Anda di halaman 1dari 120

Pemeriksaan Fisik Fungsi Pernafasan

A. PENGERTIAN
Pemeriksaan fisik ( fungsi) pernafasan adalah suatu cara seorang petugas kesehatan
(perawat) memeriksa pasien yang mengalami gangguan nafas atau susah untuk
melakukan nafas secara normal sebagaimana makhluk hidup biasanya. Adapun
masalah-masalah yang terjadi atau gangguan dalam sistem pernafasan adalah :
1. Hipoksia adalah kekurangan oksigen yang ditandai dengan sianosis (kebiruan)
2. Tachypnea ( napas > 24x/m)
3. Bradypnea ( napas < 10x/m)
4. Hyperventilasi ( cepat + dalam )
5. Hypoventilasi ( pendek + dangkal)
6. Kusmaul ( cepat + dangkal)
7. Hyperkapnea (co2 menumpuk)
8. Hypokapnea ( co2 kurang )
9. Dyspnea ( sesak dan berat)
10. Orthopnea (Sulit bernafas saat duduk dan berdiri)
11. Cheyne stokes ( nafas cepat dalam ada berhenti dan teratur)
12. Biot ( nafas cepat dalam ada berhenti dan tidak teratur )
13. Paradoksial ( gerakan dinding paru berlawanan arah dari normal)
14. Stridor ( ada bising gara-gara sempit)
15. Apnea (henti Nafas )

B. MANFAAT PEMERIKSAAN FISIK PERNAFASAN


Pemeriksaan fisik pernafasan memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri,
maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
1. Mengetahui apakah pernafasan pasien dalam rentang normal atau tidak normal
2. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

C. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMFIS PERNAFASAN :


1. Selalu meminta kesediaan/ ijin pada pasien untuk setiap pemeriksaan
2. Jagalah privasi pasien
3. Pemeriksaan harus seksama dan sistimatis
5
4. Jelaskan apa yang akan dilakukan sebelum pemeriksaan (tujuan, kegunaan, cara dan
Bagian yang akan diperiksa)
5. Beri instruksi spesifik yang jelas
6. Berbicaralah yang komunikatif
7. Ajaklah pasien untuk bekerja sama dalam pemeriksaan
8. Perhatikanlah ekpresi/bahasa non verbal dari pasien

Garis-garis imaginer:
- Linea mid - sternalis
- Linea sternalis
- Linea medio (mid) clavicularis
- Linea axillaris anterior, media dan posterior
- Linea scapularis
- Linea vertebralis
- Angulus Ludovici, Angulus costae dan arcus costae
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM


No. Dok : KDM I Tgl. Diterbitkan : november Paraf :
Jur.Kep/XI/2021 2021 Ketua Jurusan
No. Revisi : 03 Hal :

PEMERIKSAAN FUNGSI PERNAPASAN


Nama peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester/TA :
Waktu
N BUTIR EVALUASI Dilakuka Tdk KET
O n dilakukan
1 0

A PERSIAPAN

Alat-alat:
➢ Stopwatch
➢ Stetoskop
➢ Buku Catatan
➢ Masker (bilaperlu)
➢ Pen Light
➢ Handscoon
B PROSES

1. Memberitahupasoen dan informed concent

2. Persiapan perawat: cuci pasan


tangan dan handscoon. g

3. Persiapan lingkungan: pasang sampiran

4. Persiapan pasiean: atur posisi dan buka pakaian


pasien seperlunya.

5. Inspeksi kepala dan leher


- Bau napas dan adanya sputum
- Perhatikan nasofaring dan orofaring
- Pernapasan pursed lips, sianosis, dan
pernapasan cuping hidung
- Penggunaan pernapasan otot berlebihan
6. Inspeksi dada
- Perubahan bentuk dada seperti: barred
chest, pigeon chest, funnel chest, thoracic
kyphoscoliosis.
- Gerakan dada
- Hitung frekuensi napas, perhatikan irama,
amplitudo dan kedalaman napas

5
- Penggunaan otot aksesoris,
retraksi, kesimetrisan.
7. Inspeksi jari tangan dan kaki
- Clubbing finger
- Capilary refill
8. Lakukan Palpasi trakea (adanya massa, krepitus atau
devial)

9. Palpasi eksansi dada (kesimetrisan gerakan dan


kekuatan ekspansi)

10. Palpasi taktil fremitus

11. Perkusi dada untuk mengetahui area paru-paru


kanan dan kiri.

12. Auskultasi bunyi napas pada area lapang paru,


sekitar menubrium dan daerah trakea. (Identifikasi
adanya bunyi napas normal)

13. Beritahu pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.

14. Atur kembali posisi pasien senyaman mumgkin

15. Cuci Tangan

16. Dokumentasikan hasil pemeriksaan


C OUTPUT
Jlh skor

Nilai = (jlh skor yg didapat / 15) x 100

Bengkulu,............................20...
Tim penilai

1.................................
2.................................

ANALISA GAS DARAH ARTERI (AGD)


7
0
A. Definisi
Analisa gas darah adalah salah satu tindakan pemeriksaan laboratorium yang
ditujukan ketika dibutuhkan informasi yang berhubungan dengan keseimbangan asam
basa pasien. Hal ini berhubungan untuk mengetahui keseimbangan basa tubuh yang
dikontrol melalui tiga mekanisme, yaitu sistem buffer, sistem respiratori, dan sistem
renal (Wilson, 1999).
Analisa Gas Darah (AGD) merupakan pemeriksaan untuk mengukur keasaman (pH)
jumlah oksigen, dan karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan ini digunakan untuk
menilai fungsi kerja paru-paru dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi
darah dan mengambil karbondioksida dalam darah. Analisa gas darah melipui PO2,
PCO3, pH, HCO3, dan saturasi O2.
B. Tujuan
Analisa gas darah memiliki tujuan sebagi berikut (McCann,2004):
1. Mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh.
2. Mengevaluasi ventilasi melalui pengukuran pH, tekanan parsial oksigen arteri (PaO2),
dan tekanan parsial karbondioksida (PaCO2)
3. Mengetahui jumlah oksigen yang diedarkan oleh paru-paru melalui darah yang
ditujukan melalui PaO2.
4. Mengetahui kapasitas paru-paru dalam mengeliminasikan karbondioksida yang
ditujukan oleh PaCO2.
5. Menganalisa isi oksigen dan pemenuhanya serta untuk mengetahui jumlah bikarbonat.

C. Lokasi Pengambilan Darah Arteri


1. Arteri Radialis dan Arteri Ulnaris (sebelumnya dilakukan allen's test)
Test allen's merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah ditangan, hal ini
dilakukan dengan cara yaitu : pasien diminta untuk mengepalkan tangannya,
kemudian berikan tekanan pada arteri radialis dan arteri ulnaris selama beberapa
menit, setelah itu minta pasien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada
arteri, observasi warna jari-jari,ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus
memerah dalam 15 detik,warna merah menunjukkan test allen's positif. Apabila
tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen's negatif. Jika
pemeriksaan negatif,hindarkan tangan tersebut dan pemeriksa tangan yang lain.
2. Arteri Dorsalis Pedis
Merupakan arteri pilihan ketiga jika arteri radialis dan ulnaris tidak bisa digunakan.
3. Arteri Brakialis 7
1
Merupakan arteri pilihan keempat karena lebih banyak resikonya bila terjadi obstruksi
pembuluh darah. Selain itu arteri femoralis terletak sangat dalam dan merupakan
salah satu pembuluh utama yang memperdarahi ekstremitas bawah.
4. Arteri Femoralis
Merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak dapat diambil. Bila
terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke seluruh
tubuh/tungkai bawah dan bila yang mengakibatkan berlangsung lama dapat
menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar,
sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri. Selain itu arteri
femoralis terletak sangat dalam dan merupakan salah satu pembuluh utama yang
memperdarahi ekstremitas bawah.
Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan jika masih ada alternatif
lain karena tidak memiliki sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi
spasme atau thrombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak
digunakan karena adanya resiko emboli ke otak.
D. Antikoagulan yang Digunakan
Antikoagulan yang digunakan dalam pengambilan darah arteri adalah heparin.
Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2. Antikoagulan
dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Sedangkan pH tidak terpengaruh
karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
E. Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan ini yaitu ( MoCann, 2004 )
1. Adanya resiko jarum mengenai periosteum tulang yang kemudian menyebabkan
pasien mengalami kesakitan. Hal ini akibat dari terlalu menekan dalam memberikan
injeksi.
2. Adanya resiko jarum melewati dinding arteri yang berlainan.
3. Adanya kemungkinan arterial spasme sehingga darah tidak mau mengalir masuk ke
syringe.

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM


No. Dok : KDM I Tgl. Diterbitkan : november Paraf :
Jur.Kep/Xi/2021 2021 Ketua Jurusan
No. Revisi : 03 Hal :
7
0
FORMAT PENCAPAIAN KOMPETENSI
ANALISA GAS DARAH ARTERI(AGD)
Nama peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester/TA :
Waktu :

T/DL DILAKUKAN DILAKUKAN


KURANG DG BENAR
NO
BUTIR EVALUASI BENAR
0 1 2
A INPUT
Alat
1. Spuit 2,5 cc – 5 cc, jarum ukuran
23 G/ 25 G
2. Anticoagulant Heparin 10 ml, 1000
unit/ml
3. Alat pelindung diri (sarung tangan,
masker dan skort bila perlu)
4. Penutup udara dari karet
5. Nierkeben/Bengkok
6. Kain pengalas
7. Kapas alkohol
8. Plester
9. Kassa betadine
10. Safety Box
11. Gulungan handuk sebagai pengalas
12. Wadah berisi es
13. Beri label untuk menulis status
klinis pasien yang meliputi :
a. Nama, tanggal, dan waktu
b. Apakah menerima O2 dan bila
ya berapa banyak dengan rute
apa
c. Suhu

B. PROSES

5. Informed Concent
6. Cuci tangan
7. Gunakan hand scoond
8. Memilih arteri yang akan di pungsi

7
1
Menyiapkan posisi pasien :
a. Arteri Radialisl :
➢ Pasien tidur semi fowler dan
Pergelangan tangan
hiperekstensi, tangan
dirotasikan keluar. Letakkan
gulungan handuk sebagai alas
untuk hiperekstensl sehingga
arteri mudah teraba.
9.
➢ Arteri harus benar-benar teraba
untuk memastikan
lokalisasinya.
b. Arteri Dorsalis Pedis.
➢ Pasien boleh flat/fowler.
c. Arteri Brachialis
➢ Posisi pasien semi fowler,
tangan
hyperekstensikan/diganjal
dengan siku.
d. Arteri Femoralis.
➢ Posisi pasien flat.
Bila menggunakan arteri radialis,
lakukan Allen Test terlebih dahulu.
(Bendung arteri radialis dan ufnaris
10. hingga tangan pucat. Lepaskan aliran
arteri radialis. Allen test positif jika
tangan kembali
berwarna merah muda)
Pergelangan tangan
hiperekstensi,tangan dirotasikan
11.
keluar. Letakkan gulungan handuk
sebagai alas untuk memudahkan
hiperekstensi
1 ml heparin diaspirasikan kedalam
12. spuit, buang kelebihan heparin
perlahan, pastikan tidak ada
gelembung udara
Palpasi arteri radialis dengan jari
tengah dan telunjuk tentukan titik
maksimal denyut. Bersihkan dengan
kapas bethadine secara sirkuler.

13. Setelah 30 detik kita ulangi dengan


kapas alkohol dan tunggu hingga
kering

7
0
Lokalisasl arteri yang sudah
dibersihkan difiksasi oleh tangan kiri
dengan cara kulit diregangkan dengan
14. kedua jari telunjuk dan jari tengah
sehingga arteri yang akan ditusuk
berada di antara 2 jari tersebut

Spuit yang sudah di heparinisasi


pegang seperti memegang pensil
dengan tangan kanan, jarum
ditusukkan ke dalam arteri yang sudah
di fiksasi tadi.
-Pada arteri radialis posisi jarum 45
15.
derajat.
-Pada arteri brachialis posisi jarum 60
derajat.
-Pada arteri femoralis posisi jarum 90
derajat
Bila jarum tepat menembus pembuluh
arteri,piston perlahan akan naik keatas
dengan sendirinya. Bila tusukan tidak
berhasil jarum jangan langsung
16.
dicabut, tarik perlahan-lahan sampai
ada dibawah kulit kemudian tusukan
boleh diulangi lagi kearah denyutan.
Ambil darah 5 ml, Jarum dilepaskan
lalu tekan area selama minimal 5-10
17. menit (15 menit untuk pasien yang
mendapat antikoagulan)
Buang gelembung udara dari spuit,
lepaskan jarum, tempatkan penutup
18. udara pada spuit, putar spuit diantara
telapak tangan untuk mencapur
heparin.
19. Lokasi tusukan tutup dengan kassa +
bethadine steril.
20. Beri spuit label. Segera tempatkan
kedalam air es
21. Cuci tangan
22. Dokumentasikan pelaksanaan penga-
mbilan pada status pasien
23. Evaluasi
OUTPUT
➢ Sampel darah arteri berhasil di
ambil
➢ Tidak terjadi pendarahan
TOTAL
NILAI AKHIR ( total 19 item)
7
1
Bengkulu,............................20...
Tim penilai

1.................................
2.................................

7
0
PERAWATAN TRAKEOSTOMI

A. KONSEP TRAKEOSTOMI
1. Definisi

Trakeostomi adalah prosedur di mana dibuat lubang ke dalam trakea (smelzer dan
bare 2002) trakeostomi adalah operasi di mana memasukkan selang ke dalam trakea
agar klien dapat bernapas dengan lebih mudah dan mengeluarkan sekretnya (Putri
Ardita C 2008)

Trakeostomi dapat menetap atau permanent. Trakeostomi dilakukan untuk meminta


suatu oksida dalam nafas atas dan membuang sekresi trakeobronkial untuk
memungkinkan penggunaan ventilasi mekanisme jangka panjang untuk mencegah
aspirasi sekresi oral atau lambung pada pasien tidak sadar dan paralyze (dengan
menutup trakea dari esophagus), dan untuk mengganti selang endotrakea, ada banyak
proses penyakit dan kondisi kedaruratan yang membuat kami diperlukan.

2. Indikasi Traekeostomi
Indikasi trakeostomi termasuk sumbatan mekanis pada jalan napas dan gangguan non
produksi yang mengubah ventilasi gejala-gejala yang mengidentifikasi adanya
obstruksi pada nafas.
a. Timbulnya dispnea dan spidol ekspirasi yang khas pada obstruksi setinggi atau di
bawah Rima gratis terjadinya respirasi pada insisuar Suprasternal dan
Supraklavikular
b. Pasien tampak pucat atau sisnotik
c. Disfagia
d. Pada anak-anak akan tampak gelisah

Gangguan yang mengidentifikasi perlunya trakeostomi :

a. Terjadinya obstruksi jalan napas atas


b. sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis misalnya pada
pasien dalam keadaan koma
c. untuk memasang alat bantu pernapasan (respirator)
d. Apabila terdapat benda asing di subglotis
e. Penyakit inflamasi menyumbat jalan napas (misal angina Ludwig), epiglotitis dan
lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa

7
1
f. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas atas seperti rongga mulut,
sekitar lidah dan faring. Hal ini sangat berguna pada pasien dengan kerusakan
paru, yang kapasitas vital nya berkurang.

Indikasi lainnya yaitu:

a. Cedera parah pada wajah dan leher


b. Setelah pembedahan wajah di leher
c. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi

3. Komplikasi trakeostomi
Komplikasi trakeostomi diantaranya adalah:
a. Perdarahan
b. Pneumothorax terutama pada anak-anak
c. Aspirasi
d. Henti jantung sebagai rangsangan hipoksia terhadap respirasi
e. Paralisis saraf rekuren
f. Perdarahan lanjutan pada arteri inominata
g. Infeksi
h. Fistula trakeoesofagus
i. Stenosis trakea

B. PERAWATAN TRAKEOSTOMI
1. Definisi
Perawatan trakeostomi adalah luka operasi atau insisi pada trakea yang harus
dirawat untuk menjaga jalan napas supaya dapat bernapas dengan baik atau
dengan normal
2. Tujuan perawatan trakeostomi
a. Untuk mencegah sumbatan pipa trakeostomi (plugging)
b. Untuk mencegah infeksi
c. Meningkatkan fungsi pernapasan (ventilasi dan oksigenasi)
d. Bronchial toilet yang efektif
e. Mencegah pipa tersebut

Adapun gambar dari trakeostomi yaitu :

7
0
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
7
1
LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03

FORMAT PENILAIAN
PERAWATAN TRAKEOSTOMI
Nama peserta :
Nim :
Tanggal :
Semester/tahun :
Waktu :

T/DL DILAKUKAN DILAKUKAN


KURANG DG BENAR
N
BUTIR EVALUASI BENAR
O
0 1 2
A INPUT
Persiapan Alat Steril:
a. SarungTangan
b. Kassa 4x4 tigabuah
c. Kom sedang 3 pcs
d. Sikat kecil
e. Swab kapas/ cutton buds

Non Steril:
a. Handuk, Plester anti air
b. Sarungtangan
c. HidrogenPeroksida
d. NaCl 0,9%
e. Gulungan kassa /
pengikattracheostomi
f. Gunting
g. Pelindungwajah

B. PROSES

5. Informed Concent
6. Cuci tangan
7. Gunakan hand scoond

7
0
Menyiapkan posisi
pasien :
1. Instruksikan pasien dengan
9. posisi semi fowler
2. Atur senyaman mungkin

Pelaksanaan:

10. Tempatkan handuk menyilang di


dadapasien

Cuci tangan dan kenakan sarung


tangan serta pelindung wajah
11.

Lepaskan balutan kotor trakeostomi


12. dan buang bersama sarungtangan

Tuangkan cairan NaCl pada satu


kom dan Hidrogenparoksida.

13. Bersihkan area trakea dengan cutton


buds/swab berujung kapas Bersihkan
dengan gerakan memutar dari arah luar
dengan menggunakan tangan dominan
untuk memegang alatsteril.

Dengan menggunakan kassa kering


14. 4x4, tekan sedikit pada kulit dan
permukaan kanule luar yang terpajan.

Masukkan balutan trakeostomi baru di


bawah ikatan bersih dan piringan
15. depan.

