Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teknologi Akuaponik
2.1.1 Akuaponik
Akuaponik merupakan kombinasi sistem akuakultur dan hidroponik yang
saling menguntungkan. Akuakultur merupakan budidaya ikan, sedangkan
hidroponik dapat diartikan pemberdayakan air. Teknologi akuaponik
merupakan teknologi yang dapat meminimasi limbah nitrogen dari sisa
metabolisme ikan melalui integrasi sistem tanaman hidroponik ke dalam
sistem akuakultur (Sumoharjo, 2010). Tanaman pada akuaponik berfungsi
sebagai filter dari air limbah budidaya yang dimanfaatkan kembali untuk
budidaya ikan sedangkan hasil penguraian bahan organik di dalam air
dimanfaatkan oleh tanaman sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhannya
sehingga jumlah bahan toksik dalam air bisa terkendali.
Menurut Dauhan et al, (2014) dan Diver (2005) keberadaan ikan,
tanaman dan bakteri merupakan unsur yang sangat penting, Karena
keberadaan ketiga unsur tersebut melahirkan simbiosis mutualisme yaitu
suatu hubungan yang saling menguntungkan. Teknologi akuaponik pada
prinsipnya, selain menghemat pengunaan lahan dan air juga meningkatkan
efisiensi usaha melalui pemanfaatan hara dari sisa pakan dan metabolism ikan
untuk tanaman air serta merupakan salah satu sistem budidaya ikan ramah
lingkungan (Zidni, dkk., 2013).
Akuaponik memiliki beberapa kelebihan dari pada sistem lainnya, berikut
beberapa kelebihan akuaponik (ECOLIFE, 2011):
1. Sistem akuaponik berjalan dengan prinsip zero enviromental impact.
Akuaponik menghasilkan pertumbuhan ikan yang baik dan tanaman
organik tanpa pemupukan kimia, tanpa herbisida maupun pestisida.
2. Memanfaatkan air secara bijak atau hemat air. Penggunaan air pada
sistem akuaponik 90% lebih sedikit dibandingkan menanam tanaman
dengan cara konvensional dan 97% lebih sedikit dari sistem akuakultur
biasa.
3. Sistem akuaponik serba guna dan mampu beradaptasi diberbagai tempat
karena dapat dibangun dengan berbagai ukuran.
2.1.2 Sistem Akuaponik
Sistem akuaponik terbagi menjadi dua sistem, antara lain :
1) Sistem resirkulasi
Sistem resirkulasi diterapkan dengan memanfaatkan air untuk budidaya ikan dan
sayuran secara daur ulang. Prinsip resirkulasi ini dengan memanfaatkan limbah air
budidaya yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman dan air tersebut digunakan
kembali untuk budidaya ikan. Sistem ini terbagi menjadi dua jenis sistem resirkulasi,
antara lain :
1) Resirkulasi terbuka
Sistem ini dipakai pada tempat terbuka dan masih memperhatikan faktor alam
yaitu panas matahari dan curah hujan. Karena panas matahari dapat
mempengaruhi pengurangan volume air kolam dan kandungan air dalam sayuran.
Adapun curah hujan yang dapat mempengaruhi peningkatan volume air kolam,
yang dapat mempertahankan kualitas, densitas, dan kekeruhan air dalam tahap
aman.
2) Resirkulasi tertutup
Resirkulasi tertutup memanfaatkan sumber cahaya lain seperti lampu untuk
melakukan proses fotosintesis pada tanaman. Sistem resirkulasi tertutup dapat
menghemat air karena tidak mengalami penguapan tetapi kondisi air juga tetap
diperhatikan.

2) Sistem satu media


Sistem satu media hanya memanfaatkan media air. Sayuran dapat langsung
memanfaatkan air kolam dan harus menggunakan media tanam yang tidak menyebabkan
air keruh. Media tanam yang digunakan juga harus kuat dan tidak mudah rusak atau
membusuk.
2.1.3 Teknik Akuaponik
Adapun beberapa teknik akuaponik, antara lain :
1) Sistem Pasang Surut
Cara kerja sistem pasang surut yaitu pompa di dalam kolam ikan
akan mengangkat air menuju ke atas dan membanjiri wadah tanaman yang
berisi akar tanaman. Dengan bantuan auto sifon, air akan mengalir kembali
ke bawah atau kolam. Batas ketinggian air dan jumlah air yang keluar dari
dalam wadah diatur oleh auto sifon. Akar tanaman akan menyerap unsur hara
selama beberapa waktu saat air pasang dan selanjutnya bernapas saat air surut.
Proses ini terjadi secara kontinu. Proses resirkulasi pada sistem pasang surut
dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.

