Anda di halaman 1dari 3

JEMAAT OEBON

Doa yang benar


Nats : Matius 6:5-14
Pengkhotbah : DINA BENU

Bapak Ibu Saudara saudari Sesuatu yang sudah sering dilakukan bukan berarti telah dilakukan dengan cara
yang tepat. Begitu pula dengan doa. Orang-orang yang rajin berdoa ternyata melakukan kesalahan dalam
berdoa. Kesalahan yang sering dilakukan berhubungan dengan motivasi dan konsep dalam berdoa.Contoh
pertama dari doa yang salah diambil dari kebiasaan doa dalam agama Yahudi. Yudaisme mengajarkan dan
menekankan doa-doa rutin setiap hari. Mereka berdoa minimal tiga kali dalam sehari dan selalu pada jam-jam
yang sama (Dan 6:10; Kis 3:1). Berbagai tulisan para rabi Yahudi menunjukkan bahwa jam-jam doa itu harus
diikuti, tidak peduli di manapun orang Yahudi sedang berada. Bahkan dalam sebuah tulisan diajarkan bahwa
seorang raja pun tidak boleh menginterupsi seseorang yang sedang berdoa.

Bapak Ibu Saudara saudari Doa-doa yang rutin tersebut pada dirinya sendiri belum tentu keliru. Rutinitas
orang tidak selalu sama. Dalam beberapa kasus, beberapa orang secara tidak terelakkan pasti harus
melaksanakan doa mereka di luar rumah. Mereka mungkin sedang dalam perjalanan atau bekerja di tempat
lain.Yang menjadi masalah adalah motivasi yang keliru. Sebagian orang sengaja mengatur aktivitas mereka
supaya pada waktu jam-jam doa tertentu mereka sedang berada di keramaian, misalnya di rumah ibadat atau
persimpangan jalan raya. Mereka ingin agar banyak orang melihat bahwa mereka adalah orang yang saleh
(ayat 5 “supaya mereka dilihat orang”). Dengan posisi berdiri, mereka akan lebih terlihat oleh banyak orang.
Bapak Ibu Saudara saudari Situasi semacam ini sangat rentan dengan kemunafikan. Mereka terlihat suka
berdoa, padahal yang mereka sukai adalah pujian dari manusia. Mereka tampak sangat mengasihi Allah,
padahal mereka mengasihi reputasi diri sendiri. Mereka terlihat menyembah Allah, padahal mereka terjebak
pada penyembahan pada diri sendiri. Bapak Ibu Saudara saudari Jika pujian dari orang lainlah yang dicari oleh
orang-orang munafik, mereka “sudah mendapat upahnya” (ayat 5). Seperti sudah dijelaskan dalam khotbah
sebelumnya, ungkapan ini berarti “sudah lunas dibayar”. Mereka mendapatkan apa yang mereka harapkan.
Bapak Ibu Saudara saudari Tidak demikian dengan para pengikut Kristus (ayat 6). Rahasia doa kita adalah
berdoa secara rahasia. Ada dua cara yang digunakan untuk menegaskan hal ini. Kata “kamar” merujuk pada
ruang penyimpanan barang. Kamar ini satu-satunya yang terletak di tengah-tengah rumah dan dinding-
dindingnya tidak bersentuhan dengan daerah luar, sehingga aman dari para pencuri. Kamar-kamar lain terletak
di area pinggir rumah, sehingga dapat dibobol dari luar oleh pencuri. Untuk menambah keamanan, kamar
penyimpanan ini dilengkapi dengan pintu tambahan.

