Anda di halaman 1dari 194

PROSIDING-SEMINAR

“Complementary Health Care”


“Peran Tenaga Kesehatan dalam Terapi Komplementer Berbasis
Herbal”
Sabtu, 14 MARET 2020
POLTEKKES KEMENKES
PALEMBANG
( Hotel Beston :Jl. Jenderal Sudirman No. 57,
Ilir Timur I, Palembang, Sumatera Selatan,
Indonesia)

Susunan Panitia
Ketik Disini
Sambutan Ketua Jurusan
Sambutan Direktur
Daftar Nama Pembicara dan Topik

No Nama Pemateri Topik


1. Prof. Dr. Satesh Babu Natarajan : Herbal Medicine : Current trends
& Future perspective
2. Dr. Hj. Ugnita Magdalena Peran Kebijakan Pemerintah
dalam Mewujudkan Pelayanan
Kesehatan Tradisional di
Indonesia
3. dr. Hermanto Sistem Pengobatan Tradisional di
Indonesia
4. Dra. Ratnaningsih Dewi Astuti, Apt. Satu Dekade Riset Herbal di
M. Kes Jurusan Farmasi
5. Dr. Drs. Sonlimar Mangungsong, Apt, Imunological Aspects of Viral
M. Kes Infection Herbal Medicine
Immunomodulator
6. Mindawarnis, S.Si, Apt, M. Kes Simplisia Herbal dan Ekstrak
Sebagai Bahan Baku Obat
Tradisional

SUSUNAN ACARA
DAFTAR NAMA PESERTA PRESENTASI ORAL DAN JUDUL
No Nama Peserta Asal Kode LoA Judul
. Instansi
1 Ketua : Sridiany  Dinas CFP-011-2020/1 Efektivitas
 Chandra Kesehat Promosi
Buana an Kesehatan
 Rustam Aji Rejang Melalui Media
Lebong Poster terhadap
 Poltekk Pengetahuan dan
es Sikap Ibu tentang
Kemenk Bahaya
es Kehamilan pada
Bengkul Suku Lembak di
u Wilayah Kerja
PKM Kota
Padang Kab.
Rejang Lebong
Tahun 2019
2 Ketua : STIFI CFP-012-2020/II Pengaruh
 Agnes Bhakti Pengeringan
Rendowaty Pertiwi Terhadap
 Nelvi Selvia Palembang Kandungan Total
 Romsiah Fenol Teh Jati
Belanda (
Guazuma
ulmifolia L )
3 Ketua : STIFI CFP-013-2020/III Hubungan Jumlah
 Yopi Bhakti Obat yang
Rikmasari Pertiwi Digunakan pada
 Yunita Palembang Pasien Asma
Listiani A terhadap Resiko
Imanda Kejadian Drug
Related Problems
(DRPS) di RS X
Kota Palembang
4 Ketua : STIFI CFP-014-2020/IV Evaluasi Tingkat
 Ensiwi Bhakti Kepuasan Pasien
Munarsih Pertiwi terhadap
 Yopi Palembang Pelayanan
Rikmasari Kefarmasian di
Puskesmas Muara
Enim
5 Ketua :  Progra CFP-014-2020/V Pemeriksaan
Wicaksono m Studi Kandungan Beta
Widodo Magiste Karoten dalam
 Miranti Dwi r Ilmu Pepaya, Wortel,
Hartanti Biomed dan Tomat
 Yunida ik Menggunakan
 Rika Saputri Fakultas HPLC ( High
 Fitri Kedokte Performance
 Sonlimar ran Liquid
Mangunsong UNSRI Chromatography
 Poltekk )
es
Kemenk
es
Palemb
ang
6 Ketua :  Klinik CFP-015-2020/VI Hubungan Usia,
 Wahyuni, Pratama Kepatuhan
A.Md.Farm KORPR dengan Tekanan
 Sarmalina I Darah Pasien
Simamora, Provinsi Hipertensi yang
Apt, M.Kes Sumater Berobat di Klinik
a Pratama KORPRI
Selatan Provinsi
 Poltekk Sumatera Selatan
es
Kemenk
es
Palemb
ang
7 Ketua : Reza CFP-016-2020/VII Pengaruh
Agung Sriwijaya Pelayanan
 Perawati STIFI Informasi Obat
Bhakti terhadap
Pertiwi Kepatuhan Pasien
Palembang TB Kategori I di
Puskesmas Sosial
Palembang
8. Ketua : Dhea Tari Jurusan CFP-017- Formulasi dan
Rezki Farmasi 2020/VIII Evaluasi Repellen
 Ratnaningsih Poltekkes Stick Minyak
Dewi Astuti Kemenkes Atsiri Eukaliptus
Palembang ( Eucalyptus
globulus L )
dengan
Kombinasi Cera
Alba dan Cetyl
Alcohol sebagai
Stiffening Agent

DAFTAR NAMA PESERTA LOMBA POSTER DAN JUDUL KARYA


No Nama Peserta Asal Judul Paper
1. Ketua : Ellya Ridia Stifi Bakti Toksisitas Akut Produk Herbal ‘X’ yang mengand
 Sari Pertiwi Kombinasi Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L) Da
Meisyayati Palembang Mengkudu (Morinda citrifolia L) Terhadap Mencit
 Ade Arinia Betina Galur Swiss-Webster
Rasyad
 Atirah
Nabilah
 Vena
Widiyono
Sa’diyah
 Siti
Wahyuana
2. Ketua :Rahmad Stifi Bakti Tingkatan Hepatotoksik Dan Nefrotoksik Tikus Pu
Dhani Pertiwi Jantan Galur Wistar Yang diberi Glibenklamid Da
 Sari Palembang Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L) Se
Meisyayati Komplemen
 Ade Arinia
Rasyad
 Dwiana
Arifatur
Rosyida
 Tri
Wahyuni
 Yella
Prastike
3. Ketua : Lunsi Okta Stifi Bakti Pengaruh Pemberian Fraksi Aktif Gambir (Uncaria
Fitria Pertiwi gambir) Terhadap Ekspresi Protein TNF-α Dan Lu
 Dini Palembang pada Tikus Model Gastritis
Aprilianti
 Ellya Aida
 Rahmad
Dhani
 Ni Wayan
Lisa Susanti
4. Ketua :Selly Nuari Stifi Bakti Efek Sedatif Kombinasi Infusa Daun Nangka
 Sari Pertiwi (Artocarpus heterophyllus Lamk) Dan Infusa Daun
Meisyayati Palembang Sirsak (Annona muricata L) Terhadap Mencit puti
 Yopi Jantan
Rikmasari
 Desi
Puspasari
 Ade
Muhammad
Syurga
 Fani
Albertiano
5. Ketua : Adhella Poltekkes “Carotene Cream” SEBAGAI TABIR S
Vianka Kemenkes
DALAM SEDIAAN KRIM
Yudhistiarani Palembang
 Ridho
Putrama
Meijandi
 Siska Oktari
6. Ketua : Emillia Poltekkes EKSTRAKSI SENYAWA ANTOSIANIN
Fransisca Kemenkes SIRIH MERAH (Piper crocatum) SEBAGA
 Elsa Septina Palembang PEWARNA ALAMI SEDIAAN SIRUP
 Menia
Oktariana
7. Ketua : Yuni Poltekkes FORMULASI AROMATHERAPY GEL BLENDED
Suharina Kemenkes MINYAK LEMON (OLEUM CITRUS LIMON L)
 Picky Palembang MINYAK PEPPERMINT (OLEUM MENTHAE
Pernanda PIPPERITAE L) DENGAN VARIASI
 Debby Putri TRIETHANOLAMIN SEBAGAI SURFAKTAN.
Milenia
8. Ketua : Yoriza Poltekkes FORMULASI HAND SANITIZER DENGAN
Affriola Kemenkes KOMBINASI EKSTRAK DAUN
 Febrina Palembang MANGGA ARUMANIS (Mangifera
Melinia indica L.) DAN RIMPANG LENGKUAS
Utami
(Alipinia galanga L.) SEBAGAI GEL
 Puput
Oktarina ANTISEPTIK

9. Ketua : Widyan Poltekkes LEMBARAN PENUTUP LUKA HEALLUCENS


Muchzadi Kemenkes DARI EKSTRAK MAGGOT (Hermetia illucens)
 Oktarisa Palembang
 Husna Indri
Marita
10. Ketua : Emilia Poltekkes “ PEMBUATAN MIE SEHAT DE
Fitiriani Kemenkes CAMPURAN DAUN
Palembang KELOR (Moringa oleifera L.) ”
 Dewi
Saptarianita
 Hibatur
Rahman

GALERI FOTO

1. RUANG PENDAFTARAN
2. PEMBUKAAN
3. RUANG SEMINAR
4. RUANG LOMBA
FOTO NARA SUMBER KETIKA PRESENTASI
*MASING-MASING MINIMAL 2 (SATU LEMBAR 4 FOTO)
Daftar ISI
PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING

1. 1

EFEKTIFITAS PROMOSI KESEHATAN MELALUI MEDIA POSTER TERHADAP PENGETAHUAN


DAN SIKAP IBU TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN PADA SUKULEMBAKDI WILAYAH
KERJA PKM KOTA PADANGKAB. REJANG LEBONG

TAHUN 2019

Sridiany1), Chandra Buana2),Rustam Aji3)

1)
Dinas kesehatan Rejang lebong
2)
Poltekkes Kemenkes Bengkulu, email; chandrabagus71@yahoo.com
3)
Poltekkes Kemenkes Bengkulu, email; roestamadjierohmat@gmail.com

ABSTRACT

Background :. One of the media that can be used in health promotion is poster media, so that it
is expected to facilitate public understanding of the messages that have been delivered. Problem
Formulation: Which the effective of health promotion with poster media with the knowledge and
attitudes of pregnant women towards the signs and dangers of pregnancy in the Lembak tribe in
the area of the Kota Padang Community Health Centre .Purpose of the studyis to analyze the
effectiveness of health promotion with poster media trought the knowledge and attitudes of
pregnant women towards signs and dangers of pregnancy in the Lembak tribe in the Kota Padang
Community Health Centre. Research Methods:This research was used the an pre-experimental
study with one groups of pre-test - post test design. The population was a number of pregnant
women recorded in the register book in 2018 it was230 people. Sampling was done by accidental
sampling of 144 respondents (72 experimen and 72 control). Statistical test uses paired t test.
Results: Statistically the poster media was effective in increasing the knowledge and attitudes of
mothers about the danger signs of pregnancy in the Lembak tribe in the Kota Padang Community
Health Centre. Recommendation ; The poster media can be used in health promotion about
danger signs of pregnancy in the area of Kota Padang Community Health Centre.

Key words; Poster, knowledge and attitudes


1. Pendahuluan yang dialami dapat dideteksi guna
1.1 Latar Belakang mencegah terjadinya komplikasi
Masyarakat suku Lembak kehamilan dan persalinan.
yang berada pada wilayah kerja
PKM Kota Padang dalam melakukan Menurut Maulana (2009)
pemeriksaan kehamilan dan faktor-faktor yangsangat
persalinanya masih melakukan mempengaruhi dalam penyuluhan
pemeriksaan pada dukun beranak kesehatanadalah dalam aspek
yang disebut dengan budaya pemilihan metode,
betatap.Di wilayah PKM Kota alatbantu/media, dan jumlah
Padang masih terdapat 20 orang kelompok sasaran, artinyauntuk
dukun beranak yang tersebar dalam mendapatkan hasil penyuluhan
10 desa di wilayah PKM Kota dengan maksimalketiga faktor
Padang.Selama masa kehamilan ibu tersebut sangat mempengaruhi.
hamil melakukan pemeriksaan Mediayang digunakan ditentukan
kepada dukun beranak setiap bulan oleh intensitas mediatersebut
atau tiga pagi berturut-turut sesuai dalam memberikan pengalaman
dengan kondisi kesehatan ibu hamil. belajar kepada siswa, poster sarat
Angka persalinan oleh tenaga dengan tampilan visual
kesehatan di PKM Kota Padang gambar,sehingga lebih melibatkan
pada tahun 2016 adalah 189 dari indera ketika menerima materi
jumlah sasaran sebesar 225, yang penyuluhan, maka tingkat siswa
berarti masih terdapat sekitar 35 dalam menangkap pesan atau
orang ibu melahirkan ke dukun. materi penyuluhan akansemangkin
Selanjutnya dari 10 persalinan efektif. (Depkes RI, 2008)
hanya 3-4 orang yang murni Media poster dapat lebih
ditangani oleh tenaga kesehatan, efektif sebagai mediapenyuluhan
sisanya lahir di dukun terlebih karena lebih membatu
dahulu dan dibawa ke tenaga menstimulasi inderapenglihatan
kesehatan bila tidak dapat siswa, aspek visual pada gambar-
dilahirkan oleh dukun.Dari data gambarposter lebih memudahkan
yang ditolong oleh non nakes 9 penerimaaan informasi ataumateri
orang perdarahan post partum. pendidikan (Notoadmojo,
Hasil penelitian Chandra B 2004).Hasil penelitian Rawati S
(2018) menunjukkan bahwa ada (2012) membuktikan bahwa
hubungan antara keyakinan dan penyuluhan kesehatan gigi pada
pengetahuan responden tentang anak-anak lebih baik dilakukan
tanda bahaya kehamilan dengan dengan media poster.Penelitian
rencana pemilihan penolong yang dilakukan oleh Saptarini (2005)
persalinan pada suku menunjukkan bahwa pesan visual
Lembak.Selanjutnya pengetahuan berupa gambarlebih mudah
tentang tanda bahaya kehamilan tertanam dalam pikiran audience
bagi ibu sangatlah penting untuk dibandingkan dengan kata-kata.
mengarahkan rencana pertolongan
persalinan kepada tenaga 1.2 Rumusan masalah
kesehatan, sehingga tanda bahaya
Berdasarkan fenomena September tahun 2019 di wilayah
diatas penulis merasa tertarik untuk kerja PKM Kota Padang Kecamatan
melakukan penelitian mengenai Kota Padang Kabupaten Rejang
efektifitas media poster dengan Lebong.
peningkatan pengetahuan dan sikap
ibu tentang tanda bahaya
kehamilan bagi masyarakat suku 2.2 Populasi dan Sampael
lembak di PKMKota Padang tahun
2019. Populasi dalam penelitian ini
adalah sejumlah ibu berkunjung dan
tercatat pada buku register
posyandu di wilayah PKM Kota
1.3 Tujuan Penelitian
Padang tahun 2019yaitu sebanyak
Secara umum tujuan 230orang.Pengambilan sampel
penelitian adalah untuk dilakukan secaraaccidental
mengetahuiefektifitas media poster sampling yaitu ibu-ibu yang
dengan pengetahuan dan sikap ibu berkunjung ke posyandu yang ada
tentang tanda bahaya kehamilan di wilayah PKM Kota Padang. Besar
bagi masyarakat suku lembak di sampel dihitung dengan
PKM Kota Padang tahun 2019. menggunakan table krejcie dan
Morgan untuk populasi sebesar 230
orang maka jumlah sampel minimal
1.4 Manfaat Penelitian sebesar 144 orang.

Sebagai bahan masukan dalam


pengembangan media promosi
2.3 Tehnik pengumpulan data
kesehatan dalam upaya untuk
meningkatkan pengetahuan Pengumpulan data pada
pengetahuan ibu hamil tentang penelitian ini menggunakan
tanda bahaya kehamilan bagi lembaran kuesioner yang berisikan
masyarakat suku lembak di PKM data dasar responden dan
Kota Padang. serangkian pertanyaan tentang
pengetahuan dan sikap ibu
terhadap tanda-tanda bahaya
2. METODE PENELITIAN kehamilan.Uji coba media poster
serta instrument penelitian
2.1Desain Penelitian dilakukan pada kelompok lain yang
tidak dilibatkan dalam penelitian
Penelitian ini adalah penelitian
yaitu pada 20 orang ibu-ibu yang
pre-experiment dengan one group
berkunjung keposyandudi wilayah
pretest – post test untuk
puskesmas Perumnas, Kecamatan
menganalisis efektifitas pemberian
Curup Tengah Kabupaten Rejang
promosi kesehatan dengan media
Lebong.
poster dengan pengetahuan dan
sikap ibu tentang tanda bahaya
kehamilan bagi masyarakat suku
lembak di wilayah PKM Kota Padang 2.4 Analisis data penelitian
tahun 2019. Penelitian dilaksanakan
Analisa Univariat yang
bulan Juli sampai dengan
dilakukan dengan analisis distribusi
frekuensi semua variable 25 km dari pusat pemerintahan
penelitian.Untuk mendapatkan kabupaten Rejang Lebong.Suku
gambaran sebaran (distribusi Lembak merupakan suku asli
frekwensi) guna melihat nilai dari masyarakat di kecamatan sindang
masing-masing variabel.Analisa Beliti yang berbatasan dengan
Bivariate menggunakan uji statistic Marga Suku Tengah Kepungut dan
paired t test. Suku Marga Sindang Beliti Ulu.
Dalam perkembangnnya di
kecamatan Sindang Beliti pada masa
2.5 Etika penelitian sekarang ini terdapat juga
masyarakat dari suku Jawa, Rejang,
Etika penelitian diusulkan oleh Padang dan Suku Batak.
peneliti dan diterbitkan oleh komisi
etik penelitian Poltekkes Kemenkes
Bengkulu No
3.1.2 Karakteristik Responden
DM.01.04/063/10/2019.
Responden dalam penelitian
ini berjumlah 72 orang. Adapun
3. Hasil Penelitian Dan Pembahasan karakteristik responden
3.1 Hasil penelitian penelitianseperti yang terdapat
3.1.1 Gambaran umum lokasi penelitian. pada tabel 4.1 sebagai berikut ;
Penelitian ini dilaksanakan
pada masyarakat suku Lembak di
wilayah PKM Kota Padang
Kabupaten Rejang Lebong.Berjarak

Tabel 4.1

KARAKTERISTIK RESPONDEN

No Karakteristik Jumlah
N %

1 Umur
Mean 25 6.8
Median 26 6.8
Modus 28 11.0
Minimum 15 1.4
Maximum 40 1.4
2 Pendidikan
Tamat SLTA 57 79.2
Tidak Tamat SLTA 15 20.8
3 Kepemilikan Buku KIA
Ada 70 97.2
Tidak Ada 2 2.8
4 Riwayat Pemeriksaan Kehamilan
Ya 41 56.9
Tidak 31 43.1

Jumlah 72 100

Pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pertanyaan no 11 yang dijawab oleh 60


dari 72 responden didapatkan umur responden (83%) yaitu yang dinamakan
maksimal 40 tahun dan umur minimal 15 tanda bahaya kehamilan adalah apabila sakit
tahun, sebagian besar berpendidikan tamat kepala tidak hilang dengan beristirahat, dan
SLTA, memiliki buku KIA dan telah perntanyaan yang paling banyak dijawab
melakukan pemeriksaan kehamilan salahadalah pertanyaan no 17 yang dijawab
sebelumnya. Sedangkan pada kelompok oleh 23 orang responden (32%), seperrti
kalender yang dilihat pada table 4.2 berikut ini;

3.1.2 Pengetahuan responden tentang


tanda bahaya kehamilan sebelum
diberikan media poster.

Hasilpenelitian menunjukkan
bahwasebelumdiberikan media poster dari
20 butir pertanyaan, pertanyaanyang
palingbanyakdijawab benar adalah

Tabel 4.2.PengetahuanResponden Sebelum Diberikan

Media Poster.

Jlh Mean Max Min Std


Pernyataa
n
Sebelum Diberikan Poster 20 11 16 7 2,3
Sebelum Diberikan 20 10,6 16 7 2,3
Kalender

BerdasarkanTabel4.2dapatdijelaskanb 20 pernyataan, pernyataan yang


ahwa dari 20 pertanyaan sebelum diberikan palingbanyakdipilih responden adalah
media poster diperoleh nilai rata- rata pertanyaan no 11 yang dipilih oleh 63
pengetahuan 11 denganSD 2,3.Nilai responden (88%) yaitu; yang dinamakan
maksimal yang diperoleh responden tanda bahaya kehamilan adalah apabila sakit
sebelum diberikan media poster adalah 16 kepala tidak hilang dengan beristirahat, dan
poindannilai terkecil adalah 11poin. pernyataan yang paling sedikit dipilih oleh
responden adalah pernyataan no 17 yang
dijawab oleh 22 orang responden (31%) yaitu
3.1.3 Sikap responden tentang tanda gangguan penglihatan pada ibu hamil dapat
bahaya kehamilan sebelum diberikan diatasi dengan mengkonsumsi tomat dan
media poster. wortel. Seperti terlihat pada table 4.3 berikut
ini;
Hasilpenelitian menunjukkan
bahwasebelumdiberikan media kalender dari

Tabel 4.3SikapResponden Sebelum Diberikan

Media Poster.

Jlh Mean Max Min Std


Pernyataa
n
Sebelum Diberikan Poster 20 11 18 6 3,3
Sebelum Diberikan 20 9,7 17 4 3,42
Kalender

BerdasarkanTabel4.3dapatdijelaska 3.1.4 Pengetahuan respondententang


nbahwasebelum diberikan media poster tanda bahaya kehamilan setelah
diperoleh nilai rata- rata sikap 11 denganSD diberikan media poster.
3,3.Nilaiterbesar yang diperoleh responden
Hasilpenelitian menunjukkan
sebelum diberikan media poster adalah 18
bahwasetelah diberikan media poster dari 20
poindannilai terkecil adalah 6poin.
butir pertanyaan, pertanyaanyang
Sedangkan sikap responden sebelum
palingbanyakdijawab benar adalah
diberikan media kalender diperoleh nilai
pertanyaan no 13 yang dijawab oleh 66
rata-rata sikap sebesar 9,7 denganSD
responden (92%) yaitu; Sakit kepala yang
3,42.Nilaiterbesar yang diperoleh responden
hebat pada ibu hamil tidak akan berakibat
sebelum diberikan media kalender adalah 17
buruk terhadap bayi dalam kandungan dan
poindannilai terkecil adalah 4poin.
pertanyaan yang paling banyak dijawab
salahadalah pertanyaan no 10 yang dijawab
oleh 45 orang responden (63%) yaitu Sakit
kepala pada ibu hamil adalah kondisi yang Seperti yang terlihat pada table 4.4 berikut
biasa dan akan hilang bila ibu beristirahat. ini;

Tabel 4.4.PengetahuanResponden Setelah Diberikan

Media Poster Dan Kalender.

Jlh Mean Max Min Std


Pernyataa
n
20 13,9 17 10 1,98
Setelah Diberikan Poster

BerdasarkanTabel4.4dapatdijelaska maksimal yang diperoleh responden setelah


nbahwa dari 20 pertanyaan setelah diberikan media poster adalah 17
diberikan media poster diperoleh nilai rata- poindannilai terkecil adalah 10poin.
rata pengetahuan13,9 denganSD 1,98.Nilai

3.1.5Sikap responden tentang tanda bahaya responden (93%) yaitu; Salah satu tanda
kehamilan setelah diberikan media adanya bahaya dalam kehamilan adalah
poster. terjadinya perdarahan dari jalan lahir ibu.
Sedangkan pernyataan yang paling sedikit
Hasilpenelitian menunjukkan
dipilih oleh responden adalah pernyataan no
bahwasetelah diberikan media poster dari 20
3 yang dipilih oleh 36 responden (50%) yaitu;
pernyataan, pernyataan yang
Tanda bahaya kehamilan adalah suatu
palingbanyakdipilih responden adalah
keadaan yang akan berakibat buruk bagi ibu
pernyataan no 4 yang dijawab oleh 67 orang
dan bayi dalam kandungan.

Tabel 4.5SikapResponden Setelah Diberikan

Media Poster Dan Kalender.

Jlh Mean Max Min Std


Pernyataan
Setelah diberikan Poster 20 13 16 9 1,9

BerdasarkanTabel4.5dapatdijelaskanba diperoleh nilai rata- rata sikap 13 denganSD


hwasetelah diberikan media poster 1,9.Nilaiterbesar yang diperoleh responden
setelah diberikan media poster adalah 16 Efektifitas media poster terhadap
poindannilai terkecil adalah 9poin. pengetahuan dan sikap ibu tentang
tanda bahaya kehamilan sebelumdan
sesudah diberikan media poster
3.1.6 Efektifitas mediaposter terhadap menggunakan ujipair-T test seperti
pengetahuan dan sikap ibu tentang padatabel dibawah ini.
tanda bahaya kehamilan.

Tabel 4.6 EfektivitasMedia Poster Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Tanda
Bahaya Kehamilan.

Variabel Mean P
Pengetahuan

Sebelumdan 0,000
Sesudah Poster
Sikap
Sebelum dan 0,263 0,000
Sesudah Poster

Berdasarkantabel 4.6 bahwa secara statistic media poster


diperolehnilaiperbedaanrata-rata efektif dalam upaya peningkatan
pengetahuan sikap ibu tentang tanda bahaya
sebelumdamsetelahdiberikanmedia kehamilan.
poster adalah 0,555 dan nilap P=
0,000 < 0,05 sehingga 4. Pembahasan
dapatdisimpulkanbahwaada pengaruh 4.1Efektifitas Media Poster Terhadap
media poster terhadap pengetahuan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang
i b u sebelumdan sesudah diberikan Tanda Bahaya Kehamilan.
media poster. Dapat pula disebutkan
bahwa secara statistic media poster
efektif dalam upaya peningkatan
pengetahuan ibu tentang tanda bahay
kehamilan.Berdasarkantabel 4.6 dapat
pula diperoleh bahwa
nilaiperbedaanrata - rata pengetahuan
sebelumdamsetelahdiberikanmedia
poster adalah 0,263 dan nila P= 0,000
< 0,05 sehingga
dapatdisimpulkanbahwaada pengaruh
media poster terhadap sikap i b u
sebelumdan sesudah diberikan media
poster, sehingga pula disebutkan
Hasil penelitian ini menunjukkan ditangani secara dini dan tepat oleh
bahwa diperolehnilaiperbedaanrata - tenaga kesehatan (Hasugian, 2012).
rata pengetahuan Kegiatan pemberian pendidikan
sebelumdamsetelahdiberikanmedia kesehatan secara berkesinambungan
poster adalah 0,555 dan nilap P= dengan variasi teknik dan media
0,000 < 0,05 sehingga penting dan perlu dilakukan sejak dini
dapatdisimpulkanbahwaada pada ibu hamil untuk meningkatkan
pengaruhmedia poster pengetahuan tentang perawatan
terhadappengetahuan ibu sebelum dan kesehatan selama masa kehamilan.
sesudah diberikan media poster. Salah satu cara pemberian pendidikan
Dapat pula disebutkan bahwa secara kesehatan adalah dengan penyuluhan
statistic media poster efektif dalam tentang tanda bahaya kehamilan
upaya peningkatan pengetahuan ibu dengan menggunakan media poster,
tentang tanda bahay kehamilan. yang tujuan dari penyuluhan tersebut
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan ibu
pula diperoleh bahwa nilai perbedaan hamil tentang tanda bahaya
rata-rata sikap sebelum dam setelah kehamilan sehingga mereka dapat
diberikan media poster adalah 0,263 mengenali tanda bahaya tersebut
dan nilap P= 0,000 < 0,05 sehingga sejak awal dan mereka bisa segera
dapat disimpulkan bahwa ada mencari pertolongan kebidan, dokter,
pengaruh media poster terhadap sikap atau langsung ke rumah sakit untuk
ibu sebelum dan sesudah diberikan menyelamatkan jiwa ibu dan bayi.
media poster, sehingga pula Keefektifan penyuluhan sangat
disebutkan bahwa secara statistic dipengaruhi oleh beberapa faktor baik
media poster efektif dalam upaya sasaran yang diberi penyuluhan,
peningkatan sikap ibu tentang tanda faktor media dan pemberi penyuluhan
bahaya kehamilan pada suku Lembak dan proses dari penyuluhan itu sendiri
di wilayah kerja PKM Kota Padang (Fitriani, 2011). Metode dan media
Kabupaten Rejang merupakan aspek penting dalam
Lebong.Pengetahuan ibu tentang pemberian penyuluhan kesehatan hal
tanda dan bahaya kehamilan ini sesuai dengan pendapat
sangatlah penting untuk menjaga Notoatmodjo (2007) penyampaian
kesehatannya. Ibu hamil yang informasi dipengaruhi oleh metode
memiliki pengetahuan lebih tentang dan media yang digunakan yang
resiko tinggi kehamilan maka mana metode dan media penyampaian
kemungkinan besar ibu akan berfikir informasi dapat memberikan efek
untuk menentukan sikap dan yang signifikan terhadap peningkatan
berperilaku untuk mencegah, pengetahuan.Menurut Rogers (1974)
menghindari atau mengatasi masalah dalam Notoatmodjo (2012) apabila
resiko kehamilan tersebut dan ibu penerimaan perilaku baru atau adopsi
memiliki kesadaran untuk melakukan perilaku didasari oleh pengetahuan,
kunjungan antenatal untuk kesadaran.
memeriksakan kehamilannya, Dalam penelitian ini, intervensi
sehingga apabila terjadi resiko pada pendidikan kesehatan yang diberikan
masa kehamilan tersebut dapat dengan menggunakan media poster
dan kalender .Menurut Notoatmodjo
(2010) mengemukakan bahwa pengetahuan sesudah
pendidikan kesehatan pada diberipromosikesehatandenganmedia
hakikatnya adalah suatu kegiatan atau poster diperolehnilai p<0,001.
usaha menyampaikan pesan Nilairata-rata sikapsebelum
kesehatan kepada masyarakat, diberipromosikesehatandenganmedia
kelompok atau individu baik secara poster dibandingkan dengan nilairata-
langsung maupun tidak langsung rata sikap sesudah diberi promosi
dengan menggunakan media tertentu, kesehatandengan media poster
salah satunya adalah media oster dan jugamengalami peningkatan sehingga
kalender.Dengan harapan bahwa dapat disimpulkan bahwa ada
dengan adanya pesan pada media efektivitas promosi kesehatan dengan
tersebut, maka masyarakat, kelompok media poster terhadap sikap remaja
atau individu dapat memperoleh antara sikap sebelum diberikan
pengetahuan tentang kesehatan yang promosi kesehatan dengan media
lebih baik. Proses pendidikan poster dibandingkan dengan sikap
kesehatan merupakan salah satu sesudah diberikan promosi kesehatan
proses transfer informasi yang dengan media poster diperoleh nilai
biasanya dilakukan dalam waktu p<0,001.
relatif singkat namun diharapkan Sejalan dengan penelitian
mampu merubah pengetahuan tentang Siburian (2015) menunjukkan
masalah yang sedang dibahas bahwa ada perbedaan rerata
(Setiawan, 2010). nilaipengetahuan dan sikap responden
Hasil penelitian yang sesudah diberiperlakuan penyuluhan
memperkuat penelitian ini adalah dengan media leaflet maupun dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh media filmd alam meningkatkan
Ripca (2014) tentang pengaruh pengetahuan dan sikap responden,
promosi kesehatan tentang tanda dimana rerata nilai pengetahuan dan
bahaya kehamilan dengan sikap responden sesudah diberi
menggunakan media poster dan perlakuan penyuluhan dengan media
leaflet terhadap pengetahuan ibu film lebih besar nilainya
hamil di Puskesmas Amurang dibandingkan dengan rerata nilai
Kabupaten Minahasa Selatan dengan pengetahuan dansikap responden
jumlah responden sebanyak 35 sesudah diberi perlakuan penyuluhan
responden menunjukkan ada dengan medialeaflet.
peningkatan pengetahuan ibu-ibu Berdasarkan hasil penelitian
hamil di Puskesmas Amurang dari peneliti berpendapat bahwa perbedaan
cukup pada pre-test (74,3%) menjadi nilai pada pengetahuan sebelum dan
baik (80%) pada post-test. sesudah diberikan pendidikan
Hasilpenelitian Sandra (2015), kesehatan dengan media poster efektif
diperolehbahwa dalam meningkatkan pengetahuan ibu
adaefektivitaspromosikesehatandenga tentang tanda bahaya kehamilan pada
n media poster suku Lembak di wilayah kerja PKM
terhadappeningkatanpengetahuan Kota Padang Kabupaten Rejang
respondenyaituantarapengetahuan Lebong. Selain karena media poster
sebelumdiberipromosikesehatandenga yang telah diberikan, hal ini juga
nmedia posterdibandingkandengan dipengaruhi oleh penyuluhan
kesehatan yang telah didapat oleh ibu diperoleh nilai rata- rata sikap 13
sebelumnya ini dikarenakan secara denganSD 1,9.
umum ibu-ibu sudah mendapatkan 3. Secara statistikmedia poster lebih efektif
informasi mengenai tanda-tanda dibandingkan dengan media kalender
bahaya kehamilan baik dari petugas dalam upaya peningkatan pengetahuan
puskesmas dan posyandu, media ibu tentang tanda bahaya kehamila (P=
elektronik, pengalaman sebelumnya 0,000 < 0,05).
dan pengetahuan turun temurun
namun perlu adanya optimalisasi 4. Secara statistic media poster lebih efektif
pengetahuan dari pihak kesehatan dibandingkan dengan media kalender
dalam upaya peningkatan sikap ibu
sehingga hasil yang diharapkan juga
tentang tanda bahaya kehamilan (P=
dapat lebih memuaskan. Informasi
0,000 < 0,05).
yang diberikan kepada ibu hamil
berupa tentang tanda-tanda bahaya
kehamilan, hal ini membuat ibu lebih
6.1Rekomendasi
paham dan dapat mengatisipasi sejak
dini apabila ibu hamil mengalami 1.Bagi PuskesmasKota Padang dan Dinas
salah satu dari tanda bahaya Kesehatan Rejang Lebong ; perlu kiranya
kehamilan. diadakan program-program promosi
kesehatan yang lebih intensif terutama
terkait dengan pencegahan komplikasi
5. Keterbatasan Penelitian
kehamilan dan persalinan pada suku
Penelitian ini merupakan penelitian Lembak khususnya yang berada dalam
dengan metode pre-eksperimen dimana wilayah PKM Kota Padang.
penngetahuan dan sikap yang diukur dalam 2. Bagi tenagabidan ; dalam melaksanakan
penelitian ini masih ada risiko masyarakat promosi kesehatan hendaknya lebih
untuk bertemu dan berdiskusi tentang topik diperhatikan aspek sosial budaya yang
penelitian yang dilaksanakan sehingga risiko masih dianut oleh masyarakat suku
bias penelitian selalu ada. Hal ini Lembak.
mempengaruhi pada saat pengisian 3. Mediaposter dapatdigunakan dalam
kuesioner terutama pada saat post tes. melakukan promosi kesehatan tentang
tanda bahaya kehamilan di wilayah kerja
PKM Kota Padang.
4. Bagi pemerintahan setempat (Camat dan
6. Kesimpulan dan Rekomendasi Kades) perlu melibatkan lebih banyak lagi
6.1 Kesimpulan
peranan tokoh agama dan tokoh
1Pengetahuan responden sebelumdiberikan masyarakat dalam kegiatan sosialisasi
media poster diperoleh nilai rata-rata program-program kesehatan yang ada di
pengetahuan adalah11 denganSD wilayah kecamatan Kota Padang.
2,3.Setelah diberikan media poster 5. Bagi penelitiselanjutnya ; perlu
diperoleh nilai rata- rata pengetahuan mengadakan pengembangan lebih lanjut
13,9 denganSD 1,98. promosi kesehatan dengan menggunakan
media poster dalam upaya meningkatkan
2. Sikap responden sebelum pngetahuan masyarakat tentang tanda
diberikanmedia poster diperoleh nilai bahaya kehamilan.
rata-rata sikap adalah 11 denganSD
3,3.Setelah diberikan media poster
DAFTAR PUSTAKA Terpadu. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI Direktorat Bina
Kesehatan Ibu Ditjen Bina Gizi
Anderson OW, Krathwohl DR. (2006) A Dan KIA
taxonomy for learning, teaching and Maulana, Mochtar, Rustam (2009),
assessing: a revision of Bloom’s Sinopsis Obstetri Jilid 1, Jakarta :
taxonomy of educational objectives. EGC
New York: Longman. Montagnes I. 1991.Editing and Publication: A
Training Manual. Manila: International
Azwar, Arief (2006) Determinan Rice Research Institute, International
Pemilihan Persalinan Di Development Research Centre.
Fasilitas Kesehatan, Jurnal
Kesehatan Reproduksi Vol 5 No Notoatmodjo, S. (2013).Promosi
3 Desember 2014 Diunduh Kesehatan Dan Ilmu Perilaku
Tanggal 15 Januari 2019 .Jakarta :Rineka Cipta
Tersedia Dari Purwanto S, Nursalam dan Pariani,
Http://Bpk.Litbang.Depkes.Go.Id (2007), Pendekatan Praktis
/Index.Php/Kespro/Article/View/ Metodelogi Riset Keperawatan,
3892/3737 Jakarta: Salaemba Medika.
Berlo, Bensley, R.J. 2008.Metode Pendidikan Poedjowijaya, Pratitis Dian; Kamidah
Kesehatan Masyarakat. Alih (2013).Hubungan Antara
bahasa:Apriningsih, Nova S. Indah Pengetahuan Ibu Hamil Tentang
Hippy. Jakarta: EGC. Tanda Bahaya Kehamilan
Chandra B, Farida E, (2017), Budaya betatap Dengan Kepatuhan Pemeriksaan
dalam buda suku Lembak di Kabupaten Kehamilan Di BPS Ernawati
Rejang Lebong Tahun 2017. Laporan Boyolali; Gaster Vol 10 No 2
Penelitian. Tidak diterbitkan.Poltekkes Agustus 2013, Diunduh Tanggal
Kemenkes Bengkulu. 13Januari 2019 Tersedia Dari
Www.Jurnal.Stikesaisyiyah.Ac.I
Departemen Kesehatan RI (2009). d/Index.Php/Gaster/Article/Down
Pedoman Program Perencanaan load/.../50
Persalinan Dan Pencegahan Rawati S, isna Dewi Yanti1, Ni Gusti Made
Komplikasi Dengan Stiker (P4K) Ayu, (2012), Hubungan Antara
Dalam Rangka Mempercepat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Tanda
Penurunan AKI. Jakarta: Bahaya Dan Komplikasi Kehamilan
Departemen Kesehatan RI. Depkes Dengan Kepatuhan Kunjungan
R.I (2008). Pedoman Pelayanan Antenatal Dan Pemilihan Tempat
Kebidanan Dasar Berbasis Hak Bersalin Di Wilayah Tanah Sareal Bogor,
Asasi Manusia (HAM) Keadilan Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis
Gender, Jakarta : Depkes RI Volume 8 Nomor 1 Tahun 2016 ● ISSN :
Ircham M, Asmar YZ, Eko Suryani, 2302-1721
Suherni dan Sujiyatini (2005), S.Nasution, Rohani M, Kurniawan A,
Alat Ukur Penelitian Bidang (2003) Faktor-Faktor Budaya
Kesehatan, Yogyakarta : Dalam Pemilihan Penoong
Fitramaya Persalinan Di Karang Asem
Kementerian Kesehatan RI. (2013) Jawa Tengah Tahun 2011,
Pedoman Pelayanan Antenatal Jurnal Promosi Kesehatan
Indonesia Vol. 13 / No. 1 / Sahi, Turnbull & Birds, Wimmer RD,
Januari 2012. Dominick JR. (2008).MassMediaResearch: An
Sarwono, Saifudin, A.B., (2012), Introduction. Seventh Edition. USA: Thomson
Panduan Praktis Pelayanan Wadsworth.
Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. YBP SP, Jakarta
Saptarini, Saputra, W. (2005). Arah dan
strategi kebijakan penurunan angka
kematian ibu (AKI), angka kematian
bayi (AKB) dan angka kematian balita
(AKABA) di Indonesia.

Scram, Shoji, K., Bock, J., Cieslak, R.,


Zukowska, K., Luszczynska, A., &
Benight, C. C. (2014).cultivating
secondary traumatic growth among
healthcare workers: the role of social
support and self efficacy. Journal of
clinical psychology, Vol. 70, no. 9, 831-
846.

Purwanto P, Sugiyono P.(1999)


Statistika Untuk Penelitian.
Bandung: CV Alfabeta
Sandra T, Suharni, S. (2015). Pengaruh
pendidikan kesehatan dengan media
poster tentang kehamilan terhadap
pengetahuan dan sikap ibu hamil di
Kecamatan Mantingan.Tesis
:Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret.

Solly L, Puharyanto H. (2013) Analisis Faktor-


faktor yang berhubungan dengan
pemanfaatan aseskin ibu keluarga
miskin pada pelayanan kehamilan dan
persalinan di puskesmas dan
jaringannya di kota Tangerang tahun
2008. [tesis]. Jakarta: Unversitas
Indonesia.

Tribowo, Triratnawati, A. (2015) Pendekatan


Antropologi dalam penempatan Bidan
di Desa. Jurnal Jaringan Epidemiologi
Nasional, Vol 1: 7-9.
Latar Belakang; Salah satu media yang dapat digunakan dalam promosi kesehatan
adalah media poster, sehingga diharapkan dapat memfasilitasi pemahaman
masyarakat terhadap pesan yang telah disampaikan. Rumusan
Masalah:Bagaimanakah efektifitas promosi kesehatan dengan media poster dengan
pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap tanda-tanda dan bahaya kehamilan pada
suku Lembak di wilayah Puskesmas Kota Padang. Tujuan penelitian; untuk
menganalisis efektivitas promosi kesehatan dengan media poster terhadap
pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang tanda-tanda dan bahaya kehamilan di suku
Lembak di Puskesmas Kota Padang. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan
rancangan pra-eksperimen pada satu kelompok dengan pre-test - post test. Populasi
penelitian adalah sejumlah ibu hamil yang tercatat dalam buku register pada 2018
yaitu 230 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling
dari 144 responden (72 eksperimen dan 72 kontrol). Uji statistik menggunakan uji t
berpasangan. Hasil: Secara statistik media poster efektif dalam meningkatkan
pengetahuan dan sikap para ibu tentang tanda-tanda bahaya kehamilan pada suku
Lembak di Puskesmas Kota Padang. Rekomendasi; Media poster dapat digunakan
dalam promosi kesehatan tentang tanda-tanda bahaya kehamilan di area Puskesmas
Kota Padang.

Kata kunci; Poster, pengetahuan dan sikap


PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING

Pengaruh Pengeringan Terhadap Kandungan Total Fenol Teh


Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lam.)

Agnes Rendowaty1*, Nelvi Selvia1, Romsiah1

1
Farmasi, Program Studi S-1 Farmasi, STIFI Bhakti Pertiwi, Palembang, Indonesia
1
Biologi Farmasi, STIFI Bhakti Pertiwi, Palembang, Indonesia
*
E-mail : arendowaty@gmail.com.

Abstrak
Telah dilakukan penelitian pengaruh cara pengeringan terhadap kandungan total fenol teh jati
belanda (Guazuma ulmifolia Lam.) dengan metode kolorimetri Follin-ciocalteu. Metode
pengeringan yang digunakan adalah kering angin pada suhu ruangan (28 oC), pengeringan oven
pada suhu 40oC dan pengeringan cahaya matahari tidak langsung. Daun jati belanda segar yang
digunakan untuk masing-masing pengeringan seberat 120 gram dikeringkan dan diperoleh berat
kering teh 12 gram. Kandungan total fenol teh daun jati belanda di analisa dengan reagen Folin-
ciocalteu. Kandungan total fenol teh jati belanda dengan kering angin 4,1 mg GAE/g, teh jati
belanda kering oven 3,2 mg GAE/g dan teh jati belanda kering matahari 2,2 mg GAE/g. Hasil
penelitian memperlihatkan kandungan total fenol yang lebih tinggi dengan metode kering angin
pada suhu ruangan. Dari penelitian ini disimpulkan metode pengeringan mempengaruhi
kandungan total fenol teh daun jati belanda.

Kata kunci : total fenol; Guazuma ulmifolia L; teh daun jati belanda; pengeringan.

Abstract
Effect of drying method on total phenol content has been determined from jati belanda (Guazuma
ulmifolia L.) leaves tea with Follin-ciocalteu colorimetri method. The drying method used are dried
at room temperature (28oC), oven dried at 40 oC and indirect sun-dried. Fresh jati belanda leaves
used for drying methode 120 gram and tea dried obtained 12 gram. The total phenol content of
jati belanda tea leaves was analyzed with the Folin-ciocalteu reagent. The total phenol content of
jati belanda tea with drying at room temperature 4,1 mg GAE/g, tea was oven-dried at 40 oC 3,2
mg GAE/g and tea was indirecy sun-dried 2,2 mg GAE/g. The results showed a higher total phenol
content by the method dried at room temperatur. The conclusion of this study was the drying
method affects the total phenol content of jati belanda leaves tea.

Key words : Total phenol; Guazuma ulmifolia L.; jati belanda tea; drying method .

PENDAHULUAN jati belanda adalah alkaloid, tannin,


saponin, flavonoid, terpenoid, kardiak
Tanaman Jati Belanda (Guazuma glikosida dan steroid. Senyawa yang
ulmifolia Lam.) merupakan salah satu terkandung didalam daun adalah
tanaman obat tradisional yang telah oktakosanol, taraxeroloac, friedelin-3-
diketahui digunakan untuk menurunkan aoac, alfa sitosterol dan friedelinol-3-
berat badan dan kolesterol (Batubara et al, acetate (Kumar dan Gurunani, 2019).
2017), antidislipidemia (Permana et al, Senyawa fenol merupakan senyawa
2016), antihiperlipidemia (Ulfah dan yang memiliki cincin aromatik yang
Iskandar, 2020). mengandung satu atau lebih atom hidroksil
Kandungan metabolit sekunder daun (Djamal, 2008). Senyawa fenolik memiliki
kemampuan untuk meredam atau polycystum (Masduqi et al, 2014). Proses
mereduksi radikal bebas. Kandungan total pengeringan dengan oven dan cahaya
fenol ekstrak etanol daun jati belanda matahari juga mempengaruhi kadar air,
95,465 mg GAE/g ekstrak dan aktivitas kadar abu, kadar lemak dan kadar pati dari
antioksidan dengan IC50 162,29 μg/mL Enhalus acoroides (Huriawatu et al,
(Kusumowati et al, 2012). Ekstrak etanol 2016).
daun jati belanda memperlihatkan aktivitas
antioksidan EC50 119,85 μg/mL dengan METODE PENELITIAN
kandungan total fenol 78,021 mg GAE/g
ekstrak dan kandungan total flavonoid Penelitian ini dilakukan di
0,8055 mg QE/g ekstrak (Morais et al, laboratorium Kimia Bahan alam dan
2017). laboratorium Instrumen, Sekolah Tinggi
Penelitian ini bertujuan untuk Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.
mengetahui kandungan total fenol teh daun
jati belanda yang dikeringkan dengan Alat dan bahan
pengeringan angin, oven dan cahaya Alat yang digunakan dalam penelitian
matahari. Pengeringan merupakan salah ini adalah alat gelas berupa labu ukur,
satu metode pengolahan bahan alam pipet volume, tabung reaksi, gelas ukur,
dengan menurunkan kadar air sehingga corong, beaker glass (pyrex), corong
simplisia akan bertahan lama dalam buchner, spektrofotometer UV-VIS (Bel-
penyimpanan. photonics type M51), kertas whatman
Pengeringan akan mempengaruhi no.42, oven listrik (DHG-9053A).
simplisia secara fisik dan senyawa yang Bahan yang digunakan dalam
terkandung dalam bahan alam (Katno,
penelitian ini adalah etanol p.a (Merck),
2008).
Metode pengeringan mempengaruhi reagen Folin-ciocalteu (Merck), Asam galat
kandungan total fenol, alginat dan (Sigma-aldrich), NaOH 1 %, air suling.
proksimat pada rumput laut Sargassum
Prosedur kerja
Preparasi sampel
Daun jati belanda diperoleh dari Desa
Rantau Alai, Kabupaten Ogan Ilir,
Sumatera Selatan. Daun dipetik dengan
gunting dan dipilih yang berwarna hijau
terang, daun dicuci dengan air mengalir,
keringkan selama 18 jam untuk
menghilangkan air, kemudian dirajang 20
mm. Daun dibagi menjadi tiga bagian
dengan berat 120 gram dan lakukan
pengeringan dengan cara dikeringkan
menggunakan oven 40oC, dikering angin
pada suhu ruangan 28oC dan dikeringkan
dibawah cahaya matahari tidak langsung
dengan melapisi sampel daun jati belanda
dengan kain hitam. Pengeringan ini
berlangsung hingga diperoleh persen
rendemen simplisia kering 10 %.
Pembuatan teh Filtrat disaring dengan penyaring buchner.
Teh daun jati belanda dibuat dengan
konsentrasi 200 mg/mL, ditimbang Pengukuran kandungan total fenol
sebanyak 1 g dan diseduh dengan air berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia.
suling panas (80oC) selama 5 menit, dan Pembuatan kurva kalibrasi asam galat
disaring dengan kertas saring dua lapis. : Timbang 50 mg asam galat tambahkan air
suling 50 mL, buat larutan asam galat untuk menghasilkan bubuk pewarna indigo
dengan seri konsentrasi 5, 15, 30, 50, 70 membutuhkan waktu 1,5 jam kering
dan 100 μg/mL. Pada masing-masing sangrai, 8 jam untuk kering oven, dan 112
konsentrasi, dipipet sebanyak 1 mL jam kering alami (Atika dan Isnaini, 2019).
masukkan ke dalam tabung reaksi, Secara umum kandungan air pada bahan
tambahkan 5 mL reagen Folin-ciocalteu. basah akan menurun dengan
Diamkan selama 8 menit, tambahkan 4 mL lamanya pengeringan, pada proses
NaOH 1 %, inkubasi selama 1 jam dan pengeringan terjadi perpindahan panas dan
diukur serapan masing-masing konsentrasi massa sevara simultan. Perpindahan massa
pada λ maksimal 730 nm. dimulai dari dalam menuju permukaan
bahan basah, kemudian air akan berdifusi
Pengukuran kandungan total fenol teh ke udara kering. Perpindahan panas terjadi
daun jati belanda secara konduksi, aliran panas dari daerah
Teh daun jati belanda sebanyak 1 mL yang bersuhu tinggi ke rendah didalam
masukkan ke dalam tabung reaksi, suatu media (Atika dan Isnaini, 2019).
tambahkan 5 mL reagen Folin-ciocalteu. Absorbansi dari seri konsentrasi asam
Diamkan selama 8 menit, tambahkan 4 mL galat dihubungkan menjadi regresi liniear
NaOH 1 %, inkubasi selama 1 jam dan menghasilkan linearitas yaitu nilai
diukur serapan masing-masing sampel teh y=0,0029x+0,1996 dengan nilai R2=
pada λ maksimal 730 nm, kemudian 0,9968 (Gambar 1). Dari persamaan ini
kandungan total fenol dihitung dari tiap diperoleh kandungan total fenol teh daun
sampel. jati belanda dengan kering angin 4,1 mg
GAE/g, dikering oven 3,2 mg GAE/g, dan
HASIL DAN PEMBAHASAN dikering cahaya matahari 2,2 mg GAE/g.

