Dosen :
Dr. Ir. Yadi Suryadi, M.T.
Ir. Hernawan Mahfudz, M.T.
Asisten :
Syakal Hammas Kh Hujaemi 15016005
Rizky Novitasari 15016022
Disusun Oleh :
JIHAN ASY SYIFA 15017087
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
SEMESTER II TAHUN 2019/2020
Disusun Oleh :
Dosen,
ii
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-Nya
sehingga tugas besar Rekayasa Hidrologi dapat diselesaikan. Tujuan penulisan
karya ini adalah sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah SI-4231
Bangunan Air.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yadi Suryadi,
M.T. dan Bapak Ir. Hernawan Mahfudz, MT. sebagai dosen mata kuliah SI-4231
Bangunan Air. Tak lupa Syakal Hammas Kh Hujaemi dan Rizky Novitasari
sebagai asisten atas bimbingannya dalam penyelesaian tugas besar ini, serta semua
pihak yang telah membantu serta mendukung penulis. Penulis menyadari masih
ada kekurangan dalam laporan ini, sehingga segala saran dan masukkan dari
pembaca akan sangat membantu dalam memperbaiki kekurangan dalam laporan
ini. Penulis juga berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
iii
DAFTAR ISI
iv
Perhitungan Curah Hujan Hilang .................................................................. 38
v
DAFTAR TABEL
vi
Tabel 3.2.18 Perhitungan Curah Hujan Periode Ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, dan
200 Tahun.............................................................................................................. 61
Tabel 3.2.19 Hujan hasil observasi dengan perhitungan....................................... 62
Tabel 3.2.20 Menentukan batas curah hujan untuk Chi Square ............................ 62
Tabel 3.2.21 Perhitungan Chi Square ................................................................... 63
Tabel 3.2.22 Tabel Chi Square .............................................................................. 63
Tabel 3.2.23 Menentukan Tingkat Keyakinan ...................................................... 64
Tabel 3.2.24 Hujan Bulanan yang Telah Diurutkan 10 Tahun ............................. 64
Tabel 3.2.25 Nilai R80 dan R50 bulanan .............................................................. 65
Tabel 3.2.26 Perhitungan Re50 (Palawija) ........................................................... 67
Tabel 3.2.27 Perhitungan Re80 (Padi) .................................................................. 67
Tabel 3.3.1 nilai i, L, dan A .................................................................................. 97
Tabel 3.3.2 nilai t, .................................................................................. 97
Tabel 3.3.3 Tabel Hasil Perhitungan Debit ........................................................... 98
Tabel 3.3.4 Hasil perhitungan Tc, tp, tr, Tp, dan qp ............................................. 99
Tabel 3.3.5 Nilai R dibagi jadi 4 partisi ................................................................ 99
Tabel 3.3.6 Perhitungan Debit rencana metode SCS dengan Tr = 100 .............. 100
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR GRAFIK
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Lokasi Studi
Sungai Cipunagara berada di Desa/Kampung Leuwigoong, Kecamatan Leles,
Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Terbentang 20 km dari Leles ke
Leuwigoong, 2 km dari Stasiun KA Leuwigoong ke Cibatu, 15 m fi hilir Jembatan
Cimanuk di Leuwigoong kanan aliran Cimanuk. Koordinat geografis dari letak
hulu Sungai Cipunagara adalah 07˚06’00” LS dan 107˚58’00” BT. Sedangkan
untuk koordinat UTM, hulu sungai ini terletak di 827744.1, 9214147 Zona 48 dan
Hemisphere S.
2
sistematika penulisan. Lalu, Bab II merupakan Dasar Teori yang terdiri atas dua
subbab yaitu dasar teori dan metodologi. Subbab dasar teori terbagi atas lima
subsubbab yaitu dasar teori mengenai bangunan air, analisa hidrologi, debit banjir
rencana, perencanaan bendung, dan stabilitas bendung. Selanjutnya, Bab III yang
merupakan Perhitungan Debit Rencana. Lalu Bab IV yang merupakan
Perencanaan dan Perhitungan Konstruksi Bendung. Selanjutnya Bab V yaitu
Perencanaan dan Perhitungan Stabilitas Bendung dan yang terakhir adalah Bab VI
yaitu Kesimpulan dan Saran.
3
BAB II
DASAR TEORI DAN METODOLOGI
Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit = 0,93 + 0,10 H1/L, untuk 0,1 <H1/L < 1,0
H1 = tinggi energi hulu, m
L = panjang mercu, m
4
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8m/dt2)
bc = lebar mercu, m
h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur, m
Gambar 2.1.1 Alat Ukur Ambang Lebar dengan Mulut Pemasukan yang Dibulatkan
Gambar 2.1.2 Alat Ukur Ambang Lebar dengan Pemasukan Bermuka Datar dan Peralihan
Penyempitan
ii. Orifice Constant Head
5
Alat ukur ini dipakai untuk penyadapan air untuk areal yang relatif
kecil. Alat ukur ini terdiri dari:
- Kolam penenang muka air dengan dibatasi dengan dua pintu
pengatur muka air. Pintu penyadap di hulu kolam dan pintu
pengeluaran di hilir nya yaitu dengan pipa. Perbedaan muka air di
saluran yang disadap dan kolam dapat dibuat konstan dengan
penyetelan kedua pintu tersebut diatas.
- Ambang (sill) di hilir gorong-gorong pembawa juga berfungsi juga
mengontrol muka air di bagian dalam kolam.
Gambar 2.1.3
Alat ukur ini dipasang tegak lurus terhadap saluran yang disadap
dan dibatasi untuk
Perhitungan debit dilakukan dengan persamaan:
√
Dengan :
6
Q = debit m3/s
C = koefisien aliran bebas (free flow coefficient) = 0,7
A = Luas lubang (m2)
Z = perbedaan muka air (m)
( *
7
Gambar 2.1.4 Potongan Memanjang Alat Ukur Long Throated Flume
8
Dilihat dari segi hidrolis, pintu Romijn dengan mercu horizontal dan peralihan
penyempitan lingkaran tunggal serupa dengan alat ukur ambang lebar dengan
persamaan:
9
Alat ukur Crump – de Gruyter yang dapat disetel adalah saluran
ukur leher panjang yang dipasangi pintu gerak vertikal yang searah
aliran (streamline). Pintu ini merupakan
modifikasi/penyempurnaan modul proporsi yang dapat disetel
(adjustable proportional module), yang diperkenalkan oleh Crump
pada tahun 1922. De Gruyter (1926) menyempurnakan trase flum
tersebut dan mengganti “blok – atap” (roof block) seperti yang
direncanakan oleh Crump dengan pintu sorong yang dapat disetel.
Bangunan yang dihasilkan dapat dipakai baik untuk mengukur
maupun mengatur debit
Gambar 2.1.8 Perencanaan yang Dianjurkan untuk Alat Ukur Crump-de Gruyter
Rumus debit untuk alat ukur Crump – de Gruyter adalah:
√ ( )
dimana:
Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit (= 0,94)
b = lebar bukaan, m
w = bukan pintu, m (w ≤ 0,63 h1)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8 m/dt2)
h1 = tinggi air diatas ambang, m
10
Tabel 2.1.1 Perbandingan antara Bangunan Pengukur Debit
11
sampai 0,05 m dari tebal balok-balok itu sendiri. Dalam bangunan-
bangunan saluran irigasi, dengan lebar bukaan pengontrol 2,0 m
atau lebih kecil lagi, profilprofil balok seperti yang diperlihatkan
pada gambar berikut.
Gambar 2.1.9 Koefisien Debit untuk Aliran Diatas Skot Balok Potongan Segi Empat
Aliran pada skot balok dapat diperkirakan dengan menggunakan
persamaan tinggi debit berikut:
12
Gambar 2.1.10 Aliran Dibawah Pintu Sorong dengan Dasar Horizontal
Grafik 2.1.2 Koefisien Debit Masuk Permukaan Pintu Datar atau Lengkung
13
iv. Mercu Tetap
Mercu tetap dengan dua bentuk seperti berikut sudah umum
dipakai. Jika panjang mercu rencana seperti tampak pada gambar
sebelah kanan adalah sedemikian rupa sehingga H1/L ≤ 1,0 maka
bangunan tersebut dinamakan bangunan pengatur ambang lebar
Ada perbedaan pokok dalam hubungan antara tinggi energi dan
debit untuk bangunan pengatur mercu bulat dan bangunan pengatur
ambang lebar. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut :
dimana:
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit
g = percepatan gravitasi, m/dt2
b = lebar mercu, m H1 = tinggi air diatas mercu, m
Dengan rumus ini, diandaikan bahwa koefisien kecepatan datang
adalah 1.
14
Gambar 2.1.11 Alat Ukur Mercu Bulat
c. Kolam Olak
Tipe kolam olak yang akan direncana disebelah hilir bangunan bergantung pada
energi air yang masuk, yang dinyatakan dengan bilangan Froude, dan pada bahan
konstruksi kolam olak.
