Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

DESAIN PRODUK OBAT BERDASAKAN SIFAT FISIKA DAN KIMA OBAT

Disusun Oleh :

KEMENTERIAN RISET,TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
PRODI S1 FARMASI
PURWOKERTO
2020/2021
Daftar Isi

Halaman
Judul .................................................................................................................... i

Kata
Pengantar ....................................................................................................................
iii

Bab I
Pendahuluan ...............................................................................................................
4

A. Latar Belakang
Masalah ............................................................................................ 4

B. Rumusan
Masalah ....................................................................................................... 5

C. Tujuan
Penelitian ........................................................................................................ 6

Bab II Tinjauan
Pustaka ..................................................................................................... 7

1. Tablet ..................................................................................................................
......... 7

2. Ketersediaan
Farmasi ................................................................................................. 9

3. Pengujian Mutu Fisik


Tablet ..................................................................................... 9

a. Keseragaman Bobot
Tablet ................................................................................. 9

b. Kekerasan
Tablet ................................................................................................. 10

c. Kerapuhan
Tablet ................................................................................................ 10

2
d. Ketebalan
Tablet .................................................................................................. 10

e. Diameter
Tablet ................................................................................................... 11

f. Waktu Hancur
Tablet ......................................................................................... 11

4. Penetapan Kadar
Obat ............................................................................................. 11

5. Uji
Disolusi ................................................................................................................
. 11
6. Parameter Sifat Kimia Fisika Dalam

HKSA ..................................................... 12

Bab III

Penutup ............................................................................................................ 18

3
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan berkahnya

serta salam kepada baginda besar Muhammad SAW yang telah memberikan cahaya hidup

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dalam penyusunan

makalah ini, penyusun menyadari tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai

pihak, baik dalam bentuk dorongan moril maupun materil, makalah ini tidak akan

terwujud sebagaimana harapan penyusun. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya atas motivasi dan bantuan yang telah diberikan.

Dalam makalah ini secara umum dibahas parameter sifat fisika-kimia dalam

hubungan kuantitatif struktur aktivitas yaitu parameter hidrofob, elektronik dan sterik

dengan bantuan sterik serta modifikasi struktur molekul obat. Dalam penyusunan makalah

ini penyusun telah berusaha melakukan yang terbaik namun,masih begitu banyak

kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan.

Semoga bermanfaat dan dapat diterima dengan baik. Dan semoga Allah SWT senantiasa

melimpahkan rahmat,taufik dan hidayahnya kepada kita semua.Amin.

Purwokerto, Juli 2020


Penyusun

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Obat adalah suatu bahan baik zat kimia, hewani, maupun nabati dalam dosis
yang layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit dan
gejalanya, baik badaniah maupun rokhaniah pada manusia atau hewan (Anief, 1997;
Tjay dan Rahardja, 2002).Tablet merupakan sediaan farmasi yang paling banyak
digunakan, di mana bahan obatnya berbentuk sediaan padat, dan biasanya dibuat
dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai (Ansel dkk, 2005;
Lachman dkk., 1986; Anief, 1997).
Sediaan dalam bentuk tablet yang beredar di masyarakat tersedia dalam bentuk
paten dan generik. Obat paten adalah obat yang dipasarkan pertama kali oleh produsen
yang menemukan senyawa atau zat aktif obat tersebut melalui proses riset. Obat-obat
ini umumnya dilindungi oleh paten yang berkisar 20 – 25 tahun sejak senyawa obatnya
ditemukan dan dipatenkan. Sebelum dipasarkan, senyawa atau zat aktif obat yang baru
ditemukan harus melewati berbagai uji klinik. Selama dalam perlindungan paten, obat
jenis ini tidak boleh dibuat oleh produsen lain, kecuali ada perjanjian khusus (Medica,
2008). Obat tersebut relatif baru dan masih dalam masa paten, sehingga belum ada
dalam bentuk generiknya dan yang beredar adalah merk dagang dari pemegang paten
(Umarjianto, 2007).
Obat generik adalah obat yang apabila nama patennya habis masa berlakunya,
maka perusahaan farmasi lain dapat memasarkan obat tersebut. Dalam hal ini obat
tidak diberi nama paten lagi, melainkan dipasarkan dengan nama generiknya, yaitu
nama umum yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (Tjay dan
Rahardja, 1993). Obat generik dibagi menjadi 2 yaitu generik berlogo dan generik
bermerk. Zat yang berkhasiat antara generik berlogo dan generik bermerk ini sama.
Yang membedakan adalah satu diberi merk dan yang satu diberi logo generik. Obat
generik berlogo ini biasa disebut obat generik saja yaitu obat yang menggunakan
nama zat berkhasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang
memproduksinya (Idris dan Widjajarta, 2007).