Daun jati belanda segar sebanyak 120


gram dikeringkan dengan tiga metode
pengeringan diperoleh teh kering dengan
berat 12 gram. Lama waktu pengeringan
tiap sampel hingga diperoleh rendemen
10
% berbeda, pengeringan oven 40oC selama
24 jam, dikering angin pada suhu ruangan
28oC selama 4 hari dan dikeringkan
dengan cahaya matahari tidak langsung
selama 3 hari. Metode pengeringan Gambar 1. Kurva Kalibrasi Asam Galat
mempengaruhi lama pengeringan, hal ini
sesuai dengan penelitian pengeringan pasta Penelitian ini sesuai dengan hasil
indigo dengan kandungan air 45-50 penelitian kandungan total fenol dari S.
% Polycystum 1656,3 ppm dengan kering
angin, kering oven 1274,4 ppm dan
dikeringkan dibawah sinar matahari
1179,7 ppm (Masduqi et al, 2014).
Pada penelitian tentang aktivitas
antioksidan daun senggani lebih tinggi
pada daun yang dikering angin dengan
persen inhibisi 54,60 %, pengeringan oven
52,76 %, pengeringan cahaya matahari
tidak langsung 49,19 %, pengeringan
cahaya matahari langsung 38,06 % pengeringan oven dan dibawah cahaya
(Luliana et al, 2016). matahari. Hal ini disebabkan suhu
Kandungan total fenol yang dikering pengeringan pada kering angin lebih rendah
angin lebih tinggi dibandingkan dengan dibandingkan oven dan cahaya matahari.
Senyawa fenol mudah teroksidasi dan
sensitif dengan adanya panas, dengan
adanya proses pengeringan dengan sinar UCAPAN TERIMA KASIH
matahari dapat menurunkan kandungan
senyawa fenol. Terima kasih kepada Sekolah Tinggi
Pada penelitian ini berbeda, dimana Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang
kandungan total fenol cinnamon dengan atas terlaksananya penelitian ini.
metode pengeringan oven (50oC) 0,238 mg
GAE/g lebih tinggi dibandingkan DAFTAR PUSTAKA
pengeringan dengan kering angin 0,152
mg GAE/g, dan sinar matahari 0,084 mg Batubara I, Husnawati, Darusman LK,
GAE/g. Hal ini disebabkan oleh waktu Mitsunaga T. 2017. Senyawa Penciri
pengeringan oven lebih pendek dan
Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma
tertutup sehingga kondisi pengeringan
ulmifolia Lamk.) sebagai
dapat dimonitor (Bernard et al, 2014).
Kandungan total fenol ekstrak daun antikolesterol. Jurnal Ilmu Pertanian
Scurulla ferruginea lebih baik pada Indonesia ;22(2):87-91.
pengeringan oven (60oC) dibandingkan
Permana RJ, Azaria C, Rosnaeni. 2016.
kering angin, hal ini dipengaruhi oleh
karakteristik dari daun, yaitu ukuran, Pengaruh Pemberian ekstrak etanol
ketebalan dan modifikasi daun dimana daun jati belanda (Guazuma ulmifolia
daun S.ferruginea ini kecil, berlilin dan Lamk) terhadap
berbulu, sehingga pada pengeringan udara, gambaran mikroskopis
daun akan kehilangan air melalui aorta hewan model aterosklerosis,
epidermis dan sel tumbuhan mudah rusak Journal of Medicine and Health ; 1(4):
oleh proses enzimatik atau mikroba 305-318.
sehingga mempengaruhi kandungan kimia
sampel (Justine et al, 2019). Ulfah VF, Iskandar Y. 2020. Review jurnal
aktivitas tanaman jati belanda
KESIMPULAN (Guazuma ulmifolia Lam.) sebagai
Kandungan total fenol teh daun jati antihiperlipidemia. Farmaka ;17(1):
belanda dipengaruhi oleh metode
pengeringan, dimana kandungan total 98-104.
fenol tertinggi pada pengeringan angin,
selanjutnya kering oven dan kering cahaya Kumar NS, Gurunani SG. 2019. Guazuma
matahari. ulmifolia Lam ; A review for future
view. Journal of Medicinal Plants
SARAN Studies ;7(2): 205-210.
Penelitian selanjutnya untuk meneliti
kandungan total flavonoid dan aktitas Djamal R. 2008. Prinsip-prinsip Dasar
antioksidan dari teh daun jati belanda. Isolasi dan Identifikasi. Padang :
Universitas Baiturrahmah.

Morais SM, Calixto-Junior JT, Ribeiro LM,


Sausa HA, Silva AAS, Figueiredo FG, et
al. 2017. Phenolic compoposition and
antioxidant, anticholinesterase and
antibiotic-modulating

antifungal activities of Guazuma


ulmifolia L (Malvaceae) ethanol
extract. South African Journal of
Botany
;110(1):251-257.

Katno. 2008. Pengelolaan pasca panen


tanaman obat. B2P2TO-OT. Badan
Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Departemen Kesehatan
RI.
Masduqi AF, Izzati M, Prihastanti E. 2014.
Efek metode pengeringan terhadapa
kandungan bahan kimi dalam rumput
laut Sargassum polycystum. Buletin
Anatomi dan Fisiologi ;22(1): 1-9.

Huriawati F, Yuhanna WL, Mayasari T. 2016.


Pengaruh metode pengeringan
terhadap kualitas serbuk seresah
Enhalus acoroides dari pantai tawang
pacitan. Bioeksperimen ;2(1);35-43.

Atika V, Isnaini. 2019. Pengaruh


pengeringan konvensional terhadap
karakteristik fisik indigo bubuk.
Prosiding Seminar Nasional Teknik
Kimia “Kejuangan”, Yogyakarta, 25
April 2019. Jurusan Teknik Kimia, UPN
Veteran Yogyakarta.

Luliana S, Purwanti NU, Manihuruk KN.


2016. Pengaruh cara pengeringan
simplisia daun senggani (Melastoma
malabathricum L.) terhadap aktivitas
antioksidan menggunakan metode
DPPH(2,2-difenil-1-pikrilhidrazil).

Pharmaceutical Sciences & Research ;


3(3):120-129.

Bernard D, Kwabena AI, Osei OD, Daniel GA,


Elom SA, Sandra A. 2014. The effect of
different drying methods on the
phytochemicals and radical scavenging
activity of ceylon cinnamon
(Cinnamomum zeylanicum) plants
parts. European Journal of Medicinal
Plants ; 4(11):1324-1335.

Justine VT, Mustafa M, Kankara SS, Go R.


2019. Effect of drying methods and
extraction solvents on phenolic
antioxidants and antioxidant activity of
Scurrula ferruginea (Jack) Danser
(Loranthaceae) leaf extracts. Sains
Malaysiana ; 48(7) : 1383-1393.
PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING

HUBUNGAN JUMLAH OBAT YANG DIGUNAKAN PADA


PASIEN ASMA TERHADAP RESIKO KEJADIAN DRUG
RELATED PROBLEMS (DRPs) DI RS X KOTA
PALEMBANG
Yopi Rikmasari1, Yunita Listiani Imanda2

1
1Farmasi,ProgramStudiS-1Farmasi,STIFIBhaktiPertiwi,Palembang,Indonesia
2FarmasiKomunitasKlinik,STIFIBhaktiPertiwi,Palembang,Indonesia *e-mail:mpie030178@gmail.com

Diterima : Direvisi : Disetujui :

Abstrak
Pasien dengan penyakit asma menunjukkan manifestasi klinis yang berbeda – beda atau bervariasi
antara satu kelompok pasien dengan pasien lainnya bahkan dalam satu pasien itu sendiri dari waktu ke waktu
dapat berbeda frekuensi dan intensitas gejalanya sehingga menyebabkan meningkatnya jumlah obat yang
digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi jumlah obat yang digunakan dengan resiko
terjad Drug Related PRoblem(DRP’s) pada pasien asma.

Penelitian ini merupakan studi observasi dengan desain cross sectional korelasional analitik
menggunakan uji korelasi koefisien kontingensi. Data diperoleh dari data sekunder yaitu rekam medik secara
retrospektif yaitu pasien dengan diagnosa asma pada bulan Januari – Desember 2016. Pengambilan sampel
secara nonprobability sampling yaitu purposif sampling sesuai kriteria inklusi didapatkan sejumlah 30.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan jumlah obat yang digunakan
dengan kategori DRPs improrer drug selection (p = 0,028) dengan kekuatan korelasi lemah (r = 0,371)
dan kategori DRPs interaksi obat (p= 0,031) dengan kekuatan korelasi lemah (r = 0,367). Jumlah obat yang
digunakan tidak menunjukkan korelasi yang signifikan pada kategori DRPs untreared indication (p = 0,794),
dosis (p = 0,255) dan unnecessary drug therapy(p = 0,057). Perlu peran serta Apoteker
secara aktif untuk mencegah kejadian DRP’s yang potensial dan mengatasi kejadian DRPs yang aktual.
Kata Kunci : Asma; jumlah obat; DRPs

Abstract
Patients with a diagnosis of asthma showing different orvaried clinical manifestations between one group of
patients with another patient even in the patients them selves from time to time canvary in frequency an
dintensity of symptoms causingan increase in the number of drugs used. This study aims odetermine the
correlation between the amount of drug used with a risk of Drug Related Problems (DRP's)in patients with asthma.

This research is an observational study with analytic correlational cross sectional design using contingensy
coefficient correlation test. Data obtained from secondary data, retrospctive medeical record that patient with a
diagnosis of asthma in January-December 2016. Sampling was conducted sampling technique is purposive
sampling non probability appropriate inclusion criteria obtained a number of 30 patients.
The result showed that there was a significant correlation between the number of drugs used by the category of
DRPs improrer drug selection (p=0.028) with the strength of weak correlation(r=0.371)and a category DRPs drug
interactions (p=0.031)with the strength of weak correlation(r=0.367). The number of drugs used do not show a
significant correlation in the category of DRPs untreated indication(p=0.794), dose(p=0.255) and unnecessary drug
therapy(p=0.057). Pharmacists need active participation to prevent the incidence of DRP's potential and over
come the actual incidence of DRPs.
Keywords:Asthma, the amount of drugs,DRPs
PENDAHULUAN 60 % dokter ahli paru dan alergi yang
memahami panduan tentang Asma dengan
Asma merupakan suatu penyakit yang baik, sehingga di lapangan sering
heterogen, yang dikarakterisir oleh ditemukan penggunaan obat anti asma
inflamasi kronis pada saluran pernafasan yang kurang tepat dan masih tingginya
yang ditentukan oleh adanya riwayat kunjungan pasien ke unit gawat darurat,
gejala gangguan pernafasan seperti perawatan rawat inap bahkan perawatan
mengi, nafas terengah – engah, intensif. Studi lainnya di Asia Pasifik
dada terasa berat/tertekan, diikuti dengan menunjukkan tingkat tidak masuk kerja
keterbatasan aliran udara ekspirasi yang akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan
bervariasi (GINA, 2015). Asma dengan di Eropa dan Amerika Serikat yang
termasuk salah satu penyakit tidak mana hampir separuh dari seluruh pasien
menular utama dengan perkiraan kejadian asma pernah dirawat di rumah sakit dan
sekitar 235 juta orang saat ini menderita melakukan kunjungan ke unit gawat
asma. World Health Organization (WHO) darurat setiap tahunnya (Kemenkes, 2008).
pada Desember 2016 telah merilis Pasien dengan penyakit asma
memperkirakan terdapat 383.000 kematian menunjukkan manifestasi klinis yang
akibat asma pada tahun 2015 (The Global berbeda – beda atau bervariasi antara satu
Asthma Report, 2018). Menurut Riset kelompok pasien dengan pasien lainnya
Kesehatan Dasar pada tahun 2018 bahkan dalam satu pasien itu sendiri dari
(Riskesdas, 2018) prevalensi asma di waktu ke waktu dapat berbeda frekuensi
Indonesia berdasarkan diagnosis dokter dan intensitas gejalanya (Ikawati, 2016).
pada penduduk semua umur sebesar 2,4 % Hal ini menyebabkan meningkatnya
dan Provinsi Sumatera Selatan sebesar 1,9 jumlah obat yang digunakan dan beresiko
% dari prevalensi tersebut. Berdasarkan menimbulkan kejadian polifarmasi yaitu
data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) obat dalam jumlah yang banyak dalam
diketahui pada tahun 2017 jumlah pasien suatu resep (dan atau tanpa resep) untuk
asma rawat inap di Indonesia mencapai efek klinik yang tidak sesuai. Polifarmasi
53.949 pasien, dengan kasus terbanyak termasuk bagian dari Drug Related
di Jawa Timur sebanyak 7.942 pasien dan Problems (DRPs) (Rambadhe dkk, 2012).
Sumatera Selatan berada pada peringkat Drug Related Problems (DRPs) adalah
kelima dengan jumlah 2.841 orang pasien. kejadian suatu kondisi terkait dengan
Dari jumlah total pasien tersebut diketahui terapi obat yang secara nyata atau
sebanyak 1.182 pasien (2,2 potensial mengganggu hasil klinis
%) keluar rumah sakit meninggal kesehatan yang diinginkan (PCNE,
dunia. 2006). Menurut Cipolle (2004) DRPs
Suatu studi di Amerika Serikat, hanya adalah suatu kejadian atau situasi
yang
melibatkan terapi obat yang secara aktual obat, penggunaan tanpa indikasi dan
atau potensial mengganggu hasil terapi pengobatan gagal.
yang optimal untuk pasien tertentu dengan Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
Tipe DRPs terdiri dari untreated oleh Hidayah dan Prasetyo (2011) tentang
indication,improper drug selection dosis identifikasi Drug Related Problem (DRP’s)
pada pasien penyakit asma di rumah sakit
subterapeutik, pasien gagal mendapatkan
PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun
terapi, overdosis, terjadi ADR, interaksi
2009, menunjukkan hasil bahwa pasien pengobatan pasien asma yang bertujuan
yang mengalami DRPs yaitu 55% (55 untuk mengetahui korelasi jumlah obat
pasien) dengan jumlah kejadian DRPs yang digunakan dengan resiko terjadi Drug
seluruhnya 75 kejadian. Presentase Related Problem (DRP’s) pada pasien
kejadian tiap kategori DRPs yaitu asma.
membutuhkan tambahan terapi obat yaitu
16,0%, obat tanpa indikasi dan duplikasi
terapi yaitu 21,3%, obat salah yaitu METODE PENELITIAN
10,7%, dosis terlalu rendah yaitu 18,7%,
interaksi obat yaitu 12,0%, dan dosis Desain penelitian
terlalu tinggi yaitu 21,3%.
Penelitian Lorensia dan Wijaya (2016) Penelitian ini merupakan studi
tentang hubungan jumlah obat yang observasi dengan desain cross sectional
digunakan terhadap risiko terjadinya Drug korelasional analitik yang bertujuan untuk
Related Problem (DRP’s) pada pasien mengetahui hubungan jumlah obat dengan
asma disuatu rumah sakit di Surabaya, tipe DRPs untreated indication, improper
menunjukkan bahwa ada korelasi antara drug selection, dosis, interaksi lain,
jumlah obat dengan jenis obat DRPs yang unnecessary drug therapy diRS X
kurang tepat (p Palembang.
<0,05), sehingga semakin banyak jenis
obat yang digunakan oleh pasien asma,
semakin besar risiko pasien mendapatkan Pengambilan data
obat yang kurang tepat. Data diperoleh dari data sekunder
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah yaitu rekam medik secara retrospektif pada
Sakit X Palembang dengan kejadian asma pasien dengan diagnosa asma pada bulan
termasuk 10 penyakit terbesar pada tahun Januari – Desember 2016. Penelitian ini
2016 dan belum pernah dilakukan dilakukan terhadap seluruh populasi
penelitian semacam ini sebelumnya. (populasi target) sesuai kriteria inklusi
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti meliputi semua umur dan diagnosis utama
tertarik untuk melakukan penelitian asma dengan atau tanpa tanpa penyakit
mengenai Drug Related Problem (DRP’s) penyerta.
dalam
Analisa data
Data dianalisa sesuai dengan
algoritma penatalaksanaan serangan asma
(GINA, 2015), Pharmacotherapy A
Pathophysiological Approach ed 8 (Dipiro
dkk, 2011), pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan Asma (PDPI, 2003)
dan Pedoman Pengendalian Penyakit
Asma (Kemenkes, 2008). Tipe DRPs
dikategorikan sesuai dengan tipe DRPs
(Cipolle, 1998). Jumlah obat dihitung
dengan membuat rata – rata jumlah obat
selama pasien dirawat dan dikategorikan
menjadi 2 yaitu < 5 dan ≥
5. Korelasi jumlah obat dengan tipe
DRPs diuji statistik dengan uji korelasi Data demografi n (%)
koefisien kontingensi menggunakan SPSS Jenis
Kelamin Laki – laki 9 30
versi 21. 21 70
Perempuan
Usia Anak (2 – 12) 6 20
HASIL DAN PEMBAHASAN (tahun) Dewasa (> 12) 24 80

Jumlah pasien dengan diagnosa asma rawat


inap yang memenuhi kriteria inklusi adalah Pasien yang diikutkan pada penelitian ini
sebanyak 30 orang. Hasil penelitian adalah adalah semua umur pasien dimulai dari
sebagai berikut. umur 2 tahun sampai 89 tahun dan
diketahui pasien dewasa lebih banyak
Karakteristik dasar pasien daripada pada pasien anak dan
berdasarkan jenis kelamin pasien lebih
Karakteristik dasar pasien meliputi jenis
banyak pasien dengan jenis kelamin
kelamin dan usia dapat dilihat pada tabel 1.
perempuan.

Tabel 1. Demografi pasien

Profil penggunaan obat


Jumlah total R/ obat untuk 30 orang pasien adalah 202, sehingga diperoleh rata – rata
jumlah R/ untuk setiap pasien = 6,73. Pasien yang mendapatkan obat < 5 sebanyak 9 (30%)
dan mendapatkan obat ≥ 5 sebanyak 21 (70%). Jenis obat yang digunakan untuk terapi asma
seperti dapat dilihat pada tabel 2 dan obat yang digunakan untuk terapi penyerta yang dapat
dilihat pada tabel 3.
Tabel 2. Obat untuk terapi asma
No Golongan Jenis obat N %

1 Bronkodilator Salbutamol, aminofilin, 27


90
teofilin

2 Kortikosteroid Deksametason, 29
metilprednisolone
, 96,7
Budesonide,

Budesonide+formoterol
3 Bronkodilator + Salbutamol +
26 86,7
anti Kolinergik ipratropium Bromida

4 Ekpektoran OBH 30 100

5 Mukolitik Ambroksol, erdostein 30 100

Palembang untuk meredakan gejala sesak untuk membantu meringankan batuk


nafas terdiri dari bronkodilator, berdahak diberikan ekspektoran dan
bronkodilator + antikolinergik, mukolitik. Sebagian pasien mendapatkan
kortikosteroid dan terapi simptomatik dua jenis bronkodilator dalam bentuk
sediaan berbeda atau satu jenis sedang, berat dan mengancam jiwa.
bronklodilator dengan bentuk sediaan yang Pengobatanasma memiliki tujuan
berbeda dalam waktu pemberian yang jangka panjang tercapainya kontrol
berdekatan. Demikian juga dengan gejala yang baik dan meminimalkan resiko
pemberian kortikosteroid. Sesuai dengan kekambuhan di masa depan, keterbatasan
algoritma tata laksana terapi kontrol aliran udara dan efek samping
terhadap gejala asma harus dicapai secepat pengobatan (GINA, 2015). Perlu
mungkin, sehingga pengobatan harus dipertimbangkan beberapa hal dalam
dimulai pada tahap yang paling tepat penatalaksanaan asma
sesuai tingkat keparahan gejala yaitu berbasis pada pengontrolan asma,
ringan – yaitu pemberian terapi disesuaikan
dalam suatu siklus yang
berkesinambungan antara terapi
pasien dan pengobatan, tingkat
keparahan serta mempertimbangkan
karakteristik asmapasien (Ikawati, 2016).
Hal ini akan berdampak pada ketepatan
pemilihan obat termasuk ketepatan bentuk
sediaan yang sesuai untuk kondisi pasien.

Selain obat – obat untuk mengatasi asma, berikut ini merupakan obat – obat lain untuk terapi
penyakit penyerta pada pasien tersebut.
Tabel 3. Obat untuk terapi penyakit penyerta
No Golongan Jenis obat n %

1 Ceftazidime, ceftriaxone,
cefixime,cefadroxile,
Antibiotik cefuroxime, ampisilin, 30 100
levofloksasin,
azitromisin

2 Analgetik antipiretik Parasetamol 10 33,33

3 Amlodipine,
candesartan,
Antihipertensi 15 50
furosemide,
spironolakton

4 Vitamin Vitamin B kompleks 4 13,33

5 ISDN, gliseril trinitrat,


Antiangina 9 30
amiodaron

6 Antiplatelet Klopidogrel 1 3,33

7 Antihistamin Setirizin 2 6,67


8 Antiemetik Domperidone, 1 3,33

9 Ansiolitik Klobazam

10 Phenolpthlein + paraffin
Pencahar 1 3,33
liquidum + gliserin

11 Lansoprazole,
Antiulcer 1 3,33
omeprazole

12 Betahistine mesylate,
Antivertigo 3 10
flunarizine

13 Elektrolit Kalium
Pottasium Chlorida 2 6,67
Konsentrasi tinggi

Pasien asma rawat inap di RS X juga dan CHF (Congestive Heart Failure/
mengalami penyakit penyerta sehingga gagal jantung kongestif). Beberapa
jumlah obat yang digunakan bertambah penyakit penyerta tersebut mempunyai
banyak. Selain diagnosa utama asma gejala sesak nafas seperti HHD, CAD dan
terdapat pasien dengan penyakit penyerta CHF sehingga perlu kehati – hatian
yaitu infeksi saluran pernafasan, sepsis, dalam memberikan terapi. Jumlah total R/
dispepsia, hipertensi, osteoartitis, CAD obat untuk 30 orang pasien adalah 202,
( c o r o n a r y a r t e r y disease/penyakit jantung sehingga diperoleh rata – rata jumlah R/
koroner), HHD ( hypersensitive heart untuk setiap pasien = 6,73.
disease)

Hasil analisis DRPs

Analisis DRPs didasarkan pada tipe DRPs untreated indivation (indikasi tidak
diobati),improrer drug selection (pemilihan obat yang kurang tepat), permasalahan dosis
(under dosis/over dosis), drug interaction(interaksi obat) dan drug use without indication (penggunaan
obat tanpa indikasi). Hasil analisa dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis DRPs


No Tipe DRPs N %

1 Indikasi tidak diobati 9 30

2 Pemilihan obat yang kurang tepat 25 80

3 Dosis (under dosis/over dosis) 26 86,7

4 Interaksi obat 9 30

5 Penggunaan tanpa indikasi 11 36,7

Pada penelitian ini diketahui terdapat pasien tidak mendapatkan


bronkodilator untuk mengatasi sesak nafas inhalasi SABA) (short acting beta agonist),
yang dialami pada kondisi akut, namun kortikosteroid dan diberikan oksigen
hanya diberikan kortikosteroid. Terapi pada (GINA, 2015). Selain itu terdapat
serangan akut diawali dengan pemberian pasien dengan penyakit penyerta
osteoartritis tidak mendapatkan terapi. menunjukkan severe maka berikan
Pemilihan obat yang tidak tepat pada oksigen, dosis tinggi inhalasi SABA +
penelitian ini didasarkan pada pasien ipratropium bromide melalui nebulizer atau
mendapatkan bronkodilator lebih dari satu MDI dan kortikosteroid oral, sedangkan
jenis obat, demikian juga dengan golongan bagi pasien yang yang mengalami actual
kortikosteroid. Beberapa pasien respiratory arrest diberikan oksigen,
mendapatkan terapi obat yang sama dengan SABA + ipratropium Bromida
bentuk sediaan yang berbeda dan diberikan nebulisasi, kortikosteroid intravena,
dalam waktu yang berdekatan. Berdasarkan pertimbangkan terapi ajuvan yang lain dan
algoritma terapi penatalaksanaan asma di tempatkan pasien di ruang perawatan
rumah sakit diawali dengan melakukan intensif. Setelah itu dilakukan penilaian
penilaian awal meliputi riwayat dan ulang apakah pasien mengalami
pemeriksaan fisik sehingga dapat dinilai eksaserbasi sedang atau eksaserbasi berat
apakah termasuk serangan asma diberikan terapi, kemudian jika dinilai
ringan, sedang/berat atau serangan asma pasien mengalami respon yang kurang
yang mengancam jiwa. Untuk serangan baik, pasien disarankan untuk dirawat inap
asma ringan dan sedang/berat pengobatan dan diberikan terapi SABA inhalasi,
awal diberikan oksigen, inhalasi sistemik (oral atau intravena)
SABA setiap 20 menit dalam 1 jam atau kortikosteroid dan pertimbangkan terapi
agonis beta 2 injeksi (terbutalin 0,5 ml ajuvan.
subkutan atau adrenalin 1/1000 0,3 ml Permasalahan terkait dosis meliputi ober
subkutan). Selain itu diberikan dosis dan under dosis. Pada pemberian
kortikosteroid sistemik dalam kondisi tidak dosis ambroxol syr 3 x 1 sendok teh
ada respon segera dengan pengobatan seharusnya diberikan pada rentang dosis 3
bronkodilator atau dalam kosrtikosteroid x 2 sendok teh untuk dewasa. Kemudian
oral (PDPI 2003 dan Kemenkes 2008). pemberian dosis retapyl tab 1 x 1 tablet
Menurut Dipiro dkk (2012) setelah seharusnya diberikan pada rentang dosis 2
diberikan penilaian dibedakan menjadi 3 x 1 tablet serta pemberian symbicort
yaitu mild – moderate, severe dan actual inhaler yang diberikan 1 x 1 puff
respiratory arrest sehingga terapi awal seharusnya diberikan pada rentang dosis 1
dibedakan atas ketiganya. Untuk kasus mild x 2 puff atau 2 x 2 puff. Dosis. Kejadia
– moderate diberikan oksigen, inhalasi Drug Related Problem (DRPs) pada pasien
SABA melalui inhaler atau MDI asma dosis terlalu tinggi dapat dilihat pada
Kortikosteroid sistemik oral jika tidak ada pemberian dosis lansoprazole tab 2 x 30
respons segera atau jika pasien baru saja mg seharusnya diberikan pada rentang
menggunakan kortikosteroid sistemik oral. dosis 1 x 30 mg/hari. Pada pemberian
Jika hasil penilaian vectrine syr 3 x 10 ml yang seharusnya
diberikan pada rentang 2 x 10 ml.
Kejadian Drug Related Problem
(DRPs)) tipe yang lainnya yaitu interaksi
obat. Potensial interaksi yang mungkin
terjadi yaitu interaksi antara kortikosteroid
dengan diuretik yaitu, kortikosteroid
memberikan efek antagonis terhadap efek
diuretik, kemudian meningkatkan risiko
hipokalemia jika kortikosteroid
diberikan bersama asetozolamid, Bentuk intravena mempunyai onset
diuretik kuat atau tiazid dan diuretik cepat, bentuk sedangkan inhalasi
sejenisnya (Baxter, 2008). Mekanisme diabsorbsi minimal (absorbsi linier
interaksi yang terjadi antara kortikosteroid dengan penambahan dosis). Selain itu
dengan diuretik merupakan interaksi Interaksi obat terjadi pada pemberian
farmakokinetik yaitu, prednison oral dapat kortikosteroid dengan makrolida yaitu
diabsorbsi dengan cepat dalam saluran Klaritromisin dan eritromisin dapat
cerna dan dimetabolisme secara ekstensif mengurangi pelepasan
dalam hepar menjadi metabolit aktif. methylprednisolone
sehingga meningkatkan (pada pasien asma penggunaan obat tanpa
efek terapi dan efek samping. Jenis indikasi. Pada penelitian ini obat tanpa
makrolida lain juga dapat berinteraksi, indikasi yang sesuai yaitu jika dalam
walaupun kemungkinannya kecil. Selain anamnesia, diagnosa, dan hasil
itu pemberian kortikosteroid dan diuretik. laboratorium tidak ada indikasi
Diuretik loop seperti furosemid, dan diberikannya suatu obat. Penggunaan obat
diuretik tiazid seperti tanpa indikasi yang ditemukan adalah
bendroflumethiazid, dapat penggunaan vitamin yang belum jelas
menyebabkan hipokalemia. Hal ini dapat manfaatnya untuk kondisi pasien,
dipicu oleh obat-obatan lain yang penggunaan ISDN untuk pasien dengan
menurunkan kadar potassium seperti gejala sesak tetapi tidak ada indikasi
kortikosteroid. Pada kasus yang ekstrim, penyakit jantung dan penggunaan
risiko terkena aritmia jantung yang serius antibiotik untuk kasus yang belum
juga meningkat. Kortikosteroid yang menunjukkan gejala atau hasil
tercatat memiliki efek penurunan laboratorium menunjukkan adanya infeksi.
potassium yang lebih rendah sehingga Terapi obat tanpa indikasi hanya dapat
lebih aman digunakan karena tidak menimbulkan potensi efek toksik dari obat
cenderung menimbulkan masalah yaitu tersebut dan memiliki sedikit atau bahkan
deksametason, prednisolone, dan sama sekali tidak memiliki efek positif
betametason. terhadap outcome pasien. Biaya obat tanpa
Kejadian Drug Related Problem (DRPs) indikasi juga perlu dipertimbangkan
Hubungan jumlah obat dengan tipe (Cipolle dkk, 1998).
DRPs Sebagai perbandingan hasil penelitian
Hidayah dan Prasetyo (2011) tentang
identifikasi DRPs pada pasien asma rawat
inap di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta pada tahun 2009 dketahui
bahwa persentase pasien yang mengalami
DRPs yaitu 55% (55 pasien) dengan
jumlah kejadian DRPs seluruhnya 75
kejadian. Persentase kejadian tiap
kategori DRPs yaitu membutuhkan
tambahan terapi obat yaitu 16,0%, obat
tanpa indikasi dan duplikasi terapi yaitu
21,3%, obat salah yaitu 10,70/0, dosis
terlalu rendah yaitu 18,70/0, interaksi
obat yaitu 12,0% dan dosis terlalu
tinggi yaitu
21,3 %.

Hasil uji statistik menggunakan koefisien kontingensi dapat dilihat pada tabel 3 berikut :

Tabel 3. Korelasi jumlah obat dengan tipe DRPs


No Tipe DRPs P value Hubungan korelasi

1 Indikasi tidak diobati 0,794 0,048 Tidak bermakna secara statistic

2 Pemilihan obat yang tidak 0,028 0,371 Bermakna secara statistik


tepat
Kekuatan korelasi lemah

3 Dosis (under dosis/over 0,255 0,204 Tidak bermakna secara statistic


dosis)

4 Interaksi obat 0,031 0,367 Bermakna secara statistic

Kekuatan korelasi lemah

5 Penggunaan tanpa indikasi 0,057 0,328 Tidak bermakna secara statistic

Uji hubungan jumlah obat dengan tipe Pelayanan farmasi yaitu, Pharmaceutical
DRPs menggunakan uji korelasi koefisien care, yaitu apoteker bekerjasama dengan
kontingensi menunjukkan terdapat korelasi pasien dan tenaga kesehatan lain
yang signifikan antara jumlah obat yang mendesain, mengimplementasikan, dan
digunakan dengan kategori DRPs Drug memonitor Pharmaceutical car plan yang
Improrer Selection (p = 0,028) dengan dapat memberikan hasil terapi yang
kekuatan korelasi lemah (r = 0,371) dan spesifik dengan pasien yang memiliki
kategori DRPs interaksi obat (p= 0,031) fungsi mengidentifikasi DRPs yang
dengan kekuatan korelasi lemah (r = potensial dan aktual, menyelesaikan DRPs
0,367). Hasil penelitian Lorensia dan yang actual dan mencegah DRPs yang
Wijaya (2016) menunjukkan Terdapat potensial.
korelasi antara jumlah obat dengan jenis
DRPs obat yang kurang sesuai, sehingga KESIMPULAN
makin banyak jenis obat yang digunakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
oleh pasien asma maka makin besar risiko jumlah obat akan mempengaruhi tipe
pasien mendapatkan obat yang kurang DRPs pemilihan obat yang tidak tepat dan
sesuai, namun tidak ditemukan korelasi interaksi obat. Perlu peran serta apoteker
antara jumlah obat dengan tipe DRPs untuk mencegah DRPs yang potensial dan
interaksi obat. mengatasi kejadian DRPs yang aktual.
Apoteker
Pada peneitian ini juga diketahui
jumlah obat yang digunakan tidak
menunjukkan korelasi yang signifikan DAFTAR PUSTAKA
pada kategori
DRPs untreated indication ( p= 0,794), Baxter,K. 2008. Stockley drug
dosis (p = 0,255) dan unnessary drug interaction pocket companion.
therapy (p = 0,057). London Pharmaceutical Press.
Salah satu dimensi baru praktek
Cipolle, R.J., Stand, L.M., Morley, P.C. 1998. Pharmaceutical care practine the
clinican’s guide.New York: McGraw-Hill.
Cipolle, R.J., Stand, L.M., Morley, P.C. 2004. Pharmaceutical care practine the
clinican’s guide New York: McGraw-Hill.

Dipiro, J.T., Robert, L.,Talbert., Gary C.Y., Gary R.M., Barbara, G., Wells, L.,
Michael, P. 212. Pharmacotherapy a pathophysiologic approach Ed 8 Amerika
serikat: The McGraw- Hill Companies

Global Initiative for Asthma. 2015, Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, 2, http: www.ginaasthma. org, diakses pada 03 Januari 2020

Ikawati, Z. 2016. Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan.. ed 1. Bursa Ilmu,


Yogyakarta

The Global Asthma Report. 2018. Riset Kesehatan Dasar. 2018.

Rambadhe, S., Chakarborty, A., Shrivastava, A., Ptail, U.K., Rambadhe, A.


2012. A survey on Polupharmacy and Use of Inappropirate Medications (pp 68-
73).Toxicol Int.
Kemenkes. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1023/ Menkes/ SK/ XI /2008
Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta

Lorensia, A., Wijaya, R.I. 2016. Hubungan jumlah obat yang digunakan terhadap
risiko
terjadinya drug related problems pada pasiena sma di suatu rumahs akit di
Surabaya. Jurnal Trop. Pharm Vol- 3 No.3

Pharmaceutical Care Network Europe Foundation (PCNE), 2006. PCNEClassification for


drug related problems Pharmaceutical care research. V5.01.

Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman diagnosis danpenatalaksanaanasma di


Indonesia. Jakarta: PersatuanDokterParu Indonesia.
PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING

Evaluasi Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Kefarmasian Di


Puskesmas Muara Enim
Ensiwi Munarsih 1*, Yopi Rikmasari 1
1
Farmasi, Program Studi D-III Farmasi, STIFI Bhakti Pertiwi Palembang, Indonesia
1
Biostatistika, STIFI Bhakti Pertiwi, Palembang, Indonesia
*
E-mail : ensiwi.munarsih@gmail.com

Diterima : Direvisi : Disetujui:


Abstrak
Pelayanan kefarmasian yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa
pelayanan sesuai dengan tingkat kepuasan pasien, serta penyelenggarannya sesuai dengan kode etik dan
standar pelayanan yang ditetapkan. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan kefarmasian di Puskesmas Muara Enim berdasarkan 5 komponen penilaian tingkat kepuasan
pasien yaitu : keandalan (reliability), ketanggapan (responsivenes), jaminan (assurance), empati (emphaty),
dan berwujud (tangible). Sampel penelitian ini adalah semua pasien yang datang berobat di Puskesmas Muara
Enim yang memenuhi kriteria inklusi, berjumlah 100 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan
kuisioner. Analisa data menggunakan metode Importance Performance Analisys (IPA). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pasien merasa sangat puas dengan pelayanan kefarmasian di Puskesmas Muara Enim,
tetapi adanya prioritas utama pada kuadran A yang perlu ditingkatkan seperti kecakapan petugas farmasi
dalam menjelaskan cara pemakaian obat yang benar, kelengkapan obat dan obat yang diterima sesuai dengan
keluhan penyakit yang diderita.
Kata Kunci : Tingkat Kepuasan; Pelayanan Kefarmasian; Importance Performance Analisys (IPA).

Abstract
Pharmaceutical services quality are health services that can satisfy each service user in accordance with the
level of patient satisfaction, and delivery according to the code of ethics and established service standards.
This study aims to determine the level of patient satisfaction with pharmaceutical services at the Muara Enim
Community Health Center based on 5 components of the level of patient satisfaction, namely: reliability,
responsiveness, assurance, empathy, and tangibility. The sample of this study were all patients who came for
treatment at the Muara Enim Puskesmas who met the inclusion criteria, totaling 100 people. Data collection
techniques using questionnaires. Data analysis uses the Importance Performance Analysis (IPA) method. The
results showed that patients were satisfied with pharmaceutical services at the Muara Enim Health Center,
but there were top priorities in quadrant A that needed to be improved such as the ability of pharmacists to
explain how to use drugs correctly, the completeness of drugs and drugs received in accordance with
complaints of illness.
Keyword : Satisfaction level; Pharmaceutical services; Importance Performance Analisys (IPA).
PENDAHULUAN 2007). Menurut kotler dan keller (2012)
komponen penilian tingkat kepuasan
Puskesmas merupakan fasilitas pasien meliputi keandalan (reliability),
pelayanan kesehatan dasar yang ketanggapan (responsivenes), jaminan
menyelenggarakan upaya kesehatan (assurance), empati (emphaty), dan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan berwujud (tangible).
(promotif), pencegahan penyakit Berdasarkan hasil penelitian yang
(preventif), penyembuhan penyakit dilakukan Prihandiwati dkk (2018)
(kuratif), dan pemulihan kesehatan tentang tingkat kepuasan pasien
(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara Puskesmas Pekauman Banjarmasin
menyeluruh, terpadu, dan terhadap pelayanan kefarmasian pada
berkesinambungan (Kemenkes, 2016). tahun 2018 disebutkan bahwa tingkat
Salah satu bentuk pelayanan yang kepuasan pasien didominasi kategori puas
diselenggarakan di puskesmas yaitu dengan persentase 68,03%. Puskesmas
pelayanan kefarmasian. Pelayanan
Muara Enim merupakan puskesmas yang
kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung
kepada pasien yang bertanggung jawab yang terletak di kabupaten Muara Enim dengan
berkaitan dengan sedian farmasi, untuk status akreditasi madya. Penelitian ini
meningkatkan kualitas kesehatan pasien bertujuan mengevaluasi tingkat kepuasan
(Depkes, 2006). pasien terhadap pelayanan kefarmasian di
Pelayanan kefarmasian yang bermutu Puskesmas Muara Enim.
adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa METODE PENELITIAN
pelayanan sesuai dengan tingkat kepuasan
pasien, serta penyelenggarannya sesuai Jenis Penelitian
dengan kode etik dan standar pelayanan Jenis penelitian ini adalah penelitian
yang ditetapkan (Novaryatiin dkk, 2018). deskriptif kualitatif yang menyajikan
Pelayanan yang bermutu dapat dilihat gambaran tingkat kepuasan pasien
salah satunya dengan melihat dari tingkat terhadap pelayanan kefarmasian di
kepuasan konsumen atau pasien. Puskesmas Muara Enim. Data yang
Kepuasan pasien dapat digambarkan diperoleh berupa data primer
sebagai harapan dan kenyataan yang menggunakan instrumen kuesioner.
dirasakan pasien pada saat mendapatkan
pelayanan kefarmasian, pasien akan Populasi dan Sampel
merasa puas apabila pelayanan Populasi dari penelitian ini adalah
kefarmasian yang diperoleh pada semua pasien yang datang berobat di
kenyataannya sama atau melebihi Puskesmas Muara Enim. Sampel dipilih
harapan, sebaliknya pasien akan merasa berdasarkan kriteria inklusi yaitu : pasien
tidak puas apabila pelayanan kefarmasian yang berumur lebih dari 17 tahun, dapat
yang diperoleh pada kenyataannya tidak berkomunikasi dengan baik, bersedia
sesuai dengan yang diharapkan (Pohan, mengisi kuesioner dan sudah pernah
berobat sebelumnya di Puskesmas Muara HASIL DAN PEMBAHASAN
Enim. Teknik pengambilan sampel
menggunakan teknik non probability Penelitian evaluasi tingkat kepuasan
sampling yaitu quota sampling. Jumlah pasien terhadap pelayanan kefarmasian di
sampel yang diperoleh sebanyak 100 Puskesmas Muara Enim, dari 100 orang
orang responden. responden diperoleh hasil :

Prosedur Kerja Tabel 1. Karakteristik Jenis Kelamin


Langkah-langkah kerja yang Responden
dilakukan pada penelitian ini sebagai Jenis Kelamin Jumlah Persentase
berikut : (%)
Laki-laki 61 61
1. Tahapan Persiapan
Perempuan 39 39
Pada tahap ini disusun instrumen Jumlah 100 100
kuesioner yang diadopsi dari Andriani
(2017), Kemenkes (2014), Rikmasari Responden yang bersedia mengisi
(2014), dan disesuaikan dengan kuisioner sebanyak 100 orang, terdiri dari
keadaan Puskesmas Muara Enim. 61 (61%) laki-laki dan 39 (39%)
Kuisioner digunakan untuk mengukur perempuan. Jumlah laki-laki lebih banyak
tingkat kepuasan pasien terhadap diandingkan dengan perempuan. Tidak
layanan kefarmasian. Selanjutnya terdapat hubungan antara jenis kelamin
dilakukan uji validitas dan reliabilitas dan tingkat kepuasan pelayanan
dengan cara membagikan kuesioner kesehatan. Namun menurut Rahmqvist
pada 30 responden. Data yang (2001), laki-laki cenderung lebih merasa
terkumpul analisis menggunakan puas dibandingkan dengan perempuan
SPSS. terhadap masalah layanan kesehatan.
2. Tahap Pengumpulan Data
Hasil kuesioner yang telah di uji Tabel 2. Usia Responden
validitas dan reliabitasnya selanjutnya Usia Jumlah Persentase
diberikan kepada responden. (%)
3. Tahap Pengolahan Data 15-19 8 8
Kuesioner yang telah diisi responden 20 – 29 24 24
30 -39 32 32
selanjutnya dinilai menggunakan >40 36 36
skala likert, yaitu dengan melakukan Jumlah 100 100
skoring terhadap masing-masing
jawaban pasien dengan skala 1 sampai Berdasarkan Tabel 2. jumlah responden
5 (Supranto, 2011). Data selanjunya paling banyak merupakan responden
dianalisa menggunakan metode dengan usia >40 tahun. Penelitian Oroh
Importance Performance Analysis dkk tahun 2014 menyimpulkan bahwa
(IPA) secara emosional pasien yang usianya
lebih tua cenderung lebih terbuka
dibanding pasien muda, sehingga pasien sangat puas dengan pelayanan yang
tua memiliki harapan lebih rendah. diberikan oleh layanan kefarmasian
Artinya pasien tua lebih cepat merasa Puskesmas tersebut. Arikunto (2006)
puas. menyatakan bahwa jika nilai kepuasan
lebih dari 75% maka dapat dikatakan
Tabel 3. Pendidikan akhir responden pasien sudah sangat puas terhadap
Pendidikan Jumlah Persentase pelayanan yang diberikan. Namun tidak
(%) cukup hanya dilihat dari aspek kepuasan
SMA 56 56
dalam keseluruhan pelayanan, tetapi perlu
Sarjana 44 44
Jumlah 100 100 diperhatikan aspek-aspek kepuasan dari
masing-masing dimensi.
Tingkat pendidikan terakhir dapat
mempengaruhi pola pikir masing-masing 2. Importance Performance Analysis
pasien. Semakin tinggi tingkat pendidikan Analisa data dilakukan dengan
pasien maka semakin tinggi pula menghitung rata – rata kinerja dan
keinginan, harapan dan kepercayaan yang harapan, menghitung tingkat kepuasan
diberikan oleh tenaga farmasi demi antara kinerja dan harapan dengan
kesembuhan pasien (Yuniarta dan menampilkan diagram kartesius yang
Suharto,2011). membandingkan antara tingkat harapan
pasien (Y) dengan tingkat kinerja (X) di
1. Analisa Tingkat Kepuasan Puskesmas Muara Enim. berikut diagram
kartesius untuk analisis Importance
Berdasarkan perhitungan menggunakan Performance Analysis (Supranto,2011).
rumus tingkat kepuasan dan rata-rata Untuk melihat secara lebih terperinci
tingkat kepuasan di peroleh hasil seperti mengenai atribut-atribut yang perlu untuk
pada tabel 4. dilakukan perbaikan. Nilai rata-rata
penilaian kinerja dan penilaian harapan
Tabel 4. Analisis Tingkat Kepuasan dipetakan dalam diagram kartesius,
Dimensi Rata-rata Tingkat sebagai berikut :
Kepuasan (%)
Daya Tanggap 97.67
Berwujud 99.9
Keandalan 96.9
Jaminan 90.4
Empati 89.8
Rata-rata 94.9
Kepuasan

Rata-rata tingkat kepuasan pelayanan


kefarmasian menunjukkan nilai sebesar
94.9%, maka dikatakan pasien sudah
dipahami dan mudah dimengerti.
Kenyataanya kelengkapan obat dianggap
kurang karena tempat penyusunan obat
kurang rapi, oleh karena itu perlu
dilakukan penambahan lemari atau
etalase agar terlihat rapi.

b. Kuadran B
Kuadran B adalah daerah yang
memuat atribut-atribut yang dianggap
Gambar 1. Diagram Kartesius penting oleh pasien, dan atribut-atribut
tersebut dianggap telah sesuai dengan
Hasil pemetaan pada diagram kartesius keinginan pasien sehingga tingkat
dapat terlihat beberapa atribut yang perlu kepuasan pasien relatif lebih tinggi,
perbaikan dan atribut-atribut yang perlu sehingga perlu untuk dipertahankan oleh
dipertahankan oleh pihak puskesmas. pihak puskesmas karena sudah bisa
Atribut tersebut terbagi kedalam 4 memberikan pelayanan sesuai dengan
kuadran (A, B, C, dan D) sesuai dengan keinginan pasien sehingga pasien merasa
tingkat kepentingan pelanggan dan puas. Butir pertanyaan yang terdapat
kinerja tenaga kefarmasian di Puskesmas kuadran B yaitu : pasien mendapatkan
Muara Enim. informasi yang jelas dan mudah
dimengerti tentang pelayanan obat di
a. Kuadran A puskesmas, petugas berpakaian rapi dan
Kuadran A adalah wilayah yang sopan, petugas farmasi melayanin dengan
berisikan atribut-atribut yang dianggap ramah sopanobat yang diterima keadaan
penting oleh pasien, namun dalam baik dan rapi sesuai aturan, dan etiket
kenyataannya atribut-atribut ini masih mudah dibaca.
belum sesuai dengan yang diharapkan
oleh pasien. Dalam hal ini Puskesmas c. Kuadran C
perlu melakukan perbaikan sebaik Kuadran C adalah daerah yang
mungkin untuk meningkatkan kepuasan berisikan atribut-atribut yang dianggap
pasien terhadap atribut yang termasuk kurang penting oleh pasien dan pada
kedalam kuadran tersebut. Beberapa kenyataannya kinerja pihak puskesmas
solusi perlu dilakukan guna perbaikan pun dinilai kurang memuaskan. Tidak
atau penyesuaian terhadap beberapa hal menutup kemungkinan Kuadran C pada
yang menjadi prioritas. Perlu adanya waktu yang akan datang menjadi
penambahan waktu dalam memberikan perhatian yang penting oleh pasien,
informasi obat agar dalam penyampaian sehingga puskesmas juga harus
pasien mudah paham dan dengan mempertimbangkan hal tersebut. Butir
menggunakan bahasa yang mudah pertanyaan yang terdapat pada kuadran C
yaitu petugas farmasi memberi tahu memadai dan obat yang diterima sesuai
lamanya pemberian obat, kebersihan dan dengan keluhan penyakit yang diderita.
kenyaman ruang tunggu farmasi, petugas
farmasi memberi kesempatan pasien UCAPAN TERIMA KASIH
dalam menyampaikan keluhannya, dan
petugas farmasi memberikan perhatian Peneliti mengucapkan terima kasih
kepada keluhan pasien. kepada Sdri. Nadya Lenzi Arza yang
telah membantu dalam pengumpulan data
d. Kuadran D dan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi
Kuadran D adalah wilayah yang Bhakti Pertiwi dan semua pihak yang
memuat atribut-atribut yang dianggap telah membantu terselesaikannya
kurang penting oleh pasien dan kinerja penelitian ini.
yang dilakukan oleh pihak puskesmas
dirasakan terlalu tinggi atau berlebihan, DAFTAR PUSAKA
sehingga puskesmas tidak perlu
melakukan perbaikan. Butir pertanyaan Andriani, A. 2017. Hubungan pelayanan
yang tedapat kuadran D yaitu petugas kesehatan dengan kepuasan pasien di
farmasi cepat tanggap terhadap keluhan ruangan poli umum puskesmas Bukit
pasien, petugas farmasi mampu Tinggi. Journal Endurance. 2 (1). 47-49.
memberikan penyelesaian terhadap Arikunto S. (2006). Prosedur penelitian suatu
pendekatan praktik ( edisi revisi 6).
masalah yang dihadapi oleh pasien, Jakarta : PT Rieka Cipta.
kenyamanan ruang tunggu sejuk tersedia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006.
sarana hiburan, dan petugas kefarmasian Pedoman penyelenggaraan dan prosedur
siap membantu. rekam medis Rumah Sakit di Indonesia.
Jakarta. Depkes RI
Kotler,P., Keller, K. 2012.Marketing
KESIMPULAN management.New Jersey.Prentice Hall.
Kementerian Kesehatan, 2014. Tentang pusat
Berdasarkan hasil pengumpulan, kesehatan masyarakat. Jakarta.
pengolahan dan analisa data yang Kementerian Kesehatan Republik
dilakukan terhadap pelayanan Indonesia.
Kementerian Kesehatan, 2016.Tentang standar
kefarmasian di Puskesmas Muara Enim pelayanan kefarmasian di puskesmas.
mengenai kepuasan pasien yang telah Jakarta. Kementerian Kesehatan
dilakukan dapat disimpulkan bahwa Republik Indonesia.
pelayanan kefarmasian di Puskesmas Novaryatiin, S., Ardhany, S.D., Aliyah, S. 2018.
Muara Enim sangat puas dengan adanya Tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan kefarmasian di RSUD Dr.
prioritas utama untuk ditingkatkan
Murjani Sampit. Borneo Journal of
meliputi : petugas farmasi menjelaskan Pharmacy. 1(1):22-26.
cara pemakaian obat yang benar, Oroh, M.E, Rompas, S., dan Pondaag, L. (2014).
kelengkapan obat di Puskesmas yang Faktor-faktor yang berhubungan dengan
tingkat kepuasan pasien rawat inap
terhadap pelayanan keparawatan di ruang
interna RSUD Noongan. Jurnal Rahmqvist, M. (2001) Patient satisfication in
Keperawatan, 2(2). relation to age, health status and other
Prihandiwati,E.,Muhajir,M.,Alfian,R.,Feteriyani,R background factor : A modal for
.2018. Tingkat kepuasan pasien comparison of care units. International
puskesmas Pekauman Banjarmasin Journal of Quality In Health Care. 13(5),
Terhadap pelayanan kefarmasian, 385-390.
Banjarmasin, Journal Of Current Suprapto, J., 2011, Pengukuran tingkat kepuasan
Pharmaceutical Sciences, Vol. 1, No. 2. pelanggan, Jakarta. Rineka Cipta.
Pohan, I.S. 2007. Jaminan mutu layanan Yuniarta, E dan Suharto, G. (2011). Hubungan
kesehatan : Dasar-dasar Pengertian dan tingkat pendidikan pasien terhadap
Penerapan. Jakarta. EGC. kepuasan pemerian informed consent di
Rikmasari, Y. 2014. Pengukuran kinerja instalansi bagian bedah RSUP Dr. Kariadi
farmasi rumah sakit X dengan Semarang. (dissertation Faculty of
pendekatan balanced scorecard. Jurnal Medicine).
manajemen dan pelayanan farmasi. 4(2).
.

PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING

Pemeriksaan Kandungan β-karoten dalam Pepaya, Wortel, danTomat


Menggunakan HPLC (High Performance LiquidChromatography)
Benedictus Wicaksono Widodo*, Miranti Dwi Hartanti*, Yunida*, Rika Saputri*, Fitri*, SonlimarMangunsong **
*Program Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang

**
Poltekes Kemenkes Palembang

Korespondensi: yunidasimanjuntak21@gmail.com

ABSTRAK

β-karoten adalah karotenoid paling mendasar, merupakan karotenoid yang paling umum dan banyak dipelajari.
Karotenoid adalah fitonutrien yang memberikan warna kuning, oranye, dan merah yang khas untuk berbagai buah dan
sayuran. β-karoten penting tidak hanya untuk warna yang diberikan pada bahan makanan, tetapi juga karena berbagai
manfaat kesehatan yang terkait. Karotenoid merupakan prekursor yang paling kuat dari vitamin A. Karotenoid
memiliki kapasitas antioksidan yang kuat dan menawarkan berbagai manfaat kesehatan seperti menurunkan risiko
penyakit jantung dan jenis kanker tertentu, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan perlindungan dari degenerasi
makula terkait usia - penyebab utama kebutaan permanen dikalangan orang dewasa. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mendapatkan data kuantitatif dan kualitatif yang tersedia untuk memperkirakan asupan β-karoten dari pepaya,
tomat, dan wortel. β-karoten dianalisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) fase terbalik menggunakan
kolom C18 dalam kondisi sistem gradien biner. Asetonitril : metanol (85 : 15) merupakan fase gerak terbaik untuk
pemisahan. Deteksi β-karoten dilakukan pada panjang gelombang 210 nm. β-karoten terdeteksi pada semua sampel
(pepaya, tomat, dan wortel). Tomat memiliki jumlah β-karoten tertinggi, tetapi perbedaan jumlah β-karoten antara
tomat dengan dua sampel lainnya (wortel dan pepaya) sescara tidak signifikan. Pepaya, tomat, dan wortel terbukti
secara ilmiah mengandung β-karoten yang memiliki beberapa manfaat kesehatan. Untuk mencapai asupan β-karoten
yang direkomendasikan, yaitu 2-4 mg / hari, orang setiap hari harus mengkonsumsi±210-421grampepaya,tomat,atau
wortel.

Kata kunci: β-karoten, pepaya, tomat, wortel, HPLC fase terbalik

ABSTRACT

β-caroteneisaprinciplecarotenoidandthemostcommonandwidelystudiedcarotenoids.Carotenoidsisthe phytonutrients
that impart a distinctive yellow, orange, and red color to various fruits and vegetables. β- carotene is important not
only for the color that imparts to the food stuffs, but also because of the myriad of associated health benefits. It is the
most potent precursor of vitamin A. It has a potent antioxidant capacity and offers an array of health benefits such as
lowering the risk of heart diseases and certain types of cancers, enhancing the immune system and protection from
age-related macular degeneration-the leading cause of
irreversibleblindnessamongadults.Thepurposeofthisstudyistoobtainthequantitativeandqualitativedata available for
estimating the intake of β-carotene from papaya, tomatoes, and carrots. β-carotene were analyzed with reversed
phase high-performance liquid chromatography (HPLC) using C18 column under binary gradient system conditions.
Acetonitrile : methanol (85 : 15) seemed to be the best mobile phase for separation. Detection of β-carotene was
carried out at wavelength 210 nm. β-carotene was detected in all samples (papaya, tomatoes, and carrots). Tomatoes
had the highest amount of β-carotene, but the difference amount of β-carotene between tomatoes with two other
samples (carrots and papaya) was not significant. Papaya, tomatoes, and carrots are scientifically proved contains β-
carotene that have several health benefits. To achieve recommended β-carotene intake which is 2-4 mg/d, everyday
people must consumes ± 210 - 421 grams papaya, tomato, orcarrot.

Keyword: β-carotene, papaya, tomato, carrot, reversed phase HPLC


Pendahuluan
β-karotenadalahsuatuprovitaminAyangterdiridariduakelompokretinil.β-karotendiuraikan di
mukosa usus halus oleh β-karoten dioksigenase menjadi retinal, salah satu bentuk vitamin A. β-
karotenadalahsuatuantioksidanyangdapatditemukandalambuahdansayuryangberwarnakuning,
oranye, dan sayuran daun yang berwarnahijau.1
Karotenoid memiliki aktivitas biologi yang bervariasi, termasuk kemungkinan aktivitas
antioksidan, memperkuat sistem kekebalan tubuh, menghambat mutagenesis, dan menghambat
pertumbuhantumor.Karotenoidjugaterkaitdenganbeberapaefekyangsangatpentingdalambidang
kesehatan, antara lain mengurangi risiko gangguan mata yang dapat mempengaruhi kemampuan
untuk melihat dan katarak, mengurangi risiko kanker, dan mengurangi risiko penyakit
kardiovaskular.2
HPLC(HighPerformanceLiquidChromatography)padadasarnyaadalahkromatografikolom
yang diperbaharui dan diperlengkapi dengan teknologi tinggi sehingga tidak seperti pada
kromatografi kolom, dimana pelarut mengalir melalui kolom dengan mengikuti hukum gravitasi,
pada HPLC pelarut dialirkan dengan cepat, dipompa ke atas dengan tekanan tinggi sampai dengan
400 atmosfer sehingga membuat kerjanya menjadi lebihcepat.3
Tujuandaripenelitianiniadalahuntukmenganalisissecarakualitatifdankuantitatifkandungan β-
karoten dalam sampel tomat, papaya, dan wortel dengan menggunakan metodeHPLC.

Metode
Penelitian ini adalah penelitian analitik eksperimental. Penelitian ini dilakukan dengan
menganalisis β-karoten menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) fase terbalik
menggunakan kolom C18 dalam kondisi sistem gradien biner. Asetonitril : metanol (85: 15)
merupakan fase gerak terbaik untuk pemisahan. Deteksi β-karoten dilakukan pada panjang
gelombang 210 nm.

Hasil
Konsentrasi standar β-karoten yang digunakan adalah 10 ppm; dengan waktu retensi β-karoten
standar adalah 6,423 menit; dan area di bawah kurva β-karoten standar adalah 198635,9. Setelah
dilakukan analisis, β-karoten terdeteksi pada semua sampel (pepaya, tomat, dan wortel).

Tabel 1. berat sampel, retention time dan area di bawah kurva sampel tomat, pepaya, dan wortel.

N Berat Sampel Waktu Area di Bawah


o Retensi Kurva
1 Pepaya = 10,0378 6,438 185944,0
. gram
2 Tomat = 10,0147 6,373 195854,2
. gram
3 Wortel = 10,0783 6,466 187345,2
. gram
Gambar 1. Kromatogram larutan β-karoten standar
pada tanggal 13 Februari 2020 pukul 09.16 WIB.

Gambar 2. Kromatogram β-karoten standar dan sampel pepaya,


tomat, dan wortel tanggal 13 Februari 2020 pada pukul 14.00 WIB.

Gambar 3. Kromatogram sampel pepaya.


Gambar 4. Kromatogram sampeltomat.

Gambar 5. Kromatogram sampelwortel.

Berdasarkan hasil percobaan, luas area sampel yang mengandung β-karoten masih berada
dalam kisaran luas area yang mendekati β-karoten standar sehingga kadar β-karoten dalam sampel
dapat dihitung menggunakan perbandingan standar dengan sampel, yaitu konsentrasi dan luas
areanya. Adapun perhitungan konsentrasi β-karoten sebagai berikut.

Mg β-karoten
N Berat Sampel [β-karoten] dalam
dalam
o Sampel
Sampel
1 Pepaya = 10,0378 gram 9,3610 ppm 0,0936 mg
.
2 Tomat = 10,0147 gram 9,8599 ppm 0,0986 mg
.
3 Wortel = 10,0783 gram 9,4316 ppm 0,0943 mg
.

Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh waktu retensi larutan beta karoten standar yang sedikit
berbeda,namunperbedaannyatidaksignifikan.Wakturetensibetakarotenstandarpadatrialtanggal 13
Februari 2020 pukul 09.16 WIB diperoleh RT = 6,350 menit dan pada percobaan yang dilakukan
pada pukul 14.00 diperoleh RT = 6,423menit.
Menurut teori, waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan oleh analit (sampel) mulai saat
injeksi kemudian melewati kolom, keluar dari kolom untuk seterusnya sinyalnya ditangkap secara
maksimum. Waktu retensi ini tergantung beberapa aspek sebagai berikut.4
a. Tekanan yang digunakan (karena akan mempengaruhi kecepatan aliran pelarut).
b. Sifat/karakteristikdarifasediam(tidakhanyabahanpenyusunnya,tetapijugaukuranpartikelnya).
c. Ketepatan komposisi atau perbandinganpelarut.
d. Suhu/temperaturpelarut.
Dari hasil percobaan diperoleh waktu retensi sampel pepaya (RT = 6,438 menit), tomat (RT =
6,373menit),danwortel(RT=6,466menit)masihberadadalamkisarannilaiyangmendekatiwaktu retensi
larutan β-karoten standar. (RT β-karoten yang digunakan untuk analisa kualitatif dan
kuantitatifadalahRTyangdiperolehpadapercobaanpukul14.00,RT=6,423menit).Artinya,secara
kualitatif telah dibuktikan dengan metode yang ilmiah bahwa dalam buah pepaya, tomat, dan wortel
terdapat kandungan β-karoten yang bermanfaat bagikesehatan.
Kandungan β-karoten tertinggi terdapat dalam sampel tomat walaupun sampel tomat adalah
sampel yang jumlahnya paling kecil. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sampel tomat adalah
sampelyangkonsistensinyapalinglunak,berair,danlebihmudahdihaluskansehinggaβ-karotendari
sampeltomatyangterlarutdalampelarutn-heksanalebihmaksimaldibandingkansampelpepayadan
wortel.
Jumlah molekul yang dianalisa akan mempengaruhi area di bawah kurva, yang mana nilaiarea
dibawahkurvaakandigunakanuntukmenghitungkonsentrasikomponendalamsampel.Sepertiyang telah
disebutkan sebelumnya, area di bawah kurva berbanding lurus dengan jumlah senyawa yang
melewati detector. Jika larutan sampel memiliki konsentrasi yang lebih kecil maka area di bawah
kurva akan lebih kecil. 6 Jadi, meskipun waktu retensi pepaya dan wortel paling mendekati waktu
retensiβ-karotenstandar,akantetapiareadibawahkurvaworteldanpepayalebihkecildibandingkan
dengan tomat, sehingga sesuai dengan teori maka konsentrasi β-karoten dalam sampel pepaya dan
wortel lebih kecil dibandingkan konsentrasi β-karoten dalam sampeltomat.
Dari teori diketahui bahwa konsumsi β-karoten yang direkomendasikan adalah 2-4 mg/hari. 6
Hasilpercobaanmenunjukkandalamsetiap10gramsampelpepaya,wortel,dantomatmakaterdapat 0,095
mg beta karoten sehingga untuk memenuhi kebutuhan β-karoten sesuai dengan yang
direkomendasikan, yaitu 2-4 mg/hari diperlukan konsumsi buah atau sayur yang mengandung beta
karoten sejumlah ± 210 - 421 gram/hari (sekitar 0,5kg).

Simpulan dan Saran


Secara kualitatif dapat diidentifikasi bahwa dalam sampel pepaya, tomat, dan wortel
mengandung komponen senyawa β-karoten yang bermanfaat bagi kesehatan. Secara kuantitatif
diperoleh bahwa kandungan β-karoten dalam sampel tomat adalah yang paling tinggi. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena sampel tomat adalah sampel yang konsistensinya paling lunak,
palingbanyakmengandungair,danmudahdihaluskansehinggajumlahβ-karotenyangterlarutdalam
pelarut n-heksana adalah yang paling maksimal dibandingkan dua sampellainnya.
Untuk percobaan selanjutnya agar dilakukan analisa secara kualitatif dan kuantitatif
menggunakan HPLC untuk komponen senyawa lainnya yang sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.

Ucapan Terima Kasih


Penulisan mengucapkan terima kasih kepada pihak BKU Farmakologi Kedokteran Program Studi
MagisterIlmuBiomedikUniversitasSriwijayayangtelahmemfasilitasipenelitianinisehinggadapat
terlaksana.

Daftar Pustaka
1. Koch WM. Early Diagnosis and Treatment of Cancer Series: Head and Neck
Cancers. Philadelphia: Saunders. 2009.
2. Olson. Dietary Reference Intakes for Vitamin C, Vitamin E, Selenium and
Carotenoids. Washington: National Academy Press. 2000.
3. Ardianingsih R. Penggunaan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dalam Proses
Analisa Deteksi Ion. Berita Dirgantara. 2009; 10(4): 101-104.
4. Susanti M., Dachriyanus. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Padang: Lembaga
Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Andalas.2017.
5. Skoog et al. Principle of Instrumental Analysis. Fifth Edition. Philadelphia: Saunders
College Publishing.. 1998.
6. Lachance PA. Natural Cancer Prevention Science. 1996;272:1860–1.

PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING


PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING

HUBUNGAN USIA, KEPATUHAN DENGAN TEKANAN DARAH PASIEN


HIPERTENSI YANG BEROBAT DI KLINIK
PRATAMA KORPRI PROVINSI
SUMATERA SELATAN

Wahyuni1), Sarmalina Simamora, Apt, M.Kes 2)

1)
Mahasiswa RPL Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang
2)
Dosen Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang
E-mail :yuni25026@gmail.com

ABSTRAK
Hipertensi merupakan penyakit yang memerlukan terapi jangka panjang, sehingga diperlukan
kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan untuk melakukan kontrol tekanan darah secara
teratur dan menurunkan risiko komplikasi seperti jantung, stroke dan gagal ginjal sehingga dapat
membawa penderita kedalam kasus-kasus serius bahkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis hubungan usia, kepatuhan dengan tekanan darah pasien hipertensi yang berobat di
Klinik Pratama KORPRI Provinsi Sumatera Selatan.Penelitian ini adalah penelitian
observasional dengan rancangan analitik cross sectional/ potong lintang.penelitian ini dilakukan
di Klinik Pratama KORPRI Provinsi Sumatera Selatan periode januari hingga april
2019.pengumpulan data diambil dari data rekam medik pasien hipertensi.data dianalisis secara
statistik menggunakan Uji Fisher Exact.Hasil uji statistik menggunakan Uji Fisher Exact untuk
usia dengan tekanan darah sebesar 0,197 yang artinya bahwa H0 diterima, dan untuk tingkat
kepatuhan dengan tekanan darah sebesar 0,006 yang artinya bahwa H0 di tolak.Sehingga dapat
diartikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan tekanan darah, dan ada
hubungan yang signifikan antara tingkat kepatuhan pasien dengan tekanan darah pasien
hipertensi yang berobat di Klinik Pratama KORPRI Provinsi SumateraSelatan.
Kata Kunci : Usia ; Kepatuhan ; Tekanan Darah
ABSTRACT

Hypertension is a disease that requires long-term therapy, so it requires compliance of patients in undergoing
treatment to control blood pressure regularly and reduce the risk of complications such as heart disease, stroke and
kidney failure so that patients can be brought into serious cases and even death. This study aims to analyze the
relationship of age, compliance with blood pressure of hypertensive patients who seek treatment at the KORPRI
Pratama Clinic in South Sumatra Province. This study was an observational study with cross sectional analytic
design / cross section. until April 2019. data collection was taken from medical record data of hypertensive
patients. data were analyzed statistically using Fisher Exact Test. The results of statistical tests used the Fisher
Exact Test for ages with blood pressure of 0.197 which means that H0 was accepted, and for the level of
compliance with blood pressure amounting to 0.006, which means that H0 is rejected. So that it can be interpreted
that there is no significant relationship between age and blood pressure, and there is a significant relationship
between the level of compliance of patients with blood pressure of hypertensive patients who seek treatment at
Klinik Pratama KORPRI Sumatra Strait Province an.
Keyword : Age ; obedience ; blood pressure
PENDAHULUAN

Berdasarkan data WHO (World darah pasien hipertensi tidak hanya dengan
Health Organization) pada tahun 2015 perawatan yang tidak menggunakan obat
menunjukkan sekitar 1,13 milyar orang seperti olahraga, namun juga dilakukan
didunia menderita hipertensi artinya 1 dari 3 dengan cara pengobatan menggunakan obat.
orang didunia terdiagnosis menderita Pengobatan dilakukan dengan cara melakukan
hipertensi, hanya 36,8 % diantaranya yang kontrol ke puskesmas atau klinik pratama.
minum obat. Jumlah penderita hipertensi Pengobatan pasien hipertensi yang sesuai
didunia terus meningkat setiap tahunnya, dengan jadwal kunjungan di harapkan dapat
dan ada 9,4 juta orang meninggal akibat menjaga kestabilan tekanan darah pasien
hipertensi dan komplikasi (Wisnubro,2018) hipertensi tetap normal.(Prabandari,2014)
Di Indonesia berdasarkan laporan Banyak penelitian yang sudah
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dilakukan tentang hipertensi diantaranya
tahun 2018 menunjukkan prevalensi menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara
penyakit tidak menular antara lain kanker, pengetahuan tentang hipertensi dengan
stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes motivasi untuk memeriksakan diri. Semakin
melitus dan hipertensi mengalami kenaikan tinggi tingkat pengetahuan pasien tentang
dibandingkan dengan Riskesdas 2013. hipertensi, maka semakin tinggi tingkat
Hipertensi menjadi penyakit paling banyak motivasi memeriksakan diri begitu pula
dialami penduduk Republik sebaliknya.
Indonesia.Kementerian Kesehatan meliris
prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran pada penduduk umur ≥18 tahun
naik dari 25,8 % pada Riskesdas 2013
menjadi 34,1 % pada tahun 2018.Prevalensi
hipertensi tertinggi terdapat di provinsi
Kalimantan Selatan (44,1%) dan provinsi
Papua dengan prevalensi terendah (22,2%).
(Rossa, 2018)
Adapun prevalensi penyakit
hipertensi di Sumatera Selatan pada tahun
2018 menurut Riskesdas 2018 sekitar 30%.
(Riskesdas, 2018). Dari data Badan Pusat
Statistik, dari jumlah kasus 10 penyakit
terbanyak di Provinsi Sumatera Selatan
tahun 2017 terdapat 196.214 kasus
hipertensi. (Data Sensus BPS,2017).
Sementara angka kejadian
Hipertensi di kota Palembang tahun 2017
masih tinggi yaitu 23% atau 31.804 kasus
hipertensi (DinkesKota,2017).
Kepatuhan dan motivasi yang kuat
yang berasal dari diri pasien hipertensi untuk
sembuh akan memberikan pelajaran yang
berharga. Proses untuk menjaga tekanan
(Prabandari, 2014). Penelitian yang lain METODE PENELITIAN
oleh Puspita (2016) menunjukan bahwa
terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kepatuhan yaitu, Tingkat Jenis Penelitian
pendidikan terakhir (pendidikan tinggi Penelitian ini termasuk penelitian
23.8 % dan pendidikan rendah 76,2%), observasional dengan rancangan analitik
lama menderita hipertensi cross sectional / potong lintang.
> 5 tahun (56 %) dan < 5 tahun (44%),
tingkat pengetahuan tentang hipertensi
Waktu dan Tempat Penelitian
(pengetahuan tinggi 42,9% dan
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni
pengetahuan rendah 57,1 %), dukungan
2019 di Klinik Pratama Korpri Provinsi
keluarga ( dukungan tinggi 59,5% dan
Sumatera Selatan.
dukungan rendah 40,5%), peran petugas
kesehatan ( peran tinggi 60,7% dan Peran
rendah 39,3%), motivasi berobat (motivasi
tinggi 53,6% dan motivasi rendah 46,4%).
Faktor resiko penyakit hipertensi
adalah umur, jenis kelamin, riwayat
keluarga, genetik, kebiasaan merokok,
konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh,
kebiasaan minum-minuman berakohol,
obesitas, kurang aktivitas fisik, stres dan
penggunaan estrogen.(Infodatin,2014)
Prevalensi ketidakpatuhan
pengobatan hipertensi masih bervariasi.
Yang tidak termasuk ketidakpatuhan
adalah pasien yang tidak rutin kontrol,
dosis obat yang tidak adekuat berperan
dalam tingginya angka kegagalan terapi
hipertensi. Dari 80 pasien yang pertama
kali berobat dan di diagnosis hipertensi,
yang tidak patuh pada kelompok usia
dibawah 60 tahun (65,1 %) dibandingkan
usia di atas 60 tahun (62,2%).
(Darnindro,2017)
Pada Penelitian kali ini penulis
mengambil faktor resiko usia dan
kepatuhan terhadap tekanan darah pasien
hipertensi.Hal ini merujuk kepada
penelitian yang telah dilakukan oleh Fajar
Afriandi (2010) bahwa faktor usia adalah
faktor utama penyebab terjadinya
hipertensi dengan prevalensi nya pada usia
diatas 45 tahun yakni sebesar 74,1%.
Populasi dan Sampel Populasi
uji Chi-Square terdapat nilai harapan dari
Populasi di ambil dari data Rekam Medik sell pada tabel ada yang kurang dari 5 .
pasien hipertensi di Klinik Pratama Korpri Pengambilan keputusan
Provinsi Sumatera Selatan bulan Januari Jika nilai sig > 0,05, Ho
hingga bulan April 2019. Total populasi diterima Jika nilai sig < 0,05,
berdasarkan data pada bulan Januari 2019 Ho ditolak
yaitu 120 pasien. Data ini mencakup seluruh
pasien hipertensi baik BPJS maupun Non
BPJS. HASIL PENELITIAN

1. HASIL
Sampel
Hasil didapat bahwa responden yang
Pengambilan sampel ditetapkan menurut berusia > 45 tahun dan menunjukkan
( Isaac dan Michael ). dengan rumus tekanan darah normal sebanyak 8 orang
S = ². N.P.Q / d² (N - 1)+².P.Q sedangkan yang tekanan darah yang tidak
normal sebanyak 58 orang. Untuk responden
Sehingga di dapat sampel yang memenuhi yang berusia < 45 tahun tidak ada yang
kriteria inklusi sebanyak 83 orang pasien tekanan darahnya menjadi normal
hipertensi dari total populasi. Teknik sedangkan tekanan darah yang tidak normal
pengambilan sampel menggunakan metode sebanyak 17orang.
Simple Random Sampling yang cara Dan hasil yang didapat dari kepatuhan
pengambilannya menggunakan nomor dengan tekanan darah bahwa dari 24
undian. responden yang patuh melakukan kontrol
hanya ada 6 orang yang tekanan darahnya
menjadi normal dan ada 18 orang responden
Cara Pengumpulan Data yang tekanan darahnya tetap tidak normal.
Sedangkan dari 59 responden yang tidak
1) Peneliti mencatat nama beserta nomor rekam
medik pasien hipertensi sebanyak 83 orang dari patuh melakukan kontrol ada 2 orang
jumlah keseluruhan pada kertas kerjapenelitian. responden yang tekanan darahnya menjadi
2) Peneliti mencatat usia pasien hipertensi, normal dan 57 orang yang tidak patuh
tekanan darah pasien sesuai nama dan nomor tekanan darahnya tetap tidaknormal.
rekam medik nya.
3) Peneliti mencatat tanggal pasienberobat yang di Tabel 1. N Kategor Juml Persenta
o hipertensi
Data kasus i periodeahJanuari –se
April
Hipertensi
2019.
1 Normal- 2 30,12%
mulai bulan Januari hingga April2019.
Tinggi 5
(TD :
130-
Alat Pengumpulan
139/85-Data
89
D mmHg)
2 Hipert 3 45,78%
a ensi 8
l Deraja
a t1
m (TD :
140-
159/90-
p
99
mmHg)
3 Hipert 1 15,67%
ensi 3
Deraja
t2
e t
n
e p
l e
i n
t u
i n
a j
n a
n
i g
n
i d
, a
l
p a
e m
n
u p
l e
i n
s g
u
m m
e p
n u
g l
g a
u n
n
a d
k a
a t
n a
.
b
e D
b i
e a
r n
a t
p a
a r
a
a n
l y
a a
n
a
d k
a a
l m
a e
h r
a
d .
a
t
a Variabel Penelitian

S 1. VariabelIndependen
t a. Usia pasien hipertensi
b. Kepatuhan pasienhipertensi
a
2. Variabel Dependen
t
Adalah tekanan darah pasien
u
s
Cara Pengolahan dan Analisis Data
R
e D
k a
a t
m a

M y
e a
d n
i g
s
, d
i
a p
l e
a r
t o
l
t e
u h
l
i d
s i
, s
a
d j
a i
k g
a a
n n

d m
a e
l n
a g
m g
u
b n
e a
n k
t a
u n
k
P
t r
a o
b g
e r
l a
m
k
e S
m P
u S
d S
i
a d
n e
n
d g
i a
n
a
n U
a j
l i
i
s F
i i
s s
h
d e
e r
n
E
x
a
c
t

k
a
r
e
n
a

p
a
d
a
Tabel 2.
Distribusi frekuensi usia pasien hipertensi
TekananDarah
p
Nor Tid
Total v
Usi Kateg Juml Persent Usi mal ak
a
a ori ah ase a Terk Nor
l
(tah Usi ont mal
u
un) a rol
e
> Tu 66 79,5% N % N % n %
45 a Tua 8 12, 5 87, 6 1
≤ 45 Mu 17 20,5% 1 8 9 6 0
da % % 0
0
To 83 100 % % ,
tal 1
Mud 0 0% 1 10 1 1
a 7 0 7 0 9
Tabel 3. % 0 7
%
Distribusi frekuensi Kepatuhan Tot 8 9,6 7 90, 8 1
al % 5 4 3 0
pasien hipertensi melakukan % 0
kontrol tekanandarah %

N Kategori Jumla Persenta


o Kepatuhan h se

1 Patuh 24 28,9%
2 Tidak 59 71,1%
Patuh
To 83 100%
ta
l

Tabel 4.
Distribusi frekuensi kontrol tekanan darah
pasien hipertensi

N Tekana Juml Persent


o n ah ase
Darah
1 Normal 8 9,6%
2 Tidak 75 90,4%
normal
To 83 100%
ta
l

Tabel 5.
Hubungan Usia dengan Tekanan Darah
Tabel 6 Usia
Hubungan Kepatuhan dengan PasienHipertensi
Tekanan Darah
Dari 83 responden hipertensi
menunjukkan bahwa penderita hipertensi
Tekanan Darah yang berusia >45 tahun sebanyak 66 orang
No p (79,5%) dan yang berusia <45 tahun (muda)
Kepat
rm Tid Tota sebanyak 17 orang (20,5%). Hal ini
uh an
al ak l v menunjukkan penderita hipertensi banyak di
Kontr
Ter Nor a derita oleh pasien yang berusia diatas 45
ol
ko mal l
ntrol
tahun, dikarenakan hilangnya elastisitas
jaringan dan arterisklerosis serta pelebaran
u
e pembuluh darah.Menurut penelitian yang
% n % n % dilakukan Fajar Apriandi (2010) bahwa
faktor usia adalah faktor utama penyebab
Patuh 6 2 1 75 2 10 terjadinya hipertensi yang prevalensinya
5 8 % 4 0 pada usia diatas 45 tahun yakni74,1
0
% %
Tidak 2 3, 5 96, 5 10
, %.
Patuh 7 9 0
4 6 0
% % % 0
6 Kepatuhan Pasien Hipertensi Melakukan
Total 8 9, 7 90, 8 10
6 5 4 3 0 Kontrol Tekanan Darah
% % %
Dari 83 pasien hipertensi, sebanyak 24
RP orang (28,9%) yang patuh melakukan
=A/(A+B) kontrol sedangkan yang tidak patuh 59
C/ orang (71,1%). Ini berarti tingkat kepatuhan
(C+D) RP pasien hipertensi dalam melakukan kontrol
=6/(6+18) di Klinik Pratama Korpri Provinsi Sumatera
2/ Selatan masih rendah. Menurut penelitian
(2+57) RP Gede Wahyu Pratama (2016) menyatakan
= 7,35 dari 97 orang sampel 63,9% sampel
memiliki kepatuhan rendah dan 36,1
2. PEMBAHASAN
% sampel menunjukkan kepatuhan tinggi Hubungan Usia Dengan Tekanan Darah
terhadap pengobatan hipertensi.

Kontrol Tekanan Darah


Pasien Hipertensi

Hasilnya Menunjukkan bahwa tekanan


darah pasien hipertensi yang menjadi normal
sebanyak 8 orang (9,6%) dan yang tetap
tidak normal sebanyak 75 orang (90,4%).
Provinsi Sumatera Selatan periode Januari hubungan yang signifikan kepatuhan
hingga bulan April 2019, maka dapat dalam melakukan kontrol dengan
ditarik kesimpulan sebagai berikut: tekanan darah yang normal terkontrol
2. Pasien hipertensi di Klinik Pratama
1. Tidak ada hubungan yang signifikan KORPRI Provinsi Sumatera Selatan dalam
antara usia dengan tekanan darah melakukan kontrol tingkat
yang normal terkontrol dan Ada kepatuhannya masihrendah.

Berdasarkan hasil penelitian dengan Uji pengobatan untuk mengontrol tekanan darah
Fisher Exact didapatkan hasil p = 0,197.dari hanya sebesar 13 % dan angka ketidakpatuhan
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa H0 86%.
diterima,sehinggadapat ditarik kesimpulan
tidak ada hubungan antara usia dengan
tekanan darah normal terkontrol. KESIMPULAN
Pada penelitian ini terdapat 66 orang Berdasarkan hasil penelitian dan
responden yang usianya diatas 45 tahun dan pembahasan dari 83 pasien hipertensi di Klinik
semua menunjukan tekanan darah yang Pratama KORPRI
masih tinggi saat penelitian, sekalipun
mereka sudah melakukan terapi. Hal yang
sama juga terjadi pada responden yang
berusia dibawah 45 tahun (17 orang),
dimana tekanan darahnya juga tetap tinggi.
Keadaan ini menunjukkan bahwa
terkendalinya tekanan darah tidak
berhubungan dengan usia.

Hubungan Kepatuhan Dengan Tekanan


Darah

Berdasarkan hasil penelitian dengan


uji fisher exact didapatkan nilai sebesar
0,006.dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa H0 ditolak sehingga dapat ditarik
kesimpulan ada hubungan antara kepatuhan
dengan tekanan darah pasien hipertensi yang
berobat di Klinik Pratama KORPRI Provinsi
Sumatera Selatan secara signifikan nilai RP
(Rasio Prevalen) = 7,35 menunjukkan
bahwa pasien yang tidak patuh melakukan
kontrol 7,35 kali lebih besar beresiko
tekanan darah nya menjadi tidak stabil bila
dibandingkan dengan pasien yang patuh
melakukan kontrol. Hasil penelitian ini yang
patuh melakukan kontrol 28,9% sedangkan
yang tidak patuh 71,1%.sedangkan hasil
penelitian Puspita, E (2016) menyatakan
angka kepatuhan dalam menjalani
SARAN
UCAPAN TERIMA KASIH
Dari hasil penelitian Hubungan Usia,
kepatuhan dengan tekanan darah pasien
hipertensi yang berobat di klinik Pratama
KORPRI Provinsi Sumatera Selatan dapat Terima kasih kepada ALLAH
disarankan: S.W.T atas karunia dan hidayahnya
1. Diharapkan dapat menjadi dasar selama ini
penelitian selanjutnya dengan Untuk suami ku tercinta Sawaludin,
memperhatikan variabel lain yang SE dan anaku tersayang Rahmat
mempengaruhi tekanan darah pasien
hipertensi agar normalterkontrol.
diman febriansyah, terima kasih atas
2. Diharapkan Klinik Pratama KORPRI dukungan dan do’a nya selamaini.
mencari tahu apa sebab pasien tidak Kepada Ibu Sarmalina
patuh melakukan kontrol dan Simamora, Apt.M,Kes
mencari solusi agar pasien terima kasih atas bimbingannya.
menjadipatuh. Kepada Ibu Mindawarnis,
3. Diharapkan Klinik Pratama KORPRI S,Si,Apt.M,Kes, Semua Bapak dan
lebih optimal dalam memberikan
Ibu Dosen Poltekkes Kemenkes
motivasi dan edukasi terhadap
pelayanan kesehatan terutama untuk
Jurusan Farmasi
penderita hipertensi agar lebih patuh Palembang terima kasih
dalam melakukan kontrol tekanan atas bantuan dan kerjasamanya
darah. selamaini.
Kepada semua pegawai dan staff dan New Castelle.
Poltekkes Kemenkes Jurusan
Farmasi terima kasih atas bantuan (https://id.scrib.com)
dan kerjasamanya selama ini Kepada Diakses 10 Mei2019.
keluarga besar Klinik Pratama Apriandi, F, 2010. Hubungan antara
KORPRI Provinsi Sumatera peningkatan usia dengan
Selatan khususnya kejadian hipertensi pada
dr.Unita Magdalena, pasien yang berobat jalan di
Putri Mutmainnah, Agus Rumah Sakit Bhineka Bakti
Ramdhani, Husada, Jakarta pada tanggal
19 sampai 31 Juli 2010.
Penilia Despa dan semua
rekan-rekan kerja di Klinik Pratama (https://repositori.uinjkt.
Terima kasih atas bantuan dan ac.id).pdf.Di akses 21
doanya selama ini. April 2019.
Teman-teman seperjuangan RPL Artiyaningrum, B, 2015. Faktor –
banyak cerita dan kenangan yang tak faktor yang berhubungan
terlupakan terutama untuk Yuk dengan kejadian hipertensi
Yuniar di Puskesmas Merdeka. tidak terkendali pada
penderita yang melakukan
pemeriksaan rutin di
DAFTAR PUSTAKA Puskesmas Kedung Mundu
Kota Semarang tahun 2014.
Agustin, Heltri Mahardika, 2014. Klasifikasi
hipertensi menurut JNC VIII (https://lib.unes.ac.id).pdf.
Diakses9
Tirotoksikosis Indeks, Wayne Mei 2019.
Dinkes Kota, 2017.Profil Dinas
Danindro,N, 2017.Prevalensi
Kesehatan kota palembang.
ketidakpatuhan kunjungan kontrol
pada pasien hipertensi yang berobat Pengukuran Tekanan Darah Hipertensi
di Rumah Sakit Rujukan Primer dan menurut jenis
faktor-faktor
yang kelamin,kecamatan,danPuskesmas,Palemba
ng,hal.109(www.dinkes.palembang.go.id)
mempengaruhi.SMF Ilmu Penyakit
Dalam RSUP
Infodatin, 2014.Pusat data dan informasi
Fatmawati,Jakarta.(Jurnal kementrian kesehatan. mencegah
penyakitdalam.ui.ac.id).pdf. Di dan mengontrol hipertensi agar
akses 20 April 2019. terhindar dari kerusakan
organ jantung,otak,dan
Data Densus BPS, 2017.Jumlah kasus 10 ginjal (
penyakit terbanyak di Provinsi www.depkes.go.id) Di akses 15
Sumsel,2015-2017.Di akses 15 April April2019.
2019

Irmawati, Rina, 2015.Gambaran faktor


resiko yang dapat diubah pada
pasien hipertensi di desa Cimareme
wilayah kerja puskesmas Cimarene
kabupaten Bandung Barat.
(wwww.academia.edu)Di akses 26
Mei2019

JNC 8, 2014.Tata laksana Terkini Pada


Hipertensi Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Kridawacana,
Jakarta (Dalam Jurnal Natalia D, 2015

(http://ejournal.ukrida.ac.id).p
df.Di akses 26 April 2019

Kemenkes RI, 2013.Tinjauan Pustaka


Definisi Hipertensi.
(http://digilib.unila.ac.id).pfd.

Diakses 28 April 2019


Mulyadi, T, 2014. Pengertian Tekanan
Darah sistolik dan Diastolik
(http://budisman.net) 2014/09.Di
akses 28 April2019

Prabandari, 2014.Hubungan Pengetahuan


Dengan Motivasi
Untuk Memeriksakan
Diri Pasien Hipertensi Pada Lansia Di
Puskesmas Kerjo Karanganyar. Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta. (http:// eprints.ums.ac.id) Bab I.
Di akses 15 April2019

Puspita, E, 2016. Faktor-faktor yang berhubungan


dengan kepatuhan penderita hipertensi
dalam
menjalankan pengobatan (studi
kasus di puskesmas gunung pati
kota semarang).(http://Lib-
unnes.ac.id).pdf. Di akses 15
April 2019

Riskesdas, 2018. Prevalensi


Hipertensi Berdasarkan
Hasil Pengukuran Pada
Penduduk umur ≥ 18 tahun
menurut Provinsi.
(www.depkes.go.id)info terkini>
hasil. Diakses 25 April2019

Rossa, Vania, 2018. Hasil Riskesdas


2018, Penyakit Tidak Menular
Semakin Meningkat.
(https://www.suara.com) health.
Diakses 16 April 2019

Sayogo, S, 2009. Studi Cross –


Sectional/potong lintang,
Universitas Indonesia. Jakarta

Sumiati.N, 2018. Ketidakpatuhan Pola


Makan Pada Pasien Hipertensi di
Kota Malang. Fakultas
Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Malang.
(http://eprints.umm.ac.id)
Diakses 27

April 2019
Tambunan, I, 2016. BAB II Pengertian
Kepatuhan.

(http:// www.academia.edu)
Taufik, M, 2015. Prosedur Pemeriksaan
Tekanan Darah.
(https://www.academia.edu)
Prosedur.Diakses 28 April 2019

Wisnubro, 2018. Waspada Jumlah


Penderita Hipertensi Semakin
Meningkat.(http://

Jpp.go.id)humaniora>
Kesehatan. Diakses 20 April2019
PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING
PENGARUH PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO)
TERHADAP KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS
PARU KATEGORI 1 DI PUSKESMAS
SOSIAL PALEMBANG
Reza Agung Sriwijaya1Perawati2
ABSTRAK

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, perawat,profesi kesehatan lainnya.
Kepatuhan untuk mencapai keberhasilan pengobatan dapat ditingkatkan dengan pelayanan infomasi obat (PIO)
untuk meningkatkan pemahaman instruksi pengobatan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh PIO
terhadap tingkat kepatuhan pasien tuberkulosis di Puskesmas Sosial Palembang. Penelitian ini menggunakan
metode eksperimen semu dengan rancangan kelompok statis, sehingga terdiri dari dua kelompok yaitu PIO dan
tanpa PIO. Data di peroleh dari kuesioner MMAS-8.Pengambilan sampel dilakukan secara prospektif berdasarkan
kriteria inklusi dan ekslusi selama bulan Juli-September 2019 dan dianalisis mengguakan uji chi square. Sampel
yang diperoleh sebanyak 40 orang terdiri dari 20 orang dengan PIO 20 orang tanpa PIO .Hasil penelitian
menunjukan bahwa pasien TB sebanyak 75% laki-laki dan perempuan sebanyak 25%.Sebanyak 72,5% usia 16-25
tahun, usia >55 tahun 27,5%. Persentase pasien patuh dengan PIO adalah kepatuhan rendah- sedang 55%,
kepatuhan tinggi 45%. Presentase pasien tanpa PIO adalah kepatuhan rendah-sedang 90% dan kepatuhan tinggi
10%. Berdasarkan uji chi square nilai p=0,01 (≤ 0.05) sehingga PIO berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan.
Pelayanan Informasi Obat berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pasien tuberkulosis di Puskesmas Sosial
Palembang.

Kata kunci :Tuberkulosis, pelayanan informasi obat, kepatuhan

ABSTRACT

Drug Information Services is a service activity carried out by pharmacists to provide accurate, unbiased
and up to date information to doctors, nurses, other health professionals and patients. Compliance to achieve
treatment success can be improved by drug information services to improve understanding of treatment
instructions. This study aims to determine the effect of on the level of compliance with tuberculosis patients in
Palembang Social Health Center . This study used quasi experimental method design with static groups, so that it
consists of 2 groups, namely PIO and without PIO. Data was collected from the MMAS-8 questionnaire. Sampling
was conducted by prospectively based on inclusion and exclusion criteria during July-September 2019 and
analyzed using the chi square test. Samples was 40 people who consisting of 20 people without PIO and 20 people
with PIO. The results showed that TB patients were 75% male and 25% female. Aged 16-25 years, aged > 55 years
27,55%. The percentase of patients compliant with PIO 55% low -moderate adherence, 45% high adherence. The
prsentase of patients without PIO 90% low- moderate adherence, 2% high adherence. Based on chi square analysis
the value of p= 0,01 (≤0,05) so that PIO affects the level of compliance. Drug information services significantly
influence the compliance of tuberculosis patients in Palembang Social Health Center.

Keyword :Tuberculosis, drug information services, compliance


Tuberkulosis adalah penyakit menular yang mengeluarkan bakteri ke udara seperti batuk (WHO,
disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis yang 2015).
biasanya akan mempengaruhi paru-paru (TB paru)
Salah satu faktor utama kegagalan terapi
dan dapat juga mempengaruhi daerah luar paru (TB
adalah ketidakpatuhan terhadap terapi. Pelaksanaan
ekstra paru). Penyakit menular ini dapat menyebar
pelayanan informasi obat merupakan kewajiban
melalui udara ketika orang-orang yang terinfeksi
farmasis yang didasarkan pada kepentingan pasien,
tuberkulosis tersebut membuang atau
dimana salah satu bentuk pelayanan informasi obat
yang wajib diberikan oleh tenaga farmasis adalah
pelayanan informasi yang berkaitan dengan MMAS-8.Sampel di penelitian ini adalah semua
penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien populasi pasien tuberkulosis yang terdiagnosa TB
dan penggunaan obat secara tepat, aman dan paru kategori 1dan mendapatkan obat TB dibulan
rasional atas permintaan masyarakat (Anief, 2007). Juli 2019 di Puskesmas Sosial Palembang. Sampel
sebanyak 40 pasien dibagi 2 kelompok yaitu
Faktor kunci kepatuhan pasien terhadap kelompok pasien yang Pelayanan Informasi Obat
pengobatan adalah pemahaman tentang instruksi (PIO) dan tanpa Pelayanan Informasi Obat (PIO).
pengobatan.Dalam hal ini, peningkatan pemahaman Kelompok pasien PIO masing masing 20 pasien.
tentang instruksi pengobatan dan peningkatan Selanjutnya 2 kelompok tersebut diukur kelompok
kepatuhan pasien sangat dipengaruhi intervensi pasien diberikan PIO dan kelompok pasien tanpa
pelayanan kefarmasian, yaitu pelayanan informasi PIO. Pasein tanpa PIO diberikan oleh peneliti waktu
pengguaan obat, sedangkan kelompok yang
obat (PIO). Penelitian Gunawan (2017) menyatakan
diberikan PIO oleh peneliti nama obat, waktu
bahwa hasil kepatuhan dalam pengobatan TB
pengguaan, cara pengguaan, efek samping dengan
terdapat pasien patuh (90,7%) dan pasien tidak penjelasan leafleat serta stiker untuk mengingat
patuh (9,3%) dan berdasarkan usia terbanyak yang waktu pengguaan minum obat TB.
mengalami penyakit TB paru adalah usia >45 tahun
(36%) dilanjutkan usia 18-25 tahun (26,7%), usia 26- Kriteria Inklusi :
35 tahun (21,3%), dan terakhir usia <18 tahun 1. Pasien yang datang berobat kePuskesmas
(1,3%). Sosial Palembang, terdiagnosa TB paru
kategori 1 yang dan mendapatkan obat.
Puskesmas Sosial Palembang merupakan 2. Bersedia ikut dalam penelitian dengan
salah satu puskesmas yang ada di kota Palembang mengisi informed consent.
masih banyaknya jumlah pasien tuberkulosis paru di
Puskesmas Sosial Palembang dan belum pernah
dilakukan penelitian mengenai pengaruh PIO dan KriteriaEksklusi :
kepatuhan pasien tuberkulosis di Puskesmas Sosial 1. Pasien TB paru kategori 1 dengan penyakit
Palembang. penyerta/ komplikasi.
2. Pasien yang tidak dapat ikut perkembangan.
Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut, peneliti akan melakukan penelitian Dari hasil pelayanan Informasi obat TB kategori
Pengaruh PIO Terhadap Kepatuhan Pasien 1 di psukesmas social didapat sebagai berikut:
Tuberkulosis paru kategori 1 di Puskesmas Sosial
Palembang. Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh
pelayanan informasi obat terhadap kepatuhan
pasien tuberkulosis

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan metode eksperimen


semu (quasi experiment) Randomized ControlPost
test Design. Pengambilan data dilakukan secara
prospektif menggunakan instrument kuesioner

Data Jumlah
  Presentase(%)
demografi pasien
Jenis kelamin Laki-laki 30 75
  Perempuan 10 25
       
Usia 16-55 tahun 29 72,5
  >55 tahun 11 27,5
       
Pendidikan SD 21 52,5
  SLTP 4 10
  SLTA 12 30
  Sarjana 3 7,5
     
Pekerjaan Pelajar 3 7,5
  PNS 2 5
  Wiraswasta 19 47,5
  Pegawai swasta 10 25
6
Ibu rumah tangga 15
 

Fase pengobatan
Intensif 17 42,5

Lanjutan 23 57,5

kepatuhan pasien tuberkulosis berdasarkan kuesionerMMAS-8


Jumlah dan persentase pasien berdasarkan
Perlakuan kepatuhan
Rendah - Sedang Tinggi
 11 9 
Dengan PIO
 55% 45% 
18  2
Tanpa PIO
 90%  10%

Data pasien berdasarkan berat badan


Pio Juml Persentase Tanpa Juml Persentase
ah (%) Pio ah (%)

Mening 13 65 Mening 8 40
Ber kat kat
at
Bad Menuru 0 0 Menuru 2 10
an n n
Meneta 7 35 Meneta 10 50
p p
Berdasarkan hasil penelitian data pasien tuberkulosis selama bulan Juli- September 2019 didapatkan
populasi 43 pasien yang berobat di Puskesmas Sosial Palembang, tetapi yang memenuhi kriteria inklusi 40 pasien
karena 3 orang tersebut merupakan pasien mangkir kemudian 40 pasien tersebut dibagi menjadi dua kelompok
yaitu kelompok dengan PIO sebanyak 20 orang dan kelompok tanpa PIO sebanyak 20 orang. Berdasarkan jenis
kelamin menunjukan bahwa jumlah pasien tertinggi pada laki-laki sebanyak 30 pasien (75%) dan perempuan
sebanyak 10 pasien (25%), jumlah pasien tertinggi yang menderita penyakit tuberkulosis pada usia produktif
yaitu 16-55 tahun sebesar 29 pasien (72,5%) sedangkan pasien usia >55 tahun sebanyak 11 pasien (27,5%).
Sebagian besar penderita tuberkulosis adalah penduduk yang berusia produktif antara 15-55 tahun,. Dari hasil
penelitian ini diketahui tingkat pendidikan yang paling banyak terdapat pada TB paru yaitu Sekolah Dasar (SD)
sebanyak 21 orang (52,5%), dan tingkat pendidikan yang paling rendahyaitu berpendidikan sekolah dasar yaitu
52,5%, yang menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi 7,5%.Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat
pendidikan sangat berkaitan dengan rendahnya tingkat pengetahuan penderita. Kelompok yang berpendidikan
SD memiliki resiko lebih besar untuk terserang penyakit TB paru karena kurangnya pengetahuan mereka tentang
penyebab penularan dan cara penularan penyakit TB paru melalui udara,Berdasarkan kelompok pekerjaan
pasien diketahui tingkat pekerjaan yang paling tinggi pasien Tb dengan profesi yaitu Wiraswastadengan profesi
buruh bangunan dan tukang becak 19 orang, (47,5%)dan tingkat pekerjaan yang paling rendah yaitu PNS 2 orang
(5%).Berdasarkan berat badan pasien yang diberikan PIO diperoleh hasil berat badan pasien meningkat
sebanyak 13 orang (65%), menurun sebanyak 0 orang (0%), dan menetap sebanyak 7 orang (35%),dan berat
badan tanpa PIO di peroleh hasil berat badan pasien meningkat sebanyak 8 orang (40%), menurun sebanyak 2
orang (10%), menetap sebanyak 10 orang (30%). Pada penelitian ini peningkatan berat badan juga berpengaruh
terhadap pelayanan informasi obat dengan peningkatan berat badanpasien TB dengan selisih berat badan
sebesar 1kg.Analisa pengaruh Pelayanan Informasi Obat terhadap tingkat kepatuhan pasien diberikan PIO dan
tanpa PIO.Dari penelitian ini diketahui tingkat kepatuhanPIO meliputi kepatuhan tinggi 9orang (45%),
kepatuhan rendah-sedang 11 orang (55%). Tingkat kepatuhan tanpa PIO meliputi kepatuhan tinggi 2 orang
(10%), kepatuhan rendah-sedang 18 orang (90%). Tingkat kepatuhan pasien dianalisis menggunakan uji chi
square diperoleh nilai 0,040 (< 0,050). Hasil uji tersebut di peroleh bahwa ada pengaruh signifikan antara
pelayanan informasi obat terhadap kepatuhan.Keberadaan apoteker di Puskesmas sangat
diperlukan.penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal harus dilaksanakan oleh 1 (satu)
orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai
kebutuhan. Jumlah kebutuhan Apoteker di
Puskesmas Sosial Palembang tidak terdapat Apoteker, pelayanan obat dilaksanakan oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian dari jenjang akademik D3. Menurut Permenkes (2016), pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian
resep, penyerahan obat, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, ronde/visite pasien (khusus Puskesmas
rawat inap), pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pemantauan terapi obat dan evaluasi penggunaan
obat. Tujuan Pelayanan Kefarmasian klinik adalah untuk meningkatkan mutu dan memperluas cakupan
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi obat dan Bahan Medis Habis Pakai, meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan
lain dan kepatuhan pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian dan melaksanakan kebijakan obat di
Puskesmas dalam rangka meningkatkan pelayanan informasi obat.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian Adanya pengaruh Pelayanan Informasi Obat (PIO) yang
signifikan terhadap tingkat kepatuan pasien tuberkulosis dan adanya perbedaan tingkat kepatuhan pasien
PIOyaitu hasil tingkat kepatuhan tinggi 45% rendah-sedang 55% dan tanpa PIO, sedangkan tingkat kepatuhan
tanpa PIO yaitu hasil tingkat kepatuhan tinggi 10%, kepatuhan rendah-sedang 90%.
Daftar Pustaka

Burman, W.J., Dalton, C.B. (1997). A Cost effectivenes Analysis of Directly Observed Therapi vs Self Administered
Therapy for Treatment of Tuberkulosis, CHEST. 112:63-70
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2004). Penemuan Penderita Baru dan Keberhasilan Pengobatan
Indikator Keberhasilan Penanggulangan TB Paru.Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2005). Pharmaceutical care untuk penyakit tuberkulosis.Jakarta:
Bina Farmasi Komuintas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2009). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. (2014). Propil Kesehatan Tahun 2014, Sumatera Selatan.
Palembang: Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.
Dinas Kesehatan. (2015). Propil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.Sumatera Selatan.
Gunawan, A.R.S., Simbolon, R.L., dan Fauzia, D. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan
Pasien Terhadap Pengobatan Tuberkulosis Paru Di Lima Puskesmas Se- Kota Pekanbaru.JOM FK. 4(2): 1-20.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2014). Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Difasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer.Jakarta: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2011). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2015). Survei Prevalensi Tuberkulosis 2013-2014. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2016). Tentang standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
Jakarta: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Kurniaputri, A., dan Supadmi, W. (2015). Pengaruh Pemberian Informasi Obat Antihipertensi terhadap
Kepatuhan Pasien Hipertensi di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta periode November 2014. Majalah
Farmaseutik. 11(1) : 268-274.
Made Suadyani Pasek, I Made Satyawan.2013. Hubungan Persepsi dan Tingkat Pengetahuan Penderita TB
dengan Kepatuhan Pengobatan di Kecamatan Buleleng Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan
Rwkreasi.Skripsi.Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Indonesia.
Manalu, H.S.P. (2010). Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB Parudan Upaya Penanggulangannya.
Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol. 9 (4): 1340-1346
Morisky D.E., Ang A., Krousel-wood M., & Ward H.J. (2008).Predictive validity of a medication adherence
measure in an outpatient setting.The Journal of Clinical Hypertension.Vol. 10(5). 348-354
Nurkumalasari., Wahyuni, D., Ningsih, N. (2016). Hubungan Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Dengan
Hasil Pemeriksaan Dahak di Kabupaten Ogan Ilir.Jurnal Keperawatan Sriwijaya. 3 (2): 51-58.
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia.(2016). Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta:
Mentri Kesehatan Republik Indonesia.

Rantucci, M.J. (2007). Komunikasi Apoteker-Pasien :Panduan Konseling Pasien (Edisi 2). Penerjemah : A.N. Sani.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Rapoff, M.A. (2010). Adherence to Pediatric Medical Regimens, 50-51, University of Kansas Medical Center,
Kansas City.
Saragi, S. (2011). Panduan Penggunaan Obat, Rosemata Publisher: A review didalam Chusna, N., Sari, P.I.,
Probosuseno. (2014). Pengaruh Kepatuhan Dan Pola Pengobatan Terhadap Hasil Terapi Pasien
Hipertensi. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi.Vol. 4(4), 230-235.
Schnipper, JL, Jennifer, LK, Michael, CC,Stephanie, AW, Brandon, AB,Emily, T, Allen, K, Mark, H,Christoper, LR,
Sylvia, CM, David,WB. (2006). Role of PharmacistCounseling in Preventing AdverseDrug Events After
Hospitalization.USA :Archives of Internal Medicine. Vol 166.565-571.
Siregar, C.J.P. (2005). Farmasi Klinik: Teori dan Penerapan. Jakarta: EGC.
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, I.J., Adnyana, I.K., Setiadi, A.P., dan Kusnandar. (2008). ISO
Farmakoterapi.Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
World Health Organization. (2013). Treatment of Tuberculosis: guidelines for National Programmes, Third
Edition, World Hearlth Organization. Geneva: WHO.
World Health Organization. (2015). Treatment of tuberculosis: guidelines for national programmes. 2nd ed.
Geneva: World Health Organization.

PRESENTASI ORAL NASKAH PROSIDING


FORMULASI DAN EVALUASI REPELLENT STICK MINYAK
ATSIRI EUKALIPTUS (Eucalyptus globulus L.) DENGAN KOMBINASI
CERA ALBA DAN CETYL ALCOHOL
SEBAGAI STIFFENINGAGENT

Dhea Tari Rezki1), Ratnaningsih DewiAstuti2)


1)
Mahasiswa Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang
2)
Dosen Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang

ABSTRAK

Repellent stick merupakan salah satu sediaan yang digunakan untuk melindungi kulit dari gigitan
nyamuk vector penyebaran penyakit pada manusia. Kombinasi cera alba dan cetyl alkohol sebagai
stiffening agent diketahui dapat menghasilkan stick yang baik, stabil dan tidak berubah menjadi tengik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi kombinasi cera alba dan cetyl alkohol yang optimal
untuk menghasilkan repellent stick yang stabil dan memenuhi persyaratan. Repellent stick yang dibuat
menggunakan zat aktif minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) dengan kandungan senyawa aktif
eukaliptol yang berkhasiat sebagai repellent nyamuk. dengan minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus
L.) sebanyak 10% sebagai zat aktif dan memvariasikan kombinasi cera alba dan cetyl alkohol sebagai
stiffening agent dengan konsentrasi 12%:10% pada formula I, 15%:12,5% pada formula II dan 18%:15%
pada formula III. Kemudian dilakukan evaluasi sediaan selama 28 hari penyimpanan meliputi pH, suhu
lebur, homogenitas, daya oles, warna, bau dan iritasi kulit. Hasil evaluasi yang didapat, menunjukkan
bahwa sediaan repellent stick selama penyimpanan 28 hari memiliki pH yang cenderung meningkat,
mengalami penurunan suhu lebur selama masa penyimpanan dengan rentang formula I 53-59ºC, formula II
60-68ºC dan formula III 64-69ºC dan semua sediaan repellent stick memiliki daya oles yang baik, homogen
dan tidak mengalami perubahan warna, bau serta tidak mengiritasi kulit. Dari penelitian dapat disimpulkan
bahwa Minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) dapat diformulasikan menjadi sediaan repellent
stick yang stabil dan memenuhi persyaratan. Formula repellent stick yang paling optimal yaitu dengan
variasi kombinasi cera alba dan cetyl alkohol18%:15%.

PENDAHULUAN

Nyamuk adalah salah satu jenis serangga nyamuk elektrik serta penggunaan anti
yang setiap hari dijumpai dan berinteraksi nyamuk (repellent). Menurut Wahyono dan
dengan manusia. Beberapa jenis nyamuk Oktarinda (2016) dibandingkan penggunaan
yang ada merupakan vector penyebaran obat nyamuk bakar, elektrik ataupun
penyakit pada manusia, seperti Aedes sp, insektisida sebanyak 32,5% masyarakat lebih
Culex sp, Anopheles sp, dan Mansonia sp memilih untuk menggunakan repellent.
(Sembel, 2009). Menurut WHO pada tahun Repellent adalah sediaan yang digunakan
2016 terdapat 725.000 kasus kematian yang untuk melindungi kulit dari gigitan nyamuk
disebabkan oleh gigitan nyamuk. Dimana (anti nyamuk). Sediaan ini tidak membunuh
penyakit yang paling sering terjadi nyamuk tetapi hanya
diakibatkan oleh nyamuk diantaranya
seperti DBD, malaria serta filariasis.
Berbagai cara dilakukan untuk mencegah
gigitan nyamuk diantaranya penggunaan
insektisida, fogging (pengasapan), abatisasi,
penggunaan obat nyamuk bakar dan obat
membuat nyamuk tidak tertarik terhadap ntangan dalam pengaplikasiannya sehingga
manusia (Rutledge, 2008). Repellent mengakibatkan resiko tertelannya bahan-
diformulasikan untuk digunakan pada bahan kimia yang terkandung dalam
kulit. Beberapa bentuk repellent yang ada repellent tersebut, salah satunya adalah
dipasaran diantaranya lotion dengan merk diethyl toluamide (DEET) yang dapat
seperti Caladine, Bite fighter, Sofell, menimbulkan masalah kesehatan, seperti
Autan, Dee- dee. Sediaan berbentuk krim mual, muntah, kelesuan, ataksia, dan
seperti Pure baby mosquitoe repellent, anafilaksis (Mabey, 2005). Repellent
Bebe roosie, Caladine cream, untuk berbentuk spray dianggap lebih aman
repellent spray seperti Soffel, Bite karena tidak membutuhkan tangan dalam
fighter, Autan, Nokito dan untuk sediaan penggunaannya tetapi sediaan ini lebih
berbentuk stik hanya Mosi guard dan mudah menguap bila diaplikasikan dikulit
Autan. Repellent dalam sehingga perlindungan yang diberikan tidak
bentuklotiondankrimmembutuhkanbantua bertahanlama

*Correspondance address

E-mail: dhea.diahtari@gmail.com
(Lestari, 2011). Berbeda dengan ketiga pengganti DEET adalah minyak atsiri
bentuk repellent diatas sediaan berbentuk eukaliptus (Eucalyptus globulusL.).
stickdiaplikasikan tanpa menggunakan Minyak atsiri eukaliptus dihasilkan dari
tangan, tidak mudah menguap dan dapat daun eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
bertahan relatif lebih lama dikulit. dengan cara destilasi uap. Tumbuhan ini
Repellent stick adalah sediaan repellent berasal dari Australia dan Tasmania
berbentuk batang yang terbuat dari. (Soetrisno, 1969) dan termasuk kedalam
campuran lilin padat dan alkohol berlemak family Mirtaceae. Minyak atsiri eukaliptus
tinggi (Fush dan Schopflin, 1974). mengandung zat berupa eucalyptol (Bolland,
Beberapa lilin padat yang dapat digunakan 1991) yang berkhasiat sebagai insektisida dan
sebagai basis pembentuk stik diantaranya pengusir (repellent) serangga (Klocke, 1987).
yaitu, lilin lebah, lilin carnauba, serta Menurut Ranasinghe (2016) minyak atsiri
cetaceum (Allen, 2002) dan alkohol eukaliptus pada konsentrasi 10% dapat
berlemak tinggi seperti myristyl alcohol, bermanfaat sebagai repellent nyamuk dengan
cetyl alcohol, dan stearyl alcohol (Fush dan daya tolak 100% dimana menurut Peraturan
Schopflin, 1974). Dari bahan tersebut yang Pemerintah melalui Komisi Pestisida
paling banyak digunakan adalah kombinasi Departemen Pertanian (1995) syarat repellent
antara lilin lebah dan cetyl alcohol, karena nyamuk dapat dikatakan efektif apabila daya
stabil dengan cahaya, udara dan tidak proteksinya paling sedikit 90%.
berubah menjadi tengik (Rowe, Sheskey Berpedoman dari penelitian mengenai
dan Quinn, 2009). Kombinasi lilin lebah medicated
dan cetyl alcohol sebagai basis pembentuk
stik juga telah diteliti oleh Rao (2011) yang
membuktikan bahwa keduanya dapat
menghasilkan stik yang baik, tetapi menurut
Lutfia, Sutyasningsih dan Widayanti,
(2013) campuran basis ini dapat mengalami
penurunan kekerasan bila adanya
penambahan minyak sehingga
menghasilkan stick yang lunak. Walaupun
demikian kombinasi lilin lebah dan cetyl
alcohol dapat diaplikasikan dalam bentuk
sediaan stik dengan penambahan zat aktif
yang berkhasiat sebagai repellent.
Zat aktif pada sediaan repellent yang
banyak beredar dipasaran adalah DEET
dengan konsentrasi berkisar 5%-100%
(Mabey, 2005). DEET merupakan bahan
kimia sintetis yang dapat menolak nyamuk,
tetapi beracun pada konsentrasi 10-15%
(Gunandini, 2006). Penggunaan DEET
yang secara terus menerus dan berulang
dapat mengakibatkan beberapa masalah
kesehatan mulai dari iritasi kulit, hingga
insomnia dan kram otot (Osimitz, 1997).
Dampak negatif tersebut dapat dihindari
dengan mengganti DEET dengan bahan
alami yang lebih aman bagi tubuh. Salah
satu keanekaragaman hayati yang memiliki
potensi untuk dimanfaatkan menjadi
stick dengan menggunakan kombinasi Penelitian ini menggunakan metode
lilin lebah putih (cera alba) dan cetyl eksperimental dengan membuat beberapa formula
alcohol oleh Rao (2011) dan mengingat repellent sick yang mengandung minyak atsiri
khasiat minyak atsiri eukaliptus eukaliptus (Eucalyptus globulus L) dengan
(Eucalyptus globulus L.) yang dapat kombinasi cera alba dan cetyl alcohol sebagai
dijadikan sebagai repellent (Ranasinghe, stiffening agent pada konsentrasi 12%:10%,
15%:12,5% dan 18%:15%.
2016) maka peneliti tertarik untuk
memformulasikan minyak atsiri
eukaliptus dalam bentuk repellent stick
dengan memvariasikan lilin lebah (cera Objek Penelitian
alba) dan cetyl alcohol sebagai basis Objek penelitian yang akan digunakan
pembentuk stik. adalah minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
globulus L.) yang diperoleh dari supplier
TUJUAN PENELITIAN essential oil dengan brand “Happy Green”
di Jakarta
Tujuan Umum
Memformulasikan repellent stick minyak atsiri
eukaliptus (Eucalyptus globulus L) dengan
kombinasi cera alba dan cetyl alkohol yang
stabildan memenuhisyarat.

Tujuan Khusus
a. Mengukur pH sediaan repellent stick minyak
atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L)
dengan kombinasi cera alba dan cetylalcohol
b. Mengukur suhu lebur sediaan repellent stick
minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus
L) dengan kombinasi cera alba dan
cetylalkohol
c. Mengamati homogenitas sediaan repellent
stick minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
globulus L) dengan kombinasi cera alba dan
cetylalkohol
d. Mengukur daya oles sediaan repellent stick
minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus
L) dengan kombinasi cera alba dan
cetylalkohol
e. Mengamati perubahan bau sediaan repellent
stick minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
globulus L) dengan kombinasi cera alba dan
cetylalkohol
f. Mengamati perubahan warna sediaan
repellent stick minyak atsiri eukaliptus
(Eucalyptus globulus L) dengan kombinasi cera
alba dan cetyl alkohol
g. Mengamati efek iritasi kulit dari
sediaanrepellent stick minyak atsiri eukaliptus
(Eucalyptus globulus L) dengan kombinasi cera
alba dan cetyl alcohol

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Cara Pengumpulan Data ml minyak atsiri eukaliptus adalah 0,906
1. Identifikasi Minyak AtsiriEukaliptus
a. Organoleptis hingga 0,925 (Depkes, 1995).
Minyak atsiri eukaliptus merupakan
2. Formulasi Repellent Stick Minyak Atsiri
cairan tidak berwarna atau kuning pucat,
Eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
memiliki bau aromatis kamfer, rasa
Dalam penelitian ini formula yang
menusuk seperti kamfer yang diikuti rasa
digunakan mengacu pada Rao (2011) yang
dingin (Depkes, 1995).
membuktikan bahwa kombinasi cera alba
b. IndeksBias
dan cetyl alkohol sebagai stiffeniing agent
Indeks bias suatu zat adalah
akan menghasilkan stick yang stabil secara
perbandingan kecepatan cahaya dalam
fisik. Peneliti akan memvariasikan
ruang hampa dengan kecepatan cahaya
kombinasi konsentrasi cera alba dan cetyl
dalam zat tersebut. Indeks bias minyak
alkohol sebagai stiffeniing agent.
dapat ditentukan dengan menggunakan
Konsentrasi cera alba dan cetyl alkohol
alat Abbe Refractometer, menurut
yang akan digunakan dalam penelitian ini
Depkes (1995) minyak atsiri eukaliptus
adalah (12%:10%) pada Formula I,
memiliki indeks bias 1,458-1,470.
c. Bobot perml (15%:12,5%) pada Formula II, dan
Bobot per milliliter suatu zat adalah (18%:15%) pada Formula III. Minyak atsiri
bobot dalam gram per ml zat cair pada eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
suhu 20ºC. Bobot per bertindak sebagai zat aktif. Konsentrasi
minyak atsiri eukaliptus yang digunakan
pada penelitian ini adalah10%.
Tabel 1. Formula Repellent Stick Yang Mengandung Minyak Atsiri Eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
Jumlah yang
N Ba digunakan Keteranga
o han n
Form Form
Formul Formula
ula u
a II III
Kont la
rol I
1 Minyak Atsiri
Eukaliptus - 10% 10% 10% Zat Aktif
2 Cera Alba 12% 12% 15% 18% Stiffening
agent
3 Cetyl Alkohol 10% 10% 12,5% 15% Stiffening
agent
4 Vaselin Alba 15% 15% 15% 15% Emollient
5 Na. Lauril 1% 1% 1% 1% Emulgator
Sulfat
6 Propilen 13% 13% 13% 13% Humektan
Glikol
7 Aquades Ad Ad Ad 100 Ad 100 Pembawa
100 100
Formulasi ini dimodifikasi dari penelitian Rao (2011).
3. Pembuatan RepellentStick 4) Tambahkan fase minyak perlahan kedalam fase air,
Adapun cara pembuatan formula kontrol, aduk secara konstan hinggahomogen
I, II, dan III adalah sebagai berikut: 5) Tuangkan massa dalam keadaan panas kedalam
a. Cara Pembuatan Formula Kontrol cetakan, kemudian dinginkan.
1) Masukan cera alba, cetyl alkohol dan vaselin
album kedalam cawan (fase minyak) (massa1) b. Cara pembuatan Formula I, II danIII
2) Masukkan natrium lauril sulfat, propilen glikol 1) Masukan cera alba, cetyl alkohol dan vaselin album
dan Aquadest kedalam cawan (fase air) (massa kedalam cawan (fase minyak) (massa1)
2) 2) Masukkan natrium lauril, sulfat propilen glikol dan
3) Panaskan fase minyak dan fase air hingga suhu Aquadest kedalam cawan (fase air) (massa2
70ºC 3) Panaskan fase minyak dan fase air hingga suhu
70ºC 4) Tambahkan fase minyak perlahan kedalam fase
air, aduk secara konstan hingga homogen
(massa 3)
5) Tambahkan minyak atsiri eukaliptus sedikit demi
sedikit kedalam masa 3 pada suhu 55º C aduk
secara konstan hinggahomogen
6) Tuangkan massa dalam keadaan panas kedalam
cetakan, kemudiandinginkan

4. Uji KestabilanFisik
Uji kestabilan fisik yang dilakukan
antara lain, pH, suhu lebur, dan
organoleptik sediaan (warna dan bau)
setelah dilakukan penyimpanan selama 28
hari, yaitu pada hari ke 0, 7, 14, 21, dan 28.
a. pH
Nilai pH sediaan dapat diukur dengan
menggunakan pH meter. Untuk mengukur
nilai pH ini dibutuhkan sampel sebanyak
1gr yang dilebur dalam beaker gelas dengan
100ml Aquadest diatas penangasair
Cara kerja :
1) Nyalakan alat pH meter dengan menekan
tombol “ON”
2) Kalibrasi alat pH meter dengan cara:
3) Menekan tombolpH
4) Celupkan electrode kedalam larutan dapar pH 7, g. IritasiKulit
putar tombol skala sehingga menunjukkan Uji Iritasi kulit melibatkan 30 orang
angka 7,0 responden yang dipilih secara acak. Pengujian
5) Bilas electrode dengan aquadest, celupkan dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan
kedalam larutan dapar pH 4, bila angka yang
(F1, F2, F3) pada punggung tangan selebar
ditunjukkan belum tepat maka diatur dengan
memutar tombol skala agar didapatkan
2,5 x 2,5 cm (Mitsui, 1996). Kemudian amati
angka4,0 reaksi yang mungkin terjadi misalnya gatal,
6) Setelah itu bilas electrode dengan aquadest lalu kemerahan danperih.
di celupkan kedalam sediaan repellentstick
7) Catat pH yang tertera di layar untuk mengamati
perubahanpH
b. Suhu Lebur
Suhu lebur sediaan dapat diukur dengan
menggunakan alat Kofler Heating Banch System.
Adapun cara kerjanya adalah sebagai berikut:

1) Nyalakan alat dengan menekan tombol “ON”,


lampu petunjuk hijau akanmenyala.
2) Panaskan bangku lebur selama 1jam.
3) Setelah 1 jam, letakkan sampel repellentstick
diatas lempeng pemanas
4) Amati perubahan yang terjadi selama 10detik
5) Geser jarum joki sampai terlihat
perubahantitik leleh padasampel
6) Catat titik lebursampel
c. UjiHomogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan
mengoleskan sediaan repellent stick pada
kaca transparan (objek glass) dan dilihat
apakah terdapat butir-butir kasar yang
tertinggal pada kaca tersebut (ilham, 2016).
d. Daya Oles
Uji daya oles dilakukan dengan
melibatkan 30 responden yang dipilih
secara acak. Pengujian dilakukan secara
visual dengan cara mengoleskan repellent
stick pada kulit punggung tangan kemudian
mengamati apakah sediaan repellent stick
mampu menempel saat dioles pada kulit
dengan beberapa kalipengolesan.
e. Warna
Pengamatan warna dilakukan dengan
menggunakan 30 orang responden untuk
mengamati perubahan warna yang terjadi
dalam sediaan repellent stick yang disimpan
selama 28 hari.
f. Bau
Pengamatan bau dilakukan dengan
menggunakan 30 orang responden untuk
mengamati perubahan bau yang terjadi
dalam sediaan repellent stick yang disimpan
selama 28 hari.
Alat Pengumpulan Data r
1. Alat
Gelas ukur (pyrex), cawan porselin,
timbangan gram, anak timbagan gram, 2. Hasil Uji Kestabilan RepellentStick
mortir, stamper, pengaduk kaca, Repellent stick minyak atsiri eukalipus
timbangan analitik, penjepit kayu, sudip, dibuat dalam tiga formula dengan
perkamen, waterbath, wadah roll up, pH memvariasikan cera alba dan cetyl alkohol
meter Hanna, bangku lebur Kofler sebagai stiffening agent kemudian
Heating Banch System, dankuisioner dilakukan uji kestabilan sifat fisik setiap
2. Bahan minggunya selama 28 hari penyimpanan
Bahan yang digunakan dalam meliputi pH, suhu lebur, homogenitas, daya
penelitian ini Minyak Atsiri Eukaliptus oles, warna, bau dan pengujian terhadap
(Eucalyptus globulus L.), Cera Alba, iritasi kulit. Hasil pengamatan kestabilan
Cetyl alkohol, Vaselin Alba, Na. Lauril sifat fisik repellent stick minyak atsiri
Sulfat, Propilenglikol dan Aquadestilata. eukalipus dapat dilihat dalam tabel dan
gambar berikut:
HASIL PENELITIAN
1. Hasil Identifikasi Minyak
AtsiriEukaliptus
Zat aktif minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
globulus L.) yang diperoleh dari supplier essential
oil dengan brand “Happy Green” di Jakarta,
kemudian dilakukan uji identifikasi dengan hasil
sebagaiberikut

Tabel 2. Hasil identifikasi minyak atsiri


eukaliptus
Standa
Uji Hasil
r Keteran
Identifi Uji
(Dep gan
kasi Identifi
kes,
kasi
199
5)
Tida
Tidak
k Memenu
Warna Berwa
berw hi
rna
ana Standa
(Beni
atau r
ng)
Kuni
ng
Bau Bau Memenu
Bau Kam Kamfe hi
fer r Standar
Rasa
menu
Pe Memenu
Rasa suk
das hi
seper
, Standa
ti
din r
kamf
gin
er,
dingi
n
Indeks 1,458 Memenu
- 1,460 hi
Bias 1,470 Standar
0,906 Memenu
Bobot 0,9244
- hi
/ml 0,925 Standa
Tabel 3. Hasil Pengamatan pH Repellent Stick Minyak Atsiri Eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) Selama
28 Hari Penyimpanan.

pH (hari
Repellent Stick ke) Keterangan
0 7 1 2 28
4 1
Formula Kontrol 5, 5, 5, 5, 5,7 M
3 3 4 5 3 S
3 7 3 5
Formula I 5, 5, 5, 5, 5,4 M
2 2 3 3 4 S
2 5 0 6
Formula II 5, 5, 5, 5, 5,5 M
1 2 2 3 7 S
9 1 7 9
Formula III 5, 5, 5, 5, 5,3 M
0 1 2 3 8 S
1 4 0 0
Keterangan tabel:
MS : Memenuhisyarat
pH yang memenuhi syarat 4-8 (Aulton, 2002)
Tabel 4. Hasil Pengamatan Suhu Lebur Repellent Stick Minyak Atsiri Eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) Selama
28 Hari Penyimpanan.

Suhu Lebur (hari ke)


Repellent Stick Keterangan
0 7 1 21 28
4
Formula Kontrol 6 64 6 64 64 M
4 4 S
Formula I 5 58 5 54 53 M
9 6 S
Formula II 6 66 6 63 60 M
8 5 S
Formula III 6 68 6 66 64 M
9 7 S
Keterangan tabel:
MS : Memenuhisyarat
Suhu lebur yang memenuhi syarat 50º C-70º C (Keithler, 1956)

Tabel 5. Hasil Pengamatan Homogenitas Repellent Stick Minyak Atsiri Eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
Selama 28 Hari Penyimpanan.

Homogenitas (hari ke)


Repellent Stick Keterangan
0 7 1 21 28
4
Formula Kontrol H H H H H M
S
Formula I H H H H H M
S
Formula II H H H H H M
S
Formula III H H H H H M
S
Keterangan tabel:
MS : Memenuhi
syarat H :Homogen
Tabel 6. Hasil Pengamatan Daya Oles Repellent Stick Minyak Atsiri Eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
Selama 28 Hari Penyimpanan.

Menempel pada olesan ke - Keteran


Repellent Stick gan
1 2 3 4 5 >5
Formula Kontrol 30 0 0 0 0 0 MS
Formula I 30 0 0 0 0 0 MS
Formula II 30 0 0 0 0 0 MS
Formula III 30 0 0 0 0 0 MS
Keterangan tabel:
MS : Memenuhisyarat
Dayaolesrepellentstickmemenuhisyaratbiladapatmenempelpadakulitsetelah ≤ 5 kali
pengolesan (Keithler,1956)
Tabel 7. Pengamatan Perubahan Warna, Bau dan Iritasi Kulit Repellent Stick Minyak Atsiri Eukaliptus (Eucalyptus
globulus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan.
Kestabilan
Repellent Fisik
Stick War B Iritasi
na a Kulit
u
B TB B TB B TB
Formula 0,0 10 0,0 10 0,0 100
Kontrol 0% 0% 0% 0% 0% %
Formula I 0,0 10 0,0 10 0,0 100
0% 0% 0% 0% 0% %
Formula II 0,0 10 0,0 10 0,0 100
0% 0% 0% 0% 0% %
Formula III 0,0 10 0,0 10 0,0 100
0% 0% 0% 0% 0% %
Keterangan: B :Berubah TB : TidakBerubah

Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Gel Semprot Ekstrak Umbi Talas Jepang (Colocasia
esculenta L.) Selama 28 Hari Penyimpanan
Kestabilan Jum
Fisik Irit lah
Formula
asi
Ku
lit
Suhu Day
p Homogeni War B M T
Lebur a
H tas Ole na a S MS
s u
Kont M MS MS M MS M M 8 0
rol S S S S
I M MS MS M MS M M 8 0
S S S S
II M MS MS M MS M M 8 0
S S S S
III M MS MS M MS M M 8 0
S S S S
Keterangan:
MS : Memenuhisyarat

PEMBAHASAN sebagai berikut:


a. Organoleptis
1. Identifikasi MinyakAtsiri
Dari hasil pengamatan, minyak atsiri
Identifikasi minyak atsiri eukaliptus
eukaliptus yang digunakan tidak memiliki
(Eucalyptus globulus L.) dilakukan untuk
warna (bening), berbau kamfer yang
memastikan bahwa minyak atsiri yang
menusuk dan rasa pedas, dingin seperti
digunakan dalam penelitian ini adalah
kamfer dimana hal ini sesuai dengan yang
minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
tertera dalam farmakope edisi ke-IV.
globulus L.). Pengujian yang dilakukan b. IndeksBias
berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi ke- Hasil indeks bias yang didapatkan adalah
IV didapatkan hasil dengan pembahasan 1,460, menurut Depkes (1995) minyak atsiri
eukaliptus memiliki indeks bias sebesar Dari ketiga identifikasi yang dilakukan
1,458-1,470. Berdasarkan dengan hasil didapatkan hasil bahwa ketiganya memenuhi
indeks bias yang didapat, miyak atsiri yang standar dari minyak atsiri eukaliptus
digunakan memenuhi standar karakteristik berdasarkan farmakope edisi ke-IV maka
indeks bias minyak eukaliptus. dapat disimpulkan bahwa minyak yang akan
c. Bobot perml digunakan pada penelitian ini adalah
Berdasarkan hasil pengujian, minyak
eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
atsiri yang digunakan pada penelitian ini
memiliki bobot per ml sebesar 0,9244, hasil
2. KestabilanFisik
tersebut sesuai dengan range standar minyak
a. pH
atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) Pada tabel 3 dapat dilihat hasil
yaitu sebesar 0,906 hingga 0,925 (Depkes, pengamatan pH sediaan repellent stick
1995). minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
globulus L.) yang disimpan selama 28 hari
dengan variasi kombinasi cera alba dan cetyl
alkohol untuk formula kontrol dan formula I
(12%:10%), formula II (15%:12,5%) dan
formula III (18%:15%). Dalam penelitian ini
didapatkan pH repellent stick berkisar 5,01-
5,73, dimana formula kontrol memiliki pH
5,33-5,73, dengan persentase kenaikan pH
sebesar 6,3%, formula I memiliki pH 5,22-
5,44, dengan persentase kenaikan pH
sebesar 4,2%, formula II memiliki pH 5,19-
5,57 dengan persentase kenaikan pH sebesar
7,3%, dan formula III memiliki pH 5,01-
5,38 dengan persentase kenaikakn pH
sebesar 7,3%. Dari persentase kenaikan pH
yang terjadi dapat dilihat bahwa formula I
cenderung lebih stabil dibanding formula
yang lain karena formula I memiliki
persentase perubahan pH yang palingkecil.
Selama 28 hari penyimpanan keempat pH sediaan topikal terlalu asam maka dapat
formula repellent stick mengalami kenaikan menyebabkan iritasi kulit dan juga tidak
pH tiap minggunya. Kenaikan pH dari diperbolehkan terlalu basa karena dapat
keempat formula ini diduga disebabkan oleh menyebabkan kulit kering dan bersisik
bahan yang terdekomposisi oleh suhu tinggi (Kuncari, Iskandarsyah dan Praptiwi,2014).
saat pembuatan atau penyimpanan yang b. Suhu Lebur
menghasilkan senyawa basa dan juga dapat Pengukuran suhu lebur dilakukan untuk
disebabkan karena faktor lingkungan seperti mengetahui suhu dimana repellent stick yang
suhu dan penyimpanan yang kurang baik mengandung minyak atsiri eukaliptus
(Putra, Dewantar dan Swastini, 2014). (Eucalyptus globulus L.) akan melebur. Pada
Walaupun terjadi peningkatan pH selama tabel 4 dapat dilihat hasil pengamatan suhu
proses penyimpanan, keempat formula lebur repellent stick minyak atsiri eukaliptus
repellent stick tersebut masih memenuhi yang disimpan selama 28 hari. Dari keempat
standar pH yang aman untuk kulit yaitu formula didapatkan range suhu lebur berkisar
sebesar 4-8 (Aulton, 2002), karena apabila 53ºC-69ºC. Selama 28 hari penyimpanan
formula kontrol tidak menunjukkan adanya Sedangkan formula II dan formula III
perubahan suhu lebur dimana suhu lebur cenderung memiliki bentuk fisik stik yang
formula kontrol ialah 64ºC. Sedangkan lebih keras dibanding formula I dikarenakan
ketiga formula lainnya mengalami adanya peningkatan konsentrasi pengeras
penurunan suhu lebur selama masa yang digunakan yakni formula II
penyimpanan, dimana formula I memiliki menggunakan cera alba dan cetyl alkohol
suhu lebur berkisar 53-59ºC dengan sebesar 15% dan 12,5% sedangkan formula
persentase penurunan titik lebur sebesar III sebesar 18% dan 15%. Dilihat dari hasil
10,16%. Formula II mengalami penurunan pengujian suhu lebur dapat disimpulkan
suhu lebur sebesar 11,7% dengan range bahwa semakin tinggi konsentrasi pengeras
suhu antara 60-68ºC sedangkan formula III yang digunakan maka suhu lebur dan
memiliki suhu lebur berkisar 64-69ºC dan kekerasan yang dihasilkan akan semakin
mengalami penurunan suhu lebur meningkat (Pracima, 2015), sama halnya
sebesar7,2%. seperti penelitian Mulangsari, Mimiek dan
Penurunan suhu lebur berpengaruh Eni (2017) yang juga mengalami
terhadap kekerasan stik yang dihasilkan peningkatan kekerasan karena adanya
dimana bila terjadi penurunan suhu lebur peningkatan konsentrasi pengeras.
maka stik yang dihasilkan akan menjadi Penambahan pengeras dapat meningkatkan
lebih lunak. Pada penelitian ini repellent jumlah padatan dalam emulsi sehingga
stick formula 1 cenderung lebih lunak produk stik yang terbentuk akan semakin
dibandingkan dengan formula kontrol keras (Perdanakusuma dan Zakiah, 2005).
ditinjau dari suhu leburnya yang lebih Karena formula III menggunakan
rendah padahal konsentrasi pengeras yang konsentrasi pengeras paling besar maka
digunakan sama yakni cera alba 12% dan suhu lebur tertinggi dimiliki oleh repellent
cetyl alkohol 10% hal ini dapat terjadi stik formulaIII.
dikarenakan adanya pengaruh penggunaan Selama penyimpanan 28 hari ketiga
zat aktif berupa minyak, dimana sesuai formula repellent stick mengalami
dengan penelitian Lutfia, Sutyasningsih dan penurunan suhu lebur tiap minggunya
Widayanti, (2013) yang menyatakan bahwa sehingga setiap minggu ketiga formula
campuran kedua pengeras yang digunakan cenderung menjadi semakin lunak hal ini
dapat mengalami penurunan kekerasan bila diduga karena suhu ruangan penyimpanan
adanya penambahan minyak. Menurut yang tidak dikendalikan sehingga terjadi
penelitian Perdanakusuma dan Zakiah fluktuasi suhu (Pracima, 2015). Penurunan
(2005) penambahan minyak pada basis stik suhu lebur juga terjadi pada penelitian
akan menambah jumlah cairan dalam emulsi Noermastuti (2015) yang menggunakan
sehingga sediaan stik yang terbentuk akan minyak jarak pada sediaan stik, dimana
semakin lunak dan nampakcreamy. menurutnya suhu dapat mempengaruhi
kepadatan atau ketegaran stik menjadi
berkurang sehingga suhu ruang
penyimpanan stik berpengaruh terhadap
kekerasan sediaan stik. Walaupun tiga
formula mengalami penurunan suhu lebur
akan tetapi, keempat formula repellent stick
tersebut masih memenuhi standar suhu lebur
sediaan stik yakni 50- 70ºC (Keithler,1956).
c. Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan untuk
melihat ada tidaknya butir-butir kasar saat yang tertinggal pada kaca tersebut. Hasil
pengolesan repellent stick selama masa pengamatan menunjukkan bahwa partikel
penyimpanan 28 hari. Adanya butir-butir pada repellent stick formula kontrol, formula
kasar menandakan sediaan repellent stick I, formula II dan formula III terdistribusi
yang dibuat tidak homogen karena tidak dengan baik ditandai dengan tidak adanya
terdispersinya antar komponen bahan butir-butir kasar yang tertinggal pada objek
pembuat stik (Siregar dan Utami, 2014). glass selama 28 hari penyimpanan dan pada
Pengujian homogenitas dilakukan dengan saat dioleskan di kulit juga tidak terdapat
cara mengoleskan sediaan repellent stick butiran kasar yang menggumpal
pada kaca transparan (objek glass) dan ataupuntertinggal.
dilihat apakah terdapat butir-butir kasar
Untuk pengujian terhadap daya oles, berfungsi sebagai humektan untuk
warna, bau dan iritasi kulit, peneliti melembabkan sehingga menghasilkan stick
melibatkan 30 responden, hal ini didasarkan yang mudah untuk dioleskan pada kulit. Dari
pada syarat pengujian untuk desain hasil yang didapatkan dapat disimpulkan
penelitian eksperimen, menurut Gay dan bahwa daya oles repellent stick minyak atsiri
Diehl (1992) untuk jenis penelitian eukaliptus sangat baik karena
eksperimental dengan mengunakan beberapa memenuhistandar.
formula atau grup maka jumlah responden e. Warna
yang digunakan minimalsebanyak Pengujian warna bertujuan untuk
15 orang per 1 grup penelitian dan maksimal mengetahui apakah repellent stick minyak
30 orang untuk penelitian dengan lebih dari atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
3 formula. Selain itu menurut Frankel dan yang dibuat mengalami perubahan warna
Wallen (1993) penelitian eksperimen dengan atau tidak selama penyimpanan 28 hari
menggunakan 30 orang responden pada dengan melibatkan 30 responden. Formula
setiap grup sudah cukup untuk kontrol memiliki warna putih susu, begitu
menggambarkan keseluruhan populasi. pula dengan ketiga formula lainnya yang
d. Daya Oles mengandung zat aktif berupa minyak atsiri
Pengujian daya oles dilakukan secara eukaliptus. Hal ini menunjukkan bahwa
visual dengan cara mengoleskan repellent penambahan zat aktif kedalam basis stik
stick pada kulit punggung tangan kemudian tidak mempengaruhi warna stik yang
mengamati apakah sediaan repellent stick dihasilkan mengingat bahwa zat aktif yang
mampu dioleskan pada kulit dengan digunakan memang tidak berwarna (bening).
beberapa kali pengolesan. Pada tabel 6 Data hasil kuesioner menunjukkan bahwa
disimpulkan bahwa sebanyak 30 responden sebanyak 100% responden menyatakan
menyatakan keempat formula mampu keempat formula repellent stick tidak
menempel pada kulit saat pengolesan mengalami perubahan warna selama
pertama. Sehingga dapat dikatakan bahwa penyimpanan 28 hari hal ini dikarenakan
keempat formula repellent stick mudah kondisi tutup sediaan yang baik dan tertutup
diaplikasikan pada kulit hal ini dikarenakan rapat sehingga kontak langsung antara
tingginya konsentrasi vaselin alba dan sediaan dengan udara serta cahaya dapat
propilen glikol yakni 15% dan 13% dalam dihindari.
tiap formula sehingga menghasilkan stik
yang lembut dan lembab, dimana vaselin
album berfungsi sebagai emollient yang
dapat menghasilkan stik yang lembut
ditambah dengan propilen glikol yang
f. Bau hal ini dikarenakan pH sediaan yang
Pengujian bau bertujuan untuk dihasilkan berkisar 5,01-5,73, dimana
mengetahui apakah repellent stick minyak rentang pH tersebut masih mampu
atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) ditoleransi dengan baik oleh kulit
yang dibuat mengalami perubahan bau atau (Aulton,2002) . Hal lain yang
tidak selama penyimpanan 28 hari dengan mempengaruhi yaitu bahan-bahan yang
melibatkan 30 responden. Repellent stick terkandung dalam formula tidak
formula kontrol tidak memiliki bau, menyebabkan iritasi kulit dan kondisi
sedangkan formula I, II dan III memiliki sediaan repellent stick tersebut masih baik
bau seperti kamfer khas dari minyak atsiri selama 28 hari penyimpanan.
eukaliptus. Pada tabel 9 disimpulkan
sebanyak 30 orang responden menyatakan
bahwa keempat formula repellent stick KESIMPULAN
tidak mengalami perubahan bau selama Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
masa penyimpanan. Hal ini membuktikan terhadap kestabilan fisik repellent stick minyak atsiri
bahwa tidak adanya pertumbuhan bakteri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) dengan kombinasi
dan mikroba pada repellent stick yang dapat cera alba dan cetyl alkohol sebagai stiffening agent
mempengaruhi perubahan bausediaan. selama 28 hari penyimpanan, maka dapat ditarik
g. IritasiKulit kesimpulan sebagaiberikut:
Pengujian iritasi kulit bertujuan untuk 1. Minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
melihat apakah sediaan repellent stick yang dapat diformulasikan menjadi sediaan repellent
dibuat menimbulkan gejala iritasi atau tidak stick yang stabil dan memenuhipersyaratan.
pada saat digunakan. Pada tabel 7 2. Kombinasi cera alba dan cetyl alkohol yang paling
didapatkan data hasil kuesioner yang optimal ialah pada konsentrasi 18% cera alba dan
menunjukkan bahwa 100% responden 15% cetylalkohol
menyatakan tidak mengalami gejala iritasi 3. pH semua formula repellent stick yang
mengandung minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
yang berupa kulit kemerahan, gatal-gatal,
globulus L.) memenuhi persyaratan dan stabil
terasa panas dan perih pada permukaan secarafisik.
kulit setelah diolesi keempat formula 4. Hasil pengukuran suhu lebur semua formula
repellent stick yang mengandung minyak repellent stick yang mengandung minyak atsiri
atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) memenuhi
persyaratan dan stabil secarafisik.
5. Homogenitas semua formula repellent stick yang memenuhi persyaratan karena tidak
mengandung minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus mengakibatkan iritasi saatdigunakan.
globulus L.) memenuhi persyaratan dan stabil
secarafisik. SARAN
6. Daya oles semua formula repellent stick yang
Dari hasil penelitian mengenai repellent stick yang
mengandung minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
mengandung minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
globulus L.) memenuhi persyaratan dan stabil
secarafisik. globulus L.) dapatdisarankan:
7. Semua formula repellent stick yang mengandung 1. Dilakukan uji kekerasan untuk mengetahui
minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) kualitas patahan stick dan juga kekuatan repellent
memenuhi persyaratan karena tidak mengalami stick dalam proses pengemasan, pengangkutan,
perubahanbau. danpenyimpanan.
8. Semua formula repellent stick yang mengandung 2. Dilakukan uji aktivitas repellent terhadap nyamuk
minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.) secara langsung untuk mengetahui seberapa
memenuhi persyaratan karena tidak mengalami besar daya tolak yang dihasilkan sediaan repellent
perubahanwarna. stick yang mengandung minyak atsiri eukaliptus
9. Semua formularepellent stick yang mengandung (Eucalyptus globulusL.)
minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus globulus L.)
3. Dilakukan uji dipercepat untuk mengetahui Aulton, M, 2002. Pharmaceutical Practice Of Dosage
kestabilan sediaan repellent stick yang Form Design, Curcill Livingstone. Edirberd.
mengandung minyak atsiri eukaliptus (Eucalyptus
London, hal.244.
globulus L.) dalam jangka waktu yang lama dan
kestabilan terhadap suhuekstrim. Bogdanov, S, 2017. Beeswax: History, Uses and
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan Trade. Online Beeswax Book. 2. hal. 9 ( http
menggunakan zat aktif tanaman lain yang
diharapkan akan menghasilkan sediaan yang : // www.bee-hexagon.net, Diakses 1
lebih stabil. Februari 2018 )
Cerasoli, S., M.C. Caldeira., J.S. Pereira., G. Caudullo.,
D. de Rigo, 2016. Eucalyptus globulus and
other eucalypts in Europe: distribution,
DAFTAR PUSTAKA
habitat, usage and threats. Dalam : San-
Agusta, A, 2000. Minyak Tumbuhan Tropika Miguel-Ayanz, J, et al. European Atlas of
Indonesia. ITB, Bandung, Indonesia, hal. 2 Forest Tree Species (hal. 90-91). EU,
dan 24 Luxembourg

Allen, LV, 2002. Current & Practical Compounding Cibro, YNP, 2013. Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Information for the Pharmacist : Pada Biji Pala (Myristica fragans Houtt).
Compounding Medication Sticks. Secundum Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Farmasi
Artem. 5 (3) Universitas Sumatera Utara, Medan.

Collet, D.M., dan M.E Aulton, 1990. Pharmaceutical


Practice. Longman Singapore Publishers,
Singapore, hal. 109.

Departemen Kesehatan RI, 1979.


Farmakope Indonesia, Edisi III.
Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. hal. 756 dan 768
Departemen Kesehatan RI, 1985. Formularium
Kosmetika Indonesia. Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 1995.


Farmakope Indonesia, Edisi IV.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, hal. 7 dan 627
Ernawati, D., U. Chasanah., N. Hidayah, 2017.
Optimasi Formulasi Sediaan Lipstik
Mengandung Ekstrak Etanol Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea batatas L.). Prosiding.
Peningkatan Keilmuan Solusi Tantangan
Profesi Kesehatan. Fakultas Ilmu Kesehatan
UMM, Malang, 9 Februari2017.

Fraenkel, J., Wallen, 1993. How to Design and


Evaluate Research in education. Edisi ke II.
McGraw-Hill Inc : New York

Fuchs P., dan G. Schopflin, 1974.


Medicated Sticks.United States
Patent 3,856, p. 931, Berlin Sem. Nas. Pestisida Nabati III. Balittro. hal.
Gay, L.R dan Diehl, P.L, 1992. Research Methods for 43-48
Business and Management, MacMillan
Gunawan, D., dan S Mulyani, 2004. Ilmu Obat Alam.
Publishing Company, NewYork.
Jakarta: Penebar Swadaya, hal. 106.
Gunandini, D.J, 2006. Bioekologi dan Pengendalian
Nyamuk Sebagai Vektor Penyakit. Pros.
Harry, R.G., J.B Wilkinson., R. Clark., E. Green., T.P Lestari, MI, 2011. DEET, Bahan Aktif Repellentyang
Mclaughlin, 1962. Modern Cosmeticology. Efektif dan Aman Bagi Travellers. Skripsi,
Volume 1. Chemical Publishing CO., INC, Universitas Udayana, Bali.
New York, hal. 504.
Lutfia, M., Sutyasningsih., A. Widayanti, 2013.
Ilham, H.S, 2016. Optimasi Formulasi Sediaan Lipstik Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Canauba
Menggunakan Ekstrak Umbi Bit (Beta Wax Terhadap Sifat Fisik Lipstik Sari Buah Bit
vulgaris L.). Berkala Ilmiah Mahasiswa (Beta vulgaris L.). Skripsi, Universitas
Farmasi Indonesia. 4 (2):27-33. Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA,Jakarta.

Keithler, W.M.R, 1956. The Formulation of Cosmetics LeMone, P., K.M Burke., G. Bauldoff, 2016. Buku Ajar
and Cosmetic Specialities. Drug and Keperawatan Medikal Bedah “Gangguan
Cosmetic Industry, New York, hal. 157 Intagumen, Gangguan Endokrin dan
Gangguan Gastrointestinal. TerjemahanOleh
Kirnanoro, H., dan N.S. Maryana, 2016.
: Iskandar Tiflani, Kedokteran EGC, Jakarta,
Anatomi Fisiologi. Pustaka Baru
Indonesia, hal 486-488
Press, Yogyakarta, Indonesia, hal.
74-75
Klocke, J.A., M.V Darlington., M.F Balandrin, 1987.
1,8-Cineole (Eucalyptol), A Mosquito
Feeding and Ovipositional Repellent from
Volatile Oil of Hemizonia fitchii
(Asteraceae). Journal of Chemical Ecology.
13 (12) : 2131-2141

Koeswandy, LF., dan Z.M. Ramadhania, 2016. Review


Artikel Kandungan Senyawa Kimia dan
Bioaktivitas Dari Eucalyptus globulus Labill.
Farmaka. 14 (2): 63-78.

Komisi Pestisida, Departemen Pertanian RI, 1995,


Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida,
Departemen Pertanian, Jakarta, hal 9-95

Kuncari, E.S., Iskandarsyah., Praptiwi, 2014. Evaluasi,


Uji Stabilitas Fisik Dan Sineresis Sediaan Gel
Yang Mengandung Minoksidil, Apigenin
Dan Perasan Herba Seledri (Apium
graveolens L.). Buletin Penelitian Kesehatan.
42 (2):213-222.

Kusantati, H., P.T Prihatin., W. Wiana, 2008. Tata


Kecantikan Kulit Untuk Sekolah Menengah
Kejuruan. Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan, Jakarta, Indonesia, hal.
59
Mabey, M, 2005. DEET Insect Repellant Toxicity. Lebah. Jurnal Teknologi Industri Pertanian.
14 (3): 95-100.
Utox Update. 7 (2): 1-4.
Putra, M., Swastini., Dewantara, 2014. Pengaruh
Maharani, A, 2015. Penyakit Kulit : “Perawatan,
Lama Penyimpanan Terhadap Nilai pH
Pencegahan, Pengobatan”. Pustaka Baru
Sediaan Cold Cream Kombinasi Ekstrak Kulit
Press, Yogyakarta, Indonesia, hal. 1-16.
Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.),
Maulina, I.D, 2011. Uji Stabilitas Fisik dan Aktivitas Herba Pegagan (Centella asiatica) Dan
Antioksidan Sediaan Krim Yang Daun Gaharu (Gyrinops versteegii (gilg)
Mengandung Ekstrak Umbi Wortel (Dancus Domke). Jurnal Farmasi Udayana. 3 (1):
carota L.). Skripsi, Universitas Indonesia,
18-21.
Depok.

Mitsui, T, 1996. New Cosmetics Science. Elsevier


Science B.V, Amsterdam, hal. 211

Mulangsari, D.A., M. Murrukmihadi., E. Muaniqoh,


2017. Karakteristik Fisik Lipstik Sari Kulit
Buah Naga Merah (Hylocereus
costaricensis) Dengan
Variasi Perbandingan
Konsentrasi Carnauba Wax dan Beeswax.
Inovasi Teknik Kimia. 2 (2): 19-24.

Murod, A, 2013. Penuntun Praktikum Fisika


Farmasi. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Politeknik Kesehatan Palembang,
Palembang, hal. 5, 7, 9 dan13.

Noermastuti, R, 2015. Formulasi Dan Evaluasi


Sediaan Lipstik Dengan Basis Lemak
Cokelat Dan Minyak Jarak. Karya Tulis
Ilmiah, Jurusan Farmasi Universitas Sebelas
Maret.

Osimitz, TG., JV Murphy, 1997. Neurological effects


associated with use of the insect repellent
N, N-diethyl-m-toluamide (DEET). Toxicol
Clin Toxicol. 35:435-441.

Orwa, C., A. Mutua., R. Kindt., R. Jamnadass., A.


Simons, 2009. Eucalyptus globulus ssp.
Globulus. Agroforestry Database 4.0: 1-5.

Patil, V.A., dan S.A. Nitave, 2014. A Review On


Eucalyptus globulus: A Divine Medicinal
Herb. World Journal Of Pharmacy And
Pharmaceutical Science. 3 (6): 559-567.

Perdanakusuma, O., Z. Wulandari, 2005. Optimasi


Proses Pembuatan Lipstik Dengan
Penambahan Berbagai Konsentrasi Malam
Pracima, R, 2015. Pemanfaatan Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas (L.) Poir) Sebagai Zat Warna Pada
Sediaan Lipstik. Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Prahastuty, A.T, 2016. Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Bintaro (Cerbera manghas) Terhadap Mortalitas
Nyamuk Aedes Aegypti. Karya Tulis Ilmiah, Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia
Malang.

Ranansinghe, M.S.N., L. Arambewela., S. Samarasinghe, 2016. Development Of Herbal Mosquito Repellent


Formulations. International Journal Of Pharmaceutical Science And Research. 7 (9):3643-3648.

Rao, P., V.A Hiremath., S. Sonavne., S. Pratima., P. Sagare., S.V Saran., Muntasibalikhan, 2014. Design Of
Miconazole Derma Sticks For The Treatment Of Chromomycoses. World Journal Of Pharmacy
And Pharmaceutical Sciences. 3 (4):762-780.

Rutledge, C. R., dan J.F. Day, 2008. Mosquito Repellent. University Of Florida

Rowe, R.C., P.J. Sheskey., M.E. Quinn, 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition.
American Pharmaceutical Association. London, Chicago, hal. 155-156, 592-593, 651-653, 779-
780.

Sastrohamidjojo, H, 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta, hal. 9-11.
Sayyid, A.B.M, 2013. Kitab Obat Hijau Cara-Cara Ilmiah Sehat Dengan Herbal. PT Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, Solo, hal. 281.

Sembel, D.T, 2009. Entomologi Kedokteran. ANDI, Yogyakarta.

Siregar, Y.D.I., dan P. Utami, 2014. Pemanfaatan Ekstrak Kulit Melinjo Merah (Gnetum Gnemon) sebagai
Pewarna Alami pada Pembuatan Lipstik. Jurnal Kimia Valensi. 4 (2):98-108.

Soetrisno, R.B, 1969. Ichtisar Farmakognosi. CV. Quartz, Jakarta, hal. 107.

Syaiffudin, 2016. Ilmu Biomedik Dasar Untuk Mahasiswa Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta,
Indonesia, hal 32-38

Syamsuni, H.A, 2006. Ilmu Resep. Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 121.
Tranggono, R.I., dan Latifah, 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta,Indonesia, hal11-13.

Trinanda, W, 2012. Formulasi Sediaan Lipstik Menggunakan Ekstrak Buah Rasberi (Rubus rosifolius
J.E.Smith) Sebagai Pewarna. Skripsi, Universitas Sumatera Utara,Medan.
Wahyono, T.Y.M., dan Oktarinda, 2016. Penggunaan Obat Nyamuk dan Pencegahan Demam Berdarah
di DKI Jakarta dan Depok. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia. 1 (1):35-40.

Yuliani, S., dan S. Satuhu, 2012. Panduan Lengkap Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta, Indonesia,
hal. 148.

Zen, S., dan T. Asih, 2017. Potensi Ekstrak Bunga Tahi Kotok (Tagetes erecta) Sebagai Repellent Terhadap
Nyamuk Aedes aegypti Yang Aman Dan Ramah Lingkungan. BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan
Biologi Universitas Muhammadiyah Metro. 8 (2):

142-149.
LOMBA POSTER
TOKSISITAS AKUT PRODUK HERBAL “X” YANG MENGANDUNG
KOMBINASI BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.) DAN MENGKUDU
(Morinda citrifolia L.) TERHADAP MENCIT PUTIH BETINA GALUR
SWISS-WEBSTER

Ellya Aidia1, Sari Meisyayati2, Ade Arinia Rasyad3, Atirah Nabilah4, Vena
Widiyono Sa’diyah5, Siti Wahyuna6
Mahasiswa Farmasi1, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang

ABSTRAK
Minat masyarakat terhadap produk herbal terus meningkat dalam dekade terakhir.
Namun, produk herval tidak sepenuhnya aman karena tidak didukung bukti ilmiah
yang memadai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai LD50
dan tingkat keamanan dari produk herbal “X” dengan uji toksisitas akut oral
terhadap mencit putih betina galur Swiss Webster dengan metode OECD 425 (Up
and Down Procedure). Parameter yang diamati adalah mortalitas, tanda-tanda
toksisitas, dan organ mencit secara makroskopis. Pada penelitian ini, mencit
diberikan dosis 5000 mg/kgBB. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada kematian
dan tidak terlihat adanya tanda-tanda toksisitas dalam 14 hari setelah pemberian
dosis. Pengamatan terhadap organ vital jantung, hati, dan ginjal tidak
menunjukkan perbedaan yang berarti dibandingkan dengan mencit kontrol.
Berdasarkan analisis dengan software AOT StatPgm disimpulkan bahwa produk
herbal “X” termasuk kategori praktis tidak toksik (LD50 lebih besar dari 5000
mg/kgBB).
Kata kunci: Produk herbal, toksisitas akut, LD50, OECD 425

ABSTRACT
Public interest in herbal products has continued to increase in the past decade.
However, herbal products were not completely safe because they are not
supported by adequate scientific evidence. The purpose of this study was to
determine the LD50 value and the safety level of the herbal product “X” with an
acute oral toxicity test for female white mice Swiss Webster strain with the OECD
425 (Up and Down Procedure) method. The parameters observed were mortality,
signs of toxicity, and organs of mice. In this study, mice were given a dose of
5000 mg/kgbb. The results showed that no death and signs of toxicity after 14
days of dosing were seen. Observation of vital organs, heart, liver, and kidney, did
not show any significant difference compared to control mice. Based on the
analysis with AOT StatPgm software, it was concluded that the herbal product
“X” is practically non-toxic (LD50 greater than 5000 mg/kgBB).
Keywords: Herbal products, acute toxicity, LD50, OECD 425

1. PENDAHULUAN
Kepercayaan masyarakat Indonesia pada produk herbal terus meningkat.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (2010), masyarakat yang memilih obat
herbal untuk mengobati penyakit atau memelihara kesehatan mencapai 59,12%,
meningkat dalam waktu 3 tahun dari yang semula hanya 35,7% (Badan Litbang
Kesehatan, 2007). Di Indonesia sebagian besar produk herbal yang terdaftar
adalah kelompok jamu, dimana pembuktian khasiat dan keamanannya
berdasarkan penggunaan empiris secara turun temurun (Menkes, 2007). Selain
jamu masyarakat pun telah mengenal dan mengkonsumsi bermacam-macam obat
herbal dari berbagai Negara lain, baik itu yang berasal dari Cina, India,Australia,
ataupun yang berasal dari Negara-negara Barat dalam era globalisasi saat ini
(Kamaludin, 2016).
Menurut survey Maryani, dkk (2017) jamu dan produk herbal saat ini
disenangi dan dipilih masyarakat karena dianggap tidak memiliki efek samping.
Persepsi masyarakat karena herbal adalah tanaman (alami) maka otomatis aman.
Namun data-data yang mendukung asumsi tersebut tidaklah banyak. Banyak efek
samping yang berbeda pada herbal telah dilaporkan, termasuk efek dari konstituen
yang aktif secara biologis dari herbal, efek samping yang disebabkan kontaminan,
dan interaksi obat herbal (Bent, 2008). Contoh kasus yang dilaporkan yaitu kasus
ibu hamil yang mengalami kesulitan dalam proses melahirkan. Dalam dua tahun
dilaporkan beberapa kasus sejenis di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta. Pasien
mengalami periode hamil yang diperpanjang dan setelah dilakukan operasi Caesar,
ditemukan selaput cair janin berwarna kehijauan. Pasien mengatakan bahwa
mereka mengkonsumsi produk jamu khusus yaitu cabe puyang yang mengandung
cabe jawa (Piper retrofractum) dan empirit lempuyang (Zingiber americans).
Konstituen aktif produk jamu ini belum jelas. Menurut tes farmakologis in situ
ekstrak produk jamu mungkin menghambat kontraksi rahim sebagai efek dari
alkaloid piperine (Pramono dalam Torri, 2012).
Kasus di atas menunjukkan bahwa produk herbal tidak sepenuhnya aman,
untuk itu akan lebih baik bila produk-produk herbal tersebut diteliti dari manfaat
dan keamanannya. Salah satu produk herbal yang sudah beredar dipasaran adalah
produk herbal “X” yang merupakan produk salah satu industri obat tradisional di
Indonesia yang diklaim mampu menurunkan tekanan darah tinggi. Produk herbal
“X” merupakan produk herbal kategori jamu. Komposisi produk herbal “X” yaitu
Morinda citrifolia fructus dan Nigella sativa semen. Berbagai penelitian tentang
aktivitas dan keamanan kedua tanaman ini (dalam bentuk tunggal) pun sudah
banyak dilakukan termasuk penentuan nilai LD50. Akan tetapi kombinasi 2
tanaman ini berpotensi terjadinya interaksi karena 2 senyawa yang diberikan
bersamaan sehingga perlu dilakukan peninjauan keamanannya.
Salah satu uji keamanan yang dapat dilakukan adalah uji toksisitas akut.
Uji ini dapat menghasilkan informasi tentang gejala keracunan dan nilai LD50
(Lethal Dose) yang akan memberikan gambaran besarnya daya racun suatu bahan,
dan dari sini dapat diketahui kategori tingkat toksisitas suatu produk herbal
(Ngatidjan, 2006).

2. TUJUAN PENELITIAN

Mengetahui efek toksisitas akut produk herbal “X” yang mengandung


kombinasi biji jinten hitam (Nigella sativa L.) dan buah mengkudu (Morinda
citrifolia L.) yang diukur dengan penentuan nilai lethal dose (LD50).

Mengetahui kategori tingkat toksisitas produk herbal “X” yang mengandung


kombinasi biji jinten hitam (Nigella sativa L.) dan buah mengkudu (Morinda
citrifolia L.) terhadap mencit putih betina galur Swiss-Webster.

Mengetahui apakah terdapat tanda-tanda toksisitas pada mencit putih


betina galur Swiss-Webster yang diberi produk herbal “X” yang mengandung
kombinasi biji jinten hitam (Nigella sativa L.) dan buah mengkudu (Morinda
citrifolia L.).

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode Up and


Down dan terdiri dari 2 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol dan
kelompok uji. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih
betina galur Swiss-Webster usia 8-12 minggu dengan selisih berat badan antar
mencit tidak lebih dari ±20%. Sampel yang digunakan adalah produk herbal “X”
yang mengandung kombinasi biji jinten hitam (Nigella sativa L.) dan buah
mengkudu (Morinda citrifolia L.).

Prosedur Penelitian

Penyiapan Larutan Uji Dosis 5000 mg/kgBB

Serbuk sampel ditimbang Ditambahkantween80


sebanyak2875mg, 1%,digerushingga homogen.
dimasukkan ke dalam
lumpang.

Tambahkan aquadest
Larutansediaan sedikit,
uji dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, ditambahkan aquadest
sampai
diberikankepadahewan uji sebanyak 1 mltanda
(125batas.
mg)
Uji Toksisitas Akut Metode Up and Down Main Test

5 ekor mencit betina galur Swiss


Webster diaklimatisasi selama 7 hari
kemudian dipuasakan (tetap diberi
minum) selama 12 jam dan ditimbang
bobotnya masing-masing

2 ekor mencit sebagai kontrol 1 ekor mencit sebagai uji (larutan


(Aquadest 1 ml) uji dosis 5000 mg/kgBB)

Diberikan pada mencit secara


Setelah oral menggunakan sonde
perlakuan, mencit
dipuasakan Tanda toksisitas diamati tiap 30 menit dan
selama 4 jam dilanjutkan setiap hari selama 14 hari

Mencit mati Mencit uji bertahan hidup

Lakukan main test 2 mencit uji lainnya diberikan


sediaan uji dosis 5000 mg/kgBB

2 ekor mencit uji mati 1 mencit


Setelah 48 jam
uji mati

2 mencit uji bertahan hidup 2 mencit uji lainnya


maka LD50 > 5000 mg/kgBB diberikan sediaan uji
dosis 5000 mg/kgBB

1 ekor mencit uji bertahan hidup


maka LD50 > 5000 mg/kgBB
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Nilai LD50
Metode uji toksisitas akut yang digunakan dalam penelitian ini adalah Up
and Down Procedure (UDP). Metode ini merupakan metode alternatif dalam
pengujian toksisitas akut. Hewan uji yang digunakan pada metode UDP lebih
sedikit yakni sepertiga dari jumlah hewan yang digunakan dalam metode
konvensional (Erkekoglu, 2011). Metode UDP juga telah divalidasi dan
memenuhi persyaratan akurasi dan persisi sehingga dapat digunakan sebagai
metode acuan uji toksisitas (Ningrum, 2012). Metode Up and Down Procedure
terdiri dari dua tahap yaitu limit test dan main test. Pada penelitian ini metode
yang digunakan adalah limit test dengan dosis 5000 mg/kgBB. Dosis 5000
mg/kgBB dipilih karena berdasarkan penelitian sebelumnya ekstrak etanol buah
mengkudu (Morinda citrifolia L) dan biji jinten hitam (Nigella sativa L) memiliki
LD50 berturut-turut >2000mg/kgBB dan >21g/kgBB (Radhakrishnan dkk, 2015;
Vahdati-Mashhadian dkk, 2005). Sehingga dapat diasumsikan bahwa bahan uji
memiliki nilai LD50 > 5000 mg/kgBB. Metode UDP limit test terdiri dari 3
termin. Pada termin pertama limit test,1 ekor mencit diberikan suspensi sediaan uji
dengan dosis 5000 mg/kgBB. Sediaan uji diberikan secara oral menggunakan
sonde. Rute oral dipilih karena disesuaikan dengan rute yang digunakan pada
manusia dalam mengkonsumsi produk herbal “X”. Karena diberikan melalui oral
maka sebelum pemberian bahan uji, mencit harus dipuasakan terlebih dahulu
selama 12 jam. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kemungkinan reaksi
antara bahan uji dengan senyawa kandungan pakan dalam saluran cerna mencit
(Jothy dkk, 2011).
Saat pemberian bahan uji, mencit ditimbang bobot badannya terlebih dahulu
untuk menyesuaikan dengan dosis. Volume cairan yang bisa diberikan sekaligus
pada mencit tidak melebihi 1 ml/100 g bobot badan. Bahan uji diberikan dalam
dosis tunggal. Namun pada penelitian ini pemberian dosis tunggal (125
mg/0,25ml) tidak memungkinkan karena sediaan uji terlalu kental. Maka bahan
uji diberikan sebanyak 4 kali @0,25 ml (konsentrasi 125 mg/ml) dengan interval
pemberian 30 menit. Hal ini boleh dilakukan selama periode pemberian tidak
lebih dari 24 jam (OECD, 2008). Setelah 48 jam pemberiaan bahan uji tidak
ditemukan adanya kematian, sehingga limit test dilanjutkan ke termin kedua. Pada
termin kedua limit test, 2 ekor mencit diberikan bahan uji suspensi produk herbal
“X” dengan dosis 5000 mg/kgBB. Setelah 48 jam pemberian bahan uji termin
kedua juga tidak ditemukan kematian pada seluruh mencit uji. Berdasarkan
OECD 425, jika tidak ditemukan adanya kematian hewan uji pada kedua termin
limit test, maka limit test dapat dihentikan dan tidak perlu dilakukan main test.
Nilai LD50 produk herbal “X” dapat ditentukan dengan menggunakan Software
AOT 425 StatPgm. Hasil pengolahan data respon hewan uji menunjukkan
estimasi nilai LD50 produk herbal “X” adalah > 5000 mg/kgBB. Menurut
klasifikasi Loomis, senyawa dengan nilai LD50 (oral) > 5000 mg/kgBB termasuk
senyawa yang praktis tidak toksik sehingga aman digunakan.
Dari penelitian ini diperoleh hasil LD50 produk herbal “X” adalah > 5000
mg/kgBB. Seperti beberapa penelitian di atas, dapat dilihat bahwa nilai LD50
yang diperoleh dari uji toksisitas akut dengan metode limit test UDP bukan nilai
pasti melainkan hanya nilai estimasi yaitu > 2000 mg/kgBB atau > 5000
mg/kgBB. Jika menggunakan metode konvensional mungkin dapat diketahui
secara pasti nilai LD50 dari produk “X”. Namun untuk alasan kepedulian hewan,
pengujian bahan uji yang termasuk kategori toksik ringan (>2000 mg/kgBB) dan
praktis tidak toksik (>5000 mg/kgBB) tidak disarankan dan hanya boleh
dipertimbangkan bila ada kemungkinan kuat bahwa hasil tes semacam itu
memiliki relevansi langsung untuk melindungi manusia atau hewan, serta
kesehatan lingkungan (OECD, 2008).
Pengujian toksisitas produk herbal “X” belum pernah dilakukan sebelumnya.
Pernelitian terkait yang penah dilakukan adalah uji toksisitas akut ekstrak etanol
buah mengkudu. Hasil penelitian menunjukkan nilai LD50 ekstrak etanol buah
mengkudu adalah >2000 mg/kgBB (Radhakrishnan dkk, 2015). Penelitian lain
oleh Vahdati-Mashhadian dkk (2005) tentang toksisitas akut ekstrak etanol biji
jinten hitam. Hasil penelitian menunjukkan LD50 ekstrak etanol biji jinten hitam
adalah >21 g/kgBB. Meskipun tidak diketahui secara pasti nilai LD50 kombinasi
buah mengkudu dan biji jinten hitam tidak meningkatkan toksisitasnya dimana
LD50 nya > 5000 mg/kgBB yang berarti tetap aman digunakan.
Hasil pengujian menunjukkan hingga pengamatan 14 hari tidak ada hewan
uji yang menunjukkan mortalitas. Dari data mortalitas tersebut disimpulkan
bahwa nilai LD50 produk herbal “X” lebih besar dari 5000 mg/kgBB.
Tabel 4.1.1 Data Respon Hewan Uji Terhadap Dosis

Bahan Uji Produk herbal “X”


Tipe Tes Limit tes
Respon hewan uji
Respon hewan uji
jangka panjang
Hewan uji ke- Dosis (mg/kgBB) jangka pendek
(14
(48 jam) hari
)
1 5000 O O
2 5000 O O
3 5000 O O
Pengamatan Tanda Toksisitas
Parameter kedua yang diamati adalah kemungkinan adanya tanda toksisitas
yang timbul setelah pemberian bahan uji. Pengamatan terhadap tanda-tanda
toksisitas dilakukan dengan membandingkan aktivitas mencit uji dan kontrol
setiap 30 menit selama 4 jam awal setelah pemberian bahan uji secara intensif.
Tanda-tanda toksisitas yang diamati adalah piloereksi, konvulsi, tremor, nyeri,
mata, reflek daun telinga, salivasi, lakrimasi, hiveraktivitas, dan mortalitas. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa tidak ada tanda toksisitas pada seluruh hewan
uji bahkan hingga pengamatan selama 14 hari. Hewan uji menunjukkan perilaku
dan aktivitas yang sama dengan mencit kontrol. Hasil penelitian Radhakrishnan
dkk (2015) juga menunjukkan tidak ditemukan adanya gejala toksik pada hewan
uji setelah pemberian ekstrak etanol buah mengkudu. Tanda toksisitas juga tidak
ditemukan pada uji toksisitas akut ekstrak etanol biji jinten hitam (Vahdati-
Mashhadian dkk (2005).
Tabel 4.2.1 Hasil Pengamatan Tanda-Tanda Toksisitas

Pengamat 0 6 12 18 24 H H H H H H H H H H H H H
a
n m 0 0 0 0 1 1 1 1
m m m m 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 1
4
Piroleksi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Konvulsi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Tremor - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Nyeri - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Mata N N N N N N N N N N N N N N N N N N
Reflek
Daun N N N N N N N N N N N N N N N N N N
Teling
Salivasi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Lakrimasi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Hiperaktiv - - - - - - - - - - - - - - - - - -
i
tas
Mortalitas - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Keterangan:
0 m – 240 m : 0 menit hingga 240 menit, H2 – H14 : hari ke-2 hingga hari ke-14
(-): tidak terjadi, N: normal

Pengamatan Organ Vital


Parameter uji toksisitas ketiga yang diamati adalah pengamatan terhadap
organ jantung, hati, dan ginjal. Pada hari ke-15 hewan uji dibedah untuk
mengamati organ hewan setelah pemberian bahan uji. Pengamatan pada jantung,
hati, dan ginjal dilakukan karena ketiga organ tersebut memiliki fungsi yang
sangat penting. Hasil pengamatan secara visual menunjukkan tidak ada perbedaan
yang signifikan antara mencit uji dan mencit kontrol. Semua mencit menunjukkan
ukuran dan warna yang relatif sama.
Tabel 4.3.1 Hasil Pengamatan Organ Mencit

Kontrol Mencit 1 Mencit 2 Mencit 3

Jantun
g

Hati
Ginjal

5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil beberapa
kesimpulan, diantaranya:
1. Produk herbal “X” memiliki Nilai LD50 lebih besar dari 5000 mg/kgBB.
2. Produk herbal “X” termasuk kategori praktis tidak toksik berdasarkan
kategori Loomis.
3. Tidak terdapat tanda-tanda toksisitas pada mencit yang diberikan produk
herbal”X” menunjukkan aktivitas yang sama dengan mencit kontrol serta
secara visual organ-oragn vital seperti jantung, hati, dan ginjal mencit uji
memilki warna yang sama dengan mencit kontrol.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Kesehatan. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun
2007. Diambil dari https://www.litbang.kemkes.go.id/laporan-riset-
kesehatan-dasar-riskesdas/.

Bent, S. 2008. Herbal Medicine in the United States: Review of Efficacy, Safety,
and Regulation: Grand Rounds at University of California, San Fransisco
Medical Center. Journal of General Internal Medicine, 23(6) : 854-856.

Erkekoglu, Pinar., Giray, B, K., dan Basaran, N. 2011. 3R Principle and Alernative
Toxicity Testing Methods. FABAD Journal of Pharmaceutical Science, 36,
101-117.
Indillah, A. 2016. Uji Toksisitas Akut Gelatin Sapi terhadap Tikus Betina Galur
Sprague Dawley. (skripsi). Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jothy, S, L., Zakaria, Z. Chen, Y., Lau, Y, L., Latha, L, Y., dan Sasidharan, S.
(2011). Acute oral toxicity of methanolic seed extract of cassia fistula in
mice. Molecules. 16(6): 5268-5282.
Kamaluddin, M.H. 2016. Obat Herbal Berkhasiat, Keamanan Perlu Dimonitor. J.
Indon Med Assoc. 66(10).

Kemenkes, RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


38/MENKES/SK/III/2007 Tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional.
Jakarta: Menteri Kesehatan RI.

Mansuroh, F. 2013. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Kulit Akar Ginseng
Kuning (Rennellia elliptica Korth). (Skripsi). Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Maryani, H., Kristiana, L., dan Lestari, W. 2017. Faktor dalam Pengambilan
Keputusan Pembelian Jamu Saintifik. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan,
19(3) : 200-210.

Ngatidjan. 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Bagian Farmakologi


dan Toksikologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

Ningrum, S. R. W. 2012. Validasi Uji Toksisitas Akut Metode Organization for


Economic Cooperation and Development (OECD) 425 pada Mencit Betina
Menggunakan Tembaga (II) Sulfat Pentahidrat. (Skripsi). FMIPA:
Universitas Indonesia.

OECD .2008. Test No. 425: Acute Oral Toxicity: Up-and-Down Procedure,
OECD Guidelines for the Testing of Chemicals. Section 4. OECD Publishing. Paris,
https://doi.org/10.1787/9789264071049-en .

Radhakrishnan, M., Ramesh, S., Elangomathavan, R., dan Patharajan, S. 2015. Acute
toxicity on the ethanolic fruit extracts of Morinda citrifolia sp. in Wistar albino
rats. International Journal of Research in Pharmaceutical Sciences. 6(1), 44-52.

Torri, M. C. 2013. Knowledge and Risk Perceptions of Traditional Jamu Medicine


among Urban Consumers. European Journal of Medicina Plants. 3(1) : 25-39.

Vahdati-Mashhadian, N., dan Rakhshandeh, H., dan Omidi, A. 2005. An investigation


on LD50 and subacute hepatic toxicity of Nigella sativa seed extracts in mice.
Pharmazie, 60(7), 544-547.
LOMBA POSTER

TINGKATAN HEPATOTOKSIK DAN NEFROTOKSIK TIKUS PUTIH JANTAN


GALUR WISTAR YANG DIBERI GLIBENKLAMID DAN EKSTRAK BUAH
MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) SEBAGAI KOMPLEMEN

Rahmad Dhani1, Sari Meisyayati2, Ade Arinia Rasyad3 , Dwiana Arifatur Rosyida4 ,
Tri Wahyuni5, Yella Prastike6
Mahasiswa Farmasi1, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang

ABSTRAK
Telah dilakukan uji toksisitas sub akut glibenklamid 0,9 mg/kgBB dan 1,8 mg/kgBB
dengan komplemen ekstrak buah mengkudu 119 mg/kgBB terhadap tikus putih jantan galur
wistar yang bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian glibenklamid dengan
komplemen ekstrak buah mengkudu dapat menurunkan resiko hepatotoksik dan nefrotoksik
yang disebabkan oleh efek samping glibenklamid. Penelitian ini menggunakan metode
studi eksperimental secara in vivo dengan pendekatan post-test with control group design
dengan subjek penelitian tikus putih jantan galur wistar yang dibagi menjadi masing-
masing kelompok perlakuan, kelompok 1 kontrol normal diberi suspensi NaCMC 0,5 %,
kelompok 2 kontrol negatif, diberi glibenklamid dengan dosis 1,8 mg/kgBB, kelompok 3
diberi glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah mengkudu dengan masing-masing
dosis 0.9 mg/kgBB dan 119 mg/kgBB, kelompok 4 diberi glibenklamid dengan komplemen
ekstrak buah mengkudu dengan masing-masing dosis 1,8 mg/kgBB dan 119 mg/kgBB
perlakuan diberikan selama 30 hari. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kadar SGPT dan
kreatinin. Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistika menggunakan SPSS 22,
dan didapatkan hasil bahwa pemberian glibenklamid dengan ekstrak buah mengkudu
sebagai komplemen tidak meningkatkan kadar aktivitas SGPT dan dapat meningkatkan
kadar kreatinin.
Kata kunci : Toksisitas, Glibenklamid, Buah mengkudu, SGPT, Kreatinin
ABSTRACT
Subacute toxicity tests of glibenclamide at dose 0.9 mg/kgbb and 1.8 mg/kgbb have
been done with Morinda citrifolia L. extract complement 119 mg/kgbb against Wistar
strain male white rats that aims to determine whether the administration of glibenclamide
with complement Morinda citrifolia L. extract can reduce the risk of hepatotoxic and
nephrotoxic caused by the glibenclamide effect. This study used an in vivo experimental
study method with a post-test with control group design approach with the subjects of
Wistar strain male white rats divided into each treatment group, normal control group 1
was given a NaCMC 0.5% suspension, negative control group 2 were given glibenclamide
at a dose of 1.8 mg/kgbb, group 3 was given glibenclamide with a complement of Morinda
citrifolia L. extract at a dose of 0.9 mg/kgbb and 119 mg/kgbb, group 4 was given
glibenclamide with a compliment of Morinda citrifolia L. extract with each dose of noni
fruit extract 1.8 mg/kgbb and 119 mg/kgbb given for 30 days. Furthermore, SGPT and
creatinine levels were examined. The data obtained were then processed statistically using
SPSS 22, and the results were obtained that the administration of glibenclamide with
Morinda citrifolia L. extract as a compliment did not increase the level of SGPT activity and
could increase creatinine levels.

Keywords: Toxicity, Glibenclamide, Morinda citrifolia L., SGPT, Creatinine

1. PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme lemak, karbohidrat,
dan metabolisme protein yang ditandai dengan beberapa macam resistensi insulin dan
defisiensi insulin relatif. Resistensi insulin dimanifestasikan oleh peningkatan lipolisis dan
produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik, dan penurunan serapan
otot rangka glukosa, kerja insulin (sensitivitas) atau keduanya (Wells dkk, 2015). Menurut
World Health Organization (2019), diabetes mellitus merupakan salah satu penyebab utama
gagal ginjal, 10-20% penderita diabetes mellitus meninggal karena gagal ginjal. Data dari
berbagai studi global menyebutkan bahwa penyakit DM adalah masalah kesehatan yang
besar. Terjadi peningkatan jumlah penderita diabetes dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015,
sebanyak 415 juta orang dewasa memiliki diabetes, kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta di
tahun 1980an. Indonesia menempati peringkat ke tujuh dunia untuk prevalensi penderita
diabetes tertinggi di dunia dengan jumlah estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta
(IDF, 2015).
Penatalaksanaan DM tipe 2 sering membutuhkan penggunaan beberapa terapi agen
(terapi kombinasi), termasuk oral dan/atau antihiperglikemik dan insulin injeksi untuk
mendapatkan tujuan penurunan kadar gula darah. Manajemen faktor risiko penyakit
kardiovaskular DM tipe 2 diperlukan untuk mengurangi risiko kardiovaskular yang
merugikan. Penghentian merokok, penggunaan antiplatelet terapi sebagai strategi
pencegahan utama. Metformin direkomendasikan dalam terapi untuk pasien DM tipe 2
dengan obesitas jika tidak kontraindikasi, karena metformin merupakan satu-satunya obat
antihiperglikemik oral terbukti mengurangi risiko total mortalitas (Wells dkk, 2015). Obat-
obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe II
yaitu golongan sulfonilurea, biguanida, tiazolidindion dan golongan inhibitor α-glukosidase
(Gunawan, 2016).
Glibenklamid merupakan salah satu obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea yang
sering digunakan dikalangan masyarakat meskipun secara umum telah diketahui memiliki
berbagai efek samping. Contohnya pada penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa
glibenklamid memiliki efek nefrotoksik dan hepatotoksik (Khoja, 2004). Pada penelitian
lain mengungkapkan bahwa pengobatan glibenklamid memiliki peran yang signifikan
dalam menurunkan glukosa darah tetapi pada saat yang sama meningkatkan stres oksidatif,
yang terlihat dalam aktivitas malondialdehid tinggi dari kedua jaringan hati dan pankreas
(Pandarekandy dkk, 2017).
Efek samping yang telah diketahui tidak membuat masyarakat untuk berhenti
menggunakan terapi glibenklamid. Oleh sebab itu telah dilakukan penelitian yang
membuktikan bahwa terapi kombinasi glibenklamid dengan ekstrak buah mengkudu pada
dosis 170 mg/kgBB 340 mg/kgBB selama 14 hari sebagai komplemen glibenklamid pada
dosis 1,3 mg/kgBB mampu menurunkan kadar glukosa darah mencit diabetes yang masing-
masing sebesar 66,45% dan 59,06%. Nilai persentase penurunan kadar glukosa darah
tersebut lebih besar dibandingkan pemberian glibenklamid tunggal (Meisyayati dan Lidia,
2011). Pada penelitian lain mengungkapkan bahwa ekstrak buah mengkudu (Morinda
citrifolia L.) memiliki aktivitas antioksidan dengan hasil identifikasi kandungan terbesar
buah mengkudu adalah senyawa n-hexadecanoic acid, squalene, pyridin-3-carboxamide,
oxime, N-(2-trifluoromethylphenyl) dan β – sitostero yang terdapat pada fraksi klorofom
(Sogandi dan Rabima, 2019). Kombinasi sari rimpang kunyit putih dengan sari buah
mengkudu bersifat hepatoprotektor, sehingga diharapkan dapat digunakan untuk
pengobatan pasien pengidap gangguan fungsi hati atau pasien dengan SGOT dan SGPT
tinggi (Ma’at, 2012). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Karamcheti dkk (2014)
menyebutkan bahwa ekstrak buah mengkudu memiliki sifat nefroprotektor dengan dosis
tunggal harian ekstrak Morinda citrifolia 200 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB selama 14 hari
setelah dosis tunggal cisplatin pada hari 1 secara signifikan menurunkan urea, kreatinin,
kadar protein pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok toksik.
Adanya efek hipoglikemia pada penggunaan kombinasi glibenklamid dengan ekstrak
buah mengkudu, maka diharapkan kedua tersebut dapat mengurangi efek hepatotoksik dan
nefrotoksik yang disebabkan dari terapi glibenklamid. Untuk itu penelitian ini dilakukan
untuk melihat apakah kombinasi tersebut dapat mengurangi efek hepatotoksik dan
nefrotoksik yang disebabkan dari terapi glibenklamid.

2. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui apakah pemberian kombinasi glibenklamid dan ekstrak buah mengkudu
dapat menurunkan risiko hepatotoksik
2. Mengetahui apakah pemberian kombinasi glibenklamid dan ekstrak buah mengkudu
dapat menurunkan risiko nefrotoksik.

3. METODE
Penelitian ini menggunakan metode studi eksperimental secara in vivo dengan
pendekatan post test with control group design dengan subjek penelitian ini adalah tikus
putih (Rattus nervegicus) galur wistar, berusia 2-3 bulan, berat badan antara 180-200 gram.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi STIFI Bhakti Pertiwi Palembang
dan BBLK Palembang. selama 3 bulan.
Preparasi sampel : Buah mengkudu (1kg) dipisahkan dengan kulitnya lalu dicuci
bersih lalu dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu
ruang dan setelah kering buah mengkudu (800g) dibungkus dengan kertas saring. Lalu
dilakukan ekstraksi dengan metode refluks dengan pelarut etanol sampai sampel terendam
(volume terhitung) selama 3 jam dan dilanjutkan dengan penguapan pelarut secara destilasi
uap hingga diperoleh ekstrak kental.
Skrining fitokimia : Terhadap ekstrak buah mengkudu dilakukan skrining fitokimia
dengan menggunakan reagen pereaksi khusus untuk golongan alkaloid (pereaksi Mayer)
reaksi positif menghasilkan endapan putih, terpenoid dan steroid (pereaksi Lieberman-
Burchard) dengan reaksi positif terpenoid menghasilkan warna coklat kemerahan, flavonoid
(sianidin test) reaksi positif flavonoid menghasilkan warna biru kehitaman, saponin (reaksi
busa) reaksi positif menghasilkan busa, fenolik (pereaksi besi III khlorida) reaksi positif
menghasilkan warna merah (Jamal, 2012).
Rancangan penelitian ini adalah studi eksperimental secara in vivo dengan
pendekatan post test with control group design. Hewan Percobaan dibagi menjadi 4
kelompok, 1 kelompok sebagai kelompok kontrol positif, 1 kelompok sebagai kontrol
negatif dan 2 kelompok diberikan perlakuan dosis dan komplemen, setiap kelompok terdiri
dari 5 ekor tikus. Dosis yang digunakan mengacu pada penelitian Meisyayati dan Lidia
(2011) efektivitas glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah mengkudu telah diteliti
dengan berbagai dosis. sehingga peneliti berkeinginan untuk melihat toksisitas apabila
dosis glibenklamid divariasikan menjadi 2 variasi untuk melihat pengaruh dosis
glibenklamid dalam melihat hepatotoksik dan nefrotoksik yaitu dosis (0,9 mg/kgBB dan 1,8
mg/kgBB) dan 1 variasi dosis ekstrak buah mengkudu untuk menambah sebagai
komplemen yaitu (119 mg/kgBB). Perlakuan dosis diberikan selama 30 hari. Parameter
yang diamati dalam penelitian ini adalah nilai aktivitas kadar SGPT untuk menilai
kerusakan organ hati dan kadar kreatinin untuk melihat kerusakan organ ginjal.
Analisis data : Analisa statistika dilakukan dengan program SPSS 22. Perbedaan
rerata kadar kreatinin dan SGPT akan diuji menggunakan uji ANOVA one way dan
dilanjutkan uji Duncan untuk melihat perbedaan kadar SGPT dan kreatinin pada masing-
masing kelompok perlakuan. Signifikansi P< 0,05.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai Kadar SGPT


Nilai Rerata
No Dosis Perlakuan
SGPT
± SD( U/L)
Kontrol Negatif
1 62 ± 10,22
(NaCMC 0,5%)
Kontrol Positif
77,4 ± 13,64
2
(Glibenklamid 1,8 mg/kgBB)
Glibenklamid 0.9 mg/kgBB 77 ± 7,38
3
Ekstrak Buah Mengkudu 119 mg/kgBB
75,2 ± 19,67
Glibenklamid 1.8 mg/kgBB
4
Ekstrak Buah Mengkudu 119 mg/kgBB

Nilai Kadar Kreatinin


Nilai Rerata Kreatinin
No Dosis Perlakuan
± SD (mg/dL)

Kontrol Negatif 0,62 ± 0,83


1
(NaCMC 0,5%)
0,38 ± 0,53
Kontrol Positif
2
(Glibenklamid 1,8 mg/kgBB)
0,45 ± 0,93
Glibenklamid 0.9 mg/kgBB

3 Ekstrak Buah Mengkudu 119


mg/kgBB
Glibenklamid 1.8 mg/kgBB 0,44 ± 0,83

4 Ekstrak Buah Mengkudu 119


mg/kgBB
Diagram Batang Rerata Kadar SGPT

Diagram Batang Rerata Kadar Kreatinin

Perlakuan hewan uji adalah NaCMC 0,5% pada kelompok 1 kontrol negatif,
glibenklamid 1,8 mg/kgBB pada kelompok 2 kontrol positif dan pemberian glibenklamid
dengan kompleman ekstrak buah mengkudu 119 mg/kgBB pada kelompok perlakuan 3 dan
4 dengan dosis glibenklamid masing-masingnya adalah 0,9 mg/kgBB dan 1,8 mg/kgBB.
Pemilihan dosis ini mengacu kepada Meisyayati dan Lidia (2011) yang telah melakuan uji
efektivitas glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah mengkudu. Sehingga penelitian
ini dimaksudkan untuk melihat keamanan glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah
mengkudu yang digunakan untuk mengobati diabetes tipe II.
Setelah pemberian perlakuan NaCMC 0,5%, glibenklamid 1,8 mg/kgBB dan
glibenklamid dengan dosis 0,9 dan 1,8 mg/kgBB dengan komplemen ekstrak buah
mengkudu 119 mg/kgBB selama 30 hari dan pada hari ke 31 darah tikus diambil melalui
pembuluh darah vena leher. Pada pemberian glibenklamid 1,8 mg/kgBB kelompok kontrol
positif selama 30 hari pada tikus putih jantan galur wistar menyebabkan adanya
peningkatan aktivitas SGPT sebesar 77,4 ± 13,64 U/L (24,83%) dibandingkan dengan
pemberian NaCMC 0,5% yang aktivitas SGPTnya sebesar 62 ± 10,22 U/L, peningkatan
aktivitas SGPT digunakan sebagai parameter penanda kerusakan hati, pada penelitian
pemberian glibenklamid menyebabkan kerusakan hati dan ginjal yang dilakukan oleh
Khoja, (2004). Menurut Kahar, (2017) SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transaminase)
yang juga dinamakan ALT (Alanin aminotransferase) merupakan parameter pemeriksaan
fungsi hati. Apabila terjadi gangguan fungsi hati, enzim aminotransferase di dalam sel akan
masuk ke dalam peredaran darah, karena terjadi perubahan permeabilitas membran sel
sehingga kadar enzim aminotransferase dalam darah akan meningkat. Enzim
aminotransferase yang paling sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati adalah alanin
aminotransferase (ALT) yang juga disebut (SGPT) serum glutamat piruvat transaminase.
Pada kelompok perlakuan yang diberi glibenklamid 0,9 dengan komplemen ekstrak
buah mengkudu 119 mg/kgBB dan 1,8 mg/kgBB dengan komplemen ekstrak buah
mengkudu 119 mg/kgBB selama 30 hari menyebabkan adanya penurunan aktivitas SGPT
sebesar 77 ± 7,38 (0,51%) dan 75,2 ± 19,67 (2,92%) dibandingkan dengan kontrol positif
yang diberi glibenklamid 1,8 mg/kgBB sebesar 77,4 ± 13,64 U/L. Penambahan ekstrak
buah mengkudu dalam komplemen glibenklamid pada uji toksisitas subakut memiliki efek
yang baik dengan menurunkan aktivitas SGPT , hal tersebut dapat terjadi karena diduga
ekstrak buah mengkudu dapat berperan sebagai hepatoprotektor seperti pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Surya dkk, (2009) bahwa ekstrak buah mengkudu dengan
dosis 0,56 g, 1,12 g dan 2,24 g dapat menurunkan kadar enzim SGOT dan SGPT pada
mencit. Diduga aktivitas hepatoprotektor didukung dengan kandungan ekstrak buah
mengkudu dengan hasil identifikasi kandungan terbesar buah mengkudu yang berperan
sebagai antioksidan adalah senyawa n-hexadecanoic acid, squalene, pyridin-3-carboxamide,
oxime, N-(2-trifluoromethylphenyl) dan β–sitostero yang terdapat pada fraksi klorofom
(Sogandi dan Rabima, 2019).
Jika dibandingkan dengan kadar normal SGPT yaitu 25-200 U/L (Shayne, 2007) yang
juga dibandingkan dengan nilai kadar SGPT dari sejumlah hasil penelitian (Lestari, dkk
2019; Hartono dan Sulistiana 2019; Wardani, dkk 2016; Arjadi, dkk 2017; Rahmawati dan
Galuh 2018) didapatkan rata-rata yaitu sebesar 80,04 U/L dengan range kadar 46,6 U/L –
135 U/L, maka semua kelompok perlakuan yang diberi perlakuan NaCMC 0,5%,
glibenklamid 1,8 mg/kgBB dan glibenklamid 0,9 dan 1,8 mg/kgBB dengan komplemen
ekstrak buah mengkudu 119 mg/kgBB selama 30 hari aktivitas SGPTnya masih berada
dalam rentang normal. Berdasarkan uji statistik ANOVA satu arah terlihat tidak adanya
perbedaan yang bermakna dari semua kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol
tehadap penurunan aktifitas SGPT (p>0,05).
Selain dilakukan pengukuran kadar SGPT dilakukan juga pengukuran kadar kreatinin
menurut Verdiansah (2016) kreatinin merupakan zat yang ideal untuk mengukur fungsi
ginjal karena merupakan produk hasil metabolisme tubuh yang diproduksi secara konstan,
difiltrasi oleh ginjal, tidak direabsorbsi, dan disekresikan oleh tubulus proksimal. Kreatinin
serum laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena massa otot yang lebih besar pada
laki-laki.
Pada kelompok kontrol positif yang diberi perlakuan glibenklamid 1,8 mg/kgBB
selama 30 hari menyebabkan adanya penurunan kadar kreatinin sebesar 0,38 ± 0,53 mg/dL
(63,15%) dibandingkan kelompok kontrol negatif yang diberi NaCMC 0,5% sebesar 0,62 ±
0,83 mg/dL hal tersebut membuktikan bahwa dengan pemberian glibenklamid pada dosis
1,8 mg/kgBB diduga belum bisa meningkatkan kadar kreatinin dalam artian belum bisa
menyebabkan nefrotoksik. Menurut diagnosis gagal ginjal dapat ditegakkan saat nilai
kreatinin serum meningkat di atas nilai rujukan normal. Verdiansah (2016) menyatakan
bahwa kerusakan ginjal dapat ditentukan saat nilai kreatinin serum meningkat di atas nilai
rujukan normal.
Pada kelompok perlakuan 3 dan 4 yang diberi perlakuan glibenklamid 0,9 dan 1,8
mg/kgBB dengan komplemen ekstrak buah mengkudu 119 mg/kgBB selama 30 hari
menyebabkan peningkatan kadar kreatinin sebesar 0,45 ± 0,93 mg/dL (18,42%) dan 0,44 ±
0,83 mg/dL (15,78%) dibandingkan kelompok kontrol positif yang diberi glibenklamid 1,8
mg/kgBB selama 30 hari sebesar 0,38 ± 0,53 mg/dL. Kadar kreatinin pada kelompok yang
diberi perlakuan glibenklamid 0,9 dan 1,8 mg/kgBB dengan komplemen ekstrak buah
mengkudu 119 mg/kgBB lebih besar tetapi kadar kreatinin pada kelompok tersebut masih
dalam range normar, karena nilainya berdekatan dengan kadar kreatinin kelompok yang
diberi NaCMC 0,5%, tetapi pada penelitian sebelumnya menyatakan bahwa buah
mengkudu memiliki sifat sebagai nefroprotektor yang dilakukan oleh Karamcheti dkk
(2014) membuktikan bahwa pengobatan dengan dosis tunggal harian ekstrak Morinda
citrifolia 200 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB selama 14 hari setelah dosis tunggal cisplatin
pada hari 1 secara signifikan menurunkan urea, kreatinin, kadar protein. Ali dkk (2018)
menyatakan bahwa pemberian jus buah mengkudu 0,35 ml/tikus dapat menurunkan stres
oksidatif sebagai agen utama dalam menyebabkan nefrotoksik melalui kandungan
antioksidan yang terkandung dalam buah mengkudu.
Jika dibandingkan dengan kadar normal kreatinin serum yaitu 0,5-0,8 mg/dl (Shayne,
2007) yang juga dibandingkan dengan nilai kadar kreatinin dari sejumlah hasil penelitian
(Saryanto dan Danang 2015; Rahmawati dan Galuh 2018; Prastika, dkk 2017; Amir, dkk
2015; Tandi 2017) didapatkan rata-rata yaitu sebesar 0,59 mg/dl dengan range kadar 0,37
mg/dl – 0,85 mg/dl, maka semua kelompok perlakuan yang diberi perlakuan NaCMC 0,5%,
glibenklamid 1,8 mg/kgBB dan glibenklamid 0,9 dan 1,8 mg/kgBB dengan komplemen
ekstrak buah mengkudu 119 mg/kgBB selama 30 hari kadar kreatininnya masih berada
dalam rentang normal. Berdasarkan uji statistik ANOVA satu arah terlihat adanya
perbedaan yang bermakna dari kelompok kontrol positif dengan 3 kelompok perlakuan
lainnya termasuk kelompok perlakuan glibenklamid tunggal dengan dosis 1,8 mg/kgBB
tehadap penurunan kadar kreatinin yang artinya pemberian glibenklamid dengan dosis
tersebut belum dapat menyebabkan nefrotoksik (p<0,05).
Dari hasil diatas maka pada hipotesa 1 Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan
kadar SGPT darah tikus putih jantan yang diberi glibenklamid dengan komplemen ekstrak
buah mengkudu dan diberi glibenklamid tunggal karena masih dalam range normal dan
hipotesa 2 Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan kadar kreatinin darah tikus putih
jantan yang diberi glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah mengkudu dan diberi
glibenklamid tunggal karena masih dalam range normal.

5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingkatan hepatotoksik dan nefrotoksik glibenklamid tunggal dan glibenklamid
dengan komplemen ekstrak buah mengkudu dalam kategori normal.
2. Tidak ada perbedaan signifikan pada tingkatan hepatotoksik antara pemberian
glibenklamid tunggal dan pemberian glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah
mengkudu.
3. Tidak ada perbedaan signifikan pada tingkatan nefrotoksik antara pemberian
glibenklamid tunggal dan pemberian glibenklamid dengan komplemen ekstrak buah
4. mengkudu.

UCAPAN TERIMA KASIH


Dengan selesainya penelitian ini kami ucapkan terima kasih kepada Donatur Dana
Penelitian Kementerian Riset dan Teknologi (RISTEKDIKTI) dan Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi Bhakti Pertiwi.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad, Mruthunjaya K.B., Nandini C.A., Nabeel K.A dan Manjula S. N. 2016.
Chemoprotective Effect Of Noni (Morinda Citrifolia L.) Fruit Juice Against Cisplatin-
Induced Nephrotoxicity. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences, 8(10), 105 – 110.

Amir, Nursinah, Eddy Suprayitno, Hardoko., Happy Nusyam. 2015. Pengaruh Sipermetrin
Pada Jambal Roti Terhadap Kadar Ureum dan Kreatinin Tikus Wistar (Rattus
norvegicus). Jurnal IPTEKS PSP, 2(3): 283-293.
Arjadi, Fitranto, Dhadhang Wahyu K., Tomi Nugraha, Fikriah Rismi F., Emiliza Salman,
dan Nafisah Putri W. 2017. Pengaruh Pemberian Ekstrak Akar Purwoceng
(Pimpinella pruatja Molk.) Secara Akut Terhadap fungsi Hepar Tikus Putih Jantan:
Uji Toksisitas Akut. Prosiding Seminar Nasional dan Cali For Papers, Purwokerto.

Gunawan, Gan Sulistia. 2016. Farmakologi dan Terapi Edisi 6. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Hartono, Eric dan Sulistiana Prabowo. 2019. The hepaprotector Effect Of Neem Leaf
Extract Using SGPT Activity Test On Male Wistar Rats Induced With High ose
Paracetamol. Nusantara Medical Science Journal, 4(2): 1-6.

Internatonal Diabetes Federation (IDF). 2015. Diabetes Atlas 7th Edition. Diakses pada
tanggal 24 Oktober 2018. https://www.oedg.at/pdf/ 1606_IDF_Atlas_2 015UK.pdf.

Jamal, Rusjdi. 2012. Kimia Bahan Alam Prinsip-Prinsip Dasar Isolasi dan
Identifikasi.Padang: Universitas Baiturrahmah.

Kahar, H., Dr.dr. Sp.PK. MQIH. 2017. Pengaruh Hemolisis Terhadap Kadar Serum Glutamate
Pyruvate Transaminase (SGPT) Sebagai Salah Satu Parameter Fungsi Hati. Surabaya :
The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist, 2(1), 38- 46.

Karamcheti, Seshachary A., D. Satyavati, N.Siva Subramanian, Pradeep H.A., C. Pradeep


kumar, dan G.Deepika Sri Prashanthi. 2014. Chemoprotective effect of ethanolic
extract of Morinda citrifolia against Cisplatin induced nephrotoxicity. The Pharma
Innovation – Journal, 3(1), 84 – 91.

Khoja, Samir Mohamed. 2004. Effect of Glibenclamide on Liver and Renal Functions in
Type 2 Diabetic Mellitus. College of Sciences. King Abdulaziz University.
Lestari, Tri, Yuliani mardiati L., Sri Wahyuni N., Sri Lestari W. N., Djong Hon T.,
Hermansyah Aziz, Rahmana Zein dan Ali Napiah N. 2019. Uji Efektivitas Ekstrak
Buah Kurma dan Ekstrak Buah mahkota Dewa Dari Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Terhadap Tikus Yang Di Induksi Parasetamol. JURNAL FARMACIA, 1(1): 1-7.

Ma’at, Suprapto. 2012. Kunyit Putih Dan Buah Mengkudu Sebagai Hepatoprotektor
Terkait Karbon Tetraklorida. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory, 19(1), 34–36.

Meisyayati, Sari dan Lidia. 2011. Efektivitas Buah Mengkudu Sebagai Komplemen
Glibenklamid Pada Pengobatan Diabetes Mellitus Terhadap Mencit Putih Jantan.
Syifa Medika, 2(1), 54-61.

Pandarekandy, Seena T., P. G. Sreejesh, B. S. Harikumaran Thampi dan E. Sreekumaran.


2017. Hypoglycaemic Effect of Glibenclamide: a Critical Study on the Bassis of
Creatinine and Lipid Peroxidation Status of Streptozotolin-Induced Diabetic Rat.
Indian Journal pf Pharmaceutical Sciences, 79(5), 768-777.

Prastika, Indah N., Nour Athiroh AS dan Hari Santoso. 2017. Pengaruh Pemberian
Subkronik Ekstrak Metanolik Scurrula Atropurpyrea (BI) Dans Terhadap Kadar
Kreatinin Tikus Wistar. E-Jurnal Ilmiah BIOSAINTROPIS (BIOSCIENCE-TROPIC), 2(2):
42-48.

Rahmawati, Nuning dan Galuh Ratnawati. 2018. Toksisitas Subkronis Kombinasi


Temulawak, Kunyit dan Meniran Terhadap Fungsi Hepar dan Ginjal Tikus Uji. 11(1):
26-36.
Saryanto dan Danang Ardiyanto. 2015. Uji Toksisitas Akut dan Sub Kronis Ramuan Jamu
untuk Fibro Adenoma Mamae (FAM). Prosiding Seminar Nasional Peluang Herbal
Sebagai Alternatif Medicine. Semarang.

Shayne C. Gad. 2007. Animal Model in Toxicology (2rd ed.). New York: Taylor & Francis.

Sogandi dan Rabima. 2019. Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda
citrifoliaL.) dan Potensinya sebagai Antioksidan. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi,
22(5), 206-212.

Tandi, Joni. 2017. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Jambu Air (Syzygium aqueum (Burm f.)
Alston) Terhadap Glukosa darah, Ureum dan Kreatinin Tikus Putih (Rattus
norvegicus).Journal of Tropical Pharmacy And Chemistry, 4(2): 43- 51.

Verdiansah,. 2016. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. CDK-237, 43(2), 148-154.

Wardani, Rizka N., Elly Nurus S. dan Yudha Nurdian. 2016. Pengaruh Pemberian Ekstrak
Etanol Brokoli (Brassica oleracea) Terhadap Kadar SGOT dan SGPT Tikus Wistar
yang Diinduksi DMBA. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 4(2): 196-199.

Wells, Barbara G., Joseph T. DiPiro, Terry L. Schwinghammer, dan Cecily V. DiPiro. 2015.
Pharmacotheraphy Phatophysiologic Approach Ninth Edition.United State American:
McGraw-Hill Education.

World Health Organization (WHO). 2019. Diabetes Mellitus. Diakses pada tanggal 24
November 2019. https://www.who.int/health-topics/diabetes.

LOMBA POSTER

PENGARUH PEMBERIAN FRAKSI AKTIF GAMBIR (Uncaria gambir) TERHADAP


EKSPRESI PROTEIN TNF-α DAN LUAS LESI PADA TIKUS MODEL GASTRITIS
Lunsi Okta Fitria1, Dini Aprilianti1, Ellya Aida1, Rahmad Dhani1, Ni Wayan Lisa Suasti1
1
Mahasiswa Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi

ABSTRAK
Gambir (Uncaria gambir) secara empiris digunakan untuk mengobati sakit perut dan
muntah yang disebabkan oleh gastritis karena efek anti-inflamasinya, terutama flavonoid.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fraksi gambir aktif pada ekspresi protein
TNF- α dan ukuran luka pada model gastritis tikus putih. Metode penelitian menggunakan
desain penelitian eksperimental in vivo dengan post test dengan pendekatan post test with
control group design. Tikus terbagi secara acak di 11 kelompok dan diinduksi mejadi gastritis
selama 1 hari. Kelompok 1 (kontrol negatif) diberi aquadest 5 mL, kelompok 2 (kontrol
posif) diberi ranitidin 10 mg/kgBB, kelompok 3, 4 dan 5 diberi fraksi n-heksana, kelompok 6,
7, dan 8 diberi fraksi air, dan kelmok 9, 10, dan 11 diberi fraksi etil dgan masing-masing
kelompok menerima dosis 20, 40, dan 80 mg/kgBB dan semua kelompok dirawat selama 3
hari. Pada hari ke 5 tikus dibeda untuk diperiksa luas lesi gaster dan dilakukan pemeriksan
ELISA untuk menilai adar TNF-α dalam jaringan gaster. Hasil penelitian ini diuji dengan
SPSS 18. Hasil penelitian dengan menggunakan Kruskal-Wallis Tes menunjukka bahwa ada
perbedan yang signifikan (p<0,05) dari ukuran lesi antara kelompok sampel dimana kontrol
positif, fraksi etil 200, 40, dan 80 mg/kgBB, dan fraksi air 20, 40 mg/kgBB memiliki ukuran
lesi mukosa lambung berbeda secara signifikan dengan kelompok kontrol negatif, sedangkan
uji ekspresi protein TNF-α menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan ahwa ada perbedaan
yang signifika (p<0,05) tingkat TNF-α dari semua kelompok terhadap kontrol negatif. Fraksi
gambir aktif memiliki potensi untuk mengurangi ukuran lesi mukosa gaster dan mengurangi
ekspresi protein TNF-α.

Kata Kunci: Gambir, TNF-α, antiinflamasi, gastritis

ABSTRACT
Gambir (Uncaria gambir) is empirically used to treat abdominal pain and vomittus
caused by gastritis because of its anti-inflammatory effects, especially flavonoid. This study
aims to determine the effect of active gambir fraction on TNF-α protein expression and
wound size in white rats gastritis model. The research method used experimental study design
in vivo with post test with control group design. Rats were divided randomly in 11 groups
and were induced to be gastritis for 1 day. Group 1 (negative control) was given aquadest of 5
mL, group 2 (positive control) was administered ranitidine 10 mg/kgBW, groups 3, 4, and 5
were given n-hexane fraction, groups 6, 7 and 8 were given a water fraction, and groups of 9,
10, and 11 were given ethyl fractions with each group receives dose of 20, 40, and 80
mg/kgBW and all groups were treated for 3 days. Rats were dissected on 5th day for
examination of gastric mucosal lesion size and performed ELISA expression of TNF-α
expression of gastric mucosal tissue. The results of this study were assayed by SPSS 18. The
result of the research using Kruskal-Wallis test showed that there were significant differences
(p <0.05) of the lesions size between the sample groups where control positive, ethyl fraction
20, 40, 80 mg/kgBW, and water fraction 20, 40 mg/kgBB had the gastric mucosal lesion size
differed significantly with the negative control group, while the TNF-α protein expression
test using Kruskal-Wallis showed that there was a significant difference (p <0.05) TNF-α
levels of all groups against the negative control. Active gambir fraction had a potention to
reduce size of mucose gaster lesion and reduce expression of TNF-α protein.

Keywords: Gambir, TNF-α, antiinflamatory, gastiritis

1. PENDAHULUAN

World Health Organization terjadi akut atau kronis, tetapi lapisan


(WHO) mengadakan peninjauan lambung mengalami erosi baik dangkal
terhadap beberapa negara di dunia dan maupun dalam sehingga dapat terjadi
mendapatkan hasil persentase dari angka perdarahan dan berujung kematian.
kejadian gastritis di dunia, diantaranya Gastritis dalam jangka waktu lama oleh
Inggris 22 %, China 31%, Jepang 14,5 infeksi H. pylori juga dapat
%, Kanada 35 % dan Perancis 29,5% menyebabkan kanker lambung. Secara
sedangkan di Indonesia angka kejadiaan klinis, gastritis dapat dirasakan sebagai
gastritis cukup tinggi prevalensinya yaitu keluhan nyeri ulu hati, mual, dan muntah
274.396 kasus dari 283.452.952 jiwa sehingga mengakibatkan rasa tidak
penduduk (Zaqyyah Huzaifah, 2017). nyaman, bahkan gastritis erosif dapat
Gastritis adalah suatu keadaan dimana mengakibatkan BAB berdarah, dan
lapisan lambung, dikenal sebagai muntah darah (U.S. Department of
mukosa, mengalami lesi dan peradangan. Health and Human Services, 2015.).
Proses peradangan dapat ditunjukkan Tatalaksana gastritis meliputi
dengan meningkatnya ekspresi protein obat-obatan yang mampu menurunkan
TNF-α karena TNF-α mempunyai jumlah asam lambung untuk mengurangi
beberapa fungsi dalam proses inflamasi gejala gastritis dan obat yang mampu
(peradangan) yaitu dapat meningkatkan meningkatkan perbaikan mukosa
dan merangsang adhesi dari sel leukosit. lambung, diantaranya adalah antasida,
TNF-α merupakan sitokin yang banyak histamine 2 (H2) blocker, dan proton
disekresian oleh makrofag dan memiliki pump inhibitor (PPI). Terapi lain yang
banyak peran metabolisme seperti diberikan adalah antibiotik untuk infeksi
proliferasi sel, diferensiasi, apoptosis (A. H. pylori dan penghentian penggunaan
Siregar, dkk, 2015). Gastritis yang obat yang dapat memicu gastritis seperti
merupakan peradangan pada mukosa NSAID (U.S. Department of Health and
lambung (gaster) ini dapat dibagi Human Services, 2015). Salah satu
menjadi gastritis akut dan kronis. tatalaksana gastritis secara tradisional
Gastritis akut adalah gastritis yang ialah dengan menggunakan ekstrak
terjadi secara mendadak, berat, dan gambir. Di Jepang, gambir secara
terjadi singkat, sedangkan gastritis empiris digunakan untuk mengurangi
kronis adalah gastritis yang terjadi dalam gejala nyeri perut dan muntah-muntah
jangka waktu lama. Gastritis erosif yang kemungkinan disebabkan oleh
adalah tipe gastritis lainnya yang gastritis (Kalaiselvi, 2013).
dapat
Penelitian mengenai pengaruh
uncaria gambir roxb terhadap ulkus 3. METODE PENELITIAN
gaster dan kadar malondialdehid hewan Metode yang digunakan dalam
coba yang diinduksi etanol menyatakan penelitian ini adalah studi eksperimental
bahwa ekstrak gambir dengan dosis in vivo dengan pendekatan post tes with
200mg/kgBB dapat memperbaiki ulkus
control group design.
gaster (Irramah, dkk. 2017). Selain itu,
penelitian mengenai pengaruh pemberian
gambir dari uncaria gambir (hunter) roxb a. Subjek Penelitian
terhadap pH dan tukak lambung pada Subjek penelitian ini adalah tikus
tikus putih jantan menyatakan bahwa putih (Rattus norvegicus) galur Wistar,
hasil pemberian gambir dengan dosis berusia 2-3 bulan, berat badan antara
20mg/Kg BB, 40mg/Kg BB, 80mg/Kg 150-200 gram, memiliki kondisi sehat
BB secara oral selama 2 hari dapat yang ditandai dengan surat keterangan
menyembuhkan tukak pada mukosa sehat. Besar sampel penelitian dihitung
lambung tikus putih jantan dengan menggunakan rumus federer:
persentase menyembuhkan masing-
masing 51,93%; 55,98% dan 63,90% (n-1) x (t-1) ≥ 15
(Suharti, dkk. 2015).
Tingginya angka kejadiaan Keterangan : n: jumlah sampel
gastritis diIndonesia meskipun upaya t: jumlah perlakuan
pengobatan telah dilakukan dan Didapatkan bahwa jumlah minimum
kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sampel tiap kelompok adalah 3 ekor
salah satunya adalah gambir dimana tikus.
bahan baku gambir masih terjangkau
harganya serta permintaan ekspor dunia b. Preparasi Fraksi Aktif Gambir
untuk daun gambir yang terus meningkat Herba gambir dikeringkan terlebih
sepanjang tahun (2000-2004), dahulu dengan diangin-anginkan, lalu
peningkatan volume ekspornya simplisia dihaluskkan. Selanjutnya
mencapai 87,49% (Dhalimi 2006), dilakukan maserasi dengan pelarut
merupakan landasan peneliti untuk ethnol 1:10. Lalu, maserat dievaporasi
menjadikan gambir sebagai salah satu denga rotary evaporator sehingga
kandidat pengobatan gastritis dan pada diperoleh ekstrak kentalnya. Berikutnya,
akhirnya menjadi pengobatan terstandar. dlakukan fraksi cair-cair dengan n-
hexsane, ethylacetate, dan air.
2. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui apakah fraksi c. Pengelompokkan Hewan Coba
aktif gambir memiiliki efek mengurangi Kelompok 1 : sebanyak 3 ekor tikus
luas lesi mukosa gaster tikus model putih, sebagai konttrol negatif, diinduksi
gastritis dan menurunkan eksprei TNF-α gastritis dan diberi aquadest 5 mL
pada jaringan mukosa gaster tikus model selama 3 hari. Kelompok 2 : sebanyak
gastritis. 3 ekor tikus putih sebagai kontrol
positif, diinduksi gastritis dan diberi
ranitidin 10 mg/kgBB selama 3 hari. diinduksi gastritis, mendapatkan fraksi
Kelompok 3, 4, dan 5: sebanyak 3 ekor n-heksan ekstrak etanol gambir dengan
tikus putih pada tiap kelompok, yang masing-masing kelompok mendapatkan
dosis 20, 40, dan 80 mg/kgBB selama 3 20 menit. Kemudian, supernatan
hari. Kelompok 6, 7, dan 8: sebanyak 3 diambil dan dimasukkan ke dala
ekor tikus putih pada tiap kelompok, m tabung eppendorf.
yang diinduksi gastritis, mendapatkan b. Persiapan reagen:
fraksi air ekstrak etanol gambir dengan 1. Biotin-antibody (1x) : 10 µL
masing-masing kelompok mendapat-kan
biotin-antibody + 990 µL
dosis 20, 40 dan 80 mg/kgBB selama 3
biotinantibody diluent.
hari. Kelompok 9, 10 dan 11: sebanyak
2. HRP-aidin (1x) : 10 µL HRP-
3 ekor tikus putih pada tiap kelompok,
avidin + 990 µL HRP-avidin
yang diinduksi gastritis, mendapatkan
fraksi etil ekstrak etanol gambir dengan diluent.
masing-masing kelompok mendapatkan 3. Wash buffer (1x) : larutkan 20
dosis 20, 40, dan 80 mg/kgBB selama 3 ml wash buffer ke dalam 500
hari. ml aquadest.
4. Standard : siapkan standard
d. Pengukuran Ekspresi Protein dengan serial konsentrasi 2000,
TNF-α 1000, 500, 250, 125, 62,5 ,
Pengukuran eksresi protein TNF-α 31,25 dan 0 pg/ml.
menggunakan metode sandwich ELISA. c. Pemeriksaan Kadar:
Sampe yang digunakan adalah mukosa 1. Tambahkan 100 µl standard
lambung,. Adapun prosedur pemeriksaan dan sampel pada tiap sumuran.
kadar TNF –α sebagai berikut:
Tutup mikroplate dengan
1. Alat dan Bahan:
adhesive strip. Inkubasi selama
a. Rat TNF-α ELISA Kit : terdiri atas
2 jam pada 37oC.
96 well microplate, standard,
2. Buang cairan yang ada pada
Biotin- antibody, HRP- avidin,
tiap sumuran, tetapi jangan
Biotin- antibody Diluent, HRP-
mencuci sumuran.
avidin Diluent, sample diluent,
3. Tambahkan 100 µl biotin-
Wash Buffer, TMB substrate, Stop
antibody (1x) pada tiap
solution.
sumuran. Tutup mikroplate
b. Microplate raeder
dengan adhesive strip. Inkubasi
c. Pipet dan pipet tipis
selama 30 menit pada 37oC.
d. Inkubator
4. Aspirasi cairan pada tiap
2. Prosedur:
sumuran dan cuci dengan wash
a. Persiapan sampel: jaringan
buffer (200µl), ulangi sebanyak
gaster disentrifugasi 3000 rpm
3 kali.
selama
5. Tambahkan 100 µl HRP-avidin
(1x) pada tiap sumuran. Tutup
mikroplate dengan adhesive
strip. Inkubasi selama 30 menit,
pada suhu 37oC.
6. Aspirasi cairan pada tiap
sumuran dan cuci dengan wash
buffer (200µl), ulangi sebanyak 5 kali.
7. Tambahkan 90 µl TMB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
substrate pada tiap sumuran. a. Preparasi Fraksi Aktif Gambir
Inkubasi selama 15 menit pada Telah dilakukan preparasi fraksi
37oC. aktif ekstrak etanol gambir yang dimulai
8. Tambahkan 50 µl stop solution dengan pengeringan herba gambir
pada tiap sumuran. sebanyak 8 kg, lalu dilanjutkan
9. Tentukan nilai OD dengan penghalusan simplisia, maserasi dengan
mikroplate reader pada pelarut ethanol 1:10 dan didapatkan
panjang gelombang 450nm. ekstrak kental sebanyak 585,8 gram dan
10. Pemeriksaan kadar dilakukan rendemennya adalah 58,58 %. Dari 200
secara duplo pada tiap sumuran gram ekstrak kental difraksinasi cair-cair
dan cuci dengan wash buffer dengan n-hexane, ethylacetate, dan air.
Hasil fraksi diuapkan dengan
(200µl), ulangi sebanyak 5 kali.
menggunakan rotary evaporator
11. Tambahkan 90 µl TMB
sehingga diperoleh berat fraksi kental
substrate pada tiap sumuran.
heksan, fraksi kental etil asetat dan fraksi
Inkubasi selama 15 menit pada
kental etanol-air secara berturutturut
37oC. yaitu 23,2 gram, 132,7 gram dan 41,68
12. Tambahkan 50 µl stop solution gram. Rendemen yang diperoleh dari
pada tiap sumuran. masing-masing fraksi aktif gambir
13. Tentukan nilai OD dengan tersebut berturut-turut yaitu 11,60 %,
mikroplate reader pada 66,35% dan 20,84 %. Lalu Fraksi aktif
panjang gelombang 450nm. gambir dibuat suspensi menggunakan
tween 80.
e. Penilaian Luas Mukosa Gaster
Penilaian luas lesi mukosa gaster b. Penilaian Luas Lesi Mukosa
dilakukan dengan bantuan alat jangka Gaster
sorong. Setiap lesi yang ada di mukosa Hasil uji Kruskal-wallis menunjukk-
gaster dinilai panjang dan lebar lesi an bahwa terdapat perbedaan bermakna
sehingga didapatkan luas dari tiap lesi. luas lesi mukosa gaster antar kelompok
Kemudian dijumlahkan luas dari tiap lesi sampel. Pengujian ini dilanjukan dengan
sehingga didapatkan luas total lesi. uji Mann-whitney untuk mengetahui
hubungan antara masingmasing
f. Analisis Data kelompok sampel. Hasil uji Mann-
Analisis statistika dilakukan dengan whitney menunjukkan bahwa kelompok
program SPSS 23. Perbedaan rerata k kontrol positif, fraksi etil 20, 40, 80
ekspresi protein TNF-α, dan luas lesi mg/kgBB, dan fraksi air 20, 40, 80
mukosa lambung diuji secara bivaratiat mg/kgBB memiliki luas lesi mukosa
dan multivariat dengan signifikansi P < yang berbeda bermakna dengan
0,05. kelompok kontrol negatif. Kelompok
fraksi etil 80 mg/kgBB gambir memiliki
efek bermakna yang terbaik, bahkan
dibandingkan dengan kontrol positif,
dalam mengurangi luas lesi.
5. KESIMPULAN
Fraksi gambir aktif memiliki
potensi untuk mengurangi ukuran lesi
mukosa gaster dan mngurangi ekspresi
protein TNF-α.

DAFTAR PUSTAKA

Azis, N. 2002. Peran Antagonis Reseptor


H-2 dalam Pengobatan Ulkus Peptikum.
Sari Pediatri, Vol. 3, No. 4. p. 222-226.
c. Pengukuran Ekspresi Protein
TNF-α Gaster Carpani de Kaski, M., Rentsch, R., Levi,
Hasil uji Kruskal-wallis S., Hodgson, H.J. 1995. Corticosteroids
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan reduce regenerative repair of epithelium
bermakna kadar TNF-α antar kelompok
in experimental gastric ulcers. Gut.
sampel. Pengujian ini dilanjukan dengan
PubMed. 37:613– 616.
uji Mann-whitney untuk mengetahui
hubungan antara masing-masing
kelompok sampel. Hasil uji Mann- Dhalimi Azmi. 2006. Permasalahan
whitney menunjukkan bahwa kelompok Gambir (Uncaria gambir L.) di Sumatera
kontrol positif dan semua kelompok uji Barat dan Alternatif Pemecahannya.
memiliki kadar TNF-α yang berbeda Bogor: Vol.5, No.1. pp 46-59.
bermakna dengan kelompok kontrol
negatif. Kelompok fraksi etil 80
Guslandi, M., Tittobello, A. Steroid
mg/kgBB herba gambir memiliki efek
ulcers: a myth revisited. BMJ. p. 655–
bermakna yang terbaik, bahkan
656.
dibandingkan dengan kontrol positif,
dalam menurunkan kadar TNF-α.
Irramah M, Julizar, Lili Irawati. 2017.
Pengaruh Uncaria gambir roxb
terhadap ulkus gaster dan kadar
malondialdehid hewan coba yang
diinduksi etanol. Padang: Majalah
Kedokteran Andalas. Vol.40, No.1. pp. 1-
10.

Kalaiselvi, P., Rajashree, K., Priya, L.B.,


dan Padma, V.V. 2013. Cytoprotective
Effect of Epigallocatechin-3-gallate
Against Deoxynivalenol-induced
Toxicity Through Antioxidative and Anti-
inflammatory Mechanisms in HT-29 c.
Food and Chemical Toxicology. vol.56.
pp.110–118.

Siregar, A., Halim, S., Ricky R.S. 2015.


Serum TNF-α. IL-8, VEGF Levels in
Helicobacter pylori Infection and Their
Association with Degree of Gastritis.
Faculty of Medicine Universitas Sumatera
Utara: Vol,47. No,2.

Suhatri, Zet R. Debhi M.I. 20015.


Pengaruh Pemberian Gambir dari
Uncaria gambir (Hunter) roxb Terhadap
ph dan tukak lambung pada tikus putih
Jantan. Padang: Jurnal Farmasi Higea,
Vol.7, No.1. 7.

U.S. Department of Health and Human


Services. 2015. Gastritis. National
Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Disease.

Zaqyyah, H. 2017. Hubungan


Pengetahuan Tentang Penyebab Gastritis
dengan Perilaku Pencegahan Gastritis.
Banjarmasin: Vol.1, No.1.
LOMBA POSTER

EFEK SEDATIF KOMBINASI INFUSA DAUN NANGKA


(Artocarpus heteropyllus Lamk.) DAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona
muricata L.) TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN

Selly Nuari1, Sari Meisyayati, Yopi Rikmasari


Desi Puspasari1, Ade Muhammad Syurga1, Fani Albertiano1
1
Mahasiswa Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi
Palembang

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian Efek Sedatif Kombinasi Infusa Daun Nangka (Artocarpus
heteropyllus Lamk.) dan Infusa Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap mencit putih
jantan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan efek sedatif dari kombinasi
infusa daun nangka dan daun sirsak serta untuk mengetahui dosis efektif yang paling
mendekati dosis kontrol positif. Metode penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
murni dengan rancangan post test only control group. Hewan uji yang digunakan adalah 30
ekor mencit putih jantan, dibagi secara acak menjadi 6 kelompok. Terdiri dari Na CMC 0,5%
sebagai kontrol negatif, infusa tunggal daun nangka dengan dosis 10% b/v, infusa tunggal
daun sirsak 35% b/v, kombinasi infusa setengah dosis tunggal (infusa daun nangka 5%b/v +
infusa daun sirsak 17,5% b/v), kombinasi infusa seperempat dosis tunggal (infusa daun
nangka 2,5% b/v + infusa daun sirsak 8,75 % b/v), dan diazepam 5mg/kgbb sebagai kontrol
positif. Efek sedatif diuji setelah 60 menit pemberian sediaan uji. Parameter sedatif adalah
jumlah jengukan pada metode hole-board test dan waktu bertahan mencit dari kawat yang
direntangkan secara horizontal pada metode traction test. Data dianalisa menggunakan One
Way ANOVA dan uji Duncan. Hasil Uji One Way ANOVA dan Uji Duncan menunjukkan
bahwa kombinasi infusa daun nangka dan infusa daun sirsak memiliki efek sedatif dan efek
sedatif tertinggi terdapat pada seperempat dosis tunggal (infusa daun nangka 2,5% b/v +
infusa daun sirsak 8,75% b/v)

Kata kunci : sedatif, infusa, daun nangka, daun sirsak

ABSTRACT

Research on the Sedative Effects of Combination of Jackfruit Leaf (Artocarpus


heteropyllus Lamk.) Infusion and Soursop (Annona muricata L.) Leaf Infusion on male white
mice has been carried out. This study aims to determine the ability of the sedative effect of a
combination of jackfruit leaf and soursop leaf infusion and to determine the effective dose
that is closest to the positive control dose. This research method is purely experimental
research with a post test only control group design. Test animals used were 30 male white
mice, divided randomly into 6 groups. Consists of 0.5% Na CMC as a negative control, single
infusion of jackfruit leaves with a dose of 10% w / v, single infusion of soursop leaves 35%
w / v, a combination of half a single dose infusion (infusion of jackfruit leaves 5% w / v +
infusion soursop leaf 17.5% w / v), a single quarter dose infusion combination (jackfruit leaf
infusion 2.5% w / v + soursop leaf infusion 8.75% w / v), and 5 mg / kg diazepam as positive
control. The sedative effect was tested after 60 minutes of the test preparation. Sedative
parameters are the number of steps in the hole-board test method and the survival time of
mice from wire stretched horizontally in the traction test method. Data were analyzed using
One Way ANOVA and Duncan test. The One Way ANOVA and Duncan Test results show
that the combination of jackfruit leaf infusion and soursop leaf infusion has the highest
sedative effect and the highest sedative effect is in a quarter of a single dose (jackfruit leaf
infusion 2.5% w / v + 8.75% soursop leaf infusion w/ v)

Keywords: sedatives, infusion, jackfruit leaves, soursop leaves

I. PENDAHULUAN yang digunakan antara lain obat Lelap®


dengan komposisi Valeriane Radix,
Sedatif merupakan salah satu golongan
Myristicae Semen, Eleuthroginseng Radix
obat pendepresi Susunan Saraf Pusat
dan Polygalae Radix yang digunakan untuk
(SSP). Efeknya bergantung kepada dosis,
meningkatkan kualitas tidur.
mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan
tenang atau kantuk, menidurkan, hingga Tanaman yang dapat digunakan sebagai
yang berat yaitu hilangnya kesadaran, pengobatan tradisional indonesia diantaranya
keadaan anestesi, koma, dan mati. daun nangka (Artocarpus heteropyllus
Beragam obat golongan pendepresi SSP Lamk.) yang telah digunakan secara empiris
yang dapat digunakan sebagai efek sedasi sebagai analgesik,
tetapi banyak diantara obat tersebut antikonvulsan dan
memiliki efek samping toksik dan immunomodulator (prakash dkk, 2013).
menyebabkan kematian pada saat Daun sirsak (Annona muricata L.)
pemakaiannya. Salah satu contoh obat dari digunakan secara empiris sebagai sedatif,
golongan pendepresi saraf pusat yang mengobati bisul dan peluruh keringat (Rizki,
biasa sering digunakan adalah obat 2014).
diazepam dari golongan benzodiazepin dan
phenobarbital dari golongan barbiturat Penelitian yang telah dilakukan oleh
(Utama dan Vincent, 2007) Agustina (2016) ekstrak daun nangka dengan
konsentrasi pemberian sediaan pada dosis
Pada aplikasi klinis seringkali 100mg/KgBB sudah menghasilkan efek
ditemukan kombinasi dua atau lebih obat sedatif. Daun nangka juga memiliki
dengan tujuan untuk meningkatkan efek kandungan kimia yaitu phytosterol,
dari obat tersebut antara lain kombinasi
methampyrone dan diazepam yang dapat
digunakan untuk meredakan rasa nyeri
yang membutuhkan tranquilizer. Obat
tradisional juga sering kali ditemukan
dengan kombinasi dua atau lebih tanaman
antrakuinon, terpenoid, fenol, glikosida, dkk,2014) dan efek hypoglikemia pada
dan flavonoid (Sigvananasundaram dan infusa daun sirsak (Kojong dkk, 2013).
karunanayake, 2015). Pada penelitian Selain infusa tunggal terdapat pula infusa
yang telah dilakukan oleh Rizki (2014) yang menggunakan dua tumbuhan yang di
dimana ekstrak daun sirsak pada dosis kombinasi.
140mg/KgBB sudah menghasilkan efek
sedatif. Daun sirsak memiliki kandungan Salah satu nya adalah infusa kombinasi
kimia yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, biji pala dan daun kemangi yang di
tanin, steroid, dan terpenoid (Vimala gunakan sebagai efek anti depresan (Devi
dkk, 2012). Selain dibuat dalam bentuk dkk, 2018), Infusa Kombinasi biji alpukat
ekstrak tanaman tersebut dapat dibuat dan biji pepaya yang di gunakan sebagai
dalam bentuk infusa. efek hipoglikemia (Nurkhalifa dkk, 2014).

Dari uraian tersebut, penulis tertarik


Infusa merupakan sediaan cair yang
melakukan uji efek sedatif kombinasi
di buat dengan cara mengekstraksi
infusa daun nagka dan daun sirsak pada
simplisia nabati dengan air pada suhu
mencit putih jantan, Untuk mengetahui
90°C selama 15 menit. Pembuatan infusa
kemungkinan adanya efek sedatif yang
merupakan cara yang paling sederhana
sinergis sehingga dapat di formulasi
untuk membuat sediaan herbal dari pada
sebagai sediaan obat tradisional untuk
lunak seperti daun dan bunga. Infusa
mengatasi insomnia.
dapat di minum panas atau dingin
(BPOM, 2011) II. TUJUAN PENELITIAN
Salah satu efek yang di timbulkan Mengetahui adanya efek sedatif kombinasi
pada infusa adalah efek antimikroba infusa daun nangka (Artocarpus heteropyllus
pada infusa daun nangka (Dewi Lamk.) dan daun sirsak (Annona muricata L.)

pada mencit putih jantan dan mengetahui strength) dan alat Hole-board test. Bahan
dosis efek sedatif kombinasi infusa daun yang digunakan untuk penelitian ini adalah
nangka (Artocarpus heteropyllus Lamk.) daun nangka dan daun sirsak segar, aquadest
dan daun sirsak (Annona muricata L.) , tablet diazepam, natrium benzoat, dan Na-
yang dapat menimbulkan efek sedatif pada CMC.
mencit putih jantan.
b. Hewan Percobaan
III. METODE PENELITIAN Hewan percobaan yang digunakan
Metode penelitian ini merupakan
adalah mencit putih jantan berumur 2 sampai
penelitian eksperimental murni dengan 3 bulan dengan bobot 20 – 30 gram yang
rancangan post test only control group. memiliki kondisi fisik yang sehat dan aktif,
sebanyak 30 ekor yang sudah diaklimatisasi.
Aklimatisasi mencit selama 7 hari,
a. Alat dan Bahan diberikan makanan dan minuman
Alat yang digunakan adalah secukupnya. Berat badan ditimbang dan
timbangan digital, panci infusa, penangas diamati tingkah lakunya. Selama
air, batang pengaduk, termometer, kain aklimatisasi berat badan naik atau turun
flanel, sonde oral, gelas ukur, botol,mortar tidak lebih dari 10% serta menunjukkan
dan stamper, sarung tangan, erlemeyer, tingkah laku yang normal. Tujuan
stopwacth, alat Traction Test (Grip
aklimatisasi untuk membiasakan hewan yaitudiazepam 5 mg/KgBB , kelompok III
berada dalam lingkungan percobaan, menggunakan dosis tunggal daun nangka
mencit dimasukkan ke dalam kandang dimana pada penelitian yang dilakukan
sesuai dengan kelompok dan selalu oleh Agustina (2016) diketahui bahwa
menjaga kebersihan dari kandang mencit. dosis 100 mg/KgBB (diperoleh dari
pembuatan ekstrak
c. Perencanaan Dosis 250 g daun nangka menghasilkan 18,145 g
Penelitian ini menggunakan 6 ekstrak kental) yang telah dicari
kelompok hewan percobaan. Pada kesetaraannya sehingga sama dengan
kelompok I sebagai kontrol negatif konstentrasi 10% b/v telah menghasilkan
menggunakan Na-CMC 0,5%, kelompok II efek sedatif, kelompok IV menggunakan
sebagai kontrol positif dosis tunggal daun sirsak, pada penelitian
yang dilakukan oleh Rizki (2014) dimana
pada dosis 140 mg/KgBB (diperoleh dari
pembuatan ekstrak 400 g daun sirsak
menghasilkan 15,36 g ekstrak kental) yang
telah dicari kesetaraannya sehingga sama
dengan konstentrasi 35% b/v telah
menghasilkan efek sedatif, kelompok V
menggunakan kombinasi setengah dosis
tunggal (daun nangka 5% b/v dan daun
sirsak 17,5% b/v) dan kelompok VI
menggunakan kombinasi seperempat dosis
tunggal (daun nangka 2,5% b/v dan daun
sirsak 8,75% b/v).

d. Prosedur Penelitian
1) Pembuatan Sediaan Uji
a) Infusa daun nangka 10% b/v
Timbang daun nangka sebanyak 10
gram, selanjutnya dipotong –
potong menjadi bagian yang lebih
kecil, tambahkan natrium karbonat
10% dan tambahkan air sebanyak
100 ml dan panaskan selama 15
menit diatas penangas terhitung
suhu mencapai 900C sambil sekali
– sekali diaduk. Serkai setelah
dingin menggunakan kain flanel,
tambahkan air melalui ampas
hingga mencapai 100 ml.

b) Infusa daun sirsak 35% b/v


Timbang daun sirsak sebanyak 35
gram, selanjutnya dipotong –
potong menjadi bagian yang mencapai 900C sambil sekali –
lebih kecil, lalu tambahkan air sekali diaduk. Serkai setelah dingin
sebanyak 100 ml dan panaskan menggunakan kain flanel,
selama 15 menit terhitung suhu tambahkan
air melalui ampas hingga mencapai dari tiap perlakuan diletakkan pada
100 ml. rentangan kawat yang tingginya 30
cm dari permukaan. Kedua lengan
c) Kombinasi infusa daun nangka 5% b/v mencit digantungkan pada kawat
dan daun sirsak 17,5% b/v tersebut dan mulai dilakukan
Dibuat dengan cara menambahkan perhitungan waktu sesaat mencit
50 ml infusa daun nangka 10% b/v digantungkan. Catat waktu yang
kedalam 50 ml infusa daun sirsak dibutuhkan mencit untuk dapat
35% b/v. bertahan pada posisi tersebut
(dalam satuan detik). Selanjutnya
d) Kombinasi infusa daun nangka 2,5%
mencit diletakkan pada kotak kayu
b/v dan daun sirsak 8,75% b/v
yang memiliki lubang-lubang pada
Dibuat dengan cara menambahkan
permukaannya. Hitung jumlah
25 ml infusa daun nangka 10% b/v
jengukan mencit ke arah lubang-
kedalam 25 ml daun sirsak 35% b/v
lubang selama 5 menit.
dan dicukupkan dengan aquadest
hingga volume 100 ml.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

e) Suspensi diazepam dosis 5 mg/kgbb


1) Data jumlah frekuensi jengukan pada
Ambil 1 tablet diazepam @5mg, lalu
metode hole-board test
dimasukkan ke dalam lumpang,
setelah itu digerus halus Rerata jumlah frekuensi jengukan masing-masing kelompok
dan tambahkan Na-CMC perlakuan
sebanyak 0,1 ml, kemudian digerus
hingga homogen lalu tambahkan Kelompok Perlakuan Rerata frekuensi
aquadest hingga 10 ml. jengukan ± SD
Na CMC 0,5% 51,6 ± 3,43
f) Suspensi Na-CMC 0,5%
ITDN 10% b/v 37,2 ± 2,23
ITDS 35% b/v 38,2 ± 1,64
Timbang Na-CMC sebanyak 0,05 g KI 1/2 (ITDN 5% 22,4 ± 2,70
b/v
dan larutkan dengan aquadest hangat + ITDS 17,5% b/v)
hingga larut, lalu tambahkan sisa KI 1/4 (ITDN 12,8 ± 1,30
aquadest hingga 10ml. 2,5% b/v + ITDS
8,75%
b/v)
2) Pengujian Efek Sedatif Pada badannya, kemudian dikelompokkan
Mencit Putih Jantan secara acak menjadi 6 kelompok dengan
Setelah dilakukan aklimatisasi, masing-masing kelompok terdiri atas 5
pada hari pengujian hewan ekor hewan percobaan. Setelah itu, setiap
percobaan ditimbang berat kelompok perlakuan diberikan sediaan
uji masing-masing berdasarkan masing mencit
volume pemberian 1% b/v (sesuai Diazepam 5 mg/KgBB 7,6 ±
dengan berat badan mencit) secara 1,14 Keterangan :
peroral. Satu jam seteleh
- ITDN : Infusa Tunggal Daun Nangka
pemberian sediaan uji, masing-
- ITDS : Infusa Tunggal Daun Sirsak
Diagram batang rerata frekuensi jengukan masing- Diagram batang rerata waktu bertahan dalam detik
masing kelompok perlakuan masing-masing kelompok perlakuan

160
60
140
Frekuensi Jengukan

50
120

Waktu Bertahan Dalam Detik


40
100
30
80
20
60
10
40
0
20

0
Kelompok Perlakuan

2) Data jumlah waktu bertahan dalam detik


pada metode traction test

Rerata waktu bertahan (detik) masing-masing


kelompok perlakuan

Kelompo Rerata waktu


k bertahan
Perlakua dalam detik ± Kelompok Perlakuan
n SD
Na CMC 0,5% 149,8 ±
12,33 Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa
kelompok kontrol positif memiliki efek
ITDN 10% b/v 121 ± 4,18
sedatif paling besar pada mencit dengan
ITDS 35% b/v 119 ± 1,87 rerata jumlah
KI 1/2 (ITDN 5% D pam5 mg/KgBB
b/v i
+ ITDS 17,5% a
b/v) KI 1/4(ITDN
2,5% b/v z
+ ITDS 8,75% b/v) e
77 ± 2,64 frekuen karena mekanisme kerja dari golongan
si benzodiazepin berikatan langsung pada sisi
62,4 ± 6,10 jenguka spesifik sub unit γ (sisi benzodiazepine)
n pada reseptor GABAa sedangkan
36,9 ± 3,49 sebanya neurotransmitter GABA berikatan pada
k 7,6 sub unit α atau β menyebabkan pembukaan
kali dan kanal ion klorida, memungkinkan
waktu masuknya ion klorida kedalam sel dan
bertaha menyebabkan sel sukar tereksitasi ( Utama
n dan Vincent, 2007).
sebesar Pada kelompok sediaan infusa tunggal
36,9 daun nangka 10% b/v didapat hasil rerata
detik. jumlah frekuensi jengukan sebanyak 37,2
Hal ini kali dan waktu bertahan sebesar 121 detik.
disebab Pada kelompok infusa tunggal daun sirsak
kan 35%
didapat hasil rerata jumlah frekuensi 2,5% b/v dan infusa daun sirsak 8,75% b/v)
jengukan sebanyak 38,2 kali dan waktu berada pada subset yang berbeda dengan
bertahan sebesar 119 detik. Hal ini infusa tunggal daun nangka 10% b/v dan
menunjukkan infusa tunggal daun nangka infusa tunggal daun sirsak 35% b/v dan
dan infusa tunggal daun sirsak memiliki terlihat perbedaan bermakna (P<0,05) pada
efek sedatif yang sama. Dapat dilihat hasil uji T test. Hal ini menunjukkan bahwa
berdasarkan uji statistik ANOVA satu arah kombinasi infusa memiliki efektifitas yang
menunjukkan bahwa infusa tunggal daun lebih besar dibanding sediaan tunggal.
nangka dan infusa tunggal daun sirsak Pada kelompok kombinasi infusa
berada pada satu subset yang sama dan setengah dosis (infusa daun nangka 5% b/v
tidak terlihat perbedaan bermakna dan infusa daun sirsak 17,5% b/v) dan infusa
(P>0,05) pada hasil uji T test. seperempat dosis (infusa daun nangka 2,5%
Pada kelompok kombinasi infusa b/v dan infusa daun sirsak 8,75% b/v)
setengah dosis (infusa daun nangka 5% b/v terdapat perbedaan karena berdasarkan uji
dan infusa daun sirsak 17,5% b/v) didapat statistic ANOVA satu arah menunjukkan
hasil rerata jumlah frekuensi jengukan bahwa infusa setengah dosis (infusa daun
sebanyak 22,4 kali dan waktu bertahan nangka 5% b/v dan infusa daun sirsak 17,5%
sebesar b/v) dan infusa seperempat dosis (infusa
77 detik. Pada kelompok kombinasi infusa daun nangka 2,5% b/v dan infusa daun sirsak
seperempat dosis (infusa daun nangka 8,75% b/v) berada dalam satu subset yang
2,5% b/v dan infusa daun sirsak 8,75% berbeda dan terlihat perbedaan bermakna
b/v) didapat hasil rerata jumlah frekuensi (P<0,05) pada hasil uji T test. Hal ini
jengukan sebanyak 12,8 kali dan waktu menunjukkan bahwa kombinasi
bertahan 62,4 detik. Dapat dilihat
berdasarkan uji statistik ANOVA satu arah
menunjukkan bahwa kelompok kombinasi
setengah dosis (infusa daun nangka 5% b/v
dan infusa daun sirsak 17,5% b/v) maupun
seperempat dosis (infusa daun nangka
infusa seperempat dosis tunggal maka didapatkan kesimpulan sebagai
memiliki efek sedatif yang lebih besar berikut :
efektifitasnya dibandingkan dengan
1) Kombinasi infusa setengah dosis tunggal
kombinasi infusa setengah dosis tunggal
(5% b/v dan 17,5% b/v) serta seperempat
Pada kombinasi seperempat dosis
dosis tunggal (2,5% b/v dan 8,75% b/v)
menunjukkan sifat kerja sedatif yang
menunjukkan efek sedatif yang lebih
sinergis, dimana gabungan dari
kombinasi infusa daun nangka 2,5% b/v
dan infusa daun sirsak 8,75% b/v efek
yang dihasilkan lebih besar
dibandingkan dengan jumlah efek infusa
bila diberikan secara sendiri-sendiri.
Kombinasi seperempat dosis (infusa
daun nangka 2,5% b/v dan infusa daun
sirsak 8,75% b/v) menghasilkan efek
sedatif yang lebih besar karena diduga
dengan kombinasi seperempat dari dosis
masing – masing kadar flavonoid sudah
cukup untuk berikatan pada reseptor
GABAa dengan mengikat sisi
benzodiazepine, sehingga terjadi proses
pembukaan kanal ion klorida yang
menyebabkan masuknya ion klorida
sehingga sel sukar tereksitasi (Jonhston,
2006). Sedangkan dengan bertambahnya
dosis kombinasi diduga dapat
menghambat kerja dari flavonoid, kadar
senyawa penghambat lebih banyak
terambil sehingga menurunkan kerja
flavonoid. Oleh sebab itu, formulasi dari
komposisi ramuan harus dibuat setepat
mungkin agar mendapatkan efek yang
dikehendaki dan tidak menimbulkan
kontraindikasi (Herbie, 2015).

V. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian efek sedatif
infusa daun nangka (Artocarpus
heteropyllus Lamk.) tunggal, daun sirsak
(Annona muricata L.) tunggal,
kombinasi setengah dosis (5% b/v dan
17,5% b/v) dan kombinasi seperempat
dosis (2,5% b/v dan 8,75% b/v) pada
mencit putih jantan yang telah dilakukan
besar dibandingkan dengan sediaan infusa tunggal masing-masing.
2) Kombinasi infusa seperempat dosis tunggal (2,5% b/v dan 8,75% b/v) memberikan hasil yang
lebih optimal dibanding infusa setengah dosis tunggal (5% b/v dan 17,5% b/v) dan kombinasi
tersebut menunjukkan efek yang sinergis

DAFTAR PUSTAKA
Agustina, E. (2016). Uji Efek Sedatif Ekstrak Etanol Daun Nangka (Artocarpus
hetereropyllusLamk.)Terhadap Mencit Putih Jantan Galur Swiss Webster. (Skripsi). Palembang :
STIFI BP Palembang.

Badan POM R.I. (2011). Acuan sediaan herbal. (Cetakan pertama). Jakarta : Direktorat
OAI, Deputi II, Badan POM R.I.

Dewi, T., Budi, S.C., Yusrina, S.C. (2014). Ujidaya hambat infusa daun nangka (Artocarpus
hetereropyllusLamk.) terhadap pertumbuhan bakteru Staphylococcus aureus. Jurnal permata
Indonesia, 5(2), 1-7.

Herbie, T. (2015). Kitab tanaman berkhasiat obat : 226 tumbuhan obat untuk penyembuhan
penyakit dan kebugaran tubuh cetakan pertama. Yogyakarta : Octopus Publishing House

Jonhston, G.A.R. (2006). GABAareceptor chanel pharmacology. Current pharmaceutical design, 11


(1), 1867-1885.

Kojong, S.N., Yamlean, Y.V.P., Uneputty, P.J. (2013). Potensi infusa daun sirsak (Annona muricata L.)
terhadap kadar kolesterol darah pada tikus putih jantan (Rattus novergicus). Pharmacon, 2(2).

K.S Ika Devi., Khoirunissa., dan Istriningsih E., (2018). Efek antidepresan kombinasi infusa biji pala
(Myristica fragrans) dan daun kemangi (Ocimum basilicum) pada mencit jantan putih (Mus
musculus). Jurnal para pemikir, 7(2).

Nurkhalifah., Rahmawati., dan Rahman, S. (2014). Efek hipoglikemik kombinasi infusa biji
alpukat (Persea americana Mill) dan biji
pepaya (Carica papaya L Var. Bangkok) asal Kab. Pinrang pada tikus(Rattus norvegicus) jantan.
Jurnal biantore, 15(2), 111-116.

Prakash, O., Jyoti., Kumar, A., & Kumar, P. (2013). Screening of analgesic and immunomodulator
activity of artocarpus heteropyllus lamk. Leaves (jackfruit) in mice. Der pharmacia letter, 1(11),
2278-4136.

Rizki, N. K. (2014). Uji Efek Sedatif Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap
Mencit Putih Jantan Galur Swiss Webster. (Skripsi). Palembang : STIFI BP Palembang.

Sivagnasundanram, P & Karunayake, K. O. L. (2015). Phytochemical screning and Antimicrobial


activity of Artocarpus heteropyllus and Artocarpus altilis leaf and stem bark. OUSL Journal, 9(3), 1
– 17.

Utama, H. & Vincent, G. (2007). Hipnotik – sedatif dan alkohol dalam farmakologi dan terapi
(Edisi V). Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. Jakarta : Gaya Baru.

Vimala, J. Rosaline., A. Lena Rose, S. Raja. (2012). A study on the phytochemical analisis and
corrosion inhibitor on mild steel by Annona Muricata L. Leaves Extract in Hydrochloric Acid . India,
3(3) : 582 – 588.
LOMBA POSTER

“Carotene Cream” SEBAGAI TABIR SURYA DALAM SEDIAAN KRIM

AdhellaVianka Yudhistiarani1,RidhoPutrama Meijandi1, Siska Oktari1


1
Mahasiswa Farmasi, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Palembang

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki paparan sinar matahari yang tinggi. Paparan
sinar matahari selain memberikan efek menguntungkan juga memberikan efek merugikan pada manusia
bergantung pada panjang dan frekuensi paparan, intensitas sinar matahari dan sensitivitas individu yang
terpapar. Hal ini bisa dicegah dengan penggunaan tabir surya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
formulasi sediaan krim tabir surya dengan menggunakan beta karoten dari ekstrak wortel (Daucus Carota L)
dan uji kestabilan fisiknya. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental. Penelitian ini dibuat
menjadi 3 formula dengan memvariasikan cera alba, parafin cair, span 60 dan trietanolamin. Cera alba yang
berfungsi sebagai zat pengeras divariasikan dengan kandungan sebesar 13,5%; ,12,0 %; 9,0 %. Parafin cair
yang berfungsi sebagai emolient divariasikan dengan kandungan sebesar 45,0%; 40%; 30%. Span 60 yang
berfungsi sebagai emulgator divariasikan dengan kandungan sebesar 1,8%; 1,6%; 1,2%. Trietanolamin yang
berfungsi sebagai emulgator divariasikan dengan kandungan sebesar 2,7%; 2,4%; 1,8%. Hasil evaluasi
menunjukkan bahwa sediaan krim tabir surya selama 21 hari memiliki pH yang cenderung meningkat namun
masih memenuhi persyaratan dan semua sediaan krim tabir surya memiliki daya sebar yang baik, homogen dan
tidak mengiritasi kulit. Disimpulkan bahwa beta karoten dari ekstra wortel (Daucus Carota L) dapat
diformulasikan menjadi sediaan krim tabir surya yang stabil dan memenuhi persyaratan. Formula krim tabir
surya yang paling optimal yaitu formula II yang mengandung cera alba 12,0%; parafin cair 40%; span 60
1,6%; trietanolamin 2,4%

Kata kunci : Isolasi beta karoten, tabir surya, krim, wortel, logam kalsium.

ABSTRACT

Indonesia is a tropical country that has high sun exposure. Exposure to sunlight in addition to having
beneficial effects also has a detrimental effect on humans depending on the length and frequency of exposure,
sunlight intensity and sensitivity of the exposed individual. This can be prevented by the use of sunscreen. This
study aims to determine the sunscreen cream formulation using beta carotene from carrot extract (Daucus
Carota L) and its physical stability test. The research method used is experimental. This research was made into
3 formulas by varying cera alba, liquid paraffin, span 60 and triethanolamine. Cera alba which functions as a
hardener is varied with a content of 13,5%; ,12,0 %; 9,0 %.. Liquid paraffin which functions as an emolient is
varied with a content of 45,0%; 40%; 30%. Span 60 which functions as an emulgator is varied with a content of
1,8%; 1,6%; 1,2%. Triethanolamine which functions as an emulgator is varied with a content of 2,7%; 2,4%;
1,8%. The evaluation results show that sunscreen cream preparations for 21 days have a pH that tends to
increase but still meets the requirements and all sunscreen cream preparations have good, homogeneous and
non-irritating skin. It was concluded that beta carotene from carrot extract (Daucus Carota L) could be
formulated into a stable and fulfilling sunscreen cream preparation. The most optimal formula for sunscreen is
formula II which contains cera alba 12,0%; liquid paraffin 40%; span 60 1,6%; triethanolamine 2,4%

Keyword : beta carotene isolation, sunscreen, cream,carrot, calcium

1. PENDAHULUAN dan sensitivitas individu yang


terpapar(Damogalad,2013). Paparan
Indonesia merupakan negara sinar UV yang berlebihan dapat
beriklim tropis yang memiliki mengakibatkan sunburn, eritema,
paparan sinar matahari yang hiperpigmentasi, penuaan dini,
tinggi(Yulianti,2015).Radiasi sinar bahkan kanker kulit.Untuk mencegah
matahari terdiri atas sinar infra merah efek merugikan tersebut, dapat
(>760 nm), sinar tampak (400-760 dilakukan beberapa cara, salah
nm), dan sinar UV (ultra violet) yang satunya adalah pemakaian tabir
terdiri atas UV A (320-400 nm), UV surya(Rejeki.2015).
B (290- 320 nm) serta UV C (200- Tabir surya (sunscreen) adalah
290 nm). Sinar matahari yang sampai bahan yang dapat mengabsorbsi,
di permukaan bumi dan mempunyai memantulkan, atau menghamburkan
dampak negatif kerusakan terhadap radiasi UV sehingga dapat menjaga
kulit adalah sinar UV A dan UV B, kulitdari efek UV yang
sedangkan UV C tertahan karena membahayakan(Subchan,2011).
diabsorbsi seluruhnya oleh lapisan Tabir surya dapat dibuat dalam
ozon sehingga tidak mencapai berbagai sediaan farmasisalah
permukaan bumi(Shovyana,2013). satunya adalah sediaan krim. Krim
Paparan sinar matahari selain adalah bentuk sediaan setengah padat
memberikan efek menguntungkan mengandung satu atau lebih bahan
juga memberikan efek merugikan obat terlarut atau terdispersi dalam
pada tubuh manusia bergantung bahan dasar yang sesuai.(Kemenkes
pada panjang dan frekuensi RI.2014)
paparan, intensitas sinar matahari,
Antioksidan dalam pengertian (Ahmad,2016).Wortel mengandung
biologis adalah semua senyawa yang senyawa beta karoten dan vitamin A.
dapat meredamdan atau (Simon, 2015).Beta karoten memiliki
menonaktifkan serangan radikal aktivitas biologis sebagai antioksidan
bebas dan ROS atau Reactive Oxygen dengan menetralisis radikal bebas
Species (Halliwel and Gutterridge, yang timbuldari reaksi normal
2007). Antioksidan dapat melawan biokimia tertentu ataupun dari
pengaruh bahaya dari radikal bebas sumber eksogen seperti polusi udara,
sebagai hasil metabolisme oksidatif, asap rokok, pelatihan fisik berlebih.
yaitu hasil reaksi-reaksi kimia dan Beta karoten juga dapat meredam
proses metabolik yang terjadi di singlet oksigen,suatu molekul yang
dalam tubuh.Berbagai bukti ilmiah reaktif yg terbentuk dari pajanan sinar
menunjukkan bahwa senyawa UV pada kulit,sehingga dapat
antioksidan dapat menurunkan risiko mencegah berkembangnya menjadi
terjadinya penyakit kronis seperti sel kanker. (Roche, 2000)
kanker dan jantung koroner. (Amrun Salah satu sediaan krim tabir
et al, 2007) surya dengan ekstrak wortel yang
Penggunaan antioksidan pada telah beredar di pasaran adalah
sediaan tabir surya dapat sediaan tabir surya merek, “Biotique
meningkatkan aktivitas fotoprotektif Botanical Bio Carrot” dengan nilai
dan dapat mencegah berbagai SPF sebesar 40 yang digunakan pada
penyakit yang ditimbulkan oleh pagi hari sebelum beraktivitas.
radiasi sinar ultraviolet. Adapun Sediaan ini mengandung ekstrak
beberapa senyawa aktif antioksidan total wortel sebanyak 2,5%. Krim
seperti flavonoid, tanin, antrakuinon, tersebut mengandung bahan tabir
sinamat, vitamin C, vitamin E, dan surya kombinasi sintetik (talk) dan
betakaroten telah dilaporkan memiliki alam (ekstrak Daucus carota,
kemampuan sebagai pelindung Nyctanthesarbortristis dan Symplocos
terhadap sinar racemosa).
ultraviolet(Ayuningrum, 2016). Malsawmtluangietal(2013) telah
Bahan –bahan alami yang melakukan penelitian uji efektivitas
dapat digunakan sebagai tabir tabir surya dari β-carotenedengan
surya antara lain lidah buaya, menggunakan ekstrak perasan air
pepaya,stroberi,semangka,kelapadan wortel dengan konsentrasi 10%
mentimun.Penelitianini menggunakan yang menghasilkan nilaiSPF
wortel untuk bahan yang berfungsi yaitu1,34±0,13. Konsentrasi ekstrak
sebagai tabir surya. Penggunaan wortel sebesar 10% mendasari dari
bahan alami sebagai bahan tabir penelitian ini untuk dilakukan
surya karena bahan alami memiliki modifikasi dari variasi konsentrasi
efek yang dapat mengurangi iritasi ekstrak wortel sebesar 0,5%, 1% dan
bagi kulit hyperallergic 2,5% yang kemudian akan
(Malsawmtluangi et al., 2013; dilakukan pemilihan konsentrasi
Vender, 2008). ekstrak wortel yang memiliki nilai
Salah satu bahan alam yang SPF tertinggi sehingga memenuhi
merupakan sumber antioksidan kriteria sebagai bahan tabir surya
adalah wortel(Daucus carota L) yaitu memiliki nilai SPF sekitar 2
untuk dilakukan formulasi krim dan rasa panas minimal pada
tabir surya (Balakrishnan and kulit(Shovyana.2013).
Narayanaswamy, 2011) Pada penelitian ini tipe krim
Basis krim yang digunakan yang digunakan dalam formulasi
mengacu pada penelitian Harry adalah tipe A/M sebagai basis karena
(2019)yang berjudul “Formulasi lebih lama melekat di kulit dan dapat
Sediaan Krim Tabir Surya dari melembutkan kulit.
Ekstrak Etanol Buah Bisbul
(Diospyros blancoi)”karena basis 2. TUJUAN PENELITIAN
krim ini memiliki hasil uji mutu Untuk membuat sediaan tabir surya
fisik yang baik, bersifat stabil (tidak dari sari wortel (Daucus carrota L)dalam
ada pemisahan antara fase minyak bentuk sediaan krim.
dan air),tidak terjadi perubahan
derajat keasaman(p H)yang
signifikan, perubahan viskositas yang 3. METODE PENELITIAN
tidak signifikan setelah penyimpanan Metode yang dipakai dalam
selama 4 minggu. penelitian adalah eksperimental dengan
Tipe krim dibedakan menjadi membuat beberapa formulasi sediaan
dua tipe, yaitu krim tipe minyak krimtabirsurya yang mengandung ekstrak
dalam air(M/A) dan air dalam beta karoten dari wortel (DaucusCarota L)
minyak (A/M). (Kemenkes RI. 2015)
Krim tipe M/A (vanishing cream)
mudah dicuci dengan air, jika a. AlatdanBahan
digunakan pada kulit, maka akan Alat yang digunakan dalam
terjadi penguapan dan peningkatan penelitian ini diantaranya blender, saringan
konsentrasi dari suatu obat yang (alatserkai), corong, gelasukur, tabung
larut dalam air, sehingga mendorong reaksi, centrifuge, pot, mortir, stamper,
penyerapannya ke dalam jaringan sudip sendok spatula, erlenmayer, beaker
Jumlah yang digunakan glass, cawan penguap, kacaarloji, pH meter,
N
Bahan dan objek glass. Bahan yang digunakan
o FormulaI FormulaII Formula III
pada penelitian ini diantaranya ekstrak
Ekstrak Beta betakaroten dari sari wortel lokal yang
1 0,5 0,5 0,5
Karoten diperoleh dari pasar daerah sekip
2 Cera Alba 1,35 1,20 0,90 palembang, dengan ciri berwarna jingga
terang, berukuran 5-10 cm, dengan
3 Nipagin 0,10 0,10 0,10 diameter 3-5 cm, Cera Alba, Sorbitan
4 Nipasol 0,01 0,01 0,01 Monostearat, paraffin cair, nipagin, nipasol,
Trietanolamin, Aqua
5 ParafinCair 4,50 4,00 3,00
6 Span 60 0,18 0,16 0,12
Trietanolami
7 0,27 0,24 0,18 b. FormulasiCream tabir surya
n
8 AquadDest Ad 10 Ad 10 Ad 10

kulit. Sedangkan krim tipe A/M


c. Cara Kerja
memiliki daerah sebaran lebih baik
meter.Untuk mengukur nilai pH ini
1) Pembuatan Krim Tabir Surya dibutuhkan sampel sebanyak 1 gram
1. Siapkan Alat dan Bahan yang dilebur dalam beaker glass
2. Timbang masing-masing bahan dengan 100 ml aqua dest diatas
3. Lebur fase minyak (cera alba, penangas air.
paraffin liq, dan span 60) pada
suhu70º C di penangas air. Setelah 3) Warna dan Bau
melebur, tambahkan nipasol.
4. Larutkan trietanolamin dengan air
panas di cawan yang berbeda, Pengujian terhadap perubahan warna
setelah larut tambahkan nipagin. dan bau dengan cara melibatkan 30
(Fase air). snresponden yang dipilih secara acak,
5. Tambahkan fase air dalam kemudian responden mengevaluasi sediaan
keadaan panas kedalam fase dengan mengamati perubahan terhadap
minyak sedikit demi sedikit, gerus
warna dan bau selama 21 hari
sehingga terbentuk basis krim.
penyimpanan.
6. Tambahkan ekstrak beta karoten
ke dalam basis salep sedikit demi
sedikit, gerus sehingga homogen.
7. Masukkan kedalam tube 4) UjiHomogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan
mengoleskan sediaan pada objek glass dan
dilihat apakah terdapat butir-butir kasar
yang tertinggal pada kaca tersebut(Ilham,
2016)
1) Uji Stabilitas Ekstrak Selama
Penyimpanan 5) Uji dayasebar
Uji Stabilitas Ekstrak Selama Uji daya sebar dilakukan dengan
Penyimpanan adalah suatu proses meletakkan 0,1 gram krim ditengah kaca
pengujian kestabilan fisik ekstrak wortel bulat kemudian kaca penutup diletakkan
selama penyimpanan dengan variasi suhu diatas krim dan didiamkan selama 1 menit
(dingin, suhu ruang dan hangat) dan intensitas hitung diameter krim yang menyebar.
cahaya (terlindung cahaya, tidak terkena Selanjutnya ditambah beban seberat 50
cahaya matahari langsung, dan terpapar gram diatas kaca penutup dan dibiarkan 1
cahaya), yang dilakukan selama 21 hari dan menithitung diameter krim yang
kemudian di amati. menyebar.Percobaan dilanjutkan dengan
beban sebesar 100, 150 dan 200 gram
(Nova,2012)
2) Uji Stabilitas fisik
6) Uji Iritasi kulit
Uji kestabilan fisik yang dilakukan
antara lain pH, dan organoleptis sediaan
(warna dan bau) setelah dilakukan Uji iritasi kulit melibatkan 30 orang
penyimpanan pada suhu kamar selama 21 responden yang dipilih secara
hari, yaitu pada hari ke 0,7,14, dan 21 acak.Pengujian dilakukan dengan cara
mengoleskan sediaan (F1, F2, F3) pada
a. Ph punggung tangan selebar 2,5 x 2,5 cm
Nilai pH sediaan dapat diukur (Mitsui, 1996). Kemudian amati reaksi
dengan menggunakan pH
yang mungkin terjadi misalnya gatal, e.Uji Iritasi kulit
kemerahan dan perih.
Didapatkan dari hasil kuesioner yang
menunjukkan bahwa 100% responden
menyatakan tidak mengalami gejala iritasi
yang berupa kulit kemerahan, gatal-gatal,
4. HASIL DAN PEMBAHASAN terasa panas dan perih pada permukaan
a. Uji Kestabilan Fisik kulit setelah diolesi ketiga formula Krim
Dilakukan uji kestabilan sifat fisik Tabir Surya yang mengandung betakaroten
setiap minggunya selama 21 hari dari ekstrak sari wortel (Daucus Carota L)
penyimpanan meliputi pH, homogenitas,
daya sebar, warna, bau dan pengujian
terhadap iritasi kulit. Hasil pengamatan
kestabilan sifat krim tabir surya dapat
dilihat dalam tabel dan gambar berikut: 5. KESIMPULAN
Beta karoten dari ekstrak wortel
(DaucusCarota L) dapat diformulasikan
menjadi sediaan krim tabir surya yang
a. pH
stabil dan memenuhi persyaratan. Formula
pH (hari ke) Keterangan krim tabir surya yang paling optimal yaitu
Carotene cream
0 7 14 21
formula II yang mengandung cera alba
1,20g; paraffin cair 4g; span 60 0,16g;
Formula I 5,3 5,5 5,8 5,8 MS
trietanolamin 0,24g.
Formula II 5,5 5,6 5,7 5,8 MS Untuk pH, Suhu lebur, daya oles,
homogenitas memenuhi persyaratan dan
Formula III 5,6 5,9 5,8 6,1 MS
stabil secara fisik. tidak mengalami
Keterangan : perubahan bau, warna serta tidak terjadi
iritasi kulit saat digunakan.
MS : Memenuhi Syarat
pH yang memenuhi syarat 4,5- 6. HASIL PRODUK
6,5(Djajadisastra,2004)

c. DayaSebar
Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa
semua formula mempunyai daya oles yang
baik dilihat dari hasil pengamatan yang
dilakukan menunjukkan krim semakin
menyebar ketika beban bertambah

d.Warna dan Bau

Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa


semua formula mempunyai warna dan bau
yang stabil dan tidak mengalami
perubahan selama 21 Hari penyimpanan di DAFTAR PUSTAKA
suhu ruang.
Ahmad T, et al. Phytochemicals in Daucus teknologi pertanian.2005; 1(1); 14-
carota and Their Health Benefits. 22
MDPI.2019; 8,424
Kementerian Kesehatan RI. Farmakope
Amnuaikit,Thanaporn . Boonme,Praparon. Indonesia Edisi Lima. Jakarta:
Formulation and characterization KemenKes RI. 2014.
of sunscreen creams with
Kementerian Kesehatan RI. Formularium
synergistic efficacy on SPF by
Nasional. Jakarta: KemenKes RI.
combination of UV filters.Journal
2015.
of Applied Pharmaceutical
Science. 2013;3(8);001-005 Kibbe, A. H. 2006. Dalam Rowe, R.
C., Sheskey, P. J., and Quinn,
Ayuningrum. Uji stabilitas fisik dan
M.E., ads.Handbook Of
penentuan nilai SPF (sun
Pharmaceutical Excupients, Sixth
protection factor) krim tabir surya
Edit., Pharmaceutical Press and
ekstrak kulit buah pepaya
American Association,
(Carica papaya L.).Ungaran:
Washington.
Sekolah Tinggi Kesehatan Ngudi
Waluyo Ungaran. 2016. Kusuma, Fanny. Formulasi Sediaan Tabir
Surya Ekstrak Air Wortel (Daucus
Damogalad V, Edy HJ, Supriati HS.
Carota L.) Dalam Bentuk Sediaan
Formulasi krim tabir surya
Krim. Universitas katolik widya
ekstrak kulit nanas (Ananas
mandala. Surabaya.2015
winosus L MERR) dan uji in vitro
sun protecting faCtor (SPF). Maharani, A., 2015. Penyakit Kulit :
Pharmacon. 2013; 2(2): 39-43. “Perawatan, Pencegahan,
Pengobatan”. Pustaka Baru Press,
Dalimartha, S dan Adrian, F. 2011. Khasiat
Yogyakarta. Indonesia
Buah dan Sayur. Jakarta: Penebar
Swadaya Maulina, Ika.Uji stabilitas fisik dan
aktivitas antioksidan sediaan krim
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
yang mengandung ekstrak umbi
1979. Farmakope Indonesia Edisi
wortel (Daucus Carota L.)
III. Direktorat Jendral Pengawasan
Universitas Indonesia.2011
Obat dan Makanan, Jakarta.
Indonesia. Miekus N, et al. Green Chemistry
Extraction of Carotenoids from
Febrihaq,Diah. Formulasi Dan Evaluasi
Daucus carota L.
Sediaan Lotion DariMinyak
Molcules.2019;24,4339.
Lemon (Citrus Limon L.) Dengan
VariasiKonsentrasi Span 80 Dan Mustafa, Arwa. Trevino,LM. Turner,
Tween 80Sebagai Emulgator. Charlotta. 2 Pressurized Hot
Poltekkes Kemenkes Palembang. Ethanol Extraction of Carotenoids
2019 from Carrot BY-Products.
MDPI.2012; 17(2); 1809-1818
Ikawati, Ratna. Optimasi Kondisi Ekstraksi
Karotenoid Wortel ( Daucus carota Novriadi, Harry.Ratnasari, Devi.
L) Menggunakan Response Fermadianto,Muhammad.
Surface Methodology. Jurnal Formulasi Sediaan Krim Tabir
Surya dari Ekstrak Etanol Buah
Bisbul (Diospyros blancoi). Jurnal Yulianti E, Adelsa A, Putri, A . Penentuan
ilmu kefarmasian indonesia.2019; nilai SPF (sun protection factor)
17(1);262-271 ekstrak etanol 70% temu
mangga (Curcuma mangga) dan
Rejeki S, Wahyuningsih SS. Formulasi
krim ekstrak etanol 70% temu
gel tabir surya minyak nyamplung
mangga (Curcuma mangga) secara
(Tamanu Oil) dan uji nilai SPF
in vitro menggunakan metode
secara in vitro. University
spektrofotometri. Majalah
Research Colloquim. 2015; 97-
Kesehatan FKUB. 2015; 2(1):41-
103.
50.
Retnaningsih C, Darmono, Widianarko,
B, Muis, SF. Peningkatan
aktivitas antioksidan superoksida
dismutase pada tikus
hiperglikemi dengan asupan
tempe koro benguk (Mucuna
pruriens L.). Agritech. 2013;
33(2):154-161.
Rowe, R.C., P.J. Sheskey dan M.E.
Quinn, 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients Sixth
Edition. American
Pharmaceutical Association.
London, Chicago.
Shovyana HH, Zulkarnain AK. Stabilitas
fisik dan aktivitas krim W/O
ekstrak etanolik buah mahkota
dewa (Phaleria
macrocarpha(Scheff .) Boerl,)
sebagai tabir surya. Trad. Med. J.
2013;18(2):109-17
Stephane A. Desobry, Flavia M. Netto &
Theodore P. Labuza, Preservation
of beta carotene from carrots.
Critical Reviewers in Food
Science and Nutrition Journal.
2010; 38;381-396
Subchan P, Malik DA, Namason WT.
Fotoproteksi. MDVI. 2011.
38(3):141-8.
Wingqvist,annica. 2011.
Extraction,Isolation and
purification of carotene. Karlstads
University, Karlstads.
LOMBA POSTER

EKSTRAKSI SENYAWA ANTOSIANIN PADA SIRIH MERAH (Piper crocatum)


SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAMI SEDIAAN SIRUP

EXTRACTION OF ANTHOCYANIN COMPOUNDS IN RED BETEL (Piper crocatum)


AS NATURAL DYES FOR SYRUP

Emilia Fransisca1, Elsa Septina1, Menia Oktariana1


1
Mahasiswa Farmasi, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Palembang

ABSTRAK
Kualitas dan sumber pewarna alami yang terbatas menyebabkan penggunaan pewarna
sintet,is banyak digunakan dalam berbagai sediaan farmasi. Namun, kandungan pewarna sintesis
itu bisa memicu reaksi merugikan tertentu bagi pasien yang rentan. Tanaman daun sirih merah
(Piper crocatum) mengandung senyawa flavonoid alam yang paling mencolok yaitu antosianin
yang merupakan pembentuk dasar pigmen warna pada tanaman. Tujuan penelitian ini untuk
mengekstraksi antosianin dari daun sirih merah (Piper crocatum) menjadi pewarna alami yang
bermutu serta memiliki kestabilan fisik yang baik pada sirup. Penelitian ini dilakukan dengan
metode eksperimental dengan mengekstraksi daun sirih merah dan menjadikannya serbuk yang
akan diujikan kestabilannya dengan cara memvariasikan konsentrasi ekstrak dan variasi
konsentrasi acid citric yang dilihat kesetabilan pHnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
warna pada sirup sudah memenuhi syarat uji pH dan stabilitas warna sirup terhadap lama
penyimpanan. Untuk uji kesukaan rasa, warna, dan aroma formula sirup parasetamol yang paling
disukai adalah formula dua.
Kata kunci : Ekstraksi antosianin, sirup parasetamol, daun sirih merah, metanol.

Abstract

The quality and limited source of natural dyes causes the use of synthetic dyes widely
used in various pharmaceutical preparations. However, the content of synthetic dyes can trigger
certain adverse reactions for vulnerable patients. The red betel leaf plant (Piper crocatum)
contains the most striking natural flavonoid compound, anthocyanin, which forms the basis of
the red pigment. The purpose of this study is to extract anthocyanins from red betel leaves (Piper
crocatum) to be a quality natural dye and have good physical stability in syrup. This research is
doing by the experimental method by extracting red betel leaf and making it a powder that will
be tested for stability by variations in the concentrations of extracts and variations of citric acid
concentrations that based on the pH stability. The results showed that the color in the syrup
already qualified pH test and color stability of the syrup storage. The best formula for taste, color
and aroma paracetamol syrup is the second formula
Key Word : Extraction of anthocyanin, paracetamol syrup, red betel leaf, methanol
Latar Belakang merah (Piper crocatum) mengandung
senyawa flavonoid.
Kualitas dan sumber pewarna alami
yang terbatas menyebabkan penggunaan Flavonoid merupakan salah satu
pewarna sintetis berkembang pesat. Zat senyawa bioaktif hasil metabolisme
pewarna alami kini telah banyak digantikan sekunder yang banyak terdapat dialam
dengan pewarna sintetik yang memberikan (Achmad,1986). Semua turunanan senyawa
berbagai macam pilihan warna. Zat flavonoid mempunyai sejumlah sifat yang
pewarna sering juga digunakan untuk obat- sama dikenal sekitar 9 kelas flavonoid yang
obatan dan kosmetika. Sebagian besar salah satunya yaitu antosianin (Puzi 2015).
pewarna yang diizinkan untuk digunakan, Senyawa flavonoid alam yang paling
sudah dipakai sebagai pewarna makanan dan mencolok adalah antosianin yang
sediaan obat-obatan, juga digunakan sebagai merupakan pembentuk dasar pigmen warna
zat diagnostik, desinfektan dan zat dalam merah, ungu dan biru pada tanaman,
proses pengobatan. Dan sering digunakan terutama sebagai bahan pewarna bunga dan
sebagai pewarna pada tablet dan gelatin buah-buahan (Robinson, T. 1995).
pada kapsul. Menurut studi oleh para pakar Antosianin merupakan senyawa larut dalam
di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat, air turunan flavonoid yang dhasilkan dari
mengungkap, mayoritas obat resep metabolit sekunder tanaman. Antosianin
mengandung senyawa tidak aktif seperti adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu
laktosa, gluten dan pewarna makanan. memiliki kemampuan untuk bereaksi baik
Kandungan itu bisa memicu reaksi dengan media asam antosianin bewarna
merugikan tertentu bagi pasien yang rentan. merah sedangkan dengan media basa
Pewarna alami adalah zat warna alami antosianin bewarna ungu dan biru.
(pigmen) yang diperoleh dari tumbuh- Berdasarkan latar belakang dan
tumbuhan dan hewan (Koswara 2009). Salah penjelasan diatas, maka peniliti ingin
satu pigmen alami yang berpotensi sebagai melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
alternative pengganti pewarna sintetik senyawa antosianin pada daun sirih merah
adalah antosianin. Pigmen ini tergolong (Piper crocatum) sebagai zat pewarna alami
dalam senyawa flavonoid dan bertanggung sediaan farmasi sirup
jawab terhadap timbulnya warna oranye,
jingga, merah, ungu dan biru pada beberapa Tujuan penelitian
daun, bunga dan buah (Gross, 1987)
Beragam jenis tumbuhan obat yang Tujuan penelitian ini untuk
telah lama diketahui khasiatnya oleh mengekstraksi antosianin dari daun sirih
masyarakat, tidak hanya digunakan sebagai merah (Piper crocatum) menjadi pewarna
obat tetapi banyak juga yang menjadikannya alami yang bermutu serta mengetahui
tanaman hias. Salah satu tumbuhan yang kestabilan fisiknya pada sediaan sirup.
digunakan sebagai tanaman obat serta
Metode
tanaman hias adalah sirih merah (Piper
crocatum). Berdasarkan beberapa penelitian, Metode yang dipakai dalam
kandungan fitokimia yang terdapat di dalam penelitian adalah eksperimental.
daun sirih merah (Piper crocatum) adalah
alkaloid, saponin, tannin dan flavonoid. Bahan yang digunakan dalam
Hasil penelitian Puzi et al (2015) penelitian ini adalah daun sirih merah,
menunjukkan bahwa tanaman daun sirih metanol murni (hasil destilasi), akuades,
HCl pekat, aerosol.
Alat yang digunakan yaitu Tabel 2. Formula Sirup Paracetamol
seperangkat alat distilasi, rotary evaporator,
neraca analitik, kertas saring (Whatman
No.1), alat gelas. Variasi Acid Citric

Pertama dilakukan persiapan sampel.


No Nama Bahan FI F2 F3 F4
Sampel yang digunakan adalah bagian
1 Paracetamol 1.44 g 1.44 g 1.44 g 1.44 g
daunnya saja. Daun sirih merah disortasi dan 2 Sukrusa 0,6 g 0,6 g 0,6 g 0,6 g
dicuci bersih dengan air mengalir, kemudian 3 Propilen 12,9g 12,9g 12,9g 12,9g
dirajang tipis-tipis. Daun dikering anginkan glikol
pada suhu ruang selama 1-2 hari. 4 Acid citric 1g 02g 3g 0,6 g
5 Natrium 0,66 g 0,66 g 0,66 g 0,66 g
Daun sirih merah lalu dimaserasi Benzoat
dengan methanol murni (hasil destilasi) 6 Serbuk 0,2 g 0,2 g 0,2 g 0,2 g
yang mengandung HCl 1 % (pH 4) dengan ektrak
perbandingan sampel terhadap pelarut 1 : 4 sirih
merah
(b/v), selama 3 hari pada suhu dingin (± 7 aquadest Ad Ad Ad Ad
5⁰C). Filtrat disaring dengan kertas 60ml 60ml 60ml 60ml
Whatman No. 1, lalu di enaptuangkan
selama 2 hari. Maserat ini digunakan untuk
identifikasi. Kemudian, maserat dipekatkan Evaluasi Sirup Parasetamol Uji
menggunakan rotary evaporator di suhu
35⁰C sehingga didapatlah ekstrak kental. pH
Ekstrak kental ini ditambah dengan
sejumlah aerosil dengan perbandingan 1 : 2 Berdasarkan hasil pengamatan uji pH
hingga menjadi padatan / serbuk. pada sirup paracetamol menunjukkan pH
stabil pada formula II.
Tabel 1. Formula Sirup Paracetamol
Uji Kesukaan
Variasi ektrak
Dari formula I, formula II, dan
formula III diuji mana yang paling disukai
No Nama Bahan FI F2 F3 F4 responden dari segi rasa, warna, dan aroma.
1 Paracetamol 1.44 g 1.44 g 1.44 g 1.44 g
2 Sukrusa 0,6 g 0,6 g 0,6 g 0,6 g
3 Propile 12,9g 12,9g 12,9g 12,9g Hasil dan Pembahasan
n glikol
4 Acid citric 0,6 g 0,6 g 0,6 g 0,6 g Uji Sifat Fisik Sirup
5 Natriu 0,66 g 0,66 g 0,66 g 0,66 g
m Dilakukan uji kestabilan sifat fisik
Benzoa
t setiap minggunya selama 28 hari
6 Serbuk 0,15 g 0,2 g 0,3 g - penyimpanan meliputi pH, rasa, warna dan
ektrak
sirih aroma. Hasil pengamatan kestabilan sifat
merah
7 aquadest Ad Ad Ad Ad sirup parasetamol dapat dilihat dalam tabel
60m 60m 60m 60m
l l l l dan gambar berikut:

a. pH
Variasi Ekstrak
Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua formula mempunyai rasa yang disukai
pH (hari ke) Ket
respondenSirup
dan tidak mengalami perubahan selama 28 hari penyimpanan di suhu ruang.
Parasetamol
0 7 14 21 28

Formula I 4, 29 4, 34 4,45 4,67 5,06 MS


c. Hasil Uji Warna dan Aroma

Formula II 4,97 4, 99 5,01 5,03 5,04 MS Dari hasil evaluasi menunjukkan


bahwa semua formula mempunyai warna
Formula III 4,03 4,12 4,16 4,23 4,35 MS
dan aroma yang stabil dan tidak mengalami
Formula IV 5,00 5,02 5,03 5,05 5,09 MS perubahan selama 28 hari penyimpanan di
Keterangan
(formula : suhu ruang.
control)

MS : Memenuhi Persyaratan Kesimpulan

pH yang memenuhi syarat 3-5 (FI Ed.III) Sirup parasetamol ekstrak daun sirih merah
(Piper crocatum) yang memiliki variasi
perbandingan ekstrak formula I 0.15g
formula II 0.2g, dan formula III 0.3g setelah
Variasi Acid Citric
dilakukan evaluasi kestabilan warna
pH (hari ke) Ket
Sirup formula II menunjukkan warna yang lebih
Parasetamol
0 7 14 21 28
stabil. Setelah didapatkan kestabilan warna
Formula I 4,98 5,28 5,37 5,40 5,51 MS
dari formula II selanjutnya dilakukan variasi
Formula II 4,83 4,85 5,02 5,04 5,06 MS asam sitrat untuk mengatur kadar keasaman
Formula III 3,87 3,91 4,01 4,05 4,06 MS sirup paracetamol dengan menggunakan

Formula IV 4,97 4,99 5,01 5,03 5,04 MS perbandingan asam sitrat formula I 1g,
(formula
control) formula II 2g dan formula tiga 3g. Formula
II menunjukkan kestabilan pH pada lama
penyimpanan yang dilakukan selama 28
hari. Formula sediaan sirup paracetamol
Keterangan :
yang optimal ialah formula II dengan

MS : Memenuhi Persyaratan
ekstrak 0,2g dan asam sitrat 2g. Formula II
dapat diformulasikan menjadi sirup yang
pH yang memenuhi syarat 3-5 (FI Ed.III) memenuhi syarat uji kestabilan pH, dan uji

b. Hasil Uji Tanggap


Rasa
tanggap rasa, warna, dan aroma. Selain itu Hasil Penelitian Tanaman Aneka
sirup ekstrak daun sirih merah (Piper Kacang dan Umbi. ISBN: 978-979-
1159- 56-2.Harborne, J.B. 1987.
crocatum) dari formula II adalah yang Metode fitokimia. Bandung : ITB
paling disukai responden.
Herwandi, D, (1991), Telaah Fitokimia

Daun Dysoxylum Gaunic haudianum

DAFTAR PUSTAKA (Juss) Miq-Meliaceae, Skripsi


Sarjana, Jurusan Farmasi, ITB.
Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan
Alam, Materi 4: Ilmu Kimia
Flavonoid. Karunika Universitas
Terbuka. Jakarta. Man, J. M. de. 1997. Kimia Makanan. ITB.
Bandung.
Ahmad, M.M., (2006), Anti Inflammatory
Activities of Nigella sativa Linn Natalia, D. 2005. Pengaruh Penggunaan
(Kalongi, Berbagai Jenis Pelarut Organik
black seed), Terhadap Total Antosianin dari
http://lailanurhayati.multiply.com/jo Ekstrak Pigmen Alami Buah Arben
urnal (Rubusidaeus (Linn.). Skripsi.
Astuti, I. P dan Esti Munawaroh. 2011. Universitas Padjadjaran, Jatinangor
KARAKTERISTIK MORFOLOGI
DAUN SIRIH MERAH : Piper Panitia Farmakope Indonesia. 1979.
crocatum Ruitz & Pav dan Piper
porphyrophyllum N.E.Br.KOLEKSI Farmakope Indonesia Edisi Ketiga.
KEBUN RAYA BOGOR. Diakses Jakarta: Departemen Kesehatan
15 nov 2019
Indonesia
Basuki, N., Harijono, Kuswanto,
&Damanhuri.2005. Studi Pewarisan Panitia Farmakope Indonesia. 1995.
Antosianin pada Ubi Jalar. Farmakope Indonesia Edisi
Agravita27
Keempat. Jakarta: Departemen
Francis, F.J. (1982). Analysis of Kesehatan Indonesia
anthocyanins. Dalam : Markakis, P.
(ed.). Anthocyanin as Food Color. Puzi, W. S., Yani Lukmani dan Undang A
hal 181207. Series Food Science and Dasuki. 2015. Ekstraksi dan
Technology, Academic Press, New
York. identifikasi senyawa flavonoid dari

Ginting, E. 2011. Potensi Ekstrak Ubi Jalar daun tumbuhan sirih merah (Piper
Ungu sebagai Bahan Pewarna Alami crocatum). Diakses 16 nov 2019
Sirup. Prosiding Seminar Nasional
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB

Rowe, Raymond C. dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients sixth edition. London:
Royal Pharmaceutical Society of Great Britain
Santoni, A., Djaswir Darwis dan Sukmaning Syahri.2013. Ekstraksi Antosianin dari Buah Pucuk
Merah (syzygium campanulatum korth.) Serta Pengujian Antioksidan dan Aplikasi
sebagai Pewarna Alami. Diakses 16 nov 2019

Sudewo, B. 2010. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah: Sirih Merah Pembasmi Aneka Penyak it.
Jakarta: Agromedia Pustaka

Tjitrosoepomo, Gembong., 1993 : Taksonomi Tumbuhan, Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta, Cetakan pertama

Winarno, F. G. 1997. Kima Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta

Winarti, S. Ulya Sarofa dan Dhini Anggrahini. 2008. EKSTRAKSI DAN STABILITAS WARNA
UBI
JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.,) SEBAGAI PEWARNA ALAMI.
Diakses 16 nov 2019
LOMBA POSTER
FORMULASI AROMATHERAPY GEL BLENDED MINYAK LEMON (OLEUM CITRUS LIMON L)
DAN MINYAK PEPPERMINT (OLEUM MENTHAE PIPPERITAE L) DENGAN VARIASI
TRIETHANOLAMIN SEBAGAI SURFAKTAN.

Yuni Suharina1, Picky Pernanda1, Debby Putri Milenia1


1
Mahasiswa Farmasi, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Palembang

ABSTRAK

Wanita hamil sering mengalami mual dan muntah, sehingga diperlukan suatu sediaan
yang dapat mencegah proses terjadinya mual. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian
tentang pemanfaatan Oleum Citrus limon L Blended Oleum Menthae pipperitae L dengan
variasi Triethanolamin Sebagai Surfaktan dalam sediaan Aromatherapy Gel. aromaterapi
murni yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, kesejahteraan tubuh, pikiran, dan jiwa.
Adapun tujuan penelitian ialah untuk mengetahui formulasi Aromatherapy Gel dari Oleum
Citrus limon L Blended Oleum Menthae pipperitae L dengan variasi Triethanolamin Sebagai
Surfaktan yang tepat sehingga dihasilkan produk Aromatherapy Gel yang stabil, efektif, dan
aman dalam penggunaannya pada ibu hamil serta diakukan uji kestabilan fisiknya. Metode
penelitian yang digunakan adalah eksperimental. Penelitian ini dibuat menjadi 6 formula
dengan memvariasikan Triethanolamin dan zat aktif. Triethanolamin divariasikan dengan
persentase kandungan sebesar (2% ; 3% ; 4%) sebagai surfaktan dan zat aktif sebanyak 5
tetes. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sediaan aromatherapy gel selama penyimpanan
selama 28 hari memiliki pH yang cenderung meningkat, semua sediaan aromatherapy gel
memiliki daya sebar yang baik, homogen dan tidak mengalami perubahan warna, bau serta
tidak mengiritasi kulit. Disimpulkan bahwa campuan Oleum Citrus limon L dan Oleum
Menthae pipperitae L dapat diformulasikan menjadi sediaan aromatherapy gel yang stabil
dan memenuhi persyaratan. Formulasi aromatherapy gel yang paling optimal yaiitu formula 5
yang mengandung zat aktif 5 tetes dan triethanolamin 3%.
Kata Kunci: aromateraphy,gel, triethanolamin, minyak lemon, minyak peppermint
ABSTRACT
Pregnant women often experience nausea and vomiting, so we need a preparation that
can prevent the process of nausea. Therefore, research will be conducted on the use of Oleum
Citrus limon L Blended Oleum Menthae pipperitae L with variations of Triethanolamine as
Surfactant in Aromatherapy Gel preparations. Pure aromatherapy that aims to improve health,
well-being of the body, mind, and spirit. The research objective is to find out the formulation
of Aromatherapy Gel from Oleum Citrus limon L Blended Oleum Menthae pipperitae L with
variations of Triethanolamine as an appropriate Surfactant so that Aromatherapy Gel
products are produced that are stable, effective, and safe in its use in pregnant women and are
tested for its physical stability. Active substance as much as 5 drops. This research was made
into 6 formulas by varying Triethanolamine and active substances. Triethanolamine is varied
with a percentage of content of (2%; 3%; 4%) as a surfactant and active substance as much as
5 drops. The evaluation results show that the aromatherapy gel during storage for 28 days has
a pH that tends to increase, all aromatherapy gel preparations has good dispersal power, are
homogeneous and do not change homogeneous, has no change in color and smell, and do not
irritate the skin. It was concluded that the mixture of Oleum Citrus limon L and Oleum
Menthae pipperitae L can be formulated into a stable and fulfilling aromatherapy gel
preparation. The most optimal formulation of aromatherapy gel is formula 5 which contains 5
drops of active ingredient and 3% triethanolamine.
Keywords: aromatherapy, gel, triethanolamine, lemon oil, peppermint oil

1. PENDAHULUAN Aromaterapi merupakan salah satu terapi


Mual dan muntah pada kesehatan yang menggunakan minyak
kehamilan atau nausea and vomiting of esensial (sari pati) hasil ekstraksi bunga,
pregnancy (NVP), dalam istilah medis daun, buah dan bagian lain tumbuh-
dikenal dengan emesis gravidarum tumbuhan (Balkam, 2001). Prinsip utama
merupakan komplikasi umum yang paling aromaterapi yaitu pemanfaatan bau dari
sering terjadi selama kehamilan hingga tumbuhan atau bunga untuk mengubah
85% pada ibu hamil (Madjunkova et al., kondisi perasaan, psikologi, status
2013). Maka dari itu diperlukan terapi spiritual, dan mempengaruhi kondisi fisik
untuk mengurangi mual dan muntah , salah seseorang melalui hubungan pikiran dan
satu terapi yang diapakai ialah terapi tubuh pasien (Carstens, 2010). Sumber
komplementer menggunakan aromaterapi. minyak essensial yang digunakan sebagai
aromaterapi diantaranya berasal dari
Papermint, bunga lavender, bunga partikel anorganik yang kecil atau molekul
mawar, jahe dan lemon (Allen, 2007; organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu
Buckle, 2007; Kim, et al, 2007). cairan. Keuntungan gel dibandingkan
dengan bentuk sediaan topikal lainnya
Minyak essensial lemon (Oleum
yaitu memungkinkan pemakaian yang
Citrus limon L) blended Minyak
merata dan melekat dengan baik mudah
Peppermint (Oleum Menthae pipperitae L)
digunakan mudah meresap dan baik,
adalah salah satu yang paling banyak
mudah digunakan, mudah meresap, dan
digunakan dan dianggap aman pada
mudah dibersihkan oleh air.
kehamilan . Menurut sebuah studi, telah
terbukti bahwa aroma lemon tersebut Selain itu aromatherapy gel dapat

efektif untuk mengontrol gejala mual dan di variasikan dengan Surfaktan salah

muntah pada 26,5% wanita hamil (Kia et satunya Triethanolamin yang merupakan

al, 2014). Minyak esensial lemon senyawa organik bersifat ampifatik dimana

mengandung limonene 66-80%, senyawa tersebut memiliki gugus

geranilasetat, nerol, linalilasetat, á pinene hidrofobik (bagian ekor) dan gugus

0,4-15%, á pinene 1-4%, terpinene 6-14% hidrofilik (bagian kepala). Sehingga

dan myrcen. Ketika minyak essensial dengan adanya kedua gugus tersebut,

dihirup, molekul masuk ke rongga hidung surfaktan dapat larut baik dalam air

dan merangsang sistem limbik di otak. maupun dalam pelarut organik. Ketika

Sistem limbik adalah daerah yang surfaktan dicampurkan kedalam emulsi,

mempengaruhi emosi dan memori serta surfaktan akan menutupi permukaan

secara langsung terkait dengan adrenal, droplet dengan bagian hidrofobiknya

kelenjar hipofisis, hipotalamus, bagian- terdapat dalam droplet (minyak) dan

bagian tubuh yang mengatur denyut bagian hidrofiliknya terdapat dalam air (Li

jantung, tekanan darah, stress, memori, et al., 2008 dalam Muhaimin, 2013)

keseimbangan hormon, dan pernafasan. sehingga dapat mencegah droplet minyak


mendekat satu sama lain (Wang, 2014).
Begitu banyak jenis minyak
Berpedoman pada penelitian
essensial yang ada. Jenis minyak essensial
s.ezhil vendan, dkk (2017) mengenai
yang biasa digunakan adalah pappermint,
mixtures of peppermint + lemon oil (1:1
spearmint (3 tetes), lemon, dan jahe ( 2
ratio) produced an equivalent effect dan
tetes) (Santi, 2013). Sediaan gel biasa
modifikasi dari penelitian suryani
disebut jeli, merupakan sistem semi padat
tambunan dan teuku nanda saifullah
terdiri dari suspensi yang dibuat dari
sulaiman (2018) mengenai basis gel, a. Alat dan Bahan
maka penelliti tertarik melakukan Alat yang digunakan dalam
penenlitian dengan judul blended penelitian ini di antaranya kaca arloji,
minyak lemon (Oleum Citrus limon l) gelas ukur, beaker glass, erlenmeyer,
dan minyak peppermint (Oleum timbangan analitik, pipet tetes, sudip,
Menthae pipperitae l) dalam formulasi mortar, stamper, sendok spatula, dan

sediaan aromatherapy gel dengan perkamen. Bahan yang digunakan pada

variasi triethanolamin sebagai penelitian ini diantaranya minyak

surfaktan. lemon dan peppermint, HPMC,


carbopol, methyl paraben,
propylenglikol, NaOH, Triethanolamin
2. TUJUAN PENELITIAN
dan aquadest.
Untuk membuat sediaan
Formulasi Aromatherapy Gel Blended
b. Identifikasi minyak
Minyak Lemon (Oleum Citrus limon L) 1) Organoleptis
Dan Minyak Peppermint (Oleum
Minyak lemon merupakan
Mentha Pipperitae L) Dengan Variasi cairan bening, berwarna kuning pucat atau
Trietanolamin Sebagai Surfaktan kuning kehijauan,bau khas aromatik, rasa
sebagai gel serta evaluasi sediaan yang pedas agak pahit. Minyak peppermint
stabil dan memenuhi syarat. menusuk, rasa pedas diikuti rasa dingin
jika udara dihirup melalui mulut.

3. METODE PENELITIAN
Metode yang dipakai dalam
penelitian adalah eksperimental
dengan membuat bebrapa formulasi
sediaan aromatherapy gel
yangmengandung campuran Minyak
Lemon (Oleum Citrus limon L) Dan
Minyak Peppermint (Oleum Menthae
Pipperitae L.

2) Indeks Bias perbandingan kecepatan cahaya dalam dalam zat


Indeks bias suatu zat adalah tersebut. Indeks bias dapat ditentukan dengan
menggunakan alat Abbe Refractometer,
menurut Guenther (1990) minyak
lemon memiliki indeks bias pada 20º
sebesar 1,4742 - 1,4755 dan minyak 3) Bobot Per millimeter
peppermint memiliki indeks bias pada Bobot permili meter suatu zat
0
suhu 20 C sebesar 1,463. Indeks bias adalah bobot dalam g per ml zat cair
diukur dengan cara sebagai berikut : pada suhu 200C. bobot per ml minyak
a) Teteskan minyak sebanyak 2-3 lemon pada 25º sebesar 0,849 - 0,855.
tetes air suling ke atas permukaan Bobot per ml minyak peppermint
prisma, lalu tutup adalah 1,126 g/mL (25oC). Bobot per
b) Lihat melalui teropong, putar ml diukur menggunakan piknometer
tombol skala sampai batas gelap- dengan cara timbang piknometer

terang pada lapang pandang kosong (missal : a gram), isi

berimpit dengan perpotongan garis piknometer dengan air hingga penuh,


tutup dan bilas lalu timbang (missal : b
diagonal.
gram), keringakan piknometer tersebut,
c) Baca skala, bila sudah
lalu isi dengan minyak hingga penuh,
menunjukkan angka 1,3330 berarti
kemudian timbang (missal : c gram).
alat siap dipakai. Lalu teteskan 2-3
Bobot per ml dihitung dengan cara :
tetes minyak yang akan di
BJ x 0,99718 g
identifikasi. Lakukan prosedur
𝑐−𝑎
yang sama seperti kalibrasi. BJ =
𝑏−𝑎
c. Formulasi Aromatherapy Gel

*mixtures of peppermint + lemon oil (1:1 ratio) produced an equivalent effect (S.Ezhil
Vendan, dkk, 2017) * 1 tetes = 0,05 ml.

mengembang lalu ditambahkan


d. Cara kerja
1) Pembuatan Aromatherapy
Gel
1. Aquadest dipanaskan hingga
suhu 70oC.
2. Karbopol didispersikan dalam
aquadest tersebut
menggunakan stirrer dengan
kecepatan 70 rpm sampai
homongen.
3. Setelah busa hilang, tambahkan
Trietanolamin sehingga
terbentuk gel (massa 1).
4. Selanjutnya HPMC didispersikan
dengan aquadest hingga
ke dalam massa 1, aduk dengan stirrer sampai homogen.
homogen hingga 6. Minyak Lemon dan sebagian
terbentuk massa gel propylenglikol diaduk dengan
5. Metil paraben larutkan stirrer sampai homongen (massa
dengan air panas 2), kemudian minyak Peppermint
setelah larut masukkan dan sisa Propylenglikol diaduk
ke masa gel, diikuti dengan stirrer sampai homogen.
dengan penambahan Lalu tambahkan massa 2 dan
NaOH dan diaduk

gerus homogen, sambil Untuk mengukur daya sebar gel pada kulit.
menambahkan sisa air. Dilakukan dengan cara : sebanyak 1 gram
sediaan diletakkan di tengah cawan petri yang
2) Uji Kestabilan Fisik telah dibalik dan dilapisi plastik transparan di
Seluruh formula gel disimpan bawah dan di atas gel lalu tambahkan berat
selama 7 hari pada suhu kamar sebesar 125 g. Didiamkan selama 1 menit
(28±2ºC). kemudian dievaluasi pada kemudian diukur menggunakan
hari ke 7 meliputi pH, viskositas, daya
sebar dan organoleptik sediaan (warna
dan bau).
a. pH
Nilai pH sediaan dapat diukur
dengan menggunakan pH meter pada
suhu 250C. Untuk mengukur nilai pH
ini dibutuhkan sampel sebanyak ± 1
gram yang dilarutkan denngan
maquadest 100 ml dalam beaker glass.
b. Kekentalan/Viskositas
Diambil sebanyak 20g untuk
mengukur kekentalan menggunakan
alat viscometer Brookfield
menggunakan spindle no 6 dipasang
kepada alat kemudian dicelupkan
kedalam gel yang telah di masukan.
c. Daya sebar
penggaris dan catat daya Pengujian terhadap perubahan
sebarnya lakukan sebayak 3 warna dan bau dengan cara melibatkan
kali (Garg et al, 2002). 30 responden, kemudian responden
mengevaluasi sediaan dengan
3) Uji Homogenitas mengamati perubahan terhadap warna
Sampel diambil dari 3 dan bau selama 28 hari penyimpanan.
tempat berbeda (atas, tengah,
dan bawah) masing-masing 5) Iritasi Kulit
sebanyak ± 0,10 gram. Sampel Dilakukan dengan cara sediaan (F
kemudian diletakkan pada control, F1, F2, F3, F4, F5, F6)
kaca objek, tutup dengan deck dioleskan pada punggung tangan. Lalu
glass dan dilihat di bawah tunggu hingga mengering. Kemudian
mikroskop dengan pembesaran amati reaksi yang mungkin terjadi
100 kali lalu amati misalnya gatal, kemerahan dan perih.
homogenitas antar partikelnya.

e. HASIL DAN PEMBAHASAN


4) Warna dan Bau a. Uji Kestabilan Fisik
Dilakukan uji kestabilan 9 8
Formula V 6,0 6,0 MS
fisik sselama 7 hari penyimpanan
0 0
meliputi pH, kekentalan/viskositas Formula VI 6,0 6,0 MS
1 1
dan daya sebar. Hasil pengamatan
kestabilan fisik aromatherapy gel
Keterangan :
dapat dilihat dalam tabel berikut :
MS : Memenuhi Syarat pH yang
1) pH
memenuhi syarat 4,5 - 6,5 dan tidak memenuhi
pH (hari
Aromathera Ke- syarat apabila kurang dari 4,5 atau lebih dari
Ket
py Gel ) 6,5 (Draelos dan Laurend, 2006)
0 7
Formula 5,9 6,0 MS
8 0
Kontrol
Formula I 5,9 5,9 MS
7 8
Formula II 5,9 5,9 MS
8 8
Formula III 5,9 5,9 MS
8 9
Formula IV 5,9 5,9 MS
Formula VI 5,9 cm 6cm MS

2) Daya Sebar
Keterangan :
MS : Memenuhi Syarat
Daya
Aromathera Sebar Memenuhi syarat apabila memiliki
Keteranga
py Gel (hari ke) n diameter 5-7 cm. Tidak memenuhi
0 7
syarat apabila kurang dari 5 atau
Formula 5,1 cm 5,3 lebih dari 7 (Garg et al, 2002).
cm
Kontrol

Formula I 5 cm 5,2
cm b. Uji Organoleptis
Formula II 5,5 cm 5,6 Dari hasil evaluasi
cm
menunjukkan bahwa semua formula
Formula III 5,9 cm 6 cm
mempunyai homogenitas yang baik,
Formula IV 5,8 cm 5,9
cm ditandai dengan partikel yang
Formula V 5,6 cm 5,7 tersebar merata ketika dilihat di
cm
bawah mikroskop.

c. Warna dan Bau mengandung campuran Minyak Lemon (Oleum


Dari hasil evaluasi Citrus limon L) dan Minyak Peppermint (Oleum
menunjukkan bahwa semua formula Menthae piperitae L.)
mempunyai warna dan bau yang
stabil dan tidak mengalami
f. KESIMPULAN
perubahan selama 7 hari
penyimpanan di suhu ruang. Campuran minyak Lemon (Oleum Citrus
limon L) dan Minyak Peppermint (Oleum
d. Uji Iritasi kulit
Menthae piperitae L.) dapat diformulasikan
Didapatkan dari hasil menjadi sediaan aromatherapy gel yang stabil
kuesioner yang menunjukkan bahwa dan memenuhi persyaratan. Formula sediaan
100% responden menyatakan tidak aromatherapy gel yang optimal ialah formula V
mengalami gejala iritasi yang berupa dengan campuran minyak Lemon (Oleum Citrus
kulit kemerahan, gatalgatal, terasa limon L) dan
panas dan perih pada permukaan
kulit setelah diolesi ketujuh formula
aromatherapy gel yang
Minyak Peppermint
(Oleum Menthae
piperitae L.) sebanyak
0,05% dan
Triethanolamin sebanyak
3%. Untuk PH,
kekentalan/viskositas,
daya sebar, homogenitas
memenuhi persyaratan
DAFTAR PUSTAKA
dan stabil secara fisik.
tidak mengalami
perubahan bau, warna A. Nurul, Utiya, Balqis, Zafirah, Tia,
Yulistianah, Yusril, Ihza M.
serta tidak terjadi iritasi
2019. FORMULASI GEL
kulit saat digunakan. AROMATERAPI.
Academia. Available at:
g. FOTO PRODUK https://www.academia.edu/40
762166/FORMULASI_GEL
_AROMATERAPIUniversita
s Muhammadiyah
Yogyakarta. BAB II Tinjauan
Pustaka: Mual dan Muntah.
Available at:
http://repository.umy.ac.id/bit
stream/handle/123456789/64
26/6.BAB%20II.pdf
Ansel, C.H, 1989. Pengantar Bentuk Farmasi Industri Edisi III, UI press ,
Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta.
Terjemahan Oleh: F. Ibrahim,
Universitas Indonesia Press,
Jakarta, Indonesia Marseli, Nabilah, A. 2019. Formulasi Dan
Evaluasi Gel Ekstrak Metanol Daun
Sambang Getih
Garg, A, D. Anggarwal, S. Garg, and
A.K. Singla, 2002. Spreading (Hemigraphis Colorata Hall. F.)
of Semosolid Formulation : Dengan Variasi Konsentrasi Carbopol
An Update. Pharmaceutical
940 Sebagai Gelling Agent. KTI,
Technology, USA.
Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan, Palembang,


Lachman, Lierberman dan Kanig,
Indonesia
1994. Teori dan Praktek
Murrugesan, R., Sunny, M. Anila, S. :e0186020,
Manivannan, S. E. Vendan. doi:10.1371/journal.pone.018
2017. Phytochemical Residu 6020
Profiles In Rice Grains
Fumigated With Essential
Oils For The Control Of Rice Namazi, M., Akbari, A.S., Mojab, F.,
Weevil. Plos One, 12(10) Talebi, A., Majd, H.A. &
Jannesari, S. (2014).
Aromatherapy With Citrus
Aurantium Oil And Anxiety
During The First Stage Of
Labor. Irania Journal Of
Pharmaceutical Research.

Pengaruh Air Kelapa (Cocos Nucifera


L.) Terhadap Induksi Tunas
Stek Tanaman Peppermint
(Mentha Piperita L.). Skripsi,
Fakultas Matematika Dan
Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Lampung,
Indonesia.

Rafika, Alfinnada. 2016.


Formula+Pemerian HPMC.
Scribd. Available at:
https://id.scribd.com/docume
nt/333074310/FORMULA-
PEMERIAN-HPMC

Rofi’ah, Siti, Sri, Widatiningsih,


Tuti, Sukini.
2019.
Efektivitas Aromaterapi
Lemon Untuk Mengatasi
Emesis Gravidarum. Prodi
Kebidanan Magelang

Poltekkes Kemenkes
Semarang, Indonesia.

Setyawati, Dewi. 20 Niazi, S.K., 2004.


Handbook
of
Pharmaceutical
Manufacturing
Formulations
: Semi Solid Products.
Volume 4. CRC Press, New
York, hal. 54.

Tabatabaiae, Jalal, seyed,


mohammad, Javad, Nazari.
2007. Influence of Nutrient
Concentrations and NaCl
Salinity on the Growth,
Photosynhesis, and Essential
Oil Content Of Peppermint and
Lemon Verbena. Turkish
Journal of Agriculture and
Forestry, 31(4): 245-253.
Available at:
https://www.researchgate.net/
publication/248392710_Influ
ence_of_nutrient_concentrati
ons_and_NaCl_salinity_on_t
he_growth_photosynthesis_a
nd_essential_oil_content_of_
peppermint_and_lemon_verb
ena

Tambunan, S., Teuku, Nanda, S. S.


2018. Formulasi gel minyak
atsiri sereh dengan basis
HPMC dan Carbopol. Majalah
farmaseutik, 14(2),

87-95. Available at:


https://jurnal.ugm.ac.id/majal
ahfarmaseutik/article/view/42
598/23522

Universitas Muhammadiyah
Malang. BAB II Tinjauan
Pustaka: Jeruk Lemon (Citrus
limon L.). Available at :

http://eprints.umm.ac.id/3938
0/3/BAB%202.pdf

Young, G. (2011). Essencial Oil Pocket


Reference 5 Th Ed. Amazon :
Life Science Pubhlising.
LOMBA POSTER
FORMULASI HAND SANITIZER DENGAN KOMBINASI EKSTRAK DAUN
MANGGA ARUMANIS (Mangifera indica L.) DAN RIMPANG LENGKUAS (Alipinia galanga
L.) SEBAGAI GEL ANTISEPTIK

Yoriza Afriola1, Febrina Melinia Utami1, Puput Oktarina1


1
Mahasiswa Farmasi, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Palembang

ABSTRAK
Infeksi merupakan penyakit yang mudah ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia.
Penyebab penyakit infeksi yang mudah ditemukan diantaranya adalah infeksi karena bakteri. Bakteri
ini masuk ke tubuh manusia salah satunya melalui tangan yang kotor. Hal ini dapat dicegah dengan
mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas, serta penggunaan produk hand sanitizer yang
dapat menghilangkan kontaminan dan membunuh organisme. Namun antiseptik atau hand sanitizer
bila digunakan terus menerus dapat berbahaya dan mengakibatkan iritasi hingga menimbulkan rasa
terbakar pada kulit. Karena menggunakan alkohol dan triklosan yang merupakan bahan kimia. Salah
satu upaya untuk mengurangi alkohol dan triklosan, maka dilakukan inovasi produk antiseptik hand
sanitizer dengan menggunakan ekstrak daun mangga arumanis dan lengkuas yang mengandung
senyawa antimikroba. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental dengan menguji coba
beberapa konsentrasi basis yang menghasilkan formula paling baik. Hasil evaluasi menunjukkan
bahwa formula sediaan Hand Sanitizer yang optimal ialah formula I dengan kombinasi ekstrak daun
mangga arumanis (Mangifera indica L.) dan ekstrak rimpang lengkuas (Alipinia galanga L.) sebanyak
0,25 ml, karbomer 0,17 g, gliserin 0,47 ml, metil paraben 0,1 g, pewangi manga 0,1 ml dan aquadest
50 ml. Untuk uji stabilitas ekstrak , homogenitas, dan uji iritasi kulit memenuhi persyaratan dan stabil
secara fisik.

Kata kunci: antibakteri, hand sanitizer, daun mangga, rimpang lengkuas

ABSTRACT
Infection is a disease that is easily found in tropical regions like Indonesia. Causes of
infectious diseases that are easily found include infections due to bacteria. One of these bacteria
enters the human body is through dirty hands. This can be prevented by washing hands before and
after activity, and using hand sanitizer products that can eliminate contaminants and kill organisms.
However, an antiseptic or hand sanitizer when used continuously can be dangerous and cause
irritation to cause a burning sensation on the skin. Because it uses alcohol and triclosan which is a
chemical. One of the efforts to reduce alcohol and triclosan, an hand sanitizer antiseptic product
innovation was carried out by using arumanis and galangal mango leaf extract containing
antimicrobial compounds. This research was carried out by an experimental method by testing
several base concentrations that produced the best formula. The evaluation results show that the
optimal Hand Sanitizer preparation formula is formula I with a combination of arumanis mango leaf
extract (Mangifera indica L.) and galangal rhizome extract (Alipinia galanga L.) as much as 0.25 ml,
carbomer 0.17 g, glycerin 0, 47 ml, 0.1 g methyl paraben, 0.1 ml manga deodorizer and 50 ml
aquadest. For the extract stability test, homogeneity, and skin irritation tests meet the requirements
and are physically stable.

Keywords: antibacterial, hand sanitizer, mango leaves, galangal rhizome

1. PENDAHULUAN arumanis konsentrasi 1000 ppm berpotensi sebagai


Infeksi merupakan penyakit yang antijamurdan antibakteri yaitu mampu menghambat
mudah ditemukan di daerah tropis
seperti Indonesia. Penyebab penyakit
infeksi yang mudah ditemukan
diantaranya adalah infeksi karena
bakteri. Bakteri ini masuk ke tubuh
manusia salah satunya melalui tangan
yang kotor. Hal ini dapat dicegah dengan
mencuci tangan sebelum dan sesudah
beraktivitas, serta penggunaan produk
hand sanitizer yang dapat meghilangkan
komtaminan dan membunuh organisme
Adapun kelebihan hand sanitizer
dapat membunuh kuman dalam waktu
relatif cepat, karena mengandung
senyawa alkohol (etanol, propa nol,
isopropanol) dengan konsentrasi ± 60%
sampai 80% dan golongan fenol
(klorheksidin, triklosan).
Hand sanitizer ada 2 basis, yaitu
alkohol dan non alkohol. Mekanisme
kerja basis alkohol dan non alkohol
kurang lebih sama, yaitu mendenaturasi
protein bakteri. Alkohol juga dapat
mendenaturasi lemak dan menyebabkan
dehidrasi pada bakteri. Hand sanitizer
berbasis non-alkohol biasanya
mengandung benzalkonium klorida,
senyawa aromatik dan asam
piroglutamat (Dixit et al., 2014).
Tanaman mangga arumanis
(Mangifera indica L.) merupakan salah
satu tanaman yang berpotensi sebagai
obat. Tanaman mangga berpotensi
sebagai obat herbal karena mengandung
senyawa metabolit sekunder. Daun
mangga arumanis mengandung senyawa
metabolit sekunder seperti, flavonoid,
alkaloid, steroid, polifenol, tanin, dan
saponin. Ekstrak metanol daun mangga
pertumbuhan Candida (2002) menunjukkan adanya aktifitas
albicans dengan zona penghambatan pertumbuhan mikrobia
hambat sebesar 8,12 mm oleh minyak atsiri dan fraksi metanol
(Ningsih et al., 2017). rimpang lengkuas pada beberapa spesies
Islam et al. (2010) bakteri dan jamur. Penelitian Sundari
menyatakan bahwa ekstrak dan Winarno (2000) menunjukkan
etanol daun mangga bahwa infus ekstrak etanol rimpang
memiliki aktivitas lengkuas yang berisi minyak atsiri dapat
antimikroba terhadap menghambat pertumbuhan beberapa
bakteri gram positif spesies jamur patogen, yaitu:
(Staphylococcus aureus, Tricophyton, Mycrosporum gypseum,
Streptococcus agalactiae, dan Epidermo floccasum.
Bacillus cereus, Bacillus Oleh karena itu pada penelitian
megaterium, Bacillus ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas
subtilis, Lactobacillus antifungi dari ekstrak rimpang lengkuas
vulgaricus) dan bakteri dan akan dilakukan formulasi ekstrak
gram negatif (Shigella daun mangga sebagai antibakteri pada
flexneri, Shigella sonei) gel hand sanitizer dengan menggunakan
dan fungi (Aspergillus bakteri Staphylococcus aureus pada
ustus, Aspergillus nigerdan pengujian aktivitas antibakteri sediaan
Aspergillus ochraceus). gel hand sanitizer. S. aureus adalah
Rimpang lengkuas bakteri saprofit yang masuk dalam
memiliki berbagai khasiat kategori bakteri gram positif.Bakteri ini
di antaranya sebagai termasuk dua bakteri patogen dengan
antijamur dan antibakteri. tingkat penyebaran yang luas bersama
Penelitian Yuharmen dkk. bakteri E. coli. Pada saat uji aktivitas
ekstrak metanol daun mangga yang telah dengan membuat beberapa formulasi sediaan hand
dipekatkan diencerkan dalam aquades. sanitizer dengan kombinasi ekstrak daun mangga
Hal ini untuk meminimalisir pengaruh arumanis (Mangifera indica L.) dan ekstrak rimpang
pelarut metanol yang digunakan pada lengkuas (Alipinia galanga L.).
saat ekstraksi.

2. TUJUAN PENELITIAN a. Alat dan Bahan


Memformulasikan sediaan hand Alat yang digunakan yaitu alat destilasi, rotary
sanitizer kombinasi ekstrak daun evaporator, panci, pisau, gunting, sendok, timbangan,
mortir dan stamper, gelas ukur, beaker glass, corong,
mangga arumanis (Mangifera indica L.)
cawan, sudip, pengaduk kaca, pipet tetes, kompor.
dan ekstrak rimpang lengkuas (Alipinia
Bahan yang digunakan pada peneltian ini diantaranya
galanga L.) dengan berbagai
daun mangga arumanis (Mangifera indica L.) dan
perbandingan konsentrasi yang stabil
ekstrak rimpang lengkuas (Alipinia galanga L.),
dan memenuhi syarat. Karbomer, TEA, Gliserin, Metil Paraben, Pewangi dan
aquadest.
3. METODE PENELITIAN
Metode yang dipakai dalam a. Cara Pengumpulan Data
penelitian adalah eksperimental 1) Persiapan Sampel
Daun mangga arumanis dan lengkus mengalir, kemudian daun mangga
disortasi dan dicuci bersih dengan air arumanis dan lengkus diiris tipis-tipis dan
dikering anginkan pada suhu ruang
selama 1-2 hari.

2) Ekstraksi Daun Mangga Arumanis


Daun mangga arumanis yang telah
kering, kemudian dirajang dan diekstraksi
secara maserasi dengan menggunakan
metanol sampai semua terendam dan
diaduk lalu ditutup dan disimpan selama
tiga hari. Pengadukan dilakukan kurang
lebih sebanyak tiga kali sehari.
Selanjutnya dilakukan penyaringan
sehingga didapat filtrat dan residu. Residu
yang dihasilkan kemudian dimaserasi
dengan penambahan metanol selama 3
hari dan dilakukan penyaringan setiap
hari. Semua filtrat yang dihasilkan
disatukan menjadi satu dalam satu wadah
sebagai filtrat ekstrak metanol. Kemudian
filtrat tersebut dipekatkan dengan vacuum
rotary evaporator hingga didapatkan
ekstrak yang kental kemudian ditimbang.
(Ningsih, et al., 2014)

3) Ekstraksi Lengkuas
Rimpang lengkuas yang telah
kering, kemudian dirajang dan diekstraksi
secara maserasi dengan menggunakan
pelarut etanol 96% yang telah didestilasi
terlebih dahulu sampai semua terendam
dan diaduk lalu ditutup. Proses maserasi
ini dilakukan selama 3 x 24 jam.
Selanjutnya ekstrak yang diperoleh
disaring dan dipekatkan dengan
menggunakan rotatory vacuum evaporator
pada sehingga didapat cairan kental
bewarna coklat. Ekstrak rimpang lengkuas
padat kemudian ditimbang.
b. Formulasi Hand Sanitizer

Jumlah yang digunakan


No Bahan Formula Formula Formula Formul Khasiat
Kontrol I II a
III
Ekstrak Daun Mangga
1. 0,25 0,25 mL 0,25 0,25 mL Zat Aktif
Arumanis mL mL
2. Ekstrak Lengkuas 0,25 0,25 mL 0,25 0,25 mL Zat Aktif
mL mL
Gelling Agent
3. Karbomer 0,2 g 0,17 g 1,17 g 1,67 g
Basa Penetral,
4. Trietanolamin (TEA) 0,05 0,02 mL 1,02 1,52 mL
mL mL Emulgator
5. Gliserin 0,5 mL 0,47 mL 1,47 1,97 mL Pelembab,
mL Emolient
Pengawet
6. Metil Paraben 0,1 g 0,1 g 0,1 g 0,1 g
Antimikroba

c. Cara Kerja 2) Uji Stabilitas Ekstrak


Uji Stabilitas Ekstrak Selama
1) Pembuatan Formula Hand Penyimpanan adalah suatu proses
Sanitizer Ekstrak Daun Mangga pengujian kestabilan fisik ekstrak daun
Arumanis dan Ekstrak mangga arumanis dan lengkua
s
Lengkuas: selama.

1. Ditimbang bahan-bahan yang serta pewangi.


digunakan.
2. Taburkan karbomer dalam
aquadest panas lalu adik dengan
stirer sesuai konsentrasi tiap
formula.
3. Setelah karbomer mengembang,
tambahkan metil paraben.
4. Campuran ditambahkan ekstrak
daun mangga arumanis dan
rimpang lengkuas, lalu aduk
hingga homogen.
5. Kedalam campuran tersebut,
tambahkan aquadest hingga
volume 50 mL.
6. Tambahkan gliserin dan TEA
sesuai konsentrasi tiap formula,
Penyimpanan dengan mengoleskan sediaan hand sanitizer
variasi suhu (dingin, pada plat kaca dan ditindih dengan plat
suhu ruang dan hangat) kaca lainnya. Standar yang ditentukan
dan intensitas cahaya pada homogenitas yaitu tidak adanya
(terlindung cahaya, bulir maupun gumpalan saat sediaan
tidak terkena cahaya ditindih plat kaca ataupun diusap pada
matahari langsung, dan plat kaca. (Ningsiher al., ALCHEMY
terpapar cahaya). Jurnal Penelitian Kimia,Vol. 15(1)
2019,10-23)
3) Uji Homogenitas
Uji homogenitas 4) Uji Iritasi Kulit
dilakukan dengan Uji iritasi kulit melibatkan 30 orang
responden yang dipilih secara acak.
Pengujian dilakukan dengan cara aromatherapy stick yang mengandung kombinasi
mengoleskan sediaan (F1, F2, F3) pada ekstrak daun mangga arumanis (Mangifera indica
punggung tangan selebar 2,5 x 2,5 cm L.) dan ekstrak rimpang lengkuas (Alipinia
(Mitsui, 1996). Kemudian amati reaksi galanga L.).
yang mungkin terjadi misalnya gatal,
kemerahan dan perih. 5. KESIMPULAN
Kombinasi ekstrak daun mangga arumanis
4. HASIL DAN PEMBAHASAN (Mangifera indica L.) dan ekstrak rimpang lengkuas
(Alipinia galanga L.) dapat diformulasikan menjadi
1) Uji Stabilitas Ekstrak sediaan Hand Sanitizer yang
Dari hasil evaluasi uji stabilitas
ekstrak selama penyimpanan
menunjukkan sediaan ekstrak daun
mangga arumanis dan ekstrak lengkuas
memiliki kestabilan fisik yang baik.

2) Uji Homogenitas
Dari hasil evaluasi uji homogenitas
menunjukkan bahwa semua formula
mempunyai homogenitas yang baik,
ditandai dengan tidak adanya
gumpalan ketika dilihat dibawah
mikroskop.

3) Uji Iritasi Kulit


Didapatkan dari hasil kuesioner
yang menunjukkan bahwa 100%
responden menyatakan tidak
mengalami gejala iritasi yang berupa
kulit kemerahan, gatal-gatal, terasa
panas dan perih pada permukaan kulit
tangan setelah diaplikasikan
stabil dan memenuhi Lachman, L., Lieberman, H.A., Kaning J.L.,
persyaratan. Formula sediaan 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Hand Sanitizer yang optimal Farmasi Industri. Jilid II. Edisi III.
ialah formula I dengan Diterjemahkan oleh Suyatmi S,
kombinasi ekstrak daun Jakarta: Universitas Indonesia Press.
mangga arumanis (Mangifera Hal: 1119-1120
indica L.) dan ekstrak rimpang
lengkuas (Alipinia galanga L.)
sebanyak 0,25 ml, karbomer Lachman, L., Lieberman, H.A., Kaning J.L.,
0,17 g, gliserin 0,47 ml, metil 1994. Teori dan Praktek Farmasi
paraben 0,1 g, pewangi manga Farmasi Industri. Jilid III, Edisi III.
0,1 ml dan aquadest 50 ml. Diterjemahkan oleh
Untuk uji stabilitas ekstrak,
homogenitas, uji iritasi kulit
memenuhi persyaratan dan
stabil secara fisik.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. 1995.
Farmakope Indonesia,
Edisi

III. Departeman
Kesehatan Republik
Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. 1995.
Farmakope Indonesia,
Edisi

IV. Departeman
Kesehatan Republik
Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. 2000.
Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat.
Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan
Makanan. Jakarta. Hal: 5-6.
Suyatmi S, Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal:1298-1300.

Ningsih, D.R, Zusfahair, Diyu Mantari.2017. Ekstrak Daun Mangga (Mangifera Indica L.)
Sebagai Antijamur Terhadap Jamur Candida Albicans Dan Identifikasi Golongan
Senyawanya.Jurnal Kimia Riset, Volume 2 No. 1, Juni 2017.Page :61-

68.

Gunawan, Tiffany.2017. Optimasi Formula Hand Sanitizer Ekstrak Buah Mengkudu


(Morinda Citrifolia L.)Dengan Gelling Agent CMC-Na Dan Humektan Propilen
Glikol.Yogyakarta : Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Ningsih, D.R., Purwati P, Zusfahair Z, & Ahamd N.2017.Hand Sanitizer Ekstrak


Metanol Daun Mangga Arumanis (Mangifera
indica L.).Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
53123, Indonesia.DOI: 10.20961/alchemy.15.1.21458.10-23

Triastiani, Devi. 2014. Pemanfaatan Ekstrak Rimpang Lengkuas (alpinia galanga l.)
Sebagai Inhibitor korosi baja Karbon Dalam Larutan Nacl 1% ph 4 Jenuh
co2.Universitas Pendidikan Indonesia

Wade, Ainley and Paul J.Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, second
edition. London : The Pharmaceutical Press
Asngad, Aminah., Aprilia Bagas R, dan Nopitasari. 2018. Kualitas Gel
Pembersih Tangan (Handsanitizer) dari Ekstrak Batang Pisang dengan
Penambahan Alkohol, Triklosan dan Gliserin yang Berbeda Dosisnya.
Jurnal Bioeksperimen. Vol. 4 (2).
Halaman: 61-70.

Setyawati, Eni. 2018. Pemanfaatan Daun Mangga Manalagi Sebagai Bahan


Pembuatan Hand Sanitizer Dalam Bentuk Gel Dengan Penambahan
Alkohol dan Triklosan. Surakarta: Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Handajani, Noor Soesanti dan Tjahjadi Purwoko. 2008. Aktivitas Ekstrak


Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga) Terhadap Pertumbuhan Jamur
Aspergillus spp. Penghasil Alfatoksin dan Fusarium moniliforme.Jurnal
Biodiversitas. Volume 9, Nomor 3.

Halaman: 161-164

Wijayanto, Banu Aji., Dhadhang Wahyu Kurniawan, dan Iskandar Sobri. 2013.
Formulasi dan Efektivitas Gel Anitseptik Tangan Minyak Atsiri Lengkuas
(Alipinia galangaL.) Willd.).Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. Halaman:
102-107.

Titaley, Stany., Fatimawati, dan Widya A. Lolo. 2014. Formulasi dan Uji
Efektivitas Sediaan Gel Ekstra Etanol Daun Mangrove Api-api (Avicenna
marina) Sebagai Antiseptik Tangan. Jurnal Kimia Farmasi – UNSRAT Vol. 3
No. 2
LOMBA POSTER
LEMBARAN PENUTUP LUKA HEALLUCENS FILM DARI EKSTRAK
MAGGOT (Hermetia illucens)

Widyan Muchzadi Akbar1, Oktarisa1, Husna Indri Marita1


1
Mahasiswa Farmasi, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Palembang

ABSTRAK
Ketika seseorang mengalami luka karena terkena benda tajam ataupun karena penyakit (diabetetes
militus) maka cepat atau lambat luka tersebut akan mengalami penyembuhan. Luka yang mengalami proses
penyembuhan dapat dipercepat dengan menggunakan obat luka baik dari bahan alami maupun bahan sintetis.
Salah satu bahan alami yang dapat digunakan yaitu maggot (Hermetia illucens) karena zat kitin pada maggot
(Hermetia illucens) akan bersenyawa dengan trombosit dan mempercepat proses pembekuan darah dan
pembentukan benang-benang fibrin. Isolasi zat kitin membuat bebas luka infeksi dan peradangan yang
berlebihan untuk meningkatkan penutupan luka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui formula sediaan
edible film sebagai obat luka dari ekstrak maggot (Hermetia illucens) yang tepat sehingga dihasilkan produk
yang stabil dan aman dalam penggunaannya. Penelitian ini adalah penelitian eksperimenal dengan menggunakan
konsentrasi dari ekstrak maggot (Hermetia illucens) sebesar 0,5%. Penelitian ini dibuat menjadi tiga formula
dengan memvariasikan pati jagung dan HPMC. Pati jagung divariasikan dengan persentase kandungan sebesar
(5,5%;6,5%; 7%) sebagai Pengembang dan HPMC sebesar (3,5%;4,5%; 5%). Hasil evaluasi menunjukkan
bahwa sediaan obat luka edible film selama penyimpanan 28 hari tidak mengalami perubahan warna, bau,
bentuk serta tidak mengiritasi kulit. Disimpulkan bahwa ekstrak maggot (Hermetia illucens) dapat
diformulasikan menjadi sediaan edible film yang stabil dan memenuhi persyaratan.

Kata kunci : maggot, kitin, edible film, penyembuh luka

ABSTRACT

When a person experiences injuries due to being exposed to sharp objects or due to illness (diabetes
mellitus) , sooner or later the wound will experience healing. The healing process can be accelerated by using
medicine both from natural ingredients and synthetic materials. One of the natural ingredients that can be used is
maggot (Hermetia illucens) because the chitin substance in maggot (Hermetia illucens) will react with platelets
and accelerate the process of blood clotting and formation of fibrin strands. Chitin isolation makes infection-free
wound and excessive inflammation to increase wound closure. The purpose of this research is to find out the
formula for edible film preparation as a wound medicine from extract of maggot (Hermetia illucens) which is
right to produce a stable and safe product for its use. This research is an experimental study using a
concentration of maggot extract (Hermetia illucens) of 0.5%. This research was made into three formulas by
varying corn starch and HPMC. Corn starch was varied with percentage content (5.5%; 6.5%; 7%) as Developer
and HPMC (3.5%; 4.5%; 5%). The evaluation results showed that the edible film wound drug preparation
during 28 days storage did not experience changes in color, odor, shape and did not irritate the skin. It was
concluded that the maggot extract (Hermetia illucens) can be formulated into a stable edible film that meets the
requirements.
Keywords : maggot, chitin, edible film, wound healing

1. PENDAHULUAN dapat dikendalikan, durasi penghantaran


Hampir semua orang pernah aktivitas terapeutik dari obat, dan target
mengalami luka, misalnya teriris, terjatuh, penghantaran obat ke jaringan yang
kecelakaan ataupun luka pada penderita dikehendaki. Tujuan dari pemberian obat
diabetes militus. Luka adalah rusak atau secara transdermal adalah obat dapat
hilangnya jaringan tubuh yang terjadi berpenetrasi ke jaringan kulit dan
karena adanya suatu faktor yang memberikan efek terapeutik yang
mengganggu sistem perlindungan tubuh diharapkan (Barhate, et al., 2009).
(Dorland, 2006). Kebanyakan orang
mengalami luka pada bagian kulit. Kulit Edible film merupakan suatu lapisan
mempunyai fungsi utama sebagai barrier tipis, yang digunakan untuk melapisi
pelindung dari lingkungan. Luka pada kulit makanan (coating) atau diletakkan di antara
terjadi karena terdapatnya kerusakan komponen, yang berfungsi sebagai penahan
morfologi jaringan kulit dan akan terhadap transfer massa seperti air, oksigen,
mengalami proses penyembuhan. lemak dan cahaya atau berfungsi sebagai
Penyembuhan luka adalah kembalinya pembawa bahan tambahan pangan
integritas kulit menjadi normal dan jaringan (Nugroho, Basito dan Katri, 2013). Edible
yang berada dibawahnya (Winarsieh et al., film terbuat dari bahan yang bersifat
2012). Proses penyembuhan luka dibagi hidrofilik, seperti protein maupun
dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase karbohidrat serta lemak atau campurannya.
proliferasi dan fase maturasi yang Penggunaan edible film dapat mencegah
merupakan pemulihan kembali proses oksidasi, perubahan organoleptik,
(remodelling) jaringan (Sjamsuhidajat, pertumbuhan mikroba atau penyerapan uap
2010). Proses penyembuhan luka bisa air dan memperbaiki penampilan produk
dipercepat dengan penggunaan obat pada (Krochta, J.M., 1992).
luka. Sediaan obat luka yang beredar di Bahan aktif yang biasanya digunakan
masyarakat dalam bentuk krim, pasta, dalam edible film berasal dari bahan kimia.
salep, liquid, patch dan plester luka. Tetapi penggunaan bahan kimia sebagai
Melalui bentuk sediaan edible film obat bisa menimbulkan efek samping maka
jumlah pelepasan obat yang diinginkan dari itu untuk menghindarinya masyarakat
lebih memilih menggunakan tanaman illucens) sebagai obat luka dalam sediaan
alami/ obat tradisonal untuk mengobati edible film.
luka. Di Indonesia kepercayaan masyarakat
pada obat herbal terus meningkat. Menurut
data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007, 2. TUJUAN PENELITIAN
masyarakat yang memilih mengobati diri Memformulasikan sediaan edible film
sendiri dengan obat tradisional mencapai ekstrak maggot (Hermetia illucens) dengan
29,69%, meningkat dalam waktu tujuh variasi pati jagung dan HPMC yang stabil
tahun dari yang semula hanya 15,2%. dan memenuhi syarat.
Menurut WHO, 80% populasi di negara
Asia dan Afrika menggunakan cara
pengobatan tradisional yaitu obat herbal 3. METODE PENELITIAN
karena lebih murah, lebih mudah didapat, Metode yang dipakai dalam penelitian
dan efek samping yang rendah (Kumar dkk, adalah eksperimental dengan membuat
2007). Faktor yang mendorong masyarakat beberapa formulasi sediaan edible film yang
untuk menggunakan obat bahan alam mengandung ekstrak maggot (Hermetia
antara lain mahalnya harga obat moderen/ illucens).
sintetis dan banyaknya efek samping (Hedi,
Dewoto, 2007). a. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian
Salah satu bahan alam yang bisa ini diantaranya cawan porselin, gelas ukur,
digunakan sebagai obat luka yaitu maggot beaker glass, batang pengaduk, timbangan
(Hermetia illucens). Maggot ini digunakan analitik, timbangan obat, pipet tetes, sudip,
untuk pengobatan peradangan dan luka oven, sendok spatel, pinset, cawan petri,
karena mengandung lemak , karbohidrat alumunium foil, penjepit kayu dan water
dan protein yang cukup tinggi, yaitu sekitar bath. Bahan yang digunakan pada peneltian
42% (Saurin 2005 ; Retnosari, 2007). ini diantaranya ekstrak maggot, pati jagung,
Kelebihan lain yang dimiliki maggot HPMC, sorbitol, nipagin, nipasol, dan aqua
(Hermetia illucens) adalah memiliki dest/ air suling.
kandungan antimikroba dan anti jamur
protein. b. Kandungan kimia maggot (Hermetia
Selain bahan aktif, komponen penting illucens)
lainnya dalam sediaan edible film adalah Selain kandungan kitin pada kulit/
pati jagung dan HPMC sebagai cangkang maggot, Persentase kandungan
protein pada larva ini cukup tinggi, yaitu
pengembang, sorbitol sebagai pengental,
44,26% dengan kandungan lemak
nipagin dan nipasol sebagai pengawet dan
mencapai 29,65%. Nilai asam amino, asam
air suling. Berdasarkan penelitian Astuti, lemak dan mineral yang terkandung di
(2011) didapatkan bahwa kombinasi dari dalam larva juga tidak kalah dengan
bahan-bahan tersebut menghasilkan sediaan sumber-sumber protein lainnya (Fahmi et
edible film paling baik. al. 2007).
Penelitian ini dilakukan mengingat c. Formulasi edible film ekstrak
khasiat dari ekstrak maggot (Hermetia maggot (Hermetia illucens)
illucens) sebagai hewan yang dapat
mengobati luka. Peneliti tertarik untuk
memanfaatkan ekstrak maggot (Hermetia
16. Masukkan fase air ke fase lemak,
aduk hingga tercampur rata
17. Tambahkan sisa aqua dest ke dalam
campuran, aduk hingga tercampur
rata
Jumlah yang digunakan 18. Tuang ke cetakan yang telah dilapisi
No Bahan Formula Formula Formula Formula alumunium foil dengan ukuran 8x8
kontrol I II III cm
Ekstrak 19. Oven dengan suhu 60°C-65°C
1 0,5 0,5 0,5 0,5 Zat aktif
kitin (%) selama kurang lebih 6-8 jam
Pati jagung
20. Lepaskan dari cetakan, potong
2 6 5,5 6,5 7 Pengembang ukuran 2x1 cm.
(%)

3 HPMC (%) 4 3,5 4,5 5 Pengembang

Sorbitol e. Uji Kestabilan Fisik


4 4 4 4 4 Pengental
(%)

5
Nipagin
0,18 0,18 0,18 0,18 Pengawet
Uji kestabilan fisik yang dilakukan
(%) antara lain organoleptik sediaan (warna,
Nipasol bentuk dan bau) setelah dilakukan
6 0,02 0,02 0,02 0,02 Pengawet
(%) penyimpanan selama 28 hari, yaitu pada
Air suling hari ke 0, 7, 14, 21, dan 28.
7 100 100 100 100
ad (%)

1. Warna, bau dan bentuk


d. Cara Kerja Pengujian terhadap perubahan
Pembuatan Edible film warna dan bau dengan cara melibatkan 30
responden yang dipilih secara acak,
8. Panaskan oven dengan suhu 60°C-
kemudian responden mengevaluasi sediaan
65°C
9. Panaskan water bath dengan suhu dengan mengamati perubahan terhadap
88°C warna dan bau selama 28 hari
10. Letakkan beaker gelas yang telah penyimpanan.
diisi aqua dest 20x dari pati diatas
waterbath (fase air)
11. Letakkan beaker gelas yang telah 2. Uji Iritasi kulit
diisi aqua dest 20x dari HPMC di Uji iritasi kulit melibatkan 30 orang
atas waterbath (fase lemak) responden yang dipilih secara acak.
12. Setelah bahan ditimbang dan aqua Pengujian dilakukan dengan cara
dest sudah panas, masukkan pati dan menempelkan sediaan (F1, F2, F3) pada
HPMC pada masing-masing beaker punggung tangan selebar 2 x 1 cm.
gelas, aduk sampai mengental
Kemudian amati reaksi yang mungkin
13. Tambahkan sorbitol pada fase lemak,
terjadi misalnya gatal, kemerahan dan
aduk hingga tercampur rata
14. Tambahkan nipagin ke fase lemak perih.
dan nipasol ke fase air, aduk hingga
tercampur rata
15. Tambahkan ekstrak ke fase lemak, 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
aduk hingga tercampur rata b. Uji Kestabilan Fisik
Dilakukan uji kestabilan sifat fisik
setiap minggunya selama 28 hari
penyimpanan meliputi warna, bau, bentuk
dan pengujian terhadap iritasi kulit. Hasil
pengamatan edible film dapat dilihat di
bawah ini:

1. Warna, bentuk dan Bau


Dari hasil evaluasi menunjukkan
bahwa semua formula mempunyai warna, DAFTAR PUSTAKA
bentuk dan bau yang stabil dan tidak
mengalami perubahan selama 28 hari
penyimpanan di suhu ruang. Andersen, et al. 2010. A Novel Approach
To The Antimicrobial Activity Of
2. Uji Iritasi kulit
Didapatkan dari hasil kuesioner Maggot Debridement Therapy.
yang menunjukkan bahwa 100% responden Journal of Antimicrobial
menyatakan tidak mengalami gejala iritasi
yang berupa kulit kemerahan, gatal-gatal, Chemotherapy, Vol. 65, No. 8: 1646–
terasa panas dan perih pada permukaan 1654
kulit setelah mencoba
ketiga formula edible film yang
mengandung ekstrak maggot (Hermetia Astuti, A. W. 2011. PKM Pembuatan
illucens). Edible Film dari Semirefine
Carrageenan (Kajian Konsentrasi
Tepung SRC dan Sorbitol)

5. KESIMPULAN Cazander, et al. 2009. The Influence Of


Ekstrak maggot (Hermetia illucens)
dapat diformulasikan menjadi sediaan Maggot Excretions On Pao1 Biofilm
edible film yang stabil dan memenuhi Formation On Different
persyaratan karena tidak mengalami
Biomaterials. Clinical Orthopaedics
perubahan bau, bentuk, warna serta tidak
terjadi iritasi kulit saat digunakan. and Related Research, Vol.467,
No.2:536–545
6. FOTO PRODUK
Church, et al. 2015. Maggot Debridement
Therapy for Chronic Wounds. Lower
Extremity Wounds 1(2):129–134

Cowan, et al. 2013. Chronic Wounds,


Biofilms and Use of Medicinal
Larvae. Ulcers Journal: 1–7
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Yan, Litao, et al. 2018. Pharmacological
1995. Farmakope Indonesia, Edisi Properties of the Medical Maggot: A
III: Departeman Kesehatan Republik Novel Therapy Overview. Hindawi
Indonesia. Journal Volume 2018, Article ID
4934890, 11 pages
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
1995. Farmakope Indonesia, Edisi Zhang, et al. 2013. The Anti-inflammatory
IV: Departeman Kesehatan Republik Potency of the Crude Extracts of
Indonesia. Maggot and its Effect in Mouse
Immune Functions. Journal Of Jinling
Plas, Van Der, et al. 2007. Maggot
Institute Of Technology, No.4: 85–
Excretions/ Secretions Inhibit Multi
89.
Pleneutrophil Pro Inflammatory
Responses. Microbes and Infection ,
Vol. 9, No. 4:507–514

Pratiwi, Rianta.2014. Manfaat Kitin dan


Kitosan Bagi Kehidupan Manusia.
Oseana Journal, Volume XXXIX,
No.1;35-43.

Stadler, Frank, et al. 2016. Maggot


Debridement Therapy in Disaster
Medicine. Pubmed Journal ,Vol. 31,
No.1: 80-84.

Szczepanowsk, Zbigniew. 2019. Further


Data on Wound Healing Rates After
Application of Lucilia sericata.The
International Journal of Lower
Extremity Wounds:1 –8

Thomas, et al.2010. The Anti-Microbial


Activity Of Maggot Secretions:
Results Of A Preliminary Study.
Journal of Tissue Viability ,Vol. 9,
No.4: 127–132
Seminar Pharmacase 2020

LOMBA POSTER

Anda mungkin juga menyukai