Anda di halaman 1dari 16

3.

1 Menerapkan prinsip pemantauan area kerja sebagai panduan untuk melaksanakan


tugas pemantauan

A. Pendahuluan

Keselamatan kesehatan kerja adalah sarana utama pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. Faktor-faktor yang memengaruhi keselamatan kerja di antaranya
kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja. Kapasitas kerja adalah kondisi
kesehatan jasmani dan rohani, gizi kerja yang baik, serta kemampuan fisik prima yang
diperlukan agar seseorang dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Beban kerja
meliputi beban fisik maupun mental. Beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan
fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan pekerja menderita gangguan atau
penyakit. Kondisi lingkungan kerja di antaranya panas, debu, zat kimia, dan lain-lain,
yang merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban tambahan inilah yang
dapat menyebabkan terjadinya penyakit akibat kerja.

Untuk memberikan lingkungan kerja yang aman agar tidak terjadi penyakit akibat kerja
dan kecelakaan kerja yang menimbulkan kerugian materi dan nonmateri, maka langkah
awal yang penting dilakukan adalah pengenalan/identifikasi bahaya yang ada di area
kerja. Identifikasi lingkungan kerja dapat dilakukan dengan cara pemantauan di area
kerja secara teratur. Pemantauan merupakan bagian dari upaya untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat menimpa pekerja,
terutama yang paling rentan adalah pekerja muda. Berdasarkan data yang dirilis oleh
International Labour Organisation (ILO, 2018), angka kecelakaan tertinggi dan terbesar
menimpa pekerja muda (usia 18-24 tahun).

B. Area Kerja

1. Pengertian Area Kerja

Area kerja/tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan yang tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap, di mana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga
kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber- sumber
bahaya (UU K3 Nomor 1 tahun 1970 pasal 1 ayat 1). Tempat kerja adalah semua
ruangan, lapangan, halaman, dan sekelilingnya yang merupakan bagian tempat kerja.
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat
memengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (UU K3 Nomor
1 tahun 1970 pasal 2).

Laboratorium adalah suatu tempat yang berbentuk ruangan terbuka, ruang tertutup,
kebun sekolah, rumah kaca, atau lingkungan lain yang digunakan untuk melakukan
percobaan atau penelitian. Ruang atau kamar yang dimaksud adalah gedung yang
dibatasi dinding, atap, atau alam terbuka. Dalam hal ini, pengertian laboratorium yang
dimaksud adalah laboratorium yang berupa ruang tertutup dan digunakan sebagai
tempat untuk melakukan eksperimen sebagai pembuktian kebenaran teori yang
diberikan dalam kelas untuk merangsang percobaan tertentu secara terpimpin atau
menemukan sendiri dan meningkatkan daya nalar siswa.

2. Pengelolaan Lingkungan Kerja

Ada lima komponen dalam siklus pengelolaan lingkungan kerja. Berikut kelima
komponen tersebut.

a) Pengukuran dan pemantauan lingkungan kerja.

b) Penilaian mengenai arti ukuran/standar dari lingkungan kerja dan dampaknya


terhadap kesehatan tenaga kerja.

c) Menetapkan sasaran dalam proses pengelolaan.

d) Menyusun rencana pengelolaan lingkungan kerja secara berkesinambungan guna


mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

e) Melaksanakan kegiatan pengendalian lingkungan kerja dan kegiatan lainnya.

3. Situasi Lingkungan Kerja

Dua faktor penting sangat mempengaruhi situasi kerja di laboratorium dapat terbentuk,
vaitu faktor internal dan faktor eksternal. Berikut pemaparan kedua faktor tersebut.
a) Faktor internal, adalah kesadaran dan pemahaman terhadap diri sendiri yang
memegang peran vital bagi persiapan dan proses kerja di laboratorium.

b) Faktor eksternal, adalah aspek fisik tempat kerja (laboratorium), seperti kondisi 2)
bangunan, ketersediaan meja-kursi, dan lain-lain.

C. Standar Good Housekeeping di Area Kerja

1. Penetapan Standar Good Housekeeping

Salah satu bagian penting dari standar keselamatan kesehatan kerja adalah waih
melaksanakan penataan area kerja, Hal ini diatur dalam standar OSHA 1910.22 (a) (1
yang berbunyi, "Semua tempat kerja yang ditujukan bagi karyawan harus benar-benar
aman dan dapat menjamin keselamatan kerja para karyawan."

Penerapan standar housekeeping di area kerja dapat meningkatkan produktivitas


keselamatan kerja, continuous improvement, dan meningkatkan mutu perusahaan
Keuntungan penerapan good housekeeping di perusahaan adalah:

a) menghilangkan atau mengurangi potensi bahaya dan penyebab umum terjadinya


kecelakaan kerja, seperti tersandung, terpeleset, terjatuh, ledakan. kebakaran, dan
lain-lain,

b) menghindari kontaminasi bahan-bahan kimia berbahaya di area kerja yang menjadi


penyebab timbulnya masalah kesehatan,

c) karyawan bisa bekerja lebih efektif, dan

d) menciptakan area kerja yang rapi, nyaman, menyenangkan, serta tidak


menghambat pergerakan karyawan saat bekerja.

Langkah-langkah penataan area kerja yang baik adalah sebagai berikut.


a) Menetapkan standar housekeeping Pimpinan bersama karyawan menetapkan
standar housekeeping (cara membuat pekerjaan jadi lebih mudah, lebih aman, dan
berdampak baik pada kesehatan karyawan).

b) Pimpinan menentukan target yang ingin dicapai dalam penerapan housekeeping di


perusahaan dan mengukur seberapa baik perusahaan mematuhi standar
housekeeping.

c) Membuat daftar/checklist untuk membantu dalam mengukur tingkat kaherhasilan


housekeening yang diterankan (Lampiran I).

d) Memberi umpan balik yang positif Biarkan karyawan mengetahui seberapa baik
mereka menerapkan housekeeping dan tentukan bagaimana cara memperbaikinya.

e) Menjadikan good housekeeping sebagai budaya perusahaan.

Aktivitas penerapan housekeeping di laboratorium dapat dilakukan dengan cara:

a) butuh kedisiplinan untuk memantau kondisi lingkungan laboratorium,

b) peralatan kerja dan lingkungan kerja dibersihkan setiap selesai bekerja meja kerja,

c) melakukan serah terima kondisi tempat kerja, peralatan kerja, dan kondisi
pekerjaan untuk karyawan yang shift,

d) limbah sisa analisis yang tergolong B3 ditempatkan dalam drum plastik dan diberi
label sesuai dengan jenisnya, dan

e) 5) patroli housekeeping antar unit kerja dimasukkan dalam program Safety


Representative (SR).

2. Good Housekeeping dengan Prinsp 5R/SS

Penerapan good housekeeping dapat dilakukan dengan cara menerapkan budaya kerja
Negara Jepang dikenal dengan konsep 5R atau 5S (Ringkas/Seiri, Rapi/Seiton,
Resik/Seiso, Rawat/Seiketsu, Rajin/Shitsuke). Konsep 5R/55 adalah konsep
pemanfaatan tempat kerja yang mencakup peralatan, dokumen, bangunan, atau
ruangan untuk menciptakan area kerja yang rapi, meningkatkan disiplin kerja, dan
meningkatkan produktivitas. Pengaturan tempat kerja yang lebih efisien bermanfaat
untuk meningkatkan kenyamanan agar tempat kerja selalu bersih dan luas, mengurangi
bahaya di tempat kerja agar kualitas tempat kerja selalu bagus/baik, dan menambah
penghematan karena mengurangi pemborosan di tempat kerja. Berikut ini penjelasan
tentang prinsip 5 R. Ringkas/Seiri

a) Memilah barang yang diperlukan dan yang tidak diperlukan.

b) Memilah barang yang sudah rusak dan barang yang masih bisa digunakan.

c) Memilah barang yang harus dibuang atau tidak.

d) Memilah barang yang sering digunakan atau jarang penggunaannya.

Rapi/Seiton

a) Menata atau mengurutkan peralatan/barang berdasarkan alur proses kerja.

b) Menata atau mengurutkan peralatan/barang berdasarkan keseringan


penggunaannya, keseragaman, fungsi, dan batas waktu.

c) Pengaturan tanda visual supaya peralatan/barang mudah ditemukan.

Resik/Seiso

a) Membersihkan tempat kerja dari kotoran, debu, dan sampah.

b) 2) Menyedlakan sarana dan prasarana kebersihan di tempat kerja. Pemantauan


Area Kerja

c) 3) Meminimalisasi sumber sampah dan kotoran.

d) 4) Memperbarui atau memperbaiki tempat kerja yang sudah usang/rusak


(peremajaan).

Rawat/Seiketsu
Menjaga agar semua konsep yang telah diterapkan harus tetap terlaksana, Untu
membantu agar penerapan 5R ini dapat terus terlaksana, dapat dilakukan dengan cara:

a) pengembangan kesadaran karyawan,

b) inspeksi atau audit 5R,

c) lomba 5R dan kampanye 5R,

d) membuat rambu, spanduk, banner, dan lainnya, dan

e) lomba ide perbaikan (continuous improvement) dan lain-lain.

Budayakan prinsip 5R/5S dengan membuat komitmen/ikrar dengan peserta didik


sebelum praktik!

Janji 5R/5S

1. Saya tidak akan membuat barang menjadi kotor.

2. Saya tidak akan menumpahkan sesuatu.

3. Saya tidak akan membiarkan barang berserakan.

4. Saya akan segera membersihkan barang yang kotor.

5. Saya akan menulis kembali tulisan yang telah terhapus.

3.Contoh Penerapan 5R/SS di Laboratorium Kimia

1) Penataan bahan kimia (sebelum dan sesudah 5R/5S)

Analisis Kasus Gambar Penataan Bahan Kimia

K3 Pada gambar 2.3, bahan kimla diletak sembarangan sehingga berisiko bahaya
5R/5S Tata letak bahan kimia tidak rapi
Efek

a) Bahaya ergomis: kesalahan posisi saat pengambilan karena diletakkan e bawah


meja.

b) Bahaya bahan kimia: dapat mengalami kebocoran, berbau, toksik, e terbakar, dan
lain-lain.

c) Kecelakaan akibat kerja: kebakaran dan kulit terbakar

d) Penyakit Akibat Kerja: kelainan tulang belakang dan lain-lain.

solusi

K3 : Bahan kimia ditata di rak dan dalam kondisi tertutup,

SR/SS Bahan kimia ditata rapi dan dikelompokkan sesual aturan di MSDS dan diberi
label.

Pemantauan Area Kerja

1. Pengertian Pemantauan dan Pengukuran Area Kerja

Pemantauan dan pengukuran area kerjaadalah menitikberatkan pada pengumpulan


informasi dan data yang berhubungan dengan bahaya K3. Pengukuran adalan
menitikberatkan pada penelitian yang berhubungan dengan risiko K3. Contoh objek
bahaya dan risikoK3 yakni pemakaian peralatan, perlengkapan, area kerja, bahan kerj
dan cara penggunaannya pada tempat kerja, dan jam lembur tenaga kerja.

Hal-hal yang sebaiknya dipantau atau diinspeksi untuk membantu menentukan aspek-
aspek di tempat kerja di antaranya sebagal berikut.

1) Bahaya yang berpotensi menimbulkan cedera atau PAK di tempat kerja, meliput

a) Bahaya biologis, bahaya yang disebabkan oleh organisme, seperti virus, baktek
b) Bahaya kimiawi, bahaya yang disebabkan oleh uap, cairan, gas, debu, kabut atau
asap.

c) Bahaya ergonomis, bahaya yang disebabkan oleh gerakan berulang, postur yang
salah saat bekerja, metode bekerja tidak tepat, serta desain posisi kerja dan
peralatan tidak dirancang dengan benar.

d) Bahaya fisik, bahaya yang disebabkan oleh kebisingan, getaran, suhu ekstrem,
pencahayaan, dan lain-lain.

e) Bahaya psikososial, bahaya yang dapat memengaruhi kesehatan mental, seperti


kerja berlebihan, stres, dan bullying atau kekerasan.

f) Bahaya keselamatan, bahaya yang disebabkan oleh kondisi dan tindakan tidak
aman

Peraturan perundang-undangan di bidang K3 dan standar yang berkaitan dengan


bahaya, tugas-tugas, proses produksi tertentu, alat pelindung diri, dan lain-lain.

2) Permasalahan K3 yang terjadi sebelumnya (meskipun risikonya kecil juga perlu


dipertimbangkan).

2. Pemantauan Akomodasi Laboratorium

Kondisi akomodasi laboratorium yang harus dipantau antara lain:

a) memiliki sumber energi dan pencahayaan yang cukup memadai sehingga


memudahkan pelaksanaan pengujian,

b) memiliki ruangan yang cukup untuk penyimpanan reagen, alat, barang habis pakai,
dan peralatan lainnya, dan

c) kondisi lingkungan laboratorium, meliputi: temperatur, tekanan udara, dan voltase di


laboratorium.

Persyaratan area kerja di laboratorium antara lain sebagai berikut


a) Ada pemisah efektif antara daerah yang aktivitasnya berbeda untuk mencegah (L
asyaratan area kerja di laboratorium antara fain sebagai berikut.

b) Langkah-langkah yang memadai untuk menjamin housekeeping yang baik di


laboratorium dan memastikan bahwa tidak ada kontaminasi sehingga memengaruhi
kualitas udara.

c) Kelancaran aksebilitas meliputi akses jalan masuk kelaboratorium, area


penerimaan sampel, area penyimpanan sampel, area preparasi sampel, area
analisis sampel area penanganan dan penyimpanan data, dan area penyimpanan
bahan kimi dan limbah laboratorium.

3. Pemantauan Meja Kerja Praktik

Jarak minimum meja kerja harus dipertimbangkan demi kenyamanan dalam melakukan
kegiatan laboratorium. Posisi meja kerja sebisa mungkin tidak menggangu kegiatan
personel lainnya. Adapun jarak antar meja kerja sebagai berikut.

a) Jika pekerja di salah satu sisi meja dan tidak ada pekerja yang lewat di
belakangnya maka jarak minimum 1.020 mm.

b) Jika pekerja di salah satu sisi meja, namun terdapat pekerja lain yang lewat di
belakangnya, maka jarak minimum 1.200 mm.

c) Jika pekerja di salah satu sisi meja (pada dua meja yang sejajar) dan tidak ada (E
pekerja lain yang lewat di belakangnya, maka jarak minimum 1.350 mm.

d) Jika pekerja di salah satu sisi meja (pada dua meja yang sejajar), namun ada
pekerja lain yang lewat di belakangnya, maka jarak minimum 1800 mm.

4.Pemantauan keamanan laboratorium

1) Kunci bangunan laboratorium didistribusikan kepada karyawan tertentu (misalny


petugas keamanan) sehingga apabila terjadi kondisi darurat, maka bisa segera
ditanggulangi.

2) Pengunjung dicatat di buku catatan pengunjung.


a) Pengunjung adalah orang yang mengunjungi laboratorium dan bukan pegawa
laboratorium.

b) Pengunjung disediakan Alat Pelindung Diri (APD) yang diperlukan.

c) Pengunjung harus didampingi oleh petugas laboratorium setiap saat dan lokasi
pengunjung dicatat dalam buku catatan pengunjung.

d) Perlu memasang tanda khusus karyawan pada area tertentu (area yang hanya
karyawan yang diperbolehkan masuk).

Faktor Risiko bagi Pekerja Muda

Pekerja muda menurut standar internasional adalah pekerja yang berusia 18 tahun.
Ada dua kelompok pekerja muda, yaitu:

1 Pekerja muda di atas usia minimum kerja, tetapi di bawah usia 18 tahun.

a) Para pekerja tersebut dianggap anak-anak".

b) Para pekerja tersebut dilindungi oleh pembatasan khusus terkait dengan jenis
pekerjaan yang mungkin mereka lakukan, bahaya yang mungkin mengenai mereka,
dan jam kerja yang mereka jalani.

2 Pekerja muda berusia antara 18 dan 24 tahun.

a) Para pekerja ini dianggap dewasa dan berlaku untuk semua pekerja dewasa.

b) Usia ini tidak lagi menikmati perlindungan pekerja anak, termasuk larangan kerja
berbahaya atau ketentuan khusus dalam peraturan K3.

c) Dapat dipekerjakan di hampir semua jenis pekerjaan (tanpa pembatasan).

Faktor risiko bagi pekerja muda dikategorikan menjadi faktor risiko kategori A, B, C dan
D. Berikut penjelasan mengenai keempat kategori tersebut.

1. Potensi risiko/bahaya kategori A


Potensi bahaye kategori A dapat menimbulkan dampakjangka panjang pada kesehatan.
Faktor yang tergolong kategori A adalah faktor kimia, faktor fisik, faktor biologi, dan
ergonomis. Berikut penjelasan mengenai faktor-faktor kategori A.

a) Faktor risiko bahan kimia

Bahan-bahan kimia beracun dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama.
antara lain sistem pemapasan yang melalui proses inhalasi (menghirup), pencemaan
(menelan), dan penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasive.

b) Faktor risiko fisik

Bahaya fisik adalah bahaya di tempat kerja yang bersifat fisika, antara lain kebisingan,
penerangan, getaran, iklim kerja, radiasi, dan lain-lain.

C) Faktor risiko biologi

Faktor ini disebabkan adanya mikrobiologi, seperti virus dan bakteri.

D) Faktor risiko ergonomi dan pengaturan kerja

Studi tentang hubungan antara pekerjaan dan tubuh manusia disebut dengan ergonomi

2 Potensi risiko/bahaya kategori B

Faktor risiko/bahaya kategori B merupakan faktor risiko yang diakibatkan oleh listrik
kebakaran, dan mekanikal tanpa pelindung. Contoh potensi bahaya listrikadalah
bahaya jut listrik dan panas yang ditimbulkan oleh energi listrik dan medan listrik.

3) Potensi risiko/bahaya kategori C Potensi risiko/bahaya kategori C merupakan bahaya


yang berhubungan dengan kesehatan kerja. Hal-hal yang terkait dengan kesehatan
adalah fasilitas sanitasi, fasilitas mandi cuci dan tollet, fasilitas P3K, kantin, transportasi,
dan lain-lain. Pemantauan Area Kerja

4) Faktor risiko/bahaya kategori D

Faktor risiko kategori D adalah faktor risiko yang terkait dengan harkat dan man serta
psikis dan mental pekerja. Tindakan-tindakan (seperti intimidasi atau pelece sering
mengancam kesejahteraan dan keamanan pekerja di tempat kerja, Con faktor risiko
kategori D adalah pelecehan dan penganiayaan, pelecehan seksual. d HIV/AIDS di
tempat kerja.

Pengendalian Risiko di Area Kerja

Tujuan dilakukannya pengendalian risiko yakni:

a) Proses pengelolaan, merupakan kegiatan identifikasi, evaluasi, dan pengendalian


yano berhubungan dengan tercapainya tujuan organisasi ataupun perusahaan.

b) Aplikasi kebijakan dan prosedur pengelolaan untuk memaksimalkan kesempatan


dan meminimalisasi kerugian.

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengidentifikasi risiko adalah sebagai berikut.

a) Mengetahui apa yang terjadi, hal ini dilakukan untuk mendapatkan daftar yano
komprehensif tentang kejadian yang mungkin memengaruhi tiap elemen.

b) Bagaimana dan mengapa hal itu bisa terjadi, setelah mengidentifikasi daftar
kejadian penting untuk mempertimbangkan penyebab-penyebab yang mungkin
ada/terjadi.

c) Alat dan teknik.

Metode-metode yang dapat digunakan untuk identifikasi risiko yakni sebagai berikut.

1) Inspeksi

2) Check list

3) Hazops (Hazard and Operability Studies)

4) What if

5) FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

6) Audit
7) Critical Incident Analysis

8) Fault Tree Analysis

Keparahan atau tingkat kemungkinan yang ditimbulkan dari suatu potensi bahaya yang
sudah dievaluasi sebelumnya dapat diperkirakan dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut.

1) Sifat dari kondisi dan situasi apa yang akan dilindungi.

a) Manusia

b) Property (aset perusahaan, seperti mesin, pesawat, bangunan, bahan, dan


sebagainya)

c) Lingkungan

2) Pengaruhnya terhadap kesehatan manusia.

a) Ringan

b) Berat/Serius

c) Meninggal

3) Luas kemungkinan bahaya yang ditimbulkan.

a) Satu orang

b) Beberapa orang

Probabilitas atau kemungkinan timbulnyarisiko dapat diperklrakan dengan


mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.

1) Kemungkinan lamanya pemaparan.

a) Kondisi normal operasi

b) Sifat pekerjaan (manual atau masinal)


c) Waktu yang dihabiskan untuk bekerja di daerah berbahaya

d) Jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan

a) Frekuensi pemaparan

2) Kemungkinan waktu kejadian kecelakaan.

a) Reliabilitas dan data statistik lainnya

b) Data historis kecelakaan

a) Data penyakit akibat kerja

b) Komposisi risiko

3) Kemungkinan menghindarkan dan membatasi bahaya.

A) Siapa yang mengoperasikan peralatan/mesin, meliputi skill (terampil), unskill (tidak


terampil), dan tidak berawak (unmanned)

c) Pemahaman dan kesadaran terhadap risiko, dapat dilakukan melalui informasi yang
bersifat umum, pengamatan langsung, tanda peringatan, dan indikator peralatan

4) Faktor manusia untuk menghindarkan dan membatasi risiko.

A) Mungkin

B) Mungkin dibawah kondisi tertentu

C) Tidak mungkin

5) Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pengendalian risiko adalah sebagai


berikut.

1) Mengidentifikasi bahaya
Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan bahaya dan jenis kecelakaan yang
mungkin dapat terjadi.

2) Menilai risiko dan seleksi prioritas

Proses menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan akibat


kerja.

3) Menetapkan pengendalian

Metode yang dapat digunakan untuk pengendalian risiko antara lain hierarki atau
urutan dalam pengendalian risiko.

A) Penerapan langkah pengendalian, dapat dilakukan dengan cara (e


mengembangkan prosedur kerja, menginformasikan pada pekerja tentang penggunaan
alat pengendali bahaya dan alasan penggunaannya, dan menyedlakan pelatihan.

B) Pengawasan, yakni memastikan alat pengendall bahaya potensial digunakan


secara benar.

C) Pemantauan dan tinjauan, hal ini dillakukan untuk menentukan periode


pemantauan (monitoring) dan tinjauan risiko.

Rangkuman

i. Faktor-faktor yang memengaruhi keselamatan kesehatan kerja adalah beban kerja,


kapasitas kerja, alat kerja, dan lingkungan kerja.,

ii. Area kerja/tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan yang tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap, di mana tenaga kerja bekerja atau yang sering
dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber
atau sumber-sumber bahaya.

iii. Dua faktor penting yang sangat memengaruhi terbentuknya situasi kerja di
laboratorium yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
iv. Penerapan standar housekeeping di area kerja dapat meningkatkan produktivitas,
keselamatan kerja, continous improvement, dan meningkatkan mutu perusahaan.

v. . Konsep 5R atau 55 (Ringkas/Seiri, Rapi/Seiton, Resik/Seiso, Rawat/Seiketsu, dan


Rajin/Shitsuke) merupakan budaya kerja dari Negara Jepang. Konsep 5 R/5S ini
dapat memberikan solusi dalam mengatasi masalah housekeeping.

vi. Pemantauan dan pengukuran area kerja adalah menitikberatkan pada


pengumpulan informasi dan data yang berhubungan dengan bahaya K3.

vii. Objek pemantauan lingkungan kerja adalah potensi bahaya, peraturan perundang-
undangan, dan permasalahan K3.

viii. Faktor risiko bagi pekerja muda adalah tahap perkembangan fisik, tahap
perkembangan psikososial dan emosional, keterampilan kerja dan pengalaman
kerja, tingkat pendidikan pekerja muda, dan faktor lintas sektoral.

ix. Empat kategori potensi risiko pekerja muda di antaranya risiko kategori A (kimia, 9.
biologi, fisik, ergonomis), risiko kategori B (risiko yang diakibatkan oleh listrik,
kebakaran, dan mekanikal), risiko kategori C (berhubungan dengan kesehatan
kerja), dan risiko kategori D (harkat dan martabat serta psikis dan mental pekerja).

x. Langkah-langkah pengendalian risiko adalah mengidentifikasi bahaya, menilai


risiko, dan menetapkan pengendalian.

Anda mungkin juga menyukai