Anda di halaman 1dari 10

1.

Memahami dan Menjelaskan Eritropoesis


a. Definisi Eritropoesis
Eritropoesis adalah proses pembentukan eritrosit (sel darah merah). Pada janin dan bayi proses ini berlangsung
di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang.
(Dorland, Edisi 31)
Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum tulang hingga terbentuk eritrosit
matang dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah hormon
glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap
kekurangan oksigen atas bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang. Eritropoietin
mempercepat produksi eritrosit pada semua stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses
pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan
pengambilan besi, mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk
masuk dalam sirkulasi. 

b. Siklus Eritropoesis

1.Rubiblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda dalam sel eritrosit. Sel ini
berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron.
Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel
berinti.
2.Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya
dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.
3.Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang
kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah
tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung
warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam
sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.
4.Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini kecil padat dengan struktur
kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah
walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%.
5.Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih diperlukan
beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan
sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit
selama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 – 2,5% retikulosit.
6.Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5
mikron. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna
kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan
bila mencapai umurnya oleh limpa.

c. Faktor Pembentukan Eritropoesis


Ada 3 faktor yang mempengaruhi eritropoiesis:

a) eritropoietin
Penurunan penyaluran 02 ke ginjal merangsang ginjal darah untuk mengeluarkan hormon eritropoietin ke dalam
darah, dan hormon ini kemudian merangsang eritropoiesis di sumsum tulang. Eritropoietin bekerja pada turunan
sel-sel bakal yang belum berdiferensiasi yang telah berkomitmen untuk menjaadi sel darah merah, yaitu
merangsang proliferasi dan pematangan mereka.

b) kemampuan respon sumsum tulang (anemia , perdarahan)


c) intergritas proses pematangan eritrosit

Proses destruksi eritrosit terjadi secara normal setelah masa hidup eritrosit habis (sekitar 120 hari). Proses ini
terjadi melalui mekanisme yang terdiri dari:
1. Fragmentasi
Mekanisme fragmentasi terjadi apabila kehilangan beberapa bagian membrane eritrosit sehingga menyebabkan isi
sel keluar termasuk hemoglobin.
2. Lisis Osmotik
Tekanan osmotik plasma merupakan gambaran terjadinya kecenderungan mendorong air dan Na dari daerah
konsentrasi tinggi di interstisium ke daerah dengan konsentrasi air rendah di plasma (atau konsentrasi protein
plasma lebih tinggi). Sehingga protein plasma dapat dianggap “menarik air” ke dalam plasma. Hal ini dapat
mengakibat lisis eritrosit yang disebabkan efek osmotik.
3. Eritrofagositosis
Mekanisme destruksi eritrosit ini melalui fagositosis yang dilakukan oleh monosit, neutrofil, makrofag. Fagositosis
eritrosit ini terutama terjadi pada eritrosit yang dilapisi antibody. Mekanisme ini meruapakan salah satu indikator
adanya AutoImun Hemolitic Anemia (AIHA).
4. Sitolisis
Sitolisis biasanya dilakukan oleh komplemen (C5, C6, C7, C8, C9). Sitolisis ini meruapakan indikator Peroxysimal
Nocturnal Haemoglobinuria (PNH).
5. Denaturasi Hemoglobin
Hemoglobin yang terdenaturasi akan mengendap menbentuk Heinz bodies. Eritrosit dengan Heinz bodies akan
cepat didestruksi oleh limpa. Heinz bodies melekat pada membran permeabilitas membesar sehingga
mengakibatkan lisis osmotik juga.

d. Struktur Eritrosit

Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Setiap milliliter darah mengandung rata-rata sekitar 5 miliar
eritrosit (sel darah merah),yang secara klinis sering dilaporkan dalam hitung sel darah merah sebagai 5 juta per
millimeter kubik (mm3). Eritrosit berbentuk lempeng bikonkaf,yang merupakan sel gepeng berbentuk piringan
yang dibagian tengah dikedua sisinya mencekung,seperti sebuah donat dengan bagian tengah mengepeng bukan
berlubang. dengan diameter 8 µm, tepi luar tebalnya 2 µm dan bagian tengah 1 µm.

