Bakteriologi PDF
Bakteriologi PDF
Diterbitkan Oleh
R.A.De.Rozarie
(Anggota Ikatan Penerbit Indonesia)
Jl. Ikan Lumba-Lumba Nomor 40 Surabaya, 60177
Jawa Timur – Negara Kesatuan Republik Indonesia
www.derozarie.co.id – 081333330187/0819671079
Bakteriologi
© Juni 2016
Sebagian atau seluruh isi buku ini dilarang digunakan atau direproduksi dengan tujuan
komersial dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari R.A.De.Rozarie kecuali dalam
hal penukilan untuk keperluan artikel atau karangan ilmiah dengan menyebutkan judul
dan penerbit buku ini secara lengkap sebagai sumber referensi.
Terima kasih
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dimana telah menganugerahkan
rahmat-Nya sehingga buku berjudul ‖Bakteriologi‖ ini dapat terselesaikan. Saya perlu
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam proses
pembuatan buku ini, teman-teman dosen FKIP UNMUL dan berbagai pihak yang
tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Buku Bakteriologi ini disusun untuk memudahkan Mahasiswa Pendidikan
Biologi dalam mempelajari dunia bakteri, namun buku ini tidak hanya terbatas untuk
Mahasiswa Pendidikan Biologi saja, namun oleh Mahasiswa diberbagai jurusan yang
perlu untuk mempelajari Bakteriologi dan bahkan juga dapat digunakan oleh kalangan
umum yang ingin membuka wawasan mengenai dunia bakteri. Buku ini terdiri dari 2
bagian, yang mana pada bagian pertama dibahas mengenai konsep-konsep dasar
dalam bakteriologi yang terdiri dari 8 bab dan pada bagian yang kedua dibahas
mengenai patogenisitas bakteri yang terdiri dari 2 bab.
Dewasa ini ilmu pengetahuan telah banyak berkembang, sehingga materi
dalam ilmu Biologi sangatlah luas, tentunya untuk dapat mengupas suatu materi ilmu
secara tuntas perlu mengkerucutkan ilmu yang luas tersebut menjadi potongan-
potongan yang lebih kecil sehingga dapat memfokuskan pada materi yang ingin digali
secara mendalam. Bakteriologi adalah cabang ilmu dalam Biologi yang lahir dari
cabang ilmu lainnya, yaitu mikrobiologi.
Materi-materi yang ada dalam mikrobiologi tampaknya terlalu luas sehingga
perlu membaginya ke dalam cabang-cabang ilmu yang lebih fokus. Untuk kemudian
cabang-cabang yang telah hadir tadi disatukan sebagai potongan-potongan puzzle yang
akan memudahkan manusia dalam upayanya memahami alam dan kehidupan.
Mikrobiologi dan bakteriologi mengajarkan kita bahwa ternyata ‖tak terlihat‖ bukan
berarti taka ada, bahkan yang ‖tak terlihat‖ itu populasinya sangat besar karena
kemampuannya perkembangbiakannya yang luar biasa. Bakteri yang begitu kecil dan
tak terlihat tanpa alat bantu itu ternyata sangat berpengaruh bagi kehidupan di bumi
ini, sebagian dari mereka terlibat dalam siklus energi dan dalam upaya bioteknologi,
namun sebagian lain terlibat dalam berbagai penyebaran penyakit mematikan.
Dari bakteri kita belajar bahwa tidak ada yang benar-benar memberikan
dampak positif secara keseluruhan, namun juga tidak ada yang memberikan dampak
negatif secara keseluruhan. Kita tampaknya perlu berterima kasih pada ilmuan-ilmuan
terdahulu yang mampu menyibak ‖dunia‖ yang sempat terabaikan ini dengan terus
menerus membuka wawasan melalui penelitian-penelitian ilmiah yang membuat kita
semakin memahami dunia bakteri.
i
Pada akhirnya, seperti telah dikatakan bahwa tak ada sesuatu yang sempurna
secara keseluruhan, namun kita dapat mengupayakan untuk menuju arah
kesempurnaan itu. Dalam hal ini upaya menuju kesempurnaan yang penulis ingin
lakukan adalah membuka diri untuk senantiasa menerima kritik dan dan saran dari
pembaca sekalian agar kedepannya dapat menghasilkan tulisan yang lebih berkualitas.
Penulis
ii
SENARAI ISI
Prakata i
Senarai Isi iii
BAB 1 Ruang Lingkup Bakteriologi 1
BAB 2 Mengenal Lebih Dalam Organisme Prokariotik 29
BAB 3 Nutrisi Dan Pertumbuhan Bakteri 58
BAB 4 Pengendalian Pertumbuhan Mikrobial 77
BAB 5 Pengukuran Pertumbuhan Bakteri 113
BAB 6 Diversitas Bakteri 123
BAB 7 Mengulas Bakteriofag Dari Berbagai Sisi 143
BAB 8 Aktivitas Mikrobial Bagi Manusia 152
BAB 9 Patogenisitas Bakteri 165
BAB 10 Patogenisitas Bakteri Pada Tumbuhan 191
Glosarium 205
Indeks 207
Sumber Pustaka 209
iii
BAB 1
Ruang Lingkup Bakteriologi
MEMAHAMI KONSEP ORGANISME PROKARIOTIK
Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak memiliki membran
nuklir, aktif secara metabolik dan dapat menambah jumlahnya dengan pembelahan
biner. Sepintas, bakteri tampak seperti bentuk kehidupan yang sederhana, namun
mereka adalah mahkluk yang juga memiliki kompleksitas dan mudah beradapatasi.
Banyak bakteri berkembang biak pada tingkat yang cepat, dan spesies yang berbeda
dapat memanfaatkan berbagai variasi substrat hidrokarbon, termasuk fenol, karet, dan
minyak bumi. Organisme ini ada banyak baik dalam bentuk parasit maupun hidup
bebas. Bakteri memiliki kapasitas yang luar biasa untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang berubah dengan pemilihan mutan spontan.
Pada tahun 1980-an, dengan adanya teknik molekuler yang diterapkan pada
pohon kehidupan, kelompok lain prokariotik didefinisikan sebagai ―Archaebacteria‖.
Sejak itu kelompok prokariotik telah berganti nama menjadi Archaea dan telah
mendapat status domain biologi yang sama dengan Eucarya. Ilmu saat bakteriologi
meliputi studi kedua domain sel prokariot, tetapi nama ―bakteriologi‖ tidak mungkin
berubah untuk mencerminkan masuknya archaea dalam disiplin ilmu ini. Sebenarnya,
banyak Archaea telah dipelajari secara intensif, kecuali dengan gagasan bahwa mereka
bakteri.
Gambar 1.
Cyanobacterium anabaena. American Society for Microbiology. Dua (tidak jarang) pengecualian bagi
prokariotik adalah uniseluler dan tidak berdiferensiasi, hal ini terlihat dalam Anabaena: 1. Organisme
hidup sebagai filamen multiseluler atau rantai sel. Prokariotik dianggap ―organisme uniseluler‖ karena
semua sel dalam filamen atau koloni adalah dari jenis yang sama, dan setiap satu sel individu dapat
menimbulkan suatu filamen yang tepat atau koloni; 2. fotosintesis dominan (kuning cerah-hijau) sel yang
berdiferensiasi menjadi jenis sel lain: sangat jelas bahwa sel ―kosong‖ kadang-kadang terlihat di sepanjang
filamen adalah sel-sel berdiferensiasi dimana terjadi fiksasi nitrogen, tetapi fotosintesis tidak berlangsung.
(Sumber: faculty.ccbcmd.edu).
2
Gambar 2.
Yellow Stone, National Park, Amerika Serikat. Kondisi kehidupan di lingkungan ini mirip dengan Bumi
selama 2 milyar tahun yang lalu. Dalam jenis sumber air panas, oranye, warna kuning dan coklat adalah
karena bakteri fotosintetik berpigmen yang membentuk tikar mikroba. Tikar secara harfiah penuh dengan
bakteri. Beberapa bakteri ini seperti Synechococcus melakukan fotosintesis oksigenik, sementara yang lain
seperti Chloroflexus melakukan fotosintesis anoxygenic. Bakteri non-fotosintetik lainnya, seperti bakteri
termofilir dan acidofilik merupakan penghuni lingkungan ini. (Sumber: kosherhotels.co).
3
dasar untuk taksonomi, begitu pula Stanier dan Nielketika mereka merevitalisasi
dikotomi pada tahun 1962 tidak memeberikan rincian mengenai istilah prokariota dan
eukariota. Sikap Stanier dan Niel yang mengesampingkan tentang taksonomi , dari
dikotomi pada istilah prokariot-eukariot pada tahun 1960 telahberdampak besar. Ahli
biologi segera ditugaskan untuk mengalihakan prokariota dan eukariota sebagai
superkingdom. Perbedaan organisasi antara prokariota dan eukariot dibuat tegas
namun, karena mereka dan lainnya diakui, prokariota itu masih didefinisikan dalam
istilah negatif. Pernyataan bahwa ―Stanier dan Niel‖ mendasari dikenalinya dua
kerajaan, prokariota dan eukariota. Seperti ditekankan dalam berbagai kesempatan
pada berbagai seminar-seminar keilmuan.
Teori sel menyatakan bahwa semua organisme hidup terdiri dari sel-sel sebagai
unit struktural dan fungsional. Beberapa organisme terdiri dari hanya satu sel
dandisebut organisme uniseluler. Sementara yang lain terdiri dari banyak sel dan
disebut organisme multiselular.Ketika mempelajari tingkat sel, maka dapat terjadi
pengklasifikasian sesuai dengan kompleksitas sel yang terlibat. Organisme yang
menunjukkan bentuk simple dari kompleksitas dan tidak memiliki selaput atau
membran inti disebut prokariota. Termsauk dalam organisme ini misalnya. bakteri
Escherichia coli, ganggang biru-hijau dan Mycoplasma, dimana ketiganya tidak
memiliki membrane inti. Organisme dengan inti diskrit dalam sel mereka disebut
eukariota misalnya amoeba dan chlamydomonas. Penyimpangan dalam teori sel ada
pada virus. Virus adalah partikel biologi yang terdiri dari mantel protein luar (kapsid)
yang membungkus bahan genetik (DNA atau RNA). Virus sendiri tidak memiliki
kemampuan metabolisme hingga mendapatkan host yang cocok, dengan mengambil
alih hostproses metabolisme dapat berjalan untuk menghasilkan jenisnya sendiri.
Struktur seperti ini dijelaskan sebagai acellular misalnya saja Tobacco Mosaic Virus
(TMV).
Berdasarkan ada atau tidaknya selaput inti, maka sel dibedakan menjadi dua
tipe dasar, yaitu sel prokariotik dan eukariotik. Berdasarkan analisis yang dilakukan
pada r RNA (RNA ribososm), Pohon Kehidupan kontemporer menimbulkan tiga
―Domain‖ seluler: Archaea, Bakteri, dan Eucarya.
Bakteri itu tetap tidak terdefinisi ketika, pada tahun 1962, Roger Y. Stanier dan
CB van Niel menerbitkan makalah terkenal mereka ―Konsep Bakteri‖. Artikulasi
dikotomi prokariot-eukariot adalah momen penting dalam cerita sejarah biologinya.
Artikel ini memberikan gambaran singkat dari konteks. Konsep prokariota telah
berhasil diluncurkan pada tahun 1960. Dua konsep awalnya dibedakan dalam
prokariota dan eukariota sebagai dikotomi pada waktu itu. Salah satunya adalah
organisasi dan disebut struktur sel komparatif yang lain adalah filogenetik dan disebut
klasifikasi ―alami‖. Awalnya, penelitian lebih diarahkan pada bagaimana dua konsep
menjadi takterpisahkan, bagaimana prokariota datang untuk menandakan kelompok
monofiletik yang mendahului eukariota dan bagaimana pandangan ini tetap
dipertanyakan selama 15 tahun, sampai kelahiran biologi molekuler dan koheren
dengan metode evolusi untuk bakteri berdasarkan filogenetik rRNA. Dewasa ini,
sementara filogenetik mikroba masih diperdebatkan, umumnya disepakati bahwa
4
prokariota adalah grup polifiletik, tidak ada kesepakatan tentang apakah istilah ini
harus dipertahankan dalam arti organisasi.
Gambar 3.
Pohon Kehidupan Universal yang berasal dari analisis r RNA. Perhatikan tiga domain utama dari
organisme hidup: Archaea, Bakteri dan Eucarya. "Jarak evolusi" antara dua organisme sebanding dengan
jarak terukur antara akhir cabang untuk node pada akhir cabang komparatif. Misalnya, di Eucarya,
manusia (Homo) lebih erat terkait dengan jagung (Zea) daripada jamur lendir (Dictyostelium) atau
Bakteri, E. coli lebih erat terkait dengan Agrobacterium daripada Thermus. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
5
UKURAN DAN DISTRIBUSI DARI BAKTERI ARKAEA
Kebanyakan sel prokariotik sangat kecil dibandingkan dengan sel eukariotik.
Sebuah sel bakteri yang khas memiliki diameter sekitar 1 mikrometer, sementara
sebagian besar sel-sel eukariotik memiliki diameter antara 10 hingga 100 mikrometer.
Sel-sel eukariotik memiliki volume yang jauh lebih besar dari sel prokariot.Sebuah sel
prokariotik khas adalah tentang ukuran dari mitokondria. Prokariot adalah sel
berukuran kecil yang mustahil dilihat tanpa bantuan mikroskop, keberadaannya
sering kali terabaikan, padahal makhluk ini memiliki jumlah paling berlimpah di
planet bumi, baik dari segi biomassa maupun jumlah total spesies. Misal, pada
lingkungan perairan, terutama laut, bakteri mempunyai fungsi utama sebagai
dekomposer senyawa organik. Secara alami bakteri mampu menguraikan semua
komponen organik apabila kondisi lingkungannya mendukung. Kemampuan
bakterimenguraikan senyawa organik ini menyebabkan fitoplankton mampu
berkembang di lautan yang konsentrasi nitrogendan fosfat anorganiknya sangat
rendah. Samudera Hindia menunjukkan bahwa populasi maksimum bakteri terjadi
pada lapisan yang konsentrasi klorofil-a jugamaksimum. Populasi maksimum dan
minimum bakteri pada umumnya terjadi pada lapisan di bawah permukaan. Ia
menyimpulkan bahwa salah satu faktor penting yang melibatkan ukuran populasi
bakteri adalahkeberadaannya fitoplankton. Rheinheimer menyatakan bahwa
konsentrasi maksimum bakteri ada kaitannya denganjumlah fitoplankton yang
melimpah. Sedangkan Rheinheimer juga menyatakan bahwa populasi maksimum
bakteri terjadi pada saat jumlah fitoplankton melimpah atau pada tenggang waktu
beberapa minggu saat terjadinya fitoplankton melimpah. Rheinheimer dalam
penelitiannya di Laut Baltik, mendapatkan populasi bakteri yang tinggi diperoleh
pada saat fitoplankton melimpah. Ia menyimpulkan bahwa tingginya jumlah bakteri
tersebutdisebabkan oleh tersedianya substansi organik yang diberikan fitoplankton.
Bahkan di lokasi melimpahnya fitoplanktonyang disebabkan oleh karena eutrofikasi
yaitu di derah Kiel Fjord tampak jelas terjadinya pertambahan biomas bakteri.
Ichikawa, berdasarkan penelitiannya di Lautan Hindia dan Laut China Selatan
menyatakan bahwa populasi bakteriyang tinggi terkait dengan tingginya konsentrasi
klorofil, sehingga ia berpendapat bahwa salah satu faktor yang ikut mengontrol
populasi bakteri dalam suatu perairan laut adalah fitoplankton.
Prokariot ditemukan di semua habitat di mana eukariot hidup, tetapi, juga, di
banyak lingkungan alam dianggap terlalu ekstrim atau tidak ramah untuk sel
eukariotik. Dengan demikian, batas luar dari kehidupan di Bumi (terpanas, terdingin,
terkering, dll) biasanya ditentukan oleh keberadaan prokariot. Dimana terdapat
kemungkinan bahwa sel prokariotik dan eukariotik mungkin saja menjalani hubungan
mutualistic untuk dapat bertahan dan berkembang. Organel dari eukariotik
(mitokondria dan kloroplas) dianggap sebagai sisa-sisa bakteri yang menyerang, atau
ditangkap oleh, sel eukariotik primitif di masa lalu yang kemudian berevolusi.
Berbagai jenis sel eukariotik yang ada saat ini dihuni oleh sel prokariotik
endosimbiotik.
Dari sudut pandang metabolisme, prokariot menunjukkan metabolisme yang
sangat beragam, terkadang prokariot memperlihatkan metabolisme yang tidak pernah
6
ditemukan sama sekali dalam sel eukariotik. Sebagai contoh, proses biologi fiksasi
nitrogen (konversi gas nitrogen atmosfer menjadi amonia) dan metanogenesis
(produksi metana) adalah metabolik-unik untuk organisme prokariotik dan memiliki
dampak yang sangat besar pada siklus nitrogen dan karbon di alam. Mekanisme unik
untuk produksi energi dan fotosintesis juga terlihat pada Archaea dan Bakteri.
Kehidupan tumbuhan dan hewan tergantung pada aktivitas sel bakteri. Bakteri
dan archaea masuk ke dalam berbagai jenis hubungan simbiosis dengan tanaman dan
hewan yang biasanya menguntungkan kedua organisme, meskipun beberapa bakteri
adalah agen penyakit.
Kegiatan metabolisme sel prokariotik pada tanah memiliki dampak yang besar
terhadap kesuburan tanah yang dapat mempengaruhi praktek pertanian dan hasil
panen.Dalam lingkungan global, sel prokariotik benar-benar penting untuk
mendorong siklus unsur yang membentuk sistem kehidupan, yaitu, karbon, oksigen,
nitrogen dan siklus sulfur.Asal-usul kloroplas sel tumbuhan dan jenis tumbuhan
(oksigenik) fotosintesis ditemukan pada sel prokariotik. Sebagian besar oksigen di
atmosfer bumi mungkin telah diproduksi oleh sel-sel bakteri yang hidup bebas dan
mungkin juga pada produksi sejumlah besar CO2.
Bakteri atau produk bakteri (termasuk gen mereka) dapat digunakan untuk
meningkatkan hasil panen atau ketahanan tanaman terhadap penyakit, atau untuk
menyembuhkan atau mencegah penyakit tanaman. Produk bakteri termasuk antibiotik
untuk melawan penyakit menular, serta komponen untuk vaksin yang digunakan
untuk mencegah penyakit menular. Karena kesederhanaan mereka dan pemahaman
relatif terhadap proses biologis mereka, bakteri merupakan model laboratorium
nyaman untuk studi tentang biologi molekuler, genetika, dan fisiologi dari semua jenis
sel, termasuk sel tumbuhan dan hewan.
7
Gambar 4.
Skema gambar dari bakteri yang khas. (Sumber: textbook of bacteriology.net).
Struktur Permukaan
Sebuah flagela adalah benang yang muncul dari dinding sel dan berisi
protoplasma. Flagela merupakan struktur protein filamen melekat pada permukaan sel
yang menyediakan kolam gerakan untuk sel prokariot yang paling motil. Filamen
flagellar diputar oleh aparat motor di membran plasma yang memungkinkan sel untuk
berenang di lingkungan berair. Flagela bakteri yang didukung oleh kekuatan proton
motif (potensi kemiosmotik) didirikan pada membran bakteri, bukan dari hidrolisis
ATP. Sel prokariotik dikenal untuk menunjukkan berbagai jenis perilaku taktis yaitu,
kemampuan untuk bergerak (berenang) dalam menanggapi rangsangan lingkungan.
Sebagai contoh, selama kemotaksis bakteri dapat merasakan kualitas dan kuantitas
bahan kimia tertentu di lingkungan mereka dan berenang ke arah lingkungan tersebut
(jika pada lingkungan tersebut terdapat nutrisis yang berguna baginya) atau menjauhi
lingkungan tersebut (jika lingkungan tersebut mengandung nutrisi yang berbahaya
baginya).
8
Gambar 5.
Vibrio cholerae memiliki flagela polar tunggal untuk gerakan berenang. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
9
Gambar 6.
Fimbriae dari Neisseria gonorrhoeae memungkinkan bakteri untuk mematuhi jaringan. Elektron
mikrograf. (Sumber: www.sci-news.com).
Dinding Sel
Kebanyakan prokariot memiliki dinding sel yang kaku. Dinding sel adalah
struktur penting yang melindungi sel protoplas halus dari lisis osmotik. Dinding sel
tersusun dari peptidoglikan, lipid, dan protein. Dinding sel berfungsi sebagai
pelindung dan pemberi bentuk tubuh. Secara jelas, dinding sel bakteri terdiri dari
polimer disakarida cross-linked oleh rantai pendek asam amino (peptida). Molekul ini
adalah jenis peptidoglikan, yang disebut murein.Dalam bakteri Gram-positif (ketika
mengalami prosedur pewarnaan kristal ungu tetap dipertahankan) dinding sel adalah
lapisan tebal murein. Dalam bakteri Gram-negatif (sel yang tidak mempertahankan zat
warna kristal violet) dinding sel relatif tipis dan terdiri dari lapisan tipis murein
dikelilingi oleh struktur membran yang disebut membran luar.Murein adalah zat yang
unik di alam untuk dinding sel bakteri, juga, membran luar bakteri gram negatif selalu
mengandung komponen unik, lipopolisakarida (LPS atau endotoksin), yang
merupakan racun bagi hewan.Dinding sel Archaea dapat terdiri dari protein,
polisakarida, atau molekul peptidgolycan-seperti, tapi tidak pernah melakukan
mengandung murein. Fitur ini membedakan Bakteri dari Arkaea.
Meskipun prokariot kurang memiliki organel intraseluler untuk respirasi atau
fotosintesis, banyak spesies memiliki kemampuan fisiologis untuk melakukan proses
10
ini, biasanya sebagai fungsi dari membran plasma mereka.Misalnya, sistem transpor
elektron yang berpasangan dengan respirasi aerobik dan sintesis ATP ditemukan
dalam membran plasma. Chromophore yang terletak di membrane berfungsi untuk
menyerap energi cahaya matahari dan mengubahnya menjadi energi kimia. Oleh
karena itu, membran plasma adalah situs fosforilasi oksidatif dan fotofosforilasi pada
prokariot, analog dengan fungsi mitokondria dan kloroplas dalam sel eukariotik.
Membran plasma prokariot juga penghalang permeabilitas, dan berisi berbagai sistem
transportasi yang berbeda yang selektif memediasi bagian zat ke dalam dan keluar
dari sel.
Membran Bakteri secara struktural mirip dengan membran sel dari eucaryotes,
kecuali bahwa membran bakteri terdiri dari asam lemak jenuh atau tak jenuh tunggal
(asam lemak tak jenuh ganda jarang) dan biasanya tidak mengandung sterol.
Membran Archaea membentuk bilayers fosfolipid fungsional setara dengan membran
bakteri, tetapi pada Archaea merupakan lipid jenuh yang bercabang, mengulangi sub
unit isoprenoid dan menempel pada gliserol melalui penghubung berupa eter, yang
bertentangan dengan hubungan ester ditemukan di gliserida eukariotik dan membran
lipid bakteri. Struktur membran Archaea dianggap adaptasi untuk keberadaan mereka
di lingkungan yang ekstrim.
Kebanyakan bakteri mengandung semacam lapisan polisakarida pada bagian
luar dinding atau membran sel. Dalam pengertian umum, lapisan ini disebut kapsul
atau glikokaliks. Bakteri dan Archaea juga mungkin memiliki mantel protein
tambahan yang disebut lapisan S.Kapsul, lapisan lendir, Glikokaliks dan lapisan S
yang diketahui untuk menengahi lampiran sel bakteri ke permukaan tertentu.Kapsul
juga melindungi bakteri dari engulfment oleh protozoa predator atau sel darah putih
(fagosit) dan dari serangan oleh agen antimikroba dari tumbuhan atau hewan. Kapsul
pada bakteri yang hidup ditanah melindungi mereka dari efek kekeringan jangka
panjang.
11
lainnya sehingga sinyal ke genom sel yang akan menyebabkan respons biologis untuk
lingkungan yang berubah.
Gambar 7.
Streptococcus pyogenes. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Konstituen Sitoplasma
Konstituen sitoplasma bakteri selalu mencakup kromosom prokariot dan
ribosom. Kromosom biasanya satu molekul DNA melingkar besar dimana lebih atau
kurang bebas dalam sitoplasma, meskipun terkadang berhubungan dengan membran.
Procaryotes kadang-kadang memiliki potongan ekstrakromosomal kecil dari plasmid
yang disebut DNA. Konten DNA total dari sel disebut sebagai genom sel. Selama
pertumbuhan dan pembelahan sel, kromosom prokariot direplikasi pada mode semi-
konservatif sebelum didistribusi ke keturunan sel. Namun, proses meiosis dan mitosis
pada eukariotik tidak terjadi pada prokariotik. Replikasi dan pemisahan DNA pada
prokariotik dikoordinasikan oleh membran plasma. Penampilan granular yang
berbeda pada sitoplasma prokariotik adalah karena keberadaan dan distribusi
12
ribosom. Ribosom pada prokariotik lebih kecil dari ribosom yang ada pada sitoplasma
organisme eukariotik. Ribosom organisme prokariotik memiliki ukuran 70S, yang
memiliki sub unit berukuran 30S dan 50S. Pada organisme eukariotik ribosom
berukuran 80S yang terdiri dari sub unit berukuran 40S dan 60S. Ribosom terlibat
dalam proses penerjemahan (sintesis protein), namun proses ini memiliki detail yang
berbeda pada organisme eukariotik, bakteri maupun Archaea. Sintesis protein pada
bakteri menggunakan ribosom 70S dan terjadi di kloroplas dan pada eukariotik terjadi
di mitokondria dimana hal menjadi ini bukti bahwa organel ini adalah turunan dari
bakteri. Beberapa jenis inklusi granular sering terkandung dalam sitoplasma sel
prokariotik. Inklusi adalah butiran yang berbeda yang mungkin menempati sebagian
besar sitoplasma.Butiran inklusi biasanya bahan cadangan dari beberapa macam zat.
Misalnya, cadangan karbon dan energi dapat disimpan sebagai glikogen (polimer
glukosa) atau asam sebagai polybetahydroxybutyric (sejenis butiran lemak). Inklusi
polifosfat adalah cadangan PO4 dan mungkin unsur sulfur (butiran belerang) disimpan
oleh beberapa fototrofik dan beberapa organisme prokariotik litotrofik sebagai
cadangan energi atau elektron. Beberapa badan inklusi sebenarnya vesikel membran
atau intrusi ke dalam sitoplasma yang mengandung pigmen fotosintesis atau
kompleks enzim khusus.
13
Gambar 8.
Koloni bakteri yang tumbuh dalam cawan petri yang mengandung nutrisi. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Gambar 9.
Bakteri gram negatif. (Sumber: textbookofbacteriology.net).
15
Gambar 10.
Struktur khas bakteri gram positif. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Pada tahun 1980-an, Woese mulai analisis filogenetik dari semua bentuk
kehidupan selular berdasarkan urutan komparatif dari sub unit kecil ribosom RNA
(ssrRNA) yang terdapat dalam semua organisme.Sebuah dikotomi baru terungkap,
kali ini mengenai prokariotik, ada ada dua jenis prokariotik, sebagai dasarnya tidak
terkait satu sama lain dengan eukariotik.Dengan demikian, Woese mendefinisikan tiga
Domain seluler hidup yaitu Eucarya, Bakteri dan Archaea. Whittaker, Kerajaan hewan
dan jamur (semua eukariotik multiseluler) berada di akhir dari cabang yang sangat
kecil dari pohon kehidupan, dan semua cabang lainnya menyebabkan
mikroorganisme, baik prokariot (Bakteri dan Archaea), atau protista (ganggang
uniseluler dan protozoa), sehingga memperjelas bahwa kehidupan mikroba adalah
bentuk dominan dari kehidupan di planet ini.
Analisis urutan makromolekul kecil seperti RNA ribosom ditemukan di semua
sel telah memungkinkan ahli bakteri untuk mengklasifikasikan bakteri ke dalam
skema hirarki khas berdasarkan kekerabatan genetik. Edisi saat ini (2001) Manual
Bergey tentang Systematic Bacteriology telah membentuk 24 filum bakteri, membentuk
sistem kelas, bangsa, keluarga, genus dan spesies. Misalnya, E. coli dalam Domain
16
Bakteri, Filum Proteobacteria, Kelas Gamma Proteobacteria, Orde Enterobacteriales,
Keluarga Enterobacteriaceae, Genus Escherichia, Spesies E. coli.
Meskipun perbedaan definitif antara Archaea dan Bakteri didasarkan pada
perbedaan mendasar dalam urutan basa nukleotida dalam 16S RNA ribosom, ada
banyak perbedaan biokimia dan fenotipik antara dua kelompok prokariotik. Pohon
filogenetik menunjukkan bahwa Archaea lebih erat terkait dengan Eucarya daripada
Bakteri. Keterkaitan ini tampaknya yang paling jelas dalam kesamaan antara
transkripsi dan translasi dalam Archaea dan Eucarya.Namun, hal ini juga jelas bahwa
Bakteri telah berkembang menjadi kloroplas dan mitokondria, sehingga rganel
tersebut yang ada pada organisme eukariotik berasal keturunan bakteri dari kelompok
organisme prokariotik. Mungkin keberhasilan biologissel eukariotik muncul dari
merger evolusi dari dua bentuk kehidupan prokariot.
Tabel 1.
Fenotipe Organel Bakteri dan Archaea dikomparasi dengan organisme Eukariotik
IDENTIFIKASI BAKTERI
Metode identifikasi bakteri secara garis besar dapat dibagi menjadi teknik
genotipik yang berdasarkan pada profil materi genetik suatu organisme (utamanya
DNA) dan teknik fenotipik yang berdasarkan pada baik profil sifat metabolik maupun
17
beberapa aspek komposisi kimianya. Sebelum berkembangnya teknik biologi
molekuler, mikrobia dikarakterisasi berdasarkan sifat morfologi, fisiologi, dan
koloninya. Biotyping, serotyping, bacteriocin typing, phage typing, pola kerentanan
terhadap anti mikrobia, dan metode berbasis protein lainnya merupakan contoh
metode fenotipik yang umumnya.
Gambar 11.
Gram stain Bacillus anthracis. (Sumber: www.wadsworth.org).
18
Gambar 12.
Ukuran dan bentuk dasar organisme prokariotik diungkapkan oleh tiga genera Bakteri: Staphylococcus
(bola), Lactobacillus (batang), dan Aquaspirillum (spiral). (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
19
Gambar 13.
Streptococcus pyogenes. (Sumber: www.bacteriainphotos.com).
20
Ada beberapa macam teknik sidik jari yang telah digunakan secara luas
terutama untuk identifikasi strain bakteri di bidang epidemiologi serta ekologi
mikrobia. Secara garis besar ada dua pendekatan umum dari teknik sidik jari untuk
menentukan strain bakteri. Pertama, berdasarkan analisis RFLP yang mendeteksi
variasi sekuens dengan membandingkan ukuran dan jumlah fragmen restriksi yang
dihasilkan melalui pemotongan DNA oleh enzim restriksi. Kedua, variasi multipel
amplikon dengan ukuran berbeda yang merupakan produk amplifikasi dengan
primer. Kelompok kedua ini mencakup repetitif sequence based-Polymerase Chain
Reaction (rep-PCR), Randomly Amplified PolymorphicDNA (RAPD) dan Arbitrary Priming-
PCR (AP-PCR).
Rep-PCR pertama kali diperkenalkan oleh Versalovic et al. (1991) dan
menghasilkan sidik jari DNA yang terdiri atas multipel amplikon DNA dengan ukuran
berbeda-beda. Amplikon ini mengandung segmen kromosom DNA yang bersifat unik
yang berada diantara sekuen repetitif, dimana sekuen repetitif tersebut menjadi target
penempelan primer dengan sekuen repetitive.
Ada tiga elemen sekuen DNA repetitif yang bersifat konservatif yang biasa
digunakan untuk tujuan typing, yaitu sekuen REP, ERIC, dan BOX. Elemen REP
(Repetitive Extragenic Palindromic) merupakan unit palindromik yang mengandung loop
yang bervariasi pada struktur stem-loopnya. Elemen ERIC (Enterobacterial Repetitive
Intergenic Consensus) ditandai dengan struktur palindromik pusat yang bersifat
konservati. Sementara elemen BOX terdiri atas beberapa sub unit berbeda yang bersifat
konservatif, yaitu boxA, boxB, dan boxC dan hanya boxA yang diketahui memiliki
sekuen yang sangat konservatif pada banyak bakteri.
rep-PCR telah banyak digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk
identifikasi methylobacter yang berasosiasi dengan tanaman, untuk membedakan
strain Eschericia coli dari ekologi yang berbeda, serta untuk penentuan diversitas
genetik pada Pseudomonas fluorescence.
21
komponen seluler, replikasi dan pemisahan DNA, diikuti oleh pembentukan septum
atau lintas dinding yang membagi sel menjadi dua. Proses ini jelas dikoordinasikan
oleh kegiatan yang berhubungan dengan membran sel. Molekul DNA diyakini
melekat pada titik membran yang direplikasi. Kedua molekul DNA tetap melekat pada
titik-titik disisi-sisi membran sedangkan material membran baru disintesis antara dua
titik. Ini menarik bahwa molekul DNA bearada di arah yang berlawanan saat dinding
sel baru dan membran yang ditetapkan sebagai septum antara dua kompartemen
kromosom. Ketika pembentukan septum selesai sel terbagi menjadi dua sel anakan.
Interval waktu yang dibutuhkan untuk sel bakteri membagi atau untuk populasi sel
menggandakan diri disebut waktu generasi. Waktu generasi untuk spesies bakteri
yang tumbuh di alam mungkin sesingkat 15 menit atau selama beberapa hari.
Gambar 14.
Kromosom direplikasi, sebagian dipisahkan sebagai pembentukan septum mulai. Streptococcus pyogenes.
(Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Genetika Bakteri
Meskipun organisme prokariotik tidak mengalami reproduksi seksual,
organisme ini bukan tanpa kemampuan untuk bertukar gen dan menjalani
rekombinasi genetik. Dalam pertukaran gen, bakteri memiliki tiga proses dasar:
22
konjugasi, transduksi dan transformasi. Konjugasi membutuhkan kontak sel-sel DNA
yang akan ditransfer dari donor ke penerima. Sementara transduksi, terjadi dengan
cara virus melakukan transfer gen pada saat bakteri kawin. Terakhir adalah
transformasi, DNA diperoleh langsung dari lingkungan,dimana DNA tersebut yang
telah dibebaskan dari sel lain. Rekombinasi genetik biasanya mengikuti transfer DNA
dari satu sel ke sel lain yang mengarah ke munculnya genotipe baru (rekombinan).
DNA akan ditransfer sebagai plasmid antara bakteri kawin. Bakteri biasanya
mengembangkan gen mereka untuk resistensi obat pada plasmid (disebut Resistance
Transfer Factor, atau RTFs), mereka mampu menyebarkan resistensi obat untuk strain
dan spesies lainnya selama proses pertukaran genetik. Rekayasa genetik sel bakteri
dalam laboratorium bioteknologi sering didasarkan pada penggunaan plasmid sebagai
vektor. Sistem genetik dari Archaea memiliki penandaan buruk pada saat ini,
meskipun seluruh genom dari Methanosarcina telah diurutkan yang membuka
kemungkinan analisis genetik dari kelompok Archaea.
Nutrisi Organisme
Organisme heterotrof dan autotrof memanfaatkan karbon sebagai sumber
nutrisi. Organisme heterotrof memperoleh karbon dan energi untuk pertumbuhan dari
23
senyawa organik dari alam. Organisme autotrof menggunakan C02 sebagai satu-
satunya sumber karbon untuk pertumbuhan dan memperoleh energi dari cahaya
(misalnya photoautotrophs) atau dari oksidasi senyawa anorganik (misalnya
lithoautotrophs).
Kebanyakan bakteri heterotrofik merupakan saprofit, yang berarti bahwa
mereka mendapatkan makanan mereka dari bahan organik mati. Dalam tanah, bakteri
saprofit dan jamur bertanggung jawab untuk biodegradasi bahan organik. Pada
akhirnya, molekul organik, tidak peduli bagaimana kompleksitasnya dapat
terdegradasi ke CO2 (ditambah H2 dan H2O). Mungkin tidak ada substansi organik
yang terjadi secara alamiah tidak dapat terdegradasi oleh kegiatan gabungan dari
bakteri dan jamur. Oleh karena itu, sebagian besar bahan organik di alam diubah oleh
organisme heterotrof pada bentuk CO2, hanya untuk diubah kembali menjadi bahan
organik oleh autotrof yang mati dan dilanjutkan oleh organisme heterotrof untuk
menyelesaikan siklus karbon.
Organisme prokariot litotrofik memiliki tipe metabolisme penghasil energi
yang unik. Organisme litotrofik (juga disebut lithoautotrophs atau chemoautotrophs)
menggunakan senyawa anorganik sebagai sumber energi, yaitu, mereka mengoksidasi
senyawa seperti H2 atau H2S atau NH3 untuk mendapatkan elektron untuk memberi
makan ke sistem transpor elektron dan menghasilkan ATP. Organisme ditemukan di
lingkungan tanah dan air di mana pun sumber energi mereka hadir. Kebanyakan
organisme litotrotof yang autotrof sehingga mereka dapat tumbuh tanpa adanya
bahan organik. Spesies litotrofik ditemukan di antara Bakteri dan Archaea. Organisme
litotrof mengkonversi H2S ke So menghasilkan SO4. Bakteri nitrifikasi mengkonversi
NH3 ke NO2 dan NO2 untuk NO3, jalur elektron metanogen dari H2 sebagai sumber
energi dan menambahkannya ke CO2 untuk membentuk CH4 (metana). Organisme
litotrof berdampak jelas pada siklus sulfur, nitrogen dan karbon dalam biosfer.
Bakteri fotosintesis mengubah energi cahaya menjadi energi kimia untuk
pertumbuhan. Kebanyakan bakteri fotoautotrof berperan dalam siklus karbon
menjadikan mereka analog dengan tanaman. Cyanobacteria planktonik adalah
―rumput laut‖ dan mereka menghasilkan sejumlah besar O2 di biosfer. Namun,
diantara bakteri yang melakukan fotosintesis tidak ditemukan yang merupakan
organisme eukariot, termasuk photoheterotrophy (menggunakan cahaya sebagai sumber
energi saat asimilasi senyawa organik sebagai sumber karbon), fotosintesis anoxygenic,
dan mekanisme unik fiksasi CO2 (autotrophy). Fotosintesis belum ditemukan terjadi di
antara Archaea, tetapi satu spesies archaea menggunakan sarana non fotosintesis
cahaya didorong pembangkit energi berdasarkan penggunaan kromofor dan disebut
bacteriorhodopsin.
24
Organisme prokariotik bervariasi dalam respon mereka terhadap O2.
Organisme yang membutuhkan O2 untuk pertumbuhan disebut aerob obligat, mereka
yang dihambat oleh O2, dan yang tumbuh hanya dalam ketiadaan, disebut anaerob
obligat, organisme yang tumbuh baik dengan adanya atau tidak adanya O2 disebut
anaerob fakultatif. Suatu organisme tertentu bisa eksis di hadapan O2 tergantung pada
distribusi enzim tertentu seperti superoksida dismutase dan katalase yang diperlukan
untuk detoksifikasi radikal oksigen mematikan yang selalu dihasilkan oleh sistem
kehidupan di hadapan O2.
Organisme prokariotik juga bervariasi dalam respon mereka terhadap suhu.
Mereka yang hidup pada suhu yang sangat dingin (0° atau lebih rendah) disebut
psychrophiles, mereka yang berkembang pada suhu kamar (25°) atau pada suhu hewan
berdarah panas (37°) disebut mesophiles; orang-orang yang hidup pada suhu tinggi
(lebih dari 45°) disebut thermophiles. Satu-satunya batas yang tampaknya akan
ditempatkan pada pertumbuhan relative organisme prokariotik tertentu di alam
terhadap suhu adalah apakah terdapat lingkungan bearair. Oleh karena itu, sel
prokariotik dapat tumbuh dan ditemukan di lingkungan super dingin (es tidak
terbentuk) serendah -20° dan lingkungan (steam tidak membentuk) setinggi 120°.
Archaea telah terdeteksi di sekitar ventilasi termal di dasar laut di mana suhu setinggi
320°.
25
Bakteri Patogen
Gambar 15.
Borrelia burgdorferi. Spirochete ini adalah parasit bakteri yang menyebabkan penyakit Lyme. (Sumber:
en.wikipedia.org).
Beberapa bakteri parasit pada tanaman atau hewan, yang berarti bahwa mereka
tumbuh dengan mengorbankan organisme eukariotik dan dapat merusaknya,
merugikan, atau bahkan membunuhnya. Bakteri patogen seperti yang menyebabkan
penyakit pada tanaman atau hewan. Penyakit manusia yang disebabkan oleh bakteri
patogen termasuk tuberkulosis, batuk rejan, difteri, tetanus, gonore, sifilis, pneumonia,
kolera dan demam tifoid. Bakteri yang menyebabkan penyakit ini memiliki sifat
struktural atau biokimia khusus yang menentukan virulensi atau patogenisitas
mereka. Ini termasuk: (1) kemampuan untuk menjajah dan menyerang inangnya (2)
kemampuan untuk menolak atau menahan pertahanan antibakteri dari inangnya (3)
kemampuan untuk menghasilkan berbagai zat beracun yang merusak inangnya.
Penyakit tanaman, juga, bisa disebabkan oleh bakteri patogen. Lebih dari 200 spesies
bakteri yang terkait dengan penyakit tanaman, namun segelintir yang dapat diatasi.
26
rekayasa genetika, bakteri dapat diprogram untuk membuat berbagai bahan yang
digunakan dalam ilmu pangan, pertanian dan obat-obatan.
Dalam industri makanan, bakteri asam laktat seperti Lactobacillus, Lactococcus
dan Streptococcus yang digunakan dalam pembuatan produk susu seperti keju,
termasuk keju dan krim keju, mentega, krim asam, buttermilk, yogurt dan kefir.
Bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat yang digunakan dalam proses pengawetan
seperti zaitun, acar mentimun dan sauerkraut. Fermentasi bakteri yang digunakan
dalam pengolahan teh, kopi, kakao, kecap, sosis dan berbagai hal menakjubkan
makanan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Dalam industri farmasi, bakteri yang digunakan untuk memproduksi
antibiotik, vaksin, dan enzim. Kebanyakan antibiotik yang dibuat oleh bakteri yang
hidup di tanah. Actinomycetes seperti Streptomyces menghasilkan tetrasiklin,
eritromisin, streptomisin, rifampisin dan ivermectin. Bacillus dan Paenibacillus
menghasilkan bacitracin dan polimiksin. Produk bakteri yang digunakan dalam
pembuatan vaksin untuk imunisasi terhadap penyakit menular. Vaksin terhadap
difteri, batuk rejan, tetanus, demam tipus dan kolera yang dibuatdari komponen
bakteri yang menyebabkan penyakit masing-masing.
Hal ini penting untuk dicatat di sini bahwa penggunaan antibiotik terhadap
penyakit menular dan praktek luas vaksinasi (imunisasi) terhadap penyakit menular.
