Anda di halaman 1dari 286

PROSIDING-SEMINAR

i
“Complementary Health Care”

“Peran Tenaga Kesehatan dalam Terapi Komplementer Berbasis


Herbal”

Sabtu, 14 MARET 2020

POLTEKKES KEMENKES
PALEMBANG
( Hotel Beston : Jl. Jenderal Sudirman No. 57, Ilir
Timur I, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia)

Kata Pengantar

ii
Susunan Panitia

PELINDUNG : Direktur Poltekkes Kemenkes Palembang

iii
(Muhamad Taswin, S.Si, Apt, MM, M.Kes)

Wakil Direktur I Poltekkes Kemenkes Palembang

(Dra. Ratnaningsih Dewi Astuti, Apt, M.Kes)

Wakil Direktur II Poltekkes Kemenkes Palembang

(Saprianto, SKM, M.Kes)

Wakil Direktur III Poltekkes Kemenkes Palembang

(Lukman, S.Kep,Ners,MM,M.Kep)

Ketua Jurusan Farmasi Poltekkes Palembang

(MindawarnisS.Si, Apt, M.Kes)

PENASEHAT : Sekretaris Jurusan Farmasi Poltekkes

Palembang

(Dewi Marlina, S.F, Apt, M.Kes)

Satuan Pengawas Internal Poltekkes Kemenkes


Palembang

(Dra.SarmalinaSimamora, Apt, M.Kes)

Sub. Unit Kemahasiswaan

(Drs. Sarmadi, MM)

PENGARAH : Drs. Sonlimar Mangunsong, Apt, M.Kes

Mona Rahmi Rulianti, M.Farm, Apt

Nur Aira Juwita, S.Farm, M.Si, Apt

Ferawati Suzalin, S.Farm, Apt, M.Sc

iv
Ade Agustianingsih, AMF, S.Farm, Apt

Yuliani, S.KM

Budiono

PENANGGUNG JAWAB : M. Pahlan Piruzzi

KETUA PELAKSANA : Ridho Putrama Meijandi

WAKA PELAKSANA : Husna Indri Marita

SEKRETARIS : Chintia Milenia

BENDAHARA : Sintya

SEKSI-SEKSI :

1. Seksi Acara
Koordinator : Oktarisa
Anggota :
1) Aulia Rizki Utami 4) Nopa Aprilia Yosi Yuni
2) Rangti Annisa Harartasyahrani 5) Siti Khotimah
3) Ananda Noviyanti 6) Delia Zahara
2. Seksi Kesekretariatan
Koordinator : Bella Mayasari
Anggota :
1) Fadilah Dwi Wardani 4) Septyani Putri Endira
2) Puput Oktarina 5) Wulan Suci Rahmadini
3) Sabilla Gustiharda

3. Seksi Keuangan
Koordinator : Deva Puza Anggraini
Anggota :

v
1) Yoriza Afriola
2) Alysha Titania Shalshabila
4. Seksi Konsumsi
Koordinator : Elfa Sakinah
Anggota :
1) Mealdry Dwie Almira 3) Siska Oktari
2) Ellen Angelina 4) Refi Hardianti
5. Seksi Hubungan Masyarakat
Koordinator : Picky Pernanda
Anggota :
1) Adhella Vianka Yudhistiarani 6) Galang Rizka Prasetya
2) Oka Selviana 7) Anayani Dalilah
3) Monica 8) Putri Wulandari
4) Prety Marsyanda Putri 9) Retno Ayu Winanti
5) Widyan Muchzadi Akbar 10) Hanifah Dzakirah
6. Seksi Publikasi dan Dokumentasi
Koordinator : Tiara Mayang Pratiwi
Anggota :
1) Fatima Roihana 3) Kurniati Munzilah
2) Aziz Muhammad Rifqy Irawan 4) Khoiriah Syifa Adilah
7. Seksi Perlengkapan
Koordinator : Fira Doramia
Anggota :
1) Gabby Gita Sawitry 7) Rahma Rofiana
2) Feli Sabila 8) Vrisillia Mawarni Ramadina
3) Suci Indah Lestari 9) Putri Jasmine El Nino
4) M. Aldino Putra 10) Haikal Ahmad Mujahidin
5) Sulistio 11) Niti Rahayu

vi
6) Titis Nadhira Pandan Arum

Sambutan Ketua Jurusan

vii
Sambutan Direktur

viii
Daftar Nama Pembicara dan Topik

No Nama Pemateri Topik


.
1. Prof. Dr. Satesh Babu Natarajan Herbal Medicine : Current trends
& Future perspective
2. Dr. Hj. Ugnita Magdalena Peran Kebijakan Pemerintah

ix
dalam Mewujudkan Pelayanan
Kesehatan Tradisional di
Indonesia
3. dr. Hermanto Sistem Pengobatan Tradisional di
Indonesia
4. Dra. Ratnaningsih Dewi Astuti, Satu Dekade Riset Herbal di
Apt. M. Kes Jurusan Farmasi
5. Dr. Drs. Sonlimar Mangungsong, Imunological Aspects of Viral
Apt, M. Kes Infection Herbal Medicine
Immunomodulator
6. Mindawarnis, S.Si, Apt, M. Kes Simplisia Herbal dan Ekstrak
Sebagai Bahan Baku Obat
Tradisional

x
SUSUNAN ACARA SEMINAR KESEHATAN NASIONAL

WAKTU ACARA

07.3-08.00 WIB Registrasi


08.0-08.15 WIB Mc Non Formal (acara non formal)

08.15-08.30 WIB Video Dokumenter Farmasi


08.30-08.50 WIB Tari Kreasi

Menyanyikan lagu Indonesia Raya dan


08.50-09.00 WIB
Mars Poltekkes

09.00-09.05 WIB Kata Sambutan Ketua Pelaksana


09.05-09.15 WIB Kata Sambutan Ketua Jurusan Farmasi

Kata Sambutan Direktur Poltekkes


09.15-09.30 WIB Palembang + Membuka Acara dengan
pukul Gong
Penyerahan plakat Jurusan dan plakat
09.30-09.35 WIB
Panitia
09.35-09.40 WIB Foto bersama

09.40-09.45 WIB Doa


09.45-10.30 WIB Materi I

10.30-10.40 WIB Tanya Jawab Materi I


Penyerahan plakat materi I dan foto
10.40-10.45 WIB
bersama
10.45-10.50 WIB Ice Breaking

10.50-11.35 WIB Materi II dan III


11.35-11.45 WIB Tanya jawab Materi II dan III

Penyerahan plakat materi II dan III dan


11.45-11.50 WIB
foto bersama

11.50-12.35 WIB Materi IV, V, dan VI


12.35-12.45 WIB Tanya jawab materi IV, V, dan VI

xi
12.45-12.50 WIB Penyerahan plakat materi IV, V, dan VI

Foto bersama (Seluruh Dosen Jurusan


12.50-12.55 WIB
Farmasi)

Foto bersama Seluruh peserta seminar


12.55-13.00 WIB
(perwakilan)

13.00-13.05 WIB Penutupan MC Formal


Rapat Pleno pemenang Lomba Poster
13.05-13.20 WIB
Ilmiah
13.20-13.25 WIB Pengumuman Pharmacase Challange

13.25-13.35 WIB Doorprizee


Pengumuan Pemenang Lomba Poster
13.35-13.40 WIB
Ilmiah
13.40-14.00 WIB Pembagian Sertifikat

SUSUNAN ACARA PRESENTASI ORAL

WAKTU ACARA

12.30-13.00 WIB Registrasi


13.00-13.05 WIB Pembukaan
13.05-13.15 WIB Peserta 1
13.15-13.25 WIB Peserta 2
13.25-13.35 WIB Peserta 3
13.35-13.45 WIB Peserta 4
13.45-13.55 WIB Peserta 5

xii
13.55-14.05 WIB Peserta 6
14.05-14.15 WIB Peserta 7
14.15-14.25 WIB Peserta 8
14.25-14.35 WIB Peserta 9
14.35-14.45 WIB Peserta 10
14.45-15.00 WIB Penutup

xiii
SUSUNAN ACARA LOMBA POSTER ILMIAH

WAKTU ACARA

09.00-09.30 WIB Registrasi peserta


09.30-10.25 WIB Pelaksanaan lomba

10.25-10.55 WIB Pleno


10.55-11.00 WIB Penutup

13.25-13.30 WIB Pengumuman Pemenang Lomba

xiv
DAFTAR NAMA PESERTA CALL FOR PAPER DAN JUDUL KARYA

xv
No. Nama Peserta Asal Kode LoA Judul
Instansi
1 Ketua : Sridiany  Dinas CFP-011-2020/1 Efektivitas
 Chandra Kesehat Promosi
Buana an Kesehatan
 Rustam Aji Rejang Melalui Media
Lebong Poster terhadap
 Poltekk Pengetahuan dan
es Sikap Ibu tentang
Kemenk Bahaya
es Kehamilan pada
Bengkul Suku Lembak di
u Wilayah Kerja
PKM Kota Padang
Kab. Rejang
Lebong Tahun
2019
2 Ketua : STIFI CFP-012-2020/II Pengaruh
 Agnes Bhakti Pengeringan
Rendowaty Pertiwi Terhadap
 Nelvi Selvia Palembang Kandungan Total
 Romsiah Fenol Teh Jati
Belanda (
Guazuma
ulmifolia L )
3 Ketua : STIFI CFP-013-2020/III Hubungan
 Yopi Bhakti Jumlah Obat yang
Rikmasari Pertiwi Digunakan pada
 Yunita Palembang Pasien Asma

xvi
Listiani A terhadap Resiko
Imanda Kejadian Drug
Related Problems
(DRPS) di RS X
Kota Palembang
4 Ketua : STIFI CFP-014-2020/IV Evaluasi Tingkat
 Ensiwi Bhakti Kepuasan Pasien
Munarsih Pertiwi terhadap
 Yopi Palembang Pelayanan
Rikmasari Kefarmasian di
Puskesmas
Muara Enim
5 Ketua :  Progra CFP-014-2020/V Pemeriksaan
Wicaksono m Studi Kandungan Beta
Widodo Magiste Karoten dalam
 Miranti Dwi r Ilmu Pepaya, Wortel,
Hartanti Biomedi dan Tomat
 Yunida k Menggunakan
 Rika Saputri Fakultas HPLC ( High
 Fitri Kedokte Performance

 Sonlimar ran Liquid

Mangunsong UNSRI Chromatography


 Poltekk )
es
Kemenk
es
Palemb
ang
6 Ketua :  Klinik CFP-015-2020/VI Hubungan Usia,

xvii
 Wahyuni, Pratama Kepatuhan
A.Md.Farm KORPRI dengan Tekanan
 Sarmalina Provinsi Darah Pasien
Simamora, Sumater Hipertensi yang
Apt, M.Kes a Berobat di Klinik
Selatan Pratama KORPRI
 Poltekk Provinsi
es Sumatera Selatan
Kemenk
es
Palemb
ang
7 Ketua : Reza CFP-016-2020/VII Pengaruh
Agung Sriwijaya Pelayanan
 Perawati STIFI Informasi Obat
Bhakti terhadap
Pertiwi Kepatuhan Pasien
Palembang TB Kategori I di
Puskesmas Sosial
Palembang
8. Ketua : Dhea Tari Jurusan CFP-017-2020/VIII Formulasi dan
Rezki Farmasi Evaluasi Repellen
 Ratnaningsih Poltekkes Stick Minyak
Dewi Astuti Kemenkes Atsiri Eukaliptus (
Palembang Eucalyptus
globulus L )
dengan
Kombinasi Cera
Alba dan Cetyl

xviii
Alcohol sebagai
Stiffening Agent

xix
DAFTAR NAMA PESERTA LOMBA POSTER DAN JUDUL KARYA

xx
No Nama Peserta Asal Judul Paper
1. Ketua : Ellya Ridia Stifi Bakti Toksisitas Akut Produk Herbal ‘X’
 Sari Pertiwi yang mengandung Kombinasi Biji
Meisyayati Palembang Jinten Hitam (Nigella sativa L) Dan
 Ade Arinia Mengkudu (Morinda citrifolia L)
Rasyad Terhadap Mencit Putih Betina Galur
 Atirah Swiss-Webster
Nabilah
 Vena
Widiyono
Sa’diyah
 Siti
Wahyuana
2. Ketua : Rahmad Stifi Bakti Tingkatan Hepatotoksik Dan
Dhani Pertiwi Nefrotoksik Tikus Putih Jantan Galur
 Sari Palembang Wistar Yang diberi Glibenklamid Dan
Meisyayati Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda
 Ade Arinia citrifolia L) Sebagai Komplemen
Rasyad
 Dwiana
Arifatur
Rosyida
 Tri Wahyuni
 Yella
Prastike
3. Ketua : Lunsi Okta Stifi Bakti Pengaruh Pemberian Fraksi Aktif
Fitria Pertiwi Gambir (Uncaria gambir) Terhadap
 Dini Palembang Ekspresi Protein TNF-α Dan Luas Lesi
Aprilianti pada Tikus Model Gastritis
 Ellya Aida
 Rahmad
Dhani
 Ni Wayan
Lisa Susanti
4. Ketua : Selly Nuari Stifi Bakti Efek
xxi Sedatif Kombinasi Infusa Daun
 Sari Pertiwi Nangka (Artocarpus heterophyllus
Meisyayati Palembang Lamk) Dan Infusa Daun Sirsak
GALERI FOTO
1. RUANG PENDAFTARAN

2. PEMBUKAAN

xxii
3. RUANG SEMINAR

4. RUANG LOMBA

xxiii
FOTO NARA SUMBER KETIKA PRESENTASI

xxiv
xxv
xxvi
xxvii
Daftar Isi
Kata Pengantar.........................................................................................................................................iii
Susunan Panitia........................................................................................................................................iv
Sambutan Ketua Jurusan........................................................................................................................viii
Sambutan Direktur...................................................................................................................................ix
Daftar Nama Pembicara dan Topik...........................................................................................................x
SUSUNAN ACARA SEMINAR KESEHATAN NASIONAL...............................................................................xi
SUSUNAN ACARA PRESENTASI ORAL......................................................................................................xiii
SUSUNAN ACARA LOMBA POSTER ILMIAH............................................................................................xiv
DAFTAR NAMA PESERTA CALL FOR PAPER DAN JUDUL KARYA..............................................................xv
DAFTAR NAMA PESERTA LOMBA POSTER DAN JUDUL KARYA...............................................................xx
EKSTRAKSI SENYAWA ANTOSIANIN PADA SIRIH MERAH (Piper crocatum) SEBAGAI ZAT PEWARNA
ALAMI SEDIAAN SIRUP...........................................................................................................................xxii
FORMULASI HAND SANITIZER DENGAN KOMBINASI EKSTRAK DAUN..................................................xxii
GALERI FOTO.........................................................................................................................................xxiv
Daftar ISI.................................................................................................................................................xxx
EFEKTIFITAS PROMOSI KESEHATAN MELALUI MEDIA POSTER TERHADAP
PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN PADA
SUKULEMBAKDI WILAYAH KERJA PKM KOTA PADANGKAB. REJANG LEBONG..............2
TAHUN 2019...........................................................................................................................................2
Pengaruh Pengeringan Terhadap Kandungan Total Fenol Teh Jati Belanda (Guazuma
ulmifolia Lam.).......................................................................................................................................22
Abstrak...................................................................................................................................................22
PENDAHULUAN..................................................................................................................................23
METODE PENELITIAN.......................................................................................................................24
Alat dan bahan......................................................................................................................................25
Prosedur kerja.......................................................................................................................................25
HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................................................26
Gambar 1. Kurva Kalibrasi Asam Galat............................................................................................27
KESIMPULAN.......................................................................................................................................28
SARAN...................................................................................................................................................28
UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................29

xxviii
HUBUNGAN JUMLAH OBAT YANG DIGUNAKAN PADA PASIEN ASMA TERHADAP
RESIKO KEJADIAN DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) DI RS X KOTA PALEMBANG. 31
Abstrak...................................................................................................................................................31
PENDAHULUAN.................................................................................................................................33
METODE PENELITIAN.......................................................................................................................36
Pengambilan data..................................................................................................................................36
Analisa data...........................................................................................................................................36
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................................36
Profil penggunaan obat.......................................................................................................................37
Hasil analisis DRPs..............................................................................................................................41
Hubungan jumlah obat dengan tipe DRPs..................................................................................44
KESIMPULAN......................................................................................................................................46
Evaluasi Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas Muara
Enim........................................................................................................................................................49
Pemeriksaan Kandungan β-karoten dalam Pepaya, Wortel, danTomat Menggunakan HPLC
(High Performance LiquidChromatography)....................................................................................63
Pendahuluan.........................................................................................................................................65
Metode...................................................................................................................................................66
Hasil........................................................................................................................................................66
Pembahasan.........................................................................................................................................69
Simpulan dan Saran............................................................................................................................71
Ucapan Terima Kasih..........................................................................................................................71
Daftar Pustaka......................................................................................................................................71
HUBUNGAN USIA, KEPATUHAN DENGAN TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI
YANG BEROBAT DI KLINIK..............................................................................................................73
PRATAMA KORPRI PROVINSI SUMATERA SELATAN..............................................................73
ABSTRAK..........................................................................................................................................73
METODE PENELITIAN...................................................................................................................76
Waktu dan Tempat Penelitian........................................................................................................77
Populasi dan Sampel Populasi......................................................................................................77
Sampel...............................................................................................................................................77
Cara Pengumpulan Data.................................................................................................................77
HASIL PENELITIAN.........................................................................................................................78
Tabel 1...............................................................................................................................................78
Alat Pengumpulan Data..................................................................................................................79

xxix
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa alat penunjang dalam pengumpulan
data. Diantaranya adalah data Status Rekam Medis, alat tulis, dan kamera.........................79
Variabel Penelitian...........................................................................................................................80
Cara Pengolahan dan Analisis Data.............................................................................................80
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel kemudian di analisis dengan
menggunakan Program SPSS dengan Uji Fisher Exact karena pada....................................80
Tabel 2...............................................................................................................................................80
2. PEMBAHASAN........................................................................................................................82
Usia Pasien Hipertensi.....................................................................................................................82
Kepatuhan Pasien Hipertensi Melakukan Kontrol Tekanan Darah..........................................83
Kontrol Tekanan Darah Pasien Hipertensi...................................................................................83
Hubungan Usia Dengan Tekanan Darah.....................................................................................83
Hubungan Kepatuhan Dengan Tekanan Darah..........................................................................84
KESIMPULAN...................................................................................................................................85
SARAN...............................................................................................................................................85
UCAPAN TERIMA KASIH...............................................................................................................85
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................86
PENGARUH PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO)..................................................................89
TERHADAP KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS..................................................................89
PARU KATEGORI 1 DI PUSKESMAS.............................................................................................89
SOSIAL PALEMBANG........................................................................................................................89
FORMULASI DAN EVALUASI REPELLENT STICK MINYAK...................................................100
ATSIRI EUKALIPTUS (Eucalyptus globulus L.) DENGAN KOMBINASI CERA ALBA DAN
CETYL ALCOHOL..............................................................................................................................100
SEBAGAI STIFFENINGAGENT......................................................................................................100
PENDAHULUAN................................................................................................................................101
TUJUAN PENELITIAN......................................................................................................................103
Tujuan Umum..................................................................................................................................104
Tujuan Khusus................................................................................................................................104
METODE PENELITIAN.................................................................................................................104
Objek Penelitian..............................................................................................................................105
a. Cara Pembuatan Formula Kontrol......................................................................................107
b. Cara pembuatan Formula I, II danIII..................................................................................107
4. Uji KestabilanFisik.................................................................................................................107
a. pH............................................................................................................................................107

xxx
b. Suhu Lebur.............................................................................................................................108
c. UjiHomogenitas.....................................................................................................................108
d. Daya Oles...............................................................................................................................109
e. Warna......................................................................................................................................109
f. Bau..........................................................................................................................................109
g. IritasiKulit................................................................................................................................109
Alat Pengumpulan Data................................................................................................................109
HASIL PENELITIAN...........................................................................................................................110
1. Hasil Identifikasi Minyak Atsiri Eukaliptus.........................................................................110
PEMBAHASAN...................................................................................................................................114
1. Identifikasi MinyakAtsiri........................................................................................................114
a. Organoleptis...........................................................................................................................114
b. IndeksBias..............................................................................................................................114
c. Bobot perml............................................................................................................................115
2. KestabilanFisik.......................................................................................................................115
b. Suhu Lebur.............................................................................................................................116
c. Homogenitas..........................................................................................................................118
d. Daya Oles...............................................................................................................................118
e. Warna......................................................................................................................................119
f. Bau..........................................................................................................................................119
g. Iritasi Kulit...............................................................................................................................120
KESIMPULAN.................................................................................................................................120
SARAN.............................................................................................................................................121
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................122
TOKSISITAS AKUT PRODUK HERBAL “X” YANG MENGANDUNG KOMBINASI BIJI
JINTEN HITAM (Nigella sativa L.) DAN MENGKUDU.................................................................130
(Morinda citrifolia L.) TERHADAP MENCIT PUTIH BETINA GALUR........................................130
SWISS-WEBSTER.............................................................................................................................130

Ellya Aidia1, Sari Meisyayati2, Ade Arinia Rasyad3, Atirah Nabilah4, Vena Widiyono Sa’diyah5,
Siti Wahyuna6.....................................................................................................................................130
1. PENDAHULUAN........................................................................................................................131
2. TUJUAN PENELITIAN..............................................................................................................132
3. METODE PENELITIAN............................................................................................................133
Prosedur Penelitian............................................................................................................................133

xxxi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................................................135
Pengamatan Tanda Toksisitas.........................................................................................................138
Pengamatan Organ Vital...................................................................................................................139
5. KESIMPULAN............................................................................................................................140
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................141
TINGKATAN HEPATOTOKSIK DAN NEFROTOKSIK TIKUS PUTIH JANTAN GALUR
WISTAR YANG DIBERI GLIBENKLAMID DAN EKSTRAK BUAH............................................144
MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) SEBAGAI KOMPLEMEN.....................................................144

Rahmad Dhani1, Sari Meisyayati2, Ade Arinia Rasyad3 , Dwiana Arifatur Rosyida4 , Tri
Wahyuni5, Yella Prastike6..................................................................................................................144
ABSTRAK........................................................................................................................................144
ABSTRACT.....................................................................................................................................145
1. PENDAHULUAN........................................................................................................................146
2. TUJUAN PENELITIAN..............................................................................................................148
3. METODE.....................................................................................................................................148
4. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................................................149
SGPT....................................................................................................................................................150
Nilai Kadar Kreatinin..........................................................................................................................151
± SD (mg/dL).......................................................................................................................................151
Diagram Batang Rerata Kadar SGPT.............................................................................................152
5. KESIMPULAN............................................................................................................................156
UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................................................................157
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................157
PENGARUH PEMBERIAN FRAKSI AKTIF GAMBIR (Uncaria gambir) TERHADAP
EKSPRESI PROTEIN TNF-α DAN LUAS LESI PADA TIKUS MODEL GASTRITIS..............161
ABSTRAK........................................................................................................................................161
ABSTRACT.....................................................................................................................................162
1. PENDAHULUAN........................................................................................................................163
2. TUJUAN PENELITIAN..............................................................................................................165
3. METODE PENELITIAN............................................................................................................165
a. Subjek Penelitian.......................................................................................................................165
b. Preparasi Fraksi Aktif Gambir..................................................................................................165
c. Pengelompokkan Hewan Coba...............................................................................................166
d. Pengukuran Ekspresi Protein TNF-α......................................................................................166
1. Alat dan Bahan:.........................................................................................................................166

xxxii
2. Prosedur:.....................................................................................................................................167
e. Penilaian Luas Mukosa Gaster...............................................................................................168
f. Analisis Data...............................................................................................................................168
4. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................................................168
b. Penilaian Luas Lesi Mukosa Gaster.......................................................................................169
c. Pengukuran Ekspresi Protein TNF-α Gaster.........................................................................170
5. KESIMPULAN............................................................................................................................170
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................170
EFEK SEDATIF KOMBINASI INFUSA DAUN NANGKA.............................................................173
(Artocarpus heteropyllus Lamk.) DAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.)
TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN...........................................................................................173

Selly Nuari1, Sari Meisyayati, Yopi Rikmasari...............................................................................173


ABSTRAK....................................................................................................................................173
ABSTRACT.................................................................................................................................174
II. TUJUAN PENELITIAN.........................................................................................................176
III. METODE PENELITIAN...................................................................................................177
a. Alat dan Bahan......................................................................................................................177
b. Hewan Percobaan.................................................................................................................177
c. Perencanaan Dosis...............................................................................................................177
d. Prosedur Penelitian...............................................................................................................178
2) Pengujian Efek Sedatif Pada Mencit Putih Jantan..........................................................179
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................................180
V. KESIMPULAN........................................................................................................................184
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................185
“Carotene Cream” SEBAGAI TABIR SURYA DALAM SEDIAAN KRIM...................................187
EKSTRAKSI SENYAWA ANTOSIANIN PADA SIRIH MERAH (Piper crocatum) SEBAGAI
ZAT PEWARNA ALAMI SEDIAAN SIRUP.....................................................................................200
Emilia Fransisca1, Elsa Septina1, Menia Oktariana1.................................................................200
ABSTRAK........................................................................................................................................200
Abstract............................................................................................................................................201
Latar Belakang................................................................................................................................201
Tujuan penelitian............................................................................................................................203
Metode.............................................................................................................................................203
Uji Kesukaan...................................................................................................................................205

xxxiii
Hasil dan Pembahasan Uji Sifat Fisik Sirup...............................................................................205
a. pH............................................................................................................................................205
Variasi Acid Citric...........................................................................................................................206
b. Hasil Uji Tanggap Rasa.......................................................................................................206
Kesimpulan......................................................................................................................................206
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................207
FORMULASI AROMATHERAPY GEL BLENDED MINYAK LEMON (OLEUM CITRUS
LIMON L) DAN MINYAK PEPPERMINT (OLEUM MENTHAE PIPPERITAE L) DENGAN
VARIASI TRIETHANOLAMIN SEBAGAI SURFAKTAN..............................................................209

Yuni Suharina1, Picky Pernanda1, Debby Putri Milenia1............................................................209


ABSTRACT.........................................................................................................................................210
1. PENDAHULUAN........................................................................................................................211
2. TUJUAN PENELITIAN..............................................................................................................213
3. METODE PENELITIAN.............................................................................................................213
a. Alat dan Bahan...........................................................................................................................213
b. Identifikasi minyak......................................................................................................................213
c. Formulasi Aromatherapy Gel....................................................................................................215
d. Cara kerja....................................................................................................................................215
2) Uji Kestabilan Fisik.....................................................................................................................216
3) Uji Homogenitas.........................................................................................................................216
4) Warna dan Bau...........................................................................................................................217
5) Iritasi Kulit....................................................................................................................................217
e. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................................................217
1) pH..................................................................................................................................................217
2) Daya Sebar..................................................................................................................................218
b. Uji Organoleptis..........................................................................................................................219
c. Warna dan Bau...........................................................................................................................219
d. Uji Iritasi kulit...............................................................................................................................219
f. KESIMPULAN..................................................................................................................................220
g. FOTO PRODUK.............................................................................................................................220
FORMULASI HAND SANITIZER DENGAN KOMBINASI EKSTRAK DAUN...........................225
MANGGA ARUMANIS (Mangifera indica L.) DAN RIMPANG LENGKUAS (Alipinia galanga
L.) SEBAGAI GEL ANTISEPTIK......................................................................................................225
Yoriza Afriola1, Febrina Melinia Utami1, Puput Oktarina1.............................................................225
ABSTRAK........................................................................................................................................225

xxxiv
ABSTRACT.....................................................................................................................................226
1. PENDAHULUAN........................................................................................................................226
2. TUJUAN PENELITIAN..............................................................................................................228
3. METODE PENELITIAN.............................................................................................................228
a. Alat dan Bahan...............................................................................................................................228
a. Cara Pengumpulan Data...........................................................................................................229
b. Formulasi Hand Sanitizer..........................................................................................................230
2) Uji Stabilitas Ekstrak..................................................................................................................231
3) Uji Homogenitas.........................................................................................................................231
4) Uji Iritasi Kulit..............................................................................................................................231
4. HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................................................232
2) Uji Homogenitas.........................................................................................................................232
3) Uji Iritasi Kulit..............................................................................................................................232
5. KESIMPULAN.............................................................................................................................232
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................233
LEMBARAN PENUTUP LUKA HEALLUCENS FILM DARI EKSTRAK MAGGOT (Hermetia
illucens)................................................................................................................................................237
POSTER ILMIAH................................................................................................................................247
“PEMBUATAN MIE SEHAT DENGAN CAMPURAN DAUN......................................................247
KELOR (Moringa oleifera L.) ”..........................................................................................................247
1. Pendahuluan...............................................................................................................................248

xxxv
xxxvi
PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING

EFEKTIFITAS PROMOSI KESEHATAN MELALUI MEDIA POSTER


TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG TANDA
BAHAYA KEHAMILAN PADA SUKULEMBAKDI WILAYAH KERJA
PKM KOTA PADANGKAB. REJANG LEBONG
TAHUN 2019

Sridiany1), Chandra Buana2),Rustam Aji3)

1)
Dinas kesehatan Rejang lebong
2)
Poltekkes Kemenkes Bengkulu, email; chandrabagus71@yahoo.com
3)
Poltekkes Kemenkes Bengkulu, email; roestamadjierohmat@gmail.com

ABSTRACT

Background :. One of the media that can be used in health promotion is


poster media, so that it is expected to facilitate public understanding of the
messages that have been delivered. Problem Formulation: Which the
effective of health promotion with poster media with the knowledge and
attitudes of pregnant women towards the signs and dangers of pregnancy in
the Lembak tribe in the area of the Kota Padang Community Health
Centre .Purpose of the studyis to analyze the effectiveness of health
promotion with poster media trought the knowledge and attitudes of pregnant
women towards signs and dangers of pregnancy in the Lembak tribe in the
Kota Padang Community Health Centre. Research Methods:This research
was used the an pre-experimental study with one groups of pre-test - post
test design. The population was a number of pregnant women recorded in the
register book in 2018 it was230 people. Sampling was done by accidental
1
sampling of 144 respondents (72 experimen and 72 control). Statistical test
uses paired t test. Results: Statistically the poster media was effective in
increasing the knowledge and attitudes of mothers about the danger signs of
pregnancy in the Lembak tribe in the Kota Padang Community Health Centre.
Recommendation ; The poster media can be used in health promotion about
danger signs of pregnancy in the area of Kota Padang Community Health
Centre.

Key words; Poster, knowledge and attitudes

1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat suku Lembak yang berada pada wilayah kerja PKM Kota
Padang dalam melakukan pemeriksaan kehamilan dan persalinanya masih
melakukan pemeriksaan pada dukun beranak yang disebut dengan budaya
betatap.Di wilayah PKM Kota Padang masih terdapat 20 orang dukun
beranak yang tersebar dalam 10 desa di wilayah PKM Kota Padang.Selama
masa kehamilan ibu hamil melakukan pemeriksaan kepada dukun beranak
setiap bulan atau tiga pagi berturut-turut sesuai dengan kondisi kesehatan ibu
hamil. Angka persalinan oleh tenaga kesehatan di PKM Kota Padang pada
tahun 2016 adalah 189 dari jumlah sasaran sebesar 225, yang berarti masih
terdapat sekitar 35 orang ibu melahirkan ke dukun. Selanjutnya dari 10
persalinan hanya 3-4 orang yang murni ditangani oleh tenaga kesehatan,
sisanya lahir di dukun terlebih dahulu dan dibawa ke tenaga kesehatan bila
tidak dapat dilahirkan oleh dukun.Dari data yang ditolong oleh non nakes 9
orang perdarahan post partum.

Hasil penelitian Chandra B (2018) menunjukkan bahwa ada hubungan


antara keyakinan dan pengetahuan responden tentang tanda bahaya
kehamilan dengan rencana pemilihan penolong persalinan pada suku
Lembak.Selanjutnya pengetahuan tentang tanda bahaya kehamilan bagi ibu

2
sangatlah penting untuk mengarahkan rencana pertolongan persalinan
kepada tenaga kesehatan, sehingga tanda bahaya yang dialami dapat
dideteksi guna mencegah terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan.

Menurut Maulana (2009) faktor-faktor yangsangat mempengaruhi dalam


penyuluhan kesehatanadalah dalam aspek pemilihan metode,
alatbantu/media, dan jumlah kelompok sasaran, artinyauntuk mendapatkan
hasil penyuluhan dengan maksimalketiga faktor tersebut sangat
mempengaruhi. Mediayang digunakan ditentukan oleh intensitas
mediatersebut dalam memberikan pengalaman belajar kepada siswa, poster
sarat dengan tampilan visual gambar,sehingga lebih melibatkan indera ketika
menerima materi penyuluhan, maka tingkat siswa dalam menangkap pesan
atau materi penyuluhan akansemangkin efektif. (Depkes RI, 2008)

Media poster dapat lebih efektif sebagai mediapenyuluhan karena lebih


membatu menstimulasi inderapenglihatan siswa, aspek visual pada gambar-
gambarposter lebih memudahkan penerimaaan informasi ataumateri
pendidikan (Notoadmojo, 2004).Hasil penelitian Rawati S (2012)
membuktikan bahwa penyuluhan kesehatan gigi pada anak-anak lebih baik
dilakukan dengan media poster.Penelitian yang dilakukan oleh Saptarini
(2005) menunjukkan bahwa pesan visual berupa gambarlebih mudah
tertanam dalam pikiran audience dibandingkan dengan kata-kata.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan fenomena diatas penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai efektifitas media poster dengan peningkatan
pengetahuan dan sikap ibu tentang tanda bahaya kehamilan bagi masyarakat
suku lembak di PKMKota Padang tahun 2019.

1.3 Tujuan Penelitian

3
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengetahuiefektifitas media
poster dengan pengetahuan dan sikap ibu tentang tanda bahaya kehamilan
bagi masyarakat suku lembak di PKM Kota Padang tahun 2019.

1.4 Manfaat Penelitian


Sebagai bahan masukan dalam pengembangan media promosi
kesehatan dalam upaya untuk meningkatkan pengetahuan pengetahuan ibu
hamil tentang tanda bahaya kehamilan bagi masyarakat suku lembak di PKM
Kota Padang.

2. METODE PENELITIAN
2.1 Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian pre-experiment dengan one group pretest
– post test untuk menganalisis efektifitas pemberian promosi kesehatan
dengan media poster dengan pengetahuan dan sikap ibu tentang tanda
bahaya kehamilan bagi masyarakat suku lembak di wilayah PKM Kota
Padang tahun 2019. Penelitian dilaksanakan bulan Juli sampai dengan
September tahun 2019 di wilayah kerja PKM Kota Padang Kecamatan Kota
Padang Kabupaten Rejang Lebong.

2.2 Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah ibu berkunjung dan tercatat
pada buku register posyandu di wilayah PKM Kota Padang tahun 2019yaitu
sebanyak 230orang.Pengambilan sampel dilakukan secaraaccidental
sampling yaitu ibu-ibu yang berkunjung ke posyandu yang ada di wilayah
PKM Kota Padang. Besar sampel dihitung dengan menggunakan table
krejcie dan Morgan untuk populasi sebesar 230 orang maka jumlah sampel
minimal sebesar 144 orang.

2.3 Tehnik pengumpulan data

4
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan lembaran kuesioner
yang berisikan data dasar responden dan serangkian pertanyaan tentang
pengetahuan dan sikap ibu terhadap tanda-tanda bahaya kehamilan.Uji coba
media poster serta instrument penelitian dilakukan pada kelompok lain yang
tidak dilibatkan dalam penelitian yaitu pada 20 orang ibu-ibu yang berkunjung
keposyandudi wilayah puskesmas Perumnas, Kecamatan Curup Tengah
Kabupaten Rejang Lebong.

2.4 Analisis data penelitian


Analisa Univariat yang dilakukan dengan analisis distribusi frekuensi
semua variable penelitian.Untuk mendapatkan gambaran sebaran (distribusi
frekwensi) guna melihat nilai dari masing-masing variabel.Analisa Bivariate
menggunakan uji statistic paired t test.

2.5 Etika penelitian


Etika penelitian diusulkan oleh peneliti dan diterbitkan oleh komisi etik
penelitian Poltekkes Kemenkes Bengkulu No DM.01.04/063/10/2019.

3. Hasil Penelitian Dan Pembahasan


3.1 Hasil penelitian
3.1.1 Gambaran umum lokasi penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan pada masyarakat suku Lembak di wilayah
PKM Kota Padang Kabupaten Rejang Lebong.Berjarak 25 km dari pusat
pemerintahan kabupaten Rejang Lebong.Suku Lembak merupakan suku asli
masyarakat di kecamatan sindang Beliti yang berbatasan dengan Marga
Suku Tengah Kepungut dan Suku Marga Sindang Beliti Ulu. Dalam
perkembangnnya di kecamatan Sindang Beliti pada masa sekarang ini
terdapat juga masyarakat dari suku Jawa, Rejang, Padang dan Suku Batak.

3.1.2 Karakteristik Responden

5
Responden dalam penelitian ini berjumlah 72 orang. Adapun
karakteristik responden penelitianseperti yang terdapat pada tabel 4.1
sebagai berikut ;

Tabel 4.1

KARAKTERISTIK RESPONDEN

N
Karakteristik Jumlah
o
N %
1 Umur
Mean 25 6.8
Median 26 6.8
Modus 28 11.0
Minimum 15 1.4
Maximum 40 1.4
2 Pendidikan
Tamat SLTA 57 79.2
Tidak Tamat SLTA 15 20.8
3 Kepemilikan Buku KIA
Ada 70 97.2
Tidak Ada 2 2.8
4 Riwayat Pemeriksaan Kehamilan
Ya 41 56.9
Tidak 31 43.1

Jumlah 72 100

6
Pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 72 responden didapatkan
umur maksimal 40 tahun dan umur minimal 15 tahun, sebagian besar
berpendidikan tamat SLTA, memiliki buku KIA dan telah melakukan
pemeriksaan kehamilan sebelumnya. Sedangkan pada kelompok kalender

3.1.2 Pengetahuan responden tentang tanda bahaya kehamilan sebelum


diberikan media poster.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum diberikan media poster
dari 20 butir pertanyaan, pertanyaan yang paling banyak dijawab benar
adalah pertanyaan no 11 yang dijawab oleh 60 responden (83%) yaitu yang
dinamakan tanda bahaya kehamilan adalah apabila sakit kepala tidak hilang
dengan beristirahat, dan perntanyaan yang paling banyak dijawab
salahadalah pertanyaan no 17 yang dijawab oleh 23 orang responden (32%),
seperrti yang dilihat pada table 4.2 berikut ini;

Tabel 4.2.Pengetahuan Responden Sebelum Diberikan Media


Poster.

Jlh Mean Max Min Std


Pernyataan
Sebelum Diberikan 20 11 16 7 2,3
Poster
Sebelum Diberikan 20 10,6 16 7 2,3
Kalender

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dijelaskan bahwa dari 20 pertanyaan


sebelum diberikan media poster diperoleh nilai rata- rata pengetahuan 11
dengan SD 2,3.Nilai maksimal yang diperoleh responden sebelum diberikan
media poster adalah 16 poindannilai terkecil adalah 11poin.

3.1.3 Sikap responden tentang tanda bahaya kehamilan sebelum


diberikan media poster.

7
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum diberikan media kalender
dari 20 pernyataan, pernyataan yang palingbanyakdipilih responden adalah
pertanyaan no 11 yang dipilih oleh 63 responden (88%) yaitu; yang
dinamakan tanda bahaya kehamilan adalah apabila sakit kepala tidak hilang
dengan beristirahat, dan pernyataan yang paling sedikit dipilih oleh
responden adalah pernyataan no 17 yang dijawab oleh 22 orang responden
(31%) yaitu gangguan penglihatan pada ibu hamil dapat diatasi dengan
mengkonsumsi tomat dan wortel. Seperti terlihat pada table 4.3 berikut ini;

Tabel 4.3 Sikap Responden Sebelum Diberikan Media Poster.

Jlh Mean Max Min Std


Pernyataan
Sebelum Diberikan 20 11 18 6 3,3
Poster
Sebelum Diberikan 20 9,7 17 4 3,42
Kalender

BerdasarkanTabel4.3dapatdijelaskanbahwasebelum diberikan media


poster diperoleh nilai rata- rata sikap 11 denganSD 3,3.Nilaiterbesar yang
diperoleh responden sebelum diberikan media poster adalah 18 poindannilai
terkecil adalah 6poin. Sedangkan sikap responden sebelum diberikan media
kalender diperoleh nilai rata-rata sikap sebesar 9,7 denganSD
3,42.Nilaiterbesar yang diperoleh responden sebelum diberikan media
kalender adalah 17 poindannilai terkecil adalah 4poin.

3.1.4 Pengetahuan responden tentang tanda bahaya kehamilan setelah


diberikan media poster.
Hasilpenelitian menunjukkan bahwasetelah diberikan media poster
dari 20 butir pertanyaan, pertanyaanyang palingbanyakdijawab benar adalah
pertanyaan no 13 yang dijawab oleh 66 responden (92%) yaitu; Sakit kepala
yang hebat pada ibu hamil tidak akan berakibat buruk terhadap bayi dalam

8
kandungan dan pertanyaan yang paling banyak dijawab salahadalah
pertanyaan no 10 yang dijawab oleh 45 orang responden (63%) yaitu Sakit
kepala pada ibu hamil adalah kondisi yang biasa dan akan hilang bila ibu
beristirahat. Seperti yang terlihat pada table 4.4 berikut ini;

Tabel 4.4.Pengetahuan Responden Setelah Diberikan


Media Poster Dan Kalender.

Jlh Mean Max Min Std


Pernyataan
20 13,9 17 10 1,98
Setelah Diberikan
Poster

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa dari 20 pertanyaan


setelah diberikan media poster diperoleh nilai rata- rata pengetahuan13,9
denganSD 1,98. Nilai maksimal yang diperoleh responden setelah diberikan
media poster adalah 17 poindannilai terkecil adalah 10poin.

3.1.5 Sikap responden tentang tanda bahaya kehamilan setelah


diberikan media poster.
Hasil penelitian menunjukkan bahwas etelah diberikan media poster
dari 20 pernyataan, pernyataan yang palingbanyakdipilih responden adalah
pernyataan no 4 yang dijawab oleh 67 orang responden (93%) yaitu; Salah
satu tanda adanya bahaya dalam kehamilan adalah terjadinya perdarahan
dari jalan lahir ibu. Sedangkan pernyataan yang paling sedikit dipilih oleh
responden adalah pernyataan no 3 yang dipilih oleh 36 responden (50%)
yaitu; Tanda bahaya kehamilan adalah suatu keadaan yang akan berakibat
buruk bagi ibu dan bayi dalam kandungan.

Tabel 4.5 SikapResponden Setelah Diberikan Media Poster Dan


Kalender.

9
Jlh Mean Max Min Std
Pernyataa
n
Setelah diberikan 20 13 16 9 1,9
Poster

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa setelah diberikan media


poster diperoleh nilai rata- rata sikap 13 denganSD 1,9.Nilaiterbesar yang
diperoleh responden setelah diberikan media poster adalah 16 poindannilai
terkecil adalah 9poin.

3.1.6 Efektifitas mediaposter terhadap pengetahuan dan sikap ibu


tentang tanda bahaya kehamilan.
Efektifitas media poster terhadap pengetahuan dan sikap ibu tentang
tanda bahaya kehamilan sebelumdan sesudah diberikan media poster
menggunakan ujipair-T test seperti padatabel dibawah ini

Tabel 4.6 Efektivitas Media Poster Terhadap Pengetahuan Dan


Sikap Ibu Tentang Tanda Bahaya Kehamilan.

Variabel Mean P
Pengetahuan

0,000
Sikap
Sebelum dan 0,263 0,000
Sesudah Poster

Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh nilai perbedaan rata-rata


pengetahuan sebelum dan setelah diberikan media poster adalah 0,555 dan
nilap P= 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
media poster terhadap pengetahuan i b u sebelumdan sesudah diberikan
media poster. Dapat pula disebutkan bahwa secara statistic media poster

10
efektif dalam upaya peningkatan pengetahuan ibu tentang tanda bahay
kehamilan. Berdasarkan tabel 4.6 dapat pula diperoleh bahwa
nilaiperbedaanrata - rata pengetahuan sebelum dam setelah diberikanmedia
poster adalah 0,263 dan nila P= 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh media poster terhadap sikap i b u sebelumdan sesudah
diberikan media poster, sehingga pula disebutkan bahwa secara statistic
media poster efektif dalam upaya peningkatan sikap ibu tentang tanda
bahaya kehamilan.

4. Pembahasan
4.1 Efektifitas Media Poster Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Ibu
Tentang Tanda Bahaya Kehamilan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diperolehnilaiperbedaanrata - rata
pengetahuan sebelum dan setelah diberikan media poster adalah 0,555 dan
nilap P= 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
media p o s t e r terhadap pengetahuan ibu sebelum dan sesudah diberikan
media poster. Dapat pula disebutkan bahwa secara statistic media poster
efektif dalam upaya peningkatan pengetahuan ibu tentang tanda bahay
kehamilan.
Berdasarkan hasil penelitian ini pula diperoleh bahwa nilai perbedaan
rata-rata sikap sebelum dam setelah diberikan media poster adalah 0,263
dan nilap P= 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
media poster terhadap sikap ibu sebelum dan sesudah diberikan media
poster, sehingga pula disebutkan bahwa secara statistic media poster efektif
dalam upaya peningkatan sikap ibu tentang tanda bahaya kehamilan pada
suku Lembak di wilayah kerja PKM Kota Padang Kabupaten Rejang
Lebong.Pengetahuan ibu tentang tanda dan bahaya kehamilan sangatlah
penting untuk menjaga kesehatannya. Ibu hamil yang memiliki pengetahuan
lebih tentang resiko tinggi kehamilan maka kemungkinan besar ibu akan
berfikir untuk menentukan sikap dan berperilaku untuk mencegah,

11
menghindari atau mengatasi masalah resiko kehamilan tersebut dan ibu
memiliki kesadaran untuk melakukan kunjungan antenatal untuk
memeriksakan kehamilannya, sehingga apabila terjadi resiko pada masa
kehamilan tersebut dapat ditangani secara dini dan tepat oleh tenaga
kesehatan (Hasugian, 2012).
Kegiatan pemberian pendidikan kesehatan secara berkesinambungan
dengan variasi teknik dan media penting dan perlu dilakukan sejak dini pada
ibu hamil untuk meningkatkan pengetahuan tentang perawatan kesehatan
selama masa kehamilan. Salah satu cara pemberian pendidikan kesehatan
adalah dengan penyuluhan tentang tanda bahaya kehamilan dengan
menggunakan media poster, yang tujuan dari penyuluhan tersebut dapat
meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang tanda bahaya kehamilan
sehingga mereka dapat mengenali tanda bahaya tersebut sejak awal dan
mereka bisa segera mencari pertolongan kebidan, dokter, atau langsung ke
rumah sakit untuk menyelamatkan jiwa ibu dan bayi.
Keefektifan penyuluhan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik
sasaran yang diberi penyuluhan, faktor media dan pemberi penyuluhan dan
proses dari penyuluhan itu sendiri (Fitriani, 2011). Metode dan media
merupakan aspek penting dalam pemberian penyuluhan kesehatan hal ini
sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007) penyampaian informasi
dipengaruhi oleh metode dan media yang digunakan yang mana metode dan
media penyampaian informasi dapat memberikan efek yang signifikan
terhadap peningkatan pengetahuan.Menurut Rogers (1974) dalam
Notoatmodjo (2012) apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku
didasari oleh pengetahuan, kesadaran.
Dalam penelitian ini, intervensi pendidikan kesehatan yang diberikan
dengan menggunakan media poster dan kalender .Menurut Notoatmodjo
(2010) mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah
suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada
masyarakat, kelompok atau individu baik secara langsung maupun tidak

12
langsung dengan menggunakan media tertentu, salah satunya adalah media
oster dan kalender.Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan pada
media tersebut, maka masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh
pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Proses pendidikan
kesehatan merupakan salah satu proses transfer informasi yang biasanya
dilakukan dalam waktu relatif singkat namun diharapkan mampu merubah
pengetahuan tentang masalah yang sedang dibahas (Setiawan, 2010).
Hasil penelitian yang memperkuat penelitian ini adalah hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ripca (2014) tentang pengaruh promosi kesehatan
tentang tanda bahaya kehamilan dengan menggunakan media poster dan
leaflet terhadap pengetahuan ibu hamil di Puskesmas Amurang Kabupaten
Minahasa Selatan dengan jumlah responden sebanyak 35 responden
menunjukkan ada peningkatan pengetahuan ibu-ibu hamil di Puskesmas
Amurang dari cukup pada pre-test (74,3%) menjadi baik (80%) pada post-
test.
Hasilpenelitian Sandra (2015), diperoleh bahwa ada efektivitas promosi
kesehatan dengan media poster terhadap peningkatan pengetahuan
respondenya itu antara pengetahuan sebelum diberi promosi kesehatan
dengan media poster dibandingkan dengan pengetahuan sesudah diberi
promosi kesehatan dengan media poster diperoleh nilai p<0,001. Nilai rata-
rata sikap sebelum diberi promosi kesehatan dengan media poster
dibandingkan dengan nilairata-rata sikap sesudah diberi promosi
kesehatandengan media poster juga mengalami peningkatan sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada efektivitas promosi kesehatan dengan media poster
terhadap sikap remaja antara sikap sebelum diberikan promosi kesehatan
dengan media poster dibandingkan dengan sikap sesudah diberikan promosi
kesehatan dengan media poster diperoleh nilai p<0,001.
Sejalan dengan penelitian Siburian (2015) menunjukkan bahwa ada
perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden sesudah
diberiperlakuan penyuluhan dengan media leaflet maupun dengan media

13
filmd alam meningkatkan pengetahuan dan sikap responden, dimana rerata
nilai pengetahuan dan sikap responden sesudah diberi perlakuan
penyuluhan dengan media film lebih besar nilainya dibandingkan dengan
rerata nilai pengetahuan dansikap responden sesudah diberi perlakuan
penyuluhan dengan medialeaflet.
Berdasarkan hasil penelitian peneliti berpendapat bahwa perbedaan nilai
pada pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan
dengan media poster efektif dalam meningkatkan pengetahuan ibu tentang
tanda bahaya kehamilan pada suku Lembak di wilayah kerja PKM Kota
Padang Kabupaten Rejang Lebong. Selain karena media poster yang telah
diberikan, hal ini juga dipengaruhi oleh penyuluhan kesehatan yang telah
didapat oleh ibu sebelumnya ini dikarenakan secara umum ibu-ibu sudah
mendapatkan informasi mengenai tanda-tanda bahaya kehamilan baik dari
petugas puskesmas dan posyandu, media elektronik, pengalaman
sebelumnya dan pengetahuan turun temurun namun perlu adanya
optimalisasi pengetahuan dari pihak kesehatan sehingga hasil yang
diharapkan juga dapat lebih memuaskan. Informasi yang diberikan kepada
ibu hamil berupa tentang tanda-tanda bahaya kehamilan, hal ini membuat ibu
lebih paham dan dapat mengatisipasi sejak dini apabila ibu hamil mengalami
salah satu dari tanda bahaya kehamilan.

5. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode pre-eksperimen
dimana penngetahuan dan sikap yang diukur dalam penelitian ini masih ada
risiko masyarakat untuk bertemu dan berdiskusi tentang topik penelitian yang
dilaksanakan sehingga risiko bias penelitian selalu ada. Hal ini
mempengaruhi pada saat pengisian kuesioner terutama pada saat post tes.

6. Kesimpulan dan Rekomendasi


6.1 Kesimpulan

14
1. Pengetahuan responden sebelumdiberikan media poster diperoleh nilai
rata-rata pengetahuan adalah11 denganSD 2,3.Setelah diberikan media
poster diperoleh nilai rata- rata pengetahuan 13,9 denganSD 1,98.

2. Sikap responden sebelum diberikanmedia poster diperoleh nilai


rata-rata sikap adalah 11 denganSD 3,3.Setelah diberikan media poster
diperoleh nilai rata- rata sikap 13 denganSD 1,9.

