
1. Mengenal tanda medan

Disamping legenda sebagai pengenal tanda medan,


bentukanbentukan alam yang cukup mencolok dan mudah dikenal
dapat kita pergunakan juga sebagai tanda medan. Tanda medan
harus diketahui dan dicocokan pada peta sebelum memulai
perjalanan. Hal yang dapat diamati meliputi :

a. Puncakan gunung atau bukit dan bentukan-bentukan


tonjolan lain yang cukup ekstrim
b. Punggungan merupakan rangkaian kontur yang menyeruipai
huruf V menjorok mendekati puncak
c. Saddle, daerah pertemuan 2 ketinggian
d. Garis batas pantai muara sungai, tanjung, dan teluk yang
mudah dikenali
2. Orientasi medan dengan kompas

Untuk mengetahui posisi kita saat berada di alam bebas, yang


penting untuk melakukan penentuan arah mata angin (U,S,B dan T),
lalu menentukan arah utara peta. Setelah itu menentukan posisi kita

360
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

dengan pasti. Ada 2 cara yang dapat digunakan untuk menentukan


posisi, yaitu:

a. Resection
Resection merupakan cara untuk mengetahui posisi kita di
peta. Langkah-langkah melakukan resection:

1. Dengan menggunakan busur derajat dan penggaris,


buatlah garis dari titik sasaran dengan acuan besar
sudut peta.
2. Lakukan hal yang sama dengan titik kedua, missal Y.
Bila kita melakukannya benar maka akan didapatkan
titik perpotongan antara kedua garis tersebut.
3. Titik perpotongan itulah posisi kita di peta.
b. Intersection
Intersection merupakan cara menentukan posisi orang lain
atau tempat lain pada peta, langkahnya adalah:

1.Lihatlah dan perhatikan tanda medan yang mudah


dikenal di lapangan, seperti puncak bukit,
pegunungan, tikungan potong, sungai ataupun tebing.
2.Lakukan orientasi (sesuai dengan bentang alam),
kemudian cocokkan dengan peta. Bidikkan kompas
dari posisi Anda berdiri (letaknya sudah pasti
diketahui di medan dan di peta) ke sasaran bidik
(obyek). Misal tempat Anda berdiri adalah X, dengan
hasil bidikan 130o terhadap sasaran. Maka sudut peta
adalah 130o (azimuth).
3.Dengan menggunakan busur derajat dan penggaris,
buatlah garis dari titik sasaran dengan acuan besar
sudut peta.
4.Lakukan hal yang sama di tempat kedua, misal Y. Bila
kita melakukannya dengan benar maka akan
didapatkan titik perpotongan antara kedua garis
tersebut (usahakan selisih sudut antara X dan Y antara
30o-150 o).
5.Titik perpotongan itulah posisi kita di peta.
Intersection bisa dilakukan bila sasaran bidik dapat
kita melihat dari dua tempat yang berbeda, dengan
jelas.

361
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

3. Orientasi Medan Tanpa Peta dan Kompas

Bila kita berada di alam bebas tanpa membawa peta dan kompas,
kita dapat menggunakan tanda-tanda alam untuk menunjukkan arah
perjalanan kita, diantaranya adalah:

a. Matahari hanya dapat digunakan pada siang hari, yaitu


mengetahui arah barat dan timur
b. Bintang pada malam hari dapat menggunakan bintang untuk
mengetahui arah perjalanan kita, antara lain:
• Bintang Pari menunjukkan arah selatan
• Bintang Orion menunjukkan arah timur dan barat
c. Kuburan islam menghadap ke utara
d. Masjid menghadap kiblat, untuk wilayah Indonesia
mengarah ke sekitar barat laut
e. Bagian pohon yang berlumut tebal menunjukan arah timur,
karena pada pagi hari sinar matahari belum terik

362
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

DAFTAR PUSTAKA

PTBMMKI.Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan PTBMMKI 2015/2016.

PTBMMKI. Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan PTBMMKI 2016/2017.

PTBMMKI. Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan PTBMMKI 2017/2018.

363
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

KOMUNIKASI LAPANGAN
Dalam keadaan survival jiwa Anda tergantung pada 4 hal yaitu : perlindungan
dari cuaca (dingin, hujan, panas), makanan, air dan regu pencari. Juga dalam
kegiatan operasi, seperti operasi SAR, pendakian dalam regu, pertolongan
bencana alam, komunikasi memegang peranan penting dalam operasi tersebut.
Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain sangat vital untuk dikuasai dalam
berkegiatan di alam terbuka. Hal ini akan sangat terasa apabila kita berada dalam
kondisi survival dimana kita harus mampu memberikan isyarat untuk
memberitahukan atau meminta pertolongan pada seorang yang mungkin dapat
memberikan pertolongan pada kita. Komunikasi dengan sarana radio dua arah
(HT)

Kita sering melihat banyak anggota Polisi, TNI, Pemadam, SAR dan instansi
lain menggunakan radio dua arah yang lebih dikenal dengan nama "HT".
Masyarakat umum juga saat ini mulai banyak yang memanfaatkan HT tersebut
untuk berbagai kegiatan.

1. JENIS KOMUNIKASI LAPANGAN


1.1. Semaphore
Semaphore adalah isyarat praktis dalam penyampaian pesan dengan
menggunakan sepasang bendera. Biasanya digunakan untuk
penyampaian pesan jarak jauh tetapi masih dapat ditangkap oleh mata
manusia.

Komunikasi ini biasanya digunakan dalam keadaan gawat darurat.


Huruf A berlaku juga untuk angka 1, huruf B berlaku juga untuk angka
2, huruf C berlaku juga untuk angka 3, dan seterusnya. Isyarat yang
umum digunakan :

a. tanda panggilan : U R (beberapa kali)

363
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

b. tanda selesai : A R (beberapa kali)


c. tanda siap menerima : K
d. tanda belum siap menerima : Q (pengirim diminta menunggu)
e. tanda satu kata dimengerti : C
f. tanda minta diulangi : I M I
g. tanda berita dapat diterima : R
h. tanda pemisah kata: bendera kanan diputer searah jarum jam
i. tanda satu huruf salah : E 8 kali, kemudian semua kata diulangi
j. tanda angka dipakai sebelum pengiriman dan setelah
pengiriman selesai diakhiri dengan huruf J

1.2. Morse
Morse adalah suatu bentuk isyarat komunikasi berupa kode
kombinasi panjang dan pendek yang mewakili semua huruf, angka, dan
tanda baca. Komunikasi ini juga dapat digunakan dalam keadaan gawat
darurat. Alat-alat yang biasa digunakan dalam komunikasi morse adalah
:
a. Peluit isyarat yang digunakan dalam menggunakan peluit adalah
dengan menggunakan panjang-pendek suara tiupan.
b. Cahaya biasanya menggunakan cahaya sorot (senter) yang ditutup
dengan kain berwarna merah/jingga karena intensitas cahayanya palin g
dapat diterima dengan baik oleh mata manusia. Isyarat yang digunakan
dengan menggunakan panjang–pendek sinar cahaya.

364
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

NB : Tanda Baca :
Tanda . direpresentasikan dengan .-.-.-
Tanda , direpresentasikan dengan –..–
Tanda : direpresentasikan dengan —…
Tanda - direpresentasikan dengan -….-
Tanda / direpresentasikan dengan -..-.

365
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

1.3. Heliograf
Sebuah telegraf surya yang mengirimkan sinyal menggunakan kode morse
melalui kedipan cahaya matahari yang dipantulkan cermin. Istilah
"heliograf" berasal dari bahasa Yunani yaitu helios yang berarti "matahari"
dan graphein yang berarti "tulis". Kedipan cahaya yang dihasilkan
diciptakan dengan cara memutar cermin atau dengan menghalangi cahaya
dengan penutup. Terdapat 3 jenis heliograf yang umum digunakan. ketiga
jenis heliograf ini memiliki instrumen dan cara kerja yang berbeda. ketiga
jenis heliograf meliputi:
a Heliograf Mance (Model Inggris)
Heliograf jenis ini digunakan saat stasiun yang dituju dan matahari
berada di depan heliograf. Namun, cahaya juga bisa dipantulkan oleh
cermin kedua atau yang biasa disebut dengan ―duplex‖ saat Matahari
berada di belakang heliograf. Kemudian, sebuah ―kunci‖ yang
diletakkan di bagian belakang heliograf akan mengangkat cermin ke atas
dan mengarahkan sinar matahari ke stasiun yang dituju saat ―kunci‖
tersebut ditekan, operator heliograf menggunakan titik dan garis dari
sandi morse untuk mengirim pesan, mirip seperti operator telegraf.

Heliograf Model Inggris Sumber :


http://media.iwm.org.uk/iwm/mediaLib/194/media-
194088/large.jpg

b. Heliograf Model Amerika


Cermin Matahari pada model Amerika tidak bergerak sama sekali.
Berbeda dengan heliograf model inggris yang menaikkan cermin
Mataharinya saat mentransmisikan sinyal. Karena itu, pada model
Amerika diberi layar penutup yang menjadi ―pengetik‖.

366
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Heliograf
Model
Amerika
Sumber
:https://c
6.staticfli
ckr.com/
8/7326/1
0434909853_2d35be3837 _b.jpg
c. Heliograf Model Portugis
Cermin simplex dan duplex digabungkan dalam satu unit dengan
tabung cahaya dengan garis bidik dan layar dua pisau. Unit ini
diletakkan di sebuah tripod, namun tripod harus dipasang sempurna
untuk menyelaraskan garis bidik dengan stasiun yang dituju.
Perangkat bidik yang kedua adalah sebuah lubang kecil yang
memungkinkan matahari dipantulkan melewati bagian bawah
simplex dan melalui lubang kecil lain menuju garis bidik tepat di
bawah penutup. Berbeda dengan model Inggris dan Amerika, alat
ini tidak perlu dibalik saat peralihan antara simplex dan duplex.

Heliograf Model P ortugis Sumber :


https://c5.staticflickr.com/9/8349/822

367
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

3420052_3acee80e8d_b.jpg Cara
menggunakan heliograf secara efektif :

a. Singkirkan dulu topi pet Anda karena akan menghalangi sinar.


b. Pegang tepi cermin dengan ujung jari. Jangan biarkan jari - jari Anda
menonjol di atas bagian depan, sehingga sebagian menutupi
permukaan reflektif.
c. Arahkan cermin ke matahari dan lihatlah pantulannya. Coba
pantulkan ke tanah atau ke pohon atau kalau Anda di tengah laut
dapat memantulkannya ke badan atau lantai rakit penyela mat Anda.
d. Perlahan bawalah cermin sejajar dengan mata Anda dan intailah
melalui lubang pengintai. Anda akan melihat titik terang, inilah
yang harus di arahkan pada sasaran, misalnya : pesawat terbang
yang terbang dekat lokasi anda.
e. Intailah lewat lubang pengintai ke arah sasaran. Jika ada pesawat
atau kapal yang terlihat, arahkan cermin sampai pesawat atau kapal
terlihat di lubang intai. Walaupun tidak ada pesawat atau kapal
yang terlihat secara visual, Anda dapat menyapu cakrawala secara
berkala karena r efleksi sinar matahari pada cermin sinyal Anda
akan dapat ditangkap pada jarak yang sangat jauh (kurang lebih 72
kilometer)
f. Manipulasilah arah sinar dengan menggerakkan jari yang
memegang pinggiran cermin ke depan dan ke belakang sehingga
pantulan sinar a kan berkelap – kelip jika dilihat dari jauh.

B
T
e
k
n
i

k mengarahkan pantulan cahaya |


368
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

A. Menggunakan jari sebagai bidikan, B. Menggunakan objek


tetap sebagai bidikan.

Sumber : FM21-76 US Army Survival Manual

Panduan menggunakan cermin MK - 3


Su mber : FM21 - 76 US ARMY SURVIVAL MANUAL
1.4. Komunikasi radio
Komunikasi radio adalah cara berkomunikasi yang paling efisien di
dalam komunikasi lapangan. Secara umum radio dapat diartikan
sebagai hubungan jarak jauh dengan menggunakan peralatan
elektronik, mis alnya pesawat SSB ( Single Side Band ) , walkie talkie ,
pesawat CB, dan jenis -jenis pemancar/penerima lainnya.
Komunikasi radio dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
a. Telephony : AM ( Amplitudo Modulation ) , FM (Frequency
Modulation) , A3J (SSB)
b. Telegrap hy, kode morse.

Alat yang paling sering digunakan di dalam kegiatan alam bebas untuk
berkomunikasi jarak jauh melalui radio adalah TRX (Transceiver) yang

369
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

berarti Transmitter (TX) dan Receiver (RX). Alat ini adalah alat
komunikasi dua arah yang digunakan secara bergantian.

Artinya apabila pemancar yang bekerja, maka penerimanya mati dan


sebaliknya.

Bagian pokok dari radio: a.


Antena

b. Receiver (Penerima) dan Transmitter (Pemancar)


c. Power Supply
d. Mike
e. Speaker dan Volume
f. S-Meter (Signal Meter)
g. Channel/Frekuensi

1.5. Komunikasi darurat


a. Api dan asap
Cara yang paling sederhana untuk memberitahukan letak posisi kita
adalah dengan membuat api dan asap, agar mudah terlihat dari
kejauhan. Untuk malam hari dapat membuat api yang besar agar
mudah terlihat pada kegelapan. Untuk membuat api yang besar dapat
menggunakan daun, ranting dan dahan-dahan kering tetapi
harus dijaga agar api tidak menimbulkan kebakaran hutan. Untuk
siang hari dapat membuat asap tebal yang mengepul. Untuk
daerah yang berhutan lebat dan hujan, asap tebal putih akan lebih
mudah terlihat. Untuk membuat asap hitam, gunakan bensin, oli,
kain yang dicelupkan ke dalam minyak tanah, potongan karet
atau plastik. Untuk asap putih gunakan daundaun yang masih
hijau, lumut, ranting, atau percikan air ke dalam api. Namun ada
juga cara untuk memberitahukan posisi kita yaitu dengan asap yang
telah dikemas dalam kaleng yang disebut smoke. Berikut merupakan
warna isyarat dari asap beserta artinya: Asap jingga: Saya sedang
dalam bahaya dan memerlukan pertolongan segera.

b. Cermin Survival
Cermin ini berbentuk segi empat yang memiliki cermin dikedua
belah sisinya. Mempunyai 2 lubang; satu ditengah dan satu lainya di
sudut. Cermin ini sangat efektif dalam menarik perhatian.

c. Kain
Kode darat ke udara tanda ini digunakan untuk memberikan isyarat
dari darat ke udara. Biasanya menggunakan kain yang berwarna
kontras dengan medan di sekitarnya. Kain dapat disebarkan atau
370
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

digantungkan di pepohonan guna menarik perhatian, pastikan kain


yang digunakan berwarna kontras dengan lingkungan sekitar. Bila

Anda memiliki jas hujan atau penutup kapal atau kain lebar

lainnya, kain dapat di kembangkan dengan membentuk pola


geometri besar.

Pola kembangan kain dan artinya.


Sumber : FM21 - 76 US ARMY SURVIVAL MANUAL
d. Gelombang radio secar a umum dapat dibagi ke dalam 2
kelompok, yaitu:
Gelombang radio yang dapat menembus lapisan benda -benda
( tembok, besi, kayu) yaitu LF ( Low Frequency ) dan HF ( High
Frequency ).
Gelombang radio yang tidak dapat menembus lapisan benda -
benda di atas , yaitu gelo mbang kategori VHF ( Very High
Frequency ) dan UHF ( Ultra High Frequency ).

371
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

1.6. Komunikasi lapangan dengan alat yang sudah disiapkan


a. Suar
Suar adalah salah satu bentuk piroteknik yang menghasilkan cahaya
yang sangat terang atau panas tinggi tanpa menghasilkan ledakan.
Suar digunakan untuk memberi tanda, penerangan dan alat
pertahanan pada sipil dan militer. Beberapa macam suar diantaranya
:

• Pen Flare
Pen flare merupakan suar dengan bentuk penembak pena
dan suar pada ujungnya. Ketika ditembakkan, suar dapat
terbang sejauh 150 meter dengan diameter 3 sentimeter.
Langkah menggunakan pen flare adalah dengan :
 Lepas pembungkus pen flare
 Pasangkan suar ke penembak
 Jangan kokang penembak, kalungkan di leher untuk
penggunaan segera.
 Tembakkan di depan pesawat penolong . Hati hati
terhadap salah persepsi sebagai serangan.

Pen Flare Sumber :


http://www.fightingkn i
ves.info/Portals/9/Pe n
%20Guns/unknown4 %
201 .JP G

• Star Cluster
Star c luster dapat mengorbit sampai ketinggian 200 - 215 m,
dan akan menyala selama 6 - 10 detik dengan kecepatan
turun 14m/s.
• Star parachute
Star parachute dapat mengorbit sampai ketinggian 200 - 215
m, dan akan menyala selama 50 detik ( suar merah ) dan 25
detik (su ar putih), dengan kecepatan turun 2,1 m/s. Suar ini
dapat dilihat pada jarak 48 -56 km.
b. Radio

372
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Penggunaan gelombang radio untuk mengirimkan pesan berupa


suara dengan cara memodulasi gelombang elektromagnetik. Bila
Anda membawa radio, radio komunikasi dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan darurat. Radius maksimum untuk setiap
radio berbeda beda tergantung jenisnya. Dapat diperhatikan hal hal
berikut dalam penggunaan radio :

• Hanya gunakan radio ketika berada di area terbuka.


• Pastikan posisi antena mengarah ke pesawat / kapal terdekat.
• Pastikan antena tidak mengenai tubuh ketika menggunakan
antena
• Hemat penggunaan baterai. Matikan radio ketika sedang
tidak digunakan.
• Jaga baterai radio agar tetap kering, sebagai contoh ketika
cuaca dingin, simpan baterai d i dalam jaket / pakaian,
pemasangan baterai secara terus menerus kala cuaca dingin
dapat mempercepat habisnya baterai.
• Hindari baterai dari terkena panas berlebihan, panas
berlebih dapat menyebabkan baterai meledak

Contoh Radio Survival


Sumber : http://www.survival -supply.com/images/radio/KA600green1 - lr.jpg
2. FASILITAS KOMUNIKASI SAAT DARURAT
2.1. Point to Point / Direct
Dari radio langsung ke radio lainnya
2.2. Repeater
Dari radio menuju repeater/radio pancar ulang untuk menjangkau radio
dalam ca kupan wilayah yang lebih luas

374
2.3. Repeater to repeater
2.4. Internet radio gateway
2.5. Komunikasi lewat satelit
2.6. APRS (Automatic Packet Reporting System)

K
o
mponen inti dari APRS sendiri adalah suatu alat yang bernama TNC
( Terminal Node Controler ) . D engan menghubungkan perangkat radio
kita dengan TNC dan GPS, maka kita telah membangun APRS kita
sendiri. APRS digunakan untuk mencari data atau informasi di
lapangan. Jadi setiap ada data baru yang diperoleh di lapangan, tim
dapat langsung melaporkan data ke pos komando.
Fungsi APRS:
a. Sebagai tracker 1 arah
Untuk membangun APRS dengan fungsi sebagai tracker 1 arah,
peralatan yang dibutuhkan adalah: (i) radio, (ii) TNC, dan (iii) GPS
tanpa layar
b. Sebagai tracker 2 arah
Untuk membangun APRS dengan fungs i sebagai tracker 2 arah,
peralatan yang dibutuhkan adalah: (i) radio, (ii) TNC, dan (iii) GPS
dengan layar.
c. Sebagai alat penerima/pengirim pesan teks
d. Sebagai alat untuk manajemen informas

