Anda di halaman 1dari 10

PATOGENESIS PENYAKIT PULPA, PERIAPIKAL DAN

PERIODONTAL : RESPON INFLAMASI & IMUNOLOGI SERTA


PERAN OKSIGEN REAKTIF

Disusun oleh: Kelompok 4

Fanny Rismawati (04031381823057)

Gina Dhiya Salsabila (04031381823058)

Jaka Anggara (04031381823059)

Rida Agustia Ningsih (04031381823060)

Mohammad Jihad M (04031381823061)

Yasmin Athiroh (04031381823062)

`Dosen pembimbing:

drg. Shanty Chairani, M. Si

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Patogenesis mengacu pada asal, perkembangan dan efek yang dihasilkan dari
munculnya suatu penyakit hingga tahap akhirnya. Patogenesis juga dapat menggambarkan
asal mula dan perkembangan penyakit dan apakah itu akut, kronis atau berulang. Jadi
patogenesis penyakit pulpa merupakan mekanisme penyebab penyakit pulpa begitu juga
periapikal dan periodontal. Infeksi mikroba dari lesi karies adalah penyebab paling umum
untuk pulpitis dan periodontitis apikal.
Inflamasi adalah reaksi fisiologis setempat pada tubuh terhadap rangsangan atau iritas
noksius yang bertujuan untuk menghilangkan dan menghancurkan iritan untuk memperbaiki
kerusakan jaringan. Imunologi adalah kumpulan dari sel dan organ yang bekerja sama untuk
mempertahankan tubuh dalam melawan antigen.

Inflamasi terbagi menjadi dua yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi
akut adalah proses peradangan yang berlangsung relatif singkat, dari beberapa menit sampai
beberapa hari, dan ditandai dengan perubahan vaskular, eksudasi cairan dan protein plasma
serta akumulasi neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi suatu
inflamasi kronis jika agen penyebab peradangan masih tetap ada. Inflamasi kronis adalah
respon proliferatif dimana terjadi proliferasi fibroblas, endotelium vaskuler, dan infiltrasi sel
mononuklear (limfosit, sel plasma dan makrofag). Respon peradangan meliputi suatu
perangkat kompleks yang mempengaruhi perubahan vaskular dan selular.

Bakteri dapat masuk ke dalam pulpa dengan tiga cara:

1. invasi langsung melalui dentin, seperti karies, fraktur mahkota atau akar, terbukanya
pulpa pada waktu preparasi kavitas, atrisi, abrasi, erosi atau retak pada mahkota.
2. invasi melalui pembuluh darah atau limfatik terbuka yang ada hubungannya dengan
penyakit periodontal, suatu kanal aksesori pada daerah furkasi, infeksi gusi, atau
scaling gigi-gigi.
3. invasi melalui darah, misalnya selama penyakit infeksius atau bakteremia transient.
Bakteri dapat menembus dentin pada waktu preparasi kavitas karena kontaminasi
lapisan smear karena bakteri pada tubuli dentin terbuka disebabkan oleh proses karies
dan masuknya bakteri karena tindakan operatif yang tidak bersih. Oleh sebab itu,
tubuh menanggulangi dengan adanya sistem pertahanan diri yang mampu
mengeliminir dan menetralkan antigen serta zat-zat yang dihasilkannya.
Berikut proses perkembangan penyakit pulpa dari karies hingga terjadinya nekrosis pulpa :

Karies

Pulpitis

Pulpitis irreversible

Nekrosis pulpa

Penyakit pulpa disebabkan karena suatu iritan yang dapat menyebabkan suatu inflamasi, yaitu
invasi langsung mikroorganisme melalui dentin sehingga menyebabkan karies. Bila karies
sudah terbentuk dan tidak mendapatkan perawatan, maka proses demineralisasi terus
berlanjut dan menyebabkan karies semakin meluas ke dalam gigi sehingga menembus
lapisan-lapisan email, dentin dan pada akhirnya akan mencapai ke dalam ruang pulpa. Bila
karies sudah mencapai ke dalam ruang pulpa maka bakteri akan mengakibatkan peradangan
pada jaringan pulpa.

Mediator reaksi inflamasi meliputi neuropeptid, peptid fibrinolitik, kinin, fragmen


komplemen, amin vasoaktif, enzim lisosom, metabolit asam arakidonat dan sitokin.

