Susunan Panitia
Ketik Disini
Sambutan Ketua Jurusan
Sambutan Direktur
Daftar Nama Pembicara dan Topik
SUSUNAN ACARA
DAFTAR NAMA PESERTA PRESENTASI ORAL DAN JUDUL
No Nama Peserta Asal Kode LoA Judul
. Instansi
1 Ketua : Sridiany Dinas CFP-011-2020/1 Efektivitas
Chandra Kesehat Promosi
Buana an Kesehatan
Rustam Aji Rejang Melalui Media
Lebong Poster terhadap
Poltekk Pengetahuan dan
es Sikap Ibu tentang
Kemenk Bahaya
es Kehamilan pada
Bengkul Suku Lembak di
u Wilayah Kerja
PKM Kota
Padang Kab.
Rejang Lebong
Tahun 2019
2 Ketua : STIFI CFP-012-2020/II Pengaruh
Agnes Bhakti Pengeringan
Rendowaty Pertiwi Terhadap
Nelvi Selvia Palembang Kandungan Total
Romsiah Fenol Teh Jati
Belanda (
Guazuma
ulmifolia L )
3 Ketua : STIFI CFP-013-2020/III Hubungan Jumlah
Yopi Bhakti Obat yang
Rikmasari Pertiwi Digunakan pada
Yunita Palembang Pasien Asma
Listiani A terhadap Resiko
Imanda Kejadian Drug
Related Problems
(DRPS) di RS X
Kota Palembang
4 Ketua : STIFI CFP-014-2020/IV Evaluasi Tingkat
Ensiwi Bhakti Kepuasan Pasien
Munarsih Pertiwi terhadap
Yopi Palembang Pelayanan
Rikmasari Kefarmasian di
Puskesmas Muara
Enim
5 Ketua : Progra CFP-014-2020/V Pemeriksaan
Wicaksono m Studi Kandungan Beta
Widodo Magiste Karoten dalam
Miranti Dwi r Ilmu Pepaya, Wortel,
Hartanti Biomed dan Tomat
Yunida ik Menggunakan
Rika Saputri Fakultas HPLC ( High
Fitri Kedokte Performance
Sonlimar ran Liquid
Mangunsong UNSRI Chromatography
Poltekk )
es
Kemenk
es
Palemb
ang
6 Ketua : Klinik CFP-015-2020/VI Hubungan Usia,
Wahyuni, Pratama Kepatuhan
A.Md.Farm KORPR dengan Tekanan
Sarmalina I Darah Pasien
Simamora, Provinsi Hipertensi yang
Apt, M.Kes Sumater Berobat di Klinik
a Pratama KORPRI
Selatan Provinsi
Poltekk Sumatera Selatan
es
Kemenk
es
Palemb
ang
7 Ketua : Reza CFP-016-2020/VII Pengaruh
Agung Sriwijaya Pelayanan
Perawati STIFI Informasi Obat
Bhakti terhadap
Pertiwi Kepatuhan Pasien
Palembang TB Kategori I di
Puskesmas Sosial
Palembang
8. Ketua : Dhea Tari Jurusan CFP-017- Formulasi dan
Rezki Farmasi 2020/VIII Evaluasi Repellen
Ratnaningsih Poltekkes Stick Minyak
Dewi Astuti Kemenkes Atsiri Eukaliptus
Palembang ( Eucalyptus
globulus L )
dengan
Kombinasi Cera
Alba dan Cetyl
Alcohol sebagai
Stiffening Agent
GALERI FOTO
1. RUANG PENDAFTARAN
2. PEMBUKAAN
3. RUANG SEMINAR
4. RUANG LOMBA
FOTO NARA SUMBER KETIKA PRESENTASI
*MASING-MASING MINIMAL 2 (SATU LEMBAR 4 FOTO)
Daftar ISI
PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING
1. 1
TAHUN 2019
1)
Dinas kesehatan Rejang lebong
2)
Poltekkes Kemenkes Bengkulu, email; chandrabagus71@yahoo.com
3)
Poltekkes Kemenkes Bengkulu, email; roestamadjierohmat@gmail.com
ABSTRACT
Background :. One of the media that can be used in health promotion is poster media, so that it
is expected to facilitate public understanding of the messages that have been delivered. Problem
Formulation: Which the effective of health promotion with poster media with the knowledge and
attitudes of pregnant women towards the signs and dangers of pregnancy in the Lembak tribe in
the area of the Kota Padang Community Health Centre .Purpose of the studyis to analyze the
effectiveness of health promotion with poster media trought the knowledge and attitudes of
pregnant women towards signs and dangers of pregnancy in the Lembak tribe in the Kota Padang
Community Health Centre. Research Methods:This research was used the an pre-experimental
study with one groups of pre-test - post test design. The population was a number of pregnant
women recorded in the register book in 2018 it was230 people. Sampling was done by accidental
sampling of 144 respondents (72 experimen and 72 control). Statistical test uses paired t test.
Results: Statistically the poster media was effective in increasing the knowledge and attitudes of
mothers about the danger signs of pregnancy in the Lembak tribe in the Kota Padang Community
Health Centre. Recommendation ; The poster media can be used in health promotion about
danger signs of pregnancy in the area of Kota Padang Community Health Centre.
Tabel 4.1
KARAKTERISTIK RESPONDEN
No Karakteristik Jumlah
N %
1 Umur
Mean 25 6.8
Median 26 6.8
Modus 28 11.0
Minimum 15 1.4
Maximum 40 1.4
2 Pendidikan
Tamat SLTA 57 79.2
Tidak Tamat SLTA 15 20.8
3 Kepemilikan Buku KIA
Ada 70 97.2
Tidak Ada 2 2.8
4 Riwayat Pemeriksaan Kehamilan
Ya 41 56.9
Tidak 31 43.1
Jumlah 72 100
Hasilpenelitian menunjukkan
bahwasebelumdiberikan media poster dari
20 butir pertanyaan, pertanyaanyang
palingbanyakdijawab benar adalah
Media Poster.
Media Poster.
3.1.5Sikap responden tentang tanda bahaya responden (93%) yaitu; Salah satu tanda
kehamilan setelah diberikan media adanya bahaya dalam kehamilan adalah
poster. terjadinya perdarahan dari jalan lahir ibu.
Sedangkan pernyataan yang paling sedikit
Hasilpenelitian menunjukkan
dipilih oleh responden adalah pernyataan no
bahwasetelah diberikan media poster dari 20
3 yang dipilih oleh 36 responden (50%) yaitu;
pernyataan, pernyataan yang
Tanda bahaya kehamilan adalah suatu
palingbanyakdipilih responden adalah
keadaan yang akan berakibat buruk bagi ibu
pernyataan no 4 yang dijawab oleh 67 orang
dan bayi dalam kandungan.
Tabel 4.6 EfektivitasMedia Poster Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Tanda
Bahaya Kehamilan.
Variabel Mean P
Pengetahuan
Sebelumdan 0,000
Sesudah Poster
Sikap
Sebelum dan 0,263 0,000
Sesudah Poster
1
Farmasi, Program Studi S-1 Farmasi, STIFI Bhakti Pertiwi, Palembang, Indonesia
1
Biologi Farmasi, STIFI Bhakti Pertiwi, Palembang, Indonesia
*
E-mail : arendowaty@gmail.com.
Abstrak
Telah dilakukan penelitian pengaruh cara pengeringan terhadap kandungan total fenol teh jati
belanda (Guazuma ulmifolia Lam.) dengan metode kolorimetri Follin-ciocalteu. Metode
pengeringan yang digunakan adalah kering angin pada suhu ruangan (28 oC), pengeringan oven
pada suhu 40oC dan pengeringan cahaya matahari tidak langsung. Daun jati belanda segar yang
digunakan untuk masing-masing pengeringan seberat 120 gram dikeringkan dan diperoleh berat
kering teh 12 gram. Kandungan total fenol teh daun jati belanda di analisa dengan reagen Folin-
ciocalteu. Kandungan total fenol teh jati belanda dengan kering angin 4,1 mg GAE/g, teh jati
belanda kering oven 3,2 mg GAE/g dan teh jati belanda kering matahari 2,2 mg GAE/g. Hasil
penelitian memperlihatkan kandungan total fenol yang lebih tinggi dengan metode kering angin
pada suhu ruangan. Dari penelitian ini disimpulkan metode pengeringan mempengaruhi
kandungan total fenol teh daun jati belanda.
Kata kunci : total fenol; Guazuma ulmifolia L; teh daun jati belanda; pengeringan.
Abstract
Effect of drying method on total phenol content has been determined from jati belanda (Guazuma
ulmifolia L.) leaves tea with Follin-ciocalteu colorimetri method. The drying method used are dried
at room temperature (28oC), oven dried at 40 oC and indirect sun-dried. Fresh jati belanda leaves
used for drying methode 120 gram and tea dried obtained 12 gram. The total phenol content of
jati belanda tea leaves was analyzed with the Folin-ciocalteu reagent. The total phenol content of
jati belanda tea with drying at room temperature 4,1 mg GAE/g, tea was oven-dried at 40 oC 3,2
mg GAE/g and tea was indirecy sun-dried 2,2 mg GAE/g. The results showed a higher total phenol
content by the method dried at room temperatur. The conclusion of this study was the drying
method affects the total phenol content of jati belanda leaves tea.
Key words : Total phenol; Guazuma ulmifolia L.; jati belanda tea; drying method .
1
1Farmasi,ProgramStudiS-1Farmasi,STIFIBhaktiPertiwi,Palembang,Indonesia
2FarmasiKomunitasKlinik,STIFIBhaktiPertiwi,Palembang,Indonesia *e-mail:mpie030178@gmail.com
Abstrak
Pasien dengan penyakit asma menunjukkan manifestasi klinis yang berbeda – beda atau bervariasi
antara satu kelompok pasien dengan pasien lainnya bahkan dalam satu pasien itu sendiri dari waktu ke waktu
dapat berbeda frekuensi dan intensitas gejalanya sehingga menyebabkan meningkatnya jumlah obat yang
digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi jumlah obat yang digunakan dengan resiko
terjad Drug Related PRoblem(DRP’s) pada pasien asma.
Penelitian ini merupakan studi observasi dengan desain cross sectional korelasional analitik
menggunakan uji korelasi koefisien kontingensi. Data diperoleh dari data sekunder yaitu rekam medik secara
retrospektif yaitu pasien dengan diagnosa asma pada bulan Januari – Desember 2016. Pengambilan sampel
secara nonprobability sampling yaitu purposif sampling sesuai kriteria inklusi didapatkan sejumlah 30.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan jumlah obat yang digunakan
dengan kategori DRPs improrer drug selection (p = 0,028) dengan kekuatan korelasi lemah (r = 0,371)
dan kategori DRPs interaksi obat (p= 0,031) dengan kekuatan korelasi lemah (r = 0,367). Jumlah obat yang
digunakan tidak menunjukkan korelasi yang signifikan pada kategori DRPs untreared indication (p = 0,794),
dosis (p = 0,255) dan unnecessary drug therapy(p = 0,057). Perlu peran serta Apoteker
secara aktif untuk mencegah kejadian DRP’s yang potensial dan mengatasi kejadian DRPs yang aktual.
Kata Kunci : Asma; jumlah obat; DRPs
Abstract
Patients with a diagnosis of asthma showing different orvaried clinical manifestations between one group of
patients with another patient even in the patients them selves from time to time canvary in frequency an
dintensity of symptoms causingan increase in the number of drugs used. This study aims odetermine the
correlation between the amount of drug used with a risk of Drug Related Problems (DRP's)in patients with asthma.
This research is an observational study with analytic correlational cross sectional design using contingensy
coefficient correlation test. Data obtained from secondary data, retrospctive medeical record that patient with a
diagnosis of asthma in January-December 2016. Sampling was conducted sampling technique is purposive
sampling non probability appropriate inclusion criteria obtained a number of 30 patients.
The result showed that there was a significant correlation between the number of drugs used by the category of
DRPs improrer drug selection (p=0.028) with the strength of weak correlation(r=0.371)and a category DRPs drug
interactions (p=0.031)with the strength of weak correlation(r=0.367). The number of drugs used do not show a
significant correlation in the category of DRPs untreated indication(p=0.794), dose(p=0.255) and unnecessary drug
therapy(p=0.057). Pharmacists need active participation to prevent the incidence of DRP's potential and over
come the actual incidence of DRPs.
Keywords:Asthma, the amount of drugs,DRPs
PENDAHULUAN 60 % dokter ahli paru dan alergi yang
memahami panduan tentang Asma dengan
Asma merupakan suatu penyakit yang baik, sehingga di lapangan sering
heterogen, yang dikarakterisir oleh ditemukan penggunaan obat anti asma
inflamasi kronis pada saluran pernafasan yang kurang tepat dan masih tingginya
yang ditentukan oleh adanya riwayat kunjungan pasien ke unit gawat darurat,
gejala gangguan pernafasan seperti perawatan rawat inap bahkan perawatan
mengi, nafas terengah – engah, intensif. Studi lainnya di Asia Pasifik
dada terasa berat/tertekan, diikuti dengan menunjukkan tingkat tidak masuk kerja
keterbatasan aliran udara ekspirasi yang akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan
bervariasi (GINA, 2015). Asma dengan di Eropa dan Amerika Serikat yang
termasuk salah satu penyakit tidak mana hampir separuh dari seluruh pasien
menular utama dengan perkiraan kejadian asma pernah dirawat di rumah sakit dan
sekitar 235 juta orang saat ini menderita melakukan kunjungan ke unit gawat
asma. World Health Organization (WHO) darurat setiap tahunnya (Kemenkes, 2008).
pada Desember 2016 telah merilis Pasien dengan penyakit asma
memperkirakan terdapat 383.000 kematian menunjukkan manifestasi klinis yang
akibat asma pada tahun 2015 (The Global berbeda – beda atau bervariasi antara satu
Asthma Report, 2018). Menurut Riset kelompok pasien dengan pasien lainnya
Kesehatan Dasar pada tahun 2018 bahkan dalam satu pasien itu sendiri dari
(Riskesdas, 2018) prevalensi asma di waktu ke waktu dapat berbeda frekuensi
Indonesia berdasarkan diagnosis dokter dan intensitas gejalanya (Ikawati, 2016).
pada penduduk semua umur sebesar 2,4 % Hal ini menyebabkan meningkatnya
dan Provinsi Sumatera Selatan sebesar 1,9 jumlah obat yang digunakan dan beresiko
% dari prevalensi tersebut. Berdasarkan menimbulkan kejadian polifarmasi yaitu
data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) obat dalam jumlah yang banyak dalam
diketahui pada tahun 2017 jumlah pasien suatu resep (dan atau tanpa resep) untuk
asma rawat inap di Indonesia mencapai efek klinik yang tidak sesuai. Polifarmasi
53.949 pasien, dengan kasus terbanyak termasuk bagian dari Drug Related
di Jawa Timur sebanyak 7.942 pasien dan Problems (DRPs) (Rambadhe dkk, 2012).
Sumatera Selatan berada pada peringkat Drug Related Problems (DRPs) adalah
kelima dengan jumlah 2.841 orang pasien. kejadian suatu kondisi terkait dengan
Dari jumlah total pasien tersebut diketahui terapi obat yang secara nyata atau
sebanyak 1.182 pasien (2,2 potensial mengganggu hasil klinis
%) keluar rumah sakit meninggal kesehatan yang diinginkan (PCNE,
dunia. 2006). Menurut Cipolle (2004) DRPs
Suatu studi di Amerika Serikat, hanya adalah suatu kejadian atau situasi
yang
melibatkan terapi obat yang secara aktual obat, penggunaan tanpa indikasi dan
atau potensial mengganggu hasil terapi pengobatan gagal.
yang optimal untuk pasien tertentu dengan Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
Tipe DRPs terdiri dari untreated oleh Hidayah dan Prasetyo (2011) tentang
indication,improper drug selection dosis identifikasi Drug Related Problem (DRP’s)
pada pasien penyakit asma di rumah sakit
subterapeutik, pasien gagal mendapatkan
PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun
terapi, overdosis, terjadi ADR, interaksi
2009, menunjukkan hasil bahwa pasien pengobatan pasien asma yang bertujuan
yang mengalami DRPs yaitu 55% (55 untuk mengetahui korelasi jumlah obat
pasien) dengan jumlah kejadian DRPs yang digunakan dengan resiko terjadi Drug
seluruhnya 75 kejadian. Presentase Related Problem (DRP’s) pada pasien
kejadian tiap kategori DRPs yaitu asma.
membutuhkan tambahan terapi obat yaitu
16,0%, obat tanpa indikasi dan duplikasi
terapi yaitu 21,3%, obat salah yaitu METODE PENELITIAN
10,7%, dosis terlalu rendah yaitu 18,7%,
interaksi obat yaitu 12,0%, dan dosis Desain penelitian
terlalu tinggi yaitu 21,3%.
Penelitian Lorensia dan Wijaya (2016) Penelitian ini merupakan studi
tentang hubungan jumlah obat yang observasi dengan desain cross sectional
digunakan terhadap risiko terjadinya Drug korelasional analitik yang bertujuan untuk
Related Problem (DRP’s) pada pasien mengetahui hubungan jumlah obat dengan
asma disuatu rumah sakit di Surabaya, tipe DRPs untreated indication, improper
menunjukkan bahwa ada korelasi antara drug selection, dosis, interaksi lain,
jumlah obat dengan jenis obat DRPs yang unnecessary drug therapy diRS X
kurang tepat (p Palembang.
<0,05), sehingga semakin banyak jenis
obat yang digunakan oleh pasien asma,
semakin besar risiko pasien mendapatkan Pengambilan data
obat yang kurang tepat. Data diperoleh dari data sekunder
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah yaitu rekam medik secara retrospektif pada
Sakit X Palembang dengan kejadian asma pasien dengan diagnosa asma pada bulan
termasuk 10 penyakit terbesar pada tahun Januari – Desember 2016. Penelitian ini
2016 dan belum pernah dilakukan dilakukan terhadap seluruh populasi
penelitian semacam ini sebelumnya. (populasi target) sesuai kriteria inklusi
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti meliputi semua umur dan diagnosis utama
tertarik untuk melakukan penelitian asma dengan atau tanpa tanpa penyakit
mengenai Drug Related Problem (DRP’s) penyerta.
dalam
Analisa data
Data dianalisa sesuai dengan
algoritma penatalaksanaan serangan asma
(GINA, 2015), Pharmacotherapy A
Pathophysiological Approach ed 8 (Dipiro
dkk, 2011), pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan Asma (PDPI, 2003)
dan Pedoman Pengendalian Penyakit
Asma (Kemenkes, 2008). Tipe DRPs
dikategorikan sesuai dengan tipe DRPs
(Cipolle, 1998). Jumlah obat dihitung
dengan membuat rata – rata jumlah obat
selama pasien dirawat dan dikategorikan
menjadi 2 yaitu < 5 dan ≥
5. Korelasi jumlah obat dengan tipe
DRPs diuji statistik dengan uji korelasi Data demografi n (%)
koefisien kontingensi menggunakan SPSS Jenis
Kelamin Laki – laki 9 30
versi 21. 21 70
Perempuan
Usia Anak (2 – 12) 6 20
HASIL DAN PEMBAHASAN (tahun) Dewasa (> 12) 24 80
2 Kortikosteroid Deksametason, 29
metilprednisolone
, 96,7
Budesonide,
Budesonide+formoterol
3 Bronkodilator + Salbutamol +
26 86,7
anti Kolinergik ipratropium Bromida
Selain obat – obat untuk mengatasi asma, berikut ini merupakan obat – obat lain untuk terapi
penyakit penyerta pada pasien tersebut.
Tabel 3. Obat untuk terapi penyakit penyerta
No Golongan Jenis obat n %
1 Ceftazidime, ceftriaxone,
cefixime,cefadroxile,
Antibiotik cefuroxime, ampisilin, 30 100
levofloksasin,
azitromisin
3 Amlodipine,
candesartan,
Antihipertensi 15 50
furosemide,
spironolakton
9 Ansiolitik Klobazam
10 Phenolpthlein + paraffin
Pencahar 1 3,33
liquidum + gliserin
11 Lansoprazole,
Antiulcer 1 3,33
omeprazole
12 Betahistine mesylate,
Antivertigo 3 10
flunarizine
13 Elektrolit Kalium
Pottasium Chlorida 2 6,67
Konsentrasi tinggi
Pasien asma rawat inap di RS X juga dan CHF (Congestive Heart Failure/
mengalami penyakit penyerta sehingga gagal jantung kongestif). Beberapa
jumlah obat yang digunakan bertambah penyakit penyerta tersebut mempunyai
banyak. Selain diagnosa utama asma gejala sesak nafas seperti HHD, CAD dan
terdapat pasien dengan penyakit penyerta CHF sehingga perlu kehati – hatian
yaitu infeksi saluran pernafasan, sepsis, dalam memberikan terapi. Jumlah total R/
dispepsia, hipertensi, osteoartitis, CAD obat untuk 30 orang pasien adalah 202,
( c o r o n a r y a r t e r y disease/penyakit jantung sehingga diperoleh rata – rata jumlah R/
koroner), HHD ( hypersensitive heart untuk setiap pasien = 6,73.
disease)
Analisis DRPs didasarkan pada tipe DRPs untreated indivation (indikasi tidak
diobati),improrer drug selection (pemilihan obat yang kurang tepat), permasalahan dosis
(under dosis/over dosis), drug interaction(interaksi obat) dan drug use without indication (penggunaan
obat tanpa indikasi). Hasil analisa dapat dilihat pada tabel 4.