3. ETIKA BERKOMUNIKASI
3.1 Komunikasi point to point
a. Memantau dahulu/memonitor pada frekuensi/kanal
yang diinginkan
b. Wajib menyebutkan CALL SIGN dan tempat/posisi memancar
c. Menyebutkan call sign dan mengucapkan kata ganti pada akhir
pembicaraan
d. Memberikan kesempatan/prioritas pada penyampai berita-berita
yang penting
377
e. Menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar
f. Mengatur jalur/kanal apabila muncul
pertama kali di kanal/frekuensi
g. Apabila jalur kanal sibuk sementara butuh komunikasi agak panjang
dengan seseorang, sebaiknya bergeser (tidak memonopoli
kanal/jalur/frekuensi)
h. Menggunakan kode TEN (10), kode eight (8) pada RAPI atau kode
―Q‖ pada pada ORARI untuk efisiensi komunikasi
i. Membiasakan menulis di log book, dicatat dengan siapa
berkomunikasi dan kapan/tanggal dan waktu komunikasi dilakukan
j. Menggunakan nama panggilan
k. Dilarang menjadi net pengendali apabila sedang dalam stasiun gerak
3.2 Komunikasi melalui repeater/pancar ulang
a. Radio Pancar Ulang (RPU) adalah stasiun radio yang digunakan
untuk memancar ulangkan pesan melalui pesawat yang jangkauanya
lebih luas.
b. Monitor dahulu selama 3-5 menit.
c. Memperhatikan siapa yang sedang berkomunikasi.
d. Memperhatikan apa yang sedang dikomunikasikan.
e. Masuk pada spasi atau interval (tidak perlu menggunakan kata break
atau contact), dengan menyebutkan call sign dan apabila ingin
berkomunikasi / memanggil komunikasi langsung memanggil
dengan menyebut orang yang di panggil dan tidak perlu tergesagesa,
komunikasikan dengan kata-kata yang jelas dan mudah
dimengerti/dipahami.
f. Apabila ada hal yang bersifat darurat/emergency silahkan gunakan
interupsi pada spasi/interval.
g. Jangan memonopoli frekwensi dengan berkomunikasi hanya dengan
satu orang, dan selalu memberikan kesempatan kepada orang lain
yang mau menggunakan pancar ulang.
h. Membiasakan mengucapkan kata ganti pada akhir pembicaraan.
i. Memberikan kesempatan kepada pengguna di lapangan.
j. Mengutamakan/memberikan kesempatan pada pembawa berita yang
bersifat emergency / darurat.
3.3 Penggunaan kata “Interupsi”
a. Apabila mau memotong/menyela pembicaraan disebabkan ada sesuatu
informasi yang penting, gunakan pada saat jeda komunikasi atau spasi,
kemudian masuk dengan menyebutkan call sign.Monitor/menunggu
sampai di sebutkan call sign atau sampai sudah dipersilahkan
menggunakan jalur

378
379
b. SANDI UNTUK KOMUNIKASI PERHUBUNGAN MOBILISASI
KODE KETERANGAN
1-1 Hubungan pusat melalui telepon

1 - 1S Hubungan pusat melalui telepon, segera

1 - 2 Pribadi menghadap ke pusat

1 - 2S Pribadi menghadap ke pusat, segera

1-3 Temui pelapor, dan minta keterangan yang lengkap

3-1 Diminta kartu Keterangan Penduduk/Identitas

3-2 Diminta kartu mengenai Surat Tanda Nomor Kendaraan

3-3 Diminta Surat Izin Mengemudi

3 - 3M Kecelakaan Lalu Lintas, kerugian materiil

3 - 3L Kecelakaan Lalu Lintas, korban luka

3 - 3K Kecelakaan Lalu Lintas, kerusakan materiil, korban meninggal

3-4 Kecelakaan Lalu Lintas, tersangka melarikan diri

3-5 Kecelakaan Lalu Lintas, korban meninggal, tersangka melarikan diri


4-1 Kerusakan di …..
6-5 Ada kebakaran di …..
7-1 Ambulan segera diperlukan
7-2 Ambulan segera dikirim

7-3 Ambulan segera ditambah 7 -


4 Mobil derek segera diperlukan
7-5 Mobil derek segera dikirim ke …..

7-6 Barisan Pemadam Kebakaran agar segera ditambah

7-7 Barisan Pemadam Kebakaran sudah dikirim

7-8 Agar juru potret segera didatangkan

7-9 Juru potret sudah dikirim


8-1 Pemancar diterima lemah/kurang baik
8-2 Pemancar/pesawat diterima dengan baik

8-3 Penerimaan kurang jelas agar menggunakan penghubung lain


378
8-4 Bagaimana penerimaan daya pancar

8-5 Berhenti memancar, kecuali keadaan darurat 8


-6 Mengerti
8 - . 7 Teruskan berita ini kepada …..

8-8 Sedang sibuk dan tidak ada di tempat


8-9 Apakah saudara dapat berhubungan dengan …..

8 - 10 Pesawat dipadamkan selanjutnya berhubungan dengan telepon

8 - 11 Kembali ke udara

8 - 12 Segera diulangi penerimaan terganggu

8 - 13 Siap melaksanakan tugas selanjutnya

8 - 14 Laporan terlalu cepat, berbicara agak lambat

8 - 15 Minta informasi keadaan cuaca

8 - 16 Minta waktu (jam) yang tepat (jam berapa)


9 - 1 Tugas pengawal
9 - 2 Tugas mengawal Tamu VIP

379
9-3 Tugas mengawal Presiden
10 - 1 Selesaikan secepat mungkin
10 - 2 Saudara berada di mana/saya berada di …..
10 - 3 Berita/perintah terakhir dihapus
10 - 4 Berita ini tidak untuk umum
10 - 5 Untuk diumumkan kepada semua jajaran
1 0 - 6 Untuk diumumkan kepada semua anggota
10 - 7 Tidak sesuai dengan peraturan/perintah dilarang
10 - 8 Menuju ke …..

c. TARUNA = Berita
Asap dan Api
Warna Isyarat Arti
Asap jingga Saya sedang dalam bahaya dan memerlukan
pertolongan segera.
Asap mera h Oleh kapal selam I, sedang mencoba untuk timbul
secara darurat.
Asap jingga 2 kali Oleh pesawat terbang SAR I,
dengan selang saya telah melihat survivor
beberapa detik
Putih 2 kali & kuning Oleh kapal selam,
2 kali dengan selang 3 Saya sedang ti mbul
detik
Hembusan asap hitam Oleh kapal,
atau putih berturut - Rubah haluan anda untuk menghindari daerah
turut antara 10 detik terlarang

Bendera
Prosedur :
1. Prosedur isyarat bendera diambil dari buku isyarat internasional
2. Isyarat yang penting dalam lalu lint as berita SAR
1.1. JA : saya mengalami tabrakan
1.2. DO : saya hanyut, minta bantuan segera
1.3. AT : saya kandas, minta bantuan segera

1.4. DQ : saya mengalami kebakaran, minta bantuan segera

1.5. LV : saya kehabisan bahan bakar

1.6. DV: saya mengalami kebocoran, minta bantuan segera

380
1.7. FM: saya tenggelam, kirim bantuan segera untuk
menolong penumpang dan anak buah kapal

1.8. VC : isyarat Anda dimengerti dan bantuan sedang menuju tempat


Anda

1.9. DN : saya datang untuk memberikan bantuan

Flare atau Sign Pistol atau Piroteknik


Warna Isyarat Arti

Merah 1 kali atau • Saya sedang dalam bahaya, ulang, minta bantuan
berulang segera.
• Oleh kapal selam : Akan timbul secara darurat,
hati-hati.
• Oleh para rescue : Tidak mungkin untuk
meneruskan rencana
Merah 2 kali • Oleh para rescue : Korban luka-luka, memerlukan
dokter dan para medis

Merah 1 kali, hijau 1 • Oleh para rescue : Pesawat radio tidak bekerja,
kali berikan penggantinya

Hijau 1 kali • Oleh pesawat terbang : Minta izin untuk


mendarat (digunakan di dekat lapangan udara)
• Oleh kapal selam : Telah menembakkan torpedo
latihan
• Oleh para rescue : Laporan awal, semua berjalan
baik

Hijau 2 kali • Oleh para rescue : Survivor telah siap untuk


diambil sesuai perjanjian
• Oleh pesawat terbang SAR atau kapal SAR : Saya
telah melihat survivor
Hijau 1 kali, tiap 5 • Oleh pesawat terbang SAR atau kapal SAR : Agar
hingga 10 menit ABK (kru) yang dalam keadaan bahaya membuat
isyarat piro merah. ( interval dikurangi
separuhnya bila isyarat piro merah telah
kelihatan )

Hijau berkali-kali • Oleh pesawat terbang : Saya punya berita penting


untuk dikirim

381
Putih 1 kali • Oleh pesawat terbang : Kapal selam ada di bawah
saya
• Oleh kapal laut : Orang jatuh ke laut
• Oleh para rescue : Siap untuk menerima alat untuk
mengapung atau acrokit
Putih 2 kali • Oleh para rescue : Siap untuk menerima pemberian
peralatan MA-1

Putih 2 kali dengan selang • Oleh kapal selam : Saya sedang timbul, hati - hati
waktu 3 menit Putih
berturut- turut • Oleh pesawat terbang atau kapal : Ubah haluan
dengan selang waktu Anda untuk menghindari daerah ini
10 menit
Putih berulang -ulang • Oleh pesawat terbang : Saya dalam kesulitan
dan harus menghindar
Putih 1 kali, hijau 1 • Oleh para rescue : Siap untuk menerima
kali pemberian peralatan sekoci penolong
Putih 1 kali, merah 1 • Oleh para rescue : Alat pengapung rusak , drop
kali penggantinya
Putih 2 kali, hijau 1 • Oleh pesawat terbang SAR : Rescue berhasil
kali baik
Putih 2 kali, merah 1 • Oleh pesawat terbang SAR : Rescue tidak
kali berhasil
Kuning 1 kali • Oleh kapal selam : Akan naik hingga kedalaman
periscope

382
DAFTAR PUSTAKA

1. APRS (Automatic Packet Reporting System). 2013. Untuk


Penanggulangan Bencana – Syafraufgisqu.
2. Basarnas – Sistem Komunikasi SAR
3. Buku Materi Diklat Medis, KAT dan Pengabdian masyarakat
Hippocrates Emergency Team Angkatan XXV
4.http://www.basarnas.go.id/index.php/halaman/47/sistem-komunikasi-
sar
5. "International Telecommunication Regulations" (PDF). Retrieved 12
October 2012.
6. International Telecommunication and Amateur Union
7. Internet Society. International Telecommunication Regulations
8. Materi Navrat & Komlap Seminar Nasinal Bakti Sosial Nasional 2014
9. ORARI / Organisasi Amatir Radio Indonesia
10. Peraturan kepala badan nasional penanggulangan bencana nomor 06
tahun 2013 tentang pedoman radio komunikasi kebencanaan
11. RAPI / Radio Antar Peduduk Indonesia
12. Silvia Hasibuan, Ayu dan Zata Amani W,Raihan. 2015. PROTAP
Komunikasi Lapangan. Padang, Hippocrates Emergency Team
13. World Conference on International Telecommunications 2012".
Itu.int. Retrieved 12 October 2012.

383
EVAKUASI MEDIS DARAT
1. PENDAHULUAN
Mobilisasi/evakuasi adalah upaya memindahan korban dari lokasi
kejadian menuju ke tempat yang aman, sampai akhirnya korban
mendapatkan perawatan dan pengobatan. Teknik mobilisasi yang
benar dan efektif penting untuk dikuasai penolong agar korban
segera mendapat perawatan dan pengobatan di rumah sakit, tanpa
memperburuk keadaan korban atau menambah cedera baru.

2. KLASIFIKASI
Mobilisasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan urgensinya,
yaitu:
2.1. Emergency move
Tindakan yang dilakukan sebelum assessment/penilaian
dan ketika bantuan belum datang, di mana saat itu ada
potensi bahaya dan penolong serta korban harus
dipindahkan ke tempat aman untuk menghindari bahaya
atau kematian. Ringkasnya, karakteristik emergency move
yaitu cepat, tanpa dilakukan stabilisasi spinal, dan ada
potensi bahaya bagi korban maupun penolong. Berikut
adalah indikasi keadaan dilakukannya emergency move:

a. Munculnya api, ledakan, dan material berbahaya

b. Ketidakmampuan untuk melindungi pasien dari bahaya

c. Kesulitan untuk menilai kondisi korban dikarenakan


posisi atau lokasi korban

2.2. Urgent move


Tindakan pemindahan korban yang harus dilakukan
secepatnya supaya korban mendapatkan pengobatan dan
perawatan lebih lanjut. Indikasi untuk melakukan urgent
move adalah jika korban perlu penanganan segera karena
kondisinya memburuk (seperti perubahan status mental,
syok, dan penurunan kesadaran). Selama proses
pemindahan, penolong harus waspada terhadap cedera
spinal sehingga dapat dilakukan stabilisasi spinal terlebih
dahulu

384
2.3. Non-urgent move
Tindakan yang dilakukan jika keadaan tidak mengancam
kehidupan korban dan korban stabil. Pada kondisi ini,
mobilisasi dapat dilakukan setelah ada alat atau ambulance.
Tetap pastikan korban tidak mengalami cedera spinal.

3. PERENCANAAN MOBILISASI
3.1. Kenyamanan dan kondisi
Kenyamanan dan kondisi cedera harus menjadi pertimbangan
utama dalam memindahkan korban. Ada dua hal penting yang
harus diperhatikan, yaitu:

a. Pindahkan barang-barang yang bisa membahayakan


korban. Bila tidak memungkinkan, lakukan
usaha memindahkan korban. Jangan
memindahkan korban seorang diri bila ada orang lain
yang dapat membantu.
b. Agar cedera korban tidak bertambah parah, tunggu
sampai tenaga terlatih datang karena penanganan yang
tidak tepat dapat memperparah cedera. Jangan coba
angkat dan turunkan korban jika tidak dapat
mengendalikannya.
3.2. Pemilihan teknik mobilisasi
Harus sesuai dengan kondisi cedera, jumlah tenaga penolong,
ukuran tubuh korban, dan rute yang akan dilewati.

3.3. Pemilihan rute


Bila memungkinkan carilah rute dengan jarak terdekat dan rintangan
minimal.

Kejadian nyeri punggung merupakan hal yang sering


dikeluhkan EMT (Emergency Medical Technician) akibat teknik
mobilisasi yang salah1. Sehingga penolong perlu memahami
mekanika tubuh yang merupakan cara paling efisien dan aman saat
memobilisasi korban untuk mengurangi kemungkinan cedera.

a. Gunakan kaki sebagai tumpuan untuk mengangkat,


bengkokkan lutut untuk menopang berat korban
b. Posisikan kedua kaki dengan nyaman dan sedikit
merengang
c. Letakkan beban serapat mungkin dengan tubuh
penolong

385
d. Hindari membengkokkan punggung (tegakkan
punggung sejajar dengan telinga)
e. Utamakan menarik korban daripada mendorong,
punggung tetap lurus
f. Selalu mulai dari posisi seimbang dan tetap jaga
keseimbangan

Komunikasi dan koordinasi antarpenolong perlu dilakukan


agar gerakan serentak sehingga tidak menambah cedera pada korban;

a. Pikirkan kesulitan memindahkan sebelum mencobanya


b. Rencanakan pergerakan sebelum mengangkat
c. Perbaiki posisi dan angkat secara bertahap
d. Lakukan gerakan secara menyeluruh, serentak dan
upayakan agar bagian tubuh saling menopang

4. SYARAT KORBAN DAPAT DIMOBILISASI


Kecuali pada emergency move, berikut syarat-syarat korban boleh
dimobilisasi;

a. Penilaian awal sudah dilakukan lengkap dan monitor


terus keadaan umum korban
b. Denyut nadi serta napas korban stabil dan dalam batas
normal
c. Luka dan perdarahan yang ada sudah terkontrol
d. Patah tulang yang ada sudah tertangani dan diimobilisasi
e. Rute aman

386
METODE-METODE MOBILISASI
5.1. One-rescuer methods
Cara memosisikan korban yang tidak Teknik:
sadar untuk berdiri a. Metode Teknik:
Reguler 1. Posisikan korban dalam posisi pronasi
2. Penolong berdiri membawahi korban
3. Masukkan tangan ke bawah dada korban,
kemudian kedua tangan saling mengunci
4. Angkat korban sambil mulai berjalan
mundur hingga lutut korban lurus dan kakinya
menapak
5. Jalan maju dan posisikan korban dalam
posisi berdiri dengan sedikit condong ke
belakang agar lutut tetap lurus
6. Jika lutut belum lurus ulang step 4 dan 5
7. Pegang salah satu pergelangan tangan
korban dan angkat lengannya. Gunakan
tangan penolong yang lain untuk menjaga
korban tetap dalam posisi berdiri
8. Penolong pindah ke depan korban melewati
bawah lengan korban, turunkan tangan
korban, kemudian penolong memegang
pinggang korban dengan kedua tangan
9. Penolong memosisikan kakinya di antara
kaki korban untuk melebarkan kaki korban
agar posisi berdirinya lebih stabil

387
b. Metode Alternatif 1. Posisikan korban dalam posisi pronasi
2. Penolong berlutut (pada 1 lutut) di depan
kepala korban
3. Letakkan tangan melewati bawah ketiak
hingga punggung korban
4. Penolong berdiri sambil mengangkat korban
hingga korban dalam posisi berlutut
5. Perlu diingat: jaga selalu kepala korban agar
tidak hiperekstensi
6. Tangan penolong turun hingga di atas
pinggang korban, kunci tangan, dan berdirikan
korban hingga lututnya lurus
7. Tangan korban turun hingga pinggang korban
dan posisikan badan korban agak condong ke
belakang untuk menjaga lutut tetap lurus
8. Penolong memosisikan kakinya di antara kaki
korban untuk melebarkan kaki korban agar
posisi berdirinya lebih stabil

c. Human Crutch Metode ini dilakukan untuk korban yang sadar


dan lukanya tidak terlalu serius (dapat berjalan
dengan dipapah).
Prosedur: penolong berdiri di samping bagian
yang sakit (kecuali pada cedera ekstremitas
atas), lingkarkan tangan penolong pada
pinggang korban, kalungkan lengan korban
pada leher penolong, lalu genggam
pergelangan tangan korban dengan tangan lain.
Kaki korban yang sakit ditumpukan pada kaki
penolong, lalu jalan secara perlahan mengikuti
langkah korban.
Human crutch bisa juga dimodifikasi untuk dua
penolong.

388
d. Drag Carry/Clothes Drag/ Shoulder Dilakukan pada korban yang ditemukan
Pull dengan posisi telentang atau duduk. Kepala
korban tersokong selama mobilisasi. Namun
penolong harus memfleksikan pinggang dan
lutut, sehingga tidak nyaman jika jangka waktu
lama.
Prosedur: letakkan tangan di bawah bahu
korban (atau melewati ketiak) dan genggam
baju di setiap sisi, sokong kepala di antara
lengan bawah penolong. Kemudian tarik
korban secara perlahan ke tempat aman dengan
memfleksikan lutut dan pinggang, usahakan
arah tarikan lurus.
e. Blanket Drag/Blanket Pull Dilakukan pada korban yang ditemukan dengan
posisi telentang atau duduk. Kepala korban
tersokong selama mobilisasi. Namun penolong
harus memfleksikan pinggang dan lutut,
sehingga tidak nyaman jika jangka waktu lama.
Prosedur: letakkan tangan di bawah bahu korban
(atau melewati ketiak) dan genggam baju di
setiap sisi, sokong kepala di antara lengan
bawah penolong. Kemudian tarik korban secara
perlahan ke tempat aman dengan memfleksikan
lutut dan pinggang, usahakan arah tarikan lurus.

f. Firefighter’s Drag Metode untuk memobilisasi korban melalui


lorong sempit. Pastikan lantai/tanah rata, tidak
ada hambatan. Jangan dilakukan pada korban
yang diduga mengalami cedera kepala/spinal,
fraktur ekstremitas atas maupun scapulae.
Prosedur: tangan korban diikat dan
digantungkan di leher penolong. Cegah kepala
korban agar tidak terseret di tanah dengan
menggantungkannya.
g. Removal Downstairs Jangan dilakukan pada korban yang diduga
mengalami cedera kepala/spinal atau patah
tulang. Gunakan matras sebagai alas korban
jika tersedia.

389
h. Firefighter’s Carry Teknik ini digunakan untuk mobilisasi jarak
jauh. Dibutuhkan penolong yang kuat, bisa juga
dibantu asisten. Prosedur:
1. Kaitkan kedua siku di bawah
ketiak korban
2. Angkat korban secara perlahan
dengan kedua lengan untuk menopang berat
korban
3. Gunakan tangan yang dominan untuk
memfiksasi korban (dalam gambar, tangan
dominan adalah tangan kanan). Lalu,
gunakan tangan kiri untuk mengenggam
tangan kanan korban, kemudian gantungkan
tangan korban pada bahu
4. Posisikan punggung tegak
untuk meletakkan korban di atas bahu,
kemudian selimuti bagian belakang lutut
korban dengan tangan kanan
5. Naikkan dan angkat paha
korban setinggi bahu kanan penolong.
Penolong memegang lutut serta tangan kanan
korban dengan tangan kanannya.
i. Pick-a- Back/Piggy Back Carry Jika cedera pada korban membuat firefighter’s
carry tidak mungkin untuk dilakukan, teknik ini
menjadi alternatifnya.
Jangan diaplikasikan pada pasien yang tidak
sadar, luka lengan, serta korban yang lebih berat
daripada penolong.
Prosedur: penolong berjongkok membelakangi
korban, minta korban mengalungkan lengannya
ke leher penolong. Angkat korban secara
perlahan, tangan penolong menyangga korban
pada paha. Usahakan agar punggung penolong
tetap lurus.