Lepaskan sarung tangan dan buang


16. pada bengkok dengan trakeostomi
kotorterikat.

Posisikan pasien dengan nyaman dan


kaji status pernapasan.
17.

7
1
Perawat cuci tangan, catat pengkajian
status pernapasan pasien dan status
18. kulit sekitar stoma, frekuensi
perawatandan

21. Cuci tangan

22. Dokumentasikan pelaksanaan penga-


mbilan pada status pasien
23. Evaluasi
OUTPUT

➢ Sampel darah arteri berhasil di


ambil
Tidak terjadi pendarahan
TOTAL
➢ NILAI AKHIR ( total 19
item)

Bengkulu,............................20...
Tim penilai

1.................................
2.................................

7
0
PERAWATAN WSD

A. PENGERTIAN
WSD adalah suatu tindakan invansif yang dilakukan dengan memasukkan suatu
katetr/selang kedalam rongga pleura, rongga thorax, mediastinum dengan maksud
untuk mengeluarkan udara, cairan termasuk darah dan pus dari rongga tersebut agar
mampu mengembang atau ekspansi secara normal.
WSD merupakan pipa khusus yang dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan
trocar atau klem penjepit bedah. Tindakan WSD (Water Seal Drainage) atau yang
disebut juga dengan “Chest-Tube” (pipa dada) adalah suatu usaha untuk memasukkan
kateter ke dalam rongga pleura dengan maksud untuk mengeluarkan cairan yang
terdapat di dalam rongga pleura.
Penyulit pemasangan WSD adalah perdarahan dan infeksi atau super infeksi. Oleh
karena itu pada pemasangan WSD harus diperhatikan anatomi pembuluh darah
interkostalis dan harus diperhatikan sterilitas.
B. TUJUAN PEMASANGAN
1. Memungkinkan cairan (darah,Perfusi pleura) keluar dari rongga pleura
2. Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura
3. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura (reflux drainage) yang dapat
menyebabkan pneumotoraks
4. Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan
5. Negative pada intra pleura
C. INDIKASI PEMASANGAN WSD
1. Pneumothoraks yang disebabkan oleh :
- Spontan > 20% karena rupture bleb
- Luka tusuk tembus
- Klem dada yang terlalu lama
- Kerusakan selang dada pada system drainage
2. Hemothoraks yang disebabkan oleh :
- Robekran pleura
- Kelebihan antikoagulan
- Pasca bedah thoraks
3. Empiema disebabkan oleh :
- Penyakit paru serius
- Kondisi inflamasi
4. Bedah paru karena : 7
1
- Ruptur pleura sehingga udara dapat masuk kedalam rongga pleura
- Reseksi segmental, Misal : pada tumor paru, TBC
- Lobectomy, Misal : pada tumor paru, abses, TBC
- Pneumektomi
5. Efusi pleura yang disebabkan oleh :
- Post operasi jantung
D. KONTRA INDIKASI PEMASANGAN WSD
1. Infeksi pada tempat pemasangan
2. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol
E. TEMPAT PEMASANGAN
1. Apikal
• Letak selang pada intercota III midclavicula
• Dimasukan secara anterolateral
• Fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
2. Basal
• Letak selang pada intercota V-VI atau intercota VIII-IX midaksilaler
• Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dan rongga pleura
F. INDIKASI PELEPSAN WSD
1. Produksi cairan <50 cc / hari
2. Bubling sudah tidak ditemukan
3. Pernafasan pasien normal
4. 1-3 hari post cardiac surgery
5. 2-6 hari post thoracic surgery
6. Pada thorax foto menunjukan pengembangan paru yang adekuat atau tidak adanya
cairan atau udara pada rongga intra pleura
G. KOMPLIKASI
1. Pendarahan intercostal
2. Episema
3. Kerusakan pada saraf interkosta, vena, arteri
4. Pneumothoraks kambuhan
5. Nyeri akan terasa setelah efek dari obat bius local, teritama 12-48 jamsetelah
inseral. Setelah 24 jam pasien dapat menyesuaikan diri dan dapat diatasi dengan
analgetik.
6. Robeknya pleura, terutama apabila terjadi perlengketan pleura. Keadaan ini akan
menyebabkan fistula bronkopleura. Kateter juga dapat salah masuk, yakni ke
7
0
bawah diafragma atau dibawah jaringan subkutan. Efek sampingan ini didapat
apabila menggunakan trocar.
7. Dengan keteter yang steril dan dengan drain yang terpasang baik, maka sangan
mudah terinfeksi. Oleh karena itu bila jumlah cairan yang keluar dibawah 50 cc,
maka drain harus dicabut dari rongga pleura, oleh kateter selain cairan sudah tidak
ada, juga mudah menyebabkan terjadinya infeksi ( Tabrani Rab, 1996 ).
H. JENIS JENIS WSD
A. WSD dengan system satu botol o Sistem yang paling sederhana dan sering
digunakan pada pasien simpl pneumothoraks o Terdiri dari botol dengan penutup segel
yang mempunyai 2 lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol
o Air steril dimasukan ke dalam botol sampe ujung selang terendam 2cm untuk
mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru.
o Selang untuk ventilsi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara dari
rongga pleura keluar
o Drainage tergantung dari mekanisme pernapasan dan gravitasi o Undulasi pada selang
cairan menikuti irama pernapasan :
3. Inspirasi akan meningkat
4. Ekspirasi menurun
B. Wsd dengan sistem dua botol o digunakan 2 botol 1 botol mengumpulkan cairan
drama g dan botol ke-2 botol water seal
o Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong dan hampa udara,
selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di botol 2 yang berisi water
seal
o 3Cairan drainage dari rongga pleura masuk ke 101 dan udara dari rongga pleura
masuk ke water seal botol 2

o Prinsip kerjasama dengan sistem satu botol yaitu udara dan cairan mengalir dari
rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang masuk ke
WSD
o Biasanya digunakan untuk mengatas hemotharaks ,i hemopncumathoraks , efusi
pleura
B. Wsd dengan sistem 3 botol o Sama dengan sistem dua botol, ditambah satu botol
untuk mengontrol jumlah hisapan yang digunakan
o Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan o Yang penting adalah kedalaman selang
di bawah air pada botol ketiga jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung
selang yang tertanam dalam air botol WSD 7
1
o Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan o Botol ke-3
mempunyai 3 selang:
• Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol kedua
• Tube pendek lain dihubungkan dengan suction
• Tube di tengah yang panjang sampai batas permukaan air dan terbuka ke
atmosfer
I. Hal-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN PADA PERAWATAN PASIEN
DENGAN BSD :
1. Mengisi bilik waterseal dengan air steril sampai ketinggian yang sama dengan 2 cm
H2O
2. Jika digunakan penghisap, isi bilik kontrol penghisap dengan air steril sampai
ketinggian 20 cm atas sesuai yang diharuskan
3. Pastikan bahwa selang tidak terlipat, menggulung atau mengganggu gerakan klien
4. Berikan dorongan klien untuk mencari posisi yang nyaman dan pastikan selang tidak
tertinggi
5. Lakukan latihan rentang gerak untuk lengan dan bahu dari sisi yang sakit beberapa
kali sehari
6. Dengan perlahan pijat selang, pastikan adanya full tua si dari ketinggian cairan dalam
bilik wsd yang menandakan aliran masih lancar
7. Amati adanya kebocoran terhadap udara dalam sistem drainase sesuai yang
diindikasikan oleh gelombang konstan dalam bilik WSD

8. Observasi dan laporkan adanya pernapasan cepat, dangkal, sianosis, adanya


emfisema subkutan, gejala-gejala hemoragi dan perubahan yang signifikan pada
tanda-tanda vital
9. Anjurkan klien mengambil nafas dalam dan bentuk pada interval yang teratur dan
10. Jika klien harus dipindahkan ke area lain letakkan botol dibawa ketinggian dada . jika
selang dilepas gunakan ujung yang terkontaminasi dari selang dada dan selang .
pasang konektor steril dalam selang dada dan selang, sambungkan kembali ke sistem
drainage
11. Jangan mengeklaim wsd selama memindahkan klien
12. Ganti botol wsd setiap 3 hari atau bila sudah penuh, catat jumlah cairan yang Cara
menggantikan botol:
✓ Siapkan sheet baru, botol yang berisi aquades ditambahkan dengan
disinfektan
✓ Selang wsd di klem dulu
7
0
✓ Ganti botol wsd dan lepaskan clan
✓ Amati adanya durasi dalam selang wsd
1. Bila udulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain:
• Motor sution tidak
• Selang tersumbat
• Selang
• Paru-paru telah
2. Prosedur perawatan WSD :
Persiapan alat :
❖ Kasa steril dalam
❖ Korentang dalam larutan
❖ Play store
❖ Gunting
❖ Bengkok yang dialasi kantong plastic
❖ Alkohol pada tempatnya
❖ Klaim dua buah
❖ Botol wsd Syahrir yang baru berisi larutan
❖ Selang steril penyambung
❖ Betadin yang diencerkan dengan
❖ Perlak dan alas
❖ Pinset dua buah
❖ Com kecil
❖ Handsoon
❖ Masker bila perlu 3. Pelaksanaan tindakan :

1. Memberitahu pasien dan informed concent

2. Mendekatkan alat-alat

3. Memasang sampiran

4. Membantu pasien dalam posisi duduk atau setengah duduk

• semi flower sampai flower tinggi untuk mengeluarkan udara (pneumothorak)

•posisi flower untuk mengeluarkan cairan (hemothorax)

5. Memasang Persela atau pengalah di samping lokasi pemasangan WSD

7
1
6. Membuka bagian pasien bagian atas sehingga lokasi pemasangan WSD terbebas dari pakaian

7. Cuci tangan dan pasang handscoon

8 buka play store dengan kapas alkohol, lalu buka balutan dengan hati-hati

9. Masukkan balutan yang kotor kedalam bengkok

10. Mendesinfeksi sekitaran drain dengan kapas alkohol 70% menggunakan pinset

11. Mengoles luka operasi dengan kasa betadin menggunakan pinset

12. Menutup sekitar drain dengan kasa steril yang dilipat membentuk sudut dan di plaster

13.; Selang WSD diklaim

14. Melepas sambungan selang botol dari drain

15. Ujung selang drain dibersihkan dengan kapas alkohol kemudian drain dihubungkan dengan
selang penyambung botol WSD yang baru

16. Lepas klem dari WSD

17. Observasi uduk nasi dari selang drain

18. Bereskan alat-alat

19. Perawat cuci tangan

20. Evaluasi hasil tindakan

21. Mencatat hasil tindakan

4. Pencabutan selang WSD


Indikasi pengangkatan WSD adalah bila:
a. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan:
• tidak ada undulasi
• cairan yang keluar
• tidak ada gelembung udara yang keluar
• kesulitan bernafas tidak ada
• dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara
• dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara

7
0
b. selang wsd tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooring atau pengurutan pada

selang

7
1
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03
FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN

PRAKTEK PERAWATAN WSD ( water seal drainage)

Nama peserta :
Nim :
Tanggal :
Semester/tahun :
Waktu :

T/DL Dilakukan Dilakukan


kurang benar kurang benar
No Butir evaluasi

0 1 2

Baki berisi :

❖ Kassa steril dalam tromol


❖ Korentang dalam larutan
disinfektan
❖ P;rster
❖ Gunting
❖ Bengkok yang di alasi kantong
plastik
❖ Alkohol pada tempatnya
❖ Klem 2 buah
❖ Botol WSD steril yang berisi
larutan risol
❖ Selang steril penyambung WSD
❖ Betadine yang di
encerkan

7
0
dengan NaCl
❖ Perlak dan alas
❖ Pinset 2 buah
❖ Kom kecil
❖ Handscoon
❖ Masker ( bila perlu )
b. Proses

1. Memberitahukan pasien dan informed


concent

2. Mendekatkan alat

3. Memasang sampiran

4. Membantu pasien dalam posisi duduk


atau setengah duduk

5. Memasang perlk atau pengalas di samping


lokasi pemasangan WSD

6. Membuka pakaian pasien bagian atas


sehingga lokasi pemasangan WSD
terbebas dari pakaian

7. Mencuci tangan dan pasang handscoon

8. Buka plester dengan kapas, alkohol, lalu


buka balutan dengan hati-hati

9. Masukkan balutan yang kotor ke dalam


bengkok

10. Mendisinfeksi sekitar drain dengan kapas


alkohol 70% menggunakan pinset

11. Mengoles luka operasi dengan kassa


betadine menggunakan pinset

12. Menutup sekitar drain dengan kassa steril

7
1
yang di lipat membentuk sudut dan di
plester|

13. Selang WSD di klem

14. Melepas sambungan selang botol dari


drain

15. Ujung selang drain di bersihkan dengan


kapas alkohol kemudian drain di
hubungkan dengan selang penyambung
botol WSD yang baru

16. Melepas klem dari selang WSD

17. Observasi undulasi dari selang drain

18. Bereskan alat-alat

19. Perawat cuci tangan

20. Evaluasi hasil tindakan

21. Berpamitan

22. Mencatat hasil tindakan

Total

Nilai akhir ( total 22 item )

Bengkulu ..................

Tim penguji :

FISIOTERAPI DADA
7
0
A. PENGERTIAN
Fisioterapi dada adalah pemeriksaan atau tindakan yang dilakukan untuk mengelurkan
rahasia atau lendir yang menempel atau menumpuk di dinding-dinding dada dengan
pukulan (perkusi). Suatu tindakan yg dilakukan pada penderita dengan : Latihan
bernapas, slap dinding dada, menggetarkan dinding dada ,Melakukan batuk, Serta
penggunaan.Untuk memberikan latihan pernapasan.
B. MANFAAT FISIOTERAPI DADA
1. Mempertahankan dan mencapai keefektifan dari sel paru
2. Mencegah atau mengatasi kolaps paru akibat retensi sputum
3. Mobilisasi atau mengeluarkan sekresi paru
4. Komplikasi akibat sekresi (BP)
5. Mempertahankan oksigenasi 6. Meghan atropi, otot-otot dada
7. Meghan dekubitus.
C. INDIKASI
1. Pasien dengan ventilator
2. Pasien dengan retensi sputum 3. Pasien dengan reflek batuk
tidak aktif
4. Pasien tidak sadar.
5. Fisioterapi dada biasanya efektif diikuti dengan napas dalam dan batuk efektif.
D. KONTRA INDIKASI
1. Pasien syok
2. Pasien fraktur ign
3. Pasien dengan tekanan intrakanial meningka

7
1
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM

7
0
No. Dok : KMB 1 Tgl. Diterbitkan : Paraf : Ketua Jurusan
november 2021
Jur. Kep/XI/2013
Hal :
No. Revisi : 03

FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN PRAKTEK


FISIOTERAPI DADA

Nama Peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester/TA :
Waktu :
NO BUTIR EVALUASI T/DL DILAKUKAN DILAKUKAN
DENGAN
KURANG
BENAR
BENAR
0 1 2
A INPUT
Persiapan alat
❖ Tempat tidur yang bias diatur
posisi.
❖ Handuk kecil / sedang yang tipis.
❖ Tempat sputum bagi pasien yang
sadar dan dapat batuk.
❖ Hand Scoon.
❖ Suction bagi pasien tidak sadar.
❖ Tisu
❖ Bengkok
❖ Stetoskop, tensi meter, arloji /
stopwatch
❖ Buku catatan
❖ Masker
B Proses
1. Memberitahukan pasien dan Informed
concent.
2. Cuci tangan dan pakai hand scoon.
3. Ukur tanda-tanda vital pasien.

4. Lakukan auskultasi paru untuk


mengetahui are penumpukan secret.

7
1
5 Atur posisi pasien sesuai area
penumpuka
(kepala>rendah/pronasi/Lateral
Kanan/Lateral Kiri/Duduk tegak )
6 Letakkan handuk diatas area yang akan
diperkusi.
7 Instruksikan pasien untuk mengambil
nafas dalam dan lambat.
8 Lakukan perkusi pada area
penumpukkan secret selama 1-2 menit
pada setiap area.
9 Instruksikan pasien untuk mengambil
nafas lambat dan dalam, Tepatkan
telapak tangan pada area secret.
10 Lakukan vibrasi menggunakan telapak
tangan pada saat ekspirasi dan berhenti
pada saat inspirasi dengan arah gerakan
memutar sesuai dengan lokasi lobus
yang mengalami penumpukan secret.
Vibrasi pada lobus atas, arah gerakan
ke bawah.
Vibrasi pada lobus bawah, arah
gerakan ke atas.

11 Lakukan vibrasi sebanyak 4-4 kali pada


area.
12 Bagi pasien yang sadar, instruksikan
pasien untuk melakukan batuk efektif
dan membuang secret yang keluar ke
dalam tempat sputum, ke dalam
bengkok berisi larutan klorin.
Bagi pasien yang tidak sadar lakukan
penghisapan lender.

13 Bersihkan mulut pasien dengan


menggunakan tisu.
14 Pertahankan posisi pasien selama 10-15
menit pada setiap posisi postural
drainage.
15 Ukur kembali tanda-tanda vital selama
dan setelah tindakan.

7
0
16. Lepaskan sarung tangan atau alas
handuk.
17. Atur posisi pasien seperti semula atau
senyaman mungkin.
18. Auskultasi paru ( bunyi nafas ) dan
bandingkan dengan sebelum tindakan.
19. Cuci tangan dan bereskan alat.
20. Catat tindakan yang telah dilakukan
meliputi :
Tanda-tanda vital, hasil auskultasi paru,
posisi, lama waktu dilakukan fisioterapi
dada, hari, tanggal dan jam dilakukan
tindakan serta nama perawat yang
melakukan.
Karakter sputum yang keluar : jumlah,
warna, bau, kekentalan darah.

C OUTPUT yang diharapkan :


•Sputum/secret keluar.
•Auskultasi paru ( bunyi nafas )
vesikuler atau menunjukkan
perbaikan.
• Pasien merasa nyaman, dan
tanda-tanda vital stabil.
TOTAL
NILAI AKHIR ( TOTAL : 20 ITEM )

Bengkulu,............................20...
Tim penilai

1.................................
2.................................

