Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI II

PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH, RUMPLE LEEDE (PERCOBAAN


PEMBENDUNGAN), DAN RETRAKSI BEKUAN(CLOT RETRACTION)

Oleh :

Nama : I Putu Sindhunata Upadhana

NIM : P07134018 058

Kelas : II B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

2019/2020
I. HARI/TANGGAL :
Praktikum dilaksanakan pada : Jumat, 15 Maret 2020
II. TUJUAN
A. Tujuan Pemeriksaan Tekanan Darah
a. Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan tekanan darah
2. Mahasiswa dapat menjelaskan cara pemeriksaan tekanan darah
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan cara pemeriksaan tekanan darah
2. Mahasiswa dapat menentukan hasil dari pemeriksaan tekanan
darah
B. Tujuan Pemeriksaan Rumple leede (Percobaan Pembendungan)
a. Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan Rumple leede test
2. Mahasiswa dapat menjelaskan cara pemeriksaan Rumple leede test
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan cara pemeriksaan Rumple leede test
2. Mahasiswa dapat mengintepretasikan hasil dari pemeriksaan
Rumple leede
C. Tujuan Pemeriksaan Retraksi Bekuan (Clot Retraction)
a. Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan Retraksi Bekuan
pada sampel darah probandus
2. Mahasiswa dapat menjelaskan cara pemeriksaan Retraksi Bekuan
pada sampel darah probandus
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan cara pemeriksaan Retraksi Bekuan
pada sampel darah probandus
2. Mahasiswa dapat menentukan hasil dari pemeriksaan Retraksi
Bekuan pada sampel darah probandus
III. METODE
A. Metode Pemeriksaan Tekanan Darah
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan tekanan darah adalah
metode Vaskulator / Auskultasi (korotkov).
B. Metode Pemeriksaan Rumple Leede (Percobaan Pembendungan)
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan rumple leede adalah
metode rumple leede (pembendungan).
C. Metode Pemeriksaan Retraksi Bekuan (Clot Retraction)
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan retraksi bekuan yaitu
metode clot retraction.

IV. PRINSIP
A. Prinsip Pemeriksaan Tekanan Darah
Tekanan darah dalam arteri tidaklah tetap besarnya antara tiap - tiap
denyut cor. Yaitu berubah - ubah antara tekanan sistole (maxsimal) dan
tekanan diastole (minimal). apabila tekanan eksternal diberikan dibagian
arteri dan tekanan darah yang diperlukan untuk menimbulkan oklusi aliran
darah menunjukan tekanan dalam pembuluh darah tersebut.
B. Prinsip Pemeriksaan Rumle Leede (Percobaan Pembendungan)
Terhadap kapiler diciptakan suasana anoksia dengan jalan
membendung aliran darah vena. Terhadap anoksia dan penambahan
tekanan internal akan terlihat kemampuan kapiler bertahan. jika ketahanan
kapiler turun maka akan menimbulkan "petechiae" pada kulit
C. Metode Pemeriksaan Retraksi Bekuan (Clot Retraction)
5 mL darah segera setelah diambil dari vena dimasukkan kedalam
tabung centrifuge dan setelah membeku darah diinkubasi pada suhu 37oC
selama 1 jam sampai serum serta sel - sel darah yang terlepas keluar dari
bekuan diukur volumenya dinyatakan dalam % dari volume darah
seluruhnya.
V. DASAR TEORI

Tekanan darah adalah tekanan dari darah yang dipompa oleh


jantung terhadap dinding arteri. Tekanan ini terus menerus akan berada
dalam pembuluh darah dan memungkinkan darah mengalir secara konstan.
Gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh bergantung
pada volume darah yang terkandung dalam pembuluh dan distensibilitas
dinding pembuluh (seberapa mudah pembuluh darah tersebut
diregangkan). Jika volume darah yang masuk ke arteri sama dengan
volume darah yang keluar dari arteri selama periode yang sama maka
tekanan darah arteri akan konstan [ CITATION Nin16 \l 1033 ].

Uji rumple leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring


untuk mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan
positif jika terdapat lebih dari IO ptechiae pada seluas I inci persegi
(2,5x2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku (fossa
cubiti) (DEPKES, 2007).

Darah dalam tabung akan memadat bila berada di dalam tabung


yang mulai membeku, dan bekuan akan mengecil. Serum akan diperas
keluar dari bekuan, sehingga akhirnya hanya eritrosoit saja yang
terperangkap didalam massa fibrin. Hal ini disebut dengan retraksi
bekuan, dan trombosit berperan dalam proses ini. Sehingga, kecepatan
proses bekuan secara kasar dapat menunjukkan apakah trombosit adekuat
atau tidak. Bekuan yang normal secara perlahan – lahan akan dilepaskan
dari dinding tabung reaksi, dan kemudian diinkubasi pada suhu 37° C.
Retraksi bekuan terjadi hingga tinggal separuh dari ukuran semula yang
berlangsung dalam waktu 1 jam. Hasilnya berupa suatu bekuan fibrin yang
kenyal, berbentuk silinder yang mengandung eritrosit, dan terpisah dari
serum (Kiswari, 2014).
VI. ALAT DAN BAHAN
A. Pemeriksaan Tekanan Darah
Adapun alat dan bahan yang diperluan yaitu :
1. Sphygnomanometer yang terdiri dari (Manometer air raksa/digital,
sebuah manset riva rocci, sebuah bola karet untuk memompa udara
dan katup jarum)
2. Stetoskop
B. Pemeriksaan Rumple Leede
Adapun alat dan bahan yang diperluan yaitu :
1. Tensimeter dan Stetoskop
2. Timer
3. Stopwatch
C. Pemeriksaan Retraksi Bekuan
Adapun alat yang diperluan yaitu :
1. Tabung Centrifuge yang bergaris
2. Lidi
3. Squite / syringe 5cc
4. Rak tabung
Adapun bahan yang diperlukan yaitu :
1. Darah Vena Tanpa antikoagulan
2. Alkohol Swab
3. Kapas steril dan Hipafix