390
j. Cradle Carry/One Person Lift Dilakukan pada korban yang sadar dengan
berat lebih ringan dari penolong serta hanya
mengalami cedera minimal. Biasanya untuk
korban anak-anak.
Prosedur: penolong jongkok atau melutut
disampingkorban, satu lengan ditempatkan di
bawah paha korban dan lengan lainnya
melingkari punggung. Korban dipegang
dengan mantap dan didekapkan ke tubuh,
penolong berdiri dengan meluruskan lutut dan

pinggul.
Cradle carry dapat dimodifikasi jika ada dua
penolong, yaitu two handed seat carry, three
handed seat carry, atau four handed seat carry.

k. Pack-strap Carry Ketika firefighter carry tidak aman digunakan,


metode ini lebih disarankan untuk jarak jauh
daripada cradle carry. Dapat dilakukan pada
korban yang tidak sadar.
Prosedur:
1. Letakkan kedua lengan korban melewati
pundak penolong
2. Silangkan dan pegang pergelangan tangan
korban
3. Tarik lengan korban mendekati dada
penolong
4. Lutut dan pinggang agak difleksikan
5. Seimbangkan berat korban di pinggang

391
5.2. Two-rescuer methods
a. Chair Lift Mobilisasi dengan kursi bisa digunakan untuk
korban sadar maupun tidak, tanpa cedera
kepala/spinal. Metode ini
bagus untuk mobilisasi korban
melalui tangga/turunan/naikan.
Prosedur:
1. Dudukkan korban di kursi (gunakan
kursi yang kuat, bukan kursi lipat atau kursi
plastik)
2. Penolong yang dekat kepala korban
memegang bagian belakang kursi, penolong
di depan memegang kaki kursi
3. Jika korban sadar, mintalah untuk
bersedekap. Jika tidak sadar, ikat kedua
tangan korban di depan dadanya sebagai
proteksi.
4. Angkat kursi dengan komando dari
penolong yang dekat dengan kepala,
miringkan sedikit kursi ke belakang.

b. Two-handed Seat Carry Metode ini digunakan untuk mobilisasi jarak


jauh. Korban dapat sadar maupun tidak, tetapi
tidak dapat berjalan atau menopang tubuh
bagian atas. Posisikan tangan seperti pada
gambar. Jika memungkinkan, gunakan sarung
tangan untuk melindungi tangan penolong dari
kuku penolong lain.
Prosedur:
a. Angkat korban dengan kedua penolong
berjongkok di sisi kanan dan kiri korban.
b. Kedua penolong meletakkan tangan di
belakang bahu dan lutut korban (seperti pada
gambar).
c. Penolong memegang pergelangan tangan
penolong lainnya.
d. Setelah yakin kuat, dari posisi jongkok,
penolong berdiri dengan komando dari salah
satu.
e. Korban menghadap ke depan (ke arah
tujuan).

392
c. Three-handed Seat Carry Prosedur hampir sama pada two handed seat
carry. Perbedaannya adalah satu penolong
menggunakan kedua tangannya untuk alas.

d. Four-handed Seat Carry Untuk mobilisasi pasien sadar dengan tangan


dan lengan sebagai penopang.

e. Fore and Aft Carry Sangat cocok untuk mobilisasi korban yang
tidak sadar.
Prosedur:
Korban dalam posisi duduk. Penolong satu
berada di antara kedua paha korban menghadap
depan sambil memegang bagian bawah lutut
korban. Penolong dua berada di belakang
memegang korban dari ketiak.

393
Pengangkatan korban dilakukan berbarengan
atau dapat pula bergiliran dari penolong
belakang diikuti penolong depan dengan jeda
sementara.
Agar tidak mengganggu, kedua pergelangan
tangan korban dapat diikat di depan dada.
Penolong yang berada di depan korban dapat
memunggungi maupun menghadap korban.
Usahakan penolong yang lebih tinggi berada
pada bagian kepala korban.
Modifikasi dapat dilakukan dengan
mengangkat pada kedua pergelangan kaki
dengan satu tangan, sehingga akan
memudahkan penolong ketika perlu membuka
pintu, dll.

5.3. Multi-rescuer methods

394
a. Hammock Carry Metode ini bisa digunakan oleh tiga penolong
atau lebih. Anggota yang paling kuat berada di
sisi dengan jumlah penolong yang paling
sedikit (jika jumlah ganjil).
Prosedur:
1. Lewatkan tangan di bawah korban, lalu
pegang pergelangan tangan penolong yang
berlawanan.
2. Penolong di ujung-ujung hanya berpegangan
pada salah satu pergelangan tangan penolong
di hadapannya. Tangan yang bebas
digunakan untuk mendukung kepala korban
(untuk penolong di dekat kepala) dan
kaki/lengan korban (untuk penolong di dekat
kaki).
3. Dengan komando penolong yang paling
dekat dengan kepala korban, penolong
kemudian mengangkat korban setinggi lutut
(masih berjongkok, lutut pada kaki yang
dominan untuk menopang korban). Kemudian,
posisi pegangan pada pergelangan tangan
diubah ke bagian atas lengan bawah.
4. Penolong mengangkat korban setinggi
pinggang sembari berdiri.
5. Mobilisasi dimulai dan pertahankan posisi
korban agar tetap sesuai aksis punggungnya.

395
5.4. Metode evakuasi dengan alat
Metode untuk memindahkan korban Minimal dilakukan oleh 3 penolong.
ke alat: Teknik: posisi penolong (minimal 2) jongkok
a. Untuk memindahkan korban ke alat dan bertumpu pada satu lutut di samping
korban. Tangan penolong dilewatkan bagian
yang letaknya lebih tinggi bawah tubuh korban. Kemudian dengan aba-
daripada tubuh korban aba, korban diangkat dan agak diletakkan di
lutut penolong dengan posisi seperti dipeluk.
Penolong ketiga bertugas
mendorong/memosisikan tandu di tempat awal
korban berbaring.

b. Untuk memindahkan korban ke alat Pada kasus cedera spinal, digunakan teknik
yang dapat menyesuaikan dengan logroll dengan tujuan memindahkan korban
posisi korban (pada kasus cedera spinal) tanpa menggerakkan vertebra atau istilah
: logroll lainnya adalah inline immobilisation (posisi
leher dan batang badan harus segaris, amankan
leher dengen neck collar atau yang sejenis
(sandal bag), jika tidak tersedia dapat
diamankan dengan dipegang).
Selain untuk mempermudah proses
memindahkan korban ke alat (karena alat yang
menyesuaikan posisi korban), logroll juga
digunakan untuk memeriksa bagian bawah
tubuh korban.

396
Minimal dilakukan oleh 3 penolong.

Teknik:
Jika dilakukan oleh empat penolong;
1. Satu penolong memfiksasi kepala-leher
dan koordinasi roll
2. Dua penolong membalikan dada, panggul,
dan anggota gerak ke satu sisi. Posisi tangan bisa
lurus maupun disilang antarpenolong.
3. Satu penolong terakhir memosisikan alat
di belakang punggung korban.

c. The Scoop Stretcher Tidak digunakan untuk mobilisasi pada cedera


spinal. Dapat digunakan untuk mobilisasi pada
lorong/tempat sempit. Ada dua cara
penggunaan:
1. Seperti pada gambar
2. Stretcher dipisahkan menjadi dua bagian,
kemudian pasien di-logroll ke salah satu sisi, the
scoop stretcher ditempatkan sepanjang aksis
pasien. Proses ini diulang untuk sisi satunya.

Bagian yang sempit merupakan bagian untuk


kaki. Panjang scoop stretcher dapat disesuaikan
dengan tinggi korban.

d. Long Spinal Long spinal board digunakan pada korban


Board dengan cedera spinal. Metode ini dikerjakan
sekurang-kurangnya oleh tiga penolong.
Teknik: setelah dilakukan logroll, spinal board
ditempelkan ke punggung korban. Kemudian
kembalikan korban keposisi semula dengan
menggunakan spinal board sebagai tumpuan
punggung.

397
e. Tandu Improvisasi
✓ Dari baju/jaket


ari selimut/ponco

6. PEDOMAN PENGANGKUTAN BEREGU MENGGUNAKAN TANDU


Dalam sebuah operasi pe nolongan, kita sering ditugaskan sebagai satu regu. Untuk
menyeragamkan sikap dan tindakan dalam pelaksanaan pertolongan pertama dalam
pengangkutan beregu, perlu diperhatikan pedoman pel aksanaan angkutan beregu:
a. Idealnya, tiap regu terdiri dari lima anggota dengan satu ketua ,
b. Posisi korban saat diangkut adalah berbaring di atas tandu atau posisi
lain sesuai kondisi dan indikasi korban dengan kaki menghadap ke
depan, kecuali saat :
✓ melewat i pagar/tembok penghalang
✓ memasukkan korban ke ambulans
✓ melewati gorong - gorong
✓ naik tebing (jalan naik)
✓ melewati jalan sempit dengan angkutan tanpa alat
✓ melewati sungai yang arah arusnya berlawanan

c. Saat berjalan sebaiknya langkah penolong disamakan sehin gga teratur


dan ritmis. Untuk itu, dalam mengawali setiap perjalanan langkah
harus seragam dan bersamaan. Para anggota harus mengetahui aba
aba yang akan digunakan (tanah - lutut - pinggang - bahu atau tanah
pinggang, dll).

398
arah jalan

NB : Keterangan gambar di atas: (mobilisasi korban pada


daerah yang datar)
- Penolong 1 bertugas sebagai pengecek rute dan
penunjuk jalan - Penolong 4 sebagai ketua yang
memberi komando kepada
penolong 2, 3, dan 5

- Penolong 6 bertugas membawakan barang


bawaan korban dan

399
penolong lainnya.

Untuk korban cedera spinal, diperlukan teknik


khusus untuk imobilisasi dan mobilisasinya seperti yang telah dijelaskan di atas. Perlu
dicurigai cedera spinal jika;
✓ Terdapat cedera supraclavicula
 Terdapar multiple trauma
 Pernapasan paradoksal
 Korban jatuh dari ketinggian dan kecelakaan
dengan kecepatan tinggi
 Kelumpuhan anggota gerak

400
DAFTAR PUSTAKA

BPP Diklat PTBMMKI. 2016. Kurikulum Pendidikan dan Latihan PTBMMKI

Collopy, et al. 2014. Preventing Back Injuries in EMS. EMS World.


http://www.emsworld.com/article/11373351/back-injuries-and-
protection diakses pada 12 November 2016
Lifting and Moving Patients dalam http://emt-training.org/lifting-moving.php
Limmer, et al. 2009. Emergency Care 11th Edition. New Jersey: Pearson
Education Inc.
https://www.triton.edu/uploadedFiles/Content/Current_Students/Depar
tments/Academic/S
chool_of_Health_Careers_and_Public_Service_Programs/Emergency_
Medical_Technolo gy/William_Justiz_B.S.,_NREMT-
P/EMS_131/EMS_131_Chapter_5.pdf diakses pada 12 November 2016
Medical Training Resources
http://www.medtrng.com/cls2000a/lesson_16_transport_a_casualty.htm,
http://www.medtrng.com/cls/lesson_15_2.htm
Natural Disaster Organization. Disaster Rescue - Australian Emergency
Manual dalam http://www.nzdl.org/gsdlmod?e=d-00000-00---off-
0aedl--00-0----0-10-0---0---0direct-10--
-4-------0-1l--11-en-50---20-about---00-0-1-00-0--4----0-0-11-10-
0utfZz-8-
00&a=d&c=aedl&cl=CL1.1&d=HASH01df7e8d840f67b4d60dc01b.9
diakses pada 13 November 2016
University of South California. CERT Lifts and Carries dalam
https://adminopsnet.usc.edu/sites/default/files/all_departments/FireSafetyE
mergPlanning/ CERTLiftsandCarries.pdf

401
EVAKUASI MEDIS PERAIRAN
1. PENGERTIAN
Merupakan pertolongan/penyelamatan serta cara melakukan evakuasi
korban dari perairan.

2. PENCEGAHAN KEDARURATAN DI AIR


a. Papan peringatan di daerah bahaya.
Contoh: Papan kedalaman kolam (depth), arus/gelombang
(waves), binatang buas, dsb.

b. Menyiapkan alat bantu apung di keramaian.


c. Mengetahui prosedur yang harus dilakukan pada keadaan darurat di
air (standard operation procedure)
d. Menggunakan life jacket.
e. Memperhatikan kondisi cuaca dan ramalan cuaca.
f. Kesiapsiagaan penyelamat.

3. PRINSIP MENGHADAPI KEDARURATAN DI AIR


Ketika mengetahui atau mendengar adanya keadaan darurat dan
terdapat korban di dalam air, maka segera lakukan:

a. Beri pertolongan bila mampu dan bawa ke tempat yang aman.


b. Mempertahankan jalan napas korban.
c. Lapor ke penanggung jawab lokasi/aparat setempat.

4. ISYARAT DARURAT
Isyarat dapat diberikan dengan menggunakan peluit dengan cara:

a. 1 kali tiupan peluit hentikan aktivitas dan perhatikan asal suara


untuk intruksi selanjutnya.
b. 2 kali tiupan peluit lanjutkan aktivitas.
c. 3 kali tiupan peluit tanda bahaya! Segera tinggalkan lokasi
secepatnya.

5. HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DI SEKITAR


PERAIRAN
a. Banyak orang berkumpul di pinggir jembatan, sungai, dermaga,
kolam, dll.
b. Orang lanjut usia dan anak kecil yang perlu pengawasan ekstra.
c. Orang yang terlalu gemuk.
d. Orang yang mabuk atau terpengaruh narkotika.

402
e. Orang yang belum mahir berenang dengan atau tanpa alat.

6. FAKTOR LINGKUNGAN YANG DIPERHATIKAN


6.1. Lingkungan air
Sifat & karakter air tinggi permukaan selalu sama, konduktor
panas yang baik, mampu memantulkan membelokkan dan
memecah sinar

6.2. Arus dan gelombang


Ada tiga macam gelombang yang ada di laut :

a. Spilling : gelombang yang aman untuk berenang


b. Plunging : gelombang yang dapat mencederai orang
c. Surging : gelombang yang dapat menarik korban masuk ke
gelombang tersebut

Spilling waves Plunging waves Surging waves

7. TEKNIK PEMBACAAN RIAM ATAU ARUS


a. Main flow, aliran utama dimana arus paling cepat yang berada di
permukaan air. Arus ini aman untuk dilalui tapi perlu diingat main
flow dapat kuat akibat jumlah air yang banyak.
b. Gelombang tegak (standing wave), karena adanya penurunan
permukaan dasar tanpa adanya rintangan/tonjolan batu yang
menyembul di permukaan
c. Lidah air, terjadi karena adanya dua buah rintangan berupa batu
atau lubang, aman untuk dilalui
d. Gelombang balik (reversal), ini terjadi karena adanya penurunan
di dasar air secara ekstrim, merupakan arus yang harus dihindari
e. Banjir merupakan bencana yang memiliki tingkat bahaya yang
tinggi karena besarnya volume air yang mengalir dan rintangan
yang ada di dalamnya. Arus air akan terjadi bila:
- Turunan jalan
- Air yang mengalir dari lorong-lorong dapat merubah arus air
- Sampah-sampah yang hanyut

403
8. MACAM-MACAM KORBAN
8.1. Perenang yang kelelahan
Korban akan berusaha untuk menjaga kepalanya tetap
berada di atas dengan gerakan dasar renang. Tanda-tanda:
a. Berusaha meminta bantuan
b. Terlihat panik
c. Kayuhan tangan/kaki lemah dan masih dapat mengapung
d. Posisi tubuh tergantung kondisi
e. Terdapat sedikit perubahan arah gerakan atau diam di tempat

8.2. Korban terluka


Korban yang merasakan kram atau luka lainnya ketika
berenang. Tanda-tanda: a. Berteriak meminta bantuan

b. Berusaha memegang bagian yang sakit/ injury


c. Terlihat kesakitan

8.3. Non-swimmer
Korban tidak dapat berenang dan berusaha untuk menjaga
kepala agar tetap di atas. Tanda-tanda:

a. Tidak dapat berteriak meminta pertolongan dan nafas


terengah-engah
b. Gerakan tubuh tidak beraturan
c. Posisi tubuh vertikal
d. Hanya dapat bertahan selama 20-60 detik kemudian
tenggelam
e. Tidak dapat mengikuti perintah/komunikasi.

8.4. Korban tenggelam tidak sadarkan diri


Korban sudah tidak sadarkan
diri. Tanda-tanda: a. Korban
tidak bernafas

b. Posisi tubuh (terutama wajah) telungkup di dalam air

404
9. CARA MASUK KE AIR
1. Slide in entry

Digunakan jika kedalaman perairan tidak diketahui. Cara yang paling aman:

a. Buat posisi seaman mungkin di tepi air dan masukkan salah satu kaki
b. Rasakan pijakan kaki apakah berbahaya atau tidak
c. Jatuhkan badan dan tahan berat badan dengan tangan
2. Step-in entry

Dapat digunakan jika air jernih, kedalaman dapat diketahui dan


tidak ada benda berbahaya di dalam air.

a. Lihatlah tujuan air


b. Melangkah dengan hati-hati
c. Ketika masuk air, pastikan lutut menekuk atau kaki menyentuk bokong

3. Compact Jump Entry

Digunakan untuk mencapai kedalaman lebih dari satu meter


a. Letakkan kedua tangan menyilang pada dada
b. Melangkah pada tepian air dengan satu kaki, dan kaki yang lain
mengikuti dengan bentuk lurus

405
10. KEMAMPUAN PENYELAMATAN DI AIR
Seorang penyelamat di dalam air harus mempunyai kemampuan untuk:

10.1. Berenang dengan 5 gaya


a. Gaya bebas kepala rata dengan permukaan
b. Gaya dada
c. Gaya gunting
d. Gaya punggung Gaya Gunting
e. Gaya bebas kepala di atas permukaan
10.2. Mengendalikan perahu karet dan bermesin
10.3. Metode dan teknik pertolongan di air.
10.4. Medical first responder tingkat dasar.
10.5. Memahami sistem penanganan keadaan darurat.
10.6. Menguasai pembuatan simpul.
a. Clove hitch knot b. Fisherman knots

406
c. Overhand knot d. Figure of eight

11. PRINSIP PENYELAMATAN DI AIR


a. Perhitungan/pertimbangan
b. Pengetahuan
c. Keterampilan
d. Kemampuan fisik
e. Berenang menuju korban merupakan pilihan terakhir

12. METODE PERTOLONGAN DI AIR


Metode pertolongan di air adalah tindakan efektif yang diambil oleh tim penyelamat
ketika menghadapi kecelakaan di air. Terdapat 5 metode yaitu R - T - R - G - T ( Reach -
Throw -Row -Go -Tow/Carry ).
12.1. Reach

Penolong berada di darat/pinggir dengan cara


meraih/menjangkau korban d engan atau tanpa
12.2. Throw
Penolong melemparkan alat/benda yang alat.
Korban berada di dekat penolong. mengapung
ke arah korban dari darat/pinggir. Korban
berada pada posisi dimana tidak dapat
dijangkau.
12.3. Row
Penolong mendekati korban dengan alat (perahu,
kano, dsb) kemudian menggunakan metode
reach/throw .

407
12.4. Go
Penolong berenang mendekati korban dengan membawa alat
bantu apung dan akan berenang kembali ke pinggir/darat
bersama dengan korban.

12.5. Tow/Carry
Dapat dilakukan dengan (tow) atau tanpa (carry)
menggunakan alat. Metode yang dapat digunakan ketika
membawa korban tanpa menggunakan alat:

a. Cross-chest tow
Merupakan cara yang terbaik untuk
korban yang panik, karena penolong
dapat mengkontrol korban dan
korban merasa aman. Penolong dapat
menggunakan salah satu atau kedua
tanganya untuk menyilang dari bahu
sampai dada korban; dan bahu
korban diapit di ketiak penolong.

b. Close chin tow


Metode ini memberikan kesempatan penolong untuk membantu
tubuh korban agar tidak terlalu tenggelam. Penolong dapat
melakukan monitor dan memberikan kontrol yang lebih kepada
korban. Penolong dapat mengunakan salah satu atau kedua
tanganya untuk menyilang dari ketiak menuju dagu korban;
kemudian kepala korban di taruh di bahu penolong sehingga
kepala korban tetap berada di permukaan.

c. Wrist tow
Dapat digunakan untuk korban yang
tidak sadarkan diri. Penolong
memegang pergelangan tangan korban
(seperti berjabat tangan), kemudian
putar pergelangan penolong (sehingga
posisi jempol berada diatas permukaan)
sehingga korban ikut berputar.

d. Armpit tow
Dapat digunakan untuk
korban yang tidak

408
sadarkan diri. Penolong
dapat mengunakan
salah satu atau kedua
tanganya untuk
memegang ketiak
korban.

Jika korban berusaha untuk melawan dan tidak


kooperatif sehingga membahayakan penolong dan
korban, dapat digunakan teknik defend & relase.
Metode defend & release yang dapat digunakan yaitu:

a. Block
Penolong dapat mendorong atau menendang tubuh korban agar
menjauh.