5
5

Salah satu obat dalam bentuk sediaan tablet adalah griseofulvin, sebagai antifungal.
Sediaan griseofulvin dalam bentuk tablet selain generik juga tersedia dengan merk
dagang. Beberapa industri farmasi yang memproduksi merk dagang griseofulvin
antara lain Fulcin®, Fungistop®, Grivin®, Mycostop®, dan lain-lain. Sedangkan produk
generiknya menggunakan nama zat yang berkasiat dan mencantumkan logo
perusahaan yang memproduksi. Untuk memasyarakatkan obat generik diperlukan
informasi tentang mutu obat yang bersangkutan. Masyarakat mengira bahwa mutu
obat generik kurang baik dibandingkan obat bermerk dagang, karena dengan harga
yang sangat murah, obat generik sering dipertanyakan apakah obat generik sama
kualitasnya dengan obat bermerk dagang (Idris dan Widjajarta, 2007).
Obat generik dan merk dagang ini memiliki aspek formulasi yang berbeda
tergantung dari perusahaan farmasi yang memproduksi, aspek formulasi ini meliputi:
formula, metode, proses, peralatan dan pengemas. Obat generik dan merk dagang
yang diproduksi ini memiliki kandungan bahan tambahan yang berbeda sesuai
dengan formula yang telah diteliti oleh perusahaan tersebut. Bahan tambahan yang
digunakan ikut memegang peranan penting pada pembuatan tablet dan membantu
dalam formulasi sebagai bahan pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur, bahan
pelicin, bahan pembasah dan termasuk pula di dalamnya bahan pewarna, perasa dan
pemanis atau bahan lain yang cocok (Depkes RI, 1979; King, 1984).
Untuk melihat mutu fisik dan profil disolusi dari obat generik dan merk
dagang dilakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat ada tidaknya perbedaan
tablet griseofulvin generik dengan merk dagang. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat mendorong keberhasilan penggunaan obat generik dalam pelayanan kesehatan.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan struktur kimia dengan aktivitas biologis suatu

senyawa?

2. Apa saja parameter sifat kimia fisika dalam HKSA?

3. Apa saja metode dalam modifikasi struktur molekul obat ?


C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hubungan struktur kimia dengan aktivitas biologis

suatu senyawa

2. Untuk mengetahui parameter sifat kimia fisika dalam HKSA

3. Untuk mengetahui metode -metode dalam modifikasi struktur molekul obat


7

Bab II
Tinjauan Pustaka

1. Tablet
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa cetak, berbentuk rata atau
cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan
atau tanpa zat tambahan (Anief, 2000). Tablet umumnya terdiri atas bahan berkhasiat
(zat aktif) dan bahan tambahan. Bahan berkhasiat terdiri atas satu macam atau
campuran zat berkhasiat. Bahan tambahan yang digunakan ikut memegang peranan
penting pada pembuatan tablet dan membantu dalam formulasi sebagai bahan
pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur, bahan pelicin, bahan pembasah dan
termasuk pula di dalamnya bahan pewarna, perasa dan pemanis atau bahan lain yang
cocok (Depkes RI, 1979; King, 1984).
2. Ketersediaan Farmasi
Ketersediaan farmasi adalah ukuran bagian zat aktif yang dilepaskan dari
bentuk sediaan obat yang diberikan dan ketersediaan zat aktif untuk proses absorbsi.
Tablet yang ditelan akan pecah di dalam lambung menjadi granul yang kecil, terdiri zat
aktif tercampur dengan bahan pengisi, pelekat atau penghancur. Selanjutnya granul
akan pecah dan zat aktifnya terlepas, bila daya larutnya cukup besar maka zat aktif
tersebut larut dalam cairan lambung dan usus tergantung di mana zat aktif tersebut
berada saat itu. Setelah zat aktif larut, proses absorbsi obat oleh usus dapat dimulai,
peristiwa ini disebut ketersediaan farmasi (Anief, 1997).
3. Pengujian Mutu Fisik Tablet
Pengujian yang dapat digunakan untuk mengetahui mutu fisik tablet yaitu:
a. Keseragaman Bobot Tablet
Keseragaman bobot tablet dapat menjadi indikator awal keseragaman kadar
atau kandungan zat aktif. Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman
bobot yang ditetapkan sebagaimana tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan penyimpangan bobot tablet (Depkes RI, 1979)

