Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA DAN HIDROLIKA ALIRAN

TERTUTUP, PINTU SORONG, AMBANG TAJAM, AMBANG LEBAR DAN


CURRENT METER

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL S1

DISUSUN OLEH :

KELOMPO K 18

Riska Erviani 2030111021


Abila Nuranie 2030111033
Tito Berlianto Alam 2030111047
Rafi Ikmaludin Musyaffa 2030111050
Wafiqwilyjanuar 2030111052

Tanggal Praktikum : 26 Desember 2021

LABORATORIUM PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
TAHUN 2022
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
KOTA SUKABUMI
2022

LEMBAR PENGESAHAN

“Laporan Praktikum Mekanika Fluida Hidrolika ” ini telah di periksa, disetujui dan disahkan
oleh dosen sebagai tugas mata kuliah Mekanika Fluida Hidrolika program studi Teknik Sipil
Universitas Muahammadiyah Sukabumi.

Diajukan oleh :
Kelompok 18 – Semester 3

Riska Erviani 2030111021


Abila Nuranie 2030111033
Tito Berlianto Alam 2030111047
Rafi Ikmaludin Musyaffa 2030111050
Wafiqwilyjanuar 2030111052

Sukabumi, 27 Januari 2022

Telah di baca dan disetujui oleh,


Dosen pengampu

TAHADJUDDIN, S.T.,Sp.I.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan
karunianya dalam penyusunan laporan Praktikum Mekanika Fluida dan Hidrolika ini. Laporan
praktikum ini merupakan syarat wajib dalam menyelesaikan tugas Mata Kuliah Mekanika
Fluida dan Hidrolika.
Ada kebahagiaan tersendiri jika keiatan pelaporan ini bisa selesai dengan hasil yang
baik. Dengan keterbatasan penyusun dalam membuat laporan, maka cukup banyak hambatan
yang penyusun twmui dilapangan. Dan pada akhirnya laporan ini bisa diselesaikan dengan baik
tentulah karena bantuan dan dukungan dari banyak pihak terkait.
Untuk itu penyusun sampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu. Diantaranya :
1. Dosen Pengampu Mata Kuliah Mekanika Fluida dan Hidrolika.
2. Orang tua yang selalu mendukung dalam berbagai aktivitas setiap saat.
3. Teman satu kelompok dan seangkatan yang selalu kompak dan berkolaborasi dalam
pengerjaan Laporan Praktikum Mekanika Fluida dan Hiddrolika ini.
Tak ada yang bisa penyusun berikan selain doa dan rasa terima kasih yang tulus kepada
para pendukung. Namun tidak lupa juga masukan yang bergujna berupa saran atau kritik dari
para pembaca sangat diharapkan oleh penyusun. Penyusun berharap bahwa Laporan Praktikum
Mekanika Fluida dan Hidrolika ini akan sangat bermanfaat bagi siapa saja yang membaca dan
menambah pengetahuan bagi kita semua.

Sukabumi, 27 Januari 2022

Penyusun

iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii

DAFTAR ISI............................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ..................................................................................... 1
1.3 Waktu dan Tempat Praktikum...................................................................... 1
BAB II DASAR TEORI
2.1 Aliran Dalam Pipa ...................................................................................... 2
2.1.1 Teori Dalam Rumus .............................................................................. 2
2.1.2 Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Mayor Losses .................................... 2
2.1.3 Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Fitting (Katub ; Kran) ....................... 5
2.2 Pintu Sorong................................................................................................. 6
2.2.1 Debit Aliran (Q) ................................................................................... 6
2.2.2 Debit Teori Pada Pintu Sorong .............................................................. 7
2.2.3 Gaya Yang Bekerja Pada Pintu Sorong ................................................. 8
2.2.4 Air Loncat (Hydraulic Jump) ............................................................... 8
2.3 Ambang Lebar Dan Tajam ......................................................................... 10
2.3.1 Ambang Lebar ................................................................................... 10
2.3.2 Ambang Tajam…………………………………………………………11
2.4 Pengukuran Debit ...................................................................................... 13
2.4.1 Current Meter ..................................................................................... 13
2.4.2 Cipoleti ............................................................................................... 14
2.4.3 Thompson ........................................................................................... 15
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Aliran Dalam Pipa ..................................................................................... 17
3.1.1 Prosedur Percobaan………………………………………………….…17
3.1.2 Data Pemeriksaan Uji……………………………………………….….17
3.1.3 Analisi Data Aliran Dalam Pipa……………………………………………18
3.1.4 Profil Piezometer……………………………………………………….22

iv
3.2 Ambang……………………………………………………………………22
3.2.1 Prosedur Percobaan……………………………………………………22
3.2.2 Ambang Tajam………………………………………………………...22
3.2.2.1 Data Pemeriksaan Uji………………………………………………22
3.2.2.2 Analisa Data Ambang Tajam……………………………………....23
3.2.2.3 Hasil Profil Muka Air Dan Dan Loncatan Air……………………..24
3.2.3 Ambang Lebar…………………………………………………………24
3.2.3.1 Data Pemeriksaan Uji………………………………………………24
3.2.3.2 Analisa Data Ambang Tajam………………………………………24
3.2.3.3 Hasil Profil Muka Air Dan Dan Loncatan Air……………………...25
3.3 Pintu Sorong………………………………………………………………...26
3.3.1 Prosedur Percobaan……………………………………………………26
3.3.2 Data Pemeriksaan Uji………………………………………………….26
3.3.3 Analisi Data Aliran Pintu Sorong……………………………………...26
3.3.4 Profil Piezometer………………………………………………………31
3.4 Pengukran Debit ……………………………………………………………31
3.4.1 Prosedur Percobaan…………………………………………………….31
3.4.2 Pengukuran Debit Dengan Metode Currrent Meter……………………31
3.4.3 Pengukuran Debit Dengan Metode Thompson………………………...31
3.4.4 Pengukuran Debit Dengan Metode Thompson………………………..32
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................................... 33
LAMPIRAN ........................................................................................................... 34

