Anda di halaman 1dari 47

MINI PROJECT

MANAGEMEN COVID-19 DI PUSKESMAS

Dokter Pembimbing : dr. Teti Ariani


Disusun Oleh :
Surya Raj
Shintia Bela Bangsa
Vitria Sarah Sembiring

UPT. PUSKESMAS TAREMPA


2020
0
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat
karunia-Nya, “Coronavirus Disease (COVID-19)”. Seperti kita ketahui
pada awal tahun 2020, COVID-19 menjadi masalah Kesehatan dunia.
Kasus ini diawali dengan informasi dari Badan Kesehatan
Dunia/World Health Organization (WHO) pada tanggal 31 Desember
2019 yang menyebutkan adanya kasus kluster pneumonia dengan etiologi
yang tidak jelas di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Kasus ini terus
berkembang hingga adanya laporan kematian dan terjadi importasi di luar
China. Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO menetapkan COVID-19
sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)/
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia (KKMMD).
Pada tanggal 12 Februari 2020, WHO resmi menetapkan penyakit novel
coronavirus pada manusia ini dengan sebutan Coronavirus Disease
(COVID-19). Pada tanggal 2 Maret 2020 Indonesia telah melaporkan 2
kasus konfirmasi COVID-19. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah
menetapkan COVID-19 sebagai pandemi.

Pedoman ini ditujukan bagi petugas kesehatan sebagai acuan


dalam melakukan kesiapsiagaan menghadapi COVID-19. Pedoman ini
bersifat sementara karena disusun dengan mengadopsi pedoman
sementara WHO sehingga akan diperbarui sesuai dengan perkembangan
penyakit dan situasi terkini. Kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam penyusunan pedoman ini, penulis sampaikan terimakasih. Penulis
berharap pedoman ini dapat dimanfaatkan dengan baik serta menjadi acuan
dalam kegiatan kesiapsiagaan.

Tarempa, Mei 2020

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………….. i
DAFTAR ISI ……………………………………………. ii
BAB I. LATAR BELAKANG ………………………… 1
BAB II. PEMBAHASAN ……………………………… 3
2.1. Definisi ………………………………..……… 3
2.2. Etiologi …………………………………..…… 4
2.3. Epidemologi …………………………………. 6
2.4. Patogenesis dan Patologi ……………………. 6
2.5. Diagnosis …………………………………… 16
2.6. Tatalaksana …………………………………. 25
2.7. Pencegahan ………………………………….. 34
2.8. Komplikasi ………………………………….. 35
2.9. Prognosis ……………………………………. 37
2.10. Manajemen Covid di Peskesmas …………… 38
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN………………. 41
DAFTAR PUSTAKA …………………………………… 42

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit
mulai dari gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang
diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti
Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis
baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia.
Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan Sars-CoV-2. Virus corona
adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia). Penelitian menyebutkan
bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet cats) ke manusia dan
MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi sumber penularan
COVID-19 ini masih belum diketahui.
Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan
pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-
6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada 31 Desember 2019, WHO
China Country Office melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui
etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7 Januari 2020,
Cina mengidentifikasi pneumonia yang tidak diketahui etiologinya tersebut
sebagai jenis baru coronavirus (coronavirus disease, COVID-19). Pada tanggal 30
Januari 2020 WHO telah menetapkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
Yang Meresahkan Dunia Public Health Emergency of International Concern
(KKMMD/PHEIC). Penambahan jumlah kasus COVID-19 berlangsung cukup
cepat dan sudah terjadi penyebaran antar negara.
Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke
manusia melalui percikan batuk/bersin (droplet), tidak melalui udara. Orang yang
paling berisiko tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien
COVID-19 termasuk yang merawat pasien COVID-19. Rekomendasi standar
untuk mencegah penyebaran infeksi adalah melalui cuci tangan secara teratur
menggunakan sabun dan air bersih, menerapkan etika batuk dan bersin,

1
menghindari kontak secara langsung dengan ternak dan hewan liar serta
menghindari kontak dekat dengan siapapun yang menunjukkan gejala penyakit
pernapasan seperti batuk dan bersin.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Melaksanakan pencegahan dan pengendalian COVID-19

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Meningkatkan pemahaman mengenai COVID-19
2. Melaksanakan surveilans, deteksi dini, contact tracing, kekarantinaan
kesehatan, serta penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah di
Puskesmas tarempa.
3. Melaksanakan manajemen klinis
4. Melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi

1.3 Manfaat Penulisan


1. Berperan serta dalam upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19
2. Mengaplikasikan pengetahuan mengenai upaya pencegahan dan
pengendalian COVID-19
3. Melaksanakan mini project dalam rangka program internship dokter
Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kasus
Pneumonia Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah peradangan
pada parenkim paru yang disebabkan oleh Severe acute respiratory syndrome
coronavirus 2 (SARS-CoV-2).1
a. Pasien Dalam Pengawasan (PDP)2
1) Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam
(≥38oC) atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit
pernapasan seperti: batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia
ringan hingga berat# DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran
klinis yang meyakinkan DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala
memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan
transmisi lokal*.
2) Orang dengan demam (≥380C) atau riwayat demam atau ISPA DAN pada
14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi COVID-19.
3) Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat** yang membutuhkan perawatan
di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.
b. Orang Dalam Pemantauan (ODP)2
1) Orang yang mengalami demam (≥380C) atau riwayat demam; atau gejala
gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN tidak
ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan DAN pada
14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal
di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal*.
2) Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti
pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.

3
c. Orang Tanpa Gejala (OTG)2
Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari orang
konfirmasi COVID-19. Orang tanpa gejala (OTG) merupakan kontak erat
dengan kasus konfirmasi COVID-19.
d. Kasus Konfirmasi 2
Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan tes positif melalui
pemeriksaan PCR.

2.2. Etiologi Corona Virus


Corona virus adalah kelompok besar virus yang dapat menyebabkan
penyakit di hewan dan manusia. Beberapa penyakit-penyakit di manusia yang
ditimbulkan virus dari keluarga coronavirus adalah salesma, Middle East
Respiratory Syndrome (MERS), Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS),
dan penyakit yang dinyatakan pandemic tertanggal 11 maret 2020 oleh WHO,
Coronavirus Disease 19 (COVID 19).1

Pada tanggal 31 Desember 2019, WHO menyebutkan ditemukannya


kasus kategori pneumonia yang belum diketahui penyebabnya di Wuhan,
China. Hari ke hari jumlah kasus meningkat hingga adanya laporan kematian
hingga akhirnya WHO menetapkan kasus ini sebagai Public Health Emergency
of International Concern/ Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
Meresahkan Dunia (PHEIC/ KKMMD). Di tanggal 12 Februari 2020, nama
covid-19 resmi digunakan untuk penyakit baru ini dengan virus penyebabnya
disebut SARS-CoV-2. 1

Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif,


berkapsul dan tidak bersegmen.

Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.


Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan berdasarkan serotipe
dan karakteristik genom. Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus,

4
betacoronavirus, deltacoronavirus dan gamma coronavirus. 1

Karakteristik

Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips, sering

pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200m. Semua virus ordo Nidovirales


memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNA serta memiliki
genom RNA sangat panjang. Struktur coronavirus membentuk struktur
seperti kubus dengan protein S berlokasi di permukaan virus. Protein S
atau spike protein merupakan salah satu protein antigen utama virus dan
merupakan struktur utama untuk penulisan gen. Protein S ini berperan
dalam penempelan dan masuknya virus kedalam sel host (interaksi protein S
dengan reseptornya di sel inang).1

Gambar 1. Struktur Coronavirus

Coronavirus bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat


diinaktifkan oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu
56℃ selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat, detergen non-

5
ionik, formalin, oxidizing agent dan kloroform. Klorheksidin tidak
efektif dalam menonaktifkan virus.1

2.3 Epidemiologi
Total kasus konfirmasi COVID-19 global per tanggal 7 Mei 2020 adalah
3.672.238 kasus dengan 254.045 kematian (CFR 6,9%) di 214 Negara Terjangkit.
Saat ini data terus berubah seiring dengan waktu.3
Indonesia Jumlah orang yang diperiksa : 96.717
Positif COVID-19 : 12.776
Sembuh (Positif COVID-19) : 2.381
Meninggal (Positif COVID-19) : 930 (CFR 7,2%)
Negatif COVID-19 : 83.941

