Jiptummpp GDL Didikprase 48952 3 Babii PDF
Jiptummpp GDL Didikprase 48952 3 Babii PDF
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam
hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat
kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin (NKF,
2016). Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan-lahan kearah yang semakin
buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya.
Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan
gagal ginjal kronis (Wilson, 2005, dalam Nurani & Mariyanti, 2013).
Gagal Ginjal Kronik adalah suatu sindrom klinis disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, serta bersifat
persisten dan irrever-sibel (Mansjoer, 2000, dalam Nurani & Mariyanti, 2013).
Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of National Kidney
struktural atau fungsional ginjal dan/atau penurunan laju filtrasi glomerulus kurang
dari 60mL/menit/1,73m2 yang berlangsung lebih dari tiga bulan. Kerusakan ginjal
11
12
Kidney Foundation (2016), terdapat dua penyebab utama dari penyakit ginjal kronis
yaitu diabetes dan tekanan darah tinggi, yang bertanggung jawab untuk sampai dua-
pertiga kasus. Diabetes terjadi ketika gula darah terlalu tinggi, menyebabkan
kerusakan banyak organ dalam tubuh, termasuk ginjal dan jantung, serta pembuluh
darah, saraf dan mata. Tekanan darah tinggi, atau hipertensi, terjadi ketika tekanan
darah terhadap dinding pembuluh darah meningkat. Jika tidak terkontrol, atau kurang
terkontrol, tekanan darah tinggi bisa menjadi penyebab utama serangan jantung,
stroke dan penyakit ginjal kronis. Begitupun sebaliknya, penyakit ginjal kronis dapat
Penyebab gagal ginjal pasien hemodialisis baru dari data tahun 2014
berdasarkan data dari Indonesian Renal Registry (IRR) masih sama dengan tahun
sebelumnya. Penyakit ginjal hipertensi meningkat menjadi 37% diikuti oleh Nefropati
diabetika sebanyak 27%. Glomerulopati primer memberi proporsi yang cukup tinggi
sampai 10% dan Nefropati Obstruktif pun masih memberi angka 7% dimana pada
registry di negara maju angka ini sangat rendah. Masih ada kriteria lain-lain yang
memberi angka 7%, angka ini cukup tinggi hal ini bisa diminimalkan dengan
menambah jenis etiologi pada IRR. Proporsi penyebab yang tidak diketahui atau E10
cukup rendah.
13
2014).
1. Diabetes Melitus
gagal ginjal dan juga penyebab kematian pada pasien gagal ginjal kronik.
ginjal untuk menyaring darah dengan baik. Kadar gula yang tinggi dalam darah
membuat ginjal harus bekerja lebih keras dalam proses panyaringan darah, dan
menurun. Pada saat itu, tubuh akan mendapatkan banyak limbah karena
Apabila kondisi ini tidak dapat diatasi dan berlangsung terus menerus dapat
2. Hipertensi
Budiyanto (2009 dalam Ekantari, 2012) mengatakan bahwa hipertensi dan gagal
seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi dinding pembuluh darah.
Organ sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada ginjal,
menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik sendiri sering
berkaitan dengan retensi air dan natrium, sementara kurang dari 10%
3. Penyebab lain
ginjal. gangguan ini adalah jenis yang paling umum ketiga penyakit ginjal.
dapat terjadi yang mencegah aliran normal urin dan menyebabkan urin
mengalir kembali ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan dapat merusak
ginjal. Lupus dan penyakit lain yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Penghalang yang disebabkan oleh masalah seperti batu ginjal, tumor atau
pembesaran kelenjar prostat pada pria serta infeksi saluran kencing berulang
(NKF, 2016).
Glomerolus gagal
Fibrosis dan menyaring
Hialinisasi pada Pengkatan kinerja
dinding pembuluh ginjal
darah
Penurunan GFR
Pada ginjal
Ginjal tidak bisa
Arteriosklerosis mengkompensasi
lagi
Gagal Ginjal
Glomerolus rusak
dan atrofi tubulus
Kidney Foundation (NKF) tahun 2016 terdapat 5 stage pada penyakit gagal ginjal
kronik. Berdasarkan adanya kerusakan ginjal dan laju filtrasi glomerulus (GFR), yang
(NKF, 2016).