Berdasarkan bilangan Froude, dapat dibuat pengelompokan-pengelompokan
berikut dalam perencanaan kolam:
i. Untuk Fru ≤ 1,7 tidak diperlukan kolam olak; pada saluran tanah, bagian
hilir harus dilindungi dari bahaya erosi; saluran pasangan batu atau beton
tidak memerlukan lindungan khusus.
ii. Bila 1,7 < Fru ≤ 2,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam energi
secara efektif. Pada umumnya kolam olak dengan ambang ujung mampu
bekerja dengan baik. Untuk penurunan muka air Z < 1,5 m dapat dipakai
bangunan terjun tegak.
iii. Jika 2,5 < Fru ≤ 4,5 maka akan timbul situasi yang paling sulit dalam
memilih kolam olak yang tepat. Loncatan air tidak terbentuk dengan baik
dan menimbulkan gelombang sampai jarak yang jauh di saluran. Cara
mengatasinya adalah mengusahakan agar kolam olak untuk bilangan
Froude ini mampu menimbulkan olakan (turbulensi) yang tinggi dengan
blok halangnya atau menambah intensitas pusaran dengan pemasangan
blok depan kolam. Blok ini harus berukuran besar (USBR tipe IV).Tetapi
pada prakteknya akan lebih baik untuk tidak merencanakan kolam olak
jika
15
iv. 2,5 < Fru< 4,5. Sebaiknya geometrinya diubah untuk memperbesar atau
memperkecil bilangan Froude dan memakai kolam dari kategori lain.
v. Jika Fru ≥ 4,5 ini akan merupakan kolam yang paling ekonomis. karena
kolam ini pendek. Tipe ini, termasuk kolam olak USBR tipe III yang dilengkapi
dengan blok depan dan blok halang. Kolam loncat air yang sama dengan tangga di
bagian ujungnya akan jauh lebih panjang dan mungkin harus digunakan dengan
pasangan batu.
Grafik 2.1.3 Diagram untuk Memperkirakan Tipe Bangunan yang Akan Digunakan untuk
Perencanaan Detail (Disadur dari Bos. Replogle and Clemments, 1984)
16
2.1.2.2 Metode Distribusi Normal
Distribusi normal adalah suatu distribusi yang simetri dan bentuknya
menyerupai lonceng. Distribusi ini digunakan sebagai pendekatan distribusi
fenomena alam. Fungsi kerapatan probabilitas distribusi normal dinyatakan
dengan
( ) [ . / ]
√
Dengan μ dan σ adalah parameter statistik, yaitu nilai rata-rata dan standar
deviasi data. Persamaan di atas dapat disederhanakan dengan menggunakan
pendekatan yang disarankan oleh Chow (1951), dengan menggunakan bentuk
yang dilinearisasi sebagai berikut.
̅
∑ ( ̅)
√
17
3. Penentuan nilai probabilitas dari setiap nilai R, untuk data terbesar
diberi peringkat m = 1 dan data terkecil m = n (jumlah data). Nilai P
dihitung dengan persamaan sbb.
[ ]
Jika
[ ]
( )
5. Penentuan nilai z
Nilai z diperoleh dengan menggunakan persamaan sbb
6. Penentuan nilai KT
Nilai KT diperoleh dengan :
Jika
Jika
Penentuan nilai RT
Nilai RT diperoleh dengan menggunakan persamaan sbb
̅̅̅̅̅̅̅ ( )
18
( ) [ ( * ]
√
dengan μn adalah rata-rata untuk y = logx dan σn adalah nilai standar deviasi
untuk y = log x.
Berikut ini adalah langkah-langkah analisis statistik curah hujan
harian menggunakan metode Log Normal :
1. Perhitungan nilai Y untuk setiap data curah hujan harian maksimum
rata-rata setiap tahun.
2. Perhitungan nilai ̅
Nilai ̅ merupakan rata-rata dari seluruh nilai Y
∑
̅
∑ ( ̅)
√
[ ]
Jika
[ ]
( )
6. Penentuan nilai z
19
Nilai z diperoleh dengan menggunakan persamaan sbb
7. Penentuan nilai KT
Nilai KT diperoleh dengan :
Jika
Jika
8. Perhitungan nilai YT
̅ ( )
9. Perhitungan nilai RT
̅
Untuk adalah
[ ( *]
( )
Dengan
( )
( )
Sehingga
[ ( *]
20
Menurut Gumbel, persamaan peramalan dinyatakan sebagai berikut.
̅
√
{ [ ( *]}
[ ( *]
∑ ( ̅)
√
1. Perhitungan Tr
Rumus dari Tr adalah
21
2. Perhitungan nilai KT
Nilai KT dapat ditentukan dengan persamaan sbb.
√
{ [ ( *]}
3. Perhitungan nilai RT
Nilai RT diperoleh dengan menggunakan persamaan sbb
̅̅̅̅̅̅̅ ( )
( ) . /
Keterangan :
2. Perhitungan nilai ̅
Nilai ̅ merupakan rata-rata dari seluruh nilai Y
∑
̅
22
∑ ( ̅)
√
[ ]
Jika
[ ]
( )
6. Penentuan nilai z
Nilai z diperoleh dengan menggunakan persamaan sbb
∑( ̅)
( )( )
23
8. Perhitungan nilai KT
Nilai KT dapat dihitung dengan persamaan sbb.
( ) ( ) ( )
9. Perhitungan nilai Y
Nilai Y dihitung dengan persamaan sbb
̅ ( )
10. Perhitungan RT
Nilai Y merupakan log(RT), sehingga nilai Y adalah
2.1.2.6 Hidrograf
Hidrograf adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara unsur –
unsur aliran (tinggi dan debit) dengan waktu (stage hydrograph, ducharge
hydrograph). Hidrograf merupakan responsi dari hujan yang terjadi. Kurva ini
memberikan gambaran mengenai berbagai kondisi yang ada di suatu daerah pada
waktu yang bersamaan. Apabila karakteristik daerah tersebut berubah – ubah,
maka bentuk hidrograf juga akan berubah. Teori hidrograf ini merupakan
penerapan pertama dari sistem linier dalam hidrologi.
Hidrograf mempunyai tiga wilayah karakteristik, yaitu :
a. Kurva naik atau lengkung lembung (rising limb)
b. Bagian puncak dengan puncak P
c. Kurva turun atau lengkung menurun (falling limb/depletion curve)
24
Grafik 2.1.4 Komponen dari Hidrograf
25
2.1.2.8 Hidrograf Satuan Sintesis
Jika data-data pada hidrograf aliran sungai lengkap, akan sangat mudah
melakukan analisis hidrograf dari sebuah DAS. Pada kenyataannya DAS dengan data
aliran sungai yang lengkap sangat jarang ditemukan. Pada kenyataannya, apabila data
tersebut lengkap, akan diperoleh korelasi antara karakteristik fisik DAS dengan
sifat pengaliran direct runoff. Maka dari itu perlu digunakan suatu formulasi untuk
memprediksi suatu unit hidrograf dari DAS berdasarkan karakter fisik suatu DAS.
Cara ini disebut Synthetic Unit Hydrograph atau hidrograf satuan sintesis.
Dalam perhitungan hidrograf satuan sintetis, terdapat beberapa metode
yang dapat digunakan, antara lain :
1. Metode Snyder
Metode Snyder dikembangkan oleh F.F. Snyder dari Amerika Serikat
pada tahun 1938. Metode Snyder merupakan metode pendekatan
dengan rumus berdasarkan koefisien-koefisien empiris yang
menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik
daerah pengaliran. Unsur-unsur hidrograf tersebut dihubungkan
dengan luas daerah pengaliran, panjang aliran utama, jarak antara titik
berat daerah pengaliran dengan pelepasan (outlet) yang diukur
sepanjang aliran utama
26
Time lag adalah waktu yang diperlukan antara permulaan hujan
hingga mencapai puncak hidrograf. Untuk menghitung time lag
digunakan persamaan berikut
( )
keterangan :
= time lag (jam)
= koefisien DAS
MSL = panjang sungai utama dari titik oulet (km)
CSD = jarak sungai utama dari outlet ke lokasi terdekat titik
berat DAS (km)
b. Debit puncak (Qp)
keterangan :
= laju debit puncak per-1 cm hujan (m3/detik)
A = luas DAS (km2)
= koefisien puncak
c. Durasi hujan ( )
keterangan :
= durasi hujan (jam)
= time lag (jam)
Apabila durasi hujan tidak sesuai dengan yang diinkan, maka
dilakukan koreksi menjadi
( )
keterangan :
= durasi hujan koreksi (jam)
= time lag (jam)
= durasi hujan awal (jam)
= durasi hujan yang diinginkan (jam)
Sehingga koreksi debit puncak menjadi
27
d. Lebar unit hidrograf (W50 & W75)
Untuk membuat lebar unit atau lengkung hidrograf, digunakan
persamaan U.S. Army Corps for Engineers sebagai berikut
. /
. /
keterangan :
= lebar unit hidrograf saat 50% dari
= lebar unit hidrograf saat 75% dari
e. Waktu puncak (Tp)
keterangan :
= waktu puncak (jam)
= durasi hujan yang diinginkan (jam)
= durasi hujan koreksi (jam)
f. Waktu hidrograf atau time base ( )
Waktu hidrograf dapat didekati dengan tiga sampai dengan lima
kali dari Tp untuk DAS yang kecil.
2. Metode SCS
Metode Soil Conversation Services (SCS) merupakan metode
yang dikembangkanoleh Victor Mockustahun pada tahun 1950.
Hidrograf ini merupakan fungsi hidrograf tanpa dimensi untuk
menyediakan bentuk standar hidrograf satuan. Koordinat hidrograf ini
telah ditabelkan, sehingga mempersingkat waktu untuk perhitungan
hidrograf.
Dalam metode ini, debit dinyatakan sebagai nisbah debit Q
terhadap debit puncak Qp dan waktu dalam nisbah waktu t terhadap
28
waktu naik dari hidrograf satuan tp. Jika debit puncak dan waktu
kelambatan dari suatu durasi hujan efektif diketahui maka hidrograf
satuan dapat diestimasi dari hidrograf satuan sintesis SCS suatu DAS.