4 Interaksi obat 9 30
Hasil uji statistik menggunakan koefisien kontingensi dapat dilihat pada tabel 3 berikut :
Uji hubungan jumlah obat dengan tipe Pelayanan farmasi yaitu, Pharmaceutical
DRPs menggunakan uji korelasi koefisien care, yaitu apoteker bekerjasama dengan
kontingensi menunjukkan terdapat korelasi pasien dan tenaga kesehatan lain
yang signifikan antara jumlah obat yang mendesain, mengimplementasikan, dan
digunakan dengan kategori DRPs Drug memonitor Pharmaceutical car plan yang
Improrer Selection (p = 0,028) dengan dapat memberikan hasil terapi yang
kekuatan korelasi lemah (r = 0,371) dan spesifik dengan pasien yang memiliki
kategori DRPs interaksi obat (p= 0,031) fungsi mengidentifikasi DRPs yang
dengan kekuatan korelasi lemah (r = potensial dan aktual, menyelesaikan DRPs
0,367). Hasil penelitian Lorensia dan yang actual dan mencegah DRPs yang
Wijaya (2016) menunjukkan Terdapat potensial.
korelasi antara jumlah obat dengan jenis
DRPs obat yang kurang sesuai, sehingga KESIMPULAN
makin banyak jenis obat yang digunakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
oleh pasien asma maka makin besar risiko jumlah obat akan mempengaruhi tipe
pasien mendapatkan obat yang kurang DRPs pemilihan obat yang tidak tepat dan
sesuai, namun tidak ditemukan korelasi interaksi obat. Perlu peran serta apoteker
antara jumlah obat dengan tipe DRPs untuk mencegah DRPs yang potensial dan
interaksi obat. mengatasi kejadian DRPs yang aktual.
Apoteker
Pada peneitian ini juga diketahui
jumlah obat yang digunakan tidak
menunjukkan korelasi yang signifikan DAFTAR PUSTAKA
pada kategori
DRPs untreated indication ( p= 0,794), Baxter,K. 2008. Stockley drug
dosis (p = 0,255) dan unnessary drug interaction pocket companion.
therapy (p = 0,057). London Pharmaceutical Press.
Salah satu dimensi baru praktek
Cipolle, R.J., Stand, L.M., Morley, P.C. 1998. Pharmaceutical care practine the
clinican’s guide.New York: McGraw-Hill.
Cipolle, R.J., Stand, L.M., Morley, P.C. 2004. Pharmaceutical care practine the
clinican’s guide New York: McGraw-Hill.
Dipiro, J.T., Robert, L.,Talbert., Gary C.Y., Gary R.M., Barbara, G., Wells, L.,
Michael, P. 212. Pharmacotherapy a pathophysiologic approach Ed 8 Amerika
serikat: The McGraw- Hill Companies
Global Initiative for Asthma. 2015, Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, 2, http: www.ginaasthma. org, diakses pada 03 Januari 2020
Lorensia, A., Wijaya, R.I. 2016. Hubungan jumlah obat yang digunakan terhadap
risiko
terjadinya drug related problems pada pasiena sma di suatu rumahs akit di
Surabaya. Jurnal Trop. Pharm Vol- 3 No.3
Abstract
Pharmaceutical services quality are health services that can satisfy each service user in accordance with the
level of patient satisfaction, and delivery according to the code of ethics and established service standards.
This study aims to determine the level of patient satisfaction with pharmaceutical services at the Muara Enim
Community Health Center based on 5 components of the level of patient satisfaction, namely: reliability,
responsiveness, assurance, empathy, and tangibility. The sample of this study were all patients who came for
treatment at the Muara Enim Puskesmas who met the inclusion criteria, totaling 100 people. Data collection
techniques using questionnaires. Data analysis uses the Importance Performance Analysis (IPA) method. The
results showed that patients were satisfied with pharmaceutical services at the Muara Enim Health Center,
but there were top priorities in quadrant A that needed to be improved such as the ability of pharmacists to
explain how to use drugs correctly, the completeness of drugs and drugs received in accordance with
complaints of illness.
Keyword : Satisfaction level; Pharmaceutical services; Importance Performance Analisys (IPA).
PENDAHULUAN 2007). Menurut kotler dan keller (2012)
komponen penilian tingkat kepuasan
Puskesmas merupakan fasilitas pasien meliputi keandalan (reliability),
pelayanan kesehatan dasar yang ketanggapan (responsivenes), jaminan
menyelenggarakan upaya kesehatan (assurance), empati (emphaty), dan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan berwujud (tangible).
(promotif), pencegahan penyakit Berdasarkan hasil penelitian yang
(preventif), penyembuhan penyakit dilakukan Prihandiwati dkk (2018)
(kuratif), dan pemulihan kesehatan tentang tingkat kepuasan pasien
(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara Puskesmas Pekauman Banjarmasin
menyeluruh, terpadu, dan terhadap pelayanan kefarmasian pada
berkesinambungan (Kemenkes, 2016). tahun 2018 disebutkan bahwa tingkat
Salah satu bentuk pelayanan yang kepuasan pasien didominasi kategori puas
diselenggarakan di puskesmas yaitu dengan persentase 68,03%. Puskesmas
pelayanan kefarmasian. Pelayanan
Muara Enim merupakan puskesmas yang
kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung
kepada pasien yang bertanggung jawab yang terletak di kabupaten Muara Enim dengan
berkaitan dengan sedian farmasi, untuk status akreditasi madya. Penelitian ini
meningkatkan kualitas kesehatan pasien bertujuan mengevaluasi tingkat kepuasan
(Depkes, 2006). pasien terhadap pelayanan kefarmasian di
Pelayanan kefarmasian yang bermutu Puskesmas Muara Enim.
adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa METODE PENELITIAN
pelayanan sesuai dengan tingkat kepuasan
pasien, serta penyelenggarannya sesuai Jenis Penelitian
dengan kode etik dan standar pelayanan Jenis penelitian ini adalah penelitian
yang ditetapkan (Novaryatiin dkk, 2018). deskriptif kualitatif yang menyajikan
Pelayanan yang bermutu dapat dilihat gambaran tingkat kepuasan pasien
salah satunya dengan melihat dari tingkat terhadap pelayanan kefarmasian di
kepuasan konsumen atau pasien. Puskesmas Muara Enim. Data yang
Kepuasan pasien dapat digambarkan diperoleh berupa data primer
sebagai harapan dan kenyataan yang menggunakan instrumen kuesioner.
dirasakan pasien pada saat mendapatkan
pelayanan kefarmasian, pasien akan Populasi dan Sampel
merasa puas apabila pelayanan Populasi dari penelitian ini adalah
kefarmasian yang diperoleh pada semua pasien yang datang berobat di
kenyataannya sama atau melebihi Puskesmas Muara Enim. Sampel dipilih
harapan, sebaliknya pasien akan merasa berdasarkan kriteria inklusi yaitu : pasien
tidak puas apabila pelayanan kefarmasian yang berumur lebih dari 17 tahun, dapat
yang diperoleh pada kenyataannya tidak berkomunikasi dengan baik, bersedia
sesuai dengan yang diharapkan (Pohan, mengisi kuesioner dan sudah pernah
berobat sebelumnya di Puskesmas Muara HASIL DAN PEMBAHASAN
Enim. Teknik pengambilan sampel
menggunakan teknik non probability Penelitian evaluasi tingkat kepuasan
sampling yaitu quota sampling. Jumlah pasien terhadap pelayanan kefarmasian di
sampel yang diperoleh sebanyak 100 Puskesmas Muara Enim, dari 100 orang
orang responden. responden diperoleh hasil :
b. Kuadran B
Kuadran B adalah daerah yang
memuat atribut-atribut yang dianggap
Gambar 1. Diagram Kartesius penting oleh pasien, dan atribut-atribut
tersebut dianggap telah sesuai dengan
Hasil pemetaan pada diagram kartesius keinginan pasien sehingga tingkat
dapat terlihat beberapa atribut yang perlu kepuasan pasien relatif lebih tinggi,
perbaikan dan atribut-atribut yang perlu sehingga perlu untuk dipertahankan oleh
dipertahankan oleh pihak puskesmas. pihak puskesmas karena sudah bisa
Atribut tersebut terbagi kedalam 4 memberikan pelayanan sesuai dengan
kuadran (A, B, C, dan D) sesuai dengan keinginan pasien sehingga pasien merasa
tingkat kepentingan pelanggan dan puas. Butir pertanyaan yang terdapat
kinerja tenaga kefarmasian di Puskesmas kuadran B yaitu : pasien mendapatkan
Muara Enim. informasi yang jelas dan mudah
dimengerti tentang pelayanan obat di
a. Kuadran A puskesmas, petugas berpakaian rapi dan
Kuadran A adalah wilayah yang sopan, petugas farmasi melayanin dengan
berisikan atribut-atribut yang dianggap ramah sopanobat yang diterima keadaan
penting oleh pasien, namun dalam baik dan rapi sesuai aturan, dan etiket
kenyataannya atribut-atribut ini masih mudah dibaca.
belum sesuai dengan yang diharapkan
oleh pasien. Dalam hal ini Puskesmas c. Kuadran C
perlu melakukan perbaikan sebaik Kuadran C adalah daerah yang
mungkin untuk meningkatkan kepuasan berisikan atribut-atribut yang dianggap
pasien terhadap atribut yang termasuk kurang penting oleh pasien dan pada
kedalam kuadran tersebut. Beberapa kenyataannya kinerja pihak puskesmas
solusi perlu dilakukan guna perbaikan pun dinilai kurang memuaskan. Tidak
atau penyesuaian terhadap beberapa hal menutup kemungkinan Kuadran C pada
yang menjadi prioritas. Perlu adanya waktu yang akan datang menjadi
penambahan waktu dalam memberikan perhatian yang penting oleh pasien,
informasi obat agar dalam penyampaian sehingga puskesmas juga harus
pasien mudah paham dan dengan mempertimbangkan hal tersebut. Butir
menggunakan bahasa yang mudah pertanyaan yang terdapat pada kuadran C
yaitu petugas farmasi memberi tahu memadai dan obat yang diterima sesuai
lamanya pemberian obat, kebersihan dan dengan keluhan penyakit yang diderita.
kenyaman ruang tunggu farmasi, petugas
farmasi memberi kesempatan pasien UCAPAN TERIMA KASIH
dalam menyampaikan keluhannya, dan
petugas farmasi memberikan perhatian Peneliti mengucapkan terima kasih
kepada keluhan pasien. kepada Sdri. Nadya Lenzi Arza yang
telah membantu dalam pengumpulan data
d. Kuadran D dan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi
Kuadran D adalah wilayah yang Bhakti Pertiwi dan semua pihak yang
memuat atribut-atribut yang dianggap telah membantu terselesaikannya
kurang penting oleh pasien dan kinerja penelitian ini.
yang dilakukan oleh pihak puskesmas
dirasakan terlalu tinggi atau berlebihan, DAFTAR PUSAKA
sehingga puskesmas tidak perlu
melakukan perbaikan. Butir pertanyaan Andriani, A. 2017. Hubungan pelayanan
yang tedapat kuadran D yaitu petugas kesehatan dengan kepuasan pasien di
farmasi cepat tanggap terhadap keluhan ruangan poli umum puskesmas Bukit
pasien, petugas farmasi mampu Tinggi. Journal Endurance. 2 (1). 47-49.
memberikan penyelesaian terhadap Arikunto S. (2006). Prosedur penelitian suatu
pendekatan praktik ( edisi revisi 6).
masalah yang dihadapi oleh pasien, Jakarta : PT Rieka Cipta.
kenyamanan ruang tunggu sejuk tersedia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006.
sarana hiburan, dan petugas kefarmasian Pedoman penyelenggaraan dan prosedur
siap membantu. rekam medis Rumah Sakit di Indonesia.
Jakarta. Depkes RI
Kotler,P., Keller, K. 2012.Marketing
KESIMPULAN management.New Jersey.Prentice Hall.
Kementerian Kesehatan, 2014. Tentang pusat
Berdasarkan hasil pengumpulan, kesehatan masyarakat. Jakarta.
pengolahan dan analisa data yang Kementerian Kesehatan Republik
dilakukan terhadap pelayanan Indonesia.
Kementerian Kesehatan, 2016.Tentang standar
kefarmasian di Puskesmas Muara Enim pelayanan kefarmasian di puskesmas.
mengenai kepuasan pasien yang telah Jakarta. Kementerian Kesehatan
dilakukan dapat disimpulkan bahwa Republik Indonesia.
pelayanan kefarmasian di Puskesmas Novaryatiin, S., Ardhany, S.D., Aliyah, S. 2018.
Muara Enim sangat puas dengan adanya Tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan kefarmasian di RSUD Dr.
prioritas utama untuk ditingkatkan
Murjani Sampit. Borneo Journal of
meliputi : petugas farmasi menjelaskan Pharmacy. 1(1):22-26.
cara pemakaian obat yang benar, Oroh, M.E, Rompas, S., dan Pondaag, L. (2014).
kelengkapan obat di Puskesmas yang Faktor-faktor yang berhubungan dengan
tingkat kepuasan pasien rawat inap
terhadap pelayanan keparawatan di ruang
interna RSUD Noongan. Jurnal Rahmqvist, M. (2001) Patient satisfication in
Keperawatan, 2(2). relation to age, health status and other
Prihandiwati,E.,Muhajir,M.,Alfian,R.,Feteriyani,R background factor : A modal for
.2018. Tingkat kepuasan pasien comparison of care units. International
puskesmas Pekauman Banjarmasin Journal of Quality In Health Care. 13(5),
Terhadap pelayanan kefarmasian, 385-390.
Banjarmasin, Journal Of Current Suprapto, J., 2011, Pengukuran tingkat kepuasan
Pharmaceutical Sciences, Vol. 1, No. 2. pelanggan, Jakarta. Rineka Cipta.
Pohan, I.S. 2007. Jaminan mutu layanan Yuniarta, E dan Suharto, G. (2011). Hubungan
kesehatan : Dasar-dasar Pengertian dan tingkat pendidikan pasien terhadap
Penerapan. Jakarta. EGC. kepuasan pemerian informed consent di
Rikmasari, Y. 2014. Pengukuran kinerja instalansi bagian bedah RSUP Dr. Kariadi
farmasi rumah sakit X dengan Semarang. (dissertation Faculty of
pendekatan balanced scorecard. Jurnal Medicine).
manajemen dan pelayanan farmasi. 4(2).
.
**
Poltekes Kemenkes Palembang
Korespondensi: yunidasimanjuntak21@gmail.com
ABSTRAK
β-karoten adalah karotenoid paling mendasar, merupakan karotenoid yang paling umum dan banyak dipelajari.
Karotenoid adalah fitonutrien yang memberikan warna kuning, oranye, dan merah yang khas untuk berbagai buah dan
sayuran. β-karoten penting tidak hanya untuk warna yang diberikan pada bahan makanan, tetapi juga karena berbagai
manfaat kesehatan yang terkait. Karotenoid merupakan prekursor yang paling kuat dari vitamin A. Karotenoid
memiliki kapasitas antioksidan yang kuat dan menawarkan berbagai manfaat kesehatan seperti menurunkan risiko
penyakit jantung dan jenis kanker tertentu, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan perlindungan dari degenerasi
makula terkait usia - penyebab utama kebutaan permanen dikalangan orang dewasa. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mendapatkan data kuantitatif dan kualitatif yang tersedia untuk memperkirakan asupan β-karoten dari pepaya,
tomat, dan wortel. β-karoten dianalisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) fase terbalik menggunakan
kolom C18 dalam kondisi sistem gradien biner. Asetonitril : metanol (85 : 15) merupakan fase gerak terbaik untuk
pemisahan. Deteksi β-karoten dilakukan pada panjang gelombang 210 nm. β-karoten terdeteksi pada semua sampel
(pepaya, tomat, dan wortel). Tomat memiliki jumlah β-karoten tertinggi, tetapi perbedaan jumlah β-karoten antara
tomat dengan dua sampel lainnya (wortel dan pepaya) sescara tidak signifikan. Pepaya, tomat, dan wortel terbukti
secara ilmiah mengandung β-karoten yang memiliki beberapa manfaat kesehatan. Untuk mencapai asupan β-karoten
yang direkomendasikan, yaitu 2-4 mg / hari, orang setiap hari harus mengkonsumsi±210-421grampepaya,tomat,atau
wortel.
ABSTRACT
β-caroteneisaprinciplecarotenoidandthemostcommonandwidelystudiedcarotenoids.Carotenoidsisthe phytonutrients
that impart a distinctive yellow, orange, and red color to various fruits and vegetables. β- carotene is important not
only for the color that imparts to the food stuffs, but also because of the myriad of associated health benefits. It is the
most potent precursor of vitamin A. It has a potent antioxidant capacity and offers an array of health benefits such as
lowering the risk of heart diseases and certain types of cancers, enhancing the immune system and protection from
age-related macular degeneration-the leading cause of
irreversibleblindnessamongadults.Thepurposeofthisstudyistoobtainthequantitativeandqualitativedata available for
estimating the intake of β-carotene from papaya, tomatoes, and carrots. β-carotene were analyzed with reversed
phase high-performance liquid chromatography (HPLC) using C18 column under binary gradient system conditions.
Acetonitrile : methanol (85 : 15) seemed to be the best mobile phase for separation. Detection of β-carotene was
carried out at wavelength 210 nm. β-carotene was detected in all samples (papaya, tomatoes, and carrots). Tomatoes
had the highest amount of β-carotene, but the difference amount of β-carotene between tomatoes with two other
samples (carrots and papaya) was not significant. Papaya, tomatoes, and carrots are scientifically proved contains β-
carotene that have several health benefits. To achieve recommended β-carotene intake which is 2-4 mg/d, everyday
people must consumes ± 210 - 421 grams papaya, tomato, orcarrot.
Metode
Penelitian ini adalah penelitian analitik eksperimental. Penelitian ini dilakukan dengan
menganalisis β-karoten menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) fase terbalik
menggunakan kolom C18 dalam kondisi sistem gradien biner. Asetonitril : metanol (85: 15)
merupakan fase gerak terbaik untuk pemisahan. Deteksi β-karoten dilakukan pada panjang
gelombang 210 nm.
Hasil
Konsentrasi standar β-karoten yang digunakan adalah 10 ppm; dengan waktu retensi β-karoten
standar adalah 6,423 menit; dan area di bawah kurva β-karoten standar adalah 198635,9. Setelah
dilakukan analisis, β-karoten terdeteksi pada semua sampel (pepaya, tomat, dan wortel).
Tabel 1. berat sampel, retention time dan area di bawah kurva sampel tomat, pepaya, dan wortel.
Berdasarkan hasil percobaan, luas area sampel yang mengandung β-karoten masih berada
dalam kisaran luas area yang mendekati β-karoten standar sehingga kadar β-karoten dalam sampel
dapat dihitung menggunakan perbandingan standar dengan sampel, yaitu konsentrasi dan luas
areanya. Adapun perhitungan konsentrasi β-karoten sebagai berikut.
Mg β-karoten
N Berat Sampel [β-karoten] dalam
dalam
o Sampel
Sampel
1 Pepaya = 10,0378 gram 9,3610 ppm 0,0936 mg
.
2 Tomat = 10,0147 gram 9,8599 ppm 0,0986 mg
.
3 Wortel = 10,0783 gram 9,4316 ppm 0,0943 mg
.
Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh waktu retensi larutan beta karoten standar yang sedikit
berbeda,namunperbedaannyatidaksignifikan.Wakturetensibetakarotenstandarpadatrialtanggal 13
Februari 2020 pukul 09.16 WIB diperoleh RT = 6,350 menit dan pada percobaan yang dilakukan
pada pukul 14.00 diperoleh RT = 6,423menit.
Menurut teori, waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan oleh analit (sampel) mulai saat
injeksi kemudian melewati kolom, keluar dari kolom untuk seterusnya sinyalnya ditangkap secara
maksimum. Waktu retensi ini tergantung beberapa aspek sebagai berikut.4
a. Tekanan yang digunakan (karena akan mempengaruhi kecepatan aliran pelarut).
b. Sifat/karakteristikdarifasediam(tidakhanyabahanpenyusunnya,tetapijugaukuranpartikelnya).
c. Ketepatan komposisi atau perbandinganpelarut.
d. Suhu/temperaturpelarut.
Dari hasil percobaan diperoleh waktu retensi sampel pepaya (RT = 6,438 menit), tomat (RT =
6,373menit),danwortel(RT=6,466menit)masihberadadalamkisarannilaiyangmendekatiwaktu retensi
larutan β-karoten standar. (RT β-karoten yang digunakan untuk analisa kualitatif dan
kuantitatifadalahRTyangdiperolehpadapercobaanpukul14.00,RT=6,423menit).Artinya,secara
kualitatif telah dibuktikan dengan metode yang ilmiah bahwa dalam buah pepaya, tomat, dan wortel
terdapat kandungan β-karoten yang bermanfaat bagikesehatan.
Kandungan β-karoten tertinggi terdapat dalam sampel tomat walaupun sampel tomat adalah
sampel yang jumlahnya paling kecil. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sampel tomat adalah
sampelyangkonsistensinyapalinglunak,berair,danlebihmudahdihaluskansehinggaβ-karotendari
sampeltomatyangterlarutdalampelarutn-heksanalebihmaksimaldibandingkansampelpepayadan
wortel.