Inflamasi pulpitis disebabkan karena toksin bakteri yang merangsang respon sel
odontoblas yang akan menimbulkan respon pada sel dendritic (sel A delta dan C pada pulpa).
Ketika mengalami stimulasi, bagian terminal dari sel saraf ini akan melepaskan beberapa
neuropeptid yaitu substansi P (SP), calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan neurokinin
A (NKA). Selajutnya sel-sel radang tertarik ke daerah radang karena adanya kerusakan
jaringan, produk bakteri berupa lipopolisakarida (LPS) dan faktor komplemen (C5a).
Pada tahapan ini, substansi P (SP) menstimulasi sel mast untuk menghasilkan
histamin. Histamin berfungsi dalam memberikan reaksi anafilaksis, sehingga pembuluh darah
mengalami vasodilatasi. Vasodilatasi tersebut menyebabkan permeabilitas vaskular
meningkat, sehingga darah yang tersuplai di daerah invasi bakteri meningkat. Pada tahap ini
terjadi pulpitis reversible.
Ketika infeksi terlibat, neutrofil melawan mikoorganisme secara fagosit. Neutrofil
secara efektif membunuh ekstraseluler mikroba. Selain itu, neutrofil juga melepaskan
leukotrien dan prostaglandin. Prostaglandin dihasilkan melalui aktivasi jalur siklooksigenase
metabolisme asam arakidonat. Prostaglandin yang paling berperan dalam suatu proses
inflamasi adalah PGE2, PGD2, dan PGI2 (prostasiklin). PGE2 juga terlibat dalam
hyperalgesia dan demam.
Aktivasi jalur lipooksigenase metabolisme asam arakidonat menghasilkan leukotrien.
Polimorfonuklear leukosit (PMN) dan sel mast adalah sel utama penghasil leukotrien.
Leukotrien B4 (LTB4) potensial untuk kemotaktik PMN dan menyebabkan adhesi PMN ke
dinding endotel. Leukotrien lainnya seperti LTC4, LTD4 dan LTE4 adalah faktor kemotaksis
untuk eosinofil dan makrofag, meningkatkan permeabilitas vaskular, dan menstimulasi
pelepasan lisozim dari PMN dan makrofag.
Neutrofil dan makrofag yang mati pada daerah radang, mengeluarkan enzim lisosom
dari granul sitoplasma yang menyebabkan kerusakan matriks ekstraselular dan sel. Kerusakan
jaringan tersebut mencegah perluasan infeksi ke bagian tubuh lainnya. Enzim ini juga
mengakibatkan permeabilitas vaskular menjadi meningkat, membebaskan bradikinin, dan
mengubah C5 menjadi C5a yang merupakan agen kemotaktik yang poten. Selama fase akut,
makrofag juga terlihat pada daerah periapeks. Makrofag yang teraktivasi menghasilkan
berbagai mediator seperti pro-inflamatori (IL-1, IL-6 dan TNF), sitokin kemotaktik (IL-8),
PGE2, PGI2, dan leukotrien B4, C4, D4, dan E4. Sitokin meningkatkan respon vaskular,
resorpsi tulang, dan degradasi matriks ekstraselular. Pada saat PMN mati akan melepaskan
enzim lisosom sehingga melisiskan beberapa stroma pulpa, bersama dengan debris seluler
PMN yang mati akan menghasilkan eksudat prulen (nanah) sehingga terjadilah mikroabses.
Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas
spesifik akan terangsang. Imun spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh
sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag
dan komplemen. Pada tahap ini telah terjadi pulpitis ireversibel.