Penyimpangan bobot rata-rata


Bobot rata-rata A B
25 mg atau kurang 15% 30%
25 mg dengan 150 mg 1% 20%
151 mg sampai dengan 300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%
8

b. Kekerasan Tablet
Kekerasan tablet merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet
dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, benturan dan terjadi keretakan
tablet selama pengemasan, penyimpanan, transportasi sampai ke tangan pengguna.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan kompresi dan sifat
bahan yang dikempa. Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan
pengempaan. Semakin besar tekanan yang diberikan saat penabletan akan
meningkatkan kekerasan tablet. Peningkatan jumlah bahan pengikat akan
meningkatkan kekerasan tablet meskipun tekanan kompresinya sama. Pada umumnya
dikatakan tablet yang baik mempunyai kekerasan antara 4 – 8 kg (Sulaiman, 2007).
Alat yang biasa digunakan adalah hardness tester (Stokes Monsanto) (Banker dan
Anderson, 1986).
c. Kerapuhan Tablet
Kerapuhan tablet merupakan parameter lain dari ketahanan tablet dalam
melawan pengikisan dan goncangan. Besaran yang dipakai adalah persen bobot
tablet yang hilang selama pengujian. Alat yang digunakan untuk mengukur
kerapuhan tablet adalah friability tester. Kerapuhan tidak boleh lebih dari 1%
(Depkes RI, 1995; Gunsel and Kanig, 1976).
d. Ketebalan Tablet
Ketebalan yang diinginkan dalam tablet harus diperhitungkan terhadap volume
dari bahan yang diisikan kedalam cetakan, garis tengah cetakan dan besarnya
tekanan yang dipakai punch untuk menekan bahan isian. Untuk mendapatkan tablet
yang seragam tebalnya selama produksi dan diantara produksi untuk formula yang
sama, harus dilakukan pengawasan supaya volume bahan yang diisikan dan tekanan
yang diberikan tetap sama. Tablet diukur dengan memakai jangka lengkung selama
proses produksi, supaya yakin ketebalannya sudah sesuai (Ansel, 2005).
e. Diameter Tablet
Diamater tablet tidak lebih dari 3kali dan tidak kurang dari 1⅓ tebal tablet
(Depkes RI, 1979).
9

f. Waktu Hancur Tablet


Waktu hancur adalah waktu yang diperlukan untuk hancurnya tablet dalam
medium yang sesuai, kecuali dinyatakan lain waktu yang diperlukan untuk
menghancurkan kelima tablet tersebut tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak
bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut gula dan bersalut selaput
(Depkes RI, 1979).
Alat yang digunakan adalah disintegration tester. Faktor-faktor yang
mempengaruhi waktu hancur antara lain: bahan tambahan yang digunakan, metode
pembuatan tablet, jenis dan konsentrasi pelicin, tekanan mesin pada saat penabletan,
sifat fisika kimia meliputi ukuran partikel dan struktur molekul (Sulaiman, 2007).
4. Penetapan Kadar Obat
Jika persentase kadar zat aktif dalam tablet relatif rendah dibandingkan dengan
bobot tabletnya, maka disamping keseragaman bobot perlu juga dilakukan uji
keseragaman kadar yang terdapat pada masing-masing tablet. Hal ini untuk
menjamin bahwa kandungan zat aktif dalam tiap tablet relatif seragam (memiliki
variasi yang kecil). Umumnya tablet dengan kadar zat yang aktif 50 mg atau lebih
kecil perlu dilakukan uji keseragaman kadar. Jika persentase zat aktif dalam tablet
sangat besar dibandingkan bobot total tablet, maka cukup uji keseragaman bobot saja
(Sulaiman, 2007).
5.Uji Disolusi
Disolusi didefinisikan sebagai proses suatu zat padat masuk ke dalam pelarut
menghasilkan suatu larutan. Dalam penentuan kecepatan disolusi dari bentuk sediaan
padat terlibat berbagai macam proses disolusi yang melibatkan zat murni.
Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media
disolusi ke dalam sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi dan deagragasi
sediaan, merupakan sebagaian dari faktor yang mempengaruhi karakteristik disolusi
obat dari sediaan.
Kecepatan disolusi obat merupakan tahap pembatas kecepatan larut sebelum
obat berada dalam darah. Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna,
ada dua kemungkinan yang akan berfungsi sebagai pembatas kecepatan larut.
(Syukri, 2002).
10