409
b. Wrist -Grip Escape
Buatlah korban berada di bawah air,
kemudian dorong bahu korban ke air dan
tendang korban sehingga penolong bisa
bebas.

c. Front Head -Hold Escape


Ambil nafas dalam dan tempelkan dagu ke dada. Satukan
kedua tangan di atas kepala (sebanyak tiga kali) untuk
membuat korban berada di bawah air kemudian lepaskan
tangan korban dari leher pen olong sehingga penolong bisa
bebas.

13. ALAT -ALAT KESELAMATAN AIR


Untuk menghindari bahaya perairan seseorang perlu
menggunakan alat keselamatan air antara lain:
a. Pelampung/ life jacket
b. Alat - alat ORAD (olahraga air deras)
c. Alat - alat navigasi
d. Alat - alat water re scue (buoy, throwing bag, perahu karet , rescue tube , dll)

Buoy Rescue Tube


Throwing Bag

e. PFD (Personal Floating Device) mengacu pada standar SOLAS (Safety Of Life
at Sea) . Terdapat beberapa tipe PFD yaitu tipe I PFD , tipe II PFD , tipe III
PFD , tipe IV PFD .

410
14. SELF RESCUE
Merupakan usaha untuk mempertahankan diri dengan sarana yang
ada di sekitarnya hingga bantuan datang. Syarat ketika melakukan
self rescue adalah tekad dan semangat untuk bertahan. Sedangkan

a. Bisa dengan life jacket ,


b. Tanpa Life Jacket (Survival Sculling) yaitu dengan menggunakan posisi HELP
atau posisi HUDDLE, dan manajemen Kram.

Dengan life jacket Tanpa life jacket


a. Pertahankan wajah tetap di p ermukaan a. Cari benda yg dapat dimanfaat sebagai
air pelampung darurat, misal : kayu,
b. Jika terdapat perahu terbalik atau jerigen, bot ol, celana panjang
batang kayu, segera naik ke atasnya b. Keluarkan sebanyak mungkin bagian
sehingga tubuh keluar dari air tubuh dari air
c. Tetap gunakan pakaian khususnya topi c. Pertahankan pakaian khususnya topi
( heat conservation ) d. Kurangi bergerak
e. Berenang jika tempat tujuan dekat

15. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SURVIVAL KORBAN


Usia
b. Posisi dalam air
c. Volume paru - paru
d. Penggunaan PFD
e. Suhu air
faktor penentu dilakukannya self rescue adalah adanya sarana untuk
bertahan, seperti:

411
f. mammalian diving reflex
g. Lokasi korban juga bisa diklasifikasikan ke dalam air tenang, dan
air bergerak (deep holes, eddies downstream of large objects, dan
strainers).

16. MEDICAL EMERGENCY IN DROWNING

Dibawah permukaan
Breath holding
cairan

Hypoxemic
Respiratory Laryngospasme

HyperactiveMovement Hypercarbic

Acidotic

Aspirasimeningkatcairan
Hipertensi

pulmonal Cardiac

Surfactantwashout failure

Sebenarnya jika seseorang tenggelam, akan ada refleks laryngospasme


(konstriksi pita suara) yang menyebabkan laring tertutup sehingga
mencegah cairan masuk ke paru. Namun, refleks ini hanya bertahan
beberapa detik saja. Jika refleks tersebut hilang, tenggelam akan
menyebabkan paru terisi cairan terjadi arterial hipoksia (tidak ada
oksigen yang masuk ke arteri) tidak ada oksigen yang masuk organ vital
terjadi cerebral hipoksia karena otak tidak mendapatkan oksigen
terjadi ischaemic brain injury.

Manajemen tenggelam di air apapun tetap sama. Perbedaannya hanyalah:


kalau tenggelam di air dingin (<43oF atau <6oC) dan pasien hipotermia,
jangan buru-buru hentikan CPR. Normalnya apabila kita sudah
melakukan CPR selama 30 menit tetapi tidak ada Return Of Spontaneous
Circulation (ROSC), kita boleh berhenti melakukan CPR. Akan tetapi,
pada pasien hipotermi jangan berhenti sampai 30 menit saja, lanjutkan
CPR karena korban masih ada kemungkinan hidup.

412
16.1. Faktor risiko terjadinya tenggelam
a. Pada infant dan anak-anak
 Kurangnya pengawasan orang dewasa ✓ Kolam yang
kurang aman
 Kurangnya alat-alat penyelamatan air
 Kekerasan terhadap bayi dan anak-anak
b. Pada orang dewasa
 Konsumsi alcohol
 Tidak bisa berenang
 Memiliki riwayat penyakit emergency seperti penyakit
jantung,stroke,kejang

 Kelelahan saat berenang


 Kecelakaan saat menyelam, rafting, atau kegiatan di air
lainnya

16.2. Tanda-tanda tenggelam


1. a. Urutan terjadinya tenggelam

 Perenang kesulitan untuk mengangkat kepala di atas air


 Perenang akan berusaha menahan napas di air
 Tapi kemudian air masuk lewat upper airway,terjadi
laryngeal spasm
 Terjadi relaksasi spasme lalu air masuk ke bronkus dan
paru-paru
(80% kasus)

 Kurangnya perfusi oksigen ke otak dan terjadi instabilitas


hemodinamika

 Kerusakan permanen otak terjadi bila otak kekurangan


oksigen lebih
dari 6 menit

b. Tanda korban tenggelam

 Quiet, lethargy, unresponsive floating on the


water
 Dalam banyak kasus, kepala korban
terangkat di permukaan air dengan mulut terbuka dan
korban sering ditemukan tertelungkup di permukaan air
 Mata melebar dan terlihat panik

413
 Korban mencoba berenang namun dengan
gerakan yang tidak teratur
16.3. Tipe-tipe tenggelam
a. Dry drowning
Adanya laryngeal spasm yang menahan masuknya air ke
bronkus dan paruparu korban b. Wet drowning

Adanya laryngeal spasm, namun terjadi relaksasi spasme


sehingga air masuk ke upper airway lalu masuk ke bronkus dan
paru-paru

16.4. Prioritas penyelamatan korban tenggelam


a. Selamatkan korban tak sadar yang pulsasi a. carotis nya masih
teraba
b. Selamatkan korban sadar yang kooperatif
c. Selamatkan korban sadar yang nonkooperatif setelah korban
tersebut tenang

16.5. Managemen korban tenggelam


a. Pindahkan korban secepatnya (metode
RTRGT/carry), perhatikan safety, panggil
bantuan
b. Bila insidensi minor biasanya pasien hanya
batuk-batuk dan pernapasan mulai normal
kembali
c. Bila insiden mayor, cek kondisi korban, bila
perlu dilakukan resusitasi lakukan
d. Kepala dan badan korban sejajar untuk
menghindari regurgitasi dan jangan
membalikkan korban ke samping kecuali bila
ada gangguan jalan napas
e. Nilai jalan napas, bila ada obstruksi, balikkan
korban ke samping untuk membersihkan jalan
napasnya
f. Bila korban sudah bisa bernapas normal,
biarkan dalam posisi miring, kecuali
bila pasien tidak bernapas normal dan harus dilakukan resusitasi

g. Lakukan resusitasi dengan benar (5x initial


breathing,CPR) tanpa interupsi
atau gangguan

414
h. Jangan menekan perut korban untuk
mengeluarkan air atau melakukan
drainase cairan saat proses resusitasi
i. Reassess dan monitor korban bila resusitasi sudah berhasil dilakukan

16.6. Komplikasi korban tenggelam


a. Acute respirato ry distress syndrome
b. Pneumonia
c. Spinal injury
d. Organ injuries

16.7. Prognosis korban tenggelam


a. Kalo korban sadar dan memiliki orientasi baik, prognosis baik
b. Bila korban yang sudah berkurang kesadarannya atau sudah tidak sadar
prognosis tergantung dari lama korba n di air dan seberapa cepat pertolongan air
dilakukan
c. Semakin muda dan sehat korban, semakin baik prognosis korban
d. Semakin jernih air, prognosis semakin baik

415
DAFTAR PUSTAKA

1. Australian Resuscitation Council : Guideline resuscitation of


drowning victim
2. Drowning Causes, Symptoms, Treatment - Drowning Symptoms -
eMedicineHealth Ellar, S. 2011. Survival skills : how to survive in
the wild, US, Captone Press
3. Mecrow, Tom, et al.,2012, Instructor Manual: International Beach Lifeguard , Bangladesh;
International Drowning Research Centre Bangladesh
4. Ellis, A. 2000. National Pool and Waterpark Lifeguard Training : Lifeguard and Aquatic
Training Series . National Safety Council.
5. Starfish Aquatics Institute: StarGuard 5th Edition: Best P ractices for Lifeguards. 2016.
6. https://www.education.tas.gov.au/school/health/watersafet y
7. http://www.freelifesavingsociety .co m

416
TEKNIK SURVIVAL

1. PENGERTIAN SURVIVAL
Survival adalah keterampilan bertahan hidup dalam keadaan darurat dan
terbatas dengan memanfaatkan hal-hal yang tersedia di sekitar Anda.
Teknik survival sendiri dimaknai sebagai kemampuan dan teknik
bertahan terhadap kondisi yang membahayakan kelangsungan
hidup yang terjadi di alam terbuka dengan mempergunakan
perlengkapan seadanya. Pelaku dari survival sendiri disebut
survivor. Rimpala (2002) menyatakan bahwa setiap huruf dalam
kata survival merupakan singkatan dari langkah-langkah yang
harus kita ingat dan lakukan,

S : Size Up the Situation

Kita harus menyadari bahwa kita berada dalam keadaan yang tidak
menentu.

U : Undue Haste Make Waste


Kita harus memikirkan tindakan-tindakan yang akan kita lakukan,
karena tindakan yang terburu-buru cenderung sia-sia.

R : Remember Where You Are


Semakin kita mengenali daerah tempat kita berada, kemungkinan
keluar dari kondisi ini akan semakin terbuka.

V : Vanquish Fear and Panic


Kita harus bisa menguasai rasa takut dan panik, karena kedua hal
tersebut akan membuat mental kita cepat labil.

I : Improvise
Kita harus bisa berimprovisasi, seperti ponco atau flysheet dapat
dijadikan bivak untuk berlindung, sebuah pembuka kaleng kornet
dapat dijadikan mata kail.

V : Value Living
Hal yang terpenting, kita harus terus menumbuhkan dan menjaga
semangat
―Harus Hidup dan Harus Hidup‖.

A : Act Like the Native

417
Cobalah memahami perilaku dan kebutuhan penduduk sekitar,
apabila ada penduduk yang mengambil tumbuhan atau kayu di
hutan, kemungkinan bertemu akan ada.

L : Learn the Basic Skill


Belajar dan melatih pengetahuan dan teknik survival, akan membuat
kita lebih siap bila kita menghadapi kondisi ini.

Sikap adalah hal utama yang menentukan kesuksesan kita untuk


dapat bertahan dalam keadaan darurat. Sikap merupakan
kemampuan dasar survival yang menentukan apakah kita dapat
bertahan atau tidak.
Hal yang pertama perlu dilakukan adalah mempertimbangkan ―The Rule
of Threes‖. Seseorang dapat bertahan hidup selama :
a. Tiga menit tanpa udara.
b. Tiga jam tanpa regulasi suhu tubuh.
c. Tiga hari tanpa air.
d. Tiga minggu tanpa makanan.
Ketika menghadapi kondisi yang menuntut untuk survival yang
terpenting adalah tidak perlu panik. Hal ini biasanya di rumuskan
dengan istilah ―STOP‖ yang terdiri atas:
S : Seating (berhenti)
T : Thinking (berpikirlah)
O : Observe (amati keadaan sekitar)
P : Planning (buat rencana mengenai tindakan yang harus
dilakukan)
2. TEKNIK SURVIVAL
2.1. Tempat berlindung / Shelter
Tempat perlindungan sementara yang memenuhi syarat bisa
melindungi diri dari hujan, panas, serangga, binatang atau
untuk kebutuhan lain misalnya : posko komunikasi,
perbekalan. Maka pembuatannya berdasarkan kebutuhan,
namun harus memenuhi syarat pokok dari 2 segi :

a. Segi kesehatan : Ada sumber air untuk minum atau masak


pada jarak dekat. Mudah mengalirkan air kotor. Tanah
mudah menyerap air/lekas kering. Tanah tidak berbau atau
beruap, contoh :
kuburan.

b. Segi teknis : Dekat sumber bahan dan kayu bakar.


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan shelter :

418
a. Lokasi:
 Jauh dari bahaya (perlindungan dari binatang liar,
batu atau pohon yang jatuh).
 Dekat dengan bahan untuk membangun shelter.
 Buatlah shelter sekitar 27 meter dari sumber air,
untuk menghindari mengkontaminasi sumber air
tersebut. Jangan mendirikan shelter dekat dengan air
yang tidak mengalir untuk menghindari serangga.
 Tanah yang digunakan cukup luas dan datar. Jika
pada daerah yang tinggi terlalu terekspos, turunlah.
Sedangkan jika berada di daerah rendah dan basah,
naiklah untuk mencari tempat kering dan bebas
banjir.
 Cukup terlihat untuk menerima dan membuat sinyal.
✓ Memiliki rute kabur yang terkamuflase.
b. Insulation (isolasi atau perlindungan dari kontak langsung
dengan tanah, hujan, angin, dan matahari) :
 Pilihlah sisi selatan atau timur bukit, hutan atau
penghalang lainnya, karena angin biasanya datang dari
barat.
 Gunakan penghalang angin alami seperti celah di tanah,
pohon tumbang, gua, tepian batu, dan gundukan pasir
untuk meminimalisir usaha yang dikeluarkan.
 Perhatikan arah angin, posisikan pintu masuk shelter agar
tidak menghadap arah datang angin.
c. Sumber panas :
✓ Dari panas tubuh atau panas dari api.

d. Ukuran shelter :
 Untuk satu orang atau kelompok.
 Harus cukup besar untuk melindungi Anda, tetapi
cukup kecil untuk

419
menyimpan panas tubuh.
Jenis -jenis Bivak buatan

a. Ponco Lean -to


Alat dan kondisi yang dibutuhkan:
✓ Ponco
✓ Tali 2 -3 meter
✓ Pasak ±30 cm (3 buah)
✓ Pohon (jarak 2 - 3 meter)
Pastikan arah angin mengenai bagian
belakang tenda.
Langkah pembuatan:
✓ Ikat bagian tudung ponco. Tarik tali pengikatnya sampai maksimal,
gulung tudung, lipat jadi 3, ikat dengan talinya.
✓ Pada bagian panjang ponco, ikat masing - masing tali di ujungnya.
Ikatkan sebuah ranting ±2,5 cm dari ujung ponco untu k mencegah air
hujan mengalir ke ponco (atau dapat juga menggunakan benang ±10
cm di ujung ponco)
✓ Ikat tali pada pohon setinggi pinggang.
✓ Rentangkan ponco dan tancapkan tongkat runcing atau pasak ke dalam
tanah hingga ponco tegang.

to .
 Ikatkan tudung ponco pada cabang pohon kecil
sebagai support lean-
Selain itu, dapat juga dengan memposisikan
tongkat tegak lurus pada tengah ponco, tetapi dapat
mengurangi ruang gerak.

 Alasi tanah dengan material insulator, seperti


dedaunan atau pinus kering, untuk mengurangi
kehilangan panas tubuh ke tanah.

b. Ponco tent
Alat dan kondisi yang dibutuhkan:

420
 Ponco
 Tali 2-3 meter ✓ Pasak ±30 cm (4-6 buah) ✓ Pohon
(jarak 2-3 meter).
Pastikan arah
angin mengenai bagian
samping tenda.

Langkah pembuatan:

 Ikat tudung ponco


 Ikatkan tali pada tengah ponco dan rentangkan tali dan
ponco lalu ikat kedua ujung tali ke pohon setinggi lutut.
 Rentangkan bagian samping ponco ke tanah dan pasang
tongkat pasak ke dalam tanah.
Shelter untuk 2 orang menggunakan 2 ponco dengan langkah
sebagai berikut :

 Ikat masing-masing tudung ponco.


 Rekatkan kancing ponco yang satu ke lubang kancing
ponco lainnya. Pada bagian pertemuan kedua ponco
dijadikan sebagai bagian atas tenda.
 Ikatkan ujung atas masing-masing sisi tenda dengan tali
ke tongkat sebagai tiang.
 Rentangkan ponco dan pasang pasak di sisi-sisi.
c. Debris Hut
Alat dan kondisi yang diperlukan :

 Ranting-ranting kayu.
 Debris seperti dedaunan, lumut, pakis, kulit
kayu, dll.
Langkah pembuatan :

 Gunakan ranting atau kayu kokoh sepanjang 2,5


meter untuk digunakan sebagai punggunan.
Sandarkan dengan posisi miring seperti gambar,
pastikan kokoh.
 Letakkan ranting-ranting yang lebih kecil di sebelah
kanan dan kiri punggungan hingga menyentuh bagian
tanah. Jangan lupa sisakan ruang untuk pintu masuk.
 Tambahkan ranting-ranting kecil menyilang tegak
lurus dengan ranting kecil sebelumnya untuk
mencegah debris yang akan disusun di atasnya jatuh.

421
 Letakkan tumpukkan debris yang kering dan lembut
dekat dengan tubuh kita (pada bagian dalam, sebagai
alas tidur) dan pada bagian atap.
 Letakkan ranting di atas debris untuk mencegah tertiup
angin.
 Tutup lubang masuk menggunakan dedaunan, tas, atau
pakaian.
d. Bivak alam

Bentuk lain dari alam yang bisa dimanfaatkan sebagai


shelter yaitu
gua, lekukan tebing/ba tu yang cukup dalam, lubang - lubang dalam
tanah, dan sebaginya. Apabila memilih gua harap diyakini bahwa :
✓ Gua tersebut bukan merupakan sarang binatang.
✓ Gua tersebut tidak mengeluarkan gas beracun.
Cara klasik mengetahuinya yaitu dengan menggunakan obor. Apabila
obor dapat terus menyala di dalam gua, berarti gua tersebut
aman dari
gas beracun.
✓ Gua tersebut terbebas dari bahaya longsor.

422
2.2. Pembuatan
api
Prinsip dasar api
Untuk membuat api, perlu dipahami prinsip dasar api, yaitu bahan
bakar tidak membakar sec ara langsung. Saat anda memberikan panas pada
bahan bakar akan menghasilkan suatu gas. Gas ini, berkombinasi dengan
oksigen di udara, dan terbakar.
Pemahaman konsep segi tiga api adalah sangat penting
yang akan dengan tepat membangun dan memelihara suatu
a
pi. Ketiga sisi segi tiga ini diwakili oleh udara, panas, dan bahan
bakar.

Pemilihan tempat dan persiapan


Perlu untuk memutuskan lokasi dan mengatur apa yang akan
dipakai. Sebelum me mbuat api perhatikan hal - hal berikut
:
a. Areal (medan dan cuaca) di tempa t berakti v
itas b. Bahan dan alat yang tersedia
c. Waktu - berapa lama punya waktu
d. Kebutuhan - mengapa butuh api
e. Keamanan - perhatikan arah angin dan sekeliling,
jangan sampai mengakibatkan kebakaran hutan.
f. Carilah tempat kering
yang:
 Terlindung dari angina

Tempatnya layak dan cocok dengan shelter (jika


punya)
 Bisa mengkonsentrasikan panas pada arah yang
diinginkan
 Ada persediaan kayu atau bahan bakar lain yang
tersedia Pemilihan bahan bakar :

424
a. Tinder ( penyala ) merupakan bahan kering yang mudah
menangkap api seperti ranting mati seukuran korek,
serutan kayu, serutan kulit kayu, serpihan pinus, daun
rumput kering, dsb. Tinder akan segera terbakar jika
terkena percikan api sehingga dapat menghasilkan panas
yang cukup untuk membuat kindling terbakar.
b. Kindling ( pemancing ) merupakan kayu yang berdiameter
sekitar 1 - 3 cm, bisa menggunakan ranting besar atau kayu
yang telah dibelah. Terbakar secara perlahan sehingga
menghasilkan panas yang lebih tahan lama.
c. Fuel ( bahan bakar ) merupakan kayu yang berukuran
lebih be sar, membuat api akan bertahan lama dan stabil
dengan bara api yang baik. Semakin tebal kayu yang
digunakan, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan
untuk membuat kayu terbakar, namun api yang menyala
juga akan bertahan lebih lama.
Cara menyususun :

T
e
k
T
T
e
knik pembuatan api :
a. Batu api dan besi baja
Batu api dan besi baja digesekkan untuk membuat
percikan api yang diarahkan ke tumpukan daun kering
atau tinder . Setelah percikan api mengenai daun
kering atau tinder , segera tiup agar menjadi bara api.
b. Bo w drill

 Menggunakan batu (hand hold), busur (bow), papan


kayu (fire board), batang kayu berujung runcing

425
(drill), coal catcher (dapat menggunakan kulit kayu
pipih, daun tumbuhan yang kaku), bola tinder yang
terbuat dari bahan yang kering dan mudah terbakar
seperti kulit kayu yang diserut atau rumput kering.
 Gunakan fire board sebagai alas atau tumpuan dengan
tebal sekitar 3 cm, pastikan bagian bawahnya datar.
Buat lubang dengan diameter yang lebih kecil dari
diameter drill.
 Drill dibuat menggunakan ranting atau kayu berbentuk
silinder dengan panjang 20 cm dan diameter 3 cm.
Ujung bagian bawah dibentuk runcing, sedangkan
ujung bagian bawah tumpul (berbentuk seperti pensil
kayu tapi dalam ukuran yang besar).
 Lilitkan drill di dalam busur (dibuat mengguankan
ranting yang melengkung dengan tali) dan posisikan di
atas area berlubang dari papan kayu.
 Letakkan hand hold di atas drill untuk menjaga posisi
drill tetap stabil dan memberikan tekanan saat
dilakukan proses penggosokan.
 Taruh coal catcher di bagian bawah lubang untuk
menangkap bubuk api.
 Gerakkan busur maju dan mundur dan tekan hand hold
agar batang kayu berputar pada porosnya. Fireboard
dapat diinjak supaya tetap pada posisinya.
 Lakukan terus hingga menghasilkan bubuk api
berasap.
 Jika sudah ada bubuk api berasap, segera masukkan ke
dalam tinder lalu tiup agar terbentuk bara yang lebih
besar.
c. Hand drill
Prinsipnya sama dengan bow drill, tetapi tidak
menggunakan busur untuk memutar kayu. Pemutaran
kayu dilakukan menggunakan tangan yang ditakupkan
maju dan mundur.

d. Fire plow
 Membuat api menggunakan 2 batang
kayu.
 Kayu pertama (berukuran lebih besar
dan lunak) digunakan sebagai tumpuan
atau alas untuk digosok oleh kayu kedua
(lebih kecil dan keras).