3. Secara statistikmedia poster lebih efektif dibandingkan dengan media


kalender dalam upaya peningkatan pengetahuan ibu tentang tanda
bahaya kehamila (P= 0,000 < 0,05).

4. Secara statistic media poster lebih efektif dibandingkan dengan media


kalender dalam upaya peningkatan sikap ibu tentang tanda bahaya
kehamilan (P= 0,000 < 0,05).

6.2 Rekomendasi
1. Bagi Puskesmas Kota Padang dan Dinas Kesehatan Rejang Lebong ;
perlu kiranya diadakan program-program promosi kesehatan yang lebih
intensif terutama terkait dengan pencegahan komplikasi kehamilan dan
persalinan pada suku Lembak khususnya yang berada dalam wilayah PKM
Kota Padang.
2. Bagi tenagabidan ; dalam melaksanakan promosi kesehatan hendaknya
lebih diperhatikan aspek sosial budaya yang masih dianut oleh masyarakat
suku Lembak.
3. Mediaposter dapat digunakan dalam melakukan promosi kesehatan
tentang tanda bahaya kehamilan di wilayah kerja PKM Kota Padang.
4. Bagi pemerintahan setempat (Camat dan Kades) perlu melibatkan lebih
banyak lagi peranan tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam kegiatan
sosialisasi program-program kesehatan yang ada di wilayah kecamatan
Kota Padang.

15
5. Bagi penelitiselanjutnya ; perlu mengadakan pengembangan lebih lanjut
promosi kesehatan dengan menggunakan media poster dalam upaya
meningkatkan pngetahuan masyarakat tentang tanda bahaya kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson OW, Krathwohl DR. (2006) A taxonomy for learning, teaching and
assessing: a revision of Bloom’s taxonomy of educational objectives. New
York: Longman.

Azwar, Arief (2006) Determinan Pemilihan Persalinan Di Fasilitas Kesehatan,


Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol 5 No 3 Desember 2014 Diunduh
Tanggal 15 Januari 2019 Tersedia Dari
Http://Bpk.Litbang.Depkes.Go.Id/Index.Php/Kespro/Article/View/3892/373
7
Berlo, Bensley, R.J. 2008.Metode Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Alih
bahasa:Apriningsih, Nova S. Indah Hippy. Jakarta: EGC.

Chandra B, Farida E, (2017), Budaya betatap dalam buda suku Lembak di


Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2017. Laporan Penelitian. Tidak
diterbitkan.Poltekkes Kemenkes Bengkulu.

Departemen Kesehatan RI (2009). Pedoman Program Perencanaan


Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi Dengan Stiker (P4K) Dalam
Rangka Mempercepat Penurunan AKI. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Depkes R.I (2008). Pedoman Pelayanan
Kebidanan Dasar Berbasis Hak Asasi Manusia (HAM) Keadilan Gender,
Jakarta : Depkes RI
Ircham M, Asmar YZ, Eko Suryani, Suherni dan Sujiyatini (2005), Alat Ukur
Penelitian Bidang Kesehatan, Yogyakarta : Fitramaya

16
Kementerian Kesehatan RI. (2013) Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Direktorat Bina Kesehatan Ibu Ditjen
Bina Gizi Dan KIA
Maulana, Mochtar, Rustam (2009), Sinopsis Obstetri Jilid 1, Jakarta : EGC
Montagnes I. 1991.Editing and Publication: A Training Manual. Manila:
International Rice Research Institute, International Development
Research Centre.

Notoatmodjo, S. (2013).Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku .Jakarta


:Rineka Cipta
Purwanto S, Nursalam dan Pariani, (2007), Pendekatan Praktis Metodelogi
Riset Keperawatan, Jakarta: Salaemba Medika.
Poedjowijaya, Pratitis Dian; Kamidah (2013).Hubungan Antara Pengetahuan
Ibu Hamil Tentang Tanda Bahaya Kehamilan Dengan Kepatuhan
Pemeriksaan Kehamilan Di BPS Ernawati Boyolali; Gaster Vol 10 No 2
Agustus 2013, Diunduh Tanggal 13Januari 2019 Tersedia Dari
Www.Jurnal.Stikesaisyiyah.Ac.Id/Index.Php/Gaster/Article/Download/.../5
0
Rawati S, isna Dewi Yanti1, Ni Gusti Made Ayu, (2012), Hubungan Antara
Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Tanda Bahaya Dan Komplikasi
Kehamilan Dengan Kepatuhan Kunjungan Antenatal Dan Pemilihan
Tempat Bersalin Di Wilayah Tanah Sareal Bogor, Jurnal Ilmiah
Kesehatan Diagnosis Volume 8 Nomor 1 Tahun 2016 ● ISSN : 2302-
1721

S.Nasution, Rohani M, Kurniawan A, (2003) Faktor-Faktor Budaya Dalam


Pemilihan Penoong Persalinan Di Karang Asem Jawa Tengah Tahun
2011, Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 13 / No. 1 / Januari
2012.
Sarwono, Saifudin, A.B., (2012), Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. YBP SP, Jakarta

17
Saptarini, Saputra, W. (2005). Arah dan strategi kebijakan penurunan angka
kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian
balita (AKABA) di Indonesia.

Scram, Shoji, K., Bock, J., Cieslak, R., Zukowska, K., Luszczynska, A., &
Benight, C. C. (2014).cultivating secondary traumatic growth among
healthcare workers: the role of social support and self efficacy. Journal of
clinical psychology, Vol. 70, no. 9, 831-846.

Purwanto P, Sugiyono P.(1999) Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV


Alfabeta
Sandra T, Suharni, S. (2015). Pengaruh pendidikan kesehatan dengan media
poster tentang kehamilan terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil di
Kecamatan Mantingan.Tesis :Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Solly L, Puharyanto H. (2013) Analisis Faktor-faktor yang berhubungan


dengan pemanfaatan aseskin ibu keluarga miskin pada pelayanan
kehamilan dan persalinan di puskesmas dan jaringannya di kota
Tangerang tahun 2008. [tesis]. Jakarta: Unversitas Indonesia.

Tribowo, Triratnawati, A. (2015) Pendekatan Antropologi dalam penempatan


Bidan di Desa. Jurnal Jaringan Epidemiologi Nasional, Vol 1: 7-9.

Sahi, Turnbull & Birds, Wimmer RD, Dominick JR.


(2008).MassMediaResearch: An Introduction. Seventh Edition. USA:
Thomson Wadsworth.

18
Latar Belakang; Salah satu media yang dapat digunakan dalam promosi
kesehatan adalah media poster, sehingga diharapkan dapat memfasilitasi
pemahaman masyarakat terhadap pesan yang telah disampaikan. Rumusan
Masalah:Bagaimanakah efektifitas promosi kesehatan dengan media poster
dengan pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap tanda-tanda dan bahaya
kehamilan pada suku Lembak di wilayah Puskesmas Kota Padang. Tujuan
penelitian; untuk menganalisis efektivitas promosi kesehatan dengan media
poster terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang tanda-tanda dan
bahaya kehamilan di suku Lembak di Puskesmas Kota Padang. Metode
Penelitian: Penelitian ini menggunakan rancangan pra-eksperimen pada satu
kelompok dengan pre-test - post test. Populasi penelitian adalah sejumlah ibu
hamil yang tercatat dalam buku register pada 2018 yaitu 230 orang.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling dari 144
responden (72 eksperimen dan 72 kontrol). Uji statistik menggunakan uji t
berpasangan. Hasil: Secara statistik media poster efektif dalam
meningkatkan pengetahuan dan sikap para ibu tentang tanda-tanda bahaya
kehamilan pada suku Lembak di Puskesmas Kota Padang. Rekomendasi;
Media poster dapat digunakan dalam promosi kesehatan tentang tanda-tanda
bahaya kehamilan di area Puskesmas Kota Padang.

Kata kunci; Poster, pengetahuan dan sikap

19
PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING

Pengaruh Pengeringan Terhadap Kandungan Total Fenol Teh Jati


Belanda (Guazuma ulmifolia Lam.)

Agnes Rendowaty1*, Nelvi Selvia1, Romsiah1

1
Farmasi, Program Studi S-1 Farmasi, STIFI Bhakti Pertiwi, Palembang,
Indonesia
1
Biologi Farmasi, STIFI Bhakti Pertiwi, Palembang, Indonesia
*
E-mail : arendowaty@gmail.com.

Abstrak
Telah dilakukan penelitia n pengaruh cara pengeringan terhadap kandungan
total fenol teh jati belanda (Guazuma ulmifolia Lam.) dengan metode
kolorimetri Follin-ciocalteu. Metode pengeringan yang digunakan adalah
kering angin pada suhu ruangan (28 oC), pengeringan oven pada suhu 40 oC
dan pengeringan cahaya matahari tidak langsung. Daun jati belanda segar
yang digunakan untuk masing-masing pengeringan seberat 120 gram
dikeringkan dan diperoleh berat kering teh 12 gram. Kandungan total fenol
teh daun jati belanda di analisa dengan reagen Folin- ciocalteu. Kandungan
total fenol teh jati belanda dengan kering angin 4,1 mg GAE/g, teh jati
belanda kering oven 3,2 mg GAE/g dan teh jati belanda kering matahari 2,2
mg GAE/g. Hasil penelitian memperlihatkan kandungan total fenol yang lebih
tinggi dengan metode kering angin pada suhu ruangan. Dari penelitian ini
disimpulkan metode pengeringan mempengaruhi kandungan total fenol teh
daun jati belanda.

20
Kata kunci : total fenol; Guazuma ulmifolia L; teh daun jati belanda;
pengeringan.

Abstract

Effect of drying method on total phenol content has been determined from
jati belanda (Guazuma ulmifolia L.) leaves tea with Follin-ciocalteu
colorimetri method. The drying method used are dried at room
temperature (28oC), oven dried at 40oC and indirect sun-dried. Fresh jati
belanda leaves used for drying methode 120 gram and tea dried obtained
12 gram. The total phenol content of jati belanda tea leaves was analyzed
with the Folin-ciocalteu reagent. The total phenol content of jati belanda
tea with drying at room temperature 4,1 mg GAE/g, tea was oven-dried at
40oC 3,2 mg GAE/g and tea was indirecy sun-dried 2,2 mg GAE/g. The
results showed a higher total phenol content by the method dried at room
temperatur. The conclusion of this study was the drying method affects
the total phenol content of jati belanda leaves tea.

Key words : Total phenol; Guazuma ulmifolia L.; jati belanda tea; drying
method.

PENDAHULUAN
Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lam.) merupakan salah satu
tanaman obat tradisional yang telah diketahui digunakan untuk menurunkan
berat badan dan kolesterol (Batubara et al, 2017), antidislipidemia
(Permana et al, 2016), antihiperlipidemia (Ulfah dan Iskandar, 2020).
Kandungan metabolit sekunder daun jati belanda adalah alkaloid,
tannin, saponin, flavonoid, terpenoid, kardiak glikosida dan steroid.
Senyawa yang terkandung didalam daun adalah oktakosanol, taraxeroloac,
friedelin-3- aoac, alfa sitosterol dan friedelinol-3- acetate (Kumar dan
Gurunani, 2019).

21
Senyawa fenol merupakan senyawa yang memiliki cincin aromatik yang
mengandung satu atau lebih atom hidroksil (Djamal, 2008). Senyawa fenolik
memiliki kemampuan untuk meredam atau mereduksi radikal bebas.
Kandungan total fenol ekstrak etanol daun jati belanda 95,465 mg GAE/g
ekstrak dan aktivitas antioksidan dengan IC 50 162,29 μg/mL (Kusumowati et
al, 2012). Ekstrak etanol daun jati belanda memperlihatkan aktivitas
antioksidan EC50 119,85 μg/mL dengan kandungan total fenol 78,021 mg
GAE/g ekstrak dan kandungan total flavonoid 0,8055 mg QE/g ekstrak
(Morais et al, 2017).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan total fenol teh
daun jati belanda yang dikeringkan dengan pengeringan angin, oven dan
cahaya matahari. Pengeringan merupakan salah satu metode pengolahan
bahan alam dengan menurunkan kadar air sehingga simplisia akan
bertahan lama dalam penyimpanan.
Pengeringan akan mempengaruhi simplisia secara fisik dan senyawa
yang terkandung dalam bahan alam (Katno, 2008).

Metode pengeringan mempengaruhi kandungan total fenol, alginat dan


proksimat pada rumput laut Sargassum polycystum (Masduqi et al, 2014).
Proses pengeringan dengan oven dan cahaya matahari juga
mempengaruhi kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar pati dari
Enhalus acoroides (Huriawatu et al, 2016).

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Bahan alam dan
laboratorium Instrumen, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi
Palembang.

Alat dan bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat gelas berupa labu

22
ukur, pipet volume, tabung reaksi, gelas ukur, corong, beaker glass (pyrex),
corong buchner, spektrofotometer UV-VIS (Bel- photonics type M51),
kertas whatman no.42, oven listrik (DHG-9053A).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol p.a (Merck),
reagen Folin-ciocalteu (Merck), Asam galat (Sigma-aldrich), NaOH 1 %, air
suling.

Prosedur kerja
Preparasi sampel
Daun jati belanda diperoleh dari Desa Rantau Alai, Kabupaten Ogan
Ilir, Sumatera Selatan. Daun dipetik dengan gunting dan dipilih yang
berwarna hijau terang, daun dicuci dengan air mengalir, keringkan selama
18 jam untuk menghilangkan air, kemudian dirajang 20 mm. Daun dibagi
menjadi tiga bagian dengan berat 120 gram dan lakukan pengeringan
dengan cara dikeringkan menggunakan oven 40 oC, dikering angin pada
suhu ruangan 28oC dan dikeringkan dibawah cahaya matahari tidak
langsung dengan melapisi sampel daun jati belanda dengan kain hitam.
Pengeringan ini berlangsung hingga diperoleh persen rendemen simplisia
kering 10 %.

Pembuatan teh
Teh daun jati belanda dibuat dengan konsentrasi 200 mg/mL, ditimbang
sebanyak 1 g dan diseduh dengan air suling panas (80 oC) selama 5 menit,
dan disaring dengan kertas saring dua lapis. Filtrat disaring dengan
penyaring buchner.

Pengukuran kandungan total fenol berdasarkan Farmakope Herbal


Indonesia.
Pembuatan kurva kalibrasi asam galat
: Timbang 50 mg asam galat tambahkan air suling 50 mL, buat larutan asam

23
galat dengan seri konsentrasi 5, 15, 30, 50, 70 dan 100 μg/mL. Pada
masing-masing konsentrasi, dipipet sebanyak 1 mL masukkan ke dalam
tabung reaksi, tambahkan 5 mL reagen Folin-ciocalteu. Diamkan selama 8
menit, tambahkan 4 mL NaOH 1 %, inkubasi selama 1 jam dan diukur
serapan masing-masing konsentrasi pada λ maksimal 730 nm. Pengukuran
kandungan total fenol teh daun jati belanda
Teh daun jati belanda sebanyak 1 mL masukkan ke dalam tabung
reaksi, tambahkan 5 mL reagen Folin-ciocalteu. Diamkan selama 8 menit,
tambahkan 4 mL NaOH 1 %, inkubasi selama 1 jam dan diukur serapan
masing-masing sampel teh pada λ maksimal 730 nm, kemudian kandungan
total fenol dihitung dari tiap sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Daun jati belanda segar sebanyak 120 gram dikeringkan dengan tiga
metode pengeringan diperoleh teh kering dengan berat 12 gram. Lama
waktu pengeringan tiap sampel hingga diperoleh rendemen 10
% berbeda, pengeringan oven 40 oC selama 24 jam, dikering angin pada
suhu ruangan 28oC selama 4 hari dan dikeringkan dengan cahaya matahari
tidak langsung selama 3 hari. Metode pengeringan mempengaruhi lama
pengeringan, hal ini sesuai dengan penelitian pengeringan pasta indigo
dengan kandungan air 45-50 % untuk menghasilkan bubuk pewarna
indigo membutuhkan waktu 1,5 jam kering sangrai, 8 jam untuk
kering oven, dan 112 jam kering alami (Atika dan Isnaini, 2019). Secara
umum kandungan air pada bahan basah akan menurun dengan
lamanya pengeringan, pada proses pengeringan terjadi perpindahan panas
dan massa sevara simultan. Perpindahan massa dimulai dari dalam
menuju permukaan bahan basah, kemudian air akan berdifusi ke udara
kering. Perpindahan panas terjadi secara konduksi, aliran panas dari
daerah yang bersuhu tinggi ke rendah didalam suatu media (Atika dan
Isnaini, 2019).

24
Absorbansi dari seri konsentrasi asam galat dihubungkan menjadi
regresi liniear menghasilkan linearitas yaitu nilai y=0,0029x+0,1996 dengan
nilai R2= 0,9968 (Gambar 1). Dari persamaan ini diperoleh kandungan total
fenol teh daun jati belanda dengan kering angin 4,1 mg GAE/g, dikering
oven 3,2 mg GAE/g, dan dikering cahaya matahari 2,2 mg GAE/g.

Gambar 1. Kurva Kalibrasi Asam Galat

Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian kandungan total fenol dari
S. Polycystum 1656,3 ppm dengan kering angin, kering oven 1274,4 ppm
dan dikeringkan dibawah sinar matahari 1179,7 ppm (Masduqi et al, 2014).
Pada penelitian tentang aktivitas antioksidan daun senggani lebih tinggi
pada daun yang dikering angin dengan persen inhibisi 54,60 %,
pengeringan oven 52,76 %, pengeringan cahaya matahari tidak langsung
49,19 %, pengeringan cahaya matahari langsung 38,06 % (Luliana et al,
2016).
Kandungan total fenol yang dikering angin lebih tinggi dibandingkan
dengan pengeringan oven dan dibawah cahaya matahari. Hal ini
disebabkan suhu pengeringan pada kering angin lebih rendah dibandingkan
oven dan cahaya matahari. Senyawa fenol mudah teroksidasi dan sensitif
dengan adanya panas, dengan adanya proses pengeringan dengan sinar
matahari dapat menurunkan kandungan senyawa fenol.
Pada penelitian ini berbeda, dimana kandungan total fenol cinnamon

25
dengan metode pengeringan oven (50 oC) 0,238 mg GAE/g lebih tinggi
dibandingkan pengeringan dengan kering angin 0,152 mg GAE/g, dan sinar
matahari 0,084 mg GAE/g. Hal ini disebabkan oleh waktu pengeringan oven
lebih pendek dan tertutup sehingga kondisi pengeringan dapat dimonitor
(Bernard et al, 2014).
Kandungan total fenol ekstrak daun Scurulla ferruginea lebih baik pada
pengeringan oven (60oC) dibandingkan kering angin, hal ini dipengaruhi
oleh karakteristik dari daun, yaitu ukuran, ketebalan dan modifikasi daun
dimana daun S.ferruginea ini kecil, berlilin dan berbulu, sehingga pada
pengeringan udara, daun akan kehilangan air melalui epidermis dan sel
tumbuhan mudah rusak oleh proses enzimatik atau mikroba sehingga
mempengaruhi kandungan kimia sampel (Justine et al, 2019).

KESIMPULAN
Kandungan total fenol teh daun jati belanda dipengaruhi oleh metode
pengeringan, dimana kandungan total fenol tertinggi pada pengeringan
angin, selanjutnya kering oven dan kering cahaya matahari.

SARAN
Penelitian selanjutnya untuk meneliti kandungan total flavonoid dan
aktitas antioksidan dari teh daun jati belanda.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih kepada Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi
Palembang atas terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Batubara I, Husnawati, Darusman LK, Mitsunaga T. 2017. Senyawa
Penciri Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.)
sebagai antikolesterol. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia ;22(2):87-91.

26
Permana RJ, Azaria C, Rosnaeni. 2016. Pengaruh Pemberian ekstrak
etanol daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) terhadap
gambaran mikroskopis aorta hewan model aterosklerosis, Journal of
Medicine and Health ; 1(4): 305-318.

Ulfah VF, Iskandar Y. 2020. Review jurnal aktivitas tanaman jati belanda
(Guazuma ulmifolia Lam.) sebagai antihiperlipidemia. Farmaka ;
17(1): 98-104.

Kumar NS, Gurunani SG. 2019. Guazuma ulmifolia Lam ; A review for
future view. Journal of Medicinal Plants Studies ;7(2): 205-210.

Djamal R. 2008. Prinsip-prinsip Dasar Isolasi dan Identifikasi. Padang :


Universitas Baiturrahmah.

Morais SM, Calixto-Junior JT, Ribeiro LM, Sausa HA, Silva AAS,
Figueiredo FG, et al. 2017. Phenolic compoposition and antioxidant,
anticholinesterase and antibiotic-modulating antifungal activities
of Guazuma ulmifolia L (Malvaceae) ethanol extract. South African
Journal of Botany ;110(1):251-257.

Katno. 2008. Pengelolaan pasca panen tanaman obat. B2P2TO-OT.


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen
Kesehatan RI.

Masduqi AF, Izzati M, Prihastanti E. 2014. Efek metode pengeringan


terhadapa kandungan bahan kimi dalam rumput laut Sargassum
polycystum. Buletin Anatomi dan Fisiologi ;22(1): 1-9.

Huriawati F, Yuhanna WL, Mayasari T. 2016. Pengaruh metode


pengeringan terhadap kualitas serbuk seresah Enhalus acoroides dari
pantai tawang pacitan. Bioeksperimen ;2(1);35-43.

Atika V, Isnaini. 2019. Pengaruh pengeringan konvensional terhadap


karakteristik fisik indigo bubuk. Prosiding Seminar Nasional Teknik

27
Kimia “Kejuangan”, Yogyakarta, 25 April 2019. Jurusan Teknik Kimia,
UPN Veteran Yogyakarta.

Luliana S, Purwanti NU, Manihuruk KN. 2016. Pengaruh cara pengeringan


simplisia daun senggani (Melastoma malabathricum L.) terhadap
aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH(2,2-difenil-1-
pikrilhidrazil). Pharmaceutical Sciences & Research ; 3(3):120-129.

Bernard D, Kwabena AI, Osei OD, Daniel GA, Elom SA, Sandra A. 2014.
The effect of different drying methods on the phytochemicals and
radical scavenging activity of ceylon cinnamon (Cinnamomum
zeylanicum) plants parts. European Journal of Medicinal Plants ;
4(11):1324-1335.

Justine VT, Mustafa M, Kankara SS, Go R. 2019. Effect of drying methods


and extraction solvents on phenolic antioxidants and antioxidant
activity of Scurrula ferruginea (Jack) Danser (Loranthaceae) leaf
extracts. Sains Malaysiana ; 48(7) : 1383-1393.

28
PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING

HUBUNGAN JUMLAH OBAT YANG DIGUNAKAN PADA


PASIEN ASMA TERHADAP RESIKO KEJADIAN DRUG
RELATED PROBLEMS (DRPs) DI RS X KOTA
PALEMBANG

Yopi Rikmasari1, Yunita Listiani Imanda2

1
1Farmasi,ProgramStudiS-
1Farmasi,STIFIBhaktiPertiwi,Palembang,Indonesia
2FarmasiKomunitasKlinik,STIFIBhaktiPertiwi,Palembang,Indonesia *e-
mail:mpie030178@gmail.com

Diterima : Direvisi : Disetujui :

Abstrak
Pasien dengan penyakit asma menunjukkan manifestasi klinis yang
berbeda – beda atau bervariasi antara satu kelompok pasien dengan
pasien lainnya bahkan dalam satu pasien itu sendiri dari waktu ke waktu
dapat berbeda frekuensi dan intensitas gejalanya sehingga menyebabkan
meningkatnya jumlah obat yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui korelasi jumlah obat yang digunakan dengan resiko terjad Drug
Related PRoblem(DRP’s) pada pasien asma.

Penelitian ini merupakan studi observasi dengan desain cross


sectional korelasional analitik menggunakan uji korelasi koefisien
kontingensi. Data diperoleh dari data sekunder yaitu rekam medik secara
retrospektif yaitu pasien dengan diagnosa asma pada bulan Januari –

29
Desember 2016. Pengambilan sampel secara nonprobability sampling
yaitu purposif sampling sesuai kriteria inklusi didapatkan sejumlah 30.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang


signifikan jumlah obat yang digunakan dengan kategori DRPs improrer
drug selection (p = 0,028) dengan kekuatan korelasi lemah (r =
0,371) dan kategori DRPs interaksi obat (p= 0,031) dengan kekuatan
korelasi lemah (r = 0,367). Jumlah obat yang digunakan tidak
menunjukkan korelasi yang signifikan pada kategori DRPs untreared
indication (p = 0,794), dosis (p = 0,255) dan unnecessary drug therapy(p
= 0,057). Perlu peran serta Apoteker secara aktif
untuk mencegah kejadian DRP’s yang potensial dan mengatasi
kejadian DRPs yang aktual.

Kata Kunci : Asma; jumlah obat; DRPs

Abstract

Patients with a diagnosis of asthma showing different orvaried clinical


manifestations between one group of patients with another patient even in the
patients them selves from time to time canvary in frequency an dintensity of
symptoms causingan increase in the number of drugs used. This study aims
odetermine the correlation between the amount of drug used with a risk of
Drug Related Problems (DRP's)in patients with asthma.

This research is an observational study with analytic correlational cross


sectional design using contingensy coefficient correlation test. Data obtained
from secondary data, retrospctive medeical record that patient with a
diagnosis of asthma in January-December 2016. Sampling was conducted

30
sampling technique is purposive sampling non probability appropriate
inclusion criteria obtained a number of 30 patients.

The result showed that there was a significant correlation between the
number of drugs used by the category of DRPs improrer drug selection
(p=0.028) with the strength of weak correlation(r=0.371)and a category DRPs
drug interactions (p=0.031)with the strength of weak correlation(r=0.367). The
number of drugs used do not show a significant correlation in the category of
DRPs untreated indication(p=0.794), dose(p=0.255) and unnecessary drug
therapy(p=0.057). Pharmacists need active participation to prevent the
incidence of DRP's potential and over come the actual incidence of DRPs.

Keywords:Asthma, the amount of drugs,DRP

PENDAHULUAN
Asma merupakan suatu penyakit yang heterogen, yang dikarakterisir
oleh inflamasi kronis pada saluran pernafasan yang ditentukan oleh adanya
riwayat gejala gangguan pernafasan seperti mengi, nafas terengah
– engah, dada terasa berat/tertekan, diikuti dengan keterbatasan
aliran udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2015). Asma termasuk
salah satu penyakit tidak menular utama dengan perkiraan kejadian sekitar
235 juta orang saat ini menderita asma. World Health Organization (WHO)
pada Desember 2016 telah merilis memperkirakan terdapat 383.000
kematian akibat asma pada tahun 2015 (The Global Asthma Report, 2018).
Menurut Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018 (Riskesdas, 2018)
prevalensi asma di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk semua umur sebesar 2,4 % dan Provinsi Sumatera Selatan
sebesar 1,9 % dari prevalensi tersebut. Berdasarkan data Sistem Informasi
Rumah Sakit (SIRS) diketahui pada tahun 2017 jumlah pasien asma rawat
inap di Indonesia mencapai 53.949 pasien, dengan kasus terbanyak

31
di Jawa Timur sebanyak 7.942 pasien dan Sumatera Selatan berada pada
peringkat kelima dengan jumlah 2.841 orang pasien. Dari jumlah total
pasien tersebut diketahui sebanyak 1.182 pasien (2,2
%) keluar rumah sakit meninggal
dunia.
Suatu studi di Amerika Serikat, hanya 60 % dokter ahli paru dan alergi
yang memahami panduan tentang Asma dengan baik, sehingga di lapangan
sering ditemukan penggunaan obat anti asma yang kurang tepat dan masih
tingginya kunjungan pasien ke unit gawat darurat, perawatan rawat inap
bahkan perawatan intensif. Studi lainnya di Asia Pasifik menunjukkan
tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
di Eropa dan Amerika Serikat yang mana hampir separuh dari seluruh
pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke
unit gawat darurat setiap tahunnya (Kemenkes, 2008).
Pasien dengan penyakit asma menunjukkan manifestasi klinis yang
berbeda – beda atau bervariasi antara satu kelompok pasien dengan
pasien lainnya bahkan dalam satu pasien itu sendiri dari waktu ke waktu
dapat berbeda frekuensi dan intensitas gejalanya (Ikawati, 2016). Hal ini
menyebabkan meningkatnya jumlah obat yang digunakan dan beresiko
menimbulkan kejadian polifarmasi yaitu obat dalam jumlah yang banyak
dalam suatu resep (dan atau tanpa resep) untuk efek klinik yang tidak
sesuai. Polifarmasi termasuk bagian dari Drug Related Problems (DRPs)
(Rambadhe dkk, 2012). Drug Related Problems (DRPs) adalah kejadian
suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau potensial
mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE, 2006).
Menurut Cipolle (2004) DRPs adalah suatu kejadian atau situasi yang
melibatkan terapi obat yang secara aktual atau potensial mengganggu hasil
terapi yang optimal untuk pasien tertentu dengan Tipe DRPs terdiri dari
untreated indication,improper drug selection dosis subterapeutik, pasien

32
gagal mendapatkan terapi, overdosis, terjadi ADR, interaksi obat,
penggunaan tanpa indikasi dan pengobatan gagal.
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Hidayah dan Prasetyo
(2011) tentang identifikasi Drug Related Problem (DRP’s) pada pasien
penyakit asma di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun
2009, menunjukkan hasil bahwa pasien yang mengalami DRPs yaitu 55%
(55 pasien) dengan jumlah kejadian DRPs seluruhnya 75 kejadian.
Presentase kejadian tiap kategori DRPs yaitu membutuhkan tambahan
terapi obat yaitu 16,0%, obat tanpa indikasi dan duplikasi terapi yaitu
21,3%, obat salah yaitu 10,7%, dosis terlalu rendah yaitu 18,7%,
interaksi obat yaitu 12,0%, dan dosis terlalu tinggi yaitu 21,3%.
Penelitian Lorensia dan Wijaya (2016) tentang hubungan jumlah obat
yang digunakan terhadap risiko terjadinya Drug Related Problem (DRP’s)
pada pasien asma disuatu rumah sakit di Surabaya, menunjukkan bahwa
ada korelasi antara jumlah obat dengan jenis obat DRPs yang kurang
tepat (p
<0,05), sehingga semakin banyak jenis obat yang digunakan oleh pasien
asma, semakin besar risiko pasien mendapatkan obat yang kurang tepat.
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit X Palembang dengan
kejadian asma termasuk 10 penyakit terbesar pada tahun 2016 dan belum
pernah dilakukan penelitian semacam ini sebelumnya. Berdasarkan latar
belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Drug
Related Problem (DRP’s) dalam pengobatan pasien asma yang bertujuan
untuk mengetahui korelasi jumlah obat yang digunakan dengan resiko
terjadi Drug Related Problem (DRP’s) pada pasien asma.

METODE PENELITIAN
Desain penelitian
Penelitian ini merupakan studi observasi dengan desain cross

33
sectional korelasional analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan
jumlah obat dengan tipe DRPs untreated indication, improper drug selection,
dosis, interaksi lain, unnecessary drug therapy diRS X Palembang.

Pengambilan data
Data diperoleh dari data sekunder yaitu rekam medik secara
retrospektif pada pasien dengan diagnosa asma pada bulan Januari –
Desember 2016. Penelitian ini dilakukan terhadap seluruh populasi
(populasi target) sesuai kriteria inklusi meliputi semua umur dan diagnosis
utama asma dengan atau tanpa tanpa penyakit penyerta.

Analisa data
Data dianalisa sesuai dengan algoritma penatalaksanaan serangan
asma (GINA, 2015), Pharmacotherapy A Pathophysiological Approach
ed 8 (Dipiro dkk, 2011), pedoman diagnosis dan penatalaksanaan
Asma (PDPI, 2003) dan Pedoman Pengendalian Penyakit Asma
(Kemenkes, 2008). Tipe DRPs dikategorikan sesuai dengan tipe
DRPs (Cipolle, 1998). Jumlah obat dihitung dengan membuat rata –
rata jumlah obat selama pasien dirawat dan dikategorikan menjadi 2 yaitu
< 5 dan ≥ 5. Korelasi jumlah obat dengan tipe DRPs diuji statistik dengan
uji korelasi koefisien kontingensi menggunakan SPSS versi 21.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Jumlah pasien dengan diagnosa asma rawat inap yang memenuhi
kriteria inklusi adalah sebanyak 30 orang. Hasil penelitian adalah sebagai
berikut.

Karakteristik dasar pasien

34
Karakteristik dasar pasien meliputi jenis kelamin dan usia dapat dilihat
pada tabel 1.

Tabel 1. Demografi pasien

Data demografi n (%)


Jenis
Kela Laki – laki 9 30
min Perempuan 21 70
Us Anak (2 – 6 20
ia 12) 24 80
(ta Dewasa (>
hu 12)
n)

Pasien yang diikutkan pada penelitian ini adalah semua umur pasien
dimulai dari umur 2 tahun sampai 89 tahun dan diketahui pasien dewasa
lebih banyak daripada pada pasien anak dan berdasarkan jenis kelamin
pasien lebih banyak pasien dengan jenis kelamin perempuan.

Profil penggunaan obat


Jumlah total R/ obat untuk 30 orang pasien adalah 202, sehingga
diperoleh rata – rata jumlah R/ untuk setiap pasien = 6,73. Pasien yang
mendapatkan obat < 5 sebanyak 9 (30%) dan mendapatkan obat ≥ 5
sebanyak 21 (70%). Jenis obat yang digunakan untuk terapi asma seperti
dapat dilihat pada tabel 2 dan obat yang digunakan untuk terapi penyerta
yang dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 2. Obat untuk terapi asma

35
No Golongan Jenis obat N %

1 Bronkodilator Salbutamol, 2
90
aminofilin, teofilin 7
2 Kortikosteroid Deksametaso 2
n, 9
metilprednisolo 96
ne, ,7
Budesonide,
Budesonide+formoter
ol
3 Bronkodilator + Salbutamol +
2 86
anti Kolinergik ipratropium Bromida
6 ,7
4 Ekpektoran OBH 3 10
0 0
5 Mukolitik Ambroksol, erdostein 3 10
0 0

Palembang untuk meredakan gejala sesak nafas terdiri dari bronkodilator,


bronkodilato + antikolinergik, kortikosteroid dan terapi simptomatik untuk
membantu meringankan batuk berdahak diberikan ekspektoran dan
mukolitik. Sebagian pasien mendapatkan dua jenis bronkodilator dalam
bentuk sediaan berbeda atau satu jenis bronklodilator dengan bentuk
sediaan yang berbeda dalam waktu pemberian yang berdekatan. Demikian
juga dengan pemberian kortikosteroid. Sesuai dengan algoritma tata
laksana terapi kontrol terhadap gejala asma harus dicapai secepat
mungkin, sehingga pengobatan harus dimulai pada tahap yang paling tepat
sesuai tingkat keparahan gejala yaitu ringan – sedang, berat dan
mengancam jiwa. Pengobatan asma memilikitujuan jangka panjang
tercapainya control gejala yang baik dan meminimalkan resiko kekambuhan

36
di masa depan, keterbatasan aliran udara dan efek samping pengobatan
(GINA, 2015). Perlu dipertimbangkan beberapa hal dalam penatalaksanaan
asma berbasis pada pengontrolan asma, yaitu pemberian
terapi disesuaikan dalam suatu siklus yang berkesinambungan antara
terapi pasien dan pengobatan, tingkat keparahan serta mempertimbangkan
karakteristik asma pasien (Ikawati, 2016). Hal ini akan berdampak pada
ketepatan pemilihan obat termasuk ketepatan bentuk sediaan yang sesuai
untuk kondisi pasien.

Selain obat – obat untuk mengatasi asma, berikut ini merupakan obat –
obat lain untuk terapi penyakit penyerta pada pasien tersebut.
Tabel 3. Obat untuk terapi penyakit penyerta
N Golongan Jenis obat N %
o
1 Ceftazidime,
ceftriaxone,
Antibiotik cefixime,cefadroxile, 30 10
cefuroxime, 0
ampisilin,
levofloksasin,
azitromisin
2 Analgetik antipiretik Parasetamol 10 33,33
3 Amlodipine,
candesartan,
Antihipertensi 15 50
furosemide,
spironolakton
4 Vitamin Vitamin B kompleks 4 13,33
5 ISDN, gliseril trinitrat,
Antiangina 9 30
amiodaron
6 Antiplatelet Klopidogrel 1 3,33
7 Antihistamin Setirizin 2 6,67

37
8 Antiemetik Domperidone, 1 3,3
3
9 Ansiolitik Klobazam
10 Phenolpthlein +
Pencahar 1 3,3
paraffin liquidum +
3
gliserin
11 Lansopraz
Antiulcer 1 3,3
ole,
3
omeprazol
e
12 Betahistine mesylate,
Antivertigo 3 10
flunarizine
13 Elektrolit Kalium
Pottasium Chlorida 2 6,6
Konsentrasi tinggi
7

Pasien asma rawat inap di RS X juga mengalami penyakit penyerta


sehingga jumlah obat yang digunakan bertambah banyak. Selain diagnosa
utama asma terdapat pasien dengan penyakit penyerta yaitu infeksi saluran
pernafasan, sepsis, dispepsia, hipertensi, osteoartitis, CAD( c o r o n a r y
a r t e r y disease/ penyakit jantung koroner), HHD ( hypersensitive heart disease)
dan CHF (Congestive Heart Failure/ gagal jantung kongestif). Beberapa
penyakit penyerta tersebut mempunyai gejala sesak nafas seperti HHD,
CAD dan CHF sehingga perlu kehati – hatian dalam memberikan
terapi. Jumlah total R/ obat untuk 30 orang pasien adalah 202, sehingga
diperoleh rata – rata jumlah R/ untuk setiap pasien = 6,73.

Hasil analisis DRPs


Analisis DRPs didasarkan pada tipe DRPs untreated indivation
(indikasi tidak diobati),improrer drug selection (pemilihan obat yang kurang
tepat), permasalahan dosis (under dosis/over dosis), drug
interaction(interaksi obat) dan drug use without indication (penggunaan obat tanpa

38
indikasi). Hasil analisa dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis DRPs


N Tipe N %
o DRPs
1 Indikasi tidak diobati 9 30
2 Pemilihan obat yang kurang tepat 2 80
5
3 Dosis (under dosis/over dosis) 2 86,
6 7
4 Interaksi obat 9 30
5 Penggunaan tanpa indikasi 1 36,
1 7

Pada penelitian ini diketahui terdapat bronkodilator untuk mengatasi sesak


nafas yang dialami pada kondisi akut, namun hanya diberikan
kortikosteroid. Terapi pada serangan akut diawali dengan pemberian
inhalasi SABA) (short acting beta agonist), kortikosteroid dan diberikan oksigen
(GINA, 2015). Selain itu terdapat pasien dengan penyakit penyerta
osteoartritis tidak mendapatkan terapi. Pemilihan obat yang tidak tepat pada
penelitian ini didasarkan pada pasien mendapatkan bronkodilator lebih dari
satu jenis obat, demikian juga dengan golongan kortikosteroid. Beberapa
pasien mendapatkan terapi obat yang sama dengan bentuk sediaan yang
berbeda dan diberikan dalam waktu yang berdekatan. Berdasarkan
algoritma terapi penatalaksanaan asma di rumah sakit diawali dengan
melakukan penilaian awal meliputi riwayat dan pemeriksaan fisik sehingga
dapat dinilai apakah termasuk serangan asma ringan, sedang/berat
atau serangan asma yang mengancam jiwa. Untuk serangan asma ringan
dan sedang/berat pengobatan awal diberikan oksigen, inhalasi SABA
setiap 20 menit dalam 1 jam atau agonis beta 2 injeksi (terbutalin 0,5 ml

39
subkutan atau adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan). Selain itu diberikan
kortikosteroid sistemik dalam kondisi tidak ada respon segera dengan
pengobatan bronkodilator atau dalam kosrtikosteroid oral (PDPI 2003 dan
Kemenkes 2008). Menurut Dipiro dkk (2012) setelah diberikan penilaian
dibedakan menjadi 3 yaitu mild – moderate, severe dan actual respiratory
arrest sehingga terapi awal dibedakan atas ketiganya. Untuk kasus mild –
moderate diberikan oksigen, inhalasi SABA melalui inhaler atau MDI
Kortikosteroid sistemik oral jika tidak ada respons segera atau jika pasien
baru saja menggunakan kortikosteroid sistemik oral. Jika hasil penilaian
menunjukkan severe maka berikan oksigen, dosis tinggi inhalasi SABA +
ipratropium bromide melalui nebulizer atau MDI dan kortikosteroid oral,
sedangkan bagi pasien yang yang mengalami actual respiratory arrest
diberikan oksigen, SABA + ipratropium Bromida nebulisasi, kortikosteroid
intravena, pertimbangkan terapi ajuvan yang lain dan tempatkan pasien di
ruang perawatan intensif. Setelah itu dilakukan penilaian ulang apakah
pasien mengalami eksaserbasi sedang atau eksaserbasi berat diberikan
terapi, kemudian jika dinilai pasien mengalami respon yang kurang baik,
pasien disarankan untuk dirawat inap dan diberikan terapi SABA
inhalasi, sistemik (oral atau intravena) kortikosteroid dan pertimbangkan
terapi ajuvan.
Permasalahan terkait dosis meliputi ober dosis dan under dosis. Pada
pemberian dosis ambroxol syr 3 x 1 sendok teh seharusnya diberikan pada
rentang dosis 3 x 2 sendok teh untuk dewasa. Kemudian pemberian dosis
retapyl tab 1 x 1 tablet seharusnya diberikan pada rentang dosis 2 x 1
tablet serta pemberian symbicort inhaler yang diberikan 1 x 1 puff
seharusnya diberikan pada rentang dosis 1 x 2 puff atau 2 x 2 puff. Dosis.
Kejadia Drug Related Problem (DRPs) pada pasien asma dosis terlalu
tinggi dapat dilihat pada pemberian dosis lansoprazole tab 2 x 30 mg
seharusnya diberikan pada rentang dosis 1 x 30 mg/hari. Pada pemberian
vectrine syr 3 x 10 ml yang seharusnya diberikan pada rentang 2 x 10 ml.

40
Kejadian Drug Related Problem (DRPs)) tipe yang lainnya yaitu interaksi
obat. Potensial interaksi yang mungkin terjadi yaitu interaksi antara
kortikosteroid dengan diuretik yaitu, kortikosteroid memberikan efek
antagonis terhadap efek diuretik, kemudian meningkatkan risiko
hipokalemia jika kortikosteroid diberikan bersama asetozolamid, diuretik
kuat atau tiazid dan diuretik sejenisnya (Baxter, 2008). Mekanisme
interaksi yang terjadi antara kortikosteroid dengan diuretik merupakan
interaksi farmakokinetik yaitu, prednison oral dapat diabsorbsi dengan
cepat dalam saluran cerna dan dimetabolisme secara ekstensif dalam
hepar menjadi metabolit aktif. Bentuk intravena mempunyai onset
cepat, bentuk sedangkan inhalasi diabsorbsi minimal (absorbsi linier
dengan penambahan dosis). Selain itu Interaksi obat terjadi pada
pemberian kortikosteroid dengan makrolida yaitu Klaritromisin dan
eritromisin dapat mengurangi pelepasan methylprednisolon sehingga
meningkatkan efek terapi dan efek samping. Jenis makrolida lain juga
dapat berinteraksi, walaupun kemungkinannya kecil. Selain itu
pemberian kortikosteroid dan diuretik. Diuretik loop seperti furosemid,
dan diuretic tiazid seperti bendroflumethiazid, dapat menyebabkan
hipokalemia. Hal ini dapat dipicu oleh obat-obatan lain yang menurunkan
kadar potassium seperti kortikosteroid. Pada kasus yang ekstrim, risiko
terkena aritmia jantung yang serius juga meningkat. Kortikosteroid yang
tercatat memiliki efek penurunan potassium yang lebih rendah sehingga
lebih aman digunakan karena tidak cenderung menimbulkan masalah yaitu
deksametason, prednisolone, dan betametason.

Kejadian Drug Related Problem (DRPs)


Hubungan jumlah obat dengan tipe DRPs

Pada pasien asma penggunaan obat tanpa indikasi. Pada penelitian ini
obat tanpa indikasi yang sesuai yaitu jika dalam anamnesia, diagnosa,
dan hasil laboratorium tidak ada indikasi diberikannya suatu obat.

41
Penggunaan obat tanpa indikasi yang ditemukan adalah penggunaan
vitamin yang belum jelas manfaatnya untuk kondisi pasien, penggunaan
ISDN untuk pasien dengan gejala sesak tetapi tidak ada indikasi penyakit
jantung dan penggunaan antibiotik untuk kasus yang belum menunjukkan
gejala atau hasil laboratorium menunjukkan adanya infeksi. Terapi obat
tanpa indikasi hanya dapat menimbulkan potensi efek toksik dari obat
tersebut dan memiliki sedikit atau bahkan sama sekali tidak memiliki efek
positif terhadap outcome pasien. Biaya obat tanpa indikasi juga perlu
dipertimbangkan (Cipolle dkk, 1998).

Sebagai perbandingan hasil penelitian Hidayah dan Prasetyo (2011)


tentang identifikasi DRPs pada pasien asma rawat inap di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2009 dketahui ;

Hasil uji statistik menggunakan koefisien kontingensi dapat dilihat pada


tabel 3 berikut :

Tabel 3. Korelasi jumlah obat dengan tipe DRPs


N Tipe P valu Hubungan korelasi
o DRPs e

1 Indikasi tidak diobati 0,79 0,04 Tidak bermakna secara


4 8 statistic
2 Pemilihan obat yang 0,02 0,37 Bermakna secara
tidak tepat 8 1 statistik

Kekuatan korelasi
lemah
3 Dosis (under 0,25 0,20 Tidak bermakna secara
dosis/over dosis) 5 4 statistic
4 Interaksi obat 0,03 0,36 Bermakna secara
1 7 statistic

42
Kekuatan korelasi
lemah
5 Penggunaan tanpa 0,05 0,32 Tidak bermakna secara
indikasi 7 8 statistic

Uji hubungan jumlah obat dengan tipe DRPs menggunakan uji korelasi
koefisien kontingensi menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan antara
jumlah obat yang digunakan dengan kategori DRPs Drug Improrer
Selection (p = 0,028) dengan kekuatan korelasi lemah (r = 0,371) dan
kategori DRPs interaksi obat (p= 0,031) dengan kekuatan korelasi lemah (r
= 0,367). Hasil penelitian Lorensia dan Wijaya (2016) menunjukkan
Terdapat korelasi antara jumlah obat dengan jenis DRPs obat yang
kurang sesuai, sehingga makin banyak jenis obat yang digunakan oleh
pasien asma maka makin besar risiko pasien mendapatkan obat yang
kurang sesuai, namun tidak ditemukan korelasi antara jumlah obat dengan
tipe DRPs interaksi obat.
Pada peneitian ini juga diketahui jumlah obat yang digunakan tidak
menunjukkan korelasi yang signifikan pada kategori DRPs untreated
indication ( p= 0,794), dosis (p = 0,255) dan unnessary drug therapy
(p = 0,057). Salah satu dimensi baru praktek Pelayanan farmasi yaitu,
Pharmaceutical care, yaitu apoteker bekerjasama dengan pasien dan
tenaga kesehatan lain mendesain, mengimplementasikan, dan memonitor
Pharmaceutical car plan yang dapat memberikan hasil terapi yang spesifik
dengan pasien yang memiliki fungsi mengidentifikasi DRPs yang potensial
dan aktual, menyelesaikan DRPs yang actual dan mencegah DRPs yang
potensial.

KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah obat akan mempengaruhi tipe
DRPs pemilihan obat yang tidak tepat dan interaksi obat. Perlu peran serta

43
apoteker untuk mencegah DRPs yang potensial dan mengatasi kejadian
DRPs yang aktual. Apoteker

DAFTAR PUSTAKA
Baxter,K. 2008. Stockley drug interaction pocket companion. London
Pharmaceutical Press.

Cipolle, R.J., Stand, L.M., Morley, P.C. 1998. Pharmaceutical care


practine the clinican’s guide.New York: McGraw-Hill.

Cipolle, R.J., Stand, L.M., Morley, P.C. 2004. Pharmaceutical care


practine the clinican’s guide New York: McGraw-Hill.

Dipiro, J.T., Robert, L.,Talbert., Gary C.Y., Gary R.M., Barbara, G.,
Wells, L., Michael, P. 212. Pharmacotherapy a pathophysiologic
approach Ed 8 Amerika serikat: The McGraw- Hill Companies

Global Initiative for Asthma. 2015, Global Strategy for Asthma


Management and Prevention, 2, http: www.ginaasthma. org, diakses
pada 03 Januari 2020
Ikawati, Z. 2016. Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan.. ed
1. Bursa Ilmu, Yogyakarta
The Global Asthma Report. 2018. Riset Kesehatan Dasar. 2018.
Rambadhe, S. Chakarborty, A., Shrivastava, A., Ptail, U.K., Rambadhe, A.
2012. A survey on Polupharmacy and Use of Inappropirate
Medications (pp 68-73).Toxicol Int.

Kemenkes. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1023/ Menkes/ SK/ XI


/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Lorensia, A., Wijaya, R.I. 2016. Hubungan jumlah obat yang digunakan
terhadap risiko terjadinya drug related problems pada pasiena sma

44
di suatu rumahs akit di Surabaya. Jurnal Trop. Pharm Vol- 3 No.3
Pharmaceutical Care Network Europe Foundation (PCNE), 2006.
PCNEClassification for drug related problems Pharmaceutical care research.
V5.01.

Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman diagnosis


danpenatalaksanaanasma di Indonesia. Jakarta: Persatuan Dokter
Paru Indonesia

45
46
PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING

Evaluasi Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan


Kefarmasian Di Puskesmas Muara Enim
Ensiwi Munarsih 1*, Yopi Rikmasari 1
1
Farmasi, Program Studi D-III Farmasi, STIFI Bhakti Pertiwi Palembang,
Indonesia
1
Biostatistika, STIFI Bhakti Pertiwi, Palembang, Indonesia
*
E-mail : ensiwi.munarsih@gmail.com

Diterima : Direvisi : Disetujui:

Abstrak
Pelayanan kefarmasian yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang
dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan sesuai dengan tingkat
kepuasan pasien, serta penyelenggarannya sesuai dengan kode etik dan
standar pelayanan yang ditetapkan. Penelitian ini bertujuan mengetahui
tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di Puskesmas
Muara Enim berdasarkan 5 komponen penilaian tingkat kepuasan pasien
yaitu : keandalan (reliability), ketanggapan (responsivenes), jaminan
(assurance), empati (emphaty), dan berwujud (tangible). Sampel penelitian
ini adalah semua pasien yang datang berobat di Puskesmas Muara Enim
yang memenuhi kriteria inklusi, berjumlah 100 orang. Teknik pengumpulan
data menggunakan kuisioner. Analisa data menggunakan metode
Importance Performance Analisys (IPA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pasien merasa sangat puas dengan pelayanan kefarmasian di Puskesmas
Muara Enim, tetapi adanya prioritas utama pada kuadran A yang perlu
ditingkatkan seperti kecakapan petugas farmasi dalam menjelaskan cara

47
pemakaian obat yang benar, kelengkapan obat dan obat yang diterima
sesuai dengan keluhan penyakit yang diderita.
Kata Kunci : Tingkat Kepuasan; Pelayanan Kefarmasian; Importance
Performance Analisys (IPA).

Abstract
Pharmaceutical services quality are health services that can satisfy each
service user in accordance with the level of patient satisfaction, and delivery
according to the code of ethics and established service standards. This study
aims to determine the level of patient satisfaction with pharmaceutical
services at the Muara Enim Community Health Center based on 5
components of the level of patient satisfaction, namely: reliability,
responsiveness, assurance, empathy, and tangibility. The sample of this
study were all patients who came for treatment at the Muara Enim
Puskesmas who met the inclusion criteria, totaling 100 people. Data
collection techniques using questionnaires. Data analysis uses the
Importance Performance Analysis (IPA) method. The results showed that
patients were satisfied with pharmaceutical services at the Muara Enim
Health Center, but there were top priorities in quadrant A that needed to be
improved such as the ability of pharmacists to explain how to use drugs
correctly, the completeness of drugs and drugs received in accordance with
complaints of illness.
Keyword : Satisfaction level; Pharmaceutical services; Importance
Performance Analisys (IPA).