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu aliran selalu memiliki energi dengan kata lain bahwa setiap fluida yang
mengalir memiliki energi tertentu, dan pada saat aliran tersebut mengalir dalam pipa,
energi total yang dimilikinya berkurang atau hilang, hal ini dinyatakan dalam kerugian
tinggi tekan. Kehilangan atau kerugian tinggi tekan terbagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Mayor Losses, yaitu kehilangan tinggi tekan akibat gesekan (friksi) antara aliran
air dengan dinding dalam pipa.
b. Minor Losses, yaitu kehilangan tinggi tekan akibat dari gangguan atau kejadian
lokal seperti pengaruh bentuk pipa (geometrik), misalnya : belokan antar pipa, siku,
sambungan pipa, katup, pembesaran maupun penyempitan penampang pipa.
1.2 Maksud Dan Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk :
a. Menentukan kehilangan energi dan kehilangan tinggi tekanan pada aliran dalam pipa.
b. Menentukan profil muka air dan loncatan air akibat ambang tajam, ambang lebar dan
pintu sorong.
c. Mengukur debit dan kecepatan arus air menggunakan alat current meter.
d. Mengukur debit dengan menggunakan metode cipoleti dan Thompson.
1.3 Waktu Dan Tempat Praktikum
Praktikum Mekanika Fluida dan Hidrolika
Tempat : Lab. Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Sukabumi
Waktu : 26 Desember 2021

1
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Aliran Dalam Pipa
2.1.1 Teori Dalam Rumus
Energi aliran biasanya dinyatakan dalam :

E = W4 . H ( N.m = Joule)
Dimana : W = Berat air ( Newton)
H = Tinggi (m)
Sehingga : WE H Energi persatuan berat
Selanjutnya energi aliran dinyatakan dalam tinggi energi (=H) dan bisa juga dinyatakan
bahwa E = H = artinya tinggi energi.
Persamaan energi adalah perbandingan energi aliran dari section pertama dengan
section kedua.

E1= E2+ H

Dimana : H = Kehilangan Energi (loss energi)


garis energi

as pipa

bid. datum Z
Z1
Persamaan energi : 2 E1=E2+ H

2.1.2 Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Mayor Losses


Perhitungan aliran di dalam pipa pada umumnya memakai persamaan
DarcyWeisbach,

𝐿 𝑉2
ℎ𝐹 = 𝑓
𝐷 2𝑔

2
Keterangan :

ℎ𝐹 = Kehilangan ata kerigian tinggi tekan akibat gesekan (cm)

𝑓 = Koefisien gesek

L = Panjang Pipa (cm)

D = Diameter Pipa (cm)

V = Kecepatan (cm/s)

g = Percepatan gravitasi (9,81 cm/𝑠 2 )


piezometer

aliran pada pipa lurus

Dari keterangan diatas diketahui bahwa hfialah kehilangan tinggi tekan, dalam Panjang
pipa L, yang mempunyai garis tengah dalam D, dan kecepatan

rata-rata V. Faktor gesekan f ialah suatu faktor tanpa dimensi yang diperlukan untuk membuat
persamaan tersebut menjadi harga kehilangan atau kerugian yang benar. Semua besaran dalam
persamaan harga kehilangan atau kerugian yang benar. Semua besaran dalam persamaan
tcsebut kecuali f dapat diukur secara eksperimental. Adapun bilangan Reynold dapat
didefinikan sebagai berikut :

𝑣 𝜌𝐷𝑉
𝑅𝑒 = =
𝜇/𝜌𝐷 𝜇

Dimana : v = kecepatan rata-rata (m/dtk)

D = garis tengah pipa bagian dalam (m)


𝜌
V = kekentalan kinematik fluida ( = ⁄𝜇 = 𝑚2 /𝑑𝑡𝑘 )

𝜌 = kerapatan massa fluida (𝑘𝑔3 /𝑚3 )

𝜇 = kekentalan mutlak (Pa.dtk)

Faktor gesekan f dapat diturunkan secara matematis menjadi :

3
a). Aliran laminer (Re < 2000) □ f = 64/Re

b). Aliran turbulen (Re > 4000) 𝑓 = 0.316/𝑅𝑒 −0,25 , persamaan Blassius.

Selanjutnya dicari hubungan f dengan Re pada Diagram Moody untuk menentukan


kesesuaian pengukuran yang dilakukan,

Pipa Ekspansi tiba-tiba

Terjadinya perubahan geometrik penampang Pipa (dalam hal ini pelebaran) mengakibatkan
energi aliran berkurang. Hal ini terlihat dari perbedaan ketinggian piezometer ukur yang
mengalami penurunan. Selanjutnya kehilangan tinggi tekan akibat ekspansi tiba-tiba ini dapat
dihitung dengan persamaan :
𝑉2
∆𝐻𝑒 = 𝐾𝑒 .
2𝑔

Dimana :

∆H = perbedaan tinggi tekan piezometer

e = koefisien kehilangan tinggi tekan.

V1 = kecepatan aliran penampang 1 ( pipa kecil)

g = percepatan gravitasi

Jelaslah bahwa kehilangan tinggi tekan sebanding dengan kuadrat kecepatan. Suatu cara
untuk m3mpermudah dalam menyatakan kerugian kecil dalam aliran adalah dengan sarana
koefisien k, yang biasanya ditentukan dengan eksperimen.

1. Akibat Penyempitan mendadak (kontmksi tiba•tiba). Sama halnya dengan pelebaran


penampang pipa maka penyempitan (kontraksi) pun mengalami kehilangan energi.
Perbedaan ketinggian yang ditunjukkan piezometer pada pengukuran kontraksi ini
membuktikan adanya penurunan dari hulu ke hilir aliran. Kehilangan tinggi tekan
akibat kontraksi tiba-tiba ini dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Persamaannya dapat ditulis:

4
𝑉2
∆𝐻𝑐 = 𝑘𝑐. 2𝑔

Dimana Cc = Koefisien penyempitan (kontraksi).


2. Akibat tikungan tiba-tiba.

Tikungan pipa Tinjauan kehilangan tinggi tekan


a. Kehilangan tinggi tekan akibat gesekan dalam pipa di tikungan (□Ht) dengan koefisien
kehilangan tinggi tekan (Kt).

b. Kehilangan tinggi tekan akibat gesekan sepanjang pipa ditikungan


(□Hf) □Ht- tf = □Htf
Secara umum rumus kehilangan tinngi tekan adalah
𝑉2
∆𝐻𝑡 = 𝐾𝑡 .
2𝑔
Dimana :
∆𝐻𝑡 = kehilangan tinggi tekan (cm)
𝐾𝑡 = koefisien kehilangan tinggi tekan
V = kecepatan aliran (cm/s)
g = percepatan gravitasi (9,81 cm/𝑠 2 )

2.1.3 Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Fitting (Katub ; Kran)

Kehilangan tinggi tekan akibat katub ( Hkatub) dapat ditentukan dari selisih
ketinggian air pada pembacaan piezometer.
V2
HG
K G . 2g Globe valve
V2
Hg
K g . 2g gate valve

Dalam hal ini kehilangan tinggi tekan akibat katub (globe valve dan gate valve) dapat
ditentukan dengan melakukan penutupan kran tetapi tidak sampai 100% tertutup.