3. Metode Nakayasu
Metode Nakayasu adalah metode yang dikembangkan oleh
Nakayasu dari Jepang. Rumus hidrograf sintesis dibuat dari hasil
penelitian yang dilakukan berdasarkan hidrograf satuan pada beberapa
sungai dari Jepang.
Parameter yang diperlukan dalam analisis menggunakan metoda
Nakayasu antara lain :
a. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf
(Time to Peak Magnitude).
b. Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf
(Time to Lag).
c. Tenggang waktu hidrograf (Time Base of Hydrograph).
d. Luas daerah pengaliran (Catchment Area).
e. Panjang alur sungai utama terpanjang (Length of The Longest
Channel).
f. Koefisien pengaliran (Run off Coefficient).
4. Metode GAMA-1
Metode GAMA-1 merupakan satu upaya untuk memperoleh
hidrograf satuan suatu DAS yang belum pernah diukur. Dalam hal ini
29
tidak tersedia data pengukuran debit maupun data AWLR (Automatic
Water Level Recorder) pada suatu tempat tertentu dalam sebuah DAS.
Hidrograf Satuan Sintesis GAMA-1 dikembangkan atas riset Dr. Sri
Harto di 30 daerah pengaliran sungai di Pulau Jawa pada akhir dekade
1980-an yang mengkombinasikan antara metode Strahler dan
pendekatan Kraijenhorr van der Leur.
Parameter yang diperlukan dalam analisis menggunakan metode
GAMA-1 antara lain :
a. Luas DAS (A)
b. Panjang alur sungai utama (L)
c. Panjang alur sungai ke titik berat DAS (Lc)
d. Kelandaian atau slope sungai (s)
e. Kerapatan jaringan kuras Drainage Density (D)
30
ET0 = evaporasi potensial (mm/hari)
c = faktor koreksi
ET0* = estimasi evaporasi (mm/hari)
, ( ) ( )( )
. /
( ) √
. /
( ) ( )
( ) ( ) ( )( )
31
Tabel 2.1.3 Hubungan Suhu dengan , W,dam f(t)
m = urutan
n = jumlah data
Nilai R50 merupakan R saat p = 0,5, sehingga dilakukan interpolasi antara p 5 dan
p6 dan nilai hujannya dengan menggunakan rumus sbb.
32
Setelah memperoleh nilai R80 dan R50, dilakukan perhitungan Angka
Pembanding dengan menggunakan persamaan sbb.
( )
( )
Lalu perhitungan nilai R80 per setengah bulan dilakukan dengan menggunakan
persamaan sbb.
. /
Rumus yang dipakai untuk R50 sama dengan yang dipakai untuk R80
b. Pola tanam
Pola tanam dalam satu tahun terdiri atas tiga periode tanam. Dalam tiga
periode tersebut, tanaman yang ditanam sesuai dengan ketersediaan air yang
ada di lapangan. Pada perhitungan ini, pola tanam yang dipakai adalah Padi
Unggul – Padi Unggul – dan Palawija.
c. Koefisien tanaman
Koefisien tanaman diberikan untuk menghubungkan evapotranspirasi (ETo)
dengan evapotranspirasi tanaman acuan (ETtanaman) dan dipakai dalam
rumus Penman. Koefisien yang dipakai harus didasarkan pada pengalaman
yang terus menerus proyek irigasi di daerah itu.
Pada perhitungan ini, tanaman yang digunakan merupakan padi varietas unggul
NEDECO dan kedelai ditampilkan di tabel berikut
33
Tabel 2.1.5 Koefisien Tanam Padi dan Palawija
Koefisien Tanam
Padi
Peride
varietas Palawija
Unggul
1 1,2 0,5
2 1,27 0,75
3 1,33 1
4 1,3 1
5 1,3 0,82
6 1 0,45
Land Preparation dimulai sejak Re sudah mulai konstan naik selama tiga periode,
sehingga dilihat dari diagram Re Land Preparation dimulai dari bulan November
Skema pola tanam dibuat menjadi 3 golongan yaitu
a. Golongan A dimulai pada saat curah hujan mulai tinggi
b. Golongan B dimulai satu periode setelah Golongan A
c. Golongan C dimulai satu periode setelah Golongan B
Nilai c yang dipakai merupakan nilai c rata-rata yang ditentukan dengan persamaan
sbb.
2 .
a. Perkolasi dan rembesan
Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data-data mengenai
perkolasi akan diperoleh dari penelitian kemampuan tanah. Tes kelulusan tanah
akan merupakan bagian dari penyelidikan ini.
Apabila padi sudah ditanam di daerah proyek, maka pengukuran laju perkolasi
dapat dilakukan langsung di sawah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung
sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1 mm/hr sampai 3 mm/hr. Pada
perhitungan ini perkolasi yang dipakai sebesar 2mm/hr.
b. Penyiapan lahan
34
Untuk petak tersier, jangka waktu yang dianjurkan untuk penyiapan lahan adalah
1,5 bulan. Bila penyiapan lahan terutama dilakukan dengan peralatan mesin,
jangka waktu satu bulan dapat dipertimbangkan.
2.2 Metodologi
Perencanaan bendung dimulai dari adanya kebutuhan akan bendung yang
berguna untuk menaikkan tinggi muka air. Awalnya, dibutuhkan data-data primer
maupun penunjang untuk perhitungan-perhitungan yang akan dilakukan.
Selanjutnya, dilakukan analisis hujan rencana dengan menggunakan data curah
hujan harian dan menghasilkan output hujan rencana dengan periode ulang 100
tahun. Hujan rencana ini digunakan untuk menghitung debit banjir rencana
sehingga dihasilkan sebuah hidrograf debit banjir rencana.
Dengan menggunakan data debit rencana yang berupa hidrograf, dihitung dan
dirancang bendung yang dapat memfasilitasi debit sungai yang ada. Dari
perancangan tersebut dihasilkan desain bendung. Lalu, desain bendung tersebut
diuji stabilitasnya. Jika bendung belum stabil, maka dilakukan pengulangan
desain. Namun jika bendung sudah teruji stabilitasnya dilanjutkan dengan
melakukan penarikan kesimpulan dan saran dari proses dan output desain
bendung tersebut.
35
Penarikan kesimpulan
Kesimpulan
dan Saran
Selesai
dan Saran
36
BAB III
PERHITUNGAN DEBIT RENCANA
37
Perhitungan Curah Hujan Hilang
Perhitungan data hujan hilang dilakukan dengan metode kebalikan kuadrat
jarak. Diketahui jarak antar stasiun hujan adalah sebagai berikut.
Jarak Garut Kota – Bayongbong : 10677,7 m
Jarak Garut Kota – Tarogong : 5531,68 m
Jarak Bayongbong – Tarogong : 10544,2 m
Curah hujan hilang dari data-data yang diketahui terdapat di stasiun hujan
Garut Kota pada tahun 1992 dan 1998. Berikut merupakan contoh perhitungan
mencari data hilang hujan di stasiun hujan Garut Kota pada Januari 1992.
Data hujan hilang yang diperoleh dari perhitungan diatas adalah sbb.