Siapapun bisa mendapatkan penyakit ginjal kronis pada usia berapa pun.
Namun, beberapa orang mungkin lebih mudah mengalami dari pada yang lain untuk
1. Diabetes Melitus
Diabetes merupakan faktor komorbiditas hingga 50% pasien dan sebesar 65%
2. Hipertensi
3. Anemia
Anemia banyak dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia terjadi pada
4. Ras
Memiliki ras kelompok populasi yang memiliki tingkat tinggi diabetes atau
2016).
1. Kepatuhan Diet
fungsi ginjal secara terus menerus dengan prinsip rendah protein, rendah
2. Terapi Konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya laal ginjal secara
Terapi pengganti ginjal, dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
Husna, 2010).
Ginjal yang sehat membersihkan darah dan mengeluarkan cairan ekstra dalam
bentuk urin. Ginjal juga membuat zat-zat yang menjaga tubuh sehat. Dialisis
menggantikan beberapa fungsi ini ketika ginjal tidak lagi bekerja. Dialisis adalah cara
membersihkan darah ketika ginjal tidak bisa lagi melakukan pekerjaan. Dialisis
menghilangkan limbah pada tubuh, ekstra garam, dan air, serta membantu untuk
mengontrol tekanan darah. Ada dua jenis dialisis yaitu hemodialisis dan dialisis
peritoneal. Dokter adalah orang terbaik untuk memberitahu kapan ketika pasien
harus memulai menjalani terapi dialysis (National Kidney Foundation (NKF), 2016).
kegagalan fungsi ginjal, baik yang bersifat akut maupun kronik (National Kidney
Foundation (NKF), 2016). Pasien yang menderita gagal ginjal juga dapat dibantu
dengan bantuan mesin hemodialisis yang mengambil alih fungsi ginjal.Pasien gagal
ginjal yang menjalani terapi hemodialisa, mem-butuhkan waktu 12-15 jam untuk
dialisa setiap minggunya, atau paling sedikit 3-4 jam per kali terapi. Kegiatan ini akan
sekitar 4 jam pada suatu waktu. Orang-orang yang memilih untuk melakukan
hemodialisis di rumah mungkin melakukan perawatan dialisis lebih sering, 4-7 kali
per minggu selama berjam-jam lebih pendek setiap kali. Berdasarkan data dari
Indonesian Renal Registry (IRR, 2014), jumlah tindakan hemodialisis berdasarkan Durasi
Se-Indonesia dari tahun 2007 – 2014, durasi tindakan hemodialisis 3 -4 jam adalah
durasi hemodialisis terbanyak, hal ini masih di bawah standar durasi tindakan
hemodialisis yang sebaiknya 5 jam untuk frekuensi 2 kali seminggu. Pada diagram di
bawah baru 48,5 % tindakan hemodialisis yang mempunyai durasi >4 jam.
jumlah yang tepat dari dialisis meningkatkan kesehatan pasien secara keseluruhan,
20
membuat pasien keluar dari rumah sakit dan memungkinkan pasien untuk hidup
lebih lama. Tim asuhan dialisis pada pasien yang menjalani hemodialisis akan
pasein mendapatkan jumlah yang tepat dari dialisis (National Kidney Foundation
(NKF), 2016). Salah satu langkah tim asuhan dialisis pada pasien tersebut adalah
fungsi ginjal secara terus menerus dengan prinsip rendah protein, rendah garam,
rendah kalium dimana pasien harus meluangkan waktu menjalani pengobatan yang
dan membatasi jumlah kalium, fosfor, natrium, dan cairan dalam diet mereka. Pasien
dengan diabetes atau kondisi kesehatan lain mungkin memiliki pembatasan diet
tambahan. Sangat penting untuk berbicara dengan Anda ahli gizi tentang kebutuhan
diet individu. Tim asuhan dialisis akan memantau pengobatan pasien dengan tes
laboratorium bulanan untuk memastikan pasien mendapatkan jumlah yang tepat dari
dialisis dan bahwa pasien memenuhi tujuan dietnya (National Kidney Foundation, 2016).