Proses disolusi digambarkan sebagaimana gambar 1:

Tablet/ kapsul Disintegrasi Granul/Deagregasi agregat Serbuk halus


Disolusi
Disolusi
Disolusi

Obat dalam larutan (in vitro atau in vivo)


Absorpsi (in vivo)

Obat dalam darah, cairan dan jaringan lain

Gambar 1. Ilustrasi skema proses disolusi sediaan padat (Wagner, 1971)

Disolusi merupakan salah satu kontrol kualitas yang sangat penting untuk
sediaan farmasi. Disolusi merupakan suatu kontrol kualitas yang dapat digunakan
untuk memprediksi biovailabilitas dan dalam beberapa kasus dapat sebagai
pengganti uji klinik untuk menilai bioekivalen (bioequivalence).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses disolusi tablet termasuk diantaranya
kecepatan pengadukan, temperatur pengujian, viskositas, pH, komposisi medium
disolusi dan ada atau tidaknya bahan pembasah (wetting agent) (Sulaiman, 2007).
Secara sistematis kecepatan pelepasan obat dapat dinyatakan dengan persaman
Noyes-Whitney sebagai berikut :
dC
= K.S (Cs – C)............................................................................................ (1)
dt
Dimana :
dC/dt = jumlah zat padat yang terlarut tiap satuan
waktu K = tetapan kecepatan larutan
S = luas permukaan efektif
Cs = konsentrasi larutan
jenuh
C = kadar zat padat dalam medium pada waktu t

Dari persamaan dapat diketahui bahwa kecepatan pelarutan suatu zat padat
dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi dan banyaknya zat yang terlarut pada saat t,
disamping itu dipengaruhi pula oleh luas kontak permukaan (Abdou, 1989).
11

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi antara lain:


a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisika kimia obat, yaitu:
Kelarutan obat, kelarutan obat penting dalam kontrol kecepatan pelepasan obat
dari satu bentuk sediaan. Ukuran partikel, ukuran partikel menentukan luas
permukaan efektif, sehingga mempengaruhi kecepatan pelepasan obat. Bentuk
kristal, dan bentuk hidrat solvasi dan kompleksasi.
b. Faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji.
c. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan, yaitu: bahan pembantu dan cara
pengolahan (proses).
1) Bahan pembantu dan cara pengolahan (proses) yang memungkinkan
kompleks atau modifikasi konstanta dielektrik dari lingkungan.
2) Kondisi pengadukan akan sangat berpengaruh pada kecepatan disolusi karena
mempengaruhi penyebaran partikel dan tebal lapisan difusi
(Syukri, 2002)
Kecepatan pengadukan mempunyai hubungan dengan kecepatan disolusi
seperti dalam persamaan sebagai berikut :
.......................................................................................................
K = a (N)6 (2)
K = ketetapan kecepatan disolusi
a dan 6 = suatu ketetapan
N = kecepatan pengadukan (Parrott, 1971)
3) Suhu medium berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif, umumnya semakin
tinggi suhu medium akan semakin banyak zat aktif yang terlarut. Adanya
kenaikan suhu selain dapat meningkatkan gradien konsentrasi juga akan
meningkatkan energi kinetik molekul dan meningkatkan ketetapan difusi,
sehingga akan menaikkan kecepatan disolusi (Shargel dkk, 2005)
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil uji kecepatan pelepasan obat
antara lain:
a. Metode fabrikasi, adanya perbedaan metode fabrikasi seperti metode granulasi
dan tekanan kompresi akan menyebabkan perbedaan kecepatan pelepasan
obatnya.
12

b. Bahan tambahan, bahan tambahan seperti bahan pengisi, penghancur, pengikat


dan pelicin akan mempengaruhi waktu hancur dan kecepatan pelepasan obatnya
(Abdou, 1989).
Berdasarkan biopharmaceutics classification systems (BCS), maka kelarutan
dan permeabilitas suatu obat/ new chemical entity (NCE) dapat diklasifikasikan
menjadi 4 kelas.
Tabel 2. Klasifikasi sistem biofarmasetika / BCS Class
Kelas I Kelarutan tinggi – permeabilitas tinggi
Kelas II Kelarutan rendah – permeabilitas tinggi
Kelas III Kelarutan tinggi – permeabilitas rendah
Kelas IV Kelarutan rendah – permeabilitas rendah
(Dressman dan Butler, 2001)