TERAPI INHALASI

A. Definisi

7
1
Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan cara inhalasi.
Terapi inhalasi merupakan satu teknik pengobatan penting dalam proses pengobatan
penyakit respiratori (saluran pemafasan) akut dan kronik. Penumpukan mukus di dalam
saluran napas, peradangan dan pengecilan saluran napas ketika serangan asma dapat
dikurangi secara cepat dengan obat dan teknik penggunaan inhaler yang sesuai Terapi
inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk segera bekerja.
Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah obat yang perlu diberikan
adalah lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya. Sayangnya pada cara pemberian
ini diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit dikerjakan, sukar mengatur
dosis, dan sering obatnya mengiritasi epitel paru

B. Tujuan
Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan absorpsinya terjadi secara
cepat dibanding cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi sangat bermanfaat pada
keadaan serangan yang membutuhkan pengobatan segera dan untuk menghindari efek
samping sistemik yang ditimbulkannya. Biasanya terapi inhalasi ditujukan untuk
mengatasi bronkospasme, meng-encerkan putum, menurunkan hipercaktiviti bronkus,
serta mengatasi infeksi. Terapi inhalasi ini baik digunakan pada terapi jangka panjang
untuk menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkan obat, terutama penggunaan
kortikosteroid

C. Indikasi
Penggunaan terapi inhalasi ini diindikasikan untuk pengobatan asma, penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK). sindrom obstruktif post tuberkulosis, fibrosis kistik.
bronkiektasis, keadaan atau penyakit lain dengan sputum yang kental dan lengket.

D. Cara penggunaan berbagai terapi inhalasi Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi,
yaitu
1. Inhaler dosis terukur (MDI, metered dove inhaler)
2. Penguapan (gas powered hand held nebulizer)
3. Inhalasi dengan intermitten positive pressure breathing (IPPB)
4. Pemberian melalui intubasi pada pasien yang menggunakan ventilator

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
7
0
Jur.Kep/XI/2021 november 2021 Ketua Jurusan
No.Revisi : 03 Hal :

FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN


PRAKTEK PEMBERIAN TERAPI INHALASI DOSISTERUKUR
Nama peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester /TA :
Waktu :
No. T/ DILAKUKAN DILAKUKAN
BUTIR EVALUASI DL KURANG BENAR DG BENAR
0 1 2
A. INPUT
Persiapan alat
• Inhaler dosis terukur dengan
obat dalam keleng kecil
• Aerochamber
• Tisu
• Air untuk mencuci
mulut,khususnya setelah
menggunakan Inhaler steroid
B. PROSES
1. Berikan klien kesempatan untuk
memanipulasi Inhaler dan
kalengnya,jelaskan dan
peragakan cara memasang kaleng
dengan Inhaler
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan
dosis terukur dan ingatkan klien
tentang kelebihan penggunaan
Inhaler,termasuk efek samping obat
3. Jelaskan langkah-langkah
prnggunaan dosis obat
inhaler(peragakan tahap-tahapanya
bila mungkin)

• Lepaskan penutup pegang


inhaler tegak ,genggam

dengan ibu jari dan dua jari


berikutnya(jari telunjuk 7
1
dan jari tengah)
• Kocok inhaler
• Dongakkan kepala sedikit ke
belakang dan hembuskan
nafas
• Posisikan inhaler dalam salah
satu dari cara berikut :
- Buka mulut letakkan
inhaler dengan jarak 0,5
cm (1-2) dari mulut
- Sambungkan spacer dari
mouthpiece inhaler
• Letakkan mouthpiece inhaler
atau spacer dimulut
• Dongakkan kepala sedikit ke
belakang dan hembuskan
nafas
• Kocok inhaler
• Dongakkan kepala sedikit ke
belakang dan hembuskan
nafas
• Tekan ke bawah inhaler guna
melepaskan obat (sekali
sapuan) sambil menghirup
perlahan
• Nafas perlahan selama 2 atau 3
detik
• Tahan nafas selama kurang dari
10 detik
• Ulangi semprotan sesuai
isntruksi, tunggu 1 menit
setiap semprotan
4. Bila di resepkan 2 mdi tunggu 5
sampai10 detik antara inhalasi
5. Jelaskan bahwa mungkin klien
merasa ada sensasi tersedak pada
tenggorokan yang di sebabkan oleh
driplet obat pada faring atau lidah
6. Perintahkan klien untuk membuang
kaleng obat dan membersihkan

inhaler dengan air hangat

7
0
7. Tanyakan apakah klien ingin
mengajukan pertanyaan
8. Biarkan klien memperagakan cara
menggunakan inhaler
9. Instruksikan klien untuk mengulangi
inhalasi sebelum jadwal dosis
berikutnya

10. Catat pada catatan perawat isi atau


keterampilan yang di ajarkan dan
kemampuan klien menggunakan
inhaler
Total

Nilai Akhir

Bengkulu,............................20...
Tim penilai

1.................................
2.................................

SUCTION
A. PENGERTIAN
Suction adalah suatu cara untuk mengeluarkan secret dari saluran nafas dengan
menggunakan suction kateter yang dimasukkan melalui hidung atau rongga mulut
7
1
kedalam pharyng atau trachea. Penghisapan lendir digunakan bila klien mampu batuk
secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret dengan mengeluarkan atau
menelan. Tindakan penghisapan lendir juga tepat pada klien yang kurang responsif
atau, yang memerlukan pembuangan sekret oral.

B. TUJUAN
Saluran pernafasan bebas dari sumbatan semua kotoran atau lendir sehingga pasien
dapat bernafas dengan normal.
C. INDIKASI
1. Klien dengan retensi sputum
2. Klien dengan respirator atau endotrakeal tube
3. Klien dengan trakeostomi.
D. KONTRAINDIKASI
1. Klien dengan TIK meningkat
2. Klien dengan edema paru
E. KERUGIAN SUCTION
1. Pendarahan/keluar struktur
2. Kontaminasi bakteri
3. Kekurangan oksigen sesaat
4. Ketakutan dan panic pada pasien yang sadar
5. Kecenderungan untuk tachycardia karena emosi, apnoe karena anoksia
6. Vagal reflek
7. Ekstra iritasi →ekstra produksi secret
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03
7
0
FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN
PRAKTEK PENGHISAPAN LENDIR ( Suction )

Nama peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester /TA :
Waktu :
No T/ DL DILAKUKAN DILAKUKAN DG
. BUTIR EVALUASI KURANG BENAR
BENAR
0 1 2
A. INPUT
Baki berisi
a. Suction lengka dengan selangnya
b. Kateter penghisap lendir
c. Kom berisi NaCl
d. Cairan savlon pada tempatnya
e. Bengkok
f. Tisu
g. Sarung tangan steril
h. Korentang
i. Perlak dan Alas

B. PROSES
1. Memberitahukan pasien dan informed
concent
2. Mendekatkan alat-alat
3. Memasang sampiran
4. Memasang sampiran
5. Mengatur posisi pasien dengan kepala
miring kea rah perawat
6. Mencuci tangan
7. Memasang sarung tangan
8. Menyambung kateter pengisap dengan
selang suction
9. Menghidupkan mesin dan memasukkan
kateter ke dalam kom berisi NaCl untuk
membilas kateter.

7
1
10. Membuka penutup yang ada pada
pangkal kateter dengan tangan kiri
tangan kanan memasukkan ujung
kateter ke mulut, hidung, sampai
kerongkongan
11. Menutup kateter dengan jempol kiri dan
menghisap lendir dengan menarik dan
dengan cara memutar 10-15 detik.

12. Bilas kateter dengan NaCl sampai bersih

13. Menganjurkan pasien menarik napas


dalam beberapa kali diantara pengisapan

14. Ulangi prosedur sampai jalan napas bersih

15. Bilas kateter dengan cairan savlon sampai


bersih
16. Mematikan mesin penghisap lendir dan
melepas kateter penghisap dimasukkan ke
kom berisi savlon
17. Bereskan alat-alat
18. Perawat cuci tangan
19. Evaluasi hasil tindakan
20. Berpamitan
21. Melakukan pencatatan hasil tindakan
TOTAL NILAI

Bengkulu,............................20...
Tim penilai
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03
FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMBERIAN OKSIGEN REBRETHING DAN NON REBRETHING
7
0
Nama peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester /TA :
Waktu :

Tdk
Dilakuka
NO BUTIR EVALUASI dilaku KET
n
kan
1 0
A PERSIAPAN
➢ Masker rebreather
➢ Selang oksigen
➢ Tabung oksigen
➢ Humidifier
➢ Kassa
➢ Cotton bud
B PELAKSANAAN
Inspeksi tanda dan gejala hipoksia dan sekresi pada
1.
jalan napas.
2. Inform consent
3. Cuci tangan
Pasang selang masker rebreather ke selang oksigen
dan hubungkan ke sumber oksigen yang
4. dilembabkan dan diatur sesuai kecepatan aliran
yang diprogramkan. Observasi air dihumidifier
bergelembung.
Letakkan sungkup masker rebreather menutupi
5. hidung dan mulut, atur sungkup sampai benar-
benar pas menempati hidung dan nyaman bagi
klien.
Atur pengikat untuk kenyamanan klien (di kepala
6. atau bawah dagu) pertahankan selang oksigen
cukup kendur
Periksa kanul tiap 8 jam dan pertahankan
7.
humidifier terisi setiap waktu
8. Observasi hidung dan dan permukaan superior
kedua telinga klien untuk melihat
adanya kerusakan kulit
Periksa kecepatan aliran oksigen dan program
9.
dokter setiap 8 jam
10 Cuci tangan
Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang
11
berhubungan dengan hipoksia telah hilang
12 Catat Metoda pemberian oksigen, kecepatan aliran,
7
1
kepatenan nasal kanul, respon klien.
Jlh skor
Nilai = (jlh skor yg didapat / 17) x 100

Bengkulu,............................20...
Tim penilai
1.................................
2.................................

7
0
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03

MASKER NONREBREATHER
Nama peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester /TA :
Waktu :

dilakuka Tdk KET


NO BUTIR EVALUASI n dilakuka
n
1 0
A PERSIAPAN
➢ Masker nonrebreather
➢ Selang oksigen
➢ Tabung oksigen
➢ Humidifier
➢ Kassa
➢ Cotton bud
B PELAKSANAAN
Inspeksi tanda dan gejala hipoksia dan sekresi pada
1.
jalan napas.
2. Inform consent
3. Cuci tangan
Pasang selang masker sederhana ke selang oksigen
dan hubungkan ke sumber oksigen yang
4. dilembabkan dan diatur sesuai kecepatan aliran
yang diprogramkan. Observasi air dihumidifier
bergelembung.
Letakkan sungkup masker sederhana menutupi
5. hidung dan mulut, atur sungkup sampai benar-
benar pas menempati hidung dan nyaman bagi
klien.
Atur pengikat untuk kenyamanan klien (di kepala
6. atau bawah dagu) pertahankan selang oksigen
cukup kendur

7
1
Periksa kanul tiap 8 jam dan pertahankan
7.
humidifier terisi setiap waktu
Observasi hidung dan dan permukaan superior
8. kedua telinga klien untuk melihat adanya
kerusakan kulit
Periksa kecepatan aliran oksigen dan program
9.
dokter setiap 8 jam
10 Cuci tangan
Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang
11
berhubungan dengan hipoksia telah hilang
Catat Metoda pemberian oksigen, kecepatan aliran,
12
kepatenan nasal kanul, respon klien.
Jlh skor
Nilai = (jlh skor yg didapat / 17) x 100

Bengkulu,............................20...
Tim penilai

1.................................
2..................................

7
0
SISTEM PENCERNAAN
A. ANAMNESIA KELAINAN SISTEM PENCERNAAN
Untuk menentukan kelainan/penyakit yang diderita seseorang akibat gangguan
saluran pencernaan perlu dilakukan anamnesis, baik auto maupun allo anamnesis
yang teliti dan sistematis, sesuai dengan kronologis kejadian.
Anamnesis dimulai dengan keluhan utama yakni keluhan yang diderita seseorang
membawa dia untuk meminta pertolongan/ pengobatan kepada dokter. Gejala klinis
gangguan system pencernaan dapat berupa nyeri epigastrium, mual muntah,
kembung, diare dll.
Anamnesis untuk kelainan system pencernaan secara garis besar dapat dibagi atas 3
bagian yaitu:
1. Gangguan asupan (intake)
2. Gangguan penyerapan (absorpsi)
3. Gangguan struktur lainnya pada system pencernaan, baik pada system pencernaan
bagian atas maupun system pencernaan bagian bawah.
• Gangguan asupan
dapat disebabkan oleh kelelahan pada system pencernaan itu sendiri ataupun yang
berasal dari luar system pencernaan gangguan pada system pencernaan misalnya:
➢ Adanya gangguan menelan. Gangguan menelan dapat akibat adanya kelainan pada
orofaring, seperti adanya faringitis akut, tonsilitistumor
➢ Gangguan pada esophagus meliputi esofagitis, struktur esophagus, atresia esophagus,
akhalasia, tumor dan lain-lain.
➢ Kelainan pada lambung juga akan mengakibatkan makanan yang sudah ditelan
kembali dikeluarkan akibat mual dan muntah. Hal ini misalnya dapat ditemukan pada
ulkus ventrikuli, gastritis, penyakit refluk gastroesofageal, gangguan pada spinker
gastro, duodenum, penyakit hepatobilier, gangguan pada pancreas.
➢ Gangguan diluar system pencernaan yang dapat menggagu asupan/ intake dimana hal
tersebut mengakibatkan mual dan muntah. Misalnya hiperemesis gravidarum,
penyakit ginjal kronik, diabetes mellitus dengan ketoasidosis, gangguan pada susunan
saraf pusat.
• Gangguan lainnya yang ditemukan pada system pencernaan, meliputi perdarahan
pada system pencernaan, baik yang bersumber dari system pencernaan bagian atas,
maupun dari system pencernaan bagian bawah, tumor system pencernaan, primer
ataupun sekunder, hemorrhoid, kelainan congenital, misalnya atresia ani dan lain-lain.

7
1
Sitem keluhan utama, anamnesis yang perlu dilakukan adalah melakukan kajian
terhadap riwayat diet dan factor yang mempengaruhi diet,
• Pengkajian riwayat diet meliputi:
1. Anggaran makan, makanan kesukaan, waktu makan
2. Apakah ada diet yang dilakukan secara khusus
3. Adakah penurunan dan peningkatan BB dan berapa lama periode waktunya?
4. Adakah toleransi makan/minum tertentu
• Pengkajian terhadap factor yang mempengaruhi diet meliputi :
1. Status kesadaran
2. Kultur dan kepercayaan
3. Status social ekonomi
4. Factor psikologis
5. Informasi yang salah tentang makanan dan cara diet

7
0
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03
FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN FISIK PENCERNAAN
Nama peserta :

NIM :

Tanggal :

Semester/TA :

Waktu :

N T/DL DILAKUKAN DILAKU


o KURANG KAN DG
BUTIR EVALUASI BENAR BENAR

0 1 2
A. INPUT
Persiapan Alat
B. Baki instrument berisi:
▪ Spatel lidah
▪ Sarung tangan
▪ Masker (bila perlu)
▪ Stetoskop
▪ Senter atau penlight
▪ Bengkok
1. PROSES
2. FASE ORIENTASI
3. Salam teraupeutik
4. Evaluasi validasi
5. Informed
consent(menjelaskan jenis
Tindakan, tujuan manfaat,
risiko, waktu, prosedur,
persetujuan Tindakan
lisan/terulis) 7
1
6. FASE KERJA
7. Persiapan pasien:

8. Atur posisi pasien senyaman mungkin


9. Buka pakaian pasien seperlunya
Persiapan perawat :
10. Perawat mencuci tangan dan memakai sarung
tangan.
Pelaksana Tindakan
11 Minta pasien melepaskan gigi palsu. (jika
menggunakan)

12. Periksa rongga mulut, dimulai pada sisi kiri searah


jarum jam dengan menggunakan senter/penlight.
Jika pasien sadar minta pasien untuk membuka
mulut tetapi jika pasien tidak sadar gunakan
tongue spatel untuk menahan lidah dengan posisi
tangan kiri memegang senter dan tangan kanan
memegang tongue spatel.

13. Inspeksi mukosa dan gigi : warna, bengkak atau


luka.
14. Inspeksi gigi geligi : apakah terdapat caries,
ompong atau berlubang

15. Inspeksi lidah : warna, luka, bengkak, deviasi.

▪ Angkat lidah dengan tongue spatel untuk


melihat membrane mukosa dibawah lidah.
16. Jika pasien sadar, inspeksi gerakan lidah :
pasien diminta mengeluarkan lidah dan
mengerakannya keatas, kebawah, kekiri dan
kekanan.

17. Inspeksi tonsil dengan menekan lidah


pasien dengan tongue spatel untuk melihat
adanya kemerahan, bengkak, lesi, deviasi
uvula.

7
0
18. Palpasi bibir, gusi, dan mukosa lidah untuk
mengetahui adanya masa.

19. Minta pasien untuk menelan, lalu tanyakan ada

atau tindaknya gangguan menelan.

20. Atur posisi pasien supine dengan kedua tangan di


sisi tubuh dan lutut sedikit ditekuk, jika pasien
tidak bisa memfleksikan kaki mka berikan
bantal/guling dibawah lutut pasien.

21. Lakukan pemeriksaan abdomen dimulai dari


kuadran kanan bawah searah jarum jam.

22. Perhatikan bentuk abdomen. (Asismetris,


distensi, ascites, scar, rash, hiperpigmentasi,
striae, petechie, dan dilatasi vena)

23. Inspeksi gerakan pulsasi dan gerakan peristaltic.

(normalnya pulsasi dan gerakan peristaltic tidak


terlihat)

24. Perhatikan keadaan umbilicus dan inguinalis.

25. Auskultasi bunyi bising usus dimulai kuadran


kanan bawah searah jarum jam dengan bagian
diafragma stateskop. (normalnya bising usu
terdengar setiap 5-15 detik dengan frekuensi 5-
35x/menit)

26. Dengarkan adanya hiperperistaltik, hipoperistaltik,


atau paralitik (tidak terdengar dalam 5 menit).

27. Perkusi abdomen pada empat kuadran abdomen


untuk mengetahui bnyi timpani dan dulnes.

