Anda di halaman 1dari 174

PERAN SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

DALAM MENURUNKAN WASTE SERTA IMPLIKASINYA


TERHADAP KINERJA KEUANGAN
(STUDI PADA INDUSTRI KEMASAN FLEKSIBEL DI INDONESIA)

Oleh :

MAHMUD GANDIN
NPM : 2012950004

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Bidang Akuntansi pada


Universitas Muhammadiyah Jakarta

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015
PERAN SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
DALAM MENURUNKAN WASTE SERTA IMPLIKASINYA
TERHADAP KINERJA KEUANGAN
(STUDI PADA INDUSTRI KEMASAN FLEKSIBEL DI INDONESIA)

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Akuntansi

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta

MAHMUD GANDIN

NPM: 2012950004

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

JAKARTA

2015

ii
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya berupa tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan
untuk mendapatkan gelar akademik (magister), baik di Universitas
Muhamadyah Jakarta maupun di perguruan tingi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing / dan masukan tim
Penelaah / Tim Penguji.
3. Dalam karya tulis sini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dan
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Peryataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam peryataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang
berlaku di perguruan tinggi ini.

Jakarta, Oktober 2015

Mahmud Gandin

NPM : 2012950004

v
KATA PENGANTAR

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah

SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas ijin dan rahmat-Nya, tesis ini dapat

diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Siti Hamidah Rustiana, SE. Ak., M.Si selaku

pembimbing utama yang telah penuh perhatian, memberikan dorongan, semangat,

bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program Magister Akuntansi, terlebih

khusus lagi dalam penyelesaian tesis ini.

Terimakasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Bpk. Dr. M. Nur

A. Birton, SE. Ak., M.Si selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi pada Sekolah

Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan semangat

dan motivasi untuk penyelesaian tesis ini.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Bpk. Dr. H. Syaiful Bahri, SH., MH.,

selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program

Magister di Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Bpk. Dr. H. Muchtar Luthfi, SH.,

MH., selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta atas

kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister

pada Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta.

vi
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada para Dosen Sekolah Pasca

Sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah membimbing dan memberi

pelajaran yang berguna buat penulis selama penulis menjadi mahasiswa.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

tulus serta penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis,

mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

Terlebih lagi penulis ucapkan terima kasih kepada ayah dan Ibu yang telah

mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan semua hal yang penulis butuhkan

untuk dapat hidup dan berkembang di dunia ini. Semoga Ayah dan Ibu di alam sana

senantiasa mendapat limpahan rahmat dan karunia dari Allah SWT, diampuni semua

dosa dan diterima semua amalnya dan semoga juga tesis ini menjadi amal buat ayah dan

ibu di alam sana. Amin.

Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat baik

dikampus maupun ditempat kerja yang telah memberikan support dan bantuannya baik

langsung maupun tidak langsung sehingga selesainya tesis ini.

Akhirnya penulis sampaikan terima kasih khususnya kepada istri dan anak-

anakku tercinta serta adik-adikku tersayang yang telah memberikan dukungan dan doa

kepada penulis serta kesempatan untuk lebih berkonsentrasi dalam menyelesaikan tesis

ini.

Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Mah Esa selalu melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya kepada kita semua, khususnya kepada semua pihak yang telah membantu

baik langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian tesis ini kepada

penulis sekeluarga.

vii
Peran Sistem Pengendalian Manajemen
Dalam Menurunkan Waste Serta Implikasinya
Terhadap Kinerja Keuangan
(Studi Pada Industri Kemasan Fleksibel Di Indonesia)

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana peran sistem
pengendalian manajemen (SPM) terhadap waste dan implikasinya terhadap kinerja
keuangan perusahaan kemasan fleksibel di Indonesia khususnya yang berlokasi di
pulau Jawa. Waste reduce merupakan variabel yang sangat mempengaruhi unsur biaya
dalam hal ini harga pokok penjualan (COGS). Dengan pengendalian waste yang baik
diharapkan harga pokok produksi terkait proses produksi semakin turun sehingga pada
akhirnya kinerja keuangan berupa gross profit margin (GPM) akan meningkat.
Penelitian ini menggunakan data sebanyak 107 responden dari 107 perusahaan
kemasan fleksibel di Indonesia yang berlokasi di Pulau Jawa, sedangkan teknik analisa
yang dipergunakan adalah analisa jalur dengan menggunakan software IBM SPSS versi
20. Dari hasil pengolahan data diperoleh hasil bahwa sistem pengendalian manajemen
berpengaruh positif dan signifikan terhadap waste, disisi lain sistem pengendalian
manajemen dan waste secara simultan juga berpengaruh postif dan sigifikan terhadap
kinerja keuangan, sedangkan waste berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap
kinerja keuangan begitu juga dengan sistem pengendalian manajemen berpengaruh
positif namun tidak signifikan terhadap kinerja keuangan.
Dari hasil penelitian ini membuktikan bahwa penerapan dan pelaksanaan Sistem
Pengendalian Manajemen pada perusahaan kemasan fleksibel di Indonesia khususnya di
pulau Jawa sudah diterapkan namun dalam pelaksanaanya masih belum baik, ini
terbukti dengan tidak berdampaknya dalam kinerja keuangan perusahaan tersebut.

Kata Kunci : Sistem pengendalian manajemen, waste, kinerja keuangan, waste reduce
dan analisa jalur.

viii
Role of Management Control Systems
In Reduce Waste And Its Implication
for Financial Performance
(Studies in Flexible Packaging Industry in Indonesia)

Abstract

The purpose of this study was to see the extent to which the role of management
control system (MCS) to waste and its implications for financial performance on
flexible packaging company in Indonesia especially those located on the island of Java.
Waste reduce the variables that affect the cost elements in this case the cost of goods
sold (COGS). With good control of waste expected cost of production related to the
production process of getting down and ultimately financial performance such as gross
profit margin (GPM) will increase.
This study used data from 107 respondents were 107 flexible packaging
company in Indonesia, located on Java Island, while an analytical technique used is path
analysis using IBM SPSS software version 20. From the data processing result that
management control systems and a significant positive effect against waste, on the other
hand, and waste management control system simultaneously also affects positively and
significant to financial performance, while waste is positive but not significant effect on
financial performance as well as management control systems but not significant
positive effect on financial performance.
From the results of this study prove that the application and implementation of
management control systems in a flexible packaging company in Indonesia, especially
in Java has been applied, but the implementation is still not good, as is evident by not
impact in the company's financial performance.

Keywords : management control system, waste, financial performance, waste reduce


and path analysis.

ix
DAFTAR ISI

Halaman
Cover …………………………………………………………………… i
Lembar Judul ………………………………………………………….. ii
Lembar Persetujuan …………………………………………………... iii
Lembar Pengesahan …………………………………………………… iv
Lembar Pernyataan …………………………………………………… v
Kata Pengantar ………………………………………………………… vi
Abstrak …………………………………………………………………. viii
Abstract ………………………………………………………………… ix

BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah ……………………………. 1
1.2. Identifikasi Masalah ………………………………… 11
1.3. Pembatasan Masalah ………………………………... 11
1.4. Perumusan Masalah ………………………………… 11
1.5. Tujuan Penelitian …………………………………… 12
1.6. Manfaat Penelitian ………………………………….. 12

BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, 14


DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka ……………………………………… 14
2.1.1. Sistem Pengendalian Manajemen ………………….. 14
2.1.1.1. Sistem ………………………………………………. 14
2.1.1.2. Pengendalian Manajemen ………………………….. 15
2.1.2. Waste (Pemborosan) ………………………………... 23
2.1.2.1. Kualitas (Quality) …………………………………... 23
2.1.2.2. Cost / Biaya ………………………………………… 24
2.1.3. Kinerja Keuangan …………………………………... 31
2.1.3.1. Laporan Keuangan ………………………………….. 35
2.1.3.2. Budgeting …………………………………………… 37
2.1.3.3. Analisa Laporan Keuangan (Rasio Keuangan) ……. 40
2.1.4. Kemasan Fleksibel ………………………………….. 42
2.1.5. Penelitian Terdahulu ……………………………….. 48
2.2. Kerangka Pemikiran ……………………………….. 51
2.3. Hipotesis Penelitian ………………………………… 53
2.3.1. Pengaruh antara Sistem Pengendalian Manajemen
dengan Waste …………………………………………….. 53
2.3.2. Pengaruh Sistem Pengendalian Manajemen terhadap
Kinerja Keuangan …………………………... 54
2.3.3. Pengaruh Waste terhadap Kinerja Keuangan 55
2.3.4. Pengaruh Sistem Pengendalian Manajemen dan
Waste terhadap Kinerja Keuangan ………………. 56

x
BAB III. METODOLOGI 57
3.1. Metode Penelitian …………………………………... 57
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ……………………. 57
3.3. Teknik Pengumpulan Data …………………………. 60
3.3.1 Data Primer …………………………………………. 60
3.3.2 Data Sekunder ……………………………………… 61
3.4. Variabel Penelitian …………………………………. 62
3.4.1. Identifikasi Variabel ………………………………... 62
3.4.2. Difinisi Operasional Variabel ………………………. 63
3.5. Metode Analisis Data ………………………………. 68
3.5.1. Analisis Jalur (Path Analysis) ………………………. 68
3.5.2 Langkah-Langkah Analisis Jalur …………………… 69
3.5.3. Statistik Deskriptif …………………………………. 72
3.5.4. Uji Normalitas ……………………………………… 72
3.5.5. Uji Asumsi Klasik ………………………………….. 73
3.6. Pengujian Hipotesis ………………………………… 74
3.6.1. Pengujian Hipotesis 1 ………………………………. 75
3.6.2. Pengujian Hipotesis 2 ………………………………. 76
3.6.3. Pengujian Hipotesis 3 ……………………………… 77
3.6.4. Pengujian Hipotesis 4 ………………………………. 78

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 80


4.1 Gambaran Umum Kemasan Fleksibel ……………... 80
4.1.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Kemasan ………….. 81
4.1.2. Perkembangan Kemasan Fleksibel di Indonesia …… 82
4.1.3. Struktur Organisasi Industri Kemasan Fleksibel …… 83
4.1.4. Fungsi, Peranan dan Klasifikasi Kemasan Fleksibel .. 84
4.1.5. Bahan Baku dan Bahan Pembantu Produk Kemasan
Fleksibel …………………………………………….. 94
4.1.6. Proses Produksi Kemasan Fleksibel ……………….. 95
4.2. Gambaran Umum Responden ………………………. 106
4.3. Analisis dan Pembahasan …………………………… 113
4.3.1. Uji Validasi …………………………………………. 113
4.3.2. Uji Reliabilitas ……………………………………… 115
4.3.3. Uji Asumsi Klasik ………………………………….. 116
4.3.3.1. Uji Normalitas ………………………………………. 116
4.3.3.2. Uji Heteroskedastisitas ……………………………... 118
4.3.3.3. Uji Autokorelasi ……………………………………. 119
4.3.3.4. Uji Multikolinieritas ………………………………... 120
4.3.4. Uji Hipotesis Regresi Linier Berganda ……………. 121
4.3.4.1. Uji Signifikansi Secara Simultan ………………..… 121
4.3.4.2. Uji Signifikansi Secara Parsial …………………..…. 123
4.3.5. Analisa Hasil Regresi ………………… ……….…… 126
4.3.5.1. Korelasi Secara Parsial dan Simultan ……………… 126
4.3.5.2. Uji Regresi Linier Berganda ……….. ……………… 128
4.3.5.3. Uji Hipotesis Pengaruh Signifikansi Secara Parsial
dan Simultan ………………………………………... 130

xi
4.3.5.3.1. Pengujian Hipotesis 1 ………………………………. 130
4.3.5.3.2. Pengujian Hipotesis 2 ………………………………. 132
4.3.5.3.3. Pengujian Hipotesis 3 ………………………………. 135
4.3.5.3.4. Pengujian Hipotesis 4 ………………………………. 138
4.3.6 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung………….... 141
4.3.6.1. Variabel SPM (X) terhadap Kinerja Keuangan (Z)... 141
4.3.6.2. Variabel Waste (Y) terhadap Kinerja Keuangan (Z)... 142
4.3.7. Kinerja Keuangan Perusahaan pada Industri
Kemasan Go Publik ………………………………… 144

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 149


5.1. Kesimpulan …………………………………………. 149
5.2. Saran ……………………………………..………… 151

DAFTAR PUSTAKA ………………………………. 153


DAFTAR JURNAL ………………………………… 155

xii
DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

1.1. Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia Tahun 2014 7


Berdasarkan Wilayah Propinsi
1.2. Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia Tahun 2014
8
Berdasarkan Kepulauan.
1.3. Perkembangan Konsumsi (Kebutuhan) Kemasan Fleksibel
9
Indonesia Tahun 2007 – 2009
1.4. Perkembangan Produksi Kemasan Fleksibel Indonesia Tahun
9
2007 – 2009
1.5. Perkembangan Kinerja Kemasan Plastik Indonesia Tahun 2006
10
– 2010
2.1. Perkembangan Ekspor Industri Kemasan Fleksibel Indonesia
44
Tahun 2007 - 2009
2.2. Perkembangan Impor Industri Kemasan Fleksibel Indonesia
45
Tahun 2007 - 2009
2.3. Perkembangan Impor Kemasan Plastik Indonesia Tahun 2007
45
– 2011
2.4. Perusahan yang memproduksi bahan baku flexible packaging 45
2.5. Perusahaan yang menghasilkan produk kemasan fleksibel 46
2.6. Perusahaan yang menyediakan mesin untuk produk industry
47
kemasan
2.7. Perusahaan Luar Negeri yang menjadi pemain dalam industri
47
kemasan
2.8. Penelitian Terdahulu 48
3.1. Skala Linkert Pertanyaan (Pernyataan) Positif dan Negatif 60
3.2. Operasional Vaiabel 63
4.1. Bahan Baku dan Bahan Pembantu Produk Kemasan Fleksibel 94
4.2. Distribusi Industri Kemasan di Indonesia Tahun 2014
106
Berdasarkan Kelompok Industri
4.3. Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia Tahun 2014
107
Berdasarkan Wilayah Propinsi
4.4. Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia Tahun 2014
109
Berdasarkan Kepulauan
4.5. Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia Tahun 2014
109
Berdasarkan Bentuk Usaha
4.6. Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia Tahun 2014
110
Berdasarkan Bentuk Usaha Perseroan Terbatas
4.7. Penyebaran Kuesioner 111
4.8. Penyebaran dan Pengembalian Kuesioner 112
4.9. Profil Responden 112
4.10. Validitas Data 114
4.11. Reliabilitas Data 115

xiii
4.12. Normalitas Data 117
4.13. Heteroskedastisitas Data 118
4.14. Autokorelasi Data 119
4.15. Multikolinieritas Data 120
4.16. Hubungan antara Variabel X, Y dan Z 126
4.17. Pengaruh X dan Y tehadap Z 128
4.18. Pengaruh Signifikansi Hubungan X (SPM) terhadap Y (Waste) 131
4.19. Pengaruh Signifikansi X (SPM) dan Y (Waste) terhadap Z
132
(Kinerja Keuangan)
4.20. Persamaan Jalur 142
4.21. Rangkuman Hasil Penelitian 143
4.22. Relevansi dengan Peneliti Terdahulu 144
4.23. Kinerja Keuangan Perusahaan Kemasan Go Public (Tbk)
145
Tahun 2013
4.24. Kinerja Keuangan vs Rata-Rata Industri Perusahaan Kemasan
146
Go Public (Tbk) Tahun 2013
4.25. Kinerja Keuangan vs Rata-Rata Industri Perusahaan Kemasan
146
Go Public (Tbk) Tahun 2013
4.26. Kinerja Keuangan vs Rata-Rata Industri Perusahaan Kemasan
147
Go Public (Tbk) Tahun 2013
4.27. Kinerja Keuangan vs Rata-Rata Industri Perusahaan Kemasan
147
Go Public (Tbk) Tahun 2013

xiv
DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

2.1. Boundaries of Management Control (Hubungan Umum antara 14


Fungsi Perencanaan dan Fungsi Pengendalian)
2.2. Elemen-elemen Proses Kendali 15
2.3. Kerangka Kerja untuk Penerapan Strategi 17
2.4. Tingkatan Manajemen 17
2.5. Simplified Product and Packaging Waste Flow 25
2.6. Optimal Disposal of Waste to Final Environments 25
2.7. Least Cost Waste Reduce Options 26
2.8. Kerangka Pemikiran 53
2.9. Paradigma Penelitian 57
3.1. Diagram Jalur Mengenai Peran Sistem Pengendalian
69
Manajemen dan Waste terhadap Kinerja Keuangan
4.1. Struktur Organisasi Perusahaan Kemasan Fleksibel 84
4.2. Siklus Kemasan 89
4.3. Produk Kemasan 89
4.4. Produk Kemasan Kaku 91
4.5. Produk Kemasan Kertas 92
4.6. Produk Kemasan Kaca 93
4.7. Proses Produksi Baru 96
4.8. Proses Produksi Ulang 97
4.9. Proses Maping 98
4.10. Proses Order and Handling Design 98
4.11. Proses Production Planning 99
4.12. Proses Production 99
4.13 Proses Quality Control 100
4.14. Proses Delivery 100
4.15. Proses Collection and Recording by Finance Accounting 101
4.16. Proses Produksi Printing 103
4.17 Proses Produksi Dry Laminasi 104
4.18. Proses Produksi Laminasi 105
4.19 Proses Produksi Sliting (Finishing) 105
4.20. Korelasi Antar Variabel 143

xv
DAFTAR GRAFIK

No. Grafik Halaman

1.1 Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia Tahun 2014 7


Berdasarkan Wilayah Propinsi
1.2 Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia Tahun 2014
8
Berdasarkan Kepulauan
4.1. Distribusi Industri Kemasan di Indonesia tahun 2014
107
Berdasarkan kelompok Industri
4.2. Distribusi Industri Kemasan di Indonesia tahun 2014
108
Berdasarkan wilayah propinsi
4.3. Distribusi Industri Kemasan di Indonesia tahun 2014
109
Berdasarkan Kepulauan
4.4. Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia tahun 2014
109
Berdasarkan bentuk usaha
4.5. Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia tahun 2014
110
Berdasarkan bentuk usaha Perseroan Terbatas
4.6. Penyebaran kuesioner 111

xvi
DAFTAR RUMUS

No. Keterangan Halaman


3.1. Persamaan Linier Sederhana 70
3.2. Persamaan Struktural 1 70
3.3. Persamaan Struktural 2 70
3.4. Persamaan Struktural 3 70
3.5. Persamaan Struktural 4 70
3.6. Koefisien Determinasi 71
3.7. Standar Error 71
4.1. Uji Glejser 118
4.2. F-Hitung 122
4.3. F-Tabel 123
4.4. T-Hitung 124
4.5. Standar Error b1 124
4.6. Standar Error b2 124
4.7. Varians 125
4.8. Deviasi Varians 125
4.9. Deviasi Standar 125
4.10 T-Tabel 125

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Lampiran

1. Surat Permintaan Pengisian Kuesioner 1.


2. Form Pengisian Kuesioner 2.
3. Daftar Populasi Industri Kemasan Fleksibel di Pulau Jawa 3.
4. Data Responden 4.
5. Tabulasi Data Responden 5.
6. Tabel Validitas dan Reliabilitas 6.
7. Tabel Variabel X, Y dan Z 7.
8. Hasil Perhitungan Regresi dari SPSS ver 20. 8.
9. Daftar Tabel Product Moment 9.
10. Daftar T – Tabel 10.
11. Daftar F – Tabel 11.

xviii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Industri kemasan fleksibel di Indonesia dewasa ini banyak mengalami

perubahan yang cepat, seperti berubahnya struktur permintaan pasar yang tadinya

pasar berupa oligopoly saat ini berubah bentuk menjadi pasar persaingan sempurna

hal ini dikarenakan sudah semakin banyak perusahaan yang tumbuh dan ikut

meramaikan industri kemasan fleksibel. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri,

karena dengan harga yang kompetitif masing-masing pelaku industri dituntut untuk

lebih baik lagi, terutama mengenai kualitas mutu yang tinggi dengan harga yang

kompetitif, dengan kata lain perusahaan harus melakukan kegiatan proses

produksinya dengan seefektif dan seefiisien mungkin, sehingga program reduce cost

dalam hal ini waste menjadi sangat penting karena material cost dalam industri

kemasan memegang 70% dari harga pokok produksinya dengan kisaran waste

mancapai 2 digit sekitar 10% sampai 12% dari total material cost itu sendiri. Apabila

perusahaan tidak dapat menurunkan wastenya dikisaran 1 digit (<10%), maka sudah

dapat dipastikan perusahaan akan mengalami masalah.

Disisi lain globalisasi menuntut segala aspek kehidupan seluruh masyarakat

untuk berubah, lebih berkembang dan maju. Salah satu mekanisme yang yang

menjadi ciri globalisasi dewasa ini adalah tekanan perdagangan yang kompetitif

sehingga menuntut setiap perusahaan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif

mereka agar dapat memenangkan persaingan yang terjadi. Peningkatan keunggulan

ini dilakukan dengan salah satu caranya adalah dengan meminimasi waste
2

(pemborosan). Waste merupakan segala aktivitas kerja yang tidak memberikan nilai

tambah sepanjang aliran proses pada proses perubahan input menjadi output.

Pemborosan itu sendiri terbagi menjadi dua tipe yaitu tipe 1 dan tipe 2. Tipe 1

merupakan pemborosan yang tidak memberikan nilai tambah sepanjang aliran

produksi namun aktivitas ini tidak dapat dihindarkan karena berbagai alasan.

Sedangkan tipe 2 merupakan pemborosan yang tidak memberi nilai tambah dan

harus segera dikurangi.

Waste dapat diartikan sebagai kehilangan atau kerugian berbagai sumber

daya, yaitu material, waktu (yang berkaitan dengan tenaga kerja dan peralatan) dan

modal, yang diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan yang membutuhkan biaya secara

langsung maupun tidak langsung tetapi tidak menambah nilai kepada produk akhir

bagi perusahaan (Formoso et al, 2002).

Waste dapat juga digambarkan sebagai segala aktifitas manusia yang

menyerap sumber daya dalam jumlah tertentu tetapi tidak menghasilkan nilai

tambah, seperti kesalahan yang membutuhkan pembetulan, hasil produksi yang tidak

diinginkan oleh perusahaan, proses atau pengolahan yang tidak perlu, pergerakan

tenaga kerja yang tidak berguna dan menunggu hasil akhir dari kegiatan-kegiatan

sebelumnya (Formoso et al, 2002).

Menurut Alaca & Ceylan (2011) pada dasarnya setiap perusahaan mempunyai

satu tujuan utama yaitu secara berkesinambungan meminimasi pemborosan dan

memaksimalkan aliran produksi yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan

dengan menyediakan produk pada waktu dan jumlah yang tepat dengan kualitas

sesuai dengan harganya. Produk atau jasa yang sesuai dengan kepuasan konsumen

akan memberikan manfaat yang tersendiri bagi konsumen. Oleh karena itu, setiap
3

perusahaan berusaha untuk menyediakan produk atau jasa yang sesuai dengan

permintaan konsumen

Pemborosan (waste) dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang

menambah waktu dan biaya pembuatan sebuah produk namun tidak menambah nilai

pada produk mulai dari proses transformasi input menjadi output oleh karena itu

perlu dieliminasi. Menurut Khalil, Mohammed dan Abu Shabab (2013) terdapat 7

jenis pemborosan (waste) yaitu overproduction, transportation, inventory,

overprocessing, motion, waiting dan defect. Seluruh kegiatan tersebut merupakan

pemborosan (waste) yang dapat memperpanjang proses produksi (production lead

time). Semua perusahaan manufaktur yang bergerak pada industri kemasan flekesibel

dalam menjalankan produksinya, pasti mengalami permasalahan yaitu adanya

terjadinya pemborosan (waste) pada proses produksi.

Kondisi perekonomian saat ini telah menciptakan suatu persaingan yang ketat

antar perusahaan manufaktur. Persaingan dalam industri manufaktur membuat setiap

perusahaan semakin meningkatkan kinerja agar tujuannya dapat tetap tercapai.

Tujuan utama perusahaan yang telah go public adalah meningkatkan kemakmuran

pemilik atau para pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan (Salvatore,

2005). Nilai perusahaan sangat penting karena mencerminkan kinerja perusahaan

yang dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan.

Sistem Pengendalian Manajemen atau yang disingkat SPM perlu dijalankan

dengan baik dalam setiap perusahaan, apabila perusahaan gagal dalam

menjalankannya maka akan berakibat pada kerugian finansial yang sangat besar,

rusaknya reputasi perusahaan, dan berakhir kepada kegagalan organisasi (Merchant

dan Van der Stede, 2007). Oleh karena itu suatu perusahaan maupun lembaga
4

tertentu perlu memiliki sebuah sistem pengendalian manajemen yang dapat

mengakomodir semua kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan ataupun

lembaganya. SPM juga pada akhirnya harus mampu untuk memonitor hasil

organisasi dan melakukan koreksi bila terjadi berbagai penyimpangan sehinga SPM

menjadi sangat berarti dan penting bagi sebuah perusahaan. Tingkat persaingan di

dunia usaha yang semakin tinggi menuntut setiap perusahaan berperan sebagai

penghasil nilai (value creator), dengan memperbaiki kinerjanya secara terus menerus

melalui peningkatan produktivitas.

Persaingan dunia bisnis semakin kompetitif, salah satu tujuan dasar

perusahaan agar tetap bertahan dalam persaingan adalah dengan meningkatkan

kinerja keuangan sehingga nilai perusahaan dapat tumbuh dan meningkatkan

kemakmuran serta kesejahteraan para pemilik perusahaan dan stake holder. Nilai

perusahaan dapat dilihat dari harga saham dan jumlah saham yang beredar pada akhir

periode. Semakin tinggi harga saham maka akan memperbesar nilai perusahaan

(Annas, 2007). Perusahaan yang mampu bertahan dan terus berkembang akan

mempunyai nilai yang tinggi di mata investor. Sebaliknya, perusahaan yang

mengalami kerugian dan tidak mampu bertahan dalam persaingan akan

menyebabkan investasi menurun. Hal itu ditandai dengan penurunan harga saham

dan jumlah lembar saham yang beredar.

Nilai perusahaan dapat dicapai melalui peningkatan kinerja keuangan

perusahaan. Kinerja keuangan merupakan faktor penting bagi investor dalam

pembuatan keputusan ketika akan melakukan kegiatan investasi. Koesno (1990)

dalam Resmi (2000) mengatakan bahwa salah satu faktor penting yang

mempengaruhi harapan investor adalah kinerja keuangan dari tahun ke tahun.


5

Investor tentunya akan lebih menyenangi perusahaan yang memiliki kinerja

keuangan yang baik karena semakin baik kinerja keuangan berarti semakin besar

kemampuan perusahaan dalam memberikan return sesuai harapan investor. Semakin

besarnya kemampuan perusahaan dalam memberikan return akan meningkatkan

kepercayaan investor yang akhirnya meningkatkan minat investor untuk berinvestasi.

Hal ini membuat harga saham menjadi tinggi, artinya nilai perusahaan pun semakin

tinggi.

Return on asset (ROA) merupakan salah satu tolok ukur untuk menilai kinerja

keuangan perusahaan. ROA menunjukkan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba dengan memanfaatkan total asset yang dimiliki perusahaan.

Dengan ROA yang tinggi maka tingkat kepercayaan investor akan meningkat karena

dengan ROA yang semakin tinggi berarti perusahaan mampu memberikan return

yang semakin tinggi pula bagi investor. Hal itu meningkatkan minat investor untuk

melakukan investasi pada perusahaan emiten. Minat investor yang tinggi dalam

melakukan kegiatan berinvestasi membuat investor tertarik membeli saham

perusahaan tersebut. Permintaan saham yang tinggi akan menyebabkan harga saham

perusahaan juga semakin tinggi. Artinya nilai perusahaan pun juga semakin tinggi.

Dari perspektif ekonomi, perusahaan akan mengungkapkan suatu informasi

jika informasi tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan akan

memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam

jangka panjang. Salah satu keuntungan apabila perusahaan menerapkan SPM secara

berkelanjutan adalah profitabilitas dengan cost reduce (efisiensi), sehingga pada

akhirnya akan meningkatkan kinerja keuangan, yang kemudian tercermin lewat

harga saham yang semakin tinggi. Dengan kinerja keuangan yang semakin baik
6

maka kepercayaan investor akan meningkat karena adanya kemampuan perusahaan

dalam memberikan return sesuai harapan investor. Disisi lain adanya pengungkapan

lebih terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilakukan perusahaan

akan meningkatkan reaksi pasar dan ketertarikan calon investor dalam menanamkan

modalnya di perusahaan tersebut, hal ini bisa membuat harga saham yang beredar

meningkat. Artinya nilai perusahaan pun semakin tinggi. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa penerapan SPM akan memperkuat kinerja keuangan untuk

meningkatkan nilai perusahaan karena adanya ketertarikan investor terhadap

perusahaan dengan Price to Book Value (PBV) digunakan sebagai indikator dalam

mengukur nilai perusahaan.

Perkembangan flexible packaging industry di Indonesia atau dikenal dengan

industri kemasan fleksibel tidak terlepas dari perkembangan industri lain seperti

industri farmasi (pharmaceutical), industri makanan dan minuman (food & drink),

industri kecantikan (cosmetic), industri perkebunan dan pertanian (agrochemical)

dan industri-industri lainnya.

Perkembangan industri kemasanpun ikut berjalan seiring dengan

perkembangan industri farmasi, makanan, kecantikan dan sebagainya. Dan sejak

tahun 1971 berdiri perusahaan kemasan pertama yang menjadi cikal berkembangnya

industri kemasan di Indonesia, yaitu PT. Indogravure yang berlokasi di Tangerang

Jawa Barat pada saat itu, setelah itu berdiri perusahaan-perusahaan sejenis yang

akhirnya membentuk suatu industri yang bergerak dibidang flexible packaging

(kemasan fleksibel) dari plastik yang saat ini sudah berjumlah 466 perusahaan yang

tersebar diseluruh Indonesia, dimana angka ini adalah angka yang terdaftar di

Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (Kemendag) Republik Indonesia.


