Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN 7 DIAGNOSA GANGGUAN JIWA

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa
yang diampu oleh bapak Masdum Ibrahim,S.Kep.,Ners.,M.Kep

oleh:

Sandra Ramadhanti Nurrandi


043315161059

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT
BANDUNG
2019
Laporan Pendahuluan

1. Waham
A. Definisi
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal.
(Stuart dan Sunden, 1998).
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien (Aziz R, 2003).
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara
kuat/ terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat,
2011

B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks
limbic
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
d. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu

2
C. Jenis Jenis Waham
Jenis-jenis waham dapat dibagi sebagai berikut ini :
1. Waham Kebesaran
Yaitu menyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus,
diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contohnya “Saya ini
adalah salah satu keturunan dari ratu Elizabeth di Inggris lho. “ atau.”saya
pernah menjabat sebagai presiden Amerika Serikat sebelum Barak Obama”
2. Waham curiga
Yaitu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/mencederai dirinya, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai
kenyataan. Contohnya “Saya tau anda ingin membunuh saya karena iri
dengan keberhasilan saya.”
3. Waham agama
Yaitu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contohnya “ Kalau
saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian serba putih setiap
hari.”
4. Waham somatik
Yaitu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang
penyakit, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contohnya
“ Saya terkena penyakit Kanker.” Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata
tidak ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien tetap mengatakan ia
terserang kanker.
5. Waham nihilistik
Yaitu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal,
diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh “ Ini kan
alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh.”
6. Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
7. Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang
dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang
tersebut

3
8. Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya.

D. Rentang respon

E. Intervensi
- Strategi pelaksanaan Pasien
SP 1
a. Identifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi
b. Bicarakan konteks realita
c. Latih pasien untuk memenuhi kebutuhannya
d. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 2
a. Evaluasi kegiatan yang sebelumnya (SP 1)
b. Identifikasi potensi/kemampuan yang dimiliki
c. Pilih dan latih potensi/kemampuan yang dimiliki
d. Masukan kedalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
a. Evaluasi kegiatan yang sebelumnya (SP 1 & 2 )
b. Pilih kemampuan lain yang dapat dilakukan
c. Pilih dan latih potensi kemampuan lain yang dimiliki]
d. Masukan kedalam jadwal kegiatan pasien
- Strategi pelaksanaan keluarga
SP 1
a. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien
b. Jelaskan proses terjadinya waham

4
c. Jelaskan tentang cara merawat pasien waham
d. Latih (simulasi) cara merawat
e. RTL keluarga/ jadwal merawat pasien
SP 2
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
b. Latih keluarga cara merawat (langsung ke pasien)
c. RTL keluarga
SP 3
a. Evaluasi kemampuan keluarga
b. Evaluasi kemampuan pasien
c. RTL keluarga : - Follow Up , Rujukan

5
2. Harga Diri Rendah
A. Definisi
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999)
Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain.
Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku
orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat
harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang
memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu
beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu
yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan
menganggap sebagai ancaman. (Keliat, 2011).

B. Etiologi
Faktor Predisposisi dan Prespitasi
A. Faktor Predisposisi
1. Yang mempengaruhi harga diri : penolakan orang, harapan orang tua yang
tidak relistis, kegagalan berulang
2. Yang mempengaruhi perfoma peran : sterotip peran gender, tuntutan
peran kerja dan harapan peran budaya
3. Faktor Biologis
Biasanya karena ada kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja
hormone secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter di otak contoh kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan harga diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih
dikuasai oleh pikiran-pikiran negative dan tidak berdaya.
4. Faktor psikologis
Harga diri rendah kronis sangat berhubungan dengan pola asuh dan
kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi. Hal-hal yang dapat
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis meliputi
orang tua yang penolakan orang, harapan orang tua yang tidak realistis,

6
orang tua yang tidak percaya terhadap anaknya, tekanan teman sebaya,
peran yang tidak sesuai dengan jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan.
5. Faktor social
Social status ekonomi sangat mempengaruhi proses terjadinya harga diri
rendah kronis, antara lain kemiskinan, tempat tinggal didaerah kumuh dan
rawan, kultur social yang berubah missal ukuran keberhasilan individu.
6. Faktor kultural
Tuntutan peran meningkatkan kejadian harga diri rendah kronis antara
lain, wanita sudah harus menikah jika umur mencapai dua puluhan,
perubahan kultur kearah vgaya hidup individualisme.
B. Faktor Presipitasi
1. trauma : missal penganiayaan seksual dan psikologis dan menyaksikan
yang mengancam kehidupan
2. ketegangan peran : hubungan dengan peran atau posisi yang dihrapkan dan
individu mengalaminya sebagai frustasi :
Ada 3 transisi peran yaitu, transisi perkembangan seperti perubahan
normative yang berkaitan dengan pertumbuhan. Transisi peran situasi, terjadi
dengan bertambahnya atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran
dan kematian. Transisi peran sehat sakit, terjadi akibat pergeseran dari keadaan
sehat ke keadaan sakit. (Yusuf, et. al., 2015)
1. Transisi peran perkembangan
perubahan norma dengan nilai yang tidak sesuai dengan harga diri
2. Transisi peran situasi
Bertambah/berkurangnya orang penting dalam kehidupan individu
3. Transisi peran sehat-sakit
Kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, fungsi, penampilan, prosedur
pengobatan dan perawatan.