Perkembangan dalam bidang ini meningkat secara drastic sejak abad ke
keduapuluhan.
Bioteknologi
Industri bioteknologi menggunakan sel-sel bakteri untuk produksi bahan
biologi yang bermanfaat untuk kehidupan manusia, termasuk bahan bakar, makanan,
obat-obatan, hormon, enzim, protein, dan asam nukleat. Kemungkinan bioteknologi
tak terbatas mengingat waduk gen dan kemampuan genetik dalam bakteri. Pasteur
mengatakan ―Jangan pernah meremehkan kekuatan dari mikroba‖.
Bioteknologi telah menghasilkan hormone bagi manusia seperti insulin, enzim
seperti streptokinase, dan protein bagi manusia seperti interferon dan tumor necrosis.
Produk ini digunakan untuk pengobatan dari berbagai kondisi medis dan penyakit
termasuk diabetes, serangan jantung, TBC dan AIDS. Botulinum toksin dan insektisida
BT adalah produk bakteri yang digunakan dalam pengobatan dan pengendalian hama.
Salah satu aplikasi bioteknologi bakteri melibatkan pembangunan genetik
organisme untuk melakukan tugas metabolik tertentu dalam lingkungan. Misalnya,
bakteri yang telah direkayasa secara genetik untuk mendegradasi produk minyak
bumi yang digunakan dalam pembersihan tumpahan minyak dan upaya bioremediasi
lainnya.
Pembahasan yang lain bioteknologi melibatkan peningkatan kualitas tanaman
melalui rekayasa genetika. Gen dapat diperkenalkan ke tanaman oleh bakteri
Agrobacterium tumefaciens. Menggunakan A. tumefaciens, tanaman telah direkayasa
secara genetik sehingga mereka tahan terhadap hama tertentu, herbisida, dan
penyakit.
27
Akhirnya, tidak boleh diabaikan bahwa industri, farmasi dan mikrobiologi
makanan sebagai aplikasi bioteknologi. Archaea dan bakteri yang terlibat dalam
produksi biofuel. Bakteri adalah produsen utama antibiotik yang secara klinis berguna;
mereka adalah sumber dari vaksin terhadap penyakit yang sangat ditakuti, probiotik
yang meningkatkan kesehatan bagi manusia, dan mereka adalah organisme utama
dalam fermentasi produk susu dan makanan lainnya.
28
BAB 2
Mengenal Lebih Dalam Organisme Prokariotik
Gambar 1.
Struktur khas Sel Bakteri. (Sumber: Textbookofbacteriology.net).
30
untuk memperluas wilayah mereka dan toleransi, mereka berubah menjadi spesies
baru dari bakteri dengan beragam struktur dan fungsi. Karena keunikan mereka,
bakteri diklasifikasikan dalam kerajaan mereka sendiri.Kemajuan pada struktur dan
fungsi prokariota terus di persimpangan dimana dua jenis terpisah sekarang
diidentifikasi: bakteri dan archaea.
Bakteri adalah yang paling umum dan dipelajari dengan baik karena mereka
adalah yang paling mudah untuk menemukan dan secara historis menjadi sumber dari
berbagai penyakit manusia, seperti penyakit pes, TBC, dan kolera, dan sumber banyak
kemajuan seperti keju, DNA rekombinan, dan flora usus, yang membantu pencernaan
dan produksi nutrisi.
Bakteri tampaknya lebih sederhana daripada archaea karena mereka tidak
memiliki struktur canggih tertentu yang khas dalam archaea, seperti polimerase
kompleks RNA, kehadiran interons, dan rantai karbon bercabang dalam membran
lipid, serta beberapa membran internal. Namun, mereka memiliki membran sel dan
memiliki fungsi kehidupan pasti. Mereka ada sendirian atau dalam koloni, dalam
berbagai bentuk, dan beberapa dapat bertahan dalam kondisi yang tidak
menguntungkan dengan membentuk endospora pelindung di sekitar sel, yang
memungkinkan sel untuk tetap hidup dan aktif sampai kondisi yang menguntungkan
tiba. Bakteri dan archaea lakukan miliki cambuk seperti flagela untuk gerakan.
Cyanobacteria, juga dikenal sebagai ganggang biru-hijau, adalah organisme
menarik karena mengandung kemampuan fotosintesis dan diduga bertanggung jawab
untuk mengubah lingkungan prasejarah tumbuhnya suasana oksigen. Mikrofosil
cyanobacteria diperkirakan berusia 3,5 miliar tahun ditemukan di Australia. Hipotesis
produksi oksigen mereka mungkin juga menciptakan lapisan ozon pelindung.
Archaea memiliki struktur seperti tRNA urutan nukleotida dan RNA
polimerase yang lebih erat terkait dengan eukariota dari bakteri. Mereka telah
mengadaptasi protein kompleks, karbohidrat, lipid dan molekul yang memungkinkan
mereka untuk hidup dan berkembang biak di lingkungan paling keras di mana tidak
ada yang lain akan hidup. Bahkan, archaea begitu berbeda dari bakteri yang mereka
juga diklasifikasikan dalam kerajaan mereka sendiri, terpisah dari semua organisme
lain! Banyak spesies yang autotrophic dan memperoleh energi melalui kemosintesis
karbon dioksida bukan fotosintesis karbon dioksida. Karena gaya hidup yang ekstrim,
mereka tidak memiliki sejarah penyelidikan ilmiah, meskipun mereka mengandung
larutan untuk memperluas wilayah genetik mikroorganisme lain yang berguna.
Misalnya, archaebacteria berkembang di sumber air panas di Yellowstone National
Park di mana suhu air diukur pada 194°F (90°C).
31
molekul organik terutama makromolekul seperti karbohidrat, protein dalam
organisme hidup. Semua hal hidup yang membentuk bakteri, ganggang, tanaman dan
hewan yang terbuat dari makromolekul serupa yang bertanggung jawab atas
kehidupan. Semua senyawa karbon yang kita dapatkan dari jaringan hidup dapat
disebut biomolekul. Biomolekul adalah molekul yang terjadi secara alami dalam
organisme hidup. Biomolekul termasuk makromolekul seperti protein, karbohidrat,
lipid dan asam nukleat. Ini juga termasuk molekul kecil seperti metabolit primer dan
sekunder dan produk alami. Biomolekul sebagian besar terdiri dari karbon dan
hidrogen dengan nitrogen, oksigen, sulfur, dan fosfor. Biomolekul adalah molekul
yang sangat besar dengan banyak atom, yang terikat bersama-sama dalam ikatan
kovalen.
Komponen struktural prokariotik terdiri dari makromolekul seperti DNA,
RNA, protein, polisakarida, fosfolipid, atau kombinasinya. Makromolekul terdiri dari
sub unit primer seperti nukleotida, asam amino dan gula.
Tabel 1.
Material Penyusun Makromolekul
Ini adalah urutan di mana sub unit disatukan dalam makromolekul, yang disebut
struktur primer dan menentukan banyaknya properti dalam makromolekul. Dengan
demikian, kode genetik ditentukan oleh urutan basa nukleotida tertentu dalam DNA
kromosom. Urutan asam amino dalam protein menentukan sifat dan fungsi dari
protein; dan urutan gula dalam lipopolisakarida bakteri menentukan sifat dinding sel
yang unik untuk patogen. Struktur utama dari makromolekul akan mendorong
fungsinya, dan perbedaan dalam struktur utama makromolekul biologis menyumbang
keragaman besar dalam kehidupan.
32
Gambar 2.
Arsitertur Khas dari Sel Bakteri. (Sumber: textbookofbacteriology.net).
Fitur selular tertentu umum dimiliki oleh semua jenis sel, termasuk pembatas
selektif permeabel disebut membran plasma, sitosol setengah cair, kromosom yang
menyandi DNA, dan ribosom untuk sintesis protein.Meskipun kedua sel prokariotik
dan eukariotik memiliki wilayah sitoplasma internal prokariota tidak memiliki organel
yang ditemukan dalam sitoplasma eukariotik.Dalam hal ini, sel eukariotik memiliki
organel dengan fungsi sel terpisah, sementara sel prokariotik melaksanakan semua
fungsi sel sebagai unit individu.Sebuah sel prokariotik memiliki lima komponen
struktural yang sangat penting: DNA, ribosom, membran sel, dinding sel, dan
beberapa jenis lapisan permukaan, yang mungkin atau mungkin tidak menjadi bagian
yang melekat dari dinding.Secara struktural, ada tiga wilayah arsitektur pada
organisme prokariotik: pelengkap (properti pada permukaan sel) dalam bentuk
flagella dan pili (atau fimbriae), pembungkus sel yang terdiri dari kapsul, dinding sel,
membran plasma, daerah sitoplasma yang berisi kromosom sel (DNA), ribosom dan
berbagai macam inklusi.
Tabel 2.
Komponen Kimia dan Fungsi dari Properti pada Struktur Sel Bakteri
Gambar 3.
Gambar dari Streptokokus yang mengalami pembelahan. Elektron mikograf. (Sumber: Kenneth Todar,
2012).
34
Properti pada Permukaan Sel
Gambar 4.
Permukaan Salmonella enterica. (Sumber: microbewiki.kenyon.edu).
Flagella
Flagel merupakan salah satu alat gerak bakteri. Letak flagel dapar polar,
bipolar, peritrik, maupun politrik. Flagel mengakibatkan bakteri dapat bergerak
berputar. Penyusun flagel adalah sub unit protein yang disebut flagelin, yang
mempunyai berat molekul rendah. Ukuran flagel berdiameter 12-18 nm dan
panjangnya lebih dari 20 nm.Flagela adalah struktur kompleks yang tersusun atas
bermacam-macam protein termasuk flagelin yang membuat flagela berbentuk seperti
tabung cambuk dan protein kompleks yang memanjangkan dinding sel dan membran
sel untuk membentuk motor yang menyebabkan flagela berotasi. Flagela berbentuk
seperti cambuk. Flagela digunakan bakteri sebagai alat gerak. Secara sederhana, flagela
adalah struktur protein berbenruk filamen yang melekat pada permukaan sel dan
memberikan gerakan renang untuk organisme prokariotik. Flagela prokariot lebih tipis
daripada flagela eukariotik. Diameter flagela prokariot adalah sekitar 20 nanometer.
Filamen flagella diputar oleh aparat motor di membran plasma yang memungkinkan
sel untuk berenang di lingkungan cairan. Flagela bakteri didukung oleh kekuatan
proton (potensi kemiosmotik) didirikan pada membran bakteri, bukan seperti pada
organisme eukariotik dimana kekuatan flagella berasal dari hidrolisis ATP.Sekitar
setengah dari basil dan semua bakteri spiral memiliki flagella sebagai property renang
35
mereka. Sangat sedikit kokus yang motil, yang mencerminkan adaptasi mereka untuk
lingkungan kering dan kurangnya desain hidrodinamik.
Sekitar 50 gen diperlukan untuk sintesis guna menjalankan fungsi flagellar.
Aparat flagellar terdiri dari beberapa protein yang berbeda: sistem cincin tertanam
dalam amplop sel (tubuh basal), struktur hook-seperti di dekat permukaan sel, dan
filamen flagellar. Cincin terdalam, cincin M dan S, yang terletak di membran plasma,
terdiri aparat bermotor.Cincin terluar, P dan L cincin, terletak di periplasma dan
membran luar, berfungsi sebagai ring untuk mendukung batang di mana ia bergabung
dengan hook dari filamen yang ada pada permukaan sel. Kemudian, cincin M,
didukung oleh masuknya proton, memunculkan gerakan berputar yang ditransfer ke
filamen untuk mendorong bakteri.
Gambar 5.
Ultrastruktur Falgella Sel Bakteri. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
36
Gambar 6.
Flagella yang berbeda dari Sel Bakteri. (Sumber: www.ck12.org).
Flagela terbukti sebagai organel motilitas bakteri dengan mencampur sel dalam
blender dan mengamati bahwa sel-sel tidak bisa lagi berenang meskipun mereka tetap
dapat hidup. Namun kemudian, flagella itu kembali tumbuh dan mencapai panjang
kritis, kolam gerakan itu dikembalikan ke sel. Filamen flagellar tumbuh di ujungnya
(oleh deposisi sub unit protein baru) tidak pada dasarnya (seperti rambut).
Organisme prokariotik menunjukkan berbagai jenis perilaku, yaitu,
kemampuan untuk bergerak (berenang) dalam menanggapi rangsangan dari
lingkungan. Sebagai contoh, selama kemotaksis bakteri dapat merasakan kualitas dan
kuantitas bahan kimia tertentu di lingkungannya dan berenang ke arah mereka (jika
mereka nutrisi yang berguna) atau menjauh dari mereka (jika mereka zat berbahaya).
Jenis lain dari respon taktik pada organisme prokariotik termasuk fototaksis, aerotaxis
dan magnetotaxis. Terjadinya perilaku taksis memberikan bukti untuk ekologi
(survival) keuntungan dari flagela bakteri dan organisme prokariotik lainnya.
Karena motilitas adalah kriteria utama untuk diagnosis dan identifikasi bakteri,
beberapa teknik telah dikembangkan untuk menunjukkan motilitas bakteri, langsung
atau tidak langsung.
37
1. Noda flagellar dan garis flagellar menunjukkan pola distribusi mereka. Jika bakteri
memiliki flagella, dianggap motil.
Gambar 7.
Noda flagellar tiga bakteri a. Bacillus cereus b. Vibrio cholerae c. Bacillus brevis.Karena flagela bakteri di
bawah kekuatan pemecahan mikroskop cahaya, meskipun bakteri dapat terlihat berenang di bidang
mikroskop, organel gerakan tidak dapat dideteksi. Pewarnaan teknik seperti metode LEIFSON ini
memanfaatkan pewarna dan komponen lain yang mengendap di sepanjang filamen protein dan
karenanya meningkatkan diameter efektif. Distribusi flagellar kadang-kadang digunakan untuk
membedakan antara bakteri morfologis terkait. Misalnya, di antara bakteri berbentuk batang motil Gram-
negatif, enterics memiliki flagela peritrichous dan Pseudomonas memiliki flagella polar. (Sumber: Kenneth
Todar, 2012).
2. Media uji motilitas menunjukkan jika sel-sel dapat berenang di media setengah
padat. Sebuah media semipadat diinokulasi dengan bakteri dalam menusuk garis
lurus dengan jarum. Setelah inkubasi, jika kekeruhan (kekeruhan) karena
pertumbuhan bakteri dapat diamati jauh dari garis yang ditususk, itu adalah bukti
bahwa bakteri mampu berenang melalui medium.
Julius Adler melakukan pengamatan terhadap kemotaksis E. coli. Dia menyiapkan
gradien glukosa dengan memungkinkan gula untuk berdifusi ke media semipadat
dari titik pusat dalam medium. Ini membentuk gradien konsentrasi glukosa
sepanjang radius difusi. Ketika sel-sel E. coli diunggulkan dalam medium pada
konsentrasi terendah glukosa (sepanjang tepi lingkaran), mereka berenang ke arah
gradien konsentrasi yang lebih tinggi (pusat lingkaran), menunjukkan respons
kemotaksis dengan berenang menuju nutrisi yang berguna. Kemudian, Adler
mengembangkan mikroskop pelacakan yang dapat memfilmkan trek yang dibuat
E. coli dengan berenang menuju jauh dari penolak kemotaksis. Hal ini
menyebabkan pemahaman tentang mekanisme kemotaksis bakteri, pertama pada
tingkat struktural dan tingkat biomolekuler.
38
Gambar 8.
Bakteri tumbuh di media uji motilitas. Tabung di sebelah kiri adalah organisme non motil; tabung di
sebelah kanan adalah organisme motil. Media uji motilitas adalah media semi-lembut yang diinokulasi
dengan jarumlurus. Jika bakteri yang motil, mereka akan berenang menjauh dari garis inokulasi untuk
menemukan nutrisi, menyebabkan kekeruhan atau kekeruhan seluruh media. Jika mereka non motil,
mereka hanya akan tumbuh di sepanjang garis inokulasi. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Gambar 9.
Rhodospirillum rubrum. (Sumber: www.heathscientific.net).
39
Gambar 10.
Bakteri Motil Desulvovibrio. (Sumber: www.itqb.unl.pt).
Gambar 11.
Fimbriae (pili umum) dan flagela pada permukaan sel bakteri. Kiri: membagi Shigella tertutup dalam
fimbriae. Struktur mungkin terlibat dalam kemampuan bakteri untuk melekat pada permukaan usus.
Kanan: membagi sepasang Salmonella menampilkan kedua flagella peritrichous dan fimbriae-nya.
Fimbriae yang jauh lebih pendek dan sedikit lebih kecil dengan diameter dari flagela. Kedua Shigella dan
Salmonella adalah bakteri enterik yang menyebabkan berbagai jenis diare usus. Bakteri dapat dibedakan
dengan tes motilitas. Salmonella adalah motil, Shigella adalah nonmotil. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Tabel 3.
Beberapa Properti dari Pili dan Fimbrie
41
Pembungkus Sel: Kapsul, Dinding Sel dan Membran Sel
Pembungkus sel adalah istilah deskriptif untuk beberapa lapisan material yang
menyelubungi sel dan menyertakan protoplasma sel. Protoplasma sel (sitoplasma)
dikelilingi oleh membran plasma, dinding sel dan kapsul. Dinding sel itu sendiri
adalah struktur berlapis pada bakteri gram negatif. Semua sel memiliki membran,
yang merupakan karakteristik penting dan definitif dari ―sel‖. Hampir semua
organisme prokariotik memiliki dinding sel untuk mencegah kerusakan pada
protoplas yang mendasari sel itu. Di luar dinding sel terdapat kapsul polisakarida atau
glikokaliks yang terutama sebagai struktur permukaan sel.
Gambar 12.
Profil pembungkus sel bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Dinding Gram-positif adalah lapisan
seragam tebal eksternal ke membran plasma. Hal ini terutama terdiri dari peptidoglikan (murein).
Dinding Gram-negatif muncul tipis dan berlapis-lapis. Ini terdiri dari lembaran peptidoglikan relatif tipis
antara membran plasma dan membran luar berupa fosfolipid-lipopolisakarida. Ruang antara bagian
dalam (plasma) dan membran luar (peptidoglikan) disebut periplasma. (Kenneth Todar, 2012).
Kapsul
Kebanyakan organisme prokariotik mengandung semacam lapisan luar berupa
polisakarida polimer melekat pada dinding sel. Dalam pengertian umum, lapisan ini
disebut kapsul. Beberapa bakteri mengakumulasi senyawa-senyawa yang kaya akan
air, sehingga membentuk suatu lapisan di permukaan luar selnya yang disebut sebagai
kapsul atau selubung berlendir. Fungsinya untuk kehidupan bakteri tidak begitu
esensial, namun menyebabkan timbulnya sifat virulen terhadap inangnya. Dalam
pembentukan agregasi tanah, senyawa yang terkandung dalam kapsul atau lendir
inilah yang sangat berperan. Keberadaan kapsul mudah diketahui dengan metode
pengecatan negatif menggunakan tinta cina atau nigrosin. Kapsul akan tampak
transparan diantara latar belakang yang gelap. Pada umumnya penyusun utama
kapsul adalah polisakarida yang terdiri atas glukosa, gula amino, rhamnosa, serta
42
asam organik seperti asam piruvat dan asam asetat. Ada pula yang mengandung
peptida, seperti kapsul pada bakteri Bacillus sp. Lendir merupakan kapsul yang lebih
encer. Adakalanya kapsul bakteri dapat dipisahkan dengan metode penggojokan
kemudian diekstrak untuk menghasilkan lendir.Pada kapsul terdapat lapisan
polisakarida yang terletak tepat sebelum dinding sel. Struktur berupa matriks yang
komprehensif pada sel disebut lapisan lendir atau biofilm. Suatu jenis kapsul yang
ditemukan pada bakteri yang disebut glycocalyx adalah lapisan tipis dari serat
polisakarida kusut yang terjadi pada permukaan sel yang tumbuh di alam (sebagai
lawan laboratorium). Beberapa ahli mikrobiologi mengacu pada semua kapsul sebagai
glikokaliks dan tidak membedakan mikrokapsul.
Gambar 13.
Kapsul bakteri digariskan dilihat dengan mikroskop cahaya. Ini adalah kapsul dengan lapisan diskrit
polisakarida yang mengelilingi sel. Kadang-kadang sel-sel bakteri yang tertanam lebih acak dalam matriks
polisakarida yang disebut lapisan lendir atau biofilm. Film polisakarida yang pasti dapat hadir pada
43
permukaan sel bakteri, tetapi yang tidak dapat dideteksi secara visual, disebut glycocalyx.
(Sumber:www.genoscope.cns.fr).
Gambar 14.
Noda negatif dari Streptococcus pyogenes dilihat oleh mikroskop elektron transmisi (28,000X). Disekitar
rantai sel adalah kapsul asam hialuronat yang mengelilingi bagian luar bakteri. Septa membagi antara
pasang sel juga dapat dilihat. Mikroskop elektron. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Kapsul memiliki beberapa fungsi dan sering memiliki beberapa fungsi tertentu
dalam organisme tertentu. Seperti fimbriae, kapsul, lapisan lendir, dan Glikokaliks
sering menengahi permukaan sel. Kapsul juga melindungi sel bakteri dari engulfment
oleh protozoa predator atau sel darah putih (fagosit), atau dari serangan oleh agen
antimikroba dari tumbuhan dan hewan. Kapsul pada bakteri tanah tertentu
melindungi sel dari efek abadi pengeringan. Bahan kapsuler (misalnya dekstran) dapat
dioverproduksi ketika bakteri memakan gula untuk menjadi cadangan karbohidrat
dalam metabolisme berikutnya.
Gambar 15.
Koloni Bacillus anthracis. Penampilan berlendir dari koloni bakteri biasanya bukti produksi kapsul. Dalam
kasus B. anthracis, kapsul terdiri dari poli-D-glutamat. Kapsul adalah penentu penting dari virulensi untuk
bakteri. Pada tahap awal kolonisasi dan infeksi kapsul melindungi bakteri dari serangan oleh sistem
kekebalan tubuh dan fagositosis. (Sumber: www.farmingahead.com.au).
Gambar 16.
Plak gigi diungkapkan oleh pewarna merah tidak berbahaya. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Dinding Sel
Dinding sel bakteri bersifat agak elastis. Dinding sel tidak bersifat permeabel
terhadap garam dan senyawa tertentu dengan berat molekul rendah. Secara normal
konsentrasi garam dan gula yang menentukan tekanan osmotik di dalam sel lebih
tinggi daripada di luar sel. Apabila tekanan osmose di luar sel naik, air sel akan
mengalir ke luar, protoplasma mengalami pengkerutan, dan membran akan terlepas
dari dinding sel. Proses ini disebut dengan plasmolisis. Rangka dasar dinding sel
bakteri: Rangka dasar dinding sel bakteri adalah murein peptidoglikan. Murein
tersusun dari N-asetil glukosamin dan N-asetil asam muramat, yang terikat melalui
ikatan 1,4-_-glikosida. Pada N-asetil asam muramat terdapat rantai pendek asam
amino: alanin, glutamat, diaminopimelat, atau lisin dan alanin, yang terikat melalui
ikatan peptida. Peranan ikatan peptida ini sangat penting dalam menghubungkan
46
antara rantai satu dengan rantai yang lain. Komponen dan struktur dinding sel
prokariot ini sangat unik, dan tidak dijumpai pada sel eukariotik.
Dinding sel bakteri gram positif: Dinding sel bakteri gram positif terdiri 40 lapis
rangka dasar murein, meliputi 30-70 % berat kering dinding sel bakteri. Senyawa lain
penyusun dinding sel gram positif adalah polisakarida yang terikat secara kovalen,
dan asam teikoat yang sangat spesifik. Dinding sel bakteri gram negatif: Dinding sel
bakteri gram negatif hanya terdiri atas satu lapis rangka dasar murein, dan hanya
meliputi + 10% dari berat kering dinding sel. Murein hanya mengandung
diaminopemelat, dan tidak mengandung lisin. Di luar rangka murein tersebut terdapat
sejumlah besar lipoprotein, lipopolisakarida, dan lipida jenis lain. Senyawa-senyawa
ini merupakan 80 % penyusun dinding sel. Asam teikoat tidak terdapat dalam dinding
sel ini.
Peranan lisosim dan penisilin: Lisosim adalah ensim antibakteri yang terdapat
dalam putih telur dan air mata, dan dapat dihasilkan oleh beberapa bakteri. Lisosim
akan merusak ikatan antar N-asetil glukosamin dan N-asetil asam muramat dalam
murein, sehingga lisosim dapat merombak murein. dalam dinding sel. Dinding sel
yang rusak akan menghasilkan sel tanpa dinding sel yang disebut spheroplas.
Spheroplas sangat rentan terhadap tekanan osmotik. Penisilin akan bekerja aktif
terhadap dinding sel gram positif yang sedang membelah. Senyawa ini mengakibatkan
sel tumbuh tidak beraturan. Dalam hal ini penisilin menghambat pembentukan
dinding sel.
Dinding sel bakteri pantas mendapat perhatian khusus karena beberapa alasan:
1. Mereka adalah struktur penting untuk kelangsungan hidup, seperti dijelaskan di
atas.
2. Mereka terdiri dari komponen unik ditemukan di tempat lain di alam.
3. Mereka adalah salah satu situs yang paling penting untuk serangan antibiotic.
4. Mereka menyediakan ligan untuk kepatuhan dan situs reseptor untuk obat atau
virus.
5. Mereka menyebabkan gejala penyakit pada hewan.
6. Mereka menyediakan perbedaan imunologi dan variasi imunologi antara strain
bakteri.
Kebanyakan organisme prokariotik memiliki dinding sel yang kaku. Dinding
sel adalah struktur penting yang melindungi protoplas sel dari kerusakan mekanis dan
dari peristiwa osmotik atau lisis. Organisme prokariotik biasanya hidup di lingkungan
yang relatif encer sehingga akumulasi zat terlarut dalam sitoplasma sel prokariot
sangat melebihi total konsentrasi zat terlarut di lingkungan luar. Dengan demikian,
tekanan osmotik terhadap bagian dalam membran plasma mungkin setara dengan 10-
25 atm. Karena membran sangat halus harus tertahan oleh dinding luar yang terbuat
dari struktur plastik berpori, bahan kaku yang memiliki kekuatan tarik tinggi. Bahan
tersebut adalah murein, komponen dari dinding sel bakteri. Murein adalah jenis yang
unik dari peptidoglikan, polimer disakarida (glycan) cross-linked oleh rantai pendek
asam amino (peptida). Banyak jenis peptidoglikan yang ada. Semua peptidoglikan
bakteri mengandung asam N-acetylmuramic, yang merupakan komponen definitif
murein. Dinding sel Archaea dapat terdiri dari protein, polisakarida, atau molekul
47
seperti peptidoglikan, tapi tidak pernah mengandung murein. Fitur ini membedakan
Bakteri dari Archaea.
Pada Bakteri Gram-positif, dinding sel terdiri dari beberapa lapisan
peptidoglikan. Tegak lurus terhadap lembar peptidoglikan berupa sekelompok
molekul yang disebut asam teikoik yang unik untuk dinding sel Gram-positif.
Gambar 17.
Struktur dinding sel bakteri Gram-positif. Dinding relatif tebal dan terdiri dari banyak lapisan
peptidoglikan diselingi dengan asam teikoik yang berjalan tegak lurus dengan lembar peptidoglikan.
(Sumber: www. Textbook of bacteriology.net).
Pada Bakteri Gram-negatif, dinding sel terdiri dari satu lapisan peptidoglikan
yang dikelilingi oleh struktur membran yang disebut membran luar. Membran luar
bakteri gram negatif selalu mengandung komponen unik, lipopolisakarida (LPS atau
endotoksin), yang merupakan racun bagi hewan. Pada bakteri Gram negatif membran
luar biasanya dianggap sebagai bagian dari dinding sel.
48
Gambar 18.
Struktur dinding sel Gram-negatif. Dinding relatif tipis dan mengandung peptidoglikan jauh lebih sedikit
daripada dinding Gram-positif. Juga, asam teikoik yang absen. Namun, dinding sel Gram negatif terdiri
dari membran luar yang berada di luar lapisan peptidoglikan. Membran luar melekat pada lembar
peptidoglikan oleh sekelompok molekul lipoprotein yang unik. (Sumber: www. Textbook of bacteriology.net).
Pada Bakteri Gram-positif, dinding sel memiliki tebal 15-80 nanometer, yang
terdiri dari beberapa lapisan peptidoglikan. Bakteri Gram-negatif memiliki dinding sel
relatif tipis sekitar 10 nanometer dan terdiri dari satu lapisan peptidoglikan yang
dikelilingi oleh membran luar.
Struktur peptidoglikan dan pengaturan pada E. coli merupakan perwakilan dari
semua Enterobacteriaceae, serta banyak bakteri Gram-negatif lainnya. Tulang
punggung glycan terdiri dari molekul N-asetilglukosamin (G) dan asam N-
acetylmuramic (M) dihubungkan dengan ikatan beta 1,4-glikosida, 3-karbon asam-
acetylmuramic N (M) diganti dengan kelompok lactyl eter berasal dari piruvat, lactyl
eter menghubungkan tulang belakang glycan ke rantai samping peptida yang
mengandung L-alanin, (L-ala), D-glutamat (D-glutathione), Diaminopimelic asam
(DAP), dan D-alanin (D-ala). Hal unik untuk dinding sel bakteri, seperti D-glutathione,
DAP dan D-ala.
49
Gambar 19.
a. Struktur sub unit asam muramic dari peptidoglikan Escherichia coli. Ini adalah jenis murein yang
ditemukan di sebagian besar bakteri gram negatif. Tulang punggung glycan merupakan polimer
mengulang dua gula amino, N-asetilglukosamin (G) dan asam N-acetylmuramic (M). Melekat pada asam
N-acetylmuramic adalah tetrapeptide terdiri dari L-ala-D-glutathione-DAP-D-ala. b. Struktur disingkat
dari sub unit asam muramic. c. Rantai samping tetrapeptide terdekat dapat dihubungkan satu sama lain
dengan ikatan interpeptide antara DAP pada satu rantai dan D-ala di sisi lain. d. Bentuk polimer molekul.
(Sumber: Kenneth Todar, 2012).
50
lisosom fagositosis. Fungsi lisozim adalah untuk melisiskan sel bakteri sebagai
pertahanan konstitutif terhadap bakteri patogen. Beberapa bakteri Gram-positif sangat
sensitif terhadap lisozim dan enzim yang cukup aktif pada konsentrasi rendah. Sekresi
air mata (air mata) dapat diencerkan 1:40.000 dan mempertahankan kemampuan
untuk melisiskan sel bakteri tertentu. Bakteri gram negatif kurang rentan terhadap
serangan lisozim karena peptidoglikan mereka terlindung oleh membran luar. Situs
yang tepat dari pembelahan lysozymal adalah ikatan beta 1,4 antara asam N-
acetylmuramic (M) dan N-asetilglukosamin (G), sehingga sub unit asam muramic
ditunjukkan adalah hasil dari aksi lisozim pada peptidoglikan bakteri.
Pada tahun 1884, seorang dokter dan Denmark, Hans Christian Gram,
mengembangkan teknik untuk membedakan jenis bakteri berdasarkan ketebalan
lapisan peptidoglikan pada dinding sel dengan sistem pewarnaan. Bakteri diwarnai
dengan zat warna violet dan yodium, kemudian dibilas (dicuci) dengan alkohol, dan
diwarnai sekali lagi dengan zat warna merah. Bila bakteri menunjukkan warna ungu,
maka dikelompokkan pada jenis bakteri Gram positif, dan bila bakteri menunjukkan
warna merah maka dikelompokkan pada jenis bakteri Gram negatif. Namun, ada pula
bakteri yang pada usia tertentu berubah dari Gram positif menjadi Gram negatif, yang
disebut Gram variabel. Contoh bakteri Gram variabel, yaitu bakteri yang tergolong
famili Bacillaceae.
Bakteri Gram positif adalah bakteri yang dinding selnya menyerap warna
violet dan memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal. Contoh bakteri Gram positif,
yaitu Actinomyces, Lactobacillus, Propionibacterium, Eubacterium, Bifidobacterium,
Arachnia, Clostridium, Peptostreptococcus, dan Staphylococcus.
Pada dinding sel bakteri gram positif memiliki molekul tambahan berupa
asam teikoat yang terdiri atas gliserol, fosfat, dan ribitol gula alkohol dalam bentuk
polimer dengan panjang 30 unit. Polimer-polimer tersebut terkadang memanjang
sampai keluar dari dinding sel dan kapsul. Pada bakteri gram positif memiliki lapisan
peptidoglikan yang relatif tebal dengan ukuran 20-80 nm. Lapisan peptidoglikan
tersebut menempel pada permukaan luar membran sel. Bakteri jenis ini tidak memiliki
membran luar maupun ruang periplasmik. Sehingga dengan menggunakan
pewarnaan gram (Hans Christian Gram), maka bakteri ini akan nampak berwarna
ungu.
Pada bakteri Gram-positif ada banyak pengaturan peptida yang berbeda
antara peptidoglikan. Yang terbaik diteliti adalah murein Staphylococcus aureus. Pada
tempat DAP (pada E. coli) adalah asam diamino, L-lisin (L-lys), dan di tempat ikatan
interpeptide (di Gram-negatif) adalah jembatan interpeptide asam amino yang
menghubungkan kelompok amino bebas pada lisin untuk kelompok karboksi gratis di
D-ala dari rantai samping dekatnya tetrapeptide. Pengaturan ini tampaknya
memungkinkan untuk lebih sering lintas-ikatan antara rantai samping tetrapeptide
terdekatanya. Dalam S. aureus, jembatan interpeptide adalah peptida yang terdiri dari
5 molekul glisin (disebut jembatan pentaglisin). Perakitan jembatan murein
interpeptide di Gram-positif dihambat oleh antibiotik beta laktam dengan cara yang
sama seperti ikatan interpeptide pada Gram-negatif. Bakteri gram positif lebih sensitif
terhadap penisilin dari bakteri Gram-negatif karena peptidoglikan yang tidak
51
dilindungi oleh membran luar dan itu adalah molekul yang lebih berlimpah. Pada
bakteri Gram-positif, peptidoglikan dapat bervariasi dalam asam amino di tempat
DAP atau L-lys di posisi 3 dari tetrapeptide, dan dalam komposisi yang tepat dari
jembatan interpeptide. Sedikitnya delapan jenis peptidoglikan ada di bakteri Gram-
positif.
Gambar 20.
Skema diagram lembar peptidoglikan Staphylococcus aureus. G = N-asetil-glukosamin; M = asam N-asetil-
muramic; L-ala = L-alanin; D-ala = D-alanin; D-glutathione = asam D-glutamat; L-lys = L-lisin. Ini adalah
salah satu jenis murein yang ditemukan pada bakteri Gram-positif. Dibandingkan dengan peptidoglikan
E. coli terdapat pada L-lys di tempat DAP (asam diaminopimelic) di tetrapeptide tersebut. Kelompok
amino bebas dari L-lys diganti dengan pentapeptida glisin (gly-gly-gly-gly-Gly-) yang kemudian menjadi
jembatan interpeptide membentuk link dengan kelompok karboksi dari D-ala dalam rantai samping
tetrapeptide berdekatan. Peptidoglikan gram positif berbeda dari spesies ke spesies, terutama dalam hal
asam amino pada posisi ketiga dari rantai samping tetrapeptide dan komposisi asam amino dari jembatan
interpeptide. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Adapun pada bakteri gram negatif memiliki struktur yang lebih kompleks
dibandingkan dengan bakteri gram positif. Komposisi peptidoglikan sekitar 10-20%
dan sisanya berupa polisakarida, protein, dan lipid. Dinding sel terdiri atas membran
luar yang menyusun permukaan luar dinding dan berbatasan dengan ruang
periplasmik yang sangat sempit (Gambar 4). Pada pewarnaan gram, bakteri ini tidak
bisa mempertahankan warna kristal violet pada tahap dekolorisasi. Hal ini
dikarenakan dinding selnya sangat tipis dan jumlah lipoprotein serta lipopolisakarida
banyak pada dinding sel.
Bakteri gram negatif mungkin berisi lapisan monomolekular tunggal dari
murein di dinding sel mereka, sementara bakteri Gram-positif diperkirakan memiliki
beberapa lapisan peptidoglikan. Terkait erat dengan lapisan peptidoglikan pada
bakteri Gram-positif adalah kelompok molekul yang disebut asam teikoik. Asam
teikoik adalah polimer linear dari poligliserol atau polyribitol diganti dengan fosfat
dan asam amino serta sedikit gula. Polimer asam teikoik kadang-kadang berlabuh ke
membran plasma (disebut asam lipoteikoat, LTA) tampaknya diarahkan ke luar pada
sudut kanan lapisan peptidoglikan. Fungsi asam teikoik tidak diketahui. Mereka
sangat penting untuk kelangsungan hidup bakteri Gram-positif di alam liar. Satu ide
adalah bahwa mereka menyediakan saluran biaya negatif teratur berorientasi untuk
aliran zat bermuatan positif melalui jaringan peptidoglikan rumit. Teori lain adalah
bahwa asam teikoik dalam terlibat dalam beberapa cara regulasi dan perakitan sub
unit asam muramic di luar membran plasma. Contoh, khususnya di streptokokus
tersebut, dimana asam teikoik telah terlibat dalam kepatuhan bakteri pada permukaan
jaringan.
52
Bakteri Gram negatif yang bersifat patogen lebih berbahaya daripada bakteri
Gram positif, karena membran luar pada dinding selnya dapat melindungi bakteri dan
sistem pertahanan inang dan menghalangi masuknya obat-obatan antibiotik. Senyawa
lipopolisakarida pada membran luar bakteri Gram negatif dapat bersifat toksik (racun)
bagi inang.
Gambar 21.
Skema ilustrasi dari membran luar, dinding sel dan membran plasma dari bakteri Gram-negatif.
Perhatikan struktur dan susunan molekul yang merupakan membran luar. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Molekul LPS yang merupakan kenampakan luar dari membran luar terdiri dari
wilayah hidrofobik, disebut Lipid A, yang melekat pada daerah polisakarida linear
hidrofilik, yang terdiri dari polisakarida inti dan polisakarida tertentu.
Endotoksin adalah toksin pada bakteri gram negatif berupa lipopolisakarida
(LPS) pada membran luar dari dinding sel yang pada keadaan tertentu bersifat toksik
pada inang tertentu. Lipopolisakarida ini disebut endotoksin karena terikat pada
bakteri dan dilepaskan saat mikroorganisme mengalami lisis atau pecahnya sel.
Beberapa juga dilepaskan saat penggandaan bakteri. Komponen toksik pada LPS
adalah bagian lipid atau lemak, yang disebut lipd A. Komponen lipid A ini bukanlah
struktur makromolekuler tunggal melainkan terdiri dari susunan kompleks dari
residu-residu lipid. Endotoksin hanya ada pada bakteri gram negatif berbentuk
basil/batang dan kokus dan tidak secara aktif dilepaskan dari sel serta dapat
menimbulkan demam, syok, dan gejala lainnya.
53
Gambar 22.
Struktur LPS. (www.textbookofbacteriology.net).
54
tertentu, tetapi juga merupakan reseptor untuk pilus F dan situs lampiran untuk
virulensi.
Tabel 5.
Fungsi dari Komponen Membran Luar E.coli
Component Function
Lipopolysaccharide (LPS) Permeability barrier
Mg++ bridges Stabilizes LPS and is essential for its permeability characteristics
Braun lipoprotein Anchors the outer membrane to peptidoglycan (murein) sheet
Omp C and Omp F porins proteins that form pores or channels through outer membrane for
passage of hydrophilic molecules
Omp A protein provides receptor for some viruses and bacteriocins; stabilizes
mating cells during conjugation
Sumber: Kenneth Todar, 2012.
Lapisan S
Lapisan S adalah protein yang membentuk komponen amplop sel terluar dari
spektrum yang luas dari bakteri dan archaea. Lapisan S terdiri dari protein tunggal
atau spesies glikoprotein (Mw 40-200 kDa) dan menunjukkan bentuk miring, persegi
atau heksagonal kisi simetri dengan dimensi sel satuan di kisaran 3 sampai 30 nm.
Lapisan S umumnya memiliki tebal pori-pori 5 sampai 10 nm (diameter, 2-8 nm) dan
morfologi yang identik.
Kristal bakteri lapisan permukaan sel (Lapisan S) berupa protein telah
dioptimalkan selama miliaran tahun evolusi biologis sebagai elemen penyusun salah
satu sistem sederhana di alam. Protein dari lapisan S terisolasi dan memiliki properti
intrinsik untuk mengkristal ke dalam array dua dimensi pada spektrum yang luas dari
permukaan termasuk silikon, logam dan polimer, dan untuk interface seperti film
planar lipid dan liposom. Pengaturan didefinisikan dengan baik dari kelompok
fungsional pada kisi lapisan S memungkinkan mengikat molekul dan partikel dalam
array biasa. Lapisan S juga merupakan template untuk pembentukan superlattices
nanokristal anorganik terdiri dari CdS, Au, Ni, Pt, atau Pd.
55
Gambar 23.
Lapisan S. Lapisan ini terdiri dari protein atau glikoprotein dan dalam mikrograf elektron, memiliki pola
menyerupai permukaan ubin. Transmisi mikrograf elektron dari logam gelap, preparat dari sel bakteri
pada lapisan S dengan bentuk heksagonal kisi simetri. Bar = 100nm. (Sumber: www.foresight.org).
56
Tabel 6.
Korelasi Grams noda dengan sifat-sifat lainnya dari Bakteri
57
BAB 3
Nutrisi Dan Pertumbuhan Bakteri
Untuk dapat hidup, bakteri memerlukan nutrisi yang tepat. Semua sel bakteri
membutuhkan sumber karbon, nitrogen, belerang, fosfor, garam-garam anorganik
(misalnya kalium, magnesium, natrium, kalsium, dan besi), dan sejumlah
mikronutrien (antara lain seng, tembaga, mangan, selenium, tungsten, dan
molibdenum dalam jumlah sedikit).
Lingkungan memberikan organisme nutrisi untuk biosintesis sel dan sumber
energi yang digunakan dalam berbagai aktivitas sel. Nutrisi adalah segala bahan kimia
dan unsur yang diperlukan oleh bakteri untuk pertumbuhan dan perkembangan
selnya. Banyak bakteri dapat tumbuh di media kultur dalam laboraturium yang
dirancang untuk memberikan semua nutrisi penting dalam solusi untuk pertumbuhan
bakteri. Bakteri terkadang hidup dengan membentuk hubungan dengan tumbuhan
inangnya, biasanya merupakan sel eukariotik. Bakteri yang hidup parasit pada
makhluk lain hidup dengan mengambil nutrisi yang ada pada inangnya, sehingga
terkadang makhluk inang kekurangan nutrisi sementara bakteri parasite tumbuh
dengan subur.
Saat ini bakteri dapat tumbuh secara baik di alam maupun di laboraturium.
Identifikasi bakteri dewasa ini telah dapat dilakukan menggunakan teknik genetik.
sebagian merupakan dasar dari perkiraan yangdiketahui kurang dari satu persen dari
semua organisme prokariot yang ada.