7

Tabel 1.1.
Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia
Tahun 2014
Berdasarkan Wilayah Propinsi

Wilayah Jumlah %
Kalimantan Barat 1 0,21
Kalimantan Timur 1 0,21
Lampung 2 0,43
Yogyakarta 5 1,07
Sumatera Selatan 7 1,50
Riau 9 1,93
Sumatera Utara 41 8,80
Banten 54 11,59
DKI Jakarta 56 12,02
Jawa Tengah 91 19,53
Jawa Barat 92 19,74
Jawa Timur 107 22,96
Total 466 100,00
Sumber : Kemendag RI, 2014 (data diolah)

Grafik 1.1.
Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia
Tahun 2014
Berdasarkan Wilayah Propinsi
8

Tabel 1.2.
Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia
Tahun 2014
Berdasarkan Kepulauan

Pulau Jumlah %
Jawa 405 86,91
Sumatera 59 12,66
Kalimantan 2 0,43
Total 466 100,00
Sumber : Kemendag RI, 2014 (data diolah)

Grafik 1.2.
Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia
Tahun 2014
Berdasarkan Kepulauan

Dari data tersebut terlihat bahwa terdapat perkembangan kemasan fleksibel

mengalami pertumbuhan, jika dirata-ratakan maka pertumbuhan industri kemasan

fleksibel dari plastik setiap tahunnya mengalami pertumbuhan sebanyak 11 dengan

asumsi umur industri kemasan plastik adalah 43 tahun (tahun 1971 industri kemasan

plastik pertama berdiri, 466/43=11).

Pertumbuhan industri kemasan plastik memang masih berkisar di pulau Jawa

(86,91%) dan Sumatera (12,66%), sisanya di Kalimantan (0,43%). Hal ini


9

merupakan hambatan sekaligus tantangan agar didaerah diluar pulau Jawa dan

Sumatera masih mempunyai peluang yang besar untuk tumbuh dan berkembangnya

industri kemasan plastik ini. Dalam penelitian ini akan membahas kemasan dari

plastik yang dibuat dengan mesin rotogravure yang membentuk kemasan fleksibel

yang berada di pulau Jawa.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh PT. Actual Data Niaga tahun 2010

mengenai perkembangan atas kebutuhan (konsumsi) dan produksi industri kemasan

fleksibel di Indonesia dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 1.3.
Perkembangan Konsumsi (Kebutuhan) Kemasan Fleksibel Indonesia
Tahun 2007 – 2009

Berat Pertumbuhan
Tahun
(Ton) (%)
2007 534,870.00
2008 576,269.00 7.74
2009 548,236.00 (4.86)
Sumber : Depperin, 2010

Tabel 1.4.
Perkembangan Produksi Kemasan Fleksibel Indonesia
Tahun 2007 – 2009

Berat Pertumbuhan
Tahun
(Ton) (%)
2007 671,566.00
2008 684,997.00 2.00
2009 710,864.00 3.78
Sumber : Depperin, 2010

Selain itu perkembangan kinerja dari industri kemasan plastik (fleksibel) di

Indonesia menurut data Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (Kemendag RI)

tahun 2014, terlihat pada tabel 1.5. sebagai berikut :


10

Tabel 1.5.
Perkembangan Kinerja Kemasan Plastik Indonesia
Tahun 2006 – 2010

Tenaga Nilai Tambah Pertum-


Unit Nilai Produksi Nilai Output Biaya Input
Tahun Kerja Bruto buhan
Usaha (dlm Ribuan) (dlm Ribuan) (dlm Ribuan)
(Orang) (dlm Ribuan) (%)
2006 496 81.575 10.283.836.244 11.307.711.881 6.774.525.308 4.533.186.573
2007 519 81.801 16.128.167.291 17.078.627.386 11.175.864.819 5.902.762.567 30,21
2008 481 80.219 16.185.345.185 17.044.752.390 12.183.574.019 4.861.178.371 (17,65)
2009 470 77.810 16.525.193.944 17.324.273.687 11.987.539.549 5.336.734.138 9,78
2010 475 81.639 16.821.866.987 17.945.209.807 9.664.975.571 8.280.234.236 55,16
Avg 488 80.609 15.188.881.930 16.140.115.030 10.357.295.853 5.782.819.177
Sumber : Depperin, 2010

Dari data tersebut terlihat bahwa pertumbuhan kinerja industri kemasan

plastik fleksibel senantiasa mengalami kenaikan dari tahun ke tahun kecuali tahun

2008 dimana Indonesia memang sedang dalam kondisi krisis ekonomi.

Selain industri farmasi, industri-industri lain pun bermunculan yang

membutuhkan kemasan ini, seperti industri makanan dan minuman (food & drink),

industri kecantikan (cosmetic), industri perkebunan dan pertanian (agrochemical)

dan industi-industri lainnya. Dengan makin berkembangnya industri-industri yang

membutuhkan flexible packaging, maka dalam industry flexible packaging

sendiripun ikut berkembang dan menjadi semakin kompetitif.

Selain itu isu dan tantangan utama yang mencuat pada perusahaan kemasan

fleksibel adalah bagaimana industry flexible packaging ini dapat bertahan dan

menunjukan eksistensinya disituasi pasar yang semakin kompetitif dimana user

selaku pemakai product flexible packaging ini menuntut dengan product yang

berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif.

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka saya tertarik dan

memandang penting untuk melakukan penelitian ini, yang kemudian penelitian ini

saya beri judul “Peran Sistem Pengendalian Manajemen dalam menurunkan


11

Waste serta Implikasinya terhadap Kinerja Keuangan studi pada Industri

Kemasan Fleksibel di Indonesia”.

1.2. Identifikasi Masalah

Peluang dan tantangan bagi industri kemasan fleksibel di Indonesia pada era

globalisasi dan menjelang perdagangan bebas asean maupun asia akan penuh dengan

persaingan, oleh karena itu diperlukan adanya strategi dan bisnis plan yang

terintegrasi disemua lini entitas bisnis dalam rangka menurunkan biaya khususnya

penurunan waste (waste reduce) sehingga keuntungan (profit) dapat ditingkatkan

semaksimal mungkin. Untuk itu diperlukan sistem pengendalian manajemen yang

dilakukan secara efisien dan efektif sehingga dapat berperan dalam mengatasi waste

reduce pada perusahaan yang bergerak di industri manufaktur khususnya industri

kemasan fleksibel di Indonesia, yang pada akhirnya akan meningkatkan profit karena

adanya pengendalian biaya (waste) sehingga kinerja perusahaan khususnya kinerja

keuangan dapat tercapai secara optimal.

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam pembahasan penelitian ini dibatasi sebatas menguji dan menganalisa

peran dan pengaruh sistem pengendalian manajemen dalam penurunan waste dan

implikasinya terhadap kinerja keuangan dengan studi kasus pada industri kemasan

fleksibel di Indonesia.

1.4. Perumusan Masalah

Dari latar belakang uraian diatas dapat dibuat suatu perumusan

masalah, yaitu :

1. Bagaimana pengaruh sistem pengendalian manajemen terhadap penurunan

waste pada industri kemasan fleksibel ?


12

2. Bagaimana sistem pengendalian manajemen mempengaruhi kinerja

keuangan pada industri kemasan fleksibel ?

3. Bagaimana penurunan waste mempengaruhi kinerja keuangan pada industri

kemasan fleksibel ?

4. Bagaiamana sistem pengendalian manajemen dan penurunan waste secara

bersama-sama mempengaruhi kinerja keuangan pada industri kemasan

fleksibel ?

1.5. Tujuan Penelitian

1. Menguji dan menganalisis pengaruh sistem pengendalian manajemen

terhadap penurunan waste pada industri kemasan fleksibel di Indonesia.

2. Menguji dan menganalisis pengaruh sistem pengendalian manajemen

terhadap kinerja keuangan pada industri kemasan fleksibel di Indonesia.

3. Menguji dan menganalisis pengaruh waste terhadap kinerja keuangan pada

industri kemasan fleksibel di Indonesia.

4. Menguji dan menganlisis sistem pengendalian manajemen dan waste

secara bersama-sama dapat mempengaruhi kinerja keuangan pada industri

kemasan fleksibel di Indonesia.

1.6. Manfaat Penelitian

1.6.1. Manfaat Teknis

1. Bagi akademisi dapat menerapkan ilmunya di industri kemasan fleksibel

dengan mengkombinasikan antara teori dan praktek dilapangan terkait

dengan cara dan analisa waste sebagai bagian dari biaya pada ilmu

costing (akutansi biaya) dan ilmu system (sistem pengendalian

manajemen).
13

2. Bagi para peneliti khususnya dibidang ekonomi dapat mengkaji dan

menganalisis tentang perkembangan industri kemasan fleksibel di

Indonesia.

1.6.2. Manfaat Praktis

1. Bagi industri kemasan sebagai acuan untuk melihat perkembangan

industri lain yang merupakan potensi pasarnya.

2. Bagi industri kemasan dapat melihat bahwa penerapan sistem

pengendalian manajemen yang baik dan benar dapat mengontrol

penurunan waste terkait proses produksi yang sangat membantu dalam

rangka peningkatan profit guna tercapainya kinerja keuangan yang

diharapkan.

3. Untuk masyarakat umum yang ingin masuk dalam industri kemasan

fleksibel untuk dapat melihat peluang bisnis di industri tersebut.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR,
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Sistem Pengendalian Manajemen

2.1.1.1. Sistem

Sistem dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang telah ditentukan

caranya dan biasanya dilakukan berulang-ulang. Sistem dibedakan menjadi dua yaitu

sistem formal dan sistem informal. Sistem formal merupakan sistem yang

memungkinkan pendelegasian otoritas dimana sistem formal memperje1as struktur,

kebijakan dan prosedur yang harus diikuti oleh anggota organisasi. Sedangkan sistem

informal lebih berdimensi hubungan antar pribadi yang tidak ditunjukkan dalam

struktur formal (Anthony, Vijay, 2011).

Gambar 2.1.
Boundaries of Management Control
(Hubungan Umum antara Fungsi Perencanaan dan Fungsi Pengendalian)
15

2.1.1.2. Management Control (Pengendalian Manajemen)

Menurut Anthony, Vijay, (2011: 19-20) control (pengendalian) merupakan

proses penetapan standar, dengan menerima umpan balik berupa kinerja

sesungguhnya, dan mengambil tindakan yang diperlukan jika kinerja tidak sesuai

dengan rencana.

Pengendalian manajemen pada dasarnya terdiri dari empat buah elemen, yaitu:

1. Detektor, yaitu alat untuk mengidentifikasi apa yang sedang terjadi dalam suatu

proses.

2. Assesor, yaitu alat untuk menentukan ketepatan.

3. Efektor, yaitu alat yang digunakan untuk mengubah sesuatu yang diperoleh dari

assesor.

4. Jaringan komunikasi, yaitu alat untuk mengirim informasi antara detektor dan

assesor.

Gambar 2.2.
Elemen-elemen Proses Kendali
16

Manajemen: ada berbagai definisi manajemen. Dua di antaranya adalah

1. Seni untuk mencapai tujuan melalui tangan orang lain

2. Proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian

pekerjaan anggota organisasi serta pengendalian sumber daya organisasi untuk

mencapai tujuan.

Menurut Anthony dan Govindarajan (2011:21), Pengendalian manajemen

adalah proses dimana manajer mempengaruhi anggota-anggota dalam organisasi

untuk mencapai strategi perusahaan.

Definisi tersebut mencakup beberapa aspek:

1. Aktivitas pengendalian manajemen

a. Planning

b. Coordinating

c. Communicating

d. Evaluating

e. Deciding

f. Inflluenting

2. Pertimbangan-pertimbangan behavioral

Perlu diingat bahwa manajemen berhubungan dengan perilaku manusia. Oleh

karena itu perlu dipertimbangkan faktor-faktor manusia. Proses pengendalian

manajemen tidak dapat disamakan dengan mekanikal.


17

Gambar 2.3
Kerangka Kerja untuk Penerapan Strategi

3. Alat Untuk Mengimplementasikan Strategi.

4. Penekanan pada finansial dan non-finansial.

5. Membantu dalam mengembangkan strategi baru.

Tingkatan manajemen dalam perusahaan dapat dikelompokkan menjadi tiga

bagian yaitu top management, middle management, lower management. Secara

skematis dapat digambarkan sebagai berikut.

Top

Middle

Lower

Gambar 2.4
Tingkatan Manajemen
18

Pengendalian manajemen meliputi tindakan untuk menuntun dan memotivasi

usaha guna mencapai tujuan organisasi, maupun tindakan untuk mengoreksi petunjuk

kerja (SOP) yang tidak efektif dan efisien.

Strategy Formulation Management Control Task Control


Acquire an unrelated Introduce new product Coordinate order
business or brand within product entry
line
Enter a new business Expland a plant Schedule production
Add direct mail selling Determine advertising Book TV Commercials
budget
Change debt/equity Issue new debt Manage cash flow
ratio
Adopt affirmative action Implement minority Maintaning personel
policy recrruitment program record

Kondisi yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan sistem pengendalian

adalah:

1. Lingkungan baik ekternal maupun internal

2. Ukuran organisasi : desentralisasi vs sentralisasi

3. Kelengkapan sarana dan teknik pengendalian

Jenis-jenis pengendalian yang terdapat di perusahaan sesuai dengan tingkatan

managerial adalah sebagai berikut:

Pelaku Jenis Pengendalian Sifat Produk Akhir


Top Perumusan strategi Tujuan, strategi dan
Management (Perencanaan dan kebijakan
Pengendalian
Strategik)
Middle Pengendalian Implementasi Strategi
Management Management
Lower Pengendalian Tugas Kinerja efisiensi dan
Management keefektifan tugas-tugas
individual
19

Proses pengendalian manajemen terdiri beberapa hal, yaitu:

1. Komunikasi

2. Motivasi

3. Evaluasi

Metodologi pengendalian manajemen :

1. Menentukan tujuan: tujuan adalah hasil akhir dari proses komunikasi. Atasan dan

bawahan menyetujui apa yang telah diharapkan.

2. Pengukuran prestasi: penilaian prestasi diperlukan untuk motivasi dan evaluasi.

3. Evaluasi prestasi: perbandingan antara prestasi yang sebenarnya dibandingkan

dengan tujuan semula.

Tujuan pengendalian manajemen berhubungan erat dengan akuntansi

manajemen, perencanaan, dan pengendalian, internal auditing, desain organisasi dan

sistem informasi akuntansi. Karena pengendalian manajemen suatu organisasi

berbeda dengan organisasi lainnya, maka perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan

keadaan organisasi. Penyesuaian kebutuhan dan keadaan ini dikenal dengan

pendekatan kontijensi. Ada beberapa variabel kontijensi yang berpengaruh antara

lain ukuran organisasi, teknologi produksi dan persaingan.

Lingkungan pengendalian manajemen juga menyangkut perilaku organisasi,

pusat pertanggungjawaban yang terdiri dari pusat pendapatan, pusat biaya, pusat laba

dan pusat investasi. Lingkungan tersebut mempengaruhi perusahaan dalam

menentukan jenis dan cara pengendaliannya. Pengendalian di tingkat unit business

akan berbeda dengan pengendalian di tingkat corporate. Perilaku organisasi juga

akan menentukan bagaimana manjemen dapat mengendalikan karyawan baik blue

collar maupun white collar. Setiap karyawan mempunyai tujuan bekerja yang
20

berbeda-beda, bahkan tidak menutup kemungkinan berbeda dengan tujuan

perusahaan. Terkadang tujuan karyawan bertentangan dengan tujuan perusahaan.

Tugas manajemen adalah menyelaraskan kedua tujuan tersebut.

Sistem pengendalian manajemen atau disingkat SPM dalam sebuah organisasi

merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Kegagalan dalam menerapkan

sistem pengendalian manajemen akan berdampak pada kegagalan organisasi yang

pada akhir memberikan akibat yang fatal misalnya kerugian finansial, hilangnya

reputasi perusahaan, dan berakhir pada kegagalan organisasi (Merchant dan van der

Stede, 2007).

Oleh karena itu SPM merupakan fungsi kritis pada sebuah organisasi

(Merchant dan Van der Stede, 2007). Alasan ini memberikan makna bahwa

kegagalan perusahaan adalah karena kegagalan dalam menjalankan SPM sehingga

sangat fatal bagi perusahaan.

SPM digunakan untuk mengelola tekanan antara penciptaan inovasi dan

pencapaian tujuan yang dapat diprediksikan dan menyeimbangkan dilema dasar

organisasi antara pengendalian dan fleksibilitas (Henri, 2006). Penggunaan SPM

dalam perusahaan pada dasarnya berkaitan dengan tekanan yang bersifat positif

maupun negatif. Henri (2006) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa

pengendalian diagnostik memberikan pengaruh negatif dan sebaliknya pengendalian

interaktif memberikan pengaruh positif.

Henri (2006) menyatakan bahwa inovasi, pembelajaran organisasi, orientasi

pasar dan kewirausahaan telah dikenal luas sebagai kemampuan utama untuk

meningkatkan keunggulan bersaing, serta untuk mempertemukan dan menciptakan

perubahan pasar.
21

Sistem pengendalian manajemen terdiri atas empat dimensi yaitu sistem

beliefs, sistem boundary, sistem pengendalian diagnostik dan sistem pengendalian

interaktif.

Sistem beliefs adalah serangkaian definisi organisasi yang secara eksplisit

dikomunikasikan oleh para manajer senior secara formal dan ditegakkan secara

sistematis untuk memberikan nilai-nilai dasar, tujuan dan arah bagi organisasi

(Simons, 1995). Sistem beliefs adalah pengendalian yang memberikan inspirasi bagi

karyawan untuk mengambil tindakan yang diinginkan (Widener, 2007). Indikator

sistem beliefs dalam penelitian ini mengacu kepada indikator yang berasal dari

Simons (1995) dan dikembangkan oleh Widener (2007), Indikator ini dipilih

karena secara jelas menggambarkan sistem beliefs.

Sistem boundary didefinisikan sebagai sistem yang membatasi domain

(wilayah) yang bisa diterima dari aktivitas strategik untuk para partisipan organisasi

(Simons, 1995). Indikator sistem boundary dalam penelitian tersebut mengacu

kepada konsep yang berasal dari Simons (1995) kemudian dikembangkan dan

digunakan oleh Widener (2007).

Sistem pengendalian diagnostik merupakan sistem umpan balik formal yang

digunakan untuk memantau hasil organisasional dan mengoreksi penyimpangan-

penyimpangan yang terjadi dari standar kinerja yang ditetapkan sebelumnya

(Simons, 1994; 2000). Indikator ini dikembangkan oleh Vandenbosch (1999) dan

digunakan oleh Henri (2006) dan diuji lagi oleh Widener (2007)

Indikator ini digunakan dalam penelitian ini karena menggambarkan secara

jelas informasi yang sifatnya rutin kepada para manajer tentang ukuran-ukuran

penting dan kemajuan menuju kepada pencapian tujuan.


22

Sistem pengendalian interaktif didefinisikan sebagai sistem formal yang

digunakan oleh manajer puncak untuk melibatkan diri mereka secara teratur dan

pribadi dalam kegiatan pengambilan keputusan dari bawahan (Simons, 2000).

Indikator ini dikembangkan oleh Widener (2007), karena secara jelas

menggambarkan pengendalian yang melibatkan para manajer puncak dan manajer

operasi.

Menurut Merchant dan Otley (2007) sistem pengendalian manajemen

dirancang untuk membantu organisasi beradaptasi dengan lingkungan di mana sudah

diatur dan untuk memberikan kunci hasil yang diinginkan oleh kelompok

stakeholder, yang paling sering berkonsentrasi pada pemegang saham di perusahaan-

perusahaan komersial.

Merchant dan Van der Stede (2007) percaya bahwa sistem kontrol pada

dasarnya dua fungsi, yaitu pengendalian strategis dan pengendalian manajemen.

Sedangkan pengendalian strategis menilai pertanyaan jika strategi yang dipilih oleh

organisasi tersebut valid, pengendalian manajemen meminta pertanyaan: "Apakah

karyawan cenderung berprilaku tepat ?" pertanyaan ini dapat dibagi menjadi

beberapa bagian (Merchant dan Van der Stede, 2007):

• Pertama, karyawan kami mengerti apa yang kita harapkan dari mereka.

• Kedua, mereka akan bekerja keras secara konsisten dan mencoba untuk

melakukan apa yang diharapkan dari mereka.

• Ketiga, mereka mampu melakukan pekerjaan yang baik.

Faktor kontekstual lain yang diduga berpengaruh dalam sistem pengendalian

manajemen adalah kultur organisasi. Penelitian Fauzi dan Hussein (2008)

menyimpulkan bahwa kultur organisasi dapat mempengaruhi SPM dan sekaligus


23

memoderasi hubungan SPM dengan kinerja organisasi. Penelitian ini memandang

kultur organisasi sebagai pemoderasi hubungan antara SPM dan strategi kapabilitas

perusahaan.

Sistem pengendalian diagnostik bermaksud untuk memonitor hasil yang

dicapai dan dibandingkan dengan kinerja yang ditetapkan sebelumnya, oleh karena

itu Simons (1995; 2000) dan Henri (2006) berpendapat bahwa sistem ini dapat

memberikan tekanan negatif bagi semua pelaku perusahaan, karena sistem ini

berfokus pada kesalahan dan penyimpangan dan hasil yang dicapai perlu untuk

dibandingkan. Berdasarkan alasan tersebut, maka hal utama yang perlu dilakukan

adalah umpan balik dengan maksud mengetahui penyimpangan dan perlu

penyesuaian.

2.1.2. Waste (Pemborosan)

2.1.2.1. Kualitas (Quality)

Kalau kita membicarakan waste berarti kita sedang membicarakan kualitas.

Memproduksi produk berkualitas tinggi sangat penting untuk industri manufaktur

apapun dan, karena itu, harus diberikan prioritas. Pelanggan tidak akan membeli

kembali produk jika kualitasnya buruk.

Misi yang baik adalah untuk menyediakan produk bebas masalah kepada

pelanggan (internal dan eksternal). Untuk melakukan ini, harus dihasilkan produk

yang sesuai dengan spesifikasi kualitas.

Produk bebas cacat akan menghilangkan waste pengerjaan ulang (rework) dan

produk sisa (scrap), yang pada akhirnya mengurangi biaya produksi. Pengurangan

biaya produksi ini memungkinkan perusahaan untuk tetap kompetitif di pasar global

yang agresif, dan meningkatkan market share perusahaan.


24

2.1.2.2. Cost / Biaya

Cost atau biaya adalah unsur lain yang sangat penting dalam semua industri

manufaktur begitu juga dengan industri flexible packaging yang dalam proses

produksinya yang memakai metode job cost atas setiap order yang diterimanya,

sehingga penghitungan cost yang teliti, cermat dan akurat akan sangat membantu

kelangsungan hidup perusahaan.

Cost Reduction meningkatkan Profit = [Sales Price - Cost]

Prinsip Pengurangan Biaya (Cost Reduction) sangat dibutuhkan dalam

industry flexible packaging ini. Dengan prinsip pengurangan biaya (Cost Reduction),

harga jual suatu produk ditentukan oleh pelanggan dan pasar. Selain itu, pelanggan

selalu menuntut penurunan harga tahunan. Dalam rangka mempertahankan margin

dan keuntungan perusahaan harus terus menghilangkan waste dan mengurangi biaya.

Cost Plus membebani Sales Price = [Cost + Profit]

Berbeda dengan pengurangan biaya, ada prinsip cost-plus di mana harga

ditentukan dengan menggabungkan semua biaya - seperti bahan baku, tenaga kerja

dan biaya lainnya yang diperlukan untuk produksi- dengan profit.

Kedua formula secara matematis sama, tetapi ada perbedaan besar dalam

penekanan masing-masing variabel. Dengan kata lain, cost-plus menganggap bahwa

biaya adalah tetap; sementara Cost Reduction menganggap bahwa biaya dapat secara

efektif diubah dengan metode lean manufacturing.

Gambar 2.5 menunjukkan aliran limbah produk kemasan, antara limbah

produk kemasan dan lingkungan harus ada tingkatan daur ulang (daur ulang

didefinisikan sebagai penggunaan ulang, seperti wadah isi ulang, ditambah bahan
25

daur ulang, seperti cullet, limbah kertas karton, plastik, alumunium, dan lain

sebagainya).

Gambar 2.5.
Simplified Product and Packaging Waste Flow

Gambar 2.6 menunjukkan biaya dan manfaat untuk mencegah PCW sampai

TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dimana lingkungan yang kita definisikan sebagai

tanah, air dan udara. Tingkat optimal limbah untuk tempat pembuangan akhir dengan

lingkungan diberikan oleh W* manfaat marjinal mengurangi limbah (= kerusakan

marginal dihindari) disamakan dengan biaya marjinal mencegah limbah mencapai

tempat pembuangan akhir.

Gambar 2.6.
Optimal Disposal of Waste to Final Environments
26

Kurva biaya A'(W) antara W1 dan W* merupakan fungsi biaya minimal,

yakni harus mewakili satu cara termurah mengamankan pengurangan sumber dan

daur ulang.

Gambar 2.7 mengilustrasikan. T1, T2 dan T3 sebagai daur ulang atau

pengurangan limbah teknologi. A'(W) adalah fungsi biaya minimum yang terdiri dari

bagian-bagian biaya terendah dari unsur fungsi biaya marjinal Yi'(W).

Gambar 2.7.
Least Cost Waste Reduce Options

Dari gambar teserbut diatas dapat disimpulkan, sebagai berikut :

i) Pendekatan efisiensi ekonomi (benefit-cost) untuk pembuangan limbah

mengakibatkan manfaat marjinal berkurang pada pembuangan akhir (=kerusakan

dihindari) menjadi disamakan dengan biaya marjinal untuk mencegah limbah

ketempat pembuangan akhir.


27

ii) Biaya 'pencegahan pembuangan akhir' terdiri biaya pengurangan sumber

dan biaya daur ulang, sehingga fungsi biaya pencegahan adalah kombinasi biaya

dari teknologi yang tersedia.

Eliminating Waste (Minimalisir pemborosan)

Hal ini membutuhkan usaha yang terus menerus pada cost reduction untuk

mempertahankan keuntungan di bidang manufaktur. Cara utama untuk mengurangi

biaya adalah untuk menghasilkan, secara tepat waktu, dan menghilangkan

pemborosan (waste). Ada berbagai cara untuk menganalisis dan menerapkan cost

reduction, mulai dari awal desain hingga pembuatan dan penjualan.

Salah satu tujuan dari daya saing yang kompetitif, bagaimanapun, adalah

untuk mencari waste dan menghilangkannya. Hal ini dimungkinkan untuk

mengungkap jumlah waste sangat besar dengan mengamati anggota tim,

perlengkapan, material dan organisasi di lini produksi yang sebenarnya.

Dalam setiap kasus, waste tidak pernah meningkatkan nilai, melainkan hanya

meningkatkan biaya karena pada dasarnya waste meruapakan pemborosan menurut

Fujio Cho dari Toyota, dimana sesuatu yang berlebih diluar kebutuhan minimum atas

peralatan, bahan, komponen, tempat, dan waktu kerja yang mutlak diperlukan untuk

proses nilai tambah suatu produk (Kiyoshi, 2001:9). Perbaikan terus-menerus

berfokus pada penghapusan tujuh jenis utama dari waste (pemborosan) yang

ditemukan oleh Toyota (Kiyoshi, 2001:12) adalah sebagai berikut:

1). Over-Production (kelebihan produksi)

2). Waiting Time (waktu menunggu)

3). Conveyance (transportasi)

4). Processing (pemrosesan)


28

5). Inventory (tingkat persediaan barang)

6). Motion (gerak)

7). Correction/Scrap (cacat produksi)

Over-Production / kelebihan produksi

Setiap industri kemasan (flexfible packaging) sulit untuk memproduksi jumlah

(quantity) sesuai pesanan sehingga perlu memberikan perhatian khusus terhadap

waste akibat overproduksi.

Ada dua jenis overproduksi:

a) Memproduksi terlalu banyak (melebihi dari jumlah yang dibutuhkan) dan

b) Memproduksi terlalu dini (sebelum waktunya).

Over production mengundang lebih banyak waste karena menyembunyikan

masalah di bawah selubung inventory.

Berikut ini adalah contoh dari pemborosan yang diakibatkan oleh kelebihan

produksi:

 Kebutuhan untuk bahan tambahan dan partsnya

 Peningkatan kebutuhan wadah untuk menyimpan seperti palet

 Peningkatan kebutuhan kendaraan angkut (hand palet, forklift, truk)

 Peningkatan stok dan peningkatan jam tenaga kerja untuk kontrol stok

 Peningkatan kebutuhan akan penyimpanan dan ruang untuk gudang

Faktor-faktor berikut adalah penyebab overproduction:

 Antisipasi terhadap kerusakan mesin, cacat dan ketidakhadiran

 Kekeliruan dalam menaikkan operational rate dan efisiensi

 Pemikiran bahwa penghentian line adalah tindakan yang berdosa

 Variasi dalam beban (load)


29

Waiting Time (waktu menunggu)

Waktu adalah sumber daya yang terbatas. Dalam dunia manufaktur, waktu

adalah uang. Menunggu yang diakibatkan dari kerusakan, giliran, penundaan, tata

letak yang buruk, atau urutan pekerjaan; harus dihilangkan. Preventive Maintenance

dan changeovers yang cepat sangat penting untuk daya saing global. Mengurangi

waktu siklus dengan menghilangkan menunggu dalam urutan kerja juga dapat

memiliki efek mendalam pada produktivitas.

Conveyance (pengangkutan/tranportasi)

Layout tidak efisien dan hasil desain fasilitas dalam mengangkut parts,

material dan orang-orang adalah permasalahan terkait pengangkutan hal ini terjadi

karena perencanaan yang buruk. Material harus maju dari satu sel atau posisi ke

depan secepat mungkin tanpa berhenti di setiap tempat penyimpanan. Area

pengiriman harus dekat dengan proses akhir. Tim kerja dan unit pendukung harus

ditempatkan berdekatan dimana rencana perbaikan, kordinasi proses, metode

transportasi, pemeliharaan dan pengkordinasian tempat kerja harus dilakukan.

(Over Processing / pengolahan)

Over processing adalah sesuatu yang sia-sia sebagaimana proses yang tidak

sesuai. Karyawan harus belajar untuk mengidentifikasi over processing, dan

melakukan processing yang sesuai tanpa menghabiskan lebih banyak waktu atau

usaha dari pada yang diperlukan.

Inventory (persediaan)

Mencegah persediaan yang tidak perlu adalah penting untuk keberhasilan.

Aliran kerja kontinyu melalui setiap proses memastikan bahwa jumlah kelebihan
30

persediaan dapat diminimalisasi. Inventory seringkali membutuhkan penanganan

tambahan, yang membutuhkan pula tenaga kerja dan peralatan tambahan.

Motion (gerak)

Wasted motion mencakup waktu dan energi. Idealnya semua gerakan atau

tindakan yang tidak perlu dieliminasi dari proses kerja. Wasted motion sering

diabaikan karena seolah merupakan bagian dari proses.