PENDAHULUAN
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang
menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif),

48
dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Kemenkes, 2016).
Salah satu bentuk pelayanan yang diselenggarakan di puskesmas yaitu
pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan
langsung kepada pasien yang bertanggung jawab yang berkaitan dengan
sedian farmasi, untuk meningkatkan kualitas kesehatan pasien (Depkes,
2006).
Pelayanan kefarmasian yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang
dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan sesuai dengan tingkat
kepuasan pasien, serta penyelenggarannya sesuai dengan kode etik dan
standar pelayanan yang ditetapkan (Novaryatiin dkk, 2018). Pelayanan yang
bermutu dapat dilihat salah satunya dengan melihat dari tingkat kepuasan
konsumen atau pasien.
Kepuasan pasien dapat digambarkan sebagai harapan dan kenyataan
yang dirasakan pasien pada saat mendapatkan pelayanan kefarmasian,
pasien akan merasa puas apabila pelayanan kefarmasian yang diperoleh
pada kenyataannya sama atau melebihi harapan, sebaliknya pasien akan
merasa tidak puas apabila pelayanan kefarmasian yang diperoleh pada
kenyataannya tidak sesuai dengan yang diharapkan (Pohan, 2007). Menurut
kotler dan keller (2012) komponen penilian tingkat kepuasan pasien meliputi
keandalan (reliability), ketanggapan (responsivenes), jaminan (assurance),
empati (emphaty), dan berwujud (tangible).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Prihandiwati dkk (2018)
tentang tingkat kepuasan pasien Puskesmas Pekauman Banjarmasin
terhadap pelayanan kefarmasian pada tahun 2018 disebutkan bahwa tingkat
kepuasan pasien didominasi kategori puas dengan persentase 68,03%.
Puskesmas Muara Enim merupakan puskesmas yang terletak di kabupaten
Muara Enim dengan status akreditasi madya. Penelitian ini bertujuan
mengevaluasi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di
Puskesmas Muara Enim.

49
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang menyajikan
gambaran tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di
Puskesmas Muara Enim. Data yang diperoleh berupa data primer
menggunakan instrumen kuesioner.

Populasi dan Sampel


Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien yang datang berobat di
Puskesmas Muara Enim. Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi yaitu :
pasien yang berumur lebih dari 17 tahun, dapat berkomunikasi dengan baik,
bersedia mengisi kuesioner dan sudah pernah berobat sebelumnya di
Puskesmas Muara Enim. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
non probability sampling yaitu quota sampling. Jumlah sampel yang diperoleh
sebanyak 100 orang responden.

Prosedur Kerja
Langkah-langkah kerja yang dilakukan pada penelitian ini sebagai
berikut :
1. Tahapan Persiapan
Pada tahap ini disusun instrumen kuesioner yang diadopsi dari Andriani
(2017), Kemenkes (2014), Rikmasari (2014), dan disesuaikan dengan
keadaan Puskesmas Muara Enim. Kuisioner digunakan untuk mengukur
tingkat kepuasan pasien terhadap layanan kefarmasian. Selanjutnya
dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan cara membagikan kuesioner
pada 30 responden. Data yang terkumpul analisis menggunakan SPSS.
2. Tahap Pengumpulan Data
Hasil kuesioner yang telah di uji validitas dan reliabitasnya selanjutnya
diberikan kepada responden.
3. Tahap Pengolahan Data

50
Kuesioner yang telah diisi responden selanjutnya dinilai menggunakan
skala likert, yaitu dengan melakukan skoring terhadap masing-masing
jawaban pasien dengan skala 1 sampai 5 (Supranto, 2011). Data
selanjunya dianalisa menggunakan metode Importance Performance
Analysis (IPA)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian evaluasi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
kefarmasian di Puskesmas Muara Enim, dari 100 orang responden diperoleh
hasil :

Tabel 1. Karakteristik Jenis Kelamin Responden


Jenis Kelamin Jumlah Persentase
(%)
Laki-laki 61 61
Perempuan 39 39
Jumlah 100 100

Responden yang bersedia mengisi kuisioner sebanyak 100 orang, terdiri dari
61 (61%) laki-laki dan 39 (39%) perempuan. Jumlah laki-laki lebih banyak
diandingkan dengan perempuan. Tidak terdapat hubungan antara jenis
kelamin dan tingkat kepuasan pelayanan kesehatan. Namun menurut
Rahmqvist (2001), laki-laki cenderung lebih merasa puas dibandingkan
dengan perempuan terhadap masalah layanan kesehatan.

Tabel 2. Usia Responden


Usia Jumlah Persentase
(%)
15-19 8 8
20 – 29 24 24
30 -39 32 32

51
>40 36 36
Jumlah 100 100

Berdasarkan Tabel 2. jumlah responden paling banyak merupakan


responden dengan usia >40 tahun. Penelitian Oroh dkk tahun 2014
menyimpulkan bahwa secara emosional pasien yang usianya lebih tua
cenderung lebih terbuka dibanding pasien muda, sehingga pasien tua
memiliki harapan lebih rendah. Artinya pasien tua lebih cepat merasa puas.

Tabel 3. Pendidikan akhir responden


Pendidikan Jumlah Persentase
(%)
SMA 56 56
Sarjana 44 44
Jumlah 100 100

Tingkat pendidikan terakhir dapat mempengaruhi pola pikir masing-


masing pasien. Semakin tinggi tingkat pendidikan pasien maka semakin
tinggi pula keinginan, harapan dan kepercayaan yang diberikan oleh tenaga
farmasi demi kesembuhan pasien (Yuniarta dan Suharto,2011).

1. Analisa Tingkat Kepuasan


Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus tingkat kepuasan dan
rata-rata tingkat kepuasan di peroleh hasil seperti pada tabel 4.

Tabel 4. Analisis Tingkat Kepuasan


Dimensi Rata-rata Tingkat
Kepuasan (%)
Daya Tanggap 97.67
Berwujud 99.9
Keandalan 96.9

52
Jaminan 90.4
Empati 89.8
Rata-rata 94.9
Kepuasan

Rata-rata tingkat kepuasan pelayanan kefarmasian menunjukkan nilai


sebesar 94.9%, maka dikatakan pasien sudah sangat puas dengan
pelayanan yang diberikan oleh layanan kefarmasian Puskesmas tersebut.
Arikunto (2006) menyatakan bahwa jika nilai kepuasan lebih dari 75% maka
dapat dikatakan pasien sudah sangat puas terhadap pelayanan yang
diberikan. Namun tidak cukup hanya dilihat dari aspek kepuasan dalam
keseluruhan pelayanan, tetapi perlu diperhatikan aspek-aspek kepuasan dari
masing-masing dimensi.

2. Importance Performance Analysis


Analisa data dilakukan dengan menghitung rata – rata kinerja dan
harapan, menghitung tingkat kepuasan antara kinerja dan harapan dengan
menampilkan diagram kartesius yang membandingkan antara tingkat
harapan pasien (Y) dengan tingkat kinerja (X) di Puskesmas Muara Enim.
berikut diagram kartesius untuk analisis Importance Performance Analysis
(Supranto,2011). Untuk melihat secara lebih terperinci mengenai atribut-
atribut yang perlu untuk dilakukan perbaikan. Nilai rata-rata penilaian kinerja
dan penilaian harapan dipetakan dalam diagram kartesius, sebagai berikut :

53
Gambar 1. Diagram Kartesius

Hasil pemetaan pada diagram kartesius dapat terlihat beberapa atribut


yang perlu perbaikan dan atribut-atribut yang perlu dipertahankan oleh pihak
puskesmas. Atribut tersebut terbagi kedalam 4 kuadran (A, B, C, dan D)
sesuai dengan tingkat kepentingan pelanggan dan kinerja tenaga
kefarmasian di Puskesmas Muara Enim.
a. Kuadran A
Kuadran A adalah wilayah yang berisikan atribut-atribut yang dianggap
penting oleh pasien, namun dalam kenyataannya atribut-atribut ini masih
belum sesuai dengan yang diharapkan oleh pasien. Dalam hal ini Puskesmas
perlu melakukan perbaikan sebaik mungkin untuk meningkatkan kepuasan
pasien terhadap atribut yang termasuk kedalam kuadran tersebut. Beberapa
solusi perlu dilakukan guna perbaikan atau penyesuaian terhadap beberapa
hal yang menjadi prioritas. Perlu adanya penambahan waktu dalam
memberikan informasi obat agar dalam penyampaian pasien mudah paham
dan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan mudah
dimengerti. Kenyataanya kelengkapan obat dianggap kurang karena tempat
penyusunan obat kurang rapi, oleh karena itu perlu dilakukan penambahan
lemari atau etalase agar terlihat rapi.

b. Kuadran B

54
Kuadran B adalah daerah yang memuat atribut-atribut yang dianggap
penting oleh pasien, dan atribut-atribut tersebut dianggap telah sesuai
dengan keinginan pasien sehingga tingkat kepuasan pasien relatif lebih
tinggi, sehingga perlu untuk dipertahankan oleh pihak puskesmas karena
sudah bisa memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan pasien sehingga
pasien merasa puas. Butir pertanyaan yang terdapat kuadran B yaitu : pasien
mendapatkan informasi yang jelas dan mudah dimengerti tentang pelayanan
obat di puskesmas, petugas berpakaian rapi dan sopan, petugas farmasi
melayanin dengan ramah sopanobat yang diterima keadaan baik dan rapi
sesuai aturan, dan etiket mudah dibaca.

c. Kuadran C
Kuadran C adalah daerah yang berisikan atribut-atribut yang dianggap
kurang penting oleh pasien dan pada kenyataannya kinerja pihak puskesmas
pun dinilai kurang memuaskan. Tidak menutup kemungkinan Kuadran C
pada waktu yang akan datang menjadi perhatian yang penting oleh pasien,
sehingga puskesmas juga harus mempertimbangkan hal tersebut. Butir
pertanyaan yang terdapat pada kuadran C yaitu petugas farmasi memberi
tahu lamanya pemberian obat, kebersihan dan kenyaman ruang tunggu
farmasi, petugas farmasi memberi kesempatan pasien dalam menyampaikan
keluhannya, dan petugas farmasi memberikan perhatian kepada keluhan
pasien.

d. Kuadran D
Kuadran D adalah wilayah yang memuat atribut-atribut yang dianggap
kurang penting oleh pasien dan kinerja yang dilakukan oleh pihak puskesmas
dirasakan terlalu tinggi atau berlebihan, sehingga puskesmas tidak perlu
melakukan perbaikan. Butir pertanyaan yang tedapat kuadran D yaitu
petugas farmasi cepat tanggap terhadap keluhan pasien, petugas farmasi
mampu memberikan penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi oleh

55
pasien, kenyamanan ruang tunggu sejuk tersedia sarana hiburan, dan
petugas kefarmasian siap membantu.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengumpulan, pengolahan dan analisa data
yang dilakukan terhadap pelayanan kefarmasian di Puskesmas Muara Enim
mengenai kepuasan pasien yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pelayanan kefarmasian di Puskesmas Muara Enim sangat puas dengan
adanya prioritas utama untuk ditingkatkan meliputi : petugas farmasi
menjelaskan cara pemakaian obat yang benar, kelengkapan obat di
Puskesmas yang memadai dan obat yang diterima sesuai dengan keluhan
penyakit yang diderita.

UCAPAN TERIMA KASIH


Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Sdri. Nadya Lenzi Arza yang
telah membantu dalam pengumpulan data dan kepada Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi Bhakti Pertiwi dan semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya penelitian ini.

DAFTAR PUSAKA
Andriani, A. 2017. Hubungan pelayanan kesehatan dengan kepuasan pasien
di ruangan poli umum puskesmas Bukit Tinggi. Journal Endurance. 2
(1). 47-49.
Arikunto S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik ( edisi revisi
6). Jakarta : PT Rieka Cipta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman
penyelenggaraan dan prosedur rekam medis Rumah Sakit di
Indonesia. Jakarta. Depkes RI
Kotler,P., Keller, K. 2012.Marketing management.New Jersey.Prentice Hall.

56
Kementerian Kesehatan, 2014. Tentang pusat kesehatan masyarakat.
Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan, 2016.Tentang standar pelayanan kefarmasian di
puskesmas. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Novaryatiin, S., Ardhany, S.D., Aliyah, S. 2018. Tingkat kepuasan pasien
terhadap pelayanan kefarmasian di RSUD Dr. Murjani Sampit. Borneo
Journal of Pharmacy. 1(1):22-26.
Oroh, M.E, Rompas, S., dan Pondaag, L. (2014). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien rawat inap terhadap
pelayanan keparawatan di ruang interna RSUD Noongan. Jurnal
Keperawatan, 2(2).
Prihandiwati,E.,Muhajir,M.,Alfian,R.,Feteriyani,R.2018. Tingkat kepuasan
pasien puskesmas Pekauman Banjarmasin Terhadap pelayanan
kefarmasian, Banjarmasin, Journal Of Current Pharmaceutical
Sciences, Vol. 1, No. 2.
Pohan, I.S. 2007. Jaminan mutu layanan kesehatan : Dasar-dasar
Pengertian dan Penerapan. Jakarta. EGC.
Rikmasari, Y. 2014. Pengukuran kinerja instalansi farmasi rumah sakit X
dengan pendekatan balanced scorecard. Jurnal manajemen dan
pelayanan farmasi. 4(2).
Rahmqvist, M. (2001) Patient satisfication in relation to age, health status and
other background factor : A modal for comparison of care units.
International Journal of Quality In Health Care. 13(5), 385-390.
Suprapto, J., 2011, Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan, Jakarta. Rineka
Cipta.
Yuniarta, E dan Suharto, G. (2011). Hubungan tingkat pendidikan pasien
terhadap kepuasan pemerian informed consent di bagian bedah RSUP
Dr. Kariadi Semarang. (dissertation Faculty of Medicine)

57
58
59
PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING

Pemeriksaan Kandungan β-karoten dalam Pepaya, Wortel,


danTomat Menggunakan HPLC (High Performance
LiquidChromatography)

Benedictus Wicaksono Widodo*, Miranti Dwi Hartanti*, Yunida*, Rika

Saputri*, Fitri*, SonlimarMangunsong**

*Program Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya Palembang

** Poltekes Kemenkes Palembang Korespondensi:

yunidasimanjuntak21@gmail.com

ABSTRAK

β-karoten adalah karotenoid paling mendasar, merupakan karotenoid


yang paling umum dan banyak dipelajari. Karotenoid adalah fitonutrien
yang memberikan warna kuning, oranye, dan merah yang khas untuk
berbagai buah dan sayuran. β-karoten penting tidak hanya untuk warna
yang diberikan pada bahan makanan, tetapi juga karena berbagai manfaat
kesehatan yang terkait. Karotenoid merupakan prekursor yang paling kuat
dari vitamin A. Karotenoid memiliki kapasitas antioksidan yang kuat dan
menawarkan berbagai manfaat kesehatan seperti menurunkan risiko
penyakit jantung dan jenis kanker tertentu, meningkatkan sistem kekebalan
tubuh, dan perlindungan dari degenerasi makula terkait usia - penyebab
utama kebutaan permanen dikalangan orang dewasa. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mendapatkan data kuantitatif dan kualitatif yang
tersedia untuk memperkirakan asupan β-karoten dari pepaya, tomat, dan

60
wortel. β-karoten dianalisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC)
fase terbalik menggunakan kolom C18 dalam kondisi sistem gradien biner.
Asetonitril : metanol (85 : 15) merupakan fase gerak terbaik untuk
pemisahan. Deteksi β-karoten dilakukan pada panjang gelombang 210 nm.
β-karoten terdeteksi pada semua sampel (pepaya, tomat, dan wortel).
Tomat memiliki jumlah β-karoten tertinggi, tetapi perbedaan jumlah β-
karoten antara tomat dengan dua sampel lainnya (wortel dan pepaya)
sescara tidak signifikan. Pepaya, tomat, dan wortel terbukti secara ilmiah
mengandung β-karoten yang memiliki beberapa manfaat kesehatan. Untuk
mencapai asupan β-karoten yang direkomendasikan, yaitu 2-4 mg / hari,
orang setiap hari harus mengkonsumsi±210-421grampepaya,tomat,atau
wortel.

Kata kunci: β-karoten, pepaya, tomat, wortel, HPLC fase terbalik

ABSTRACT

Β-carotene is a principle carotenoid and the most common and widely


studied carotenoids. Carotenoids is the phytonutrients that impart a
distinctive yellow, orange, and red color to various fruits and vegetables. β-
carotene is important not only for the color that imparts to the food stuffs,
but also because of the myriad of associated health benefits. It is the most
potent precursor of vitamin A. It has a potent antioxidant capacity and
offers an array of health benefits such as lowering the risk of heart
diseases and certain types of cancers, enhancing the immune system and
protection from age-related macular degeneration-the leading cause of
irreversibleblindnessamongadults.Thepurposeofthisstudyistoobtainthequan
titativeandqualitativedata available for estimating the intake of β-carotene
from papaya, tomatoes, and carrots. β-carotene were analyzed with

61
reversed phase high-performance liquid chromatography (HPLC) using
C18 column under binary gradient system conditions. Acetonitrile :
methanol (85 : 15) seemed to be the best mobile phase for separation.
Detection of β-carotene was carried out at wavelength 210 nm. β-carotene
was detected in all samples (papaya, tomatoes, and carrots). Tomatoes
had the highest amount of β-carotene, but the difference amount of β-
carotene between tomatoes with two other samples (carrots and papaya)
was not significant. Papaya, tomatoes, and carrots are scientifically proved
contains β-carotene that have several health benefits. To achieve
recommended β-carotene intake which is 2-4 mg/d, everyday people must
consumes ± 210 - 421 grams papaya, tomato, orcarrot.

Keyword: β-carotene, papaya, tomato, carrot, reversed phase HPLC

Pendahuluan
β-karoten adalah suatu provitamin A yang terdiri dari dua kelompok
retinil. β-karoten diuraikan di mukosa usus halus oleh β-karoten
dioksigenase menjadi retinal, salah satu bentuk vitamin A. β-
karotenadalahsuatuantioksidanyangdapatditemukandalambuahdansayurya
ngberwarnakuning, oranye, dan sayuran daun yang berwarnahijau. 1
Karotenoid memiliki aktivitas biologi yang bervariasi, termasuk
kemungkinan aktivitas antioksidan, memperkuat sistem kekebalan tubuh,
menghambat mutagenesis, dan menghambat pertumbuhan
tumor.Karotenoid juga terkait dengan beberapa efek yang sangat penting
dalam bidang kesehatan, antara lain mengurangi risiko gangguan mata
yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melihat dan katarak,
mengurangi risiko kanker, dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular. 2
HPLC(HighPerformanceLiquidChromatography)padadasarnyaadalah
kromatografikolom yang diperbaharui dan diperlengkapi dengan teknologi

62
tinggi sehingga tidak seperti pada kromatografi kolom, dimana pelarut
mengalir melalui kolom dengan mengikuti hukum gravitasi, pada HPLC
pelarut dialirkan dengan cepat, dipompa ke atas dengan tekanan tinggi
sampai dengan 400 atmosfer sehingga membuat kerjanya menjadi
lebihcepat.3
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis secara kualitatif
dan kuantitatif kandungan β-karoten dalam sampel tomat, papaya, dan
wortel dengan menggunakan metodeHPLC.

Metode
Penelitian ini adalah penelitian analitik eksperimental. Penelitian ini
dilakukan dengan menganalisis β-karoten menggunakan kromatografi cair
kinerja tinggi (HPLC) fase terbalik menggunakan kolom C18 dalam kondisi
sistem gradien biner. Asetonitril : metanol (85: 15) merupakan fase gerak
terbaik untuk pemisahan. Deteksi β-karoten dilakukan pada panjang
gelombang 210 nm.

Hasil
Konsentrasi standar β-karoten yang digunakan adalah 10 ppm; dengan
waktu retensi β-karoten standar adalah 6,423 menit; dan area di bawah kurva
β-karoten standar adalah 198635,9. Setelah dilakukan analisis, β-karoten
terdeteksi pada semua sampel (pepaya, tomat, dan wortel).

Tabel 1. berat sampel, retention time dan area di bawah kurva sampel
tomat, pepaya, dan wortel.

No Berat Sampel Waktu Area di Bawah


Retensi Kurva
1. Pepaya = 10,0378 6,438 185944,0
gram
2. Tomat = 10,0147 6,373 195854,2
63
gram
3. Wortel = 10,0783 6,466 187345,2
gram

Gambar 1. Kromatogram larutan β-karoten standar pada tanggal 13


Februari 2020 pukul 09.16 WIB.

Gambar 2. Kromatogram β-karoten standar


dan sampel pepaya, tomat, dan wortel
tanggal 13 Februari 2020 pada pukul 14.00
WIB.

64
Gambar 3. Kromatogram sampel pepaya.

Gambar 4. Kromatogram sampeltomat.

Gambar 5. Kromatogram sampelwortel.

65
Berdasarkan hasil percobaan, luas area sampel yang mengandung β-
karoten masih berada dalam kisaran luas area yang mendekati β-karoten
standar sehingga kadar β-karoten dalam sampel dapat dihitung
menggunakan perbandingan standar dengan sampel, yaitu konsentrasi
dan luas areanya. Adapun perhitungan konsentrasi β-karoten sebagai
berikut.

Mg β-karoten
No Berat Sampel [β-karoten] dalam dalam
Sampel Sampel
1. Pepaya = 10,0378 gram 9,3610 ppm 0,0936 mg
2. Tomat = 10,0147 gram 9,8599 ppm 0,0986 mg
3. Wortel = 10,0783 gram 9,4316 ppm 0,0943 mg

Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh waktu retensi larutan beta
karoten standar yang sedikit berbeda, namun perbedaannya tidak
signifikan. Waktu retensi betakaroten standar pada trial tanggal 13 Februari
2020 pukul 09.16 WIB diperoleh RT = 6,350 menit dan pada percobaan
yang dilakukan pada pukul 14.00 diperoleh RT = 6,423menit.
Menurut teori, waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan oleh analit
(sampel) mulai saat injeksi kemudian melewati kolom, keluar dari kolom
untuk seterusnya sinyalnya ditangkap secara maksimum. Waktu retensi ini
tergantung beberapa aspek sebagai berikut. 4

a. Tekanan yang digunakan (karena akan mempengaruhi kecepatan aliran


pelarut).

b. Sifat/karakteristik dari fase diam (tidak hanya bahan penyusunnya, tetapi


juga ukuran partikelnya).

c. Ketepatan komposisi atau perbandinganpelarut.

66
d. Suhu/temperaturpelarut.

Dari hasil percobaan diperoleh waktu retensi sampel pepaya (RT =


6,438 menit), tomat (RT = 6,373 menit), dan wortel (RT=6,466 menit)
masih berada dalam kisaran nilai yang mendekati waktu retensi larutan β-
karoten standar. (RT β-karoten yang digunakan untuk analisa kualitatif dan
kuantitatif adalah RT yang diperoleh pada percobaan pukul
14.00,RT=6,423menit). Artinya,secara kualitatif telah dibuktikan dengan
metode yang ilmiah bahwa dalam buah pepaya, tomat, dan wortel terdapat
kandungan β-karoten yang bermanfaat bagikesehatan.
Kandungan β-karoten tertinggi terdapat dalam sampel tomat
walaupun sampel tomat adalah sampel yang jumlahnya paling kecil. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena sampel tomat adalah sampel yang
konsistensi nya paling lunak, berair, dan lebih mudah dihaluskan sehingga
β-karoten dari sampel tomat yang terlarut dalam pelarut n-heksana lebih
maksimal dibandingkan sampel papaya dan wortel.
Jumlah molekul yang dianalisa akan mempengaruhi area di bawah
kurva, yang mana nilai area dibawah kurva akan digunakan untuk
menghitung konsentrasi komponen dalam sampel.Sepertiyang telah
disebutkan sebelumnya, area di bawah kurva berbanding lurus dengan
jumlah senyawa yang melewati detector. Jika larutan sampel memiliki
konsentrasi yang lebih kecil maka area di bawah kurva akan lebih kecil. 6
Jadi, meskipun waktu retensi pepaya dan wortel paling mendekati waktu
retensiβ-karoten standar, akan tetap diarea dibawah kurva wortel dan
papaya lebih kecil dibandingkan dengan tomat, sehingga sesuai dengan
teori maka konsentrasi β-karoten dalam sampel pepaya dan wortel lebih
kecil dibandingkan konsentrasi β-karoten dalam sampeltomat.
Dari teori diketahui bahwa konsumsi β-karoten yang
direkomendasikan adalah 2-4 mg/hari. 6 Hasil percobaan menunjukkan
dalam setiap 10 gram sampel pepaya, wortel, dan tomat maka terdapat

67
0,095 mg beta karoten sehingga untuk memenuhi kebutuhan β-karoten
sesuai dengan yang direkomendasikan, yaitu 2-4 mg/hari diperlukan
konsumsi buah atau sayur yang mengandung beta karoten sejumlah ± 210
- 421 gram/hari (sekitar 0,5kg).

Simpulan dan Saran


Secara kualitatif dapat diidentifikasi bahwa dalam sampel pepaya,
tomat, dan wortel mengandung komponen senyawa β-karoten yang
bermanfaat bagi kesehatan. Secara kuantitatif diperoleh bahwa kandungan
β-karoten dalam sampel tomat adalah yang paling tinggi. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena sampel tomat adalah sampel yang
konsistensinya paling lunak, Paling banyak mengandung air,dan mudah
dihaluskan sehingga jumlah β-karoten yang terlarut dalam pelarut n-
heksana adalah yang paling maksimal dibandingkan dua sampellainnya.
Untuk percobaan selanjutnya agar dilakukan analisa secara kualitatif
dan kuantitatif menggunakan HPLC untuk komponen senyawa lainnya
yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Ucapan Terima Kasih


Penulisan mengucapkan terima kasih kepada pihak BKU
Farmakologi Kedokteran Program Studi Magister Ilmu Biomedik Universitas
Sriwijaya yang telah memfasilitasi penelitian ini sehingga dapat terlaksana.

Daftar Pustaka
1. Koch WM. Early Diagnosis and Treatment of Cancer Series: Head and
Neck Cancers. Philadelphia: Saunders. 2009.
2. Olson. Dietary Reference Intakes for Vitamin C, Vitamin E, Selenium and
Carotenoids. Washington: National Academy Press. 2000.
3. Ardianingsih R. Penggunaan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) dalam Proses Analisa Deteksi Ion. Berita
68
Dirgantara. 2009; 10(4): 101-104.
4. Susanti M., Dachriyanus. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Padang:
Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Universitas Andalas.2017.
5. Skoog et al. Principle of Instrumental Analysis. Fifth Edition.
Philadelphia: Saunders College Publishing.. 1998.
6. Lachance PA. Natural Cancer Prevention Science. 1996;272:1860–1.

69
PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING

HUBUNGAN USIA, KEPATUHAN DENGAN TEKANAN DARAH


PASIEN HIPERTENSI YANG BEROBAT DI KLINIK
PRATAMA KORPRI PROVINSI SUMATERA SELATAN

Wahyuni1), Sarmalina Simamora, Apt, M.Kes 2)

1)
Mahasiswa RPL Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang

2)
Dosen Jurusan Farmasi
Poltekkes Kemenkes
Palembang E-mail
:yuni25026@gmail.com

ABSTRAK
Hipertensi merupakan penyakit yang memerlukan terapi jangka
panjang, sehingga diperlukan kepatuhan pasien dalam menjalani
pengobatan untuk melakukan kontrol tekanan darah secara teratur dan
menurunkan risiko komplikasi seperti jantung, stroke dan gagal ginjal
sehingga dapat membawa penderita kedalam kasus-kasus serius bahkan
kematian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan usia,
kepatuhan dengan tekanan darah pasien hipertensi yang berobat di Klinik
Pratama KORPRI Provinsi Sumatera Selatan.Penelitian ini adalah
penelitian observasional dengan rancangan analitik cross sectional/
potong lintang.penelitian ini dilakukan di Klinik Pratama KORPRI Provinsi
Sumatera Selatan periode januari hingga april 2019.pengumpulan data

70
diambil dari data rekam medik pasien hipertensi.data dianalisis secara
statistik menggunakan Uji Fisher Exact.Hasil uji statistik menggunakan Uji
Fisher Exact untuk usia dengan tekanan darah sebesar 0,197 yang
artinya bahwa H0 diterima, dan untuk tingkat kepatuhan dengan tekanan
darah sebesar 0,006 yang artinya bahwa H0 di tolak.Sehingga dapat
diartikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan
tekanan darah, dan ada hubungan yang signifikan antara tingkat
kepatuhan pasien dengan tekanan darah pasien hipertensi yang berobat
di Klinik Pratama KORPRI Provinsi SumateraSelatan.
Kata Kunci : Usia ; Kepatuhan ; Tekanan Darah

ABSTRACT

Hypertension is a disease that requires long-term therapy, so it requires compliance of patients in undergoing
treatment to control blood pressure regularly and reduce the risk of complications such as heart disease, stroke and
kidney failure so that patients can be brought into serious cases and even death. This study aims to analyze the
relationship of age, compliance with blood pressure of hypertensive patients who seek treatment at the KORPRI
Pratama Clinic in South Sumatra Province. This study was an observational study with cross sectional analytic
design / cross section. until April 2019. data collection was taken from medical record data of hypertensive
patients. data were analyzed statistically using Fisher Exact Test. The results of statistical tests used the Fisher
Exact Test for ages with blood pressure of 0.197 which means that H0 was accepted, and for the level of
compliance with blood pressure amounting to 0.006, which means that H0 is rejected. So that it can be interpreted
that there is no significant relationship between age and blood pressure, and there is a significant relationship
between the level of compliance of patients with blood pressure of hypertensive patients who seek treatment at
Klinik Pratama KORPRI Sumatra Strait Province an.
Keyword : Age ; obedience ; blood pressure

PENDAHULUAN
Berdasarkan data WHO (World Health Organization) pada tahun
2015 menunjukkan sekitar 1,13 milyar orang didunia menderita hipertensi
artinya 1 dari 3 orang didunia terdiagnosis menderita hipertensi, hanya 36,8
% diantaranya yang minum obat. Jumlah penderita hipertensi didunia terus
meningkat setiap tahunnya, dan ada 9,4 juta orang meninggal akibat
hipertensi dan komplikasi (Wisnubro,2018)
Di Indonesia berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular

71
antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus dan
hipertensi mengalami kenaikan dibandingkan dengan Riskesdas 2013.
Hipertensi menjadi penyakit paling banyak dialami penduduk Republik
Indonesia.Kementerian Kesehatan meliris prevalensi hipertensi
berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk umur ≥18 tahun naik dari
25,8 % pada Riskesdas 2013 menjadi 34,1 % pada tahun 2018.Prevalensi
hipertensi tertinggi terdapat di provinsi Kalimantan Selatan (44,1%) dan
provinsi Papua dengan prevalensi terendah (22,2%).(Rossa, 2018)
Adapun prevalensi penyakit hipertensi di Sumatera Selatan pada
tahun 2018 menurut Riskesdas 2018 sekitar 30%. (Riskesdas, 2018). Dari
data Badan Pusat Statistik, dari jumlah kasus 10 penyakit terbanyak di
Provinsi Sumatera Selatan tahun 2017 terdapat 196.214 kasus hipertensi.
(Data Sensus BPS,2017).
Sementara angka kejadian Hipertensi di kota Palembang tahun
2017 masih tinggi yaitu 23% atau 31.804 kasus hipertensi
(DinkesKota,2017).
Kepatuhan dan motivasi yang kuat yang berasal dari diri pasien
hipertensi untuk sembuh akan memberikan pelajaran yang berharga.
Proses untuk menjaga tekanan darah pasien hipertensi tidak hanya dengan
perawatan yang tidak menggunakan obat seperti olahraga, namun juga
dilakukan dengan cara pengobatan menggunakan obat. Pengobatan
dilakukan dengan cara melakukan kontrol ke puskesmas atau klinik
pratama. Pengobatan pasien hipertensi yang sesuai dengan jadwal
kunjungan di harapkan dapat menjaga kestabilan tekanan darah pasien
hipertensi tetap normal.(Prabandari,2014)
Banyak penelitian yang sudah dilakukan tentang hipertensi
diantaranya menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan
tentang hipertensi dengan motivasi untuk memeriksakan diri. Semakin
tinggi tingkat pengetahuan pasien tentang hipertensi, maka semakin tinggi
tingkat motivasi memeriksakan diri begitu pula sebaliknya. (Prabandari,

72
2014).
Penelitian yang lain oleh Puspita (2016) menunjukan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan yaitu, Tingkat pendidikan
terakhir (pendidikan tinggi 23.8 % dan pendidikan rendah 76,2%), lama
menderita hipertensi > 5 tahun (56 %) dan < 5 tahun (44%), tingkat
pengetahuan tentang hipertensi (pengetahuan tinggi 42,9% dan
pengetahuan rendah 57,1 %), dukungan keluarga ( dukungan tinggi 59,5%
dan dukungan rendah 40,5%), peran petugas kesehatan ( peran tinggi
60,7% dan Peran rendah 39,3%), motivasi berobat (motivasi tinggi 53,6%
dan motivasi rendah 46,4%).
Faktor resiko penyakit hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat
keluarga, genetik, kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak
jenuh, kebiasaan minum-minuman berakohol, obesitas, kurang aktivitas
fisik, stres dan penggunaan estrogen.(Infodatin,2014)
Prevalensi ketidakpatuhan pengobatan hipertensi masih bervariasi.
Yang tidak termasuk ketidakpatuhan adalah pasien yang tidak rutin kontrol,
dosis obat yang tidak adekuat berperan dalam tingginya angka kegagalan
terapi hipertensi. Dari 80 pasien yang pertama kali berobat dan di diagnosis
hipertensi, yang tidak patuh pada kelompok usia dibawah 60 tahun (65,1 %)
dibandingkan usia di atas 60 tahun (62,2%). (Darnindro,2017)
Pada Penelitian kali ini penulis mengambil faktor resiko usia dan
kepatuhan terhadap tekanan darah pasien hipertensi.Hal ini merujuk
kepada penelitian yang telah dilakukan oleh Fajar Afriandi (2010) bahwa
faktor usia adalah faktor utama penyebab terjadinya hipertensi dengan
prevalensi nya pada usia diatas 45 tahun yakni sebesar 74,1%.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian observasional dengan rancangan

73
analitik cross sectional / potong lintang.

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2019 di Klinik Pratama Korpri
Provinsi Sumatera Selatan.

Populasi dan Sampel Populasi


Populasi
Populasi di ambil dari data Rekam Medik pasien hipertensi di Klinik
Pratama Korpri Provinsi Sumatera Selatan bulan Januari hingga bulan April
2019. Total populasi berdasarkan data pada bulan Januari 2019 yaitu 120
pasien. Data ini mencakup seluruh pasien hipertensi baik BPJS maupun
Non BPJS.

Sampel
Pengambilan sampel ditetapkan menurut ( Isaac dan Michael ). dengan
rumus Sehingga di dapat sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak
83 orang pasien hipertensi dari total populasi. Teknik pengambilan sampel
menggunakan metode Simple Random Sampling yang cara
pengambilannya menggunakan nomor undian.

Cara Pengumpulan Data


1) Peneliti mencatat nama beserta nomor rekam medik pasien hipertensi
sebanyak 83 orang dari jumlah keseluruhan pada kertas kerjapenelitian.
2) Peneliti mencatat usia pasien hipertensi, tekanan darah pasien sesuai
nama dan nomor rekam medik nya.
3) Peneliti mencatat tanggal pasienberobat yang di uji Chi-Square terdapat
nilai harapan dari sell pada tabel ada yang kurang dari 5 . Pengambilan
keputusan Jika nilai sig > 0,05, Ho diterima Jika nilai sig < 0,05, Ho
ditolak

74
HASIL PENELITIAN
1. HASIL
Hasil didapat bahwa responden yang berusia > 45 tahun dan
menunjukkan tekanan darah normal sebanyak 8 orang sedangkan yang
tekanan darah yang tidak normal sebanyak 58 orang. Untuk responden
yang berusia < 45 tahun tidak ada yang tekanan darahnya menjadi normal
sedangkan tekanan darah yang tidak normal sebanyak 17orang. Dan hasil
yang didapat dari kepatuhan dengan tekanan darah bahwa dari 24
responden yang patuh melakukan kontrol hanya ada 6 orangyang tekanan
darahnya menjadi normal dan ada 18 orang responden yang tekanan
darahnya tetap tidak normal. Sedangkan dari 59 responden yang tidak
patuh melakukan kontrol ada 2 orang responden yang tekanan darahnya
menjadi normal dan 57 orang yang tidak patuh tekanan darahnya tetap
tidak normal.

Tabel 1.
Data kasus hipertensi periode Januari – April 2019 mulai bulan Januari
hingga April 2019.

75
No Kategori Jumlah Persentase
Hipertensi
1 Normal- 25 30,12%
Tinggi
(TD : 130-
139/85-89
mmHg)
2 Hipertensi 38 45,78%
Derajat 1
(TD : 140-
159/90-99
mmHg)
3 Hipertensi 13 15,67%
Derajat2
(TD : 160-
179/100-
109mmHg)
4 Hipertensi 7 8,43%
Derajat 3
(TD :
180/110
mmHg)
Total 83 100%

Alat Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa alat penunjang
dalam pengumpulan data. Diantaranya adalah data Status Rekam Medis,
alat tulis, dan kamera.

76
Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
a. Usia pasien hipertensi
b. Kepatuhan pasien hipertensi
2. Variabel Dependen
Adalah tekanan darah pasien

Cara Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel kemudian di analisis
dengan menggunakan Program SPSS dengan Uji Fisher Exact karena pada

Tabel 2.
Distribusi frekuensi usia pasien hipertensi

Usia Kateg Juml Persent


(tahu ori ah ase
n) Usia
> 45 Tua 66 79,5%
≤ 45 Mud 17 20,5%
a
Tot 83 100 %
al

Tabel 3.

Distribusi frekuensi Kepatuhan pasien hipertensi melakukan kontrol


tekanan darah

No Kategori Jumla Persenta


Kepatuhan h se
1 Patuh 24 28,9%
2 Tidak 59 71,1%
Patuh
Tot 83 100%

77
al

Tabel 4.

Distribusi frekuensi kontrol tekanan darah pasien hipertensi

No Tekanan Jumla Persenta


Darah h se
1 Normal 8 9,6%
2 Tidak 75 90,4%
normal
Tot 83 100%
al

Tabel 5.

Hubungan Usia dengan Tekanan Darah

TekananDarah p
Norm Tida Total
val
Usia al k
ue
Terko Norm
nt al
rol
N % N % n %
Tua 8 12,1 5 87,9 6 10
% 8 % 6 0 0,1

% 9
Muda 0 0% 1 100 1 10 7
7 % 7 0
%
Total 8 9,6% 7 90,4 8 10
5 % 3 0
%
Tabel 6

78
Hubungan Kepatuhan dengan Tekanan Darah

Tekanan Darah
Kepat Nor p

uh an m al Tida Total v

Kontr Terk k al

ol o Norm u
ntrol al e
N% n % n %
Patuh 6 25 1 75 2 100
% 8 % 4 % 0,0
Tidak 2 3,4 5 96,6 5 100 06
Patuh % 7 % 9 %
Total 8 9,6 7 90,4 8 100
% 5 % 3 %

RP =A/(A+B)
C/(C+D) RP =6/(6+18)
2/(2+57) RP = 7,35

2. PEMBAHASAN
Usia Pasien Hipertensi
Dari 83 responden hipertensi menunjukkan bahwa penderita hipertensi
yang berusia >45 tahun sebanyak 66 orang (79,5%) dan yang berusia <45
tahun (muda) sebanyak 17 orang (20,5%). Hal ini menunjukkan penderita
hipertensi banyak di derita oleh pasien yang berusia diatas 45 tahun,
dikarenakan hilangnya elastisitas jaringan dan arterisklerosis serta
pelebaran pembuluh darah.Menurut penelitian yang dilakukan Fajar
Apriandi (2010) bahwa faktor usia adalah faktor utama penyebab
terjadinya hipertensi yang prevalensinya pada usia diatas 45 tahun yakni
74,1 %.

79
Kepatuhan Pasien Hipertensi Melakukan Kontrol Tekanan Darah
Dari 83 pasien hipertensi, sebanyak 24 orang (28,9%) yang patuh
melakukan kontrol sedangkan yang tidak patuh 59 orang (71,1%). Ini
berarti tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam melakukan kontrol di
Klinik Pratama Korpri Provinsi Sumatera Selatan masih rendah. Menurut
penelitian Gede Wahyu Pratama (2016) menyatakan dari 97 orang
sampel 63,9% sampel memiliki kepatuhan rendah dan 36,1 % sampel
menunjukkan kepatuhan tinggi terhadap pengobatan hipertensi.

Kontrol Tekanan Darah Pasien Hipertensi


Hasilnya Menunjukkan bahwa tekanan darah pasien hipertensi yang
menjadi normal sebanyak 8 orang (9,6%) dan yang tetap tidak normal
sebanyak 75 orang (90,4%).

Hubungan Usia Dengan Tekanan Darah

Provinsi Sumatera Selatan periode Januari hingga bulan April 2019, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan tekanan


darah yang normal terkontrol dan Ada hubungan yang signifikan
kepatuhan dalam melakukan kontrol dengan tekanan darah yang
normal terkontrol
2. Pasien hipertensi di Klinik Pratama KORPRI Provinsi Sumatera
Selatan dalam melakukan kontrol tingkat kepatuhannya
masihrendah.

Berdasarkan hasil penelitian dengan Uji Fisher Exact didapatkan hasil p


= 0,197.dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa H0
diterima,sehinggadapat ditarik kesimpulan tidak ada hubungan antara usia

80
dengan tekanan darah normal terkontrol.
Pada penelitian ini terdapat 66 orang responden yang usianya diatas 45
tahun dan semua menunjukan tekanan darah yang masih tinggi saat
penelitian, sekalipun mereka sudah melakukan terapi. Hal yang sama juga
terjadi pada responden yang berusia dibawah 45 tahun (17 orang), dimana
tekanan darahnya juga tetap tinggi. Keadaan ini menunjukkan bahwa
terkendalinya tekanan darah tidak berhubungan dengan usia.

Hubungan Kepatuhan Dengan Tekanan Darah


Berdasarkan hasil penelitian dengan uji fisher exact didapatkan nilai
sebesar 0,006.dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak
sehingga dapat ditarik kesimpulan ada hubungan antara kepatuhan dengan
tekanan darah pasien hipertensi yang berobat di Klinik Pratama KORPRI
Provinsi Sumatera Selatan secara signifikan nilai RP (Rasio Prevalen) =
7,35 menunjukkan bahwa pasien yang tidak patuh melakukan kontrol 7,35
kali lebih besar beresiko tekanan darah nya menjadi tidak stabil bila
dibandingkan dengan pasien yang patuh melakukan kontrol. Hasil
penelitian ini yang patuh melakukan kontrol 28,9% sedangkan yang tidak
patuh 71,1%.sedangkan hasil penelitian Puspita, E (2016) menyatakan
angka kepatuhan dalam menjalani pengobatan untuk mengontrol tekanan
darah hanya sebesar 13 % dan angka ketidakpatuhan 86%.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari 83 pasien hipertensi
di Klinik Pratama KORPRI.

SARAN
Dari hasil penelitian Hubungan Usia, kepatuhan dengan tekanan darah

81
pasien hipertensi yang berobat di klinik Pratama KORPRI Provinsi
Sumatera Selatan dapat disarankan:
1. Diharapkan dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya dengan
memperhatikan variabel lain yang mempengaruhi tekanan
darah pasien hipertensi agar normalterkontrol.
2. Diharapkan Klinik Pratama KORPRI mencari tahu apa sebab
pasien tidak patuh melakukan kontrol dan mencari solusi agar
pasien menjadipatuh.
3. Diharapkan Klinik Pratama KORPRI lebih optimal dalam
memberikan motivasi dan edukasi terhadap pelayanan
kesehatan terutama untuk penderita hipertensi agar lebih patuh
dalam melakukan kontrol tekanan darah.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih kepada ALLAH S.W.T atas karunia dan hidayahnya selama
ini Untuk suami ku tercinta Sawaludin, SE dan anaku tersayang Rahmat
diman febriansyah, terima kasih atas dukungan dan do’a nya selamaini.
Kepada Ibu Sarmalina Simamora, Apt.M,Kes terima kasih atas
bimbingannya. Kepada Ibu Mindawarnis, S,Si,Apt.M,Kes, Semua Bapak
dan Ibu Dosen Poltekkes Kemenkes Jurusan Farmasi Palembang
terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. Kepada semua
pegawai dan staff Poltekkes Kemenkes Jurusan Farmasi terima kasih atas
bantuan dan kerjasamanya selama ini Kepada keluarga besar Klinik
Pratama KORPRI Provinsi Sumatera Selatan khususnya dr.Unita
Magdalena, Putri Mutmainnah, Agus Ramdhani, Penilia
Despa dan semua rekan-rekan kerja di Klinik Pratama Terima kasih atas
bantuan dan doanya selama ini. Teman-teman seperjuangan RPL banyak
cerita dan kenangan yang tak terlupakan terutama untuk Yuk Yuniar di
Puskesmas Merdeka.

82
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Heltri Mahardika, 2014. Klasifikasi hipertensi menurut JNC VIII
Tirotoksikosis Indeks, Wayne dan New Castelle. (https://id.scrib.com)
Diakses 10 Mei2019.

Apriandi, F, 2010. Hubungan antara peningkatan usia dengan kejadian


hipertensi pada pasien yang berobat jalan di Rumah Sakit Bhineka
Bakti Husada, Jakarta pada tanggal 19 sampai 31 Juli 2010.
(https://repositori.uinjkt.ac.id).pdf.Di akses 21 April 2019.

Artiyaningrum, B, 2015. Faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian


hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan
rutin di Puskesmas Kedung Mundu Kota Semarang tahun 2014
(https://lib.unes.ac.id).pdf. Diakses 9 Mei 2019.

Danindro,N, 2017.Prevalensi ketidakpatuhan kunjungan kontrol pada


pasien hipertensi yang berobat di Rumah Sakit Rujukan Primer dan
faktor-faktor yang mempengaruhi.SMF Ilmu Penyakit Dalam
RSUP Fatmawati,Jakarta.(Jurnal penyakitdalam.ui.ac.id).pdf. Di akses
20 April 2019.

Data Densus BPS, 2017.Jumlah kasus 10 penyakit terbanyak di Provinsi


Sumsel,2015-2017.Di akses 15 April 2019 Dinkes Kota, 2017.Profil
Dinas Kesehatan kota palembang.

Pengukuran Tekanan Darah Hipertensi menurut jenis


kelamin,kecamatan,danPuskesmas,Palembang,hal.109(www.dinkes.pale
mbang.go.id)

Infodatin, 2014.Pusat data dan informasi kementrian kesehatan.


mencegah dan mengontrol hipertensi agar terhindar dari kerusakan

83
organ jantung,otak,dan ginjal ( www.depkes.go.id) Di akses 15
April2019.

Irmawati, Rina, 2015.Gambaran faktor resiko yang dapat diubah pada


pasien hipertensi di desa Cimareme wilayah kerja puskesmas
Cimarene kabupaten Bandung Barat. (wwww.academia.edu)Di
akses 26 Mei2019

JNC 8, 2014.Tata laksana Terkini Pada Hipertensi Fakultas Kedokteran


Universitas Kristen Kridawacana, Jakarta (Dalam Jurnal Natalia D,
2015 (http://ejournal.ukrida.ac.id).pdf.Di akses 26 April 2019

Kemenkes RI, 2013.Tinjauan Pustaka Definisi Hipertensi.


(http://digilib.unila.ac.id).pfd. Diakses 28 April 2019

Mulyadi, T, 2014. Pengertian Tekanan Darah sistolik dan Diastolik


(http://budisman.net) 2014/09.Di akses 28 April2019

Prabandari, 2014. Hubungan Pengetahuan Dengan Motivasi Untuk


Memeriksakan Diri Pasien Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmas
Kerjo Karanganyar. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta. (http:// eprints.ums.ac.id) Bab I. Di akses
15 April2019

Puspita, E, 2016. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan


penderita hipertensi dalam menjalankan pengobatan (studi kasus di
puskesmas gunung pati kota semarang).(http://Lib-unnes.ac.id).pdf.
Di akses 15 April 201

Riskesdas, 2018. Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Hasil


Pengukuran Pada Penduduk umur ≥ 18 tahun menurut Provinsi.
(www.depkes.go.id)info terkini> hasil. Diakses 25 April2019

84
Rossa, Vania, 2018. Hasil Riskesdas 2018, Penyakit Tidak Menular
Semakin Meningkat. (https://www.suara.com) health. Diakses 16
April 201

Sayogo, S, 2009. Studi Cross – Sectional/potong lintang, Universitas


Indonesia. Jakarta

Sumiati.N, 2018. Ketidakpatuhan Pola Makan Pada Pasien Hipertensi di


Kota Malang. Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Malang. (http://eprints.umm.ac.id) Diakses 27 April 2019

Tambunan, I, 2016. BAB II Pengertian Kepatuhan.


(http:// www.academia.edu)
Taufik, M, 2015. Prosedur Pemeriksaan Tekanan Darah.
(https://www.academia.edu) Prosedur.Diakses 28 April 2019
Wisnubro, 2018. Waspada Jumlah Penderita Hipertensi Semakin
Meningkat.(http:// Jpp.go.id)humaniora> Kesehatan. Diakses 20
April2019

85
PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING

PENGARUH PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO)


TERHADAP KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS
PARU KATEGORI 1 DI PUSKESMAS
SOSIAL PALEMBANG
Reza Agung Sriwijaya1Perawati2

ABSTRAK

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan


yang dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat,
tidak bias dan terkini kepada dokter, perawat,profesi kesehatan lainnya.
Kepatuhan untuk mencapai keberhasilan pengobatan dapat ditingkatkan
dengan pelayanan infomasi obat (PIO) untuk meningkatkan pemahaman
instruksi pengobatan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
PIO terhadap tingkat kepatuhan pasien tuberkulosis di Puskesmas Sosial
Palembang. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu
dengan rancangan kelompok statis, sehingga terdiri dari dua kelompok
yaitu PIO dan tanpa PIO. Data di peroleh dari kuesioner MMAS-
8.Pengambilan sampel dilakukan secara prospektif berdasarkan kriteria
inklusi dan ekslusi selama bulan Juli-September 2019 dan dianalisis
mengguakan uji chi square. Sampel yang diperoleh sebanyak 40 orang
terdiri dari 20 orang dengan PIO 20 orang tanpa PIO .Hasil penelitian
menunjukan bahwa pasien TB sebanyak 75% laki-laki dan perempuan
sebanyak 25%.Sebanyak 72,5% usia 16-25 tahun, usia >55 tahun
27,5%. Persentase pasien patuh dengan PIO adalah kepatuhan rendah-
sedang 55%, kepatuhan tinggi 45%. Presentase pasien tanpa PIO
adalah kepatuhan rendah-sedang 90% dan kepatuhan tinggi 10%.
Berdasarkan uji chi square nilai p=0,01 (≤ 0.05) sehingga PIO
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan. Pelayanan Informasi Obat
berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pasien tuberkulosis di
Puskesmas Sosial Palembang.

86
Kata kunci :Tuberkulosis, pelayanan informasi obat, kepatuhan

ABSTRACT
Drug Information Services is a service activity carried out by
pharmacists to provide accurate, unbiased and up to date information to
doctors, nurses, other health professionals and patients. Compliance to
achieve treatment success can be improved by drug information services
to improve understanding of treatment instructions. This study aims to
determine the effect of on the level of compliance with tuberculosis
patients in Palembang Social Health Center . This study used quasi
experimental method design with static groups, so that it consists of 2
groups, namely PIO and without PIO. Data was collected from the
MMAS-8 questionnaire. Sampling was conducted by prospectively based
on inclusion and exclusion criteria during July-September 2019 and
analyzed using the chi square test. Samples was 40 people who
consisting of 20 people without PIO and 20 people with PIO. The results
showed that TB patients were 75% male and 25% female. Aged 16-25
years, aged > 55 years 27,55%. The percentase of patients compliant
with PIO 55% low -moderate adherence, 45% high adherence. The
prsentase of patients without PIO 90% low- moderate adherence, 2%
high adherence. Based on chi square analysis the value of p= 0,01
(≤0,05) so that PIO affects the level of compliance. Drug information
services significantly influence the compliance of tuberculosis patients in
Palembang Social Health Center.