38
mengetahui luas dari masing-masing bagian, gunakan hatch di Autocad, dan lihat
luas hatch dari properties
Tabel 3.1.1 Suhu Rata-Rata/T Tiap Bulan dalam Jangka Waktu 10 Tahun (oC)
Bulan
Tahun Januari Februari Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des
1989 22,71935 22,575 23,0129 23,20741 22,91935 22,58667 22,53226 22,43548 23,49667 23,68387 23,74 23,05484
1990 22,44194 22,65357 23,04194 23,52333 23,33871 22,78333 22,23871 22,69677 23,01333 24,14194 24,16333 22,92258
1991 23,77 23,08929 22,48065 23,26 23,10968 24,11 22,59677 22,74194 23,29667 23,96452 22,25333 22,64839
1992 22,32581 22,34828 22,56774 22,80667 23,30968 22,79 22,10968 22,67917 22,75333 22,41613 22,53 22,9
1993 22,56129 22,56071 22,44839 22,88333 23,54839 23 22,9871 22,91935 23,3 23,8871 23,60333 23,2129
1994 22,68065 22,92143 22,83871 23,00667 22,73871 22,57 21,80323 21,75806 23,08333 23,8 23,76667 23,42903
1995 23,02903 23,13929 23,09677 23,46 23,51935 23,23667 23,23667 22,9129 23,66 23,46452 22,98333 23,72258
1996 22,52581 23,12414 23,59677 23,33333 23,62903 23,15 23,12258 23,00968 23,67 23,22258 22,52 22,59032
1997 22,44839 23,07857 23,65484 22,96667 23,29677 22,60667 22,37742 23,11935 23,50333 24,45806 24,46316 23,60968
1998 24,04516 23,56429 23,40968 23,38096 24,24194 22,46333 23,10968 23,44516 23,65 23,4 23,42 23,49355
avg 22,85474 22,90546 23,01484 23,18284 23,36516 22,92967 22,61141 22,77179 23,34267 23,64387 23,34432 23,15839
39
Tabel 3.1.2 Persen Kelembaban Bulanan/ Rh (%)
Bulan
Tahun Januari Februari Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des
1989 85,16129 82,21429 77,64516 79,40741 83,32258 78,7 77,06452 72,41935 66,96552 73,3871 77,8 84,45161
1990 83,80645 84,67857 79,6129 81,3 79,74194 77,86667 76,64516 78,86667 72,4 68,3871 73,10714 81,70968
1991 77,16667 81,21429 86,67742 83,57143 76,3871 72,23333 71,32258 68,66667 66,8 64,75862 85,76667 84,87097
1992 84,64516 85,27586 85,41935 84,8 82,56667 76,8 76,41935 75,375 77,03333 83,70968 84,43333 81,45161
1993 84,06452 81,35714 82 82,7 79,67742 79,9 73,22581 75,45161 69,43333 70,80645 78,03333 82
1994 83,70968 81,67857 81,12903 81,1 76,22581 71,96667 67,58065 67,80645 69,51724 66,7 77,73333 80,25806
1995 83,41935 80,21429 82,35484 81,63333 80,74194 82,03333 82,03333 69,77419 74,46667 80,74194 83,1 77,58065
1996 84,19355 81,89655 81,29032 81,96667 78,48387 78,2 73,48387 74,06452 74,33333 81,74194 85,43333 83,3871
1997 78,90323 75,46429 74,96774 80,96667 77,54839 72,4 68,32258 65,54839 50,3 45,06452 44,32466 79,06452
1998 76,6129 85,25 85,16129 85,36004 81,06452 80,36667 81,96774 74,22581 73,76667 81,35484 80,46667 77,54839
avg 82,16828 81,92438 81,62581 82,28055 79,57602 77,04667 74,80656 72,21987 69,50161 71,66522 77,01985 81,23226
Tabel 3.1.5 Data Suhu, Kelembaban Relatif, Lama Penyinaran, dan Kecepatan Angin Rata-
Rata Tiap Bulan
Bulan
Parameter Januari Februari Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des
T (˚C) 22,85474 22,90546 23,01484 23,18284 23,36516 22,92967 22,61141 22,77179 23,34267 23,64387 23,34432 23,15839
RH (%) 82,16828 81,92438 81,62581 82,28055 79,57602 77,04667 74,80656 72,21987 69,50161 71,66522 77,01985 81,23226
n (jam) 3,829693 4,017792 4,572384 4,76025 5,22028 5,609553 6,020659 6,26379 6,133667 5,048677 4,124157 4,068417
U (m/s) 1,300781 1,286038 1,043089 0,913234 0,859391 0,896131 0,939431 1,180509 1,349491 1,416459 1,280603 1,353417
40
3.2 Analisis Hidrologi
3.2.1 Curah Hujan Rata – Rata Wilayah
Perhitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan dua metode, yaitu
metode aljabar/aritmatika dan metode Polygon Thiessen.
Polygon Thiessen digambarkan berdasarkan stasiun-stasiun hujan yang berada
didalam atau disekitar DAS. Jarak maksimum stasiun hujan tinjauan adalah 10 km
dari DAS terluar. Pada DAS ini, stasiun-stasiun hujan seluruhnya berada di dalam
DAS, yaitu Stasiun Hujan Garut Kota, Stasiun Hujan Barongbong, dan Stasiun
Hujan Tarogong. Penempatan stasiun hujan pada DAS adalah sebagai berikut.
Contoh perhitungan curah rata-rata hujan di DAS Garut Kota pada bulan Januari
tahun 1990 dengan metode aljabar :
( )
41
Contoh perhitungan curah rata-rata hujan di DAS Garut Kota pada bulan Januari
tahun 1990 dengan metode Poligon Thiessen :
∑
∑
Salah satu tabel hasil perhitungan rata-rata curah hujan dengan metode
aljabar dan poligon thiessen adalah sebagai berikut. Tabel yang ditampilkan
merupakan tabel rata-rata curah hujan pada tahun 1990.
42
Tabel 3.2.3 Tabel Penentuan Curah Hujan Harian Rata-Rata Maksimum Tahun 1989
THIESSEN
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des MAX
12,790724 6,7953933 3,1441055 0 0 1,1228948 0 0 0 0 9,0500558 0,8020677
1,5493764 8,367446 0 4,3787216 12,207362 6,3141526 0 0 0 0 6,3589766 0
19,303387 4,0103386 12,930927 5,3257297 0 0,3529098 0 0 0 0 0 0
19,936197 8,3995287 4,0092022 0 12,576422 0 2,5256611 0 0 0 0 0
18,63478 0 1,2833084 0 8,7253604 3,7884916 0 0 0 0 0 0
14,676094 0,8020677 4,5905593 17,050255 0 6,2948112 2,1047175 20,693347 0 0 0 6,0957147
10,345321 0 0 7,1405665 0,5774888 0 0 0 0 0 10,223238 0
10,523588 0 3,8499251 18,883297 0 0 0 0 0 0 3,1955296 21,637405
5,8932091 35,727856 21,01577 5,1332334 6,3141526 4,4915792 0 0 0 0 3,2082709 3,2879095
6,3524433 7,1521714 0 0 1,4116392 0 0 0 0 0 0 3,2879095
11,5945 17,543101 0 0,1604135 12,191429 0 2,1047175 0 0 0 0 0
2,0452952 23,613792 0 0 3,6253461 0 0 0 0 0 0 11,942964
26,63799 8,4609622 0 1,53997 12,714085 0 5,4722656 0 0 0 0 14,650652
0 11,992792 0 0 9,6248126 0,9624813 0 0 0 0 3,3675481 7,783357
1,6526682 18,287603 0 0 0 4,1093187 1,2833084 0 0 1,6041354 1,8287144 13,753473
0 26,346504 2,9466046 0,3208271 0 0 0 0 0 4,2094351 0 4,2094351 35,72786
1,2136782 25,24341 0,3849925 22,807397 0 5,0513221 0 0 0 0 0 0,769985
13,88057 5,614474 5,1973988 12,287677 1,4437219 0 0 0 0 0 0 5,0513221
0 0 2,9836919 0 0 7,1560397 0 0 0 0 1,0908121 0
0 1,9249625 0,6095715 0 4,2094351 0 0,7379023 0 0 0 0 0
4,0542016 9,1772503 0 0 0,8983158 0 0 0 0 0 0 6,833617
6,2030844 23,799688 0 1,6041354 6,3141526 0 0 0 0 0 0 6,2627285
28,870639 0 8,9831585 7,5073539 0 0,8020677 0 0 0 0 0 4,7161582
6,4818538 6,0315493 6,4165418 11,710189 0 0 6,3141526 0 0 0 0 1,5194922
0,413167 5,1116192 1,4116392 11,786418 30,774377 0 2,9466046 0 0 1,683774 0 0
0 0 1,5720527 0 0,3208271 0 0 0 0 0 8,149008 0
0 0 0,3208271 8,4211429 4,1707521 0 0 0 0 18,78659 0 5,8932091
0 3,2082709 2,6949475 10,716084 3,8499251 0 0 0 0 5,2925106 0 19,088075
0 11,436918 0 12,429209 0 0 7,4752712 0 0 6,4552247 1,4116392
0 2,8464881 0 15,99699 0 0 0 8,0875746 2,1047175 10,383652 3,9771195
0 0 2,5256611 0 0 4,5557447 2,1047175
43
3.2.2.2 Metode Distribusi Normal
Perhitungan dengan menggunakan metode distribusi normal dilakukan
dengan langkah-langkah sbb.
1. Data diurutkan dari yang terbesar ke terkecil, lalu ditentukan rata-rata
dari 10 data curah hujan maksimum yaitu :
(∑ )
̅̅̅̅̅̅̅
̅̅̅̅̅̅̅
̅̅̅̅̅̅̅
m R
1 73,9776577
2 60,77105192
3 59,71902738
4 58,70906735
5 46,4661893
6 44,30372398
7 42,35594242
8 35,72785561
9 26,60882032
10 18,17398968
Sum 466,8133257
Prata2 46,68133257
∑ ( ̅)
√
44
Tabel 3.2.6 Menentukan Simpangan Baku
m R (R-Rbar)^2
1 73,9776577 745,0893659
2 60,77105192 198,5201914
3 59,71902738 169,9814861
4 58,70906735 144,6664039
5 46,4661893 0,046286626
6 44,30372398 5,653022587
7 42,35594242 18,7089999
8 35,72785561 119,9786573
9 26,60882032 402,905748
10 18,17398968 812,6685983
Sum 466,8133257 2618,21876
Prata2 46,68133257
S 17,05617764
[ ]
Jika
[ ]
( )
Untuk P = 0,0901, nilai w adalah
[ ]
45
5. Penentuan nilai z
Nilai z diperoleh dengan menggunakan persamaan sbb
( ) ( )
( ) ( ) ( )
6. Penentuan nilai KT
Nilai KT diperoleh dengan :
Jika
Jika
Untuk contoh perhitungan m = 1, P = 0,0901 sehingga KT = 1,335
7. Penentuan nilai RT
Nilai RT diperoleh dengan menggunakan persamaan sbb
̅̅̅̅̅̅̅ ( )
Untuk contoh perhitungan m = 1, nilai KT = 1,335 sehingga contoh
perhitungannya adalah sbb.