Proses kerja harus dirancang sedemikian rupa sehingga item diposisikan dekat

satu sama lain. Jumlah aktivitas yang tidak perlu untuk mengubah, mengangkat dan

mencapai sesuatu harus dieliminasi. Peningkatan yang sama untuk menghilangkan

gerakan sia-sia (wasted motion) sering memiliki manfaat ergonomis. Tujuannya

adalah untuk memastikan bahwa semua aktivitas menambah nilai pada produk.

Sangatlah tidak bertanggung jawab untuk meneruskan pekerjaan yang tidak

menghasilkan nilai tambah untuk melanjutkan pekerjaan. Dengan memastikan bahwa

semua pekerjaan memberikan nilai tambah ini berarti kita membangun keamanan

kerja ke dalam sistem produksi.

Correction (Perbaikan) / Scrap (cacat produksi) / Defect

Waste akibat koreksi adalah hasil dari kualitas internal yang buruk.

Memproduksi produk cacat atau produk yang memerlukan perbaikan menambah

biaya tenaga kerja tambahan, bahan, sarana dan alat angkut.

Beberapa contoh adalah:

a). Waste untuk penanganan tambahan

b). Waste untuk tenaga kerja tambahan

c). Risiko cacat lebih disebabkan oleh penanganan tambahan

d). Risiko memberikan pelanggan produk yang lebih rendah


31

Waste karena item sisa/cacat (scrap) juga merupakan hasil dari kualitas

internal yang buruk. Bila suatu item tersisa, dampaknya akan dirasakan di berbagai

bidang.

Kerugian finansial yang jelas berkaitan dengan item tersebut.

 Waste yang berhubungan dengan extra holding part dalam inventory.

 Tenaga Kerja yang terbuang untuk memproduksi bagian yang rusak.

 Waste akibat penanganan, pemindahan dan pembuangan item sisa.

 Meningkatkan mutu internal memiliki dampak yang signifikan pada bisnis.

Ada banyak tools yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mereduksi

pemborosan (waste) pada proses produksi agar perusahaan dapat menghemat sumber

daya bahan baku, waktu dan energi sehingga terjadi peningkatan efisiensi, dapat

mengunaan pendekatan Lean Manufacturing adalah suatu upaya terus-menerus untuk

menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added)

produk atau jasa agar memberikan nilai kepada pelanggan. Lean Manufacturing

adalah sebuah pendekatan yang sistematis untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi

pemborosan (waste). dan lain tools yang digunakan misalnya value stream mapping

(VSM) serta tools Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) untuk menganalisis

penyebab kegagalan proses produksi.

2.1.3. Kinerja Keuangan

Kinerja perusahaan atau biasa dikenal juga dengan kinerja organisasi

merupakan suatu indikator tingkat kesuksesan dalam mencapai tujuan perusahaan,

untuk itu kinerja perusahaan yang baik menunjukkan kesuksesan dan efisiensi

perilaku perusahaan (Suliyanto, 2009).


32

Kinerja perusahaan terkait dengan informasi yang akan diperoleh, agar dapat

memperbaiki berbagai informasi terutama yang relevan dengan informasi internal,

maka selanjutnya dikembangkan pengukuran kinerja perusahaan yang memadukan

faktor keuangan dan non-keuangan (Rustiana Hamidah, 2013).

Informasi terkait faktor keuangan merupakan suatu kinerja keuangan yaitu

prestasi kerja suatu perusahaan di bidang keuangan. Kinerja keuangan juga dapat

diartikan sebagai prestasi yang telah diwujudkan melalui kerja yang telah dilakukan

dan dituangkan dalam laporan keuangan serta dapat digunakan sebagai tolok ukur

untuk mengetahui tingkat keberhasilan perusahaan dalam periode tertentu (Kwartika,

2007). Menurut Hanafi dan Halim (1996), kinerja keuangan berarti kondisi keuangan

perusahaan pada periode waktu tertentu yang berbeda dari kondisi sebelumnya,

dimana kinerja ini diukur dengan rasio keuangan yang terdiri dari likuiditas,

solvabilitas, rentabilitas, aktivitas, dan pasar. Kinerja keuangan merupakan

kemampuan perusahaan mempertahankan dan memperbaiki kondisi keuangan

perusahaan sehingga tidak mengarahkan perusahaan kepada risiko keuangan yang

lebih besar (Husnan, 1998 dalam Ana, 2006). Untuk memahami kinerja keuangan

diperlukan sumber informasi yang akurat, yaitu laporan keuangan.

Kinerja keuangan perusahaan merupakan suatu tampilan atau keadaan secara

utuh atas keuangan perusahaan selama periode/kurun waktu tertentu. Kinerja

keuangan merupakan gambaran atas kondisi keuangan sebuah perusahaan, Sawir

(2005) yang dikutip oleh Solikhah (2010). Perusahaan yang memanfaatkan

sumberdaya strategisnya dengan baik, maka perusahaan itu diyakini mampu untuk

menciptakan suatu nilai tambah dan keunggulan kompetitif yang nantinya akan

bermuara pada peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Peningkatan kinerja


33

keuangan akan memberikan keuntungan bagi stakeholder. Hal tersebut senada

dengan teori RBT dan Stakeholder.

Penelitian Mahama (2006) membuktikan bahwa sistem pengukuran kinerja

yang merupakan bagian dari sistem pengendalian manajemen berpangaruh secara

langsung dan positif dengan kinerja perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh

Henri (2006) dan Widener (2007) tidak melakukan pengujian hubungan langsung

SPM dengan kinerja perusahaan. Penelitian ini menduga bahwa SPM memiliki

pengaruh langsung dengan kinerja perusahaan. Untuk itu penelitian ini juga akan

melakukan pengujian langsung SPM dengan kinerja perusahaan khususnya kinerja

keuangan.

Nilai perusahaan dapat dicapai melalui peningkatan kinerja keuangan

perusahaan. Kinerja keuangan merupakan faktor penting bagi investor dalam

pembuatan keputusan ketika akan melakukan kegiatan investasi. Koesno 1990)

dalam Resmi (2000) mengatakan bahwa salah satu faktor penting yang

mempengaruhi harapan investor adalah kinerja keuangan dari tahun ke tahun.

Investor tentunya akan lebih menyenangi perusahaan yang memiliki kinerja

keuangan yang baik karena semakin baik kinerja keuangan berarti semakin besar

kemampuan perusahaan dalam memberikan return sesuai harapan investor. Semakin

besarnya kemampuan perusahaan dalam memberikan return akan meningkatkan

kepercayaan investor yang akhirnya meningkatkan minat investor untuk berinvestasi.

Hal ini membuat harga saham menjadi tinggi, artinya nilai perusahaanpun semakin

tinggi.

Menurut Penman (1991) dalam Ulupui (2006), kinerja keungan dapat diukur

dengan beberapa indikator antara lain current ratio (CR), debt to equity ratio (DER),
34

rasio total assets turnover (ATO), return on investment (ROI), dan return on equity

(ROE).

1. Current ratio (CR)

Rasio lancar adalah ukuran dari likuiditas jangka pendek. Rasio lancar

perbandingan antara aset lancar dengan kewajiban lancar. Bagi perusahaan, rasio

lancar yang tinggi menunjukkan likuiditas, tetapi ia juga bisa dikatakan

menunjukkan penggunaan kas dan aset jangka pendek secara tidak efisien (Ross,

Westerfield, Jordan, 2008). Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Suatu perusahaan yang mampu

membayar belum tentu mampu memenuhi segala kewajiban keuangan yang harus

dipenuhi (Sofyan, 2007).

2. Debt to equity ratio (DER)

Debt to Equity Ratio (DER) atau rasio hutang atas modal adalah

menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-

hutang kepada pihak luar. Sawir (2001:13) menyatakan bahwa debt to equity ratio

adalah menggambarkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh

kekayaan yang dimiliki.

3. Total assets turnover (ATO)

Merupakan rasio aktivitas yang digunakan untuk mengukur sampai

seberapa besar efektivitas perusahaan dalam menggunakan sumber dayanya yang

berupa asset.

Semakin tinggi rasio ini semakin efisien penggunaan asset dan semakin

cepat pengembalian dana dalam bentuk kas (Abdul Halim, 2007). Total Assets
35

Turnover sendiri merupakan rasio antara penjualan dengan total aktiva yang

mengukur efisiensi penggunaan aktiva secara keseluruhan.

4. Return on investment (ROI)

Return on investment (ROI) adalah pengukuran kemampuan perusahaan

secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah

keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan.

5. Return on equity (ROE)

Menurut Agus Sartono (2001), ROE merupakan pengembalian hasil atau

ekuitas yang jumlahnya dinyatakan sebagai suatu parameter dan diperoleh atas

investasi dalam saham biasa perusahaan untuk suatu periode waktu tertentu.

Menurut Robert Ang (1997), bahwa menggunakan modal sendiri untuk untuk

menghasilkan laba atau keuntungan bersih. Besarnya ROE sangat dipengaruhi

oleh besarnya laba yang diperoleh perusahaan, semakin tinggi laba yang diperoleh

maka akan semakin meningkatkan ROE.

Untuk mengukur kinerja keuangan perlu adanya alat yang dapat melihat sejauh

mana kinerja keuangan terbentuk dan dapat diukur, untuk itu alat yang dapat dipakai

dalam rangka mengukur kinerja keuangan adalah Laporan Keuangan, Budgeting

(Anggaran/Target), Balance Scorecard, Du Pont System dan Analisa Laporan

Keuangan (Rasio Keuangan).

2.1.3.1. Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh

informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil pencapaian

perusahaan. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan (2012), laporan keuangan merupakan bagian dari proses


36

pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca,

laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam

berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan

dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan

keuangan. Laporan keuangan merupakan alat yang digunakan untuk

mengkomunikasikan informasi keuangan suatu perusahaan dan aktivitas-aktivitasnya

kepada pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, baik pihak internal maupun

pihak eksternal perusahaan. Pihak-pihak tersebut adalah investor, karyawan, pemberi

pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah, dan

masyarakat.

Menurut IAI (2012) dalam PSAK tujuan laporan keuangan adalah

menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan

posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai

dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan yang disusun untuk

tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Manfaat laporan

keuangan tersebut menjadi optimal bagi investor apabila investor dapat menganalisis

lebih lanjut melalui analisis rasio keuangan (Penman, 1991 dalam Ulupui 2006).

Laporan keuangan sudah menjadi kebutuhan utama pihak-pihak dalam proses

pengambilan keputusan. Laporan keuangan pada umumnya terdiri dari 3 jenis, yaitu :

Neraca, Laba-Rugi, dan Arus Kas, sebenarnya memberikan informasi menyeluruh

mengenai kondisi perusahaan tetapi karena sifatnya menyeluruh dan general purpose

maka kedalaman informasi itu berkurang. Apalagi diketahui sifat-sifat akuntansi itu

sendiri mengandung berbagai hal yang menimbulkan keterbatasan dan kelemahannya


37

sendiri. Untuk tidak terjebak dalam masalah ini, di samping agar bisa menggali

informasi yang lebih luas, maka diperlukan Analisis Laporan Keuangan.

Analisis Laporan Keuangan ini dapat memperluas dan mempertajam informasi

yang disajikan oleh laporan keuangan. Analisis ini dapat menggali dan

mengungkapkan berbagai hal yang tersembunyi dalam laporan keuangan biasa. Hasil

analisis ini dapat memberikan informasi dengan tujuan screening, diagnosis,

evaluasi, dan prediksi keadaan ekonomi perusahaan. Dengan demikian analisis

laporan keuangan ini menjadi sangat bermanfaat bagi manajemen dan investor. Jika

analisis keuangan merupakan upaya mencari hubungan antara berbagai pos yang ada

dalam laporan keuangan perusahaan, maka dalam kegiatan ini kita perlu memilik

teknik dan metodenya. (Sofyan, 2006). Analisis laporan keuangan suatu perusahaan

pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan

tingkat resiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan. Analisis laporan keuangan

juga penting dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu perusahaan.

Informasi ini diperlukan untuk mengevaluasi kinerja yang dicapai manajemen

perusahaan di masa yang lalu, dan juga untuk bahan pertimbangan dalam menyusun

rencana perusahaan kedepan. Salah satu cara memperoleh informasi yang bermanfaat

dari laporan keuangan perusahaan adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan.

(Sudana, 2011).

2.1.3.2. Budgeting (Anggaran/Target)

Anthony dan Vijay (2011:91) menyatakan bahwa anggaran merupakan alat

penting untuk perencanaan dan pengendalian jangka pendek yang efektif dalam

organisasi. Suatu anggaran operasi biasanya meliputi waktu satu tahun dan

menyatakan pendapatan dan beban yang direncanakan untuk tahun itu.


38

Anggaran mempunyai karateristik-karakteristik sebagai berikut :

1) Anggaran mengestimasikan potensi laba dari unit bisnis tersebut.

2) Dinyatakan dalam istilah moneter, walapun jumlah moneter mungkin didukung

dengan jumlah nonmoneter (contoh : unit yang terjual atau diproduksi, tingkat

waste, material cost dan sebagainya).

3) Biasanya meliputi waktu satu tahun

4) Merupakan komitmen manajemen dimana manajer setuju untuk menerima

tanggung jawab atas pencapaian tujuan-tujuan anggaran.

5) Usulan anggaran ditinjau dan disetujui oleh pejabat yang lebih tinggi

wewenangnya dari pembuat anggaran.

6) Setelah disetujui, anggaran hanya dapat dirubah dalam kondisi-kondisi tertentu.

7) Secara berkala, kinerja keuangan actual dibandingkan dengan anggaran, dan

varians dianalisis serta dijelaskan.

Anthony dan Vijay (2011:94) dalam menyusun anggaran (budgeting) mempunyai

empat tujuan utama, yaitu :

1) Untuk menyesuaian rencana strategis

2) Untuk membantu mengkordinasikan aktivitas dari beberapa bagian organisasi

3) Untuk menugaskan tanggung jawab kepada manajer, untuk mengotorisasi

jumlah yang menjadi wewenang mereka untuk digunakan dan untuk informasi

kepada mereka tentang kinerja yang diharapkan dari mereka

4) Untuk memperoleh komitmen yang merupakan dasar untuk mengevaluasi

kinerja aktual manajer.

Terkait dengan penyusunan anggaran atau budgeting, maka nilai-nilai yang

menjadi dasar adalah apa yang menjadi target dari suatu perusahaan, misalnya : nilai
39

sales sebesar 120 milyar setahun dan perbulan menjadi 10 milyar (120 milyar / 12

bulan = 10 milyar), tingkat material cost sebesar 70% per bulan dari sales netto,

waste sebesar 12% per bulan dari proses produksi yang dikerjakan dan lain

sebagainya.

Terkait dengan waste, maka waste merupakan selisih antara material yang

keluar dari gudang (dipakai) dikurangi dengan barang jadi (finish goods) dibagi

dengan material yang keluar (terpakai), secara formula dapat dirumuskan sebagai

berikut:

W = (MK – FG)/MK x 100 …………………………………………………….. 2.1.

Dimana :

W = Waste,

MK = Material Keluar/Terpakai, dan

FG= Finish Goods

Contoh :

Material Keluar sejumlah 10.000 m2 dimana FG (hasil jadi) secara meter

sejumlah 8.750 m2, maka wastenya adalah : 12,5% dengan perhitungan sebagai

berikut:

= 10.000 m2 – 8.750 m2 / 10.000 m2 x 100 = 12,5%

Dari hasil waste tersebut, apabila perusahaan menetapkan target waste (budget)

sebesar 12%, maka waste tersebut berada diatas target yang artinya performance

(kinerja kurang bagus), karena terdapat peningkatan biaya (increasing cost) sebesar

0,5% dari target.

Dengan adanya varians, maka manajemen perlu menganalisis dan menjelaskan

kenapa bisa terjadi selisih (varians) yang menyebabkan waste lebih tinggi dari yang
40

ditargetkan. Apakah hal ini terjadi karena kurang kontrolnya, ada prosedur dan

perencanaan yang salah atau belum maksimalnya penerapan sistem pengendalian

majemen pada perusahaan tersebut.

Anggaran merupakan komitmen, oleh karena itu anggaran menjadi tolok ukur

(benchmark) terhadap kinerja aktual dapat dinilai karenanya anggaran merupakan

titik awal yang terbaik dalam menilai kinerja meskipun terkadang asumsi-asumsi

yang melandasinya berubah (Anthony dan Vijay, 2011:95).

2.1.3.3. Analisa Laporan Keuangan (Rasio Keuangan)

Untuk mengukur keuangan perusahaan dengan menggunakan rasio-rasio

keuangan terdiri dari beberapa rasio. Setiap rasio memiliki tujuan, kegunaan dan

mengandung arti tertentu. Kemudian setiap rasio diukur dan diinterprestasikan,

sehingga menjadi berarti bagi pengambilan keputusan. Untuk memudahkan

pemahaman penggunaan rasio keuangan, maka angka-angka yang digunakan adalah

angka-angka yang tertera dalam neraca dan laporan keuangan.

Menurut Martono & Harjito (2004) jenis-jenis rasio-rasio keuangan yang

dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Activity Ratio (Rasio aktivitas)

Activity ratio mengukur sejauh mana efektivitas manajemen perusahaan

dalam mengelola asset-asetnya. Artinya mengukur kemampuan manajemen

perusahaan dalam mengelola persediaan bahan mentah, barang dalam proses, dan

barang jadi serta kebijakan manajemen dalam mengelola aktiva lainnya dan

kebijakan pemasaran. Rasio aktivitas menganalisis hubungan antara laporan laba-

rugi, khususnya penjualan, dengan unsur-unsur yang ada pada neraca, khususnya
41

unsur-unsur aktiva. Rasio aktivitas ini diukur dengan istilah perputaran unsur-

unsur aktiva yang dihubungkan dengan penjualan.

a) Receivable Turnover (perputaran piutang)

Memberikan wawasan tentang kualitas piutang perusahaan dan kesuksesan

perusahaan dalam mengumpulkan piutang dagang.

b) Inventory Turnover (perputaran persediaan)

Dihitung dengan cara membagi harga pokok penjualan dengan rata-rata

persediaan. Rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas manajemen

perusahaan dalam mengelola persediaan.

c) Receivable Turnover in Days (Perputaran Piutang Harian)

Receivable Turnover in Days disebut juga sebagai average collection period

yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

mengumpulkan jumlah piutang dalam setiap jangka waktu tertentu.

d) Total Asset Turnover (Perputaran Aktiva)

Total Asset Turnover (TATO) mengukur perputaran dari semua aset yang

dimilki perusahaan. Total Asset Turnover dihitung dari pembagian antara

penjualan dengan total asetnya.

2. Profitability Ratio (Rasio Profitabilitas)

Rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis rasio yang menunjukan laba

dalam hubungannya dengan penjualan dan rasio yang menunjukan laba dalam

hubungannya dengan investasi.

Kedua rasio ini secara bersama-sama menunjukan efektivitas rasio

profitabilitas dalam hubungannya antara penjualan dengan dengan laba.

a) Gross Profit Margin


42

Merupakan perbandingan penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan

dengan penjualan bersih atau rasio antara laba kotor dengan penjualan bersih.

b) Net Profit Margin (NPM) atau Margin Laba Bersih

Merupakan keuntungan penjualan setelah menghitung seluruh biaya dan pajak

penghasilan. Margin ini menunjukan perbandingan laba bersih setelah pajak

dengan penjualan.

c) Return on Investment (ROI)

Return on invesment merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas

jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan atau suatu ukuran tentang

efisiensi manajemen. Rasio ini menunjukkan hasil dari seluruh aktiva yang

dikendalikannya dengan mengabaikan sumber pendanaan dan biasanya rasio

ini diukur dengan persentase. Rasio ini menunjukkan produktifitas dari

seluruh dana perusahaan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.

Semakin kecil (rendah) rasio ini semakin tidak baik, demikian pula

sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur efektifitas dari dari

keseluruhan operasi perusahaan.

d) Return on Equity (ROE)

Return on Equity (ROE) atau sering disebut Rentabilitas Modal Sendiri

dimaksudkan untuk mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi

hak pemilik modal sendiri

2.1.4. Kemasan Fleksibel

Di era perdagangan bebas dewasa ini, industri pengemasan sebagai salah satu

pilar penting industri nasional, harus siap untuk terjun di pasar global, tidak sekedar
43

berorientasi dosmistik semata. Untuk itu kalangan industri harus dapat meningkatkan

daya saing dengan senantiasa mempertahankan mutu kemasan yang dihasilkan.

Kemasan mempunyai peranan penting untuk menunjang operasional suatu

industri manufaktur maupun industri jasa. Produk kemasan disamping berfungsi

untuk mewadahi dan melindungi produk yang dihasilkan oleh industri manufaktur

atau industri jasa lain, juga berfungsi sebagai alat untuk mengkomunikasikan produk

kepada pelanggan. Kemasan yang baik dapat meningkatkan nilai tambah suatu

produk. Pertumbuhan industri pangan, farmasi, dan barang barang kebutuhan

konsumen yang pesat telah mendorong peningkatan permintaan terhadap industri

kemasan. Peningkatan ini juga didorong oleh tumbuhnya sektor ritel berbagai

macam produk, sehingga meningkatkan kebutuhan akan produk kemasan.

Fungsi utama pengemasan adalah mengawetkan dan melindungi produk

pangan yang dikemas. Pengemasan melindungi produk dari kerusakan fisik, kimia

dan biologi. Kontaminasi fisik, kimia dan biologi dapat diminimalkan dengan

pengemasan yang baik. Pengemasan melindungi produk dari lingkungan luar. Uap

air dan oksigen dari lingkungan luar yang kontak dengan produk pangan umumnya

dapat menyebabkan kerusakan produk terutama produk kering dan produk yang

sensitif terhadap oksidasi.

Industri kemasan fleksibel sangat sensitive terhadap produk yang dihasilkan

karena terkait dengan produk pelanggan (cutomer) yang berhubungan dengan

masyarakat umum. Apabila produk kemasan fleksibel tidak baik, bukan saja

merugikan pelanggan tapi juga merugikan masyarakat sebagai pengguna akhir

(pemakai) dan juga perusahaan kemasan fleksibel itu sendiri, dimana selain barang

yang dibuat akan di retur, besar kemungkinan pelanggan akan meminta ganti rugi
44

atas cacatnya produk kemasan yang dipesan, terkadang ganti rugi itu sendirinya

nilainya bisa jauh lebih besar dari harga produk kemasan itu sendiri sehingga

perusahaan akan mengalami kerugian yang besar yang bisa mengakibatkan

penurunan kinerja keuangan yang pada akhirnya bisa membuat perusahaan keluar

dari industri kemasan fleksibel dan bahkan bisa pailit..

Dalam industri kemasan fleksibel dimana pada umumnya berdasarkan

pesanan (job order cost) sehingga yang menjadi skala prioritas adalah keinginan dan

kepuasan pelanggan. Oleh karena itu proses produksi yang dilakukan harus seefektif

dan seefisien mungkin guna menghindari waste dan complaint dari pelanggan. Untuk

itu perlu dilakukan penerapan sistem pengendalian manajemen yang baik agar profit

dapat terjaga bahkan meningkat sehingga kinerja keuangan menjadi lebih baik.

Secara agregat, perkembangan industri domestik sendiri terpengaruh oleh

perkembangan industri didalam dan diluar negeri. Selain itu perkembangan ekspor -

impor Industri Kemasan Fleksibel (Plastik) Indonesia menurut data BPS (Biro Pusat

Statistik) dan Kementerian Perindustrian dan Perdagan dapat dilihat data-data

sebagai berikut :

Tabel 2.1.
Perkembangan Ekspor Industri Kemasan Fleksibel Indonesia
Tahun 2007 – 2009

Berat Pertumbuhan Nilai Pertumbuhan


Tahun
(Ton) (%) (US$) (%)
2007 43,970.42 102,665,044
2008 44,485.29 1.17 115,962,352 12.95
2009 28,747.26 (35.38) 53,031,147 (54.27)
Sumber : BPS, 2010
45

Tabel 2.2.
Perkembangan Impor Industri Kemasan Fleksibel Indonesia
Tahun 2007 – 2009

Berat Pertumbuhan Nilai Pertumbuhan


Tahun
(Ton) (%) (US$) (%)
2007 220,264.05 325,367,517
2008 273,239.39 24.05 490,027,260 50.61
2009 535,546.79 96.00 611,645,875 24.82
Sumber : BPS, 2010

Tabel 2.3.
Perkembangan Impor Kemasan Plastik Indonesia
Tahun 2007 – 2011

Jumlah Pertumbuhan
Tahun
(USD$) (%)
2007 526.536.075
2008 1.155.442.989 119,44
2009 1.034.028.601 (10,51)
2010 1.525.087.446 47,49
2011 1.860.277.638 21,98

Dalam industry flexible Packaging ada 3 kelompok pembagian berdasarkan

segmentasi core bisnisnya, yaitu :

1. Perusahaan yang menghasilkan product berupa bahan baku utama dalam proses

kemasan fleksibel

2. Perusahaan yang menghasilkan produk kemasan fleksibel.

3. Perusahaan yang menyediakan mesin untuk produk industri kemasan fleksibel.

Tabel 2.4.
Perusahan yang memproduksi bahan baku flexible packaging

No. Perusahaan Bidang Usaha


Alumunium Foils for Packaging,
1 Indogravure, PT. Flexible Packaging
2 Avesta Continental Pack, PT. Alumunium Foils for Packaging
3 Indoaluminium Intikarsa Industri, PT. Alumunium Sheets and Foil Industry
4 Titatn Kimia Nusantara Tbk, PT. BOPP Film
5 Argha Karya Prima Industry Tbk, PT. Industry Flexible Packaging
OPP bag untuk Garmen, kartu
6 Buana Megah Sentosa, PT. ucapan, sampul, dll
7 Polydayaguna Perkasa, PT. OPP Film, CPP Film
46

8 Trias Sentosa, PT. OPP Film, Polyster Film


9 Nasional Chemical Industry TI. PT. OPP/PVC Film, Plastic Tape
10 Uniflex Kemasindo, PT. Packaging Manufacture
Plastic Container & Flexible
10 Guna Kemas Indah, PT. Packaging Industry
Plastic Container & Flexible
11 Guna Kemas Indah, PT. Packaging Industry
12 Multi Guna Agung, PT. Plastic Film and CPP Film Industry
Plastic Film Converting & Plastic
13 Alcan Packaging Flexipack, PT. Packaging Industry
Plastic Film Printing & Flexible
14 Plasindo Lestari, PT. Packaging Manufacturing
15 Pearl Star International, PT. Plastic Industry
Semarang Packaging Industry Jaya A., Plastic Packaging & CPP Film
16 PT. Industry
17 Prima Makmur Rotokemindo, PT. Plastic Packaging Industry
18 Supernova Flexible Packaging, PT. Plastic Packaging Industry
19 Tirta Mata, PT. Plastic Packaging Industry
20 Omni Kemas Industry, PT. Plastic Packaging Manufacture
21 Afixkogyo Indonesia, PT. Plastic Product Industry
22 Asiaplast Industries Tbk, PT. Plastic Product Industry
23 Bella Prima Perkasa, PT. Plastic Product Industry
24 Betts Indonesia, PT. Plastic Product Industry
25 Hagihara Westjava Industries, PT. Plastic Product Industry
26 Hasil Raya Industries, PT. Plastic Product Industry
27 Indonesia Pet Bottle, PT. Plastic Product Industry
28 Jaya Nurimba, PT. Plastic Product Industry
29 Kolon Ina, PT. Plastic Product Industry
30 Alumindo Intikarsa, PT. Allumunium Foil Product Industry

Tabel 2.5.
Perusahaan yang menghasilkan produk kemasan fleksibel

No. Perusahaan Bidang Usaha


Segel Tutup Botol / Capseal, PVC/PE
1 Berdikari Jaya, PT. shrink film
2 Genta Buana Barat, PT. Flaxible Packaging & Printing
Flaxible Packaging & Rotogravure
3 Elfrida Plastik, PT. Printing
Flexible Packaging & Rotogravure
4 Toppan Printing Indonesia, PT. Printing
5 Surya Multi Indopack, PT. Flexible Packaging and Printing Industry
6 Tomoko Daya Perkasa, PT. Flexible Packaging Industry
7 Prima Jaya Eratama, PT. Flexible Packaging Roll, Shopping Bag
Gravure Graphic Printing, Flexible
8 Indogravure, PT. Packaging
9 Alam Dianraya, PT. Packaging Printing (paper)
47

10 Maplas Indokemas Abadi, PT. Plastic Packaging Printing Industry


Plastic Product Industry, Rotogravure
11 Muliapack Intisempurna, PT. Printing
Plastic Sheet, Rotogravure printing,
12 Panverta Cakrakencana, PT. Flexible Packaging
13 Maju Jaya Utama Lestari, PT. Poly Bag & Rotogravure Printing
14 Iluva Gravure Industry, PT. Printed Flexible Packaging
15 Sampoerna Printpack, PT. Rotogravure & Carton Box Industry
16 Bima Sakti Indah, PT. Rotogravure printing and bag making
Rotogravure printing and Converting
17 Indokonverta Indah, PT. Industry
Rotogravure Printing and Converting
18 Rapigra, PT. Industry
19 Unipack Indosystems, PT. Rotogravure Printing and LLDPE Film
20 Surabaya Perdana Rotopack Rotogravure Printing Industry
Rotogravure Printing, Flexible
21 Pura Barutama, PT. Packaging
Alumunium Foils for Packaging, Flexible
22 Avesta Continental Pack, PT. Packaging
23 Respati, PT Flexible Packaging

Tabel 2.6.
Perusahaan yang menyediakan mesin untuk produk industry kemasan

No. Perusahaan Bidang Usaha


1 International Machinery, PT. Flexible Packaging Machinery
2 Mutek, PT. Flexible Packaging Machinery
3 Sunga An Co. Flexible Packaging Machinery
4. Fuji Co. Flexible Packaging Machinery
5 Hua Chou Flexible Packaging Machinery
6 Toshin Flexible Packaging Machinery

Tabel 2.7.
Perusahaan Luar Negeri yang menjadi pemain dalam industri kemasan

No. Perusahaan Bidang Usaha Negara


1 Fuji, Co. Ltd Flexible Packaging Machinery Jepang
2 Sungan Co. Ltd Flexible Packaging Machinery Korea
3 Klockner Pentaplast Raw Material Flexible Packaging Swedia
4 Hanwa Co. Raw Material Flexible Packaging Korea
5 DuPont Co. Raw Material Flexible Packaging USA
6 Sumitomo. Co. Raw Material Flexible Packaging Jepang
7 Topan Co. Rotogravure Printing Jepang
Raw Material Flexible Packaging
8 Innovia Co. Inggris
Industry
48

2.1.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu terkait dengan waste, sistem pengendalian manajemen

dan kinerja keuangan dapat dilihat pada tabel. 2.8 berikut ini :

Tabel 2.8.
Penelitian Terdahulu

Nama dan
Perbedaan dengan
No. Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian ini
Penelitian
1. Imelda Lidia, Peranan Sistem Terdapat hubungan yang Sama-sama berfokus
(2010) Pengendalian Manajemen positif antara SPM dengan pada SPM hanya saja
(SPM) dalam menunjang Efektivitas biaya produksi penelitian terdahulu
Efektivitas Biaya Produksi SPM tersebut
dimaksudkan untuk
menunjang efektivitas
Biaya Produksi
sedangkan dalam
penelitian ini untuk
Penurunan Waste
(Waste Reduce)
walaupun pada
dasarnya waste itu
sendiri adalah bagian
dari biaya produksi.
Selain itu dalam
pnelitian ini dikaitkan
dengan kinerja
keuangan.