Gambar 2. Perkembangan kasus di Indonesia3

2.4. Patogenesis dan Patofisiologi

Berdasarkan penemuan, terdapat tujuh tipe Coronavirus yang


dapat menginfeksi manusia saat ini yaitu dua alphacoronavirus (229E
dan NL63) dan empat betacoronavirus, yakni OC43, HKU1, Middle
East respiratory syndrome-associated coronavirus (MERS-CoV), dan
severe acute respiratory syndrome-associated coronavirus (SARSCoV). Yang

6
ketujuh adalah Coronavirus tipe baru yang menjadi penyebab kejadian luar biasa
di Wuhan, yakni Novel Coronavirus 2019 (2019-nCoV). Isolat 229E dan OC43
ditemukan sekitar 50 tahun yang lalu. NL63 dan HKU1 diidentifikasi mengikuti
kejadian luar biasa SARS. NL63 dikaitkan dengan penyakit akut laringotrakeitis
(croup). 1-6

Gambar 3. Ilustrasi Transmisi Coronavirus

A.Entri dan Penyebaran Virus

SARS-CoV-2 ditularkan terutama melalui droplet pernapasan, kontak, dan


potensial di fecal-oral. Replikasi virus primer diduga terjadi pada epitel mukosa
saluran pernapasan bagian atas (rongga hidung dan faring), dengan multiplikasi
lebih lanjut di saluran pernapasan bawah dan mukosa gastrointestinal,
menimbulkan viremia ringan. Beberapa infeksi dapat dikendalikan pada poin ini
dan tetap asimtomatik. Beberapa pasien juga menunjukkan gejala non-pernapasan
seperti cedera hati akut dan cedera jantung, gagal ginjal, diare, menyiratkan
keterlibatan banyak organ. ACE2 secara luas berada dalam mukosa hidung,
bronkus, paru-paru, jantung, kerongkongan, ginjal, lambung, kandung kemih, dan
ileum, dan organ-organ manusia ini semuanya rentan terhadap SARS-CoV-2.
Baru-baru ini, patogenisitas potensial SARS-CoV-2 terhadap jaringan testis juga
telah diusulkan oleh dokter, menyiratkan masalah kesuburan pada pasien muda.

7
Patogenesis yang dipostulatkan dari infeksi SARS-CoV-2 adalah digrafikan pada
Gambar 1. 3

Gambar 4. Patogenesis dari SARS CoV 2 yang diusulkan

Coronavirus terutama menginfeksi dewasa atau anak usia lebih


tua, dengan gejala klinis ringan seperti common cold dan faringitis
sampai berat seperti SARS atau MERS serta beberapa strain
menyebabkan diare pada dewasa. Infeksi Coronavirus biasanya sering terjadi
pada musim dingin dan semi. Hal tersebut terkait dengan faktor iklim dan
pergerakan atau perpindahan populasi yang cenderung banyak perjalanan atau
perpindahan. Selain itu, terkait dengan karakteristik Coronavirus yang lebih
menyukai suhu dingin dan kelembaban tidak terlalu tinggi.1-6

Semua orang secara umum rentan terinfeksi. Pneumonia Coronavirus jenis


baru dapat terjadi pada pasien immunocompromis dan populasi normal,
bergantung paparan jumlah virus. Jika kita terpapar virus dalam jumlah besar
dalam satu waktu, dapat menimbulkan penyakit walaupun sistem imun tubuh
berfungsi normal. Orang-orang dengan sistem imun lemah seperti orang tua,
wanita hamil, dan kondisi lainnya, penyakit dapat secara progresif lebih cepat dan

8
lebih parah. Infeksi Coronavirus menimbulkan sistem kekebalan tubuh yang
lemah terhadap virus ini lagi sehingga dapat terjadi re-infeksi. 1-6

Gejala yang muncul dari SARS yaitu demam, batuk, nyeri kepala, nyeri
otot, dan gejala infeksi saluran napas lain. Kebanyakan pasien sembuh sendiri,
dengan tingkat kematian sekitar 10-14% terutama pasien dengan usia lebih dari 40
tahun dengan penyakit penyerta seperti penyakit jantung, asma, penyakit paru
kronik dan diabetes. Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-
nya.Virus tidak bisa hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari Coronavirus
setelah menemukan sel host sesuai tropismenya.1-6

Pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host diperantarai oleh Protein
S yang ada dipermukaan virus. Protein S penentu utama dalam menginfeksi
spesies host-nya serta penentu tropisnya. Pada studi SARS-CoV protein S
berikatan dengan reseptor di sel host yaitu enzim ACE-2 (angiotensinconverting
enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan
nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus,
sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel
enterosit usus halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos. Setelah
berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom
virus. Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus RNA
melalui translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya
adalah perakitan dan rilis virus. 1-6

Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas kemudian


bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah
itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus
dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel
gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai muncul
penyakit sekitar 3-7 hari. 1-6

9
Gambar 5. Siklus hidup Coronavirus (SARS)

Studi pada SARS menunjukkan virus bereplikasi di saluran napas bawah


diikuti dengan respons sistem imun bawaan dan spesifik. Faktor virus dan sistem
imun berperan penting dalam patogenesis. Pada tahap pertama terjadi kerusakan
difus alveolar, makrofag, dan infiltrasi sel T dan proliferasi pneumosit tipe 2. Pada
rontgen toraks diawal tahap infeksi terlihat infiltrat pulmonar seperti bercak-
bercak. Pada tahap kedua, organisasi terjadi sehingga terjadi perubahan infiltrat
atau konsolidasi luas di paru. Infeksi tidak sebatas di sistem pernapasan tetapi
virus juga bereplikasi di enterosit sehingga menyebabkan diare dan luruh
di feses, juga urin dan cairan tubuh lainnya. 1-6

Virus SARS-CoV-2 merupakan Coronavirus. Coronavirus tipe baru ini


merupakan tipe ketujuh yang diketahui di manusia. SARS-CoV-2 diklasifikasikan
pada genus betaCoronavirus. Pada 10 Januari 2020, sekuensing pertama genom
SARS-CoV-2 teridentifikasi dengan 5 subsekuens dari sekuens genom
virus dirilis. Sekuens genom dari Coronavirus baru (SARS-CoV-2)
diketahui hampir mirip dengan SARS-CoV dan MERS-CoV. Secara
pohon evolusi sama dengan SARS-CoV dan MERS-CoV tetapi tidak tepat

10
sama.1-6

Gambar 6. Gambaran mikroskopis SARS-Cov-2 menggunakan transmission


electron microscopy

Evolusi group dari SARS-CoV-2 ditemukan di kelelawar sehingga diduga


host alami atau utama dari SARS-CoV-2 mungkin juga kelelawar. Coronavirus
tipe baru ini dapat bertransmisi dari kelelawar kemudian host perantara kemudian
manusia melalui mutasi evolusi. Ada kemungkinan banyak host perantara dari
kelelawar ke manusia yang belum dapat diidentifikasi. Coronavirus baru,
memproduksi variasi antigen baru dan populasi tidak memiliki imunitas terhadap
strain mutan virus sehingga dapat menyebabkan pneumonia. 1-6

Pada SARS-CoV-2 ditemukan target sel kemungkinan berlokasi di saluran


napas bawah. Virus SARS-CoV-2 menggunakan ACE-2 sebagai reseptor, sama
dengan pada SARS-CoV. Sekuens dari RBD (Reseptor-binding domain) termasuk
RBM (receptorbinding motif) pada SARS-CoV-2 kontak langsung dengan enzim
ACE 2 (angiotensin-converting enzyme 2). Hasil residu pada SARS-CoV-2 RBM
(Gln493) berinteraksi dengan ACE 2 pada manusia, konsisten dengan kapasitas
SARS-CoV-2 untuk infeksi sel manusia. Beberapa residu kritis lain dari SARS-
CoV-2 RBM (Asn501) kompatibel mengikat ACE2 pada manusia, menunjukkan
SARS-CoV-2 mempunyai kapasitas untuk transmisi manusia ke manusia. Analisis
secara analisis filogenetik kelelawar menunjukkan SARS-CoV-2 juga berpotensi

11
mengenali ACE 2 dari beragam spesies hewan yang menggunakan spesies hewan
ini sebagai inang perantara. 1-6

