Disusun oleh:
Disusun Oleh:
Sanjika Ilham Putra L G
15019042
Erlangga Alkahfi Nadia Mahardika Rafif Jehant Fatra Hadi Elfachrian Widi S
15018045 15018060 15018064 15018079
Dosen Dosen
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Shalawat dan salam kami kirimkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW,
beserta para sahabat dan keluarga beliau yang telah memberikan tauladan dalam
menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat.
Laporan yang berjudul “Laporan Tugas Besar SI-2231 Rekayasa Hidrologi
Semester II Tahun 2020/2021” ini dibuat sebagai syarat pemenuhan tugas dari mata
kuliah SI-2231 – Rekayasa Hidrologi. Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu
untuk dapat menganalisis debit sintetis DAS, menentukan nilai debit banjir rencana
dan menentukan hubungan debit masuk dan debit keluar dari channel routing dan
reservoir routing yang didesain. Penyusunan tugas besar ini tidak akan
terselesaikan tanpa adanya bantuan serta kemurahan hati dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, disamping rasa syukur yang tak terhingga atas nikmat yang telah
diberikan oleh Tuhan, kami menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada Ibu Dr. Eng. Widyaningtyas dan Bapak Joko Nugroho, S.T.,
M.T., Ph.D sebagai dosen pembimbing serta asisten Jehant Fatra Hadi, Nadia
Mahardika Rafif, Erlangga Alkahfi dan Elfachrian Widi Santosa yang membimbing
kami mulai dari awal hingga selesainya penyusunan laporan ini.
Segala sesuatu yang salah datangnya hanya dari manusia dan seluruh hal
yang benar datangnya hanya dari Tuhan Yang Maha Esa, meski begitu tentu tugas
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan pada tugas
selanjutnya. Harapan kami, semoga tugas ini bermanfaat dalam kemajuan kualitas
analisis hidrologi di masa yang akan datang.
Bandung, 18 Februari 2021
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ................................................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................... iv
1.2 Tujuan....................................................................................... 2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Lokasi Tinjauan ............................................................................... 2
DAFTAR TABEL
DAFTAR GRAFIK
BAB I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
a) Mengolah debit sintetis Daerah Aliran Sungai Cisangkuy-Kamasan
b) Menentukan nilai debit banjir rencana berdasarkan hidrograf sintetis
c) Daerah Aliran Sungai Citarum – Cisangkuy-Kamasan
d) Menentukan hubungan debit masuk dan debit keluar.
1.3 Lokasi Studi
Lokasi yang ditinjau adalah Stasiun Debit Cisangkuy Kamasan dengan
koordinat sebagai berikut :
Koordinat UTM : 9220309.0294 N 784230.904 E Zona 48S
Koordinat geografis : 07° 02' 48" LS 107° 34' 22" BT.
dan Sungai Citarum Hulu sebagai sungai tinjauannya.
Akan dapat dijumpai pada daerah dengan lapisan sedimen keras yang
diselingi oleh sedimen lunak yang mengalami lipatan.
Keterangan :
HA , HB , HC = data hujan yang teramati pada masing-masing stasiun
(A, B, C) HD = data hujan pada stasiun D yang diperkirakan.
Keterangan :
NA , NB , NC = hujan tahunan rata-rata pada masing-masing stasiun
A, B dan C
ND = hujan tahunan rata-rata pada stasiun D
HA , HB , HC = hujan pada masing-masing stasiun D
HD = data hujan pada stasiun D yang diperkirakan
Keterangan :
H1 , H2, H3, H4 = hujan pada masing-masing stasiun pada kuadran 1,
2, 3 dan 4
R1 , R2, R3, R4 = jarak masing-masing stasiun terhadap stasiun yang
ditinjau
Hx = hujan yang diperkirakan pada sistem yang ditinjau.
Keterangan :
𝑷 = hujan rata-rata
Pi = tinggi curah hujan di stasiun i
i = jumlah stasiun
b) Metode Isohyet
Metode Isohyet merupakan cara paling teliti untuk menghitung
kedalaman hujan rata-rata di suatu daerah, pada metode ini stasiun
hujan harus banyak dan tersebar merata, metode Isohyet
membutuhkan pekerjaan dan perhatian yang lebih banyak
dibanding dua metode lainnya.