5
2.2 Pimtu Sorong
Pintu sorong adalah sekat yang dapat di atur bukaannya. Aliran setelah pintung
sorong mengalami perubahan kondisi dari superkritis. Ke suatu tempat lebih ke hilir saluran
terjadi peristiwa yang dinamakan loncatan hidrolis (hydraulic jump). Tinggi loncatan
hidrolis tergantung pada kecepatan, debit air yang mengalir, kemiringan dasar saluran serta
kekasaran saluran. Sampai ujung hilir saluran peluncur biasanya dibuat suatu bangunan
yang di sebut peredam energi pencegah gerusan untuk mereduksi energi yang terdapat di
dalam aliran tersebut. Secara fisik, pintu sorong dapat digambarkan sebagai berikut.

Profil Aliran pada Pintu Sorong dan Air Loncat Sumber:

2.2.1 Debit Aliran (Q)

Debit aliran adalah jumlah air yang mengalir dalam satuan volume per waktu. Fungsi
dari pengukuran debit aliran adalah untuk mengetahui seberapa banyak air yang mengalir
pada suatu sungai dan seberapa cepat air tersebut mengalir dalam waktu satu detik.
Berdasarkan penerapan prinsip kekekalan energi, impuls-momentum (kekekalan
massa), serta dengan asumsi terjadi kehilangan energi, dapat diterapkan persamaan
Bernoulli untuk menghitung besar debit berdasarkan tinggi muka air sebelum dan pada saat
kontraksi. Besarnya debit aliran (Q) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:
1
Q = 64,0988 π (Δ 2 ) (cm3 /s) (2.1)

Di mana:
Q = Debit Aliran (cm3/s)
π = 3,140
∆H = Selisih Pembacaan Manometer

6
2.2.2 Debit Teori pada Pintu Sorong

Profil Aliran pada Pintu Sorong

Besarnya debit teori (Bernoulli) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
b 2 g
y1 y0

Qt = (2.2)
y1
1
y0

Debit Aktual (Qa) diperoleh dengan memasukkan harga koefisien kecepatan (Cv) dan
koefisien kontraksi (Cc) ke dalam persamaan (2.2), sehingga persamaan tersebut
menjadi:

y1
Cc = yg (2.3)
Qa
Cv = Q t (2.4)
Di mana:
g : Percepatan gravitasi = 9,810 cm/s2
b : Lebar saluran = 9,700 cm

Di mana:
g : Percepatan gravitasi = 9,810 cm/s2
b : Lebar saluran = 9,700 cm

7
2.2.3 Gaya yang Bekerja pada Pintu Sorong

Distribusi Gaya yang Bekerja pada Pintu Sorong

Gaya dorong yang bekerja pada pintu sorong akibat tekanan hidrostatis dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Fh = 0,5 ρ g (y0 yg)2 (2.5)
H =y0 yg
Gaya dorong lainnya yang bekerja pada pintu sorong dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:

2 2
0,5 ρ g 2 y0 1 ρ Qa 1 y1
y
Fg = 1 2 2 (2.6)
y1 b y1 y0

Di mana:
g: Percepatan gravitasi = 981,000 cm/s 2
b : Lebar saluran = 9,700 cm

2.2.4 Air Loncat (Hydraulic Jump)


Aliran pada pintu sorong adalah aliran tak mantap (unsteady flow) yang berubah
tiba-tiba sehingga muka air dari subkritis menjadi superkritis. Aliran yang keluar dari pintu
biasanya memiliki kecepatan tinggi yang dapat mengikis dasar saluran ke arah hilir.
Perhitungan yang digunakan pada air loncat adalah sebagai berikut:
1. Bilangan Froude

8
Bilangan Froude adalah bilangan tak bersatuan yang digunakan untuk mengukur
resistensi dari sebuah benda yang bergerak melalui air dan membandingkan benda-benda
dengan ukuran yang berbeda-beda.
v
Fra =
g y
(2.7)
Di mana:
v : Kecepatan aliran
y : Tinggi aliran
2. Kedalaman di hulu (ya) dan hilir (yb) air loncat memiliki hubungan sebagai berikut:

1
yb 2
= 1 8 Fr 1
2
y a
a
3. Energi spesifik (2.8)
Energi spesifik Di mana: dalam suatu penampang
saluran dinyatakan sebagai energi air per satuan berat pada setiap penampang saluran,
diperhitungkan terhadap dasar saluran. Saluran dengan kemiringan kecil dan tidak ada
kemiringan dalam aliran airnya (α 1) , maka energi spesifik dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:

Q2
E =y (2.9)
2
2gA
Di mana:
E: Energi spesifik pada suatu titik tinjau (cm)
y : Kedalaman air dititik ditinjau (cm)
Q : Debit aliran (cm3/s)
g: Percepatan gravitasi (cm2/s)
A : Luas permukaan basah (cm2
Energi spesifik tertentu terdapat dua kemungkinan kedalaman, misalnya ya dan yb.
Kedalaman hilir disebut alternate depth dari kedalaman hulu dan begitu juga sebaliknya.
Keadaan kritis kedua kedalaman tersebut seolah menyatu dan dikenal sebagai kedalaman

kritis (yc
Kedalaman air loncat sebelum loncatan selalu lebih kecil dari pada setelah loncatan.
Energi spesifik pada kedalaman awal ya lebih besar dari pada energi spesifik pada yb.

Perbedaan besarnya energi merupakan suatu kehilangan energi (ΔE yang sebanding dengan

9
penurunan tinggi muka air (Δh). Kehilangan energi disebabkan oleh gesekan fluida dengan
dinding pipa dan adanya perubahan penampang pipa, perubahan arah aliran pada pipa dan
belokan pipa. Kehilangan energi dapat dihitung dengan persamaan:
yb ya
3
(2.10)
Δh =
4 ya yb

2.3 Ambang Lebar dan Tajam


2.3.1 Ambang Lebar
Peluap disebut ambang lebar apabila B>0,4 hu, dengan B adalah lebar peluap, dan hu adalah
tinggi peluap.