Kita bukan hanya diperintahkan untuk berdoa di kamar seperti ini, tetapi kita juga harus mengunci pintu. Ini
merupakan sebuah penegasan agar tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang terjadi di kamar itu. Jika
doa dilakukan di kamar-kamar lain, bisa saja suara orang yang sedang berdoa dapat didengar oleh orang-orang
lain yang sedang berjalan di sekitar rumah tersebut. 
Bapak Ibu Saudara saudari Cara kedua adalah pemunculan frase “yang tersembunyi” sebanyak dua kali. Bapa
berada di ketersembunyian. Ia melihat yang tersembunyi “melihat di dalam ketersembunyian”). Bapak Ibu
Saudara saudari Motivasi yang benar dalam berdoa akan membawa berkat. Jika yang kita cari di dalam doa
adalah Allah sendiri, kita akan mendapatkan segala kebaikan-Nya. Hal ini tentu saja bukan berarti bahwa doa
adalah alat untuk memanipulasi Allah. Bapa sudah menetapkan bahwa salah satu cara untuk menerima
anugerah-Nya adalah melalui doa yang tulus. Kebaikan Allah sudah tersedia. Namun, siapkah kita
menerimanya melalui doa?

Bapak Ibu Saudara saudari Motivasi yang keliru bukanlah satu-satunya kesalahan umum dalam berdoa. Kita
juga harus mewaspadai konsep yang keliru. Dalam hal ini Tuhan Yesus memberikan contoh dari kebiasaan
orang-orang yang tidak mengenal Allah (ayat 7). Mereka terbiasa berdoa dengan bertele-tele Bapak Ibu
Saudara saudari Bertele-tele tidak sama dengan pengulangan kata-kata. Tuhan Yesus juga pernah
mengucapkan doa yang sama berkali-kali (26:39-44). Bertele-tele juga tidak identik dengan berdoa tanpa
jemu-jemu atau berdoa yang lama. Tuhan Yesus mengajarkan agar kita berdoa dengan tidak jemu-jemu (Lk
18:1). Dia juga berdoa semalam-malaman (Lk 6:12). Bapak Ibu Saudara saudari Bertele-tele sebaiknya
dipahami dalam kaitan dengan jumlah kata dan cara berpikir seseorang terhadap doa. Di ayat
7, battalogeō dikaitkan dengan kata-kata yang banyak (polylogia). Di balik jumlah kata yang melimpah ini ada
sebuah pemikiran yang salah. Mereka berpikir bahwa pengabulan doa ditentukan oleh jumlah kata-kata.
Semakin banyak kata yang diucapkan, semakin berkuasa suatu doa. Begitulah kira-kira cara berpikir orang-
orang yang tidak mengenal Allah. Bapak Ibu Saudara saudari Sebagai kontras terhadap hal-hal tersebut, kita
diajar bahwa doa bukanlah sekadar pemberitahuan kepada Allah tentang apa yang kita mau. Jika doa hanya
dipandang sebagai pemberitahuan kepada Allah, maka kita tidak perlu berdoa. Allah sudah tahu semua
kebutuhan kita, bahkan sebelum kita mengutarakannya (ayat 8).

Bapak Ibu Saudara saudari Kita sekaligus diajar bahwa pengabulan doa tidak ditentukan oleh banyaknya kata-
kata, melainkan pada kebaikan Allah sebagai Bapa (ayat 8). Yang penting bukanlah formulasi dan redaksi,
melainkan relasi. Yang menentukan bukanlah apa dan bagaimana kita mempraktekkan doa, melainkan pada
siapa Allah bagi kita. Pendeknya, doa tidak bersifat mekanis maupun otomatis seperti sebuah mesin berkat.
Ada relasi dengan Allah di sana. Bapak Ibu Saudara saudari Untuk memperjelas poin di atas, Tuhan Yesus
lalu mengajarkan sebuah doa yang dikenal dengan nama Doa Bapa Kami (ayat 9-13). Doa ini terutama
dimaksudkan untuk dipahami, bukan sekadar dihafalkan (ayat 9a). Ini tentang bagaimana kita .Pertama,
berdoa berarti membangun relasi yang tepat dengan Allah (ayat 9b). Sebutan “Bapa kami yang ada di surga”
menyiratkan keunikan konsep Kristiani tentang Allah. Ada keseimbangan antara transendensi Allah
(kemuliaan dan kebesaran-Nya) dan immanensi-Nya (kedekatan-Nya). Transendensi disiratkan melalui kata
“di surga,” sedangkan immanensi ditunjukkan melalui sebutan “Bapa”.