Sentral respons imun terletak pada peran dan fungsi limposit T, terutama sel T CDE4
(Th) setelah diproses oleh APC (Antigen Presenting Cells) seperti makrofag, sel langerhans
dan sel dendritik, antigen akan di sajikan pada sel Th oleh APC. Akibatnya sel Th akan
teraktivasi, dan ini merupakan pemicu bangkitnya respons imun yang lebih kompleks, baik
seluler maupun humoral untuk mengaktifasi sel Th dibutuhkan sedikitnya dua sinyal. Sinyal
pertama untuk mengikat reseptor antigen sel T pada komplek antigen MHC kelas dua (HLA)
yang berada pada permukaan APC dan sinyal kedua berasal dari interleukin (IL-1), suatu
protein terlarut yang dihasilkan oleh APC. Sel Th yang sudah tersensitisasi antigen akan,
mengaktifkan sel Tc yang berfungsi menghancurkan sel asing. Sel T memori yang
mempunyai daya ingat, dan sel B sebagai mediator imunitas humoral. Sel Tc yang sudah
teraktifasi akan melepaskan sitotoksin yang berfungsi menghasilkan sel target.
Bersamaan dengan rangsangan antigen terhadap sel Th, sel B juga akan tersentisisasi
antigen. Aktivasi lengkap sel B memerlukan sinyal tambahan dari sel Th berupa mediator
limfokin, yaitu Cell growth factor (BCGF) yang akan merangsang proliferasi sel B dan Cell
differentiation factor (BCDF) yang berfungsi menginduksi differensiasi sel B menjadi sel
plasma. Sebagai sel B yang ber proliferasi tidak mengalami diferensiasi, berubah menjadii sel
B memori. Sel plasma hasil diferensiasi sel B akan bertindak sebagai penghasil antibodi. Bila
kebutuhan antibodi sudah terpenuhi produksinya oleh sel plasma akan di tekan oleh sel Ts
dengan demikian, terlihat bahwa produksi antibody oleh sel plasma diatur oleh salah sel T
regulator.
Interaksi antigen dengan antibodi, akan membantu kompleks imun yang akan
mengaktifkan system komplemen secara lengkap. Aktivasi system komplemen ini dapat
melalui jalur klasik atau jalur alternative tergantung lokasi dan jenis antigennya selain itu,
makrofag dan PMN neutrofil juga di tarik kearah konflek imun tersebut. Proses selanjutnya
adalah lisisnya sel target atau antigen karena aktivitas system komplemen, makrofag, dan
PMN.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, pulpa terkurung oleh dinding yang kaku, tidak
mempunyai sirkulasi darah kolateral, dan venul serta limfatiknya collapse akibat
meningkatnya tekanan jaringan sehingga pulpitis ireversibel akan menjadi nekrosis
liquefaction. Jika eksudat yang dihasilkan selama pulpitis ireversibel diserap atau didrainase
melalui kavitas karies atau daerah pulpa yang terbuka ke dalam rongga mulut, proses
nekrosis akan tertunda; pulpa didaerah akar dapat tetap vital dalam jangka waktu yang cukup
lama. Sebaliknya, tertutup atau ditutupnya pulpa yang terinflamasi mengakibatkan proses
nekrosis pulpa yang cepat dan total serta timbulnya patosis periredikuler sebagai tambahan
dari likuifaksi, nekrosis koagulasi pada pulpa terjadi akibat cedera traumatic yang
menyebabkan terputusnya pasokan darah.
PENYAKIT PERIAPIKAL

