Anda di halaman 1dari 6

Saskhy Vriesia

16/397999/KU/19143
Kelompok 20204
REFLEKSI KASUS MATI

A. DESKRIPSI KASUS
o Identitas Pasien
Nama : Mr. X
Usia :-
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama :-
Alamat :-
Pekerjaan :-
o Deskripsi
Pada hari Minggu tanggal 2 Agustus 2020, seorang kakek tanpa identitas
ditemukan dalam kondisi tergantung di sebuah pohon. Polisi telah menyelidiki
TKP dan tidak menemukan senjata maupun tanda kehadiran orang lain di
sekeliling kakek tersebut. Penyidik segera membawa kakek tersebut ke instalasi
kedokteran forensik RSUP Dr. Sardjito. Pada hasil pemeriksaan, didapatkan hasil
sebagai berikut.
Jenazah laki-laki, panjang badan 155 cm, berat badan 45 kg, memakai jaket
berbahan parasut warna abu-abu, kemeja berbahan flanel berwarna cokelat
motif kotak-kotak berwarna cokelat tua, celana panjang berbahan denim warna
hitam, dan celana dalam berbahan katun berwarna cokelat. Terdapat kaku
jenazah yang sukar digerakkan pada seluruh persendian. Terdapat bercak
jenazah berwarna merah keunguan yang hilang dengan penekanan pada bagian
pinggang, kaki kanan, dan kaki kiri. Tidak terdapat pembusukan jenazah.
Pada mata ditemukan adanya tardieu spot, pada lubang hidung bagian
kanan keluar cairan berwarna merah, dari lubang mulut keluar cairan berwarna
merah, gusi berwarna pucat tidak terdapat luka, gigi berwarna cokelat, tidak
terdapat dua gigi seri tengah atas, gigi taring kanan bawah, dan gigi geraham.
Pada leher terdapat jejas jerat setinggi 1 cm di bawah dagu 3 cm di bawah
liang telinga serta setinggi batas rambut, jejas melingkari leher secara penuh
dengan panjang 27 cm dengan gelap pada bagian tengah dan kemerahan pada
bagian tepi, dasar jejas berupa kulit, perabaan halus.
Pada kasus ini jenazah tidak memiliki tanda pengenal dan proses
identifikasi umur pada pemeriksaan luar sulit dilakukan karena gigi pada jenazah
tersebut tidak lengkap dan pemeriksaan dalam tidak dilakukan berdasarkan
permintaan penyidik. Berdasarkan keterangan di kasus jenazah tersebut
merupakan seorang kakek.

B. MASALAH YANG DIANGKAT


Pengalaman berkesan bagi saya adalah mengetahui bahwa pihak rumah sakit akan
menyimpan jenazah yang belum diserahkan ke pihak keluarga dalam waktu yang cukup
lama dan memakamkan jenazah tersebut dalam kondisi tanpa identitas.
Kemudian sejauh yang saya ketahui, kebanyakan korban bunuh diri merupakan
orang pada usia muda dengan rentang usia 17-35 tahun. Saya cukup terkejut ketika
melihat data yang menunjukkan bahwa persentase bunuh diri pada usia diatas 60 tahun
melampaui angka persentase bunuh diri pada usia muda dan bahkan mencapai
presentase terbanyak pada usia 80 tahun keatas.
Lalu dalam kasus ini perkiraan usia cukup sulit dilakukan dari pemeriksaan luar
karena gigi pada jenazah tersebut sudah tidak lengkap dan pemeriksaan dalam tidak
dilakukan berdasarkan permintaan penyidik. Berdasarkan keterangan tersebut dapat
dilakukan perumusan masalah antara lain:
o Bagaimana proses pemakaman jenazah tersebut apabila agamanya tidak diketahui?
o Apa penyebab bunuh diri pada usia lanjut?
o Apa pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk memperkirakan umur?

C. ANALISIS
o Proses pemakaman jenazah tersebut apabila agamanya tidak diketahui
Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 1987
Pasal 5 yang menyatakan bahwa bagi jenazah yang tidak jelas identitasnya
maupun agamanya, penguburannya ditempatkan dalam lingkungan tertentu di
Tempat Pemakaman Umum. Pengaturan atas Tempat Pemakaman Umum
dilakukan oleh Pemerintah Daerah setempat dengan memperhatikan situasi dan
kondisi daerah sesuai dengan Rencana Pembangunan Daerah serta sesuai adat
istiadat masyarakat setempat.

o Penyebab bunuh diri pada usia lanjut


Faktor yang melatarbelakangi tingginya kasus bunuh diri pada usia lanjut yaitu :
1. Depresi  seseorang tertutup dan tidak dapat menemukan solusi ketika
menghadapi suatu masalah, kehilangan orang yang sangat dicintai
sehingga membuat korban merasa kesepian
2. Kerenggangan hubungan sosial dengan keluarga
3. Penyakit kronis
4. Masalah ekonomi

o Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk memperkirakan umur


1. Erupsi gigi  rontgen panoramic gigi-geligi yang kemudian dinilai
berdasarkan metode :
- Schour dan Massler
- Demirjian
- Johanson
- Gustafson dan Koch
2. Fusi diafisis tulang  rontgen pada tulang panjang
3. Penutupan sutura cranialis
- Meindl dan Lovejoy.
Derajat 0: seluruh sutura masih terlihat jelas, obliterasi belum mulai;
Derajar 1: sutura sudah mengalami obliterasi separuhnya;
Derajat 2: sutura sudah mengalami obliterasi lebih dari separuhnya;
Derajat 3: sutura sudah mengalami obliterasi sempurna, sutura sudah
tidak terlihat jelas.

4. Morfologi symphisis pubis


- Fase pasca adolesen I (umur 18-19 tahun) permukaan sympisis kasar,
terbagi oleh tonjolan melintang dibatasi oleh cekungan yang jelas, tidak
ditemukan nodulus ossifikasi (epifiseal) yang menyatu dengan permukaan,
tidak dijumpai tepi yang berbatas tegas, dan tidak dijumpai batas
ekstremitas.
- Fase pasca adolesen II (umur 20-21 tahun) permukaan sympisis masih
kasar dengan tonjolan melintang dan cekungan diantaranya, teteapi
cekungan mulai berkurang didekat batas dorsal karena terisi oleh tulang
yang teksturnya halus. Formasi ini mulai menyamarkan ekstremitas
inferior dan tonjolan horizontal. Nodulus ossifikasi mungkin menyatu
dengan permukaan sympisis bagian atas, batas tepi dorsal mulai
terbentuk, tidak ada batas ekstremitas, dan bagian depan samar-samar
terhadap lereng ventral (ventral bevel).
- Fase pasca adolesen III (umur 22-24 tahun) permukaan sympisis
menunjukkan obliterasi progresif tonjolan dan cekungan, terbentuk plato
dorsal, terdapat nodulus ossifikasi, tepi dorsal bertahap mulai jelas, dan
tidak dijumpai pembatas ekstremitas.
- Fase IV (umur 25-26 tahun) peningkatan keras daerah ventral,
berhubungan dengan hilangnya tonjolan dan cekungan, batas tepi dorsal
sempurna akibat terbentuknya plato dorsal, dan terdapat permbatas
ekstremitas.
- Fase V (umur 27-30 tahun) sedikit atau tidak ada perubahan pada
permukaan sympisis dan plato dorsal, kecuali dijumpai usaha sporaik dan
pembentukan tanggul ventral (ventral rampart), ekstremitas dorsal seperti
tepi bawah biasanya makin bertambah jelas, dan permukaan ekstremitas
atas atau tanpa bawah intervensi nodulus tulang.
- Fase VI (umur 30-35 tahun) batas ekstremitas makin jelas, perkembangan
dan penyempurnaan tanggul ventral, terdapat gambaran granular pada
permukaan sympisis dan bagian ventral pubis, dan tidak dijumpai bibir
pada tepi sympisis.
- Fase VII (umur 35-39) perubahan pada permukaan sympisis dan bagian
ventral pubis akibat berkurangnya aktivitas, terjadi pertumbuhan tulang
pada peletakan tendon dan ligament terutama tendon gracilis dan tendon
sakrotuberosum.
- Fase VIII (umur 39-44 tahun) permukaan sympisis umumnya halus dan
inaktif, permukaan ventral juga inaktif, batas oval sempurna atau hampir
sempurna, ekstremitas sangat jelas, tidak dijumpai bibir yang jelas baik
pada ventral maupun dorsal.
- Fase IX (umur 45-50 tahun) permukaan sympisis menunjukkan lebih
kurang bingkai yang jelas, tepi dorsal semuanya berbibir, dan tepu ventral
berbibir tidak teratur.
- Fase X (umur di atas 50 tahun) permukaan sympisis mengalami erosi dan
ossifikasi yang tidak menentu, tepi ventral lebih kurang mulai hancur
dengan bertambahnya umur
D. KESIMPULAN
Pemakaman jenazah merupakan layanan yang diberikan oleh rumah sakit dan
sewajarnya jenazah tersebut diperlakukan dengan baik oleh pemerintah. Dengan
mengetahui penyebab kasus bunuh diri pada usia lanjut kedepannya dapat memberikan
gambaran bagaimana cara melakukan tindakan pencegahan bunuh diri. Pada proses
perkiraan umur pemeriksaan penunjang diperlukan agar memudahkan pencocokan data
antemortem dan postmortem pada fase rekonsiliasi.

https://www.tribunnews.com/metropolitan/2010/04/02/inilah-prosedur-
mayat-tanpa-identitas

https://indonesia.go.id/layanan/kependudukan/ekonomi/tata-cara-
pengurusan-dan-penguburan-jenazah-pasien-covid-19

Anda mungkin juga menyukai