28. Perkusi batas hepar.

29. Perkusi lien.

7
1
30. Palpasi abdomen untuk menentukan ada tidaknya
nyeri lepas tekan dengan cara : tekan secara pelan
pada tempat tertentu, lepaskan tekanan secara

cepat, tanyakan apakah terasa sakit pada


penekanan atau pelepasan

31. Palpasi hepar untuk menentukan lokasi tep


hati. Tunjukkan dengan jumlah jari dibawah
arcus costa.

32. Palpasi lien untuk menentukan pembesaran dan


konsistensi.

33. Beritahu pasien bahwa pemerksaan telah selesai.

34. Rapikan pasien dan atur kembali posisi pasien


senyaman mungkin.

35. Rapikan alat dan lingkungan.

36. Perawat melepas sarung tangan dan mencucui


tangan.

37. Dokumentasikan hasil tindakan.

FASE TERMINASI

• Evaluasi sujektif dan objektif


• Rencana tindak lanjut
• Kontrak yang akan datang
C OUTPUT

• Teridentifikasi gangguan fugsi sistem


perencanaan pasien

NILAI TOTAL (total niali 74 point)

Bengkulu,............................20...
Tim penilai

1.................................
2................................. 7
0
KOLOSTOMI

A. PENGERTIAN

• Sebuah lubang bustan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen
mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen. 1991)
• Pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus bessr melalui dinding perut
untuk mengeluarkan feses (Randy, 1987)
• Lubang yang dibuat melalui dinding abdomen ke dalam kolon iliaka untuk
mengeluarkan feses (Evelyn, 1991, Pearce, 1993)

B. JENIS-JENIS KOLOSTOMI
Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada
beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara
permanen maupun sementara

1. Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak
memungkinkan untuk defckasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan,
atau pengangkatan kolon sigmoid atau rctum sehingga tidak memungkinkan feses
melalui aus. Kolostorni permanen biasanya berupa kolostomi single barrel ( dengan
satu ujung lubang)
2. Kolotomi temporer/ secmentara
Pembutan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau urntuk
mengalirkan feses sementara dan kemudian kolom akan dikembalikan seperti semula
dan ahdomen ditutup kembali. Kokortomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang
yang dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double herr
Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan abdomen berupa mukoss kemerahan
yang disebut STOMA. Pada minggu pertama post kolostomi biasanya masih terjadi
pembengkalansciingga storma tampalk membesar.
Pasien dengan pemasangan kolostormi biasanya disertai dengan tindakan laparotomi
(pembukaan dinding abdomen). Luka laparotomi angat beresiko mengalami infeksi
karena Ietaknya berscbelahan dengan luhang stoma yang kemunglkinan banyak
mengeluarkan feses yang dapat mengkontaminasi luka laparotomi. perawat hanus
selala memonitor kondisi luka dan segera merawat luka dan mengganti balutan jika
halutan terkontaminasi fesces Perawat hanus segera mengganti kantong kolostomi
7
1
jika kantong kolostomi telah terisi feses atau jika kontong kolostomi bocor dan feses
cair mengotori abdomen. Perawat juga harus mempertahankan kulit pasien disekitar
stoma tetap kering. hal ini penting untuk menghindari terjadinya iritasi pada kulit dan
untuk kenyamanan pasien. Kulit sekitar stoma yang mengalami iritasi harus segera
diberi zink salep atau konsultasi pada dokter ahli jika pasien alergi terhadap perekat
kantong kolostomi. Pada pasien yang alergi tersebut mungkin perlu dipikirkan untuk
memodifikasi kantong kolostormi agar kulit pasien tidak teriritasi.

C. PENDIDIKAN PADA PASIEN

Pasien dengan pemasangan kolostomi perlu bertagai penjelasan baik scbelum maupun
setelah operasi, terutama tentang perawatan kolostomi bagi pasien yang harus
menggunakan kolostomi permanen.
Berbagai hal yang harus diajarkan pada pasien adalah:
• Teknik penggantian' pemasangan kantong kolostomi yang baik dan benar
• Teknik perawatan stoma dan kulit sekitar stoma
• Waktu penggantian kantong kolostomi
• Teknik irigasi kolostomi dan manfaatnya bagi pasien
• Jadwal makan atau pola makan yzng harus dilakukan untuk menyesuaikan
• Pengeluaran feses agar tidak mengeanggu aktifitas pasien
• Berbagai jenis makanan bergizi yang hanis dikonsumsi
• Berbagai aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pasien
• Berbagai hal/ keluhan yang harus dilaporkan segern pada dokter (jika apsien sudah
dirawat
Dirumah)
• Berobat control ke dokter secara teratur
• Makanan yang tinggi serat

D. KOMPLIKASI KOLOSTOMI
1. Obtruksil penyumbatan
Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus atau adanya
pengerasan fesesyang sulit dikcluarkan. Untuk menghindari terjadinya sumbatan,
pasien perlu dilakukan irigasi kolostomi secara teratur. Pada pasien dengan kolostomi
permanen tindakan irigasi ini perlu diajarkan agar pasien dapat melakukannya sendiri
di karmar mandi.
2. Infeksi
Kontaminasi feses merupakan factor yang paling sering menjadi penyehab terjadinya
infeksi pada luka sek itar stoma. Oleh karena itu pemantauan yang terus menerus 7
0
sangat diperlukan dan tindalan segera mengganti balutan luka dan mengganti kantong
kolstomi sangat bermakna untuk mencegah infeksi.
3. Retraksi stoma/ mengkerut
Storma mengalami pengikatan karens kantong kolostomi yang terlalu sempit dan juga
karena adanya jaringan scar yang terbentuk disekitar storna yang mengalami
pengkerutan.
4. Prolaps pada stoma
Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karena fiksasi struktur penyokong stoma
yang kurang adekust pada saat pembedahan.
5. Stenosis (Penyempitan dari lumen stoma)
6. Perdarahan stoma

7
1
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03
FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN

PERAWATAN KOLOSTOMI
Nama peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester/TA :
Waktu :

No BUTR EVALUASI TDL/DTB DKB DB

0 1 2

A INPUT

Baki instrument berisi :

o Sarung tangan
o Handuk mandi / selimut mandi o Air
hangat dalam kom kecil o Masker untuk
perawat (bila perlu) o Tissue o Kantong
kolostomi bersih o Bengkok yang dilapisi
kantong plastic o Cincin kassa (bila perlu) o
Gunting o Selimut mandi

o Sabun mandi yang lembut o


Tempat sampah

B PR0SES

7
0
FASE ORIENTASI

1. o Salam terapeutik

2. o Evaluasi validasi

3. o Informed consent (menjelaskan jenis


tindakan, tujuan, manfaat, risiko,
waktu, persetujuan tindakan
(lisan/tertulis)
FASE KERJA
Persiapan pasien :
4. o Atur posisi pasien senyaman mugkin.
5. o Pasang seimut mandi / handuk mandi.
Persiapan lingkungan :
6. Atur lingkungan pasien aman nyaman terhindar
dari resiko bhaya
7. Pasang sampiran
Persiapan alat
8. Dekatkan alat-alat kesisi terdekat perawat dan
pasien
Persiapan perawat
9. Perawat mencuci tangan dan memakai sarung
tangan
Pelasanaan tindakan
10. Lepaskan lem kantong kolostomi yang terpasang
pada pasien dengan mengunakan kapas alcohol ,
buang kantong lama ke kotak sampah
11. Bersihkan stoma dan kulit sekitar dengan
mengunakan sabun dan air hangat
12. Lindungi / tutup stoma dengan tisu atau kasa agar
fesses tidak mengotori kulit yang sudah
dibersihkan
13. Keringkan kulit sekitar stoma dengan tisu atau kasa

14. Ukur besar stoma dan gunting kantong stoma


dengan ukuran stoma
15. Pasang kantong stoma, pastikan kanong terpasang
dengan baik
7
1
16. Beritahu pasien bahwa tindakan telah selesai
17. Rapikan pasien
18. Rapikan alat dan lingkungan
19. Perawat melepas sarung tangan dan mencuci
tangan
20. Dokumentasikan hasil tindakan
FASE TERMINASI
• Evaluasi subjektif dan objektif
• Rencana tindak lanjut
• Kontrak yang akan datang
OUTPUT
•Kantong stoma terpasang dengan baik, kuat
dan tidak bocor
• Pasien merasa nyaman
TOTAL
NILAI TOTAL ( total nilai 50 point )

Bengkulu,............................20...
Tim penilai

1.................................
2.................................

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
7
0
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03

FORMAT PENILAIAN PEMASANGAN NGT


Nama peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester/TA :
Waktu :
T/DL DILAKUKAN DILAKUKAN
KURANG DG BENAR
N BUTIR EVALUASI BENAR
O 0 1 2
A INPUT
Persiapan alat :

1. Selang NGT (no. 14-20 untuk


dewasa, 8-16 untuk anak-anak,
5-7 untuk bayi)
2. Klem
3. Spuit 10 cc
4. Stetoskop atau gelas berisi air
matang
5. Plester &amp; gunting
6. Kain kassa
7. Pelumas (jelly)
8. Perlak atau pengalas
9. Bengkok atau baskom muntah.
10. Sarung tangan

C. Tahap Pra-Interaksi

1 Melakukan pengecekan program terapi

2 Cuci tangan
3 Menyiapkan peralatan di dekat klien
dengan sistematis dan rapi
C. Tahap Orientasi 7
1
1. Melakukan salam sebagai pendekatan
terapeutik cek identitas klien dengan
melihat gelang identitas
2. Menjelaskan tujuan, kontrak waktu
dan prosedur tindakan pada klien /
keluarga
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan
pasien sebelum prosedur dilakukan

D. Tahap Kerja
1. 1. Menjaga privacy
2. Mengatur posisi pasien dalam
posisi semi fowler atau fowler
(jika tidak ada kontra indikasi)
3. Memakai sarung tangan
4. Membersihkan lubang hidung
pasien
5. Memasang pengalas
diatas dada
6. Meletakkan bengkok atau
baskom muntah di depan
pasien.
7. Mengukur panjang selang yang
akan dimasukkan dengan cara
menempatkan ujung selang dari
hidung klien ke ujung telinga
atas lalu dilanjutkan sampai
processus xipodeus.
8. Mengolesi ujung NGT dengan
jelly sepanjang 20-30 cm.
9. Meminta pasien untuk relaks
dan tenang, masukkan selang
secara perlahan sepanjang 5-10
cm lalu meminta pasien untuk
menundukkan kepala (fleksi)
sambil menelan.
10. Masukkan selang sampai batas
yang ditandai.
11. Jangan memasukkan selang
secara paksa jika ada tahanan.

7
0
a. Jika pasien batuk atau bersin,
hentikan lalu ulangi lagi. Anjurkan
pasien untuk melakukan teknik nafas
dalam.

b. Jika tetap ada tahanan, tarik


selang perlahan-lahan dan masukkan
selang krmbali ke lubang hidung yang
lain secara perlahan.

c. Jika pasien terlihat akan


muntah, tarik tube dan inspeksi
tenggorokan lalu melanjutkan
memasukkan selang secara perlahan.

12. Memastikan NGT masuk


kedalam lambung dengan cara:
menginspirasi NGT dengan
spuit atau memasukkan udara
10 cc sambil di auskultasi di
region lambung atau
memasukkan kedalam gelas
berisi air)

13. Menutup ujung NGT dengan


spuit/klem atau disesuaikan
dengan tujuan pemasangan

14. Melakukan fiksasi NGT di


depan hidung dan pipi dengan
menggunakan plester

E. TAHAP TERMINASI
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan klien
3. Membereskan alat-alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam
lembar catatan perawatan

TOTAL
NILAI AKHIR
Bengkulu,............................20...

Tim penilai
7
1
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03

FORMAT PENILAIAN PEMBERIAN MAKAN MELALUI NGT


Nama peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester/TA :
Waktu :
T/DL DILAKUKAN DILAKUKAN
KURANG DG BENAR
N BUTIR EVALUASI BENAR
O 0 1 2
A INPUT
Persiapan alat :

1. Baki
2. Apron
3. Masker
4. Handschoen.
5. Makanan cair
yang hangat
6. Spuit 20-60 cc
7. Tissue
8. Gelas yang berisi air
minum hangat
9. Stetoskop
10. Perlak
11. Plester
12. Bengkok
D. Tahap Pra-Interaksi

24. Melakukan verifikasi kebutuhan klien


25. Cuci tangan
7
0
26. Menyiapkan peralatan di dekat klien
dengan sistematis dan rapi
C. Tahap Orientasi
1. Melakukan salam sebagai pendekatan
terapeutik cek identitas klien dengan

melihat gelang identitas

2. Menjelaskan tujuan, kontrak waktu


dan prosedur tindakan pada klien /
keluarga
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan
pasien sebelum prosedur dilakukan

D. Tahap Kerja
1. 1. Cek kebutuhan pasien
2. Mempersiapkan alat
3. Salam terapeutik
4. Menjaga privasi klien
5. Mencuci tangan
6 Memakai APD
7 Menyiapkan alat disamping tempat
tidur pasien

8 Mengkaji adanya alergi makanan,


bising usus, masalah-masalah yang
berkaitan dengan pemberian makanan
melalui NGT (muntah, diare,
konstipasi, distensi abdomen)
9 Membantu klien dalam mengatur
posisi kepala bayi dalam posisi
semi fowler atau ekstensi
10 Memasang perlak dan pengalas pada
klien
11 Melakukan pengecekkan kepatenan
posisi NGT : aspirasi isi lambung
dengan mengguanakn stetoskop
atau dengan menggunakan kertas
lakmus
12. Menutup klem dan memasang corong
13. Memasukkan air minum (air hangat)
dengan membuka selang setinggi 30
cm

7
1
Menutup klem sebelum air habis
Memasukkan makanan cair dan
14 membuka klem kembali Menutup
kembali klem sebleum makanan habis
Membilas selang dengan air minum
Menutup kembali ujung NGT dengan
menggunakan klem Setelah semua
makanan dan minum masuk, cek
kembali kebersihan NGT, bila perlu
bersihan NGT dengan air bersih (air
minum)
15 Bila perlu ganti plester di sekitar
pemasangan NGT
16 Merapikan klien
17 Evaluasi
18 Membereskan alat
19 Cuci tangan
20 dokumentasi
TOTAL
NILAI AKHIR

Bengkulu,............................20...
Tim penilai

1...............................
2...............................

7
0
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM CARDIOVASKULER

A. Konsep Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler


Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-
kelainan dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara melihat
(inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi).
Urutan pemeriksaan berjalan secara logis dari kepala ke kaki, dan bila telah terlatih
dapat dilakukan hanya dalam waktu sekitar 10 menit: (1) keadaan umum, tekanan
darah, (3) nadi, (4) tangan, (5) kepala dan leher, (6) jantung. (7) paru, (8) abdomen
dan (9) kaki serta tungkai.
Dalam pemeriksaan selanjutnya pada jantung disamping ditemukan adanya hasil
pemeriksaan normal, juga bisa kita dapati kelainan-kelainan hasil pemeriksaan fisik
yang meliputi antara lain: batas jantung yang melebar, adanya berbagai variasi
abnormal bunyi jantung dan bunyi tambahan berupa bising (murmur).
B. Keadaan Umum
Observasi tingkat distress pasien. Tingkat kesadaran harus dicatat dan dijelaskan.
Evaluasi terhadap kemampuan pasien untuk berpikir secara logis sangat penting
dilakukan karena merupakan cara untuk menentukan apakah oksigen mampu
mencapai otak (perfusi otak). Kesadaran klien perlu dinilai secara umum yaitu
compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokomatous, atau koma.
C. Pemeriksaan Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung, ketegangan arteri, dan
volume, laju serta kekentalan (viskositas) darah. Tekanan darah biasanya
digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolic, dengan nilai
dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90.
D. Perubahan Tekanan Darah Postural
• Hipotensi Postural (ortostatik)-bila TD turun secara bermakna saat pasien berdiri,
biasanya disertai pusing atau sinkop.
• Etiologi: kurang jumlah cairan atau darah dalam sistem peredaran darah (kehilangan
cairan intravaskuler); mekanisme vasokonstriktor yang tidak adekuat, efek otonomik
yang tidak cukup pada kontriksi vaskuler.
E. Tahap-tahap Pemeriksaan Perubahan Tekanan Darah Postural
• Atur posisi pasien terlentang dan sedatar mungkin sampai gejala menghilang paling
tidak 10 menit sebelum pengukuran TD

7
1
• Selalu melakukan pengukuran dengan posisi terlentang sebelum pengukuran dengan
posisi tegak.
• Selalu mencatat baik frekuensi jantung maupun tekanan darah darah dan catat pula
posisinya (mis berbaring, duduk dan berdiri).
• Jangan melepas manset pada setiap perubahan posisi, melainkan harus di cek apakah
posisi manset masih benar.
• Kajilah perubahan TD postural pada saat pasien duduk di tepi tempat tidur dengan
kaki bergantung, berdiri di samping tempat tidur.
• Tunggu 1-3 menit setelah setiap perubahan postural sebelum pemeriksaan.
• Perhatikan setiap gejala pasien mengalami gangguan dan bila perlu kembalikan pasien
ke tempat tidur meskipun pemeriksaan belum selesai.
• Catat setiap tanda atau gejala yang menyertai perubahan posisi.
F. Respon postural normal yang terjadi pada saat berdiri atau bangkit dari tidur ke
posisi duduk meliputi
- Frekuensi jantung 15-20 kali diatas kecepatan istirahat
- Penurunan bencanan sistolik sampai 15 mmHg
- Tekanan diastolik sedikit meningkat 5-10mmHg.
1. Pemeriksaan Nadi
A. Palpasi
Penilaian paipasi meliputi frekuensi, irama, kualitas, konfigurasi gelombang, dan
keadaan pembuluh darah.Frekuensi jantung normal

Frekuensi
Usia jantung
(denyut/menit)

Bayi 120-160/menit

Toddler 90-140/menit

Prasekolah 80-110/menit

Usia sekolah 75-100/menit

Remaja 60-90/menit

Dewasa 60-100/menit

B. Irama

7
0
Secara normal irama merupakan interval reguler yang terjadi antara setiap denyut nadi
atau jantung. Bila irama nadi tidak teratur, maka frekuensi jantung harus dihitung
dengan melakukan auskultasi denyut apikal selama satu menit penuh sambil meraba
denyut nadi. Setiap perbadaan antara kontraksi yang terdengar dan nadi yang teraba
harus dicatat. Gangguan irama (disritmia) sering mengakibatkan defisit nadi, suatu
perbedaan antara frekuensi apeks (frekuensi jantung yang terdengar di apeks jantung)
dan frekuensi nadi. Defisit nadi biasanya terjadi pada fibrilasi atrium, flutter atrium,
kontraksi ventrikel premature dan berbagai derajat blok jantung.
C. Kekuatan nadi
Kekuatan atau amplitudo dari nadi menunjukkan volume darah yang diejeksikan ke
dinding arteri pada setiap kontraksi jantung dan kondisi sistem pembuluh darah
arterial yang mengarah pada nadi. Secara normal, kekuatan nadi tetap sama pada
setiap denyut jantung.
2. Tangan
Pada pasien jantung yang berikut merupakan temuan yang paling penting untuk
diperhatian saat memeriksa ekstremitas atas :
➢ Sianosis perifer, dimana kulit tampak kebiruan, menunjukkan penurunan
kecepatan aliran darah ke perifer, schingga perlu waktu yang lebih lama bagi
hemoglobin mengalami desaturasi. Normal terjadi pada vasokonstriksi perifer
akibat udara dingin, atau pada penurunan aliran darah patologis, misalnya, syok
jantung.
➢ Pucat, dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
➢ Waktu pengisian kapiler (CRT-Capillary Refill Time), merupakan dasar
memperkirakan kecepatan aliran darah perifer. Untuk menguji pengisian
kapiler, tekanlah dengan kuat ujung jari dan kemudian lepaskan dengan cepat.

