Anda di halaman 1dari 55

Pengujian Benih

Pengujian benih ditujukan untuk mengetahui mutu/kualitas benih. Informasi


mengenai kualitas benih sangat bermanfaat bagi produsen, penjual, maupun
konsumen benih karena mereka dapat memperoleh informasi yang dapat dipercaya
mengenai mutu/kualitas benih (Sutopo, 2002).
Sejarah Pengujian Benih (Priandoko, 2011):
Pengujian benih pertama kali dilakukan oleh Prof. Friedrich Nobbe pada 1869
ketika beliau mendirikan laboratorium pengujian benih di Saxony, Jerman,
kemudian diikuti oleh laboratorium di Austria, Hungaria, Belgia, Denmark, Rusia
dan Amerika Serikat.
Tahun 1876, Prof. Friedrich Nobbe menerbitkan bukunya berjudul Handbook on
Seed Testing, kemudian diikuti oleh buku International Rules for Seed Testing yang
membentuk dasar pengujian benih di hampir seluruh dunia.
Pada tahun 1924 didirikan International Seed Testing Association (ISTA) yang
secara resmi menerbitkan peraturan tentang pengujian benih secara
internasional.
Pengujian Benih
Pengertian mutu/kualitas benih
Mutu/kualitas benih adalah gambaran dan karakteristik benih secara menyeluruh dari
suatu jenis benih yang menunjukkan kemampuannya untuk mempertahankan/melanjutkan
keturunannya (Budi, 2008)
Mengapa benih diuji?
Pengujian benih mempunyai peranan penting mulai dari panen sampai benih ditabur.
Informasi tentang benih yang tercantum pada sertifikat/label benih dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk memutuskan beberapa hal, misal :
 Apakah benih tersebut layak atau sepadan dengan hasilnya, atau lebih baik dijual untuk
konsumsi saja?
 Apakah sebagian besar atau seluruh benih yang akan diproduksi dapat dijual dengan harga
yang layak, artinya keuntungan yang diperoleh sepadan dengan upaya dan biaya yang
dikeluarkan selama proses produksi?
 Apakah benih yang akan diproduksi sesuai dengan kebutuhan konsumen, baik dalam hal
kualitas maupun kuantitas?
 Dan sebagainya.
Pengujian Benih
Mutu/kualitas benih digolongkan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu
1. Kualitas genetis
Kualitas genetis meliputi susunan gen yang menentukan karakteristik
benih berkaitan dengan pertumbuhannya, misalnya resistensi terhadap
kekeringan dan serangan hama dan penyakit.
2. Kualitas fisiologis
Kualitas fisiologis meliputi viabilitas, vigor, kesehatan, dan daya
simpan benih.
3. Kualitas fisik
Kualitas fisik meliputi kemurnian benih, kadar air benih, berat
1.000 benih, warna dan keseragaman benih.
Kartu Induk Pengujian kadar air benih, kemurnian dan hasil uji
viabilitas (Budi, 2008)
Diagram alir proses pengujian benih di laboratorium mulai tahap
pengambilan contoh sampai dengan pelabelan
Cara pengambilan contoh benih
UJI VIABILITAS

Definisi viabilitas benih


Viabilitas benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah dalam lingkungan yang
cocok (favourable condition) bagi pertumbuhan dan perkembangannya.
Viabilitas benih = daya kecambah benih = kapasitas berkecambah = perkecambahan normal.
Pengujian viabilitas benih dipakai untuk:
1. Menilai suatu benih sebelum dipasarkan atau membandingkan antara seed lot, karena
viabilitas merupakan gejala pertama yang tampak pada benih yang menua.
Seed lot = kelompok benih adalah sekumpulan benih yang homogen, baik varietas, fenotipe,
maupun genotipe yang berasal dari sumber benih, umur benih, waktu panen, dan cara
pengelolaan benih yang seragam.
2. Sebagai salah satu dasar perhitungan kebutuhan benih untuk usaha tani.
3. Mengurangi resiko kegagalan penanaman di lapangan yang disebabkan ketidakmampuan
benih berkecambah normal.
4. Menilai mutu benih yang akan ditanam.
UJI VIABILITAS

Nilai viabilitas benih dinyatakan dalam persen. Persentase viabilitas


benih merupakan salah satu nilai yang dicantumkan dalam sertifikat
yang nilainya mempunyai batas minimum agar varietas tersebut
dapat diterima seed law yang berlaku di suatu negara, sehingga benih
tersebut bisa memperoleh sertifikat sesuai dengan kelas benih, sebagai
contoh: daya kecambah benih padi minimal 80%, sesuai Peraturan
Menteri Pertanian No. 23/Permentan/SR.120/2/2007.
Semakin tinggi persentase viabilitas benih, semakin tinggi
mutu benih tersebut.
Pada pengujian viabilitas, yang dinilai adalah pertumbuhan
akar, batang, dan daun lembaga dari kecambah yang dihasilkan, dan
perhitungan dilakukan sampai batas tertentu sesuai ketentuan ISTA.
Metode Pengujian Viabilitas

Untuk melakukan pengujian viabilitas terhadap suatu varietas, perlu dicari


metode standar, agar penilaian terhadap atribut perkecambahan dapat
dilakukan dengan mudah.
Syarat-syarat metode perkecambahan yang baik meliputi:
1. MANTAP, artinya metode tersebut tidak menyebabkan terjadinya
perubahan terhadap struktur perkecambahan selama masa pengujian.
2. MUDAH, artinya tidak memerlukan peralatan khusus dan mudah
dilakukan oleh siapa saja dengan hasil yang relatif sama.
3. TANPA PENGAWASAN, artinya selama periode pengujian tidak harus
melakukan pengawasan secara terus-menerus, tetapi pada waktu tertentu
saja
Metode Pengujian Viabilitas

Beberapa metode pengujian viabilitas:


1. UDK (Uji Di atas Kertas)
Benih diletakkan di atas kertas substrat yang sudah dibasahi, sesuai untuk benih
yang perlu cahaya untuk berkecambah.
2. UAK (Uji Antar Kertas)
Biasa dilakukan untuk benih-benih berukuran kecil, benih diletakkan diantara
kertas substrat. Metode ini sesuai untuk benih yang tidak memerlukan cahaya
untuk perkecambahannya.
3. UKDd (Uji Kertas Digulung DIdirikan)
Benih diletakkan diantara kertas substrat yang digulung dan didirikan.
4. UKDdpd) (Uji Kertas Digulung Diberi Plastik Didirikan)
Metode ini merupakan modifikasi dari metode UKDd, dilakukan dengan tujuan
memperkuat kertas substrat agar tidak ditembus akar yang dapat mengakibatkan
kertas substrat menjadi rusak, sehingga pengamatan sulit dilakukan.
Uji viabilitas dengan metode Uji Kertas Digulung (UKD)
Metode Pengujian Viabilitas

Beberapa metode pengujian viabilitas: (lanjutan)


5. TZT (Tetra ZoliumTest)
Tetra Zolium Test disebut juga Quick Test (Uji Cepat Viabilitas) dan Uji Biokemis
Benih karena merupakan metode yang dapat dilakukan dengan cepat dan mendeteksi
adanya proses biokimia yang berlangsung dalam sel-sel embrio.. Benih tidak
dikecambahkan, hanya direndam dalam larutan garam 2,3,5 Trifenil Tetrazolium
Klorida/Bromida selama 1 (satu) jam, kemudian embrionya dinilai
Prinsip metode TZT adalah pengecatan bagian embrio, embrio yang hidup akan
berwarna merah karena Tetrazolium mengalami reduksi oleh enzim
dehidrogenase menjadi Formazan yang berwarna merah, sedangkan yang
mati atau cacat akan berwarna putih.
Kelemahan metode TZT adalah pada metode ini penguji tidak dapat mendeteksi
apakah benih dapat berkecambah atau mengalami dormansi, penguji hanya dapat
membedakan antara benih mati dan hidup. Oleh karena itu metode TZT tidak dapat
dipakai untuk menentukan apakah benih lolos dan memperoleh sertifikat atau tidak.
Metode Pengujian Viabilitas (Lanjutan)

Beberapa metode pengujian viabilitas (lanjutan):


6. Uji dengan Memakai Sinar X (X-Ray Test)
Metode ini sebenarnya bukan merupakan metode yang dipakai untuk pengujian
viabilitas, selain itu metode ini memerlukan biaya yang tinggi (mahal), sehingga
jarang dipakai.
Metode ini menggunakan sinar x untuk melihat kondisi embrio dalam benih,
apakah cacat atau tidak. Seperti halnya TZT, metode ini tidak dapat mendeteksi
apakah benih dapat berkecambah atau tidak.
7. Uji Pasir
Metode ini menggunakan pasir sebagai media perkecambahan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah besarnya butiran pasir
dan kadar air media perkecambahan karena pasir memiliki Water Holding
Capacity (WHC) yang rendah.
Media Perkecambahan dan Syarat-syaratnya
Fungsi utama media perkecambahan adalah untuk menyediakan air
selama pengujian viabilitas.
Syarat-syarat media perkecambahan adalah
1. Tidak mengandung racun atau zat yang dapat menghambat
perkecambahan.
2. Dapat menyediakan air dalam jumlah yang memadai selama proses
perkecambahan, sehingga benih dapat berimbibisi sampai mencapai
kadar air tertentu yang memungkinkan benih berkecambah.
3. Dapat memberi peluang yang sama untuk proses perkecambahan (media
homogen).
4. Kuat, media tidak mudah rusak (pecah/robek/tertembus akar) selama
proses perkecambahan, sehingga mudah untuk menilai atribut
perkecambahan.
Media Perkecambahan dan Syarat-syaratnya (Lanjutan)

Syarat-syarat media perkecambahan (lanjutan) adalah


5. Memungkinkan penguji untuk mengamati atribut perkecambahan
dan tidak menyebabkan kerusakan atribut perkecambahan pada
waktu pengamatan.
6. Bersifat netral, tidak bersifat asam atau basa.
7. Dapat menyediakan oksigen (O2) yang cukup selama
perkecambahan.
8. Tidak merupakan sumber penyakit.
9. Bahan yang mudah didapat dan murah harganya.

Perlu diperhatikan bahwa sebelum dipakai, sebaiknya media


perkecambahan disterilisasi.
Macam-macam Media Perkecambahan
Beberapa macam media perkecambahan yang biasa dipakai adalah
1. Kertas Substrat
Kertas yang dipakai untuk perkecambahan adalah kertas khusus, yaitu towel dan blotter
(kertas kembang dibuat dari serat kapas berwarna biru tua dengan tebal ± 1 mm) yang
bersifat kuat, tidak mudah rusak dan tidak dapat ditembus akar dan bersifat homogen,
akan tetapi kertas jenis ini mahal harganya, oleh karena itu penguji di Indonesia
melakukan modifikasi menggunakan kertas merang. Kertas merang mudah rusak dan
tidak homogen, sehingga dipakai beberapa lembar dan kadang-kadang perlu dilapisi
lembaran plastik.
2. Media Pasir
Pasir yang yang dipakai harus dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan tanahnya,
kemudian disterilisasi, selanjutnya diayak untuk mendapatkan butiran pasir berukuran
tertentu dan homogen.
3. Tanah
Tanah digunakan jika ada gejala keracunan dengan media kertas atau pasir. Kelemahan
media tanah adalah sulit untuk melihat sistem perakaran dan O2 yang tersedia seringkali
kurang memadai. Oleh karena itu media tanah dicampur dengan kompos atau pasir
dengan perbandingan tertentu (1 : 1 atau 1 : 2) agar media cukup remah.
Macam-macam Media Perkecambahan (Lanjutan)
Beberapa macam media perkecambahan yang biasa dipakai adalah
4. Bata Merah atau Kerikil
Media ini sering dipakai pada pengujian vigor yang berkaitan dengan kemampuan/daya
serap air dan ketahanan terhadap kekeringan. Bata yang dipakai dipecahkan dengan
ukuran diameter 2-3 mm. Bata merah dapat menyerap dan mengikat air lebih kuat
dibandingkan media lain, sedangkan kerikil memiliki WHC yang sangat rendah, sehingga
air tersedia untuk proses imbibisi menjadi sangat terbatas.
5. Media-media perkecambahan yang lain
Kapas, dibuat menjadi lembaran setebal 2-4 mm, kemudian dilipat dua.
Petridish, biasanya berdiameter 10-12 cm. Petridish dilapisi 2 lapis kertas saring, biasa
dipakai untuk benih yang sukar berkecambah dan bernilai ekonomi tinggi.
Kelebihannya: steril, bersih, dan dapat dipakai berkali-kali, tetapi mudah pecah, sukar
didapat, dan harganya mahal.
Agar, terbuat dari agar ditambah mineral, vitamin, dan hormon, ditempatkan dalam
petridish. Media ini jarang dipakai, digunakan untuk menguji perkecambahan benih
yang berukuran kecil dan sukar berkecambah, misal: anggrek (Orchidaceae). Biasa dipakai
pada perbanyakan vegetatif dalam metode kultur jaringan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Pengujian Viabilitas

Hasil uji viabilitas merupakan resultante antara Sifat Genetik dan Lingkungan
tempat pengujian. Disamping kedua faktor tersebut, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi hasil uji viabilitas adalah
1. Produksi Benih
Kualitas benih yang dihasilkan dipengaruhi oleh input (benih, pupuk, dan pestisida),
pengelolaan selama pertumbuhan, dan kondisi ekologis. Jika ketiga hal
tersebut dalam keadaan optimum, maka kualitas benih yang diperoleh akan mencapai
maksimum, sehingga hasil pengujian dapat mencapai nilai tertinggi.
2. Penentuan Saat Panen
Benih yang dipanen saat masak fisiologis mempunyai kondisi puncak, tetapi jika
panen terlambat, kondisi benih sudah menurun, sehingga hasil uji viabilitas tidak
akan maksimum.
3. Prosesing Benih
Prosesing benih meliputi pembersihan, pengeringan, pemilahan, dan pengemasan
benih.
Prosesing benih bertujuan untuk mempertahankan kualitas benih agar tetap sama
seperti saat dipanen. Jika setelah dipanen tidak segera diproses, maka benih akan
mengalami kemunduran (deteriorasi) dan laju respirasi yang tinggi karena
kadar air (KA) benih yang baru dipanen masih relatif tinggi, sehingga akan
mempengaruhi nilai uji viabilitas.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Pengujian Viabilitas (Lanjutan)

4. Penyimpanan Benih
Selama penyimpanan, benih masih terus melakukan proses
fisiologis dasar yang erat kaitannya dengan kondisi dan metode
penyimpanan yang digunakan. Bila metode penyimpanan tidak
memadai, mengakibatkan kualitas benih menurun.
5. Rantai Pemasaran
Sebelum sampai ke petani konsumen, benih yang diproduksi oleh
Penangkar Benih harus melalui mekanisme pemasaran. Rantai
pemasaran yang perlakuannya tidak sesuai dengan prosedur dan
persyaratan tertenu mengakibatkan penurunan kualitas benih.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Pengujian Viabilitas (Lanjutan)

6. Metode Uji
Metode uji yang tidak sesuai dengan varietas benih dapat menyebabkan
turunnya nilai viabilitas, bahkan benih menjadi tidak berkecambah sama
sekali.
7. Media Perkecambahan
Media perkecambahan harus dipilih yang cocok agar proses
perkecambahan tidak terganggu, sehingga nilai viabilitas yang diperoleh
betul-betul menunjukkan kualitas benih.
8. Waktu
Waktu pengujian telah ditetapkan oleh BPSB (Balai Pengawasan
Sertifikasi Benih) dan ISTA, artinya uji viabilitas harus dihentikan jika
batas waktu pengujian telah terlampaui. Pada kondisi tertentu,
pengujian dapat diperpanjang jika pada akhir waktu pengujian tampak
ada benih yang akan berkecambah.
Perhitungan Nilai Perkecambahan

Berdasarkan ketentuan ISTA dan BPSB, untuk memperoleh nilai


viabilitas benih, jumlah benih yang diuji minimal 400 butir.
Prosedur/ketentuan pengujian:
• Benih dibagi menjadi 4, 8, atau 16 kelompok, tergantung ukuran
betas waktu pengujian berbeda untuk setiap varietas, disesuaikan
dengan ketentuan ISTA dan BPSB.
• Kecambah yang dihitung hanya kecambah normal dan ukuran
kenormalan mengikuti ketentuan ISTA dan BPSB.
• Kecambah yang terserang penyakit, jika diyakini penyakit tersebut
ditularkan pada waktu proses perkecambahan, dianggap kecambah
normal.
Kecambah normal hasil uji viabilitas
Perhitungan Nilai Perkecambahan (Lanjutan)

Untuk uji viabilitas biasanya dipakai Standar Germination Test (Uji


Perkecambahan Baku).

Rumus untuk menghitung nilai viabilitas adalah

Jumlah kecambah normal


Viabilitas (%) = ------------------------------------------ x 100
Jumlah benih yang dikecambahkan
UJI VIGOR
Vigor pada dasarnya mengenai kekuatan tumbuh benih atau
kecambah = kekuatan tumbuh = daya tumbuh benih.
Definisi Vigor
Ada beberapa definisi vigor benih, diantaranya adalah
Vigor adalah potensi yang dimiliki benih untuk berkecambah secara
cepat dan seragam serta menghasilkan pertumbuhan bibit
pada kondisi lapangan yang umum.
Vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal
pada keadaan lingkungan yang sub optimum (Sutopo, 1984).
Vigor merupakan sifat benih (alami) yang mempunyai sifat baik, pada
saat penanaman, menghasilkan perkecambahan cepat dalam
lingkungan yang beragam (Woodstock, 1969).
UJI VIGOR

Vigor merupakan hasil evaluasi dari suatu perkecambahan (berdasarkan


atribut) yang tumbuh cepat dan seragam pada kondisi lingkungan
yang kurang memadai (Isley, 1957).
Vigor adalah persentase dari benih yang mampu menghasilkan kecambah
normal meskipun dikecambahkan pada lingkungan yang kurang
menguntungkan (Ader, 1965).

Kondisi lingkungan yang tidak mendukung (sub optimum,) misalnya:


- Kandungan air tanah yang kurang memadai
- Adanya serangan patogen
- Suhu di atas atau di bawah suhu optimum
- Resistensi fisik terhadap tanah yang padat atau ditanam terlalu dalam
- Tanah salin/bergaram
Klasifikasi Vigor
Vigor diklasifikasikan menjadi 2 (dua) macam, yaitu
1. Vigor genetis = vigor genetik
Vigor genetis adalah vigor benih dari galur genetik yang
berbeda dalam rangka program pemuliaan tanaman.
2. Vigor fisiologis = vigor fisiologi
Vigor fisiologis adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur
genetik yang sama dalam rangka mengetahui laju kemunduran
(deteriorasi) benih (Kartasapoetra, 1989 ; Kuswanto, 1996).
Vigor fisiologis dapat dilihat dari indikasi pertumbuhan
akar dan plumula atau koleoptil, ketahanan terhadap hama dan
penyakit, serta warna kotiledon dengan pengujian Tetrazolium.
Hubungan antaraViabilitas danVigor Benih SelamaTerjadi Kemunduran
(Deteriorasi) Benih

Klasifikasi kecambah yang tumbuh pada pengujian vigor dibagi menjadi:


1. Kecambah yangVigor (GreaterVigor)
Kecambah yang vigor adalah kecambah yang muncul dari benih dan mampu terus
tumbuh pada kondisi lingkungan yang kurang mendukung. Vigor kecambah semakin
tinggi jika kecambah dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang tidak mendukung.
2. Kecambah yang KurangVigor (LessVigor), terdiri atas:
a. LessVigor
Kecambah termasuk less vigor jika setelah muncul dari benih tidak dapat melanjukan
pertumbuhannya atau dapat digolongkan kedalam kecambah abnormal pada
pengujian benih.
a. Non-Vigor
Kecambah dikatakan non-vigor jika benih yang tidak mati total/ hanya muncul
sebagian dan tidak menghasilan kecambah (kecambah tidak dapat muncul dari
benih.
a. Benih Mati
Benih yang mati, biasanya disebabkan oleh embrio yang mati, dapat dilihat dengan
Uji Tetrazolium.
Hubungan antaraViabilitas danVigor Benih SelamaTerjadi Kemunduran
(Deteriorasi) Benih

Vigor benih dicerminkan oleh 2 (dua) informasi tentang viabilitas,


yaitu kecepatan tumbuh dan daya simpan.
Menurut Sajad (1993), vigor yang rendah mengakibatkan : kemunduran
cepat selama penyimpanan, keadaan lingkungan tempat benih
dapat tumbuh semakin sempit, kecepatan berkecambah menurun,
lebih peka terhadap serangan hama dan penyakit, meningkatnya
jumlah kecambah abnormal, dan produksi tanaman rendah.
Kualitas benih terbaik dicapai pada saat masak fisiologis, setelah masak
fisiologis, kondisi benih cenderung menurun sampai akhirnya benih
kehilangan viabilitas dan vigornya sehingga benih mati.
Proses penurunan kondisi benih setelah masak fisiologis disebut Deteriorasi
atau benih mengalami proses menua.
Hubungan antara persentase perkecambahan (viabilitas) dan vigor selama
Deteriorasi (Kemunduran) benih digambarkan pada grafik berikut oleh
Copeland, 1977.
Grafik hubungan antara viabilitas dan vigor benih selama terjadi kemunduran
(deteriorasi) benih (Copeland, 1977)
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari grafik hubungan antara
vigor dan viabilitas benih selama deteriorasi (kemunduran) benih dari
Copeland, 1977 adalah

1. Nilai persentase viabilitas dan vigor akan sama besarnya


pada saat masak fisiologis dan benih mati.
2. Persentase viabilitas selalu lebih tinggi daripada vigor, artinya
benih yang berkecambah belum tentu vigor. Daerah yang diarsir
merupakan uji vigor.
3. Benih akan kehilangan kevigoran lebih cepat daripada
viabilitas. Oleh karena itu, dalam program pemuliaan selalu
diusahakan kedua grafik sedekat mungkin, artinya nilai vigor
diusahakan meningkat, jika mungkin menjadi satu dengan nilai
viabilitas.
Ciri-ciri benih yang vigor (Heydecker (1972):

1. Tidak mengalami dormansi.


2. Benih dalam satu lot tidak dapat dibedakan antara yang baik dan
buruk berdasarkan perkecambahannya.
3. Tahan disimpan lama.
4. Berkecambah cepat dan merata.
5. Bebas dari penyakit benih.
6. Tahan terhadap gangguan mikroorganisme.
7. Tumbuh kuat, basah maupun tanah kering.
8. Dapat memanfaatkan cadangan makanan semaksimal mungkin
untuk pertumbuhan , sehingga tumbuh jaringan baru.
9. Laju pertumbuhannya tinggi.
10. Menghasilkan produksi yang tinggi dalam waktu tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi vigor benih
Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi vigor benih, yaitu
1. Lingkungan
2. Faktor dalam
ad.1. Lingkungan
Schoorel (1956, 1960) dan Isley (1957), menyebutkan faktor
lingkungan yang mempengaruhi vigor benih terdiri atas:
a. Keadaan cuaca pada saat benih masak dan panen.
b. Perlakuan yang diberikan setelah panen, yaitu perontokan,
pengeringan, pemilahan, dan pengemasan benih.
c. Kondisi tempat dan lama penyimpanan benih.
d. Rantai pemasaran sebelum benih sampai ke petani konsumen.
e. Aktivitas tingkat serangan mikroorganisme atau serangga.
f. Pemakaian pestisida untuk perawatan benih.
Faktor-faktor yang mempengaruhi vigor benih (lanjutan)

ad.1. Faktor dalam


Menurut Heydecker (1972), faktor dalam yang mempengaruhi vigor
benih adalah
a. Sifat genetis
Setiap varietas mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap faktor
lingkungan dan kecepatan perkecambahan yang berbeda.
b. Sifat fisiologis
Kemampuan benih berkecambah secara fisiologis dipengaruhi oleh
kemasakan benih dan laju deteriorasi selama penyimpanan.
c. Sifat morfologis
Benih berukuran kecil mempunyai vigor lebih rendah daripada benih
berukuran besar.
Faktor dalam yang mempengaruhi vigor benih (lanjutan)

d. Sifat sitologis
Sifat sitologis meliputi perubahan sifat benih pada waktu diproduksi,
misalnya abrasi kromosom atau mutasi gen.
e. Kerusakan mekanis
Kerusakan mekanis dapat menyebabkan benih cacat atau memar
(nekrosis), sehingga menyebabkan terbentuk racun yang mempengaruhi
proses fisiologis atau sebagai sumber infeksi mikroorganisme.
f. Serangan mikroorganisme
Akumulasi mikroorganisme (fungi dan bakteri) pada benih pada periode
pemasakan benih akan mempengaruhi penampilan benih karena
mikroorganisme akan menimbulkan panas atau kerusakan langsung dan
terjadi kompetisi pengambilan O2.
g. Kerusakan karena suhu rendah
Vigor benih hillang pada benih yang mengalami suhu rendah dan dalam
keadaan berimbibisi.
Metode Pengujian Benih

Metode pengujian benih terdiri atas:


1. Metode Pengujian Langsung (Direct Method)
Dalam metode ini, benih dikecambahkan pada kondisi yang menyerupai kondisi di lapangan, tetapi
kelemahan metode ini yaitu suhu dibuat standar.
Metode pengujian langsung terdiri atas:
a. Corn Cold Test, terdiri atas:
1) Deep Soil Test
Biasa digunakan untuk jagung, sorgum, kapas dan kedelai.
Menggunakan tanah yang diambil dari lahan jagung tanpa disterilisasi.
WHC media ± 70%
Air yang didinginkan pada suhu 10oC
Kotak perkecambahan disimpan dalam Seed Germinator dengan suhu 25oC.
Perhitungan dilakukan pada hari ke-4 terhadap kecambah normal.
2) Hoppe method
Bertujuan untuk mengetahui ketahanan benih terhadap suhu rendah, tanah basah, dan serangan
mikroorganisme.
Benih dikecambahkan di kertas substrat dengan metode Uji Kertas Digulung.
Gulungan ditutup dengan lapisan tanah setebal ¼ - ½ inchi.
Pengamatan dilakukan pada hari ke-4 terhadap kecambah normal.
b. Total Growth of Plants or Seedlings
Benih dikecambahkan dan diamati pertumbuhan radikula dan plumulanya.
Metode Pengujian Benih (lanjutan)
2. Metode Pengujian Tidak Langsung
3. Metode ini mudah dibuat standarisasi, tetapi tidak dapat
menggambarkan kevigoran yang nyata seperti metode langsung,
terdiri atas:
a. Metode Fisiologis, terdiri atas:
1) Rate of Imbibition
Tolok ukur pada metode ini adalah laju imbibisi benih.
Benih diletakkan di kertas blotter = kertas kembang yang
basah, benih yang vigornya rendah akan menyerap air lebih
banyak dan lebih cepat.

2) Laju Perkecambahan atau Pengujian Kecepatan


Berkecambah
Ada hubungan yang erat antara Kecepatan Berkecambah
dengan Vigor.
a. 2) Laju Perkecambahan atau Pengujian Kecepatan
Berkecambah (lanjutan)

L.O. Copeland (1977), mengemukakan rumus Kecepatan


Berkecambah (Koefisien Perkecambahan dan Indeks Vigor)
sebagai berikut:
(A1 + A2 + . . . + An)
CG = -------------------------------- x 100
A1T1 + A2T2 + . . . +AnTn

Keterangan:
CG = Koefisien Perkecambahan (dinyatakan dalam %)
A = jumlah benih yang berkecambah pada hari tertentu
T = waktu yang brsesuaian dengan A
n = jumlah hari pada penilaian perhitungan terakhir
a. 2)Laju Perkecambahan atau Pengujian Kecepatan Berkecambah
(lanjutan)

Contoh:
Dikecambahkan 100 benih, setelah dilakukan pengamatan, diperoleh:
Pada hari ke-3, benih berkecambah 75 benih
Pada hari ke-7 (pengamatan terakhir), berkecambah 20 benih, maka
Koefisien Perkecambahan (CG) adalah

(75 + 20) (95)


CG = ---------------- x 100 = --------------- x 100 = 26,02%
(75)(3) + (20)(7) (225) + (140)

Jika benih yang berkecambah normal ˃ 75% dari seluruh benih yang
disemai/dikecambahkan dalam rangka pengujian, artinya Kecepatan
Berkecambah (CG) adalah tinggi.
Dari contoh di atas diperoleh CG = 26,02% , artinya kecepatan
berkecambah benih rendah.
a. 2)Laju Perkecambahan atau Pengujian Kecepatan Berkecambah
(lanjutan)

Kecepatan Berkecambah (CG) dipakai sebagai penilaian vigor


(Indeks Vigor = IV) benih, dihitung dengan rumus sbb:

G1 G2 G3 Gn
IV = ---- + ----- + ------ + . . . + ------
D1 D2 D3 Dn

Dari contoh d atas, diperoleh Indeks Vigor (IV):


G1 G2 G3 Gn 75 20
IV = --- + ---- + ---- + . . . + ---- = --- + ---- = 27,86
D1 D2 D3 Dn 3 7

Dalam pengujian Kecepatan Berkecambah, lazim digunakan Cara


Perhitungan Pertama (First Count), yaitu menghitung persentase
benih yang berkecambah pada hari ke-3 atau ke-4 setelah tanam sebagai
“Penilaian atau Perhitungan Pertama”.
Metode Pengujian Tidak Langsung (lanjutan)

b. Quantitative Method (Metode Kuantitatif)


