I. Definisi
Penyakit Meniere adalah suatu sindrom yang terdiri dari serangan vertigo, tinnitus (suara
dering di telinga), berkurangnya pendengaran yang bersifat fluktuatif dan perasaan penuh di telinga.
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan manusia tidak mampu
mempertahankan posisi dalam berdiri tegak. Hal ini disebabkan oleh adanya hidrops
(pembengkakan) rongga endolimfa pada koklea dan vestibulum.1
Penyakit ini ditemukan oleh Meniere pada tahun 1861 dan dia yakin bahwa penyakit itu berada
dalam telinga, namun para ahli saat itu menduga bahwa penyakit itu berada dalam otak. Pendapat
Meniere kemudian dibuktikan oleh Hallpike dan Cairn tahun 1938, dengan ditemukannya hidrops
endolimfa setelah memeriksa tulang temporal pasien dengan dugaan menderita penyakit Meniere.2
Vertigo berasal dari bahasa Yunani yang berarti memutar. Pengertian vertigo adalah sensasi
gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitar dapat disertai gejala lain, terutama dari
jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh, sedangkan tinnitus merupakan
gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar bunyi namun tanpa ada rangsangan bunyi
dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal dari tubuh penderita itu sendiri (impuls sendiri). Namun
tinnitus hanya merupakan gejala, bukan penyakit, sehingga harus dicari penyebabnya.3
Gangguan pendengaran biasanya berfluktuasi dan progresif dengan pendengaran yang semakin
memburuk dalam beberapa hari. Gangguan pendengaran pada penyakit Meniere yang parah dapat
mengakibatkan hilangnya pendengaran secara permanen.1,2,3
II. Epidemiologi
Penyakit Meniere adalah penyakit yang tersering terjadi pada lansia. Usia rata-rata timbulnya
puncak Meniere Disease pada rentang 40-50 tahun dengan prevalensi puncak seiring bertambahnya
usia pada mereka yang berusia 61-70 tahun. Prevalensi Meniere Disease di Amerika Serikat
berkisar antara 9 per 100.000 pada pasien <18 tahun hingga 440 per 100.000 pada pasien ≥65
tahun.4
Perkiraan tingkat prevalensi di Amerika berkisar dari 3,5 per 100.000 populasi hingga 513 per
100.000 populasi. Perbedaan jenis kelamin sering dilaporkan dalam Meniere Disease dengan
perempuan lebih dominan dibanding laki-laki, yang diduga akibat pengaruh hormon.4,5
Gambar 1. Prevalensi Meniere Disease berdasarkan usia dan jenis kelamin di Amerika Serikat. 6
III. Etiologi
Penyebab pasti Meniere Disease sampai sekarang masih belum diketahui, namun terdapat
berbagai teori termasuk pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang
menuju labirin, terjadi gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi dan autoimun. 7
Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan cairan
telinga yang abnormal dan diduga disebabkan oleh terjadinya malabsorbsi dalam sakus
endolimfatikus, yaitu keadaan dimana jumlah cairan endolimfe mendadak meningkat yang dikenal
dengan hidrops endolimfe, sehingga mengakibakan dilatasi dari skala media. Selain itu para ahli
juga mengatakan terjadinya suatu robekan endolimfa dan perilimfa bercampur. Hal ini menurut
para ahli dapat menimbulkan gejala dari penyakit Meniere.
Para peneliti juga sedang melakukan penyelidikan dan penelitian terhadap kemungkinan lain
penyebab penyakit Meniere dan masing-masing memiliki keyakinan tersendiri terhadap penyebab
dari penyakit ini, termasuk faktor lingkungan seperti suara bising, infeksi virus HSV, penekanan
pembuluh darah terhadap saraf (microvascular compression syndrome). Selain itu gejala dari
penyakit Meniere dapat ditimbulkan oleh trauma kepala, infeksi saluran pernapasan atas, aspirin,
merokok, alkohol, atau konsumsi garam berlebihan. Namun pada dasarnya belum ada yang tahu
secara pasti apa penyebab penyakit Meniere.