6. Parameter Sifat Kimia Fisika Dalam HKSA

Parameter sifat kimia fisika yang sering digunakan dalam HKSA model Hansch

adalah parameter hidrofobik, elektronik dan sterik. Pada proses distribusi atau

pengangkutan obat, penembusan membran biologis sangat dipengaruhi oleh sifat

kelrutan obat dalam lemak/air, suasana pH dan derajat ionisasi (pKa) sehingga dalam

hubungan kuantitatif dan aktivitas, parameter sifat kimia fisika yang sering dilibatkan

adalah parameter hidrofobik dan elektronik. Pada proses distribusi obat pengaruh sifat

hidrofobik pada umumnya lebih besar disbanding ssifat elektronik 1. Parameter

Hidrofobik Parameter hidrofobik (lipofilik) yng sering digunakan dalam HKSA antara

lain logaritma koefisien partisi (log P), tetapan π Hansch, tetapan fragmentasi f Rekker-

Mannhold dan tetapan kromatografi Rm. a. Koefisien Partisi Koefisien partisi adalah

tetapan kesetimbangan suatu senyawa dalam pelarut nonpolar/polar, yang secara

logaritma berhubungan dengan energi bebas. Koefisien partisi untuk bentuk molekul

obat dihitung melalui persamaan berikut: P = Co/ Cw Co = kadar obat dalam pelarut

minyak (pelarut non polar) Cw = kadar obat dalam pelarut air (pelarut polar) Logaritma

koefisien partisi (log P) adalah parameter hidrofobik yang karakteristik dari gugus-gugus

kimia yang disubstitusikan dalam suatu senyawa induk log P = log Co – log Cw Untuk
13

senyawa yang terionisasi, pengaruh derajat ionisasi (α) tidak boleh diabaikan. P = Co /

Cw (1 – α) Menurut Collander, koefisien partisi dalam system pelarut 1 (P1) mempunyai

hubungan linier dengan system pelarut lain (P2), yang dinyatakan melalui persamaan :

log P1 = k1 log P2 + k2 b.

Tetapan Substituen π Hansch-Fujita Untuk menentukn sifat lipofilik ssenyawa

tanpa mengukur nilai log P melalui percobaan. Berdsarkan persaman Hammet: ρ σ X =

log (KSX / KSH) Untuk nilai lipofilitas ρ π X = log (PSX / PSH) Persamaan Hansch-

Fijjita, tetapan hidrofobik substituent (π) berdasarkan kelarutan dalam system 1-

oktanol/air, dimana nilai ρ = 1, sehngga di dpatkan persamaan baru: π X = logPSX –

logPSH π X = tetapan dukungan gugus X terhadap sifat kelarutan senyawa induk dalam

sistem pelarut 1-oktanol/air PSX = koefisien partisi sistem 1-oktanol/air senyawa induk

yang tersubstitusi gugus X PSH = koefisien partisi sistem 1-oktanol/air senyawa induk Π

(+)  substituen meningkatkan kelarutan senyawa induk pada pelarut nonpolar, relatif

terhadap H Π (-)  substituen meningkatkan kelarutan senyawa induk pd pelarut polar,

relatif terhadap H c. Tetapan Fragmentasi f Fragmentasi hidrofobik (f) dari gugus dapat

digunakan untuk menghitung nilai log P melalui persamaan: log P = Σ n 1 an fn a =

jumlah fragmen atau gugus f = tetapan fragmentasi d. Tetapan kromatografi Rm Boyce

dan Milborrow memperkenalkan parameter lain yang masih berhubungan dengan

koefisien partisi yaitu parameter kromatografi Rm (retention modified), dengan

persamaan: Rm = log{ (1/Rf) – 1) Rf dihitung menggunakan kromatografi lapis tipis fasa

balik (KLTFB) Hubungan dengan log P log P = a Rm + b a dan b : tetapan yang

tergantung pada sistem KLTFB Perhitungan regresi linier juga dapat dihitung

menggunakan KCKT log P = a log k’ + b k’ : tetapan sistem KCKT k’ = (tr – t0) / tr tr

dan t0 adalah waktu elusi puncak-puncak senyawa dan pembanding e. Tetapan Distribusi