21
hemodialisis aman dan bermanfaat untuk pasien, namun bukan berarti tanpa efek
samping. Berbagai permasalahan dan kompilkasi dapat terjadi saat pasien menjalani
Komplikasi intradialisis yang umum dialami pasien saat menjalani hemodialisis adalah
hipotensi, hipertensi, kram, mual, dan muntah, sakit kepala, nyeri dada, nyeri
punggung, demam dan menggigil ( Armiyati, 2012; Al Nazly et al, 2013). Komplikasi
terjadi sejak hemodialisis dimulai sampai diakhiri, mulai jam pertama sampai jam
(stimulus stressor). Stres merupakan suatu reaksi adaptif, bersifat sangat individual,
sehingga suatu stres bagi seseorang belum tentu sama tanggapanya bagi orang lain.
Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kemtangan berpikir, tingkat pendidikan, dan
psikis. Batas kritis tekanan yang menimbulkan stres sangat bervariasi antar individu
(hartono, 2007).
1. Tekanan fisik: kerja otot/olahraga yang berat, kerja otak yang terlalu lama, dan
sebagainya.
Selama manusia hidup, setiap saat akan menemui kesulitan atau tantangan, yang
oleh masyarakat umum disebut problem kehidupan. Sangat banyak bentuk problem
kehidupan yang dapat menyebabkan stres, antara lain adalah problem keluarga,
saling terkait, baik fisiologis, psikologis, maupun perilaku pada individu yang
mengalaminya (Nasir & Muhith, 2011). Terdapat empat jenis stres, antara lain
sebagai berikut:
1. Frustasi
Kondisi dimana seseorang merasa jalan yang akan ditempuh untuk meraih
tujuan terhambat.
23
2. Konflik
Kondisi ini muncul ketika dua atau lebih perilaku saling berbenturan, di mana
memberatkan.
3. Perubahan
Kondisi yang dijumpai ternyata merupakan kondisi yang tidak semestinya serta
4. Tekanan
Kondisi dimana terdapat suatu harapan atau tuntutan yang sangat besar
Konsep stres pada masa modern dipengaruhi oleh penelitian Hans Selye dan
publikasi teorinya sindrom adaptasi umum (General Adaption Syndrome, GAS) pada
tahun 1930-an. Selye mengidentifikasi tiga tahap respons manusia terhadapt stresor.
Pertama, tahap alarm, seorang individu menyadari stress atau stressor tersebut dan
sistem saraf simpatis menghasilkan reaksi ”melawan atau menghindar”. Pada tahap
kedua, resistensi, tubuh berupaya beradaptasi terhadap respons stres dan pada banyak
kasus terjadi adaptasi. Jika homeostasis tidak pulih maka tahap ketiga adalah
kelelahan, yakni tubuh tidak dapat merespons stres dan setelah beberapa lama dapat
dengan kata lain, respons yang sama tanpa melihat tipe stressor atau individu.
Stres adalah reaksi dari tubuh (respon) terhadap lingkungan yang dapat
memproteksi diri kita yang juga merupakan bagian dari sistem pertahanan yang
membuat kita tetap hidup. Stres yang dialami seseorang akan menghasilkan reaksi
fisiologis, psikologis, dan perubahan perilaku (Nasir & Muhith, 2011). Respon stres
1. Respon fisiologis
Dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, detak jantung, nadi, dan
sistem pernapasan.
2. Respn kognitif
tidak wajar.
3. Respon emosi
Dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang mungkin dialami individu,
Dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan situasi yang menekan dan flight
berbagai masalah yang timbul akibat dari tidak berfungsinya ginjal dan proses
hemodialisa. Masalah yang terjadi tidak hanya masalah penurunan fungsi tubuh,
namun juga terjadi masalah psikososial. Pasien dapat mengalami masalah psikososial
seperti merasa khawatir atas kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan, mereka
25
dorongan seksual yang impotensi, depresi akibat sakit kronis dan ketakutan
menghadapi kematian (Al Nazly et al, 2013; Tezel, Karabulutlu, & Sahin, 2011).