VII. PROSEDUR KERA


A. Prosedur Pemeriksaan Tekanan darah (Vaskulator/ Auskultasi
(Korotkov)
1. Setelah probandus terlentang, dan manset riva rocci dipasang di
lengan atas, lalu tempatkanlah corong stetoskop pada arteri brachialis,
tepat dibawah manset.
2. Bola karet dipompa sampai pulsus nadi radialis hilang ± 200 mmhg.
3. Dengan perlahan - lahan manset dibocorkan, sehingga pada suatu saat
mulai terdengar suara yang dapat kita beda - bedakan dalam 5 fase.
a) Fase 1 : suara gelobang nadi yang pertama yang melalui manset,
menyerupai suara pertama cor yang lemah
b) Fase 2 : suara itu menjadi lebih keras dan diikuti oleh desingan
seperti tiupan
c) Fase 3 : suara itu menjadi maksimal dan desingan menjadi mulai
hilang
d) Fase 4 : sekonyong - konyong menjadi kurang nyata, menjadi
suara tertutup, ini pada fase 4 (muffing sound)
e) Fase 5 : suara hilang
4. Tekanan sistole : sesuai dengan suara fase 1
Tekanan diastole : sesuai dengan suara fase 4
5. Perlu diketahui apabila fase kurang jelas, maka dapat ditetapkan
dengan menambah 5 mmhg. Dari tekanan saat hilangnya suara dari
fase 4
6. Bila setelah manset berulang - ulang masih belim terdengar dengan
jelas batas diastoleny, maka probandus diberi 1 aspirin.
B. Prosedur Pemeriksaan Rumple Leede (Percobaan Pembendungan)
1. Terangkan pada pasien tentang tujuan tes RL dan bagaimana
prosedurnya
2. Persiapkan lat yang digunakan untuk tes RL
3. Buat lingkaran pada bagian volar lengan bawah : radius 3 - 5 cm, titik
pusat terletak pada 2cm dibawah garis lipatan siku
4. Pasang ikatan spignomanometer pada lengan ataslebih kurang 3 jari
diatas fossa cubbiti
5. Pompa spignomanometer sampai tekanan darah sitolik dan distolik
(100 mmhg) yaitu diatas tekana vena tapi kurang dari tekanan arteri
sehingga darah dari jantung ke perifer tetap jalan. Jika tengan sistolik
kurang dari 100 mmhg, pompalah sampai tekanan ditengah - tengh
nilai sistolik dan diastolik
6. Pertahankan tekanan selama 10 menit
7. Lepaskan ikatan spignomanometer dan ditunggu sampiu tanda stasis
darah lenyap. Stasis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan
yang dibendung sama dengan warna kulit lengan disebelahnya
8. Carilah dan hitung banyaknya petekie yang timbul dalam lingkaran
yang berdiameter 5cm di bagian volar lengan bawah.
C. Prosedur Pemeriksaan Retraksi Bekuan (Clot Retraction)
1. Diambil kira - kira 5 ml darah dan dimasukkan darah tersebut
kedalam tabung centrifuge bergaris. Masukkan pula sebatang lidi
kedalam tabung tadi. Catatlah volume darah tersebut
2. Biarkan pada suhu ruang selama 2 - 3 jam ( 1 jam dalam suhu 37oc )
3. Lepaskan bekuan darah dengan hati hati dari dinding tabung,
miringkan tabung dan angkatlah bekuan tersebut dari tabung dengan
memegang lidi tersebut
4. Catatlah volume serum (bersama sel - sel yang masih tertinggal di
dalam tabung) yang ada dalam tabung itu dan sebutlah volume itu
dengan % dari volume darah semula.

VIII. NILAI NORMAL


A. Nilai Normal Pemeriksaan Tekanan darah
90/60 mmHg sampai dengan 120/80 mmHg
B. Nilai Normal Pemeriksaan Rumple Leede (Percobaan
Pembendungan)
- Normal (Negatif) : ≤ 10 petechiae
- Patologis (Positif) : ¿ 10 petechiae (Tekanan Kapiler Menurun)
C. Nilai Normal Pemeriksaan Retraksi Bekuan (Clot Retraction)
Jumlah serum diperas : 40% - 60%
IX. HASIL PENGAMATAN
A. Hasil Pemeriksaan Tekanan Darah
1. Identitas Probandus / Sampel Mahasiswa :
a. Nama : Desy Ayu Prastiwi
b. Umur : 20 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Hasil pemeriksaan : 90/60 mmHg (Normal)

B. Hasil Pemeriksaan Rumple Leede


1. Identitas Probandus / Sampel Mahasiswa :
a. Nama : Niluh Gede Anggi Witari
b. Umur : 20 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Hasil pemeriksaan : 6 petechiae (Normal)

(Gambar : Pemeriksaan Rumple Leed)

C. Hasil Pemeriksaan Retraksi Bekuan


1. Identitas Probandus / Sampel Mahasiswa :
a. Nama : I Putu Sindunatha Upadhana
b. Umur : 19 Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki - laki
d. Hasil pemeriksaan : 60% (Normal)

(Gambar : pemeriksaan retraksi bekuan)

X. PEMBAHASAN
A. Pemeriksaan Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan dari darah yang dipompa oleh
jantung terhadap dinding arteri. Tekanan ini terus menerus akan berada
dalam pembuluh darah dan memungkinkan darah mengalir secara konstan.
Gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh bergantung
pada volume darah yang terkandung dalam pembuluh dan distensibilitas
dinding pembuluh (seberapa mudah pembuluh darah tersebut
diregangkan). Jika volume darah yang masuk ke arteri sama dengan
volume darah yang keluar dari arteri selama periode yang sama maka
tekanan darah arteri akan konstan [ CITATION Nin16 \l 1033 ].

Adapun hasil yang didapatkan setelah melakukan pemeriksaan


tekanan dara pada pasien atas nama Desy Ayu Prastiwi yang berumur 20
tahun dangan jenis kelamin perempuan didapatkan hasil 90/60 mmHg
(Normal)

Kenyataannya, sewaktu sistol ventrikel satu isi sekuncup darah


masuk ke arteri dari ventrikel, sementara hanya sekitar sepertiga dari
jumlah tersebut yang meninggalkan arteri untuk masuk ke arteriol. Selama
diastole, tidak ada darah yang masuk ke dalam arteri, sementara darah
terus keluar dari arteri, didorong oleh recoil elastic.8 Tekanan darah
penting karena merupakan kekuatan pendorong bagi darah agar dapat
beredar ke seluruh bagian tubuh. Tekanan darah biasanya digambarkan
sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik. Tekanan Darah
Sistolik adalah tekanan maksimal yang ditimbulkan pada arteri sewaktu
darah disemprotkan ke dalam pembuluh selama periode sistol dengan
rerata adalah 120 mmHg. Tekanan Darah Diastolik adalah T\tekanan
minimal di dalam arteri ketika darah mengalir keluar menuju ke pembuluh
yang lebih kecil di hilir selama periode diastol dengan rerata adalah 80
mmHg [ CITATION Nin16 \l 1033 ].

Meskipun tekanan ventrikel turun ke 0 mmHg sewaktu diastole


namun tekanan arteri tidak turun hingga 0 mmHg karena terjadi kontraksi
jantung berikutnya dan mengisi kembali arteri sebelum semua darah
keluar dari sistem arteri [ CITATION Nin16 \l 1033 ].

Tekanan darah dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu


[ CITATION Nin16 \l 1033 ]:

a. Tekanan Darah Rendah (Hipotensi)

Hipotensi merupakan penurunan tekanan darah sistol lebih dari


20-30% dibandingkan dengan pengukuran dasar atau tekanan darah
sistol <100 mmHg.8 Sehingga setiap organ dari badan tidak mendapat
aliran darah yang cukup dan menyebabkan timbulnya gejala hipotensi.

b. Tekanan Darah Normal (Normotensi)

Menurut Smeltzer & Bare (2002) ukuran tekanan darah normal


orang dewasa berkisar 120/80 mmHg. Tekanan darah dalam kehidupan
bervariasi secara alami, seperti pada bayi dan anak-anak secara normal
memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah dibanding dengan
orang dewasa.

c. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)

Tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan sistoliknya di


atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Menurut
WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik
lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik
sama atau lebih besar 95 mmHg.

Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan perubahan nilai


tekanan darah [ CITATION Nin16 \l 1033 ]:

a. Umur

Bayi yang baru lahir memiliki tekanan sistolik rata-rata 73


mmHg. Tekanan sistolik dan diastolik meningkat bertahap sesuai
dengan usia hingga dewasa. Pada orang lanjut usia, arteri mengalami
penebalan sehingga lebih keras dan kurang fleksibel terhadap darah.
Hal ini mengakibatkan peningkatan terhadap tekanan sistolik dan
diastolik. Tekanan diastolik meningkat karena dinding pembuluh darah
tidak lagi retraksi secara fleksibel pada penurunan tekanan darah.

b. Perubahan Sikap (Posture)

Efek posisi tubuh yang berbeda-beda dapat mengubah hasil


pengukuran tekanan darah. Tekanan darah cenderung turun pada posisi
berdiri bila dibandingkan dengan posisi saat duduk.

c. Kondisi Kesehatan
1. Kelebihan berat badan dan obesitas

Kegemukan atau obesitas adalah persentase abnormalitas


lemak yang dinyatakan dalam indeks massa tubuh (IMT) yaitu
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat
dalam meter. Menurut WHO, seseorang dikatakan kelebihan berat
badan jika IMT ≥ 25 dan dikatakan obesitas apabila ≥30. Berat
badan dan IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah
terutama tekanan darah sistolik bilamana 5 kg dari berat badan
yang berlebih hilang maka akan menurunkan 2-10 poin tekanan
darah sistolik. Obesitas pada masa anak-anak maupun dewasa
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya hipertensi.

2. Penyakit Kardiovaskular

Menurut American Heart Association (2013) penyakit


jantung dan pembuluh darah menyebabkan distribusi aliran darah
menjadi tidak adekuat. Pada penyakit kardiovaskular dapat terjadi
arterosklerosis, aritmia, gagal jantung, dan kelainan katup jantung.
Hal ini mengakibatkan terganggungnya fungsi jantung dan
pembuluh darah sehingga menyebabkan perubahan tekanan darah.

d. Olahraga

Perubahan kardiovaskular bisa terjadi pada orang yang


melakukan exercise dynamic seperti berlari. Terjadinya peningkatan
denyut jantung dan curah jantung yang banyak, demikian juga tekanan
darah terutama sistolik dan tekanan nadi. Perubahan terjadi akibat
peningkatan kebutuhan metabolisme otot skelet sehingga diperlukan
aliran darah yang cukup ke otot skelet.

e. Merokok dan Alkohol

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida


yang terkandung dalam rokok yang dihisap dan masuk ke dalam aliran
darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan proses aterosklerosis dan juga menyebabkan tekanan
darah menjadi tinggi. Konsumsi alkohol secara berlebihan dalam
jumlah banyak juga dapat meningkatkan tekanan darah dan menjadi
predisposisi terjadinya hipertensi.

f. Kondisi Psikis
Menurut Lawson et al (2007), kondisi psikis seseorang dapat
mempengaruhi tekanan darah, misalnya kondisi yang mengalami stres
atau tekanan. Respon tubuh terhadap stres disebut alarm yaitu reaksi
pertahanan atau respon perlawanan. Kondisi ini ditandai dengan
adanya peningkatan tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan,
dan ketegangan otot. Stres akan membuat tubuh lebih banyak
menghasilkan adrenalin, hal ini membuat jantung bekerja lebih cepat
dan kuat.

g. Jenis Kelamin

Setelah pubertas, pria cenderung memiliki tekanan darah lebih


tinggi dari wanita,namun pada wanita setelah menopause, cenderung
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia
tersebut.

Dasar Pengukuran Tekanan Darah

Kecepatan aliran (velocity) suatu cairan dalam pembuluh akan


bergantung kepada isi aliran (flow) dan luas penampang pembuluh (area).
Dalam hal ini, kecepatan yang dimaksud adalah kecepatan linier yang
mempunyai rumus:

V= Q/A

V adalah kecepatan, Q adalah aliran, dan A adalah luas


penampang. Dapat diketahui bahwa perubahan pada luas penampang,
misalnya penyempitan pembuluh, akan sangat mempengaruhi kecepatan
aliran.

Apabila dikaji lebih jauh, kecepatan aliran berpengaruh pada


tekanan sisi (lateral pressure) pembuluh. Tekanan dalam pipa merupakan
jumlah tekanan sisi ditambah energi kinetik. Energi ini dapat dihitung
berdasarkan viskositas cairan dan kecepatan aliran (1/2 PV2 dengan P
adalah viskositas cairan dan V adalah kecepatan aliran). Kecepatan aliran
yang berubah akan mempengaruhi energi kinetik dan perubahan pada
energi ini akan mempengaruhi tekanan sisi pembuluh. Hal ini
dikemukakan karena pada hakikatnya yang diukur pada pengukuran
tekanan darah secara tidak langsung adalah tekanan sisi pembuluh darah.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran

Menurut Singgih (1989), beberapa hal yang harus diperhatikan


dalam melakukan pengukuran tekanan darah agar hasil pengukuran lebih
akurat, yaitu:

a. Ruang Pemeriksaan

Suhu ruang, ketenangan dan kenyamanan pada ruang periksa


yang nyaman harus diperhatikan. Suhu ruang yang terlalu dingin dapat
meningkatkan tekanan darah. Suhu ruangan yang baik adalah suhu
ruangan normal yaitu berkisar 20-25 derajat celcius.

b. Alat Pengukur Tekanan Darah

Alat yang sebaiknya digunakan adalah tensimeter yang sudah


melewati proses pengujian kondisi dan sudah dikalibrasi. Gunakan
manset dengan lebar yang dapat mencakup 2/3 panjang lengan atas
serta panjang yang dapat mencakup 2/3 lingkar lengan. Penggunaan
manset yang lebih kecil akan menghasilkan nilai yang lebih tinggi
daripada yang sebenarnya.

c. Persiapan Pasien

Apabila diperlukan dan keadaan pasien memungkinkan,


sebaiknya dipersiapkan dalam keadaan basal karena biasanya hanya
diperlukan nilai tekanan darah sewaktu, maka pengaruh kerja jasmani,
makan, merokok dihilangkan terlebih dahulu sebelum diukur. Keadaan
basal adalah keadaan pada orang terjaga yang sel-sel tubuhnya dalam
tingkat metabolisme minimal.

d. Tempat pengukuran

Pengukuran dilakukan pada lengan kanan dan kiri bila dicurigai


terdapat peningkatan tekanan darah. Posisi orang yang diperiksa
sebaiknya dalam posisi duduk. Dalam keadaan ini, lengan bawah
sedikit fleksi dan lengan atas setinggi jantung. Hindarkan posisi duduk
yang menekan perut, terutama pada orang yang gemuk.

e. Pemompaan dan pengempesan manset

Manset seharusnya dipompa dan dikempeskan sebelum


mengukur tekanan darah pasien. Hal ini untuk menghindarkan
kesalahan nilai karena rangsang atau reaksi obstruksi sirkulasi darah.
Pengempesan yang terlalu cepat akan mengakibatkan nilai diastolik
yang lebih rendah daripada yang sebenarnya.