Gambar 1 Sistem Pasang Surut

2) Sistem Rakit Apung


Cara kerja sistem rakit apung yaitu tanaman ditempatkan dan
dibesarkan di lubang styrofoam atau pipa PVC. Posisi styrofoam menggantung
sehingga ada jarak antara permukaan air dengan pangkal akar. Kelemahan
sistem ini diantaranya asupan nutrisi sangat kurang untuk tanaman dan
pemasangan filter yang terpisah. Proses resirkulasi pada sistem rakit apung
dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.

Gambar 2 Sistem Rakit Apung

3) Sistem Deep Flow Technique (DFT)


Cara kerja sistem ini yaitu air dipompa dari kolam menuju wadah
tanaman dan menggenangi akar tanaman setebal 3-5 cm. Wadah
tanaman biasanya menggunakan talang atau gully dengan kemiringan
tertentu dan akan mengalir kembali ke kolam. Akar akan menyerap
unsur hara secara terus menerus. Untuk proses sistem Deep Flow
Technique (DFT) dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini.

Gambar 3 Sistem Deep Flow Technique (DFT)

4) Sistem Nutrient Film Technique (NFT)


Prinsipnya hampir sama dengan DFT, tetapi aliran air yang
melewati wadah dan akar tanaman hanya setipis film (2-3 mm).
Kelebihan sistem ini adalah ketersediaan oksigen terlarut relatif tinggi.
Kelemahan dalam sistem ini, pasokan listrik harus tersedia 24 jam
untuk menjalankan pompa. Proses resirkulasi pada sistem Nutrient
Film Technique (NFT) dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini.

Gambar 4 Sistem Nutrient Film Technique (NFT)


2.1.4 Parameter Akuaponik
Parameter yang harus diperhatikan dalam sistem akuaponik antara lain
suhu, tingkat keasaman (pH), oksigen terlarut, sumber air, amonia dan siklus
nitrogen.
a. Suhu
Suhu air merupakan faktor penting dalam sistem akuaponik. Perubahan
pada suhu air dapat mempengaruhi komponen air, seperti kadar pH, oksigen
terlarut, bahkan tingkah laku ikan. Jika suhu terlalu panas, oksigen terlarut di
dalam air akan berkurang, sedangkan suhu yang terlalu rendah, ikan akan
berhenti makan dan mikroorganisme berhenti reproduksi.
Perubahan suhu pada air kolam ikan dipengaruhi oleh curah hujan,
penguapan, kelembapan udara, suhu udara, kecepatan angin, dan paparan sinar
matahari. Secara umum suhu yang cocok untuk ikan sekitar 21-28 OC.

b. pH
Kondisi pH pada sistem akuaponik harus optimal untuk masing-
masing komponen akuaponik, seperti ikan, tanaman dan bakteri. Kondisi pH
yang tidak optimal dapat menyebabkan stress, mudah terserang penyakit,
pertumbuhan tanaman tidak maksimal dan daya penguraian bakteri tidak
optimal. Untuk pH ideal bagi ikan berkisar 6,5-8, pH optimal untuk tanaman
berada pada rentang 4,5-6,5 dan untuk bakteri pengurai yang bekerja
mengubah amonia memiliki pH ideal 6-8.
Pengecekan pH perlu dilakukan setiap 3-4 hari agar pertumbuhan
tanaman dan perkembangan ikan tetap optimal. Alat uji pH dapat menggunakan
pH meter atau pH tester elektronik. Selama penggunaannya, alat ini juga perlu
dikalibrasi secara rutin agar tetap dapat memberi tingkat keakurasian yang
benar.

c. DO
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dapat diartikan sebagai
jumlah oksigen yang berada di dalam air. Semakin banyak kandungan
oksigen terlarut di dalam air kolam, maka semakin baik kondisi kolam.
Kandungan oksigen terlarut sangat dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu
maka semakin berkurang tingkat kelarutan oksigen. Keberadaan oksigen
terlarut ini bermanfaat untuk kehidupan organisme, seperti proses respirasi atau
bernapas.
Satuan oksigen terlarut dinyatakan dengan mg/L. Pada sistem
akuaponik, oksigen terlarut minimum 4 mg/L. Untuk meningkatkan kandungan
oksigen terlarut di dalam kolam, dapat mengatur input aliran air kolam
sehingga menimbulkan pancuran air atau riak air. Aplikasi aerator dengan
airstone di dalam kolam juga dapat meningkatkan kandungan oksigen
terlarut.