Jumlah molekul yang dianalisa akan mempengaruhi area di bawah kurva, yang mana nilaiarea
dibawahkurvaakandigunakanuntukmenghitungkonsentrasikomponendalamsampel.Sepertiyang telah
disebutkan sebelumnya, area di bawah kurva berbanding lurus dengan jumlah senyawa yang
melewati detector. Jika larutan sampel memiliki konsentrasi yang lebih kecil maka area di bawah
kurva akan lebih kecil. 6 Jadi, meskipun waktu retensi pepaya dan wortel paling mendekati waktu
retensiβ-karotenstandar,akantetapiareadibawahkurvaworteldanpepayalebihkecildibandingkan
dengan tomat, sehingga sesuai dengan teori maka konsentrasi β-karoten dalam sampel pepaya dan
wortel lebih kecil dibandingkan konsentrasi β-karoten dalam sampeltomat.
Dari teori diketahui bahwa konsumsi β-karoten yang direkomendasikan adalah 2-4 mg/hari. 6
Hasilpercobaanmenunjukkandalamsetiap10gramsampelpepaya,wortel,dantomatmakaterdapat 0,095
mg beta karoten sehingga untuk memenuhi kebutuhan β-karoten sesuai dengan yang
direkomendasikan, yaitu 2-4 mg/hari diperlukan konsumsi buah atau sayur yang mengandung beta
karoten sejumlah ± 210 - 421 gram/hari (sekitar 0,5kg).
Daftar Pustaka
1. Koch WM. Early Diagnosis and Treatment of Cancer Series: Head and Neck
Cancers. Philadelphia: Saunders. 2009.
2. Olson. Dietary Reference Intakes for Vitamin C, Vitamin E, Selenium and
Carotenoids. Washington: National Academy Press. 2000.
3. Ardianingsih R. Penggunaan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dalam Proses
Analisa Deteksi Ion. Berita Dirgantara. 2009; 10(4): 101-104.
4. Susanti M., Dachriyanus. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Padang: Lembaga
Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Andalas.2017.
5. Skoog et al. Principle of Instrumental Analysis. Fifth Edition. Philadelphia: Saunders
College Publishing.. 1998.
6. Lachance PA. Natural Cancer Prevention Science. 1996;272:1860–1.
1)
Mahasiswa RPL Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang
2)
Dosen Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang
E-mail :yuni25026@gmail.com
ABSTRAK
Hipertensi merupakan penyakit yang memerlukan terapi jangka panjang, sehingga diperlukan
kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan untuk melakukan kontrol tekanan darah secara
teratur dan menurunkan risiko komplikasi seperti jantung, stroke dan gagal ginjal sehingga dapat
membawa penderita kedalam kasus-kasus serius bahkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis hubungan usia, kepatuhan dengan tekanan darah pasien hipertensi yang berobat di
Klinik Pratama KORPRI Provinsi Sumatera Selatan.Penelitian ini adalah penelitian
observasional dengan rancangan analitik cross sectional/ potong lintang.penelitian ini dilakukan
di Klinik Pratama KORPRI Provinsi Sumatera Selatan periode januari hingga april
2019.pengumpulan data diambil dari data rekam medik pasien hipertensi.data dianalisis secara
statistik menggunakan Uji Fisher Exact.Hasil uji statistik menggunakan Uji Fisher Exact untuk
usia dengan tekanan darah sebesar 0,197 yang artinya bahwa H0 diterima, dan untuk tingkat
kepatuhan dengan tekanan darah sebesar 0,006 yang artinya bahwa H0 di tolak.Sehingga dapat
diartikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan tekanan darah, dan ada
hubungan yang signifikan antara tingkat kepatuhan pasien dengan tekanan darah pasien
hipertensi yang berobat di Klinik Pratama KORPRI Provinsi SumateraSelatan.
Kata Kunci : Usia ; Kepatuhan ; Tekanan Darah
ABSTRACT
Hypertension is a disease that requires long-term therapy, so it requires compliance of patients in undergoing
treatment to control blood pressure regularly and reduce the risk of complications such as heart disease, stroke and
kidney failure so that patients can be brought into serious cases and even death. This study aims to analyze the
relationship of age, compliance with blood pressure of hypertensive patients who seek treatment at the KORPRI
Pratama Clinic in South Sumatra Province. This study was an observational study with cross sectional analytic
design / cross section. until April 2019. data collection was taken from medical record data of hypertensive
patients. data were analyzed statistically using Fisher Exact Test. The results of statistical tests used the Fisher
Exact Test for ages with blood pressure of 0.197 which means that H0 was accepted, and for the level of
compliance with blood pressure amounting to 0.006, which means that H0 is rejected. So that it can be interpreted
that there is no significant relationship between age and blood pressure, and there is a significant relationship
between the level of compliance of patients with blood pressure of hypertensive patients who seek treatment at
Klinik Pratama KORPRI Sumatra Strait Province an.
Keyword : Age ; obedience ; blood pressure
PENDAHULUAN
Berdasarkan data WHO (World darah pasien hipertensi tidak hanya dengan
Health Organization) pada tahun 2015 perawatan yang tidak menggunakan obat
menunjukkan sekitar 1,13 milyar orang seperti olahraga, namun juga dilakukan
didunia menderita hipertensi artinya 1 dari 3 dengan cara pengobatan menggunakan obat.
orang didunia terdiagnosis menderita Pengobatan dilakukan dengan cara melakukan
hipertensi, hanya 36,8 % diantaranya yang kontrol ke puskesmas atau klinik pratama.
minum obat. Jumlah penderita hipertensi Pengobatan pasien hipertensi yang sesuai
didunia terus meningkat setiap tahunnya, dengan jadwal kunjungan di harapkan dapat
dan ada 9,4 juta orang meninggal akibat menjaga kestabilan tekanan darah pasien
hipertensi dan komplikasi (Wisnubro,2018) hipertensi tetap normal.(Prabandari,2014)
Di Indonesia berdasarkan laporan Banyak penelitian yang sudah
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dilakukan tentang hipertensi diantaranya
tahun 2018 menunjukkan prevalensi menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara
penyakit tidak menular antara lain kanker, pengetahuan tentang hipertensi dengan
stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes motivasi untuk memeriksakan diri. Semakin
melitus dan hipertensi mengalami kenaikan tinggi tingkat pengetahuan pasien tentang
dibandingkan dengan Riskesdas 2013. hipertensi, maka semakin tinggi tingkat
Hipertensi menjadi penyakit paling banyak motivasi memeriksakan diri begitu pula
dialami penduduk Republik sebaliknya.
Indonesia.Kementerian Kesehatan meliris
prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran pada penduduk umur ≥18 tahun
naik dari 25,8 % pada Riskesdas 2013
menjadi 34,1 % pada tahun 2018.Prevalensi
hipertensi tertinggi terdapat di provinsi
Kalimantan Selatan (44,1%) dan provinsi
Papua dengan prevalensi terendah (22,2%).
(Rossa, 2018)
Adapun prevalensi penyakit
hipertensi di Sumatera Selatan pada tahun
2018 menurut Riskesdas 2018 sekitar 30%.
(Riskesdas, 2018). Dari data Badan Pusat
Statistik, dari jumlah kasus 10 penyakit
terbanyak di Provinsi Sumatera Selatan
tahun 2017 terdapat 196.214 kasus
hipertensi. (Data Sensus BPS,2017).
Sementara angka kejadian
Hipertensi di kota Palembang tahun 2017
masih tinggi yaitu 23% atau 31.804 kasus
hipertensi (DinkesKota,2017).
Kepatuhan dan motivasi yang kuat
yang berasal dari diri pasien hipertensi untuk
sembuh akan memberikan pelajaran yang
berharga. Proses untuk menjaga tekanan
(Prabandari, 2014). Penelitian yang lain METODE PENELITIAN
oleh Puspita (2016) menunjukan bahwa
terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kepatuhan yaitu, Tingkat Jenis Penelitian
pendidikan terakhir (pendidikan tinggi Penelitian ini termasuk penelitian
23.8 % dan pendidikan rendah 76,2%), observasional dengan rancangan analitik
lama menderita hipertensi cross sectional / potong lintang.
> 5 tahun (56 %) dan < 5 tahun (44%),
tingkat pengetahuan tentang hipertensi
Waktu dan Tempat Penelitian
(pengetahuan tinggi 42,9% dan
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni
pengetahuan rendah 57,1 %), dukungan
2019 di Klinik Pratama Korpri Provinsi
keluarga ( dukungan tinggi 59,5% dan
Sumatera Selatan.
dukungan rendah 40,5%), peran petugas
kesehatan ( peran tinggi 60,7% dan Peran
rendah 39,3%), motivasi berobat (motivasi
tinggi 53,6% dan motivasi rendah 46,4%).
Faktor resiko penyakit hipertensi
adalah umur, jenis kelamin, riwayat
keluarga, genetik, kebiasaan merokok,
konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh,
kebiasaan minum-minuman berakohol,
obesitas, kurang aktivitas fisik, stres dan
penggunaan estrogen.(Infodatin,2014)
Prevalensi ketidakpatuhan
pengobatan hipertensi masih bervariasi.
Yang tidak termasuk ketidakpatuhan
adalah pasien yang tidak rutin kontrol,
dosis obat yang tidak adekuat berperan
dalam tingginya angka kegagalan terapi
hipertensi. Dari 80 pasien yang pertama
kali berobat dan di diagnosis hipertensi,
yang tidak patuh pada kelompok usia
dibawah 60 tahun (65,1 %) dibandingkan
usia di atas 60 tahun (62,2%).
(Darnindro,2017)
Pada Penelitian kali ini penulis
mengambil faktor resiko usia dan
kepatuhan terhadap tekanan darah pasien
hipertensi.Hal ini merujuk kepada
penelitian yang telah dilakukan oleh Fajar
Afriandi (2010) bahwa faktor usia adalah
faktor utama penyebab terjadinya
hipertensi dengan prevalensi nya pada usia
diatas 45 tahun yakni sebesar 74,1%.
Populasi dan Sampel Populasi
uji Chi-Square terdapat nilai harapan dari
Populasi di ambil dari data Rekam Medik sell pada tabel ada yang kurang dari 5 .
pasien hipertensi di Klinik Pratama Korpri Pengambilan keputusan
Provinsi Sumatera Selatan bulan Januari Jika nilai sig > 0,05, Ho
hingga bulan April 2019. Total populasi diterima Jika nilai sig < 0,05,
berdasarkan data pada bulan Januari 2019 Ho ditolak
yaitu 120 pasien. Data ini mencakup seluruh
pasien hipertensi baik BPJS maupun Non
BPJS. HASIL PENELITIAN
1. HASIL
Sampel
Hasil didapat bahwa responden yang
Pengambilan sampel ditetapkan menurut berusia > 45 tahun dan menunjukkan
( Isaac dan Michael ). dengan rumus tekanan darah normal sebanyak 8 orang
S = ². N.P.Q / d² (N - 1)+².P.Q sedangkan yang tekanan darah yang tidak
normal sebanyak 58 orang. Untuk responden
Sehingga di dapat sampel yang memenuhi yang berusia < 45 tahun tidak ada yang
kriteria inklusi sebanyak 83 orang pasien tekanan darahnya menjadi normal
hipertensi dari total populasi. Teknik sedangkan tekanan darah yang tidak normal
pengambilan sampel menggunakan metode sebanyak 17orang.
Simple Random Sampling yang cara Dan hasil yang didapat dari kepatuhan
pengambilannya menggunakan nomor dengan tekanan darah bahwa dari 24
undian. responden yang patuh melakukan kontrol
hanya ada 6 orang yang tekanan darahnya
menjadi normal dan ada 18 orang responden
Cara Pengumpulan Data yang tekanan darahnya tetap tidak normal.
Sedangkan dari 59 responden yang tidak
1) Peneliti mencatat nama beserta nomor rekam
medik pasien hipertensi sebanyak 83 orang dari patuh melakukan kontrol ada 2 orang
jumlah keseluruhan pada kertas kerjapenelitian. responden yang tekanan darahnya menjadi
2) Peneliti mencatat usia pasien hipertensi, normal dan 57 orang yang tidak patuh
tekanan darah pasien sesuai nama dan nomor tekanan darahnya tetap tidaknormal.
rekam medik nya.
3) Peneliti mencatat tanggal pasienberobat yang di Tabel 1. N Kategor Juml Persenta
o hipertensi
Data kasus i periodeahJanuari –se
April
Hipertensi
2019.
1 Normal- 2 30,12%
mulai bulan Januari hingga April2019.
Tinggi 5
(TD :
130-
Alat Pengumpulan
139/85-Data
89
D mmHg)
2 Hipert 3 45,78%
a ensi 8
l Deraja
a t1
m (TD :
140-
159/90-
p
99
mmHg)
3 Hipert 1 15,67%
ensi 3
Deraja
t2
e t
n
e p
l e
i n
t u
i n
a j
n a
n
i g
n
i d
, a
l
p a
e m
n
u p
l e
i n
s g
u
m m
e p
n u
g l
g a
u n
n
a d
k a
a t
n a
.
b
e D
b i
e a
r n
a t
p a
a r
a
a n
l y
a a
n
a
d k
a a
l m
a e
h r
a
d .
a
t
a Variabel Penelitian
S 1. VariabelIndependen
t a. Usia pasien hipertensi
b. Kepatuhan pasienhipertensi
a
2. Variabel Dependen
t
Adalah tekanan darah pasien
u
s
Cara Pengolahan dan Analisis Data
R
e D
k a
a t
m a
M y
e a
d n
i g
s
, d
i
a p
l e
a r
t o
l
t e
u h
l
i d
s i
, s
a
d j
a i
k g
a a
n n
d m
a e
l n
a g
m g
u
b n
e a
n k
t a
u n
k
P
t r
a o
b g
e r
l a
m
k
e S
m P
u S
d S
i
a d
n e
n
d g
i a
n
a
n U
a j
l i
i
s F
i i
s s
h
d e
e r
n
E
x
a
c
t
k
a
r
e
n
a
p
a
d
a
Tabel 2.
Distribusi frekuensi usia pasien hipertensi
TekananDarah
p
Nor Tid
Total v
Usi Kateg Juml Persent Usi mal ak
a
a ori ah ase a Terk Nor
l
(tah Usi ont mal
u
un) a rol
e
> Tu 66 79,5% N % N % n %
45 a Tua 8 12, 5 87, 6 1
≤ 45 Mu 17 20,5% 1 8 9 6 0
da % % 0
0
To 83 100 % % ,
tal 1
Mud 0 0% 1 10 1 1
a 7 0 7 0 9
Tabel 3. % 0 7
%
Distribusi frekuensi Kepatuhan Tot 8 9,6 7 90, 8 1
al % 5 4 3 0
pasien hipertensi melakukan % 0
kontrol tekanandarah %
1 Patuh 24 28,9%
2 Tidak 59 71,1%
Patuh
To 83 100%
ta
l
Tabel 4.
Distribusi frekuensi kontrol tekanan darah
pasien hipertensi
Tabel 5.
Hubungan Usia dengan Tekanan Darah
Tabel 6 Usia
Hubungan Kepatuhan dengan PasienHipertensi
Tekanan Darah
Dari 83 responden hipertensi
menunjukkan bahwa penderita hipertensi
Tekanan Darah yang berusia >45 tahun sebanyak 66 orang
No p (79,5%) dan yang berusia <45 tahun (muda)
Kepat
rm Tid Tota sebanyak 17 orang (20,5%). Hal ini
uh an
al ak l v menunjukkan penderita hipertensi banyak di
Kontr
Ter Nor a derita oleh pasien yang berusia diatas 45
ol
ko mal l
ntrol
tahun, dikarenakan hilangnya elastisitas
jaringan dan arterisklerosis serta pelebaran
u
e pembuluh darah.Menurut penelitian yang
% n % n % dilakukan Fajar Apriandi (2010) bahwa
faktor usia adalah faktor utama penyebab
Patuh 6 2 1 75 2 10 terjadinya hipertensi yang prevalensinya
5 8 % 4 0 pada usia diatas 45 tahun yakni74,1
0
% %
Tidak 2 3, 5 96, 5 10
, %.
Patuh 7 9 0
4 6 0
% % % 0
6 Kepatuhan Pasien Hipertensi Melakukan
Total 8 9, 7 90, 8 10
6 5 4 3 0 Kontrol Tekanan Darah
% % %
Dari 83 pasien hipertensi, sebanyak 24
RP orang (28,9%) yang patuh melakukan
=A/(A+B) kontrol sedangkan yang tidak patuh 59
C/ orang (71,1%). Ini berarti tingkat kepatuhan
(C+D) RP pasien hipertensi dalam melakukan kontrol
=6/(6+18) di Klinik Pratama Korpri Provinsi Sumatera
2/ Selatan masih rendah. Menurut penelitian
(2+57) RP Gede Wahyu Pratama (2016) menyatakan
= 7,35 dari 97 orang sampel 63,9% sampel
memiliki kepatuhan rendah dan 36,1
2. PEMBAHASAN
% sampel menunjukkan kepatuhan tinggi Hubungan Usia Dengan Tekanan Darah
terhadap pengobatan hipertensi.
Berdasarkan hasil penelitian dengan Uji pengobatan untuk mengontrol tekanan darah
Fisher Exact didapatkan hasil p = 0,197.dari hanya sebesar 13 % dan angka ketidakpatuhan
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa H0 86%.
diterima,sehinggadapat ditarik kesimpulan
tidak ada hubungan antara usia dengan
tekanan darah normal terkontrol. KESIMPULAN
Pada penelitian ini terdapat 66 orang Berdasarkan hasil penelitian dan
responden yang usianya diatas 45 tahun dan pembahasan dari 83 pasien hipertensi di Klinik
semua menunjukan tekanan darah yang Pratama KORPRI
masih tinggi saat penelitian, sekalipun
mereka sudah melakukan terapi. Hal yang
sama juga terjadi pada responden yang
berusia dibawah 45 tahun (17 orang),
dimana tekanan darahnya juga tetap tinggi.
Keadaan ini menunjukkan bahwa
terkendalinya tekanan darah tidak
berhubungan dengan usia.
(http://ejournal.ukrida.ac.id).p
df.Di akses 26 April 2019
April 2019
Tambunan, I, 2016. BAB II Pengertian
Kepatuhan.
(http:// www.academia.edu)
Taufik, M, 2015. Prosedur Pemeriksaan
Tekanan Darah.
(https://www.academia.edu)
Prosedur.Diakses 28 April 2019
Jpp.go.id)humaniora>
Kesehatan. Diakses 20 April2019
PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING
PENGARUH PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO)
TERHADAP KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS
PARU KATEGORI 1 DI PUSKESMAS
SOSIAL PALEMBANG
Reza Agung Sriwijaya1Perawati2
ABSTRAK
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, perawat,profesi kesehatan lainnya.
Kepatuhan untuk mencapai keberhasilan pengobatan dapat ditingkatkan dengan pelayanan infomasi obat (PIO)
untuk meningkatkan pemahaman instruksi pengobatan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh PIO
terhadap tingkat kepatuhan pasien tuberkulosis di Puskesmas Sosial Palembang. Penelitian ini menggunakan
metode eksperimen semu dengan rancangan kelompok statis, sehingga terdiri dari dua kelompok yaitu PIO dan
tanpa PIO. Data di peroleh dari kuesioner MMAS-8.Pengambilan sampel dilakukan secara prospektif berdasarkan
kriteria inklusi dan ekslusi selama bulan Juli-September 2019 dan dianalisis mengguakan uji chi square. Sampel
yang diperoleh sebanyak 40 orang terdiri dari 20 orang dengan PIO 20 orang tanpa PIO .Hasil penelitian
menunjukan bahwa pasien TB sebanyak 75% laki-laki dan perempuan sebanyak 25%.Sebanyak 72,5% usia 16-25
tahun, usia >55 tahun 27,5%. Persentase pasien patuh dengan PIO adalah kepatuhan rendah- sedang 55%,
kepatuhan tinggi 45%. Presentase pasien tanpa PIO adalah kepatuhan rendah-sedang 90% dan kepatuhan tinggi
10%. Berdasarkan uji chi square nilai p=0,01 (≤ 0.05) sehingga PIO berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan.
Pelayanan Informasi Obat berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pasien tuberkulosis di Puskesmas Sosial
Palembang.
ABSTRACT
Drug Information Services is a service activity carried out by pharmacists to provide accurate, unbiased
and up to date information to doctors, nurses, other health professionals and patients. Compliance to achieve
treatment success can be improved by drug information services to improve understanding of treatment
instructions. This study aims to determine the effect of on the level of compliance with tuberculosis patients in
Palembang Social Health Center . This study used quasi experimental method design with static groups, so that it
consists of 2 groups, namely PIO and without PIO. Data was collected from the MMAS-8 questionnaire. Sampling
was conducted by prospectively based on inclusion and exclusion criteria during July-September 2019 and
analyzed using the chi square test. Samples was 40 people who consisting of 20 people without PIO and 20 people
with PIO. The results showed that TB patients were 75% male and 25% female. Aged 16-25 years, aged > 55 years
27,55%. The percentase of patients compliant with PIO 55% low -moderate adherence, 45% high adherence. The
prsentase of patients without PIO 90% low- moderate adherence, 2% high adherence. Based on chi square analysis
the value of p= 0,01 (≤0,05) so that PIO affects the level of compliance. Drug information services significantly
influence the compliance of tuberculosis patients in Palembang Social Health Center.