Alat Ukur Tekanan Darah

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tekanan darah adalah


tensimeter (Sphygmomanometer). Alat tekanan darah yang
direkomendasikan setelah uji standar validasi dan kalibrasi adalah teknik
oskilometrik untuk jenis yang otomatis dan untuk jenis non-otomatis.
Dapat dijumpai tiga jenis tensimeter yang digunakan masyarakat yaitu
tensimeter air raksa, digital dan juga tensimeter aneroid. Menurut laporan
WHO, yang penting adalah lebar kantong udara dalam manset harus cukup
lebar untuk untuk menutupi 2/3 panjang lengan atas. Panjang manset juga
harus cukup panjang untuk menutupi 2/3 lingkar lengan atas. Ukuran
manset tersebut bertujuan agar tekanan udara dalam manset benar-benar
seimbang dengan tekanan isi pembuluh darah yang akan diukur.

a. Tensimeter

Tensimeter atau disebut sphygmomanometer pertama kali


diperkenalkan oleh Dr. Nikolai Korotkov, ahli bedah Rusia yang
menggunakannya untuk perangkat pengukuran tekanan darah.
Tensimeter pada awalnya menggunakan air raksa sebagai pengisi alat
ukur tekanan darah. Pada zaman sekarang, kesadaran masyarakat akan
konservasi lingkungan meningkat dan penggunaan alat ukur dari air
raksa menjadi perhatian dunia. Sehingga, penggunaan tensimeter air
raksa di luar negeri sudah tidak dianjurkan dikarenakan bahaya dari
penggunaan air raksa itu sendiri apabila pecah akan terpapar ke kulit
dan bahaya bagi saluran pernapasan. 17,18

Tensimeter pada umumnya terdiri dari sebuah pompa, sumbat


udara yang dapat diputar, kantong karet yang terbungkus kain, dan
pembaca tekanan baik berupa jarum yang mirip dengan stopwatch, air
raksa atau secara digital.

Tensimeter aneroid menggunakan semacam pegas untuk


menggerakkan jarum petunjuknya. Secara umum mempunyai cara
kerja yang sama dengan tensimeter air raksa dan juga memerlukan alat
tambahan yaitu stetoskop, namun terdapat perbedaan pada hasil
pengukuran yang ditampilkan dengan menggunakan jarum. Tensimeter
aneroid memiliki tingkat akurasi yang lebih rendah dibandingkan
tensimeter air raksa dan digital. Dalam penggunaannya memerlukan
suatu keterampilan khusus sehingga tidak disarankan untuk
penggunaan pribadi di rumah. Komponen utama tensimeter aneroid
yaitu: pompa/bulb, manset/cuff dan gauge atau jarum penunjuk hasil
pengukuran.

Pemakaian manset dipasang “mengikat” mengelilingi lengan


dan kemudian ditekan dengan tekanan di atas tekanan arteri lengan
(ateri brachialis) dan kemudian secara perlahan tekanannya diturunkan.
Ukuran manset pada pemasangan tekanan darah perlu mendapatkan
perhatian karena dapat mempengaruhi hasil pengukuran.

Menurut The Council for High Blood Pressure Research of the


Scientific Council of the America Heart Association, lebar manset
harus melebihi diameter dari lengan tempat manset dililit atau diikat.
Lebar manset menutupi 2/3 panjang lengan atas sehingga memberikan
ruangan yang cukup untuk meletakkan bel stetoskop di daerah fossa
kubiti, sedangkan panjang manset sedapat mungkin menutupi seluruh
lingkaran lengan.20,21
Pada tensimeter, diperlukan adanya keharusan pengecekan
kondisi dan kalibrasi tensimeter secara teratur. Kalibrasi pada
tensimeter dilakukan dengan cara membandingkan antara tensimeter
uji dan tensimete standar. Kesalahan pada saat kalibrasi tidak boleh
melebihi 2 mmHg, untuk kesalahan dapat dicari dengan menghitung
deviasi rata-rata (SD) pengukuran pada saat kalibrasi. Kemudian, jika
didapat hasil pengukuran yang berbeda, dilakukan kalibrasi dengan
mengatur keluaran dari perangkat uji di cocokkan dengan keluaran dari
perangkat referensi. Kalibrasi dapat dilakukan oleh fasilitas kesehatan
secara rutin maupun oleh pabrik sebagai bagian dari persetujuan
garansi atau servis.

Uji Pengecekan Kondisi Tensimeter

1. Pemeriksaan kondisi katup pemasok udara


a) Dilakukan dengan mengamati lubang katup
b) Selain itu juga memompa dalam keadaan pipa karet dilipat dan
katup pengontrol ditutup
c) Dikatakan cacat jika: ada kotoran dan katup aus sehingga udara
tidak terjebak pada kelep [bocor]
d) Laporkan tindakan yang dilakukan pada kolom keterangan jika
ada cacat (perbaikan atau diganti baru). Jika dilakukan
perbaikan dan dapat memenuhi criteria kebaikannya (tidak
cacat makan dinyatakan lolos uji dan ditulis “BAIK”)
2. Pemeriksaan kondisi bola pemompa
a) Dilakukan dengan mengamati bola pemompa
b) Dikatakan cacat jika : ada retak yang menyebabkan udara bocor
atau karet busuk hingga lengket saat ditekan
c) Laporkan tindakan yang dilakukan jika ada cacat (perbaikan
atau diganti baru)
3. Pemeriksaan kondisi katup pengontrol
a) Dilakukan dengan membuka saringan (filter) pada bola
pemompa
b) Pemeriksaan juga dilakukan dengan memutar skrup katup
dalam keadaan tertutup dan dipompa
c) Dikatakan cacat jika filter kotor dan katup bocor saat dipompa
meskipun dalam keadaan tertutup
d) Dilakukan pembersihan filter dan penggantian katup jika cacat
e) Laporkan tindakan yang dilakukan jika ada cacat (perbaikan
atau diganti baru)
4. Pemeriksaan kondisi pipa karet
a) Dilakukan dengan mengamati kondisi pipa karet
b) Dikatakan cacat jika: retak yang menyebabkan udara bocor,
busuk atau panjangnya tidak proporsional sehingga
menyulitkan pemeriksaan pada pasien
c) Laporkan tindakan yang anda lakukan jika ada cacat tersebut
(diganti baru)
5. Pemeriksaan manset
a) Dilakukan dengan mengamati kondisi manset
b) Dikatakan cacat jika retak yang menyebabkan udara bocor,
busuk, kain sobek, pengait rusak
c) Gelembung karet dikeluarkan dari selubung kain
d) Dilakukan pemompaan untuk menggelembungkan gelembung
karet
e) Dikatakan cacat jika demensi gelembung tidak rata
f) Laporkan tindakan yang anda lakukan jika ada cacat tersebut
(diganti baru)
6. Pemeriksaan kondisi manometer
a) Dilakukan dengan mengamati kondisi pipa manometer
b) Dikatakan cacat jika air raksa pada kondisi awal tidak pada
angka nol, air raksa hitam teroksidasi, atau pipa kaca kotor oleh
karat air raksa sehingga sulit membaca ketinggian
permukaannya
c) Laporkan tindakan yang anda lakukan jika ada cacat tersebut
(diganti baru)
7. Pemeriksaan kondisi ventilasi udara
a) Dilakukan dengan membuka sekrup dengan tang atau obeng
b) Mengamati kondisi pipa manometer
c) Dikatakan cacat jika ada kotoran, ada air raksa yang terkumpul
atau selaput kulit robek
d) Laporkan tindakan yang anda lakukan jika ada cacat tersebut
(diganti baru)
8. Uji Inflasi
a) Membelitkan manset pada lengan probandus
b) Memompa sphygmomanometer hingga tekanan 200 mmHg,
catatlah tekanannya setelah 10 detik
c) Dikatakan cacat jika pembacaan turun lebih dari 20mmHg (ke
180 mmHg)
d) Perbaikan dilakukan dengan merapatkan sambungan pipa dan
mencari serta memperbaiki kebocoran udara
e) Laporkan tindakan yang anda lakukan jika ada cacat tersebut
(diganti baru)
9. Uji Deflasi
a) Memompa manset hingga 200mmHg
b) Membuka katup pengontrol dan mengendalikan kecepatan
penurunannya
c) Dikatakan cacat jika penurunannya tidak dapat dikendalikan
pada kecepatan 2 mmHg per detik
d) Perbaikan dilakukan dengan merapatkan sambungan pipa dan
mencari serta memperbaiki kebocoran udara