7
C. Jenis Jenis Harga Diri Rendah
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja dll. Pada klien
yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang kurang
diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak
sopan (pemasangan kateter, pemeriksaan perianal, dll), harapan akan struktur,
bentuk dan ffungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit,
perlakuan petugas yang tidak menghargai.
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama.

D. Rentang Respon

Keterangan :
1. Aktualisasi diri
Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
2. Konsep diri
Apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri.
3. Harga diri rendah
Transisi antara respon konsep diri adaptif dan konsep diri maladaptive
4. Karacunan identitas
Kegagalan aspek individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas masa
kanak-kanak kedalam kematangan aspek psikososial, kepribadian
pada masa dewasa yang harmonis.

8
5. Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat
membedakan diri dengan orang lain (Keliat, 1998).

E. Intervensi
- Strategi pelaksanaan pasien
SP.1
a. Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki.
 Diskusikan bahwa pasien masih memiliki sejumlah kemampuan dan
aspek positif seperti kegiatan pasien di rumah adanya keluarga dan
lingkungan terdekat pasien
 Beri pujian yang realistis dan hindarkan setiap kali bertemu dengan
pasien penilaian yang negative
b. Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini
 Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih digunakan saat
ini
 Bantu pasien menyebutkannya dan memberI penguatan terhadap
kamempuan diri yang diungkapkan pasien
 Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif

c. Pilih kemampuan yang akan dilatih


 Diskusikan dengan pasien beberapa aktifitas yang dapat dilakukan
dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari
 Bantu pasien menetapkan aktifitas mana yang dapat pasien lakukan
secara mandiri
 Aktifitas yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga
 Aktifitas apa saja yang perlu bantuan penuh dari keluarga atau
lingkungan terdekat pasien
 Beri contoh cara pelaksanaan aktifitas yang dapat dilakukan pasien
 Susun bersama pasien aktifitas atau kegiatan sehari-hari pasien

9
d. Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih
 Diskusikan dengan pasien untuk menetapkan urutan kegiatan (yang
sudah dipilih pasien) yang akan dilatihkan
 Bersama pasien dan keluarga memperagakan beberapa kegiatan yang
akan dilakukan pasien
 Beri dukungan dan pujian yang nyata sesuai kemajuan yang
diperlihatkan pasien
e. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
 Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan
 Beri pujian atas aktifitas/ kegiatan yang dapat dilakukan pasien
setiap hari
 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi dan perubahan setiap
 Susun daftar aktifitas yang sudah di latihkan bersama pasien dan
keluarga
 Berikan kesempatan mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan
 Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktifitas yang
dilakukan pasien
SP 2
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
b. Memilih kemampuan lain yang dapat dilakukan
c. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien

- Strategi pelaksanaan keluarga


SP.1
a. Identifikasi masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
b. Jelaskan proses terjadinya HDR
c. Jelaskan tentang cara merawat pasien
d. Main peran dalam merawat pasien HDR
e. Susun RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien

10
SP.2
a. Evaluasi kemampuan SP1
b. Latih keluarga langsung ke pasien
c. Menyusun RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP.3
a. Evaluasi kemampuan keluarga
b. Evaluasi kemampuan pasien
c. RTL keluarga
d. Follow Up
e. Rujukan

11
3. Halusinasi
A. Definisi
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra
sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin
organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1998).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001). Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi.
B. Etiologi
Etiologi, Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Faktor predisposisi
1). Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien
dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi
korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2). Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.

12
3). Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan
masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat,
2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
C. Jenis jenis halusinasi
Menurut  Stuart (2007), jenis halusinasi antara lain :
1) Halusinasi pendengaran (auditorik)
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.