Keyword :Tuberculosis, drug information services, compliance

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh


mycobacterium tuberkulosis yang biasanya akan mempengaruhi paru-
paru (TB paru) dan dapat juga mempengaruhi daerah luar paru (TB
ekstra paru). Penyakit menular ini dapat menyebar melalui udara ketika
orang-orang yang terinfeksi tuberkulosis tersebut membuang atau
mengeluarkan bakteri ke udara seperti batuk (WHO, 2015).

87
Salah satu faktor utama kegagalan terapi adalah ketidakpatuhan
terhadap terapi. Pelaksanaan pelayanan informasi obat merupakan
kewajiban farmasis yang didasarkan pada kepentingan pasien, dimana
salah satu bentuk pelayanan informasi obat yang wajib diberikan oleh
tenaga farmasis adalah pelayanan informasi yang berkaitan dengan
penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat
secara tepat, aman dan rasional atas permintaan masyarakat (Anief,
2007).

Faktor kunci kepatuhan pasien terhadap pengobatan adalah


pemahaman tentang instruksi pengobatan.Dalam hal ini, peningkatan
pemahaman tentang instruksi pengobatan dan peningkatan kepatuhan
pasien sangat dipengaruhi intervensi pelayanan kefarmasian, yaitu
pelayanan informasi obat (PIO). Penelitian Gunawan (2017) menyatakan
bahwa hasil kepatuhan dalam pengobatan TB terdapat pasien patuh
(90,7%) dan pasien tidak patuh (9,3%) dan berdasarkan usia terbanyak
yang mengalami penyakit TB paru adalah usia >45 tahun (36%)
dilanjutkan usia 18-25 tahun (26,7%), usia 26-35 tahun (21,3%), dan
terakhir usia <18 tahun (1,3%).

Puskesmas Sosial Palembang merupakan salah satu puskesmas


yang ada di kota Palembang masih banyaknya jumlah pasien
tuberkulosis paru di Puskesmas Sosial Palembang dan belum pernah
dilakukan penelitian mengenai pengaruh PIO dan kepatuhan pasien
tuberkulosis di Puskesmas Sosial Palembang.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti akan


melakukan penelitian Pengaruh PIO Terhadap Kepatuhan Pasien
Tuberkulosis paru kategori 1 di Puskesmas Sosial Palembang.
Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pengaruh pelayanan informasi obat terhadap kepatuhan
pasien tuberkulosis

METODE PENELITIAN

88
Penelitian ini merupakan metode eksperimen semu (quasi
experiment) Randomized ControlPost test Design. Pengambilan data
dilakukan secara prospektif menggunakan instrument kuesioner MMAS-
8.Sampel di penelitian ini adalah semua populasi pasien tuberkulosis yang
terdiagnosa TB paru kategori 1dan mendapatkan obat TB dibulan Juli
2019 di Puskesmas Sosial Palembang. Sampel sebanyak 40 pasien
dibagi 2 kelompok yaitu kelompok pasien yang Pelayanan Informasi Obat
(PIO) dan tanpa Pelayanan Informasi Obat (PIO). Kelompok pasien PIO
masing masing 20 pasien. Selanjutnya 2 kelompok tersebut diukur
kelompok pasien diberikan PIO dan kelompok pasien tanpa PIO. Pasein
tanpa PIO diberikan oleh peneliti waktu pengguaan obat, sedangkan
kelompok yang diberikan PIO oleh peneliti nama obat, waktu pengguaan,
cara pengguaan, efek samping dengan penjelasan leafleat serta stiker
untuk mengingat waktu pengguaan minum obat TB.

Data Jumlah
  Presentase(%)
demografi pasien
Jenis
Laki-laki 30 75
kelamin
  Perempuan 10 25
       
Usia 16-55 tahun 29 72,5
  >55 tahun 11 27,5
       
Pendidikan SD 21 52,5
  SLTP 4 10
  SLTA 12 30
  Sarjana 3 7,5
     
Pekerjaan Pelajar 3 7,5
  PNS 2 5
  Wiraswasta 19 47,5
Pegawai
  10 25
swasta
Ibu rumah 6
15
  tangga

89
Kriteria Inklusi :
1. Pasien yang datang berobat kePuskesmas Sosial Palembang,
terdiagnosa TB paru kategori 1 yang dan mendapatkan obat.
2. Bersedia ikut dalam penelitian dengan mengisi informed consent.

KriteriaEksklusi :
1. Pasien TB paru kategori 1 dengan penyakit penyerta/ komplikasi.
2. Pasien yang tidak dapat ikut perkembangan.

Dari hasil pelayanan Informasi obat TB kategori 1 di psukesmas social


didapat sebagai berikut:

Fase pengobatan
Intensif 17 42,5

Lanjutan 23 57,5

Kepatuhan pasien tuberkulosis berdasarkan kuesionerMMAS-8

Jumlah dan persentase pasien


Data Perlakuan berdasarkan kepatuhan pasien
Rendah - Sedang Tinggi
Dengan  11 9 
PIO  55% 45% 
Tanpa 18  2
PIO  90%  10%

berdasarkan berat badan

90
Pio Ju Persent Tanp Ju Persent
mla ase (%) a Pio mla ase (%)
h h
Menin 13 65 Menin 8 40
Be gkat gkat
rat
Ba Menu 0 0 Menu 2 10
da run run
n
Mene 7 35 Mene 10 50
tap tap

Berdasarkan hasil penelitian data pasien tuberkulosis selama bulan


Juli- September 2019 didapatkan populasi 43 pasien yang berobat di
Puskesmas Sosial Palembang, tetapi yang memenuhi kriteria inklusi 40
pasien karena 3 orang tersebut merupakan pasien mangkir kemudian 40
pasien tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok dengan PIO
sebanyak 20 orang dan kelompok tanpa PIO sebanyak 20 orang.
Berdasarkan jenis kelamin menunjukan bahwa jumlah pasien tertinggi
pada laki-laki sebanyak 30 pasien (75%) dan perempuan sebanyak 10
pasien (25%), jumlah pasien tertinggi yang menderita penyakit
tuberkulosis pada usia produktif yaitu 16-55 tahun sebesar 29 pasien
(72,5%) sedangkan pasien usia >55 tahun sebanyak 11 pasien (27,5%).
Sebagian besar penderita tuberkulosis adalah penduduk yang berusia
produktif antara 15-55 tahun,.Dari hasil penelitian ini diketahui tingkat
pendidikan yang paling banyak terdapat pada TB paru yaitu Sekolah
Dasar (SD) sebanyak 21 orang (52,5%), dan tingkat pendidikan yang
paling rendahyaitu berpendidikan sekolah dasar yaitu 52,5%, yang
menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi 7,5%.Hal ini disebabkan
karena rendahnya tingkat pendidikan sangat berkaitan dengan rendahnya
tingkat pengetahuan penderita. Kelompok yang berpendidikan SD
memiliki resiko lebih besar untuk terserang penyakit TB paru karena
kurangnya pengetahuan mereka tentang penyebab penularan dan cara

91
penularan penyakit TB paru melalui udara,Berdasarkan kelompok
pekerjaan pasien diketahui tingkat pekerjaan yang paling tinggi pasien Tb
dengan profesi yaitu Wiraswastadengan profesi buruh bangunan dan
tukang becak 19 orang, (47,5%)dan tingkat pekerjaan yang paling rendah
yaitu PNS 2 orang (5%).Berdasarkan berat badan pasien yang diberikan
PIO diperoleh hasil berat badan pasien meningkat sebanyak 13 orang
(65%), menurun sebanyak 0 orang (0%), dan menetap sebanyak 7 orang
(35%),dan berat badan tanpa PIO di peroleh hasil berat badan pasien
meningkat sebanyak 8 orang (40%), menurun sebanyak 2 orang (10%),
menetap sebanyak 10 orang (30%). Pada penelitian ini peningkatan
berat badan juga berpengaruh terhadap pelayanan informasi obat
dengan peningkatan berat badanpasien TB dengan selisih berat badan
sebesar 1kg.Analisa pengaruh Pelayanan Informasi Obat terhadap
tingkat kepatuhan pasien diberikan PIO dan tanpa PIO.Dari penelitian ini
diketahui tingkat kepatuhanPIO meliputi kepatuhan tinggi 9orang (45%),
kepatuhan rendah-sedang 11 orang (55%). Tingkat kepatuhan tanpa PIO
meliputi kepatuhan tinggi 2 orang (10%), kepatuhan rendah-sedang 18
orang (90%). Tingkat kepatuhan pasien dianalisis menggunakan uji chi
square diperoleh nilai 0,040 (< 0,050). Hasil uji tersebut di peroleh bahwa
ada pengaruh signifikan antara pelayanan informasi obat terhadap
kepatuhan.Keberadaan apoteker di Puskesmas sangat
diperlukan.penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
minimal harus dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai
penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian
sesuai kebutuhan. Jumlah kebutuhan Apoteker di Puskesmas Sosial
Palembang tidak terdapat Apoteker, pelayanan obat dilaksanakan oleh
Tenaga Teknis Kefarmasian dari jenjang akademik D3. Menurut
Permenkes (2016), pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep,
penyerahan obat, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, ronde/visite
pasien (khusus Puskesmas rawat inap), pemantauan dan pelaporan efek
samping obat, pemantauan terapi obat dan evaluasi penggunaan obat.
Tujuan Pelayanan Kefarmasian klinik adalah untuk meningkatkan mutu

92
dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas,
memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi obat dan Bahan Medis Habis Pakai,
meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan
pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian dan melaksanakan
kebijakan obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan pelayanan
informasi obat.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian Adanya pengaruh Pelayanan Informasi
Obat (PIO) yang signifikan terhadap tingkat kepatuan pasien tuberkulosis
dan adanya perbedaan tingkat kepatuhan pasien PIOyaitu hasil tingkat
kepatuhan tinggi 45% rendah-sedang 55% dan tanpa PIO, sedangkan
tingkat kepatuhan tanpa PIO yaitu hasil tingkat kepatuhan tinggi 10%,
kepatuhan rendah-sedang 90%.

Daftar Pustaka
Burman, W.J., Dalton, C.B. (1997). A Cost effectivenes Analysis of Directly
Observed Therapi vs Self Administered Therapy for Treatment of
Tuberkulosis, CHEST. 112:63-70
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2004). Penemuan Penderita
Baru dan Keberhasilan Pengobatan Indikator Keberhasilan
Penanggulangan TB Paru.Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2005). Pharmaceutical care
untuk penyakit tuberkulosis.Jakarta: Bina Farmasi Komuintas dan
Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2009). Pedoman
Penanggulangan Tuberkulosis.Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. (2014). Propil Kesehatan
Tahun 2014, Sumatera Selatan. Palembang: Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Selatan.

93
Dinas Kesehatan. (2015). Propil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Selatan.Sumatera Selatan.
Gunawan, A.R.S., Simbolon, R.L., dan Fauzia, D. (2017). Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Pasien Terhadap
Pengobatan Tuberkulosis Paru Di Lima Puskesmas Se- Kota
Pekanbaru.JOM FK. 4(2): 1-20.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2014). Panduan Praktis
Klinis Bagi Dokter Difasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.Jakarta:
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2011). Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2015). Survei Prevalensi
Tuberkulosis 2013-2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2016). Tentang standar
pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
Kurniaputri, A., dan Supadmi, W. (2015). Pengaruh Pemberian Informasi
Obat Antihipertensi terhadap Kepatuhan Pasien Hipertensi di
Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta periode November 2014.
Majalah Farmaseutik. 11(1) : 268-274.
Made Suadyani Pasek, I Made Satyawan.2013. Hubungan Persepsi dan
Tingkat Pengetahuan Penderita TB dengan Kepatuhan Pengobatan di
Kecamatan Buleleng Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan
Rwkreasi.Skripsi.Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas
Pendidikan Ganesha Singaraja Indonesia.
Manalu, H.S.P. (2010). Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB
Parudan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol.
9 (4): 1340-1346

94
Morisky D.E., Ang A., Krousel-wood M., & Ward H.J. (2008).Predictive
validity of a medication adherence measure in an outpatient
setting.The Journal of Clinical Hypertension.Vol. 10(5). 348-354
Nurkumalasari., Wahyuni, D., Ningsih, N. (2016). Hubungan Karakteristik
Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Hasil Pemeriksaan Dahak di
Kabupaten Ogan Ilir.Jurnal Keperawatan Sriwijaya. 3 (2): 51-58.
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia.(2016). Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Mentri Kesehatan
Republik Indonesia.
Rantucci, M.J. (2007). Komunikasi Apoteker-Pasien :Panduan Konseling
Pasien (Edisi 2). Penerjemah : A.N. Sani. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.
Rapoff, M.A. (2010). Adherence to Pediatric Medical Regimens, 50-51,
University of Kansas Medical Center, Kansas City.
Saragi, S. (2011). Panduan Penggunaan Obat, Rosemata Publisher: A
review didalam Chusna, N., Sari, P.I., Probosuseno. (2014).
Pengaruh Kepatuhan Dan Pola Pengobatan Terhadap Hasil Terapi
Pasien Hipertensi. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi.Vol.
4(4), 230-235.
Schnipper, JL, Jennifer, LK, Michael, CC,Stephanie, AW, Brandon,
AB,Emily, T, Allen, K, Mark, H,Christoper, LR, Sylvia, CM, David,WB.
(2006). Role of PharmacistCounseling in Preventing AdverseDrug
Events After Hospitalization.USA :Archives of Internal Medicine. Vol
166.565-571.
Siregar, C.J.P. (2005). Farmasi Klinik: Teori dan Penerapan. Jakarta:
EGC.
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, I.J., Adnyana, I.K., Setiadi, A.P., dan
Kusnandar. (2008). ISO Farmakoterapi.Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
World Health Organization. (2013). Treatment of Tuberculosis: guidelines
for National Programmes, Third Edition, World Hearlth Organization.
Geneva: WHO.

95
World Health Organization. (2015). Treatment of tuberculosis: guidelines
for national programmes. 2nd ed. Geneva: World Health Organization.

96
PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING

FORMULASI DAN EVALUASI REPELLENT STICK MINYAK


ATSIRI EUKALIPTUS (Eucalyptus globulus L.) DENGAN
KOMBINASI CERA ALBA DAN CETYL ALCOHOL
SEBAGAI STIFFENINGAGENT

Dhea Tari Rezki1), Ratnaningsih DewiAstuti2)


1)
Mahasiswa Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes
Palembang
2)
Dosen Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang

ABSTRAK

Repellent stick merupakan salah satu sediaan yang digunakan


untuk melindungi kulit dari gigitan nyamuk vector penyebaran penyakit
pada manusia. Kombinasi cera alba dan cetyl alkohol sebagai
stiffening agent diketahui dapat menghasilkan stick yang baik, stabil
dan tidak berubah menjadi tengik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui konsentrasi kombinasi cera alba dan cetyl alkohol yang
optimal untuk menghasilkan repellent stick yang stabil dan memenuhi
persyaratan. Repellent stick yang dibuat menggunakan zat aktif
minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) dengan kandungan
senyawa aktif eukaliptol yang berkhasiat sebagai repellent nyamuk.
dengan minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) sebanyak
10% sebagai zat aktif dan memvariasikan kombinasi cera alba dan
cetyl alkohol sebagai stiffening agent dengan konsentrasi 12%:10%
pada formula I, 15%:12,5% pada formula II dan 18%:15% pada
formula III. Kemudian dilakukan evaluasi sediaan selama 28 hari
penyimpanan meliputi pH, suhu lebur, homogenitas, daya oles, warna,
bau dan iritasi kulit. Hasil evaluasi yang didapat, menunjukkan bahwa
sediaan repellent stick selama penyimpanan 28 hari memiliki pH yang

97
cenderung meningkat, mengalami penurunan suhu lebur selama masa
penyimpanan dengan rentang formula I 53-59ºC, formula II 60-68ºC
dan formula III 64-69ºC dan semua sediaan repellent stick memiliki
daya oles yang baik, homogen dan tidak mengalami perubahan warna,
bau serta tidak mengiritasi kulit. Dari penelitian dapat disimpulkan
bahwa Minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) dapat
diformulasikan menjadi sediaan repellent stick yang stabil dan
memenuhi persyaratan. Formula repellent stick yang paling optimal
yaitu dengan variasi kombinasi cera alba dan cetyl alkohol18%:15%.

PENDAHULUAN

Nyamuk adalah salah satu jenis serangga yang setiap hari dijumpai
dan berinteraksi dengan manusia. Beberapa jenis nyamuk yang ada
merupakan vector penyebaran penyakit pada manusia, seperti Aedes
sp, Culex sp, Anopheles sp, dan Mansonia sp (Sembel, 2009). Menurut
WHO pada tahun 2016 terdapat 725.000 kasus kematian yang
disebabkan oleh gigitan nyamuk. Dimana penyakit yang paling sering
terjadi diakibatkan oleh nyamuk diantaranya seperti DBD, malaria serta
filariasis. Berbagai cara dilakukan untuk mencegah gigitan nyamuk
diantaranya penggunaan insektisida, fogging (pengasapan), abatisasi,
penggunaan obat nyamuk bakar dan obat nyamuk elektrik serta
penggunaan anti nyamuk (repellent). Menurut Wahyono dan Oktarinda
(2016) dibandingkan penggunaan obat nyamuk bakar, elektrik ataupun
insektisida sebanyak 32,5% masyarakat lebih memilih untuk
menggunakan repellent.
Repellent adalah sediaan yang digunakan untuk melindungi kulit dari
gigitan nyamuk (anti nyamuk). Sediaan ini tidak membunuh nyamuk
tetapi hanya membuat nyamuk tidak tertarik terhadap manusia
(Rutledge, 2008). Repellent diformulasikan untuk digunakan pada kulit.
Beberapa bentuk repellent yang ada dipasaran diantaranya lotion
dengan merk seperti Caladine, Bite fighter, Sofell, Autan, Dee- dee.
Sediaan berbentuk krim seperti Pure baby mosquitoe repellent, Bebe

98
roosie, Caladine cream, untuk repellent spray seperti Soffel, Bite fighter,
Autan, Nokito dan untuk sediaan berbentuk stik hanya Mosi guard dan
Autan. Repellent dalam bentuk lotion dan krim membutuhkan bantuan
tangan dalam pengaplikasiannya sehingga mengakibatkan resiko
tertelannya bahan-bahan kimia yang terkandung dalam repellent
tersebut, salah satunya adalah diethyl toluamide (DEET) yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan, seperti mual, muntah, kelesuan,
ataksia, dan anafilaksis (Mabey, 2005). Repellent berbentuk spray
dianggap lebih aman karena tidak membutuhkan tangan dalam
penggunaannya tetapi sediaan ini lebih mudah menguap bila
diaplikasikan dikulit sehingga perlindungan yang diberikan tidak
bertahan lama (Lestari, 2011). Berbeda dengan ketiga bentuk repellent
diatas sediaan berbentuk stickdiaplikasikan tanpa menggunakan tangan,
tidak mudah menguap dan dapat bertahan relatif lebih lama dikulit.
Repellent stick adalah sediaan repellent berbentuk batang yang
terbuat dari. campuran lilin padat dan alkohol berlemak tinggi (Fush dan
Schopflin, 1974). Beberapa lilin padat yang dapat digunakan sebagai
basis pembentuk stik diantaranya yaitu, lilin lebah, lilin carnauba, serta
cetaceum (Allen, 2002) dan alkohol berlemak tinggi seperti myristyl
alcohol, cetyl alcohol, dan stearyl alcohol (Fush dan Schopflin, 1974).
Dari bahan tersebut yang paling banyak digunakan adalah kombinasi
antara lilin lebah dan cetyl alcohol, karena stabil dengan cahaya, udara
dan tidak berubah menjadi tengik (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).
Kombinasi lilin lebah dan cetyl alcohol sebagai basis pembentuk stik
juga telah diteliti oleh Rao (2011) yang membuktikan bahwa keduanya
dapat menghasilkan stik yang baik, tetapi menurut Lutfia, Sutyasningsih
dan Widayanti, (2013) campuran basis ini dapat mengalami penurunan
kekerasan bila adanya penambahan minyak sehingga menghasilkan
stick yang lunak. Walaupun demikian kombinasi lilin lebah dan cetyl
alcohol dapat diaplikasikan dalam bentuk sediaan stik dengan
penambahan zat aktif yang berkhasiat sebagai repellent.
Zat aktif pada sediaan repellent yang banyak beredar dipasaran

99
adalah DEET dengan konsentrasi berkisar 5%-100% (Mabey, 2005).
DEET merupakan bahan kimia sintetis yang dapat menolak nyamuk,
tetapi beracun pada konsentrasi 10-15% (Gunandini, 2006).
Penggunaan DEET yang secara terus menerus dan berulang dapat
mengakibatkan beberapa masalah kesehatan mulai dari iritasi kulit,
hingga insomnia dan kram otot (Osimitz, 1997). Dampak negatif tersebut
dapat dihindari dengan mengganti DEET dengan bahan alami yang lebih
aman bagi tubuh. Salah satu keanekaragaman hayati yang memiliki
potensi untuk dimanfaatkan menjadi pengganti DEET adalah minyak
atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulusL.).
Minyak atsiri eukaliptus dihasilkan dari daun eukaliptus (Eucalyptus
globulus L.) dengan cara destilasi uap. Tumbuhan ini berasal dari
Australia dan Tasmania (Soetrisno, 1969) dan termasuk kedalam family
Mirtaceae. Minyak atsiri eukaliptus mengandung zat berupa eucalyptol
(Bolland, 1991) yang berkhasiat sebagai insektisida dan pengusir
(repellent) serangga (Klocke, 1987). Menurut Ranasinghe (2016) minyak
atsiri eukaliptus pada konsentrasi 10% dapat bermanfaat sebagai
repellent nyamuk dengan daya tolak 100% dimana menurut Peraturan
Pemerintah melalui Komisi Pestisida Departemen Pertanian (1995)
syarat repellent nyamuk dapat dikatakan efektif apabila daya proteksinya
paling sedikit 90%.
Berpedoman dari penelitian mengenai medicatestick dengan
menggunakan kombinasi lilin lebah putih (cera alba) dan cetyl alcohol
oleh Rao (2011) dan mengingat khasiat minyak atsiri eukaliptus
(Eucalyptus globulus L.) yang dapat dijadikan sebagai repellent
(Ranasinghe, 2016) maka peneliti tertarik untuk memformulasikan
minyak atsiri eukaliptus dalam bentuk repellent stick dengan
memvariasikan lilin lebah (cera alba) dan cetyl alcohol sebagai basis
pembentuk stik.

TUJUAN PENELITIAN

100
Tujuan Umum
Memformulasikan repellent stick minyak atsiri eukaliptus
(Eucalyptus globulus L) dengan kombinasi cera alba dan cetyl alkohol
yang stabildan memenuhi syarat.

Tujuan Khusus
a. Mengukur pH sediaan repellent stick minyak atsiri eukaliptus
(Eucalyptus globulus L) dengan kombinasi cera alba dan
cetylalcohol
b. Mengukur suhu lebur sediaan repellent stick minyak atsiri eukaliptus
(Eucalyptus globulus L) dengan kombinasi cera alba dan
cetylalkohol
c. Mengamati homogenitas sediaan repellent stick minyak atsiri
eukaliptus (Eucalyptus globulus L) dengan kombinasi cera alba dan
cetylalkohol
d. Mengukur daya oles sediaan repellent stick minyak atsiri eukaliptus
(Eucalyptus globulus L) dengan kombinasi cera alba dan
cetylalkohol
e. Mengamati perubahan bau sediaan repellent stick minyak atsiri
eukaliptus (Eucalyptus globulus L) dengan kombinasi cera alba dan
cetylalkohol
f. Mengamati perubahan warna sediaan repellent stick minyak atsiri
eukaliptus (Eucalyptus globulus L) dengan kombinasi cera alba dan
cetyl alkohol
g. Mengamati efek iritasi kulit dari sediaanrepellent stick minyak atsiri
eukaliptus (Eucalyptus globulus L) dengan kombinasi cera alba dan
cetyl alcohol

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan
membuat beberapa formula repellent sick yang mengandung minyak
atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L) dengan kombinasi cera alba

101
dan cetyl alcohol sebagai stiffening agent pada konsentrasi 12%:10%,
15%:12,5% dan 18%:15%.

Objek Penelitian
Objek penelitian yang akan digunakan adalah minyak atsiri
eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) yang diperoleh dari supplier
essential oil dengan brand “Happy Green” di Jakarta

Cara Pengumpulan Data


1. Identifikasi Minyak Atsiri Eukaliptus
a. Organoleptis
Minyak atsiri eukaliptus merupakan cairan tidak berwarna atau kuning
pucat, memiliki bau aromatis kamfer, rasa menusuk seperti kamfer
yang diikuti rasa dingin (Depkes, 1995).

b. IndeksBias
Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam
ruang hampa dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks
bias minyak dapat ditentukan dengan menggunakan alat Abbe
Refractometer, menurut Depkes (1995) minyak atsiri eukaliptus
memiliki indeks bias 1,458-1,470.

c. Bobot perml
Bobot per milliliter suatu zat adalah bobot dalam gram per ml zat cair
pada suhu 20ºC. Bobot per ml minyak atsiri eukaliptus adalah 0,906
hingga 0,925 (Depkes, 1995).

2. Formulasi Repellent Stick Minyak Atsiri Eukaliptus (Eucalyptus


globulus L.)
Dalam penelitian ini formula yang digunakan mengacu pada Rao
(2011) yang membuktikan bahwa kombinasi cera alba dan cetyl
alkohol sebagai stiffeniing agent akan menghasilkan stick yang stabil
secara fisik. Peneliti akan memvariasikan kombinasi konsentrasi cera

102
alba dan cetyl alkohol sebagai stiffeniing agent. Konsentrasi cera alba
dan cetyl alkohol yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
(12%:10%) pada Formula I, (15%:12,5%) pada Formula II, dan
(18%:15%) pada Formula III. Minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
globulus L.) bertindak sebagai zat aktif. Konsentrasi minyak atsiri
eukaliptus yang digunakan pada penelitian ini adalah10%.

Tabel 1. Formula Repellent Stick Yang Mengandung Minyak Atsiri


Eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
Jumlah yang
No Bah digunakan Keterang
an an
Form Form Formul Formul
ula ula a II a III
Kontr I
ol
1 Minyak - 10% 10% 10% Zat Aktif
Atsiri
Eukaliptus
2 Cera Alba 12% 12% 15% 18% Stiffening
agent
3 Cetyl 10% 10% 12,5% 15% Stiffening
Alkohol agent
4 Vaselin 15% 15% 15% 15% Emollient
Alba
5 Na. Lauril 1% 1% 1% 1% Emulgator
Sulfat
6 Propilen 13% 13% 13% 13% Humektan
Glikol
7 Aquades Ad Ad Ad 100 Ad 100 Pembawa
100 100
Formulasi ini dimodifikasi dari penelitian Rao (2011).

3. Pembuatan RepellentStick

103
Adapun cara pembuatan formula kontrol, I, II, dan III adalah sebagai
berikut:
a. Cara Pembuatan Formula Kontrol
1) Masukan cera alba, cetyl alkohol dan vaselin album kedalam cawan
(fase minyak) (massa1)
2) Masukkan natrium lauril sulfat, propilen glikol dan Aquadest kedalam
cawan (fase air) (massa 2)
3) Panaskan fase minyak dan fase air hingga suhu 70ºC
4) Tambahkan fase minyak perlahan kedalam fase air, aduk secara
konstan hinggahomogen
5) Tuangkan massa dalam keadaan panas kedalam cetakan, kemudian
dinginkan.

b. Cara pembuatan Formula I, II danIII


1) Masukan cera alba, cetyl alkohol dan vaselin album kedalam cawan
(fase minyak) (massa1)
2) Masukkan natrium lauril, sulfat propilen glikol dan Aquadest kedalam
cawan (fase air) (massa2
3) Panaskan fase minyak dan fase air hingga suhu 70ºC
4) Tambahkan fase minyak perlahan kedalam fase air, aduk secara
konstan hingga homogen (massa 3)
5) Tambahkan minyak atsiri eukaliptus sedikit demi sedikit kedalam
masa 3 pada suhu 55º C aduk secara konstan hinggahomogen
6) Tuangkan massa dalam keadaan panas kedalam cetakan,
kemudiandinginkan

4. Uji KestabilanFisik
Uji kestabilan fisik yang dilakukan antara lain, pH, suhu lebur, dan
organoleptik sediaan (warna dan bau) setelah dilakukan penyimpanan
selama 28 hari, yaitu pada hari ke 0, 7, 14, 21, dan 28.
a. pH
Nilai pH sediaan dapat diukur dengan menggunakan pH meter.

104
Untuk mengukur nilai pH ini dibutuhkan sampel sebanyak 1gr yang
dilebur dalam beaker gelas dengan 100ml Aquadest diatas
penangasair
Cara kerja :
1) Nyalakan alat pH meter dengan menekan tombol “ON”
2) Kalibrasi alat pH meter dengan cara:
3) Menekan tombolpH

4) Celupkan electrode kedalam larutan dapar pH 7, putar tombol skala


sehingga menunjukkan angka 7,0
5) Bilas electrode dengan aquadest, celupkan kedalam larutan dapar pH
4, bila angka yang ditunjukkan belum tepat maka diatur dengan
memutar tombol skala agar didapatkan angka4,0
6) Setelah itu bilas electrode dengan aquadest lalu di celupkan kedalam
sediaan repellentstick
7) Catat pH yang tertera di layar untuk mengamati perubahanpH

b. Suhu Lebur
Suhu lebur sediaan dapat diukur dengan menggunakan alat Kofler
Heating Banch System. Adapun cara kerjanya adalah sebagai berikut:
1) Nyalakan alat dengan menekan tombol “ON”, lampu petunjuk hijau
akanmenyala.
2) Panaskan bangku lebur selama 1jam.
3) Setelah 1 jam, letakkan sampel repellentstick
diatas lempeng pemanas
4) Amati perubahan yang terjadi selama 10detik
5) Geser jarum joki sampai terlihat perubahantitik leleh padasampel
6) Catat titik lebursampel

c. UjiHomogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sediaan repellent
stick pada kaca transparan (objek glass) dan dilihat apakah terdapat
butir-butir kasar yang tertinggal pada kaca tersebut (ilham, 2016).

105
d. Daya Oles
Uji daya oles dilakukan dengan melibatkan 30 responden yang dipilih
secara acak. Pengujian dilakukan secara visual dengan cara
mengoleskan repellent stick pada kulit punggung tangan kemudian
mengamati apakah sediaan repellent stick mampu menempel saat dioles
pada kulit dengan beberapa kalipengolesan.

e. Warna
Pengamatan warna dilakukan dengan menggunakan 30 orang
responden untuk mengamati perubahan warna yang terjadi dalam
sediaan repellent stick yang disimpan selama 28 hari.

f. Bau
Pengamatan bau dilakukan dengan menggunakan 30 orang
responden untuk mengamati perubahan bau yang terjadi dalam sediaan
repellent stick yang disimpan selama 28 hari.

g. IritasiKulit
Uji Iritasi kulit melibatkan 30 orang responden yang dipilih secara
acak. Pengujian dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan (F1, F2,
F3) pada punggung tangan selebar 2,5 x 2,5 cm (Mitsui, 1996).
Kemudian amati reaksi yang mungkin terjadi misalnya gatal, kemerahan
danperih.

Alat Pengumpulan Data


1. Alat
Gelas ukur (pyrex), cawan porselin, timbangan gram, anak
timbagan gram, mortir, stamper, pengaduk kaca, timbangan analitik,
penjepit kayu, sudip, perkamen, waterbath, wadah roll up, pH meter
Hanna, bangku lebur Kofler Heating Banch System, dankuisioner
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini Minyak Atsiri Eukaliptus

106
(Eucalyptus globulus L.), Cera Alba, Cetyl alkohol, Vaselin Alba, Na.
Lauril Sulfat, Propilenglikol dan Aquadestilata.

HASIL PENELITIAN
1. Hasil Identifikasi Minyak Atsiri Eukaliptus
Zat aktif minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) yang
diperoleh dari supplier essential oil dengan brand “Happy Green” di
Jakarta, kemudian dilakukan uji identifikasi dengan hasil sebagai
berikut;

Tabel 2. Hasil identifikasi minyak atsiri eukaliptus

Uji Standar Hasil Uji


Identifikasi (Depkes, Identifikasi Keterangan
1995)
Tidak Tidak Berwarna
Warna berwana atau (Bening) Memenuhi
Kuning Standar
Bau Bau Bau Memenuhi
Kamfer Kamfer Standar
Rasa menusuk
seperti kamfer, Pedas, Memenuhi
Rasa Dingin dingin Standar
Indeks 1,458- 1,460 Memenuhi
Bias 1,470 Standar
Bobot/ml 0,906- 0,9244 Memenuhi
0,925 Standar

2. Hasil Uji Kestabilan RepellentStick


Repellent stick minyak atsiri eukalipus dibuat dalam tiga formula
dengan memvariasikan cera alba dan cetyl alkohol sebagai stiffening
agent kemudian dilakukan uji kestabilan sifat fisik setiap minggunya
selama 28 hari penyimpanan meliputi pH, suhu lebur, homogenitas,
daya oles, warna, bau dan pengujian terhadap iritasi kulit. Hasil
pengamatan kestabilan sifat fisik repellent stick minyak atsiri eukalipus

107
dapat dilihat dalam tabel dan gambar berikut:

Tabel 3. Hasil Pengamatan pH Repellent Stick Minyak Atsiri Eukaliptus


(Eucalyptus globulus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan.

pH (hari
Repellent Stick Keterangan
ke)
0 7 14 21 28
Formula Kontrol 5,3 5,3 5,4 5,5 5,73 M
3 7 3 5 S
Formula I 5,2 5,2 5,3 5,3 5,44 M
2 5 0 6 S
Formula II 5,1 5,2 5,2 5,3 5,57 M
9 1 7 9 S
Formula III 5,0 5,1 5,2 5,3 5,38 M
1 4 0 0 S
Keterangan tabel:
MS : Memenuhisyarat
pH yang memenuhi syarat 4-8 (Aulton, 2002)

Tabel 4. Hasil Pengamatan Suhu Lebur Repellent Stick Minyak Atsiri


Eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan.

Suhu Lebur (hari ke)


Repellent Stick Keterangan
0 7 14 21 28
Formula Kontrol 64 64 64 64 64 M
S
Formula I 59 58 56 54 53 M
S
Formula II 68 66 65 63 60 M
S
Formula III 69 68 67 66 64 M
S
Keterangan tabel:
MS : Memenuhisyarat
Suhu lebur yang memenuhi syarat 50º C-70º C (Keithler, 1956)

108
Tabel 5. Hasil Pengamatan Homogenitas Repellent Stick Minyak Atsiri
Eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan.

Homogenitas (hari ke)


Repellent Stick Keterangan
0 7 14 21 28
Formula Kontrol H H H H H M
S
Formula I H H H H H M
S
Formula II H H H H H M
S
Formula III H H H H H M
S
Keterangan tabel:
MS : Memenuhi syarat
H : Homogen

Tabel 6. Hasil Pengamatan Daya Oles Repellent Stick Minyak Atsiri


Eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) Selama 28 Hari
Penyimpanan.

Menempel pada olesan ke - Keteran


Repellent Stick
gan
1 2 3 4 5 >5
Formula Kontrol 30 0 0 0 0 0 MS
Formula I 30 0 0 0 0 0 MS
Formula II 30 0 0 0 0 0 MS
Formula III 30 0 0 0 0 0 MS
Keterangan tabel:
MS : Memenuhisyarat
Daya oles repellent stick memenuhi syarat bila dapat menempel pada
kulit setelah ≤ 5 kali pengolesan (Keithler,1956)

Tabel 7. Pengamatan Perubahan Warna, Bau dan Iritasi Kulit Repellent


Stick Minyak Atsiri Eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) Selama 28
Hari Penyimpanan.

109
Kestabilan
Repellent Fisik
War Ba Iritasi
Stick
na u Kulit
B TB B TB B TB
Formula 0,00 100 0,00 100 0,00 100%
Kontrol % % % % %
Formula I 0,00 100 0,00 100 0,00 100%
% % % % %
Formula II 0,00 100 0,00 100 0,00 100%
% % % % %
Formula III 0,00 100 0,00 100 0,00 100%
% % % % %
Keterangan:
B :Berubah
TB : Tidak Berubah

Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Gel Semprot Ekstrak Umbi Talas


Jepang (Colocasia esculenta L.) Selama 28 Hari Penyimpanan
Kestabilan Irita Juml
Formula Fisik siK ah

ulit
pH Suhu Homogeni Day War Ba M TM
Lebur tas a na u S S
Oles
Kontr M MS MS M MS MS M 8 0
ol S S S
I M MS MS M MS MS M 8 0
S S S
II M MS MS M MS MS M 8 0
S S S
III M MS MS M MS MS M 8 0
S S S
Keterangan:
MS : Memenuhisyarat

110
PEMBAHASAN
1. Identifikasi MinyakAtsiri
Identifikasi minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) dilakukan
untuk memastikan bahwa minyak atsiri yang digunakan dalam penelitian
ini adalah minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.). Pengujian
yang dilakukan berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi ke-IV
didapatkan hasil dengan pembahasan sebagai berikut:
a. Organoleptis
Dari hasil pengamatan, minyak atsiri eukaliptus yang digunakan tidak
memiliki warna (bening), berbau kamfer yang menusuk dan rasa pedas,
dingin seperti kamfer dimana hal ini sesuai dengan yang tertera dalam
farmakope edisi ke-IV.

b. IndeksBias
Hasil indeks bias yang didapatkan adalah 1,460, menurut Depkes
(1995) minyak atsiri eukaliptus memiliki indeks bias sebesar 1,458-1,470.
Berdasarkan dengan hasil indeks bias yang didapat, miyak atsiri yang
digunakan memenuhi standar karakteristik indeks bias minyak
eukaliptus.

c. Bobot perml
Berdasarkan hasil pengujian, minyak atsiri yang digunakan pada
penelitian ini memiliki bobot per ml sebesar 0,9244, hasil tersebut sesuai
dengan range standar minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
yaitu sebesar 0,906 hingga 0,925 (Depkes, 1995).

Dari ketiga identifikasi yang dilakukan didapatkan hasil bahwa


ketiganya memenuhi standar dari minyak atsiri eukaliptus berdasarkan
farmakope edisi ke-IV maka dapat disimpulkan bahwa minyak yang akan
digunakan pada penelitian ini adalah eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)

2. KestabilanFisik

111
a. pH
Pada tabel 3 dapat dilihat hasil pengamatan pH sediaan repellent
stick minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) yang disimpan
selama 28 hari dengan variasi kombinasi cera alba dan cetyl alkohol
untuk formula kontrol dan formula I (12%:10%), formula II (15%:12,5%)
dan formula III (18%:15%). Dalam penelitian ini didapatkan pH repellent
stick berkisar 5,01-5,73, dimana formula kontrol memiliki pH 5,33-5,73,
dengan persentase kenaikan pH sebesar 6,3%, formula I memiliki pH
5,22-5,44, dengan persentase kenaikan pH sebesar 4,2%, formula II
memiliki pH 5,19-5,57 dengan persentase kenaikan pH sebesar 7,3%,
dan formula III memiliki pH 5,01-5,38 dengan persentase kenaikakn pH
sebesar 7,3%. Dari persentase kenaikan pH yang terjadi dapat dilihat
bahwa formula I cenderung lebih stabil dibanding formula yang lain
karena formula I memiliki persentase perubahan pH yang paling kecil.
Selama 28 hari penyimpanan keempat formula repellent stick
mengalami kenaikan pH tiap minggunya. Kenaikan pH dari keempat
formula ini diduga disebabkan oleh bahan yang terdekomposisi oleh
suhu tinggi saat pembuatan atau penyimpanan yang menghasilkan
senyawa basa dan juga dapat disebabkan karena faktor lingkungan
seperti suhu dan penyimpanan yang kurang baik (Putra, Dewantar dan
Swastini, 2014). Walaupun terjadi peningkatan pH selama proses
penyimpanan, keempat formula repellent stick tersebut masih
memenuhi standar pH yang aman untuk kulit yaitu sebesar 4-8 (Aulton,
2002), karena apabila pH sediaan topikal terlalu asam maka dapat
menyebabkan iritasi kulit dan juga tidak diperbolehkan terlalu basa
karena dapat menyebabkan kulit kering dan bersisik (Kuncari,
Iskandarsyah dan Praptiwi,2014).

b. Suhu Lebur
Pengukuran suhu lebur dilakukan untuk mengetahui suhu dimana
repellent stick yang mengandung minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
globulus L.) akan melebur. Pada tabel 4 dapat dilihat hasil pengamatan

112
suhu lebur repellent stick minyak atsiri eukaliptus yang disimpan selama
28 hari. Dari keempat formula didapatkan range suhu lebur berkisar
53ºC-69ºC. Selama 28 hari penyimpanan formula kontrol tidak
menunjukkan adanya perubahan suhu lebur dimana suhu lebur formula
kontrol ialah 64ºC. Sedangkan ketiga formula lainnya mengalami
penurunan suhu lebur selama masa penyimpanan, dimana formula I
memiliki suhu lebur berkisar 53-59ºC dengan persentase penurunan titik
lebur sebesar 10,16%. Formula II mengalami penurunan suhu lebur
sebesar 11,7% dengan range suhu antara 60-68ºC sedangkan formula
III memiliki suhu lebur berkisar 64-69ºC dan mengalami penurunan suhu
lebur sebesar7,2%.
Penurunan suhu lebur berpengaruh terhadap kekerasan stik yang
dihasilkan dimana bila terjadi penurunan suhu lebur maka stik yang
dihasilkan akan menjadi lebih lunak. Pada penelitian ini repellent stick
formula 1 cenderung lebih lunak dibandingkan dengan formula kontrol
ditinjau dari suhu leburnya yang lebih rendah padahal konsentrasi
pengeras yang digunakan sama yakni cera alba 12% dan cetyl alkohol
10% hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya pengaruh penggunaan zat
aktif berupa minyak, dimana sesuai dengan penelitian Lutfia,
Sutyasningsih dan Widayanti, (2013) yang menyatakan bahwa campuran
kedua pengeras yang digunakan dapat mengalami penurunan
kekerasan bila adanya penambahan minyak. Menurut penelitian
Perdanakusuma dan Zakiah (2005) penambahan minyak pada basis stik
akan menambah jumlah cairan dalam emulsi sehingga sediaan stik yang
terbentuk akan semakin lunak dan nampakcreamy.
Sedangkan formula II dan formula III cenderung memiliki bentuk fisik
stik yang lebih keras dibanding formula I dikarenakan adanya
peningkatan konsentrasi pengeras yang digunakan yakni formula II
menggunakan cera alba dan cetyl alkohol sebesar 15% dan 12,5%
sedangkan formula III sebesar 18% dan 15%. Dilihat dari hasil pengujian
suhu lebur dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi
pengeras yang digunakan maka suhu lebur dan kekerasan yang

113
dihasilkan akan semakin meningkat (Pracima, 2015), sama halnya
seperti penelitian Mulangsari, Mimiek dan Eni (2017) yang juga
mengalami peningkatan kekerasan karena adanya peningkatan
konsentrasi pengeras. Penambahan pengeras dapat meningkatkan
jumlah padatan dalam emulsi sehingga produk stik yang terbentuk akan
semakin keras (Perdanakusuma dan Zakiah, 2005). Karena formula III
menggunakan konsentrasi pengeras paling besar maka suhu lebur
tertinggi dimiliki oleh repellent stik formulaIII.
Selama penyimpanan 28 hari ketiga formula repellent stick
mengalami penurunan suhu lebur tiap minggunya sehingga setiap
minggu ketiga formula cenderung menjadi semakin lunak hal ini diduga
karena suhu ruangan penyimpanan yang tidak dikendalikan sehingga
terjadi fluktuasi suhu (Pracima, 2015). Penurunan suhu lebur juga terjadi
pada penelitian Noermastuti (2015) yang menggunakan minyak jarak
pada sediaan stik, dimana menurutnya suhu dapat mempengaruhi
kepadatan atau ketegaran stik menjadi berkurang sehingga suhu ruang
penyimpanan stik berpengaruh terhadap kekerasan sediaan stik.
Walaupun tiga formula mengalami penurunan suhu lebur akan tetapi,
keempat formula repellent stick tersebut masih memenuhi standar suhu
lebur sediaan stik yakni 50- 70ºC (Keithler,1956).

c. Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan untuk melihat ada tidaknya butir-
butir kasar saat pengolesan repellent stick selama masa penyimpanan
28 hari. Adanya butir-butir kasar menandakan sediaan repellent stick
yang dibuat tidak homogen karena tidak terdispersinya antar komponen
bahan pembuat stik (Siregar dan Utami, 2014). Pengujian homogenitas
dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan repellent stick pada kaca
transparan (objek glass) dan dilihat apakah terdapat butir-butir kasar
yang tertinggal pada kaca tersebut. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa partikel pada repellent stick formula kontrol, formula I, formula II
dan formula III terdistribusi dengan baik ditandai dengan tidak adanya

114
butir-butir kasar yang tertinggal pada objek glass selama 28 hari
penyimpanan dan pada saat dioleskan di kulit juga tidak terdapat butiran
kasar yang menggumpal ataupuntertinggal. Untuk pengujian terhadap
daya oles, warna, bau dan iritasi kulit, peneliti melibatkan 30 responden,
hal ini didasarkan pada syarat pengujian untuk desain penelitian
eksperimen, menurut Gay dan Diehl (1992) untuk jenis penelitian
eksperimental dengan mengunakan beberapa formula atau grup maka
jumlah responden yang digunakan minimalsebanyak
15 orang per 1 grup penelitian dan maksimal 30 orang untuk penelitian
dengan lebih dari 3 formula. Selain itu menurut Frankel dan Wallen
(1993) penelitian eksperimen dengan menggunakan 30 orang responden
pada setiap grup sudah cukup untuk menggambarkan keseluruhan
populasi

d. Daya Oles
Pengujian daya oles dilakukan secara visual dengan cara
mengoleskan repellent stick pada kulit punggung tangan kemudian
mengamati apakah sediaan repellent stick mampu dioleskan pada kulit
dengan beberapa kali pengolesan. Pada tabel 6 disimpulkan bahwa
sebanyak 30 responden menyatakan keempat formula mampu
menempel pada kulit saat pengolesan pertama. Sehingga dapat
dikatakan bahwa keempat formula repellent stick mudah diaplikasikan
pada kulit hal ini dikarenakan tingginya konsentrasi vaselin alba dan
propilen glikol yakni 15% dan 13% dalam tiap formula sehingga
menghasilkan stik yang lembut dan lembab, dimana vaselin album
berfungsi sebagai emollient yang dapat menghasilkan stik yang lembut
ditambah dengan propilen glikol yang berfungsi sebagai humektan untuk
melembabkan sehingga menghasilkan stick yang mudah untuk dioleskan
pada kulit. Dari hasil yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa daya
oles repellent stick minyak atsiri eukaliptus sangat baik karena
memenuhistandar.

115
e. Warna
Pengujian warna bertujuan untuk mengetahui apakah repellent stick
minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) yang dibuat mengalami
perubahan warna atau tidak selama penyimpanan 28 hari dengan
melibatkan 30 responden. Formula kontrol memiliki warna putih susu,
begitu pula dengan ketiga formula lainnya yang mengandung zat aktif
berupa minyak atsiri eukaliptus. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan zat aktif kedalam basis stik tidak mempengaruhi warna stik
yang dihasilkan mengingat bahwa zat aktif yang digunakan memang
tidak berwarna (bening).
Data hasil kuesioner menunjukkan bahwa sebanyak 100% responden
menyatakan keempat formula repellent stick tidak mengalami perubahan
warna selama penyimpanan 28 hari hal ini dikarenakan kondisi tutup
sediaan yang baik dan tertutup rapat sehingga kontak langsung antara
sediaan dengan udara serta cahaya dapat dihindari.

f. Bau
Pengujian bau bertujuan untuk mengetahui apakah repellent stick
minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) yang dibuat mengalami
perubahan bau atau tidak selama penyimpanan 28 hari dengan
melibatkan 30 responden. Repellent stick formula kontrol tidak memiliki
bau, sedangkan formula I, II dan III memiliki bau seperti kamfer khas
dari minyak atsiri eukaliptus. Pada tabel 9 disimpulkan sebanyak 30
orang responden menyatakan bahwa keempat formula repellent stick
tidak mengalami perubahan bau selama masa penyimpanan. Hal ini
membuktikan bahwa tidak adanya pertumbuhan bakteri dan mikroba
pada repellent stick yang dapat mempengaruhi perubahan bausediaan.

g. Iritasi Kulit
Pengujian iritasi kulit bertujuan untuk melihat apakah sediaan
repellent stick yang dibuat menimbulkan gejala iritasi atau tidak pada
saat digunakan. Pada tabel 7 didapatkan data hasil kuesioner yang

116
menunjukkan bahwa 100% responden menyatakan tidak mengalami
gejala iritasi yang berupa kulit kemerahan, gatal-gatal, terasa panas dan
perih pada permukaan kulit setelah diolesi keempat formula repellent
stick yang mengandung minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus
L.) hal ini dikarenakan pH sediaan yang dihasilkan berkisar 5,01-5,73,
dimana rentang pH tersebut masih mampu ditoleransi dengan baik oleh
kulit (Aulton,2002) . Hal lain yang mempengaruhi yaitu bahan-bahan
yang terkandung dalam formula tidak menyebabkan iritasi kulit dan
kondisi sediaan repellent stick tersebut masih baik selama 28 hari
penyimpanan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap kestabilan
fisik repellent stick minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
dengan kombinasi cera alba dan cetyl alkohol sebagai stiffening agent
selama 28 hari penyimpanan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) dapat diformulasikan
menjadi sediaan repellent stick yang stabil dan
memenuhipersyaratan.
2. Kombinasi cera alba dan cetyl alkohol yang paling optimal ialah pada
konsentrasi 18% cera alba dan 15% cetylalkohol
3. pH semua formula repellent stick yang mengandung minyak atsiri
eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) memenuhi persyaratan dan stabil
secarafisik.
4. Hasil pengukuran suhu lebur semua formula repellent stick yang
mengandung minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
memenuhi persyaratan dan stabil secarafisik.

5. Homogenitas semua formula repellent stick yang mengandung minyak


atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) memenuhi persyaratan dan
stabil secarafisik.
6. Daya oles semua formula repellent stick yang mengandung minyak
atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) memenuhi persyaratan dan

117
stabil secarafisik.
7. Semua formula repellent stick yang mengandung minyak atsiri
eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) memenuhi persyaratan karena
tidak mengalami perubahanbau.
8. Semua formula repellent stick yang mengandung minyak atsiri
eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) memenuhi persyaratan karena
tidak mengalami perubahanwarna.
9. Semua formularepellent stick yang mengandung minyak atsiri
eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) memenuhi persyaratan karena
tidak mengakibatkan iritasi saatdigunakan.

SARAN
Dari hasil penelitian mengenai repellent stick yang mengandung
minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) dapatdisarankan:

1. Dilakukan uji kekerasan untuk mengetahui kualitas patahan stick dan


juga kekuatan repellent stick dalam proses pengemasan,
pengangkutan, danpenyimpanan.
2. Dilakukan uji aktivitas repellent terhadap nyamuk secara langsung
untuk mengetahui seberapa besar daya tolak yang dihasilkan sediaan
repellent stick yang mengandung minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
globulusL.)
3. Dilakukan uji dipercepat untuk mengetahui kestabilan sediaan
repellent stick yang mengandung minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
globulus L.) dalam jangka waktu yang lama dan kestabilan terhadap
suhuekstrim.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan zat aktif
tanaman lain yang diharapkan akan menghasilkan sediaan yang lebih
stabil.