IV. Klasifikasi
Gambar 3. Kriteria Meniere Disease Berdasarkan International Classification of Vestibular Disorders tahun
2015.8
V. Patofisiologi
Penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa (peningkatan endolimfa yang
menyebabkan labirin membranosa berdilatasi) pada kokhlea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi
dan hilang timbul diduga disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri,
menurunnya tekanan osmotik dalam kapiler, meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler,
jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat (akibat jaringan parut atau karena defek dari sejak
lahir).7 Hidrops endolimfa ini lama kelamaan menyebabkan penekanan yang bila mencapai dilatasi
maksimal akan terjadi ruptur labirin membran (membrane Reissner) sehingga cairan endolimfa
akan bercampur dengan perilimfa. Pencampuran ini menyebabkan potensial aksi di telinga dalam
sehingga menimbulkan gejala vertigo, tinnitus, dan gangguan pendengaran serta rasa penuh di
telinga. Ketika tekanan sudah sama, maka membran akan sembuh dengan sendirinya dan cairan
perilimfe dan endolimfe tidak bercampur kembali namun penyembuhan ini tidak sempurna.7
VII. Diagnosis
Anamnesis
Diagnosis penyakit ini dapat dipermudah dengan beberapa kriteria diagnosis :2,3,11
Vertigo yang hilang timbul disertai dengan tinnitus dan rasa penuh pada telinga
Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural
Menyingkirkan kemungkinan penyebab sentral, misalnya tumor N.VIII
Pada tumor N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan semakin lama makin kuat.
Pada sklerosis multipel vertigo periodik dengan intensitas sama pada tiap serangan. Pada neuritis
vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan makin lama menghilang. Pada VPPJ, keluhan
vertigo datang akibat perubahan posisi kepala yang dirasakan sangat berat dan terkadang disertai
rasa mual dan muntah namun tidak berlangsung lama.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk memperkuat diagnosis. Bila dari hasil pemeriksaan fisik telinga
didapatkan kelainan pada telinga luar dan tengah maka kemungkinan penyakit Meniere dapat
disingkirkan. Jika dipastikan kelainan berasal dari telinga bagian dalam misalnya dari anamnesis
didapatkan kelainan tuli saraf fluktuatif dan ternyata dikuatkan dengan hasil pemeriksaan maka
sudah jelas terdiagnosis penyakit Meniere, sebab tidak ada tuli saraf yang membaik kecuali pada
penyakit Meniere.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk diagnosis penyakit Meniere, antara lain:2,11
Pemeriksaan Audiometri
Pemeriksaan penunjang audiometri dapat menunjukkan hasil tuli sensorineural, dimana
pemeriksaan audiometri minimal dilakukan satu kali saat serangan untuk menegakkan diagnosis
penyakit Meniere.
Elektronistagmografi (ENG)
Elektronistagmografi (ENG) dan tes keseimbangan dilakukan untuk mengetahui secara objektif
kuantitas dari gangguan keseimbangan pada pasien. Pada sebagian besar pasien dengan penyakit
Meniere mengalami penurunan respons nistagmus terhadap stimulasi dengan air panas dan air
dingin yag digunakan pada tes ini.
Elektrokokleografi (ECOG)
Elektrokokleografi (ECOG), mengukur akumulasi cairan di telinga dalam dengan cara merekam
potensial aksi neuron auditoris melalui elektroda yang ditempatkan dekat dengan kokhlea. Pada
pasien dengan penyakit Meniere, tes ini juga menunjukkan peningkatan tekanan yang
disebabkan oleh cairan yang berlebihan pada telinga dalam yang ditunjukkan dengan adanya
pelebaran bentuk gelombang bentuk gelombang dengan puncak yang multipel.
