ARTIKEL ADE RAMADONA S.Farm Apt 0821213056 PDF
ARTIKEL ADE RAMADONA S.Farm Apt 0821213056 PDF
ARTIKEL
Oleh :
ADE RAMADONA
08 212 13 056
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011
1
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
pelayanan kesehatan, sikap dan keterampilan petugasnya, sikap dan pola hidup
terhadap pengobatannya. Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa
adanya kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan
terapi, serta dapat pula menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan pada
pengobatan penyakit yang bersifat kronis pada umumnya rendah. Penelitian yang
melibatkan pasien berobat jalan menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien tidak
minum obat sesuai dengan dosis yang seharusnya (Basuki, 2009). Menurut
laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka
panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50%, sedangkan
2010). Faktor tersebut akibat dari kurangnya informasi dan komunikasi antara
hal-hal di atas, maka pasien melakukan self-regulation terhadap terapi obat yang
adanya konseling dapat mengubah pengetahuan dan kepatuhan pasien. Dalam hal
ini farmasis harus berinteraksi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya
dapat menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup pasien yang pada
disebut konseling, dan ini merupakan salah satu bentuk implementasi dari
sebagai akibat dari kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Di
Indonesia DM tipe 2 merupakan yang terbanyak ditemukan yaitu sekitar 95% dari
secara langsung, tetapi berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Dalam
waktu lama (long life) dan jumlah obat yang banyak (polifarmasi), sehingga
kemungkinan terjadinya masalah yang terkait dengan obat (DRP) sangat besar.
Dalam hal ini farmasis sebagai salah satu profesi kesehatan sudah seharusnya
Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan
didapatkan model yang sesuai untuk konseling obat pada pasien diabetes mellitus
tipe 2 rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang, serta
Tujuan Penelitian
diabetes mellitus tipe 2 rawat jalan di Poliklinik Khusus Rumah Sakit Umum
Rancangan Penelitian
digunakan adalah The One Group Pretest – Posttest Design. Dalam rancangan ini
a. Pasien diabetes mellitus tipe 2 yang hanya mendapat obat oral anti diabetes.
Dr. M. Djamil Padang selama 3 bulan dari bulan Februari sampai April 2011.
Bila pasien setuju, maka data dari hasil pemeriksaan untuk kadar gula darah puasa
yang dicatat dari rekam medik pasien dimasukkan ke dalam lembar pengumpul
b. Kemudian pada saat pasien selesai melakukan pemeriksaan dan telah diberikan
resep, dilakukan pretest untuk mengetahui pengetahuan pasien dan sikap pasien
konseling obat dengan menggunakan modul, brosur obat dan kartu minum obat
mandiri.
c. Dua minggu kemudian dilakukan pemeriksaan ulang kadar glukosa darah puasa
pasien. Hal ini dilakukan selama 3 x 2 minggu. Selanjutnya pada minggu keenam
dilakukan penilaian ulang atau posttest untuk menilai pengetahuan dan sikap
pasien setelah konseling obat dengan menggunakan lembar kuesioner. Selain itu
juga dilakukan penghitungan sisa obat pasien (pill count) untuk menilai %
pengetahuan dan tabel induk untuk sikap dalam bentuk yang sudah dinominalkan.
Analisis Data
laboratorium untuk kadar glukosa darah, kemudian dilakukan analisis data secara
b. Uji t berpasangan
puasa dan kepatuhan pasien sebelum dan sesudah konseling obat. Pada penelitian
ini hasil analisis statistik dinyatakan bermakna apabila didapatkan harga P < 0,05
Crosstab atau tabulasi silang untuk menampilkan kaitan antara dua atau
lebih variabel yaitu melihat pengaruh umur, jenis kelamin, pendidikan dan
untuk menguji ada tidaknya hubungan baris dan kolom dari sebuah Crosstab
(Sugiyono, 2007).