Patogenesis utama infeksi COVID-19 sebagai virus penarget sistem


pernapasan adalah pneumonia berat, RNAaemia, dikombinasikan dengan kejadian
kekeruhan ground glass , dan cedera jantung akut. Kadar sitokin dan kemokin
dalam darah yang sangat tinggi dicatat pada pasien dengan infeksi COVID-19
yang termasuk IL1-β, IL1RA, IL7, IL8, IL9, IL10, FGF2 dasar, GCSF, GMCSF,
IFNγ, IP10, MCP1, MIP1α, MIP1β, PDGFB, TNFα, dan VEGFA. Beberapa kasus
yang parah yang dirawat di unit perawatan intensif menunjukkan tingkat tinggi
sitokin proinflamasi termasuk IL2, IL7, IL10, GCSF, IP10, MCP1, MIP1α, dan
TNFα yang beralasan meningkatkan keparahan penyakit.3

B.Badai sitokin

Temuan klinis menunjukkan respon inflamasi yang berlebihan selama


infeksi SARS-CoV-2, selanjutnya mengakibatkan peradangan paru yang tidak
terkendali, kemungkinan merupakan penyebab utama kematian kasus. Replikasi
virus yang cepat dan kerusakan sel, downregulasi ACE2 yang diinduksi virus dan
pelepasan, dan peningkatan tergantung antibodi (ADE) bertanggung jawab untuk
peradangan agresif yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, seperti yang disimpulkan
dalam ulasan artikel yang baru-baru ini diterbitkan. SARS-CoV-2 membajak entri
reseptor yang sama, ACE2, seperti SARS-CoV untuk infeksi, menunjukkan
kemungkinan populasi sel yang sama menjadi sasaran dan terinfeksi. Awitan awal
replikasi virus yang cepat dapat menyebabkan kematian masif sel epitel dan
endotel serta kebocoran vaskular, memicu produksi sitokin dan kemokin
proinflamasi. 1-6

Hilangnya fungsi ACE2 paru telah diusulkan terkait dengan cedera paru
akut karena downregulation ACE2 dan shedding dapat menyebabkan disfungsi
system renin-angiotensin (RAS), dan semakin meningkatkan peradangan dan
menyebabkan permeabilitas pembuluh darah. Untuk SARS-CoV, satu masalah
membingungkan adalah bahwa hanya beberapa pasien, khususnya mereka yang

12
memproduksi antibodi penawar lebih awal, mengalami peradangan persisten,
ARDS, dan bahkan kematian mendadak, sementara sebagian besar pasien selamat
dari respon inflamasi dan membersihkan virus. 1-6

Fenomena di atas juga ada pada infeksi SARS-CoV-2. Kemungkinan


mekanisme yang mendasarinya peningkatan antibodi-dependen (ADE) telah
diusulkan baru-baru ini. ADE, yang terkenal dalam Fenomena virologi, telah
dikonfirmasi dalam beberapa infeksi virus. ADE dapat mempromosikan uptake
seluler dari kompleks virus-antibodi infeksius setelah interaksinya dengan
reseptor Fc (FcR), FcγR, atau reseptor lain, yang mengakibatkan peningkatan
infeksi sel target. Interaksi FcγR dengan kompleks antibodi penetral protein (anti-
S-IgG) virus-anti-S dapat memfasilitasi kedua respon inflamasi dan replikasi virus
yang persisten di paru-paru pasien. 3

Selain itu, berdasarkan studi terbaru ini, pada pasien-pasien yang


memerlukan perawatan di ICU ditemukan konsentrasi lebih tinggi dari GCSF,
IP10, MCP1, MIP1A, dan TNFα dibandingkan pasien yang tidak memerlukan
perawatan di ICU. 1-6

Ada 3 tahapan yang diusulkan dalam infeksi covid 19 hingga kepada terjadinya
manifestasi klinis :

Tahap 1: Keadaan tanpa gejala (1-2 hari infeksi awal)

Virus SARS-CoV-2 yang terhirup kemungkinan terikat pada sel epitel di


rongga hidung dan mulai bereplikasi. ACE2 adalah reseptor utama untuk SARS-
CoV2 dan SARS-CoV. Data in vitro dengan SARS-CoV menunjukkan bahwa sel
bersilia adalah sel primer yang terinfeksi dalam saluran napas. Meskipun begitu,
Konsep ini mungkin perlu bebeapa revisi, karena sel tunggal RNA menunjukkan
tingkat ekspresi ACE2 yang rendah dalam saluran napas dan tidak ada preferensi
jenis sel yang jelas. Ada penyebaran lokal virus tetapi respon imun bawaan
terbatas. Pada tahap ini virus dapat dideteksi oleh swab hidung. Walaupun viral
load mungkin rendah, orang-orang ini infeksius. Nilai RT-PCR untuk viral load
mungkin berguna untuk memprediksi viral load dan infektivitas serta perjalanan

13
klinis berikutnya. Mungkin penyebar super (super spreaders) dapat dideteksi oleh
penelitian ini. Agar nomor siklus RT-PCR bermanfaat, prosedur pengumpulan
sampel harus distandarisasi. Swab hidung mungkin lebih sensitif daripada swab
tenggorokan. 2

Tahap 2: Jalan napas atas dan respons jalan napas (beberapa hari ke depan)

Virus ini menyebar dan bermigrasi ke saluran pernapasan bawah di


sepanjang saluran napas, dan lebih banyak lagi respons imun bawaan yang kuat
dipicu. swab hidung atau dahak seharusmya menghasilkan virus (SARS-CoV-2)
serta penanda awal respon imun bawaan. Saat ini, penyakit COVID-19
bermanifest secara klinis. Tingkat CXCL10 (atau respon sitokin bawaan lainnya)
dapat menjadi prediksi perjalanan klinis selanjutnya. Sel epitel yang terinfeksi
virus adalah sumber utama interferon beta dan lambda. CXCL10 adalah gen
responsif interferon yang memiliki sinyal yang sangat baik terhadap ratio noise
dalam respons sel tipe II alveolar terhadap SARS-CoV dan influenza. CXCL10
juga telah dilaporkan berguna sebagai penanda penyakit pada SARS. Menentukan
respon imun inang bawaan mungkin meningkatkan prediksi pada perjalanan
penyakit selanjutnya dan perlu pemantauan yang lebih agresif. 2

Untuk sekitar 80% dari pasien yang terinfeksi, penyakit ini akan ringan dan
sebagian besar terbatas pada bagian atas saluran napas dan saluran udara. Orang-
orang ini dapat dipantau di rumah dengan terapi simtomatik konservatif. 2

14
Gambar 7. Gangguan Respirasi dan sistemik yang diakibatkan oleh infeksi
Covid 19

Tahap 3: Hipoksia, infiltrat ground glass, dan perkembangan menjadi ARDS

Sayangnya, sekitar 20% dari pasien yang terinfeksi akan berkembang


menjadi penyakit stadium 3 dan akan memiliki infiltrat paru dan beberapa di
antaranya akan berkembang menjadi penyakit yang sangat parah. Perkiraan awal
tingkat kematian sekitar 2%, tetapi ini sangat bervariasi dengan usia. Tingkat
fatalitas dan morbiditas dapat direvisi ketika prevalensi kasus ringan dan
asimptomatik lebih jelas. Virus sekarang mencapai unit pertukaran gas paru-paru
dan menginfeksi sel tipe II alveolar. Baik SARS-CoV dan influenza lebih memilih
menginfeksi Sel tipe II dibandingkan dengan sel tipe I.2

Unit alveolar yang terinfeksi cenderung perifer dan subpleural. SARS-CoV


menyebar dalam sel tipe II, sejumlah besar partikel virus dilepaskan, dan sel-sel
menjalani apoptosis dan mati. Hasil akhirnya adalah toksin paru yang mereplikasi
diri sebagai mana partikel virus yang dilepaskan menginfeksi sel tipe II di unit
yang berdekatan. Hal ini diduga akan membuat area paru-paru kemungkinan akan
kehilangan sebagian besar sel tipe II mereka, dan jalur sekunder untuk regenerasi
epitel akan dipicu. Biasanya,sel tipe II adalah sel prekursor untuk sel tipe I. 2