118
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, A, 2000. Minyak Tumbuhan Tropika Indonesia. ITB, Bandung,
Indonesia, hal. 2 dan 24

Allen, LV, 2002. Current & Practical Compounding Information for the
Pharmacist : Compounding Medication Sticks. Secundum Artem.
5 (3)

Aulton, M, 2002. Pharmaceutical Practice Of Dosage Form Design,


Curcill Livingstone. Edirberd. London, hal.244.

Bogdanov, S, 2017. Beeswax: History, Uses and Trade. Online


Beeswax Book. 2. hal. 9 ( http

: // www.bee-hexagon.net, Diakses 1 Februari 2018 )


Cerasoli, S., M.C. Caldeira., J.S. Pereira., G. Caudullo., D. de Rigo,
2016. Eucalyptus globulus and other eucalypts in Europe:
distribution, habitat, usage and threats. Dalam : San-Miguel-
Ayanz, J, et al. European Atlas of Forest Tree Species (hal. 90-
91). EU, Luxembourg

Cibro, YNP, 2013. Penetapan Kadar Minyak Atsiri Pada Biji Pala
(Myristica fragans Houtt). Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Farmasi
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Collet, D.M., dan M.E Aulton, 1990. Pharmaceutical Practice. Longman


Singapore Publishers, Singapore, hal. 109.

Departemen Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. hal. 756
dan 768
Departemen Kesehatan RI, 1985. Formularium Kosmetika Indonesia.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal. 7 dan 627

119
Ernawati, D., U. Chasanah., N. Hidayah, 2017. Optimasi Formulasi
Sediaan Lipstik Mengandung Ekstrak Etanol Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea batatas L.). Prosiding. Peningkatan Keilmuan Solusi
Tantangan Profesi Kesehatan. Fakultas Ilmu Kesehatan UMM,
Malang, 9 Februari2017.

Fraenkel, J., Wallen, 1993. How to Design and Evaluate Research in


education. Edisi ke II. McGraw-Hill Inc : New York

Fuchs P., dan G. Schopflin, 1974. Medicated Sticks.United States


Patent 3,856, p. 931, Berlin
Gay, L.R dan Diehl, P.L, 1992. Research Methods for Business and
Management, MacMillan Publishing Company, NewYork.

Gunandini, D.J, 2006. Bioekologi dan Pengendalian Nyamuk Sebagai


Vektor Penyakit. Pros. Sem. Nas. Pestisida Nabati III. Balittro.
hal. 43-48

Gunawan, D., dan S Mulyani, 2004. Ilmu Obat Alam. Jakarta: Penebar
Swadaya, hal. 106.

Harry, R.G., J.B Wilkinson., R. Clark., E. Green., T.P Mclaughlin, 1962.


Modern Cosmeticology. Volume 1. Chemical Publishing CO., INC,
New York, hal. 504.

Ilham, H.S, 2016. Optimasi Formulasi Sediaan Lipstik Menggunakan


Ekstrak Umbi Bit (Beta vulgaris L.). Berkala Ilmiah Mahasiswa
Farmasi Indonesia. 4 (2):27-33.

Keithler, W.M.R, 1956. The Formulation of Cosmetics and Cosmetic


Specialities. Drug and Cosmetic Industry, New York, hal. 157

Kirnanoro, H., dan N.S. Maryana, 2016. Anatomi Fisiologi. Pustaka Baru
Press, Yogyakarta, Indonesia, hal. 74-75
Klocke, J.A., M.V Darlington., M.F Balandrin, 1987. 1,8-Cineole
(Eucalyptol), A Mosquito Feeding and Ovipositional Repellent

120
from Volatile Oil of Hemizonia fitchii (Asteraceae). Journal of
Chemical Ecology. 13 (12) : 2131-2141

Koeswandy, LF., dan Z.M. Ramadhania, 2016. Review Artikel


Kandungan Senyawa Kimia dan Bioaktivitas Dari Eucalyptus
globulus Labill. Farmaka. 14 (2): 63-78.

Komisi Pestisida, Departemen Pertanian RI, 1995, Metode Standar


Pengujian Efikasi Pestisida, Departemen Pertanian, Jakarta, hal
9-95

Kuncari, E.S., Iskandarsyah., Praptiwi, 2014. Evaluasi, Uji Stabilitas Fisik


Dan Sineresis Sediaan Gel Yang Mengandung Minoksidil,
Apigenin Dan Perasan Herba Seledri (Apium graveolens L.).
Buletin Penelitian Kesehatan. 42 (2):213-222.

Kusantati, H., P.T Prihatin., W. Wiana, 2008. Tata Kecantikan Kulit


Untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta, Indonesia, hal. 59

Lestari, MI, 2011. DEET, Bahan Aktif Repellentyang Efektif dan Aman
Bagi Travellers. Skripsi, Universitas Udayana, Bali.

Lutfia, M., Sutyasningsih., A. Widayanti, 2013. Pengaruh Peningkatan


Konsentrasi Canauba Wax Terhadap Sifat Fisik Lipstik Sari Buah
Bit (Beta vulgaris L.). Skripsi, Universitas Muhammadiyah Prof.
DR. HAMKA,Jakarta.

LeMone, P., K.M Burke., G. Bauldoff, 2016. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah “Gangguan Intagumen, Gangguan Endokrin dan
Gangguan Gastrointestinal. TerjemahanOleh : Iskandar Tiflani,
Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia, hal 486-488

Mabey, M, 2005. DEET Insect Repellant Toxicity. Utox Update. 7 (2): 1-4.

Maharani, A, 2015. Penyakit Kulit : “Perawatan, Pencegahan,


Pengobatan”. Pustaka Baru Press, Yogyakarta, Indonesia, hal. 1-
16.

121
Maulina, I.D, 2011. Uji Stabilitas Fisik dan Aktivitas Antioksidan Sediaan
Krim Yang Mengandung Ekstrak Umbi Wortel (Dancus carota L.).
Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.

Mitsui, T, 1996. New Cosmetics Science. Elsevier Science B.V,


Amsterdam, hal. 211

Mulangsari, D.A., M. Murrukmihadi., E. Muaniqoh, 2017. Karakteristik


Fisik Lipstik Sari Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus
costaricensis) Dengan Variasi Perbandingan Konsentrasi
Carnauba Wax dan Beeswax. Inovasi Teknik Kimia. 2 (2): 19-24.

Murod, A, 2013. Penuntun Praktikum Fisika Farmasi. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Palembang,
Palembang, hal. 5, 7, 9 dan13.

Noermastuti, R, 2015. Formulasi Dan Evaluasi Sediaan Lipstik Dengan


Basis Lemak Cokelat Dan Minyak Jarak. Karya Tulis Ilmiah,
Jurusan Farmasi Universitas Sebelas Maret.

Osimitz, TG., JV Murphy, 1997. Neurological effects associated with


use of the insect repellent N, N-diethyl-m-toluamide (DEET).
Toxicol Clin Toxicol. 35:435-441.

Orwa, C., A. Mutua., R. Kindt., R. Jamnadass., A. Simons, 2009.


Eucalyptus globulus ssp. Globulus. Agroforestry Database 4.0: 1-
5.

Patil, V.A., dan S.A. Nitave, 2014. A Review On Eucalyptus globulus: A


Divine Medicinal Herb. World Journal Of Pharmacy And
Pharmaceutical Science. 3 (6): 559-567.

Perdanakusuma, O., Z. Wulandari, 2005. Optimasi Proses Pembuatan


Lipstik Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Malam
Lebah. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 14 (3): 95-100.

Putra, M., Swastini., Dewantara, 2014. Pengaruh Lama Penyimpanan


Terhadap Nilai pH Sediaan Cold Cream Kombinasi Ekstrak Kulit

122
Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.), Herba Pegagan
(Centella asiatica) Dan Daun Gaharu (Gyrinops versteegii (gilg)
Domke). Jurnal Farmasi Udayana. 3 (1): 18-21.Pracima, R, 2015.
Pemanfaatan Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas (L.) Poir) Sebagai
Zat Warna Pada Sediaan Lipstik. Skripsi, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Prahastuty, A.T, 2016. Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Bintaro (Cerbera


manghas) Terhadap Mortalitas Nyamuk Aedes Aegypti. Karya
Tulis Ilmiah, Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra
Indonesia Malang.

Ranansinghe, M.S.N., L. Arambewela., S. Samarasinghe, 2016.


Development Of Herbal Mosquito Repellent Formulations.
International Journal Of Pharmaceutical Science And Research. 7
(9):3643-3648.

Rao, P., V.A Hiremath., S. Sonavne., S. Pratima., P. Sagare., S.V


Saran., Muntasibalikhan, 2014. Design Of Miconazole Derma
Sticks For The Treatment Of Chromomycoses. World Journal Of
Pharmacy And Pharmaceutical Sciences. 3 (4):762-780.

Rutledge, C. R., dan J.F. Day, 2008. Mosquito Repellent. University Of


Florida

Rowe, R.C., P.J. Sheskey., M.E. Quinn, 2009. Handbook of


Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. American
Pharmaceutical Association. London, Chicago, hal. 155-156, 592-
593, 651-653, 779-780.

Sastrohamidjojo, H, 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada University


Press, Yogyakarta, hal. 9-11.
Sayyid, A.B.M, 2013. Kitab Obat Hijau Cara-Cara Ilmiah Sehat Dengan
Herbal. PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo, hal. 281.

Sembel, D.T, 2009. Entomologi Kedokteran. ANDI, Yogyakarta.

123
Siregar, Y.D.I., dan P. Utami, 2014. Pemanfaatan Ekstrak Kulit Melinjo
Merah (Gnetum Gnemon) sebagai Pewarna Alami pada
Pembuatan Lipstik. Jurnal Kimia Valensi. 4 (2):98-108.

Soetrisno, R.B, 1969. Ichtisar Farmakognosi. CV. Quartz, Jakarta, hal.


107.

Syaiffudin, 2016. Ilmu Biomedik Dasar Untuk Mahasiswa Keperawatan,


Salemba Medika, Jakarta, Indonesia, hal 32-38

Syamsuni, H.A, 2006. Ilmu Resep. Buku Kedokteran EGC, Jakarta,


Indonesia, hal. 121.
Tranggono, R.I., dan Latifah, 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,Indonesia,
hal11-13.

Trinanda, W, 2012. Formulasi Sediaan Lipstik Menggunakan Ekstrak


Buah Rasberi (Rubus rosifolius J.E.Smith) Sebagai Pewarna.
Skripsi, Universitas Sumatera Utara,Medan.

Wahyono, T.Y.M., dan Oktarinda, 2016. Penggunaan Obat Nyamuk


dan Pencegahan Demam Berdarah di DKI Jakarta dan Depok.
Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia. 1 (1):35-40.

Yuliani, S., dan S. Satuhu, 2012. Panduan Lengkap Minyak Atsiri.


Penebar Swadaya, Jakarta, Indonesia, hal. 148.

Zen, S., dan T. Asih, 2017. Potensi Ekstrak Bunga Tahi Kotok (Tagetes
erecta) Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes aegypti
Yang Aman Dan Ramah Lingkungan. BIOEDUKASI Jurnal
Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Metro. 8 (2):

142-149.

124
LOMBA POSTER

TOKSISITAS AKUT PRODUK HERBAL “X” YANG


MENGANDUNG KOMBINASI BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa
L.) DAN MENGKUDU
(Morinda citrifolia L.) TERHADAP MENCIT PUTIH BETINA
GALUR
SWISS-WEBSTER

Ellya Aidia1, Sari Meisyayati2, Ade Arinia Rasyad3, Atirah Nabilah4,

Vena Widiyono Sa’diyah5, Siti Wahyuna6


Mahasiswa Farmasi1, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi
Palembang

ABSTRAK

Minat masyarakat terhadap produk herbal terus meningkat dalam


dekade terakhir. Namun, produk herval tidak sepenuhnya aman
karena tidak didukung bukti ilmiah yang memadai. Tujuan dari

125
penelitian ini adalah untuk menentukan nilai LD50 dan tingkat
keamanan dari produk herbal “X” dengan uji toksisitas akut oral
terhadap mencit putih betina galur Swiss Webster dengan metode
OECD 425 (Up and Down Procedure). Parameter yang diamati
adalah mortalitas, tanda-tanda toksisitas, dan organ mencit secara
makroskopis. Pada penelitian ini, mencit diberikan dosis 5000
mg/kgBB. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada kematian dan
tidak terlihat adanya tanda-tanda toksisitas dalam 14 hari setelah
pemberian dosis. Pengamatan terhadap organ vital jantung, hati,
dan ginjal tidak menunjukkan perbedaan yang berarti
dibandingkan dengan mencit kontrol. Berdasarkan analisis dengan
software AOT StatPgm disimpulkan bahwa produk herbal “X”
termasuk kategori praktis tidak toksik (LD50 lebih besar dari 5000
mg/kgBB).
Kata kunci: Produk herbal, toksisitas akut, LD50, OECD 425

ABSTRACT

Public interest in herbal products has continued to increase in the


past decade. However, herbal products were not completely safe
because they are not supported by adequate scientific evidence.
The purpose of this study was to determine the LD50 value and the
safety level of the herbal product “X” with an acute oral toxicity test
for female white mice Swiss Webster strain with the OECD 425
(Up and Down Procedure) method. The parameters observed were
mortality, signs of toxicity, and organs of mice. In this study, mice
were given a dose of 5000 mg/kgbb. The results showed that no
death and signs of toxicity after 14 days of dosing were seen.
Observation of vital organs, heart, liver, and kidney, did not show
any significant difference compared to control mice. Based on the
analysis with AOT StatPgm software, it was concluded that the

126
herbal product “X” is practically non-toxic (LD50 greater than 5000
mg/kgBB).
Keywords: Herbal products, acute toxicity, LD50, OECD 425

1. PENDAHULUAN
Kepercayaan masyarakat Indonesia pada produk herbal
terus meningkat. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (2010),
masyarakat yang memilih obat herbal untuk mengobati penyakit
atau memelihara kesehatan mencapai 59,12%, meningkat dalam
waktu 3 tahun dari yang semula hanya 35,7% (Badan Litbang
Kesehatan, 2007). Di Indonesia sebagian besar produk herbal
yang terdaftar adalah kelompok jamu, dimana pembuktian khasiat
dan keamanannya berdasarkan penggunaan empiris secara turun
temurun (Menkes, 2007). Selain jamu masyarakat pun telah
mengenal dan mengkonsumsi bermacam-macam obat herbal dari
berbagai Negara lain, baik itu yang berasal dari Cina,
India,Australia, ataupun yang berasal dari Negara-negara Barat
dalam era globalisasi saat ini (Kamaludin, 2016).
Menurut survey Maryani, dkk (2017) jamu dan produk herbal
saat ini disenangi dan dipilih masyarakat karena dianggap tidak
memiliki efek samping. Persepsi masyarakat karena herbal adalah
tanaman (alami) maka otomatis aman. Namun data-data yang
mendukung asumsi tersebut tidaklah banyak. Banyak efek samping
yang berbeda pada herbal telah dilaporkan, termasuk efek dari
konstituen yang aktif secara biologis dari herbal, efek samping
yang disebabkan kontaminan, dan interaksi obat herbal (Bent,
2008). Contoh kasus yang dilaporkan yaitu kasus ibu hamil yang
mengalami kesulitan dalam proses melahirkan. Dalam dua tahun
dilaporkan beberapa kasus sejenis di Rumah Sakit Sardjito
Yogyakarta. Pasien mengalami periode hamil yang diperpanjang
dan setelah dilakukan operasi Caesar, ditemukan selaput cair janin
berwarna kehijauan. Pasien mengatakan bahwa mereka

127
mengkonsumsi produk jamu khusus yaitu cabe puyang yang
mengandung cabe jawa (Piper retrofractum) dan empirit lempuyang
(Zingiber americans). Konstituen aktif produk jamu ini belum jelas.
Menurut tes farmakologis in situ ekstrak produk jamu mungkin
menghambat kontraksi rahim sebagai efek dari alkaloid piperine
(Pramono dalam Torri, 2012).
Kasus di atas menunjukkan bahwa produk herbal tidak
sepenuhnya aman, untuk itu akan lebih baik bila produk-produk
herbal tersebut diteliti dari manfaat dan keamanannya. Salah satu
produk herbal yang sudah beredar dipasaran adalah produk herbal
“X” yang merupakan produk salah satu industri obat tradisional di
Indonesia yang diklaim mampu menurunkan tekanan darah tinggi.
Produk herbal “X” merupakan produk herbal kategori jamu.
Komposisi produk herbal “X” yaitu Morinda citrifolia fructus dan
Nigella sativa semen. Berbagai penelitian tentang aktivitas dan
keamanan kedua tanaman ini (dalam bentuk tunggal) pun sudah
banyak dilakukan termasuk penentuan nilai LD50. Akan tetapi
kombinasi 2 tanaman ini berpotensi terjadinya interaksi karena 2
senyawa yang diberikan bersamaan sehingga perlu dilakukan
peninjauan keamanannya.
Salah satu uji keamanan yang dapat dilakukan adalah uji
toksisitas akut. Uji ini dapat menghasilkan informasi tentang gejala
keracunan dan nilai LD50 (Lethal Dose) yang akan memberikan
gambaran besarnya daya racun suatu bahan, dan dari sini dapat
diketahui kategori tingkat toksisitas suatu produk herbal (Ngatidjan,
2006).

2. TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui efek toksisitas akut produk herbal “X” yang
mengandung kombinasi biji jinten hitam (Nigella sativa L.) dan
buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) yang diukur dengan
penentuan nilai lethal dose (LD50).

128
Mengetahui kategori tingkat toksisitas produk herbal “X” yang
mengandung kombinasi biji jinten hitam (Nigella sativa L.) dan
buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap mencit putih betina
galur Swiss-Webster.
Mengetahui apakah terdapat tanda-tanda toksisitas pada mencit
putih betina galur Swiss-Webster yang diberi produk herbal “X”
yang mengandungkombinasi biji jinten hitam (Nigella sativa L.)
dan buah mengkudu (Morinda citrifolia L.).

3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan
metode Up and Down dan terdiri dari 2 kelompok perlakuan, yaitu
kelompok kontrol dan kelompok uji. Hewan uji yang digunakan
dalam penelitian ini adalah mencit putih betina galur Swiss-
Webster usia 8-12 minggu dengan selisih berat badan antar
mencit tidak lebih dari ±20%. Sampel yang digunakan adalah
produk herbal “X” yang mengandung kombinasi biji jinten hitam
(Nigella sativa L.) dan buah mengkudu (Morinda citrifolia L.).

Prosedur Penelitian

Penyiapan Larutan Uji Dosis 5000 mg/kgBB

Serbuk sampel ditimbang Ditambahkantween80


sebanyak2875mg, 1%,digerushingga homogen.

dimasukkan ke dalam
lumpang.

129
Larutan sediaan sediaan uji Tambahkan aquadest
Larutan sedian uji Diberikan kepada hewan sedikit, dimasukkan
uji sebanyak ke mg)
1 ml (125 dalam labu ukur 10 ml, ditambahkan aquadest
mg) sampai tanda batas.

Uji Toksisitas Akut Metode Up and Down Main Test

Uji Toksisitas Akut Metode Up and Down Main Test

5 ekor mencit betina galur Swiss


Webster diaklimatisasi selama 7 hari
kemudian dipuasakan (tetap diberi
minum) selama 12 jam dan ditimbang
bobotnya masing-masing

2 ekor mencit sebagai 1 ekor mencit sebagai uji


kontrol (Aquadest 1 ml) (larutan uji dosis 5000
mg/kgBB)

Diberikan pada mencit secara


Setelah oral menggunakan sonde
perlakuan,
mencit Tanda toksisitas diamati tiap 30
dipuasakan menit dan dilanjutkan setiap hari
selama 4 jam selama 14 hari

Mencit mati Mencit uji bertahan hidup

Lakukan main test 2 mencit uji lainnya diberikan


sediaan uji dosis 5000 mg/kgBB
1 mencit
2 ekor mencit uji mati Setelah 48 jam
uji mati

2 mencit uji
bertahan hidup

130
maka LD50 > 5000
mg/kgBB 2 mencit uji lainnya
diberikan sediaan uji
dosis 5000
mg/kgBB

1 ekor mencit uji bertahan


hidup
maka LD50 > 5000
mg/kgBB

131
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Nilai LD50
Metode uji toksisitas akut yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Up and Down Procedure (UDP). Metode ini merupakan
metode alternatif dalam pengujian toksisitas akut. Hewan uji yang
digunakan pada metode UDP lebih sedikit yakni sepertiga dari jumlah
hewan yang digunakan dalam metode konvensional (Erkekoglu,
2011). Metode UDP juga telah divalidasi dan memenuhi persyaratan
akurasi dan persisi sehingga dapat digunakan sebagai metode acuan
uji toksisitas (Ningrum, 2012). Metode Up and Down Procedure terdiri
dari dua tahap yaitu limit test dan main test. Pada penelitian ini
metode yang digunakan adalah limit test dengan dosis 5000
mg/kgBB. Dosis 5000 mg/kgBB dipilih karena berdasarkan penelitian
sebelumnya ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia L) dan
biji jinten hitam (Nigella sativa L) memiliki LD50 berturut-turut
>2000mg/kgBB dan >21g/kgBB (Radhakrishnan dkk, 2015; Vahdati-
Mashhadian dkk, 2005). Sehingga dapat diasumsikan bahwa bahan
uji memiliki nilai LD50 > 5000 mg/kgBB. Metode UDP limit test terdiri
dari 3 termin. Pada termin pertama limit test,1 ekor mencit diberikan
suspensi sediaan uji dengan dosis 5000 mg/kgBB. Sediaan uji
diberikan secara oral menggunakan sonde. Rute oral dipilih karena
disesuaikan dengan rute yang digunakan pada manusia dalam
mengkonsumsi produk herbal “X”. Karena diberikan melalui oral maka
sebelum pemberian bahan uji, mencit harus dipuasakan terlebih
dahulu selama 12 jam. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya
kemungkinan reaksi antara bahan uji dengan senyawa kandungan
pakan dalam saluran cerna mencit (Jothy dkk, 2011).
Saat pemberian bahan uji, mencit ditimbang bobot badannya
terlebih dahulu untuk menyesuaikan dengan dosis. Volume cairan

132
yang bisa diberikan sekaligus pada mencit tidak melebihi 1 ml/100 g
bobot badan. Bahan uji diberikan dalam dosis tunggal. Namun pada
penelitian ini pemberian dosis tunggal (125 mg/0,25ml) tidak
memungkinkan karena sediaan uji terlalu kental. Maka bahan uji
diberikan sebanyak 4 kali @0,25 ml (konsentrasi 125 mg/ml)
dengan interval pemberian 30 menit. Hal ini boleh dilakukan selama
periode pemberian tidak lebih dari 24 jam (OECD, 2008). Setelah 48
jam pemberiaan bahan uji tidak ditemukan adanya kematian,
sehingga limit test dilanjutkan ke termin kedua. Pada termin kedua
limit test, 2 ekor mencit diberikan bahan uji suspensi produk herbal
“X” dengan dosis 5000 mg/kgBB. Setelah 48 jam pemberian bahan uji
termin kedua juga tidak ditemukan kematian pada seluruh mencit uji.
Berdasarkan OECD 425, jika tidak ditemukan adanya kematian
hewan uji pada kedua termin limit test, maka limit test dapat
dihentikan dan tidak perlu dilakukan main test. Nilai LD50 produk
herbal “X” dapat ditentukan dengan menggunakan Software AOT 425
StatPgm. Hasil pengolahan data respon hewan uji menunjukkan
estimasi nilai LD50 produk herbal “X” adalah > 5000 mg/kgBB.
Menurut klasifikasi Loomis, senyawa dengan nilai LD50 (oral) > 5000
mg/kgBB termasuk senyawa yang praktis tidak toksik sehingga aman
digunakan.
Dari penelitian ini diperoleh hasil LD50 produk herbal “X” adalah >
5000 mg/kgBB. Seperti beberapa penelitian di atas, dapat dilihat
bahwa nilai LD50 yang diperoleh dari uji toksisitas akut dengan
metode limit test UDP bukan nilai pasti melainkan hanya nilai estimasi
yaitu > 2000 mg/kgBB atau > 5000 mg/kgBB. Jika menggunakan
metode konvensional mungkin dapat diketahui secara pasti nilai LD50
dari produk “X”. Namun untuk alasan kepedulian hewan, pengujian
bahan uji yang termasuk kategori toksik ringan (>2000 mg/kgBB) dan

133
praktis tidak toksik (>5000 mg/kgBB) tidak disarankan dan hanya
boleh dipertimbangkan bila ada kemungkinan kuat bahwa hasil tes
semacam itu memiliki relevansi langsung untuk melindungi manusia
atau hewan, serta kesehatan lingkungan (OECD, 2008).
Pengujian toksisitas produk herbal “X” belum pernah dilakukan
sebelumnya. Pernelitian terkait yang penah dilakukan adalah uji
toksisitas akut ekstrak etanol buah mengkudu. Hasil penelitian
menunjukkan nilai LD50 ekstrak etanol buah mengkudu adalah >2000
mg/kgBB (Radhakrishnan dkk, 2015). Penelitian lain oleh Vahdati-
Mashhadian dkk (2005) tentang toksisitas akut ekstrak etanol biji
jinten hitam. Hasil penelitian menunjukkan LD50 ekstrak etanol biji
jinten hitam adalah >21 g/kgBB. Meskipun tidak diketahui secara
pasti nilai LD50 kombinasi buah mengkudu dan biji jinten hitam tidak

meningkatkan toksisitasnya dimana LD50 nya > 5000 mg/kgBB yang


berarti tetap aman digunakan.
Hasil pengujian menunjukkan hingga pengamatan 14 hari tidak
ada hewan uji yang menunjukkan mortalitas. Dari data mortalitas
tersebut disimpulkan bahwa nilai LD50 produk herbal “X” lebih besar
dari 5000 mg/kgBB.
Tabel 4.1.1 Data Respon Hewan Uji Terhadap Dosis

Bahan Uji Produk herbal “X”


Tipe Tes Limit tes

Hewan uji ke- Dosis (mg/kgBB)

134
Respon hewan uji jangka pendek (48 jam)

Respon hewan uji jangka panjang (14 hari)

1 5000 O O
2 5000 O O
3 5000 O O

Pengamatan Tanda Toksisitas


Parameter kedua yang diamati adalah kemungkinan adanya
tanda toksisitas yang timbul setelah pemberian bahan uji.
Pengamatan terhadap tanda-tanda toksisitas dilakukan dengan
membandingkan aktivitas mencit uji dan kontrol setiap 30 menit
selama 4 jam awal setelah pemberian bahan uji secara intensif.
Tanda-tanda toksisitas yang diamati adalah piloereksi, konvulsi,
tremor, nyeri, mata, reflek daun telinga, salivasi, lakrimasi,
hiveraktivitas, dan mortalitas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
tidak ada tanda toksisitas pada seluruh hewan uji bahkan hingga
pengamatan selama 14 hari. Hewan uji menunjukkan perilaku dan
aktivitas yang sama dengan mencit kontrol. Hasil penelitian
Radhakrishnan dkk (2015) juga menunjukkan tidak ditemukan adanya
gejala toksik pada hewan uji setelah pemberian ekstrak etanol buah
mengkudu. Tanda toksisitas juga tidak ditemukan pada uji toksisitas
akut ekstrak etanol biji jinten hitam (Vahdati- Mashhadian dkk (2005).
Tabel 4.2.1 Hasil Pengamatan Tanda-Tanda Toksisitas

Penga 0 6 1 1 2 H H H H H H H H H H H H H
mata 2 8 4
n m 0 0 0 0 1 1 1 1
m m m M 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 1

135
4
Pirolek - - - - - - - - - - - - - - - - - -
si
Konvul - - - - - - - - - - - - - - - - - -
si
Tremor - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Nyeri - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Mata N N N N N N N N N N N N N N N N N N
Reflek
Daun N N N N N N N N N N N N N N N N N N
Teling
Salivasi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Lakrima - - - - - - - - - - - - - - - - - -
si
Hiperak - - - - - - - - - - - - - - - - - -
tivi
tas
Mortalit - - - - - - - - - - - - - - - - - -
as
Keterangan:

0 m – 240 m : 0 menit hingga 240 menit, H2 – H14 : hari ke-2


hingga hari ke-14 (-): tidak terjadi, N: normal

Pengamatan Organ Vital


Parameter uji toksisitas ketiga yang diamati adalah pengamatan
terhadap organ jantung, hati, dan ginjal. Pada hari ke-15 hewan uji
dibedah untuk mengamati organ hewan setelah pemberian bahan uji.
Pengamatan pada jantung, hati, dan ginjal dilakukan karena ketiga
organ tersebut memiliki fungsi yang sangat penting. Hasil
pengamatan secara visual menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara mencit uji dan mencit kontrol. Semua mencit
menunjukkan ukuran dan warna yang relatif sama.
Tabel 4.3.1 Hasil Pengamatan Organ Mencit

136
Kontrol Mencit 1 Mencit 2 Mencit 3

Jantun
g

Hati

Ginjal

5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil
beberapa kesimpulan, diantaranya:
1. Produk herbal “X” memiliki Nilai LD50 lebih besar dari 5000
mg/kgBB.

2. Produk herbal “X” termasuk kategori praktis tidak toksik


berdasarkan kategori Loomis.
3. Tidak terdapat tanda-tanda toksisitas pada mencit yang

137
diberikan produk herbal”X” menunjukkan aktivitas yang sama
dengan mencit kontrol serta secara visual organ-oragn vital
seperti jantung, hati, dan ginjal mencit uji memilki warna yang
sama dengan mencit kontrol.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Kesehatan. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar Tahun 2007. Diambil dari
https://www.litbang.kemkes.go.id/laporan-riset- kesehatan-
dasar-riskesdas/.

Bent, S. 2008. Herbal Medicine in the United States: Review of


Efficacy, Safety, and Regulation: Grand Rounds at University
of California, San Fransisco Medical Center. Journal of
General Internal Medicine, 23(6) : 854-856.
Erkekoglu, Pinar., Giray, B, K., dan Basaran, N. 2011. 3R Principle
and Alernative Toxicity Testing Methods. FABAD Journal of
Pharmaceutical Science, 36, 101-117.

Indillah, A. 2016. Uji Toksisitas Akut Gelatin Sapi terhadap Tikus


Betina Galur Sprague Dawley. (skripsi). Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jothy, S, L., Zakaria, Z. Chen, Y., Lau, Y, L., Latha, L, Y., dan
Sasidharan, S. (2011). Acute oral toxicity of methanolic seed
extract of cassia fistula in mice. Molecules. 16(6): 5268-5282.
Kamaluddin, M.H. 2016. Obat Herbal Berkhasiat, Keamanan Perlu
Dimonitor. J. Indon Med Assoc. 66(10).

138
Kemenkes, RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
38/MENKES/SK/III/2007 Tentang Kebijakan Obat Tradisional
Nasional. Jakarta: Menteri Kesehatan RI.

Mansuroh, F. 2013. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Kulit Akar


Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth). (Skripsi). Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan: UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Maryani, H., Kristiana, L., dan Lestari, W. 2017. Faktor dalam
Pengambilan Keputusan Pembelian Jamu Saintifik. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 19(3) : 200-210.

Ngatidjan. 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Bagian


Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada: Yogyakarta.

Ningrum, S. R. W. 2012. Validasi Uji Toksisitas Akut Metode


Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD) 425 pada Mencit Betina Menggunakan Tembaga (II)
Sulfat Pentahidrat. (Skripsi). FMIPA: Universitas Indonesia.
OECD .2008. Test No. 425: Acute Oral Toxicity: Up-and-Down
Procedure, OECD Guidelines for the Testing of Chemicals.
Section 4. OECD Publishing. Paris,
https://doi.org/10.1787/9789264071049-en
Radhakrishnan, M., Ramesh, S., Elangomathavan, R., dan
Patharajan, S. 2015. Acute toxicity on the ethanolic fruit
extracts of Morinda citrifolia sp. in Wistar albino rats.
International Journal of Research in Pharmaceutical Sciences.
6(1), 44-52.

139
Torri, M. C. 2013. Knowledge and Risk Perceptions of Traditional
Jamu Medicine among Urban Consumers. European Journal
of Medicina Plants. 3(1) : 25-39.

Vahdati-Mashhadian, N., dan Rakhshandeh, H., dan Omidi, A. 2005.


An investigation on LD50 and subacute hepatic toxicity of
Nigella sativa seed extracts in mice. Pharmazie, 60(7), 544-
547.

140
LOMBA POSTER

TINGKATAN HEPATOTOKSIK DAN NEFROTOKSIK TIKUS


PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIBERI GLIBENKLAMID
DAN EKSTRAK BUAH
MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) SEBAGAI KOMPLEMEN

Rahmad Dhani1, Sari Meisyayati2, Ade Arinia Rasyad3 , Dwiana

Arifatur Rosyida4 , Tri Wahyuni5, Yella Prastike6

Mahasiswa Farmasi1, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi


Palembang

ABSTRAK

Telah dilakukan uji toksisitas sub akut glibenklamid 0,9 mg/kgBB


dan 1,8 mg/kgBB dengan komplemen ekstrak buah mengkudu 119
mg/kgBB terhadap tikus putih jantan galur wistar yang bertujuan untuk
mengetahui apakah pemberian glibenklamid dengan komplemen
ekstrak buah mengkudu dapat menurunkan resiko hepatotoksik dan
nefrotoksik yang disebabkan oleh efek samping glibenklamid. Penelitian
ini menggunakan metode studi eksperimental secara in vivo dengan
pendekatan post-test with control group design dengan subjek
penelitian tikus putih jantan galur wistar yang dibagi menjadi masing-
masing kelompok perlakuan, kelompok 1 kontrol normal diberi suspensi
NaCMC 0,5 %, kelompok 2 kontrol negatif, diberi glibenklamid dengan
dosis 1,8 mg/kgBB, kelompok 3 diberi glibenklamid dengan komplemen
ekstrak buah mengkudu dengan masing-masing dosis 0.9 mg/kgBB dan
119 mg/kgBB, kelompok 4 diberi glibenklamid dengan komplemen
ekstrak buah mengkudu dengan masing-masing dosis 1,8 mg/kgBB dan

141
119 mg/kgBB perlakuan diberikan selama 30 hari. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan kadar SGPT dan kreatinin. Data yang diperoleh
kemudian diolah secara statistika menggunakan SPSS 22, dan
didapatkan hasil bahwa pemberian glibenklamid dengan ekstrak buah
mengkudu sebagai komplemen tidak meningkatkan kadar aktivitas
SGPT dan dapat meningkatkan kadar kreatinin.
Kata kunci : Toksisitas, Glibenklamid, Buah mengkudu, SGPT, Kreatinin

ABSTRACT

Subacute toxicity tests of glibenclamide at dose 0.9 mg/kgbb and


1.8 mg/kgbb have been done with Morinda citrifolia L. extract
complement 119 mg/kgbb against Wistar strain male white rats that
aims to determine whether the administration of glibenclamide with
complement Morinda citrifolia L. extract can reduce the risk of
hepatotoxic and nephrotoxic caused by the glibenclamide effect. This
study used an in vivo experimental study method with a post-test with
control group design approach with the subjects of Wistar strain male
white rats divided into each treatment group, normal control group 1
was given a NaCMC 0.5% suspension, negative control group 2 were
given glibenclamide at a dose of 1.8 mg/kgbb, group 3 was given
glibenclamide with a complement of Morinda citrifolia L. extract at a
dose of 0.9 mg/kgbb and 119 mg/kgbb, group 4 was given
glibenclamide with a compliment of Morinda citrifolia L. extract with
each dose of noni fruit extract 1.8 mg/kgbb and 119 mg/kgbb given for
30 days. Furthermore, SGPT and creatinine levels were examined. The
data obtained were then processed statistically using SPSS 22, and the
results were obtained that the administration of glibenclamide with
Morinda citrifolia L. extract as a compliment did not increase the level of
SGPT activity and could increase creatinine levels.

142
Keywords: Toxicity, Glibenclamide, Morinda citrifolia L., SGPT,
Creatinine

1. PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme
lemak, karbohidrat, dan metabolisme protein yang ditandai dengan
beberapa macam resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif.
Resistensi insulin dimanifestasikan oleh peningkatan lipolisis dan
produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik,
dan penurunan serapan otot rangka glukosa, kerja insulin (sensitivitas)
atau keduanya (Wells dkk, 2015). Menurut World Health Organization
(2019), diabetes mellitus merupakan salah satu penyebab utama gagal
ginjal, 10-20% penderita diabetes mellitus meninggal karena gagal
ginjal. Data dari berbagai studi global menyebutkan bahwa penyakit DM
adalah masalah kesehatan yang besar. Terjadi peningkatan jumlah
penderita diabetes dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, sebanyak
415 juta orang dewasa memiliki diabetes, kenaikan 4 kali lipat dari 108
juta di tahun 1980an. Indonesia menempati peringkat ke tujuh dunia
untuk prevalensi penderita diabetes tertinggi di dunia dengan jumlah
estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta (IDF, 2015).
Penatalaksanaan DM tipe 2 sering membutuhkan penggunaan
beberapa terapi agen (terapi kombinasi), termasuk oral dan/atau
antihiperglikemik dan insulin injeksi untuk mendapatkan tujuan
penurunan kadar gula darah. Manajemen faktor risiko penyakit
kardiovaskular DM tipe 2 diperlukan untuk mengurangi risiko
kardiovaskular yang merugikan. Penghentian merokok, penggunaan
antiplatelet terapi sebagai strategi pencegahan utama. Metformin
direkomendasikan dalam terapi untuk pasien DM tipe 2 dengan
obesitas jika tidak kontraindikasi, karena metformin merupakan satu-
satunya obat antihiperglikemik oral terbukti mengurangi risiko total
mortalitas (Wells dkk, 2015). Obat- obat hipoglikemik oral terutama
ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe II yaitu

143
golongan sulfonilurea, biguanida, tiazolidindion dan golongan inhibitor
α-glukosidase (Gunawan, 2016).
Glibenklamid merupakan salah satu obat hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea yang sering digunakan dikalangan masyarakat
meskipun secara umum telah diketahui memiliki berbagai efek samping.
Contohnya pada penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa
glibenklamid memiliki efek nefrotoksik dan hepatotoksik (Khoja, 2004).
Pada penelitian lain mengungkapkan bahwa pengobatan glibenklamid
memiliki peran yang signifikan dalam menurunkan glukosa darah tetapi
pada saat yang sama meningkatkan stres oksidatif, yang terlihat dalam
aktivitas malondialdehid tinggi dari kedua jaringan hati dan pankreas
(Pandarekandy dkk, 2017).
Efek samping yang telah diketahui tidak membuat masyarakat
untuk berhenti menggunakan terapi glibenklamid. Oleh sebab itu telah
dilakukan penelitian yang membuktikan bahwa terapi kombinasi
glibenklamid dengan ekstrak buah mengkudu pada dosis 170 mg/kgBB
340 mg/kgBB selama 14 hari sebagai komplemen glibenklamid pada
dosis 1,3 mg/kgBB mampu menurunkan kadar glukosa darah mencit
diabetes yang masing- masing sebesar 66,45% dan 59,06%. Nilai
persentase penurunan kadar glukosa darah tersebut lebih besar
dibandingkan pemberian glibenklamid tunggal (Meisyayati dan Lidia,
2011). Pada penelitian lain mengungkapkan bahwa ekstrak buah
mengkudu (Morinda citrifolia L.) memiliki aktivitas antioksidan dengan
hasil identifikasi kandungan terbesar buah mengkudu adalah senyawa
n-hexadecanoic acid, squalene, pyridin-3-carboxamide, oxime, N-(2-
trifluoromethylphenyl) dan β – sitostero yang terdapat pada fraksi
klorofom (Sogandi dan Rabima, 2019). Kombinasi sari rimpang kunyit
putih dengan sari buah mengkudu bersifat hepatoprotektor, sehingga
diharapkan dapat digunakan untuk pengobatan pasien pengidap
gangguan fungsi hati atau pasien dengan SGOT dan SGPT tinggi
(Ma’at, 2012). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Karamcheti dkk
(2014) menyebutkan bahwa ekstrak buah mengkudu memiliki sifat

144
nefroprotektor dengan dosis tunggal harian ekstrak Morinda citrifolia
200 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB selama 14 hari setelah dosis tunggal
cisplatin pada hari 1 secara signifikan menurunkan urea, kreatinin,
kadar protein pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan
kelompok toksik.
Adanya efek hipoglikemia pada penggunaan kombinasi
glibenklamid dengan ekstrak buah mengkudu, maka diharapkan kedua
tersebut dapat mengurangi efek hepatotoksik dan nefrotoksik yang
disebabkan dari terapi glibenklamid. Untuk itu penelitian ini dilakukan
untuk melihat apakah kombinasi tersebut dapat mengurangi efek
hepatotoksik dan nefrotoksik yang disebabkan dari terapi glibenklamid.

2. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui apakah pemberian kombinasi glibenklamid dan
ekstrak buah mengkudu dapat menurunkan risiko hepatotoksik

2. Mengetahui apakah pemberian kombinasi glibenklamid dan


ekstrak buah mengkudu dapat menurunkan risiko nefrotoksik.

3. METODE
Penelitian ini menggunakan metode studi eksperimental secara in
vivo dengan pendekatan post test with control group design dengan
subjek penelitian ini adalah tikus putih (Rattus nervegicus) galur wistar,
berusia 2-3 bulan, berat badan antara 180-200 gram. Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi STIFI Bhakti Pertiwi
Palembang dan BBLK Palembang. selama 3 bulan.

Preparasi sampel : Buah mengkudu (1kg) dipisahkan dengan


kulitnya lalu dicuci bersih lalu dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan pada suhu ruang dan setelah kering
buah mengkudu (800g) dibungkus dengan kertas saring. Lalu dilakukan
ekstraksi dengan metode refluks dengan pelarut etanol sampai sampel
terendam (volume terhitung) selama 3 jam dan dilanjutkan dengan
penguapan pelarut secara destilasi uap hingga diperoleh ekstrak kental.

145
Skrining fitokimia : Terhadap ekstrak buah mengkudu dilakukan
skrining fitokimia dengan menggunakan reagen pereaksi khusus untuk
golongan alkaloid (pereaksi Mayer) reaksi positif menghasilkan
endapan putih, terpenoid dan steroid (pereaksi Lieberman- Burchard)
dengan reaksi positif terpenoid menghasilkan warna coklat kemerahan,
flavonoid (sianidin test) reaksi positif flavonoid menghasilkan warna biru
kehitaman, saponin (reaksi busa) reaksi positif menghasilkan busa,
fenolik (pereaksi besi III khlorida) reaksi positif menghasilkan warna
merah (Jamal, 2012).
Rancangan penelitian ini adalah studi eksperimental secara in
vivo dengan pendekatan post test with control group design. Hewan
Percobaan dibagi menjadi 4 kelompok, 1 kelompok sebagai kelompok
kontrol positif, 1 kelompok sebagai kontrol negatif dan 2 kelompok
diberikan perlakuan dosis dan komplemen, setiap kelompok terdiri dari
5 ekor tikus. Dosis yang digunakan mengacu pada penelitian
Meisyayati dan Lidia (2011) efektivitas glibenklamid dengan komplemen
ekstrak buah mengkudu telah diteliti dengan berbagai dosis. sehingga
peneliti berkeinginan untuk melihat toksisitas apabila dosis
glibenklamid divariasikan menjadi 2 variasi untuk melihat pengaruh
dosis glibenklamid dalam melihat hepatotoksik dan nefrotoksik yaitu
dosis (0,9 mg/kgBB dan 1,8 mg/kgBB) dan 1 variasi dosis ekstrak buah
mengkudu untuk menambah sebagai komplemen yaitu (119 mg/kgBB).
Perlakuan dosis diberikan selama 30 hari. Parameter yang diamati
dalam penelitian ini adalah nilai aktivitas kadar SGPT untuk menilai
kerusakan organ hati dan kadar kreatinin untuk melihat kerusakan
organ ginjal.
Analisis data : Analisa statistika dilakukan dengan program SPSS
22. Perbedaan rerata kadar kreatinin dan SGPT akan diuji
menggunakan uji ANOVA one way dan dilanjutkan uji Duncan untuk
melihat perbedaan kadar SGPT dan kreatinin pada masing- masing
kelompok perlakuan. Signifikansi P< 0,05.

146
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai Kadar SGPT

Nilai Rerata

No Dosis Perlakuan

Kontrol Negatif

(NaCMC 0,5%)

Kontrol Positif

(Glibenklamid 1,8 mg/kgBB)

Glibenklamid 0.9 mg/kgBB

Ekstrak Buah Mengkudu 119 mg/kgBB

Glibenklamid 1.8 mg/kgBB

Ekstrak Buah Mengkudu 119 mg/kgBB

SGPT

± SD( U/L)

62 ± 10,22

77,4 ± 13,64

77 ± 7,38

75,2 ± 19,67

147
Nilai Kadar Kreatinin

Nilai Rerata KreatininNo


Dosis Perlakuan

Kontrol Negatif

(NaCMC 0,5%)

Kontrol Positif

(Glibenklamid 1,8 mg/kgBB)

Glibenklamid 0.9 mg/kgBB

3 Ekstrak Buah Mengkudu 119

mg/kgBB Glibenklamid 1.8 mg/kgBB

4 Ekstrak Buah Mengkudu 119

mg/kgBB

± SD (mg/dL)
0,62 ± 0,83

0,38 ± 0,53

0,45 ± 0,93

0,44 ± 0,83

148
Diagram Batang Rerata Kadar SGPT

Diagram Batang Rerata Kadar Kreatinin

Perlakuan hewan uji adalah NaCMC 0,5% pada kelompok 1 kontrol


negatif, glibenklamid 1,8 mg/kgBB pada kelompok 2 kontrol positif dan
pemberian glibenklamid dengan kompleman ekstrak buah mengkudu
119 mg/kgBB pada kelompok perlakuan 3 dan 4 dengan dosis

149
glibenklamid masing-masingnya adalah 0,9 mg/kgBB dan 1,8 mg/kgBB.

Pemilihan dosis ini mengacu kepada Meisyayati dan Lidia (2011)


yang telah melakuan uji efektivitas glibenklamid dengan komplemen
ekstrak buah mengkudu. Sehingga penelitian ini dimaksudkan untuk
melihat keamanan glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah
mengkudu yang digunakan untuk mengobati diabetes tipe II.
Setelah pemberian perlakuan NaCMC 0,5%, glibenklamid 1,8
mg/kgBB dan glibenklamid dengan dosis 0,9 dan 1,8 mg/kgBB dengan
komplemen ekstrak buah mengkudu 119 mg/kgBB selama 30 hari dan
pada hari ke 31 darah tikus diambil melalui pembuluh darah vena leher.
Pada pemberian glibenklamid 1,8 mg/kgBB kelompok kontrol positif
selama 30 hari pada tikus putih jantan galur wistar menyebabkan
adanya peningkatan aktivitas SGPT sebesar 77,4 ± 13,64 U/L (24,83%)
dibandingkan dengan pemberian NaCMC 0,5% yang aktivitas SGPTnya
sebesar 62 ± 10,22 U/L, peningkatan aktivitas SGPT digunakan
sebagai parameter penanda kerusakan hati, pada penelitian pemberian
glibenklamid menyebabkan kerusakan hati dan ginjal yang dilakukan
oleh Khoja, (2004). Menurut Kahar, (2017) SGPT (Serum Glutamat
Piruvat Transaminase) yang juga dinamakan ALT (Alanin
aminotransferase) merupakan parameter pemeriksaan fungsi hati.
Apabila terjadi gangguan fungsi hati, enzim aminotransferase di dalam
sel akan masuk ke dalam peredaran darah, karena terjadi perubahan
permeabilitas membran sel sehingga kadar enzim aminotransferase
dalam darah akan meningkat. Enzim aminotransferase yang paling
sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati adalah alanin
aminotransferase (ALT) yang juga disebut (SGPT) serum glutamat
piruvat transaminase.
Pada kelompok perlakuan yang diberi glibenklamid 0,9 dengan
komplemen ekstrak buah mengkudu 119 mg/kgBB dan 1,8 mg/kgBB
dengan komplemen ekstrak buah mengkudu 119 mg/kgBB selama 30
hari menyebabkan adanya penurunan aktivitas SGPT sebesar 77 ±
7,38 (0,51%) dan 75,2 ± 19,67 (2,92%) dibandingkan dengan kontrol

150
positif yang diberi glibenklamid 1,8 mg/kgBB sebesar 77,4 ± 13,64 U/L.
Penambahan ekstrak buah mengkudu dalam komplemen glibenklamid
pada uji toksisitas subakut memiliki efek yang baik dengan menurunkan
aktivitas SGPT , hal tersebut dapat terjadi karena diduga ekstrak buah
mengkudu dapat berperan sebagai hepatoprotektor seperti pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Surya dkk, (2009) bahwa
ekstrak buah mengkudu dengan dosis 0,56 g, 1,12 g dan 2,24 g
dapat menurunkan kadar enzim SGOT dan SGPT pada mencit.
Diduga aktivitas hepatoprotektor didukung dengan kandungan ekstrak
buah mengkudu dengan hasil identifikasi kandungan terbesar buah
mengkudu yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa n-
hexadecanoic acid, squalene, pyridin-3-carboxamide, oxime, N-(2-
trifluoromethylphenyl) dan β–sitostero yang terdapat pada fraksi
klorofom (Sogandi dan Rabima, 2019).
Jika dibandingkan dengan kadar normal SGPT yaitu 25-200 U/L
(Shayne, 2007) yang juga dibandingkan dengan nilai kadar SGPT dari
sejumlah hasil penelitian (Lestari, dkk 2019; Hartono dan Sulistiana
2019; Wardani, dkk 2016; Arjadi, dkk 2017; Rahmawati dan Galuh
2018) didapatkan rata-rata yaitu sebesar 80,04 U/L dengan range kadar
46,6 U/L – 135 U/L, maka semua kelompok perlakuan yang diberi
perlakuan NaCMC 0,5%, glibenklamid 1,8 mg/kgBB dan glibenklamid
0,9 dan 1,8 mg/kgBB dengan komplemen ekstrak buah mengkudu 119
mg/kgBB selama 30 hari aktivitas SGPTnya masih berada dalam
rentang normal. Berdasarkan uji statistik ANOVA satu arah terlihat tidak
adanya perbedaan yang bermakna dari semua kelompok perlakuan
dengan kelompok kontrol tehadap penurunan aktifitas SGPT (p>0,05).
Selain dilakukan pengukuran kadar SGPT dilakukan juga
pengukuran kadar kreatinin menurut Verdiansah (2016) kreatinin
merupakan zat yang ideal untuk mengukur fungsi ginjal karena
merupakan produk hasil metabolisme tubuh yang diproduksi secara
konstan, difiltrasi oleh ginjal, tidak direabsorbsi, dan disekresikan oleh
tubulus proksimal. Kreatinin serum laki-laki lebih tinggi daripada

151
perempuan karena massa otot yang lebih besar pada laki-laki.
Pada kelompok kontrol positif yang diberi perlakuan glibenklamid
1,8 mg/kgBB selama 30 hari menyebabkan adanya penurunan kadar
kreatinin sebesar 0,38 ± 0,53 mg/dL (63,15%) dibandingkan kelompok
kontrol negatif yang diberi NaCMC 0,5% sebesar 0,62 ± 0,83 mg/dL hal
tersebut membuktikan bahwa dengan pemberian glibenklamid pada
dosis 1,8 mg/kgBB diduga belum bisa meningkatkan kadar kreatinin
dalam artian belum bisa menyebabkan nefrotoksik. Menurut diagnosis
gagal ginjal dapat ditegakkan saat nilai kreatinin serum meningkat di
atas nilai rujukan normal. Verdiansah (2016) menyatakan bahwa
kerusakan ginjal dapat ditentukan saat nilai kreatinin serum meningkat
di atas nilai rujukan normal.