d. Sumber Air
Secara umum, sumber air dapat berupa air tanah, air hujan, atau air
PAM. Sumber air memiliki pH 7 (netral). Perlakuan awal air kolam dapat
diberikan cuka (untuk pH yang terlalu basah) atau bikarbonat (untuk pH yang
terlalu asam). Air yang tidak keruh dan tidak pula terlampau jernih umumnya
baik untuk kehidupan ikan. Kemampuan cahaya matahari untuk tembus
sampai ke dasar kolam dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air. Warna
hijau cerah biasanya menandakan air kolam telah banyak
mengandung fitoplankton yang menguntungkan untuk ikan.

e. Amonia
Amonia di dalam kolam berasal dari protein yang terkandung dalam pakan
ikan dan sisa metabolism ikan baik berupa feses maupun urin. Semakin tinggi pH
dan suhu air kolam semakin tinggi kadar amonia. Saat suhu dan pH tinggi amonia
akan diubah dalam bentuk NH3. Amonia dalam molekul (NH3) lebih beracun dari
pada yang berbentuk ion (NH4+). Oleh Karena itu, kadar amonia NH3 harus
dikurangi agar tidak meracuni ikan dan tanaman.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menekan kadar
amonia (NH3) di kolam, diantaranya dengan menghentikan sementara
pemberian pakan, menambahkan air baru ke dalam kolam, mengurangi
padat tebar ikan, dan menambahkan aerasi di dalam kolam. Dalam sistem
akuaponik yang sehat, level maksimum amonia yang aman adalah 0,5
ppm.

f. Siklus Nitrogen pada Akuaponik


Siklus nitrogen pada akuaponik dapat dilihat pada gambar 5
dibawah ini.

Gambar 5 Siklus Nitrogen Pada Akuaponik


Proses siklus nitrogen pada sistem akuaponik dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain sebagai berikut:
1) Ikan
Ikan berperan sebagai “mesin” yang menghasilkan limbah yang
mengandung amonia. Amonia ini perlu diolah atau diurai secepatnya agar
tidak meracuni ikan dalam jumlah tertentu.

2) Bakteri Pengurai
Nitrosomonas bekerja menguraikan amonia (NH3) menjadi nitrit
(NO2), kemudian nitrit diurai oleh Nitrobacter menjadi nitrat (NO2-).
selama proses penguraian tersebut nutrisi lain sebenarnya mengalami pula
konversi unsur-unsur. Konversi amonia menjadi nitrat dikenal dengan siklus
nitrogen.

3) Tanaman
Tanaman mampu tumbuh karena unsur nitrogen yang dihasilkan oleh
bakteri pengurai. Nutrisi ini diserap melalui akar-akar tanaman. Akar tanaman
juga membantu menyaring air bagi ikan atau sebagai biofilter sehingga air
yang masuk kembali ke dalam kolam menjadi jernih.

2.2 Tanaman kangkung (Ipomoea aquatica Poir)


2.2.1 Klasifikasi Kangkung
Kangkung (Ipomoea reptans poir) termasuk ke dalam kingdom plantae,
divisi spermatophyta, kelas dicotyledonae dan famili convolvulaceae (Ware dan
McCollum, 1980). Kangkung darat memiliki karakteristik warna bunga putih
hingga merah muda, daun agak kecil, warna batang putih kehijauan hingga
keunguan (Palada dan Chang, 2003). Klasifikasi botani tanaman kangkung
berdasarkan kelas taksonominya adalah sebagai berikut (Eko Widiyanto. (1991).
Kelas : Dicotyledonae, Famili : Convolvulaceae, Genus : Ipomoea, Spesies :
Ipomoea reptans Poir.
2.2.2 Morfologi kangkung
a) Akar kangkung
Akar merupakan organ tanaman yang berfungsi untuk memperkuat
berdirinya tubuh tumbuhan, menyerap air dan unsur hara tumbuhan dari dalam
tanah, mengangkut air dan unsur hara ke bagian tumbuhan yang 7 memerlukan,
dan tempat penimbunan zat makanan cadangan. Anatomi akar primer yang
dipotong membujur tersusun dari tudung akar, epidermis akar, korteks,
endodermis, dan stele (Nugroho et al. 2006).