13
2) Halusinasi penglihatan (Visual)
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas
dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3) Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4) Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.
5) Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6) Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7) Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak

D. Rentang respon halusinasi


Adaptif                                                                                  Maladaptif

 Pikiran logis                     Distorsi pikiran                    Gangguanpikir/delusi

Persepsi kuat                    Ilusi                                       Halusinasi

Emosi konsistendengan   Reaksi emosi berlebihan       Sulit berespon

Pengalaman                      atau kurang                          Perilaku disorganisasi

Perilaku sesuai                 Perilaku aneh/tidak biasa        Isolasi sosial

Berhubungan sosial          Menarik diri

14
E. Intervensi

- Strategi pelaksanaan pasien

SP 1
a. Bantu pasien mengenal halusinasi
• Isi
• Waktu terjadi
• Frekuensi
• Situasi pencetus
• Perasaan saat terjadi halusinasi
b. Latih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
• Jelaskan cara menghardik
• Peragakan cara menghardik
• Minta pasien memperagakan ulang
• Pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku pasien
• Masukan dalam jadwal kegiatan lain
SP 2
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp1)
b. Latih berbicara/bercakap dengan orang lain saat halusinasi muncul
c. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
a. Evaluasi kegiatan (Sp1 & Sp2)
b. Latih kegiatan agar halusinasi tidak muncul
SP 4
a. Evaluasi kegiatan (Sp1, Sp2, Sp3)
b. Tanyakan program pengobatan
c. Jelaskan pentingnya penggunaan obat
d. Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program
e. Jelaskan akibat bila putus obat
f. Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
g. Jelaskan pengobatan 5B
h. Latih pasien minum obat
i. Masukan dalam jadwal harian pasien

15
- Strategi pelaksanaan keluarga
SP 1
a. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien
b. Jelaskan tentang halusinasi
• Pengertian
• Jenis halusinasi yang dialami pasien
• Tanda dan gejala halusinasi
• Cara merawat pasien halusinasi (cara berkomunikasi, pemberian obat, dan
aktivitas)
c. Sumber – sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau
d. Bermain peran cara merawat
e. Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal keluarga untuk merawat pasien

SP 2
a. Evaluasi kemampuan keluarga (SP1)
b. Latih keluarga merawat pasien
c. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 3
a. Evaluasi kemampuan keluarga (SP1 & SP2)
b. Latih keluarga merawat pasien
c. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 4
a. Evaluasi kemampuan keluarga
b. Evaluasi kemampuan pasien
c. RTL keluarga : - follow up, rujukan

16
4. Defisit Perawatan Diri
A. Definisi
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam : kebersihan
diri, makan, berpakaian, berhias diri, makan sendiri, buang air besar atau
kecil sendiri (toileting) (Keliat B. A, dkk, 2011).
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas
perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias,
makan, dan BAB atau BAK (toileting) (Fitria, 2009).
B. Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009)
adalah sebagai berikut :
1) Mandi/Hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan
badan,memperoleh atau mendapatkan sumber air,mengatur suhu atau aliran
air mandi,mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta
masuk dan keluar kamar mandi
2) Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian ,menanggalkan pakaian,serta memperoleh atau menukar
pakaian.Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian
dalam,memilih pakaian,mengambil pakaian dan mengenakan sepatu
3) Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan
makanan,mempersiapkan makanan,melengkapi makanan,mencerna
makanan menurut cara yang diterima masyarakat,serta mencerna cukup
makanan dengan aman
4) Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil,duduk atau bangkit dari jamban,memanipulasi
pakaian untuk toileting,membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan
tepat,dan menyiram toilet atau kamar kecil.

17
C. Jenis jenis deifisit perawatan diri
Menurut Nanda (2012),jenis perawatan diri terdiri dari :
1. Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
2. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri
3. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
makan secara mandiri
4. Defisit perawatan diri : eliminasi / toileting
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri.
D. Rentang respon
Adaptif Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan tidak melakukan perawatan


seimbang diri tidak seimbang diri

Gambar 1. Rentang Respon Defisit Perawatan Diri


Keterangan :
1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan
mampu untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang
dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan
stresor kadang kadang klien tidak memperhatikan perawatan
dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak
peduli dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.

18
E.Intervensi
- Strategi pelaksanaan pasien
SP 1
a. Identifikasi : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
b. Jelaskan pentingnya kebersihan diri
c. Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
d. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 2
a. Evaluasi (SP1)
b. Jelaskan pentingnya berdandan
c. Latih cara berdandan
 Untuk laki – laki
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Bercukur
 Untuk perempuan
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Berhias
d. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
a. Evaluasi kegiatan (SP1 & SP2)
b. Jelaskan cara dan alat makan yang benar
 Jelaskan cara mempersiapkan makan
 Jelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
 Praktek makan sesuai tahap makan yang baik
c. Latih kegiatan makan
d. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 4
a. Evaluasi kemampuan pasien (SP1,2&3)
b. Latih cara BAK/BAB yang baik
 Menjelaskan tempat BAK/BAB yang sesuai

19
 Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAK/BAB

5. Isolasi Sosial

20
A. Definisi
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend,
1998 ). Atau suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya,
pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006 ).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009). 
B. Tanda dan gejala
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
C. Intervensi
- Strategi pelaksanaan pasien
SP 1
a. Identifikasi penyebab
 Siapa yang satu rumah dengan pasien?
 Siapa yang dekat dengan pasien? Apa sebabnya?
 Siapa yang tidak dekat dengan pasien? Apa sebabnya?