15
Hasil patologis dari SARS dan COVID-19 adalah kerusakan alveolar difus
dengan membran hialin kaya fibrin dan beberapa sel raksasa berinti banyak.
Penyembuhan luka yang menyimpang dapat menyebabkan jaringan parut dan
fibrosis yang lebih parah daripada bentuk ARDS lainnya. Pemulihan akan
membutuhkan respons imun bawaan dan didapat yang kuat dan regenerasi
epitel. individu Tua secara khusus berisiko karena berkurangnya respons imun
mereka dan berkurangnya kemampuan memperbaiki epitel yang rusak. Lansia
juga mengalami penurunan pembersihan mukosiliar, dan ini memungkinkan
virus menyebar ke unit pertukaran gas paru-paru lebih mudah. 2

2.5 Diagnosis
a. Anamnesis
Sindrom gejala klinis yang muncul beragam, dari mulai tidak berkomplikasi
(ringan) sampai syok septik (berat). Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan
yaitu, tiga gejala utama: demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit
bernapas atau sesak. Tapi perlu dicatat bahwa demam dapat tidak didapatkan pada
beberapa keadaan, terutama pada usia geriatri atau pada mereka dengan
imunokompromis. Gejala tambahan lainnya yaitu nyeri kepala, nyeri otot, lemas,
diare dan batuk darah. Pada beberapa kondisi dapat terjadi tanda dan gejala infeksi
saluran napas akut berat (Severe Acute Respiratory Infection-SARI). Definisi
SARI yaitu infeksi saluran napas akut dengan riwayat demam (suhu≥ 38 C) dan
batuk dengan onset dalam 10 hari terakhir serta perlu perawatan di rumah sakit.
Tidak adanya demam tidak mengeksklusikan infeksi virus.1
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya
manifestasi klinis.
- Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
- Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat, tekanan
darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat.
- Saturasi oksigen dapat normal atau turun.
- Dapat disertai retraksi otot pernapasan

16
- Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan
dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara napas
bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar1
Manifestasi klinis yang berhubungan dengan infeksi COVID-19:2
- Uncomplicated illness
Pasien dengan gejala non-spesifik seperti demam, batuk, nyeri
tenggorokan, hidung tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot. Perlu
waspada pada usia lanjut dan imunocompromised karena gejala dan tanda
tidak khas.
- Pneumonia ringan
Pasien dengan pneumonia dan tidak ada tanda pneumonia berat. Anak
dengan pneumonia ringan mengalami batuk atau kesulitan bernapas +
napas cepat: frekuensi napas: <2 bulan, ≥60x/menit; 2–11 bulan,
≥50x/menit; 1–5 tahun, ≥40x/menit dan tidak ada tanda pneumonia berat.
- Pneumonia berat / ISPA berat
Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam pengawasan
infeksi saluran napas, ditambah satu dari: frekuensi napas >30 x/menit,
distress pernapasan berat, atau saturasi oksigen (SpO2) <90% pada udara
kamar.
Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya
satu dari berikut ini:
• sianosis sentral atau SpO2 <90%;
• distres pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding dada yang
berat);
• tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi
atau penurunan kesadaran, atau kejang.
Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada, takipnea :<2 bulan,
≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5 tahun, ≥40x/menit;>5 tahun,
≥30x/menit.
Diagnosis ini berdasarkan klinis; pencitraan dada yang dapat
menyingkirkan komplikasi.

17
- Acute Respiratory Distres Syndrom (ARDS)
Onset: baru terjadi atau perburukan dalam waktu satu minggu.
Pencitraan dada (CT scan toraks, atau ultrasonografi paru): opasitas
bilateral, efusi pluera yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, kolap
paru, kolaps lobus atau nodul. Penyebab edema: gagal napas yang bukan
akibat gagal jantung atau kelebihan cairan. Perlu pemeriksaan objektif
(seperti ekokardiografi untuk menyingkirkan bahwa penyebab edema
bukan akibat hidrostatik jika tidak ditemukan faktor risiko.
Kriteria ARDS pada dewasa:
• ARDS ringan: 200 mmHg <PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan PEEP atau
continuous positive airway pressure (CPAP) ≥5 cmH2O, atau yang tidak
diventilasi)
• ARDS sedang: 100 mmHg <PaO2 / FiO2 ≤200 mmHg dengan PEEP≥5
cmH2O, atau yang tidak diventilasi)
• ARDS berat: PaO2 / FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O, atau
yang tidak diventilasi)
• Ketika PaO2 tidak tersedia, SpO2/FiO2 ≤315 mengindikasikan ARDS
(termasuk pasien yang tidak diventilasi)
Kriteria ARDS pada anak berdasarkan Oxygenation Index dan
Oxygenatin Index menggunakan SpO2:
• PaO2 / FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2 / FiO2 ≤264: Bilevel noninvasive
ventilation (NIV) atau CPAP ≥5 cmH2O dengan menggunakan full face
mask
• ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ Oxygenation Index (OI) <8 atau 5 ≤
OSI <7,5
• ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI <16 atau 7,5 ≤ OSI <12,3
• ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12,3
- Sepsis
Pasien dewasa: Disfungsi organ yang mengancam nyawa disebabkan oleh
disregulasi respon tubuh terhadap dugaan atau terbukti infeksi*.

18
Tanda disfungsi organ meliputi: perubahan status mental/kesadaran, sesak
napas, saturasi oksigen rendah, urin output menurun, denyut jantung cepat,
nadi lemah, ekstremitas dingin atau tekanan darah rendah,
ptekie/purpura/mottled skin, atau hasil laboratorium menunjukkan
koagulopati, trombositopenia, asidosis, laktat yang tinggi,
hiperbilirubinemia.
Pasien anak: terhadap dugaan atau terbukti infeksi dan kriter ia systemic
inflammatory response syndrome (SIRS) ≥2, dan disertai salah satu dari:
suhu tubuh abnormal atau jumlah sel darah putih abnormal.
- Syok septik
Pasien dewasa: hipotensi yang menetap meskipun sudah dilakukan
resusitasi cairan dan membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan
mean arterial pressure (MAP) ≥65 mmHg dan kadar laktat serum> 2
mmol/L.
Pasien anak: hipotensi (TDS < persentil 5 atau >2 SD di bawah normal
usia) atau terdapat 2-3 gejala dan tanda berikut: perubahan status
mental/kesadaran; takikardia atau bradikardia (HR <90 x/menit atau >160
x/menit pada bayi dan HR <70x/menit atau >150 x/menit pada anak);
waktu pengisian kembali kapiler yang memanjang (>2 detik) atau
vasodilatasi hangat dengan bounding pulse; takipnea; mottled skin atau
ruam petekie atau purpura; peningkatan laktat; oliguria; hipertermia atau
hipotermia.2
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks Pada
pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental,
lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass. Pada stage awal,
terlihat bayangan multiple plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas
menunjukkan di perifer paru dan kemudian berkembang menjadi bayangan
multiple ground-glass dan infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat, dapat
ditemukan konsolidasi paru bahkan “white-lung” dan efusi pleura (jarang).

19
Gambar 8. CT Scan Toraks pasien pneumonia COVID-193
Pemeriksaan dengan CT scan sensitive dalam mendeteksi corona virus,
dimana hasil rRT-PCR mungkin dapat memberikan hasil negative palsu.4

2. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah


- Saluran napas atas dengan swab tenggorok(nasofaring dan orofaring)
- Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal)
Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan pemeriksaan serologi. Pada kasus
terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel dari saluran
napas atas dan bawah untuk petunjuk klirens dari virus. Frekuensi
pemeriksaan 2- 4 hari sampai 2 kali hasil negative dari kedua sampel serta
secara klinis perbaikan, setidaknya 24 jam. Jika sampel diperlukan untuk
keperluan pencegahan infeksi dan transmisi, specimen dapat diambil
sesering mungkin yaitu harian.