Periodontitis Apikalis akut (PAA) ini merupakan penyebaran pertama dari inflamasi
pulpa ke jaringan periradikuler.Iritannya meliputi mediator inflamasi dari pulpa yang
terinflamasi ireversibel atau toksin bakteri dari pulpa nekrotik, zat-zat kimia (seperti irigan
atau disinfektan), restorasi yang hiperoklusi, instumentasi yang berlebihan, dan keluarnya
material obturasi ke jaringan periapeks.Pulpanya bisa pulpa yang terinflamasi ireversibel atau
nekrotik.
Mekanisme penyakit ini diawali ketika infeksi terjadi, neutrofil tidak hanya
menyerang dan mematikan mikroorganisme tetapi juga menghasilkan leukotrienes dan
prostaglandins.LTB4 (The former) menarik lebih banyak neutrofil dan makrofag ke area dan
akhirnya mengaktifkan osteoklas. Beberapa hari kemudian tulang yang berada di sekitar
apeks akan tereabsorpsi dan dapat dideteksi area radiolusen pada bagian periapeks. Banyak
neutrofil yang mati pada daerah inflamasi dan mengeluarkan enzim dari “suicidal bags”
menyebabkan kehancuran sel dan matriks ekstraseluler.
Selama tahapan lanjut dari respon akut, makrofag mulai muncul di
periapeks.Makrofag yang aktif memproduksi berbagai macam mediator, diantaranya adalah
proinflamatori (contoh IL-1, IL-6, TNF-a) dan kemotaktik sitokin (Contoh IL-8) yang cukup
penting.Sitokin tersebut meningkatkan respon dari pembuluh darah lokal, resorpsi tulang
osteoklas, degradasi yang dimediasi efektor dari matriks ekstraseluler, dan sitokin-sitokin
tersebut dapat menyebabkan tubuh menjadi peka terhadap aksi endokrin yang meningkatkan
pengeluaran dari protein fase akut dan beberapa faktor serum dari hepatosit.Sitokin juga
berperan dengan IL-6 untuk meningkatkan regulasi produksi dari hematopoitik CSF, yang
mengendalikan neutrofil dan promakrogag dari sumsum tulang.Respon akut dapat di
tingkatkan dengan formasi dari kompleks antigen dan antibodi. Lesi akut yang awal dapat
menyebabkan beberapa akibat seperti penyembuhan secara spontan, intensifikasi lebih jauh,
dan penyebaran ke tulang (contoh abses alveolar), “point” dan pembukaan ke ekstrior
(contohnya fistulasi atau pembentukan saluran sinus) atau lesi tersebut dapat menjadi kronis.
Abses apikalis akut adalah suatu lesi likuifaksi setempat atau difus yang
menghancurkan jaringan periradikuler.merupakan respons inflamasi yang parah terhadap
iritan mikroba dan nonbakteri dari pulpa nekrotik. Terkadang disertai manifestasi proses
infeksi seperti meningkatnya suhu tubuh, malaise, dan leukositosis.
Abses periapikal umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa. Jaringan yang
terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi
jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. leukosit yang merupakan pertahanan tubuh dalam
melawan infeksi, masuk ke dalam rongga tersebut dan setelah memfagosit bakteri,
leukositakan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi
rongga tersebut. Akibat penimbunan pus ini maka jaringan sekitarnya akan terdorong dan
menjadi dinding pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk
mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut.Jika suatu abses pecah di dalam maka infeksi bisa
menyebar tergantung kepada lokasi abses. leukosit yang mati seharusnya bisa dihancurkan
oleh makrofag, namun makrofag tidak sanggup menghancurkan semua sel darah putih yang
mati tersebut karena jumlahnya yang sudah terlalu banyak dan tidak menemukan jalan
keluar.Timbunan pus tersebut kemudian akan menekan sel syaraf dan menimbulkan
rangsangan nyeri. Sehingga, abses ini tergolong symptomatik dan disebut sebagai abses
apikalis akut.
Apabila pus dalam jaringan tulang tersebut dapat menembus kosrteks tulang dan
menuju jaringan lunak, maka akan membentuk penyebaran abses baru. Sehingga, abses
apikalis berkembang
Granuloma adalah suatu pertumbuhan jaringan granulomatus yang bersambung
dengan ligament periodontal yang disebabkan oleh matinya pulpa dan difusi bakteri dan
toksin bakteri dari saluran akar ke dalam jaringan periradikular di sekitar melalui foramen
apical dan lateral. Hipergamaglobulinemia ditemukan di dalam ekstrak granuloma demikian
pula dengan sel plasma IgG,IgA, IgM.
Patogenesis yang mendasari granuloma adalah respon sistem imun untuk
mempertahankan jaringan periapikal terhadap berbagai iritan yang timbul melalui pulpa,
yang telah menjalar menuju jaringan periapikal.Terdapat berbagai macam iritan yang dapat