Pada kelompok perlakuan 3 dan 4 yang diberi perlakuan


glibenklamid 0,9 dan 1,8 mg/kgBB dengan komplemen ekstrak buah
mengkudu 119 mg/kgBB selama 30 hari menyebabkan peningkatan
kadar kreatinin sebesar 0,45 ± 0,93 mg/dL (18,42%) dan 0,44 ± 0,83
mg/dL (15,78%) dibandingkan kelompok kontrol positif yang diberi
glibenklamid 1,8 mg/kgBB selama 30 hari sebesar 0,38 ± 0,53 mg/dL.
Kadar kreatinin pada kelompok yang diberi perlakuan glibenklamid 0,9
dan 1,8 mg/kgBB dengan komplemen ekstrak buah mengkudu 119
mg/kgBB lebih besar tetapi kadar kreatinin pada kelompok tersebut
masih dalam range normar, karena nilainya berdekatan dengan kadar
kreatinin kelompok yang diberi NaCMC 0,5%, tetapi pada penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa buah mengkudu memiliki sifat sebagai
nefroprotektor yang dilakukan oleh Karamcheti dkk (2014) membuktikan
bahwa pengobatan dengan dosis tunggal harian ekstrak Morinda
citrifolia 200 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB selama 14 hari setelah dosis
tunggal cisplatin pada hari 1 secara signifikan menurunkan urea,
kreatinin, kadar protein. Ali dkk (2018) menyatakan bahwa pemberian
jus buah mengkudu 0,35 ml/tikus dapat menurunkan stres oksidatif
sebagai agen utama dalam menyebabkan nefrotoksik melalui
kandungan antioksidan yang terkandung dalam buah mengkudu.

152
Jika dibandingkan dengan kadar normal kreatinin serum yaitu 0,5-
0,8 mg/dl (Shayne, 2007) yang juga dibandingkan dengan nilai kadar
kreatinin dari sejumlah hasil penelitian (Saryanto dan Danang 2015;
Rahmawati dan Galuh 2018; Prastika, dkk 2017; Amir, dkk 2015; Tandi
2017) didapatkan rata-rata yaitu sebesar 0,59 mg/dl dengan range
kadar 0,37 mg/dl – 0,85 mg/dl, maka semua kelompok perlakuan yang
diberi perlakuan NaCMC 0,5%, glibenklamid 1,8 mg/kgBB dan
glibenklamid 0,9 dan 1,8 mg/kgBB dengan komplemen ekstrak buah
mengkudu 119 mg/kgBB selama 30 hari kadar kreatininnya masih
berada dalam rentang normal. Berdasarkan uji statistik ANOVA satu
arah terlihat adanya perbedaan yang bermakna dari kelompok kontrol
positif dengan 3 kelompok perlakuan lainnya termasuk kelompok
perlakuan glibenklamid tunggal dengan dosis 1,8 mg/kgBB tehadap
penurunan kadar kreatinin yang artinya pemberian glibenklamid dengan
dosis tersebut belum dapat menyebabkan nefrotoksik (p<0,05).
Dari hasil diatas maka pada hipotesa 1 Ho diterima yang berarti
tidak ada perbedaan kadar SGPT darah tikus putih jantan yang diberi
glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah mengkudu dan diberi
glibenklamid tunggal karena masih dalam range normal dan hipotesa 2
Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan kadar kreatinin darah
tikus putih jantan yang diberi glibenklamid dengan komplemen ekstrak
buah mengkudu dan diberi glibenklamid tunggal karena masih dalam
range normal.

5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
1. Tingkatan hepatotoksik dan nefrotoksik glibenklamid tunggal dan
glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah mengkudu dalam
kategori normal.
2. Tidak ada perbedaan signifikan pada tingkatan hepatotoksik antara
pemberian glibenklamid tunggal dan pemberian glibenklamid
dengan komplemen ekstrak buah mengkudu.

153
3. Tidak ada perbedaan signifikan pada tingkatan nefrotoksik antara
pemberian glibenklamid tunggal dan pemberian glibenklamid
dengan komplemen ekstrak buah mengkudu.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan selesainya penelitian ini kami ucapkan terima kasih kepada


Donatur Dana Penelitian Kementerian Riset dan Teknologi
(RISTEKDIKTI) dan Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad, Mruthunjaya K.B., Nandini C.A., Nabeel K.A dan
Manjula S. N. 2016. Chemoprotective Effect Of Noni (Morinda
Citrifolia L.) Fruit Juice Against Cisplatin-Induced Nephrotoxicity.
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences,
8(10), 105 – 110.

Amir, Nursinah, Eddy Suprayitno, Hardoko., Happy Nusyam. 2015.


Pengaruh Sipermetrin Pada Jambal Roti Terhadap Kadar Ureum
dan Kreatinin Tikus Wistar (Rattus norvegicus). Jurnal IPTEKS
PSP, 2(3): 283-293.

Arjadi, Fitranto, Dhadhang Wahyu K., Tomi Nugraha, Fikriah Rismi F.,
Emiliza Salman, dan Nafisah Putri W. 2017. Pengaruh Pemberian
Ekstrak Akar Purwoceng (Pimpinella pruatja Molk.) Secara Akut
Terhadap fungsi Hepar Tikus Putih Jantan: Uji Toksisitas Akut.
Prosiding Seminar Nasional dan Cali For Papers, Purwokerto.
Gunawan, Gan Sulistia. 2016. Farmakologi dan Terapi Edisi 6.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Hartono, Eric dan Sulistiana Prabowo. 2019. The hepaprotector Effect


Of Neem Leaf Extract Using SGPT Activity Test On Male Wistar
Rats Induced With High ose Paracetamol. Nusantara Medical

154
Science Journal, 4(2): 1-6.
Internatonal Diabetes Federation (IDF). 2015. Diabetes Atlas 7th
Edition. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2018.
https://www.oedg.at/pdf/ 1606_IDF_Atlas_2 015UK.pdf.
Jamal, Rusjdi. 2012. Kimia Bahan Alam Prinsip-Prinsip Dasar Isolasi
dan Identifikasi.Padang: Universitas Baiturrahmah.

Kahar, H., Dr.dr. Sp.PK. MQIH. 2017. Pengaruh Hemolisis Terhadap


Kadar Serum Glutamate Pyruvate Transaminase (SGPT) Sebagai
Salah Satu Parameter Fungsi Hati. Surabaya : The Journal of
Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist, 2(1), 38- 46.

Karamcheti, Seshachary A.,D. Satyavati, N.Siva Subramanian, Pradeep


H.A., C. Pradeep kumar, dan G.Deepika Sri Prashanthi. 2014.
Chemoprotective effect of ethanolic extract of Morinda citrifolia
against Cisplatin induced nephrotoxicity. The Pharma Innovation –
Journal, 3(1), 84 – 91.
Khoja, Samir Mohamed. 2004. Effect of Glibenclamide on Liver and
Renal Functions in Type 2 Diabetic Mellitus. College of Sciences.
King Abdulaziz University.

Lestari, Tri, Yuliani mardiati L., Sri Wahyuni N., Sri Lestari W. N., Djong
Hon T., Hermansyah Aziz, Rahmana Zein dan Ali Napiah N. 2019.
Uji Efektivitas Ekstrak Buah Kurma dan Ekstrak Buah mahkota
Dewa Dari Pemeriksaan SGOT dan SGPT Terhadap Tikus Yang
Di Induksi Parasetamol. JURNAL FARMACIA, 1(1): 1-7.
Ma’at, Suprapto. 2012. Kunyit Putih Dan Buah Mengkudu Sebagai
Hepatoprotektor Terkait Karbon Tetraklorida. Indonesian Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 19(1), 34–36.

Meisyayati, Sari dan Lidia. 2011. Efektivitas Buah Mengkudu Sebagai


Komplemen Glibenklamid Pada Pengobatan Diabetes Mellitus
Terhadap Mencit Putih Jantan. Syifa Medika, 2(1), 54-61.

Pandarekandy, Seena T., P. G. Sreejesh, B. S. Harikumaran Thampi

155
dan E. Sreekumaran. 2017. Hypoglycaemic Effect of
Glibenclamide: a Critical Study on the Bassis of Creatinine and
Lipid Peroxidation Status of Streptozotolin-Induced Diabetic Rat.
Indian Journal pf Pharmaceutical Sciences, 79(5), 768-777.
Prastika, Indah N., Nour Athiroh AS dan Hari Santoso. 2017. Pengaruh
Pemberian Subkronik Ekstrak Metanolik Scurrula Atropurpyrea
(BI) Dans Terhadap Kadar Kreatinin Tikus Wistar. E-Jurnal Ilmiah
BIOSAINTROPIS (BIOSCIENCE-TROPIC), 2(2): 42-48.

Rahmawati, Nuning dan Galuh Ratnawati. 2018. Toksisitas Subkronis


Kombinasi Temulawak, Kunyit dan Meniran Terhadap Fungsi
Hepar dan Ginjal Tikus Uji. 11(1): 26-36.

Saryanto dan Danang Ardiyanto. 2015. Uji Toksisitas Akut dan Sub
Kronis Ramuan Jamu untuk Fibro Adenoma Mamae (FAM).
Prosiding Seminar Nasional Peluang Herbal Sebagai Alternatif
Medicine. Semarang.

Shayne C. Gad. 2007. Animal Model in Toxicology (2rd ed.). New York:
Taylor & Francis.

Sogandi dan Rabima. 2019. Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Buah


Mengkudu (Morinda citrifoliaL.) dan Potensinya sebagai
Antioksidan. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi, 22(5), 206-212.
Tandi, Joni. 2017. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Jambu Air (Syzygium
aqueum (Burm f.) Alston) Terhadap Glukosa darah, Ureum dan
Kreatinin Tikus Putih (Rattus norvegicus).Journal of Tropical
Pharmacy And Chemistry, 4(2): 43- 51.

Verdiansah,. 2016. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. CDK-237, 43(2), 148-154.

Wardani, Rizka N., Elly Nurus S. dan Yudha Nurdian. 2016. Pengaruh
Pemberian Ekstrak Etanol Brokoli (Brassica oleracea) Terhadap
Kadar SGOT dan SGPT Tikus Wistar yang Diinduksi DMBA. E-
Jurnal Pustaka Kesehatan, 4(2): 196-199.

156
Wells, Barbara G., Joseph T. DiPiro, Terry L. Schwinghammer, dan
Cecily V. DiPiro. 2015. Pharmacotheraphy Phatophysiologic
Approach Ninth Edition.United State American: McGraw-Hill
Education.

World Health Organization (WHO). 2019. Diabetes Mellitus. Diakses


pada tanggal 24 November 2019. https://www.who.int/health-
topics/diabetes.

157
LOMBA POSTER

PENGARUH PEMBERIAN FRAKSI AKTIF GAMBIR (Uncaria


gambir) TERHADAP EKSPRESI PROTEIN TNF-α DAN LUAS
LESI PADA TIKUS MODEL GASTRITIS

Lunsi Okta Fitria1, Dini Aprilianti1, Ellya Aida1, Rahmad Dhani1, Ni


Wayan Lisa Suasti1 1Mahasiswa Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi
Bhakti Pertiwi

ABSTRAK

Gambir (Uncaria gambir) secara empiris digunakan untuk


mengobati sakit perut dan muntah yang disebabkan oleh gastritis
karena efek anti-inflamasinya, terutama flavonoid. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh fraksi gambir aktif pada ekspresi
protein TNF- α dan ukuran luka pada model gastritis tikus putih. Metode
penelitian menggunakan desain penelitian eksperimental in vivo dengan
post test dengan pendekatan post test with control group design. Tikus
terbagi secara acak di 11 kelompok dan diinduksi mejadi gastritis
selama 1 hari. Kelompok 1 (kontrol negatif) diberi aquadest 5 mL,
kelompok 2 (kontrol posif) diberi ranitidin 10 mg/kgBB, kelompok 3, 4
dan 5 diberi fraksi n-heksana, kelompok 6, 7, dan 8 diberi fraksi air, dan
kelmok 9, 10, dan 11 diberi fraksi etil dgan masing-masing kelompok
menerima dosis 20, 40, dan 80 mg/kgBB dan semua kelompok dirawat
selama 3 hari. Pada hari ke 5 tikus dibeda untuk diperiksa luas lesi
gaster dan dilakukan pemeriksan ELISA untuk menilai adar TNF-α
dalam jaringan gaster. Hasil penelitian ini diuji dengan SPSS 18. Hasil
penelitian dengan menggunakan Kruskal-Wallis Tes menunjukka bahwa
ada perbedan yang signifikan (p<0,05) dari ukuran lesi antara kelompok
sampel dimana kontrol positif, fraksi etil 200, 40, dan 80 mg/kgBB, dan
fraksi air 20, 40 mg/kgBB memiliki ukuran lesi mukosa lambung berbeda

158
secara signifikan dengan kelompok kontrol negatif, sedangkan uji
ekspresi protein TNF-α menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan
ahwa ada perbedaan yang signifika (p<0,05) tingkat TNF-α dari semua
kelompok terhadap kontrol negatif. Fraksi gambir aktif memiliki potensi
untuk mengurangi ukuran lesi mukosa gaster dan mengurangi ekspresi
protein TNF-α.

Kata Kunci: Gambir, TNF-α, antiinflamasi, gastritis

ABSTRACT

Gambir (Uncaria gambir) is empirically used to treat abdominal


pain and vomittus caused by gastritis because of its anti-inflammatory
effects, especially flavonoid. This study aims to determine the effect of
active gambir fraction on TNF-α protein expression and wound size in
white rats gastritis model. The research method used experimental study
design in vivo with post test with control group design. Rats were divided
randomly in 11 groups and were induced to be gastritis for 1 day. Group
1 (negative control) was given aquadest of 5 mL, group 2 (positive
control) was administered ranitidine 10 mg/kgBW, groups 3, 4, and 5
were given n-hexane fraction, groups 6, 7 and 8 were given a water
fraction, and groups of 9, 10, and 11 were given ethyl fractions with each
group receives dose of 20, 40, and 80 mg/kgBW and all groups were
treated for 3 days. Rats were dissected on 5th day for examination of
gastric mucosal lesion size and performed ELISA expression of TNF-α
expression of gastric mucosal tissue. The results of this study were
assayed by SPSS 18. The result of the research using Kruskal-Wallis
test showed that there were significant differences (p <0.05) of the
lesions size between the sample groups where control positive, ethyl
fraction 20, 40, 80 mg/kgBW, and water fraction 20, 40 mg/kgBB had the
gastric mucosal lesion size differed significantly with the negative control
group, while the TNF-α protein expression test using Kruskal-Wallis
showed that there was a significant difference (p <0.05) TNF-α levels of
all groups against the negative control. Active gambir fraction had a

159
potention to reduce size of mucose gaster lesion and reduce expression
of TNF-α protein.

Keywords: Gambir, TNF-α, antiinflamatory, gastiritis

1. PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO) mengadakan peninjauan


terhadap beberapa negara di dunia dan mendapatkan hasil
persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris
22 %, China 31%, Jepang 14,5 %, Kanada 35 % dan Perancis
29,5% sedangkan di Indonesia angka kejadiaan gastritis cukup tinggi
prevalensinya yaitu 274.396 kasus dari 283.452.952 jiwa penduduk
(Zaqyyah Huzaifah, 2017). Gastritis adalah suatu keadaan dimana
lapisan lambung, dikenal sebagai mukosa, mengalami lesi dan
peradangan. Proses peradangan dapat ditunjukkan dengan
meningkatnya ekspresi protein TNF-α karena TNF-α mempunyai
beberapa fungsi dalam proses inflamasi (peradangan) yaitu dapat
meningkatkan dan merangsang adhesi dari sel leukosit. TNF-α
merupakan sitokin yang banyak disekresian oleh makrofag dan
memiliki banyak peran metabolisme seperti proliferasi sel, diferensiasi,
apoptosis (A. Siregar, dkk, 2015). Gastritis yang merupakan
peradangan pada mukosa lambung (gaster) ini dapat dibagi menjadi
gastritis akut dan kronis. Gastritis akut adalah gastritis yang terjadi
secara mendadak, berat, dan terjadi singkat, sedangkan gastritis
kronis adalah gastritis yang terjadi dalam jangka waktu lama. Gastritis
erosif adalah tipe gastritis lainnya yang dapat terjadi akut atau
kronis, tetapi lapisan lambung mengalami erosi baik dangkal maupun
dalam sehingga dapat terjadi perdarahan dan berujung kematian.
Gastritis dalam jangka waktu lama oleh infeksi H. pylori juga dapat
menyebabkan kanker lambung. Secara klinis, gastritis dapat dirasakan
sebagai keluhan nyeri ulu hati, mual, dan muntah sehingga
mengakibatkan rasa tidak nyaman, bahkan gastritis erosif dapat
mengakibatkan BAB berdarah, dan muntah darah (U.S. Department of

160
Health and Human Services, 2015.).

Tatalaksana gastritis meliputi obat-obatan yang mampu


menurunkan jumlah asam lambung untuk mengurangi gejala gastritis
dan obat yang mampu meningkatkan perbaikan mukosa lambung,
diantaranya adalah antasida, histamine 2 (H2) blocker, dan proton
pump inhibitor (PPI). Terapi lain yang diberikan adalah antibiotik untuk
infeksi H. pylori dan penghentian penggunaan obat yang dapat
memicu gastritis seperti NSAID (U.S. Department of Health and
Human Services, 2015). Salah satu tatalaksana gastritis secara
tradisional ialah dengan menggunakan ekstrak gambir. Di Jepang,
gambir secara empiris digunakan untuk mengurangi gejala nyeri perut
dan muntah-muntah yang kemungkinan disebabkan oleh gastritis
(Kalaiselvi, 2013).

Penelitian mengenai pengaruh uncaria gambir roxb terhadap


ulkus gaster dan kadar malondialdehid hewan coba yang diinduksi
etanol menyatakan bahwa ekstrak gambir dengan dosis 200mg/kgBB
dapat memperbaiki ulkus gaster (Irramah, dkk. 2017). Selain itu,
penelitian mengenai pengaruh pemberian gambir dari uncaria gambir
(hunter) roxb terhadap pH dan tukak lambung pada tikus putih jantan
menyatakan bahwa hasil pemberian gambir dengan dosis 20mg/Kg
BB, 40mg/Kg BB, 80mg/Kg BB secara oral selama 2 hari dapat
menyembuhkan tukak pada mukosa lambung tikus putih jantan
dengan persentase menyembuhkan masing- masing 51,93%; 55,98%
dan 63,90% (Suharti, dkk. 2015).

Tingginya angka kejadiaan gastritis diIndonesia meskipun


upaya pengobatan telah dilakukan dan kekayaan alam yang dimiliki
Indonesia salah satunya adalah gambir dimana bahan baku gambir
masih terjangkau harganya serta permintaan ekspor dunia untuk daun
gambir yang terus meningkat sepanjang tahun (2000-2004),
peningkatan volume ekspornya mencapai 87,49% (Dhalimi 2006),
merupakan landasan peneliti untuk menjadikan gambir sebagai salah
satu kandidat pengobatan gastritis dan pada akhirnya menjadi

161
pengobatan terstandar.

2. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui apakah fraksi aktif gambir memiiliki efek
mengurangi luas lesi mukosa gaster tikus model gastritis dan
menurunkan eksprei TNF-α pada jaringan mukosa gaster tikus model
gastritis.

3. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
eksperimental in vivo dengan pendekatan post tes with control
group design.

a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus)
galur Wistar, berusia 2-3 bulan, berat badan antara 150-200 gram,
memiliki kondisi sehat yang ditandai dengan surat keterangan
sehat. Besar sampel penelitian dihitung menggunakan rumus
federer:
(n-1) x (t-1) ≥ 15
Keterangan : n: jumlah sampel
t: jumlah perlakuan Didapatkan bahwa jumlah
minimum sampel tiap kelompok adalah 3 ekor tikus.

b. Preparasi Fraksi Aktif Gambir


Herba gambir dikeringkan terlebih dahulu dengan diangin-
anginkan, lalu simplisia dihaluskkan. Selanjutnya dilakukan
maserasi dengan pelarut ethnol 1:10. Lalu, maserat dievaporasi
denga rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kentalnya.
Berikutnya, dlakukan fraksi cair-cair dengan n- hexsane,
ethylacetate, dan air.

162
c. Pengelompokkan Hewan Coba
1) Kelompok 1 : sebanyak 3 ekor tikus putih, sebagai konttrol
negatif, diinduksi gastritis dan diberi aquadest 5 mL selama
3 hari.
2) Kelompok 2 : sebanyak 3 ekor tikus putih sebagai kontrol
positif, diinduksi gastritis dan diberi ranitidin 10
mg/kgBB selama 3 hari.
3) Kelompok 3, 4, dan 5: sebanyak 3 ekor tikus putih pada tiap
kelompok, yang diinduksi gastritis, mendapatkan fraksi n-
heksan ekstrak etanol gambir dengan masing-masing
kelompok mendapatkan dosis 20, 40, dan 80 mg/kgBB
selama 3 hari.
4) Kelompok 6, 7, dan 8: sebanyak 3 ekor tikus putih pada tiap
kelompok, yang diinduksi gastritis, mendapatkan fraksi air
ekstrak etanol gambir dengan masing-masing kelompok
mendapat-kan dosis 20, 40 dan 80 mg/kgBB selama 3
hari.
5) Kelompok 9, 10 dan 11: sebanyak 3 ekor tikus putih pada
tiap kelompok, yang diinduksi gastritis, mendapatkan fraksi
etil ekstrak etanol gambir dengan masing-masing kelompok
mendapatkan dosis 20, 40, dan 80 mg/kgBB selama 3 hari.

d. Pengukuran Ekspresi Protein TNF-α


Pengukuran eksresi protein TNF-α menggunakan metode
sandwich ELISA. Sampe yang digunakan adalah mukosa lambung,.
Adapun prosedur pemeriksaan kadar TNF –α sebagai berikut:
1. Alat dan Bahan:
a. Rat TNF-α ELISA Kit : terdiri atas 96 well microplate, standard,
Biotin- antibody, HRP- avidin, Biotin- antibody Diluent, HRP-
avidin Diluent, sample diluent, Wash Buffer, TMB substrate, Stop
solution.
b. Microplate raeder

163
c. Pipet dan pipet tipis
d. Inkubator

2. Prosedur:
a. Persiapan sampel: jaringan gaster disentrifugasi 3000 rpm
selama 20 menit. Kemudian, supernatan diambil dan
dimasukkan ke dala m tabung eppendorf.
b. Persiapan reagen:
1.Biotin-antibody (1x) : 10 µL biotin-antibody + 990 µL
biotinantibody diluent.
2.HRP-aidin (1x) : 10 µL HRP- avidin + 990 µL HRP-avidin
diluent.
3.Wash buffer (1x) : larutkan 20 ml wash buffer ke dalam 500
ml aquadest.
4.Standard : siapkan standard dengan serial konsentrasi 2000,
1000, 500, 250, 125, 62,5 , 31,25 dan 0 pg/ml.
c. Pemeriksaan Kadar:
1.Tambahkan 100 µl standard dan sampel pada tiap sumuran.
Tutup mikroplate dengan adhesive strip. Inkubasi selama 2 jam
pada 37oC.
2.Buang cairan yang ada pada tiap sumuran, tetapi jangan
mencuci sumuran.
3.Tambahkan 100 µl biotin- antibody (1x) pada tiap sumuran.
Tutup mikroplate dengan adhesive strip. Inkubasi selama 30
menit pada 37oC.
4.Aspirasi cairan pada tiap sumuran dan cuci dengan wash
buffer (200µl), ulangi sebanyak 3 kali.
5.Tambahkan 100 µl HRP-avidin (1x) pada tiap sumuran.
Tutup mikroplate dengan adhesive strip. Inkubasi selama 30
menit, pada suhu 37oC.
6.Aspirasi cairan pada tiap sumuran dan cuci dengan wash

164
buffer (200µl), ulangi sebanyak 5 kali.
7.Tambahkan 90 µl TMB substrate pada tiap sumuran.
Inkubasi selama 15 menit pada 37oC.
8.Tambahkan 50 µl stop solution pada tiap sumuran.
9.Tentukan nilai OD dengan mikroplate reader pada panjang
gelombang 450nm.
10. Pemeriksaan kadar dilakukan secara duplo pada tiap
sumuran dan cuci dengan wash buffer (200µl), ulangi
sebanyak 5 kali.
11. Tambahkan 90 µl TMB substrate pada tiap sumuran.
Inkubasi selama 15 menit pada 37oC.
12. Tambahkan 50 µl stop solution pada tiap sumuran.
13. Tentukan nilai OD dengan mikroplate reader pada panjang
gelombang 450nm.

e. Penilaian Luas Mukosa Gaster


Penilaian luas lesi mukosa gaster dilakukan dengan bantuan alat
jangka sorong. Setiap lesi yang ada di mukosa gaster dinilai panjang
dan lebar lesi sehingga didapatkan luas dari tiap lesi. Kemudian
dijumlahkan luas dari tiap lesi sehingga didapatkan luas total lesi.

f. Analisis Data
Analisis statistika dilakukan dengan program SPSS 23. Perbedaan
rerata k ekspresi protein TNF-α, dan luas lesi mukosa lambung diuji
secara bivaratiat dan multivariat dengan signifikansi P < 0,05.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Preparasi Fraksi Aktif Gambir
Telah dilakukan preparasi fraksi aktif ekstrak etanol gambir yang
dimulai dengan pengeringan herba gambir sebanyak 8 kg, lalu
dilanjutkan penghalusan simplisia, maserasi dengan pelarut ethanol

165
1:10 dan didapatkan ekstrak kental sebanyak 585,8 gram dan
rendemennya adalah 58,58 %. Dari 200 gram ekstrak kental
difraksinasi cair-cair dengan n-hexane, ethylacetate, dan air. Hasil
fraksi diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga
diperoleh berat fraksi kental heksan, fraksi kental etil asetat dan fraksi
kental etanol-air secara berturutturut yaitu 23,2 gram, 132,7 gram dan
41,68 gram. Rendemen yang diperoleh dari masing-masing fraksi aktif
gambir tersebut berturut-turut yaitu 11,60 %, 66,35% dan 20,84 %.
Lalu Fraksi aktif gambir dibuat suspensi menggunakan tween 80.

b. Penilaian Luas Lesi Mukosa Gaster


Hasil uji Kruskal-wallis menunjukk- an bahwa terdapat perbedaan
bermakna luas lesi mukosa gaster antar kelompok sampel. Pengujian
ini dilanjukan dengan uji Mann-whitney untuk mengetahui hubungan
antara masingmasing kelompok sampel. Hasil uji Mann- whitney
menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif, fraksi etil 20, 40,
80 mg/kgBB, dan fraksi air 20, 40, 80 mg/kgBB memiliki luas lesi
mukosa yang berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negatif.
Kelompok fraksi etil 80 mg/kgBB gambir memiliki efek bermakna
yang terbaik, bahkan dibandingkan dengan kontrol positif, dalam
mengurangi luas lesi.

166
c. Pengukuran Ekspresi Protein TNF-α Gaster
Hasil uji Kruskal-wallis menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan bermakna kadar TNF-α antar kelompok sampel. Pengujian
ini dilanjukan dengan uji Ma nn-whitney untuk mengetahui hubungan
antara masing-masing kelompok sampel. Hasil uji Mann- whitney
menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif dan semua kelompok uji
memiliki kadar TNF-α yang berbeda bermakna dengan kelompok
kontrol negatif. Kelompok fraksi etil 80 mg/kgBB herba gambir memiliki
efek bermakna yang terbaik, bahkan dibandingkan dengan kontrol
positif, dalam menurunkan kadar TNF-α.

5. KESIMPULAN
Fraksi gambir aktif memiliki potensi untuk mengurangi ukuran
lesi mukosa gaster dan mngurangi ekspresi protein TNF-α.

DAFTAR PUSTAKA
Azis, N. 2002. Peran Antagonis Reseptor H-2 dalam Pengobatan
Ulkus Peptikum. Sari Pediatri, Vol. 3, No. 4. p. 222-226.

Carpani de Kaski, M., Rentsch, R., Levi, S., Hodgson, H.J. 1995.
Corticosteroids reduce regenerative repair of epithelium in
experimental gastric ulcers. Gut. PubMed. 37:613– 616.

167
Dhalimi Azmi. 2006. Permasalahan Gambir (Uncaria gambir L.) di
Sumatera Barat dan Alternatif Pemecahannya. Bogor: Vol.5, No.1.
pp 46-59.

Guslandi, M., Tittobello, A. Steroid ulcers: a myth revisited. BMJ. p.


655– 656

Irramah M, Julizar, Lili Irawati. 2017. Pengaruh Uncaria gambir


roxb terhadap ulkus gaster dan kadar malondialdehid hewan coba
yang diinduksi etanol. Padang: Majalah Kedokteran Andalas.
Vol.40, No.1. pp. 1-10.

Kalaiselvi, P., Rajashree, K., Priya, L.B., dan Padma, V.V. 2013.
Cytoprotective Effect of Epigallocatechin-3-gallate Against
Deoxynivalenol-induced Toxicity Through Antioxidative and Anti-
inflammatory Mechanisms in HT-29 c.

Food and Chemical Toxicology. vol.56. pp.110–118.

Siregar, A., Halim, S., Ricky R.S. 2015. Serum TNF-α. IL-8, VEGF
Levels in Helicobacter pylori Infection and Their Association with
Degree of Gastritis. Faculty of Medicine Universitas Sumatera
Utara: Vol,47. No,2.

Suhatri, Zet R. Debhi M.I. 20015. Pengaruh Pemberian Gambir dari


Uncaria gambir (Hunter) roxb Terhadap ph dan tukak lambung
pada tikus putih Jantan. Padang: Jurnal Farmasi Higea, Vol.7, No.1.
7.

U.S. Department of Health and Human Services. 2015. Gastritis. National


Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease.

Zaqyyah, H. 2017. Hubungan Pengetahuan Tentang Penyebab


Gastritis dengan Perilaku Pencegahan Gastritis. Banjarmasin:
Vol.1, No.1

168
169
LOMBA POSTER

EFEK SEDATIF KOMBINASI INFUSA DAUN NANGKA


(Artocarpus heteropyllus Lamk.) DAN INFUSA DAUN SIRSAK
(Annona muricata L.) TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN

Selly Nuari1, Sari Meisyayati, Yopi Rikmasari

Desi Puspasari1, Ade Muhammad Syurga1, Fani Albertiano1

1
Mahasiswa Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi
Palembang

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian Efek Sedatif Kombinasi Infusa Daun


Nangka (Artocarpus heteropyllus Lamk.) dan Infusa Daun Sirsak
(Annona muricata L.) terhadap mencit putih jantan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kemampuan efek sedatif dari kombinasi
infusa daun nangka dan daun sirsak serta untuk mengetahui dosis
efektif yang paling mendekati dosis kontrol positif. Metode penelitian ini
merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan post test
only control group. Hewan uji yang digunakan adalah 30 ekor mencit
putih jantan, dibagi secara acak menjadi 6 kelompok. Terdiri dari Na
CMC 0,5% sebagai kontrol negatif, infusa tunggal daun nangka dengan
dosis 10% b/v, infusa tunggal daun sirsak 35% b/v, kombinasi infusa
setengah dosis tunggal (infusa daun nangka 5%b/v + infusa daun
sirsak 17,5% b/v), kombinasi infusa seperempat dosis tunggal (infusa
daun nangka 2,5% b/v + infusa daun sirsak 8,75 % b/v), dan diazepam
5mg/kgbb sebagai kontrol positif. Efek sedatif diuji setelah 60 menit
pemberian sediaan uji. Parameter sedatif adalah jumlah jengukan pada
metode hole-board test dan waktu bertahan mencit dari kawat yang

170
direntangkan secara horizontal pada metode traction test. Data
dianalisa menggunakan One Way ANOVA dan uji Duncan. Hasil Uji
One Way ANOVA dan Uji Duncan menunjukkan bahwa kombinasi
infusa daun nangka dan infusa daun sirsak memiliki efek sedatif dan
efek sedatif tertinggi terdapat pada seperempat dosis tunggal (infusa
daun nangka 2,5% b/v + infusa daun sirsak 8,75% b/v)

Kata kunci : sedatif, infusa, daun nangka, daun sirsak

ABSTRACT

Research on the Sedative Effects of Combination of Jackfruit


Leaf (Artocarpus heteropyllus Lamk.) Infusion and Soursop (Annona
muricata L.) Leaf Infusion on male white mice has been carried out.
This study aims to determine the ability of the sedative effect of a
combination of jackfruit leaf and soursop leaf infusion and to determine
the effective dose that is closest to the positive control dose. This
research method is purely experimental research with a post test only
control group design. Test animals used were 30 male white mice,
divided randomly into 6 groups. Consists of 0.5% Na CMC as a
negative control, single infusion of jackfruit leaves with a dose of 10%
w / v, single infusion of soursop leaves 35% w / v, a combination of half
a single dose infusion (infusion of jackfruit leaves 5% w / v + infusion
soursop leaf 17.5% w / v), a single quarter dose infusion combination
(jackfruit leaf infusion 2.5% w / v + soursop leaf infusion 8.75% w / v),
and 5 mg / kg diazepam as positive control. The sedative effect was
tested after 60 minutes of the test preparation. Sedative parameters are
the number of steps in the hole-board test method and the survival time
of mice from wire stretched horizontally in the traction test method.
Data were analyzed using One Way ANOVA and Duncan test. The One
Way ANOVA and Duncan Test results show that the combination of
jackfruit leaf infusion and soursop leaf infusion has the highest sedative

171
effect and the highest sedative effect is in a quarter of a single dose
(jackfruit leaf infusion 2.5% w / v + 8.75% soursop leaf infusion w/ v)
Keywords: sedatives, infusion, jackfruit leaves, soursop leaves

I. PENDAHULUAN
Sedatif merupakan salah satu golongan obat pendepresi Susunan
Saraf Pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang
ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang
berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma, dan mati.
Beragam obat golongan pendepresi SSP yang dapat digunakan sebagai
efek sedasi tetapi banyak diantara obat tersebut memiliki efek samping
toksik dan menyebabkan kematian pada saat pemakaiannya. Salah satu
contoh obat dari golongan pendepresi saraf pusat yang biasa sering
digunakan adalah obat diazepam dari golongan benzodiazepin dan
phenobarbital dari golongan barbiturat (Utama dan Vincent, 2007)

Pada aplikasi klinis seringkali ditemukan kombinasi dua atau lebih


obat dengan tujuan untuk meningkatkan efek dari obat tersebut antara
lain kombinasi methampyrone dan diazepam yang dapat digunakan
untuk meredakan rasa nyeri yang membutuhkan tranquilizer. Obat
tradisional juga sering kali ditemukan dengan kombinasi dua atau lebih
tanaman yang digunakan antara lain obat Lelap ® dengan komposisi
Valeriane Radix, Myristicae Semen, Eleuthroginseng Radix dan
Polygalae Radix yang digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur.

Tanaman yang dapat digunakan sebagai pengobatan tradisional


indonesia diantaranya daun nangka (Artocarpus heteropyllus Lamk.)
yang telah digunakan secara empiris sebagai analgesik, antikonvulsan
dan immunomodulator (prakash dkk, 2013). Daun sirsak
(Annona muricata L.) digunakan secara empiris sebagai sedatif,
mengobati bisul dan peluruh keringat (Rizki, 2014).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Agustina (2016) ekstrak daun


nangka dengan konsentrasi pemberian sediaan pada dosis 100mg/KgBB

172
sudah menghasilkan efek sedatif. Daun nangka juga memiliki kandungan
kimia yaitu phytosterol, antrakuinon, terpenoid, fenol, glikosida, dan
flavonoid (Sigvananasundaram dan karunanayake, 2015). Pada
penelitian yang telah dilakukan oleh Rizki (2014) dimana ekstrak daun
sirsak pada dosis 140mg/KgBB sudah menghasilkan efek sedatif. Daun
sirsak memiliki kandungan kimia yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,
steroid, dan terpenoid (Vimala dkk, 2012). Selain dibuat dalam bentuk
ekstrak tanaman tersebut dapat dibuat dalam bentuk infusa.

Infusa merupakan sediaan cair yang di buat dengan cara


mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15
menit. Pembuatan infusa merupakan cara yang paling sederhana untuk
membuat sediaan herbal dari pada lunak seperti daun dan bunga.
Infusa dapat di minum panas atau dingin (BPOM, 2011)

Salah satu efek yang di timbulkan pada infusa adalah efek


antimikroba pada infusa daun nangka (Dewi dkk,2014) dan efek
hypoglikemia pada infusa daun sirsak (Kojong dkk, 2013). Selain infusa
tunggal terdapat pula infusa yang menggunakan dua tumbuhan yang di
kombinasi.

Salah satu nya adalah infusa kombinasi biji pala dan daun kemangi
yang di gunakan sebagai efek anti depresan (Devi dkk, 2018), Infusa
Kombinasi biji alpukat dan biji pepaya yang di gunakan sebagai efek
hipoglikemia (Nurkhalifa dkk, 2014).

Dari uraian tersebut, penulis tertarik melakukan uji efek sedatif


kombinasi infusa daun nagka dan daun sirsak pada mencit putih
jantan, Untuk mengetahui kemungkinan adanya efek sedatif yang
sinergis sehingga dapat di formulasi sebagai sediaan obat tradisional
untuk mengatasi insomnia.

II. TUJUAN PENELITIAN

173
Mengetahui adanya efek sedatif kombinasi infusa daun nangka
(Artocarpus heteropyllus Lamk.) dan daun sirsak (Annona muricata L)
pada mencit putih jantan dan mengetahui dosis efek sedatif kombinasi
infusa daun nangka (Artocarpus heteropyllus Lamk.) dan daun sirsak
(Annona muricata L.) yang dapat menimbulkan efek sedatif pada mencit
putih jantan.

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni


dengan rancangan post test only control group.

a. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah timbangan digital, panci infusa,
penangas air, batang pengaduk, termometer, kain flanel, sonde oral,
gelas ukur, botol,mortar dan stamper, sarung tangan, erlemeyer,
stopwacth, alat Traction Test (Grip strength) dan alat Hole-board test.
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah daun nangka dan
daun sirsak segar, aquadest , tablet diazepam, natrium benzoat, dan Na-
CMC.

b. Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan
berumur 2 sampai 3 bulan dengan bobot 20 – 30 gram yang memiliki
kondisi fisik yang sehat dan aktif, sebanyak 30 ekor yang sudah
diaklimatisasi.
Aklimatisasi mencit selama 7 hari, diberikan makanan dan minuman
secukupnya. Berat badan ditimbang dan diamati tingkah lakunya.
Selama aklimatisasi berat badan naik atau turun tidak lebih dari 10%
serta menunjukkan tingkah laku yang normal. Tujuan aklimatisasi untuk
membiasakan hewan berada dalam lingkungan percobaan, mencit
dimasukkan ke dalam kandang sesuai dengan kelompok dan selalu
menjaga kebersihan dari kandang mencit.

174
c. Perencanaan Dosis
Penelitian ini menggunakan 6 kelompok hewan percobaan. Pada
kelompok I sebagai kontrol negatif menggunakan Na-CMC 0,5%,
kelompok II sebagai kontrol positif yaitudiazepam 5 mg/KgBB , kelompok
III menggunakan dosis tunggal daun nangka dimana pada penelitian
yang dilakukan oleh Agustina (2016) diketahui bahwa dosis 100
mg/KgBB (diperoleh dari pembuatan ekstrak 250 g daun nangka
menghasilkan 18,145 g ekstrak kental) yang telah dicari kesetaraannya
sehingga sama dengan konstentrasi 10% b/v telah menghasilkan efek
sedatif, kelompok IV menggunakan dosis tunggal daun sirsak, pada
penelitian yang dilakukan oleh Rizki (2014) dimana pada dosis 140
mg/KgBB (diperoleh dari pembuatan ekstrak 400 g daun sirsak
menghasilkan 15,36 g ekstrak kental) yang telah dicari kesetaraannya
sehingga sama dengan konstentrasi 35% b/v telah menghasilkan efek
sedatif, kelompok V menggunakan kombinasi setengah dosis tunggal
(daun nangka 5% b/v dan daun sirsak 17,5% b/v) dan kelompok VI
menggunakan kombinasi seperempat dosis tunggal (daun nangka 2,5%
b/v dan daun sirsak 8,75% b/v).

d. Prosedur Penelitian
1) Pembuatan Sediaan Uji
a) Infusa daun nangka 10% b/v
Timbang daun nangka sebanyak 10 gram, selanjutnya dipotong
– potong menjadi bagian yang lebih kecil, tambahkan natrium
karbonat 10% dan tambahkan air sebanyak 100 ml dan
panaskan selama 15 menit diatas penangas terhitung suhu
mencapai 900C sambil sekali – sekali diaduk. Serkai setelah
dingin menggunakan kain flanel, tambahkan air melalui ampas
hingga mencapai 100 ml.

b) Infusa daun sirsak 35% b/v

175
Timbang daun sirsak sebanyak 35 gram, selanjutnya dipotong –
potong menjadi bagian yang lebih kecil, lalu tambahkan air
sebanyak 100 ml dan panaskan selama 15 menit terhitung suhu
mencapai 900C sambil sekali – sekali diaduk. Serkai setelah
dingin menggunakan kain flanel, tambahkan air melalui ampas
hingga mencapai 100 ml.

c) Kombinasi infusa daun nangka 5% b/v dan daun sirsak 17,5% b/v
Dibuat dengan cara menambahkan 50 ml infusa daun nangka
10% b/v kedalam 50 ml infusa daun sirsak 35% b/v.

d) Kombinasi infusa daun nangka 2,5% b/v dan daun sirsak 8,75%
b/v
Dibuat dengan cara menambahkan 25 ml infusa daun nangka
10% b/v kedalam 25 ml daun sirsak 35% b/v dan dicukupkan
dengan aquadest hingga volume 100 ml.

e) Suspensi diazepam dosis 5 mg/kgbb Ambil 1 tablet diazepam


@5mg, lalu dimasukkan ke dalam lumpang, setelah itu
digerus halus dan tambahkan Na-CMC sebanyak 0,1 ml,
kemudian digerus hingga homogen lalu tambahkan aquadest
hingga 10 ml.

f) Suspensi Na-CMC 0,5%


dari tiap perlakuan diletakkan pada rentangan kawat yang
tingginya 30 cm dari permukaan. Kedua lengan mencit
digantungkan pada kawat tersebut dan mulai dilakukan
perhitungan waktu sesaat mencit digantungkan. Catat waktu yang
dibutuhkan mencit untuk dapat bertahan pada posisi tersebut
(dalam satuan detik). Selanjutnya mencit diletakkan pada kotak
kayu yang memiliki lubang-lubang pada permukaannya. Hitung
jumlah jengukan mencit ke arah lubang- lubang selama 5 menit.

176
2) Pengujian Efek Sedatif Pada Mencit Putih Jantan
Setelah dilakukan aklimatisasi, pada hari pengujian hewan
percobaan ditimbang berat badannya, kemudian dikelompokkan
secara acak menjadi 6 kelompok dengan masing-masing
kelompok terdiri atas 5 ekor hewan percobaan. Setelah itu, setiap
kelompok perlakuan diberikan sediaan uji masing-masing
berdasarkan volume pemberian 1% b/v (sesuai dengan berat
badan mencit) secara peroral. Satu jam seteleh pemberian
sediaan uji, masing-masing mencit
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1) Data jumlah frekuensi jengukan pada metode hole-board test
Kelompok Perlakuan Rerata frekuensi
jengukan ± SD
Na CMC 0,5% 51,6 ± 3,43

ITDN 10% b/v 37,2 ± 2,23

ITDS 35% b/v 38,2 ± 1,64

KI 1/2 (ITDN 5% b/v 22,4 ± 2,70


+ ITDS 17,5% b/v)
KI 1/4 (ITDN 2,5% 12,8 ± 1,30
b/v + ITDS 8,75%
b/v)
Diazepam 5
mg/KgBB 7,6 ± 1,14
Keterangan :
- ITDN : Infusa Tunggal Daun Nangka
- ITDS : Infusa Tunggal Daun Sirsak

177
- Diagram batang rerata frekuensi jengukan masing-masing
kelompok perlakuan
60
Jengukan

50

40
Frekuensi

30

20

10

2) Data jumlah waktu bertahan dalam detik pada metode traction test

Rerata waktu bertahan (detik) masing-masing

kelompok perlakuan
Kelompok Rerata waktu
Perlakuan bertahan dalam
detik ± SD

Na CMC 0,5% 149,8± 12,33

ITDN 10% b/v 121 ± 4,18

ITDS 35% b/v 119 ± 1,87

KI 1/2 (ITDN 5% b/v 77 ± 2,64


+ ITDS 17,5% b/v)

KI 1/4(ITDN 2,5% b/v 62,4± 6,10


+ ITDS 8,75% b/v)

Dia zepam5 36,9± 3,49

178
mg/KgBB

Diagram batang rerata waktu bertahan dalam detik masing-masing


kelompok perlakuan
160

140

120
Detik

100
Dalam

80
Waktu Bertahan

60

40

20

Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa kelompok kontrol positif


memiliki efek sedatif paling besar pada mencit dengan rerata jumlah
frekuensi jengukan sebanyak 7,6 kali dan waktu bertahan sebesar
36,9 detik. Hal ini disebabkan karena mekanisme kerja dari golongan
benzodiazepin berikatan langsung pada sisi spesifik sub unit γ (sisi
benzodiazepine) pada reseptor GABAa sedangkan neurotransmitter
GABA berikatan pada sub unit α atau β menyebabkan pembukaan
kanal ion klorida, memungkinkan masuknya ion klorida kedalam sel
dan menyebabkan sel sukar tereksitasi ( Utama dan Vincent, 2007).
Pada kelompok sediaan infusa tunggal daun nangka 10% b/v
didapat hasil rerata jumlah frekuensi jengukan sebanyak 37,2 kali dan
waktu bertahan sebesar 121 detik. Pada kelompok infusa tunggal daun
sirsak 35% didapat hasil rerata jumlah frekuensi jengukan sebanyak

179
38,2 kali dan waktu bertahan sebesar 119 detik. Hal ini menunjukkan
infusa tunggal daun nangka dan infusa tunggal daun sirsak memiliki
efek sedatif yang sama. Dapat dilihat berdasarkan uji statistik ANOVA
satu arah menunjukkan bahwa infusa tunggal daun nangka dan infusa
tunggal daun sirsak berada pada satu subset yang sama dan tidak
terlihat perbedaan bermakna (P>0,05) pada hasil uji T test.
Pada kelompok kombinasi infusa setengah dosis (infusa daun
nangka 5% b/v dan infusa daun sirsak 17,5% b/v) didapat hasil rerata
jumlah frekuensi jengukan sebanyak 22,4 kali dan waktu bertahan
sebesar 77 detik. Pada kelompok kombinasi infusa seperempat dosis
(infusa daun nangka 2,5% b/v dan infusa daun sirsak 8,75% b/v) didapat
hasil rerata jumlah frekuensi jengukan sebanyak 12,8 kali dan waktu
bertahan 62,4 detik. Dapat dilihat berdasarkan uji statistik ANOVA satu
arah menunjukkan bahwa kelompok kombinasi setengah dosis (infusa
daun nangka 5% b/v dan infusa daun sirsak 17,5% b/v) maupun
seperempat dosis (infusa daun nangka 2,5% b/v dan infusa daun sirsak
8,75% b/v) berada pada subset yang berbeda dengan infusa tunggal
daun nangka 10% b/v dan infusa tunggal daun sirsak 35% b/v dan
terlihat perbedaan bermakna (P<0,05) pada hasil uji T test. Hal ini
menunjukkan bahwa kombinasi infusa memiliki efektifitas yang lebih
besar dibanding sediaan tunggal.
Pada kelompok kombinasi infusa setengah dosis (infusa daun
nangka 5% b/v dan infusa daun sirsak 17,5% b/v) dan infusa seperempat
dosis (infusa daun nangka 2,5% b/v dan infusa daun sirsak 8,75% b/v)
terdapat perbedaan karena berdasarkan uji statistic ANOVA satu arah
menunjukkan bahwa infusa setengah dosis (infusa daun nangka 5% b/v
dan infusa daun sirsak 17,5% b/v) dan infusa seperempat dosis (infusa
daun nangka 2,5% b/v dan infusa daun sirsak 8,75% b/v) berada dalam
satu subset yang berbeda dan terlihat perbedaan bermakna (P<0,05)
pada hasil uji T test. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi infusa
seperempat dosis tunggal memiliki efek sedatif yang lebih besar
efektifitasnya dibandingkan dengan kombinasi infusa setengah dosis

180
tunggal
Pada kombinasi seperempat dosis menunjukkan sifat kerja sedatif
yang sinergis, dimana gabungan dari kombinasi infusa daun nangka
2,5% b/v dan infusa daun sirsak 8,75% b/v efek yang dihasilkan lebih
besar dibandingkan dengan jumlah efek infusa bila diberikan secara
sendiri-sendiri.
Kombinasi seperempat dosis (infusa daun nangka 2,5% b/v dan
infusa daun sirsak 8,75% b/v) menghasilkan efek sedatif yang lebih
besar karena diduga dengan kombinasi seperempat dari dosis masing
– masing kadar flavonoid sudah cukup untuk berikatan pada reseptor
GABAa dengan mengikat sisi benzodiazepine, sehingga terjadi proses
pembukaan kanal ion klorida yang menyebabkan masuknya ion klorida
sehingga sel sukar tereksitasi (Jonhston, 2006). Sedangkan dengan
bertambahnya dosis kombinasi diduga dapat menghambat kerja dari
flavonoid, kadar senyawa penghambat lebih banyak terambil sehingga
menurunkan kerja flavonoid. Oleh sebab itu, formulasi dari komposisi
ramuan harus dibuat setepat mungkin agar mendapatkan efek yang
dikehendaki dan tidak menimbulkan kontraindikasi (Herbie, 2015).

V. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian efek sedatif infusa daun nangka (Artocarpus
heteropyllus Lamk.) tunggal, daun sirsak (Annona muricata L.) tunggal,
kombinasi setengah dosis (5% b/v dan 17,5% b/v) dan kombinasi
seperempat dosis (2,5% b/v dan 8,75% b/v) pada mencit putih jantan
yang telah dilakukan maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1) Kombinasi infusa setengah dosis tunggal (5% b/v dan 17,5% b/v)
serta seperempat dosis tunggal (2,5% b/v dan 8,75% b/v)
menunjukkan efek sedatif yang lebih besar dibandingkan dengan
sediaan infusa tunggal masing-masing.
2) Kombinasi infusa seperempat dosis tunggal (2,5% b/v dan 8,75%
b/v) memberikan hasil yang lebih optimal dibanding infusa setengah
dosis tunggal (5% b/v dan 17,5% b/v) dan kombinasi tersebut

181
menunjukkan efek yang sinergis

DAFTAR PUSTAKA
Agustina, E. (2016). Uji Efek Sedatif Ekstrak Etanol Daun Nangka
(Artocarpus hetereropyllusLamk.)Terhadap Mencit Putih Jantan
Galur Swiss Webster. (Skripsi). Palembang : STIFI BP
Palembang.

Badan POM R.I. (2011). Acuan sediaan herbal. (Cetakan pertama). Jakarta : Direktorat
OAI, Deputi II, Badan POM R.I.

Dewi, T., Budi, S.C., Yusrina, S.C. (2014). Ujidaya hambat infusa daun
nangka (Artocarpus hetereropyllusLamk.) terhadap pertumbuhan
bakteru Staphylococcus aureus. Jurnal permata Indonesia, 5(2),
1-7.

Herbie, T. (2015). Kitab tanaman berkhasiat obat : 226 tumbuhan obat


untuk penyembuhan penyakit dan kebugaran tubuh cetakan
pertama. Yogyakarta : Octopus Publishing House

Jonhston, G.A.R. (2006). GABAareceptor chanel pharmacology. Current


pharmaceutical design, 11 (1), 1867-1885.

Kojong, S.N., Yamlean, Y.V.P., Uneputty, P.J. (2013). Potensi infusa


daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar kolesterol darah
pada tikus putih jantan (Rattus novergicus). Pharmacon, 2(2).

K.S Ika Devi., Khoirunissa., dan Istriningsih E., (2018). Efek antidepresan
kombinasi infusa biji pala (Myristica fragrans) dan daun kemangi
(Ocimum basilicum) pada mencit jantan putih (Mus musculus).
Jurnal para pemikir, 7(2).