b) Batang kangkung
Batang tanaman memiliki tiga fungsi utama, yaitu mendukung daun dan
struktur reproduksi, menyediakan pengangkut bagian dalam, dan menghasilkan
jaringan baru. Perbedaan nyata antara penampang melintang batang dan
penampang melintang akar hanyalah ukuran unsur-unsur pengangkutan dalam
batang yang lebih besar dan lokasinya yang jauh dari pusat batang (Fisher dan
Dunham 1992). Pada organ batang terdapat tiga bagian pokok yang berkembang
7 dari jaringan protoderm, prokambium, dan meristem dasar, yaitu epidermis dan
derivatnya, korteks, dan stele (Nugroho et al.2006). 2.2.3. Daun kangkung Daun
biasanya tersusun oleh berbagai macam jaringan, tetapi secara garis besar
tersusun atas jaringan pelindung (epidermis dan derivatnya), jaringan dasar
(mesofil), jaringan pengangkut, jaringan penguat, jaringan sekretori (Nugroho et
al.2006).

2.2.3 Syarat tumbuh tanaman kangkung


a) Iklim
Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini berkisar
antara 500-5000 mm/tahun. Pada musim hujan tanaman kangkung
pertumbuhannya sangat cepat dan subur, asalkan di sekelilingnya tidak tumbuh
rumput liar. Dengan demikian, kangkung pada umumnya kuat menghadapi
rumput liar, sehingga kangkung dapat tumbuh di padang rumput, kebun/ladang
yang agak rimbun. Tanaman kangkung membutuhkan lahan yang terbuka atau
mendapat sinar matahari yang cukup. Di tempat yang terlindung (ternaungi)
tanaman kangkung akan tumbuh memanjang (tinggi) tetapi kurus-kurus.
Kangkung sangat kuat menghadapi panas terik dan kemarau yang panjang (Eko
Widiyanto, 1991).

b) Media Tanam
Media tanam tanaman kangkung ini menggunakan busa berukuran 4-5cm
dengan wadah talang air berukuran dengan panjang 133 cm dan lebar 12cm,
proses ini menggunakan sistem Hidroponik dengan menggunakan sistem perairan
yang tergenang. Kangkung sangat membutuhkan nutrisi dan air yang cukup
dalam proses pertumbuhannya.

c) Ketinggian Tempat
Kangkung dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah
sampai dataran tinggi (pegunungan) ± 2000 meter dpl. Baik kangkung darat
maupun kangkung air, kedua varietas tersebut dapat tumbuh di mana saja, baik di
dataran rendah maupun di dataran tinggi. Hasilnya akan tetap sama asal jangan
dicampur aduk.

2.3 Tanaman cabai


2.3.1 Klasifikasi cabai
Klasifikasi tanaman cabai menurut Tindall (1983) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Sympetalae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum L.
Tanaman cabai memiliki batang yang dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu
batang utama dan percabangan (batang skunder). Batang utama berwarna coklat hijau
dengan panjang antara 20-28 cm. Percabangan berwarna hijau dengan panjang antara 5-7
cm. Daun tanaman ini terdiri dari alas tangkai, tulang dan helaian daun. Panjang tangkai
daun antara 2-5 cm, berwarna hijau tua. Helaian daun bagian bawah berwarna hijau
terang, sedangkan permukaan atasnya berwarna hijau tua. Daun mencapai panjang 10-15
cm, lebar 4-5 cm. Bagian ujung dan pangkal daun meruncing dengan tepi rata
(Nawangsih, 2003).

2.3.2 Syarat tumbuh tanaman cabai


Cabai dapat dengan mudah ditanam, baik di dataran rendah maupun tinggi. Syarat
agar tanaman cabai tumbuh baik adalah tanah berhumus (subur), gembur, dan pH
tanahnya antara 5-6. Cabai dikembangbiakkan dengan biji yang diambil dari buah tua
atau yang berwarna merah. Biji tersebut disemaikan terlebih dahulu (Sunarjono,2006).
Temperatur yang sesuai untuk pertumbuhannya antara 16-23o C. Temperatur malam di
bawah 16oC dan temperatur siang di atas 23o C menghambat pembungaan (Ashari,
2006).