Aliran diatas ambang lebar


Keterangan :
Q = debit aliran (m³/dt)
𝑣²
H = tinggi tekanan total hulu ambang = Yo + 2.𝑔
P = tinggi ambang (m)
Yo = kedalaman hulu ambang (m)
Yc = tinggi muka air di atas hulu ambang (m)
Yt = tinggi muka air setelah hulu ambang (m)
hu = tinggi muka air di atas hilir ambang =Yo−P (m)
Ambang merupakan salah satu kontruksi pengukur debit. Debit aliran yang terjadi pada
ambang lebar dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Q = Cd∗ b∗ (h3 3/2) . . . . . . . . . . . . (2.1)


Keterangan :
Q = debit aliran (m³/dt)
h = tinggi total hulu ambang (m)
Cd = koefisien debit
b = lebar ambang (m)
debit aliran juga dapat dihitung dengan :
3
2
Q = 𝐶𝑑 ∗ 𝐶𝑣 ∗ 𝑏 ∗ ℎ𝑢 . . . . . . . . . . . (2.2)
Keterangan :
Q = debit aliran (m³/dt)
hu = tinggi muka air hulu ambang (m)

10
Cd = koefesien debit
Cv = koefesien kecepatan
b = lebar ambang (m)

Dengan adanya ambang, akan terjadi efek pembendungan di sebelah hulu


ambang. Efek ini dapat dilihat dari naiknya permukaan air bila dibandingkan dengan sebelum
dipasang ambang. Dengan demikian, pada penerapan di lapangan harus di antisipasi
kemungkinan banji di hulu ambang.
Secara teori naiknya permukaan air ini merupakan gejala alam dari aliran
dimana untuk memperoleh aliran air yang stabil, maka air akan mengalir dengan kondisi aliran
subkritik, karena aliran jenis ini tidak akan menimbulkan gerusan (erosi) pada permukaan
saluran.
Pada saat melewati ambang biasanya aliran akan berperilaku sebagai aliran kritik,
selanjutnya aliran akan mencari posisi stabil. Pada kondisi tertentu misalkan dengan adanya
terjunan atau kemiringan saluran yang cukup besar, setelah melawati ambang aliran dapat pula
berlaku sebagai aliran super kritik.
Pada penerapan di lapangan apabila kondisi super kritik ini terjadi maka akan sangat
membahayakan, dimana dasar tebing saluran akan tergerus. Strategi penanganan tersebut
diantaranya dengan membuat peredam energy aliran, misalnya dengan memasang lantai beton
atau batu-batu cukup besar di hilir ambang.
Tingkat kekritikan aliran tersebut dapat ditentukan dengan mencari bilangan Froud
dengan persamaan :
𝑣
𝐹= . . . . . . . . (2.3)
√𝑔.D

Keterangan :

F = angka froud ( froud number)

D = kedalaman aliran (m)


Dimana jika :
F<1 disebut aliran subkritik
F=1 disebut aliran kritik
F>1 disebut aliran super kritik
2.3.2 Ambang Tajam

Rumus :
Untuk rectangular sharp crested weir, berlaku formula sebagai berikut :

11
2 3⁄
𝑄 = 3 . 𝐶𝑑. 𝑏√2. 𝑔 . ℎ 2 . . . . . . . . (4)
𝑄
𝐶𝑑 = 2 3 . . . . . . . . . . . . . . (5)
.𝑏.√2,𝑔,ℎ ⁄2
3
Jika ambang tajam pada seluruh lebar saluran maka koefesien debit (Cd )adalah sama
dengan:

𝐶𝑑 = 0,602 + 0,05 . 𝑝 . . . . . . . . . . . . . . . . (6)

Dimana :
h = tinggi peluapan di sebelah hulu ambang tajam
p = tinggi ambang tipis dari dasar
Menghitung Koefesien Kecepatan (Cv)
𝑄
Cv = 3
1.704.𝐶𝑑 .𝑏 .ℎ𝑤 ⁄2

Geometri aliran yang dipengaruhi oleh aliran hulu.


Menentukan Debit Aliran Aktual (Qact)
Persamaan Bernoulli
E1 = E2
P1 V1 ² P2 V2 ²
Z1 + + = + + Z2
γair 2g γair 2g
Karena saluran horizontal maka Z1=Z2
P1 −P2 V2²−V1 ²
= . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1)
γair 2g

Hukum Kontinuitas
A1 V1 = A2 . V2
A2 . V2
V1 =
A1
(0,25.3,14d2 2 . V2 )
=
(0,25 . 3,14 . d1 ²)
d2 4 .V2 2
V1 ² = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2)
d1 4

Subtitusikan persamaan (2) ke dalam persamaan (1) :


d 4. V 2
V2 2 − 2 4 2
P1 −P2 d 1
=
γair 2g

d 4
V22 (1− 2 ⁄ 4)
P1 −P2 .d1
= . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3)
γair 2g

Dalam kondisi keseimbangan didapat :


P1 + γair (∆H + y) = P2 + γair . y + γHg . ∆H
P1 + γair . ∆H + γair . y = P2 + γair . y + γHg . ∆H

12
P1 + γair . ∆H = P2 + γHg . ∆H
P1 P2 γHg
+ ∆H = + ∆H
γair γair γair
P1 P2 γHg ∆H
− = − ∆H
γair γair γair
P1 − P2 (γHg − γair )∆H
=
γair γair
P1 −P2
= ∆H(γHg − γair ) ; dimana γHg = 13,6 ; γair = 1
γair
P1 −P2
= 12,6 ∆H. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (4)
γair

25,2∆𝐻. 𝑔
V2 2 =
d2 4
(1 − ⁄ 4)
d1
(0,25.3,14.d2 2 . (25,2.∆H.g)½)
Q = A2 . V2 Q = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (5)
(1−d2 4 /d1 4 )½

Dari data diketahui :


d1 = 3,14 cm
d2 = 2,00 cm
g = 981 cm/det2
maka persamaan (1) menjadi :
𝐐𝐚𝐜𝐭 = 𝟐𝟓𝟑, 𝟕𝟕𝟑√∆𝑯
(penentuan nilai koefesien C saluran lihat pada lampiran)
Dimana : Q = Debit sebenarnya yang melewati ambang (cm³/det)
∆H = Selisih tinggi air raksa pada manometer (cmHg)

2.4 Pengukuran Debit


2.4.1 Curent Meter
1. Perhitungan Debit
Untuk perhitungan debit pengaliran dalam percobaan ini dilakukan dengan dua cara,
yaitu :
a) Pengukuran Langsung
Pengukuran kecepatan aliran yang langsung dilakukan di lapangan dengan
menggunakan alat ukur Current Meter. Adapun rumus yang digunakan :
Q = V. A − (m3 /det) . . . . . . . . . . . . . . . . (1.1)
Dimana :
V = Kecepatan aliran dengan menggunakan alat ukur Current Meter(m/det)