b. Tensimeter Air Raksa

Pada awalnya semua alat tensimeter menggunakan air raksa


untuk mengukur tekanan darah. Satuan pengukuran tekanan darah
pada manusia yaitu mmHg (millimeter hydrargyrum/raksa) yaitu
berapa tinggi air raksa yang dapat diangkat oleh tekanan darah. Dalam
penggunaannya, dibutuhkan alat tambahan yaitu stetoskop untuk
membantu mendengarkan bunyi sistolik dan diastolik. Keunggulan
yang dimiliki oleh tensimeter air raksa adalah akurasinya yang
tinggi.18 Namun kelemahan yang dimiliki yaitu ukurannya yang besar
sehingga akan sangat merepotkan untuk dibawa kemana-mana dan
penggunaan air raksa yang dilarang. Merkuri yang digunakan dalam
tensimeter adalah jenis merkuri elemental dimana uap merkuri yang
terhirup apabila tensimeter pecah paling sering menyebabkan
keracunan, sedangkan merkuri yang tertelan ternyata tidak
menyebabkan efek toksik karena absorpsinya yang rendah kecuali jika
ada fistula atau penyakit inflamasi gastrointestinal atau jika merkuri
tersimpan untuk waktu lama di saluran gastrointestinal. Merkuri yang
masuk kedalam tubuh melalui intravena dapat menyebabkan emboli
paru.

Komponen yang terdapat pada tensimeter air raksa adalah


manset, bulb atau balon tensi, selang atau tubing dan tabung skala air
raksa. Salah satu contoh tensimeter air raksa yang sering digunakan
dan berstandar adalah tensimeter air raksa Riester Nova Presameter.
Tensimeter air raksa Riester Nova Presameter merupakan tensimeter
buatan Jerman dengan ketahanan dan akurasi yang tinggi. Berikut
adalah spesifikasi tensimeter air raksa Riester Nova Presameter:

Spesifikasi:

1. Toleransi kesalahan maksimum: +/- 3mmHg


2. 99.99% merkuri murni
3. Bahan tangan manset dengan dua tabung lateks
4. Faceplate-metal dengan mudah membaca skala hingga 300 mmHg
5. Segel khusus terhadap kontaminasi merkuri
6. Alat terbuat dari bahan alumunium yang ringan
7. Awet dengan garansi seumur hidup sehingga dapat digunakan
untuk bertahun-tahun.

Uji Kalibrasi Tensimeter Air Raksa


Prosedur kalibrasi tensimeter air raksa sebagai berikut:

1. Melepas manset tensimeter pada pipa sambungannya


2. Menghubungkan pipa manometer tensimeter dengan manometer
standar (manometer pipa U) menggunakan sambungan pipa T
3. Membelitkan manset pada botol probandus
4. Memompa secara perlahan untuk menaikkan air raksa pada
tensimeter dan manometer pipa U
5. Setiap kenaikan 10 mmHg pada tensimeter dicatat nilai yang
terbaca pada manometer pipa U
6. Percobaan dilakukan hingga 200 mmHg
7. Menghitung deviasi rata-rata
8. Dikatakan baik jika deviasi rata-ratanya tidak melebihi 2 mmHg

Pengukuran Tensimeter Air Raksa

Komponen suara jantung disebut suara korotkoff yang berasal


dari suara vibrasi saat manset dikempiskan. Suara korotkoff sendiri
terbagi menjadi 5 fase yaitu :

1. Fase I : Saat bunyi terdengar, dimana 2 suara terdengar pada waktu


bersamaan, disebut sebagai tekanan sistolik.
2. Fase II : Bunyi berdesir akibat aliran darah meningkat, intensitas
lebih tinggi dari fase I.
3. Fase III : Bunyi ketukan konstan tapi suara berdesir hilang, lebih
lemah dari fase I.
4. Fase IV : Ditandai bunyi yang tiba-tiba meredup/melemah dan
meniup.
5. Fase V : Bunyi tidak terdengar sama sekali disebut sebagai tekanan
diastolik.

Cara pengukuran menggunakan tensimeter air raksa:

1. Duduk dengan tenang dan rileks sekitar 5 (lima) menit


2. Jelaskan manfaat rileks tersebut, yaitu agar nilai tekanan darah
yang terukur adalah nilai yang stabil
3. Pasang manset pada lengan dengan ukuran yang sesuai, dengan
jarak sisi manset paling bawah 2,5 cm dari siku dan rekatkan
dengan baik
4. Posisikan tangan di atas meja dengan posisi sama tinggi dengan
letak jantung.
5. Bagian yang terpasang manset harus terbebas dari lapisan apapun.
6. Pengukuran dilakukan dengan tangan di atas meja dan telapak
tangan terbuka ke atas.
7. Rabalah nadi pada lipatan lengan diletakkan pada arteri brakialis
yang dapat diidentifikasi dengan menekan 2 jari diatas fossa cubiti
bagian medial, lekukan antara muskulus bicep brachii dengan
muskulus brachialis atau tepat di bawah lipatan siku (rongga
antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakhialis muncul
diantara kedua kaput otot biseps dan pompa alat hingga denyutan
nadi tidak teraba lalu dipompa lagi hingga tekanaan meningkat
sampai 30 mmHg di atas nilai tekanan nadi ketika denyutan nadi
tidak teraba.
8. Tempelkan steteskop pada perabaan denyut nadi, lepaskan
pemompa perlahanlahan dan dengarkan suara bunyi denyut nadi.
Bunyi tersebut dikenal sebagai bunyi Korotkoff yang terjadi
bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar dari
arteri brakhialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah
tekanan diastolik dan pada titik tersebut bunyi akan menghilang.
9. Catat tekanan darah sistolik yaitu nilai tekanan ketika suatu denyut
nadi yang pertama terdengar dan tekanan darah diatolik ketika
bunyi keteraturan denyut nadi tidak terdengar
10. Sebaiknya pengukuran dilakukan 2 kali. Pengukuran ke-2 setelah
selang waktu 2 (dua) menit.
11. Jika perbedaan hasil pengukuran ke-1 dan ke-2 adalah 10 mmHg
atau lebih harus dilakukan pengukuran ke-3.