Brain Evoked Response Audiometry (BERA)
Brain Evoked Response Audiometry (BERA), biasanya normal pada pasien dengan penyakit
Meniere, walaupun terkadang terdapat penurunan pendengaran ringan pada pasien dengan
kelainan pada sistem saraf pusat.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan kontras yang disebut gadolinium spesifik
memvisualisasikan N.VII. Jika ada bagian serabut saraf yang tidak terisi kontras menunjukkan
adanya neuroma akustik. Selain itu pemeriksaan MRI juga dapat memvisualisasikan kokhlea dan
kanalis semisirkularis.
VIII. Tatalaksana
Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya diberikan pengobatan
yang bersifat simptomatik, seperti sedatif. Pengobatan paling baik adalah sesuai dengan
penyebabnya. Penatalaksanaan pada penyakit Meniere antara lain:11,12,13
A. Non Farmakologi
Diet rendah garam
Diet rendah garam memiliki efek yang kecil terhadap konsentrasi sodium pada plasma,
karena tubuh telah memiliki sistem regulasi dalam ginjal untuk mempertahankan level
sodium dalam plasma. Untuk mempertahankan keseimbangan konsentrasi sodium, ginjal
menyesuaikan kapasitas untuk kemampuan transport ion berdasarkan intake sodium.
Penyesuaian ini diperankan oleh hormon aldosteron yang berfungsi mengontrol jumlah
transport ion di ginjal sehingga akan memengaruhi regulasi sodium di endolimfe dan dapat
mengurangi serangan penyakit Meniere. Banyak pasien dapat mengontrol gejala hanya
dengan mematuhi diet rendah garam (2000 mg/hari). Jumlah sodium merupakan salah satu
faktor yang mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh. Retensi natrium dan cairan dalam
tubuh dapat merusak keseimbangan antara endolimfe dan perilimfe di dalam telinga.
Pemakaian alkohol, rokok, coklat juga harus dihentikan.
Kafein dan nikotin merupakan stimulan vasoaktif yang dapat menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi dan penurunan aliran darah arteri kecil yang memberi nutrisi saraf dari
telinga tengah. Dengan menghindari kedua zat tersebut diharapkan dapat mengurangi gejala.
Olahraga
Olahraga yang rutin dapat menstimulasi sirkulasi aliran darah sehingga perlu untuk
dianjurkan ke pasien.
Hindari obat-obatan berbahaya
Pasien juga harus menghindari penggunaan obat-obatan yang bersifat ototoksik seperti
aspirin karena dapat memperberat tinnitus.
Selama serangan akut, pasien dianjurkan untuk berbaring di tempat yang keras, berusaha untuk
tidak bergerak, pandangan mata difiksasi pada satu objek yang tetap, jangan mencoba minum
walaupun ada perasaan mau muntah, setelah vertigo pasien diminta untuk bangun secara perlahan
karena biasanya setelah serangan akan terjadi kelelahan dan sebaiknya pasien mencari tempat yang
nyaman untuk tidur selama beberapa jam untuk memulihkan keseimbangan.
B. Farmakologi
Pada penyakit Meniere biasanya diberikan obat-obatan vasodilator perifer, antihistamin,
antikolinergik, steroid, dan diuretik untuk mengurangi tekanan pada endolimfe. Obat-obat
antiiskemia dapat pula diberikan sebagai obat alternatif dan neurotonik untuk menguatkan
sarafnya selain itu jika terdapat infeksi virus dapat diberikan antivirus seperti asiklovir. Terapi
simptomatik juga diberikan pada penyakit Meniere, seperti sedatif, antiemetik dan diuretik.
Sedatif
Transquilizer seperti diazepam (valium) dapat digunakan pada kasus akut untuk membantu
mengontrol vertigo, namun karena sifat adiktifnya, obat ini tidak disarankan sebagai
pengobatan jangka panjang .