muda khawatir terhadap perkawinan mereka, anak-anak yang dimiliki dan beban yang
Berbagai masalah tersebut dapat menimbulkan stres pada pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisis yang menimbulkan respon penerimaan stres yang
masalah, berpikir secara umum; dan hubungan seseorang dan rasa memiliki. Selain
itu, stres dapat mengganggu pandangan umum seseorang terhadap hidup, sikap yang
ditujukan pada orang yang disayangi, dan status kesehatan (Georgianni & Babatsikou
2013). Stres yang berkepanjangan juga akan mempengaruhi kualitas hidup pasien.
kecemasan (anxiety) dan sistem syaraf menjadi kurang terkendali. Pusat syaraf otak
akan mengaktifkan saraf simpatis, sehingga mendorong sekresi hormon adrenalin dan
berada dalam kondisi stres, kondisi fisiologisnya akan mendorong pelepasan gula dari
26
hati dan pemecahan lemak tubuh, dan bertambahnya kandungan lemak dalam darah
(Waitz, Stromme, Railo, 1983 dalam Sukadiyanto, 2010). Kondisi tersebut akan
mengakibatkan tekanan darah meningkat dan darah lebih banyak dialihkan dari
dan perut terasa kembung serta mual. Oleh karena itu, stres yang berkepanjangan
akan berdampak pada depresi yang selanjutnya juga berdampak pada fungsi fisiologis
Stres ini juga dapat menimpa baik, pada diri pribadi maupun organisasi yang
dapat menimbulkan dampak pada berbagai segi kehidupan (Nasir & Muhith, 2011).
1. Dampak fisiologis, misalnya: sakit jantung, darah tinggi, sakit kepala, kanker,
sebagainya.
mengubah, baik perilaku ataupun kebiasaan sehingga pada akhirnya kita mampu
menjadi orang yang efektif. Kemampuan mengelola waktu dan stres biasa disebut
dengan self management. Mengelola stres juga dapat diartikan sebagai kemampuan
untuk mengelola/mengatur hal yang telah menjadi tanggung jawab kita dengan
menyesuaikan pada situasi yang terjadi pada kehidupan sehari-hari (Nasir & Muhith,
27
2011). Ada beberapa strategi dalam mengatasi stres. Kita tidak dapat menghapus stres
namun kita dapat menangani dan mengelola stres. Berikut beberapa cara diantaranya:
Pada umumnya pola makan yang sehat adalah minimal makan 3 kali dalam
sehari, dan menunya 4 sehat 5 sempurna. Untuk itu, yang perlu diperhatikan
lemak, dan protein. Oleh karena asupan makanan juga dapat menyebabkan
kaum wantia. Selain itu, orang yang mengalami stress akan terjadi pemecahan
sempurna perlu terus dilakukan, agar individu dapat terhindar dari stress.
Budaya makan makanan yang bersifat instant harus segera dikikis guna
menjamin asupan gisi yang sehat bagi jiwa dan raga (Sukadiyanto, 2010).
Aktivitas ini bertujuan untuk melepaskan segala kelelahan (kepenatan) baik fisik
komunikasi yang harmonis pula. Selain itu, dengan perubahan suasana mampu
3. Relaksasi
tingkat stres, seperti menghirup napas dalam-dalam, sekali atau lebih secara
4. Distraksi
Distraksi merupakan suatu metode atau teknik yang dapat digunakan untuk
(Nastiti, Natalia & Lestiawati, 2016; Asmadi, 2008 dalam, Sarfika, Yanti &
Winda, 2015).
Depression Anxiety Stress Scale (DAAS) yang telah teruji reliabilitas dan validitasnya
(Damanik, 2011). DAAS merupakan 3 skala yang dirancang untuk mengukur keadaan
emosional negatif yaitu depresi, cemas, dan stres. Alat ukur ini berisi 42 pertanyaan
dengan 4 pilihan jawaban pada setiap pertanyaan dengan menggunakan skala likert
yaitu 0 (tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah), 1 (sesuai dengan saya
sampai tingkat tertentu, atau kadang-kadang), 2 (sesuai dengan saya sampai batas
yang dapat dipertimbangkan, atau lumayan sering), 3 (sangat sesuai dengan saya, atau
sering sekali). Alat ukur DAAS-42 untuk skala stres terletak pada soal nomor 1, 6, 8,
11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32, 33, 35, 39 yang telah diuji reliabilitas menggunakan
Cronbach’s Alpha Formula. Total skor dalam kuesioner ini terbagi menjadi 5 tingkatan
29
yaitu, normal, ringan, sedang, berat, sangat berat (Nursalam, 2008; Daminik, 2011;
Terapi adalah sebuah label iklusif untuk semua cara dan bentuk perawatan
penyakit atau gangguan (Reber & Reber, 2010, dalam Harini, 2013). Sedangkan warna
didefinisikan secara obyektif atau fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan, atau
secara subjektif atau psikologis sebagai bagian dari pengalaman indera penglihatan
(Harini, 2013).