Penanganan COVID-19 di Indonesia menggunakan Rapid Test Antibodi


dan/atau Rapid Test Antigen pada OTG/kasus kontak dari pasien konfirmasi
COVID-19. Rapid Test Antibodi/ Rapid Test Antigen dapat juga digunakan untuk
deteksi kasus ODP dan PDP pada wilayah yang tidak mempunyai fasilitas untuk

20
pemeriksaan RT-PCR atau tidak mempunyai media pengambilan spesimen (Swab
dan VTM). Pemeriksaan Rapid Test Antibodi dan/atau Rapid Test Antigen hanya
merupakan screening awal, hasil pemeriksaan Rapid Test Antibodi dan/atau Rapid
Test Antigen harus tetap dikonfirmasi dengan menggunakan RT-PCR.2
a. Rapid Test Antibodi
Spesimen yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah darah.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada komunitas (masyarakat).

b. Rapid Test Antigen


Spesimen yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah Swab orofaring/
Swab nasofaring. Pemeriksaan ini dilakukan di fasyankes yang memiliki
fasilitas biosafety cabinet.

21
Spesimen yang tiba di laboratorium pemeriksa, akan segera diproses untuk
dilakukan
pengujian. Pengujian laboratorium dari spesimen OTG, ODP, dan PDP dilakukan
dengan menggunakan metode RT-PCR. Adapun algoritma pemeriksaannya adalah
sebagai berikut:2

22
Gambar 9. Alur Pemeriksaan Spesimen COVID-19
3. Bronkoskopi
4. Pungsi pleura sesuai kondisi
5. Pemeriksaan kimia darah
- Darah perifer lengkap
Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun; hitung jenis limfosit
menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat.
- Analisis gas darah
- Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot meningkat)
- Fungsi ginjal
- Gula darah sewaktu
- Elektrolit
- Faal hemostasis ( PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, Ddimer
meningkat
- Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)
- Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis)
6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas (sputum,
bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah. Kultur darah untuk bakteri

23
dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun, jangan menunda terapi
antibiotik dengan menunggu hasil kultur darah).
7. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investigasi kemungkinan penularan).1

Gambar 10. Alur Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Covid


192

24
2.6 Tatalaksana

Deteksi dini dan pemilahan pasien yang berkaitan dengan infeksi

COVID-19 harus dilakukan dari mulai pasien datang ke Rumah Sakit. Triase
merupakan garda terdepan dan titik awal bersentuhan dengan Rumah Sakit
sehingga penting dalam deteksi dini dan penangkapan kasus. Selain itu,
Pengendalian Pencegahan Infeksi (PPI) merupakan bagian vital terintegrasi
dalam managemen klinis dan harus diterapkan dari mulai triase dan selama
perawatan pasien.1

Pada saat pasien pertama kali teridentifikasi, isolasi pasien di rumah

atau isolasi rumah sakit untuk kasus yang ringan. Pada kasus yang ringan
mungkin tidak perlu perawatan di rumah sakit, kecuali ada kemungkinan
perburukan cepat. Semua pasien yang dipulangkan diinstruksikan untuk
kembali ke rumah jika sakit memberat atau memburuk.

Beberapa upaya pencegahan dan kontrol infeksi perlu diterapkan prinsip-

prinsip yaitu hand hygiene, penggunaan alat pelindung diri untuk mencegah
kontak langsung dengan pasien (darah, cairan tubuh, sekret termasuk sekret
pernapasan, dan kulit tidak intak), pencegahan tertusuk jarum serta benda tajam,
managemen limbah medis, pembersihan dan desinfektan peralatan di RS
serta pembersihan lingkungan RS. Pembersihan dan desinfektan
berdasarkan karakteristik Coronavirus yaitu sensitif terhadap panas dan secara
efektif dapat diinaktifkan oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid
dengan suhu 56℃ selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat dan
kloroform. klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan virus.
Penjelasan mengenai pengendalian dan pencegahan infeksi dijelaskan di bab
selanjutnya.

25
Berikut penjelasan singkat terkait kewaspadaan pencegahan penularan di
Rumah Sakit (akan dijelaskan lebih detail pada bagian pencegahan dan
pengendalian infeksi).1

A. Terapi dan monitoring

1.Isolasi pada semua kasus

Sesuai dengan gejala klinis yang muncul, baik ringan maupun


sedang. Pasien bed-rest dan hindari perpindahan ruangan atau pasien.

2.Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)

3.Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit

4.Suplementasi oksigen

Pemberian terapi oksigen segera kepada pasien dengan SARI, distress


napas, hipoksemia atau syok. Terapi oksigen pertama sekitar 5l/menit dengan
target SpO2 ≥90% pada pasien tidak hamil dan ≥ 92-95% pada pasien hamil.
Tidak ada napas atau obstruksi, distress respirasi berat, sianosis sentral, syok,
koma dan kejang merupakan tanda gawat pada anak. Kondisi tersebut harus
diberikan terapi oksigen selama resusitasi dengan target SpO2 ≥ 94%, jika
tidak dalam kondisi gawat target SpO2 ≥ 90%. Semua area pasien SARI
ditatalaksana harus dilengkapi dengan oksimetri, sistem oksigen yang
berfungsi, disposable, alat pemberian oksigen seperti nasal kanul, masker
simple wajah, dan masker dengan reservoir. Perhatikan pencegahan
infeksi atau penularan droplet atau peralatan ketika mentataksana atau
memberikan alat pemberian oksigen kepada pasien.

1.Kenali kegagalan napas hipoksemia berat

26
Pasien dengan distress napas yang gagal dengan terapi standar oksigen
termasuk gagal napas hipoksemia berat. Pasien masih menunjukkan usaha
napas yang berat walaupun sudah diberikan oksigen dengan masker dengan
reservoir (kecepatan aliran 10-15 liter/menit). Gagal napas hipoksemia pada
ARDS biasanya gagalnya ventilasi-perfusi intrapulmonar dan biasanya harus
mendapatkan ventilasi mekanik.

HFNO seharusnya tidak diberikan kepada pasien dengan hiperkapnia,


hemodinamik tidak stabil, kegagalan multi-organ, atau status mental
abnormal. HFNO mungkin aman untuk pasien dengan derajat ringan-sedang
dan hiperkapni tidak perburukan. Jika pasien digunakan HFNO, perlu
dimonitor ketat serta peralatan intubasi yang siap jika perburukan atau
tidak ada perbaikan dengan percobaan diberikan (1 jam). Bukti terkait
penggunaan HFNO belum ada dan laporan dari kasus MERS terbatas. Oleh
karena itu pemberian HFNO perlu dipertimbangkan.1

Berdasarkan panduan NIV, NIV tidak direkomendasikan digunakan


pada pasien gagal napas hipoksemia atau kesakitan virus pandemi
(berdasarkan studi kasus SARS dan pandemic influenza). Adapun beberapa
risiko terkait penggunaan NIV yaitu delay intubasi, volume tidal luas, dan injury
tekanan transpulmonar. Jika pasien digunakan NIV, perlu dimonitor ketat serta
peralatan intubasi yang siap jika perburukan atau tidak ada perbaikan dengan
percobaan diberikan (1 jam). NIV tidak diberikan kepada pasien
hemodinamik tidak stabil, gagal multiorgan, atau status mental abnormal.
Jenis HFNO dan NIV baru dikatakan menurunkan risiko transmisi melalui
udara.1

 Intubasi endotrakeal
Intubasi dilakukan dengan memperhatikan pencegahan penularan via udara.

Intubasi dipasang sesuai dengan panduan. Rapid sequence intubation


perlu dilakukan segera. Sangat direkomendasikan ventilasi mekanik
menggunakan volume tidal yang lebih rendah (4-8 ml / kg prediksi

27
berat badan, predicted body weight) dan tekanan inspirasi yang lebih
rendah (tekanan plateau <30 cmH2O). Penggunaan sedasi yang dalam
mungkin diperlukan untuk mengendalikan dorongan pernapasan dan
mencapai target volume tidal. RCT strategi ventilasi yang menargetkan
driving pressure saat ini belum tersedia. Pada pasien ARDS
sangat berat direkomendasikan prone ventilation selama >12 jam per hari
(perlu sumber daya yang terlatih). mengidentifikasi mereka yang merespons
aplikasi awal PEEP yang lebih tinggi atau protokol RM yang berbeda,
dan menghentikan intervensi ini pada non-responder.

● Blockade neuromuscular melalui infus continuous tidak disarankan


untuk rutin dilakukan.

● Hindari melepas ventilator dari pasien. Hal ini dapat menyebabkan


hilangnya PEEP dan atelektasis. Gunakan in-line catheter untuk
melakukan suctioning dan klem endotrakeal pipa jika ventilasi perlu
dilepas (misalnya untuk memindahkan ke transport ventilator).