2. Joanna L. Ho, The Impact of Penerapan SPM dapat Sama-sama berfokus


Cheng-Jen Management Control meningkatkan efisiensi pada SPM hanya saja
Huang and Systems (MCS) on dan kualitas kinerja yang penelitian terdahulu
Anne Wuc, Efficiency and Quality lebih tinggi dan hasil SPM tersebut
(2011) Performance secara keseluruhan dimaksudkan untuk
mendukung argumen menunjang efisiensi
bahwa sistem kontrol yang dan kinerja sedangkan
ketat dapat digunakan dalam penelitian ini
untuk mencapai efisiensi untuk Penurunan
dan kualitas kinerja. Waste (Waste Reduce)
walaupun pada
dasarnya efisiensi juga
dapat berpengaruh
pada waste. Selain itu
dalam penelitian ini
dikaitkan dengan
kinerja keuangan
sedangkan penelitian
sebelumnya tentang
kinerja pada umumnya.
49

3. Titin Pengaruh Sistem Hasil penelitian ini Sama-sama berfokus


Nurgahani, Pengendalian Manajemen menunjukkan bahwa pada SPM hanya saja
(2013) (SPM) dan Pengendalian sistem pengendalian penelitian terdahulu
Internal terhadap Kinerja manajemen berpengaruh SPM tersebut
Perusahaan terhadap kinerja disandingkan dengan
perusahaan, sedangkan Pengendalian Internal
pengendalian internal tidak dan pengaruhnya
berpengaruh signifikan terhadap kinerja
terhadap kinerja perusahaan sedangkan
perusahaan. Dan sistem dalam penelitian ini
pengendalian manajemen untuk Penurunan
dan pengendalian internal Waste (Waste Reduce)
secara simultan terdapat dan dikaitkan dengan
pengaruh signifikan kinerja keuangan
terhadap kinerja sedangkan penelitian
perusahaan. sebelumnya tentang
kinerja pada umumnya.

4. Kariyawasam Impact of Management Hasil penelitian ini Sama-sama berfokus


A.H.N. and Dr. Control Systems (MCS) on menunjukan bahwa SPM pada SPM hanya saja
Low L. T., The Normalized Profits of berdampak pada penelitian terdahulu
Kevin (2014) Manufacturing Companies keuntungan normal SPM tersebut dilihat
in Srilangka perusahaan manufaktur di pengaruhnya terhadap
Sri Lanka. Temuan Profit Normal dan
penelitian ini mendukung implikasinya terhadap
temuan Bloom et al (2011) kinerja perusahaan
dan Ho, Huang, & Wu sedangkan dalam
(2011) bahwa kontrol penelitian ini untuk
manajemen (SPM) Penurunan Waste
memiliki dampak positif (Waste Reduce) dan
pada kinerja keuangan dikaitkan dengan
suatu organisasi. kinerja keuangan

5. Dwi Penerapan Konsep Lean Penerapan Sistem Lean Perbedaan terletak


Kurniawan, Manufacturing untuk Manufacturing pada metode
(2010) Menghilangkan berpengaruh positif dalam pendekatan, dimana
Pemborosan (Waste) pada mengurangi lead time dalam penelitian ini
Lantai Produksi produksi. memakai Sistem
Pengendalian
Manajemen (SPM)
dalam rangka reduce
waste serta
implikasinya tehadap
kinerja keuangan
sedangkan penelitian
sebelumnya memakai
Lean Manufacturing
untuk mengurangi lead
time dalam proses
produksi sehingga
dapat mengurangi
waste (pemborosan).

6. Lilis Lianatus Pengurangan Waste pada Konsep Lean Six Sigma Perbedaan terletak
Solikhah, Proses Produksi Pupuk berpengaruh signifikan pada metode
(2011) Phonska dengan dalam menghilangkan pendekatan, dimana
50

pendekatan Lean Six waste dan perampingan dalam penelitian ini


Sigma proses yang tidak perlu memakai Sistem
didalam suatu proses, Pengendalian
dengan menitikberatkan Manajemen (SPM)
kecepatan proses dan dalam rangka reduce
menekan seminimal waste serta
mungkin variansi proses implikasinya tehadap
dan mencapai tingkat kinerja keuangan
kegagalan zero defect sedangkan penelitian
(0%). sebelumnya memakai
Lean Six Sigma untuk
menekan seminimal
mungkin variansi
proses dan mencapai
tingkat kegagalan zero
defect (0%) untuk
mencapai kepuasan.

7. Zaenal Fanani, Implementasi Lean Penerapan Sistem Lean Perbedaan terletak


Moses Laksono Manufacturing untuk Manufacturing pada metode
Singgih, (2011) Peningkatan Produktivitas berpengaruh positif dalam pendekatan, dimana
mengurangi lead time dalam penelitian ini
produksi memakai Sistem
Pengendalian
Manajemen (SPM)
dalam rangka reduce
waste serta
implikasinya tehadap
kinerja keuangan
sedangkan penelitian
sebelumnya memakai
Lean Manufacturing
untuk mengurangi lead
time dalam proses
produksi sehingga
dapat mengurangi
waste (pemborosan).

8. Khalil A. El- Seven wastes elimination Terdapat pengaruh yang Perbedaan terletak
Namrouty, targeted by lean signifikan (positif) dari pada metode
Mohammed S. manufacturing studi kasus lean manufacturing pendekatan, dimana
Abu Shaaban , pada perusahaan terhadap biaya produksi dalam penelitian ini
(2013) manufaktur di Jalur Gaza. pada perusahaan memakai Sistem
manufaktur di Jalur Gaza. Pengendalian
Manajemen (SPM)
dalam rangka reduce
waste serta
implikasinya tehadap
kinerja keuangan
sedangkan penelitian
sebelumnya memakai
Lean Manufaktur
untuk reduce waste
(Seven wastes
elimination) dalam
rangka meminimaze
biaya produksi.
51

9. Harliwantip, Analisa Lean Service Dengan Analisa Lean Perbedaan terletak


(2014) Guna Mengurangi Waste Service dapat diketahui pada metode
Pada Perusahaan Daerah PDAM masih terdapat pendekatan, dimana
Air Minum Banyuwangi tingkat kebocoran air yang dalam penelitian ini
terjadi relatif masih cukup memakai Sistem
tinggi. Hal ini Pengendalian
menyebabkan pelayanan Manajemen (SPM)
sambung baru kurang dalam rangka reduce
maksimal. waste serta
implikasinya tehadap
kinerja keuangan
sedangkan penelitian
sebelumnya memakai
Lean Service Guna
Mengurangi Waste
dalam rangka kepuasan
pelanggan.

10. Rahmawati Identifikasi Waste pada 7 waste dipengaruhi oleh Perbedaan terletak
(2011) Whole Stream Perusahaan factor-faktor : Material, pada metode
Rokok di PT. X16. man, machine, method dan pendekatan, dimana
environmen dalam penelitian ini
memakai Sistem
Pengendalian
Manajemen (SPM)
dalam rangka reduce
waste serta
implikasinya tehadap
kinerja keuangan
sedangkan penelitian
sebelumnya memakai
pendekatan 4M1E
Untuk mencari factor
dominan dalam 7
waste pada perusahaan
rokok.

2.2. Kerangka Pemikiran

Sistem pengendalian manajemen apabila diterapkan dengan baik akan dapat

menunjang efektivitas proses produksi yang kemudian dapat mengefisiensikan biaya

produksi (Imelda Lidia, 2010), selain itu juga Penerapan SPM yang baik dapat

nmeningkatkan efisiensi dan kualitas kinerja yang lebih tinggi (Joanna L. Ho,

Cheng-Jen Huang and Anne Wuc, 2011). Hal tersebut penting karena dengan

efektif, efisien dan peningkatan kualitas kerja akan dapat menurunkan waste
52

sehingga pada akhirnya akan menurunkan cost (cost reduce), penurunan cost ini akan

berdampak pada peningkatan profit yang mana pada akhirnya akan membuat kinerja

keuangan lebih baik lagi (Kariyawasam A.H.N. and Dr. Low L. T., Kevin, 2014).

Waste merupakan suatu pemborosan yang sangat merugikan perusahaan, oleh

karena itu penyebab dari waste harus dikenali dan diperhatikan agar lebih mudah

untuk mengontrol dan mengatisipasinya, untuk waste ini sendiri dikenal dengan

istilah 7 waste, yaitu yaitu overproduction, transportation, inventory,

overprocessing, motion, waiting dan defect (Khalil, Moha mmed dan Abu Shabab,

2013) dan Kiyoshi (2001) dalam Toyota way.

Sistem pengukuran kinerja yang merupakan bagian dari sistem pengendalian

manajemen berpangaruh secara langsung dan positif dengan kinerja perusahaan

(Mahama,2006). Oleh karena itu SPM memiliki pengaruh langsung dengan kinerja

perusahaan khususnya kinerja keuangan (Henri, 2006) dan Widener (2007).

Dari uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa peranan SPM dalam

menurunkan waste dapat berimplikasi pada kinerja keuangan suatu perusahaan yang

artinya semakin besar peranan SPM terhadap waste, maka semakin besar pula

pengaruhnya pada kinerja perusahaan, untuk lebih jelasnya kerangka pikir tersebut

diringkas dalam gambar 2.8.


53

Gambar 2.8.
Kerangka Pemikiran

2.3. Hipotesis Penelitian

2.3.1. Pengaruh Sistem Pengendalian Manajemen terhadap Waste

Waste (pemborosan) biasanya sering terjadi pada perusahaan yang kurang

efisien, karena itu apabila waste ingin ditekan serendah mungkin maka suatu

perusahaan harus melakukan tindakan yang efisien. Dengan melakukan tindakan

efisien berarti telah mengurangi bahkan mencegah timbulnya waste karenanya perlu

diterapkan sistem dan prosedur yang baik, dimana semua itu bisa dilakukan dengan

penerapan sistem pengendalian manajemen (SPM).


54

Joanna L. Ho, Cheng-Jen Huang and Anne Wuc, (2011) menyimpulkan

bahwa penerapan SPM dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas kinerja yang lebih

tinggi dan hasil secara keseluruhan mendukung argumen bahwa sistem kontrol yang

ketat dapat digunakan untuk mencapai efisiensi dan kualitas kinerja yang pada

akhirnya dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Dari uraian tersebut

dapat dirumuskan hipotesa.

H1. Terdapat pengaruh yang signifikan Sistem Pengendalian Manajemen terhadap

Waste.

2.3.2. Pengaruh Sistem Pengendalian Manajemen terhadap Kinerja Keuangan

Penelitian yang dilakukan oleh Kariyawasam A.H.N. and Dr. Low L. T., Kevin

(2014) menunjukan terdapat dampak SPM pada keuntungan normal perusahaan

manufaktur di Sri Lanka. Data yang diperoleh dari kuesioner, wawancara dengan

populasi sampel telah dianalisis dan diinterpretasikan dengan menggunakan berbagai

rasio keuangan serta alat statistik. Berdasarkan analisis data ditemukan bahwa SPM

berdampak pada keuntungan normal perusahaan manufaktur di Sri Lanka. Temuan

penelitian ini mendukung temuan Bloom et al (2011) dan Ho, Huang, & Wu (2011)

bahwa kontrol manajemen (SPM) memiliki dampak positif pada kinerja keuangan

suatu organisasi.

Sementara Imelda Lidia (2010) dalam penelitianya menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang positif antara SPM dengan efektivitas biaya produksi, oleh karena itu

perusahaan harus tetap mempertahankan SPM dan meningkatkan struktur serta

proses SPM secara priodik agar dapat meningkatkan efektifitas biaya produksi

sehingga profit perusahaan akan meningkat dan pada akhirnya kinerja keuangan akan

optimal. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan hipotesa.


55

H2. Terdapat pengaruh yang signifikan Sistem Pengendalian Manajemen terhadap

Kinerja Keuangan.

2.3.3. Pengaruh Waste terhadap Kinerja Keuangan

Waste merupakan segala aktivitas kerja yang tidak memberikan nilai tambah

dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream (Gaspersz,

2007). Di dalam lean manufacturing, waste harus dieliminasi pada setiap area

produksi yang mencakup value stream dalam pembuatan produk dalam sebuah

perusahaan. Eliminasi waste dilakukan untuk mencapai tujuan yaitu meminimasi

usaha manusia, meminimasi inventori, meminimasi waktu untuk mengembangkan

produk dan waktu untuk memenuhi permintaan pelanggan untuk mencapai produk

berkualitas dengan cara yang seefisien mungkin. Dengan begitu upaya

mengeliminasi waste diyakini mampu menstimulasi keunggulan bersaing perusahaan

terutama pada peningkatan produktivitas dan kualitas.

Waste yang dimaksud menurut Khalil A. El-Namrouty, Mohammed S. Abu

Shaaban (2013) dan Shigeo Shingo (Hines, Peter, and Taylor, 2000) yaitu

overproduction, defects, inappropriate processing, waiting, excess transportation,

unnecessary inventory, dan unnecessary motion.

Dalam menjalankan produksinya, setiap perusahaan pasti menngalami

permasalahan yaitu adanya terjadinya pemborosan (waste) pada proses produksi.

Pemborosan (waste) yang di alami oleh perusahaan berupa waktu menunggu

(waiting time), dan produk yang cacat (defect). Waktu menunggu yang terjadi

diakibatkan adanya suatu part sudah siap untuk di kerjakan, namun mesin yang akan

mengerjakan proses selanjutnya pada part tersebut masih mengerjakan pekerjaan

yang lain, hal ini akan meningkatkan work in process (WIP) dan akhirnya
56

mengurangi produktivitas perusahaan. Pemborosan berupa defect disebabkan karena

produk mengalami kegagalan proses produksinya. Dengan kata lain waste yang besar

akan mengakibatkan biaya besar sehingga profit menurun begitu sebaliknya waste

rendah akan meningkatkan profit, sehingga keberadaan waste perlu dikendalikan dan

dikontrol sebaik mungkin karena jika tidak dikontrol, maka akan berdampak buruk

pada kinerja keuangan suatu perusahaan. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan

hipotesa.

H3. Terdapat pengaruh yang signifikan Waste terhadap Kinerja Keuangan.

2.3.4. Pengaruh Sistem Pengendalian Manajemen dan Waste terhadap Kinerja

Keuangan

Dari uraian hipotesa 1 sampai dengan hipotesa 3 diatas, jelas bahwa sistem

pengendalian manajemen (SPM) dan waste mempunyai peran yang sangat besar

(signifikan) terhadap baik buruknya kinerja keuangan suatu perusahaan. Dengan kata

lain apabila perusahaan tidak menerapkan atau kurang konsisten dalam menerapkan

SPM dan mengontrol serta mengendalilan waste (pemborosan), maka perusahaan

yang akan menanggung akibatnya yang bisa mendatangkan kerugian bahkan bisa

membuat perusahaan pailit. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan hipotesa.

H4. Terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama Sistem Pengendalian

Waste terhadap Kinerja Keuangan.

Dari kerangka berpikir dan uraian tersebut diatas, maka dapat disusun

hipotesa sementara menjadi 4 hipotesa, yaitu :

H1. Terdapat pengaruh yang signifikan Sistem Pengendalian Manajemen terhadap

Waste.
57

H2. Terdapat pengaruh yang signifikan Sistem Pengendalian Manajemen terhadap

Kinerja Keuangan

H3. Terdapat pengaruh yang signifikan Waste terhadap Kinerja Keuangan.

H4. Terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama Sistem Pengendalian

Manajemen dan Waste terhadap Kinerja Keuangan.

Pengaruh antar variabel dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.9.
Paradigma Penelititian
BAB III

METODOLOGI

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode “kuantitatif verifikatif

kausalitas”. Metode kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan degan mengumpulkan

data kuantitatif dari hasil questioner (angket) yang diberikan kepada responden pada

industri kemasan fleksibel (plastik) di Indonesia, selanjutnya data tersebut akan

dianalisa dengan menggunakan alat analistik statistik pada program SPSS versi 20.0,

sedangkan verifikatif akan mengkaji kembali penelitian terdahulu yang relevan

terkait SPM, waste dan pengaruhnya terhadap kinerja keuangan selanjutnya

kausalitas untuk melihat hubungan antara dua variabel atau lebih. Hubungan dalam

penelitian ini merupakan hubungan kausal yaitu sebab akibat, dimana ada variabel

eksogen (bebas) yaitu variabel yang mempengaruhi variabel endogen (terikat) yaitu

variabel yang dipengaruhi.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini populasi dibatasi pada perusahaan flexible packaging

(kemasan fleksibel) di Indonesia yang berada dalam industri berdasarkan kelompok

kemasan plastik dengan metode rotogravure dan yang berada di pulau jawa dan

berbentuk badan usaha perseroaan terbatas (PT) dengan alasan sudah mewakili

(405=86,91%) dari populasi industri kemasan plastik di Indonesia (468=100%) dan

bentuk usaha perseroan terbatas akan lebih relevan jika dibandingan dengan

perusahaan persekutuan (CV) maupun perusahaan perorangan. Selanjutnya populasi

industri kemasan plastik yang berada di pulau jawa yang berbentuk badan usaha
59

perseroan terbatas (PT) sebanyak 195 (82,63%) dari seluruh populasi sebanyak 236

(100%).

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah perusahaan yang berbentuk

PT yang proses produksinya membuat bahan kemasan fleksibel yang berbahan dasar

plastik (film), karena kemasan yang fleksibel hanya bisa diolah oleh bahan dasar

plastik yang dipergunakan untuk mencetak atau film dari design yang dipesan oleh

pelanggan sedangkan maksud fleksibel disini adalah mudah dibawa, disimpan dan

dikemas atas produk tersebut yang nanti akan dipakai oleh pelanggan sebagai wadah

atas produk mereka masing-masing selain itu juga dipakai bahan lapis kedua yang

berbentuk alumunium foil yang berguna sebagai wada untuk mengawetkan dan

strerilisasi atas produk pelanggan yang rentan akan kondisi luar seperti obat-obatan.

Alumunium foil ini juga untuk mempermudah menyobek kemasan pada strip wadah

obat sehingga mudah dipakai oleh konsumen akhir.

Bahan dasar plastik ini berguna untuk menggambarkan huruf, symbol, angka

dan sebagainya sehingga untuk produk yang membutuhkan spesifikasi data dan

ketentuan tertentu akan lebih mudah disampaikan dalam produk tersebut, terutama

untuk produk yang mengandung kandungan bahan kimia tertentu. Proses pencetakan

design tersebut memerlukan bantuan bahan yang disebut cylinder.

Sampel yang akan diambil minimal 100 sampel dari populasi, menurut

Ferdinand (2000), dalam Merdi Fransisca (2011 - “Analisis Pengaruh Kualitas

Produk, Daya Tarik Promosi Dan Harga Terhadap Minat Beli Konsumen Pada

Produk Star one”). Dimana ukuran sampel yang sesuai antara 100 - 200. Bila ukuran

sample terlalu besar maka metode menjadi sangat sensitive sehingga sulit untuk

mendapatkan ukuran-ukuran Goodness of fit yang baik.


60

3.3. Teknik Pengumpulan Data

3.3.1. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara questioner (angket)

terhadap responden yaitu perusahaan kemasan fleksibel yang berbentuk badan usaha

perseroan (PT) dan tergabung dalam industri kemasan plastik yang berada di

Indonesia khususnya di pulau Jawa.

Selanjutnya teknik pengumpulan data berupa kuesioner tersebut, dilakukan

dengan cara mengumpulkan data berupa seperangkat pertanyaan atau pernyatan

tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2010:11). Dan untuk mengukur

pendapat responden dalam penelitian ini, digunakan skala linkert. Sugiyono

(2010:132) skala linkert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala linkert

maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian

indikator teserbut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen

yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Dalam skala linkert jawaban yang

dikumpulkan dapat berupa pernyataan positif maupun negatif untuk setiap item

pernyataan positif ataupun negatif diberi bobot sebagai berikut :

Tabel 3.1.
Skala Linkert Pertanyaan (Pernyataan) Positif dan Negatif

Skor untuk Skor untuk


No. Pernyataan pernyataan pernyataan
positif negatif
1. Sangat Setuju (SS) / Selalu 5 1
2. Setuju (S) / Sering 4 2
3. Ragu-Ragu (RR) / Kadang-Kadang 3 3
4. Tidak Setuju (TS) / Hampir Tidak Pernah 2 4
5. Sangat Tidak Setujut (STS) / Tidak Pernah 1 5
Sumber : (Sugiyono, 2014:94)
61

Setelah dilakukan pengukuran dan tabulasi atas pernyataan (jawaban)

responden, kemudian data tersebut dimasukan dalam garis kontinum yang

pengukurannya ditentukan dengan cara sebagai berikut :

Tidak Baik Kurang Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik


0,5 1 2 3 4 5
Sumber : (Sugiyono, 2014:99) y

Keterangan :

Skor tertinggi x jumlah pernyataan x


1. Nilai Indeks Maksimum =
jumlah responden
Skor terendah x jumlah pernyataan x
2. Nilai Indeks Minimum =
jumlah responden
3. Jarak Interval = (Nilai Maksimum – Nilai Minimum) : 5
4. Y = Total skor yang diperoleh

Skala kontinum diatas akan dipergunakan sebagai pedoman untuk

menginterpretasikan hasil penelitian untuk mengetahui apakah setiap dimensi dapat

dikatakan dalam kategori tertentu sesuai dengan nilai rata-rata jawaban dari

kuesioner yang telah diisi oleh responden kemudian dianalisis dalam deskripsi data

variabel penelitian yang mendeskripsikan hasil jawaban dari kuesioner yang

berkaitan dengan variabel sistem pengendalian manajemen, waste dan kinerja

keuangan.

3.3.2. Data Sekunder

Sedangkan untuk data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-

sumber lain, seperti data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian
62

Perindustrian dan Perdagangan (Kemendag), study perpustakaan, literatur-literatur,

jurnal-jurnal, penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dan lain sebagainya.

3.4. Variabel Penelitian

3.4.1. Identifikasi Variabel

Identifikasi variabel perlu dilakukan untuk memberikan gambaran dan acuan

dalam penelitian. Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan,

variabel-variabel dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Variabel eksogen

Variabel-variabel eksogen dalam model jalur ialah semua variabel yang tidak

ada penyebab-penyebab eksplisitnya atau dalam diagram tidak ada anak-anak

panah menuju ke arahnya, selain pada bagian kesalahan pengukuran, (Sarwono

& Suhayati, 2010). Dalam penelitian ini yang dijadikan variabel eksogen adalah:

sistem pengedalian manajemen (X).

2. Variabel endogen

Variabel endogen adalah variabel yang mempunyai anak panah menuju kearah

variabel tersebut. Variabel yang mancangkup di dalamnya adalah mencangkup

variabel perantara (intervening) dan variabel tergantung (terikat). Variabel

perantara endogen mempunyai anak panah yang menuju ke arahnya dan dari

arah variabel tersebut dalam suatu model diagram jalur, yang dijadikan variabel

perantara (intervening) adalah waste (Y). Sedangkan variabel tergantung

(terikat) mempunyai anak panah yang menuju ke arahnya, yang dijadikan

variabel tergantung (terikat) adalah kinerja keuangan (Z), (Sarwono & Suhayati,

2010).
63

3.4.2. Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini, operasional variabel didefinisikan sebagai waste, sistem

pengendalian manajemen dan kinerja keuangan.

Waste adalah pemborosan yang terjadi dalam semua aktivitas proses produksi yang

dilakukan untuk menghasilan suatu produk. Dan sistem pengendalian manajemen

merupakan rangkaian aktivitas dalam rangka menentukan tujuan, penentuan kinerja

dan evaluasi kinerja. Sedangkan kinerja keuangan merupakan hasil akhir dari suatu

aktivitas dimana waste dan sistem pengendalian manajemen dikaitkan dengan cost

dan profit yang merupakan unsur utama dalam kinerja keuangan. Untuk lebih jelas

dapat dilihat dalam table 3.1. sebagai berikut :

Tabel 3.2.
Operasional Vaiabel

No.
No. Variabel Notasi Dimensi Indikator Skala
Kuesioner

1. Waste Y Seven Wastes 1. Overproduction 1, 2


(Pemborosan) 2. Defects 3, 4
3. Inventory 5, 6
(Harliwantip, 4. Transportation 7
2014) 5. Waiting 8, 9
6. Motion 10
(Khalil A. El- 7. Over-prosessing 11
Namrouty,
Mohammed S. 5R (Ringkas-Rapi- 1. Ringkas 12
AbuShaaban, Resik-Rawat- 2. Rapi 13
2013) Rajin)br 3. Resik 14
4. Rawat 15
(Zaenal Fanani, 5. Rajin 16
Moses Laksono
Singgih, 2011) Conim (Continous SS (Sumbang Saran) 17
Improvement)
(Rahmawati,
2011) WRM (Waste 1. Brainstorming 18
Relations Matrix) 2. LKS (Lembar 19, 20
(Dwi Kurniawan, Ketidak Sesuaian)
2010)
64

No.
No. Variabel Notasi Dimensi Indikator Skala
Kuesioner

2. SPM (Sistem X Aktivitas 1. Planning 21, 22


Pengendalian Pengendalian 2. Coordinating 23, 24
Manajemen) Manajemen 3. Communicating 25, 26
4. Evaluating 27
(Titin Nurgahani, 5. Deciding 28, 29, 30
2013) 6. Inflluenting 31, 32

(Joanna L. Ho,
Cheng-Jen Huang DynamicTension 1. Konsistensi 33, 34
and Anne Wuc, dan Behavioral internal
2011) 2. Proses 35, 36
Pembelajaran
(Anthony and 3. Penekanan dan 37, 38
Govindarajan motivasi
2011)

(Hamed, 2010)

(Mundy, 2010)

(Linda Lo, 2013)

3. Kinerja Keuangan Z Profitability 1. ROA (Return on 39


Ratio Asset)
(Kariyawasam 2. ROI (Return on 40
A.H.N. and Dr. Invesment)
Low L. T., Kevin, 3. ROE (Return on 41
2014) Equity)
4. GPM (Gross 42, 43
(Sudana, 2011). Profit Margin)

(Solikhah, 2010) Budgeting Budgeting 44, 45, 46


(Anggaran)
(Ross,
Westerfield, and
Jordan, 2008).

1. Waste (Y)

Waste adalah salah satu indikator yang dapat mengukur atas prestasi dan

produktifitas kerja di bagian produksi. Besar kecilnya waste dapat menentukan

besar kecilnya profit (keuntungan) yang diterima oleh suatu perusahaan karena

waste Itu sendiri pada hakekatnya adalah unsur dari biaya. Semakin kecil biaya

semakin besar kesempatan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan sebaliknya


65

semakin besar biaya maka semakin kecil keuntungan bagi perusahaan bahkan bisa

mendatangkan kerugian sehingga waste berpengaruh langsung terhadap kinerja

keuangan suatu perusahaan (Khalil and Muhammed, 2013).

Waste tidak bisa dihilangkan atau dihindari, oleh karena itu waste perlu di

control agar besaranya dapat dikendalikan sesuai dengan target perusahaan.

Pengontrolan waste ini bukanlah pekerjaan mudah karena sangat tergantung

dengan unsur-unsur atau varibel-variabel yang mengikutinya yaitu faktor internal

maupun faktor eksternal antara lain; man (manusia/operator), machine (mesin),

material (bahan baku dan pembantu), method (SOP) dan terakhir environment

(lingkungan sekitar). Dengan demikian untuk pengedalian waste perlu adanya

SPM yaitu suatu sistem yang terintegrasi (Rakhmawati, 2011).

Dengan penerapan SPM yang baik dan konsisten diharapkan SPM dapat

berperan dalam mengendalikan waste, sehingga waste dapat ditekan seminimal

mungkin, waste yang rendah akan berdampak pada COGS sehingga profit akan

bertambah yang pada akhirnya akan berdampak pada kinerja keuangan yang

semakin baik.

Pada dasarnya waste meruapakan pemborosan menurut Fujio Cho dari

Toyota, dimana sesuatu yang lebih dari kebutuhan minimum atas peralatan,

bahan, komponen, tempat, dan waktu kerja yang mutlak diperlukan untuk proses

nilai tambah suatu produk (Kiyoshi, 2001:9). Perbaikan terus-menerus berfokus

pada penghapusan tujuh jenis utama dari waste (pemborosan) yang ditemukan

oleh Toyota (Kiyoshi, 2001:12) dan diuraikan lebih lanjut oleh Khalil A. El-

Namrouty, Mohammed S. AbuShaaban (2013) yang disebut dengan “seven main

types of wastes” yaitu Over-Production (kelebihan produksi), Waiting Time


66

(waktu menunggu), Conveyance (transportasi), Processing (pemrosesan),

Inventory (tingkat persediaan barang), Motion (gerak), Correction/Scrap (cacat

produksi).

2. Sistem Pengendalian Manajemen (X)

Sistem pengendalian manajemen (SPM) merupakan fungsi kritis dalam

organisasi (Merchant dan Van der Stede, 2007). Alasan ini memberikan makna

bahwa kegagalan perusahaan adalah karena kegagalan dalam menjalankan SPM

sehingga sangat fatal bagi perusahaan. SPM digunakan untuk mengelola tekanan

antara penciptaan inovasi dan pencapaian tujuan yang dapat diprediksikan dan

menyeimbangkan dilema dasar organisasi antara pengendalian dan fleksibilitas

(Henri, 2006; Simons, 1995).

Penggunaan SPM dalam perusahaan pada dasarnya berkaitan dengan

tekanan yang bersifat positif maupun negatif. Henri (2006) dalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa pengendalian diagnostik memberikan pengaruh negatif dan

sebaliknya pengendalian interaktif memberikan pengaruh positif. SPM perlu

dipertimbangkan untuk menjaga fleksibilitas dan mendukung perubahan

organisasi, inovasi dan pembelajaran organisasi (Atkinson, et al. 1997; Kloot,

1997; Simons, 1990). Simons (1990) membuktikan bahwa pengendalian

manajemen secara positif berkorelasi dengan inovasi terutama bagi perusahaan-

perusahaan konservatif dan secara negatif berkorelasi dengan inovasi bagi

perusahaan-perusahaan yang menekankan pada kewirausahaan.

SPM penting untuk pengendalian formal dan sistem umpan balik yang

bermaksud agar dapat memonitor hasil organisasi dan mengkoreksi

penyimpangan standar dari kinerja yang ditetapkan sebelumnya (Hofstede, 1978).


67

Oleh karena itu, banyak riset telah membuktikan bahwa SPM dijadikan sebagai

isu sentral dalam riset akuntansi manajemen (Harrison dan McKinnon, 1999;

Henri, 2006; Simons, 1995). Dengan demikian, SPM perlu dijalankan dengan

baik dalam setiap perusahaan. Apabila perusahaan gagal dalam menjalankannya

maka akan berakibat pada kerugian finansial yang sangat besar, rusaknya

reputasi perusahaan, dan berakhir kepada kegagalan organisasi (Merchant dan

Van der Stede, 2007).

3. Kinerja Keuangan (Z)

Kinerja keuangan dapat diartikan sebagai prestasi yang telah diwujudkan

melalui kerja yang telah dilakukan dan dituangkan dalam laporan keuangan serta

dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui tingkat keberhasilan

perusahaan dalam periode tertentu (Kwartika, 2007). Untuk memahami kinerja

keuangan diperlukan sumber informasi yang akurat, yaitu laporan keuangan.

Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh

informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil pencapaian

perusahaan. Manfaat laporan keuangan tersebut menjadi optimal bagi investor

apabila investor dapat menganalisis lebih lanjut melalui analisis rasio keuangan

(Penman, 1991 dalam Ulupui 2006).

Return on asset (ROA) merupakan salah satu tolok ukur untuk menilai

kinerja keuangan perusahaan. ROA menunjukkan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba dengan memanfaatkan total aset yang dimiliki perusahaan.

Dengan ROA yang tinggi maka tingkat kepercayaan investor kan meningkat

karena dengan ROA yang semakin tinggi berarti perusahaan mampu memberikan

return yang semakin tinggi pula bagi investor. Hal itu meningkatkan minat
68

investor untuk melakukan investasi pada perusahaan emiten. Minat investor yang

tinggi dalam melakukan kegiatan berinvestasi membuat investor tertarik membeli

saham perusahaan tersebut. Permintaan saham yang tinggi akan menyebabkan

harga saham perusahaan juga semakin tinggi. Artinya nilai perusahaan pun juga

semakin tinggi.

Selain itu kinerja keuangan juga dapat diukur dengan budgeting

(membandingkan antara target dengan aktual), balance scorecard dilihat dari

persfektif keuangan, analisa raio (rasio keuangan) dan du pont system.

3.5. Metode Analisis Data

Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis penelitian diatas terlihat bahwa

pengaruh antara variabel yang menjadi fokus penelitian ini secara keseluruhan

menunjukkan hubungan kausalitas. Hubungan kausal ini melibatkan variabel

endogen yaitu kinerja keuangan; variabel eksogen yaitu sistem pengendalian

manajemen dan variabel intervening yaitu waste. sehingga teknik analisis yang dapat

dipergunakan adalah menggunakan analisis jalur (path analysis) selanjutnya

menggunakan program aplikasi SPSS versi 20.0 untuk membantu penelitian ini

dalam menganalisis data.

3.5.1. Analisis Jalur (Path Analysis)

Model path analysis digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar

variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung

seperangkat variabel eksogen (SPM) terhadap variabel intervening (waste) dan

variabel endogen (kinerja keuangan). Model path analysis yang dibicarakan adalah

pola hubungan sebab akibat.


69

3.5.2. Langkah-Langkah Analisis Jalur

Langkah pertama dalam analisis jalur adalah merancang model

berdasarkan konsep dan teori. Model tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk

persamaan sehingga membentuk sistem persamaan. Sistem persamaan ini ada yang

menamakan sistem persamaan simultan atau juga ada yang menyebut model

struktural. Mengingat model tersebut dikembangkan untuk menjawab permasalahan

penelitian serta berbasis teori dan konsep, maka dinamakan model hipotetik.

Selanjutnya untuk mempermudah langkah dalam merancang model dan

konsep dari persamaan struktural dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.1.
Diagram Jalur Mengenai
Peran Sistem Pengendalian Manajemen dan Waste
terhadap Kinerja Keuangan.
70

Berdasarkan Gambar 3.1 dapat dibuat sistem persamaan struktural berdasarkan

persamaan linier sederhana, sebagai berikut:

Persamaan Linier Sederhana : Y = a + bX ………………………………….…….. 3.1

Sehingga persamaan strukturalnya adalah :

Sub Struktur 1 : Y = a + β1 X + Ɛ1 ……………………………...…………….……3.2

Y = sebagai variabel intervening (perantara).

Sub Struktur 2 : Z = a + β2 X + Ɛ1 ……………………….………………….……3.3

Sub Struktur 3 : Z = a + β3Y + Ɛ1 …………………………....……………..…… 3.4

Sub Struktur 4 : Z = a + β4 X + β4Y + Ɛ1.2 ………………………………..….…. 3.5

Keterangan:

X: adalah sistem pengendalian manajemen (SPM)

Y: adalah waste

Z : adalah kinerja keuangan

β1 : adalah koefisien jalur X dengan Y

β2 : adalah koefisien jalur X dengan Z

β3 : adalah koefisien jalur Y dengan Z

β4 : adalah koefisien jalur XY dengan Z

Langkah kedua dari analisis jalur adalah pemeriksaan terhadap asumsi

yang melandasi, yaitu sebagai berikut:

1. Di dalam model analisis jalur, hubungan antara variabel adalah linier dan aditif.

Uji lineritas menggunakan curve fit dan menerapkan prinsip parsimony yaitu

bilamana menggunakan curve fit dan menerapkan parsimony, yaitu bilamana

seluruh model signifikan atau nonsignifikan berarti dapat dikatakan model

berbentuk linier.
71

2. Hanya model rekursif dapat dipertimbangkan, yaitu hanya sistem aliran kausal

ke satu arah, sedangkan pada model yang mengandung kausal resiprokal tidak

dapat dilakukan analisis jalur.

3. Pengamatan diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid dan reliabel).

4. Model yang dianalisis dispensifikasikan (diidentifikasi) dengan benar

berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep relevan.

Langkah ketiga di dalam analisis jalur adalah pemeriksaan validitas suatu

kesalahan model. Terdapat indikator validitas model di dalam analisis jalur, yaitu

koefisien determinasi total :

Total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model diukur dengan:

………………………………………………………………3.6

Dalam hal ini, interprestasi terhadap sama dengan interprestasi koefisien

determinasi (R2) pada analisis regresi.

Pei = yang merupakan standard error of estimate dari model regresi dihitung dengan

rumus:

…………………………………………………………………….3.7

Langkah keempat dalam analisis jalur adalah pendugaan parameter atau

koefisien path. Perhitungan koefisien pada gambar diagram jalur. Di dalam analsis

jalur disamping ada pengaruh langsung juga terdapat pengaruh tidak langsung dan

pengaruh total. Koefisien beta dinamakan koefisien jalur merupakan pengaruh

langsung, sedangkan pengaruh tidak langsung dilakukan dengan mengalikan

koefisien beta dari variabel yang dilalui. Pengaruh total dihitung dengan

menjumlahkan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung.


72

Langkah terakhir di dalam analisis jalur adalah dengan melakukan interpertasi

hasil analisis, yaitu menentukan jalur-jalur pengaruh yang signifikan dan

mengidentifikasi jalur yang pengaruhnya lebih kuat, yaitu dengan membandingkan

besarnya koefisien jalur yang terstandar.

3.5.3. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dalam penelitian merupakan proses transformasi data

penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami dan di interpretasikan.

Tabulasi menyajikan ringkasan, pengaturan atau penyusunan data dalam bentuk tabel

numerik dan grafik. Statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan informasi

mengenai karakteristik penelitian yang utama. Ukuran yang digunakan dalam

deskripsi antara lain berupa frekuensi, tendensi sentral (mean, median, modus),

dispersi (deviasi standard dan varian) dan koefisien korelasi antar variabel penelitian

(Indriantoro Nur dan Bambang Supomo,1999).

Uji statistik dalam analisis deskriftif adalah bertujuan untuk menguji hipotesis

(pernyataan sementara) dari penelitian yang bersifat deskriftif (Syofian Siregar,

2013:126).

3.5.4 Uji Normalitas

Pengujian normalitas data dapat dilakukan dengan uji One Sample Kolmogorof

Smirnov atau uji Shapiro Wilk. Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah data

itu berdistribusi normal atau tidak. Normal atau tidaknya suatu data akan

menentukan jenis pengujian hipotesis yang akan dilakukan (Nirma Widiyana, 2009).
73

3.5.5 Uji Asumsi Klasik

Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau

mendekati normal dan juga harus bebas dari asumsi klasik (multikolinearitas,

heterokesdastisitas, dan autokorelasi).

a. Uji Normalitas Model

Uji normalitas untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji normalitas dilakukan

dengan menggunakan grafik normal probability plot (grafik plot). Normalitas

dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari

grafik (Ghozali,2005:112). Dasar pengambilan keputusan adalah sebagi berikut:

1) Jika data menyebar disekitar diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka

regresi memenuhi asumsi normalitas.

2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan / tidak mengikuti arah garis

diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

b. Uji Heteroskesdastisitas

Uji heteroskesdastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lain (Ghozali, 2005). Jika varian dari residual dari suatu pengamatan ke

pengamatan yang lain tetap, maka tidak terjadi heteroskesdastisitas. Untuk

mendeteksinya dapat dilihat pada gambar grafik scatter plot , apabila ada pola-

pola tertentu seperti titik- titik yang ada membentuk pola teratur, maka terjadi

heteroskesdastisitas. Sebaliknya apabila tidak ada pola yang jelas serta titik titik

menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi

heteroskesdastisitas.
74

c. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel

bebas terdapat korelasi dengan variabel bebas lainnya atau suatu variabel bebas

merupakan fungsi linier dari variabel bebas lainnya. Uji multikolinieritas

bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar

variabel bebas atau independen (Ghozali, 2005). Ada beberapa teknik yang dapat

digunakan untuk mendeteksi multikolinearitas diantaranya menggunakan

Variance Inflation Factor.

Apabila nilai VIF (Variance Inflation Factor) adalah lebih besar dari 10,

maka ada korelasi yang tinggi diantara variabel independen atau dapat dikatakan

terjadi multikolinier sedangkan jika VIF kurang dari 10 maka dapat diartikan

tidak terjadi multikolinier.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan apakah dalam model regresi linier ada korelasi

antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada

periode t-1 (Ghozali, 2005). Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala autokorelasi

dalam model regresi linier bisa dilakukan dengan pendeteksian dengan percobaan

Durbin-Watson (Uji DW) dengan ketentuan jika angka D-W diantara -2 sampai

+2, berarti tidak ada autokorelasi.

3.6. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t dan uji f dengan perhitungan

menggunakan program SPSS. Uji t dikenal dengan uji parsial, yaitu untuk menguji

bagaimana pengaruh masing-masing variabel bebasnya secara sendiri-sendiri


75

3.6.1. Pengujian Hipotesis 1 terhadap variabel terikatnya. Uji ini dapat dilakukan

dengan mambandingkan t hitung dengan t tabel atau dengan melihat kolom

signifikansi pada masing-masing t hitung.

Sedangkan Uji F dikenal dengan Uji serentak atau uji Model/Uji Anova, yaitu

uji untuk melihat bagaimanakah pengaruh semua variabel bebasnya secara bersama-

sama terhadap variabel terikatnya. Atau untuk menguji apakah model regresi yang di

buat baik (signifikan) atau tidak baik/non signifikan. Jika model signifikan maka

model bisa digunakan untuk prediksi/peramalan, sebaliknya jika non/tidak signifikan

maka model regresi tidak bisa digunakan untuk peramalan.

Uji F dapat dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel, jika

F hitung > dari F tabel, (Ho di tolak Ha diterima) maka model signifikan atau bisa

dilihat dalam kolom signifikansi pada Anova. Model signifikan selama kolom

signifikansi (%) < Alpha. Dan sebaliknya jika F hitung < F tabel, maka model tidak

signifikan, hal ini juga ditandai nilai kolom signifikansi (%) akan lebih besar dari

alpha.

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh signifikansi

hubungan antara variabel X dalam hal ini SPM (sistem pengendalian manajemen)

terhadap variabel Y dalam hal ini waste dengan ketentuan

 Jika niai Sig < 0,05 maka variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap

variabel terikat.

 Jika nilai Sig > 0,05 maka variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap

variabel terikat.

 Jika t hitung < t tabel Ho diterima dan Ha ditolak atau tidak signifikan.

 Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima atau signifikan.
76

Pengujian hipotesis 1 bertujuan untuk melihat pengaruh variabel bebas X

dalam hal ini sistem pengendalian manajemen terhadap variabel perantara Y dalam

hal ini waste.

Dapat digambarkan sebagai berikut :

3.6.2. Pengujian Hipotesis 2

Pengujian berdasarkan perbandingan antara T-Hitung dan T-Tabel, langkah-

langkahnya adalah :

(a) Membuat hipotesa

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara SPM

(X1) terhadap kinerja keuangan (Y).

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara SPM (X1)

terhadap kinerja keuangan (Y).

(b) Membuat hipotesis dalam bentuk model statistik

Ho : β1 = 0

Ha : β1 ≠ 0

(c) Kaidah pengujian

Jika, T-Tabel ≤ T1-Hitung ≤ T-Tabel, sehingga Ho diterima

Jika, T1-Hitung > T-Tabel, sehingga Ho ditolak

(d) Membandingkan antara T-Tabel dan T-Hitung

Dari tabel coefficients (a) diperoleh nilai T-Hitung = 1,512

Nilai T-Tabel dapat dicari dengan menggunakan tabel t, bila pengujian 2

sisi, maka nilai  dibagi 2.


77

Pengujian hipotesis 2 bertujuan untuk melihat pengaruh variabel bebas X

dalam hal ini sistem pengendalian manajemen terhadap variabel terikat Z dalam hal

ini kinerja keuangan.

Dapat digambarkan sebagai berikut :

3.6.3. Pengujian Hipotesis 3

Pengujian berdasarkan perbandingan antara T-Hitung dan T-Tabel, langkah-

langkahnya adalah :

(a) Membuat hipotesa

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara waste

(X2) terhadap kinerja keuangan (Y).

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara waste (X2)

terhadap kinerja keuangan (Y).

(b) Membuat hipotesis dalam bentuk model statistik

Ho : β1 = 0

Ha : β1 ≠ 0

(c) Kaidah pengujian

Jika, T-Tabel ≤ T1-Hitung ≤ T-Tabel, sehingga Ho diterima

Jika, T1-Hitung > T-Tabel, sehingga Ho ditolak

(d) Membandingkan antara T-Tabel dan T-Hitung

Dari tabel coefficients (a) diperoleh nilai T-Hitung = 0,848


78

Nilai T-Tabel dapat dicari dengan menggunakan tabel t, bila pengujian 2

sisi, maka nilai  dibagi 2.

Pengujian hipotesis 3 bertujuan untuk melihat pengaruh variabel bebas Y

dalam hal ini waste terhadap variabel terikat Z dalam hal ini kinerja keuangan.

Dapat digambarkan sebagai berikut :

3.6.4. Pengujian Hipotesis 4

Pengujian menggunakan Uji F (secara simultan)

Langkah-langkahnya adalah :

(1) Menentukan hipotesis

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-

sama) antara SPM dan waste terhadap kinerja keuangan.

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-sama)

antara SPM dan waste terhadap kinerja keuangan.

(2) Membuat hipotesis dalam bentuk statistik

Ho : β1 = 0

Ha : β1 ≠ 0

(3) Kaidah pengujian

Jika, F-Hitung ≤ F-Tabel, Maka Ho diterima artinya tidak signifikan.

Jika, F-Hitung > F-Tabel, Maka Ho ditolak artinya signifikan.

(4) Membandingkan antara F-Tabel dan F-Hitung

Dari tabel summary model diperoleh nilai F-Hitung = 3,478

Nilai F-Tabel dapat dicari dengan menggunakan tabel f dengan cara :


79

F-Tabel = F((1-)(dk pembilang = m), (dk penyebut=n-m-1)

Pengujian hipotesis 4 bertujuan untuk melihat pengaruh secara bersama-sama

variabel bebas X dalam hal ini sistem pengendalian manajemen dan variabel

intervening Y dalam hal ini waste terhadap variabel terikat Z dalam hal ini kinerja

keuangan.

Dapat digambarkan sebagai berikut :


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kemasan Fleksibel

Kemasan fleksibel baik yang berbahan dasar plastik film maupun yang

dikombinasi dengan alumunium foil saat ini mendominasi industri makanan dan

obatan di Indonesia, menggeser penggunaan kemasan logam dan gelas. Hal ini

disebabkan karena kelebihan dari kemasan plastik film dan alumunium foil yaitu

ringan, fleksibel, multiguna, kuat, tidak bereaksi, tidak karatan dan bersifat

termoplastis (heat seal), dapat diberi warna dan harganya yang murah.

Dengan perkembangan dunia ilmu dan teknologi pengemasan saat ini banyak

digunakan plastik film untuk menunjang keperluan industri, baik dalam lembaran

pembungkus, kantong, karung, botol dan sebagainya. Kelebihan plastik dari bahan-

bahan kemasan yang lainnya diantaranya adalah : harganya relatif murah, dapat

dibentuk berbagai rupa, warna dan bentuk relatif lebih di sukai konsumen,

mengurangi biaya transportasi, sedangkan kelemahan plastik yang utama yaitu

umumnya tidak tahan terhadap temperatur tinggi. Dulu plastik dibuat dari bahan

dasar minyak, arang dan gas. Kemudian berkembang pesat sehingga memungkinkan

bahan-bahan sintetis untuk menggantikan sumber alami dan memperoleh sifat-sifat

plastik yang kita inginkan dengan cara kopolimer, laminasi dan ektruksi. Plastik yang

sering digunakan dewasa ini adalah plastik yang tipis yang fleksibel (fleksibel film)

termasuk bahan-bahan yang terbuat dari almunium foil, selulosa yang diregenerasi

dan sekolompok polimer organik. Masing- masing dapat dibentuk dalam ukuran,

komposisi kimia, struktur fisik dan sifat-sifat lain yang berbeda-beda. Plastik tipis
81

yang bersifat fleksibel (flexible films) ini mempunyai perbedaan dalam ketahanan

terhadap asam, basa, lemak dan minyak serta pelarut organik. Juga mempunyai sifat-

sifat yang berbeda dalam daya tembusnya terhadap gas seperti nitrogen, oksigen,

belerang dioksida dan uap air.

4.1.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Kemasan

Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan, dan

merupakan salah satu cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena pengemasan

dapat memperpanjang umur simpan bahan. Pengemasan adalah wadah atau

pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya

kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas (dibungkusnya).

Dalam dunia moderen seperti sekarang ini, masalah kemasan menjadi bagian

kehidupan masyarakat sehari-hari, terutama dalam hubungannya dengan produk

pangan. Sejalan dengan itu pengemasan telah berkembang dengan pesat menjadi

bidang ilmu dan teknologi yang makin canggih.

Ruang lingkup bidang pengemasan saat ini juga sudah semakin luas, dari

mulai bahan yang sangat bervariasi hingga model atau bentuk dan teknologi

pengemasan yang semakin canggih dan menarik. Bahan kemasan yang digunakan

bervariasi dari bahan kertas, plastik, gelas, logam, fiber hingga bahan-bahan yang

dilaminasi. Namun demikian pemakaian bahan-bahan seperti papan kayu, karung

goni, kain, kulit kayu, daun-daunan dan pelepah dan bahkan sampai barang-barang

bekas seperti koran dan plastik bekas yang tidak etis dan hiegenis juga digunakan

sebagai bahan pengemas produk pangan. Bentuk dan teknologi kemasan juga

bervariasi dari kemasan botol, kaleng, tetrapak, corrugated box, kemasan vakum,

kemasan aseptik, kaleng bertekanan, kemasan tabung hingga kemasan aktif dan
82

pintar (active and intelligent packaging) yang dapat menyesuaikan kondisi

lingkungan di dalam kemasan dengan kebutuhan produk yang dikemas. Minuman

teh dalam kantong plastik, nasi bungkus dalam daun pisang, sekarang juga sudah

berkembang menjadi kotak- kotak katering sampai minuman anggur dalam botol dan

kemasan yang cantik berpita merah.

Industri kemasan di negara-negara maju telah lama berkembang menjadi

perusahaan-perusahaan besar yang bergerak dalam usaha produksi bahan atau produk

pengemas seperti kaleng (American Can Co), karton (Pulp and Paper Co), plastik

(Clearpack), botol plastik PET (Krones), kemasan kotak laminasi (Tetrapak,

Combibloc), gelas, kertas lapis, kertas alumunium dan lain-lain yang produknya

diekspor ke berbagai belahan dunia. Industri lain yang berkaitan dengan pengemasan

adalah industri penutup kemasan seperti penutup botol (Bericap), industri sealer

meachine dan industri pembuat label dan kode pada kemasan.

4.1.2. Perkembangan Kemasan Fleksibel di Indonesia

PT. Indogravure adalah perusahaan pertama di Indonesia yang berlokasi di

Tangerang dan memproduksi kemasan fleksibel (flexible packaging) dari bahan

pengemas alumunium foil, cellophane film dan berikut pencetakannya. Disamping itu

perusahaan ini merupakan perusahaan kedua setelah Perum Peruri (salah satu

perusahaan milik negara) yang menggunakan mesin pencetak rotogravure

(Rotogravure printing machine) pada saat itu.

Kemudian berdirilah PT. Dainippon Gitakarya dengan Penanaman Modal

Asing (PMA) berasal dari Jepang dan dengan penguasaan teknologi yang sudah

tinggi kemudian disusul oleh perusahaan-perusahaan sejenis, dari dalam dan luar
83

negeri yang pada akhirnya membentuk industri kemasan fleksibel itu sendiri di

Indonesia.

4.1.3. Struktur Organisasi Industri Kemasan Fleksibel

Untuk menciptakan manajemen yang baik diperlukan suatu kerja sama

diantara karyawan dan perusahaan. Demikian juga halnya dengan perusahaan yang

bergerak dibidang kemasan fleksibel dalam rangka mencapai tujuan perusahaan telah

dibentuk suatu struktur organisasi, dimana telah ditentukan pembagian dan

pengaturan tugas, (job description), wewenang serta tanggung jawab dari karyawan

perusahaan.

Adapun bentuk struktur organisasi perusahaan kemasan fleksibel pada

umunya adalah berbentuk struktur organisasi baris, dimana kekuasaan mengalir

secara langsung dari direktur ke manajer dan kemudian terus kepada karyawan-

karyawan dibawahnya. Atau dengan kata lain tanggung jawab atas kegiatan-kegiatan

dari tiap-tiap bagian dilaporkan kepada direktur. Dalam struktur organisasi garis,

sumber wewenang, keputusan, kebijaksanaan dan tanggung jawab ada pada

pimpinan atau direksi. Direksi membawahi lima manajer yaitu : Marketing Manager

(Manajer Pemasaran), Production and Plant Manager (Manajer Pabrik dan

Produksi), Financial and Accounting Manager (Manajer Akuntansi dan Keuangan),

Purchase Manager (Manajer Pembelian) dan Personal Manager (Manajer

Personalia). Setiap manajer membawahi kepala bagian (Supervisor) dan kepala

bagian membawahi seksi-seksi. Setiap manajer bertanggung jawab kepada direktur

dan kepala bagian bertanggung jawab kepada manajer departemen yang

membawahinya. Untuk lebih jelasnya, struktur organisasi perusahaan dapat dilihat

pada gambar berikut.


84

Gambar 4.1.
Struktur Organisasi Perusahaan Kemasan Fleksibel

4.1.4. Fungsi, Peranan dan Klasifikasi Kemasan Fleksibel

Fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk mewadahi dan

melindungi produk dari kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan,

diangkut dan dipasarkan. Secara umum fungsi pengemasan pada bahan pangan

adalah :

1. Mewadahi produk selama distribusi dari produsen hingga kekonsumen, agar

produk tidak tercecer, terutama untuk cairan, pasta atau butiran


85

2. Melindungi dan mengawetkan produk, seperti melindungi dari sinar ultraviolet,

panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan

mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk.

3. Sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai alat

komunikasi dan informasi kepada konsumen melalui label yang terdapat pada

kemasan.

4. Meningkatkan efisiensi, misalnya : memudahkan penghitungan (satu kemasan

berisi 10, 1 lusin, 1 gross dan sebagainya), memudahkan pengiriman dan

penyimpanan. Hal ini penting dalam dunia perdagangan..

5. Melindungi pengaruh buruk dari luar, Melindungi pengaruh buruk dari produk di

dalamnya, misalnya jika produk yang dikemas berupa produk yang berbau tajam,

atau produk berbahaya seperti air keras, gas beracun dan produk yang dapat

menularkan warna, maka dengan mengemas produk ini dapat melindungi produk-

produk lain di sekitarnya.

6. Memperluas pemakaian dan pemasaran produk, misalnya penjualan kecap dan

syrup mengalami peningkatan sebagai akibat dari penggunaan kemasan botol

plastik.

7. Menambah daya tarik calon pembeli

8. Sarana informasi dan iklan

9. Memberi kenyamanan bagi pemakai.

Di samping fungsi-fungsi di atas, kemasan juga mempunyai peranan penting

dalam industri yang memakai produk kemasan, yaitu : pengenal jatidiri (identitas)

produk, penghias produk, piranti monitor, pedia promosi, media penyuluhan atau

petunjuk cara penggunaan dan manfaat produk yang ada di dalamnya, bagi
86

pemerintah kemasan dapat digunakan sebagai usaha perlindungan konsumen, bagi

konsumen kemasan dapat digunakan sebagai sumber informasi tentang isi (produk),

dan ini diperlukan dalam mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau

tidak.

Biaya pengemasan utama sekitar 10 - 15% dari biaya produk dan biaya

kemasan tambahan sekitar 5 - 15% dari biaya produk.

Kemasan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa cara yaitu :

1. Klasifikasi kemasan berdasarkan frekwensi pemakaian :

a. Kemasan sekali pakai (disposable) , yaitu kemasan yang langsung dibuang

setelah dipakai. Contoh bungkus plastik untuk es, permen, bungkus dari daun-

daunan, karton dus minuman sari buah, kaleng hermetis.

b. Kemasan yang dapat dipakai berulangkali (multytrip), contoh : botol minuman,

botol kecap, botol sirup. Penggunaan kemasan secara berulang berhubungan

dengan tingkat kontaminasi, sehingga kebersihannya harus diperhatikan.

c. Kemasan atau wadah yang tidak dibuang atau dikembalikan oleh konsumen

(semi disposable), tapi digunakan untuk kepentingan lain oleh konsumen,

misalnya botol untuk tempat air minum dirumah, kaleng susu untuk tempat

gula, kaleng biskuit untuk tempat kerupuk, wadah jam untuk merica dan lain-

lain. Penggunaan kemasan untuk kepentingan lain ini berhubungan dengan

tingkat toksikasi.

2. Klasifikasi kemasan berdasarkan struktur sistem kemas (kontak produk dengan

kemasan) :

a. Kemasan primer, yaitu kemasan yang langsung mewadahi atau membungkus

bahan pangan. Misalnya kaleng susu, botol minuman, bungkus tempe.


87

b. Kemasan sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi

kelompok-kelompok kemasan lain. Misalnya kotak karton untuk wadah susu

dalam kaleng, kotak kayu untuk buah yang dibungkus, keranjang tempe dan

sebagainya.

c. Kemasar tersier, kuartener yaitu kemasan untuk mengemas setelah kemasan

primer, sekunder atau tersier. Kemasan ini digunakan untuk pelindung selama

pengangkutan. Misalnya jeruk yang sudah dibungkus, dimasukkan ke dalam

kardus kemudian dimasukkan ke dalam kotak dan setelah itu ke dalam peti

kemas.

3. Klasifikasi kemasan berdasarkan sifat kekakuan bahan kemasan :

a. Kemasan fleksibel yaitu bahan kemasan yang mudah dilenturkan tanpa adanya

retak atau patah. Misalnya plastik, kertas dan foil.

b. Kemasan kaku yaitu bahan kemas yang bersifat keras, kaku, tidak tahan

lenturan, patah bila dibengkokkan relatif lebih tebal dari kemasan fleksibel.

Misalnya kayu, gelas dan logam.

c. Kemasan semi kaku/semi fleksibel yaitu bahan kemas yan memiliki sifat-sifat

antara kemasan fleksibel dan kemasan kaku. Misalnya botol plastik (susu,

kecap, saus), dan wadah bahan yang berbentuk pasta.

4. Klasifikasi kemasan berdasarkan sifat perlindungan terhadap lingkungan :

a. Kemasan hermetis (tahan uap dan gas) yaitu kemasan yang secara sempurna

tidak dapat dilalui oleh gas, udara atau uap air sehingga selama masih hermetis

wadah ini tidak dapat dilalui oleh bakteri, kapang, ragi dan debu. Misalnya

kaleng, botol gelas yang ditutup secara hermetis. Kemasan hermetis dapat juga

memberikan bau dari wadah itu sendiri, misalnya kaleng yang tidak berenamel.
88

b. Kemasan tahan cahaya yaitu wadah yang tidak bersifat transparan, misalnya

kemasan logam, kertas dan foil. Kemasan ini cocok untuk bahan pangan yang

mengandung lemak dan vitamin yang tinggi, serta makanan hasil fermentasi,

karena cahaya dapat mengaktifkan reaksi kimia dan aktivitas enzim.

c. Kemasan tahan suhu tinggi, yaitu kemasan untuk bahan yang memerlukan

proses pemanasan, pasteurisasi dan sterilisasi. Umumnya terbuat dari logam

dan gelas.

5. Klasifikasi kemasan berdasarkan tingkat kesiapan pakai (perakitan) :

a. Wadah siap pakai yaitu bahan kemasan yang siap untuk diisi dengan bentuk

yang telah sempurna. Contoh : botol, wadah kaleng dan sebagainya.

b. Wadah siap dirakit (wadah lipatan) yaitu kemasan yang masih memerlukan

tahap perakitan sebelum diisi. Misalnya kaleng dalam bentuk lembaran (flat)

dan silinder fleksibel, wadah yang terbuat dari kertas, foil atau plastik.