Parameter yang melibatkan koefisien partisi gugus-gugus terionisasi dan yang

menggabungkan efek hidrofobik dan elektronik adalah tetapan distribusi (D) yang
14

dihitung melalui persamaan log D(asam) = log P + log 1/(1 + 10(pH-pKa)) log D(basa) =

log P + log 1/(1 + 10(pKa-pH)) 2. Parameter Elektronik Ada tiga jenis sifat elektronik

yang digunakan, yaitu :

a. Pengaruh berbagai substituen terhadap reaktivitas bagian molekul yang

tidak mengalami perubahan. Penetapannya menggunakan perhitungan

orbital molekul.

b. Sifat elektronik yang berkaitan dengan tetapan ionisasi (pKa) dan

berhubungan dengan bentuk terionkan dan tak tterionkan dari suatu

senyawa pada pH yang tertentu. Penetapannya menggunakan persamaan

Henderson-Hasselbach.

c. Sifat oksidasi-reduksi atau reaktivitas senyawa. Penetapannya

menggunakan perhitungan mekanika kuantum dari energi orbital.

Tetapan elektronik yang sering digunakan dalam hubungan struktur-aktivitas

adalah tetapan σ Hammet, tetapan σi Charton, tetapan σ* Taft, dan tetapan F, R Swain-

Lupton.

1. Tetapan Elektronik σ Hammett

Merupakan tetapan kesetimbangan dan tetapan kecepatan untuk suatu reaksi

kimia. Hal ini berdasarkan bahwa gugus penarik elektron yang menempel

pada cincin aromatik asam benzoat dapat meningkatkan kekuatan asam dari

gugus karboksilat. Semakin besar kekuatan penarik elektron makin besar pula

peningkatan kekuatan asam. ρ σX = log (KSX/KSH) ρ = tetapan ionisasi,

untuk asam benzoat dalam air nilai ρ = 1 (pada 25oC) σX = tetapan dukungan

gugus X terhadap sifat elektronik senyawa induk KSX = tetapan

kesetimbangan senyawa induk yang tersubsitusi dengan gugus X KSH =

tetapan kesetimbangan senyawa induk

2. Tetapan σi Charton

Merupakan tetapan yang diukur berdasarkan efek induksi dan mesomeri.


15

Merupakan koreksi tetapan elektronik hammett karena adanya pengaruh

elektronik terhadap substituen pada posisi para dan meta cincin aromatik. σi

= ½ (3 σp – σm) σi = tetapan induksi substituen σp = tetapan induksi dari

substituen pada posisi para σm = tetapan induksi dari substituen pada posisi

meta Tetapan induksi substituen digunakan untuk senyawa-senyawa alifatik,

yang pengaruh gugus tidak merupakan bagian dari sistem terkonjugasi.

3. Tetapan σ* Taft

Untuk senyawa alifatik berdasarkan kecepatan hidrolisis ester tersubsitusi X-

COOCH3 (KSX) dan ester induk H3C-COOCH3 (KSCH3) dalam suasana

asam (a) dan basa (b) σ* = 1/2.48 [log (KSX/KSCH3)b - log

(KSX/KSCH3)a] 2.48 = tetapan yang didapatkan pada skala yang sama

seperti tetapan Hammett

4. Tetapan F dan R Swain-Lupton

Tetapan parameter elektronik F dan R berdasarkan pemisahan pengaruh efek

induksi dan resonansi dari substituen pada senyawa aromatik s = aF + bR F =

efek induksi bidang R = efek resonansi a dan b = tetapan

5. Tetapan elektronik lain-lain T

Tetapan elektronik lain-lain: a. Tetapan reaksi, contoh: pKa (tetsapan

disosiasi), K (Tetapan reaksi), t½ (waktu paro biologis) b. Sifat organik fisik,

contoh: E (potensial redoks), ∆ v (spektra inframerah) dan δ ppm (spektra

NMR) c. Total energi elektron dalam molekul, contoh: Etot, EHOMO dan

ELEMO 3. Parameter Sterik Tetapan sterik substituen dapat diukur

berdasarkan sifat meruah gugus-gugus dan efek gugus pada kontak obat

dengan sisi reseptor yang berdekatan. Tetapan sterik yang sering digunakan

dalam hubungan strukturaktivitas adalah tetapan Es Taft, tetapan Es c

Hancock, tetapan dimensi van der waal’s, tetapan U Charton dan tetapan

sterimol Verloop. Karena data tetapan sterik tersebut tidak tersedia untuk
16

banyak tipe substituen, parameter sterik yang dihitung secara teoritis juga

digunakan dalam hubungan strukturaktivitas yaitu berat molekul (BM = Mw),

refraksi molar dan parakor.