Menurut Goldfried dan Davidson relaksasi adalah salah satu teknik dalam
terapi perilaku yang dikembangkan oleh Jacobson dan Wolpe untuk mengurangi
ketegangan dan kecemasan. Ditambahkan Walker teknik ini dapat digunakan oleh
pasien tanpa bantuan terapis dan mereka dapat menggunakannya untuk mengurangi
ketegangan dan kecemasan yang dialami sehari-hari dirumah (dalam Harini, 2013).
yang sifatnya cepat dan memfokuskan diri pada pernafasan. Orang yang sedang
mengalami kecemasan cenderung bernafas dengan cepat dan dangkal karena adanya
perasaan panik atau khawatir. Padahal hal ini dapat meningkatkan rasa cemas.
Menurut Wayne (2003 dalam, Harini, 2013) pernafasan yang lebih lambat dan dalam
hampir selalu memiliki efek menenangkan sehingga dapat menurunkan rasa cemas,
Warna adalah energi hidup dan properti cahaya. warna didefinisikan secara
obyektif atau fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan, atau secara subjektif atau
psikologis sebagai bagian dari pengalaman indera penglihatan (Atma, 2011, dalam
Harini, 2013). Cahaya adalah energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh matahari
dalam panjang gelombang yang berbeda sebagai cahaya yang diserap dan dipantulkan
dan segala sesuatu di alam ini penuh dengan warna. Getaran membentuk segala
sesuatu dalam hidup. Alam semesta ini hanya energi dalam getaran. Tubuh kita
memiliki medan energi (disebut chakras). Semua organ tubuh kita terdiri dari atom
bergetar. Semua dari kita memiliki sistem energi yang unik kita sendiri dan organ
tubuh kita memiliki pola getaran yang berbeda. Kita semua memancarkan warna
Cahaya memiliki partikel yang berbeda yang disebut foton dan oven
microwave. Cahaya menembus segala sesuatu, bahkan tubuh kita. Cahaya juga
memancarkan panjang gelombang yang kita tidak bisa melihat (ultraviolet). Panjang
Menurut Jane (2012 dalam, Harini, 2013) terapi warna adalah teknik mengobati
penyakit melalui penerapan warna, agar tubuh tetap sehat dan memperbaiki
maupun mental. Terapi warna, juga dikenal sebagai chromatherapy, adalah (CAM)
teknik Complementary and Alternative Medicine. Seorang terapis warna yang terlatih
mampu menggunakan warna dan cahaya untuk menyeimbangkan energi di mana pun
tubuh kita kurang - baik fisik, emosional, mental atau spiritual (Gaurav, et al, 2010).
kemurnian dan ketenangan. Ini terkait dengan cakra jantung, sehingga diyakini untuk
kasih sayang. Ketidakseimbangan cakra dalam jantung dikaitkan dengan rasa takut
2010). Warna hijau menimbulkan efek fisik menenangkan sistem saraf, digunakan
untuk berbagai macam masalah kesehatan berkenaan dengan organ jantung dan
tekanan darah yang tidak normal. Efek psikologis warna hijau merupakan warna
stress, emosi, dan mengalami rasa takut di rumah sakit (Lasmono, 2009, dalam
Harini, 2013).