1. Terapi cairan
Terapi cairan konservatif diberikan jika tidak ada bukti syok. Pasien dengan

SARI harus diperhatikan dalam terapi cairannya, karena jika pemberian


cairan terlalu agresif dapat memperberat kondisi distress napas atau

oksigenasi. Monitoring keseimbangan cairan dan elektrolit. 1

● Kenali syok sepsis

Pada orang dewasa saat infeksi dicurigai atau dikonfirmasi DAN


vasopressor diperlukan untuk mempertahankan mean arterial pressure (MAP)
≥65 mmHg dan kadar laktat ≥2 mmol/L tanpa hipovolemi merupakan tanda syok

sepsis.1

Pada anak, kenali syok sepsis ditandai hipotensi (tekanan darah sistolik

28
(SBP) <5th persentil atau >SD dibawah normal untuk usia yang sesuai) atau
terdapat 2-3 dari:

- Perubahan status mental


- Takikardi atau bradikardi (<90 atau >160 kali per menit pada bayi dan denyut
jantung <70 atau >150 kali per menit pada anak)
- Capillary refill time memanjang (>2 detik) atau vasodilatasi hangat
dengan denyut nadi yang keras (bounding pulse)
- Takipneu
- Mottled skin atau petekhie atau lesi purpura
- Peningkatan laktat
- Oliguria

- Hipertermi

Pentingnya deteksi dini dan tatalaksana adekuat dalam kurun waktu satu jam
sejak deteksi syok meliputi: terapi antimikroba, loading cairan, vasopressor untuk
hipotensi. Jika tidak tersedia pengukuran laktat, gunakan MAP dan
tanda klinis perfusi untuk mengidentifikasi syok. Jika dibutuhkan dan
sumber daya tersedia dapat dilakukan pemasangan CVC.

● Resusitasi cairan

Pada pasien dewasa berikan paling sedikit cairan isotonik kristaloid


sebanyak 30ml/kgBB dalam kurun waktu 3 jam pertama. Tentukan kebutuhan
cairan tambahan pada dewasa yaitu 250-1000 ml berdasarkan respons klinis dan
perbaikan perfusi.

Target perfusi:

- MAP (>65mmHg, disesuaikan dengan usia)


- output urin (>0,5 ml/kgBB/jam)
- capillary refill time
- tingkat kesadaran

-
laktat

29
Pada pasien anak berikan 20ml/kgBB bolus cepat dan lanjutkan dengan 40-60
ml/kgBB dalam 1 jam pertama. Tentukan kebutuhan cairan tambahan yaitu
10-20ml/kgBB berdasarkan respons klinis dan perbaikan perfusi. Target
perfusi:

- MAP (>65mmHg, disesuaikan dengan usia)


- output urin (1ml/kgBB/jam)
- capillary refill time, skin mottling
- tingkat kesadaran
- laktat
- Cairan yang digunakan yaitu normal salin dan ringer laktat. Jangan
menggunakan cairan kristaloid hipotonik, starches, atau gelatin untuk
resusitasi. Surviving sepsis juga merekomendasikan albumin jika pasien
membutuhkan kristaloid dalam jumlah besar.

-
Resusitasi cairan dapat menyebabkan overload volume, termasuk
kegagalan respirasi. Jika tidak ada respons terhadap loading cairan dan
terdapat tanda overload volume (misalnya distensi vena jugular,
ronkhi pada auskultasi paru, edema pulmonar pada rontgen, atau
hepatomegali pada anak), maka kurangi atau hentikan pemberian
cairan.

● Vasopressor jika syok menetap setelah resusitasi cairan

Obat-obatan vasopresor diantaranya norepinefrin, epinefrin,


vasopresin, dan dopamin. Target awal MAP ≥65mmHg, disesuaikan
dengan usia. Vasopressor paling aman diberikan melalui CVC pada tingkat yang
dikontrol ketat. Jika CVC tidak tersedia, vasopressor dapat diberikan
melalui IV perifer, dengan melalui vena besar dan pantau tanda ekstravasasi
(stop jika terjadi) dan nekrosis jaringan lokal. Jika tanda-tanda perfusi
yang buruk dan disfungsi jantung tetap ada meskipun mencapai target MAP
dengan cairan dan vasopresor, pertimbangkan inotrop seperti dobutamin.
Pantau tekanan darah sesering mungkin dan titrasi vasopressor ke dosis

30
minimum yang diperlukan untuk mempertahankan perfusi dan mencegah
efek samping. Norepinefrin dianggap sebagai lini pertama pada pasien
dewasa; epinefrin atau vasopresin dapat ditambahkan untuk mencapai target
MAP. Pada anak-anak dengan syok dingin (lebih umum), epinefrin dianggap
sebagai lini pertama, sedangkan norepinefrin digunakan pada pasien dengan
syok hangat (kurang umum).

2. Pemberian antibiotik empiris

Berikut tabel pilihan antibiotik untuk terapi awal pasien rawat jalan dengan
Community-acquired pneumonia (CAP).

Tabel 11. Pilihan antibiotik pasien rawat jalan dengan CAP.

Walaupun pasien dicurigai terinfeksi virus COVID-19, namun direkomendasikan


pemberian antimikroba empiris yang tepat dalam 1 jam identifikasi sepsis.

31
Antibiotik empiris harus berdasarkan diagnosis klinis, epidemiologi lokal,
data resistensi dan panduan tatalaksana. Bakteri patogen penyebab biasanya
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Mycoplasma pneumoniae,
Staphylococcus aureus, Legionella species, Chlamydia pneumoniae, dan
Moraxella catarrhalis. Selain itu, dapat pula terjadi koinfeksi (bakteri dan
virus bersamaan). Pemberian antivirus sebagai terapi empiris seperti
golongan inhibitor neuraminidase untuk tatalaksana influenza juga dapat
diberikan jika terdapat faktor risiko seperti riwayat perjalan atau paparan
hewan virus influenza. Terapi empiris berdasarkan data mikrobiologi dan
dugaan klinis.

Terapi pada pasien rawat inap bergantung tingkat keparahan


pasien. Berikut ringkasan Terapi antiobiotik pada pasien rawat inap berdasarkan
tingkat keparahan pasien.

Tabel 11. Terapi Antibiotik Pneumonia Pasien Rawat Inap.

Keterangan:
- *Amoxicillin-sulbaktam: 1,5 – 3 g setiap 6 jam, Cefotaxime 1-2 g setiap 8 jam,
Ceftriaxone 1-2 g per hari atau Ceftarolne 600 mg per 12 jam DAN Azitromisin 500mg per hari
atau klaritromisin 500 mg dua kali sehari.

32
- #Levofloxacin 750 mg per hari atau moxifloxacin 400 mg perhari
- **Vankomisin (15mg/kg setiap 12 jam, disesuaikan kebutuhan) atau linezolid (600 mg
setiap 12 jam)

- ***piperacillin-tazobaktam (4,5 gr setiap 6 jam) cefepime (2 gr setiap 8 jam),


ceftazidime (2 gr setiap 8 jam), imipenem (500 mg setiap 6 jam), meropenem (1 gr setiap
8 jam) atau axtreonam (2 gr setiap 8 jam). Tidak mencakup untuk extended-spectrum
b-lactamase–producing Enterobacteriaceae (jika ada data mikrobiologi local patogen
tersebut).1

3. Terapi simptomatik
Terapi simptomatik diberikan seperti antipiretik, obat batuk dan lainnya

jika memang diperlukan.12

4. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak rutin diberikan pada


tatalaksana pneumonia viral atau ARDS selain ada indikasi lain.
Berdasarkan penelitian kortikosteroid yang diberikan pada pasien
SARS dilaporkan tidak ada manfaat dan kemungkinan bahaya. Pada
studi lain terkait dengan influenza, pemberian kortikosteroid
justru meningkatkan risiko kematian dan infeksi sekunder. Namun,
tingkat kekuatan penelitian tersebut dinilai lemah karena
banyaknya faktor perancu. Studi terbaru, pada kasus MERS
ditemukan pemberian kortikosteroid sistemik tidak memiliki efek dalam
tingkat kematian tetapi memperlama masa klirens virus MERS-CoV
dari saluran napas bawah. Oleh karena itu, disimpulkan
kurangnya efikasi dan kemungkinan berbahaya sehingga
pemberian kortikosteroid sistemik sebaiknya dihindari, jika tidak

diindikasikan oleh alasan lain. 1

5. Observasi ketat
Kondisi pasien perlu diobservasi ketat terkait tanda-tanda
perburukan klinis, kegagalan respirasi progresif yang cepat, dan sepsis
sehingga penanganan intervensi suportif dapat dilakukan dengan cepat.