METODE PENELITIAN
Data Jumlah
Presentase(%)
demografi pasien
Jenis kelamin Laki-laki 30 75
Perempuan 10 25
Usia 16-55 tahun 29 72,5
>55 tahun 11 27,5
Pendidikan SD 21 52,5
SLTP 4 10
SLTA 12 30
Sarjana 3 7,5
Pekerjaan Pelajar 3 7,5
PNS 2 5
Wiraswasta 19 47,5
Pegawai swasta 10 25
6
Ibu rumah tangga 15
Fase pengobatan
Intensif 17 42,5
Lanjutan 23 57,5
Mening 13 65 Mening 8 40
Ber kat kat
at
Bad Menuru 0 0 Menuru 2 10
an n n
Meneta 7 35 Meneta 10 50
p p
Berdasarkan hasil penelitian data pasien tuberkulosis selama bulan Juli- September 2019 didapatkan
populasi 43 pasien yang berobat di Puskesmas Sosial Palembang, tetapi yang memenuhi kriteria inklusi 40 pasien
karena 3 orang tersebut merupakan pasien mangkir kemudian 40 pasien tersebut dibagi menjadi dua kelompok
yaitu kelompok dengan PIO sebanyak 20 orang dan kelompok tanpa PIO sebanyak 20 orang. Berdasarkan jenis
kelamin menunjukan bahwa jumlah pasien tertinggi pada laki-laki sebanyak 30 pasien (75%) dan perempuan
sebanyak 10 pasien (25%), jumlah pasien tertinggi yang menderita penyakit tuberkulosis pada usia produktif
yaitu 16-55 tahun sebesar 29 pasien (72,5%) sedangkan pasien usia >55 tahun sebanyak 11 pasien (27,5%).
Sebagian besar penderita tuberkulosis adalah penduduk yang berusia produktif antara 15-55 tahun,. Dari hasil
penelitian ini diketahui tingkat pendidikan yang paling banyak terdapat pada TB paru yaitu Sekolah Dasar (SD)
sebanyak 21 orang (52,5%), dan tingkat pendidikan yang paling rendahyaitu berpendidikan sekolah dasar yaitu
52,5%, yang menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi 7,5%.Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat
pendidikan sangat berkaitan dengan rendahnya tingkat pengetahuan penderita. Kelompok yang berpendidikan
SD memiliki resiko lebih besar untuk terserang penyakit TB paru karena kurangnya pengetahuan mereka tentang
penyebab penularan dan cara penularan penyakit TB paru melalui udara,Berdasarkan kelompok pekerjaan
pasien diketahui tingkat pekerjaan yang paling tinggi pasien Tb dengan profesi yaitu Wiraswastadengan profesi
buruh bangunan dan tukang becak 19 orang, (47,5%)dan tingkat pekerjaan yang paling rendah yaitu PNS 2 orang
(5%).Berdasarkan berat badan pasien yang diberikan PIO diperoleh hasil berat badan pasien meningkat
sebanyak 13 orang (65%), menurun sebanyak 0 orang (0%), dan menetap sebanyak 7 orang (35%),dan berat
badan tanpa PIO di peroleh hasil berat badan pasien meningkat sebanyak 8 orang (40%), menurun sebanyak 2
orang (10%), menetap sebanyak 10 orang (30%). Pada penelitian ini peningkatan berat badan juga berpengaruh
terhadap pelayanan informasi obat dengan peningkatan berat badanpasien TB dengan selisih berat badan
sebesar 1kg.Analisa pengaruh Pelayanan Informasi Obat terhadap tingkat kepatuhan pasien diberikan PIO dan
tanpa PIO.Dari penelitian ini diketahui tingkat kepatuhanPIO meliputi kepatuhan tinggi 9orang (45%),
kepatuhan rendah-sedang 11 orang (55%). Tingkat kepatuhan tanpa PIO meliputi kepatuhan tinggi 2 orang
(10%), kepatuhan rendah-sedang 18 orang (90%). Tingkat kepatuhan pasien dianalisis menggunakan uji chi
square diperoleh nilai 0,040 (< 0,050). Hasil uji tersebut di peroleh bahwa ada pengaruh signifikan antara
pelayanan informasi obat terhadap kepatuhan.Keberadaan apoteker di Puskesmas sangat
diperlukan.penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal harus dilaksanakan oleh 1 (satu)
orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai
kebutuhan. Jumlah kebutuhan Apoteker di
Puskesmas Sosial Palembang tidak terdapat Apoteker, pelayanan obat dilaksanakan oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian dari jenjang akademik D3. Menurut Permenkes (2016), pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian
resep, penyerahan obat, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, ronde/visite pasien (khusus Puskesmas
rawat inap), pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pemantauan terapi obat dan evaluasi penggunaan
obat. Tujuan Pelayanan Kefarmasian klinik adalah untuk meningkatkan mutu dan memperluas cakupan
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi obat dan Bahan Medis Habis Pakai, meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan
lain dan kepatuhan pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian dan melaksanakan kebijakan obat di
Puskesmas dalam rangka meningkatkan pelayanan informasi obat.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian Adanya pengaruh Pelayanan Informasi Obat (PIO) yang
signifikan terhadap tingkat kepatuan pasien tuberkulosis dan adanya perbedaan tingkat kepatuhan pasien
PIOyaitu hasil tingkat kepatuhan tinggi 45% rendah-sedang 55% dan tanpa PIO, sedangkan tingkat kepatuhan
tanpa PIO yaitu hasil tingkat kepatuhan tinggi 10%, kepatuhan rendah-sedang 90%.
Daftar Pustaka
Burman, W.J., Dalton, C.B. (1997). A Cost effectivenes Analysis of Directly Observed Therapi vs Self Administered
Therapy for Treatment of Tuberkulosis, CHEST. 112:63-70
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2004). Penemuan Penderita Baru dan Keberhasilan Pengobatan
Indikator Keberhasilan Penanggulangan TB Paru.Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2005). Pharmaceutical care untuk penyakit tuberkulosis.Jakarta:
Bina Farmasi Komuintas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2009). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. (2014). Propil Kesehatan Tahun 2014, Sumatera Selatan.
Palembang: Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.
Dinas Kesehatan. (2015). Propil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.Sumatera Selatan.
Gunawan, A.R.S., Simbolon, R.L., dan Fauzia, D. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan
Pasien Terhadap Pengobatan Tuberkulosis Paru Di Lima Puskesmas Se- Kota Pekanbaru.JOM FK. 4(2): 1-20.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2014). Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Difasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer.Jakarta: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2011). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2015). Survei Prevalensi Tuberkulosis 2013-2014. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2016). Tentang standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
Jakarta: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Kurniaputri, A., dan Supadmi, W. (2015). Pengaruh Pemberian Informasi Obat Antihipertensi terhadap
Kepatuhan Pasien Hipertensi di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta periode November 2014. Majalah
Farmaseutik. 11(1) : 268-274.
Made Suadyani Pasek, I Made Satyawan.2013. Hubungan Persepsi dan Tingkat Pengetahuan Penderita TB
dengan Kepatuhan Pengobatan di Kecamatan Buleleng Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan
Rwkreasi.Skripsi.Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Indonesia.
Manalu, H.S.P. (2010). Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB Parudan Upaya Penanggulangannya.
Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol. 9 (4): 1340-1346
Morisky D.E., Ang A., Krousel-wood M., & Ward H.J. (2008).Predictive validity of a medication adherence
measure in an outpatient setting.The Journal of Clinical Hypertension.Vol. 10(5). 348-354
Nurkumalasari., Wahyuni, D., Ningsih, N. (2016). Hubungan Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Dengan
Hasil Pemeriksaan Dahak di Kabupaten Ogan Ilir.Jurnal Keperawatan Sriwijaya. 3 (2): 51-58.
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia.(2016). Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta:
Mentri Kesehatan Republik Indonesia.
Rantucci, M.J. (2007). Komunikasi Apoteker-Pasien :Panduan Konseling Pasien (Edisi 2). Penerjemah : A.N. Sani.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Rapoff, M.A. (2010). Adherence to Pediatric Medical Regimens, 50-51, University of Kansas Medical Center,
Kansas City.
Saragi, S. (2011). Panduan Penggunaan Obat, Rosemata Publisher: A review didalam Chusna, N., Sari, P.I.,
Probosuseno. (2014). Pengaruh Kepatuhan Dan Pola Pengobatan Terhadap Hasil Terapi Pasien
Hipertensi. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi.Vol. 4(4), 230-235.
Schnipper, JL, Jennifer, LK, Michael, CC,Stephanie, AW, Brandon, AB,Emily, T, Allen, K, Mark, H,Christoper, LR,
Sylvia, CM, David,WB. (2006). Role of PharmacistCounseling in Preventing AdverseDrug Events After
Hospitalization.USA :Archives of Internal Medicine. Vol 166.565-571.
Siregar, C.J.P. (2005). Farmasi Klinik: Teori dan Penerapan. Jakarta: EGC.
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, I.J., Adnyana, I.K., Setiadi, A.P., dan Kusnandar. (2008). ISO
Farmakoterapi.Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
World Health Organization. (2013). Treatment of Tuberculosis: guidelines for National Programmes, Third
Edition, World Hearlth Organization. Geneva: WHO.
World Health Organization. (2015). Treatment of tuberculosis: guidelines for national programmes. 2nd ed.
Geneva: World Health Organization.
ABSTRAK
Repellent stick merupakan salah satu sediaan yang digunakan untuk melindungi kulit dari gigitan
nyamuk vector penyebaran penyakit pada manusia. Kombinasi cera alba dan cetyl alkohol sebagai
stiffening agent diketahui dapat menghasilkan stick yang baik, stabil dan tidak berubah menjadi tengik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi kombinasi cera alba dan cetyl alkohol yang optimal
untuk menghasilkan repellent stick yang stabil dan memenuhi persyaratan. Repellent stick yang dibuat
menggunakan zat aktif minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) dengan kandungan senyawa aktif
eukaliptol yang berkhasiat sebagai repellent nyamuk. dengan minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus
L.) sebanyak 10% sebagai zat aktif dan memvariasikan kombinasi cera alba dan cetyl alkohol sebagai
stiffening agent dengan konsentrasi 12%:10% pada formula I, 15%:12,5% pada formula II dan 18%:15%
pada formula III. Kemudian dilakukan evaluasi sediaan selama 28 hari penyimpanan meliputi pH, suhu
lebur, homogenitas, daya oles, warna, bau dan iritasi kulit. Hasil evaluasi yang didapat, menunjukkan
bahwa sediaan repellent stick selama penyimpanan 28 hari memiliki pH yang cenderung meningkat,
mengalami penurunan suhu lebur selama masa penyimpanan dengan rentang formula I 53-59ºC, formula II
60-68ºC dan formula III 64-69ºC dan semua sediaan repellent stick memiliki daya oles yang baik, homogen
dan tidak mengalami perubahan warna, bau serta tidak mengiritasi kulit. Dari penelitian dapat disimpulkan
bahwa Minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) dapat diformulasikan menjadi sediaan repellent
stick yang stabil dan memenuhi persyaratan. Formula repellent stick yang paling optimal yaitu dengan
variasi kombinasi cera alba dan cetyl alkohol18%:15%.
PENDAHULUAN
Nyamuk adalah salah satu jenis serangga nyamuk elektrik serta penggunaan anti
yang setiap hari dijumpai dan berinteraksi nyamuk (repellent). Menurut Wahyono dan
dengan manusia. Beberapa jenis nyamuk Oktarinda (2016) dibandingkan penggunaan
yang ada merupakan vector penyebaran obat nyamuk bakar, elektrik ataupun
penyakit pada manusia, seperti Aedes sp, insektisida sebanyak 32,5% masyarakat lebih
Culex sp, Anopheles sp, dan Mansonia sp memilih untuk menggunakan repellent.
(Sembel, 2009). Menurut WHO pada tahun Repellent adalah sediaan yang digunakan
2016 terdapat 725.000 kasus kematian yang untuk melindungi kulit dari gigitan nyamuk
disebabkan oleh gigitan nyamuk. Dimana (anti nyamuk). Sediaan ini tidak membunuh
penyakit yang paling sering terjadi nyamuk tetapi hanya
diakibatkan oleh nyamuk diantaranya
seperti DBD, malaria serta filariasis.
Berbagai cara dilakukan untuk mencegah
gigitan nyamuk diantaranya penggunaan
insektisida, fogging (pengasapan), abatisasi,
penggunaan obat nyamuk bakar dan obat
membuat nyamuk tidak tertarik terhadap ntangan dalam pengaplikasiannya sehingga
manusia (Rutledge, 2008). Repellent mengakibatkan resiko tertelannya bahan-
diformulasikan untuk digunakan pada bahan kimia yang terkandung dalam
kulit. Beberapa bentuk repellent yang ada repellent tersebut, salah satunya adalah
dipasaran diantaranya lotion dengan merk diethyl toluamide (DEET) yang dapat
seperti Caladine, Bite fighter, Sofell, menimbulkan masalah kesehatan, seperti
Autan, Dee- dee. Sediaan berbentuk krim mual, muntah, kelesuan, ataksia, dan
seperti Pure baby mosquitoe repellent, anafilaksis (Mabey, 2005). Repellent
Bebe roosie, Caladine cream, untuk berbentuk spray dianggap lebih aman
repellent spray seperti Soffel, Bite karena tidak membutuhkan tangan dalam
fighter, Autan, Nokito dan untuk sediaan penggunaannya tetapi sediaan ini lebih
berbentuk stik hanya Mosi guard dan mudah menguap bila diaplikasikan dikulit
Autan. Repellent dalam sehingga perlindungan yang diberikan tidak
bentuklotiondankrimmembutuhkanbantua bertahanlama
*Correspondance address
E-mail: dhea.diahtari@gmail.com
(Lestari, 2011). Berbeda dengan ketiga pengganti DEET adalah minyak atsiri
bentuk repellent diatas sediaan berbentuk eukaliptus (Eucalyptus globulusL.).
stickdiaplikasikan tanpa menggunakan Minyak atsiri eukaliptus dihasilkan dari
tangan, tidak mudah menguap dan dapat daun eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
bertahan relatif lebih lama dikulit. dengan cara destilasi uap. Tumbuhan ini
Repellent stick adalah sediaan repellent berasal dari Australia dan Tasmania
berbentuk batang yang terbuat dari. (Soetrisno, 1969) dan termasuk kedalam
campuran lilin padat dan alkohol berlemak family Mirtaceae. Minyak atsiri eukaliptus
tinggi (Fush dan Schopflin, 1974). mengandung zat berupa eucalyptol (Bolland,
Beberapa lilin padat yang dapat digunakan 1991) yang berkhasiat sebagai insektisida dan
sebagai basis pembentuk stik diantaranya pengusir (repellent) serangga (Klocke, 1987).
yaitu, lilin lebah, lilin carnauba, serta Menurut Ranasinghe (2016) minyak atsiri
cetaceum (Allen, 2002) dan alkohol eukaliptus pada konsentrasi 10% dapat
berlemak tinggi seperti myristyl alcohol, bermanfaat sebagai repellent nyamuk dengan
cetyl alcohol, dan stearyl alcohol (Fush dan daya tolak 100% dimana menurut Peraturan
Schopflin, 1974). Dari bahan tersebut yang Pemerintah melalui Komisi Pestisida
paling banyak digunakan adalah kombinasi Departemen Pertanian (1995) syarat repellent
antara lilin lebah dan cetyl alcohol, karena nyamuk dapat dikatakan efektif apabila daya
stabil dengan cahaya, udara dan tidak proteksinya paling sedikit 90%.
berubah menjadi tengik (Rowe, Sheskey Berpedoman dari penelitian mengenai
dan Quinn, 2009). Kombinasi lilin lebah medicated
dan cetyl alcohol sebagai basis pembentuk
stik juga telah diteliti oleh Rao (2011) yang
membuktikan bahwa keduanya dapat
menghasilkan stik yang baik, tetapi menurut
Lutfia, Sutyasningsih dan Widayanti,
(2013) campuran basis ini dapat mengalami
penurunan kekerasan bila adanya
penambahan minyak sehingga
menghasilkan stick yang lunak. Walaupun
demikian kombinasi lilin lebah dan cetyl
alcohol dapat diaplikasikan dalam bentuk
sediaan stik dengan penambahan zat aktif
yang berkhasiat sebagai repellent.
Zat aktif pada sediaan repellent yang
banyak beredar dipasaran adalah DEET
dengan konsentrasi berkisar 5%-100%
(Mabey, 2005). DEET merupakan bahan
kimia sintetis yang dapat menolak nyamuk,
tetapi beracun pada konsentrasi 10-15%
(Gunandini, 2006). Penggunaan DEET
yang secara terus menerus dan berulang
dapat mengakibatkan beberapa masalah
kesehatan mulai dari iritasi kulit, hingga
insomnia dan kram otot (Osimitz, 1997).
Dampak negatif tersebut dapat dihindari
dengan mengganti DEET dengan bahan
alami yang lebih aman bagi tubuh. Salah
satu keanekaragaman hayati yang memiliki
potensi untuk dimanfaatkan menjadi
stick dengan menggunakan kombinasi Penelitian ini menggunakan metode
lilin lebah putih (cera alba) dan cetyl eksperimental dengan membuat beberapa formula
alcohol oleh Rao (2011) dan mengingat repellent sick yang mengandung minyak atsiri
khasiat minyak atsiri eukaliptus eukaliptus (Eucalyptus globulus L) dengan
(Eucalyptus globulus L.) yang dapat kombinasi cera alba dan cetyl alcohol sebagai
dijadikan sebagai repellent (Ranasinghe, stiffening agent pada konsentrasi 12%:10%,
15%:12,5% dan 18%:15%.
2016) maka peneliti tertarik untuk
memformulasikan minyak atsiri
eukaliptus dalam bentuk repellent stick
dengan memvariasikan lilin lebah (cera Objek Penelitian
alba) dan cetyl alcohol sebagai basis Objek penelitian yang akan digunakan
pembentuk stik. adalah minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
globulus L.) yang diperoleh dari supplier
TUJUAN PENELITIAN essential oil dengan brand “Happy Green”
di Jakarta
Tujuan Umum
Memformulasikan repellent stick minyak atsiri
eukaliptus (Eucalyptus globulus L) dengan
kombinasi cera alba dan cetyl alkohol yang
stabildan memenuhisyarat.
Tujuan Khusus
a. Mengukur pH sediaan repellent stick minyak
atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L)
dengan kombinasi cera alba dan cetylalcohol
b. Mengukur suhu lebur sediaan repellent stick
minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus
L) dengan kombinasi cera alba dan
cetylalkohol
c. Mengamati homogenitas sediaan repellent
stick minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
globulus L) dengan kombinasi cera alba dan
cetylalkohol
d. Mengukur daya oles sediaan repellent stick
minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus
L) dengan kombinasi cera alba dan
cetylalkohol
e. Mengamati perubahan bau sediaan repellent
stick minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
globulus L) dengan kombinasi cera alba dan
cetylalkohol
f. Mengamati perubahan warna sediaan
repellent stick minyak atsiri eukaliptus
(Eucalyptus globulus L) dengan kombinasi cera
alba dan cetyl alkohol
g. Mengamati efek iritasi kulit dari
sediaanrepellent stick minyak atsiri eukaliptus
(Eucalyptus globulus L) dengan kombinasi cera
alba dan cetyl alcohol
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Cara Pengumpulan Data ml minyak atsiri eukaliptus adalah 0,906
1. Identifikasi Minyak AtsiriEukaliptus
a. Organoleptis hingga 0,925 (Depkes, 1995).
Minyak atsiri eukaliptus merupakan
2. Formulasi Repellent Stick Minyak Atsiri
cairan tidak berwarna atau kuning pucat,
Eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
memiliki bau aromatis kamfer, rasa
Dalam penelitian ini formula yang
menusuk seperti kamfer yang diikuti rasa
digunakan mengacu pada Rao (2011) yang
dingin (Depkes, 1995).
membuktikan bahwa kombinasi cera alba
b. IndeksBias
dan cetyl alkohol sebagai stiffeniing agent
Indeks bias suatu zat adalah
akan menghasilkan stick yang stabil secara
perbandingan kecepatan cahaya dalam
fisik. Peneliti akan memvariasikan
ruang hampa dengan kecepatan cahaya
kombinasi konsentrasi cera alba dan cetyl
dalam zat tersebut. Indeks bias minyak
alkohol sebagai stiffeniing agent.
dapat ditentukan dengan menggunakan
Konsentrasi cera alba dan cetyl alkohol
alat Abbe Refractometer, menurut
yang akan digunakan dalam penelitian ini
Depkes (1995) minyak atsiri eukaliptus
adalah (12%:10%) pada Formula I,
memiliki indeks bias 1,458-1,470.
c. Bobot perml (15%:12,5%) pada Formula II, dan
Bobot per milliliter suatu zat adalah (18%:15%) pada Formula III. Minyak atsiri
bobot dalam gram per ml zat cair pada eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
suhu 20ºC. Bobot per bertindak sebagai zat aktif. Konsentrasi
minyak atsiri eukaliptus yang digunakan
pada penelitian ini adalah10%.
Tabel 1. Formula Repellent Stick Yang Mengandung Minyak Atsiri Eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
Jumlah yang
N Ba digunakan Keteranga
o han n
Form Form
Formul Formula
ula u
a II III
Kont la
rol I
1 Minyak Atsiri
Eukaliptus - 10% 10% 10% Zat Aktif
2 Cera Alba 12% 12% 15% 18% Stiffening
agent
3 Cetyl Alkohol 10% 10% 12,5% 15% Stiffening
agent
4 Vaselin Alba 15% 15% 15% 15% Emollient
5 Na. Lauril 1% 1% 1% 1% Emulgator
Sulfat
6 Propilen 13% 13% 13% 13% Humektan
Glikol
7 Aquades Ad Ad Ad 100 Ad 100 Pembawa
100 100
Formulasi ini dimodifikasi dari penelitian Rao (2011).
3. Pembuatan RepellentStick 4) Tambahkan fase minyak perlahan kedalam fase air,
Adapun cara pembuatan formula kontrol, aduk secara konstan hinggahomogen
I, II, dan III adalah sebagai berikut: 5) Tuangkan massa dalam keadaan panas kedalam
a. Cara Pembuatan Formula Kontrol cetakan, kemudian dinginkan.