𝟏
Formula : 𝑷 = 𝑨 ∑𝒏𝒊=𝟏 𝑨𝒊 𝑷𝒊
Keterangan :
𝑷 = hujan rata-rata
Pi = tinggi curah hujan di stasiun i
Ai = luas wilayah
i = jumlah stasiun
2.3 Evapotranspirasi
2.3.1 Penjelasan Umum
Evapotranspirasi adalah kombinasi proses kehilangan air dari suatu lahan
bertanaman melalui proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah proses
dimana air diubah menjadi uap air dan selanjutnya uap air tersebut dipindahkan dari
permukaan bidang penguapan ke atmosfer. Evaporasi terjadi pada berbagai jenis
permukaan seperti danau, sungai, lahan pertanian, maupun dari vegetasi yang
basah. Transpirasi adalah vaporisasi di dalam jaringan tanaman dan selanjutnya uap
air tersebut dipindahkan dari permukaan tanaman ke atmosfer. Pada transpirasi,
vaporisasi terutama di ruang antar sel daun dan selanjutnya melalui stomata uap air
akan lepas ke atmosfer. Hampir semua air yang diambil tanaman dari media tanam
(tanah) akan ditranspirasikan dan hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan
tanaman.
EP = H + S-Pk – P
Keterangan :
EP = Evapotranspirasi (potensial)
H = Curah hujan
S = Air siraman
Pk = Air perkolasi
P = Jumlah air untuk penjenuhan tanah sampai tercapai kapasitas lapang
Rumus dan metode dalam cara penghitungan ini memberikan hasil yang
paling akurat dibandingkan dengan cara lainnya. Metode ini
direkomendasikan oleh FAO untuk menghitung laju evapotranspirasi di
suatu wilayah Metode ini menggunakan metode perhitungan secara
kompleks, sebab data yang dimasukkan ke dalam rumus cukup banyak.
900
0,408∆(𝑅𝑛 − 𝐺 ) + 𝛾 𝑇 + 273 𝑢2 (𝑒𝑠 − 𝑒𝑎 )
𝐸𝑇𝑜 =
∆ + 𝛾(1 + 0,34𝑢2 )
Metode kedua yang digunakan adalah metode Blaney Criddle yang cukup
sederhana, namun tetap bisa menghitung proses evapotranspirasi yang
terjadi pada suatu wilayah. Blaney-Criddle membutuhkan data berupa data
suhu, jumlah jam pada siang hari, serta koefisien dari tanaman empiris
pada suatu wilayah.
d) Metode Thornwaite
10𝑡
𝑒 = 1,6 ( )𝑎
𝐼
Limpasan akibat hujan ini dapat terjadi dengan cepat dan dapat pula setelah
beberapa jam terjadinya hujan. Lama waktu kejadian hujan puncak dan
aliran puncak sangat dipengaruhi oleh kondisi wilayah tempat jatuhnya
hujan. Semakin besar perbedaan waktu kejadian hujan puncak dan debit
puncak, maka semakin baik kondisi wilayah tersebut dalam menyimpan
air di dalam tanah.
Dalam proses delineasi DAS ini digunakan aplikasi Global Mapper untuk
menciptakan daerah DEM yang diperlukan, kemudian data DEM tersebut di export
ke dalam aplikasi QGIS untuk membentuk area DAS, setelah area DAS telah
terbentuk langkah terakhir adalah membentuk polygon thiessen dengan stasiun-
stasiun hujan menggunakan aplikasi Auto CAD.
2. Klik open your own data files dan pilih file w001001.adf pada
folder directory sebagai berikut \Global Mapper
10\s10e105\s10e105_con\s10e105_con.
e. Klik OK.