Metode kuantitatif mengukur jumlah bahan kering yang ditransfer dari
endosperm/daun lembaga ke poros embrio (embryonic axis) setiap hari
dengan cara menghitung bobot kering kecambah yang dihasilkan
dibandingkan bobot kering benih.
c. Growing Under Adverse Condition Method, terdiri atas:
1) Exhaustion Test
Biasa dilakukan pada benih serealia.
Benih diletakkan di kertas substrat atau filter basah dan ditempatkan
dalam ruang gelap sampai semua cadangan makanan habis, kemudian
diukur kemampuan tumbuh kecambah sebelum kecambah mampu
berfotosintesis, dibandingkan dengan kecambah yang tumbuh di
tempat normal.
2) Brick Gravel Test (Uji Kerikit Bata)
Dikembangkan di Jerman oleh HILTNER pada tahun 1911.
Benih dikecambahkan pada media tanah, kemudian ditutupi dengan
pecahan brick gravel (kerikil bata) berukuran 2-3 mm setebal ± 3 cm
sebagagai penghalang perkecambahan.
Metode Pengujian Tidak Langsung (lanjutan)

c. Growing Under Adverse Condition Method (lanjutan)


3) Stress Test
Benih dikecambahkan pada kertas substrat yang dibasahi mannitol 0,1 M sebagai
penghalang imbibisi.
4) Paper Piercing Test
Menggunakan media perkecambahan pasir dan di atas pasir diletakkan kertas
khusus, kemudian benih diletakkan di atas kertas khusus tersebut. Benih yang
vigor saja yang mampu menembus kertas.
5) Low Temperature
Benih dikecambahkan pada suhu rendah.
6) Rapid Aging Test (Accelerated Aging Test)
Benih diletakkan di ruangan dengan suhu tinggi (40-45oC) dan kelembaban
tinggi (90-100%) selama waktu tertentu.
7) Free Fatty Acid Content Test (Uji Kadar Asam Lemak Bebas)
Khusus untuk benih-benih kapas dan benih yang kaya lemak dan minyak. Benih
digerus dan digunakan pelarut kimia untuk mengekstrak asam lemak bebas dalam
gerusan benih. Jika terdapat akumulasi asam lemak bebas, merupakan indikasi
benih kehilangan vigor karena asam lemak bebas meningkat pada benih yang
menua.
Metode Pengujian Tidak Langsung (lanjutan)

d. Physical Measurement Test, terdiri atas:


1) Color of Seeds (warna Benih)
Jika warna benih Leguminosae menjadi lebih gelap, berarti
vigor benih menurun.
2) Specific Gravity (Berat Jenis Benih)
Berat jenis benih rendah, berarti kevigoran benih rendah.
3) Electrical Resistance (Penghantar Listrik)
Benih dengan vigor rendah atau terjadi kebocoran sel, maka
larutan untuk merendam benih akan meningkat sifat
konduktivitasnya.
4) X-ray Technique (Teknik Sinar X)
Benih mati akan mengikat Barium Klorida yang dapat
dideteksi oleh sinar x.
Metode Pengujian Tidak Langsung (lanjutan)

d. Biochemice Method
Metode ini dipakai untuk mengetahui aktivitas enzim dalam benih,
terdiri atas beberapa metode, yaitu
1) Tetra Zolium Test
Metode ini dikembangkan oleh George Lakon (1940) di
Jerman, disebut juga Quick Test atau Biochemice Test.
Prinsipnya adalah pengecatan embrio.
2) GADA (Glutamic Acid Decarboxylase Activity) Test
Ditemukan oleh Grabee (1964) untuk menguji aktivitas enzim
dengan melihat respon keseragaman terhadap penambahan asam
glutamat, kemudian dihitung kadar CO2-nya, semakin tinggi
CO2, semakin tinggi vigor benih.
3) Indigo Carmine = Pewarnaan Vital (Vital Coloring Test)
Prinsipnya adalah bagian benih (embrio) yang mati akan
berwarna biru, sedangkan bagian yang hidup berwarna
putih.
ANALISIS KEMURNIAN BENIH

Kualitas benih ditentukan oleh persentase benih murni, benih tanaman lain, biji
herba/gulma, kotoran yang tercampur, daya kecambah benih, bebas dari hama
dan penyakit tanaman, kadar air benih, serta berat per 1.000 benih.
Syarat benih bermutu baik secara umum adalah
Daya kecambah minimal 80%
Benih murni minimal 95%
Benih varietas lain maksimal 5%
Kotoran maksimal 2%
Benih rumput/gulma maksimal 2%
Kadar air maksimal 14%

Pengertian Analisis Kemurnian Benih


Analisis kemurnian benih adalah kegiatan-kegiatan untuk menelaah kepositifan
fisik komponen-komponen benih, termasuk persentase berat benih murni
(pure seed), benih tanaman lain, benih varietas lain, biji-bijian
herba/gulma (weed seed) dan kotoran-kotoran pada masa benih (Sutopo,
2002).
ANALISIS KEMURNIAN BENIH

1. Benih murni (pure seed)


Kategori benih murni adalah meliputi:
Semua varietas dan setiap spesies yang diakui sebagaimana yang dinyatakan
oleh pengirim atau penguji di laboratorium.
Benih masak dan tidak rusak
Benih utuh meskipun ukurannya lebih kecil dari ukuran normal atau
ukurannya kurang, tetapi lebih dari ½ dari ukuran benih sebenarnya.
Benih yang mengkerut/keriput.
Benih yang kurang masak atau belum terbentuk sempurna.
Benih yang sudah berkecambah.
Benih yang terkena penyakit.
Selain itu, benih yang pecah atau rusak masih tergolong benih murni
asalkan berukuran lebih besar dari setengah ukuran benih sebenarnya.
2. Benih tanaman/varietas lain
Benih tanaman/varietas lain merupakan benih tanaman pertanian yang ikut
tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji, misal: benih
padi dengan gandum, atau benih tanaman sejenis, tetapi varietasnya
berbeda, misalnya padi Serayu dengan padi Brantas.
ANALISIS KEMURNIAN BENIH

3. Biji-bijian herba/gulma
Biji-bijian herba/gulma meliputi biji dari tanaman lain yang tidak
dikehendaki, bublet, dan tuber dari tanaman yang dinyatakan sebagai
herba/gulma menurut UU, peraturan resmi, atau pendapat umum.
4. Kotoran dan benda mati
Gian/Kotoran atau benda mati meliputi semua materi asing dalam
sampel, termasuk bagian/serpihan tanaman, tanah, pasir, batu, tubuh
jamur, serta semua materi dan struktur yang tidak secara khusus
diklasifikasikan sebagai benih murni atau biji lain.
ANALISIS KEMURNIAN BENIH

Setelah komponen-komponen (benih murni, benih tanaman atau


varietas lain, biji-bijian herba/gulma, dan kotoran atau benda mati)
sudah dipisah-pisahkan, selanjutnya masing-masing komponen
ditimbang dengan seksama dengan contoh kerja dalam satuan
gram (g).
Pada pengujian benih, berat contoh kerja untuk masing-masing
benih telah ada ketentuannya, kecuali untuk beberapa benih
tertentu, misalnya:
Benih padi 60 – 70 g
Kacang tanah 500 g
Benih kol 10 g
Wortel 3g
ANALISIS KEMURNIAN BENIH

Ketentuan perhitungan berdasarkan berat contoh kerja adalah sebagai


berikut:
1. Jika berat contoh kerja ˂ 25 g, maka:
a. Hitung persentase berat masing-masing komponen dengan
membandingkannya terhadap keseluruhan berat semua
komponen, bukan terhadap berat asli contoh kerja.
b. Untuk mengecek terhadap adanya kekeliruan, keseluruhan berat
semua komponen dibandingkan dengan berat asli contoh kerja.
2. Jika berat contoh kerja ˃ 25 g, maka:
a. Hitung persentase berat dari tanaman/varietas lain, biji-bijian
herba/gulma, dan kotoran atau benda mati, bandingkan
jumlahnya terhadap berat asli contoh kerja.
b. Hasil uji komponen benih murni tidak perlu ditimbang,
perhitungannya seluruhnya dianggap 100%, selanjurnya 100%
dikurangi persentase berat ketiga komponen selain benih murni.
Alat untuk Pengujian Kemurnian Benih
Tabel laporan hasil uji kemurnian benih
Ketentuan Penulisan Berat Komponen

Ketentuan penulisan berat komponen dihitung berdasarkan persentase


masing-masing komponen benih:
% Benih murni
% Benih tanaman/varietas lain
% Biji-bijian herba/gulma
% Kotoran dan benda-benda mati, dengan ketentuan sbb:

Berat contoh kerja (g) Jumlah desimal


˂ 1 4
1 – 9,99 3
10,00 – 99,99 2
100 – 999,9 1
1.000 - ˃ 0
Penentuan Berat 1.000 butir
Tujuan:
1. Untuk mengetahui berat setiap kelompok benih per 1.000 butir benih.
2. Dapat digunakan untuk mengetahui jumlah benih per kg dari suatu jenis
yang dapat dijadikan standar dalam perencanaan kebutuhan benih untuk
persemaian maupun penanaman.
Dua cara perhitungan berat 1.000 butir benih (ISTA):
1. Menghitung seluruh benih
Jumlah seluruh benih murni dari analisis kemurnian = X butir.
Berat benih tersebut ditimbang = Y g.
Maka: berat 1.000 butir (Z) = 1.000 x Y/X
2. Menghitung 1.000 butir benih berdasarkan ulangan-ulangan
menjadi 8 (delapan) ulangan, kemudian dicari Koefisien
Keragaman (CV = KK)nya.
Bila nilai CV = KK ˃ 1, maka pengujian harus diulang.
Penentuan berat 1.000 butir

Anda mungkin juga menyukai