menyebabkan peradangan pada pulpa, yang tersering adalah karena bakteri.
Mekanisme penyakit tersebut dimulai dengan limfosit yang teraktivasi oleh makrofag,
menyajikan fragmen antigen “terproses” pada permukaan /MHC-II (sebagai APC), sehingga
akan mengeluarkan sebagai mediator, termasuk IFN-γ, suatu sitokin sebagai perangsang
untuk menarik monosit ke jaringan (menjadi makrofag) dan mengaktivasi makrofag, selain
memfagositosis antigen, juga mengeluarkan mediator (IL-1dan TNF) untuk mengaktifkan
limfosit, dengan demikian akan membentuk suatu timbal balik antara makrofag dan limfosit.
Makrofag kemudian memfagosit bakteri yang menginvasi jaringan periapikal.Setelah itu,
tubuh mulai meregenerasi sel epitel.Kejadian berulang kembali dengan bakteri yang
menginvasi jaringan periapikal, lalu difagosit bakteri, dan akhirnya tubuh melakukan respon
regenerasi sel. Kejadian tersebut terus berulang sehingga memunculkan suatu jaringan
granulasi yang berbentuk seperti anggur.
Kista adalah suatu kavitas tertutup atau kantung yang bagian dalam dilapisi oleh
epithelium dan pusatnya terisi cairan atau bahan semisolid.Pada penyakit kista radikular,
ditemukan sel kompeten imunologis yang ada pada lapisan epithelial dan immunoglobulin
yang ada pada cairan kista.
Secara histologi, terdapat 3 tipe dari inflamatori yang serupa. Inflamatori tersebut
berada pada garis epitel berlapis skuamosa, yang mendemonstrasikan terjadinya eksositosis,
spongiosis, atau hiperplasia.Bagian lumen berisi dengan cairan dan debris seluler.Inflamatori
yang ada berupa limfosit, neutrofil, sel plasma, histosit, dan sering kali ditemukan sel mast
serta eosinofil.
Terdapat 3 tahapan dalam mekanisme terjadinya kista periradikuler. Selama fase awal
(pertama) terjadi poliferasi sel dorman dari sel malassez, dibawah pengaruh growth factors
yang dihasilkan oleh sel-sel yang bervariasi di lesi. Terdapat ekspresi dari sitokin
proinflamatory (IL-1, IL-6, IL-8, dan, TNF-a), mediator inflamatori (PGs), kemokin, dan
faktor pertumbuhan (EKG, KGF, TGF-a, FGF, HGF) pada kista radikuler, dihasilkan dari sel
host.Tingkatan yang tinggi dari molekul tersebut memungkinkan adanya stimulasi lesi dari
toksin bakteri yang didapatkan dari saluran akar yang terinfeksi.Molekul-molekul tersebut
bersinergis dan menstimulasi sel dorman dari malassez untuk kemudian ikut dalam siklus sel
dan berproliferase.
Pada fase kedua, muncul kavitas epithelium-lined. Terdapat dua hipotesa dalam
pembentukan kavitas kista. Teori pertama merupakan teori defisiensi nutrisional. Teori ini
berdasarkan asumsi bahwa sel sentral dari epithelial strands dihilangkan dari sumber
nutrisinya dan mengalami nekrosis dan degenerasi liqueaktif. Teori kedua merupakan abses
teori.Teori ini berdasarkan poliferasi epithelium.Fase ketiga merupakan fase perbesaran kista
tersebut.
Perbesaran kista radikuler diawali dengan meningkatnya permeabilitas vaskular pada
jaringan sekitarnya yang dapat diakibatkan oleh respon inflamasi seluler, salah satunya
adalah melalui pelepasan histamin oleh sel mast.Peningkatan permeabilitas vaskular
mengakibatkan meningkatnya tekanan osmotik di dalam kista, dikarenakan banyaknya
jumlah eksudat inflamasi yang terdapat dalam kista. Untuk menyeimbangkan tekanan
osmotik di dalam dan di luar kista, maka cairan dari luar akan masuk ke dalam lumen
mengakibatkan terjadinya ekpansi atau pembesaran kista.
Kista radikular sangat erat hubungannya dengan resorpsi dari tulang alveolar. Proses
resopsi tulang alveolar terjadi karena kerja dari osteoklast yang mendegradasi komponen
organik dari tulang. Osteoklast terbentuk dari maturasi sel prekusor oskteoklast yang
distimulasi oleh interaksi antara Receptor Activator of Nuclear Factor κ B(RANK) dan
Receptor Activator for Nuclear Factor κ B Ligand(RANKL). Interaksi antara RANK dan
RANKL dapat dihalangi oleh osteoprotegerin (OPG) yang berfungsi sebagai inhibitor agar
sel prekrusor osteoklast tidak terdiferensiasi menjadi osteoklast. Sel prekusor osteoklast yang
kemudian akan terdiferensiasi menjadi osteoklast dan mengakibatkan resorpsi tulang
dihasilkan dari sel induk hematopoietik. Diferensiasi sel induk hematopoietik distimulasi oleh
macrophage colony stimulating factor (M-CSF) yang pelepasannya distimulasi oleh sitokin
dari sel host.

Anda mungkin juga menyukai