2.3.3 Kandungan Nutrisi Buah Cabai


Cabai mengandung kurang lebih 1,5% (biasanya antara 0,1-1%) rasa pedas. Rasa
pedas tersebut terutama disebabkan oleh kandungan capsaicin dan dihidrocapsaicin
(Lukmana, 2004). Selain itu cabai juga mengandung berbagai kandungan gizi (Tabel 1).
Tabel. 1 Kandungan gizi buah cabai (100 gram)
No. Cabai Merah Cabai Hijau
1 Air % 90 93,3
2 Energi (kal) 32 23,0
3 Protein (gr) 0,5 0,7
4 Lemak (g) 0,3 0,2
5 Karbohidrat (g) 7,8 5,4
6 Serat (g) 1,6 1,5
7 Abu (g) 0,5 0,4
8 Kalsium (mg) 29,0 12,0
9 Fosfor (mg) 45 18,0
10 Besi (mg) 0,5 0,4
11 Vitamin A (IU) 470 260
12 Vitamin C (mg) 18 84
13 Tiamin (mg) 0,05 0,05
14 Riboflavin 0,06 0,03
15 Niasin 0,9 0,5
16 Asam askorbat (mg) 18,0 84,0
Sumber : Ashari, 2006

2.4 Tanaman tomat


2.4.1 Klasifikasi tomat
Klasifikasi Tomat (Lycopersicon esculentum) Menurut Simpson (2010) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Orde : Solanales
Family : Solanaceae
Genus : Lycopersicon
Species : Lycopersicon esculentum
2.4.2 Morfologi
Tanaman tomat memiliki habitus berupa herba yang hidup tegak atau bersandar
pada tanaman lain, berbau kuat, tinggi 30-90 cm. Batang berbentuk bulat, kasar,
memiliki trikhoma, rapuh, dan sedikit memiliki percabangan. Daun majemuk
menyirip gasal berselang-seling dan memiliki trikhoma pada helaian dan tangkai
daunnya (Gambar 1).

Gambar 6 Tanaman tomat


Bunga pada tanaman tomat berkelamin dua (hermaprodit), kelopaknya berjumlah
5 buah dengan warna hijau dan memiliki trikhoma, sedangkan mahkotanya yang
berjumlah 5 buah berwarna kuning. Alat kelaminnya terdiri atas benang sari dan putik.
Buah tomat merupakan buah tunggal dan merupakan buah buni dengan daging buah
lunak agak keras, berwarna merah apabila sudah matang, mengandung banyak air dengan
kulit buah yang sangat tipis.

2.4.3 Syarat tumbuh tomat


Syarat tumbuh tomat terdiri atas :
c) Keadaan iklim
Iklim yang cocok untuk tanaman tomat adalah pada musim kemarau dengan
pengairan yang cukup. Kekeringan menyebabkan banyak daun gugur, lebih-lebih bila
disertai dengan angin kencang. Sebaliknya, pada musim hujan pertumbuhannya kurang
baik karena kelembapan dan suhu yang tinggi akan menimbulkan banyak penyakit
(Pracaya, 1998). Pertumbuhan tanaman tomat akan baik bila udara sejuk, suhu pada
malam hari antara 100C – 200 C dan pada siang hari antara suhu 18 0– 290C. Suhu yang
terlalu tinggi menyebabkan banyak buah rusak terkena sengatan matahari. Suhu di atas
400C menyebabkan pertumbuhan terhambat, sedangkan pada suhu 600 C tanaman tomat
tidak dapat hidup/ mati (Pracaya, 1998).