1. Refraksi Molar Dihitung melalui persamaan Lorenz-lorenz MR = (n2 – 1)

x BM/ (n2 – 2) x d

n : indeks refraksi

d : kerapatan

6. Parakor Merupakan volume molar (V) yang telah dikoreksi dari kekuatan

daya tarik intermolekul yaitu dengan mengalikannya dengan tegangan

permukaan (γ) ¼ [P] = V x (γ) ¼ [P] = BM x (γ) ¼ /(D-d)

D = kerapatan fasa cair

d = kerapatan fasa gas

3. Tetapan sterik Es Taft Berdasarkan hidrolisis dalam suasana asam sangat ditentukan

oleh faktor sterik dari gugus-gugus. Tetapan Es adalah logaritma kecepatan hidrolisis

yang dikatalisis oleh asam, pada kondisi pelarut, suhu dan keasaman yang sama, dari

ester X-COOCH3 dibandingkan dengan metilasetat Es = log (KSX/KSCH3)a KSX =

tetapan kecepatan hidrolisis ester X-COOCH3 KSCH3 = tetapan kecepatan hidrolisis

ester H3C-COOCH3 a = suasana hidrolisis asam

4. Tetapan sterik Es c Hancock Untuk mengoreksi Es Taft, karena adanya pengaruh

hiperkonjugasi Es c = Es – 0.306 (n – 3) n = jumlah atom H pada posisi Ca Nilai tetapan

sterik Es dan Es c tidak dapat diukur untuk banyak substituen yang tidak

memungkinkan.

5. Tetapan dimensi Van Der Waal’s 3 tetapan dimensi van der waals yaitu rv(min) (jarak

minimum radius, rv(maks) (jarak maksimum radius) dan rav (jarak rata-rata radius) Es =

-1.84 rav + 3.48

6. Tetapan sterik U Charton Sebagai koreksi rv(min) van der waals yaitu dengan

mengurangkannya dengan radius hidrogen (rvH) U = rv(min) – rvH U = rvmin – 1.20 Es


17

= 0.82 U + 4.42

7. Tetapan sterimol Verloop Sebagai koreksi tetapan sterik lainnya sebab hanya

mengukur satu aspek saja dari bentuk molekul.


18
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan

Hubungan kuantitatif struktur kimia dan aktivitas biologis obat (HKSA) merupakan

bagian penting rancangan obat, dalam usaha untuk mendapatkan suatu obat baru

dengan aktivitas yang lebih besar, keselektifan yang lebih tinggi, toksisitas atau efek

samping sekecil mungkin dan kenyamanan yang lebih besar. Selain itu dengan

menggunakan model HKSA, akan lebih banyak menghemat biaya atau lebih

ekonomis, karena untuk mendapatkan obat baru dengan aktivitas yang dikehendaki,

faktor coba-coba ditekan sekecil mungkin sehingga jalur sintesis menjadi lebih

pendek. Metode pendekatan Hansch (1963) adalah hubungan struktur kimia dengan

aktivitas biologis (log 1/C) suatu turunan senyawa dapat dinyatakan secara

kuantitatif melalui parameter-parameter sifat kimia fisika dari substituen yaitu

parameter hidrofobik (π), elektronik (σ), dan sterik (Es). Modifikasi molekul

merupkan metode yang digunakan untuk mendapatkan obat baru dengan aktivitas

yang dikehendaki, antara lain yaitu meningkatkan aktivitas obat, menurunkan efek

samping, memperpanjang masa kerja obat, dan meningkatkan aspek ekonomis obat.

Metode yang digunakan yaitu seleksi atau sintesis “obat lunak”, pembuatan pra-obat

dan “obat target” dan modifikasi molekul obat yang telah diketahui aktivitas

biologisnya.

B. Saran

Kami mengharapkan pembimbing agar bisa memberikan penjelasan dan disertai

dengan cara membuat suatu sediaan obat secara komputerisasi.