Komponen Mayor
Persyaratan gizi bakteri seperti E. coli yang diungkapkan oleh komposisi unsur
sel, terdiri dari C, H, O, N, S. P, K, Mg, Fe, Ca, Mn, Zn, Co, Cu, dan Mo. elemen ini
ditemukan dalam bentuk air, ion anorganik, molekul kecil, dan makromolekul yang
berperan baik secara struktural atau fungsional dalam sel.
Tabel 1.
Sumber dan Fungsi Elemen Mayor bagi Sel Bakteri
58
Potassium 1 Potassium salts Main cellular inorganic cation and
cofactor for certain enzymes
Unsur-unsur Dasar
Tabel 1mengabaikan terjadinya elemen nutrisi bakteri. Dalam jumlah yang kecil
elemen ion diperlukan oleh sel-sel tertentu, karena pemakaian yang dalam jumlah
kecil ini, maka sulit memperkirakan ukurannya, dan ketika digunakan media kultur
sebagai media tumbuh elemen ion tidak perlu dipasok atau ditambahkan sebagai
nutrisi bagi bakteri.Elemen ion dapata dikatakan sebagai kontaminan karena
kebutuhan sel akan dirinya terlalu kecil. Sebagai ion logam, jejak unsur biasanya
bertindak sebagai kofaktor untuk reaksi enzimatik penting dalam sel. Jejak unsur
mungkin satu sama lain diperlukan dan sebaliknya, tetapi kation biasa yang
memenuhi syarat sebagai elemen nutrisi bakteri, yaitu Mn, Co, Zn, Cu, dan Mo.
59
Tabel 2.
Nutrisi Mayor untuk Berbagai Tipe Organisme Prokariotik
Faktor Pertumbuhan
Karbon adalah unsur yang sangat penting dalam faktor pertumbuhan bagi
oerganisme, baik karbon organik atau CO2, mengabaikan kemungkinan bahwa suatu
organisme, apakah itu sebuah autotroph atau heterotrof, mungkin memerlukan
sejumlah kecil senyawa organik tertentu untuk pertumbuhan karena senyawa tersebut
sangat penting bagi organisme untuk melakukan sintesis dari nutrisi yang tersedia.
Senyawa-senyawa penting dalam pertumbuhan diistilahkan sebagai faktor
pertumbuhan.
Faktor pertumbuhan sangat berperan dalam biosintesis, namun kebanyakan
dari faktor pertumbuhan ini diperlukan dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Faktor
pertumbuhan ini akan masuk dalam jalur metabolisme. Faktor pertumbuhan akan
disusun dalam tiga kategori.
1. Purin dan pirimidin: diperlukan untuk sintesis asam nukleat (DNA dan RNA).
2. Asam amino: diperlukan untuk sintesis protein.
3. Vitamin: diperlukan sebagai koenzim dan kelompok fungsional enzim tertentu.
Bakteri E. coli tidak memerlukan faktor pertumbuhan karena mereka dapat
mensintesis semua purin, pirimidin, asam amino dan vitamin, dimulai dengan sumber
karbon, sebagai bagian dari metabolisme perantara mereka sendiri. Beberapa bakteri
lain (misalnya Lactobacillus) membutuhkan purin, pirimidin, vitamin dan beberapa
asam amino untuk tumbuh. Senyawa ini harus ditambahkan di muka untuk media
kultur yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri ini. Faktor pertumbuhan tidak
dimetabolisme secara langsung sebagai sumber karbon atau energi, bukan diasimilasi
oleh sel untuk memenuhi peran khusus mereka dalam metabolisme. Strain dari bakteri
yang membutuhkan beberapa faktor pertumbuhan tidak diperlukan oleh jenis
regangan disebut sebagai auxotrophs. Dengan demikian, strain E. coli yang
memerlukan asam amino triptofan untuk tumbuh akan disebut auxotroph tryptophan.
60
Gambar 1.
Makan silang antara Staphylococcus aureus dan Haemophilus influenzae tumbuh pada agar darah. (Sumber:
Kenneth Todar, 2012).
Tabel 3.
Vitamin Umum yang Diperlukan oleh Bakteri
61
MEDIA KULTUR UNTUK PERTUMBUHAN BAKTERI
Bakteri, dalam keperluannya untuk tumbuh tentu memerlukan kondisi fisik
dan biokimia yang sesuai . Lingkungan biokimia dibuat tersedia sebagai medium
kultur, dan tergantung pada kebutuhan khusus dari bakteri tertentu (serta peneliti
tertentu) berbagai macam dan jenis media kultur telah dikembangkan dengan tujuan
yang berbeda. Media kultur digunakan untuk isolasi dan pemeliharaan kultur murni
dari bakteri dan juga digunakan untuk identifikasi bakteri menurut sifat biokimia dan
fisiologis mereka.
Cara di mana bakteri dibudidayakan melalui media kultur. Media cair yang
digunakan untuk pertumbuhan kultur angkatan murni, sedangkan media yang
dipadatkan digunakan secara luas untuk isolasi kultur murni, untuk memperkirakan
populasi bakteri yang layak, dan berbagai keperluan lainnya. Agen pembentuk gel
yang biasa untuk media padat atau setengah padat adalah sebuah hidrokoloid yang
berasal dari ganggang merah. Agar digunakan karena sifat fisik yang unik (meleleh di
100°C dan tetap cair sampai didinginkan pada suhu 40°C, suhu di mana zat itu
melebur) dan karena itu yang paling tidak dapat dimetabolisme oleh bakteri. Oleh
karena itu sebagai komponen media zat itu relatif lembam.
62
Gambar 2.
Legionella pneumophila. Langsung antibodi fluorescent (DFA) noda dari spesimen saluran pernapasan
pasien. (Sumber: www.intracare.nl).
63
Sebuah media kultur juga dapat menjadi media diferensial jika memungkinkan
penyidik untuk membedakan antara berbagai jenis bakteri didasarkan pada beberapa
sifat yang dapat diamati dalam pola pertumbuhan mereka di media. Jadi, media
diferensial selektif untuk isolasi Staphylococcus aureus, patogen bakteri yang paling
umum dari manusia, mengandung konsentrasi garam yang sangat tinggi untuk
menghambat kebanyakan bakteri lain, manitol sebagai sumber gula difermentasi, dan
pewarna indikator pH. Dari spesimen klinis, hanya S. aureus yang akan tumbuh, S.
aureus dibedakan dari S. epidermidis (komponen patogenik dari flora normal) atas dasar
kemampuannya untuk memfermentasi manitol. Fermentasi manitol koloni (S. aureus)
menghasilkan asam yang bereaksi dengan pewarna indikator membentuk lingkaran
berwarna di sekitar koloni, manitol non-fermentor (S. epidermidis) menggunakan
substrat non-fermentasi lainnya di media untuk pertumbuhan dan tidak membentuk
lingkaran di sekitar koloni mereka.
Media pengayaan mempekerjakan twist yang sedikit berbeda. Media
pengayaan berisi beberapa komponen yang memungkinkan pertumbuhan jenis atau
spesies bakteri tertentu, biasanya karena mereka sendiri dapat memanfaatkan
komponen dari lingkungan mereka. Namun, media pengayaan mungkin memiliki
fitur selektif. Media pengayaan untuk bakteri pengikat nitrogen non-symbiotic
menambahkan nitrogen ke media. Medium diinokulasi dengan potensi sumber bakteri
ini (misalnya sampel tanah) dan diinkubasi dalam suasana dimana satu-satunya
sumber nitrogen yang tersedia adalah N2. Sebuah media selektif untuk pertumbuhan
halophile ekstrim (Halococcus) mengandung hampir 25% garam [NaCl], yang
diperlukan oleh halophile ekstrim dan yang menghambat pertumbuhan semua
organisme prokariotik lainnya.
Tabel 4.
Medium Minimal untuk Pertumbuhan Bacillus Megaterium
64
Tabel 5.
Medium untuk Pertumbuhan Thiobacillus thiooxidans
Tabel 6.
Medium Kompleks untuk Pertumbuhan Fastidious bacteria
Tabel 7.
Medium Selektif untuk Pertumbuhan Halophiles
65
PERSYARATAN FISIK DAN LINGKUNGAN UNTUK PERTUMBUHAN
BAKTERI
Organisme prokariotik yang ada di alam berada pada kondisi fisik seperti
konsentrasi O2, konsentrasi ion hidrogen (pH) dan suhu. Batas-batas pengecualian
kehidupan di planet ini, berkaitan dengan parameter lingkungan, selalu diatur oleh
beberapa mikroorganisme, yang paling sering adalah organisme prokariot sebagai
organisme yang paling melimpah, dan sering merupakan Archaeon. Mikroorganisme
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan mereka
(kemampuan untuk tumbuh) dalam berbagai kondisi fisik. Thermophile tumbuh pada
suhu tinggi, acidiphile tumbuh pada pH rendah, osmophile tumbuh pada konsentrasi
zat terlarut tinggi, dan sebagainya. Nomenklatur ini akan dipekerjakan di bagian ini
untuk menggambarkan respons dari organisme prokariotik untuk berbagai kondisi
fisik.
Pengaruh Oksigen
Reaksi biokimiawi dalam proses metabolisme memerlukan energi yang
dihasilkan melalui respirasi. Dalam respirasi, ada bakteri yang memerlukan oksigen
dan ada pula yang tidak memerlukan oksigen. Oksigen, kebutuhan akan oksigen bagi
setiap organisme sangatlah mendasar, kebutuhan akan oksigen ini dipenuhi oleh H2O
sebagai pemasok. Namun, berbagai aktivitas dilakukan oleh organisme dalam uapay
respon pengolahan O2.
Organisme aerob, dalam prasyaratnya sangatlah membutuhkan O2 sebagai
akseptor elektron terakhir dalam respirasi aerobik. Bakteri aerob obligat memerlukan
oksigen bebas dalam proses respirasi. Bakteri ini hanya dapat tumbuh di tempat yang
cukup tersedia oksigen. Oksigen diperlukan untuk memecah bahan organik (zat
makanan) sehingga diperoleh energi. Bakteri jenis ini menyukai tempat hidup yang
dapat berhubungan dengan udara bebas. Contohnya adalah Bacillus substilis,
Pseudomonas aeruginosa, Mycobacterium tuberculosis, dan Thiobacillus ferooxidans.
Organisme anaerob (kadang-kadang disebut aerophobes) tidak perlu menggunakan O2
sebagai nutrisi atau dapat pula dikatakan tidak mensyaratkan akan adanya oksigen.
Bahkan dapat dikatakan bahwa, O2 adalah zat beracun yang membunuh atau
menghambat pertumbuhan mereka. Organisme prokariotik yang anaerob dapat hidup
dengan fermentasi, respirasi anaerobik, fotosintesis bakteri, atau proses
methanogenesis.
66
Tabel 8.
Hubungan antara O2 dan Mikroorganisme
Environment
Group Aerobic Anaerobic O2 Effect
Obligate Aerobe Growth No growth Required (utilized for aerobic respiration)
Microaerophile Growth No growth Required but at levels below 0.2 atm
if level
not too
high
Obligate Anaerobe No Growth Toxic
growth
Facultative Growth Growth Not required for growth but utilized when
Anaerobe available
(Facultative
Aerobe)
Aerotolerant Growth Growth Not required and not utilized
Anaerobe
Sumber: Kenneth Todar, 2012.
Bakteri anaerob fakultatif dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan dengan
konsentrasi oksigen yang rendah. Oksigen tidak diperlukan dalam pembentukan
energi, tetapi dapat memacu proses metabolisme, sehingga keberadaan sedikit oksigen
mengakibatkan proses respirasi lebih efisien dibandingkan keadaan anaerob.
Contohnya adalah Streptococcus pneumoniae, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus.
Anaerob Aerotoleran bakteri dengan tipe eksklusif anaerob (fermentasi)
metabolisme tetapi mereka tidak sensitif terhadap kehadiran O2. Mereka hidup dengan
fermentasi sendiri atau O2 tidak hadir di lingkungan mereka.
Respon dari suatu organisme untuk O2 di lingkungannya tergantung pada
terjadinya dan distribusi berbagai enzim yang bereaksi dengan O2 serta berbagai
oksigen radikal yang selalu dihasilkan oleh sel-sel di hadapan O2. Semua sel
mengandung enzim yang mampu bereaksi dengan O2. Misalnya, oksidasi dari
flavoproteins oleh O2 selalu menghasilkan pembentukan H2O2 (peroksida) sebagai
salah satu produk utama dan jumlah kecil bahkan lebih beracun dari radikal bebas,
superoksida. Juga, klorofil dan pigmen lain dalam sel dapat bereaksi dengan O2 di
hadapan cahaya dan menghasilkan oksigen singlet, bentuk lain radikal oksigen yang
merupakan oksidator kuat dalam sistem biologi.
Organisme aerob dan anaerob aerotolerant potensi akumulasi mematikan
superoksida dicegah oleh dismutase enzim superoxide. Semua organisme yang dapat
hidup di hadapan O2 (apakah mereka memanfaatkan itu dalam metabolisme mereka)
mengandung superoksida dismutase. Hampir semua organisme mengandung enzim
katalase, yang terurai H2O2. Meskipun bakteri aerotolerant tertentu seperti bakteri
asam laktat kekurangan katalase, mereka membusukkan H2O2 dengan cara enzim
peroksidase yang berasal dari elektron NADH2 untuk mengurangi peroksida H2O.
Organisme anaerob kurang superoxide dismutase dan katalase dan/atau peroksidase,
dan karena itu menjalani oksidasi mematikan oleh berbagai zat radikal dari oksigen
ketika mereka terkena O2.
67
Semua organisme fotosintesis (dan beberapa non-fotosintetik) dilindungi dari
oksidasi mematikan oksigen singlet pigmen karotenoid yang secara fisik bereaksi
dengan zat radikal dari oksigen dan menurunkannya ke ―tanah‖. Karotenoid
dikatakan ―memuaskan‖ zat radikal dari oksigen.
Gambar 3.
Tindakan superoksida dismutase, katalase dan peroksidase. Enzim ini mendetoksifikasi radikal oksigen
yang pasti dihasilkan oleh sistem kehidupan di hadapan O2. Distribusi enzim ini di sel menentukan
kemampuan mereka untuk eksis di hadapan O2. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Tabel 9.
Distribusi Superoksida dismutase, katalase dan peroksida pada Organisme Prokariotik
dengan perbedaan intoleransi O2
Gambar 4.
Tingkat pertumbuhan terhadap pH untuk tiga kelas lingkungan organisme prokariotik. Kebanyakan
bakteri yang hidup bebas tumbuh pada rentang pH sekitar tiga. Perhatikan simetri dari kurva di bawah
dan di atas pH optimal untuk pertumbuhan. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
69
Tabel 10.
pH Maksimum, Minimum dan Optimum untuk Pertumbuhan Organisme Prokariotik
71
Gambar 5.
SEM dari spesies Bacillus termofilik yang diisolasi dari tumpukan kompos di 55 oC. (Sumber:
www.anneahira.com).
Gambar 6.
Tingkat Pertumbuhan terhadap suhu untuk lima kelas lingkungan organisme prokariotik. Kebanyakan
organisme prokariotik akan tumbuh pada kisaran suhu sekitar 30 o. Kurva menunjukkan tiga kardinal
poin: minimum, optimum dan suhu maksimum untuk pertumbuhan. Ada peningkatan yang stabil dalam
72
tingkat pertumbuhan antara minimum dan suhu optimum, tapi sedikit melewati sebuah keadaan
thermolabile, dan tingkat pertumbuhan terjun pesat mendekati T maksimum. Seperti yang diharapkan
dan seperti yang diperkirakan oleh TD Brock, kehidupan di bumi, yang berkaitan dengan suhu, ada di
mana pun air tetap dalam keadaan cair. Dengan demikian, psychrophiles tumbuh dalam larutan di mana
pun air super dingin di bawah 0o dan archaea termofilik ekstrim (hyperthermophiles) telah diidentifikasi
tumbuh di dekat laut dalam ventilasi termal pada suhu sampai 120o. Secara teoritis, bar dapat mendorong
suhu yang lebih tinggi. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Tabel 11.
Hubungan Antara Temperatur dan Pertumbuhan Organisme
Group Minimum Optimum Maximum Comments
Psychrophile Below 0 10-15 Below 20 Grow best at relatively low
T
Psychrotroph 0 15-30 Above 25 Able to grow at low T but
prefer moderate T
Mesophile 10-15 30-40 Below 45 Most bacteria esp. those
living in association with
warm-blooded animals
Thermophile* 45 50-85 Above 100 Among all thermophiles is
(boiling) wide variation in optimum
and maximum T
Sumber: Kenneth Todar, 2012
Gambar 7.
Thermus aquaticus. (Sumber: bioinfo.bact.wisc.edu).
Tabel 12.
Temperatur Maksimum, Minimum dan Optimum untuk Pertumbuhan
Bakteri dan Archaea dalam (oC)
Tabel 13.
Temperatur Optimum untuk Pertumbuhan Organisme Prokariotik
Tabel 14.
Temperatur untuk Pertumbuhan Archaea
74
Gambar 8.
Sulfolobus acidocaldarius adalah thermophile ekstrim dan acidophile ditemukan di geothermally.
(Sumber: K. O. Stetter and W. Zillig, 1985).
Ketersediaan Air
Air adalah pelarut dimana molekul kehidupan dilarutkan, dan karena itu
ketersediaan air merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan semua
sel. Ketersediaan air untuk sel tergantung pada kehadirannya di atmosfer (kelembaban
relatif) atau kehadirannya dalam larutan atau zat (aktivitas air). Aktivitas air (Aw) dari
H2O murni 1,0 (100% air). Aktivitas air dipengaruhi oleh adanya zat terlarut seperti
garam atau gula, yang dilarutkan dalam air. Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut
dari suatu zat, yang lebih rendah adalah aktivitas air dan sebaliknya. Mikroorganisme
hidup pada rentang Aw 1,0-0,7. Aw darah manusia adalah 0,99; air laut = 0,98; sirup
maple = 0,90; Great Salt Lake = 0,75. Kegiatan air di tanah pertanian berkisar antara 0,9
dan 1,0.
Satu-satunya zat terlarut umum di alam yang terjadi pada rentang konsentrasi
lebar garam [NaCl], dan beberapa mikroorganisme diberi nama berdasarkan respon
pertumbuhan mereka terhadap garam. Mikroorganisme yang memerlukan beberapa
NaCl untuk pertumbuhan yang halophiles. Halophiles ringan membutuhkan 1-6%
garam, halophiles sedang membutuhkan 6-15% garam; halophiles ekstrim yang
membutuhkan 15-30% NaCl untuk pertumbuhan yang ditemukan di antara Archaea.
Bakteri yang mampu tumbuh pada konsentrasi garam yang moderat, meskipun
mereka tumbuh terbaik dalam ketiadaan NaCl, disebut halotolerant. Meskipun
halophiles adalah ―osmophiles‖ (dan organisme halotolerant adalah ―osmotolerant‖)
yang osmophiles istilah biasanya disediakan untuk organisme yang mampu hidup di
lingkungan yang tinggi gula. Organisme yang hidup di lingkungan kering (dibuat
kering dengan kekurangan air) disebut xerophiles.
75
Gambar 9.
Tingkat Pertumbuhan terhadap osmolaritas untuk kelas yang berbeda dari organisme. Osmolaritas
ditentukan oleh konsentrasi zat terlarut dalam lingkungan. Osmolaritas berbanding terbalik dengan
aktivitas air (Aw), yang lebih seperti ukuran konsentrasi air (H 2O) dalam larutan. Peningkatan konsentrasi
zat terlarut berarti peningkatan osmolaritas dan penurunan Aw. Dari kiri ke kanan grafik menunjukkan
tingkat pertumbuhan normal (nonhalophile) seperti E. coli atau Pseudomonas, tingkat pertumbuhan
bakteri halotolerant seperti Staphylococcus aureus, dan tingkat pertumbuhan yang halophile ekstrim seperti
Archaean Halococcus. Perhatikan bahwa halophile benar tumbuh terbaik pada konsentrasi garam di mana
sebagian besar bakteri dihambat. (Sumber: Kenneth Todar. 2012).
76
BAB 4
Pengendalian Pertumbuhan Mikrobial
SEJARAH PENELITIAN
Gambar 1.
Louis Pasteur. (Sumber: www.biography.com).
Mencoba mengambil garis waktu dan menelisik sejarah yang terungkap pada
abad ke-19, saat itu operasi merupakan suatu hal yang sangat mengerikan,
menyakitkan dan berpotensi besar menimbulkan kematian, dimana kebanyakan kasus
pada kematian saat operasi pada waktu itu disebabkan oleh infeksi. Hal ini karena
operasi tidak dilakukan dalam kondisi aseptik. Ruang operasi, tangan dokter bedah,
dan instrumen bedah yang sarat dengan mikroba, yang menyebabkan tingkat tinggi
infeksi dan kematian.
Sedikit menoleh lebih ke belakang, pada sekitar tahun 1800-an operasi
dilakukan tanpa melalui prosedur sterilisasi yang benar. Sering kali, para ahli bedah
tak membersihkan tangan mereka saat hendak melakukan prosedur operasi,
kendatipun mereka dari aktivitas lain yang kemungkinan mengkontaminasi bakteri.
77
Atas latar belakang inilah ilmuwan Perancis Louis Pasteur menunjukkan bahwa
mikroba tidak terlihat menyebabkan penyakit.
Gambar 2.
Joseph Lister. (Sumber: en.wikipedia.org).
Gambar 3.
Bedah abad ke-19 menggunakan sprayer karbol Lister. (Kenneth Todar, 2012).
78
Sedikit banyak karya Pasteur banyak terpengaruh oleh temuan Lister bahwa
kebanyakan kasus operasi yang gagal disebabkan oleh adanya infeksi bakteri,
terutama bakteri hadir pada peralatan dan tangan ahli bedah yang tidak steril, Lister
menggunakan larutan asam karbol (fenol), yang disemprotkan di sekitar ruang operasi
oleh sprayer genggam.
Namun, tampaknya hal yang tidak mudah bagi Lister karena pada saat itu,
para ahli bedah konvensional enggan untuk menerima teori Lister tersebut karena
mereka tidak ingin percaya pada sesuatu yang tak nampak oleh mata dan tentu hal ini
menjadi semakin sulit karena kasus kegagalan operasi teruslah meningkat, pada
akhirnya, teori dari Lister ini terlambat diterapkan. Jika, mungkin para ahli bedah saat
ini berkenan dalam menerima teori Lister tersebut, maka kasus kematian dimeja
operasi akan dapat sedikit diminimalisir. Bagaimanapun, Lister telah berperan besar
dalam upaya mengatasi infeksi bakteri saat operasi, baik dimasa itu ataupun jauh
setelah masa itu.
79
penyaringan harus digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang akan rusak bila
diberi suhu tinggi.
Tersedia beribu-ribu zat kimia dipakai untuk mengendalikan mikroorganisme.
Penting sekali memahami ciri-ciri pembeda masing-masing zat ini dan organisme yang
dapat dikendalikannya serta bagaimana zat-zat tersebut dipengaruhi oleh
lingkungannya. Setiap zat kimia mempunyai keterbatasan dalam keefektifannya, bila
digunakan dalam kondisi praktis keterbatasan-keterbatasan ini perlu di amati. Tujuan
yang dikehendaki dalam hal pengendalian mikroorganisme tidak selalu sama. Pada
beberapa kasus mungkin perlu mematikan semua organisme (sterilisasi) sedangkan
pada kasus-kasus lain mungkin cukup mematikan sebagian mikroorganisme tetapi
tidak semua (sanitasi).Dengan demikian pemilihan suatu bahan kimia untuk
penggunaan praktis dipengaruhi juga oleh hasil antimikrobial yang diharapkan
daripadanya.
Cara kerja zat-zat kimia dalam menghambat atau mematikan mikroorganisme
itu berbeda-beda, beberapa diantaranya mengubah struktur dinding sel atau membran
sel yang lain menghambat sintetis komponen-komponen seluler yang vital atau yang
mengubah keadaan fisik bahan selular. Pengetahuan mengenai perilaku khusus
tentang bagaimana suatu zat kimia menghasilkan efek anti mikroba sangat berguna
baik untuk mempertimbangkan kemungkinannya bagi penggunaan praktis maupun
untuk mengusulkan perbaikan-perbaikan apa yang mungkin dilakukan untuk
merancang bahan bahan kimia baru.
Dalam mikrobiologi, sterilisasi mengacu pada kehancuran total atau
penghapusan semua organisme yang layak di dalam atau di suatu zat yang disterilkan.
Tidak ada derajat sterilisasi, sebuah benda atau zat yang baik steril atau tidak.
Prosedur sterilisasi melibatkan penggunaan panas, radiasi atau bahan kimia, atau
penghapusan fisik sel. Sterilisasi menjadi upaya yang paling populer yang dilakukan
pada saat ini. Namun, seperti telah dikatakan didepan bahwa metode yang digunakan
dalam pengendalian mikroba tergantung pada situasi dan kondisi yang ada.
Metode Sterilisasi
Mikroorganisme dapat menyebabkan bahaya dan kerusakan. Hal itu nampak
dari kemampuannya menginfeksi manusia, hewan, dan tumbuhan, menimbulkan
penyakit yang berkisar dari infeksi ringan sampai kepada kematian. Karena itu adanya
prosedur untuk mengendalikan pertumbuhan dan kontaminasi oleh mikroba
merupakan suatu keharusan. Yang dimaksud dengan pengendalian di sini ialah segala
kegiatan yang menghambat, membasmi, dan menyingkirkan mikroorganisme (Pelczar,
1998). Untuk menghilangkan mikroorganisme, biasanya dilakukan sterilisasi.
Sterilisasi merupakan proses yang menghancurkan semua bentuk kehidupan.
Suatu benda yang steril dipandang dari sudut mikrobiologi, artinya bebas dari
mikroorganisme hidup. Terdapat beberapa jenis sterilisasi, diantaranya sterilisasi
kering, sterilisasi panas basah (uap), sterilisasi gas, sterilisasi UV, gamma dll. Pada
pembahasan ini, akan menjelaskan tentang sterilisasi panas basah (uap).
Sterilisasi panas basah adalah sterilisasi dengan menggunakan uap panas
dibawah tekanan berlangsung didalam autoklaf, umumnya dilakukan dalam uap
80
jenuh dalam waktu 30 menit dengan suhu 115°C – 116°C, lama dan suhu tergantung
bahan yang disterilisasi. Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan untuk
sediaan farmasi dan bahan-bahan yang dapat tahan terhadap temperature yang
dipergunakan dan penembusan uap air, tetapi tidak timbul efek yang tidak di
kehendaki akibat uapair tersebut. Metode ini juga di pergunakan untuk larutan dalam
jumlah besar, alat-alat gelas, pembalut oprasi, dan instrument. Tidak digunakan untuk
mensterilkan minyak-minyak , lemak-lemak, sediaan berminyak, dan sediaan-sediaan
lain yang tidak dapat di tembus oleh uap air atau pensterilan serbuk terbuka yang
mungkin rusak oleh uap air jenuh. Alat-alat dan air disterilkan selama 1 jam, tetapi
media antara 20-40 menit tergantung dari volume bahan yang disterilkan. Sterilisasi
yang terlalu lama dapat berdampak pada terjadinya penguraian gula, degradasi
vitamin dan asam-asam amino, perubahan pH yang menyebabkan depolimerasi agar.
Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya
denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial organismetersebut. Adanya uap air
yang panas dalam sel mikroba menimbulkan kerusakan pada temperature yang
relative rendah. Kematian oleh pemanasan kering timbul karena sel mikroba
mengalami dehidrasi diikuti oleh pembakaraan pelan-pelan atau proses oksidasi.
Karena tidak mungkin mendapatkan uap air dengan temperature di atas 100°C pada
kondisi atmosfer, maka tekanan digunakan untuk mencapai temperature yang lebih
tinggi.
Sterilisasi uap harus memenuhi empat kondisi kontak yang memadai suhu
yang sangat tinggi, waktu yang tepat dan kelembababan yang memadai. Walaupun
seluruhnya perlu untuk terjadi sterilisasi, kegagalan sterilisasi klinik dan rumah sakit
sering disebabkan oleh kurangnya kontak uap atau kegagalan untuk mencapai suhu
yang memadai
Panas: yang paling penting dan banyak digunakan. Untuk sterilisasi harus
mempertimbangkan jenis panas, dan yang paling penting, waktu aplikasi dan suhu
untuk memastikan penghancuran semua mikroorganisme. Endospora bakteri
dianggap paling thermoduric dari semua sel sehingga kehancuran mereka menjamin
sterilitas.
Insinerasi: membakar fisik organisme dan menghancurkan mereka. Digunakan
untuk jarum, inokulasi kabel, gelas, dll dan objek yang tidak hancur dalam proses
pembakaran.
Mendidih: 100°C selama 30 menit. Membunuh semuanya kecuali beberapa
endospora. Untuk membunuh endospore perlu sterilisasi, sangat panjang (> 6 jam).
Autoklaf
Autoclave adalah alat pemanasan tertutup yang digunakan untuk
mensterilisasikan suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi
(121°C, 15 lbs) selama kurang lebih 15 menit. Makin besar tekanan yang digunak
makin tinggi temperature yang di capai dan makin pendek waktu yang di butuhkan
untuk sterilisasi. Sebagiaan besar autoklaf dioprasikan secara rutin biasanya pada
temperature 121°C, yang di ukur pada saat uap air mulai keluar dari autoklaf.
81
Penurunan tekanan pada autoclave tidak dimaksudkan untuk membunuh
mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu dalam autoclave. Suhu yang tinggi
inilah yang akan membunuh mikroorganisme. Suhu dan tekanan tinggi yang
diberikan kepada alat dan media yang disterilisasi memberikan kekuatan-kekuatan
yang lebih besar untuk membunuh sel dibanding dengan udara panas. Biasanya untuk
mensterilkan media digunakan suhu 121°C dan tekanan 15 lb/in2 (SI = 103,4 Kpa)
selama 15 menit. Alasan digunakan suhu 121oC atau 249,8°F karena air mendidih pada
suhu tersebut jika digunakan tekanan 15 psi. untuk tekanan 0 psi pada ketinggian
dipermukaan laut air mendidih pada suhu 100°C, sedangkan untuk autoclave yang
diletakkan diketinggian sama, mengunakan tekanan 15 psi maka air akan mendidih
pada suhu 121°C. Kejadian ini hanya berlaku untuk dipermukaan laut, jika
dilaboratorium terletak pada ketinggian tertentu, maka pengaturan tekanan perlu
disetting ulang. Misalnya autoclave diletakkan pada ketinggian 2700 dari permuakaan
laut, maka tekanan dinaikkan menjadi 20 psi supaya tercapai suhu 121°C untuk
mendidihkan air. Autoclave ditujukan untuk membunuh endospora, yaitu sel resisten
yang diproduksi oleh bakteri, sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan dan
antibiotik. Pada spesies yang sama, endospora dapat bertahan pada kondisi
lingkungan yang dapat membunuh sel vegetatif bakteri tersebut. Endospora dapat
dibunuh pada suhu 100°C, yang merupakan titik didih air pada tekanan atmosfer
normal. Pada suhu 121°C, endospora dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit, dimana
sel vegetatif bakteri dibunuh hanya dalam waktu 6-30 detik pada suhu 60°C.
82
Gambar 4.
Skema diagram dari autoclave laboratorium digunakan untuk mensterilkan media kultur mikrobiologi.
Sterilisasi media kultur mikrobiologi yang sering dilakukan dengan autoklaf. Ketika Media mikrobiologi
siap, mereka harus disterilkan dan dibebaskan dari kontaminasi mikroba dari udara, gelas, tangan, dll
proses sterilisasi adalah 100% membunuh, dan menjamin bahwa media akan tetap steril kecuali terkena
kontaminan. (Sumber: scicalgas.com).
83
Gambar 5.
Autoklaf digunkan di laboraturium dan rumah sakit. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
84
Panas kering (oven udara panas): pada dasarnya oven memasak. Aturan waktu
dan suhu yang saling berhubungan berlaku, tapi panas kering tidak seefektif panas
lembab (yaitu, suhu yang lebih tinggi diperlukan untuk waktu yang cukup lama).
Misalnya 160º/2jam atau 170º/1 jam diperlukan untuk sterilisasi. Oven panas kering
digunakan untuk gelas, logam, dan benda-benda yang tidak akan meleleh.
Iradiasi: biasanya menghancurkan atau merusak asam nukleat. Sinar ultraviolet
umumnya digunakan untuk mensterilkan permukaan benda, meskipun sinar-x, radiasi
gamma dan elektron radiasi sinar juga digunakan.
Lampu ultraviolet digunakan untuk mensterilkan ruang kerja dan peralatan
yang digunakan dalam laboratorium mikrobiologi dan fasilitas perawatan kesehatan.
Sinar UV pada panjang gelombang kuman (dua puncak, 185 nm dan 265 nm)
menyebabkan molekul timin berdekatan pada DNA untuk dimerisasi, sehingga
menghambat replikasi DNA (meskipun organisme mungkin tidak dibunuh langsung,
tidak akan dapat mereproduksi). Namun, karena mikroorganisme dapat terlindung
dari sinar ultraviolet di celah, retak dan daerah berbayang, lampu UV seharusnya
hanya digunakan sebagai suplemen untuk teknik sterilisasi lainnya.
Gambar 6.
Kabinet sterilisasi ultraviolet. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Radiasi gamma dan sinar radiasi elektron adalah bentuk radiasi yang
digunakan terutama dalam industri perawatan kesehatan pengion. Sinar gamma,
dipancarkan dari kobalt-60, mirip dalam banyak cara untuk microwave dan sinar-x.
Sinar gamma yang disampaikan selama ikatan kimia sterilisasi istirahat dengan
berinteraksi dengan elektron dari atom konstituen. Sinar gamma sangat efektif dalam
membunuh mikroorganisme dan tidak meninggalkan residu atau memiliki energi
yang cukup untuk memberikan radioaktivitas.
Radiasi elektron beam (e-beam), suatu bentuk ionisasi energi, umumnya
ditandai dengan tingkat penetrasi yang rendah dan dosis tinggi. E-beam iradiasi mirip
85
dengan radiasi gamma dalam hal mengubah berbagai ikatan kimia dan molekul pada
kontak. Balok diproduksi untuk e-beam sterilisasi terkonsentrasi, aliran elektron yang
dihasilkan oleh percepatan dan konversi listrik yang sangat bermuatan.e-beam dan
radiasi gamma untuk sterilisasi adalah item mulai dari jarum suntik ke perangkat
kardiotoraks.
Filter bakteriologis biasanya digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang
tidak tahan terhadap pemanasan, misalnya larutan gula, serum, antibiotika, antitoksin,
dan sebagainya. Teknik filtrasi prinsipnya menggunakan penyaringan, dimana yang
tersaring hanyalah bakteri saja. Diantara jenis filter bakteri yang umum digunakan
adalah Berkefeld (dari fosil diatomae), Chamberland (dari porselen), Seitz (dari asbes)
dan seluosa. Filter udara berefisiensi tinggi untuk menyaring udara berisikan partikel
(High Efficiency Particulate Air Filter atau HEPA) memungkinkan dialirkannya udara
bersih ke dalam ruang tertutup dengan sistem aliran udara laminar (Laminar Air
Flow)
Gambar 7.
Filter Air untuk menghilangkan beberapa bakteri. (Sumber:www.freedrinkingwater.com).
Gambar 8.
Sebuah khas set-up di laboratorium mikrobiologi untuk sterilisasi filtrasi komponen media yang akan
didenaturasi atau diubah oleh sterilisasi panas. Filter ditempatkan (aseptik) pada platform kaca,
kemudian corong dijepit dan cairan yang ditarik oleh vakum ke dalam labu disterilkan sebelumnya.
Direkomendasikan ukuran filter yang akan mengecualikan sel bakteri terkecil adalah 0,22 mikron.
(Sumber: Kenneth Todar, 2012).
86
Filtrasi melibatkan penghapusan fisik (pengecualian) dari semua sel dalam
cairan atau gas. Hal ini terutama penting untuk solusi sterilisasi yang akan
didenaturasi dengan panas (misalnya antibiotik, obat suntik, asam amino, vitamin,
dll). Unit portabel dapat digunakan di lapangan untuk pemurnian air dan unit industri
dapat digunakan untuk ―pasteurisasi‖ minuman. Pada dasarnya, solusi atau gas
dilewatkan melalui filter diameter pori yang cukup (umumnya 0,22 mikron) untuk
menghapus sel-sel bakteri terkecil yang diketahui.
87
Gambar 9.
ETO. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Gambar 10.
Sebuah fogger ozon untuk sterilisasi permukaan telur. Sistem ini bereaksi dengan uap air untuk membuat
radikal oksidasi kuat. Sistem ini benar-benar bebas kimia dan efektif terhadap bakteri, virus dan
mikroorganisme berbahaya yang disimpan pada kulit telur. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
88
Gambar 11.
Sebuah sterilisasi ozon untuk digunakan di rumah sakit atau lingkungan medis lainnya. (Sumber: Kenneth
Todar, 2012).
Gambar 12.
Sebuah sterilisasi LTGP yang memompa H2O2 menguap ke dalam kamar Non Sterilisasi Metode untuk
Kontrol Pertumbuhan Mikroba. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Suhu rendah Gas Plasma (LTGP) digunakan sebagai alternatif untuk etilen
oksida. Menggunakan sejumlah kecil hidrogen cair peroksida (H2O2), yang merupakan
energi dengan gelombang frekuensi radio menjadi gas plasma. Hal ini menyebabkan
generasi radikal bebas dan spesies kimia lainnya, yang merusak organisme.
Metode Non-Sterilisasi
Banyak teknologi fisika dan kimia yang digunakan oleh peradaban saat ini
untuk mengontrol pertumbuhan mikroba tertentu, meskipun sterilitas mungkin bukan
89
titik akhir yang diinginkan. Sebaliknya, mencegah pembusukan makanan atau
menyembuhkan penyakit infeksi mungkin hasil yang diinginkan.
Aplikasi Panas
Suhu mematikan bervariasi dalam mikroorganisme. Waktu yang diperlukan
untuk membunuh tergantung pada jumlah organisme, spesies, sifat produk yang
dipanaskan, pH, dan suhu. Autoklaf, yang membunuh semua mikroorganisme dengan
panas, biasanya digunakan dalam pengalengan, pembotolan, dan prosedur kemasan
steril lainnya. Ini merupakan bentuk akhir dari pelestarian terhadap mikroba. Tapi,
ada beberapa kegunaan lain dari panas untuk mengontrol pertumbuhan mikroba
meskipun mungkin tidak membunuh semua organisme yang ada.
Mendidih: 100°C selama 30 menit. Metode ini membunuh semuanya kecuali
beberapa endospora. Hal ini juga menginaktivasi virus. Untuk keperluan pemurnian
air minum, 100°C selama lima menit adalah ―standar‖ di pegunungan meskipun ada
beberapa laporan bahwa kista Giardia dapat bertahan hidup pada proses ini.
Pasteurisasi adalah penggunaan panas yang ringan untuk mengurangi jumlah
mikroorganisme dalam suatu produk atau makanan. Dalam kasus pasteurisasi susu,
waktu dan suhu tergantung pada membunuh patogen potensial yang ditransmisikan
dalam susu, yaitu, staphylococci, streptokokus, Brucella abortus dan Mycobacterium
tuberculosis. Tapi pasteurisasi membunuh banyak organisme pembusuk, juga, dan
karena itu meningkatkan kehidupan rak susu terutama pada suhu pendingin (2°C).
Susu biasanya dipasteurisasi dengan pemanasan, biasanya pada 63°C selama 30
menit (metode batch) atau 71°C selama 15 detik (metode flash), untuk membunuh
bakteri dan memperpanjang umur susu itu dapat digunakan. Proses membunuh
patogen tapi daun mikroorganisme yang relatif jinak yang dapat menjadikan susu
masam dan tidak perlu disimpan.
Selama proses ultrapasteurization, juga dikenal sebagai Pasturisasi Ultra Suhu
Tinggi (UHT), susu dipanaskan sampai suhu 140°C. Dalam metode langsung, susu
dibawa ke dalam kontak dengan uap pada 140°C selama satu atau dua detik. Sebuah
film tipis susu jatuh melalui ruang dari tekanan tinggi uap, pemanasan susu instan.
Susu untuk metode flash didinginkan oleh aplikasi dari sedikit vakum, yang melayani
tujuan ganda menghilangkan kelebihan air dalam susu dari kondensasi uap. Dalam
metode tidak langsung dari ultrapasteurization, susu dipanaskan dalam pelat penukar
panas. Dibutuhkan beberapa detik untuk suhu susu mencapai 140°C, dan itu adalah
waktu yang selama ini susu yang tersiram air panas, selalu mengarah ke rasa terbakar.
Jika ultrapasteurization digabungkan dengan kemasan aseptik, hasilnya adalah
kehidupan rak panjang dan produk yang tidak perlu pendinginan.
Tabel 1.
Rekomendasikan penggunaan panas untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
90
but may not kill bacterial endospores
Intermittent boiling 100° Three 30-minute intervals of boiling,
followed by periods of cooling kills
bacterial endospores
Autoclave and pressure 121°/15 minutes kills all forms of life including bacterial
cooker (steam under at 15# pressure endospores. The substance being sterilized
pressure) must be maintained at the effective T for
the full time
Dry heat (hot air oven) 160° /2 hours For materials that must remain dry and
which are not destroyed at T between 121°
and 170° Good for glassware, metal, not
plastic or rubber items
Dry heat (hot air oven) 170°/1 hour Same as above. Note increasing T by 10
degrees shortens the sterilizing time by 50
percent
Pasteurization (batch 63°C/30 minutes kills most vegetative bacterial cells
method) including pathogens such as streptococci,
staphylococci and Mycobacterium
tuberculosis
Pasteurization (flash 72°C/15 seconds Effect on bacterial cells similar to batch
method) method; for milk, this method is more
conducive to industry and has fewer
undesirable effects on quality or taste
Ultrapasteurization (direct 140°/2 seconds Effect on most bacterial cells is lethal. For
method) milk, this method creates a product with
relatively long shelf life at refrigeration
temperatures.
Sumber: Kenneth Todar, 2012.
92
Penisilin awalnya efektif untuk organisme gram positif seperti S.aureus. kemudian
karena S.aureus memproduksi penicillin-hydrolysing enzim penisilinase untuk
melawan penisilin, maka Methicilin dikembangkan. Di sisi lain, usaha untuk
megembangkan spektrum antimikroba ampisilin, yang juga efektif terhadap
organisme gram negatif, Enterobacteriaceae, dan piperacillin, yang efektif untuk
Pseudomonas aeruginosa. Cephems dikembangkan pada 1960, dan digunakan secara
luas. Chepems dikelaskan dalam beberapa generasi sesuai spektra antimikrobanya.
Generasi pertama chempems (cefazolin) efektif terhadap organisme gram positif dan
E.coli, aktivitas antimikrobanya kuat. Generasi kedua chepems (cefotiam) mempunyai
memperluas spektrum antimikroba yang tidak hanya gram poditif tapi juga gram
negatif termasuk Enterobacterium lain. Generasi ketiga chepems (ceftazidine,
cefotaxime) mempunyai khasiat lebih tinggi untuk gram negatif dan beberapa obat
juga efektif untuk P.aeruginosa, walaupun aktivitas antimikroba melawan organisme
gram positif awalnya lebih rendah dibanding generasi pertama.Carbapenem adalah
suatu kelas antibiotik termasuk panipenem, imipenem dan meropenem. Obat-obat ini
efektif tidak hanya gram positif dan gram negatif tapi juga anaerob dan aktivitas
antimikrobanya kuat. Antibiotik monobaktam aztreonam efektif hanya untuk bakteri
gram negatif saja.