Data demografi pasien yang diteliti pada penelitian ini adalah usia pasien,
jenis kelamin, pendidikan dan lama menderita DM. Hasil selengkapnya mengenai
distribusi data demografi pasien dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
8
dengan pengetahuan dan sikap, dapat dilihat dengan menggunakan uji statistik
Crosstabs (tabulasi silang). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah
ini :
Pengetahuan Sikap
Karakteristik Demografi
Kategori Baik (%)
Usia (tahun)
41 - 50 tahun 33,3 0
51 - 60 tahun 32 24
61 - 70 tahun 41,2 41,2
> 70 tahun 50 50
Jenis Kelamin
Laki-laki 38,5 38,5
Perempuan 35,1 24,3
Pendidikan
SD 0 0
SLTP 0 16,7
SLTA 39,5 26,3
S1 40 40
S2 0 0
S3 100 100
Lama Menderita DM
< 1 tahun 28,6 42,9
1 - 5 tahun 41,2 29,4
6 - 10 tahun 38,5 15,4
11 - 15 tahun 30 30
> 15 tahun 33,3 33,3
menunjukkan bahwa pasien yang berusia >70 tahun memiliki pengetahuan dan
10
sikap yang baik yaitu sebesar 50%. Hal ini terjadi karena berdasarkan
pengamatan, pasien yang berusia ini lebih aktif dan terbuka menerima konseling
pengetahuan yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang berusia di atas
sehingga pasien menerima dengan baik segala informasi yang diberikan oleh
konselor. Selain itu juga peran keluarga sangat membantu dalam mengingatkan
dan memberikan informasi mengenai cara minum obat, waktu minum obat, aturan
pasien laki-laki yang masuk kategori pengetahuan yang baik adalah sebesar
38,5%, sedangkan pasien perempuan yang masuk kategori baik sebesar 35,1%.
Dalam penelitian dapat dilihat bahwa pasien laki-laki lebih tinggi pengetahuannya
dibandingkan dengan pasien perempuan. Hal ini disebabkan karena pasien laki-
laki dalam hal ini lebih terbuka menerima konseling obat yang diberikan
Dari data terlihat juga bahwa pasien perempuan lebih banyak daripada
pasien laki-laki. Hal ini dikarenakan sebagian faktor yang dapat mempertinggi
resiko DM tipe 2 yang dialami oleh perempuan, seperti riwayat kehamilan dengan
berat badan lahir bayi > 4 kg, riwayat DM selama kehamilan (diabetes
gestasional), obesitas, penggunaan kontrasepsi oral, dan tingkat stress yang cukup
2002).
yang baik yaitu pendidikan S3 sebesar 100%, dan pendidikan S1 sebesar 40%.
baik sebesar 39,5%, dan pendidikan SLTP yang masuk kategori pengetahuan baik
sebesar 0%. Dalam hal ini pasien yang berpendidikan S3 hanya 1 orang, sehingga
Dari data ini terlihat semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tinggi
pendidikan seseorang maka akan semakin baik atau cepat menerima dan
menyerap informasi yang diberikan oleh konselor, serta mempunyai pola pikir
adanya pengaruh pasien dengan lama menderita diabetes 1-5 tahun yang termasuk
kategori pengetahuan yang baik sebesar 41,2%, dan yang < 1 tahun sebesar
28,6%. Hal ini disebabkan karena mereka baru mengetahui tentang penyakit dan
obatnya sehingga mereka mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan ingin
DM pada umumnya mereka sangat terbuka dan senang untuk diberikan konseling
obat, karena mereka masih belum paham mengenai penyakit dan pengobatan yang
dideritanya, sehingga mereka mempunyai rasa ingin tahu yang besar terhadap itu.