( )
46
Tabel 3.2.7 Tabel Perhitungan Model Distribusi Normal
m R (R-Rbar)^2 p w z Kt Rteori
1 73,9776577 745,0893659 0,090909091 2,189929347 1,335388 1,335388 96,75428
2 60,77105192 198,5201914 0,181818182 1,846482111 0,90835 0,90835 76,26403
3 59,71902738 169,9814861 0,272727273 1,612006814 0,604235 0,604235 70,02496
4 58,70906735 144,6664039 0,363636364 1,422392992 0,348312 0,348312 64,64994
5 46,4661893 0,046286626 0,454545455 1,255752651 0,113924 0,113924 48,40929
6 44,30372398 5,653022587 0,545454545 1,255752651 0,113924 -0,11392 42,36062
7 42,35594242 18,7089999 0,636363636 1,422392992 0,348312 -0,34831 36,41507
8 35,72785561 119,9786573 0,727272727 1,612006814 0,604235 -0,60423 25,42192
9 26,60882032 402,905748 0,818181818 1,846482111 0,90835 -0,90835 11,11584
10 18,17398968 812,6685983 0,909090909 2,189929347 1,335388 -1,33539 -4,60263
Sum 466,8133257 2618,21876
Prata2 46,68133257
S 17,05617764
47
∑
̅
∑ ( ̅)
√
m R Y (y-ybar)^2
1 73,9776577 1,869100576 0,053611514
2 60,77105192 1,783696754 0,021356251
3 59,71902738 1,776112726 0,019197143
4 58,70906735 1,768705181 0,017199328
5 46,4661893 1,667137057 0,000874863
6 44,30372398 1,646440233 7,88768E-05
7 42,35594242 1,626914349 0,000113308
8 35,72785561 1,553006951 0,007149044
9 26,60882032 1,425025621 0,045170426
10 18,17398968 1,259450277 0,142966186
sum 16,37558973 0,307716939
Average 1,637558973
St. Dev 0,184907466
48
5. Perhitungan nilai w yang memiliki rumus sbb.
Jika
[ ]
Jika
[ ]
( )
Untuk P = 0,0901, nilai w adalah
[ ]
6. Penentuan nilai z
Nilai z diperoleh dengan menggunakan persamaan sbb
( ) ( )
( ) ( ) ( )
7. Penentuan nilai KT
Nilai KT diperoleh dengan :
Jika
Jika
Untuk contoh perhitungan m = 1, P = 0,0901 sehingga KT = 1,335
8. Perhitungan nilai YT
̅ ( )
Untuk contoh perhitungan m = 1, nilai KT = 1,335 sehingga contoh
perhitungannya adalah sbb.
( )
49
9. Perhitungan nilai RT
Untuk contoh perhitungan m = 1, nilai Y T = 1,884 sehingga contoh
perhitungannya adalah sbb.
76,64
̅̅̅̅̅̅̅
̅̅̅̅̅̅̅
50
Tabel 3.2.10 Data Urut dan Rmax Rata-Rata
m R
1 73,9776577
2 60,77105192
3 59,71902738
4 58,70906735
5 46,4661893
6 44,30372398
7 42,35594242
8 35,72785561
9 26,60882032
10 18,17398968
Sum 466,8133257
Prata2 46,68133257
∑ ( ̅)
√
51
dihitung dengan persamaan sbb. Contoh perhitungan untuk
menghitung probabilitas m = 1.
4. Perhitungan Tr
Rumus dari Tr adalah
5. Perhitungan nilai KT
Nilai KT dapat ditentukan dengan persamaan sbb.
√
{ [ ( *]}
6. Perhitungan nilai RT
Nilai RT diperoleh dengan menggunakan persamaan sbb
̅̅̅̅̅̅̅ ( )
Contoh perhitungan untuk menghitung RT saat m = 1, KT = 1,383 adalah
sbb.
( )
52
Tabel 3.2.12 Tabel Perhitungan dengan Metode Gumbell
m R P Tr KT RT
1 73,9776577 0,090909091 11 1,382650883 70,26407
2 60,77105192 0,181818182 5,5 0,802144308 60,36285
3 59,71902738 0,272727273 3,666666667 0,442071 54,22137
4 58,70906735 0,363636364 2,75 0,169042954 49,56456
5 46,4661893 0,454545455 2,2 -0,059762809 45,66201
6 44,30372398 0,545454545 1,833333333 -0,264803005 42,16481
7 42,35594242 0,636363636 1,571428571 -0,459112093 38,85064
8 35,72785561 0,727272727 1,375 -0,65425338 35,52227
9 26,60882032 0,818181818 1,222222222 -0,866022767 31,91029
10 18,17398968 0,909090909 1,1 -1,132035067 27,37314
Average 46,68133257
St. Dev 17,05617764
53
2. Perhitungan nilai ̅
Nilai ̅ merupakan rata-rata dari seluruh nilai Y
∑
̅
∑ ( ̅)
√
m R Y (y-ybar)^2
1 73,9776577 1,869100576 0,053611514
2 60,77105192 1,783696754 0,021356251
3 59,71902738 1,776112726 0,019197143
4 58,70906735 1,768705181 0,017199328
5 46,4661893 1,667137057 0,000874863
6 44,30372398 1,646440233 7,88768E-05
7 42,35594242 1,626914349 0,000113308
8 35,72785561 1,553006951 0,007149044
9 26,60882032 1,425025621 0,045170426
10 18,17398968 1,259450277 0,142966186
sum 16,37558973 0,307716939
Average 1,637558973
St. Dev 0,184907466
54
5. Perhitungan nilai w yang memiliki rumus sbb.
Jika
[ ]
Jika
[ ]
( )
Untuk P = 0,0901, nilai w adalah
[ ]
6. Penentuan nilai z
Nilai z diperoleh dengan menggunakan persamaan sbb
( ) ( )
( ) ( ) ( )
∑( ̅)
( )( )
( )
( )( )( )
55
Dan k dapat dihitung dengan persamaan sbb.
8. Perhitungan nilai KT
Nilai KT dapat dihitung dengan persamaan sbb.
( ) ( ) ( )
( ( ))( )
( )( ) ( )( )
( )
9. Perhitungan nilai Y
Nilai Y dihitung dengan persamaan sbb
̅ ( )
Contoh perhitungan untuk menghitung R T saat m = 1, KT = 1,16 adalah
sbb.
( ) )
10. Perhitungan RT
Nilai Y merupakan log(RT), sehingga nilai Y adalah
56
3.2.2.6 Perbandingan Metode Analisis
Hasil perhitungan keempat metode analisis dapat dibandingkan melalui hasil
perhitungan galatnya. Rumus perhitungan galat adalah sbb.
( )
∑√
Tabel hasil perhitungan galat dari berbagai teori metode adalah sbb.
3.2.2.7 Curah Hujan Periode Ulang 2, 5, 10, 25, 100, dan 200 Tahun
Curah hujan rencana dihitung dengan menggunakan metode yang
menghasilkan galat terkecil, yaitu metode Log Pearson III. Langkah
perhitungan dari curah hujan adalah sbb.
1. Perhitungan nilai Y untuk setiap data curah hujan harian maksimum
rata-rata setiap tahun.
57
Tabel 3.2.16 Nilai Y (logR)
m R Y (logR)
1 73,9776577 1,869100576
2 60,77105192 1,783696754
3 59,71902738 1,776112726
4 58,70906735 1,768705181
5 46,4661893 1,667137057
6 44,30372398 1,646440233
7 42,35594242 1,626914349
8 35,72785561 1,553006951
9 26,60882032 1,425025621
10 18,17398968 1,259450277
2. Perhitungan nilai ̅
Nilai ̅ merupakan rata-rata dari seluruh nilai Y
∑
̅
∑ ( ̅)
√
m R Y (y-ybar)^2
1 73,9776577 1,869100576 0,053611514
2 60,77105192 1,783696754 0,021356251
3 59,71902738 1,776112726 0,019197143
4 58,70906735 1,768705181 0,017199328
5 46,4661893 1,667137057 0,000874863
6 44,30372398 1,646440233 7,88768E-05
7 42,35594242 1,626914349 0,000113308
8 35,72785561 1,553006951 0,007149044
58
9 26,60882032 1,425025621 0,045170426
10 18,17398968 1,259450277 0,142966186
sum 16,37558973 0,307716939
Average 1,637558973
St. Dev 0,184907466
[ ]
Jika
[ ]
( )
Untuk P = 0,5 , nilai w adalah
[ ]
6. Penentuan nilai z
Nilai z diperoleh dengan menggunakan persamaan sbb
59
( ) ( )
( ) ( ) ( )
∑( ̅)
( )( )
( )
( )( )( )
8. Perhitungan nilai KT
Nilai KT dapat dihitung dengan persamaan sbb.
( ) ( ) ( )
(( ) ( ))( )
(( ) )( ) ( )( )
( )
60
9. Perhitungan nilai Y
Nilai Y dihitung dengan persamaan sbb
̅ ( )
Contoh perhitungan untuk menghitung RT saat Tr = 2, KT = 0,156
adalah sbb.
( )
10. Perhitungan RT
Nilai Y merupakan log(RT), sehingga nilai Y adalah
Untuk perhitungan periode ulang 5, 25, 100, dan 200 tahun disertakan
di tabel sbb.