Nurkhalifah., Rahmawati., dan Rahman, S. (2014). Efek hipoglikemik kombinasi infusa


biji alpukat (Persea americana Mill) dan biji pepaya (Carica papaya L Var.
Bangkok) asal Kab. Pinrang pada tikus(Rattus norvegicus) jantan. Jurnal
biantore, 15(2), 111-116.

182
Prakash, O., Jyoti., Kumar, A., & Kumar, P. (2013). Screening of
analgesic and immunomodulator activity of artocarpus
heteropyllus lamk. Leaves (jackfruit) in mice. Der pharmacia letter,
1(11), 2278-4136.

Rizki, N. K. (2014). Uji Efek Sedatif Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona
muricata L.) Terhadap Mencit Putih Jantan Galur Swiss Webster.
(Skripsi). Palembang : STIFI BP Palembang.

Sivagnasundanram, P & Karunayake, K. O. L. (2015). Phytochemical


screning and Antimicrobial activity of Artocarpus heteropyllus and
Artocarpus altilis leaf and stem bark. OUSL Journal, 9(3), 1 – 17.

Utama, H. & Vincent, G. (2007). Hipnotik – sedatif dan alkohol dalam


farmakologi dan terapi (Edisi V). Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FK UI. Jakarta : Gaya Baru.

Vimala, J. Rosaline., A. Lena Rose, S. Raja. (2012). A study on the


phytochemical analisis and corrosion inhibitor on mild steel by
Annona Muricata L. Leaves Extract in Hydrochloric Acid. India,
3(3) : 582 – 588.

183
LOMBA POSTER

“Carotene Cream” SEBAGAI TABIR SURYA DALAM SEDIAAN


KRIM

AdhellaVianka Yudhistiarani1,RidhoPutrama Meijandi1, Siska Oktari1

1
Mahasiswa Farmasi, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Palembang

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki paparan


sinar matahari yang tinggi. Paparan sinar matahari selain memberikan
efek menguntungkan juga memberikan efek merugikan pada manusia
bergantung pada panjang dan frekuensi paparan, intensitas sinar
matahari dan sensitivitas individu yang terpapar. Hal ini bisa dicegah
dengan penggunaan tabir surya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui formulasi sediaan krim tabir surya dengan menggunakan beta
karoten dari ekstrak wortel (Daucus Carota L) dan uji kestabilan fisiknya.
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental. Penelitian ini
dibuat menjadi 3 formula dengan memvariasikan cera alba, parafin cair,
span 60 dan trietanolamin. Cera alba yang berfungsi sebagai zat
pengeras divariasikan dengan kandungan sebesar 13,5%; ,12,0 %; 9,0 %.
Parafin cair yang berfungsi sebagai emolient divariasikan dengan
kandungan sebesar 45,0%; 40%; 30%. Span 60 yang berfungsi sebagai
emulgator divariasikan dengan kandungan sebesar 1,8%; 1,6%; 1,2%.
Trietanolamin yang berfungsi sebagai emulgator divariasikan dengan
kandungan sebesar 2,7%; 2,4%; 1,8%. Hasil evaluasi menunjukkan
bahwa sediaan krim tabir surya selama 21 hari memiliki pH yang
cenderung meningkat namun masih memenuhi persyaratan dan semua
sediaan krim tabir surya memiliki daya sebar yang baik, homogen dan

184
tidak mengiritasi kulit. Disimpulkan bahwa beta karoten dari ekstra wortel
(Daucus Carota L) dapat diformulasikan menjadi sediaan krim tabir surya
yang stabil dan memenuhi persyaratan. Formula krim tabir surya yang
paling optimal yaitu formula II yang mengandung cera alba 12,0%; parafin
cair 40%; span 60 1,6%; trietanolamin 2,4%

Kata kunci : Isolasi beta karoten, tabir surya, krim, wortel, logam kalsium.

ABSTRACT

Indonesia is a tropical country that has high sun exposure.


Exposure to sunlight in addition to having beneficial effects also has a
detrimental effect on humans depending on the length and frequency of
exposure, sunlight intensity and sensitivity of the exposed individual. This
can be prevented by the use of sunscreen. This study aims to determine
the sunscreen cream formulation using beta carotene from carrot extract
(Daucus Carota L) and its physical stability test. The research method
used is experimental. This research was made into 3 formulas by varying
cera alba, liquid paraffin, span 60 and triethanolamine. Cera alba which
functions as a hardener is varied with a content of 13,5%; ,12,0 %; 9,0 %..
Liquid paraffin which functions as an emolient is varied with a content of
45,0%; 40%; 30%. Span 60 which functions as an emulgator is varied with
a content of 1,8%; 1,6%; 1,2%. Triethanolamine which functions as an
emulgator is varied with a content of 2,7%; 2,4%; 1,8%. The evaluation
results show that sunscreen cream preparations for 21 days have a pH
that tends to increase but still meets the requirements and all sunscreen
cream preparations have good, homogeneous and non-irritating skin. It
was concluded that beta carotene from carrot extract (Daucus Carota L)
could be formulated into a stable and fulfilling sunscreen cream
preparation. The most optimal formula for sunscreen is formula II which
contains cera alba 12,0%; liquid paraffin 40%; span 60 1,6%;
triethanolamine 2,4%

185
Keyword : beta carotene isolation, sunscreen, cream,carrot, calcium

1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki
paparan sinar matahari yang tinggi(Yulianti,2015).Radiasi sinar
matahari terdiri atas sinar infra merah (>760 nm), sinar tampak (400-
760 nm), dan sinar UV (ultra violet) yang terdiri atas UV A (320-400
nm), UV B (290- 320 nm) serta UV C (200-290 nm). Sinar matahari
yang sampai di permukaan bumi dan mempunyai dampak negatif
kerusakan terhadap kulit adalah sinar UV A dan UV B, sedangkan
UV C tertahan karena diabsorbsi seluruhnya oleh lapisan ozon
sehingga tidak mencapai permukaan bumi(Shovyana,2013).
Paparan sinar matahari selain memberikan efek menguntungkan
juga memberikan efek merugikan pada tubuh manusia
bergantung pada panjang dan frekuensi paparan, intensitas sinar
matahari, dan sensitivitas individu yang terpapar(Damogalad,2013).
Paparan sinar UV yang berlebihan dapat mengakibatkan sunburn,
eritema, hiperpigmentasi, penuaan dini, bahkan kanker kulit.Untuk
mencegah efek merugikan tersebut, dapat dilakukan beberapa
cara, salah satunya adalah pemakaian tabir surya(Rejeki.2015).
Tabir surya (sunscreen) adalah bahan yang dapat
mengabsorbsi, memantulkan, atau menghamburkan radiasi UV
sehingga dapat menjaga kulitdari efek UV yang
membahayakan(Subchan,2011).
Tabir surya dapat dibuat dalam berbagai sediaan farmasisalah
satunya adalah sediaan krim. Krim adalah bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.(Kemenkes
RI.2014)
Antioksidan dalam pengertian biologis adalah semua senyawa
yang dapat meredamdan atau menonaktifkan serangan radikal
bebas dan ROS atau Reactive Oxygen Species (Halliwel and
Gutterridge, 2007). Antioksidan dapat melawan pengaruh bahaya

186
dari radikal bebas sebagai hasil metabolisme oksidatif, yaitu hasil
reaksi-reaksi kimia dan proses metabolik yang terjadi di dalam
tubuh.Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa senyawa
antioksidan dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit kronis
seperti kanker dan jantung koroner. (Amrun et al, 2007)
Penggunaan antioksidan pada sediaan tabir surya dapat
meningkatkan aktivitas fotoprotektif dan dapat mencegah berbagai
penyakit yang ditimbulkan oleh radiasi sinar ultraviolet. Adapun
beberapa senyawa aktif antioksidan seperti flavonoid, tanin,
antrakuinon, sinamat, vitamin C, vitamin E, dan betakaroten telah
dilaporkan memiliki kemampuan sebagai pelindung terhadap sinar
ultraviolet(Ayuningrum, 2016).
Bahan –bahan alami yang dapat digunakan sebagai tabir
surya antara lain lidah buaya, pepaya,stroberi,semangka,kelapa
dan mentimun.Penelitianini menggunakan wortel untuk bahan
yang berfungsi sebagai tabir surya. Penggunaan bahan alami
sebagai bahan tabir surya karena bahan alami memiliki efek
yang dapat mengurangi iritasi bagi kulit hyperallergic
(Malsawmtluangi et al., 2013; Vender, 2008).
Salah satu bahan alam yang merupakan sumber antioksidan
adalah wortel(Daucus carota L)(Ahmad,2016).Wortel mengandung
senyawa beta karoten dan vitamin A. (Simon, 2015).Beta karoten
memiliki aktivitas biologis sebagai antioksidan dengan menetralisis
radikal bebas yang timbuldari reaksi normal biokimia tertentu
ataupun dari sumber eksogen seperti polusi udara, asap rokok,
pelatihan fisik berlebih. Beta karoten juga dapat meredam singlet
oksigen,suatu molekul yang reaktif yg terbentuk dari pajanan sinar
UV pada kulit,sehingga dapat mencegah berkembangnya menjadi
sel kanker. (Roche, 2000)
Salah satu sediaan krim tabir surya dengan ekstrak wortel yang
telah beredar di pasaran adalah sediaan tabir surya merek, “Biotique
Botanical Bio Carrot” dengan nilai SPF sebesar 40 yang digunakan

187
pada pagi hari sebelum beraktivitas. Sediaan ini mengandung
ekstrak total wortel sebanyak 2,5%. Krim tersebut mengandung
bahan tabir surya kombinasi sintetik (talk) dan alam (ekstrak
Daucus carota, Nyctanthesarbortristis dan Symplocos racemosa).
Malsawmtluangietal(2013) telah melakukan penelitian uji
efektivitas tabir surya dari β-carotenedengan menggunakan ekstrak
perasan air wortel dengan konsentrasi 10% yang menghasilkan
nilaiSPF yaitu1,34±0,13. Konsentrasi ekstrak wortel sebesar 10%
mendasari dari penelitian ini untuk dilakukan modifikasi dari variasi
konsentrasi ekstrak wortel sebesar 0,5%, 1% dan 2,5% yang
kemudian akan dilakukan pemilihan konsentrasi ekstrak wortel
yang memiliki nilai SPF tertinggi sehingga memenuhi kriteria sebagai
bahan tabir surya yaitu memiliki nilai SPF sekitar 2 untuk dilakukan
formulasi krim tabir surya (Balakrishnan and Narayanaswamy,
2011)
Basis krim yang digunakan mengacu pada penelitian Harry
(2019)yang berjudul “Formulasi Sediaan Krim Tabir Surya dari
Ekstrak Etanol Buah Bisbul (Diospyros blancoi)”karena basis krim ini
memiliki hasil uji mutu fisik yang baik, bersifat stabil (tidak ada
pemisahan antara fase minyak dan air),tidak terjadi perubahan
derajat keasaman(p H)yang signifikan, perubahan viskositas yang
tidak signifikan setelah penyimpanan selama 4 minggu.
Tipe krim dibedakan menjadi dua tipe, yaitu krim tipe minyak
dalam air(M/A) dan air dalam minyak (A/M). (Kemenkes RI. 2015)
Krim tipe M/A (vanishing cream) mudah dicuci dengan air, jika
digunakan pada kulit, maka akan terjadi penguapan dan
peningkatan konsentrasi dari suatu obat yang larut dalam air,
sehingga mendorong penyerapannya ke dalam jaringan kulit.
Sedangkan krim tipe A/M memiliki daerah sebaran lebih baik dan
rasa panas minimal pada kulit(Shovyana.2013). Pada penelitian ini
tipe krim yang digunakan dalam formulasi adalah tipe A/M sebagai

188
basis karena lebih lama melekat di kulit dan dapat melembutkan
kulit.

2. TUJUAN PENELITIAN
Untuk membuat sediaan tabir surya dari sari wortel (Daucus carrota
L)dalam bentuk sediaan krim.

3. METODE PENELITIAN
Metode yang dipakai dalam penelitian adalah eksperimental
dengan membuat beberapa formulasi sediaan krimtabirsurya yang
mengandung ekstrak beta karoten dari wortel (DaucusCarota L)
a. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya blender,
saringan (alatserkai), corong, gelasukur, tabung reaksi, centrifuge, pot,
mortir, stamper, sudip sendok spatula, erlenmayer, beaker glass, cawan
penguap, kacaarloji, pH meter, dan objek glass. Bahan yang digunakan
pada penelitian ini diantaranya ekstrak betakaroten dari sari wortel lokal
yang diperoleh dari pasar daerah sekip palembang, dengan ciri berwarna
jingga terang, berukuran 5-10 cm, dengan diameter 3-5 cm, Cera Alba,
Sorbitan Monostearat, paraffin cair, nipagin, nipasol, Trietanolamin, Aqua

b. Formulasi Cream tabir surya

Jumlah yang digunakan


No Bahan Formula Formula Formula
I II III
Ekstrak Beta
1 0,5 0,5 0,5
Karoten
2 Cera Alba 1,35 1,20 0,90
3 Nipagin 0,10 0,10 0,10
4 Nipasol 0,01 0,01 0,01
5 ParafinCair 4,50 4,00 3,00
6 Span 60 0,18 0,16 0,12
Trietanolami
7 0,27
189 0,24 0,18
n
8 AquadDest Ad 10 Ad 10 Ad 10
c. Cara Kerja

1) Pembuatan Krim Tabir Surya


1. Siapkan Alat dan Bahan
2. Timbang masing-masing bahan
3. Lebur fase minyak (cera alba, paraffin liq, dan span 60) pada
suhu70º C di penangas air. Setelah melebur, tambahkan nipasol.
4. Larutkan trietanolamin dengan air panas di cawan yang berbeda,
setelah larut tambahkan nipagin. (Fase air).
5. Tambahkan fase air dalam keadaan panas kedalam fase minyak
sedikit demi sedikit, gerus sehingga terbentuk basis krim.
6. Tambahkan ekstrak beta karoten ke dalam basis salep sedikit
demi sedikit, gerus sehingga homogen.
7. Masukkan kedalam tube

2) Uji Stabilitas Ekstrak Selama Penyimpanan


Uji Stabilitas Ekstrak Selama Penyimpanan adalah suatu proses
pengujian kestabilan fisik ekstrak wortel selama penyimpanan dengan
variasi suhu (dingin, suhu ruang dan hangat) dan intensitas cahaya
(terlindung cahaya, tidak terkena cahaya matahari langsung, dan terpapar
cahaya), yang dilakukan selama 21 hari dan kemudian di amati.

3) Uji Stabilitas fisik

190
Uji kestabilan fisik yang dilakukan antara lain pH, dan organoleptis
sediaan (warna dan bau) setelah dilakukan penyimpanan pada suhu
kamar selama 21 hari, yaitu pada hari ke 0,7,14, dan 21
a. Ph
Nilai pH sediaan dapat diukur dengan menggunakan pH
meter.Untuk mengukur nilai pH ini dibutuhkan sampel sebanyak 1
gram yang dilebur dalam beaker glass dengan 100 ml aqua dest
diatas penangas air.

4) Warna dan Bau


Pengujian terhadap perubahan warna dan bau dengan cara
melibatkan 30 snresponden yang dipilih secara acak, kemudian
responden mengevaluasi sediaan dengan mengamati perubahan
terhadap warna dan bau selama 21 hari penyimpanan.

5)UjiHomogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada objek
glass dan dilihat apakah terdapat butir-butir kasar yang tertinggal pada
kaca tersebut(Ilham, 2016)

6)Uji dayasebar
Uji daya sebar dilakukan dengan meletakkan 0,1 gram krim ditengah
kaca bulat kemudian kaca penutup diletakkan diatas krim dan didiamkan
selama 1 menit hitung diameter krim yang menyebar. Selanjutnya
ditambah beban seberat 50 gram diatas kaca penutup dan dibiarkan 1
menithitung diameter krim yang menyebar.Percobaan dilanjutkan dengan
beban sebesar 100, 150 dan 200 gram (Nova,2012)

7)Uji Iritasi kulit


Uji iritasi kulit melibatkan 30 orang responden yang dipilih secara
acak.Pengujian dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan (F1, F2, F3)
pada punggung tangan selebar 2,5 x 2,5 cm (Mitsui, 1996). Kemudian
amati reaksi yang mungkin terjadi misalnya gatal, kemerahan dan perih.

191
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Uji Kestabilan Fisik
Dilakukan uji kestabilan sifat fisik setiap minggunya selama 21 hari
penyimpanan meliputi pH, homogenitas, daya sebar, warna, bau dan
pengujian terhadap iritasi kulit. Hasil pengamatan kestabilan sifat krim
tabir surya dapat dilihat dalam tabel dan gambar berikut:

pH (hari ke) Keterangan


Carotene cream
0 7 14 21

Formula I 5,3 5,5 5,8 5,8 MS

Formula II 5,5 5,6 5,7 5,8 MS

Formula III 5,6 5,9 5,8 6,1 MS


b. pH
Keterangan :

MS : Memenuhi Syarat
pH yang memenuhi syarat 4,5-6,5(Djajadisastra,2004)

b. Daya Sebar

Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua formula mempunyai daya


oles yang baik dilihat dari hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan
krim semakin menyebar ketika beban bertambah

c. Warna dan Bau

Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua formula mempunyai


warna dan bau yang stabil dan tidak mengalami perubahan selama 21
Hari penyimpanan di suhu ruang.

d.Uji Iritasi kulit

192
Didapatkan dari hasil kuesioner yang menunjukkan bahwa 100%
responden menyatakan tidak mengalami gejala iritasi yang berupa kulit
kemerahan, gatal-gatal, terasa panas dan perih pada permukaan kulit
setelah diolesi ketiga formula Krim Tabir Surya yang mengandung
betakaroten dari ekstrak sari wortel (Daucus Carota L)

5. KESIMPULAN
Beta karoten dari ekstrak wortel (DaucusCarota L) dapat
diformulasikan menjadi sediaan krim tabir surya yang stabil dan
memenuhi persyaratan. Formula krim tabir surya yang paling optimal yaitu
formula II yang mengandung cera alba 1,20g; paraffin cair 4g; span 60
0,16g; trietanolamin 0,24g.
Untuk pH, Suhu lebur, daya oles, homogenitas memenuhi persyaratan
dan stabil secara fisik. tidak mengalami perubahan bau, warna serta tidak
terjadi iritasi kulit saat digunakan.

6. HASIL PRODUK

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad T, et al. Phytochemicals in Daucus carota and Their Health


Benefits. MDPI.2019; 8,424

Amnuaikit,Thanaporn . Boonme,Praparon. Formulation and


characterization of sunscreen creams with synergistic efficacy on
SPF by combination of UV filters.Journal of Applied
Pharmaceutical Science. 2013;3(8);001-005

Ayuningrum. Uji stabilitas fisik dan penentuan nilai SPF (sun protection
factor) krim tabir surya ekstrak kulit buah pepaya (Carica

193
papaya L.).Ungaran: Sekolah Tinggi Kesehatan Ngudi Waluyo
Ungaran. 2016.

Damogalad V, Edy HJ, Supriati HS. Formulasi krim tabir surya ekstrak
kulit nanas (Ananas winosus L MERR) dan uji in vitro sun
protecting faCtor (SPF). Pharmacon. 2013; 2(2): 39-43.

Dalimartha, S dan Adrian, F. 2011. Khasiat Buah dan Sayur. Jakarta:


Penebar Swadaya

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979. Farmakope Indonesia


Edisi III. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan,
Jakarta. Indonesia.

Febrihaq,Diah. Formulasi Dan Evaluasi Sediaan Lotion DariMinyak Lemon


(Citrus Limon L.) Dengan VariasiKonsentrasi Span 80 Dan Tween
80Sebagai Emulgator. Poltekkes Kemenkes Palembang. 2019

Ikawati, Ratna. Optimasi Kondisi Ekstraksi Karotenoid Wortel ( Daucus


carota L) Menggunakan Response Surface Methodology. Jurnal
teknologi pertanian.2005; 1(1); 14-22

Kementerian Kesehatan RI. Farmakope Indonesia Edisi Lima. Jakarta:


KemenKes RI. 2014.

Kementerian Kesehatan RI. Formularium Nasional. Jakarta: KemenKes


RI. 2015.

Kibbe, A. H. 2006. Dalam Rowe, R. C., Sheskey, P. J., and Quinn,


M.E., ads.Handbook Of Pharmaceutical Excupients, Sixth Edit.,
Pharmaceutical Press and American Association, Washington.

Kusuma, Fanny. Formulasi Sediaan Tabir Surya Ekstrak Air Wortel


(Daucus Carota L.) Dalam Bentuk Sediaan Krim. Universitas
katolik widya mandala. Surabaya.2015

Maharani, A., 2015. Penyakit Kulit : “Perawatan, Pencegahan,


Pengobatan”. Pustaka Baru Press, Yogyakarta. Indonesia

194
Maulina, Ika.Uji stabilitas fisik dan aktivitas antioksidan sediaan krim yang
mengandung ekstrak umbi wortel (Daucus Carota L.) Universitas
Indonesia.2011

Miekus N, et al. Green Chemistry Extraction of Carotenoids from Daucus


carota L. Molcules.2019;24,4339.

Mustafa, Arwa. Trevino,LM. Turner, Charlotta. 2 Pressurized Hot Ethanol


Extraction of Carotenoids from Carrot BY-Products. MDPI.2012;
17(2); 1809-1818

Novriadi, Harry.Ratnasari, Devi. Fermadianto,Muhammad. Formulasi


Sediaan Krim Tabir Surya dari Ekstrak Etanol Buah Bisbul
(Diospyros blancoi). Jurnal ilmu kefarmasian indonesia.2019;
17(1);262-271

Rejeki S, Wahyuningsih SS. Formulasi gel tabir surya minyak


nyamplung (Tamanu Oil) dan uji nilai SPF secara in vitro.
University Research Colloquim. 2015; 97-103.

Retnaningsih C, Darmono, Widianarko, B, Muis, SF. Peningkatan


aktivitas antioksidan superoksida dismutase pada tikus
hiperglikemi dengan asupan tempe koro benguk (Mucuna
pruriens L.). Agritech. 2013; 33(2):154-161.

Rowe, R.C., P.J. Sheskey dan M.E. Quinn, 2009. Handbook of


Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. American
Pharmaceutical Association. London, Chicago.

Shovyana HH, Zulkarnain AK. Stabilitas fisik dan aktivitas krim W/O
ekstrak etanolik buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpha(Scheff .) Boerl,) sebagai tabir surya. Trad. Med. J.
2013;18(2):109-17

Stephane A. Desobry, Flavia M. Netto & Theodore P. Labuza,


Preservation of beta carotene from carrots. Critical Reviewers in
Food Science and Nutrition Journal. 2010; 38;381-396

195
Subchan P, Malik DA, Namason WT. Fotoproteksi. MDVI. 2011.
38(3):141-8.

Wingqvist,annica. 2011. Extraction,Isolation and purification of carotene.


Karlstads University, Karlstads.

Yulianti E, Adelsa A, Putri, A . Penentuan nilai SPF (sun protection


factor) ekstrak etanol 70% temu mangga (Curcuma mangga)
dan krim ekstrak etanol 70% temu mangga (Curcuma mangga)
secara in vitro menggunakan metode spektrofotometri. Majalah
Kesehatan FKUB. 2015; 2(1):41-50.

196
LOMBA POSTER

EKSTRAKSI SENYAWA ANTOSIANIN PADA SIRIH MERAH


(Piper crocatum) SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAMI SEDIAAN
SIRUP

EXTRACTION OF ANTHOCYANIN COMPOUNDS IN RED BETEL


(Piper crocatum) AS NATURAL DYES FOR SYRUP

Emilia Fransisca1, Elsa Septina1, Menia Oktariana1

1
Mahasiswa Farmasi, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Palembang

ABSTRAK

Kualitas dan sumber pewarna alami yang terbatas menyebabkan


penggunaan pewarna sintet,is banyak digunakan dalam berbagai
sediaan farmasi. Namun, kandungan pewarna sintesis itu bisa memicu
reaksi merugikan tertentu bagi pasien yang rentan. Tanaman daun sirih
merah (Piper crocatum) mengandung senyawa flavonoid alam yang
paling mencolok yaitu antosianin yang merupakan pembentuk dasar
pigmen warna pada tanaman. Tujuan penelitian ini untuk mengekstraksi
antosianin dari daun sirih merah (Piper crocatum) menjadi pewarna
alami yang bermutu serta memiliki kestabilan fisik yang baik pada sirup.
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental dengan
mengekstraksi daun sirih merah dan menjadikannya serbuk yang akan
diujikan kestabilannya dengan cara memvariasikan konsentrasi ekstrak
dan variasi konsentrasi acid citric yang dilihat kesetabilan pHnya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa warna pada sirup sudah memenuhi
syarat uji pH dan stabilitas warna sirup terhadap lama penyimpanan.
Untuk uji kesukaan rasa, warna, dan aroma formula sirup parasetamol
yang paling disukai adalah formula dua.

197
Kata kunci : Ekstraksi antosianin, sirup parasetamol, daun sirih merah,
metanol.

Abstract

The quality and limited source of natural dyes causes the use of
synthetic dyes widely used in various pharmaceutical preparations.
However, the content of synthetic dyes can trigger certain adverse
reactions for vulnerable patients. The red betel leaf plant (Piper
crocatum) contains the most striking natural flavonoid compound,
anthocyanin, which forms the basis of the red pigment. The purpose of
this study is to extract anthocyanins from red betel leaves (Piper
crocatum) to be a quality natural dye and have good physical stability in
syrup. This research is doing by the experimental method by extracting
red betel leaf and making it a powder that will be tested for stability by
variations in the concentrations of extracts and variations of citric acid
concentrations that based on the pH stability. The results showed that
the color in the syrup already qualified pH test and color stability of the
syrup storage. The best formula for taste, color and aroma paracetamol
syrup is the second formula

Key Word : Extraction of anthocyanin, paracetamol syrup, red betel leaf,


methanol

Latar Belakang

Kualitas dan sumber pewarna alami yang terbatas menyebabkan


penggunaan pewarna sintetis berkembang pesat. Zat pewarna alami
kini telah banyak digantikan dengan pewarna sintetik yang memberikan
berbagai macam pilihan warna. Zat pewarna sering juga digunakan
untuk obat- obatan dan kosmetika. Sebagian besar pewarna yang
diizinkan untuk digunakan, sudah dipakai sebagai pewarna makanan

198
dan sediaan obat-obatan, juga digunakan sebagai zat diagnostik,
desinfektan dan zat dalam proses pengobatan. Dan sering digunakan
sebagai pewarna pada tablet dan gelatin pada kapsul. Menurut studi
oleh para pakar di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat,
mengungkap, mayoritas obat resep mengandung senyawa tidak aktif
seperti laktosa, gluten dan pewarna makanan. Kandungan itu bisa
memicu reaksi merugikan tertentu bagi pasien yang rentan.
Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh
dari tumbuh- tumbuhan dan hewan (Koswara 2009). Salah satu pigmen
alami yang berpotensi sebagai alternative pengganti pewarna sintetik
adalah antosianin. Pigmen ini tergolong dalam senyawa flavonoid dan
bertanggung jawab terhadap timbulnya warna oranye, jingga, merah,
ungu dan biru pada beberapa daun, bunga dan buah (Gross, 1987)
Beragam jenis tumbuhan obat yang telah lama diketahui
khasiatnya oleh masyarakat, tidak hanya digunakan sebagai obat tetapi
banyak juga yang menjadikannya tanaman hias. Salah satu tumbuhan
yang digunakan sebagai tanaman obat serta tanaman hias adalah sirih
merah (Piper crocatum). Berdasarkan beberapa penelitian, kandungan
fitokimia yang terdapat di dalam daun sirih merah (Piper crocatum)
adalah alkaloid, saponin, tannin dan flavonoid. Hasil penelitian Puzi et
al (2015) menunjukkan bahwa tanaman daun sirih merah (Piper
crocatum) mengandung senyawa flavonoid.
Flavonoid merupakan salah satu senyawa bioaktif hasil
metabolisme sekunder yang banyak terdapat dialam (Achmad,1986).
Semua turunanan senyawa flavonoid mempunyai sejumlah sifat yang
sama dikenal sekitar 9 kelas flavonoid yang salah satunya yaitu
antosianin (Puzi 2015). Senyawa flavonoid alam yang paling mencolok
adalah antosianin yang merupakan pembentuk dasar pigmen warna
merah, ungu dan biru pada tanaman, terutama sebagai bahan pewarna
bunga dan buah-buahan (Robinson, T. 1995). Antosianin merupakan
senyawa larut dalam air turunan flavonoid yang dhasilkan dari metabolit
sekunder tanaman. Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter,

199
yaitu memiliki kemampuan untuk bereaksi baik dengan media asam
antosianin bewarna merah sedangkan dengan media basa antosianin
bewarna ungu dan biru.
Berdasarkan latar belakang dan penjelasan diatas, maka peniliti
ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa antosianin
pada daun sirih merah (Piper crocatum) sebagai zat pewarna alami
sediaan farmasi sirup

Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengekstraksi antosianin dari daun
sirih merah (Piper crocatum) menjadi pewarna alami yang bermutu
serta mengetahui kestabilan fisiknya pada sediaan sirup.

Metode
Metode yang dipakai dalam penelitian adalah eksperimental.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih merah,
metanol murni (hasil destilasi), akuades, HCl pekat, aerosol. Alat yang
digunakan yaitu seperangkat alat distilasi, rotary evaporator, neraca
analitik, kertas saring (Whatman No.1), alat gelas.
Pertama dilakukan persiapan sampel. Sampel yang digunakan
adalah bagian daunnya saja. Daun sirih merah disortasi dan dicuci
bersih dengan air mengalir, kemudian dirajang tipis-tipis. Daun dikering
anginkan pada suhu ruang selama 1-2 hari.
Daun sirih merah lalu dimaserasi dengan methanol murni (hasil
destilasi) yang mengandung HCl 1 % (pH 4) dengan perbandingan
sampel terhadap pelarut 1 : 4 (b/v), selama 3 hari pada suhu dingin (±
5⁰C). Filtrat disaring dengan kertas Whatman No. 1, lalu di
enaptuangkan selama 2 hari. Maserat ini digunakan untuk identifikasi.
Kemudian, maserat dipekatkan menggunakan rotary evaporator di suhu
35⁰C sehingga didapatlah ekstrak kental. Ekstrak kental ini ditambah
dengan sejumlah aerosil dengan perbandingan 1 : 2 hingga menjadi
padatan / serbuk.

200
Tabel 1. Formula Sirup Paracetamol

Variasi ektrak

No Nama Bahan FI F2 F3 F4
1 Paracetamol 1.44 g 1.44 g 1.44 g 1.44 g
2 Sukrusa 0,6 g 0,6 g 0,6 g 0,6 g
3 Propilen glikol 12,9g 12,9g 12,9g 12,9g

4 Acid citric 0,6 g 0,6 g 0,6 g 0,6 g


5 Natrium Benzoat 0,66 g 0,66 g 0,66 g 0,66 g

6 Serbuk ektrak sirih 0,15 g 0,2 g 0,3 g -


merah

7 Aquadest Ad 60ml Ad 60ml Ad 60ml Ad 60ml

Tabel 2. Formula Sirup Paracetamol

Variasi Acid Citric

No Nama Bahan FI F2 F3 F4
1 Paracetamol 1.44 g 1.44 g 1.44 g 1.44 g
2 Sukrusa 0,6 g 0,6 g 0,6 g 0,6 g
3 Propilen 12,9g 12,9g 12,9g 12,9g
Glikol
4 Acid citric 1g 02g 3g 0,6 g
5 Natrium 0,66 g 0,66 g 0,66 g 0,66 g
Benzoat
6 Serbuk ektrak 0,2 g 0,2 g 0,2 g 0,2 g
sirih
Merah
7 Aquadest Ad Ad Ad Ad
60ml 60ml 60ml 60ml

Evaluasi Sirup Parasetamol Uji pH


Berdasarkan hasil pengamatan uji pH pada sirup paracetamol
menunjukkan pH stabil pada formula II.

201
Uji Kesukaan
Dari formula I, formula II, dan formula III diuji mana yang paling
disukai responden dari segi rasa, warna, dan aroma.

Hasil dan Pembahasan Uji Sifat Fisik Sirup

Dilakukan uji kestabilan sifat fisik setiap minggunya selama 28


hari penyimpanan meliputi pH, rasa, warna dan aroma. Hasil
pengamatan kestabilan sifat sirup parasetamol dapat dilihat dalam
tabel dan gambar berikut:

a. pH
Variasi Ekstrak

pH (hari ke) Ket


Sirup
Parasetamol
0 7 14 21 28

Formula I 4, 29 4, 34 4,45 4,67 5,06 MS

Formula II 4,97 4, 99 5,01 5,03 5,04 MS

Formula III 4,03 4,12 4,16 4,23 4,35 MS

Formula IV 5,00 5,02 5,03 5,05 5,09 MS


(formula
control)

Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua formula mempunyai


rasa yang disukai responden dan tidak mengalami perubahan selama
28 hari penyimpanan di suhu ruang.

Keterangan :

MS : Memenuhi Persyaratan
pH (hari ke) Ket
Sirup
pH yang memenuhi
Parasetamol syarat 3-5 (FI Ed.III)
0 7 14 21 28

Variasi Acid CitricFormula I 4,98 5,28 5,37 5,40 5,51 MS

Formula II 4,83 4,85 5,02 5,04 5,06 MS

Formula III 3,87 3,91 4,01 4,05 4,06 MS

Formula IV 4,97 4,99 5,01 5,03 5,04 MS


202
(formula
control)
Keterangan :

MS : Memenuhi Persyaratan

pH yang memenuhi syarat 3-5 (FI Ed.III)

b. Hasil Uji Tanggap Rasa

c. Hasil Uji Warna dan Aroma


Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua formula
mempunyai warna dan aroma yang stabil dan tidak mengalami
perubahan selama 28 hari penyimpanan di suhu ruang.

Kesimpulan
Sirup parasetamol ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) yang
memiliki variasi perbandingan ekstrak formula I 0.15g formula II 0.2g, dan
formula III 0.3g setelah dilakukan evaluasi kestabilan warna formula II
menunjukkan warna yang lebih stabil. Setelah didapatkan kestabilan
warna dari formula II selanjutnya dilakukan variasi asam sitrat untuk
mengatur kadar keasaman sirup paracetamol dengan menggunakan
perbandingan asam sitrat formula I 1g, formula II 2g dan formula tiga 3g.
Formula II menunjukkan kestabilan pH pada lama penyimpanan yang
dilakukan selama 28 hari. Formula sediaan sirup paracetamol yang
optimal ialah formula II dengan ekstrak 0,2g dan asam sitrat 2g. Formula II
dapat diformulasikan menjadi sirup yang memenuhi syarat uji kestabilan
pH, dan uji tanggap rasa, warna, dan aroma. Selain itu sirup ekstrak daun
sirih merah (Piper crocatum) dari formula II adalah yang paling disukai

203
responden.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam, Materi 4: Ilmu Kimia
Flavonoid. Karunika Universitas Terbuka. Jakarta.

Ahmad, M.M., (2006), Anti Inflammatory Activities of Nigella sativa Linn


(Kalongi, blackseed), http://lailanurhayati.multiply.com/jo urnal
Astuti, I. P dan Esti Munawaroh. 2011. KARAKTERISTIK MORFOLOGI
DAUN SIRIH MERAH : Piper Crocatum Ruitz & Pav dan Piper
porphyrophyllum N.E.Br.KOLEKSI KEBUN RAYA BOGOR.
Diakses 15 nov 2019

Basuki, N., Harijono, Kuswanto, &Damanhuri.2005. Studi Pewarisan


Antosianin pada Ubi Jalar. Agravita27

Francis, F.J. (1982). Analysis of anthocyanins. Dalam : Markakis, P.


(ed.). Anthocyanin as Food Color. hal 181207. Series Food
Science and Technology, Academic Press, New York.

Ginting, E. 2011. Potensi Ekstrak Ubi Jalar Ungu sebagai Bahan


Pewarna Alami Sirup. Prosiding Seminar Nasional Hasil
Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. ISBN: 978-979-
1159- 56-2.Harborne, J.B. 1987.
Metode fitokimia. Bandung : ITB Herwandi, D, (1991), Telaah
Fitokimia Daun Dysoxylu Gaunic haudianum (Juss) Miq-Meliaceae,
Skripsi Sarjana, Jurusan Farmasi, ITB.

Man, J. M. de. 1997. Kimia Makanan. ITB. Bandung.

Natalia, D. 2005. Pengaruh Penggunaan Berbagai Jenis Pelarut


Organik Terhadap Total Antosianin dari Ekstrak Pigmen Alami
Buah Arben (Rubusidaeus (Linn.). Skripsi. Universitas
Padjadjaran, Jatinangor

Panitia Farmakope Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga.

204
Jakarta: Departemen Kesehatan Indonesia
Panitia Farmakope Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi
Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan Indonesia
Puzi, W. S., Yani Lukmani dan Undang A Dasuki. 2015. Ekstraksi dan
identifikasi senyawa flavonoid dari daun tumbuhan sirih merah
(Piper crocatum). Diakses 16 nov 2019

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung :


ITB

Rowe, Raymond C. dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients


sixth edition. London: Royal Pharmaceutical Society of
Great Britain
Santoni, A., Djaswir Darwis dan Sukmaning Syahri.2013. Ekstraksi
Antosianin dari Buah Pucuk Merah (syzygium campanulatum
korth.)Serta Pengujian Antioksidan dan Aplikasi sebagai Pewarna
Alami. Diakses 16 nov 2019

Sudewo, B. 2010. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah: Sirih Merah


Pembasmi Aneka Penyak it. Jakarta: Agromedia Pustaka

Tjitrosoepomo, Gembong., 1993 : Taksonomi Tumbuhan, Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta, Cetakan pertama

Winarno, F. G. 1997. Kima Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka


Utama Jakarta

Winarti, S. Ulya Sarofa dan Dhini Anggrahini. 2008. EKSTRAKSI DAN


STABILITAS WARNA UBI
JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.,) SEBAGAI PEWARNA
ALAMI.Diakses 16 nov 2019

205
LOMBA POSTER

FORMULASI AROMATHERAPY GEL BLENDED MINYAK


LEMON (OLEUM CITRUS LIMON L) DAN MINYAK PEPPERMINT
(OLEUM MENTHAE PIPPERITAE L) DENGAN VARIASI
TRIETHANOLAMIN SEBAGAI SURFAKTAN.

Yuni Suharina1, Picky Pernanda1, Debby Putri Milenia1

1
Mahasiswa Farmasi, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Palembang

ABSTRAK

Wanita hamil sering mengalami mual dan muntah, sehingga


diperlukan suatu sediaan yang dapat mencegah proses terjadinya mual.
Oleh karena itu akan dilakukan penelitian tentang pemanfaatan Oleum
Citrus limon L Blended Oleum Menthae pipperitae L dengan variasi
Triethanolamin Sebagai Surfaktan dalam sediaan Aromatherapy Gel.
aromaterapi murni yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan,
kesejahteraan tubuh, pikiran, dan jiwa. Adapun tujuan penelitian ialah
untuk mengetahui formulasi Aromatherapy Gel dari Oleum Citrus limon L
Blended Oleum Menthae pipperitae L dengan variasi Triethanolamin
Sebagai Surfaktan yang tepat sehingga dihasilkan produk Aromatherapy
Gel yang stabil, efektif, dan aman dalam penggunaannya pada ibu hamil
serta diakukan uji kestabilan fisiknya. Metode penelitian yang digunakan
adalah eksperimental. Penelitian ini dibuat menjadi 6 formula dengan
memvariasikan Triethanolamin dan zat aktif. Triethanolamin divariasikan
dengan persentase kandungan sebesar (2% ; 3% ; 4%) sebagai
surfaktan dan zat aktif sebanyak 5 tetes. Hasil evaluasi menunjukkan
bahwa sediaan aromatherapy gel selama penyimpanan selama 28 hari
memiliki pH yang cenderung meningkat, semua sediaan aromatherapy

206
gel memiliki daya sebar yang baik, homogen dan tidak mengalami
perubahan warna, bau serta tidak mengiritasi kulit. Disimpulkan bahwa
campuan Oleum Citrus limon L dan Oleum Menthae pipperitae L dapat
diformulasikan menjadi sediaan aromatherapy gel yang stabil dan
memenuhi persyaratan. Formulasi aromatherapy gel yang paling optimal
yaiitu formula 5 yang mengandung zat aktif 5 tetes dan triethanolamin
3%.
Kata Kunci: aromateraphy,gel, triethanolamin, minyak lemon, minyak
peppermint

ABSTRACT

Pregnant women often experience nausea and vomiting, so we


need a preparation that can prevent the process of nausea. Therefore,
research will be conducted on the use of Oleum Citrus limon L Blended
Oleum Menthae pipperitae L with variations of Triethanolamine as
Surfactant in Aromatherapy Gel preparations. Pure aromatherapy that
aims to improve health, well-being of the body, mind, and spirit. The
research objective is to find out the formulation of Aromatherapy Gel from
Oleum Citrus limon L Blended Oleum Menthae pipperitae L with
variations of Triethanolamine as an appropriate Surfactant so that
Aromatherapy Gel products are produced that are stable, effective, and
safe in its use in pregnant women and are tested for its physical stability.
Active substance as much as 5 drops. This research was made into 6
formulas by varying Triethanolamine and active substances.
Triethanolamine is varied with a percentage of content of (2%; 3%; 4%)
as a surfactant and active substance as much as 5 drops. The evaluation
results show that the aromatherapy gel during storage for 28 days has a
pH that tends to increase, all aromatherapy gel preparations has good
dispersal power, are homogeneous and do not change homogeneous,
has no change in color and smell, and do not irritate the skin. It was
concluded that the mixture of Oleum Citrus limon L and Oleum Menthae
pipperitae L can be formulated into a stable and fulfilling aromatherapy

207
gel preparation. The most optimal formulation of aromatherapy gel is
formula 5 which contains 5 drops of active ingredient and 3%
triethanolamine.
Keywords: aromatherapy, gel, triethanolamine, lemon oil, peppermint oil

1. PENDAHULUAN
Mual dan muntah pada kehamilan atau nausea and vomiting of
pregnancy (NVP), dalam istilah medis dikenal dengan emesis
gravidarum merupakan komplikasi umum yang paling sering terjadi
selama kehamilan hingga 85% pada ibu hamil (Madjunkova et al., 2013).
Maka dari itu diperlukan terapi untuk mengurangi mual dan muntah ,
salah satu terapi yang diapakai ialah terapi komplementer menggunakan
aromaterapi. Aromaterapi merupakan salah satu terapi kesehatan yang
menggunakan minyak esensial (sari pati) hasil ekstraksi bunga, daun,
buah dan bagian lain tumbuh- tumbuhan (Balkam, 2001). Prinsip utama
aromaterapi yaitu pemanfaatan bau dari tumbuhan atau bunga untuk
mengubah kondisi perasaan, psikologi, status spiritual, dan
mempengaruhi kondisi fisik seseorang melalui hubungan pikiran dan
tubuh pasien (Carstens, 2010). Sumber minyak essensial yang
digunakan sebagai aromaterapi diantaranya berasal dari Papermint,
bunga lavender, bunga mawar, jahe dan lemon (Allen, 2007; Buckle,
2007; Kim, et al, 2007).
Minyak essensial lemon (Oleum Citrus limon L) blended Minyak
Peppermint (Oleum Menthae pipperitae L) adalah salah satu yang paling
banyak digunakan dan dianggap aman pada kehamilan . Menurut
sebuah studi, telah terbukti bahwa aroma lemon tersebut efektif untuk
mengontrol gejala mual dan muntah pada 26,5% wanita hamil (Kia et al,
2014). Minyak esensial lemon mengandung limonene 66-80%,
geranilasetat, nerol, linalilasetat, á pinene 0,4-15%, á pinene 1-4%,
terpinene 6-14% dan myrcen. Ketika minyak essensial dihirup, molekul
masuk ke rongga hidung dan merangsang sistem limbik di otak. Sistem
limbik adalah daerah yang mempengaruhi emosi dan memori serta

208
secara langsung terkait dengan adrenal, kelenjar hipofisis, hipotalamus,
bagian- bagian tubuh yang mengatur denyut jantung, tekanan darah,
stress, memori, keseimbangan hormon, dan pernafasan.
Begitu banyak jenis minyak essensial yang ada. Jenis minyak
essensial yang biasa digunakan adalah pappermint, spearmint (3 tetes),
lemon, dan jahe ( 2 tetes) (Santi, 2013). Sediaan gel biasa disebut jeli,
merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,
terpenetrasi oleh suatu cairan. Keuntungan gel dibandingkan dengan
bentuk sediaan topikal lainnya yaitu memungkinkan pemakaian yang
merata dan melekat dengan baik mudah digunakan mudah meresap dan
baik, mudah digunakan, mudah meresap, dan mudah dibersihkan oleh
air.
Selain itu aromatherapy gel dapat di variasikan dengan Surfaktan
salah satunya Triethanolamin yang merupakan senyawa organik bersifat
ampifatik dimana senyawa tersebut memiliki gugus hidrofobik (bagian
ekor) dan gugus hidrofilik (bagian kepala). Sehingga dengan adanya
kedua gugus tersebut, surfaktan dapat larut baik dalam air maupun dalam
pelarut organik. Ketika surfaktan dicampurkan kedalam emulsi, surfaktan
akan menutupi permukaan droplet dengan bagian hidrofobiknya terdapat
dalam droplet (minyak) dan bagian hidrofiliknya terdapat dalam air (Li et
al., 2008 dalam Muhaimin, 2013) sehingga dapat mencegah droplet
minyak mendekat satu sama lain (Wang, 2014).
Berpedoman pada penelitian s.ezhil vendan, dkk (2017) mengenai
mixtures of peppermint + lemon oil (1:1 ratio) produced an equivalent
effect dan modifikasi dari penelitian suryani tambunan dan teuku nanda
saifullah sulaiman (2018) mengenai basis gel, maka penelliti tertarik
melakukan penenlitian dengan judul blended minyak lemon (Oleum
Citrus limon l) dan minyak peppermint (Oleum Menthae pipperitae l)
dalam formulasi sediaan aromatherapy gel dengan variasi triethanolamin
sebagai surfaktan.

209
2. TUJUAN PENELITIAN
Untuk membuat sediaan Formulasi Aromatherapy Gel
Blended Minyak Lemon (Oleum Citrus limon L) Dan Minyak
Peppermint (Oleum Mentha Pipperitae L) Dengan Variasi
Trietanolamin Sebagai Surfaktan sebagai gel serta evaluasi sediaan
yang stabil dan memenuhi syarat.

3. METODE PENELITIAN
Metode yang dipakai dalam penelitian adalah eksperimental
dengan membuat bebrapa formulasi sediaan aromatherapy gel
yangmengandung campuran Minyak Lemon (Oleum Citrus limon L)
Dan Minyak Peppermint (Oleum Menthae Pipperitae L).

a. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya kaca


arloji, gelas ukur, beaker glass, erlenmeyer, timbangan analitik, pipet
tetes, sudip, mortar, stamper, sendok spatula, dan perkamen. Bahan
yang digunakan pada penelitian ini diantaranya minyak lemon dan
peppermint, HPMC, carbopol, methyl paraben, propylenglikol, NaOH,
Triethanolamin dan aquadest.

b. Identifikasi minyak
1) Organoleptis
Minyak lemon merupakan cairan bening, berwarna kuning pucat
atau kuning kehijauan,bau khas aromatik, rasa pedas agak pahit. Minyak
peppermint menusuk, rasa pedas diikuti rasa dingin jika udara dihirup
melalui mulut.

2) Indeks Bias
Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya
dalam dalam zat tersebut. Indeks bias dapat ditentukan dengan
menggunakan alat Abbe Refractometer, menurut Guenther (1990)
minyak lemon memiliki indeks bias pada 20º sebesar 1,4742 - 1,4755
dan minyak peppermint memiliki indeks bias pada suhu 20 0C sebesar

210
1,463. Indeks bias diukur dengan cara sebagai berikut :
a) Teteskan minyak sebanyak 2-3 tetes air suling ke atas permukaan
prisma, lalu tutup
b) Lihat melalui teropong, putar tombol skala sampai batas gelap-
terang pada lapang pandang berimpit dengan perpotongan garis
diagonal.
c) Baca skala, bila sudah menunjukkan angka 1,3330 berarti alat siap
dipakai. Lalu teteskan 2-3 tetes minyak yang akan di identifikasi.
Lakukan prosedur yang sama seperti kalibrasi.

3) Bobot Per millimeter


Bobot permili meter suatu zat adalah bobot dalam g per ml zat
cair pada suhu 200C. bobot per ml minyak lemon pada 25º sebesar
0,849 - 0,855. Bobot per ml minyak peppermint adalah 1,126 g/mL
(25oC). Bobot per ml diukur menggunakan piknometer dengan cara
timbang piknometer kosong (missal : a gram), isi piknometer dengan
air hingga penuh, tutup dan bilas lalu timbang (missal : b gram),
keringakan piknometer tersebut, lalu isi dengan minyak hingga penuh,
kemudian timbang (missal : c gram). Bobot per ml dihitung dengan
cara :
BJ x 0,99718 g

𝑐−𝑎
BJ =

𝑏−𝑎

211
c. Formulasi Aromatherapy Gel

*mixtures of peppermint + lemon oil (1:1 ratio) produced an


equivalent effect (S.Ezhil Vendan, dkk, 2017) * 1 tetes = 0,05 ml.

d. Cara kerja

1) Pembuatan Aromatherapy Gel


1. Aquadest dipanaskan hingga suhu 70oC.
2. Karbopol didispersikan dalam aquadest tersebut menggunakan
stirrer dengan kecepatan 70 rpm sampai homongen.
3. Setelah busa hilang, tambahkan Trietanolamin sehingga
terbentuk gel (massa 1).
4. Selanjutnya HPMC didispersikan dengan aquadest hingga
mengembang lalu ditambahkan ke dalam massa 1, aduk
homogen hingga terbentuk massa gel
5. Metil paraben larutkan dengan air panas setelah larut masukkan
ke masa gel, diikuti dengan penambahan NaOH dan diaduk
dengan stirrer sampai homogen.
6. Minyak Lemon dan sebagian propylenglikol diaduk dengan stirrer
sampai homongen (massa 2), kemudian minyak Peppermint dan

212
sisa Propylenglikol diaduk dengan stirrer sampai homogen. Lalu
tambahkan massa 2 dan gerus homogen, sambil
menambahkan sisa air.

2) Uji Kestabilan Fisik


Seluruh formula gel disimpan selama 7 hari pada suhu kamar
(28±2ºC). kemudian dievaluasi pada hari ke 7 meliputi pH, viskositas,
daya sebar dan organoleptik sediaan (warna dan bau).
a. pH
Nilai pH sediaan dapat diukur dengan menggunakan pH meter
pada suhu 250C. Untuk mengukur nilai pH ini dibutuhkan sampel
sebanyak ± 1 gram yang dilarutkan denngan maquadest 100 ml dalam
beaker glass.

b. Kekentalan/Viskositas
Diambil sebanyak 20g untuk mengukur kekentalan menggunakan
alat viscometer Brookfield menggunakan spindle no 6 dipasang
kepada alat kemudian dicelupkan kedalam gel yang telah di masukan.

c. Daya sebar
Untuk mengukur daya sebar gel pada kulit. Dilakukan dengan cara
: sebanyak 1 gram sediaan diletakkan di tengah cawan petri yang
telah dibalik dan dilapisi plastik transparan di bawah dan di atas gel
lalu tambahkan berat sebesar 125 g. Didiamkan selama 1 menit
kemudian diukur menggunakan penggaris dan catat daya sebarnya
lakukan sebayak 3 kali (Garg et al, 2002).

3) Uji Homogenitas
Sampel diambil dari 3 tempat berbeda (atas, tengah, dan bawah)
masing-masing sebanyak ± 0,10 gram. Sampel kemudian diletakkan
pada kaca objek, tutup dengan deck glass dan dilihat di bawah
mikroskop dengan pembesaran 100 kali lalu amati homogenitas antar

213
partikelnya.