Komponen eritrosit terdiri atas:


1. Membran eritrosit
2. Sistem enzim, yang terpenting: dalam Embden Meyerhoff pathway: pyruvate kinase; dalam pentose pathway:
enzim G6PD (glucose 6-phosphate dehydrogenase)
3. Hemoglobin: berfungsi sebagai alat angkut oksigen.

Fungsi Sel darah Merah

1.   Sel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh. Sel darah merah akan mengikat oksigen dari
paru–paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan tubuh untuk
dikeluarkan melalui paru–paru. Pengikatan oksigen dan karbon dioksida ini dikerjakan oleh hemoglobin yang telah
bersenyawa dengan oksigen yang disebut oksihemoglobin (Hb + oksigen 4 Hb-oksigen) jadi oksigen diangkut dari
seluruh tubuh sebagai oksihemoglobin yang nantinya setelah tiba di jaringan akan dilepaskan: Hb-oksigen Hb +
oksigen, dan seterusnya. Hb tadi akan bersenyawa dengan karbon dioksida dan disebut karbon dioksida
hemoglobin (Hb + karbon dioksida Hb-karbon dioksida) yang mana karbon dioksida tersebut akan dikeluarkan di
paru-paru.

2.  Berfungsi dalam penentuan golongan darah.

3.  Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah mengalami proses lisis oleh
patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas yang akan
menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya.
4.  Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk
melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan
oksigen.
Gambaran Mikroskopik retikulosit

Retikulosit adalah eritrosit muda yang sitoplasmanya masih mengandung sejumlah besar sisa-sisa ribosome dan
RNA yang berasal dari sisa inti dari bentuk penuh pendahulunya. Ribosome mempunyai kemampuan untuk
bereaksi dengan pewarna tertentu seperti brilliant cresyl blue  atau  new methylene blue untuk membentuk
endapan granula atau filamen yang berwarna biru. Reaksi ini hanya terjadi pada pewarnaan terhadap sel yang
masih hidup dan tidak difiksasi. Oleh karena itu disebut pewarnaan supravital. Retikulosit paling muda (imatur)
adalah yang mengandung ribosome terbanyak, sebaliknya retikulosit tertua hanya mempunyai beberapa titik
ribosome.
Pada pewarnaan Wright retikulosit tampak sebagai eritrosit yang berukuran lebih besar dan berwarna lebih biru
daripada eritrosit. Retikulum terlihat sebagai bintik-bintik abnormal. Polikromatofilia yang menunjukkan warna
kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil pada eritrosit, sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosome tersebut.
Eritrosit yang matang tidak dapat menyintesis protein. Retikulosit yang aktif mensintesis protein. Ketika masuk ke
dalam peredaran darah, retikulosit akan kehilangan organel intraselnya (ribosom, mitokondria, dsbnya) dalam
waktu sekitar 24 jam, kemudian berubah menjadi eritrosit muda sehingga kehilangan kemampuan untuk
membentuk protein.

Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin


Definisi Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein globular yang mengangkut oksigen yang diperlukan untuk kehidupan manusia, yang
secara biokimia dipelajari lebih mendalam.
(Swanson, 2011)

Fungsi Hemoglobin
Hemoglobin pada eritrosit vertebrata berperan penting dalam :
1) pengangkutan oksigen dari organ respirasi ke jaringan perifer
2) pengangkutan karbon dioksida dan berbagai proton dari jaringan perifer ke organ
respirasi untuk selanjutnya diekskresikan ke luar
3) menentukan kapasitas penyangga darah.
(Murray, 2003)

Struktur Hemoglobin

Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik
dengan satu atom besi. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu
sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains,
sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan
molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF. Pada manusia
dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang tediri dari masing-masing 2 subuint
alfa dan beta yang terikar secara nonkovalen. Subunit subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir
sama.
Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom
besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme Tiap subunit
hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul
oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui
darah, zat ini pula yang menjadikan darah kita berwarna merah.