21
b. Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
 Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan
orang lain
 Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain
 Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan
bergaul akrab dengan mereka
 Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain
 Jelaskan pengaruh isolasi social terhadap kesehatan fisik pasien
c. Latih berkenalan
 Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain
 Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain
 Beri kesempatan pasien mempraktekan cara berinteraksi dengan orang
lain yang dilakukan di hadapan perawat
 Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu teman/ anggota
keluarga
 Bila pasien sudah menunjukan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi
dengan 2, 3, 4 orang dan seterusnya
 Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh
pasien
 Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi
dengan orang lain, mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan
atau kegagalannya, beri dorongan terus menerus agar pasien tetap
semangat meningkatkan interaksinya
d. Masukan jadwal kegiatan pasien
SP 2
a. Evaluasi (SP1)
b. Latih berhubungan social secara bertahap
c. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien

SP 3

22
a. Evaluasi (SP1 & 2)
b. Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih
c. Masukan jadwal kegiatan pasien

6. Perilaku Kekerasan

23
A. Definisi
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai
marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan
masih terkontrol (Yosep, 2007). Resiko mencederai diri yaitu suatu kegiatan
yang dapat menimbulkan kematian baik secara langsung maupun tidak langsung
yang sebenarnya dapat dicegah (Depkes, 2007).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Jenny, Purba, Mahnum, & Daulay, 2008).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007).
B. Tanda dan gejala
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku
kekerasanterdiri dari :
1. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar, ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel,tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual

24
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual
C. Intervensi
- Strategi pelaksanaan pasien
SP 1
a. Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat perilaku kekerasan
b. Latih cara fisik 1
c. Tarik napas dalam
d. Masukan dalam jadwal harian pasien
SP 2
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP.1)
b. Latik cara fisik 2
c. Pukul kasur/ bantal
d. Masukan dalam jadwal harian pasien
SP 3
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP.1 & 2)
b. Latih secara social/ verbal
c. Menolak dengan baik
d. Meminta dengan baik
e. Mengungkapkan dengan baik
f. Masukan dalam jadwal harian pasien
SP 4
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP.1, 2 & 3)
b. Latih secara spiritual : - Berdoa - Sholat
c. Masukan dalam jadwal harian pasien

SP 5

25
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP.1, 2, 3 & 4)
b. Latih patuh obat
 Minum obat secara teratur dengan prinsip 5B
 Susun jadwal minum obat secara teratur
c. Masukan dalam jadwal harian pasien

7. Resiko Bunuh Diri

26
A. Definisi
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.  (Budi Anna Kelihat,
2000).
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku “Keperawatan Jiwa”
dinyatakan sebagai suatu aktivitas yang jika tidak dicegah, dimana aktivitas ini
dapat mengarah pada kematian (2007). 
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri
disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal
dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah.
Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk
beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat
terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan
yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2006)
B. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala menurut Fitria (2009):
 Mempunyai ide untuk bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Impulsif
 Menunjukan perilaku yang mencurigakan
 Mendekati orang lain dengan ancaman
 Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
 Latar belakang keluarga

C. Rentang respon

27
Respon Adaptif Respon Mal-
adaptif

Self Growth Indirect Self Self Suicide


Enchancement Promoting Destructive Injury
Risk Taking Behavior

D. Jenis – jenis Resiko Bunuh diri


Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
 Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa
seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin
bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan
berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non
verbal.
 Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
dicegah.
 Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri
akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
 Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri.

 Bunuh diri altruistik

28
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
 Bunuh diri egoisti
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor
dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
E. Intervensi
- Strategi pelaksanaan pasien
SP 1
a. Identifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
b. Amankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
c. Lakukan kontrak treatment
d. Ajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
e. Latih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
SP 2
a. Identifikasi aspek positif pasien
b. Dorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri
c. Dorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga
SP 3
a. Identifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
b. Nilai pola koping yang biasa dilakukan
c. Identifikasi pola koping yang konstruktif
d. Dorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
e. Anjurkan pasien menerapkan pola koping yang konstruktif dalam
kegiatan harian
SP 4
a. Buat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
b. Identifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis
c. Beri dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis

29
30

Anda mungkin juga menyukai