33
1

6. Pahami komorbid pasien


Kondisi komorbid pasien harus dipahami dalam tatalaksana kondisi

kritis dan menentukan prognosis. Selama tatalaksana intensif,


tentukan terapi kronik mana yang perlu dilanjutkan dan mana yang
harus dihentikan sementara. Jangan lupakan keluarga pasien harus selalu
diinformasikan, memberi dukungan, informed consent serta informasi
prognosis.12

B. Tatalaksana spesifik untuk COVID 19

Saat ini belum ada penelitian atau bukti talaksana spesifik pada
COVID-19. Belum ada tatalaksana antiviral untuk infeksi Coronavirus
yang terbukti efektif. Pada studi terhadap SARS-CoV, kombinasi lopinavir dan
ritonavir dikaitkan dengan memberi manfaat klinis. Saat ini penggunaan lopinavir
dan ritonavir masih diteliti terkait efektivitas dan keamanan pada infeksi
COVID-19. Tatalaksana yang belum teruji / terlisensi hanya boleh diberikan
dalam situasi uji klinis yang disetujui oleh komite etik atau melalui Monitored
Emergency Use of Unregistered Interventions Framework (MEURI),
dengan pemantauan ketat. Selain itu, saat ini belum ada vaksin untuk mencegah
pneumonia COVID-19 ini.1

2.7. Pencegahan

Tabel 12. Implementasi pencegahan dan pengendalian Infeksi


di rumah sakit1

Triase - Maker medis untuk pasien suspek


- Ruang isolasi atau ruang terpisah
- Jarak minimal 1 meter dari pasien
lain
- Ajari etika batuk dan bersin
- Hand hygiene

34
Kewaspadaan Pencegahan transmisi droplet - Gunakan masker medis jika
bekerja dalam 1-2
Meter dari pasien
- Satu ruangkhusus atau disatukan
denngan etiologic yang sama
- Jika etiologic tidak pasti, satu group
pasien dengan diagnosis klinis sama
dan risiko epidemologi sama, dengan
pemisahan spasial
- Gunakan pelindung mat ajika
menangani dekat pasien
- Batasi aktivitas pasien keluar
ruangan

Kewaspadaan Pencegahan kontak Mencegah dari area atau


peralatan yang
terkontaminasi
- Gunakan APD lengkap, dan
lepas jika keluar
- Jika memungkinkan gunakan
alat sekali pakai contoh
stetoskop, thermometer,
- Hindari mengkontaminasi
daerah yang tidak secara
langsung terkait perawatan
pasien seperti gagang pintu
- Ventilasi ruangan adekuat
- Hand hygiene
- Hindari pemindahan pasien

Kewaspadaan pencegahan airborne Seperti : suction, intubasi, bronkoskopi,


RJP
ketika melakukan prosedur - APD lengkap mencakup sarung
tangan, jubah,
alat saluran napas pelindung mata, masker N95
- Gunakan ruangan ventilasi tunggal
jika memungkinkan, ruangan
tekanan negative
- Hindari keberadaan individu yang

35
tidak dibutuhkan
- Setelah Tindakan tatalaksana sesuai
dengan tipe ruangannya

2.8. Komplikasi

Komplikasi secara harafiah pada covid 19 belum disebutkan secara pasti


namun, perjalanan akhir dari keparahan covid 19 berupa ARDS, Sepsis, Syok
Sepsis, ensefalopati, kerusakan miokard, gagal jantung, disfungsi koagulasi, dan
gagal ginjal akut telah dilaporkan. 1-7

Tabel 13. Komplikasi Covid 19.

Onset: baru terjadi atau perburukan dalam waktu satu minggu.


Pencitraan dada (CT scan toraks, atau ultrasonografi paru): opasitas
bilateral, efusi pluera yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, kolaps
paru, kolaps lobus atau nodul.
Penyebab edema: gagal napas yang bukan akibat gagal jantung atau
kelebihan cairan. Perlu pemeriksaan objektif (seperti ekokardiografi)
untuk menyingkirkan bahwa penyebab edema bukan akibat hidrostatik
jika tidak ditemukan faktor risiko.
Kriteria ARDS pada dewasa:
• ARDS ringan: 200 mmHg <PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan PEEP
atau continuous positive airway pressure (CPAP) ≥5 cmH2O, atau
yang tidak diventilasi)
Acute Respiratory • ARDS sedang: 100 mmHg <PaO2 / FiO2 ≤200 mmHg dengan PEEP
Distress ≥5 cmH2O, atau yang tidak diventilasi)
Syndrome • ARDS berat: PaO2 / FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O, atau
(ARDS) yang tidak diventilasi)
• Ketika PaO2 tidak tersedia, SpO2/FiO2 ≤315 mengindikasikan ARDS
(termasuk pasien yang tidak diventilasi)
Kriteria ARDS pada anak berdasarkan Oxygenation Index dan
Oxygenatin Index menggunakan SpO2:
• PaO2 / FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2 / FiO2 ≤264: Bilevel noninvasive
ventilation (NIV) atau CPAP ≥5 cmH2O dengan menggunakan full
face mask
• ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ Oxygenation Index (OI) <8 atau 5

OSI <7,5
• ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI <16 atau 7,5 ≤ OSI <12,3
• ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12,3

36
Pasien dewasa: Disfungsi organ yang mengancam nyawa disebabkan
oleh disregulasi respon tubuh terhadap dugaan atau terbukti infeksi*.
Tanda disfungsi organ meliputi: perubahan status mental/kesadaran,
sesak napas, saturasi oksigen rendah, urin output menurun, denyut
jantung cepat, nadi lemah, ekstremitas dingin atau tekanan darah
rendah,
ptekie/purpura/mottled skin, atau hasil laboratorium menunjukkan
Sepsis koagulopati, trombositopenia, asidosis, laktat yang tinggi,
hiperbilirubinemia.
Pasien anak: terhadap dugaan atau terbukti infeksi dan kriteria
systemic
inflammatory response syndrome (SIRS) ≥2, dan disertai salah satu
dari:
suhu tubuh abnormal atau jumlah sel darah putih abnormal
Pasien dewasa: hipotensi yang menetap meskipun sudah dilakukan
resusitasi cairan dan membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan
mean arterial pressure (MAP) ≥65 mmHg dan kadar laktat serum> 2
mmol/L.
Pasien anak: hipotensi (TDS < persentil 5 atau >2 SD di bawah normal
usia) atau terdapat 2-3 gejala dan tanda berikut: perubahan status
Syok septik
mental/kesadaran; takikardia atau bradikardia (HR <90 x/menit atau >160
x/menit pada bayi dan HR <70x/menit atau >150 x/menit pada anak);
waktu pengisian kembali kapiler yang memanjang (>2 detik) atau
vasodilatasi hangat dengan bounding pulse; takipnea; mottled skin atau
ruam petekie atau purpura; peningkatan laktat; oliguria; hipertermia atau
hipotermia.
Keterangan:
* Jika ketinggian lebih tinggi dari 1000 meter, maka faktor koreksi harus dihitung sebagai berikut: PaO 2 /
FiO2 x Tekanan barometrik / 760.
* Skor SOFA nilainya berkisar dari 0 - 24 dengan menilai 6 sistem organ yaitu pernapasan (hipoksemia
didefinisikan oleh PaO2 / FiO2 rendah), koagulasi (trombosit rendah), hati (bilirubin tinggi), kardiovaskular
(hipotensi), sistem saraf pusat (penurunan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale), dan ginjal (urin
output rendah atau kreatinin tinggi). Diindikasikan sebagai sepsis apabila terjadi peningkatan skor Sequential
[Sepsis-related] Organ Failure Assessment (SOFA) ≥2 angka. Diasumsikan skor awal adalah nol jika data
tidak tersedia.