19
Daftar Pustaka

Ahmad, I., Ahmed, S., Anwar, Z., Sheraz, M.A., Sikorski, M., 2016. Photostability and
Photostabilization of Drugs and Drug Products. Int. J. Photoenergy 1, 1–19. Allen,
L.V., 2008. Dosage Form Design and Development. Clin. Ther. 30, 2102–2111.
Baertschi, S.W., Alsante, K.M., Reed, R.A., 2011. Pharmaceutical Stress Testing: Predicting
Drug Degradation, 2nd ed. Informa Health Care. Bharate, S.S., Bharate, S.B.,
Bajaj, A.N., 2010. Interactions and incompatibilities of pharmaceutical excipients with
active pharmaceutical ingredients: a comprehensive review. J. Excip. Food Chem.
1, 3–26.
Blessy, M., Ruchi, D.P., Prajesh N, P., Agrawal, Y.K., 2014. Development of forced
degradation and stability indicating studies of drugs - A review. J. Pharm. Anal. 4,
159– 165.
Brunton, L., Parker, K., Blumenthal, D., Buxton, I., 2011. Goodman and Gilman’s Manual
of Pharmacology and Therapeutics, 12th ed. Mc Graw Hill Company, New York.
Chadha, R., Bhandari, S., 2014. Drug-excipient compatibility screening-Role of thermo
analytical and spectroscopic techniques. J. Pharm. Biomed. Anal. 87, 82–97.
Chhabra, N., Aseri, M.L., Padmanabhan, D., 2013. A review of drug isomerism and its
significance. Int. J. Appl. Basic Med. Res. 3, 16–18.
DEPKES RI, 2018. Cara Pembuatan Obat yang Baik. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Fathima, N., Tirunagari, M., Qureshi, H.K., Anitha, N., Rao, J.V., 2011. Drug-excipient
interaction and its importance in dosage form development. J. Appl. Pharm. Sci.
01, 66– 71.
Ghaderi, F., Nemari, M., Siahi-Shadbad, M.R., Valizadeh, H., Monajjemzadeh, F., 2017.
Tracking of the Maillard reaction products in Pharmaceutical formulation of
sertraline hydrochloride. Int. J. Res. Appl. Basic Med. Sci. 3, 1–10.
Horien, C., Yuan, P., 2017. Drug Development. YALE J. Biol. Med. 90, 1–3.
Hotha, K.K., Patel, T., Roychowdhury, S., Subramanian, V., 2015. Identification, Synthesis,
and Characterization of Unknown Imputiry in the Famotidine Powder for Oral
Suspension Due to Excipient Interaction by UPLC-MS/MS and NMR. J. Liq.
Chromatogr. Relat. Technol. 38, 977–985.
Hotha, K.K., Roychowdhury, S., Subramanian, V., 2016. Drug-Excipient Interactions: Case
Studies and Overview of Drug Degradation Pathways. Am. J. Anal. Chem. 7, 107–
140. 30 A. Alfaridz dan I. Musfiroh, Majalah Farmasetika, 5 (1) 2020, 18-22 31
Kumar, B., Sahu, R., Rammamutrhy, K., Rao, S., Ramu, B., 2011. A review on mechanism,
importance and methods of compatibility testing in the formulation of dosage
forms. J. Chem. Pharm. Sci. 4, 141–151.
Kumar, V., Banker, G.S., 2005. Maillard Reaction and Drug Stability. Woodhead Publ. Ser.
Food Sci. Technol. Nutr. 20–27.
Ma, M., DiLollo, A., Mercuri, R., Lee, T., Bundang, M., Kwong, E., 2002. HPLC and
LCMS Studies of the Transesterification Reaction of Methylparaben with Twelve
3- to 6- carbon Sugar Alcohols and Propylene Glycol and the Isomerization of the
Reaction Products by Acyl Migration. J. Chromatogr. Sci. 40, 170–177.
Meireles, B.A., Pereira, V.L.P., 2013. Synthesis of Bio-Additives: Transesterification of
Ethyl Acetate with Glycerol Using Homogeneous or Heterogeneous Acid
20
Catalysts. J. Braz. Chem. Soc. 24, 17–25.
Patel, P., Ahir, K., Patel, V., Manani, L., Patel, C., 2015. Drug-Excipient compatibility
studies: First step for dosage form development. Pharma Innov. J. 4, 14–20.
Rozman, P.T., Grahek, R., Hren, J., Bastarda, A., Bergles, J., Urleb, U., 2015. Solid State
Compatibility Study and Characerication of a Novel Degradation Product of
Tacrolimus in Formulation. J. Pharm. Biomed. Anal. 110, 67–75.
Waterman, K.C., Adami, R.C., Rebecca, C., Hong, J., Landis, M.S., Lombardo, F., Shah,
J.C., Shalaev, E., Smith, S.W., Wang, H., 2002. Hydrolysis in Pharmaceutical
Formulations. Pharm. Dev. Technol. 7, 113–146.

21

Anda mungkin juga menyukai