12
Sedangkan pasien dengan lama menderita diabetes 6-10 tahun yang masuk
kategori pengetahuan yang baik sebesar 38,5%, dan pasien yang lama menderita
diabetes 11-15 tahun dan >15 tahun yang masuk kategori pengetahuan yang baik
sebesar 30% dan 33,3%. Hal ini disebabkan karena mereka menganggap
pengalaman mereka walaupun sudah rajin minum obat tetap saja hasilnya tidak
akibatnya mereka tidak begitu tertarik untuk diberikan informasi mengenai obat
Pusat Dr. M. Djamil Padang didapatkan hasil pengaruh usia terhadap sikap,
dimana pasien dengan usia 41-50 tahun yang termasuk kategori sikap yang baik
sebesar 0%, pasien dengan usia 51-60 tahun yang masuk kategori sikap yang baik
sebesar 24%, sedangkan pasien dengan usia 61-70 tahun dan >70 tahun yang
Dari hasil data ini terlihat bahwa pasien dengan usia yang lebih tua
yang berusia lebih muda. Hal ini disebabkan karena pasien yang berusia lebih
muda kurang mempunyai motivasi yang kuat untuk sembuh, karena mereka masih
belum menyadari betul dampak atau bahaya komplikasi yang dapat ditimbulkan
dari penyakit DM ini, meskipun kadangkala sudah didukung oleh faktor keluarga
dan lingkungan serta ditunjang oleh finansial yang memadai. Sedangkan pasien
yang berusia lebih tua menunjukkan perubahan sikap yang lebih baik terhadap
13
pengobatannya karena mereka biasanya menyadari betul bahaya penyakit ini dan
yang tidak menyenangkan terhadap penyakit ini dari lingkungan atau orang
penyakitnya. Selain itu juga didukung oleh keluarga dan lingkungan untuk
mendapatkan diet yang teratur dan olahraga rutin sesuai yang dianjurkan.
Pada dasarnya, usia dewasa terutama usia 45 tahun ke atas memiliki resiko
bertambahnya usia, maka fungsi sel pankreas dan sekresi insulin akan berkurang,
dan juga berkaitan dengan resistensi insulin akibat berkurangnya massa otot dan
menunjukkan pasien laki-laki dengan kategori sikap yang baik adalah sebesar
38,5%, lebih tinggi dibandingkan pasien perempuan yang masuk kategori sikap
yang baik yaitu sebesar 24,3%. Dalam penelitian ini, pasien laki-laki memiliki
sikap yang lebih baik daripada pasien perempuan, karena berdasarkan pengamatan
pada peneletian ini, pada umumnya pasien laki-laki lebih care terhadap
rutin, mengatur pola diet, dan teratur minum obat. Dari penelitian sebelumnya,
juga disebutkan bahwa pasien laki-laki memiliki sikap atau perilaku yang baik
dalam menjalani diet yaitu sebesar 45%, dibandingkan dengan pasien perempuan
menunjukkan kategori sikap yang baik adalah 100%, pendidikan S1 yang masuk
kategori sikap yang baik 40%, pendidikan SLTA yang masuk kategori sikap yang
baik 26,3%, dan pendidikan SLTP yang masuk kategori sikap yang baik 16,7%.
Dalam hal ini pasien yang berpendidikan S3 hanya 1 orang, sehingga tidak dapat
dibuat perbandingannya.