Keuntungan penggunaan wadah siap dirakit ini adalah penghematan ruang dan

kebebasan dalam menentukan ukuran.

Kemasan adalah kegiatan penempatan produksi ke dalam wadah dengan

segala jenis material lainnya yang dilakukan oleh produsen atau pemasar untuk

disampaikan kepada konsumen.

Pengemasan Menurut WTO : Suatu sistem yang terpadu untuk mengawetkan,

menyiapkan produk hingga siap untuk didistribusikan ke konsumen akhir dengan

cara yang murah dan efisien.


89

Fungsi Kemasan :

- Sebagai Pelindung (Kekedapan)

- Sebagai Sarana Promosi & Informasi

- Mamberikan nilai tambah

Gambar 4.2.
Siklus Kemasan

Kemasan melindungi produk, baik dari pengaruh luar maupun dalam.

Biasanya kemasan melindungi dari sinar matahari berlebih, kelembaban, dan

sebagainya terhadap produk serta melindungi dari pengaruh handling yang tidak

benar.

Gambar 4.3.
Produk Kemasan
90

Dari bentuk, ukuran, warna serta informasi-informasi yang ditampilkan pada

kemasan dapat menimbulkan daya tarik. Sehingga dapat produk dapat dibandingkan

dengan kemasan-kemasan sejenis lainnya.

Kemasan Sebagai Alat Pemindahan

Kemasan merupakan wadah bagi produk dan sekaligus dapat berfungsi sebagai alat

pemindahan dari satu tempat ke tempat lain dalam suatu jumlah berat/jumlah isi

tertentu.

Kemasan Sebagai Promosi Tak Langsung

Secara tidak langsung, perwajahan suatu kemasan dapat menjadi iklan gratis/promosi

terselubung bila didisplay di etalase atau pada saat pendistribusian. Semakin menarik

konsep desain kemasannya dan peletakan/displaynya maka akan semakin memikat

Kemasan Sebagai Brand Image (Citra Merek)

Kemasan merupakan media untuk menancapkan citra merek kepada konsumen

sehingga konsumen mudah mengingat dan fanatik utntuk memilih produk. Contoh :

Dari jarak pandang yang jauh dan dalam penempatan yang kurang sempurna botol

Coca Cola akan tetap lebih mudah dikenal.

Jenis-Jenis Kemasan

 Kertas, Karton, Karton Bergelombang (kemasan primer & sekunder,

perkembangan relatif stabil).

 Kemasan plastik kaku (kemasan primer & sekunder, perkembangan relatif stabil).

 Kemasan Fleksibel (kemasan primer, perkembangannya meningkat pesat).

 Logam (kemasan primer & sekunder, perkembangan menurun pesat).

 Gelas (kemasan primer, perkembangan relatif stabil).

 Karung (kemasan primer & sekunder, perkembangan relatif stabil).


91

Kemasan kaku :

 Blow Moulding

 Injection Moulding

 Thermoforming

Gambar 4.4.
Produk Kemasan Kaku

Blow Moulding : Diproses dengan extrusi pipa plastik berongga yang ditiup menjadi

bentuk botol sesuai dgn cetakannya. Misal : botol air mineral.

Injection Moulding : Diproses dengan extrusi tekanan tinggi dan porsi resin yang

tetap secukupnya ke dalam cetakan yang tertutup sesuai bentuk yang dibuat, misal:

cup, gelas plastik.

Thermoforming : Diproses dengan dimulai pembuatan lembaran plastik dahulu,

kemudian baru dicetak dengan dipanaskan sesuai bentuk yang diinginkan. Misal tray,

cup.
92

Kemasan Fleksibel

Dari sekian jenis kemasan pada saat ini, jenis kemasan fleksibel yaitu kemasan yang

dibuat dari bahan plastik fleksibel menjadi alternatif paling pesat pemakaianya, ini

karena beberapa keunggulan :

 Bisa dipadukan dengan AF, kertas atau jenis plastik lain.

 Umumnya dicetak secara Rotogravure (Flexografi).

 Sewaktu diisi volume sesuai dengan isian, sewaktu kosong hanya memakan

tempat sedikit.

 Dari segi biaya, kemasan jenis fleksibel lebih murah dari jenis kemasan yang

lain.

Bahan Kemasan Kertas

Kertas terdiri dari : kertas Khusus dan kertas Industri

Gambar 4.5. Produk Kemasan Kertas

Umumnya jenis kertas yang digunakan sebagai bahan kemasan adalah kelompok

kertas industri
93

Bahan Kemasan Karton

Biasanya dibuat dalam bentuk kotakan lipat / folding karton yang terbuat dari bahan

karton duplek dan sejenisnya, ketebalan duplek disesuaikan dengan berat isi produk

atau ketebalan sekaligus sebagai daya tarik tersendiri.

Bahan Kemasan Logam (Kaleng)

Kemasan kaleng terdiri dari :

• Prime Plate, untuk kemasan produk makanan

• Waste Plate, digunakan untuk hampir seluruh produk selain makanan karena mudah

berkarat.

Bahan Kemasan Alumunium

Lebih tipis dan lebih ringan bila dibandingkan dengan kemas kaleng, dan biasa

digunakan untuk mengemas minuman atau sirup buah dan obat-obatan.

Bahan Kemasan Plastik

Terbuat dari bahan dasar yang terbuat dari minyak bumi, batu bara atau gas alam dan

dibentuk sesuai keperluan yang diinginkan. Biasanya dalam bentuk Rigid, Semirigid

atau electroforming dan kemasan monolayer lainnya.

Bahan Kemasan Kaca

Terdiri dari botol bertekanan dan tidak bertekanan, biasa dipakai utk minuman soft

dan lain-lain.

Gambar 4.6. Produk Kemasan Kaca


94

Bahan Kemasan Laminasi

Merupakan kemasan yang terbuat dari beberapa lapis film plastik yang dibuat dalam

bentuk kantong melalui perekat panas. Umumnya kemasan ini menggunakan jenis

plastik PE dan PP.

4.1.5. Bahan Baku dan Bahan Pembantu Produk Kemasan Fleksibel

Tabel 4.1
Bahan Baku dan Bahan Pembantu Produk Kemasan Fleksibel

No. Bahan Baku Keterangan


Bahan Baku Utama
1. Alumunium Foil Alumunium foil berupa gulungan dalam bentuk rol,
Aluminium adalah sejenis logam yang setelah
melalui beberapa proses, disusun menjadi lembaran
tipis dengan ketebalan kurang dari 0,2 mm, di
Amerika 8 mils. Lembaran aluminium dengan
ketebalan kurang dari 150 micron dinamakan foil.
Aluminium foil adalah lapisan dari “alloy” yang
mengandung 99.4 % aluminium. Aluminium foil
dibuat dalam berbagai bentuk tergantung
penggunaan atau hasil akhirnya. Aluminium foil
bersifat rapuh dan kadang–kadang dijadikan
laminasi plastik atau kertas untuk membuatnya lebih
berguna.
2. PTP Foil PTP foil berbahan dasar dari aluminum foil, hanya
saja lebih kaku.
3. Resin (LDPE) Low Density Polyethylene, LDPE dihasilkan dengan
cara polimerisasi pada tekanan tinggi, mudah
dikelim dan harganya murah. Dalam perdagangan
dikenal dengan nama alathon, dylan dan fortiflex.
4. CPP Material untuk heat seal
5. CPP Met CPP yang dikombinasikan dengan bahan methalic
dengan proses methalising.
6. LLDPE Linear-low-density polyethylene, (LLDPE) yaitu
koplimer etilen dengan sejumlah kecil butana,
heksana atau oktana, sehingga mempunyai cabang
pada rantai utama dengan interval (jarak) yang
teratur. LLDPE lebih kuat daripada LDPE dan sifat
heat sealing-nya juga lebih baik.
7. MST 300 Selopan berasal dari kata cello dan phane yaitu
cellulose dan diaphane (Perancis) dimana cello
artinya selulosa dan phane artinya transparan. MST
95

adalah cellophane merek dagang dari Kokusai


(Jepang).
8. Nylon diperoleh dengan cara kondensasi polimer
(polikondensasi) dari asam amino atau diamina
dengan asam dua karboksilat (di-acid). Asam amino
dan asam karboksilat mempunyai banyak jenis,
sehingga nilon yang dihasilkan juga berbagai macam
9. OPP Oriented Polypropylene (Sangat transparan
Penghalang/barrier yang sangat baik untuk uap air /
moisture, Ketahanan terhadap temperature cukup
baik (sedang), Sifat mekanik cukup baik, Harga
lebih murah dibanding film lain.
10. Paper Kertas
11. PET Polietilen Treptalat, PET adalah hasil kondensasi
polimer etilen glikol dan asam treptalat,dan dikenal
dengan nama dagang mylar. Jenis plastik ini banyak
digunakan dalam laminasi terutama untuk
meningkatkan daya tahan kemasan terhadap kikisan
dan sobekan sehingga banyak digunakan sebagai
kantung-kantung makanan
12. PET Met PET yang dikombinasikan dengan bahan methalic
dengan proses methalising.
13. PT 300 Salah satu jenis bahan cellophane.
14. PVC Polivinil Klorida, Reaksi polimerisasi vinil klorida
ditemukan pada tahun 1835 oleh Regnault, dan
fabrikasinya dimulai tahun 1931. Nama-nama
dagang PVC adalah Elvax, Geon, Postalit, Irvinil,
Kenron, Marvinol, Opalon, Rucoblend, Vinoflex.
Kemasan PVC dapat berupa kemasan kaku atau
kemasan bentuk.
Bahan Baku Pembantu
1. Adhesive Lem, Sebagai bahan perekat untuk menggabungan
dua bahan baku menjadi satu.
2. Solvent Bahan Kimia, untuk mengencerkan tinta
3. Tinta Untuk mencetak, huruf, gambar logo dan sebagainya
sesuai dengan deisgn.

4.1.6. Proses Produksi Kemasan Fleksibel

Kegiatan produksi yaitu kegiatan yang mengolah bahan baku (bahan utama

dan bahan pembantu) menjadi barang jadi (finish goods) sehingga siap untuk

diserahkan (dikirim) kepada pemesan (pelanggan).


96

Proses produksi dalam Flexible Packaging Industri (industri kemasan

fleksibel) dapat dilihat dalam flow sebagai berikut :

a. Produk Baru

Untuk proses produk baru dalam industri kemasan fleksibel membutuhkan

waktu kurang lebih selama 50 hari dari mulai order sampai delivery (pengiriman).

Gambar 4.7.
Proses Produksi Baru
97

b. Produk Pesanan Ulang (repeat)

Sedangkan untuk proses ulang (repeat) hanya membutuhkan waktu selama

kurang lebih 21 hari.

Gambar 4.8.
Proses Produksi Ulang

Sebelum kegiatan proses produksi dilakukan, sebaiknya memahami dahulu bagan

alur dari proses produksi industri kemasan fleksibel pada umumnya, yaitu :

1. Proses Maping

2. Proses Oder Handling dan Design

3. Proses Production Planning

4. Proses Production

5. Proses Quality Control

6. Proses Delivery

7. Proses Collection and Recording by Finance Accounting.


98

Untuk lebih jelasnya dapat diihat pada bagan alur sebagai berikut :

Gambar 4.9
Proses Maping

Gambar 4.10.
Proses Order and Handling Design
99

Gambar 4.11.
Proses Production Planning

PRODUCTION
UNIT AKTIVITAS

Jadwal Produk Produk Proses


PPC Produksi Polos ?
Ya
PVC ?
Ya
Slitting ?

Pre Pres Silinder Tidak Tidak

Tidak
Proses Proses
Printing Proses Printing Slitting ?
Tidak
Dry Laminasi ?
Ya
Tidak

Extrude Proses Proses Proses


Tidak
Laminasi Laminasi Dry Laminasi ? Kantong ?

Ya
Ya

Dry Proses Ya
Proses Dry Lamiansi Kantong ? Tidak
Laminasi Tidak

Proses
Slitting Ya Proses Slitting
Kantong ?

Ya
Tidak
Bag
Ya Proses Kantong
Making

PIC Bahan Baku / Pembantu

Expedisi Produk Jadi

QC Inspeksi Inspeksi

Gambar 4.12.
Proses Production
100

Gambar 4.13.
Proses Quality Control

Gambar 4.14.
Proses Delivery
101

Gambar 4.15.
Proses Collection and Recording
by Finance Accounting

Adapun bagian-bagian yang terlibat dalam kegiatan proses produksi ini, adalah :

1. Bagian Camera dan Film Contact Unit

Bagian ini membuat konsep-konsep huruf, angka dan gambar, dan untuk

selanjutnya disebut dengan istilah gambar saja, sesuai dengan yang diminta

(artwork) pada film dan dicetak diatas kertas untuk kemudian diajukan kepada

pemesan untuk disetujui.

2. Bagian Lay-Out

Kalau artwork telah disetujui oleh pemesan dan order telah dikeluarkan oleh

pemesan, maka gambar film yang disetujui itu diperbanyak lalu dijejer-jejer

pada film lembar dalam jumlah tertentu, sehinggga memenuhi suatu permukaan

yang tepat seluas permukaan suatu cylinder, sudah barang tentu cylinder ini

dipilih agar permukaannya tepat menampung gambar-gambar tersebut. bahan

yang digunakan adalah lembaran-lembaran film.


102

3. Bagian Proces Pigment Paper

Gambar-gambar film telah dijejer (lay-out) akan dipindahkan ke pigment paper

seluas permukaan cylinder yang telah ditentukan. Pigment paper dan gambar-

gambar film ini dijepit dan celah diantaranya dibikin vakum agar keduanya

menempel betul-betul. Lalu cahaya diberikan lewat film tersebut, sehingga

gambar, huruf, kata berpindah ke pigment paper.

4. Bagian Cu-plating Unit

Cylinder dengan ukuran tertentu dipesan diluar untuk bahan cetakan. Besi

cylinder ini, dibagian plating unit dilapisi dengan tembaga secara galvanis pada

permukaan.

5. Bagian Grinding dan Poleshing

Setelah cylinder yang telah dilapisi tembaga dengan ketebalan tertentu, lau

dibagian ini cylinder tersebut digrinda dan dipoles agar memperoleh permukaan

yang halus dan ukuran yang tepat. Bahan yang digunakan batu grinda dan lap

pemoles.

6. Bagian Etsa

Hasil dari bagian cylinder dan poles dipersatukan dengan hasil dari bagian

proses pigment paper. Pigment paper yang telah bergambar dilekatkan dengan

penekanan pada permukaan cylinder yang sudah halus, lalu pelan-pelan

penutupnya dilepas. Gambar yang terjadi pada pigment yang melekat pada

cylinder diteliti, kalau ada pigment yang terlepas diluar gambar harus ditutup

dengan aspal. Kalau semuanya sudah sempurna, lalu pigment yang menempel ini

disiram dengan larutan ferrichlorida hingga bagian-bagian yang ada pada

gambar termakan oleh larutan tersebut dan terjadilah cetakan yang dikehendaki
103

disekeliling cylinder. Setelah itu pigment dan sebagainya pada cylinder

dibersihkan.

7. Bagian Chrome-plating Unit

Cylinder yang permukaannya terjadi gambar dibagian ini dilapisi dengan chrome

secara galvanis agar permukaan tidak cepat aus. Bahan yang digunakan :

chrome, chromic acid dan H2SO4.

8. Bagian Printing

Dibagian ini, cylinder yang sudah siap dipasang dimesin printing dan lembaran-

lembaran yang telah disetujuipun dipasang pula. Tinta-tinta dituangkan di bak

yang tersedia di mesin. Mesin printing dijalankan sebentar lalu diperbandingkan

dengan contoh yang dipesan. Kalau tidak ada contoh, kadang hasil pertama perlu

dimintakan persetujuan dari pemesan, baru diproduksi secara total. Bahan yang

dipakai adalah tinta, pengencer tinta, lembaran kertas, aluminium dan foil.

Gambar 4.16.
Proses Produksi Printing
104

9. Bagian Laminating

Bagian ini adalah untuk melapisi lembaran-lembaran yang telah dicetak atau

polos, baik pada permukaannya atau diantara dua lembaran yang berbeda dengan

semacam plastik (resin). Butir-butir plastik dimasukkan kedalam suatu wadah

lalu didorong kedepan dengan ulir berputar (extruder) sambil dipanaskan dan

dikeluarkan melalui celah sempit hingga berbentuk lembaran kental. Lembaran

kental inilah yang dijatuhkan pada permukaan lembaran yang diminta atau

diantara dua lembaran yang diminta ditekan dengan rol-rol dingin agar lengket.

Bahan yang digunakan polythelene.

Gambar 4.17.
Proses Produksi Dry Laminasi
105

Gambar 4.18.
Proses Produksi Laminasi

10. Bagian Finishing (Sliting)

Bahan-bahan yang sudah dicetak dan dilapisi dibagian laminasi lalu dibagian ini

dipotong menurut lebar yang diminta dan digulung menurut panjang gulungan

yang diminta.

Gambar 4.19.
Proses Produksi Sliting (Finishing)
106

11. Bagian Bag Making

Adakalanya pemesan minta dibuat kantong-kantongnya sekalian. Dalam hal ini

bahan-bahan yang sudah dikerjakan dimesin sliting lalu dikerjakan dimesin bag

making dengan digencet dengan jepitan panas pada bagian tertentu serta

memotong pada ukuran tertentu hingga berbentuk kantong-kantong. Bahan-

bahan ini bagi pemesan/langganan merupakan bahan pembantu untuk

membungkus hasil produksinya, sedangan bagi perusahaan merupakan output

dan dimasukkan ke gudang bahan jadi, selanjutnya dikirim kepada pemesan

dengan kendaraan perusahaan atau lewat jasa ekspedisi (pengiriman barang).

4.2. Gambaran Umum Responden

Responden dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang bergerak

dibidang kemasan fleksibel dengan bahan dasar plastik yang ada di Indonesia.

Tabel 4.2
Distribusi Industri Kemasan di Indonesia Tahun 2014
Berdasarkan Kelompok Industri

No Kelompok Industri Jumlah %


1. Bumbu masak dan Perlengkapan rumah 4 0,47
2. Tenun, tekstil, kaca dan pelumas 4 0,47
3. Penerbitan, Percetakan dan publikasi 7 0,82
4. Kemasan dari gelas 8 0,94
5. Makanan dan susu 9 1,06
6. Barang plastik lembaran 10 1,18
7. Macam-macam wadah dari logam 10 1,18
8. Minuman ringan 107 12,60
9. Kemasan dari kertas dan karton 222 26,15
10. Kemasan dari plastik 468 55,12
Total 849 100,00
Sumber : Kemendag RI, 2014 (data diolah)
107

Grafik 4.1
Distribusi Industri Kemasan di Indonesia tahun 2014
Berdasarkan kelompok Industri

Tabel 4.3
Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia
Tahun 2014
Berdasarkan Wilayah Propinsi

Wilayah Jumlah %
Kalimantan Barat 1 0,21
Kalimantan Timur 1 0,21
Lampung 2 0,43
Yogyakarta 5 1,07
Sumatera Selatan 7 1,50
Riau 9 1,92
Sumatera Utara 43 9,19
Banten 54 11,54
DKI Jakarta 56 11,97
Jawa Tengah 91 19,44
Jawa Barat 92 19,66
Jawa Timur 107 22,86
Total 468 100,00
Sumber : Kemendag RI, 2014 (data diolah)
108

Grafik 4.2
Distribusi Industri Kemasan di Indonesia tahun 2014
Berdasarkan wilayah propinsi

Tabel 4.4
Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia
Tahun 2014
Berdasarkan Kepulauan

Pulau Jumlah %
Jawa 405 86,54
Sumatera 61 13,03
Kalimantan 2 0,43
Total 468 100,00
Sumber : Kemendag RI, 2014 (data diolah)
109

Grafik 4.3
Distribusi Industri Kemasan di Indonesia tahun 2014
Berdasarkan Kepulauan

Tabel 4.5
Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia Tahun 2014
Berdasarkan Bentuk Usaha

No Bentuk Usaha Jumlah %


1. PT (Perseroan) 236 50,43
2. CV (Persekutuan) 46 9,83
3. Perorangan 186 39,74
Total 468 100,00
Sumber : Kemendag RI, 2014 (data diolah)

Grafik 4.4
Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia tahun 2014
Berdasarkan bentuk usaha
110

Tabel 4.6
Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia Tahun 2014
Berdasarkan Bentuk Usaha Perseroan Terbatas

No Wilayah Kepulauan Jumlah %


1. Perseroan Terbatas (PT) di Pulau Jawa 195 82,63
2. Perseroan Terbatas (PT) di Luar Pulau Jawa 41 17,37
Total 236 100,00
Sumber : Kemendag RI, 2014 (data diolah)

Grafik 4.5
Distribusi Industri Kemasan Plastik di Indonesia tahun 2014
Berdasarkan bentuk usaha Perseroan Terbatas

Dari populasi industri kemasan plastik berdasarkan bentuk usaha perseroan

terbatas di pulau Jawa sebanyak 195 perusahaan, maka berdasarkan data tersebut

disebar untuk sampel sebanyak 131 perusahaan dan diharapkan dapat kembali

minimal 100 sampel sesuai pendapat menurut Ferdinand (2000), dalam Merdi

Fransisca (2011 - “Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Daya Tarik Promosi Dan

Harga Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Produk Starone”). Dimana

ukuran sampel yang sesuai antara 100 - 200. Bila ukuran sampel terlalu besar maka

kemungkinan metode menjadi sangat sensitive sehingga sulit untuk

mendapatkan ukuran-ukuran Goodness of fit yang baik. dalam penelitian ini elemen
111

populasi yang dipilih berdasar sampel dibatasi pada elemen-elemen yang dapat

membentuk informasi berdasarkan pertimbangan. Hal in sesuai menurut pendapat

Hair dkk (1995) yang menyatakan bahwa jumlah sampel yang diambil sebaiknya

tidak terlalu besar atau tidak terlalu kecil, lebih lanjut dikemukaan bahwa jumlah

sampel minimal sebanyak 100 dan sudah memenuhi syarat dalam

melakukan generalisasi.

Tabel 4.7
Penyebaran Kuesioner

WILAYAH Jumlah %
Jakarta 20 15,27
Tangerang 40 30,53
Banten 4 3,05
Jawa Barat 54 41,22
Jawa Tengah 7 5,34
Jawa Timur 6 4,58
Total 131 100,00

Grafik 4.6
Penyebaran kuesioner
112

Data penelitian dikumpulkan dengan mengirimkan kuesioner sebanyak 131

kepada responden (bagian system pengendalian intern/internal audit/ISO dalam

perusahaan yang bersangkutan) melalui jasa pos dan contact person (datang

langsung, telpon dan email) kepada perusahaan kemasan fleksibel yang dilakukan

pada tanggal 4 September 2015 – 18 September 2015 (dua minggu), dan diharapkan

terkumpul pada tanggal 25 September 2015. Kuesioner yang kembali sebanyak 107

buah.

Tabel 4.8
Penyebaran dan Pengembalian Kuesioner

Keterangan Penyebaran Pengembalian %


Datang Langsung 14 14 100,00%
Telpon dan Email 92 82 89,13%
Pos 25 11 44,00%
Total 131 107 81,68%

Adapun profil 107 responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini

ditunjukkan pada tabel 4.9

Tabel 4.9
Profil Responden

Keterangan Jumlah Prosentase


Gender
Pria 83 77,57
Wanita 24 22,43
Pendidikan
SMA 40 37,38
D1 1 0,93
D3 27 25,23
S1 37 34,58
S2 2 1,87
Umur
< 21 tahun 1 0,93
21 - 25 tahun 12 11,21
26 - 30 tahun 7 6,54
31 - 35 tahun 20 18,69
113

36 - 40 tahun 26 24,30
41 - 45 tahun 11 10,28
> 45 tahun 30 28,04
Lama bekerja di perusahaan yang bersangkutan
<1 tahun 2 1,87
1 - 5 tahun 24 22,43
6 - 10 tahun 13 12,15
11 - 15 tahun 35 32,71
16 - 20 tahun 6 5,61
21 - 25 tahun 14 13,08
> 25 tahun 13 12,15
Sumber : Data primer yang diolah, 2015

Tabel 4.9 menunjukan bahwa sebagian besar karyawan di perusahaan

manufaktur yang bergerak dibidang kemasan fleksibel adalah pria sebanyak 77,57%,

sedangkan pendidikan mayoritas adalah SMA (37,38%) dan S1 (34,58%) dengan

umur berkisar diatas 45 tahun (28,04%) dan masa kerja selama 11 sampai 15 tahun

(32,71%).

4.3. Analisis dan Pembahasan

4.3.1. Uji Validasi

Validitas atau kesahihan adalah menunjukan sejauh mana suatu alat ukur

mampu mengukur apa yang ingin diukur (a valid measure it it successfully measure

the phenomenon) Syofian Siregar, 2013:46.

Uji validitas yang digunakan adalah dengan metode korelasi bivariate

pearson (produk momen pearson) pada program SPSS versi 20. Analisis ini

dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total.

Skor total adalah penjumlahan dari keseluruhan item. Item-item pertanyaan yang

berkorelasi signifikan dengan skor total menunjukkan item-item tersebut mampu

memberikan dukungan dalam mengungkap apa yang ingin diungkap.


114

Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria

pengujian adalah sebagai berikut:

- Jika r hitung ≥ r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau item-item

pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).

- Jika r hitung < r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau item-item

pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak

valid).

- Jika nilai signifikansi yang dihasilkan < 0,05 maka instrumen atau item-item

pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).

- Jika nilai signifikansi yang dihasilkan > 0,05 maka instrumen atau item-item

pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid).

Adapun r tabel yang dipakai adalah r tabel product moment dengan df=N-2,

dimana N adalah jumlah sampel sehingga didapat df=107-2=105 hasil r tabelnya

adalah 0,190 (tabel terlampir), sehingga perhitungan berdasarkan program SPSS

dengan n sampel sebanyak 107 dan jumlah pertanyaan sebanyak 46 dengan tingkat

error 5% (sig. 0,05), didapat hasil sebagai berikut :

Tabel 4.10.
Validitas Data

Nilai Total – X
Nilai r tabel
Item Pearson Correlation Keterangan
Terendah Tertinggi df = 105
Total - X 0,230 0,752 0,190 Valid

Nilai Total – X Sig.


Item Keterangan
Sig. (2-tailed)
Terendah Tertinggi Sig = 0,05
Total - X 0,000 0,017 0,05 Valid
115

Dari tabel tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa semua Item yang diuji

valid karena dari nilai r hitung yang paling terendah saja masih lebih besar dari nilai r

tabel, yaitu : 0,230 > 0,190 dan untuk nilai  hitung yang paling tinggi saja masih

lebih kecil dari Sig, yaitu : 0,017 < 0,05. Untuk tabel r hitung secara keseluruhan

dapat dilihat pada lampiran 6.

4.3.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah untuk mengatahui sejauh mana hasil pengukuran tetap

konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang

sama dengan menggunakan alat pengukuran yang sama pula (Syofian Siregar,

2013:55).

Selanjutnya setelah dilakukan uji validitas, maka berlanjut pada uji reliabilitas

dimana dalam uji ini menggunakan metode cronbach alpha masih menggunakan

program SPSS versi 20, didapat hasil sebagai berikut :

Tabel 4.11.
Reliabilitas Data

Case Processing Summary

N %

Valid 107 100,0


a
Cases Excluded 0 ,0

Total 107 100,0

a. Listwise deletion based on all variabels in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Cronbach's N of Items


Alpha Alpha Based on
Standardized
Items

,901 ,906 46
116

Jika nilai alpha > 0,7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient reliability)

sementara jika alpha > 0,80 ini mensugestikan seluruh item reliabel dan seluruh tes

secara konsisten secara internal karena memiliki reliabilitas yang kuat. Atau, ada

pula yang memaknakannya sebagai berikut: jika alpha > 0,90 maka reliabilitas

sempurna, jika alpha antara 0,70 – 0,90 maka reliabilitas tinggi, jika alpha antara

0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderat dan Jika alpha < 0,50 maka reliabilitas rendah.

Pada tabel reliability statistics, terlihat nilai cronbach's alpha based on

standardized items sebesar 0,906 nilai tersebut merupakan nilai reliabilitas tes secara

keseluruhan, semakin besar nilainya berarti semakin reliabel. Untuk menilai apakah

nilai-nilai di atas valid dan reliabel, dapat dibandingkan dengan r tabel pada df=N-2

dan probabilitas 0,05.

Nilai df sesuai dengan jumlah sampel 107-2=105. r tabel pada df 105 probabilitas

0,05 adalah 0,190.

Jika dilihat pada tabel reliability statistics, nilai cronbach's alpha based on

standardized items, nilai tersebut 0,906 > r tabel 0,190 berarti tes secara keseluruhan

adalah baik dan reliabel sempurna karena nilai r sebesar 0,906 > 0,90.

4.3.3. Uji Asumsi Klasik

Setelah semua data dinyatakan valid dan reliabel, langkah selanjutnya adalah

melakukan uji asumsi klasik. Adapun uji asumsi klasik tersebut adalah uji

normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, uji multikolinieritas dan uji

linieritas.

4.3.3.1. Uji Normalitas

Uji normalitas dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu Normal P-P Plot

dan Tabel Kolmogorov Smirnov, dalam tesis ini penulis menggunakan kolmogorof
117

kmirnof (KS), dimana data yang dianalisis tidak menggunakan gambar seperti pada

Normal P-P Plot namun dengan angka. Kelebihannya hasilnya lebih akurat. Namun

untuk Normal P-P Plot dapat dilihat pada lampiran 8. Uji normalitas ini dilakukan

pada program SPSS versi 20, dimana hasil tes ini akan menentukan apakah distribusi

data normal atau tidak dilihat melalui perbandingan nilai signifikansi dari hasil

perhitungan SPSS tersebut. Hasil perhitungannya sebagai berikut :

Tabel 4.12.
Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 107

a,b
Mean 0E-7
Normal Parameters
Std. Deviation 3,94863743
Absolute ,057
Most Extreme Differences Positive ,057
Negative -,035
Kolmogorov-Smirnov Z ,595
Asymp. Sig. (2-tailed) ,871

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Dari tabel tersebut apabila nilai signifikansi yang dihasilkan > 0,05 maka

distribusi datanya dapat dikatakan normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansi yang

dihasilkan < 0,05 maka data tidak terdistribusi dengan normal.

Pada output data ini terlihat bahwa hasil uji normalitas menunjukkan level

signifikansi lebih besar dari α (α = 0.05) yaitu 0,871 > 0,05 yang berarti bahwa data

terdistribusi dengan normal.