Tabel 3.2.18 Perhitungan Curah Hujan Periode Ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, dan 200 Tahun
Tahun tr p w z KT Yteori Rmax
2 0,5 1,177410023 -1,0101E-07 0,156179478 1,666438 46,39143
5 0,2 1,794122578 0,841456717 0,849442998 1,794627 62,31998
10 0,1 2,145966026 1,281728757 1,134296106 1,847299 70,35562
25 0,04 2,537272482 1,751076531 1,385445719 1,893738 78,29576
50 0,02 2,797149623 2,054188589 1,521273642 1,918854 82,95715
100 0,01 3,034854259 2,326785333 1,627158749 1,938433 86,78262
200 0,005 3,255247261 2,576236081 1,711474295 1,954023 89,95459
Stdev 0,184907466
Avg 1,637558973
Total (y-ybar)^3
-0,043786361
Cs -0,961928988
k -0,160321498
61
Tabel 3.2.19 Hujan hasil observasi dengan perhitungan
No Rt Observasi Rt Distribusi
1 73,9776577 71,3013918
2 60,77105192 63,5669625
3 59,71902738 57,8495555
4 58,70906735 52,983154
5 46,4661893 48,5357317
6 44,30372398 44,2653793
7 42,35594242 39,9695733
8 35,72785561 35,4393174
9 26,60882032 30,337643
10 18,17398968 23,8103994
( )
∑
62
Berikut merupakan tabel hasil perhitungan Chi Square
Tabel 3.2.21 Perhitungan Chi Square
Chi Square DF 4
Dist Ei Oi (Oi - Ei)^2 x^2
Kelas 1 >62,1084372834015 2 1 1 0,5
Kelas 2 48,342-62,108 2 3 1 0,5
Kelas 3 38,975-48,3424 2 3 1 0,5
Kelas 4 30,336-38,975 2 1 1 0,5
Kelas 5 <30,336 2 2 0 0
Jumlah 2
63
Tabel 3.2.23 Menentukan Tingkat Keyakinan
N 10
K 4,3
K bulat 5
int 20%
DF 4
x^2 2
Tingkat
Keyakinan 0,788488
m = urutan
n = jumlah data
Urutan dari besar nilai hujan beserta nilai p ditampilkan dengan tabel sbb.
Tabel 3.2.24 Hujan Bulanan yang Telah Diurutkan 10 Tahun
No P Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus SeptemberOktober NovemberDesember
1 0,090909 422,553 373,849 403,819 283,23 181,592 214,917 111,185 198,26 153,11 361,453 366,971 292,843
2 0,181818 366,312 321,364 364,683 275,754 180,754 170,933 23,4893 132,766 91,4242 150,739 330,935 276,414
3 0,272727 314,854 291,371 355,132 250,342 162,901 150,939 11,0071 83 80,78 131,613 289,777 271,293
4 0,363636 269,429 257,611 318,477 238,529 130,506 114,608 10,7857 78,4194 52,2488 82,8608 261,708 267,352
5 0,454545 237,643 233,988 317,957 221,229 128,42 40,4461 5,25823 28,1686 14,9427 55,8571 243,055 198,958
6 0,545455 229,156 185,895 259,924 212,923 76,9512 9,09885 5,10038 22,9335 8,08757 43,728 179,011 196,446
7 0,636364 229 181,471 191,787 152,947 62,1073 4,97282 4,65199 0 2,96964 38,2369 163,079 159,102
8 0,727273 228,567 151,648 152,427 146,773 60,733 0 0,16041 0 0 23,6564 63,311 145,079
9 0,818182 183,596 136,979 98,6286 142,783 10,1569 0 0 0 0 5,6294 57,7431 127,503
10 0,909091 138,069 123,408 71,9254 134,465 0 0 0 0 0 0,96248 57,2969 112,48
64
Nilai R50 merupakan R saat p = 0,5, sehingga dilakukan interpolasi antara p 5 dan
p6 dan nilai hujannya dengan menggunakan rumus sbb.
. /
65
Rumus yang dipakai untuk R50 sama dengan yang dipakai untuk R80
( )
( )
Hasil dari perhitungan nilai Re50 dan Re80 disertakan pada tabel sbb
66
Tabel 3.2.26 Perhitungan Re50 (Palawija)
Perhitungan Re Palawija
Re50
R50 Faktor Re Palawija Palawija
Bulan R50 R (i-1) R(i+1) AP1 AP2 AP (15hari) Pengali (mm/15hari) (mm/hari)
Jan I 224,48 115,9098 81,137 5,409
233,4 197,7
Jan I 209,94 224,48 227,54 227,54 117,4898 82,243 5,483
Feb I 215,81 101,699 71,189 4,746
209,94
Feb II 233,4 288,94 215,81 229,69 229,69 108,2425 75,770 5,051
Mar I 269,19 143,9932 100,795 6,720
288,94
Mar II 209,94 217,08 269,19 270,97 270,97 144,9474 101,463 6,764
Apr I 235,04 120,4713 84,330 5,622
217,08
Apr II 288,94 102,69 235,04 188,48 188,48 96,60499 67,623 4,508
Mei I 131,28 62,85074 43,996 2,933
102,69
Mei II 217,08 24,772 131,28 83,207 83,207 39,83478 27,884 1,859
Juni I 44,251 17,09475 11,966 0,798
24,772
Juni II 102,69 5,1793 44,251 19,874 19,874 7,677705 5,374 0,358
0,7
Juli I 10,078 2,564882 1,795 0,120
5,1793
Juli II 24,772 25,551 10,078 10,272 10,272 2,614422 1,830 0,122
Aug I 20,458 12,29938 8,610 0,574
25,551
Aug II 5,1793 11,515 20,458 22,042 22,042 13,25166 9,276 0,618
Sept I 15,024 4,791244 3,354 0,224
11,515
Sept II 25,551 49,793 15,024 21,085 21,085 6,723917 4,707 0,314
Okt I 40,223 15,36774 10,757 0,717
49,793
Okt II 11,515 211,03 40,223 90,103 90,103 34,4248 24,097 1,606
Nov I 170,72 95,20614 66,644 4,443
211,03
Nov II 49,793 197,7 170,72 207,7 207,7 115,8271 81,079 5,405
Des I 201,03 97,49509 68,247 4,550
197,7
Des II 211,03 233,4 201,03 206,63 206,63 100,2068 70,145 4,676
67
0
1
2
3
4
5
0.5
1.5
2.5
3.5
4.5
0,001
0,002
0,003
0,004
0,006
0,007
0,008
0,000
0,005
Jan I
Jan I Jan I
batang sbb.
Feb I Jan I
Feb II Feb I
Mar I Feb II
Mar II Mar I
Apr I Mar II
Apr II Apr I
Mei I
Apr II
Mei II
Mei I
Juni I
Mei II
Juni II
Juli I Juni I
Juli II Juni II
Aug I Juli I
Re80 Padi
Aug II Juli II
Sept I Aug I
Okt I Sept I
Okt II Sept II
Nov I Okt I
Nov II Okt II
Des I
Nov I
Des II
Nov II
Des I
Des II
Re
Re
Nilai Re50 dan Re80 yang telah diperoleh digambarkan dalam bentuk diagram
68
3.3 Perhitungan Debit Banjir Rencana
3.3.1 Metode Snyder
3.3.1.1 Hidrograf Debit Rencana Periode Ulang 2 Tahun
Hidrograf debit rencana yang dihitung adalah debit rencana dengan
periode ulang 2, 5, 10, 25, 100, dn 200 tahun. Contoh perhitungan untuk Tr = 2
adalah sbb.
a. Data curah hujan rencana dengan periode ulang 2 tahun (P2) diambil
dari perhitungan sebelumnya.
e. Besar nilai hujan yang menjadi air tanah (I) dihitung dengan
persamaan sbb.
69
f. Besar nilai hujan runooff dihitung dengan menggunakan persamaan
sbb.
h. Runoff dibagi atas 4 titik tinjauan dan diberi bobot yang berbeda yaitu
:
70
Table 0.6 Parameter Perhitungan Hidrograf Q Rencana Metode Snyder
71
Hasil dari perhitungan di atas ditabulasikan menjadi :
Table 0.7 Perhitungan Q Rencana dengan MEtode Snyder Tr = 2
72
j. Nilai evapotranspirasi bulanan terkecil diperoleh dari perhitungan
sebelumnya, lalu dicari nilai evapotranspirasi harian (ET/4jam) dengan
menggunakan persamaan sbb.
m. Besar nilai hujan yang menjadi air tanah (I) dihitung dengan
persamaan sbb.
73
p. Runoff dibagi atas 4 titik tinjauan dan diberi bobot yang berbeda yaitu
:
74
q. Hidrograf debit rencana dibuat sesuai dengan periode ulangnya dengan
cara mengalikan setiap debit pada tabel dan dipindahkan sebesar
interval waktu lagging.contoh perhitungan untuk hidrograf debit
rencana periode ulang 2 tahun adalah sebagai berikut
Q1 dengan lagging 1 jam :
75
Table 0.9 Perhitungan Q Rencana dengan Metode Snyder Tr = 5
76
c. Nilai PSUB diambil dari perhitungan progress sebelumnya, diketahui
bahwa nilai PSUB = 0,5
d. Besar nilai hujan yang jatuh ke tanah (Wb) dihitung dengan
menggunakan persamaan sbb.
e. Besar nilai hujan yang menjadi air tanah (I) dihitung dengan
persamaan sbb.
h. Runoff dibagi atas 4 titik tinjauan dan diberi bobot yang berbeda yaitu
:
77
Contoh perhitungan di masing-masing titik untuk Tr = 10 adalah
sbb.
78
interval waktu lagging.contoh perhitungan untuk hidrograf debit
rencana periode ulang 2 tahun adalah sebagai berikut
Q1 dengan lagging 1 jam :
79
Table 0.11 Perhitungan Q Rencana dengan Metode Snyder Tr = 10
80
b. Nilai evapotranspirasi bulanan terkecil diperoleh dari perhitungan
sebelumnya, lalu dicari nilai evapotranspirasi harian (ET/4jam) dengan
menggunakan persamaan sbb.
e. Besar nilai hujan yang menjadi air tanah (I) dihitung dengan
persamaan sbb.