Bapak Ibu Saudara saudari Sebagai Bapa, Allah sangat mengenal kita. Ia melihat apa yang kita lakukan di
tempat tersembunyi (6:4, 6, 18). Ia mengetahui kebutuhan kita (6:8, 32). Ia selalu memberikan yang baik bagi
kita (7:11). Sebagai Allah yang ada di surga, Bapa adalah Raja atas semesta. Langit adalah tahta-Nya (5:34).
Dia adalah penguasa yang realisasi kerajaan-Nya kita doakan setiap hari (6:9c). Kehendak-Nya menjadi
kesukaan kita (6:10).

Kedua, berdoa berarti mengutamakan kepentingan Allah (ayat 9c-10). Sebagian orang berpikir bahwa tujuan
doa adalah memenuhi kebutuhan mereka. Ini merupakan konsep yang keliru. Sebelum kita memikirkan
kebutuhan kita (ayat 11-13), kita diajar untuk berfokus pada kepentingan Allah terlebih dahulu (ayat 9c-10).
Doa bukan memberitahu Allah apa yang kita mau, melainkan mencari tahu apa yang Allah mau. Bapak Ibu
Saudara saudari Kita mendoakan agar kekudusan Allah dihormati (ayat 9c). Walaupun kekudusan-Nya adalah
sempurna, tidak semua orang memahami dan menghargai hal itu. Kita juga mendoakan agar realisasi sempurna
dari kerajaan-Nya segera dinyatakan di muka bumi (ayat 10a). Tuhan Yesus sudah memulai kerajaan Allah di
muka bumi (3:2; 4:17, 23; 12:28), tetapi penahbisan total masih menunggu kedatangan-Nya yang kedua kali
(16:27-28). Kita juga mendoakan agar ketaatan sempurna terhadap  kehendak Allah yang ditunjukkan oleh
penghuni surga juga berlaku di bumi (ayat 10b). Di dalam surga kehendak Allah disukai dan ditaati secara
sempurna. Tidak demikian dengan di bumi. Masih banyak manusia yang salah memahami dan menentang
kehendak itu.

Bapak Ibu Saudara saudari Ketiga, berdoa berarti menyandarkan hidup kepada Allah (ayat 11-13). Doa
bukanlah sarana untuk mengontrol Allah. Sebaliknya, doa merupakan ekspresi ketidakberdayaan dan
persandaran kita yang terus-menerus kepada Allah. Tiga hal yang disebutkan di bagian ini – makanan,
pengampunan, dan kelepasan dari pencobaan – merupakan kebutuhan kita setiap hari. Sulit membayangkan
kita bisa bertahan dan menikmati hidup tanpa tiga hal ini.

Meminta makanan setiap hari (ayat 10) menyiratkan kesadaran kita bahwa makanan lebih merupakan berkat
Allah daripada hasil pekerjaan. Bagi para pendengar mula-mula yang bekerja sebagai buruh harian, doa ini
sangat relevan. Jika mereka sakit, mereka tidak dapat bekerja. Jika tidak bekerja, mereka tidak akan bisa
makan. Karena itu, mereka perlu belajar untuk bersandar kepada Allah tiap hari dan belajar bahwa “kesusahan
sehari cukup untuk sehari” (6:34).

Kata “kesalahan” dan “orang yang bersalah” (ayat 11) secara hurufiah berarti “hutang” dan “orang yang
berhutang” (lihat semua versi Inggris “debts” dan “debtors”). Pemilihan kata ini menyiratkan bahwa sebagai
ciptaan kita wajib menaati Allah. Kegagalan melakukan hal ini merupakan hutang. Begitu pula dengan
kebaikan kita terhadap orang lain. Adalah hak orang lain untuk menerima kebaikan kita begitu pula sebaliknya.
Kegagalan dalam hal ini layak diperhitungkan sebagai hutang. Jika demikian, betapa banyaknya hutang kita
setiap hari, baik kepada Allah maupun orang lain! Kita memerlukan pengampunan setiap hari. Amin.

Anda mungkin juga menyukai