Secara normal, reperfusi terjadi hampir seketika dengan kembalinya warna pada
jari. Reperfusi yang lambat menunjukkan kecepatan aliran darah perifer yang
melambat, seperti terjadi pada gagal jantung
➢ Temperatur dan kelembapan tangan dikontrol oleh sistem saraf otonom.
Normalnya tangan terasa hangat dan kering. Pada keadaan stress, akan terasa
dingin dan lembab. Pada syok jantung, tangan sangat dingin dan basah akibat
stimulasi sistem saraf simpatis dan mengakibatkan vasokonstriksi ➢ Edema
meregangkan kulit dan membuntnya susah dilipat.
➢ Penurunan turgor Kulit terjadi pada dehidrasi dan penuaan.
➢ Penggandaan (Clubbing) jari tangan dari jari kaki
7
1
Menunjukkan desaturase hemoglobin kronis, seperti pada penyakit jantung
congenital
3. Pemeriksaan Vena Jugularis
Perkiraan fungsi jantung kanan dapat dibuat dengan mengamati denyutan vena
jugularis di leher. Ini merupakan cara memperkirakan vena senteral, yang
mencerminkan tekanan akhir distolic atrium kanan atau ventrikel kanan (tertekan
sesaat sebelum kontraksi ventrikel kanan). Vena jagularis diinspeksi untuk mengukur
tekanan vena yang dipengaruhi oleh volume darah, kapasitas atrium kananuntuk
menerima darah dan mengirimkannnya ke ventrikel kanan, dan kemampuan ventrikel
kanan untuk berkontraksidan mendorong darah ke arteri pulmoner.
4. Pemeriksaan jantung

Inspeksi

• Toraks/dada
Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada “veussure cardiac”
terdapat penonjolan setempat yang lebar didaerah precordium, diantara sternum dan
apeks cordis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung.
Adannya voussure cardiaque, menunjukkan adanya kelainan jantung organis, kelainan
jantung yang terjadi sudah lama/terjadi sebelum penulangan sempurna, hipertrofi
ataudilatasi ventrikel. Benjolan ini dapat dipastikan dengan perabaan.
• Ictus cordis
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, sering kali tampak dengan mudah pulsasi
yang disebut ictus cordis pada intercostal V, linea medioclavikularis kiri. Pulsasi ini
letaknya sesuai apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum
maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis
ventrikel. Bila ictus cordis bergeser kekiri dan melebar, kemungkinan adanya
pembesaran ventrkel kiri. Pada paricarditis adhesive, ictus keluar terjadi pada waktu
diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi didalam. Keadaan ini disebut ictus
cordis negatif. Pulsasi yang kuat dada sela iga III kiri disebabkan leh dilatasi arteri
pulmonalis.pulsasi pada supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada
hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau
daerah epigastrum. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat
dilihat pada punggung. Keadaan ini didapatkan pada atenisismitralis. Pulsasi pada
leher bagian bawah dekat scapula di temukan pada coarctatio aorta.

Palpasi
7
0
Implus apical terkadang dapat pula dipalpasi. Normalnya sebagai denyutan ringan,
dengan diameter 1 sampai 2 cm. Telapak tangan mula-mula digunakan untuk
mengetahui ukuran dan kualitasnya. Bila implus apical lebar dan kuat, dinamakan
sembualan (heave) atau daya angkat ventrikel kiri.dinamakan demikian karena seolah
“ mengangkat” tangan dari dada selama palpasi.

PMI abdormal, bila PMI dibawah ruang interkostal V atau disebelah lateral garis
medioklavikularis, penyebabkanya adalah pembesaran ventrikel kirikarena gagal
jantung kiri. Secara normal, PMI dapat teraba pada dua daerah yang terpisah dan
gerakan denyutnya paradosial (tidak bersamaan), harus dicurigai adanya aneurisma
ventrikel.

Disamping adanya pulpasi perhatikan adanya getaran “thrill” yang terasa pada elapak
tanfan, akibat kelainan katub-katub jantung. Getaran ini sesuai dengan bising jantung
(murmur) yang kuat pada waktu auskultasisehingga dapat dipalpasi. Thrill juga dapat
dipalpasi diatas pembulu darah bila ada abstruksi aliran darah yang bermakna, dan
akan terjadi diatas arteri karotis bila ada penyempitan (stenosis) katub aorta. Tentukan
pada fase apa getaran itu terasa, demikian pula lokasinnya.

Perkusi

Kegunaan perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada pemeriksaan


emfisema paru terdapat kesukaran perfusi batas-batas jantung. Selain perkusi batas-
batas jantung, juga harus diperkusi pembulu darah besardibagian basal jantung . pada
keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada daerah manubrium sterni
terdapat pekak yang merupakan daerah aorta. Bila daerah ini melebar, kemungkinan
akibat ancurisma aorta.

Untuk menentukan batas kiri jantung lakukan perkusi dari daerah lateral ke medial.
Batas kiri jantung memanjang dari garis medioklavikularis di ruang interkostal III
sampai V. perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relative kita terapkan
sebagai batas jantung kiri.

Batas kana terletak dibawah batas kanan sternum dan tidak dapat dideteksi.
Pembesaran jantung baik ke kiri maupun kekanan biasanya akan terlihat. Pada
beberapa orang yang dadnnya sangat tebal atau obes atau menderita emfisema,
jantung terletak jauh dibawah permukaan dada sehingga bahkan batas kiri pun tidak
jelas kecuali bila membesar.

Auskultasi jantung 7
1
Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan bunyi jantung, bising jantung
dak gesekan pericard.

• Bunyi jantung
Untuk mendengar bunyi jantung, perhatikan lokalisasi dan asal bunyi jantung.
Tentukan bunyi jantung S1 dan S2, intensitas bunyi dan kualitasnya, ada tidaknya
bunyi jantung S3 dan bunyi jantung S4, irama dan frekuensi bunyi jantung dan bunyi
jantung lain menyertai bunyi jantung.
1. Lokalisasi dan asal bunyi jantung
Auskultasi bunyi jantung dilakukan di tempat-tempat berikut :
- Ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal darikatub mitral.
- Intercostal II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katub mitral.
- Intercostal III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari aorta.
- Intercostal IV dan V kanan dan kiri sternum atau ujung sternum untuk mendengar
bunyi jantung yang berasal dari trikuspidal.

Tempat tempat auskultasi diatas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak anatomis
dari katub-katub yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran bunyi jantung ke
dinding dada.
2. Menentukan bunyi jantung I dan II
Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung :
- Bunyi jantung I (S1), ditimbulkan oleh katub-katub mitral dan trikuspidal. Bunyi ini
adalah tanda mulannya fase sistole ventrikel. Bunyi jantung I didengar bertepatan
dengan terabanya pulsasi nadi pada arteri carotis.
- Bunyi jantung II (S2),ditimbulkan oleh penutupan katup-katup Aorta dan Pulmonan
dan tanda dimulainya fase Diastal Ventrikel.
3. Intesitas dan Kualitas Bunyi
Intensitas Jantung sangat dipengaruhi oleh tebalnya dinding dada dan adanya cairan
dalam rongga pericard.
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelayannya atas kerasnya
bunyi yang terdengar.Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II
di daerah apeks jantung,sedangkan dibagian basal bunyi jantung II lebih besar dari
pada bunyi jantung I
4. Perhatikan pula Kualitas Bunyi Jantung

7
0
Pada keadaan Splitting (bunyi jantung yang pecah) yaitu bunyi jantung I pecah akibat
penutupan katup Mitral dan Trikupid tidak bersamaan. Hal ini mungkin ditemukan
pada keadaan normal.Bunyi jantung ke 2 yang Pecah,dalam keadaan Normal
ditemukan pada waktu Inspitasi dimana P 2 Lebih lambat dari A 2. Pada keadaan
splitting bunyi jantung tidak minghilang pada Respirasi (Fixed splitting),Maka
keadaan ini biasanya patologis dan Ditemukan pada ASD dan Right Bundlle branch
Block (RBBB).
5. Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV
Bunyi jantung ke 3 dengan intensitas rendah kadang kadang terdengar pada akhir
pengisian Cepat Ventrikel,bernada rendah,paling jelas pada daerah Apeks
jantung.Dalam keadaan normal ditemukan pada anak anak dan dewasa muda.dalam
keadaan Patologis ditemukan pada kelainan jantung yang berat misalnya payah
jantung dan myocarditis.bunyi jantung 1,2 dan 3 memberi bunyi seperti derap
kuda,disebut sebagai protodiastolik gallop bunyi jantung ke 4 terjadi karena distensi
ventrikel yang di paksakan akibat kontraksi Atrium,paling jelas terdengar di apeks
Cordis,normal pada anak anak dan pada orang dewasa didapatkan dalam keadaan
patologis yaitu pada A-V blok dan hipertensi sitemik.Irama yang terjadi oleh jantung
ke 4 dibesebut Presistolik Gallop.
6. Irama dan frekuensi bunyi jantung
Irama dan frekuensi bunyi jantung harus di bandingkan dengan frekuensi nadi.Normal
irama jantung adalah teratur dan apabila tidak teratus disebut arrhythmia
cordis.Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit,kemudian
dibandingkan dengan frekuensi nadi.bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing
masing 100x per Menit disebut tachycardi dan bila frekuensi kurang dari 60 kali
permenit disebut Bradicardia.kadang kadang irama jantung berubah menurut
respirasi.pada waktu respirasi lebih lambat,keadaan ini disebut sinus arrhytmia.Hal ini
disebabkan perubahan rangsang susunan saraf otonom pada S-A node sebagai pacu
jantung.Jika irama jantung sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi.ada kalanya
irama jantung normal sekali kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang tibul lebih
cepat disebut extrasystole,yang disusul oleh fase diastal yang lebih Panjang
(compensatoir pause).opening snap,disebabkan oleh pembukaan katub mitral pada
stenosa aourta,atau tenosa pulmonal
7. Paru-Paru
Temuan yang sering ditemukan pada pasien jantung meliputi:
a. Takipnea. Nafas yang cepat dan dangkar dapat terlihat pada pasien yang mengalami
gagal jantung atau kesakitan,atau yang sangat cemas 7
1
b. Respirasi chyne-stokes.Pasien yang menderita gagal Ventrikel kiri berat dapat
memperlihatkan pernafasan chyne-stokes ,yang ditandai dengan nafas cepat berseling
dengan periode apnca.
c. Hemoptitis. Sputum yang berbusa merah muda menunjukan adanya edema pulmo
akut
d. Batuk. Batuk kering dan dalam akibat iritasi jalan nafas kecil sering dijumpai pada
pasien kongesti pulmo akibat gagal jantung.
e. Krekels. Gagal jantung atau atelectasis yang berhubungan dengan tira baring,belatan
karena nyeri iskemia,atau efek obat penghilang nyeri dan penenang sering
mengakibatkan krekels.
f. Mengi. Kompresi pada jalan nafas kecil akibat edma jaringan interstitial paru dapat
mengakibatkan mengi.
7. Pemeriksaan Abdomen
Pada pasien jantung, ada 2 komponen pemeriksaan abdomen yang sering dilakukan:
• Refluks hepatojugular. Pembengkakan hepar terjadi akibat penurunan aliran balik
vena yang disebabkan gagal ventrikel kanan.Hepar menjadi besar,keras,tidak nyeri
tekan,dan halus.refluks hepatojugular dapat diperiksa dengan menekan hepar. Secara
kuat selama 30 sampai 60 detik dan akan terlihat jugularis sebesar 1 cm .peninggian
ini menunjukan tidaak mampuan sisi kanan menanggapi kenaikan volume .
• Distensi kandung kemih . haluaan urine merupakan indicator fungsi jantung yang
penting .maka penurunaan haluaan urin merupaakan temuaan signifikan yang harus
diselidiki untuk menentukan apakah penurunaan tersebut merupakaan penurunaan
produksi urin (yang terjadi bila perfusi ginjal menurun )atau karena ketidak
mampuaan pasien untuk buang air kecil.
8. Pemeriksaan Kaki dan tungkai
Kebanyakan pasien yang menderita penyakit jantung mengalami juga penyakit vaskuler
prifer,atau edema perifer akibat gagal vartikel Kanaan . maka pada semua pasien
jantung penting di kaji sirkulasi sirkulasi arteri perifer dan aliran balik vena.

7
0
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03

FORMAT PENILAIAN PEMERIKSAAN FISIK


SYSTEM KARDIOVASKULAR

Nama peserta :

NIM :

Tanggal :

Semester/TA :

Waktu :
T/D DILA DILAKUKAN
L KUK DG BENAR
N BUTIR EVALUASI A
N
O KURA
NG
BEN
A
R
0 1 2
A INPUT

Persiapan alat :

a. Stopwatch
b. Stetoskop
c. Tensimeter
d. 2 buah mistar
e. Buku catatan
B PROSES
.
1 Informed Concent
.
2 Cuci tangan
.
3 Lakukan pemeriksaan tekanan darah
. nadi dengan pasien posisi berbaring 7
1
4 Atur posisi pasien semi fowler dan buka
. pakaian pasien seperlunya
C INSPEKSI
.
1 Inspeksi sianosis center(bibir dan cuping
. hidung )dan sianosis perifer
Infeksi adanya(clubbing) jari tangan dan
2 jari kaki
.
3 Inspeksi waktu pengisiaan kapiler
.
4 Inspeksi adanya distensi vena jugularis
. dan ukur tekanaan vena jugularis
5 Inspeksi impuls apical atau titik
. implus maksimaal (ictus cordis)
pada IRC V sinistra 1 jari dari line
midklavikularis
D PALPASI
.
1 Palpasi temparatur dan kelembapan
. tangaan
2 Palpasi adanya edema pada tungkai
.
3 Palpasi adanya penurunaan turgor
. kulit
4 Palpasi impuls apical atau titik
. impuls
maksimal pada IRC V sinistra 1 jari
darilinea midklavikularis
E PERKUSI

1 Perkusi dada untuk


. mengetahui batas Jantung

F AUSKULTASI (Untuk
. mengetahui
Bunyi Jantung)
1 Auskultasi bunyi jantung
. T1(trikuspidalis ) pada
ICS IV parestemal
Dextra
2 Auskultasi bunyi jantung
. M1( mitral) pada IRC V linea
miklavikularis
3 Auskultasi bunyi jantung A2 (aorta)
. pada IRC II dextra

7
0
4 Auskultasi bunyi jantung
. P2( pulmonal) pada IRC II
sinetra
5 Beritahu pasien bahwa pemeriksaan
. telah selesai
6 Atur Kembali posisi pasien
. senyaman Mungkin
7 Cuci tangaan
.
8 Dokumentasi hasil pemeriksaan
.
TOTAL
NILAI AKHIR

Bengkulu,............................20...
Tim penilai

7
1
PEMERIKSAAN JVP (JUGULARIS VEIN PRESSURE)
A. KONSEP TEKANAN VENA JUGULARIS (JVP)

1. Pengertian tentang Tindakan

Jugular wenous pressure (JVP) atau tekanan vena jugularis adalah tekanan system
vena yang dapat diamati secara tidak langsung. Pengukuran tekanan venn jugularis
merupakan tindakan mengukur besamya jarak pertemuan dua sudut antara pulsasi vena
jugularis dan sudut sternum tepatnya di Angle of Louis yang berguna untuk mengetahui
tentang fungsi jantung klien.
7
0
Pengukuran system sirkulasi vena sendiri dapat dilakukan dengan metode non-invasif
dengan menggunakan vena jugularis (externa dexter) sebagai pengganti sphygmomanometer
(Tensi ) dengan titik nol (zero point) di tengah atrium kanan. Titik ini kira-kira berada pada
perpotongan antara garis tegak lurus dari angulus Ludovici ke bidang yang dibentuk kedua
linea midaxillaris. Vena jugularis tidak terlihat pada orang normal dengan posisi tegak. ia
baru terlihat pada posisi berbaring di sepanjang permukaan musculus sternocleidomastoideus.
VP yang meningkat adalah tanda klasik hipertensi vena (seperti gagal jantung kanan).
Peningkatan JVP dapat dilihat sebagai distensi vena jugularis, yaitu JVP tampak hingga
setinggi leher; jauh lebih tinggi daripada normal.

2. Tujuan dari Tindakan


Pengukuran tekanan JVP bertujuan untuk:
a) Untuk melihat adanya distensi vena jugularis.
b) Memperkirakan tekanan vena sentral (CVP).
c) Memberikan informasi mengenai fungsi jantung, terutama ventrikel kanan, fungsi par
d) dan merupakan komponen terpenting untuk menilai volume darah.
e) Mengetahui ada atau tidaknya distensi vena jugularis, dan untuk mengetahui tekanan
vena sentral
f) Untuk mencapai diagnosis dan memantau terapi untuk klien dengan penyakit jantung.

3. Kompetensi Dasar yang Harus Dimiliki untuk Melakukan Tindakan

Denyut vena jugularis Ougularis venous pressure (JVP)) memberikan informasi


langsung mengenai tekanan di jantung kanan, karena sistem jugular berhubungan langsung
dengan atrium kanan. Vena jugularis tidak terlihat pada orang normal dengan posisi tegak.

Vena jugularis buru terlihat pada posisi berbaring di sepanjang pemukaan musculus
sternocleidomastoideus.

Pada orang sehat, JVP maksimum 3-4cm di atas sudut stemum. Distensi vena
jugularis disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan pengisian pada sisi kanan jantung
Distensi >2 cm pada klien dalam posisi duduk, dapat mengindikasikan kelebihan volume
cairan Naiknya JVP yang diikuti dengan suara jantung ketiga, merupakan tanda yang spesifik
diri gagal jantung (De Laune, 2002)

a) Mengetahui anatomi dan fisiologi tubuh, khususnya tentang vena jugularis


b) Mengetahui patofisiologi terkait vene jugularis, misal terkait masalah jantung
(CHF.intark, scrosis hati penyakit ginjal yang terkait dengan overload cairan).
7
1
c) Mengetahui penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan keaboormalan vena
jugularis.
d) Jugular venous pressure (JVP) biasanya diperlihatkan sebagai tinggi vertical
pembuluh vena (cm) dihubungkan dengan sudut stemum (angle of Louis).
e) Sudut sternum terletak Sem diatas atrium kanan pada dewasa (tidak berubahan pada
posisi supine, semi fowler, fowler atnu duduk), tekanan hidrostatik di atrium kanan
(cmH20) setara dengan tinggi vertical (cm) "kepala“ vena diatas sudut sterna
ditambah 5cm
f) Pada kondisi klien yang nonnal, kepala” pulsasi vena jugular biasanya terlihat setinggi
klavikula saat posisi tubuh dinaikan dengan sudut 450.
g) Dengan kata lain, JVP dengan nilai lebih dari sem diatas sudut sternal disebut terjadi
peningkatan
h) Tekanan bilateral lebih dari 2,5 cm dianggap meningkat dan merupakan tanda gagal
jantung kanan. Peningkatan tekanan di satu sisi dapat disebabkan oleh obstruksi

4. INDIKASI, KONTRAINDIKASI, KOMPLIKASI DARI TINDAKAN


A. INDIKASI

Pengukuran tekanan vena jugularis dilakukan ketika terdapat tanda pemasalahan atau
kegagalan jantung pada seorang klien, seperti hipertrofi ventrikel kanan, stenosis katup
trikuspid, stenosis pulmonal, hipertensi pulmonal, inkompetensi katup trikuspid, tamponade
jantung, perikarditis, dan masalah jantung lain (Gray, 2002).

a. Pasien yang menerima operasi jantung sehingga status sirkulasi sangat penting
diketahui.
b. Pasien yang mendapat obat vasoaktif, nutrisi parenteral, atau jika vena perifer tidak
Adekuat
c. Pasien dengan distensi unilateral
d. Paskan dengan trauma mayor
e. Pasien yang sering diambil darah venanya untok sampel tes laboratorium
f. Pasien yang diberi cairn IV secara cepat
B. KONTRAINDIKASI
Pengukuran JVP tidak dilakukan pada pasien dengan

a) SVC sindrom
b) Infeksi pada arca insersi.
c) Koagulopati
7
0
d) Insersi kawat pacemaker
e) Disfungsi kontralateral diafragma
f) Pembedahan leher
C. KOMPLIKASI
a) Hematomun local
b) Sepsis
c) Disritmia
d) Tamponade perikard
e) Bakteriemi
f) Emboli udara
g) Pneumotoraks
1. Anatomi Daerah yang akan Menjadi Target Tindakan
Vena yang paling mudah dijangkau adalah vena jugularis interna dan eksterna di
leher. Kedua vena mengalir secara bilateral dari kepala dan leher ke dalam vena kava
superior Jugularis eksterna terdapat di permukaan dan dapat dilihat tepat di atas
klavikula Jugularis interma terletak lebih dalam, sepanjang arteri karotid.
Pemeriksaan yang terbaik adalah memeriksa jugularis intema kanan karena mengikuti
jalur anatomik yang lebih langsung ke atrium kanan jantung, Kolumna darah di dalam
jugularis interna bertindak sebagai manometer, mencerminkan tekanan di atrium
kanan.

Semakin tinggi kolumna makan semakin besar tekanan vena. Tekanan vena yang
meningkat menncerminkan gagal jantung kanan. Normalnya pada saat klien berbaring
pada posisi terlentang, vena jugularis eksterna terdisrensi sehingga menjadi mudah
dilihat. Sebaliknya, vena jugularis biasanya tenggelam pada saat klien berada pada
posisi duduk. Namun, klien dengan penyakit jantung dapat mengalami distensi vena
jugularis pada saat duduk.
2. Aspek keamanan dan keselamatan yang harus diperhatikan
a) Posisi pasien, nyaman atau belum
b) Memastikan leher dan thoraks telah terbuka
c) Menghindari hiperektensi atau fleksi leher
d) Mengkaji tingkat kesadaran pasien
e) Memasang restrain
3. Hal-Hal Penting Harus Diperhatikan Dalam Melakukan Tindakan
Jika vena jugularis sulit dicari, dapt dicatat denyut vena jugularis eksterna. Vena ini
lebih supervisial dan terlihat tepat diatas klavikula disebelah otot sternokleidomastoid,
7
1
dan biasanya mengalami distensi jika pasien berbaring dengan posisi supine pada
tempat tidur atau meja pemeriksaan. Ketika kepala pasien dinaikkan, distensi vena ini
akan menghilang. Vena ini normalnya tidak akan terlihat bila kepala dinaikkan 30
derajat. Distensi yang jelas saat kepala dinaikkan 45-90 derajat menunjukkan
peningkatan abnormal volume sistem vena. Hal tersebut berhubungan dengan gagal
jantung kanan atau obstruksi aliran darah vena kava superior, atau embolisme paru
asif akut, meskipun hal ini jarang terjadi (smelttzer & suzanne,2002).
4. Hal-hal penting yang harus di dokkumentasikan setelah melakukan tindakan
a. Tingkat kesadaran klien
b. Pernapasan klien
c. Suhu klien
d. Penampakan fisik klien : dilihat keabnormalan yang terjadi, misal edema.
e. Bentuk, dan penampakkan fisik vena jugularis
f. Hasil pengukuran : tekanan bilateral yang diperoleh

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03
FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN
PENGUKURAN TEKANAN VENA JUGULARIS

Nama peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester :
Waktu :
7
0
T/D DILAKUKAN DILAKUKAN
NO BUTIR EVALUASI L KURANG BENAR DENGAN BENAR
0 1 2
A INPUT
Persiapan alat:
• Penggaris 2 buah
• Buku catatan
B PROSES
27. Memberitahu pasien dan informed
concent
28. Persiapan perawat: cuci tangan dan
pasang handscoon.
29. Persiapan lingkungan : pasang
sampiran dan atur lingkungan
senyaman lingkungan
Kaji tekanan vena jugularis
4. Minta pasien duduk tegak lurus
bersudut 90 derajat
5. Minta pasien untuk berbaring
terlentang dengan kepala sedikit
terangkat sekitar 30’ sampai 45’
6. Pastikan bahwa leher dan toraks atas
terbuka.jangan memfleksikan atau
hiperekstensi leher.
7. Ukur titik tertinggi vena jugularis
internal yang terlihat dengan
menggunakan 2 penggaris dengan cara
urut vena dari atas ke bawah untuk
mengetahui titik tertinggi dari pulsasi
vena jugularis internal
8. Sejajarkan ujung dasar penggaris
dengan puncak area denyutan vena
9. Kemudian dengan
menggunakan penggaris
sentimeter dan
menempatkannya tegak lurus terhadap
penggaris yang pertama setinggi sudut
sternal. Ukur dalam sentimeter jarak
antara penggaris kedua an sudut sternal.
10. Ulangi pengukuran pada sisi yang
lain. Perhatikan adanya tekanan yang
lebih tinggi dari 4 cm.
11. Rapikan pasien
12. Cuci tangan dan rapikan alat
13. Dokumetasi

7
1
EVALUASI
• Vena normal tampak
datar,denyut tidak terputus-
putus
• Kadar denyutan meningkat di
atas batas manubrium, 1-2 cm
saat kepala mencapai sudut 45’.
• JVP normal 3-4 cm
TOTAL
NILAI AKHIR (total nilai 13 item

Bengkulu,............................20...
Tim penilai

1.................................
2.................................

PEMASANGAN ELEKTRODA EKG


A. KONSEP DASAR EKG
1. Pendahuluan
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari rekaman aktivitas listrik jantung
pada permukaan tubuh. Elektrokardiogram adalah grafik yang menggambarkan
rekaman aktivitas listrik jantung
2. Manfaat EKG
Sebagai alat diagnostik :
a. Aritmia / disritmia
b. Hipertropi atrium & ventrikel
c. Iskemik & infark miokardial
d. Efek obat-obatan ( contoh : digitalis, anti aritmia)
e. Gangguan elektrolit ( contoh : kalium, kalsium)
3. Mesin EKG
Mesin EKG dibagi menjadi 3 jenis, menurut banyaknya saluran ( channel ) pencatat
yaitu:
7
0
a. Single
b. Triple
c. Multiple
4. Kertas EKG
➢ Didisain bergaris-garir berbentuk kotak sama sisi
➢ Terdiri atas kotak berukuran kecil yang ditandai garis tipis dan dan kotak besar
bergaris tebal
➢ Garis-garis pada kertas EKG terdiri atas garis o Horizontal ; merepleksikan
kecepatan rekaman dengan satuam waktu
( mm/dr ) o Vertikel ; menggambarkan ukuran dari voltase listrik jantung
dengan satuan milivolt (Mv)
➢ Ukuran kertas EKG o Satu kotak kecil : 1 mm x 1 mm o Satu kotak besar : 5 mm
x 5 mm

EKG baku : ( standar system internasional ) o


Kecepatan rekaman : 25 mm/detik o Kekuatan
voltase : 1 miliVolt (Mv) = 10 mm
o Mesin EKG diatur agar dapat merekam gambar selama 1 detik sejauh 25 mm atau
5 kotak besar dan amplitude setinggi 10 mm o Pada garis horizontal

• Tiap 1 mm = 1/25 detik = 0,04


detik
• Tiap 5 mm = 5/25 detik = 0,20
detik
• Tiap 25 mm =1 detik
o Pada garis horisontal
• 1 mm = 0,10 mV
• 10 mm =1 Mv
5. Sandapan EKG
Sandapan (leads) adalah elektroda yang mengukur perbedaan potensial listrik di
antara dua :
1. Sandapan bipolar (bipolar leads)
Tiga buah bipolar standar lead ( I, II, III )
2. Sandapan unipolar (unipolar leads)
a. Tiga buah unipolar ekstramitas / limb lead (aVR, aVL, aVf)
b. Unipolar precordial / chest lead (Vl – V6 dilanjutkan V7,V8,V9 dan
V3R,V4R)

Untuk rekaman rutin, biasa dipakai 12 sandapan :


Sandapan Bipolar
➢ Merekam perbedaan potensial dr 2 elektroda ditandai dengan angka romawi
I,II dan III
➢ Sandapan 1 : merekam antara RA (-) dg LA (+)
➢ Sandapan II : merekam RA (-) dg LF (+)
➢ Sandapan III : merekam LA (-) dg LF (+)
7
1
➢ Ketiga sandapan digambarkan sbg segitiga sama sisi segitiga Einthove

Sandapan Bipolar

Sandapan Limb Leads

Sandapan unipolar
➢ Terbagi 2 : sandapan unipolar ekstremitas & unipolar precordial
➢ Sandapan unipolar ekstremitas : merekam besarpotensial listrik pd 1ekstremitas,
electrode diletakkan pd ekstremitas yang di ukur →aVR, aVL, AVf
➢ Sandapan unipolar precordial : merekam dengan electrode yang ditempatkan di
dinding dada

Sandapan unipolar Ekstremitas

7
0
Sandapan precordial (paling sering dipakai)

Precordial leads

7
1
Letak sandapan :
➢ V1 : RIC IV garis sternal kanan
➢ V2 : RIC IV garis sternal kiri ➢ V3 : antara V2 & V4
➢ V4 : RIC V midclavikula kiri
➢ V5 : sejajar V4 garis aksila depan
➢ V6 : sejajar V5 garis aksila tengah Gambaran EKG normal

➢ P wave : atrial depolarisation


➢ QRS Complex : ventricular depolarisation
➢ T wave : ventricular repolarisation
➢ Atrial repolarisation hidden by QRS
Gelombang p
➢ Menggambarkan aktivitas depolarisasi atrium
➢ Tinggi < 3 mm (2,5mm)
➢ Lebar < 3mm (0,11 detik) 7
0
➢ Selalu (+) di II, (-) di aVR
Kompleks QRS
➢ Menggambarkan seluruh fase depolarisasi ventrikel
➢ Lebar 0,06-0,12 detik
➢ Tinggi tergantung lead
➢ Terbentuk dari 3 gelombang:
1. Gelombang Q
2. Gelombang R
3. Gelombang S Gelombang G
➢ Defleksi negative pertama dari kompleks QRS ➢ Q normal:
1. Lebar-< 0,04 detik
2. Dalam -< 1/3 tinggi R
Menentukan irama jantung ( EKG NORMAL)
➢ Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur at/tdk
➢ Tentukan berapa frekuensi jantung (HR)
➢ Tentukan gel.P normal at/tidak
➢ Tentukan interval PR normal at/tidak
➢ Interpretasi
➢ Irama jantung normal→impuls berasal dari SA node, maka iramanya disebut irama
sinus (sinus rhythm=SR) Kriteria irama sinus : o Irama teratur o Frekuensi jantung
antara 60-100 x/m o Gel.P normal, setiap gel.P selalu diikuti gel.QRS dan T o
Interval PR normal (0,12-0,20 dt) o Gel.QRS normal (0,06-0,12 dt) o Semua
gelombang sama

7
1
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03
FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAM(EKG)
Nama peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester/TA :
Waktu :
T/DL DILAKUKAN DILAKUKAN
KURANG DENGAN
NO BUTIR EVALUASI BENAR BENAR

0 1 2

A INPUT
Persiapan Alat
• Mesin EKG dengan elektroda
pada ekstremitas dan dada
• Gel elektroda
• Tisu dan Nierbekken
• Kapas alkohol 7
0
B PROSES
1. Memberitahukan pasien dan informed
concent
a. Cuci tangan
b. Atur posisi pasien berbaring telentang
Bantu pasien membuka baju pakaian
c. dan menggulung celana sampai lutut (
bila pasien menggunakan celana
Panjang )
d. Bersihkan dengan kapas alkohol
daerah ekstremitas dan daerah dada

tempat melekatnya elektroda


2. Oleskan jeli pada elektroda yang
bersentuhan dengan kulit
3. Elektoda ekstremitas pada bagian
distal ekstremitas pada pergelangan
kaki pergelangan tangan kanan dan
kiri
4. Letakkan elektoda dada V1 di ruang
intercostal ke empat, garis sternal kiri
5. Letakkan elektoda pada V2 di ruang
intercostal ke empat, garis sternal kiri
6. Letakkan elektroda dada V3 di
ruangan intercostal ke empat di
antara V2 dan V4
7. Letakkan elektroda dada V4 di ruang
intercostal ke lima garis tengah
klavikula kiri
8. Letakkan elektoda dada VS di ruangan
intekostal ke lima garis aksila anterior
kiri
9. Letakkan elektoda dada V6 di ruang
intercostal ke lima garis aksila
tengah kiri
10. Set kecepataan kertas 25mm perdetik
11. Tekan tombol start
12. Tekan tombol stop setelah semua lead
terekam
7
1
Lepaskan semua elekroda dan
13. bersihkan elektroda yang
masih ,elekat di kulit pasien
14. Beritahu pasien bahwa pemeriksaan
telah selesai
15. Bereskan alat alat dan cuci tangan
16. Catat nama pasien, hari, jam dan
tanggal dilakukan EKG
C OUTPUT
▪ Pasien tenang dan terhindar dari
tanda tanda shock
TOTAL

NILAI AKHIR (TOTAL:20


INTEM)

Bengkulu,............................20...
Tim penilai

1.................................
2.........................

7
0
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03

FORMAT PEMASANGAN EKG

Nama peserta :

NIM :

Tanggal :

Semester/TA :

Waktu :

T/D DILAKUKA DILAKUKAN


N L N DG BENAR
O BUTIR EVALUASI KURANG
BENAR
0 1 2
A INPUT
Persiapan alat :

1. Mesin Elektrokardiogram ( EKG )


2. Kertas EKG
3. Jelly
4. Tissu
5. Bengkok
6. Kapas alkohol
C PROSES
.
5 Informed Concent
.
6 Cuci tangan
.
7 Baca Orderan / instruksi pemasangan
.
7
1
8 Menyiapkan dan mendekatkan alat
. ke Pasien
9 Melonggarkan atau melepaskan
. pakaian bagian
atas klien
1 Mengoleskan jelly pada elektorde
0
.
1 Pasang elektroda pada
1 Ekstermitas atasdan bawah untuk
. merekam ektermitas lead :
a. Merah pada ektermitas kanan atas
b. Kuning pada ekstermitas kiri atas
c. Hitam
pada
ekstermitas
kanan bawah
d. Hijau
pada
ekstermitas kiri
bawah
1 Pasang elektroda parakardial untuk
2. merekam prekardial lead:
a. Pasang V1 pada interkostal
ke 4garis sternum kanan
b. Pasang V2 pada interkostal
ke 4garis sternum kiri
c. Pasang V3 pada
pertengahanV2 dan V4
d. Pasang V4 pada
padainterkostal ke5
pada midklavikula
kiri
e. Pasang V5 pada garis
axilaanterior
f. Pasang V6 pada pertengahan
axila sejajar V4
1 Hidupkan mesin Elektrokardiograam
3.
1 Lakukan pencatatan indentitas klien
4. pada EKG
1 Lakukan kalibrasi dengan kecepatan
5. ml/detik
1 Lakukan perekaman sesuai order
6.
1 Matian EKG dan lepaskan elektoda
7. pada tubuh klien
1 Bantu klien memakai pakaian
8. kembali. 7
0
TOTAL
NILAI AKHIR

Bengkulu,............................20...

FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN


PEMERIKSAAN TELINGA DAN FUNGSI PENDENGARAN

A. Ruangan test. Salah satu sisi atau sudut menyudut ruangan harus ada jarak
sebesar 6 meter Ruangan harus bebas dari kebisingan. Untuk menghindari
gema diruangan dapat ditaruh kayu di dalamnya.
B. Pemeriksa. Sebagai sumber bunyi harus mengucapkan kata-kata dengan
menggunakan ucapan kata-kata sesudah expirasi normal.
Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 2 suku kata (bisyllabic) yang terdiri
dari kata-kata sehari-hari. Setiap suku kata diucapkan dengan tekanan yang
sama dan antara dua suku kata bisyllabic "Gajah Mada PB.List" karena telah
ditera keseimbangan phonemnya untuk bahasa Indonesia.
C. Penderita. Telinga yang akan di test dihadapkan kepada pemeriksa dan
telinga yang tidak sedang ditest harus ditutup dengan kapas atau oleh tangan
si penderita sendiri. Penderita tidak boleh melihat gerakan mulut pemeriksa.

Bagaimana cara pemeriksaanya? Berikut ini akan di uraikan bagaimana cara


Anda
memeriksa tes suara bisik:

Cara pemeriksaan

Sebelum Anda melakukan pemeriksaan pasien harus diberi instruksi yang jelas
misalnya Anda akan dibisiki kata-kata dan setiap kata yang didengar harus
diulangi dengan suara keras. Kemudian Anda melakukan test sebagai berikut

a Mula-mula penderita pada jarak 6 meter dibisiki beberapa kata bisyllabic Bila
tidak menyahut, Anda selaku pemeriksa maju 1 meter (5 meter dari penderita)
dan test ini dimulai lagi. Bila masih belum menyahut Anda maju 1 meter dan
demikian seterusnya sampai pasien dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-
kata yang dibisikkan. Jarak dimana pasien dapat menyahut 8 dari 10 kata
diucapkan di sebut jarak pendengaran.

b. Cara pemeriksaan yang sama Anda lakukan untuk telinga yang lain sampai
ditemukan satu jarak pendengaran.

Kemudian hasil pemeriksaan pendengaran dievaluasi dengan kategori sebagai


berikut:

a) Jarak 6 meter: normal 7


1
b) Jarak 5 meter: dalam batas normal

c) Jarak 4 meter: tuli ringan

d) Jarak 3-2 meter: tuli sedang

e) Jarak 1 meter atau kurang tuli berat

Setelah melakukan tes suara bisik, Anda dapat melakukan tes berikutnya yaitutes
garputala. Bagaimana caranya? Berikut ini cara pemeriksaan pendengaran
dengan metode tes garipu tala

Test Garpu Tala

Sebelum Anda melakukan tes garpu tala, perlu Anda ketahui bahwa test ini
menggunakan seperangkat garpu tala yang terdiri dari 5 garpu tala dan nada c
dengan frekwensi 2048 Hz. 1024 Hz, 512Hz 256 Hz dan 128 Hz.

Apa keuntungan tes garpu tala? Keuntungan test garpu tala ialah dapat

memperoleh dengan cepat gambaran keadaan pendengaran penderita Apa


kekurangantes garpu tala? Kekurangannya ialah tidak dapat ditentukan besarnya
intensitas bunyi karena tergantung cara menyentuhkan garpu tala yaitu makin
keras sentuhan garpu tala makin keras pula intensitas yang didengar

Perlu Anda perhatikan bahwa sentuhan garpu tala harus lunak tetapi masih dapat
didengar oleh telinga normal. Anda dapat melakukan empat macam test

garpu tala yaitu:

& Test garis pendengaran

b. Test Weber

c Tets Rinne

d. Test Schwabach

Selanjutnya Anda dapat mempelajari satu persatu pemeriksaan tersebut seperti

diuraikan di bawah ini:

Tes Garis Pendengaran

Tujuan test ini adalah untuk mengetahui batas bawah dan batas atas

7
0
ambang pendengaran Telinga kanan dan kiri diperiksa secara terpisah

Cara pemeriksaan

Semua garpu tala satu demi satu Anda sentuh secara lunak dan letakkan kira-kira
25 cm di depan telinga penderita dengan kedua kakinya berada pada garis
penghubung meatus acusticus extemus kanan dan kiri. Pasien Anda instruksikan
untuk mengangkat tangan bila mendengarkan bunyi. Bila pasien mendengar
diberi tanda (+) pada frekwensi yang bersangkutan dan bila tidak mendengar
diberi tanda (-)peda frekwensi yang bersangkutan

Kemudian Anda evaluasi Tets Weber. Bila terjadi lateralisasi ke kanan maka ada
beberapa kemungkinan, yaitu:

1. Telinga kanan tuli konduktit kiri normal


2. Telinga kanan tuli konduksit kiri tuli sensory neural
3. Telinga kanan normal, kiri tuli sensory neural
4. Kedua telinga tuli konduktif kanan lebih berat
5. Kedua telinga tuli sensory neural kiri lebih berat

Dengan kata lain test weber tidak dapat berdiri sendiri. Oleh karena itu, tidak
dapat menegakkan diagnosa secara past

Setelah Anda melakukan tes webet selanjutnya lakukan tes rinne.

Bagaimana cara pemeriksaan tes rinne? Caranya adalah sebagai berikut

Test Rinne

Sebelum melakukan pemeriksaan, perlu Anda ketahui bahwa prinsip test ini
adalah membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga.
Pada telinga normal hantaran udara lebih panjang dari hantaran tulang Auga pada
tuli sensorneural hantaran udara lebih panjang daripada hantaran tulang. Dilain
pihak pada tuli konduktif hantaran tulang lebih panjang daripada hantaran udara.

Bagaimana cara pemeriksaannya?

Caranya adalah sebagai berikut: Anda sentuh Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz
secara lunak dengan tangan, kemudian pangkalnya letakkan pada planum
mastoideum dari telinga yang akan diperiksa. Kemudian tanyakan pada pasien
apakah mendengar dan sekaligus di instruksikan agar mengangkat tangan bila
sudah tidak mendengar Bila pasien mengangkat tangan, garpu tala dipindahkan
hingga ujung yang bergetar berada kira-kira 3 cm di depan meatus akustikus
eksternus dari telinga yang diperiksa. Bila penderita masih mendengar dikatakan
Rinne (+). Bila tidak mendengar dikatakan Rinne (-).
Kemudian Anda lakukan evaluasi test rinne

1. Rinne positif berarti normal atau tuli sensorineural


7
1
2. Rinne negatif berarti tuli konduktif

3. Rinne Negatif Palsu. Dalam melakukan test rinne harus selalu hati-hati dengan

apa yang dikatakan Rinne negatif palsu. Hal ini terjadi pada tuli sensorineural
yang unilateral dan berat

Pada waktu meletakkan garpu tala di Planum mastoideum getarannya ditangkap


oleh telinga yang baik dan tidak di test (oross hearing Kemudian setelah garpu
tala diletakkan di depan metus acustion extemus getaran tidak terdengar lagi
sehingga dikatakan rinne negatif

Setelah Anda melakukan tes rinne, selanjutnya lakukan pemeriksaan Tes

Schwabach Bagaiman caranya? Caranya adalah sebagai berikut

Test Schwabach

Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari pasien dengan

hantaran tulang pemeriksa dengan catatan bahwa telinga pemeriksa harus

normal

Cara pemeriksaannya, sentuh secara lanak Garpu tale 256 Hz atau 512 Hz.
kemudian letakkan pangkalnya pada planum mastoiedum penderita. Kemudian
tanyakan kepada pasien apakah mendengar sesudah itu sekaligus dinstruksikan
agar mengangkat tangannya bila sudah tidak mendengar dengungan. Sila pasien
mengangkat tangan garpu tala segera pindahkan ke planum mastoideum Anda
(pemeriksa) Ada 2 kemungkinan Anda masih mendengar dikatakan schwabach
memendek atau Anda sudah tidak mendengar lagi. Bila Anda tidak mendengar
harus dilakukan cross yaitu garpu tala mula-mula diletakkan pada planum
mastoideum Anda, kemudian bila sudah tidak mendengar lagi garpu tala segera
dipindahkan ke planum mastoideum pasien dan tanyakan apakah pasien
mendengar dengungan. Bila pasien tidak mendengar lagi dikatakan schwabach
normal dan bila masih mendengar dikatakan schwabach memanjang

Kemudian Anda evaluasi hasil test schwabach sebagai berikut

1. Schwabach memendek berarti pemeriksa masih mendengar dengungan

dan keadaan ini ditemukan pada tuli sensory neural

2. Schwabach memanjang berarti penderita masih mendengar dengungan dan


keadaan ini ditemukan pada tuli konduktif
7
0
3. Schwabach normal berarti pemeriksa dan penderita sama-sama tidak
mendengar dengungan. Karma telinga pemeriksa normal berarti telin

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03

FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN


PEMERIKSAAN TELINGA DAN FUNGSI PENDENGARAN

Nama Peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester/TA :
Waktu :

T/D DILAKUKA DILAKUKA


NO BUTIR EVALUASI L N KURANG N DENGAN
BENAR BENAR
0 1 2
A. Persiapan Alat
➢ Arloji tangan berjarum detik
➢ Garpu tala 512 Hz,256 Hz
➢ Speculum telinga
➢ Lampu kepala
➢ Otoskop
B Persiapan Pasien dan
. Lingkungan
1. Informed consent
2. Atur lingkungan sekitar pasien cukup
cahaya dan jaga privasi pasien
C. Pelaksanaan Prosedur
3. Cuci tangan
4. Dekatkanlah alat pada pasien
Inspeksi dan Palpasi telinga luar
7
1
5. Aturlah posisi pasien duduk jika
memungkinkan. Posisi pemeriksaan
menghadap ke sisi telinga yang akan

diperiksa
6. Pakai lampu kepala
7. Inspeksi telinga luar terhadap
posisi,warna,ukuran,bentuk,hygiene,adany
a lesi/massa dan kesimetrisan
8. Lakukan palpasi dengan memegang
telinga menggunukan telunjuk dan jempol.
Palpasi kartilago telinga luar secara
simetris, mulai dari jaringan lunak ke
jaringan keras dan catat jika ada nyeri
9. Inspeksi lubang telinga apakah ada
peradangan ,perdarahan,kotoran,serumen
pada lubang telinga
PEMERIKSAAN DENGAN BISIKAN
10. Atur posisi pasien berdiri membelakangi
pemeriksa pada jarak sekitar 4,5-6 meter
11. Anjurkan pasien menutup salah satu telinga
yang tidak diperiksa
12. Bisikkan suatu bilangan (mis : tujuh enam)
13. Beri tahu pasien untuk mengulangi bilangan
yang didengar
14. Periksa telinga sebelahnya dengan cara yang
sama
15. Bandingkan kemampuan mendengar pada
telinga kanan dan kiri pasien
PEMERIKSAAN DENGAN ARLOJI
16. Atur posisi berdiri dari duduk
17. Pegang arloji dan dekatkan di samping
telinga pasien
18. Minta pasien menyatakan apakah
mendengar detak arloji

7
0
19. Pindahkan posisi arloji perlahan-lahan
menjauhi telinga dan minta pasien
menyatakan bila tidak dapat mendengar
lagi detak arloji tersebut. (normalnya detak
arloji masih dapat didengar sampai jarak
sekitar 30 cm dari telinga)

20. Bandingkan telinga kanan dan kiri


PEMERIKSAAN DENGAN TEST WEBER
21. Vibrasikan garpu tala 512 Hz dengan cara
memegang garpu tala pada tangkainya
kemudian pukulkan ke telapak tangan atau
buku jari yang pada tangan berlawanan
22. Letakkan garpu tala di tengah puncak kepala
pasien
23. Tanyakan pasien apakah bunyi terdengar
sama jelas pada kedua telinga atau ada
salah satu telinga yang mendengar suara
getaran lebih keras.
Telinga normal bila pasien dapat
mendengarkan secara seimbang sehingga
getaran dirasakan di tengah-tengah kepala.
Tuli sensori neural : latralisasi ke telinga
yang baik
Tuli konduktif : lateralisasi pada telinga
yang tuli

PEMERIKSAAN DENGAN TEST SWABACH


24. Vibrasikan garpu tala 512 Hz
25. Letakkan garpu tala di proc mastoideus
pasien
26. Anjurkan pasien untuk memberitahu
sewaktu tidak merasakan getaran lagi
27. Segera pindahkan garpu tala ke proc
mastoideus pemeriksa dengarkan apakah
pemeriksa masih dapat mendengar garpu
tala

7
1
28. Bila pemeriksa juga tidak mendengar
getaran,maka lakukan test swabach pada
telinga pemeriksa kemudian ke telinga
pasien.
Swabach normal : hantaran tulang pasien
hampir sama dengan pemeriksa
Swabach memanjang (tuli konduktif
:hantaran tulang pasien lebih panjang dari
pemeriksa.
Swabach memendek : jika telinga pemeriksa
masih dapat mendengar getaran garpu tala
setelah pasien tidak lagi mendengarnya.
PEMERIKSAAN DENGAN TEST RINNE
29. Vibrasikan garpu tala 256 Hz
30. Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus
mastoideus kanan pasien
31. Anjurkan pasien untuk memberitahu
sewaktu tidak merasakan getaran lagi
32. Angkat garpu tala dengan cepat dan letakkan
ujung garpu tala di depan telinga kanan
pasien (1-2 cm) dengan posisi garpu tala
parallel terhadap lubang telinga luar pasien
33. Minta pasien untuk memberitahu apakah
masih mendengar suara geteran atau tidak.
Uji Rinne positif : pasien masih mendengar
bunyi di depan telinga ( telinga normal atau
tuli sensori urenal )
Uji Rinne negative : pasien tidak
mendengarkan lagi suara getaran garpu tala
saat di letakkan di depan telinga ( tuli
konduktif)

34. Catat semua hasil pemeriksaan pendengaran


OUTPUT

• Fungsi pendengaran pasien dapat


diidentifikasi
TOTAL
Bengkulu,............................20...
Tim penilai

7
0
1.................................
2.................................

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03
FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN FUNGSI PENGLIHATAN

Nama :
pesert
a
N :
I
M

T :
a
n
g
a
l
S :
e
m
e
st
e
r
W :
a
k
t
u
N BUTI T DI DI
O R / LA LA
EVA D KU KU
LUAS L KA KA
N N 7
1
I KU DG
RN BE
G NA
BE R
NA
R
0 1 2

A PER
SIAP
AN
ALA
T
❖ K
ar
tu
se
ne
ll
e
❖ S
eb
te
r
❖ P
en
ga
ri
s/
al
at
pe
n
u
nj
u
k
❖ P
en
ut
u
p
m
o
n
o
o
k
ul
7
0
er
ya
n
g
ti
da
k
m
en
ye
nt
u
h
m
at
a
B Persi
apan
Pasie
n dan
Ling
kung
an :
1 Laku
. kan
Infor
med
Conc
ent
2 Persia
. pan
alat
3 Atur
. lingk
ungan
sekita
r
pasie
n
cukup
cahay
a dan
terjag
a
privas
i
4 Cuci
. tanga
n
7
1
Peme
riksa
an
visus
deng
an
kartu
snelle
n
5 Persia
. pan
pasie
n:
berdir
i
tegak
denga
n
jarak
20
kaki
6 Persia
. pan
kondi
si
fisik
mata
pasie
n )
bila
perlu
meng
unaka
n
senter
)
Po
sis
i
bo
la
ma
ta
:
ap
ak
ah
ad
a 7
0
jul
in
g
Konjungtiva :
ap
ak
ah
ad
a
pte
rig
iu
m
ata
u
tid
ak

Korne
a : ada
jaringa
n parut
apa
tdk

Lensa : jernih atau keruh, atau


berwarna putih
7. Kartu snellen ditempelkan / digantungkan
sejajar mata pada dinding sejauh 20 kaki atau
6 m dari tempat pasien berdiri
8. Atur posisi pasien lurus menghadap kedepan
kea rah kartu snellen
9. Tutup mata kiri pasien dengan penutup mata
mobo okuler atau dengan telapak tangan
pasien sendiri tanpa menekan bola mata
10. Pasien di minta membaca satu per satu huruf
yang terdapat pada kartu snellen dari kiri ke
kanan pada setiap garis huruf pada kartu
snellen dimulai dari huruf paling atas sampai
huruf terbawah. ( penglihatan hormal bila
pasien dapat membaca sampai huruf terkecil
(20/20 atau 6/6 ))

7
1
11. Bila pasien hanya dapat membaca huruf dari
setangah baris , maka angka visusu yang
dicatat adalah angka tertera pada baris di
atasnya
12. Bila pasien dapat membaca huruf lebih
dari setangah baris maka yang dicataat
adalah angka yang tertera pada baris
tersebut
13. Lakukanpada hal yang sama pada mata
sebelahnya

14. Bila pasien tidak bisa membaca terbesar dari


kartu snellen maka lakukan
Pemeriksaan visus dengan hutung jari

15 Atur pasisi pasien pada jarak 3 m dari


pemeriksa
16 Minta pasien menyebut jumlh jari yang
diperlihatkan pemeriksa. Bila pasien
dapat menyebutkan berarti visus pasien
03/60
17 Bila pasien tidk dapat menyebutkan jumlah
jari dari jarak 3 m maka pemeriksaan maju
dengan jrak 2 m ( 02/60) dan apabila
belum terlihat maka majulagi 1 meter
( 01/60 )
18 Bila pasien belum juga dapat melihat dengan
jelas jari pemeriksa, maka lakukan
pemeriksaaan dengan lambaian tangan
19 Lambaikan tangan pada jarak 1 meter dari pasien
dan tanyakan apakah pasien bisa melihat , bila
bisa maka visus pasien ( 01/300 )

20 Bila pasien tidak dapat melihat lambaian


tangan maka arahkan sinar senter ke mata
pasien dan tanyakan apakah mata pasien
dapat melihat sinar. Bila pasien dapat melihat
maka visus pasien 01/888
21. Bila pasien tidak dapat melihat sinar, maka
pasien disebut buta total dengan visus 00/000
22. Bila pasien mengunakan kaca mata maka
pemeriksaan dilakukan dua kali yaitu pada
saat mangunkan kaca mata dan tisak
mengunkana kaca mata

7
0
23. Dokumentasikan tindakan yang dilakukan
OUTPUT

• Kriteria hasil nilai normal 20/20 atau 6/6

TOTAL
Nilai akhir ( total : 23 ITEM )
Nilai max : ( 23 x 2 ) = 46

Bengkulu,............................20...
Tim penilai

1.................................
2.................................