Mekanisme Biosintesis Hemoglobin

Sintesis heme terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang bermula dengan kondensasi
glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam
aminolevulinat sintase membentuk asam aminolevulinat/ALA. Dalam reaksi ini glisin mengalami dekarboksilasi.
Piridoksal fosfat adalah koenzim untuk reaksi ini yang dirangsang oleh eritropoietin. Dalam reaksi kedua pada
pembentukan hem yang dikatalisis oleh ALA dehidratase, 2 molekul ALA menyatu membentuk pirol
porfobilinogen. Empat dari cincin-cincin pirol ini berkondensasi membentuk sebuah rantai linear dan mengandung
gugus asetil (A) dan propionil (P). Gugus asetil mengalami dekarboksilasi untuk membentuk gugus metil.
Kemudian dua rantai sisi propionil yang pertama mengalami dekarboksilasi dan teroksidasi ke gugus vinil,
membentuk protoporfirinogen Akhirnya, Jembatan metilen mengalami oksidasi untuk membentuk protoporfirin IX.
Protoporfirin bergabung dengan Fe2+ untuk membentuk heme. Masing- masing molekul heme bergabung dengan
satu rantai globin yang dibuat pada poliribosom, lalu bergabunglah tetramer yang terdiri dari empat rantai globin
dan heme nya membentuk hemoglobin. Pada saat sel darah merah tua dihancurkan, bagian globin dari hemoglobin
akan dipisahkan, dan hemenya diubah menjadi biliverdin. Lalu sebagian besar biliverdin diubah menjadi bilirubin
dan diekskresikan ke dalam empedu. Sedangkan besi dari heme digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin.
Pada langkah terakhir jalur ini, besi (sebagai Fe 2+) digabungkan ke dalam protoporfirin IX dalam reaksi
yang dikatalisis oleh ferokelatase (dikenal sebagai heme sintase).

Peranan Fe pada Biosintesis Hemoglobin

Besi diserap dalam bentuk fero (Fe2+). Karena bersifat toksik di dalam tubuh, besi bebas biasanya terikat ke
protein. Besi diangkut di dalam darah (sebagai Fe 3+ ) oleh protein, apotransferin. Besi membentuk kompleks
dengan apotransferin menjadi transferin. Besi dioksidasi dari Fe 2+ menjadi Fe 3+ oleh feroksidase yang dikenal
sebagai seruloplasmin (enzim yang mengandung tembaga). Besi dapat diambil dari simpanan feritin, diangkut
dalam darah sebagai transferin dan diserap oleh sel yang memerlukan besi melalui proses endositosis diperantarai
oleh resptor (misalnya oleh retikulosit yang sedang membentuk hemoglobin). Apabila terjadi penyerapan besi
berlebihan dari makanan, kelebihan tersebut disimpan sebagai hemosiderin, suatu bentuk feritin yang
membentuk kompleks dengan besi tambahan yang tidak mudah dimobilisasi segera.
Reaksi antara O2 dan Hemoglobin

Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin, oksigen menempel pada Fe 2+ dalam heme.
Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul oksigen secara reversibel. Atom besi tetap
berada dalam bentuk ferro, sehingga reaksi pengikatan oksigen merupakan suatu reaksi oksigenasi.
Dengan reaksi : Hb + O2 ↔ HbO2
Bila tekanan O2 tinggi, seperti dalam kapiler paru, O 2 berikatan dengan hemoglobin. Sedangkan jika tekanan
oksigen rendah, oksigen akan dilepas dari hemoglobin (deoksihemoglobin).
Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah kurva yang menggambarkan hubungan % saturasi kemampuan
hemoglobin mengangkut O2 dengan PO2 yang memiliki bentuk signoid khas yang disebabkan oleh interkonversi T-R.
Pengikatan O2 oleh gugus heme pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme kedua
terhadap O2, dan oksigenase gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dan seterusnya sehingga
afinitas Hb terhadap molekul O2 keempat berkali-kali lebih besar dibandingkan reaksi pertama.