32
menyerap warna-warna ini dan menjenuhkan chakras, dengan cara itu getaran
3. Udara ini diubah kemudian ke frekuensi energi yang berbeda. Tarik napas
hipotalamus menerima masukan mengenai stresor fisik dan psikologis dari hampir
semua daerah di otak dan dari banyak reseptor di seluruh tubuh. Stres oleh tubuh
meningkatnya sekresi, kortisol (Usui et al., 2012). Hormon tersebut dikeluarkan untuk
(Fatouros et al., 2010 dalam Sugihato, 2012). Menurut Rimmele et al (2007 dalam
sistem kardiorespirasi dan neurohormonal, sebagai refleksi dari respon system syaraf
menghubungkan sistem saraf dengan Autonomic Nervous System (ANS) dan sistem
endokrin yang mana merupakan jalur utama dari mekanisme transmisi warna menuju
sistem limbik dan sistem endokrin (Holzberg dan Albrecht, 2003 dalam Shinta,
Nurhesti, & Y, 2013). Warna yang berefek pada sistem saraf secara keseluruhan,
terutama bermanfaat bagi sistem saraf pusat adalah warna hijau. Warna ini memiliki
efek penenang, mengurangi iritasi dan kelelahan, serta dapat menenangkan gangguan
emosi dan sakit kepala serta warna ini menimbulkan rasa nyaman, rileks, mengurangi
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh Shealy dkk (1996 dalam Shinta,
Nurhesti, & Y, 2013) terhadap perubahan dalam berbagai zat kimia saraf dan
oksitosin hingga 45,5%, beta endorfin hingga 33%, dan growth hormone hingga
hingga 29%. Perubahan kadar zat kimia saraf dan neurohormon tersebut memiliki
Serotonin disekresikan oleh nukleus yang berasal dari medial batang otak dan
berproyeksi di sebagian besar daerah otak, khususnya yang menuju radiks dorsalis
medula spinalis dan hipotalamus (Radeljak, et al., 2008). Setelah dilepaskan, serotonin
Serotonin dikenal sebagai salah satu regulator yang paling penting dari berbagai jalur
saraf di otak yang diperlukan untuk fungsi otak normal. Sintesis dan tingkat serotonin
dalam otak tertinggi selama siang hari. Setiap gangguan dalam produksi serotonin
serotonin dalam hasil otak pada gangguan mood seperti episode depresi mayor,
gangguan bipolar, cyclothimic dan gangguan dysthimic dan PTSD. Tingginya kadar
skizofrenia dan disorders psikotik lainnya (Radeljak, et al., 2008). Pemberian terapi
bahagia dan menurunkan stres (Psychother, 2005 dalam, Shinta, Nurhesti, & Y,
2013).
supraoptik and nukleus paraventrikular. Oksitosin dapat menginduksi anti stres serta
memberikan efek dalam penurunan tekanan darah dan kadar kortisol (Psychother,
2005, dalam Shinta, Nurhesti, & Y, 2013). Tingkat oksitosin endogen berhubungan
36
dengan kecemasan dan stres secara dua arah, yaitu oksitosin memberikan efek
ansiolitik, tetapi oksitosin juga dirilis dalam respon terhadap stres. Pemberian terapi
warna hijau dapat meningkatan kadar oksitosin dalam darah, sehingga efek ansiolitik
yang dikeluarkan dapat menurunkan stres. Terapi warna hijau juga meningkatkan
beta endorfin yang merupakan hormon antistres yang tentunya juga dapat
menurunkan stres (John Hughes, 1975, dalam Shinta, Nurhesti, & Y, 2013).
dan meningkatkan aliran darah ke otot rangka (Heneka et al, 2010, dalam Shinta,
Nurhesti, & Y, 2013, 2013). Pemberian terapi warna hijau dapat menurunkan kadar
Terapi warna ini juga telah diteliti oleh Shinta et al (2013), yaitu Pengaruh terapi
warna hijau terhadap stres pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya
Denpasar. Peniltian ini mengambil sampel 30 orang dari 52 orang lansia dengan
teknik sampling Non Probability Sampling, yaitu Purposive Sampling. Pasien dibagi
yang menjadi eksperimental diberikan terapi warna hijau, dengan cara memasukan
responden ke dalam ruangan yang telah dicat dengan warna hijau dan diberikan
paparan slide berwarna hijau selama 10 menit. Kegiatan ini dilakukan selama satu kali
sehari selama satu minggu. Hasil yang didapatkan berdasarkan statistik terdapat
perbedaan yang signifikan antara perubahan skor stres kelompok kontrol setelah-
sebelum terapi warna hijau dan dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi terapi
warna hijau terhadap stres lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya
Denpasar.