dapat merubah sikap seseorang dengan baik. Hal ini disebabkan karena
peningkatan pengetahuan yang mereka miliki selain untuk dipahami tetapi juga
diperlukan motivasi yang kuat dari dalam diri mereka, dimana dalam hal ini
pengetahuan dan perubahan sikap akan meningkatkan kepatuhan, yang mana hasil
komplikasi yang tidak diinginkan. Selain itu faktor lingkungan dan keluarga juga
terhadap sikap didapatkan bahwa hasil yang menunjukkan perubahan sikap yang
baik adalah pasien yang menderita DM < 1 tahun. Hal ini disebabkan karena
pasien yang baru didiagnosa menderita DM dan mempunyai motivasi yang besar
obat dan penyakitnya, atau mereka mempunyai pengalaman melihat keluarga atau
15
kenalan mereka yang mendapatkan komplikasi yang cukup serius akibat penyakit
perubahan sikapnya, hal ini disebabkan karena mereka belum mendapatkan atau
merasakan komplikasi yang cukup serius yang merugikan mereka, atau mereka
tidak mau mengontrol diet karena sudah terbiasa makan sesuai keinginan mereka
serta malas untuk berolahraga, atau karena mereka juga sudah pasrah dengan
oleh faktor lingkungan dan keluarga. Konseling bertujuan agar pasien lebih
digunakan uji Chi-Square. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah
ini :
Dari hasil terlihat bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
variabel demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan dan lama menderita) terhadap
pengetahuan dan sikap pasien tentang obat dan penyakitnya (P > 0,05).
kepatuhan pasien diabetes mellitus, dimana sampel yang diteliti untuk usia, jenis
kelamin, pendididikan dan lama menderita jumlahnya tidak sama sehingga setelah
16
dibagi dalam kategori masing-masing dalam jumlah yang sangat kecil sehingga
tersebut terhadap sikap perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah
S
k
o
r
Pasien
menunjukkan bahwa tujuan konseling tercapai. Sesuai dengan teori edukasi yang
pengetahuan pasien terhadap obat akan meningkat dan hal ini akan mendorong
memadai) maka asumsi dan perilaku pasien yang salah akan dapat
karena pasien diberikan informasi tentang obat mencakup nama obat, indikasi,
dosis, waktu dan jadwal minum obat serta informasi mengenai penyakitnya.
dilakukan dengan uji regresi linier sederhana. Dari data yang diperoleh terdapat
signifikansi 0,000 (p < 0,05) dan nilai R² (koefisien determinasi) sebesar 0,695.
Sedangkan nilai R (koefisien korelasi) diperoleh sebesar 0,834 (83,4%). Ini berarti
dipengaruhi oleh variabel lain selain variabel bebas yang diteliti, seperti jumlah
dan karakteristik sampel. Hal ini karena disebabkan waktu konseling yang dirasa
masih kurang atau situasi dan kondisi konseling yang kurang memadai, selain itu
juga pada penelitian ini sampel yang diteliti tidak seragam tingkat pendidikan,
18
status sosial, umur dan lama menderita DM, sehingga didapatkan hasil yang
S
k
o
r
Pasien
Data rerata skor sikap pasien DM dari hasil pengisian kuisioner sebelum
maupun setelah konseling obat di Poliklinik Khusus RSUP Dr. M. Djamil Padang
diperoleh :
Dari rerata skor sikap sebelum dan setelah konseling terdapat perbedaan
sikap yang bermakna pada pasien diabetes mellitus, berdasarkan hasil pengujian
pasien yang akan berdampak terhadap perubahan sikap pasien terhadap penyakit
dan pengobatannya.