Kurva Disosiasi

Sumber : blogs.unpad.ac.id
Kurva Disosiasi

Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen , yaitu kurva yang menggambarkan hubungan persentase saturasi
kemampun hemoglobin mengangkut O2 dengan PO2, memiliki bentuk sigmoid khas yang disebabkan oleh
interkonversi T-R. Pengikatan O2 oleh gugus hem pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus
hem kedua terhadap O2, dan oksigenasi gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dan seterusnya
sehingga afinitas Hb terhadap molekul O2 keempat berkali-kali lebih besar dibandingkan reaksi pertama.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengikatan antara oksigen dan hemoglobin adalah suhu, pH, dan 2,3
bifosfogliserat. Peningkatan pada suhu dan penurunan pH akan menggeser kurva ke kanan. Jika kurva bergeser
kanan maka akan diperlukan PO2 yang lebih tinggi agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah O2. Penurunan suhu
dan peningkatan pH menggeser kurva oksigen ke kiri dimana diperlukan lebih sedikit PO2 untuk mengikat sejumlah
O2. Berkurangnya affinitas terhadap O2 ketika pH darah turun sering disebut sebagai reaksi Bohr.
2,3 bifosfogliserat banyak terdapat pada eritrosit, merupakan suatu rantai anion bermuatan tinggi yang berikatan
pada β-deoksihaemoglobin. Peningkatan 2,3 bifosfogliserat akan menggerser kurva ke kanan yang akan
mengakibatkan banyak O2 yang dilepas ke jaringan. 2,3 bifosfogliserat akan menurun jika pH darah turun akibat
dari terhambatnya proses glikolisis. Hormon tiroid, pertumbuhan dan androgen akan meningkatkan kadar 2,3
bifosfogliserat
Mendaki ke prmukaan yang lebih tinggi akan meningkatkan kadar 2,3
bifosfogliserat sehingga terjadi peningkatan penyediaan O2 pada jaringan, hal ini terjadi karena meningkatnya pH
darah.
Kadar 2,3 bifosfogliserat akan meningkat pada anemia dan penyakit yang menimbulkan hipoksia kronik.
Keaadaan ini akan memudahkan pengangkutan O2 ke jaringan melalui peningkatan PO2 saat O2 dilepaskan di
kapiler perifer.

Memahami dan Menjelaskan Anemia


Definisi Anemia
Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai .Anemia ialah keadaan dimana masa
eritrosit tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik
dijabarkan sebagai penurunan dibawah normal kadar hemoglobin, eritrosit dan hematocrit. (Bakta, 2006)
Klasifikasi Anemia
Secara morfologi, pengklasifikasian anemia terdiri atas:
a.Anemia normositik normokrom
Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah atau destruksi darah yang berlebih sehingga
menyebabkan Sumsum tulang harus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit
muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Pada kelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah
normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Anemia ini
dapat terjadi karena hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia aplastik, sindrom mielodisplasia, alkoholism, dan
anemia pada penyakit hati kronik.
b.Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena
konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA
seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker,
sebab terjadi gangguan pada metabolisme sel.
c. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari
normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi,
keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit
hemoglobin abnormal kongenital).

Klasifikasi anemia menurut Etiopatogenesis


1. Karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
- Anemia defisiensi besi
- Anemia defisiensi asam folat
- Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
- Anemia akibat penyakit kronik
- Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sumsum tulang
- Anemia aplastic
- Anemia mieloplastic
- Anemia pada keganasan hematologi
- Anemia diseritropoietik
- Anemia pada sindrom mielodisplastik
- Anemia akibat kekurangan eritropoietin : Anemia pada gagal ginjal kronik
2. Anemia akibat Hemoragi
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia akibat perdarahan kronik
3. Anemia Hemolitik
a. Intrakorpuskular
- Gangguan membrane eritrosit (membranopati)
- Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : akibat defisiensi G6PD
- Gangguan Hemoglobin (Hemoglobinopati) :
a. Thalasemia
b. Hemoglobinopati structural : HbS, HbE, dll.
b. Ekstrakorpuskular
- Anemia hemolitik autoimun
- Anemia hemolitik mikroangiopatik,dll
c. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang kompleks.

Etiologi Anemia
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan pembentukan eritrosit di sumsum tulang (produksi
eritrosit menurun), kehilangan eritrosit dari tubuh (perdarahan), proses peningkatan penghancuran eritrosit dalam
tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
(Bakta, 2006)

Patofisiologi Anemia
Eritrosit/hemoglobin menurun

Kapasitas angkut oksigen menurun

Anoksia organ target Mekanisme kompensasi tubuh

Gejala anemia

Anoksia organ target : menimbulkan gejala tergantung pada organ mana yang terkena.
Mekanisme kompensasi tubuh :
a.Penurunan afinitas Hb terhadap oksigen dengan meningkatkan enzim 2,3 DPG
b.Meningkatkan curah jantung (COP = cardiac output)
c. Redistribusi aliran darah
d.Menurunkan tekanan oksigen vena