118

4.3.3.2. Uji Heteroskedastisitas

Selanjutnya uji heteroskedastisitas, tujuannya untuk mencari tahu apakah data

ini bebas dari heterokedastisitas atau tidak yaitu variasi nilai yang berubah (tidak

konstan). Untuk mengujinya masih menggunakan program SPSS versi 20.

Sedangkan salah satu uji heteroskedastisitas yang mudah yang dapat diaplikasikan di

SPSS, yaitu Uji Glejser. Uji Glejser secara umum dinotasikan sebagai berikut:

|e| = b1 + b2X2 + v ………………………………………………………………. 4.1.

Dimana:

|e| = Nilai Absolut dari residual yang dihasilkan dari regresi model

X2 = Variabel penjelas

Bila variabel penjelas secara statistik signifikan mempengaruhi residual maka

dapat dipastikan model ini memiliki masalah Heteroskedastisitas. Hasilnya dapat

dilihat pada tabel 4.13 dibawah ini.

Tabel 4.13.
Heteroskedastisitas Data

a
Coefficients

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta


(Constant) 9,506 2,007 4,737 ,000

1 SPM -,067 ,033 -,232 -2,032 ,065

Waste -,024 ,019 -,148 -1,290 ,200

a. Dependent Variabel: Abs_UH

Pada output data ini terlihat bahwa nilai t-statistik dari seluruh variabel

pejelas tidak ada yang signifikan secara statistik, sehingga dapat disimpulkan bahwa

model ini tidak mengalami masalah heteroskedastisitas selain itu hasil perhitungan

dari masing-masing menunjukkan level sig > α (α = 0.05) yaitu 0,065 > 0,05 untuk
119

variabel SPM dan 0,200 > 0,05 untuk variabel waste, sehingga penelitian ini bebas

dari heterokedastisitas dan layak untuk diteliti.

4.3.3.3. Uji Autokorelasi

Selanjunya uji autokorelasi buat mencari tahu apakah datanya terbebas dari

gangguan autokorelasi atau tidak, dimana Uji autokorelasi merupakan pengujian

asumsi dalam regresi dimana variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya

sendiri. Maksud korelasi dengan diri sendiri adalah bahwa nilai dari variabel

dependen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai variabel

sebelumnya atau nilai periode sesudahnya.

Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

- Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif

- Angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi

- Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif

Mengujinya masih menggunakan program SPSS versi 20, hasil pengujian

sebagai berikut :

Tabel 4.14.
Autokorelasi Data

b
Model Summary

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson


Square Estimate
a
1 ,250 ,063 ,045 2,91994 1,638

a. Predictors: (Constant), Waste, SPM


b. Dependent Variabel: Kinerja

Pada output data ini terlihat nilai D-W yaitu sebesar 1,638 berada di antara -2

dan 2 (-2 < 1,638 < 2). Maka dapat disimpulkan model regresi yang digunakan bebas

dari gangguan autokorelasi atau tidak ada autokorelasi.


120

4.3.3.4. Uji Multikolinieritas

Uji ini dilakukan untuk melihat apakah model regresi tidak ada korelasi yang

tinggi diantara variabel-variabel independennya. Tujuan dari uji multikolinearitas

adalah menguji apakah pada sebuah model regresi ditemukan adanya korelasi antar

variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan problem

Multikolinearitas.

Berikut ini merupakan syarat data penelitian dikatakan terjadi

multikolonieritas atau tidak (Ghozali, 2011):

 Tolerance value < 0,10 dan VIF > 10 maka terjadi multikolinearitas atau

terdapat korelasi antar variabel independen.

 Tolerance value > 0,10 dan VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinearitas atau
tidak terdapat korelasi antar variabel
Hasil pengujian data variabel-variabel independen terkait dengan

multikolinearitas pada SPSS ver 20 adalah sebagai berikut :

Uji 1 (Dari Nilai VIF -Variance Inflation Factor)

Tabel 4.15.
Multikolinieritas Data

a
Coefficients

Model Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity


Coefficients Coefficients Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

(Constant) 17,784 4,353 4,085 ,000

1 SPM ,107 ,071 ,178 1,512 ,134 ,650 1,539

Waste ,035 ,041 ,100 ,848 ,399 ,650 1,539

a. Dependent Variabel: Kinerja


121

Uji 2 (Dari Korelasi Antar Variabel Bebas)

Correlations

SPM Waste
**
Pearson Correlation 1 ,592

SPM Sig. (2-tailed) ,000

N 107 107
**
Pearson Correlation ,592 1

Waste Sig. (2-tailed) ,000

N 107 107

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

 Dari hasil uji multikolinearitas di atas, menunjukkan bahwa nilai Tolerance dari

variabel bebas X dan Y > 0,10 yaitu X=0,650 dan Y = 0,650

 Dari hasil uji multikolinearitas di atas, menunjukkan bahwa nilai VIF dari variabel

bebas X dan Y < 10 yaitu X=1,539 dan Y = 1,539

 Karena kedua syarat dari kaidah tersebut terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa

data-data pada variabel tersebut tidak terjadi masalah multikolinearitas atau tidak

terdapat korelasi antar variabel independen.

4.3.4. Uji Hipotesis (2 prediktor)

Menurut Syofian Siregar, 2013 : 303, tujuan dilakukan pengujian hipotesis

terhadap penerapan metode regresi adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh

secara simultan antara variabel bebas (X1, X2, Xn) terhadap variabel tak bebas (Y).

4.3.4.1. Uji Signifikansi Secara Simultan (Bersama-sama)

Tujuan dilakukan uji signifikansi secara simultan dua variabel bebas

(independent) terhadap variabel tak bebas (dependent) adalah untuk mengukur secara

bersama-sama konstribusi yang ditimbulkan dari variabel bebas (independent)

terhadap variabel tak bebas (dependent).


122

Adapun langkah-langkah yang dilakukan terkait Uji Signifikansi Secara

Simultan (Bersama-sama), adalah sebagai berikut :

1. Menentukan Hipotesa

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara silmultan (bersama-sama)

antara variabel bebas (X1 dan X2) terhadap variabel tak bebas (Y).

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan secara silmultan (bersama-sama) antara

variabel bebas (X1 dan X2) terhadap variabel tak bebas (Y).

2. Menentukan hipotesis dalam bentuk model statistik

Ho : ρ = 0

Ha : ρ ≠ 0

3. Menentukan taraf signifikansi , yaitu 0,05 atau 5%

4. Menentukan kaidah pengujian

Jika, F-Hitung ≤ F-Tabel, maka Ho diterima artinya tidak signifikan.

Jika, F-Hitung > F-Tabel, Maka Ho ditolak artinya signifikan.

5. Menghitung F-Hitung dan F-Tabel

a. Menghitung nilai F-Hitung

Rumus :

………………………….. 4.2.

Dimana :

m = jumlah variabel bebas

n = jumlah responden

b. Menghitung nilai F-Tabel


123

Nilai F-Tabel dapat dicari dengan menggunakan tabel F.

Rumus :

F-Tabel = F((dka, dkb) …………………………………………………….4.3.

Diamana :

dka = Jumlah variabel bebas (pembilang),

dkb = n – m – 1 (penyebut)

6. Membandingkan F-Tabel dan F-Hitung, dengan tujuan untuk mengetahui, apakah

Ho ditolak atau diterima berdasarkan kaidah pengujian.

7. Mengambil keputusan untuk menerima atau menolak.

4.3.4.2. Uji Signifikansi Secara Parsial

Tujuan dilakukan uji signifikansi secara parsial dua variabel bebas

(independent) terhadap variabel tak bebas (dependent) adalah untuk mengukur secara

terpisah konstribusi yang ditimbulkan dari masing-masing variabel bebas

(independent) terhadap variabel tak bebas (dependent).

Adapun langkah-langkah yang dilakukan terkait Uji Signifikansi Secara

Simultan (bersama-sama), adalah sebagai berikut :

1. Menentukan Hipotesa

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara variabel bebas

(X1 atau X2) terhadap variabel tak bebas (Y).

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara variabel bebas (X1

atau (X2) terhadap variabel tak bebas (Y).

2. Menentukan hipotesis dalam bentuk model statistik

Ho : β1 = 0

Ha : β1 ≠ 0
124

Dimana : β1 = merupakam koefisien yang akan diuji

3. Menentukan taraf signifikansi , yaitu 0,05 atau 5%

4. Menentukan kaidah pengujian

Jika, - T-Tabel ≤ T-Hitung ≤ T-Tabel, maka Ho diterima artinya tidak signifikan.

Jika, T-Hitung > T-Tabel, maka Ho ditolak artinya signifikan.

5. Menghitung T-Hitung

Tahap menghitung nilai T-Hitung

Rumus :

…………………………………………………………… 4.4.

Dimana :

bi = nilai konstanta,

Sbi = standar eror

Sebelum menghitung nilai T-Hitung terlebih dahulu mencari Sbi (standar error).

Adapun nilai Sbi (standar error) dapat dicari dengan tahapan sebagai berikut :

a. Menghitung nilai standar error (Sbi)

Rumus Sbi:

1). standar error (Sb1)

……………………………….4.5.

2). standar error (Sb2)

……………………………..4.6.
125

b. Menghitung nilai stndar deviasi regresi linier berganda

1) Menentukan nilai varians

Rumus :

………………….………..4.7.

2) Menentukan nilai deviasi standar

Rumus :

………………………………………………4.8.

Dimana :

standar deviasi regresi


……………………………………4.9.
linier berganda
n = jumlah data,

m = jumlah variabel bebas

6. Menentukan nilai T-Tabel

Nilai T-Tabel dapat dicari dengan menggunakan tabel T-Student. Bila pengujian 2 sisi,

maka nilai  dibagi 2.

Rumus :

T-Tabel = T(/2)(n-2) …………………………………………………………… 4.10.

7. Membandingkan T-Tabel dan T-Hitung adalah untuk mengetahui, apakah Ho ditolak

atau diterima berdasarkan kaidah pengujian.

8. Mengambil keputusan dengan memilih hipotesa mana yang terpilih Ho atau Ha.
126

4.3.5. Analisis Hasil

4.3.5.1. Korelasi (hubungan) Secara Parsial dan Simultan

Sebelum melakukan uji hipotesa terhadap hasil dari regresi linier berganda

perlu dilakukan terlebih dahulu adanya hubungan dari masing-masing variabel yang

akan diuji baik secara parsial (sendiri-sendiri) maupun secara simultan (bersama-

sama), karena hubungan ini akan menentukan pengaruh dan signifikan dari masing-

masing variabel yang diuji (diteliti), menurut Syofian Siregar (2013 : 251-252)

pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:

 0,00 – 0,199 = Sangat Lemah

 0,20 – 0,399 = Lemah

 0,40 – 0,599 = Cukup

 0,60 – 0,799 = Kuat

 0,80 – 1,000 = Sangat Kuat

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.16 sesuai dengan perhitungan

SPSS versi 20 dibawah ini, sebagai berikut :

Tabel 4.16.
Hubungan (korelasi) antara Variabel (X1), (X2) dan Y)
Correlations

KInerja SPM Waste

KInerja 1,000 ,237 ,205

Pearson Correlation SPM ,237 1,000 ,592

Waste ,205 ,592 1,000


KInerja . ,007 ,017
Sig. (1-tailed) SPM ,007 . ,000
Waste ,017 ,000 .
KInerja 107 107 107

N SPM 107 107 107

Waste 107 107 107


127

1. Korelasi (hubungan) secara Parsial (sendiri-sendiri) antara variabel SPM (X)

dengan Waste (Y)

Dari tabel 4.16 terkait hubungan antara variabel SPM (X) dengan variabel waste

(Y) diatas diperoleh nilai r (korelasi) sebesar = 0,592. Nilai ini menunjukan

hubungan yang cukup positif antara variabel SPM (X) dan variabel waste (Y),

maksud cukup positif disini adalah terjadi hubungan yang searah antara SPM (X)

dan waste (Y), artinya bila nilai SPM (X) naik, maka nilai tingkat waste (Y) naik

secara cukup signifikan.

2. Korelasi (hubungan) Parsial (sendiri-sendiri) antara variabel SPM (X)

dengan Kinerja Keuangan (Z)

Dari tabel 4.16, diatas terkait hubungan antara variabel SPM (X) dengan variabel

kinerja keuangan (Z) diatas diperoleh nilai r (korelasi) sebesar = 0,237. Nilai ini

menunjukan hubungan yang lemah namun positif antara variabel SPM (X) dan

variabel kinerja keuangan (Z), maksud lemah namun positif disini adalah terjadi

hubungan yang searah antara variabel SPM (X) dengah variabel kinerja keuangan

(Z). artinya bila nilai SPM (X) naik, maka nilai tingkat kinerja keuangan (Z) naik

tapi tidak naik secara signifikan.

3. Korelasi (hubungan) Parsial (sendiri-sendiri) antara Waste (Y) dengan

Kinerja Keuangan (Z)

Dari tabel 4.16, diatas terkait hubungan antara variabel waste (Y) dengan variabel

kinerja keuangan (Z) diatas diperoleh nilai r (korelasi) sebesar = 0,205. Nilai ini

menunjukan hubungan yang lemah namun positif antara (Y) dengah (Z), maksud

lemah namun positif disini adalah terjadi hubungan yang searah antara variabel
128

waste (Y) dengan variabel kinerja keuangan(Z), artinya bila nilai waste (Y) naik,

maka nilai tingkat kinerja keuangan (Z) naik tapi tidak naik secara signifikan.

4. Korelasi (hubungan) Simultan (bersama-sama) dari SPM (X) dan Waste (Y)

dengan Kinerja Keuangan (Z)

Dari tabel 4.16 terkait hubungan antara variabel SPM (X) dan variabel waste (Y)

dengan variabel kinerja keuangan (Z) diatas diperoleh nilai r (korelasi) sebesar =

0,442. Nilai ini menunjukan hubungan yang cukup positif antara variabel SPM

(X) dan waste (Y) dengan kinerja keuangan (Z), maksud cukup positif disini

adalah terjadi hubungan yang searah antara SPM (X) dan waste (Y) dengan

kinerja keuangan (Z), artinya bila nilai SPM (X) dan waste (Y) naik, maka nilai

tingkat kinerja keuangan (Z) naik secara cukup signifikan.

4.3.5.2. Uji Regresi

Sebelum melakukan pengujian atas hipotesa atas penelitian ini, maka perlu

diuji dahulu apakah model regresi dapat digunakan untuk memprediksi tingkat

kinerja keuangan yang dipengaruhi oleh SPM dan waste.

Untuk melakukan pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.17. hasil dari

perhitungan program SPSS versi 20, sebagai berikut :

Tabel 4.17.
Pengaruh X (SPM) dan Y (Waste) terhadap Z (Kinerja keuangan)
a
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


b
Regression 59,308 2 29,654 3,478 ,035

1 Residual 886,711 104 8,526

Total 946,019 106


a. Dependent Variabel: KInerja
b. Predictors: (Constant), Waste, SPM
129

1) Mementukan Hipotesis

Ho : Model regresi linier berganda tidak dapat digunakan untuk memprediksi

tingkat kinerja keuangan (Z) yang dipengaruhi oleh SPM (X) dan waste

(Y).

Ha : Model regresi linier berganda dapat digunakan untuk memprediksi tingkat

kinerja keuangan (Z) yang dipengaruhi oleh SPM (X) dan waste (Y).

2) Pengambilan Keputusan

a) Berdasarkan Perbandingan antara F-Hitung dan F-Tabel

Jika, F-Hitung ≤ F-Tabel, Maka Ho diterima artinya tidak signifikan.

Jika, F-Hitung > F- F-Tabel, Maka Ho ditolak artinya signifikan.

(1) Nilai F-Hitung dari table Anova sebesar = 3,478

(2) Membandingkan F-Hitung dan F-Tabel

Ternyata : F-Hitung = 3,478 > F-Tabel = 3,080 sehingga Ho ditolak.

(3) Kesimpulannya :

Model regresi linier berganda dapat digunakan untuk memprediksi

tingkat kinerja keuangan (Z) yang dipengaruhi oleh SPM (X) dan waste

(Y).

b) Berdasarkan Nilai Probabilita

Jika Probabilita (sig) >  maka Ho diterima

Jika Probabilita (sig) <  maka Ho ditolak.

1. Dari tabel Anova nilai probabilita (sig) = 0,035 dan nilai taraf signifikan

= 0,05.

2. Membandingkan nilai probabilita (sig) dengan taraf nyata ()

Jika probabilita (sig) < , maka Ho ditolak,


130

ternyata : 0,035 < 0,05 maka Ho ditolak

3. Kesimpulannya :

Model regresi linier berganda dapat digunakan untuk memprediksi

tingkat kinerja keuangan yang dipengaruhi oleh SPM dan waste.

Dari kesimpulan diatas berdasarkan perhitungan perbandingan antara F-Hitung

dan F-Tabel serta perhitungan nilai probabilita, maka model regresi linier berganda

dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerja keuangan yang dipengaruhi oleh

SPM dan waste.

4.3.5.3. Uji Hipotesis Pengaruh Signifikansi secara Parsial dan Simultan

Setelah uji model regresi linier berganda dapat digunakan, maka selanjutnya

adalah uji hipotesa dari penelitian ini dapat dilihat hasil perhitungan SPSS versi 20

pada tabel-tabel dibawah ini sebagai berikut.

4.3.5.3.1. Pengujian Hipotesis 1, Pengaruh Parsial antara SPM (X) dengan

Waste (Y)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh signifikansi

hubungan antara variabel X dalam hal ini SPM (sistem pengendalian manajemen)

terhadap variabel Y dalam hal ini waste dengan ketentuan

 Jika niai Sig < 0,05 maka variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap

variabel terikat.

 Jika nilai Sig > 0,05 maka variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap

variabel terikat.

 Jika t hitung < t tabel Ho diterima dan Ha ditolak atau tidak signifikan.

 Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima atau signifikan.
131

Tabel 4.18.
Pengaruh Signifikansi Hubungan X (SPM) terhadap Y (Waste)
a
Coefficients

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) 2,261 10,388 ,218 ,828


1
SPM 1,028 ,137 ,592 2,521 ,000

a. Dependent Variable: Waste

Pada output data ini terlihat pada tabel 4.18 bahwa variabel X mempunyai

tingkat signifikansi 0,00 < α (0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara

X dengan Y positif karena koefisien β (beta) menunjukan positif sebesar 0,592 dan

signifikan karena sig = 0,00 lebih kecil dari alfa = 0,05. Selain itu t hitungnya lebih

besar dari t tabelnya (df=n-2=107-2=105=1,983), yaitu 2,521 > 1,983, hal ini

menunjukkan bahwa sistem pengendalian manajemen (X) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap waste (Y), sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1

diterima.

Dari tabel coefficients (a) menunjukan bahwa model persamaan jalur regresi

linier berganda untuk memperkirakan waste yang dipengaruhi oleh SPM adalah :

Y = 2,261 + 1,028 X

Dari hasil pengujian hipotesa 1 tentang pengaruh SPM tehadap waste yang

signifikan ini berarti bahwa penerapan SPM di industry manufaktur khususnya

perusahaan yang bergerak dibidang kemasan fleksibel telah menerapkan dan

menjalankan fungsi-fungsi dari SPM seperti planning, coordinating, comunivating,

evaluating, deciding dan influenting telah berjalan sebagai mana mestinya, dimana

fungsi-fungsi tersebut telah dijalankan disemua karyawan produksi sehingga dalam


132

menjalankan pekerjaannya setiap karyawan mengacu pada system dan prosedur yang

telah ditetapkan serta melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi kerja yang

telah distandarisasi.

Dengan berjalannya SPM secara efisien dan efektif pada proses produksi

berdampak pada penurunan waste secara signifikan, sehingga bisa dikatakan bahwa

reduce cost dapat dikendalikan dengan baik terutama yang menyangkut pemborosan

yang tedapat dalam 7 waste. Selain itu guna menjaga kondisi tersebut perusahaan

juga melakukan langkah-langkah improvement yang dikenal dengan nama conim

(continues improvement) yang artinya perbaikan yang terus menerus. Disisi lain

perusahaan juga menerapkan program 5R (Ringkas, Rap, Resik, Rawat, dan Rajin)

dengan program ini semua karyawan melakukann aktivitas setiap harinya sebelum

melakukan pekerjaan rutin yang mana kegiatan tersebut akan mendukung proses

kegiatan dari pekerjaan utama yang rutin.

4.3.5.3.2. Pengujian Hipotesis 2, Pengaruh Parsial antara SPM X, dengan

Kinerja keuangan (Z)

Tabel 4.19.
Pengaruh Signifikansi X (SPM) dan Y (Waste) terhadap Z (Kinerja keuangan)

a
Coefficients

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) 17,784 4,353 4,085 ,000

1 SPM ,107 ,071 ,178 1,512 ,134

Waste ,035 ,041 ,100 ,848 ,399

a. Dependent Variabel: KInerja


133

1. Berdasarkan perbandingan antara T-Hitung dan T-Tabel, langkah-langkahnya

adalah :

(a) Membuat hipotesa

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara SPM

(X) terhadap kinerja keuangan (Z).

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara SPM (X)

terhadap kinerja keuangan (Z).

(b) Membuat hipotesis dalam bentuk model statistik

Ho : β1 = 0

Ha : β1 ≠ 0

(c) Kaidah pengujian

Jika, T-Tabel ≤ T1-Hitung ≤ T-Tabel, sehingga Ho diterima

Jika, T1-Hitung > T-Tabel, sehingga Ho ditolak

(d) Membandingkan antara T-Tabel dan T-Hitung

Dari tabel coefficients (a) diperoleh nilai T-Hitung = 1,512

Nilai T-Tabel dapat dicari dengan menggunakan tabel t, bila pengujian 2

sisi, maka nilai  dibagi 2.

Rumus :

T-Tabel = T(/2)(n-2)

= T(0,05/2)(107-2) T(0,025, 105) = 1,983

Ternyata :

T-Hitung = 1,512 < T-Tabel = 1,983, maka Ho diterima


134

(e) Kesimpulan hipotesa 2

Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara SPM (X) terhadap kinerja

keuangan (Z), sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 ditolak

2. Berdasarkan teknik probabilitas, langkah-langkahnya adalah :

(a) Membuat hipotesa

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara SPM

(X) terhadap kinerja keuangan (Z).

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara SPM (X)

terhadap kinerja keuangan (Z).

(b) Membuat hipotesis dalam bentuk model statistik

Ho : β1 = 0

Ha : β1 ≠ 0

(c) Menentukan kreteria pengujian

Jika, Sig ≤ , maka Ho ditolak

Jika, Sig > , maka Ho diterima

Dari tabel coefficients (a) diperoleh nilai sig = 0,134

Untuk nilai , karena uji dua sisi maka niali  nya dibagi 2, sehingga nilai

 = 0,05/2 = 0,025.

Ternyata, Sig = 0,134 >  = 0,025, maka Ho diterima

(d) Kesimpulan hipotesa 2 :

Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara SPM terhadap kinerja

keuangan, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 ditolak.


135

Dari tabel coefficients (a) menunjukan bahwa model persamaan jalur regresi

linier berganda untuk memperkirakan kinerja keuangan yang dipengaruhi oleh SPM

adalah : Z = 17,784 + 0,107X

Dari hasil perhitungan tersebut diatas, ternyata bahwa SPM tidak signifikan

terhadap kinerja keuangan, hal ini dikarenakan SPM yang berupa system dan

prosedur memang telah dijalankan namun kinerja keuangan banyak dipengaruhi oleh

factor-faktor lain, diluar SPM seperti kondisi ekonomi yang lesu yang berakibat

penurunan order dari pelanggan, tingkat fluktuasi rupiah terhadap dolar yang

berdampak harga bahan baku naik sehingga walaupun telah dilakukan aktivitas yang

efisien dan efektif tetap tidak bisa mengejar tingkat profit yang diharapkan yang

berdampak pada tidak naiknya kinerja keuangan secara signifikan.

4.3.5.3.3. Pengujian Hipotesis 3, Pengaruh Parsial antara Waste (Y) dengan

Kinerja Keuangan (Z)

1. Berdasarkan perbandingan antara T-Hitung dan T-Tabel, langkah-langkahnya

adalah :

(a) Membuat hipotesa

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara waste

(Y) terhadap kinerja keuangan (Z).

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara waste (Y)

terhadap kinerja keuangan (Z).

(b) Membuat hipotesis dalam bentuk model statistik

Ho : β1 = 0

Ha : β1 ≠ 0

(c) Kaidah pengujian


136

Jika, T-Tabel ≤ T1-Hitung ≤ T-Tabel, sehingga Ho diterima

Jika, T1-Hitung > T-Tabel, sehingga Ho ditolak

(d) Membandingkan antara T-Tabel dan T-Hitung

Dari tabel coefficients (a) diperoleh nilai T-Hitung = 0,848

Nilai T-Tabel dapat dicari dengan menggunakan tabel t, bila pengujian 2

sisi, maka nilai  dibagi 2.

Rumus :

T-Tabel = T(/2)(n-2)

= T(0,05/2)(107-2) T(0,025, 105) = 1,983

Ternyata :

T-Hitung = 0,848 < T-Tabel = 1,983, maka Ho diterima

(e) Kesimpulan hipotesa 3

Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara waste (Y) terhadap kinerja

keuangan (Z), sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3 ditolak

2. Berdasarkan teknik probabilitas, langkah-langkahnya adalah :

(a) Membuat hipotesa

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara waste

(Y) terhadap kinerja keuangan (Z).

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara waste (Y)

terhadap kinerja keuangan (Z).

(b) Membuat hipotesis dalam bentuk model statistik

Ho : β1 = 0

Ha : β1 ≠ 0

(c) Menentukan kreteria pengujian


137

Jika, Sig ≤ , maka Ho ditolak

Jika, Sig > , maka Ho diterima

Dari tabel coefficients (a) diperoleh nilai sig = 0,399

Untuk nilai , karena uji dua sisi maka niali  nya dibagi 2, sehingga nilai

 = 0,05/2 = 0,025.

Ternyata, Sig = 0,399 >  = 0,025, maka Ho diterima

(d) Kesimpulan hipotesa 3 :

Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara waste terhadap kinerja

keuangan, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3 ditolak.

Dari tabel coefficients (a) menunjukan bahwa model persamaan jalur regresi

linier berganda untuk memperkirakan kinerja keuangan yang dipengaruhi oleh waste

adalah : Z = 17,784 + 0,035Y

Dari hasil tersebut diatas, waste walaupun telah dijaga dan dikontrol dengan

baik sehingga dapat dikendalikan bahkan diturunkan namun masih belum dapat

mendongkrak kinerja keuangan, hal ini dikarenakan banyak faktor yang terkait

dengan kinerja keuangan itu sendiri, dimana waste hanya sebagian faktor saja dari

unsur yang mempengaruhi kinerja keuangan saja, diluar itu masih banyak faktor

seperti biaya maintenance yang besar terhadap mesin, biaya pemeliharaan gedung,

biaya service dan jasa-jasa lainnya yang semua itu berdampak pada naiknya biaya

overhead sehingga COGS menjadi tinggi dan profit yang diharapkan pun menjadi

semakin jauh yang pada akhirnya kinerja keuangan pun menjadi kurang baik. Namun

bisa juga penurunan waste itu sendiri tidak sejalan dengan margin sales yang kecil

karena adanya penurunan harga jual akibat persaingan harga yang semakin

kompetitif.
138

4.3.5.3.4. Pengujian Hipotesis 4, Pengaruh Simultan antara SPM (X) dan Waste

(Y), dengan Kinerja Keuangan (Z)

Dari tabel 4.19 coefficients (a) menunjukan bahwa model persamaan jalur

regresi linier berganda untuk mempekirakan kinerja keuangan yang dipengaruhi oleh

SPM dan waste adalah :

Z = 17,784 + 0,107 X + 0,035 Y

Dari persamaan tersebut dapat dianalisis bebarapa hal, antara lain :

1. Kinerja keuangan, jika tanpa adanya SPM dan waste (X, Y = 0), maka kinerja

keuangan hanya 17,784, sedangkan bila masing-masing responden jawabannya

bertambah 1 point untuk jawaban SPM dan waste (X, Y = n (responden) = 107),

maka diperkirakan tingkat kinerja keuangan akan naik menjadi :

Z = 17,784 + 0,107 X + 0,035 Y

Z = 17,784 + 0,107(107) + 0,035(107) = 32,978

2. Koefisien regresi linier berganda sebesar 0,107 dan 0,035 mengindikasikan

besaran penambahan tingkat kinerja keuangan. Setiap penambahan jawaban

responden untuk variabel SPM dan variabel waste.

Persamaan regresi linier berganda Z = 17,784 + 0,107X + 0,035Y yang

digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan tingkat kinerja keuangan yang

dipengaruhi oleh SPM dan waste akan diuji apakah valid untuk dipergunakan.

Untuk menguji kevalidan persamaan regresi linier berganda digunakan 2

cara, yaitu : menggunakan uji F secara simultan dan T (parsial), dan teknik

probabilitas.

1) Menggunakan Uji F (secara simultan)

Langkah-langkahnya adalah :
139

(1) Menentukan hipotesis

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-

sama) antara SPM dan waste terhadap kinerja keuangan.

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-sama)

antara SPM dan waste terhadap kinerja keuangan.

(2) Membuat hipotesis dalam bentuk statistik

Ho : β1 = 0

Ha : β1 ≠ 0

(3) Kaidah pengujian

Jika, F-Hitung ≤ F-Tabel, Maka Ho diterima artinya tidak signifikan.

Jika, F-Hitung > F-Tabel, Maka Ho ditolak artinya signifikan.

(4) Membandingkan antara F-Tabel dan F-Hitung

Dari tabel summary model diperoleh nilai F-Hitung = 3,478

Nilai F-Tabel dapat dicari dengan menggunakan tabel f dengan cara :

F-Tabel = F((1-)(dk pembilang = m), (dk penyebut=n-m-1)

Dimana :

m = 2, n = 107,  = 0,05, dan dk = 107 – 2 – 1 = 104

F-Tabel = ((1-0,05)(104,2) = 3,08

Ternyata F-Hitung = 3,478 > F-Tabel = 3,08 sehingga Ho ditolak.

(5) Kesimpulan Hipotesa 4 :

Terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-sama) antara

SPM dan waste terhadap kinerja keuangan, sehingga dapat disimpulkan

bahwa hipotesis 4 diterima.


140

2. Berdasarkan teknik probabilitas, langkah-langkahnya adalah :

(a) Membuat hipotesa

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-

sama) antara SPM dan waste terhadap kinerja keuangan.

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-sama)

antara SPM dan waste terhadap kinerja keuangan.

(b) Membuat hipotesis dalam bentuk model statistik

Ho : β1 = 0

Ha : β1 ≠ 0

(c) Menentukan kreteria pengujian

Jika, Sig ≤ , maka Ho ditolak

Jika, Sig > , maka Ho diterima

Dari tabel coefficients (a) diperoleh nilai sig = 0,035

Ternyata, Sig = 0,035 <  = 0,05, maka Ho ditolak

(d) Kesimpulan hipotesa 4 :

Terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-sama) antara

SPM dan waste terhadap kinerja keuangan, sehingga dapat disimpulkan

bahwa hipotesis 4 diterima.

Dari tabel coefficients (a) menunjukan bahwa model persamaan jalur regresi

linier berganda untuk memperkirakan kinerja keuangan yang dipengaruhi oleh SPM

dan waste adalah : Z = 17,784 + 0,107 X + 0,035 Y.

Dari kesimpulan diatas sangat jelas, apabila SPM dan waste secara bersama-

sama diterapkan dan dikontrol dengan baik, baik system maupun prosedurnya pada

proses kerja diarea produksi akan sangat banyak membantu operator dan karyawan
141

yang terkait untuk dapat melakukan aktivitas yang benar sesuai dengan ketentuan,

maka dapat dikatakan keduanya SPM dan waste akan bersinergi menjaga kondisi

kinerja keuangan tetap baik, karena semua pihak konsen baik dari atasan maupun

bawahan untuk tetap menjalankan dan menjaga SPM bersama-sama waste dalam

lingkaran yang dapat dikendalikan dan dikontrol. Kalau dilihat dari faktor-faktor

yang mempengaruhi waste seperti man (orang), material (bahan), method (SOP),

mesin dan lingkungan, maka gabungan SPM dan waste itu sendiri sebetunya

merupakan kombinasi dari pengelolaan faktor-faktor tersebut khususnya man sebagai

operator yang mengendaliakn waste dalam hal ini menghematan material dengan

metode (SOP) yang merupakan bagian dari SPM, sehingga penggabungan dari itu

semua akan berdampak pada proses produksi yang efktif dan efisien yang pada

akhirnyan akan dapat menurukan cost yang berakibat pada peningkatan profit yang

bisa mendongkrak kenaikan kinerja keuangan.

4.3.6. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung (Implikasi)

Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel penyebab terhadap variabel

akibat adalah sebagai berikut :

4.3.6.1. Variabel Sistem Pengendalian Manajemen (X)

Pengaruh langsung : SPM (X) terhadap Kinerja Keuangan (Z)

= (PZX) (PZX)

= (0,107) (0,107)

= 0,0114 = 1,14%

Pengaruh tidak langsung : X terhadap Z melalui Y

= (PZX) (PYX) (PZY)

= (0,107) (0,592) (0,035)


142

= 0,0022 = 0,22%

4.3.6.2. Variabel Waste (Y)

Pengaruh langsung : Waste (Y) terhadap Kinerja Keuangan (Z)

= (PZY) (PZY)

= (0,035) (0,035)

= 0,0012 = 0,12%

Dari perhitungan pengaruh langsung antara variabel SPM (X) maupun

variabel waste (Y) terhadap variabel kinerja keuangan (Z) terlihat sangat rendah

yaitu 1,14% untuk SPM (X) ke kinerja keuangan (Z) dan 0,12% untuk waste (Y) ke

kinerja keuangan. Ini menguatkan bahwa hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa

tidak ada pengaruh yang signifikan antara SPM terhadap kinerja keuangan begitu

juga dengan waste, tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan.

Tabel 4.20.
Persamaan Jalur

Hipotesa Persamaan Jalur

H1 Y = 2,261 + 1,028X
H2 Z = 17,784 + 0,107X
H3 Z = 17,784 + 0,035Y
H4 Z = 17,784 + 0,107X + 0,035Y

Dari hasil analisa dan pembahasan dengan analisi jalur terhadap data-data

primer hasil kuesioner pada 107 perusahaan kemasan fleksibel di Indonesia

khususnya yang berlokasi di pulau Jawa terkait peran sistem pengendalian

manajemen terhadap waste dan kinerja keuangan yang diolah oleh program IBM

SPSS versi 20, begitu juga dengan korelasi antar variabelnya adalah sebagai berikut :
143

Gambar 4.20.
Korelasi antar variabel

Tabel 4.21.
Rangkuman Hasil Penelitian

Hipotesa Uraian Hipotesa Pengaruh

Terdapat pengaruh yang signifikan sistem pengendalian


H1 Signifikan
manajemen terhadap waste.
Terdapat pengaruh yang signifikan sistem pengendalian Tidak
H2
manajemen terhadap kinerja keuangan. Signifikan
Terdapat pengaruh yang signifikan waste terhadap kinerja Tidak
H3
keuangan. Signifikan
Terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama
H4 sistem pengendalian manajemen dan waste terhadap kinerja Signifikan
keuangan.
144

Tabel 4.22.
Hasil dan Diskusi

Nama dan
No. tahun Hasil Penelitian Penelitian ini Relevansi
Penelitian
1. Imelda Lidia, Terdapat hubungan yang positif Terdapat hubungan yang Relevan
(2010) antara SPM dengan efektivitas positif dan signifikan antara
biaya produksi SPM dengan waste
2. Joanna L. Ho, Penerapan SPM dapat Terdapat hubungan yang Relevan
Cheng-Jen meningkatkan efisiensi dan positif dan signifikan antara
Huang and kualitas kinerja yang lebih tinggi SPM dengan waste, hal ini
Anne Wuc, dan hasil secara keseluruhan disebabkan karena SPM dapat
(2011) mendukung argumen bahwa menjaga dan mengontrol
sistem kontrol yang ketat dapat aktivitas terkait waste dengan
digunakan untuk mencapai SOP dan standarnisasi yang
efisiensi dan kualitas kinerja. ditetapkan.
3. Titin Sistem pengendalian manajemen Tidak terdapat pengaruh yang Untuk
Nurgahani, berpengaruh terhadap kinerja signifikan antara SPM dengan Parsial
(2013) perusahaan, sedangkan kinerja keuangan , begitu juga Tidak
pengendalian internal tidak dengan waste tidak signifikan Relevan
berpengaruh signifikan terhadap terhadap kinerja keuangan tapi untuk
kinerja perusahaan. Dan sistem namun secara bersama-sama simultan
pengendalian manajemen dan (simultan) SPM dan waste relevan
pengendalian internal secara berpengaruh signifikan
simultan terdapat pengaruh terhadap kinerja keuangan
signifikan terhadap kinerja
perusahaan.
4. Kariyawasam SPM berdampak pada SPM tidak signifikan terhadap Tidak
A.H.N. and keuntungan normal perusahaan kinerja keuangan, hal ini Relevan
Dr. Low L. T., manufaktur di Sri Lanka dan dikarenakan SPM merupakan
Kevin (2014) kontrol manajemen (SPM) proses yang panjang terhadap
memiliki dampak positif pada semua aktivitas yang hasilnya
kinerja keuangan suatu tidak berdampak lansung
organisasi. terhadap kinerja keuangan.

4.3.7. Kinerja Keuangan Perusahaan Pada Industri Kemasan Go Publik (Tbk)

Dari hasil rangkuman tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian

manajemen (SPM) sudah diterapkan oleh perusahaan kemasan fleksibel namun

dalam pelaksanaannya masih terlihat belum baik sehingga berdampak pada tidak

berpengaruhnya SPM terhadap kinerja keuangan dalam penelitian ini. Disisi lain

ternyata SPM berpengaruh signifikan terhadap waste, sehingga perusahaan dapat

menekan biaya dengan reduce cost dari pengendalian waste ini yang berdampak pada

positifnya gross profit margin (GPM) dari perusahaan kemasan fleksibel, sebagai
145

contoh dapat dilihat pada kinerja perusahaan kemasan fleksibel yang telah go publik

(Tbk), berdasarkan data OJK (otoritas jasa keuangan) tahun 2014 yang terdiri dari 11

perusahaan Tbk, sebagai berikut :

Tabel 4.23.
Kinerja Keuangan
Perusahaan Kemasan Go Publik (Tbk)
Tahun 2013

NO PERUSAHAAN ROA ROI ROE GPM


1 PT. Asiaplast Industries, Tbk 0,01 0,01 0,01 0,16
2 PT. Alam Karya Unggul, Tbk 0,02 (0,03) (0,60) 0,69
3 PT. Argha Karya Prima Industri, Tbk 0,03 0,02 0,03 0,13
4 PT. Lotee Chemical Titan, Tbk (0,02) (0,02) (0,06) 0,02
5 PT. Champion Pasific Indonesia, Tbk 0,15 0,11 0,16 0,14
6 PT. Impack Pratama Industri, Tbk 0,21 0,16 0,23 0,37
7 PT. Indopoly Swakarsa Industri, Tbk 0,04 3,30 6,06 0,17
8 PT. Sekawan Intipratama, Tbk (0,03) (0,02) (0,06) 0,15
9 PT. Siwani Makmur, Tbk (0,11) (0,10) (0,23) (1,34)
10 PT. Trias Sentosa, Tbk 0,02 0,01 0,02 0,12
11 PT. Yana Prima Hasta Persada, Tbk. 0,01 0,01 0,04 0,11
Sumber : OJK - 2014 (Data diolah)

Dari data tersebut dapat dibuatkan rata-rata industri (RI), yaitu sebagai berikut :
ROA ROI ROE GPM
0,03 0,31 0,51 0,07

Dari tabel rata-rata industri tersebut, maka dapat dilihat kinerja dari masing-masing

perusahaan yang telah go publik (Tbk) tersebut dalam tabel-tabel dibawah ini,

sebagai berikut :
146

Tabel 4.24.
Kinerja Keuangan (ROA) vs Rata-Rata Industri (RI)
Perusahaan Kemasan Go Publik (Tbk)
Tahun 2013

NO PERUSAHAAN ROA RI KINERJA


1 PT. Asiaplast Industries, Tbk 0,01 0,03 Dibawah
2 PT. Alam Karya Unggul, Tbk 0,02 0,03 Dibawah
3 PT. Argha Karya Prima Industri, Tbk 0,03 0,03 Diatas
4 PT. Lotee Chemical Titan, Tbk (0,02) 0,03 Dibawah
5 PT. Champion Pasific Indonesia, Tbk 0,15 0,03 Diatas
6 PT. Impack Pratama Industri, Tbk 0,21 0,03 Diatas
7 PT. Indopoly Swakarsa Industri, Tbk 0,04 0,03 Diatas
8 PT. Sekawan Intipratama, Tbk (0,03) 0,03 Dibawah
9 PT. Siwani Makmur, Tbk (0,11) 0,03 Dibawah
10 PT. Trias Sentosa, Tbk 0,02 0,03 Dibawah
11 PT. Yana Prima Hasta Persada, Tbk. 0,01 0,03 Dibawah
Sumber : OJK - 2014 (Data diolah)

Tabel 4.25.
Kinerja Keuangan (ROI) vs Rata-Rata Industri (RI)
Perusahaan Kemasan Go Publik (Tbk)
Tahun 2013

NO PERUSAHAAN ROI RI KINERJA


1 PT. Asiaplast Industries, Tbk 0,01 0,31 Dibawah
2 PT. Alam Karya Unggul, Tbk (0,03) 0,31 Dibawah
3 PT. Argha Karya Prima Industri, Tbk 0,02 0,31 Dibawah
4 PT. Lotee Chemical Titan, Tbk (0,02) 0,31 Dibawah
5 PT. Champion Pasific Indonesia, Tbk 0,11 0,31 Dibawah
6 PT. Impack Pratama Industri, Tbk 0,16 0,31 Dibawah
7 PT. Indopoly Swakarsa Industri, Tbk 3,30 0,31 Diatas
8 PT. Sekawan Intipratama, Tbk (0,02) 0,31 Dibawah
9 PT. Siwani Makmur, Tbk (0,10) 0,31 Dibawah
10 PT. Trias Sentosa, Tbk 0,01 0,31 Dibawah
11 PT. Yana Prima Hasta Persada, Tbk. 0,01 0,31 Dibawah
Sumber : OJK - 2014 (Data diolah)
147

Tabel 4.26.
Kinerja Keuangan (ROE) vs Rata-Rata Industri (RI)
Perusahaan Kemasan Go Publik (Tbk)
Tahun 2013

NO PERUSAHAAN ROE RI KINERJA


1 PT. Asiaplast Industries, Tbk 0,01 0,51 Dibawah
2 PT. Alam Karya Unggul, Tbk (0,60) 0,51 Dibawah
3 PT. Argha Karya Prima Industri, Tbk 0,03 0,51 Dibawah
4 PT. Lotee Chemical Titan, Tbk (0,06) 0,51 Dibawah
5 PT. Champion Pasific Indonesia, Tbk 0,16 0,51 Dibawah
6 PT. Impack Pratama Industri, Tbk 0,23 0,51 Dibawah
7 PT. Indopoly Swakarsa Industri, Tbk 6,06 0,51 Diatas
8 PT. Sekawan Intipratama, Tbk (0,06) 0,51 Dibawah
9 PT. Siwani Makmur, Tbk (0,23) 0,51 Dibawah
10 PT. Trias Sentosa, Tbk 0,02 0,51 Dibawah
11 PT. Yana Prima Hasta Persada, Tbk. 0,04 0,51 Dibawah
Sumber : OJK - 2014 (Data diolah)

Tabel 4.27.
Kinerja Keuangan (GPM) vs Rata-Rata Industri (RI)
Perusahaan Kemasan Go Publik (Tbk)
Tahun 2013

NO PERUSAHAAN GPM RI KINERJA


1 PT. Asiaplast Industries, Tbk 0,16 0,07 Diatas
2 PT. Alam Karya Unggul, Tbk 0,69 0,07 Diatas
3 PT. Argha Karya Prima Industri, Tbk 0,13 0,07 Diatas
4 PT. Lotee Chemical Titan, Tbk 0,02 0,07 Dibawah
5 PT. Champion Pasific Indonesia, Tbk 0,14 0,07 Diatas
6 PT. Impack Pratama Industri, Tbk 0,37 0,07 Diatas
7 PT. Indopoly Swakarsa Industri, Tbk 0,17 0,07 Diatas
8 PT. Sekawan Intipratama, Tbk 0,15 0,07 Diatas
9 PT. Siwani Makmur, Tbk (1,34) 0,07 Dibawah
10 PT. Trias Sentosa, Tbk 0,12 0,07 Diatas
11 PT. Yana Prima Hasta Persada, Tbk. 0,11 0,07 Diatas
Sumber : OJK - 2014 (Data diolah)
148

Dari data tersebut diatas terlihat bahwa kinerja keuangan dari masing-masing

perusahaan kemasan yang baik hanya pada GPM (gross profit margin), sementara

untuk indikasi yang lain (ROA, ROI dan ROE) masih dibawah rata-rata industri (RI)

kecuali untuk PT. Indopoly yang selalu diatas rata-rata industri. Ini menunjukan

bahwa SPM (sistem pengendalian manajemen) berperan dan berpengaruh terhadap

waste, dimana waste merupakan unsur dari COGS dan hampir semua perusahaan

mempunyai gross profit margin (GPM) yang positif. Perusahaan mampu

mengendalian waste dengan SPM tapi untuk biaya-biaya lain diluar itu perusahaan

masih belum dapat mengendalian dengan baik, ini terlihat dengan kondisi ROA, ROI

dan ROE yang tidak selalu positif.

Dari laporan kinerja perusahan-perusahaan yang telah go publik (Tbk) tenyata

untuk kinerja keuangannya (ROA, ROI dan ROE) masih berada dibawah rata-rata

industri yang terbentuk, ini menunjukan masih belum baik kinerja keuangan dari

perusahaan-perusahaan Tbk tersebut sehingga perlu mendapat perhatian khusus dari

industri kemasan fleksibel agar dapat meningkatkan kinerja keuangannya dengan

melakukan penerapan dan pelaksaan SPM secara baik, konsisten dan sesuai dengan

kaidah dari SPM itu sendiri agar perusahaan yang tergabung dalam industri kemasan

fleksibel dapat bertahan dan survive dalam menjalankan aktivitas bisnisnya dan siap

menghadapi tantangan dan hambatan sekaligus dapat bersaing (kompetitif) dengan

pesaing dari dalam dan luar negeri.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil uraian pada bab-bab sebelumya, maka disimpulkan bahwa

sistem pengendalian manajemen (SPM) sudah diterapkan oleh perusahaan

kemasan fleksibel namun dalam pelaksanaannya masih terlihat belum baik

sehingga berdampak pada tidak berpengaruhnya SPM terhadap kinerja keuangan

dalam penelitian ini. Disisi lain ternyata SPM berpengaruh signifikan terhadap

waste, sehingga perusahaan dapat menekan biaya dengan reduce cost dari

pengendalian waste ini yang berdampak pada positifnya gross profit margin

(GPM) dari perusahaan kemasan fleksibel, sebagai contoh dapat dilihat pada

kinerja perusahaan kemasan fleksibel yang telah go publik (Tbk), berdasarkan

data OJK (otoritas jasa keuangan) tahun 2014 yang terdiri dari 11 perusahaan Tbk.

Selanjutnya berdasarkan hasil perhitungan program SPSS ver 20 dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Sistem pengendalian manajemen berpengaruh positif dan signifikan terhadap

waste hal ini dapat dilihat pada hasil olahan data dimana hasil tabel t-hitung

terlihat bahwa nilai sig 0,00 < 0,05 dengan t-hitung > t-tabel yaitu 2,521 >

1,983 (t-tabel dengan df=107-2=105), nilai koefisien β positif yaitu 0,592.

Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengendalian manajemen (X)

berpengaruh positif dan signifikan terhadap waste (Y). SPM berpengaruh

positif dan signifikan terhadap waste hal ini berarti bahwa penerapan dan
150

pelaksanaan SPM yang baik akan dapat berpengaruh dalam proses reduce

cost terutama dalam hal menurunkan waste.

2. Sistem pengendalian manajemen berpengaruh positif namun tidak signifikan

terhadap kinerja keuangan dapat dilihat bahwa sistem pengendalian

Manajemen memiliki nilai t-hitung < t-tabel yaitu 1,512 < 1,983 dengan

nilai signifikansi 0,134 > 0,025 dan nilai koefisien β positif yaitu 0,178. Hal

ini menunjukkan bahwa variabel sistem pengendalian manajemen (X)

berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kinerja keuangan (Z).

SPM berpengaruh positif dan walaupun tidak signifikan terhadap kinerja

keuangan, ini memberikan sinyal bahwa pelaksanaan baik tidaknya SPM

dalam suatu entitas bisnis akan menentukan keberlangsungan hidup entitas

bisnis itu sendiri.

3. Waste berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kinerja keuangan

dapat dilihat dari hasil olahan data diperoleh nilai t-hitung = 0,848 < 1,983

pada sig 0,399 > 0,025, dan β (+) = 0,100 artinya pengaruhnya positif namun

tidak signifikan. Waste berpengaruh positif dan walaupun tidak signifikan

terhadap kinerja keuangan, jika waste dapat dikendalikan sekecil mungkin,

maka akan berdampak pada laba perusahaan yang berarti kinerja keuangan

maupun kinerja pengelolanya terindikasi baik.

4. Sistem pengendalian manajemen bersama-sama waste berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kinerja keuangan dapat dilihat dari hasil uji f statistik

pada tabel anova bahwa sistem pengendalian manajemen (X) dan waste (Y)

mempunyai nilai uji f sebesar 3,478 sehingga lebih besar dari nilai f tabelnya
151

(3,478 > 3,080) dengan nilai signifikansi yaitu 0,035 < 0,05. Dari hasil

tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian manajemen (X) dan

waste (Y) secara bersama-sama berpengaruh positf dan signifikan terhadap

kinerja keuangan (Z). SPM dan waste secara simultan berpengaruh dan

signifikan terhadap kinerja keuangan pada suatu entitas bisnis, ini

menggambarkan bahwa apabila diterapakan SPM dengan baik, yang mana

SPM ini sangat berpengaruh pada waste, maka dengan sendirinya akan

berpengaruh pula pada kinerja keuangan yang akan dapat menentukan baik

tidaknya pengelolaan entitas bisnis itu sendiri.

5.2. Saran

Saran-saran yang dapat disampaikan sebagai berikut:

1. Bagi industri kemasan fleksibel

Industri kemasan fleksibel di Indonesia sudah semakin ramai dengan

pesaing-pesaing baru baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, baik itu

terkait dengan MEA (masyarakat ekonomi Asean) maupun lainnya. Dengan

ramainya para pesaing baru tersebut masing-masing perusahaan kemasan fleksibel

seharusnya berbenah diri dengan cara menerapkan sistem pengendalian

manajemen yang baik dan efektif sehingga akan dapat bersaing dengan para

kompetitor baik dari dalam maupun dari luar negeri yang mana pada akhirnya

akan dapat meningkatkan kinerja keuangan.

Sistem pengendalian manajemen perlu dilakukan agar perusahaan tetap

eksis dan dapat bertahan hidup, sebab hasil penelitian menunjukan bahwa sistem

pengendalian manajemen berpengaruh positif meskipun tidak signifikan terhadap


152

kinerja keuangan. Dengan kata lain jika sistem pengendalian manajemen

diterapkan dan dilaksanakan secara baik dan kosisten maka kondisi perusahaan

akan tetap terjaga dan perusahaan dapat mengembangkan bisnisnya dengan lebih

baik lagi.

Dari laporan kinerja perusahan-perusahaan yang telah go publik (Tbk)

tenyata untuk kinerja keuangannya (ROA, ROI dan ROE) masih rendah karena itu

penerapan dan pelaksanaan SPM perlu dilakukan secara lebih baik, konsisten dan

sesuai dengan kaidah dari SPM itu sendiri agar perusahaan yang tergabung dalam

industri kemasan dapat bertahan dan survive dalam menjalankan aktivitas

bisnisnya dan siap menghadapi tantangan dan hambatan, sekaligus dapat bersaing

dengan kompetitif baik dari dalam megeri maupun luar negeri.

2. Bagi peneliti berikutnya

Kepada peneliti berikutnya, khusus yang berminat meneliti peran sistem

pengendalian manajemen dalam menurunkan waste serta implikasinya terhadap

kinerja keuangan, disarankan agar melakukan penelitian lanjutan dengan

mempersempit sampel perusahaan dan menambah jumlah responden yang dapat

mengisi angket minimal 4 orang (operator, karu supervisor dan manager) sehingga

hasil kuesioner akan lebih mendekati kondisi aktual dilapangan.

Penelitian ini menggunakan variabel sistem pengendalian manajemen,

waste dan kinerja keuangan sehingga mungkin masih bersifat general karena jika

membahas waste akan lebih kongkrit kalau variabelnya perantaranya yang

langsung terkait, seperti : variable material, mesin, orang (man), metode dan

environment (lingkungan) atau yang lebih dikenal dengan 4M1E.


DAFTAR PUSTAKA

Actual Data Niaga, 2010, Studi Tentang Perkembangan Industri Kemasan


Fleksibel di Indonesia dan Direktori, Bekasi,

Anthony, Vijay, 2007, Management Control System, McGraw-Hill Companies,


Inc., Twelfth Edition, New York.

Anthony, Vijay, 2011, Management Control System (Sistem Pengendalian


Manajemen terjemahan oleh : Drs.R.Suyono Bakir), Karisma Publishing
Group, Jilid 1 dan 2, Tangerang.

AP, Wishnu, 2008, Meraup Keuntungan dengan Lean Manufactuing “Cara Mudah
Memahami dan Menerapkan Lean Manufacturing”, Elex Media Komputindo,
Jakarta.

Dameria Anne, 2014, Packaging Handbook “Where Creative Ideas becomes


Reality”, Link & Match Graphic, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Jakarta.

Ghozali, I. 2011. Model Persamaan Struktural: Konsep dan Aplikasi dengan


Program AMOS Ver. 16. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.

Hartanto, Mardi, Frans, 2009, Paradigma Baru Manajemen Indonesia


“Menciptakan Nilai dengan Bertumpu pada Kebajikan dan Potensi Insani”,
Mizan, Jakarta.

IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), 2012, Standar Akuntansi Keuanga Per 1 Juni
2012, Jakarta.

John A.Pearce & Richard B. Robinson, JR., 2012, Manajemen Strategik


“Formulasi, Implementasi, dan Pengendalian” , Jilid 1, Bina Rupa Aksara,
Jakarta

Julianti Sri, 2014, The Art of Packaging “Mengenal Metode, Teknik, dan Strategi
Pengemasan Produk untuk Branding dengan Hasil Maksimal”, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

Merchant, K. A., and Van der Stede, W. A. 2007. Management Control Systems:
Performance Measurement, Evaluation and Incentives. 2nd Edition. Prentice
Hall, England

Porter, Michael R., 2008, Competitive Advantage (Keunggulan Bersaing)


”Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul”, Karisma, Jakarta.
154

Pratiwi, 2012, Analisa Produk Cacat pada Proses Produksi Mesin Printing dan
Laminasi untuk Meningkatkan Kualitas Produk dengan Menggunakan
Statistical Process Control, TI-ITI, Serpong.

Pardede Tatlan, Manurung Renhard, 2014, Analisis Jalur “Teori dan Aplikasi
dalam Riset Bisnis”, Rineka Cipta, Jakarta.

Ross, Westerfied, and Jordan, 2008, Corporate Finance, McGraw−Hill Primis.

Simons, R, 2000. Performance Measurement and Control Systems for


Implementing Strategy. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.

Subramanyam, Wild John, 2013, Analisis Laporan Keuangan (Financial


Statement Analysis, McGwawHill, Ed.10.

Sunyoto, Danang, 2012, Model Analisis Jalur untuk Riset Ekonomi, Yrama
Widya, Bandung.

Suzaki, Kiyoshi, 2001, The New Manufacturing Challenge (Tantangan Industri


Manufaktur “Penerapan Perbaikan Berkesimbungan” disadur oleh : Ir.
Kristianto Jahya), PQM, Jakarta, Cet. Ke-5.

Santoso, Singgih, 2015, SPSS 20 Pengolah Data Statistik di Era Informasi, Elex
Media Komputinda, Jakarta.

Sugiyono, 2014, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Alfabeta,


Bandung.

Sudana, I Made. 2011, Manajemen Keuangan Perusahaan, Erlangga, Jakarta.

Syofian Siregar, 2013, Metode Penelitian Kuantitatif dilengkapi dengan


perbandingan Perhitungan Manual & SPSS, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, Cet. Ke-1, Ed. Ke-1.

Titin Nurgahani, 2010, Pengaruh Sistem Pengendalian Manajemen Dan


Pengendalian Internal Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Kasus Pada
PT.Karwikarya Wisma Graha Tanjungpinang).

Zaenal Fanani, Moses Laksono Singgih, 2011, Implementasi Lean Manufacturing


untuk Peningkatan Produktivitas (studi kasus pada PT. Ekamas Fortuna
Malang), Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII, Surabaya.
155

DAFTAR JURNAL

Arbernethy, Bouwens and Laurence, 2010, Leadership and Control system design,
Management Accounting Research 21 (2010)2-16.

Chenhall, R. H. 2007. Theorising Contingencies in Management Control System


Research. In Handbook of Management Accounting Research. Edited by C.
S. Chapman, A. G. Hopwood and M. D. Shield. Oxford OX5 1GB, United
Kingdom: Elsevier, pp. 163-205.

Dwi Cahyono, Evi Lestari, Syarifudin Yusuf, 2007, Pengaruh Moderasi Sistem
Pengendalian Manajemen dan Inovasi Terhadap Kinerja (Studi Empiris Pada
Perusahaan Manufaktur di Indonesia), Simposiun Nasional Akutansi X,
UNHAS Makasar 26-27 Juli 2007.

Dwi Kurniawan, 2010, Penerapan Konsep Lean Manufacturing untuk


Menghilangkan Pemborosan (Waste) pada Lantai Produksi.

Farah, Putu, Supriyanto, 2011, Penerapan Lean Manufakturing untuk Mereduksi


Waste di PT. Arisu, Jurnal Teknik Vol. 1, No. 1 (Sep. 2012), ISSN.
2301.9271

Fauzi, H., and Hussain, M. M. 2008. Relationship between Contextual Variables


and Management Control Systems: Experience with Indonesian Hospitality
Industry, Working Paper, pp. 1-34.

Harliwantip, 2014, Analisa Laen Service Guna Mengurangi Waste pada


Perusahaan Daerah Air Minum Bayuwangi. Bayuwangi.

Hamed Armesh, 2010, Managemen Control System, Interdisciplinary Journal of


Contemporary Research In Business, Vo. 2, No. 6, p.193-206.

Joanna L. Ho, Cheng-Jen Huang and Anne Wuc, 2011, The Impact of
Management Control Systems on Efficiency and Quality Performance – An
Empirical Study of Taiwanese Correctional Institutions, Asia-Pacific Journal
of Accounting & Economics 18 (2011) 77–94

M.Reza, Mansor, Ali Mohaghar, 2011, Impact of source on waste production in


activities across supply chain : a new approach, nature an science, 2011:9(1),
p.20-28.
156

Kaiyawasam A.H.N and Dr. Lowa L.T., Kelvin, 2013, Impact of Management
Control System (MCS) on the Normalized Profit of Manucfacturing
Companies in Srilangka, International Journal of Arts and Commerce, ISSN
1929-7106.

Khalil A.El-Namrouty, Muhammed S. Abu Shaaban, 2013, Seven Waste


elimination targeted by lean manufacturing (case study “gaza strip
manufacturing firms”). International Journal of Economics, Finance and
Management Sciences. 2013:1(2):68-80.

Lilis Lianatus Solikhah, 2011, Pengurangan Waste pada Proses Produk Pupuk
Phonska dengan pendekatan Leax Six Sigma. (studi kasus : PT. Petrokimia
Fresik).

Lindo Lo, 2013, Is Performance Measurement System A Managemen Control or


Strategic tool, the 7th International days of statistic and economics. Prague,
September 19-21.

Malmi, T., and Brown, D.A. 2008. Management Control Systems as A Package-
Opportunities, Challenges and Research Directions. Management Accounting
Research, Vol. 19, No. 2, pp. 287-300.

Mundy, 2010, Managing Relations through a Balance Use of Management


Control System : a filed study of management Control systems in relations
with a accountancy firm.

Rakhmawati, 2011, Identifikasi Waste pada Whole Stream Perusahaan Rokok di


PT. X16, Agrointek Volume 5, No. 1. Maret 2011.

Ryandra, Sri Mangesti, Topowijono, 2014, Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan


dengan Menggunakan Metode Du Pont System (studi pada UD. Az Zahra
Food Periode Tahun 2011-2013), Malang.

Widener, Sally, K. 2007. An Empirical Analysis of the Levers of Control


Framework. Accounting, Organizations and Society, Vol. 32, No. 6, pp. 757-
788.

Anda mungkin juga menyukai