1) Masukan cera alba, cetyl alkohol dan vaselin
album kedalam cawan (fase minyak) (massa1) b. Cara pembuatan Formula I, II danIII
2) Masukkan natrium lauril sulfat, propilen glikol 1) Masukan cera alba, cetyl alkohol dan vaselin album
dan Aquadest kedalam cawan (fase air) (massa kedalam cawan (fase minyak) (massa1)
2) 2) Masukkan natrium lauril, sulfat propilen glikol dan
3) Panaskan fase minyak dan fase air hingga suhu Aquadest kedalam cawan (fase air) (massa2
70ºC 3) Panaskan fase minyak dan fase air hingga suhu
70ºC 4) Tambahkan fase minyak perlahan kedalam fase
air, aduk secara konstan hingga homogen
(massa 3)
5) Tambahkan minyak atsiri eukaliptus sedikit demi
sedikit kedalam masa 3 pada suhu 55º C aduk
secara konstan hinggahomogen
6) Tuangkan massa dalam keadaan panas kedalam
cetakan, kemudiandinginkan
4. Uji KestabilanFisik
Uji kestabilan fisik yang dilakukan
antara lain, pH, suhu lebur, dan
organoleptik sediaan (warna dan bau)
setelah dilakukan penyimpanan selama 28
hari, yaitu pada hari ke 0, 7, 14, 21, dan 28.
a. pH
Nilai pH sediaan dapat diukur dengan
menggunakan pH meter. Untuk mengukur
nilai pH ini dibutuhkan sampel sebanyak
1gr yang dilebur dalam beaker gelas dengan
100ml Aquadest diatas penangasair
Cara kerja :
1) Nyalakan alat pH meter dengan menekan
tombol “ON”
2) Kalibrasi alat pH meter dengan cara:
3) Menekan tombolpH
4) Celupkan electrode kedalam larutan dapar pH 7, g. IritasiKulit
putar tombol skala sehingga menunjukkan Uji Iritasi kulit melibatkan 30 orang
angka 7,0 responden yang dipilih secara acak. Pengujian
5) Bilas electrode dengan aquadest, celupkan dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan
kedalam larutan dapar pH 4, bila angka yang
(F1, F2, F3) pada punggung tangan selebar
ditunjukkan belum tepat maka diatur dengan
memutar tombol skala agar didapatkan
2,5 x 2,5 cm (Mitsui, 1996). Kemudian amati
angka4,0 reaksi yang mungkin terjadi misalnya gatal,
6) Setelah itu bilas electrode dengan aquadest lalu kemerahan danperih.
di celupkan kedalam sediaan repellentstick
7) Catat pH yang tertera di layar untuk mengamati
perubahanpH
b. Suhu Lebur
Suhu lebur sediaan dapat diukur dengan
menggunakan alat Kofler Heating Banch System.
Adapun cara kerjanya adalah sebagai berikut:
pH (hari
Repellent Stick ke) Keterangan
0 7 1 2 28
4 1
Formula Kontrol 5, 5, 5, 5, 5,7 M
3 3 4 5 3 S
3 7 3 5
Formula I 5, 5, 5, 5, 5,4 M
2 2 3 3 4 S
2 5 0 6
Formula II 5, 5, 5, 5, 5,5 M
1 2 2 3 7 S
9 1 7 9
Formula III 5, 5, 5, 5, 5,3 M
0 1 2 3 8 S
1 4 0 0
Keterangan tabel:
MS : Memenuhisyarat
pH yang memenuhi syarat 4-8 (Aulton, 2002)
Tabel 4. Hasil Pengamatan Suhu Lebur Repellent Stick Minyak Atsiri Eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) Selama
28 Hari Penyimpanan.
Tabel 5. Hasil Pengamatan Homogenitas Repellent Stick Minyak Atsiri Eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
Selama 28 Hari Penyimpanan.
Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Gel Semprot Ekstrak Umbi Talas Jepang (Colocasia
esculenta L.) Selama 28 Hari Penyimpanan
Kestabilan Jum
Fisik Irit lah
Formula
asi
Ku
lit
Suhu Day
p Homogeni War B M T
Lebur a
H tas Ole na a S MS
s u
Kont M MS MS M MS M M 8 0
rol S S S S
I M MS MS M MS M M 8 0
S S S S
II M MS MS M MS M M 8 0
S S S S
III M MS MS M MS M M 8 0
S S S S
Keterangan:
MS : Memenuhisyarat
Allen, LV, 2002. Current & Practical Compounding Cibro, YNP, 2013. Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Information for the Pharmacist : Pada Biji Pala (Myristica fragans Houtt).
Compounding Medication Sticks. Secundum Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Farmasi
Artem. 5 (3) Universitas Sumatera Utara, Medan.
Keithler, W.M.R, 1956. The Formulation of Cosmetics LeMone, P., K.M Burke., G. Bauldoff, 2016. Buku Ajar
and Cosmetic Specialities. Drug and Keperawatan Medikal Bedah “Gangguan
Cosmetic Industry, New York, hal. 157 Intagumen, Gangguan Endokrin dan
Gangguan Gastrointestinal. TerjemahanOleh
Kirnanoro, H., dan N.S. Maryana, 2016.
: Iskandar Tiflani, Kedokteran EGC, Jakarta,
Anatomi Fisiologi. Pustaka Baru
Indonesia, hal 486-488
Press, Yogyakarta, Indonesia, hal.
74-75
Klocke, J.A., M.V Darlington., M.F Balandrin, 1987.
1,8-Cineole (Eucalyptol), A Mosquito
Feeding and Ovipositional Repellent from
Volatile Oil of Hemizonia fitchii
(Asteraceae). Journal of Chemical Ecology.
13 (12) : 2131-2141
Prahastuty, A.T, 2016. Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Bintaro (Cerbera manghas) Terhadap Mortalitas
Nyamuk Aedes Aegypti. Karya Tulis Ilmiah, Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia
Malang.
Rao, P., V.A Hiremath., S. Sonavne., S. Pratima., P. Sagare., S.V Saran., Muntasibalikhan, 2014. Design Of
Miconazole Derma Sticks For The Treatment Of Chromomycoses. World Journal Of Pharmacy
And Pharmaceutical Sciences. 3 (4):762-780.
Rutledge, C. R., dan J.F. Day, 2008. Mosquito Repellent. University Of Florida
Rowe, R.C., P.J. Sheskey., M.E. Quinn, 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition.
American Pharmaceutical Association. London, Chicago, hal. 155-156, 592-593, 651-653, 779-
780.
Siregar, Y.D.I., dan P. Utami, 2014. Pemanfaatan Ekstrak Kulit Melinjo Merah (Gnetum Gnemon) sebagai
Pewarna Alami pada Pembuatan Lipstik. Jurnal Kimia Valensi. 4 (2):98-108.
Soetrisno, R.B, 1969. Ichtisar Farmakognosi. CV. Quartz, Jakarta, hal. 107.
Syaiffudin, 2016. Ilmu Biomedik Dasar Untuk Mahasiswa Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta,
Indonesia, hal 32-38
Syamsuni, H.A, 2006. Ilmu Resep. Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 121.
Tranggono, R.I., dan Latifah, 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta,Indonesia, hal11-13.
Trinanda, W, 2012. Formulasi Sediaan Lipstik Menggunakan Ekstrak Buah Rasberi (Rubus rosifolius
J.E.Smith) Sebagai Pewarna. Skripsi, Universitas Sumatera Utara,Medan.
Wahyono, T.Y.M., dan Oktarinda, 2016. Penggunaan Obat Nyamuk dan Pencegahan Demam Berdarah
di DKI Jakarta dan Depok. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia. 1 (1):35-40.
Yuliani, S., dan S. Satuhu, 2012. Panduan Lengkap Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta, Indonesia,
hal. 148.
Zen, S., dan T. Asih, 2017. Potensi Ekstrak Bunga Tahi Kotok (Tagetes erecta) Sebagai Repellent Terhadap
Nyamuk Aedes aegypti Yang Aman Dan Ramah Lingkungan. BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan
Biologi Universitas Muhammadiyah Metro. 8 (2):
142-149.
LOMBA POSTER
TOKSISITAS AKUT PRODUK HERBAL “X” YANG MENGANDUNG
KOMBINASI BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.) DAN MENGKUDU
(Morinda citrifolia L.) TERHADAP MENCIT PUTIH BETINA GALUR
SWISS-WEBSTER
Ellya Aidia1, Sari Meisyayati2, Ade Arinia Rasyad3, Atirah Nabilah4, Vena
Widiyono Sa’diyah5, Siti Wahyuna6
Mahasiswa Farmasi1, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang
ABSTRAK
Minat masyarakat terhadap produk herbal terus meningkat dalam dekade terakhir.
Namun, produk herval tidak sepenuhnya aman karena tidak didukung bukti ilmiah
yang memadai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai LD50
dan tingkat keamanan dari produk herbal “X” dengan uji toksisitas akut oral
terhadap mencit putih betina galur Swiss Webster dengan metode OECD 425 (Up
and Down Procedure). Parameter yang diamati adalah mortalitas, tanda-tanda
toksisitas, dan organ mencit secara makroskopis. Pada penelitian ini, mencit
diberikan dosis 5000 mg/kgBB. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada kematian
dan tidak terlihat adanya tanda-tanda toksisitas dalam 14 hari setelah pemberian
dosis. Pengamatan terhadap organ vital jantung, hati, dan ginjal tidak
menunjukkan perbedaan yang berarti dibandingkan dengan mencit kontrol.
Berdasarkan analisis dengan software AOT StatPgm disimpulkan bahwa produk
herbal “X” termasuk kategori praktis tidak toksik (LD50 lebih besar dari 5000
mg/kgBB).
Kata kunci: Produk herbal, toksisitas akut, LD50, OECD 425
ABSTRACT
Public interest in herbal products has continued to increase in the past decade.
However, herbal products were not completely safe because they are not
supported by adequate scientific evidence. The purpose of this study was to
determine the LD50 value and the safety level of the herbal product “X” with an
acute oral toxicity test for female white mice Swiss Webster strain with the OECD
425 (Up and Down Procedure) method. The parameters observed were mortality,
signs of toxicity, and organs of mice. In this study, mice were given a dose of
5000 mg/kgbb. The results showed that no death and signs of toxicity after 14
days of dosing were seen. Observation of vital organs, heart, liver, and kidney, did
not show any significant difference compared to control mice. Based on the
analysis with AOT StatPgm software, it was concluded that the herbal product
“X” is practically non-toxic (LD50 greater than 5000 mg/kgBB).
Keywords: Herbal products, acute toxicity, LD50, OECD 425
1. PENDAHULUAN
Kepercayaan masyarakat Indonesia pada produk herbal terus meningkat.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (2010), masyarakat yang memilih obat
herbal untuk mengobati penyakit atau memelihara kesehatan mencapai 59,12%,
meningkat dalam waktu 3 tahun dari yang semula hanya 35,7% (Badan Litbang
Kesehatan, 2007). Di Indonesia sebagian besar produk herbal yang terdaftar
adalah kelompok jamu, dimana pembuktian khasiat dan keamanannya
berdasarkan penggunaan empiris secara turun temurun (Menkes, 2007). Selain
jamu masyarakat pun telah mengenal dan mengkonsumsi bermacam-macam obat
herbal dari berbagai Negara lain, baik itu yang berasal dari Cina, India,Australia,
ataupun yang berasal dari Negara-negara Barat dalam era globalisasi saat ini
(Kamaludin, 2016).
Menurut survey Maryani, dkk (2017) jamu dan produk herbal saat ini
disenangi dan dipilih masyarakat karena dianggap tidak memiliki efek samping.
Persepsi masyarakat karena herbal adalah tanaman (alami) maka otomatis aman.
Namun data-data yang mendukung asumsi tersebut tidaklah banyak. Banyak efek
samping yang berbeda pada herbal telah dilaporkan, termasuk efek dari konstituen
yang aktif secara biologis dari herbal, efek samping yang disebabkan kontaminan,
dan interaksi obat herbal (Bent, 2008). Contoh kasus yang dilaporkan yaitu kasus
ibu hamil yang mengalami kesulitan dalam proses melahirkan. Dalam dua tahun
dilaporkan beberapa kasus sejenis di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta. Pasien
mengalami periode hamil yang diperpanjang dan setelah dilakukan operasi Caesar,
ditemukan selaput cair janin berwarna kehijauan. Pasien mengatakan bahwa
mereka mengkonsumsi produk jamu khusus yaitu cabe puyang yang mengandung
cabe jawa (Piper retrofractum) dan empirit lempuyang (Zingiber americans).
Konstituen aktif produk jamu ini belum jelas. Menurut tes farmakologis in situ
ekstrak produk jamu mungkin menghambat kontraksi rahim sebagai efek dari
alkaloid piperine (Pramono dalam Torri, 2012).
Kasus di atas menunjukkan bahwa produk herbal tidak sepenuhnya aman,
untuk itu akan lebih baik bila produk-produk herbal tersebut diteliti dari manfaat
dan keamanannya. Salah satu produk herbal yang sudah beredar dipasaran adalah
produk herbal “X” yang merupakan produk salah satu industri obat tradisional di
Indonesia yang diklaim mampu menurunkan tekanan darah tinggi. Produk herbal
“X” merupakan produk herbal kategori jamu. Komposisi produk herbal “X” yaitu
Morinda citrifolia fructus dan Nigella sativa semen. Berbagai penelitian tentang
aktivitas dan keamanan kedua tanaman ini (dalam bentuk tunggal) pun sudah
banyak dilakukan termasuk penentuan nilai LD50. Akan tetapi kombinasi 2
tanaman ini berpotensi terjadinya interaksi karena 2 senyawa yang diberikan
bersamaan sehingga perlu dilakukan peninjauan keamanannya.
Salah satu uji keamanan yang dapat dilakukan adalah uji toksisitas akut.
Uji ini dapat menghasilkan informasi tentang gejala keracunan dan nilai LD50
(Lethal Dose) yang akan memberikan gambaran besarnya daya racun suatu bahan,
dan dari sini dapat diketahui kategori tingkat toksisitas suatu produk herbal
(Ngatidjan, 2006).
2. TUJUAN PENELITIAN
3. METODE PENELITIAN
Prosedur Penelitian
Tambahkan aquadest
Larutansediaan sedikit,
uji dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, ditambahkan aquadest
sampai
diberikankepadahewan uji sebanyak 1 mltanda
(125batas.
mg)
Uji Toksisitas Akut Metode Up and Down Main Test
Pengamat 0 6 12 18 24 H H H H H H H H H H H H H
a
n m 0 0 0 0 1 1 1 1
m m m m 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 1
4
Piroleksi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Konvulsi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Tremor - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Nyeri - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Mata N N N N N N N N N N N N N N N N N N
Reflek
Daun N N N N N N N N N N N N N N N N N N
Teling
Salivasi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Lakrimasi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Hiperaktiv - - - - - - - - - - - - - - - - - -
i
tas
Mortalitas - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Keterangan:
0 m – 240 m : 0 menit hingga 240 menit, H2 – H14 : hari ke-2 hingga hari ke-14
(-): tidak terjadi, N: normal
Jantun
g
Hati
Ginjal
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil beberapa
kesimpulan, diantaranya:
1. Produk herbal “X” memiliki Nilai LD50 lebih besar dari 5000 mg/kgBB.
2. Produk herbal “X” termasuk kategori praktis tidak toksik berdasarkan
kategori Loomis.
3. Tidak terdapat tanda-tanda toksisitas pada mencit yang diberikan produk
herbal”X” menunjukkan aktivitas yang sama dengan mencit kontrol serta
secara visual organ-oragn vital seperti jantung, hati, dan ginjal mencit uji
memilki warna yang sama dengan mencit kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Kesehatan. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun
2007. Diambil dari https://www.litbang.kemkes.go.id/laporan-riset-
kesehatan-dasar-riskesdas/.
Bent, S. 2008. Herbal Medicine in the United States: Review of Efficacy, Safety,
and Regulation: Grand Rounds at University of California, San Fransisco
Medical Center. Journal of General Internal Medicine, 23(6) : 854-856.
Erkekoglu, Pinar., Giray, B, K., dan Basaran, N. 2011. 3R Principle and Alernative
Toxicity Testing Methods. FABAD Journal of Pharmaceutical Science, 36,
101-117.
Indillah, A. 2016. Uji Toksisitas Akut Gelatin Sapi terhadap Tikus Betina Galur
Sprague Dawley. (skripsi). Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jothy, S, L., Zakaria, Z. Chen, Y., Lau, Y, L., Latha, L, Y., dan Sasidharan, S.
(2011). Acute oral toxicity of methanolic seed extract of cassia fistula in
mice. Molecules. 16(6): 5268-5282.
Kamaluddin, M.H. 2016. Obat Herbal Berkhasiat, Keamanan Perlu Dimonitor. J.
Indon Med Assoc. 66(10).
Mansuroh, F. 2013. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Kulit Akar Ginseng
Kuning (Rennellia elliptica Korth). (Skripsi). Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Maryani, H., Kristiana, L., dan Lestari, W. 2017. Faktor dalam Pengambilan
Keputusan Pembelian Jamu Saintifik. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan,
19(3) : 200-210.
OECD .2008. Test No. 425: Acute Oral Toxicity: Up-and-Down Procedure,
OECD Guidelines for the Testing of Chemicals. Section 4. OECD Publishing. Paris,
https://doi.org/10.1787/9789264071049-en .
Radhakrishnan, M., Ramesh, S., Elangomathavan, R., dan Patharajan, S. 2015. Acute
toxicity on the ethanolic fruit extracts of Morinda citrifolia sp. in Wistar albino
rats. International Journal of Research in Pharmaceutical Sciences. 6(1), 44-52.
Rahmad Dhani1, Sari Meisyayati2, Ade Arinia Rasyad3 , Dwiana Arifatur Rosyida4 ,
Tri Wahyuni5, Yella Prastike6
Mahasiswa Farmasi1, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang
ABSTRAK
Telah dilakukan uji toksisitas sub akut glibenklamid 0,9 mg/kgBB dan 1,8 mg/kgBB
dengan komplemen ekstrak buah mengkudu 119 mg/kgBB terhadap tikus putih jantan galur
wistar yang bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian glibenklamid dengan
komplemen ekstrak buah mengkudu dapat menurunkan resiko hepatotoksik dan nefrotoksik
yang disebabkan oleh efek samping glibenklamid. Penelitian ini menggunakan metode
studi eksperimental secara in vivo dengan pendekatan post-test with control group design
dengan subjek penelitian tikus putih jantan galur wistar yang dibagi menjadi masing-
masing kelompok perlakuan, kelompok 1 kontrol normal diberi suspensi NaCMC 0,5 %,
kelompok 2 kontrol negatif, diberi glibenklamid dengan dosis 1,8 mg/kgBB, kelompok 3
diberi glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah mengkudu dengan masing-masing
dosis 0.9 mg/kgBB dan 119 mg/kgBB, kelompok 4 diberi glibenklamid dengan komplemen
ekstrak buah mengkudu dengan masing-masing dosis 1,8 mg/kgBB dan 119 mg/kgBB
perlakuan diberikan selama 30 hari. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kadar SGPT dan
kreatinin. Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistika menggunakan SPSS 22,
dan didapatkan hasil bahwa pemberian glibenklamid dengan ekstrak buah mengkudu
sebagai komplemen tidak meningkatkan kadar aktivitas SGPT dan dapat meningkatkan
kadar kreatinin.
Kata kunci : Toksisitas, Glibenklamid, Buah mengkudu, SGPT, Kreatinin
ABSTRACT
Subacute toxicity tests of glibenclamide at dose 0.9 mg/kgbb and 1.8 mg/kgbb have
been done with Morinda citrifolia L. extract complement 119 mg/kgbb against Wistar
strain male white rats that aims to determine whether the administration of glibenclamide
with complement Morinda citrifolia L. extract can reduce the risk of hepatotoxic and
nephrotoxic caused by the glibenclamide effect. This study used an in vivo experimental
study method with a post-test with control group design approach with the subjects of
Wistar strain male white rats divided into each treatment group, normal control group 1
was given a NaCMC 0.5% suspension, negative control group 2 were given glibenclamide
at a dose of 1.8 mg/kgbb, group 3 was given glibenclamide with a complement of Morinda
citrifolia L. extract at a dose of 0.9 mg/kgbb and 119 mg/kgbb, group 4 was given
glibenclamide with a compliment of Morinda citrifolia L. extract with each dose of noni
fruit extract 1.8 mg/kgbb and 119 mg/kgbb given for 30 days. Furthermore, SGPT and
creatinine levels were examined. The data obtained were then processed statistically using
SPSS 22, and the results were obtained that the administration of glibenclamide with
Morinda citrifolia L. extract as a compliment did not increase the level of SGPT activity and
could increase creatinine levels.
1. PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme lemak, karbohidrat,
dan metabolisme protein yang ditandai dengan beberapa macam resistensi insulin dan
defisiensi insulin relatif. Resistensi insulin dimanifestasikan oleh peningkatan lipolisis dan
produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik, dan penurunan serapan
otot rangka glukosa, kerja insulin (sensitivitas) atau keduanya (Wells dkk, 2015). Menurut
World Health Organization (2019), diabetes mellitus merupakan salah satu penyebab utama
gagal ginjal, 10-20% penderita diabetes mellitus meninggal karena gagal ginjal. Data dari
berbagai studi global menyebutkan bahwa penyakit DM adalah masalah kesehatan yang
besar. Terjadi peningkatan jumlah penderita diabetes dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015,
sebanyak 415 juta orang dewasa memiliki diabetes, kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta di
tahun 1980an. Indonesia menempati peringkat ke tujuh dunia untuk prevalensi penderita
diabetes tertinggi di dunia dengan jumlah estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta
(IDF, 2015).