Definisi Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya vadangan besi dalam tubuh sehingga
penyediaan eritropoiesis berkurang yang pada akhirnya pembentukan HB berkurang. Kelainan ini ditandai oleh:
 Anemia hipokromik mikrositer
 Besi serum menurun
 TIBC (Total serum binding capacity) meningkat
 saturasi transferin menurun
 feritin serum menurun

Etiologi Anemia Defisiensi Besi


Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan menahun, yang dapat berasal dari :
- Saluran cerna : akibat dari tukak peptic, kanker lambung, kanker kolon,
diverticulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
- Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau merrorhagia
- Saluran kemih : hematuria
- Saluran nafas : hemopto
1. Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, kualitas besi yang tidak baik (makanan
berserat, rendah vitamin c dan rendah daging).
2. Kebutuhan besi meningkat seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
3. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik.

Patogenesis Anemia Defisiensi Besi


Pendarahan menahun menyebabkan kehilangan besi maka cadagan besi menurun, jika cadangan besi kosong
maka keadaan ini disebut iron deplated state, apabila kekurangan besi berlanjut trus maka penyediaan besi untuk
eritropoiesis verkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum
terjadi. Keadaan ini disebut iron deficient eritropoiesis.
Selanjutnya timbuk anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut sebagai iron deficiensy anemia. pada saat ini
juga dapat menimbulkan kekurangan besi pada epitel serta pada enzim yang dapat menimbulkan gejala seperti
epitel mulut dan faring.

Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi Besi


Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:
1.Gejala umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar
hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa pucat, badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-
kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi
secara perlahan-lahan sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain yang
penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat.
2.Gejala khas akibat defisiensi besi
Koilonychia: kuku sendok (spoon nail)  kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi cekung
sehingga mirip sendok.
Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang
Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat
keputihan
- Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
- Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly: kumpulan gejala yang terdiri dari anemia
hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.
3.Gejala penyakit dasar
Dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya, pada
anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan
berwarna kuning, seperti jerami.

Diagnosis Anemia Defisiensi Besi


Anamnesis
Penting pada anamnesis untuk menanyakan hal- hal yang mengindikasikan adanya kausa dari anemia defisiensi
besi. Hal penting untuk ditanyakan misalnya:
- Riwayat gizi
- Anamnesis lingkungan
- Pemakaian obat
- Riwayat penyakit
- Pada remaja khususnya wanita bisa ditanyakan perdarahan bulananya

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang mungkin menjadi penyebab
utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek anemia terhadap kondisi umum pasien. Pemeriksaan fisik
ditujukan untuk menemukan berbagai kondisi klinis manifestasi kekurangan besi dan sindroma anemic.

Pemeriksaan laboratorium
Jenis Pemeriksaan Nilai

Hemoglobin Kadar Hb biasanya menurun disbanding nilai normal berdasarkan jenis kelamin pasien

MCV Menurun (anemia mikrositik)

MCH Menurun (anemia hipokrom)

Morfologi Terkadang dapat ditemukan ring cell  atau pencil cell

Ferritin Ferritin mengikat Fe bebas dan berkamulasi dalam sistem RE sehingga kadar Ferritin secara
tidak langsung menggambarkan konsentrasi kadar Fe.  Standar kadar normal ferritin pada
tiap center kesehatan berbeda-beda. Kadar ferritin serum normal tidak menyingkirkan
kemungkinan defisiensi besi namun kadar ferritin >100 mg/L memastikan tidak adanya
anemia defisiensi besi

TIBC Total Iron Binding Capacity biasanya akan meningkat >350 mg/L (normal: 300-360 mg/L )

Saturasi transferrin Saturasi transferin bisanya menurun <18% (normal: 25-50%)

Pulasan sel sumsum Dapat ditemukan hyperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan normoblas kecil.
tulang Pulasan besi dapat menunjukkan butir hemosiderin (cadangan besi) negatif. Sel-sel
sideroblas yang merupakan sel blas dengan granula ferritin biasanya negatif. Kadar
sideroblas ini adalah Gold standar untuk menentukan anemia defisiensi besi, namun
pemeriksaan kadar ferritin lebih sering digunakan.