a. Klik file pada bar paling atas kemudian klik export raster
and elevation data lalu klik export DEM. Seperti gambar di
bawah
3.1.2 QGIS
Untuk memeriksa valid atau tidaknya daerah DAS yang kita dapatkan
maka kita perlu mengetahui luas area DAS yang kita dapat, dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
c. Cek error luas DAS yang didapat dengan luas DAS yang
diberikan apabila error >5% maka data tidak valid dengan
rumus sebagai berikut:
|208,03−205,7|
= ∗ 100
205,7
a. Buka program Auto CAD klik open files dan pilih file naman
sungai dengan format DXF, seperti gambar di bawah
b. Klik lingkaran yang telah dibuat dan ganti koordinat titik tengahnya
dengan mengganti angka pada baris center x dan center y dengan
koordinat stasiun hujan. Ulangi langkah ini hingga terdapat 3 stasiun
hujan di sekitar wilayah DAS dengan jarak maksimum luar DAS
sebesar 5 km. Seperi gambar di bawah
a. Klik Line pada menu draw yang terletak pada toolbar home dan
b. Klik menu arc dan pilih start, center, angle seperti gambar di bawah
c. Kemudian klik salah satu titik tengah lingkaran selanjutnya klik titik
tengah dari garis salah satu segitiga (tunggu hingga cursor berubah
menjadi segitia), setelah itu ketik 90 agar lengkungan membentuk 90
derajat sempurna. Seperti gambar di bawah
d. Satukan ketiga garis akhir lengkungan dengan garis lurus pada sisi
segitiga Kemudian panjangkan garis hingga saling berpotongan di
a. Pilih tombol hatch pada menu draw yang berada pada toolbar home
dan pilih pattern yang diinginkan sehingga terbentuk corak berbeda
pada tiap wilayah tertentu seperti gambar di bawah.
Metode yang digunakan untuk menghitung curah hujan yang hilang adalah
metode kebalikan jarak kuadrat dengan langkah berikut (dicontohkan dengan
mencari curah hujan bulan November tahun 2001 Stasiun Hujan Bantar
Pangalengan) :
𝟏 𝟏
∗𝐇𝟏+ 𝟐 ∗𝐇𝟐
𝐑𝟏𝟐 𝐑𝟐
Formula : 𝑯𝒙 = ( 𝟏 𝟏 )
( 𝟐+ 𝟐)
𝐑𝟏 𝐑𝟐
Keterangan :
H1 dan H2 = curah hujan hujan bulan November tahun 2001 Stasiun
Chinchona dan Cisondari (288 dan 285)
R1 dan R2= jarak masing-masing stasiun terhadap Stasiun
Pangalengan (5,34 km dan 15,75 km)
Hx = curah hujan Stasiun Hujan Bantar Pangalengan
𝟏 𝟏
𝟐 ∗ 288 + ∗ 285
𝟓, 𝟑𝟒 𝟏𝟓, 𝟕𝟓𝟐
𝑯𝒙 = ( ) = 287,69
𝟏 𝟏
( + )
𝟓, 𝟑𝟒𝟐 15,75𝟐
Lakukan langkah tersebut untuk mencari semua curah hujan stasiun yang
hilang.
Untuk mengetahui apakah data hujan yang akan kita gunakan konsisten
terhadap data hujan terdahulu atau tidak digunakan uji validitas data dengan
metode kurva massa ganda. Berikut langkah-langkah yang dilakukan:
5. Periksa apakah nilai R-squared kurang dari 0,95 atau 0,9 jika kurang
dari itu maka perlu dilakukan koreksi dengan rumus
𝐿𝑎𝑛𝑑𝑎𝑖 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 2
∝=
𝐿𝑎𝑛𝑑𝑎𝑖 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 1
Dilakukan koreksi dengan 2 asumsi :
1) Asumsi 1 adalah asumsi data sebelum patahan kurva adalah data
yang rusak/ tidak konsisten. Dengan demikian, landau kurva 2
adalah gradien kurva sesudah patahan.
2) Asumsi 2 adalah asumsi data setelah patahan kurva adalah data
rusak/tidak konsisten. Dengan demikian, landau kurva 2 adalah
gradien kurva sebelum patahan.
Dari kedua asumsi, pakai data akhir di mana kurva menunjukkan nilai
R2 yang lebih besar (palin gmendekati nilai 0,95).
3
1 𝟏
𝑃 = ∗ ∑ 𝑃𝑖 = ∗ (𝟑𝟒𝟓 + 𝟓𝟐𝟑 + 𝟒𝟐) = 𝟑𝟎𝟑, 𝟑𝟑 𝒎𝒎
3 𝟑
𝑖=1
𝑛
1
𝑃= ∑ 𝐴𝑖 𝑃𝑖
∑𝐴
𝑖=1
𝟏
=
𝟖𝟐, 𝟖𝟕 + 𝟖𝟗, 𝟔 + 𝟑𝟓, 𝟓𝟖
∗ (𝟑𝟓, 𝟓𝟖 ∗ 𝟑𝟒𝟓 + 𝟖𝟐, 𝟖𝟕 ∗ 𝟓𝟐𝟑 + 𝟖𝟗, 𝟔 ∗ 𝟒𝟐)
= 𝟐𝟖𝟓, 𝟒𝟎𝟑𝟓 𝒎𝒎
3.3 Evapotranspirasi
Untuk melakukan perhitungan evapotranspirasi dibutuhkan langkah-
langkah seperti pengumpulan data klimatologi.