Penatalaksanaan DM tipe 2 sering membutuhkan penggunaan beberapa terapi agen
(terapi kombinasi), termasuk oral dan/atau antihiperglikemik dan insulin injeksi untuk
mendapatkan tujuan penurunan kadar gula darah. Manajemen faktor risiko penyakit
kardiovaskular DM tipe 2 diperlukan untuk mengurangi risiko kardiovaskular yang
merugikan. Penghentian merokok, penggunaan antiplatelet terapi sebagai strategi
pencegahan utama. Metformin direkomendasikan dalam terapi untuk pasien DM tipe 2
dengan obesitas jika tidak kontraindikasi, karena metformin merupakan satu-satunya obat
antihiperglikemik oral terbukti mengurangi risiko total mortalitas (Wells dkk, 2015). Obat-
obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe II
yaitu golongan sulfonilurea, biguanida, tiazolidindion dan golongan inhibitor α-glukosidase
(Gunawan, 2016).
Glibenklamid merupakan salah satu obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea yang
sering digunakan dikalangan masyarakat meskipun secara umum telah diketahui memiliki
berbagai efek samping. Contohnya pada penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa
glibenklamid memiliki efek nefrotoksik dan hepatotoksik (Khoja, 2004). Pada penelitian
lain mengungkapkan bahwa pengobatan glibenklamid memiliki peran yang signifikan
dalam menurunkan glukosa darah tetapi pada saat yang sama meningkatkan stres oksidatif,
yang terlihat dalam aktivitas malondialdehid tinggi dari kedua jaringan hati dan pankreas
(Pandarekandy dkk, 2017).
Efek samping yang telah diketahui tidak membuat masyarakat untuk berhenti
menggunakan terapi glibenklamid. Oleh sebab itu telah dilakukan penelitian yang
membuktikan bahwa terapi kombinasi glibenklamid dengan ekstrak buah mengkudu pada
dosis 170 mg/kgBB 340 mg/kgBB selama 14 hari sebagai komplemen glibenklamid pada
dosis 1,3 mg/kgBB mampu menurunkan kadar glukosa darah mencit diabetes yang masing-
masing sebesar 66,45% dan 59,06%. Nilai persentase penurunan kadar glukosa darah
tersebut lebih besar dibandingkan pemberian glibenklamid tunggal (Meisyayati dan Lidia,
2011). Pada penelitian lain mengungkapkan bahwa ekstrak buah mengkudu (Morinda
citrifolia L.) memiliki aktivitas antioksidan dengan hasil identifikasi kandungan terbesar
buah mengkudu adalah senyawa n-hexadecanoic acid, squalene, pyridin-3-carboxamide,
oxime, N-(2-trifluoromethylphenyl) dan β – sitostero yang terdapat pada fraksi klorofom
(Sogandi dan Rabima, 2019). Kombinasi sari rimpang kunyit putih dengan sari buah
mengkudu bersifat hepatoprotektor, sehingga diharapkan dapat digunakan untuk
pengobatan pasien pengidap gangguan fungsi hati atau pasien dengan SGOT dan SGPT
tinggi (Ma’at, 2012). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Karamcheti dkk (2014)
menyebutkan bahwa ekstrak buah mengkudu memiliki sifat nefroprotektor dengan dosis
tunggal harian ekstrak Morinda citrifolia 200 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB selama 14 hari
setelah dosis tunggal cisplatin pada hari 1 secara signifikan menurunkan urea, kreatinin,
kadar protein pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok toksik.
Adanya efek hipoglikemia pada penggunaan kombinasi glibenklamid dengan ekstrak
buah mengkudu, maka diharapkan kedua tersebut dapat mengurangi efek hepatotoksik dan
nefrotoksik yang disebabkan dari terapi glibenklamid. Untuk itu penelitian ini dilakukan
untuk melihat apakah kombinasi tersebut dapat mengurangi efek hepatotoksik dan
nefrotoksik yang disebabkan dari terapi glibenklamid.
2. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui apakah pemberian kombinasi glibenklamid dan ekstrak buah mengkudu
dapat menurunkan risiko hepatotoksik
2. Mengetahui apakah pemberian kombinasi glibenklamid dan ekstrak buah mengkudu
dapat menurunkan risiko nefrotoksik.
3. METODE
Penelitian ini menggunakan metode studi eksperimental secara in vivo dengan
pendekatan post test with control group design dengan subjek penelitian ini adalah tikus
putih (Rattus nervegicus) galur wistar, berusia 2-3 bulan, berat badan antara 180-200 gram.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi STIFI Bhakti Pertiwi Palembang
dan BBLK Palembang. selama 3 bulan.
Preparasi sampel : Buah mengkudu (1kg) dipisahkan dengan kulitnya lalu dicuci
bersih lalu dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu
ruang dan setelah kering buah mengkudu (800g) dibungkus dengan kertas saring. Lalu
dilakukan ekstraksi dengan metode refluks dengan pelarut etanol sampai sampel terendam
(volume terhitung) selama 3 jam dan dilanjutkan dengan penguapan pelarut secara destilasi
uap hingga diperoleh ekstrak kental.
Skrining fitokimia : Terhadap ekstrak buah mengkudu dilakukan skrining fitokimia
dengan menggunakan reagen pereaksi khusus untuk golongan alkaloid (pereaksi Mayer)
reaksi positif menghasilkan endapan putih, terpenoid dan steroid (pereaksi Lieberman-
Burchard) dengan reaksi positif terpenoid menghasilkan warna coklat kemerahan, flavonoid
(sianidin test) reaksi positif flavonoid menghasilkan warna biru kehitaman, saponin (reaksi
busa) reaksi positif menghasilkan busa, fenolik (pereaksi besi III khlorida) reaksi positif
menghasilkan warna merah (Jamal, 2012).
Rancangan penelitian ini adalah studi eksperimental secara in vivo dengan
pendekatan post test with control group design. Hewan Percobaan dibagi menjadi 4
kelompok, 1 kelompok sebagai kelompok kontrol positif, 1 kelompok sebagai kontrol
negatif dan 2 kelompok diberikan perlakuan dosis dan komplemen, setiap kelompok terdiri
dari 5 ekor tikus. Dosis yang digunakan mengacu pada penelitian Meisyayati dan Lidia
(2011) efektivitas glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah mengkudu telah diteliti
dengan berbagai dosis. sehingga peneliti berkeinginan untuk melihat toksisitas apabila
dosis glibenklamid divariasikan menjadi 2 variasi untuk melihat pengaruh dosis
glibenklamid dalam melihat hepatotoksik dan nefrotoksik yaitu dosis (0,9 mg/kgBB dan 1,8
mg/kgBB) dan 1 variasi dosis ekstrak buah mengkudu untuk menambah sebagai
komplemen yaitu (119 mg/kgBB). Perlakuan dosis diberikan selama 30 hari. Parameter
yang diamati dalam penelitian ini adalah nilai aktivitas kadar SGPT untuk menilai
kerusakan organ hati dan kadar kreatinin untuk melihat kerusakan organ ginjal.
Analisis data : Analisa statistika dilakukan dengan program SPSS 22. Perbedaan
rerata kadar kreatinin dan SGPT akan diuji menggunakan uji ANOVA one way dan
dilanjutkan uji Duncan untuk melihat perbedaan kadar SGPT dan kreatinin pada masing-
masing kelompok perlakuan. Signifikansi P< 0,05.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan hewan uji adalah NaCMC 0,5% pada kelompok 1 kontrol negatif,
glibenklamid 1,8 mg/kgBB pada kelompok 2 kontrol positif dan pemberian glibenklamid
dengan kompleman ekstrak buah mengkudu 119 mg/kgBB pada kelompok perlakuan 3 dan
4 dengan dosis glibenklamid masing-masingnya adalah 0,9 mg/kgBB dan 1,8 mg/kgBB.
Pemilihan dosis ini mengacu kepada Meisyayati dan Lidia (2011) yang telah melakuan uji
efektivitas glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah mengkudu. Sehingga penelitian
ini dimaksudkan untuk melihat keamanan glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah
mengkudu yang digunakan untuk mengobati diabetes tipe II.
Setelah pemberian perlakuan NaCMC 0,5%, glibenklamid 1,8 mg/kgBB dan
glibenklamid dengan dosis 0,9 dan 1,8 mg/kgBB dengan komplemen ekstrak buah
mengkudu 119 mg/kgBB selama 30 hari dan pada hari ke 31 darah tikus diambil melalui
pembuluh darah vena leher. Pada pemberian glibenklamid 1,8 mg/kgBB kelompok kontrol
positif selama 30 hari pada tikus putih jantan galur wistar menyebabkan adanya
peningkatan aktivitas SGPT sebesar 77,4 ± 13,64 U/L (24,83%) dibandingkan dengan
pemberian NaCMC 0,5% yang aktivitas SGPTnya sebesar 62 ± 10,22 U/L, peningkatan
aktivitas SGPT digunakan sebagai parameter penanda kerusakan hati, pada penelitian
pemberian glibenklamid menyebabkan kerusakan hati dan ginjal yang dilakukan oleh
Khoja, (2004). Menurut Kahar, (2017) SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transaminase)
yang juga dinamakan ALT (Alanin aminotransferase) merupakan parameter pemeriksaan
fungsi hati. Apabila terjadi gangguan fungsi hati, enzim aminotransferase di dalam sel akan
masuk ke dalam peredaran darah, karena terjadi perubahan permeabilitas membran sel
sehingga kadar enzim aminotransferase dalam darah akan meningkat. Enzim
aminotransferase yang paling sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati adalah alanin
aminotransferase (ALT) yang juga disebut (SGPT) serum glutamat piruvat transaminase.
Pada kelompok perlakuan yang diberi glibenklamid 0,9 dengan komplemen ekstrak
buah mengkudu 119 mg/kgBB dan 1,8 mg/kgBB dengan komplemen ekstrak buah
mengkudu 119 mg/kgBB selama 30 hari menyebabkan adanya penurunan aktivitas SGPT
sebesar 77 ± 7,38 (0,51%) dan 75,2 ± 19,67 (2,92%) dibandingkan dengan kontrol positif
yang diberi glibenklamid 1,8 mg/kgBB sebesar 77,4 ± 13,64 U/L. Penambahan ekstrak
buah mengkudu dalam komplemen glibenklamid pada uji toksisitas subakut memiliki efek
yang baik dengan menurunkan aktivitas SGPT , hal tersebut dapat terjadi karena diduga
ekstrak buah mengkudu dapat berperan sebagai hepatoprotektor seperti pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Surya dkk, (2009) bahwa ekstrak buah mengkudu dengan
dosis 0,56 g, 1,12 g dan 2,24 g dapat menurunkan kadar enzim SGOT dan SGPT pada
mencit. Diduga aktivitas hepatoprotektor didukung dengan kandungan ekstrak buah
mengkudu dengan hasil identifikasi kandungan terbesar buah mengkudu yang berperan
sebagai antioksidan adalah senyawa n-hexadecanoic acid, squalene, pyridin-3-carboxamide,
oxime, N-(2-trifluoromethylphenyl) dan β–sitostero yang terdapat pada fraksi klorofom
(Sogandi dan Rabima, 2019).
Jika dibandingkan dengan kadar normal SGPT yaitu 25-200 U/L (Shayne, 2007) yang
juga dibandingkan dengan nilai kadar SGPT dari sejumlah hasil penelitian (Lestari, dkk
2019; Hartono dan Sulistiana 2019; Wardani, dkk 2016; Arjadi, dkk 2017; Rahmawati dan
Galuh 2018) didapatkan rata-rata yaitu sebesar 80,04 U/L dengan range kadar 46,6 U/L –
135 U/L, maka semua kelompok perlakuan yang diberi perlakuan NaCMC 0,5%,
glibenklamid 1,8 mg/kgBB dan glibenklamid 0,9 dan 1,8 mg/kgBB dengan komplemen
ekstrak buah mengkudu 119 mg/kgBB selama 30 hari aktivitas SGPTnya masih berada
dalam rentang normal. Berdasarkan uji statistik ANOVA satu arah terlihat tidak adanya
perbedaan yang bermakna dari semua kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol
tehadap penurunan aktifitas SGPT (p>0,05).
Selain dilakukan pengukuran kadar SGPT dilakukan juga pengukuran kadar kreatinin
menurut Verdiansah (2016) kreatinin merupakan zat yang ideal untuk mengukur fungsi
ginjal karena merupakan produk hasil metabolisme tubuh yang diproduksi secara konstan,
difiltrasi oleh ginjal, tidak direabsorbsi, dan disekresikan oleh tubulus proksimal. Kreatinin
serum laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena massa otot yang lebih besar pada
laki-laki.
Pada kelompok kontrol positif yang diberi perlakuan glibenklamid 1,8 mg/kgBB
selama 30 hari menyebabkan adanya penurunan kadar kreatinin sebesar 0,38 ± 0,53 mg/dL
(63,15%) dibandingkan kelompok kontrol negatif yang diberi NaCMC 0,5% sebesar 0,62 ±
0,83 mg/dL hal tersebut membuktikan bahwa dengan pemberian glibenklamid pada dosis
1,8 mg/kgBB diduga belum bisa meningkatkan kadar kreatinin dalam artian belum bisa
menyebabkan nefrotoksik. Menurut diagnosis gagal ginjal dapat ditegakkan saat nilai
kreatinin serum meningkat di atas nilai rujukan normal. Verdiansah (2016) menyatakan
bahwa kerusakan ginjal dapat ditentukan saat nilai kreatinin serum meningkat di atas nilai
rujukan normal.
Pada kelompok perlakuan 3 dan 4 yang diberi perlakuan glibenklamid 0,9 dan 1,8
mg/kgBB dengan komplemen ekstrak buah mengkudu 119 mg/kgBB selama 30 hari
menyebabkan peningkatan kadar kreatinin sebesar 0,45 ± 0,93 mg/dL (18,42%) dan 0,44 ±
0,83 mg/dL (15,78%) dibandingkan kelompok kontrol positif yang diberi glibenklamid 1,8
mg/kgBB selama 30 hari sebesar 0,38 ± 0,53 mg/dL. Kadar kreatinin pada kelompok yang
diberi perlakuan glibenklamid 0,9 dan 1,8 mg/kgBB dengan komplemen ekstrak buah
mengkudu 119 mg/kgBB lebih besar tetapi kadar kreatinin pada kelompok tersebut masih
dalam range normar, karena nilainya berdekatan dengan kadar kreatinin kelompok yang
diberi NaCMC 0,5%, tetapi pada penelitian sebelumnya menyatakan bahwa buah
mengkudu memiliki sifat sebagai nefroprotektor yang dilakukan oleh Karamcheti dkk
(2014) membuktikan bahwa pengobatan dengan dosis tunggal harian ekstrak Morinda
citrifolia 200 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB selama 14 hari setelah dosis tunggal cisplatin
pada hari 1 secara signifikan menurunkan urea, kreatinin, kadar protein. Ali dkk (2018)
menyatakan bahwa pemberian jus buah mengkudu 0,35 ml/tikus dapat menurunkan stres
oksidatif sebagai agen utama dalam menyebabkan nefrotoksik melalui kandungan
antioksidan yang terkandung dalam buah mengkudu.
Jika dibandingkan dengan kadar normal kreatinin serum yaitu 0,5-0,8 mg/dl (Shayne,
2007) yang juga dibandingkan dengan nilai kadar kreatinin dari sejumlah hasil penelitian
(Saryanto dan Danang 2015; Rahmawati dan Galuh 2018; Prastika, dkk 2017; Amir, dkk
2015; Tandi 2017) didapatkan rata-rata yaitu sebesar 0,59 mg/dl dengan range kadar 0,37
mg/dl – 0,85 mg/dl, maka semua kelompok perlakuan yang diberi perlakuan NaCMC 0,5%,
glibenklamid 1,8 mg/kgBB dan glibenklamid 0,9 dan 1,8 mg/kgBB dengan komplemen
ekstrak buah mengkudu 119 mg/kgBB selama 30 hari kadar kreatininnya masih berada
dalam rentang normal. Berdasarkan uji statistik ANOVA satu arah terlihat adanya
perbedaan yang bermakna dari kelompok kontrol positif dengan 3 kelompok perlakuan
lainnya termasuk kelompok perlakuan glibenklamid tunggal dengan dosis 1,8 mg/kgBB
tehadap penurunan kadar kreatinin yang artinya pemberian glibenklamid dengan dosis
tersebut belum dapat menyebabkan nefrotoksik (p<0,05).
Dari hasil diatas maka pada hipotesa 1 Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan
kadar SGPT darah tikus putih jantan yang diberi glibenklamid dengan komplemen ekstrak
buah mengkudu dan diberi glibenklamid tunggal karena masih dalam range normal dan
hipotesa 2 Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan kadar kreatinin darah tikus putih
jantan yang diberi glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah mengkudu dan diberi
glibenklamid tunggal karena masih dalam range normal.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingkatan hepatotoksik dan nefrotoksik glibenklamid tunggal dan glibenklamid
dengan komplemen ekstrak buah mengkudu dalam kategori normal.
2. Tidak ada perbedaan signifikan pada tingkatan hepatotoksik antara pemberian
glibenklamid tunggal dan pemberian glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah
mengkudu.
3. Tidak ada perbedaan signifikan pada tingkatan nefrotoksik antara pemberian
glibenklamid tunggal dan pemberian glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah
4. mengkudu.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad, Mruthunjaya K.B., Nandini C.A., Nabeel K.A dan Manjula S. N. 2016.
Chemoprotective Effect Of Noni (Morinda Citrifolia L.) Fruit Juice Against Cisplatin-
Induced Nephrotoxicity. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences, 8(10), 105 – 110.
Amir, Nursinah, Eddy Suprayitno, Hardoko., Happy Nusyam. 2015. Pengaruh Sipermetrin
Pada Jambal Roti Terhadap Kadar Ureum dan Kreatinin Tikus Wistar (Rattus
norvegicus). Jurnal IPTEKS PSP, 2(3): 283-293.
Arjadi, Fitranto, Dhadhang Wahyu K., Tomi Nugraha, Fikriah Rismi F., Emiliza Salman,
dan Nafisah Putri W. 2017. Pengaruh Pemberian Ekstrak Akar Purwoceng
(Pimpinella pruatja Molk.) Secara Akut Terhadap fungsi Hepar Tikus Putih Jantan:
Uji Toksisitas Akut. Prosiding Seminar Nasional dan Cali For Papers, Purwokerto.
Gunawan, Gan Sulistia. 2016. Farmakologi dan Terapi Edisi 6. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Hartono, Eric dan Sulistiana Prabowo. 2019. The hepaprotector Effect Of Neem Leaf
Extract Using SGPT Activity Test On Male Wistar Rats Induced With High ose
Paracetamol. Nusantara Medical Science Journal, 4(2): 1-6.
Internatonal Diabetes Federation (IDF). 2015. Diabetes Atlas 7th Edition. Diakses pada
tanggal 24 Oktober 2018. https://www.oedg.at/pdf/ 1606_IDF_Atlas_2 015UK.pdf.
Jamal, Rusjdi. 2012. Kimia Bahan Alam Prinsip-Prinsip Dasar Isolasi dan
Identifikasi.Padang: Universitas Baiturrahmah.
Kahar, H., Dr.dr. Sp.PK. MQIH. 2017. Pengaruh Hemolisis Terhadap Kadar Serum Glutamate
Pyruvate Transaminase (SGPT) Sebagai Salah Satu Parameter Fungsi Hati. Surabaya :
The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist, 2(1), 38- 46.
Khoja, Samir Mohamed. 2004. Effect of Glibenclamide on Liver and Renal Functions in
Type 2 Diabetic Mellitus. College of Sciences. King Abdulaziz University.
Lestari, Tri, Yuliani mardiati L., Sri Wahyuni N., Sri Lestari W. N., Djong Hon T.,
Hermansyah Aziz, Rahmana Zein dan Ali Napiah N. 2019. Uji Efektivitas Ekstrak
Buah Kurma dan Ekstrak Buah mahkota Dewa Dari Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Terhadap Tikus Yang Di Induksi Parasetamol. JURNAL FARMACIA, 1(1): 1-7.
Ma’at, Suprapto. 2012. Kunyit Putih Dan Buah Mengkudu Sebagai Hepatoprotektor
Terkait Karbon Tetraklorida. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory, 19(1), 34–36.
Meisyayati, Sari dan Lidia. 2011. Efektivitas Buah Mengkudu Sebagai Komplemen
Glibenklamid Pada Pengobatan Diabetes Mellitus Terhadap Mencit Putih Jantan.
Syifa Medika, 2(1), 54-61.
Prastika, Indah N., Nour Athiroh AS dan Hari Santoso. 2017. Pengaruh Pemberian
Subkronik Ekstrak Metanolik Scurrula Atropurpyrea (BI) Dans Terhadap Kadar
Kreatinin Tikus Wistar. E-Jurnal Ilmiah BIOSAINTROPIS (BIOSCIENCE-TROPIC), 2(2):
42-48.
Shayne C. Gad. 2007. Animal Model in Toxicology (2rd ed.). New York: Taylor & Francis.
Sogandi dan Rabima. 2019. Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda
citrifoliaL.) dan Potensinya sebagai Antioksidan. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi,
22(5), 206-212.
Tandi, Joni. 2017. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Jambu Air (Syzygium aqueum (Burm f.)