13
l. = Luas penampang (m2 )

b) Pengukuran tidak langsung


Rumus yang digunakan untuk pengukuran kecepatan aliran tidak langsung di
lapangan adalah sebagai berikut :
Q = V. A (m3/det) . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1.2)
2. Perhitungan tidak langsung
Current meter adalah salah satu alat pengukur kecepatan arus yang memberikan tingkat
ketelitian yang yang cukup tinggi. Adapun rumus umum kecepatan current meter
adalah :
V = a. N + b (m3/det) . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1.3)
Pengukuran dengan Current Meter tidak dapat dilakukan di sembarang tempat untuk
mendapatkan ketelitian yang tepat, maka lokasi pengukuran harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
a) Mempunyai pola aliran yang seragam dan mendekati jenis aliran subkritis,
kecepatan aliran tidak terlalu lambat atau terlalu cepat. Pengukuran yang baik pada
lokasi yang mempunyai aliran mulai dari 0,2 m/det sampai 2,5 m/det.
b) Tidak terkena pengaruh peninggian muka air dan aliran lebar.
Penentuan jumlah titik pengukuran kecepatan aliran di tiap titik vertikal,
dilakukan dengan metode pendekatan matematis. Pendekatan matematis yang
dimaksud disini adalah distribusi kecepatan aliran pada sebuah vertikal dianggap
berbentuk kurva parabolis, eliptis atau bentuk lain dimana aliran rata-rata di sebuah
vertikal hanya di ukur di beberapa titik kemudian di hitung hasilnya secara aritmetik.
2.4.2 Cipoleti
Alat Ukur Debit Cipoletti adalah suatu alat ukur debit berdasarkan peluapan sempurna
dengan ambang tipis. Alat ukur debit ini digunakan untuk mengukur debit saluran yang tidak
begitu besar, dan biasa dipakai di pegunungan dimana tanah mempunyai kemiringan yang
cukup besar (Yuwono, 1998).
Alat ukur cipoletti juga merupakan penyempurnaan alat ukur ambang tajam
yang dikontraksi sepenuhnya. Alat ukur cipoletti mempunyai potongan pengontrol trapesium,
mercunya horizontal dan sisi-sisinya miring ke samping. Prinsip kerja bangunan ukur
Cipoletti di saluran terbuka adalah menciptakan aliran kritis, Pada aliran kritis, energi spesifik
pada nilai minimum sehingga ada hubungan tunggal antara head dan debit. Dengan kata lain
Q hanya merupakan fungsi H saja.

14
Rumus umum yang menghubungkan ketinggian muka air (h) dan debit (Q) untuk alat
ukur ambang Cipoletti adalah sebagai berikut :
2 3
𝑄= . 𝐶𝑑 . 𝑏. ℎ ⁄2 √2. g
3
Keterangan rumus :
Q = debit air (m3/det)
Cd = koefesien drag
b = lebar ambang (m)
h = tinggi muka air (h)
g = gravitasi (9,8 m/s2)
Aliran air permukaan bebas terjadi kontraksi aliran di muka ambang tajam sehingga Cd
= 0,63 maka persamaan alat ukur Cipoletti menjadi :
𝑄 = 0,42. 𝑏. ℎ√2. g ℎ
3⁄
𝑄 = 1,86. 𝑏. ℎ 2

Q = 1,86 .b.h3/2

2.4.3 Thompson
Alat ukur ini berbentuk segitiga sama kaki terbalik, dengan sudut puncak di bawah. Sudut
puncak dapat merupakan sudut siku atau sudut lain, misalnya 60° atau 30°. Alat ukur
Thompson sering digunakan untuk mengukur debit-debit yang kecil yaitu sekitar 200 lt/detik.
Ambang pada alat ukur thompson merupakan suatu pelimpah sempurna yang melewati ambang
tipis
Sekat Thompson (V-notch) adalah nama yang terkenal di PDAM, khususnya di kalangan
operator yang bertanggung jawab atas kelancaran pasokan air, mulai dari sumber air baku
(intake, broncaptering), transmisi (unit bak pelepas tekanan, BPT), serta instalasi pengolahan
air (sedimentasi, kanal). Sebagai alat ukur, sekat Thompson sangat dibutuhkan untuk
mengetahui perkiraan debit air yang akan dan sudah diolah (Kurniawan, 2014).
Berdasarkan pada bentuk puncak peluap biasa berupa ambang tipis maupun lebar. peluap
biasa disebut ambang tipis bila tebal peluap t < 0,5 H dan disebut ambang lebar. Apabila 0,5 H
< t < 0,66 H keadaan aliran adalah tidak stabil dimana dapat terjadi kondisi aliran air melalui
peluap ambang tipis atau ambang lebar.
Gambar dibawah ini menunjukkan peluap segitiga, dimana air mengalir di atas peluap
tersebut, tinggi peluapan adalah H dan sudut peluap segitiga adalah α Dari gambar tersebut
lebar muka air adalah:

15
Total head line
h
H
H H0

α
P b

B = 2 H Tg /2
Dengan menggunakan persamaan deferensial dan integrasi didapat suatu rumus
persamaan untuk mencari nilai debit pada alat ukur peluap segitiga, adapun persamaan tersebut
adalah :
8 
Q  Cd . tan .h5 / 2 2.g
15 2
Apabila sudut  = 90°, Cd = 0,6 dan percepatan grafitasi = 9,81 m²/d maka ,debitnya
Q = 1,417 H5/2

16
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Aliran Dalam Pipa
3.1.1 Prosedur Percobaan
1. Siapkan dan periksa semua peralatan yang akan dilakukan pengujiannya.
2. Alirkan air ke dalam pipa dengan menyalakan pompa. Keran buang pada pipa
tertutup dan keran pada pipa (globe dan gate valve) dibuka penuh.
3. Pastikan tidak ada udara terjebak di semua piezometer. Bila ada hilangkan udara
tersebut dengan mengatur keran buang pada pipa secara perlahan hingga tidak
ada lagi udara terjebak.
4. Setelah keadaan konstan catatlah semua piezometer sebagai ho (harus sama).
5. Pembacaan pada piezometer siap dilakukan :
a. Buka kran 1/3 total bukaan dan ketinggian piezometer berubah.
b. Ukurlah debit yang mengalir (Q) dengan cara menampung air pada gelas
ukur sebagai volume (V) sambil dicatat selang waktu pengamatan dengan
alat stop watch ( lakukan sebanyak 3 kali percobaan dan dirata-ratakan).
c. Baca dan ukur ketinggian air pada setiap pipa piezometer.

6. Langkah yang sama dilakukan untuk bukaan kran 2/3 dan bukaan
penuh (lakukan masing-masing sebanyak 3 kali percobaan).
7. Selanjutnya pembacaan piezometer akibat penutupan katub globe valve :
a. Tutuplah globe valve 1/3 kemudian ukur debit aliran dengan gelas
ukur dan tentukan waktu pengamatannya (masing-masing 3 kali
percobaan).
b. Catatlah pembacaan pada piezometer globe valve saja.
c. Lakukan juga untuk penutupan kran 2/3.
8. Bukalah kembali globe valve hingga terbuka penuh.
9. Lakukan langkah no 7 untuk katub gate valve berikut pembacaannya.