Dari data tekanan uap yang didapatkan maka dapat dicari nilai ea
untuk setiap bulan dengan menggunakan metode ekstrapolasi, gunakan
fungsi forecast pada excel sehingga didapat nilai ea pada setiap bulan
seperti tabel di bawah.
Keterangan :
ea = Tekanan uap jenuh
Rh = Kelembapan udara (didapatkan dari web bmkg)
27,65∗81,207
𝑒𝑑𝐽𝑎𝑛𝑢𝑎𝑟𝑖 = = 22,547
100
𝜀 ′ = 𝑒𝑎 − 𝑒𝑑
Tabel 3. 11 Emisivitas
6. Menghitung nilai w’
𝑤′ = 1 − 𝑤
𝑛
𝑅𝑠 = (0,025 + 0,005 ∗ )𝑅𝑎
𝑁
Keterangan :
𝑛
= Rasio lama penyinaran matahari
𝑛
𝑅𝑛𝑠 = (1 − 𝑎) ∗ 𝑅𝑠
Keterangan :
Keterangan :
Contoh perhitungan :
𝑛 0,9 𝑛
𝑓 ( ) = 0,1 + ( )
𝑁 100 𝑁
Keterangan :
𝑛
= tekanan uap jenuh
𝑁
𝑛
𝑅𝑛𝑙 = 𝑓(𝑇)𝑓 (𝑒𝑑 )𝑓( )
𝑁
Keterangan :
𝑛
𝑓 (𝑁 ) : Fungsi efek sinar matahari pada gelombang panjang radiasi
𝑅𝑛 = 𝑅𝑛𝑠 − 𝑅𝑛𝑙
a. Mendefinisikan variable N
1. Hitung curah hujan, curah hujan yang digunakan adalah curah hujan rata-
rata (yang diambil dari metode thiessen). Pengambilannya disesuaikan
dengan 2 tahun stasiun pengamatan debit.
2. Hitung Evapotranspirasi potensial (PET) dengan rumus :
𝑃𝐸𝑇 = 𝐸𝑇𝑜 ∗ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖
= 4,57 * 31
= 141,77
3. Hitung Kelengasan tanah awal (Wo) dengan rumus:
𝑊𝑜+𝑖 = 𝑊𝑜𝑖 + 𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 = 1143,055 + (−13,6)
= 1129,45
9. Hitung Rasio Kelebihan Kelangasan (Excess moist ratio) yaitu suatu nilai m
yang memnunjukkan kelengasan yang berlebih pada tanah yang tidak akan
dapat ditahan pori tanah dan akan masuk menjadi tampungan air atau
mengalir menuju sungai/saluran dengan syarat sebagai berikut:
Data debit andalan untuk 75%, 80%, dan 90% dicari dengan
menggunakan interpolasi dari dua data yang mengapit nilai
probabilitas tersebut, pada laporan tugas besar ini digunakan
fungsi FORECAST pada Microsoft Excel, hasilnya adalah sebagai
berikut:
Tabel 3. 30 Debit Andalan Probabilitas
3.5.3 Analisis
Debit sintetis dan debit observasi tahun 2000 dan 20001 memiliki nilai
koreksi yang tidak mencapai syarat 90% yakni sebesar 84% dan 53%, hal
ini dapat dikarenakan sebab seperti berikut :
• Jarak antara stasiun hujan dan lokasi sungai tinjauan yang terlalu
jauh. Misalnya seperti jarak antara stasiun hujan pangalengan
dengan stasiun geofisika bandung memiliki jarak kurang lebih 50
km. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan suhu, kelembapan yang
mempengaruhi nilai evapotranspirasi dan pada akhirnya
mempengaruhi nilai korelasi menjadi semakin kecil.
LAMPIRAN