Alston) Terhadap Glukosa darah, Ureum dan Kreatinin Tikus Putih (Rattus
norvegicus).Journal of Tropical Pharmacy And Chemistry, 4(2): 43- 51.
Wardani, Rizka N., Elly Nurus S. dan Yudha Nurdian. 2016. Pengaruh Pemberian Ekstrak
Etanol Brokoli (Brassica oleracea) Terhadap Kadar SGOT dan SGPT Tikus Wistar
yang Diinduksi DMBA. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 4(2): 196-199.
Wells, Barbara G., Joseph T. DiPiro, Terry L. Schwinghammer, dan Cecily V. DiPiro. 2015.
Pharmacotheraphy Phatophysiologic Approach Ninth Edition.United State American:
McGraw-Hill Education.
World Health Organization (WHO). 2019. Diabetes Mellitus. Diakses pada tanggal 24
November 2019. https://www.who.int/health-topics/diabetes.
LOMBA POSTER
ABSTRAK
Gambir (Uncaria gambir) secara empiris digunakan untuk mengobati sakit perut dan
muntah yang disebabkan oleh gastritis karena efek anti-inflamasinya, terutama flavonoid.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fraksi gambir aktif pada ekspresi protein
TNF- α dan ukuran luka pada model gastritis tikus putih. Metode penelitian menggunakan
desain penelitian eksperimental in vivo dengan post test dengan pendekatan post test with
control group design. Tikus terbagi secara acak di 11 kelompok dan diinduksi mejadi gastritis
selama 1 hari. Kelompok 1 (kontrol negatif) diberi aquadest 5 mL, kelompok 2 (kontrol
posif) diberi ranitidin 10 mg/kgBB, kelompok 3, 4 dan 5 diberi fraksi n-heksana, kelompok 6,
7, dan 8 diberi fraksi air, dan kelmok 9, 10, dan 11 diberi fraksi etil dgan masing-masing
kelompok menerima dosis 20, 40, dan 80 mg/kgBB dan semua kelompok dirawat selama 3
hari. Pada hari ke 5 tikus dibeda untuk diperiksa luas lesi gaster dan dilakukan pemeriksan
ELISA untuk menilai adar TNF-α dalam jaringan gaster. Hasil penelitian ini diuji dengan
SPSS 18. Hasil penelitian dengan menggunakan Kruskal-Wallis Tes menunjukka bahwa ada
perbedan yang signifikan (p<0,05) dari ukuran lesi antara kelompok sampel dimana kontrol
positif, fraksi etil 200, 40, dan 80 mg/kgBB, dan fraksi air 20, 40 mg/kgBB memiliki ukuran
lesi mukosa lambung berbeda secara signifikan dengan kelompok kontrol negatif, sedangkan
uji ekspresi protein TNF-α menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan ahwa ada perbedaan
yang signifika (p<0,05) tingkat TNF-α dari semua kelompok terhadap kontrol negatif. Fraksi
gambir aktif memiliki potensi untuk mengurangi ukuran lesi mukosa gaster dan mengurangi
ekspresi protein TNF-α.
ABSTRACT
Gambir (Uncaria gambir) is empirically used to treat abdominal pain and vomittus
caused by gastritis because of its anti-inflammatory effects, especially flavonoid. This study
aims to determine the effect of active gambir fraction on TNF-α protein expression and
wound size in white rats gastritis model. The research method used experimental study design
in vivo with post test with control group design. Rats were divided randomly in 11 groups
and were induced to be gastritis for 1 day. Group 1 (negative control) was given aquadest of 5
mL, group 2 (positive control) was administered ranitidine 10 mg/kgBW, groups 3, 4, and 5
were given n-hexane fraction, groups 6, 7 and 8 were given a water fraction, and groups of 9,
10, and 11 were given ethyl fractions with each group receives dose of 20, 40, and 80
mg/kgBW and all groups were treated for 3 days. Rats were dissected on 5th day for
examination of gastric mucosal lesion size and performed ELISA expression of TNF-α
expression of gastric mucosal tissue. The results of this study were assayed by SPSS 18. The
result of the research using Kruskal-Wallis test showed that there were significant differences
(p <0.05) of the lesions size between the sample groups where control positive, ethyl fraction
20, 40, 80 mg/kgBW, and water fraction 20, 40 mg/kgBB had the gastric mucosal lesion size
differed significantly with the negative control group, while the TNF-α protein expression
test using Kruskal-Wallis showed that there was a significant difference (p <0.05) TNF-α
levels of all groups against the negative control. Active gambir fraction had a potention to
reduce size of mucose gaster lesion and reduce expression of TNF-α protein.
1. PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian Efek Sedatif Kombinasi Infusa Daun Nangka (Artocarpus
heteropyllus Lamk.) dan Infusa Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap mencit putih
jantan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan efek sedatif dari kombinasi
infusa daun nangka dan daun sirsak serta untuk mengetahui dosis efektif yang paling
mendekati dosis kontrol positif. Metode penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
murni dengan rancangan post test only control group. Hewan uji yang digunakan adalah 30
ekor mencit putih jantan, dibagi secara acak menjadi 6 kelompok. Terdiri dari Na CMC 0,5%
sebagai kontrol negatif, infusa tunggal daun nangka dengan dosis 10% b/v, infusa tunggal
daun sirsak 35% b/v, kombinasi infusa setengah dosis tunggal (infusa daun nangka 5%b/v +
infusa daun sirsak 17,5% b/v), kombinasi infusa seperempat dosis tunggal (infusa daun
nangka 2,5% b/v + infusa daun sirsak 8,75 % b/v), dan diazepam 5mg/kgbb sebagai kontrol
positif. Efek sedatif diuji setelah 60 menit pemberian sediaan uji. Parameter sedatif adalah
jumlah jengukan pada metode hole-board test dan waktu bertahan mencit dari kawat yang
direntangkan secara horizontal pada metode traction test. Data dianalisa menggunakan One
Way ANOVA dan uji Duncan. Hasil Uji One Way ANOVA dan Uji Duncan menunjukkan
bahwa kombinasi infusa daun nangka dan infusa daun sirsak memiliki efek sedatif dan efek
sedatif tertinggi terdapat pada seperempat dosis tunggal (infusa daun nangka 2,5% b/v +
infusa daun sirsak 8,75% b/v)
ABSTRACT
pada mencit putih jantan dan mengetahui strength) dan alat Hole-board test. Bahan
dosis efek sedatif kombinasi infusa daun yang digunakan untuk penelitian ini adalah
nangka (Artocarpus heteropyllus Lamk.) daun nangka dan daun sirsak segar, aquadest
dan daun sirsak (Annona muricata L.) , tablet diazepam, natrium benzoat, dan Na-
yang dapat menimbulkan efek sedatif pada CMC.
mencit putih jantan.
b. Hewan Percobaan
III. METODE PENELITIAN Hewan percobaan yang digunakan
Metode penelitian ini merupakan
adalah mencit putih jantan berumur 2 sampai
penelitian eksperimental murni dengan 3 bulan dengan bobot 20 – 30 gram yang
rancangan post test only control group. memiliki kondisi fisik yang sehat dan aktif,
sebanyak 30 ekor yang sudah diaklimatisasi.
Aklimatisasi mencit selama 7 hari,
a. Alat dan Bahan diberikan makanan dan minuman
Alat yang digunakan adalah secukupnya. Berat badan ditimbang dan
timbangan digital, panci infusa, penangas diamati tingkah lakunya. Selama
air, batang pengaduk, termometer, kain aklimatisasi berat badan naik atau turun
flanel, sonde oral, gelas ukur, botol,mortar tidak lebih dari 10% serta menunjukkan
dan stamper, sarung tangan, erlemeyer, tingkah laku yang normal. Tujuan
stopwacth, alat Traction Test (Grip
aklimatisasi untuk membiasakan hewan yaitudiazepam 5 mg/KgBB , kelompok III
berada dalam lingkungan percobaan, menggunakan dosis tunggal daun nangka
mencit dimasukkan ke dalam kandang dimana pada penelitian yang dilakukan
sesuai dengan kelompok dan selalu oleh Agustina (2016) diketahui bahwa
menjaga kebersihan dari kandang mencit. dosis 100 mg/KgBB (diperoleh dari
pembuatan ekstrak
c. Perencanaan Dosis 250 g daun nangka menghasilkan 18,145 g
Penelitian ini menggunakan 6 ekstrak kental) yang telah dicari
kelompok hewan percobaan. Pada kesetaraannya sehingga sama dengan
kelompok I sebagai kontrol negatif konstentrasi 10% b/v telah menghasilkan
menggunakan Na-CMC 0,5%, kelompok II efek sedatif, kelompok IV menggunakan
sebagai kontrol positif dosis tunggal daun sirsak, pada penelitian
yang dilakukan oleh Rizki (2014) dimana
pada dosis 140 mg/KgBB (diperoleh dari
pembuatan ekstrak 400 g daun sirsak
menghasilkan 15,36 g ekstrak kental) yang
telah dicari kesetaraannya sehingga sama
dengan konstentrasi 35% b/v telah
menghasilkan efek sedatif, kelompok V
menggunakan kombinasi setengah dosis
tunggal (daun nangka 5% b/v dan daun
sirsak 17,5% b/v) dan kelompok VI
menggunakan kombinasi seperempat dosis
tunggal (daun nangka 2,5% b/v dan daun
sirsak 8,75% b/v).
d. Prosedur Penelitian
1) Pembuatan Sediaan Uji
a) Infusa daun nangka 10% b/v
Timbang daun nangka sebanyak 10
gram, selanjutnya dipotong –
potong menjadi bagian yang lebih
kecil, tambahkan natrium karbonat
10% dan tambahkan air sebanyak
100 ml dan panaskan selama 15
menit diatas penangas terhitung
suhu mencapai 900C sambil sekali
– sekali diaduk. Serkai setelah
dingin menggunakan kain flanel,
tambahkan air melalui ampas
hingga mencapai 100 ml.
160
60
140
Frekuensi Jengukan
50
120
0
Kelompok Perlakuan
V. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian efek sedatif
infusa daun nangka (Artocarpus
heteropyllus Lamk.) tunggal, daun sirsak
(Annona muricata L.) tunggal,
kombinasi setengah dosis (5% b/v dan
17,5% b/v) dan kombinasi seperempat
dosis (2,5% b/v dan 8,75% b/v) pada
mencit putih jantan yang telah dilakukan
besar dibandingkan dengan sediaan infusa tunggal masing-masing.
2) Kombinasi infusa seperempat dosis tunggal (2,5% b/v dan 8,75% b/v) memberikan hasil yang
lebih optimal dibanding infusa setengah dosis tunggal (5% b/v dan 17,5% b/v) dan kombinasi
tersebut menunjukkan efek yang sinergis
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, E. (2016). Uji Efek Sedatif Ekstrak Etanol Daun Nangka (Artocarpus
hetereropyllusLamk.)Terhadap Mencit Putih Jantan Galur Swiss Webster. (Skripsi). Palembang :
STIFI BP Palembang.
Badan POM R.I. (2011). Acuan sediaan herbal. (Cetakan pertama). Jakarta : Direktorat
OAI, Deputi II, Badan POM R.I.
Dewi, T., Budi, S.C., Yusrina, S.C. (2014). Ujidaya hambat infusa daun nangka (Artocarpus
hetereropyllusLamk.) terhadap pertumbuhan bakteru Staphylococcus aureus. Jurnal permata
Indonesia, 5(2), 1-7.
Herbie, T. (2015). Kitab tanaman berkhasiat obat : 226 tumbuhan obat untuk penyembuhan
penyakit dan kebugaran tubuh cetakan pertama. Yogyakarta : Octopus Publishing House
Kojong, S.N., Yamlean, Y.V.P., Uneputty, P.J. (2013). Potensi infusa daun sirsak (Annona muricata L.)
terhadap kadar kolesterol darah pada tikus putih jantan (Rattus novergicus). Pharmacon, 2(2).
K.S Ika Devi., Khoirunissa., dan Istriningsih E., (2018). Efek antidepresan kombinasi infusa biji pala
(Myristica fragrans) dan daun kemangi (Ocimum basilicum) pada mencit jantan putih (Mus
musculus). Jurnal para pemikir, 7(2).
Nurkhalifah., Rahmawati., dan Rahman, S. (2014). Efek hipoglikemik kombinasi infusa biji
alpukat (Persea americana Mill) dan biji
pepaya (Carica papaya L Var. Bangkok) asal Kab. Pinrang pada tikus(Rattus norvegicus) jantan.
Jurnal biantore, 15(2), 111-116.
Prakash, O., Jyoti., Kumar, A., & Kumar, P. (2013). Screening of analgesic and immunomodulator
activity of artocarpus heteropyllus lamk. Leaves (jackfruit) in mice. Der pharmacia letter, 1(11),
2278-4136.
Rizki, N. K. (2014). Uji Efek Sedatif Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap
Mencit Putih Jantan Galur Swiss Webster. (Skripsi). Palembang : STIFI BP Palembang.
Utama, H. & Vincent, G. (2007). Hipnotik – sedatif dan alkohol dalam farmakologi dan terapi
(Edisi V). Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. Jakarta : Gaya Baru.
Vimala, J. Rosaline., A. Lena Rose, S. Raja. (2012). A study on the phytochemical analisis and
corrosion inhibitor on mild steel by Annona Muricata L. Leaves Extract in Hydrochloric Acid . India,
3(3) : 582 – 588.
LOMBA POSTER
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki paparan sinar matahari yang tinggi. Paparan
sinar matahari selain memberikan efek menguntungkan juga memberikan efek merugikan pada manusia
bergantung pada panjang dan frekuensi paparan, intensitas sinar matahari dan sensitivitas individu yang
terpapar. Hal ini bisa dicegah dengan penggunaan tabir surya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
formulasi sediaan krim tabir surya dengan menggunakan beta karoten dari ekstrak wortel (Daucus Carota L)
dan uji kestabilan fisiknya. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental. Penelitian ini dibuat
menjadi 3 formula dengan memvariasikan cera alba, parafin cair, span 60 dan trietanolamin. Cera alba yang
berfungsi sebagai zat pengeras divariasikan dengan kandungan sebesar 13,5%; ,12,0 %; 9,0 %. Parafin cair
yang berfungsi sebagai emolient divariasikan dengan kandungan sebesar 45,0%; 40%; 30%. Span 60 yang
berfungsi sebagai emulgator divariasikan dengan kandungan sebesar 1,8%; 1,6%; 1,2%. Trietanolamin yang
berfungsi sebagai emulgator divariasikan dengan kandungan sebesar 2,7%; 2,4%; 1,8%. Hasil evaluasi
menunjukkan bahwa sediaan krim tabir surya selama 21 hari memiliki pH yang cenderung meningkat namun
masih memenuhi persyaratan dan semua sediaan krim tabir surya memiliki daya sebar yang baik, homogen dan
tidak mengiritasi kulit. Disimpulkan bahwa beta karoten dari ekstra wortel (Daucus Carota L) dapat
diformulasikan menjadi sediaan krim tabir surya yang stabil dan memenuhi persyaratan. Formula krim tabir
surya yang paling optimal yaitu formula II yang mengandung cera alba 12,0%; parafin cair 40%; span 60
1,6%; trietanolamin 2,4%
Kata kunci : Isolasi beta karoten, tabir surya, krim, wortel, logam kalsium.
ABSTRACT
Indonesia is a tropical country that has high sun exposure. Exposure to sunlight in addition to having
beneficial effects also has a detrimental effect on humans depending on the length and frequency of exposure,
sunlight intensity and sensitivity of the exposed individual. This can be prevented by the use of sunscreen. This
study aims to determine the sunscreen cream formulation using beta carotene from carrot extract (Daucus
Carota L) and its physical stability test. The research method used is experimental. This research was made into
3 formulas by varying cera alba, liquid paraffin, span 60 and triethanolamine. Cera alba which functions as a
hardener is varied with a content of 13,5%; ,12,0 %; 9,0 %.. Liquid paraffin which functions as an emolient is
varied with a content of 45,0%; 40%; 30%. Span 60 which functions as an emulgator is varied with a content of
1,8%; 1,6%; 1,2%. Triethanolamine which functions as an emulgator is varied with a content of 2,7%; 2,4%;
1,8%. The evaluation results show that sunscreen cream preparations for 21 days have a pH that tends to
increase but still meets the requirements and all sunscreen cream preparations have good, homogeneous and
non-irritating skin. It was concluded that beta carotene from carrot extract (Daucus Carota L) could be
formulated into a stable and fulfilling sunscreen cream preparation. The most optimal formula for sunscreen is
formula II which contains cera alba 12,0%; liquid paraffin 40%; span 60 1,6%; triethanolamine 2,4%
c. DayaSebar
Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa
semua formula mempunyai daya oles yang
baik dilihat dari hasil pengamatan yang
dilakukan menunjukkan krim semakin
menyebar ketika beban bertambah
ABSTRAK
Kualitas dan sumber pewarna alami yang terbatas menyebabkan penggunaan pewarna
sintet,is banyak digunakan dalam berbagai sediaan farmasi. Namun, kandungan pewarna sintesis
itu bisa memicu reaksi merugikan tertentu bagi pasien yang rentan. Tanaman daun sirih merah
(Piper crocatum) mengandung senyawa flavonoid alam yang paling mencolok yaitu antosianin
yang merupakan pembentuk dasar pigmen warna pada tanaman. Tujuan penelitian ini untuk
mengekstraksi antosianin dari daun sirih merah (Piper crocatum) menjadi pewarna alami yang
bermutu serta memiliki kestabilan fisik yang baik pada sirup. Penelitian ini dilakukan dengan
metode eksperimental dengan mengekstraksi daun sirih merah dan menjadikannya serbuk yang
akan diujikan kestabilannya dengan cara memvariasikan konsentrasi ekstrak dan variasi
konsentrasi acid citric yang dilihat kesetabilan pHnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
warna pada sirup sudah memenuhi syarat uji pH dan stabilitas warna sirup terhadap lama
penyimpanan. Untuk uji kesukaan rasa, warna, dan aroma formula sirup parasetamol yang paling
disukai adalah formula dua.
Kata kunci : Ekstraksi antosianin, sirup parasetamol, daun sirih merah, metanol.
Abstract
The quality and limited source of natural dyes causes the use of synthetic dyes widely
used in various pharmaceutical preparations. However, the content of synthetic dyes can trigger
certain adverse reactions for vulnerable patients. The red betel leaf plant (Piper crocatum)
contains the most striking natural flavonoid compound, anthocyanin, which forms the basis of
the red pigment. The purpose of this study is to extract anthocyanins from red betel leaves (Piper
crocatum) to be a quality natural dye and have good physical stability in syrup. This research is
doing by the experimental method by extracting red betel leaf and making it a powder that will
be tested for stability by variations in the concentrations of extracts and variations of citric acid
concentrations that based on the pH stability. The results showed that the color in the syrup
already qualified pH test and color stability of the syrup storage. The best formula for taste, color
and aroma paracetamol syrup is the second formula
Key Word : Extraction of anthocyanin, paracetamol syrup, red betel leaf, methanol
Latar Belakang merah (Piper crocatum) mengandung
senyawa flavonoid.
Kualitas dan sumber pewarna alami
yang terbatas menyebabkan penggunaan Flavonoid merupakan salah satu
pewarna sintetis berkembang pesat. Zat senyawa bioaktif hasil metabolisme
pewarna alami kini telah banyak digantikan sekunder yang banyak terdapat dialam
dengan pewarna sintetik yang memberikan (Achmad,1986). Semua turunanan senyawa
berbagai macam pilihan warna. Zat flavonoid mempunyai sejumlah sifat yang
pewarna sering juga digunakan untuk obat- sama dikenal sekitar 9 kelas flavonoid yang
obatan dan kosmetika. Sebagian besar salah satunya yaitu antosianin (Puzi 2015).
pewarna yang diizinkan untuk digunakan, Senyawa flavonoid alam yang paling
sudah dipakai sebagai pewarna makanan dan mencolok adalah antosianin yang
sediaan obat-obatan, juga digunakan sebagai merupakan pembentuk dasar pigmen warna
zat diagnostik, desinfektan dan zat dalam merah, ungu dan biru pada tanaman,
proses pengobatan. Dan sering digunakan terutama sebagai bahan pewarna bunga dan
sebagai pewarna pada tablet dan gelatin buah-buahan (Robinson, T. 1995).
pada kapsul. Menurut studi oleh para pakar Antosianin merupakan senyawa larut dalam
di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat, air turunan flavonoid yang dhasilkan dari
mengungkap, mayoritas obat resep metabolit sekunder tanaman. Antosianin
mengandung senyawa tidak aktif seperti adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu
laktosa, gluten dan pewarna makanan. memiliki kemampuan untuk bereaksi baik
Kandungan itu bisa memicu reaksi dengan media asam antosianin bewarna
merugikan tertentu bagi pasien yang rentan. merah sedangkan dengan media basa
Pewarna alami adalah zat warna alami antosianin bewarna ungu dan biru.