Pemeriksaan penyait Berbagai kondisi yang mungkin menyebabkan anemia juga diperiksa, misalnya pemeriksaan
dasar feces untuk menemukan telur cacing tambang, pemeriksaan darah samar, endoskopi, dan
lainnya.
Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi enjadi 3 tingkatan, yaitu :
- Deplesi besi adalah penurunan cadangan besi tanpa diikuti penurunan kadar besi serum.  Deteksi dari tingkatan
ini adalah dengan menggunakan teknik biopsi atau dengan pengukuran ferritin.  Karena absorpsi besi berbanding
terbalik dengan cadangan besi, maka terjadi peningkatan absorpsi besi pada fase ini.
- Eritropoiesis defisiensi besi dikatakan ada ketika cadangan besi habis namun kadar hemoglobin dalam darah
masih dalam batas bawah normal.  Dalam fase ini, beberapa abnormalitas dalam pemeriksaan laboratorium dapat
dideteksi, terutama menurunnya saturasi transferrin serta meningkatnya total iron-binding capacity. Meningkatnya
protoporfirin eritrosit bebas dapat dilihat di pertengahan dan akhir dari fase ini. Mean corpuscular volume (MCV)
biasanya masih dalam batas normal walaupun sudah terlihat beberapa mikrosit pada hapusan darah.
- Ketika konsentrasi hemoglobin menurun hingga di bawah batas normal, anemia defisiensi besi terjadi. Pada fase
ini, kadar enzim yang mengandung besi seperti sitokrom juga menurun
Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi
a. Anemia penyakit kronik
Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh gangguan metabolism besi, yaitu
adanya hipoferemia sehingga menyebabkan berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis
hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum tulang masih cukup.
b. Thalasemia
Penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek
dari sel darah merah normal.
c. Anemia sideroblastik
Anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum tulang.

Anemia defisiensi Anemia akibat Thalassemia Anemia sideroblastik


besi panyakit kronik
MCV Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N
MCH Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N
Besi serum Menurun Menurun Normal Normal
TIBC Meningkat Menurun Normal / Meningkat Normal / Meningkat
Besi sumsum tulang Negatif Positif Positif kuat Positif dengan ring
sideroblastik
Protoporfirin eritrosit Meningkat Meningkat Normal Normal
Elektroforesis Hb Normal Normal Hb.A2 meningkat Normal

Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi


Prinsip penatalaksanaananemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta
memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral maupun
parenteral.
Setelah diagnosis ditegakkan maka akan dibuat rencana pemberian terapi.Terapi terhadap anemia defisiensi besi
adalah :
1. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan, misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan
hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh lagi.

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement therapy) :
a. Terapi besi oral, merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan
aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphate (preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi
efektif). Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. Preparat lain : ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous
succinate.
b. Terapi besi parenteral, sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih besar dan
harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral hanya diberikan atas indikasi tertentu, seperti:
Intoleransi terhadap pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat rendah, penyerapan besi terganggu, keadaan
dimana kehilangan darah banyak, kebutuhan besi besar dalam waktu pendek, defisiensi besi fungsional relatif.

Kebutuhan besi (mg) = (15 – Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

3. Pengobatan lain
a. Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama berasal dari protein hewani.
b. Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorposi besi
c. Transfusi darah, ADB jarang memerlukan transfusi darah. Diberikan hanya pada keadaan anemia yang sangat
berat atau disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk
mengurangi bahaya overload.
Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:
*pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum, dosis besi kurang, masih ada perdarahan cukup berat, ada
penyakit lain seperti peny.kronik, ada defisiensi asam folat. Serta kemungkinan salah mendiagnosis ADB. Jika
dijumpai keadaan tersebut, lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.

Komplikasi Anemia Defisiensi Besi


- Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama jantung bisa membesar. Jantung yang
membesar lama-lama terganggu fungsinya, sehingga terjadilah gagal jantung.
- Gangguam kehamilan, kemungkinan tinggi terjadi lahir prematur & berat lahir rendah.
- Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak.
- Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau pening.
- Telapak kaki tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat dan dada berdebar.

Prognosis Anemia Defisiensi Besi


Prognosis baik apabila penyebab anemia hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta
kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut:
 Diagnosis salah
 Dosis obat tidak adekuat
 Preparat fe tidak kuat atau kadaluarsa
 Kausa anemia Defisiensi besi yang belum teratasi

Anda mungkin juga menyukai