d) Media tanam
Media tanam yang dapat digunakan untuk tanaman tomat pada umumnya adalah
tanah. Tanaman tomat dapat ditanam di segala jenis tanah, mulai tanah pasir (ukuran
partikel 0,05 - 2.0 mm) sampai tanah lempung (ukuran partikel kurang dari 0,002 mm).
Akan tetapi, tanah yang ideal adalah tanah lempung berpasir yang subur, gembur, banyak
mengandung bahan organik serta unsur hara, dan mudah merembaskan air (Pracaya,
1998). Untuk komoditas sayuran seperti tomat, pH tanah yang cocok adalah 5,5-7 atau
agak asam hingga netral. Bila pH tanah terlalu asam, (pH < 5), maka tanaman akan
kekurangan kalsium sehingga berpotensi terserang penyakit busuk ujung buah atau
blossom and root, dengan gejala bagian ujung buah membusuk (Tafajani, 2010).
Kandungan bahan organik dalam tanah juga mempengaruhi ketersediaan unsur
hara. Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi memiliki kapasitas tukar kation yang
tinggi, hal ini mempengaruhi ketersediaan hara yang dapat diserap oleh tanaman. Selain
itu, kandungan bahan organik dalam tanah menimbulkan adanya aktivitas
mikroorganisme dalam tanah, bakteri pengurai, jamur, yang mengundang organisme
lainnya seperti cacing, sehingga terbentuk rongga dalam tanah yang dapat menjadi pori
udara dan pori air. Dengan demikian, ketersediaan air dan udara dalam tanah tercukupi
(Tafajani, 2010).
2.4.4 Kandungan dan Manfaat Tomat
Tomat sangat bermanfaat bagi tubuh, karena mengandung vitamin dan
mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Buah tomat juga
mengandung zat pembangun jaringan tubuh manusia dan zat yang dapat
meningkatkan energi untuk bergerak dan berpikir, yakni karbohidrat, protein,
lemak, dan kalori (Cahyono, 2008).
Sebagai sumber vitamin, buah tomat sangat baik untuk mencegah dan
mengobati berbagai macam penyakit, seperti sariawan karena kekurangan vitamin
C, xeropthalmia pada mata karena kekurangan vitamin A, bibir merah dan radang
lidah karena kekurangan vitamin D (Cahyono, 2008).
Sebagai sumber mineral, buah tomat bermanfaat untuk pembentukan
tulang dan gigi (zat kapur dan fosfor). Sedangkan zat besi (Fe) yang terkandung
dalam buah tomat dapat berfungsi untuk pembentukan sel darah atau hemoglobin
(Cahyono, 2008).
Buah tomat juga mengandung serat yang berfungsi memperlancar proses
pencernaan makanan dalam perut. Selain itu buah tomat juga mengandung
potasium yang sangat bermanfaat untuk menurunkan gejala tekanan darah tinggi
(Cahyono, 2008).
Zat belerang (Sulfur) yang terkandung dalam buah tomat dapat mencegah
radang hati dan radang usus buntu. Zat klorin yang ada di dalam buah tomat dapat
merangsang fungsi hati lebih aktif membersihkan zat -zat tidak berguna
(Cahyono, 2008).
Tomat banyak mengandung likopen yang merupakan kelompok
karotenoid seperti beta-karoten yang bertanggung jawab terhadap warna merah
pada tomat. Di dalam tubuh, likopen dapat melindungi dari penyakit seperti
kanker prostat serta beberapa jenis kanker lain serta penyakit jantung koroner.
Kemampuan likopen dalam meredam oksigen tunggal dua kali lebih baik
daripada beta karoten dan sepuluh kali lebih baik daripada alfa-tokoferol
(Sunarmani, 2008).
Beberapa penelitian telah menunjukkan manfaat likopen bagi kesehatan.
Pada kesehatan wanita, likopen bermanfaat dalam penyembuhan kanker payudara
serta osteoporosis. Peng dkk. (1998) menyebutkan bahwa penelitian-penelitian
terbaru mengindikasikan wanita yang memiliki kandungan likopen rendah lebih
rentan terkena kanker serviks dan kanker ovarium dibandingkan yang memiliki
kandungan likopen tinggi. Berbagai karotenoid, termasuk likopen, telah diteliti
untuk melihat hubungannya dengan kanker serviks. Hanya likopen yang
menunjukkan adanya efek protektif (Sunarmani, 2008).
Kandungan Gizi dan Kalori per 100 gram buah tomat adalah sebagai
berikut (Tabel 2)
Tabel 2 Kandungan gizi dan kalori per 100 gram buah tomat
No. Jenis Zat Jumlah
1 Kalori 20 kal
2 Protein 1g
3 Lemak 0,3 g
4 Karbohidrat 4,2 g
5 Vitamin A 1.500 SI
6 Vitamin B 0,06 mg
7 Vitamin C 40 mg
8 Kalsium 5 mg
9 Fosfor 26 mg
10 Besi 0,5 mg
11 Air 94 g
Sumber : Purwati dan Khairunisa, 2007

2.5 Ikan Lele Mutiara (Clarias sp.)


2.5.1 Klasifikasi Ikan Lele Mutiara
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo: Ostariphysi
Familia : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.

2.5.2 Morfologi Ikan Lele


Ikan lele Mutiara (MUtu TIAda taRA) merupakan strain unggul baru
ikan lele Afrika hasil pemuliaan Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI)
Sukamandi yang telah ditetapkan rilisnya berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 77 KEPMEN-KP/2015. Ikan lele
Mutiara merupakan gabungan persilangan dari strain ikan lele Mesir,
Paiton, Sangkuriang dan Dumbo melalui seleksi individu pada karakter laju
pertumbuhan selama tiga generasi, sehingga memiliki keunggulan utama
pertumbuhan yang cepat. Sebagai strain unggul yang dibentuk melalui
proses seleksi individu, selain unggul pada aspek pertumbuhan, ikan lele
Mutiara diharapkan juga memiliki keunggulan-keunggulan yang lain, salah
satunya adalah stabilitas karakteristik morfologisnya. Sebagai strain yang
baru dibentuk, ikan lele Mutiara masih memiliki keragaman genetis yang
relatif tinggi dengan tingkat inbreeding yang relatif rendah serta tidak
menunjukkan penurunan keragaman genetis selama proses seleksinya
(Iswanto dkk, 2014).
Ikan lele mutiara memiliki bentuk tubuh yang memanjang, tidak
bersisik serta licin (penuh lendir). Matanya kecil dengan mulut di ujung
moncong berukuran cukup lebar, dimana pada daerah sekitar mulutnya
terdapat empat pasang baebel (sungut peraba) yang berfungsi sebagai
sensor untuk peka terhadap lingkungan maupung mangsa. Pada ikan lele
mutiara terdapat Arborescent, yakni alat bantu pernapasan yang berasal dari
busur insang yang telah termodifikasi sehingga memungkinkan ikan lele
mutiara untuk dapat bertahan lebih lama pada lingkungan tanpa air maupun
di lumpur. Pada kedua sirip dada nya terdapat sepasang duri (patil) yang
tajam, dimana pada beberapa spesies ikan lele mutiara patil tersebut
mengandung racun ringan (Witjaksono, 2009).

2.5.3 Habitat dan Kebiasaan Hidup


Habitat atau lingkungan untuk ikan lele mutiara adalah air tawar,
dimana ikan lele mutiara lebih suka pada air sungai, air tanah, air irigasi
namun pada dasarnya ikan lele mutiara relatifw tahan terhadap kondisi air
yang buruk sekalipun. Ikan lele mutiara juga dapat bertahan pada keadaan
padat tebar yang tinggi (Dewi, dkk., 2013). Menurut Iswanto, dkk (2014)
bahwa kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan lele mutiara
adalah suhu yang berkisar antara 15o -35o C, dengan kandungan oksigen
terlarut harus melebihi 0 mg/L, pH 5-10, nitrit kurang dari 0,3 mg/L dan
NH3 < 3 mg/L. Ikan lele mutiara digolongkan ke dalam kelompok
omnivora (pemakan segala) dan mempunyai sifat scavanger yaitu ikan
pemakan bangkai.

2.5.4 Pakan dan Kebiasaan Makan


Ikan lele mutiara merupakan ikan yang tergolong rakus, dimana hal
tersebut didukung oleh bentuk mulut yang cukup lebar sehingga mampu
melahap makanan alami maupun buatan (pellet). Ikan lele mutiara
tergolong dalam pemakan segala (omnivora) dan ada pula yang
mengatakan bahwa ikan lele mutiara merupakan pemakan bangkai
(scavenger), dimana ikan lele mutiara dapat memakan bangkai ayam,
bebek, burung maupun unggas lainnya dengan lahap hingga tulang
belulangnya (Santoso, 1994). Selain pakan alami, untuk mempercepat
pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa pelet.
Ikan lele mutiara memiliki kebiasaan hidup (aktif) pada malam hari
(nokturnal) dimana ikan lele mutiara jarang menampakkan diri dan
beraktivitas pada siang hari dan lebih menyukai tempat yang sejuk dan
gelap. Sehingga ikan lele mutiara memiliki kebiasaan makan dan mencari
makan pada malam hari. (BPPI, 2014).

Anda mungkin juga menyukai