A.Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

ARDS adalah kondisi paru-paru yang mengancam jiwa yang mencegah


cukup oksigen untuk sampai paru-paru dan ke dalam sirkulasi, menyebabkan
kematian pada sebagian besar gangguan pernapasan dan cedera paru-paru akut.
Dalam kasus fatal infeksi manusia SARS-CoV, MERS-CoV, dan SARS-CoV-2,

37
individu menunjukkan gangguan pernapasan parah yang membutuhkan ventilasi
mekanis, dan temuan histopatologi juga mendukung ARDS . Studi sebelumnya
telah menemukan bahwa kerentanan genetik, dan sitokin inflamatori terkait erat
dengan terjadinya ARDS. Lebih dari 40 gen termasuk ACE2, interleukin 10 ,
faktor nekrosis tumor , dan faktor pertumbuhan endotel vascular antara lain telah
dianggap terkait dengan pengembangan atau keluaran ARDS . 1-7

Peningkatan kadar IL-6 dan IL-8 plasma juga ditunjukkan terkait dengan efek
buruk keluaran ARDS. Biomarker di atas menyarankan kedua penjelasan
molekuler untuk yang ARDS parah dan kemungkinan pengobatan untuk ARDS
setelah infeksi SARS-CoV-2. 1-7

2.9. Prognosis

Data sebelumnya menyebutkan kematian paling banyak terjadi pada pasien


berusia lebih dari 50 tahun. Anak-anak menunjukkan gejala ringan dan lebih
berperan sebagai carrier.12

2.10. Manajemen Covid 19 di Puskesmas

Kegiatan penemuan kasus COVID-19 wilayah dilakukan melalui


penemuan orang sesuai definisi operasional. Penemuan kasus dapat dilakukan di
puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) lain. Bila fasyankes
menemukan orang yang memenuhi kriteria PDP maka perlu melakukan kegiatan
sebagai berikut:
1) Tatalaksana sesuai kondisi pasien:
- Gejala ringan: Isolasi diri di rumah
- Gejala sedang: Rujuk ke RS Darurat
- Gejala berat: Rujuk ke RS Rujukan dengan menggunakan ambulans penyakit
infeksi dengan menerapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
2) Memberikan komunikasi risiko mengenai penyakit COVID-19

38
3) Fasyankes segera melaporkan dalam waktu ≤ 24 jam ke Dinkes Kab/Kota
setempat. Selanjutnya Dinkes Kab/Kota melaporkan ke Dinas Kesehatan
Provinsi yang kemudian diteruskan ke Ditjen P2P melalui PHEOC.
Menggunakan formulir laporan harian data kasus COVID-19.
4) Melakukan penyelidikan epidemiologi menggunakan formulir penyelidikan
epidemiologi, mengidentifikasi kontak erat menggunakan formulir) dan
pemantauan kontak erat menggunakan formulir
5) Dilakukan pengambilan spesimen berkoordinasi dengan Dinkes setempat untuk
pengiriman dengan menyertakan formulir pengiriman specimen

Bila memenuhi kriteria ODP maka dilakukan:


1) Tatalaksana sesuai kondisi pasien
2) Komunikasi risiko mengenai penyakit COVID-19
3) Pasien melakukan isolasi diri di rumah tetapi tetap dalam pemantauan petugas
kesehatan puskesmas berkoordinasi dengan Dinkes setempat menggunakan
formulir.
4) Fasyankes segera melaporkan secara berjenjang dalam waktu ≤ 24 jam ke
Dinkes Kabupaten/Kota/Provinsi untuk selanjutnya dilaporkan ke PHEOC
menggunakan formulir
5) Pengambilan spesimen di fasyankes atau lokasi pemantauan. Bila kasus tidak
memenuhi kriteria definisi operasional maka dilakukan:
• Tatalaksana sesuai kondisi pasien
• Komunikasi risiko kepada pasien

39
Gambar 14. Alur Deteksi Dini dan Respon di Pintu Masuk dan Wilayah
Kegiatan Deteksi Dini dan Respon di Wilayah di Tingkat Puskesmas2

40
41
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Covid 19 adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus corona. Covid
19 ini adalah penyakit baru yang pertama kali dilaporkan di Wuhan pada
Desember 2019. Covid 19 dapat menyebar lewat droplet, kontak erat, dan
kemungkinan fekal oral. Covid 19 paling sering bermanifestasi sebagai gejala
respirasi berupa pilek, nyeri tenggorokan, batuk, sesak, dan demam meskipun
pada beberapa kasus bisa ditemukan diare dan gejala klinis lainnya yang bukan
merupakan gejala respirasi. Diagnosa covid 19 dapat ditegakkan melalui Rt-PCR
sedangkan tatalaksana covid 19 berdasarkan keadaan klinis atau derajat ringan-
beratnya sakit pasien. Pencegahan dalam kasus covid 19 adalah hal yang paling
penting yang harus dilakukan untuk mengurangi jumlah pasien positif covid 19.
Pencegahan dapat dilakukan dengan upaya seperti pakai masker bila hendak
bepergian keluar rumah, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau
menggunakan hand sanitizer berbasis alcohol, jangan sering menyentuh mata,
hidung dan tenggorokan terutama bila belum mencuci tangan, batasi keluar rumah
jika tidak memiliki urusan penting, lakukan physical dinstancing, dan jika
memiliki gejala sakit covid 19 hendaknya dikonsultasikan ke tenaga kesehatan
dan untuk tenaga kesehatan sendiri adalah pemakaian alat pelindung diri yang
sesuai.

3.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, saran yang dapat kami berikan adalah
sebagai berikut :
1.Bagi tenaga kesehatan adalah untuk dapat melindungi dirinya sendiri
seperti pemakaian alat pelindung diri yang sesuai dan meminimalisir pemeriksaan
dan tindakan yang berisiko.
2.Bagi masyarakat agar dapat melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat
seperti pakai masker bila hendak bepergian keluar rumah, cuci tangan dengan
sabun dan air mengalir atau menggunakan hand sanitizer berbasis alcohol, jangan
sering menyentuh mata, hidung dan tenggorokan terutama bila belum mencuci
tangan, batasi keluar rumah jika tidak memiliki urusan penting, lakukan physical
dinstancing, dan jika memiliki gejala sakit covid 19 hendaknya dikonsultasikan ke
tenaga kesehatan.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Erlina Burhan,dkk. Pneumonia Covid 19, Diagnosis dan Penatalaksanaan


Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta : 2020.
2. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P).
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19)
Revisi ke-4. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta : 2020.
3. Kemenkes. Situasi Terkini Perkembangan Coronavirus Disease (COVID-
19) 8 Mei 2020. Diunduh melalui https://covid19.kemkes.go.id/situasi-infeksi-
emerging/info-corona-virus/situasi-terkini-perkembangan-coronavirus-disease-
covid-19-8-mei-2020/
4. Chunqin Long et all. Diagnosis of the Coronavirus disease (COVID-19):
rRT-PCR or CT?. European Journal of Radiology: Elsevier . 11 March
2020.
5. Burhan, E; Isbaniah, F.; et al. Pneumonia Covid 19 diagnosis dan
tatalaksana di Indonesia. PDPI. 2020 : hal 4-10.
6. Mason R. Pathogenesis of COVID-19 from a cell biology perspective.
European Respiratory Journal. 2020;55(4):2000607.
7. Rothan H, Byrareddy S. The epidemiology and pathogenesis of
coronavirus disease (COVID-19) outbreak. Journal of Autoimmunity.
2020;109:102433.
8. Zagury-Orly I, Schwartzstein R. Covid-19 — A Reminder to Reason. New
England Journal of Medicine. 2020;.
9. Jin Y, Yang H, Ji W, Wu W, Chen S, Zhang W et al. Virology,
Epidemiology, Pathogenesis, and Control of COVID-19. Viruses.
2020;12(4):372.
10. Yuki K, Fujiogi M, Koutsogiannaki S. COVID-19 pathophysiology: A
review. Clinical Immunology. 2020;215:108427.
11. Isbaniah, F.; Kusumowardhani, D.; PEDOMAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN CORONAVIRUS DISESASE (COVID-19).

43
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit (P2P); 2020 : hal.45-47
12. FK UI. Buku Rancangan Pengajaran Modul Tanggap Pandemi COVID-19.
Jakarta : Universitas Indonesis. 2020

44

Anda mungkin juga menyukai