81
h. Runoff dibagi atas 4 titik tinjauan dan diberi bobot yang berbeda yaitu
:
82
i. Hidrograf debit rencana dibuat sesuai dengan periode ulangnya dengan
cara mengalikan setiap debit pada tabel dan dipindahkan sebesar
interval waktu lagging.contoh perhitungan untuk hidrograf debit
rencana periode ulang 2 tahun adalah sebagai berikut
Q1 dengan lagging 1 jam :
83
Table 0.13 Perhitungan Q Rencana dengan Metode Snyder Tr = 25
84
b. Nilai evapotranspirasi bulanan terkecil diperoleh dari perhitungan
sebelumnya, lalu dicari nilai evapotranspirasi harian (ET/4jam) dengan
menggunakan persamaan sbb.
e. Besar nilai hujan yang menjadi air tanah (I) dihitung dengan
persamaan sbb.
85
h. Runoff dibagi atas 4 titik tinjauan dan diberi bobot yang berbeda yaitu
:
86
i. Hidrograf debit rencana dibuat sesuai dengan periode ulangnya dengan
cara mengalikan setiap debit pada tabel dan dipindahkan sebesar
interval waktu lagging.contoh perhitungan untuk hidrograf debit
rencana periode ulang 2 tahun adalah sebagai berikut
Q1 dengan lagging 1 jam :
87
Table 0.15 Perhitungan Q Rencana dengan Metode Snyder Tr = 50
88
k. Nilai PSUB diambil dari perhitungan progress sebelumnya, diketahui
bahwa nilai PSUB = 0,5
l. Besar nilai hujan yang jatuh ke tanah (Wb) dihitung dengan
menggunakan persamaan sbb.
m. Besar nilai hujan yang menjadi air tanah (I) dihitung dengan
persamaan sbb.
p. Runoff dibagi atas 4 titik tinjauan dan diberi bobot yang berbeda yaitu
:
89
Contoh perhitungan di masing-masing titik untuk Tr = 50 adalah
sbb.
90
q. Hidrograf debit rencana dibuat sesuai dengan periode ulangnya dengan
cara mengalikan setiap debit pada tabel dan dipindahkan sebesar
interval waktu lagging.contoh perhitungan untuk hidrograf debit
rencana periode ulang 100 tahun adalah sebagai berikut
Q1 dengan lagging 1 jam :
91
Table 0.17 Perhitungan Q Rencana dengan Metode Snyder Tr = 100
92
c. Nilai PSUB diambil dari perhitungan progress sebelumnya, diketahui
bahwa nilai PSUB = 0,5
d. Besar nilai hujan yang jatuh ke tanah (Wb) dihitung dengan
menggunakan persamaan sbb.
e. Besar nilai hujan yang menjadi air tanah (I) dihitung dengan
persamaan sbb.
h. Runoff dibagi atas 4 titik tinjauan dan diberi bobot yang berbeda yaitu
:
93
Contoh perhitungan di masing-masing titik untuk Tr = 200 adalah
sbb.
94
i. Hidrograf debit rencana dibuat sesuai dengan periode ulangnya dengan
cara mengalikan setiap debit pada tabel dan dipindahkan sebesar
interval waktu lagging.contoh perhitungan untuk hidrograf debit
rencana periode ulang 100 tahun adalah sebagai berikut
Q1 dengan lagging 1 jam :
95
Table 0.19 Perhitungan Q Rencana dengan Metode Snyder Tr = 200
500 Hidrograf Tr = 5
400 Hidrograf Tr = 10
300 Hidrograf Tr = 25
200 Hidrograf Tr = 50
100 Hidrograf Tr = 100
0 Hidrograf Tr = 200
-100 0 10 20 30 40
96
3.3.2 Metode SCS
Perhitungan dengan menggunakan metode SCS dilakukan dengan sbb.
g. Menentukan kemiringan sungai, panjang sungai dan luas DAS. Panjang
sungai merupakan data MSL dan luas DAS didapatkan dari software WMS.
Nilai kemiringan didapatkan dari MSS pada WMS
h. Menentukan nilai t
i. Menghitung α dan β
j. Menghitung T*
97
k. Menghitung q dan Q
98
10. Menhitung debit puncak hidrograf satuan (qp)
Nilai t/Tp didapatkan dari range waktu tertentu dengan partisi 0,1
14. Menghitung Qp
Rumus perhitungan Qp adalah sbb
Namun, nilai R dibagi menjadi 4 partisi terlebih dahulu seperti dibawah ini
1. R dibagi menjadi 4 bagian seperti pada bagian snyder
99
Tabel 3.3.6 Perhitungan Debit rencana metode SCS dengan Tr = 100
Tr = 100
t/Tp q/qp t q P1 P2 P3 P4 Q rencana
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,1 0,015 0,775411 3,085712 2,215848 2,215848
0,2 0,075 1,550823 15,42856 11,07924 22,15848 33,23772
0,3 0,16 2,326234 32,91426 23,63571 47,27143 47,27143 118,1786
0,4 0,28 3,101646 57,59996 41,3625 82,725 82,725 41,3625 248,175
0,5 0,43 3,877057 88,45709 63,52098 127,042 127,042 63,52098 381,1259
0,6 0,6 4,652469 123,4285 88,63393 177,2679 177,2679 88,63393 531,8036
0,7 0,77 5,42788 158,3999 113,7469 227,4938 227,4938 113,7469 682,4813
0,8 0,89 6,203292 183,0856 131,4737 262,9473 262,9473 131,4737 788,842
0,9 0,97 6,978703 199,5427 143,2915 286,583 286,583 143,2915 859,7491
1 1 7,754115 205,7142 147,7232 295,4464 295,4464 147,7232 886,3393
1,1 0,98 8,529526 201,5999 144,7688 289,5375 289,5375 144,7688 868,6125
1,2 0,92 9,304938 189,257 135,9054 271,8107 271,8107 135,9054 815,4321
1,3 0,84 10,08035 172,7999 124,0875 248,175 248,175 124,0875 744,525
1,4 0,75 10,85576 154,2856 110,7924 221,5848 221,5848 110,7924 664,7545
1,5 0,66 11,63117 135,7713 97,49732 194,9946 194,9946 97,49732 584,9839
1,6 0,56 12,40658 115,1999 82,725 165,45 165,45 82,725 496,35
1,8 0,42 13,95741 86,39995 62,04375 124,0875 124,0875 62,04375 372,2625
2 0,32 15,50823 65,82853 47,27143 94,54286 94,54286 47,27143 283,6286
2,2 0,24 17,05905 49,3714 35,45357 70,90714 70,90714 35,45357 212,7214
2,4 0,18 18,60988 37,02855 26,59018 53,18036 53,18036 26,59018 159,5411
2,6 0,13 20,1607 26,74284 19,20402 38,40804 38,40804 19,20402 115,2241
2,8 0,098 21,71152 20,15999 14,47688 28,95375 28,95375 14,47688 86,86125
3 0,075 23,26234 15,42856 11,07924 22,15848 22,15848 11,07924 66,47545
3,5 0,036 27,1394 7,40571 5,318036 10,63607 10,63607 5,318036 31,90821
4 0,018 31,01646 3,702855 2,659018 5,318036 5,318036 2,659018 15,95411
4,5 0,009 34,89352 1,851427 1,329509 2,659018 2,659018 1,329509 7,977054
5 0,004 38,77057 0,822857 0,590893 1,181786 1,181786 0,590893 3,545357
5,5 0,0037 42,64763 0,761142 0,546576 1,093152 1,093152 0,546576 3,279455
100
Grafik 3.3.2 Qp vs t metode SCS
101
Grafik 3.4.1Debit Rencana vs waktu Tr = 100 dengan metode SCS dan Snyder
Dari grafik, dapat dilihat bahwa hasil debit rencana dengan menggunakan metode
SCS menghasilkan debit puncak tertinggi sehingga metode yang dipakai adalah
metode SCS. Diperoleh Q100 = 886.34
102
BAB IV
PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN
KONSTRUKSI BENDUNG
Sehingga :
103
Tabel 4.1.2 Rata-Rata Lebar Sungai
No Lebar
1 55,36 m
2 53,28 m
3 42,36 m
4 47,51 m
5 48,93 m
6 49,488 m
Avg 49,488 m
h. Lebar pembilas
Ambil C0 = 1,42, C1 = 1, C2 = 1
Dilakukan iterasi antara persamaan perhitungan tinggi energi dan perhitungan
lebar edektid bendung, sehingga diperoleh
104
Grafik 4.1.1 Perbandingan antara Co dann H1/R
Sehingga diperoleh nilai R (radius mercu)
Tabel 4.1.3 Perhitungan Tinggi Energi Hulu dan Lebar Efektif Bendung
Tinggi Energi di Hulu
Q100 886,3393 m^3/s
Be 58,50266 m
H1/R (dr grafik) 3
R (jari2 mercu)
1,131976 m
Co 1,42
C1 1
C2 1
Cd 1,42
H1 3,395929 m
g 9,81 m^2/s
Q (hasil goalseek
886,3384 m^3/s
105
Tabel 4.1.4 Perhitungan Elevasi dan Dimensi Bendung
Perhitungan Dimensi Bendung
TMA Hulu 21 m
headloss di sawah 0.1 m
headloss antara sawah dan sal tersier 0.1 m
headloss antara saluran tersier dan sekunder 0.1 m
headloss antara saluran sekunder dan primer 0.1 m
headloss antara saluran primer dan sungai 0.2 m
headloss alat ukur 0.4 m
headloss akibat kemiringan saluran 0.15 m
headloss utk bangunan lain 0.25 m
Elevasi Mercu Bendung 22.4 m
Elevasi Dasar Sungai 17 m
Tinggi Bendung 5.4 m
Lebar Sungai Rata- Rata 49.488 m
Lebar Bendung 59.3856 m
B 59.3856 m
Kp 0.01
Ka 0.1
Lebar pembilas + tebal pilar pembagi 5.850266 m
Lebar pembilas 35.63136 m
H1 asumsi 3.395929 m
jlh pilar n 3
Be 58.50266
Lebar pintu pembilas 5.93856 m
Elevasi Muka Air Hulu Bendung 25.79593 m
Sehingga
106
c. Pilih kemiringan talud 1:1,5 dan b/h = 3,5
d. Asumsikan nilai kecepatan saluran
e. Cari luas penampang basah
√
√
g. Hitung P
. √ /
√ ( √ √ )
. /
√ ( √ )
√
( )
Nilai v dan h diperoleh dengan menggunakan goal seek, yaitu:
107
Tabel 4.2.2 Perhitungan Saluran Pengambilan
SALURAN PENGAMBILAN
Qsaluran 2,490344 m^3/s
K 40 m^3/s
m 1,5
b/h 3,5
v asumsi 0,4228 m/s
A basah 5,890123 m^2
h 1,085368 m
b 3,798789 m
P 7,712141 m
R 0,763747 m
I 0,00016
v' 0,4228 m/s
g 9,81 m^2/s
√
Diperoleh nilai h
108
4.3 Perencanaan Kolam Olak
4.3.1 Tipe Bucket
Langkah perhitungan kolam olak tipe bucket adalah sbb:
a. Hitung debit per satuan lebar (q)
√ √
c. Hitung
d. Tentukan
e. Tentukan Rmin
Dari grafik,
f. Tentukan Tmin
( *
109
g. Tentukan R dan T dipakai
a. Menghitung nilai
110
Sehingga :
d. Perhitungan n
e. Perhitungan
sehingga diperoleh
111
Grafik 4.3.2 Fr vs y2/yu
112
Gambar 4.3.2 Kolam Olak USBR III
( ) ( )
d. Menghitung nilai a
113
e. Menghitung nilai n
( )
f. Menghitung nilai L
( ) ( )
Tabel 4.3.4 Perhitungan Kolam Olak Tipe Vlughter
Type Vlughter
z 2,894907 m
hc 2,263953 m
z/hc 1,278696
t 6,59145 m
a 0,560585 m
D 5m
n 1,201792 m
L 22,60337 m
b. Hitung nilai vu
114
c. Hitung nilai bilangan Froude
d. Hitung nilai n
e. Hitung nilai L
.√ /
115
BAB V
PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN
STABILITAS BENDUNG
Dari nilai sudut geser tanah = 3.8, ditentukan bahwa jenis tanah adalah gravel
with some sands, dan nilai Gs berddasarkan jenis tanah = 2.66. Nilai e diperoleh
dari nilai Gs dan data tanah lainnya yang telah diketahui dengan menggunakan
persamaan sbb.
116
Sehingga diperoleh nilai e = 1.37139
psi 38
Jenis tanah
dr psi Gravel
Gs 2.66
e 1.371396546
gamma sat 17
goalseek 0
Diketahui
Luas bendung diperoleh dari mass properties gambar bendung dari autocad yaitu
sbb
Hitung momen dari bendung akibat berat bendung, dengan panjang lengan dari
bendung adalah jarak dari sentroid ke dasar sungai hilir (17.12,16) dengan
diketahui koordinat dasar sungai hulu = (0,17).
117
5.1.3 Gaya Hidrostatis
Diketahui gambar bendung kondisi normal
( )
( *
( )
Berikut merupakan tabel gaya hidrostatis pada air normal
Gaya Hidrostatis
gamma w 10
No Gaya Arah ke H Gaya Momen
P1 kanan 5.4 145.8 408.24
Lw = 0
118
- Mentukan panjang tiap sisi fondasi.
Contoh perhitungan titik B
Vertikal = 2.5 m
Hx = beda tinggi dr muka air hulu ke titik = 5.4m
Delta H = 6.4 meter
( * ( *( )
BC 4 0
C 3.83 7.9 6.4 65.139 13.1 416.8919
CD 0 2
D 5.83 11.9 6.4 97.908 13.1 626.6094
DE 3 0 0
E 6.83 11.9 6.4 94.292 10.1 603.4682
EF 0 2
F 8.83 13.9 6.4 107.060 10.1 685.1857
FG 10.1 0
G 12.20 13.9 6.4 94.887 0 607.2768
GH 0 5.5
H 17.70 6.4 6.4 0.000 0 0
L 17.70 gamma w 10
( * ( *
119
( * ( *
( *
- ( )
(berlawanan arah jarum jam)
- . / (berlawanan
120
5.2 Analisis Gaya Muka Air Banjir
5.2.1 Berat Sendiri Bendung
Perhitungan berat sendiri beton dilakukan dengan rumus sbb
Diketahui
Luas bendung diperoleh dari mass properties gambar bendung dari autocad yaitu
sbb
Hitung momen dari bendung akibat berat bendung, dengan panjang lengan dari
bendung adalah jarak dari sentroid ke dasar sungai hilir (17.12,16) dengan
diketahui koordinat dasar sungai hulu = (0,17).
121
Sehingga gaya hidrostatis terjadi di hulu ke bendung, dengan perhitungan sbb
( )
( *
( )
Berikut merupakan tabel gaya hidrostatis pada air banjir
Lw = 2.5
122
- Mentukan panjang tiap sisi fondasi.
Contoh perhitungan titik B
Vertikal = 2.5 m
Hx = beda tinggi dr muka air hulu ke titik = 5.4m
Delta H = 6.4 meter
( * ( *( )
BC 4 0
C 3.83 11.3 3.5 105.420 13.1 368.9698682
CD 0 2
D 5.83 13.3 3.5 121.465 13.1 425.1280603
DE 3 0
E 6.83 13.3 3.5 119.488 10.1 418.2071563
EF 0 2
F 8.83 15.3 3.5 135.533 10.1 474.3653484
FG 10.1 0
G 12.20 15.3 3.5 128.876 0 451.0649718
GH 0 5.5
H 17.70 9.8 3.5 63.000 0 220.5
L 17.70 gamma w 10
123
( * ( *
( * ( *
( *
- ( )
(berlawanan arah jarum jam)
- . / (berlawanan
124
5.3 Pengecekan Stabilitas Bendung
Cara perhitungan safety factor geser adalah sbb, contoh perhitungan dilakukan
untuk keadaan normal + gempa:
Tabel 5.3.1 Nilai f (faktor pengali safety factor)
- Hitung ∑ ∑ ∑
- Hitung ∑
125
- Hitung ∑
- ∑
∑
- ∑
- ( )
- Hitung syarat guling :
-
126
Tabel 5.3.6 Pengecekan Stabilitas Bendung Kondisi Normal + Gempa
NORMAL + GEMPA
Besar Gaya
V H Mo Mr
Gaya kN/m kN/m kNm/m kNm/m
Berat Sendiri -2365.2216 0 22682.48
Gempa 0 490.934 407.4753
Hidrostatis 145.8 408.24
Uplift 274.928 308.318 3732.779
Tek. Lumpur 0 0.426772 0.4979
Lateral 0 -144.952 795.945 240.4115
Total 2090.29316 976.9418 4936.964 23330.86
SF 1.604721904 4.725750498
127
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari tugas besar ini adalah sebagai berikut.
- Hasil perhitungan rata-rata curah hujan terdapat pada tabel 3.2.2
- Perhitungan curah hujan rencana dilakukan dengan menggunakan metode
Log Pearson III
- Hasil perhitungan curah hujan periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, dan 200
tahun terdapat pada tabel 3,2,18
- Hasil perhitungan goodness of fit terdapat pada tabel 3.2.23
- Hasil Perhitungan curah hujan efektif terdapat pada tabel 3.2.26 untuk padi
dan 3.2.27 untuk palawija
- Debit banjir rencana yang digunakan adalah dengan menggunakan metode
SCS dengan diperoleh
- Diperoleh tinggi energi hulu = 3.396 m dengan perhitungan pada tabel 4.1.3
- Hasil perhitungan elevasi dan dimensi bendung terdapat pada tabel 4.1.4
- Tinggi saluran pengambilan h = 1.0854m dengan v = 0.4228m/s dengan
hasil perhitungan terdapat pada tabel 4.2.2
- Perhitungan masing-masing kolam olak terdapat pada tabel 4.3.1 untuk tipe
bucket, tabel 4.3.3 untuk tipe USBR III, 4.3.4 untuk tipe Vlughter, dan 4.3.5
untuk tipe Vlughter
- Berdasarkan sudut geser tanah dan berat jenis jenuh, ditetapkan bahwa tipe
tanah adalah gravel dengan Gs = 2.66, dengan data asumsi tanah lengkap
pada tabel 5.1.3
- Hasil perhitungan stabilitas bendung terdapat pada tabel 5.3.4 – 5.3.7
6.2 Saran
Pada tugas besar kali ini, data yang dipakai pada perhitungan analisis
hidrologi dan irigasi drainase menggunakan sungai yang berbeda, tetapi
diasumsikan sama. Hal ini dilakukan sebab data yang masih sulit untuk dicari
apabila ditinjau dari satu sungai saja. Tetapi asumsi ini menyebabkan data kurang
128
realistis. Saran untuk kedepannya agar kedua data yang dipakai berasal dari
sungai yang sama.
129
DAFTAR PUSTAKA
130