B. Pemeriksaan Rumle Leede (Percobaan Pembendungan)


Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DBD selalu
disertai dengan tanda perdarahan. Hanya saja tanda ini tidak selalu di
dapat secara spontan oleh penderita, bahkan pada sebagian besar penderita
tanda perdarahan ini muncul setelah dilakukan test tourniquet.

Adapun hasil pemeriksaan yang didapatkan setelah melakukan


praktikum rumple leed test pada pasien atas nama Niluh Gede Anggi
Witari yang berumur 20 tahun dengan jenis kelamin perempuan
didapatkan hasil pemeriksaan yaitu 6 petechiae (normal)

Bentuk-bentuk pendarahan spontan yang dapat terjadi pada


penderita demam dengue dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit
(peteki), perdarahan agak besar (ekimosis), perdarahan gusi, perdarahan
hidung dan bahkan dapat terjadi perdarahan masif yang berakhir dengan
kematian. Pada hari-hari pertama demam biasanya dapat dilakukan
Rumpel Leed untuk mengetahui adanya peteki sebagai tes adanya infeksi
dengue pada pasien demam.

Uji rumple leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring


untuk mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan
positif jika terdapat lebih dari IO ptechiae pada seluas I inci persegi
(2,5x2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku (fossa
cubiti) (DEPKES, 2007).

Rumple leed test adalah pemeriksaan bidang hematologi dengan


melakukan pembendungan pada bagian lengan atas selama 10 menit untuk
uji diagnostik kerapuhan vaskuler dan fungsi trombosit. Rumple leed test
adalah pemeriksaan permeabilitas dinding pembuluh darah yang ditandai
dengan munculnya petechiae. Tes Rumple Leede (RL) atau yang dikenal
juga dengan Percobaan Pembendungan. Uji Turniket adalah salah satu
pemeriksaan yang dilakukan dalam bidang hematologi. Prosedur ini
diajarkan kepada mahasiswa agar mereka memahami bahwa tes RL ini
dapat dipakai untuk menguji ketahanan kapiler dan fungsi trombosit
sehingga merupakan upaya diagnostik untuk mengetahui adanya kelainan
dalam proses hemostasis primer. Sekaligus agar siswa dapat melakukan
persiapan, melaksanakan serta menginterpretasikan hasil pemeriksaan ini.

Prinsip pemeriksaan ini yaitu diberikan pembebanan pada kapiler


selama waktu tertentu sehingga terhadap kapiler diciptakan suasana
anoksia dengan adanya bendungan aliran darah vena. Terhadap anoksia
dan penambahan tekanan internal akan terlihat sejauh mana kemampuan
kapiler dapat bertahan. Jika ketahanan kapiler turun akan timbul "'
Petechiae "' di kulit. Jika ketahanan kapiler luntur (dinding kapiler kurang
kuat), pembendungan vena menyebabkan darah menekan dinding kapiler.
Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat atau adanya
trombositopenia, akan rusak oleh pembendungan tersebut. Darah dari
dalam kapiler akan keluar dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya
sehingga tampak sebagai bercak /titik merah kecil pada permukaan kulit
yang dikenal sebagai peteki.

Fungsi bendungan adalah untuk menimbulkan hambatan terhadap


aliran darah balik di lengan dan juga sehingga vena mengembang di
permukaan kulit dan menjadi lebih jelah terlihat. Hal yang perlu
diperhatikan adalah bendungan tidak boleh terlalu ketat dan tidak boleh
berlangsung lama. Pembendungan yang ketat dan berlangsung lama dapat
menimbulkan hemokonsentrasi.

Uji rumple leed menggunakan rumus % x (Ts + Td) alasan


menggunakan rumus tersebut karena tekanan tersebut merupakan tekanan
di atas tekanan vena tapi kurang dari tekanan arteri sehingga darah dari
jantung ke perifer (sirkulasi sistemik) tetap jalan. Ketika tekanan manset
berada antara tekanan sistolik (120mmHg) dan tekanan diastolik (80
mmHg), darah yang mengalir melalui pembuluh bersifat turbulen setiap
kali tekanan darah melebihi tekanan manset. Ketika tekanan darah sistolik
(120mmHg) hingga tekanan diastolik terdengar suara intermiten karena
semburan aliran turbulen sewaktu tekanan darah secara siklis melebihi
tekanan manset (Sherwood, 2001).
Jadi, dengan membendung pada tekanan sesuai rumus tersebut
sudah terdapat beberapa atau setengah aliran darah untuk mencukupi
organ-organ vital dan perifer (sirkulasi sistemik) dan beberapa atau
setengah aliran akan terbendung untuk test ini.

Hemostasis dan pembekuan menyatakan serangkaian kompleks


reaksi yang mengakibatkan pengawasan perdarahan melalui pembentukan
bekuan trombosit dan fibrin di tempat cedera. Pembekuan disusul oleh
resolusi atau lisisnya bekuan dan regenerasi endotel. Pada keadaan
homeostasis, hemostasis dan pernbekuan melindungi individu dari
perdarahan masif sekunder akibat trauma. Pada keadaan abnormal, dapat
terjadi perdarahan atau trombosis, penyumbatan cabang-cabang vaskular
yang mengancam kehidupan (Price and Wilson, 2006).

Pada saat cedera, terjadi tiga proses utama yang bertanggung jawab
atas hemostasis dan pembekuan, yaitu: (l) vasokonstriksi sementara; (2)
reaksi trombosit yang terdiri dari adhesi, reaksi pelepasan dan agregasi
trombosit; dan (3) pengikatan faktor-faktor pembekuan (Price and Wilson,
2006).