426
 Buat alur di kayu pertama dan gosokan
berulang kali kayu kedua pada kayu
pertama hingga menimbulkan percikan
api.
 Setelah muncul percikan, taruh pada
tinder dan tiup agar menjadi bara api
yang lebih besar.
e. Fire saw
 Menggunakan bambu kering yang
berdiameter besar dan berdinding tebal
dengan panjang yang cukup dari perut (dalam
posisi jongkok) ke tanah, lalu dibelah menjadi
setengah (bambu A dan bambu B).
 Buat lekukan pada kulit bambu A.
 Tajamkan bagian samping bambu B.
 Keruk kulit bambu B untuk mendapatkan
tinder.
 Taruh segenggam tinder dibagian dalam bambu A,
letakkan bambu A di tanah. Bisa dinjak agar posisnya
stabil.
 Letakkan sisi tajam bambu B pada lekukan bambu A.
 Gosokkan dengan cepat hingga timbul percikan yang
tertangkap pada tinder. Tiup hingga menjadi bara api.
2.3. Pencarian air
Penggunaan air oleh survvivor
a. Untuk mengatasi rasa haus yang berlebihan, kita dapat menjaga
agar mulut tetap lembab dan basah dengan cara menelan air liur
atau menghisap ujung kerah baju.
b. Pengaturan makanan disesuaikan dengan persediaan air yang
ada.
c. Jangan minum alkohol sebagai penahan haus karena sangat
berbahaya.
d. Meminum urin merupakan tindakan yang salah.
e. Jangan merokok karena menyebabkan tenggorokan kering dan
kehausan.
f. Peralatan pendukung dan usaha komunikasi dengan pihak lain.
Cara Mempertahankan Cairan Tubuh
a. Hindari kesibukan, istirahat saja dan jangan merokok
b. Usahakan untuk tetap merasa sejuk. Selalu berlindung di bawah
bayangan, apabila tidak ada bikin perlindungan.
c. Jangan berbaring di atas tanah yang panas atau permukaan yang
panas

427
d. Jangan makan atau makanlah sedikit mungkin, pencernaan
meningkatkan penggunaan cairan tubuh dan akan meningkatkan
dehidrasi, terlebih lemak yang sangat sulit untuk dicerna.
e. Jangan minum alkohol ini akan mengurangi cairan di organ yang
penting dan merusaknya.
f. Jangan banyak bicara, bernafaslah lewat hidung jangan mulut.
Syarat Mutu Air
Air yang dikonsumsi manusia ideal harus memenuhi syarat
sebagai berikut : a. Syarat fisik

Tak berbau, tak berasa, tak berwarna dan sejuk (dibawah suhu
sekitar), jernih

(kekeruhan 1mg/liter SiO2)

b. Syarat Bakteriologi
Angka kuman 1 cc kurang dari 100 cc air.

c. Syarat Kimia
Zat yang ada kurang dari 100 mg/liter, zat organik kurang
dari 10 mg/liter, mengandung fluor dan yodium, tidak boleh
mengandung gas H2S, NH4, NO3 kurang dari 20 mg/liter, dan NO2.

Dalam praktek, persyaratan di atas yang paling mudah


dipenuhi adalah syarat fisik, kemudian air dimasak (melalui
proses penjernihan dan sterilisasi dengan obat), air langsung
dapat diminum.

Macam Air
Mutu tingkat air dimulai dari kandungan zat-zat didalamnya

a. Air terkontaminasi (Contaminated Water)


Air yang mengandung racun, unsur kimia biologi, radiologi
(kibira) atau jasad renik yang dapat menimbulkan sakit.

b. Air kotor terpolusi (Polluted Water)


Air yang mengandung bahan sampah, lumpur atau limbah. Tak
bisa dipakai karena tidak memenuhi syarat fisik.

c. Air yang dapat dipakai (Portable Water)


Air yang bebas kibira, racun dan organisme. Walau rasa kurang
enak, sesudah dimasak bisa diminum

d. Air nyaman (Palatable Water)


Air yang enak dan segar diminum.

428
Pencarian Air
a. Pada tanah berbatu
 Cari mata air pada daerah karst
 Dari saluran air pada dinding lembah yang memotong
lapisan berpori. ✓ Pada daerah granit cari pinggir bukit
berumput paling hijau.
b. Pada tanah gembur
 Cari pada daerah lembah atau lereng.
 Kadang terdapat genangan kecil, air harus disterilkan.
c. Di pegunungan
✓ Digali bekas aliran sungai pada
kelokan sebelah luar. ✓ Pada hutan
lumut, ambil lumut lalu peras.

d. Dari tumbuh-tumbuhan
 Kelapa, kaktus dipotong diperas
 Liana/rotan dengan memotong dekat tanah ditampung
 Palmae diambil niranya
 Ruas bambu, bonggol pisang, lumut
e. Menampung embun
 Pilih daerah dengan tanah yang
lembab (bisa berupa tanah
rendah tempat air
hujan mungkin
tertampung). Tanah sebaiknya
mudah digali dan terpapar
sinar matahari
sepanjang hari.
 Gali tanah berbentuk mangkuk dengan diameter 1 meter
dan kedalaman 60cm. Lalu, gali cekungan kecil di
tengah galian sebesar tampat tadahan air (container).
 Taruh selang atau sedotan, pada tempat tadahan, yang
cukup panjang hingga ke pinggir galian. Jangkarkan
dengan tali.
 Rentangkan selembar plastik di atas lubang galian
hingga menutup lubang. Taruh batu atau tanah di
pinggir plastik untuk menahan plastik.
 Taruh batu di tengah plastik sehingga plastik berbentuk
seperti kerucut. Pastikan bagian kerucut terletak di atas
tempat tadahan air agar tetesan airnya tepat masuk ke
tadahan

429
Tanda dari hewan ke sumber Air

Hewan bertulang belakang memerlukan air secara


tetap. Hewan memamah biak biasanya hidup di dekat air
dan akan selalu berusaha di dekat sumber air. Hewan ini
memerlukan air setiap sore dan pagi hari, bekas jejak hewan
ini akan sangat jelas menuju ke lembah ke arah sumber air.

Burung pemakan buah tidak akan jauh dari sumber air.


Binatang ini minum pada pagi dan sore hari. Apabila burung
ini terbang langsung dan rendah maka itu tanda akan menuju
air. Setelah minum burung tersebut akan terbang dari pohon
ke pohon dan sering beristirahat. Pastikanlah lintasan terbang
burung ini maka kemungkinan besar akan bertemu sumber air.
Serangga sebagai tanda yang baik terutama lebah.
Mereka bisa terbang sekitar 6,5 km dari sarang tetapi tidak
mempunyai jadwal tetap mencari air.

430
Semut sangat memerlukan air, sekumpulan semut yang
berbaris menuju pucuk pohon untuk mengambil air yang
terperangkap di sana. Seringkali penampungan air ini satu-
satunya di daerah yang kering

2.4. Pencarian makan


Tumbuhan Hutan Sebagai
Sumber Makanan Yang perlu
diperlu diperhatikan:
a. Tumbuhan tersebut sudah dikenal dan biasa dimakan
b. Tumbuhan tersebut tidak hidup menyendiri (soliter)
c. Tumbuhan tersebut tidak berwarna menyolok, tidak bergetah
susu dan tidak berbau kurang sedap
d. Jangan memakan jenis tumbuhan yang terasa gatal atau panas
pada kulit, bibir dan lidah
e. Jangan memakan satu jenis tumbuhan saja
f. Sebaiknya dimasak dulu sebelum dimakan
Cara menguji tanaman yang tidak dikenali:
a. Periksa dengan teliti dan pastikan bahwa tanaman tersebut
tidak kotor, berlumpur, atau dimakan cacing. Beberapa
tanaman saat tua berubah menjadi racun akibat zat kimia.
b. Cium dengan cara meremas atau menghancurkan sebagian
kecil dari tanaman tersebut. Jika berbau seperti almond yang
pahit atau buah persik (bau busuk), segera buang.
c. Iritasi kulit diperiksa dengan menggosokkan sedikit atau
tekan beberapa air atau getah tanaman tersebut ke bagian
tubuh yang lembut atau lunak, seperti lengan atas. Jika ada
iritasi, segera buang.
d. Jika pada langkah no.3 tidak terjadi reaksi, maka: ✓
Letakkan sedikit sampel pada bibir.
 Letakkan sedikit sampel pada sudut mulut.
 Letakkan sedikit sampel pada bagian atas lidah.
 Letakkan sedikit sampel pada bagian bawah lidah.
 Kunyah sedikit sampel.
 Tunggu hingga sekitar 5 menit untuk setiap langkah a
sampai dengan e di atas. Jika ada iritasi atau rasa tidak
nyaman, segera buang.
 Makan dalam jumlah sedikit dan tunggu sekitar 5 jam.
Selama masa ini jangan mengonsumi makanan atau
minuman yang lain.

431
Jenis tumbuhan yang dapat dimakan antara lain :
a. Umbi talas (Colocasia sp), rumput teki (Cyperus rotundus), uwi
atau gadung
(Dioscorea hispida) dan ganyong (Canna hybrida)
b. Buah senggani atau herendong (Malastoma polyantum), arbei
hutan (Rubus sp), markisa atau konyal (Passiflora
quadrangularis) dan ceplukan (Physalis angilata)
c. Biji muda sengon (Albizia lophanta) dan kaliandra (Caliandra
cathartica)
d. Daun muda paku tiang (Alsophia glauca), rasamala (Altingia
excelsa), selada air (Nasturtium officinale), poh-pohan atau
banyon (Pileamelastomoides), sintrong (Gynura arrantiaca),
dan antanan atau gagan atau kaki kuda
(Cantella asiatica)
e. Umbut paku tiang, batang muda ketebon (Genostegia hirta),
umbut palem muda (Fam palmae), batang daun begonia
(Begonia sp) dan rebung bambu
(Bambosa sp)
f. Bunga honje dan kecombrang (Nicolaria sp), bunga turi
(Sesbania glandiflora), pisang hutan (Musa sp) yang dapat
dimakan yaitu buah, jantung, batang bagian dalam dan bongkol
pisang muda.
g. Jamur
Tumbuhan Beracun :
a. Getah pohon paku putih dapat menyebabkan kebutaan.
b. Getah pohon rengas, ingas/semplop, sangat berbahaya karena
merusak jaringan.
c. Getah jambu monyet menyebabkan gatal-gatal.
d. Buah aren mentah menyebabkan gatal-gatal.
e. Kecubung, beracun bila dimakan.
f. Rarawean, dapat menyebabkan gatal-gatal dan pedih.
g. Daul Pulus dapat menyebabkan gatal-gatal dan panas Tanda-
tanda umum jamur beracun:
a. Pada umumnya mempunyai warna yang menyolok, seperti
merah darah, hitam legam, biru tua ataupun warna-warna
lainnya.
b. Menghasilkan bau yang menusuk hidung, seperti bau telur
busuk (H2S) ataupun bau amoniak.
c. Mempunyai cincin atau cawan, akan tetapi ada juga jamur yang
mempunyai cincin tetapi tidak beracun seperti jamur merang
dan jamur kompos (mushroom).

432
d. Umumya tumbuh pada tempat-tempat yang kotor seperti tempat
pembuangan sampah dan kotoran hewan.
e. Apabila jamur beracun tersebut dikerat dengan pisau yang
terbuat dari perak maka pisau tersebut akan berwarna hitam
atau biru.
f. Apabila dimasak cepat sekali berubah warna, dari warna putih
menjadi warna gelap.
g. Senyawa beracun yang dihasilkan oleh jamur yaitu : kolin,
muskarin, falin, atropin jamur dan asam helvelar.
Beberapa jenis tumbuhan obat yang ditemui di hutan yaitu :
a. Lumut hati, bila dimakan dapat sebagai obat hepatitis (penyakit
hati)
b. Antanan atau gagan atau kaki kuda daunnya bila dimakan atau
dilalap, dapat sebagai obat sakit perut, batuk, asma dan
sariawan
c. Kaliandra, daun dan biji mudanya dapat sebagai obat sariawan
d. Sembung manis, jenis tumbuhan herbal yang daunnya dapat
digunakan untuk sakit panas dan sakit perut
e. Kiurat, daunnya untuk obat luar, seperti luka dan salah urat
(keseleo)
f. Numpong, daunnya dihaluskan untuk obat luka
g. Getah kamboja, untuk menghilangkan bengkak

Tumbuhan Berguna Lainnya


a. Tumbuhan penyimpan air : tumbuhan beruas (bambu, rotan,
dll), tumbuhan merambat kantung semar, kaktus dll.
b. Tumbuhan pembuat atap/perlindungan : daun nipah, aren,
sagu dll.
c. Pengusir ular dan serangga : lemo
d. Indikator air bersih : tespong, selada air
Hewan Sebagai Sumber Makanan
Yang
perlu
diperhat
ikan: a.
Jenis
hewan
tersebut

b. Tempat hidup atau habitatnya


c. Ukuran tubuhnya
d. Makanannya

433
e. Pola tingkah laku hewan tersebut Hewan yang dapat
dimakan antara lain : a. Mollusca : siput dan kerang
b. Annelida : cacing dan lintah
c. Insecta : belalang dan ulat jati
d. Crustacea : kepiting dan udang
e. Pisces : ikan
f. Amphibia : katak
g. Reptilia : ular, kadal, cicak, dsb
h. Mamalia : kelinci, rusa, dsb
i. Aves : ayam hutan
2.5. Pembuatan Perangkap
Trap ini digunakan survivor untuk menangkap binatang
untuk diambil dagingnya untuk dimakan. Membuat trap
kadangkala memerlukan bahan lainya, seperti : karet, kawat,
tali, dan sebagainya. Maka dari itu barang-barang tersebut
tersedia di dalam survival kit.

Dalam pembuatan trap, hendaknya diketahui hewan apa


saja yang biasa lewat atau tinggal di daerah itu. Dengan
mengetahui hewan apa yang akan ditangkap, kita dapat
menyesuaikan jenis trap apa yang akan dibuat. Perlu diingat
bahwa trap akan sia-sia jika binatang yang telah
terperangkap dapat meloloskan diri. Maka dari itu
pembuatan trap biasanya dalam bentuk yang sederhana
tetapi mempunyai kekuatan yang baik. Lima jenis trap yang
sering digunakan :

a. Trap Menggantung (Hanging Snare), memanfaatkan :

 Kelenturan dahan pohon


 Patok yang diberi lekukan dan dihubungkan dengan tali
 Tali laso yang lalu menghubungkan dahan pohon yang lentur
dengan patok, sehingga apabila laso goyang maka tali pada
patok akan lepas dan dahan pohon akan menarik, hingga
akhirnya tali akan menjerat.
Perangkap ini ditujukan untuk menangkap binatang yang
cukup besar seperti : kelinci, ayam, bebek, dan lain lain.

d. Trap Menimpa
Perangkap lain yang ditujukan untuk menangkap binatang
kecil lainya adalah perangkap menimpa. Perangkap ini
memanfaatkan berat kayu untuk menindih. Model ini dikenal

434
dengan nama deadfall snare. Yang diperlukan dalam pembuatan
perangkap ini adalah :

 Batang pohon besar ditumpukan pada kayu pohon lainya


yang saling menopang.
 Kayu pohon penopang yang saling berhubungan dengan

menimpa.
✓ Umpan yang diletakan dekat dengan kayu pohon penopang dan apabila
tergerak, maka kayu pohon penopang akan bergeser sehingga batang
pohon besar akan jatuh menimpa.

e. Kombinasi Trap Lubang dengan Trap Menimpa


Perangk ap ini merupakan kombinasi bentuk lubang perangkap dan perangkap

menimpa. Perangkap ini terdiri dari :


✓ Batang pohon besar untuk menimpa mangsa.
✓ Kayu pohon yang saling menopang.
✓ Umpan.
✓ Lubang perangkap lengkap dengan samarannya.
Cara kerjanya hampir sama d engan trap menimpa, tetapi ketika mangsa

tertimpa batang, ia akan langsung masuk ke lubang.

batang pohon besar dan jika salah satu tersenggol, maka


yang lain akan jatuh dan

435
2.6. Teknik Packing
Packing merupakan sebuah seni dalam menata seluruh
peralatan dan logistik ke dalam ransel. Ransel yang di-pack dengan
baik akan lebih mudah dan nyaman untuk dibawa dibanding
dengan yang berantakan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam packing:

a. Logistik yang berat dan besar, seperti makanan diletakkan dekat


dengan tubuh dan daerah tengah dari punggung.

436
437
Contoh daftar logistik:
1.
Packing 6. Navigasi atau orientasi
✓ Tas carrier atau ransel ✓ Kompas bidik atau tembak
✓ Tas pinggang ✓ Altimeter
✓ Stuffbag berbagai ukuran ✓ Protactor atau busur derajat
✓ Kantong plastik ✓ Kur vimeter
2.
Pakaian ✓ Peta dan tempatnya

438
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Panduan Emergency, Rescue, and Adventure Tim Bantuan Medis


Mahasiswa Panacea FK UGM Tahun 2016
2. Buku Materi Diklat Medis, KAT dan Pengabdian masyarakat Hippocrates
Emergency Team Angkatan XXV

439
MANAJEMEN PERJALANAN

Petualangan alam bebas adalah kegiatan yang termasuk dalam


kegiatan beresiko tinggi (high risk activity), sehingga untuk
menghindari kejadian- kejadian yang tidak diinginkan maka sebuah
kegiatan alam bebas harus dipersiapkan secara matang oleh para
pelakunya. Keinginan untuk berpetualang di alam terbuka
menyebabkan para penggiatnya melakukan berbagai kegiatan
petualangan dan perjalanan, mulai dari pendakian gunung, penyusuran
pantai, pengarungan sungai berarus deras, panjat tebing, penelusuran
gua sampai dengan perjalanan besar yang sering disebut ekspedisi.
Berbagai tujuan perjalanan tersebut, mulai perjalanan
eksplorasi, survei, maupun hanya sekedar jalan-jalan memerlukan
persiapan yang baik, mengingat kondisi alam yang apabila tidak dapat
kita atasi dengan baik akan membawa kita pada keadaan yang
membahayakan jiwa. Dalam upaya mengatasi kondisi alam yang selalu
berubah itu, sebelum melakukan suatu perjalanan, wajib melakukan
perencanaan yang matang. Sangat kurang baik apabila dalam
melakukan petualangan atau perjalanan dengan alasan yang tidak jelas
dan mengesampingkan manajemen perjalanan. Oleh karena itu perlu
sebuah manajemen perjalanan yang tertata agar kegiatan tersebut dapat
terlaksana dengan lancar.

1. Pendahuluan
1.1. Definisi
Suatu manajemen perjalanan menunjukkan hubungan yang
selaras antara persiapan, perjalanan dan perlengkapan serta kesehatan.
Perjalanan yang akan dilakukan harus dipersiapkan dengan matang.
Persiapan sangat berguna bagi pelaku petualang karena akan
mengurangi resiko yang mungkin timbul dalam perjalanan.
1.2. Tujuan
Ini adalah awal dari rangkaian kegiatan yaitu menentukan
maksud perjalanan, tujuan lokasi, dan target yang akan dicapai.
Contohnya akan diadakan ekspedisi penelitian ke suatu tempat, target
yang akan dicapai haruslah sudah jelas antara lain penelitian interaksi
ekosistem, pendataan jenis flora dan fauna.
1.3. Tantangan
Perjalanan alam bebas pasti akan bersentuhan dengan cuaca,
situasi medan dan waktu yang kadang tidak bersahabat dan tidak sesuai
perkiraan karena memang alam tidak bisa kita tebak. Oleh karena itu
perlu dipersiapkan perlengkapan yang memadai untuk mengantisipasi

440
semua hal tersebut. Salah satu ―perisai diri‖ ketika melakukan aktivitas
alam bebas adalah perlengkapan diri pribadi yang memang harus
benar-benar dipersiapkan dengan baik.
1.4. Etika Perjalanan
Harus kita sadari sepenuhnya sebagai seorang pendaki bahwa
alam seperti gunung adalah bagian dari masyarakat yang memiliki
kaidah-kaidah dan hukum-hukum yang berlaku yang harus kita pegang
dengan teguh. Mendaki gunung tanpa memikirkan keselamatan diri
bukanlah sikap yang terpuji, selain itu juga harus menghargai sikap dan
pendapat masyarakat tentang kegiatan mendaki gunung yang selama
ini dilakukan.

2. Tahap Perencanaan
Ketika memutuskan untuk melakukan perjalanan dalam suatu
kegiatan, tentu seharusnya mempersiapkan segala sesuatunya secara
matang, baik personil, logistik, perlengkapan maupun pengetahuan
medan. Ketika merencanakan untuk kegiatan keluar, tentu juga akan
menyiapkan tim yang ideal dan solid, dan tahu betul kemampuannya.
Perbekalan dan peralatan yang cukup juga situasi medan dan route
yang akan dilalui, kemudian siap untuk melakukan perjalanan. Bahaya
tentu saja akan selalu ada baik itu dari diri sendiri dan tim yang
menyangkut kesiapan perlengkapan dan peralatan tim maupun
pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki tim dalam melakukan
perjalanan. Bahaya dari luar akan selalu ada, tergantung kesiapan dan
kesolidan tim dalam menghadapinya. Mental sangat berpengaruh
dalam perjalanan.
Hal pertama yang harus dilakukan dalam perencanaan
perjalanan adalah mencari informasi. Untuk mendapatkan data-data
kita dapat memperoleh dari literatur-literatur yang berupa buku-buku
atau artikel-artikel yang kita butuhkan atau dari orang-orang yang
pernah melakukan pendakian pada objek yang akan dituju. Tidak salah
juga bila meminta informasi dari penduduk setempat atau siapa saja
yang mengerti tentang gambaran medan lokasi yang akan didaki.
Selanjutnya buatlah ROP (Rencana Operasi Perjalanan).
Buatlah perencanaan secara detail dan rinci, yang berisi tentang daerah
mana yang dituju, berapa lama kegiatan berlangsung, perlengkapan
apa saja yang dibutuhkan, makanan yang perlu dibawa, perkiraan biaya
perjalanan, bagaimana mencapai daerah tersebut, serta prosedur
pengurusan ijin mendaki di daerah tersebut. Lalu buatlah ROP secara
teliti dan sedetail mungkin, mulai dari rincian waktu sebelum kegiatan
sampai dengan setelah kegiatan. Aturlah pembagian job dengan
anggota pendaki yang lain (satu kelompok), tentukan kapan waktu

441
makan, kapan harus istirahat, dan sebagainya. Untuk merencanakan
suatu kegiatan ke alam bebas harus ada persiapan dan penyusunan
secara matang. ada rumusan yang umum digunakan yaitu 4W & 1 H,
yang kepanjangannya adalah Where, Who, Why, When dan How.
Berikut ini aplikasi dari rumusan tersebut :
1. Where (Dimana), untuk melakukan suatu kegiatan alam kita
harus mengetahui di mana tempat yang akan digunakan
2. Who (Siapa), apakah kegiatan alam tersebut dilakukan sendiri
atau berkelompok, siapa yang menjadi leader atau mengetahui
kemampuan diri.
3. Why (Mengapa), ini adalah pertanyaan yang cukup panjang dan
bisa bermacam-macam jawaban.
4. When (Kapan) waktu pelaksanaan kegiatan tersebut berapa
lama?.
5. How (Bagaimana) merupakan suatu pembahasan yang lebih
komprehensif dari jawaban pertanyaan di atas ulasannya adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi tempat
2. Bagaimana cuaca disana
3. Bagaimana perizinannya
4. Bagaimana mendapatkan air
5. Bagaimana pengaturan tugas panitia
6. Bagaimana materi yang disampaikan.

2.1. Tempat Tujuan


Mencari informasi/data tentang tujuan perjalanan merupakan
tahap paling awal sebelum melakukan perjalanan. Seperti letak
geografis dan administratif, kondisi wilayah (medan, masyarakat dan
lingkungannya), budaya masyarakat lokal, akses ke lokasi, dan info-
info penting lainnya tentang daerah tersebut. Informasi bisa kita dapat
melalui literatur, media massa, penduduk setempat dan orang yang
pernah melakukan perjalanan ke tempat tersebut. Adapun informasi
yang perlu didapatkan adalah:
1. Rute-rute yang ada, dan mempertimbangkan rute mana
yang akan dipilih,
2. Keadaan medan, struktur geologi serta hambatan yang
mungkin timbul,
3. Keadaan flora dan fauna.
Memperkirakan waktu perjalanan penting untuk diperhatikan. Ini
terutama berguna untuk mempersiapkan makanan. Dan yang perlu
diperhatikan lagi adalah keadaan musim dan cuaca pada saat itu. .

442
2.3. Akses dan Transportasi
Sistem komunikasi yang efisien sangat penting dalam
pengendalian dan sebagai saluran informasi. Kegiatan apa saja yang
akan dilakukan selama ekspedisi berlangsung juga sangat penting
direncanakan sejak tahap awal persiapan agar seluruh kegiatan dapat
berjalan dengan lancar dan terstruktur. Rencana kegiatan yang di
dalamnya mencakup rincian
1. Pemilihan medan, dengan memperhitungkan lokasi
basecamp panitia, pembagian waktu dan sebagainya.
2. Pengurusan perizinan (kepolisian, kepala sekolah, orang
tua, kepala desa setempat)
3. Pembagian tugas panitia
4. Penyusunan rencana kegiatan
5. Perencanaan kebutuhan peralatan, perlengkapan dan
transportasi. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah kita
akan mendapatkan point-point bagi kalkulasi biaya yang
dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut.
2.5. Pendanaan/biaya
Anggaran biaya harus dirinci secara detail, maka diperlukan
salah satu dari tim yang bisa mengatur keluar masuknya uang. Selain
pemasukan dan pengeluaran perlu dicantumkan juga dana tidak
terduga.
2.6. Anggota/Peserta
Selain memilih anggota dalam perjalanan, yang perlu
diperhatikan juga adalah pembagian kerja tim dan sebuah kerjasama
yang baik. Karena kerjasama yang baik merupakan faktor yang
menentukan keberhasilan perjalanan tersebut.

3. Tahap Persiapan
3.1. Pembentukan Tim
Langkah awal yang dilakukan setelah perencanaan kegiatan
adalah pembentukan tim sesuai dengan kebutuhan kegiatan tersebut,
meliputi :
a. Ketua pelaksana,
b. Sekretaris,
c. Bendahara,
d. Humas,
e. Pendanaan,
f. Perlengkapan/logistik,
g. Perizinan dan transportasi,
h. Dokumentasi, serta

443
i. Operasional lapangan yg mengurusi masalah teknis selama
kegiatan.
3.2. Perizinan dan Administrasi
Mempersiapkan seluruh prosedur dan administrasi yang
dibutuhkan untuk perijinan memasuki kawasan yang akan dituju.
Selain itu perizinan dari orang tua dan keluarga juga sangat
dibutuhkan. Surat-menyurat yang diperlukan dalam perjalanan
kegiatan alam bebas antara lain:
1. Surat pengantar dari lembaga terkait, misalnya surat tugas dari
Dekanat atau Rektorat.
2. Surat ijin kegiatan (kepolisian dan sospol).
3. Surat ijin masuk kawasan.
3.3. Keterampilan, Mental, dan Fisik
Kesiapan mental amat berpengaruh, karena jika mentalnya
sedang fit, maka fisik pun akan fit, tetapi bisa saja terjadi sebaliknya,
apabila mental sedang tidak baik dapat menganggu keseluruhan
persiapan. Kesiapan fisik juga sangatlah penting dalam persiapan
perjalanan. Beberapa latihan fisik yang perlu dilakukan, misalnya :
stretching /perenggangan (sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
olahraga, lakukanlah perenggangan, agar tubuh kita dapat terlatih
kelenturannya), jogging (lari pelan-pelan). Lama waktu dan jarak
sesuai dengan kemampuan, tetapi waktu, jarak dan kecepatan selalu
bertambah dari waktu sebelumnya. Latihan lainnya bisa saja sit-up,
push-up dan pull-up. Lakukan sesuai kemampuan dan tambahlah
porsinya melebihi porsi sebelumnya.
Kesiapan pengetahuan dan ketrampilan. materi disesuaikan
dengan maksud dan tujuan kegiatan. Setiap anggota tim harus
menguasai pengetahuan dasar hidup di alam terbuka, antara lain
navigasi, survival dan EMC (Emergency Medical Care) praktis atau
pertolongan pertama pada gawat darurat . Jika perjalanan yang dipilih
adalah pendakian maka harus dikuasai pengetahuan mountaineering.
3.4. Perlengkapan dan Logistik
Mengingat pentingnya penyusunan perlengkapan dalam suatu
perjalanan, maka sebelum memulai kegiatan, sebaiknya dibuatkan
check-list terlebih dahulu. Perlengkapan dikelompokkan menurut
jenisnya, lalu periksa lagi mana yang perlu dibawa dan tidak. Apabila
perjalanan dilakukan dengan berkelompok, maka check-list nya untuk
perlengkapan regu dan pribadi. Dalam perjalanan besar dan
memerlukan waktu yang lama, perlu menentukan perlengkapan dan
perbekalan mana saja yang dibawa dari rumah atau titik
keberangkatan, dan perlengkapan atau perbekalan mana saja yang bisa
dibeli di lokasi terdekat dengan tujuan perjalanan. Yang tidak kalah

444
pentingnya adalah mendapatkan point-point bagi kalkulasi biaya yang
dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan
perlengkapan perjalanan yaitu kesesuaiannya dengan lokasi kegiatan,
sesedikit mungkin barang dengan kegunaan sebanyak mungkin.
Adapun spesifikasi perlengkapan yaitu perlengkapan pribadi dan
perlengkapan kelompok.
Hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan perbekalan:
1. Sesuaikan perbekalan dengan lamanya perjalanan,
2. Sesuaikan perbekalan dengan aktivitas yang akan
dilakukan,
3. Serta sesuaikan perbekalan dengan kondisi medan
Sehubungan dengan keadaan di atas, ada beberapa syarat yang
harus diperhatikan dalam merencanakan perjalanan:
a. Cukup mengandung kalori dan mempunyai komposisi gizi yang
memadai.
b. Terlindung dari kerusakan, tahan lama, dan mudah menanganinya.
c. Sebaiknya makanan yang siap saji atau tidak perlu dimasak terlalu
lama, irit air dan bahan bakar.
d. Ringan, mudah didapat, serta terjangkau.
Untuk dapat merencanakan komposisi bahan makanan agar
sesuai dengan syarat-syarat diatas, kita dapat mengkajinya dengan
langkah-langkah berikut:
1. Dengan informasi yang cukup lengkap, perkirakan
kondisi medan, aktifitas tubuh yang perlukan, dan
lamanya waktu.
2. Perhitungkan jumlah kalori yang diperlukan. Kalori
paling cepat didapat dari hidrat arang, lemak, dan
protein.
3. Susun daftar makanan yang memenuhi syarat di atas,
kemudian kelompokan menurut komposisi dominan.
Hidrat arang, ptotein, lemak, hitung masing-masing
kalori totalnya (setelah siap dimakan).
4. Perhitungan untuk vitamin dan mineral dapat dilakukan
terakhir, dan apabila ada kekurangan dapat ditambah
tablet vitamin dan mineral secukupnya.

4. Tahap Pelaksanaan
4.1. Pembagian Tugas dan Kerjasama Tim
Pembagian tugas disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan
lapangan. Ketua pelaksana beserta panitia sebagai penanggungjawab
seluruh kegiatan dan mempersiapkan semua kebutuhan pra kegiatan,

445
sedangkan operasional lapangan mengkoordinir tim lapangan.
Pembagian tugas tim lapangan ditentukan sesuai dengan kebutuhan.
4.2. Manajemen Perlengkapan dan Perbekala
Perlengkapan dan perbekalan adalah bagian paling penting
dalam kegiatan, oleh sebab itu perlu pengaturan dalam
penggunaannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan
perlengkapan dan perbekalan antara lain:
1. Data semua perlengkapan dan perbekalan
2. Rencanakan penggunaan peralatan perharinya
3. Jaga dan rawat peralatan tersebut
4. Bawa alat dalam jumlah sesedikit mungkin dengan
manfaat yang sebanyak mungkin.
4.3. Komando, Komunikasi, dan Rescue
Untuk kelancaran kegiatan lapangan maka perlu sistem
komando dan komunikasi yang bagus sehingga segala sesuatu seperti
informasi mendadak, pengiriman berita dan data kecelakaan dapat
direspon dengan cepat. Untuk rescue sendiri juga perlu diperhatikan
juga jalur evakuasi, yaitu jalur yang digunakan untuk membawa
korban apabila terjadi kecelakaan dalam kegiatan alam bebas, di mana
jalur tersebut dapat ditempuh dalam waktu sesingkat mungkin
mencapai tempat penanganan selanjutnya terhadap korban.
4.4. Dokumentasi Kegiatan
Mendokumentasikan kegiatan dalam bentuk foto, video, jurnal,
dll sangat diperlukan. Selain sebagai bahan untuk laporan kegiatan,
dokumen tersebut juga menjadi bahan untuk publikasi kegiatan
tersebut.

5. Pasca Kegiatan
5.1. Evaluasi Kegiatan/Perjalanan
Evaluasi kegiatan bertujuan agar segala kekurangan selama
kegiatan bisa diminimalisir untuk kegiatan selanjutnya.
5.2. Pelaporan
Laporan kegiatan adalah bentuk hasil kegiatan yang dapat
digunakan menjadi acuan dan tolak ukur kegiatan selanjutnya. Laporan
perjalanan memuat semua hasil perjalanan yang telah dilakukan. Dan
yang paling penting dari laporan perjalanan adalah evaluasi dari
perjalanan tersebut sehingga kita dapat belajar dari kesalahan apabila
kita akan melakukan perjalanan lagi.

446
DAFTAR PUSTAKA

1. BPP Diklat PTBMMKI. 2017. Kurikulum Pendidikan dan


Latihan PTBMMKI.
2. Coaches, Palmer‘s Pty Ltd. 2018. Vehicle Safety and Journey
Management Policy-PCHSE-059.
3. Hill, Roy. 2018. Journey Management Procedure Health and
Safety.
4. HSE Performance Asurance. 2016. Journey Management ALL‐
HSE‐PRC‐190. Conoco Phillips Canada.
5. NETS. 2015. Journey Management for Everyday Driving.
6. Retzer, Kyla. 2014. Journey Management: A Strategic
Approach to Reducing Your Workers' Greatest Risk.

447
EXPLORE SEARCH AND RESCUE
SAR adalah pencarian dan pemberian pertolongan terhadap orang
dan material yang hilang atau menghadapi bahaya. Untuk kegiatan SAR di
Indonesia, ruang lingkup tugasnya dijelaskan dalam Keppres SAR
Indonesia no. II tahun 1972 meliputi musibah penerbangan dan pelayaran.
Dalam perkembangannya kemudian mencakup juga penanganan musibah
akibat bencana alam (atas permintaan Bakornas PBA), dan kini termasuk
juga untuk mengamati musibah-musibah rekreasi. Kedua hal yang terakhir
sebenarnya tidak termasuk ke dalam lingkup tugas SAR.

7. PENGERTIAN SAR
7.1. Definisi SAR
SAR adalah pekerjaan dari personil terlatih dengan segala
fasilitas, guna menolong jiwa manusia dan sesuatu yang berharga
dengan cara yang paling efisien untuk mencapai hasil yang
maksimal.

7.2. SAR Militer


SAR militer adalah dimana survivornya terdiri dari personil
militer sebagai akibat dari organisasi-organisasi atau pertempuran.
Tapi bila survivor itu (walaupun orang militer) hilang pada suatu
pendakian, maka ini merupakan SAR biasa.

7.3. Objek SAR


Objek SAR adalah suatu yang dalam keadaan terpencil dan
terisolasi. Objek SAR ini juga disebut ―missing target‖. Operasi
exploler search and rescue di Indonesia mungkin dikenal dengan
istilah SAR Gunung Hutan. Metode yang dipakai pada SAR
tidaklah terlalu berbeda dengan praktek SAR yang telah dilakukan
sebelumnya hanya telah dilakukan penyempurnaan teknis sesuai
dengan medan gunung hutan yang dihadapi oleh tim SAR.

7.4. Organisasi SAR


Ada beberapa pembagian organisasi Operasi SAR:

a. SC (SAR coordinator) adalah biasanya pejabat yang mempunyai


wewenang dalam penyediaan fasilitas.
b. SMC (SAR Mission coordinator) adalah orang yang mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam mementukan MPP (Most
Probable Position), menentukan pencarian, strategi pencarian
(berapa unit, teknik, dan fasilitasnya).

448
c. OSC (On Scane Commander) adalah tidak mutlak ada, tapi juga bisa
lebih dari satu, tergantung wilayah komunikasi dan kesulitan
jangkuannya.
d. SRU (Search and Rescue Unit).

8. PRINSIP OPERASI PENCARIAN


8.1. Pengendalian
Operasi SAR diselenggarakan paling lama tujuh hari semenjak
SMC ditunjuk oleh Kepala Badan SAR Nasional.

a. Penutupan penyelenggaraan operasi SAR dilakukan apabila:


 Korban telah ditemukan dan atau diselamatkan
 Hasil evaluasi SMC secara komprehensif tentang efektifitas
penyelenggaraan operasi SAR telah maksimal dan rasional untuk
ditutup.
b. Penyelenggaraan operasi SAR diperpanjang apabila:
 Evaluasi SMC terhadap perkembangan penyelenggaraan operasi
SAR
 Ditemukan tanda-tanda kehidupan atau keberadaan korban
 Ada permintaan dari pihak pemerintah daerah, perusahaan, atau
pemilik kapal/ pesawat dan oleh pihak keluarga yang mengalami
musibah. Biaya penyelenggaraan operasi SAR dibebankan
kepada pihak yang meminta.
8.2. Informasi
a. Informasi sebelum pelaksaanaan (pre search information)
 Tentang subjek yang hilang
 Keadaan cuaca dan perkiraan cuaca
 Daerah pencarian
Penentuan daerah pencarian dihitung berdasarkan pemetaan
jarak perjalanan korban dari titik terakhir dijumpai atau dilihat,
dalam bentuk garis lurus, yang merupakan jari – jari lingkaran
yang diplot di peta. Daerah pencarian terbagi atas dua kategori:

1. Possible search area


i. Perhitungan radius possible search area menggunakan
perhitungan matematika sederhana yaitu : waktu x
kecepatan (T x V). Hasil perhitungan tersebut
merupakan radius dari titik terakhir korban dilihat.
ii. Untuk menghitung possible search area, harus dihitung
lingkaran, dengan rumus (π x r2)
Catatan: r = dihitung dari hari sebelum operasi pencarian –
hari selama operasi pencarian. π= 3,14.

449
iii. Possible search area biasanya didapat dalam ukuran
yang cukup besar.
2. Probable search area
i. Berpatokan pada possible search area dengan faktor–
faktor yang harus diperhatikan mengenai korban juga
dengan menghitung keadaan medan.
ii. Pengetahuan tentang keadaan daerah setempat
memegang, peranan penting dalam penilaian probable
search area
iii. Probable search area dapat berbentuk bagian dari
possible search area.
 Personil dan sumber daya yang tersedia
b. Informasi selama operasi pencarian
 Dari tim-tim pencari di lapangan
 Dari masyarakat sekitar kejadian walaupun belum dapat
dipastikan akurasinya
 Dari sumber lain yang dapat dipercaya (ATC, polisi, teman
korban, dll) 8.3. Komunikasi
Sistem komunikasi yang efisien sangat penting dalam
pengendalian dan sebagai saluran informasi.

8.4. Mobilitas
Mobilitas merupakan hal pokok dalam pelaksanaan
pencarian (reconnaisance search). Mobilitas tinggi dari setiap personil di
lapangan sangat berpengaruh terhadap kemungkinan cepatnya korban
ditemukan. 8.5. Fleksibilitas

450
Rencana operasi SAR harus flexibel , setiap menerima informasi baru mungkin
dibutuhkan perubahan operasi pencarian di daerah lain diluar daerah pencarian yang
telah di rencanakan.
8.6. Personil
Secara ideal personil – personil yang digunakan dalam operasi SAR di darat
adalah personil yang terlatih dalam bergerak di medan gunung dan hutan, memiliki
disiplin tinggi serta memiliki teknik dan pengetahuan tentang operasi pencarian .

9. SISTEM SAR

9.1. Komponen S AR
a. Organisasi (SAR organization )
Merupakan struktur organisasi SAR, meliputi aspek pengerahan koordinasi,
komando dan pengendalian, kewenangan, tanggung jawab untuk penanganan
suatu musibah.
b. Komunikasi ( Communication )
Sarana untuk melakukan fungsi deteksi terjadinya musibah, fungsi komando, dan
pengendalian operasi, serta membina kerja sama/ koordinasi selama operasi SAR

berlangsung.

c. Fasilitas (SAR facilities)


Komponen berupa unsur, peralatan, perlengkapan serta fasilitas
pendukung lainnya yang dapat digunakan dalam operasi misi SAR.

d. Pertolongan Darurat (Emergency Cares)


Komponen berupa penyediaan fasilitas perawatan gawat
darurat yang bersifat sementara, termasuk memberikan dokter
terhadap korban di tempat kejadian musibah sampai ke tempat
penampungan/fasilitas yang lebih memadai.

e. Dokumentasi (documentation)

451
Komponen berupa pendataan laporan dari kegiatan, analisa
serta data-data kemampuan yang akan menunjang efisiensi
pelaksanaan operasi SAR serta untuk perbaikan/pengembangan
kegiatan – kegiatan misi SAR yang akan datang.

9.2. Tingkatan Keadaan Darurat


a. Uncertainty Phase (Incerfa)
Keadaan darurat, dengan adanya keraguan mengenai keselamatan
jiwa seseorang karena diketahui kemungkinan sedang mengahadapi
kesulitan.

b. Alert Phase (Alerfa)


Keadaan darurat, dengan adanya kekhawatiran mengenai
keselamatan jiwa seseorang karena ada informasi yang jelas
sedang menghadapi kesuliatan yang serius dan mengarah pada
kesengsaraan (distress).

c. Distress Phase (Detresfa)


Keadaan darurat, dibutuhkan bantuan cepat karena seseorang yang
tertimpa musibah telah terjadi ancaman serius atau keadaan darurat
berbahaya.

9.3. Tahap Penyelenggaraan Operasi SAR


Untuk mempermudah problem operasional SAR, suatu kegiatan
operasi SAR dibagi dalam beberapa tahapan yaitu:

a. Awareness Stage (Tahap Kekhawatiran)


Kekhawatiran bahwa suatu keadaan darurat mungkin akan muncul.
Termasuk di dalamnya penerimaan informasi keadaan darurat dari
seseorang atau organisasi.

b. Initial Action Stage (Tahap Kesiapan)


Aksi persiapan diambil untuk menyiagakan fasilitas SAR dan
mendapatkan informasi yang lebih jelas. Termasuk di dalamnya :

 Mengevaluasi dan mengklasifikasikan informasi yang didapat.


 Menyiapkan fasilitas SAR.
 Pencarian awal dengan komunikasi.
 Pada kasus yang gawat, dilaksanakan aksi secepatnya setelah
tahapan tersebut bila keadaan mengharuskan
c. Planning Stage (Tahap Perencanaan)

Suatu pengembangan perencanaan yang efektif, dimana termasuk


didalamnya:

452
 Perencanaan pencarian dan penentuan lokasi pencarian.
 Perencanaan pertolongan dan evakuasi.
Kedua hal tersebut dapat terperinci menjadi :

 Menentukan posisi paling mungkin.


 Luas search area.
 Tipe pola pencarian.
 Perencanaan pencarian optimum.
 Perencanaan pencarian yang dapat dicapai.
 Memilih metode petolongan yang terbaik.
 Perencanaan pertolongan optimum.
 Perencanaan pertolongan yang dapat dicapai.
 Memilih titik pembebasan yang aman bagi korban.
 Memilih fasilitas kesehatan yang memuaskan bagi korban yang
cedera.
d. Operation Stage
(Tahap Operasi)
Tahap operasi
meliputi :

453
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

✓ Memberikan briefing kepada pasukan pelaksana (SRU).


✓ Mengirim/memberangkatkan fasilitas SAR.
✓ Melakukan /melaksanakan operasi di lokasi kejadian.
✓ Melakukan penggantian/penjadwalan pasukan pelaksana di lokasi kejadian.
✓ Memberikan perawatan gawat darurat kepada korban yang membutuhkan.
✓ Membawa k orban yang cedera (evakuasi)
✓ Melaksanakan debriefing pasukan pelaksana.
e. Conclusion Stage ( Tahap Pengakhiran )
Merupakan tahap akhir operasi SAR, tahap operasi meliputi:
✓ Kembali ke pangkalan pencarian ( base camp )
✓ Debriefing terakhir
✓ Mengisi bahan bakar kemba li
✓ Memuat/mengatur kembali perlengkapan yang dibawa
✓ Menyiapkan awak pasukan pelaksana yang akan kembali
✓ Membuat dokumentasi operasi SAR
✓ Kembali ke pangkalan semula masing -masing
✓ Evaluasi hasil kegiatan
✓ Mengadakan pemberitaan ( press release )
✓ Menyerahkan jen azah korban/ survivor kepada yang berhak

454
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

4. TEKNIK PENGGUNAAN E-SAR


4.1. Preliminary Mode
Cara/teknik pendahuluan dengan mencari atau
mengumpulkan data dan informasi subjek mulai dari tim pencari
dimintakan bantuannya sampai kedatangannya ke lokasi.
Terbentuknya formasi rencana pencarian awal, perhitungan dan
perkiraan posisi subjek yang hilang.

4.2. Confinement Mode


Cara/teknik membuat garis batas untuk mengurung subjek yang
hilang agar tetap berada dalam area pencarian. Kapan digunakan :

a. Pada awal operasi pencarian


b. Bila salah perhitungan, maka subjek akan bergerak lebih
jauh Metode yang digunakan :
a. Trail block
Tim kecil dengan kemampuan handal diberi tugas menutup
semua jalan setapak. Tugasnya mencatat setiap orang yang masuk
dan keluar area pencarian.

Catatan : Tempat tidak boleh kosong

b. Road block
Tim pencari bertugas menutup jalan utama yang
diperkirakan kemungkinan subjek akan melalui jalan tersebut.
Tugasanya mencatat setiap orang yang keluar masuk area
pencarian, biasanya tugas ini dikerjakan oleh kelompok hobi
(seperti :

penggemar jeep, harley, dll).

c. Look out
Tim pencari ditempatkan pada posisi yang dapat
mengamati daerah yang cukup luas atau ekstrim sehingga dapat
melihat jauh dan berusaha memancing atau menarik subjek
untuk mendekat.

Cara menarik perhatian subjek: membuat asap, bunyi–bunyian,


lampu, dll

d. Camp in
Tim pencari ditempatkan di cabang pertemuan jalan
setapak atau pertemuan sungai yang memungkinkan tempat
tersebut jadi perhatian subjek untuk ke lokasi tersebut.

455
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

e. Track traps
Tim pencari yang bertugas menjebak subjek dengan
memperhatikan jejak– jejak yang dilaluinya dan melakukan
pengecekan secara periodik. f. String line

Tim pencari membuat bentang tali untuk menarik perhatian


subjek. Teknik ini umumnya digunakan pada daerah berpohon
lebat dan bersemak.

4.3. Detection Mode


Cara/teknik dengan memeriksa tempat–tempat yang
dicurigai bila dirasa perlu maka pencarian dapat dilakukan dengan
cara penyapuan diperhitungkan untuk menemukan subjek atau
barang ceceran subjek. Metode ini terbagi menjadi:

a. Tipe I

 Pencarian dengan memeriksa area yang diduga terdapat subjek


 Pencarian dilakukan tergesa–gesa
 Hasil penyelidikan untuk rencana pencarian selanjutnya.
 Kapan digunakan :
i. Pada awal operasi pencarian
ii. Setiap saat untuk memeriksa area yang diyakini belum
tersapu serta untuk pemeriksaan ulang.
iii. Metode yang digunakan dengan mobilisasi tinggi
mengecek : jalan setapak, sungai, daerah/ medan yang
sulit, dll. b. Tipe II
 Pencarian dilakukan dengan cepat dan sistematis pada daerah
yang luas dengan personil terbatas.
 Teknik pencarian dengan penyapuan yang akan menghasilkan
kemungkinan ketamu subjek atau ceceran cukup tinggi.
 Kapan digunakan :
i. Pada awal operasi pencarian
ii. Pada situasi search area yang luas dan tidak ada daerah
khusus yang bisa di identifikasi.
c. Tipe III

 Pencarian dilakukan dengan cermat dan sistematis serta ketat


pada daerah pencarian yang kecil dengan personil memadai
 Teknik pencarian dengan penyapuan yang akan menghasilkan
kemungkinan subjek cukup tinggi.
 Kapan digunakan :
i. Bila metode tipe II sudah
dilakukan ii. Search area

456
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

terbatas, tim pencari


mencukupi iii. Penemuan
bukti – bukti yang pasti.
4.4. Tracking Mode
Cara/teknik dengan mengikuti jejak atau barang tercecer yang
ditinggalkan subjek.

4.5. Evacuation Mode


Cara/teknik pemberian perawatan kepada korban dan
membawanya ke tempat yang memungkinkan untuk perawatan lebih
lanjut.

457
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
DAFTAR PUSTAKA

1. Balai Pendidikan dan Pelatihan Badan SAR Nasional., 2015,


Pelatihan Jungle Rescue Bagi Potensi SAR di Gunung Promasan
Ungaran, BASARNAS, Jakarta Pusat.
2. Badan SAR Nasional. 2016. Sistem SAR. Jakarta: BASARNAS.
http://basrna.go.id/halaman/110116-operasi-sar .
3. Badan SAR Nasional. 2016. Operasi SAR.
Jakarta: BASARNAS.

458
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
PENJABARAN KURIKULUM PENDIDIKAN DAN LATIHAN

PERHIMPUNAN TIM BANTUAN MEDIS MAHASISWA KEDOKTERAN


INDONESIA (PTBMMKI)

A. KOMPETENSI UTAMA

1. Matra Medis Emergency

NO MATERI TUJUAN UMUM TUJUAN KHUSUS POKOK BAHASAN

 Mengetahui dan Tujuan Kognitif a. Scene Survey


mampu b. Triage
Menghasilkan anggota c. Primary Survey
melakukan
yang mampu :
penialaian awal  Airway
secara cepat dan 1. Mengetahui definisi  Breathing
tepat terhadap initial assessment  Circulation
kasus-kasus gawat 2. Memahami prinsip  Disability
darurat initial assessment  Exposure
3. Memahami tujuan d. Secondary Survey
initial assessment e. Load and Go (evakuasi
4. Memahami dan transportasi)
INITIAL
1 tahapan/urutan initial
ASSESSMENT
assessment

Tujuan Psikomotorik

1. Menghasilkan
anggota yang
mampu melakukan
penilaian awal sesuai
tahapan/urutan initial
assessment

459
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
Tujuan Afektif

1. Menghasilkan
anggota yang
mampu untuk
memperlihatkan
sikap empati
terhadap korban-
korban yang terlibat
dalam kasus gawat
darurat
 Memahami dan Tujuan Kognitif a. Pengertian Basic Life
mampu Support
Menghasilkan anggota b. Penatalaksanan jalan
melakukan Basic
yang mampu : nafas (tanpa alat)
Life Support
dalam menangani 1. Memahami definisi c. Resusitasi Kardio
kasus-kasus gawat Basic Life Support Pulmoner
darurat 2. Memahami prinsip d. Nafas buatan, ventilasi,
penggunaan AED dan oksigenasi
3. Memahami kasus e. Kompresi jantung luar
sumbatan jalan f. Prinsip penggunaan
nafas AED
g. Penatalaksanaan kasus
sumbatan jalan nafas
Tujuan Psikomotorik
2 BASIC LIFE SUPPORT Menghasilkan anggota
yang mampu :

1. Melakukan
pemeriksaan dan
penanganan
terhadap gangguan-
gangguan Airway,
Breathing, and
Circulation
2. Melakukan tindakan
Resusitasi Kardio
Pulmonal (RKP)

Tujuan Afektif

460
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
Menghasilkan anggota
yang mampu :

1. Memperhatikan
secara cermat
keadaan pasien pada
saat memberikan
penanganan Bantuan
Hidup Dasar (Basic
Life Support)
2. Memperlihatkan
sikap empati kepada
pasien pada saat
memberikan
penanganan Bantuan
Hidup Dasar
 Memahami prinsip Tujuan Kognitif a. Intubasi
pelaksanaan b. Pemasangan guedel
Menghasilkan anggota c. Suctioning
Advanced Trauma
yang mampu : d. Cricothyroidotomy
Life Support
1. Mengetahui definisi e. Needle
Advanced Trauma Thoracocentesis
Life Support f. Tube Thoracotomy
2. Memahami prinsip g. Blood Transfusion
penanganan korban
gawat darurat
dengan bantuan alat
ADVANCED TRAUMA
3
LIFE SUPPORT

Tujuan Afektif

1. Menghasilkan
anggota yang
mampu untuk
memperlihatkan
sikap empati
terhadap korban-
korban yang terlibat
dalam kasus gawat
darurat

461
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
 Mengetahui Tujuan Kognitif a. Jenis-jenis luka
Prinsip dan b. Jenis- jenis fraktur
Menghasilkan anggota c. Jenis- jenis dislokasi
mampu
yang mampu : d. Jenis-jenis sport injury
melakukan
penanganan awal 1. Mengetahui jenis– e. Penanganan awal
terhadap kasus- jenis luka luka, fraktur, sport
kasus trauma 2. Mengetahui jenis– injury dan dislokasi
muskuloskeletal jenis fraktur
(luka, fraktur, dan 3. Mengetahui jenis-
dislokasi) jenis dislokasi
4. Mengetahui jenis-
jenis sport injury
5. Mengetahui prinsip
penanganan awal
terhadap kasus
trauma
muskuloskleletal

Tujuan Psikomotorik
TRAUMA
4 Menghasilkan anggota
MUSKULOSKELETAL
yang mampu :

1. Melakukan
penanganan awal
luka
2. Melakukan
penanganan awal
fraktur
3. Melakukan
penanganan awal
dislokasi
4. Melakukan
penanganan awal
sport injury

Tujuan Afektif

Menghasilkan anggota
yang mampu :

1. Memperhatikan

462
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
secara cermat
keadaan pasien pada
saat melakukan
penanganan
terhadap luka,
fraktur, sport injury,
perdarahan dan
dislokasi
2. Memperlihatkan
sikap empati kepada
pasien pada saat
melakukan
penanganan
terhadap luka,
fraktur, sport injury,
perdarahan dan
dislokasi
 Menguasai teknik- Tujuan Kognitif a. Jenis-jenis cairan
teknik resusitasi resusitasi
cairan yang Menghasilan anggota b. Teknik resusitasi
sederhana yag mampu : cairan
 Mampu
1. Mengetahui jenis- c. Indikasi dan
melakukan
maintenance dan jenis cairan yang kontraindikasi
monitoring cairan digunakan dalam pemberian cairan
dengan tepat resusitasi cairan d. Alat dan bahan untuk
2. Mengetahui indikasi melakukan resusitasi
pemberian resusitasi cairan
cairan e. Menghitung kebutuhan
3. Memahami teknik cairan
5 RESUSITASI CAIRAN
dan cara f. Monitoring cairan
menghitung g. Maintenance cairan
kebutuhan cairan h. Prosedur pemasangan
4. Memahami aspek infus (IV Line)
monitoring dan
maintanace cairan

Tujuan Psikomotorik

1. Melakukan
identifikasi dan
penilaian awal

463
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
pasien gawat darurat
yang membutuhkan
resusitasi cairan
2. Melakukan
resusitasi cairan
dengan baik pada
pasien gawat darurat
3. Melakukan
pemasangan infus
(IV Line)
4. Monitoring dan
maintenance cairan
5. Mengevakuasi dan
merujuk pasien
yang membutuhkan
resusitasi cairan
lebih lanjut jika
diperlukan

Tujuan Afektif

1. Mampu menilai
kondisi pasien
dengan cermat dan
cepat melakukan
resusitasi cairan
pada pasien
kegawatdaruratan
2. Memiliki sikap
siaga dan rasa
empati kepada
pasien pada saat
melakukan
resusitasi cairan
 Mengenal keadaan Tujuan Kognitif a. Definisi syok
syok pada pasien b. Gejala dan tanda –
Menghasilkan anggota tanda syok
gawat darurat dan
yang mampu :
6 SYOK  Menguasai c. Jenis - jenis syok
penanganan awal 1. Memahami gejala (klasifikasi dan
syok dan tanda-tanda derajat)
syok d. Prinsip penanganan

464
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
2. Memahami jenis- awal syok pada pasien
jenis syok gawat darurat
3. Memahami e. Manajemen evakuasi
penatalaksanaan pasien syok
awal pada pasien
syok
4. Memahami
manajemen
evakuasi dan
merujuk pasien
dengan syok jika
diperlukan

Tujuan Psikomotorik

1. Melakukan
identifikasi dan
penilaian awal syok
pada pasien gawat
darurat
2. Melakukan
penatalaksanaan
awal syok pada
pasien gawat darurat
3. Mengevakuasi dan
merujuk pasien
dengan syok

Tujuan afektif

1. Mampu menilai
kondisi pasien
dengan cermat dan
cepat melakukan
penanganan awal
syok pada pasien
kegawatdaruratan
2. Memiliki sikap
siaga dan rasa
empati kepada
pasien pada saat

465
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
melakukan
penanganan awal
syok
 Mengenal kondisi Tujuan Kognitif a. Mountain sickness
akibat trauma b. Sindrom dekompresi
Menghasilkan anggota c. Hipotermia
lingkungan
yang :
 Menguasai d. Heat Stroke
penatalaksanaan 1. Memahami gejala e. Frostnip dan frostbite
awal trauma dan tanda-tanda f. Luka Bakar
lingkungan trauma lingkungan
2. Memahami jenis-
jenis trauma
lingkungan
3. Memahami
penatalaksanaan
awal pada pasien
dengan trauma
lingkungan
4. Memahami
manajemen
evakuasi dan
TRAUMA merujuk pasien
7
LINGKUNGAN dengan trauma
lingkungan jika
diperlukan

Tujuan Psikomotorik

1. Melakukan
identifikasi dan
penilaian trauma
lingkungan pada
pasien gawat darurat
2. Melakukan
penatalaksanaan
awal trauma
lingkungan pada
pasien gawat darurat
3. Mengevakuasi dan
merujuk pasien
dengan trauma

466
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
lingkungan jika
diperlukan

Tujuan Afektif

1. Mampu menilai
kondisi pasien
dengan cermat dan
cepat melakukan
penanganan awal
trauma lingkungan
pada pasien
kegawatdaruratan
2. Memiliki sikap
siaga dan rasa
empati kepada
pasien pada saat
melakukan
penanganan awal
trauma lingkungan
 Menguasai Tujuan Kognitif a. Konsep awal
penatalaksanaan envenomasi dan
Menghasilkan anggota gigitan hewan
awal kasus-kasus
yang : b. Gigitan hewan
envenomasi;
gigitan ular, 1. Memahami jenis- tersangka rabies
sengatan serangga jenis kasus c. Gigitan ular berbisa
dan hewan laut envenomasi dan d. Sengatan serangga
 Menguasai gigitan hewan e. Sengatan hewan laut
penatalaksanaan 2. Memahami
ENVENOMASI awal kasus-kasus penatalaksanaan
8 penatalaksanaana awal kasus-kasus
DAN ANIMAL BITE wal intoksikasi envenomasi dan
gigitan hewan gigitan hewan
3. Memahami
prosedur rujukan
kasus-kasus
envenomasi dan
gigitan hewan

Tujuan Psikomotor

467
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
1. Melakukan
penilaian dan
penatalaksanaan
awal kasus-kasus
envenomasi dan
gigitan hewan
2. Melakukan evakuasi
dan merujuk pasien
dengan kasus-kasus
envenomasi dan
gigitan hewan

Tujuan Afektif

1. Menghasilkan
anggota yang
mampu
memperlihatkan
sikap siaga dan rasa
empati pada pasien
 Mengenal kondisi Tujuan Kognitif a. Gejala dan tanda-tanda
intoksikasi pada umum intoksikasi
Menghasilkan anggota b. Intoksikasi
pasien gawat
yang mampu : berdasarkan jalur
darurat
 Menguasai 1. Memahami kondisi masuk:
penatalaksanaan dan gejala  Tertelan
awal intoksikasi intoksikasi pada  Terhirup
pasien gawat darurat  Terserap
2. Memahami jenis- c. Intoksikasi
jenis intoksikasi berdasarkan penyebab:
9 INTOKSIKASI
3. Mengetahui  Makanan
penatalaksanaan  Zat kimia
awal intoksikasi dan  Obat-obatan
mengenal antidot  Alkohol
4. Memahami
prosedur rujukan
kasus-kasus
intoksikasi jika
diperlukan