regresi linier sederhana. Dari data yang diperoleh terdapat pengaruh konseling
terhadap sikap nilai F hitung 175,888 dengan tingkat signifikansi 0,000 (p < 0,05)
korelasi) diperoleh nilai sebesar 0,886 (88,6%). Ini berarti konseling berpengaruh
terhadap sikap sebesar 88,6%, dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain selain
variabel bebas yang diteliti. Hal ini karena disebabkan waktu konseling yang
dirasa masih kurang atau situasi dan kondisi konseling yang kurang memadai,
selain itu juga pada penelitian ini sampel yang diteliti tidak seragam tingkat
pendidikan, status sosial, umur dan lama menderita DM, sehingga didapatkan
hasil yang kurang optimal, karena sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek, atau sikap adalah
terhadap suatu referen atau objek kognitif (Soegondo, 2002). Berbagai sikap yang
diperkirakan ada pada pasien diabetes antara lain adalah sikap terhadap diet
makanan, jenis pengobatan, olahraga, bahkan sampai pada sikap mereka terhadap
dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Untuk mengubah sikap diperlukan motivasi
Kadar
GDP
(mg/dl)
Pasien
Gambar 3. Diagram perbedaan kadar gula darah puasa pasien DM baik sebelum
dan setelah konseling obat di Poliklinik Khusus RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
Data rerata kadar gula darah puasa pasien DM sebelum dan setelah
Kadar GDP Sebelum Konseling Obat Kadar GDP Setelah Konseling Obat
142.66 ± 50.329 119.26 ± 26.244
Dari rerata kadar glukosa darah puasa pasien sebelum dan setelah
pasien dilakukan dengan uji regresi linier sederhana. Dari data yang diperoleh
terdapat pengaruh konseling terhadap kadar glukosa darah puasa pasien nilai F
hitung 53,241 dengan tingkat signifikansi 0,000 (p < 0,05) dan nilai R² (koefisien
diperoleh sebesar 0,725 (72,5%). Ini berarti konseling berpengaruh terhadap kadar
glukosa darah puasa pasien sebesar 72,5%, dan sisanya dipengaruhi oleh variabel
lain selain variabel bebas yang diteliti, diantaranya kepatuhan terhadap diet dan
olahraga. Selain itu pada penelitian ini sampel yang diteliti tidak seragam tingkat
pendidikan, status sosial, umur dan lama menderita DM, sehingga didapatkan
Faktor lainnya juga disebabkan karena pasien masih ada yang tidak patuh
untuk minum obat dan tidak melakukan diet seperti yang dianjurkan, dengan
alasan lupa, sibuk, faktor finansial, pasrah dengan penyakitnya, tidak peduli
dengan penyakit, lingkungan yang tidak mendukung atau memang pasien sudah
tersugesti di pikirannya bahwa obat itu adalah racun. Hal ini didukung oleh teori
yang menyatakan bahwa untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan
antara lain adalah fasilitas. Sebagai contoh seorang pasien yang telah mempunyai
pengetahuan dan sikap yang baik terhadap keteraturan berolahraga, mungkin tidak
yang telah berniat untuk makan sesuai dengan pola diet makanan yang telah
dianjurkan ahli gizi, kadang-kadang keluar dari jalur tersebut karena situasi di
22
rumah atau di kantor yang tidak mendukung, seperti sedang ada pesta atau
menghitung sisa obat yang didapatkan pasien selama terapi pada periode waktu
tertentu. Dalam hal ini, perhitungan Pill Count dilakukan di rumah pasien hanya
pada minggu kedua setelah pasien berobat ke Poliklinik Khusus RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Dari hasil penelitian, hanya sebesar 36% (18 dari 50 orang) pasien
Jumlah Jumlah
% Rata-rata %
No. Nama Terapi OAD Obat yang Obat
Kepatuhan Kepatuhan
Diberikan Sisa
1. A Metformin 3 x 500 mg 45 4 91,11% 91,11%
2. B Metformin 3 x 500 mg 45 0 100% 100%
Glucobay 2 x 50 mg 30 0 100%
3. C Glibenklamid 1 x 2,5 mg 7.5 1 86,67% 86,67%
4. D Metformin 3 x 500 mg 45 3 93,33% 93,33%
5. E Metformin 3 x 500 mg 45 17 62,22% 74,45%
Glibenklamid 1 x 5 mg 15 2 86,67%
6. F Metformin 3 x 500 mg 45 5 88.89% 88.89%
7. G Metformin 3 x 500 mg 45 15 66,67% 83.34%
Gliklazid 1 x 80 mg 15 0 100%
8. H Metformin 3 x 500 mg 45 0 100% 100%
Gliklazid 1 x 80 mg 15 0 100%
9. I Metformin 3 x 500 mg 45 15 66,67% 46,67%
Gliklazid 1 x 80 mg 15 11 26,67%
10. J Metformin 3 x 500 mg 45 4 91,11% 95,55%
Solosa 1 x 2 mg 15 0 100%
11. K Metformin 3 x 500 mg 45 0 100% 100%
23
pasien ini bermacam-macam tidak meminum obat sesuai anjuran dokter, ada yang
karena tidak sempat minum obat dengan alasan sibuk bekerja pada siang hari dan
obat ditinggal di rumah, ada yang karena alasan efek samping obat dimana pasien
25
merasa mual atau mengalami gangguan pencernaan setelah minum obat tersebut,
dan juga ada pasien beranggapan bahwa obat itu racun (zat kimia), jadi tidak baik
minum obat tradisonal, seperti air rebusan daun sirih merah. Jadi pada umumnya
pasien lebih menyukai minum obat yang frekuensi minumnya 1 kali dalam sehari.