4) Warna dan Bau


Pengujian terhadap perubahan warna dan bau dengan cara
melibatkan 30 responden, kemudian responden mengevaluasi sediaan
dengan mengamati perubahan terhadap warna dan bau selama 28
hari penyimpanan.

5) Iritasi Kulit
Dilakukan dengan cara sediaan (F control, F1, F2, F3, F4, F5,
F6) dioleskan pada punggung tangan. Lalu tunggu hingga mengering.
Kemudian amati reaksi yang mungkin terjadi misalnya gatal,
kemerahan dan perih.

e. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Uji Kestabilan Fisik

Dilakukan uji kestabilan fisik sselama 7 hari penyimpanan


meliputi pH, kekentalan/viskositas dan daya sebar. Hasil
pengamatan kestabilan fisik aromatherapy gel dapat dilihat dalam
tabel berikut :
1) pH

pH (hari
Aromathera
Ke- Ket
py Gel
)
0 7
Formula 5,9 6,0 MS
8 0
Kontrol
Formula I 5,9 5,9 MS
7 8
Formula II 5,9 5,9 MS
8 8
Formula III 5,9 5,9 MS

214
8 9
Formula IV 5,9 5,9 MS
9 8
Formula V 6,0 6,0 MS
0 0
Formula VI 6,0 6,0 MS
1 1

Keterangan :

MS : Memenuhi Syarat pH yang memenuhi syarat 4,5 -


6,5 dan tidak memenuhi syarat apabila kurang dari 4,5 atau lebih
dari 6,5 (Draelos dan Laurend, 2006)

2) Daya Sebar

Daya
Aromathera Sebar
py Gel Keterang
(hari ke)
an
0 7
Formula 5,1 cm 5,3 MS
cm
Kontrol
Formula I 5 cm 5,2 MS
cm
Keterangan:
Formula 5,5 cm 5,6 MS
II cm MS :
Formula 5,9 cm 6 cm MS Memenuhi
III Syarat
Formula 5,8 cm 5,9 MS Memenuhi
IV cm syarat apabila
Formula 5,6 cm 5,7 MS memiliki
V cm diameter 5-7
Formula 5,9 cm 6cm MS cm. Tidak
VI
215
memenuhi syarat apabila kurang dari 5 atau lebih
dari 7 (Garg et al, 2002):
b. Uji Organoleptis
Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua formula
mempunyai homogenitas yang baik, ditandai dengan partikel
yang tersebar merata ketika dilihat di bawah mikroskop.

c. Warna dan Bau


Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua formula
mempunyai warna dan bau yang stabil dan tidak mengalami
perubahan selama 7 hari penyimpanan di suhu ruang.

d. Uji Iritasi kulit


Didapatkan dari hasil kuesioner yang menunjukkan bahwa
100% responden menyatakan tidak mengalami gejala iritasi yang
berupa kulit kemerahan, gatalgatal, terasa panas dan perih pada
permukaan kulit setelah diolesi ketujuh formula aromatherapy
gel yang mengandung campuran Minyak Lemon (Oleum Citrus
limon L) dan Minyak Peppermint (Oleum Menthae piperitae L.)

f. KESIMPULAN
Campuran minyak Lemon (Oleum Citrus limon L) dan Minyak
Peppermint (Oleum Menthae piperitae L.) dapat diformulasikan
menjadi sediaan aromatherapy gel yang stabil dan memenuhi
persyaratan. Formula sediaan aromatherapy gel yang optimal ialah
formula V dengan campuran minyak Lemon (Oleum Citrus limon L)
dan minyak Peppermint (Oleum Menthae piperitae L.) sebanyak
0,05% dan Triethanolamin sebanyak 3%. Untuk PH,
kekentalan/viskositas, daya sebar, homogenitas memenuhi
persyaratan dan stabil secara fisik. tidak mengalami perubahan
bau, warna serta tidak terjadi iritasi kulit saat digunakan.

216
g. FOTO PRODUK

DAFTAR PUSTAKA

A. Nurul, Utiya, Balqis, Zafirah, Tia, Yulistianah, Yusril, Ihza M.


2019. FORMULASI GEL AROMATERAPI. Academia.
Availableat:https://www.academia.edu/40762166/FORMUL
ASI_GEL AROMATERAPI
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. BAB II Tinjauan Pustaka:
Mual dan Muntah. Available at:http://repository.umy.ac.id/bit
stream/handle/123456789/64 26/6.BAB%20II.pdf
Ansel, C.H, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV.
Terjemahan Oleh: F. Ibrahim, Universitas Indonesia Press,
Jakarta, Indonesia

Garg, A, D. Anggarwal, S. Garg, and A.K. Singla, 2002. Spreading

217
of Semosolid Formulation : An Update. Pharmaceutical
Technology, USA.
Lachman, Lierberman dan Kanig, 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri Edisi III, UI press , Jakarta.

Marseli, Nabilah, A. 2019. Formulasi Dan Evaluasi Gel Ekstrak


Metanol Daun Sambang Getih (Hemigraphis Colorata Hall.
F.) Dengan Variasi Konsentrasi Carbopol 940 Sebagai
Gelling Agent. KTI, Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan, Palembang, Indonesia

Murrugesan, R., Sunny, M. Anila, S. Manivannan, S. E. Vendan.


2017. Phytochemical Residu Profiles In Rice Grains
Fumigated With Essential Oils For The Control Of Rice
Weevil. Plos One, 12(10) :e0186020,
doi:10.1371/journal.pone.018 6020

Namazi, M., Akbari, A.S., Mojab, F., Talebi, A., Majd, H.A. &
Jannesari, S. (2014). Aromatherapy With Citrus
Aurantium Oil And Anxiety During The First Stage Of Labor.
Irania Journal Of Pharmaceutical Research.

Pengaruh Air Kelapa (Cocos Nucifera L.) Terhadap Induksi Tunas


Stek Tanaman Peppermint (Mentha Piperita L.). Skripsi,
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Lampung, Indonesia.


Rafika, Alfinnada. 2016. Formula+Pemerian HPMC. Scribd.
Available at: https://id.scribd.com/docume
nt/333074310/FORMULA- PEMERIAN-HPMC
Rofi’ah, Siti, Sri, Widatiningsih, Tuti, Sukini. 2019. Efektivitas
Aromaterapi Lemon Untuk Mengatasi Emesis Gravidarum.
Prodi Kebidanan Magelang Poltekkes Kemenkes Semarang,
Indonesia.

218
Setyawati, Dewi. 20 Niazi, S.K., 2004. Handbook of
Pharmaceutical Manufacturing Formulation : Semi Solid
Products. Volume 4. CRC Press, New York, hal. 54.

Tabatabaiae, Jalal, seyed, mohammad, Javad, Nazari. 2007.


Influence of Nutrient Concentrations and NaCl Salinity on the
Growth, Photosynhesis, and Essential Oil Content Of
Peppermint and Lemon Verbena. Turkish Journal of
Agriculture and Forestry, 31(4): 245-253. Available at:
https://www.researchgate.net/ publication/248392710_Influ
ence_of_nutrient_concentrati ons_and_NaCl_salinity_on_t
he_growth_photosynthesis_a nd_essential_oil_content_of_
peppermint_and_lemon_verb ena
Tambunan, S., Teuku, Nanda, S. S. 2018. Formulasi gel minyak
atsiri sereh dengan basis HPMC dan Carbopol. Majalah
farmaseutik, 14(2), 87-95. Available at:
https://jurnal.ugm.ac.id/majalahfarmaseutik/article/view/42598
/23522

Universitas Muhammadiyah Malang. BAB II Tinjauan Pustaka: Jeruk


Lemon (Citrus limon L.). Available at :

http://eprints.umm.ac.id/3938 0/3/BAB%202.pdf

Young, G. (2011). Essencial Oil Pocket Reference 5 Th Ed. Amazon


: Life Science Pubhlising.

219
220
LOMBA POSTER

FORMULASI HAND SANITIZER DENGAN KOMBINASI


EKSTRAK DAUN
MANGGA ARUMANIS (Mangifera indica L.) DAN RIMPANG
LENGKUAS (Alipinia galanga L.) SEBAGAI GEL ANTISEPTIK

Yoriza Afriola1, Febrina Melinia Utami1, Puput Oktarina1


1
Mahasiswa Farmasi, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Palembang

ABSTRAK
Infeksi merupakan penyakit yang mudah ditemukan di daerah
tropis seperti Indonesia. Penyebab penyakit infeksi yang mudah
ditemukan diantaranya adalah infeksi karena bakteri. Bakteri ini masuk
ke tubuh manusia salah satunya melalui tangan yang kotor. Hal ini dapat
dicegah dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas,
serta penggunaan produk hand sanitizer yang dapat menghilangkan
kontaminan dan membunuh organisme. Namun antiseptik atau hand
sanitizer bila digunakan terus menerus dapat berbahaya dan
mengakibatkan iritasi hingga menimbulkan rasa terbakar pada kulit.
Karena menggunakan alkohol dan triklosan yang merupakan bahan
kimia. Salah satu upaya untuk mengurangi alkohol dan triklosan, maka
dilakukan inovasi produk antiseptik hand sanitizer dengan menggunakan
ekstrak daun mangga arumanis dan lengkuas yang mengandung
senyawa antimikroba. Penelitian ini dilakukan dengan metode
eksperimental dengan menguji coba beberapa konsentrasi basis yang
menghasilkan formula paling baik. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa
formula sediaan Hand Sanitizer yang optimal ialah formula I dengan
kombinasi ekstrak daun mangga arumanis (Mangifera indica L.) dan
ekstrak rimpang lengkuas (Alipinia galanga L.) sebanyak 0,25 ml,
karbomer 0,17 g, gliserin 0,47 ml, metil paraben 0,1 g, pewangi manga
0,1 ml dan aquadest 50 ml. Untuk uji stabilitas ekstrak , homogenitas,
dan uji iritasi kulit memenuhi persyaratan dan stabil secara fisik.

221
Kata kunci: antibakteri, hand sanitizer, daun mangga, rimpang lengkuas

ABSTRACT
Infection is a disease that is easily found in tropical regions like
Indonesia. Causes of infectious diseases that are easily found include
infections due to bacteria. One of these bacteria enters the human body
is through dirty hands. This can be prevented by washing hands before
and after activity, and using hand sanitizer products that can eliminate
contaminants and kill organisms. However, an antiseptic or hand
sanitizer when used continuously can be dangerous and cause irritation
to cause a burning sensation on the skin. Because it uses alcohol and
triclosan which is a chemical. One of the efforts to reduce alcohol and
triclosan, an hand sanitizer antiseptic product innovation was carried out
by using arumanis and galangal mango leaf extract containing
antimicrobial compounds. This research was carried out by an
experimental method by testing several base concentrations that
produced the best formula. The evaluation results show that the optimal
Hand Sanitizer preparation formula is formula I with a combination of
arumanis mango leaf extract (Mangifera indica L.) and galangal rhizome
extract (Alipinia galanga L.) as much as 0.25 ml, carbomer 0.17 g,
glycerin 0, 47 ml, 0.1 g methyl paraben, 0.1 ml manga deodorizer and 50
ml aquadest. For the extract stability test, homogeneity, and skin
irritation tests meet the requirements and are physically stable.

Keywords: antibacterial, hand sanitizer, mango leaves, galangal


rhizome

1. PENDAHULUAN
Infeksi merupakan penyakit yang mudah ditemukan di daerah
tropis seperti Indonesia. Penyebab penyakit infeksi yang mudah
ditemukan diantaranya adalah infeksi karena bakteri. Bakteri ini masuk

222
ke tubuh manusia salah satunya melalui tangan yang kotor. Hal ini dapat
dicegah dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas,
serta penggunaan produk hand sanitizer yang dapat meghilangkan
komtaminan dan membunuh organisme
Adapun kelebihan hand sanitizer dapat membunuh kuman dalam
waktu relatif cepat, karena mengandung senyawa alkohol (etanol, propa
nol, isopropanol) dengan konsentrasi ± 60% sampai 80% dan golongan
fenol (klorheksidin, triklosan).
Hand sanitizer ada 2 basis, yaitu alkohol dan non alkohol.
Mekanisme kerja basis alkohol dan non alkohol kurang lebih sama, yaitu
mendenaturasi protein bakteri. Alkohol juga dapat mendenaturasi lemak
dan menyebabkan dehidrasi pada bakteri. Hand sanitizer berbasis non-
alkohol biasanya mengandung benzalkonium klorida, senyawa aromatik
dan asam piroglutamat (Dixit et al., 2014).
Tanaman mangga arumanis (Mangifera indica L.) merupakan
salah satu tanaman yang berpotensi sebagai obat. Tanaman mangga
berpotensi sebagai obat herbal karena mengandung senyawa metabolit
sekunder. Daun mangga arumanis mengandung senyawa metabolit
sekunder seperti, flavonoid, alkaloid, steroid, polifenol, tanin, dan
saponin. Ekstrak metanol daun mangga arumanis konsentrasi 1000 ppm
berpotensi sebagai antijamurdan antibakteri yaitu mampu menghambat
pertumbuhan Candida albicans dengan zona hambat sebesar 8,12 mm
(Ningsih et al., 2017).
Islam et al. (2010) menyatakan bahwa ekstrak etanol daun
mangga memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri gram positif
(Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, Bacillus cereus,
Bacillus megaterium, Bacillus subtilis, Lactobacillus vulgaricus) dan
bakteri gram negatif (Shigella flexneri, Shigella sonei) dan fungi
(Aspergillus ustus, Aspergillus nigerdan Aspergillus ochraceus).
Rimpang lengkuas memiliki berbagai khasiat di antaranya
sebagai antijamur dan antibakteri. Penelitian Yuharmen dkk. (2002)
menunjukkan adanya aktifitas penghambatan pertumbuhan mikrobia

223
oleh minyak atsiri dan fraksi metanol rimpang lengkuas pada beberapa
spesies bakteri dan jamur. Penelitian Sundari dan Winarno (2000)
menunjukkan bahwa infus ekstrak etanol rimpang lengkuas yang berisi
minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan beberapa spesies jamur
patogen, yaitu: Tricophyton, Mycrosporum gypseum, dan Epidermo
floccasum.
Oleh karena itu pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
aktivitas antifungi dari ekstrak rimpang lengkuas dan akan dilakukan
formulasi ekstrak daun mangga sebagai antibakteri pada gel hand
sanitizer dengan menggunakan bakteri Staphylococcus aureus pada
pengujian aktivitas antibakteri sediaan gel hand sanitizer. S. aureus
adalah bakteri saprofit yang masuk dalam kategori bakteri gram
positif.Bakteri ini termasuk dua bakteri patogen dengan tingkat
penyebaran yang luas bersama bakteri E. coli. Pada saat uji aktivitas
ekstrak metanol daun mangga yang telah dipekatkan diencerkan dalam
aquades. Hal ini untuk meminimalisir pengaruh pelarut metanol yang
digunakan pada saat ekstraksi.

2. TUJUAN PENELITIAN
Memformulasikan sediaan hand sanitizer kombinasi ekstrak
daun mangga arumanis (Mangifera indica L.) dan ekstrak rimpang
lengkuas (Alipinia galanga L.) dengan berbagai perbandingan
konsentrasi yang stabil dan memenuhi syarat.

3. METODE PENELITIAN
Metode yang dipakai dalam penelitian adalah eksperimental
dengan membuat beberapa formulasi sediaan hand sanitizer dengan
kombinasi ekstrak daun mangga arumanis (Mangifera indica L.) dan
ekstrak rimpang lengkuas (Alipinia galanga L.).

a. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan yaitu alat destilasi, rotary evaporator, panci,

224
pisau, gunting, sendok, timbangan, mortir dan stamper, gelas ukur,
beaker glass, corong, cawan, sudip, pengaduk kaca, pipet tetes,
kompor. Bahan yang digunakan pada peneltian ini diantaranya daun
mangga arumanis (Mangifera indica L.) dan ekstrak rimpang lengkuas
(Alipinia galanga L.), Karbomer, TEA, Gliserin, Metil Paraben, Pewangi
dan aquadest.

a. Cara Pengumpulan Data


1) Persiapan Sampel
Daun mangga arumanis dan lengkus disortasi dan dicuci bersih
dengan air mengalir, kemudian daun mangga arumanis dan lengkus
diiris tipis-tipis dan dikering anginkan pada suhu ruang selama 1-2
hari.

2) Ekstraksi Daun Mangga Arumanis


Daun mangga arumanis yang telah kering, kemudian dirajang
dan diekstraksi secara maserasi dengan menggunakan metanol
sampai semua terendam dan diaduk lalu ditutup dan disimpan
selama tiga hari. Pengadukan dilakukan kurang lebih sebanyak tiga
kali sehari. Selanjutnya dilakukan penyaringan sehingga didapat
filtrat dan residu. Residu yang dihasilkan kemudian dimaserasi
dengan penambahan metanol selama 3 hari dan dilakukan
penyaringan setiap hari. Semua filtrat yang dihasilkan disatukan
menjadi satu dalam satu wadah sebagai filtrat ekstrak metanol.
Kemudian filtrat tersebut dipekatkan dengan vacuum rotary
evaporator hingga didapatkan ekstrak yang kental kemudian
ditimbang. (Ningsih, et al., 2014)

3) Ekstraksi Lengkuas
Rimpang lengkuas yang telah kering, kemudian dirajang dan
diekstraksi secara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol
96% yang telah didestilasi terlebih dahulu sampai semua terendam

225
dan diaduk lalu ditutup. Proses maserasi ini dilakukan selama 3 x 24
jam. Selanjutnya ekstrak yang diperoleh disaring dan dipekatkan
dengan menggunakan rotatory vacuum evaporator pada sehingga
didapat cairan kental bewarna coklat. Ekstrak rimpang lengkuas
padat kemudian ditimbang.
Jumlah yang digunakan
No Bahan Formula Formula Formula Formul Khasiat
Kontrol I II a
III
Ekstrak Daun
1. 0,25 0,25 0,25 0,25 Zat Aktif
Mangga
mL mL mL mL
Arumanis
2. Ekstrak Lengkuas 0,25 0,25 0,25 0,25 Zat Aktif
mL mL mL mL
Gelling Agent
3. Karbomer 0,2 g 0,17 g 1,17 g 1,67 g

Basa Penetral,
4. Trietanolamin (TEA) 0,05 0,02 1,02 1,52
mL mL mL mL Emulgator
5. Gliserin 0,5 mL 0,47 1,47 1,97 Pelembab,
mL mL mL Emolient
Pengawet
6. Metil Paraben 0,1 g 0,1 g 0,1 g 0,1 g
Antimikroba
b. Formulasi Hand Sanitizer

226
c. Cara Kerja
1) Pembuatan Formula Hand Sanitizer Ekstrak Daun Mangga

2)Uji Stabilitas Ekstrak


Uji Stabilitas Ekstrak Selama Penyimpanan adalah
suatu proses pengujian kestabilan fisik ekstrak daun
1. Ditimbang bahan-bahan yang digunakan.
2. Taburkan karbomer dalam aquadest panas lalu adik dengan
stirer sesuai konsentrasi tiap formula.
3. Setelah karbomer mengembang, tambahkan metil paraben.
4. Campuran ditambahkan ekstrak daun mangga arumanis dan
rimpang lengkuas, lalu aduk hingga homogen.
5. Kedalam campuran tersebut, tambahkan aquadest hingga
volume 50 mL.
6. Tambahkan gliserin dan TEA sesuai konsentrasi tiap formula,
serta pewangi.
Penyimpanan dengan variasi suhu (dingin, suhu ruang dan
hangat) dan intensitas cahaya (terlindung cahaya, tidak terkena
cahaya matahari langsung, dan terpapar cahaya).

3) Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sediaan
hand sanitizer pada plat kaca dan ditindih dengan plat kaca
lainnya. Standar yang ditentukan pada homogenitas yaitu tidak
adanya bulir maupun gumpalan saat sediaan ditindih plat kaca
ataupun diusap pada plat kaca. (Ningsiher al., ALCHEMY Jurnal
Penelitian Kimia,Vol. 15(1) 2019,10-23)

4) Uji Iritasi Kulit


Uji iritasi kulit melibatkan 30 orang responden yang dipilih
secara acak. Pengujian dilakukan dengan cara mengoleskan

227
sediaan (F1, F2, F3) pada punggung tangan selebar 2,5 x 2,5 cm
(Mitsui, 1996). Kemudian amati reaksi yang mungkin terjadi
misalnya gatal, kemerahan dan perih.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


1) Uji Stabilitas Ekstrak
Dari hasil evaluasi uji stabilitas ekstrak selama penyimpanan
menunjukkan sediaan ekstrak daun mangga arumanis dan ekstrak
lengkuas memiliki kestabilan fisik yang baik.

2) Uji Homogenitas
Dari hasil evaluasi uji homogenitas menunjukkan bahwa semua
formula mempunyai homogenitas yang baik, ditandai dengan tidak
adanya gumpalan ketika dilihat dibawah mikroskop.

3) Uji Iritasi Kulit


Didapatkan dari hasil kuesioner yang menunjukkan bahwa 100%
responden menyatakan tidak mengalami gejala iritasi yang berupa
kulit kemerahan, gatal-gatal, terasa panas dan perih pada
permukaan kulit tangan setelah diaplikasikan aromatherapy stick
yang mengandung kombinasi ekstrak daun mangga arumanis
(Mangifera indica L.) dan ekstrak rimpang lengkuas (Alipinia
galanga L.).

5. KESIMPULAN
Kombinasi ekstrak daun mangga arumanis (Mangifera indica
L.) dan ekstrak rimpang lengkuas (Alipinia galanga L.) dapat
diformulasikan menjadi sediaan Hand Sanitizer yang stabil dan
memenuhi persyaratan. Formula sediaan Hand Sanitizer yang optimal
ialah formula I dengan kombinasi ekstrak daun mangga arumanis
(Mangifera indica L.) dan ekstrak rimpang lengkuas (Alipinia galanga
L.) sebanyak 0,25 ml, karbomer 0,17 g, gliserin 0,47 ml, metil

228
paraben 0,1 g, pewangi manga 0,1 ml dan aquadest 50 ml. Untuk uji
stabilitas ekstrak, homogenitas, uji iritasi kulit memenuhi persyaratan
dan stabil secara fisik.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope
Indonesia, Edisi III Departeman Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope


Indonesia, Edisi III Departeman Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar


Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan. Jakarta. Hal: 5-6.

Lachman, L., Lieberman, H.A., Kaning J.L., 1994. Teori dan Praktek
Farmasi Farmasi Industri. Jilid II. Edisi III. Diterjemahkan oleh
Suyatmi S, Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal: 1119-1120

Lachman, L., Lieberman, H.A., Kaning J.L., 1994. Teori dan Praktek
Farmasi Farmasi Industri. Jilid III, Edisi III. Diterjemahkan oleh
Suyatmi S, Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal:1298-
1300.

Ningsih, D.R, Zusfahair, Diyu Mantari.2017. Ekstrak Daun Mangga


(Mangifera Indica L.) Sebagai Antijamur Terhadap Jamur Candida
Albicans Dan Identifikasi Golongan Senyawanya.Jurnal Kimia
Riset, Volume 2 No. 1, Juni 2017.Page :61- 68.

Gunawan, Tiffany.2017. Optimasi Formula Hand Sanitizer Ekstrak Buah


Mengkudu (Morinda Citrifolia L.)Dengan Gelling Agent CMC-Na
Dan Humektan Propilen Glikol.Yogyakarta : Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma

Ningsih, D.R., Purwati P, Zusfahair Z, & Ahamd N.2017.Hand


Sanitizer EkstrakMetanol Daun Mangga Arumanis

229
(Mangifera indica L.). Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto 53123, Indonesia.DOI:
10.20961/alchemy.15.1.21458.10-23.

Triastiani, Devi. 2014. Pemanfaatan Ekstrak Rimpang Lengkuas (alpinia


galanga l.) Sebagai Inhibitor korosi baja Karbon Dalam Larutan
Nacl 1% ph 4 Jenuh co2.Universitas Pendidikan Indonesia

Wade, Ainley and Paul J.Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical


Excipients, second edition. London : The Pharmaceutical Press

Asngad, Aminah., Aprilia Bagas R, dan Nopitasari. 2018. Kualitas Gel


Pembersih Tangan (Handsanitizer) dari Ekstrak Batang Pisang
dengan Penambahan Alkohol, Triklosan dan Gliserin yang Berbeda
Dosisnya. Jurnal Bioeksperimen. Vol. 4 (2).
Halaman: 61-70.
Setyawati, Eni. 2018. Pemanfaatan Daun Mangga Manalagi Sebagai
Bahan Pembuatan Hand Sanitizer Dalam Bentuk Gel Dengan
Penambahan Alkohol dan Triklosan. Surakarta: Jurusan
Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Handajani, Noor Soesanti dan Tjahjadi Purwoko. 2008. Aktivitas Ekstrak


Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga) Terhadap Pertumbuhan
Jamur Aspergillus spp. Penghasil Alfatoksin dan Fusarium
moniliforme.Jurnal Biodiversitas. Volume 9, Nomor 3. Halaman: 161-
164

Wijayanto, Banu Aji., Dhadhang Wahyu Kurniawan, dan Iskandar Sobri.


2013. Formulasi dan Efektivitas Gel Anitseptik Tangan Minyak
Atsiri Lengkuas (Alipinia galangaL.) Willd.).Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia. Halaman: 102-107.

Titaley, Stany., Fatimawati, dan Widya A. Lolo. 2014. Formulasi dan Uji
Efektivitas Sediaan Gel Ekstra Etanol Daun Mangrove Api-api

230
(Avicenna marina) Sebagai Antiseptik Tangan. Jurnal Kimia
Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 2

231
232
LOMBA POSTER

LEMBARAN PENUTUP LUKA HEALLUCENS FILM DARI


EKSTRAK MAGGOT (Hermetia illucens)

Widyan Muchzadi Akbar1, Oktarisa1, Husna Indri Marita1

1
Mahasiswa Farmasi, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Palembang

ABSTRAK

Ketika seseorang mengalami luka karena terkena benda tajam


ataupun karena penyakit (diabetetes militus) maka cepat atau lambat luka
tersebut akan mengalami penyembuhan. Luka yang mengalami proses
penyembuhan dapat dipercepat dengan menggunakan obat luka baik dari
bahan alami maupun bahan sintetis. Salah satu bahan alami yang dapat
digunakan yaitu maggot (Hermetia illucens) karena zat kitin pada maggot
(Hermetia illucens) akan bersenyawa dengan trombosit dan mempercepat
proses pembekuan darah dan pembentukan benang-benang fibrin. Isolasi
zat kitin membuat bebas luka infeksi dan peradangan yang berlebihan
untuk meningkatkan penutupan luka. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui formula sediaan edible film sebagai obat luka dari ekstrak
maggot (Hermetia illucens) yang tepat sehingga dihasilkan produk yang
stabil dan aman dalam penggunaannya. Penelitian ini adalah penelitian
eksperimenal dengan menggunakan konsentrasi dari ekstrak maggot
(Hermetia illucens) sebesar 0,5%. Penelitian ini dibuat menjadi tiga
formula dengan memvariasikan pati jagung dan HPMC. Pati jagung
divariasikan dengan persentase kandungan sebesar (5,5%;6,5%; 7%)
sebagai Pengembang dan HPMC sebesar (3,5%;4,5%; 5%). Hasil
evaluasi menunjukkan bahwa sediaan obat luka edible film selama
penyimpanan 28 hari tidak mengalami perubahan warna, bau, bentuk
serta tidak mengiritasi kulit. Disimpulkan bahwa ekstrak maggot (Hermetia

233
illucens) dapat diformulasikan menjadi sediaan edible film yang stabil dan
memenuhi persyaratan.

Kata kunci : maggot, kitin, edible film, penyembuh luka

ABSTRACT

When a person experiences injuries due to being exposed to sharp


objects or due to illness (diabetes mellitus) , sooner or later the wound will
experience healing. The healing process can be accelerated by using
medicine both from natural ingredients and synthetic materials. One of the
natural ingredients that can be used is maggot (Hermetia illucens)
because the chitin substance in maggot (Hermetia illucens) will react with
platelets and accelerate the process of blood clotting and formation of
fibrin strands. Chitin isolation makes infection-free wound and excessive
inflammation to increase wound closure. The purpose of this research is to
find out the formula for edible film preparation as a wound medicine from
extract of maggot (Hermetia illucens) which is right to produce a stable
and safe product for its use. This research is an experimental study using
a concentration of maggot extract (Hermetia illucens) of 0.5%. This
research was made into three formulas by varying corn starch and HPMC.
Corn starch was varied with percentage content (5.5%; 6.5%; 7%) as
Developer and HPMC (3.5%; 4.5%; 5%). The evaluation results showed
that the edible film wound drug preparation during 28 days storage did not
experience changes in color, odor, shape and did not irritate the skin. It
was concluded that the maggot extract (Hermetia illucens) can be
formulated into a stable edible film that meets the requirements

Keywords : maggot, chitin, edible film, wound healing

1. PENDAHULUAN
Hampir semua orang pernah mengalami luka, misalnya teriris,
terjatuh, kecelakaan ataupun luka pada penderita diabetes militus. Luka
adalah rusak atau hilangnya jaringan tubuh yang terjadi karena adanya
suatu faktor yang mengganggu sistem perlindungan tubuh (Dorland,

234
2006). Kebanyakan orang mengalami luka pada bagian kulit. Kulit
mempunyai fungsi utama sebagai barrier pelindung dari lingkungan. Luka
pada kulit terjadi karena terdapatnya kerusakan morfologi jaringan kulit
dan akan mengalami proses penyembuhan.
Penyembuhan luka adalah kembalinya integritas kulit menjadi normal
dan jaringan yang berada dibawahnya (Winarsieh et al., 2012). Proses
penyembuhan luka dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase
proliferasi dan fase maturasi yang merupakan pemulihan kembali
(remodelling) jaringan (Sjamsuhidajat, 2010). Proses penyembuhan luka
bisa dipercepat dengan penggunaan obat pada luka. Sediaan obat luka
yang beredar di masyarakat dalam bentuk krim, pasta, salep, liquid, patch
dan plester luka.

Melalui bentuk sediaan edible film jumlah pelepasan obat yang


diinginkan dapat dikendalikan, durasi penghantaran aktivitas terapeutik
dari obat, dan target penghantaran obat ke jaringan yang dikehendaki.
Tujuan dari pemberian obat secara transdermal adalah obat dapat
berpenetrasi ke jaringan kulit dan memberikan efek terapeutik yang
diharapkan (Barhate, et al., 2009).

Edible film merupakan suatu lapisan tipis, yang digunakan untuk


melapisi makanan (coating) atau diletakkan di antara komponen, yang
berfungsi sebagai penahan terhadap transfer massa seperti air, oksigen,
lemak dan cahaya atau berfungsi sebagai pembawa bahan tambahan
pangan (Nugroho, Basito dan Katri, 2013). Edible film terbuat dari bahan
yang bersifat hidrofilik, seperti protein maupun karbohidrat serta lemak
atau campurannya. Penggunaan edible film dapat mencegah proses
oksidasi, perubahan organoleptik, pertumbuhan mikroba atau penyerapan
uap air dan memperbaiki penampilan produk (Krochta, J.M., 1992).

Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam edible film berasal dari
bahan kimia. Tetapi penggunaan bahan kimia sebagai obat bisa
menimbulkan efek samping maka dari itu untuk menghindarinya
masyarakat lebih memilih menggunakan tanaman alami/ obat tradisonal

235
untuk mengobati luka. Di Indonesia kepercayaan masyarakat pada obat
herbal terus meningkat. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional
2007, masyarakat yang memilih mengobati diri sendiri dengan obat
tradisional mencapai 29,69%, meningkat dalam waktu tujuh tahun dari
yang semula hanya 15,2%. Menurut WHO, 80% populasi di negara Asia
dan Afrika menggunakan cara pengobatan tradisional yaitu obat herbal
karena lebih murah, lebih mudah didapat, dan efek samping yang rendah
(Kumar dkk, 2007). Faktor yang mendorong masyarakat untuk
menggunakan obat bahan alam antara lain mahalnya harga obat
moderen/ sintetis dan banyaknya efek samping (Hedi, Dewoto, 2007).

Salah satu bahan alam yang bisa digunakan sebagai obat luka yaitu
maggot (Hermetia illucens). Maggot ini digunakan untuk pengobatan
peradangan dan luka karena mengandung lemak , karbohidrat dan protein
yang cukup tinggi, yaitu sekitar 42% (Saurin 2005 ; Retnosari, 2007).
Kelebihan lain yang dimiliki maggot (Hermetia illucens) adalah memiliki
kandungan antimikroba dan anti jamur protein.

Selain bahan aktif, komponen penting lainnya dalam sediaan edible


film adalah pati jagung dan HPMC sebagai pengembang, sorbitol sebagai
pengental, nipagin dan nipasol sebagai pengawet dan air suling.
Berdasarkan penelitian Astuti, (2011) didapatkan bahwa kombinasi dari
bahan-bahan tersebut menghasilkan sediaan edible film paling baik.

Penelitian ini dilakukan mengingat khasiat dari ekstrak maggot


(Hermetia illucens) sebagai hewan yang dapat mengobati luka. Peneliti
tertarik untuk memanfaatkan ekstrak maggot (Hermetia illucens) sebagai
obat luka dalam sediaan edible film

2. TUJUAN PENELITIAN
Memformulasikan sediaan edible film ekstrak maggot (Hermetia
illucens) dengan variasi pati jagung dan HPMC yang stabil dan memenuhi
syarat.

236
3. METODE PENELITIAN
Metode yang dipakai dalam penelitian adalah eksperimental dengan
membuat beberapa formulasi sediaan edible film yang mengandung
ekstrak maggot (Hermetia illucens).
a. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya cawan porselin,
gelas ukur, beaker glass, batang pengaduk, timbangan analitik, timbangan
obat, pipet tetes, sudip, oven, sendok spatel, pinset, cawan petri,
alumunium foil, penjepit kayu dan water bath. Bahan yang digunakan pada
peneltian ini diantaranya ekstrak maggot, pati jagung, HPMC, sorbitol,
nipagin, nipasol, dan aqua dest/ air suling.

b. Kandungan kimia maggot (Hermetia illucens)


Selain kandungan kitin pada kulit/ cangkang maggot, Persentase
kandungan protein pada larva ini cukup tinggi, yaitu 44,26% dengan
kandungan lemak mencapai 29,65%. Nilai asam amino, asam lemak dan
mineral yang terkandung di dalam larva juga tidak kalah dengan sumber-
sumber protein lainnya (Fahmi et al. 2007).

c. Formulasi edible film ekstrak maggot (Hermetia illucens)


Jumlah yang digunakan
For
N mul For For For
Bahan Khasiat
o a mul mul mul
kont aI a II a III
rol
Ekstra
1 k kitin 0,5 0,5 0,5 0,5 Zat aktif
(%)
Pati
Pengem
2 jagung 6 5,5 6,5 7
bang
(%)

237
HPMC Pengem
3 4 3,5 4,5 5
(%) bang
Sorbito Pengent
4 4 4 4 4
l (%) al
Nipagi Pengaw
5 0,18 0,18 0,18 0,18
n (%) et
Nipaso Pengaw
6 0,02 0,02 0,02 0,02
l (%) et
Air
7 suling 100 100 100 100 Pelarut
ad (%)

d. Cara Kerja
Pembuatan Edible film

1. Panaskan oven dengan suhu 60°C-65°C


2. Panaskan water bath dengan suhu 88°C
3. Letakkan beaker gelas yang telah diisi aqua dest 20x dari pati
diatas waterbath (fase air)
4. Letakkan beaker gelas yang telah diisi aqua dest 20x dari HPMC di
atas waterbath (fase lemak)
5. Setelah bahan ditimbang dan aqua dest sudah panas, masukkan
pati dan HPMC pada masing-masing beaker gelas, aduk sampai
mengental
6. Tambahkan sorbitol pada fase lemak, aduk hingga tercampur rata
7. Tambahkan nipagin ke fase lemak dan nipasol ke fase air, aduk
hingga tercampur rata
8. Tambahkan ekstrak ke fase lemak, aduk hingga tercampur rata
9. Masukkan fase air ke fase lemak, aduk hingga tercampur rata
10. Tambahkan sisa aqua dest ke dalam campuran, aduk hingga
tercampur rata

238
11. Tuang ke cetakan yang telah dilapisi alumunium foil dengan ukuran
8x8 cm
12. Oven dengan suhu 60°C-65°C selama kurang lebih 6-8 jam
13. Lepaskan dari cetakan, potong ukuran 2x1 cm.

e. Uji Kestabilan Fisik


Uji kestabilan fisik yang dilakukan antara lain organoleptik sediaan
(warna, bentuk dan bau) setelah dilakukan penyimpanan selama 28 hari,
yaitu pada hari ke 0, 7, 14, 21, dan 28.

1. Warna, bau dan bentuk


Pengujian terhadap perubahan warna dan bau dengan cara
melibatkan 30 responden yang dipilih secara acak, kemudian responden
mengevaluasi sediaan dengan mengamati perubahan terhadap warna dan
bau selama 28 hari penyimpanan.

2. Uji Iritasi kulit


Uji iritasi kulit melibatkan 30 orang responden yang dipilih secara
acak. Pengujian dilakukan dengan cara menempelkan sediaan (F1, F2,
F3) pada punggung tangan selebar 2 x 1 cm. Kemudian amati reaksi yang
mungkin terjadi misalnya gatal, kemerahan dan perih.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Uji Kestabilan Fisik
Dilakukan uji kestabilan sifat fisik setiap minggunya selama 28 hari
penyimpanan meliputi warna, bau, bentuk dan pengujian terhadap iritasi
kulit. Hasil pengamatan edible film dapat dilihat di bawah ini:

1. Warna, bentuk dan Bau


Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua formula mempunyai
warna, bentuk dan bau yang stabil dan tidak mengalami perubahan
selama 28 hari penyimpanan di suhu ruang.

239
2. Uji Iritasi kulit
Didapatkan dari hasil kuesioner yang menunjukkan bahwa 100%
responden menyatakan tidak mengalami gejala iritasi yang berupa kulit
kemerahan, gatal-gatal, terasa panas dan perih pada permukaan kulit
setelah mencoba ketiga formula edible film yang mengandung ekstrak
maggot (Hermetia illucens).

5. KESIMPULAN
Ekstrak maggot (Hermetia illucens) dapat diformulasikan menjadi
sediaan edible film yang stabil dan memenuhi persyaratan karena tidak
mengalami perubahan bau, bentuk, warna serta tidak terjadi iritasi kulit
saat digunakan.

6. FOTO PRODUK

DAFTAR PUSTAKA

Andersen, et al. 2010. A Novel Approach To The Antimicrobial Activity Of


Maggot Debridement Therapy. Journal of Antimicrobial
Chemotherapy, Vol. 65, No. 8: 1646–1654

Astuti, A. W. 2011. PKM Pembuatan Edible Film dari Semirefine


Carrageenan (Kajian Konsentrasi Tepung SRC dan Sorbitol)

Cazander, et al. 2009. The Influence Of Maggot Excretions On Pao1


Biofilm Formation On Different Biomaterials. Clinical Orthopaedics
and Related Research, Vol.467, No.2:536–545

240
Church, et al. 2015. Maggot Debridement Therapy for Chronic Wounds.
Lower Extremity Wounds 1(2):129–134

Cowan, et al. 2013. Chronic Wounds, Biofilms and Use of Medicinal


Larvae. Ulcers Journal: 1–7

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia,


Edisi III: Departeman Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia,


Edisi IV: Departeman Kesehatan Republik Indonesia.

Plas, Van Der, et al. 2007. Maggot Excretions/ Secretions Inhibit Multi
Pleneutrophil Pro Inflammatory Responses. Microbes and Infection ,
Vol. 9, No. 4:507–514

Pratiwi, Rianta.2014. Manfaat Kitin dan Kitosan Bagi Kehidupan Manusia.


Oseana Journal, Volume XXXIX, No.1;35-43.

Stadler, Frank, et al. 2016. Maggot Debridement Therapy in Disaster


Medicine. Pubmed Journal ,Vol. 31, No.1: 80-84.

Szczepanowsk, Zbigniew. 2019. Further Data on Wound Healing Rates


After Application of Lucilia sericata.The International Journal of
Lower Extremity Wounds:1 –8

Thomas, et al.2010. The Anti-Microbial Activity Of Maggot Secretions:


Results Of A Preliminary Study. Journal of Tissue Viability ,Vol. 9,
No.4: 127–132

Yan, Litao, et al. 2018. Pharmacological Properties of the Medical Maggot:


A Novel Therapy Overview. Hindawi Journal Volume 2018, Article ID
4934890, 11 pages

Zhang, et al. 2013. The Anti-inflammatory Potency of the Crude Extracts


of Maggot and its Effect in Mouse Immune Functions. Journal Of
Jinling Institute Of Technology, No.4: 85–89.

241
242
Seminar Pharmacase 2020

POSTER ILMIAH

“PEMBUATAN MIE SEHAT DENGAN CAMPURAN DAUN


KELOR (Moringa oleifera L.) ”

Emelia Fitriani 1, Dewi Saptarianita1, Hibatturahman1


1
Mahasiswa RPL Farmasi, Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan Palembang

ABSTRAK

Mie merupakan makanan yang populer di Asia terutama di Asia


Tenggara dan khususnya di Indonesia. Masyarakat Sumatera Selatan
termasuk masyarakat yang sangat menyukai mie. Mie banyak disukai
karena memiliki cita rasa yang enak, tekstur yang kenyal, dan praktis
dalam penyajiannya Banyak olahan pangan tradisional menggunakan
bahan utamanya berupa mie. Pengolahan mie dilakukan untuk
menjadikan mie sebagai salah satu makanan alternatif pengganti nasi.
Penambahan daun kelor pada campuran terigu sebagai bahan baku
utama dapat meningkatkan kandungan gizi pada mie. Daun kelor memiliki
nutrisi yang tinggi mengandung vitamin A yang setara dengan 4 kali
vitamin A yang terdapat pada wortel, setara dengan 4 kali kalsium yang
terdapat pada susu, setara dengan 3 kali potassium pada pisang, setara
dengan 2 kali protein yang terdapat pada yoghurt, dan setara dengan 3
kali zat besi pada bayam.
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental. Penelitian ini
dibuat menjadi 2 formula dengan memvariasikan tambahan sari daun
kelor dan tepung tapioka pada campuran utama. Hasil analisa uji
organoleptis pada 30 responden meliputi warna, rasa dan tekstur
menunjukkan bahwa formula 1 yang ditambahkan sari daun kelor dan
tepung tapioka lebih disukai dibandingkan formula 2 yang hanya
ditambahkan sari daun kelor tanpa penambahan tepung tapioka.

243
Seminar Pharmacase 2020

Kata kunci : Mie, Daun Kelor

ABSTRACT

Noodle is a popular food in Asia especially in Southeast Asia


and especially in Indonesia. The people of South Sumatra are among
those who love noodles. Noodles are preferred because they have
good taste, chewy texture, and are practical in serving. Many
traditional food preparations use the main ingredients in the form of
noodles. Noodle processing is done to make noodles as an alternative
food to replace rice.
The addition of Moringa leaves in the flour mixture as the
main raw material can increase the nutritional content of the noodles
because Moringa leaves have high nutrition containing vitamin A
which is equivalent to 4 times the vitamin A found in carrots,
equivalent to 4 times the calcium contained in milk, equivalent to 3
times the potassium in bananas, equivalent to 2 times the protein
found in yogurt, and the equivalent of 3 times the iron in spinach.
The research method used is experimental. This research
was made into 2 formulas by varying the addition of Moringa leaf
extract and tapioca flour in the main mixture. Organoleptic test
analysis results on 30 respondents including color, taste and texture
showed that formula 1 which was added with Moringa leaf extract and
tapioca flour was preferred over Formula 2 which only added Moringa
leaf extract without the addition of tapioca flour.
Keywords: Noodles, Moringa leaves

1. Pendahuluan

Mie merupakan makanan yang populer di Asia terutama di


Asia Tenggara dan khususnya di Indonesia. Masyarakat Sumatera
Selatan termasuk masyarakat yang sangat menyukai mie. Banyak
olahan pangan tradisional menggunakan bahan utamnya berupa

244
Seminar Pharmacase 2020

mie.
Pengolahan mie dilakukan untuk menjadikan mie sebagai
salah satu makanan alternatif pengganti nasi. Mie banyak disukai
karena memiliki cita rasa yang enak, tekstur yang kenyal, dan
praktis dalam penyajiannya.
Menurut Royaningsih (1987), berdasarkan pengolahan mie
yang dipasarkan di Indonesia, mie dikelompokkan menjadi empat
macam, yaitu mie mentah (raw chinese noodle), mie basah (boilled
noodle), mie kering (steamed fried noodle), dan mie instan (instant
noodle). Bahan baku utama dalam pembuatan mie pada umumnya
adalah tepung terigu. Produk mie yang beredar di pasaran saat ini
nutrisinya masih kurang baik. Kandungan karbohidrat, kandungan
protein, dan kandungan mineral rendah. Menurut Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005), kandungan gizi
produk mie dan olahannya masih sangat rendah terutama
kandungan proteinnya.
Produk-produk mie saat ini telah mengalami perkembangan
dengan variasi campuran antara terigu sebagai bahan baku utama
dengan bahan-bahan lain seperti umbi-umbian, kacang- kacangan,
dan sayur-sayuran yang tentu saja dapat meningkatkan kandungan
gizi pada mie. Protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan selama
ini hanya diketahui didapatkan dari kacang- kacangan. Menurut
hasil penelitian Tiommanisyah (2010) protein yang terkandung
dalam kacang-kacangan sebesar 23,7 g protein per 100 g kacang-
kacangan. Selain kacang kacangan ada tumbuhan yang
kandungan proteinnya tergolong tinggi dibandingkan sayuran jenis
lain, yaitu daun kelor.
Daun kelor memiliki nutrisi yang tinggi karena mengandung
vitamin A yang setara dengan 4 kali vitamin A yang terdapat pada
wortel, setara dengan 4 kali kalsium yang terdapat pada susu,
setara dengan 3 kali potassium pada pisang, setara dengan 2 kali
protein yang terdapat pada yoghurt, dan setara dengan 3 kali zat

245
Seminar Pharmacase 2020

besi pada bayam (Krisnadi, 2015). Ditinjau dari kandungan


nutrisinya daun kelor sangatberpotensial untuk dikembangkan
menjadi bahan campuran pembuatan mie kering.Hal ini dapat
meningkatkan nilai gizi pada mie serta meningkatkan nilai tambah
dari daun kelor itu sendiri.

2. Tujuan Penelitian
Membuat mie basah dengan campuran sari daun kelor sebagai
penambah nutrisi sehingga dapat dijadikan alternatif makanan yang
sehat serta mempelajari pengaruh penambahan tepung tapioka pada
pembuatan mie dengan campuran sari daun kelor untuk memprediksi
formula yang disukai konsumen.

3. Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah eksperimental
dengan membuat beberapa formulasi sediaan mie basah dengan
campuran sari daun kelor
a. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
tampah,bak pencuci,timbangan digital, blender / crusher,
penyaring, Mesin pencetak mie (noodle marker), sendok
pengaduk, pisau.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung
terigu, tepung tapioka, daun kelor, telur, air dan garam

b. Cara Kerja
1) Pembuatan Adonan
Pembuatan adonan dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Formula 1
Mencampurkan sari daun kelor, tepung terigu, dan tepung tapioka
dengan perbandingan 25 ml : 100 gr : 5 gr. Selain itu juga
ditambahkan Natrium Klorida (NaCl) sebanyak 1% dari total berat
tepung ,telur ayam sebanyak 17,3 gr (1 butir ) dan minyak

246
Seminar Pharmacase 2020

secukupnya.

b. Formula 2
Mencampurkan sari daun kelor dengan tepung terigu, dengan
perbandingan 25 ml : 100 gr Selain itu juga ditambahkan Natrium
Klorida (NaCl) sebanyak 1% dari total berat tepung, putih telur
sebanyak 15 gr ( 1 butir ) dan minyak secukupnya

2) Pencetakan Mie
Proses pencetakan mie dilakukan dengan alat noodle maker.

3) Perebusan Mie
Mie yang sudah dicetak direbus dalam air mendidih, setelah
mengapung (tandanya sudah matang ) diangkat dan ditiriskan.

4) Analisa Produk
Uji organoleptik mie dengan campuran sari daun kelor
dilakukan dengan menggunakan kuisioner (lampiran) yang
diberikan kepada 30 orang responden. Setiap responden diminta
memberi penilaian terhadap produk mie dengan campuran daun
kelor. Produk tersebut diteliti berdasarkan warna, rasa, dan
tekstur

4. Hasil dan Pembahasan

Pembuatan mie basah dengan campuran daun kelor dilakukan


dengan dua formulasi produk, yaitu formula 1 dengan penambahan
tepung tapioka dan formula 2 tanpa penambahan tepung tapioka.
dengan komposisi seperti di bawah ini :

247
Seminar Pharmacase 2020

% Berat
Produ Produ
Bahan Produ Produ
k1 k2 k k
1 1
Tepun 100 gr 100 100 % 100 %
g gr
Terigu
Tepung 5 gr 0 gr 5% 0%
Tapiok
a
Telur 17,3 15 gr 17,3 % 15 %
gr
NaCl 0,5 gr 0,5 gr 0,5 % 0,5 %
Sari 50 ml 50 ml 50 % 50 %
Daun
Kelor
Minyak qs qs

Hasil uji organoleptik mie campuran sari daun kelor dengan 2


formula produk ditampilkan pada tabel berikut :

warna Rasa Tekstur


Produk
S TS S TS S TS
Produk 1 96,7 3,3 86,7 13,3 96,7 3,3
% % % % % %
Produk 2 90 10 66,7 33,3 80 20
% % % % % %

5. Kesimpulan

Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa:


1. Formula 1 yaitu campuran mie kelor dengan penambahan tepung
tapioka lebih disukai baik warna, rasa dan teksturnya dibandingkan
produk dengan formula 2 yang tanpa penambahan tepung tapioka .
2. Produk mie basah daun kelor dapat dijadikan alternatif pangan
sehat karena daun kelor mengandung lemak, vitamin dan mineral
yang cukup tinggi sehingga sangat disarankan menjadi menu

248
Seminar Pharmacase 2020

pilihan untuk dikonsumsi Balita dan Remaja yang sangat menyukai


produk mie atau mie instan.
3. Mie basah daun kelor menjadi produk dengan prospek bisnis yang
menjanjikan sebagai pangan olahan , bahan utama mie ayam,
kwetiau, mie celor , rujak mie, mie goreng dll.

6. Foto Produk

DAFTAR PUSTAKA

249
Seminar Pharmacase 2020

Aminah, Syarifah. 2015. ‘Kandungan Nutrisi dan Sifat Fungsional


Tanaman Kelor (Moringa oleifera)’. Buletin Pertanian
Perkotaan. vol. 5, no.2.
Astawan, M. 2006. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta. Penebar
Swadaya.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005.
Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta. Bhratara Karya
Aksara.
Fuglie, L.J. 1999. The Miracle Tree : Moringa oleifera : Natural
Nutrition for the Tropics Cruch World Service, Dakar : 68 pp.;
revised in 2001 and publised as The Miracle Tree : The
Multiple Attributes of Moringa, 172.
Krisnadi, A Dudi. 2015. Kelor Super Nutrisi. Blora : Pusat Informasi
dan Pengembangan Tanaman Kelor Indonesia Lembaga
Swadaya Masyarakat-Media Peduli Lingkungan (LSM-
MEPELING).
Rahayu, Darsiti. 2016. Penambahan Tepung Daun Kelor dalam
Pembuatan Mie sebagai Sumber Gizi dengan Penambahan
Ekstrak Umbi Wortel sebagai Pengawet Alami. Publikasi
IlmiahSurakarta :Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Royaningsih. 1987. Pembuatan Mie Basah, Biskuit Marie, dan Craker
dari Terigu dan Tepung Sagu. Ilmu Dasar Deputi Bidang
Pengkajian Ilmu Dasar dan Terapan. Jakarta. BPP Teknologi.
Sudarmadji, S., Haryono B., dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa
untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.

250

Anda mungkin juga menyukai