7
1
B. PEMERIKSAAN KETAJAMAN PENGLIHATAN (VISUS)

Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan


memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan
turunnya visus. Visus perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata Tidak
semua orang mempunyai visus yang sama Visus dipergunakan untuk menentukan
penggunaan kacamata Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya
(kaca mata) tetapi mempunyal arti yang lebih luas memberi keterangan tentang baik
buruknya fungsi mata secara keseluruhan.

Pemeriksaan visus dapat Anda lakukan dengan menggunakan Optotype Snellen, kartu
Cincin Landolt, kartu uji E, dan kartu uji Sheridan/Gardiner Optotype Snellen terdiri atas
sederetan huruf dengan ukuran yang berbeda dan bertingkat serta disusun dalam baris
mendatar Huruf yang teratas adalah yang besar, makin ke bawah makin kecil. Penderita
membaca Optotype Snellen dari jarak 6 m, karena pada jarak ini mata akan melihat benda
dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Pembacaan mula-mula dilakukan oleh
mata kanan dengan terlebih dahulu menutup mata kiri. Lalu dilakukan secara bergantian
Tajam penglihatan dinyatakan dalam pecahan. Pembilang menunjukkan jarak pasien
dengan kartu. sedangkan penyebut adalah jarak pasien yang penglihatannya masih normal
bisa membaca baris yang sama pada kartu. Dengan demikian dapat ditulis rumus:

V = D/d

Keterangan :

V=ketajaman penglihatan (visus)

d=jarak yang dilihat oleh penderita

D=jarak yang dapat dilihat oleh mata normal


7
0
Dengan Optotype Snellen, Anda dapat menentukan tajam penglihatan atau kemampuan
melihat seseorang, dengan cara bila visus 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada
jarak 6 meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.
Sementara bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30,
berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30. Apabila pasien hanya dapat membaca huruf
pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
Kemudian bila visus adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter yang
oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.

Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka Anda dapat
melakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter
Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak
3 metec maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat
dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan visus pasien yang lebih buruk
daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 1
meter, berarti visus adalah 1/300. Kadang-kadang mata hanya dapatmengenal adanya sinar
saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam
penglihatan 1/-. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga Bila
penglihatan sama sekali tidak mengenaladanya sinar maka dikatakan penglihatannya
adalah 0 (nol) atau buta total. Visus dan penglihatan kurang dibagi dalam tujuh kategori

Adapun penggolongannya adalah sebagai berikut

1. Penglihatan normal
Pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dan sehat
2. Penglihatan hampir normal
Tidak menimbulkan masalah yang gawat akan tetapi perlu diketahu penyebabnya.
Mungkin suatu penyakit masih dapat diperbaiki
3. Low vision sedang
Dengan kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca dengan cepat.
4. Low vision berat
Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat kesukaran pada lalu
lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca diperlukan lensa pembesar kuat.
Membaca menjadi lambat
5. Low vision nyata
Bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi Diperlukan tongkat putih untuk mengenal
lingkungan Hanya minat yang kuat masih mungkin membaca
dengan kaca pembesat umumnya memerlukan Braille, radio, pustaka kaset
7
1
6. Hampir buta
Penglihatan kurang dari 4 kaki untuk menghitung jari. Penglihatan tidak bermanfaat,
kecuali pada keadaan tertentu. Harus mempergunakan alat nonvisual.
7. Buta total
Tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali. Seluruhnya tergantung pada alat indera
lainnya atau tidak mata. Di bawah ini ditunjukkan tabel penggolongan keadaan tajam
penglihatan normal, tajam penglihatan kurang (low vision) dan tajam penglihatan dalam
keadaan bu

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03
FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN VISUS

Nama peserta :
NIM :
Tangal :
Semester :
Waktu :

Dilakukan Tidak KET


No BUTIR EVALUASI dilakukan
1 0
A. PERSIAPAN ALAT
1. Kartu Snellen
2. E chart
3. Cincin Londolt
4. Ruangan (5-6 m)
5. Buku pencatat
B. PERSIAPAN LINGKUNGAN
1. menjelaskan
presedur dan tujuan yang
akan dilakukan
2. memberikan
posisi klien yang nyaman
dan sesuai dengan kondisi
pasien
7
0
C. PERSIAPAN PASIEN
Menjelaskan presedur dan tujuan
timdakan yang akan dilakukan kepada
klien dan keluarga
D. PROSEDUR
CARA MEMERIKSA:
❖ Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter
dari pesien dengan posisi lebih tinggi atau
sejajar dengan mata pasien
❖ Pastikan cahaya lebih cukup
❖ Penderita duduk 6 meter dari kartu
pemeriksan
❖ Kanan diperiksa ,kiri ditutup
❖ Mulai dari hurup yang paling besar ke yang
kecil/sampai penderita tidak bis abaca
❖ Penulisan dengan bilangan pecahan
MEMBACA SNELLEEN CHART
❖ Snelleen chart yang digunakan
dalamukuran kaki normalnya 2020 misal
,pasien dapat membaca semua semua
hurufnya baris ke 8 berarti ,visusnya
normal
❖ Bila hanya membaca huruf E,D,F,C pada
baris ke 6=>visusnya 20/30 dengan false 2.
Artinya ,orang normal dapat membaca pada
jarak 30 kaki sedangkan pasien hanya dapat
membacanya pada jarak 20 kaki .
❖ Bila pasien membaca huruf Z ,P Pada baris
ke 6=>visusnya 20/40
❖ Bila tidak bisa membaca huruf pada baris
ke 6,cek baris ke 5 dengan ketentuan
seperti diatas.

OUTPUT

• Kriteria hasil nilai normal 20/20 atau 6/6

TOTAL

Bengkulu,............................20...
Tim penilai

1.................................
2.................................

7
1
PEMERIKSAAN ISIHARA
A. PEMERIKSAAN BUTA WARNA (ISIHARA TEST)
Mata manusia sebenarnya dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya
monokromatik dari warna merah, hijau, dan biru dipersatukan dalam berbagai
kombinasi. Berdasarkan uji penglihatan warna, pada manusia dapat dibuktikan
adanya sensitivitas terhadap ketiga sel kerucut yang sangat diperlukan seperti halnya
kurva absorbs cahaya dari ketiga tipe pigmen, yang dapat dijumpai pada sel kerucut.
Bila mata manusia tidak mempunyai sekelompok sel kerucut yang dapat menerima
warna, maka orang tersebut tidak dapat membedakan suatu warna dengan warna
lainnya. Sebagai contoh, warna hijau, kuning, jingga dan merah adalah warna dengan
panjang gelombang atara 525 sampai 675 nanometer, yang secara normal dibedakan
oleh sel kerucut merah dan hijau, sehingga disebut buta warna merah-hijau. Buta
warna sebenanrnya dalah ketidakmampuan seseorang untuk membedakan warna-
warna tertentu. Orang tersebut biasanya tidak buta semua warna melainkan warn-
warna tertentu saja ( buta warna parsial). Meskipun demikian ada juga orang yang
sama sekali tidak bisa melihat warna ( buta warna total), jadi hanya tampak sebagai
hitam, putih dan abu-abu saja ( kasus seperti ini sangat jarang terjadi). Normalnya sel
kerucut (cone) di retina mata mempunyai spectrum terhadap tiga warna dasar, yaitu
merah, hijau dan biru
Pada orang yang mempunyai sel-sel kerucut yang sensitive untuk tiga jenis warna ini,
maka ia dikatakan normal. Pada orang tertentu, mungkin hanya ada dua bakan satu
atau tidak ada sel kerucut yang sensitive terhadap warna-warna tersebut. Pada kasus
ini orang disebut buta warna. Jadi buta warna biasanya menyangkut warna merah,
biru atau hijau. Jika seseorang tidak mempunyai sel kerucut merah ia masih dapat
melihat warna hijau, kuning, orange dan warna merah dengan menggunakan sel
kerucut hijau tetai tidak dapat membedakan secara tepat antara masing-masing warna
tersebut oleh Karena tidak mempunyai sel kerucut merah untuk
kontras/membandingkan dengan sel kerucut hijau. Demikian pula jika seseorang
kekurangan sel kerucut hijau, ia masih dapat melihat seluruh warna tetapi tidak dapat
membedakan atara warna hijau, kuning, orang dan merah.
Hal ini disebabkan sel kerucut hijau yang sedikit tidak mampu mengkontraskan
dengan sel kerucut merah, jadi tidak adanya sel kerucut merah atau hijau akan timbul 7
0
kesukaran atau ketidakmampuan untuk membedakan warna antara keadaan ini
disebut buta warna merah hijau.
Kasus yang jarang sekali, tetapi bisa terjadi seseorang kekurangan sel kerucut biru,
maka orang tersebut sukar membedakan warna ungu, biru dan hijau. Tipe buta warna
ini disebut kelemahan biru (blueweakness), Adapula orang buta terhadap warna
merah disebut protanopia, buta terhadap warna hijau deuteranopia dan buta terhadap
warna biru disebut tritanopia.
Buta warna umumnya diturunkan secara genetic. Ada juga yang di dapat misalnya
pada penyakit di retina atau akibat keracunan. Sifat penurunannya bersifat X linked
recessive. Ini berarti, diturunkanlewat kromosom X. Pada laki-laki, karen kromosom
X-nya hanya satu, maka kelainan pada satu kromosom X ini sudah dapat
mengakibatkan buta warna. Sebaliknya pada perempuan Karena mempunyai 2
kromosom, maka untuk dapat timbul buta warna harus ada kelainan pada kedua
kromosom, yaitu dari kedua orang tuanya. Hal ini menjelaskan bahwa buta warna
hampir selalu ditemukan pada laki-laki, sedangkan perempuan berfungsi sebagai
karier.
Metode yang dapat dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta
warna adalah dengan menggunakan tes warna ishihara ( ishihara color test), dr.
Shinobu ishihara dari Universitas Tokyo yang mempublikasikan tes tersebut pertama
kali pada tahun 1917. Tesini menggunakan kartu-kartu terdiri dari lempengan angka
atau pola berwarna yang terbentuk dari titik-titik berbagai warna dan ukuran. Dalam
pola yang acak, titik-titik tersebut akan membentuk angaka atau pola yang mudah
dilihat oleh orang penglihatan normal, atau sukar dilihat bagi orang yang mempunyai
gangguan pengkihatan warna merah-hijau. Seluruh kartu tes berjumlah 38.
Umumnya kartu terdiri dri lingkaran dengan bayangan hijau dan biru muda dengan
satu bentukan bayangan coklat atau lingkaran dengan bayanagn titik- titik merah,
jingga dan kuning dengan bentukan bayangan hijau.
Contoh salah satu kartu Ishihara terlihat pada Gambar 2 di bawah ini. Pada buta
warna total tidak dapat melihat apa-apa. Pada orang normal, untuk gambar A akan
terlihat jelas dan menyebutkan angka "74", sedangkan pada penderita buta warna
merah-hijau menyebutkan angka "21". Pada gambar B, orang normal akan
menyebutkan angka "42", sedangkan pada penderita protanopia akan menyebutkan
"2", dan pada penderita deuteranopia akan menyebutkan angka "4".

7
1
B. Cara Penggunaan Tes
Tes Ishihara didesain agar dapat dilihat dengan jelas dengan cahaya ruangan. Sinar
matahari langsung atau penggunaan cahaya lampu mengakibatkan ketidaksesuaian
hasil karena perubahan pada bayangan warna yang nampak. Namun, bila mudah
nyaman hanya dengan menggunakan cahaya lampu, dapat ditambahkan cahaya
lampu tersebut sampai menghasilkan efek cahaya seperti cahaya alami.

7
0
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03
FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN
PRAKTEK ISIHARA

Nama peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester /TA :
Waktu :
Pengertian Tes buta warna adalah pemeriksaan untuk mengetahui mata seseorang dalam
mendeteksi berbagai warna.
Tujuan Mengetahui kelainan mata seseorang terhadap warna.
Prosedur 1. Menggunakan buku ishihara lakukan tes buta
Pelaksanaan warna.
2. Meminta pasien atau siswa untuk membaca
dan menyebutkan angka serta alur yang tampak pada
setiap halaman.
3. Hasil bacaan siswa diinformasikan dengan
jawaban yang tersedia untuk menentukan diagnosis
4. Kesimpulan hasil pemeriksaan :
a. Normal : sis
b. wa dapat menyebutkan satu persatu angka yang terdapat dalam gambar
pada buku ishihara.
c. Buta warna : siswa tidak dapat menyebutkan satu atau beberapa angka
yang terdapat dalam gambar atau tidak dapat menunjukkan alur (Lihat
interpretasi Buku Ishihara).
5. Keterangan interpretasi buku ishihara :

7
1
7
0
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03
FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN
IRIGASI MATA

Nama peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester /TA :
Waktu

NO Dilak Tdk
BUTIR EVALUASI ukan dilakukan KET
1 0
A PERSIAPAN ALAT
1 Handscon bersih
2 Anestasi topical ( bila perlu)
3 Cairan irigasi steril ( biasanya normal) dengan
kanula
4 Plester katun
5 Retractor desmares (bila ada)
6 Kasa secukupnya
7 Bengkok
8 Handuk atau laken untuk menutupi pakaian pasien
B PERSIAPAN LINGKUNGAN
Jaga privacy pasien dengan menutup pintu atau
sampiran
C PERSIAPAN PASIEN
1 Salam terafeutik
2 Informed concent ; (menjelaskan jenis
tindakan,tujuan,manfaat,resiko,waktu,prosedur,pers
etujuan tindakan)

7
1
D PROSEDUR
1 Siapkan peralatan
2 Identifikasi pasien
3 Jelaskan prosedur tindakan pada pasien
4 JUMLAH SKOR
Pakai handscon
5 Nilai=(jumlah
Tutupi pasienskor yang
dengan didapat/39)
hannduk x 100
atau laken
6 Miringkan pasien kearah lateral mata yang akan
diirigasi, pasang bengkok
7 Bila perlu teteskan anastesi topical, gunakan
retractor desmares untuk membuka kelopak
mata harus ditahan agar tetap terbuka, gunakan
kasa
8 Untuk menahan kelopak mata tetap terbuka,berikan
tekanan pada tulang promine pada aalis dan pipi ,
tidak pada bola mata
9 Arahkan jatuhnya aliran irigasi langsung diatas cela
kelopak mata bagian masal(kantus),dari dalam
katus keluar arah katus
10 Biasanya digunakan 1 liter cairan dengan cepat
untuk cidera mata karena asam
11 Biasanya digunakan 2 liter cairan untuk cidera
karena alkali pada mata
12 Keringkan bagian luar bagian mata dan daerah
sekitarnya setelah melakukan irigasi
TINDAK LANJUT
1 Periksa efektifitas irigasi, ukur pH fornis
konjungtifa dengan indicator Ph
2 pH normal mata dalah 7,4 dan bila hasil
pengukurannya abnormal lanjutkan irigasi
3 Bila pH hasil pengukuran menunjukkan angka
yangnormal. Periksa kembali 20 menit untuk
memastikan bahwa hal ini normal
4 Kaji rasa nyaman pasien
E DOKUMENTASI
Tanggal dan waktu prosedur

7
0
Bengkulu,................20...
Tim penilai

7
1
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB 1 Tgl.Diterbitkan : Paraf :
november 2021
Jur.Kep/XI/2021 Ketua Jurusan
Hal :
No.Revisi : 03
FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN
IRIGASI TELINGA

Nama peserta :
NIM :
Tanggal :
Semester /TA :
Waktu :
DILAKUK TDK
AN DILAKU
NO BUTIRAN EVALUASI KAN KET

1 0
A PERSIAPAN ALAT
ALAT DAN BAHAN
Baki berisi alat yang steril
1 Mangkok kecil berisi cairan dengan suhu
37 derajat
2 Semprot telinga
3 Pinset telinga
4 Corong telinga
5 Pemilin telinga
6 Pengail telinga
Baki berisi alat tidak steril
1 Bengkok 1 buah
2 Perlak dan alasnya
3 Lampu spiritus
4 Lampu kepala
5 Kapas dan tempatnya
6 Ember kotoran
B PERSIAPAN LINGKUNGAN
Jaga privacy pasien dengan menutup pintu
atau sampiran
C PERSIAPAN PASIEN
1 Salam terapeutik
2 Informed concent : ( menjelaskan jenis
tindakan,tujuan,manfaat,resiko,waktu,pros
edur,persetujuan tindakan)
D PROSEDUR
1 Beritahu tindakan apa yang akan dilakukan
kepada pasien
2 Klien diberatur dalam posisi duduk. Bila
klien adalah anak kecil,harus dipangku
sambil dipegang kepalanya
3 Perlak dan alasnya dipasang dibahu
dibawah telinga yang aka dibersihkan
4 Pasang lampu kepala
5 Perawat mencuci tangan
6 Bersihkan kotoran telinga dengan
kapas,memakai pemilin kapas yang
telah diflamber terlebih dahulu
7 Berikan bengkok kepada pasien dan minta
kerja sama pasien untuk memegang
bengkok demgan posisi dibawah telinga
8 Hisaplah cairan dengan
menggunakan semprotan dan
keluarkan udara dari semprotan
9 Tariklah daun telingan klien keatas
kemudian kebelakangkann dan dengan
tangan yang lain perawat memancarkan
cairan kedinding atas dari liang telinga
( penyemprotan cairan harus perlahan-
lahan dan tepat ditujukan kedinding atas
liang teinga)
10 Jika sudah bersih, keringkan daun
telinga dengan kapas yang telah dipilin
dan di flamber
105

11 Lihat atau periksa kembali liang telinga


klien apakah sudah bersih atau belum
dengan menggunakan corong telinga
12 Perawat cuci tangan
13 Bersihkan alat-alat
14 Tulis hasil dalam catatan keperawatan
JUMLAH SKOR
NILAI= (JUMLAH SKOR YANG
DIDAPAT/39) X 100

Bengkulu,...........................20...
Tim penilai
106

Anda mungkin juga menyukai