(pigmen) yang diperoleh dari tumbuh- Berdasarkan latar belakang dan
tumbuhan dan hewan (Koswara 2009). Salah penjelasan diatas, maka peniliti ingin
satu pigmen alami yang berpotensi sebagai melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
alternative pengganti pewarna sintetik senyawa antosianin pada daun sirih merah
adalah antosianin. Pigmen ini tergolong (Piper crocatum) sebagai zat pewarna alami
dalam senyawa flavonoid dan bertanggung sediaan farmasi sirup
jawab terhadap timbulnya warna oranye,
jingga, merah, ungu dan biru pada beberapa Tujuan penelitian
daun, bunga dan buah (Gross, 1987)
Beragam jenis tumbuhan obat yang Tujuan penelitian ini untuk
telah lama diketahui khasiatnya oleh mengekstraksi antosianin dari daun sirih
masyarakat, tidak hanya digunakan sebagai merah (Piper crocatum) menjadi pewarna
obat tetapi banyak juga yang menjadikannya alami yang bermutu serta mengetahui
tanaman hias. Salah satu tumbuhan yang kestabilan fisiknya pada sediaan sirup.
digunakan sebagai tanaman obat serta
Metode
tanaman hias adalah sirih merah (Piper
crocatum). Berdasarkan beberapa penelitian, Metode yang dipakai dalam
kandungan fitokimia yang terdapat di dalam penelitian adalah eksperimental.
daun sirih merah (Piper crocatum) adalah
alkaloid, saponin, tannin dan flavonoid. Bahan yang digunakan dalam
Hasil penelitian Puzi et al (2015) penelitian ini adalah daun sirih merah,
menunjukkan bahwa tanaman daun sirih metanol murni (hasil destilasi), akuades,
HCl pekat, aerosol.
Alat yang digunakan yaitu Tabel 2. Formula Sirup Paracetamol
seperangkat alat distilasi, rotary evaporator,
neraca analitik, kertas saring (Whatman
No.1), alat gelas. Variasi Acid Citric
a. pH
Variasi Ekstrak
Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua formula mempunyai rasa yang disukai
pH (hari ke) Ket
respondenSirup
dan tidak mengalami perubahan selama 28 hari penyimpanan di suhu ruang.
Parasetamol
0 7 14 21 28
pH yang memenuhi syarat 3-5 (FI Ed.III) Sirup parasetamol ekstrak daun sirih merah
(Piper crocatum) yang memiliki variasi
perbandingan ekstrak formula I 0.15g
formula II 0.2g, dan formula III 0.3g setelah
Variasi Acid Citric
dilakukan evaluasi kestabilan warna
pH (hari ke) Ket
Sirup formula II menunjukkan warna yang lebih
Parasetamol
0 7 14 21 28
stabil. Setelah didapatkan kestabilan warna
Formula I 4,98 5,28 5,37 5,40 5,51 MS
dari formula II selanjutnya dilakukan variasi
Formula II 4,83 4,85 5,02 5,04 5,06 MS asam sitrat untuk mengatur kadar keasaman
Formula III 3,87 3,91 4,01 4,05 4,06 MS sirup paracetamol dengan menggunakan
Formula IV 4,97 4,99 5,01 5,03 5,04 MS perbandingan asam sitrat formula I 1g,
(formula
control) formula II 2g dan formula tiga 3g. Formula
II menunjukkan kestabilan pH pada lama
penyimpanan yang dilakukan selama 28
hari. Formula sediaan sirup paracetamol
Keterangan :
yang optimal ialah formula II dengan
MS : Memenuhi Persyaratan
ekstrak 0,2g dan asam sitrat 2g. Formula II
dapat diformulasikan menjadi sirup yang
pH yang memenuhi syarat 3-5 (FI Ed.III) memenuhi syarat uji kestabilan pH, dan uji
Ginting, E. 2011. Potensi Ekstrak Ubi Jalar daun tumbuhan sirih merah (Piper
Ungu sebagai Bahan Pewarna Alami crocatum). Diakses 16 nov 2019
Sirup. Prosiding Seminar Nasional
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB
Rowe, Raymond C. dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients sixth edition. London:
Royal Pharmaceutical Society of Great Britain
Santoni, A., Djaswir Darwis dan Sukmaning Syahri.2013. Ekstraksi Antosianin dari Buah Pucuk
Merah (syzygium campanulatum korth.) Serta Pengujian Antioksidan dan Aplikasi
sebagai Pewarna Alami. Diakses 16 nov 2019
Sudewo, B. 2010. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah: Sirih Merah Pembasmi Aneka Penyak it.
Jakarta: Agromedia Pustaka
Winarno, F. G. 1997. Kima Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Winarti, S. Ulya Sarofa dan Dhini Anggrahini. 2008. EKSTRAKSI DAN STABILITAS WARNA
UBI
JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.,) SEBAGAI PEWARNA ALAMI.
Diakses 16 nov 2019
LOMBA POSTER
FORMULASI AROMATHERAPY GEL BLENDED MINYAK LEMON (OLEUM CITRUS LIMON L)
DAN MINYAK PEPPERMINT (OLEUM MENTHAE PIPPERITAE L) DENGAN VARIASI
TRIETHANOLAMIN SEBAGAI SURFAKTAN.
ABSTRAK
Wanita hamil sering mengalami mual dan muntah, sehingga diperlukan suatu sediaan
yang dapat mencegah proses terjadinya mual. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian
tentang pemanfaatan Oleum Citrus limon L Blended Oleum Menthae pipperitae L dengan
variasi Triethanolamin Sebagai Surfaktan dalam sediaan Aromatherapy Gel. aromaterapi
murni yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, kesejahteraan tubuh, pikiran, dan jiwa.
Adapun tujuan penelitian ialah untuk mengetahui formulasi Aromatherapy Gel dari Oleum
Citrus limon L Blended Oleum Menthae pipperitae L dengan variasi Triethanolamin Sebagai
Surfaktan yang tepat sehingga dihasilkan produk Aromatherapy Gel yang stabil, efektif, dan
aman dalam penggunaannya pada ibu hamil serta diakukan uji kestabilan fisiknya. Metode
penelitian yang digunakan adalah eksperimental. Penelitian ini dibuat menjadi 6 formula
dengan memvariasikan Triethanolamin dan zat aktif. Triethanolamin divariasikan dengan
persentase kandungan sebesar (2% ; 3% ; 4%) sebagai surfaktan dan zat aktif sebanyak 5
tetes. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sediaan aromatherapy gel selama penyimpanan
selama 28 hari memiliki pH yang cenderung meningkat, semua sediaan aromatherapy gel
memiliki daya sebar yang baik, homogen dan tidak mengalami perubahan warna, bau serta
tidak mengiritasi kulit. Disimpulkan bahwa campuan Oleum Citrus limon L dan Oleum
Menthae pipperitae L dapat diformulasikan menjadi sediaan aromatherapy gel yang stabil
dan memenuhi persyaratan. Formulasi aromatherapy gel yang paling optimal yaiitu formula 5
yang mengandung zat aktif 5 tetes dan triethanolamin 3%.
Kata Kunci: aromateraphy,gel, triethanolamin, minyak lemon, minyak peppermint
ABSTRACT
Pregnant women often experience nausea and vomiting, so we need a preparation that
can prevent the process of nausea. Therefore, research will be conducted on the use of Oleum
Citrus limon L Blended Oleum Menthae pipperitae L with variations of Triethanolamine as
Surfactant in Aromatherapy Gel preparations. Pure aromatherapy that aims to improve health,
well-being of the body, mind, and spirit. The research objective is to find out the formulation
of Aromatherapy Gel from Oleum Citrus limon L Blended Oleum Menthae pipperitae L with
variations of Triethanolamine as an appropriate Surfactant so that Aromatherapy Gel
products are produced that are stable, effective, and safe in its use in pregnant women and are
tested for its physical stability. Active substance as much as 5 drops. This research was made
into 6 formulas by varying Triethanolamine and active substances. Triethanolamine is varied
with a percentage of content of (2%; 3%; 4%) as a surfactant and active substance as much as
5 drops. The evaluation results show that the aromatherapy gel during storage for 28 days has
a pH that tends to increase, all aromatherapy gel preparations has good dispersal power, are
homogeneous and do not change homogeneous, has no change in color and smell, and do not
irritate the skin. It was concluded that the mixture of Oleum Citrus limon L and Oleum
Menthae pipperitae L can be formulated into a stable and fulfilling aromatherapy gel
preparation. The most optimal formulation of aromatherapy gel is formula 5 which contains 5
drops of active ingredient and 3% triethanolamine.
Keywords: aromatherapy, gel, triethanolamine, lemon oil, peppermint oil
efektif untuk mengontrol gejala mual dan di variasikan dengan Surfaktan salah
muntah pada 26,5% wanita hamil (Kia et satunya Triethanolamin yang merupakan
al, 2014). Minyak esensial lemon senyawa organik bersifat ampifatik dimana
dan myrcen. Ketika minyak essensial dengan adanya kedua gugus tersebut,
dihirup, molekul masuk ke rongga hidung surfaktan dapat larut baik dalam air
dan merangsang sistem limbik di otak. maupun dalam pelarut organik. Ketika
bagian tubuh yang mengatur denyut bagian hidrofiliknya terdapat dalam air (Li
jantung, tekanan darah, stress, memori, et al., 2008 dalam Muhaimin, 2013)
3. METODE PENELITIAN
Metode yang dipakai dalam
penelitian adalah eksperimental
dengan membuat bebrapa formulasi
sediaan aromatherapy gel
yangmengandung campuran Minyak
Lemon (Oleum Citrus limon L) Dan
Minyak Peppermint (Oleum Menthae
Pipperitae L.
*mixtures of peppermint + lemon oil (1:1 ratio) produced an equivalent effect (S.Ezhil
Vendan, dkk, 2017) * 1 tetes = 0,05 ml.
gerus homogen, sambil Untuk mengukur daya sebar gel pada kulit.
menambahkan sisa air. Dilakukan dengan cara : sebanyak 1 gram
sediaan diletakkan di tengah cawan petri yang
2) Uji Kestabilan Fisik telah dibalik dan dilapisi plastik transparan di
Seluruh formula gel disimpan bawah dan di atas gel lalu tambahkan berat
selama 7 hari pada suhu kamar sebesar 125 g. Didiamkan selama 1 menit
(28±2ºC). kemudian dievaluasi pada kemudian diukur menggunakan
hari ke 7 meliputi pH, viskositas, daya
sebar dan organoleptik sediaan (warna
dan bau).
a. pH
Nilai pH sediaan dapat diukur
dengan menggunakan pH meter pada
suhu 250C. Untuk mengukur nilai pH
ini dibutuhkan sampel sebanyak ± 1
gram yang dilarutkan denngan
maquadest 100 ml dalam beaker glass.
b. Kekentalan/Viskositas
Diambil sebanyak 20g untuk
mengukur kekentalan menggunakan
alat viscometer Brookfield
menggunakan spindle no 6 dipasang
kepada alat kemudian dicelupkan
kedalam gel yang telah di masukan.
c. Daya sebar
penggaris dan catat daya Pengujian terhadap perubahan
sebarnya lakukan sebayak 3 warna dan bau dengan cara melibatkan
kali (Garg et al, 2002). 30 responden, kemudian responden
mengevaluasi sediaan dengan
3) Uji Homogenitas mengamati perubahan terhadap warna
Sampel diambil dari 3 dan bau selama 28 hari penyimpanan.
tempat berbeda (atas, tengah,
dan bawah) masing-masing 5) Iritasi Kulit
sebanyak ± 0,10 gram. Sampel Dilakukan dengan cara sediaan (F
kemudian diletakkan pada control, F1, F2, F3, F4, F5, F6)
kaca objek, tutup dengan deck dioleskan pada punggung tangan. Lalu
glass dan dilihat di bawah tunggu hingga mengering. Kemudian
mikroskop dengan pembesaran amati reaksi yang mungkin terjadi
100 kali lalu amati misalnya gatal, kemerahan dan perih.
homogenitas antar partikelnya.
2) Daya Sebar
Keterangan :
MS : Memenuhi Syarat
Daya
Aromathera Sebar Memenuhi syarat apabila memiliki
Keteranga
py Gel (hari ke) n diameter 5-7 cm. Tidak memenuhi
0 7
syarat apabila kurang dari 5 atau
Formula 5,1 cm 5,3 lebih dari 7 (Garg et al, 2002).
cm
Kontrol
Formula I 5 cm 5,2
cm b. Uji Organoleptis
Formula II 5,5 cm 5,6 Dari hasil evaluasi
cm
menunjukkan bahwa semua formula
Formula III 5,9 cm 6 cm
mempunyai homogenitas yang baik,
Formula IV 5,8 cm 5,9
cm ditandai dengan partikel yang
Formula V 5,6 cm 5,7 tersebar merata ketika dilihat di
cm
bawah mikroskop.
Universitas Lampung,
Indonesia.
Poltekkes Kemenkes
Semarang, Indonesia.
Universitas Muhammadiyah
Malang. BAB II Tinjauan
Pustaka: Jeruk Lemon (Citrus
limon L.). Available at :
http://eprints.umm.ac.id/3938
0/3/BAB%202.pdf
ABSTRAK
Infeksi merupakan penyakit yang mudah ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia.
Penyebab penyakit infeksi yang mudah ditemukan diantaranya adalah infeksi karena bakteri. Bakteri
ini masuk ke tubuh manusia salah satunya melalui tangan yang kotor. Hal ini dapat dicegah dengan
mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas, serta penggunaan produk hand sanitizer yang
dapat menghilangkan kontaminan dan membunuh organisme. Namun antiseptik atau hand sanitizer
bila digunakan terus menerus dapat berbahaya dan mengakibatkan iritasi hingga menimbulkan rasa
terbakar pada kulit. Karena menggunakan alkohol dan triklosan yang merupakan bahan kimia. Salah
satu upaya untuk mengurangi alkohol dan triklosan, maka dilakukan inovasi produk antiseptik hand
sanitizer dengan menggunakan ekstrak daun mangga arumanis dan lengkuas yang mengandung
senyawa antimikroba. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental dengan menguji coba
beberapa konsentrasi basis yang menghasilkan formula paling baik. Hasil evaluasi menunjukkan
bahwa formula sediaan Hand Sanitizer yang optimal ialah formula I dengan kombinasi ekstrak daun
mangga arumanis (Mangifera indica L.) dan ekstrak rimpang lengkuas (Alipinia galanga L.) sebanyak
0,25 ml, karbomer 0,17 g, gliserin 0,47 ml, metil paraben 0,1 g, pewangi manga 0,1 ml dan aquadest
50 ml. Untuk uji stabilitas ekstrak , homogenitas, dan uji iritasi kulit memenuhi persyaratan dan stabil
secara fisik.
ABSTRACT
Infection is a disease that is easily found in tropical regions like Indonesia. Causes of
infectious diseases that are easily found include infections due to bacteria. One of these bacteria
enters the human body is through dirty hands. This can be prevented by washing hands before and
after activity, and using hand sanitizer products that can eliminate contaminants and kill organisms.
However, an antiseptic or hand sanitizer when used continuously can be dangerous and cause
irritation to cause a burning sensation on the skin. Because it uses alcohol and triclosan which is a
chemical. One of the efforts to reduce alcohol and triclosan, an hand sanitizer antiseptic product
innovation was carried out by using arumanis and galangal mango leaf extract containing
antimicrobial compounds. This research was carried out by an experimental method by testing
several base concentrations that produced the best formula. The evaluation results show that the
optimal Hand Sanitizer preparation formula is formula I with a combination of arumanis mango leaf
extract (Mangifera indica L.) and galangal rhizome extract (Alipinia galanga L.) as much as 0.25 ml,
carbomer 0.17 g, glycerin 0, 47 ml, 0.1 g methyl paraben, 0.1 ml manga deodorizer and 50 ml
aquadest. For the extract stability test, homogeneity, and skin irritation tests meet the requirements
and are physically stable.
3) Ekstraksi Lengkuas
Rimpang lengkuas yang telah
kering, kemudian dirajang dan diekstraksi
secara maserasi dengan menggunakan
pelarut etanol 96% yang telah didestilasi
terlebih dahulu sampai semua terendam
dan diaduk lalu ditutup. Proses maserasi
ini dilakukan selama 3 x 24 jam.
Selanjutnya ekstrak yang diperoleh
disaring dan dipekatkan dengan
menggunakan rotatory vacuum evaporator
pada sehingga didapat cairan kental
bewarna coklat. Ekstrak rimpang lengkuas
padat kemudian ditimbang.
b. Formulasi Hand Sanitizer
2) Uji Homogenitas
Dari hasil evaluasi uji homogenitas
menunjukkan bahwa semua formula
mempunyai homogenitas yang baik,
ditandai dengan tidak adanya
gumpalan ketika dilihat dibawah
mikroskop.
DAFTAR PUSTAKA
III. Departeman
Kesehatan Republik
Indonesia.
IV. Departeman
Kesehatan Republik
Indonesia.
Ningsih, D.R, Zusfahair, Diyu Mantari.2017. Ekstrak Daun Mangga (Mangifera Indica L.)
Sebagai Antijamur Terhadap Jamur Candida Albicans Dan Identifikasi Golongan
Senyawanya.Jurnal Kimia Riset, Volume 2 No. 1, Juni 2017.Page :61-
68.
Triastiani, Devi. 2014. Pemanfaatan Ekstrak Rimpang Lengkuas (alpinia galanga l.)
Sebagai Inhibitor korosi baja Karbon Dalam Larutan Nacl 1% ph 4 Jenuh
co2.Universitas Pendidikan Indonesia
Wade, Ainley and Paul J.Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, second
edition. London : The Pharmaceutical Press
Asngad, Aminah., Aprilia Bagas R, dan Nopitasari. 2018. Kualitas Gel
Pembersih Tangan (Handsanitizer) dari Ekstrak Batang Pisang dengan
Penambahan Alkohol, Triklosan dan Gliserin yang Berbeda Dosisnya.
Jurnal Bioeksperimen. Vol. 4 (2).
Halaman: 61-70.
Halaman: 161-164
Wijayanto, Banu Aji., Dhadhang Wahyu Kurniawan, dan Iskandar Sobri. 2013.
Formulasi dan Efektivitas Gel Anitseptik Tangan Minyak Atsiri Lengkuas
(Alipinia galangaL.) Willd.).Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. Halaman:
102-107.
Titaley, Stany., Fatimawati, dan Widya A. Lolo. 2014. Formulasi dan Uji
Efektivitas Sediaan Gel Ekstra Etanol Daun Mangrove Api-api (Avicenna
marina) Sebagai Antiseptik Tangan. Jurnal Kimia Farmasi – UNSRAT Vol. 3
No. 2
LOMBA POSTER
LEMBARAN PENUTUP LUKA HEALLUCENS FILM DARI EKSTRAK
MAGGOT (Hermetia illucens)
ABSTRAK
Ketika seseorang mengalami luka karena terkena benda tajam ataupun karena penyakit (diabetetes
militus) maka cepat atau lambat luka tersebut akan mengalami penyembuhan. Luka yang mengalami proses
penyembuhan dapat dipercepat dengan menggunakan obat luka baik dari bahan alami maupun bahan sintetis.
Salah satu bahan alami yang dapat digunakan yaitu maggot (Hermetia illucens) karena zat kitin pada maggot
(Hermetia illucens) akan bersenyawa dengan trombosit dan mempercepat proses pembekuan darah dan
pembentukan benang-benang fibrin. Isolasi zat kitin membuat bebas luka infeksi dan peradangan yang
berlebihan untuk meningkatkan penutupan luka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui formula sediaan
edible film sebagai obat luka dari ekstrak maggot (Hermetia illucens) yang tepat sehingga dihasilkan produk
yang stabil dan aman dalam penggunaannya. Penelitian ini adalah penelitian eksperimenal dengan menggunakan
konsentrasi dari ekstrak maggot (Hermetia illucens) sebesar 0,5%. Penelitian ini dibuat menjadi tiga formula
dengan memvariasikan pati jagung dan HPMC. Pati jagung divariasikan dengan persentase kandungan sebesar
(5,5%;6,5%; 7%) sebagai Pengembang dan HPMC sebesar (3,5%;4,5%; 5%). Hasil evaluasi menunjukkan
bahwa sediaan obat luka edible film selama penyimpanan 28 hari tidak mengalami perubahan warna, bau,
bentuk serta tidak mengiritasi kulit. Disimpulkan bahwa ekstrak maggot (Hermetia illucens) dapat
diformulasikan menjadi sediaan edible film yang stabil dan memenuhi persyaratan.
ABSTRACT
When a person experiences injuries due to being exposed to sharp objects or due to illness (diabetes
mellitus) , sooner or later the wound will experience healing. The healing process can be accelerated by using
medicine both from natural ingredients and synthetic materials. One of the natural ingredients that can be used is
maggot (Hermetia illucens) because the chitin substance in maggot (Hermetia illucens) will react with platelets
and accelerate the process of blood clotting and formation of fibrin strands. Chitin isolation makes infection-free
wound and excessive inflammation to increase wound closure. The purpose of this research is to find out the
formula for edible film preparation as a wound medicine from extract of maggot (Hermetia illucens) which is
right to produce a stable and safe product for its use. This research is an experimental study using a
concentration of maggot extract (Hermetia illucens) of 0.5%. This research was made into three formulas by
varying corn starch and HPMC. Corn starch was varied with percentage content (5.5%; 6.5%; 7%) as Developer
and HPMC (3.5%; 4.5%; 5%). The evaluation results showed that the edible film wound drug preparation
during 28 days storage did not experience changes in color, odor, shape and did not irritate the skin. It was
concluded that the maggot extract (Hermetia illucens) can be formulated into a stable edible film that meets the
requirements.
Keywords : maggot, chitin, edible film, wound healing
5
Nipagin
0,18 0,18 0,18 0,18 Pengawet
Uji kestabilan fisik yang dilakukan
(%) antara lain organoleptik sediaan (warna,
Nipasol bentuk dan bau) setelah dilakukan
6 0,02 0,02 0,02 0,02 Pengawet
(%) penyimpanan selama 28 hari, yaitu pada
Air suling hari ke 0, 7, 14, 21, dan 28.
7 100 100 100 100
ad (%)
LOMBA POSTER