Kelanjutan perbaikan telah dibuat untuk agen antimikroba dalam bermacam-
macam aspek dalam penambahan spektrum antimikroba dan aktivitasnya. Obat-obat
itu dikembangkan untuk mencapai pharmakodinamik yang lebih baik termasuk
absorpsi obat peroral, konsentrasi dalam darah dan distribusi ke pusat inflammatory.
Antimikroba quinolon sebagai contoh obat dengan perbaikan farmakodinamik dan
aman. Nalidixic acid, obat pertama di kelas ini, dan digunakan untuk melawan bakteri
gram negatif dan digunakan terbatas untuk infeksi saluran urin karena obat ini
konsentrasi dalam darah dan distribusi jaringannya rendah, dan dimetabolisme secara
cepat di tubuh manusia. Norfloxacin yang masuk ke pasaran pada 1984, memiliki
status metabolisme yang stabil dan distribusi jaringannya bagus. Spektrum
antimikroba ini luas terhadap bakteri gram positif dan negatif termasuk P.aeruginosa.
antimikroba quinolon dikembangkan setelah norfloxacin dikenal sebagai quinolon
baru dan masih sebgai kunci obat. Levofloxacin adalah S-(-) enantiomer quinolon baru
ofloxacin. Enantiomer ini mempunyai aktivitas antimikroba yang tingg dari R-(+)
enantiomer ofloxacin lain dan dihubungkan dengan efek samping rendah pada sistem
saraf pusatkegelisahan dan vertigo. Walaupun banyak komplain, beberapa negara
bersaing dalam pengembangan antimikroba baru.
Sel-sel mikroba tumbuh dan membelah dalam jumlah besar selama infeksi di
permukaan dan di dalam tubuh inang. Selama tumbuh dan membelah, mikroba
mengkonsumsi maupun menyintesis berbagai molekul. Agen antimikroba menggangu
proses yang esensial bagi pertumbuhan atau pembelahan. Agen antimikroba dapat
dikatagorikan menjadi beberapa kelompok, yaitu penghambat dinding sel bakteri atau
fungi, penghambat membran sel, penghambat sintesis asam nukleat, dan penghambat
fungsi ribosom. Agen antimikroba dapat berupa bakteri/fungisida (membunuh
bakteri/fungi) atau bakterio/fungistatis (menghambat pertumbuhan bakteri/fungi).
Agen bakterisida lebih efektif, tetapi agen bakteriostatis lebih menguntungkan karena
93
dapat mengembangkan sistem pertahanan inang untuk menghancurkan infeksi
mikroba.
94
Nitrat - dapat ditemukan di beberapa keju, menambah rasa, mempertahankan
warna pink di daging dan mencegah botulisme pada makanan kaleng. Dapat
menyebabkan reaksi yang merugikan pada anak-anak, dan berpotensi karsinogenik.
Sulfur Dioksida dan Sulfit - digunakan sebagai pengawet dan untuk mencegah
pencoklatan dalam minuman beralkohol, jus buah, minuman ringan, buah-buahan dan
sayuran kering. Sulfit mencegah pertumbuhan ragi dan juga menghambat
pertumbuhan bakteri dalam anggur. Sulfit dapat menyebabkan asma dan hiperaktif.
Mereka juga menghancurkan vitamin.
Asam benzoat dan Natrium Benzoat - digunakan untuk melestarikan saus
tiram, kecap ikan, kecap, minuman non-alkohol, jus buah, margarin, salad, permen,
dipanggang, keju, selai dan produk acar. Mereka juga menyebabkan hiperaktif.
Asam propionat dan Propionates - digunakan dalam roti, produk cokelat, dan
keju untuk kesegaran tahan lama.
Asam sorbat dan sorbates - mencegah pembentukan cetakan dalam keju dan
tepung confectioneries
Tabel 3.
Pengawet makanan yang biasa digunakan
95
Antibiotik: agen antimikroba yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang
membunuh atau menghambat mikroorganisme lainnya. Ini adalah definisi
mikrobiologi itu. Definisi yang lebih diperluas dari antibiotik termasuk bahan kimia
yang berasal dari alam (dari jenis sel) yang memiliki efek untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan sel-sel jenis lain. Karena antibiotik yang paling klinis yang
sangat berguna diproduksi oleh mikroorganisme dan digunakan untuk membunuh
atau menghambat bakteri menular, perlu mengikuti definisi klasik. Perhatikan juga (di
atas), farmasi mengacu pada bahan kimia antimikroba yang digunakan dalam
pengobatan penyakit menular seperti misalnya sebagai antibiotik.
Gambar 13.
Tiga koloni bakteri yang tumbuh di piring ini mensekresikan antibiotik yang berdifusi ke dalam media
dan menghambat pertumbuhan cetakan. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
96
streptomycin), makrolid (eritromisin misalnya), dan tetrasiklin. Endospora pembentuk
spesies Bacillus menghasilkan antibiotik polipeptida seperti polimiksin dan bacitracin.
Antibiotik semisintetik adalah molekul yang diproduksi mikroba yang
kemudian dimodifikasi oleh seorang ahli kimia organik untuk meningkatkan sifat
antimikroba mereka atau membuat mereka unik untuk paten farmasi.
Tabel 4.
Berbagai macam Antibiotik
98
Agen Antimikroba untuk Mengatasi Penyakit Infeksi
Era modern kemoterapi antimikroba mulai mengikuti penemuan Fleming pada
tahun 1929 zat bakterisida kuat yaitu penisilin, dan penemuan Domagk pada tahun
1935 dari bahan kimia sintetis (sulfonamid) dengan aktivitas antimikroba yang luas.
Pada awal 1940-an, didorong sebagian oleh kebutuhan untuk agen antibakteri di WW
II, penisilin diisolasi, dimurnikan dan disuntikkan ke hewan percobaan, di mana
ditemukan tidak hanya menyembuhkan infeksi tetapi juga untuk memiliki toksisitas
yang sangat rendah untuk hewan. Fakta menjadi kemoterapi antibiotik dan pencarian
intens untuk agen antimikroba yang sama toksisitas rendah untuk hewan yang
mungkin berguna dalam pengobatan penyakit menular. Isolasi cepat streptomisin,
kloramfenikol dan tetrasiklin segera diikuti, dan oleh 1950-an, antibiotik dan beberapa
lainnya berada dalam penggunaan klinis.
Properti yang paling penting dari agen antimikroba klinis, terutama dari sudut
pandang pasien, adalah toksisitas selektif, yaitu, agen bertindak dalam beberapa cara
yang menghambat atau membunuh bakteri patogen tetapi memiliki sedikit atau tidak
ada efek toksik pada pengambilan hewan obat ini menunjukkan bahwa proses
biokimia dalam bakteri dalam beberapa cara yang berbeda dari sel-sel hewan, dan
bahwa keuntungan dari perbedaan ini dapat diambil dalam kemoterapi.
Antibiotik mungkin memiliki cidal (pembunuhan) efek atau statis
(penghambatan) berpengaruh pada berbagai mikroba. Kisaran bakteri atau
mikroorganisme lain yang terpengaruh oleh antibiotik tertentu dinyatakan sebagai
spektrum kerjanya. Antibiotik efektif terhadap organisme prokariotik yang
membunuh atau menghambat berbagai bakteri Gram-positif dan Gram-negatif
dikatakan spektrum yang luas. Jika efektif terutama terhadap bakteri Gram-positif atau
Gram-negatif, maka spektrum sempit. Jika efektif terhadap organisme tunggal atau
penyakit, maka disebut spektrum sebagai terbatas.
99
Gambar 14.
Jenis Agen Antimikrobial. (Sumber: Kenneth Todar, 2015).
100
Asam klavulanat adalah bahan kimia kadang-kadang ditambahkan ke
persiapan penisilin semisintetik. Dengan demikian, amoksisilin klavulanat ditambah
adalah clavamox atau augmentin. Klavulanat yang bukan merupakan agen
antimikroba. Ini menghambat enzim beta laktamase dan telah memberikan kehidupan
yang panjang untuk penisilinase.
Meskipun tidak beracun, penisilin sesekali menyebabkan kematian bila
diberikan kepada orang-orang yang alergi terhadap mereka. Di AS ada 300-500
kematian setiap tahunnya karena alergi penisilin. Pada individu alergi beta laktam
menempel pada serum protein yang memulai respon inflamasi mediasi IgE.
Cephalolsporins adalah antibiotik laktam beta dengan modus serupa tindakan
untuk penisilin yang dihasilkan oleh spesies Cephalosporium. Memiliki toksisitas
rendah dan spektrum agak luas daripada penisilin alami. Mereka sering digunakan
sebagai pengganti penisilin, terhadap bakteri Gram-negatif, dan profilaksis bedah.
Mereka mengalami degradasi oleh beberapa bakteri beta-laktamase, tetapi mereka
cenderung resisten terhadap beta laktamase-dari S. aureus.
Gambar 15.
Struktur kimia dari beberapa antibiotik Beta Lactam. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
101
penggunaan sistemiknya. Hal ini hadir dalam banyak persiapan antibiotik topikal, dan
karena tidak diserap oleh usus, itu diberikan untuk ―mensterilkan‖ usus sebelum
operasi.
Inhibitor membran sel mengacaukan struktur atau menghambat fungsi
membran bakteri. Integritas membran sitoplasma sangat penting untuk bakteri, dan
senyawa yang mengacaukan membran dengan cepat membunuh sel. Namun, karena
kesamaan fosfolipid dalam membran bakteri dan eukariotik, tindakan ini jarang cukup
spesifik untuk memungkinkan senyawa ini akan digunakan secara sistemik. Satu-
satunya antibiotik antibakteri penting klinis yang bertindak dengan mekanisme ini
adalah Polymyxin, yang diproduksi oleh Bacillus polymyxa. Polimiksin efektif terutama
terhadap bakteri Gram-negatif dan biasanya terbatas pada penggunaan topikal.
Polymyxins mengikat membran fosfolipid dan dengan demikian mengganggu fungsi
membran. Polimiksin kadang-kadang diberikan untuk infeksi saluran kemih yang
disebabkan oleh Pseudomonas yang gentamisin, karbenisilin dan tahan tobramisin.
Keseimbangan antara efektifitas dan kerusakan pada ginjal dan organ lainnya, serta
obat hanya boleh diberikan di bawah pengawasan yang ketat di rumah sakit.
Inhibitor sintesis protein, banyak antibiotik terapi berguna menghambat
beberapa langkah dalam proses penerjemahan yang kompleks. Serangan mereka selalu
di salah satu peristiwa yang terjadi pada ribosom daripada tahap aktivasi asam amino
atau lampiran ke tRNA tertentu. Sebagian besar memiliki afinitas atau spesifisitas
untuk 70S (sebagai lawan 80S) ribosom, dan mereka mencapai toksisitas selektif
mereka dengan cara ini. Antibiotik yang paling penting dengan mode ini tindakan
adalah tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida (eritromisin misalnya) dan
aminoglikosida (misalnya streptomycin).
Aminoglikosida adalah produk dari spesies Streptomyces dan diwakili oleh
streptomisin, kanamisin, tobramycin dan gentamisin. Antibiotik ini mengerahkan
aktivitas mereka dengan mengikat ribosom bakteri dan mencegah inisiasi sintesis
protein. Aminoglikosida telah digunakan untuk melawan berbagai macam infeksi
bakteri yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Streptomisin
telah digunakan secara luas sebagai obat utama dalam pengobatan tuberkulosis.
Gentamisin aktif melawan banyak strain bakteri Gram-positif dan Gram-negatif,
termasuk beberapa strain Pseudomonas aeruginosa. Kanamisin aktif pada konsentrasi
rendah terhadap banyak bakteri Gram-positif, termasuk penisilin tahan stafilokokus.
Gentamisin dan tobramycin adalah andalan untuk pengobatan infeksi Pseudomonas.
Efek samping malang aminoglikosida cenderung membatasi penggunaannya:
penggunaan jangka panjang diketahui merusak fungsi ginjal dan kerusakan saraf
pendengaran menyebabkan ketulian.
102
Gambar 16.
Struktur kimia tobramisin. (Sumber: dailymed.nlm.nih.gov).
Tetrasiklin terdiri dari delapan antibiotik terkait semua produk alami dari
Streptomyces, meskipun beberapa sekarang dapat diproduksi secara semisintetik.
Tetrasiklin, klortetrasiklin dan doksisiklin dikenal yang terbaik. Tetrasiklin adalah
antibiotik spektrum luas dengan berbagai aktivitas terhadap kedua bakteri Gram-
positif dan Gram-negatif. Tetrasiklin bertindak dengan menghalangi pengikatan
aminoasil tRNA ke Sebuah situs di ribosom. Tetrasiklin menghambat sintesis protein
yang terisolasi pada 70S atau 80S (eukariotik) ribosom, dan dalam kedua kasus,
efeknya adalah pada sub unit ribosom kecil. Namun, sebagian besar bakteri memiliki
sistem transportasi aktif untuk tetrasiklin yang akan memungkinkan akumulasi
intraselular antibiotik pada konsentrasi 50 kali lebih besar seperti di media. Ini sangat
meningkatkan efektivitas antibakteri dan menyumbang spesifisitas kerjanya, karena
konsentrasi yang efektif tidak dapat terakumulasi dalam sel-sel hewan. Dengan
demikian tingkat darah dari tetrasiklin yang berbahaya untuk jaringan hewan dapat
menghentikan sintesis protein dalam menyerang bakteri.
Tetrasiklin memiliki efek toksisitas dan minimal sisi sangat rendah ketika
diambil oleh hewan. Kombinasi toksisitas spectrum rendah yang luas mereka telah
menyebabkan penyalahgunaan berlebihan oleh komunitas medis dan pengembangan
yang meluas telah mengurangi efektivitas mereka. Meskipun demikian, tetrasiklin
masih memiliki beberapa kegunaan penting, seperti dalam pengobatan penyakit Lyme.
Gambar 17.
Struktur kimia dari tetrasiklin. (Sumber: commons.wikimedia.org).
103
Kloramfenikol memiliki spektrum yang luas dari kegiatan yang memberikan
sebuah efek bakteriostatik. Hal ini efektif terhadap parasit intraseluler seperti riketsia
tersebut. Sayangnya, anemia aplastik, yang terkait dosis, berkembang di sebagian kecil
(1 / 50.000) dari pasien. Kloramfenikol awalnya ditemukan dan dimurnikan dari
fermentasi dari Streptomyces, namun saat itu diproduksi sepenuhnya oleh sintesis
kimia. Kloramfenikol menghambat bakteri enzim peptidil transferase sehingga
mencegah pertumbuhan rantai polipeptida selama sintesis protein.
Kloramfenikol sepenuhnya selektif untuk 70S ribosom dan tidak
mempengaruhi 80S ribosom. Toksisitas disayangkan menuju proporsi kecil dari pasien
yang menerimanya sama sekali tidak terkait dengan efek pada sintesis protein bakteri.
Namun, karena mitokondria berasal dari sel prokariot dan memiliki 70S ribosom,
mereka tunduk pada penghambatan oleh beberapa inhibitor sintesis protein termasuk
chloroamphenicol. Ini mungkin menjelaskan toksisitas kloramfenikol. Sel-sel
eukariotik paling mungkin dihambat oleh kloramfenikol adalah sel yang menjalani
perkalian cepat, sehingga sintesis mitokondria terjadi cepat. Sel tersebut termasuk sel
drah, sumsum tulang, penghambatan yang hadir sebagai anemia aplstik.
kloramfenikol sangat ditentukan dan jumlah kematian akibat anemia terjadi sebelum
penggunaannya dibatasi. Sekarang jarang digunakan dalam pengobatan manusia
kecuali dalam situasi yang mengancam jiwa (misalnya demam tifoid).
Makrolid adalah keluarga antibiotik yang mengandung struktur cincin lakton
besar dihubungkan melalui ikatan glikosida dengan gula amino. Anggota paling
penting dari kelompok ini adalah eritromisin dan azitromisin. Eritromisin aktif
terhadap bakteri Gram-positif, Neisseria, Legionella dan Haemophilus, tetapi tidak
terhadap Enterobacteriaceae. Makrolid menghambat sintesis protein bakteri dengan
mengikat sub unit ribosom 50S. Mengikat perpanjangan untuk menghambat protein
dengan transferase peptidil atau mencegah translokasi ribosom atau keduanya.
Makrolida yang bakteriostatik untuk kebanyakan bakteri tetapi cidal untuk beberapa
bakteri Gram-positif.
Gambar 18.
Struktur kimia chloroamphenicol. (Sumber: www.medicinescomplete.com).
104
Gambar 19.
Struktur kimia dari eritromisin. (Sumber: www.medicinescomplete.com).
Beberapa agen kemoterapi mempengaruhi sintesis DNA atau RNA, atau dapat
mengikat DNA atau RNA sehingga pesan mereka tidak dapat dibaca. Kedua kasus,
tentu saja, dapat memblokir pertumbuhan sel. Mayoritas obat ini kurang benar dan
mempengaruhi sel-sel hewan dan sel bakteri yang sama dan karena itu tidak memiliki
aplikasi terapeutik. Dua kelas nukleat inhibitor sintesis asam yang memiliki aktivitas
selektif terhadap organisme prokariotik dan beberapa utilitas medis kuinolon dan
rifamycins.
Kuinolon adalah agen spektrum luas yang cepat membunuh bakteri dan
diserap dengan baik setelah pemberian oral. Asam nalidiksat dan ciprofloxacin milik
grup ini. Mereka bertindak dengan menghambat aktivitas girase DNA bakteri,
mencegah fungsi normal DNA. DNA bakteri ada dalam bentuk supercoiled dan enzim
DNA girase, topoisomerase, yang bertanggung jawab untuk memperkenalkan
superkoil negatif ke dalam struktur. Manusia memiliki DNA girase tetapi secara
struktural berbeda dari enzim bakteri dan tetap tidak terpengaruh oleh aktivitas
kuinolon. Terlalu sering menggunakan obat ini dalam situasi tertentu adalah memilih
mutan tahan kuinolon dan penggunaan jangka panjang senyawa tersebut dapat
membahayakan.
105
Gambar 20.
Struktur kimia asam nalidiksat. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Gambar 21.
Struktur kimia ciprofloxacin. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
106
salah satu obat lini depan digunakan untuk mengobati penyakit, terutama ketika
resistensi isoniazid diindikasikan. Hal ini efektif secara lisan dan menembus baik ke
dalam cairan serebrospinal dan karena itu berguna untuk perawatan tuberkulosis
meningitis, serta meningitis yang disebabkan oleh Neisseria meningitidis.
Gambar 22.
Struktur kimia rifampisin. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
107
Tiga agen kemoterapi sintetis tambahan telah digunakan dalam pengobatan TB:
isoniazid (INH), asam para-aminosalisilat (PAS), dan ethambutol. Strategi yang biasa
dalam pengobatan tuberkulosis tuntuk mengelola antibiotik tunggal (historis
streptomycin, tapi sekarang, paling sering, rifampisin diberikan) dalam hubungannya
dengan INH dan etambutol. Karena basil tuberkel cepat mengembangkan resistensi
terhadap antibiotik, etambutol dan INH diberikan untuk mencegah perkembangan
dari strain yang resisten. Hal ini juga harus menunjukkan bahwa basil tuberkel cepat
mengembangkan resistensi terhadap etambutol dan INH jika obat baik digunakan
sendiri. Etambutol menghambat penggabungan asam mycolic ke dalam dinding sel
mikobakteri. Isoniazid telah dilaporkan menghambat sintesis asam mycolic di
mycobacteria dan karena merupakan analog dari pyridoxine (Vitamin B6) mungkin
menghambat pyridoxine dikatalisasi reaksi. Isoniazid diaktifkan oleh enzim
peroksidase mikobakteri dan menghancurkan beberapa sasaran di dalam sel. PAS
adalah anti-folat. PAS pernah menjadi obat anti-TB primer, tapi sekarang adalah agen
sekunder, sebagian besar telah digantikan oleh ethambutol.
Gambar 23.
Sulfanilamide mirip dengan struktur para-aminobenzoic acid (PABA), perantara dalam jalur biosintesis
asam folat. Sulfanilamide kompetitif dapat menghambat enzim yang memiliki PABA seperti substrat
normal kompetitif menduduki situs aktif enzim. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Gambar 24.
Struktur kimia isoniazid. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
108
RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK
Penisilin umumnya tersedia untuk pengobatan infeksi bakteri, terutama yang
disebabkan oleh stafilokokus dan streptokokus, yang bermula sekitar tahun 1946.
Awalnya, antibiotik yang efektif terhadap segala macam infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Gram-positif. Resistensi terhadap penisilin dalam beberapa strain stafilokokus
diakui. (Resistensi terhadap penisilin hari ini terjadi pada sebanyak 80% dari semua
strain Staphylococcus aureus). Anehnya, Streptococcus pyogenes belum sepenuhnya kebal
terhadap penisilin dan tetap pilihan wajar untuk berbagai jenis infeksi streptokokus.
Penisilin alami tidak pernah efektif terhadap sebagian besar patogen Gram-negatif
(misalnya Salmonella, Shigella, Bordetella pertussis, Yersinia pestis, Pseudomonas)
dengan pengecualian dari Neisseria gonorrhoeae. Bakteri Gram-negatif secara inheren
tahan karena dinding sel rentan mereka dilindungi oleh membran luar yang mencegah
perembesan molekul penisilin.
Periode akhir 1940-an dan awal 1950-an melihat penemuan dan pengenalan
streptomisin, kloramfenikol, tetrasiklin dan usia kemoterapi antibiotik muncul menjadi
penuh. Antibiotik ini efektif terhadap array penuh bakteri patogen termasuk bakteri
Gram-positif dan Gram-negatif, parasit intraseluler, dan basil TB. Namun pada tahun
1953 selama wabah Shigella di Jepang, strain basil disentri terisolasi beberapa resistan
terhadap obat, menunjukkan resistensi terhadap kloramfenikol, tetrasiklin,
streptomisin, dan sulfanilamides. Terdapat pula bukti yang menunjukkan bahwa
bakteri bisa lulus untuk multidrug resistance antara strain dan bahkan antara spesies.
Itu juga jelas bahwa Mycobacterium tuberculosis mampu tahan terhadap resistensi
streptomisin yang telah menjadi andalan dalam terapi TB.
Pada tahun 1960-an menjadi jelas bahwa beberapa bakteri patogen yang kebal
terhadap antibiotik.Sebuah pendekatan yang lebih konservatif dengan penggunaan
antibiotik belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat medis dan pertanian. Patogen
paling penting muncul dalam berbagai bentuk yang resistan terhadap obat sejauh ini
Mycobacterium tuberculosis dan Staphylococcus aureus.
109
Gambar 25.
Tes sensitivitas antibiotik dilakukan pada lempeng agar. Cakram yang diunggulkan dengan antibiotik
ditanam pada permukaan agar. Interpretasi ukuran bakteri ―zona inhibisi‖ berkaitan dengan
kemungkinan penggunaan antibiotik dalam pengaturan klinis. Organisme ini tahan terhadap antibiotik
ditanam di piring. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
110
streptomisin (antibiotik sendiri), tapi entah bagaimana dengan gen yang lolos dan
masuk ke E. coli atau Shigella. Atau, lebih mungkin, beberapa bakteri mengembangkan
resistansi genetik melalui proses mutasi, seleksi dan kemudian menyumbangkan gen
ini untuk beberapa bakteri lain melalui salah satu dari beberapa proses untuk
pertukaran genetik yang ada pada bakteri.
Bakteri dapat bertukar gen di alam oleh tiga proses: konjugasi, transduksi dan
transformasi. Konjugasi melibatkan kontak sel-sel DNA melintasi pilus seks dari donor
ke penerima. Selama transduksi, transfer gen antara bakteri dan virus. Dalam
transformasi, DNA diperoleh langsung dari lingkungan, yang telah dibebaskan dari
sel lain. Rekombinasi genetik dapat mengikuti transfer DNA dari satu sel ke sel lain
yang mengarah ke munculnya genotipe baru (rekombinan). Hal ini umum untuk DNA
yang akan ditransfer sebagai plasmid antara bakteri kawin. Sejak bakteri biasanya
mengembangkan gen mereka untuk resistensi obat pada plasmid (disebut faktor
ketahanan [R-faktor] atau resistance transfer factor [RTFs]), unsur-unsur genetik ini
bermain sangat dalam untuk penyebaran resistensi obat untuk strain dan spesies
lainnya selama proses pertukaran genetik.
Efek gabungan dari tingkat pertumbuhan yang cepat, populasi tinggi sel,
proses genetik mutasi dan seleksi, dan kemampuan untuk bertukar gen, menjelaskan
tingkat adaptasi yang luar biasa dan evolusi yang dapat diamati dalam bakteri. Untuk
alasan ini adaptasi bakteri (resistensi) terhadap lingkungan antibiotik tampaknya
berlangsung sangat cepat dalam waktu evolusi: bakteri berkembang cepat.
111
dilaporkan terutama sukses di mana bakteri telah membangun biofilm terdiri dari
matriks polisakarida dimana antibiotik tidak bisa menembus.
112
BAB 5
Pengukuran Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan adalah peningkatan tertib dalam jumlah konstituen seluler. Hal
ini tergantung pada kemampuan sel untuk membentuk protoplasma baru dari nutrisi
yang tersedia di lingkungan. Dalam kebanyakan bakteri, pertumbuhan melibatkan
peningkatan massa sel dan jumlah ribosom, duplikasi kromosom bakteri, sintesis
dinding sel dan membran plasma baru, partisi dari dua kromosom, pembentukan
septum, dan pembelahan sel. Proses aseksual untuk reproduksi ini disebut
pembelahan biner.Pertumbuhan pada bakteri didefinisikan sebagai pertumbuhan
berat sel. Mempelajari pertumbuhan bakteri merupakan faktor terpenting dalam
mengetahui beberapa aspek fisiologi suatu bakteri. Pertumbuhan adalah merupakan
pertambahan secara teratur semua komponen sel suatu organisme. Pembelahan sel
adalah hasil dari pembelahan sel. Pada jasad bersel tunggal (uniseluler), pembelahan
atau perbanyakan sel merupakan pertambahan jumlah individu. Misalnya pembelahan
sel pada bakteri akan menghasilkan pertambahan jumlah sel bakteri itu sendiri. Pada
jasad bersel banyak (multiseluler), pembelahan sel tidak menghasilkan pertambahan
jumlah individunya, tetapi hanya merupakan pembentukan jaringan atau bertambah
besar jasadnya.alam membahas pertumbuhan mikrobia harus dibedakan antara
pertumbuhan masing-masing individu sel dan pertumbuhan kelompok sel atau
pertumbuhan populasi.Pertumbuhan bakteri dapat diukur dengan dua cara yaitu
secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran pertumbuhan bakteri secara
langsung dapat dilakukan dengan metode total count, turbidikmetrik, berat kering,
electronic counter, plating techique, fltrasi membran. Sedangkan pengukuran
pertumbuhan bakteri secara tidak langsung dapat dilakukan dengan metode viable
count, aktivitas metabolik dan berat sel kering.
Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur berdasarkan konsentrasi sel
(jumlah sel per satuan isi kultur) ataupun densitas sel. Dua parameter ini tidak selalu
sama karena berat kering sel rata-rat bervariasi pada tahap berlainan dalam
pertumbuhan kultur. Kedua parameter tersebut juga tidak bermakna sama dalam
penelitian mengenai biokimia mikroorganisme atau gizi mikroorganisme, konsentrasi
sel adalah kuantitas yang bermakna.
113
Gambar 1.
Pertumbuhan bakteri dengan pembelahan biner. Kebanyakan bakteri berkembang biak dengan proses
aseksual yang relatif sederhana yang disebut pembelahan biner: setiap kenaikan sel dalam ukuran dan
terbagi menjadi dua sel. Selama proses ini ada peningkatan tertib dalam struktur seluler dan komponen,
replikasi dan pemisahan DNA bakteri, dan pembentukan septum atau lintas dinding yang membagi sel
menjadi dua sel progeny. Proses dikoordinasikan oleh membran bakteri mungkin dengan cara
mesosomes. Molekul DNA diyakini melekat titik pada membran mana replikas terjadi. Kedua molekul
DNA tetap melekat pada titik-titik side-by-side pada membran sedangkan material membran baru
disintesis antara dua titik. Ini menarik molekul DNA di arah yang berlawanan saat dinding sel baru dan
membran yang ditetapkan sebagai septum antara dua kompartemen kromosom. Ketika pembentukan
septum selesai sel terbagi menjadi dua sel anakan. Interval waktu yang dibutuhkan untuk sel bakteri
untuk membagi atau untuk populasi sel bakteri untuk menggandakan disebut waktu generasi. Waktu
regenerasi untuk spesies bakteri yang tumbuh di alam mungkin sesingkat 15 menit atau selama beberapa
hari. Elektron mikrograf dari Streptococcus pyogenes. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
114
pertumbuhan dapat diukur dalam dua parameter yang berbeda: perubahan massa sel
dan perubahan jumlah sel.
115
koloni forming unit (cfu) dan jumlah cfu ini terkait dengan jumlah yang layak dari
bakteri dalam sampel.
Keuntungan dari teknik ini adalah sensitivitas (secara teoritis, satu sel dapat
dideteksi), dan memungkinkan untuk pemeriksaan dan identifikasi positif dari
organisme yang dihitung. Kekurangnnya adalah (1) hanya sel hidup yang dapat
dihitung; (2) gumpalan atau rantai sel berkembang menjadi koloni tunggal; (3)
koloni berkembang hanya dari organisme yang kondisi kulturnya cocok untuk
pertumbuhan. Yang terakhir membuat teknik hampir tidak berguna untuk
mengkarakterisasi atau menghitung jumlah total bakteri dalam ekosistem mikroba
yang kompleks seperti tanah atau rumen hewan atau saluran pencernaan. Probe
genetik dapat digunakan untuk menunjukkan keragaman dan kelimpahan relatif
dari organisme prokariotik di lingkungan seperti itu, tapi banyak spesies
diidentifikasi oleh teknik genetik sejauh ini terbukti unculturable.
Tabel 1.
Metode yang Digunakan untuk Mengukur Pertumbuhan Bakteri
116
Gambar 2.
Koloni bakteri yang tumbuh di piring agar nutrien. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
117
Gambar 3.
Kurva pertumbuhan bakteri yang khas. Ketika bakteri tumbuh dalam sistem tertutup (juga disebut batch
kultur), seperti tabung reaksi, populasi sel hampir selalu menunjukkan dinamika pertumbuhan ini: sel
awalnya menyesuaikan diri dengan media baru (fase lag) sampai mereka dapat mulai membagi secara
teratur oleh proses pembelahan biner (fase eksponensial). Ketika pertumbuhan mereka menjadi terbatas,
sel-sel berhenti membelah (fase diam), sampai akhirnya mereka menunjukkan hilangnya viabilitas (fase
kematian). Perhatikan parameter sumbu x dan y. Pertumbuhan dinyatakan sebagai perubahan dalam sel
layak jumlah terhadap waktu. Waktu regenerasi dihitung selama fase pertumbuhan eksponensial.
Pengukuran waktu dalam jam untuk bakteri dengan waktu generasi pendek. (Sumber: Kenneth Todar,
2012).
118
waktu (t) per generasi (n = jumlah generasi). Oleh karena itu, G = t / n adalah
persamaan perhitungan waktu generasi (bawah).
3. Tahap Stationary. Pertumbuhan eksponensial tidak dapat dilanjutkan selamanya
dalam bets kultur (misalnya sistem tertutup seperti tabung atau botol).
Pertumbuhan penduduk dibatasi oleh salah satu dari tiga faktor: 1. kelelahan
nutrisi yang tersedia; 2. Penghambatan akumulasi metabolit atau produk akhir; 3.
kelelahan ruang, dalam hal ini disebut kurangnya ―ruang biologis‖. Selama fase
stasioner, jika sel-sel yang layak sedang dihitung, tidak dapat ditentukan apakah
beberapa sel mati dan jumlah yang sama dari sel membagi, atau populasi sel telah
cukup berhenti tumbuh dan membagi. Fase stasioner, seperti fase lag, tidak selalu
pada periode ketenangan. Bakteri yang menghasilkan metabolit sekunder, seperti
antibiotik, melakukannya selama siklus pertumbuhan fase stasioner (metabolit
sekunder didefinisikan sebagai metabolit yang dihasilkan setelah tahap aktif
pertumbuhan). Hal ini selama fase diam bahwa bakteri membentuk spora harus
mendorong atau membuka kedok aktivitas puluhan gen yang mungkin terlibat
dalam proses sporulasi.
4. Fase Kematian. Jika inkubasi berlanjut setelah penduduk mencapai fase diam, fase
kematian berikut, di mana penurunan populasi sel yang layak. (Catatan, jika
menghitung dengan pengukuran turbidimetri atau jumlah mikroskopis, fase
kematian tidak dapat diamati.). Selama fase kematian, jumlah sel yang layak
menurun secara geometris (eksponensial), pada dasarnya kebalikan dari
pertumbuhan selama fase log.
119
Rhizobium japonicum Mannitol-salts-yeast extract 344-461
Mycobacterium tuberculosis Synthetic 792-932
Treponema pallidum Rabbit testes 1980
Sumber: Kenneth Todar, 2012.
120
meringankan kekurangan nutrisi, akumulasi zat beracun, dan akumulasi sel-sel yang
berlebihan dalam kultur, yang merupakan parameter yang memulai fase diam dari
siklus pertumbuhan. Kultur bakteri dapat tumbuh dan dipelihara pada kondisi relatif
konstan, tergantung pada laju aliran nutrisi.
Gambar 4.
Skema diagram chemostat, sebuah perangkat untuk kultur. (Sumber: www.ibri.org).
121
menghentikan pertumbuhan pada titik yang sama dalam siklus sel, sementara metode
fisik yang lain untuk seleksi sel yang baru saja menyelesaikan proses pembelahan
biner. Secara teoritis, sel-sel terkecil dalam populasi bakteri adalah mereka yang baru
saja menyelesaikan proses pembelahan sel kultur sinkron cepat kehilangan sinkron
karena tidak semua sel membagi populasi di persis sama ukuran, usia atau waktu.
Gambar 5.
Pertumbuhan sinkron dari populasi bakteri. Dengan hati-hati memilih sel yang baru saja dibagi, populasi
bakteri dapat disinkronkan dalam siklus pembelahan sel bakteri. Sinkronisasi dapat dipertahankan hanya
untuk beberapa generasi. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
122
BAB 6
Diversitas Bakteri
PANDANGAN UMUM DIVERSITAS BAKTERI
Mikroorganisme, khususnya bakteri, mengisi hampir seluruh ruang ekologi di
bumi. Dari mulai tempat-tempat yang umum ditemui seperti perairan laut dan
lingkungan terestrial, sampai pada lingkungan yang ekstrim seperti kawah gunung,
lingkungan sangat asam dan perairan laut dalam (hyperthermophilic area).
Kemampuan bakteri dalam mengisi banyak ruang ekologi ini disebabkan karena
adanya diversitas yang tinggi dari metabolisme bakteri yang membuatnya dapat
survive pada kondisi lingkungan yang beragam. Bahkan penelitian terkini
menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan bahwa beberapa bakteri di bumi
bersumber dari ruang angkasa. Bakteri ini ditransportasikan melalui kejadian alam
seperti hujan meteor, yang kemudian terdistribusikan di bumi melalui siklus
biogeokimia.
Bakteri tergolong sebagai organisme prokariot, dan yang membedakannya
dengan organisme eukariot terletak pada ketiadaan membran inti sel. Jika kita melihat
lebih jauh, secara struktur morfologi, diversitas eukariot memang jauh lebih tinggi
dibandingkan prokariot. Prokariot hanya memiliki variasi bentuk yang sempit, seperti
coccus, batang, coccoid, dan lain sebagainya, sementara organisme eukariotik memiliki
bentuk yang sangat beragam, bahkan dalam satu spesies sekalipun. Namun,
keberagaman yang dapat kita temukan di organisme prokariot adalah pada level
diversitas metabolisme dan aktivitas biokimianya, terutama dalam hal bagaimana
organisme prokariot dapat men-generate energi dan metabolit sekunder dari proses
metabolismenya.
Diversitas pada prokariot didefinisikan sebagai variasi metabolisme dan
produksi energi, oleh karena itu prokariot dapat hidup di berbagai habitat di bumi.
Yang dimaksud dengan metabolisme yang menghasilkan energi adalah reaksi-reaksi
biokimia pada organisme prokariot untuk menghasilkan energi dan kemudian
digunakan untuk mensintesis material sel dari molekul kecil yang di-uptake dari
lingkungan. Metabolisme dapat berupa katabolisme, yakni pemecahan molekul
kompleks menjadi sederhana, atau berupa anabolisme, yakni pembentukan molekul
kompleks dari molekul sederhana yang di-uptake oleh mikroorganisme menggunakan
keterlibatan berbagai enzim-enzim spesifik. Sebagai contoh, Escherichia coli tergolong
bakteri yang dapat menghasilkan energi untuk fermentasi dan respirasi melalui
berbagai pathway. Pada kondisi lingkungan yang aerobik, bakteri ini dapat
menggunakan oksigen sebagai akseptor elektron terakhir, dan pada kondisi
lingkungan anaerobik, ia dapat mengambil jalur respirasi secara fermentatif,
menggunakan nitrat atau fumarate sebagai akseptor elektron terakhir. E. coli juga
dapat menggunakan glukosa atau laktosa sebagai sumber karbon untuk
pertumbuhannya dengan cara mengkonversi sakarida tersebut menjadi asam amino,
vitamin, dan nukleotida. Hal ini dikarenakan E. coli memiliki enzim-enzim spesifik
yang dihasilkan pada lingkungan tertentu. Enzim-enzim spesifik yang dihasilkan ini
123
merupakan akibat dari sistem on-off gen-gen yang dimiliki oleh E.coli. Konsep ini juga
berlaku pada mikroorganisme prokariot lainnya yang menjadi konsekuensi bahwa
organisme prokariot memiliki operon, yakni kumpulan dari gen-gen yang diatur oleh
suatu operator dan promoter yang sama.
Prokariot memiliki beberapa jalur fermentasi alternatif yang menyesuaikan
berbagai kondisi lingkungan. Sebagai contoh, mekanisme fermentasi melalui jalur
Embden-Meyerhof. Jalur lainnya adalah phoketolase (heterolactic) dan Entner-
Doudoroff. Pada respirasi anaerobik, bakteri menggunakan senyawa kimia selain
oksigen sebagai akseptor elektron terakhir. Bakteri litotrof menggunakan zat
inorganik, sedangkan bateri fotoheterotrof menggunakan senyawa organik sebagai
sumber karbon pada saat melakukan sintesis senyawa metabolit.
Bakteri Anoxygenic photosynthesis, merupakan bakteri yang dapat melakukan
respirasi sel meski dalam ketiadaan oksigen pada lingkungan. Kita mengetahui bahwa
fotofosfolirasi yang merupakan salah satu tahapan pada respirasi sel menggunakan
oksigen sebagai akseptor elektron terakhir. Bakteri metanogen, yang banyak di
temukan di daerah bekas pembuangan kotoran manusia atau hewan, memiliki
kemampuan untuk melakukan methanogenesis. Bakteri metanogen merupakan salah
satu jenis bakteri yang dapat menghasilkan sumber energi. Bakteri ini menggunakan
hidrogen sebagai sumber energi untuk menghasilkan gas metana.
Keberagaman lainnya dapat ditemukan pada bakteri yang memiliki
kemampuan untuk melakukan fotofosforilasi yang dapat mengkonversi energi cahaya
menjadi energi kimia. Selain itu, organisme prokariot autotrof memiliki kemampuan
untuk memfiksasi karbondioksida dengan berbagai cara, yang sebelumnya tidak
pernah ditemukan pada organisme eukariot, yakni melalui CODH (acetyl CoA
pathway) dan reverse TCA cycle (siklus asam sitrat terbalik).
Keberagaman metabolisme yang ditemukan pada organisme prokariotik,
khususnya bakteri inilah yang menjadi konsekuensi logis bahwa bakteri memiliki
kemampuan untuk menghuni berbagai ruang ekologi di bumi. Keberagaman ini
didriven oleh suatu sistem metabolisme yang melibatkan on-off gen-gen tertentu
sehingga bakteri dapat menghasilkan enzim-enzim spesifik tergantung pada kondisi
lingkungan tertentu. Hal inilah yang menyebabkan bakteri dapat survive pada kondisi
lingkungan yang beragam.
Bahkan dalam spesies prokariotik, mungkin ada fleksibilitas yang besar dalam
metabolisme. Pertimbangkan Escherichia coli. Bakteri dapat menghasilkan energi untuk
pertumbuhan dengan fermentasi atau respirasi. Bakteri ini dapat bernafas aerobik
menggunakan O2 sebagai akseptor elektron terakhir, atau bisa bernafas dalam kondisi
anaerob, menggunakan NO3 atau fumarat sebagai aterminal akseptor elektron. E. coli
dapat menggunakan glukosa atau laktosa sebagai sumber karbon tunggal untuk
pertumbuhan, dengan kemampuan metabolisme untuk mengubah gula menjadi
semua yang diperlukan untuk membentuk sel-sel seperti asam amino, vitamin dan
nukleotida. Kerabat E. coli, Rhodospirillum rubrum, memiliki semua kemampuan
heterotrofik E. coli, ditambah kemampuan untuk tumbuh secara fotoautotropik,
photoheterotrophic atau lithotrophic. Bakteri ini tidak membutuhkan satu faktor
pertumbuhan, namun; biotin harus ditambahkan ke dalam media pertumbuhannya.
124
Pada dasarnya, kebanyakan organisme eukariotik menghasilkan energi (ATP)
melalui fermentasi alkohol (misalnya ragi), fermentasi asam laktat (sel misalnya otot,
neutrofil), respirasi aerobik (misalnya protozoa, hewan) atau fotosintesis oksigenik
(misalnya ganggang, tanaman). Mode metabolisme energi yang menghasilkan ada di
antara organisme prokariotik, di samping semua jenis berikut produksi energi yang
hampir tidak ada pada organisme eukariotik.
Fermentasi unik melanjutkan melalui jalur Embden-Meyerhof. Jalur fermentasi
lainnya seperti phosphoketolase (heterofermentatif) dan jalur Entner-Doudoroff.
Respirasi anaerobik adalah respirasi yang menggunakan zat selain O2 sebagai akseptor
elektron terakhir. Lithotrophy adalah organisme yang menggunakan zat anorganik
sebagai sumber energi. Photoheterotrophy adalah organisme yang menggunakan
senyawa organik sebagai sumber karbon selama fotosintesis bakteri. Fotosintesis
anoksigenik adalah fotofosforilasi dengan tidak adanya O2. Methanogenesis: jenis
kuno metabolisme Archaean yang menggunakan H2 sebagai sumber energi dan
menghasilkan metana. Selain itu, di antara organisme prokariotik autotrofik, ada tiga
cara untuk memperbaiki CO2, dua di antaranya tidak diketahui pada organisme
eukariotik, jalur asetil CoA dan siklus TCA terbalik.
Energi Pembangkit Metabolisme merujuk pada jumlah dari reaksi biokimia
yang diperlukan untuk pembangkit energi dan penggunaan energi untuk mensintesis
bahan sel dari molekul kecil di lingkungan. Oleh karena itu, metabolisme memiliki
komponen penghasil energi yang disebut katabolisme, dan yang memerlukan energi
yang disebut anabolisme. Reaksi katabolik atau urutan menghasilkan energi ATP,
yang dapat dimanfaatkan dalam reaksi anabolik untuk membangun materi sel dari
nutrisi dalam lingkungan.
Gambar 1.
Hubungan antara katabolisme dan anabolisme dalam sel. Selama katabolisme, energi berubah dari satu
bentuk ke bentuk lainnya, dan sesuai dengan hukum termodinamika, transformasi energi seperti tidak
pernah benar-benar efisien, yaitu, beberapa energi yang hilang dalam bentuk panas. Efisiensi urutan
katabolik reaksi adalah jumlah energi yang tersedia untuk sel (untuk anabolisme) dibagi dengan jumlah
total energi yang dilepaskan selama reaksi. (Sumber: krebbing.blogspot.com).
125
ATP
Selama katabolisme, energi yang berguna untuk sementara dilestarikan dalam
―ikatan energi tinggi‖. ATP merupakan singkatan dari adenosin trifosfat. Tidak peduli
apa bentuk energi yang digunakan sel sebagai sumber utama, energi yang akhirnya
berubah dan dilestarikan sebagai ATP - mata uang universal pertukaran energi dalam
sistem biologi. Ketika energi yang dibutuhkan selama anabolisme, mungkin
menghabiskan ikatan energi tinggi dari ATP yang memiliki nilai sekitar 8 kkal per mol.
Oleh karena itu, konversi ADP menjadi ATP memerlukan 8 kkal energi, dan hidrolisis
ATP menjadi ADP rilis 8 kkal.
Gambar 2.
Struktur ATP. ATP berasal dari adenosine monofosfat nukleotida (AMP) atau asam adenylic, dua
kelompok fosfat tambahan terpasang melalui obligasi pirofosfat (~ P). Kedua obligasi adalah energi yang
kaya dalam arti bahwa hidrolisis mereka menghasilkan lebih banyak energi daripada ikatan kovalen yang
sesuai. ATP bertindak sebagai koenzim dalam reaksi kopling energik dimana salah satu atau kedua
kelompok terminal fosfat dihapus dari molekul ATP dengan energi ikatan yang digunakan untuk
mentransfer bagian dari ATP ke molekul lain untuk mengaktifkan perannya dalam metabolisme.
Misalnya, Glukosa + ATP -----> Glukosa-P + ADP atau Asam Amino + ATP -----> AMP-Asam Amino +
PPi. (Sumber: commons.wikimedia.org).
Karena peran sentral ATP dalam metabolisme energi yang dihasilkan berharap
untuk melihat keterlibatannya sebagai koenzim dalam kebanyakan proses yang
menghasilkan energi dalam sel.
126
NAD
Gambar 3.
Struktur NAD. (a) Nicotinamide Adenine Dinucleotide terdiri dari dua molekul nukleotida: Adenosin
monofosfat (adenin ditambah ribosa-fosfat) dan ribotide nicotinamide (nicotinamide ditambah ribosa-
fosfat). NADP memiliki struktur identik kecuali bahwa itu mengandung gugus fosfat tambahan yang
melekat pada salah satu residu ribosa. (b) bentuk yang teroksidasi dan mengurangi bagian nicotinamide
NAD. Nicotinamide adalah bagian aktif dari molekul di mana oksidasi reversibel dan reduksi
berlangsung. Bentuk teroksidasi NAD memiliki satu atom hidrogen, memiliki muatan positif pada atom
nitrogen yang memungkinkan untuk menerima elektron kedua pada pengurangan. Jadi cara yang benar
untuk melambangkan reaksi adalah NAD + + 2H -----> NADH + H +. Namun, untuk kenyamanan, kita
akan akhirat menggunakan simbol NAD dan NADH2. (Sumber: textbookofbacteriology.net).
Koenzim lain yang biasa terlibat dalam metabolisme penghasil energi, yang
berasal dari vitamin niacin, adalah nukleotida piridin, NAD (Nicotinamide Adenine
Dinucleotide). Dasar untuk transformasi kimia energi biasanya melibatkan reaksi
oksidasi/reduksi. Untuk proses biokimia untuk menjadi teroksidasi, elektron harus
dikeluarkan oleh agen pengoksidasi. Agen pengoksidasi adalah akseptor elektron yang
menjadi berkurang dalam reaksi. Selama reaksi, agen pengoksidasi diubah menjadi zat
pereduksi yang dapat menambah elektron untuk bahan kimia lain, sehingga bahan
berkurang, dan reoxidizing sendiri. Molekul yang biasanya berfungsi sebagai
pembawa elektron dalam jenis ditambah reaksi oksidasi-reduksi dalam sistem biologis
adalah NAD dan turunan terfosforilasi berupa, NADP. NAD atau NADP dapat
menjadi bergantian teroksidasi atau dikurangi dengan kerugian atau keuntungan dari
127
dua elektron. Bentuk teroksidasi NAD disimbolkan NAD, bentuk tereduksi
dilambangkan sebagai NADH, NADH2 atau NADH + H +.
Koenzim A
Koenzim A adalah koenzim lain sering terlibat dalam metabolisme pembangkit
energi pada organisme prokariotik. Koenzim A terlibat dalam jenis reaksi ATP-
pembangkit terlihat di beberapa bakteri fermentasi dan di semua organisme
pernapasan. Reaksi terjadi dalam hubungan dengan oksidasi keto asam seperti asam
piruvat dan asam alpha ketoglutarat. Substrat adalah pusat untuk glikolisis dan siklus
TCA, dan mereka merupakan prekursor langsung atau tidak langsung dari beberapa
makromolekul penting dalam sel. Oksidasi piruvat dan alpha ketoglutarat, melibatkan
Koenzim A, NAD, reaksi dehidrogenasi dan reaksi dekarboksilasi, adalah dua yang
paling penting, dan kompleks bagi metabolisme.
Gambar 4.
(a) Struktur Koenzim A. CoA-SH merupakan turunan dari ADP. Molekul yang ditampilkan di sini yang
melekat pada ADP adalah asam pantotenat, yang membawa kelompok terminal thiol (-S). (b) oksidasi
asam keto, asam piruvat, menjadi asetil ~ SCoA. Ini adalah reaksi dimana masuk dua karbon dari piruvat
ke dalam siklus TCA. (Sumber: textbookofbacteriology.net).
Dalam oksidasi asam keto, koenzim A (CoA atau CoASH) menjadi terikat
melalui linkage thioester (~ S) dengan gugus karboksil dari produk teroksidasi. Bagian
dari energi yang dilepaskan dalam oksidasi yang dilestarikan dalam ikatan thioester.
Energi ikatan ini dapat kemudian digunakan untuk mensintesis ATP, seperti dalam
kasus clostridia yang mengkonversi asetil ~ SCoA + ADP + Pi --------> asam asetat +
CoASH + ATP. Atau dalam kasus pernapasan organisme, energi ikatan thioester
dikeluarkan ketika asetil ~ SCoA mengembun dengan oxalacetate dalam rangka
mendorong siklus TCA ke dalam cabang oksidatifnya.
Gambar 5.
Tiga contoh fosforilasi tingkat substrat. (a) dan (b) adalah dua fosforilasi tingkat substrat yang terjadi
selama jalur Embden Meyerhof, tetapi mereka terjadi pada semua jalur fermentasi lain yang memiliki
komponen Embden-Meyerhof. (c) adalah fosforilasi tingkat substrat ditemukan di Clostridium dan
Bifidobacterium. Bakteri ini adalah dua organisme anaerob (fermentasi) yang belajar bagaimana membuat
satu ATP dari glikolisis luar pembentukan piruvat. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Fosforilasi Transportasi Elektron (ETP) adalah urusan yang jauh lebih rumit
yang berkembang lama setelah SLP. ETP berlangsung selama respirasi, fotosintesis,
lithotrophy dan jenis lainnya mungkin melakukannya. ETP mensyaratkan bahwa
elektron dihapus dari substrat dibuang ke sistem transpor elektron (ETS) yang
terkandung dalam membran. Elektron ditransfer melalui ETS untuk beberapa akseptor
elektron terakhir dalam membran (seperti O2 dalam respirasi aerobik), sementara
melintasi mereka melalui hasil ETS dalam ekstrusi proton dan pembentukan kekuatan
motif proton (PMF) melintasi membran. Komponen penting dari membran untuk
sintesis ATP adalah (sintetase ATP) enzimATPase yang terikat membran. Enzim
ATPase mengangkut proton, sehingga memanfaatkan PMF (proton) pada sintesis ATP.
Ide ETP adalah untuk mendorong elektron melalui ETS di membran, membentuk
PMF, dan menggunakan PMF untuk mensintesis ATP. Jelas, ETP mengambil lebih
banyak ―gigi‖ dari SLP, dalam bentuk membran, sistem transpor elektron, enzim
ATPase, dll.
Sebuah contoh akrab dari penghsil dan pemakai energi dari membran bakteri,
terkait dengan pembentukan dan penggunaan PMF dan produksi ATP, diberikan
dalam gambar berikut membran plasma dari Escherichia coli.
129
Gambar 6.
Membran plasma Escherichia coli. Membran di penampang mengungkapkan berbagai sistem transportasi,
aparat flagellar (S dan M cincin), sistem transpor elektron pernapasan, dan enzim ATPase terikat pada
membran. Mengurangi NADH + H + pasang elektron ke ETS. ETS adalah urutan pembawa elektron
dalam membran [FAD -> FeS -> QH2 (kuinon) -> (sitokrom) b -> b -> o] yang pada akhirnya mengurangi
O2 ke H2O selama respirasi. Pada titik tertentu dalam proses transpor elektron, elektron lulus "situs
kopling" dan hasil ini dalam translokasi proton dari dalam ke luar membran, sehingga membentuk gaya
proton motif (PMF) pada membran. PMF ini digunakan dalam tiga cara oleh bakteri untuk melakukan
pekerjaan atau menghemat energi: transport aktif (misalnya laktosa dan prolin symport; kalsium dan
natrium antiport); motilitas (rotasi flagel bakteri), dan sintesis ATP (melalui enzim ATPase selama proses
fosforilasi oksidatif atau transportasi elektron fosforilasi). (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Gambar 7.
Model Fermentasi. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
131
Gambar 8.
Embden Meyerhof untuk disimilasi glukosa. Reaksi keseluruhan adalah oksidasi glukosa menjadi 2 asam
piruvat. Dua cabang dari jalur setelah pembelahan adalah identik, ditarik dengan cara ini untuk
perbandingan dengan jalur glikolisis pada bakteri lainnya. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Tiga langkah pertama dari jalur pertama (fosforilasi) dan mengatur ulang
heksosa untuk pembelahan menjadi 2 triosa (gliseraldehida-fosfat). Fruktosa 1,6-
difosfat aldolase adalah kunci (pembelahan) enzim dalam jalur EM. Setiap molekul
triosa teroksidasi dan terfosforilasi diikuti oleh dua fosforilasi tingkat substrat yang
menghasilkan 4 ATP selama jalur ke piruvat.
Oksidasi glukosa ke laktat menghasilkan total 56 kkal per mol glukosa. Karena
sel-sel panen 2 ATP (16 kkal) sebagai energi yang berguna, efisiensi fermentasi laktat
sekitar 29 persen (16/56). Fermentasi alkohol memiliki efisiensi yang sama.
132
Gambar 9.
(a) Embden Meyerhof fermentasi asam laktat bakteri asam laktat (Lactobacillus) dan (b) Embden
Meyerhof fermentasi alkohol dalam ragi (Saccharomyces). (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Jalur Heterofermentatif
Gambar 10.
Jalur Heterofermentatif. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Sebagai jalur fermentasi, jalur ini digunakan terutama oleh bakteri asam
heterofermentatif, yang meliputi beberapa spesies Lactobacillus dan Leuconostoc.
Dalam jalur ini, glukosa-fosfat dioksidasi menjadi asam 6-phosphogluconic, yang
134
menjadi teroksidasi dan dekarboksilasi untuk membentuk pentosa fosfat. Berbeda
dengan jalur Embden-Meyerhof, oksidasi NAD dimediasi sebelum pembelahan
substrat yang digunakan. Pentosa fosfat kemudian dibelah untuk gliseraldehida-3-
fosfat (GAP) dan asetil fosfat. GAP diubah menjadi asam laktat oleh enzim yang sama
dengan jalur EM. Cabang dari jalur ini mengandung oksidasi ditambah pengurangan
sementara 2 ATP diproduksi oleh fosforilasi tingkat substrat. Asetil fosfat berkurang
dalam dua langkah menjadi etanol, yang menyeimbangkan dua oksidasi sebelum
pembelahan tetapi tidak menghasilkan ATP. Reaksi keseluruhan adalah Glukosa ----->
1 asam laktat + 1 etanol +1 CO2 dengan keuntungan bersih dari 1 ATP. Efisiensi adalah
sekitar setengah dari jalur EM.
Bakteri heterofermentati kadang-kadang digunakan dalam industri fermentasi.
Sebagai contoh, kefir, sejenis susu fermentasi untuk yogurt, diproduksi menggunakan
spesies Lactobacillus heterofermentatif. Demikian juga, fermentasi sauerkraut
menggunakan Leuconostoc, bakteri heterofermentatif, untuk menyelesaikan
fermentasi.
Jalur Entner-Doudoroff
Hanya beberapa bakteri, terutama Zymomonas, menggunakan jalur Entner-
Doudoroff sebagai cara ketat fermentasi hidup. Namun, banyak bakteri, terutama yang
dikelompokkan sekitar Pseudomonas, menggunakan jalur ini sebagai cara untuk
menurunkan karbohidrat untuk metabolisme. Jalur ED menghasilkan 2 asam piruvat
dari glukosa (sama dengan jalur EM) tapi seperti jalur phosphoketolase, oksidasi
terjadi sebelum pembelahan, dan menghasilkan energi.
Zymomonas adalah bakteri yang hidup di permukaan tanaman seperti
Maguey. Sama seperti anggur yang hancur dan difermentasi oleh, sehingga dapat
daging Maguey dihancurkan dan difermentasi Zymomonas, yang menimbulkan
―kaktus bir‖ atau ―pulque‖, seperti yang dikenal di Meksiko. Hasil pulque suling
tequila di negara bagian Jalisco, atau mescal di negara bagian Oaxaca. Banyak
kebudayaan di seluruh dunia melakukan fermentasi dengan Zymomonas.
135
Gambar 11.
Jalur Entner-Doudoroff. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Respirasi
Dibandingkan dengan fermentasi sebagai sarana oksidasi senyawa organik,
respirasi jauh lebih rumit. Respirasi menghasilkan oksidasi lengkap substrat oleh
akseptor elektron luar. Selain jalur glikolisis, empat komponen struktural atau
metabolik penting yang diperlukan:
136
1. Asam trikarboksilat (TCA) siklus (juga dikenal sebagai siklus asam sitrat atau
siklus Kreb): ketika senyawa organik digunakan sebagai substrat, siklus TCA
digunakan untuk oksidasi lengkap substrat. Produk akhir yang selalu dihasilkan
dari oksidasi lengkap senyawa organik adalah CO2.
2. Sebuah membran dan sistem transpor elektron terkait (ETS). ETS adalah urutan
pembawa elektron dalam membran plasma yang mengangkut elektron diambil
dari substrat melalui rantai pembawa ke akseptor elektron terakhir. Elektron
masuk ETS pada potensi redoks yang sangat rendah (E'o) dan keluar pada
potensial redoks yang relatif tinggi. Penurunan ini merilis potensi energi yang
dapat dipanen oleh sel-sel dalam proses sintesis ATP oleh mekanisme fosforilasi
transpor elektron. Pengoperasian ETS menetapkan kekuatan proton motif (PMF)
karena pembentukan gradien proton melintasi membran.
3. Sebuah akseptor luar elektron. Untuk respirasi aerobik akseptor elektron O2, tentu
saja. Molekul oksigen berkurang untuk H20 pada langkah terakhir dari sistem
transpor elektron. Namun dalam proses respirasi anaerob, akseptor elektron akhir
mungkin SO4 atau S atau NO3 atau NO2 atau senyawa tertentu anorganik lainnya,
atau bahkan senyawa organik, seperti fumarat.
4. Enzim ATP sintetase. Enzim ini memanfaatkan kekuatan proton motif didirikan
pada membran (dengan operasi ETS) untuk mensintesis ATP dalam proses
fosforilasi transpor elektron. Hal ini diyakini bahwa transmembran sub unit Fo
adalah sistem transportasi proton yang mengangkut 2H + untuk sub unit F1
(ATPase yang sebenarnya) di bagian dalam membran. 2 proton yang diperlukan
dan dikonsumsi selama sintesis ATP dari ADP ditambah Pi.
Respirasi dalam beberapa organisme prokariotik mungkin menggunakan
akseptor elektron selain oksigen (O2). Jenis respirasi dalam ketiadaan oksigen disebut
respirasi anaerobik. Meskipun respirasi anaerob lebih rumit dari pernyataan di atas,
dalam bentuk yang paling sederhana itu merupakan substitusi atau penggunaan
beberapa senyawa selain O2 sebagai akseptor elektron terakhir dalam rantai transpor
elektron. Sedangkan respirasi yang menggunakan O2 disebut respirasi aerobik.
137
Litotrof adalah kelompok organisme prokariotik yang sangat beragam, bersatu hanya
dengan kemampuan mereka untuk mengoksidasi senyawa anorganik sebagai sumber
energi.
Litotrof berjalan melalui Bakteri dan Archaea. Jika satu menganggap oksidasi
metanogen H2 bentuk litotrofi, maka mungkin sebagian besar Archaea adalah litotrof.
Litotrof biasanya disusun dalam ―kelompok fisiologis‖ berdasarkan substrat anorganik
mereka untuk produksi energi dan pertumbuhan.
Bakteri hidrogen mengoksidasi H2 (gas hidrogen) sebagai sumber energi.
Bakteri litotrof fakultatif dibuktikan dengan pseudomonas yang kebetulan memiliki
enzim hydrogenase yang akan mengoksidasi H2 dan menempatkan elektron ke ETS
respirasi mereka. Mereka akan menggunakan H2 jika mereka merasa di lingkungan
mereka meskipun mereka biasanya heterotrofik. Memang, bakteri hidrogen
kebanyakan serbaguna dalam kemampuan mereka untuk menggunakan berbagai
karbon dan sumber energi. Beberapa bakteri hidrogen memiliki sebuah hydrogenase
NAD-linked yang mentransfer elektron dari H2 ke NAD dalam satu langkah. NAD
kemudian memberikan elektron untuk ETS. Lainnya memiliki enzim hydrogenase
yang lulus elektron untuk operator yang berbeda dalam sistem transpor elektron
bakteri.
Metanogen dianggap sebagai kelompok utama bakteri hidrogen, hingga
ditemukan bahwa mereka adalah Archaea. Metanogen dapat mengoksidasi H2 sebagai
satu-satunya sumber energi saat mentransfer elektron dari H2 untuk CO2. Rupanya, H2
memiliki energi yang lebih dari CH4. Metabolisme metanogen benar-benar unik,
namun metanogen merupakan kelompok yang paling umum dan beragam dari
Archaea. Metanogen menggunakan H2 dan CO2 untuk menghasilkan bahan sel dan
metana. Mereka memiliki koenzim yang unik dan proses transpor elektron. Jenis
metabolisme mereka menghasilkan energi yang tidak pernah terlihat pada Bakteri, dan
mekanisme autotrofik fiksasi CO2 sangat jarang, kecuali dalam metanogen.
Carboxydobacteria mampu mengoksidasi CO (karbon monoksida) untuk CO2,
menggunakan enzim CODH (monoksida dehidrogenase karbon). Carboxydobacteria
tidak mewajibkan pengguna CO, yaitu, beberapa juga bakteri hidrogen, dan beberapa
bakteri fototrofik. Menariknya, enzim CODH yang digunakan oleh Carboxydobacteria
untuk mengoksidasi CO menjadi CO2, digunakan oleh metanogen untuk reaksi
sebaliknya. Yaitu pengurangan CO2 menjadi CO selama fiksasi CO2 oleh jalur CODH.
Bakteri nitrifikasi yang diwakili oleh dua genera, Nitrosomonas dan
Nitrobacter. Bersama bakteri ini dapat mencapai oksidasi NH3 untuk NO3, dikenal
sebagai proses nitrifikasi. Tidak ada organisme tunggal dapat melaksanakan seluruh
proses oksidatif. Nitrosomonas mengoksidasi amonia menjadi NO2 dan Nitrobacter
mengoksidasi NO2 untuk NO3. Sebagian besar bakteri nitrifikasi yang litoautotrof
obligat, pengecualian menjadi beberapa strain Nitrobacter yang akan memanfaatkan
asetat. Fiksasi CO2 menggunakan RuBP karboksilase dan Siklus Calvin. Bakteri
nitrifikasi tumbuh di lingkungan yang kaya amonia, di mana dekomposisi protein
ekstensif berlangsung. Nitrifikasi dalam tanah dan habitat perairan merupakan bagian
penting dari siklus nitrogen.
138
Gambar 12.
Organisme Litotrofik. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
140
Gambar 13.
Distribusi pigmen fotosintetik dari mikroorganisme fotosintetik. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
141
dari panjang gelombang cahaya yang tidak terjawab oleh klorofil. Selain itu,
karotenoid memiliki fungsi yang sangat diperlukan untuk melindungi aparat
fotosintesis dari kerusakan Fotooksidatif. Karotenoid memiliki rantai sisi hidrokarbon
panjang dalam sistem ikatan rangkap terkonjugasi. Karotenoid ―memuaskan‖ oksigen
radikal kuat, oksigen singlet, yang selalu diproduksi dalam reaksi antara klorofil dan
O2 (oksigen molekul). Beberapa bakteri patogen non-fotosintetik, yaitu, Staphylococcus
aureus, menghasilkan karotenoid yang melindungi sel dari oksidasi oleh oksigen
singlet mematikan di fagosit.
Fikobiliprotein adalah pigmen penyerap cahaya utama pada Cyanobacteria.
Mereka juga terjadi pada beberapa kelompok ganggang. Mereka mungkin merah atau
biru, menyerap cahaya di tengah spektrum antara 550 dan 650 nm. Fikobiliprotein
terdiri dari protein yang mengandung tetrapyrroles linear kovalen terikat
(phycobilins). Mereka terkandung dalam butiran yang disebut phycobilisomes yang
berkaitan erat dengan aparat fotosintesis. Menjadi terkait erat dengan klorofil mereka
dapat mentransfer energi cahaya secara efisien untuk klorofil di pusat reaksi.
Sebagian besar organmisme prokariotik merupakan fakultatif autotrof, yang
berarti bahwa mereka dapat memperbaiki CO2 sebagai satu-satunya sumber karbon
untuk pertumbuhan. Sama seperti oksidasi bahan organik menghasilkan energi,
elektron dan CO2, dalam rangka membangun CO2 ke tingkat bahan sel (CH2O), energi
(ATP) dan elektron (mengurangi daya) yang diperlukan. Reaksi keseluruhan untuk
fiksasi CO2 dalam siklus Calvin adalah CO2 + 3ATP + 2NADPH2 ----------> CH2O +
2ADP + 2Pi + 2NADP. Reaksi cahaya beroperasi untuk menghasilkan ATP untuk
menyediakan energi untuk reaksi gelap fiksasi CO2. Reaksi gelap juga perlu reduktor
(elektron). Biasanya pemberian elektron dalam beberapa cara terhubung ke reaksi
cahaya.
BIOSINTESIS
Jalur metabolisme pusat (yaitu glikolisis dan siklus TCA), dengan sedikit
modifikasi, selalu berjalan dalam satu arah atau yang lain dalam semua organisme.
Alasannya jalur ini menyediakan prekursor untuk biosintesis bahan sel. Ketika jalur,
seperti jalur Embden-Meyerhof atau siklus TCA, berfungsi untuk menyediakan energi
selain energi kimia untuk sintesis bahan sel, jalur ini disebut sebagai jalur amphibolic.
Persiapan glikolisis dan siklus TCA adalah jalur amphibolic karena mereka
memberikan ATP untuk membangun materi sel baru.
Jalur metabolisme dasar biosintesis serupa dalam semua organisme, dengan
cara yang sama bahwa sintesis protein atau struktur DNA yang sama pada semua
organisme. Kapsul polisakarida atau inklusi merupakan polimer dari glukosa dan gula
lainnya. Peptidoglikan dinding sel (NAG dan NAM) berasal dari fosfat glukosa.
142
BAB 7
Mengulas Bakteriofag Dari Berbagai Sisi
MENGULAS BAKTEROFAG DARI BERBAGAI SISI
Bakteriofag merupakan partikel yang menyebabkan sel bakteri pecah.
Bakteriofag berasal dari kata bacteria (Inggris) dan phagein (Yunani) yang berarti
makan. Bakteriofag adalah virus yang menginfeksi bakteri. Bakteriofage berasal dari
kata bacteria dan phagus (bahasa Yunani). Dari asal kata tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa bakteriofage merupakan virus yang menyerang bakteri.
ditemukan secara terpisah oleh Frederick W. Twort di Inggris pada tahun 1913 dan
Felix (1917). Adapula yang mengatakan bahwa Arti bakteriofag adalah tipe virus yang
memerlukan suatu bakteri untuk menggandakan diri; virus yg biasa menyerang
bakteri dan dapat menyebabkan hancurnya bakteri tersebut.
Mungkin setiap bakteri yang dikenal tunduk pada infeksi oleh satu atau lebih
virus atau ―bakteriofag‖ seperti yang dikenal (―fag‖ singkatnya, dari ―Phagein‘ yang
berarti ―untuk makan‖ atau ―menggigit‖). Kebanyakan penelitian telah dilakukan
pada fag yang menyerang E. coli, terutama T-fag.
Bakteriofag adalah sejenis virus yang dapat menginfeksi dan mereplikasi
dirinya sendiri di dalam sel bakteri. Virus memiliki DNA atau RNA yang dikemas dan
dapat memiliki anatomi sederhana atau kompleks. Ada banyak jenis bakteriofag
termasuk M13, T fag, lambda fag, MS2, G4, dan Phix174.
Seperti kebanyakan virus, bakteriofag biasanya hanya membawa informasi
genetik yang diperlukan untuk replikasi asam nukleat dan sintesis protein mantel
mereka. Ketika fag menginfeksi sel inang mereka, urutan prosesnya adalah untuk
meniru asam nukleat dan untuk menghasilkan mantel protein pelindung. Tapi mereka
tidak bisa melakukan ini sendirian. Mereka membutuhkan prekursor, pembangkit
energi dan ribosom yang dipasok oleh sel inang bakteri mereka.
Sel bakteri dapat mengalami salah satu dari dua jenis infeksi oleh virus yang
disebut infeksi litik. Pada E. coli, infeksi litik disebabkan oleh kelompok tujuh fag yang
dikenal sebagai T-fag, sementara infeksi lisogenik disebabkan oleh λ fag.
Salah satu karakteristik dari bakteriofag adalah menentukan iklim mereka.
Iklim mengacu pada kemampuan beberapa bakteriofag, terutama λ fag, untuk memilih
antara dua siklus: lisogenik atau litik. ―Iklim‖ umumnya mengacu pada moderasi
tindakan, dan dalam kasus fag, moderasi dilihat melalui kemampuan untuk tidak
mengungkapkan virulensi anti bakteri.
Virus tidak dapat berkembang biak melalui pembagian sel karena mereka
acellular (mereka tidak memiliki sel). Sebaliknya, mereka mencari sel inang di mana
mereka meniru dan merakit sendiri menggunakan metabolisme dan mesin dari sel
inang. Spesies yang berbeda dari populasi virus menjalani siklus hidup yang berbeda,
tetapi untuk fag beriklim sedang, seperti yang disebutkan sebelumnya, mereka harus
memilih antara dua.
Pengambilan keputusan tidak hanya dilakukan oleh manusia itu juga
dilakukan oleh fag beriklim karena mereka harus memilih antara dua siklus hidup
143
yang berbeda, produktif (litik) atau reduktif (lisogenik). Ada dominasi litik antara fag
beriklim sedang, seperti induksi dapat menyebabkan lisogenik untuk mengkonversi ke
litik.
INFEKSI LITIK
T-fag, melalui T1-T7, disebut fag sebagai litik karena mereka selalu
menyebabkan lisis dan kematian sel inang mereka, bakteri E. coli. T-fag mengandung
DNA untai ganda sebagai materi genetik mereka. Selain mantel protein atau kapsid
(juga disebut sebagai ―kepala‖), T-fag juga memiliki ekor dan beberapa struktur yang
terkait. Ekor mencakup inti, selubung ekor, pelat dasar, pin ekor, dan serat ekor.
Secara umum, proses replikasi virus dengan infeksi litik melalui beberapa
tahap yang diantaranya adalah fase adsorbsi, penetrasi, sintesis, eklifase dan lisis. Pada
tahap penetrasi materi genetic virus akan masuk ke dalam sel inang yang dalam hal ini
adalah bakteri. Untuk menginfeksi bakteri, virus memiliki enzim lisozim yang
berfungsi untuk menghancurkan dinding sel bakteri hospes. Setelah dinding sel
bakteri hospes hancur, virus akan segera masuk ke dalam sel bakteri kemudian
merusak dan mengendalikan DNA bakteri hospesnya. Masuk pada fase sintesis,
didalam sel bakteri hospes, materi genetic virus akan mengambil alih dan mengontrol
kerja hospes, virus menggunakan DNA hospes sebagai bahan untuk melakukan
replikasi DNA baru dan langsung membentuk selubung protein. Eklifasi, pada tahap
ini materi genetik virus yang baru dan selubung proteinnya dirakit menjadi virion-
virion yang siap menginfeksi sel lain. Sebagai hasil akhir, terbentuklah beratus-ratus
molekul DNA virus yang baru dan lengkap dengan selubung protein. Virion yang
telah lengkap bergerak menuju membrane sel. Selanjutnya, fase lisis adalah fase
dimana virus yang baru terbentuk mengalami pematangan, pada saat virus menjadi
dewasa, sel bakteri hospes akan mengalami lisis sehingga virus akan berhamburan
keluar.
Sebelum infeksi virus, sel terlibat dalam replikasi DNA sendiri, transkripsi dan
translasi informasi genetik sendiri untuk melakukan biosintesis, pertumbuhan dan
pembelahan sel. Setelah infeksi, DNA virus mengambil alih mesin dari sel inang dan
menggunakannya untuk menghasilkan asam nukleat dan protein yang dibutuhkan
untuk produksi partikel virus baru. DNA virus menggantikan DNA sel inang sebagai
template untuk kedua replikasi (untuk menghasilkan DNA lebih bagi virus) dan
transkripsi (untuk menghasilkan mRNA virus). MRNA virus kemudian
diterjemahkan, menggunakan ribosom sel inang, tRNA dan asam amino, menjadi
protein virus seperti mantel atau ekor protein. Proses replikasi DNA, sintesis protein,
dan perakitan virus adalah peristiwa terkoordinasi dan waktunya dengan hati-hati.
144
Gambar 1.
Bakteriofage. (Sumber: Sridianti.com).
Gambar 2.
Infeksi Litik. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Langkah pertama dalam replikasi fag pada sel inangnya disebut adsorpsi. Fag
partikel mengalami tabrakan kesempatan di situs kimia pelengkap pada permukaan
bakteri, kemudian menganut situs serat ekornya.
145
Gambar 4.
Adsorbsi dan Penetrasi pada Infeksi Litik. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
146
antara protein awal diproduksi adalah enzim perbaikan untuk memperbaiki lubang di
dinding sel bakteri, enzim DNAase yang mendegradasi DNA inang menjadi prekursor
DNA fag, dan virus polimerase DNA spesifik yang akan menyalin dan mereplikasi
DNA fag. Selama periode ini energi pembangkit sel dan kemampuan sintesis protein
tetap dipertahankan, tetapi mereka telah digerogoti oleh virus. Hasilnya adalah
sintesis dari beberapa salinan DNA fag.
Langkah selanjutnya adalah sintesis protein akhir. Masing-masing dari
beberapa salinan direplikasi, DNA fag sekarang dapat digunakan untuk transkripsi
dan terjemahan set kedua protein yang disebut protein akhir. Protein akhir adalah
protein terutama struktural yang membentuk kapsomer dan berbagai komponen
perakitan ekor. Lisozim juga merupakan protein akhir yang akan dikemas dalam ekor
fag dan digunakan untuk melarikan diri dari sel inang selama langkah terakhir dari
proses replikasi.
Setelah direplikasi semua bagian mereka, berikutnya adalah proses perakitan.
Protein yang membentuk kapsomer merakit diri menjadi kepala dan ―gulungan
dalam‖ salinan DNA fag. Ekor dan aksesori struktur merakit dan memasukkan sedikit
lisozim di piring ekor. Virus mengatur pelarian mereka dari sel inang selama proses
perakitan.
Sementara perakitan virus, lisozim diproduksi sebagai protein akhir bagi virus.
Bagian dari lisozim ini digunakan untuk melarikan diri dari sel inang dengan
melisiskan peptiodglikan pada dinding sel dari dalam. Hal ini menyelesaikan lisis sel
inang dan pelepasan virus matang, yang menyebar ke sel terdekat, menginfeksi
mereka, dan menyelesaikan siklus. Siklus hidup dari T-fag memakan waktu sekitar 25-
35. Karena sel-sel inang yang akhirnya dibunuh oleh lisis, jenis infeksi virus yang
disebut infeksi sebagai litik.
147
INFEKSI LISOGENIK
Gambar 5.
Bakterofage λ. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Pada siklus lisogenik, genom fag beriklim tidak diungkapkan. Namun, mereka
diintegrasikan ke dalam genom bakteri dan menghasilkan prophages, yang dibuat
tanpa mengganggu sel bakteri. Selain itu, karena integrasi ini, replikasi pasif
bakteriofag yang terjadi ketika sel-sel anakan bakteri diproduksi. Profag mengandung
sel-sel bakteri ini disebut lysogens - fag yang dapat mengefektifkan DNA pada
inangnya. Lysogens ini memiliki kemampuan untuk tinggal di siklus lisogenik untuk
waktu yang sangat lama, tetapi melalui induksi, mereka dapat diarahkan ke siklus litik
pada setiap titik waktu. Ketika induksi terjadi, DNA profag terputus dari genom dan
mantel protein bakteri yang diproduksi melalui transkripsi dan translasi DNA profag
untuk pengaturan pertumbuhan litik.
Infeksi lisogenik jarang mengakibatkan lisis sel inang bakteri. Virus lisogenik,
seperti λ yang menginfeksi E. coli, memiliki strategi yang berbeda dari virus litik untuk
148
replikasi mereka. Setelah penetrasi, DNA virus terintegrasi ke dalam kromosom
bakteri dan direplikasi setiap kali selama pembelahan sel normal.
Gambar 6.
Infeksi Lisogenik. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Virus lisogenik biasanya tidak membunuh sel bakteri inang ketika mereka
menginfeksi. Kromosom mereka menjadi terintegrasi ke bagian tertentu dari
kromosom sel inang. DNA fag tersebut disebut profag dan bakteri tuan dikatakan
terlisogenisasi. Dalam keadaan profag semua gen fag kecuali satu yang ditekan. Tak
satu pun dari protein awal atau protein struktural yang biasa terbentuk.
Gen fag yang diungkapkan adalah salah satu yang penting karena kode untuk
sintesis molekul represor yang mencegah sintesis enzim dan protein fag diperlukan
untuk siklus litik. Jika sintesis molekul represor berhenti atau jika represor menjadi
tidak aktif, enzim dikodekan oleh profag yang disintesis oleh Cukai DNA virus dari
kromosom bakteri. DNA yang dipotong ini (genom fag) sekarang dapat berperilaku
seperti virus litik, yaitu untuk menghasilkan partikel virus baru dan akhirnya
melisiskan sel inang. Derepresi spontan ini adalah peristiwa langka yang terjadi sekitar
satu/10.000 divisi dari bakteri lisogenik., Tetapi menjamin bahwa fag baru terbentuk
dapat melanjutkan untuk menginfeksi sel-sel lain.
149
Gambar 7.
Corynebacterium diphtheriae hanya menghasilkan toksin difteri ketika terlisogenisasi oleh beta phage.C.
(Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Biasanya sulit untuk mengenali bakteri lisogenik karena sel lisogenik dan non-
lisogenik muncul identik. Tapi dalam beberapa situasi, profag memasok informasi
genetik sehingga bakteri lisogenik menunjukkan karakteristik (fenotipe baru) baru
yang tidak ditampilkan oleh sel non-lisogenik, fenomena tersebut disebut konversi
lisogenik. Konversi lisogenik memiliki beberapa manifestasi yang menarik pada
bakteri patogen yang hanya mengerahkan penentu tertentu virulensi ketika mereka
berada dalam keadaan terlisogenisasi. Oleh karena itu, Corynebacterium diphtheriae
hanya dapat menghasilkan toksin yang bertanggung jawab untuk penyakit jika
membawa virus beriklim disebut fag beta. Hanya terlisogenisasi streptokokus
menghasilkan toksin eritrogenik (pirogenik eksotoksin) yang menyebabkan ruam kulit
demam scarlet; dan beberapa racun botulinum disintesis hanya dengan strain
terlisogenisasi C. botulinum.
Sebuah fenomena yang mirip dengan konversi lisogenik ada dalam hubungan
antara virus tumor hewan dan sel inangnya. Dalam kedua kasus, DNA virus
dimasukkan ke dalam genom sel inang, dan ada perubahan secara kebetulan di fenotip
sel. Beberapa kanker pada manusia dapat disebabkan oleh virus yang mendirikan
wilayah di sel manusia analog dengan lisogeni pada bakteri.
TERAPI FAG
Terapi Fag, atau pengenalan sengaja bakteriofag ke tubuh pasien dengan infeksi
bakteri, telah diusulkan di beberapa wilayah di dunia sebagai metode yang dapat
digunakan untuk mengobati penyakit. Pengobatan dengan fag juga berpotensi
mengatasi masalah resistensi antibiotik, karena bakteriofag masih bisa mengunci
bakteri yang telah mengembangkan resistensi terhadap obat antibiotik.Manfaat
penting dari terapi fag berasal dari pengamatan bahwa bakteriofag jauh lebih spesifik
daripada kebanyakan antibiotika yang digunakan secara klinis. Secara teoritis, terapi
150
fag tidak berbahaya untuk host eukariotik menjalani terapi, dan seharusnya tidak
mempengaruhi flora normal menguntungkan dari sel inang. Terapi fag juga memiliki
sedikit, jika ada, efek samping, sebagai lawan obat, dan tidak merusak hati. Fag adalah
replikasi sendiridalam sel bakteri target mereka, satu dosis kecil secara teoritis
berkhasiat. Di sisi lain, spesifisitas ini juga dapat merugikan karena fag tertentu hanya
akan membunuh bakteri jika itu adalah pertandingan ke subspesies tertentu. Dengan
demikian, campuran fag dapat diterapkan untuk meningkatkan peluang keberhasilan,
atau sampel klinis dapat diambil dan fag yang tepat diidentifikasi dan berkembang.
Fag saat ini sedang digunakan terapi untuk mengobati infeksi bakteri yang tidak
merespon terhadap antibiotik konvensional, terutama di negara Georgia. Mereka
dilaporkan terutama sukses di mana bakteri telah membangun biofilm terdiri dari
matriks polisakarida dimana bahwa antibiotik tidak bisa menembusnya.Virus ini kecil
tampaknya menjadi salah satu virus yang paling umum di dunia, dan mereka dapat
ditemukan di mana-mana. Hal ini mungkin tidak mengherankan, karena bakteri juga
dapat ditemukan di mana-mana, dan kemampuan untuk memangsa bakteri akan
memastikan bahwa bakteriofag memiliki pasokan korban.
151
BAB 8
Aktivitas Mikrobial Bagi Manusia
SISI MENGUNTUNGKAN DARI MIKROORGANISME
Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat
kecil. Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk melangsungkan
aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat mengalami pertumbuhan, menghasilkan
energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Mikroorganisme memiliki fleksibilitas
metabolisme yang tinggi karena mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan
menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan
lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Akan tetapi karena
ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim yang
telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak diperlukan tidak akan disimpan
dalam bentuk persediaan.enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk perngolahan
bahan makanan akan diproduksi bila bahan makanan tersebut sudah ada.
Mikroorganisme ini juga tidak memerlukan tembat yang besar, mudah
ditumbuhkan dalam media buatan, dan tingkat pembiakannya relatif cepat. Oleh
karena aktivitasnya tersebut, maka setiap mikroorganisme memiliki peranan dalam
kehidupan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan.
Sekilas, makna praktis dari mikroorganisme disadari tertutama karena
kerugian yang ditimbulkannya pada manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.
Misalnya dalam bidang mikrobiologi kedokteran dan fitopatologi banyak ditemukan
mikroorganisme yang pathogen yang menyebabkan penyakit dengan sifat-sifat
kehidupannya yang khas. Walaupun di bidang lain mikroorganisme tampil
merugikan, tetapi perannya yang menguntungkan jauh lebih menonjol
Gambar 1.
Cyanobacterium, Synechococcus, adalah komponen utama dari laut dan plankton air tawar dan tikar
mikroba. Prokariot uniseluler terlibat dalam produksi primer, fiksasi nitrogen dan fotosintesis oksigenik
dan dengan demikian berpartisipasi dalam siklus karbon, nitrogen dan oksigen. Synechococcus adalah
salah satu bakteri fotosintesis paling penting dalam lingkungan laut, diperkirakan mencapai sekitar 25%
dari produksi primer yang terjadi pada habitat laut. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
153
Oksidasi sulfur menjadi sulfat oleh Thiobacillus, Arthrobacter dan Bacillus:
2H2S + O2 → 2S + 2H2O
2S + 2H2O + 3O2 → 2SO42- + 4H+S2O32- + H2O + 2O2 → 2SO42- + 2H+
Reduksi Sulfat menjadi sulfida (S2-) oleh Desulphovibrio desulphuricans
2SO42- + 4H2 → S2- + 4H2O
Fosfor di alam dalam bentuk terikat sebagai Ca-fosfat, Fe- atau Al-fosfat, fitat
atau protein Mikroorganisme (Bacillus, Pseudomonas, Xanthomonas, Aerobacter
aerogenes) dapat melarutkan P menjadi tersedia bagi tanaman.
Biofertilizer merupakan suatu zat yang digunakan untuk meningkatkan
kesuburan tanah dengan limbah biologis, bermanfaat dalam memperkaya tanah
dengan kandungan mikro-organisme yang menghasilkan nutrisi organik untuk tanah
dan membantu memerangi penyakit. Zat yang mengandung mikroorganisme, yang
ditambahkan pada bibit, permukaan tanaman, atau tanah, akan mendorong
pertumbuhan dengan meningkatkan pasokan atau ketersediaan nutrisi utama untuk
tanaman inang
Tidak seperti pupuk kimia pada umumnya yang langsung meningkatkan
kesuburan tanah dengan menambahkan nutrisi, biofertilizers menambahkan nutrisi
melalui proses alami dengan cara memperbaiki atmosfer nitrogen, melarutkan fosfor,
dan merangsang pertumbuhan tanaman dengan memicu sintesis zat tertentu yang
dibutuhkan. Mikroorganisme dalam biofertilizer mengembalikan siklus hara alami
dan membangun materi organik tanah.
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai sistem pengelolaan produksi
pertanian yang holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan agro-ekosistem,
termasuk biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah, dengan menekankan
pada penggunaan input dari dalam dan menggunakan cara-cara mekanis, biologis dan
kultural. Dalam sistem pertanian organik masukan (input) dari luar (eksterna) akan
dikurangi dengan cara tidak menggunakan pupuk kimia buatan, pestisida, dan bahan
bahan sintetis lainnya. Dalam sistem pertanian organik kekuatan hukum alam yang
harmonis dan lestari akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
hasil pertanian sekaligus miningkatkan ketahanan terhadap serangan hama dan
penyakit.
Pertanian organik secara teoritis sangat baik bagi lingkungan. Praktiknya yang
ramah bagi lingkungan sangat baik diterapkan secara massal. Dari segi energi,
pertanian organik juga turut berperan dalam penurunan emisi terutama CO2, CH4,
dan N2O. Dari segi sosial kemasyarakatan, pertanian organik mempunyai dasar
pemikiran yakni mendukung kearifan lokal seperti pengetahuan pertanian petani adat
dan lokal.
Pada dasarnya kesuburan tanah lokal merupakan kunci keberhasilak sistem
pertanian organik, baik kesuburan fisik, kimia maupun biologi. Bila kesuburan tanah
telah baik, maka akan tercipta lingkungan pertanaman terutama untuk perakaran yang
diinginkan, ketersediaan hara-hara makro dan mikro terpenuhi dan aktivitas
mikroorganisme tanah untuk membantu kesuburan tanah juga terjaga.
Pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan dan mempertahankan
kesuburan tanah dalam sistem pertanian organik sangat penting. Peran mikroba dalam
154
tanah antara lain adalah daur ulang hara, penyimpan sementara dan pelepasan untuk
dimanfaatkan tanaman dan lain-lain.
Keberhasilan memanfaatkan mikroba untuk tujuan meningkatkan kesuburan
tanah memerlukan pengetahuan darii berbagai disiplin ilmu secara terpadu. Pakar
mikrobiologi tanah mengawali dengan mempelajari dan mengidentifikasi ekologi
mikroorganisme yang akan digunakan sebagai biofertilizer (pupuk hayati).
Selanjutnya mikroorganisme hasil isolasi dari tanah dikembangbiakkan pada
kondisi laboratorium menggunakan media buatan. Setelah mikroorganisme tersebut
berhasil dibiakkan, maka harus diperoleh galur yang dikehendaki, karena tidak semua
spesies dari suatu populasi bersifat efektif. Selanjutnya galur yang efektif diisolasi, dan
dilakukan pengujian di lapangan apakah hasil inokulasi dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman. Mikroorganisme yang diinokulasi harus sesuai
dengan kondisi lingkungan tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan fluktuasi
kondisi lingkungan dan tidak kalah bersaing atau dimangsa mikroorganisme asli.
Apabila mikroorganisme yang diinokulasikan cukup efektif dalam
meningkatkan hasil tanaman, maka tugas selanjutnya mengembangkan metode untuk
memperbanyak dengan skala dengan skala yang besar. Pada umumnya,
mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang melalui proses fermentasi. Apabila
populasi mikroorganisme mencapai ukuran tertentu, kemudian tahap berikutnya
adalah memanen dan mengemas untuk tujuan komersial. Tugas selanjutnya adalah
membuat formula cara kerja inokulan, termasuk cara memanfaatkan inokulan di
lapangan (disemprotkan ke tanah atau dicampur dengan biji), termasuk memecahkan
semua masalah yang mungkin dihadapi dalam mempertahankan inokulan tettap
efektif, terutama yang berhubungan dengan pengiriman, kemasan, penyimpanan, dan
pemanfaatan.
155
Gambar 2.
Simbiosis Mutualisme antara bakteri nitrogen dengan tanaman kacang polong. (Sumber: Kenneth Todar,
2012).
156
Gambar 3.
Lactobacillus acidophilus dan sel epitel skuamosa vagina. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Teknologi Pangan
Terdapat beberapa kelompok bakteri yang mampu melakukan proses
fermentasi dan hal ini telah banyak diterapkan pada pengolahan berbagi jenis
makanan. Bahan pangan yang telah difermentasi pada umumnya akan memiliki masa
simpan yang lebih lama, juga dapat meningkatkan atau bahkan memberikan cita rasa
baru dan unik pada makanan tersebut.Proses fermentasi dari suatu organisme dapat
mengubah suatu makanan dan minuman. Proses fermentasi merupakan perubahan
enzimatik secara anaerob dari suatu senyawa organik dan menjadi produk organik
yang lebih sederhana. Hal tersebut disebabkan mikroorganisme dapat tumbuh
menjadi dua kali lipat dan juga massa mikroba minimal mengandung 40% protein dan
memiliki kandungan vitamin dan mineral yang tinggi.
Teknologi Obat-obatan
Mikroorganisme merupakan salah satu makhluk hidup yang tidak dapat di
lihat oleh mata atau jasad renik yang sangat kecil. Setiap sel tunggal mikroorganisme
memiliki kemampuan untuk melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat
mengalami pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya.
Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena
mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar
sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan
terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Mikroorganisme bisa memberikan kontribusi
dalam Penemuan antibiotik yang telah menghantarkan pada terapi obat dan industri
obat ke era baru. Karena adanya penemuan penisilin dan produk-produk lain sekresi
157
fungi, aktinomiset, dan bakteri lain, maka kini telah tersedia obat-obat yang manjur
untuk memerangi penyakit infeksi bakteri.
Antibiotik digunakan dalam berbagai bentuk-masing-masing menetapkan
persyaratan manufaktur agak berbeda. Untuk infeksi bakteri di permukaan kulit, mata,
atau telinga, antibiotik dapat diterapkan sebagai salep atau krim. Jika infeksi internal,
antibiotik dapat ditelan ataudisuntikkan langsung ke dalam tubuh. Dalam kasus ini,
antibiotik dikirim seluruh tubuh dengan penyerapan ke dalam aliran darah.
Sementara pengetahuan ilmiah kita tentang antibiotik baru-baru ini
dikembangkan, aplikasi praktis dari antibiotik telah ada selama berabad-abad.
Penggunaan dikenal pertama oleh bangsa cina sekitar 2500 tahun yang lalu. Bukti ini
menunjukkan bahwa budaya lain yang digunakan zat antibiotik jenis sebagai agen
terapeutik. Peradaban. Sudan-Nubia menggunakan jenis antibiotik tetrasiklin sejak 350
AD Di Eropa selama Abad Pertengahan, ekstrak tumbuhan kasar dan dadih keju juga
digunakan untuk melawan infeksi. Meskipun budaya ini digunakan antibiotik,
prinsip-prinsip umum tindakan antibiotik tidak dipahami sampai abad kedua puluh.
Antibiotik yang digunakan untuk membasmi mikroba, khususnya penyebab
infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif yang setinggi mungkin.
Artinya, antibiotik tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif
tidak toksik untuk inang/hospes. Usaha untuk mencari antibiotik yang dihasilkan oleh
mikroorganisme. Produk alami yang disentesis oleh mikroorganisme menjadi sangat
penting. Praduk antikoagulan, antidepresan, vasodilator, her4bisida, insektisida,
hormon tanaman, enzim, dan inhibitor enzim telah diisolasi dari mikroorganisme.
Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotika
khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam
bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap
mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan atau
memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri.
Antibiotika berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan membunuh
kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup.
Ditemukan Penisilin dihasilkan oleh jamur Penicillium notatum. Penisilin merupakan
antibiotik pertama yang ditemukan oleh Alexander Fleming tahun 1928, dan
kemudian dikembangkan oleh Harold Florey pada tahun 1938. Penisilin telah
diproduksi dan dipasarkan pada tahun 1944.
Antibiotik sepalosporin C dihasilkan oleh jamur Cephalosporium. Sepalosporin
C merupakan antibiotik menguntungkan yang dapat membunuh bakteri yang tahan
terhadap penisilin. Antibiotik Streptomisin dihasilkan oleh jamur Streptomyces griseus
yang dapat membunuh bakteri patogen yang tahan terhadap penisilin atau
sepalosporin. Streptomisin telah digunakan untuk mengobati penyakit tuberkulosis.
Produksi antibiotik melalui pemanfaatan mikro organisme dilakukan melalui
fermentasi.
Bahan antibiotik yang sudah diketahui lebih dari 8.000, dan beberapa ratus
antibiotika ditemukan dalam beberapa tahun. Dan sejumlah peneliti mempercayai
158
bahwa berbagai antibiotika baru dapat ditemukan lagi jika penelitian dilakukan
terhadap kelompok mikroorganisme selain Streptomyces, Penicillium, dan Bacillus.
Sekali diketahui urutan struktur gen mikroorganisme penghasil-antibiotika, dengan
teknik rekayasa genetika memungkinkan pembuatan antibiotika baru. Cara utama
dalam menemukan antibiotika baru yaitu melalui ‗screening‘. Dengan pendekatan
tersebut, sejumlah isolat yang kemungkinan mikroorganisme penghasil-antibiotika
yang diperoleh dari alam dalam kultur murni, selanjutnya isolat tersebut diuji untuk
produksi antibiotika dengan bahan yang ―diffusible‖, yang menghambat pertumbuhan
bakteri uji. Bakteri yang digunakan untuk pengujian, dipilih dari berbagai tipe, dan
mewakili atau berhubungan dengan bakteri patogen. Prosedur pengujian
mikroorganisme untuk produksi antibiotika adalah metode goressilang, pertamakali
digunakan oleh Fleming. Dengan program pemisahan arus, ahli mikrobiologi dapat
dengan cepat mengidentifikasi, apakah antibiotika yang dihasilkan termasuk baru atau
tidak. Sekali ditemukan organisme penghasil antibiotika baru, antibiotika dihasilkan
dalam sejumlah besar, dimurnikan, dan diuji toksisitas dan aktivitas terapeutiknya
kepada hewan yang terinfeksi. Sebagian besar antibiotika baru gagal menyembuhkan
hewan uji, dan sejumlah kecil dapat berhasil dengan baik. Akhirnya, sejumlah
antibiotika baru ini sering digunakan dalam pengobatan dan dihasilkan secara
komersial.
Vaksin (dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika diberikan
kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar, adalah
bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu
penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme
alami atau ―liar‖. Penggunaan vaksin sangat penting untuk mencegah berbagai
penyakit. Pengembangan dan produksi vaksin merupakan salah satu tugas penting
industri farmasi. Produksi vaksin meliputi pengkulturan mikroorganisme yang
memiliki properti antigenik yang diperlukan untuk meluncurkan respons imun
primer.
Vaksin diproduksi oleh strain mutan patogen virulen tanpa menghilangkan
antigen yang diperlukan untuk menimbulkan respons imun. Perkembangan bidang
bioteknologi memungkinkan produksi seluruh seluruh vaksin baru. Beberapa vaksin
baru ini ditujukan bagi target baru, dan beberapa lagi lebih efektif dan memiliki efek
samping lebih sedikit dibandingkan vaksin tradisional yang ada saat ini.
Untuk menghasilkan vaksin terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus,
strain virus ditumbuhkan dengan menggunakan telur ayam tertunas. Individu yang
memiliki alergi terhadap telur ayam tidak dapat diberi vaksin yang dibuat dengan cara
seperti ini. Vaksin virus juga dapat diproduksi melalui kultur jaringan. Misalnya,
vaksin rabies tradisional diproduksi pada telur bebek tertunas dan memiliki efek
samping yang sangat menyakitkan. Vaksin ini digantikan oleh produksi vaksin
melalui kultur jaringan fibroblas manusia yang memiliki efek samping yang lebih
sedikit.
Vaksin merupakan produk high technology yang perlu penanganan khusus
sehingga peralatannya pun didatangkan dari berbagai negara sesuai dengan
159
spesifikasinya. Hal ini untuk mendukung dihasilkannya vaksin berkualitas dengan
kapasitas produksi yang tinggi
Bahan baku yang berkualitas, terutama telur Specific Pathogen Free (SPF) juga
menjadi faktor penting penentu kualitas vaksin. Dari sistem produksi, Medion telah
mengaplikasikan biosafety level 3 (BSL-3) untuk ruang produksi maupun quality
control, utamanya pada produksi vaksin AI. Sistem ini menjamin produk yang
dihasilkan berkualitas dan personil yang menangani aman. Terbukti beberapa
penelitian bertaraf nasional maupun sinternasional, kerja sama antara pemerintah
Indonesia dan pemerintah Belanda dalam upaya pemberantasan AI juga dilakukan di
fasilitas BSL-3 Medion.
Pengembangan vaksin untuk melindungi manusia dari penyakit virus adalah
salah satu keunggulan dari pengobatan modern. Vaksin pertama diproduksi oleh
Edward Jenner pada tahun 1796 untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit
cacar. Jenner menyadari bahwa pemerah susu yang telah tertular cacar sapi, sebuah
infeksi yang relatif tidak berbahaya, menjadi tahan terhadap penyakit cacar, sebuah
penyakit manusia yang sering menjadi epidemi dengan angka kematian yang sangat
tinggi. Dalam keadaan biasa, tubuh manusia bereaksi terhadap invasi virus dengan
beberapa cara berbeda. Kekebalan secara umum terhadap virus dapat dikembangkan
oleh sel-sel dalam tubuh yang menjadi sasaran invasi virus. Dalam situasi ini, virus
akan dicegah agar tidak mendapatkan akses ke sel inang. Sebuah perlindungan yang
lebih umum adalah kemampuan tubuh untuk membuat sel-sel darah dan getah bening
yang merusak atau membatasi efektivitas dari serangan virus. Seringkali, tubuh
manusia yang terinfeksi akan ―mempelajari‖ bagaimana merespon terhadap virus
tertentu di masa depan, sehingga infeksi tunggal, terutama dari virus yang relatif jinak,
biasanya mengajarkan tubuh bagaimana cara untuk merespon invasi tambahan dari
virus yang sama. Common cold, misalnya, disebabkan oleh satu dari ratusan virus.
Setelah sembuh dari pilek, kebanyakan orang resisten terhadap virus tertentu yang
menyebabkan flu tersebut, meskipun virus flu serupa masih akan menyebabkan gejala
yang sama atau identik. Untuk beberapa virus berbahaya, seseorang mungkin bahkan
sudah mengembangkan kekebalan terhadap virus tanpa menampakkan gejala sakit
sama sekali.
Produksi vaksin antivirus saat ini merupakan sebuah proses rumit bahkan
setelah tugas yang berat untuk membuat vaksin potensial di laboratorium. Perubahan
dari produksi vaksin potensial dengan jumlah kecil menjadi produksi bergalon-galon
vaksin yang aman dalam sebuah situasi produksi sangat dramatis, dan prosedur
laboratorium yang sederhana tidak dapat digunakan untuk meningkatkan skala
produksi Dengan adanya masalah-masalah di atas maka pembuatan vaksin secara
konvensional diubah dengan cara rekayasa genetika untuk membantu mengurangi
resiko yang tidak diinginkan.
160
Gambar 4.
Antibiotik dan Vaksin. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
Bioteknologi
Bioteknologi adalah suatu teknik modern untuk mengubah bahan mentah
melalui transformasi biologi sehingga menjadi produk yang berguna. memberi batasan
tentang arti bioteknologi secara lebih lengkap, yakni pemanfaatan prinsip–prinsip
ilmiah dan kerekayasaan terhadap organisme, sistem atau proses biologis untuk
menghasilkan dan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan
produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia.
Bioteknologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari pemanfaatan
organisme, sistem, atau proses biologi untuk menghasilkan produk berupa barang
atau jasa yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Perkembangan
bioteknologi didukung oleh perkembangan cabang ilmu yang lain yaitu mikrobiologi,
genetika, fisika, kimia biokimia, fisiologi, dan lain-lain. Bioteknologi memberikan
harapan besar untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dengan berbagai terobosan
yang dilakukannya.
Bioteknologi telah dimanfaatkan sejak lama. Contohnya adalah pembuatan
makanan dengan cara fermentasi seperti membuat tapai, peuyem, tuak, anggur sari
buah, dan brem telah dilakukan bangsa Indonesia sejak dulu. Mikroorganisme sangat
berperan dalam proses bioteknologi, karena mempunyai sifat dan kemampuan yang
unik. Pada bab ini kamu akan mempelajari berbagai jenis pemanfaatan
mikroorganisme.
161
Bioteknologi terus berkembang, dari bioteknologi sederhana/konvensional
menjadi bioteknologi modern. Untuk memudahkan mengenal bioteknologi, kamu
harus dapat membedakan bioteknologi modern dan bioteknologi
tradisional/konvensional. Perbedaannya terletak pada prinsip-prinsip ilmiah yang
digunakan. Bioteknologi konvensional masih menggunakan prinsip-prinsip ilmiah
yang sederhana. Sedangkan bioteknologi modern telah menggunakan prinsip-prinsip
genetika dan biologi molekuler. Jadi dalam bioteknologi konvensional belum
melibatkan rekayasa genetika dan bioteknologi modern telah melibatkan rekayasa
genetika.
Mikroorganisme yang berperan dalam bioteknologi contohnya virus, bakteri,
alga, jamur, maupun protozoa. Alasan penggunaan mikroorganisme dalam
bioteknologi adalah perkembangannya sangat cepat, kemampuan metabolismenya
sangat tinggi, dapat tumbuh di berbagai media, dapat tumbuh dan berkembang tanpa
terpengaruh cuaca dan iklim, pertumbuhannya mudah dikontrol, dan sifat genetisnya
mudah dimodifikasi. Oleh karena itu dalam proses bioteknologi, mikroorganisme
ditumbuhkan dalam kondisi yang optimum sehingga efisiensi produksi sangat tinggi.
162
sehat. Pathogen virulen (lebih berbahaya), dapat menimbulkan penyakit pada tubuh
kondisi sehat ataupun normal.
Sebagaimana diketahui sebelumnya mikroorganisme adalah organisme hidup
yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Mikroorganisme dapat ditemukan disemua tempat yang memungkinkan terjadinya
kehidupan, disegala lingkungan hidup manusia. Mereka ada di dalam tanah, di
lingkungan akuatik, dan atmosfer (udara) serta makanan, dan karena beberapa hal
mikroorganisme tersebut dapat masuk secara alami ke dalam tubuh manusia, tinggal
menetap dalam tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal sementara.
Mikroorganisme ini dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu
dapat juga menimbulkan penyakit.
Mikroorganisme pathogen memiliki faktor virulensi yang dapat meningkatkan
patogenisitasnya dan memungkinkannya berkolonisasi atau menginvasi jaringan
inang dan merusak fungsi normal tubuh. Virulensi menggambarkan kemampuan
untuk menimbulkan penyakit. Virulensi merupakan ukuran patogenitas organisme.
Tingkat virulensi berbanding lurus dengan kemampuan organisme menyebabkan
penyakit. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh jumlah bakteri, jalur masuk ketubuh
inang, mekanisme pertahanan inang, dan factor virulensi bakteri. Secara eksperimental
virulensi diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang menyebabkan kematian,
sakit atau lesi dalam waktu yang ditentukan setelah introduksi. Virulensi
mikroorganisme atau potensi toksin mikroorganisme sering diekspresikan sebagai
LD50 (Lethal dose 50), yaitu dosis letal untuk 50% inang, dimana jumlah
mikroorganisme pada suatu dosis dapat membunuh 50% hewan uji disebut ID50
(Infectious dose 50), yaitu dosis infeksius bagi 50% inang.
Keberadaan mikroorganisme pathogen dalam tubuh adalah akibat dari
berfungsinya faktor virulensi mikroorganisme, dosis (jumlah) mikroorganisme, dan
faktor resistensi tubuh inang. Mikroorganisme pathogen memperoleh akses memasuki
tubuh inang melalui perlekatan pada permukaan mukosa inang. Perlekatan ini terjadi
antara molekul permukaan pathogen yang disebut adhesion atau ligan yang terikat
secara spesifik pada permukaan reseptor komplementer pada sel inang. Adhesion
berlokasi pada glikogaliks mikroorganisme atau pada struktur permukaan
mikroorganisme yang lain seperti pada fimbria. Bahan glikogaliks yang membentuk
kapsul mengelilingi dinding sel bakteri merupakan properti yang meningkatkan
virulensi bakteri. Kandungan kimiawi pada kapsul mencegah proses fogositosis oleh
sel inang. Virulensi mikroorganisme juga disebabkan oleh produksi enzim
ekstraseluler (eksoenzim).
163
Gambar 6.
Borrelia burgdorferi, yang spirochete yang menyebabkan penyakit Lyme dan virus influenza yang
menyebabkan flu. (Sumber: Kenneth Todar, 2012).
166
penyakit. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh jumlah bakteri, jalur masuk ketubuh
inang, mekanisme pertahanan inang, dan faktor virulensi bakteri. Secara eksperimental
virulensi diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang menyebabkan kematian,
sakit atau lesi dalam waktu yang ditentukan setelah introduksi. Virulensi
mikroorganisme atau potensi toksin mikroorganisme sering diekspresikan sebagai
LD50 (Lethal dose 50), yaitu dosis letal untuk 50% inang, dimana jumlah
mikroorganisme pada suatu dosis dapat membunuh 50% hewan uji disebut ID50
(Infectious dose 50), yaitu dosis infeksius bagi 50% inang.
Keberadaan mikroorganisme pathogen dalam tubuh adalah akibat dari
berfungsinya faktor virulensi mikroorganisme, dosis (jumlah) mikroorganisme, dan
faktor resistensi tubuh inang. Mikroorganisme pathogen memperoleh akses memasuki
tubuh inang melalui perlekatan pada permukaan mukosa inang. Perlekatan ini terjadi
antara molekul permukaan pathogen yang disebut adhesion atau ligan yang terikat
secara spesifik pada permukaan reseptor komplementer pada sel inang. Adhesion
berlokasi pada glikogaliks mikroorganisme atau pada struktur permukaan
mikroorganisme yang lain seperti pada fimbria. Bahan glikogaliks yang membentuk
kapsul mengelilingi dinding sel bakteri merupakan properti yang meningkatkan
virulensi bakteri. Kandungan kimiawi pada kapsul mencegah proses fogositosis oleh
sel inang. Virulensi mikroorganisme juga disebabkan oleh produksi enzim
ekstraseluler (eksoenzim).
Kerentanan terhadap infeksi bakteri tergantung pada kondisi fisiologis dan
imunologis inang dan virulensi bakteri. Pertahanan inang terhadap infeksi bakteri
adalah mekanisme nonspesifik dan spesifik (antibodi). Mekanisme nonspesifik
dilakukan oleh sel-sel neutrofil dan makrofag. Perkembangan imunitas spesifik seperti
respons antibody memerlukan waktu beberapa minggu. Bakteri flora normal kulit dan
permukaan mukosa juga memberi perlindungan terhadap kolonisasi bakteri pathogen.
Pada individu sehat, bakteri flora normal yang menembus ke tubuh dapat
dimusnahkan oleh mekanisme humoral dan seluler inang. Contoh terbaik tentang
kerentanan adalah AIDS, dimana limfosit helper CD4+ secara progesif berkurang 1/10
oleh virus imunodefisiensi (HIV). Mekanisme resistensi dipengaruhi oleh umur,
defiensi, dan genetik. Sistem pertahanan (baik spesifik maupun nonspesifik) orang
lanjut usia berkurang. Sistem imun bayi belum berkembang, sehingga rentan terhadap
infeksi bakteri patogen.
Beberapa individu memiliki kelaianan genetik dalam sistem pertahanan.
Resistensi inang dapat terkompromi oleh trauma dan penyakit lain yang diderita.
Individu menjadi rentan terhadap infeksi oleh berbagai bakteri jika kulit atau mukosa
melonggar atau rusak (terluka). Abnormalitas fungsi silia sel pernapasan
mempermudah infeksi Pseudomonas aeruginosa galur mukoid. Prosedur medis
seperti kateterisasi dan intubasi trakeal menyebabkan bakteri normal flora dapat
masuk ke dalam tubuh melalui plastik. Oleh karena itu, prosedur pergantian plastik
kateter rutin dilakukan setiap beberapa jam (72 jam untuk kateter intravena).
Banyak obat diproduksi dan dikembangkan untuk mengatasi infeksi bakteri.
Agen antimikroba efektif melawan infeksi bakteri jika sistem imun dan fagosit inang
turut bekerja. Namun terdapat efek samping penggunaan antibiotic, yaitu kemampuan
167
difusi antibiotik ke organ non sasaran (dapat menggangu fungsi organ tersebut),
kemampuan bertahan bakteri terhadap dosis rendah (meningkatkan resistensi), dan
kapasitas beberapa organisme resisten terhadap multi–antibiotik.
Gambar 1.
Gambaran mekanisme patogenisitas dari bakteri. (A) Setelah berhadapan dengan inangnya, bakteri
patogen mendapat tanggapan dari host dan menggunakan berbagai mekanisme untuk menghindari
pertahanan dari host. Komponen bakteri yang berinteraksi dengan host meliputi: (1) kapsul yang
bertindak sebagai pelindung dari sel fagosit dan juga melindungi bakteri patogen dari makrofag dan
neutrofil, (2) lipopolisakarida (LPS) dan komponen dinding sel yang dapat menyebabkan syok septik, (3)
racun yang dapat berfungsi untuk merusak sel inang dan membantu invasi, dan (4) adhesin yang
memudahkan pengikatan patogen untuk ke permukaan inang. Sejauh mana berbagai mekanisme
berperan dalam infeksi patogenesis tergantung pada spesies bakteri atau regangan tempat masuk
patogen, status kekebalan host dan faktor lain yang sejenis. (B) Setelah berhasil memasuki permukaan
inang, bakteri patogen lebih lanjut dapat menyerang jaringan inang. Patogen dapat secara lebih lanjut
masuk ke jaringan tisu dengan mengekspresikan dan mensekresi protease dan glikan yang mencerna
matriks ekstraseluler dan polisakarida dari inang. Selain itu, patogen juga dapat menyerang sel-sel
jaringan host dan mendapatkan akses ke lingkungan intraselular. Hal ini dapat difasilitasi oleh
mekanisme fagositosis alami makrofag dan neutrofil atau dengan serapan mana sinyal patogen diinduksi
sel inang untuk menelan bakteri. Sebuah strategi umum untuk patogen dalam mendorong serapan adalah
penggunaan sistem sekresi tipe III yang menyuntikkan sinyal protein bakteri ke dalam sel inang. Dalam
sel inang, patogen mungkin berada dalam fagogolisom (yaitu fagosom yang telah menyatu dengan
lisosom), atau dalam sitosol sel inang. (Sumber: JW.Wilson, 2002).
Kapsul
Beberapa bakteri mengeluarkanjumlah polisakarida secara berlebihan dengan
berat molekul tinggi, juga disebut exopolysaccharides, ketika terisolasi dari sampel klinis.
Lapisan ekstraseluler berupa gula ini disebut kapsul. Spesies bakteri yang berbeda
memanfaatkan gula untuk menghasilkan beragam kapsul. Produksi kapsul adalah
salah satu faktor utama virulensi yang dimanfaatkan oleh bakteri untuk menghindari
pertahanan inang. Secara khusus, kapsul bakteri berisi perlindungan dari imun dan
antibiotik yang dihasilkan oleh host. Beberapa kapsul juga telah terbukti memiliki efek
imunomodulator. Kapsul melindungi bakteri dari mekanisme fagositosis yang
dijalankan oleh inang sebagai upaya pertahanan (misalnya, makrofag dan neutrofil).
Mekanisme pertahanan yang tak berhasilmenyebabkan peningkatan inflamasi. Ketika
terjadi masalah, makrofag dan neutrophil menghasilkan sitokin untuk menghapus
169
bakteri, inflamsi terjadi lebih lanjut. Ditingkat selanjutnya, respons inflamasi mengarah
ke jaringan meningkatkan kerusakan karena neutrofil dan makrofag direkrut ke
tempat infeksi. Spesies paling terkenal dari bakteri yang menghasilkan kapsul adalah
Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitidis, dan Pseudomonas aeruginosa. Polisakarida
pada kapsulStreptococcus pneumonia (pneumococcus) telah diidentifikasi sebagai faktor
virulensi yang utama. Pneumococcus memanfaatkan 24 gen biosintetik untuk
membentuk kapsul mereka. Setidaknya ada 90 jenis kapsul yang berbeda, meskipun
hanya 23 jenis dari semua jenis tersebut menyebabkan lebih dari 90% penyakit
invasive. Perbedaan pada struktur kimia kapsul polisakarida yang dimiliki oleh
Neisseria meningitides (meningcoccus) menentukan kelompok mereka.Menigcoccus
memiliki beberapa tipe kapsul, yaitu B, C, Y, dan W-135 kapsul seluruhnya terdiri dari
asam polysialic atau asam sialicyang terkait dengan glukosa atau galaktosa, sedangkan
kapsul A terdiri dari N-asetil mannosamine-1-phosphate. Kapsul P aeruginosa terdiri dari
alginat (asetat manuronat dan asam guluronat). Enzim untuk biosintesis alginat telah
dijelaskan dan banyak diketahui bahwa produksi alginat terkait dengan regulasi
genetik. Kapsul P aeruginosa adalah kapsul unik karena semuastrain P aeruginosa
memiliki kemampuan genetik untuk memproduksi alginat tetapi paling sering
ditemukan pada isolasi sistik fibrosis. Meskipun kapsul ini memiliki komposisi kimia
yang berbeda dan efek immunomodulatory, mereka sangat berperan dalam upaya
perlindungan.
Dinding Sel
Bakteri dapat dibagi menjadi dua kelompok besar berdasarkan perbedaan
struktur dinding sel, yaitu bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Dinding sel baik
bakteri baik berupa Gram positif maupun Gram-negatif mengandung komponen
beracun yang menjadi faktor virulensi dan memiliki peran sentral dalam patogenesis
bakteri, seringkali sangat mematikan dimana melibatkan runtuhnya kondisi sistem
peredaran darah dan mungkin mengakibatkan kegagalan beberapa sistem organ.
Tidak seperti racun konvensional, yang adalah protein yang diproduksi oleh bakteri
dan biasanya disekresi ke dalam sekitar daerah tengah (eksotoksin), komponen
beracun dari dinding sel prokariotik merupakan komponen struktural yang berbeda
dan tidak dirilis ke dalam media ekstraselular sampai lisis dan kematian dari sel
bakter terjadii. Ironisnya, antibiotik yang digunakan dalam pengobatan terhadap
mikroba patogen dapat meningkatkanjumlah komponen dinding sel bakteri yang
beracun, dan dengan demikian memperburuk pengobatan serta berdampak negatif
terhadap kondisi inang. Hal yang diyakini adalah bahwa bakteri Gram-positif dan
Gram-negatif dapat mengaktifkan jalur umum peristiwa yang mengarah pada septik
syok. Septik syok merupakan hasil dari aksi gabungan sitokin, komponen pelengkap,
dan koagulasi komponen kaskade. Konstituen dinding sel bakteri dapat berasal dari
induksi host untuk memproduksi atau mengaktifkan mediator ini. Memang,acara
memicu proksimat dari septik syok adalah pelepasan lipopolisakarida (LPS) atau
dinding sel bakteri beracun atau komponen lainnya ke dalam sirkulasi. LPS bakteri
(juga dikenal sebagai endotoksin) adalah molekul amfofilik besar yang tertanam
padamembran luar bakteri Gram-negatif dan biasanya dianggap sebagai komponen
170
utama yang bertanggung jawab untuk induksi septik syok yang sering menyertai
infeksi parah oleh mikroba. Reseptor utama untuk LPS adalah CD14, yang merupakan
penanda permukaan sel makrofag. Lipid A, merupakan bagian beracun dari molekul
LPS, menyebabkan pelepasan sitokin proinflamasi oleh inang dan mengaktifkan
komplemen yang mengkoagulasi komponen kaskade. Studi terbaru menunjukkan
bahwa resitokin inflamasi, eikosanoid, radikal bebas, adalah penghambatan migrasi
makrofag. Faktor sinyal protein kinase dan faktorn transkripsi, semua memainkan
peranan penting dalam Pathobiology bakteri Gram-negatif yang dimediasi oleh septik
syok. Sementara mediasi endotoksin jelas merupakan hal yang penting dalam reaksi
host terhadap bakteri Gram-negatif, bakteri Gram-positif juga dapat menyebabkan
septik syok dan semakin menguatkan dugaan sebagai kontributor utama sepsis
nosokomial. Bakteri Gram-positif tidak memiliki endotoksin, namun keberadaan
bakteri ini pada jaringan memprovokasi respon inflamasi yang mirip dengan yang
dipicu oleh LPS bakteri Gram-negatif. Juga, Bakteri Gram-positif gejala septik syok
yang sama sebagaimana bakteri Gram-negatif didalam aliran darah. Sitokin yang sama
pun ditimbulkan oleh LPS dilepaskan dan secara terlihat dapat menimbulkan efek
fisiologis yang sama. Hal ini karena sebagian fragmen peptidoglikan dan asam teikoik
ditemukan pada dinding bakteri Gram-negatif yang menimbulkan banyak ftanggapan
yang sama secara fisiologis dari LPS di host yang terinfeksi. Pada bakterifag bakteri
Gram-positif, peptidoglikan dan asam teikoik (polimer alkohol, gula dan fosfat) adalah
faktor utama yang menimbulkan potensi septik syok. Komponen dinding sel yang
beracun dari bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif bertindak terutama terjadi
melalui inisiasi dari peradangan saat stimulasi monosit dan makrofag serta perilisan
berikutnya dari proinflamasi sitokin, terutama (TNF α) dan interleukin. Selain itu, baik
endotoksin maupun peptidoglikan dapat mengaktifkan komponen kaskade yang
menginduksi pelepasan TNF α dari monosit dan menginduksi agregasi
polimorfonuklear neutrofil yang jelas serta vasokonstriksi paru. Dengan demikian,
terlepas dari apakah infeksi aliran darah disebabkan oleh bakteri Gram-positif atau
bakteri Gram-negatif, tanda-tanda dan gejala infeksi yang ditimbulkan serupa. Bakteri
Gram-negatif yang sering terlibat dalam septik syok yaitu Escherichia coli, P aeruginosa,
dan Meningococcus, dan bakteri yang terlibat dalam septik syok, yaitu seperti
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Streptococcus. Kelompok dari
bakteri Gram-positif tersebut telah muncul sebagai penyebab paling umum dari
penyakit infeksi akibat akuisisi, dan karena itu, memainkan peran penting dalam
nosocomial sepsis. Komponen beracun dari dinding sel bakteri Gram-negatif dan
bakteri Gram-positif adalah mediator sentral dari septik syok, yang sering kali
menimbulkan kondisi yang fatal akibat dari aksi gabungan sitokin, pemenuhan
kaskade, dan koagulasi komponen kaskade.
Racun
Racun, analog dengan senjata biologisdalam hal ini adalah molekul protein
atau non-protein yang dihasilkan oleh bakteri untuk menghancurkan atau merusak sel
inang. Contoh racun non-protein adalah LPS (endotoksin) untuk bakteri Gram-negatif
dan asam teikoik bakteri Gram-positif. Racun yang berupa protein (eksotoksin)
171
umumnya adalah enzim yang dikirim ke sel-sel eukariotik dengan dua metode yang
berbeda: (1) sekresi ke lingkungan intraseluler (2) injeksi langsung ke dalam
sitoplasma sel inang melalui sistem sekresi jenis III atau mekanisme lain. Eksotoksin
bakteri dapat secara kasardikategorikan ke dalam empat jenis utama berdasarkan
komposisi dan fungsi asam amino yang mereka miliki: (1) racun AB , (2) racun
proteolitik, (3) racun dari pori yang terbentuk, dan (4) racun lainnya. Beberapa spesies
bakteri yang mengandung racun AB diantaranya adalah P aeruginosa, E coli, Vibrio
cholerae, Corynebacteriumdiphtheriae, dan Bordetella pertussis. Racun AB memiliki dua
komponen: sub unit A yang memiliki kegiatan enzimatik; dan sub unit B yang
bertanggung jawab untuk mengikat dan mengirim toksin ke dalam sel inang. Sebagian
aktivitas enzimatik dari racun AB berkisar dari kegiatan proteolitik (misalnya, tetanus
dan botulinum) kegiatan dari ADP (misalnya, kolera, pertusis, diphtheria dan P
aeruginosa). Meskipun berbagai aktivitas enzimatikmerupakan bagian dari sub unit A
dari racun AB, terdapat dinukleotida adenin nikotinamida yang mengikat sub unit A
dan menunjukkan bahwa mungkin terjadi evolusi. Racun proteolitik memecah protein
dari host tertentu untuk beberapa manifestasi karakteristik klinis yang meringankan.
Contoh racun proteolitik meliputi: botulinum dari Clostridium botulinum, tetanus dari
Clostridium tetani, elastase, dan protease dari P aeruginosa. Target untuk racun
botulinum dan tetanus adalahmencegah pelepasan neurotransmitter sehingga terjadi
beberapa jenis kelumpuhan yang berbeda. Kedua racun juga berbeda dalam situs
infeksi mereka, botulinum yang tertelan menyebabkan flaccid paralysis di saraf perifer,
sedangkan tetanus ditemukan di luka yang dalam dan hasil kelumpuhan spastik
melalui sistem saraf pusat. Elastase dan protease dari P aeruginosa memecah matriks
selular yang berupa protein dan memungkinkan penyebaran infeksi. Elastase
merupakan faktor virulensi yang penting untuk P aeruginosa sedangkan protease
penting dalam infeksi kornea. Menjadi jelas bahwa mode dan lokasi pengiriman racun
mempengaruhi gejala klinis yang dimanifestasikan oleh pasien yang terinfeksi.
Membran beracun ditemukan disejumlah spesies bakteri dan membentuk pori di
membran sel inang, yang akhirnya mengarah ke lisis sel. Jumlah pori yang membentuk
racun termasuk dalam keluarga RTX (bernama untuk arginin berulang (R) treonin (T)
dan X merupakan motif dalam setiap racun) yang ditemukan di banyak bakteri
patogen Gram-negatif. Meskipun mekanisme umum pembentukan pori danurutan
dilestarikan dalam keluarga RTX, namun target yang spesifik sangat bervariasi.
Keluarga racun RTX memiliki berbagi metode tambahan umum dalam pengiriman
(Sekresi tipe I). Banyak bakteri Gram-positif mengandung sulfhidril cytolysin yang
diaktifkan. Penandaan terbaik adalah listeriolysin O yang diperlukan oleh Listeria
monocytogenes untuk melarikan diri dari fagosom. Selain racun AB, terdapat pula:
immunoglobulin A (IgA) jenis protein protease, siklase racun yang pada keadaan
panas yang stabil dapat mengaktifkan guanylate, dan racun yang memodifikasi
sitsitoskeleton dari sel inang. Tema umum yang muncul dari studi racun bakteri ini
adalah bahwa bakteri dapat memanfaatkan berbagai metode untuk mengganggu jalur
sinyal sel inang dan integritas struktural untuk membangun dan memelihara infeksi.
Dewasa ini sedang diusahakan untuk memperoleh pemahaman dari mekanisme
molekuler yang terlibat dalam aksi racun ini. Kabar baiknya adalah bahwa keluarga
172
toksin utama yang menampilkan tampilan struktural dan motif biokimia yang dapat
dimanfaatkan untuk masa depan dalam pengembangan terapi dan ini mungkin efektif
terhadap beberapa organisme, namun dalam jumlah yang terbatas.
Adhesin
Sebuah langkah kunci dalam interaksi inang-patogen adalah
penguasaanpatogen untuk menjadi tuan rumah di permukaan. Permukaan ini
meliputi kulit, membran mukosa (rongga mulut, nasofaring, saluran urogenital), dan
jaringan yang lebih dalam (jaringan limfoid, lapisan intestinal, lapisan alveolar,
jaringan endotel). Banyak sekali kekuatan mekanik yang dihasilkan oleh tindakan
inang untuk mencuci mikrobadari permukaan ini, yaitu berupa sekresi air liur, batuk,
bersin, aliran lendir, peristaltik, dan aliran darah. Suatu sifat umum mikroba patogen
adalah ekspresi dari faktor-faktor yang mengikat molekul pada berbagai sel jaringan
host dan membuat mikroba tahan terhadap pasukan cuci mekanik tersebut. Setelah
terikat atau menjadi penguasa di permukaan sel inang tertentu, patogen kemudian
mampu memulai proses biokimia spesifik yang kemudian hasilnya adalah penyakit
pada inang termasuk proliferasi, sekresi toksin, invasi sel inang, dan aktivasi sinyal
kaskade ke sel inang. Faktor penguasaan mikroba disebut adhesin dan dapatterbuat
dari polipeptida (protein) atau polisakarida (karbohidrat atau gula). Adhesin yang
berupa protein dipisahkan menjadi dua kelompok: fimbrial dan afimbrial. Fimbrial
(juga dikenal sebagai pili) adalah pelengkap yang menonjol sebagai struktur seperti
rambut yang muncul dari permukaan bakteri dan terdiri dari protein yang erat
dikemas ke dalam sebuah array berbentuk seperti silinder heliks. Protein tunggal
biasanya berfungsi sebagai sub unit fimbrial utama, namun sub unit protein lain juga
memainkan peran struktural di ujung dan didasar. Sering kali ujung fimbrial berfungsi
untuk mengikat reseptor dari host. Bakteri Gram-negatif, khususnya yang patogen
mengandalkan fimbriae untuk penguasaan daerah permukaan. Contohnya termasuk E
coli (untuk infeksi saluran kemih dan gastroenteritis), V cholerae, P aeruginosa, dan
Neisseria. Afimbrial adhesin merujuk padaprotein yang berfungsi sebagai faktor
penguasaan, tetapi tidak membentuk struktur panjang polimer fimbrial. Afimbrial
adhesinumumnya menengahi kontak yang lebih intim dengan sel inang yang terjadi
pada rentang lebih pendek daripada dengan fimbria. Bakteri Gram-negatif (Yersinia
pseudotuberculosis, E coli, Neisseria spp), bakteri Gram-positif (Staphylococcus spp,
Streptococcus spp) dan mikobakteri patogen mengungkapkan afimbrial adhesins.
Polisakarida dari adhesin biasanya berupa membran, dinding sel, atau kapsul. Asam
teikoik yang ditemukan pada amplop sel bakteri Gram- positif berfungsi sebagai
adhesin untuk Staphylococcus spp dan Streptococcus spp. Polisakarida yang ditemukan
dalam kapsul dari Mycobacteria sppjuga diakui oleh reseptor sel inang untuk
mempromosikan penguasaan. Meskipun interaksi reseptor-ligan yang terjadi untuk
mempromosikan penguasaan dapat dibagi menjadi dua kelompok umum, interaksi
antar protein-protein dan protein-karbohidrat, hal inipenting untuk menyadari
berbagai target mikroba yang digunakan untuk reseptor inang. Molekul-molekul yang
berfungsi sebagai reseptor untuk mikroba termasuk protein membran-spanning,
mimunoglobulin, glikolipid, glikoprotein, dan mantan protein matriks intraseluler
173
(seperti fibronektin dan kolagen). Setidaknya dalam satu kasus (enteropathogenic E
coli), patogen menyuntikkan reseptor protein sendiri ke dalam sel host.Setelah
membran sel inang, reseptor kemudian mengikatafimbrial adhesion pada permukaan
sel patogen untuk penguasaan. Hal ini juga penting untuk dicatat bahwa itu
merupakan hal yang umum bagipatogen tunggal untuk mengekspresikan dan
memanfaatkan lebih dari satu adhesin. Strategi ini terjadi pada semua jenis spesies
bakteri Gram-negatif, Gram-positif, dan mikobakteri. Suatu fokus penelitian dalam
terapi antimikroba adalah pembangunan yang menfasilitasi vaksin atau obat untuk
memblokir langkah penguasaan dalam siklus infeksi.
Invasion
Setelah penguaasaan permukaan inang, beberapa patogen mendapatkan akses
yang lebih mudah menuju ke dalam host untuk mengabadikan siklus infeksi. Prinsip
patogen ini disebut dengan istilah invasi, dapat dibagi menjadi dua jenis: ekstraseluler
dan intraseluler. Invasi ekstraseluler terjadi ketika mikroba memecah hambatan
jaringan untuk menyebarluaskan infeksi kedalam host, sementara sisanya di luar sel
inang. Hal ini adalah strategi yang digunakan oleh kelompok A Streptokokus β –
haemolytic dan S aureus. Spesies ini mensekresikan beberapa enzim yang mendegradasi
molekul sel inang, hyaluronidase (memotong jaringan ikat), streptokinase dan
stafilokinase (merusak bekuan fibrin), lipase (mendegradasi akumulasi minyak pada
inang), dan nuklease (mencerna RNA dan DNA yang dirilis). Haemolysins (membuat
lubang pada sel inang) diungkapkan oleh spesies ini melisiskan tidak hanya eritrosit
tetapi jenis sel lain dan juga dapat menyebabkan penyebaran mereka dalam jaringan
inang. Pseudomonas aeruginosa mengeluarkan enzim elastase yang mendegradasi
molekul ekstraseluler dan alat bantu invasi jaringan terkait dengan keratitis,
membakar nekrosis jaringan, dan fibrosis sistik. Invasi ekstraseluler memungkinkan
patogen untuk mengakses ceruk didalam jaringan di mana mereka dapat berkembang
biak, disebarkanke situs lain dalam tubuh, racun dengan cepat menyebar, dan
memulai respon inflamasi. Terdapat semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa
patogen yang menyerang secara ekstraseluler mungkin juga masuk ke sel inang dan
menggunakan keduanya, jalur ekstraseluler dan intraseluler selama infeksi. Invasi
intraseluler terjadi ketika mikroba sebenarnya melakukan penetrasi dari sel jaringan
host dan bertahan dalam lingkungan ini. Sejumlah bakteri Gram-negatif, Gram-positif,
danmikobakteri patogen telah terbukti memiliki kemampuan untuk memasuki sel
inang, serta jenis sel fagosit dan non-fagosit dapat berfungsi sebagai target untuk
invasi. Beberapa patogen memiliki siklus hidup intraseluler obligat yang mutlak
membutuhkan sel mamalia untuk pertumbuhan. Hal ini berlaku bagi beberapa
organisme, yaitu Chlamydia spp, Rickettsia spp, dan Mycobacterium leprae. Patogen lain
yang fakultatif intraseluler, menggunakan kemampuan mereka untuk masuk dan
bertahan hidup dalam sel inang sebagai sarana proliferasi atau menyebar ke jaringan
lain. Sebuah kemajuan besar dalam patogenisitas bakteri dalam beberapa tahun
terakhir telah menjadi identifikasi gen yang memungkinkan patogen untuk menyerang
sel non-fagositik dari host. Hebatnya, gen invasi tersebut, hadir dalam beberapa
bentuk patogen yang berbeda, beberapa yang ditemukan adalahuntuk mengkodekan
174
suatu jenis evolusi terkait sekresi protein jalur III yang berfungsi untuk menyuntikkan
sinyal protein dari mikroba ke dalam sel inang. Protein yang disuntikkan kemudian
mengaktifkan jalur sinyal ke sel inang yang menyebabkan sel inang kemudian
menginternalisasi mikroba. Mekanisme yang baik ditunjukkan oleh Salmonella spp dan
Shigella spp. Suatu hasil umum dari jenis sinyal sekresi jalur III adalah penataan ulang
aktin dari sel inang sehingga sitoskeleton direkrut untuk menelan mikroba menyerang.
Keduanya, Salmonella dan Shigella terlibat dalam regulasi protein aktin, disebut Rho
GTPases, untuk ―menghidupkan‖ penataan ulang jalur aktin untuk membentuk node
dari aktin bawah patogen. Jenis interaksi menyoroti fenomena crosstalk biokimia
antara host dan patogen yang penting untuk penetrasi sel inang.
Model Intraseluler
Beberapa bakteri patogen telah berevolusi untuk bertahan hidup dan
bereplikasi dalam sel inang setelah invasi. Kisaran jenis sel inang dimana patogen
dapat bertahan hidup termasuk sel non-fagosit (seperti epitel dan endotel) dan sel
fagosit (seperti makrofag dan neutrofil). Secara umum untuk bertahan hidup dan
bereplikasi dalam sel fagosit adalah hal yang luar biasa, khususnya sejak sel-sel ini
memiliki mekanisme untuk menghancurkan bakteri yang tertelan. Mekanisme
membunuh termasuk produksi reaktif oksidatif intermediet, di ujungnya bakteri
mengandung vakuola, dan aktivasiprotease terdegradasi. Strategi yang digunakan
untuk bakterimenghindari pembunuhan melalui mekanisme ini menjadi semakin baik.
Terdapat tiga relung intraseluler yang umum di mana gen patologis berada, yaitu
dalam sebuah asam, pada kompartemen vakuola fagolisosomal, di dalam sebuah
vakuola yang belum menyatu dengan lisosom, dan di sitosol sel inang. Coxiella burnetti
adalah contoh patogen yang mampu berada di lingkungan dari vakuola fagolisosomal,
dan telah menunjukkan pH rendah yang diperlukan untuk inisiasi intraseluler yang
bereplikasi. Mycobacterium spp, Salmonella spp, Legionella pneumaticdan Chlamydia
trachomatis termasuk dalam kelompok yang berada di vakuola non-lisosom. Vakuola
yang ditempati oleh patogen ini disebut sebagai "khusus" atau "direnovasi"karena
mereka biasanya morfologi mereka berbeda dari vakuola sel lain dan memiliki sebuah
karakteristik penanda kombinasi permukaan. Shigella flexneri, L monocytogenes,
danRickettsia rickettsii adalah patogen yang berada pada sitosol sel inang. Bakteri ini
berbagi strategi untuk menurunkan aktivitas enzimatik disekitar vakuola dan
menyebarkannya secara intraseluler melalui penggunaan sitoskeleton sel inang.
Bakteri yang bertahan hidup secara intraseluler dapat meniru dan menyebar ke sel-sel
di daerah tempat infeksi atau bermigrasi ke area tubuh yang lain. Chlamydia dan
Rickettsia melisiskan membrane sel inang, bakteri melepaskan infeksi menular yang
menempel dan menyerang sel-sel yang berdekatan. Selain pelisissan sel inang, Shigella
dan Listeria memanfaatkan jalur sel ke sel yang melibatkan perpanjangan sel yang
terinfeksi menjadi sel yang berdekatan. Invaginasi terjadi di mana sel yang terinfeksi
telah menonjol dalam sel yang berdekatan, diikuti oleh fusi membran dan
pembentukan vakuola bakteri yang mengandung sel yang berdekatan. Bakteri yang
berada di makrofag dan neutrofil dapat menggunakan sel-sel ini sebagai kendaraan
untuk menyebarkan infeksi melalui darah atau limfatik sistem peredaran darah.
175
Salmonella typhi, Yersinia spp, dan Brucella spp diperkirakan bergerak diantara jaringan
dengan cara ini. Bakteri intraseluler sangat bermasalah pada penyakit tertentu. Infeksi
intraseluler tertentu dapat bertahan selama bertahun-tahundan membutuhkan terapi
antibiotik yang luas, dengan infeksi Mycobacterium TBC menjadi contoh klasik. Fokus
utama dari penelitian saat ini adalah identifikasi dan karakterisasifaktor virulensi
bahwa bakteri intraseluler menggunakan dan menempati ceruk ini.
Faktor Sigma
Faktor Sigma adalah sub unit protein bakteri RNA polimerase (enzim yang
mensintesis RNA dari template DNA), dan mengontrol inisiasi transkripsi padaurutan
promoter (urutan unik yang mendefinisikan awalen). Dengan demikian, faktor sigma
adalah regulator utamaekspresi gen prokariotik. Juga diketahui bahwa bakteri
menggunakanfaktor sigma yang berbeda untuk mengontrol kekhususan inisiasi
dipromotor yang berbeda, termasuk promotor yang mengkodekan faktor virulensi.
Secara khusus, sigma alternatif faktor RPOs (σ) Telah ditunjukkan untuk mengatur
ekspresigen dalam menanggapi fase diam, kekurangan gizi, oksidatif dan stres
osmotik.Ini adalah lingkunganfisiologis yang relevan dengan yang dihadapi
olehbanyak mikroba patogen selama infeksi alami. Faktor sigma RPOs telah
terbuktipenting untuk virulensi di sejumlah bakteri patogen,termasuk Salmonella
typhimurium, E coli, P aeruginosa, dan Lpneumophila. Alternatif faktor sigma yang lain
terlibat dalam regulasi gen prokariotik termasuk RpoE (σ), faktor sigmayang merespon
periplasmik dan telah terbukti penting untuk virulensi patogen enterik S typhimurium,
RpoN (σ) yang mengatur fenotipe berlendir pada P aeruginosa, RpoH (σ), faktor sigma
heat shock yang penting dalam regulasi virulensi padaVibrio cholera dan faktor sigma
yang mempengaruhi ekspresi flagellar pada pernapasan bakteri patogen Bordetella
bronchiseptica.
177
Resistensi Antibiotik
Penemuan antibiotik lebih dari 50 tahun yang lalu merevolusi pengobatan
penyakit bakteri menular. Namun, meluasnya penggunaan antibiotik selama beberapa
dekade terakhir telah menyebabkan munculnya strain resisten antibiotik dari banyak
bakteri, dan merupakan ancaman global yang serius untuk praktek medis modern.
Keduanya,bakteri Gram-negatif dan Gram-positif telah memperoleh resistensi
terhadap obat antimikroba. Bakteri resisten terhadap antibiotik (banyak yang telah
memperolehresistensi multidrug) yang baru-baru ini muncul dan merupakan hal yang
memprihatinkan, yaitu patogen diare seperti Shigella, Salmonella, E coli, dan
Enterococcus faecium, rescue patogen piratory seperti Klebsiella pneumoniae dan P
aeruginosa; patogen saluran kemih seperti E coliyang tetap menjadi penyebab utama
kematian dari infeksi tunggal penyakit di seluruh dunia. Selain itu, S aureus, salah satu
agen penyebab paling umum dari infeksi nosocomial, dan vankomisin perlawanan
pada bakteri Gram-positif seperti Enterococcus spp dan S aureus sedang melakukan
presentasitantangan yang signifikan untuk pengobatan moderndan manajemen
penyakit menular. Sebuah pertanyaan penting kemudian muncul: Apakah paparan
antibiotik menginduksi resistensi? Bukti menunjukkan bahwa dalam
sebuahbakteriodes terjadi peningkatan 100 kali lipat dalam transfer gen telah diamati
pada bakteriofag yang menyimpan transposon conjugative (semua encoding
kemerosotan titrasi resistensi) dari paparan konsentrasi renda. Selain itu, konsentrasi
tetrasiklin menginduksi resistensi terhadap antibiotik ini dalam strain S pneumonia me.
Ada tiga jenis umum dari resistensi antimikroba. Mekanisme pada bakteri: mereka
yang memodifikasi situs target, yang mengubah penyerapan antibiotik, dan mereka
yang menginaktivasi antibiotik. Akuisisi resistensi antibiotikterjadi oleh dua proses
genetic, yaitu oleh mutasi spontan dan terutama oleh akuisisi gen dari sumber eksogen
melalui transfer. Transfer gen horizontal terjadi sebagai elemen yang ditransfer dari
satu organisme ke organisme lain,antarspesies. Unsur genetik ini mungkinditransfer
sebagai elemen mobile seperti transposon, olehpenyerapan DNA melalui transformasi,
transfer secara seksual melalui konjugasi, atau dengan penggabungan DNA ke dalam
genom fag. Misalnya, pulau patogenisitas adalah segmen DNA yang membawa faktor
yang memfasilitasi kelangsungan hidup suatu organisme dalam kondisi stres. Akuisisi
pulau patogenisitas mengandung gen resistensi antibiotikoleh salah satu proses yang
dijelaskan di atas dapat mengakibatkan diakuisisinya resistensi antibiotik oleh
organisme. Demikian juga, baru-baru ini bukti menunjukkan resistensi multidrug dari
S typhimurium, makanan ditanggung patogen yang bertanggung jawab adalah karena
integrasi dari transposon membawa perlawanan kaset ke dalam genom strain ini.
Sebagai tambahan, perubahan genetik yang menyebabkan resistensi antibiotik dapat
menjadi hasil dari mutasi spontan, perubahan kode genetik. Misalnya, mutasi yang
mengubah situs pengikatan obat akan menurunkan sensitivitas antibiotik dan dengan
demikian meningkatkan resistensi obat. Secara khusus, M tuberkulosis, agen penyebab
tuberkulosis, tetap menjadi ancaman kesehatan global yang signifikan karena telah
mengakuisisi resistensi multidrug, termasuk ketahanan terhadap isoniazid dan
streptomisin, terakhir terjadi sebagai hasil mutasi mengubah situs target antibiotik.
Kemampuan strain resisten antibiotik bakteri adalah bahaya nyata yang mengancam
178
kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Proses ini dapat difasilitasi oleh pembentukan
biofilm dari komunitas mikroba yang memungkinkan diselenggarakannya sosialisasi
dan hidup bersama serta dapat meningkatkan resistensi terhadap tekanan lingkungan.
Penyebaran dapat terjadi dari hewan ke hewan oleh kontaminasi dari sumber
makanan dengan pupuk kandang, dari hewan ke manusia dengan konsumsi makanan
yang terkontaminasi, dari impor atau ekspor hewan hidup atau produk, dan dari
manusia ke manusia, terutama dalam pengaturan kesehatan. Ancaman epidemi
bakteri yang resisten terhadap antibiotik dan/atau pandemi adalah nyata dan
menyajikan tantangan berat untuk pengobatan global penyakit menular. Dengan
demikian, inovasi dalam penelitian obat dan tindakan pengendalian padapengaturan
kesehatan harus dilaksanakan untuk mengendalikan dan mencegah penyebaran
mikroba ini. Kemajuan terbaru dalam pencarian identifikasi faktor yang berkontribusi
terhadap virulensi bakteri telah menyebabkan perkembangan teknik seperti teknologi
ekspresi invivo, induksi fluoresensi diferensial, dan penandaan transposon
mutagenesis, kemajuan informasi tentang proses infeksi pada tingkat molekuler
patogen sangat berharga. Selain itu, kemajuan terbaru di bioinformatika telah
mengakibatkan sekuensing lengkap genom beberapa bakteri patogen. Analisa
struktural, fungsional, dan komparatif genom tersebut telah dapat dilakukan. Potensi
penggunaan informasi berbasis genom untuk mengidentifikasi bakteri patogen pada
akhirnya dapat menyebabkan desain perawatan terapi antibiotik baru, yang sangat
dibutuhkan untuk menggantikan regimen antibiotik saat ini.
179
ini memfasilitasi penyerapan ke dalam host yang dalam beberapa kasus
meminimalkan reaktifitas inang terhadap bakteri. Jika inang mampu mengikat bakteri
yan menyerang melalui pola reseptor pengenalan, inang dipicu merespons dengan
meningkatkan endositosis/fagositosis dan pembunuhan dan atau sinyal ke inti untuk
menginduksi transkripsi faktor imunomodulator.Reseptor pola pengenalan dapat
dikelompokkan menjadi sekresi, endositik, dan sinyal. Reseptor pola pengakuan
disekresikan termasuk protein surfaktan seperti protein surfaktan A yang membantu
dalam pembersihan paru-paru patogen dan mengikat Mannan- lektin, yang ditemukan
di darah. Lektin yang mengikat Mannan adalah kalsium lectin yang mengikat gugus
karbohidrat pada permukaan bakteri. Pengikatan lektin mengikat mannan
menginduksi perpecahan komplemen protein proteolitik yang mengarah ke
pengendapan pori pembentuk komplemen protein pada bakteriofag yang akhirnya
menyebabkan kematian bakteri. Mikroorganisme patogen telah berevolusi melalui
banyak mekanisme untuk menghambat deposisi komplemen melalui mannan yang
mengikat jalur lektin, sertajalur aktivasi klasik komplemen. Mekanisme
penghindaran/penghambatan meningkatkan kemampuan patogen untuk bertahan
hidup dan bereplikasi dalam host. Contoh pola reseptor pengakuan endositik adalah
reseptor mannose, reseptor galaktosa, dan reseptor Enger. Reseptor manosa adalah
satu lagi tipe C lektin yang mengikat molekul yang mengandung mannoses dan
polisakarida lainnya derta membantu dalam endositosis bakteri. 89 Lipoara berupa
binomannan dari M tuberkulosis diakui oleh reseptor mannose ketika mannose terminal
terkena. Makrofag reseptor mengikat berbagai molekul termasuk fosfolipid,
lipoprotein, dan molekul lainnya yang bermuatan negatif dan meningkatkan
endositosis. Reseptor toll telah ditunjukkan untuk mendorong sinyal dalam sel inang
yang mengikat LPS, lipoprotein, peptidoglikan, asam lipoteikoat, lipoarabinomannan,
dan CpG yang mengandung DNA. Dalam kebanyakan kasus, sinyal melalui reseptor
Tol-like dalam produksi proinflamasi sitokin oleh sel inang dapat membantu dalam
pembersihan dari patogen. Saat ini, jumlah reseptor Toll-likepada manusia telah
meningkat menjadi 10 dengan kelompok tertentu yang menunjukkanpembatasan
ekspresi jaringan dan sel. Bakteri patogen telah berevolusi melalui mekanisme indah
untuk menjajah dan bereplikasi dalam host. Demikian juga, inang telah
mengembangkan mekanisme kekebalan bawaan, yang memungkinkan organisme
menyerang yang menyerang di diskriminasi antara inang dan patogen. Dengan
demikian, bakteri menghadapi lingkungan yang membahayakan ketika diperkenalkan
dengan inang dan mereka harus mengatasi pelemparkan padaoleh inang dalam
rangka untuk memulai dan mempertahankan produktivitas infeksi.
180
produksi MV dan peran mereka terhadap patogenisitas bakteri Gram-positif belum
diteliti, MV berperan dalam pengiriman komponen bakteri, termasuk virulensi yang
mungkin dapat mencegah atau mengurangi perkembangan penyakit. Diperlukan
suatu penelitian mengenai vesikula ekstraseluler dari bakteri yang berfokus pada
pengembangan terapi baru yang menghalangi produksi vesikel pada bakteri dan
pengirimannya ke sel inang. Selain itu, mungkin untuk mengembangkan terapi baru
yang dapat menghalangi produksi vesikel pada bakteri dan pengiriman vesikula ke sel
inang. Kemudian terdapat juga kemunkinan dalam mengembangkan MV sebagai
vaksin untuk menangani masalah patogenisitas pada bakteri Gram-positif karena MV
merupakan kompleks antigen pada bakteri.
Gambar 2.
Produksi MV pada S.aureus (Sumber: Lee Je Chul, 2012).
182
kontinyu pada proses fisiologi dan strukturannya dikategorikan sebagai tumbuhan
yang menderita penyakit. Proses perubahannya disebut penyakit atau secara umum
disebut gangguan. Penyebab peyakit atau penyebab gangguan disebut patogen, dan
ekspresi perubahan tanaman disebut gejala.
Penyakit tanaman yang disebabkan oleh bakteri ditandai oleh berbagai gejala,
termasuk bintil akar, bintik daun, layu daun dan batang, kanker, penyakit ada ranting
dan daun, dan pembentukan bisul. Penyakit api, adalah suatu penyakit apel dan
pohon-pohon pear, secara historis menarik karena merupakan penyakit tumbuhan
yang pertama, yang mana suatu bakteri yang ditunjukkan menjadi agen yang menarik
untuk diamati dan dipelajari. Pohon-pohon yang terinfeksi menunjukkan suatu
kehitaman pada bunga-bunga, daun-daun, ranting-ranting dan akhirnya penyakit
dapat merusak pohon secara keseluruhan, yang menyebabkan kerusakan yang parah,
dan bahkan kematian. Contohnya buah apel yang membengkak seperti bisul, dibentuk
pada tanaman yang hidup, sebagai tanggapan terhadap parasit serangga atau bakteri.
Bisul atau Cecidium, dibentuk ketika bahan-bahan kimia disekresikan oleh parasit
yang masuk/menyerang, merangsang pembengkakan atau pertumbuhan jaringan
tumbuhan dengan cepat menjadi membesar, menebal yang menutupi
sekitar/sekeliling daerah infeksi/tempat infeksi atau invasi parasitik.
183
Gambar 1.
Ralstonia solanacearum. (Sumber: www.iant.toulouse.inra.fr).
Erwinia amylovora
Penyakit hawar api (fire blight) pada apel dan pir, yang disebabkan oleh Erwinia
amylovoramerupakan salah satu penyakit yang dapat mengurangi hasil produksi di
beberapa daerah produksi dari daerah subtropik dan tropik. Penyakit ini berasal dari
184
Amerika Utara dan diperkenalkan ke Eropa Utara pada 1950 hingga 1960-an. Hal ini
perlahan-lahan menyebar ke selatan, tapi di Perancis dan Jerman masih tetap bebas
dari penyakit ini. Sejak awal 1980-an, fire blight telah menyebar ke wilayah Mediterania
timur. Selanjutnya, dari Portugal menyeberang ke Rumania dan Rusia, namun area
produksi pir besar/banyak di Italia dan Spanyol, tidak terjadi fire blight. Pada 1995-
1996, wabah ditemukan di daerah yang sebelumnya tidak terinfestasi (Hungaria,
Rumania, Italia utara dan Spanyol utara). Dalam 25 tahun terakhir patogen ini telah
tersebar luas di seluruh dunia. Penyakit terdeteksi pertama kali di Hungaria pada
musim panas tahun 1995 dekat Nyárlőrinc di perkebunan apel.
Karakteristik makroskopik E amylovora adalah uniform, milky and cream-
colored, smooth surfaced with intact outlines dalam media King‘B agar dengan suhu
optimum untuk pertumbuhan adalah 27°C (81°F). Karakter mikroskopik yaitu sel
berbentuk batang, 0,5-1,0 x 1,0-3,0 µm, bergerak dengan banyak flagel (peritrik), tidak
membentuk spora, bersifat Gram negatif, dan anaerob fakultatif serta menghasilkan
EPS.
Semua bagian dari inang yang berada di atas tanah dapat terinfeksi oleh
pathogen ini. Paling umum dan gejala khas adalah (a) layu dan mati cluster bunga.
Beberapa atau semua bunga dari cluster layu dan mati. Bunga yang mati menjadi
kering dan berwarna coklat gelap hingga hitam. Biasanya bunga tersebut tetap
menempel pada tanaman. (b) Pelayuan dan kematian tunas dan ranting. Tunas muda
sukulen dan ranting yang terinfeksi menjadi layu, berubah menjadi cokelat dan dalam
kebanyakan kasus ujung tunas membentuk karakteristik gejala yang dikenal sebagai
―shepherd‘s crook‖. (c) Hawar daun: daun terinfeksi menunjukkan nekrotik yang
dimulai dari pinggir helai daun atau menghitamnya tangkai dan pelepah daun
tergantung pada cara terjadi infeksi. (d) Hawar buah: buah yang terinfeksi juga
berubah menjadi cokelat sampai hitam, mengerut dan, seperti bunga, tetap melekat
pada pohon. (e) Hawar cabang dan batang: dari bunga, tunas atau buah yang
terinfeksi, penyakit menyebar melalui spur ke ranting dan cabang yang lebih besar
sehingga menyebabkan kanker dan kemudian dapat terus hingga ke cabang utama
dan batang pohon. Kanker menyebabkan kematian cepat pada cabang atau seluruh
bagian pohon. Kanker diakui, secara eksternal, karena permukaannya sedikit cekung,
bervariasi dalam ukuran dan dikelilingi oleh retakan yang tidak teratur di kulit batang.
Secara internal jaringan area kanker ditunjukkan dengan adanya perubahan warna
merah atau coklat yang berdifusi ke dalam jaringan sehat; sering adanya water-soaked.
Dalam kondisi basah hangat, ooze bakteri berwarna keputihan dapat menetes dari
tunas, tangkai, kulit batang, buah dan bunga yang terinfeksi. Ooze dari tunas apel
terinfeksi mungkin berwarna emas.
E. amylovora adalah patogen tanaman dalam famili Rosaceae;sebagian besar
inang alaminya berada dalam subfamili Maloideae (sebelumnya Pomoideae), beberapa
termasuk dalam subfamili Rosoideae dan Amygdaloideae Pyrus liar (P.
amygdaliformis, P. Syriaca) di daerah Eropa selatan dan Mediterania, Crataegus (C.
oxyacantha [C. laevigata], C. monogyna) di Eropa utara dan Eropa tengah, dan
tanaman hias (Pyracantha, Cotoneaster, Sorbus) di seluruh Eropa merupakan sumber
penting inokulum untuk kebun apel dan pir.
185
Bakteri bertahan pada musim dingin di tepi kanker dan mungkin dalam
kuncup dan jaringan kayu yang tampak sehat. Pada musim semi, bakteri yang ada di
dalam kanker menjadi aktif lagi, berkembang biak, dan menyebar ke kulit yang sehat
yang berdekatan. Selama cuaca lembab atau basah, massa bakteri menetes melalui
lentisel dan retakan. Ooze bakteri muncul pada waktu ketika bunga pir membuka.
Berbagai serangga, seperti lebah, lalat, dan semut, tertarik dengan manis, lengket,
eksudat penuh bakteri tersebut melekat/menempel pada serangga, dan menyebar ke
bunga yang serangga kunjungi sesudahnya. Dalam beberapa kasus, bakteri juga
menyebar dari ooze kanker ke bunga dengan cipratan hujan. Ketika ooze mengering,
sering membentuk helai udara yang dapat disebarkan oleh angin dan berfungsi
sebagai inoculum.
Bakteri berkembang biak dengan cepat dalam nektar dan, melalui nektartoda,
masuk ke jaringan bunga. Lebah yang mengunjungi sebuah bunga yang terinfeksi
membawa bakteri dari nektar ke semua bunga berikutnya yang mereka kunjungi.
Begitu berada di dalam bunga, bakteri berkembang biak dengan cepat dan
menyebabkan kematian dan collapse sel terdekat. Bakteri bergerak cepat melalui ruang
antar sel dan juga melalui maserasinya lamella tengah dan sel bunga. Dari bunga,
bakteri bergerak turun dari pedicel ke dalam spur (tempat memacu) buah.
InfekPenetrasi dan invasi daun mirip dengan bunga. Bakteri dapat masuk melalui
stomata dan hidatoda, tetapi biasanya mereka masuk melalui luka yang dibuat oleh
serangga, badai hujan es, dan sebagainya. Dari daun, bakteri masuk ke dalam tangkai
daun dan batang. Karena bakteri E. Amylovora masuk ke jaringan, mereka awalnya
mengkolonisasi dan bergerak melalui pembuluh, mengkolonisasi jaringan lain hanya
setelah dalam proses infeksi. Berbeda dengan layu bakteri lain, bagaimanapun, bakteri
E. Amylovora bergerak cepat dari pembuluh ke jaringan lain, membunuh sel-sel, dan
menyebabkan gejala hawar dan kanker dalam prosesnyasi dari hasil spur berupa
kematian semua bunga, daun, dan buah di atasnya.
Ranting yang masih muda mungkin terinfeksi oleh bakteri melalui lentisel luka,
dan bunga dan daun infeksi. Di ranting, bakteri melakukan bergerak secara
interselular atau melalui xilem. Sel-sel parenkim korteks atau xilem terdekat collapse
dan pecah, membentuk rongga besar. Jika bakteri mencapai floem, mereka dibawa ke
atas ke ujung ranting dan daun. Invasi ranting dan cabang besar dibatasi hingga ke
korteks. Infeksi jaringan sukulen terjadinya cepat dengan kondisi hangat, lembab.
Pada kondisi dingin, kering inang membentuk lapisan gabus di sekitar daerah yang
terinfeksi dan membatasi perluasan kanker tersebut. Dalam varietas rentan dan selama
cuaca hangat, lembab, bakteri dapat berkembang dari spur atau tunas hingga ke tahun
kedua, tahun ketiga, dan pertumbuhan yang lebih tua, dapat mematikan kulit batang.
Penyebaran alami oleh serangga atau hujan hanya menyebarkan E. amylovora
secara lokal, meskipun migrasi burung telah dianggap membawa bakteri hingga jarak
yang lebih jauh. Patogen fire blight terutama dapat ditransmisikan melalui jarak jauh
dengan tanaman inang yang terinfeksi secara laten. Ooze bakteri pada wadah buah
seharusnya menjadi sarana pengenalan pertama ke Eropa, tetapi risiko penularan pada
buah dianggap tidak signifikan dalam praktek perdagangan saat ini. Cara penyakit ini
186
telah menyebar di negara-negara Mediterania tidak mengesampingkan kemungkinan
bahwa aerosol telah memainkan peran penting dalam penyebaran patogen jarak jauh.
Patogen fire blight menyebabkan kerusakan yang cukup besar untuk inang
yang rentan. Hal ini tidak hanya merusak tanaman tahunan tetapi juga sangat
berbahaya bagi tanaman sendiri. Setelah kondisi cuaca yang menguntungkan selama
pembungaan, hasil jauh berkurang dan di beberapa kasus tidak menghasilkan.
Produktivitas tahun berikutnya juga secara signifikan terpengaruh karena
penghancuran spur buah. Pada inang rentan infeksi menyebar begitu cepat melalui
pohon tersebut, sekali terinfeksi, pohon tidak bisa diselamatkan, bahkan secara drastis
mengalami kematian dalam waktu singkat setelah adanya tanda visual infeksi
pertama. Di beberapa negara bagian USA, budidaya buah pir sebagian besar telah
ditinggalkan karena penyakit ini.
Kondisi iklim selama musim semi dan musim panas memainkan peran utama
dalam terjadinya dan pengembangan hawar api. Kehadiran bakteri pada stigma bunga
yang sehat (populasi epifit) terkait dengan suhu harian antara 18 dan 30°C dengan
hujan selama infeksi bunga mekar mendukung, sering badai dengan hujan deras-angin
(dengan suhu yang cukup tinggi) selama periode pertumbuhan mendukung infeksi
batang dan buah dan mempercepat perkembangan penyakit. Infeksi berat juga dapat
terjadi di musim panas pada tunas, daun, buah, menyusul hujan es atau peristiwa
iklim yang menyebabkan luka pada permukaan tanaman, dan berhubungan dengan
hujan. Rootstock blight dapat berkembang dari penyebaran internal bakteri dari
keturunan yang terinfeksi.
Varietas buah pir lokal yang rentan terhadap E. amylovora, dapat menyebabkan
kerugian sebesar 60-90% pada bunga dan tunas dalam beberapa10tahun.Terjadinya
keparahan penyakit terungkap terutama sebagai hawar bunga (flower blight) dan
menyebabkan hilangnya 10-75% bunga/pohon.
Pengendalian E. amylovora yaitu selama musim dingin, semua ranting, cabang,
kanker, dan bahkan seluruh pohon yang mengalami hawar, harus dipotong sekitar 10
cm di bawah titik terakhir dari infeksi terlihat dan dibakar. Pemotongan tunas yang
mengalami hawar di musim panas dapat mengurangi inokulum. Namun, bakteri ini
sangat aktif di musim panas dan tidak boleh menyebar ke cabang atau pohon baru.
Pemotongan harus dilakukan sekitar 30 cm di bawah titik infeksi terlihat. Alat harus
disinfestasi setelah memotong dengan dicuci menggunakan spons yang direndam
dalam 10% sodium hipoklorit. Untuk mengurangi kelembapan yang berlebihan, pohon
harus menerima pemupukan berimbang dan pemangkasan. Juga, program
pengendalian serangga yang baik harus diikuti dalam periode setelah pembungaan
untuk mengurangi atau menghilangkan penyebaran bakteri oleh serangga ke ranting
sekulen.
Tidak ada varietas pir atau apel yang kebal terhadap hawar api ketika kondisi
menguntungkan dan patogen berlimpah. Namun, varietas agak tahan tersedia dan
harus dipilih untuk daerah mana hawar api merusak.
Kontrol hawar api dengan bahan kimia dapat diperoleh hanya dalam
kombinasi dengan langkah-langkah tersebut. Bordeaux dan streptomisin hanya efektif
untuk bunga. Bordeaux atau streptomisin kadang-kadang digunakan untuk
187
mengontrol hawar ranting, tetapi tidak memberikan kontrol yang baik. Selain itu,
strain bakteri hawar api tahan terhadap streptomisin yang ditemui di berbagai daerah
sehingga membuat antibiotik tersebut tidak efektif. Di daerah tersebut, oxytetracycline
telah digunakan dengan beberapa keberhasilan.
Di banyak daerah, model peramalan hawar api telah dikembangkan dan
digunakan dengan variabel keberhasilan. Kebanyakan model menggunakan kombinasi
data temperatur, curah hujan atau kelembaban, dan tahap pertumbuhan pohon.
Dengan peramalan ketika wabah parah infeksi hawar api kemungkinan akan terjadi,
petani diperingatkan untuk mulai menerapkan semprotan bakterisida secepat kondisi
yang diamati.
Gambar 2.
Sel bakteri E.amylovora berbentuk batang dengan banyak flagel. (Sumber: Agrios, 2005).
Xanthomonas Oryzae
Bakteri Xanthomonas campestris pv. Oryzae berbentuk batang pendek, di
ujungnya mempunyai satu flagel dan berfungsi sebagai alat gerak. Bakteri ini
berukuran 6-8 bersifat aerob, gram negatif dan tidak membentuk spora. Diatas media
PDA bakteri ini membentuk koloni bulat cembung yang berwarna kuning keputihan
sampai kuning kecoklatan dan mempunyai permukaan yang licin. Penyakit hawar
daun bakteri pertama kali ditemukan di Fukuoka Jepang pada tahun 1884. Pada awal
abad XX penyakit ini telah diketahui tersebar luas hampir diseluruh jepang kecuali di
188
Pulau Hokkaido. Di Indonesia , penyakit ini mula-mula ditemukan oleh Reitsman dan
Schure oada tanaman muda didaerah Bogor dengan gejala layu. Penyakit ini
dinamakan kresek dan patogennya dinamai Xanthomonas kresek schure. Terbukti bahwa
penyakit ini sama dengan penyakit hawar daun bakteri yang terdapat di Jepang.
Pengembangan varietas padi unggul dengan dengan hasil tinggi tetapi peka
terhadap penyakit menyebabkan semakin tersebar luasnya penyakit ini. Gejala
serangan penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi bersifat sistematis dan
dapat menginfeksi tanaman pada berbagai stadium pertumbuhan. Gejala penyakit ini
dapat dibedakan menjadi tiga macam,yaitu gejala layu (kresek) pada tanaman muda
atau tanaman dewasa yang peka, gejala hawar dan gejala daun kuning pucat.
Gejala layu yang kemudian dikenal dengan nama kresek umumnya terhadap
pada tanaman muda berumur 1-2 minggu setelah tanam atau tanaman dewasa yang
rentan. Pada awalnya gejala terdapat pada tepi daun atau bagian daun yang luka
berupa garis bercak kebasahan, bercak tersebut meluas berwarna hijau keabu-abuan ,
selanjutnya seluruh daun menjadi keriput dan akhirnya layu seperti tersiram air
panas. Sering kali bila air irigasi tinggi, tanaman yang layu terkulai kepermukaan air
dan menjadi busuk. Pada tanaman yang peka terhadap penyakit ini, gejala terus
berkembang hingga seluruh permukaan daun, bahkan kadang-kadang pelepah padi
sampai mengering. Pada pagi hari cuaca lembab, eksudat bakteri sering keluar ke
permukaan daun dan mudah jatuh oleh hembusan angin,gesekan angin, gesekan daun
atau percikan air hujan. Eksudat ini merupakan sumber penularan yang efektif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit hawar daun bakteri
kultivar padi mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda terhadap Xanthomonas.
Ketahanan disebabkan karena: 1. Bakteri terhambat penetrasinya, 2. Bakteri tidak
dapat meluas secara sistematik, dan 3. Tanaman bereaksi langsung tehadap bakteri.
Penyebaran penyakit yang disebabkan oleh Xanthomonas dibantu juga oleh hujan,
karena hujan akan meningkatkan kelembaban dan membantu pemencaran bakteri.
Intensitas penyakit yang tertinggi terjadi pada akhir musim hujan. Menjelang musim
kemarau,suhu optimum untuk perkembangan Xanthomonas adalah sekitar 300C.
Pengendalian penyakit hawar daun bakteri akan lebih berhasil bila
dilaksanakan secara terpadu, mengingat berbagai faktor dapat mempengaruhi
penyakit ini di lapangan, misalnya keadaan tanah, pengairan, pemupukan,
kelembaban, suhu dan ketahanan varietas padi yang ditanam. Usaha terpadu yang
dapat dilaksanakan mencangkup penanaman varietas yang tahan,pembuatan
persemaian kering atau tidak terendam air, jarak tanam tidak terlalu rapat, tidak
memotong akar dan daun bibit yang akan ditanam, air tidak terlalu tinggi pada waktu
tanaman baru ditanam dan menghindari pemberian pupuk N yang terlalu tinggi.
189
Gambar 3.
Xanthomonas Oryzae. (Sumber: www.herdinbisnis.com).
190
BAB 10
Patogenisitas Bakteri Pada Tumbuhan
BAKTERI PATOGEN DAPAT MENYERANG HEWAN DAN MANUSIA
Seperti telah dijelaskan pada materi-materi sebelumnya bahwasanya bakteri
patogen bekerja dengan menginfeksi organisme yang dapat memberikan kecukupan
nutrisi padanya. Organisme yang diinfeksi dapat berupa tumbuhan, hewan atau pun
manusia. Dalam hal ini akan dibahas adalah bakteri patogen yang menyerang atau
menyebabkan penyakit pada hewan dan manusia karena bakteri penyebab penyakit
pada tumbuhan telah terlebih dahulu dibahas pada pembahasan
sebelumnya.Sebenarnya pada tubuh hewan atau manusia sekalipun terdapat
mikroorganisme yang dapat membantu berbagai macam kelancaran proses biologis
yang terjadi didalam tubuh. Namun, terkadang terdapat bakteri patogen yang
menginfeksi dan menimbulkan penyakit. Sangat sulit untuk menunjukkan spesies
bakteri yang secara spesifik menimbulkan penyakit. Patogenisitas pada bakteri
penginfeksi mencakup proses inisiasi dan infeksi serta meaknisme penyebaran yang
dilakukan oleh bakteri penyebab penyakit. Pada tahun 1884, Robert Koch
mengusulkan serangkaian postulat dalam risalahnya mengenai Mycobacterium
tuberculosis dan tuberculosis. Postulat ini telah diterapkan lebih luas untuk
menghubungkan banyak spesies bakteri tertentu dengan penyakit tertentu. Postulat
tersebut adalah bahwa Mikroorganisme harus ditemukan dalam semua kasus yang
bersangkutan, dan distribusi dalam tubuh harus sesuai dengan lesi diamati.
Mikroorganisme harus tumbuh dalam kultur murni Mikroorganisme harus tumbuh
dalam kultur murni in vitro untuk beberapa generasi.Ketika suatu kultur murni
disuntikkan ke dalamspesies hewan rentan, penyakit khas dapat dihasilkan.
Mikroorganisme harus kembali diisolasi dari lesi penyakit eksperimental yang
dihasilkan tersebut.Namun, sejak akhir abad ke-19, banyak mikroorganisme yang
tidak memenuhi kriteria dalil-dalil telah terbukti menyebabkan penyakit.Misalnya,
Treponema pallidum (sifilis) dan Mycobacerium leprae (kusta) tidak dapat tumbuh in vitro,
tetapi dengan menggunakan model agen infeksi. Dalam contoh lain, Neisseria
gonorrhoeae (gonore), tidak ada hewan model infeksi meskipun bakteri bisa dengan
mudah dibudidayakan in vitro. Respons imun host harus dipertimbangkan ketika
suatu organisme adalah menjadi yangditeliti sebagai kemungkinan penyebab
penyakit.Dengan demikian, pengembangan kenaikan antibodi spesifik selama
pemulihan dari penyakit adalah penting tambahan untuk postulat Koch. Fenotip, atau
properti yang diselidiki harus dikaitkan dengan anggota patogen dari genus atau
strain patogen dari spesies. Inaktivasi tertentu dari gen diduga terkait dengan kerugian
dalam patogenisitas atau virulensi.
192
penghambatan fagositosis oleh sistem imun tubuh, dan juga dapat menentukan derajat
keganasan atau virulensi bakteri. Selain itu, Bacillus anthracis juga membentuk spora
sebagai bentuk resting cells. Pembentukan spora akan terjadi apabila nutrisi esensial
yang diperlukan tidak memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan, prosesnya disebut
sporulasi. Spora berbentuk elips atau oval, letaknya sentral dengan diameter tidak
lebih dari diameter bakteri itu sendiri. Spora Bacillus anthracis ini tidak terbentuk pada
jaringan atau darah binatang yang hidup, spora tersebut tumbuh dengan baik di tanah
maupun pada eksudat atau jaringan hewan yang mati karena antraks.
Di sinilah keistimewaan bakteri ini, apabila keadaan lingkungan sekitar menjadi baik
kembali atau nutrisi esensial telah terpenuhi, spora akan berubah kembali menjadi
bentuk bakteri. Spora-spora ini dapat terus bertahan hidup selama puluhan tahun
dikarenakan sulit dirusak atau mati oleh pemanasan atau bahan kimia tertentu,
sehingga bakteri tersebut bersifat dormant, hidup tapi tak berkembang biak.
B. antrachis termasuk dalam spesies Bacillus yang merupakan bakteri jenis Gram
positif. Bakteri jenis ini penting untuk industri, lingkungan dan kesehatan. Misalnya.
B. subtilis adalah produsen enzim amylase dan protease untuk tekstil dan makanan. B.
subtilis (natto) dipakai untuk fermentasi jenis tempe bernama natto yang digemari
masyarakat Jepang Bacillus juga model makhluk hidup paling sederhana yang
melakukan metamorfosa (proses perubahan badan seperti ulat menjadi kupu-kupu)
dari bakteri menjadi spora. Sehingga aspek biokimia, genetika dan fisiologinya
menjadi pusat perhatian sejak 40 tahun yang lalu. Melalui kerjasama 46 lembaga di
Eropa. Jepang dan Amerika, genom B. subtilis berhasil disekuen tahun 1997.
193
Gambar 1.
Gram stain Bacillus anthracis. (Sumber: www.wadsworth.org).
