Anda di halaman 1dari 166

0 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed

DAFTAR ISI

BAB I. PENGANTAR & PRINSIP PEMERIKSAAN


KEDOKTERAN FORENSIK (1)

BAB II. VISUM ET REPERTUM SERTA CARA, SEBAB, &


MEKANISME KEMATIAN (7)

BAB III. IDENTIFIKASI FORENSIK (14)

BAB IV. TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP) (21)

BAB V. TANATOLOGI (24)

BAB VI. ASFIKSIA (33)

BAB VII. TRAUMATOLOGI (57)

BAB VIII. ABORSI (82)

BAB IX. INFANTISID (107)

BAB X. KEJAHATAN SEKSUAL (115)

BAB XI. KEMATIAN MENDADAK (120)

BAB XII. INTOKSIKASI FORENSIK (123)

BAB XIII. PEMERIKSAAN DALAM FORENSIK (143)

1 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed


BAB I
PENGANTAR & PRINSIP
PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK

Kedokteran forensik = ilmu pengetahuan yang menggunakan


multidisiplin ilmu tujuan untuk membuat terang suatu perkara
pidana dan membuktikan ada tidaknya kejahatan atau
pelanggaran dengan memeriksa barang bukti (Physical
Evidence) dalam perkara tersebut.

 Cabang spesialistik ilmu kedokteran yang mempelajari


pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan
penegakkan hukum serta keadilan.
 Persamaan Kedokteran Kehakiman; Legal Medicine;
Medical Jurisprudence; Forensic Medicine. Clinical Forensic,
Pathology Forensic
 ≠ Hukum Kedokteran (Medical Law)

Peran Kedokteran Forensik ?


Menentukan :
Mengapa : Di Masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran
hukum menyangkut tubuh manusia. Sejarah  forum
Bagaimana : Manfaatkan ilmu secara optimal & penuh
kejujuran, serta pemeriksaan KF thd korban hidup / mati / bag
tubuh manusia
Untuk : Temukan kelainan, Bilamana timbul, Penyebab &
sebab cedera, Penyebab, mekanisme, saat & cara kematian, serta
Identifikasi

 Kedokteran Forensik memiliki sub ilmu yaitu :


 Autopsi Forensik, berbeda dengan autopsi anatomi
 Patologi Anatomi Forensik
 Toksikologi Forensik dan Kimiawi Forensik
 Misal : berkaitan dengan obat-obatan
psikotropika yang bisa diperiksa dengan sampel
urine

2 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed


 Parasitologi Forensik / Entomolgi Forensik
 Misal : kalau pada autopsi ditemukan larva lalat
ini harus diperiksa oleh bagian parasitologi
forensik supaya bisa membantu menemukan
waktu kematian
 Odontologi Forensik : pemeriksaan gigi
 Antropologi Forensik : pemeriksaan seluruh tubuh
dari tulang sampai gigi
 Radiologi Forensik
 Termasuk disini adalah photo-photo, CT-Scan,
dan USG.
 Alat Bantu diatas dapat dipakai sebagai alat
bukti pada proses hukum.
 Traumatologi Forensik
 Trauma terdiri dari : trauma fisik, trauma kimia,
dan balistik (senjata api), dll
 Psikiatri Forensik
 Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pelaku,
dimana pelaku melakukan kejahatan
berdasarkan adanya gangguan jiwa dan bagian
ini dilakukan oleh psikiater ataupun psikolog.
 Laboratorium Forensik
 Tidak hanya pemeriksaan kimiawi, PA,
toksikologi tapi juga DNA yang diambil dari
jaringan yang tidak cepat membusuk.Misal :
rambut, percikan darah

3 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed


Proses penyidikan perkara pidana
a. menerima laporan/informasi dan atau melihat langsung
terjadinya perkara, masuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
b. mencari informasi/memeriksa TKP dan para saksi
peristiwa serta pemeriksaan para saksi

4 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed


c. melakukan konsultasi terhadap para ahli untuk
pemeriksaan barang bukti korban/terdakwa atas dasar
legalitas hukum
d. penyidikan lebih lanjut atas informasi/keterangan para
ahli
e. pemberian label terhadap barang bukti mati dan surat
permintaan pemeriksaan/ konsultasi kepada yang lebih
berwenang
f. pengawalan langsung terhadap pengiriman/konsultasi
Barang Bukti atau kasus korban/terdakwa untuk
pemeriksaan tertentu
g. pendekatan dan penjelasan kepada keluarga korban atau
korban untuk macam pemeriksaan Kedokteran Forensik
dan persetujuannya (Informed Consent)

 Jadi Singkatnya :
 ada surat permintaan penyidik
 ada surat persetujuan keluarga/korban/terdakwa
untuk pemeriksaan
 legalitas hukum pengiriman Barang Bukti/korban
atau terdakwa untuk pemeriksaan

Dalam proses pemeriksaan medis


 kesiapan Barang bukti/korban/terdakwa dan penyidik
(termasuk keluarga bila perlu)
 penyidik siap melihat langsung pemeriksaan dan
mengamankan lingkungan, mencatat serta membuat
dokumentasi fakta pada korban/BB akibat peristiwa
 penyidik siap sebagai konsultan peristiwa dan
penghubung keluarga sesuai kebutuhan pihak medis
 penyidik siap menerima BB yang lain yang terdapat pada
korban/BB untuk pemeriksaan lebih lanjut atau untuk
barang bukti di sidang pengadilan
 menyerahkan jenazah korban atau korban hidup kepada
keluarga setelah pemeriksaan, pengobatan dan perawatan
dianggap selesai

5 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed


 menerima hasil pemeriksaan medis, sementara atau
definitif
 bertanggung jawab terhadap seluruh biaya pemeriksaan
medis (Perda, SK Direktur RS, Pasal 136 KUHAP)

Dalam proses sidang pengadilan


 koordinasi penyidik, jaksa, hakim, terdakwa, para
saksi/saksi ahli dan penasehat hukum serta keluarga
korban/terdakwa
 pertanggunganjawab masing-masing para saksi, saksi ahli,
penyidik serta terdakwa atau korban hidup yang
dapat/siap di sidang
 pengawalan dan pengamanan lingkungan, terdakwa,
korban hidup dan para saksi/saksi ahli
 surat panggilan para saksi/saksi ahli, korban hidup dan
terdakwa
 kesiapan alat bukti, barang bukti untuk
dipertanggungjawabkan dalam forum
 kesiapan forum sidang pengadilan sesuai hukum yang
berlaku
 kesiapan para saksi ahli termasuk dokter untuk
mengucapkan sumpah di forum sidang pengadilan

Kerahasiaan
 kerahasiaan hukum, medis oleh profesi masing-masing
 tanpa/bebas rahasia dalam forum sidang pengadilan
khususnya para saksi/saksi ahli dan penyidik
 kerahasiaan medis dan hukum tetap terjaga di luar forum
pengadilan sebelum dan sesudah perkara selesai
 ada sanksi terhadap para personalia pemegang rahasia

Prinsip hasil pemeriksaan medis


 obyektif sesuai pengamatan/pemeriksaan pihak medis
 berdasarkan norma atauran/standart pelayanan medis,
khususnya standart pelayanan kedokteran forensik

6 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed


 landasan utama berdasarkan ilmu kedokteran orientasi
ilmu hukum
 dapat dipertanggungjawabkan secara medis berorientasi /
tidak berorientasi dengan ilmu hukum

Informed concent
 prinsipnya merupakan hak korban/keluarga korban untuk
dilakukan pemeriksaan berdasarkan informasi dari pihak
penyidik (Pasal 134 KUHAP)
 penyidik perlu koordinasi dengan tim medis dan keluarga
korban untuk ,menentukan macam pemeriksaan (PL,
otopsi, TKP, penunjang, dll)
 penyidik memiliki Pasal 222 KUHP dalam menentukan
pemeriksaan jenazah (PL, otopsi)
 Jadi Informed Consent :
 dari pihak penyidik untuk tim medis dan penyidik
berupa surat permintaan V et R
 dari korban/keluarga korban – antara pihak penyidik,
tim medis dan keluarga korban berupa surat
persetujuan keluarga
 dari keluarga korban – untuk :
 pangruti jenazah (agama)
 pengawetan jenazah (penundaan pemakaman
dan WNA)
 pengiriman/transportasi jenazah (Ambulance
dan pesawat terbang)

Rekam Medis
 Rekam medis tertuang/tertulis dalam status korban,
berkaitan dengan segala macam pemeriksaan medis serta
hasilnya
 V et R adalah merupakan laporan data dari RM murni
yang sudah dianalisa dari data RM dan
pertanggungjawabnya
 RM bersifat rahasia medis, Rumah Sakit, pribadi dan
hukum (HAM, PP 10 tahun 1966 dan Pasal 170 KUHAP).

7 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed


 Pelepasan rahasia di sidang pengadilan bebas sanksi (Pasal
48, 49, 50, 51 KUHP), bila diluar sidang sanksinya menurut
hukum yang berlaku.
 RM dan IC berdasarkan hukum tertulis dari Permenkes RI.

Perbedaan : V et R Surat Keterangan Medis

Korban/penderita Merupakan barangMerupakan pasien


bukti medis
Pembuat Dokter Dokter atau dokter gigi
Awal kontrak /Kontrak pemeriksaanKontrak pemeriksaan dari
permintaan dari pihak berwenangpasien sendiri
pemeriksaan (polisi, jaksa, hakim)
Format laporan Dalam bentuk visumDalam bentuk surat
et repertum keterangan medis (misal
surat keterangan sehat)
Penyerahan laporan Diserahkan kepadaDiserahkan hanya kepada
pihak pemohon pasien
Masa berlaku Sampai berakhirnyaAda batas waktu
proses peradilan tertentenggang waktu
tertentu)
Informed consent Tidak diperlukan Harus ada

BAB II
8 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed
VISUM ET REPERTUM SERTA
CARA, SEBAB, & MEKANISME KEMATIAN

Pengertian
 Menurut bahasa : berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu
yang dilihat) dan repertum (melaporkan).
 Menurut istilah : adalah laporan tertulis yang dibuat oleh
dokter berdasarkan sumpah jabatannya terhadap apa yang
dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya.
 Menurut lembar negara 350 tahun 1973 : Suatu laporan medik
forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap
pemeriksaan barang bukti medis (hidup/mati) atau barang
bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), non-biologis
(peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik
ditujukan untuk peradilan.

Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum


Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti
(corpus delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya
sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi
VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat
sah sesuai dengan KUHP pasal 184.

Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Keterangan terdakwa
4. Surat-surat
5. Petunjuk

Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:


1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya
untuk membuat kesimpulan VeR yang lebih baru

9 ROMAN’S FORENSIK 2nd ed


Pembagian Visum et Repertum
Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu:
1. VeR hidup
VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu:
a. VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika, dimana
korban tidak memerlukan perawatan dan pemeriksaan
lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan korban.
Kualifikasi luka yang ditulis pada bagian kesimpulan
yaitu luka derajat I atau luka golongan C.
b. VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara
waktu, karena korban memerlukan perawatan dan
pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi pekerjaan
korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis
pada kesimpulan.
Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu
 Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak
 Mengarahkan penyelidikan
 Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan
penahanan sementara terhadap terdakwa
 Menentukan tuntutan jaksa
 Medical record
c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban
telah dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau
pindah dokter atau pulang paksa. Bila korban meninggal,
maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis
kualifikasi luka pada bagian kesimpulan VeR.
2. VeR jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang
meninggal. Tujuan pembuatan VeR ini adalah untuk
menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.
3. Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan
benda atau bagian tubuh korban, misalnya darah, mani, liur,
jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain. Ada sebagian
pihak yang menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakan
VeR.

Pembagian lain visum et repertum :


10 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
1. menurut peristiwa :
a. VeR perlukaan
b. VeR kejahatan seksual
c. VeR psikiatrik
d. VeR jenazah
2. menurut barang bukti :
b. VeR hidup
b. VeR mati
3. menurut sifat :
b. VeR sementara, lanjutan, definitif
b. VeR barang bukti benda, ekshumasi, TKP

Susunan Visum et Repertum


Ada 5 bagian visum et repertum, yaitu:
1. Pembukaan
Ditulis ‘pro justicia’ yang berarti demi keadilan dan ditulis di
kiri atas sebagai pengganti materai.
2. Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi:
 Identitas tempat pembuatan visum berdasarkan surat
permohonan mengenai jam, tanggal, dan tempat
 Pernyataan dokter, identitas dokter
 Identitas peminta visum
 Wilayah
 Identitas korban
 Identitas tempat perkara
3. Pemberitaan
Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan, berupa:
 Apa yang dilihat, yang ditemukan sepanjang
pengetahuan kedokteran
 Hasil konsultasi dengan teman sejawat lain
 Untuk ahli bedah yang mengoperasi  dimintai
keterangan apa yang diperoleh. Jika diopname  tulis
diopname, jika pulang  tulis pulang
 Tidak dibenarkan menulis dengan kata-kata latin

11 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 Tidak dibenarkan menulis dengan angka, harus dengan
huruf untuk mencegah pemalsuan.
 Tidak dibenarkan menulis diagnosis, melainkan hanya
menulis ciri-ciri, sifat, dan keadaan luka.
4. Kesimpulan
Bagian kesimpulan memuat pendapat pribadi dokter tentang
hubungan sebab akibat antara apa yang dilihat dan
ditemukan dokter dengan penyebabnya. Misalnya jenis luka,
kualifikasi luka, atau bila korban mati maka dokter menulis
sebab kematiannya.
5. Penutup
Bagian penutup memuat sumpah atau janji, tanda tangan,
dan nama terang dokter yang membuat. Sumpah atau janji
dokter dibuat sesuai dengan sumpah jabatan atau pekerjaan
dokter.

Kualifikasi Luka
Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu:
1. Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C
Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak
menimbulkan penyakit atau tidak menghalangi pekerjaan
korban. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352
ayat 1.
2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B
Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan
penyakit atau menghalangi pekerjaan korban untuk
sementara waktu. Hukuman bagi
3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A
Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu:
- Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau
membawa bahaya maut (NB : semua luka tembus yang
mengenai kepala, dada atau perut dianggap membawa
bahaya maut)
- Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban
selamanya
- Hilangnya salah satu panca indra korban
12 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
- Cacat besar
- Terganggunya akan selama > 4 minggu
- Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu

Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et


Repertum
Pihak yang berhak meminta VeR
1. Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian
yang diangkat negara untuk menjalankan undang-undang.
2. Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
3. Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah
lewat.
4. Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.

Syarat pembuat:
 Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi
dan mulut)
 Di wilayah sendiri
 Memiliki SIP
 Kesehatan baik

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang


meminta dokter untuk membuat VeR korban hidup, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh
dititip melalui korban atau keluarganya. Juga tidak boleh
melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia
jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.

13 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang
meminta dokter untuk membuat VeR jenazah, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi.

Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus


mencatat tanggal dan jam, penerimaan surat permintaan, dan
mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas waktu
bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik
selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40
hari dan atas persetujuan penuntut umum.

Lampiran visum
 Fotografi forensik
 Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
 Penjelasan  istilah kedokteran
 Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi,
sitologi, mikrobiologi)

CARA, SEBAB, DAN MEKANISME KEMATIAN

Cara kematian = macam kejadian yang bertanggung jawab


terhadap kematian
Cara Kematian :
1. Wajar : karena penyakit
2. Tidak wajar : pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan

Sebab Kematian = penyakit atau cedera/luka yang bertanggung


jawab terhadap timbulnya kematian

14 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Sebab kematian :
1. Penyakit : gangguan SCV, SSP, respirasi, GIT, urogenital
2. Trauma :
a. mekanik : - tajam : iris, tusuk, bacok
- tumpul : memar, lecet, robek, patah
- senjata api (balistik)
- bahan peledak/bom
b. fisik : - suhu : dingin, panas
- listrik/petir
c. kimiawi : - asam
- basa
- intoksikasi

Mekanisme Kematian = gangguan/kelainan fisiologik dan atau


biokimia yang bertanggung jawab terhadap timbulnya
kematian
Mekanisme kematian : 1. Mati lemas (asfiksia)
2. Perdarahan
3. Kerusakan organ vital
4. Refleks vagal
5. Emboli
6. dll
Mekanisme kematian bisa kombinasi beberapa mekanisme

15 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
BAB III
IDENTIFIKASI FORENSIK

Definisi :
 Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang
yang hidup maupun mati, berdasarkan ciri khas yang
terdapat pada orang tersebut.
 Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui
identitas seseorang yang ditujukan untuk kepentingan
forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.

Tujuan Identifikasi forensik :


1. Kebutuhan etis & kemanusiaan
2. Pemastian kematian seseorang secara resmi & yuridis
3. Pencatatan identitas untuk keperluan administratif &
pemakaman
4. Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata
5. Pembuktian klaim asuransi, pensiun dll
6. Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal (bila ada)

Peran Identifikasi :
1. Pada Orang Hidup
o semua kasus medikolegal
o penjahat atau prajurit militer yang melarikan diri
o orang yang didakwa pelaku pembunuhan
o orang yang diakwa pelaku pemerkosaan
o identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk menentukan
siapa orang tuanya
o anak hilang
o orang dewasa yang karena sesuatu hal kehilangan uangnya
o tuntutan hak milik

16 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
o untuk kepentingan asuransi
o tuntutan hak pensiun
2. Pada jenazah, dilakukan pada keadaan;
o kasus peledakan
o kasus kebakaran
o kecelakaan kereta api atau pesawat terbang
o banjir
o kasus kematian yang dicurigai melanggar hukum

Ada dua metode, yaitu ;


a. Identifikasi Komparatif
- Dalam komunitas terbatas
- Data antemortem & postmoterm tersedia
b. Identifikasi Rekonstruktif
- Komunitas korban tidak terbatas
- Data antemortem tidak tersedia

Cara Identifikasi yang biasa dilakukan :


1. Secara visual  keluarga/rekan memperhatikan korban
(terutama wajah). Syarat : korban dalam keadaan utuh.
Kelemahan : sangat dipengaruhi faktor sugesti dan emosi
2. Pengamatan pakaian  catat: model, bahan, ukuran, inisial
nama & tulisan pada pakaian. Sebaiknya : simpan pakaian
atau potongan pakaian (20x10 cm), foto pakaian
3. Pengamatan perhiasan  catat : jenis (anting, kalung, gelang,
cincin dll), bahan (emas,perak, kuningan dll), inisial nama.
Sebaiknya : simpan perhiasan dengan baik
4. Dokumen : KTP, SIM, kartu golongan darah, dll
5. Medis  pemeriksaan fisik : tinggi & berat badan, warna
tirai mata, adanya luka bekas operasi, tato

17 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
6. Odontologi  bentuk gigi & rahang : khas, sangat penting
bila jenazah dalam keadaan rusak/membusuk, perlu
diingat : dental record di Indonesia masih sangat terbatas
7. Sidik jari  tidak ada dua orang yang memiliki sidik jari
yang sama mudah dan murah
8. Serologi  memeriksa darah dan cairan tubuh korban
9. DNA  sangat akurat, tapi mahal
10. Ekslusi  biasanya digunakan pada korban kecelakaan
masal, menggunakan data/daftar penumpang

Metode pemeriksaan terbagi menjadi dua macam, yaitu :


1. Identifikasi primer :
 DNA
 Sidik Jari
 Odontologi
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan
dilakukan 2-3 metode pemeriksaan dengan hasil (+)
2. Identifikasi sekunder
Cara sederhana : melihat langsung ciri seseorang dengan
memperhatikan perhiasan, pakaian dan kartu identitas yang
ditemukan.
Cara Ilmiah : melalui tektik keilmuan tertentu seperti sidik
jari, kedokteran, odontologi, DNA , dll

Pada jenazah yang telah membusuk ditentukan :


 Ras
 Jenis Kelamin
 Perkiraan umur
 Tinggi badan

Penentuan Jenis Kelamin : wajah, potongan tubuh, bentuk


rambut, pakaian, ciri-ciri seks, buah dada, pemeriksaan

18 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
mikroskopik dari ovarium dan testis, rangka, dan
histologik/kromosom.
Penentuan jenis kelamin berdasarkan rangka : rangka wanita
lebih halus, indeks iscium-pubis wanita lebih besar 15% dari
ukuran laki-laki, luas permukaan prosesus mastoideus wanita
lebih kecil, manubrium sterni wanita separuh panjang korpus
sterni, tulang panjang wanita lebih pendek, lebih ringan, lebih
halus, dan impressinya lebih sedikit.

Penentuan umur :
- bayi baru lahir : penentuan umur kehamilan, viabilitas,
berat badan, panjang badan, pusat penulangan, tinggi
badan ( jarak antara kepala samapai ke tumit/crown-heel,
jarak antara kepala ke tulang ekor/crown-rup)
- anak-anak & dewasa < 30 thn : persambungan spheno-
occipital tjd dlm umur 17-25 thn (pd wanita 17-20 thn),
unifikasi tulang selangka mulai umur 18-25 thn & menjadi
lengkap usia 31 thn ke atas, korpus vertebrae sblm usia 30
thn menunjukkan alur-alur yang berjalan radier pada bgn
permukaan atas&bawah
- dewasa > 30 thn : sutura sagitalis. Coronaries, dan
lamboideus mulai menutup pada usia 20-30 thn, sutura
parietomastoid dan sutura squamaeus menutup usia lima
tahun kemudian – 60 thn, sutura sphenoparietal menutup
usia 70 thn

Penentuan tinggi badan :


Melalui pengukuran tulang panjang :
o femur 27% dr tinggi badan
o tibia 22% dr tinggi badan
o humerus 35% dr tinggi badan
o tulang belakang dr tinggi badan

Formula Stevenson :
o TB = 61,7207 + (2,4378 x pjg Femur) + 2,1756

19 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
o TB = 81,5115 + (2,8131 x pjg Humerus) + 2,8903
o TB = 59,2256 + (3,0263 x pjg Tibia) + 1,8916
o TB = 80,0276 + (3,7384 x pjg Radius) + 2,6791
Formula Trotter dan Gleser :
o TB = 70,37 + 1,22 (pjg Femur + pjg Tibia) + 3,24

Pengukuran dengan osteometric board & tulang harus kering


Melakukan identifikasi jenazah kepada :
 Jenazah tidak dikenal
 Jenazah yang membusuk atau kerangka
 Kasus penculikan anak
 Kasus bayi tertukar
 Keraguan siapa orang tua anak

Identifikasi korban bencana masal :


 Organisasi Interpol
 Secara internasional identifikasi korban massal adalah
tanggung jawab polisi
 Interpol Disaster Victim Identification Standing Comittee
yang beranggotakan 114 negara di dunia dan bersidang
setahun sekali di Lyon
Yang harus dilakukan :
Fase I :Unit Penanganan di TKP (Tempat Kejadian Peristiwa),
Kegiatan :
 Membuat sektor-sektor/zona pada TKP dgn ukuran 5 x 5 m.
 Memberi tanda setiap sektor.
 Memberikan label pandang dan label orange pada jenazah
dan potongan jenazah diikat pada tubuh/ibu jari kaki
korban.
 Memberikan label putih pada barang-barang pemilik
tercecer.
 Membuat sketsa dan foto tiap sektor
 Evakuasi dan transportasi jenazah dan barang, dengan :

20 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 Memasukkan jenazah dan potongan jenazah dalam
karung plastik dan diberi label sesuai nomor jenazah.
 Memasukkan barang-barang yang terlepas dari tubuh
korban dan diberi label sesuai nomor jenazah.
 Diangkut ketempat pemeriksaan dan penyimpanan
jenazah dan dibuat berita acara penyerahan kolektif.

Fase II : Unit postmortem :


 Menerima jenazah/potongan jenazah dan barang dari unit
TKP.
 Registrasi ulang dan pengelompokan kiriman tersebut
berdasarkan jenazah utuh, tidak utuh potongan jenazah
dan barang-barang.
 Membuat foto jenazah.
 Mencatat semua ciri-ciri korban sesuai formulir interpol
 Mengambil sidik jari korban dan golongan darah
(Ident/Labfor).
 Mencatat gigi-gigi korban (Odontogram).
 Membuat Ro. Foto jika perlu.
 Melakukan otopsi.
 Mengambil data-data ke unit pembanding.

Fase III : Unit ante mortem


 Mengumpulkan data-data nama korban dari daftar
penumpang serta data semasa hidup seperti foto dan lain-
lain yang dikumpulkan dari instansi tempat korban
bekerja, keluarga/kenalan, dokter-dokter gigi pribadi,
polisi (sidik jari).
 Memasukkan data-data yang masuk dalam formulir yang
tersedia formulir AM Kuning.
 Mengelompokkan data-data Ante Mortem.berdasarkan :
o Jenis kelamin
o Umur
o Kewarganegaraan

21 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke unit
pembanding data

Fase IV
Unit pembanding data (rekonsiliasi)
o Cek dan recek hasil unit pembanding data.
o Mengumpulkan hasil identifikasi korban.
o Membuat surat keterangan kematian untuk korban yang
dikenal dan surat-surat lain yang diperlukan.
o Menerima keluarga korban.
o Publikasi yang benar dan terarah oleh komisi identifikasi
sangat membantu masyarakat mendapat informasi yang
terbaru dan akurat.

Fase V
Dilakukan Evaluasi
• Dilakukan evaluasi yang komprehensif terhadap masing-
masing fase

22 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
BAB IV
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)

Definisi :
Suatu tempat penemuan barang bukti atau tempat terjadinya
peristiwa tindak pidana atau kecurigaan suatu tindak pidana,
merupakan suatu persaksian.

Penyidik:
1. melakukan pengamatan/observasi TKP
2. membuat sketsa/foto
3. penanganan korban
4. penanganan terhadap pelaku/kerugian lain
5. penanganan terhadap barang bukti

KUHP pasal 20  minta bantuan dokter, apakah kasus pidana


atau tidak
Jika dokter tidak mau  sanksi KUHP pasal 24

Bantuan dokter dapat berupa:


1. persiapan  permintaan tertulis atau tidak, catat tanggal
permintaan, siapa peminta, lokasi dimana, dan alat
pemeriksa TKP
2. biaya  ditanggung yang meminta
3. jika korban masih hidup 
 identifikasi secara visual: pakaian secara visual
terhadap perhiasan, dokumen, kartu pengenal lainnya
 identifikasi medik  dari ujung rambut sampai kaki
termasuk gigi dan identifikasi sidik jari

23 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
4. jika korban mati  buat sketsa foto  situasi ruangan,
lihat TKP (porak-poranda atau tenang):
 identifikasi  lihat bab identifikasi
 lihat tanatologi  suhu rektal, lebam mayat, kaku
mayat. (1. kulit pucat, 2. relaksasi otot, 3. penurunan
suhu, 4. perubahan mata, 5. lebam mayat, 6. kaku
mayat, 7. pembusukan)
 lihat lukanya  lokasi luka, garis tengah luka,
banyak luka, ukuran luka (cm ditulis sentimeter),
sifat luka:
o tepi luka (jika ditautkan berbentuk garis atau
tidak)
o sudut luka (tumpul atau tidak)
o jembatan jaringan (terpotong atau tidak)
o ada lecet atau memar di sekitar luka
o tanda: fraktur atau krepitasi tulang
o dasar luka (bersih atau tidak)
o koordinat luka
Kesan: luka akibat benda tajam/tumpul, dll
 darah
o warna merah/tidak
o tetesan, genangan, atau garis
o melihat bentuk/sifat darah  dapat diperkirakan
sumber darah
 darah bundar tepi kecil  darah jatuh vertikal
jarak = 60 cm
 darah bundar, tepi seperti jarum  darah jath
vertikal jarak 60-120 cm
 darah bundar, tepi garis seperti roda  darah
jatuh secara vertikal jarak > 120 cm
 darah bulat lonjong  darah jatuh arahnya
miring
o distribusi darah
 dari dada ke kaki

24 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 bentuk genangan (bunuh diri), morat marit
(pembunuhan)
o sumber
 dari arteri (pancaran lebih jauh dan warna
lebih terang)
 darah merah berbuih  dari saluran respirasi
 darah coklat hitam  dari saluran cerna
5. identifikasi lanjutan
 ada sperma atau tidak
 pengambilan darah : jika di dinding kering 
dikerok, jika pada pakaian  digunting
 darah basah/segar  masukan termos es  kirim ke
lab kriminologi
6. identifikasi lanjutan
 rambut
 sperma kering atau tidak secara visual  sinar UV
 air ludah, bekas gigitan  bisa ditentukan golongan
darah
7. membuat kesimpulan di TKP
 mati wajar atau tidak
 bunuh diri  genangan darah, TKP tengang tidak
morat-marit, ada luka percobaan, luka mudah dicapai
oleh korban, tidak ada luka tangkisan, pakaian masih
baik
 pembunuhan  TKP morat marit, luka multipel, ada
luka yang mudah dicapai ada yang tidak, luka di
sembarang tempat, pakaian robek, ada luka tangkisan
karena perlawanan
 kecelakaan
 mati wajar  karena penyakit

Dengan melihat keadaan TKP lakukan :


1. penentuan mati wajar atau tidak
2. menentukan saat kematian
3. menentukan cara kematian/menentukan diagnosis mati
25 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Tugas dokter di TKP  untuk membantu visum dan otopsi
apakah sesuai dengan TKP atau tidak.

BAB V
TANATOLOGI
Pengertian
Thanatos : yang berhubungan dengan kematian
Logos : ilmu
adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang
mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah
kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan
tersebut. Atau Ilmu yang mempelajari tentang mati dan
diagnostik mati dan perubahan postmortem dan faktor-faktor
yang mempengaruhi serta kegunaan apa saja.

Fungsi Tanatologi :
o Menegakkan diagnosa mati
o Memperkirakan saat kematian
o Untuk menentukan proses cara kematian
o Untuk mengetahui sebab kematian

Defenisi mati : Berhentinya ketiga sistem yaitu kardiovaskular,


respirasi , dan sistem daraf pusat, yang merupakan satu unit
kesatuan dan tidak terkonsumsinya oksigen.

Istilah Mati :
o Mati somatis/mati klinis : 3 sistem (SSP, SCV,
Sist.respiratory) mati  ireversibel/menetap, tetapi
beberapa organ & jaringan masih bisa berfungsi sementara
26 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
 memungkinkan untuk transplantasi. Aktivitas otak
dinyatakan berhenti bila : EEG mendatar selama 5 mnt
o Mati seluler/molekuler : kematian organ & jaringan, sesaat
setelah kematian somatis ( otak & jar.syaraf +5 menit
setelah mati klinis, otot +4 jam setelah mati klinis, kornea
+6 jam setelah mati klinis). Dapat dikemukakan bahwa
susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam waktu 4
menit; otot masih dapat dirangsang (listrik) sampai kira-
kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4
jam; dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin
0,1% atau penyuntikan sulfat atropin 1% ke dalam kamera
okuli anterior, pemberian pilokarpin 1% atau fisostigmin
0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca
mati. Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8
jam pasca mati dengan cara menyuntikkan subkutan
pilokarpin 2% atau asetilkolin 20%; spermatozoa masih
bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis; kornea
masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat
dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati.
o Mati suri : Dalam stadium somatic death perlu diketahui
suatu keadaan yang dikenal dengan istilah mati suri atau
apparent death. Mati suri ini terjadi karena proses vital
dalam tubuh menurun sampai taraf minimum untuk
kehidupan, sehingga secara klinis sama dengan orang
mati. Dalam literatur lain mati suri adalah terhentinya
ketiga sistem kehidupan yang ditentukan dengan alat
kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran
canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem
tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada
kasus keracunan obat tidur (barbiturat), tersengat aliran
listrik, kedinginan, mengalami anestesi yang dalam,
mengalami acute heart failure, mengalami neonatal anoxia,
menderita catalepsy dan tenggelam.
o Mati serebral : kerusakan kedua hemisfer otak yang
irreversibel, kecuali batang otak dan serebelum (SCV dan
respirasi masih berfungsi)
27 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
o Mati otak/batang otak : kerusakan seluruh isi neuronal
intrakranial yang irreversibel, termasuk batang otak dan
serebelum

Diagnosa mati
Hilangnya seluruh ataupun pergerakan/aktivitas refleks hilang
Mendeteksi tidak berfungsinya Respirasi :
1. Tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi.
2. Tidak ada bising napas pada auskultasi.
3. Tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita
taruh diatas perut korban pada tes Winslow.
4. Tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan
lubang hidung atau mulut korban.
5. Tidak ada gerakan bulu burung yang kita letakkan
didepan lubang hidung atau mulut korban.
Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf, yaitu :
1. Areflex
2. Relaksasi
3. Pergerakan tidak ada
4. Tonus tidak ada
5. Elekto Ensefalografi (EEG) mendatar / flat

Ada 6 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem


kardiovaskuler, yaitu :
1. Denyut nadi berhenti pada palpasi.
2. Detak jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi.
3. Elektro Kardiografi (EKG) mendatar / flat.
4. Tes magnus : tidak adanya tanda sianotik pada ujung jari
tangan setelah jari tangan korban kitaikat.
5. Tes Icard : daerah sekitar tempat penyuntikan larutan Icard
subkutan tidak berwarna kuning kehijauan.
6. Tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri
radialis.
Tanda kematian :
Tidak pasti
28 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit
Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit
Kulit pucat
Tonus otot menghilang dan relaksasi
Pembuluh darah retina mengalami segmentasi bergerak
ke arah tepi retina dan kemudian menetap
Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan
Pasti
Lebam mayat (livor mortis)
Kaku mayat (rigor mortis)
Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Pembusukan (decomposition, putrefaction)
Adiposera atau lilin mayat
Mummifikasi

Perubahan post mortem :


Kulit wajah pucat : krn sirkulasi berhenti, darah mengendap
terutama pembuluh darah besar
Relaksasi primer : krn tonus otot tidak ada → rahang bawah
melorot
Perubahan pada mata : pandangan mata kosong, refleks (-)
10-12 jam → keruh kornea
Penurunan suhu badan : karena perpindahan panas ke dingin
melalui konduksi, konveksi dan radiasi serta evaporasi
Penurunan suhu = 10x(37-temperatur rektal) = ..... jam
8
Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus Post
Mortem Interval (PMI) oleh Glaister dan Rentoul :
- Formula untuk suhu dalam derajat Celcius
PMI = 37 o C - RT o C +3
- Formula untuk suhu dalam derajat Fahrenheit
PMI = 98,6 o F - RT o F
1,5
Perubahan pada kulit :

29 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Lebam mayat (livor mortis) : terjadi karena pengendapan
butir-butir ertirosit karena adanya gaya gravitasi sesuai
dengan tubuh, berwarna biru ungu tetapi masih dalam
pembuluh darah. Timbul 20-30 menit dan setelah 6-8 jam
lebam mayat masih bisa ditekan dan masih bisa berpindah
tempat. Suhu tubuh yang tinggi dapat mempercepat
timbulnya lebam mayat.
Korban meninggal -> peredaran darah berhenti -> stagnasi ->
akibat gravitasi -> darah mencari tempat yang terendah ->
terlihat bintik-bintik merah kebiruan.
Timbul : 15 – 20 menit
Lokalisasi : tempat yang terendah
Kecuali : bagian tubuh yang
- tertekan dasar
- tertekan pakaia
Perbedaan antara lebam mayat & hematom  lihat bab
traumatologi
4 jam setelah meninggal -> extravasasi pigment darah ->
letak lebam mayat tidak berubah, bila posisi mayat tidak
diubah.
Warna lebam mayat:
- Normal : Merah kebiruan
- Keracunan CO : Cherry red
- Keracunan CN : Bright red
- Keracunan nitro benzen : Chocolate brown
- Asphyxia : Dark red

Warna Lebam Mayat


Lebam mayat sering berwarna merah padam, tetapi
bervariasi, tergantung oksigenasi sewaktu korban
meninggal. Bila terjadi bendungan, hipoksia, mayat
memiliki warna lebam yang lebih gelap karena adanya
hemoglobin tereduksi dalam pembuluh darah kulit. Lebam
mayat merupakan indikator kurang akurat dalam
menentukan mekanisme kematian, dimana tidak ada
hubungan antara tingkat kegelapan lebam mayat dengan
30 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
kematian yang disebabkan asfiksia. Sering kematian sebab
wajar oleh karena gangguan koroner atau penyakit lain
memiliki lebam yang lebih gelap. Terkadang area lebam
mayat berwarna terang dan dilanjutkan dengan area lebam
mayat berwarna lebih gelap. Hal ini akan berubah seiring
memanjangnya interval post mortem. Sering kali warna
lebam mayat merah terang atau merah muda. Kematian yang
disebabkan hipotermi atau terpapar udara dingin selama
beberapa waktu, seperti tenggelam, dimana warna lebam
mayat dapat menentukan penyebab kematian, tetapi relatif
tidak spesifik oleh karena mayat yang terpapar udara dingin
setelah mati (terutama bila mayat yang di dalam lemari es
mayat) dapat terjadi perubahan lebam dari merah padam
menjadi merah muda.
Mekanismenya belum pasti, tetapi sangatlah jelas
merupakan hasil dari perubahan hemoglobin tereduksi
menjadi oksihemoglobin. Hal ini dapat dimengerti pada
kasus hipotermi, dimana metabolisme reduksi dari jaringan
gagal mengambil oksigen dari sirkulasi darah.
Diketahui bahwa lebam mayat yang merah padam berubah
menjadi merah muda pada batas horizontal anggota tubuh
bagian atas, warna lebam pada anggota tubuh bagian bawah
tetap gelap, sehingga perubahan secara kuantitatif lebam
dapat ditentukan, dimana hemoglobin lebih mudah
mengalami reoksigenasi karena eritrosit kurang mengendap
pada bagian lebam.
Perubahan lainnya pada warna lebam lebih berguna. Yang
paling sering adalah merah terang (cherry-pink), oleh karena
karboksihemoglobin (CO-Hb) terletak pada seluruh
jaringan, warna ini khas dan sering merupakan indikasi
pertama adanya keracunan karbonmonoksida (CO).
Keracunan sianida (CN) memiliki ciri khas tertentu, yaitu
warna lebam mayat merah kebiruan yang disebabkan terjadi
bendungan dan sianosis (kurang O 2, karena pelepasan O2 ke
jaringan dihambat). Bila ahli forensik tidak teliti terhadap
penyebab dari riwayat dan bau sianida (CN-bau amandel),
31 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
sangatlah susah menggunakan lebam mayat sebagai satu-
satunya indikasi penyebab kematian. Lebam mayat yang
berwarna merah kecoklatan pada methemoglobinemia dan
dapat memiliki warna yang bervariasi pada keracunan
aniline dan klor. Kematian yang disebabkan sepsis dimana
Clostridium perfringens sebagai agen infeksi, bercak
berwarna pucat keabuan dapat terkadang terlihat pada kulit,
Walaupun hal ini tidak timbul pada lebam. Pemeriksaan
laboratorium sederhana yaitu test resistensi alkali dapat juga
dilakukan, yaitu dengan menetesi contoh darah yang telah
diencerkan dengan NaOH/KOH 10%. Pada CO, warna tetap
beberapa saat oleh karena resistensi, sedangkan pada CN,
warna segera menjadi coklat oleh karena terbentuknya
hematina alkali. Pada anemi berat, lebam mayat yang terjadi
sedikit, warna lebih muda dan terjadi biasanya lebih lambat.
Pada polisitemia sebaliknya lebam mayat lebih cepat terjadi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan
lebam mayat adalah: viskositas darah, termasuk berbagai
penyakit yang mempengaruhinya, kadar Hb, dan perdarahan
(hipovolemia).
Perubahan pada otot
Rigor mortis : karena adanya kelenturan otot setelah mati
karena adanya metabolisme tingkat selular masih berjalan
berupa pemecahan cadangan glikogen→energi→ADP→ ATP.
Selama masih ada energi→aktin miosin masih regang.
Jika glikogen otot habis dan energi tidak ada maka ADP
tidak bisa jadi ATP → ADP tertumpuk → aktin miosin
membeku → kaku.
Timbul : 1-3 jam postmortem, dipertahankan 6-12 jam,
dimulai dari otot kecil : rahang bawah, anggota gerak atas,
dada, perut dan anggota bawah kemudian kaku lengkap
dalam 6-12 jam dan dipertahankan 24-48 jam.
Faktor yang mempercepat terjadinya rigor mortis, yaitu :
Aktivitas fisik pra kematian / pre mortal.
Suhu tubuh tinggi.
Konstitusi berupa tubuh kurus.
32 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Suhu lingkungan tinggi.
Umur yaitu anak-anak dan orang tua.
Gizi yang jelek.
Kekakuan yang menyerupai kaku mayat :
1. Cadaveric spasm (instantaneous rigor)
o akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang
bersifat setempat pada saat mati klinis karena
kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum
meninggal
o kaku mayat timbul dengan intensitas sangat kuat
tanpa didahului oleh relaksasi primer, mayat
langsung mengalami kekakuan secara terus-menerus
sampai terjadi relaksasi sekunder
o Terlihat pada kasus : bunuh diri dengan pistol atau senjata tajam, mati tenggelam,
mati mendaki gunung, pembunuhan dimana korban menggenggam robekan
pakaian pembunuh.
Pembeda Rigor Mortis Cadaveric Spasm
Waktu timbul Dua jam setelah
meninggal. Sesaat sebelum meninggal
Rigor mortis lengkap (intravital) dan menetap
setelah 12 jam.
Faktor Kelelahan, emosi hebat,
-
predisposisi ketegangan, dan lain-lain.
Etiologi Habisnya cadangan
Habisnya cadangan
glikogen pada otot
glikogen secara general.
setempat.
Pola Sentripetal, dari otot-otot
Kaku otot pada satu
terjadinya kecil kemudian otot
kelompok otot tertentu.
kaku otot besar.
Kepentingan Untuk menunjukkan sikap
medikolegal terakhir masa hidupnya.
Untuk penentuan saat
Biasanya pada kasus
kematian.
pembunuhan, bunuh diri,
dan kecelakaan.
Suhu mayat Dingin. Hangat.
Kematian sel. Ada. Tidak ada.
Relaksasi
Ada Tidak ada
primer
Timbulnya Lambat Cepat

33 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Lamanya Lambat hilang
Cepat hilang
(dipertahankan)
Koordinasi
Kurang Baik
otot
Lokasi otot Menyeluruh Setempat (yang aktif)
Rangsangan
Tidak ada respon otot. Ada respon otot.
sel.
Kaku otot. Dapat dilawan dengan Perlu tenaga kuat untuk
sedikit tenaga. melawannya.

2. Heat stiffening :
o kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas
o serabut-serabut ototnya memendek sehingga
menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan lutut,
membentuk sikap petinju (pugilistic attitude) pada
kasus mati terbakar
3. Cold stiffening
o terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi,
pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot

Pembusukan :
a. Autolisis
o Tubuh membentuk enzim merusak sel dari
nukleus→sitoplasma→dinding→hancur
b. Mikroorganisme : bakteri patogen dalam sekum
o Setelah mati → daya tahan tubuh turun karena leukosit
menurun → kuman mudah masuk ke pembuluh darah
→ media baik untuk tumbuh kuman → hancurkan
darah dan bentuk amonia dan H2S → pertama kali
terlihat didaerah kanan pada fossa iliaka kanan tepatnya
disekum terlihat warna ungu (livide) yang merupakan
reaksi Hb dan H2S → methsulf –Hb.
o Gas pembusukan masuk ke pembuluh darah →
pembuluh darah melebar sehingga perut menggembung
→ pecahnya kapiler di alveoli → keluar darah lewat
hidung.
34 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
o Pembusukan dimulai 48 jam postmortem, belatung pada
36 jam kemudian.

Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya


pembusukan mayat, yaitu :
a. dari luar
1) Mikroorganisme/sterilitas.
2) Suhu optimal yaitu 21-380C (70-1000F) mempercepat
pembusukan. Berhenti pada suhu 2120F
3) Kelembaban udara yang tinggi mempercepat
pembusukan.
4) Sifat medium. Udara : air : tanah = 8 : 2 : 1 (di udara
pembusukan paling cepat, di tanah paling lambat).
Hukum Casper.
b. dari dalam
1) Umur. Bayi yang belum makan apa-apa paling lambat
terjadi pembusukan.
2) Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat
membusuk daripada tubuh kurus.
3) Keadaan saat mati. Udem, infeksi dan sepsis
mempercepat pembusukan. Dehidrasi memperlambat
pembusukan.
4) Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum)
lebih cepat mengalami pembusukan.

Golongan alat tubuh berdasarkan kecepatan terjadi


pembusukan :
1) cepat : otak, lambung, usus, uterus hamil/post partum
2) lambat : jantung, paru, ginjal, diafragma
3) paling lambat : prostate, uterus yang tidak hamil

Perbedaan Bulla Intravital dan Bulla Pembusukan

Bulla Intravital Perbedaan Bulla Pembusukan


Kecoklatan Warna kulit ari Kuning
Tinggi Kadar albumin & Rendah atau tidak
35 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
klor Bulla ada
Hiperemis Dasar bulla Merah
pembusukan
Intraepidermal Jaringan yang Antara epidermis
terangkat & dermis
Ada Reaksi jaringan & Tidak ada
respon darah

Variasi-variasi pembusukan:
a. Mummifikasi
o Terjadi bila temperatur turun, kelembaban turun →
dehidrasi viceral sehingga kuman-kuman tidak
berkembang → tidak terjadi pembusukan → mayat
mengecil, bersatu berwarna coklat kehitaman, struktur
anatomi masih lengkap sampai bertahun-tahun.
o Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang
cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan
o Syarat terjadinya mummifikasi :
o Suhu relatif tinggi
o Kelembaban udara rendah
o Aliran udara baik
o Waktu yang lama (12-14 minggu)
o Yang terlihat pada mummifikasi adalah penyusutan
bentuk tubuh, kulit padat hitam seperti kertas perkamen
b. Adipocare
o Terjadi karena hidrogenisasi asam lemak tidak jenuh
(asam palmitat, asam stearat, asam oleat) dihidrogenisasi
menjadi asam lemak jenuh yang relatif padat .
o Suhu tinggi → kelembaban tinggi → lemak → asam
lemak → pH turun → kuman tidak bisa berkembang →
asam lemak → dehigrogenase → penyabunan → mayat
menjadi kebalikannya mumifikasi.
o Syarat terjadinya adiposera :
o Suhu rendah, kelembaban tinggi
o Lemak cukup
o Aliran udara rendah

36 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
o Waktu yang lama

Perkiraan Saat Kematian


Perubahan pada mata : Kekeruhan menyeluruh pada
kornea terjadi kira-kira 10-12 jam pasca mati
Perubahan dalam lambung : Pengosongan lambung yang
terjadi dalam 3-5 jam setelah makan terakhir, misalnya
sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan
makan besar membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk
dicerna. Kecepatan pengosongan lambung ini dipengaruhi
oleh penyakit-penyakit saluran cerna, konsistensi
makanan dan kandungan lemaknya.
Perubahan rambut : Panjang rambut kumis dan jenggot
dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat
kematian, kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari
Pertumbuhan kuku : Pertumbuhan kuku yang
diperkirakan sekitar 0,1 mm/hari
Perubahan dalam cairan serebrospinal : Kadar nitrogen
asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian
belum lewat 10 jam, Kadar nitrogen non protein kurang 80
mg% menunjukkan kematian belum 24 jam
Metode Entomologik : Larva Musca domestica mencapai
panjang 8 mm pada hari ke-7, berubah menjadi
kepompong pada hari ke-8, menjadi lalat pada hari ke-14.
Larva Sarcophaga cranaria mencapai panjang 20 mm pada
hari ke-9, menjadi kepompong pada hari ke-10 dan
menjadi lalat pada hari ke-18. Necrophagus species akan
memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator dan
parasit akan memakan serangga Necrophagus. Omnivorus
species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh
maupun serangga. Telur lalat biasanya akan mulai
ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari postmortem.
Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan
larva dewasa yang akan berubah menjadi pupa ditemukan
pada 12-18 hari.

37 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Reaksi supravital : Reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati
klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada
seseorang yang hidup. Rangsang listrik dapat
menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit
pasca mati, mengakibatkan sekresi kelenjar sampai 60-90
menit pasca mati, trauma masih dapat menimbulkan
perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati

38 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
BAB VI
ASFIKSIA

Definisi
Merupakan suatu keadaan dimana suplai O2 ke jaringan
berkurang

Penyebab asfiksia terbagi 2 yaitu, penyebab asfiksia wajar dan


tidak wajar. Penyebab asfiksia wajar karena penyakit seperti
difteri, tumor laring, asma bronkiale, pneumotoraks,
pneumonia, COPD, reaksi anafilaksis, dan lain-lain. Penyebab
asfiksia tidak wajar karena emboli, listrik, racun (barbiturat),
dan adanya halangan udara masuk ke saluran pernapasan
secara paksa.

Pembagian menurut London


1. Hipoksik-hipoksia (Keadaan dimana oksigen gagal untuk
masuk ke dalam sirkulasi darah) : kadar oksigen yang
memang rendah atau gangguan masuk, biasanya karena
gangguan sist.respirasi : hipoksia mekanik : intraluminer (co :
tersedak) & ekstraluminer (co : pencekikan, penjeratan)
2. Anemik-hipoksia (Darah tidak dapat membawa O2 yang
cukup untuk metabolisme ) : biasanya Hb yang kurang atau
volume darah yang kurang

39 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
3. Stagnan-hipoksia (Terjadinya kegagalan sirkulasi) : biasanya
gangguan pembuluh darah, jantung, vagal refleks, emboli,
dekomp kordis
4. Histotoksik-hipoksia (HH) (Keadaan yang mengakibatkan O2
tdk bisa digunakan jaringan)
a. HH ekstraseluler : gangguan enzim, contoh keracunan CO
b. HH periseluler : gangguan permeabilitas membran sel,
contoh keracunan eter/kloroform
c. HH substrat : bahan/substrat yang tidak cukup
d. HH metabolit : gangguan metabolisme karena end product
tidak dapat dieliminir, contoh uremia, keracunan CO2

Hipoksik hipoksia bisa terjadi karena:


1. strangulation by suspension / hanging / penggantungan
2. manual strangulation / throttling (cekikan)
3. strangulation by ligature / jeratan
4. simulated suicidal hanging / pembunuhan yg dibuat
seperti gantung diri
5. Suffocation :
a. smothering / pembekapan
b. chocking / tersedak
c. gagging / mulut disumbat dg kain lalu diikat ke
belakang
6. tenggelam/drowning
7. external pressure of the chest / asfiksia traumatik
8. inhalation of suffocation gases

Stadium asfiksia versi I :


 stadium inspirasi dispneu
 sesak napas saat inspirasi
 TD dan nadi meningkat
 Cemas, gelisah, berat kepala, takut, tinitus, vertigo
 Sianosis
 stadium ekspirasi dispneu
 sesak saat ekspirasi  Kadar CO2 tinggi  kejang

40 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 pada saat relaksasi  relaksasi spingter ani  keluar
kotoran
 relaksasi spingter OUI  ada sperma
 stadium apneu
 kesadaran yang menurun  koma
 pupil melebar
 reflek cahaya negatif
 TD hampir tidak terukur
 Nadi tidak teraba
 stadium akhir

Stadium asfiksia versi II :


dispneu : + 4 menit, nafas berat, cepat & sukar,
Nadi&TD meningkat, tanda-tanda sianosis
konvulsi : + 2 menit, klonik dulu baru tonik, lalu
opistotonik, kesadaran mulai menghilang, pupil dilatasi,
denyut jantung melambat, TD turun
apneu : + 1 menit, nafas lemah, kesadaran
menurun sampai hilang, relaksasi spinkter
final : paralisis nafas lengkap, denyut jantung
beberapa saat masih ada, lalu hilang, & meninggal

Penggantungan
Definisi
Penggantungan (hanging) merupakan suatu strangulasi berupa
tekanan pada leher akibat adanya jeratan yang menjadi erat
oleh berat badan korban.
 Tanda asfiksia
 Alat penggantung :
- alat penggantung dengan permukaan yang luas (co:
sarung)  menyebabkan tekanan hanya pada permukaan
saja, sehingga yang terjepit hanya vena (vena jugularis)

41 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
sehingga muka bengkak&kebiruan, kongesti vena, mata
menonjol karena bendungan
- alat penggantung dengan permukaan yang kecil (co: tali
jemuran)  menyebab tekanan besar ke dalam, selain
vena, arteri juga terjepit  wajah pucat , mata tidak
menonjol
 Adanya air liur yang keluar dari mulut
 Lidah menonjol  jika gantungan di bawah gld tiroid
 Ada air mani atau feses karena ada relaksasi spingter
 Ada jejas pada leher tepi meninggi, warna merah
kecoklatan, pada palpasi keras seperti kertas perkamen,
arahnya miring ke arah simpul.
 Ada resapan darah di bawah kulit di bawah otot  pada
m. sternokleidomastoideus, m. supra/infrahyoid, m.
hyoglosus.
 Fraktur os hyoid
 Edema pada plika vokalis
 Mati gantung bisa bunuh diri/tidak maka lakukan:
o Periksa TKP
 Ada persiapan gantung diri atau tidak
 Jika 1 meter  tidak mungkin gantung diri
 Bunuh diri  tidak terlalu jauh jaraknya, dan
TKP tenang tidak morat marit
o Simpul dilihat
 Simpul hidup  bunuh diri
 Simpul mati  dibunuh
 Bunuh diri  ikatan membentuk sudut, tidak
ada tanda perlawanan, tidak ada luka lecet atau
memar, simpul tali bisa dikeluarkan dari kepala
o Jika tanda tanda diatas tidak ada  kecelakaan

PEMBEDA PENGGANTUNGAN PENGGANTUNGAN PADA


PADA BUNUH DIRI PEMBUNUHAN
Usia Lebih sering terjadi pada Tidak mengenal batas usia,
usia remaja dan dewasa. karena tindakan pembunuhan

42 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
dilakukan oleh musuh atau
lawan dari korban dan tidak
bergantung pada usia.
Tanda jejas Bentuknya miring, berupa Berupa lingkaran tidak
jeratan. lingkaran terputus terputus, mendatar, dan
(noncontinous) dan terletak letaknya di bagian tengah
pada bagian atas leher. leher, karena usaha pembunuh
(pelaku) untuk membuat
simpul tali.
Simpul tali. Biasanya hanya satu simpul Biasanya lebih dari satu pada
yang letaknya pada bagian bagian depan leher dan simpul
samping leher. tali tersebut terikat kuat.
Riwayat Biasanya korban Sebelumnya korban tidak
korban. mempunyai riwayat untuk mempunyai riwayat untuk
bunuh diri dengan cara bunuh dir.
lain.
Cedera. Luka-luka pada tubuh Cedera berupa luka-luka pada
korban yang bisa tubuh korban biasanya
menyebabkan kematian mengarah pada pembunuhan.
mendadak tidak ditemukan
pada kasus bunuh diri.
Tangan. Tidak dalam keadaan Tangan yang dalam keadaan
terikat, karena sulit untuk terikat mengarahkan dugaan
gantung diri dalam keadaan pada kasus pembunuhan.
tangan terikat.
Kemudahan. Pada kasus bunuh diri, Pada kasus pembunuhan,
mayat biasanya ditemukan mayat ditemukan tergantung
tergantung pada tempat pada tempat yang sulit dicapai
yang mudah dicapai oleh oleh korban dan alat yang
korban atau di sekitarnya digunakan untuk mencapai
ditemukan alat yang tempat tersebut tidak
digunakan untuk mencapai ditemukan.
tempat tersebut.
Tempat Jika kejadian berlangsung Bila sebaiknya pada ruangan
kejadian. di dalam kamar, dimana ditemukan terkunci dari luar,
pintu, jendela, ditemukan maka penggantungan adalah
dalam keadaan tertutup kasus pembunuhan.
dan terkunci dari dalam,
maka kasusnya pasti
merupakan bunuh diri.
Tanda-tanda Tidak ditemukan pada Tanda-tanda perlawanan
perlawanan. kasus gantung diri. hampir selalu ada kecuali jika

43 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
korban sedang tidur, tidak
sadar atau masih anak-anak.

Gambar Kasus penggantungan

Sebab kematian pada gantung diri


1. tekanan jalan napas  asfiksia  O2 yang masuk paru
kurang
2. suplai O2 ke otak berkurang  penakanan arteri karotis
comunis  vena jugularis tertekan  bendungan vena 
gagal jantung
3. vagal reflek  pusat saraf vagus di bagian depan leher,
tanda sianosis tidak ada  kemungkinan mati karena
reflek vagal
penekanan sinus karotikus di belakang gld tiroid 
gangguan blok jantung  kardiak arrest
4. karena edema laring  karena obstruksi napas  tanda
asfiksia nampak
5. spasme laring

Ada 4 penyebab kematian pada penggantungan , yaitu :


1. Asfiksia
2. Iskemia otak akibat gangguan sirkulasi
3. Vagal reflex (shock)
4. Kerusakan medulla oblongata atau medulla spinalis

44 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Rusaknya medulla oblongata atau medulla spinalis pada
penggantungan (hanging) disebabkan patahnya tulang leher.
Kita dapat temukan biasanya pada hukuman mati.

Ada 3 cara kematian pada penggantungan (hanging), yaitu :


1. Bunuh diri (paling sering) .
2. Pembunuhan, termasuk hukuman mati .
3. Kecelakaan, misalnya bermain dengan tali lasso, tali
parasut pada terjun payung, dan penggunaan tali untuk
mendapat kepuasan seks.

Ada 4 hal yang bukan petunjuk bagi kita tentang cara kematian
pada kasus penggantungan (hanging), yaitu :
1. Mata melotot.
2. Lidah terjulur.
3. Keluar mani, urin, darah, atau feses.
4. Jenis simpul (simpul hidup atau simpul mati).

Ada 8 hal yang perlu kita lakukan pada pemeriksaan tempat


kejadian, yaitu :
1. Memastikan korban apakah masih hidup atau telah mati.
2. Mencari bukti yang menunjukkan cara kematian.
3. Memperhatikan jenis simpul tali gantungan.
4. Mengukur jarak antara ujung kaki korban dengan lantai.
5. Memperhatikan letak korban di tempat kejadian.
6. Cara menurunkan korban.
7. Mengamankan bekas serabut tali.
8. Memperhatikan bahan penggantung.

Ada 3 bukti yang bisa menunjukkan kepada kita tentang cara


kematian korban, yaitu :
1. Ada tidaknya alat penumpu korban, misalnya bangku dan
sebagainya.
2. Arah serabut tali penggantung.
3. Distribusi lebam mayat.

45 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Serabut tali penggantung yang arahnya menuju korban
dapat memberikan petunjuk bagi kita bahwa korban
melakukan bunuh diri. Sebaliknya, arah serabut tali yang
menjauhi korban menjadi bukti bahwa korban dibunuh lebih
dahulu sebelum digantung.
Distribusi lebam mayat harus kita perhatikan secara
seksama, apakah sesuai dengan posisi mayat ataukah tidak.
Jenis simpul tali gantungan penting kita perhatikan karena
dapat kita jadikan sebagai patokan apakah korban melakukan
bunuh diri ataukah korban pembunuhan. Simpul tali, baik
simpul hidup maupun simpul mati, bilamana melewati lingkar
kepala korban dapat menunjukkan korban melakukan bunuh
diri. Apabila simpul tali tidak dapat melewati lingkar kepala
korban dapat menandakan korban dibunuh lebih dahulu
sebelum digantung. Simpul hidup harus kita longgarkan secara
maksimal untuk membuktikannya.
Cara kita menurunkan korban dengan memotong tali
gantungan diluar simpul tali. Sebelum memotong, kita
membuat 2 ikatan lalu kita potong secara miring diantara
keduanya. Tindakan ini untuk mencegah terurainya serabut tali
gantungan. Setelah itu, kita mengamankan bekas serabut tali
gantungan tadi baik serabut tali yang mengikat leher korban
maupun serabut tali yang diikatkan pada tempat gantungan.
Hal ini penting kita lakukan untuk pemeriksaan kasus ini lebih
lanjut.
Bahan dan ukuran diameter penggantung penting juga kita
perhatikan. Bahan yang keras dan berdiameter kecil
meninggalkan tanda alur jerat yang semakin jelas. Bahan
penggantung yang dapat digunakan pada kasus penggantungan
(hanging) antara lain tali, kawat, selendang, ikat pinggang, sprei
yang disambung, dan lain-lain.

Ada beberapa hal yang dapat kita jumpai pada pemeriksaan


luar dan dalam otopsi. Ada 5 bagian tubuh korban yang kita
perhatikan saat melakukan pemeriksaan luar otopsi, yaitu:
1. Kepala.
46 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
2. Leher.
3. Anggota gerak (lengan dan tungkai).
4. Dubur.
5. Alat kelamin.

Ada 4 bagian kepala korban yang kita perhatikan saat


melakukan pemeriksaan luar otopsi, yaitu :
1. Muka.
2. Mata.
3. Konjungtiva.
4. Lidah.
Muka korban penggantungan (hanging) akan mengalami
sianosis dan terlihat pucat karena vena terjepit. Selain
terjepitnya vena, pucat pada muka korban juga disebabkan
terjepitnya arteri.
Mata korban penggantungan (hanging) melotot akibat
terjadinya bendungan pada kepala korban. Hal ini disebabkan
oleh terhambatnya vena-vena kepala tetapi arteri kepala tidak
terhambat.
Bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva korban
penggantungan (hanging) terjadi akibat pecahnya vena dan
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah karena asfiksia.
Lidah korban penggantungan (hanging) bisa terjulur, bisa
juga tidak terjulur. Lidah terjulur apabila letak jeratan
gantungan tepat berada pada kartilago tiroidea. Lidah tidak
terjulur apabila letaknya berada diatas kartilago tiroidea.

47 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Gambar tardieu spot

Alur jeratan pada leher korban penggantungan (hanging)


berbentuk lingkaran (V shape). Alur jerat berupa luka lecet atau
luka memar dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Alur jeratan pucat.
2. Tepi alur jerat coklat kemerahan.
3. Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.
Alur jeratan yang simetris / tipikal pada leher korban
penggantungan (hanging) menunjukkan letak simpul jeratan
berada dibelakang leher korban. Alur jeratan yang asimetris /
atipikal menunjukkan letak simpul disamping leher.

Deskripsi leher korban penggantungan (hanging) yang penting


kita berikan antara lain :
1. Lokasi luka.
2. Jenis luka.
3. Lokasi simpul jeratan (belakang dan samping leher).
4. Jenis simpul jeratan (simpul hidup dan simpul mati).
Lokasi luka pada leher korban penggantungan (hanging)
dapat berada di depan, samping dan belakang leher. Luka yang
berada di depan leher kita ukur dari dagu atau manubrium
sterni korban. Luka yang berada di samping leher kita ukur dari
garis batas rambut korban. Luka yang berada di belakang leher
kita ukur dari daun telinga atau bahu korban.
Jenis luka korban penggantungan (hanging) terdiri atas
luka lecet, luka tekan dan luka memar. Penting juga kita
mendeskripsikan mengenai warna, lebar, perabaan dan
keadaan sekitar luka. Anggota gerak korban penggantungan
(hanging) dapat kita temukan adanya lebam mayat pada ujung
bawah lengan dan tungkai.
Penting juga kita ketahui ada tidaknya luka lecet pada
anggota gerak tersebut. Dubur korban penggantungan
(hanging) dapat mengeluarkan feses. Alat kelamin korban
dapat mengeluarkan mani, urin, dan darah (sisa haid).
Pengeluaran urin pada korban penggantungan disebabkan
48 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
kontraksi otot polos pada stadium konvulsi atau puncak
asfiksia. Lebam mayat dapat kita temukan pada genitalia
eksterna korban. Ada 4 bagian tubuh korban penggantungan
(hanging) yang kita perhatikan saat melakukan pemeriksaan
dalam otopsi, yaitu :
1. Kepala.
2. Leher.
3. Dada dan perut.
4. Darah.
Kepala korban penggantungan (hanging) dapat kita
temukan tanda-tanda bendungan pembuluh darah otak,
kerusakan medulla spinalis dan medulla oblongata. Kedua
kerusakan tersebut biasanya terjadi pada hukuman gantung
(judicial hanging).
Leher korban penggantungan (hanging) dapat kita
temukan adanya perdarahan dalam otot atau jaringan, fraktur
(os hyoid, kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea),
dan robekan kecil pada intima pembuluh darah leher (vena
jugularis).
Dada dan perut korban penggantungan (hanging) dapat
kita temukan adanya perdarahan (pleura, perikard, peritoneum,
dan lain-lain) dan bendungan / kongesti organ.
Darah dalam jantung korban penggantungan (hanging)
warnanya lebih gelap dan konsistensinya lebih cair.

Penjeratan

Jerat (strangulation by ligature) adalah suatu strangulasi berupa


tekanan pada leher korban akibat suatu jeratan dan menjadi
erat karena kekuatan lain bukan karena berat badan korban.
 kekuatan jerat pada ujung tali jerat, pada gantung 
kekeatan karen berat badan
 jejas penjeratan bersifat horisontal bersilangan di atas dan
dibawah
 tanda asfiksia
49 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
 kausa mati menyerupai gantung diri
 pemeriksaan lokal menyerupai gantung diri hanya
bedanya pada penjeratan, jejeas bersifat horisontal

Ada 3 penyebab kematian pada jerat , yaitu :


1. Asfiksia
2. Iskemia
3. Vagal reflex (shock)

Ada 3 cara kematian pada kasus jeratan , yaitu :


1. Pembunuhan (paling sering).
2. Kecelakaan.
3. Bunuh diri.

Pembunuhan pada kasus jeratan (strangulation by ligature)


dapat kita jumpai pada kejadian infanticide dengan
menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan
hukuman mati (zaman dahulu).
Kecelakaan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat
kita temukan pada bayi yang terjerat oleh tali pakaian, orang
yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex menjadi
penyebab kematian pada orang yang bersenda gurau.
Bunuh diri pada kasus jeratan (strangulation by ligature)
mereka lakukan dengan cara melilitkan tali secara berulang
dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara
jeratan dan leher mereka masukkan tongkat lalu mereka
memutar tongkat tersebut.
Pemeriksaan tempat kejadian pada kasus jeratan (strangulation
by ligature) kita lakukan secara rutin sebagaimana pada kasus
yang lain. Kita hendaknya memperhatikan jeratan pada leher
korban dan cara melepaskan jeratan dari leher korban.

Ada 5 hal yang penting kita perhatikan pada kasus jeratan


(strangulation by ligature), antara lain :
1. Arah jerat mendatar / horisontal.

50 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
2. Lokasi jeratan lebih rendah daripada kasus
penggantungan (hanging).
3. Jenis simpul penjerat.
4. Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi, serbet,
serbet, dan lain-lain.
5. Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak menemukan
alat yang digunakan untuk menjerat.

Pemeriksaan otopsi pada kasus jeratan (strangulation by


ligature) mirip kasus penggantungan (hanging) kecuali pada :
1. Distribusi lebam mayat yang berbeda.
2. Alur jeratan mendatar / horisontal.
3. Lokasi jeratan lebih rendah.

Pencekikan (manual strangulasi)


Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi
berupa tekanan pada leher korban yang dilakukan dengan
menggunakan tangan atau lengan bawah.
 pakai tangan 1 atau 2
 bersifat pembunuhan
 status lokalis
o luka memer bulat panjang
o luka lecet bentuk bulan sabit  jika pakai tangan kiri
 jempoknya di kiri
 diagnosis menyerupai gantung diri
 sebab kematian menyerupai gantung diri

Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan , yaitu :


1. Asfiksia
2. Iskemia
3. Vagal reflex

Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan yaitu :


1. Pembunuhan (hampir selalu).
51 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
2. Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.

Ada 3 cara melakukan pencekikan (manual strangulasi), yaitu :


1. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan
korban.
2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau
di belakang korban.
3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau
di belakang korban.
Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban
ke arah pelaku maka ini disebut mugging.

Ada 3 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan luar


dari otopsi kasus pencekikan (manual strangulasi), antara lain :
1. Tanda asfiksia.
2. Tanda kekerasan pada leher (penting).
3. Tanda kekerasan pada tempat lain.

Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar otopsi yang dapat


kita temukan antara lain adanya sianotik, petekie, atau kongesti
daerah kepala, leher atau otak. Lebam mayat akan terlihat gelap.

Ada 2 tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu :
1. Bekas kuku.
2. Bantalan jari.

52 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Gambar. Pencekikan dengan bekas kuku dan goresan pada sisi
lehar

Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark, yaitu
luka lecet yang berbentuk semilunar/bulan sabit. Kadang-
kadang kita dapat menemukan sidik jari pelaku. Perhatikan
pula tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan
(right handed) ataukah tangan kiri (left handed). Arah
pencekikan dan jumlah bekas kuku (susunan bekas kuku) juga
tak luput dari perhatian kita. Tanda kekerasan pada tempat lain
dapat kita temukan di bibir, lidah, hidung, dan lain-lain. Tanda
ini dapat menjadi petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan
perlawanan.

53 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Ada 4 hal yang penting kita cari pada pemeriksaan dalam otopsi
bagian leher korban pada kasus pencekikan (manual
strangulasi), yaitu :
1. Perdarahan atau resapan darah.
2. Fraktur.
3. Memar atau robekan membran hipotiroidea.
4. Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum
pada mugging. Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari
pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah, dan mukosa &
submukosa pharing atau laring. Fraktur yang paling sering
kita temukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago
tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea.

Pembekapan
Pembekapan (smothering) adalah suatu suffocation dimana
lubang luar jalan napas yaitu hidung dan mulut tertutup secara
mekanis oleh benda padat atau partikel-partikel kecil.
 penutupan pada mulut dan hidung
 tanda asfiksia jelas
 rekonstruksi tangan yang dipakai  pakai tangan kiri 
jempol di kiri pipi korban

Ada 3 penyebab kematian pada pembekapan (smothering),


yaitu :
1. Asfiksia
2. Edema paru
3. Hiperaerasi

Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat


dari pembekapan (smothering).

Ada 3 cara kematian pada kasus pembekapan (smothering),


yaitu :

54 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
1. Kecelakaan (paling sering)
2. Pembunuhan
3. Bunuh diri

Ada 3 cara kecelakaan pada kematian kasus pembekapan


(smothering), yaitu :
1. Tertimbun tanah longsor atau salju.
2. Alkoholisme.
3. Bayi tertutup selimut atau mammae ibu.

Ada 3 cara pembunuhan pada kasus pembekapan (smothering),


yaitu :
1. Hidung dan mulut diplester.
2. Bantal ditekan ke wajah.
3. Serbet atau dasi dimasukkan ke dalam mulut.

Ada 3 cara bunuh diri pada kasus pembekapan (smothering),


yaitu :
1. Menggunakan plester atau kantong plastik.
2. Bantal yang diikatkan ke kepala.
3. Menggunakan dasi atau serbet.

Ada 3 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan otopsi


kasus pembekapan (smothering), yaitu :
1. Mencari penyebab kematian.
2. Menemukan tanda-tanda asfiksia.
3. Menemukan edema paru, hiperaerasi dan sianosis pada
kematian yang lambat.

Ada 3 hal penting yang kita cari untuk menemukan penyebab


kematian pada kasus pembekapan (smothering), yaitu :
1. Jika kita menemukan bantal, cari apakah ada tanda-tanda
kekerasan.
2. Cari ada tidaknya trauma tumpul di sekitar hidung dan
mulut.

55 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
3. Mencari ada tidaknya kain, handuk, dasi, serbet, atau pasir
dalam rongga mulut.

Burking merupakan kombinasi antara pembekapan


(smothering) dengan external pressure on the chest / traumatic
asphyxia. Pelaku melakukan burking dengan cara terlebih
dahulu melumpuhkan korban lalu menelentangkan korban dan
pelaku duduk diatas dada korban (traumatic asphyxia). Satu
tangan pelaku menutup hidung atau mulut korban
(smothering) sedangkan tangan yang lain menekan rahang ke
atas.
Tersedak (Chocking)
Tersedak (chocking) adalah suatu suffocation dimana ada
benda padat yang masuk dan menyumbat lumen jalan udara.
 oleh karena benda asing
 tanda asfiksia jelas
 awalnya batuk keras  asfiksia  mati

Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak (chocking), yaitu :


1. Kecelakaan (paling sering)
2. Pembunuhan (kasus infanticide)

Ada 3 macam kecelakaan yang dapat menimbulkan kematian


pada kasus tersedak (chocking), yaitu :
1. Gangguan refleks batuk pada alkoholisme.
2. Pada bayi atau anak kecil yang gemar memasukkan benda
asing ke dalam mulutnya.
3. Tonsilektomi, aspirasi, dan kain kasa yang tertinggal pada
anestesi eter.

Ada 4 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan otopsi


kasus tersedak (chocking), yaitu :
1. Mencari bahan penyebab dalam saluran pernapasan. Juga
kadang-kadang ada tanda kekerasan

56 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
1. di mulut korban.
2. Menemukan tanda asfiksia.
3. Mencari tanda-tanda edema paru, hiperaerasi dan
atelektasis pada kematian lambat.
4. Tersedak dapat terjadi sebagai komplikasi dari
bronkopneumonia dan abses.

Asfiksia traumatik
Asfiksia traumatik (external pressure of the chest) adalah
terhalangnya udara untuk masuk dan keluar dari paru-paru
akibat terhentinya gerak napas yang disebabkan adanya suatu
tekanan dari luar pada dada korban.
 penekanan rongga dada, rongga perut, diafragma
 penekanan dari luar
 co: desak desakan  O2 kurang  asfiksia

Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak (chocking), yaitu :


1. Kecelakaan (paling sering)
2. Pembunuhan (misalnya burking)

Ada 3 macam kecelakaan yang dapat menimbulkan kematian


pada korban kasus asfiksia traumatik (external pressure of the
chest), yaitu :
1. Terjepit antara lantai dengan elevator, antara 2 kendaraan,
atau antara dinding dengan kendaraan yang mundur.
2. Tertimbun runtuhan benda atau bangunan, pasir, atau
batubara.
3. Berdesakan di pintu sempit akibat panik.

Ada 2 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan otopsi


korban kasus asfiksia traumatik (external pressure of the chest),
yaitu :
1. Mencari tanda kekerasan di dada.
2. Menemukan tanda asfiksia.

57 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Tenggelam

Tenggelam (drowning) adalah suatu suffocation dimana jalan


napas terhalang oleh air / cairan sehingga terhisap masuk ke
jalan napas sampai alveoli paru-paru.

Ada 2 jenis mati tenggelam (drowning) berdasarkan posisi


mayat, yaitu :
1. Submerse drowning
2. Immerse drowning

Submerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi


sebagian tubuh mayat masuk ke dalam air, seperti bagian
kepala mayat.
Immerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi
seluruh tubuh mayat masuk ke dalam air.

Ada 2 jenis mati tenggelam berdasarkan penyebabnya, yaitu :


1. Dry drowning
2. Wet drowning
Dry drowning adalah mati tenggelam dengan inhalasi sedikit
air sedangkan wet drowning adalah mati tenggelam dengan
inhalasi banyak air.

Ada 2 penyebab kematian pada kasus dry drowning, yaitu :


1. Spasme laring (menimbulkan asfiksia).
2. Vagal reflex / cardiac arrest / kolaps sirkulasi.

Ada 3 penyebab kematian pada kasus wet drowning, yaitu :


1. Asfiksia.
2. Fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam dalam air tawar.
3. Edema paru pada kasus tenggelam dalam air asin (laut).

Ada 4 cara kematian pada kasus tenggelam (drowning), yaitu :

58 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
1. Kecelakaan (paling sering).
2. Undeterminated.
3. Pembunuhan.
4. Bunuh diri.

Ada 2 kejadian kecelakaan pada kasus mati tenggelam


(drowning) yang dapat kita jumpai, yaitu :
1. Kapal tenggelam.
2. Serangan asma datang saat korban sedang berenang.

Penyebab mati tenggelam (drowning) yang termasuk


undeterminated yaitu sulit kita ketahui cara kematian korban
karena mayatnya sudah membusuk dalam air.
Ada 2 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian
pembunuhan pada kasus mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Biasanya tangan korban diikat yang tidak mungkin
dilakukan oleh korban.
2. Kadang-kadang dapat kita temukan tanda-tanda kekerasan
sebelum korban ditenggelamkan.

Ada 4 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian


bunuh diri pada kasus mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Biasanya korban meninggalkan perlengkapannya.
2. Kita dapat temukan suicide note.
3. Kedua tangan / kaki korban diikat yang mungkin
dilakukan sendiri oleh korban.
4. Kadang-kadang tubuh korban diikatkan bahan pemberat.

Pada pemeriksaan luar otopsi, tidak ada patognomonis untuk


mati tenggelam. Ada 7 tanda penting yang
yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian
basah.
2. Lebam mayat biasanya sianotik kecuali mati tenggelam di
air dingin berwarna merah muda.

59 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
3. Kulit telapak tangan / telapak kaki mayat pucat (bleached)
dan keriput (washer woman's hands/feet).
4. Kadang-kadang terdapat cutis anserine / goose skin pada
lengan, paha dan bahu mayat.
5. Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat
(scheumfilz froth) yang bersifat melekat.
6. Bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar dari mulut /
hidung.
7. Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air / bahan
setempat berada dalam genggaman tangan mayat.

Ada 5 tanda penting yang yang memperkuat diagnosis mati


tenggelam (drowning) pada pemeriksaan dalam otopsi, yaitu :
1. Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti.
2. Saluran napas mayat berisi buih. Kadang-kadang berisi
lumpur, pasir, atau rumput air.
3. Lambung mayat berisi banyak cairan.
4. Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli.
5. Organ dalam mayat mengalami kongesti.

Di daerah tropis, tubuh mayat pada kasus mati tenggelam


(drowning) mulai membusuk pada hari ke-2 sedangkan di
daerah dingin, membusuk setelah 1 minggu. Pembusukan
tersebut ditandai oleh terkelupasnya kulit ari. Jika
pembusukannya merata, tubuh mayat akan mengapung di
permukaan air. Keadaan ini disebut floaten. Floaten biasanya
terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-6.

Perbedaan Tempat
Air laut Air Tawar
Paru paru besar dan berat Paru-paru besar dan ringan
Basah Relatif ringan
Bentuk besar kadang overlapping Bentuk biasa
Ungu biru dan permukaan licin Merah pucat dan emfisematous
Krepitasi tidak ada Krepitasi ada

60 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Busa sedikit dan banyak cairan Busa banyak
Dikeluarkan dari torak akan Dikeluarkan dari toraks tapi
mendatad dan ditekan akan kempes
menjadi cekung
Mati dalam 5-10 menit, 20 Mati dalam 5 menit, 40 ml.kgBB
ml/kgBB
Darah: Darah:
1. BJ 1,0595 -1,0600 1. BJ 1,055
2. Hipertonik 2. hipotonik
3. hemokonsentrasi dan edema 3. hemodilusi/hemolisis
paru 4. hiperkalemia
4. hipokalemia 5. hiponatremia
5. hipernatremia 6. hipoklorida
6. hiperklorida
Resusitasi lebih mudah Resusitasi aktif
Tranfusi dengan plasma Tranfusi dengan PRC

Ada 7 tanda intravitalitas mati tenggelam (drowning), yaitu :


1. Cadaveric spasme.
2. Perdarahan pada liang telinga tengah mayat.
3. Benda air (rumput, lumpur, dan sebagainya) dapat kita
temukan dalam saluran pencernaan dan saluran
pernapasan mayat.
4. Ada bercak Paltauf di permukaan paru-paru mayat.
5. Berat jenis darah pada jantung kanan berbeda dengan
jantung kiri.
6. Ada diatome pada paru-paru atau sumsum tulang mayat.
7. Tanda asfiksia tidak jelas, mungkin ada Tardieu's spot di
pleura mayat. Pada kasus mati tenggelam (drowning),
dapat kita temukan tanda-tanda adanya kekerasan berupa
luka lecet pada belakang kepala, siku, lutut, jari-jari
tangan, atau ujung kaki mayat.

Ada 4 macam pemeriksaan khusus pada kasus mati tenggelam


(drowning), yaitu :
1. Percobaan getah paru (lonset proef).
2. Pemeriksaan diatome (destruction test).
3. Penentuan berat jenis (BD) plasma.
61 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
4. Pemeriksaan kimia darah (gettler test).

Adanya cadaveric spasme dan tes getah paru (lonset proef)


positif menunjukkan bahwa korban masih hidup saat berada
dalam air.

Percobaan Getah Paru (Lonsef Proef)

Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef) yaitu


mencari benda asing (pasir, lumpur, tumbuhan, telur cacing)
dalam getah paru-paru mayat. Syarat melakukannya adalah
paru-paru mayat harus segar / belum membusuk.
Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef) yaitu
permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali) dengan menggunakan
pisau bersih lalu dicuci dan iris permukaan paru-paru.
Kemudian teteskan diatas objek gelas. Syarat sediaan harus
sedikit mengandung eritrosit. Evaluasi sediaan yaitu pasir
berbentuk kristal, persegi dan lebih besar dari eritrosit. Lumpur
amorph lebih besar daripada pasir, tanaman air dan telur
cacing. Ada 3 kemungkinan dari hasil percobaan getah paru
(lonsef proef), yaitu :
1. Hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain.
2. Hasilnya positif dan ada sebab kematian lain.
3. Hasilnya negatif.
Jika hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain
maka dapat kita interpretasikan bahwa korban mati karena
tenggelam. Jika hasilnya positif dan ada sebab kematian lain
maka ada 2 kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu
korban mati karena tenggelam atau korban mati karena sebab
lain. Jika hasilnya negatif maka ada 3 kemungkinan penyebab
kematian korban, yaitu :
1. Korban mati dahulu sebelum tenggelam.
2. Korban tenggelam dalam air jernih.
3. Korban mati karena vagal reflex / spasme larynx.
Jika hasilnya negatif dan tidak ada sebab kematian lain
maka dapat kita simpulkan bahwa tidak ada hal hal yang
62 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
menyangkal bahwa korban mati karena tenggelam. Jika
hasilnya negatif dan ada sebab kematian lain maka
kemungkinan korban telah mati sebelum korban dimasukkan
ke dalam air.

Pemeriksaan Diatome (Destruction Test)

Kegunaan melakukan pemeriksaan diatome adalah


mencari ada tidaknya diatome dalam paru-paru mayat. Diatome
merupakan ganggang bersel satu dengan dinding dari silikat.
Syaratnya paru-paru harus masih dalam keadaan segar, yang
diperiksa bagian kanan perifer paru-paru, dan jenis diatome
harus sama dengan diatome di perairan tersebut.
Cara melakukan pemeriksaan diatome yaitu ambil
jaringan paru-paru bagian perifer (100 gr) lalu masukkan ke
dalam gelas ukur dan tambahkan H2SO4. Biarkan selama 12
jam kemudian panaskan sampai hancur membubur & berwarna
hitam. Teteskan HNO3 sampai warna putih lalu sentrifus
hingga terdapat endapan hitam. Endapan kemudian diambil
menggunakan pipet lalu teteskan diatas objek gelas.
Interpretasi pemeriksaan diatome yaitu bentuk atau besarnya
bervariasi dengan dinding sel bersel 2 dan ada struktur bergaris
di tengah sel.
Positif palsu pada pencari pasir dan pada orang dengan
batuk kronik. Untuk hepar atau lien, tidak akurat karena dapat
positif palsu akibat hematogen dari penyerapan abnnormal
gastrointestinal.
Penentuan Berat Jenis (BD) Plasma Penentuan berat jenis
(BD) plasma bertujuan untuk mengetahui adanya hemodilusi
pada air tawar atau adanya hemokonsentrasi pada air laut
dengan menggunakan CuSO4. Normal 1,059 (1,0595-1,0600); air
tawar 1,055; air laut 1,065. Interpretasinya ditemukan darah pada
larutan CuSO4 yang telah diketahui berat jenisnya.

Pemeriksaan Kimia Darah (Gettler Test)


63 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Pemeriksaan kimia darah (gettler test) bertujuan untuk
memeriksa kadar NaCl dan kalium. Interpretasinya adalah
korban yang mati tenggelam dalam air tawar, mengandung Cl
lebih rendah pada jantung kiri daripada jantung kanan. Kadar
Na menurun dan kadar K meningkat dalam plasma. Korban
yang mati tenggelam dalam air laut, mengandung Cl lebih
tinggi pada jantung kiri daripada jantung kanan. Kadar Na
meningkat dan kadar K sedikit meningkat dalam plasma.

Pemeriksaan Histopatologi

Pada pemeriksaan histopatologi dapat kita temukan


adanya bintik perdarahan di sekitar bronkioli yang disebut
Partoff spot.

Catatan dr. Mursyad A, Sp.F


 di air tawar atau air laut
 ada lumpur  masuk air  ke dalam alveoli
 tanda-tanda tenggelam
o asfiksia pada umumnya
o muka bengkak, hitam, mata menonjol
o perdarahan pada telinga  tekanan intra telinga
meningkat  pemb. Darah telinga tengah pecah
o buih halus keluar dari mulut
o lidah menonjol, dan ada bekas gigitan pada lidah
o bulu roma berdiri
o kaku mayat muncul 0,5 jam post mortem
o cadaferik spasme
o pakaian basah, kuku keriput
o lebam mayat lebih gelap  hemokonsentrasi karena
air asin
o jika tenggelam di air tawar  hemodilusi  eritrosit
pecah, hiperkalemia  aritmia  kematian

64 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
o pembusukan di leher  air masuk ke saluran napas
(bengkak)
o ada air mani
 otopsi ke arah leher
o ada benda di saluran napas, buih, buih halus di
laring, trakea, bronkus dan sisa-sisa lumpur
o orang mati di air tawar  NaCl lebih tinggi di
ventrikel kiri daripada di ventrikel kakan
o otopsi  pada gaster  lumpur dari TKP
o pada paru  air masuk
 ada krepitasi (ada air dan udara di alveoli). Paru
ditekan tidak kembali (emfisema aquatum)
 tepi tumpul
 berat paru >> normal
 tes air  sedot dari alveoli  bandingkan
dengan air dari tempat tenggelam
 tes diatom
o sebab kematian
 asfiksia  air dan enda asing masuk ke lumen
saluran napas
 refleks vagal
 edema laring
 air  Hemodilusi/hemokonsentrasi  eritrosit
pecah  K+ keluar  hiperkalemia  fibrilasi
ventrikel

Sufokasi

Inhalation of suffocating gasses adalah suatu keadaan


dimana korban menghisap gas tertentu dalam jumlah
berlebihan sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi.
65 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
 kekurangan O2 di suatu tempat/daerah sekitarnya (daerah
tambang)
 tanda asfiksia
 tanda intoksikasi CO2
 tanda trauma seperti kejatuhan batu

Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation of


suffocating gasses, yaitu menghisap gas :
1. CO
2. CO2
3. H2S
Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2 banyak pada
sumur tua dan gudang bawah tanah. Gas H2S pada tempat
penyamakan kulit.

BAB VII
TRAUMATOLOGI

Definisi :

66 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari
tentang trauma atau perlukaan, cedera serta hubungannya
dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), yang kelainannya
terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan
akibat kekerasan yang menimbulkan jejas.
Ada tiga hal yang ciri khas/ hasil dari trauma yaitu :
1. Adanya luka
2. Perdarahan dan atau skar
3. Hambatan dalam fungsi organ

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh.


Keadaan ini dapat disebabkanoleh trauma benda tajam atau
tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik ,
atau gigitan hewan atau juga gangguan pada ketahanan
jaringan tubuh yang disebabkan oleh kekuatan mekanik
eksternal, berupa potongan atau kerusakan jaringan, dapat
disebabkan oleh cedera atau operasi.

Luka di klasifikasikan dapat dibagi berdasarkan :


1. Jenis Penetrasi yang terbagi atas luka tusuk, luka insisi,
luka bacok, luka memar, luka robek, luka tembak dan
luka gigitan.
2. Tingkat kebersihan dari kontaminasi bakteri terbagi atas
luka bersih, luka bersih yang terkontaminasi, luka
terkontaminasi dan luka kotor.
3. Waktu terjadinya terbagi atas luka akut ( sebelum 8 jam)
dan luka kronik

Diskripsi luka :
1. Lokalisasi (Letak luka terhadap garis ordinat atau absis pada
tubuh. Garis yang melalui tulang dada dan tulang belakang
dipakai sebagai ordinat.)
2. Ukuran, ditentukan :
 Ditentukan panjang luka
 Jumlah luka
 Sifat luka
67 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
 Ada atau tidaknya benda asing pada luka
 Luka terjadi saat masih hidup atau korban sudah mati
 Menyebabkan kematian atau tidak
 Cara terjadinya luka : bunuh diri, kecelakaan dan
pembunuhan

3. Jenis kekerasan yang menjadi penyebab luka


 Luka akibat kekerasan mekanis:
Luka akibat kekerasan oleh benda tumpul
Luka akibat kekerasan oleh benda tajam
Luka akibat kekerasan oleh tembakan senjata api
 Luka akibat kekerasan fisis:
Luka akibat kekerasan oleh suhu
tinggi atau rendah
Luka akibat kekerasan auditorik
Luka akibat kekerasan oleh arus
listrik dan petir
Luka akibat kekerasan radiasi
 Luka akibat kekerasan kimiawi:
Luka akibat kekerasan oleh asam
kuat
Luka akibat kekerasan oleh basa
kuat
Intoksikasi

Klasifikasi trauma (berdasarkan sifat dan penyebab) :


1. Trauma mekanik (Kekerasan oleh benda tajam, kekerasan
oleh benda tumpul, tembakan senjata)
2. Trauma Fisika (Suhu, listrik dan petir, akustik, radiasi,
tekanan udara)
3. Trauma Kimia (Asam basa atau kuat)
NB : Ada yang memisahkan trauma senjata api tersendiri
(balistik) terpisah dari trauma mekanik

68 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Patofisiologi Trauma

Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan kerusakan


tulang, pembuluh darah dan organ termasuk fraktur, laserasi,
kontusi, dan gangguan pada semua sistem organ, sehingga
tubuh melakukan kompensasi akibat ada trauma bila
kompensasi tubuh tersebut berlanjut tanpa dilakukan
penanganan akan mengakibatkan kematian seseorang.
Mekanisme kompensasi tersebut adalah :

1. Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan


peningkatan tekanan arteri dan vena, bronkhodilatasi,
takikardia, takipneu, capillary shunting, dan diaforesis.
2. Peningkatan heart rate. Cardiac output sebanding dengan
stroke volume dikalikan heart rate. Jika stroke volume
menurun, heart rate meningkat.
3. Peningkatan frekuensi napas. Saat inspirasi, tekanan
intrathoracik negatif. Aksi pompa thorak ini membawa
darah ke dada dan pre-loads ventrikel kanan untuk
menjaga cardiac output.
4. Menurunnya urin output. Hormon anti-diuretik dan
aldosteron dieksresikan untuk menjaga cairan vaskular.
Penurunan angka filtrasi glomerulus menyebabkan
respon ini.
5. Berkurangnya tekanan nadi menunjukkan turunnya
cardiac output (sistolik) dan peningkatan vasokonstriksi
(diastolik). Tekanan nadi normal adalah 35-40 mmHg.
6. Capillary shunting dan pengisian trans kapiler dapat
menyebabkan dingin, kulit pucat dan mulut kering.
Capillary refill mungkin melambat.
7. Perubahan status mental dan kesadaran disebabkan oleh
perfusi ke otak yang menurun atau mungkin secara
langsung disebabkan oleh trauma kepala.

69 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Trauma Mekanik

Trauma tumpul :
Benda tumpul : benda yang permukaannya tidak mampu utk
mengiris

Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah :


- Benda tumpul yg bergerak pd korban yg diam
- Korban yg bergerak pd benda tumpul yg diam

Sifat luka akibat persentuhan dengan permukaan tumpul :


1. Memar (kontusio, hematom)
2. Luka Lecet
- Luka Lecet Tekan
- Luka Lecet Geser
3. Luka Robek
4. Patah tulang
Luka memar à diskontinuitas PD& jar di bwh kulit tanpa
rusaknya jar. Kulit
Teraba menonjol à pengumpulan darah di jar sekitar PD rusak
Bentuk luka à Menyerupai benda yang mengenai

Luka Lecet à tjd pd epidermis – gesekan dgn benda yang


permukaannya kasar
Luka Lecet Tekan à arah kekerasan tegak lurus pd permukaan
tubuh, epidermis yang tertekan à melesak kedalam
Luka Lecet Geser à arah kekerasan miring/membentuk sudut à
epidermis terdorong & terkumpul pd tmpt akhir gerak benda
tersebut
Luka Lecet Regang à diskontinuitas epidermis akibat
peregangan yang letaknya sesuai dengan garis kulit

Luka robek à terjadi pada epidermis/jaringan dibawahnya


akibat kekerasan yang mengenainya melebihi elastisitas
kulit/jar
Syarat : kekuatan peregangan > elastisitas kulit
70 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Patah tulang
o Bentuk : tgt sifat benda penyebab
o Perubahan berdasarkan waktu
o Dampak patofisiologi : perdarahan, disfungsi, kerusakan
jaringan sekitar, emboli lemak dan sumsum tulang

Fraktur tulang kepala


Terjadi akibat trauma langsung terhadap skull. Adanya fraktur
tidak selalu disertai dgn adanya cedera otak namun
manunjukkan adanya benturan yg cukup kuat dan sebaikknya
dievaluasi untuk tau ada tidaknya cedera tambahan.
Benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan :
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar
padabenda yang lain dibentur oleh benda yang bergerak
(kepala tergencet)
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup
yang disebabkan oleh hantaman pada otak bagian dalam pada
sisi yang terkena dan contre coup terjadi pada sisi yang
berlawanan dengan arah benturan.
Luas dan tipe fraktur ditentukan oleh beberapa hal, yaitu :
- Besarnya energi yang membentur kepala (Energi
kinetik objek)
- Arah Benturan
- Bentuk tiga dimensi objek yang membentur
- Lokasi Anatomis tulang tengkorak tempat benturan
terjadi
Tipe Fraktur pada cedera kepala, yaitu :
1. Fraktur simple : Pecahnya tulang kepala yg tidak disertai
kerusakan kulit
2. Fraktur Linier : Pecahnya tulang kepala yg menyerupai garis
tipis tanpa distorsi tulang
3. Fraktur depresi : Pecahnya tulang kepala dengan penekanan
sebagian tulang kedalam otak.

71 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
4. Fraktur compound : Pecahnya tulang disertai dengan rusak
atau hilangnya kulit

Tergantung kecepatan dan gaya


- depressed jika permukaan yang mengenai kepala tidak
luas
- radiar
- hole/stellata jika benda yang mengenai kepala
permukaannya kecil dan berkecepatan/berenergi tinggi,
contoh : luka tembak
Jika kepala bergerak ke permukaan rata&diam : patah linier
Fraktur basis kranii :
Fraktur yg terjadi pada tulang yg membentuk dasar tengkorak.
- gaya langsung ke basis kranii
- gaya ke dagu melalui rami mandibulae
Adanya Rhinorea jika bercampur dgn darah kadang2 sulit
dibedakan dengan epistaksis. Beberapa cara untuk
membuktikan adanya rhinorea yaitu :
1. Darah tersebut tidak akan membeku karena bercampur CSS
2. Tanda “Double Ring atau Hallo Sign” yaitu jika setetes
cairan diletakkan diatas kertas tissue/koran maka darah akan
terkumpul ditengah dan sekitarnya masih terbentuk
rembesan cairan (CSS) yg membentuk cincin kedua yg
mengelilingi lingkaran pertama.
3. Pemeriksaan Beta-2-transferrin yg merupakan marker
spesifik untuk CSS.
- Jika terdapat kecurigaan adanya fraktur, jangan
memasang NGT krn dapat melewati lempeng
kribriformis yang sudah fraktur dan masuk ke
intracranial.
- Jika fraktur melibatkan kanalis optikus, dapat
mencederai N. Optikus sehingga tjd gangguan visus.

Ring fraktur :gaya dari atas ke bawah

72 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Perdarahan intrakranial :
Dapat berbentuk lesi fokal (Perdarahan epidural, perdarahan
subdural, kontusio dan perdarahan intraserebral) maupun lesi
difus.

• Epidural hematom : klot terletak diluar duramater, namun


di dalam tengkorak
– A.meninge media
– Temporal (50%), oksipital (15%)
– Prognosis baik bila dilakukan penanganan segera
karena cedera otak disekitarnya biasanya terbatas.

• Subdural/subarachnoid bleeding : >> ditemukan pada


penderita dengan cedera kepala berat.
– Tjd karena robeknya vena bridging, Sinus draining,
focus laserasi atau kontusio
– Delayed : subdural
– Spontan : leukaemia, tumor, infeksi
– Kerusakan otak biasanya sangat lebih berat dan
prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural
– Mortalitas umumnya 60% namun mungkin diperkecil
oleh tindakan operasi yg sangat segera dan
pengelolaan medis agresif.
● Kontusi dan hematoma intraserebral : hamper selalu
berkaitan dengan hematoma subdural
- >> dilobus frontal dan temporal
Cedera Difusa membentuk kerusakan otak berat progresif yg
berkelanjutan, disebabkan oleh meningkatnya jumlah cedera
akselerasi deselerasi otak.

Doktrin Monroe Kellie :


Vblood + Vbrain + V LCS = konstan

73 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Konsep utama : volume intracranial selalu konstan (rongga
kranium tidak mungkin mekar). Tekanan Intra Kranial (TIK)
yang normal tidak berarti tidak ada lesi massa intakranial,
karena TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai
penderita mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase
ekspansional.
TIK normal : 50-200 mmH2O (4-15 mmHg)
Kapasitas ruang cranial : otak (1400 g), LCS (75 ml), darah (75
ml)
Perubahan kompensatoris dapat melalui :
- pengalihan LCS ke rongga spinal
- peningkatan aliran vena dari otak
- sedikit tekanan pada jaringan otak
peningkatan TIK sampai 33 mmHg (450 mmH2O) akan
menurunkan aliran darah otak secara signifikan

Trauma tajam
Benda tajam à benda yg permukaannya mampu mengiris
sehingga kontinuitas jaringan hilang
- Luka iris à dalam luka < panjang irisan luka
arah trauma sejajar permukaan kulit
- Luka tusuk à dalam luka > panjang luka
arah trauma tegak lurus permukaan kulit
- Luka bacok à dalam ± = panjang luka
arah trauma ± 45° dari permukaan kulit dan
tergantung beratnya benda yang di pakai.

Ciri-ciri luka karena benda tajam :


 Tepinya rata
 Sudut luka tajam
 Tidak ada jembatan jaringan
 Sekitar luka bersih tidak ada memar
 Bila lokasinya pada kepala maka rambutnya terpotong

Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa :

74 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
1. Luka iris atau sayat (panjang > dalam)

2. Luka Tusuk (dalam > panjang > lebar) ada beberapa faktor
yang mempengaruhi bentuk luka tusuk seperti reaksi
korban atau saat pisau keluar sehingga lukanya menjadi
tidak khas adapun pola yang sering ditemukan yaitu :
a. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian,
dan kemudian ditusukkan kembali melalui saluran yang
berbeda
b. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan
mengarahkan ke salah satu sudut, sehingga luka yang
terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada
permukaan kulit seperti ekor.
c. Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam
ditusukkan ke arah lain, sehingga saluran luka menjadi
lebih luas
d. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan
mengggunakan titik terdalam sebagai landasan, sehingga
saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada
bagian superfisial
e. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya.
Sudut luka berbentuk ireguler dan besar.

3. Luka Bacok (panjang = dalam) luka ini tergantung dua


faktor yaitu :
a. Jenis senjata biasanya senjata yang digunakan sedikit
tajam/ tajam dan relatif berat seperti kapak atau
parang.
b. Tenaga yang digunakan biasanya lebih besar dari
luka tusuk atau luka iris.

75 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Perbedaan luka pada trauma tajam dan trauma tumpul

No Pembeda Tajam Tumpul


1. bentuk luka Teratur tidak
2. tepi Rata tidak rata
3. jembatan jar tdk ada ada/tdk
4. folikel rmbtya/tidak tidak
terpotong
5. dasar luka garis/titik tdk teratur
6. sekitar luka bersih bs lecet/memar

Perbedaan hematom (luka memar) dan lebam mayat

HEMATOM LEBAM MAYAT


Kejadian intravital Kejadian post mortem
Terdapat pembengkakan Pembengkakan (-)
Darah tidak mengalir Darah akan mengalir keluar
dari pembuluh darah yang
tersayat
Penampang sayatan Jika dialiri air penampang
nampak merah kehitaman sayatan nampak bersih

76 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Ciri-ciri luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus
pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan :
Pembunuhan Bunuh Diri Kecelakaan
Lokasi luka Sembarang Terpilih Terpapar
 luka Banyak Banyak >1
Pakaian Terkena Tidak Terkena
Luka (+) (-) (-)
tangkisan
Luka (-) (+) (-)
percobaan
Cedera Mungkin ada (-) Mungkin ada
Sekunder

LUKA TEMBAK

Ciri-ciri utama luka tembak ialah biasanya luka tembak


menghasilkan 2 buah luka:
1. Luka Tembak Masuk:
luka tembak tempel
luka tembak jarak dekat
luka tembak jarak jauh
2. Luka Tembak Keluar (luka tembus)

Luka tembak masuk Luka tembak keluar


Ukurannya kecil (berupa satu Ukurannya lebih besar dan
titik/stelata/bintang), karena lebih tidak teratur
peluru menembus kulit dibandingkan luka tembak
seperti bor dengan kecepatan masuk, karena kecepatan

77 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
tinggi peluru berkurang hingga
menyebabkan robekan
jaringan.
Pinggiran luka melekuk Pinggiran luka melekuk
kearah dalam karena peluru keluar karena peluru
menmebus kulit dari luar menuju keluar.
Pinggiran luka mengalami Pinggiran luka tidak
abrasi mengalami abrasi.
Bisa tampak kelim lemak. Tidak terdapat kelim
lemak
Pakaian masuk kedalam Tidak ada
luka, dibawa oleh peluru
yang masuk.
Pada luka bisa tampak hitam, Tidak ada
terbakar, kelim tato atau
jelaga.
Pada tulang tengkorak, Tampak seperti gambaran
pinggiran luka bagus mirip kerucut
bentuknya.
Bisa tampak berwarna merah Tidak ada
terang akibat adanya zat
karbon monoksida.
Di sekitar luka tampak kelim Tidak ada
ekimosis.
Perdarahan hanya sedikit. Perdarahan lebih banyak
Pemeriksaan radiologi atau Tidak ada
analisa aktivitas netron
mengungkapkan adanya
lingkaran timah atau zat besi
di sekitar luka.

78 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Faktor-faktor yang mempengaruhi cedera akibat senjata api :
Jenis peluru
Kecepatan peluru
Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat
penembakan
Densitas jaringan tubuh dimana peluru masuk
Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan
1. Jika senjata ditembakkan pada jarak yang sangat dekat atau
menempel dengan kulit :
 Jaringan subkutan 5 sampai 7,5 cm disekitar luka
tembak masuk mengalami laserasi
 Kulit disekitar luka terbakar atau hitam karena asap.
Kelim tato terjadi karena bubuk mesiu senjata yang tidak
terbakar.
 Rambut di sekitar luka hangus.
 Pakaian yang menutupi luka terbakar karena percikan
api dari senjata.
 Walaupun jarang bisa ditemukan bercak berwarna
abu-abu atau putih di sekitar luka. Hal ini terjadi jika
bubuk mesiu tidak berasap dan tidak terdapat bagian
kehitaman pada kulit.
2. Tembakan jarak dekat
 Jaraknya adalah 30-45 cm dari kulit.
 Ukuran luka lebih kecil dibandingkan peluru
 Warna hitam dan kelim tato lebih luar disekitar luka
 Tidak ada luka bakar atau kulit yang hangus.
3. Tembakan jarak jauh
 Jaraknya adalah di atas 45 cm.
 Ukuran luka jauh lebih kecil dibandingkan peluru.
 Kehitaman atau kelim tato tidak ada
 Bisa tampak kelim lecet. Jika peluru menyebabkan
gesekan pada lubang tempat masuk dan menyebabkan
lecet, maka di sebut kelim lecet.

Deskripsi Luka Tembak


79 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
1. Lokasi
 jarak dari puncak kepala atau telapak kaki serta ke
kanan dan kiri garis pertengahan tubuh
 lokasi secara umum terhadap bagian tubuh
2. Deskripsi luka luar
 ukuran dan bentuk
 lingkaran abrasi, tebal dan pusatnya
 luka bakar
 lipatan kulit, utuh atau tidak
 tekanan ujung senjata
3. Residu tembakan yang terlihat
 grains powder
 deposit bubuk hitam, termasuk korona
 tattoo
 metal stippling
4. Perubahan
 oleh tenaga medis
 oleh bagian pemakaman
5. Track
 penetrasi organ
 arah
 kerusakan sekunder
 kerusakan organ individu
6. Penyembuhan luka tembakan
 titik penyembuhan
 tipe misil
 tanda identifikasi
 susunan
7. Luka keluar
 lokasi
 karakteristik
8. Penyembuhan fragmen luka tembak
9. Pengambilan jaringan untuk menguji residu

Trauma Fisik

80 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
1. Dry Heat (Burn Heat / Luka Bakar)
Dry heat (burn heat / luka bakar) adalah luka bakar yang
diakibatkan oleh persentuhan tubuh dengan api atau benda
panas (bukan cairan).

Ada 2 reaksi dari tubuh korban :


1. Reaksi lokal
2. Reaksi umum

Ada 4 reaksi lokal dari tubuh korban :


Eritem dengan ciri-ciri : epidermis intak, kemerahan, sembuh
tanpa meninggalkan sikatriks.
Vesikel, bulla & bleps dengan albumin atau NaCl tinggi.
Necrosis coagulativa dengan ciri-ciri : warna coklat gelap
hitam dan sembuh dengan meninggalkan sikatriks (litteken).
Karbonisasi (sudah menjadi arang).

Derajat luka bakar :


Luka akibat suhu tinggi (luka bakar)
 Luka bakar derajat 1 (superficial burn)
 Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn)
 Luka bakar derajat 3 (full thickness burn)
 Luka bakar derajat 4 (hitam bagai arang, nekrotik)

Ada 3 reaksi umum dari tubuh korban :


1. Heat exhaustion
2. Heat stroke / sun stroke / pingsan panas
3. Heat cramp

Ada 8 gejala heat exhaustion :


1. Badan panas
2. Pusing
3. Pucat
4. Berkeringat
5. Otot lemah
6. Suhu tubuh turun
81 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
7. Nadi irreguler
8. Kolaps sirkuler

Ada 3 hal yang dapat kita temukan pada otopsi sebagai tanda
adanya reaksi heat exhaustion :
1. Arteriosklerosis arteri koroner.
2. Darah berwarna gelap di jantung.
3. Organ dalam mengalami kongesti.
Heat stroke / sun stroke / pingsan panas diakibatkan oleh
terjadinya paralise centrum di medulla. Keadaan ini dapat
terjadi pada udara yang panas (1000F) dan lembab serta telah
berlangsung beberapa hari.

Ada 6 gejala heat stroke / sun stroke / pingsan panas :


1. Badan panas
2. Pusing
3. Sakit kepala
4. Nadi cepat & penuh
5. Kolaps sirkuler
6. Shock sampai beresiko mati dengan tubuh kemerahan

Ada 6 hal pada otopsi tanda adanya reaksi heat stroke :


1. Darah berwarna merah gelap.
2. Organ mengalami kongesti.
3. Perdarahan otak, epicard, endocard atau bundle of his.
4. Degenerasi sel-sel ganglion.
5. Kongesti (edem berat).
6. Perdarahan kecil pada ventrikel III & IV.

Heat cramp dapat terjadi pada individu yang bekerja dalam


ruangan yang bersuhu tinggi. Kita dapat melakukan terapi
terhadap reaksi heat cramp dengan menggunakan campuran air
& garam atau larutan PZ IV bila korban mengalami konvulsi.

Ada 5 gejala umum dry heat (burn heat / luka bakar), yaitu :
Nyeri yang sangat hebat  shock dan kematian.
82 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Pugilistik attitude / coitus attitude berupa ekstremitas fleksi,
kulit menjadi arang & mengelupas. Ekstremitas fleksi akibat
koagulasi protein. Ekstremitas fleksi tidak sampai
menimbulkan rigor mortis.
Otot merah gelap, kering, berkontraksi dan jari-jari
mencengkeram.
Bukan tanda intravital.
Fraktur tengkorak  pseudoepidural hematom (bedakan
dengan epidural hematom).

Pseudoepidural Hematom Epidural Hematom


Warna bekuan darah coklat. Warna bekuan darah hitam.
Konsistensi rapuh. Konsistensi kenyal. Bentuk otak mengkerut
seluruhnya. Bentuk otak cekung sesuai dengan bekuan darah.
Garis patah tidak menentu. Garis patah melewati sulcus arteri
meningeal.

Penyebab kematian pada kasus dry heat ada 3 kategori, yaitu :


Cepat : shock primer (neurogenis) & asfiksia
Sedang : shock dehidrasi
Lambat : shock dehidrasi, acute renal failure, infeksi &
sepsis, ulcus curling, autointoksikasi, dan pneumonia
hipostatik.

Luas dry heat (burn heat / luka bakar) dapat kita tentukan
dengan menggunakan rule of nine, yaitu :
 9% : permukaan kepala & leher; dada; punggung; perut;
pinggang; ekstremitas atas kanan; ekstremitas atas kiri.
 18% : permukaan ekstremitas bawah kanan; ekstremitas
bawah kiri.
 1% : permukaan alat kelamin.

Tingkat II yaitu luas dry heat 30%  membahayakan jiwa.


Kematian karena gas karbon monoksida (CO) :
 Biasanya terjadi pada kebakaran gedung besar.
 Biasanya dry heat (burn heat / luka bakar) hanya sedikit.
83 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
 Ada jelaga pada lubang hidung.
 Saluran napas terdapat jelaga atau lendir; mukosa edema &
kemerahan.
 Lebam mayat yang berwarna merah cherry akibat
terbentuknya senyawa HbCO (hemoglobin tereduksi).
 Diagnosa pasti dapat kita tentukan dengan melakukan
pemeriksaan saturasi, yaitu lebih 10%. Gas karbon
monoksida (CO) 210 kali lebih kuat dari gas oksidan (O2)
dalam mengikat hemoglobin.

2. Trauma Dingin (Cold Trauma)


Insiden trauma dingin (cold trauma / frost bite / immertion
foot) jarang terjadi dan biasanya terdapat di negara yang
bermusim dingin. Lokasinya bisa pada tangan, kaki, hidung,
telinga, dan pipi. Ada 2 cara kematian kasus trauma dingin
(cold trauma / frost bite / immertion foot), yaitu :
1. Kecelakaan
2. Pembunuhan (infanticide)

Ada 2 reaksi dari tubuh korban trauma dingin :


1. Reaksi lokal
2. Reaksi umum

Ada 2 reaksi lokal :


 Kulit korban pucat akibat vasokonstriksi  kemerahan
akibat vasodilatasi karena paralisis vasomotor center.
 Kulit korban lalu berubah menjadi merah kehitaman,
membengkak (skin blister), gatal dan nyeri. Kemudian
timbul gangren superfisial yang irreversibel.

Ada 8 reaksi umum :


 Kulit korban pucat dan menggigil. Kita dapat menemukan
cutis anserina.
 Kepucatan yang bercampur warna sianosis. Hal ini karena
darah "dipaksa" masuk kembali ke dalam pembuluh darah
perifer akibat organ dalam mengalami kongesti.
84 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
 Lethargy, koma, dan akhirnya mati bila tubuh korban lama
terpapar dingin.
 Pada pemeriksaan otopsi, jantung korban berisi darah
berwarna merah cerah.
 Organ dalam mengalami kongesti hebat.
 Tengkorak korban dapat retak pada bagian sutura.
 Lebam mayat berwarna merah cerah yang bercampur
bercak berwarna merah gelap.
 Cairan tubuh korban berubah menjadi es jika tubuh
korban lama baru kita temukan.

3. Trauma listrik (Electrical Injury)


Ada 2 jenis tenaga yaitu :
 Tenaga listrik alam seperti petir dan kilat.
 Tenaga listrik buatan meliputi arus listrik searah (DC) seperti
telepon (30-50 volt) dan tram listrik (600-1000 volt) dan arus
listrik bolak-balik (AC) seperti listrik rumah, pabrik, dll
Arus listrik bergerak dari tempat yang berpotensial tinggi
ke potensial rendah. Arahnya sama dengan arah gerak muatan-
muatan positif (berlawanan arah dengan elektron-elektron).
Bagian-bagian listrik, antara lain :
1. Arus listrik (I)
a. Arus listrik searah atau direct current (DC)
mengalir secara terus menerus ke satu arah, dipakai
dalam industri elektrolisa, misalnya pada pemurnian
dan pelapisan/penyepuhan logam. Juga digunakan
pada telefon (30-50 volt), dan kereta listrik (600-1500
volt). Sumber misalnya batere dan accu.
b. Arus listrik bolak-balik atau alternating current (AC)
mengalir bolak-balik, digunakan di rumah-rumah dan
pabrik-pabrik, biasanya 110 volt atau 220 volt, jauh
lebih berbahaya daripada arus DC, tubuh manusia 4-6
kali lebih sensitif terhadap arus AC.
2. Frekuensi listrik
Satuan : cycle per second atau hertz, yang paling sering
digunakan 50 dan 60 hertz, yang paling tinggi 1 jt hertz
85 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
dengan voltage 20.000-40.000 volt tidak begitu berbahaya
dapat digunakan sebagai diatermi. Tubuh sangat tidak
peka terhadap frekuensi yang sangat tinggi atau sangat
rendah, contohnya kurang dari 40 hertz atau lebih dari
1.000 hertz.

3. Tegangan (voltage/V)
Satuan : volt. 1 volt = tenaga listrik yang dibutuhkan untuk
menghasilkan intensitas listrik sebesar 1 ampere melalui
sebuah konduktor (penghantar) yang memiliki tahanan
sebesar 1 ohm.
 Voltase rendah (110-460 V) misalnya penerangan,
pabrik, tram listrik.
 Voltase tinggi (= 1.000 V) misalnya transpor arus listrik.
 Voltase sangat tinggi (20.000-1.000.000 V) misalnya deep
X-rays therapy dan diatermi. Diatermi : frekuensi 1 juta
Hz dan tegangan 20 ribu - 40 ribu volt. Kuat arus yang
sering kita gunakan dibawah 6 ampere. Let go current =
kuat arus dari aliran listrik dimana korban masih bisa
melepaskan diri darinya.
4. Tahanan/hambatan listrik (resistance/R)
Satuan : ohm. Menurut hukum Ohm, besarnya
intensitas listrik (I) sama dengan besarnya
tegangan/voltage (V) dibagi dengan tahanan (R) dari
medium.
Panas yang terjadi tergantung dari : V
1. banyaknya arus I = -----
2. lamanya kontak R
3. besarnya hambatan W = I2 R t
Hal ini sesuai dengan rumus :
Keterangan : W = panas yang dihasilkan (kalori)
I = kuat arus (ampere)
R = hambatan (ohm)
t = waktu (detik)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efek Listrik pada Tubuh


86 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
1. jenis / macam aliran listrik
Arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC). Banyak
kematian akibat sengatan arus listrik AC dengan tegangan
220 volt. Suatu arus AC dengan intensitas 70-80 mA 
kematian, sedangkan arus DC dengan intensitas 250 mA
masih dapat ditolerir tanpa menimbulkan kerusakan.
2. tegangan / voltage
Hanya penting untuk sifat-sifat fisik saja, sedangkan pada
implikasi biologis kurang berarti. Voltage yang paling
rendah yang sudah dapat menimbulkan kematian manusia
 50 volt. Makin tinggi voltage akan menghasilkan efek
yang lebih berat pada manusia baik efek lokal maupun
general. +60% kematian akibat listrik arus listrik dengan
tegangan 115 volt. Kematian akibat aliran listrik tegangan
rendah terutama oleh karena terjadinya vibrilasi ventrikel,
sementara itu pada tegangan tinggi disebabkan oleh
karena trauma elektrotermis.
3. tahanan / resistance
Tahanan tubuh bervariasi pada masing-masing jaringan,
ditentukan perbedaan kandungan air pada jaringan
tersebut. Tahanan yang terbesar terdapat pada kulit tubuh,
akan menurun besarnya pada tulang, lemak, urat syaraf,
otot, darah dan cairan tubuh. Tahanan kulit rata-rata 500-
10.000 ohm.
Di dalam lapisan kulit itu sendiri bervariasi derajat
resistensinya, hal ini bergantung pada ketebalan kulit dan
jumlah relatif dari folikel rambut, kelenjar keringat dan
lemak. Kulit yang berkeringat lebih jelek daripada kulit
yang kering. Menurut hitungan Cardieu, bahwa
berkeringat dapat menurunkan tahanan sebesar 3000-2500
ohm. Pada kulit yang lembab karena air atau saline, maka
tahanannya turun lebih rendah lagi antara 1200-1500 ohm.
Tahanan tubuh terhadap aliran listrik juga akan menurun
pada keadaan demam atau adanya pengaruh obat-obatan
yang mengakibatkan produksi keringat meningkat.

87 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Pertimbangkan tentang ”transitional resistance”, yaitu
suatu tahanan yang menyertai akibat adanya bahan-bahan
yang berada di antara konduktor dengan tubuh atau antara
tubuh dengan bumi, misalnya baju, sarung tangan karet,
sepatu karet, dan lain-lain.
4. kuat arus / intensitas /amperage
Adalah kekuatan arus (intensitas arus) yang dapat
mendeposit berat tertentu perak dari larutan perak nitrat
perdetik. Satuannya : ampere. Arus yang di atas 60 mA dan
berlangsung lebih dari 1 detik dapat menimbulkan
vibrilasi ventrikel.
Berikut ini disajikan sebuah tabel mengenai efek
aliran listrik terhadap tubuh (Lobl. O, 1959) : 1
mA Efek
1,0 Sensasi, ambang arus
1,5 Rasa yang jelas, persepsi arus
2,0 Tangan mati rasa
3,5 Tangan terasa ringan dan kaku
4,0 Parestesia lengan bawah
5,0 Tangan tremor dan lengan bawah spasme
7,0 Spasme ringan yang luas sampai lengan atas
10,0 Dapat sengaja melepaskan diri dari arus listrik
15,0 Kontraksi otot-otot fleksor mencegah terlepas dari
aliran listrik
20,0 Kontraksi otot yang sangat sakit

Dikatakan bahwa kuat arus sebesar 30 mA adalah


batas ketahanan seseorang, pada 40 mA dapat
menimbulkan hilangnya kesadaran dan kematian akan
terjadi pada kuat arus 100 mA atau lebih.

Koeppen menggolongkan akibat kecelakaan listrik


dalam 4 kelompok yaitu :

88 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
a. Kelompok I : kuat arus < 25 mA AC (DC antara 25-80
mA) dengan transitional R yang tinggi efek yang
berbahaya (-).
b. Kelompok II : kuat arus 25-80 mA AC (DC 80-300 mA) dg
transitional R < dari kel.I  hilangnya kesadaran,
aritmia dan spasme pernafasan.
c. Kelompok III : Kuat arus 80-100 mA AC (DC 300 mA -
3A), transitional R < dari kel. II. Jk t = 0,1-0,3s , efek
biologisnya sama dg kel. II. Jk > 0,3s  vibrilasi
ventrikel irreversibel.
d. Kelompok IV : kuat arus > 3A  cardiac arrest
5. adanya hubungan dengan bumi / earthing
Sehubungan dengan faktor tahanan, maka orang yang
berdiri pada tanah yang basah tanpa alas kaki, akan lebih
berbahaya daripada orang yang berdiri dengan
mengggunakan alas sepatu yang kering, karena pada
keadaan pertama tahanannya rendah.
6. lamanya waktu kontak dengan konduktor
Makin lama korban kontak dengan konduktor 
makin banyak jumlah arus yang melalui tubuh 
kerusakan tubuh akan bertambah besar&luas. Dengan
tegangan yang rendah  spasme otot-otot  korban malah
menggenggam konduktor  arus listrik akan mengalir lbh
lama  korban jatuh dalam keadaan syok yang
mematikan Sedangkan pada tegangan tinggi  segera
terlempar atau melepaskan konduktor atau sumber listrik
yang tersentuh, karena akibat arus listrik dengan tegangan
tinggi tersebut dapat menyebabkan timbulnya kontraksi
otot, termasuk otot yang tersentuh aliran listrik tersebut.
7. aliran arus listrik (path of current)
Adalah tempat-tempat pada tubuh yang dilalui oleh
arus listrik sejak masuk sampai meninggalkan tubuh.
Letak titik masuk arus listrik (point of entry) & letak titik
keluar bervariasi  efek dari arus listrik tersebut
bervariasi dari ringan sampai berat. Arus listrik masuk dari
sebelah kiri bagiah tubuh lebih berbahaya daripada jika
89 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
masuk dari sebelah kanan. Bahaya terbesar bisa timbul
jika jantung atau otak berada dalam posisi aliran listrik
tersebut. Bumi dianggap sebagai kutub negatif. Orang
yang tanpa alas kaki lebih berbahaya kalau terkena aliran
listrik, sepatu dapat berfungsi sebagai isolator, t.u sepatu
karet

8. faktor-faktor lain
a. adanya penyakit-penyakit tertentu yang sudah ada pada
korban sebelumnya, seperti penyakit jantung, kondisi
mental yang menurun,dsb, yang dapat memperberat efek
listrik pada tubuh manusia sampai timbulnya kematian.
b. Antisipasi terhadap syok.
c. Kelengahan atau kekurang hati-hatian.
d. Luas kontak dengan arus listrik.
e. Kesadaran adanya arus listrik.
f. Kebiasaan dan pekerjaan.
g. Konstitusi tubuh yaitu tubuh kurus dan gemuk.

Cara Kematian
Paling sering : kecelakaan, jarang terjadi karena
pembunuhan atau bunuh diri. Oleh karena itu pemeriksaan
Tempat Kejadian Perkara (TKP) sangat penting.

Patofisiologi
Elektron mengalir secara abnormal melalui tubuh
menghasilkan cedera dengan atau kematian melalui
depolarisasi otot dan syaraf, inisiasi abnormal irama elektrik
pada jantung dan otak, atau menghasilkan luka bakar elektrik
internal maupun eksternal melalui panas dan pembentukan
pori di membran sel. Arus yang melalui otak, baik voltase
rendah maupun tinggi mengakibatkan penurunan kesadaran
segera karena depolarisasi syaraf otak. AC dapat menghasilkan
ventrikular fibrilasi jika jalurnya melalui dada. Aliran listrik
yang lama membuat kerusakan iskemik otak terutama yang
90 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
diikuti gangguan nafas. Seluruh aliran dapat mengakibatkan
mionekrosis, mioglobinemia, dan mioglobinuria dan berbagai
komplikasi. Selain itu dapat juga mengakibatkan luka bakar.

Sebab Kematian
Kebanyakan oleh energi listrik itu sendiri. Sering trauma
listrik disertai trauma mekanis. Ada kasus karena listrik yang
menyebabkan korban jatuh dari ketinggian, dalam hal ini sukar
untuk mencari sebab kematian yang segera.
Sebab kematian karena arus listrik yaitu :
1. Ventrikel fibrilasi
Tergantung ukuran badan dan jantung. Dalziel (1961)
memperkirakan pada manusia arus yang mengalir sedikitnya
70 mA dalam waktu 5 detik dari lengan ke tungkai akan
menyebabkan fibrilasi. Yang paling berbahaya adalah jika
arus listrik masuk ke tubuh melalui tangan kiri dan keluar
melalui kaki yang berlawanan/kanan. Kalau arus listrik
masuk ke tubuh melalui tangan yang satu dan keluar melalui
tangan yang lain maka 60% yang meninggal dunia.
2. Respiratori paralisis
Akibat spasme dari otot-otot pernafasan, sehingga
korban meninggal karena asfiksia, sehubungan dengan
spasme otot-otot karena jantung masih tetap berdenyut
sampai timbul kematian. Terjadi bila arua listrik yang
memasuki tubuh korban di atas nilai ambang yang
membahayakan, tetapi masih di batas bawah yang dapat
menimbulkan ventrikel fibrilasi. Menurut Koeppen, spasme
otot-otot pernafasan terjadi pada arus 25-80 mA, sedangkan
ventrikel fibrilasi terjadi pada arus 80-100 mA.
3. Paralisis pusat nafas
jika arus listrik masuk melalui pusat di batang otak,
disebabkan juga oleh trauma pada pusat-pusat vital di otak
yang terjadi koagulasi dan akibat efek hipertermis. Bila
aliran listrik diputus, paralisis pusat pernafasan tetap ada,
jantung pun masih berdenyut, oleh karena itu dengan

91 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
bantuan pernafasan buatan korban masih dapat ditolong. Hal
tersebut bisa terjadi jika kepala merupakan jalur arus listrik.

Pemeriksaan Korban
1. Pemeriksaan korban di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Korban mungkin ditemukan sedang memegang benda
yang membuatnya kena listrik, kadang-kadang ada busa pada
mulut. Yang perlu dilakukan pertama kali adalah mematikan
arus listrik atau menjauhkan kawat listrik dengan kayu kering.
Lalu kemudian korban diperiksa apakah hidup atau sudah
meninggal dunia. Bilamana belum ada lebam mayat, maka
mungkin korban dalam keadaan mati suri dan perlu diberi
pertolongan segera yaitu pernafasan buatan dan pijat jantung
dan kalau perlu segera dibawa ke Rumah sakit. Pernafasan
buatan ini jika dilakukan dengan baik dan benar masih
merupakan pengobatan utama untuk korban akibat listrik.
Usaha pertolongan ini dilakukan sampai korban menunjukkan
tanda-tanda hidup atau tanda-tanda kematian pasti.
2. Pemeriksaan Jenazah
a. Pemeriksaan Luar
Sangat penting karena justru kelainan yang menyolok
adalah kelainan pada kulit. Dalam pemeriksaan luar yang
harus dicari adalah tanda-tanda listrik atau current
mark/electric mark/stroomerk van jellinek/joule burn.
Current mark adalah tanda luka akibat listrik dan
merupakan tempat masuknya aliran listrik. Tanda-tanda
listrik tersebut antara lain :
Terkecil sebesar kepala jarum dengan warna kemerahan
Tanda lain berupa bula
Current mark berbentuk oval, kuning atau coklat
keputihan atau coklat kehitaman atau abu-abu
kekuningan dikelilingi daerah kemerahan dan edema
sehingga menonjol dari jaringan sekitarnya (daerah
halo). Cara mencari t.u pada telapak tangan atau telapak
kaki dan sebelumnya harus dicuci dulu dengan sabun
dan bila perlu disikat. Metalisasi akibat panas yang
92 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
ditimbulkan sedemikian besar sehingga ion-ion asam
jaringan bereaksi dengan ion-ion logam dari kawat atau
kabel membentuk garam dan menyebar di jaringan.
Warna yang terjadi tergantung bahan logam, misalnya
dari besi akan tampak warna hitam kecoklatan, tembaga
warna coklat kemerahan, dan aluminium warna perak.
Luka keluar dari luka listrik (electrical burn) tidak khas
dapat berupa luka lecet, luka robek, atau luka bakar.
Sepatu korban dan pakaian dapat terkoyak.
Tanda yang lebih berat yaitu kulit menjadi hangus
arang, rambut ikut terbakar, tulang dapat meleleh
dengan pembentukan butir kapur/kalk parels terdiri
dari kalsium fosfat
Endogenous burn/Joule burn terjadi jika kontak dengan
tubuh lama sehingga bagian tengah yang dangkal dan
pucat pada electric mark dapat menjadi hitam dan
hangus terbakar
Eksogenous burn dapat terjadi bila tubuh terkena arus
listrik tegangan tinggi yang sudah mengandung panas,
sehingga tubuh akan hangus terbakar dengan kerusakan
yang sangat berat dan tidak jarang disertai dengan
patahnya tulang-tulang
Panas yang timbul pada suatu waktu demikian besarnya
sehingga kawat listrik menguap dan mengkondensir di
jaringan tubuh/electric metalisasi
b. Pemeriksaan Dalam
Pada autopsi biasanya tidak ditemukan kelainan yang
khas. Pada otak didapatkan perdarahan kecil-kecil dan
terutama paling banyak adalah pada daerah ventrikel III
dan IV. Organ jantung akan terjadi fibrilasi bila dilalui
aliran listrik dan berhenti pada fase diastole, sehingga
terjadi dilatasi jantung kanan. Pada paru didapatkan
edema dan kongesti. Pada korban yang terkena listrik
tegangan tinggi, Custer menemukan pada puncak lobus
salah satu paru terbakar, juga ditemukan pneumothorak,
hal ini mungkin sekali disebabkan oleh aliran listrik yang
93 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
melalui paru kanan. Organ viscera menunjukkan kongesti
yang merata. Petekie atau perdarahan mukosa gastro
intestinal ditemukan pada 1 dari 100 kasus fatal akibat
listrik. Pada hati ditemukan lesi yang tidak khas.,
sedangkan pada tulang, karena tulang mempunyai tahanan
listrik yang besar, maka jika ada aliran listrik akan terjadi
panas sehingga tulang meleleh dan terbentuklah butiran-
butiran kalsium fosfat yang menyerupai mutiara atau pearl
like bodies.1 Otot korban putus akibat perubahan hialin.
Perikard, pleura, dan konjungtiva korban terdapat bintik-
bintik pendarahan. Pada ekstremitas, pembuluh darah
korban mengalami nekrosis dan ruptur lalu terjadi
pendarahan kemudian terbentuklah gangren.
c. Pemeriksaan Tambahan
Yang dilakukan adalah pemeriksaan patologi anatomi
pada current mark. Walaupun pemeriksaan itu tidak
spesifik untuk tanda kekerasan oleh listrik tetapi sangat
menolong untuk menegakkan bahwa korban telah
mengalami trauma listrik.
Hasil pemeriksaan akan terlihat sebagai berikut :
Ada bagian sel yang memipih, pada pengecatan dengan
metoxyl lineosin akan bewarna lebih gelap dari normal
Sel-sel pada stratum korneum menggelembung dan
vakum
Sel dan intinya dari stratum basalis menjadi lonjong dan
tersusun secara palisade
Ada sel yang mengalami karbonisasi dan ada pula
bagian sel-sel yang rusak dari stratum korneum
Folikel rambut dan kelenjar keringat memanjang dan
memutar ke arah bagian yang terkena listrik.

Petir (Lightning)
Lightning / eliksem adalah kecelakaan akibat sambaran petir.
Petir termasuk arus searah (DC) dengan tegangan 20 juta volt
dan kuat arus 20 ribu ampere.

94 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Ada 3 keadaan yang berpotensi besar terkena petir :
1. Berada di tanah lapang.
2. Berada dibawah pohon yang tinggi.
3. Kehujanan dan memakai perhiasan yang terbuat dari logam.

Ada 3 kelainan akibat sambaran petir :


1. Efek listrik.
2. Efek panas.
3. Efek ledakan.

Ada 3 efek listrik akibat sambaran petir :


Current mark / electrik mark / electrik burn. Efek
ini termasuk salah satu tanda utama luka listrik (electrical
burn).
Aborescent markings. Tanda ini berupa
gambaran seperti pohon gundul tanpa daun akibat terjadinya
vasodilatasi vena pada kulit korban sebagai reaksi dari
persentuhan antara kulit dengan petir (lightning / eliksem).
Tanda ini akan hilang sendiri setelah beberapa jam.
Magnetisasi. Logam yang terkena sambaran petir
(lightning / eliksem) akan berubah menjadi magnet. Efek ini
juga termasuk salah satu tanda luka listrik (electrical burn).

Ada 2 efek panas akibat sambaran petir :


Luka bakar sampai hangus. Rambut, pakaian, sepatu bahkan
seluruh tubuh korban dapat terbakar atau hangus.
Metalisasi. Logam yang dikenakan korban akan meleleh
seperti perhiasan dan komponen arloji. Arloji korban akan
berhenti dimana tanda ini dapat kita gunakan untuk
menentukan saat kematian korban. Efek ini juga termasuk
salah satu tanda luka listrik (electrical burn).

Efek ledakan akibat sambaran petir (lightning / eliksem) terjadi


akibat perpindahan volume udara yang cepat & ekstrim.
95 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Setelah kilat menyambar, udara setempat menjadi vakum lalu
terisi oleh udara kembali sehingga menimbulkan suara
menggelegar / guntur / ledakan.

Cara kematian korban akibat sambaran petir : kecelakaan.

Trauma Kimiawi

 Asam kuat & basa kuat


 Asam kuat à mengkoagulasikan protein à luka korosif
yang kering, kertas spt kertas perkamen.
 Basa kuat à memembentuk rx penyabunan à luka basah,
licin à kerusakan sd terus s/d dalam

Bahan kimia yg bersifat korosif dpt dibagi dlm 4 golongan :


 Asam organik yg bersifat korosif, à asam oksalat, asam
asetat, asam sitrat dan asam karbol.
 Asam anorganik yg bersifat korosif à asam fluoride, asam
klorida, asam nitrat dan asam sulfat.
 Kaustik alkali à kalium hidroksida, kalsium hidroksida,
natrium hidroksida dan amoniak.
 Garam logam berat à merkuri klorida, zinc klorida dan
stibium klorida.

Ciri luka akibat kimiawi :


 Asam karbol à luka bakar dimana kulit yang terkena akan
berwarna kelabu keputihan.
 Asam oksalat à kulit berwarna kelabu kehitaman.
 Asam sulfat dan asam klorida à kulit mula-mula akan
berwarna kelabu kmdn jadi hitam.
 Asam nitrat à kulit berwarna merah kecoklatan yang
disertai dengan perdarahan.
 Zinc klorida à kulit berwarna keputih-putihan, sedangkan

96 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 Merkuri klorida à kulit yg terkena berwarna biru
keputihan + perdarahan.

 Ciri trauma akibat asam à kering, cokelat kemerahan dan


pd perabaan teraba padat dan keras
 Ciri trauma akibat basa à bengkak, edem, warna cokelat
kemerahan dan pada rabaan teraba lunak dan licin.

BAB VIII
ABORSI

DEFINISI
Peristilahan aborsi sesungguhnya tidak kita temukan
pengutipannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHPidana). Dalam KUHPidana hanya dikenal istilah
pengguguran kandungan. Istilah “aborsi” yang berasal dari kata
abortus bahasa latin, artinya “kelahiran sebelum waktunya”.
Sinonim dengan kata itu mengenal istilah “kelahiran yang
premature” atau miskraam (Belanda), keguguran.

Abortus berdasarkan definisi medis adalah ancaman atau


pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan. Anak baru mungkin hidup di luar kandungan
kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan
28 minggu. Ada yang mengambil batas abortus bila berat anak
kurang dari 500 gram, setara dengan umur kehamilan 22
minggu. Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang
usia / berat lahir janin viable (yang mampu hidup di luar
kandungan), akhirnya ditentukan suatu batasan abortus sebagai
pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram
atau usia kehamilan 20 minggu.(terakhir, WHO/FIGO 1998 : 22
minggu).

Dari aspek kedokteran forensik yang diartikan dengan


keguguran kandungan adalah pengeluaran hasil konsepsi pada
setiap stadia perkembangannya sebelum masa kehamilan yang
97 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
lengkap tercapai (38-40 minggu). Dari segi medikolegal maka
istilah abortus, keguguran, dan kelahiran prematur mempunyai
arti yang sama dan menunjukkan pengeluaran janin sebelum
usia kehamilan yang cukup.

KLASIFIKASI
Secara garis besar abortus dapat di bagi dalam 2 kelompok,
yaitu:
1. Abortus dengan penyebab yang wajar (abortus spontanea),
yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya, disebut juga
keguguran.
2. Abortus yang sengaja dibuat (abortus provokatus/induksi
abortus), yaitu abortus disengaja atau digugurkan, merupakan
80 % dari semua kasus abortus. Abortus yang disengaja ini
dapat bersifat murni medisinalis, tetapi dapat pula bersifat
medisinalis kriminalis tergantung dari pelaku abortusnya
yang dapat dibedakan antara :
1. abortus provokatus medisinalis (terapeutik) atau legal
abortion yaitu abortus yang dilakukan atas indikasi medis,
dilakukan oleh tenaga yang terdidik khusus untuk
melakukannya dengan baik dan bukan dilakukan untuk
mempertahankan nama baik atau kehormatan keluarga.
Biasanya dengan alat-alat dengan alasan bahwa kehamilan
membahayakan dan dapat membawa maut bagi ibu
contohnya ibu dengan penyakit jantung, hipertensi,
kanker leher rahim, dan lain-lain.
2. abortus provokatus kriminalis yaitu abortus yang
dilakukan tanpa indikasi medis. Dilakukan secara
sembunyi-sembunyi dan dilakukan oleh tenaga yang
umumnya tidak terdidik khusus, termasuk oleh wanita
hamil itu sendiri. Ini disebut juga illegal abortion.

ABORTUS PROVOKATUS ATAS INDIKASI MEDIS

98 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Umumnya setiap negara ada undang-undang yang
melarang abortus buatan, tetapi larangan ini tidaklah mutlak
sifatnya. Di Indonesia berdasarkan undang-undang, melakukan
abortus buatan dianggap suatu kejahatan. Akan tetapi abortus
buatan sebagai tindakan pengobatan, apabila itu satu-satunya
jalan untuk menolong jiwa dan kesehatan ibu serta sunguh-
sungguh dapat dipertanggung jawabkan dapat dibenarkan dan
biasanya tidak dituntut. Indikasi medis akan berubah-ubah
menurut perkembangan ilmu kedokteran. Di negara Swedia,
Swiss, dan beberapa negara lainnya, membenarkan indikasi
yang bersifat sosial medis, humaniter, dan egenetis, bukan
semata-mata untuk menolong ibu, tetapi juga dengan
pertimbangan keselamatan anak, jasmani, dan rohani.

Walaupun beberapa ahli telah banyak berdebat tentang


kemungkinan perluasan indikasi medik, namun sampai saat ini
di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah
demi menyelamatkan nyawa ibu. Jadi tidak dibenarkan
melakukan abortus atas indikasi :
o Ekonomi
o Etnis : baik akibat perkosaan atau akibat hubungan diluar
nikah.
o Sosial : kuatir adanya penyakit turunan, janin cacat.

Indikasi melakukan abortus terapeutik:


1. Faktor kehamilannya sendiri
o Ectopic pregnancy yang terganggu
o Abortus yang mengancam disertai dengan perdarahan
yang terus-menerus, atau jika janin telah meninggal
(missed abortion).
o Mola hydatidosa
o Kelainan plasenta
2. Penyakit diluar kehamilannya :
o Ca Cervix
o Ca. Mamma yang aktif
3. Penyakit sistemik ibu :
99 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
o Toxemia gravidarum
o Penyakit jantung organik disertai dengan kegagalan
jantung
o Penyakit ginjal
o Diabetes melitus berat
o Gangguan jiwa, disertai kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus
seperti ini sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi
dengan psikiater.
Dalam melakukan tindakan abortus atas indikasi medik,
seorang dokter perlu mengambil tindakan-tindakan
pengamanan dengan mengadakan konsultsi pada seorang ahli
kandungan yang berpengalaman dengan syarat:
(1)Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu
seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit
kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
(2)Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain,
agama, hukum, psikologi).
(3)Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau
suaminya atau keluarga terdekat.
(4)Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga /
peralatan yang memadai, yang ditunjuk pemerintah.
(5)Prosedur tidak dirahasiakan.
(6)Dokumen medik harus lengkap.

ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS

Aborsi kriminal adalah kerusakan atau pengguguran janin


dari rahim ibu oleh orang lain secara paksa, yaitu, jika tidak ada
indikasi terapeutik untuk operasi. Kejahatan ini dinyatakan
sebagai tindak pidana jika aborsi yang dilakukan berakibat
fatal. Jika wanita tersebut meninggal akibat prosedur yang
dilakukan oleh aborsionis dan orang lain yang berkaitan
dengan kejahatan tersebut, seperti ahli anestetik atau perawat,
akan dituntut dengan pasal pembunuhan. Bahkan saudara atau
teman yang menemaninya ke aborsionis dinyatakan bersalah
100 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
sebagai rekan kejahatan, jika dapat dibuktikan bahwa orang
tersebut mengetahui tujuan kunjungannya. Hukum
menekankan pada maksud-maksud ilegal di balik tindakan dan
tentang semua hal yang berhubungan dengan kejahatan sebagai
prinsip-prinsip kesalahan. Yang termasuk dalam kategori ini
adalah individu yang memberi anjuran dan meresepkan obat-
obatan, atau berusaha menggugurkan kandungan dengan cara
lain; jika terjadi kematian akibat tindakannya, mereka
dinyatakan bersalah oleh hukum.

Tidak ada perbedaan hukum untuk pengguran fetus pada


awal kehamilan atau pada akhir masa kehamilan, karena
keduanya disebut aborsi. Dalam sebagian besar yuridiksi, fetus
pada awal kehamilan sebelum digugurkan dinyatakan
memiliki kehidupan yang sama dengan fetus pada akhir masa
kehamilan. Aborsi yang dilakukan pada awal masa kehamilan
sama bersalahnya dengan yang dilakukan pada akhir masa
kehamilan.

Mengenali Tindakan Arortus Provokatus

Abortus provokatus yang dilakukan menggunakan


pelbagai cara selalu mengandung resiko kesehatan baik bagi si
ibu atau janin. Seorang dokter perlu mengenali kelainan yang
dapat timbul akibat pelbagai macam cara yang digunakan
untuk melakukan pengguguran kriminal ini agar benar-benar
dapat membantu secara maksimal pihak penyidik.

Kekerasan mekanik lokal dapat ditakukan dari luar


maupun dari dalam. Kekerasan dari luar dapat dilakukan
sendiri oleh si ibu atau oleh orang lain, seperti melakukan
gerakan fisik berlebihan, jatuh, pemijatan/pengurutan perut
bagian bawah, kekerasan langsung pada perut atau uterus,
pengaliran listrik pada serviks dan sebagainya.

Kekerasan dapat pula 'dari dalam' dengan melakukan


manipulasi vagina atau uterus. Manipulasi vagina dan serviks
101 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
uteri, misalnya dengan penyemprotan air sabun atau air panas
pada porsio; aplikasi asam arsonik, kalium permanganat pekat,
atau jodium tinktur; pemasangan laminaria stift atau kateter ke
dalam serviks; atau manipulasi serviks dengan jari tangan.
Manipulasi uterus, dengan melakukan pemecahan selaput
amnion atau dengan penyuntikan ke dalam uterus.

Pemecahan selaput amnion dapat dilakukan dengan


memasukkan alat apa saja yang cukup panjang dan kecil
melalui serviks. Penyuntikan atau penyemprotan cairan
biasanya dilakukan dengan menggunakan Higginson type
syringe, sedangkan cairannya adalah air sabun, desinfektan
atau air biasa/air panas. Penyemprotan ini dapat
mengakibatkan emboli udara.

Obat/zat tertentu, racun umum digunakan dengan harapan


agar janin mati tetapi si ibu cukup kuat untuk bisa selamat.

Pernah dilaporkan penggunaan bahan tumbuhan yang


mengandung minyak eter tertentu yang merangsang saiuran
cerna hingga terjadi kolik abdomen, jamu perangsang kontraksi
uterus dan hormon wanita yang merangsang kontraksi uterus
melalui hiperemi mukosa uterus.

Hasil yang dicapai sangat bergantung pada jumlah


(takaran), sensitivitas individu dan keadaan kandungannya
(usia gestasi).

Bahan-bahan tadi ada yang biasa terdapat dalam jamu


peluntur, nenas muda, bubuk beras dicampur lada hitam, dan
lain lain. Ada juga yang agak beracun seperti garam logam
berat, laksans dan lain lain; atau bahan yang beracun, seperti
strichnin, prostigmin, pilokarpin, dikumarol, kina dan lain lain.

Kombinasi kina atau menolisin dengan ekstrak hipofisis


(oksitosin) ternyata sangat efektif. Akhir-akhir ini dikenal juga
sitostatika

102 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Teknik-Teknik Aborsi pada klinik aborsi :
1. Dilatasi Dan kuret (D & C)
2. MR (Kuret dengan penyedotan)
3. Peracunan dengan menyuntikan larutan garam pekat
4. Penguguran dengan mengunakan kimia protaglandin
5. Operasi bedah kaisar/histerotomi
6. D&X (Intact dilatation & extraction =partial birth abortion)
CARA-CARA ABORTUS
Cara-cara yang dipakai untuk melakukan abortus atas indikasi
medik adalah:
1. Vaginal
- Ketuban dipecah
- Dilatasi Cervix
- Injeksi 10 unit oxytosin intra uterin
2. Abdominal : Sectio Caecaria
Cara-cara melakukan abortus kriminalis :
1. Mengunakan obat-obatan yang diminum
2. Menggunakan kekerasan mekanik (umum dan lokal)
3. Dilatasi dan kuretasi, biasanya hal ini hanya dilakukan
oleh dokter atau bidan.

Obat – obatan

Biasanya obat-obatan yang diberikan per-oral tidak


menyebabkan abortus kecuali diberikan dalam jumlah besar
sehingga bersifat toksik kepada wanita hamil tersebut.Patut
diingat tidak ada satupun obat/kombinasi obat peroral yang
mampu menyebabkan rahim yang sehat mengeluarkan isinya
tanpa membahayakan jiwa wanita yang meminumnya. Karena
itulah seorang “abortir profesional” tidak mau membuang-
buang waktu/mengambil resiko melakukan abortus dengan
menggunakan obat-obatan. Klasifikasi obat-obat yang
digunakan adalah :
1. Obat yang bekerja langsung pada uterus

103 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
o Echolics (golongan obat yang meningkatkan kontraksi
uterus).
o Emmenagagonum (merangsang terjadinya menstruasi.
Untuk menyebabkan abortus harus diberikan dalam dosis
yang besar dan berulang).
2. Obat – obat yang menimbulkan kontraksi GIT.
o Yang paling sering digunakan adalah emetik tartar.
o Castrol oil ; magnesium sulfate / sodium sulfate

3. Obat yang bersifat racun sistemik


o Racun tumbuhan (buah pepaya yang masih mentah, buah
nenas yang masih mentah, madar juice, Buah Daucus
carota).
o Racun logam ( yang paling sering digunakan adalah cairan
timah yang mengandung oksida timah dan minyak zaitun).

Kekerasan Mekanik
Tindakan kekerasan yang bersifat umum :
o Penekanan pada abdomen, misalnya pukulan, tendangan
o Menggunakan ikatan yang kencang pada bagian abdomen.
o Latihan olahraga yang keras misalnya bersepeda, meloncat,
menunggang kuda, mendaki gunung, berenang, naik turun
tangga.
o Mengangkat barang-barang berat.
o Pemijatan uterus melalui dinding abdomen.
Tindakan kekerasan yang bersifat lokal :
o Merobek selaput amnion, yaitu dengan memasukkan
benda tajam seperti kateter, jarum, dll kedalam rongga
uterus.
o Pernggunaan ganggang laminaria yang diamternya
berukuran 0,4-0,5 cm. Ganggang ini direndam dalam air
dan dimasukkan kedalam ostium uteri. Dengan demikian
akan menyebabkan robeknya selaput amnion dan terjadi
abortus.

104 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
o Stik abortus, yaitu berupa potongan kayu yang dibungkus
dengan kain, kemudian dicelupkan kedalam madar juice,
arsen atau phelavai juice dan dimasukkan kedalam ostium
uteri. Hal ini akan menyebabkan kontraksi uterus dan
abortus.
o Menyalurkan listrik tegangan rendah, menyebabkan
kontraksi uterus dan mengeluarkan hasil konsepsi.

Pemeriksaan Kasus Abortus


Korban hidup
Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan
misalnya perubahan pada payudara, pigmentasi, hormonal,
mikroskopik dan sebagainya. Perlu pula dibukti adanya usaha
penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada
genitalia interna/eksterna, daerah perut bagian bawah.
1. Ibu
1. Tanda-tanda kehamilan
- striae gravidarum
- uterus yang membesar
- hiperpigmentasi aerola mammae
2. Tanda-tanda partus
- ditemukan cairan
- bercak darah pada vagina
- vagina yang longgar
- laserasi dan luka yang terdapat pada vagina
- serviks membuka, bisa terdapat dan bias juga tidak
terdapat robekan.
3. golongan darah
2. Janin
1. umur janin
2. golongan darah janin

105 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Korban mati
Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada
cara melakukan abortus serta interval waktu antara tindakan
abortus dan kematian. Abortus yang dilakukan oleh ahli yang
terampil mungkin tidak meninggalkan bekas dan bila telah
berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul
atau penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-
tanda abortus kriminal.

Lagi pula selalu terdapat kemungkinan bahwa abortus


dilakukan sendiri oleh wanita yang bersangkutan. Pada
pemeriksaan jenazah, Teare (1964) menganjurkan pembukaan
abdomen sebagai langkah pertama dalam autopsi bila ada
kecurigaan akan abortus kriminalis sebagai penyebab kematian
korban.

Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasa sedangkan pada


pembedahan jenazah, bila didapatkan cairan dalam rongga
perut, atau kecurigaan lain, lakukan pemeriksaan toksikologik.

Uterus diperiksa apakah ada pembesaran, krepitasi, luka atau


perforasi. Lakukan pula Tes emboli udara pada vena kava
inferior dan jantung. Periksa alat-alat genitalia interna apakah
pucat, mengalami kongeti atau adanya memar. Uterus diiris
mendatar dengan jarak antar irisan 1 cm untuk mendeteksi
perdarahan yang berasal dari bawah.

Ambil darah dari jantung (segera setelah tes emboli) untuk


pemeriksaan toksikologilk. Ambil urin untuk tes
kehamilan/toksikologik dan pemeriksan organ-organ lain
dilakukan seperti biasa.

Pemeriksaan niikroskopik meliputi adanya sel trofoblas yang


merupakan tanda kehamilan, kerusakan jaringan yang
merupakan jejas/tanda usaha penghentian kehamilan.
Ditemukannya sel radang PMN menunjukkan tanda
intravitalitas.
106 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Pemeriksaan post mortem abortus kriminalis bertujuan :
o Mencari bukti dan tanda kehamilan
o Mencari bukti abortus dan kemungkinan adanya tindakan
kriminal dengan obat-obatan atau instrumen.
o Menentukan kaitan antara sebab kematian dengan abortus.
o Menilai setiap penyakit wajar yang ditemukan.

Pemeriksaan Ibu :
1. Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan
Identifikasi umum
o Tinggi badan, berat badan, umur. Pakaian; cari tanda-tanda
kontak dengan suatu cairan, terutama pada pakaian dalam.
o Catat suhu badan, warna dan distribusi lebam jenasah.
o Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian adanya
kehamilan.
o Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan
pada :
- arteri coronaria
- ventricle kanan
- arteri pulmonalis
- arteri dan vena dipermukaan otak
- vena-vena pelvis
o Vagina dan uterus diinsisi pada dinding anterior untuk
menghindari jejas, kekerasan yang biasanya terjadi pada
dinding posterior misalnya perforasi uterus. Cara
pemeriksaan: uterus direndam dalam larutan formalin 10%
selama 24 jam, kemudian direndam dalam alcohol 95%
selama 24 jam, iris tipis untuk melihat saluran perforasi.
Periksa juga tanda-tanda kekerasan pada cervix (abrasi,
laserasi).
o Ambil sampel semua organ untuk menilai histopatologis.
o Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan
mikrobiologi.
o Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis :
- isi vagina

107 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
- isi uterus
- darah dari vena cava inferior dan kedua ventricle
- urine
- isi lambung
- rambut pubis

Pemeriksaan janin
- Umur janin
- Golongan darah

Pemeriksaan toksikologik dilakukan untuk mengetahui adanya


obat/Zat yang dapat mengakibatkan abortus. Perlu pula
dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha penghentian
kehamilan, misalnya yang berupa IUFD - kematian janin di
dalam rahim dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa
jaringan.
Pertimbangan – pertimbangan saat otopsi
Saat melakukan otopsi untuk kasus aborsi, ahli patologi harus
membuat catatan khusus tentang kondisi rahim dan genitalia,
serta deskripsi umum tentang mayat. Panjang, lebar dan
ketebalan uterus, ketebalan dinding uterin, panjang rongga
uterin, lingkar sirkumferen internal dan eksternal, panjang
serviks, diameter corpus luteum, dan ukuran sisa-sisa janin,
harus dicatat. Pemeriksaan dilakukan pada tuba ovarium dan
payudara. Bagian-bagain janin harus dicari dalam saluran
genital dan rongga peritoneal. Luka-luka instrumental dan
tanda-tanda tenaculum harus diidentifikasi. semua organ dalam
rongga abdominal dapat menyebabkan peritonitis supuratif,
seperti appendiks, kandung kemih atau perut, harus diperiksa.
Semua kondisi tubuh yang dapat menyebabkan aborsi spontan,
seperti penyakit jantung dan hydatidiform mole, harus
diperiksa. Kondisi-kondisi septik tubuh harus diperiksa
dengan cermat. Vena-vena uterin dan ovarian harus diurutkan
dengan cermat sampai ke bagian tubuh yang lebih besar untuk
mengetahui terjadinya phlebitis purulen. Pengguanan

108 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
terapeutik sulfonamid dan obat-obatan antibiotik lainnya dapat
menghambat perkembangan bakteri dalam kultur post-mortem.
Pemeriksaan kimiawi harus dilakukan pada otak dan viscera
parenkimatom, jika perlu.

Harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis pada mukosa uterin


untuk mengetahui apakah terjadi villi chorionic. Struktur-
struktur lainnya, seperti tuba, ovarium, appendiks, ginjal,
limpa, hati, pankreas, jantung, paru-paru, dan organ-organ
lainnya yang terlihat abnormal harus diperiksa/dipotong.
Jika terdapat sisa-sisa janin, dapat dilakukan pemeriksaan
sinar-x untuk mengetahui pusat-pusat osifikasi. Hal ini sangat
penting untuk menentukan usia kehamilan. Benda-benda asing,
instrumen, juga harus diawetkan sebagai bukti, jika ditemukan
dalam tubuh.
Dalam banyak kasus, sisa-sisa janin tidak mudah diidentifikasi.
jika seorang wanita meninggal saat aborsi, janin atau bagian
dari janin, akan ditemukan dalam saluran genital.

Kadang-kadang, terjadi perforasi rahim dan janin dipaksakan


masuk ke rongga peritoneal, ini akan ditemukan saat otopsi.
Biasanya, tubuh janin telah diangkat, dan daerah plasenta
ditandai oleh penonjolan sirkuler pada batas-batas uterus di
sekitar fundus, kondisi ini akan bertahan selama beberapa hari.
Perforasi dapat terjadi dalam berbagai ukuran dan bentuk,
bervariasi mulai dari stellata kasar dan kecil yang terbuka dan
berdiameter kurang lebih 1 cm, banyak potongan stellata yang
berbentuk oval atau ireguler, dan terlihat seperti-kawah yang
kadang menonjol pada fundus uterin. Kadang, ditemukan dua
atau beberapa perforasi pada fundus, atau terjadi perlukaaan
fundus dan serviks akibat penggunaan kuret Uterus paling
mudah mengalami perforasi adalah jenis bicornuate, karena
operator yang ragu-ragu, menduga bahwa rongga uterus lebih
panjang dan melukai dindingnya pada bagian cornua yang
109 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
terpisah. Luka pada serviks uteri terjadi sebanyak kurang dari
separuh perlukaan instrumental pada uterus, sebagian
diantaranya berupa ekskavasasi crateriform dalam dinding
servikal, sedangkan yang lainnya mengalami perforasi ke
dalam rongga abdominal melalui dinding uterus. Perforasi
tersebut berbentuk stellata dan mengarah ke atas mungkin
akibat penggunaan instrumen seperti kayu .
Perforasi pada rongga vaginal jarang terjadi pada aborsi yang
dilakukan oleh seorang operator, namun paling sering terjadi
pada aborsi yang dilakukan sendiri. salah satu kasus yang
dihadapi oleh penulis adalah seorang ibu hamil yang melukai
rongga vaginanya menggunakan jarum panjang, yang
ditusukkan ke dalam perut dan usus beberapa kali sehingga
terjadi peritonitis septik.
Kasus-kasus aborsi yang mengakibatkan perforasi saluran
genital dan organ abdominal harus dirujuk ke rumah sakit
untuk merawat gejala dan agar dokter bedah dapat melakukan
laparotomi. Dalam berbagai kasus, operator dapat memperbaiki
luka dengan melakukan penjahitan, sedangkan dalam kasus
lainnya, operator dapat mengangkat rahim, atau reseksi
intestinal. Jika pasien meninggal, dokter bedah harus
menyerahkan semua organ, jaringan atau benda asing yang
diperoleh saat operasi untuk diperiksa dan menyimpan catatan
klinis kasus yang akurat.
Ukuran daerah plasenta bervariasi sesuai dengan usia
kehamilan dan jumlah hari setelah aborsi. Setelah melakukan
kuretase pada bagian plasenta yang tersisa pada dinding uterin,
berupa penyimpangan villi chorionic dan syncytial giant cell,
ini dapat dilihat melalui pemeriksaan mikroskopis pada daerah
plasenta. Karena plasenta merupakan bagian dari janin, ini
merupakan bukti nyata terjadinya kehamilan, yang bertolak
belakang dengan sel-sel decidual yang merupakan jaringan dari
ibu dan bukan, merupakan indikasi yang jelas. villi chorionic
dan syncytial giant cell akan menetap selama beberapa hari
110 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
kemudian menghilang, satu-satunya kriteria yang tersisa adalah
ukuran dan bentuk rahim, kondisi payudara dan corpus luteum
ovarium.
Penemuan janin atau sisa-sisanya biasanya berguna untuk
memastikan usia kehamilan saat aborsi dilakukan. Jadi, kita
harus mengetahui perkembangan janin selama masa
kehamilan. Pemeriksaan sinar roentgen pada bagian-bagian
janin yang besar akan menunjukkan pusat-pusat osifikasi
dalam berbagai tulang, ini dapat digunakan untuk menentukan
usia bagian-bagian tersebut. Biasanya akan terbentuk produk
perkembangan pembuahan ovum selama dua minggu pertama
masa kehamilan. Mulai dari minggu pertama sampai ke lima,
selama periode tersebut, akan terjadi perkembangan berbagai
organ dan menghasilkan bentuk yang jelas, organisme ini
disebut sebagai embrio. Setelah minggu kelima, disebut
sebagai janin.
Dalam suatu kasus aborsi yang telah terjadi selama beberapa
hari dan tidak ada sisa-sisa janin dalam rahim, sulit untuk
membuktikan fakta bahwa telah terjadi kehamilan atau usia
kehamilan sebelum aborsi dilakukan. Bagian-bagian janin yang
tersisa, membran atau jaringan plasenta, dan terjadinya infeksi
intra-uterine akan menganggu atau menghambat proses
involusi uterus. Nekrosis sisa-sisa janin, membran dan jaringan
plasenta akan mempersulit pemeriksaan mikroskopis.

Dimensi uterus yang diukur saat otopsi merupakan satu-


satunya data yang dapat diandalkan oleh ahli patologis untuk
memperkirakan usia kehamilan. Dalam kondisi tidak-hamil,
uterus berbentuk seperti buah pir dan memiliki panjang 3 inci,
lebar 2 inci dan ketebalannya 1 inci. Selama dua bulan pertama
masa kehamilan, terjadi pembesaran. Pada akhir bulan ketiga,
panjang rahim akan mencapai 4 sampai 5 inci, panjang serviks
mencapai 1 cm dan panjang corpus uteri mencapai 3 sampai 4
inci; pada akhir bulan keenam, uterus akan membesar, corpus
akan membentuk globular dan serviks memendek. Pada akhir
111 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
bulan keempat, panjang uterus mencapai 5 sampai 6 inci; pada
akhir bulan keenam panjangnya akan mencapai 6 inci; pada
akhir bulan ke tujuh, panjangnya mencapai 8 inci; pada akhir
bulan ke delapan, panjangnya mencapai 91/2 inci; dan pada
akhir bulan ke sembilan, panjangnya mencapai 101/2 sampai 12
inci.

Setelah proses kelahiran, rahim akan berkontraksi dan


dindingnya menebal. Setelah dua hari post-partum, panjangnya
akan mencapai 7 inci dan lebar 4 inci; pada akhir minggu
pertama akan berkontraksi sampai panjangnya 5 inci; setelah
dua minggu panjangnya mencapai 4 inci. Setelah dua bulan
ukuran uterus akan kembali normal jika involusi telah
sempurna. Dimensi uterus setelah aborsi sulit ditentukan; jika
pasien hidup sebentar setelah ekspulsi janin, ukuran uterus
jelas akan berkurang, namun tidak ada standar ukuran
involusinya setelah aborsi dalam berbagai usia kehamilan.
Pemeriksa hanya dapat menentukan dimensi uterus seakurat
mungkin dan menarik kesimpulan sendiri sesuai dengan
pengalamannya menghadapi kasus semacam itu. Ukuran
pembuluh darah dan limfatik uterus akan bertambah selama
masa kehamilan dan akan tetap meregang selama puerperium
sampai masa involusi lewat. Peningkatan vaskularitas ini akan
meningkatkan kerentanan gravid uterus terhadap perdarahan
dan infeksi.

Payudara akan membesar selama masa kehamilan, akibat


terjadinya hiperplasia kelenjar-kelenjar payudara. Pada wanita
yang tidak hamil, jaringan kelenjar berupa beberapa duktus
dan sejumlah alveoli dalam suatu stroma fibrosa yang padat,
namun seiring dengan perkembangan kehamilan, cabang-
cabang duktus dan jaringan kelenjar akan berproliferasi dan
jumlahnya bertambah. Pada akhir bulan kedua, payudara akan
membesar dan memiliki konsistensi noduler saat dipalpasi.
Beberapa bulan setelah sekresi air susu yang disebut sebagai

112 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
kolostrum, yang keluar dari payudara saat diberi tekanan
ringan. Pada akhir masa menyusui, sekresinya sangat banyak,
jika payudara dipotong, akan keluar banyak cairan susu dari
permukaan yang dipotong. Selama masa kehamilan, puting
susu akan terlihat lebih menonjol, dan aerola di sekitarnya
semakin meluas dan pigmentasinya bertambah; Ukuran
kelenjar Montgomery, kelenjar sebaseous dalam aerola akan
bertambah selama masa menyusui dan membentuk nodul
subkutan pendek.

Sebagian urin yang diperoleh post-mortem dari kandung kemih


harus disimpan dan dapat digunakan dalam uji Aschheim-
Zondek untuk menguji kehamilan, jika diperoleh dalam waktu
satu minggu setelah aborsi. Dalam beberapa kasus aborsi,
kematian yang terjadi disebabkan oleh infeksi piogenik parah
dan urin mengandung bakteri yang akan membunuh binatang-
binatang yang digunakan dalam pengujian dan mengurangi
kegunaan reaksi.

KETERKAITAN ABORSI DENGAN PIHAK LAIN


Sebelum kita mengetahui apakah hubungan antara seorang
dokter dengan seorang yang hendak menggugurkan kandungan
harus dianggap kontrak terapeutik, yang selanjutnya
menyebabkan pihak lain tertutup kemingkinan untuk
mengetahinya termasuk aparat hukum, maka perlu disikapi
oleh kita semua apabila dalam pelayanan dokter tersebut
berdimensi pidana, petugas aparat hukum dimungkinkan
untuk menentukan langkah-langkahnya. Atau dengan kata lain
pihak kepolisian boleh melakukan penyidikan dan juga
tindakan lain yang diwenangkan oleh hukum.

Dalam pasal 7 KUHAP telah memberikan kewenangan kepada


penyidik untuk:

113 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
(1) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang
adanya tindak pidana.
(2) Melakukan tindakan pertama saat ditempat kejadian
(3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa
tanda pengenal diri tersangka
(4) Melakukan penagkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan.
(5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
(6) Mengambil sidik jari dan memotret tersangka
(7) Mengambil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi
(8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara
(9) Mengadakan penghentian penyidikan
(10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab.

Dari dan berdasarkan ketentuan KUHAP, khususnya yang


berkaitan dengan penyidikan, maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada larangan bagi pihak penyidik untuk melakukan
penyidikannya pada tempat-tempat yang telah, sedang atau
akan terjadinya tindak pidana, termasuk tempat yang patut
diduga didalamnya akan dilakukan tindak pidana. Demikian
juga tempat praktek dokter yang disinyalir di dalamnya ada
praktik aborsi yang illegal.

Chrisdiono M. Achadiat dalam artikel berjudul ; “Aborsi dalam


Perspektif Etika, Moral dan Hukum” ia memberikan catatan
sebagai berikut :
(1) Bahwa dalam penjelasan pasal 10 Kodeki disebutkan
antara lain, “Ia (baca; Dokter Indonesia) harus berusaha
mempertahankan hidup mahluk insani. Berarti bahwa
menurut agama dan undang-undang negara maupun
menurut Etika kedokteran seorang dokter tidak
dibolehkan :

114 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
(a) Menggugurkan kandungan (abortus provokatus)
(b) Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut
ilmu pengetahuan tidak mungkin akan sembuh
(eutanasia).
(2) Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal 10 Kodeki
tersebut ditegaskan antara lain bahwa abortus provocatus
dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, apabila
merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu
dari bahaya maut (abortus provocatus thetapeuticus)
(dikutip dari buku Kode Etik Kedokteran Indonesia
terbitan 1986, halaman 33).

Di negara bagian New York, jika seorang dokter dituntut


melakukan aborsi ilegal, ijin praktek kedoktarannya di negara
bagian tersebut akan dicabut secara otomatis.
ABORTUS DITINJAU DARI SEGI MEDIKOLEGAL

Sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, setiap usaha


untuk mengeluarkan hasil konsepsi sebelum masa kehamilan
yang lengkap tercapai adalah suatu tindak pidana, apapun
alasannya. Dalam tahun-tahun terakhir ini beberapa negara
dimana legalisasi abortus provocatus masih bersifat terbatas,
seakan-akan timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan
pemerintahannya terhadap tindakan pengguguran kandungan,
sehingga terjadi perubahan-perubahan hukum-hukum abortus
yang berlaku, dan muncul hukum-hukum abortus dengan
pembatasan tertentu sampai hadir tanpa pembatasan.

Hukum abortus diberbagai negara dapat digolongkan dalam


beberapa kategori sebagai berikut :
1. Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti
di Belanda dan Indonesia (sebelum ada UU No. 23 Tahun
1992, tentang kesehatan).
2. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi
medik, seperti di Kananda, Muangthai, Swiss.

115 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
3. Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan
kehidupan penderita (ibu), seperti di Perancis dan
Pakistan.
4. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi
sosial-medik, seperti di Eslandia, Swedia, Inggris,
Scandinavia, dan India.
5. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi
sosial, seperti Jepang, Polandia, dan Yugoslavia.
(Menghindari penyakit keturunan, janin cacat)
6. Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan,
seperti di Bulgaria, Hongaria.

Meskipun dalam Kitab Undang-undang hukum Pidana tidak


terdapat satu pun pasal yang memperbolehkan seorang dokter
melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk
menyelamatkan jiwa si ibu, dalam prakteknya dokter yang
melakukannya tidak dihukum, bila ia dapat mengemukakan
alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima hakim. Abortus
atas indikasi medik ini kini diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Terdapat beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus :


Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 229
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita
atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan
atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau denda paling
banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari
keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai
pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
116 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam
menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk
melakukan pencarian itu.

Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan
anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian,
dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.

Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan
karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada
saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas
nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan
anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun.

Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342
dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai
pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.

Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun.

117 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.

Pasal 348
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.

Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau
membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam
pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut
hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan
dilakukan.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas, maka dapat ditarik


kesimpulan bahwa pihak-pihak yang dapat mewujudkan
adanya pengguguran kandungan adalah:
(1) Seseorang yang melakukan pengobatan atau menyuruh
supaya berobat terhadap wanita tersebut, sehingga dapat
gugur kandungannya.
(2) Wanita itu sendiri yang melakukan upaya atau menyuruh
orang lain, sehingga dapat gugur kandungannya.
(3) Seseorang yang tanpa izin menyebabkan gugurnya
kandungan seseorang.
(4) Seseorang yang dengan izin meyebabkan gugurnya
kandungan seseorang wanita.

118 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
(5) Seseorang yang dimaksud dalam angka 1, 2, 3, dan 4
termasuk di dalamnya dokter, bidan, juru obat, serta pihak
lain yang berhubungan dengan medis.

Penjelasan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor : 23


Tahun 1992 Tentang Kesehatan :
Pasal 15
Ayat (1) : “Tindakan medis dalam bentuk pengguguran
kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena
bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma
kesusilaan dan norma kesopanan”.
Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat
diambil tindakan medis tertentu.
Ayat (2)
Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar
mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa
tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan janinnya terancam
bahaya maut.
Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan
medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan.
Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada
ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak
sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat
diminta dari suami atau keluarganya.
Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan
yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk
tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah.
Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari
pasal ini dijabarkan antara lain mengenal keadaan darurat
dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga
kesehatan mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk
persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.

119 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis
tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana
dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Hukum Dan Aborsi


Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau
pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan
istilah “Abortus Provocatus Criminalis”

Yang menerima hukuman adalah:


1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan
aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi

Wewenang dokter dalam menjalankan praktek aborsi adalah :

1. Dalam menjalankan profesinya seorang dokter terkait


dengan kode etik profesi, dalam hal ini Kode Etik
Kedokteran Indonesia (Kodeki). Dalam Kodeki tersebut
tercakup hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban seorang
dokter ketika menjalankan profesi kedokteran: yakni
kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban
terhadap teman sejawat, dan kewajiban terhadap diri sendiri.
Jadi, Kodeki merupakan pedoman tingkah laku bagi para
dokter Indonesia ketika melaksanakan profesinya atau
tegasnya pedoman dalam melaksanakan kewajiban sebagai
dokter Indonesia.

2. Bahwa dalam penjelasan pasal 10 Kodeki antara lain Dokter


Indonesia harus berusaha mempertahankaan hidup makhluk
120 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
insani. Berarti bahwa baik menurut agama dan undang-
undang negara maupun menurut Etik kedokteran seorang
dokter tidak dibolehkan:

a. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus);

b. Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut


ilmu pengetahuan tidak mungkin akan sembuh
(eutanasia).

c. Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal 10 Kodeki


ditegaskan antara lain bahwa abortus provocatus dapat
dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, apabila
merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu
dari bahaya maut (abortus provocatus therapeuticus).

d. Dikatakan bahwa Kodeki membenarkan aborsi dengan


beberapa syarat dan menyelamatkan jiwa ibu adalah
indikasi yang diperkenankan menurut Kodeki.

3. Bahwa, dalam penjelasan pasal 15 ayat (1) UU Kesehatan


disebutkan bahwa "Tindakan medis dalam bentuk
pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang
karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama,
norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam
keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan
atau janin yang dikandungnya, dapat diambil tindakan
medis tertentu." Jadi satu-satunya indikasi yang
diperkenankan menurut UU Kesehatan ialah menyelamatkan
jiwa si ibu hamil.

Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

4. Bahwa, pihak-pihak yang diperbolehkan melakukan aborsi


adalah dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan,
sesudah meminta pertimbangan dari tim ahli yang terdiri
121 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
dari pelbagai bidang keilmuan. Dengan demikian menurut
UU Kesehatan, tidak semua dokter boleh melakukan
tindakan aborsi.

5. Sarana yang dipakai dalam praktek aborsi (tindakan


pengguguran kandungan) hanya dapat dilakukan di sarana
kesehatan tertentu, yakni sarana kesehatan yang memiliki
tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut
dan telah ditunjuk oleh pemerintah

6. Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu


hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar
atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta
dari suami atau keluarganya.

7. Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal


ini dijabarkan antara lain mengenal keadaan darurat dalam
menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga
kesehatan mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk
persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.

BAB IX
INFANTISID

Definisi (Menurut pasal 341 KUHP):


pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu kandungnya
sendiri, segera atau beberapa saat setelah dilahirkan, karena
takut diketahui bahwa ia telah melahirkan anak
Inggris :Batasan infantisid sampai 12 bulan

Unsur yang terkandung :


pembunuhan, oleh ibu kandung, motivasi psikis dan waktu
(baru lahir)

UU tentang pembunuhan anak

122 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 KUHP 341 : pembunuhan anak sendiri tanpa rencana (maks.
7 th)
 KUHP 342 : pembunuhan anak sendiri dengan rencana
(maks. 9 th)
 KUHP 343 : orang lain yang melakukannya /turut melakukan
(pembunuhan biasa)
 KUHP 305 : membuang (menelantarkan) anak dibawah usia 7
th (maksimum 5 th 6 bln)
 KUHP 306 : bila berakibat luka berat atau mati (maks 7,5-9
th)
 KUHP 308 : ibu membuang anaknya yang baru lahir
(seperdua dari KUHP 305 dan 306)
 KUHP 181 : menyembunyikan kelahiran/kematian (9 bulan)

Motif Infantisid :
Anak yang tidak sah
Warisan
Orang tua yang terlalu miskin
Pada beberapa keluarga, bayi perempuan dianggap kurang
berarti
Wanita tuna susila yang tidak menghendaki kelahiran
anak
Tujuan Pemeriksaan untuk membuktikan :
 Pengertian “pembunuhan bayi” mengharuskan untuk
membuktikan :
 Lahir hidup
 Kekerasan
 Sebab kematian
 Pengertian “baru lahir” mengharuskan penilaian :
 Cukup bulan atau belum dan usia kehamilan
 Usia pasca lahirnya
 Viabel atau tidak
 Pengertian “takut diketahui” dibuktikan dengan tidak
adanya tanda-tanda perawatan

123 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 Pengertian “si ibu membunuh anaknya sendiri” harus
dibuktikan bahwa mayat anak yang diperiksa adalah anak
dari tersangka

Pemeriksaan kedokteran forensik untuk memperoleh kejelasan


dalam hal:
Apakah bayi tersebut dilahirkan mati atau hidup?
Berapakah umur bayi tersebut (intra dan ekstrauterin)?
Apakah bayi tersebut sudah dirawat?
Apakah sebab kematiannya?
Apakah pada anak tersebut di dapatkan kelainan bawaan
yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si
anak?

Lahir Hidup (live birth)


keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap, yang
setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda
kehidupan lain, tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau
belumnya tali pusat dipotong dan uri dilahirkan

Lahir mati (still birth)


Jika bayi dilahirkan setelah melewati usia kehamilan 28 mgg
dan setelah dilahirkan tidak pernah menunjukkan adanya
tanda kehidupan
Dead born :
bila kematian telah terjadi di dalam rahim (IUFD)

Tanda-tanda lahir hidup:


Anamnesis : adanya tangis bayi

Pemeriksaan :
1. Dada :
 mengembang
 diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5
 tepi paru menumpul

124 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
 beratnya kira-kira 1/35 berat badan akibat semakin
padatnya vaskularisasi paru
2. Paru
Pemeriksaan makroskopik paru :
 Paru sudah mengisi rongga dada & menutupi sebagian
kandung jantung
 Berwarna merah muda tidak merata
 Pleura yang tegang & menunjukkan gambaran mozaik
karena alveoli sudah terisi udara
 Konsistensi sperti spons, teraba derik udara
 Pada pengisian paru dalam air keluarnya gelembung udara
dan darah
 Berat paru bertambah hingga dua kali (1/35xberat badan)
karena berfungsinya sirkulasi darah jantung paru
 Uji apung paru positif
Pemeriksaan mikroskopik paru :
alveoli paru yang mengembang sempurna dengan atau tanpa
emfisema obstruktif
3. Saluran Cerna
 Adanya udara dalam saluran cerna
 Lambung dan usus : terdapat darah, mekonium, & cairan
amnion  menunjukkan bahwa bayi telah melakukan
usaha pernafasan & pada saat inspirasi menelan cairan
tersebut
 Adanya cairan susu menunjukkan bayi telah hidup untuk
beberapa waktu lamanya
4. Perubahan ginjal dan kandung kemih :
(tidak begitu spesifik & tidak bisa diandalkan)
 Kristal asam urat mungkin terdapat pada pelvis ginjal.
 Pembentukan urin (+/-)
5. Perubahan pada telinga tengah :
(kurang dapat diandalkan)
Pemeriksaan Wredin diperiksa jaringan konektif gelatin
pada telinga tengah yang akan berubah menjadi berisi
udara jika bayi telah melakukan pernafasan

125 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Lahir mati (still born)
 Ditandai :
- janin yang tidak bernafas
- denyut jantung (-)
- denyut nadi tali pusat (-)
- gerakan otot rangka (-)
 Maserasi  8-10 hari kematian in utero
 Vesikel atau bula  3-4 hari kematian in utero
 Dada : belum mengembang, iga datar & diafragma setinggi
iga ke 3-4
 Pemeriksaan makroskopik paru :
 paru-paru masih tersembunyi di belakang
 kandung jantung atau telah mengisi rongga dada
 berwarna kelabu ungu merata seperti hati
 konsistensi padat
 derik udara (-)
 pleura yang longgar
 berat paru kira-kira 1/70xberat badan
 Uji apung paru : negatif
 Mikroskopik paru : adanya tonjolan yang berbentuk seperti
bantal bertambah tinggi dengan dasar menipis, tampak
seperti gada
 Mekonium : berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau
tua terlihat dalam brokhioli & alveoli
 Kolon :
dapat menggelembung berisi mekonium tanda usaha
untuk bernafas

Umur bayi intra dan ekstra uterin


Rumus HAASE
 Usia kehamilan 1-5 bulan :
Panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat umur gestasi (bulan)
 Usia kehamilan > 5 bulan :
Panjang kepala-tumit (cm) = umur gestasi (bulan) x 5
Pusat Penulangan Pada Umur (bulan)

126 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Klavikula 1,5
Tulang panjang (diafisis) 2
Iskium 3
Pubis 4
Kalkaneus 5-6
Manubrium sterni 6
Talus Akhir 7
Sternum bawah Akhir 8
Distal femur Akhir 9/setelah lahir
Proksimal tibia Akhir 9/setelah lahir
Kuboid Akhir 9/setelah lahir
(bayi wanita lebih cepat)

Viable
Bayi/janin yang dapat hidup di luar kandungan
umur kehamilan > 28 minggu
PB (kepala-tumit) > 35 cm
PB (kepala-tunggging) > 23 cm
BB > 1000 garam
lingkar kepala > 32 cm
tidak ada cacat bawaan yang fatal
Bayi cukup bulan (matur)
umur kehamilan > 36 minggu
PB (kepala-tumit) > 48 cm
PB (kepala-tungging) 30-33 cm
BB 2500-3000 gram
lingkar kepala 33 cm.
lanugo sedikit : pada dahi, punggung & bahu
pembentukan tulang rawan telinga sudah sempurna
diameter tonjolan susu 7 mm atau lebih
kuku-kuku jari telah melewati ujung jari
garis telapak kaki > 2/3 bagian depan kaki
testis sudah turun ke dalam skrotum

127 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
labia minora sudah tertutup labia mayora yang telah
berkembang sempurna
kulit berwarna merah muda yang setelah 1-2 minggu
berubah menjadi lebih pucat atau coklat kehitaman
lemak bawah kulit cukup merata sehingga kulit tidak
berkeriput (kulit pada bayi prematur berkeriput)

Usia Pasca Lahir


Udara dalam saluran cerna
 Di lambung : baru saja lahir, belum tentu lahir hidup
 Di duodenum : > 2 jam
 Di usus halus : 6-12 jam
 Di usus besar : 12-24 jam
Mekonium keluar seluruhnya: > 24 jam
Perubahan tali pusat :
 Kemerahan di pangkalnya : 36 jam
 Kering : 2-3 hari
 Puput/lepas : 6-8 hari, kadang 20 hari
 Sembuh : 15 hari
 a/v umbilikalis menutup : 2 hari
Duktus arteriosus menutup : 3-4 mgg
Duktus venosus menutup : > 4 mgg
Sel darah merah berinti hilang : > 24 jam

Tanda-tanda perawatan (Bukan termasuk infantisid)


 Tali pusat yang terpotong rata dan diikat diujungnya,
diberi antiseptic dan verban (bisa hilang sebelum
diperiksa)
 Jalan napas bebas
 Vernix caseosa tidak ada lagi
 Berpakaian
 Air susu di dalam saluran cerna

Hubungan ibu dan anak


 Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak
 Mencari data antropologi yang khas pada ibu dan anak
128 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
 Memeriksa golongan darah ibu dan anak
 Sidik jari DNA

Pemeriksaan Mayat Bayi


Bayi cukup bulan, prematur atau nonviable
Kulit : sudah dibersihkan atau belum, keadaan verniks
kaseosa, warna, berkeriput atau tidak
Mulut : adakah benda asing yang menyumbat
Tali pusat : sudah terputus atau masih melekat pada uri
Kepala : apakah terdapat kaput suksadenum, molase
tulang tengkorak
Tanda kekerasan
Mulut : apakah terdapat benda asing & perhatikan palatum
mole apakah terdapat robekan
Rongga dada
Tanda asfiksia :berupa Tardieu’s spots pada permukaan
paru, jantung, timus, epiglotis
Tulang belakang : apakah terdapat kelainan kongenital &
tanda2 kekerasan
Periksa pusat penulangan : pada femur, tibia, kalkaneus,
talus & kuboid

BAB X
KEJAHATAN SEKS

Pengertian
Kejahatan seksual (sexual offences) adalah salah satu bentuk
dari kejahatan tubuh yang merugikan kesehatan dan nyawa
manusia. Ilmu Kedokteran Forensik berguna dalam
pembuktian

Kekerasan seksual merupakan segala kekerasan, baik fisik


maupun psikologis, yang dilakukan dengan cara-cara seksual
atau dengan mentargetkan seksualitas. Definisi kekerasan
seksual ini mencakup pemerkosaan, perbudakan seksual, dan
bentuk-bentuk lain kekerasan seksual seperti penyiksaan
129 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
seksual, penghinaan seksual di depan umum, dan pelecehan
seksual.

Pembagian
Terdapat dua macam bentuk kekerasan seksual, yaitu ringan
dan berat.
Macam-macam kekerasan seksual ringan :
 pelecehan seksual
 gurauan porno,
 siulan, ejekan dan julukan
 tulisan/gambar
 ekspresi wajah,
 gerakan tubuh
 perbuatan menyita perhatian seksual tak dikehendaki
korban, melecehkan dan atau menghina korban.
 Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat
dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.

Macam-macam kekerasan seksual berat:


 Pelecehan, kontak fisik: raba, sentuh organ seksual, cium
paksa, rangkul, perbuatan yang rasa jijik, terteror, terhina
 Pemaksaan hubungan seksual
 Hub. seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan 
atau menyakitkan
 Pemaksaan hubungan seksual dgn orang lain, pelacuran
tertentu.
 Hubungan seksual memanfaatkan posisi ketergantungan/
lemah korban.
 Tindakan seksual + kekerasan fisik dengan atau tanpa
bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka, atau cedera

Perundang-undangan
Persetubuhan tertera pada Bab XIV KUHP
Tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan

1. Persetubuhan dalam perkawinan


130 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
 Pasal 288 KUHP
2. Persetubuhan di luar Perkawinan
 Dengan persetujuan si wanita
- Tanpa ikatan
≈ wanita < 15 tahun : (287 KUHP)
≈ wanita > 15 tahun : (284 KUHP)
- Dengan Ikatan
≈ wanita < 21 tahun
- Pemberian/janji uang/barang (293 KUHP)
- Asuhan/Pendidikan (294 KUHP)
≈ wanita > 21 tahun
- Bawahan (294 KUHP)
- Dalam pengawasan (294 KUHP)
 Tanpa Persetujuan si wanita
- Dengan Kekerasan (285 KUHP)
- Si wanita pingsan/tidak berdaya (286 KUHP)
3. Perbuatan Cabul (289 KUHP)

Pemeriksaan Medis
1. Anamnesis
Anamnesis umum memuat:
- Identitas : Nama, umur, TTL, status perkawinan,
- Spesifik : Siklus haid, peny. kelamin, peny. kandungan,
peny. lain, pernah bersetubuh, persetubuhan yang
terakhir, kondom ?
Anamnesis khusus memuat waktu kejadian
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum memuat :
- Kesan penampilan (wajah, rambut), ekspresi emosional,
tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran / obat bius /
needle marks.
- Berat badan, tinggi badan, tanda vital, pupil, refleks
cahaya, pupil pinpoint, tanda perkembangan alat kelamin
sekunder, kesan nyeri ?
Pemeriksaan fisik khusus memuat:
- Pembuktian persetubuhan :
131 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
ada / tidak penetrasi penis ke vagina / anus / oral
ejakulat / mani pd vagina / anus
- Bukti Penetrasi :
 Robekan hymen, laserasi (mencakup perkiraan waktu)
 Variasi : - korban 3 hr lalu / lebih
- hymen elastis
- penetrasi tidak lengkap
 Bukti Ejakulat/mani (mencakup perkiraan waktu)
 Perlekatan rambut kemaluan
 Ejakulat di liang vagina
3. Pemeriksaan Pakaian
- rapi / tidak,
- robekan ? lama / baru, melintang ? pada jahitan ? kancing
putus ?
- bercak darah
- air mani
- lumpur / kotoran lain TKP ?
4. Pemeriksaan Laboratorium
- cairan dan sel mani dalam lendir vagina
- pemeriksaan terhadap kuman N. gonorrhoea sekret ureter
- pemeriksaan kehamilan
- toksikologik darah dan urin
Pembuktian Adanya Kekerasan
- Luka2 lecet bekas kuku, gigitan (bite marks), luka2 memar
- Lokasi : Muka, leher, buah dada, bagian dalam paha dan
sekitar alat kelamin

Perkiraan Umur
Umur berkaitan dengan KUHP
- Dasar berat badan, tinggi badan, bentuk tubuh, gigi, ciri-ciri
kelamin sekunder
- Pemeriksaan sinar X : standar waktu penyatuan tulang

Penentuan sudah atau belum waktunya dikawin


Pertimbangan kesiapan biologis : menstruasi,
Wanita sudah ovulasi / belum : vaginal smear
132 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Berdasar umur ? : > 16 th

Pemeriksaan terhadap Pelaku


- Upaya pengenalan persetubuhan,
- Bercak sperma, darah, tanah dan pakaian, robekan.
- Bentuk tubuh : memungkinkan tindakan kekerasan.
- Tanda cedera : perlawanan korban ?
- Rambut terlepas.
- Pemeriksaan menyeluruh alat kelamin : mampu seksual ?
cedera ?
- Tanda infeksi gonokokus,
- Sekret
- Smegma

Pemeriksaan Penentuan gol. Darah


- Serologis air mani (antigen ABO) pada orang yg ’sekretor’
- Di cocokkan dengan golongan darah (pelaku / korban)

Homoseksual
- Homoseksual merupakan salah satu bentuk kejahatan
seksual
- Di dalam pasal 292 KUHP, terdapat ancaman hukuman bagi
seseorang yang cukup umur yang melakukan perbuatan
cabul dengan orang lain yang sama kelaminnya yang belum
cukup umur

Penatalaksanaan Korban Kekerasan Seksual


- Profesi kedokteran : Sesuai standar pemeriksaan korban
kekerasan danpembuatan visum et repertumnya
- Kendala → belum berkembangnya Ilmu Kedokteran
Forensik Klinik di Indonesia
- Didirikannya Pusat Krisis terpadu bagi perempuan dan anak-
anak
- Menerima dan menatalaksana kekerasan terhadap
perempuan, kekerasan fisik maupun seksual, secara terpadu

133 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
sehingga diharapkan dapat memperkecil trauma psikologis
akibat viktimisasi lanjutan pada korban.

BAB XI
KEMATIAN MENDADAK

Yang termasuk golongan ini adalah :


1. Kematian terjadi seketika
Contoh : teman bertamu, duduk, kemudian meninggal
2. Kematian tidak terduga
Contoh : seorang pasien nyeri perut gastritis akut
kemudian diperiksa dan ternyata meninggal
3. Kematian tidak diketahui penyebabnya
Contoh : orang ditinggal di rumah masih sehat kemudian
keesokan harinya meninggal

134 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Cara mengatasi kematian mendadak :
 Minta keterangan dari pihak keluarga, teman dekat atau
polisi.
Tanyakan : 1. Usia
2. Penyakit yang pernah diderita
3. Keterangan mengenai kesehatan terakhir,
pernah berobat kemana
4. Tingkah laku yang aneh
 Hal-hal yang perlu diketahui dari orang tentang korban
1. Apakah sedang bertengkar
2. Apakah sehabis makan
3. Apakah kedatangan tamu

 Keadaan sekitar korban


1. Morat-marit
2. Pintu terkunci
3. Harta benda yang hilang
4. Korban diasuransikan atau tidak
5. Apakah didapatkan tanda-tanda kelainan pada korban

 Menyimpulkan kemungkinan kematian tersebut


1. Mati wajar karena penyakit, didapatkan penyakit
pembuluh darah koroner (sehabis aktivitas fisik,
bertengkar).
2. Mati tidak wajar, didapatkan tanda/kekerasan di tubuh.

Penyebab kematian ditinjau dari perorgan :


a. Sistem cardiovaskuler
 Penyakit jantung koroner
 Thrombus pada ramus circumfleksa a. coronaria sinistra
 Thrombus pada ramus ascendens a. coronaria dekstra dan
sinistra
 Infark miokard akut
135 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
 Penyakit jantun katup
b. Sistem syaraf pusat
 Perdarahan otak > pecahnya aneurisma cerebri
 Trombus a. cerebri media, posterior (cabang circulus
willisi)
 Perdarahan subarachnoid, epidural, dan subdural serta
intraserebral bleeding
 Pelebaran pembuluh darah willisi
 Perdarahan cerebello pontinus
 Tumor, radang, meningitis, ensefalopati, ensefalitis
c. Sistem pernapasan
Edem paru
Pneumonia
Bronchopneumonia
TBC
Emfisema pulmonum
Status asamatikus
d. Sistem gastrointestinal
Pecahnya varises esophagus
Ulkus gastrikum kronis
Perdarahan saluran cerna
Apendisitis
Trauma abdomen
Obstruksi usus > dehidrasi > meninggal
Invaginasi
Megakolon congenital
Hernia inkarserata
Perdarahan
e. Sistem urogenitalia
Perdarahan
Gangguan fungsi ginjal
Sindrom nefrotik
glomerulonefritis

136 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
BAB XII
TOKSIKOLOGI FORENSIK

Definisi
Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan sumber, karakteristik dan kandungan racun, gejala dan
tanda yang disebabkan racun, dosis fatal, periode fatal,dan
penatalaksanaan kasus keracunan. Periode fatal merupakan
selang waktu antara masuknya racun dalam dosis fatal rata-rata
sampai menyebabkan kematian pada rata-rata orang sehat.
Dalam berbagai kepustakaan, terdapat berbagai pengertian
tentang keracunan (poisoning) dan intoksikasi. Beberapa
137 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
kepustakaan menyatakan pengertian keracunan dan intoksikasi
berbeda, dimana keracunan dinyatakan sebagai over dosis yang
mempunyai efek sentral sedangkan intoksikasi merupakan over
dosis yang bersifat umum baik sentral maupun perifer. Namun
kepustakaan lain menyatakan keracunan dan intoksikasi
memiliki pengertian yang sama.
Berbagai definisi racun telah dipublikasikan berdasarkan
sudut pandang yang berbeda dari berbagai ahli. Semua definisi
memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri dalam
interpretasi dan banyak definisi yang tumpang tindih satu
dengan lainnya. Paracelcus (1493-1541) yang lebih dikenal
sebagai Theopraksis Bombastus Von Honhenheim, orang yang
pertama mendefinisikan racun, menyatakan semua substansi di
alam adalah racun hanya dosis yang membedakan substansi
tersebut racun atau bukan (sola dosis facit venenum).
Tosksikologist Seinen (1989) menyatakan racun adalah
substansi yang diberikan secara berlebihan sehingga
toksikologi dianggap sebagai pengetahuan tentang sesuatu
yang berlebihan (toxicology is the knowledge of too much). 5
Sangster secara lebih rinci menyatakan tentang sumber
substansi yang dianggap racun. Keracunan dianggap sebagai
cidera yang diakibatkan konsentrasi berlebihan dari substansi
eksogenous (dari luar tubuh manusia).
Toksisitas Racun
Dalam pemeriksaan keracunan harus diperhatikan
kondisi-kondisi yang mempengaruhi fatalitas racun pada
korban, baik pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan. Banyak substansi yang hanya bersifat
toksik dalam jumlah yang besar tetapi ada yang bersifat toksik
meskipun jumlahnya kecil. Demikian juga adanya substansi
tertentu secara tersendiri tidak bersifat toksik atau toksisitasnya
rendah tetapi dengan adanya substansi lain, menyebabkan
substansi tersebut menjadi toksik. Hal yang perlu diperhatikan
dalam pemeriksaan korban hidup, antara lain :
1. Toksisitas intrinsik
138 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Ikatan kimia (struktur kimia) suatu zat secara intrinsik
membentuk sifat racun zat tersebut,misalnya unsur sodium.
2. Dosis dan bioavailabilitas
Farmakokinetik untuk substansi yang bersifat sistemik
sangat tergantung dosis zat yang masuk ke dalam tubuh dan
kecepatan metabolisme zat terutama di organ detoksifikasi
(hati). Metabolisme zat di dalam hati sebelum beredar ke
dalam sirkulasi sistemik (first pass effect) sangat
menentukan toksisitas zat yang masuk ke dalam tubuh
secara oral.
3. Konsentrasi
Fatalitas beberapa zat tergantung konsentrasi seperti halnya
gas karbon monoksida (CO), asam kuat dan basa kuat.
4. Frekuensi dan waktu paruh
Seringnya kontak, lama kontak (durasi) dan waktu paruh zat
yang kontak juga mempengaruhi toksisitas racun.
5. Cara masuk zat ke dalam tubuh
Cara masuk zat ke dalam tubuh sangat menentukan
kecepatan kecepatan absorbsi dan beredarnya zat secara
sistemik. Pemekaian zat per oral relatif lebih lambat
dibandingkan secara injeksi dan inhalasi.
6. Ko-medikasi
Adanya zat lain (ko-medikasi) dapat meningkatkan
toksisitas zat dengan toksisitas rendah atau mengubah zat
yang tidak toksik menjadi toksik. Alkohol merupakan ko-
medikasi yang paling sering digunakan, yang dapat
meningkatkan efek depresan dari obat-obat yang menekan
sistem saraf pusat..
7. Kondisi pemakai
Kondisi korban harus diperiksa dengan teliti terhadap
adanya penyakit-penyakit yang melibatkan sistem
metabolisme dan detoksifikasi, dimana penyakit tersebut
dapat meningkatkan toksisitas suatu zat. Demikian juga
halnya faktor umur, jenis kelamin, status gizi, reaksi alergi,
dan idiosinkrasi.

139 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Keracunan dalam Bidang Medis
Pelayanan forensik klinis kasus keracunan pada prinsifnya
adalah mengumpulkan bukti-bukti penggunaan racun dan
menginterpretasikannya dalam bentuk sertifikasi yang dapat
dijadikan bukti da dapat diterima di pengadilan. Informasi
yang melatarbelakangi keracunan menjadi salah satu bukti
yang perlu digali dan dikumpulkan. Pemeriksaan forensik
dalam kasus keracunan dapat dibagi dalam dua kelompok,
yaitu atas dasar dari tujuan pemeriksaan itu sendiri. Yang
pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian, misalnya
kematian karena keracunan morfin, sianida, keracunan
karbonmonoksida serta keracunan insektisida dan lain
sebagainya. Yang kedua, dan ini sebenarnya yang terbanyak
kasusnya akan tetapi belum banyak disadari, adalah untuk
mengetahui mengapa suatu peristiwa, misalnya peristiwa
pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pesawat udara
dan perkosaan dapat terjadi.
Dengan demikian tujuan yang kedua bermaksud untuk
membuat suatu rekaan rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi,
sampai sejauh mana obat-obatan atau racun tersebut berperan
sehingga kecelakaan pesawat udara misalnya, dapat terjadi.3
Bentuk Keracunan Berdasarkan Motif
Salah satu tujuan pelayanan forensik klinik adalah
memberikan informasi atau fakta-fakta yang membuat terang
kasus keracunan yang mencurigakan termasuk motif yang
melatarbelakangi kasus tersebut. Dalam kasus tindak pidana
harus dibuktikan adanya perbuatan yang salah (actua rheus)
dan situasi batin yang melatarbelakangi tindakan tersebut (men
rhea). Motif keracunan harus ditentukan sebagai unsur men
rhea, apakah timbul akibat kecerobohan (recklessness), kealpaan
(negligence) atau kesengajaan (intentional).
Secara umum, motif keracunan dapat dibedakan menjadi
dua bentuk (tipe) berdasarkan korban keracunan, yaitu:
1. Tipe S (spesific target)

140 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Menunjukkan bahwa korban keracunan hanya orang
tertentu dan biasanya antara pelaku dan korban sudah
saling kenal. Motivasi yang biasanya melatarbelakangi,
antara lain: uang, membunuh, pembunuhan lawan politik
dan balas dendam. Keracunan tipe S berdasarkan
terjadinya dibagi ke dalam dua sub grup yaitu:
a. Sub grup S tipe S/S (spesific/slow) dimana keracunan
terjadi secara perlahan dan direncanakan oleh pelaku.
b. Sub grup Q tipe S/Q (spesific/quick) dimana keracunan
terjadi secara mendadak dan tanpa perencanaan
sebelumnya.
Pemeriksaan terhadap korban keracunan tipe S/S perlu
mendapat perhatian lebih sebab kegagalan pembuktian
tanda-tanda keracunan oleh dokter sangat sering membuat
kasus tersebut menjadi kasus tersebut menjadi kasus
pembunuhan yang sempurna (the perfect murder).
Pembunuhan yang sempurna adalah kematian korban
yang sesungguhnya akibat tindaan pidana tetapi dokter
menyatakan sebagai kematian wajar karena faktor
penyakit. Kasus pembunuhan yang sempurna terjadi
bukan karena keahlian si pembunuh, tetapi akibat
kegagalan dokter mengenali tanda-tanda keracunan pada
korban.
2. Tipe R (random target)
Terjadi pada korban yang acak. Motivasi bentuk
keracunan ini biasanya ego, sadistik, dan teror.
Berdasarkan kejadiannya keracunan tipe R dibagi:
a. Sub grup S tipe R/S (random/slow), terorisme
merupakan salah satu benuk keracunan tipe ini bila
racun yang dipakai sebagai alat untuk menjalankan
teror.
b. Sub tipe Q tipe R/Q
Pemeriksaan Forensik Klinik terhadap Korban Keracunan
Pemeriksaan korban keracunan pada prisifnya sama secara
medis maupun secara forensik klinis meliputi anamnesis,
141 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Perbedaan yang
ada adalah pada hasil akhir pemeriksaan, berupa sertifikasi
yang memberi batuan pembuktian hukum terhadap korban.
Sertifkasi yang dimaksud adalah diterbitkannya visum et
repertum peracunan.
Dalam pemeriksaan forensik klinis, anamnesis dapat
bersifat autoanamnesis bila korban kooperatif atau
alloanamnesis baik terhadap keluarga koban atau penyidik.
Beberapa hal yang perlu ditekankan dalam anamnesis :
- Jenis racun
- Cara masuk racun (route of administration) : melalui
ditelan, terhisap bersama udara pernafasan, melalui
penyuntikan, penyerapan melalui kulit yang sehat atau
kulit yang sakit, melalui anus atau vagina.
- Data tentang kebiasaan dan kepribadian korban
- Keadaan sikiatri korban
- Keadaan kesehatan fisik korban
- Faktor yang menigkatkan efek letal zat yang digunakan
seperti penyakit, riwayat alergi atau idiosinkrasi atau
penggunaan zat-zat lain (ko-medikasi)
Dalam pemeriksaan fisik, harus dicatat semua bukti-bukti
medis meliputi tanda-tanda mencurigakan pada tubuh korban
seperti bau tertentu yang keluar dari mulut atau saluran napas,
warna muntahan dan cairan atau sekret yang keluar dari mulut
atau saluran napas, adanya tanda suntikan, dan tanda fenomena
drainage. Gejala-gejala dan perlukaan tertentu harus dicatat
seperti kejang, pin point pupil atau tanda gagal napas.
Demikian juga terhadap luka-luka lecet sekitar mulut, luka
suntikan atau kekerasan lainnya. Bau-bau tertentu harus
dikenali dalam pemeriksaan seperti bau amandel pada
keracunan sianida, bau pestisida atau bau minyak tanah yang
dipakai sebagai pelarut.
Pengambilan dan analisis sampel dilakukan dengan
mengambil sisa muntahan, sekret mulut dan hidung, darah
serta urin. Bila racun per oral, analisis isi lambung harus

142 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
dilakukan secara visual, bau dan secara kimia. Skrening racun
diambil dari sampel urin dan darah.
Hasil akhir pemeriksaan forensik klinik adalah
diterbitkannya Visum et Repertum Peracunan yang merupakan
salah satu alat bukti sah di pengadilan. Prosedur penerbitan
Visum et Repertum Peracunan sesuai dengan prosedur mediko
legal penerbitan visum dimana harus dibuat berdasarkan Surat
Permintaan Visum resmi penyidik (pasal 133 KUHAP). Dalam
Visum et Repertum peracunan ditentukan kualifikasi luka
akibat peracunan, dimana penentuannya berdasarkan penilaian
efek racun terhadap metabolisme dan gangguan fungsi organ
yang diakibatkan oleh racun.
Pemeriksaan Forensik Kasus Keracunan terhadap Koban yang
Sudah Meninggal
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan pada
pemeriksaan keracunan pada korban yang sudah meninggal
antara lain:
1. Pemeriksaan post mortem
a. Pemeriksaan luar
Pada pemeriksaan luar untuk kasus keracunan,
kemungkinan didapatkan:
- Racun jenis tertentu mengeluarkan bau aroma yang
khas, misalnya asam hidrosianida, asam karbonat,
kloroform, alkohol, dll. Untuk menjaga keutuhan
jenazah tidak boleh menggunakan cairan desinfektan
yang mempunyai bau (aroma).
- Pada permukaan tubuh jenazah mungkin ditemukan
bercak-bercak yang berasal dari muntahan, feses dan
kadang-kadang jenis racun itu sendiri.
- Perubahan warna kulit, misalnya menjadi kuning pada
keracunan fosfor dan keracunan akut akibat unsur
tembaga sulfat.
- Keadaan pupil mata dan jari tangan yang lemas atau
mengepal.

143 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
- Pemeriksaan lubang pada tubuh jenazah untuk melihat
adanya tanda-tanda bekas zat korosif atau benda asing.
- Livor mortis yang khas, merah terang, cherry red atau
merah coklat (bila racunnya menyebabkan perubahan
warna darah sehingga warna lebam jenazah mengalami
perubahan.
b. Pemeriksaan dalam
Pada umumnya tanda-tanda keracunan tampak pada
traktus gastrointestinal, terutama jika keracunan akibat zat
korosif atau iritan. Perubahan yang terjadi adalah:
- Hiperemia
Warna kemerahan pada membran mukosa paling jelas
terlihat pada bagian kardiak lambung dan pada bagian
kurvatura mayor. Warnanya adalah merah gelap dan
hiperemia ini bentuknya bisa merata atau bercak,
misalnya pada keracunan arsen hiperemia adalah merah
merata.
Perubahan warna juga bisa muncul karena berbagai
unsur lainnya seperti sari buah. Asam nitrat
menyebabkan warna kuning pada usus. Hiperemia
harus dibedakan dengan kongesti vena secara
menyeluruh yang terjadi pda kematian akibat asfiksia.
Gambaran yang membedakan dengan hiperemia yang
disebabkan oleh penyakit adalah pada hiperemia
karena penyakit sifatnya merata dan terdapat pada
seluruh permukaan serta tidak berupa bercak, selain itu
gambaran membran mukosa lebih banyak terkena pada
kasus keracunan.
- Perlunakan
Keadaan ini terjadi pada keracunan korosif, lebih sering
terlihat pada kardiak lambung, kurvatura mayor, mulut,
tenggorokan dan esofagus. Jika disebabkan karena
penyakit, gambaran ini hanya tampak pada lambung.
Juga harus dibedakan dengan perlunakan post mortem
yang terdapat pada bagian yang lebih rendah dan
mengenai seluruh lapisan dinding lambung. Pada
144 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
bagian yang mengalami perlunakan tidak ada tanda-
tanda inflamasi.
- Ulserasi
Paling sering ditemukan ditemukan pada kurvatura
mayor lambung dan harus dibedakan dengan tukak
peptik yang paling sering terdapat di kurvatura minor
lambung dan ditandai dengan adanya hiperemia di
sekitar tukak tersebut.
- Perforasi
Sangat jarang terjadi, kecuali pada kasus keracunan
asam sulfat. Perforasi juga bisa terjadi akibat tukak
kronis, tetapi bentuk perforasi pada kasus ini biasannya
lonjong atau bulat, pinggirnya melekuk ke arah luar
dan lambung menunjukkan tanda-tanda perlekatan
dengan jaringan sekitar.
2. Pemeriksaan kimia/toksikologi pada organ tubuh bagian
dalam
Ditemukannya jenis racun pada darah, feses, urin atau
dalam organ tubuh merupakan bukti yang memastikan
bahwa telah terjadi keracunan. Racun bisa ditemukan dalam
lambung, usus halus, dan kadang-kadang pada hati, limpa
dan ginjal. Organ tubuh dan bahan yang diperiksa antara
lain :
- Urin dan feses
- Darah
- Lambung dan isinya
- Bagian dari usus halus (duodenum dan jejunum)
- Hati
- Setengah bagian dari masing-masing ginjal
- Otak dan korda spinalis, terutama pada keracunan striknin
- Uterus dan organ-organ yang berkaitan dengan uterus, jika
ada kecurigaan abortus kriminalis
- Paru-paru terutama pada keracunan kloroform
- Tulang, rambut, gigi dan kuku
- Organ tubuh lainnya yang dicurigai mengandung racun.
3. Pengumpulan bukti-bukti dari sekitar tempat kejadian
145 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Kunci Pembuktian Kasus Keracunan
Dalam pembuktian kasus keracunan sebagai tindak
pidana, banyak hal yang harus dibuktikan dan dalam
pembuktiannya banyak melibatkan dokter forensik klinis. Hal
yang dibuktikan antara lain :
1. Bukti hukum (legally proving): bukti hukum yang dapat
diterima di pengadilan (adminissible) sangat tergantung dari
keaslian bukti tersebut sehingga penatalaksanaan terhadap
bukti-bukti pada korban sangat diperlukan. Terlebih lagi
pada kasus tindak pidana yang memerlukan standar
pembuktian dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi
yaitu sampai tidak ada keraguan yang beralasan.
2. Pembuktian motif keracunan
3. Kondisi yang memungkinkan dapat diperolehnya racun
seperti adanya resep, toko obat atau toko yang menyediakan
substansi yang digunakan.
4. Bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan korban,
gangguan kepribadian, kondisi kesehatan, dan penyakit
serta kesempatan dilibatkannya racun.
5. Bukti kesengajaan (intentional)
6. Bila korban meninggal harus ditentukan sebab kematian
korban adalah racun dengan menyingkirkan sebab kematian
yang lainnya.
7. Bukti peracunan adalah homicide.
Dari 7 bukti pembuktian kasus keracunan, tampak
bantuan dokter sangat diperlukan dalam beberapa langkah
terutama :
- Pengumpulan, pencatatan dan interpretasi bukti keracunan
medis dalam upaya memberikan pembuktian hukum
- Menemukan bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan,
kondisi fisik dan keadaan psikiatri korban
- Penentuan sebab kematian bila korban dengan mengeklusi
penyebab kematian lainnya
Mekanisme Kerja Racun Dalam Tubuh Manusia

146 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
1. Racun yang bekerja lokal atau setempat, zat-zat korosif :
lisol, asam kuat, basa kuat, yang bersifat iritan : arsen,
HgCl2, yang bersifat anestetik : kokain, asam karbol
2. Racun yang bekerja secara sistemik
- narkotika, barbiturat dan alkohol; terutama berpengaruh
terhadap susunan saraf pusat
- digitalis dan asam oksalat; terutama berpengaruh terhadap
jantung
- karbonmonoksida dan sianida, terutama berpengaruh
terhadap sistem enzim pernafasan dalam sel
- insektisida golongan “chlorinated hydrokarbon” dan
golongan fosfor organik
- cantharides dan HgCl2, terutama berpengaruh terhadap
ginjal.
3. Racun yang bekerja secara lokal dan sistemik
- asam oksalat
- asam karbol
- arsen
- garam Pb
Keracunan Sianida
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik, cara
masuk ke dalam tubuh dapat secara :
- inhalasi, misalnya gas HCN (gas penerangan, sisa
pembakaran seluloid, fumigasi kapal)
- oral, yaitu garam CN yang dipakai pada peyepuhan emas,
pengelasan besi dan baja, serta fotografi dan amigdalin
yang didapat dari singkong, ubi dan biji apel
Setelah diabsorbsi, CN masuk ke dalam sirkulasi sebagai CN
bebas dan tidak dapat berikatan dengan Hb kecuali dalam
bentuk methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin.
CN akan mengaktifkan enzim oksidatif beberapa jaringan
secara radikal, terutama sitokrom oksidase juga merangsang
pernapasan bekerja pada ujung sensorik sinus (kemoreseptor)
sehingga pernapasan cepat. Dengan demikian proses oksidasi-
reduksi dalam sel tidak berlangsung dan oksihemoglobin tidak
147 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
dapat berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan sehingga
timbul anoksia jaringan. Hal ini merupakan keadaan
paradoksal karena korban meninggal akibat hipoksia tetapi
darahnya kaya akan O2.
Takaran toksik per oral untuk HCN adalah 60-90 mg,
sedangkan KCN atau NaCN adalah 200 mg. Gas CN 200-400
ppm akan menyebabkan kematian dalam 30 menit sedangkan
gas CN 20000 ppm akan menyebabkan meninggal seketika.
Tanda dan gejala keracunan akut CN yang ditelan dapat dengan
cepat menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian dapat
timbul dalam beberapa menit. Dalam interval yang pendek
antara menelan racun sampai kematian, korban mengeluh
merasa terbakar pada kerongkongan dan lidah, hipersalivasi,
mual, muntah, sakit kepala, vertigo, fotopobia, tinitus, pusing,
kelelahan dan sesak napas. Dapat pula ditemukan sianosis pada
muka, keluar busa dari mulut, nadi cepat dan lemah, napas
cepat dan kadang-kadang tidak teratur, refleks melambat, udara
pernapasan berbau amandel. Menjelang kematian sianosis
nyata dan timbul kedutan otot-otot berlanjut dengan kejang
dengan inkontinensia urin dan alvi. Racun yang diinhalasi
menimbulkan palpitasi, kesukaran bernapas, mual muntah
sakit kepala, salivasi, lakrimasi, iritasi mulut dan
kerongkongan, pusing, kelemahan ekstremitas, kolaps, kejang,
koma, dan meninggal.
Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang
merupakan tanda patognomonik untuk keracunan CN. Selain
itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari
mulut, dan lebam jenazah berwarna merah terang. Pemeriksaan
selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran yang khas.
Pada otopsi dapat tercium bau amandel waktu membuka
rongga dada, perut dan otak. Darah, otot dan penempang organ
berwarna merah terang. Juga ditemukan tanda-tanda asfiksia.
Pemastian diagnosis keracunan CN dilakukan dengan
pemeriksaan toksikologis terhadap isi lambung dan darah.
Keracunan Karbon Monoksida
148 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Karbon mononoksida (CO) adalah gas yang tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak merangsang selaput lendir.
Sumber CO berasal dari hasil pembakaran tidak sempurna
motor yang menggunakan bahan bakar bensin. CO diserap
melalui paru, sebagian besar diikat oleh Hb, afinitas COHb 208-
245 kali afinitas O2. Bila korban dipindahkan ke udara bersih,
kadar COHb berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam dan setelah 6-
8 jam darah tidak mengandung COHb lagi. Gejala keracunan
CO berkaitan dengan kadar COHb dalam darah :
Tabel 1. Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan CO.
Saturasi Gejala
COHb
10 % Tidak ada
10% - 20% Rasa berat pada kening, mungkin
sakit kepala ringan
20% - 30% Sakit kepala, berdenyut pada
pelipis
30% - 40% Sakit kepala keras, lemah,
pusing,penglihatan buram, mual
dan muntah, kolaps
40% - 50% Sama dengan gejala di atas tetapi
dengan kemungkinan besar kolaps
atau sinkop. Pernapasan dan nadi
cepat, ataksia.
50% - 60% Sinkop, pernapasan dan nadi
bertambah cepat, koma dengan
kejang intermitten, pernapasan
Cheyne Stoke
60% - 70% Koma dengan kejang, depresi
jantung dan pernapasan, mungkin
meninggal
70% - 80% Nadi lemah, pernapasan lambat,
gagal napas dan meninggal.
Pada kematian korban yang singkat setelah keracunan CO
ditemukan lebam mayat berwarna cherry red pada pemeriksaan
149 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
luar. Warna ini disebabkan kadar COHb dalam darah melebihi
20%-30% saturasi. Pada pemeriksaan luar selanjutnya biasanya
tidak terdapat gambara yang khas.
Pemeriksaan dalam untuk keracunan yang tidak lama
terjadi ditemukan jaringan otot, viscera dan darah yang
berwarna merah terang. Kadang-kadang ditemukan tanda-tanda
asfiksia dan hiperemia viscera. Pada otak besar dapat
ditemukan petekie di substansia alba bila korban bertahan
hidup lebih dari 30 menit.
Pada korban keracunan CO yang sempat mendapat
pertolongan dan baru meninggal beberapa saat (hari)
kemudian, maka kadar COHb dalam darah sudah kembali
rendah dan lebam mayat tidak akan berwarna merah terang.
Mekanisme kematian pada kasus ini adalah anoksia jaringan
otak, yang pada pemeriksaan jenazah petekie pada substansia
alba otak atau gambaran infark atau ensephalomalacia yang
simetris. Pada kondisi demikian, diagnosis kematian akibat
keracunan CO ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan di TKP
atau gambaran klinis saat korban baru dirawat.
Keracunan Insektisida
Kasus kematian akibat insektisida seringkali merupakan
kematian akibat bunuh diri menggunakan bahan pembunuhan
serangga golongan karbamat yang digunakan luas
dimasyarakat. Selain itu keracunan juga disebabkan oleh faktor
ketidaksengajaan pada proses penyemprotan. Pembunuhan
dengan racun jenis ini jarang terjadi. (anonim, chadna)
Insektisida yang sering digunakan, antara lain :
1. golongan fosfat organik : malation, paration, paraxon,
diazinon
2. golongan karbamat : carbaryl, baygon
3. golongan hidrokarbon yang diklorkan : DDT, lindane
Berdasarkan cara kerjanya, golongan organofosfat dan
karbamat dikategorikan ke dalam antikolinesterase. Pada
golongan organofosfat inhibisinya bersifat irreversibel,
sedangkan golongan karbamat bersifat reversibel. Inhibisi
150 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
mengakibatan terjadinya akumulasi asetilkoloin, rangsangan
pada saraf kolinergik diperpanjang. Kematian terjadi karena
gagal napas dan henti jantung. Gejala klinis berupa gangguan
penglihatan, sukar bernapas, saluran pencernaan hiperaktif.
Tanda dan gejala lain yang sering terjadi antara lain sakit
kepala, kelemahan otot, hiperhidrosis, lakrimasi, salivasi,
miosis, sekresi saluran napas, sianosis, papil edem, konvulsi,
koma, dan hilangnya kontrol terhadap sfingter.
Pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda pembendungan
pada alat dalam. Di dalam lambung ditemukan cairan yang
terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan cairan lambung dan
lapisan larutan insektisida. Mukosa lambung dan usus bagian
atas tampak hiperemis dan mengalami perdarahan submukosa.
Juga dapat tercium bau pelarut insektisida. Limpa, otak dan
paru tampak edem dan kongesti. Kerusakan jaringan hati
biasanya merupakan penyebab kematian pada keracunan
kronis.
Keracunan Arsen
Arsen dalam bentuk metal tidak beracun, yang beracun
adalah dalam bentuk garam. Arsen mengiritasi jaringan,
menekan sisem saraf dan menghalangi respirasi. Arsen tidak
berwarna, tadak berbau (As2O3) dan tidak berasa. Bentuknya
seperti bubuk giling, tidak larut dalam air. Jumlah yang sangat
sedikit sudah dapat membunuh seseorang (30-300 mg). Cara
kerja keracunan akut berupa gangguan metabolisme seluler
dengan menghambat sistem enzim sulfhidril, selain itu arsen
dianggap merupakan racun kapiler dan menyebabkan dilatasi
kapiler. Timbulnya gejala biasanya dalam waktu 2 jam setelah
masuknya racun. Arsen menyebabkan :
Cara kerja keracunan akut berupa gangguan metabolisme
seluler dengan menghambat sistem enzim sulfhidril, selain itu
arsen dianggap merupakan racun kapiler dan menyebabkan
dilatasi kapiler

151 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
- rasa terbakar pada tenggorokan, retrosternum dan
epigastrium; rasa sangat haus disertai mual, muntah dan
diare
- nyeri akut pada abdomen, mungkin karena perforasi
lambung
- tenesmus yang disertai tinja berwarna hitam karena
banyak mengandung darah dan banyak mengandung
cairan seperti diare pada kolera
- berkurangnya produksi urin, terdapatnya sel darah merah
pada urin dan selanjutnya dapat mengalami gagal ginjal
- gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi dan kejang otot. Pasien menjadi
gelisah
- tanda syok akan menonjol pada tahap menjelang kematian
- koma, kejang dan meinggal
Pada kasus racun arsen dalam bentuk serbuk arsen, pasien
akan batuk darah dengan dahak yang berbusa, gangguan
pernapasan dan sianosis. Selanjutnya mungkin mengalami
edema paru akut. Kematian mendadak akibat syok mungkin
terjadi karena arsen dalam dosis tinggi. Tetapi pada beberapa
kasus, arsen dalam jumlah besar akan menyebabkan muntah
sehingga mengeluarkan sebagian besar racun tersebut dan
pasiennya selamat. Pada beberapa kasus, gejala-gejala pada
sistem pencernaan sangat minimal, bahkan tidak sama sekali.
Pasien merasa pusing, nyeri prekordium, delirium, kehilangan
kesadaran dan meninggal. Paralisis seluruh anggota badan
mungkin terjadi sebelum kematian.
Pada kasus kematian akibat keracunan arsen, pemeriksaan
luar didapatkan tanda-tanda dehidrasi, seperti mata cekung dan
penonjolan tulang-tulang wajah. Pada pemeriksaan dalam,
mukosa mulut biasanya normal tetapi bisa tampak tanda-tanda
inflamasi. Mukosa sistem pencernaan mengalami inflamasi,
berwarna merah disertai perdarahan submukosa. Membran
mukosa mempunyai rugae dan di antara rugae bisa ditemukan
lendir yang kental dan mengikat partikel racun. Isi lambung
berwarna gelap.
152 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Untuk mendiagnosis keracunan akibat arsen dilakukan
pemeriksaan toksikologi pada isi lambung. Pada kasus
keracunan kronis, pemeriksaan terhadap rambut, kuku, dan
tulang akan memberikan hasil positif.
Keracunan Alkohol
Kematian akibat overdosis alkohol akut jarang terjadi.
Kematian lebih sering karena efek kronis alkohol. Penyakit hati
kronis terbukti menyebabkan kematian karena alkohol. Hampir
separuh dari kecelakaan kendaraan bermotor yang terjadi di
United States berhubungan dengan penggunaan alkohol.
Alkohol juga dikaitkan dengan kelainan kongenital dan
perkembangan tumor ganas.
Absorbsi alkohol terutama dari usus halus (80%) dan
lambung (20%). Konsentrasi alkohol dalam darah sudah bisa
ditemukan dalam waktu 5-10 menit setelah meminum alkohol.
Kadar puncak dalam darah adalah 30 menit setelah meminum
alkohol. Dibutuhkan waktu yang lama agar kadar puncak
alkohol dalam darah bisa menyebabkan habituasi
(ketergantungan) dan keadaan lainnya seperti gastritis dan
hiperemia.
Proses absorbsi semakin cepat jika terdapat air dalam
saluran usus atau lambung dalam keadaan kosong. Wine
(anggur) merupakan jenis minuman yang peling cepat
penyerapannya. Metabolisme alkohol terutama terjadi di hati
(90%) da mengalami oksidasi. Sisanya 10% diekskresikan
melalui kulit, paru-paru, kelenjar liur dan ginjal.
Dosis tidak hanya tergantung dari jumlah yang diminum
tetapi juga tergantung pada kebiasaan seseorang dan jenis
minumannya. Bagi orang dewasa, dosis fatal adalah sebesar 150-
200 ml alkohol absolut. Jika alkohol diminum dalam jumlah
yang banyak oleh seseorang yang tidak mempunyai kebiasaan
minum alkohol, bisa menyebabkan kematian dalam beberapa
menit. Periode fatal biasanya antara 12-24 jam, pada beberapa
kasus bisa agak panjang yaitu 5-6 hari. 4

153 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
Keracunan alkohol bisa bersifat akut atau kronis.
Keracunan alkohol akut terdiri dari dari tahap merasa dalam
keadaan senang, tahap kebingungan, dan tahap koma.
Keracunan alkohol kronis terjadi karena meminum alkohol
dalam jangka waktu lama. Gejala yang dialami berupa
penurunan nafsu makan, mual, muntah, diare, tremor pada
tangan dan lidah, gangguan daya ingat dan menilai, jika telah
berlangsung lama dapat menyebebkan hipoproteinemia yang
berakibat edem anasarka. Selain mengalami stres psikologis,
pasien juga mengalami neuritis perifer dan demensia yang
semakin nyata pada tahap akhir, pasien kemudian tiba-tiba
mengalami pingsan dan koma.
Mekanisme kematian pada alkoholisme kronis terutama
akibat gagal hati dan ruptur varises esofagus akibat hipertensi
portal, selain itu dapat juga disebabkan secara sekunder akibat
pneumonia dan TBC. Peminum alkohol sering terjatuh dalam
keadaan mabuk dan meninggal.
Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara
pernapasan merupakan petunjuk awal yang harus dibuktikan
dengan pemeriksaan kadar alkohol baik melalui urin atau
darah vena. Kelainan yang ditemukanpada korban meninggal
tidak khas, mungkin ditemukan gejala-gejala yang ditemukan
pada asfiksia (seluruh organ menunjukkan tanda
pembendungan, darah lebih encer dan berwarna merah gelap).
Mukosa lambung menunjukkan tanda-tanda pembendungan,
kemerahan, inflamasi tetapi kadang tidak ada kelainan.
Gambaran post mortem pada keracunan alkohol kronis berupa
mukosa lambung tampak hipertropi dan hiperemia, hati dan
ginjal mengalami kongesti, pada hati terdapat infiltrasi lemak
dan sirosis, jantung membesar dan menunjukkan infiltrasi
lemak.

Keracunan Narkotika
154 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Kematian akibat narkotika lebih sering karena kecelakaan.
Pada pemeriksaan kasus yang meninggal akibat narkotika,
perlu diperhatikan akan adanya bekas suntikan yang baru dan
lama. Pada para pemakai narkotika dengan suntikan dapat
diteukan pembesaran kelenjar limfe regional. Kadangkala
ditemukan tatto pada tempat yang tidak lazim, misalnya pada
lipat siku, yang dimaksudkan menutupi bakas suntikan.
Kematian akibat narkotika paling sering melalui
terjadinya depresi napas. Pada pemeriksaan jenazah akan
ditemukan kelainan pada paru berupa pembendungan hebat
dan edema paru hebat, narcotic lung atau gambaran pneumonia
lobaris. Pembendungan ditemukan pula pada organ-organ
tubuh lainnya.
Pemeriksaan toksikologi dilakukan terhadap darah dan
urin. Selain itu, pemeriksaan toksikologi juga dilakukan pada
cairan empedu serta tempat masuknya narkotika tersebut
(jaringan sekitar suntikan pada pemakai narkotika suntikan,
nasal swab pada mereka yang melakukan sniffing, isi lambung
pada mereka yang menelan narkotika).
Pemeriksaan Toksikologi pada Kematian Akibat Keracunan
Investigasi kematian akibat keracunan dapat dibagi
menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Mengumpulkan keterangan riwayat keracunan dan
spesimen yang sesuai
Saat ini, terdapat banyak bahan yang beredar di
masyarakat yang dapat menyebabkan kematian jika dicerna,
diinjeksi, atau terinhalasi. Ahli toksikologi harus membatasi
sejumlah material yang dianalisis. Sebelum memulai
analisis, penting sekali dilakukan pengumpulan informasi
yang mungkin berkaitan dengan fakta keracunan. Ahli
toksikologi harus memperhatikan usia, jenis kelamin, berat
badan, riwayat kesehatan, dan pekerjaan korban, pemberian
terapi sebelum meninggal, temuan pada otopsi, obat yang
terdapat pada korban, dan interval waktu antara onset gejala
dan kematian.
155 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
Pengumpulan spesimen untuk analisis toksikologi
biasanya dilakukan saat dilakukan otopsi. Spesimen dari
sejumlah cairan tubuh dan organ penting untuk
mengambarkan afinitas obat dan racun terhadap jaringan
tubuh. Spesimen harus dikumpulkan sebelum jenazah
diawetkan, dimana proses ini dapat merusak atau
melarutkan racun dan membuat deteksi menjadi tidak
memungkinkan. Contohnya CN dirusak oleh proses
pembalseman.
2. Analisis toksikologi
Sebelum memulai analisis, ahli toksikologi harus
mempertimbangkan beberapa faktor yaitu: jumlah spesimen
yang tersedia, sifat dasar temuan racun dan biotransformsi
racun. Pada kasus keracunan dengan racun yang masuk per
oral, isi saluran cerna harus dianalisi pertama kali, ketika
sejumlah residu racun yang tak terabsorbsi masih
ditemukan. Selanjutnya urin dapat dianalisis, karena ginjal
merupakan organ ekskresi utama untuk kebanyakan racun
dan racun dalam konsentrasi tinggi sering ditemukan pada
urin. Setelah absorbsi pada saluran cerna, obat atau racun
pertama-tama dibawa ke hepar sebelum memasuki sirkulasi
sistemik, oleh karena itu, analisis pertama dari organ dalam
dilakukan pada hepar. Jika racun tertentu diduga atau
diketahui terlibat pada kasus kematian, ahli toksikologi
memilih menganalisis pertama-tama jaringan dan cairan
dimana racun terkonsentrasi.
3. Interpretasi terhadap hasil analisis
Setelah mengumpulkan keterangan-keterangan tentang
riwayat kasus keracunan, mengumpulkan laporan hasil
analisis berdasarkan toksisitas, distribusi, dan
biotransformasi dan membandingkan hasil analisis dengan
kasus serupa yang pernah dilaporkan pada literatur yang
berkualitas atau kasus serupa dari pengalamannya sendiri.
Pemeriksaan toksikologi diperlukan pada kondisi seperti
kasus kematian mendadak yang terjadi pada seseorang maupun
sekelompok orang, kematian yang dikaitkan dengan tindakan
156 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
abortus, kasus perkosaan atau kejahatan seksual lainnya,
kecelakaan transportasi, khususnya pada pengemudi dan pilot,
kasus penganiayaan dan pembunuhan (selektif), kasus yang
memang diketahui atau patit diduga meelan racun, kematian
setelah tindakan medis, penyuntikan, operasi dan lain
sebagainya.
Gejala yang Menyerupai Keracunan (Apperent Intoxicataion)
a. Koma hipoglikemi
b. Cerebro vasculer accident
c. Exhaustion setelah kejang atau setelah pemakaian MDMA
d. Trauma ota dan kematian otak
e. Meningitis
f. Flash black setelah penyalahgunaan obat
g. Gejala withdrawal
h. Idiosinkrasi dan reaksi hipersensitivitas
i. Syok neurogenik
j. Gejala tak terdga dari penyakit tertentu seperti penyakit
Lyme atau tumor otak.

157 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
BAB XIII
PEMERIKSAAN DALAM FORENSIK

Persiapan sebelum dilakukan pemeriksaan dalam


1. Gunakan apron yang terbuat dari plastik warna putih, bias
juga menggunkan jas lab.
2. Menggunkan sepatu tinggi yang terbuat dari karet.
3. Kedua tangan ditutup dengan sarung tangan rangkap
supaya tidak tercemar bahan-bahan dari mayat.
Pembedahan Mayat
 Mayat yang dibedah diletakkan terlentang dengan bagian
bahu ditinggikan (diganjal) dengan sepotong balok kecil.
 Pemeriksa berada disebelah kanan jenazah untuk yang
menggunakan tangan kanan tetapi jika menggunakan
tangan kiri, pemeriksa berada disebelah kiri jenazah.
 Insisi kulit dilakukan mengikuti garis pertengahan badan
mulai di bawah dagu, diteruskan kearah umbilicus dan
melingkari umbilicus di sisi kiri dan seterusnya kembali
mengikuti garis pertengahan badan sampai di daerah
simfisis pubis. Potong agak tegas sehingga tidak merusak
kulit.
 Buka daerah dalam, pada daerah dada potong sampai ke
tulang, lepaskan otot. Insisi pada dinding perut biasanya
dimulai pada daerah epigastrium dengan membuat irisan
pendek yang menembus sampai peritoneum. Dengan jari
telunjuk dan jari tengah tangan kiri yang dimasukkan ke
dalam lubang insisi ini, maka dinding perut dapat ditarik
atau diangkat ke atas untuk menghindari terpotongnya
alat-alat dalam.
 Kulit thorax dan jaringan otot dibawahnya dipegang
dengan erat dengan tangan kiri, yaitu sebaiknya dijepit
diantara ibu jari disebelah medial dan jari-jari lain
disebelah lateral. Kemudian jaringan kulit dan otot
tersebut ditarik kearah lateral hingga jaringan yang
menegang tersebut dapat dipotong dengan pisau pada
158 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
tangan kanan; pisau diarahkan ke bagian lateral dan posisi
pisau kurang lebih tegak lurus pada costae dan sewaktu
mengiris otot-otot yang masih melekat pada costae
dibersihkan.
 Pada bagian leher, yang dilepaskan adalah bagian kulitnya
saja, sedangkan otot-ototnya dibiarkan saja.
 Memeriksa ketinggian diafragma untuk mendeteksi
adanya pneumothorax atau hematothoraxyang ditandai
dengan penurunan diafragma.
 Memeriksa rongga perut apakah terdapat darah, cairan
atau pus. Perhatikan juga dinding perut. Dinding perut
yang normal adalah licin, putih, tidak ada fibrin, tidak ada
resapan darah pada otot dan kulit agak tebal.
 Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan-rawan
iga pada tempat ± 1 cm medial dari batas tulang rawan
dengan masing-masing iga. Posisi pisau miring dengan
ditekan oleh tangan kiri. Dimulai dari iga kedua terus kea
rah caudal. Lepaskan dengan tajam agar tidak memotong
alat-alat didalamnya.Pemeriksa berdiri dibagian kepala
jenazah.
 Melepaskan daerah clavicula dengan memotong iga kesatu
kearah lateral dan medial pada sendi sternoclavicula.
 Lakukan pemeriksaan lebar mediastinum dan periksa juga
apa yang ada di rongga dada kiri dengan menarik paru kiri
dan jantung untuk mengetahui apakah ada cairan atau
darah.
 Kantung jantung dibuka dengan melakukan
pengguntingan pada dinding depan mengikuti bentuk
huruf Y terbalik dari tengah. Perhatikan apah rongga
kandung jantung terisi cairan atau darah. Periksa pula
akan adanya luka baik pada kandung jantung maupun
pada permukaan jantung sendiri.
 Cairan jantung normal: kuning, jernih, ukuran bervariasi
10-20 ml
 Selanjutnya pengeluaran alat leher dimulai dengan
melakukan pengirisan dasar mulut menyusuri tepi rahang
159 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
bawah hingga masuk rongga mulut, gunakan hak agar
lebih mudah. Otot dasar mulut terpotong seluruhnya,
sehingga lidah bias dipegang dengan tangan.
 Potong tulang leher d\sehingga laring, faring medial dari
arteri karotis.
 Mengeluarkan organ-organ dada dari tulang leher
kemudian ditarik dengan tangan kiri sehingga semuanya
terangkat.
 Temukan esophagus dan ikat serta dipotong proksimal
dari ikatan tadi sehingga alat leher dan dada bisa
dilepaskan.
 Cari pangkal usus halus yang paling pangkal
(retroperitoneal) yaitu duodenum dan dibuat 2 ikatan dan
dipotong diantaranya agar isis duodenum tidak keluar.
Dengan tangan kiri memegang pada ujung distal dan
mengangkatnya maka mesenterium yang melepaskan usus
halus dengan dinding rongga perut dapat diiris dekat pada
usus.Pengirisan dilakukan dengan pisau diletakkan tegak
lurus pada usus dan digerakkan maju mundur seperti
gerakan mengegrgaji. Pengirisan dilakukan sepanjang
usus halussampai ileum terminalis. Pada daerah caecum
pengirisan dilakukan terhadap mesocolon dengan
memotong mesocolon pada bagian lateral dan colon
ascendens. Pemotongan dilakukan dengan hati-hati, lapis
demi lapis agar tidak teriris ginjal kanan serta duodenum
pars retroperitonealis.
 Pada daerah colon transversum lepaskan perlekatan antara
colon dan lambung. Mesocolon kembali diiris disebelah
lateral dari colon descendens dengan memisahkannya juga
dari limpa dan ginjal kiri. Colon sigmoid dapat dilepaskan
dari dinding rongga perut dengan memotong mesocolon di
bagian belakangnya.
 Rectum dipegang dengan tangan kanan, mulai dari bagian
distal dan mengurutnya kearah proksimal agar isi rectum
dipindahkan ke colon sigmoid dan rectum dapat diikat

160 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
dengan 2 ikatan, untuk kemudian diputus diantara 2
ikatan tersebut.
 Untuk melepaskan alat rongga panggul dan perut,
pengirisan dilakukan dengan memotong diafragma yang
dekat/melekat pada dinding dada dari kanan dan kiri,
masing-masing ginjal sampai memotong a. iliaca comunis.
 Alat rongga panggul dilepaskan dengan melepaskan
peritoneum didaerah simfisis, kandung kencing serta alat-
alat lainnya. Buli-buli dilepaskan dengan memasukkan
tangan subperitoneum, alat-alat seperti uretra, rectum, dan
pada wanita (vagina) terangkat. Pada pria, alat panggul
setingga prostat dan wanita 1/3 proksimal vagina.
 Pemeriksaan kepala dimulai dengan membuat irisan pada
kulit kepala dimulai dari prosessus mastoideus,
melingkari kepala kearah puncak dan berakhir pada
prosessus mastoideus sisi lain. Kulit kepala kemudian
dikupas kearah depan sampai kurang lebih 1-2 cm di atas
batas orbita dan kearah belakang sampai protuberantia
occipitalis externa. Perhatikan permukaan luar tulang
tengkorak apakah ada tanda kekerasan baik resapan darah
maupun garis/patah tulang. Membuka rongga tengkorak
dengan penggergajian tulang tengkorak melingkari daerah
frontal ± 2 cm di atas margo supraorbitalis, di temporal ± 2
cm di atas daun telinga. Pemotongan otot temporalis agar
jika telah selesai dimaksudkan dapat dijadikan tempat
jahitan menyatukan kembali atap tengkorak dengan
bagian lain tengkorak.
 Setelah tengkorak dilepaskan duramater digunting
mengikuti garis pemotongan tengkorak.
 Otak dikeluarkan dengan memasukkan dua jari tangan
kiri digaris pertengahan daerah frontal. Dengan sedikit
menekan bagian frontal akan tampak falk cerebri yang
dapat dipotong sampai dasar tengkorak. Kedua jari tangan
kiri dapat sedikit mengangkat bagian frontal dan
memperlihatkan nn.olfactorius, nn.opticus yang kemudian
dipotong sedekat mungkin pada dasar tengkorak. Setelah
161 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
otak dikeluarkan, duramater yang melekat pada dasar
tengkorak harus dilepaskan untuk mengetahui apakah
dasar tengkorak utuh.
 Pada bagian otak harus diperiksa apakah terdapat
perdarahan subdural, subarachnoid, contusion dan
laserasi. Perdarahan subdural dengan penyiraman darah
akan hilang berbeda dengan subarachnoid. Iris batang
otak, potong secara horizontal. Pada otak besar lihat dan
catat apakah ada perdarahan, infark atau edem cerebri. Jika
agak gelap pada daerah tersebut, lakukan pengirisan,
curiga ada contusio.
 Pemeriksaan alat dalam dimulai dari lidah, esophagus
sampai meliputi alat tubuh lainnya.
 Letakkan bagian depan esophagus dibagian bawah untuk
melihat isi selaput lendir Esofagus dilihat dari trachea
apakah ada varises atau striktur.
 Pembukaan trachea dilakukan dengan melakukan
pengguntingan dinding belakang (bagian jaringan ikat
pada cincin trachea) sampai mencapai cabang bronchus
kanan dan kiri. Perhatikan adanya benda asing, busa,
darah serta keadaan selaput lendirnya.
 Periksa tulang thyroid bila baik. Jaringan lunak lapisan
otot sampai terlihat apakah ada perdarahan. Kekerasan
pada daerah leher yang sifatnya lunak, sehingga
perdarahan hanya sampai jaringan otot tidak sampai
subkutis.
 Lepaskan jantung dari jaringan sekitarnya seperti paru.
Inspeksi paru apakah ada perdarahan (aspirasi darah),
edem, luka, atau sisa-sisa infeksi sebelumnya. Normalnya
berwarna merah kelabu agak ungu dan pada perabaan
seperti busa dan ada derik udara. Paru dibelah untuk
melihat penampangnya, apakah ada cairan/darh/busa. Jika
busa banyak maka curiga adanya edem paru. Timbang
paru, normalnya 225-300 gram.
 Periksa jantung dengan melihat adanya perdarahan atau
sikatriks. Periksa pembuluh nadi koroner dibagian depan
162 ROMAN’S FORENSIK 2nd
ed
a. coronaria dinilai dengan cara dipotong sehingga terlihat
penampangnya . pembuluh darah tidak menebal atau
kolaps.
 Buka daerah atrium, potong vena cava superior dan
inferior sehingga terbuka. Cara membuka daerah atrium
kanan, tusuk pisau sampai ventrikel kanan lalu potong
kearah lateral sehinga atrium dan ventrikel kanan terbuka.
Lihat adanya kelainan, periksa katup dan ukur panjang
katup serambi dan bilik kanan. Lakukan hal yang sama
pada sisi jantung kiri.
 Periksa penampang sehat ventrikel apakah ada sikatriks,
tebal otot ventrikel dan kiri diukur.
 A. coronaria jantung dipotong sedikit-sedikit apakah ada
perkapuran atau penebalan.
 Pemeriksaan rongga perut. Limpa dilepaskan dari jaringan
sekitarnya, periksa permukaan, warna dan kelainannya.
Potong untuk melihat penampangnya, lakukan pengikisan
untuk menilai adanya jaringan ikat.
 Angkat diafragma dan lepaskan.
 Posterior diletakkan di atas, rapikan daerah urogenital, cari
kelenjar suprarenal kanan dan kiri kemudian lepaskan.
Bentuknya tidak teratur atau trapezium, korteks kuning
dan medulla coklat. Traktus urinarius dipisahkan dari
yang lainnya.
 Aorta dibuka sampai a. renalis dari atas ke bawah dilihat
permukaannya. Ginjal dibelah, normalnya 1/3 dari tebal
ginjal dan periksa kalixnya.
 Pankreas dipisahkan dari jaringan sekitarnya lalu nilai
penampangnya.
 Hati: permukaanya licin, rata, tepi tajam, warna merah
coklat (normal). Kemudian dibelah dan lihat
penampangnya tampak kelenjar hati yang jelas. Lambung
dibuka dan lihat penampangnya.

163 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
BAHAN REFERENSI

- BAHAN KULIAH FORENSIK Dr. IWAN, Sp.F dan


Dr.MURSAD, Sp.F
- BAHAN REFERAT, TUGAS-TUGAS & PPT TEMAN-
TEMAN FK UNLAM
- E-BOOK KLINIK FORENSIK (MUHAMMAD AL FATIH
II) / BUKU AJAR IKK UNHAS
- BUKU AJAR FORENSIK FK UNAIR
- BUKU FORENSIK KARYA PROF.Dr.ABD.MUN’IM
IDRIES, Sp.F
- BUKU KAPSEL FKUI
- ATLS
- BUKU PATOFISIOLOGI EGC
- BAHAN KULIAH BEDAH SYARAF

164 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed
- DLL

165 ROMAN’S FORENSIK 2nd


ed

Anda mungkin juga menyukai