Antiemetik
Antiemetik efektif menghentikan atau mengurangi keparahan seringan vertigo pada pasien
Meniere. Antiemetik yang biasa digunakan adalah diferidol. Prometazin juga dapat
digunakan tidak hanya mengurangi mual dan muntah tapi juga mengurangi gejala vertigo .
Diuretik
Diuretik seperti tiazide dapat membantu mengurangi gejala penyakit Meniere dengan
menurunkan tekanan dalam sistem endolimfe. Pasien harus diingatkan untuk banyak
makanan yang mengandung kalium seperti pisang, tomat, dan jeruk ketika menggunakan
diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium.
C. Latihan Fisik
Latihan fisik penting dilakukan pada pasien Meniere sebab dengan melakukan latihan, sistem
vestibuler akan membaik. Terkadang, gejala vertigo dapat diatasi dengan latihan fisik yang
teratur dan baik.2,3,11
Beberapa latihan fisik yang dianjurkan, yaitu : canalit reposition treatment (CRT) / epley
manouver dan brand-darroff exercise. Dari beberapa latihan ini kadang memerlukan seseorang
untuk membantunya tapi ada juga yang dapat dikerjakan sendiri.
Gambar 6. canalit reposition treatment (CRT) / epley maneuver14,15
XI. Prognosis
Penyakit Meniere merupakan penyakit yang progresif dan sampai saat ini masih belum dapat
disembuhkan, tapi penyakit Meniere bukanlah penyakit yang fatal karena ada banyak pilihan terapi
untuk mengobati gejalanya. Penyakit ini juga berbeda untuk tiap pasien. Beberapa pasien
mengalami remisi spontan dalam jangka waktu hari hingga tahun. Pasien lain mengalami
perburukan gejala secara cepat. Namun ada juga pasien yang perkembangan penyakitnya lambat.
Belum ada terapi yang efektif untuk penyakit ini namun berbagai tindakan dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya serangan dan progresivitas penyakit. Sebaiknya pasien dengan verigo berat
disarankan untuk tidak melakukan hal-hal yang berbahaya seperti naik tangga atau mengendarai
mobil.11,13
BAB III
SIMPULAN
Gangguan keseimbangan merupakan salah satu gangguan yang seringkita jumpai dan dapat
mengenai segala usia. Seringkali pasien datang berobat walaupun tingkat gangguan keseimbangan
masih dalam taraf yang ringan. Hal ini disebabkan oleh terganggunya aktivitas sehari-hari dan rasa
ketidaknyamanan yang ditimbulkannya.21
Gangguan keseimbangan sering diinterpretasikan dengan keluhan berupa pusing (dizziness). Pusing
yang sering dikeluhkan ialah sensasi seperti sakit kepala, rasa goyang, pusing memutar (vertigo), rasa
tubuh tidak stabil atau melayang.22
Penegakan diagnosis gangguan keseimbangan dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang jika diperlukan. Pada anamnesis, pasien diminta untuk mendeskripsikan
rasa pusing yang dirasakan dan gejala-gejal lain yang menyertai seperti tinnitus, mual, muntah ataupun
penurunan pendengaran. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan
umumnya dilakukan untuk mengetahui letak gangguan keseimbangan (sentral/perifer).
Penyebab gangguan keseimbangan dikenal dengan VPPJ atau vertigo paroksismal jinak dan
penyakit Meniere. Kedua penyakit ini sangat berbeda dalam hal penyebab dan tatalaksananya. Pada
penyakit Meniere pengobatan dilakukan secara simptomatik untuk menghindari keparahan dan
rekurensi penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nakashima T, Pyykkö I, Arroll MA, Casselbrant ML, Foster CA, Manzoor NF, et al. 2016.
Meniere’s disease. Nat Rev Dis Prim.. Hal 1-19.
2. Hain, TC, Yacovino D. Meniere Disease. 2003. Available at : http://www.dizziness-and-
balance/disorders/menieres/menieres_english.html, diakses pada 27 Juli 2020
3. Bashiruddin J, Hadjar E, Alviandi W. 2007. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga, Hidunng, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Editor : Soepardi
EA, Iskandar N. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 94-101.
4. Nakashima T, Pyykkö I, Arroll MA, Casselbrant ML, Foster CA, Manzoor NF, et al. 2016.
Meniere’s disease. Nat Rev Dis Prim. Hal 1-19.
5. Melville, D. C. F. Ménière’s disease A stepwise approach, MedicineToday; 2014, 15(3): 18‐26
6. Alexander, T. H., & Harris, J. P. 2010. Current epidemiology of Meniere’s syndrome.
Otolaryngologic Clinics of North America, 43(5), 965‐970
7. Hadjar E, Bashiruddin J. Penyakit Meniere. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidunng, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Editor : Soepardi EA, Iskandar N.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal.102-103
8. Timothy C. Hain, MD. 2020. Diagnostic Criteria for Meniere’s. https://www.dizziness-
andbalance.com/disorders/menieres, diakses pada 28 Juli 2020.
9. Paparella MM. 2006. Pathogenesis and Pathophysiology of Meniere Disease. Acta Otolaryngol
(Stockh). (suppl 485)26.
10. Hough Ear Institute. 2015. https://houghear.org/meniere%C2%92s-disease/ , diakses pada 28
Juli 2020
11. Levine SC. 1997. Penyakit Telinga Dalam. Dalam : BOEIS Buku Ajar THT Edisi ke 6. Editor :
Efendi H, Santosa K. Jakarta : EGC.. 136-137.
12. Levenson, Mark J. 2009. Home of the Surgery Information Centre. Meniere Syndrome.
Available at : http://www.earsurgery.org/site/pages/conditions/menieressyndrome.php, diakses
pada 28 Juli 2020.
13. Becker W, Naumann HH, Pfalfz CR. 2004. A Pocket Reference Ear, Nose, and Throat Disease.
Second Revised Edition. New York : Thiemes; 100-101.
14. Canalith Repositioning Procedure. Mayo Clinic. https://www.mayoclinic.org/tests-
procedures/canalith-repositioning-procedure/about/pac-20393315, diakses pada 28 Juli 2020
15. Canalith Repositioning (Epley Maneuver).https://www.netterimages.com/canalith-
repositioning-epley-maneuver-labeled-jones-2e-neurology-neurosciences-jennifer-fairman-
63354.html, diakses pada 28 Juli 2020
16. Timothy C. Hain, MD. 2019. Home Treatments of BPPV. https://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/bppv/home/home-pc.html, diakses pada 28 Juli 2020
17. Brandt Daroff Exercises. 2012. Sandwell and West Birmingham Hospitals NHS.
https://www.swbh.nhs.uk/wp-content/uploads/2012/07/Brandt-Daroff-Exercises-ML3094.pdf,
diakses pada 28 Juli 2020
18. Lopez J. Antonio, John P. Carey, et al. 2015. Diagnostic criteria of Meniere’s Disease.
https://www.semanticscholar.org/paper/Diagnostic-criteria-for-Meni%C3%A8re's-disease.-
Lopez-Escamez-Carey/aa6884ac46c6de57aa7ce84bfcb6ea266c874128, diakses pada 28 Juli
2020
19. Bisnhoi Dhaka Ashok MD. 2014. https://pt.slideshare.net/AshokBishnoi1/menieres-disease-
32722003/9?smtNoRedir=1, diakses pada 28 Juli 2020
20. Andaloro. LKC. No Title. Meniere Dis. 2019
21. Soepardi, E.A., dkk. 2008. Gangguan Keseimbangan dan Kelumpuhan Nervus Fasialis. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi ke 6. Balai
Penerbit FK-UI. Jakarta.: hal 94-101.
22. IDI. Vertigo. 2014. Dalam: Panduan Praktis Klinis. IDI. Hal. 269-275