Masuk ke dalam tubuh dalam bentuk spora, spora kemudian diserang oleh
sistem kekebalan tubuh, dalam sistem kekebalan tubuh, spora aktif dan mulai
berkembang biak dan menghasilkan dua buah racun, yaitu Edema Toxin meupakan
194
racun yang menyebabkan makrofag tidak dapat melakukan fagositosis pada bakteri
dan Lethal Toxin merupakan racun yang memaksa makrofag mensekresikan TNF-
alpha dan interleukin-1-beta yang menyebabkan septic shock dan akhirnya kematian,
selain itu racun ini dapat menyebabkan bocornya pembuluh darah. Racun yang
dihasilkan oleh Bacillus anthracis mengandung 3 macam protein, yaitu antigen
pelindung, faktor edema, dan faktor mematikan. Racun memasuki sel tubuh saat
antigen pelindung berikatan dengan faktor edema dan faktor mematikan membentuk
kompleks, kompleks lalu berikatan dengan reseptor dan diendositosis. Di dalam sel
faktor edema dan faktor mematikan lepas dari endositosis.
Pada hewan, yang menjadi tempat masuknya kuman adalah mulut dan saluran
cerna. Spora tumbuh pada jaringan tempat masuknya mengakibatkan edema melalui
saluran getah bening ke dalam aliran darah, kemudian menuju ke jaringan, terjadilah
sepsis yang dapat berakibat kematian. Pada antraks inhalasi, spora Bacillus anthracis
dari debu wol, rambut atau kulit terhirup, terfagosit di paru-paru, kemudian menuju
ke limfe mediastinum dimana terjadi germinasi, diikuti dengan produksi toksin dan
menimbulkan mediastinum haemorrhagic dan sepsis yang berakibat fatal.
Pasteurella Multocida
Bakteri Pasteurella multocida berbentuk coccobacillus, mempunyai ukuran yang
sangat halus, dan bersifat bipolar. Sifat bipolar ini lebih jelas terlihat pada bakteri yang
baru di isolasi dari penderita dan diwarnai misalnya dengan cara Giemsa wright atau
dengan karbol fuchsin. Bakteri yang bersifat negatif ini tidak membentuk spora,
bersifat non motil dan berselubung.Bakteri Pasteurella rentan terhadap suhu panas
rendah (550C). Selain itu bakteri ini juga sangat rentan terhadap disinfektan.
Pasteurella multocida umumnya berukuran 0,2-0,4 dan ada juga 0,6-2,5 mm, sensitif
terhadap penisilin. Pasteurella multocida dapat menyebabkan infeksi zoonotik pada
manusia, Pasteurella multocida pertama kali ditemukan tahun 1878 oleh Louis Pasteur
yang di isolasi dari ayam yang menderita kolera.
P. Multocida adalah penyebab berbagai penyakit pada mamalia dan burung
termasuk kolera pada unggas, atropi rhinitis pada babi dan hemoragik septikemia
pada sapi dan kerbau. Hal ini juga dapat menyebabkan zoonosis infeksi pada manusia,
yang biasanya merupakan hasil dari gigitan atau cakaran dari binatang peliharaan.
Bakteri ini ialah bagian dari flora mulut binatang, dan infeksi pada manusia biasanya
terjadi melalui inokulasi langsung. Dapat pula terjadi penularan ke saluran nafas dari
binatang kepada manusia. Pasteurella multocida pertama kali ditemukan pada tahun
1878 pada burung yang terinfeksi kolera. Namun, itu tidak terisolasi, hingga tahun
1880, Louis Pasteur mengisolasinya, sebagai tanda kehormatan maka bakteri tersebut
diberi nama Pasteurella.
P. Multocida mengandung beberapa faktor virulensi yaitu endotoksin dinding
sel, suatu kapsul polisakarida, lipopolisakarida dan hialuronidasa. Mekanisme patogen
primer melibatkan peradangan sel inang. Kapsul memiliki serogrup A dan B untuk
membantu melawan fagositosis oleh sel-sel kekebalan tubuh inang dan jenis kapsul A
juga telah ditunjukkan untuk membantu melawan complement-mediated lisis. P.
Multocida akan tumbuh pada suhu 37°C pada darah atau agar coklat, tetapi tidak akan
tumbuh pada agar Mac Conkey.
195
Penyakit Septicaemia Epizootica (SE)/Haemorraghic Septecaemia (HS) atau
disebut juga penyakit ngorok adalah penyakit yang menyerang hewan sapi atau
kerbau, bersifat akut dengan mempunyai tingkat kematian yang tinggi Kerugian
akibat penyakit ini cukup besar. Penyakit Septicaemia Epizootica (SE)/Haemorraghic
Septecaemia (HS) atau disebut juga penyakit ngorok adalah penyakit yang menyerang
hewan sapi atau kerbau, bersifat akut dengan mempunyai tingkat kematian yang
tinggi. Kerugian akibat penyakit ini cukup besar.
Septicaemia Epizootica (SE) disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif
Pasteurella multocida dengan serotipe tertentu. Umumnya serotipe disetiap tempat
memiliki perbedaan. Di daerah Asia umumnya ditemukan Pasteurella multocida
serotipe B:2 sedangkan untuk daerah Afrika biasanya ditemukan serotipe E:2.
Penelitian terbaru juga menyatakan bahwa terdapat serotipe tipe baru yang muncul
yaitu serotipe B:6 dan E:6. Serotipe lainya dari Pasteurella multocida yang dihubungkan
dengan Septicaemia Epizootica ialah serotipe A: 1 dan A: 3, serotipe ini dihubungkan
dengan kematian dari sapi dan kerbau di India.
Gambar 2.
P.multocida. (Sumber: mikrobia.wordpress.com).
196
Seperti yang telah dijelaskan bahwa bakteri Pasteurella multocida sebagai
penyebab SE akan masuk kedalam tubuh inang melalui beberapa cara. Cairan seperti
leleran hidung atau cairan mulut dari hewan yang terinfeksi akan jatuh ketanah atau
terkena media lain. Bakteri yang ada dalam cairan tersebut akan menginfeksi daerah
atau media yang terkena oleh cairan dari hewan terinfeksi tersebut. Bila kondisi tanah
dalam keadaan basah maka akan menyebabkan perkembangan dan daya tahan bakteri
Pasteurella multocida semakin baik. Melalui kontak dengan hewan terinfeksi atau
kontak dengan tanah, tanaman, atau media yang terinfeksi, bakteri Pasteurella multocida
kemudian masuk kedalam tubuh. Didalam tubuh inang bakteri ini biasanya
menyerang saluran pernafasan.
Terdapat tiga bentuk dari penyakit SE yaitu bentuk busung, pektoral dan
intestinal. Penyakit SE bentuk busung menunjukkan adanya bentuk busung pada
bagian kepala, tenggorokan, leher bagian bawah, gelembir dan kadang-kadang pada
kaki muka. Selain itu kadang terjadi juga bentuk busung pada bagian dubur dan alat
kelamin. Tingkat mortalitas penyakit pada bentuk ini cukup tinggi mencapai 90% dan
berlangsung cepat sekitar tiga hari sampai satu minggu. Sebelum mati akan tampak
gangguan pernafasan dan suara ngorok merintih serta suara gigi gemeretak. Pada
bentuk pectoral, tanda-tanda bronkhopneumonia akan lebih menonjol. Bentuk ini
umumnya dimulai dengan adanya batuk kering dan nyeri yang diikuti oleh keluarnya
eksudat dari hidung. Biasanya bentuk ini berlangsung antara satu sampai tiga minggu.
Pada beberapa kasus kadang penyakit ini dapat mencapai bentuk intestina. Keadaan
ini dicapai ketika penyakit sudah berjalan kronis. Hewan akan menjadi kurus, dengan
gejala batuk yang terus menerus, selain itu nafsu makan terganggu serta terus menerus
mengeluarkan air mata. Sering terjadi mencret yang bercampur darah.
Umunya kasus SE bersifat aku dan dapat menyebabkan kematian hewan dalam
waktu singkat. Dalam pengamatan, hewan mengalami peningkatan suhu tubuh,
oedemasubmandibular yang dapat menyebar ke daerah dada, dan gejala pernafasan
dengan suara ngorok atau keluarnya eksudat dari hidung. Umumnya, hewan
kemudian mengalami kelesuan atau lemah dan kematian. Biasanya kerbau lebih peka
terhadap penyakit SE dibandingkan dengan sapi. Lama atau jalanya penyakit sampai
pada kematian pada kerbau lebih pendek dibandingkan dengan sapi, kisaran
waktunya mulai kurang dari 24 jam dalam kejadian perakut sampai 2–5 hari. Gejala
penyakit timbul setelah masa inkubasi 2–5 hari.
Gambaran klinis menunjukkan adanya 3 fase. Fase pertama adalah kenaikan
suhu tubuh, yang diikuti fase gangguan pernafasan dan diakhiri oleh fase terakhir
yaitu kondisi hewan melemah dan hewan berbaring di lantai. Septicaemia dalam
banyak kasus merupakan tahap kejadian paling akhir. Berbagai fase penyakit di atas
tidak selamanya terjadi secara berurutan dan sangat tergantung pada lamanya
penyakit. Pada kerbau yang diinfeksi secara buatan, ditemukan kenaikan suhu hingga
430C dapat teramati 4 jam sesudah infeksi, sedangkan pada sapi kenaikan hingga 400C
baru teramati 12 Leleran hidung dan mata yang memerah sudah terlihat pada kerbau 4
jam sesudah infeksi, sedangkan pada sapi 12 jam sesudah infeksi. Bakteri dapat
diisolasi dari cairan hidung kerbau 12 sesudah infeksi dan 16 sesudah infeksi pada
sapi. Dalam darah bakteriemia sudah terjadi 12 jam sesudah infeksi pada kerbau dan
197
sapi. Pemantauan jumlah kuman dalam darah terlihat terus meningkat hingga saat
kematian.
Streptococcus agalactie
Streptococcus agalactie merupakan bakteri gram positif dari famili
Streptococcaceae yang memiliki 6 genus dan digolongkan kedalam genus
streptococcus grup B. Merupakan bakteri non hemolitik coccus, koloninya sangat kecil
namun dengan media Edward terlihat warna biru. Streptococcus agalactie sangat
menular sebagai penyebab matitis subklinis dan mudah ditransmisi dari sapi ke sapi
lainnya yang sedang laktasi. Resevoir utama dari infeksi bakteri ini adalah kambing.
Meskipun adakalanya koloni ditemukan pada saluran puting dan kulit, terutama pada
permukaan yang kasar. Pada manusia sendiri streptococcus dapat menyebabkan
infeksi luka, penyakit pneumonia, infeksi puerperalis (infeksi pasca melahirkan),
infeksi neonatus, meningitis dan yang paling ditakuti yaitu menyebakan sakit jantung
atau endokarditis.
Mastitis adalah peradangan pada jaringan interna kelenjar ambing atau mamae.
Dikenal dua bentuk mastitis yaitu mastitis klinis dan mastitis subklinis. Penyebab
mastitis subklis banyak diantaranya virus, bakteri, toksin dan trauma. Bakteri utama
yang sering menyebabkan mastitis subklinis adalah Streptococcus agalactie. Bakteri ini
sangat patogen dan penularannya di lingkungan sangat cepat sekali. Bakteri ini sering
kali berhubungan dengan adanya Staphylococcus aureus. Pada hewan dan manusia
sendiri bakteri ini dapat mengaglutinasi darah. Jika sapi terinfeksi bakteri ini maka
sebaiknya susu tersebut tidak dikomsumsi.
Gambar 3.
Streptococcus agalactie. (Sumber:lookfordiagnosis.com).
198
BAKTERI PATOGEN PADA MANUSIA
Pseudomonas aeruginosa
Kata Pseudomonas berarti ―unit palsu‖ dari bahasa Yunani ―Pseudo‖ yang
berarti palsu dan ―monas‖ yang berarti unit tunggal. Aeruginosa berasal dari bahasa
Yunani ―ae‖ yang berarti tua dan akhiran ―ruginosa‖ berarti mengerut atau tidak rata.
Suatu bakteri hijau kebiruan seringkali seperti tembagaberkarat jika dilihat pada kultur
laboratorium dari Pseudomonas aeruginosa.
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang
lurus atau lengkung berukuran sekitar 0,6x2 µm, ditemukan tunggal, berpasangan,
dan kadang-kadang membentuk rantai pendek, tidak memiliki spora, tidak
mempunyai selubung (sheath), serta mempunyai flagel. Bakteri Pseudomonas aeruginosa
memiliki dua atau tiga flagel sehingga selalu bergerak.
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri aerob yang dapat tumbuh dengan
mudah pada banyak jenis media pembiakan, karena memiliki kebutuhan nutrisi yang
sangat sederhana. Koloni Pseudomonas aeruginosa mengeluarkan bau manis atau
menyerupai anggur yang dihasilkan aminoasetafenon.
Pseudomonas aeruginosa menghasilkan satu atau lebih pigmen yang dihasilkan
dari asam amino aromatik seperti tirosin dan fenilalanin. Beberapa pigmen tersebut
antara lain piosianin (pigmen warna biru), pioverdin (pigmen warna kuning), piorubin
(pigmen warna merah), dan piomelanin (pigmen warna coklat).
Pseudomonas aeruginosa adalah satu-satunya spesies yang menghasilkan:
Piosianin, suatu pigmen yang larut dalam khloroform.Strain lainnya menghasilkan
pigmen fenazin. Pada perbenihan Pseudomonas pagar pembentukan pigmen akan
bertambah.Fluoresen, suatu pigmen yang larut dalam air. Beberapa strain
menghasilkan pigmen merah
Habitat Pseudomonas aeruginosa dapat ditemukan di tanah, air daerah lembab di
kulit dan dapat membentuk koloni pada saluran pernafasan bagian atas. Pseudomonas
aeruginosa merupakan bakteri penyebab penyakit infeksi nosokomial. Infeksi
nosokomial adalah infeksi yang didapatkan setelah penderita dirawat di rumah sakit
baik tumbuh pada saat dirawat di rumah sakit juga pada penderita yang pulang dari
rumah sakit
Pseudomonas aeruginosa juga mampu tumbuh di lingkungan yang mengandung
oli dan bahan bakar minyak lainnya. Sehingga, bakteri ini dapat digunakan untuk
mendegradasi polutan hidrokarbon yang ada di lingkungan perairan maupun di
tanah.
Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan terkadang
membentuk rantai yang pendek. Suhu optimum untuk pertumbuhan P. aeruginosa
adalah 35oC sampai42o C. Pseudomonas aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media
pembiakan karena kebutuhan nutrisinya sangat sederhana. Di laboratorium, medium
paling sederhana untuk pertumbuhannya digunakan asetat (untuk karbon) dan
ammonium sulfat (untuk nitrogen). Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap beberapa
antibiotik.
199
Pseudomonas aeruginosa lebih resisten terhadap disinfektan dari pada bakteri
lain. Bakteri ini menyenangi hidup dalam suasana lembab seperti pada peralatan
pernafasan, air dingin, bedpan, lantai kamar mandi, tempat air dan lain-lainnya.
Kebanyakan antibiotika dan antimikroba tidak efektif terhadap bakteri ini.
Pernah diisolasi dari gugusan NH4 dan dari sabun heksakhlorofen. Fenol dan beta-
glutaraldehid biasanya merupakan disinfektan yang efektif. Air mendidih dapat
membunuh bakteri ini.
Pseudomonas aeruginosa dapat mengadakan infeksi pada jaringan atau bagian
dari tubuh. Lesi lokal terjadi pada luka atau luka bakar, kornea, saluran kemih dan
paru-paru. Selain daripada itu juga dapat menyebabkan endokarditis bakterialis dan
gastroenteritis. Infeksi jaringan kornea dapat menyebabkan kebutaan. Dari infeksi
lokal bakteri ini dapat menyebar melalui darah, sehingga menyebabkan septikemia
angka kematian dapat mencapai 80%.
Pada penyakit Pneumonia Pseudomonas biasanya terjadi sianosis yang makin
lama makin bertambah, biasanya dengan empiema. Dengan sinar X dapat dilihat
adanya infiltrasi di dalam lobus bagian bawah yang bersifat nodular dan nekrosis
dengan pembentukan abses. Pada penderita leukemia mortalitas lebih tinggi bila
menderita leukopeni yang berat. Pada penderita dengan fibrosis kistik, organisme ini
sering berkapsul untuk mencegah fagositosis.
Gambar 4.
Pseudomonas aeruginosa. (Sumber: www.biologiedukasi.com).
200
Vibrio cholera
Vibrio cholerae adalah salah satu bakteri yang masuk dalam family Vibrionaceae
selain dari Aeromonas dan Plesiomonas, dan merupakan bagian dari genus Vibrio.
Vibrio cholerae banyak ditemui di permukaan air yang terkontaminasi dengan feces
yang mengandung kuman tersebut, oleh karena itu penularan penyakit kolera ini
dapat melalui air, makanan dan sanitasi yang buruk. Oleh karena itu penularan
penyakit kolera dapat melalui air, makanan san sanitasi yang buruk. Beberapa jenis
vibrio lain yang penting dalam kehidupan antara lain: Vibrio choleraserogroup 01 dan
0139 penyebab kolera epidemic dan pandemic. Vibrio cholera serogroup 01 dan non
0139 penyebab diare sejenis kolera, tapi gejala diare lebih ringan dan jarang ditemukan
infeksi ekstra intestinal.
FilippoPacini (1854), seorang ahli anatomi dari Italia merupakan penemu
pertamaVibrio cholerae. Pada tahun 1854, Filippo Pacini mengungkapkan penemuannya
tentang bakteri Vibrio cholerae yang menjadi penyebab utama penyakit kolera, namun
teori ini banyak diabaikan sampai ditemukan kembali oleh Robert Koch.
Dokter Jerman Robert Koch (1884), seperti sebagian besar komunitas ilmiah
lainya, tidak penemuan Pacinidi Universityof Florence. Sejak temuan Koch sekitar tiga
puluh tahun kemudian akhirnya diterima oleh rekan-rekan ilmiah, dan secara luas
tahu dalam pers populer, ia menjadi penemu yang diakui dari organisme penyebab
kolera.
Kolera berasal dari Gangga delta, suatu bagian dari distrik di India sejak tahun
1817.Sejak tahun 1917 telah terjadi tujuh pandemic besar yang penyebarannya bahkan
mencapai Eropa. Vibrio yang bertanggung jawab terhadap terjadinya pandemic ke-7
yaitu V.cholerae O1, biotipe El Tor. Pandemic ke tujuh baru dimulai pada tahun 1961
ketika Vibrio pertama kali muncul menyebabkan epidemic kolera di Sulawesi,
Indonesia . Penyakit ini lalu menyebar dengan cepat ke Negara Asia timur lainnya dan
mencapai Bangladesh pada tahun 1963, India pada tahun 1964 dan kawasan Soviet-
Russia pada tahun 1965-1966. Pada januari 1991, epidemic kolera menyerang Amerika
latin. Dimulai di Peru, penyakit ini dibawa oleh nelayan ke Ekuador dan Kolombia
dan dibawa pelancong ke seluruh Amerika pusat dan Selatan. Hampir 400.000 kasus
dilaporkan pada tahun pertama wabah. Angka mortalitas seluruhnya kira kira 1
persen, angka tersebut mendekati 20-30 persen masyarakat yang terjangkit yang
karena kekurangtahuan akan penyakit ini yang menyebabkan pemeriksaan teurapetik
yang berlebihan.
Bakteri Vibrio yang merupakan etiologi dari penyakit kolera adalah bakteri
gram negatif berbentuk batang bengkok seperti koma (comma shaped), Koch
menamakannya ―komma bacillus‖ tapi bila biakan diperpanjang, kuman ini bisa
menjadi batang yang lurus. V. cholerae memiliki satu flagella polar yang halus
(monotrikh) di salah satu kutubnya sehingga memiliki motilitas yang tinggi.
Bakteri ini bisa hidup dan berkembang pada keadaan aerob atau anaerob
(anaerob fakultatif). Pada isolasi, Vibrio cholerae menghasilkan katalase dan oksidase.
V. cholerae tidak tahan dengan suasana asam dan tumbuh baik pada suasana basa (pH
8,0-9,5). Air dengan kadar garam tinggi seperti air laut adalah tempat hidup alami dari
bakteri ini. Tidak memiliki kapsul dan tidak berspora. Pada kultur dijumpai koloni
201
yang cembung (convex), halus dan bulat yang keruh (opaque) dan bergranul bila
disinari.
Gambar 5.
Vibrio cholera. (Sumber: www.medkes.com).
202
1991. Ketika Castellani dan Chalames menemukan genus Escherichia dan menyusun
tipe spesies E. coli. Bakteri ini termasuk ke dalam family Enterobacteriaceae.
Escherichia coli merupakan bakteri fakultatif anaerob, kemoorganotropik,
mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan respirasi tetapi pertumbuhannya paling
sedikit banyak di bawah keadaan anaerob. Pertumbuhan yang baik pada suhu optimal
37°C pada media yang mengandung 1% peptone sebagai sumber karbon dan nitrogen.
Escherichia coli memfermentasikan laktosa dan memproduksi indol yang digunakan
untuk mengidentifikasikan bakteri pada makanan dan air.
Escherichiacoli berbentuk besar (2-3 mm), circular, konveks dan koloni tidak
berpigemn pada nutrient dan media darah. Escherichia coli dapat bertahan hingga suhu
60°C selama 15 menit atau pada 55°C selama 60 menit.
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh bakteri famili Escherichia coli, yaitu:
Escherichia coli enteropatogenik (EPEC).
Escherichia coli enterotoksigenik (ETEC) yang memproduksi dua jenis enterotoksin:
toksin yang labil terhadap panas (LT) dan toksin yang stabil terhadap panas (ST).
Escherichia coli enteroinvasif (EIEC).
Escherichia coli enterohemoragik (EHEC) atau Escherichia coli yang memproduksi
verositotoksin (VTEC).
Gambar 6.
Escherichia coli. (Sumber: horizonwatcher.blogdetik.com).
203
Bakteri gram-negatif yang tidak membentuk spora, berbentuk batang anaerob
fakultatif dan tergolong ke dalam famili Enterobacteriaceae. Secara tipikal bakteri yang
mesofilik ini akan tumbuh pada suhu sekitar 7—10°C sampai 50°C dengan suhu
optimal bagi pertumbuhannya adalah 37°C. Kuman Escherichia coli akan tumbuh pada
kisaran pH 4,4—8,5. Nilai aw yang minimal untuk pertumbuhannya adalah 0,95.
Sebagian besar Escherichia coli spp. merupakan penghuni yang tidak berbahaya
di dalam usus manusia dan hewan berdarah-panas lainnya; namun, strain yang
disebutkan di atas dapat menimbulkan penyakit. EHEC lebih resisten terhadap asam
dibandingkan jenis Escherichia coli yang lain. Masa inkubasi untuk E.coli, yaitu:
Escherichia coli enteropatogenik: 1—6 hari; sesingkat 12—36 jam.
Escherichia coli enterotoksigenik: 1—3 hari; sesingkat 10—12 jam.
Escherichia coli enteroinvasif: 1—3 hari; sesingkat 10—18 jam.
Escherichia coli enterohemoragik: 3—8 hari dengan median 4 hari.
204
Glosarium
Aerob Organisme yang melakukan metabolisme dengan bantuan oksigen.
Amfifilik Sifat senyawa yang dapat larut dalam pelarut polar dan non pola.r
Anaerob Organisme yang tidak memerlukan oksigen untuk hidup.
Antibiotik Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati, dan dalam sebagian
kasus bisa mencegah infeksi oleh bakteri .
Archaea Kelompok utama prokariota, organisme bersel tunggal tanpa inti .
ATP Suatu nukleotida yang dalam biokimia dikenal sebagai "satuan
molekular" pertukaran energi intraselular.
Autoklav Alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatu
benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi.
Bacitracin Salep yang mengandung antibiotik baik digunakan pada luka tato
yang baru dan sebaiknya hanya digunakan pada 2-3 hari.
Bakteri Kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti sel.
Bakteriofag Virus yang menginfeksi bakteri.
Biofertilizer Suatu zat yang digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah
dengan menggunakan limbah biologis.
Biofilm Kumpulan sel mikroorganisme, khususnya bakteri, yang melekat di
suatu permukaan dan diselimuti oleh pelekat karbohidrat yang
dikeluarkan bakteri.
Biologi molecular Salah satu cabang biologi yang merujuk kepada pengkajian mengenai
kehidupan pada skala molekul.
Biomolekul Senyawa-senyawa organik sederhana pembentuk organisme hidup
dan bersifat khas sebagai produk aktivitas biologis.
Bioteknologi Pemanfaatan prinsip – prinsip dan kerekayasaan terhadap organisme,
sistem, atau proses biologis untuk menghasilkan atau meningkatkan
kesejahteraan manusia dan lingkungannya.
Cyanobacteria Ganggang hijau-biru.
Desinfektan Bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau
pencemaran oleh jasad renik atau obat untuk membasmi kuman.
Diversitas Variasi, keragaman.
DNA Asam nukleotida, biasanya dalam bentuk heliks ganda yang
mengandung instruksi genetik.
Eksoenzim Enzim yang bekerjanya di luar sel.
Endosimbiotik Organel eukariota berasal dari simbiosis antara organisme bersel
tunggal yang terpisah.
Endotoksin Toksin pada bakteri gram negatif berupa lipopolisakarida (LPS) pada
membran luar dari dinding sel yang pada keadaan tertentu.
Eukariotik Organisme yang memiliki selubung inti.
Fagosit Sel darah putih yang melindungi tubuh dengan menelan partikel asing
berbahaya, bakteri, dan sel-sel mati atau sekarat.
Fermentasi Proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa
oksigen).
Filogenetik Suatu sistem klasifikasi untuk mencerminkan gambaran urutan
perkembangan makhluk hidup menurut sejarah filogenetiknya, serta
jauh dekatnya hubungan kekerabatan antara takson yang satu dengan
takson yang lain.
Flagella Alat gerak (motile organ) berbentuk cambuk pada sejumlah organisme
bersel satu.
Fototrof Organisme yang memperoleh energi dari fotosintesis.
Genetika Cabang biologi yang mempelajari sifat baki atau ilmu mengenai sifat
keturunan.
Infeksi Kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme
inang, dan bersifat paling membahayakan inang.
205
Kemiosmotik Pergerakan ion melintasi membran selektif permeabel, menuruni
gradien elektrokimia mereka.
Kemotaksis Gerakan dari sel tubuh, bakteri atau organisme sebagai respon akibat
terpapar zat kimiawi tertentu.
Klorofil Zat hijau daun yang membantu penyerapan cahaya dalam fotosintesis.
Koenzim Suatu molekul organik yang merupakan kobaktor non protein dari
enzim, yang dibutuhkan untuk fungsi katalitiknya.
Lisis Ketidakseimbangan tekanan osmosis antara tekanan lingkungan dan
tekanan dalam sel.
Lisosim Enzim yang memutuskan ikatan β-1,4-glikosida antara asam-N-asetil
glukosamin dengan asam-N-asetil muramat pada peptidoglikan.
Litotrof Mikroba yang memperoleh elektron dari senyawa organik, disebut
organotrof, sedangkan yang memperoleh elektron dari senyawa
anorganik.
LPS Lipolpolisakarida.
Makrolid Suatu kelas poliketida, sekelompok obat (khususnya antibiotik) yang
aktivitasnya disebabkan karena keberadaan cincin makrolida, cincin
lakton besar yang berikatan dengan satu atau lebih gula deoksi,
biasanya cladinose dan desosamine.
Makromolekul Molekul berukuran besar.
Metanogenesis Proses pembentukan gas metan dengan bantuan bakteri pembentuk
metan seperti Mathanobacterium dan Mathanobacillus.
Mikroorganisme Organisme berukuran kecil yang tak tak dapat dilihat tanpa
menggunakan alat bantu.
Mitokondria Organel sel yang berfungsi sebagai tempat respirasi sel.
Motil Alat gerak aktif.
Multiseluler Organisme yang terdiri atas banyak sel.
Mycoplasma Genus bakteri yang tidak memiliki dinding sel.
NAD Nikotinamida adenina dinukleotida, koenzim yang berperan sebagai
operator elektron.
Nutrisi Berbagai hal seperti senyawa, molekul dan sebagainya yang dapat
menunjang pertumbuhan dan perkembangan organisme.
Patogen Organisme yang dapat menimbulkan penyakit pada inangnya.
Pembelahan biner Pembelahan sel bakteri menjadi dua sel anakan.
Pili Rambut-rambut pendek yang ada pada permukaan sel bakteri.
Prokariotik Organisme yang tidak memiliki selubung inti.
Rekombinasi genetik Pembentukan kombinasi gen baru.
Resisten Perlawanan yang terjadi ketika bakteri, virus dan parasit lainnya secara
bertahap kehilangan kepekaan terhadap obat.
Ribosom Organel sel yang berfungsi sebagai tempat sintesis protein.
RNA Ribonucleic Acid, makromolekul yang berfungsi sebagai penyimpan
dan penyalur informasi genetik.
Senyawa organik Golongan besar senyawa kimia yang molekulnya mengandung karbon,
kecuali karbida, karbonat, dan oksida karbon.
Sterilisasi Proses penghilangan semua jenis organisme hidup,dalam hal ini
adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri).
Taksonomi Ilmu yang mempelajari sisten klasifikasi makhluk hidup.
Terapi fag Pengenalan sengaja bakteriofag ke tubuh pasien dengan infeksi bakteri.
Uniseluler Organisme bersel tunggal.
Virulensi Tingkat patogenisitas bakteri.
Waktu generasi Waktu yang diperlukan bakteri untuk dapat beregenerasi.
206
Indeks
A
Aerob 25, 66, 67, 88, 199, 201.
Amfifilik 53.
Anaerob 25, 59, 66, 67, 93, 124, 129, 137, 157, 185, 201, 203.
Antibiotik 7, 26, 27, 28, 50, 51, 53, 57, 82, 87, 92, 93, 95, 96, 97, 99, 100, 101, 102, 103,
104, 106, 108, 109, 110, 111, 112, 119, 150, 151, 157, 158, 161, 168, 169,
176, 177, 178, 179, 188, 199.
ATP 8, 11, 24, 30, 35, 116, 125, 126, 128, 129, 130, 132, 134, 135, 137, 139, 140,
177.
B
Bacitracin 27, 97, 98, 101.
Bakteri 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47,
48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 60, 61, 62, 63, 64, 66, 67, 68, 69, 71,
73, 75, 76, 77, 79, 81, 82, 86, 87, 88, 90, 91, 92, 93, 95, 96, 99, 100, 101, 102,
103, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117,
120, 121, 123, 124, 128, 129, 130, 132, 133, 134, 135, 136, 137, 138, 139,
140, 141, 142, 143, 144, 145, 147, 148, 149, 151, 152, 153, 154, 155, 157,
158, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 172, 173, 174, 175,
176, 177, 178, 179, 180, 181, 182, 183, 184, 185, 188, 189, 190, 191, 192,
196, 198, 200, 201, 202, 204.
Bakteriofag 111, 143, 148, 150, 151, 177, 178, 180.
Biofertilizer 152, 154, 155.
Biofilm 43, 46, 50, 112, 179.
Biomolekul 31, 32, 56.
Bioteknologi 23, 26, 27, 28, 58, 159, 161.
C
Cyanobacteria 2, 24, 31, 60, 139, 140, 142, 153.
D
Desinfektan 87, 94, 158.
Diversitas 21, 123, 154.
DNA 1, 4, 7, 9, 12, 17, 18, 20, 22, 23, 30, 41, 32, 34, 41, 60, 71, 85, 87, 101, 106,
111, 114, 115, 142, 143, 144, 146, 147, 148, 149, 150, 174, 176, 177, 178,
180.
E
Eksoenzim 163, 167.
Endosimbiotik 6.
Endotoksin 10, 48, 53, 54, 170, 171, 195.
F
Fagosit 9, 11, 41, 45, 46, 142, 147, 168, 174, 175, 195.
Filogenetik 1, 4, 16, 17.
Flagella 7, 8, 32, 35, 36, 37, 38, 141, 201.
Fototrof 13, 138, 139.
G
Genetika 7, 21, 22, 27, 158, 159, 160, 161, 162, 193.
207
K
Kemiosmotik 8, 35.
Kemotaksis 8, 37, 38, 169.
Klorofil 5, ,6, 67, 140, 141, 142.
Koenzim 60, 118, 126, 127, 128, 138.
L
Lisis 10, 47, 53, 69, 144, 147, 148, 170, 172, 195.
Lisosim 47.
Litotrof 124, 137, 138, 139.
LPS 10, 11, 33, 48, 53, 54, 55, 58, 168, 170, 171, 179, 180.
M
Makrolid 97, 102, 104.
Makromolekul 16, 24, 31, 32, 58, 128.
Metanogenesis 7.
Mikroorganisme 1, 14, 15, 16, 31, 53, 62, 66, 67, 68, 70, 75, 79, 80, 81, 82, 84, 85, 88, 90, 91,
92, 94, 96, 99, 113, 114, 123, 124, 151, 152, 153, 154, 157, 158, 159, 161,
162, 163, 166, 167, 169, 179, 180, 191.
Mitokondria 2, 6, 13, 17, 104.
Motil 8, 36, 38, 40, 41, 192, 195.
Mycoplasma 4, 57, 98.
N
NAD 61, 127, 128, 135, 138.
P
Patogen 9, 26, 32, 41, 46, 51, 53, 54, 56, 62, 63, 644, 69, 90, 92, 94, 109, 111, 119,
142, 150,158, 159, 162, 165, 166, 167, 168, 169, 172, 173, 174, 175, 176, 177,
178, 179, 180, 181, 182, 183, 184, 185, 186, 191, 195, 198.
Pembelahan biner 1, 21, 113, 114, 118, 120, 122.
Pili 7, 9, 32, 33, 40, 41, 173.
Prokariotik 1, 2, 4, 5, 6, 8, 12, 13, 14, 16, 17, 19, 22, 23, 24, 25, 29, 32, 33, 35, 37, 41, 42,
47, 60, 64, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 74, 76, 99, 105, 116, 124, 125, 128, 131,
137, 138, 138, 140, 142, 170, 176.
R
Rekombinasi genetik 22, 23, 111.
Resisten 82, 101, 108, 110, 160, 166, 168, 169, 178, 179, 199, 200, 204.
RNA 1, 2, 4, 5, 16, 17, 18, 21, 29, 30, 31, 32, 34, 60, 102, 103, 105, 106, 108, 143,
144, 174, 176, 177.
S
Senyawa organik 6, 24, 60, 124, 125, 130, 136, 137, 152.
Sterilisasi 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 89, 91.
T
Taksonomi 1, 3, 4, 14.
Terapi fag 111, 150, 151.
U
Uniseluler 1, 2, 4, 5, 14, 16, 39, 113, 115, 153.
V
Virulensi 9, 26, 41, 45, 46, 54, 55, 119, 143, 150, 163, 166, 167, 169, 170, 172, 176,
177, 179, 181, 191, 192, 193, 195.
W
Waktu generasi 22, 114, 118, 119, 120.
208
Sumber Pustaka
Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. 5th ed. Elsevier Academic Press. California.
Alfano, J. R., and A. Collmer. 1996. Bacterial Pathogens In Plants: life up against
the wall. Plant Cell 8:1683–1698.
Alfano, James R. and Alan Collmer. 1997. The Type III (Hrp) Secretion Pathway of
Plant Pathogenic Bacteria: Trafficking Harpins, Avr Proteins, and Death. Journal of
Bacteriology. Department of Plant Pathology, Cornell University: New York; Vol.179.
No.18.
Asghar, Samy S. et al. 2012. Pathogenic Bacteria Associated with Different Public
Environmental Sites in Mecca City. Journal of Medical Microbiology. Medical Microbiology
Department, College of Medicine, Umm Al-Qura University, Mecca, Saudi; 2, 133-137.
Barny, M.-A. 1995. Erwinia amylovora hrpN mutants, blocked in harpin synthesis,
express a reduced virulence on host plants and elicit variable hypersensitive reactions on
tobacco. Eur. J. Plant Pathol. 101:333–340.
Chen, Y., M. R. Smith, K. Thirumalai, and A. Zychlinsky. 1996. A Bacteria
Invasion Induces Macrophage Apoptosis By Binding Directly To ICE. EMBO J.15:3853–3860.
D. Burnett and J. Crocker.2006. ―The Science of Laboratory Diagnosis,‖ 2nd
Edition, John Wiley & Sons Ltd., Chi-chester.
Daffe M, Etienne G. 1999.The Capsule Of Mycobacterium Tuberculosis And Its
Implications For Pathogenicity. Tuber Lung Dis;79:153–69.
Dewi, Sartika, Didimus T.B, Sonja V.T Lumowa. 2015. Analisis Total Bakteri dan
Kepadatan Kemangi (Ocimum sanctum L) yang dijual di Pasar Tradisonal Segiri Kota
Samarinda. Program Studi Pendidikan Biologi FKIP MIPA Universitas Mulawarman:
Samarinda.
E. Goldman and L. Green.2009. ―Practical Handbook of Microbiology,‖ 2nd
Edition, CRC Press, Boca Raton.
F. X. Abad, R. M. Pinto and A. Bosch. 1994. ―Survival of En-teric Viruses on
Environmental Fomites,‖ Applied Envi-ronmental Microbiology, Vol. 60, No. 10, pp.
3704-3710.
Finlay BB, Falkow S. 1997.Common Themes In Microbial Pathogenicity Revisited.
Micro Mol Biol ;61:136–69.
Fraser I, Exekowitz R. 1999.Mannose Receptor And Phagocytosis. Phagocytosis And
Pathogens. Greenwich, CT: JAI Press.
Gyles, Carlton L. et al. 2010. Pathogenesis of Bacterial Infections in Animals. Fourth
Edition. John Wiley & Sons, Inc: USA.
K. A. Reynolds, P. M. Watt, S. A. Boone and C. P. Gerba. 2005. ―Occurrence of
Bacteria and Bacterial Markers on Public Surfaces,‖ International Journal of Environmental
Health Research, Vol. 15, No. 3, pp. 225-234.
Keen, N. T., S. Tamaki, D. Kobayashi, D. Gerhold, M. Stayton, H. Shen, S.Gold,
J. Lorang, H. Thordal-Christensen, D. Dahlbeck, and B. Staskawicz. 1990. Bacteria
expressing avirulence gene D produce a specific elicitor of the soybean hypersensitive reaction.
Mol. Plant-Microbe Interact. 3:112–121.
209
Kolling GL, Matthews KR. 1999. Export of virulence genes and Shiga toxin by
membrane vesicles of Escherichia coli O157:H7. Appl Environ Microbiol;65:1843-8.
Kuehn MJ, Kesty NC. 2005.Bacterial Outer Membrane Vesicles And The Host-
Pathogen Interaction. Genes Dev; 19: 2645-55.
Lee, Je Chul. 2012.Staphylococcus aureus Membrane Vesicles and Its Potential Role in
Bacterial Pathogenesis. Journal of Bacteriology. Department of Microbiology,
Kyungpook National University School of Medicine, Daegu, Korea; Vol. 42, No. 3 p.181
– 188.
Mahan M, Slauch J, Mekalanos J. 1993.Selection Of Bacterial Virulence Genes That
Are Specifically Induced In Host Tissues. Science; 259:686–8.
Marenda, M., F. Van Gijsegem, M. Arlat, C. Zischek, P. Barberis, J. C. Camus, P.
Castello, and C. A. Boucher. 1996. Genetic and molecular dissection of the hrp regulon of
Ralstonia (Pseudomonas) solanacearum, p. 165–172. In G. Stacey, B. Mullin, and P. M.
Gresshoff (ed.), Advances in molecular genetics of plant-microbe interactions, vol. 3.
APS Press, St. Paul, Minn.
Merz A, So M. 2000.Interactions Of Pathogenic Neisseriae With Epithelial Cell
Membranes. Annu Rev Cell Dev Biol; 16:423–57.
Nakao H, Takeda T. 2000.Escherichia coli Shiga Toxin. J Nat Toxins; 9:299–313.
Nuchsin, Ruyitno.2007. Distribusi Vertikal Bakteri dan Kaitannya dengan
Konsentrasi Klorofil-a di Perairan Kalimantan Timur. Pusat Penelitian Oseanografi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: Jakarta; Vol.11 No.1.
S. Bures, J. T. Fishbain, C. F. T. Uyehara, J. M. Parker and B. W. Berg. 2000.
―Computer Keyboards and Faucet Han-dles as Reservoirs of Nosocomial Pathogens in the
Inten-sive Care Unit,‖ American Journal of Infection Control, Vol. 28, No. 6, pp. 465-471.
Salmeron, J. M., and B. J. Staskawicz. 1993.Molecular characterization and hrp-
dependence of the avirulence gene avrPto from Pseudomonas syringae pv. tomato. Mol. Gen.
Genet. 239:6–10.
Schagat T, Tino M, Wright J. 1999.Regulation of protein phosporylation and
pathogen phagocytosis by surfactant protein. Infect Immun;67:4693–9.
Staskawicz, B. J., F. M. Ausubel, B. J. Baker, J. G. Ellis, and J. D. G. Jones. 1995.
Molecular Genetics Of Plant Disease Resistance. Science 268:661–667.
Todar, Kenneth. 2012. Bacteriology Online Textbook. www.Textbookofbacteriolo-
gy.net.
Turner, J. G., and A. Novacky. 1974. The Quantitative Relation Between Plant And
Bacterial Cells Involved In The Hypersensitive Reaction. Phytopathology 64:885–890.
Utami, Hendri Tri. 2015. Analisis Keberadaan Bakteri dan Total Bakteri dengan
Teknik TPC (Total Plate Count) pada Umbi Kentang (Solanum Tuberosum L. Var Granola).
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP MIPA Universitas Mulawarman: Samarinda.
Van den Ackerveken, G., E. Marois, and U. Bonas. 1996. Recognition Of The
Bacterial Avirulence Protein Avrbs3 Occurs Inside The Host Plant Cell. Cell 87:1307–1316.
Van Gijsegem, F., S. Genin, and C. Boucher. 1993. Evolutionary Conservation Of
Pathogenicity Determinants Among Plant And Animal Pathogenic Bacteria. Trends
Microbiol. 1:175–180.
210
Van Gijsegem, F., S. Genin, and C. Boucher. 1993. Evolutionary conservation of
pathogenicity determinants among plant and animal pathogenic bacteria. Trends Microbiol.
1:175–180.
Vivian, A., and J. Mansfield. 1993. A proposal for a uniform genetic nomenclature for
avirulence genes in phytopathogenic pseudomonads. Mol. Plant- Microbe Interact. 6:9–10.
Walker T. 1998.Microbiology. Philadelphia: WB Saunders Company.
Wei, Z.-M., R. J. Laby, C. H. Zumoff, D. W. Bauer, S. Y. He, A. Collmer, and S.
V. Beer. 1992. Harpin, elicitor of the hypersensitive response produced by the plant pathogen
Erwinia amylovora. Science 257:85–88.
Whalen, M. C., R. E. Stall, and B. J. Staskawicz. 1988. Characterization of a gene
from a tomato pathogen determining hypersensitive resistance in non-host species and genetic
analysis of this resistance in bean. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 85:6743–6747.
Wilson, J.W. et al. 2002. Mechanisms Of Bacterial Pathogenicity. Department of
Microbiology: USA.
Young, S. A., F. F. White, C. M. Hopkins, and J. E. Leach. 1994. AvrXa10 protein
is in the cytoplasm of Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Mol. Plant-Microbe Interact. 7:799–
804.
211
CATATAN
212