468
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
Tujuan Psikomotorik

1. Melakukan
penilaian dan
penatalaksanaan
awal pada pasien
dengan intoksikasi
2. Melakukan evakuasi
dan rujukan pada
kasus intoksikasi
jika diperlukan

Tujuan Afektif

1. Mampu menilai
kondisi pasien
dengan cermat dan
cepat melakukan
penanganan awal
intoksikasi pada
pasien
kegawatdaruratan
2. Memiliki sikap
siaga dan rasa
empati kepada
pasien pada saat
melakukan
penanganan awal
intoksikasi
 Mengenal jenis- Tujuan Kognitif a. Manajemen Luka
jenis luka (Wound dressing)
Menghasilkan anggota
 Menguasai teknik- b. Prinsip basic surgical
yang mampu : skill
teknik dasar bedah
berupa penjahitan 1. Memahami jenis- c. Set alat dan bahan
BASIC SURGICAL habis pakai yang
luka jenis luka dan
10 SKILL DAN WOUND digunakan dalam basic
derajatnya
MANAGEMENT surgical skill
2. Memahami jenis
dan fungsi set alat d. Teknik aseptik dan
bedah minor dan antiseptik
bahan habis pakai e. Teknik anestesi lokal
3. Memahami jenis- f. Teknik jahit sederhana
(simple suture)

469
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
jenis dan prosedur g. Teknik simpul
penjahitan sederhana (knotying)
4. Memahami h. Teknik perawatan luka
prosedur bedah pasca tindakan
sederhana dan penjahitan
kebersihan pasca
tindakan

Tujuan Psikomotor

1. Melakukan
perawatan luka
secara sederhana
dan aseptik
2. Melakukan tehnik
jahitan sederhana
dan simpul dengan
benar
3. Melakukan
perawatan dan
monitoring pasca
tindakan penjahitan
dengan aseptik

Tujuan Afektif

1. Memperlihatkan
sikap empati kepada
pasien saat
melakukan
penanganan kasus
bedah sederhana
berupa jahit luka
2. Memperhatikan
secara cermat
keadaan pasien pada
saat melakukan
penanganan kasus
bedah sederhana
berupa jahit luka

470
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
PENJABARAN KURIKULUM PENDIDIKAN DAN LATIHAN

PERHIMPUNAN TIM BANTUAN MEDIS MAHASISWA KEDOKTERAN


INDONESIA (PTBMMKI)

A. KOMPETENSI UTAMA

2. Matra Medis Non-Emergency

TUJUAN
NO MATERI TUJUAN KHUSUS POKOK BAHASAN
UMUM

 Setiap Tujuan Kognitif a. Anamnesis


anggota  Definisi anamnesis
Menghasilkan anggota
memahami  Jenis anamnesis
teknik yang mampu :  Teknik anamnesis
anamnesis b. Pemeriksaan Fisik
dan 1. Mengetahui definisi  Keadaan Umum
anamnesis dan
pemeriksaan  Tanda vital
fisik pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan regional
2. Mengetahui jenis-jenis
c. Pengisian medical record
anamnesis
ANAMNESIS 3. Memahami gejala-
DAN gejala yang akan
1
PEMERIKSAAN ditemukan pada
FISIK anamnesis
4. Memahami tanda-
tanda yang akan
ditemukan pada
pemeriksaan fisik

Tujuan Psikomotorik

Menghasilkan anggota yang


mampu :

471
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
1. Melakukan teknik
anamnesis
2. Melakukan cara
pemeriksaan status
generalis
3. Melakukan cara
pemeriksaan status
vitalis
4. Melakukan cara
pemeriksaan status
regional
5. Melakukan teknik
pengisian medical
record

Tujuan Afektif

Setiap anggota mampu:

1. Memperhatikan secara
cermat keadaan pasien
ketika membuat
keputusan medis yang
berhubungan dengan
anamnesis dan
pemeriksaan fisik
2. Memperlihatkan sikap
empati dalam
melakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik
kepada pasien
 Setiap Tujuan Kognitif 1. Dasar–dasar farmakologi
anggota  Sediaan obat
Menghasilkan anggota yang
menguasai  Cara pemberian
mampu :
tindakan 2. Obat–obat pada segala
FARMAKOLOGI pemberian 1. Mengetahui dan kondisi bantuan medis
2
PRAKTIS obat (terapi mampu menjelaskan  Golongan/jenis obat
farmakologi penggolongan atau  Indikasi dan
) dengan jenis-jenis obat secara kontraindikasi
tepat tepat  Dosis
 Efek samping
2. Mampu menentukan

472
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
terapi pengobatan 3. Penulisan resep
pilihan dengan tepat
3. Mengetahui cara
penulisan resep

Tujuan Psikomotorik

Menghasilkan anggota yang


mampu :

1. Mengetahui
pemberikan terapi
pengobatan pilihan
yang tepat
2. Memahami penulisan
resep

Tujuan Afektif

1. Menghasilkan anggota
yang mampu
memperhatikan secara
cermat keadaan pasien
pada saat menentukan
terapi pengobatan
2. Memperlihatkan sikap
empati kepada pasien
pada saat menjelaskan
aturan pemakaian obat
yang ditentukan
 Setiap Tujuan Kognitif a. Infeksi Saluran Pernapasan
anggota Akut
Menghasilkan anggota yang b. Common Cold
memahami
mampu: c. Cephalgia
KASUS MEDIS prinsip
NON penilaian 1. Mengetahui definisi d. Epigastric Pain Syndrome
3 EMERGENCY dan e. Diare
berbagai kasus medis
penanganan non- emergency f. Disentri
awal kasus- 2. Memahami gejala dan g. Konjungtivitis
kasus medis tanda pada berbagai h. Malaria
non- kasus medis non- i. Demam Berdarah Dengue
emergency emergency j. Demam Thypoid

473
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
3. Memahami prinsip k. Dermatitis
penatalaksanaan awal
kasus medis non-
emergency

Tujuan Psikomotorik

1. Menghasilkan anggota
yang mampu
memberikan terapi awal
kasus non-emergency

Tujuan Afektif

1. Menghasilkan anggota
yang mampu
memperhatikan secara
cermat keadaan pasien
saat melakukan
penanganan awal kasus
non-emergency
2. Memperlihatkan sikap
empati kepada pasien
kasus non-emergency
 Mengetahui, Tujuan Kognitif a. Defisini sirkumsisi
memahami b. Indikasi dan kontraindikasi
Menghasilkan anggota yang pelaksanaan sirkumsisi
dan mampu
mampu : (sebutkan dan jelaskan
melakukan
sirkumsisi 1. Mengetahui dan singkat)
memahami : c. Alat dan bahan dalam
 Indikasi pelaksanaan sirkumsisi
 Kontraindikasi d. Teknik sterilisasi pasien
4 SIRKUMSISI e. Teknik anastesi
 Alat dan bahan
f. Teknik sirkumsisi
dalam sirkumsisi
g. Obat-obatan yang digunakan
 Obat-obat dalam
dalam pelaksanaan sirkumsisi
sirkumsisi
serta jika kemungkinan terjadi
2. Mengetahui dan
komplikasi
memahami teknik
sirkumsisi
3. Mengetahui dan
memahami teknik

474
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
anastesi yang digunakan
dalam sirkumsisi
4. Mengetahui teknik
sterilisasi pasien terkait
proses tindakan

Tujuan Psikomotorik

Menghasilkan anggota yang


mampu :

1. Melakukan teknik
sirkumsisi dengan benar
2. Melakukan teknik
sterilisasi dengan benar

Tujuan Afektif:

Menghasilkan anggota yang


mampu :

1. Memperlihatkan sikap
empati kepada pasien
sirkumsisi

475
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
PENJABARAN KURIKULUM PENDIDIKAN DAN LATIHAN

PERHIMPUNAN TIM BANTUAN MEDIS MAHASISWA KEDOKTERAN


INDONESIA (PTBMMKI)

B. KOMPETENSI TAMBAHAN

1. Matra Manajemen

TUJUAN
NO MATERI TUJUAN KHUSUS POKOK BAHASAN
UMUM

 Anggota Tujuan Kognitif a. Pengertian Bencana


memahami b. Konsep dan Prinsip
Menghasilkan anggota Penanggulangan Bencana
dan dapat
yang mampu: c. Organisasi yang bergerak di
menerapkan
pada kasus- 1. Memahami konsep bidang penanggulangan
kasus yang kebencanaan, bencana
terjadi di penanggulangan d. Manajemen kegawatdaruratan
daerah bencana, dan e. Alur komunikasi dan
maupun penanganan koordinasi penanggulangan
nasional lapangan secara bencana
komprehensif dan f. Respon Bencana
DISASTER
1 sistematis 1. Pre Penanganan Bencana
MANAGEMENT
berdasarkan protap  Preventif
PTBMMKI  Mitigasi
 Kesiapsiagaan
2. Penanganan Lapangan
Tujuan Psikomotorik  Manajemen Koordinasi
1. Menghasilkan Lapangan
anggota yang  Pembuatan Posko, RS
mampu menerapkan Lapangan, dan
konsep Ambulance
kebencanaan dalam  Protokol
penanganan  Triage

476
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
bencana di  Initial Assessment
lapangan 3. Pasca Penanganan Bencana
 Kegiatan Pelayanan
 Kesehatan
Tujuan Afektif
 Trauma Healing
Menghasilkan anggota  Disaster secondary
survey (nonmedis)
yang mampu untuk :

1. Menjadi tenaga
medis yang siap,
sigap, dan cermat
dalam penanganan
kebencanaan
2. Memperlihatkan
sikap empati pada
korban bencana
 Anggota Tujuan Kognitif a. Perencanaan
mampu b. Tahap–tahap perencanaan
Menghasilkan anggota operasional
memahami
yang mampu : c. Teknik penyusunan
dan
menerapkan 1. Memahami rencana operasi aksi dan
tahapan tahapan kontrol
manajemen perencanaan d. Sistem koordinasi
operasional operasional operasional lapangan
lapangan lapangan e. Mekanisme kontrol
2. Memahami operasional lapangan
MANAJEMEN rencana operasi f. Evaluasi
2 OPERASIONAL yang sistematis g. Mekanisme evaluasi
PERJALANAN 3. Memahami sistem operasional lapangan
koordinasi
operasional
lapangan
4. Memahami
mekanisme kontrol
operasional
lapangan
5. Memahami
mekanisme
evaluasi
operasional

477
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

Tujuan Psikomotorik

Menghasilkan anggota
yang mampu :

1. Menerapkan
tahapan
perencanaan
operasional
lapangan
2. Menyusun rencana
operasi yang
sistematis
3. Menerapkan
koordinasi
operasional
lapangan yang
sistematis
4. Menerapkan
mekanisme kontrol
operasional
lapangan
5. Menerapkan
mekanisme
evaluasi
operasional yang
sistematis

Tujuan Afektif

Menghasilkan anggota
yang mampu :

1. Bertanggung
jawab terhadap
rencana operasi
yang disusunnya
2. Bertanggung
jawab atas
koordinasi dan
mekanisme kontrol

478
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
3. Bertanggung
jawab atas
mekanisme
evaluasi operasi
4. Memperhatikan
kepentingan tim
dalam mencapai
tujuan manajemen
operasional
lapangan

479
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
PENJABARAN KURIKULUM PENDIDIKAN DAN LATIHAN

PERHIMPUNAN TIM BANTUAN MEDIS MAHASISWA KEDOKTERAN


INDONESIA (PTBMMKI)

B. KOMPETENSI TAMBAHAN

2. Matra Penunjang

TUJUAN
NO MATERI TUJUAN KHUSUS POKOK BAHASAN
UMUM

 Memahami Tujuan Kognitif 1. Pendahuluan


dan mampu  Pengertian navigasi
Menghasilkan anggota
melakukan darat
yang mampu :
teknik-teknik  Ruang lingkup
navigasi darat 1. Mengenal alat-alat pengetahuan navigasi
navigasi darat darat
2. Memahami teknik-  Perlengkapan navigasi
teknik navigasi darat
darat 2. Peta
3. Memahami teknik-  Pengertian
NAVIGASI teknik orientasi  Bagian-bagian peta
1
DARAT medan topografi
4. Memahami teknik  Teknik penggunaan
pencarian jalur, peta
jarak tempuh dan 3. Kompas
waktu tempuh  Pengertian
 Jenis kompas
 Bagian-bagian kompas
Tujuan Psikomotorik
 Penggunaan kompas
1. Menghasilkan  Arah dan sudut
anggota yang 4. Orientasi medan dan peta
mampu melakukan

480
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
teknik navigasi
darat

Tujuan Afektif

1. Menghasilkan
anggota yang
senantiasa
merawat peralatan
navigasi darat
secara baik
 Mengetahui Tujuan Kognitif a. Definisi komunikasi
dan lapangan
Menghasilkan anggota b. Alat komunikasi lapangan
menerapkan
yang mampu : dan cara pengoperasiannya
dasar–dasar
komunikasi 1. Mengetahui c. Pembagian tugas dalam
lapangan cara komunikasi lapangan
pengoperasian d. Teknik komunikasi
alat lapangan
komunikasi
2. Mengetahui
pembagian
tugas dalam
komunikasi
KOMUNIKASI lapangan
2 3. Mengetahui teknik-
LAPANGAN
teknik komunikasi

Tujuan Psikomotorik

Menghasilkan anggota
yang mampu :

1. Mengoperasikan alat
komunikasi lapangan
2. Menerapkan sistem
pembagian tugas dan
teknik-teknik
komunikasi

481
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
Tujuan Afektif

1. Menghasilkan anggota
yang mampu merawat
peralatan komunikasi
secara baik dan benar

 Anggota Tujuan Kognitif: a. Prinsip dasar evakuasi medis


memahami darat
Menghasilkan anggota
dan mampu b. Syarat–syarat evakuasi medis
yang :
menerapkan darat
dasar–dasar 1. Memahami prinsip  Korban tanpa multiple
evakuasi dasar evakuasi medis trauma tanpa alat
medis darat darat  Korban tanpa multiple
2. Memahami syarat trauma dengan alat
evakuasi medis darat
3. Memahami prinsip
dasar ekstrikasi
4. Memahami syarat
EVAKUASI ekstrikasi
3
MEDIS DARAT 5. Memahami Teknik
stabilisasi korban
dalam

Tujuan Psikomotorik
Menghasilkan anggota
yang mampu :

1. Menerapkan prinsip
dasar evakuasi medis
darat
2. Melakukan evakuasi
dan kontrol dalam

482
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
medan darat

Tujuan Afektif:

Menghasilkan anggota
yang mampu:

1. Memperhatikan
secara cermat
keadaan korban
ketika mengevakuasi
korban
2. Memperlihatkan
sikap empati kepada
evakuasi ketika
mengevakuasi korban
 Anggota Tujuan Kognitif a. Prinsip dasar evakuasi
memahami dan medis perairan
Menghasilkan anggota
mampu b. Jenis-jenis evakuasi medis
yang :
menerapkan perairan
dasar–dasar 1. Memahami prinsip  Tanpa alat
evakuasi medis dasar evakuasi medis  Dengan alat
perairan perairan  Teknik stabilisasi korban
EVAKUASI
2. Memahami jenis-jenis selama evakuasi
4 MEDIS
evakuasi perairan
PERAIRAN

Tujuan Psikomotorik

Menghasilkan anggota
yang mampu :

1. Menerapkan prinsip
dasar evakuasi medis

483
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
perairan
2. Melakukan evakuasi
dan kontrol dalam
medan perairan

Tujuan Afektif

Menghasilkan anggota
yang mampu :

1. Memperhatikan secara
cermat keadaan
korban ketika
mengevakuasi korban
2. Memperlihatkan sikap
empati kepada
evakuasi ketika
mengevakuasi korban
 Setiap anggota Tujuan Kognitif 1. Survival :
memahami - Tempat berlindung
1. Memahami teknik
teknik survival - Pembuatan api
survival
- Pencarian air
- Pencarian makanan
Tujuan Psikomotorik - Tanda (sign) untuk
TEKNIK memberitahu keberadaan
5 1. Menghasilkan anggota
SURVIVAL diri
yang mampu
- Dasar tali temali
menerapkan teknik
survival

Tujuan Afektif

1. Menghasilkan anggota

484
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
yang mempunyai
sikap tenang dan
mampu
mengendalikan diri
dalam keadaan apapun
 Setiap anggota Tujuan Kognitif 1. Tahap Perencanaan :
memahami dan  Tempat tujuan
1. Mampu
mampu  Waktu perjalanan
memanajemen
memanajemen  Akses dan transportasi
perjalanan
perjalanan  Rencana kegiatan
 Pendanaan/biaya
Tujuan Psikomotorik  Anggota/peserta

Menghasilkan anggota  Mengumpulkan data

yang : yang akan dituju


2. Tahap Persiapan
1. Dapat menerapkan
 Pembentukan tim
prinsip manajemen
 Perizinan dan
MANAJEMEN perjalanan
administrasi
6 2. Mampu melakukan
PERJALANAN
 Keterampilan, mental,
kerjasama tim dalam
dan fisik
manajemen perjalanan
 Perlengkapan dan
logistik
Tujuan Afektif  Pembagian tugas dan
kerjasama tim
1. Menghasilkan anggota
3. Tahap Pelaksanaan
yang mampu dalam
 Manajemen
keterampilan, mental,
perlengkapan dan
dan fisik untuk
perbekalan
manajemen perjalanan
 Komando, komunikasi
dan rescue
 Dokumentasi kegiatan

485
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020
4. Pasca kegiatan
 Evaluasi
 Pelaporan
 Anggota Tujuan Kognitif : a. Pengenalan dasar-dasar
mampu E-SAR
Menghasilkan anggota
memahami  Definisi E-SAR
yang memahami :
teknik E-SAR  Prinsip E-SAR
1. Pengenalan dasar- b. Syarat penggunaan E-SAR
dasar E-SAR c. Teknik penggunaan E-
2. Memahami dasar- SAR
dasar E-SAR dan
teknik penggunaan E-
SAR

Tujuan Psikomotorik
7 E-SAR 1. Menghasilkan
anggota yang mampu
menerapkan teknik E-
SAR

Tujuan Afektif
1. Menghasilkan
anggota yang
mempunyai sikap
tenang dan mampu
mengendalikan diri
dalam keadaan
apapun

486
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

PENJABARAN KURIKULUM PENDIDIKAN DAN LATIHAN

PERHIMPUNAN TIM BANTUAN MEDIS MAHASISWA KEDOKTERAN


INDONESIA (PTBMMKI)

B. KOMPETENSI TAMBAHAN

3. Matra Organisasi

NO MATERI TUJUAN UMUM TUJUAN KHUSUS POKOK BAHASAN

 Anggota TBM  Menjelaskan semua 1. Apa itu PTBMMKI dan


Mengetahui dan aspek mengenai TBM unit masing-masing
memahami PTBMMKI dan (profil struktur
mengenai TBM Unit masing- kepengurusan)
PTBMMKI dan masing 2. Sejarah,visi misi,mars
TBM Unit masing- PTBMMKI,latar belakang
PENDIDIKAN masing PTBMMKI dan TBM unit
1 ORGANISASI masing-masing
UNIT PTBMMKI 3. Ruang lingkup kerja
PTBMMKI dan TBM
Unit masing-masing
(penjabaran fungsional
atau peran dari tiap divisi
dari PTBMMKI dan TBM
unit)
 Mengetahui dan  Menjelaskan semua 1. Apa itu PTBMMKI dan
memahami aspek mengenai Pengurus Wilayah
PENDIDIKAN mengenai PTBMMKI dan (profil struktur
ORGANISASI PTBMMKI dan Wilayah masing- kepengurusan)
2 2. Sejarah,visi misi,latar
WILAYAH Wilayah masing- masing
PTBMMKI masing belakang PTBMMKI dan
Wilayah masing-masing.
3. Ruang lingkup kerja
PTBMMKI dan Wilayah

487
BUKU KURIKULUM PTBMMKI
STAF PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PTBMMKI 2019/2020

masing-masing
(penjabaran fungsional
atau peran dari tiap divisi
dari PTBMMKI dan
Kepengurusan wilayah
masing-masing)

 Mengetahui dan  Menjelaskan semua 1. Apa itu PTBMMKI


memahami aspek mengenai (profil struktur
mengenai PTBMMKI kepengurusan)
PENDIDIKAN PTBMMKI 2. Sejarah,visi misi,latar
belakang PTBMMKI dan
ORGANISASI
3 Ruang lingkup kerja
NASIONAL PTBMMKI dan
PTBMMKI (penjabaran fungsional
atau peran dari tiap divisi
dari PTBMMKI)

488

Anda mungkin juga menyukai