Untuk Glucobay, ada pasien yang tidak meminumnya karena alasan efek
samping obat yang menyebabkan pasien sering buang angin, sehingga kadangkala
dimana ada pasien yang langsung merasa lemas, pusing dan berkeringat dingin
pasien seperti memberikan obat dengan jadwal minum obat satu kali sehari,
mengubah jenis obat dari yang biasanya dikonsumsi oleh pasien apabila tidak
dibutuhkan. Selain itu juga bisa dengan memberikan alat bantu seperti kartu
pengingat obat yang bisa ditandai apabila pasien sudah minum obat, memberikan
dukungan kepada anggota keluarga untuk mengingatkan pasien minum obat, dan
Kesimpulan
nilai t hitung untuk pengetahuan -16,157 dengan tingkat signifikansi 0,000 (p <
0,05), dan untuk sikap -15,968 dengan tingkat signifikansi 0,000 (p < 0,05).
- Ada pengaruh positif konseling obat terhadap pengetahuan dan sikap pasien
109,363, dan 175,888 , probabilitas 0,000 dan 0,000 (p < 0,05). Sedangkan
nilai R (koefisien korelasi) diperoleh nilai 0,834 untuk pengetahun, dan 0,886
pasien DM sebesar 83,4%, dan untuk sikap sebesar 88,6% sedangkan sisanya
- Terdapat perbedaan kadar glukosa darah puasa yang bermakna pada pasien
- Ada pengaruh positif konseling obat terhadap kadar glukosa darah puasa pasien
72,5%, dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain selain variabel bebas yang
diteliti.
27
- Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor
demografi pasien (usia, jenis kelamin, pendidikan dan lama menderita DM)
terhadap pengetahuan, sikap dan kadar glukosa darah puasa pasien diabetes
Saran
yang optimal.
- Melakukan konseling obat dengan bantuan peralatan audio visual agar pasien
Padang.
DAFTAR PUSTAKA
Aslam M., C.K. Tan, A. Prayitno. 2007. Farmasi Klinis : Menuju Pengobatan
Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo Gramedia.
Anonim. 2007. Pelayanan Konseling Akan Meningkatkan Kepatuhan Pasien
Pada Terapi Obat, diakses Januari 2011 dari http://indonesiasehat.
blogspot.com/2007/06/pelayanan-konseling-akanmeningkatkan9866.html
Asti, Tri. 2006. Kepatuhan Pasien : Faktor Penting dalam Keberhasilan Terapi.
Info POM, Vol. 7, No. 5, diakses Januari 2011 dari http://
perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/0506.
pdf
Basuki, Endang. 2009. Konseling Medik : Kunci Menuju Kepatuhan Pasien.
Majalah Kedokteran Indonesia, Vol 59 Nomor 2 Februari 2009.
Darusman. 2009. Perbedaan Perilaku Pasien Diabetes Mellitus Pria dan Wanita
dalam Mematuhi Pelaksanaan Diet. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol.
25, No. 1 Maret 2009, hal 31-33.
28