Pada pemeriksaan rumple leede, tekanan dipertahankan pada


100mmHg untuk menilai fungsi trombosit dan vaskular. Pada tekanan
tersebut akan terjadi cedera pada pembuluh darah sehingga trombosit akan
datang dan menempel pada kolagen pembuluh yang cedera tersebut,
mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3 trombosit sehingga terjadi
pembekuan. Secara normal, masa perdarahan akan terjadi selama 2 hingga
9 menit dan memanjang pada trombositopenia yang terjadi pada demam
dengue. Tekanan dipertahankan selama 3 - 5 menit untuk melihat adanya
petekie yang menandakan adanya kelainan pada trombosit serta untuk
menguji fragilitas vaskular. Tekanan tersebut dipertahankan selama 3
menit apabila telah tampak petekie lebih dari 20 di kulit yang telah
ditandai dan apabila dalam 3 menit masih belum menunjukkan petekie
lebih dari 20 maka ditunggu hingga 5 menit karena terkadang petekie tidak
tampak setelah 5 menit dengan tekanan 100 mmHg. Tekanan tersebut
tidak dipertahankan hingga angka normal dari masa perdarahan yaitu 9
menit karena dikhawatirkan akan terjadi perdarahan masif dibawah
permukaan kulİt karena cedera pembuluh darah yang akan mengakibatkan
timbulnya purpura.

C. Pemeriksaan Retraksi Bekuan (Clot Retraction)

Retraksi bekuan merupakan pemeriksaan untuk menguji fungsi


trombosit. Darah yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah darah
vena. Dalam beberapa menit setelah terbentuk, bekuan darah mulai
menciut dan biasanya memeras keluar hampir seluruh cairan dari bekuan
itu dalam,30 sampai 60 menit. Cairan yang terperas keluar disebut serum,
sebab seluruh fibrinogen dan sebagian besar faktor-faktor pembekuan
yang lain telah dikeluarkan; dan dengan demikian serum berbeda dari
plasma. Jelas bahwa serum tidak dapat membeku karena tidak
mengandung faktor-faktor pembekuan. Trombosit diperlukan untuk
terjadinya retraksi bekuan. Oleh sebab itu kegagalan pada proses retraksi
merupakan tanda bahwa jumlah trombosit yang beredar dalam darah
adalah kurang. Mikrograf elektron dari trombosit dalam bekuan darah
memperlihatkan bahwa trombosit-trombosit tersebut melekat pada benang-
benang fibrin sebenarnya dengan cara mengikat benang-benang itu
sehingga menjadi satu. Selain itu, trombosit yang terperangkap dalam
bekuan terus melepaskan zat-zat prokoagulan, salah satu di antaranya ialah
faktor pemantap fibrin yang menyebabkan terjadinya ikatan-ikatan silang
antara benang-benang fibrin yang berdekatan. Selain itu, trombosit
memberikan dukungan langsung untuk terjadinya retraksi bekuan dengan
cara mengaktifkan molekul. aktin dan miosin trombosit, yang merupakan
protein-protein yang kontraktil dan dapat menimbulkan kontraksi kuat dari
tonjolan-tonjolan runcing pada trombosit yang melekat pada fibrin. Jelas
bahwa peristiwa ini juga akan menciutkan jaringan fibrin menjadi massa
yang lebih kecil. Kontraksi molekul aktin dan miosin mungkin diaktifkan
oleh trombin. dan juga oleh ion kalsium yang dilepaskan oleh gudang
kalsium dalam retikulum endoplasma dan aparatus Golgi dari trombosit
(Gandasoebrata, 2010).
Adapun hasil yang didapatkan setelah melakukan pemeriksaan
retraksi bekuan pada pasien atas nama I Putu Sindunatha Upadhana yang
berumur 19 tahun dengan jenis kelamin laki - laki didapatkan hasil 60 %
(Normal)
Dengan terjadinya retraksi bekuan, ujung-ujung robekan pembuluh
darah ditarik saling mendekat, sehingga memungkinkan terjadinya
hemostasis. Percobaan ini digunakan untuk menguji fungsi trombosit,
selain trombosit dapat juga digunakan untuk menguji :

a. Kadar fibrinogen

b. Jenis permukaan yang bersentuh dengan darah beku

c. Kwalitas dan kwantitas trombosit

d. Hct

e. Beberapa keadaan seperti : myeloma, pneumonia, dan ikterus.

Meningkatnya Hct akan diikuti dengan berkurangnya retraksi


bekuan yang sebanding. Pengaruh pneumonia dan ikterus pada retraksi
bekuan masih belum dapat diterangkan. Pada myeloma, protein yang
abnormal mempengaruhi retraksi bekuan. Retraksi bekuan terjadi sejam
setelah darah membeku dan menjadi sempurna lewat 24 jam. Cara yang
diterangkan tadi memberi nilai yang kwantitatif pada percobaan ini. Jika
darah yang diperiksa mempunyai nilai Hct rendah dengan sendirinya
jumlah serum yang diperas keluar lebih banyak dari biasa. Pada keadaan
ini dan juga pada erytositosis sebagai gantinya dapat diukur jumlah serum
yang ketinggalan dalam bekuan, yaitu volume cairan bekuan
(Gandasoebrata,2010).

Dengan terjadinya retraksi bekuan, ujung-ujung robekan pembuluh


darah ditarik saling mendekat, sehingga memungkinkan terjadinya
hemostasis. (Hoffbrand & Moss, 2013)

Darah dalam tabung akan memadat bila berada di dalam tabung


yang mulai membeku, dan bekuan akan mengecil. Serum akan diperas
keluar dari bekuan, sehingga akhirnya hanya eritrosoit saja yang
terperangkap didalam massa fibrin. Hal ini disebut dengan retraksi
bekuan, dan trombosit berperan dalam proses ini. Sehingga, kecepatan
proses bekuan secara kasar dapat menunjukkan apakah trombosit adekuat
atau tidak. Bekuan yang normal secara perlahan – lahan akan dilepaskan
dari dinding tabung reaksi, dan kemudian diinkubasi pada suhu 37° C.
Retraksi bekuan terjadi hingga tinggal separuh dari ukuran semula yang
berlangsung dalam waktu 1 jam. Hasilnya berupa suatu bekuan fibrin yang
kenyal, berbentuk silinder yang mengandung eritrosit, dan terpisah dari
serum (Kiswari, 2014).

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemeriksaan Retraksi Bekuan

a. Tahap Pra Analitik

Tahapan Pra-analitik merupakan tahapan yang sangat penting


dan perlu diperhatikan dengan baik. Tahapan pra-analitik diantaranya
adalah proses pengambilan darah, pengiriman sampel, pencatuman
jenis pemeriksaan, persiapan sampel dan pemilihan alat (Sujud, et al,
2015).

1. Proses Pengambilan Darah

Mencegah terjadinya hemolisis pada saat pengambilan


sampel darah, karena hemolisis berat dapat menyebabkan pecahnya
eritrosit.

2. Pengiriman Sampel

Sampel yang akan dikirm perlu memperhatikan stabilitas


sampel. Agar sampel tetap dalam keadaan stabil maka perlu
persiapan suhu dan wadah sampel yang tepat.

3. Pencantuman Jenis Pemeriksaan


Memperhatikan jenis pemeriksaan apa yang akan
dilakukan, pencatatan jenis pemeriksaan yang tidak tepat
merupakan salah satu bentuk kesalahan yang umum terjadi.