3.1.2 Data Pemeriksaan Uji


1. Debit menggunakan gelas ukur dan stopwatch.

debit debit
percobaan waktu
(L/detik) rata-rata
1 5,69 0,1757
2 5,44 0,1838 0,1805
3 5,5 0,1818

17
2. Elevasi pada piezometer

no 1 2 3 4 5 6 7 8 9
elevasi (cm) 49,5 48 46,5 46 46,5 47 47 46,5 46

no 10 11 12 13 14 15 16 17 18
elevasi (cm) 45 37,5 37 36,5 30,5 30,5 28,5 25 23

3.1.3 Analisa Data Aliran Dalam Pipa


Perhitungan aliran dalam pipa 0,5 cm
Pengukuran Perhitungan
No.
Percobaan L gelas T D V Q V hL
2 Re y
ukur (detik) (cm) (m/det) (m/det) (m /det) (m)
1 0,001 5,69 3,2 0,008 0,00141 0,01136
2 0,001 5,44 3,2 0,008 0,00148 0,01188 0,123 1,29 1
3 0,001 5,5 3,2 0,008 0,00146 0,01175
L = 200 f=1 v = 0,02

Analisa Perhitungan :
1. Volume air (V)
1
𝑉 = 4 𝜋𝑑 2 . 𝐿 𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟
1
𝑉 = 4 𝑥 3,14 𝑥 3,22 x 0,001

𝑉 = 0,01136

2. Debit (Q)
𝑄 = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒/𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
𝑄 = 0,008 / 5,69 = 0,00141
𝑄 = 0,008 / 5,44 = 0,00148
𝑄 = 0,008 / 5,5 = 0,00146

3. Kecepatan debit (v)


1
𝑣 = 𝑄⁄(4 𝜋𝑑 2 )
1
𝑣 = 0,00141 / 𝑥 3,14 𝑥 3,22 = 0,01136
4

18
1
𝑣 = 0,00148 / 𝑥 3,14 𝑥 3,22 = 0,01188
4
1
𝑣 = 0,00146 / 𝑥 3,14 𝑥 3,22 = 0,01175
4

4. Menghitung hL
𝐿 ṽ2
ℎ𝐿 = 𝑓 × 𝑑 × 2𝑔
200 0,02
ℎ𝐿 = 1 x x 2 𝑥 9,81 = 0,123
3,2

5. Menghitung Re
𝑣×𝑑
𝑅𝑒 = ṽ
0,008×3,2
𝑅𝑒 = = 1,29
0,02

6. Menghitung γ (Gamma Water)


𝛾= 1

Perhitungan aliran dalam pipa 1 cm


Pengukuran Perhitungan
No.
Percobaan L gelas T D V Q V hL
2 Re y
ukur (detik) (cm) (m/det) (m/det) (m /det) (m)
1 0,001 5,69 6 0,0283 0,00497 0,14036
2 0,001 5,44 6 0,0283 0,00519 0,14681 0,065 8,48 1
3 0,001 5,5 6 0,0283 0,00514 0,14521

Analisa Perhitungan :
1. Volume air (V)
1
𝑉 = 4 𝜋𝑑 2 . 𝐿 𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟
1
𝑉 = 4 𝑥 3,14 𝑥 62 x 0,001

𝑉 = 0,02826

2. Debit (Q)
𝑄 = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒/𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
𝑄 = 0,0283 / 5,69 = 0,00497
𝑄 = 0,0283 / 5,44 = 0,00519
𝑄 = 0,0283 / 5,5 = 0,00514

19
3. Kecepatan debit (v)
1
𝑣 = 𝑄⁄(4 𝜋𝑑 2 )
1
𝑣 = 0,00497/ 𝑥 3,14 𝑥 3,22 = 0,14036
4
1
𝑣 = 0,00519/ 𝑥 3,14 𝑥 3,22 = 0,14681
4
1
𝑣 = 0,00514/ 𝑥 3,14 𝑥 3,22 = 0,14521
4

4. Menghitung hL
𝐿 ṽ2
ℎ𝐿 = 𝑓 × 𝑑 × 2𝑔
200 0,02
ℎ𝐿 = 1 x x 2 𝑥 9,81 = 0,065
6

5. Menghitung Re
𝑣×𝑑
𝑅𝑒 = ṽ
0,0283×3,2
𝑅𝑒 = = 8,48
0,02

6. Menghitung γ (Gamma Water)


𝛾= 1

20
Analisa hasil pengukuran piezometer
ukuran
panjang bentuk jenis
ketinggian kehilangan pipa
no
tinggi pipa
(mm) pipa kehilangan
piezometer tekan / Hf (cm)
1 49,5 200 32 Mayor Loses
2 48 1,5 94 32 Lurus Mayor Loses
Belokan &
3 46,5 1,5 15 32 Mayor Loses
Lurus
4 46 0,5 116 60 Pembesaran Mayor Loses
5 46,5 -0,5 15 60 Lurus Minor Loses
6 47 -0,5 78 60 Belokan Minor Loses
Belokan &
7 47 0,0 60
18 Lurus Minor Loses
8 46,5 0,5 115 60 Pengecilan Mayor Loses
9 46 0,5 15 32 Lurus Mayor Loses
10 45 1,0 55 32 Belokan Mayor Loses
Belokan &
11 37,5 7,5
17 32 Lurus Mayor Loses
12 37 0,5 99 32 Keran 1 Mayor Loses
13 36,5 0,5 23 32 Lurus Mayor Loses
14 30,5 6,0 39 32 Keran 2 Mayor Loses
15 30,5 0,0 13 32 Lurus Minor Loses
16 28,5 2,0 57 32 Belokan Mayor Loses
17 25 3,5 17 32 Belokan Mayor Loses
18 23 2,0 18 32 Keran 3 Mayor Loses

Bentuk aliran dalam piezometer

21
3.1.4 Profil Piezometer

Piezometer
60

50
Tinggi muka air

40

30

20

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nomor Pipa Air

3.2 Ambang
3.2.1 Prosedur Percobaan
1. Mengukur dimensi sekat ambang lebar atau tajam
2. Memasang sekat ambang lebar pada model saluran terbuka dan menempelkan plastisin
pada pinggir sekat ambang lebar atau tajam
3. Menghidupkan pompa air sehingga air mengalir kedalam saluran kemudian mengatur
katup pompa dengan jumlah yang di tentukan
4. Menunggu sampai keadaan air stabil, kemudian mengukur tinggi muka air sebelum
ambang (YO), tinggi muka air diatas ambang (hw), pada hulu(Hw), dan mengukur
tinggi muka air pada jarak 5cm hingga 50cm.
5. Mengukur jarak dari depan ambang hingga loncatan pertama (L1) jarak antara loncatan
pertama dan loncatan kedua (L2)
6. Mungukur tinggi muka air pada bagian hilir loncatan pertama (Y1) dan loncatan kedua
(Y2). Kemudian mengukur tinggi muka air pada setiap jarak 5cm hingga 50cm.

3.2.2 Ambang Tajam


3.2.2.1 Data Pemeriksaan Uji
Debit Q y0 y1 y2 Hw Hw LI B
3
Sketsa
(cm /det) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
0,003
0,004 4,00 5,00 5,50 16,6 3,1 87 16,6
0,001

22
Kecepatan
Luas Penampang Pada Titik CW HW/L HW/P BMB CV
A1 3,25 V1 0,008
A2 2,38 V2 0,006 0,006 0,035632
A3 0,06 V3 0,025 0,1 0,71 0,00038

3.2.2.2 Analisa Data Ambang Tajam


Diketahui :
L = 92 y0 = 13,5
B = 19,7 y1 = 5,5
P = 10,5 y2 =6
Hw = 13,2
Hw = 1,1
a. Menghitung Debit
Q1 = m3/s
Q2 = m3/s
Q3 = m3/s
𝑄1 +𝑄2 +𝑄3
Q rata-rata = = m3/s
3

b. Menghitung Luas Penampang


A0 = B x y0 = 19,7 x 13,5 = 265,95 = 2,6 m
A1 = B x y1 =
A2 = B x y2 =
c. Menghitung Kecepatan pada Suatu Titik
𝐐
V0 = 𝐀 = m2/s
𝟎

𝐐
V1 = 𝐀 = m2/s
𝟏

𝐐
V2 = 𝐀 = m2/s
𝟐

d. Menghitung Cw
𝑸 𝟎,𝟓
Cw = 𝑩. = 𝟏𝟗,𝟕 x 𝟏,𝟏
𝒉𝒘. √𝟐. 𝒈. (𝑯𝒘−𝒉𝒘) √𝟐 x 𝟗,𝟖(𝟏𝟑,𝟐−𝟏,𝟏)

= 0,001

23
3.2.2.3 Hasil Profil Muka Air Dan Loncatan Air

AMBANG TAJAM
15

10

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400

3.2.3 Ambang Lebar


3.2.3.1 Data Pemeriksaan Uji
Debit Q y0 y1 y2 Hw Hw LI B
3
Sketsa
(cm /det) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
0,015
1,011 7,25 4,75 5,25
0,015 16,6 2,7 82 19,8

Kecepatan
Luas Penampang Pada Titik CW HW/L HW/P BMB CV
A1 2,54 V1 0,0006
A2 2,32 V2 0,016
A3 0,089 V3 0,008 0,0000032 0,21 0,23 0,72 0,0002

3.2.3.2 Anailsa Data Ambang Lebar


Diketahui :
L = 82 y0 = 13,9
B = 19,7 y1 = 6,1
P = 11 y2 = 7,5
Hw = 2,6
a. Menghitung Debit
Q1 = 0,003 m3/s
Q2 = 0,001 m3/s
Q3 = 0,001 m3/s

𝐐𝟏+𝐐𝟐+𝐐𝟑
Q rata-rata = = 0,002 m3/s
𝟑

b. Menghitung luas penampang

24
A0 = B x y0 = 19,7 x 13,9 = 273,83 = 2,7 m
A1 = B x y1 = 19,7 x 6,1 = 120,17 = 1,2 m
A2 = B x y2 = 19,7 x 7,5 = 147,75 = 1,4 m

c. Menghitung Kecepatan pada Suatu Titik


𝐐
V0 = 𝐀 = 0,0007 m2/s
𝟎

𝐐
V1 = 𝐀 = 0,0017 m2/s
𝟏

𝐐
V2 = 𝐀 = 0,0007 m2/s
𝟐

d. Menghitung Cw
𝑸 𝟎,𝟐
Cw = 𝑩. = 𝟏𝟗,𝟕 x 𝟐,𝟔
𝒉𝒘. √𝟐. 𝒈. (𝑯𝒘−𝒉𝒘) √𝟐 x 𝟗,𝟖(𝟏𝟕,𝟐−𝟐,𝟔)

= 0,00023
e. Menghitung Hw/L dan hw/L
𝐇𝐰 17,2
= = 0,2097 = 0,21
𝐋 82
𝐇𝐰 2,6
= 11 = 0,236 = 0,24
𝐏

f. Menghitung Batas Modulus Bendung (BMB)


𝐲𝟐 −𝐏 7,5−11
BMB = = = −0,20
𝐇𝐰 17,2

g. Menghitung Koefisien
𝑦
𝑄 (√ 1 +1)
𝑦0
Cv = 𝐵. 𝑦1 . √2. 𝑔. 𝑦0

0,5
0,2 (√ +1)
13,6
= 19,7 x 2,2 = 0,0002
√2 x 9,8 x 13,6

3.2.3.3 Hasil Profil Muka Air Dan Loncatan Air

AMBANG LEBAR
15
10
5
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400

25
3.3 Pintu Sorong
3.3.1 Prosedur Percobaan
1. Mengkalibrasi alat terlebih dahulu pada titik nol terhadap dasar saluran.
2. Mengalirkan air dengan debit tertentu yang memungkinkan terjadinya jenis aliran
yang diinginkan.
3. Mengatur kedudukan pintu sorong. Menentukan pada interval berapa profil air loncat
masih cukup baik.
4. Mengukur dan mencatat y0, yg, y1 y2, ya, xa, yb, , dan xb. Ketika aliran air sudah stabil.
Keterangan :
Yo : Tinggi muka air dihulu pintu sorong.
Yg : Tinggi bukaan pintu sorong terhadap dasar saluran.
Y1 : Tinggi muka air terendah dihilir pintu sorong
Y2 : Tinggi muka air tertinggi dihilir pintu sorong.
Ya : Tinggi muka air tepat sebelum air loncat.
Xa : Kedudukan horizontal titik ya dari titik nol saluran.
Yb : Tinggi muka air tepat setelah air loncat.
Xb : Kedudukan horizontal titik yb dari titik nol saluran.
6. Mengulangi percobaan sebanyak 4 kali dengan mengubah bukaan pintu sorong.
3.3.2 Data Pemeriksaan Uji

h koreksi h hasil
B g
H1 H2 H1 H2

18,6 9,8 12, 1 13,6 12,6 14,3

y x
y 1 = yc y2 = ya y3 = yb y0 yg xa xb
1,5 2,6 3,7 12,1 3,6 96 152,2

3.3.3 Analisa Data Pintu Sorong


1. Perhitungan debit actual (𝑄𝑎 )
Diketahui :
B =
g =
ℎ1 =

26
ℎ2 =
Maka dapat dihitung :
Koreksi = ℎ2 − ℎ1
=
Data sesudah :
ℎ1 =
ℎ2 =
Maka dapat :
dihitung
Δℎ = ℎ2 − ℎ1 − 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖
=
1
𝑄𝑎 = 40,2 × 𝜋 × (Δℎ2 )
=
2. Perhitungan debit teoritis
Diketahui :
B =
g =
𝑦1 =
𝑦0 =

Maka dapat dihitung :


𝑏×𝑦1 √2×9,81×𝑦0
𝑄𝑡 = 𝑦
1
√𝑦 +1
0

𝑄𝑡 =
𝑄𝑡 =

3. Perhitungan koefisien kontraksi (𝐶𝑐 )


𝑦1 =
𝑦𝑔 =

Maka dihitung :
𝑦
𝐶𝑐 = 𝑦1 =

4. Perhitungan koefisien kecepatan (CV)

27
Diketahui :
𝑄𝑎 =
𝑄𝑡 =
Maka dihitung :
𝑄𝑎
𝐶𝑐 = =
𝑄𝑡

5. Perhitungan 𝐹𝑔
Diketahui :
B =
g =
𝑦1 =
𝑦0 =
ρ =
𝑄𝑎 =
Maka dihitung :
𝑦 2 𝜌×𝑄 2 𝑦
𝐹𝑔 = [0,5 × 𝜌 × 𝑦1 2 (𝑦0 2 − 1) − ( 𝑏2×𝑦𝑎 ) (1 − 𝑦1 )]
1 1 0

𝐹𝑔 =
𝐹𝑔 =

6. Perhitungan 𝐹ℎ
g =
𝑦0 =
𝑦𝑔 =
ρ =
Maka dihitung :
2
𝐹ℎ = 0,5 × 𝜌 × 𝑔 × (𝑦0 − 𝑦𝑔 )
𝐹ℎ =
𝐹ℎ =

7. Perhitungan 𝑦𝑔 ⁄𝑦0
Diketahui :

28
𝑦0 =
𝑦𝑔 =
Maka dihitung :
𝑦𝑔
=
𝑦0

8. Perhitungan 𝐹𝑔 ⁄𝐹ℎ
𝐹𝑔 =
𝐹ℎ =
Maka dihitung :
𝐹𝑔
=
𝐹ℎ

9. Perhitungan 𝐹𝑟𝑎
B =
g =
𝑦𝑎 =
𝑄𝑎 =
Maka dihitung :
𝑄𝑎
𝐹𝑟𝑎 = 𝑏×𝑦
𝑎 ×√𝑔×𝑦𝑎

𝐹𝑟𝑎 =
𝐹𝑟𝑎 =

10. Perhitungan 𝑌𝑏 ⁄𝑦𝑎 ukur


𝑌𝑏 =
𝑦𝑎 =
Maka dihitung :
𝑌𝑏
𝑢𝑘𝑢𝑟 =
𝑦𝑎

11. Perhitungan 𝑦𝑏 ⁄𝑦𝑎 teori


Diketahui :
𝑦𝑏 =
𝑦𝑎 =

29
Maka dihitung :
𝑦𝑏 1
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = 2 (√1 + 8(𝐹𝑟𝑎 )2 ) − 1
𝑦𝑎
𝑦𝑏
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 =
𝑦𝑎
𝑦𝑏
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 =
𝑦𝑎

12. Perhitungan L
Diketahui :
𝑥𝑎 =
𝑥𝑏 =
Maka dihitung :
𝐿 = (𝑥 𝑏 − 𝑥 𝑎 )
𝐿=

13. Perhitungan Δℎ
Diketahui :
𝑦𝑏 =
𝑦𝑎 =
Maka dihitung :
(𝑦𝑏 −𝑦𝑎 )3
Δℎ = 1
×𝑦𝑏 ×𝑦𝑎
4

Δℎ =

14. Perhitungan 𝐿⁄𝑦𝑏


Diketahui :
L =
𝑦𝑏 =
Maka dihitung :
𝐿
=
𝑦𝑏

30
3.3.4 Hasil Profil Muka Air Dan Loncatan Air

15
PINTU SORONG

10

0
0 5 10 15 20 25 30

3.4 Pengukuran Debit


3.4.1 Prosedur Percobaan
1. Siapkan alat Current Meter atau pasangkan penampang Cipoleti atau Thompson
untuk pengukuran.
2. Ukur kedalam air untuk melakukan pengukuran.
3. Ukur kecepatan air di kedalaman tertentu dengan mencelupkan alat pengukur debit.
4. Ukur tinggi muka air yang melewati penampang Cipoleti dan Current Meter.
5. Semua percobaan dilakukan minimal 3 kali.

3.4.2 Pengukuran Debit Dengan Curent Meter


Analisa Data Current Meter

0,0750

0,2000
Q1 = 0,0 m/s x 0,0154 m2 = 0,0 m3/s
Q2 = 0,1 m/s x 0,0154 m2 = 0,00154 m3/s
Q3 = 0,1 m/s x 0,0154 m2 = 0,00154 m3/s
Q rata-rata =
(Q1+Q2+Q3) : 3 = 0,00154 m3/s

3.4.3 Pengukuran Debit Dengan Metode Thompson


Analisa Data Thompson

H = 5,3 cm

31
Q =1,86. B. H5/2
Q = 1,86. 0,200. 0,535/2
Q = 0,007778m3/s

3.4.4 Pengukuran Debit Dengan Metode Cipoleti


Analisa Data Cipoleti

H1 = 4 cm

Q =1,86. B. h3/2
Q = 1,86. 0,100. 0,043/2
Q = 0,005952 m3/s

32
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari Praktikum yang telah dilaksanakan, dapat ditarik kesimpulitlî lain :
1. Ketinggian rata-rata air pada alat piezomeîer setinggi 3,98 cm
2. Kecepatan debit menggunakan metode current meter adalah 0,00154 m3/s
3. Kecepatan debit menggunakan metode Thompson adalah 0,007778 m3/s
4. Kecepatan debit menggunakan metode Cipoleti adalah 0,005952 m3/s

33
LAMPIRAN

34

Anda mungkin juga menyukai