4. Pemilihan Alat

Memilih alat yang sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan,


alat yang digunakan harus dalam kondisi yang baik dan layak
untuk digunakan ( Anik Nuryati, 2015).

b. Tahap Analitik

1. Alat/instrumen

a) Perlu diperhatikan pada penggunaan peralatan:

b) Waterbath harus diperhatikan pengaturan suhu yang tepat saat


digunakan.

c) Tabung sentrifuge bergaris juga harus diperhatikan secara


teratur kebersihannya.

d) Kebersihan, keutuhan dan ketepatan merupakan persyaratan


yang harus dipenuhi agar alat dapat dipakai.

2. Metode pemeriksaan

Memilih metode pemeriksaan hendaknya dipertimbangkan :

a) Reagen yang mudah diperoleh

b) Alat yang tersedia dapat untuk memeriksa dengan metode


tersebut

c) Suhu pemeriksaan dipilih sesuai dengan tempat kerja

d) Metode pemeriksaan yang mudah dan sederhana

3. Tahapan Post Analitik


Pencatatan hasil dan pelaporan hasil yang dilakukan secara
teliti dan benar (Chairunnisa N. H, 2015).

Pengaruh Suhu Inkubasi 37° C dan Suhu Ruang ( 25° – 30° C )

Suhu merupakan besaran dalam menyatakan derajat panas dingin


suatu benda. Dalam kehidupan sehari – hari masyarakat menggunakan
indera peraba untuk mengukur suhu, namun dengan adanya perkembangan
teknologi kini suhu dapat diukur dengan alat yang lebih modern seperti
termometer (Winarno, 2002). Menaikaan suhu inkubasi dapat
mempercepat terjadinya reaksi karena suhu inkubasi mempengaruhi
kecepatan terjadinya kesetimbangan reaksi (Susilo Y.V, 2005).

Hubungan Suhu Inkubasi dengan Retraksi Bekuan

Suhu inkubasi berhubungan dengan waktu yang diperlukan dalam


pemeriksaan retraksi bekuan, semakin tinggi suhu maka waktu yang
diperlukan lebih singkat. Suhu 37° C merupakan suhu stabil dalam tubuh,
sedangkan untuk suhu inkubasi dengan menggunakan suhu ruang
merupakan alternatif lain dalam pemeriksaan retraksi bekuan tanpa
penggunaan alat. Seluruh fibrinogen dan sebagian faktor – faktor
pembekuan yang lain dikelurkan setelah cairan serum teperas dari bekuan.
Sehingga bekuan akan menciut setelah proses tersebut. Penelitian dengan
menggunakan suhu inkubasi 37° C maupun suhu inkubasi 25° C dapat
digunakan dalam pemeriksaan retraksi bekuan.
XI. SIMPULAN
Adapun hasil yang didapatkan setelah melakukan pemeriksaan tekanan
dara pada pasien atas nama Desy Ayu Prastiwi yang berumur 20 tahun dangan
jenis kelamin perempuan didapatkan hasil 90/60 mmHg (Normal)

Adapun hasil pemeriksaan yang didapatkan setelah melakukan


praktikum rumple leed test pada pasien atas nama Niluh Gede Anggi Witari
yang berumur 20 tahun dengan jenis kelamin perempuan didapatkan hasil
pemeriksaan yaitu 6 petechiae (normal)

Adapun hasil yang didapatkan setelah melakukan pemeriksaan retraksi


bekuan pada pasien atas nama I Putu Sindunatha Upadhana yang berumur 19
tahun dengan jenis kelamin laki - laki didapatkan hasil 60 % (Normal)
DAFTAR PUSTAKA

AHA (American Heart Association). (2013). High Blood Pressure. Amerika:


American Heart Association.

Anggraeni, D.E., 2016. Perbedaan Kadar Asam Urat Berdasarkan Variasi Suhu
dan Waktu Inkubasi. Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang.

Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddart (Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC

C) Selama 0 Jam, 2 Jam, dan 4 Jam. Universitas Muhammadiyah Semarang,


Semarang.

D’Hiru., 2013.Live Blood Analysis Setetes Darah Anda Dapat Mengungkap


Status Kesehatan dan Penyakit yang Mengancam Anda. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

DEPKES RI, 2007. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas. Jakarta: DEPKES.

Fauziati, A., 2013. Hiperfibrinolisis pada Pasien Sirosis Hati. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Ilmu Kedokteran UII, Yogyakarta.

Fiktor, Ferdinand P., 2011. Praktis Belajar Biologi. Bandung: Grafindo Media
Pratama.

Gandasoebrata., 2007. Penuntun Laboratorium Klinik, cetakan 13. Jakarta: Dian


Rakyat.

Gunita, A.M., 2007. Karakteristik Enzim Fibrinolitik dari Cacing Tanah Perionyx
excavates. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Handayani, et al., 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Kartadi, D.H., 2013. PengaruhPemberian Heparin Subkutan sebagai Profilaksis


Trombosis Vena dalam (TVD) terhadap Nilai D-Dimer pada Pasien Sakit
Kritis di ICU RSUP Dr. Kariadi. Universitas Diponegoro, Semarang.
Kiswari, R., 2014. Hematologi & Transfusi. Jakarta: Erlangga.

Kusmiati, Mia., 2015. Hubungan Trombositopenia dengan Manifestasi Klinis


Perdarahan pada Pasien Demam Berdarah Dengue Anak. Fakultas
Kedokteran Universitas Bandung, Bandung.

Lawson R.Wulsin and Arthur J, BarskyVictor RG, Kaplan NM. 2007. Systemic
hypertension: mechanisms and diagnosis. In: Libby P, Bonow RO, Mann
DL, Zipes DP, eds.,. Braunwald's Heart Disease: A Textbook of
Cardiovascular Medicine. 8th ed. Philadelphia. Saunders Elsevier.

Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit;


Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC. 2006.

Rofinda, D.Z., 2012. Kelainan Hemostasis pada Leukimia. Fakultas Kedokteran


Universitas Andalas, Padang.

Sherwood L. fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem; Edisi 6. Jakarta: EGC.2001.


Hal 376-1.

Singgih, A. 1989. Pembakuan Pengukuran Tekanan Darah. Cermin Dunia


Kedokteran. Nomer 56.

Sugiarti., 2013. Pengaruh Waktu dan Suhu Inkubasi terhadap Jumlah Trombosit
Metode Automatic. Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang.

Sujud.et al., 2015. Perbedaan Jumlah Trombosit pada Darah EDTA yang Segera
Diperiksa dan Penundaan Selama 1 Jam di Laboratorium RSJ Grhasia
Yogyakarta. Jurusan Analis Kesehatan Kemenkes Yogyakarta,Yogyakarta.

Susilo, Y.V. et al., 2005. Pengaruh Waktu dan Suhu Inkubasi pada Optimasi
Assay Kit Ria Mikroalbuminuria. Pusat Pengembangan Radioisotop dan
Radiofarmaka (P2RR), Batan.

Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

Zulaicha, M., 2010.Perbedaan Hasil Pemeriksaan Plasma Protrombin Time (PPT)


pada Plasma Sitrat yang Disimpan pada Suhu Ruang (20° C – 30°
Zunnur, N. H. (2016). Kesesuaian tipe tensimeter air raksa dan tensimeter digital
terhadap pengukuran tekanan darah pada usia dewasa . Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai